sk 3 blok neuro

22
Dimas Adriyono Wibowo Skenario 3 1102012067 blok Syaraf & perilaku LI.1 MM Anatomi sistem saraf pusat nyeri Jaras Spesifik Nyeri  Traktus spinotalamikus Lateralis o Axon dari neiron orde pertama (ganglion spinalis) memasuki ujung cornu posterius substantia grissea medulla spinalis dan segera bercabang menjadi serabut yang naik dan yang turun o Sesudah memasuiki satu atau dua segmen medulla spinalis membentuk tractus  posterolateral (lissaueri) , serabut i ni segera b ersinapsis dengan neuron orde kedua yang terletak pada kelompok sel substantia gelatinosa cornu posterius o Axon dari neuron orde kedua berjalan menyilang garis tengah pada comissura anterior substantia grissea dam substantia alba kemudian naik keatas pada sisi kontra lateral sebagai anterius. Sewaktu berjalan keatas, serabut saraf baru terus bertambah sesuai dengan banyaknya segmen medulla spinalis, demikian rupa sehingga pada bagian atas cervical terdapat  Serabut sraf yang datang dari sacral terletak posterolateral  Serabut saraf yang datang dari cervical terletak anteromedial (serebut saraf yang menghantarkan rasa sakit terletak didepan yang menghantarkan sensasi suhu) o Pada Medulla oblongata tractus tersebut terletak pada dataran lateral antara nucleus olivarius inferius dengan nucleus tractus spinalis N.Trigeminus. disini ia bergabung dengan  Tractus spinothalamicus anterius  Tractus spinotectalis Yang kemudian gabungan dari ketiganya disebut lemniscus spinalis o Pada pons kemudian naik keatas dibagian belakang pons o Pada mesencephalon kemudian lemniscus medialis berjalan pada tegmentum , lateralis dari lemniscus medialis o Pada diencephalon serabut saraf dari tractus spinothalamicus lateralis akan bersinapsis dengan neuron orde ketiga yaitu nucleus posterolateral dari keolompok ventral thalamus (bagian dari nucleus lateralis thalamus), dimana disini akan terjadi penilaian kasar sensasi sakit dan suhu dan reaksi emosi mulai timbul. o Axon dari neuron orde ketiga jalan memasuki crus posterior capsula interna dan corona radiata untuk berakhi pada gyrus postcentralis (brodmann 3 2 1) . dari sini informasi rasa sakit dan suhu akan diteruskan ke area motorik dan area asosiasi di cortex lobus parietalis. o Cortex cerevri gyrus psotcentralis berfungsi untuk menafsirkan suhu dan sakit sehingga akan muncul kesadaran terkait sensasi tersbut. o Pembagian secara fisiologis Sewaktu memasuki medulla spinalis , sinyal rasa nyeri9 melewati dua jalur ke otak yaitu:  Traktus neospinotalamikus  Traktus neospinotalamisu bergfungsi utnuk menyalurkan nyeri secara cepat. Terutama terdiri atas serabut A-Delta yang tyerutama dilalui oleh rasa nyeri mekanik dan nyeri suhu akut. Serabut perifer jalur ini  berakhir pada lamina I kornu dorsalis. Dan dari sini akan merangsang neuron orde dua dari tractus neospinotalamicus. Neuron ini akan mengirimkan sinyal ke serabut panjang yang terletak di dekat sisi lain medulla spinalis dalam komisura anterior dan selanjutnya berbelok naik ke otak dalam kolumna anterolateralis.  Hanya sebagian kecil saja serabut neopinotalamikus berakhir di daerah retikularis batang otak, sisaya melewati batang otak dan langsung  berakir di kompleks ventrobasal thalami.   Nyeri cepat dapat dilokalisasi deng an mudah di dalam tubuh   Neurotransmiter A delta umumnya a dalah glutamat  Traktus paleospinotalamikus  Jalur ini befungsi untuk menjalarkan nyeri lambat-kronik , sebagian serabutnya adalah tipe C, sebagian kecil A-delta. Dalam jaras ini, serabut-serabut perifer berakhri pada lamina II dan II kornu dorsalis yang secara bersama-sama disebut substansi gelatinosa, serabut C

Upload: ilham-ghor-noeryosan

Post on 02-Jun-2018

232 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

8/10/2019 SK 3 BLOK NEURO

http://slidepdf.com/reader/full/sk-3-blok-neuro 1/22

Dimas Adriyono Wibowo Skenario 3

1102012067 blok Syaraf & perilaku

LI.1 MM Anatomi sistem saraf pusat nyeri

Jaras Spesifik Nyeri

  Traktus spinotalamikus Lateralis

o  Axon dari neiron orde pertama (ganglion spinalis) memasuki ujung cornu posterius

substantia grissea medulla spinalis dan segera bercabang menjadi serabut yang naik dan

yang turun

o  Sesudah memasuiki satu atau dua segmen medulla spinalis membentuk tractus

 posterolateral (lissaueri) , serabut ini segera bersinapsis dengan neuron orde kedua yang

terletak pada kelompok sel substantia gelatinosa cornu posterius

o  Axon dari neuron orde kedua berjalan menyilang garis tengah pada comissura anterior

substantia grissea dam substantia alba kemudian naik keatas pada sisi kontra lateralsebagai anterius. Sewaktu berjalan keatas, serabut saraf baru terus bertambah sesuai

dengan banyaknya segmen medulla spinalis, demikian rupa sehingga pada bagian atas

cervical terdapat

  Serabut sraf yang datang dari sacral terletak posterolateral

  Serabut saraf yang datang dari cervical terletak anteromedial (serebut saraf yang

menghantarkan rasa sakit terletak didepan yang menghantarkan sensasi suhu)

Pada Medulla oblongata tractus tersebut terletak pada dataran lateral antara nucleus

olivarius inferius dengan nucleus tractus spinalis N.Trigeminus. disini ia bergabung

dengan

  Tractus spinothalamicus anterius

  Tractus spinotectalis

Yang kemudian gabungan dari ketiganya disebut lemniscus spinalis

o  Pada pons kemudian naik keatas dibagian belakang pons

o  Pada mesencephalon kemudian lemniscus medialis berjalan pada tegmentum , lateralis

dari lemniscus medialis

o  Pada diencephalon serabut saraf dari tractus spinothalamicus lateralis akan bersinapsis

dengan neuron orde ketiga yaitu nucleus posterolateral dari keolompok ventral thalamus(bagian dari nucleus lateralis thalamus), dimana disini akan terjadi penilaian kasar sensasi

sakit dan suhu dan reaksi emosi mulai timbul.o  Axon dari neuron orde ketiga jalan memasuki crus posterior capsula interna dan corona

radiata untuk berakhi pada gyrus postcentralis (brodmann 3 2 1) . dari sini informasi rasa

sakit dan suhu akan diteruskan ke area motorik dan area asosiasi di cortex lobus parietalis.o  Cortex cerevri gyrus psotcentralis berfungsi untuk menafsirkan suhu dan sakit sehingga

akan muncul kesadaran terkait sensasi tersbut.

o  Pembagian secara fisiologis

Sewaktu memasuki medulla spinalis , sinyal rasa nyeri9 melewati dua jalur ke otak yaitu:

  Traktus neospinotalamikus

  Traktus neospinotalamisu bergfungsi utnuk menyalurkan nyeri secaracepat. Terutama terdiri atas serabut A-Delta yang tyerutama dilalui oleh

rasa nyeri mekanik dan nyeri suhu akut. Serabut perifer jalur ini

 berakhir pada lamina I kornu dorsalis. Dan dari sini akan merangsang

neuron orde dua dari tractus neospinotalamicus. Neuron ini akanmengirimkan sinyal ke serabut panjang yang terletak di dekat sisi lain

medulla spinalis dalam komisura anterior dan selanjutnya berbelok naikke otak dalam kolumna anterolateralis.

  Hanya sebagian kecil saja serabut neopinotalamikus berakhir di daerah

retikularis batang otak, sisaya melewati batang otak dan langsung

 berakir di kompleks ventrobasal thalami.

   Nyeri cepat dapat dilokalisasi dengan mudah di dalam tubuh

   Neurotransmiter A delta umumnya adalah glutamat

  Traktus paleospinotalamikus

  Jalur ini befungsi untuk menjalarkan nyeri lambat-kronik , sebagian

serabutnya adalah tipe C, sebagian kecil A-delta. Dalam jaras ini,

serabut-serabut perifer berakhri pada lamina II dan II kornu dorsalisyang secara bersama-sama disebut substansi gelatinosa, serabut C

8/10/2019 SK 3 BLOK NEURO

http://slidepdf.com/reader/full/sk-3-blok-neuro 2/22

Dimas Adriyono Wibowo Skenario 3

1102012067 blok Syaraf & perilaku

terletak lebih lateral dari A-delta. Setelah itu akan berlanjut ke lamina V

dan neuron-neuronnya merangsang akson-akson panjang (yang juga

menjadi penghantar nyeri cepat) yang mula-mula melewati komisura

anterior ke sisi berlawanan dari medulla spinalis ,kemudian naik ke otak

melalui jaras anterolateral

   Neotransmiter nya adalah glutamat dan Substansi P, substansi P bersifat

lebih lambat dari Glutamat yang memungkinkan glutamat untuk sampaiterlebih dahulu. Yang menjelaskan suatu fenomena rasa sakit “ganda” 

  Jaras paleospinotalamikus berakhir kebanyakan di

o  Mucleus retikularis medula, pons dan mesensefalon

o  Area tektal mesensefalon sampai kolukulus usperior dan

inferior

o  Daerah periakuaduktus substansia grisea yang mengelilingi

aquaductus sylvii

  Kemampuan lokalisasi rasa nyeri pada jalur lambat sangatlah buruk dan

kebanyakan hanya dapat dilokalisasi di bagian tubuh yang luas

  Formasio retikularis berfungsi untuk menimbulkan persepsio nyeri yang

disadari

Fisiologi Nyeri

 Nyeri adalah sensasi subjektif, rasa yang tidak nyaman biasanya berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual

atau potensial (Corwin J.E. ). Ketika suatu jaringan mengalami cedera, atau kerusakan mengakibatkan

dilepasnya bahan  –   bahan yang dapat menstimulus reseptor nyeri seperti serotonin, histamin, ion kalium,

 bradikinin, prostaglandin, dan substansi P yang akan mengakibatkan respon nyeri (Kozier dkk). Nyeri juga

dapat disebabkan stimulus mekanik seperti pembengkakan jaringan yang menekan pada reseptor nyeri. (Taylor

C. dkk).

Mekanisme nyeri secara sederhana dimulai dari transduksi stimuli akibat kerusakan jaringan dalam saraf

sensorik menjadi aktivitas listrik kemudian ditransmisikan melalui serabut saraf bermielin A delta dan saraftidak bermielin C ke kornu dorsalis medula spinalis, talamus, dan korteks serebri. Impuls listrik tersebut

dipersepsikan dan didiskriminasikan sebagai kualitas dan kuantitas nyeri setelah mengalami modulasi sepanjang

saraf perifer dan disusun saraf pusat. Rangsangan yang dapat membangkitkan nyeri dapat berupa rangsanganmekanik, suhu (panas atau dingin) dan agen kimiawi yang dilepaskan karena trauma/inflamasi.

