pbl blok 22 neuro
DESCRIPTION
neuroTRANSCRIPT
Gangguan Afektif Bipolar Episode Kini Manik
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Terusan Arjuna No. 6, Kebun Jeruk, Jakarta Barat
Drey | 102011200 | C5
Pendahuluan
Bipolar disorder atau dikenal dengan istilah lain bipolar affective disorder, manic-
depressive disorder, atau manic depression adalah suatu kelainan mental yang diklasifikasi
oleh psikiatri sebagai mood disorder atau kelainan pada mood. Kelainan bipolar merupakan
penyakit yang serius dalam kehidupan. Kelainan ini dapat di karekteristikan dengan periode
depresi disertai kenaikan mood yang dikenal dengan mania. Penyakit kardiometabolik seperti
penyakit kardiovaskuler, diabetes, dan obesitas merupakan sumber utama dari tingkat
morbiditas dan mortalitas dari pasien yang mengalami kelainan bipolar. Dalam kasus terdapat
seorang pasien perempuan berusia 25 tahun datang ke puskesmas karena malam tidak bisa
tidur, gembira yang berlebihan, banyak bicara, menghabiskan uang tabungan untuk barang
yang tidak perlu, mengaku mempunyai banyak pacar dan memiliki 5 perusahaan, dan merasa
semangat terus.
Pembahasan
1. Anamnesis
Pada anamnesis pasien psikiatri berbeda dengan anamnesis pada pasien dengan gangguan
lain, anamnesis pada pasien psikiatri dibagi menjadi dua bagian:1
a. Riwayat psikiatri: sangat penting ditanyakan dalam langkah awal untuk melakukan
anamnesia pada pasien yang mengalami gangguan psikiatrik
- Identitas pasien: seperti nama, alamat, umur, dan pekerjaan
- Keluhan utama pasien: Dalam beberapa kasus berat ada kalanya kita tidak dapat
menanyakan langsung kepada pasien, untuk itu kita juga dapat menanyakan ini kepada
keluarga yang mengantar pasien (alloanamnesis)
- Tanyakan bagaimana penyakit itu bermula, bagaimana awal mula gangguan itu terjadi,
sejak kapan, hal ini penting karena mayoritas kasus psikiatrik mengalami beberapa fase
sebelum menjadi semakin parah
- RPD: apakah pasien pernah mengalami penyakit yang dapat memicu terjadinya gangguan
kejiwaan seperti, konsumsi obat-obatan seperti anti parkinson atau antihipertensi dan
kortikosteroid dalam waktu yang lama
- Riwayat pribadi: mengenai riwayat kelahiran pasien, apakah cukup bulan atau tidak, proses
kelahiran
- Riwayat keluarga
b. Status mental:1
- Penampilan saat pasien datang
- Cara bicara pasien, biasanya pada pasien depresi mereka cenderung tertutup dan kurang
memberi informasi, sedangkan pada pasien mania berbicara terus-menerus tiada henti
- Mood atau suasana hati
- Pikiran, seperti bagaimana perhatian pasien, daya memorinya, apakah dapat menentukan
sikap
- Persepsi, untuk melihat apakah ada waham (delusi) atau tidak
- Sensorium dimana pasien sering merasa kesemutan.
