pbl blok 16 kejo.doc

16
Intoleransi Laktosa pada Anak - anak Kevin Jodjana 102011055 Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta FK UKRIDA 2011 Jalan Arjuna Utara No.6,Jakarta Barat 11510 [email protected] Pendahuluan Di dalam susu dan produk susu lainnya terkandung komponen gula atau karbohidrat yang dikenal dengan laktosa (gula susu). Pada keadaan normal, tubuh dapat memecah laktosa menjadi gula sederhana dengan bantuan enzim lactase. Tanpa laktase yang cukup manusia tidak dapat/mampu mencerna laktosa sehingga akan mengalami gangguan pencernaan seperti sakit perut dan diare yang dikenal sebagai intoleransi laktosa atau defisiensi laktase. Bisa dikatakan hampir setiap orang pernah mengkonsumsi susu atau produk susu. Sejak dari masa bayi hingga dewasa dan usia lanjut, orang terbiasa mengkonsumsi susu atau produk susu. Saat usia bayi sampai usia balita adalah saat dimana konsumsi susu biasanya sangat diperlukan karena nilai gizi yang dikandung susu. Namun pemberian susu formula kepada bayi hanya dilakukan bila susu formula memang benar-benar dibutuhkan untuk mengatasi keadaan dimana bayi tidak bisa mendapatkan ASI karena berbagai sebab dan pertimbangan. Air Susu Ibu (ASI) tetap merupakan makanan terbaik untuk bayi karena selain memberikan semua unsur gizi yang dibutuhkan, ASI mengandung komponen yang sangat spesifik, dan telah 1

Upload: delphine

Post on 12-Dec-2015

218 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pbl blok 16 kejo.doc

Intoleransi Laktosa pada Anak - anak

Kevin Jodjana

102011055

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana,

Jakarta

FK UKRIDA 2011

Jalan Arjuna Utara No.6,Jakarta Barat 11510

[email protected]

Pendahuluan

Di dalam susu dan produk susu lainnya terkandung komponen gula atau

karbohidrat yang dikenal dengan laktosa (gula susu). Pada keadaan normal, tubuh

dapat memecah laktosa menjadi gula sederhana dengan bantuan enzim lactase. Tanpa

laktase yang cukup manusia tidak dapat/mampu mencerna laktosa sehingga akan

mengalami gangguan pencernaan seperti sakit perut dan diare yang dikenal sebagai

intoleransi laktosa atau defisiensi laktase. Bisa dikatakan hampir setiap orang pernah

mengkonsumsi susu atau produk susu. Sejak dari masa bayi hingga dewasa dan usia

lanjut, orang terbiasa mengkonsumsi susu atau produk susu. Saat usia bayi sampai

usia balita adalah saat dimana konsumsi susu biasanya sangat diperlukan karena nilai

gizi yang dikandung susu. Namun pemberian susu formula kepada bayi hanya

dilakukan bila susu formula memang benar-benar dibutuhkan untuk mengatasi

keadaan dimana bayi tidak bisa mendapatkan ASI karena berbagai sebab dan

pertimbangan. Air Susu Ibu (ASI) tetap merupakan makanan terbaik untuk bayi

karena selain memberikan semua unsur gizi yang dibutuhkan, ASI mengandung

komponen yang sangat spesifik, dan telah disiapkan untuk memenuhi kebutuhan dan

perkembangan bayi. ASI mengandung antibodi (zat kekebalan tubuh) yang

merupakan perlindungan alami bagi bayi baru lahir.1

Tujuan dari penulisan ini untuk mengetahui gejala pada anak laki laki yang

berusia 7 bulan yang mengalami keluhan diare sejak 2 minggu dan mengalami

gangguan setelah meminum susu formula yang dimana waktu meminum ASI dari

ibunya, anak tersebut tidak mengalami diare.

