susu formula dengan dha dan aha belum tentu berefek maksimal untuk

11
Susu formula dengan DHA dan AHA belum tentu berefek maksimal untuk pertumbuhan otak. Istilah DHA (Docosahexaenoic acid) dan ARA (arachinoid acid) memang tak asing di telinga para ibu. Dalam iklan di televisi, terlihat sejumlah perusahaan susu berlomba-lomba menawarkan produk yang mengandung DHA dan ARA. Biasanya, susu jenis ini harganya lebih mahal dibanding susu formula tanpa asam lemak esensial itu. Si ibu yang langsung kepincut dua komponen tersebut dan berkantong tebal langsung berburu produk itu. Padahal, menurut Dr Hardiono D. Pusponegoro, SpA (K), meskipun banyak susu formula mengklaim mengandung DHA dan ARA, belum tentu semuanya akan memberi dampak yang baik dan maksimal untuk pertumbuhan otak anak. "Hampir semua produsen susu formula memasukkan berbagai benda dalam produknya, tapi jumlahnya sedikit-sedikit. Padahal, bila perbandingan DHA dan ARA dalam susu formula tak tepat, hasilnya tak akan baik bagi anak. Kecerdasannya tak akan meningkat," ucap Hardiono, Selasa lalu di Jakarta, dalam konferensi pres mengenai kadar asupan DHA ARA yang tepat dan stimulasi sejak dini untuk nilai IQ anak lebih baik. Hardiono juga menjelaskan, DHA dan ARA sebenarnya terdapat secara alami dalam air susu ibu (ASI). Konsultan anak bidang neurologi dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta, itu menambahkan, dibandingkan dengan susu formula yang diperkaya DHA dan ARA, kandungan kedua asam lemak yang terdapat dalam ASI masih jauh lebih baik segi kualitas ataupun kuantitasnya. Ini berbeda dengan ASI, kandungan DHA dan ARA secara alami memiliki komposisi yang tepat bagi tumbuh-kembang bayi. DHA dan ARA merupakan asam lemak yang sangat dibutuhkan bayi untuk pembentukan otak, jaringan saraf, jaringan penglihatan, dan membantu pembentukan sistem imun pada bayi. Melalui ASI, bayi akan mendapatkan DHA dan ARA yang diperlukan sebagai komponen utama lemak membran sel dan merupakan asam lemak tak jenuh dalam rantai panjang utama sistem saraf pusat. DHA juga merupakan komponen utama membran sel fotoreseptor retina. Otak tumbuh maksimal sejak 3 bulan terakhir dari masa kehamilan sampai kurang lebih usia 2 tahun. Karena itu, dalam periode tersebut, bayi sebaiknya mendapat DHA dan ARA dalam jumlah cukup, yang tentunya dapat diperoleh dari ASI. Agar mendapatkan kandungan DHA dan ARA yang tinggi dalam ASI-nya, ibu hamil bisa mengkonsumsi makanan yang menjadi sumber DHA, seperti ikan laut (contohnya salmon), minyak ikan, daging, dan telur. Dari suatu penelitian, Dr Craig Jensen dari Departemen Pediatrik pada Baylor College of Medicine Houston, Texas, menyebutkan ibu-ibu di setiap negara memiliki kandungan DHA dan ARA dalam ASI berbeda- beda. Perbedaan ini lantaran asupan makanan yang dikonsumsi sehingga dapat mempengaruhi kadar kedua komponen tersebut. Walau tak ada angka yang pasti, Craig mengatakan DHA dan ARA yang terdapat dalam ASI wanita Indonesia tak jauh berbeda dengan negara tetangga, seperti Malaysia, yaitu sekitar 0,4 atau 0,5 persen dari total asam lemak. " ? Ya, sekitar 0,4 atau 0,5 persen dari total asam lemak. Tapi, meski jumlahnya sedikit, DHA dan ARA penting dalam perkembangan

