pbl 23 sinusitis akut

Upload: michaela-vania-tanujaya

Post on 15-Oct-2015

60 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

blok 23 sinusitis akut

TRANSCRIPT

SINUSITIS MAKSILARIS AKUTMichaela Vania TanujayaE3102010175

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaJl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta 11510No. Telp (021) 5694-2061, e-mail: [email protected]

AbstrakSebagian besar infeksi virus penyebab pilek seperti common cold dapat menyebabkan suatu sumbatan pada hidung, yang akan hilang dalam beberapa hari. Namun jika terjadi peradangan pada sinusnya dapat muncul gejala lainnya seperti Infeksi sinus seperti yang kita ketahui kini lebih jarang dibandingkan era pra-antibiotik.. Sinus atau sering pula disebut dengansinus paranasalisadalah rongga udara yang terdapat pada bagian padat dari tulang tenggkorak di sekitar wajah, yang berfungsi untuk memperingan tulang tenggkorak. Rongga ini berjumlah empat pasang kiri dan kanan. Rasa sakit di bagian dahi, pipi, hidung atau daerang diantara mata terkadang dibarengi dengan demam, sakit kepala, sakit gigi atau bahan kepekaan indra penciuman kita merupaan salah satu gejala sinusitis. Terkadang karena gejala yang kita rasakan tidak spesifik, kita salah mengartikan gejala-gejala tersebut dengan penyakit lain sehingga membuat penyakit sinusitis yang diderita berkembang tanpa diobati.

Kata kunci: Sinusitis, Maksilaris, sinus paranasalis.

PendahuluanSeorang perempuan usia 28 tahun datang ke poliklinik THT dengan keluhan pilek tidak sembuh sembuh sejak 2 minggu yang lalu. Pasien juga mengeluh sering sakit kepala. Terdapat nyeri disekitar pipi bila ditekan. Rhinoskopi anterior terdapat sekret kental di meatus media.Indonesia sebagai negara berkembang yang terletak pada iklim tropis, memiliki berbagai ragam budaya, kesenian, flora, fauna dan juga berbagai macam jenis penyakit. Sebagai negara yang berkembang, sanitasi di Indonesia masih kurang memadai dengan lonjakan penduduk yang ada. Pemerintah tidak dapat menangani banyaknya wilayah di Indonesia, dan banyaknya penduduk saat ini. Oleh karena iklim yang baik di Indonesia, banyaknya penyakit yang lebih marak berkembang di Indonesia dibandingkan dengan negara lain. Sinusitis merupakan penyakit yang lazim sekali kita dengar di masyarakat luas. Sinusitis adalah peradangan pada sinu,s dengan terisinya sinus dengan sekret berupa cairan ataupun mukoid. Terisinya sinus tersebut di karenakan beberapa bakteri dan virus patogen yang menyumbat saluran drainase dari carian tersebut. Dalam makalah ini akan dibahas lebih lanjut mengenai patogenesis, patofisiologi, pengobatan dan pencegahan dari sinusitis ini, sehingga pembaca dapat lebih mengerti dan memahami penyakit ini.

Anatomi A. Hidung

Hidung bagian luar

Bentuk pyramid, pangkalnya berkesinambungan dengan dahi dan ujung bebasnya disebut puncak hidung. Ke arah inferior hdung memiliki 2 pintu masuk bebrbentuk bulat panjang, yakni nostril atau nares. Yeng terpisah oleh septum nasi. Permukaan infero-lateral hidung berakhir sebagai alae nasi yang bulat. Kearah medial permukaan lateral ini berlanjut pada dorsum nasi di tengah. Penyangga hidung terdiri atas tulang dan tulang-tulang rawan hialin. Rangka bagian tulang terdiri atas os.nasale, processus frontalis maxillae dan bagian nasal ossis frontalis. Rangka tulang rawannya terdiri atas cartilago septi nasi, cartilago nasi lateralis dan cartilago ala nasi major dan minor, yang bersama-sama dengan tulang di dekatnya saling berhubungan.

Gambar 1. Rangka hidung

1

Keterbukaan bagian atas hidung dipertahankan oleh Os.nasale dan processus frontalis maxillae dan di bagian bawah oleh tulang-tulang rawannya.Otot yang melapisi hidung merupakan bagian dari otot wajah. Otot hidung tersusun dari M.nasalis dan M. depressor septi nasi. Pendarahan hidung bagian luar disuplai oleh cabang-cabang A.facialis, A.dorsalis nasi cabang A. opthalmica dan A. infraorbitalis cabang A.maxillaris interna. Pembuluh baliknya menuju V.Facialis dan V.opthalmica.Persarafan otot-otot hidung oleh N.facialis, kulit sisi medial punggung hidung sampai ujung hidung dipersarafi oleh cabang-cabang infratrochlearis dan nasalis externus N.opthalmicus/ N. maxillaris/N.V 2.

Rongga hidungSecara sagital rongga hidung hidung dibagi oleh sekat hidung kedua belah rongga ini terbuka kearah wajah melalui nares dan ke arah wajah melalui nares dan ke arah posterior berkesinambungan dengan nasopharynx melalui aperture nasi posterior (choana). Masing-masing belahan rongga hidung mempunyai dasar, atap, dinding lateral dan dinding medial (sekat hidung).Rongga hidung terdiri atas tiga region, yakni vestibulum, penghidu dan pernapasan. Vestibulum ini merupakan sebuah pelebaran yang letaknya tepat di sebelah dalam nares. Vestibulum ini dilapisi kulit yang mengandung bulu hidung, berguna untuk menahan aliran partikel yang terkandung di alam udara yang dihisap. Ke arah atas dan dorsal vestibulum dibatasi oleh limen nasi, yang sesuai dengan tepi atas cartilago ala nasi major. Dimulai sepanjang limen nasi ini kulit yang melapisi vestibulum dilanjutkan dengan mukosa hidung. Region penghidu berada di sebelah cranial, dimulai dari atap rongga hidung daerah ini meluas sampa setinggi concha nasalis superior dan bagian septum nasi yang ada dihadapan concha tersebut. Region pernapasan adalah bagian rongga hidung selebihnya.Dinding lateral hidung memperlihatkan tiga elevasi, yakni: concha nasalis superior, medius dan inferior.

