fakta resiko pemberian susu formula pada bayi dan anak

24
Fakta Resiko Pemberian Susu Formula Pada Bayi dan Anak Fakta Resiko Pemberian Susu Formula Pada Bayi dan Anak Oleh Henny Zainal, Renny Puspasari, dan 31 lainnya di TANYA ASI - HZ Lactation Center · Sunting Dokumen Setelah membaca dokumen ini, dalam hati kecil berkata "Apakah para dokter baik umum maupun spesialis, bidan dan tenaga kesehatan lainnya tidak memahami isi dari Sumpah Profesi mereka? Apakah visi, misi dari organisasi profesi mereka hanya sebuah slogan semata?" Ketika menyusui secara eksklusif tidak lagi menjadi suatu ‘keharusan’, biasanya para ibu dengan mudahnya berpaling pada susu formula. Kegagalan dari para ibu menyusui bukanlah mutlak di tangan para ibu maupun keluarga terdekatnya. Namun, menurut James Acre adalah sebuah kegagalan mutlak dari tenaga kesehatan dalam mengedukasi masyarakat, khususnya keluarga yang memiliki bayi. Silakan di print atau diperbanyak dengan fotokopi dan sebagainya, sebarkan kepada keluarga anda, kerabat anda, relasi, bahkan lingkungan anda. Di bawah ini adalah bukti ilmiah akan resiko penggunaan susu formula jangka panjang pada diri seorang anak manusia. Hanya di Indonesia, negeri tercinta ini yang memiliki beraneka ragam jenis susu formula berdasarkan usia. Sesungguhnya produk-produk tersebut telah diboikot di negara lain. Lalu bagaimana dengan negeri ini? Begitu mudahnyakah mereka menganggap bangsa ini bodoh, sehingga menjadikan negeri ini target pasar dalam meraup keuntungan? Astaghfirullah al adhim.. Kode Etik Internasional tentang Pemasaran Produk Pengganti ASI (breastmilk substitute) yang dikeluarkan oleh WHO ditujukan untuk memberikan informasi pada orangtua tentang bahaya kesehatan akibat penggunaan susu formula yang tidak tepat. Makalah ini memberikan beberapa contoh hasil penelitian bertahun-tahun tentang pentingnya menyusui serta resiko yang ditimbulkan akibat penggunaan susu formula. REKOMENDASI WHO

Upload: riyuza

Post on 04-Aug-2015

55 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

Page 1: Fakta Resiko Pemberian Susu Formula Pada Bayi Dan Anak

Fakta Resiko Pemberian Susu Formula Pada Bayi dan Anak

Fakta Resiko Pemberian Susu Formula Pada Bayi dan AnakOleh Henny Zainal, Renny Puspasari, dan 31 lainnya di TANYA ASI - HZ Lactation Center · Sunting Dokumen

Setelah membaca dokumen ini, dalam hati kecil berkata "Apakah para dokter baik umum maupun spesialis, bidan dan tenaga kesehatan lainnya tidak memahami isi dari Sumpah Profesi mereka? Apakah visi, misi dari organisasi profesi mereka hanya sebuah slogan semata?"

Ketika menyusui secara eksklusif tidak lagi menjadi suatu ‘keharusan’, biasanya para ibu dengan mudahnya berpaling pada susu formula. Kegagalan dari para ibu menyusui bukanlah mutlak di tangan para ibu maupun keluarga terdekatnya. Namun, menurut James Acre adalah sebuah kegagalan mutlak dari tenaga kesehatan dalam mengedukasi masyarakat, khususnya keluarga yang memiliki bayi.

Silakan di print atau diperbanyak dengan fotokopi dan sebagainya, sebarkan kepada keluarga anda, kerabat anda, relasi, bahkan lingkungan anda. Di bawah ini adalah bukti ilmiah akan resiko penggunaan susu formula jangka panjang pada diri seorang anak manusia.

Hanya di Indonesia, negeri tercinta ini yang memiliki beraneka ragam jenis susu formula berdasarkan usia. Sesungguhnya produk-produk tersebut telah diboikot di negara lain. Lalu bagaimana dengan negeri ini? Begitu mudahnyakah mereka menganggap bangsa ini bodoh, sehingga menjadikan negeri ini target pasar dalam meraup keuntungan? Astaghfirullah al adhim..

Kode Etik Internasional tentang Pemasaran Produk Pengganti ASI (breastmilk substitute) yang dikeluarkan oleh WHO ditujukan untuk memberikan informasi pada orangtua tentang bahaya kesehatan akibat penggunaan susu formula yang tidak tepat. Makalah ini memberikan beberapa contoh hasil penelitian bertahun-tahun tentang pentingnya menyusui serta resiko yang ditimbulkan akibat penggunaan susu formula.

REKOMENDASI WHO

WHO merekomendasikan para ibu untuk menyusui secara ekslusif selama 6 bulan, melanjutkannya dengan pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) dari bahan-bahan lokal yang kaya nutrisi sambil tetap memberikan ASI / menyusui sampai anak berusia 2 tahun atau lebih. (World Health Assembly Resolution 54.2, 2001)

RESIKO PEMBERIAN SUSU FORMULA UNTUK BAYI DAN ANAK-ANAK

1.Meningkatkan resiko asma

2.Meningkatkan resiko alergi

3.Menghambat perkembangan kognitif

4.Meningkatkan resiko infeksi saluran pernapasan akut

Page 2: Fakta Resiko Pemberian Susu Formula Pada Bayi Dan Anak

5.Meningkatkan resiko oklusi pada gigi anak

6.Meningkatkan resiko infeksi dari susu formula yang terkontaminasi

7.Meningkatkan resiko kurang gizi

8.Meningkatkan resiko kanker pada anak-anak

9.Meningkatkan resiko penyakit kronis

10.Meningkatkan resiko diabetes

11.Meningkatkan resiko penyakit kardiovaskular (jantung)

12.Meningkatkan resiko obesitas

13.Meningkatkan resiko infeksi saluran pencernaan

14.Meningkatkan resiko kematian pada bayi dan akan-kanak

15.Meningkatkan resiko infeksi telinga dan otitis media

16.Meningkatkan resiko terkena efek samping dari kontaminasi lingkungan

1. Meningkatkan resiko asma

Sebuah penelitian di Arizona, Amerika Serikat yang menggunakan sampel 1.246 bayi sehat menunjukkan hubungan yang kuat antara menyusui dan gangguan pernafasan pada bayi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak-anak di bawah umur 6 tahun yang tidak disusui sama sekali, akan memiliki resiko gangguan pernafasan tiga kali lebih besar dibandingkan dengan anak-anak yang disusui. (Wright AL, Holberg CJ, Taussig LM, Martinez FD. Relationship of infant feeding to recurrent wheezing at age 6 years. Arch Pediatr Adolesc Med 149:758-763, 1995)

Penelitian pada 2.184 anak yang dilakukan oleh Hospital for Sick Children di Toronto, Kanada menunjukkan bahwa resiko asma dan gangguan pernapasan mencapai angka 50% lebih tinggi pada bayi yang diberi susu formula, dibandingkan dengan bayi yang mendapatkan ASI sampai dengan usia 9 bulan atau lebih. (Dell S, To T. Breastfeeding and Asthma in Young Children. Arch PediatrAdolesc Med 155: 1261-1265, 2001)

