pbl 7_skenario 3
DESCRIPTION
sdsdsdsTRANSCRIPT
MAKALAH
PERILAKU DAN KOMUNIKASI KESEHATAN
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah PIKKG Semester Gasal
Tahun Akademik 2015/2016
Oleh :
1. Atikah Cynthia Putri
2. Azmi Salma
3. Clarinda Vinindya
4. Hanna Sonia Lumban G.
5. Isnaeni Aisyah Naser
6. Nabila Ekayani Calfina
7. Nola Primadona
8. Ratu Nabila Larasati
9. Risa Febriani
10.Trihanna Kezya
11.Virginia Nomida
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Menurut H Blum, ada empat faktor yang mempengaruhi status kesehatan.
Berdasarkan prioritas, empat faktor tersebut adalah lingkungan, perilaku, layanan
kesehatan, dan keturunan. Perilaku berada di prioritas kedua, yang mana dapat
diartikan bahwa perilaku merupakan hal penting yang bisa mengubah status
kesehatan individu atau kelompok. Maka dari itu, perlulah memahami mengenai
perilaku kesehatan.
Perilaku kesehatan erat hubungannya dengan pendidikan kesehatan. Dengan
pendidikan kesehatan, seseorang akan merubah perilaku hidupnya menjadi lebih
sehat. Perubahan tersebut tidak akan berjalan apabila tidak ada komunikasi
kesehatan yang baik dari tenaga medis, dalam hal ini dokter dan dokter gigi
dengan pasiennya. Oleh karena itu penulis membuat makalah ini dengan tujuan
dapat memahami perilaku kesehatan, pendidikan kesehatan dan komunikasi
kesehatan
2. Rumusan Masalah
1) Apa definisi dari perilaku kesehatan?
2) Bagaimana proses dari perilaku kesehatan?
3) Bagaimana teori perubahan perilaku kesehatan?
4) Apa faktor yang mendorong dan penghambat dari perilaku kesehatan?
5) Bagaimana perilaku kesehatan mempengaruhi status kesehatan?
6) Bagaimana teori pendidikan/promosi kesehatan?
7) Apa definisi dari komunikasi kesehatan gigi?
8) Apa peran dan tujuan dari komunikasi kesehatan gigi?
9) Apa faktor yag mendorong dan menghambat komunikasi kesehatan gigi?
2
10) Bagaimana strategi komunikasi kesehatan gigi terhadap individu dan
masyarakat?
3. Tujuan Penulisan
1) Memahami definisi dari perilaku kesehatan
2) Memahami bagaimana proses dari perubahan perilaku kesehatan
3) Memahami faktor yang mendorong dan penghambat dari perilaku
kesehatan
4) Memahami bagaimana perilaku kesehatan mempengaruhi status kesehatan
5) Memahami teori pendidikan/promosi kesehatan
6) Memahami definisi dari komunikasi kesehatan gigi
7) Memahami peran dan tujuan dari komunikasi kesehatan gigi
8) Memahami faktor yang mempengaruhi dan menghambat komunikasi
kesehatan gigi
9) Memahami bagaimana strategi komunikasi kesehatan gigi terhadap
individu dan masyarakat
3
BAB II
PEMBAHASAN
1. Perilaku Kesehatan
1.1 Definisi Perilaku Kesehatan
Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas
organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut
pandang biologis semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan,
binatang, sampai dengan manusia itu berperilaku, karena mereka
mempunyai aktivitas masing-masing. Menurut Lewit seperti yang dikutip
Notoatmodjo (1993), perilaku adalah hasil pengalaman dan proses
interaksi dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan,
sikap, dan tindakan sehingga diperoleh keadaan seimbang antara kekuatan
pendorong dan kekuatan penahan. Adapun perilaku manusia dapat
diartikan sebagai aktivitas manusia yang sangat kompleks sifatnya, antara
lain perilaku dalam bicara, berpakaian, berjalan, dan sebagainya. Perilaku
ini umumnya dapat diamati oleh orang lain. Namun, ada pula perilaku
yang tidak dapat diamati oleh orang lain seperti presepsi, emosi, pikiran,
dan motivasi.
1.2 Proses Perubahan Perilaku Kesehatan
Perubahan perilaku kesehatan tidak bisa dipaksakan dan langsung
dilakukan begitu saja. Ada tahap- tahap atau proses- proses dalam
perubahan prilaku kesehatan. Menurut paham yang dicetuskan oleh Roger
yang dikutip dari Azwar (1983), seseorang yang akan menganut tingkah
laku yang baru, akan melalui tahap-tahap sebagai berikut (Ladder of
Learning Process) :
a. Tingkat kesadaran
Awal mula proses perubahan prilaku kesehatan dimulai dari sikap
sadar. Pengetahuan atau sikap sadar adalah hasil penginderaan manusia
4
atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang
dimilikinya (mata, hidung, telinga). Dengan sendirinya, pada waktu
penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat
dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek.
Contohnya saat seseorang merasa ada lubang di giginya, ia sadar
bahwa kesehatan giginya dapat diperbaiki apabila ia pergi ke poliklinik
gigi.
b. Tingkat perhatian
Merupakan tahap memahami suatu objek bukan sekedar tahu atau
dapat menyebutkan, tetapi juga dapat menginterpretasikan secara benar
tentang objek. Setelah sadar, ia akan memiliki gagasan tentang apa
yang akan ia lakukan setelah ini. Ia akan berusaha menggali informasi
mengenai tindakan medic apa yang hendak ia terima. Akan seperti apa
rasanya. Berapa biayanya. Dan lain sebagainya.
c. Tingkat evaluasi
Setelah mencari informasi dan merasa bahwa pergi ke poliklinik
gigi adalah tindakan yang tepat, ia akan menimbang apa keuntungan
dan kerugian yang ia dapat apabila ia pergi ke poliklinik gigi untuk
mendapat tambalan. Ia juga akan berfikir mengenai kesan atau
pandangan orang terhadap tindakannya itu. Dalam tingkat ini, orang
membutuhkan dukungan moril dari orang-orang sekitarnya. Misalnya
untuk meyakinkan dirinya bahwa pergi ke poliklinik merupakan hal
terbaik.
d. Tingkat percobaan
Di tingkat ini orang tersebut mencoba gagasan baru tersebut.
misalnya orang tersebut setelah datang ke poliklinik gigi mencoba
untuk mendapatkan perawatan giginya. Dalam tingkat ini diperlukan
5
informasi berupa pengalaman positif dan adanya komunikasi yang baik
antar personal.
