oseanologi dan limnologi di indonesia 2021 6(1): 37-53

17
Oseanolog OSEANOL Akredita Distribusi dan Kelimpahan K Arief Rachman 1 , Mariana D Hanung Ag 1 Pusat Penelitian Oseanografi, Lem 2 Pusat Penelitian Laut Dalam, Lemb 3 Balai Besar Perikanan Budidaya L 4 MARBEC, University Submitted 15 October 202 Marak Alga Berbahaya (MAB masalah di perairan pesisir Asia Ten setelah terjadinya ledakan populasi Oleh karena itu, pemetaan lokasi de sangat penting dilakukan sebagai ba spesies dinoflagellata toksik tersebu penelusuran data penelitian terdahul Data dan sampel yang digunakan da Lampung, Teluk Jakarta, pesisir Ci tingkat kerawanan terjadinya MAB densitas dan distribusi kista P. baha Lampung dan Teluk Jakarta tergol perairan Teluk Ambon dan pesisir C >1.000 kista.g -1 sedimen basah. B bahamense di perairan Teluk Jakarta Ambon dan pesisir Cirebon. Keberad ledakan populasi P. Bahamense di m Kata kunci: Marak Alga Berbahaya Distribution and abundanc waters in Indonesia. Pyrodinium environmental problems in the coas gi dan Limnologi di Indonesia 2021 6(1): 37-53 LOGI DAN LIMNOLOGI DI INDONESIA Online ISSN: 2477-328X asi RISTEKDIKTI No. 200/M/KPT/2020 http://oldi.lipi.go.id Kista Pyrodinium bahamense di Perairan R Berbahaya di Indonesia Destila Bayu Intan 1 , Hikmah Thoha 1 , Oksto gus Mulyadi 2 , Muawanah 3 , Estelle Massere mbaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jl. Pasir Putih Jakarta Utara, Indonesia baga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jl. Y. Syaranam Ambon, Maluku, Indonesia Laut Lampung, Jl. Yos Sudarso, Desa Hanura, Ke Pesawaran, Lampung, Indonesia y of Montpellier, IRD, Ifremer, CNRS, Montpelli E-mail: [email protected] 20. Reviewed 25 November 2020. Accepted 11 J DOI: 10.14203/oldi.2021.v6i1.337 Abstrak B) akibat ledakan populasi Pyrodinium bahamen nggara, termasuk di Indonesia. Deposit kista (Cy P. bahamense berpotensi sebagai sumber ledak eposit kista P. bahamense di perairan-perairan pe agian dari usaha mitigasi terhadap dampak MAB ut. Kajian ini merupakan desktop study, yang m lu, serta analisis ulang sampel awetan dan sampe alam kajian ini berasal dari penelitian terdahulu y irebon, dan Teluk Ambon. Dalam kajian ini, ana B P. bahamense di area-area kajian juga dilak amense. Hasil analisis menunjukkan densitas kista long rendah (<50 kista.g -1 sedimen basah). Seb Cirebon tercatat densitas kista P. bahamense yang Berdasarkan data tersebut, tingkat risiko terjadin a dan Teluk Lampung diketahui lebih rendah diba adaan deposit kista di semua perairan yang dikaji b masa mendatang. a, cyst bank, Pyrodinium bahamense, dinoflagella Abstract ce of Pyrodinium bahamense cyst in the harm m bahamenseas Harmful Algal Blooms (HABs stal areas of Southeast Asia, particularly in Indon 37 A Rawan Marak Alga o Ridho Sianturi 1 , et 4 h 1 No. 1, Ancol Timur, mual, Guru, Guru, Poka, ec. Teluk Pandan, Kab. ier, France January 2021. nse merupakan salah satu yst bank) yang terbentuk kan populasi berikutnya. esisir Indonesia menjadi B yang diakibatkan oleh mencakup studi literatur, el mentah (raw sample). yang dilakukan di Teluk alisis untuk menentukan kukan berdasarkan data a P. bahamense di Teluk baliknya, sedimen dasar g tinggi hingga mencapai nya fenomena MAB P. andingkan dengan Teluk berpotensi menimbulkan ata toksik. mful algal blooms risk s) is one of the rising nesia. Cyst bank formed

