osmo regula siku

24
LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI BIOTA AIR OSMOREGULASI OLEH NAMA : ANDI MASRIAH STAMBUK : L22110902 KELOMPOK : II (DUA) ASISTEN : WINDA RISKI HIOLA TRISKA ARIYANTI PUTRI MUHAMMAD TAKWIER M LABORATORIUM FISIOLOGI BIOTA AIR JURUSAN PERIKANAN

Upload: andi-masriah

Post on 16-Feb-2015

39 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

Page 1: Osmo Regula Siku

LAPORAN PRAKTIKUMFISIOLOGI BIOTA AIR

OSMOREGULASI

OLEH

NAMA : ANDI MASRIAH

STAMBUK : L22110902

KELOMPOK : II (DUA)

ASISTEN : WINDA RISKI HIOLA

TRISKA ARIYANTI PUTRI

MUHAMMAD TAKWIER M

LABORATORIUM FISIOLOGI BIOTA AIRJURUSAN PERIKANAN

FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANANUNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR2012

Page 2: Osmo Regula Siku

I. PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Perikanan merupakan suatu bidang ilmu yang terus berubah dan

berkembang. Sebagai ilmu yang mempelajari segala sesuatu yang berhubungan

dengan penangkapan, pemiaraan, dan pembudidayaan ikan, ilmu perikanan

sangat membantu pencapaian sasaran pembangunan nasional, yakni

masyarakat maritim yang mandiri. Karenanya ilmu perikanan harus terus dikaji

dan dikembangkan sebagai ujung tombak pengembangan dan penerapan

teknologi perikanan (Fujaya, 1999). Dalam pengembangan dan penerapan

teknologi perikanan ini tentunya kita tidak hanya mengetahui nilai ekonomis dari

organisme perairan melainkan kita juga harus mengetahui bagaimana adaptasi

organisme dengan medianya, salah satunya adalah adaptasi fisiologinya.

Fisiologi merupakan ilmu yang mempelajari fungsi normal tubuh dengan

berbagai gejala yang ada pada sistem hidup, serta pengaturan atas segala

fungsi dalam sistem tersebut. Fungsi dan struktur tubuh hewan memiliki

hubungan yang sangat erat . keduanya merupakan satu kesatuan yang tidak

dapat dipisahkan (Isnaeni, 2006).

Osmoregulasi adalah proses untuk menjaga keseimbangan antara jumlah

air dan zat terlarut yang ada dalam tubuh hewan. Proses inti dalam

osmoregulasi yaitu osmosis. Osmosis adalah pergerakan air dari cairan yang

mempunyai kandungan air lebih tinggi (yang lebih encer) menuju ke cairan yang

mempunyai kandungan air yang lebih rendah (yang lebih pekat) (Isnaeni, 2006).

Proses osmoregulasi diperlukan karena adanya perbedaan konsentrasi cairan

tubuh dengan lingkungan disekitarnya. Jika sebuah sel menerima terlalu banyak

air maka ia akan meletus, begitu pula sebaliknya, jika terlalu sedikit air, maka sel

akan mengerut dan mati. Osmoregulasi juga berfungsi ganda sebagai sarana

Page 3: Osmo Regula Siku

untuk membuang zat-zat yang tidak diperlukan oleh sel atau organisme hidup

(Aidia, 2011).

Terdapat tiga pola regulasi ion dan air, yakni regulasi hipertonik atau

hipersomatik (pengaturan secara aktif konsentrasi cairan tubuh yang lebih tinggi

dari konsentrasi media) misalnya pada ikan air tawar, regulasi hipotonik atau

hipoosmotik (pengaturan secara aktif konsentrasi cairan tubuh yang lebih rendah

dari konsentrasi media) misalnya pada ikan air tawar, dan regulasi isotonic atau

isoosmotik (bila konsentrasi cairan tubuh sama dengan konsntrasi media)

misalnya pada ikan yang hidup pada daerah estuaria. Semakin jauh tekanan

osmose antara tubuh dan lingkungan, semakin banyak energi metabolisme yang

dibutuhkan untuk melakukan osmoregulasi sebagai upaya adaptasi, namun tetap

ada batas toleransi (Burhanuddin, 2008).