Fenomena nyeri timbul karena adanya kemampuan system saraf untuk mengubah berbagai stimuli mekanik,

kimia, termal, elektris menjadi potensial aksi yang dijalarkan ke system saraf pusat.

Berdasarkan patofisiologinya nyeri terbagi dalam:

1.   Nyeri nosiseptif atau nyeri inflamasi, yaitu nyeri yang timbul akibat adanya stimulus mekanis terhadap

nosiseptor.

2.   Nyeri neuropatik, yaitu nyeri yang timbul akibat disfungsi primer pada system saraf ( neliola, et at,

2000 ).3.   Nyeri idiopatik, nyeri di mana kelainan patologik tidak dapat ditemukan.

4. 

 Nyeri spikologik

Berdasarkan factor penyebab rasa nyeri ada yang sering dipakai dalam istilah nyeri osteoneuromuskuler, yaitu:

1.   Nociceptor mechanism.2.   Nerve or root compression.

3.  Trauma ( deafferentation pain ).

4.  Inappropiate function in the control of muscle contraction.

5.  Psychosomatic mechanism.

Apabila elektroterapi ditujukan untuk menghambat mekanisme aktivasi nosiseptor baik pada tingkat perifer

maupun tingkat supra spinal. TENS sebagai salah satu cara/upaya dalam aplikasi elektroterapi terhadap nyeri.

 Nociceptor:

8/10/2019 SK 3 BLOK NEURO

http://slidepdf.com/reader/full/sk-3-blok-neuro 3/22

Dimas Adriyono Wibowo Skenario 3

1102012067 blok Syaraf & perilaku

Sensor elemen yang dapat mengirim signal ke CNS akan hal – hal yang berpotensial membahayakan. Sangat

 banyak dalam tubuh kita, serabut-serabut afferentnya terdiri dari:

1.  A delta fibres, yaitu serabut saraf dengan selaput myelin yang tipis.

2.  C fibres, serabut saraf tanpa myelin.

Tidak semua serabut-serabut tadi berfungsi sebagai nosiseptor, ada juga yang bereaksi terhadap rangsang panasatau stimulasi mekanik. Sebaliknya nosiseptor tidak dijumpai pada serabut-serabut sensory besar seperti A

Alpha, A Beta atau group I, II. Serabut-serabut sensor besar ini berfungsi pada “propioception” dan “motor

control”. 

 Nociceptor sangat peka tehadap rangsang kimia (chemical stimuli). Pada tubuh kita terdapat “algesic chemical”

substance seperti: Bradykinine, potassium ion, sorotonin, prostaglandin dan lain-lain.

Subtansi P, suatu neuropeptide yang dilepas dan ujung-ujung saraf tepi nosiseptif tipe C, mengakibatkan

 peningkatan mikrosirkulasi local, ekstravasasi plasma. Phenomena ini disebut sebagai “neurogenic

inflammation” yang pada keadaan lajut menghasilkan noxious/chemical stimuli, sehingga menimbulkan rasa

sakit. Deregulasi Sistem Motorik yang Menyebabkan Rasa Sakit.

Kita ketahui hypertonus otot dapat menyebabkan rasa sakit. Pada umumnya otot-otot yang terlibat adalah

“postural system”. Nosiseptif stimulus diterima oleh serabut-serabut afferent ke spinal cord, menghasilkankontraksi beberapa otot akibat “spinal motor reflexes”. Nosiseptif stimuli ini dapat dijumpai di beberapa tempat

seperti kulit visceral organ, bahkan otot sendiri. Reflek ini sendiri sebenarnya bermanfaat bagi tubuh kita,

misalnya “withdrawal reflex” merupakan mekanisme survival dari organisme. 

Disamping berfungsi tersebut, kita juga sadari bahwa kontraksi-kontraksi tadi dapat meningkatkan rasa sakit,

melalui nosiseptor di dalam otot dan tendon. Makin sering dan kuat nosiseptor tersebut terstimulasi, makin kuat

reflek aktifitas terhadap otot-otot tersebut. Hal ini akan meningkatkan rasa sakit, sehingga menimbulkan

keadaan “vicious circle”, kondisi ini akan diperburuk lagi dengan adanya ischemia local, sebagai akibat dari

kontrksi otot yang kuat dan terus menerus atau mikrosirkulasi yang tidak adekuat sebagai akibat dari disregulasi

system simpatik.

Pada gambar 1, terlihat input serabut afferent dan organ visceral, kulit, sendi, tendons, otot-otot atau impuls dan

otak yang turun ke spinal dapat mempengaruhi rangsangan (exitability) dan alpha dan gamma motorneuronsyang berakibat kontraksi otot (muscle stiffness), misalnya meningkatkan input nosiseptif dari viscusabdominalis akan meningkatkan tonus otot-otot abdomen. Atau input nosiseptif dari sendi kapsul dapat

meningkatkan “reflex excitability” dan beberapa otot-otot antagonis yang bersangkutan dengan pergerakan

sendi tersebut sehingga hal ini dapat memblok sendi tersebut, disebut juga sebagai “neurogenic block”.

Pengaruh yang paling besar berasal dari otak, stress dan emosi dapat mengakibatkan “descending excitatory

 pathways”, sehingga merangsang peningkatan reflek dari otot-otot postural.

Perasaan nyeri tergantung pada pengaktifan serangkaian sel-sel saraf, yang meliputi reseptor nyeri afferent

 primer, sel-sel saraf penghubung (inter neuron) di medulla spinalis dan batang otak, sel-sel di traktus ascenden,

sel-sel saraf di thalamus dan sel-sel saraf di kortek serebri. Bermacam-macam reseptor nyeri primer ditemukandan memberikan persarafan di kulit, sendi-sendi, otot-otot dan alat-alat dalam pengaktifan reseptor nyeri yang

 berbeda menghasilkan kuatitas nyeri tertentu. Sel-sel saraf nyeri pada kornu dorsalis medulla spinalis berperan

 pada reflek nyeri atau ikut mengatur pengaktifan sel-sel traktus ascenden. Sel-sel saraf dari traktusspinothalamicus membantu memberi tanda perasaan nyeri, sedangkan traktus lainnya lebih berperan pada

 pengaktifan system kontrol desenden atau pada timbulnya mekanisme motivasi-afektif.

Beberapa penelitian menunjukan bahwa thalamus lebih berperan dalam sensasi nyeri dibandingkan daerah

kortek serebri (willis WD, 1995). Meskipun demikian penelitian-penelitian lain membuktikan peranan yang

cukup berarti dan kortek serebri dalam sensasi nyeri. Struktur diensepalik dan telesepalik seperti thalamus

 bagian medial, hipotalamus, amygdala dan system limbic diduga berperan pada berbagai reaksi motivasi dan

afektif dari nyeri.

 Nyeri merupakan pengalaman individu yang melibatkan sensasi sensori dan emosional yang tidan

menyenangkan. Nyeri dapat dibagi 2. Pertama, nyeri nosiseptf yang terjadi akibat aktifasi nosi reseptor A-d dan

C sebagai respon terhadap rangsangan noxius (termal , mekanik , kimia). Kedua, neyri neuropatik merupakan

nyeri yang timbul akibat kerusakan/perubahan patologis pada system saraf perifer atau sentral. Pada kasusreumatik nyeri yang ditimbulkan adalah mixed pain, yaitu kombinasi antara nyeri nosiseptif dan neuropatik.

8/10/2019 SK 3 BLOK NEURO

http://slidepdf.com/reader/full/sk-3-blok-neuro 4/22

Dimas Adriyono Wibowo Skenario 3

1102012067 blok Syaraf & perilaku

Penyebab Nyeri

Rasa nyeri dimulai dengan adanya perangsangan pada reseptor nyeri oleh stimulus nyeri. Stimulus nyeri dapat

dibagi tiga yaitu mekanik, termal, dan kimia. Mekanik, spasme otot merupakan penyebab nyeri yang umum

karena dapat mengakibatkan terhentinya aliran darah ke jaringan ( iskemia jaringan), meningkatkan

metabolisme di jaringan dan juga perangsangan langsung ke reseptor nyeri sensitif mekanik.

Proses Utama

•  Transduksi adalah proses dimana stimulus noksius aktivitas elektrik reseptor terkait.

•  Transmisi, dalam proses ini terlibat tiga komponen saraf yaitu saraf sensorik perifer yang meneruskan

impuls ke medulla spinalis, kemudian jaringan saraf yang meneruskan impuls yang menuju ke atas

(ascendens), dari medulla spinalis ke batang otak dan thalamus. Yang terakhir hubungan timbal balik

antara thalamus dan cortex.

•  Modulasi yaitu aktivitas saraf utk mengontrol transmisi nyeri. Suatu jaras tertentu telah diteruskan di

sistem saran pusat yang secara selektif menghambat transmisi nyeri di medulla spinalis. Jaras ini diaktifkanoleh stress atau obat analgetika seperti morfin (Dewanto).

•  Persepsi, Proses impuls nyeri yang ditransmisikan hingga menimbulkan perasaan subyektif dari nyeri sama

sekali belum jelas. bahkan struktur otak yang menimbulkan persepsi tersebut juga tidak jelas. Sangat

disayangkan karena nyeri secara mendasar merupakan pengalaman subyektif sehingga tidak terhindarkanketerbatasan untuk memahaminya (Dewanto).

 Nyeri diawali sebagai pesan yang diterima oleh saraf-saraf perifer, Zat kimia (substansi P, bradikinin,

 prostaglandin) dilepaskan, kemudian menstimulasi

saraf perifer, membantu mengantarkan pesan nyeri dari daerah yang terluka ke otak.

Sinyal nyeri dari daerah yang terluka berjalan sebagai impuls elektrokimia di sepanjang nervus ke bagian dorsal

spinal cord (daerah pada spinal yang menerima sinyal dari seluruh tubuh).

Pesan kemudian dihantarkan ke thalamus, pusat sensoris di otak di mana sensasi seperti panas, dingin, nyeri,

dan sentuhan pertama kali dipersepsikan. Pesan lalu dihantarkan ke cortex, di mana intensitas dan lokasi nyeri

dipersepsikan.

