parkinson is me
DESCRIPTION
sadfsdfgrgtrdesgtaresdvraev dfeatvf datvf atv eartvf raterfbhgedfrhgbaebhgeahbgfbhgreadrfbhgTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit Parkinson adalah salah satu gangguan neurologis yang paling umum ditemui,
diperkirakan 1% dari seluruh individu dengan usia lebih dari 60 menderita penyakit ini. terdapat
2 gambaran neuropatologi mayor yang ditemukan pada penyakit ini yaitu : hilangnya pigmented
dopaminergic neuron di substansia nigra pars compacta dan adanya lewy bodi. Hipotesis
terjadinya penyakit Parkinson adalah karena kombinasi dari faktor genetis dan lingkungan.
(Robert, 2014)
Sjahrir dan Sudoyo (2007) mengatakan bahwa gejala motorik dari penyakit Parkinson
umumnya memiliki onset yang insidious dan memberat secara perlahan, dengan tremor sebagai
gejala utama yang paling sering muncul. Tiga gejala utama pada penyakit Parkinson antara lain :
tremor saat istirahat, rigiditas, dan bradikinesia. Gangguan keseimbangan menjadi gejala utama
keempat pada pasien dengan penyakit Parkinson. Tetapi, gangguan keseimbangan pada penyakit
Parkinson hanya ditemukan pada fase akhir dari penyakit.
Penyakit Parkinson terjadi di seluruh dunia, jumlah penderita antara pria dan wanita
seimbang. 5 – 10 % orang yang terjangkit penyakit parkinson, gejala awalnya muncul sebelum
usia 40 tahun, tapi rata-rata menyerang penderita pada usia 65 tahun. Secara keseluruhan,
pengaruh usia pada umumnya mencapai 1 % di seluruh dunia dan 1,6 % di Eropa, meningkat
dari 0,6 % pada usia 60 – 64 tahun sampai 3,5 % pada usia 85 – 89 tahun. Di Amerika Serikat,
ada sekitar 500.000 penderita parkinson.1 Di Indonesia sendiri, dengan jumlah penduduk 210 juta
orang, diperkirakan ada sekitar 200.000-400.000 penderita. Rata-rata usia penderita di atas 50
tahun dengan rentang usia-sesuai dengan penelitian yang dilakukan di beberapa rumah sakit di
Sumatera dan Jawa- 18 hingga 85 tahun. Statistik menunjukkan, baik di luar negeri maupun di
dalam negeri, lelaki lebih banyak terkena dibanding perempuan (3:2) dengan alasan yang belum
diketahui.
BAB II
ISI
A. Epidemiologi
Penyakit ini ditemukan pada semua kelompok etnis, tetapi prevalensinya berbeda secara
geografis. PD umumnya terjadi pada rentang usia 45 – 70 tahun, dan puncaknya pada usia 60
tahun. Sekitar 4% dari pasien memiliki gejala klinis dari penyakit ini sebelum usia 50 tahun dan
jarang terjadi pada usia kurang dari 30 tahun. Sekitar 1-2% dari populasi di atas 65 tahun
menderita PD. Angka ini meningkat menjadi 3% sampai 5% pada orang usia > 85 tahun. PD
lebih sering pada laki-laki dibandingkan perempuan. Karena PD terutama terjadi pada usia yang
tua, prevalensinya lebih tinggi pada negara maju dibandingkan dengan negara berkembang,
dikarenakan pada Negara maju penduduknya cendrung hidup lebih lama. Prevalensi di Eropa
menemukan kejadiannya antara 100 dan 200 per 100.000 penduduk. Rasio insiden PD dalam
studi berbasis populasi di negara-negara Eropa dan Amerika Serikat berkisar 8,6-19,0 per
100.000 penduduk saat kriteria diagnostik yang ketat dari PD yang diterapkan (Alves et al.,
2008; Ropper et al., 2014).
Tabel : Epidemiologi PD (Connlolly & Lang, 2014).