Pengetahuan tersebut sangat penting dalam pengelolaan kualitas air media

pemeliharaan organisme (ikan) khususnya untuk tujuan budidaya, hal itulah yang

melatarbelakangi pentingnya diadakan praktikum osmoregulasi.

I.2. Tujuan dan Kegunaan

Tujuan dilakukan percobaan osmoregulasi ini, yaitu: Untuk mengetahui

pengaruh perlakuan salinitas yang berbeda (0 ppt, 10 ppt, 20 ppt, dan 30 ppt)

terhadap tingkah laku ikan air tawar, ikan air laut, dan ikan air payau.

Membandingkan adaptasi ikan terhadap perubahan salinitas.

Kegunaan dari praktikum osmoregulasi ini adalah agar mahasiswa dapat

mengetahui dan membandingkan teori yang didapat dari kuliah dengan hasil

yang diperoleh dari praktikum, mengetahui metodologi atau cara osmoregulasi

yang dilakukan ikan serta memperoleh gambaran mengenai hubungan faktor

biotik dan abiotik terhadap proses osmoregulasi.

Page 4: Osmo Regula Siku

II. METODE PRAKTIKUM

II.1. Waktu dan Tempat

Praktikum Osmoregulasi dilaksanakan pada hari Jumat, 27 April 2012

pada pukul 09.00 Wita, bertempat di Laboratorium Fisiologi Biota Air, Jurusan

Perikanan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin,

Makassar.

II.2. Alat dan Bahan

Adapun Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum Osmoregulasi,

antara lain:

Tabel 1. Alat yang digunakan beserta fungsinya.No Nama Alat Jumlah Fungsi

1 Toples 12 Sebagai wadah diletakkannya ikan.

2 Hard refrektometer 1 Untuk mengukur salinitas.

3 Stop watch 4 Alat pengukur waktu

4 Lap Kasar 1 Untuk membersihkan alat-alat lain.

Tabel 2. Bahan yang digunakan beserta fungsinya.No Nama Bahan Jumlah Fungsi

1 Ikan mas (Cyprinus carpio) 12 ekor Sebagai sampel ikan air tawar.

2 Ikan nila (Oreochromis niloticus) 12 ekor Sebagai sampel ikan air payau.

3 Ikan nemo (Amphirion ocellaris) 12 ekor Sebagai sampel ikan air laut.

4 Air laut (30 ppt) 2.000 mL Sebagai medium ikan.

5 Air payau (20 ppt) 2.000 mL Sebagai medium ikan.

6 Air payau (10 ppt) 2.000 mL Sebagai medium ikan.

7 Air tawar (±0,001 ppt) 2.000 mL Sebagai medium ikan.

Page 5: Osmo Regula Siku

II.3. Prosedur Kerja

a. Air Tawar (0 ppt)

Menyiapkan 3 buah toples. Mengisi masing-masing toples dengan air

tawar (0 ppt) sebanyak 2000 mL dengan menggunakan gelas ukur 500 mL.

Memasukkan pada toples ke-1 3 ekor ikan mas (Cyprinus carpio), pada toples

ke-2 3 ekor ikan nila (Oreohromis niloticus), pada toples ke-3 3 ekor ikan Giru

(Amphirion ocellaris). Mengamati tingkah laku ikan pada ketiga media tersenut

dengan interval 15 menit selama 3 kali.

b. Air Payau (10 ppt)

Menyiapkan 3 buah toples. Mengisi masing-masing toples dengan air

payau (10 ppt) sebanyak 2000 mL dengan menggunakan gelas ukur 500 mL.

Yang merupakan hasil pengenceran dengan menggunakan rumus V1xM1=

V2xM2. Memasukkan pada toplea ke-1 3 ekor ikan mas (Cyprinus carpio), pada

toples ke-2 3 ekor ikan nila (Oreohromis niloticus), pada toples ke-3 3 ekor ikan

Giru (Amphirion ocellaris). Mengamati tingkah laku ikan pada ketiga media

tersenut dengan interval 15 menit selama 3 kali.

c. Air Payau (20 ppt)

Menyiapkan 3 buah toples. Mengisi masing-masing toples dengan air

payau (20 ppt) sebanyak 2000 mL dengan menggunakan gelas ukur 500 mL.