Di dalam spinal cord, ada gerbang yang dapat terbuka atau tertutup. Saat gerbang terbuka, impuls nyeri lewat

dan dikirim ke otak. Gerbang juga bisa ditutup. Stimulasi saraf sensoris dengan menggaruk secara perlahan di

dekat daerah nyeri dapat menutup gerbang sehingga mencegah transmisi impuls nyeri. Impuls dari pusat juga

dapat menutup gerbang, misalnya perasaan sembuh dapat mengurangi dampak atau beratnya nyeri yang

dirasakan (Patricia & Walker).

Termal, rasa nyeri yang ditimbulkan oleh suhu yang tinggi tidak berkorelasi dengan jumlah kerusakan yang

telah terjadi melainkan berkorelasi dengan kecepatan kerusakan jaringan yang timbul. Hal ini juga berlaku untuk penyebab nyeri lainnya yang bukan termal seperti infeksi, iskemia jaringan, memar jaringan, dll. Pada suhu 45

C, jaringan –  jaringan dalam tubuh akan mengalami kerusakan yang didapati pada sebagian besar populasi.

Kimia, ada beberapa zat kimia yang dapat merangsang nyeri seperti bradikinin, serotonin, histamin, ion kalium,

asam, asetilkolin, dan enzim proteolitik. Dua zat lainnya yang diidentifikasi adalah prostaglandin dan substansiP yang bekerja dengan meningkatkan sensitivitas dari free nerve endings. Prostaglandin dan substansi P tidak

langsung merangsang nyeri tersebut. Dari berbagai zat yang telah dikemukakan, bradikinin telah dikenal sebagai

 penyebab utama yang menimbulkan nyeri yang hebat dibandingkan dengan zat lain. Kadar ion kalium yang

meningkat dan enzim proteolitik lokal yang meningkat sebanding dengan intensitas nyeri yang sirasakan karena

kedua zat ini dapat mengakibatkan membran plasma lebih permeabel terhadap ion. Iskemia jaringan juga

termasuk stimulus kimia karena pada keadaan iskemia terdapat penumpukan asam laktat, bradikinin, dan enzim

 proteolitik.

Reseptor nyeri banyak tersebar pada lapisan superfisial kulit dan juga pada jaringan internal tertentu, seperti

 periosteum, dinding arteri, permukaan sendi, falx, dan tentorium. Kebanyakan jaringan internal lainnya hanya

diinervasi oleh free nerve endings yang letaknya berjauhan sehingga nyeri pada organ internal umumnya timbul

akibat penjumlahan perangsangan berbagai nerve endings dan dirasakan sebagai slow  –   chronic- aching type

 pain.

8/10/2019 SK 3 BLOK NEURO

http://slidepdf.com/reader/full/sk-3-blok-neuro 5/22

Dimas Adriyono Wibowo Skenario 3

1102012067 blok Syaraf & perilaku

 Nyeri dapat dibagi atas dua yaitu fast pain dan slow pain. Fast pain, nyeri akut, merupakan nyeri yang dirasakan

dalam waktu 0,1 s setelah stimulus diberikan. Nyeri ini disebabkan oleh adanya stimulus mekanik dan termal.

Signal nyeri ini ditransmisikan dar i saraf perifer menuju korda spinalis melalui serat Aδ dengan kecepatan

mencapai 6  –   30 m/s. Neurotransmitter yang mungkin digunakan adalah glutamat yang juga merupakan

neurotransmitter eksitatorik yang banyak digunakan pada CNS.

Slow pain, nyeri kronik, merupakan nyeri yang dirasakan dalam waktu lebih dari 1 detik setelah stimulusdiberikan. Nyeri ini dapat disebabkan oleh adanya stimulus mekanik, kimia dan termal tetapi stimulus yang

 paling sering adalah stimulus kimia. Signal nyeri ini ditransmisikan dari saraf perifer menuju korda spinalis

melalui serat C dengan kecepatan mencapai 0,5 –  2 m/s. Neurotransmitter yang digunakan adalah substansi P.

Jalur yang ditempuh dapat dibagi menjadi dua pathway yaitu fast-sharp pain pathway dan slow- chronic pain

 pathway. Setelah mencapai korda spinalis melalui dorsal spinalis, serat nyeri ini akan berakhir pada relay neuron

 pada kornu dorsalis dan selanjutnya akan dibagi menjadi dua traktus yang selanjutnya akan menuju ke otak.

Traktus itu adalah neospinotalamikus untuk fast pain dan paleospinotalamikus untuk slow pain.

Traktus neospinotalamikus untuk fast pain, pada traktus ini, serat Aδ yang mentransmisikan nyeri akibat

stimulus mekanik maupun termal akan berakhir pada lamina I (lamina marginalis) dari kornu dorsalis dan

mengeksitasi second-order neurons dari traktus spinotalamikus. Neuron ini memiliki serabut saraf panjang yang

menyilang menuju otak melalui kolumn anterolateral. Serat dari neospinotalamikus akan berakhir pada: (1) area

retikular dari batang otak (sebagian kecil), (2) nukleus talamus bagian posterior (sebagian kecil), (3) kompleks

ventrobasal (sebagian besar). Traktus lemniskus medial bagian kolumn dorsalis untuk sensasi taktil juga

 berakhir pada daerah ventrobasal. Adanya sensori taktil dan nyeri yang diterima akan memungkinkan otak untuk

menyadari lokasi tepat dimana rangsangan tersebut diberikan.

Traktus paleospinotalamikus untuk slow pain, traktus ini selain mentransmisikan sinyal dai serat C, traktus ini juga mentransmisikan sedikit sinyal dari serat Aδ. Pada traktus ini , saraf perifer akan hampir seluruhnya

nerakhir pada lamina II dan III yang apabila keduanya digabungkan, sering disebut dengan substansia

gelatinosa. Kebanyakan sinyal kemudian akan melalui sebuah atau beberapa neuron pendek yang

menghubungkannya dengan area lamina V lalu kemudian kebanyakan serabut saraf ini akan bergabung dengan

serabut saraf dari fast-sharp pain pathway. Setelah itu, neuron terakhir yang panjang akan menghubungkan

sinyal ini ke otak pada jaras anterolateral.

Ujung dari traktus paleospinotalamikus kebanyakan berakhir pada batang otak dan hanya sepersepuluh ataupun

seperempat sinyal yang akan langsung diteruskan ke talamus. Kebanyakan sinyal akan berakhir pada salah satutiga area yaitu : (1) nukleus retikularis dari medulla, pons, dan mesensefalon, (2) area tektum dari mesensefalon,

(3) regio abu –  abu dari peraquaductus yang mengelilingi aquaductus Silvii. Ketiga bagian ini penting untuk rasa

tidak nyaman dari tipe nyeri. Dari area batang otak ini, multipel serat pendek neuron akan meneruskan sinyal ke

arah atas melalui intralaminar dan nukleus ventrolateral dari talamus dan ke area tertentu dari hipotalamus dan

 bagian basal otak.

Respon Manusia Terhadap Nyeri

Kozier, dkk. (1995) mengatakan bahwa nyeri akan menyebabkan respon tubuh meliputi aspek pisiologis dan

 psikologis, merangsang respon otonom. Respon Simpatis :

 

Peningkatan tekanan darah,  Peningkatan denyut nadi,

  Peningkatan pernapasan,

  Meningkatkan tegangan otot,

  Dilatasi pupil,

  Wajah pucat,

  Diaphoresis,

Respon parasimpatis seperti nyeri dalam, berat ,berakibat tekanan darah turun nadi turun, mual dan muntah,

kelemahan, kelelahan, dan pucat (Black M.J,dkk).

8/10/2019 SK 3 BLOK NEURO

http://slidepdf.com/reader/full/sk-3-blok-neuro 6/22

Dimas Adriyono Wibowo Skenario 3

1102012067 blok Syaraf & perilaku

Klasif ikasi Nyeri

Menurut Long C.B (1996) mengklasifikasi nyeri berdasarkan jenisnya, meliputi :

1.   Nyeri akut, nyeri yang berlangsung tidak melebihi enam bulan, serangan mendadak dari sebab yang

sudah diketahui dan daerah nyeri biasanya sudah diketahui, nyeri akut ditandai dengan ketegangan otot,

cemas yang keduanya akan meningkatkan persepsi nyeri.2. 

 Nyeri kronis, nyeri yang berlangsung enam bulan atau lebih, sumber nyeri tidak diketahui dan tidak

 bisa ditentukan lokasinya. Sifat nyeri hilang dan timbul pada periode tertentu nyeri menetap.

Corwin J.E (1997) mengklasifikasikan nyeri berdasarkan sumbernya meliputi :

1.   Nyeri kulit, adalah nyeri yang dirasakan dikulit atau jaringan subkutis, misalnya nyeri ketika tertusuk

 jarum atau lutut lecet, lokalisasi nyeri jelas disuatu dermatum.

2.   Nyeri somatik adalah nyeri dalam yang berasal dari tulang dan sendi, tendon, otot rangka, pembuluh

darah dan tekanan syaraf dalam, sifat nyeri lambat.

3.   Nyeri Viseral, adalah nyeri dirongga abdomen atau torak terlokalisasi jelas disuatu titik tapi bisa

dirujuk kebagian-bagian tubuh lain dan biasanya parah.

4.   Nyeri Psikogenik, adalah nyeri yang timbul dari pikiran pasien tanpa diketahui adanya temuan pada

fisik (Long, 1989 ; 229).

5. 

 Nyeri Phantom limb pain, adalah nyeri yang dirasakan oleh individu pada salah satu ekstremitas yang

telah diamputasi (Long, 1996 ; 229).

LI.2 MM Nyeri Kepala

Definisi & Klasifikasi

Sakit kepala adalah rasa sakit atau tidak nyaman antara orbita dengan kepala yang berasal

dari struktur sensitif terhadap rasa sakit ( sumber : Neurology and neurosurgery illustrated Kenneth).

Klasifikasi nyeri kepala:

The Internatinal Headache Society (1988) 1. nyeri kepala tegang episodik

a. berhubungan dengan gangguan otot

 perikranial

 b. tak berhubungan dengan gangguan

otot perikranial

2. nyeri kepala tegang otot kronis

a. berhubungan dengan gangguan otot

 perikranial

 b. tak berhubungan dengan gangguan

otot perikranial

3. nyeri kepala tegang otot yang tidak terklassifikasikan

8/10/2019 SK 3 BLOK NEURO

http://slidepdf.com/reader/full/sk-3-blok-neuro 7/22

Dimas Adriyono Wibowo Skenario 3

1102012067 blok Syaraf & perilaku

Patofisiologi

8/10/2019 SK 3 BLOK NEURO

http://slidepdf.com/reader/full/sk-3-blok-neuro 8/22

Dimas Adriyono Wibowo Skenario 3

1102012067 blok Syaraf & perilaku

Diagnosis & Diagnosis Banding

i. 