Para peneliti di Australia Barat melakukan penelitian terhadap 2602 anak-anak untuk melihat peningkatan resiko asma dan gangguan pernafasan pada 6 tahun pertama. Anak-anak yang tidak mendapatkan ASI beresiko 40% lebih tinggi terkena asma dan gangguan pernafasan dibandingkan dengan anak-anak yang mendapatkan ASI eksklusif sekurangnya 4 bulan. Para peneliti ini merekomendasikan untuk memberikan ASI eksklusif sekurangnya 4 bulan untuk mengurangi resiko terkena asma dan gangguan pernafasan. (Oddy WH, Peat JK, de Klerk NH. Maternal asthma, infant feeding, and the risk for asthma in childhood. J. Allergy Clin Immunol. 110: 65-67, 2002)

Para ahli melihat pada 29 penelitian terbaru untuk mengevaluasi dampak ‘melindungi’

Page 3: Fakta Resiko Pemberian Susu Formula Pada Bayi Dan Anak

terhadap asma dan penyakit pernapasan atopik lainnya yang diberikan oleh ASI. Setelah menggunakan kriteria penilaian yang ketat, terdapat 15 penelitian yang memenuhi persyaratan untuk dievaluasi, dan ke-15 penelitian tersebut menunjukkan manfaat/efek melindungi yang diberikan oleh ASI dari resiko asma. Para ahli menyimpulkan, tidak menyusui atau memberikan ASI pada bayi akan meningkatkan resiko asma dan penyakit pernafasan atopik. (Oddy WH, Peat JK. Breastfeeding, Asthma and Atopic Disease: An Epidemiological Review of Literature. J Hum Lact 19: 250-261, 2003)

2. Meningkatkan resiko alergi

Anak-anak di Finlandia yang mendapatkan ASI lebih lama memiliki resiko lebih rendah untuk terkena penyakit atopik, eksim, alergi makanan dan gangguan pernafasan karena alergi. Pada usia 17 tahun, resiko gangguan pernafasan karena alergi pada mereka yang tidak mendapatkan ASI (atau mendapat ASI dalam jangka waktu pendek) adalah 65%, sementara pada mereka yang disusui lebih lama hanya 42%. (Saarinen UM, Kajosarri M. Breastfeeding as a prophylactic against atopic disease: Prospective follow-up study until 17 years old. Lancet 346: 1065-1069, 1995)

Bayi yang memiliki riwayat asma/gangguan pernafasan karena memiliki riwayat alergi dari keluarganya, diteliti untuk penyakit dermatitis atopik dalam tahun pertama kehidupannya. Menyusui eksklusif selama tiga bulan pertama diakui dapat melindungi bayi dari penyakit dermatitis. (Kerkhof M, Koopman LP, van Strien RT, et al. Risk factors for atopic dermatitis in infants at high risk of allergy: The PIAMA study. Clin Exp Allergy 33: 1336-1341, 2003)

Pengaruh dari konsumsi harian ibu akan vitamin C dan E pada komposisi anti-oksidan di ASI sebagai zat yang melindungi bayi dari kemungkinan terkena penyakit atopik diteliti. Makanan yang dikonsumsi oleh ibu yang menderita penyakit atopik dipantau selama 4 hari, kemudian diambil sampel ASI dari ibu yang memiliki bayi dengan usia 1 bulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumsi vitamin C sehari-hari pada makanan ibu dapat meningkatkan kadar vitamin C pada ASI. Semakin tinggi kadar vitamin C pada ASI dapat menurunkan risiko terkena penyakit atopik pada bayi. (Hoppu U, Rinne M, Salo-Vaeaenaenen P, Lampi A-M, Piironen V, Isolauri E. Vitamin C in breast milk may reduce the risk of atopy in the infant. Eur J of Clin Nutr 59: 123-128, 2005)

3. Mengurangi/menghambat perkembangan kognitif

Untuk menentukan dampak dari memberikan ASI eksklusif dengan perkembangan kognitif pada bayi prematur atau bayi dengan berat lahir rendah, digunakanlah metode “Bayley scale of infant development” ketika bayi berumur 13 bulan dan “Wechler Preschool and Primary Scales of Intelligence” pada anak ketika berumur 5 tahun. Kesimpulan dari hasil penelitian tersebut adalah memberikan ASI secara eksklusif (tanpa tambahan vitamin/supplemen apapun) pada bayi prematur atau bayi dengan berat lahir rendah terbukti memberikan keuntungan yang signifikan pada perkembangan kognitif dan pertumbuhan fisik yang lebih baik. (Rao MR, Hediger ML, Levine RJ, Naficy AB, Vik T. Effect of breastfeeding on cognitive development of infants born small for gestational age. Arch Pediatr Adolesc 156: 651-655, 2002)

Menyusui terbukti dapat meningkatkan kualitas hidup seseorang, karena memiliki pengaruh positif pada pendidikan dan perkembangan kognitif di masa kanak-kanak, tegas sebuah penelitian di Inggris. Analisis regresi yang dilakukan pada sebuah penelitian menyatakan

Page 4: Fakta Resiko Pemberian Susu Formula Pada Bayi Dan Anak

bahwa menyusui secara signifikan berkorelasi positif dengan pendidikan dan kecerdasan. (Richards M, Hardy R, Wadsworth ME. Long-tern effects of breast-feeding in a national cohort: educational attainment and midlife cognition function. Publ Health Nutr 5: 631-635, 2002)

439 anak sekolah di Amerika Serikat yang lahir antara tahun 1991 – 1993 serta memiliki berat badan lahir rendah (di bawah 1,500 gram) diberikan beberapa jenis tes kognitif. Hasilnya, anak-anak yang memiliki berat badan lahir rendah dan tidak pernah disusui cenderung memiliki nilai/hasil tes yang rendah pada tes IQ, kemampuan verbal, kemampuan visual dan motorik dibandingkan mereka yang disusui/mendapatkan ASI. (Smith MM, Durkin M, Hinton VJ, Bellinger D, Kuhn L. Influence of breastfeeding on cognitive outcomes at age 6-8 year follow-up of very low-birth weight infants. Am J Epidemiol 158:1075-1082, 2003)

Penelitian pada anak-anak yang lahir dari keluarga miskin di Filipina membuktikan bahwa anak-anak yang mendapatkan ASI sampai umur 12-18 bulan memiliki nilai yang lebih tinggi pada “nonverbal intelligence test”. Efek seperti ini akan lebih besar dampaknya pada bayi yang lahir dengan berat badan lahir rendah (1.6 dan 9.8 poin lebih tinggi). Para peneliti menyimpulkan, bahwa memberikan ASI/menyusui dalam jangka waktu yang lama sangatlah penting, apalagi setelah mengenalkan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI), terutama untuk bayi berat badan lahir rendah. (Daniels M C, Adair L S. Breast-feeding influences cognitive development of Filipino children. J Nutr. 135: 2589-2595, 2005)

4. Meningkatkan resiko infeksi saluran pernafasan akut (ISPA)

Anak-anak di Brazil yang tidak disusui/mendapatkan ASI beresiko 16,7 kali lebih tinggi terkena pneumonia dibandingkan anak-anak yang semasa bayinya disusui secara eksklusif. (Cesar JA, Victora CG, Barros FC, et al. Impact of breastfeeding on admission for pneumonia during postneonatal period in Brazil: Nested casecontrolled study. BMJ 318: 1316-1320, 1999)