Yang merupakan hasil pengenceran dengan menggunakan rumus V1xM1=

V2xM2. Memasukkan pada toples ke-1 3 ekor ikan mas (Cyprinus carpio), pada

toples ke-2 3 ekor ikan nila (Oreohromis niloticus), pada toples ke-3 3 ekor ikan

Giru (Amphirion ocellaris). Mengamati tingkah laku ikan pada ketiga media

tersenut dengan interval 15 menit selama 3 kali.

Page 6: Osmo Regula Siku

d. Air Laut (30 ppt)

Menyiapkan 3 buah toples. Mengisi masing-masing toples dengan air laut

(30 ppt) sebanyak 2000 mL dengan menggunakan gelas ukur 500 mL.

Memasukkan pada toplea ke-1 3 ekor ikan mas (Ctprinus carpio), pada toples

ke-2 3 ekor ikan nila (Oreohromis niloticus), pada toples ke-3 3 ekor ikan Giru

(Amphirion ocellaris). Mengamati tingkah laku ikan pada ketiga media tersenut

dengan interval 15 menit selama 3 kali.

II.4. Analisis Data

Rumus yang digunakan dalam praktikum osmoregulasi yaitu rumus

pengenceran, dimana

Keterangan:

V1 : Volume awal (mL).

V2 : Volume setelah pengenceran (mL).

M1 : Salinitas awal (ppt).

M2 : Salinitas setelah pengenceran (ppt).

V1 x M1 = V2 x M2

Page 7: Osmo Regula Siku

LAMPIRAN

1. Untuk mendapatkan salinitas 10

2. ppt

Dik: V1 = 2000 mL

M1 = 30 ppt

M2 = 10 ppt

Dit: V2 = ………..?

Penyelesaian:

V1 x M1 = V2 x M2

2000 mL x 30 ppt = V2 x 10 ppt

60000 mL = 10 V2

V2 = 6000 mL

Jadi Volume air tawar yang dibutuhkan adalah V1 – V2

= 6000 mL – 2000 mL = 4000 mL

3. Untuk mendapatkan salinitas 20 ppt

Dik: V1 = 2000 mL

M1 = 30 ppt

M2 = 20 ppt

Dit: V2 = …………?

Penyelesaian:

V1 x M1 = V2 x M2

2000 mL x 30 ppt = V2 x 20 ppt

60000 mL = 20 V2

V2 = 3000 mL

Jadi Volume air tawar yang dibutuhkan adalah V1 – V2

= 3000 mL – 2000 mL = 1000 mL

Page 8: Osmo Regula Siku

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III.1. Hasil

III.1.1. Ikan Mas (Cyprinus carpio)

Berdasarkan hasil praktikum fisiologi hewan air tentang pengujian

osmoregulasi ikan maka di dapatkan hasil sebagai berikut:

Tabel 3. Data hasil pengamatan dan pencatatan dalam proses adaptasi ikan mas (Cyprinus carpio)

No Salinitas Waktu Tingkah Laku

1Air

Tawar (0 ppt)

15 menit pertama Aktif dan menengeluarkan sedikit feses.

15 menit ke dua Aktif dan menengeluarkan sedikit feses

15 menit ke tiga Aktif, jumlah fese tidak bertambah, media jernih.

2 Air Payau

(10 ppt)

15 menit pertama Aktif dan berada di dasar.

15 menit ke dua Sedikit stress, gelisah.

15 menit ke tiga Melemah.

3 Air Payau

(20 ppt)

15 menit pertama Melemah, operculum mengengap-ngengap.

15 menit ke dua Banyak feses, media keruh, salah satu dari 3 ekor mati.

15 menit ke tiga Feses terus bertambah, media semakin keruh, 2 dari 3 ekor mati.

4 Air Asin (30 ppt)

15 menit pertama Stress, berenang di permukaan.

