pain and analgesia in infants

16
NYERI DAN ANALGESIA PADA BAYI Michelle P. Tomassi RUMUSAN MASALAH Nyeri pada bayi menimbulkan tantangan besar bagi tenaga profesional kesehatan. Meskipun bayi sangat rentan terhadap nyeri dan konsekuensinya, nyeri tidak dikontrol secara memadai pada populasi pasien ini dibandingkan populasi yang lain. Banyak alasan yang menyebabkan penanganan nyeri yang tidak memadai pada bayi, dengan masalah yang paling umum adalah kurangnya pengetahuan mengenai nyeri dan analgesia untuk populasi bayi. PENILAIAN KLINIS Definisi Nyeri pada Bayi International Association for the Study of Pain (IASP) telah mendefinisikan nyeri sebagai “suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan yang berhubungan dengan kerusakan jaringan aktual atau potensial, atau dijelaskan dengan kerusakan seperti itu'' (dari referensi 3). Telah dikemukakan bahwa definisi ini tidak sesuai untuk bayi. Interpretasi nyeri bersifat subjektif dan bayi tidak memiliki kemampuan untuk secara sendiri melaporkan dalam arti tradisional. Ketidakmampuan untuk menjelaskan nyeri secara verbal memberi kontribusi pada kegagalan profesional kesehatan untuk mengenali dan mengobati nyeri secara agresif pada bayi. 1

Upload: yonsen-hakim

Post on 05-Dec-2014

126 views

Category:

Documents


13 download

DESCRIPTION

Penjelasan mengenai persepsi nyeri, penilaian nyeri, dan penanganan nyeri pada bayi

TRANSCRIPT

NYERI DAN ANALGESIA PADA BAYI

Michelle P. Tomassi

RUMUSAN MASALAH

Nyeri pada bayi menimbulkan tantangan besar bagi tenaga profesional kesehatan. Meskipun

bayi sangat rentan terhadap nyeri dan konsekuensinya, nyeri tidak dikontrol secara memadai

pada populasi pasien ini dibandingkan populasi yang lain. Banyak alasan yang menyebabkan

penanganan nyeri yang tidak memadai pada bayi, dengan masalah yang paling umum adalah

kurangnya pengetahuan mengenai nyeri dan analgesia untuk populasi bayi.

PENILAIAN KLINIS

Definisi Nyeri pada Bayi

International Association for the Study of Pain (IASP) telah mendefinisikan nyeri sebagai

“suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan yang berhubungan

dengan kerusakan jaringan aktual atau potensial, atau dijelaskan dengan kerusakan seperti

itu'' (dari referensi 3). Telah dikemukakan bahwa definisi ini tidak sesuai untuk bayi.

Interpretasi nyeri bersifat subjektif dan bayi tidak memiliki kemampuan untuk secara

sendiri melaporkan dalam arti tradisional. Ketidakmampuan untuk menjelaskan nyeri secara

verbal memberi kontribusi pada kegagalan profesional kesehatan untuk mengenali dan

mengobati nyeri secara agresif pada bayi.

Juga telah dihipotesiskan bahwa persepsi nyeri terjadi dengan cara yang kurang

terorganisir pada bayi dibandingkan pada anak atau orang dewasa. Nyeri adalah kombinasi

dari komponen sensorik (diskriminatif) dan emosional (afektif). Komponen sensorik nyeri

didefinisikan sebagai nosisepsi. Nosisepsi menggabungkan respon fisiologis dan perilaku

bayi terhadap rangsangan yang menyakitkan tetapi tidak respon kognitif yang merupakan

bagian dari persepsi nyeri. Akibatnya, tenaga kesehatan profesional perlu bergantung pada

respon fisiologis dan perilaku ketika menilai nyeri pada bayi. Akhirnya, definisi IASP

menunjukkan bahwa nyeri merupakan suatu asosiasi berdasarkan kerusakan jaringan aktual

atau potensial sebelumnya. Pada kebanyakan neonatus dan bayi, tidak ada kesempatan yang

ada untuk memperoleh pengalaman sebelumnya dalam menyadari nyeri.

