hi per adrenal is me

31
HIPERADRENALISME Nama :Ni Made Supadmawati Nim : 04.08.2010 Kelas : C/KP/VI ASKEP HIPERADRENALISME PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi Fisiologi Kelenjar Adrenal Kelenjar adrenal adalah dua struktur kecil yang terletak di atas masing-masing ginjal. Pada masing-masing kelenjar adrenal tersebut terbagi menjadi dua bagian, yaitu bagian luar (korteks) dan bagian tengah (medula). Bagian medula menghasilkan hormon amina, sedangkan bagian korteks menghasilkan hormon steroid. 1. Medula adrenal Medula adrenal dianggap juga sebagai bagian dari sistem saraf. Sel-sel sekretorinya merupakan modifikasi sel-sel saraf yang melepaskan dua

Upload: hansaja

Post on 30-Dec-2015

52 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

HIPERADRENALISME

Nama :Ni Made Supadmawati

Nim : 04.08.2010

Kelas : C/KP/VI

ASKEP HIPERADRENALISME

PENDAHULUAN

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Fisiologi Kelenjar Adrenal

Kelenjar adrenal adalah dua struktur kecil yang terletak di atas masing-masing ginjal. Pada masing-masing kelenjar adrenal tersebut terbagi menjadi dua bagian, yaitu bagian luar (korteks) dan bagian tengah (medula). Bagian medula menghasilkan hormon amina, sedangkan bagian korteks menghasilkan hormon steroid.

1. Medula adrenal

Medula adrenal dianggap juga sebagai bagian dari sistem saraf. Sel-sel sekretorinya merupakan modifikasi sel-sel saraf yang melepaskan dua hormon yang berjalan dalam aliran darah: epinephrin (adrenalin) dan norephinephrin (noradrenalin).

Peranan adrenalin pada metabolisme normal tubuh belum jelas. Sejumlah besar hormon ini dilepaskan dalam darah apabila seseorang dihadapkan pada tekanan, seperti marah, luka, atau takut.

Jika hormon adrenalin menyebar di seluruh tubuh, hormon menimbulkan tanggapan yang sangat luas: laju dan kekuatan denyut jantung meningkat sehingga tekanan darah meningkat. Kadar gula darah dan laju metabolisme meningkat. Bronkus membesar sehingga memungkinkan udara masuk dan keluar paru-paru lebih mudah. Pupil mata membesar.Hormon noradrenalin juga menyebabkan peningkatan tekanan darah.

2. Korteks Adrenal Stimulasi korteks oleh sistem saraf simpatetik menyebabkan

dikeluarkannya hormon ke dalam darah yang menimbulkan respon “fight or flight”.Korteks adrenal menghasilkan beberapa hormon steroid yaitu mineralokortikoid, dan glukokortikoid. Mineralokortikoid menjaga keseimbangan elektrolit, glukokortikoid memproduksi respon yang lambat dan jangka panjang dengan meningkatkan tingkat glukosa darah melalui pemecahan lemak dan Protein.

B. Disfungsi Kelenjar Adrenal

Disfungsi kelenjar adrenal merupakan gangguan metabolic yang menunjukkan kelebihan/defisiensi kelenjar adrenal (Rumohorbo Hotma, 1999). Terdapat dua klasifikasi disfungsi Kelenjar Adrenal, yaitu:

1. Hiperfungsi kelenjar adrenal

a. Sindrom Cushing

Sindrom Cushing disebabkan oleh sekresi berlebihan steroid adrenokortikal,terutama kortisol. Gejala klinis bisa juga ditemukan oleh pemberian dosis farmakologis kortikosteroid sintetik

b. Sindrom Adrenogenital

Penyakit yang disebabkan oleh kegagalan sebagian atau menyeluruh, satu atau beberapa enzim yang dibutuhkan untuk sintesis steroid

c. Hiperaldosteronisme

1) Hiperaldosteronisme primer (Sindrom Cohn)

Kelainan yang disebabkan karena hipersekresi aldosteron autoimun

2) Aldosteronisme sekunder

Kelainan yang disebabkan karena hipersekresi rennin primer, ini disebabkan oleh hiperplasia sel juksta glomerulus di ginjal.

2. Hipofungsi kelenjar adrenal

C. Hiperfungsi Adrenal (Sindrom Cushing)

1. Pengertian

Sindrom Cushing adalah keadan klinik yang terjadi akibat dari paparan terhadap glukokortikoid sirkulasi dengan jumlah yang berlebihan untuk waktu yang lama. (Green Span, 1998). Penyakit Cushing didefinisikan sebagai bentuk spesifik tumor hipofisis yang berhubungan sekresi ACTH hipofisis berlebihan.

