paper kapita selekta_haikalandrean2
TRANSCRIPT
Paper Kapita Selekta:
“Peranan Entrepreneurship Dalam Perkembangan Ekonomi di Indonesia”
Disusun oleh:
Haikal Andrean / 1301014142
07 PBT
Fakultas Ilmu Komputer – Teknik Informatika
Binus University
2012
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan Negara yang memiliki sumber daya alam dan sumber daya
manusia yang sangat melimpah , tetapi hal itu tidak menjamin bahwa Indonesia
merupakan negara yang sejahtera karena sejak merdeka tahun 1945 sampai saat ini ,
Indonesia masih memiliki masalah dalam berbagai aspek sebagai contoh dalam
perekonomian , kemiskinan , dan masalah lapangan pekerjaan.
Pada tahun 2006, data Biro Pusat Statistik (BPS) menunjukkan di Indonesia
terdapat 48,9 juta usaha kecil dan menengah (UKM), menyerap 80% tenaga kerja serta
menyumbang 62% dari PDB (di luar migas). Data tersebut sekilas memberikan
gambaran betapa besarnya aktivitas kewirausahaan di Indonesia dan dampaknya bagi
kemajuan ekonomi bangsa.
Terlebih lagi ditambahkan dengan data hasil penelitian dari Global Entrepreneurship
Monitor (GEM) yang menunjukkan bahwa pada tahun yang sama, di Indonesia
terdapat 19,3 % penduduk berusia 18-64 tahun yang terlibat dalam pengembangkan
bisnis baru (usia bisnis kurang dari 42 bulan). Ini merupakan yang tertinggi kedua di
Asia setelah Philipina (20,4%) dan di atas China (16,2) serta Singapura
(4,9%).Namun di sisi lain, data BPS pada tahun yang sama juga menunjukkan masih
terdapat 11 juta penduduk Indonesia yang masih menganggur dari 106 juta angkatan
kerja, serta 37 juta penduduk Indonesia masih hidup di bawah garis kemiskinan.
Fakta-fakta tersebut seakan-akan menunjukkan kewirausahaan di Indonesia tidak
dapat memberikan sumbangan yang positif bagi kesejahteraan bangsa. Padahal
seorang pakar kewirausahaan, David McClelland mengatakan bahwa jika 2% saja
penduduk sebuah negara terlibat aktif dalam kewirausahaan, maka dapat dipastikan
bahwa negara tersebut akan sejahtera. Pendapat serupa juga disampaikan
oleh Profesor Edward Lazear dari Stanford University yang mengatakan bahwa
wirausahawan adalah pelaku paling penting dari kegiatan ekonomi modern saat ini.
(Margiman, 2008)
Berdasarkan fakta yang ada , setiap tahun selalu terdapat jumlah pengangguran
yang meningkat bersamaan dengan lulusan – lulusan dari perguruan tinggi atau
universitas yang diwisuda , hal itu menandakan bahwa persaingan saat ini telah
sangat ketat sehingga harus adanya suatu kesadaran akan pentingnya membuat
lapangan pekerjaan sendiri karena banyak sekali keuntungan yang didapat dari hal
tersebut jika dibandingkan dengan bekerja dengan orang lain. Kesadaran akan
kewirausahaan tersebut sudah mulai tumbuh dan menjadi bahan utama yang banyak
didiskusikan oleh berbagai golongan baik mulai dari orang biasa sampai perusahaan
yang ingin berkontribusi di dalamnya. Menurut beberapa ahli bahwa kesejahteraan
suatu negara bergantung pada seberapa besar jumlah entrepreneurship yang ada pada
negara tersebut. (Tejo Nurseto, 2010)
Adapun hal yang dianggap penting dalam menimbulkan kesadaran akan
wirausaha atau entrepreneurship yaitu melalui pendidikan , baik pendidikan formal
atau informal , mulai dari keluarga sampai dengan lingkungan yang sangat berperan
terwujudnya suatu individu atau lebih yang berwiraswasta. (Wadhan, 2007)
Sehingga sekarang ini , kesadaran akan jiwa kewirausahaan telah mulai
diperkenalkan dan diterapkan baik secara teoritis maupun secara praktek secara
langsung berdasarkan kasus – kasus yang biasa terjadi di dunia nyata sehingga selain