1

Pengembangan Nosisepsi

Tenaga kesehatan profesional telah secara historis meyakini bahwa bayi tidak dapat

merasakan nyeri karena perkembangan sistem saraf pusat dan perifer yang belum memadai.

Telah dihipotesiskan bahwa saraf dengan mielinasi imatur tidak akan memungkinkan

transmisi rangsangan noksius dari lokasi cedera ke sistem saraf pusat. Banyak bukti

membantah keyakinan tersebut dan menunjukkan bahwa janin memiliki persyaratan

anatomis, neurofisiologis hormonal, dan fungsional untuk memproses nyeri pada pertengahan

hingga akhir masa gestasi.

Pada usia gestasi 20 minggu, korteks serebral janin memiliki komplemen neuron yang

lengkap dan reseptor sensorik tersebar ke seluruh permukaan kulit dan mukosa. Saat lahir,

kepadatan ujung saraf nosiseptif pada kulit bayi baru lahir kadang-kadang lebih besar dari

pada orang dewasa. Kurangnya mielinasi tidak mendukung argumen bahwa bayi tidak

mampu merasakan nyeri, mengingat bahwa orang dewasa mungkin memiliki sebanyak 80%

dari serat tidak bermielin yang bertanggung jawab untuk penghantaran informasi nyeri. Harus

diperhatikan bahwa mielinasi inkomplit mempengaruhi transmisi dengan memperlambat

kecepatan konduksi impuls nyeri. Namun, penurunan kecepatan konduksi diyakini diimbangi

dengan jarak tempuh yang lebih pendek untuk impuls berjalan ke sistem saraf pusat.

PERTIMBANGAN NYERI

Nyeri dan Memory

Masalah apakah bayi mengingat nyeri telah menjadi topik perdebatan yang signifikan.

Memori dan pembelajaran tergantung pada kelenturan (maleabilitas) serebral, yang sangat

jelas terlihat selama periode prenatal akhir dan periode neonatal. Meskipun kapasitas

struktural dan fungsional untuk memori diperkirakan ada pada neonatus, tidak ada bukti yang

mendukung bahwa bayi memiliki kemampuan untuk mengingat nyeri. Namun demikian,

semakin banyak penelitian yang menunjukkan bahwa paparan dini terhadap nyeri yang tidak

mereda dan stres yang berhubungan dengan suatu kejadian, dapat meningkatkan respon

afektif dan perilaku selama kejadian menyakitkan berikutnya.

Taddio dkk. telah mengeksplorasi efek dari sirkumsisi neonatal pada respon nyeri

selama vaksinasi rutin berikutnya pada usia 4 dan 6 bulan. Penemuan mereka

mengungkapkan bahwa bayi yang disirkumsisi menunjukkan respon nyeri yang lebih kuat

terhadap vaksinasi rutin berikutnya dibandingkan bayi yang tidak disirkumsisi. Di antara bayi

2

yang disirkumsisi, suatu respon nyeri yang melemah terhadap vaksinasi telah diamati dengan

penanganan eutectic mixture of local anaesthetics (EMLA) preoperatif.

Pengalaman menyakitkan yang berulang dapat menyebabkan bayi baru lahir untuk

pada akhirnya mengenali aktifitas dari kegiatan tersebut dan menunjukkan perubahan

perilaku. Barba dkk. (lihat referensi 7) telah menganalisis respon perilaku dan fisiologis dari

bayi baru lahir ke prosedur heel lancing berulang. Dalam penemuan mereka, bayi

menunjukkan respon yang menunjukkan kesadaran dari suatu peristiwa menyakitkan yang

akan datang setelah mengalami rangsangan menyakitkan yang berulang dengan prosedur

serupa.

Penilaian Nyeri pada Bayi

Kesalahpahaman bahwa bayi tidak mampu merasakan nyeri telah tersebar. Meskipun bayi

tidak dapat menjelaskan nyeri secara verbal, kombinasi indikator fisiologis dan isyarat

perilaku dianggap oleh banyak orang sebagai cara yang valid dan dapat diandalkan untuk

menilai nyeri pada populasi pasien ini.