15 menit ke dua Banyak feses, media keruh.

15 menit ke tiga Mati.

III.2. Pembahasan

III.2.1. Ikan Mas (Cyprinus carpio)

Berdasarkan pada tabel di atas maka dapat diketahui bahwa pada

pengamatan 0 ppt pada ikan ikan mas (Cyprinus carpio), tingkah laku ikan masih

terlihat bergerak normal dimana pada menit ke-15 hingga menit ke-45 kondisinya

Page 9: Osmo Regula Siku

cenderung sama yaitu aktif dan sedikit mengeluarkan feses.. hal ini dikarenakan

ikan berada pada lingkungan yang sesuai dengan lingkungan asalnya dimana

ikan ini bersifat hiperosmotik terhadap lingkungannya. Hal ini sesuai dengan

pendapat Fujaya (1999) yang menyatakan bahwa teleostei air tawar bersifat

hiperosmotik terhadap lingkungannya, menyebabkan air bergerak masuk ke

dalam tubuh dan ion-ion keluar ke lingkungan dengan cara difusi.

Pengamatan terhadap salinitas 10 ppt, tingkah laku ikan pada 15 menit I

masih aktif tetapi berenang di dasar, 15 menit II sedikit stress dan gelisah pada

15 menit III keadaan ikan melemah dan tampak loyo. Keadaan ini meperlihatkan

bahwa tingkah laku ikan masih dalam keadaan yang normal. Pada kondisi ini

ikan kebanyakan berada di permukaan. Ini menandakan bahwa ikan mulai

melakukan penyesuaian antara ion-ion yang ada pada lingkungan dengan ion-

ion yang ada dalam tubuh. Hal ini sesuai dengan pendapat Fujaya (1999) bahwa

ikan air tawar bersifat hiperosmotik terhadap lingkungannya, menyebabkan air

bergerak masuk ke dalam tubuh dan ion-ion keluar ke lingkungan dengan cara

difusi. Untuk mengimbangi kekurangan ion-ion dalam tubuh, maka ikan

membutuhkan oksigen dengan cara mengambil di udara agar pergerakan darah

yang membawa ion-ion dalam tubuh dapat berjalan lancar.

Pada pengamatan 20 ppt 15 menit I dapat dilihat bahwa keadaan ikan

melemah, operculum mengengap-ngengap, pada 15 menit ke II terdapat banyak

feses yang ditandai dengan keruhnya media, serta 1 dari 3 ekor ikan mati dan

pada 15 menit ke III feses terus bertambah dengan semakin keruhnya media

hingga 2 dari 3 ekor ikan mati.

Pengamatan terhadap lingkungan yang bersalinitas 30 ppt

memperlihatkan bahwa pada pengamatan 15 menit I ikan langsung tampak

gelisah dan berenang di permukaan, tetapi pada 15 menit II ikan tampak kritis,

banyak mengeluarkan feses, dan media menjadi keruh. Terjadinya perubahan

pergerakan ini menandakan bahwa ikan tidak mampu lagi menyesuaikan diri

Page 10: Osmo Regula Siku

pada waktu yang lama, ini dikarenakan jumlah ion - ion dalam tubuh semakin

berkurang. Hal ini sesuai dengan pendapat Fujaya (1999) yang menyatakan

bahwa ikan air tawar akan mengeluarkan ion-ion ke lingkungan secara difusi

karena sifat ikan air tawar yang hiperosmotik terhadap lingkungan. Pada

pengamatan 15 menit ke III, ketidakmampuan ikan dalam melakukan

penyesuaian diri terhadap kisaran salinitas yang tinggi dalam waktu yang lama

semakin nyata, hal ini ditandai dengan kematian ikan. Kematian ikan ini mungkin

dikarenakan banyaknya ionion dalam tubuh yang keluar ke perairan serta

dehidrasi yang dialami oleh ikan kerena sifat ikan air tawar yang hiperosmotik.

