pbl sek.3

Upload: eka-septia

Post on 08-Jul-2015

530 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

WRAP UP SKENARIO 3 MENCRETKELOMPOK A-19

Ketua Sekretaris Anggota

: Firda Jusela : Eka Septia Puspitasari : 1. Aan Muthmainnah 2. Airlangga PHL 3. Amelia Alresna 4. Arif Gusaseano 5. Brenda Karina 6. Dewi Ajeng Ratih Kusuma N 7. Hafiz FadliFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI JAKARTA 2011

1102010102 1102010086 1102010001 1102008112 1102010017 1102010033 1102010052 1102010069 1102009126

SKENARIO 3 MENCRET

Seorang laki-laki, 40 tahun, dibawa ke Puskesmas karena mengalami mencret lebih dari 10 kali dalam sehari sejak 3 hari yang lalu. Keluhan ini timbul setelah makan malam diwarung nasi dekat rumahnya. Pemeriksaan fisik : kesadaran komposmentis lemah, TD : 80/60 mmHg, nadi : 120x/menit, pernapasan : 34x/menit, cepat dalam. Jumlah urin sedikit. Di Puskesmas penderita dipasang infus dan diberikan pertolongan pertama lalu dirujuk ke RS terdekat. Pada pemeriksaan analisa gas darah didapatkan hasil seperti dibawah ini: pH : 7,2 (normal : 7,35-7,45) p : 95 mmHg (normal : 85-95 mmHg) p : 35 mmHg (normal : 35-45mmHg) : 18 mEq/l (normal : 21-25 mEq/l) Base Excess : -2,5 mEq/l (normal : -2,5 - +2,5 mEq/l) Saturasi : 98 % (normal : 95-100 %) Hasil elektrolit menunjukkan : kadar natrium 130 mEq/l dan klorida 102 mEq/l. Kesannya : terdapat gangguan keseimbangan asam dan basa berupa asidosis metabolik, dengan anion gap yang normal.

LO 1. Memahami pengertian dan klasifikasi asam dan basa LI 1.1. Pengertian asam dan basa Asam adalah sekelompok zat yang mengandung hidrogen yang mengalami disosiasi atau terpisah dalam larutan untuk menghasilkan H+ sedangkan Basa adalah bahan yang dapat berikatan dengan H+ . Ada beberapa pendapat mengenai pengertian asam dan basa: 1. Asam dan basa menurut Arhenius : Asam adalah zat yang terdisosiasi dalam air yang membentuk ion hidrogen (H+). Sedangkan basa adalah zat yang terdiososiasi dalam air yang membentuk ion hidroksil (OH-). Contohnya : HCl dalam air akan membentuk ion H+ dan Cl-, oleh karena itu HCl merupakan suatu asam. HCl H+ + ClNaOH dalam air akan membentuk ion Na+ dan OH-, oleh karena itu NaOH merupakan suatu basa. NaOH Na+ + OH2. Asam dan basa menurut Bronsted dan Lowry : Asam adalah suatu zat/bahan yang cenderung memberikan sebuah proton. Sedangakan basa adalah suatu zat/bahan yang cenderung menerima sebuah proton. Contohnya : asam asetat (CH3COOH), cendrung untuk melepaskan proton (H+) yang ada pada gugus karboksilatnya, dimana : CH3COOH CH3COO- + H+

Sehingga asam asetat adalah suatu asam. 3. Asam dan basa menurut Lewis : Asam adalah zat yang menerima sepasang elektron, atau dikenal juga dengan akseptor elektron, sedangkan basa adalah zat yang memberikan sepasang elektron, atau dikenal juga dengan donor elektron.F B F F + :N H H H F F F B N H H H

asam lewis

basa lewis

LI 1.2. Klasifikasi asam dan basa 1. Berdasarkan kekuatannya a. Asam kuat yaitu senyawa yang terlarut sempurna dalam air dan menghasilkan jumlah ion hidrogen yang maksimal contohnya : Co, Hcl, HBr, HNO3, H2SO4

b. Basa kuat : senyawa yang terlarut sempurna dalam air dan bereaksi kuat dengan asam. Contohnya: NaOH, KOH, Ca(oH)2 c. Asam lemah: senyawa yang terurai sedikit dalam air dan menghasilkan sedikit hidrogen. Contohnya: H3PO4, H2SO3, HNO2, CH3COOH, H2CO3 d. Basa lemah: senyawa yang hanya sedikit terurai dalam air dan kurang bereaksi dengan asam. Contohnya: NH3, NaHCO3 2. Berdasarkan bentuk ion a. Asam anion (-), contohnya: H2SO4, SO3 b. Asam Kation (+), contohnya: NH4, H3O c. Basa anion (-), contohnya: Cl-, CNd. Basa kation (+), contohnya: 3. Asam yang berasal dari proses metabolisme a. Asam volatil yaitu asam yang mudah menguap, dapat berubah bentuk menjadi cair maupun gas Contoh : CO2 b. Asam non-volatil : Asam yang tidak mudah menguap, tidak dapat berubah bentuk menjadi gas untuk diekskresikan oleh paru-paru, tetapi harus diekskresikan oleh ginjal. Dapat berupa : - Asam organik - Asam anorganik 4. Berdasarkan kemampuan ionisasinya asam dan basa a. Asam dan basa monoprotik Dapat melepaskan suatu ion H+/OH- (ionisasi primer) b. Asam dan basa protipotik Dapat melepaskan 3/lebih ion H+/OH- (ionisasi tersier) c. Asam basa diprotik Dapat melepaskan ion H+/OH- (ionisasi sekunder) LO 2. Memahami definisi dan manfaat ukuran keasaman (pH) LI 2.1 Definisi PH pH adalah derajat keasaman yang digunakan untuk menyatakan nilai keasaman atau kebasaan yang dimiliki suatu larutan. pH = dimana [H +] adalah konsentrasi ion hidrogen dalam molekul / Liter. Ada dua hal penting dalam rumus di atas adalah: 1. Konsentrasi ion H+ tinggi, sebanding dengan pH yang rendah. Konsentrasi ion H+ rendah, sabending dengan pH tinggi 2. Setiap perubahan pH satu satuan, sebenarnya mencerminkan perubahan konsentrasi ion H+ sepuluh kali lipat. Itu semua karena hubungan yang bersifat logaritmik