Upload: ade-kurniawan

Post on 21-Jul-2015

174 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Susu formula dengan DHA dan AHA belum tentu berefek maksimal untuk pertumbuhan otak. Istilah DHA (Docosahexaenoic acid) dan ARA (arachinoid acid) memang tak asing di telinga para ibu. Dalam iklan di televisi, terlihat sejumlah perusahaan susu berlomba-lomba menawarkan produk yang mengandung DHA dan ARA. Biasanya, susu jenis ini harganya lebih mahal dibanding susu formula tanpa asam lemak esensial itu. Si ibu yang langsung kepincut dua komponen tersebut dan berkantong tebal langsung berburu produk itu. Padahal, menurut Dr Hardiono D. Pusponegoro, SpA (K), meskipun banyak susu formula mengklaim mengandung DHA dan ARA, belum tentu semuanya akan memberi dampak yang baik dan maksimal untuk pertumbuhan otak anak. "Hampir semua produsen susu formula memasukkan berbagai benda dalam produknya, tapi jumlahnya sedikit-sedikit. Padahal, bila perbandingan DHA dan ARA dalam susu formula tak tepat, hasilnya tak akan baik bagi anak. Kecerdasannya tak akan meningkat," ucap Hardiono, Selasa lalu di Jakarta, dalam konferensi pres mengenai kadar asupan DHA ARA yang tepat dan stimulasi sejak dini untuk nilai IQ anak lebih baik. Hardiono juga menjelaskan, DHA dan ARA sebenarnya terdapat secara alami dalam air susu ibu (ASI). Konsultan anak bidang neurologi dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta, itu menambahkan, dibandingkan dengan susu formula yang diperkaya DHA dan ARA, kandungan kedua asam lemak yang terdapat dalam ASI masih jauh lebih baik segi kualitas ataupun kuantitasnya. Ini berbeda dengan ASI, kandungan DHA dan ARA secara alami memiliki komposisi yang tepat bagi tumbuh-kembang bayi. DHA dan ARA merupakan asam lemak yang sangat dibutuhkan bayi untuk pembentukan otak, jaringan saraf, jaringan penglihatan, dan membantu pembentukan sistem imun pada bayi. Melalui ASI, bayi akan mendapatkan DHA dan ARA yang diperlukan sebagai komponen utama lemak membran sel dan merupakan asam lemak tak jenuh dalam rantai panjang utama sistem saraf pusat. DHA juga merupakan komponen utama membran sel fotoreseptor retina. Otak tumbuh maksimal sejak 3 bulan terakhir dari masa kehamilan sampai kurang lebih usia 2 tahun. Karena itu, dalam periode tersebut, bayi sebaiknya mendapat DHA dan ARA dalam jumlah cukup, yang tentunya dapat diperoleh dari ASI. Agar mendapatkan kandungan DHA dan ARA yang tinggi dalam ASI-nya, ibu hamil bisa mengkonsumsi makanan yang menjadi sumber DHA, seperti ikan laut (contohnya salmon), minyak ikan, daging, dan telur. Dari suatu penelitian, Dr Craig Jensen dari Departemen Pediatrik pada Baylor College of Medicine Houston, Texas, menyebutkan ibu-ibu di setiap negara memiliki kandungan DHA dan ARA dalam ASI berbedabeda. Perbedaan ini lantaran asupan makanan yang dikonsumsi sehingga dapat mempengaruhi kadar kedua komponen tersebut. Walau tak ada angka yang pasti, Craig mengatakan DHA dan ARA yang terdapat dalam ASI wanita Indonesia tak jauh berbeda dengan negara tetangga, seperti Malaysia, yaitu sekitar 0,4 atau 0,5 persen dari total asam lemak. "? Ya, sekitar 0,4 atau 0,5 persen dari total asam lemak. Tapi, meski jumlahnya sedikit, DHA dan ARA penting dalam perkembangan

intelektual dan daya penglihatan anak,?ujar Craig. Dia melanjutkan, dari beberapa hasil studi memperlihatkan asupan DHA dan ARA, baik bagi bayi prematur maupun bayi yang lahir normal, bermanfaat untuk perkembangan fungsi penglihatan dan perkembangan saraf otak pada bayi dan balita. Selain itu, penelitian yang dilakukan Dr E. Birch menunjukkan, anakanak berusia 4 tahun yang mendapatkan asupan DHA dan ARA dengan kadar 0,36 persen DHA (90 miligram DHA/100 gram) dan 0,72 persen ARA (180 miligram ARA/100 gram) selama 4 bulan pertama memiliki tingkat IQ lebih tinggi 7 poin dibanding mereka yang tak mendapat asupan DHA dan ARA dalam kadar tersebut. Di samping itu, studi lain menunjukkan bahwa skor IQ pada anak usia 4 tahun berkorelasi kuat dengan skor IQ pada usia 17 tahun. "Hal ini menunjukkan adanya stabilisasi dalam jangka waktu panjang dan mengindikasikan nilai skor IQ yang kurang lebih sama tingginya pada usia dewasa," Craig Jensen menjelaskan. Namun, selain asupan DHA dan ARA dalam kadar yang tepat, Hardiono mengingatkan perlunya stimulasi tepat yang diterapkan sejak dini untuk melatih kecerdasan anak. Menurut Hardiono, kecerdasan anak sangat dipengaruhi oleh rangsangan yang diterimanya pada tahun-tahun awal kehidupannya, terutama dua tahun pertama yang sering disebut dengan the golden years. Stimulasi yang tepat, baik jenis maupun frekuensinya,akan melatih pancaindra anak dan akan mempengaruhi kecerdasan. Nah, jangan sia-siakan masa keemasan anak Anda. Sebab, bila terlambat, akan sulit memperbaikinya. Marlina Marianna Siahaan Sumber : Tempo Perlukah Suplementasi AA/DHA dalam Susu Formula? Ditulis Oleh Arifianto MD Mohon maaf kalau tulisan ini jadinya seperti artikel semi ilmiah. Hanya berusaha menyumbangkan sedikit informasi yang saya punya sebelum meninggalkan Jakarta menuju lokasi tanpa koneksi internet sama sekali (listrik dan telepon saja belum tahu ada/tidaknya) . Maraknya iklan susu formula di mana-mana: TV, majalah, koran mendorongku menelusuri lebih lanjut, perlukah suplementasi AA/DHA dalam susu formula. Tujuan tulisan ini adalah menekankan tidak ada yang mampu menggantikan ASI dalam enam bulan pertama kehidupan bayi. Susu formula dibuat dengan berusaha meniru semirip mungkin kandungan yang ada dalam ASI, untuk memenuhi segala kebutuhan nutrisi bayi: karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, dan air. Sebagian besar formula ini diambil dari susu sapi, yang dinilai kandungannya hampir menyerupai air susu manusia, dan mampu memenuhi kebutuhan gizi bayi. Sebagian kecil adalah susu kedelai. Ada satu kandungan dalam ASI yang tidak terdapat dalam susu formula kebanyakan, yaitu AA/DHA. Berbagai penelitian menunjukkan bayi yang mendapatkan ASI sampai usia satu tahun memiliki perkembangan otak lebih baik dibandingkan bayi yang tidak mendapatkan ASI. Kandungan yang menentukan ini adalah asam arakidonat (arachidonic acid/AA) dan asam dokosaheksaenoat (docosahexaenoic acid/DHA), suatu asam lemak tak jenuh ganda rantai panjang (long chain polyunsaturated fatty