Hal ini sesuai dengan pendapat Fujaya (1999) yang menyatakan bahwa ikan air

tawar bersifat hiperosmotik dimana ikan akan mengeloarkan ion-ion ke

lingkungan dengan cara difusi sehingga ion-ion dalam tubuh akan berkurang dan

untuk menjaga keseimbangan cairan tubuhnya, maka ikan akan sedikit minum

atau tidak minum sama sekali dan akan memproduksi sejumlah urine sehingga

dapat menyebabkan dehidrasi.

III.1.2 Ikan Nila (Oreochromis niloticus)

Tabel 4. Data hasil pengamatan dan pencatatan dalam proses adaptasi ikan nila (Oreochromis niloticus)

No Salinitas Waktu Tingkah Laku

1 Air Tawar (0 ppt)

15 menit pertama Diam di dasar.

15 menit ke dua Bergerak aktif dan sedikit mengeluarkan feses.

15 menit ke tiga Bergerak aktif dan sedikit mengeluarkan feses.

2 Air Payau (10 ppt)

15 menit pertama Aktif berenang.

15 menit ke dua Aktif berenang.

15 menit ke tiga Aktif berenang.

3 Air Payau (20 ppt)

15 menit pertama Stabil, berenang riang.

15 menit ke dua Stabil, berenang riang.

15 menit ke tiga Stabil, berenang riang.

Page 11: Osmo Regula Siku

4 Air Asin (30 ppt)

15 menit pertama Bergerak sangat aktif, mengeluarkan feses.

15 menit ke dua Bergerak aktif dan bergerak ke permukaan.

15 menit ke tiga Banyak membuka mulut dan berada di dasar serta mengeluarkan feses.

III.2.2. Ikan Nila (Oreochromis niloticus)

Pada pengamatan 0 ppt terhadap ikan Nila (Oreochromis niloticus)

tingkah laku ikan dari pengamatan 15 menit I hingga pengamatan 15 menit III

ikan masih bergerak normal. Hal ini dikarenakan ikan berada pada lingkungan

yang sesuai dengan lingkungan asalnya, dimana ikan ini dapat bersifat

isoosmotik terhadap lingkungannya. Hal ini sesuai dengan pendapat Fujaya

(1999) yang menyatakan bahwa isoosmotik yaitu bila konsentrasi cairan tubuh

sama dengan konsentrasi media, misalnya ikan-ikan yang hidup pada daerah

estuaria.

Pengamatan tingkah laku ikan pada salinitas 10 ppt yaitu pada 15 menit I

ikan mulai bergerak aktif. Pada 15 menit II tingkah laku ikan masih sama yaitu

bergerak aktif dan mengeluarkan feses. Dari tingkah laku ikan yang bergerak

aktif dan normal dapat diketahui bahwa ikan dapat beradaptasi dengan

lingkungan. Demikian pula pada pengamatan salinitas 20 ppt Ikan ini tampak

berenang riang dari 15 menit I hingnga 15 menit III. Hal ini sesuai dengan

pendapat Nybakken (1992) dalam Palallo (2010) yang menyatakan bahwa

kisaran salinitas yang dapat ditolelir adalah 0 - 30 ppt.

Pengamatan tingkah laku ikan pada salinitas 30 ppt yaitu pada 15 menit I

ikan mulai bergerak aktif dan mengeluarkan feses. Pada 15 menit II ikan

bergerak aktif dan banyak bergerak ke permukaan. Pada 15 menit III ikan lebih

banyak berada di dasar. Menurut Fujaya (1999) bahwa ikan-ikan eurihaline

merupakan ikan yang dapat hidup pada perairan dengan kisaran salinitas yang

Page 12: Osmo Regula Siku

luas dimana ikan ini dapat bersifat hiperosmotik terhadap air tawar dan

hipoosmotik terhadap air laut, sehingga pada salinitas 25 ppt ikan dapat

beradaptasi dengan normal.

III.1.3. Ikan Air Laut: Ikan Giru (Amphirion ocellaris)

Tabel 5. Data hasil pengamatan dan pencatatan dalam proses adaptasi ikan Giru (Amphirion ocellaris)No Salinitas Waktu Tingkah Laku

1 Air Tawar (0 ppt)

15 menit pertama Diam di dasar.