Indikator fisiologis nyeri pada bayi meliputi:

Peningkatan denyut jantung, laju pernapasan, tekanan darah, tekanan saluran napas rata-

rata, tonus otot, dan tekanan intrakranial

Penurunan tonus vagal, saturasi oksigen, dan aliran darah perifer

Perubahan otonom (midriasis, diaforesis, pucat, dan hidrosis palmar).

Isyarat perilaku akut dari nyeri pada bayi meliputi:

Menangis (tangisan kuat, intens, diperpanjang, dan bernada tinggi)

Ekspresi wajah (Gambar 4-1)

Sikap tubuh (mengepalkan jari, tungkai meronta-ronta, menggeliat, punggung

melengkung, gemetaran)

Gambar 4-1. Ekspresi wajah pada nyeri bayi

3

Lidah melengkung, dagu gemetar

Hidung mengembang, lipatan nasolabial semakin dalam

Mata terpejam kuat

Meringis, Kening berkerut dan menonjol

Skala Nyeri untuk Bayi

Beberapa pengukuran untuk menilai nyeri pada bayi telah dikembangkan. Dua skala neonatal

yang paling komprehensif dan telah diuji secara lebih teliti adalah:

Neonatal Infant Pain Scale (NIPS)

CRIES Neonatal Postoperative Pain Measurement Score.

NIPS terdiri dari enam indikator nyeri: lima perilaku dan satu fisiologis. Skala ini

mengevaluasi nyeri untuk usia kehamilan rata-rata 33,5 minggu. Skor nol mewakili tidak ada

nyeri sedangkan skor tujuh menunjukkan nyeri berat (Tabel 4-1).

Tabel 4-1. Neonatal Infant Pain Scale (NIPS)

NIPS 0 1 2

Ekspresi

Wajah

Otot relaks Meringis

Ekspresi tenang netral Otot wajah tegang

Kening, dagu, rahang berkerut

Tangisan Tidak menangis Merengek Menangis kuat

Tenang Mengerang intermiten Berteriak kuat

(meningkat,

melengking, kontinu)

Menangis diam

Pola

Napas

Relaks Perubahan pada pernapasan

Pola normal untuk bayi Gerakan dada cepat dan iregular

Menahan napas

Tersedak

Lengan Relaks Lengan lurus dan tegang

Tidak ada rigiditas muskular Ekstensi dan fleksi cepat

Gerakan acak sesekali

Tungkai Relaks Tungkai lurus dan tegang

Tidak ada rigiditas muskular Ekstensi dan fleksi cepat

Gerakan acak sesekali

Kondisi

Gairah

Tertidur tenang dan damai Rewel

Terbangun, sadar, dan tenang Terbangun, sadar, gelisah

Skala CRIES dikembangkan untuk penilaian nyeri postoperatif neonatus. Akronim

CRIES mewakili lima indikator fisiologis dan perilaku saat nyeri. Respon terhadap setiap

indikator dapat berjumlah maksimal dua poin dengan skor skala maksimum 10 (Tabel 4-2).

4

Tabel 4-2. Skala Pengukuran Nyeri Postoperatif Neonatal CRIES

0 1 2

Menangis Tidak Nada tinggi Nada tinggi

Dapat dihibur Tidak dapat dihibur

Membutuhkan

Oksigen (tujuan

saturasi O2>95%)

Tidak Dibutuhkan O2<30% Dibutuhkan O2>30%

Peningkatan

Tanda Vital

HR dan TD normal HR, TD ↑ <20% nilai

sebelum operasi

HR, TD ↑ >20% nilai

setelah operasi

Ekspresi Tidak meringis Meringis Meringis, mendengkur

Tidak dapat

tidur

Tidak Sering terbangun Terbangun secara

kontinu

O2, Oksigen; HR, heart rate; TD, Tekanan darah

Penting untuk dicatat bahwa Skala CRIES menjadi skala berpoin delapan bila

digunakan pada neonatus sehat yang tidak memerlukan pemberian oksigen tambahan.