e. Tingkat Adopsi
Bila pengalaman cukup menyenangkan, maka ia akan menerima
gagasan tersebut. pembinaan yang teratur sangat diperlukan agar orang
tersebut semakin mantap keyakinannya untuk menerima gagasan
tersebut. misalnya orang tersebut sudah tidak segan lagi datang ke
poliklinik gigi bila ada kelainan yang dirasakan pada gigi dan
mulutnya
1.3 Teori Perubahan Perilaku Kesehatan
1. Teori Health Belief Model
Health Belief Model ini (HBM) adalah teori yang paling umum
digunakan dalam pendidikan kesehatan dan promosi kesehatan (Glanz,
Rimer, & Lewis, 2002; National Cancer Institute [NCI], 2003). Ini
dikembangkan pada 1950-an sebagai cara untuk menjelaskan mengapa
program skrining medis yang ditawarkan oleh US Public Health Service,
terutama untuk TBC, tidak begitu sukses (Hoch-Baum, 1958). Konsep asli
yang mendasari HBM adalah bahwa perilaku kesehatan ditentukan oleh
keyakinan pribadi atau persepsi tentang penyakit dan strategi yang tersedia
untuk mengurangi terjadinya penyakit (Hochbaum, 1958). Persepsi pribadi
dipengaruhi oleh berbagai macam faktor yang mempengaruhi perilaku
kesehatan intrapersonal.
Health Belief Model adalah perubahan prilaku kesehatan dan
model psikologis dikembangkan oleh M. Rosenstock pada tahun 1966
untuk mempelajari dan mempromosikan peningkatan pelayanan kesehatan.
Model ini ditindaklanjuti oleh Becker dan rekan pada 1970-an dan 1980-
an. Teori Health Belief Model didasarkan pada pemahaman bahwa
seseorang akan mengambil tindakan yang akan berhubungan dengan
6
kesehatan. Teori ini dituangkan dalam lima segi pemikiran dalam diri
individu, yang mempengaruhi upaya yang ada dalam diri individu untuk
menentukan apa yang baik bagi dirinya, yaitu perceived susceptibility
(kerentanan yang dirasakan/ diketahui), perceived severity (bahaya/
kesakitan yang dirasakan), perceived benefit of action (manfaat yang
dirasakan dari tindakan yang diambil), perceived barrier to action
(hambatan yang dirasakan akan tindakan yang diambil), cues to action
(isyarat untuk melakukan tindakan). Hal tersebut dilakukan dengan tujuan
self efficacy atau upaya diri sendiri untuk menentukan apa yang baik bagi
dirinya.
a) Tiga faktor penting dalam Health Belief Model, yaitu:
1. Kesiapan individu untuk merubah perilaku dalam rangka menghindari
suatu penyakit atau memperkecil risiko kesehatan.
2. Adanya dorongan dalam lingkungan individu yang membuatnya
merubah perilaku
3. Perilaku itu sendiri.
Ketiga faktor di atas dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti persepsi
tentang kerentanan terhadap penyakit, potensi ancaman, motivasi untuk
memperkecil kerentanan terhadap penyakit, adanya kepercayaan bahwa
perubahan perilaku dapat memberikan keuntungan, penilaian individu
terhadap perubahan yang ditawarkan, interaksi dengan petugas kesehatan
yang merekomendasikan perubahan perilaku, dan pengalaman mencoba
perilaku yang serupa. Aspek-aspek pokok perilaku kesehatan menurut
Rosenstock:
a) Ancaman
• Persepsi tentang kerentanan diri terhadap penyakit (atau kesediaan
menerima diagnosa penyakit).
• Persepsi tentang keparahan penyakit / kondisi kesehatannya.
b) Harapan
7
• Persepsi tentang keuntungan suatu tindakan
• Persepsi tentang hambatan-hambatan untuk melakukan tindakan itu.
c) Pencetus tindakan:
• Media
• Pengaruh orang lain
• Hal-hal yang mengingatkan (reminders)
d) Faktor-faktor Sosio-demografi (pendidikan, umur, jenis
kelamin/gender, suku bangsa).
e) Penilaian diri (Persepsi tentang kesanggupan diri untuk melakukan
tindakan itu).
Ancaman suatu penyakit dipersepsikan secara berbeda oleh setiap
individu. Contoh: kanker. Ada yang takut tertular penyakit itu, tapi ada
juga yang menganggap penyakit itu tidak begitu parah, ataupun individu
itu merasa tidak akan tertular olehnya karena diantara anggota
keluarganya tidak ada riwayat penyakit kanker. Keputusan untuk
mengambil tindakan/upaya penanggulangan atau pencegahan penyakit
itu tergantung dari persepsi individu tentang keuntungan dari tindakan
tersebut baginya, besar/kecilnya hambatan untuk melaksanakan tindakan
itu serta pandangan individu tentang kemampuan diri sendiri. Persepsi
tentang ancaman penyakit dan upaya penanggulangannya dipengaruhi
oleh latar belakang sosio-demografi si individu. Untuk menguatkan
keputusan bertindak, diperlukan faktor pencetus (berita dari media,
ajakan orang yang dikenal atau ada yang mengingatkan). Jika faktor
pencetus itu cukup kuat dan individu merasa siap, barulah individu itu
benar-benar melaksanakan tindakan yang dianjurkan guna
menanggulangi atau mencegah penyakit tersebut.
8
2. Teori Transtheoretical Model atau Stage of Change Model
Transtheoretical Model yang diperkenalkan oleh James
Prochaska, John Norcross, dan Carlo DiClemente (1994) dalam
W. F, Velicer, dkk (1998), menggambarkan bahwa seseorang
dianggap berhasil dan permanen mengadopsi suatu perilaku bila
telah melalui lima tahap perubahan, meliputi:
a. Pra Perenungan (Precontemplation)
Tahap manakala seseorang tidak peduli untuk melakukan aksi
terhadap masa depan yang dapat diperkirakan, biasanya diukur
dalam enam bulan berikutnya. Orang pada tahap ini
disebabkan ketidaktahuan mengenai konsekuensi suatu
perilaku atau mereka telah mencoba berubah beberapa kali
dan patah semangat terhadap kemampuan berubahnya.
b. Perenungan (Contemplation)
Tahap manakala seseorang peduli untuk berubah pada enam
bulan berikutnya. Mereka lebih peduli kemungkinan
perubahan tetapi seringkali peduli terhadap konsekuensi
secara akut. Keseimbangan antara biaya dan keuntungan
perubahan dapat menimbulkan amat sangat ambivalen,
sehingga dapat menahan seseorang dalam tahap ini untuk
waktu yang lama.
c. Persiapan (preparation)
Tahap manakala seseorang peduli melakukan aksi dengan
segera di masa mendatang, biasanya diukur di bulan
berikutnya. Mereka telah secara khusus melakukan beberapa
aksi yang signifikan pada tahun sebelumnya.
d. Aksi
Tahap manakala seseorang telah membuat modifikasi yang
spesifik dan jelas pada gaya hidupnya selama enam bulan
terakhir. Karena aksi ini dapat diamati, perubahan perilaku
sering setarakan sebagai aksi. Dalam Transtheoritical Model,
9
aksi hanya satu dari lima tahap, tidak semua modifikasi
perilaku disebut sebagai aksi.
e. Pemeliharaan (maintenance)
Tahap manakala seseorang berupaya untuk mencegah kambuh
tetapi mereka tidak menerapkan proses perubahan sesering
aksinya. Mereka tidak tergiur untuk kembali dan
meningkatkan dengan lebih percaya diri untuk melanjutkan
perubahannya.