Gambar 2. Dinding lateral hidungB. Sinus Paranasalis Terdiri atas sinus frontalis, ethmoidalis, sphenoidalis dan maxillaris. Fungsi sinus-sinus ini tidak diketahui dengan pasti; sinus meringankan tulang tengkorak dan menambah resonansi suara. Sebagian besar sinus rudimenter atau tidak ada sejak kelahiran. Sinus membesar semenjak erupsi gigi permanen dan sesudah pubertas, yang secara nyata mengubah ukuran dan bentuk wajah.

Gambar 3. Sinus paranasalisSinus FrontalisLetak kedua sinus frontalis di sebelah posterior terhadap arcus superciliaris, antara tabula externa dan tabula interna os.frontale. umumnya sinus ini terproyeksi pada daerah berbentuk segitiga dengan titik-titik sudut yang dibentuk oleh nasion (lekuk di garis tengah pada pangkal hidung), sebuah titik 3 cm di atas nasion dan batas lateral 1/3 bagian medial margo supraorbitalis. biasanya sekat pemisah kedua sinus ini menyimpang dari garis tengah. Tonjolan arcus superciliaris bukan sebagai petunjuk keberadaan atau ukuran sinus frontalis ini. Kearah posterior mungkin sinus ini meluas sampai os. Sphenoidale. Sinus ini bermuara ke dalam bagian anterior meatus nasi medius sisi yang sama, lewat infundibulum ethmoidale atau ductus frontonasal yang melintasi bagian anterior labyrinth ethmoid. Sinus ini berkembang baik pada usia 7 dan 8 tahun, mencapai ukuran yang sempurna sesudah pubertas, terutama pada laki-laki.Pendarahan disuplai oleh cabang-cabang A.opthalmica, yakni A. supraorbitalis dan A. etmoidalis anterior. Darah balik bermuara ke dalam vena anastomitik pada incisura supraorbitalis yang menghubungkan vena-vena supraorbitalis dan opthalmica superior.Persarafan: N. Supraorbitalis.Getah bening: menuju Nnll. Submandibularis.

Sinus-sinus ethmoidalisTersusun sebagai rongga-rongga kecil tak beraturan, sehingga disebut juga cellulae ethmoidales. Rongga-rongga kecil ini berdinding tipis di dalam labyrinth ossis ethmoidalis, disempurnakan oleh tulang-tulang frontale, maxilla, lacrimale, sphenoidalis dan palatinum. Pada masing-masing sisi hidung jumlah rongga kecil ini bervariasi dari tiga rongga besar sampai 18 rongga kecil. Cellulae ini terletak antara bagian atas rongga hidung dan rongga orbita. Terpisah dari rongga orbita ini oleh lamina papyracea. Cellulae ini membentuk kelompok-kelompok anterior, medius dan posterior. Masing-masing kelompok ini tidak berbatas tegas.Kelompok anterior (sinus infundibular) bermuara ke dalam infundibulum etmoidale atau ductus frontonasalis. Mungkin satu rongga kecil sinus ini terletak pada agger ini, sementara sebagianbesar kelompok ini berbatas tegas.Kelompok medius (sinus bullar) bermuara ke dalam meatus nasi medius, pada/di cranial bulla ethmoidalis.Kelompok posterior bermuara ke dalam meatus nasi superior; kadang-kadang ada rongga yang bermuara ke dalam sinus sphenoidalis. Kelompok ini sangat dekat dengan canalis opticus dan N. opticus. Cellulae ethmoidales berkembang pada usia 6-8 tahun dan sesudah pubertas.Pendarahan disuplai oleh Aa. Ethmoidalis anterior dan posterior serta A.sphenopalatina. pembuluh baliknya lewat vena-vena yang senama dengan arteri.Getahbening: kelompok anterior dan mediusmenuju Nnll. Submandibularis; kelompok posterior menuju Nnll. Retropharyngeal.Persarafan: oleh N.ethmoidalis posterior dan cabang orbital ganglion pterygopalatinum.

Sinus sphenoidalisKedua sinus ini terletak di sebelah posterior terhadap bagian atas rongga hidung, didalam corpus ossis sphenoidalis; bermuara ke dalam recessus spheno-etmoidalis. Disebelah cranial berbatasan dengan chiasma opticum dan hypophysis cerebri dan sisinya berbatasan dengan A.carotis interna dan sinus cavernosus. Mungkin rigi-rigi tulang yang dihasilkan oleh canalis caroticus dan canalis pterygoideus, yang masing-masing berada pada dinding lateral dan lantainya, berproyeksi ke dalam sinus ini. Sinus inii berkembang sesudah pubertas.Pendarahan disuplai oleh A.ethmoidalis posterior dan cabang pharyngeal A.maxillaris interna.Getah bening: menuju Nnll.retropharyngeal.Persarafan: oleh N. ethmoidalis posterior dan cabang orbital ganglion pterygopalatinum.

Sinus maxillarisSebagian besar sinus ini menempati tulang maxilla. Berbentuk pyramida, berbatasan dengan dinding lateral rongga hidung; puncaknya meluas kedalam processus zygomaticus ossis maxillae. Atap berbatasan dengan dasar orbita, seringkali atap ini berigi akibat canalis infraorbitalis yang ada di atasnya, lantai berbatasan dengan processus alveolaris ossis maxillae dan biasanya lebih rendah dari lantai rongga hidung. Kedalam lantai ini berproyeksi elevasi berbentuk kerucut yang sesuai dengan akar-akar gigi molar satu dan dua. Kadangkala juga berproyeksi akar gigi geligi premolar satu dan dua, molar tiga dan caninus. Sinus ini bermuara ke dalam bagian terendah hiatus semilunaris. Sering kali ada lubang kedua pada atau tepat dibawah hiatus semilunaris ini. Kedua lubang ini lebih dekat ke arah atap dari pada lantai sinus. Sinus maksillaris mencapai ukuran maksimum setelah erupsi semua gigi tetap.Pendarahan disuplai oleh A. facialis, A.palatina major, A.infraorbitalis yang merupakan lanjutan A. maxillaris interna dan Aa. Alveolaris superior anterior dan posterior cabang A. maxillaris interna.Getah bening: menuju Nnll. Submandibularis.Persarafan: oleh N. infraorbitalis dan Nn. Alveolaris superior anterior, medius dan posterior. Ketiga saraf alveolaris superior ini juga membawa persarafan sensorik gigi geligi rahang atas; dengan demikian, nyeri pada sinus maxillaris dapat dirasakan pula seperti nyeri yang timbul pada gigi rahang atas, begitu pula sebaliknya (nyeri rujukan).

