pbl 7_skenario 3

51
MAKALAH PERILAKU DAN KOMUNIKASI KESEHATAN Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah PIKKG Semester Gasal Tahun Akademik 2015/2016 Oleh : 1. Atikah Cynthia Putri 2. Azmi Salma 3. Clarinda Vinindya 4. Hanna Sonia Lumban G. 5. Isnaeni Aisyah Naser 6. Nabila Ekayani Calfina

Upload: genevieve-florencia-natasya-saraswati

Post on 08-Dec-2015

291 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

sdsdsds

TRANSCRIPT

Page 1: PBL 7_Skenario 3

MAKALAH

PERILAKU DAN KOMUNIKASI KESEHATAN

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah PIKKG Semester Gasal

Tahun Akademik 2015/2016

Oleh :

1. Atikah Cynthia Putri

2. Azmi Salma

3. Clarinda Vinindya

4. Hanna Sonia Lumban G.

5. Isnaeni Aisyah Naser

6. Nabila Ekayani Calfina

7. Nola Primadona

8. Ratu Nabila Larasati

9. Risa Febriani

10.Trihanna Kezya

11.Virginia Nomida

Page 2: PBL 7_Skenario 3

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Menurut H Blum, ada empat faktor yang mempengaruhi status kesehatan.

Berdasarkan prioritas, empat faktor tersebut adalah lingkungan, perilaku, layanan

kesehatan, dan keturunan. Perilaku berada di prioritas kedua, yang mana dapat

diartikan bahwa perilaku merupakan hal penting yang bisa mengubah status

kesehatan individu atau kelompok. Maka dari itu, perlulah memahami mengenai

perilaku kesehatan.

Perilaku kesehatan erat hubungannya dengan pendidikan kesehatan. Dengan

pendidikan kesehatan, seseorang akan merubah perilaku hidupnya menjadi lebih

sehat. Perubahan tersebut tidak akan berjalan apabila tidak ada komunikasi

kesehatan yang baik dari tenaga medis, dalam hal ini dokter dan dokter gigi

dengan pasiennya. Oleh karena itu penulis membuat makalah ini dengan tujuan

dapat memahami perilaku kesehatan, pendidikan kesehatan dan komunikasi

kesehatan

2. Rumusan Masalah

1) Apa definisi dari perilaku kesehatan?

2) Bagaimana proses dari perilaku kesehatan?

3) Bagaimana teori perubahan perilaku kesehatan?

4) Apa faktor yang mendorong dan penghambat dari perilaku kesehatan?

5) Bagaimana perilaku kesehatan mempengaruhi status kesehatan?

6) Bagaimana teori pendidikan/promosi kesehatan?

7) Apa definisi dari komunikasi kesehatan gigi?

8) Apa peran dan tujuan dari komunikasi kesehatan gigi?

9) Apa faktor yag mendorong dan menghambat komunikasi kesehatan gigi?

2

Page 3: PBL 7_Skenario 3

10) Bagaimana strategi komunikasi kesehatan gigi terhadap individu dan

masyarakat?

3. Tujuan Penulisan

1) Memahami definisi dari perilaku kesehatan

2) Memahami bagaimana proses dari perubahan perilaku kesehatan

3) Memahami faktor yang mendorong dan penghambat dari perilaku

kesehatan

4) Memahami bagaimana perilaku kesehatan mempengaruhi status kesehatan

5) Memahami teori pendidikan/promosi kesehatan

6) Memahami definisi dari komunikasi kesehatan gigi

7) Memahami peran dan tujuan dari komunikasi kesehatan gigi

8) Memahami faktor yang mempengaruhi dan menghambat komunikasi

kesehatan gigi

9) Memahami bagaimana strategi komunikasi kesehatan gigi terhadap

individu dan masyarakat

3

Page 4: PBL 7_Skenario 3

BAB II

PEMBAHASAN

1. Perilaku Kesehatan

1.1 Definisi Perilaku Kesehatan

Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas

organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut

pandang biologis semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan,

binatang, sampai dengan manusia itu berperilaku, karena mereka

mempunyai aktivitas masing-masing. Menurut Lewit seperti yang dikutip

Notoatmodjo (1993), perilaku adalah hasil pengalaman dan proses

interaksi dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan,

sikap, dan tindakan sehingga diperoleh keadaan seimbang antara kekuatan

pendorong dan kekuatan penahan. Adapun perilaku manusia dapat

diartikan sebagai aktivitas manusia yang sangat kompleks sifatnya, antara

lain perilaku dalam bicara, berpakaian, berjalan, dan sebagainya. Perilaku

ini umumnya dapat diamati oleh orang lain. Namun, ada pula perilaku

yang tidak dapat diamati oleh orang lain seperti presepsi, emosi, pikiran,

dan motivasi.

1.2 Proses Perubahan Perilaku Kesehatan

Perubahan perilaku kesehatan tidak bisa dipaksakan dan langsung

dilakukan begitu saja. Ada tahap- tahap atau proses- proses dalam

perubahan prilaku kesehatan. Menurut paham yang dicetuskan oleh Roger

yang dikutip dari Azwar (1983), seseorang yang akan menganut tingkah

laku yang baru, akan melalui tahap-tahap sebagai berikut (Ladder of

Learning Process) :

a. Tingkat kesadaran

Awal mula proses perubahan prilaku kesehatan dimulai dari sikap

sadar. Pengetahuan atau sikap sadar adalah hasil penginderaan manusia

4

Page 5: PBL 7_Skenario 3

atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang

dimilikinya (mata, hidung, telinga). Dengan sendirinya, pada waktu

penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat

dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek.

Contohnya saat seseorang merasa ada lubang di giginya, ia sadar

bahwa kesehatan giginya dapat diperbaiki apabila ia pergi ke poliklinik

gigi.

b. Tingkat perhatian

Merupakan tahap memahami suatu objek bukan sekedar tahu atau

dapat menyebutkan, tetapi juga dapat menginterpretasikan secara benar

tentang objek. Setelah sadar, ia akan memiliki gagasan tentang apa

yang akan ia lakukan setelah ini. Ia akan berusaha menggali informasi

mengenai tindakan medic apa yang hendak ia terima. Akan seperti apa

rasanya. Berapa biayanya. Dan lain sebagainya.

c. Tingkat evaluasi

Setelah mencari informasi dan merasa bahwa pergi ke poliklinik

gigi adalah tindakan yang tepat, ia akan menimbang apa keuntungan

dan kerugian yang ia dapat apabila ia pergi ke poliklinik gigi untuk

mendapat tambalan. Ia juga akan berfikir mengenai kesan atau

pandangan orang terhadap tindakannya itu. Dalam tingkat ini, orang

membutuhkan dukungan moril dari orang-orang sekitarnya. Misalnya

untuk meyakinkan dirinya bahwa pergi ke poliklinik merupakan hal

terbaik.

d. Tingkat percobaan

Di tingkat ini orang tersebut mencoba gagasan baru tersebut.