3. Teori Kehendak Perilaku
Teori kehendak perilaku merupakan teori perilaku masyarakat
secara umum. Teori ini menggunakan pendekatan kognitif seperti health-
belief method. Teori ini menghubungkan antara keyakinan (belief),
kehendak (intention), sikap (attitude), dan perilaku. Teori ini merupakan
model untuk mengamalkan perilaku preventif dan telah digunakan dalam
berbagai jenis perilaku sehat yang berlainan, seperti perilaku makan dan
pencegahan AIDS.
Keuntungan dari teori ini adalah fokus sasaran perilaku
menggunakan prediksi dan pengertian perilaku yang dapat diamati secara
langsung dan berada dalam kendali seseorang, artinya perilaku sasaran
harus diseleksi dan diidentifikasi secara jelas. Konsep penting dalam teori
ini adalah fokus perhatian. Hal ini berarti sebelum mengembangkan
intervensi yang efektif, pertama – tama harus menentukan hasil dari
kelompok referensi yang penting bagi perilaku populasi. Kelemahan teori
kehendak perilaku adalah berkolerasi sedang, intensi tidak selalu menuju
pada perilaku itu sendiri, terdapat hambatan – hambatan yang
mencampuri atau mempengaruhi intense dan perilaku (Van Oost, 1991
dalam Smet, 1994). Teori ini juga tidak mempertimbangkan pengalaman
sebelumnya dengan perilaku dan mengabaikan akibat dari variabel
eksternal terhadap pemenuhan intensi perilaku.
10
1.4 Faktor-faktor Perilaku Kesehatan
Beberapa teori yang mengungkap faktor penentu yang dapat
mempengaruhi perilaku khususnya perilaku yang berhubungan dengan
kesehatan, antara lain:
1. Teori Lawrence Green (1980)
a. Faktor predisposisi
Faktor yang melatar belakangi perubahan perilaku yang memotivasi
terbentuknya suatu perilaku. Faktor ini meliputi pengetahuan, sikap,
keyakinan, dan nilai.
b. Faktor pendukung
Faktor pendukung adalah faktor yang memfasilitasi perilaku individu atau
kelompok termasuk keterampilan. Faktor ini meliputi ketersediaan,
keterjangkauan sumber daya pelayanan kesehatan, prioritas dan komitmen
masyarakat dan pemerintah dan tindakan yang berkaitan dengan kesehatan.
c. Faktor pendorong
11
Faktor pendorong adalah faktor yang mendorong sehingga memperkuat
terjadinya perilaku. Faktor penguat ini terdiri dari tokoh masyarakat, petugas
kesehatan, guru, dan keluarga
2. Teori Snehandu B. Kar (1983)
Kar mencoba menganalisis perilaku kesehatan bertitik tolak bahwa
perilaku merupakan fungsi dari :
a. Niat seseorang untuk bertindak sehubungan dengan kesehatan atau
perawatan kesehatannya (behavior itention).
b. Dukungan sosial dari masyarakat sekitarnya (social support).
c. Adanya atau tidak adanya informasi tentang kesehatan atau
fasilitas kesehatan (accesebility of information).
d. Otonomi pribadi orang yang bersangkutan dalam hal mengambil
tindakan atau keputusan (personal autonomy).
e. Situasi yang memungkinkan untuk bertindak (action situation).
3. Teori WHO (1984)
WHO menganalisis bahwa yang menyebabkan seseorang berperilaku
tertentu adalah :
1) Pemikiran dan perasaan (thougts and feeling), yaitu dalam bentuk
pengetahuan, persepsi, sikap, kepercayaan dan penilaian seseorang terhadap
objek (objek kesehatan).
Pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman
orang lain.
12
Kepercayaan sering atau diperoleh dari orang tua, kakek, atau
nenek. Seseorang menerima kepercayaan berdasarkan keyakinan dan tanpa
adanya pembuktian terlebih dahulu.
Sikap menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap
objek. Sikap sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau orang lain yang
paling dekat. Sikap membuat seseorang mendekati atau menjauhi orang
lain atau objek lain. Sikap positif terhadap tindakan-tindakan kesehatan
tidak selalu terwujud didalam suatu tindakan tergantung pada situasi saat
itu, sikap akan diikuti oleh tindakan mengacu kepada pengalaman orang
lain, sikap diikuti atau tidak diikuti oleh suatu tindakan berdasar pada
banyak atau sedikitnya pengalaman seseorang.
2) Tokoh penting sebagai Panutan. Apabila seseorang itu penting
untuknya, maka apa yang ia katakan atau perbuat cenderung untuk dicontoh.
3) Sumber-sumber daya (resources), mencakup fasilitas, uang, waktu,
tenaga dan sebagainya.
4) Perilaku normal, kebiasaan, nilai-nilai dan penggunaan sumber-sumber
didalam suatu masyarakat akan menghasilkan suatu pola hidup (way of life)
yang pada umumnya disebut kebudayaan. Kebudayaan ini terbentuk dalam
waktu yang lama dan selalu berubah, baik lambat ataupun cepat sesuai dengan
peradapan umat manusia (Notoatmodjo, 2003).
Masalah tingginya angka penyakit gigi dan mulut saat ini sangat
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor perilaku kesehatan
masyarakat yang berupa pengetahuan dan sikap yang masih tertutup.
Rendahnya pengetahuan mengenai kesehatan merupakan faktor dari perilaku
kesehatan yang mengarah kepada timbulnya penyakit. Pengetahuan ini erat
pula kaitannya dengan sikap seseorang tentang penyakit dan upaya
pencegahannya
13
Hasil laporan Studi Morbiditas tahun 2001, menunjukkan bahwa
kesehatan gigi dan mulut di Indonesia merupakan hal yang perlu diperhatikan,
karena penyakit gigi dan mulut merupakan penyakit tertinggi yang dikeluhkan
oleh masyarakat yaitu sebesar 60%
Data Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 2001 menunjukkan perilaku
masyarakat tentang pemeliharaan kesehatan gigi masih rendah, sebagian besar
penduduk Indonesia (61,5%) menyikat gigi kurang sesuai dengan anjuran
program menyikat gigi yaitu setelah makan dan sebelum tidur, bahkan 16,6%
tidak menyikat gigi. Menurut Laporan Riset Kesehatan Dasar Provinsi
Kalimantan Selatan tahun 2007, pada umumnya penduduk di berbagai
kabupaten/kota Provinsi Kalimantan Selatan yang menggosok gigi setiap hari
94,4% (89,0-97,9%), terendah di Hulu Sungai Selatan. Penduduk di Provinsi
Kalimantan Selatan 80,7% menggosok gigi setiap hari saat mandi pagi dan
atau sore, terendah di Hulu Sungai Utara ( 59,9%) tertinggi di Tanah
Bumbu(93,9%), sedangkan yang menggosok gigi sesudah bangun pagi sebesar
34,3% dan sebelum tidur malam 44,3%. Prevalensi penduduk berperilaku
benar dalam meggosok gigi di Provinsi Kalimantan Selata 10,3% (3,7-18,9%).