Dengan demikian [H+] sebesar 0,0000001 g/L sama dengan 10-7 g/L, sama dengan pH 7. Nilai pH berbanding terbalik dengan [H+]. Apabila [H+] meningkat, pH menurun, demikian juga jika [H+] menurun, maka pH meningkat. Kadar pH yang rendah berarti larutan itu lebih asam, sedangkan pH yang tinggi berarti larutan itu lebih alkali atau basa. Nilai pH extra cellular fluid adalah 7.40. batas normal pH darah adalah 7.35 hingga 7.45. Nilai pH darah arteri normal adalah 7.4, sedangkan nilai normal pH darah di vena dan cairan interstisial sekitar 7.35 akibat dari jumlah ektra CO2 yang dibebankan dari jaringan untuk membentuk H2C03 dala cairan ini. pH intra sel basanya sedikit lebih rendah daripada pH plasma karena metabolisme sel menghasilkan asam, terutama H2C03. Hipokia jaringan dan aliran darah yang buruk ke jaringan dapat menyebabkan pengumpulan asam dan dapat menurunkan pH intrasel. Rentang pH yang memungkinkan kehidupan sangat sempit karena perubahan konsentrasi ino Hidrogen yang kecil saja menimbulkan efek dramatis pada fungsi normal. Akibat dari fluktuasi ion hidrogen : 1. Perubahan pada eksitabitas sel saraf dan otot merupakan manifestasi klinis utama dari kelainan pH 2. Konsentrasi ion hidrogen menimbulkan pengaruh besar pada aktivitas enzim 3. Perubahan konsentrasi ion hidrogen mempengaruhi kadar ion kalium di dalam tubuh. Kematian terjadi apabila pH arteri berada di luar rentang 6.80-8.00 selaa beberapa detik, karena pH arteri kurang dari 6.80 atau lebi dari 8.00 tidak memungkinkan kehidupan. LI 2.2 Cara menentukan pH Yang digunakan untuk mengukur pH suatu larutan adalah: - Kertas lakmus, kertas lakmus berubah menjadi merah bila keasaman larutan naik (asam), sedangkan berubah menjadi warna biru bila jika tingkat keasamaan larutan turun (basa). Penggunaan kertas lakmus ini adalah pengukuran yang paling sederhana, tetapi tidak dapat menentukan nilai pasti pH tersebut, hanya menunjukkan asam atau basa. - Indikator universal, substansi yang dapat berubah warna diantara berbagai ukuran pH. Indikator tidak memberikan gambaran lebih spesifik terhadap nilai pH dibandingkan dengan kertas lakmus. Indikator universal merupakan gabungan berbagai indikator yang diikuti dengan perubahan warna dari pH 2 10. Berbagai macam indikator universal, yaitu : Thimol biru 1 pH 1,2 2,2 merah oranye Metil merah pH 4,4 6,2 merah kuning Bromtimol biru pH 6,0 7,6 kuning biru Thimol biru 2 pH 8,0 9,6 kuning biru Fenolphtalein pH 8,3 10 tdk berwarna ungu

- Menggunakan alat pH meter yaitu alat yang digunakan di lab untuk menentukan pH dari suatu larutan dan nilainya tertera sangat jelas. pH meter bekerja berdasarkan prinsip elektrolit atau konduktivitas suatu larutan. LI 2.3 Manfaat pengukuran pH 1. Aplikasi dalam bidang kesehatan, biologi, kimia dan lain lain. Dapat mengetahui pH berbagai substansi dalam tubuh Cairan getah lambung pH 1,0 2,0 Urine pH 4,8 7,5 Saliva (air liur) pH 6,5 6,9 Darah pH 7,35 7,45 Dapat lebih mudah untuk menunjang teori terapi Dapat menyesuaikan kadar enzim untuk terapi suatu penyakit pada organ tertentu, contoh: Enzim A memiliki sifat spesifik akan rusak pada pH tertentu, maka harus disesuaikan dengan pH organ yang akan diterapi Dapat mengetahui segala kemungkinan dari gangguan keseimbangan asam-basa jika memakan makanan yang asam seperti jeruk limo, cuka, orange juice, dll. Menentukan derajat keasaman dari suatu larutan Menyatakan konsentrasi ion hidrogen Menentukan suatu kondisi asidosis atau alkalosis

2. Mengatur mekanisme ion-ion di cairan ekstraselular LO.3. Memahami aspek biokimia dan fisiologi keseimbangan asam dan basa LI 3.1. Sistem buffer Sistem buffer disebut juga sistem penahan atau sistem penyangga, karena dapat menahan perubahan pH. Sistem buffer merupakan larutan yang mengandung asam dan basa konjugasinya. Sistem buffer kimia hanya mengatasi ketidakseimbangan asam basa sementara. Jika dengan buffer kimia tidak cukup memperbaiki, maka pengontrolan pH akan dilanjutkan oleh paru paru yang merespon secara cepat terhadap perubahan ion H+ dalam darah karena rangsangan kemoreseptor dan pusat pernafasan mempertahankan kadar [H+] sampai ginjal menghilangkan ketidakseimbangan tersebut, ginjal mampu meregulasi ketidakseimbangan ion H+ dengan mensekresikan ion H+ dan menambahkan HC baru dalam darah karena memiliki dapar fosfat. Didalam tubuh terdapat beberapa sistem buffer, yaitu : Sistem buffer asam karbonat-bikarbonat Sistem buffer hemoglobin Sistem buffer protein Sistem buffer fosfat