15 menit ke dua Diam di dasar, tampak operculum melemah, dan sedikit mengeluarkan feses.

15 menit ke tigaGelisah, sangat lemah, operculum bergerak lambat, stress, feses tampak banyak, dan media semakin keruh.

2Air

Payau (10 ppt)

15 menit pertama Diam di dasar dan mengeluarkan sedikit feses.

15 menit ke dua Berada di dasar dan bergerak lambat.

15 menit ke tiga Lebih sering di dasar toples dan tampak lemah.

3Air

Payau (20 ppt)

15 menit pertama Pergerakan lambat.

15 menit ke dua Pergerakan tidak normal (stress).

15 menit ke tiga Stress.

4 Air Asin (30 ppt)

15 menit pertama Bergerak sangat aktif.

15 menit ke dua Bergerak aktif dan bergerak ke permukaan.

15 menit ke tiga Bergerak aktif dan berada di permukaan.

III.2.3. Ikan Nemo Giru (Amphirion ocellaris)

Pengamatan terhadap salinitas 0 ppt memperlihatkan bahwa tingkah laku

ikan Giru (Amphirion ocellris) mulai dari pengamatan 15 menit I Ikan masih diam

di dasar, pada 15 menit ke II Ikan diam di dasar, operculum melemah serta

mengeluarkan sedikit feses, sedangkan pada pengamatan 15 menit III Ikan

gelisah, tampak sangat lemah, operculum bergerak lambat, stress, feses tampak

banyak, dan media semakin keruh. Hal ini memperlihatkan bahwa pergerakan

Page 13: Osmo Regula Siku

ikan semakin lama semakin lambat, artinya semakin lama ikan semakin tidak

mampu melakukan adaptasi terhadap kisaran salinitas yang rendah karena sifat

ikan air laut yang hipoosmotik menyebabkan ikan dapat mengalami dehidrasi,

sekalipun ikan banyak minum tetapi tidak dapat mencukupi kandungan garam-

garam tubuh karena salinitas lingkungan yang rendah sehingga tidak mencukupi

garam yang dibutuhkan oleh tubuh akibatnya aktifitas atau proses metabolisme

sel dari ikan akan terhambat yang menyebabkan menjadi lemas. Hal ini sesuai

dengan pendapat Fujaya (1999) yang menyatakan bahwa karena tekanan

osmose air laut lebih tinggi dari pada cairan tubuh ikan maka air akan mengalir

dari dalam tubuh ikan ke lingkungannya di mana jika air dalam tubuh ikan terlalu

banyak yang dikeluarkan maka ikan akan mengalami dehidrasi, sekalipun ikan

air laut banyak minum. Ikan laut juga membutuhkan ion - ion berupa garam

mineral untuk melakukan aktifitas yang konsentarasi ion total dalam plasma

sekitar sepertiga dari konsentrasi ion perairan (lingkungan).

Pengamatan terhadap salinitas 10 ppt menunjukkan bahwa tingkah laku

ikan masih dalam keadaan terhambat, di mana pergerakanya aktif ke pingpada

15 menit I ikan diam di dasar dan mengeluarkan sedikit feses, pada 15 menit ke

II ikan berada di dasar dan bergerak lambat, pada 15 menit ke III ikan masih

tetap saja berada di dasar dan tampak semakin lemah.hal ini di sebabkan karena

salinitas media yang masih belum bisa ditolerir oleh ikan ar laut. Menurut Nontji

(1993) dalam Palallo (2010) kisaran salinitas yang dapat ditolerir oleh ikan

karang adalah sama dengan kisaran salinitas yang dapat ditoerir oleh karang

yaitu 27 0/00– 40 0/00.

Pengamatan terhadap salinitas 20 ppt ikan masih tampak mengalami

pergerakan yang tidak normal, yakni pada 15 menit I pergerakan ikan lambat,

pada 15 menit II dan 15 menit III ikan barulah mengalami steress. Pada keadaan

ini ikan mulai akan melakukan adaptasi dengan lingkungannya meskipun masih

Page 14: Osmo Regula Siku

belum mampu ditolerir karena kisaran salintas masih jauh dari salinitas

habitatnya.