Sindrom Cushing dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bagian, yaitu:

a. Penyakit Cushing

Merupakan tipe Sindroma Cushing yang paling sering ditemukan berjumlah kira-kira 70 % dari kasus yang dilaporkan.Penyakit Cushing lebih sering pada wanita (8:1, wanita : pria) dan umur saat diagnosis biasanya antara 20-40 tahun.

b. Hipersekresi ACTH Ektopik

Kelainan ini berjumlah sekitar 15 % dari seluruh kasus Sindroma Cushing. Sekresi ACTH ektopik paling sering terjadi akigat karsinoma small cell di paru-paru; tumor ini menjadi penyebab pada 50 % kasus sindroma ini tersebut. Sindroma ACTH ektopik lebih sering pada laki-laki. Rasio wanita : pria adalah 1:3 dan insiden tertinggi pada umur 40-60 tahun.

c. Tumor-tumor Adrenal Primer

Tumor-tumor adrenal primer menyebabkan 17%-19% kasus-kasus Sindroma Cushing. Adenoma-adenoma adrenal yang mensekresi glukokortikoid lebih sering terjadi pada wanita. Karsinoma-karsinoma adrenokortikal yang menyebabkan kortisol berlebih juga lebih sering terjadi pada wanita; tetapi bila kita menghitung semua tipe, maka insidens keseluruhan lebih tinggi pada laki-laki. Usia rata-rata pada saat diagnosis dibuat adalah 38 tahun, 75% kasus terjadi pada orang dewasa.

d. Sindroma Cushing pada Masa Kanak-kanak

sindroma Cushing pada masa kanak-kanak dan dewasa jelas lebih berbeda. Karsinoma adrenal merupakan penyebab yang paling sering dijumpai (51%), adenoma adrenal terdapat sebanyak 14%. Tumor-tumor ini lebih sering terjadi pada usia 1 dan 8 tahun. Penyakit Cushing lebih sering terjadi pada populasi dewasa dan berjumlah sekitar 35% kasus, sebagian besar penderita-penderita tersebut berusia lebih dari 10 tahun pada saat diagnosis dibuat, insidens jenis kelamin adalah sama.

2. Etiologi

a. Glukokortikoid yang berlebih

b. Aktifitas korteks adrenal yang berlebih

c. Hiperplasia korteks adrenal

d. Pemberian kortikosteroid yang berlebih

e. Sekresi steroid adrenokortikal yang berlebih terutama kortisol

f. Tumor-tumor non hipofisis

g. Adenoma hipofisis

h. Tumor adrenal

3. Manifestasi Klinis

o Amenorea

o nyeri punggung

o kelemahan otot

o nyeri kepala

o luka sukar sembuh

o penipisan kulit

o Petechie

o Kimosis

o Striae

o Sirsutisme

o punuk kerbau pada posterior leher

o Psikosis

o Depresi

o Jerawat

o Penurunan konsentrasi

o Moonface

o Hiperpigmentasi

o Edema pada ekstermitas

o Hipertensi

o Miopati

o Osteoporosis

o Pembesaran klitoris

o Obesitas

o Hipokalemia

o Retensi natrium

o Perubahan emosi

4. Pemeriksaan Penunjang

a. Tes supresi dexamethason

o Untuk membantu menegakkan diagnosis penyebab sindrom cushing tersebut, apakah hipofisis atau adrenal

o Untuk menentukan kadar kortisol

- Pada pagi hari lonjakan kortisol akan ditekan: Steroid <5>10 uL /dl –

Sindrom Cushing

b. Kadar kortisol bebas dalam urin 24 jam:

Untuk memeriksa kadar 17-hidroksikortikosteroid serta 17-kortikosteroid, yang merupakan metabolic kortisol dan androgen dalam urin.Kadar metabolic dan kortisol plasma meningkat – Sindrom Cushing

c. Stimulasi CRF (Corticotrophin-Releasing Faktor)

Untuk membedakan tumor hipofisis dengan tempat-tempat ektopik produksi

ACTH sebagai penyebab

d. Pemeriksaan Radioimmunoassay ACTH Plasma

Untuk mengenali penyebab Sindrom Cushing

e. CT, USG, dan MRI

Dapat dilakukan untuk menentukan lokasi jaringan adrenal dan mendeteksi tumor pada kelenjar adrenal.

5. Penatalaksanaan

a. Terapi Operatif

o Hipofisektomi Transfenoidalis: Operasi pengangkatan tumor pada kelenjar hipofisis

o Adrenalektomi: terapi pilihan bagi pasien dengan hipertrofi adrenal primer

b. Terapi Medis

Preparat penyekot enzim adrenal (metyrapon, aminoglutethimide, mitotane, ketokonazol) digunakan untuk mengurangi hiperadrenalisme jika sindrom tersebut disebabkan oleh sekresi ektopik ACTH oleh tumor yang tidak dapat dihilangkan secara tuntas.