Untuk menentukan faktor-faktor resiko dalam mendeteksi ISPA pada balita, sebuah rumah sakit di India membandingkan 201 kasus dengan 311 kunjungan pemeriksaan. Menyusui adalah salah satu dari sekian faktor yang dapat menurunkan tingkat risiko ISPA pada balita. (Broor S, Pandey RM, Ghosh M, Maitreyi RS, Lodha R, Singhal T, Kabra SK. Risk factors for severe acute lower respiratory tract infection in under-five children. Indian Pediatr 38: 1361-1369, 2001)

Beberapa sumber yang digunakan untuk meneliti hubungan antara menyusui dan resiko ISPA pada bayi yang lahir cukup bulan. Analisis dari data-data yang diteliti menunjukkan pada negara-negara berkembang, bayi yang diberikan susu formula mengalami 3 kali lebih sering gangguan pernafasan yang membutuhkan perawatan intensif di rumah sakit, dibandingkan dengan bayi yang diberikan ASI eksklusif selama 4 bulan atau lebih. (Bachrach VRG, Schwarz E, Bachrach LR. Breastfeeding and the risk of hospitalization for respiratory disease in infancy. Arch Pediatr Adolesc Med. 157: 237-243, 2003)

Pullan CR, Toms GL, Martin AJ, Gardner PS, Webb JKG, Appleton DR. Breastfeeding and respiratory syncytial virus infection (Menyusui dan kejadian infeksi virus syncytial pada saluran pernapasan). Br Med J 1980;281:1034-6

Page 5: Fakta Resiko Pemberian Susu Formula Pada Bayi Dan Anak

5. Meningkatkan resiko oklusi gigi pada anak

Salah satu keuntungan menyusui adalah membuat gigi anak tumbuh rapih dan teratur. Penelitian yang dilakukan pada 1.130 balita (usia 3-5 tahun) untuk mengetahui dampak dari tipe pemberikan makanan dan aktivitas menghisap yang tidak tepat terhadap pertumbuhan gigi yang kurang baik. Aktivitas menghisap yang kurang baik (menghisap botol) memberikan dampak yang substansial pada kerusakan gigi/oklusi gigi pada anak. Terjadinya ”posterior cross-bite” pada gigi anak lebih banyak ditemukan pada anak-anak yang menggunakan botol susu serta anak-anak yang suka ‘mengempeng’. Persentase terkena cross-bite pada anak ASI yang menyusu langsung 13% lebih kecil dibandingkan mereka yang menyusu dari botol. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa semakin awal bayi menyusu dari botol dua kali lebih besar besar terkena risiko maloklusi/kerusakan pada gigi dibandingkan bayi yang menyusu langsung/tidak menyusu dari botol. (Viggiano D. et al. Breast feeding, bottle feeding, and non-nutritive sucking; effects on occlusion in deciduous dentition. Arch Dis Child 89:1121-1123, 2004

6. Meningkatkan resiko infeksi dari susu formula yang terkontaminasi

Pada kasus tercemarnya susu formula dengan Enterobacter Sakazakii di Belgia, ditemukan 12 bayi yang menderita Necrotizing Enetrocolitis (NEC) dan 2 bayi yang meninggal setelah mengkonsumsi susu formula yang tercemar bakteri tersebut. (Van Acker J, de Smet F, Muyldermans G, Bougatef A. Naessens A, Lauwers S. Outbreak of necrotizing enterocolitis associated with Enterobactersakazakii in powdered infant formulas. J Clin Microbiol 39: 293-297, 2001)

Sebuah kasus di Amerika Serikat menyebutkan bahwa seorang bayi berusia 20 hari meninggal dunia karena menderita panas, tachyardia¸dan mengalami penurunan fungsi pembuluh darah setelah diberikan susu formula yang tercemar bakteri E-Sakazakii di NICU. (Weir E, Powdered infant formula and fatal infection with Enterobacter sakazakii. CMAJ 166, 2002)

7. Meningkatkan resiko kurang gizi/gizi buruk

Pada tahun 2003 ditemukan bayi yang mengkonsumsi susu formula berbahan dasar kedelai di Israel harus mendapatkan perawatan intensif di rumah sakit akibat encephalopathy. Dua diantaranya meninggal akibat cardiomyopathy. Analisis dari kasus ini menyebutkan bahwa tingkat tiamin pada susu formula tidak dapat diidentifikasikan. Pada bayi yang mengkonsumsi susu formula berbasis kedelai sering ditemukan gejala kekurangan tiamin, yang harus ditangani oleh terapi tiamin. (Fattal-Valevski A, Kesler A, Seal B, Nitzan-Kaluski D, Rotstein M, Mestermen R, Tolendano-Alhadef H, Stolovitch C, Hoffman C. Globus O, Eshel G. Outbreak of Life-Threatening Thiamine Deficiency in Infants in Israel Caused by a Defective Soy-Based Formula. Pediatrics 115: 223-238, 2005)

8. Meningkatkan resiko kanker pada anak

Pusat Studi Kanker Anak di Inggris melakukan penelitian terhadap 3.500 kasus kanker anak dan hubungannya dengan menyusui. Hasil penelitian menunjukkan adanya pengurangan tingkat resiko terkena leukemia dan kanker lain apabila seorang anak memperoleh ASI ketika bayi. (UK Childhood Cancer Investigators. Breastfeeding and Childhood Cancer. Br J Cancer 85: 1685-1694, 2001)

Page 6: Fakta Resiko Pemberian Susu Formula Pada Bayi Dan Anak

Studi pada 117 kasus acute lymphotic leukemia yang dilakukan di United Arab Emirates menunjukkan bahwa menyusui secara eksklusif selama 6 bulan atau lebih akan meminimalkan resiko terkena kanker leukemia dan lymphoma (getah bening) pada anak. (Bener A, Denic S, Galadari S. Longer breast-feeding and protection against childhood leukaemia and lymphomas. Eur J Cancer 37: 234-238, 2001)

Tidak menyusui adalah salah satu penyebab terbesar kanker pada ibu. Suatu penelitian mengemukakan tingkat kerusakan genetis yang signifikan pada bayi usia 9-12 bulan yang sama sekali tidak disusui. Para peneliti menyimpulkan bahwa kerusakan genetis berperan penting dalam pembentukan kanker pada anak atau setelah anak-anak tsb tumbuh dewasa. (Dundaroz R, Aydin HA, Ulucan H, Baltac V, Denli M, Gokcay E. Preliminary study on DNA in non-breastfed infants. Ped Internat 44: 127-130, 2002)

Sebuah penelitian yang menggunakan bukti-bukti atas dampak menyusui pada risiko terkena leukemia mempelajari 111 kasus yang 32 diantaranya mengemukakan hal tersebut. Dari 32 kasus ini dipelajari 10 kasus utama dan ditemukan 4 kasus yang mengemukakan hubungan antara menyusui dan leukemia. Kesimpulan yang diambil adalah: semakin lama menyusui/memberikan ASI pada bayi, semakin kecil risiko terkena leukemia. Mereka mencatat, diperlukan dana sebesar USD 1,4M tiap tahunnya untuk mengobati anak-anak yang terkena leukemia. (Guise JM et al. Review of case-controlled studies related to breastfeeding and reduced risk of childhood leukemia. Pediatrics 116: 724-731, 2005)