1

Page 2: Pbl blok 16 kejo.doc

Pembahasan

Anamnesis

Sebelum melakukan pemeriksaan kita memulai melakukan anamnesis, dimana

pada kasus dikarenakan anaknya masih berusia 7 bulan maka anamnesis yang kita

lakukan adalah aloanamnesis. Aloanamnesis adalah wawancara yang dilakukan

terhadap orangtua, wali, orang yang dekat dengan pasien, atau sumber lain

(keterangan dari dokter yang merujuk, catatan rekam medik, dan semua keterangan

yang diperoleh selain dari pasiennya sendiri).1-3

Pada seorang pasien, terutama pasien anak, sebagian terbesar data yang

diperlukan untuk menegakkan diagnosis (diperkirakan tidak kurang dari 80%)

diperoleh dari anamnesis. Berdasarkan anamnesis sering dapat ditentukan sifat dan

beratnya penyakit dan terdapatnya faktor-faktor yang mungkin menjadi latar belakang

penyakit, yang semuanya berguna dalam menentukan sikap untuk penatalaksanaan

selanjutnya.1-3

Jelaslah, bahwa anamnesis merupakan bagian yang sangat penting dan sangat

menentukan dalam pemeriksaan klinis. Namun dalam kebanyakan kasus anak,

aloanamnesis akan lebih sering diterapkan dibandingkan dengan autoanamnesis dalam

hubungan ini pemeriksa harus waspada akan kemungkinan terjadinya bias, oleh

karena data tentang keadaan pasien yang didapat mungkin berdasarkan asumsi atau

persepsi orangtua atau pengantar. Keadaan ini sering berkaitan dengan pengetahuan,

adat, tradisi, kepercayaan, kebiasaan, dan faktor budaya lainnya.1

Suatu anamnesis yang terarah dapat mempermudah penegakan diagnosis

sesuai dengan keluhan yang dikemukakan oleh anak atau orangtua. Yang perlu

ditanyakan dalam anamnesis kali ini adalah menanyakan keluhan anak tersbut,

menanyakan waktu, keluhan penyebab serat frekuensi dari sakit yang dia alami dalam

kasus ini anak tersebut mengalami diare, dari pertanyaan tersebut didapatkan data

sebagai berikut anak tersebut mengalami keluhan diare sejak 2 minggu yang lalu,

pada saat meminum susu formula anak tersebut mengalami diare dimana frekuensi

diarenya 2-3x/hari beberapa jam sehabis meminum susu formula, sedangkan waktu

diberikan ASI anak tersebut tidak mengalami diare. Pada saat diare tidak ditemukan

adanya lendir dan darah serta tidak ada muntah maupun demam, namun dirasakan

berat badannya susah naik sejak diare.1-3

2

Page 3: Pbl blok 16 kejo.doc

Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik melihat keadaan umum anak tersebut dengan melihat tanda

– tanda vital anak tersebut dan dilanjutkan dengan pemeriksaan antropometri. Tanda –

tanda vital yang harus diperiksa antara lain tekanan darah ( batas normal untuk usia 6-

12 bulan 96/95 mmHg ), denyut nadi ( normalnya untuk usia 6-12 bulan 115

kali/menit ), suhu, dan pernapasan ( pada bayi 30-40 kali/menit ). Sedangkan

pemeriksaan antropometri yaitu pengukuran    berat   badan ( pengukuran dilakukan

dengan menggunakan alat timbangan yang harus ditera secara berkala. Jenis alat

timbangan sesuai dengan umur anak), pengukuran    panjang   badan ( pada anak

dibawah usia lima tahun dilakukan secara berbaring .Pengukuran dilakukan dari

telapak kaki sampai ujung puncak kepala. Jika pengukuran dilakukan saat berdiri

maka posisi anak harus berdiri tegak lurus, sehingga tumit, bokong dan bagian atas

punggung terletak pada dalam 1 garis vertical, sedangkan liang telinga dan bagian