Bulan Kesehatan Gigi Nasional 12 September – 19 N0vember 2014
mendapatkan hasil survei bahwa 93 juta lebih penduduk Indonesia menderita
karies aktif. Yang melatarbelakangi BKGN ini tentunya masalah kesehatan
gigi dan mulut di Indonesia yang sudah masuk 10 besar penyakit masyarakat.
Banyak faktor yang dapat menimbulkan karies gigi misalnya pada anak,
diantaranya adalah faktor di dalam mulut yang berhubungan langsung dengan
proses terjadinya karies gigi. Faktor utama yang menyebabkan terjadinya
karies gigi adalah host (gigi dan saliva), substrat (makanan), mikroorganisme
penyebab karies dan waktu. Karies gigi hanya akan terbentuk apabila terjadi
interaksi antara keempat faktor berikut.
Faktor predisposisi yang juga cukup berpengaruh terhadap terjadinya
Karies Gigi adalah: Jenis Kelamin, usia, perilaku makan, perilaku
membersihkan mulut (gosok gigi dll). Bila ditinjau dari kelompok umur
(menurut WHO) penderita karies aktif terjadi peningkatan pula prevalensinya
14
dari tahun 2007 ke tahun 2013, dengan peningkatan terbesar pada usia 12
tahun (13,7%) dan 65 tahun lebih (14,3%). Menurut WHO, kelompok usia 12
adalah usia yang penting, karena pada usia tersebut anak akan meninggalkan
sekolah dasar dan merupakan kelompok yang mudah dijangkau melalui sistem
UKGS, dan pada usia tersebut anak dapat lebih mudah diajak komunikasi.
Menurut SKRT tahun 1995 anak usia 5-14 tahun, jumlah anak yang sama
sekali tidak menyikat gigi sebanyak 23,4% dan jumlah anak yang menyikat
gigi pada waktu yang tepat sebanyak 5,6%. Dari data diatas dapat diketahui
bahwa pada anak usia sekolah ternyata pengetahuan mengenai waktu
penyikatan yang benar masih rendah, sehingga Usaha Kesehatan Gigi Sekolah
(UKGS) masih perlu ditingkatkan lagi
Apabila disandingkan dengan perilaku menggosok gigi pada masyarakat
Indonesia, terlihat bahwa terjadi peningkatan proporsi penduduk yang
menggosok giginya SETIAP HARI dari tahun 2007 sebesar 91,1 % menjadi
93,8 % tahun 2013. Akan tetapi jika dilihat ‘CARA GOSOK GIGI DENGAN
BENAR’ ternyata selain proporsinya kecil, juga terjadi penurunan, yaitu dari
tahun 2007 sebesar 7,3 % menjadi 2,3 % di tahun 2013.
Unilever, pada Tahun 2013 melansir dua (2) hasil survei yang menyoroti
mengenai kebiasaan menyikat gigi di malam hari utamanya ibu dan anak.
Hasil survei pertama secara spesifik melibatkan 165 keluarga di Jakarta
selama 3 minggu untuk mengukur kapan/waktu, frekuensi dan lamanya
masyarakat menyikat gigi.
Hasil survei memperlihatkan data bahwa sekitar 46% responden menyikat
giginya hanya sekali sehari dengan frekuensi terbanyak dilakukan di pagi hari
saat mandi. Didapatkan pula bahwa frekuensi rata-rata ibu menyikat gigi 1,5
kali sehari dan anak hanya 1,3 kali dengan waktu rata-rata menyikat gigi
kurang dari 2 menit.
Survei kedua adalah dengan metode online yang dilakukan Unilever secara
global di 4 negara yaitu: Perancis, India, Italia dan Indonesia, untuk
mengetahui kebiasaan menyikat gigi dan menjaga kesehatan gigi dan mulut
secara umum. Survei ini melibatkan 1.634 responden, yang terdiri dari anak
15
(usia 8-12 tahun) dan orang tua. Tidak kalah mengejutkannya, secara global
didapatkan bahwa 71% orang tua dan 74% anak tidak menyikat gigi di malam
hari. Di Indonesia angka ini lebih tinggi, yaitu 79% orang tua dan 85% anak
tidak menyikat gigi di malam hari sebelum tidur. Hal lain, frekuensi anak
tidak menyikat gigi di malam hari lebih tinggi daripada orangtua. Orang tua di
semua negara menyikat gigi lebih lama dibandingkan anak-anak. Di Italia,
India dan Indonesia, sekitar 50% anak menyikat gigi selama satu menit atau
kurang.
Menurut data Riset Kesehatan Dasar Departemen Kesehatan
(RISKESDAS) 2007, DKI Jakarta merupakan salah satu dari 3 propinsi yang
mempunyai persentase tertinggi untuk menyikat gigi dua kali sehari sebanyak
98.5%. Sedang secara Nasional proporsi masyarakat yang menyikat gigi setiap
hari dua kali sehari tetapi di waktu mandi pagi dan sore adalah 90,7%.
Sedangkan yang melakukannya di saat yang tepat yaitu setelah sarapan pagi
hanya sebesar 12.6% dan malam sebelum tidur hanya 28.7%.
Orangtua terutama ibu adalah figur paling penting sebagai “role model”
dalam mengajarkan suatu kebiasaan kepada anak, karena anak adalah peniru
ulung. Anak usia 8-12 tahun akan mencari informasi dan bertanya kepada
orang tua. Tahapan pemikiran anak dalam kisaran usia ini adalah konkrit
operasional, yakni anak membutuhkan contoh nyata yang diamati dalam
belajar suatu perilaku tertentu. Salah satunya dalam hal menyikat gigi dengan
memberikan contoh berulang kali sehingga menjadi kebiasaan.