9. Meningkatkan resiko penyakit kronis

Penyakit kronis dapat dipicu oleh respon auto-imun tubuh anak ketika mengkonsumsi makanan yang mengandung protein gluten. Ivarsson dan tim-nya melakukan penelitian terhadap pola menyusui 627 anak yang terkena penyakit kronis dan 1.254 anak sehat untuk melihat dampak menyusui pada konsumsi makanan yang mengandung protein gluten serta resiko terkena penyakit kronis. Secara mengejutkan ditemukan bukti bahwa 40% anak-anak bawah umur dua tahun (baduta) yang disusui/mendapatkan ASI berisiko lebih kecil terhadap penyakit kronis, walaupun mengkonsumsi makanan yang mengandung protein gluten. (Ivarsson, A. et al. Breast-Feeding May Protect Against Celiac Disease Am J Clin Nutr 75:914-921, 2002)

Rasa terbakar pada saat BAB dan penyakit Crohn adalah penyakit gastrointestinal kronis yang sering terjadi pada bayi susu formula. Suatu meta-analisis pada 17 kasus yang mendukung hipotesis bahwa menyusui mengurangi resiko penyakit Crohn dan ulcerative colitis. (Klement E, Cohen RV, Boxman V, Joseph A, Reif s. Breastfeeding and risk of inflammatory bowel disease: a systematic review with meta-analysis. Am J Clin Nutr 80: 1342-1352, 2004)

Untuk memperjelas dampak dari pemberian MPASI yang terlalu dini (contoh: dampak dari menyusui dibandingkan tidak menyusui; lama menyusui; dampak menyusui dan hubungannya dengan pemberian makanan yang mengandung protein gluten) pada resiko penyakit kronis, para peneliti melihat kembali literatur tentang menyusui dan penyakit kronis. Mereka menemukan bahwa anak-anak yang menderita penyakit kronis hanya mendapatkan ASI/disusui dalam jangka waktu pendek. Sementara anak-anak yang disusui lebih lama resiko terkena penyakit kronis ini 52% lebih rendah. Para peneliti mendefinisikan 2 mekanisme perlindungan yang diberikan ASI, yaitu: (1) melanjutkan pemberian

Page 7: Fakta Resiko Pemberian Susu Formula Pada Bayi Dan Anak

ASI/menyusui menghambat penyerapan gluten pada tubuh, (2) ASI melindungi tubuh dari infeksi intestinal. Infeksi dapat menyebabkan penurunan daya tahan tubuh bayi sehingga gluten dapat masuk ke dalam lamina propria. Penelitian yang lain menyebutkan bahwa IgA dapat menurunkan respon antibody terhadap gluten yang dicerna. (Akobeng A K et al. Effects of breast feeding on risk of coeliac disease: a systematic review and meta-analysis of observational studies. Arch DisChild 91: 39-43, 2006)

10. Meningkatkan resiko diabetes

Untuk memastikan hubungan antara konsumsi susu sapi (dan susu formula bayi berbahan dasar susu sapi) dan respon antibodi bayi pada protein susu sapi, peneliti di Italia mengukur respon antibodi pada 16 bayi ASI dan 12 bayi usia 4 bulan yang mengkonsumsi susu formula. Bayi susu formula meningkatkan antibodi beta-casein yang bisa menyebabkan diabetes type 1, dibandingkan dengan bayi ASI. Para peneliti tersebut menyimpulkan bahwa bayi yang mendapatkan ASI eksklusif sekurangnya 4 bulan beresiko lebih rendah terhadap diabetes type 1, karena ASI dapat mencegah pembentukan anti-bodi beta-casein. (Monetini L, Cavallo MG, Stefanini L, Ferrazzoli F, Bizzarri C, Marietti G, Curro V, Cervoni M, Pozzilli P, IMDIAB Group. Bovine beta-casein antibodies in breast-and bottle-fed infants: their relevance in Type 1 diabetes. Hormone Metab Res 34: 455-459, 2002)

Studi yang dilakukan pada 46 suku Indian Kanada yang menderita diabetes tipe II dicocokkan dengan 92 jenis control penyakit diabetes. Kemudian dibandingkanlah resiko pre dan post-natal dari suku Indian yang disusui dan yang tidak disusui. Menariknya, ditemukan suatu fakta baru bahwa ASI dapat menurunkan resiko terkena penyakit diabetes tipe II. (Young TK, Martens PJ, Taback SP, Sellers EA, Dean HJ, Cheang M, Flett B. Type 2 diabetes mellitus in children: prenatal and early infancy risk factors among native Canadians. Arch Pediatr Adolesc Med 156: 651-655, 2002)

Penggunaan susu formula, makanan pengganti ASI dan susu sapi yang lebih dini pada bayi, adalah factor-faktor yang meningkatkan kemungkinan terkena diabetes tipe I ketika dewasa. Sebayak 517 anak Swedia dan 286 anak Lithuania usia 15 tahun yang didiagnosa menderita penyakit diabetes tipe I dibandingkan dengan pasien non-diabets. Hasil penelitian menunjukkan bahwa memberikan ASI secara eksklusif sekurangnya 5 bulan dan dilanjutkan sampai usia 7 atau 9 bulan (dengan MP-ASI) dapat mengurangi resiko terkena diabetes. (Sadauskaite-Kuehne V, Ludvigsson J, Padaiga Z, Jasinskiene E, Samuel U. Longer breastfeeding is an independent protective factor against development of type I diabetes mellitus in childhood. Diabet Metab Res Rev 20: 150-157, 2004)

Data yang didapatkan dari 868 anak penderita diabetes asal Cekoslovakia dan 1466 kunjungan dar pasien yang terkena diabetes, mengkonfirmasi bahwa resiko terkena diabetes tipe I dapat dikurangi dengan memperpanjang lama/periode menyusui. Menyusui bayi selama 12 bulan atau lebih mengurangi risiko terkena diabetes tipe I secara signifikan. (Malcove H et al. Absence of breast-feeding is associated with the risk of type 1 diabetes: a case-control study in a population with rapidly increasing incidence. Eur J Pediatr 165: 114-119, 2005)

Working Group on Cow's Milk Protein and Diabetes Mellitus of the American Academy of Pediatrics. Infant feeding practices and their possible relationship to the etiology of diabetes mellitus (Kelompok kerja AAP: untuk protein susu sapi dan diabetes melitus. Praktek pemberian makan pada bayi dan kemungkinan hubungan dengan etiologi diabetes melitus). Pediatrics 1994;94:752-4

Page 8: Fakta Resiko Pemberian Susu Formula Pada Bayi Dan Anak

Karjalainen J, Martin JM, Knip M, Ilonen J, Robinson BH, Savilahti E, et al. A bovine albumin peptide as a possible trigger of insulin-dependent diabetes mellitus (Kemungkinan peptida albumin sapi sebagai pencetus diabetes melitus ketergantungan insulin). N Eng J Med 1992;327:302-7 (Editorial: 1992:327:348-9)

Mayer EJ, Hamman RF, Gay EC, Lezotte DC, Savitz DA, Klingensmith J. Reduced risk of IDDM among breastfed children (Penurunan resiko diabetes melitus ketergantungan insulin pada bayi yang disusui). Diabetes 1988;37:1625-32