Anamnesis

ii.  Pemeriksaan Fisik

-  Perhatikan dengan seksama adanya gejala fokal suatu tumor atau lesi struktural lainnya

(pastikan untuk dapat memeriksa fundus okuli)

-  Periksa adanya gejala disfungsi autonom selama nyeri kepala bila dicurigai adanya nyeri

kepala kluster, seperti pupil miosis, ptosis, mata merah, air mata berlebihan, sumbatan hidung

unilatereal

-  Perhatikan adanya telapak tangan dan kaki yang berkeringat, atau nyeri pada kulit

kepala/migren.

8/10/2019 SK 3 BLOK NEURO

http://slidepdf.com/reader/full/sk-3-blok-neuro 9/22

Dimas Adriyono Wibowo Skenario 3

1102012067 blok Syaraf & perilaku

-  Bila setelah nyeri kepala hebat didapatkan adanya kaku kuduk perlu dicurigai adanya

 peradahan subarachnoidea

-  Penderita AVM dapat mengalam migrein, perlu dicurigai bila serangan migren selalu pada

sisi yang sama. Periksa adanya bruit pada mata dan bagian kepala lain. Migren yang terjadi

 pada kedua sisi biasanya bersifat benigna.

 Nyeri kepala dapat dirasakan sampai ke mata penderita usia lanjut (50-70thn) kemungkinan

disebabkan arteritis temporalis. Periksa adanya nyeri raba pada arteri temporalis, dan LED

meningkat.

-  Perhatikan adanya hipertensi yang dapat mecetuskan migren atau nyeri kepala tegang,

terutama apabila hipertensi tersebut bersifat labil.

-  Lakukan palpasi bola mata dan pemeriksaan tonometri jika dicurigai adanya glakukoma .

 pada usia lanjut glaukoma dapat menyebabkan nyeri kepala.

-   Nyeri kepala menetap pada wanita dengan obesitas kemungkinan disebabkan oleh

 pseudotumor serebri. Pada kasus ini terdapat papiledema akibat peningkatan tekanan

intrakranial.

iii.  Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan lab pada penderita nyeri kepala tergantung gambaran klinis setelah

mendapatkan riwayat penyakit dan melakukan pemeriksaan. Pada smeua penderita

 Nyeri kepala dapat dilakukan peneriksaan darah rutin, pemeriksaan kimiawi penyaring, dan

LED. Pemeriksaan lainnya bersifat individual.

-  Bila curiga nyeri kepala tegang dan pemeriksaan normal, terapi tanpa pemeriksaan

laboratorium lanjut dapat dipertanggungjawabkan.

-  Pada sebagian besar penderita migren klasik atau migren umum layak untuk dilakukan

 pemeriksaan CT-scan atau MRI yang dapat menidentifikasi adanya proses lain seperti AVMatau infark akibat migren.

-  CT-scan atau MRI dianjurkan untuk diperiksa pada penderia dengan gejala fokal atau adanya

 peningkatan tekanan intrakranial.

-  EEG kadang dapat membantu sebagai pemeriksaan tambahan (non-invasif) pada lesi fokal,

hematoma subdural, atau ensefalopati metabolik. EEG dapat normal pada penderita migren.

-  Pemeriksaan spesifik tambahan pada penderita nyeri kepala tergantung pada kecurigaan

faktor penyebab nyeri kepala misalnya kadar Pb dalam serum pada pekerja bengkel mobil

yang menderita nyeri kepala, atau analisa gas darah pada penderita penyakit paru kronis untuk

melihat kemungkinan peningkatan tekanan CO2.

8/10/2019 SK 3 BLOK NEURO

http://slidepdf.com/reader/full/sk-3-blok-neuro 10/22

Dimas Adriyono Wibowo Skenario 3

1102012067 blok Syaraf & perilaku

iv.  Diagnosis Banding

Penatalaksanaan

 Nyeri kepala dapat diobati dengan preparat asetilsalisilat dan jika nyeri kepala sangat berat dapatdiberikan preparat ergot (ergotamin atau dihidroergotamin). Bila perlu dapat diberikan intravena

dengan dosis 1 mg dihidroergotaminmetan sulfat atau ergotamin 0,5 mg. Preparat Cafergot (

mengandung kafein 100 mg dan 1 mg ergotamin) diberikan 2 tablet pada saat timbul serangan dan

diulangi ½ jam berikutnya

Pada pasien yang terlalu sering mengalami serangan dapat diberikan preparat Bellergal (ergot 0,5 mg;atropin 0,3 mg; dan fenobarbital 15mg) diberikan 2  –   3 kali sehari selama beberapa minggu. Bagi

mereka yang refrakter dapat ditambahkan pemberian ACTH (40 u/hari) atau prednison (1mg/Kg

BB/hari) selama 3 –  4 minggu.

Preparat penyekat beta,seperti propanolol dan timolol dilaporkan dapat mencegah timbulnya serangan

migren karena mempunyai efek mencegah vasodilatasi kranial. Tetapi penyekat beta lainnya seperti pindolol, praktolol, dan aprenolol tidak mempunyai efek teraupetik untuk migren, sehingga mekanisme

kerjanya disangka bukan semata –  mata penyekat beta saja. Preparat yang efektif adalah penyekat beta

yang tidak memiliki efek ISA ( Intrinsic Sympathomimetic Activity).

Cluster headache umunya membaik dengan pemberian preparat ergot. Untuk varian Cluster headache

umumnya membaik dengan indometasin. Tension type headache dapat diterapi dengan analgesik

dan/atau terapi biofeedback yang dapat digunakan sebagai pencegahan timbulnya serangan.

Terapi preventif yang bertujuan untuk menurunkan frekuensi, keparahan, dan durasi sakit kepala.

Terapi ini diresepkan kepada pasien yang menderita 4 hari atau lebih serangan dalam sebulan atau jika

 pengobatan di atas tidak efektif. Terapi ini harus digunakan setiap hari. Terapi preventif tersebut adalah pemberian beta bloker, botox, kalsium channel blokers, dopamine reuptake inhibitors, SSRIs, serotonin

atau dopamin spesifik, dan TCA.

Tata Laksana untuk nyeri kepala tipe tegang

A.  Terapi

   Non farmakologis

o  Terapi perilaku  Konseling

 

Terapi perilaku

  Terapi manajemen stress

8/10/2019 SK 3 BLOK NEURO

http://slidepdf.com/reader/full/sk-3-blok-neuro 11/22

Dimas Adriyono Wibowo Skenario 3

1102012067 blok Syaraf & perilaku

  Latihan relaksasi

  Biofeedback.

o  Intervensi medis  Blokade saraf occipital

  Ice packs

  Panas

 

Farmakologiso  Terapi farmakologis yang ada adalah NSAID berupa

  Acetaminophen  Aspirin

  Ibuprofen

   Naproxen

  Ketoprofen

  Ketorolac

Obat-obat ini tidak boleh dikonsumsi melebihi 9 hari karena akan menyebabkantimbulnya komplikasi berupa progresi ke tipe kronik.

o  Kegagalan terapi dengan Over the counter medicine menandakan perlunya obat preskripsi

o  Dapat juga ditambahakan butalbital dan codeine pada regimen NSAID

o  Terapi profilaksis dapat diberikan pada pasien yang bertipe kronik dengan serangan lebih

dari dua kali dalam satu minggu dengan durasi selama 3-4 jam.o  Tricyclic Anti Depressant dapat diberikan pada pasien untuk mencegah terjadinya suatu

depresi.

Perlu diingat bahwa dengan adanya resiko substance abuse, maka terapi hanya digunakan untuk

membantu pasien-pasien yang mengalami kesulitan dengan hanya menggunakan behavioural therapy,

 bukan sebagai suatu lini pertama.

LI.3 MM Aspek Klinis Somatosisasi

DefinisiGangguan somatoform adalah suatu kelompok gangguan yang memiliki gejala fisik (sebagai contohnya, nyeri,

mual, dan pusing) di mana tidak dapat ditemukan penjelasan medis yang adekuat. Gejala dan keluhan somatik

adalah cukup serius untuk menyebabkan penderitaan emosional yang bermakna pada pasien atau gangguan pada

kemampuan pasien untuk berfungsi di dalam peranan sosial atau pekerjaan. Suatu diagnosis gangguansomatoform mencerminkan penilaian klinisi bahwa faktor psikologis adalah suatu penyumbang besar untuk

onset, keparahan, dan durasi gejala. Gangguan somatoform adalah tidak disebabkan oleh pura-pura yang

disadari atau gangguan buatan.

Etiologi

Terdapat faktor psikososial berupa konflik psikologis di bawah sadar yang. mempunyai tujuan tertentu. Pada

 beberapa kasus ditemukan faktor genetik dalam transmisi gangguan ini. Selain itu, dihubungkan pula dengan

adanya penurunan metabolism (hipometabolisme) suatu zat tertentu di lobus frontalis dan hemisfer non dominan.

Secara garis besar, faktor-faktor penyebab dikelompokkan sebagai berikut.

a. Faktor-faktor Biologis

Faktor ini berhubungan dengan kemungkinan pengaruh genetis (biasanya pada gangguan somatisasi).

b. Faktor Lingkungan Sosial

Sosialisasi terhadap wanita pada peran yang lebih bergantung, seperti “peran sakit” yang dapat dieksp resikan

dalam bentuk gangguan somatoform.

c. Faktor Perilaku

Pada faktor perilaku ini, penyebab ganda yang terlibat adalah:

1.  Terbebas dari tanggung jawab yang biasa atau lari atau menghindar dari situasi yang tidak nyaman atau

menyebabkan kecemasan (keuntungan sekunder).

2.  Adanya perhatian untuk menampilkan “peran sakit”

3.  Perilaku kompulsif yang diasosiasikan dengan hipokondriasis atau gangguan dismorfik tubuh dapat secara

sebagian membebaskan kecemasan yang diasosiasikan dengan keterpakuan pada kekhawatiran akan

kesehatan atau kerusakan fisik yang dipersepsikan.d. Faktor Emosi dan Kognitif

8/10/2019 SK 3 BLOK NEURO

http://slidepdf.com/reader/full/sk-3-blok-neuro 12/22

Dimas Adriyono Wibowo Skenario 3

1102012067 blok Syaraf & perilaku

Pada faktor penyebab yang berhubungan dengan emosi dan kognitif, penyebab ganda yang terlibat adalah

sebagai berikut:

1.  Salah interpretasi dari perubahan tubuh atau simtom fisik sebagai tanda dari adanya penyakit serius

(hipokondriasis).

2.  Dalam teori Freudian tradisional, energi psikis yang terpotong dari impuls- impuls yang tidak dapat

diterima dikonversikan ke dalam simtom fisik (gangguan konversi).

3. 

Menyalahkan kinerja buruk dari kesehatan yang menurun mungkin merupakan suatu strategis elf-handicaping (hipokondriasis).

