pelanggaran kode etik pemasaran susu formula
TRANSCRIPT
TUGAS FILSAFAT ILMU DAN BIOETIKA
Pelanggaran Kode Etik Pemasaran Susu Formula
Disusun oleh:
Addina Rizky F ( 22030111130055 )
PRODI ILMU GIZI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG 2011
Pelanggaran Kode Etik Pemasaran Susu Formula
Dalam sejarahnya, susu formula pertama kali dibuat oleh Henry Nestle,
seseorang yang berkewarganegaraan Jerman pada tahun 1867.1 Pada awal penemuan,
bahan pangan ini dianggap sebagai bahan pangan yang modern, efisien, praktis dan
sangat bagus serta dapat membantu para ibu yang sebagai wanita karir yang sibuk
dengan aktifitas kantor. Susu formula masuk ke Indonesia pada kisaran 1950-an yang
kemudian mengalami peredaran tak terkendali. Kecemasanpun melanda para tenaga
kesehatan, dikarenakan dampak pada kesehatan bayi dan penurunan jumlah ibu
menyusui yang juga berdampak pada kesuksesan ASI eksklusif. Rendahnya
pengetahuan tentang ASI eksklusif juga menjadi faktor yang menyebabkan ibu lebih
memilih susu formula. Pemberian susu formula di bawah 2 tahun dapat meningkatkan
resiko kematian pada bayi. Data kementerian kesehatan, ASI dapat menurunkan
kematian sebesar 17 persen kelahiran baru (neonatal) dan 12 persen pada anak di bawah
5 tahun. Bayi yang mengkonsumsi aktif susu formula rentan terhadap penyakit karena
daya tahan tubuh mereka rendah.
WHO telah menetapkan The International Code Of Marketing Of Breastmilk
Substitutes mengenai larangan pemasaran susu formula kepada petugas kesehatan.2
Untuk itu, pemasaran susu formula untuk bayi 0-6 merupakan suatu pelanggaran kode
etik. Karena menurut aturan WHO, bayi diharuskan untuk mendapatkan ASI selama 6
bulan pertama dan dilanjutkan hingga umur 2 tahun serta didampingi dengan makanan
pendamping ASI (MP ASI). Namun di Indonesia hal ini cukup tragis dimana ibu
dengan kesibukannya, pengetahuan yang rendah, dan lingkungan sehingga tidak
memberikan ASI pada bayinya, dan juga klinik atau rumah bersalin yang penuh dengan
sponsor dari produk susu formula.
Maka Menteri Kesehatanpun telah memberikan aturan pelarangan untuk
pengiklanan susu formula baik lewat media cetak, media elektronik, maupun media luar
ruang yang sudah diatur dalam UU Kesehatan No. 36 Tahun 2009 Pasal 128 yang
menekankan hak bayi untuk mendapatkan ASI Eksklusif kecuali ada indikasi medis.3
Peraturan pemerintah tersebut tidak menjadikan manajemen produk susu formula
kurang akal, dikarenakan masih ada beberapa instansi kesehatan yang apabila
membutuhkan dana maka akan mengajukan proposal pada instansi yang terkait dengan
susu formula tersebut. Sehingga mau tidak mau akan menghasilkan simbiosis
mutualisme antara keduanya.
Sering ditemukan plang praktek bidan yang mencantumkan foto dari produk
susu formula, pada timbangan bayi, alat ukur tinggi juga demikian. Bahkan yang lebih
tragis, di bidan atau rumah bersalin ketika seorang ibu pulang seusai bersalin mendapat
sampel susu formula dengan gratis. Ada juga pengiklanan tentang keajaiban ASI tetapi
di pojok banner terdapat gambar produk susu formula. Selain melanggar kode etik ini
juga yang menjadi sebab dari rendahnya pemberian ASI pada bayi dan peningkatan
pada resiko yang ditimbulkan akibat susu formula.