misalnya orang tersebut setelah datang ke poliklinik gigi mencoba

untuk mendapatkan perawatan giginya. Dalam tingkat ini diperlukan

5

Page 6: PBL 7_Skenario 3

informasi berupa pengalaman positif dan adanya komunikasi yang baik

antar personal.

e. Tingkat Adopsi

Bila pengalaman cukup menyenangkan, maka ia akan menerima

gagasan tersebut. pembinaan yang teratur sangat diperlukan agar orang

tersebut semakin mantap keyakinannya untuk menerima gagasan

tersebut. misalnya orang tersebut sudah tidak segan lagi datang ke

poliklinik gigi bila ada kelainan yang dirasakan pada gigi dan

mulutnya

1.3 Teori Perubahan Perilaku Kesehatan

1. Teori Health Belief Model

Health Belief Model ini (HBM) adalah teori yang paling umum

digunakan dalam pendidikan kesehatan dan promosi kesehatan (Glanz,

Rimer, & Lewis, 2002; National Cancer Institute [NCI], 2003). Ini

dikembangkan pada 1950-an sebagai cara untuk menjelaskan mengapa

program skrining medis yang ditawarkan oleh US Public Health Service,

terutama untuk TBC, tidak begitu sukses (Hoch-Baum, 1958). Konsep asli

yang mendasari HBM adalah bahwa perilaku kesehatan ditentukan oleh

keyakinan pribadi atau persepsi tentang penyakit dan strategi yang tersedia

untuk mengurangi terjadinya penyakit (Hochbaum, 1958). Persepsi pribadi

dipengaruhi oleh berbagai macam faktor yang mempengaruhi perilaku

kesehatan intrapersonal.

Health Belief Model adalah perubahan prilaku kesehatan dan

model psikologis dikembangkan oleh M. Rosenstock pada tahun 1966

untuk mempelajari dan mempromosikan peningkatan pelayanan kesehatan.

Model ini ditindaklanjuti oleh Becker dan rekan pada 1970-an dan 1980-

an. Teori Health Belief Model didasarkan pada pemahaman bahwa

seseorang akan mengambil tindakan yang akan berhubungan dengan

6

Page 7: PBL 7_Skenario 3

kesehatan. Teori ini dituangkan dalam lima segi pemikiran dalam diri

individu, yang mempengaruhi upaya yang ada dalam diri individu untuk

menentukan apa yang baik bagi dirinya, yaitu perceived susceptibility

(kerentanan yang dirasakan/ diketahui), perceived severity (bahaya/

kesakitan yang dirasakan), perceived benefit of action (manfaat yang

dirasakan dari tindakan yang diambil), perceived barrier to action

(hambatan yang dirasakan akan tindakan yang diambil), cues to action

(isyarat untuk melakukan tindakan). Hal tersebut dilakukan dengan tujuan

self efficacy atau upaya diri sendiri untuk menentukan apa yang baik bagi

dirinya.

a) Tiga faktor penting dalam Health Belief Model, yaitu:

1. Kesiapan individu untuk merubah perilaku dalam rangka menghindari

suatu penyakit atau memperkecil risiko kesehatan.

2. Adanya dorongan dalam lingkungan individu yang membuatnya

merubah perilaku

3. Perilaku itu sendiri.

Ketiga faktor di atas dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti persepsi

tentang kerentanan terhadap penyakit, potensi ancaman, motivasi untuk

memperkecil kerentanan terhadap penyakit, adanya kepercayaan bahwa

perubahan perilaku dapat memberikan keuntungan, penilaian individu

terhadap perubahan yang ditawarkan, interaksi dengan petugas kesehatan

yang merekomendasikan perubahan perilaku, dan pengalaman mencoba

perilaku yang serupa. Aspek-aspek pokok perilaku kesehatan menurut

Rosenstock:

a) Ancaman

• Persepsi tentang kerentanan diri terhadap penyakit (atau kesediaan

menerima diagnosa penyakit).

• Persepsi tentang keparahan penyakit / kondisi kesehatannya.

b) Harapan

7

Page 8: PBL 7_Skenario 3

• Persepsi tentang keuntungan suatu tindakan

• Persepsi tentang hambatan-hambatan untuk melakukan tindakan itu.

c) Pencetus tindakan:

• Media

• Pengaruh orang lain

• Hal-hal yang mengingatkan (reminders)

d) Faktor-faktor Sosio-demografi (pendidikan, umur, jenis

kelamin/gender, suku bangsa).

e) Penilaian diri (Persepsi tentang kesanggupan diri untuk melakukan

tindakan itu).

Ancaman suatu penyakit dipersepsikan secara berbeda oleh setiap

individu. Contoh: kanker. Ada yang takut tertular penyakit itu, tapi ada

juga yang menganggap penyakit itu tidak begitu parah, ataupun individu

itu merasa tidak akan tertular olehnya karena diantara anggota

keluarganya tidak ada riwayat penyakit kanker. Keputusan untuk

mengambil tindakan/upaya penanggulangan atau pencegahan penyakit

itu tergantung dari persepsi individu tentang keuntungan dari tindakan

tersebut baginya, besar/kecilnya hambatan untuk melaksanakan tindakan

itu serta pandangan individu tentang kemampuan diri sendiri. Persepsi

tentang ancaman penyakit dan upaya penanggulangannya dipengaruhi

oleh latar belakang sosio-demografi si individu. Untuk menguatkan

keputusan bertindak, diperlukan faktor pencetus (berita dari media,

ajakan orang yang dikenal atau ada yang mengingatkan). Jika faktor

pencetus itu cukup kuat dan individu merasa siap, barulah individu itu

benar-benar melaksanakan tindakan yang dianjurkan guna

menanggulangi atau mencegah penyakit tersebut.

8

Page 9: PBL 7_Skenario 3

2. Teori Transtheoretical Model atau Stage of Change Model

Transtheoretical Model yang diperkenalkan oleh James

Prochaska, John Norcross, dan Carlo DiClemente (1994) dalam

W. F, Velicer, dkk (1998), menggambarkan bahwa seseorang

dianggap berhasil dan permanen mengadopsi suatu perilaku bila

telah melalui lima tahap perubahan, meliputi:

a. Pra Perenungan (Precontemplation)

Tahap manakala seseorang tidak peduli untuk melakukan aksi

terhadap masa depan yang dapat diperkirakan, biasanya diukur

dalam enam bulan berikutnya. Orang pada tahap ini

disebabkan ketidaktahuan mengenai konsekuensi suatu

perilaku atau mereka telah mencoba berubah beberapa kali

dan patah semangat terhadap kemampuan berubahnya.

b. Perenungan (Contemplation)

Tahap manakala seseorang peduli untuk berubah pada enam

bulan berikutnya. Mereka lebih peduli kemungkinan

perubahan tetapi seringkali peduli terhadap konsekuensi

secara akut. Keseimbangan antara biaya dan keuntungan

perubahan dapat menimbulkan amat sangat ambivalen,

sehingga dapat menahan seseorang dalam tahap ini untuk

waktu yang lama.

c. Persiapan (preparation)

Tahap manakala seseorang peduli melakukan aksi dengan

segera di masa mendatang, biasanya diukur di bulan

berikutnya. Mereka telah secara khusus melakukan beberapa

aksi yang signifikan pada tahun sebelumnya.

d. Aksi

Tahap manakala seseorang telah membuat modifikasi yang

spesifik dan jelas pada gaya hidupnya selama enam bulan

terakhir. Karena aksi ini dapat diamati, perubahan perilaku

sering setarakan sebagai aksi. Dalam Transtheoritical Model,

9

Page 10: PBL 7_Skenario 3

aksi hanya satu dari lima tahap, tidak semua modifikasi

perilaku disebut sebagai aksi.

e. Pemeliharaan (maintenance)

Tahap manakala seseorang berupaya untuk mencegah kambuh

tetapi mereka tidak menerapkan proses perubahan sesering

aksinya. Mereka tidak tergiur untuk kembali dan

meningkatkan dengan lebih percaya diri untuk melanjutkan

perubahannya.