Klasifikasi

Klasifikasi Gangguan Somatoform

Ada 5 gangguan somatoform yang spesifik yaitu :

1.  Gangguan konversi

Merupakan bentuk perubahan yang mengakibatkan adanya perubahan fungsi fisik yang tidak dapat

dilacak secara medis. Gangguan ini muncul dalam konflik atau pengalaman traumatik yang

memberikan keyakinan akan adanya penyebab psikologis.

2.  Hipokondriasis

Terpaku pada keyakinan bahwa dirinya menderita penyakit yang serius. Ketakukan akan adanya

 penyakit terus ada meskipun secara medis telah diyakinkan. Sensasi atau rasa nyeri fisik biasanya

sering diasosiasikan dengan gejala penyakit kronis tertentu.

3.  Gangguan somatisasi

Keluhan fisik yang muncul berulang mengenai simptom fisik yang tidak ada dasar organis yang jelas.

Gangguan ini menyebabkan seseorang untuk melakukan kunjungan medis berkali-kali atau

menyebabkan hendaya yang signifikan dalam fungsi.

4.  Gangguan dismorfik tubuh

Terpaku pada kerusakan fisik yang dibayangkan atau berlebih-lebihan. Menganggap orang tidak

memperhatikannya karena kerusakan tubuh yang dimilikinya (dipersepsikannya). Gangguan ini akan

membawa seseorang pada perilaku komplusif seperti berulang-ulang berdandan, dll.

5.  Gangguan nyeri

Gejala utamanya adalah adanya nyeri pada satu atau lebih tempat yang tidak sepenuhnya disebabkanoleh kondisi medis atau neurologis nonpsikiatris, disertai oleh penderitaan emosional dan gangguan

fungsional dan gangguan memiliki hubungan sebab yang masuk akal dengan factor psikologis.

Somatoform berdasarkan PPDGJ III dibagi menjadi,

1. gangguan somatisasi

2. gangguan somatoform tak terperinci

3. gangguan hipokondriasis

4. disfungsi otonomik somatoform5. gangguan nyeri somatoform menetap

6. gangguan somatoform lainnya

7. gangguan somayoform YTT

Manifestasi KlinisManifestasi klinis gangguan ini adalah adanya keluhan-keluhan gejala fisik yang berulang disertai permintaan

 pemeriksaan medik, meskipun sudah berkali-kali terbukti hasilnya negatif dan juga telah dijelaskan dokternya

 bahwa tidak ada kelainan yang mendasari keluhannya (Kapita Selekta, 2001). Beberapa orang biasanya

mengeluhkan masalah dalam bernafas atau menelan, atau ada yang “menekan di dalam tenggorokan”.

Masalah-masalah seperti ini dapat merefleksikan aktivitas yang berlebihan dari cabang simpatis sistem

saraf otonomik, yang dapat dihubungkan dengan kecemasan. Kadang kala, sejumlah simtom muncul dalam bentuk yang lebih tidak biasa, seperti “kelumpuhan” pada tangan atau k aki yang tidak konsisten dengan kerja

sistem saraf. Dalam kasus-kasus lain, juga dapat ditemukan manifestasi di mana seseorang berfokus pada

keyakinan bahwa mereka menderita penyakit yang serius, namun tidak ada bukti abnormalitas fisik yang dapat

ditemukan (Nevid, dkk, 2005).

Pada gangguan ini sering kali terlihat adanya perilaku mencari perhatian (histrionik), terutama pada pasien yangkesal karena tidak berhasil membujuk dokternya untuk menerima bahwa keluhannya memang penyakit fisik dan

8/10/2019 SK 3 BLOK NEURO

http://slidepdf.com/reader/full/sk-3-blok-neuro 13/22

Dimas Adriyono Wibowo Skenario 3

1102012067 blok Syaraf & perilaku

 bahwa perlu adanya pemeriksaan fisik yang lebih lanjut (PPDGJ III, 1993). Dalam kasus-kasus lain, orang

 berfokus pada keyakinan bahwa mereka menderita penyakit serius, namun tidak ada bukti abnormalitas fisik

yang dapat ditemukan.

Gambaran keluhan gejala somatoform :

 Neuropsikiatri:−“kedua bagian dari otak saya tidak dapat berfungsi dengan baik” ; 

−“ saya tidak dapat menyebutkan benda di sekitar rumah ketika ditanya” 

Kardiopulmonal:

−“  jantung saya terasa berdebar debar…. Saya kira saya akan mati” Gastrointestinal:

−“saya pernah dirawat karena sakit maag dan kandung empedu dan belum ada dokter yang dapat

menyembuhkannya” 

Genitourinaria:

−“saya mengalami kesulitan dalam mengontrol BAK, sudah dilakukan pemeriksaan namun tidak di temukanapa-apa” 

Musculoskeletal

−“saya telah belajar untuk hidup dalam kelemahan dan kelelahan sepanjang waktu” 

Sensoris:−“  pandangan saya kabur seperti berkabut, tetapi dokter mengatakan

kacamata tidak akan membantu”

Beberapa tipe utama dari gangguan somatoform adalah gangguan konversi, hipokondriasis, gangguan

dismorfik tubuh, dan gangguan somatisasi.

Gangguan somatisasi

1.  Adanya beberapa keluhan fisik (multiple symptom) yang berulang, dimana ketika diperiksa secara

fisik/medis, tidak ditemukan adanya kelainan tetapi ia tetap kontinyu memeriksakan diri. Gangguan

tidak muncul karena penggunaan obat. Keluhan yang umumnya, misalnya sakit kepala, sakit perut,sakit dada, mestruasi tidak teratur, dll

2.  Pasien menunjukkan keluhan dengan cara histrionik, berlebihan, seakan tersiksa/merana.

3.  Berulang memeriksa diri ke dokter, kadang menggunakan berbagai obat, dirawat di RS bahkan

dilakukan operasi.

4.  Sering ditemukan masalah perilaku atau hubungan personal seperti kesulitan dalam pernikahan.

Gangguan konversi

1.  Kondisi dimana panca indera atau otot-otot tidak berfungsi walaupun secara fisiologis, pada sistemsaraf atau organ-organ tubuh tersebut tidak terdapat gangguan/kelainan.

2.  Secara fisiologis, orang normal dapat mengalami sebagian atau kelumpuhan total pada tangan, lengan,

atau gangguan koordinasi, kulit rasanya gatal atau seperti ditusuk-tusuk, ketidak pekaan terhadap nyeri

atau hilangnya kemampuan untuk merasakan sensasi (anastesi), kelumpuhan, kebutaan, tidak dapat

mendengar, tidak dapat membau, suara hanya berbisik, dll.3.  Biasanya muncul tiba-tiba dalam keadaan stres, adanya usaha individu untuk menghindari beberapa

aktivitas atau tanggungjawab.

4.  Konsep Freud : energi dari insting yang di repres berbalik menyerang dan menghambat fungsi saluran

sensorimotor.

5.  Kecemasan dan konflik psikologik diyakini diubah dalam bentuk simptom fisik.

Hipokondriasis

1.  Meyakini/ketakutan atau pikiran yang berlebihan dan menetap bahwa dirinya memiliki suatu penyakit

fisik yang serius

2.  Adanya reaksi fisik yang berlebihan terhadap sensasi fisik/tubuh (salah interpretasi terhadap gejala

fisik yang dialaminya), misalnya otot kaku, pusing/sakit kepala, berdebar-debar, kelelahan.

3.  Melakukan banyak tes lab, menggunakan banyak obat, memeriksakan diri ke banyak dokter atau RS

4. 

Keyakinan ini terus berlanjut, tidak mau menerima nasehat atau penjelasan dokter, walaupun hasil pemeriksaan medis tidak menunjukkan adanya penyakit dan sudah diyakinkan.

8/10/2019 SK 3 BLOK NEURO

http://slidepdf.com/reader/full/sk-3-blok-neuro 14/22

Dimas Adriyono Wibowo Skenario 3

1102012067 blok Syaraf & perilaku

5.  Keyakinan ini menyebabkan adanya distress atau hambatan dalam fungsi sosial, pekerjaan atau aspek

 penting lainnya.

Gangguan dimorfik tubuh

1.  Keyakinan akan adanya masalah dengan penampilan atau melebih-lebihkan kekurangan dalam hal

 penampilan (misalnya : keriput di wajah, bentuk atau ukuran tubuh)

2. 

Keyakinan/perhatian berlebihan ini meyebabkan stress, menghabiskan banyak waktu, menjadi mal-adaptive atau menimbulkan hambatan dalam fungsi sosial, pekerjaan atau aspek penting lainnya

(menghindar/tidak mau bertemu orang lain, keluar sekolah atau pekerjaan), juga menyebabkan dirinyasering harus konsultasi untuk operasi plastik

3.  Bagian tubuh yang diperhatikan sering bervariasi, kadang dipengaruhi budaya.

Gangguan nyeri

1.  Gangguan dimana individu mengeluhkan adanya rasa nyeri yang sangat dan berkepanjangan, namun

tidak dapat dijelaskan secara medis (bahkan setelah pemeriksaan yang intensif)2.  Rasa nyeri ini bersifat subyektif, tidak dapat dijelaskan, bersifat kronis, muncul di satu atau beberapa

 bagian tubuh.

3.  Rasa nyeri ini menyebabkan stress atau hambatan dalam fungsi sosial, pekerjaan dan aspek penting

lainnya.

4. 

Faktor-faktor psikologis sering memainkan peranan penting dalam memunculkan, memperburuk rasanyeri.

Faktor Resiko Gangguan Somatoform

  Riwayat orangtua

  Pola asuh dalam keluarga yang salah

  Wanita lebih banyak menderita

  Memiliki kepribadian yang mudah cemas

  Orang yang tertutup

  Alkoholism

  Penyalahgunaan obat

Manifestasi klinis gangguan ini adalah adanya keluhan-keluhan gejala fisik yang berulang disertai permintaan

 pemeriksaan medik, meskipun sudah berkali-kali terbukti hasilnya negatif dan juga telah dijelaskan dokternya

 bahwa tidak ada kelainan yang mendasari keluhannya. Beberapa orang biasanya mengeluhkan masalah dalam

 bernafas atau menelan, atau ada yang “menekan di dalam tenggorokan”. Masalah-masalah seperti ini dapat

merefleksikan aktivitas yang berlebihan dari cabang simpatis sistem saraf otonomik, yang dapat dihubungkan

dengan kecemasan. Kadang kala, sejumlah simtom muncul dalam bentuk yang lebih tidak biasa, seperti“kelumpuhan” pada tangan atau kaki yang tidak konsisten dengan kerja sistem saraf. Dalam kasus - kasus lain,

 juga dapat ditemukan manifestasi di mana seseorang berfokus pada keyakinan bahwa mereka menderita

 penyakit yang serius, namun tidak ada bukti abnormalitas fisik yang dapat ditemukan.Pada gangguan ini sering

kali terlihat adanya perilaku mencari perhatian (histrionik), terutama pada pasien yang kesal karena tidak

 berhasil membujuk dokternya untuk menerima bahwa keluhannya memang penyakit fisik dan bahwa perlu

adanya pemeriksaan fisik yang lebih lanjut (PPDGJ III, 1993). Dalam kasus-kasus lain, orang berfokus padakeyakinan bahwa mereka menderita penyakit serius, namun tidak ada bukti abnormalitas fisik yang dapat

ditemukan.