B. Etiologi
1. Faktor Linkungan
Sampai akhir 1990-an, diperkirakan penyakit Parkinson disebabkan semata-mata oleh faktor
lingkungan. Sejak itu, studi epidemiologi telah menunjukkan hubungan parkinson dengan faktor
lingkungan yang berbeda, termasuk bahan kimia (terutama 1-methyl-4-phenyl-1,2,5,6-
tetrahydropyridine [MPTP]) dan trauma kepala yang serius. Penelitian juga menunjukkan bahwa
paparan sederhana untuk faktor lingkungan yang terkait tidak cukup untuk menyebabkan
penyakit (misalnya, beberapa individu dengan eksposur yang pasti tidak menunjukan gejala
klinis parkinsonisme) (Farlow et al., 2014).
2. Herediter
Penelitian telah menunjukan bentuk Mendel penyakit Parkinson di mana mutasi gen tunggal
sebagai penyebab dan faktor-faktor predisposisi seorang individu untuk berkembang menjadi PD
dalam keluarga kurang menunjukan pola pewarisan Mendel. Mutasi gen tunggal menimbulkan
bentuk Mendel penyakit Parkinson yang dapat diwariskan secara autosomal dominan, autosomal
resesif, atau, X-linked. Penemuan bahwa varian patogen di sejumlah gen menyebabkan penyakit
Parkinson menunjukkan bahwa gangguan proses biologis yang berbeda menimbulkan penyakit
Parkinson. Sampai saat ini tiga proses seluler yang berbeda tetapi saling berhubungan tampaknya
terlibat: transmisi sinaptik, kontrol kualitas mitokondria, dan lysosome-mediated autophagy
(Farlow et al., 2014).
Tabel : Molekuler Genetik PD (Farlow et al., 2014).
Tabel : Genetik Utama yang terkait PD (Ropper et al., 2014).
3. Multifaktor dan penyebab yang tidak diketahui
Monogenik (Mendel) penyebab penyakit Parkinson ditemukan < 5% dari semua orang dengan
penyakit Parkinson, menunjukkan bahwa variasi genetik pada lokus tambahan yang tidak
diketahui berkontribusi terhadap risiko penyakit. Pendekatan seperti genome-wide association
studies (GWAS) telah mengidentifikasi beberapa daerah genom dan gen-gen tertentu sebagai
faktor kerentanan mungkin untuk penyakit Parkinson. Namun, yang penting adalah tetap
mengeksplorasi implikasi patologis dan klinis kerentanan lokus, serta untuk mengeksplorasi gen
dan interaksi antara gen dan lingkungan (Farlow et al., 2014).
C. Patogenesis
Gejala motorik yang menjadi kunci pada PD adalah akibat dari degenerasi neuron yang
memproduksi dopamin dalam pars kompakta dari substansia nigra dan lokus seruleus di batang
otak. Namun, PD adalah gangguan klinis yang kompleks yang meliputi gangguan penciuman,
disfungsi otonom (misalnya, konstipasi, denervasi jantung), gangguan tidur (misalnya, rapid-eye
movement [REM] behavior disorder), dan perubahan mood dan kognisi. Atas dasar gejala klinis
ini adalah patologi yang melibatkan neuron luar substantia nigra (misalnya, meduler dan nukleus
olfatori). Ciri patologis dari PD adalah adanya inklusi sitoplasma eosinofilik, disebut badan
Lewy, dalam banyak neuron yang masih hidup. Ketika gejala menjadi terbukti secara klinis, 60%
dari neuron dopaminergik di substansia nigra telah hilang, dan tingkat dopamin basal ganglia
(striatal) mengalami penurunan sebesar 80%. Penyebab yang tepat dari degenerasi sel
dopaminergik dalam nigra substantia tidak diketahui, tetapi kemajuan terbaru dalam genetika
molekuler telah mengklarifikasi pengaruh genetik yang berkontribusi terhadap pengembangan
toksisitas neuronal dan parkinsonisme di sangat penetran, autosomal dominan atau autosomal
resesif keluarga dengan PD. Mutasi pada 6 gen (SPMB, LRRK2, PRKN, DJ1, PINK1, dan
ATP13A2) telah meyakinkan telah terbukti menyebabkan parkinsonisme familial. Selain itu,
variasi umum dalam tiga gen (MAPT, LRRK2, dan SPMB) dan loss-offunction mutations di
GBA telah divalidasi sebagai faktor kerentanan untuk PD. Gen-gen ini mengkodekan protein
seperti α-synuclein, yang terlibat dalam folding, trafficking, and clearance protein intraseluler
dan dalam menjaga fungsi mitokondria. Mutasi gen menyebabkan kesalahan protein intraseluler,
peningkatan stres oksidatif, pembentukan radikal bebas, dan penipisan energi dalam sel,
menyebabkan kerusakan oksidatif dan kematian sel (Deligtisch et al., 2012).