acids/PUFA), yang merupakan batu bata utama pembangun jaringan saraf di retina (saraf mata) dan otak. Mengetahui hal ini, para peneliti biokimia berlomba-lomba memasukkan AA dan DHA dalam kandungan susu formula, dan melihat dampaknya apakah menyerupai keuntungan bayi yang mendapatkan ASI. Sebuah tulisan dalam jurnal Nutrition Noteworthy tahun 2002 yang berjudul: "Finding the Magic Formula: Should Polyunsaturated Fatty Acids be Used to Supplement Infant Formula" yang ditulis Mailan Cao menjelaskan tiga hal utama yang menjadi indikator utama outcome (keluaran) suplementasi AA/DHA ini, mengingat tidak semua hal yang terbukti di laboratorium (in vitro) atau hewan percobaan, lantas sama efeknya ketika diterapkan pada manusia. 1.. Suplementasi AA/DHA dan kadarnya dalam asam lemak plasma (darah) Setelah dibuktikan aman untuk dikonsumsi tubuh manusia, peneliti ingin membutikan apakah suplementasi AA/DHA dapat diserap tubuh sama halnya kandungan dalam ASI, melihat bukti kadar AA/DHA dalam tubuh bayi yang mendapatkan susu formula tanpa suplementasi AA/DHA lebih rendah dibandingkan dengan yang mendapatkan ASI.Ternyata terbukti, suplementasi AA/DHA meningkatkan kadarnya dalam plasma darah, membran sel darah merah (eritrosit), dan jaringan korteks otak, dalam jumlah menyerupai yang mendapatkan ASI. ARTINYA: suplementasi AA/DHA mampu diserap tubuh dengan baik. NAMUN ini sama sekali tidak menunjukkan dampaknya dalam perkembangan saraf otak dan ketajaman penglihatan. 1.. Suplementasi AA/DHA dan Pengaruhnya dalam (Fungsi) Ketajaman Penglihatan Sebuah penelitian 'meta-analisis' menunjukkan adanya peningkatan fungsi penglihatan pada bayi yang mendapatkan susu formula dengan suplementasi AA/DHA dibandingkan yang mendapatkan susu formula biasa, dengan melihat indikator perilaku dan elektrofisiologi mata pada bayi berumur 2 dan 4 bulan. Beberapa penelitian terdahulu tidak menunjukkan adanya perbedaan. 1.. Suplementasi AA/DHA dan Perkembangan Kecerdasan/Perilaku Inilah KUNCI dari impian semua peneliti mengenai suplementasi AA/DHA: mampukah menyamai dampaknya dalam meningkatkan kecerdasan bayi, layaknya bayi yang mendapatkan ASI? Ternyata dari berbagai penelitian: belum terbukti. Bayi yang mendapatkan ASI eksklusif selama 6 bulan pertama kehidupannya, dan diteruskan sampai usia 1 tahun, memiliki kecerdasan lebih daripada yang mendapatkan susu formula dengan AA/DHA sekalipun.Beberapa kendala juga menghadang model penelitian ini. Antara lain jenis uji yang digunakan untuk mengukur tingkat kecerdasan adalah: Bayley Mental Development Index (MDI) dan the Psychomotor Developmental Index (PDI). Berbagai penelitian menunjukkan hasil berbeda-beda, ada yang menggambarkan hasil signifikan pemberian suplementasi AA/DHA, dan sebagian lain tidak ada bedanya. Belum lagi pengaruh sosioekonomi responden yang mempengaruhi uji statistik. Kadar AA, DHA, dan asam lemak lain semacam ALA dan LA juga bervariasi antar penelitian. Sampai perbedaan genetik dan lingkungan di berbagai belahan dunia tempat penelitian dilakukan (Amerika Utara, Australia, dan Eropa). Juga terkadang jumlah sampel terlalu sedikit, umur bayi yang terlalu dini untuk dilakukan pengujian, dan jangka waktu penelitian yang seharusnya cukup panjang, sehingga dapat dilihat dampaknya hingga usia remaja dan dewasa.Pada akhirnya penelitian