ASUHAN KEPERAWATAN HIPERFUNGSI ADRENAL(SINDROM CUSHING)

1. Pengkajian

a. Data Biografi : nama, usia, jenis kelamin

b. Riwayat Kesehatan Sekarang

1) Data subjektif

Amenorea

Nyeri punggung

Mudah lelah / kelemahan otot

Sakit kepala

Luka sukar sembu

2) Data objektif

Integumen

Penipisan, Kulit Striae, Petechie, Hirsutisme (pertumbuhan bulu-bulu wajah), Ekimosis, Edema pada ekstremitas, Jerawat, Hiperpigmentasi, Moonface, Punuk kerbau (buffalo hump) pada posterior leher

- Kardiovaskuler Hipertensi

- Muskuloskeletal Kelemahan otot, Miopati, Osteoporosis

- Reproduktif Pembesaran klitoris

- Makanan dan cairan Obesitas, Hipokalemia, Retensi natrium

- Psikiatrik Perubahan emosi, Psikosis, Depresi, Penurunan konsentrasi

- Pembelajaran Kurang pengetahuan tentang kondisi penyakit, prognosis

dan pengobatannya

2. Diagnosa Keperawatan

1. Kelebihan volume cairan b.d sekresi kortisol berlebih karena sodium dan

retensi cairan.

2. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan otot dan perubahan metabolisme protein.

3. Resiko infeksi b.d penurunan respon imun, respon inflamasi

4. Resiko cidera b.d kelemahan

5. Gangguan integritas kulit b.d kerusakan proses penyembuhan, penipisan dan kerapuhan kulit.

6. Gangguan body image b.d perubahan integumen, perubahan fungsi sexual

7. Perubahan proses pikir b.d sekresi kortisol berlebih

8. Defisit perawatan diri b.d penurunan masa otot

9. Kurang pengetahuan b.d kurang informasi mengenai pengobatan, proses penyakit dan perawatan

3. Intervensi Keperawatan

1) Dx 1. Kelebihan volume cairan b.d sekresi kortisol berlebih karena sodium dan retensi cairan

Tujuan: Klien menunjukkan keseimbangan volume cairan setelah dilakukan tindakan keperawatan

Kriteria:

- Tidak ada Edema

- Intake-output seimbang

- BB dalam batas normal

- Hasil lab:

Na: 138-145 mEq

K : 3,4-4,7 mEq

Cl: 98-106 mEq

Intervensi :

1. Ukur intake output

R/ Menunjukkan status volume sirkulasi terjadinya perpindahan cairan dan respon terhadap nyeri

2. Hindari intake cairan berlebih ketika pasien hipernatremia

R/ Memberikan beberapa rasa kontrol dalam menghadapi upaya pembatasan

3. Ukur TTV (TD, N, RR) setiap 2 jam R/ TD meningkat, nadi menurun dan RR meningkat menunjukkan kelebihan cairan

4. Timbang BB klien R/ Perubahan pada berat badan menunjukkan gangguan keseimbangan cairan.

5. Monitor ECG untuk abnormalitas (ketidakseimbangan elektrolit)

R/ Hipernatremi dan hipokalemi menunjukkan indikasi kelebihan cairan.

6. Lakukan alih baring setiap 2 jam R/ Alih baring dapat memperbaiki metabolisme

7. Kolaborasi hasil lab (elektrolit : Na, K, Cl) R/ Menunjukkan retensi cairan

dan harus dibatasi.

8. Kolaborasi dalam pemberian tinggi protein, tinggi potassium dan rendah sodium R/ Menurunkan retensi cairan

2) Dx 2. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan otot dan perubahan metabolisme protein

Tujuan: Klien menunjukkan aktifitaskembali normal setelah dilakukan tindakan keperawatan

Kriteria:

- Menunjukkan peningkatan kemampuan dan berpartisipasi dalam aktivitas

- Kelemahan (-)

- Kelelahan (-)

- TTV dbn saat / setelah melakukan aktifitas

Intervensi:

1. Kaji kemampuan klien dalam melakukan aktifitas

R/ Mengetahui tingkat perkembangan klien dalam melakukan aktivitas.

2. Tingkatkan tirah baring/duduk

R/ Periode istirahat merupakan tehnik penghematan energi

3. Catat adanya respon terhadap aktivitas seperti :takikardi, dispnea, fatique

R/ Respon tersebut menunjukkan peningkatan O2, kelelahan dan kelemahan

4. Tingkatkan keterlibatan pasien dalam beraktivitas sesuai kemampuannya

R/ Menambah tingkat keyakinan pasien dan harga dirinya secar baik sesuai

dengan tingkat aktivitas yang ditoleransi

5. Berikan bantuan aktivitas sesuai dengan kebutuhan

R/ Memenuhi kebutuhan aktivitas klien

6. Berikan aktivitas hiburan yang tepat seperti : menonton TV dan mendengarkan

Radio.

R/ Meningkatkan relaksasi dan penghematan energi, memusatkan kembali perhatian dan meningkatkan koping

3) Dx 3. Resiko infeksi b.d penurunan respon imun, respon inflamasi

Tujuan: Infeksi tidak terjadi setelah dilakukan intervensi

Kriteria:

- Tanda-tanda infeksi (tumor, calor, dolor, rubor, fungsio laesa) tidak ada

- Suhu normal

- Hasil lab: Leukosit: 5000-10.000 gr/dL

Intervensi :

1. Kaji tanda-tanda infeksi

R/ Adanya tanda-tanda infeksi (tumor, rubor, dolor, calor, fungsio laesa) merupakan indicator adanya infeksi