Dalam mengatasi dan menangani pasien yang mengalami gangguan kejiwaan perlu cara
khusus, dimana dokter harus melakukan beberapa tahapan, yaitu:
Refleksi: Pada saat pasien menceritakan hal yang membuatnya depresi, kita dapat
memberikan support bahwa sesungguhnya bukan hanya dirinya yang mengalami hal
itu, dengan begini pasien akan merasa tidak sendiri
Silence: Pada saat pasien bercerita, cobalah diam dan mendengarkan bahkan saat dia
menangis hingga pasien selesai bercerita
Konfrontasi: Memberikan pernyataan yang lebih mendorong pasien
Klasifikasi: Setelah pasien selesai menceritakan kisahnya, dokter mengelompokkan
pokok permasalahannya
Interpretasi masalah
Penjelasan: Dokter menjelaskan mulai dari pokok permasalahan hingga cara
mengatasi masalah pasien
2. Differential Diagnosis
Skizofrenia2
Schizophrenia adalah kelainan mental yang berat, persisten. Pasien dengan schizophrenia
memiliki kehidupan sosial yang buruk. Penelitian menunjukan bahwa schizophrenia dan
bipolar memiliki persamaan dalam faktor genetik. Pasien dengan schizophrenia memiliki
gejala:
Positif: termasuk psikotik, seperti halusinasi biasanya auditori, delusi
Negatif: emosi
Kognitif: memori
Mood: kadang gembira dan sedih
Kriteria diagnosis, setidaknya memiliki 2 dari gejala berikut:
Delusi
Halusinasi
Bahasa yang tidak jelas
Perilaku yang menyimpang
Gejala negatif
3. Working Diagnosis
Berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual (DSM) IV, gangguan bipolar
dibedakan menjadi 2 yaitu gangguan bipolar I dan II. Perbedaannya adalah pada gangguan
bipolar I memiliki episode manik sedangkan pada gangguan bipolar II mempunyai episode
hipomanik. Beberapa ahli menambahkan adanya bipolar III dan bipolar IV namun sementara
ini yang 2 terakhir belum dijelaskan. Gangguan bipolar I dibagi lagi menjadi beberapa bagian
menurut perjalanan longitudinal gangguannya. Namun hal yang pokok adalah paling tidak
terdapat satu episode manik di sana. Walaupun hanya terdapat satu episode manik tanpa
episode depresi lengkap maka tetap dikatakan gangguan bipolar I. Adapun episode-episode
yang lain dapat berupa episode depresi lengkap maupun episode campuran, dan episode
tersebut bisa mendahului ataupun didahului oleh episode manik.3
Gangguan bipolar II mempunyai ciri adanya episode hipomanik. Gangguan bipolar II
dibagi menjadi 2 yaitu tipe hipomanik, bila sebelumnya didahului oleh episode depresi mayor
dan disebut tipe depresi bila sebelum episode depresi tersebut didahului oleh episode
hipomanik. Berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) III,
gangguan ini bersifat episode berulang yang menunjukkan suasana perasaan pasien dan
tingkat aktivitasnya jelas terganggu, dan gangguan ini pada waktu tertentu terdiri dari
peninggian suasana perasaan serta peningkatan energi dan aktivitas (mania atau hipomania),
dan pada waktu lain berupa penurunan suasana perasaan serta pengurangan energi dan
aktivitas (depresi). Yang khas adalah terdapat penyembuhan sempurna antar episode. Episode
manik biasanya mulai dengan tiba-tiba dan berlangsung antara 2 minggu sampai 4-5 bulan,
sedangkan depresi cenderung berlangsung lebih lama. Episode pertama bisa timbul pada
setiap usia dari masa kanak-kanak sampai tua. Kebanyakan kasus terjadi pada dewasa muda
berusia 20-30 tahun. Semakin dini seseorang menderita bipolar maka risiko penyakit akan
lebih berat, kronik bahkan refrakter.3
Episode manik dibagi menjadi tiga menurut derajat keparahannya yaitu hipomanik,
manik tanpa gejala psikotik, dan manik dengan gejala psikotik. Hipomanik dapat
diidentikkan dengan seorang perempuan yang sedang dalam masa ovulasi (’estrus’) atau
seorang laki-laki yang dimabuk cinta. Perasaan senang, sangat bersemangat untuk
beraktivitas, dan dorongan seksual yang meningkat adalah beberapa contoh gejala hipomanik.
Derajat hipomanik lebih ringan daripada manik karena gejala-gejala tersebut tidak
mengakibatkan disfungsi sosial. Pada manik, gejala-gejalanya sudah cukup berat hingga
mengacaukan hampir seluruh pekerjaan dan aktivitas sosial. Harga diri membumbung tinggi
dan terlalu optimis. Perasaan mudah tersinggung dan curiga lebih banyak daripada elasi.
Tanda manik lainnya dapat berupa hiperaktifitas motorik berupa kerja yang tak kenal lelah
melebihi batas wajar dan cenderung non-produktif, euphoria hingga logorrhea (banyak
berbicara, dari yang isi bicara wajar hingga menceracau dengan word salad, dan biasanya
disertai dengan waham kebesaran, waham kebesaran ini bisa sistematik dalam artian
berperilaku sesuai wahamnya, atau tidak sistematik, berperilaku tidak sesuai dengan
wahamnya.3
Working diagnosis yang diambil adalah gangguan afektif bipolar episode kini manic.