Salah satu faktor yang mempengaruhi kesehatan gigi dan mulut penduduk
di Negara Berkembang adalah perilaku. Perilaku merupakan hal penting yang
dapat mempengaruhi status kesehatan gigi individu atau masyarakat. Perilaku
yang dapat mempengaruhi perkembangan karies adalah kebiasaan makan dan
pemeliharaan kebersihan mulut, dengan menggunakan pasta gigi yang
mengandung fluor. Pasta gigi merupakan salah satu kebutuhan yang penting
bagi pemeliharaan dan kesehatan gigi dan gusi. Selama ini kita telah mengenal
berbagai macam pasta gigi yang banyak sekali beredar dipasaran dengan
berbagai macam merek dan dengan berbagai macam kegunaannya. Penyikatan
16
gigi dengan menggunakan pasta gigi dapat mengurangi populasi
mikroorganisme flora rongga mulut jauh lebih besar dibandingkan tanpa
dengan pasta gigi. Kesadaran masyarakat akan pentingnya kebersihan gigi itu
membuat produsen pasta gigi sering kali mengeluarkan pasta gigi jenis baru.
1.5 Perilaku Kesehatan Mempengaruhi Status Kesehatan
Menurut Hendrik L Blum ada 4 faktor yang mempengaruhi status derajat
kesehatan masyarakat atau perorangan salah satunya adalah perilaku
kesehatan. Faktor-faktor tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
a) Perilaku kesehatan
b) lingkungan
c) Pelayanan kesehatan
d) Keturunan
Perilaku kesehatan adalah salah satu faktor yang mempengaruhi status
kesehatan seseorang. pada dasarnya adalah suatu respons seseorang atau
organisme terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem
pelayanan kesehatan, makanan serta lingkungan. Setiap orang memiliki
perilaku kesehatan yang berbeda-beda, oleh karena itu satuts kesehatan
mereka juga berbeda –beda karena status kesehatan dipengaruhi oleh perilaku
kesehatan selain lingkungan, keturunan, dan pelayanan kesehatan.
Contohnya saja orang yang menerapkan perilaku perilaku kesehatan
berupa gaya hidup sehat seperti membuang sampah pada tempatnya, memakai
masker saat di kendaraan umum dan lain sebagainya akan memiliki status
kesehatan yang lebih tinggi atau lebih baik daripada orang yang tidak
merepakan hal demikian. Secara lebih terperinci perilaku kesehatan yang
mempengaruhi status kesehatan tiap individu adalah mencakup :
1) Perilaku orang terhadap sakit dan penyakit, yaitu bagaimana
manusia berespon, baik secara pasig (mengetahui, bersikap, dan
mempresepsi penyakit dan rasa sakit yang ada pada dirinya, mauun
aktif (tindakan) yang dilakukan sehubungan dengan penyakit dan
17
sakit tersebut. Perilaku terhadap sakit dan penyakit ini dengan
sendirinya sesuai dengan tingkat-tingkat pencegahan
2) Perilaku sehubungan dengan peningkatan dan pemeliharaan
kesehatan. Contoh makan makanan yang bergizi, olahraga, dan
sebagainya.
3) Perilaku pencegahan penyakt, misalnya tidur memakai kelambu,
memakai obat nyamuk, imunisasi dan lainnya
4) perilaku sehubungan dengan pencarian pengobatan. Misalnya
berusaha mengobati dirinya sendiri, mencari pengobatan ke
puskesmas atau rumah sakit, maupun melaksanakan alternatif
pengobatan tradisional
5) perilaku sehubungan dengan pemulihan kesehatan, misalnya
melakukan diet, mematuhi anjuran atau saran dokter dalam rangka
pemulihan penyakit.
6) Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehtan, yaitu respons
seseorang terhadap sistem pelayanan kesehatan baik sistem modern
maupun tradisional. Perilaku ini mnenyangkut cara pelayanan,
petugas kesehatan, dan obat-obatnya.
7) Perilaku terhadap makanan, yakni respons seseorang terhadap
makanan sebagai kebutuhan vital bagi kehidupan. Perilaku ini
meliputi pengetahua, presepsi, sikap dan praktik kita terhadap
makanan serta unsur-unsur yang terkandung di dalamnya,
pengolahan makanan, dan lain sebagainya.
8) Perilaku terhadap lingkungan kesehatan dalah respons seseorang
terhadap lingkungan sebagai determinan kesehatan manusia
9) Perilaku sehubungan dengan air bersih, termasuk di dalamnya
komponen, manfaat, dan penggunaan air bersih untuk kepentingan
kesehatan
10) Perilaku sehubungan dengan pembuangan air kotor, yang
menyangkut segi-segi higiene pemeliharaan teknik, dan
penggunaannya
18
11) Perilaku sehubungan dengan limbah, baik limbah padat maupun
limbah cair. Termauk di dalamnya sistem pembuangansampah dan
air limbah,serta dampak pembuangan limbah yang tidak baik
12) Perilaku sehubungan dengan rumah yang sehat, yang meliputi
ventilasi, pencahayaan, lantai, dan sebagainya.
13) Perilaku sehubungan dengan pembersih sarang-sarang nyamuk.
Becker (1979) megajukan klarifikasi perilaku yang berhubungan
dengan kesehatan sebagai berikutsebagai berikut :
1) perilaku keehatan (health behavior), yaitu hal-hal yang berkaitan
dengan tindakan atau kegiatan seseorang dalam memelihara dan
meningkatkan kesehatannya. Termasuk juga tindakan-tindakan
untuk mencegah penyakit, kebersihan perorangan, memilihg
makanan, sanitasi, dan sebagainya
2) perilaku sakit (sick behavior), yakni segala tindakan atau kegiatan
yang dilakukan oleh individu yang merasa sakit, untuk merasakan
dan mengenal keadaan kesehatannya atau rasa sakit. Termasuk di
sini juga kemampuan atau pengetahuan individu untuk
mengidentifikasi penyakit, penyabab penyakit, serta usaha-usaha
mencegah penyakit tersebut
3) perilaku peran sakit (the sick behavior), yakni segala tindakan atau
kegiatan yang dilakukan oleh individu yang sedang sakit untuk
memperoleh kesembuhan. Perilaku ini di samping berpengaruh
terhadap kesehatan/kesakitan sendiri, juga berpengaruh terhadap
orang lain. Terutama kepada anak-anak yang belum mempunyai
kesadaran dan tanggung jawab terhadap kesehatan.
4) konsep perilaku manusia adalah sekumpulan perilaku yang
dimilikioleh manusia dan dipengaruhi adat , sikap, emosi, nilai,
etika, kekuasaan , persuasi, dan genetika. Dan perilaku kesehatan
adalah segala bentuk pengalaman dan interaksi individu dengan
lingkungannyakhususnya menyangkut pengetahuan dan sikap
19
tentang kesehatan sertatindakannya yang berhubungan dengan
kesehatan dan penyakit.
5) gaya hidup sehat adalah pilihan sederhana yang sangat tepat
untuk dijalankan. hidup dengan pola makan, pikiran, kebiasaan
danlingkungan yang sehat. Sehat dalam arti kata mendasar adalah
segalahal yang kerjakan memberikan hasil yang baik dan positif.