Pengamatan terhadap salinitas 30 ppt memperlihatkan bahwa kondisi

ikan dapat bergerak normal, berenang riang hingga kepermukaan mulai dari 15

menit I hinnga 15 menit ke III. Hal ini dikarenakan ikan berada pada lingkungan

yang hampir sama dengan lingkungan asalnya.

Pada ikan air laut hidup pada lingkungan hipersomatik terhadap jaringan

dan cairan tubuhnya, sehinnga ikan laut cenderung kehilangan air melalui kulit

dan insang serta kemasukan garam-garam. Beberapa spesies kehilangan 30 –

60 % air yang terambil pada proses osmose. Untuk mengatasi kehilangan air,

ikan minum iar laut, yang kemudian diserap melalui saluran pencernaan.

Akibatnya adalah meningkatnya kandungan garam dalam dalam cairan tubuh.

Pada hal dehidrasi dicegah dengan proses ini. Untuk itu kelebihan garam harus

dihilangkan (Burhanuddin, 2008).

Page 15: Osmo Regula Siku

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

IV.1. Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang dapat diperoleh dari praktikum osmoregulasi ini

adalah osmoregulasi merupakan proses untuk menjaga keseimbangan antara

jumlah air dan zat terlarut yang ada di dalam tubuh. Keseimbangan jumlah air

dan zat terlarut harus terjaga agar selalu memberikan tekanan osmotic dengan

tekanan tertentu.

Ikan Mas (Cyprinus carpio) yang merupakan ikan air tawar dengan pola

regulasi hiperosmotik, tidak mampu beradaptasi dengan media air laut karena

ikan akan mengalami dehidrasi, sebaliknya ikan Giru (Amphirion ocellaris) yang

merupakan ikan air laut dengan pola regulasi ionik hypoosmotik, tidak mampu

beradaptasi pada lingkungan atau media air tawar karena akan mengalami

banyak minum dan akhirnya seluruh jaringan tubuhnya terisi oleh air. Tetapi Ikan

Nila (Oreochromis niloticus) yang merupakan ikan air payau dengan pola

regulasi ionik isoosmotik, mampu hidup pada lingkungan atau media air tawar

maupun air asin karena ikan ini merupakan golongan ikan eurihaline (organisme

yang mampu hidup pada kisaran salinitas yang luas).

IV.2. Saran

Adapun saran yang kam ajukan sehubungan dengan praktikum

somoregulasi ini adalah sebagai berikut:

IV.2.1 Laboratorium

Untuk laboratorim, sebaiknya kapasitas alat-alat praktikum seperti toples

dapat ditambah agar jumlah praktikan untuk percobaan osmoregulasi tidak

terlalu dibatasi.

Page 16: Osmo Regula Siku

IV.2.2. Asisten

1. K’Winda

Tetap pertahankan ketegasan kakak dalam menghadapi praktikan agar

praktikan tetap focus dan tidak bekerja asal-asalan saat praktikum

2. K’Triska

Tetap semangat dalam menghadapi praktikan kak, pertahankan

kepedulian kakak terhadap praktikan

3. K’Takwier

Jika teknik penulisan laporan salah, coret dari awal asistesnsi saja kak.

Agar praktikan tidak menganggap benar apa yang menurut kakak tidak sesuai

kaidah penulisan laporan.

Page 17: Osmo Regula Siku

DAFTAR PUSTAKA

Aidia, 2011. Proses Osmoregulasi pada Ikan. Diakses pada http://kuliahitukeren.

blogspot.com/2011/04/proses-osmoregulasi-pada-ikan.html. Selasa /1/05/2012

Burhanuddin, Andi Iqbal. 2008. Ikhtiologi Ikan dan Aspek Kehidupannya. Makassar: Yayasan Citra Emulsi.

Fujaya, Yushinta. 1999. Fisiologi Ikan. Bogor: Rineka Cipta.

Isnaeni, Wiwi. 2006. Fisiologi Hewan. Yogyakarta: Kasinius.

Palallo, Alfian. 2010. Praktikum I Osmoregulasi. Makassar: Universitas Hasanuddin.