11. Meningkatkan resiko penyakit kardiovaskular

Untuk mempertegas hubungan antara gizi bagi bayi dengan resiko kesehatan setelah dewasa, peneliti dari Inggris mengukur tekanan darah pada sampel 216 remaja usia 13 sampai 16 tahun yang lahir prematur. Mereka yang mengkonsumsi susu formula pada awal kehidupannya memiliki tekanan darah yang lebih tinggi dibandingkan mereka yang mendapatkan ASI ketika bayi. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa pada bayi yang lahir prematur maupun cukup bulan, ASI dapat mengendalikan tekanan darah pada batas normal sampai mereka tumbuh dewasa. (Singhal A, Cole TJ, Lucas A. Early nutrition in preterm infants and later blood pressure: two cohorts after randomized trials. The Lancet 357: 413-419, 2001)

Sebuah penelitian di UK mengevaluasi tingkat kolesterol pada 1.500 anak dan remaja usia 13-16 tahun dan menyimpulkan bahwa ASI mencegah penyakit kardiovaskular karena dapat mengurangi kadar total kolesterol dan kadar LDL (low-density lipid cholesterol). Hasil penelitian ini menyebutkan, bayi yang memperoleh ASI terbukti dapat mengendalikan metabolisme pengolahan lemak di tubuh dengan baik, yang menyebabkan kadar kolesterol yang rendah dan menghindarkan dari resiko penyakit kardiovaskular. (Owen GC, Whipcup PH, Odoki JA, Cook DG. Infant feeding and blood cholesterol: a study in adolescents and systematic review. Pediatrics 110:597-608, 2002)

Sebuah studi di Inggris yang meneliti 4.763 anak-anak usia 7,5 tahun menyebutkan bahwa anak-anak berusia 7 tahun dan tidak pernah mendapatkan ASI memiliki kecenderungan tekanan systolic dan diastolic yang lebih tinggi dibandingkan anak-anak yang mendapatkan ASI semasa bayinya. Ada pengurangan sebesar 0.2mmHg setiap 3 bulan apabila anak mendapatkan ASI eksklusif. Para peneliti menyarankan pemberian ASI eksklusif sekurangnya 3 bulan, karena terbukti dapat mengurangi 1% populasi orang-orang yang menderita penyakit tenakan darah tinggi, dan mengurangi 1,5% tingkat kematian penduduk karena darah tinggi. (Martin RM, Ness AR, Gunnelle D, Emmet P, Smith GD. Does breast-feeding in infancy lower blood pressure in childhood? Circulation 109: 1259-1266, 2004)

12. Meningkatkan resiko obesitas

Untuk menentukan dampak pemberian makanan bayi pada obesitas masa kanak-kanak, studi besar di Skotlandia meneliti indeks massa tubuh dari 32.200 anak usia 39-42 bulan. Setelah eliminasi faktor-faktor yang bias, status sosial ekonomi, berat lahir dan jenis kelamin, prevalensi obesitas secara signifikan lebih tinggi pada anak-anak diberi susu formula, mengarah pada kesimpulan bahwa pemberian susu formula terkait dengan peningkatan risiko obesitas. (Armstrong, J. et al. Breastfeeding and lowering the risk of childhood obesity. Lancet 359:2003-2004, 2002)

Page 9: Fakta Resiko Pemberian Susu Formula Pada Bayi Dan Anak

Dalam rangka untuk menentukan faktor yang terkait dengan pengembangan kelebihan berat badan dan obesitas, 6.650 anak-anak usia sekolah di Jerman yang berusia antara lima sampai 14 tahun diperiksa. Mengkonsumsi ASI ditemukan sebagai pelindung terhadap obesitas. Efek perlindungan ini lebih besar pada bayi yang secara eksklusif disusui ASI. (Frye C, Heinrich J. Trend and predictors of overweight and obesity in East German children. Int J Obesitas 27: 963-969, 2003)

Tindak lanjut aktif dari 855 pasang ibu dan bayi di Jerman digunakan untuk menentukan hubungan antara tidak menyusui dan peningkatan risiko kelebihan berat badan dan obesitas. Setelah dua tahun tindak lanjut, 8,4 persen dari anak-anak kelebihan berat badan dan 2,8 persen sangat kelebihan berat badan: 8,9 persen tidak pernah disusui, sementara 62,3 persen disusui selama paling sedikit enam bulan.

Anak-anak yang mendapatkan ASI eksklusif lebih dari tiga bulan dan kurang dari enam bulan memiliki 20 persen pengurangan resiko, sementara mereka yang telah ASI eksklusif selama paling sedikit enam bulan memiliki 60 persen pengurangan resiko untuk menjadi gemuk dibandingkan kepada mereka yang diberi susu formula. (Weyerman M et al. Duration of breastfeeding and risk of overweight in childhood: a prospective birth cohort study from Germany. Int J Obes muka publikasi online 28 Februari 2006)

13. Meningkatkan resiko infeksi saluran pencernaan

Tujuh ratus tujuh puluh enam bayi dari New Brunswick, Kanada, diteliti untuk mengetahui hubungan antara pernapasan dan penyakit gastrointestinal dengan menyusui selama enam bulan pertama kehidupan. Meskipun angka pemberian ASI ekslusif rendah, hasil menunjukkan efek perlindungan yang signifikan terhadap total penyakit selama enam bulan pertama kehidupan. Bagi mereka yang disusui ASI , insidensi infeksi gastrointestinal adalah 47 per persen lebih rendah; tingkat penyakit pernapasan adalah 34 persen lebih rendah daripada mereka yang tidak disusui. (Beaudry M, Dufour R, S. Marcoux. Relationship between infant feeding and infections during the first six months of life. J Pediatr 126: 191-197, 1995)

Perbandingan antara bayi yang menerima ASI terutama selama 12 bulan pertama kehidupan dan bayi yang secara eksklusif diberikan susu formula atau disusui ASI selama selama tiga bulan atau kurang, menemukan bahwa penyakit diare dua kali lebih tinggi untuk bayi yang diberikan susu formula dibandingkan mereka yang disusui ASI. (Dewey KG, Heinig MJ, Nommsen-Rivers LA. Differences in morbidity between breast-fed and formula-fed infants. J Pediatr 126: 696-702, 1995)

Dukungan menyusui di Belarus secara signifikan mengurangi insiden infeksi gastrointestinal sampai dengan 40 persen. (Kramer MS, Chalmers B, Hodnett ED, et al. Promotion of Breastfeeding Intervention Trial (PROBIT): a randomized trial in the Republic of Belarus. JAMA 285: 413-420, 2001)

14.Meningkatkan resiko kematian

Dibandingkan dengan pemberian ASI eksklusif, anak-anak yang sebagian disusui ASI memiliki 4,2 kali peningkatan risiko kematian karena untuk penyakit diare. Tidak disusui dikaitkan dengan 14,2 kali peningkatan risiko kematian akibat penyakit diare pada anak-anak

Page 10: Fakta Resiko Pemberian Susu Formula Pada Bayi Dan Anak

di Brazil. (Victora CG, Smith PG, Patrick J, et al. Infant feeding and deaths due to diarrhea: a case-controlled study. Amer J Epidemiol 129: 1032-1041, 1989)