FisiologiMekanisme pernapasanInspirasi dan Ekspirasi1Udara cenderung bergerak dari daerah bertekanan tinggi ke daerah bertekanan rendah, yaitu menuruni gradien tekanan. Udara mengalir masuk dan keluar paru selama proses bernapas dengan mengikuti penurunan gradient tekanan yang berubah berselang-selang antara alveolus dan atmosfer akibat aktivitas siklik otot-otot pernapasan. Terdapat tiga tekanan berbeda yang penting pada ventilasi:1. Tekanan atmosfer (barometrik) adalah tekanan yang ditimbulkan oleh berat udara di atmosfer terhadap benda-benda di permukaan bumi.2. Tekanan intra-alveolus (tekanan intrapulmonalis) adalah tekanan di dalam alveolus. Karena alveolus berhubungan dengan atmosfer melalui saluran pernapasan, udara dengan cepat mengalir mengikuti penurunan gradient tekanan setiap kali terjadi perbedaan antara tekanan intra-alveolus dan tekanan atmosfer; udara terus mengalir sampai tekanan keduanya seimbang (ekuilibrium).3. Tekanan intrapleura adalah tekanan di dalam kantung pleura. Tekanan ini juga di kenal sebagai tekanan intratoraks, yaitu tekanan yang terjadi di luar paru di dalam rongga toraks. Otot inspirasi utama adalah diaphragm, suatu lembaran otot rangka yang membentuk dasar rongga toraks dan dipersarafi oleh nervus frenikus. Diafragma yang melemas berbentuk kubah yang menonjol ke atas ke dalam rongga toraks. Sewaktu berkontraksi karena stimulasi saraf frenikus, diafragma bergerak ke bawah dan memperbesar volume rongga toraks dengan menambah panjang vertikalnya. Dinding abdomen, jika melemas, dapat terlihat menonjol ke depan sewaktu inspirasi karena diafragma yang turun mendorong isi abdomen ke bawah dan ke depan.Saat paru mengembang, tekanan intra-alveolus menurun karena molekul dalam jumlah yang sama kini menempati volume paru yang lebih besar. Pada inspirasi biasa, tekanan intra-alveolus menurun 1 mmHg menjadi 759 mmHg. Pengembangan paru bukan disebabkan oleh perpindahan udara ke dalam paru, melainkan udara mengalir ke dalam paru karena turunnya tekanan intra-alveolus akibat paru yang mengembang. Inspirasi yang lebih dalam (lebih banyak udara yang masuk) dapat dilakukan dengan mengkontraksikan diafragma dan otot antariga eksternal secara lebih kuat dan dengan mengaktifkan otot-otot inspirasi tambahan untuk semakin memperbesar rongga toraks. Pada saat rongga toraks semakin membesar volumenya dibandingkan dengan keadaan istirahat, paru juga semakin membesar, sehingga tekanan intra-alveolus semakin turun. Akibatnya, terjadi peningkatan aliran udara masuk paru sebelum terjadi keseimbangan dengan tekanan atmosfer; yaitu, pernapasan menjadi lebih dalam.Pada akhir inspirasi, otot-otot inspirasi melemas. Saat melemas, diafragma kembali ke bentuknya seperti kubah; sewaktu otot antaiga eksternal melemas, sangkar iga yang terangkat turun dan dinding dada dan paru yang terengang kembali menciut ke ukuran prainspirasi mereka karena adanya sifat elastik, seperti membuka balon yang sebelumnya ditiup. Pada ekspirasi istirahat, tekanan intra-alveolus meningkat 1 mmHg diatas tekanan atmosfer menjadi sekitar 761 mmHg. Udara sekarang keluar paru mengikuti penurunan gradient tekanan dari tekanan intra-alveolus yang tinggi ke tekanan atmosfer yang lebih rendah. Aliran keluar udara berhenti jika tekanan intra-alveolus sama dengan tekanan atmosfer dan tidak terdapat gradient tekanan.Dalam keadaan normal, ekspirasi adalah suatu proses pasif karena terjadi akibat penciutan elastik paru saat otot-otot inspirasi melemas tanpa memerlukan kontraksi otot atau pengeluaran energi. Untuk melakukan ekspirasi aktif atau paksa, otot ekspirasi harus berkontraksi untuk semakin mengurangi volume rongga toraks dan paru. Otot ekspirasi terpenting adalah otot-otot di dinding abdomen. Sewaktu otot-otot abdomen ini berkontraksi, terjadi peningkatan tekanan intra-abdomen yang menimbulkan gaya ke atas pada diafragma, mengakibatkan diafragma semakin terangkat ke rongga toraks dibandingkan dengan posisi istirahatnya , sehingga semakin memperkecil ukuran ventilasi rongga toraks. Otot-otot ekspirasi lain adalah otot-otot antariga internal, yang kontraksinya menarik iga-iga ke bawah dan ke dalam, meratakan dinding dada, dan semakin memperkecil ukuran rongga toraks; aksi otot-otot ini berlawanan dengan aksi otot antariga eksternal.