bawah orbita membentuk satu garis horizontal), pengukuran    lingkar  perut

(pengukuran dimulai dari umbilicus melingkar kearah punggung sehingga membentuk

bidang yang tegak lurus pada poros tubuh bayi/anak ), pengukuran lingkar dada

( dilakukan pada bayi/anak dalam keadaan bernafas biasa dengan titik ukur pada

areola mammae), dan pengukuran lingkar kepala (Pengukuran ini terutama dilakukan

pada bayi sampai umur 3 tahun. Pada anak lebih dari 3 tahun bukan mnerupakan

pemeriksan yang rutin. Pita ukur diletakkan pada oksiput melingkar ke arah

supraorbita dan glabella).1

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan adalah analisa tinja cara ini

merupakan uji diagnostik yang paling sederhana dan dapat digunakan sebagai uji

tapis. Prinsipnya adalah ditemukan asam dan bahan pereduksi dalam tinja setelah

minum atau makan yang mengandung laktosa. Ada 3 macam metode yang digunakan,

yaitu metode clinitest. Metode clinitest bersifat kualitatif karena ion H dan gula

dipengaruhi oleh kandungan air dalam tinja. Prinsip kerja metode ini berdasarkan

terjadinya reduksi ion cupri (CUSO4). Kromatografi tinja Pemeriksaan ini

menggunakan kertas kromatografi untuk mengidentifikasi adanya gula dalam tinja.

pH tinja Pada intoleransi laktosa, tinja bersifat asam dengan pH kurang dari 6 dimana

terdapat bahan pereduksi lebih dari 0,5%. Berikutnya uji toleransi laktosa uji ini

3

Page 4: Pbl blok 16 kejo.doc

bersifat kuantitatif. Pada uji ini pasien dipuasakan selama 4-8 jam dan kemudian

diberi minum larutan laktosa sebanyak 2g/kg berat badan (maksimum 50g) dalam

konsentrasi 20%. Kadar gula darah diperiksa selama 2 jam dengan interval 30 menit.

Kenaikan kadar gula darah kurang dari 20 mg% dari nilai basal dianggap abnormal.

Selain itu pemeriksaan radiologis minum barium-laktosa. Pemeriksaan radiologis ini

dilakukan dengan memberi minum barium yang telah dicampur dengan larutan

laktosa sebelumnya. Bila terdapat malabsorpsi laktosa, seri foto usus akan memper-

lihatkan dilusi barium dan dilatasi lumen usus. Pemeriksaan ini sudah jarang

dilakukan, karena adanya paparan terhadap radiasi. Selanjutnya Uji hidrogen napas

Uji hidrogen napas merupakan metoda pilihan untuk menentukan malabsorpssi

laktosa karena bersifat non invasif, tidak menyakitkan dan mempunyai sensitifitas

(80%) dan spesifisitas (100%) yang tinggi.28 Dasar metoda ini adalah mengukur

kadar gas hidrogen yang dikeluarkan melalu udara napas, sebagai hasil fermentasi

laktosa oleh flora kolon. Makin banyak hidrogen yang terukur berarti makin banyak

laktosa yang difermentasikan, berarti makin banyak laktosa yang tidak diabsorpsi di

usus halus.2,3

Setelah dipuasakan selama 4-6 jam, pasien diberikan larutan laktosa sebanyak

2g/kg berat badan (maksimum 50g) dalam konsentrasi 20%14 atau 10% untuk bayi

usia kurang dari 6 bulan.29 Sampel udara napas diambil setiap 30 menit dari sejak

puasa, selama 2 jam. Konsentrasi gas hidrogen dapat diukur dengan menggunakan gas

kromatografi atau laktometer. Diagnosis malabsorpsi laktosa ditegakkan bila terdapat

kenaikan kadar hidrogen sama atau lebih dari 20 ppm di banding nilai basal (saat

puasa). Dan yang terakhir uji biopsi usus dan pengukuran aktivitas lactase. Metode

ini merupakan baku emas pemeriksaan aktivitas laktase. Biopsi mukosa usus dapat

dilakukan secara endoskopi atau peroral. Nilai normal untuk neonatus adalah 38 ± 4

U/g protein dan 18 ± 4 U/g protein untuk usia di atas 5 tahun.2,3

Diagnosis banding

Diagnosis banding dalam kasus kali ini yaitu malabsorbsi, alergi susu sapi,

dan keracuna susu.