Klasifikasi

PENGGOLONGAN GANGGUAN JIWA DALAM PPDGJ IIIPenggolongan Gangguan Jiwa (PPDGJ III)

  F0 : GMO, termasuk Gangguan Mental Simptomatik

  F1 : Ggn Mental & Perilaku Akibat Zat Psikoaktif

  F2 : Skizofrenia, Ggn Skizotipal dan Ggn Waham

  F3 : Gangguan Suasana Perasaan (Mood/Afektif)

  F4 : Ggn Neurotik, Ggn Somatoform dan Ggn ~ Stres

  F5 : Sind Tingkah Laku yg Berhub dg Ggn Fisiologis & Fisik

  F6 : Gangguan Kepribadian dan Perilaku Masa Dewasa

  F7 : Retardasi Mental

 

F8 : Gangguan Perkembangan Psikologis  F9 : Ggn Perilaku & Emosional dg Onset Biasanya pd Masa kanak dan Remaja

8/10/2019 SK 3 BLOK NEURO

http://slidepdf.com/reader/full/sk-3-blok-neuro 15/22

Dimas Adriyono Wibowo Skenario 3

1102012067 blok Syaraf & perilaku

Somatoform berdasarkan PPDGJ III dibagi menjadi,

F.45.0 gangguan somatisasi

F.45.1 gangguan somatoform tak terperinci

F.45.2 gangguan hipokondriasis

F.45.3 disfungsi otonomik somatoform

F.45.4 gangguan nyeri somatoform menetapF.45.5 gangguan somatoform lainnya

F.45.6 gangguan somatoform YTT

DSM-IV, ada tujuh kelompok, lima sama dengan klasifikasi awal dari PPDGJ ditambah dengan gangguan

konversi, gangguan dismorfik tubuh.

Pada bagian psikiatri, gangguan yang sering ditemukan di klinik adalah gangguian somatisasi dan

hipokondriasis.

Diagnosis dan Diagnosis Banding

Kriteria diagnostik untuk Gangguan Somatisasi A.  Riwayat banyak keluhan fisik yang dimulai sebelum usia 30 tahun yang terjadi selama periode

 beberapa tahun dan membutuhkan terapi, yang menyebabkan gangguan bermakna dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.

B.  Tiap kriteria berikut ini harus ditemukan, dengan gejala individual yang terjadi pada sembarang waktu

selama perjalanan gangguan:

1.  Empat gejala nyeri: riwayat nyeri yang berhubungan dengan sekurangnya empat tempat atau

fungsi yang berlainan (misalnya kepala, perut, punggung, sendi, anggota gerak, dada, rektum,

selama menstruasi, selama hubungan seksual, atau selama miksi)

2.  Dua gejala gastrointestinal: riwayat sekurangnya dua gejala gastrointestinal selain nyeri

(misalnya mual, kembung, muntah selain dari selama kehamilan, diare, atau intoleransi

terhadap beberapa jenis makanan)

3.  Satu gejala seksual: riwayat sekurangnya satu gejala seksual atau reproduktif selain dari nyeri

(misalnya indiferensi seksual, disfungsi erektil atau ejakulasi, menstruasi tidak teratur,

 perdarahan menstruasi berlebihan, muntah sepanjang kehamilan).

4. 

Satu gejala pseudoneurologis: riwayat sekurangnya satu gejala atau defisit yang mengarahkan pada kondisi neurologis yang tidak terbatas pada nyeri (gejala konversi seperti gangguan

koordinasi atau keseimbangan, paralisis atau kelemahan setempat, sulit menelan atau benjolan

di tenggorokan, afonia, retensi urin, halusinasi, hilangnya sensasi atau nyeri, pandangan

ganda, kebutaan, ketulian, kejang; gejala disosiatif seperti amnesia; atau hilangnya kesadaran

selain pingsan).C.  Salah satu (1)atau (2):

1.  Setelah penelitian yang diperlukan, tiap gejala dalam kriteria B tidak dapat dijelaskan

sepenuhnya oleh sebuah kondisi medis umum yang dikenal atau efek langsung dan suatu zat

(misalnya efek cedera, medikasi, obat, atau alkohol)

2.  Jika terdapat kondisi medis umum, keluhan fisik atau gangguan sosial atau pekerjaan yang

ditimbulkannya adalah melebihi apa yang diperkirakan dan riwayat penyakit, pemeriksaan

fisik, atau temuan laboratorium.

D. 

Gejala tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti gangguan buatan atau pura-pura).

Kriteria diagnostik untuk Gangguan Konversi A.  Satu atau lebih gejala atau defisit yang mengenai fungsi motorik volunter atau sensorik yang

mengarahkan pada kondisi neurologis atau kondisi medis lain.

B.  Faktor psikologis dipertimbangkan berhubungan dengan gejala atau defisit karena awal atau

eksaserbasi gejala atau defisit adalah didahului oleh konflik atau stresor lain.

C.  Gejala atau defisit tidak ditimbulkkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti pada gangguan buatan

atau berpura-pura).

D.  Gejala atau defisit tidak dapat, setelah penelitian yang diperlukan, dijelaskan sepenuhnya oleh kondisimedis umum, atau oleh efek langsung suatu zat, atau sebagai perilaku atau pengalaman yang diterima

secara kultural.

E.  Gejala atau defisit menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi

sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain atau memerlukan pemeriksaan medis.

8/10/2019 SK 3 BLOK NEURO

http://slidepdf.com/reader/full/sk-3-blok-neuro 16/22

Dimas Adriyono Wibowo Skenario 3

1102012067 blok Syaraf & perilaku

F.  Gejala atau defisit tidak terbatas pada nyeri atau disfungsi seksual, tidak terjadi semata-mata selama

 perjalanan gangguan somatisasi, dan tidak dapat diterangkan dengan lebih baik oleh gangguan mental

lain.Sebutkan tipe gejala atau defisit:

1.  Dengan gejata atau defisit motorik

2.  Dengan gejala atau defisit sensorik

3.  Dengan kejang atau konvulsi

4. 

Dengan gambaran campuran

Kriteria Diagnostik untuk Hipokondriasis A.  Pereokupasi dengan ketakutan menderita, atau ide bahwa ia menderita, suatu penyakit serius

didasarkan pada interpretasi keliru orang tersebut terhadap gejalagejala tubuh.

B.  Perokupasi menetap walaupun telah dilakukan pemeriksaan medis yang tepat dan penentraman.

C.  Keyakinan dalam kriteria A tidak memiliki intensitas waham (seperti gangguan delusional, tipe

somatik) dan tidakterbatas pada kekhawatiran tentang penampilan (seperti pada gangguan dismorfik

tubuh).D.  Preokupasi menyebabkan penderitaan yang bermakna secara kilnis atau gangguan dalam fungsi sosial,

 pekerjaan, atau fungsi penting lain.

E.  Lama gangguan sekurangnya 6 bulan.

F.  Preokupasi tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan kecemasan umum, gangguan obsesif-

kompulsif, gangguan panik, gangguan depresif berat, cemas perpisahan, atau gangguan somatoformlain.

Sebutkan jika: Dengan tilikan buruk: jika untuk sebagian besar waktu selama episode berakhir, orang tidak

menyadari bahwa kekhawatirannya tentang menderita penyakit serius adalah berlebihan atau tidak beralasan.

Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Dismorfik Tubuh A.  Preokupasi dengan bayangan cacat dalam penampilan. Jika ditemukan sedikit anomali tubuh,

kekhawatiran orang tersebut adalah berlebihan dengan nyat.

B.  Preokupasi menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial,

 pekerjaan, atau fungsi penting lainnya.

C.  Preokupasi tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mental lain (misalnya, ketidakpuasan

dengan bentuk dan ukuran tubuh pada anorexia nervosa).

Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Nyeri A.   Nyeri pada satu atau lebih tempat anatomis merupakan pusat gambaran klinis dan cukup parah untuk

memerlukan perhatian klinis.

B.   Nyeri menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial,

 pekerjaan, atau fungsi penting lain.C.  Faktor psikologis dianggap memiliki peranan penting dalam onset, kemarahan, eksaserbasi atau

 bertahannnya nyeri.

D.  Gejala atau defisit tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti pada gangguan buatan

atau berpura-pura).

E.   Nyeri tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mood, kecemasan, atau gangguan psikotik dan

tidak memenuhi kriteria dispareunia.

Tuliskan seperti berikut: Gangguan nyeri berhubungan dengan faktor psikologis: faktor psikologis dianggapmemiliki peranan besar dalam onset, keparahan, eksaserbasi, dan bertahannya nyeri.

Sebutkan jika:

Akut: durasi kurang dari 6 bulanKronis: durasi 6 bulan atau lebih

Gangguan nyeri berhubungan baik dengan faktor psikologls maupun kondisi medis umum  Sebutkan jika:

Akut: durasi kurang dari 6 bulan

Kronis: durasi 6 bulan atau lebihCatatan: yang berikut ini tidak dianggap merupakan gangguan mental dan dimasukkan untuk mempermudah

diagnosis banding.

Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Somatoform yang Tidak Digolongkan 

8/10/2019 SK 3 BLOK NEURO

http://slidepdf.com/reader/full/sk-3-blok-neuro 17/22

Dimas Adriyono Wibowo Skenario 3

1102012067 blok Syaraf & perilaku

A.  Satu atau lebih keluhan fisik (misalnya kelelahan, hilangnya nafsu makan, keluhan

gastrointestinal atau saluran kemih)

B.  Salah satu (1)atau (2)

1.  Setelah pemeriksaan yang tepat, gejala tidak dapat dijelaskan sepenuhnya oleh kondisi medis

umum yang diketahui atau oleh efek langsung dan suatu zat (misalnya efek cedera, medikasi,

obat, atau alkohol)

2. 

Jika terdapat kondisi medis umum yang berhubungan, keluhan fisik atau gangguan sosial atau pekerjaan yang ditimbulkannya adalah melebihi apa yang diperkirakan menurut riwayat

 penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratonium.C.  Gejala menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial,

 pekerjaan, atau fungsi penting lainnya.