Anamnesis Rinorea, atau rabas dari hidung, sering dikaitkan dengan kongesti nasal, yaitu sensasi sesak atau sumbatan. Tanyakan lebih lanjut mengenai bersin, mata berair, dan sakit tenggorok, serta rasa gatal pada mata, hidung, dan tenggorok. Penyebabnya antara lain infeksi virus, rhinitis alergi (hay fever) dan rhinitis vasomotor. Gatal lebih disebabkan oleh faktor alergis.1

Sakit kepala merupakan gejala yang sangat sering terjadi yang selalu memerlukan evaluasi yang cermat karena sebagian kecil fraksi timbulnya sakit kepala berasal dari kondisi yang mengancam hidup. Dapatkan gambaran yang lengkap mengenai sakit kepala dan tujuh karakteristik nyeri pasien. 1

Apakah sakit kepala menyerang satu sisi atau bilateral? Apakah sifatnya menetap atau berdenyut? Kontiniu atau hilang-timbul? Minta pasien untuk menunjukkan area nyeri atau ketidaknyamanan. Kaji pola kronologis dan keparahan. 1 Ketegangan sakit kepala sering muncul dari area temporal; sakit kepala klaster kemungkinan menjalar searah retroorbital. Sakit kepala yang berubah-ubah atau menghebat secara progresif meningkatkan kemungkinan tumor, abses, atau lesi massa lainnya. Sakit kepala yang sangat berat dapat diduga pendarahan subaraknoid atau meningitis. 1

Tanyakan mengenai gejala yang terkait. Dapatkan rincian mengenai mual dan muntah serta gejala neurologis terkait penyakit, seperti deficit penglihatan atau deficit motoric-sensorik. Aura visual atau skotoma scintillating dapat menyertai migrain. Mual dan muntah sering terjadi bersamaan dengan migraine tetapi juga dapat terjadi bersamaan dengan tumor otak dan pendarahan subaraknoid. 1

Tanyakan aapakah batuk, bersin, atau perubahan posisi kepala dapat berefek (lebih baik, memburuk atau tidak ada) pada sakit kepala. Maneuver ini dapat meningkatkan nyeri pada tumor otak dan sinusitis akut. 1

Tanyakan mengenai riwayat keluarga Riwayat keluarga mungkin postif pada pasien migraine.1

Pemeriksaan FisikKepala: Rambut, termasuk kuantitas, distribusi, dan tekstur Rambut kasar dan distribusinya jarang terlihat pada miksedema, halus pada hipertiroidisme Kulit kepala, termasuk benjolan atau lesi Kista pilar, psoriasis Tengkorak, termasuk ukuran dan kontur Hirdosefalus, depresi tulang tengkorak karena trauma Wajah, mencakup kesimetrisan dan ekspresi wajah Paralisis fasial; afek depresi datar, mood seperti marah, kesedihan. Kulit, termasuk warna, tekstur, distribusi rambut, dan lesi Pucat, halus, berbulu, berjerawat, kanker kulit. 1Hidung dan sinus Inspeksi hidung eksternal Inspeksi melalu speculum, Mukosa nasal yang melapisi septum dan turbinat, perhatikan warnanya dan pembengkakan Pembengkakan dan kemerahan pada rhinitis virus, bengkak dan pucat pada rhinitis alergika; polip; ulkus karena penggunaan kokain Septum nasal terhadap posisi dan integritas Deviasi, perforasi Palpasi sinus frontalia dan maksilaris untuk adanya nyeri tekan Nyeri tekan pada sinusitis akut. 1

Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan radiologis untuk mendapatkan informasi dan untuk mengevaluasi sinus paranasal adalah:2 Pemeriksaan foto kepala dengan berbagai posisi yang khas. Pemeriksaan CT-Scan

Dengan pemeriksaan radiologis tersebut para ahli radiologi dapat memberikan gambaran anatomi atau variasi anatomi, kelainan-kelainan patologis pada sinus parasinalisdan struktur tulang sekitarnya, sehingga dapat memberikan diagnosis yang lebih dini. 2

Pemeriksaan Foto KepalaPemeriksaan foto kepala untuk mengevaluasi sinus parasanal terdiri atas berbagai macam posisi, antara lain: 2a. Foto kepala posisi anterior-posterior (AP atau posisi Caldwell)b. Foto kepala lateralc. Foto kepala posisi Watersd. Foto kepala posisi Submentovertekse. Foto Rhesef. Foto basis kranii dengan sudut optimalg. Foto proyeksi Towne

Pemeriksaan foto polos kepala adalah pemeriksaan yangpaling baik dan paling utama untuk mnegevaluasi sinus parasanal. Karena banyaknya unsur-unsur tulang dan jaringan lunak yang tumpang tindih pada daerah sinus parasanal, kelainan-kelainan jaringan lunak, erosi tulang kadang-kadang sulit dievaluasi. Pemeriksaan ini dari sudut biaya cukup ekonomis dan pasien hanya mendapat radiasi yang minimal. 2

Pada beberapa rumah sakit/klinik di Indonesi untuk mengevaluasi sinus parasanal cukup melakukan pemeriksaan foto AP dan lateral serta posisi Waters. Apabila pada foto di atas belum dapat menentukan atau belum diperoleh informasi yang lengkap, baru dilakukan pemotretan dengan posisi-posisi yang lain. 2

Semua pemeriksaan harus dilakukan dengan proteksi radiasi yang baik, arah sinar yang cukup teliti dan digunakan focal spot yang kecil (0.6 mm atau lebih kecil). Posisi pasien paling baik adalah posisi duduk. Apabila dilakukan pada posisi tiduran, paling tidak foto Waters dilakukan pada posisi duduk, diusahakan untuk memperoleh hasil yang dapat mengevaluasi air fluid level dalam sinus-sinus. Apabila pasien tidak dapat duduk, dianjurkan melakukan foto lateral dengan film diletakkan pada posisi kontralateral dan sinar X horizontal. 2

Foto AP kepala (Posisi Caldwell)Foto ini diambil pada posisi menghadap kaset, bidang midsagital kepala tegak lurus pada film. Idealnya pada film tampak piramid tulang petrosum diproyeksi pada 1/3 bawah orbita atau pada dasar orbita. Hal ini dapat tercapai apabila orbito-meatal line tegak lurus pada film dan sentrasi membentuk sudut 150 kaudal.

Foto lateral kepalaFoto lateral kepala dilakukan dengan kaset terletak sebelah lateral dengan sentrasi di lusr kantus mata, sehingga dinding posterior dan dasar sinus maksilaris berhimpit satu sama lain.

Foto posisi WatersFoto waters dilakukan dengan posisi di mana kepala menghadap kaset, garis orbitomeatus membentuk sudut 37 derajat dengan kaset. Sentrasi sinsr kira-kira di bawah garis interororbital. Pada foto Waters, secara idea piramid tulang petrosum diproyeksikan pada dasar sinus maksilsris sehingga kedua sinus maksilaris dapst dievaluasi seluruhnya. Foto Waters umumnya dilakukan pada keadaan mulut tertutup. Pada posisi mulut terbuka akan dapat menilai daerah dinding posterior sinus sfenoid dengan baik.