mengenai dampak suplementasi AA/DHA masih terus dikembangkan, dan belum berakhir. Bagaimana dengan pemasarannya di negara kita? Berbagai iklan dan informasi yang tidak jarang datang dari dokter spesialis anak sendiri seolah-olah mengklaim perannya signifikan dalam meningkatkan kecerdasan bayi.Di AS, Food and Drug Administration (FDA) atau serupa Badan POM-nya Indonesia, memberikan ijin kepada dua perusahaan: Abbott Laboratories dan Mead Johnson Nutritionals untuk mengedarkan susu formula dengan suplementasi AA/DHA kepada khalayak sejak awal 2002. Harganya 15-20% persen lebih mahal dibandingkan dengan susu formula tanpa suplementasi, dan ini pun memberikan keuntungan kepada dua perusahaan tersebut untuk membiayai penelitian mengenai AA/DHA.American Council on Science and Health memiliki pandangan "the current data has not consistently shown that supplementation of formulas with DHA and AA has a lasting beneficial effect on infant development" juga hal lain seperti keamanan menambahkan asam lemak dalam susu formula belum teruji. Pada akhirnya keputusan berpulang pada tangan si konsumen. Apakah akan memberikan susu formula dengan suplementasi AA/DHA atau tidak. Yang penting adalah memberikan ASI Eksklusif selagi mampu. Sejak masa kehamilan, persiapkan diri sebaik mungkin dengan pengetahuan menyusui bayi secara optimal. Menjelang persalinan, jika Anda berencana melahirkan di Rumah Bersalin atau Rumah Sakit, bukan di rumah, mintalah kamar rawat gabung. Anda bisa bersama bayi Anda sejak lahir hingga saatnya pulang, tanpa dipisahkan sedikit pun dari sisi sang ibu. Satu hal yang sangat sulit dilakukan di kota besar seperti Jakarta. Begitu bayi lahir, segera dekatkan ke payudara ibu, untuk early latch-on-menyusui dini-dengan teknik yang telah Anda ketahui baik. Sehingga dipastikan kemampuan Ibu untuk menyusui bayinya penuh sangat baik. Maka tidak ada alasan lagi: "ASI saya tidak keluar", dan harus memberikan susu formula pada bayi. Dukungan dari keluarga juga sangat penting. Tidak sedikit alasan ibu memberikan susu formula pada bayinya yang mendapatkan ASI dengan baik adalah: khawatir ASI tidak cukup. Pembahasan ASI sangat panjang, tidak dalam bahasan ini. Kecerdasan bayi tidak hanya monopoli ASI dengan AA/DHA-nya saja. Tapi juga stimulasi eksternal, dari lingkungan, melalui rangsangan yang diberikan Papa-Mamanya, dengan percakapan verbal, pengenalan media visual, dan perhatian penuh orangtua terhadap perkembangan kecerdasan anak. Apalah artinya anak dengan asupan AA/DHA baik, tapi tidak pernah dirangsang kemampuan verbal dan visual oleh orangtuanya. Bisa jadi akan lebih buruk dibandingkan dengan anak yang tidak pernah mendapatkan ASI atau susu formula, tetapi ibunya mampu memberikan perhatian penuh terhadap stimulasi kecerdasan buah hatinya. Sumber : http://arifianto . blogspot. com

Pengaruh Negatif Susu AA dan DHA Tingkat konsumsi Docosahexanoic Acid (DHA) yang berlebihan akan membahayakan metabolisme tubuh. Sebab tubuh terpaksa dibebani pekerjaan yang lebih berat untuk mengeluarkan asam lemak esensial