Upload: others

Post on 31-Oct-2021

11 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Oseanologi dan Limnologi di Indonesia 2021 6(1): 37-53

Oseanologi dan Limnologi di Indonesia 2021 6(1): 37-53

37

OSEANOLOGI DAN LIMNOLOGI DI INDONESIAOnline ISSN: 2477-328X

Akreditasi RISTEKDIKTI No. 200/M/KPT/2020http://oldi.lipi.go.id

Distribusi dan Kelimpahan Kista Pyrodinium bahamense di Perairan Rawan Marak AlgaBerbahaya di Indonesia

Arief Rachman1, Mariana Destila Bayu Intan1, Hikmah Thoha1, Oksto Ridho Sianturi1,Hanung Agus Mulyadi2, Muawanah3, Estelle Masseret4

1Pusat Penelitian Oseanografi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jl. Pasir Putih 1 No. 1, Ancol Timur,Jakarta Utara, Indonesia

2Pusat Penelitian Laut Dalam, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jl. Y. Syaranamual, Guru, Guru, Poka,Ambon, Maluku, Indonesia

3Balai Besar Perikanan Budidaya Laut Lampung, Jl. Yos Sudarso, Desa Hanura, Kec. Teluk Pandan, Kab.Pesawaran, Lampung, Indonesia

4MARBEC, University of Montpellier, IRD, Ifremer, CNRS, Montpellier, France

E-mail: [email protected]

Submitted 15 October 2020. Reviewed 25 November 2020. Accepted 11 January 2021.DOI: 10.14203/oldi.2021.v6i1.337

Abstrak

Marak Alga Berbahaya (MAB) akibat ledakan populasi Pyrodinium bahamense merupakan salah satumasalah di perairan pesisir Asia Tenggara, termasuk di Indonesia. Deposit kista (Cyst bank) yang terbentuksetelah terjadinya ledakan populasi P. bahamense berpotensi sebagai sumber ledakan populasi berikutnya.Oleh karena itu, pemetaan lokasi deposit kista P. bahamense di perairan-perairan pesisir Indonesia menjadisangat penting dilakukan sebagai bagian dari usaha mitigasi terhadap dampak MAB yang diakibatkan olehspesies dinoflagellata toksik tersebut. Kajian ini merupakan desktop study, yang mencakup studi literatur,penelusuran data penelitian terdahulu, serta analisis ulang sampel awetan dan sampel mentah (raw sample).Data dan sampel yang digunakan dalam kajian ini berasal dari penelitian terdahulu yang dilakukan di TelukLampung, Teluk Jakarta, pesisir Cirebon, dan Teluk Ambon. Dalam kajian ini, analisis untuk menentukantingkat kerawanan terjadinya MAB P. bahamense di area-area kajian juga dilakukan berdasarkan datadensitas dan distribusi kista P. bahamense. Hasil analisis menunjukkan densitas kista P. bahamense di TelukLampung dan Teluk Jakarta tergolong rendah (<50 kista.g-1 sedimen basah). Sebaliknya, sedimen dasarperairan Teluk Ambon dan pesisir Cirebon tercatat densitas kista P. bahamense yang tinggi hingga mencapai>1.000 kista.g-1 sedimen basah. Berdasarkan data tersebut, tingkat risiko terjadinya fenomena MAB P.bahamense di perairan Teluk Jakarta dan Teluk Lampung diketahui lebih rendah dibandingkan dengan TelukAmbon dan pesisir Cirebon. Keberadaan deposit kista di semua perairan yang dikaji berpotensi menimbulkanledakan populasi P. Bahamense di masa mendatang.