D. Manifestasi Klinis
Terdapat empat gejala motorik utama dari PD yang dikelompokkan dengan akronim
TRAP. Tremor at rest, Rigidity, Akinesia (atau bradykinesia) dan Postural instability (Harsono,
2011; Jankovic, 2007):
1. Tremor
Tremor yang muncul ketika istirahat adalah gejala yang paling umum dan mudah dikenali
dari PD. Tremor unilateral, terjadi pada frekuensi antara 4 dan 6 Hz, dan hampir selalu
menonjol di bagian distal dari ekstremitas. Tremor tangan digambarkan sebagai supinasi-
pronasi tremor (‘‘pill-rolling’’) yang menyebar dari satu tangan ke tangan lain. Tremor pada
pasien dengan PD juga dapat melibatkan bibir, dagu, rahang dan kaki tetapi, tidak seperti
tremor esensial, jarang melibatkan leher/kepala atau suara. Jadi pasien yang datang dengan
tremor dugaan lebih mengarah ke tremor esensial, cervical dystonia, atau keduanya.. Secara
karakteristik, tremor istirahat menghilang saat beraktivitas dan selama tidur.
2. Rigiditas
Rigiditas ditandai dengan peningkatan resistensi, biasanya disertai dengan fenomena
''cogwheel'', terutama bila dikaitkan dengan adanya tremor. Rigiditas dapat menyebabkan
gangguan pergerakan pasif anggota tubuh (fleksi, ekstensi atau rotasi sendi). Ini dapat terjadi
pada bagian proksimal tubuh (misalnya, leher, bahu, pinggul) dan distal (misalnya,
pergelangan tangan, pergelangan kaki). Manuver yang memperkuat (misalnya, voluntary
movements of the contralateral limb), yang dikenal sebagai manuver Froment, biasanya
meningkatkan kekakuan dan sangat berguna dalam mendeteksi kasus-kasus rigiditas ringan.
3. Bradikensia
Bradikinesia merupakan gejala klinis yang ditandai dengan gerakan lambat yang merupakan
ciri khas PD. Bradikinesia merupakan gangguan ganglia basalis, dan meliputi kesulitan
dengan perencanaan, memulai dan melaksanakan gerakan dengan melakukan tugas-tugas
sekuensial dan simultan. Beberapa gejala yang dapat dilihat yaitu berkurangnya gerak
asosiatif bila berjalan. Sulit untuk bangun dari kursi, sulit memulai berjalan, lamban
mengenakan pakaian, lambat mengambil suatu obyek. Ekspresi atau mimik muka berkurang
(seolah muka topeng). Bila berbicara gerak lidah dan bibir menjadi lambat. Gerak halus
sewaktu menulis atau mengerjakan benda-benda berukuran kecil menjadi sulit dan
menghilang.
4. Instabilitas Postural
Instabilitas porstural karena kehilangan refleks postural secara umum merupakan
manifestasi klinis late stage dari PD yang biasa muncul setelah gejala klinis lain. Pull Test
merupakan tes yang digunakan untuk menentukan derajat retropulsif dan ekspulsif gejala ini
yaitu dengan menarik bahu pasien kedepan dan kebelakang secara cepat. Apabila pasien
mundur dua langkah atau lebih atau absennya respon postural menunjukkan adanya
abnormalitas postural. Instabilitas postural (bersama dengan freezing of gait) merupakan
penyebab umum terjadinya fraktur panggul.