tersebut. Spesialis penyakit anak Dr. Utami Roesli MBA, mengutip hasil penelitian yang dilaksanakan di Australia, Amerika Serikat maupun Eropa, bahwa di tiga kawasan negara maju ini, belum dihasilkan efektifitas dari penambahan DHA dalam produk susu maupun makanan bayi dan anak anak termasuk untuk ibu hamil. "Jadi belum ada anjuran untuk menambahkan unsur asam linoleat dan asam linolenat itu ke dalam susu", ujarnya kepada Media, kemarin di Jakarta. Lebih jauh ditegaskan, seperti juga lemak susu sapi, maka asupan DHA tersebut bukan merupakan ikatan rantai panjang, sehingga masih sulit diserap oleh pencernaan bayi. Terlebih lagi, katanya, karena susu yang akan dikonsumsi ini harus dibuat dengan menggunakan air panas hingga mengalami proses pemanasan. Akibatnya, aktifitas enzim desaturase dan elongase yang memfasilitasi pembentukan DHA dalam tubuh secara otomatis hancur. Karena itu, Utami, sebagai pakar air susu ibu (ASI) mengingatkan kepada masyarakat, khususnya kaum ibu, supaya jangan terpengaruh terhadap iklan susu dan makanan pendamping ASI yang mengandung DHA dengan iming-iming mampu meningkatkan kecerdasan bayi. "Asam lemak esensial tersebut justru cukup terkandung dalam ASI, bahkan unsur DHA nya tergolong ikatan rantai panjang yang sangat mudah diserap pencernaan bayi", ujarnya. Karena itu dia menganjurkan agar bayi diberikan ASI sejak lahir sampai umur 4 bulan, karena asam lemak ASI juga terdiri dari asam arakidonat. "Berarti, kandungannya melebihi unsur asam linoleat dan asam linolenat". Setelah empat bulan, katanya, bayi dapat di berikan tempe yang mengandung pula asam linoleat maupun asam linolenat karena lemaknya termasuk ikatan rantai panjang. Utami menjelaskan, setelah mencapai umur enam bulan, bayi juga dapat diberikan ikan laut, yang secara alami mengandung pula kedua asam lemak itu tanpa harus mengonsumsi susu formula. Menyesatkan Ketua Lembaga Peningkatan Penggunaan ASI Rumah Sakit Saint Carolus ini mengakui, semboyan "Empat Sehat Lima Sempurna" yang berlaku sejak dulu dinilai telah menyesatkan masyarakat. "Orang beranggapan konsumsi makanan sehari hari belum sempurna jika tidak minum susu. Susu bukan berarti tidak penting, namun bukan segala galanya", tegasnya lagi. Dia bahkan melihat iklan susu maupun makanan bayi dan anak anak yang diimplementasi dengan DHA cenderung menyesatkan masyarakat, karena produsen memanfaatkan kebodohan konsumen yang tak memahami manfaat sesungguhnya dari unsur tambahan tersebut. Sementara, kalangan spesialis gizi di Indonesia umumnya menyatakan masih awam terhadap kandungan DHA dalam susu. Karena sampai sejauh ini, belum pernah dilakukan penelitian tentang manfaatnya. Dokter Soebagyo Sumodihardjo MSc, pakar gizi dari bagian Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, mengungkapkan pihaknya baru mengetahui hal itu dari media massa. Ketika ditemui Media usai pembukaan lokakarya "Pemerataan serta Peningkatan Pemanfaatan Lulusan Pendidikan Tenaga Kesehatan di Sektor Non Departemen Kesehatan dan Kesejahteraaan Sosial" kemarin di Jakarta, dia belum bersedia dimintai komentarnya. "Saya baru mengkliping dan belum membaca literatur", ujarnya. Dia berjanji memberitahukan hal tersebut seminggu kemudian setelah segala informasi dikumpulkan dari berbagai sumber. Spesialis Anak Dr. Sri S. Nasar sebelumnya menginformasikan bahwa

overdosis DHA pada manusia, sejauh ini baru terlihat dialami orang Eskimo yang banyak mengkonsumsi ikan laut. Dikatakan bahwa gejalanya berupa perdarahan, mirip flek flek berwarna kebiruan di kulit. "Efek yang lain baru ditemukan pada monyet maupun tikus, tapi gejalanya berbeda". [sumber: Harian MEDIA INDONESIA, Jum'at 22 September 2000]

Waspadai Promosi Susu Formula Dewasa ini makin banyak pilihan produk dan merek susu formula untuk bayi berusia di bawah enam bulan. Meski begitu, sebaiknya orangtua yang memiliki bayi pada usia tersebut harus ekstra hati-hati saat hendak memutuskan memilih susu formula. Sudah sangat sering diulas oleh dokter anak maupun ahli gizi anak bahwa satu-satunya makanan terbaik untuk bayi berusia 0 hingga 6 bulan adalah air susu ibu (ASI). Bahkan para ahli sangat menyarankan agar para ibu memberikan ASI eksklusif atau tak memberi asupan makanan apa pun kepada bayi kecuali ASI selama enam bulan pertama sejak bayi lahir. "Sayangnya, pemberian ASI eksklusif ini belum jadi gaya hidup keluarga di berbagai lapisan masyarakat. Padahal, menyusui merupakan cara terbaik dan paling ideal dalam pemberian makanan bayi baru lahir dan bagian tak terpisahkan dari proses reproduksi," kata Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia DKI Jakarta (IDAI Jaya) dr Badriul Hegar SpA (K) (Kompas, 1 April 2006). Ada berbagai macam alasan yang dikemukakan para ibu untuk tidak memberikan ASI eksklusif, misalnya karena sang ibu bekerja sehingga tidak sempat menyusui bayi secara teratur. "Saya sengaja memberi susu formula sejak awal, karena nanti setelah cuti hamilnya habis kan saya enggak bisa memberi ASI secara teratur lagi," ujar Dewi (31), pialang saham, yang baru saja melahirkan anak pertamanya sebulan lalu. Belum terbiasanya masyarakat memberikan ASI eksklusif kepada bayi ini menjadi celah pemasaran yang bisa dimanfaatkan produsen susu formula. Selain itu, para produsen juga memberi iming-iming berbagai vitamin dan zat gizi tambahan ke dalam produk mereka, seperti DHA dan AA, yang sering diklaim dapat membantu perkembangan otak bayi.