Bayi di Bangladesh yang disusui secara sebagian atau tidak disusui sama sekali, memiliki resiko kematian 2,4 kali lebih besar akibat infeksi saluran pernafasan akut dibandingkan bayi yang mendapatkan ASI eksklusif. Pada anak-anak yang mendapatkan campuran lebih banyak ASI dibandingkan susu formula, resiko kematian karena pernapasan akut infeksi yang sama dengan anak-anak ASI eksklusif. (Arifeen S, Black RE, Atbeknab G, Baqui A, Caulfield L, Becker S, Exclusive breastfeeding reduces acute respiratory infenction and diarrhea deaths among infants in Dhaka slums. Pediatrics 108: e67, 2001)

Para peneliti meneliti 1.204 bayi yang meninggal antara 28 hari dan satu tahun dari penyebab selain dari anomali bawaan atau tumor ganas dan 7.740 anak-anak yang masih hidup di satu tahun untuk menghitung angka kematian dan apakah bayi tersebut mendapatkan ASI serta efek durasi-respons. Anak-anak yang tidak pernah disusui memiliki 21 persen lebih besar resiko kematian dalam periode pasca-neonatal daripada mereka yang disusui. Semakin lama disusui, semakin rendah resikonya. Mendukung kegiatan menyusui memiliki potensi untuk mengurangi sekitar 720 kematian pasca-neonatal di Amerika Serikat setiap tahun. Di Kanada ini akan mengurangi sekitar 72 kematian. (Chen A, Rogan WJ. Breastfeeding and the risk of postneonatal death in the United States. Pediatrics 113: 435-439, 2004)

Penelitian penting dari Ghana dirancang untuk mengevaluasi apakah waktu yang tepat untuk inisiasi menyusui dan praktek menyusui berhubungan dengan resiko kematian bayi. Studi ini melibatkan 10.947 bayi yang selamat melewati hari kedua dan yang ibunya dikunjungi selama periode neonatal. Menyusui dimulai pada hari pertama pada 71 persen bayi dan 98,7 persen dimulai pada hari ketiga. Menyusui dilakukan secara eksklusif oleh 70 persen selama periode neonatal. Resiko kematian neonatal empat kali lipat lebih tinggi pada bayi yang diberi susu berbasis cairan atau makanan padat selain ASI. Terdapat tanda bahwa respon-dosis terhadap resiko peningkatan kematian bayi dibandingkan dengan inisiasi menyusui yang tertunda dari satu jam pertama sampai tujuh hari. Inisiasi setelah hari pertama terkait dengan 2,4 kali lipat peningkatan risiko kematian. Penulis menyimpulkan bahwa 16 persen kematian bayi dapat dicegah jika semua bayi disusui sejak hari pertama dan 22 persen dapat dicegah bila menyusui dimulai selama satu jam pertama. (Edmond KM, Zandoh C, Quigley MA, Amenga-Etego S, Owusu-Agyei S, Kirkwood BR. Delayed breastfeeding initiation increases risk of neonatal mortality. Pediatrics 117: 380-386, 2006)

15.Meningkatkan resiko otitis media dan infeksi saluran telinga

Jumlah otitis media akut meningkat secara signifikan dengan menurunnya durasi dan eksklusivitas menyusui. Bayi Amerika yang diberikan ASI eksklusif selama empat bulan atau lebih mengalami penurunan 50 persen dibandingkan dengan bayi yang tidak disusui. Penurunan sebesar 40 persen kejadian dilaporkan berasal dari bayi ASI yang diberikan tambahan (makanan/susu formula) lain sebelum usia empat bulan. (Duncan B, Ey J, Holberg CJ, Wright AL, martines M, Taussig LM. Exclusive breastfeeding for at least 4 months protects againsts otitis media. Pediatrics 91: 867-872, 1993)

Antara usia enam dan 12 bulan insiden pertama otitis media lebih besar untuk bayi susu formula daripada untuk bayi ASI eksklusif. Untuk bayi ASI eksklusif insidensi ini meningkat dari 25 persen menjadi 51 persen dibandingkan kenaikan dari 54 persen menjadi 76 persen untuk bayi ang hanya diberikan susu formula. Para penulis menyimpulkan bahwa menyusui

Page 11: Fakta Resiko Pemberian Susu Formula Pada Bayi Dan Anak

bahkan untuk jangka pendek (tiga bulan) akan secara signifikan mengurangi episode dari otitis media selama masa kanak-kanak. (Duffy LC, Faden H, Wasielewski R, Wolf J, Krystofik D. Exclusive breastfeeding protects against bacterial colonization and day care exposure to otitis media. Pediatrics 100: E7, 1997)

Saarinen UM. Prolonged breastfeeding as prophylaxis for recurrent otitis media (Menyusui lebih lama sebagai profilaksis (pencegahan) otitis media berulang). Acta Pediatr Scand 1982;71:567-71

16.Meningkatkan resiko efek samping kontaminasi lingkungan

Sebuah studi Belanda menunjukkan bahwa pada usia enam tahun, perkembangan kognitif dipengaruhi oleh paparan pra-lahir terhadap poliklorinasi bifenil (PCB) dan dioksin. Efek buruk paparan pra-lahir pada hasil neurologis juga ditunjukkan dalam kelompok susu formula tetapi tidak dalam kelompok yang diberikan ASI. Meskipun terjadi paparan PCB mealui ASI, studi ini menemukan bahwa pada usia 18 bulan, 42 bulan, dan pada usia enam tahun suatu efek yang menguntungkan dari menyusui ASI terlihat pada kualitas gerakan, dalam hal kelancaran, dan dalam tes perkembangan kognitif. Data memberikan bukti bahwa paparan PCB saat pra-lahir telah memberikan efek negatif secara halus pada neurologis dan perkembangan kognitif anak sampai usia sekolah. Penelitian ini juga memberikan bukti menyusui ASI melawan perkembangan merugikan dari efek PCB dan dioksin. (Boersma ER, lanting CI. Environmental exposure to polychlorinated biphenyls (PCBs) and dioxins. Consequences for longterm neurological and congnitive development of the child. Adv Exp Med Biol 478:271-287, 2000)

Penelitian yang lain dilakukan di Belanda untuk menentukan efek paparan pra- lahir terhadap poliklorinasi bifenil (PCB), mempelajari bayi yang disusui ASI dan bayi yang diberikan susu formula pada saat mereka berusia sembilan tahun. Dengan mengukur latency pendengaran P300 (waktu reaksi terhadap rangsangan yang masuk, yang diketahui dipengaruhi secara negatif oleh PCB) mereka menemukan bahwa mereka yang diberi susu formula atau yang disusui ASI selama kurang dari enam sampai 16 minggu, mengalami latency yag loebih besar dan mekanisme melambat di tengah sistem saraf yang mengevaluasi dan memproses rangsangan. Di sisi lain, proses menyusui mempercepat mekanisme ini. (Vreugedenhill HJI, Van Zanten GA, Brocaar MP, Mulder PGH, Weisglas - Kuperus, N. Prenatal exposure to polychlorinated biphenols and breastfeeding: opposing effects on auditory P300 latencies in 9-year old Dutch children. Devlop Med & Anak Neurol 46: 398-405, 2004)

SUMBER:

Riordan J, Wambach K. Breastfeeding and Human Lactation. 4th Edition. Jones and Bartlett Publishers. Massachusetts. 2010; 4: 136-137