Fungsi utama sistem buffer ini adalah mencegah perubahan pH yang disebabkan oleh pengaruh asam fixed dan asam organik pada cairan ekstraseluler. Sistem ini memiliki keterbatasan, yaitu : Tidak dapat mencegah perubahan pH di cairan ekstraseluler yang disebabkan karena peningkatan CO2 Sistem ini hanya berfungsi bila sistem respirasi dan pusat pengendali sistem pernafasan bekerja normal. Kemampuan menyelenggarakan sistem buffer tergantung pada tersedianya ion bikarbonat. Sistem buffer asam karbonat-bikarbonat Sistem buffer ini merupakan suatu komponen yang paling penting pada pengaturan pH cairan ekstraseluler. Sistem buffer bikarbonat merupakan sistem buffer istimewa, sistem buffer tetap merupakan sistem buffer terbaik pada pH 7.4 walaupun Pka nya 6.1, karena dapat mengeluarkan CO2 melalui paru dan jumlahnya banyak. Tubuh mempertahankan sistem buffer bikarbonat ini dengan pengaturan kadar karbondioksida di paru dan bikarbonat di ginjal. H2O + CO2 H2CO3 H+ + HCO3CO2 bereaksi dengan H2O membentuk CO3 yang kemudian berdisosiasi menjadi ion hidrogen dan ion bikarbonat melalui reaksi reversibel. Bila terjadi peningkatan ion hidrogen, terjadi interaksi dengan ion bikarbonat sehingga terbentuk asam karbonat. Berarti dalam hal ini ion bikarbonat bertindak sebagai basa lemah yang menerima kelebihan ion hidrogen. Asam karbonat yang terbentuk akan mengalami disosiasi menjadi CO2 dan air, dan CO2 yang dihasilkan akan dikeluarkan melalui paru. Hubungan antara [H+] dan anggota pasangan basa penyangga dapat dinyatakan menurut persamaan Henderson-Hasselbalch, untuk sistem penyangga H2CO3 : HCO3- , adalah sebagai berikut : pH = pK + log [HCO3- ]/[ H2CO3] Secara praktis, [ H2CO3] adalah pencerminan langsung dari konsentrasi CO2 yang larut, untuk selanjutnya disebut sebagai [CO2], karena sebagian besar CO2 dalam palsma diubah menjadi H2CO3. ( Konsentrasi CO2 yang larut sama dengan P Dengan demikian, persamaan menjadi: pH = pK + log [HCO3- ]/[CO2] Untuk H2CO3 , pK adalah 6,1. Karena pK selalu konstan, perubahan pH berkaitan dengan perubahan rasio antara [HCO3- ] dan [CO2]. Dalam keadaan normal rasio antara [HCO3- ] dan [CO2] dalam CES adalah 20 : 1. Dengan memasukkan rasio ini ke dalam rumus kita: pH = pK + log [HCO3- ]/[CO2] = 6,1 + log 20/1 Log 20 adalah 1,3 . Dengan demikian, pH = 6,1 + 1,3 = 7,4, yaitu pH plasma normal.

Sistem buffer hemoglobin Buffer hemoglobin (Hb) merupakan buffer intraseluler yang bekerja di dalam sel darah merah. Hb dapat berfungsi sebagai buffer karena mengandung residu histidin, yaitu asam amino yang dapat berikatan secara reversibelion hidrogen, menghasilkan Hb bentuk berproton dan tidak berproton. Na+ + HCO3 NaHCO3 Hb- + H+ HHb (PK 7-8) Pada sel darah merah, Hb dapat mengikat karbondioksida dan mengubahnya menjadi karbonat karena di dalam sitoplasma terkandung anhidrase karbonat, dan proses pengikatan terjadi dengan cepat karena CO2 berdifusi cepat melintasi membran sel darah merah tanpa memerlukan mekanisme transport aktif membran sel. Kemampuan pengaturan ini dikenal sebagai sistem buffer hemoglobin. Buffer utama cairan ekstraseluler adalah sistem bikarbonat dan hemoglobin. Hb penting untuk pengangkutan oksigen ke jaringan, pengangkut CO2 dan sebagai sistem buffer yang kuat. Sistem buffer protein Sistem buffer protein berfungsi mengatur pH cairan ekstraserselular dan interstitial. Protein sebagai buffer berinteraksi secara ekstentif dengan sistem buffer lainnya. Protein tersusun oleh asam amino yang mempunyai sifat amfoter, yaitu asam amino akan bersifat sebagai kation pada suasana asam dan bersifat sebagai anion pada suasana basa. Fungsi pengaturan buffer protein: - Bila terjadi penurunan pH, gugus amino (-NH2) dari asam amino akan bertindak sebagai basa lemah dengan mengikat ion hidrogen dan membentuk ion amonium. Gugus amino bertindak sebagai akseptor proton. - Bila terjadi peningkatan pH, gugus karboksil (-COOH) dari asam amino mengalami disosiasi dan berubah menjadi ion karboksil dan ion H+. Gugus karboksil bertindak sebagai donor proton. Cairan interstitium yang mengandung protein dan asam amino terdisosiasi ikut berperan mengatur pH. Protein mengandung asam amino histidin yang mempunyai cincin imitazol dengan Pka = 6.0. Pada kebanyakan protein Pk sekitar 7.0-7.4. Proses pengaturan melalui sistem buffer protein berjalan lambat karena ion hidrogen harus melalui proses difusi membran sel yang dipengaruhi oleh pompa natrium. Sistem buffer Fosfat Sistem dapar ini berperan penting dalam pendaparan cairan tubulus ginjal dan cairan intrasel.Pada cairan intra sel, kehadiran penyangga fosfat sangat penting dalam mengatur pH darah. Penyangga ini berasal dari campuran dihidrogen fosfat (H2PO4-) dengan monohidrogen fosfat (HPO32-). Sistem penyangga fosfat bekerja dalam cara yang serupa untuk mengubah asam kuat menjadi asam lemah dan basa kuat menjadi basa lemah. Natrium hidrogen fosfat ( ) adalah basa lemah dan natrium dihidrogen fosfat ( Na P ) adalah asam lemah HCl + Na2HPO4 NaH2PO4 + NaCl NaOH + NaH2PO4 Na2HPO4 + H2O