Ada dalam ASI Menurut dr IG Ayu Pratiwi Surjadi SpA,MARS, anggota Satuan Tugas ASI IDAI Jaya, DHA (docosahexaenoic acid) dan AA (arachidonic acid/asam arakidonat) memang sangat dibutuhkan bayi, khususnya dalam dua tahun pertama perkembangannya. "Otak manusia sebenarnya sudah terbentuk 90 persen saat lahir. Setelah kelahiran kemudian terjadi mielinisasi dan sinaptogenesis dalam otak," papar dokter yang akrab dipanggil Tiwi ini. Proses mielinisasi adalah pembentukan selaput mielin atau selimut serabut saraf yang membutuhkan laktosa atau zat gula dari susu. Sementara proses sinaptogenesis adalah proses pembentukan susunan sistem saraf pusat yang membutuhkan DHA dan AA.

"Namun, zat-zat tersebut baru aktif bila ada enzim yang menyertai. Laktosa baru aktif dalam proses mielinisasi jika ada enzim laktase yang menyertai, sementara DHA/AA baru aktif dalam sinaptogenesis saat ada enzim lipase karena DHA/AA pada dasarnya adalah asam lemak," ungkap Tiwi. Tiwi menambahkan, baik laktosa maupun DHA/AA hanya hadir lengkap dengan enzim-enzimnya dalam ASI. "Susu formula jenis apa pun, semahal apa pun, meski dibuat semirip mungkin dengan ASI, tetap saja tak ada enzimnya. Jadi, satu-satunya nutrisi terbaik untuk bayi memang hanya ASI," katanya. Tiwi menambahkan, akibat gencarnya promosi susu formula, banyak anggota masyarakat yang mengira DHA/AA tak terkandung dalam ASI. "Jadi, tolong tekankan DHA/AA yang terbaik itu justru ada di dalam ASI. Komponen apa pun yang dipromosikan ada di dalam susu formula, semuanya sudah ada di ASI," kata Tiwi. Mitos dan promosi Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Husna Zahir juga mengatakan, pihaknya sama sekali tidak merekomendasikan pemberian susu formula kepada bayi. "Susu formula hanya diberikan dalam kondisi-kondisi tertentu yang sangat darurat. Di luar itu, pemakaian susu formula hanya pemborosan belaka," tandasnya. Husna juga mengungkapkan adanya mitos bahwa bayi sehat adalah bayi yang gemuk. Sementara bayi yang diberi ASI eksklusif memang cenderung tidak menjadi gemuk. "Mereka kemudian menambahkan susu formula agar bayinya gemuk. Padahal, bayi sehat tidak harus gemuk. Itu cuma mitos," ujar Husna. Husna mengingatkan, kondisi bayi baru lahir masih sangat rentan sehingga harus ekstra hati-hati saat memberi zat makanan dari luar. "Klaim-klaim dari produsen bahwa susu formulanya dapat memberi berbagai dampak positif bagi bayi perlu dipertanyakan lebih lanjut. Misalnya, informasi dosis atau jumlah yang tepat supaya dampak tersebut akan terjadi. Selama ini banyak orang merasa aman apabila sudah mengonsumsi susu tersebut karena termakan promosi," tambah Husna. Di atas semuanya, ia juga menyarankan agar masyarakat waspada terhadap penawaran-penawaran susu formula di tempat-tempat pelayanan kesehatan. "Sekarang ini banyak rumah bersalin yang menawarkan susu formula kepada orangtua bayi yang baru lahir. Itu sebenarnya melanggar kode etik," katanya. Kode etik yang dimaksud Husna adalah Kode Internasional Pemasaran Produk Pengganti ASI (International Code of Marketing of Breast-milk Substitutes) yang dikeluarkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 1981 lalu. "Pemasaran produk susu formula untuk bayi berusia di bawah enam bulan seharusnya diatur secara tegas. Kalau perlu ada pelarangan