mendapatkan ilmu , pengalaman juga didapat dari hal tersebut agar terciptanya suatu
individu yang mempunyai skill entrepreneurship yang sangat baik sehingga dapat
menjadikan negara Indonesia menjadi sejahtera , tentunya semua hal tersebut harus
didukung oleh berbagai pihak baik dari pemerintah , individu yang terkait , sampai
lingkungan dan dibantu oleh sarana dan prasarana serta inovasi dan kreatifitas yang
menjadi sumber utama dalam mendapatkan suatu ide dalam membangun usaha
sendiri yang tepat dan dapat bertahan lama dan menghasilkan keuntungan bagi diri
sendiri dan negara. Dalam paper ini, akan dibahas secara mendalam mengenai
pentingnya entrepreneurship (kewirausahaan) sehingga menjadi salah satu faktor
meningkatnya suatu perekonomian di Indonesia.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan paper ini yaitu untuk memberikan suatu gambaran atas
peranan entrepreneurship baik itu terdapat atau tidaknya pengaruh secara signifikan
dalam perkembangan ekonomi di Indonesia.
1.3 Permasalahan ( Identifikasi Masalah)
Adapun masalah dalam paper ini yaitu “Apa peran entrepreneurship dalam
perkembangan ekonomi di Indonesia?”
1.4 Penyelesaian Masalah
- Ruang Lingkup
Adapun ruang lingkup yang dibahas dalam paper ini yaitu sebagai berikut :
a. Definisi secara umum dari entrepreneurship
b. Kaitan pengembangan kesadaran akan entrepreneurship dalam memberikan
peran atas perkembangan ekonomi di Indonesia
- Metode
Adapun metode yang digunakan melalui studi literature baik berasal dari
textbook,jurnal,karya ilmiah orang lain , website , dan lain – lain.
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Perkembangan Entrepreneurship
Dalam literatur Perancis wirausaha diartikan sebagai orang yang berusaha
di antara (between-taker or go-between). Marco Polo disebut sebagai
wirausaha karena ia berhasil menggabungkan jiwa petualang sebagai pelaut
dan sekaligus mengomersialisasikannya untuk membangun/menemukan jalan
dagang ke timur-jauh. Untuk merealisir ide tersebut, ia mengajak investor.
Kontrak yang dibuat dengan investor meliputi pinjaman untuk biaya selama
perjalanan dengan tingkat bunga 22,5% termasuk asuransi. Setelah berhasil
melakukan perjalanan petualangan dagangnya Marco Polo mendapatkan
keuntungan sebesar 25% sedang pemilik modal mendapatkan 75%.
Wirausaha pada abad pertengahan, digunakan untuk menggambarkan
aktor atau orang yang berhasil mengelola perusahaan produksi skala besar.
Dalam hal ini orang yang mengelola tidak telibat pada resiko,
keberhasilannya diukur dari kemampuannya mengelola usaha produksi
berskala besar dimana segala sumber daya tersedia, jika ia berhasil maka ia
disebut sebagai wirausaha. Tipe wirausaha pada abad pertengahan adalah
seseorang yang berhasil melakukan tugas administrasi dengan baik (cleric),
ia merupakan arsitek pekerjaan.
Konsep mengenai kesiapan menghadapi resiko muncul pada abad ke-17.
Wirausaha adalah orang yang berhasil melakukan bisnis dengan pemerinah
dengan memasok keperluan pemerintah walaupun pemerintah menentukan
membeli dengan harga tetap. Kerugian yang dihadapi wirausaha adalah
kemungkinan rugi karena harga bahan baku dibeli dengan harga pasar
sedangkan penjualannya kepada pemerintah dilakukan dengan harga tetap.
Seorang wirausaha yang dikenal pada masa ini adalah John Law
(berkebangsaan Perancis), ia berhasil mendirikan bank kerajaan, akhirnya
mengembangkan menjadi usaha perdagangan ekskelusif dengan
sistem franchise. Perusahaan ini bangkrut karena tidak berhasil
mengembangkan usaha yang bersifat monopoli dan harga sahamnya sudah
terlalu tinggi tidak sesuai dengan harga perusahaan (nilai asset) yang
sebenarnya.