Terdapat juga beberapa gejala non-motorik pada penyakit parkinson. Gejala non-motorik
umumnya ditemukan pada penyakit parkinson namun sering disepelekan meliputi disfungsi
otonom, gangguan kognitif atau neurobehavioural, abnormalitas sensoris dan gangguan
tidur(Jankovic, 2007).
Tabel 4. Gejala Klinis Penyakit Parkinson (Jankovic, 2007).
E. Diagnosis
Diagnosis Parkinson’s Disease ditegakkan berdasarkan kriteria klinis (tidak terdapat tes
definitif dalam mendiagnosis. Berdasarkan riwayat, konfirmasi patologik ditemukannya lewy
bodies pada hasil otopsi dapat menjadi pertimbangan dalam mendiagnosis PD. Diagnosis sesuai
praktek klinis didasari atas kombinasi gejala utama, gejala yang terkait dan respon terhadap
levodopa (Jankovic, 2007).
Kriteria diagnosis telah dikembangkan oleh UK Parkinson’s Disease Society Brain Bank
(Tabel 5) dan National Institute of Neurological Disorders and Stroke (NINDS) (Tabel 6)
(Jankovic, 2007).
Box 1. Kriteria diagnosis dari probable PD berdasarkan UK Parkinson’s Disease Society Brain
Bank (Jankovic, 2007).
Box 2. Kriteria diagnosis PD berdasarkan National Institute of Neurological Disorders and
Stroke (NINDS) (Jankovic, 2007).
F. Tatalaksana
Menurut NICE pada tahun 2006 menegemen primer pada penyakit parkinson dibagi atas 2
pembagian besar yaitu:
Terapi farmakologi simptomatik pada penyakit Parkinson
Terapi Pembedahan penyakit Parkinson
A. Terapi farmakologi simptomatik pada penyakit Parkinson
Terapi simptomatik untuk PD adalah untuk mengobati gejala penyakit tetapi tidak
memperlambat laju perkembangan kondisinya. terapi farmakologi simptomatik telah
diklasifikasikan berdasarkan manifestasi klinis. Dengan demikian dibagi menjadi dua yaitu:
Penyakit awal yang mengacu pada orang-orang dengan PD yang telah membentuk
kecacatan fungsional dan membutuhkan terapi simptomatik.
Penyakit lanjutan yang merujuk kepada orang-orang dengan pengobatan levodopa yang
telah membentuk komplikasi motorik.
Pada Terapi farmakologi simptomatik penyakit awal, terbukti dari hasil kajian dasar, bahwa
tidak ada obat tunggal dalam farmakoterapi awal PD. Tidaklah mungkin untuk mengidentifikasi
terapi obat pilihan pertama yang bersifat universal untuk orang dengan PD awal. Pilihan obat
pertama yang ditentukan harus memperhitungkan:
Karakteristik klinis dan gaya hidup keinginan pasien,
setelah pasien telah diberitahu tentang manfaat dan kelemahan jangka pendek maupun
jangka panjang dari setiap jenis obat.
Berikut merupakan table rangkuman opsi obat-obat yang digunakan untuk farmakoterapi awal
PD:
Berikut kelebihan dan efek samping dari setiap opsi pengobatan sebagai konsiderasi pemilihan
terapi awal PD:
1. Levodopa
telah dikonfirmasi bahwa levodopa adalah pengobatan yang paling efektif untuk PD, efek
samping jangka pendek dopaminergik jarang terjadi dan biasanya berkurang dengan waktu.
Namun, terapi levodopa jangka panjang menyebabkan komplikasi motorik seperti diskinesia dan
fluktuasi motorik. Sehingga Dosis levodopa harus dijaga serendah mungkin untuk
mempertahankan fungsi yang baik untuk mengurangi perkembangan komplikasi motorik.