2. Ukur TTV setiap 8 jam

R/ Suhu yang meningkat merupan indicator adanya infeksi

3. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan keperawatan

R/ Mencegah timbulnya infeksi silang

4. Batasi pengunjung sesuai indikasi

R/ Mengurangi pemajanan terhadap patogen infeksi lain

5. Tempatkan klien pada ruang isolasi sesuai indikasi

R/ Tehnik isolasi mungkin diperlukan untuk mencegah penyebaran / melindungi pasien dari proses infeksi lain

6. Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi

R/ Terapi antibiotik untuk mengurangi resiko terjadinya infeksi nosokomial

7. Kolaborasi pemeriksaan lab (Leukosit)

R/ Leukosit meningkat indikasi terjadinya infeksi

4) Dx 4. Resiko cedera b.d kelemahan

Tujuan: Klien tidak mengalami cidera setelah dilakukan intervensi

Kriteria:

- Cedera jaringan lunak (-)

- Fraktur (-)

- Ekimosis (-)

- Kelemahan (-)

Intervensi :

1. Ciptakan lingkungan yang protektif / aman

R/ Lingkungan yang protektif dapat mencegah jatuh, fraktur dan cedera lainnya pada tulang dan jaringan lunak

2. Bantu klien saat ambulansi

R/ Kondisi yang lemah sangat beresiko terjatuh / terbentur sat ambulasi

3. Berikan penghalang tempat tidur / tempat tidur dengan posisi

yang rendah

R/ Menurunkan kemungkinan adanya trauma

4. Anjurkan kepada klien untuk istirahat secara adekuat dengan

aktivitas yang sedang

R/ Memudahkan proses penyembuhan

5. Anjurkan klien untuk diet tinggi protein, kalsium dan vitamin D

R/ Untuk meminimalkan pengurangan massa otot

6. Kolaborasi pemberian obat-obatan seperti sedative

R/ Dapat meningkatkan istirahat

5) Dx 5. Gangguan integritas kulit b.d kerusakan proses penyembuhan,penipisan dan kerapuhan kulit

Tujuan: Klien menunjukkan integritas kulit kembali utuh setelah

dilakukan tindakan keperawatan

Kriteria:

- Penipisan kulit (-)

- Petechie (-)

- Ekimosis (-)

- Edema pada ekstremitas (-)

- Keadaan kulit baik dan utuh

- Striae (-)

Intervensi :

1. Kaji ulang keadaan kulit klien

R/ Mengetahui kelaianan/perubahan kulit serta untuk menentukan

intervensi selanjutnya

2. Ubah posisi klien tiap 2 jam

R/ Meminimalkan/mengurangi tekanan yang berlebihan didaerah yang

menonjol serta melancarkan sirkulasi

3. Hindari penggunaan plester

R/ Penggunaan plester dapat menimbulkan iritasi dan luka pada kulit yang rapuh

4. Berikan lotion non alergik dan bantalan pada tonjolan tulang dan kulit

R/ dapat mengurangi lecet dan iritasi

6) Dx 6. Gangguan body image b.d perubahan integumen, perubahan fungsi sexual

Tujuan: Klien menunjukkan gambaran diri yang positif setelah dilakukan tindakan keperawatan

Kriteria:

- Klien dapat mengekspresikan perasaanya terhadap perubahan penampilannya

- Klien dapat mengutarakan perasaannya tentang perubahan sexual

- Klien dapat menyebutkan tanda dan gejala yang terjadi selama pengobatan

- Klien dapat melakukan personal hygine setiap hari

Intervensi :

1. Ciptakan lingkungan yang kondusif dengan klien mengenai perubahan body

image yang dialami

R/ Lingkungan yang kondusif dapat memudahkan klien untuk

mengungkapkan perasaannya

2. Beri penguatan terhadap mekanisme koping yang positif

R/ Membantu klien dalam meningkatkan dan mempertahankan kontrol dan

membantu mengembangkan harga diri klien

3. Berikan informasi pada klien mengenai gejala yang berhubungan dengan

pengobatan

R/ Dengan diberikan penjelasan tersebut, klien dapat menerima perubahan

pada dirinya

4. Diskusikan dengan klien tentang perasaan klien karena perubahan tersebut

R/ Mendiagnosa perubahan konsep diri didasarkan pada pengetahuan dan

persepsi Klien

5. Jaga privacy klien

R/ Meningkatkan harga diri klien

6. Beri dukungan pada klien dan jadilah pendengar yang baik

R/ Memberikan dukungan dapat memotivasi klien untuk berinteraksi dengan lingkungan sekitar

7. Kolaborasi dengan ahli psikolog

R/ Pasien mungkin membutuhkan dukungan selama berhadapan dengan proses jangka panjang ketidakmampuan

7) Dx. 7 Perubahan proses pikir berhubungan dengan sekresi cortisol berlebih.

Tujuan: Klien menunjukkan Tidak terjadi perubahan proses pikir.

Kriteria:

- Klien mempraktekkan teknik relaksasi.

- Klien mendiskusikan perasaannya dengan mudah.

- Klien dapat berorientasi terhadap lingkungan.