Richard Cantilon, seorang ekonom dan pengarang mempelajari kegagalan
John Law kemudian ia mengembangkan suatu teori mengenai wirausaha, ia
dianggap sebagai pencetus istilah atau definisi wirausaha. Menurut Cantilon
wirausaha adalah seseorang yang berani menghadapi resiko (risk-taker),
seorang pedagang, petani, tukang cukur, atau perantara penjualan yang
membeli dengan harga tetap tetapi menjual dengan berbagai harga yang tidak
tetap.
Akhir abad ke-18 para ahli membedakan pengertian investor (venture
capitalist) atau orang yang memiliki modal dengan orang yang membutuhkan
modal atau wirausaha. Salah satu penyebab terjadi pemisahan ini adalah
karena revolusi industri yang melanda dunia. Berbagai penemuan terjadi
pada abad ini sebagai reaksi terhadap perubahan dunia. Seperti Eli Whitney
dan Thomas Edison, kedua orang ini berhasil mengembangkan era teknologi
baru tetapi mereka tidak mempunyai modal untuk membiayai riset mereka
dan penelitian mereka. Eli Whitney membiayai mesin pemisah kapas dari
bijinya dengan menggunakan pinjaman pemerintah, sedangkan Thomas
Edison membiayai usaha riset listrik dan kimianya dari sumber dana
perseorangan (private source). Baik Eli maupun Thomas adalah pengguna
modal (wirausaha) bukan sebagai pemasok dana (venture capitalist). Seorang
pemasok dana adalah seorang manajer keuangan professional yang
menginvestasikan uangnya pada investasi yang beresiko dalam bentuk
penyertaan modal untuk mendapatkan hasil yang tinggi dari investasi
tersebut.
Pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, wirausaha tidak dibedakan
dengan manajer dan hanya dilihat dari pandangan ekonom. Wirausaha
mengorganisir dan mengoperasikan perusahaan untuk manfaat pribadi. Ia
membiayai bahan baku yang digunakan dalam bisnis, tanah, gaji karyawan,
dan modal yang diperlukan. Ia memberikan kontribusi inisiatif, keahlian
dalam pembuatan perencanaan, pengorganisasian, dan administratur
perusahaan. Ia harus menanggung resiko rugi karena hal-hal yang tidak dapat
dikontrolnya. Nilai bersih keuntungan pada akhir tahun atau masa menjadi
keuntungannya. Wirausaha yang dikenal pada masa ini adalah Andrew
Carnegie, ia tidak menemukan sesuatu tetapi hanya mengadopsi dan
membentuk teknologi baru dan produk menjadi penting dan menghasilkan. Ia
berhasil membawa industri baja Amerika menjadi industri yang tidak henti-
hentinya ketimbang menghasilkan suatu penemuan atau kreativitas tertentu.
Pada pertengahan abad ke-20 gagasan wirausaha sebagai penemu mulai
dikenalkan; Fungsi wirausaha adalah untuk melakukan reformasi atau
revolusi pola-pola produksi dengan mengeksploitasi penemuan atau, secara
umum, menggunakan teknologi baru (yang sebenarnya belum pernah dicoba
orang lain) untuk menghasilkan produk baru atau menghasilkan produk lama
dengan cara baru, membuka sumber bahan baku baru, membuka pasar baru,
dengan mengorganisir kembali industri yang ada sekarang. Konsep inovasi
sangat menonjol pada masa ini. Inovasi untuk mengenalkan sesuatu yang
baru adalah sebagian dari tugas berat wirausaha. Inovasi tidak saja
membutuhkan kemampuan untuk menghasilkan dan mengembangkan konsep
tetapi juga harus mengerti segala kekuatan yang bekerja atau terdapat di
lingkungan (sekitarnya). Sesuatu yang baru bisa berupa produk baru atau
sebuah sistem baru, untuk simplikasi struktur organisasi baru. Kemampuan
inovasi adalah sebuah intuisi yang membedakan seseorang dengan orang
lain. (Kanaidi, 2010)
2.2 Definisi Entrepreneurship
Pengertian kewirausahaan secara umum:
Entrepreneurship adalah jiwa kewirausahaan yang dibangun untuk
menjembatani antara ilmu dengan kemampuan pasar. Entrepreneurship
meliputi pembentukan perusahaan baru, aktivitas kewirausahaan juga
kemampuan managerial yang dibutuhkan seorang entrepreneur.