Foto kepala posisi submentoverteksPosisi submentoverteks diambil dengan meletakkan film pada verteks, kepala pasien menengadah sehingga garis infraorbito meatal sejajar dengan film. Sentrasi tegak lurus kaset dalam bidang midsagital melalui sella tursika ke arah verteks. Banyak variasi-variasi sudut sentrasi pada posisi submentoverteks, agar supaya mendapatkan gambaran yang baik pada bagiam basis kranii, khususnya sinus frontalis dan dinding posterior sinus maksilaris.

Foto posisi RhesePosisi Rhese atau oblique dapat mengevaluasi bagian posterior sinus etmoid, kanalis optikus dan lantai dasar orbita sisi lain.

Foto posisi TownePosisi Towne dengan berbagai variasi sudut angulasi antara 30 derajat - 60 derajat ke arah orbitomeatal. Sentrasi dari depan kira-kira 8 cm di atas glabela dari foto polos kepala dalam bidang midsagital. Proyeksi ini adalah proyeksi yang paling baik untuk menganalisis dinding posterior sinus maksilaris, fisura orbitalis inferior, kondilus mandibularis dan arkus zygomatikus posterior. 2

Pada sinusistis maksilaris, pada foto polis sinus sfenoidalis tampak normal, tetapi apabila dilakukan pemeriksaan bakteriologik 67%-75% kasus memperlihatkan foto polos sinus sfenoidalis.Kira-kira 50% pada kasus kasus sinusitis sfenoidalis memperlihatkan foto polos sinus sfenoidalis yang normal, tetapi apabila dilakukan pemeriksaan CT-scan, maka tampakkelainan pada mukosa berupa penebalan, pada sinusitis tampak: penebalan mukosa Air-fluid level (kadang -kadang) Perselubungan homogen atau tidak homogen pada satu atau lebih sinus paranasal. Penebalan dinding sinus dengan sklerotik (pada kasus kasus kronik)Pada sisnusistis, mula mula tampak penebalan dinding sinus, dan yang paling sering diserang adalah sinus maksilaris, tetapi pada sinusitis kronik tampak juga sebagai penebalan dinding sinus yang disebabkan karena timbulnya fibrosis dan jaringan oarut yang menebal. Foto polos tak dapat membedakan antara penebalan mukosa dan gambaran fibrotik jaringan parut, dimana hanya tampak sebagai penebalan dinding sinus. CT scan dengan penyuntikan kontras dimana apabila terjadi enhance menunjukkan adanya inflamasi aktif, tetapi bila tidak terjadi enhance biasanya jaringan fibrotik dan jaringan parut. Pada kasus kasus sinusistis bakterial akut dengan pemeriksaan posisi waters, sukar membedakan perselubungan sinus maksilaris yang disebabkan sinusistis murnin atau disebabkan oleh air-fluid level. Untuk kasus-kasus semacam ini perlu dibuatkan posisi waters dalam keadaan duduk. Hampir 50% kasus kasus dengan perselubungan pada salah satu sinus maksilaris pada pemotretan posisi tiduran, ternyata setelah difoto duduk, terdapat air-fluid level.2Air-fluid level akan tampak pula pada kasus-kasus:a. Pada pasien-pasien yang mengalami pencucian sinus maksilaris, biasanya minimal 3-4hari baru sinus tersebut kosong. Apa bila pemotretan dilakukan dlama 3-4 hari setelah pencucian sinus, maka akan tampak gambaran sinus tersebut suram. Hal ini dapat didiagnosis sebagai sinusitis karena reinfeksi.b. Pada pasien dengan trauma kepala yang disertai fraktur atau tidak fraktur pada dinding sinus.c. Pada penyakit golongan blood dyscrasias seperti penyakit von willebrand di mana terjadi pendarahan pada permukaan mukosa. Hal ini berbeda pada pasien-pasien hemofilia, di mana terjadi pendarahan pada ruangan sendi.2

EtiologiPrinsip utama dalam menangani infeksi sinus adalah menyadari bahwa hidung dan sinus paranasalis hanyalah sebagaian dari sistem pernapasan total. Penyakit yang menyerang bronkus dan paru paru juga dapat menyerang hidung dan sinus paranasalis. Oleh karena itu, dalam kaitannya dengan proses infeksi, seluruh saluran napas dengan perluasan-perluasan anatomik harus dianggap sebagai suatu kesatuan. Infeksi mula-mula dapat menyerang seluruh sistem pernapasan, namun dalam derajat yang berbeda-beda, dan perubahan patologik dan kondisi klinis yang ditimbulkannya, tergantung pada predominansi infeksi pada daerah tertentu, sehingga timbul sinusitis, laringitis, pneumonitis dan seterusnya. Hubungan antara saluran pernapasan atas dan bawah ini menyebabkan apa yang disebut sebagai sindrom sinobronkial.3Telah sangat diketahui bahwa berbagai faktor fisik, kimia, saraf, hormonal dan emosional dapat mempengaruhi mukosa hidung, demikian juga mukosa sinus dalam derajat yang lebih rendah. Secara umum, sinusitis kronik lebih lazim pada iklim yang dingin dan basah. Defisiensi gizi, kelemahan, tubuh yang tidak bugar, dan penyakit sistemik umum perlu dipertimbangkan dalam etiologi sinusitis. Perubahan dalam faktor-faktor lingkungan, misalnya dingin, panas, kelembaban, dan kekeringan, demikian pula polutan atmosfer termasuk asap tembakau, dapat merupakan predisposisi infeksi. Dalam daftar faktor predisposisi umum ini harus ditambahkan paparan terhadap infeksi sebelumnya, misalnya common cold. 3Faktor-faktor lokal tertentu juga dapat menjadi predisposisi penyakit sinus. Faktor-faktor ini akan dijelaskan pada masing-masing penyakit sinus, namun secara umum berupa delormitas rangka, alergi, gangguan geligi, benda asing dan neoplasma.Agen etiologi sinusitis dapat berupa virus, bakteri atau jamur: 3 Virus. Sinusitis virus biasanya terjadi selama infeksi saluran napas atas; virus yang lazim menyerang hidung, laring, dan faring juga menyerang sinus. Mukosa sinus paranasalis berjalan kontinu dengan mukosa hidung, dan penyakit virus yang menyerang hidung perlu dicurigai dapat meluas ke sinus. Bakteri. Edema dan hilangnya fungsi silia normal pada infeksi virus meciptakan suatu lingkungan yang ideal untuk perkembangan infeksi bakteri. Infeksi ini seringkali melibatkan lebih dari satu bakteri. Organisme penyebab sinusitis akut mungkin sama dengan penyebab otitis media. Yang sering ditemukan dalam frekuensi yang makin menurun adalah Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, bakteri anerob, Branhamella catarrhalis, strep tokok alfa, Staphylococcus aureus, dan Streptococcus pyogenes. Selama suatu fase akut, sinusitis kronik dapat disebabkan oleh bakteri yang sama seperti yang menyebabkan sinusitis akut.