Intervensi :

1. Orientasikan pada tempat, orang dan waktui.

R/ Dapat memolong mempertahankan orientasi dan menurunkan

kebingungan.

2. Tetapkan jadwal perawatan rutin untuk memberikan waktu istirahat yang

teratur.

R/ Menaikkan orientasi dan mencegah kelelahan yang berlebihan.

3. Anjurkan klien untuk melakukan perawatan diri sendiri sesuai kemampuan.

R/ Mempertahankan orientasi pada lingkungan.

4. Ajarkan teknik relaksasi.

R/ Teknik relaksasi dapat mempengaruhi proses pikir, sehingga klien dapat

lebih tenang.

5. Berikan tindakan yang stabil, terang dan tidak menimbulkan stress.

R/ Tindakan yang stabil, tenang dan tidak menimbulkan stress memperbaiki proses pikir.

8) Dx. 8 Defisit perawatan diri berhubungan dengan penurunan masa otot

Tujuan: Klien menunjukkan perawatan diri yang maksimal.

Kriteria:

- Kelemahan (-)

- Keletihan (-)

- Klien ikut serta dalam aktivitas perawatan diri.

- Klien mengalami peningkatan dalam perawatan diri.

- Klien bebas dari komplikasi imobilitas.

Intervensi:

1. Kaji kemampuan klien dalam melakukan aktivitas perawatan diri.

R/ Dapat mengetahui kemampuan klien dan memudahkan intervensi

selanjutnya.

2. Bantu klien dalam melakukan aktivitas perawatan diri.

R/ Pemenuhan kebutuhan perawatan diri klien.

3. Libatkan keluarga dalam aktivitas perawatan diri klien.

R/ Keluarga merupakan orang terdekat dalam pemenuhan kebutuhan perawatan diri klien.

4. Rencanakan aktivitas dan latihan klien.

R/ Istirahat klien tidak terganggu dengan adanya aktivitas dan latihan yang terencana.

5. Berikan dorongan untuk melakukan perawatan diri kepada klien dan atur aktivitasnya.

R/ Dapat mencegah komplikasi imobilitas.

6. Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman

R/ Lingkungan yang tenang dan nyaman dapat menaikan istirahat dan tidur.

9) Dx. 9 Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi

mengenai pengobatan, proses penyakit dan perawatan.

Tujuan: Pengetahuan klien bertambah.

Kriteria:

- Klien mengatakan pemahaman penyebab masalah.

- Klien mendemonstrasikan pemahaman tentang pengertian, etiologi,

tanda dan gejala serta perawatannya.

- Klien mau berpartisipasi dalam proses belajar.

Intervensi :

1. Kaji pengetahuan klien tentang etiologi, tanda dan gejala serta perawatan.

R/ Membuat data dasar dan mengidentifikasi kebutuhan terhadap

informasi.

2. Identifikasi data dasar / gejala harus dilaporkan dengan segera pada

pemberi pelayanan kesehatan.

R/ Evaluasi dan intervensi yang segera dapat mencegah terjadinya

komplikasi.

3. Berikan informasi tentang perawatan pada klien dengan sindrom cushing.

R/ Mempermudah dalam melakukan intervensi dan menaikan pengetahuan

klien.

4. Berikan perlindungan (isolasi) bila diindikasikan.

R/ Teknik isolasi mungkin diperlukan unutk mencegah

penyebaran/melindungi pasien dari proses infeksi lain.

5. Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.

R/ Therapi antibiotik untuk mengurangi resiko terjadinya infeksi nosokomial.

6. Pemeriksaan lab (leukosit)

R/ Leukosit yang meningkat indikasi terjadinya infeksi.

PENUTUP

Sindrom Cushing adalah keadan klinik yang terjadi akibat dari paparan terhadap glukokortikoid sirkulasi dengan jumlah yang berlebihan untuk waktu yang lama. Penyakit Cushing didefinisikan sebagai bentuk spesifik tumor hipofisis yang berhubungan sekresi ACTH hipofisis berlebihan.

Sindrom Cushing dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bagian, yaitu:

a. Penyakit Cushing

b. Hipersekresi ACTH Ektopik

c. Tumor-tumor Adrenal Primer

d. Sindroma Cushing pada Masa Kanak-kanak

Adapun penyebab dari sindrom cushing ini adalah :

a. Glukokortikoid yang berlebih

b. Aktifitas korteks adrenal yang berlebih

c. Hiperplasia korteks adrenal

d. Pemberian kortikosteroid yang berlebih

e. Sekresi steroid adrenokortikal yang berlebih terutama kortisol

f. Tumor-tumor non hipofisis

g. Adenoma hipofisisTumor adrenal

Sindrom cushing makalahA.      Pengertian

Sindrom cushing adalah suatu keadaan yang diakibatkan oleh efek

metabolik gabungan dari peninggian kadar glukokortikoid dalam darah

yang menetap. Kadar yang tinggi ini dapat terjadi secara spontan atau

karena pemeberian dosis farmakologik senyawa-senyawa glukokortikoid.

Sindrom Cushing adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh efek

metabolik gabungan dari peninggian kadar glukokortikoid dalam darah

yang menetap (Price, 2005).