2. Agonis Dopamine
Agonis dopamin adalah pengobatan yang efektif untuk peningkatan fungsi motor pada PD
awal. Namun, agonis menghasilkan efek samping dopaminergik yang signifikan. agonis dopamin
yang berasal dari ergot (bromokriptin, cabergoline, lisuride dan pergolide) dikenal untuk
menyebabkan reaksi serosal langka seperti efusi pleura, perikardial dan peritoneal dan / atau
fibrosis, dan juga cardiac valvulopathy. Sehingga:
Pergolide akan digunakan sebagai lini kedua setelah dopamin agonis non-ergot.
Dosis pergolide tidak melebihi 5 mg per hari.
Ekokardiogram harus diperoleh sebelum memulai terapi dan harus diulang secara teratur
untuk memantau adanya valvulopati.
Pergolide merupakan kontraindikasi pada orang dengan bukti anatomi adanya valvulopati
jantung.
3. Inhibitor MAOB
Bukti percobaan mendukung kemampuan inhibitor MAO B di PD untuk memperbaiki
gejala motorik, meningkatkan aktivitas hidup sehari-hari dan menunda kebutuhan untuk
levodopa.
Pada Terapi farmakologi simptomatik penyakit lanjutan, berikut merupakan opsi-opsi yang
direkomendasikan:
Sama seperti pada penyakit awal tidak ada pilihan yg bersifat universal untuk terapi
penyakit PD lanjutan, Berikut merupakan keuntungan dan efek samping dari setiap opsi sebagai
konsiderasi keputusan pemberian terapi:
1. Dopamine Agonis
Pada orang dengan PD dan komplikasi motorik, terapi agonis dopamin adjuvant mengurangi
waktu “off” , dosis levodopa dan menurunkan gangguan motorik dari aktivitas sehari-hari.
Namun dengan pengorbanan berupa peningkatan efek samping dopaminergik termasuk
dyskinesia, halusinasi dan hipotensi postural.
Sehingga direkomendasikan:
Agonis dopamin digunakan untuk mengurangi fluktuasi motorik pada orang dengan PD
lanjutan. Jika dopamin agonis berbasis ergot digunakan, pasien harus memiliki fungsi minimum
ginjal, ESR dan rontgen dada dilakukan sebelum memulai pengobatan dan dilanjutkan tiap
tahunnya. dopamin agonis harus dititrasi sehingga didapatkan dosis efektifnya. Jika efek
samping mencegah hal ini, maka agonis lain atau obat dari kelas lain harus digunakan sebagai
gantinya.
2. MAOB Inhibitor
Ukuran dan kualitas dari percobaan adjuvant ini sangat buruk, sehingga tidak mungkin
untuk mencapai kesimpulan tentang kemanjuran dan keamanan untuk PD lanjutan.
Sehingga disimpulkan MAO inhibitor B dapat digunakan untuk mengurangi fluktuasi
motorik pada orang dengan PD lanjutan, jika tidak adanya ketersediaan dari Dopamine agonis.
3 COMT inhibitor
Efikasi obat ini dalam mengurangi waktu off dan dosis levodopa terbukti, serta
memperbaiki waktu on, mengurangi gangguan motorik dan kecacatan. Namun dengan
peningkatan efek samping dopaminergik seperti mual, muntah, dan dyskinesia. Serta telah
menyebabkan hepatotoksisitas fatal dan sindrom neuroleptik ganas pada kasus langka.
B. Pembedahan pada Penyakit Parkinsosn
Gambar 1.1 : Struktur dari bangsal ganglia
Keterbatasan terapi dopaminergik dan kebutuhan untuk mengobati komplikasi motorik
adalah penggerak utama dalam operasi stereotactic fungsional untuk PD.
Nukleus ventrolateral thalamus merupakan salah satu daerah target yang umum digunakan untuk
operasi di PD. Sel ini dengan frekuensi tremor menembakkan frekuensinya yang sehingga dapat
diidentifikasi dalam ventralis intermedius (Vim) bagian dari thalamus, sehingga apabila lesi atau
stimulator ditempatkan di sel target ini dapat secara dramatis memperbaiki tremor.