3. Teori Kehendak Perilaku

Teori kehendak perilaku merupakan teori perilaku masyarakat

secara umum. Teori ini menggunakan pendekatan kognitif seperti health-

belief method. Teori ini menghubungkan antara keyakinan (belief),

kehendak (intention), sikap (attitude), dan perilaku. Teori ini merupakan

model untuk mengamalkan perilaku preventif dan telah digunakan dalam

berbagai jenis perilaku sehat yang berlainan, seperti perilaku makan dan

pencegahan AIDS.

Keuntungan dari teori ini adalah fokus sasaran perilaku

menggunakan prediksi dan pengertian perilaku yang dapat diamati secara

langsung dan berada dalam kendali seseorang, artinya perilaku sasaran

harus diseleksi dan diidentifikasi secara jelas. Konsep penting dalam teori

ini adalah fokus perhatian. Hal ini berarti sebelum mengembangkan

intervensi yang efektif, pertama – tama harus menentukan hasil dari

kelompok referensi yang penting bagi perilaku populasi. Kelemahan teori

kehendak perilaku adalah berkolerasi sedang, intensi tidak selalu menuju

pada perilaku itu sendiri, terdapat hambatan – hambatan yang

mencampuri atau mempengaruhi intense dan perilaku (Van Oost, 1991

dalam Smet, 1994). Teori ini juga tidak mempertimbangkan pengalaman

sebelumnya dengan perilaku dan mengabaikan akibat dari variabel

eksternal terhadap pemenuhan intensi perilaku.

10

Page 11: PBL 7_Skenario 3

1.4 Faktor-faktor Perilaku Kesehatan

Beberapa teori yang mengungkap faktor penentu yang dapat

mempengaruhi perilaku khususnya perilaku yang berhubungan dengan

kesehatan, antara lain:

1. Teori Lawrence Green (1980)

a. Faktor predisposisi

Faktor yang melatar belakangi perubahan perilaku yang memotivasi

terbentuknya suatu perilaku. Faktor ini meliputi pengetahuan, sikap,

keyakinan, dan nilai.

b. Faktor pendukung

Faktor pendukung adalah faktor yang memfasilitasi perilaku individu atau

kelompok termasuk keterampilan. Faktor ini meliputi ketersediaan,

keterjangkauan sumber daya pelayanan kesehatan, prioritas dan komitmen

masyarakat dan pemerintah dan tindakan yang berkaitan dengan kesehatan.

c. Faktor pendorong

11

Page 12: PBL 7_Skenario 3

Faktor pendorong adalah faktor yang mendorong sehingga memperkuat

terjadinya perilaku. Faktor penguat ini terdiri dari tokoh masyarakat, petugas

kesehatan, guru, dan keluarga

2. Teori Snehandu B. Kar (1983)

Kar mencoba menganalisis perilaku kesehatan bertitik tolak bahwa

perilaku merupakan fungsi dari :

a. Niat seseorang untuk bertindak sehubungan dengan kesehatan atau

perawatan kesehatannya (behavior itention).

b. Dukungan sosial dari masyarakat sekitarnya (social support).

c. Adanya atau tidak adanya informasi tentang kesehatan atau

fasilitas kesehatan (accesebility of information).

d. Otonomi pribadi orang yang bersangkutan dalam hal mengambil

tindakan atau keputusan (personal autonomy).

e. Situasi yang memungkinkan untuk bertindak (action situation).

3. Teori WHO (1984)

WHO menganalisis bahwa yang menyebabkan seseorang berperilaku

tertentu adalah :

1) Pemikiran dan perasaan (thougts and feeling), yaitu dalam bentuk

pengetahuan, persepsi, sikap, kepercayaan dan penilaian seseorang terhadap

objek (objek kesehatan).

Pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman

orang lain.

12

Page 13: PBL 7_Skenario 3

Kepercayaan sering atau diperoleh dari orang tua, kakek, atau

nenek. Seseorang menerima kepercayaan berdasarkan keyakinan dan tanpa

adanya pembuktian terlebih dahulu.

Sikap menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap

objek. Sikap sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau orang lain yang

paling dekat. Sikap membuat seseorang mendekati atau menjauhi orang

lain atau objek lain. Sikap positif terhadap tindakan-tindakan kesehatan

tidak selalu terwujud didalam suatu tindakan tergantung pada situasi saat

itu, sikap akan diikuti oleh tindakan mengacu kepada pengalaman orang

lain, sikap diikuti atau tidak diikuti oleh suatu tindakan berdasar pada

banyak atau sedikitnya pengalaman seseorang.

2) Tokoh penting sebagai Panutan. Apabila seseorang itu penting

untuknya, maka apa yang ia katakan atau perbuat cenderung untuk dicontoh.

3) Sumber-sumber daya (resources), mencakup fasilitas, uang, waktu,

tenaga dan sebagainya.

4) Perilaku normal, kebiasaan, nilai-nilai dan penggunaan sumber-sumber

didalam suatu masyarakat akan menghasilkan suatu pola hidup (way of life)

yang pada umumnya disebut kebudayaan. Kebudayaan ini terbentuk dalam

waktu yang lama dan selalu berubah, baik lambat ataupun cepat sesuai dengan

peradapan umat manusia (Notoatmodjo, 2003).

Masalah tingginya angka penyakit gigi dan mulut saat ini sangat

dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor perilaku kesehatan

masyarakat yang berupa pengetahuan dan sikap yang masih tertutup.