4. Etiologi
Dahulu virus sempat dianggap sebagai penyebab penyakit ini. Serangan virus pada
otak berlangsung pada masa janin dalam kandungan atau tahun pertama sesudah kelahiran.
Namun, gangguan bipolar bermanifestasi 15-20 tahun kemudian. Telatnya manifestasi itu
timbul karena diduga pada usia 15 tahun kelenjar timus dan pineal yang memproduksi
hormon yang mampu mencegah gangguan psikiatrik sudah berkurang 50%.4
Penyebab gangguan Bipolar multifaktor. Mencakup aspek bio-psikososial. Secara
biologis dikaitkan dengan faktor genetik dan gangguan neurotransmitter di otak. Secara
psikososial dikaitkan dengan pola asuh masa kana-kanak, stres yang menyakitkan, stres
kehidupan yang berat dan berkepanjangan, dan banyak lagi faktor lainnya.4
Didapatkan fakta bahwa gangguan alam perasaan (mood) tipe bipolar (adanya episode
manik dan depresi) memiliki kecenderungan menurun kepada generasinya, berdasar etiologi
biologik. 50% pasien bipolar mimiliki satu orangtua dengan gangguan alam
perasaan/gangguan afektif, yang tersering unipolar (depresi saja). Jika seorang orang tua
mengidap gangguan bipolar maka 27% anaknya memiliki resiko mengidap gangguan alam
perasaan. Bila kedua orangtua mengidap gangguan bipolar maka 75% anaknya memiliki
resiko mengidap gangguan alam perasaan. Keturunan pertama dari seseorang yang menderita
gangguan bipolar berisiko menderita gangguan serupa sebesar tujuh kali. Bahkan risiko pada
anak kembar sangat tinggi terutama pada kembar monozigot (40-80%), sedangkan kembar
dizigot lebih rendah, yakni 10-20%.4
Beberapa studi berhasil membuktikan keterkaitan antara gangguan bipolar dengan
kromosom 18 dan 22, namun masih belum dapat diselidiki lokus mana dari kromosom
tersebut yang benar-benar terlibat. Beberapa diantaranya yang telah diselidiki adalah 4p16,
12q23-q24, 18 sentromer, 18q22, 18q22-q23, dan 21q22. Yang menarik dari studi kromosom
ini, ternyata penderita sindrom Down (trisomi 21) berisiko rendah menderita gangguan
bipolar.4
Sejak ditemukannya beberapa obat yang berhasil meringankan gejala bipolar, peneliti
mulai menduga adanya hubungan neurotransmiter dengan gangguan bipolar. Neurotransmiter
tersebut adalah dopamine, serotonin, dan noradrenalin. Gen-gen yang berhubungan dengan
neurotransmiter tersebut pun mulai diteliti seperti gen yang mengkode monoamine oksidase
A (MAOA), tirosin hidroksilase, catechol-Ometiltransferase (COMT), dan serotonin
transporter (5HTT). Penelitian terbaru menemukan gen lain yang berhubungan dengan
penyakit ini yaitu gen yang mengekspresi brain derived neurotrophic factor (BDNF). BDNF
adalah neurotropin yang berperan dalam regulasi plastisitas sinaps, neurogenesis dan
perlindungan neuron otak. BDNF diduga ikut terlibat dalam mood. Gen yang mengatur
BDNF terletak pada kromosom 11p13. Terdapat 3 penelitian yang mencari tahu hubungan
antara BDNF dengan gangguan bipolar dan hasilnya positif.4
Kelainan pada otak juga dianggap dapat menjadi penyebab penyakit ini. Terdapat
perbedaan gambaran otak antara kelompok sehat dengan penderita bipolar. Melalui
pencitraan magnetic resonance imaging (MRI) dan positron-emission tomography (PET),
didapatkan jumlah substansia nigra dan aliran darah yang berkurang pada korteks prefrontal
subgenual. Penelitian lain menunjukkan ekspresi oligodendrosit-myelin berkurang pada otak
penderita bipolar. Seperti diketahui, oligodendrosit menghasilkan membran myelin yang