Wirausahawan (entrepreneur) didefinisikan sebagai seseorang yang
membawa sumber daya berupa tenaga kerja, material, dan asset lainnya pada
suatu kombinasi yang menambahkan nilai yang lebih besar daripada
sebelumnya, dan juga dilekatkan pada orang yang membawa perubahan,
inovasi, dan aturan baru.
Entrepreneurial adalah kegiatan dalam menjalankan usaha atau
berwirausaha. (Megasari, 2006)
Memaknai perkembangan entrepreneurship yaitu sebagai berikut
(Priyanto, 2009)
2.3 Ciri – Ciri , Sikap , Tahap – Tahap Entrepreneurship
Untuk dapat mencapai tujuan yang diharapkan, maka setiap orang
memerlukan ciri-ciri dan juga memiliki sifat-sifat dalam kewirausahaan. Ciri-
ciri seorang wirausaha adalah:
Percaya diri
Berorientasikan tugas dan hasil
Pengambil risiko
Kepemimpinan
Keorisinilan
Berorientasi ke masa depan
Jujur dan tekun
Sifat-sifat seorang wirausaha adalah:
Memiliki sifat keyakinan, kemandirian, individualitas, optimisme.
Selalu berusaha untuk berprestasi, berorientasi pada laba, memiliki
ketekunan dan ketabahan, memiliki tekad yang kuat, suka bekerja keras,
energik ddan memiliki inisiatif.
Memiliki kemampuan mengambil risiko dan suka pada tantangan.
Bertingkah laku sebagai pemimpin, dapat bergaul dengan orang lain dan
suka terhadap saran dan kritik yang membangun.
Memiliki inovasi dan kreativitas tinggi, fleksibel, serba bisa dan memiliki
jaringan bisnis yang luas.
Memiliki persepsi dan cara pandang yang berorientasi pada masa depan.
Memiliki keyakinan bahwa hidup itu sama dengan kerja keras.
Tahap – tahap kewirausahaan :
Tahap memulai
Tahap melaksanakan usaha
Tahap mempertahankan usaha
Tahap mengembangkan usaha
Sikap – sikap dari wirausaha :
Disiplin
Komitmen tinggi
Jujur
Kreatif dan Inovatif
Mandiri
Realistis
(Anonymous, 2012)
2.4 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Minat Untuk berwirausaha
(Entrepreneurship) Secara Umum:
Individu
Lingkungan ( Kerja , Keluarga , Masyarakat )
Kepribadian
Merasa ingin dihargai
Prestasi pendidikan
Pengalaman
2.5 Faktor Yang Mempengaruhi Entrepreneurship Dalam Segi Ekonomi &
Non Ekonomi
Kondisi ekonomi, maupun kondisi-kondisi non-ekonomi dapat
mempengaruhi tingkat entrepreneurship di dalam suatu perekonomian.
1. Faktor-faktor Ekonomi
Mengingat bahwa entrepreneurship pada intinya berarti didorongnya
perubahan ekonomi, maka fakto-faktor yang sama memajukan pertumbuhan
perekonomian dan pengembangan ekonomi, mempengaruhi munculnya
entrepreneurship. Ada dua fktor ekonomi yaitu
a. Adanya cukup persedian modal, guna menandai perusahaan-
perusahaan dan institusi-institusi (serti misalnya bank-bank), yang
mengarahkan modal ke orang-orang yang ingin memenfaatkan untuk
proyek-proyek entrepereneurial.