Meskipun pelaksanaan pengamatan CRIES adalah bergantung pada fasilitas, sebagian besar

pusat kesehatan memberikan analgesia saat derajat nyeri lebih besar dari tiga pada Skala

CRIES.

MANAJEMEN NYERI

Pengelolaan nyeri bayi bergantung terutama pada:

Kesadaran kemampuan bayi untuk merasakan nyeri

Kepekaan terhadap situasi klinis di mana nyeri dapat ditemui

Sesuai langkah-langkah untuk mencegah dan mengobati nyeri.

Ada variasi yang luas dalam strategi untuk manajemen nyeri pada populasi bayi. Seperti

populasi lainnya, konsensus umum di kalangan penyedia layanan kesehatan adalah bahwa

manajemen nyeri nampaknya paling efektif ketika kombinasi intervensi nonfarmakologis dan

farmakologis digunakan.

Intervensi Nonfarmakologis

Intervensi nonfarmakologis memiliki daya pikat karena mudah untuk dilakukan dan tidak

memerlukan pemantauan intensif. Teknik ini diyakini meningkatkan aktivitas pada

penurunan jalur penghambatan saraf dengan penurunan yang sesuai dalam pengalaman nyeri.

5

LingkunganMemakai selimutIstirahat tenangBising minimal

Intervensi untuk Meredakan Nyeri

Memakai Dot yang dicelup ke sukrosa: 2-3 menit sebelum prosedur menyakitkan

PosisiDibatasiDibungkus selimutDipeluk

PengalihanStimulasi visual/audio Digoyangkan secara ritmis

Sentuhan- Pelukan/belaian-Pijatan lembut-Selimut hangat

Pelemahan tansmisi impuls korda spinalis dapat dicapai dengan stimulasi serabut saraf

sensorik besar yang memediasi sensasi taktil dan suhu. Beberapa rekomendasi intervensi

analgesik bayi nonfarmakologis tercantum pada Gambar 4-2.

Gambar 4-2. Pertimbangan intervensi nonfarmakologis untuk analgesia bayi

Perawatan metode kanguru atau kontak kulit ke kulit antara ibu dan anak

dikembangkan sebagai metode berbiaya rendah dalam membantu bayi berat lahir rendah

dengan termoregulasi. Mengikuti perilaku pengasuhan marsupial, perawatan metode

kanguru terdiri dari menempatkan bayi yang telanjang langsung pada dada ibu, antara

payudaranya, dalam posisi tegak selama beberapa jam dalam sehari. Teknik ini telah

dicirikan sebagai intervensi yang kuat terhadap nyeri yang dialami selama rangsangan

penusukan tumit pada bayi baru lahir. Larutan sukrosa oral, dengan penghisapan nonnutritif,

dengan cepat menghasilkan analgesia pada neonatus. Konsentrasi sukrosa antara 24% dan

6

50% paling sering direkomendasikan karena beberapa penelitian telah menunjukkan

konsentrasi yang lebih rendah menjadi kurang efektif untuk analgesia. Dosis awal harus

diberikan dalam waktu 3 menit dari prosedur yang menyakitkan dan diulang sesuai

kebutuhan selama durasi prosedur. Sukrosa oral paling tepat digunakan untuk kejadian-

kejadian menyakitkan yang singkat, durasi tidak melebihi 2-3 menit, seperti prosedur heel

lancing atau venipuncture. Untuk pengobatan nyeri sedang sampai berat dengan durasi yang

lebih lama, sukrosa oral dapat digunakan bersamaan dengan teknik analgesik lainnya.

Intervensi Farmakologis

Untuk nyeri sedang sampai berat, intervensi farmakologis harus ditambahkan ke rejimen

manajemen nyeri. Meskipun semua medikasi yang paling sering digunakan untuk analgesia

dan sedasi bayi secara potensial berbahaya, mereka dapat diberikan dengan aman ketika

dititrasi secara hati-hati (Gambar 4-3).