Rendahnya pengetahuan mengenai kesehatan merupakan faktor dari perilaku

kesehatan yang mengarah kepada timbulnya penyakit. Pengetahuan ini erat

pula kaitannya dengan sikap seseorang tentang penyakit dan upaya

pencegahannya

13

Page 14: PBL 7_Skenario 3

Hasil laporan Studi Morbiditas tahun 2001, menunjukkan bahwa

kesehatan gigi dan mulut di Indonesia merupakan hal yang perlu diperhatikan,

karena penyakit gigi dan mulut merupakan penyakit tertinggi yang dikeluhkan

oleh masyarakat yaitu sebesar 60%

Data Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 2001 menunjukkan perilaku

masyarakat tentang pemeliharaan kesehatan gigi masih rendah, sebagian besar

penduduk Indonesia (61,5%) menyikat gigi kurang sesuai dengan anjuran

program menyikat gigi yaitu setelah makan dan sebelum tidur, bahkan 16,6%

tidak menyikat gigi. Menurut Laporan Riset Kesehatan Dasar Provinsi

Kalimantan Selatan tahun 2007, pada umumnya penduduk di berbagai

kabupaten/kota Provinsi Kalimantan Selatan yang menggosok gigi setiap hari

94,4% (89,0-97,9%), terendah di Hulu Sungai Selatan. Penduduk di Provinsi

Kalimantan Selatan 80,7% menggosok gigi setiap hari saat mandi pagi dan

atau sore, terendah di Hulu Sungai Utara ( 59,9%) tertinggi di Tanah

Bumbu(93,9%), sedangkan yang menggosok gigi sesudah bangun pagi sebesar

34,3% dan sebelum tidur malam 44,3%. Prevalensi penduduk berperilaku

benar dalam meggosok gigi di Provinsi Kalimantan Selata 10,3% (3,7-18,9%).

Bulan Kesehatan Gigi Nasional 12 September – 19 N0vember 2014

mendapatkan hasil survei bahwa 93 juta lebih penduduk Indonesia menderita

karies aktif. Yang melatarbelakangi BKGN ini tentunya masalah kesehatan

gigi dan mulut di Indonesia yang sudah masuk 10 besar penyakit masyarakat.

Banyak faktor yang dapat menimbulkan karies gigi misalnya pada anak,

diantaranya adalah faktor di dalam mulut yang berhubungan langsung dengan

proses terjadinya karies gigi. Faktor utama yang menyebabkan terjadinya

karies gigi adalah host (gigi dan saliva), substrat (makanan), mikroorganisme

penyebab karies dan waktu. Karies gigi hanya akan terbentuk apabila terjadi

interaksi antara keempat faktor berikut.

Faktor predisposisi yang juga cukup berpengaruh terhadap terjadinya

Karies Gigi adalah: Jenis Kelamin, usia, perilaku makan, perilaku

membersihkan mulut (gosok gigi dll). Bila ditinjau dari kelompok umur

(menurut WHO) penderita karies aktif terjadi peningkatan pula prevalensinya

14

Page 15: PBL 7_Skenario 3

dari tahun 2007 ke tahun 2013, dengan peningkatan terbesar pada usia 12

tahun (13,7%) dan 65 tahun lebih (14,3%). Menurut WHO, kelompok usia 12

adalah usia yang penting, karena pada usia tersebut anak akan meninggalkan

sekolah dasar dan merupakan kelompok yang mudah dijangkau melalui sistem

UKGS, dan pada usia tersebut anak dapat lebih mudah diajak komunikasi.

Menurut SKRT tahun 1995 anak usia 5-14 tahun, jumlah anak yang sama

sekali tidak menyikat gigi sebanyak 23,4% dan jumlah anak yang menyikat

gigi pada waktu yang tepat sebanyak 5,6%. Dari data diatas dapat diketahui

bahwa pada anak usia sekolah ternyata pengetahuan mengenai waktu

penyikatan yang benar masih rendah, sehingga Usaha Kesehatan Gigi Sekolah

(UKGS) masih perlu ditingkatkan lagi

Apabila disandingkan dengan perilaku menggosok gigi pada masyarakat

Indonesia, terlihat bahwa terjadi peningkatan proporsi penduduk yang

menggosok giginya SETIAP HARI dari tahun 2007 sebesar 91,1 % menjadi

93,8 % tahun 2013. Akan tetapi jika dilihat ‘CARA GOSOK GIGI DENGAN

BENAR’ ternyata selain proporsinya kecil, juga terjadi penurunan, yaitu dari

tahun 2007 sebesar 7,3 % menjadi 2,3 % di tahun 2013.

Unilever, pada Tahun 2013 melansir dua (2) hasil survei yang menyoroti

mengenai kebiasaan menyikat gigi di malam hari utamanya ibu dan anak.

Hasil survei pertama secara spesifik melibatkan 165 keluarga di Jakarta

selama 3 minggu untuk mengukur kapan/waktu, frekuensi dan lamanya

masyarakat menyikat gigi.

Hasil survei memperlihatkan data bahwa sekitar 46% responden menyikat

giginya hanya sekali sehari dengan frekuensi terbanyak dilakukan di pagi hari

saat mandi. Didapatkan pula bahwa frekuensi rata-rata ibu menyikat gigi 1,5

kali sehari dan anak hanya 1,3 kali dengan waktu rata-rata menyikat gigi

kurang dari 2 menit.

Survei kedua adalah dengan metode online yang dilakukan Unilever secara

global di 4 negara yaitu: Perancis, India, Italia dan Indonesia, untuk

mengetahui kebiasaan menyikat gigi dan menjaga kesehatan gigi dan mulut

secara umum. Survei ini melibatkan 1.634 responden, yang terdiri dari anak

15

Page 16: PBL 7_Skenario 3

(usia 8-12 tahun) dan orang tua. Tidak kalah mengejutkannya, secara global

didapatkan bahwa 71% orang tua dan 74% anak tidak menyikat gigi di malam

hari. Di Indonesia angka ini lebih tinggi, yaitu  79% orang tua dan 85% anak

tidak menyikat gigi di malam hari sebelum tidur. Hal lain, frekuensi anak 

tidak menyikat gigi di malam hari lebih tinggi daripada orangtua. Orang tua di

semua negara menyikat gigi lebih lama dibandingkan anak-anak. Di Italia,

India dan Indonesia, sekitar 50% anak menyikat gigi selama satu menit atau

kurang.

Menurut data Riset Kesehatan Dasar Departemen Kesehatan

(RISKESDAS) 2007, DKI Jakarta merupakan salah satu dari 3 propinsi yang

mempunyai persentase tertinggi untuk menyikat gigi dua kali sehari sebanyak

98.5%. Sedang secara Nasional proporsi masyarakat yang menyikat gigi setiap

hari dua kali sehari tetapi di waktu mandi pagi dan sore adalah 90,7%.

Sedangkan yang melakukannya di saat yang tepat yaitu setelah sarapan pagi

hanya sebesar 12.6% dan malam sebelum tidur hanya 28.7%.

Orangtua terutama ibu adalah figur paling penting sebagai “role model”

dalam mengajarkan suatu kebiasaan kepada anak, karena anak adalah peniru

ulung. Anak usia 8-12 tahun akan mencari informasi dan bertanya kepada

orang tua. Tahapan pemikiran anak dalam kisaran usia ini adalah konkrit

operasional, yakni anak membutuhkan contoh nyata yang diamati dalam

belajar suatu perilaku tertentu. Salah satunya dalam hal menyikat gigi dengan

memberikan contoh berulang kali sehingga menjadi kebiasaan.