Intoleransi susu sapi merupakan suatu keadaan yang dibuat bila ditemukan

gejala baik akut maupun kronik yang timbul berkaitan dengan mengkonsumsi susu

sapi. Reaksi akut setelah memakan sejumlah kecil susu sapi diantaranya berupa

muntah, diare, urtikaria, stridor, dan spasme bronkus. Bila reaksi akut terjadi maka

4

Page 5: Pbl blok 16 kejo.doc

kaitannya dengan asupan susu jelas terbukti. Efek kronik seperti kegagalan

pertumbuhan, perdarahan rectum, anemia dan hepatosplenomegali sebagai akibat

reaksi terhadap protein susu, lebih sulit untuk dibuktikan. Penelitian imunologis

menunjukan adanya berbagai mekanisme. Bayi – bayi yang rentan mungkin

mengalami peningkatan absorpsi jumlah antigen laktoglobulin pada awal masa bayi

dan hal itu dapat berhubungan dengan defisiensi IgA sementara atau terjadi setelah

gastroenteritis. Biopsi jejunum menunjukan adanya pendataran vili yang bervariasi.

Gangguan ini biasanya bersifat sementara dan dapat ditangani dengan penyesuaian

diet. Protein diberikan dalam bentuk kasein hidrolisat, daging ayam, atau protein

kedelai ( susu soya pengganti susu sapi ).4

Malabsorpsi laktosa adalah segala sesuatu yang merujuk pada hidrolisis laktosa

yang tidak lengkap, yang diukur dengan uji yang objektif. Selain itu malabsorpsi

laktosa merupakan masalah fisiologis yang bermanifestasi sebagai intoleransi laktosa.

Hal ini tentunya harus dibedakan dengan intoleransi laktosa dan defisiensi laktase.

Intoleransi laktosa pada dasarnya adalah suatu keadaan yang ditandai dengan

timbulnya berbagai macam gejala setelah meng- konsumsi laktosa dan defisiensi

laktase sebagai keadaan berkurangnya aktivitas laktase yang diukur pada spesimen

biopsi mukosa usus halus. Malabsorpsi dapat berupa malabsorpsi karbohidrat, protein,

lemak, vitamin dan mineral. Etiologi dari malabsorbsi yaitu adanya gangguan digesti

atau memecah zat makanan, gangguan kapasitas absorpsi atau penyerapan, dan

adanya gangguan transport setelah makan. Gejalanya dari malabsorpsi adalah

kembung, mual, perut bunyi, buang air besar ( BAB ) kuning pucat abu – abu dan

terapung, apabila sudah berat makan ada gejala oedema, asites, nyeri tulang,

kesemutan, kejang, koma, anemia pernisiosa dan dehidrasi yang bisa menuju shock

terus akan berlanjut dengan kematian.5

Keracunan makanan atau minuman bisa disebabkan oleh pengelolahan makanan

yang kurang hygine serta batas waktu dari makanan atau minuman tersebut yang telah

melewati batas waktu yang dapat menyebabkan orang yang memakan atau meminum

tersebut akan mendapatkan gejela mual, muntah, pusing dan bisa meyebabkan diare.