Sinusitis kronik biasanya berkaitan dengan drainase yang tidak adekuat ataupun fungsi mukosiliar yang terganggu, maka agen infeksi yang terlibat cenderung oportunistik, di mana proporsi terbesar merupakan bakteri anaerob. Akibatnya, biakan rutin tidak memadai dan diperlukan pengambilan sampel secara hati-hati untuk bakteri anaerob. Bakteri aerob yang sering ditemukan dalam frekuensi yang makin menurun antara lain Staphylococcus aureus, Streptococcus viridans, Haemophilus influenzae, Neisseria flavus, Staphylococcus epidermidis, Streptococcus pneumoniae, dan Escherichia coli. Bakteri anaerob termasuk Peptostreptococcus, Coryne-bacterium, Bacteroides, dan Veillonella. Infeksi campuran antara organisme aerob dan anaerob seringkali terjadi. 3EpidemiologiSinus berkembang pada masa kanak-kanak dan remaja, dan kemudian saat sinus-sinus tersebut menjadi rentan infeksi. Sinus maksilaris dan etmoidalis sudah terbentuk sejal lahir, dan biasanya hanya kedua sinus ini yang terlibat dalam sinusitis di masa kanak-kanak. Sinus frontalis mulai berkembang dari sinus etmoidalis anterior pada usia sekitar 8 tahun dan menjadi penting secara klinis menjelang usia 12 tahun, terus berkembang hingga usia 25 tahun. Sinusitis frontalis akut biasanya jadi pada usia dewasa muda. Pada sekitar 20 persen populasi, sinus frontalis tidak ditemukan atau rudi-menter, dan karenanya tidak mempunyai makna klinis. Sinus sfenoidalis mulai mengalami pneumati-sasi sekitar usia 8 hingga 10 tahun dan terus berkembang hingga akhir usia belasan atau awal dua-puluhan. 3

SinusitisSinusitis maksilaris akut biasanya menyusul suatu infeksi saluran napas atas yang ringan. Alergi hidung kronik, benda asing, dan deviasi septum nasi merupakan faktor-faktor predisposisi lokal yang paling sering ditemukan. Dcformitas rahang-wajah, terutama palatoskisis, dapat menimbulkan masalah pada anak. Anak-anak ini cenderung menderita infeksi nasofaring atau sinus kronik dengan angka insidens yang lebih tinggi. Sedangkan gangguan geligi bertanggung jawab atas sekitar 10 persen infeksi sinus maksilaris akut. 3Sinusitis kronik ialah sinusitis yang sudah berlangsung lebih dari 12 minggu. Gambaran patologik sinusitis kronik adalah kompleks dan ireversibel. Mukosa umumnya menebal, membentuk lipatan-lipatan atau pseudopolip. Epitel permukaan tampak mengalami deskuamasi, regenerasi, metaplasia, atau epitel biasa dalam jumlah yang bervariasi pada suatu irisan histologis yang sama. Pembentukan mikroabses, dan jaringan granulasi bersama-sama dengan pembentukan jaringan parut. Secara menyeluruh, terdapat infiltrat sel bundar dan polimorfonuklear dalam lapisan submukosa. Penyebab sinusitis kronik ialah obstruksi pada kompleks ostiomeatal yang mengakibatkan statis dan infeksi sekret didalam sinus. Obstruksi tersebut akibat infeksi saluran napas atas, rinitis alergika, trauma, atau pembedahan sebelumnya. Sinusitis maksilaris kronik dapat meluas ke orbita, pipi, rahang atas, mukut dan sinus etmoidalis. 3,4Gejala infeksi sinus maksilaris akut berupa demam, malaise dan nyeri kepala yang tak jelas yang biasanya reda dengan pemberian analgetik biasa seperti aspirin. Wajah terasa bcngkak, dan gigi terasa nyeri pada gerakan kepala mendadak, misalnya sewaktu naik atau turun tangga. Seringkali terdapat nyeri pipi khas yang tumpul dan menusuk, serta nyeri pada palpasi dan perkusi. Secret mukopurulen dapat keluar dari hidung dan terkadang berbau busuk. Batuk iritatif non-produktif seringkali ada. 3Pemeriksaan fisik akan mengungkapkan adanya puss dalam hidung, biasanya dari meatus media, atau sekret mukopurulen dalam nasofaring. Sinus maksilaris terasa nyeri pada palpasi dan perkusi. Transiluminasi berkurang bila sinus penuh cairan. Gambaran radiologik sinusitis maksilaris akut mula-mula berupa penebalan mukosa, selanjutnya diikuti opasifikasi sinus lengkap akibat mukosa yang membengkak hebat, atau akibat akumulasi cairan yang memenuhi sinus. Akhirnya terbentuk gambaran air-fluid level yang khas akibat akumulasi pus yang dapat dilihat pada foto tegak sinus maksilaris. Oleh karena itu, radiogram sinus harus dibuat dalam posisi telentang dan posisi tegak, yaitu dua posisi yang paling menguntungkan untuk deteksi sinus maksilaris Suatu skrining mode ultrasound juga disebut sebagai metode diagnostik non-invasif yang aman. 3