D.  Durasi gangguan sekurangnya enam bulan.

E.  Gangguan tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mental lain (misalnya gangguan

somatoform, disfungsi seksual, gangguan mood, gangguan kecemasan, gangguan tidur, atau gangguan

 psikotik).F.  Gejala tidak ditimbulkan dengan sengaja atau dibuat-buat (seperti pada gangguan buatan atau berpura-

 pura)

DIAGNOSIS MENURUT PPDGJ :

Gangguan Somatoform  Ciri utama gangguan ini adalah adanya keluhan-keluhan gejala fisik yang berulang-ulang disertai

 permintaan pemeriksaan medik, meskipun sudah berkali-kali terbukti hasilnya negatif dan sudah

dijelaskan dokternya bahwa tidak ditemukan keluhan yang menjadi dasar keluhannya. Penderita juga

menyangkal dan menolak untuk membahas kemungkinan kaitan antara keluhan fisiknya dengan

 problem atau konflik dalam kehidupan yang dialaminya bahkan meskipun didapatkan gejala-gejala

anxietas dan depresi.

  Tidak adanya saling pengertian antara dokter dan pasien mengenai kemungkinan penyebab keluhan-

keluhannya yang menimbulkan frustasi dan kekecewaan pada kedua belah pihak

Gangguan Somatisasi

Pedoman diagnostikDiagnosis pasti memerlukan semua hal berikut :

  Adanya banyak keluhan-keluhan fisik yang bermacam-macam yang tidak dapat dijelaskan atas dasar

kelainan fisik yang sudah berlangsung sedikitnya 2 tahun

  Tidak mau menerima nasehat atau penjelasan dari beberapa dokter bahwa tidak ada kelainan fisik yang

dapat menjelaskan keluhannya

  Terdapat disabilitas dalam fungsinya di masyarakat dan keluarga yang berkaitan dengan sifat keluhan-

keluhannya dan dampak dari perilakunya

a. Gangguan Somatoform Tak Terinci

Pedoman diagnostik

 

Keluhan-keluhan fisik bersifat multipel, bervariasi dan menetap, akan tetapi gambaran klinis yang khasdan lengkap dari gangguan somatisasi tidak terpenuhi

  Kemungkinan ada ataupun tidaknya faktor penyebab psikologis belum jelas, akan tetapi tidak boleh

ada penyebab fisik dan keluhan-keluhannya

 b. Gangguan Hipokondrik

Pedoman diagnostik

Untuk diagnostik pasti, kedua hal ini harus ada :

  Keyakinan yang menetap adanya sekurang0kurangnya satu penyakit fisik yang serius yang dilandasi

keluhan-keluhannya, meskipun pemeriksaan yang berulang-ulang tidak menunjang adanya alasan fisik

yang memadai, ataupun adanya preokupasi yang menetap kemungkinan deformitas atau perubahan

 bentuk penampakan fisik

8/10/2019 SK 3 BLOK NEURO

http://slidepdf.com/reader/full/sk-3-blok-neuro 18/22

Dimas Adriyono Wibowo Skenario 3

1102012067 blok Syaraf & perilaku

  Tidak mau menerima nasehat atau dukungan penjelasan dari beberapa dokter bahwa tidak ditemukan

 penyakit atau abnormalitas fisik yang melandasi keluhannya.

c. Gangguan Otonomik Somatoform

Pedoman diagnostik

Diagnosis pasti memerlukan semua hal berikut :  Adanya gejala-gejala bangkitan otonomik seperti palpitasi, berkeringat, tremor, muka panas/flushing,

yang menetap dan mengganggu

  Gejala subjektif tambahan mengacu pada sistem atau organ tertentu (gejala tidak khas)

  Preokupasi dengan dan penderitaan (distress) mengenai kemungkinan adanya gangguan yang serius

(sering tidak begitu khas) dari sistem atau organ tertentu, yang tidak terpengaruh oleh hasil

 pemeriksaan berulang, maupun penjelasan dari dokter

  Tidak terbukti adanya gangguan yang cukup berarti pada struktur/fungsi dari sistem atau organ yang

dimaksud.

Karakter kelima : F45.30 = jantung dan sistem kardiovaskuler

F45.31 = saluran pencernaan bagian atas

F45.32 = saluran pencernaan bagian bawahF45.33 = sistem pernafasan

F45.34 = sistem genito-urinaria

F45.35 = sistem atau organ lainnya

d. Gangguan Nyeri Somatoform Menetap

Pedoman diagnostik

  Keluhan utama adalah nyeri hebat, menyiksa, menetap, yang tidak dapat dijelaskan sepenuhnya atas

dasar proses fisiologik maupun adanya gangguan fisik

   Nyeri timbul dalam hubungan dengan adanya konflik emosional atau problem psikososial yang cukup

 jelas untuk dapat dijadikan alasan dalam mempengaruhi terjadinya gangguan tersebut

 

Dampaknya adalah meningkatnya perhatian dan dukungan, baik personal maupun medis, untuk yang bersangkutan.

e. Gangguan Somatoform Lainnya

Pedoman diagnostik

  Pada gangguan ini keluhan-keluhannya tidak sistem saraf otonom dan terbatas secara spesifik pada

 bagian tubuh atau sistem tertentu

  Tidak ada kaitannya dengan kerusakan jaringan

Tatalaksana

Gangguan

somatoform 

Tujuan pengobatan  Strategi dan teknik

psikoterapi dan

psikososial 

Strategi dan teknik

farmakologikal dan fisik  

1. mencegah adopsi dari rasa sakit,

invalidasi (tidak membenrakan

 pemikiran/meyakinkan nahwa gejala

hanya ada dlam pikiran tidak untuk

kehidupan nyata

2. meminimalisir biaya dan komplikasi

dengan menghindari tes-tes diagnosis,

treatment, dan obat-obatan yang tidak

1. pengobatan yang

konsisiten, ditangani oleh

dokter yang sama

2. buat jadwal regular

ddengan interval waktu

kedatangan yang

memadai

3. memfokuskan terapi

1. diberikan hanya bila

indikasinya jelas

2. hindari obat-obatan yang

 bersifat addiksi

8/10/2019 SK 3 BLOK NEURO

http://slidepdf.com/reader/full/sk-3-blok-neuro 19/22

Dimas Adriyono Wibowo Skenario 3

1102012067 blok Syaraf & perilaku

 perlu

3. melakukan kontrol farmakologis

terhadap sindrom comorbid

(memperparah kondisi)

secara gradual dari gejala

ke personal dan ke

masalah sosial

Gangguan

somatisasi 

1,2,3 1,2,3 1,2

- anti anxietas dan antidepressan

Gangguan

somatisasi tak

terperinci 

1,2,3 1,2,3 1 dan 2

- obat anti anxietas dan anti

depresan (jika perlu)

hipokondriasi  1,2,3 1,2,3

Therapi kognitiv-

 behaviour

2

Usahakan untuk mengurangi

gejala hipokondriacal denganSSRI (Fluoxetine 60-80 mg/

hari)

dibandingkan dengan obat lain

Gangguan nyeri

menetap 

1,2,3

Jika nyeri nya akut (< 6 bulan),

tambahkan obt simptomatik untuk

gejala yang timbul

Jika nyeri bersifat kronik (>6 bulan ),fokus pada pertahankan fungsi dan

motilitas tubuh daripada fokus pada

 penyembuhan nyeri

1,2,3

 Nyeri kronik :

 pertimbangkan terapi

fisik dan pekerjaan, serta

terapi kognitif-

 behavioural

1 dan 2

Akut : acetaminophen dan

 NSAIDS (tidak dicampur) atau

sebagai yambahan pda opioid

Kronik : Trisiklik anti depresan,acetaminophen dan NSAID

Pertimbangkan akupunnktur

Gangguan

konversi 

1,2,3 Akut : yakinkan, sugesti

 pasien untuk mengurangi

gejala

Pertimbangkan

narcoanalisis (sedativ

hipnotis), hipnoterapi,

 behavioural terapi

Kronik  : 1,2, dan 3

Eksplorasi lebih lanjut

mengenai konflik yang

 bersifat unterpersonal

 pada pasien

1 dan 2

Pertimbangkan narcoanalisis

(sedative hipnotic)

Gangguan

dismorfik tubuh 

1,2,3

Khususnya menghindari pembedahan

1,2,3

Terapi kognitif-

 behavioural

2

Usahakan untuk mengurangi

gejala hipokondriacal denganSSRI (Fluoxetine 60-80 mg/

8/10/2019 SK 3 BLOK NEURO

http://slidepdf.com/reader/full/sk-3-blok-neuro 20/22

Dimas Adriyono Wibowo Skenario 3

1102012067 blok Syaraf & perilaku

hari)

dibandingkan dengan obat lain

 

Terapi untuk Gangguan Somatoform Kebijakan klinis menyarankan pendekatan halus dan suportif seraya memberikan penghargaan kepada

 pasien atas setiap perbaikan kondisi sekecil apa pun yang berhasil dicapai (Simon, 1998).

Orang-orang yang menderita gangguan somatoform jauh lebih sering datang ke dokter dibanding ke

 psikiater atau psikolog karena mereka menganggap masalah berkait dengan kondisi fisik. Para pasien

tersebut menganggap rujukan dokter ke psikolog atau psikiater sebagai tanda bahwa dokter

menganggap penyakit mereka “terletak di kepala”; sehingga mereka tidak merasa senang dirujuk ke

“ahli jiwa”. Mereka menguji kesabaran dokter mereka, yang sering kali meresepkan berbagai macam

obat atau penanganan medis dengan harapan akan menyembuhkan keluhan somatik tersebut.Penyembuhan dengan berbicara yang menjadi dasar psikoanalisis dilandasi oleh asumsi bahwa suatu

represif masif telah memaksa energi psikis diubah menjadi anestesia atau kelumpuhan yang

membingungkan. Namun demikian, psikoanalisis tradisional dengan terapi jangka panjang dan

 psikoterapi yang berorientasi psikoanalisis tidak menunjukkan hasil yang bermanfaat bagi gangguan

konversi, kecuali mungkin mengurangi kekhawatiran pasien atas penyakitnya. Penanganan psikodinamika jangka pendek dapat menjadi efektif untuk menghilangkan simtom-simtom gangguansomatoform (Junkert-Tress, 2001).

Pasien somatoform sering menderita kecemasan dan depresi. Dengan menangani kecemasan dan

depresi sering kali mengurangi kekhawatiran somatoform.

Pada kasus komorbiditas antara ganguan obsesif kompulsif dan gangguan somatoform tertentu, seperti

hipokondriasis dan gangguan dismorfik tubuh memiliki penanganan pilihan untuk ganguan kompulsif-

 pemaparan dan pencegahan respons-dapat menjadi efektif untuk gangguan somatoform tersebut.

Terapis perlu memperhitungkan untuk memastikan pasien tidak kehilangan muka ketika gangguan

tersebut tidak lagi dialaminya. Terapis harus mempertimbangkan kemungkinan pasien merasa

dipermalukan ketika kondisinya menjadi lebih baik melalui penanganan yang tidak berkaitan denganmasalah medis (fisik).