Cushing syndrome adalah kumpulan gejala yang disebabkan oleh

hiperadrenokortisisme akibat neoplasma korteks adrenal atau

adenohipofisis, atau asupan glukokortikoid yang berlebihan. Bila terdapat

sekresi sekunder hormon adrenokortikoid yang berlebihan akibat adenoma

hipofisis dikenal sebagai Cushing Disease.

Sindrom Cushing adalah sindrom yang disebabkan berbagai

hal seperti obesitas, impaired glucose tolerance, hipertensi, diabetes

mellitus dan disfungsi gonadal yang berakibat pada berlebihnya

rasio serum hormon kortisol. Nama penyakit ini diambil dari Harvey

Cushing, seorang ahli bedah yang pertama kali mengidentifikasikan

penyakit ini pada tahun 1912.

Sindrom cushing adalah suatu keadaan yang diakibatkan oleh efek

metabolik gabungan dari peninggian kadar glukokortikoid dalam darah

yang menetap. Kadar yang tinggi ini dapat terjadi secara spontan atau

karena pemberian dosis farmakologik senyawa-senyawa glukokortikoid

(Sylvia A. Price; Patofisiolgi, hal. 1088).

B.       Etiologi

1.      Sindrom cushing disebabkan oleh sekresi kortisol atau kortikosteron

yang berlebihan, kelebihan stimulasi ACTH mengakibatkan hiperplasia

korteks anal ginjal berupa adenoma maupun carsinoma yang tidak

tergantung ACTH juga mengakibatkan sindrom cushing. Demikian juga

hiperaktivitas hipofisis, atau tumor lain yang mengeluarkan ACTH.

Syindrom cuhsing yang disebabkan tumor hipofisis disebut penyakit cusing.

2.      Sindrom cusing dapat diakibatkan oleh pemberian glukortikoid jangka

panjang dalam dosis farmakologik (latrogen) atau oleh sekresi kortisol yang

berlebihan pada gangguan aksis hipotalamus-hipofise-adrenal (spontan)

pada sindrom cusing spontan, hiperfungsi korteks adrenal terjadi akibat

ransangan belebihan oleh ACTH atau sebab patologi adrenal yang

mengakibatkan produksi kortisol abnormal.

C.       Patofisiologi

Sindrom Cushing dapat disebatkan oleh beberapa mekanisme, yang

mencakup tumor kelenjar hipofisis yang menghasilkan ACTH dan

menstimulasi korteks adrenal untuk meningkatkan sekresi hormonnya

meskipun hormon tersebut telah diproduksi dengan jumlah yang adekuat.

Hiperplasia primer kelenjar adrenal dalam keadaan tanpa adanya tumor

hipofisis jarang terjadi. Pemberian kortikosteroid atau ACTH dapat pula

menimbulkan Sindrom Cushing. Penyebab lain Sindrom Cushing yang

jarang dijumpai adalah produksi ektopik ACTH oleh malignitas; karsinoma

bronkogenik merupakan tipe malignitas yang paling sering ditemukan.

Tanpa  tergantung dari penyebabnya, mekanisme umpan balik normal untuk

mengendalikan fungsi korteks adrenal menjadi tidak efektif atau pola

sekresi diurnal kortisol yang normal akan menghilang. Tanda  dan gejala

Sindrom Cushing terutama terjadi sebagai akibat dari sekresi

glukokortikoid dan adrogen (hormon seks) yang berlebihan, meskipun

sekresi mineralokortikoid juga dapat terpengaruh.

(Tumor kelenjar hopofisis dan pemberian obat ACTH)

Peningkatan ACTH

Kelenjar Adrenalin ← Hiperplasia andrenal

Menstimulasi korteks adrenal

Peningkatan hormon kortisol

Menghambat CRF

Tidak efektifnya korteks adrenal 

ACTH dan kortisol hilang

Sidrom cushing

D.      Tanda dan Gejala

1.     Gejala hipersekresi kortisol (hiperkortisisme) yaitu :

a.    Obesitas yang sentrifetal dan “moon face”.

b.    Kulit tipis sehingga muka tampak merah, timbul strie dan ekimosis.

c.     Otot-otot mengecil karena efek katabolisme protein.

d.    Osteoporosis yang dapat menimbulkan fraktur kompresi dan kifosis.

e.    Aterosklerosis yang menimbulkan hipertensi.

f.     Diabetes melitus.

g.    Alkalosis, hipokalemia dan hipokloremia

2.     Gejala hipersekresi  ketosteroid :

a.    Hirsutisme ( wanita menyerupai laki-laki ).

b.    Suara dalam.

c.     Timbul akne.

d.    Amenore atau impotensi.

e.    Pembesaran klitoris.

f.     Otot-otot bertambah (maskuli nisasi)

3.     Gejala hipersekresi aldosteron.

a.    Hipertensi.

b.    Hipokalemia.

c.     Hipernatremia.

d.    Diabetes insipidus nefrogenik.

e.    Edema (jarang)

f.     Volume plasma bertambah 

Bila gejala ini yang menyolok, terutama 2 gejala pertama, disebut 

penyakit Conn atau hiperaldoster onisme primer.