Gambar 4-3. Dosis Obat Analgesik pada Bayi

Analgesik yang paling umum digunakan untuk nyeri ringan pada bayi tetap

acetaminophen, karena dianggap aman dan efektif dalam semua kelompok usia, termasuk

bayi baru lahir. Dosis awal yang tepat untuk acetaminophen rektal adalah 25-40mg/kg,

diikuti oleh 20 mg/kg 6 jam untuk dosis berikutnya. Kodein tidak biasanya digunakan pada

neonatus, namun digunakan pada bayi yang lebih tua, sering dalam kombinasi dengan

acetaminophen.

7

Nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAID), seperti ibuprofen dan ketorolac,

dapat digunakan sebagai alternatif acaetaminophen pada anak di atas usia 6 bulan. Obat

NSAID tidak boleh digunakan pada anak-anak yang alergi terhadap aspirin karena

sensitivitas silang dari aspirin dan NSAID. Ketorolac adalah obat analgesik kuat dengan

profil efek samping yang lebih menarik (kurangnya iritasi gastrointestinal) bila dibandingkan

dengan obat NSAID lainnya. Durasi terapi ketorolac tidak boleh lebih dari 5 hari pada bayi.

Selain itu, data klinis untuk penggunaan ketorolac pada pasien kurang dari 16 tahun masih

terbatas. Efikasi dan keamanan dari inhibitor siklooksigenase-2, seperti celecoxib, belum

dievaluasi pada pasien yang lebih muda dari usia 18 tahun.

Opiat adalah analgesik narkotika yang paling fleksibel dan banyak digunakan, dengan

morfin dan fentanil menjadi yang paling tepat digunakan untuk nyeri akibat prosedur invasif.

Morfin dan fentanil harus diberikan dalam dosis kecil sering atau sebagai infus kontinu.

Untuk penggunaan jangka panjang, infus kontinu lebih disukai untuk menghindari variasi

yang besar dalam konsentrasi plasma. Kapan saja obat dalam kategori ini diberikan, harus

disertai dengan kewaspadaan untuk kemungkinan efek samping yang merugikan pada sistem

pernafpasan dan kardiovaskular.

Bolus intravena opiat sintetis, seperti fentanil (80-100 kali lebih kuat dari morfin),

dapat dihubungkan dengan rigiditas glotis dan dinding dada. Risiko efek samping adalah

hasil dari fungsi hepar dan ginjal yang belum matang pada bayi dan, oleh karena itu, secara

langsung terkait dengan tingkat pemberian obat, dosis total, dan kombinasi dengan obat lain

yang dapat menyebabkan depresi sistem saraf pusat. Kecenderungan untuk efek samping

yang merugikan, seperti fluktuasi bermakna pada tekanan intrakranial dan kerusakan otak

selanjutnya, dikurangi dengan menghindari injeksi bolus cepat.

Nalokson harus tersedia ketika opiat digunakan pada bayi. Nalokson dapat diberikan

dalam dosis tambahan dari 0,01-0,1 mg/kg, hingga dosis maksimal 2 mg (Tabel 4-3).

Benzodiazepines sering digunakan sebagai sedatif dan amnesia selama prosedur yang

menyakitkan pada bayi. Midazolam telah disetujui untuk digunakan pada neonatus. Jika

midazolam digunakan, infus kontinu (0,02 mg/kg/jam, tidak ada dosis loading yang

dibutuhkan pada neonatus) atau pemberian dosis individual (0,5-0,75 mg/kg PO, 0,3-1 mg /

kg IM, 0,05-0,1 mg / kg IV) selama setidaknya 10 menit dianjurkan untuk mengurangi risiko

efek samping. Meskipun sangat baik sebagai analgesik sedatif untuk prosedural sedasi pada

anak-anak, ketamin merupakan kontraindikasi pada mereka yang berusia kurang dari 3 bulan.