b. Adanya perangsang (insentif-insentif) pasar kebutuhan sosial baru
dapat diupayakan untuk dipenuhi oleh entrepreneur dengan cara-cara
baru
2. Faktor-faktor Non Ekonomi
Penyebab factor non ekonomi yang mempengaruhi entrepreneurship
adalah:
a. Perbedaan-perbedaan kultural
b. Perbedaan sosial yang berlaku
c. Perbedaan idiologi
d. Mobilitas sosial
Untuk mengatasi kendala-kendala tersebut pemerintah dapat turut campur
tangan dengan menciptakan aneka macam tindakan reformasi, yang
memungkinkan lebih banyak fleksibilitas ekonomi, yang bukan saja dapat
merangsang usaha-usaha entrepreneuirial, tetapi juga meningkatkan investasi
domestic, dan investasi asing.
2.6 Peran Entrepreneurship dalam Perkembangan Ekonomi
Audretsch dan Keilbach (2005) menempatkan entrepreneurship capital
(modal kewirausahaan) sebagai variabel independen yang menjelaskan kinerja
ekonomi regional. Model persamaan yang dibangun adalah model persamaan
tunggal dengan dua jumlah persamaan dan diestimasi olehthree stage least
square (3SLS) error correction. Persamaan pertama adalah kinerja ekonomi
regional (variabel endogen) sebagai fungsi dari cadangan modal, tenaga kerja,
intensitas R & D dan modal kewirausahaan, sedangkan persamaan kedua
menjelaskan tingkat modal kewirausahaan modal regional sebagai fungsi dari
kinerja ekonomi regional dan variabel eksogen lain pembentuk modal
kewirausahaan, seperti tingkat teknologi, pajak, populasi, dan munculnya usaha-
usaha baru.
Audretsch dan Keilbach mampu memberikan bukti empiris yang
menunjukkan bahwa modal kewirausahaan sangat signifikan dan berdampak
positif pada kinerja ekonomi regional, begitu juga dengan intensitas R & D
regional. Modal kewirausahaan semakin besar pada regional yang kinerja
ekonominya kuat. Pada regional yang investasinya besar pada perusahaan yang
sudah ada cenderung tingkat modal kewirausahaannya rendah. Intensitas R & D
yang kuat berdampak positif pada modal kapital yang berbasis pengetahuan,
tetapi tidak berdampak pada modal kapital di industri berbasis “low-tech”.
Regional yang bersubsidi tidak signifikan mempengerauhi perilaku
kewirausahaan, sedangkan tingginya pajak berkorelasi positif dengan modal
kapital regional. Daya tarik regional juga tidak berdampak pada keputusan
memulai usaha baru, baik di industri berbasis “high-tech” maupun “low-tech”.
Namun, kepadatan penduduk justru berdampak positif pada modal
kewirausahaan, khususnya kewirausahan yang berbasis pengetahuan. Dengan
demikian, peranan kewirausahaan sangat penting dalam proses penciptaan
produk dan teknologi baru di wilayah padat penduduk dan pusat industri. Proses
tersebut mendorong pertumbuhan ekonomi dan tingkat pengangguran yang
rendah.
Penelian panel Kreft dan Sobel (2005) di seluruh negara bagian Amerika
Serikat menunjukkan bahwa derajat kebebasan ekonomi (economic freedom),
yakni variabel pajak rendah, regulasi tidak ketat, dan perlindungan hak cipta
swasta berdampak signifikan pada aktivitas kewirausahaan yang menghasilkan
pertumbuhan ekonomi. Penghubung antara kebebasan ekonomi dengan
pertumbuhan ekonomi adalah aktivitas kewirausahaan. Jadi, kebebasan ekonomi
akan menghasilkan pertumbuhan ekonomi terutama karena meningkatnya
kegiatan produktif sektor swasta yang merupakan variabel aktivitas
kewirausahaan.
Formaini (2001) menegaskan bahwa negara kapitalis seperti Amerika
Serikat pun dalam menghadapi pasar terbuka dan kompetitif, aturan hukum,
disiplin fiskal, dan berbagai budaya perusahaan harus tetap menempatkan
kecepatan inovasi dan peningkatan produktivitas. Oleh karena itu, ekonomi
Amerika akan ditentukan oleh keberanian mengambil resiko dari para wirausaha
dan visi para managernya yang imajinatif. Di pasar global yang kompetitif,
bangsa yang melupakan kontribusi wirausaha pada perubahan teknologi,
produktivitas, efisiensi sumber daya, dan pertumbuhan ekonomi,
pembangunannya berpotensi high cost (Drozdiak 2001).