promosi susu formula di tempat-tempat pelayanan medis resmi," ujarnya tegas. Sumber: Kompas Arsip milis sehat Di dunia ini, apalagi di dunia media informasi - termasuk milis tidak ada yang benar-benar bebas nilai. Semua memiliki tujuan, memiliki target,termasuk memiliki "iklan". Begitu juga, tidak semua hal bisa kita pandang sebagai hitam-putih. Artinya, iklan itu baik atau buruk, itu dipengaruhi juga oleh cara pandang kita. Ad Epx Med Biol jurnal tahun 2001 menuyusun review, bahwa memang bayi dengan ASI menunjukkan perkembangan syaraf lebih baik daripada bayi dengan susu formula. Satu parameter yang utama adakah adanya Long-chain PUFA pada ASI yang tidak didapatkan pada susu formula, sehingga zat ini yang dianggap berpengaruh signifikan. Ini didukung pula oleh Jurnal Family Health Care tahun 2002. Jurnal Lipids 2001 melaporkan, penambahan DHA dan AA pada susu formula standar meningkatkan proporsi antigen yang mature (matang), memperbaiki produksi IL-10 dan mengurnagi produksi IL-2 (semua ini bersifat memperkuat sistem imun) sampai pada tingkatan yang tidak berbeda signifikan dengan yang dicapai pada bayi-bayi dengan ASI. Jurnal Ann N Y Acad Sci June 2002 melaorkan, pemberian supplementasi DHA dan AA berpengaruh positif terhadap kemampuan penglihatan sampai usia 1 tahun segra fungsi-fungsi kognifif syaraf. Penelitian ini pada bayi prematur ataupun yg matur. Ini didukung Eur J Clin Nutr 2003 yang melaporkan khususnya pada bayi prematur. Memang, kita sulit mendapatkan hasil penelitian di bidang ini yang bersifat randomized double-blind placebo-controll karena hambatan etik. Tidak mungkin kita meminta subyek penelitian untuk menentukan jenis susu apa yg diminum, ataupun memberikan placebo secara random. Begitu juga, penelitian hanya bisa terbatas pada jangka pendek, perlu waktu lama untuk menentukan apakah riwayat minum ASI dan susu formula membedakan tingkat IQ (apalagi EQ dan SQ) setelah 30 tahun kemudian misalnya. Yang jelas, hasil-hasil penelitian tersebut mendorong usaha untuk membuat susu formula yang makin mendekati struktur dan fungsi ASI. Caranya dengan ditambahkan beberapa komponen : long-chain polyunsaturated fatty acids (LCPUFA) untuk komposisi otak dan perkembangan syaraf (seperti disoroti dalam artikel dimaksud), prodan prebiotik untuk flora normal dan pertahanan lokal di saluran pencernaan, serta nukleotida untuk memacu respon imun. Dilakukan juga perubahan kuantitas dan kualitas protein untuk mendekati pola keseimbangan asam amino darah sehingga cocok untuk perkembangan otak dan fungsi neurotransmitter tahap dini, mencegah asupan protein berlebih yang bisa menimbulkan obesitas, serta menggunakan protein terhidrolisa untuk mencegah gangguan atopik (Minerva Pediatric Jurnal Juni 2003). Yang ingin saya tekankan, para pembicara itu tidak salah, mereka bicara berdasarkan data, berdasarkan penelitian. Kita tidak selayaknya tergesa-gesa menilai mereka sebagai "disusupi" iklan.

Membaca artikel tersebut, kita seperti melihat sebuah gelas berisi air setengahnya. Kita bisa katakan "setengah kosong" bisa juga "setengah isi" tergantung darimana kita memandangnya. Tidak selayaknya kita tergesa-gesa melakukan judgement. Sebagai SP kita harus mampu berpikir komprehensif, bukan hitam-putih. Penambahan suplemen dalam susu formula tersebut ditujukan pada bayi dari Ibu yang oleh karena suatu hal tidak mampu memberikan ASI ekslusif sampai 6 bulan. Susu formula tidak pernah ditargetkan untuk mampu menyamai ASI,targetnya hanya sebisa mungkin mendekatinya. Artinya, kita harus memahami artikel tersebut dengan lengkap. Semua penelitian yang saya kutip diatas selalu diakhiri dengan penekanan bahwa : 1. ASI tidak ada tandingannya. ASI adalah pilihan satu-satunya untuk masa menyusui ekslusif. Hal ini tidak ada penelitian yang menentangnya. 2. Pemberian susu formula dengan suplementasi DHA dan AA adalah sebagai substitusi BILA memang Ibu tidak dapat memberikan ASInya oleh suatu hal (*). Usaha maksimal harus dilakukan agar Ibu dapat memberikan ASI-nya. 3. Suplementasi terhadap susu formula tidak pernah dimaksudkan untuk bisa menyamai ASI, hanya berusaha menirunya bila memang terpaksa harus diberikan sebagai pengganti ASI. 4. Supplementasi terhadap susu formula tidak pernah bisa memenuhi keuntungan-keuntung an lain dalam pemberian ASI (terutama keuntungan non-fisik/hubungan psikologis) yang juga berperan besar terhadap perkembangan anak (**). Tanda (*) dan (**) ini saya berikan untuk menunjukkan, bidang inilah yang menjadi salah satu "iklan" penting dari milis ini (semoga saya tidak salah menangkap nuansa ini). Tidak dapat memberikan ASI sebabnya bisa banyak tetapi yang paling sulit diatasi adalah : kesadaran Ibu sendiri. Untuk itulah giat dilakukan kampanye untuk menyadarkan para Ibu agar bisa memenuhi ASI ekslusif, agar tidak patah semangat, agar tidak khawatir anaknya kurang gizi, agar Ibu ASI ekslusif diterima oleh lingkungan keluarga dan lingkungan kerjanya, agar suami dan keluarga mendukung, terutama agar yakin bahwa SEMUA ibu pasti mampu melakukan ASI ekslusif .... Semua itu bertujuan baik. Apakah lantas kita mau kalau ada yang menganggap kita telah "menutupi fakta" bahwa memang ada saja Ibu yang benar-benar tidak atau sangat sedikit memproduksi ASI atau oleh karena suatu hal tidak dapat memberikannya (for whatever the reason is) ? Bukankah memberi susu formula juga tidak berarti "ibu itu tidak cinta pada anaknya" ? Mau kalau kita dianggap "disusupi" iklan sehingga menutupi fakta itu ? Tentu saja tidak demikian. Kita kampanyekan ASI ekslusif dengan kencang, karena itulah "iklan" kita. Iklan itu baik karena didasari kepentingan sebagian terbesar masyarakat, mewakili manfaat yang jauh lebih besar daripada kerugiannya. Bahwa ada satu dua yang tidak sesuai, satu dua yang "meleset", itulah kenyataan, tidak ada yang sempurna.