H2PO4 - (aq) + H + (aq) H 2 PO 4(aq) H2PO4 - (aq) + OH (aq) ) HPO4 2- (aq) ) + H2O (aq) Penyangga fosfat dapat mempertahankan pH darah 7,4. Penyangga di luar sel hanya sedikit jumlahnya, tetapi sangat penting untuk larutan penyangga urin. LI 3.2. Sistem respiratorik (sistem paru) Sistem pernapasan berperan penting bagi keseimbangan asam-basa karena kemampuannya mengubah ventilasi paru-paru sehingga dapat mengubah kecepatan ekskresi C penghasil yang diatur oleh konsentrasi arteri. Pengaturan pernapasan terhadap keseimbangan asam basa merupakan tipe sistem penyangga fisiologis. Seluruh tenaga penyangga sistem pernapasan adalah 1 atau 2 kali lebih besar daripada tenaga penyangga kimia. Rata-rata secara normal terdapat sekitar 1,2 mmol/liter C yang terlarut dalam cairan ekstraseluler yang sama dengan 40mmHg PC . Bila pembentukan C metabolik meningkat, cairan ekstraseluler PC juga meningkat. Jika konsentrasi meningkat, pusat pernapasan di batang otak secara refleks terangsang untuk meningkatkan C ventilasi paru-paru yang mengakibatkan kedalaman nafas meningkat sehingga lebih banyak yang dikeluarkan sehingga jumlah yang ditambahkan ke dalam cairan tubuh berkurang. Karena C membentuk asam, pengeluaran C pada dasarnya adalah pengeluaran asam dari tubuh. Jadi, pH tubuh dapat kembali ke pH normal. Jadi, peningkatan ventilasi alveolus menurunkan konsentrasi ion hidrogen cairan ekstraseluler dan meningkatkan pH. Begitu pula sebaliknya. Konsentrasi ion hidrogen juga berpengaruh terhadap kecepatan ventilasi alveolus. Sewaktu kecepatan alveolus menurun karena disebabkan oleh peningktan pH dan penurunan konsentrasi hidrogen, jumlah oksigen yang ditambahkan ke dalam darah menurun dan tekanan parsial oksigen di dalam darah juga menurun sehingga memberikan efek merangsang kecepatan ventilasi. Paru-paru sangat penting dalam mempertahankan konsentrasi plasma. Setiap hari, paru-paru mengeluarkan yang berasal dari asam karbonat dari cairan tubuh , lebih banyak daripada jumlah yang dikeluarkan oleh ginjal. Sistem pernapasan juga dapat menyesuaikan jumlah yang ditambahkan ke cairan tubuh dari sumber sesuai dengan kebutuhan untuk memulihkan pH ke arah normal apabila terjadi fluktuasi konsentrasi dari sumber-sumber asam non-karbonat. Pengaturan oleh sistem pernapasan bekerja dengan kecepatan sedang dan hanya aktif berperan jika sistem penyangga kimiawi saja tidak mampu meminimalkan perubahan konsentrasi . Jika kelainan non-respiratorik mengubah konsentrasi , sistem pernapasan hanya akan dapat mengembalikan pH 50-75% dari normal karena gaya pendorong yang mengatur respon ventilasi kompensatorik lenyap apabila pH bergeser ke arah normal. Jika perubahan konsentrasi , terjadi akibat fluktuasi konsentrasi C yang timbul dari gangguan pernapasan, mekanisme pernapasan sama sekali tidak dapat berperan mengontrol pH.

LI 3.3. Sistem metabolik (sistem ginjal) Ginjal tidak saja dapat mengubah-ubah pengeluaran , tetapi juga dapat menahan atau mengeliminasi HC Ginjal mampu memulihkan pH hampir tepat ke normal walaupun membutuhkan yang lebih lama. Ginjal mengontrol pH cairan tubuh dengan menyesuaikan 3 faktor yaitu : a. Ekskresi ion hidrogen Paru-paru hanya mampu mengeluarkan asam karbonat melalui eliminasi C . Tugas untuk mengeliminasi yang berasal dari asam sulfat, fosfat, laktat dan asam lain terletak di dalam ginjal. Ginjal tidak saja secara kontinu mengeluarkan dalam jumlah normal yang terus menerus dihasilkan dari sumber-sumber asamnon-karbonat, tetapi, juga mengubah-ubah kecepatan sekresinya untuk mengkompensasi perubahan konsentrasi yang timbul dari kelainan konsentrasi asam karbonat. Besarnya sekresi bergantung pada status asam basa pada sel tubulus ginjal dan tidak dipengaruhi oleh pengaruh hormonal. Proses sekresi berawal di sel-sel tubulus dengan C yang datang dari 3 sumber yaitu C yang berdifusi dari plasma atau dari cairan tubulus atau C yang diproduksi secara metabolis di dalam sel tubulus. Lalu C dan O membentuk yang akan berdisosiasi membentuk dan HC . Suatu pembawa yang bergantung energi di membran luminal kemudian mengangkut keluar sel ke dalam lumen tubulus. Di bagian nefron, pembawa ini mengangkut yang berasal dari filtrat glomerulus ke arah yang berlawanan. Karena reaksi ini diawali dengan C jadi kecepatannya bergantung pada konsentrasi C , jika konsentrasi C meningkat, maka reaksi akan berlangsung cepat. Jika konsentrasi di plasma tinggi, sel-sel tubulus akan berespon dengan mensekresikan dalam jumlah yang lebih untuk disekresikan ke dalam urin, begitu pula sebaliknya. Ginjal tidak dapat meningkatkan konsentrasi plasma dengan mereabsorpsi yang sudah difiltrasi karena tidak terdapat mekanisme tersebut di dalam ginjal.