Salah satu faktor yang mempengaruhi kesehatan gigi dan mulut penduduk

di Negara Berkembang adalah perilaku. Perilaku merupakan hal penting yang

dapat mempengaruhi status kesehatan gigi individu atau masyarakat. Perilaku

yang dapat mempengaruhi perkembangan karies adalah kebiasaan makan dan

pemeliharaan kebersihan mulut, dengan menggunakan pasta gigi yang

mengandung fluor. Pasta gigi merupakan salah satu kebutuhan yang penting

bagi pemeliharaan dan kesehatan gigi dan gusi. Selama ini kita telah mengenal

berbagai macam pasta gigi yang banyak sekali beredar dipasaran dengan

berbagai macam merek dan dengan berbagai macam kegunaannya. Penyikatan

16

Page 17: PBL 7_Skenario 3

gigi dengan menggunakan pasta gigi dapat mengurangi populasi

mikroorganisme flora rongga mulut jauh lebih besar dibandingkan tanpa

dengan pasta gigi. Kesadaran masyarakat akan pentingnya kebersihan gigi itu

membuat produsen pasta gigi sering kali mengeluarkan pasta gigi jenis baru.

1.5 Perilaku Kesehatan Mempengaruhi Status Kesehatan

Menurut Hendrik L Blum ada 4 faktor yang mempengaruhi status derajat

kesehatan masyarakat atau perorangan salah satunya adalah perilaku

kesehatan. Faktor-faktor tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

a) Perilaku kesehatan

b) lingkungan

c) Pelayanan kesehatan

d) Keturunan

Perilaku kesehatan adalah salah satu faktor yang mempengaruhi status

kesehatan seseorang. pada dasarnya adalah suatu respons seseorang atau

organisme terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem

pelayanan kesehatan, makanan serta lingkungan. Setiap orang memiliki

perilaku kesehatan yang berbeda-beda, oleh karena itu satuts kesehatan

mereka juga berbeda –beda karena status kesehatan dipengaruhi oleh perilaku

kesehatan selain lingkungan, keturunan, dan pelayanan kesehatan.

Contohnya saja orang yang menerapkan perilaku perilaku kesehatan

berupa gaya hidup sehat seperti membuang sampah pada tempatnya, memakai

masker saat di kendaraan umum dan lain sebagainya akan memiliki status

kesehatan yang lebih tinggi atau lebih baik daripada orang yang tidak

merepakan hal demikian. Secara lebih terperinci perilaku kesehatan yang

mempengaruhi status kesehatan tiap individu adalah mencakup :

1) Perilaku orang terhadap sakit dan penyakit, yaitu bagaimana

manusia berespon, baik secara pasig (mengetahui, bersikap, dan

mempresepsi penyakit dan rasa sakit yang ada pada dirinya, mauun

aktif (tindakan) yang dilakukan sehubungan dengan penyakit dan

17

Page 18: PBL 7_Skenario 3

sakit tersebut. Perilaku terhadap sakit dan penyakit ini dengan

sendirinya sesuai dengan tingkat-tingkat pencegahan

2) Perilaku sehubungan dengan peningkatan dan pemeliharaan

kesehatan. Contoh makan makanan yang bergizi, olahraga, dan

sebagainya.

3) Perilaku pencegahan penyakt, misalnya tidur memakai kelambu,

memakai obat nyamuk, imunisasi dan lainnya

4) perilaku sehubungan dengan pencarian pengobatan. Misalnya

berusaha mengobati dirinya sendiri, mencari pengobatan ke

puskesmas atau rumah sakit, maupun melaksanakan alternatif

pengobatan tradisional

5) perilaku sehubungan dengan pemulihan kesehatan, misalnya

melakukan diet, mematuhi anjuran atau saran dokter dalam rangka

pemulihan penyakit.

6) Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehtan, yaitu respons

seseorang terhadap sistem pelayanan kesehatan baik sistem modern

maupun tradisional. Perilaku ini mnenyangkut cara pelayanan,

petugas kesehatan, dan obat-obatnya.

7) Perilaku terhadap makanan, yakni respons seseorang terhadap

makanan sebagai kebutuhan vital bagi kehidupan. Perilaku ini

meliputi pengetahua, presepsi, sikap dan praktik kita terhadap

makanan serta unsur-unsur yang terkandung di dalamnya,

pengolahan makanan, dan lain sebagainya.

8) Perilaku terhadap lingkungan kesehatan dalah respons seseorang

terhadap lingkungan sebagai determinan kesehatan manusia

9) Perilaku sehubungan dengan air bersih, termasuk di dalamnya

komponen, manfaat, dan penggunaan air bersih untuk kepentingan

kesehatan

10) Perilaku sehubungan dengan pembuangan air kotor, yang

menyangkut segi-segi higiene pemeliharaan teknik, dan

penggunaannya

18

Page 19: PBL 7_Skenario 3

11) Perilaku sehubungan dengan limbah, baik limbah padat maupun

limbah cair. Termauk di dalamnya sistem pembuangansampah dan

air limbah,serta dampak pembuangan limbah yang tidak baik

12) Perilaku sehubungan dengan rumah yang sehat, yang meliputi

ventilasi, pencahayaan, lantai, dan sebagainya.

13) Perilaku sehubungan dengan pembersih sarang-sarang nyamuk.

Becker (1979) megajukan klarifikasi perilaku yang berhubungan

dengan kesehatan sebagai berikutsebagai berikut :

1) perilaku keehatan (health behavior), yaitu hal-hal yang berkaitan

dengan tindakan atau kegiatan seseorang dalam memelihara dan

meningkatkan kesehatannya. Termasuk juga tindakan-tindakan

untuk mencegah penyakit, kebersihan perorangan, memilihg

makanan, sanitasi, dan sebagainya

2) perilaku sakit (sick behavior), yakni segala tindakan atau kegiatan

yang dilakukan oleh individu yang merasa sakit, untuk merasakan

dan mengenal keadaan kesehatannya atau rasa sakit. Termasuk di

sini juga kemampuan atau pengetahuan individu untuk

mengidentifikasi penyakit, penyabab penyakit, serta usaha-usaha

mencegah penyakit tersebut

3) perilaku peran sakit (the sick behavior), yakni segala tindakan atau

kegiatan yang dilakukan oleh individu yang sedang sakit untuk

memperoleh kesembuhan. Perilaku ini di samping berpengaruh

terhadap kesehatan/kesakitan sendiri, juga berpengaruh terhadap

orang lain. Terutama kepada anak-anak yang belum mempunyai

kesadaran dan tanggung jawab terhadap kesehatan.

4) konsep perilaku manusia adalah sekumpulan perilaku yang

dimilikioleh manusia dan dipengaruhi adat ,  sikap, emosi, nilai,

etika,  kekuasaan ,   persuasi, dan genetika. Dan perilaku kesehatan

adalah segala bentuk pengalaman dan interaksi individu dengan

lingkungannyakhususnya menyangkut pengetahuan dan sikap

19

Page 20: PBL 7_Skenario 3

tentang kesehatan sertatindakannya yang berhubungan dengan

kesehatan dan penyakit.  