E.       Penatalaksanaan

Karena lebih banyak Sindrom Cushing yang disebabkan oleh tumor

hipofisis dibanding tumor korteks adrenal, maka penanganannya sering

ditujukan kepada kelenjar hipofisis. Operasi pengangkatan tumor melalui

hipofisektomi transfenoidalis merupakan terapi pilihan yang utama dan

angka keberhasilannya sangat tinggi (90%). Jika operasi ini dilakukan oleh

tim bedah yang ahli. Radiasi kelenjar hipofisis juga memberikan hasil yang

memuaskan meskipun di perlukan waktu beberapa bulan untuk

mengendalikan gejala. Adrenalektomi merupakan terapi pilihan bagi pasien

dengan hipertropi adrenal primer.

Setelah pembedahan, gejala infusiensi adrenal dapat mulai terjadi 12

hingga 48 jam kemudian sebagai akibat dari penurunan kadar hormon

adrenal dalam darah yang sebelumnya tinggi. Terapi penggantian temporer

dengan hidrokortison mungkin diperlukan selama beberapa bulan sampai

kelenjar adrenal mulai memperlihatkan respon yang normal terhadap

kebutuhan tubuh. Jika kedua kelenjar diangkat (adrenalektomi bilateral),

terapi penggantian dengan hormon – hormon korteks adrenal harus

dilakukan seumur hidup.

Preparat penyekat enzim adrenal (yaitu, metyrapon, aminoglutethhimide,

mitotane, ketokonazol) dapat digunakan untuk mengurangi

hiperadrenalisme jika sindrom tersebut disebabkan oleh sekresi ektopik

ACTH oleh tumor yang tidak dapat dihilangkan secara tuntas. Pemantauan

yang ketat diperlukan karena dapat terjadi gejala insufisuensi adrenal dan

efek samping akibat obat – obat tersebut.

Jika Sindrom Cushing merupakan akibat dari pemberian kortikosteroid

eksternal (eksogen), pemberian obat tersebut harus diupayakan untuk

dikurangi atau dihentikan secara bertahap hingga tercapai dosis minimal

yang adekuat untuk mengobati proses penyakit yang ada dibaliknya

(misalnya, penyakit otoimun serta alergi dan penolakan terhadap organ

yang ditransplantasikan). Biasanya terapi yang dilakukan setiap dua hari

sekali akan menurunkan gejala Sindrom Cushing dan memungkinkan

pemulihan daya responsif kelenjar adrenal terhadap ACTH.

F.        Pemeriksaan Diagnostik

1.         Uji supresi deksametason.

Mungkin diperlukan untuk membantu menegakkan diagnosis peyebab

sindrom cushing tersebut, apakah hipopisis atau adrenal.

2.         Pengambilan sampele darah.

Untuk menentukan adanya varyasi diurnal yang normal pada kadar kortisol,

plasma.

3.         Pengumpulan urine 24 jam.

Untuk memerikasa kadar 17 – hiroksikotikorsteroid serta 17 – ketostoroid

yang merupakan metabolik kortisol dan androgen dalam urine.

4.         Stimulasi CRF.

Untuk membedakan tumor hipofisis dengan tempat – tempat tropi.

5.          Pemeriksaan radioimmunoassay

Mengendalikan penyebab sindrom cushing

6.         Pemindai CT, USG atau MRI.

Untuk menentukan lokasi jaringan adrenal dan mendeteksi tumor pada

kelenjar adrenal.

G.      Pengkajian

1.       Muskuloskeletal

- Bufallo hamp

- Obesitas badan dengan ekstremitas kecil

- Penumpukan lemak supra klapikular

- Sakit pinggang

- Kehilangan otot atau kehilangan massa otot

- Osteoporosis

2.      Kardiovaskuler

- Hipertensi

- Hiper tensi cairan dengan pitting udema

3.      Gaster

- Polidipsia

- Peningkatan berat badan

4.      Ginjal

- Poliuri

5.      Metabolisme

- Gangguan penyembuhan luka

- Peningkatan kemudahan untuk terserang infeksi 

- Intoleransi karbohidrat

6.      Integumen

- Moon face

- Kulit tipis transparan

- Peningkatan pigmrntasi

- Mudah memar

7.      Reproduksi

- Maskulinitas wanita

- Gangguan menstruasi

- Feminisasi pria

- Impotensi 

- Penurunan libido

8.      Aktifitas/istirahat

Gejala : Insomnia, sensitifitas, otot lemah, gangguan koordnasi, kelelahan

berat.

Tandanya : Atrofi otot

9.      Sirkulasi

Gejala : Palpitasi, nyeri dada (angina).

Tandanya : Distritnia, irama gallop, mur – mur, takikardiasaat istirahat

10.  Eliminasi

Gejala : Urine dalam jumlah banayak, perubahan dalam feses : diare..

11.  Itegritas ego

Gejala : Mengalami stres yang berat baik emosional maupun fisik..

Tandanya : Emosi letal, depresi.