b. Ekskresi bikarbonat Sebelum dibuang oleh ginjal, yang dihasilkan dari asam non-karbonat disangga oleh HC plasma. Ginjal mengatur konsentrasi HC plasma melalui 2 mekanisme yaitu : 1. Reabsorpsi HC yang difiltrasi kembali ke plasma Ion bikarbonat tidak mudah menembus membran luminal sel-sel tubulus ginjal sehingga tidak dapat difiltrasi dan direabsorpsi secara langsung. Ion hidrogen yang disekresikan ke luar sel tubulus berikatan dengan HC yang difiltrasi untuk membentuk C . Lalu di bawah pengaruh karbonat anhidrase, C tersebut teruari menjadi O dan C . Lalu C masuk kembali ke dalam sel tubulus karena C mampu dengan mudah menembus membran sel tubulus. Di dalam sel, di bawah pengaruh karbonat anhidrase intrasel, C bergabung kembali dengan H2O membentuk C yang akan terurai menjadi dan HC . Karena dapat menembus membran basolateral sel tubulus, HC secara pasif berdifusi keluar sel masuk ke dalam plasma kapiler-peritubulus. HC ini seolah-olah direabsorpsi padahal sebenarnya tidak. Dalam keadaan normal, ion hidrogen yang disekresikan ke dalam lumen tubulus lebih banyak dibandingkan dengan ion bikarbonat yang difiltrasi. Sehingga semua ion bikarbonat yang difiltrasi biasanya direabsorpsi karena tersedia di lumen tubulus untuk berikatan dengannya. 2. Penambahan HC yang baru ke dalam plasma Pada saat semua HC yang difiltrasi telah direabsorpsi dan sekresi tambahan telah dihasilkan oleh disosiasi C , HC yang dihasilkan berdifusi ke dalam plasma sebagai HC yang baru. Disebut baru karena kemunculannya di dalam plasma tidak berikatan dengan reabsorpsi HC yang difiltrasi. Sementara itu, yang dihasilkan bergabung dengan penyangga fosfat basa dan kemudian dieksresi di urin.

Selama asidosis, ginjal melakukan kompensasi sebagai berikut : Meningkatkan sekresi dan ekskresi di urin sehingga kelebihan dapat dieliminasi dan konsentrasi di plasma menurun. Mereabsorpsi semua ion bikarbonat yang difiltrasi disertai dengan penambahan ion bikarbonat baru ke plasma sehingga konsentrasi ion bikarbonat plasma meningkat. Begitu pula sebaliknya pada alkalosis. c. Sekresi amonia Terdapat dua penyangga urin yang penting yaitu penyangga fosfat (yang difiltrasi) dan amonia (NH3) yang disekresi. Dalam keadaan normal, ion hidrogen yang disekresikan, pertama disangga oleh sistem penyangga fosfat, yang berada di dalam lumen tubulus karena kelebihan ingesti fosfat telah difiltrasi tetapi tidak direabsorpsi. Jika sekresi ion hidrogen meningkat, kapasitas fosfat urin untuk menyangga akan terlampaui,tetapi ginjal tidak dapat mengeluarkan lebih banyak fosfat basa, maka semua ion fosfat basa akan diekskresikan agar berikatan dengan ion hidrogen. Lalu sel-sel tubulus mensekresikan N ke dalam lumen tubulus setelah penyangga fosfat urin menjadi jenuh. Lalu, ion Hidrogen akan terus berikatan dengan N untuk membentuk ion amonium (N ) Ion amonium akan keluar melalui urin setiap ia mengangkut ion hidrogen. N sengaja disintesis dari asam amino glutamin (setiap satu molekul glutamin menghasilkan dua ion N yang akan dieksresikan melalui urin dan ion bikarbonat yang akan dikembalikan ke darah) di dalam sel tubulus kemudian berdifusi mengikuti penurunan gradien konsentrasike dalam lumen tubulus. Kecepatannya diatur oleh jumlah kelebihan ion hidrogen yang akan diangkut di urin. Untuk setiap N yang dieksresikan, dihasilkan HC yang baru untuk ditambahkan ke dalam darah. Sekresi N selama asidosis berfungsi untuk menyangga kelebihan ion hidrogen di dalam lumen tubulus, sehingga ion hidrogen dapat disekresikan dalam jumlah besar ke dalam urin sebelum pH semakin menurun sampai batas 4,5. LI 3.4. Gangguan Keseimbangan Asam basa Penyimpangan status asam-basa normal dibagi menjadi empat kategori umum, bergantung pada sumber dan arah perubahan abnormal [H+]. Kategori-kategori tersebut adalah asidosis respiratorik, alkalosis respiratorik, asidosis metabolik, dan asidosis respiratorik. Pemeriksaan gas darah di arteri dapat menunjukkan kondisi asam basa di dalam tubuh, dengan menggunakan 3 indikator : pH, PaCO2 dan HCO3. 1. pH netral di dalam cairan ekstra seluler : 7,35 7,45 pH < 7,35 : asidosis pH > 7,45 : alkalosis 2. PaCO2, merupakan komponen respirasi : normal 35 45 mmHg PaCO2 > 45 mmHg : asidosis respirasi PaCO2 < 45 mmHg : alkalosis respirasi 3. HCO3, merupakan ginjal atau metabolik : normal 24 28 mEq/L