Diagnosis bandingSinusitis EtmoidalisSinusitis etmoidalis akut terisolasi lebih lazim pada anak, seringkali bermanifestasi sebagai selulitis orbita. Pada dewasa, seringkali bersama-sama dengan sinusitis maksilaris, serta dianggap sebagai penyerta sinusitis frontalis yang tak dapat dielakkan. Gejala berupa nyeri dan nyeri tekan di antara kedua mata dan di atas jembatan hidung, drainase dan sumbatan hidung. Pada anak, dinding lateral labirin etmoidalis (lamina papirasea) seringkali merekah dan karena itu cenderung lebih sering menimbulkan selulitis orbita. 3

Sinusitis FrontalisSinusitis frontalis akut hampir selalu bersama-sama dengan infeksi sinus etmoidalis anterior. Sinus frontalis berkembang dari sel-sel udara etmoidalis anterior, dan duktus nasalis frontalis yang berlekuk-lekuk berjalan amat dekat dengan sel-sel ini. Maka faktor-faktor predisposisi infeksi sinus frontalis akut adalah sama dengan faktor-faktor untuk infeksi sinus lainnya. Penyakit ini terutama ditemukan pada dewasa, dan selain daripada gejala infeksi yang umum, pada sinusitis frontalis terdapat nyeri kepala yang khas. Nyeri berlokasi di atas alis mata, biasanya pada pagi hari dan memburuk menjelang tengah hari, kemudian perlahan-lahan mereda hingga menjelang malam. Pasien biasanya menyatakan bahwa dahi terasa nyeri yang hebat pada palpasi atau perkusi di atas daerah sinus yang terinfeksi. Transiluminasi dapat terganggu, dan radiogram sinus memastikan adanya penebalan periosteum atau kekeruhan sinus menyeluruh, atau suatu air-fluid level. 3

PenatalaksanaanTabel 1. Antibiotic oral untuk sinusitis akut.5

Sinusitis maksilaris akut umumnya diterapi dengan antibiotik spektrum luas seperti amoksisilin, ampisilin atau eritromisin plus sulfonimid, dengan alternatif lain berupa amoksisilin/klavulanat, sefaklor, sefuroksim, dan trimetoprim plus sulfonamid. Dekongestan seperti pseu-docfedrin juga bermanfaat, dan tetes hidung poten seperti fenilefrin (Neo-Syncphrinc) atau oksimctazolin dapat digunakan selama beberapa hari pertama infeksi namun kemudian harus dihentikan. Kompres hangat pada wajah, dan analgetik seperti aspirin dan asetaminofen berguna untuk meringankan gejala. Pasien biasanya memperlihatkan tanda-tanda perbaikan dalam dua hari, dan proses penyakit biasanya menyembuh dalam 10 hari, kendatipun konfirmasi radiologik dalam hal kesembuhan total memerlukan waktu dua minggu atau lebih. 3Kegagalan penyembuhan dengan suatu terapi aktif mungkin menunjukkan organisme tidak lagi peka terhadap antibiotik, atau antibiotik tersebut gagal mencapai lokulasi infeksi. Pada kasus demikian, ostium sinus dapat sedemikian edematosa sehingga drainase sinus terhambat dan terbentuk suatu abses sejati. Bila demikian, terdapat suatu indikasi irigasi antrum segera. 3Pada sinusitis kronik dapat dilakukan pembedahan dengan functional endoscopic sinus surgery (FESS) melalui kompleks ostiomeatal. Sering kali diperlukan modifikasi daerah ostia untuk mendapatkan penyaliran yang baik misalnya membuang ujung anterior konka media. Adanya polip harus dibuang dengan pembedahan. 4Pada sinusitis maksilaris kronik yang tidak sederhana dapat dikerjakan operasi Caldwell-Luc, yaitu sinusotomi maksila yang dapat dilakukan melalui irisan pada daerah fosa kanina. Tulang dinding anterior sinus maksilaris direseksi melalui mulut untuk mencapai sinus guna mengeluarkan mukosa yang terinfeksi, kista, serta debris epitel. Pembedahan ini tidak boleh dilakukan pada anak karena dapat merusak gigi primordial.4

Komplikasi a) Komplikasi OrbitaSinus etmoidalis merupakan penyebab komplikasi pada orbita yang tersering. Pembengkakan orbita dapat merupakan manifestasi etmoiditis akut, namun sinus frontalis dan sinus maksilaris juga terletak di dekat orbita dan dapat pula menimbulkan infeksi isi orbita. Terdapat lima tahapan:31. Peradangan atau reaksi edema yang ringan. Terjadi pada isi orbita akibat infeksi sinus etmoidalis di dekatnya. Seperti dinyatakan sebelumnya, keadaan ini terutama ditemukan pada anak, karena lamina papirasea yang memisahkan orbita dan sinus etmoidalis seringkah merekah pada kelompok umur ini.2. Selulitis orbita. Edema bersifat difus dan bakteri telah secara aktif menginvasi isi orbita namun pus belum terbentuk.3. Abses subperiosteal. Pus terkumpul di antara periorbita dan dinding tulang orbita menyebabkan proptosis dan kemosis.4. Abses orbita. Pada tahap ini, pus telah menembus periosteum dan bercampur dengan isi orbita. Tahap ini disertai gejala sisa neuritis optik dan kebutaan unilateral yang lebih serius. Keterbatasan gerak otot ckstraokular mata yang terserang dan kemosis konjungtiva merupakan tanda khas abses orbita, juga proptosis yang makin bertambah. 5. Trombosis sinus kavernosus. Komplikasi ini merupakan akibat penyebaran bakteri melalui saluran vena ke dalam sinus kavernosus di mana selanjutnya terbentuk suatu trom-boflebitis septik. Secara patognomonik, trombosis sinus kavernosus terdiri dari oftalmoplcgia, kemosis konjungtiva, gangguan penglihatan yang berat, kelemahan pasien dan tanda-tanda meningitis oleh karena letak sinus kavernosus yang berdekatan dengan saraf kranial II, III, IV dan VI, serta berdekatan juga dengan otak.Pengobatan komplikasi orbita dari sinusitis berupa pemberian antibiotik intravena dosis tinggi da pendekatan bedah khusus untuk membebaskan pus dari rongga abses. Manfaat terapi antikoagulan pada trombosis sinus kavernosus masih belum jelas. Pada kasus tromboflebitis septik, masuk logika bila dikatakan terapi antikoagulan hanya akan menyebarkan (diseminata) trombus yang terinfeksi. Perlu diingat bahwa angka kematian setelah trombosis sinus kavernosus dapat setinggi 80%. Pada penderita yang berhasil sembuh, angka morbiditas biasanya berkisar antara 60 hingga 80%, di mana gejala sisa trombosis sinus kavernosus seringkah berupa atrofi optik. 3