Yang (2007) mengungkapkan bahwa setelah hampir dua dekade hilang
dari lansekap ekonomi Cina, kewirausahaan dihidupkan kembali pada akhir
1970-an. Awalnya dimaksudkan untuk menyelesaikan masalah pengangguran
dan kemiskinan, ternyata energi kewirausahaan masyarakat secara serius menjadi
kebijakan ekonomi Cina. Cina menyadari bahwa jauh lebih efisien untuk
meningkatkan perekonomian dengan memberikan ruang gerak lebih bebas pada
wirausaha daripada kontrol negara yang ketat. Hasilnya sangat luar biasa,
bahkan saat ini Cina menjadi kekuatan ekonomi baru di dunia. Selain
pertumbuhan ekonominya berkembang pesat, wirausaha juga telah membuat
standar kehidupan Cina lebih tinggi.
Belajar dari Cina, maka para pimpinan Indonesia yang bertanggungjawab
dalam membuat kebijakan ekonomi harus berjuang keras untuk mendorong
inovator dan pengambil risiko usaha, yakni wirausaha. Menegakkan hak milik
melalui kontrak, paten dan hak cipta, mendorong persaingan melalui
perdagangan bebas, deregulasi dan undang-undang antitrust, dan
mempromosikan iklim ekonomi yang sehat melalui inisiatif anti-inflasi, dan
lainnya yang merupakan contoh kebijakan yang memberdayakan wirausaha.
Penghargaan terhadap para wirausaha berprestasi perlu diagendakan dan
intensitasnya ditingkatkan, karena akan menumbuhkan perekonomian dan
menjadi indikator keberhasilan bagi pembuat kebijakan, yaitu pemerintah.
Oleh kerena itu, pemahaman pembuat kebijakan terhadap pentingnya
kewirausahaan bagi pertumbuhan ekonomi dapat diaktualisasikan melalui
kebijakan-kebijakannya dalam program permodalan, target-target subsidi usaha
kecil, dan penumbuhan usaha-usaha baru (Hall, 2006). Dengan kata lain,
pembuat kebijakan harus fokus pada kebijakan peningkatan produktivitas
kewirausahaan supaya kinerjanya dinilai baik oleh publik. Adam Smith
mengatakan: “Little else is requisite to carry a state to the highest degree of
opulence from the lowest barbarism, but peace, easy taxes, and a tolerable
administration of justice; all the rest being brought about by the natural course
of things” (Smith, 1998).
Penelitian Wong (2005) yang menggunakan data cross-section,
menunjukkan bahwa prevalensi tinggi pertumbuhan perusahaan baru hanya
berpotensi menjelaskan perbedaan laju pertumbuhan ekonomi di negara-negara
yang diamati. Dengan demikian, memiliki bergelar tinggi dalam kewirausahaan
atau memiliki prevalensi penciptaan usaha baru tidak menjamin meningkatkan
kinerja ekonomi dan mempercepat tingkat pertumbuhan ekonomi. Hal ini
menunjukkan selain karena variabel penciptaan usaha baru merupakan variabel
yang berbeda dengan inovasi teknologi, juga mengindikasikan bahwa tidak
banyak wirausaha yang terlibat dalam pengembangan inovasi teknologi. Ini
berarti berbeda dengan model pertumbuhan neo-klasik yang memempatkan
inovasi secara implisit sebagai proksi aktivitas kewirausahaan dalam setiap
pembentukan perusahaan baru. Namun demikian, diakui oleh Wong (2005)
bahwa penelitiannya ini memiliki keterbatasan data dan menyarankan untuk
menggunakan data time series karena kausalitasnya lebih menyakinkan serta
masih ada masalah pada estimasi modelnya akibat dari spesifikasi variabelnya
yang temporal.