HCO3 > 28 mmHg : alkalosis metabolik HCO3 < 24 mmHg : asidosis metabolik 4. Base Excess, nilai normalnya 2 s/d +2 berkaitan dengan nilai bikarbonat 24 28 mEq/L ( 2 = 24 mEq/L dan + 2 = 28 mEq/L) 1. Asidosis metabolik Asidosis metabolik (kekurangan HC ) adalah gangguan sistemik yang ditandai dengan penurunan primer kadar bikarbonat plasma, sehingga menyebabkan terjadinya penurunan pH (peningkatan [ ]). [HC ] ECF adalah kurang dari 22 mEq/L dan pH-nya kurang dari 7.35. Kompensasi pernapasan kemudian segera dimulai untuk menurunkan PaC melalui hiperventilasi sehingga asidosis metabolik jarang terjadi secara akut. Kadar ion HC normal adalah sebesar 24mEq/L dan kadar normal pC adalah 40 mmHg dengan kadar ion-H sebesar 40 nanomol/L. Penurunan kadar ion-HC sebesar 1 mEq/L akan diikuti oleh penurunan pC sebesar 1.2 mmHg Kompensasi paru dengan cara hiperventilasi yang menyebabkan penurunan tekanan parsial C , dapat bersifat lengkap, sebagian atau berlebihan. Berdasarkan kompensasi ini, asidosis metabolik dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu: Asidosis metabolik sederhana (simple atau compensated metabolic acidosis); penurunan kadar ion- HC sebesar 1 mEq/L diikuti penurunan pC sebesar 1.2 mmHg. Gabungan asidosis metabolik dengan asidosis respiratorik dapat juga disebut uncompensated metabolic acidosis; penurunan kadar ion- HC sebesar 1 mEq/L diikuti penurunan pC kurang dari 1.2 mmHg (pC dapat sedikit lebih rendah atau sama atau lebih tinggi dari normal) Gabungan asidosis metabolik dengan asidosis respiratorik atau dapat disebut sebagai partly compensated metabolic acidosis; penurunan kadar ion- HC sebesar 1 mEq/L diikuti penurunan pC sebesar lebih dari 1.2 mmHg (pH dapat sedikit rendah atau sama lebih tinggi dari normal)

Menjelaskan etiologi asidosis metabolik Penyebab mendasar asidosis metabolik adalah penambahan asam terfikasi (non karbonat), kegagalan ginjal untuk mengekskresi beban asam harian, atau kehilangan bikarbonat basa. Penyebab asidosis metabolik umumnya dibagi dalam dua kelompok berdasarkan selisih anion yang normal atau meningkat. Penyebab asidosis metabolik dengan selisih anion yang tinggi adalah peningkatan anion tak terukur seperti asam sulfat, asam fosfat, asam laktat, dan asam asam organik lainnya. Anion-gap dalam plasma Dalam keadaan normal, jumlah anion dan kation di dalam tubuh adalah sama besar. Selisih antara Na dengan HNO3 dan Cl atau selisih dari anion lain dan kation lain disebut sebagai anion-gap. Pada kelompok pembentukan asam organik yang berlebihan sebagai penyebab asidosis metabolik, besar anion-gap akan meningkat oleh karena adanya penambahan anion lain yang berasal dari asam organik antara lain asam hidroksi butirat pada ketoadosis diabetik, asam laktat pada asidosis laktat, asam salisilat pada intoksikasi salisilat. Jumlah normal anion-gap dalam plasma 123 meq.

Anion-gap dalam plasma = [Na+] [Cl-] + [HCO3] Asidosis metabolik dengan anion-gap yang normal selalu disertai dengan peningkatan ion-Cl dalam plasma sehingga disebut juga sebagai asidosis metabolik hiperkloremik. Anion-gap dalam urin Pada keadaan asidosis metabolik dengan anion gap normal, ion Cl yang berlebihan akan di sekresikan oleh sel interkaled duktus kolingentes bersama dengan sekresi ion H+. Terganggu atau normalnya ekskresi ion NH3 dalam bentuk NH4Cl dapat dinilai dengan menghitung anion gap di dalam urin. Anion-gap dalam urin = [Na- urin + K-urin] [Cl-urin] Bila hasilnya positif, terdapat gangguan pada ekskresi ion-NH3 sehingga NH4Cl tidak terbentuk akibat adanya gangguan sekresi ion H+ di tubulus distal misalnya pada renal tubular asidosis. Hasil yang negatif, menunjukkan keadaan asidosis metabolik anion-gap normal dimana ekskresi ion Cl dalam bentuk NH4Cl sebanding dengan sekresi ion H+ di tubulus distal yang terjadi akibat adanya asidosis metabolik, misalnya pada keadaan diare.

Selisih Anion Normal (Hiperkloremik) Kehilangan Bikarbonat Kehilangan melalui saluran cerna: Diare lleostomi; fistula pancreas, biliaris, atau usus halus Kehilangan melalui ginjal: Asidosis tubulus proksimal ginjal (RTA) Inhibitor karbonik anhidrase Hipoaldosteronisme Peningkatan beban asam Ammonium klorida Cairan-cairan hiperalimentasi Pemberian IV larutan salin secara cepat

Selisih Anion Meningkat Peningkatan produksi asam Asidosis laktat: laktat (perfusi jaringan atau oksigenasi yang tidak memadai seperti pada syok atau henti kardiopulmor) Ketoasidosis metabolik Kelaparan : peningkatan asamasam keto Intoksilasi alcohol : peningkatan asam-asam keto Menelan substansi toksik Overdosis salisilat : salisilat, laktat, keton Metanol atau formaldehid: format Gagal ginjal akut atau kronis

Selain penyebab pada selisih anion, terdapat pula penyebab lain pada asidosis metabolik, antara lain: a. Pembentukan asam yang berlebihan (asam fixed dan asam metabolik) di dalam tubuh. Ion metabolik dibebaskan oleh metabolik buffer asam karbonat-bikarbonat, sehingga terjadi penurunan pH. Dalam klinik ditemukan keadaan ini seperti pada: b. Asidosis laktat. Timbul karena hipoksia jaringan berkepanjangan, mengakibatkan jaringan mengalami proses metabolik anaerob.