Risks of Formula Feeding: a Brief Annotated Bibliography, (INFACT Canada, 2nd rev. 2006), prepared by Elisabeth Sterken, BSc, MSc, Nutr Kata kunci: kematian, asi, obesitas, kanker, pneumonia, paru-paru, bahaya, diabetes, susu, infeksiSebelumnya: Belajar Nyetir, Tabrak Istri hingga TewasSelanjutnya : Manajemen Laktasi pada Bayi Prematur / BBLR (Berat Badan Lahir Rendah)

Page 12: Fakta Resiko Pemberian Susu Formula Pada Bayi Dan Anak

Karakteristik suami dengan ibu menyusui dalam pemberian ASI eksklusif di wilayah kerja puskesmas

iklan1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang MasalahKelahiran bayi kiranya merupakan momen yang paling menggembirakan bagi orang tua. Mereka ingin bayi mereka sehat dan memiliki lingkungan emosi dan fisik yang terbaik. Setelah lahir, nutrisi memainkan peran terpenting bagi pertumbuhan dan perkembangan yang sehat dari bayi itu (Ramaiah, 2006)Pada masa lima tahun kehidupan anak, pertumbuhan mental dan intelektual berkembang sangat cepat, yang disebut Golden Period. Pada masa itu terbentuk dasar-dasar kemampuan keinderaan, berpikir dan berbicara serta pertumbuhan mental intelektual yang intensif dan awal pertumbuhan moral. Gerbang pertama untuk membangun sumber daya manusia yang berkualitas adalah ASI (Air Susu Ibu) eksklusif. Banyak penelitian sudah membuktikan, ASI membuat bayi jauh lebih sehat, kekebalan yang tinggi, kecerdasan emosional dan spiritual lebih baik. IQ pun bisa lebih tinggi dibandingkan dengan anak-anak yang ketika bayi tidak diberi ASI Eksklusif dan ASI juga mempunyai dampak ekonomis yang sangat tinggi, serta ASI tidak bisa digantikan dengan zat makanan manapun (Markum, www. Cyberwoman 2006).Pemberian ASI yang dianjurkan ditingkat internasional dan nasional adalah pemberian ASI segera setengah jam setelah bayi lahir, kemudian pemberian ASI saja sampai bayi berusia 6 bulan, selanjutnya pemberian ASI diteruskan sampai 2 tahun dengan pemberian makanan pendamping ASI. Pemberian ASI eksklusif merupakan salah satu kontribusi terpenting bagi kesehatan, pertumbuhan, dan perkembangan bayi baru lahir, bayi dan anak-anak. Manfaatnya akan semakin besar apabila pemberian ASI dimulai pada 1 jam pertama setelah kelahiran, dimana bayi membutuhkan makanan dan tanpa pemberian susu tambahan. Selain kekayaan gizi yang jelas dimiliki ASI, pemberian ASI juga melindungi bayi dari kematian dan kesakitan. Bayi yang diberi ASI eksklusif kemungkinan menderita diare dan infeksi pernafasan hanya seperempat dari seluruh kejadian yang diderita bayi yang tidak diberi ASI (Widyastuti, 2004).Pada masa bayi, orang tua lebih merupakan perawat, pada masa balita sebagai pelindung, diusia prasekolah sebagai pengasuh, pada waktu usia sekolah dasar sebagai pendorong. Perubahan peran itu perlu terjadi agar pola pengasuhannya menjadi tepat meski ASI eksklusif memiliki banyak keunggulan, jumlah ibu yang menyusui anaknya makin menurun. Data terakhir menunjukkan adanya penurunan prevalensi ASI eksklusif dari 65,1% (Susenas 1989) menjadi 49,2% (Susenas 2001). Proporsi bayi mendapatkan ASI Eksklusif di pedesaan lebih tinggi dibandingkan perkotaan dan kawasan timur Indonesia lebih tinggi daripada di kawasan Jawa, Bali, dan Sumatera. Sedangkan ibu menyusui bayinya sampai usia 12-15 bulan sekitar 86% dan sekitar 66% menyusui sampai bayi berumur 22-23 bulan. Mengingat dewasa ini para ibu di negara-negara maju seperti di Eropa, Amerika dan Australia telah menjadikan pemberian ASI secara eksklusif sebagai perilaku pola asuh bayi. Meski mereka bekerja, tapi hal ini tidak menghambat keberhasilan pemberian ASI secara eksklusif (Swasono, www.menegpp 2006).Berbeda dengan para ibu di negara berkembang seperti Indonesia, yang cenderung memilih memberikan susu formula kepada bayinya. Bahkan pada sebagian ibu, perilaku ini berkembang menjadi semacam gengsi. Celakanya, perilaku yang salah ini lalu ditiru oleh para ibu dari keluarga kurang mampu, sehingga terjadi pemberian susu formula yang sangat

Page 13: Fakta Resiko Pemberian Susu Formula Pada Bayi Dan Anak

encer dan tidak memenuhi kebutuhan gizi bayi (Roesli, www.gizi.net 2006).Menurut Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) pada tahun1997 sampai 2002 lebih dari 95% ibu pernah menyusui bayinya. Namun yang menyusui dalam 1 jam pertama setelah melahirkan cenderung menurun dari 8% pada tahun 1997 jadi 3,7% pada tahun 2002. cakupan ASI Eksklusif 6 bulan menurun dari 42,4% pada tahun 1997 menjadi 39,5% pada tahun 2002. Penggunaan susu formula meningkat lebih dari 3 x lipat selama 5 tahun dari 10,8% pada tahun 1997 menjadi 32,5% pada tahun 2002 (www.depkes.go.id, 2006).Dari sebuah survei yang dilakukan oleh Yayasan Lembaga Konsumsi Indonesia (YLKI) pada tahun 1995 terhadap ibu-ibu se Jabotabek, diperoleh data bahwa alasan pertama berhenti memberikan ASI pada anaknya adalah “takut di tinggal suami”. Ini semua karena mitos yang salah yaitu menyusui akan mengubah bentuk payudara menjadi lembek (Roesli, 2000).Sedangkan pada saat ini tampak ada kecenderungan menurunnya penggunaan ASI pada sebagian masyarakat di kota-kota besar. Di kota besar sering kita melihat bayi diberi susu botol daripada disusui ibunya, sementara di pedesaan kita melihat bayi yang berusia 1 bulan sudah diberi pisang atau nasi lembut sebagai tambahan ASI. Pemberian ASI eksklusif pada bayi 0-6 bulan untuk Propinsi Lampung adalah 57.207 bayi atau hanya sekitar 34,53% dari jumlah bayi 165.656 bayi. Sedangkan pemberian ASI ekslusif pada bayi 0-6 bulan untuk Kota Metro adalah 900 bayi atau sekitar 58,82% dari jumlah bayi 1530 bayi. (Profil Kesehatan Propinsi Lampung, 2004).Data prasurvei yang didapat oleh penulis di Dinas Kesehatan Kota Metro mengenai cakupan pemberian ASI rkslusif tahun 2005 adalah sebagai berikut :Tabel 1Data Cakupan ASI Eksklusif Kota Metro 2005

No Puskesmas Sasaran Cakupan %123456 YosomulyoMetroIringmulyoBanjarsariSumbersariGanjar Agung 282241334241139227 2382715818327177 84,3911,247,375,9319,93