8

Tabel 4-3. Laju infus morfin dan fentanyl untuk neonatus dan bayi

Populasi Pasien Morfin Fentanyl

Neonatus (Usia < 4 minggu)

0,1 mg/kg (loading) 1mcg/kg (loading)

0,01-0,15 mg/kg/jam (infus) 1 mcg/kg/jam (infus)

Bayi (Usia > 4 minggu)

0,1 mg/kg (loading) 1-2 mcg/kg (loading)

0,02-0,04 mg/kg/jam (infus) 1-2 mcg/kg/jam (infus)

Anestesi Lokal Topikal dan Injeksi

Sebuah campuran eutektik dari lidokain 2,5% dan prilokain 2,5%, disebut EMLA, dapat

memberikan anestesi topikal yang baik. Kombinasi ini adalah campuran dari dua obat dalam

perbandingan berat 1:1, dimana dua bubuk kristal mencair pada suhu yang lebih rendah

daripada yang mereka lakukan secara terpisah. Penggabungan ini akan meningkatkan

konsentrasi anestesi lokal dalam tetesan emulsi, yang membuat mereka lebih efektif secara

sinergis.

Krim EMLA harus diterapkan dalam lapisan tebal dan dibiarkan, idealnya selama 60-

90 menit sebelum prosedur yang diinginkan. EMLA menembus permukaan kulit hingga

kedalaman 5-10 mm, memberikan anestesi selama 1-2 jam. Kedalaman penetrasi EMLA

dapat ditingkatkan dengan menerapkan balutan oklusif diatas area yang tertutup salep.

Perhatian utama untuk penggunaan EMLA adalah risiko methemoglobinemia. Efek samping

ini biasanya tidak ditemui tanpa penggunaan berulang-ulang. Meskipun tidak ada data yang

menunjukkan risiko aditif, diperlukan kewaspadaan ketika obat lain yang dapat menyebabkan

methemoglobinemia, seperti acetaminophen, yang dipakai bersamaan. Selain itu, EMLA

tidak boleh digunakan pada permukaan kulit yang abrasi; suatu bola kapas yang direndam

dengan larutan lidokain-epinephrinetetracaine (LET) harus digunakan sebagai gantinya.

Aritmia jantung dan kejang, meskipun jarang, adalah komplikasi dari injeksi anestesi

lokal, khususnya bila diberikan dengan dosis yang tidak tepat. Adalah bijaksana untuk pada

awalnya menggunakan dosis sekecil mungkin untuk anestesi yang memadai dan kemudian

titrasi untuk efek (Tabel 4-4).

Tabel 4-4. Dosis anestesi lokal yang dapat diinjeksi tanpa epinefrin (dosis meningkat sedikit dengan epinefrin)

ObatKonsentrasi

(%)Dosis standar

(mg/kg)Dosis toksik

(mg/kg)

9

Bupivakain 0,25 1,5-2 >2,5

Lidokain 1 3,5-4 >4,5

TINDAK LANJUT / KONSULTASI

PERTIMBANGAN

Seperti dalam populasi pasien yang lebih tua, tujuan manajemen nyeri adalah untuk menjaga

bayi dalam rentang terapeutik dengan menyediakan medikasi yang cukup untuk mengurangi

nyeri tanpa menyebabkan efek samping yang tidak diinginkan. Meskipun ada potensi untuk

terjadinya efek samping seperti depresi pernafasan dan hipotensi, terutama pada bayi

prematur atau bayi dengan gangguan neurologis, pengetahuan tentang farmakokinetik dan

dosis yang tepat akan mengurangi risiko ini secara substansial.

Praktek menangani nyeri bayi dengan obat-obat analgesik memerlukan pemantauan

ketat oleh para profesional yang berpengalaman dalam manajemen nyeri pada bayi. Bayi

harus dipantau secara teratur untuk komplikasi umum seperti konstipasi, serta yang kurang

umum seperti reaksi alergi atau depresi sistem saraf pusat.

RINGKASAN

Penilaian dan penanganan nyeri pada bayi merupakan komponen penting dari perawatan

medis untuk bayi yang sakit dan cedera. Banyak proses penilaian nyeri yang ada untuk

evaluasi nyeri pada bayi. Praktik-praktik ini harus dikombinasikan dengan suatu pendekatan

analgesik yang bermakna dengan pemilihan terapi farmakologis dan nonfarmakologis sesuai

dengan tingkat keparahan nyeri bayi, skenario klinis, dan pengalaman penyedia penanganan

nyeri.

10