c. Ketoasidosis. Timbul karena produksi badan keton dalam jumlah sangat tinggi pada metabolik fase pasca absortif. Ketoasidosis merupakan akibat dari starvasi dan komplikasi diabetes mellitus yang tidak terkendali, jaringan tidak dapat memanfaatkan glukosa dari sirkulasi, sehingga mengandalkan metabolik lipid dan keton. d. Intoksikasi salisilat e. Intoksikasi etanol f. Berkurangnya kadar ion-HCO3 di dalam tubuh. Penurunan konsentrasi HC di cairan ekstraseluler menyebabkan penurunan efektifitas metabolik buffer dan asidosis timbul. Penyebab penurunan konsentrasi HC antara lain adalah diare, renal tubular acidosis proksimal, pemakaian obat inhibitor enzim anhidrase karbonat atau pada penyakit ginjal kronik stadium 3-4. g. Adanya retensi ion-H di dalam tubuh - Jaringan tidak mampu mengupayakan ekskresi ion metabolik melalui ginjal. Kondisi ini dijumpai pada penyakit ginjal kronik stadium 4-5, RTA-1 atau RTA-4 h. Diare berat. Selama diare, HC hilang dari tubuh dan tidak direabsorpsi. Penurunan HC plasma tanpa disertai penurunan CO2 yang setara akan menurunkan pH. Karena keluar, HC yang tersedia untuk menyangga H+ berkurang, sehingga lebih banyak terdapat H+ bebas dalam cairan tubuh. i. Diabetes mellitus. Kelainan metabolik lemak yang terjadi akibat ketidakmampuan sel menggunakan glukosa karena tidak terdapat insulin akan menyebabkan pembentukan berlebihan asam-asam keto, yang disosiasinya meningkatkan H+ plasma. j. Olahraga berlebihan. Jika otot mengandalkan glikolisis metabolik sewaktu berolahraga berat terjadi kelebihan produksi asam laktat yang menyebabkan peningkatan H+. Menjelaskan manifestasi asidosis metabolik pH lebih dari 7,1: 1. Rasa lelah (fatique) 2. Sesak nafas (Kussmaull) 3. Nyeri perut 4. Nyeri tulang 5. Mual/muntah pH kurang dari atau sama dengan 7,1: 1. Gejala pada pH > 7,1 2. Efek inotropik negative, aritmia 3. Kontriksi vena perifer 4. Dilatasi arteri perifer (penurunan resistensi perifer) 5. Penurunan tekanan darah 6. Aliran darah ke hati menurun 7. Kontriksi pembuluh darah paru (pertukaran O2) terganggu Menjelaskan penatalaksanaan asidosis metabolik Indikasi koreksi asidosis metabolik perlu diketahui dengan baik agar koreksi dapat dilakukan dengan tepat tanpa menimbulkan hal-hal yang membahayakan pasien.

Langkah Pertama adalah menetapkan berat ringannya gangguan asidosis. Gangguan disebut letal bila pH darah < 7 atau kadar ion H > 100 nmol/L. Gangguan yang perlu diperhatikan bila pH darah 7,1-7,3 atau kadar ion H antara 50-80 nmol/L Langkah Kedua adalah menetapkan anion-gap atau bila perlu anion-gap urin untuk mengetahui dugaan etiologi asidosis metabolik. Dengan bantuan tanda klinik lain kita dengan mudah menetapkan etiologi. Langkah Ketiga, bila dicurigai kemungkinan asidosis laktat, hitung rasio delta anion-gap dengan delta HCO3 (delta anion gap : anion gap pada pasien diperiksa dikurangi dengan median anion gap normal, delta delta HCO3: kadar HCO3 normal dikurangi dengan kadar HCO3 pasien). Bila rasio >1, asidosis disebabkan oleh asidosis laktat. Langkah ketiga ini menetapkan sampai sejauh mana koreksi dapat dilakukan. Prosedur koreksi a. Secara umum koreksi dilakukan hingga tercapai pH 7.2 atau kadar ion HCO3 12mEq/L b. Pada keadaan khusus: - Pada penurunan fungsi ginjal, koreksi dapat dilakukan secara penuh hingga mencapai kadar ion HCO3 20-22 mEq/L. Pada ketoasidosis diabetik atau asidosis laktat tipe A, koreksi dilakukan bila kadar ion HCO3 dalam darah kurang atau sama dengan 5 mEq/L, terdapat hiperkalemia berat, setelah koreksi insulin pada diabetes mellitus, koreksi oksigen pada asidosis belum terkendali. Koreksi dilakukan sampai kadar ion HCO3 10 mEq/L - Pada asidosis metabolik yang terjadi bersamaan dengan asidosis respiratorik dan tidak menggunakan ventilator, koreksi harus dilakukan secara hati-hati atas pertimbangan depresi pernapasan. Koreksi dilakukan dengan pemberian Na-Bikarbonat yang secukupnya untuk menaikkan HC menjadi 15 mEq/L dan pH kira-kira sampai 7.20 dalam jangka waktu 12 jam. Larutan Ringer Laktat IV biasanya merupakan cairan pilihan untuk memperbaiki keadaan asidosis metabolik dengan selisih anion normal serta kekurangan volume ECF yang sering menyertai ini. Natrium laktat dimetabolisme secara perlahan dalam tubuh menjadi NaHCO3, dan memperbaiki keadaan asidosis secara perlahan.