Hal ini juga saya tekankan untuk menunjukkan tidak selamanya "iklan" itu buruk. Kita yang harus mampu memilah dan memilih agar mengerti dan menangkap yang positif dari iklan itu. Menjadi pembicara di suatu forum oleh dukungan suatu sponsor, tidak serta merta menjadikan pembicara itu harus dianggap "disusupi" iklan. Dalam forum seperti itulah, seorang "ilmuwan" diuji TIDAK sekedar keilmuannya tetapi rasa kemanusiaannya agar mampu memetakan pengatahuannya pada tempat yang pas untuk kepentingan sebagian terbesar masyarakat. Bagaimana dengan klaim bahwa "tidak selamanya makanan bisa memenuhi kebutuhan DHA" ? Memang benar ! Benar kalau kita tidak tahu apa piramida makanan, tidak tahu caranya membuat balita kita mendapatkan makanan sehat, tidak tahu bagaimana memaknai ungkapan "empat sehat lima sempurna", tidak tahu bahwa "susu adalah pelengkap, tetapi bukan segalanya". Itu pula "iklan" lain yang tidak kalah penting dari milis ini. Bahwa ada saja satu dua anak dengan gangguan saluran cerna, sehingga memerlukan treatment diet khusus, sekali lagi, itulah kenyataan, tidak ada yang sempurna. Bagaimana dengan informasi "DHA dan AA malah bisa merugikan". Di dunia ini, semuanya sebenarnya berguna, asal dalam takaran yang pas. Masalah utama yang dihadapi dalam menyusun susu formula yang mendekati komposisi ASI adalah menentukan konsentrasi ini. Kadar DHA dan AA dalam ASI sangat dipengaruhi oleh asupan diet dan kondisi metabolisme tubuh Ibunya. Artinya apa ? Kadar itu berubahubah setiap waktu. Berarti yang diterima anak juga berubah-ubah. Apalagi antara Ibu satu dengan Ibu yg lain, berarti bayi satu tidak sama dengan bayi lain. Tentu masih ingat kan penjelasan Ahli Laktasi betapa "ASI itu bisa berubah-ubah setiap jam-nya" ? Hal ini menyulitkan menyusun patokan seberapa kadar suplementasi DHA dan AA ke dalam susu formula. Patokan yang dipakai sekarang didasarkan pada penelitian sekian ribu sampel Ibu-ibu menyusui yang sehat badannya. Namun betapapun, tetap saja variasi akan ada, padahal tidak mungkin membuat susu formula dengan sekian banyak variasi kadar suplementasi DHA dan AA. Bagaimana soal informasi "DHA dan AA buatan itu malah bikin anak hiperaktif"? Saya tidak memiliki data pasti karena kalau informasi yang saya dapat tidak menunjukkan hubungan. Jurnal of Pediatry Agustus 2001, kemudian Lipids jurnal Oktober 2003 serta Eur Jurnal of Clinical Nutrition Maret 2004, tidak mendapatkan hasil signifikan dari suplementasi DHA terhadap anak-anak dengan attention-deficit/ hyperactivity disorder. Artinya, tidak ada perbaikan nyata dibandingkan anak-anak yang tidak mendapatkan suplementasi. Justru catatan yang beberapa kali dilontarkan adalah hubungannya dengan risiko perdarahan. Dalam tubuh manusia, asam lemak tak jenuh termasuk DHA dan AA - bersifat bi-fasic, bisa bersifat anti bisa juga bersifat pro-oxidant. Ada uraian biokimiawi cukup rumit dalam hal ini, tetapi intinya berpengaruh terhadap keseimbangan trombosit darah. Tubuh memiliki mekanisme keseimbangan agar darah tidak mudah

membeku di dalam tubuh tapi di sisi lain segera berhenti bila terjadi perdarahan. Trombosit adalah salah satu yang berperan di dalamnya, dan ini menjadi perhatian penting dalam menetapkan kadar suplementasi DHA dan AA.