Keracunan minuman misalnya susu bisa diakibatkan oleh lambung bayi yang belum

bisa beradaptasi dengan susu formula atau susu sapid an bisa menyebabkan diare yang

berkepanjangan.6

Intolerance laktosa adalah kondisi seseorang yang tidak mampu mencerna

laktosa, yaitu suatu bentuk gula yang berasal dari susu. Ketidakmampuan itu dapat

5

Page 6: Pbl blok 16 kejo.doc

disebabkan kurangnya atau tidak mampunya tubuh memproduksi lactase, yaitu enzim

pencernaan yang diproduksi oleh sel-sel di usus yang bertugas memecah gula susu

menjadi bentuk yang lebih mudah diserap tubuh. Kondisi ini disebut juga dengan

defisiensi lactase. Jadi dari diagnosis banding ini penulis memilh intoleransi laktosa

sebagai diagnosis kerja. Karena pada kasusu kali ini anak tersebut mengalami diare

setelah mengkonsumsi susu formula.2,3,5

Diagnosis kerja

Intoleransi Laktosa

Intoleransi laktosa merupakan sindroma klinis yang ditandai oleh satu atau

lebih manifestasi klinis seperti sakit perut, diare, mual, kembung, produksi gas di usus

meningkat setelah konsumsi laktosa atau makanan yang mengandung laktosa. Jumlah

laktosa yang menyebabkan gejala bervariasi dari individu ke individu, tergantung

pada jumlah laktosa yang dikonsumsi, derajat defisiensi laktosa, dan bentuk makanan

yang dikonsumsi. Beberapa terminologi yang berkaitan dengan intoleransi laktosa

antara lain malabsorbsi laktosa yaitu permasalahan fisiologis yang bermanifestasi

sebagai intoleransi laktosa dan disebabkan karena ketidakseimbangan antara jumlah

laktosa yang yang dikonsumsi dengan kapasitas laktase untuk menghidrolisa

disakarida, defisiensi laktase primer yaitu tidak adanya laktase baik secara relatif

maupun absolut yang terjadi pada anak-anak pada usia yang bervariasi pada

kelompok ras tertentu dan merupakan penyebab tersering malabsorbsi laktosa dan

intoleransi laktosa. Defisiensi laktase primer juga sering disebut hipolaktasia tipe

dewasa, laktase nonpersisten, atau defisiensi laktase herediter, defisiensi laktase

sekunder yaitu defisiensi laktase yang diakibatkan oleh injuri usus kecil, seperti pada

gastroenteritis akut, diare persisten, kemoterapi kanker, atau penyebab lain injuri pada

mukosa usus halus, dan dapat terjadi pada usia berapapun, namun lebih sering terjadi

pada bayi dan defisiensi laktase kongenital yaitu Merupakan kelainan yang sangat

jarang yang disebabkan karena mutasi pada gen LCT. Gen LCT ini yang memberikan

instruksi untuk pembuatan ensim lactase.2,3,5

6

Page 7: Pbl blok 16 kejo.doc

Epidemiologi

Sekitar 70% dari penduduk dunia mengalami intoleransi laktosa. Dari

semuanya itu, penduduk di Eropa memiliki tingkat kejadian paling rendah, sedangkan

di Asia serta Afrika memiliki tingkat kejadian toleransi laktosa yang paling tinggi. Di

Amerika terdapat lebih dari 50 juta orang menderita intoleransi laktosa.3

Jenis kelamin tidak memiliki peran dalam kasus intoleransi laktosa . Intoleransi

laktosa ini sering muncul pada anak usia mulai 2 tahun keatas, karena produksi enzim

laktase diprogram secara genetik untuk menurun pada usia tersebut. Namun tidak

menutup kemungkinan pada usia dibawah 2 tahun dapat menderita intoleransi laktosa