Gaya hidup sehat adalah salah satu contoh perilaku
kesehatan yang mempengaruhi status kesehatan. Apabila seseorang
menerapkan perilaku kesehatan berupa gaya hidup sehat maka
status kesehatannya pun akan lebih baik daripada orang yang tidak
menerapkan hal demikian.
1.6 Jenis Penerima Inovasi
Adopter adalah orang yang memakai atau menerima suatu inovasi.
Menurut Everelt M. Rogers terdapat lima kategori adopter, diantaranya :
a. Innovator
Kelompok orang yang berani dan siap untuk mencoba hal-hal baru.
Hubungan sosial mereka cenderung lebih erat dibanding dengan kelompok
sosial lainnya. Orang-orang seperti ini lebih dapat membentuk komunikasi
yang baik meskipun terdapat jarak geografis. Biasanya orang-orang ini
memiliki gaya hidup dinamis di perkotaan
Ciri-ciri innovator :
- Gemar mencoba setiap gagasan baru
- Mencari hubungan dengan pihak di luar sistem
- Memiliki sumber keuangan yang cukup (antisipasi kerugian akibat
inovasi yang tidak menguntungkan)
- Kemampuan daya pikir yang cerdas (agar mampu menerapkan dan
memahami teknik yang rumit
- Nilai paling menonjol : pemberani dan petualang.
20
b. Pelopor ( Early Adopter )
- Berorientasi ke dalam sistem
- Meneliti inovasi sebelum menggunakannya
- Terdiri dari pemuka pendapat dan calon pelopor
- Calon pelopor butuh pelopor untuk minta nasihat dan keterangan
tentang inovasi itu
- Umumnya dicari agen pembaharu untuk penyebaran inovasi dan
mempercepat proses adopsi
c. Pengikut Dini (Early Majority)
- Menerima ide baru hanya beberapa saat setelah rata-rata anggota
sistem sosial
- Banyak berinteraksi dengan anggota sistem lain
- Jarang megang posisi kepemimpinan
- Penuh pertimbangan
d. Pengikut Akhir (Late Majority)
- Mengadopsi ide baru setelah anggota sistem lain menerimanya.
- Adopsi terjadi karena kepentingan ekonomi atau bertambahnya
tekanan sosial
- Inovasi dihadapi dengan skeptis dengan hati-hati
e. Kolot (Laggards)
Kelompok ini merupakan orang yang terakhir melakukan
adopsi inovasi. Mereka bersifat lebih tradisional, dan segan untuk
mencoba hal hal baru. Kelompok ini biasanya lebih suka bergaul
dengan orang-orang yang memiliki pemikiran sama dengan
mereka. Sekalinya sekelompok laggard mengadopsi inovasi baru,
kebanyakan orang justru sudah jauh mengadopsi inovasi lainnya,
dan menganggap mereka ketinggalan zaman.
- Orang yang paling terakhir menyerap suatu inovasi
21
- Pandangannya paling sempit
- Rendahnya kemampuan memahami hal baru
- Jauh tertinggal
1.7 Pendidikan/ Promosi Kesehatan
Pendidikan kesehatan adalah proses perubahan perilaku yang
dinamis, dimana perubahan tersebut bukan sekedar proses transfer materi
atau teori dari seseorang ke orang lain, akan tetapi perubahan tersebut
terjadi karena adanya kesadaran dari dalam diri individu, atau kelompok
masyarakat sendiri (Mubarak dan Chayatin, 2009, p.358). Tujuan utama
pendidikan kesehatan adalah sebagai berikut:
1. Menetapkan masalah dan kebutuhan mereka sendiri.
2. Memahami apa yang dapat mereka lakukan terhadap
masalah, dengan sumber daya yang ada pada mereka
ditambah dengan dukungan dari luar.
3. Memutuskan kegiatan yang paling tepat guna untuk
meningkatkan taraf hidup sehat dan kesejahteraan
masyarakat (Mubarak dan Chayatin, 2009, p.358).
Tujuan dari pendidikan kesehatan menurut Undang-Undang
Kesehatan No. 36 tahun 2009 maupun WHO adalah meningkatkan 8
kemampuan masyarakat; baik fisik, mental, dan sosialnya sehingga
produktif secara ekonomi maupun secara sosial, pendidikan kesehatan
disemua program kesehatan; baik pemberantasan penyakit menular,
sanitasi, lingkungan, gizi masyarakat, pelayanan kesehatan, maupun
program kesehatan lainnya.
Misi pendidikan kesehatan secara umum dapat dirumuskan menjadi:
1. Advokat (Advocate)
Melakukan upaya-upaya agar para pembuat keputusan atau
penentu kebijakan tersebut mempercayai dan meyakini
bahwa program kesehatan yang ditawarkan perlu didukung
22
melalui kebijakan-kebijakan atau keputusan-keputusan
politik.
2. Menjembatani (Mediate)
Diperlukan kerja sama dengan lingkungan maupun sektor
lain yang terkait dalam melaksanakan program-program
kesehatan.
3. Memampukan (Enable)
Memberikan kemampuan dan keterampilan kepada
masyarakat agar mereka dapat mandiri untuk memelihara
dan meningkatkan kesehatan mereka (Notoatmodjo, 2003,
p.21).
Berdasarkan piagam Ottawa, promosi kesehatan dikelompokan
menjadi lima area, yaitu kebijakan pembangunan berwawasan kesehatan
yang ditujukan untuk penentu kebijakan kesehatan, mengembangkan
jaringan kemitraan dan lingkungan yang mendukung, pelibatan masyarakat
dalam pemeliharaan dan peningkatan kesehatan masyarakat, meningkatkan
keterampilan individu, dan memperkuat kegiatan masyarakat.
23
Menurut Machfoedz (2005), mengubah perilaku seseorang tidak
mudah, maka pendidikan kesehatan harus melalui 4 tahap, antara lain:
1) Tahap sensitisasi
Pada tahap ini memberikan informasi dan kesadaran pada
masyarakat terhadap adanya hal-hal penting berkaitan dengan
kesehatan. Pada tahap ini tidak memberikan peningkatan atau
penjelasan pengetahuan, tidak mengarah pada perubahan sikap, dan
belum merubah perilaku.
2) Tahap publisitas
Tahap ini adalah kelanjutan dari tahap sensitisasi, yaitu
menjelaskan lebih lanjut jenis atau macam pelayanan kesehatan
pada fasilitas pelayanan kesehatan.
3) Tahap edukasi
Tahap ini bertujuan meningkatkan pengetahuan, mengubah sikap
serta mengarahkan kepada perilaku yang diinginkan oleh kegiatan
atau program. Bentuk kegiatan dilakukan dengan proses belajar
mengajar.