Teknik bedah bervariasi antara pusat, tetapi umumnya dilakukan dalam tiga tahap:
lokalisasi radiologi, lokalisasi fisiologis, dan kemudian sebuah ablasi atau prosedur stimulasi.
Mengingat relatif amannya prosedur stimulasi dibandingkan dengan pelesian, kebanyakan
operasi untuk orang dengan PD saat ini menggunakan pendekatan stimulasi. Oleh karena itu,
bedah yang direkomendasikan berupa STN (Subthalamic nucleus stimulation), GPI (Globus
pallidus interna stimulation) dan stimulasi thalamic.
G. Prognosis
Penyakit Parkinson adalah penyakit yang bersifat progresif . Rata-rata harapan hidup dari
penderita ini lebih rendah disbanding yang tidak menderita Parkinson. Perjalanan penyakit ini
sangat lama hingga puluhan tahun. Melalui penanggulangan yang cepat dan tepat baik melalui
terapi farmakologi maupun non farmakolgi penderita penyakit Parkinson diharapkan dapat
hidup lebih produktif (Hiroyuki, et al., 2014).
H. Komplikasi
Penyakit Parkinson pada stadium akhir umumnya dapat memiliki komplikasi seperti
kehilangan keseimbangan hingga membuat pasien terjatuh, dan kehilangan kekuatan fisik
(Hiroyuki, et al., 2015).
DAFTAR PUSTAKA
Alves G, Forsaa EB, Pedersen KF, Gjerstad MD, Larsen JP, 2008. Epidemiology of
Parkinson Disease. J Neurol (2008) 255 [Suppl 5]:18–32. Available from:
http://www.researchgate.net/profile/Kenn_Freddy_Pedersen/publication/225692669_
Epidemiology_of_Parkinsons_disease/links/02a49ee6b510eba5ae0a6249.pdf. (Accessed:
2015, April 17)
Connlolly BS, Lang AE, 2014. Pharmacological Treatment of Parkinson Disease. JAMA.
2014;311(16):1670-1683. Available from:
http://jama.jamanetwork.com/article.aspx?articleid=1861807. (Accessed: 2015,
April 17)
Deligtisch A, Ford B, Geyer H, Bressman SB, 2012. Movement Disorder. In: Brust JCM,
editor. Current Diagnosis and Treatment in Neurology 2nd ed. New York: Lange
Medical Books/McGraw-Hill Medical, pp.240 - 248.
Farlow J, Pankratz ND, Wojcieszek J, Foround T, 2014. Parkinson Disease Overview.
Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK1223/. (Accessed: 2015,
April 17)
Harsono. 2011. Buku Ajar Neurologi Klinis, cetakan kelima. Yogyakarta : Gadjah Mada
Press. Hal. 233-244
Hiroyuki Tomiyama, Suzanne Lesage, Eng-King Tan, 2015. Familial Parkinson’s
Disease/Parkinsonism. Available from :
http://downloads.hindawi.com/journals/bmri/2015/736915.pdf (Acessed : 21 April 2015)
Jankovic J. 2007. Parkinson’s disease: clinical features and diagnosis. J Neurol
Neurosurg Psychiatry 2008;79:368–376. Available from:
http://jnnp.bmj.com/content/79/4/368.full.pdf+html (Accessed: 2015, April 20)
NICE 2006, PARKINSON’S DISEASE National clinical guideline for diagnosis and
management in primary and secondary care, Diakses dari:
http://www.nice.org.uk/guidance/cg35/evidence/cg35-parkinsons-disease-full-guideline2
pada tanggal: 20 April 2015
Robert A et al. Parkinson Disease. Medscape Reference. www.medscape.com. 2014.
Ropper AH, Samuels M, Klein J, 2014. Adams & Victor’s Principles of Neurology. 10 th
ed. New York: McGraw-Hill Education; pp. 1082 – 1095.
Sjahrir H, Nasution D, Gofir A. Parkinson’s Disease & Other Movement Disorders.
Pustaka Cedekia dan Departemen Neurologi FK USU Medan. 2007.
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I. Penyakit Parkinson. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid III. FKUI. 2007.