(khususnya bayi-bayi prematur).3

Di Amerika Selatan, intoleransi laktosa dilaporkan mulai terlihat setelah anak

berusia 1 tahun, sedangkan pada populasi Kaukasian setelah usia 5 tahun dan

Finlandia setelah usia remaja.Di Indonesia, Sunoto dkk pada tahun 1971 melaporkan

prevalens malabsorpsi laktosa pada anak berusia 1-6 tahun sebesar 72% dengan

menggunakan metoda uji toleransi laktosa. Pada tahun 1997, Hegar dkk dengan

metode uji hidrogen napas melaporkan kejadian malabsorpsi laktosa pada anak

berusia 3 tahun sebesar 9,1%, dan cenderung meningkat sesuai dengan bertambahnya

usia, yaitu 21,7% pada usia 4 tahun, dan 28,6% pada kelompok usia 5 tahun. Pada

tahun 1999, Hegar dkk. me- lanjutkan penelitian tersebut pada kelompok umur yang

lebih besar. Mereka melaporkan prevalensi malabsorpsi pada anak berumur 6-12

tahun sebesar 58%. Hal yang menarik dari penelitian tersebut adalah tidak terlihat

peningkatan kejadian intoleransi laktosa dengan bertambahnya usia anak. Penggunaan

susu fermentasi (yogurt) yang berasal dari fermentasi bakteri Lactobacillus bulgarius

dan Streptococcus thermophilus, yang mengandung enzim b-galaktosidase sangat

bermanfaat bagi penderita intoleransi laktosa. Sedangkan penggunaan probiotik yang

mengandung Lactobacillus acidophilus dan bifidobacteriae menghasilkan aktivitas

laktase 4 kali lebih tinggi dibanding dengan yogurt.3

7

Page 8: Pbl blok 16 kejo.doc

Etiologi

Laktosa merupakan sumber energi utama dan hanya terdapat di dalam susu

mamalia. Laktosa ini akan diuraikan oleh enzim laktase (β-galactosidase) yang

terdapat di brush border mukosa usus halus5, menjadi glukosa dan galaktosa, yang

kemudian akan diserap oleh tubuh di usus halus. Enzim Laktase ini terdapat di bagian

luar pada brush border mukosa usus halus, dan jumlah yang sedikit5. Intoleransi

laktosa ini terjadi karena adanya defisiensi enzim laktase tersebut sehingga laktosa

tidak dapat diurai dan diserap oleh usus halus.2

Gambaran Klinis

Laktosa yang tidak tercerna akan menumpuk di usus besar dan terfermentasi,

menyebabkan gangguan pada usus seperti nyeri perut, keram, kembung dan bergas,

serta diare, sekitar setengah jam sampai dua jam setelah mengkonsumsi produk

laktosa. Gejala-gejala ini kadang-kadang disalahartikan sebagai gangguan saluran

pencernaan.5

Tingkat keparahan gejala-gejala tersebut bergantung pada seberapa banyak

laktosa yang dapat ditoleransi oleh masing-masing tubuh. Gejala-gejala ini mirip

dengan reaksi alergi susu, namun pada kasus alergi, gejala-gejala ini timbul lebih

cepat, kadangkala hanya dalam hitungan menit.5

Beberapa bayi prematur mengalami intoleransi laktosa sementara karena

memang ususnya belum mampu memproduksi laktase. Setelah bayi mulai membuat

laktase, kondisi biasanya hilang. Pada bayi-bayi kecil, awitan penyakit ini biasanya

terjadi secara akut dan ditandai dengan muntah-muntah serta diare seperti air.5

Baik pada bawaan maupun pada yang didapat penderita menunjukkan gejala

yang sama, ditemukan diare yang sangat sering, cair, bulky, dan berbau asam,

meteorismus, flatulens dan kolik abdomen. Akibat gejala tersebut pertumbuhan anak

akan terlambat bahkan tidak jarang terjadi malnutrisi.5

Patogenesis

Apabila terjadi defisiensi laktase baik primer maupun sekunder, laktosa tidak

bisa dipecah menjadi bentuk yang bisa diserap, sehingga laktosa akan menumpuk.