2. Alkalosis metabolik Alkalosis metabolik (kelebihan HCO3-) adalah suatu gangguan sistemik yang dicirikan dengan adanya peningkatan primer kadar HCO3- plasma, sehingga menyebabkan peningkatan pH (penurunan [H+]. [HCO3-] ECF lebih besar dari 26 mEq/L dan pH lebih besar dari 7.45. Alkalosis metabolik sering disertai dengan berkurangnya volume ECF dan hipokalemia. Etiologi - Kekurangan H+ dari ECF (Muntah,penyedotan nasogastrik, diare dengan kehilangan klorida, diuretik, hipokalemia) - Retensi HCO3- (Pemberian natrium bikarbonat berlebihan, sindrom susu alkali)

Manifestasi Tidak terdapat gejala dan tanda alkalosis metabolik yang spesifik. Adanya gangguan ini harus dicurigai pada pasien yang memiliki riwayat muntah, penyedotan, nasogastrik, pengobatan diuretik atau pasien yang baru sembuh dari gagal nafas (Hiperkapnia)

3. Asidosis respiratorik Asidosis respiratorik (kelebihan H2CO3) ditandai dengan peningkatan primer PaCO2 (hiperkapnia), sehingga menyebabkan terjadinya penurunan pH: PaCO2 lebih besar dari 45 mmHg dan pH kurang dari 7.35. Kompensasi ginjal mengakibatkan peningkatan HCO3serum. Asidosis respiratorik dapat timbul secara akut maupun kronis. Etiologi - Hambatan pada pusat pernafasan di medula oblongata (henti jantung akut), terapi oksigen pada hiperkapnia kronis, apnea saat tidur, obat-obatan:overdosis opiat, sedatif) - Gangguan pada otot-otot pernafasan (penyakit neuromuskular, kifoskoliosis, obesitas yang berlebihan, cedera dinding dada) - Gangguan pertukaran gas (emfisema dan bronkitis, edema paru akut, pneumonia, pneumotoraks) - Obstruksi saluran nafas atas akut (aspirasi benda asing atau muntah, langiospasme atau edema laring) Manifestasi Gejala dan retensi CO2 tidak bersifat khas dan pada umumnya tidak mencerminkan kadar PaCO2 selain itu asidosis respiratorik akut maupun kronis selalu disertai oleh hipoksemia sehingga hipoksemia bertanggung jawab atas banyak tandatanda klinik akibat retensi CO2.

4. Alkalosis respiratorik Alkalosis respiratorik (kekurangan asam karbonat) adalah penurunan primer PaCO2 (hipokapnia), sehingga terjadi penurunan pH. PaCO2 7,45. Kompensasi ginjal berupa penurunan ekskresi H+ akibat lebih sedikit absorpsi HCO3- serum berbeda-beda, bergantung pada keadaannya yang akut atau kronis. Etiologi - Rangsangan pusat pernafasan (Hiperventilasi, hipermetabolik, tumor otak, cedera kepala, intoksikasi salisilat) - Hipoksia (Gagal jantung kongestif, fibrosis paru, tinggal ditempat yang tinggi, asma, edema paru) - Ventilasi mekanisme yang berlebihan - Mekanisme yang belum jelas (Sepsis gram negatif, sirosis hepatis) - Latihan fisik

Manifestasi Terdapat pola pernafasan yang berbeda-beda pada sindrom hiperventilasi yang diinduksi oleh kecemasan; mulai dari pernafasan yang normal sampai pernafasan yang jelas tampak lebih cepat, dalam, dan panjang. Pasien seringkali terlihat banyak menguap dan gejala mencolok lainnya adalah kepala terasa ringan, parestasi sekitar mulut. Apabila alkalosis yang terjadi cukup parah dapat timbul tetani seperti spasme karpopedal. Pasien dapat mengeluh kelelahan kronis, jantung berdebar-debar, cemas, mulut terasa kering, dan tidak bisa tidur. Gejala alkalosis respiratorik berat dapat disertai dengan ketidakmampuan berkonsentrasi, kekacauan mental, dan sinkop.

LO 3.5. Kompensasi Gangguan Keseimbangan asam basa Bila terjadi keadaan asidosis atau alkalosis maka tubuh akan melakukan mekanisme kompensasi oleh paru-paru dan ginjal, dengan merubah komponen PaCO2 dan HCO3. Asidosis Respiratorik Respon kompensasi adalah peningkatan HCO3 plasma, yang disebabkan oleh penambahan bikarbonat baru ke dalam cairan ekstrasel oleh ginjal. Peningkatan bikarbonat membantu mengimbangi peningkatan PCO2, sehingga mengembalikan pH plasma kembali normal. Asidosis Metabolik Kompensasi primernya meliputi peningkatan kecepatan ventilasi, yang mengurangi PCO2 dan kompensasi ginjal, yang dengan menambahkan bikarbonat baru ke cairan ekstrasel membantu memperkecil penurunan awal konsentrasi HCO3 ekstrasel. Alkalosis Respiratorik Respon kompensasi terhadap pengurangan PCO2 primer pada alkalosis respiratorik adalah pengurangan konsentrasi HCO3 plasma, yang disebabkan oleh peningkatan ekskresi HCO3 oleh ginjal. Alkalosis Metabolik Kompensasi utamanya adalah penurunan ventilasi, yang meningkatkan PCO2 dan peningkatan ekskresi HCO3 oleh ginjal, yang membantu mengkompensasi peningkatan awal konsentrasi HCO3 cairan ekstrasel.

-

-

-

DAFTAR PUSTAKA Guyton, Arthur c, dkk. (2008), Buku ajar fisiologi kedokteran. Jakarta, EGC Price, Sylvia Anderson (2006), Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit edisi 6,ab. Huriawati Hartanto, Jakarta, EGC. Saifuddin, M, dkk. (2008), Gangguan Kesimbangan air-elektrolit dan asam-basa edisi II. Jakarta, FKUI. Sherwood, Lauralee (2004), Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem edisi 2, Jakarta, EGC. Sylvia Anderson Price,RN, PhD, buku patofisiologi edisi 6 http://www.tutorvista.com/content/chemistry/chemistry-ii/acids-bases/acidsclassification.php http //chem-is-try.org/pengukuran pH/oleh Jim Clark/