4) Tahap motivasi
Tahap ini merupakan kelanjutan dari tahap edukasi. Perorangan
atau masyarakat setelah mengikuti pendidikan kesehatan, benar -
benar mengubah perilaku yang dianjurkan oleh pendidikan
kesehatan pada tahap ini.
24
Dalam tahap pembelajaran, seseorang akan mengalami proses yang
berurutan sebelum mengadopsi suatu perbuatan, Ini disebut dengan ladder of
learning. Menurut paham yang dicetuskan oleh Roger yang dikutip dari Azwar
(1983), seseorang yang akan menganut tingkah laku yang baru, akan melalui
tahap-tahap sebagai berikut:
a. Tingkat kesadaran
Awal mula proses perubahan prilaku kesehatan dimulai dari sikap sadar.
Pengetahuan atau sikap sadar adalah hasil penginderaan manusia atau hasil tahu
seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga).
Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan
tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek.
Contohnya saat seseorang merasa ada lubang di giginya, ia sadar bahwa
kesehatan giginya dapat diperbaiki apabila ia pergi ke poliklinik gigi.
b. Tingkat perhatian
Merupakan tahap memahami suatu objek bukan sekedar tahu atau dapat
menyebutkan, tetapi juga dapat menginterpretasikan secara benar tentang objek.
Setelah sadar, ia akan memiliki gagasan tentang apa yang akan ia lakukan setelah
ini. Ia akan berusaha menggali informasi mengenai tindakan medic apa yang
hendak ia terima. Akan seperti apa rasanya. Berapa biayanya. Dan lain
sebagainya.
25
Tahap SensitisasiTahap Publisitas
Tahap EdukasiTahap Motivasi
c. Tingkat evaluasi
Setelah mencari informasi dan merasa bahwa pergi ke poliklinik gigi
adalah tindakan yang tepat, ia akan menimbang apa keuntungan dan kerugian
yang ia dapat apabila ia pergi ke poliklinik gigi untuk mendapat tambalan. Ia juga
akan berfikir mengenai kesan atau pandangan orang terhadap tindakannya itu.
Dalam tingkat ini, orang membutuhkan dukungan moril dari orang-orang
sekitarnya. Misalnya untuk meyakinkan dirinya bahwa pergi ke poliklinik
merupakan hal terbaik.
d. Tingkat percobaan
Di tingkat ini orang tersebut mencoba gagasan baru tersebut. misalnya
orang tersebut setelah datang ke poliklinik gigi mencoba untuk mendapatkan
perawatan giginya. Dalam tingkat ini diperlukan informasi berupa pengalaman
positif dan adanya komunikasi yang baik antar personal.
e. Tingkat Adopsi
Bila pengalaman cukup menyenangkan, maka ia akan menerima gagasan
tersebut. pembinaan yang teratur sangat diperlukan agar orang tersebut semakin
mantap keyakinannya untuk menerima gagasan tersebut. misalnya orang tersebut
sudah tidak segan lagi datang ke poliklinik gigi bila ada kelainan yang dirasakan
pada gigi dan mulutnya
26
2. Komunikasi Kesehatan Gigi
2.1 Definisi Komunikasi Kesehatan Gigi
Komunikasi berasal dari kata communis yang berarti milik bersama atau
berlaku dimana-mana atau communicare yang berarti memberitahukan atau
berpartisipasi. Dengan kata lain, komunikasi suatu proses untuk membangun
rasa saling pengertian dan percaya demi mewujudkan hubungan baik antara
seseorang dengan yang lainnya.
Menurut Himstreet & Baty, komunikasi adalah suatu proses pertukaran
informasi antar individu melalui suatu sistem yang biasa (lazim), baik dengan
simbol-simbol, sinyak-sinyal, maupun perilaku atau tindakan. Sedangkan,
menurut Edwin Emery, komunikasi adalah seni menyampaikan informasi, ide
dan sikap seseorang kepada orang lain.
Sehingga, komunikasi kesehatan dapat didefinisikan sebagai suatu
komunikasi antar manusia, yang mana pesan yang disampaikan berhubungan
dengan kesehatan. Dalam komunikasi kesehatan pun harus melibatkan pesan
kesehatan dan juga adanya peserta komunikasi. Misalnya pemberian
komunikasi kesehatan gigi tentang pentingnya menjaga kesehatan mulut dan
gigi dengan melakukan kegiatan menyikat gigi secara rutin dan teratur.
Menyikat gigi paling tidak harus dilakukan dua kali sehari yaitu dipagi hari
dan dimalam hari sebelum tidur.
27
Tingkat kesadaranTingkat perhatianevaluasi
Tingkat percobaanTingkat Adopsi
2.2 Peran dan Tujuan Komunikasi Kesehatan Gigi
Komunikasi kesehatan adalah komunikasi antarmanusia yang isi/pesan
yang terkandung (disampaikan) berkaitan dengan kesehatan. Tujuan utama
dari komunikasi kesehatan adalah meningkatkan kualitas sumber daya
manusia. Selain yang telah disebutkan, adapun tujuan lainnya (Robinson,et al.
1998), yaitu:
1. Relay Information : Informasi tentang kesehatan yang dilanjutkan dari
satu individu ke individu lainnya
2. Informed decision making : Memberikan informasi yang akurat agar
dapat diambil suatu keputusan
3. Promote Healthy Behaviour : mempromosikan tentang cara gaya hidup
sehat yang benar.
4. Promote Peer Information Exchange & Emotional Support:
memastikan terjadinya pertukaran informasi kesehatan dan adanya
dukungan emosional.
5. Promote self care: memberi pengetahuan mengenai pemeliharaan
kesehatan pribadi
6. Manage demand for health services: memenuhi permintaan layanan
kesehatan
Komunikasi kesehatan merupakan komponen dari komunikasi antar
tenaga medis dan pasien. Akan tetapi, dokter dan pasien memiliki sudut
pandang yang berbeda tentang dokter yang baik. Para dokter menyatakan
bahwa “kemampuan diagnostik” adalah hal yang paling penting dari seorang
dokter yang baik, sedangkan pasien mengatakan bahwa “mendengarkan”
adalah aspek yang paling penting.
2.3 Faktor-faktor Komunikasi Kesehatan Gigi
1.1.1. Faktor yang Mempengaruhi
Edelmann (2000) mengidentifikasi empat faktor utama yang
mungkin mempengaruhi sifat dan efektivitas komunikasi antara
dokter dan pasien, yaitu :
28
1. Karakteristik dokter (jenis kelamin dan pengalaman)
2. Karakteristik pasien (jenis kelamin, kelas sosial, usia,
pendidikan dan keinginan akan informasi)
3. Perbedaan antara kedua belah pihak dalam hal kelas sosial dan
pendidikan sikap, keyakinan dan harapan
4. Faktor-faktor situasional (beban pasien, tingkat kenalan dan
sifat masalah yang diajukan).