Hall dan Sobel (2008) membuktikan bahwa perbedaan kualitas
kelembagaan ekonomi beberapa negara mampu menjelaskan perbedaan
aktivitas kewirausahaan antar negara tersebut. Melalui mekanisme
kelembagaan, aktivitas kewirausahaan dapat ditransformasi ke dalam
pertumbuhan ekonomi. Walaupun kapital dan tenaga kerja wilayah dengan
pendapatan rendah cenderung mengalir ke wilayah berpendapatan tinggi, namun
tingkat inovasi tinggi dengan kelembagaan yang baik mampu mengganggu aliran
kapital dan tenaga kerja tersebut. Menurut teori pertumbuhan endogen, variabel
tingkat produksi pengetahuan, belanja untuk penelitian dan pengembangan
merupakan kunci dalam meningkatkan pendapatan. Dan, peran kelembagaan
penelitian dan pengembangan inilah yang kemudian diterjemahkan kedalam
pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, pengakuan dan penguatan kelembagaan
ekonomi merupakan langkah awal proses mempromosikan kewirausahaan
sekaligus sebagai akar dari sumber pertumbuhan ekonommi dan kemakmuran.
Analisis Leeson dan Boettke (2009) menyimpulkan bahwa justru ekonom
yang kurang mempertimbangkan tingkat kewirausahaan dan di negara-negara
berkembang cenderung mengabaikan dan salah dalam memahami hubungan
aktivitas kewirausahaan dengan kinerja ekonomi. Padahal, berinvestasi dibidang
teknologi produktif yang merupakan inti produktivitas kewirausahaan akan
menghasilkan tingkat pembangunan ekonomi yang impresif. Analisis ini
memberikan makna bagi para ekonom dan peneliti bidang ekonomi untuk lebih
fokus dan mempertimbangkan variabel-variabel eksogen dari aktivitas
kewirausahaan untuk menduga dampaknya pada varibel endogen pertumbuhan
ekonomi. (Chairy, 2008)
2.6.1 Profil Kewirausahaan di Indonesia
Kegiatan kewirausahaan di Indonesia berkembang paling pesat saat krisis
moneter melanda pada tahun 1997. Dari hanya 7000 usaha kecil di tahun 1980
melesat menjadi 40 juta pada tahun 2001. Artinya banyak usaha kecil yang
muncul di saat krisis tersebut dikarenakan kebutuhan (necessity) dan kurang
didorong oleh faktor inovasi.
Jika data BPS tahun 2006 ditelaah lebih lanjut, 48,8 juta usaha kecil di
Indonesia tahun 2006 menyerap 80,9 juta angkatan kerja. Berarti setiap usaha
tersebut hanya menyediakan lapangan kerja untuk dirinya sendiri ditambah 1
orang lain. Sementara itu pada saat yang sama, 106 ribu usaha menengah
menyerap 4,5 juta tenaga kerja yang berarti 1 kegiatan usaha menengah
menyerap 42,5 tenaga kerja.
Ada kesenjangan yang sangat besar antara jumlah skala usaha kecil
dibandingkan usaha menengah serta perbedaan yang sangat signifikan dalam
kemampuannya menyerap tenaga kerja.
Selain itu, usaha kecil di Indonesia didominasi oleh kegiatan yang
bergerak pada sektor pertanian, kehutanan, peternakan, perikanan (53,5%),
sementara usaha menengah banyak bergerak di sektor perdagangan, hotel dan
restoran (53,7%) dan usaha besar di industri pengolahan (35,4%).
Hal tersebut menunjukkan bahwa dunia kewirausahaan di Indonesia
memang tertinggal dibandingkan negara lain yang sudah memasuki abad
informasi dan pengetahuan. Dunia kewirausahaan Indonesia masih banyak yang
mengandalkan otot dibandingkan otak. Kerja keras dibandingkan kerja cerdas.
Dengan melihat profil kewirausahaan di Indonesia tersebut, maka ada
tiga hal yang perlu dilakukan.