membungkus akson sehingga mampu mempercepat hantaran konduksi antar saraf. Bila
jumlah oligodendrosit berkurang, maka dapat dipastikan komunikasi antar saraf tidak
berjalan lancar.4
5. Penatalaksanaan
a. Medika Mentosa
Lithium
a) Dosis tunggal: 20mg/kg/hari
b) Kadar lithium dalam serum dipantau setiap 3-6 bulan
c) ES: tremor, poliuria, polidipsi, BB naik
Valproate:
a) Rawat inap: 20-30mg/kg/hari
b) Rawat jalan: 500 mg, titrasi 250-500mg/hari
Lamotrigin:
a) Dosis: berkisar 50-200mg/hari
b) ES: cephalgia, N, V, tremor
Karbamazepin
a) Dosis inisial: 400mg
b) Dosis maintenance: 200-1600mg/hari
Gangguan bipolar harus diobati secara kontinu, tidak boleh putus. Bila putus, fase normal
akan memendek sehingga kekambuhan makin sering5
b. Non-Medika Mentosa
Terapi keluarga diperlukan untuk mengajarkan keluarga tentang gangguan mood
serius yang dapat terjadi pada anak-anak saat terjadinya stres keluarga yang berat. Selain itu
terapi intrapersonal, terapi kelompok, psikoedukasi, dan berbagai bentuk terapi psikologi atau
psikososial lainnya. Intervensi psikososial sangat perlu untuk mempertahankan keadaan
remisi.5
6. Prognosis
Sekitar 40-50% pasien gangguan bipolar dapat mengalami episode manic kedua
dalam 2 tahun sejak episode pertama. Pasien dengan gangguan bipolar dengan status
pekerjaan pramorbid buruk, ketergantungan alcohol, cirri psikotik, ciri depresif antarepisode
serta jenis kelamin laki-laki memiliki prognosis yang buruk. Lama episode manic singkat,
awitan pada usia lanjut, sedikit pikiran bunuh diri, serta sedikit masalah medis atau psikiatri
yang timbul memiliki prognosis yang baik.6
7. Pencegahan
Bentuk yang paling banyak digunakan dari perawatan kesehatan preventif untuk
adalah mengambil bentuk kampanye pendidikan publik yang menyediakan informasi tentang
faktor risiko dan gejala awal, dengan tujuan untuk meningkatkan deteksi dini dan
memberikan pengobatan bagi mereka yang mengalami penundaan.6
Pendekatan yang dilakukan dalam pencegahan dapat bersifat “elektik holistik” yang
mencakup tiga pilar yaitu organobiologis, psikoedukatif, dan sosial budaya, dan dari ketiga
pilar tersebut dapat diketahui kepribadian seseorang. Dalam melengkapi pendekatan holistic
tersebut, menambah satu pilar sehingga menjadi empat pilar yaitu organobiologis,
psikoedukatif, social budaya dan psikoreligius. Upaya pencegahan yang dilakukan pada
masing-masing pilar dimaksudkan untuk menekan seminimal mungkin munculnya gejala dan
kekambuhannya.6
Daftar Pustaka
1. Lowes R. Lurasidone Approved for Bipolar Depression. Medscape Medical News.
Available at http://www.medscape.com/viewarticle/807204. Accessed July 30, 2013.
Retrieved: December, 16th 2013.
2. Frankenburg FR. Schizophrenia. Retrieved: December 16th, 2013. Updated: December 9
th, 2013. Available at: emedicine.medscape.com/article/288259-overview.
3. Price AL, Marzani-Nissen GR. Bipolar disorders: a review. Am Fam Physician. Mar 1
2012;85(5):483-93.
4. Soreff S. Bipolar affective disorder. Retrieved: December 16 th, 2013. Updated: November
8th, 2013. Available at: emedicine.medscape.com/article/286342-overview.
5. PDSKJI. Panduan tatalaksana gangguan bipolar. Diunduh: 16 Desember 2013. Tersedia di:
www.pdskji.org
6. Kaplan HI, Bejamin J, Sadock. Ilmu kedokteran jiwa darurat. Jakarta : Perpustakaan
Nasional Katalog dalam Terbitan ; 2008 .h. 407-11