5) gaya hidup sehat adalah pilihan sederhana yang sangat tepat

untuk dijalankan. hidup dengan pola makan, pikiran, kebiasaan

danlingkungan yang sehat. Sehat dalam arti kata mendasar adalah

segalahal yang kerjakan memberikan hasil yang baik dan positif.

Gaya hidup sehat adalah salah satu contoh perilaku

kesehatan yang mempengaruhi status kesehatan. Apabila seseorang

menerapkan perilaku kesehatan berupa gaya hidup sehat maka

status kesehatannya pun akan lebih baik daripada orang yang tidak

menerapkan hal demikian.

1.6 Jenis Penerima Inovasi

Adopter adalah orang yang memakai atau menerima suatu inovasi.

Menurut Everelt M. Rogers terdapat lima kategori adopter, diantaranya :

a. Innovator

Kelompok orang yang berani dan siap untuk mencoba hal-hal baru.

Hubungan sosial mereka cenderung lebih erat dibanding dengan kelompok

sosial lainnya. Orang-orang seperti ini lebih dapat membentuk komunikasi

yang baik meskipun terdapat jarak geografis. Biasanya orang-orang ini

memiliki gaya hidup dinamis di perkotaan

Ciri-ciri innovator :

- Gemar mencoba setiap gagasan baru

- Mencari hubungan dengan pihak di luar sistem

- Memiliki sumber keuangan yang cukup (antisipasi kerugian akibat

inovasi yang tidak menguntungkan)

- Kemampuan daya pikir yang cerdas (agar mampu menerapkan dan

memahami teknik yang rumit

- Nilai paling menonjol : pemberani dan petualang.

20

Page 21: PBL 7_Skenario 3

b. Pelopor ( Early Adopter )

- Berorientasi ke dalam sistem

- Meneliti inovasi sebelum menggunakannya

- Terdiri dari pemuka pendapat dan calon pelopor

- Calon pelopor butuh pelopor untuk minta nasihat dan keterangan

tentang inovasi itu

- Umumnya dicari agen pembaharu untuk penyebaran inovasi dan

mempercepat proses adopsi

c. Pengikut Dini (Early Majority)

- Menerima ide baru hanya beberapa saat setelah rata-rata anggota

sistem sosial

- Banyak berinteraksi dengan anggota sistem lain

- Jarang megang posisi kepemimpinan

- Penuh pertimbangan

d. Pengikut Akhir (Late Majority)

- Mengadopsi ide baru setelah anggota sistem lain menerimanya.

- Adopsi terjadi karena kepentingan ekonomi atau bertambahnya

tekanan sosial

- Inovasi dihadapi dengan skeptis dengan hati-hati

e. Kolot (Laggards)

Kelompok ini merupakan orang yang terakhir melakukan

adopsi inovasi. Mereka bersifat lebih tradisional, dan segan untuk

mencoba hal hal baru. Kelompok ini biasanya lebih suka bergaul

dengan orang-orang yang memiliki pemikiran sama dengan

mereka. Sekalinya sekelompok laggard mengadopsi inovasi baru,

kebanyakan orang justru sudah jauh mengadopsi inovasi lainnya,

dan menganggap mereka ketinggalan zaman.

- Orang yang paling terakhir menyerap suatu inovasi

21

Page 22: PBL 7_Skenario 3

- Pandangannya paling sempit

- Rendahnya kemampuan memahami hal baru

- Jauh tertinggal

1.7 Pendidikan/ Promosi Kesehatan

Pendidikan kesehatan adalah proses perubahan perilaku yang

dinamis, dimana perubahan tersebut bukan sekedar proses transfer materi

atau teori dari seseorang ke orang lain, akan tetapi perubahan tersebut

terjadi karena adanya kesadaran dari dalam diri individu, atau kelompok

masyarakat sendiri (Mubarak dan Chayatin, 2009, p.358). Tujuan utama

pendidikan kesehatan adalah sebagai berikut:

1. Menetapkan masalah dan kebutuhan mereka sendiri.

2. Memahami apa yang dapat mereka lakukan terhadap

masalah, dengan sumber daya yang ada pada mereka

ditambah dengan dukungan dari luar.

3. Memutuskan kegiatan yang paling tepat guna untuk

meningkatkan taraf hidup sehat dan kesejahteraan

masyarakat (Mubarak dan Chayatin, 2009, p.358).

Tujuan dari pendidikan kesehatan menurut Undang-Undang

Kesehatan No. 36 tahun 2009 maupun WHO adalah meningkatkan 8

kemampuan masyarakat; baik fisik, mental, dan sosialnya sehingga

produktif secara ekonomi maupun secara sosial, pendidikan kesehatan

disemua program kesehatan; baik pemberantasan penyakit menular,

sanitasi, lingkungan, gizi masyarakat, pelayanan kesehatan, maupun

program kesehatan lainnya.

Misi pendidikan kesehatan secara umum dapat dirumuskan menjadi:

1. Advokat (Advocate)

Melakukan upaya-upaya agar para pembuat keputusan atau

penentu kebijakan tersebut mempercayai dan meyakini

bahwa program kesehatan yang ditawarkan perlu didukung

22

Page 23: PBL 7_Skenario 3

melalui kebijakan-kebijakan atau keputusan-keputusan

politik.

2. Menjembatani (Mediate)

Diperlukan kerja sama dengan lingkungan maupun sektor

lain yang terkait dalam melaksanakan program-program

kesehatan.

3. Memampukan (Enable)

Memberikan kemampuan dan keterampilan kepada

masyarakat agar mereka dapat mandiri untuk memelihara

dan meningkatkan kesehatan mereka (Notoatmodjo, 2003,

p.21).

Berdasarkan piagam Ottawa, promosi kesehatan dikelompokan

menjadi lima area, yaitu kebijakan pembangunan berwawasan kesehatan

yang ditujukan untuk penentu kebijakan kesehatan, mengembangkan

jaringan kemitraan dan lingkungan yang mendukung, pelibatan masyarakat

dalam pemeliharaan dan peningkatan kesehatan masyarakat, meningkatkan

keterampilan individu, dan memperkuat kegiatan masyarakat.

23

Page 24: PBL 7_Skenario 3

Menurut Machfoedz (2005), mengubah perilaku seseorang tidak

mudah, maka pendidikan kesehatan harus melalui 4 tahap, antara lain:

1) Tahap sensitisasi

Pada tahap ini memberikan informasi dan kesadaran pada

masyarakat terhadap adanya hal-hal penting berkaitan dengan

kesehatan. Pada tahap ini tidak memberikan peningkatan atau

penjelasan pengetahuan, tidak mengarah pada perubahan sikap, dan

belum merubah perilaku.

2) Tahap publisitas

Tahap ini adalah kelanjutan dari tahap sensitisasi, yaitu

menjelaskan lebih lanjut jenis atau macam pelayanan kesehatan

pada fasilitas pelayanan kesehatan.

3) Tahap edukasi

Tahap ini bertujuan meningkatkan pengetahuan, mengubah sikap

serta mengarahkan kepada perilaku yang diinginkan oleh kegiatan

atau program. Bentuk kegiatan dilakukan dengan proses belajar

mengajar.