Analisis Permasalahan
I. Adanya Pelanggaran Kode Etik dan Undang-Undang Kesehatan
Pelanggaran terhadap aturan pemerintah tentang pemasaran susu
formula telah diatur dalam UU kesehatan No 36 Tahun 2009 Pasal 128
yang menekankan hak bayi untuk mendapatkan ASI Eksklusif kecuali
ada indikasi medis.3
Pelanggaran terhadap aturan yang telah ditetapkan oleh WHO yaitu, The
International Code Of Marketing Of Breastmilk Substitutes mengenai
larangan pemasaran susu formula kepada petugas kesehatan.2
Pelanggaran kompetensi keahlian
a. Ahli Gizi di rumah sakit, membiarkan pihak petugas kesehatan untuk
memberikan susu formula kepada bayi yang baru lahir
b. Bidan di BPS (Bidan Praktek Swasta) memberikan susu formula
dalam paket persalinan yang diberikan kepada ibu ketika pulang
persalinan.
c. Perawat, memberikan susu formula kepada bayi di ruang perawatan
bayi
Demi keuntungan yang terjalin antara pihak produsen susu formula dan
petugas kesehatan sehingga dapat mengakibatkan peningkatan resiko
kematian pada bayi.
II. Tidak Adanya Sangsi Terhadap Pelanggaran Kode Etik dan Undang-
Undang
Kunci sukses penerapan kode etik pemasaran susu di Indonesia adalah
dengan adanya legalisasi kode etik, dukungan dari badan independen yang
multisektoral, serta Kementerian Kesehatan mempunyai kewewenangan dalam
mengontrol implementasi kode etik tersebut.1 Ketika ditemukan adanya
pelanggaran kode etik dan Undang-Undang perlu ada pihak yang memberikan
peringatan, denda atau pencabutan izin produksi. Sehingga pihak-pihat yang
bersangkutan dapat jera oleh ketentuan dan sangsi yang telah di tetapkan.
III. Kurangnya pengawasan Terhadap Pelanggaran
Monitoring serta pengawasan terhadap pemasaran , promosi dan
pemberian sampel susu formula perlu dilakukan. Upaya tersebut bertujuan
meningkatan kesuksesan ASI Eksklusif dan menurunkan resiko kematian pada
bayi. Pemberian susu formula memberikan risiko terhadap kesakitan atau
kematian bayi, Bila bayi tidak diberi ASI secara eksklusif, maka akan terjadi
penurunan kekebalan tubuh yang mengakibatkan bayi mudah sakit.
Pertimbangan pembuatan Undang-Undang Kesehatan adalah sebagai berikut:
Pertama; Kesehatan adalah hak asasi dan salah satu unsur kesejahteraan.
Kedua; prinsip kegiatan kesehatan yang nondiskriminatif, partisipatif dan
berkelanjutan. Ketiga; kesehatan adalah investasi. Keempat; pembangunan
kesehatan adalah tanggung jawab pemerintah dan masyarakat.4 Sehingga para
petugas kesehatan mulai dari dokter, ahli gizi, bidan dapat melakukan promosi
terhadap Inisiasi Menyusu Dini (IMD) kepada ibu hamil dan tindakan preventif
terhadap pemberian susu formula kepada ibu menyusui, yang juga diawasi oleh
Kementerian Kesehatan.
Daftar Pustaka
1. Wirawan ID. Kode Etik Pemasaran Susu Formula Dilanggar. JOGLOSEMAR. 2010 29 september.[ cited 2012 31 januari] . Available from: www.harianjoglosemar.com
2. Mursyidan a. ulasan poling november 2010 - pelanggaran marketing susu formula. 2010 [cited 2012 2 februari]. Available from: www.aimi-asi.org
3. Arifia MI. Stop Susu Formula buat Bayi! 2010 [cited 2012 31 januari]; pelarangan iklan susu formula]. Available from: www.babyorchestra.wordpress.com
4. Ali AR. membaca undang-undang RI no. 36 thn 2009 tentang Kesehatan. polewali mandar sulawesi barat2010 [cited 2012 7 februari]. Available from: www.arali2008.wordpress.com