12.  Makanan atau cairan

Gejala : Kehilangan berat badan yang mendadak, mual dan muntah

13.   Neorosensori

Gejala : Bicara cepat dan parau, gangguan status mental dan prilaku seperti

binggung, disorientasi, gelisa, peka rangsangan, delirium.

14.   Pernafasan

Tandanya : Frekuensi pernafasan meningkatan, takepnia dispnea.

15.   Nyeri atau kenyamanan

Gejala : Nyeri orbital, fotobia.

H.      Diagnosa yang muncul

1.       Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan fisik,

gangguan fungsi seksual dan penurunan tingkat aktifitas.

2.      Kurang perawatan diri berhubungan dengan kelemahan, perasaan

mudah lelah, atropi otot dan perubahan pola tidur.

3.       Gangguna integritas kulit berhubungan dengan edema, gangguan

kesembuhan dan kulit yang tipis serta rapuh.

4.        Gangguan proses berfikir pada fluktuasi emosi, iritabilitas dan depresi.

I.          I tervensi keperawatan

1.      Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan fisik,

gangguan fungsi seksual dan penurunan tingkat aktifitas.

a. Tujuan

     1)  Kembalinya citra tubuh seperti normal.

b. Intervensi

1)   Dorong individu untuk mengekspresikan perasaan, khususnya mengenai

pikiran, perasaan, pandangan diri

2)   berikan informasi yang dapat dipercaya dan perkuat informasi yang telah

diberikan

3)   Berikan kesempatan berbagai rasa dengan individu yang mengalami

pengalaman sama

4)   Gunakan bermain peran untuk membantu pengungkapan

5)   Dorong memandang bagian tubuh

6)   Dorong menyentuh bagian tubuh tersebut

7)    Bantu resolusi yang membuat perubahan citra tubuh

8)   Dorong orang terdekat untuk memberi support individu

2.      Kurang perawatan diri berhubungan dengan kelemahan, perasaan

mudah lelah, atropi otot dan perubahan pola tidur.

a. Tujuan

    1)   Meningkatkan keikutsertaan dalam aktifitas diri.

    2)   Klien bebas dari komplikasi imobilitas.

b. Intervenasi

1)   Rencanakan aktifitas latihan untuk meningkatkan perubahan periode

istirahat dan aktifitas.

2)    Kelemaha, keletihan dan penipisan massa otot membuat klein dengan

sindrom cushing mengalami kesulitan dalam melakukan aktifitas normal.

3)   Atur aktifitas menjadi tahap – tahap yang sederhana dan berikan dorangan

klein untuk melakukannya untuk mencegah komplikasi imobilitas.

4)   Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman untuk meningkatkan

isirahat dan tidur.

5)   Pendidikan kesehatan tentang pentingnya perawatan diri dan menjaga

kesehatan diri.

3.      Gangguna integritas kulit berhubungan dengan edema, gangguan

kesembuhan dan kulit yang tipis serta rapu.

a. Tujuan

    1)  Meningkatkan perawatan kulit.

b.Intervensi

1)   Lakukan perawatan kulit yang cermat untuk menghindari terjadinya

trauma pada kulit yang rapuh.

2)   Hindari plester adetif yang dapat merobek dan mengiriritasi kulit.

3)   Kaji tonjolan tulang dengan teratur.

4)   Beri dorongan dorongan kepada klien untuk mengubang posisi tubuhnya

dengan teratur.

5)   Berikan lotion sehabis mandi.

4.      Gangguan proses berfikir pada fluktuasi emosi, iritabilitas dan depresi.

a. Tujuan

    1)  Klien mampu berfikir secara maksimal

b. Intervensi

1)   Jelaskan pada pasien dan keluarga tantang penyebab ketiadak stabilan

emosional.

2)   Bantu klien dan keluarga klien mengatasi ketidak stabialan suasana hati,

mudah tersinggung dan depresi yang mungkin terjadi.

3)   Berikan dorongan pada klien dan anggota keluarga untuk mengungkapkan

perasaan – perasaan mereka.

4)   Laporkan setiap psikotik yang terjadi pada pasien.

Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman untuk menstabilkan pikiran.

DAFTAR PUSTAKAArthur C. Hall, John E. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta:

EGC.Dorland, W.A Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29. Jakarta:

EGC.

http://www.mail-archive.com/[email protected]/msg114462.html

R. Syamsuhidayat 1997.Buku Ajar Ilmu Bedah.Jakarta:EGC.Setiati, Siti. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan

Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.Smeltzer, Suzanne C. Buku Ajar Medikal-Bedah Brunner & Suddarth; alih

bahasa, Agung Waluyo ... [el al] ; editor edisi bahasa Indonesia, Monika Ester. – Ed. 8 – Jakarta: EGC, 2001

Soedoyo, Aru W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. Simadibrata K,

Marcellus.Susanne C. Smeltzer; Buku Ajar Medikal Bedah Brunner-Suddart; EGC; Jakarta;

1999.Sylvia A. Price. 1994.Patofisiolgi Konsep klinis Proses-Proses

Penyakit . Jakarta: EGC.