Laktosa merupakan sumber energi yang baik untuk mikroorganisme di kolon, dimana

laktosa akan difermentasi oleh mikroorganisme tersebut dan menghasilkan asam

8

Page 9: Pbl blok 16 kejo.doc

laktat, gas methan (CH4) dan hidrogen (H2). Gas yang diproduksi tersebut

memberikan perasaan tidak nyaman dan distensi usus dan flatulensia. Asam laktat

yang diproduksi oleh mikroorganisme tersebut aktif secara osmotik dan menarik air

ke lumen usus, demikian juga laktosa yang tidak tercerna juga menarik air sehingga

menyebabkan diare. Bila cukup berat, produksi gas dan adanya diare tadi akan

menghambat penyerapan nutrisi lainnya seperti protein dan lemak.2,3

Penatalaksanaan

Diberikan susu rendah laktosa (LLM, Almiron, eiwit melk) atau Free lactose

milk formula (sobee, Al 110) selama 2-3 bulan kemudian diganti kembali ke susu

formula yang biasa. (kadar laktosa Almiron 1,0%, eiwit melk 1,4%, LLM 0,8%, Sobee

0% dan Al 110 (0%). Pada intoleransi laktosa sementara, sebaiknya diberikan susu

rendah laktosa selama 1 bulan sedangkan pada penderita dengan intoleransi laktose

primer (jarang di Indonesia) diberikan susu bebas laktosa. Respon klinis terhadap

pemberian diet bebas laktosa merupakan suatu alternatif untuk pemeriksaan tinja atau

uji diagnostik spesifik. Pembatasan laktosa seharusnya menghasilkan penyembuhan

cepat diarenya dalam 2-3 hari, jika ada defisiensi laktase. Harus bisa membedakan

intoleransi laktosa dengan keadaan sensitif terhadap protein, gastroenteritis akut tidak

memicu sensitivitas susu. Cukup beralasan bila susu sapi diganti dengan susu formula

susu kedelai jika dicurigai intoleransi laktosa, karena formula susu kedelai

mengandung tepung rantai pendek atau sukrosa sebagai sumber gulanya.3,6

Prognosis

Pada kelainan intoleransi laktosa yang diwariskan prognosisnya kurang baik

sedangkan pada kelainan yang primer dan sekunder prognosisnya baik.3

Kesimpulan

Intoleransi laktosa artinya tubuh seseorang tidak dapat memproduksi laktase,

atau enzim yang dibutuhkan untuk mencernakan laktosa menjadi glukosa dan

galaktosa, dalam jumlah cukup. Laktosa adalah zat gula yang terdapat dalam susu,

termasuk ASI, susu sapi, dan produk olahannya. Akibatnya, laktosa yang tidak

dicerna tetap berada di dalam usus bayi atau tidak diserap oleh tubuh bayi dan

menyebabkan gangguan pencernaan bayi. Gejala-gejala intoleransi laktosa meliputi

antara lain perut kembung (banyak gas), sakit perut dan diare. Untuk mencegah

terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan akibat intoleransi laktosa, dapat dilakukan

9

Page 10: Pbl blok 16 kejo.doc

berbagai hal seperti membaca label pangan dengan seksama, pembatasan jumlah susu

yang dikonsumsi dan pemilihan produk-produk susu.

Daftar pustaka

1. Gleadle J. At a glamce anamnesis : anamnesis dan pemeriksaan fisik.Jakarta:

Erlangga;2005.h.61-5

2. Egayanti, Yusra. Kenali intoleransi laktosa dalam infoPOM. Vol.9.No.1.Januari

2008.h.1-3

3. Yohmi E, Budiarso AD, Hegar B, Dwipurwantaro PG, Firmansyah A.Intoleransi

laktosa pada anak dengan nyeri perut belakang dalam Sari Pediatri.Vol.2.No.4.Maret

2001.198-204

4. Hall D, Johnston DI.Dasar – dasar pediatri. Edisi ke-3.Jakarta:EGC;2008.h.163

5. Schwartz MV.Pedoman klinis pediatri.Jakarta:EGC;2005.h.1-50,101-301,310

6. Graber MA, Tuth PP, Herting RL.Dokter keluarga.Jakarta:EGC;2006h.168

10