  Terapi untuk gangguan somatisasi 

  Pemaparan atau terapi kognitif dapat digunakan untuk mengatasi ketakutan, berkurangnya

rasa takut dapat membantu mengurangi berbagai keluhan somatik.

  Terapi keluarga, membantu pasien dan keluarga mengubah jaringan hubungan yang bertujuan

untuk membantu usahanya menjadi lebih mandiri.

  Training asersi dan keterampilan sosial, bermanfaat untuk membantunya manguasai atau

menguasai kembali, berbagai cara untuk berhubungan dengan orang lain dan mengatasi

 berbagai tantangan tanpa harus mengatakan “Saya seorang yang malang, lemah, dan sakit.” 

  Dokter tidak menghindari validitas keluhan-keluhan fisik, namun meminimalkan penggunaan

 berbagai tes diagnostik dan pemberian obat, mempertahankan kontak dengan pasien. Teknik-

teknik seperti training relaksasi dan berbagai bentuk terapi kognitif juga terbukti bermanfaat.

Biofeedback, yang mencangkup pengendalian atas proses-proses fisiologis telah terbukti

efektif dalam mengurangi berbagai pikiran yang merusak pada para pasien yang menderita

gangguan somatoform-bahkan lebih efektif dibanding teknik relaksasi.

  Terapi utuk hipokondriasis 

  Pendekatan kognitif behavioral. Penelitian menunjukkan bahwa para pasien hipokondrial

menunjukkan penyimpanan kognitif dengan menganggap masalah kesehatan yang muncul

sebagai suatu ancaman. Terapi kognitif-behavioral dapat ditujukan untuk merestrukturisasi

 pemikiran pesimistik semacam itu.

  Penanganan dapat mencangkup beberapa strategi seperti mengarahkan perhatian selektif

 pasien ke simtom-simtom fisik dan tidak mendorong pasien mencari kepastian medis bahwa iatidak sakit.

8/10/2019 SK 3 BLOK NEURO

http://slidepdf.com/reader/full/sk-3-blok-neuro 21/22

Dimas Adriyono Wibowo Skenario 3

1102012067 blok Syaraf & perilaku

  Terapi untuk rasa nyeri 

   Nyeri mengandung dua komponen, yaitu nyeri psikogenik dan nyeri yang benar-benar

disebabkan factor medis, seperti cedera jaringan otot. Penanganan yang efektif cenderungterdiri dari hal-hal berikut:

o  Melakukan validasi bahwa rasa nyeri memang nyata, dan tidak hanya dalam pikiran

 pasien.

Pelatihan relaksasio  Menghadiahi pasien karena berperilaku yang tidak sejalan dengan rasa nyeri

(menahan rasa nyeri).

  Varian terapi psikodinamika jangka pendek, yang disebut terapi tubuh psikodinamika, efektif

untuk mengurangi rasa nyeri dan mempertahankannya dalam jangka waktu lama.

  Dosis rendah obat antidepresan, terutama imipramine, lebih tinggi manfaatnya dibandingkan

 placebo untuk mengurangi rasa nyeri dan distress kronis. Obat-obatan tersebut tidak

menghilangkan depresi terkait.

Secara umum tampaknya perlu disarankan untuk mengalihkan focus dari hal-hal yang tidak dapat

dilakukan pasien karena penyakitnya dan bahkan mengajarkan pada pasien bagaimana cara mengatasi

stres, mendorong aktivitas yang lebih banyak, dan meningkatkan kontrol diri, terlepas dari keterbatasan

fisik atau rasa tidak nyaman yang dialami pasien.

Komplikasi1. Kehidupan yang bergantung pada orang lain

2. Suicide.

PencegahanPertama, mulai berolah raga dengan baik dan teratur serta menjaga pola makan dengan asupan gizi yang

seimbang. Hal ini berguna untuk menjaga metabolism tubuh. Sehingga menjadi prima. 

Kedua, Apabila gangguan serangan cemas akan rasa sakit menyerang, katakan pada diri anda stop, lalu lakukan

relaksi dengan cara mengatur aliran nafas anda.

Ketiga, Lakukan lah medical check up 1 tahun 1 kali, secara rutin. Dengan harapan dapat mengetahui kondisifisikyang sebenarnya (membuat anda tenang), dan melakukan langkah pencegahan jika ditemukan penyakit

dalam diri.

Self talk “Tubuh saya sehat, dan saya baik- baik saja”. (katakan pada diri anda, setiap hari saat anda bercermin

setiap saat, dan katakan juga “indahnya hari ini, saya bersyukur karena tuhan masih mengijinkan sayamenikmati setiap karuniaNya” 

Prognosis Nyeri Somatoform

Prognosis pada gangguan somatoform sangat bervariasi, tergantung umur pasien dan sifat gangguannya (kronik

atau episodik). Umumnya, gangguan somatoform prognosisnya baik, dapatditangani secara sempurna. Sangat

sedikit sekali yang mengalami eksarsebasi, dapat bervariasidari mild-severe dan kronis. Pengobatan yang lebihawal dan menjadikan prognosis menjadilebih baik. Secara independen tidak meningkatkan risiko kematian.

Kematian lebih disebabkankarena upaya bunuh diri. (Kaplan, 1999)

LI.4 keluarga sakkinah,mawaddah,warrahmah

Sakinah mawaddah warahmah.

Kata “Sakinah”. Sakinah merupakan pondasi dari bangunan rumah tangga yang sangat penting. Tanpanya, tiada

mawaddah dan warahmah. Sakinah itu meliputi kejujuran, pondasi iman dan taqwa kepada Allah SWT.

Dalam Al Qur’an pun dikatakan bahwa suatu saat, akan banyak  orang yang saling berkasih sayang di dunia,tetapi di akhirat kelak mereka akan bermusuhan, menyalahkan dan saling melempar tanggung jawab. Kecuali

orang-orang yang berkasih sayang dilandasi dengan cinta kepada Allah SWT. Kata adalah mawaddah.

Mawaddah itu berupa kasih sayang. Setiap mahluk Allah kiranya diberikan sifat ini, mulai dari hewan sampai

manusia. Dalam konteks pernikahan, contoh mawaddah itu berupa “kejutan” suami untuk istrinya, begitu punsebaliknya. Misalnya suatu waktu si suami bangun pagi-pagi sekali, membereskan rumah, menyiapkan sarapan

untuk anak-anaknya. Dan ketika si istri bangun, hal tersebut merupakan kejutan yang luar biasa.

8/10/2019 SK 3 BLOK NEURO

http://slidepdf.com/reader/full/sk-3-blok-neuro 22/22

Dimas Adriyono Wibowo Skenario 3

1102012067 blok Syaraf & perilaku

Kata terakhir adalah warahmah. Warahmah ini hubungannya dengan kewajiban. Kewajiban seorang suami

menafkahi istri dan anak-anaknya, mendidik, dan memberikan contoh yang baik. Kewajiban seorang istri untuk

mena’ati suaminya. Intinya warahmah ini kaitannya dengan segala kewajiban. 

Sakinah  mengandung makna ketenangan.

Setiap jenis laki-laki atau perempuan, jantan atau betina, dilengkapi Allah dengan alat serta aneka sifat dankecenderungan yang tidak dapat berfungsi secara sempurna jika ia berdiri sendiri. Kesempurnaan eksistensi

makhluk hanya tercapai dengan bergabungnya masing-masing pasangan dengan pasangannya sesuai dengansunnatullah.

Memang benar bahwa sewaktu-waktu manusia bisa merasa senang dalam kesendiriannya, tetapi tidak untuk

selamanya. Manusia telah menyadari bahwa hubungan yang dalam dan dekat dengan pihak lain akan

membantunya mendapatkan kekuatan dan membuatnya lebih mampu menghadapi tantangan. Karena alasan-

alasan inilah maka manusia butuh pasangan hidup dengan jalan menikah, berkeluarga, bahkan bermasyarakatdan berbangsa. Ketenangan hidup ini didambakan oleh suami istri setiap saat, termasuk saat sang suami

meninggalkan rumah dan anak istrinya.

Sakinah terlihat pada kecerahan raut muka yang disertai kelapangan dada, budi bahasa yang halus, yang

dilahirkan oleh ketenangan batin akibat menyatunya pemahaman dan kesucian hati, serta bergabungnyakejelasan pandangan dengan tekad yang kuat. Itulah makna sakinah secara umum dan makna-makna tersebutyang diharapkan dapat menghiasi setiap keluarga yang hendak menyandang Keluarga Sakinah.

Mawaddah  mengandung arti rasa cinta.

Mawaddah  ini muncul karena di dalam pernikahan ada faktor-faktor yang bisa menumbuhkan dua perasaan

tersebut. Dengan adanya seorang istri, suami dapat merasakan kesenangan dan kenikmatan, serta mendapatkan

manfaat dengan adanya anak dan mendidik dan membesarkan mereka. Disamping itu dia merasakan adanya

ketenangan, kedekatan dan kecenderungan kepada istrinya. Sehingga secara umum tidak akan didapatkan

mawaddah diantara manusia yang satu dengan manusia yang lain sebagaimana mawaddah (rasa cinta) yang ada

di antara suami istri.

Rasa cinta yang tumbuh di antara suami istri adalah anugrah dari Allah Swt kepada keduanya, dan inimerupakan cinta yang sifatnya tabiat. Tidaklah tercela orang yang senantiasa memiliki rasa cinta asmara kepada

 pasangan hidupnya yang sah. Bahkan hal itu merupakan kesempurnaan yang semestinya disyukuri. Namun

tentunya selama tidak melalaikan dari berdzikir kepada Allah Swt, karena Allah berfirman,

“Wahai orang -orang yang beriman, janganlah harta-harta kalian dan anak-anak kalian melalaikan kalian

dari dzikir kepada Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang

merugi. (Al-Munafiquun [63]: ayat 9)

Allah Swt tumbuhkan mawaddah tersebut setelah pernikahan dua insan. Padahal mungkin sebelumnya pasangan

itu tidak saling mengenal dan tidak ada hubungan yang mungkin menyebabkan adanya rasa kasih sayang,

apalagi rasa cinta.

Rahmah  mengandung arti Rasa Sayang.

Rasa sayang kepada pasangannya merupakan bentuk kesetian dan kebahagiaan yang dihasilkannya. Perludigaris bawahi bahwa sakinah mawaddah warahmah tidak datang begitu saja, tetapi ada syarat bagi

kehadirannya. Ia harus diperjuangkan, dan yang lebihutama, adalah menyiapkan kalbu. Sakinah, mawaddah

dan rahmah bersumber dari dalam kalbu, lalu terpancar ke luar dalam bentuk aktifitas sehari-hari, baik didalam

keluarga maupun dalam masyarakat.