b) MukokelMukokel adalah suatu kista yang mengandung mukus yang timbul dalam sinus. Kista ini paling sering ditemukan pada sinus maksilaris, sering disebut sebagai kista retensi mukus dan biasanya tidak berbahaya. Dalam sinus frontalis, etmoidalis dan sfenoidalis, kista ini dapat membesar dan melalui atrofi tekanan mengikis struktur di sekitarnya. Dengan demikian, kista ini dapat bermanifestasi sebagai pembengkakan pada dahi atau fenestra nasalis dan dapat menggeser mata ke lateral. Dalam sinus sfenoidalis, kista dapat menimbulkan diplopia dan gangguan penglihatan dengan menekan saraf di dekatnya.Piokel adalah mukokel terinfeksi. Gejala piokel hampir sama dengan mukokel meskipun lebih akut dan lebih berat. Eksplorasi sinus secara bedah untuk mengangkat semua mukosa yang terinfeksi dan berpenyakit serta memastikan suatu drainase yang baik, atau oblitcrasi sinus merupakan prinsip-prinsip terapi. 3

c) Komplikasi Intrakranial Meningitis Akut. Di samping trombosis sinus kavernosus yang telah dijelaskan di atas, salah satu komplikasi sinusitis yang terberat adalah meningitis akut. Infeksi dari sinus paranasalis dapat menyebar sepanjang saluran vena atau langsung dari sinus yang berdekatan, seperti lewat dinding posterior sinus frontalis atau melalui lamina kribriformis di dekat sistem sel udara etmoidalis. Abses Dura. Adalah kumpulan pus di antara dura dan tabula interna kranium seringkali mengikuti sinusitis frontalis. Proses ini mungkin timbul lambat sehingga pasien mungkin hanya mengeluh nyeri kepala, dan sebelum pus yang terkumpul mampu menimbulkan tekanan intrakranial yang memadai, mungkin tidak terdapat gejala neurologik lain. Abses subdural adalah kumpulan pus di antara dura mater dan araknoid atau permukaan otak. Gejala-gejala kondisi ini serupa dengan abses dura yaitu nyeri kepala yang membandel dan demam tinggi dengan tanda-tanda rangsangan meningen. Gejala utama tidak timbul sebelum tekanan intrakranial meningkat atau sebelum abses memecah ke dalam ruang subaraknoid. Abses Otak. Setelah sistem vena dalam mukoperiosteum sinus terinfeksi, maka dapat dimengerti bahwa dapat terjadi perluasan metastastik secara hematogen ke dalam otak. Namun, abses otak biasa nya terjadi melalui tromboflebitis yang meluas secara langsung. Dengan demikian, lokasi abses yang lazim adalah pada ujung vena yang pecah, meluas menembus dura dan araknoid hingga ke perbatasan antara substansia alba dan grisca korteks serebri. Pada titik inilah akhir saluran vena permukaan otak bergabung dengan akhir saluran vena serebralis bagian sentral.Kontaminasi substansi otak dapat terjadi pada puncak suatu sinusitis supuratif yang berat, dan proses pembentukan abses otak dapat berlanjut sekalipun penyakit pada sinus telah memasuki tahap resolusi normal. Oleh karena itu, kemungkinan terbentuknya abses otak perlu dipertimbangkan pada semua kasus sinusitis frontalis, etmoidalis dan sfenoidalis supuratif akut yang berat, yang pada fase akut dicirikan oleh suhu yang meningkat tajam dan menggigil sebagai sifat infeksi intravena. Kasus seperti ini perlu diobservasi selama beberapa bulan. Hilangnya napsu makan, penurunan berat badan, kakeksia sedang, demam derajat rendah sore hari, nyeri kepala berulang, serta mual dan muntah yang tak dapat dijelaskan mungkin merupakan satu-satunya tanda infeksi yang berlokasi dalam hemisfer serebri. 3Komplikasi-komplikasi intrakranial ini sekali-sekali tidak boleh ditafsirkan selalu berjalan mengikuti urutan dari meningitis ke abses lobus frontalis. Komplikasi ini dapat terjadi setiap saat dengan hanya sedikit atau tanpa keterlibatan varian lainnya. Pengobatan infeksi supuratif intrakranial yang berat kembali berupa terapi antibiotik yang intensif, drainase secara bedah pada ruangan yang meng-ilami abses dan pencegahan penyebaran infeksi. 3

Prognosis Pada sinusitis akut yang diberikan terapi adekuat memiliki prognosis yang baik, yaitu dapat sembuh sempurna tanpa meninggalkan skuele. Tetapi tidak menutup kemungkinan sinusitis tersebut residif. Namun, jika penanganan tidak adekuat dan pasien tidak menurut maka kemungkinan dari sinusitis akut menjadi kronik akan sangat besar.

KesimpulanSinusistis merupakan penyakit yang residif, lebih banyak menyerang anak anak daripada orang dewasa. Bila penanganan tepat maka sinusitis tidak akan menjadi kronik dan menimbulkan komplikasi yang berbahaya. Pengobatan yang diberikan dapat berupa bed rest dengan posisi kepala yg lebih tinggi selama 10 hari dan pemberian antibiotik yang sesuai dengan kausa dari sinusitis tersebut. Bila dengan pengobatan antibiotic saja tidak bisa sembuh, maka perlu dilakukan drainase.

Daftar PustakaBickley LS. Buku saku pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan Bates. Jakarta: EGC.2012. h.79-90.Rasad s. Radiologi Diagnostik. Jakarta : Universitas Indonesia. 2011(2).431-7Adams GL, Boies LR, Higler PA. boies buku ajar tht edisi 6. Jakarta: EGC.2013.h.240-57Sjamsuhidajat R, Karnadihardja W, Prasetyono TOH, Rudiman R. Buku ajar ilmu bedah. Jakarta: EGC. 2012.h.450-1Papadapkis MA, Mcphee SJ. Current medical diagnosis & treatment. Mc graw-hill lange. 2012. p.214-216