4) Tahap motivasi

Tahap ini merupakan kelanjutan dari tahap edukasi. Perorangan

atau masyarakat setelah mengikuti pendidikan kesehatan, benar -

benar mengubah perilaku yang dianjurkan oleh pendidikan

kesehatan pada tahap ini.

24

Page 25: PBL 7_Skenario 3

Dalam tahap pembelajaran, seseorang akan mengalami proses yang

berurutan sebelum mengadopsi suatu perbuatan, Ini disebut dengan ladder of

learning. Menurut paham yang dicetuskan oleh Roger yang dikutip dari Azwar

(1983), seseorang yang akan menganut tingkah laku yang baru, akan melalui

tahap-tahap sebagai berikut:

a. Tingkat kesadaran

Awal mula proses perubahan prilaku kesehatan dimulai dari sikap sadar.

Pengetahuan atau sikap sadar adalah hasil penginderaan manusia atau hasil tahu

seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga).

Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan

tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek.

Contohnya saat seseorang merasa ada lubang di giginya, ia sadar bahwa

kesehatan giginya dapat diperbaiki apabila ia pergi ke poliklinik gigi.

b. Tingkat perhatian

Merupakan tahap memahami suatu objek bukan sekedar tahu atau dapat

menyebutkan, tetapi juga dapat menginterpretasikan secara benar tentang objek.

Setelah sadar, ia akan memiliki gagasan tentang apa yang akan ia lakukan setelah

ini. Ia akan berusaha menggali informasi mengenai tindakan medic apa yang

hendak ia terima. Akan seperti apa rasanya. Berapa biayanya. Dan lain

sebagainya.

25

Tahap SensitisasiTahap Publisitas

Tahap EdukasiTahap Motivasi

Page 26: PBL 7_Skenario 3

c. Tingkat evaluasi

Setelah mencari informasi dan merasa bahwa pergi ke poliklinik gigi

adalah tindakan yang tepat, ia akan menimbang apa keuntungan dan kerugian

yang ia dapat apabila ia pergi ke poliklinik gigi untuk mendapat tambalan. Ia juga

akan berfikir mengenai kesan atau pandangan orang terhadap tindakannya itu.

Dalam tingkat ini, orang membutuhkan dukungan moril dari orang-orang

sekitarnya. Misalnya untuk meyakinkan dirinya bahwa pergi ke poliklinik

merupakan hal terbaik.

d. Tingkat percobaan

Di tingkat ini orang tersebut mencoba gagasan baru tersebut. misalnya

orang tersebut setelah datang ke poliklinik gigi mencoba untuk mendapatkan

perawatan giginya. Dalam tingkat ini diperlukan informasi berupa pengalaman

positif dan adanya komunikasi yang baik antar personal.

e. Tingkat Adopsi

Bila pengalaman cukup menyenangkan, maka ia akan menerima gagasan

tersebut. pembinaan yang teratur sangat diperlukan agar orang tersebut semakin

mantap keyakinannya untuk menerima gagasan tersebut. misalnya orang tersebut

sudah tidak segan lagi datang ke poliklinik gigi bila ada kelainan yang dirasakan

pada gigi dan mulutnya

26

Page 27: PBL 7_Skenario 3

2. Komunikasi Kesehatan Gigi

2.1 Definisi Komunikasi Kesehatan Gigi

Komunikasi berasal dari kata communis yang berarti milik bersama atau

berlaku dimana-mana atau communicare yang berarti memberitahukan atau

berpartisipasi. Dengan kata lain, komunikasi suatu proses untuk membangun

rasa saling pengertian dan percaya demi mewujudkan hubungan baik antara

seseorang dengan yang lainnya. 

Menurut Himstreet & Baty, komunikasi adalah suatu proses pertukaran

informasi antar individu melalui suatu sistem yang biasa (lazim), baik dengan

simbol-simbol, sinyak-sinyal, maupun perilaku atau tindakan. Sedangkan,

menurut Edwin Emery, komunikasi adalah seni menyampaikan informasi, ide

dan sikap seseorang kepada orang lain.

Sehingga, komunikasi kesehatan dapat didefinisikan sebagai suatu

komunikasi antar manusia, yang mana pesan yang disampaikan berhubungan

dengan kesehatan. Dalam komunikasi kesehatan pun harus melibatkan pesan

kesehatan dan juga adanya peserta komunikasi. Misalnya pemberian

komunikasi kesehatan gigi tentang pentingnya menjaga kesehatan mulut dan

gigi dengan melakukan kegiatan menyikat gigi secara rutin dan teratur.

Menyikat gigi paling tidak harus dilakukan dua kali sehari yaitu dipagi hari

dan dimalam hari sebelum tidur.

27

Tingkat kesadaranTingkat perhatianevaluasi

Tingkat percobaanTingkat Adopsi

Page 28: PBL 7_Skenario 3

2.2 Peran dan Tujuan Komunikasi Kesehatan Gigi

Komunikasi kesehatan adalah komunikasi antarmanusia yang isi/pesan

yang terkandung (disampaikan) berkaitan dengan kesehatan. Tujuan utama

dari komunikasi kesehatan adalah meningkatkan kualitas sumber daya

manusia. Selain yang telah disebutkan, adapun tujuan lainnya (Robinson,et al.

1998), yaitu:

1. Relay Information : Informasi tentang kesehatan yang dilanjutkan dari

satu individu ke individu lainnya

2. Informed decision making : Memberikan informasi yang akurat agar

dapat diambil suatu keputusan

3. Promote Healthy Behaviour : mempromosikan tentang cara gaya hidup

sehat yang benar.

4. Promote Peer Information Exchange & Emotional Support:

memastikan terjadinya pertukaran informasi kesehatan dan adanya

dukungan emosional.

5. Promote self care: memberi pengetahuan mengenai pemeliharaan

kesehatan pribadi

6. Manage demand for health services: memenuhi permintaan layanan

kesehatan

Komunikasi kesehatan merupakan komponen dari komunikasi antar

tenaga medis dan pasien. Akan tetapi, dokter dan pasien memiliki sudut

pandang yang berbeda tentang dokter yang baik. Para dokter menyatakan

bahwa “kemampuan diagnostik” adalah hal yang paling penting dari seorang

dokter yang baik, sedangkan pasien mengatakan bahwa “mendengarkan”

adalah aspek yang paling penting.

2.3 Faktor-faktor Komunikasi Kesehatan Gigi

1.1.1. Faktor yang Mempengaruhi

Edelmann (2000) mengidentifikasi empat faktor utama yang

mungkin mempengaruhi sifat dan efektivitas komunikasi antara

dokter dan pasien, yaitu :

28

Page 29: PBL 7_Skenario 3

1. Karakteristik dokter (jenis kelamin dan pengalaman)

2. Karakteristik pasien (jenis kelamin, kelas sosial, usia,

pendidikan dan keinginan akan informasi)

3. Perbedaan antara kedua belah pihak dalam hal kelas sosial dan

pendidikan sikap, keyakinan dan harapan

4. Faktor-faktor situasional (beban pasien, tingkat kenalan dan

sifat masalah yang diajukan).