Page 14: Fakta Resiko Pemberian Susu Formula Pada Bayi Dan Anak

77,97JUMLAH 1464 810 55,32Sumber : Laporan Cakupan ASI Eksklusif Dinas Kesehatan Kota Metro tahun 2005Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa cakupan pemberian ASI ekslusif Kota Metro tahun 2005 hanya mencapai 55,32%, sedangkan target untuk cakupan pemberian ASI eksklusif Kota Metro untuk tahun 2005 adalah 60%. Cakupan pemberian ASI Eksklusif yang terendah ialah Puskesmas Kota Metro, hanya tercapai 11,2% atau 27 ibu dari 241 ibu yang menyusui dan cakupan pemberian eksklusif yang paling tinggi dicapai oleh Puskesmas Yosomulyo yaitu sebesar 84,39% atau 238 ibu dari 282 ibu yang menyusui.Semua ibu seharusnya dapat menyusui anaknya dan memenuhi kebutuhan nutrisi anaknya dimana ASI dapat menjadi makanan tunggal bagi bayi sampai berusia 6 bulan. Dalam upaya pemberian ASI eksklusif agar berhasil dimulai dan dimantapkan, ibu butuh dukungan aktif baik dari keluarga maupun orang-orang yang penting bagi ibu misalnya suami (Roesli, 2000).Keberhasilan memberikan ASI Eksklusif selain bergantung pada ibu juga sangat bergantung pada suami karena peran suami sama besarnya dengan peran ibu terutama dalam segi psikologis, sehingga jika seorang ibu berhasil memberi ASI eksklusif selama 4 atau bahkan 6 bulan, hal ini merupakan keberhasilan ibu dan suami (Roesli, 1999).Dari pengalaman selama lebih dari 15 tahun menggeluti masalah ASI dapat dipastikan bahwa suami yang berperan sebagai ayah merupakan bagian vital dalam keberhasilan ataupun kegagalan menyusui. Masih banyak para suami yang berpendapat salah. Para suami ini berpendapat bahwa menyusui adalah urusan ibu dan bayinya. Mereka menganggap cukup menjadi pengamat yang pasif saja, sebenarnya suami mempunyai peran yang sangat penting dalam keberhasilan menyusui, terutama untuk menjaga agar refleks oksitosin lancar (Roesli, 2000).Di hari pertama setelah melahirkan, ibu pastilah mengalami kelelahan fisik dan mental. Akibatnya, ibu merasa cemas, tidak tenang, hilang semangat, dan sebagainya. Ini merupakan hal normal yang perlu diantisipasi suami maupun pihak keluarga. Namun dalam beberapa kasus, terutama pada anak pertama, banyak suami yang lebih sibuk dengan bayinya dari pada memperhatikan kebutuhan sang istri. Jika kondisi ini terus-menerus berlanjut maka ibu akan merasa bahwa perhatian suami padanya telah menipis sehingga muncul asumsi-asumsi negatif. Terutama yang terkait erat dengan penampilan fisiknya setelah bersalin. Tubuh yang dianggap tak lagi seindah dulu membuat suami lebih mencintai anak dari pada dirinya sebagai istri. Perasaan negatif ini akan membuat refleks oksitosin menurun dan produksi ASI pun terhambat. Karena pikiran negatif ibu memengaruhi produksi ASI, maka dukungan suami sangat dibutuhkan. Pentingnya suami dalam mendukung ibu selama memberikan ASI-nya memunculkan istilah breastfeeding father atau suami menyusui. Jika ibu merasa didukung, dicintai, dan diperhatikan, maka akan muncul emosi positif yang akan meningkatkan produksi hormon oksitosin sehingga produksi ASI menjadi lancar ( Roesli, www.bkkbn.com., 2006).Dikatakan bahwa keberhasilan memberikan ASI eksklusif selain bergantung pada ibu juga sangat bergantung pada suami maka tidak terlepas kemungkinan keterkaitan antara karakteristik suami pada ibu menyusui dengan dukungan dalam pemberian ASI eksklusif dimana dukungan tersebut dipengaruhi oleh tingkat usia suami, tingkat pendidikan suami, jenis pekerjaan suami, tingkat penghasilan suami, tingkat pengetahuan suami tentang pemberian ASI Eksklusif dan sikap suami terhadap pemberian ASI eksklusif. Berdasarkan uraian tersebut maka penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian tentang karakteristik suami pada ibu menyusui dalam pemberian ASI eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Metro Kecamatan Metro Pusat Kota Metro tahun 2006.

B. Rumusan Masalah

Page 15: Fakta Resiko Pemberian Susu Formula Pada Bayi Dan Anak

Dari uraian yang terdapat pada latar belakang, maka dapat dibuat rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana karakteristik suami dengan ibu menyusui dalam pemberian ASI eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Metro Kecamatan Metro Pusat Kota Metro tahun 2006 ?”

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan UmumSecara umum penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang karakteristik suami dengan ibu menyusui dalam pemberian ASI eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Metro Kecamatan Metro Pusat Kota Metro tahun 2006.2. Tujuan Khususa. Diperolehnya gambaran karakteristik suami dengan ibu menyusui dalam pemberian ASI eksklusif berdasarkan tingkat usia.b. Diperolehnya gambaran karakteristik suami dengan ibu menyusui dalam pemberian ASI eksklusif berdasarkan tingkat pendidikan.c. Diperolehnya gambaran karakteristik suami dengan ibu menyusui dalam pemberian ASI eksklusif berdasarkan jenis pekerjaan.d. Diperolehnya gambaran karakteristik suami dengan ibu menyusui dalam pemberian ASI eksklusif berdasarkan tingkat penghasilan.e. Diperolehnya gambaran karakteristik suami dengan ibu menyusui dalam pemberian ASI eksklusif berdasarkan tingkat pengetahuan.f. Diperolehnya gambaran karekteristik suami dengan ibu menyusui dalam pemberian ASI eksklusif berdasarkan sikap.

D. Ruang Lingkup PenelitianDalam penelitian ini penulis membatasi ruang lingkup yang diteliti adalah sebagai berikut :1. Sifat Penelitian : Studi Deskriptif2. Objek Penelitian : Karakteristik suami dilihat dari tingkat usia, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, tingkat penghasilan, tingkat pengetahuan dan sikap.3. Subjek penelitian : Suami dengan ibu menyusui yang memiliki bayi usia diatas 6 bulan sampai 2 tahun dan telah memberikan ASI eksklusif pada bayinya4. Lokasi penelitian : Di Wilayah Kerja Puskesmas Metro5. Waktu Penelitian : Tanggal 8 Mei – 20 Mei 2006

E.Manfaat Penelitian1.Bagi Puskesmas Kota MetroMenambah wawasan serta menjadi tolak ukur para tenaga kesehatan di Puskesmas Kota Metro dalam melaksanakan program selanjutnya, terutama lebih aktif dalam memberikan penyuluhan dan motivasi kepada masyarakat khususnya ibu-ibu menyusui tentang pentingnya pemberian ASI eksklusif.2. Bagi Masyarakat Kecamatan Metro PusatSebagai masukan bagi masyarakat khususnya ibu-ibu menyusui agar lebih meningkatkan kesadaran tentang pentingnya pemberian ASI eksklusif bagi bayinya serta menambah wawasan pengetahuan dan pandangan positif sehingga dapat meyakinkan keluarga khususnya ibu-ibu menyusui agar memberikan ASI secara eksklusif.3. Bagi Penelitian SelanjutnyaUntuk memberikan masukan bagi kegiatan penelitian berikutnya terutama penelitian yang berkaitan dengan ASI eksklusif.