Kata kunci: Marak Alga Berbahaya, cyst bank, Pyrodinium bahamense, dinoflagellata toksik.

Abstract

Distribution and abundance of Pyrodinium bahamense cyst in the harmful algal blooms riskwaters in Indonesia. Pyrodinium bahamenseas Harmful Algal Blooms (HABs) is one of the risingenvironmental problems in the coastal areas of Southeast Asia, particularly in Indonesia. Cyst bank formed

Oseanologi dan Limnologi di Indonesia 2021 6(1): 37-53

37

OSEANOLOGI DAN LIMNOLOGI DI INDONESIAOnline ISSN: 2477-328X

Akreditasi RISTEKDIKTI No. 200/M/KPT/2020http://oldi.lipi.go.id

Distribusi dan Kelimpahan Kista Pyrodinium bahamense di Perairan Rawan Marak AlgaBerbahaya di Indonesia

Arief Rachman1, Mariana Destila Bayu Intan1, Hikmah Thoha1, Oksto Ridho Sianturi1,Hanung Agus Mulyadi2, Muawanah3, Estelle Masseret4

1Pusat Penelitian Oseanografi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jl. Pasir Putih 1 No. 1, Ancol Timur,Jakarta Utara, Indonesia

2Pusat Penelitian Laut Dalam, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jl. Y. Syaranamual, Guru, Guru, Poka,Ambon, Maluku, Indonesia

3Balai Besar Perikanan Budidaya Laut Lampung, Jl. Yos Sudarso, Desa Hanura, Kec. Teluk Pandan, Kab.Pesawaran, Lampung, Indonesia

4MARBEC, University of Montpellier, IRD, Ifremer, CNRS, Montpellier, France

E-mail: [email protected]

Submitted 15 October 2020. Reviewed 25 November 2020. Accepted 11 January 2021.DOI: 10.14203/oldi.2021.v6i1.337

Abstrak

Marak Alga Berbahaya (MAB) akibat ledakan populasi Pyrodinium bahamense merupakan salah satumasalah di perairan pesisir Asia Tenggara, termasuk di Indonesia. Deposit kista (Cyst bank) yang terbentuksetelah terjadinya ledakan populasi P. bahamense berpotensi sebagai sumber ledakan populasi berikutnya.Oleh karena itu, pemetaan lokasi deposit kista P. bahamense di perairan-perairan pesisir Indonesia menjadisangat penting dilakukan sebagai bagian dari usaha mitigasi terhadap dampak MAB yang diakibatkan olehspesies dinoflagellata toksik tersebut. Kajian ini merupakan desktop study, yang mencakup studi literatur,penelusuran data penelitian terdahulu, serta analisis ulang sampel awetan dan sampel mentah (raw sample).Data dan sampel yang digunakan dalam kajian ini berasal dari penelitian terdahulu yang dilakukan di TelukLampung, Teluk Jakarta, pesisir Cirebon, dan Teluk Ambon. Dalam kajian ini, analisis untuk menentukantingkat kerawanan terjadinya MAB P. bahamense di area-area kajian juga dilakukan berdasarkan datadensitas dan distribusi kista P. bahamense. Hasil analisis menunjukkan densitas kista P. bahamense di TelukLampung dan Teluk Jakarta tergolong rendah (<50 kista.g-1 sedimen basah). Sebaliknya, sedimen dasarperairan Teluk Ambon dan pesisir Cirebon tercatat densitas kista P. bahamense yang tinggi hingga mencapai>1.000 kista.g-1 sedimen basah. Berdasarkan data tersebut, tingkat risiko terjadinya fenomena MAB P.bahamense di perairan Teluk Jakarta dan Teluk Lampung diketahui lebih rendah dibandingkan dengan TelukAmbon dan pesisir Cirebon. Keberadaan deposit kista di semua perairan yang dikaji berpotensi menimbulkanledakan populasi P. Bahamense di masa mendatang.