Ada tiga kategori pandangan yang paling mempengaruhi pilihan pasien

untuk kategori dokter yang baik, sebagai mana kutipan oleh Dianne Berry,

(2007;26) berikut ini :

Three categories for what most influences a patient’s choice of good

doctor were ‘how well the doctor communicates with patients and

shows a caring attitude’, ‘explaining medical or technical procedures

in an easytounderstand way’ and ‘listening and taking the time to ask

questions’. In contrast, the aspects most highly rated by doctors were

‘number of years of practice’ and ‘whether the doctor had attended a

well known medical school’.

Berdasarkan penjelasan kutipan di atas menyebutkan bahwa dokter

yang baik adalah dokter berkomunikasi dengan pasien dan menunjukkan

sikap peduli, menjelaskan prosedur medis atau teknis dengan cara yang

mudah-dipahami dan mendengarkan dan meluangkan waktu untuk

mengajukan pertanyaan. Sebaliknya, aspek yang paling dinilai tinggi oleh

dokter, jumlah tahun praktek dan apakah dokter telah menempuh

pendidikan kedokteran di tempat terkenal. Sama halnya dengan seorang

dokter gigi. Dokter gigi yang baik adalah dokter gigi yang mampu

berkomunikasi dengan baik terhadap pasiennya. Dan hal yang menjadi

indicator seorang dokter gigi adalah frekuensi praktik dan pendidikan.

Tujuan dari komunikasi dokter atau dokter gigi dan pasien adalah

pertukaran informasi (exchange of information). Dokter maupun dokter

gigi perlu mendapatkan informasi dari pasien untuk menyakini diagnosis

29

Page 30: PBL 7_Skenario 3

yang tepat dan rencana perawatan. Dari perspektif lain, pasien perlu

mengetahui dan memahami dan merasa dikenal dan dipahami. Dalam

rangka untuk memenuhi kedua kebutuhan ini, kedua pihak perlu

bergantian antara pemberian informasi dan bertukar informasi. Secara

khusus hubungan interpersonal dokter dan pasien yang baik dan

meningkat ketika konteks komunikasi interpersonal berlangsung dengan

keramahan dokter, perilaku sopan, percakapan sosial, perilaku mendorong

dan empatik, dan membangun kemitraan, dan ekspresi empati selama

konsultasi.

1.1.2. Faktor yang Menghambat

Faktor-faktor yang Menghambat Komunikasi Therapeutik

1. Orang yang memiliki perkembangan yang kurang baik akan

kesulitan melakukan komunikasi.

2. Pendapat yang disampaikan belum tentu dapat diterima

3. Isi pesan yang disampaikan belum tentu dapat diterima oleh

orang lain.

4. Latar belakang sosial budaya yaitu perbedaan kelas

contohnya seorang petani dengan pengusaha.

5. Orang yang dalam keadaan emosi tidak akan mampu

berkomunikasi dengan baik.

6. Komunikasi yang dilakukan antara laki-laki dan perempuan

akan mempengaruhi komunikasi.

7. Orang yang memiliki pelaksanaan kurang baik biasanya

akan menggunakan bahasa yang tidak sesuai dengan

keadaan dimana komunikasi dilakukan.

8. Peran dan hubungan yaitu komunikasi yang dilakukan

antara pimpinan dengan bawahan atau guru dengan

muridnya.

30

Page 31: PBL 7_Skenario 3

9. Lingkungan tempat komunikasi berlangsung terlalu bising

sehingga pesan yang di sampaikan tidak jelas.

10. Jarak saat melakukan komunikasi.

11. Citra diri atau rasa percaya diri saat melakukan komunikasi.

12. Kondisi fisik keadaan fisik sehat atau sakit saat melakukan

komunikasi

2.4 Strategi Komunikasi Kesehatan Gigi

f. Individu

1) Pendekatan kepada individu

2) Sharing informasi-informasi mengenai kesehatan gigi

3) Motivasi atau menumbuhkan kesadaran diri masing-masing

individu

31

Page 32: PBL 7_Skenario 3

BAB III

PENUTUP

1. Simpulan

Perilaku adalah hasil pengalaman dan proses interaksi dengan lingkungannya

yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap, dan tindakan sehingga diperoleh

keadaan seimbang antara kekuatan pendorong dan kekuatan penahan. Terdapat

teori perubahan perilaku dan faktor-faktor yang mempengaruhi serta

menghambatperilaku kesehatan. Perilaku kesehatan satu individu mempengaruhi

derajat/status kesehatan individu itu sendiri. Dalam proses perubahan perilaku

kesehatan terdapat teori promosi/pendidikan yang sangat berpengaruh.

Komunikasi kesehatan yang baik juga menunjang terjadinya proses perubahan

perilaku kesehatan individu. Terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi dan

menghabat komunikasi kesehatan. Tanpa komunikasi kesehatan dan

promosi/pendidikan perilaku kesehatan, proses perubahan perilaku kesehatan

tidak akan terjadi.

32

Page 33: PBL 7_Skenario 3

DAFTAR PUSTAKA

Berry, Dianne. Health Communication: Theory and Practice. New York:

McGraw-Hill. 2007

Ong, L.M., de Haes, J.C., Hoos, A.M. and Lammes, F.B. Doctor–Patient

Communication: A Review Of The Literature, Social Science and Medicine. 1995

Arianti, A. 2013. Komunikasi Kesehatan (Komunikasi Antara Dokter Dan Pasien)

https://carapedia.com/

pengertian_definisi_komunikasi_menurut_para_ahli_info487.html

http://pustaka.unpad.ac.id/archives/125499/

http://dokumen.tips/documents/gambaran-pengetahuan-dan-sikap-perawat-

tentang-komunikasi-terapeutik.html

Budiharto. Pengantar ilmu perilaku kesehatan dan pendidikan kesehatan gigi.

Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2010.

Ariningrum R. Beberapa cara menjaga kebersihan gigi dan mulut. Cermin Dunia

Kedokteran 2000.

http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/144/jtptunimus-gdl-ardikurnia-7190-3-

babii.pdf

http://health.kompas.com/read/

2012/05/10/17022744/3.Penyebab.Utama.Gigi.Berlubang

http://www.kompasiana.com/de-be/93-juta-lebih-penduduk-indonesia-menderita-

karies-aktif_54f5d589a33311b5538b474f

33

Page 34: PBL 7_Skenario 3

Herijulianti, drg Elisa dkk. 2001. Pendidikan Kesehatan Gigi. Jakarta: Penerbit

Buku Kedokteran EGC

Maulana, Heri. 2007. Promosi Kesehatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran

EGC

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/34870/4/Chapter%20II.pdf

http://www.indonesian-publichealth.com/2015/06/perilaku-kesehatan.html

Notoadmojo, S. 1993. Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku

Kesehatan. PT Andi Offset. Yogyakarta.

Arianto. 2013. Komunikasi Kesehatan (Komunikasi antara Dokter dan Pasien).

Palu: tidak diterbitkan

34