Pertama, pengembangan jiwa dan karakter wirausaha sejati. Perlu lebih
banyak wirausahawan di Indonesia yang dilahirkan dengan didorong oleh visi
dan inovasi dan bukan semata-mata karena keterpaksaan dan hanya menjadikan
kegiatan usaha sebagai tempat singgah sementara (sampai mendapatkan
pekerjaan).
Hal ini menjadi tugas dari dunia pendidikan, mulai dari tingkat sekolah
dasar hingga perguruan tinggi, karakter dan ketrampilan kreatif serta sikap
mandiri dan pro-aktif harus mewarnai semua kegiatan pembelajaran.
Kedua, pengembangan ketrampilan membesarkan usaha. Kegiatan usaha
kecil yang sudah ada harus dibina dan dikembangkan. Jika 50% saja kegiatan
usaha kecil di Indonesia berkembang dan membutuhkan tambahan 1 orang
tenaga kerja, maka akan tersedia 24,4 juta lapangan kerja baru. Di saat seperti
itu, mungkin kita harus mulai mengimpor tenaga kerja asing.
Hal ini dapat diupayakan dengan mengembangkan kerja sama antara
pemerintah, dunia usaha dan dunia pendidikan. Ketrampilan mengembangkan
usaha tersebut meliputi ketrampilan berinovasi dan manajerial yang bersifat
strategis. Oleh karena itu UKM tidak dibesarkan dengan semata-mata suntikan
hormon (dana).
Ketiga, arah dan pengembangan keunggulan bersaing bangsa.
Negara China bekerja keras mengembangkan infrastruktur fisik untuk
meningkatkan daya saing barang-barang hasil produksinya. Negara India
meningkatkan infrastruktur danbrainware teknologi informasi untuk dapat
bersaing di dunia IT. Apa yang harus dilakukan Indonesia?
Sudah merupakan hal yang nyata, bahwa interaksi dan hubungan
antarnegara saat ini lebih banyak dipengaruhi oleh faktor ekonomi. Prilaku
negara sudah menjadi seperti prilaku perusahaan besar yang bersaing satu sama
lain. Oleh karena itu agar dapat menjadi bangsa yang unggul dan diperhitungkan,
maka Indonesia harus segera menemukan dan mengembangkan keunggulan
intinya.
Setelah itu pemerintah harus mengarahkan dunia kewirausahaan untuk
bergerak dan menunjang keunggulan bersaing bangsa tersebut. Dengan
demikian, maka kita kelak akan melihat negara Indonesia menjadi semacam
perusahaan raksasa yang menaungi puluhan juta wirausahawan sejati.
(Margiman, 2008)
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Margiman. (2008, April 21). Quo Vadis Kewirausahaan di Indonesia. Retrieved Oktober 30, 2012, from Universitas Ciputra Entrepreneurship Center: http://www.ciputra.org/node/95/quo-vadis-kewirausahaan-di-indonesia.htm
Tejo Nurseto, M. (2010). PENDIDIKAN BERBASIS ENTREPRENEUR. Jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia, 3-13.
Wadhan. (2007). Membangun Pendidikan Berbasis Entrepreneur. Strategi Pembelajaran, 4-5.
Kanaidi, S. M. (2010, November 8). PERSPEKTIF SEJARAH MUNCULNYA KEWIRAUSAHAAN. Retrieved October 30, 2012, from Jurnal Kewirausahaan (Entrepreneurship): http://ken-entrepreneurship.blogspot.com/2010/11/perspektif-sejarah-munculnya.html
Megasari, A. F. (2006, October 18). Sejarah dan Pengertian. Retrieved October 30, 2012, from Entrepreneurship E-learning Club: http://avin.filsafat.ugm.ac.id/index.php?option=com_content&task=view&id=20&Itemid=34
Priyanto, S. H. (2009). Mengembangkan Pendidikan Kewirausahaan di Masyarakat. Jurnal PNFI, 57-82.
Anonymous. (2012, September 29). Kewirausahaan. Retrieved October 30, 2012, from Wikipedia: http://id.wikipedia.org/wiki/Kewirausahaan
Chairy. (2008). Entrepreneurship dan Perannya Sebagai Penggerak Roda Perekonomian. Jurnal Ekonomi, 131-139.