Ada tiga kategori pandangan yang paling mempengaruhi pilihan pasien
untuk kategori dokter yang baik, sebagai mana kutipan oleh Dianne Berry,
(2007;26) berikut ini :
Three categories for what most influences a patient’s choice of good
doctor were ‘how well the doctor communicates with patients and
shows a caring attitude’, ‘explaining medical or technical procedures
in an easytounderstand way’ and ‘listening and taking the time to ask
questions’. In contrast, the aspects most highly rated by doctors were
‘number of years of practice’ and ‘whether the doctor had attended a
well known medical school’.
Berdasarkan penjelasan kutipan di atas menyebutkan bahwa dokter
yang baik adalah dokter berkomunikasi dengan pasien dan menunjukkan
sikap peduli, menjelaskan prosedur medis atau teknis dengan cara yang
mudah-dipahami dan mendengarkan dan meluangkan waktu untuk
mengajukan pertanyaan. Sebaliknya, aspek yang paling dinilai tinggi oleh
dokter, jumlah tahun praktek dan apakah dokter telah menempuh
pendidikan kedokteran di tempat terkenal. Sama halnya dengan seorang
dokter gigi. Dokter gigi yang baik adalah dokter gigi yang mampu
berkomunikasi dengan baik terhadap pasiennya. Dan hal yang menjadi
indicator seorang dokter gigi adalah frekuensi praktik dan pendidikan.
Tujuan dari komunikasi dokter atau dokter gigi dan pasien adalah
pertukaran informasi (exchange of information). Dokter maupun dokter
gigi perlu mendapatkan informasi dari pasien untuk menyakini diagnosis
29
yang tepat dan rencana perawatan. Dari perspektif lain, pasien perlu
mengetahui dan memahami dan merasa dikenal dan dipahami. Dalam
rangka untuk memenuhi kedua kebutuhan ini, kedua pihak perlu
bergantian antara pemberian informasi dan bertukar informasi. Secara
khusus hubungan interpersonal dokter dan pasien yang baik dan
meningkat ketika konteks komunikasi interpersonal berlangsung dengan
keramahan dokter, perilaku sopan, percakapan sosial, perilaku mendorong
dan empatik, dan membangun kemitraan, dan ekspresi empati selama
konsultasi.
1.1.2. Faktor yang Menghambat
Faktor-faktor yang Menghambat Komunikasi Therapeutik
1. Orang yang memiliki perkembangan yang kurang baik akan
kesulitan melakukan komunikasi.
2. Pendapat yang disampaikan belum tentu dapat diterima
3. Isi pesan yang disampaikan belum tentu dapat diterima oleh
orang lain.
4. Latar belakang sosial budaya yaitu perbedaan kelas
contohnya seorang petani dengan pengusaha.
5. Orang yang dalam keadaan emosi tidak akan mampu
berkomunikasi dengan baik.
6. Komunikasi yang dilakukan antara laki-laki dan perempuan
akan mempengaruhi komunikasi.
7. Orang yang memiliki pelaksanaan kurang baik biasanya
akan menggunakan bahasa yang tidak sesuai dengan
keadaan dimana komunikasi dilakukan.
8. Peran dan hubungan yaitu komunikasi yang dilakukan
antara pimpinan dengan bawahan atau guru dengan
muridnya.
30
9. Lingkungan tempat komunikasi berlangsung terlalu bising
sehingga pesan yang di sampaikan tidak jelas.
10. Jarak saat melakukan komunikasi.
11. Citra diri atau rasa percaya diri saat melakukan komunikasi.
12. Kondisi fisik keadaan fisik sehat atau sakit saat melakukan
komunikasi
2.4 Strategi Komunikasi Kesehatan Gigi
f. Individu
1) Pendekatan kepada individu
2) Sharing informasi-informasi mengenai kesehatan gigi
3) Motivasi atau menumbuhkan kesadaran diri masing-masing
individu
31
BAB III
PENUTUP
1. Simpulan
Perilaku adalah hasil pengalaman dan proses interaksi dengan lingkungannya
yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap, dan tindakan sehingga diperoleh
keadaan seimbang antara kekuatan pendorong dan kekuatan penahan. Terdapat
teori perubahan perilaku dan faktor-faktor yang mempengaruhi serta
menghambatperilaku kesehatan. Perilaku kesehatan satu individu mempengaruhi
derajat/status kesehatan individu itu sendiri. Dalam proses perubahan perilaku
kesehatan terdapat teori promosi/pendidikan yang sangat berpengaruh.
Komunikasi kesehatan yang baik juga menunjang terjadinya proses perubahan
perilaku kesehatan individu. Terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi dan
menghabat komunikasi kesehatan. Tanpa komunikasi kesehatan dan
promosi/pendidikan perilaku kesehatan, proses perubahan perilaku kesehatan
tidak akan terjadi.
32
DAFTAR PUSTAKA
Berry, Dianne. Health Communication: Theory and Practice. New York:
McGraw-Hill. 2007
Ong, L.M., de Haes, J.C., Hoos, A.M. and Lammes, F.B. Doctor–Patient
Communication: A Review Of The Literature, Social Science and Medicine. 1995
Arianti, A. 2013. Komunikasi Kesehatan (Komunikasi Antara Dokter Dan Pasien)
https://carapedia.com/
pengertian_definisi_komunikasi_menurut_para_ahli_info487.html
http://pustaka.unpad.ac.id/archives/125499/
http://dokumen.tips/documents/gambaran-pengetahuan-dan-sikap-perawat-
tentang-komunikasi-terapeutik.html
Budiharto. Pengantar ilmu perilaku kesehatan dan pendidikan kesehatan gigi.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2010.
Ariningrum R. Beberapa cara menjaga kebersihan gigi dan mulut. Cermin Dunia
Kedokteran 2000.
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/144/jtptunimus-gdl-ardikurnia-7190-3-
babii.pdf
http://health.kompas.com/read/
2012/05/10/17022744/3.Penyebab.Utama.Gigi.Berlubang
http://www.kompasiana.com/de-be/93-juta-lebih-penduduk-indonesia-menderita-
karies-aktif_54f5d589a33311b5538b474f
33
Herijulianti, drg Elisa dkk. 2001. Pendidikan Kesehatan Gigi. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC
Maulana, Heri. 2007. Promosi Kesehatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/34870/4/Chapter%20II.pdf
http://www.indonesian-publichealth.com/2015/06/perilaku-kesehatan.html
Notoadmojo, S. 1993. Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku
Kesehatan. PT Andi Offset. Yogyakarta.
Arianto. 2013. Komunikasi Kesehatan (Komunikasi antara Dokter dan Pasien).
Palu: tidak diterbitkan
34