Kata kunci: Marak Alga Berbahaya, cyst bank, Pyrodinium bahamense, dinoflagellata toksik.

Abstract

Distribution and abundance of Pyrodinium bahamense cyst in the harmful algal blooms riskwaters in Indonesia. Pyrodinium bahamenseas Harmful Algal Blooms (HABs) is one of the risingenvironmental problems in the coastal areas of Southeast Asia, particularly in Indonesia. Cyst bank formed

Oseanologi dan Limnologi di Indonesia 2021 6(1): 37-53

37

OSEANOLOGI DAN LIMNOLOGI DI INDONESIAOnline ISSN: 2477-328X

Akreditasi RISTEKDIKTI No. 200/M/KPT/2020http://oldi.lipi.go.id

Distribusi dan Kelimpahan Kista Pyrodinium bahamense di Perairan Rawan Marak AlgaBerbahaya di Indonesia

Arief Rachman1, Mariana Destila Bayu Intan1, Hikmah Thoha1, Oksto Ridho Sianturi1,Hanung Agus Mulyadi2, Muawanah3, Estelle Masseret4

1Pusat Penelitian Oseanografi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jl. Pasir Putih 1 No. 1, Ancol Timur,Jakarta Utara, Indonesia

2Pusat Penelitian Laut Dalam, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jl. Y. Syaranamual, Guru, Guru, Poka,Ambon, Maluku, Indonesia

3Balai Besar Perikanan Budidaya Laut Lampung, Jl. Yos Sudarso, Desa Hanura, Kec. Teluk Pandan, Kab.Pesawaran, Lampung, Indonesia

4MARBEC, University of Montpellier, IRD, Ifremer, CNRS, Montpellier, France

E-mail: [email protected]

Submitted 15 October 2020. Reviewed 25 November 2020. Accepted 11 January 2021.DOI: 10.14203/oldi.2021.v6i1.337

Abstrak

Marak Alga Berbahaya (MAB) akibat ledakan populasi Pyrodinium bahamense merupakan salah satumasalah di perairan pesisir Asia Tenggara, termasuk di Indonesia. Deposit kista (Cyst bank) yang terbentuksetelah terjadinya ledakan populasi P. bahamense berpotensi sebagai sumber ledakan populasi berikutnya.Oleh karena itu, pemetaan lokasi deposit kista P. bahamense di perairan-perairan pesisir Indonesia menjadisangat penting dilakukan sebagai bagian dari usaha mitigasi terhadap dampak MAB yang diakibatkan olehspesies dinoflagellata toksik tersebut. Kajian ini merupakan desktop study, yang mencakup studi literatur,penelusuran data penelitian terdahulu, serta analisis ulang sampel awetan dan sampel mentah (raw sample).Data dan sampel yang digunakan dalam kajian ini berasal dari penelitian terdahulu yang dilakukan di TelukLampung, Teluk Jakarta, pesisir Cirebon, dan Teluk Ambon. Dalam kajian ini, analisis untuk menentukantingkat kerawanan terjadinya MAB P. bahamense di area-area kajian juga dilakukan berdasarkan datadensitas dan distribusi kista P. bahamense. Hasil analisis menunjukkan densitas kista P. bahamense di TelukLampung dan Teluk Jakarta tergolong rendah (<50 kista.g-1 sedimen basah). Sebaliknya, sedimen dasarperairan Teluk Ambon dan pesisir Cirebon tercatat densitas kista P. bahamense yang tinggi hingga mencapai>1.000 kista.g-1 sedimen basah. Berdasarkan data tersebut, tingkat risiko terjadinya fenomena MAB P.bahamense di perairan Teluk Jakarta dan Teluk Lampung diketahui lebih rendah dibandingkan dengan TelukAmbon dan pesisir Cirebon. Keberadaan deposit kista di semua perairan yang dikaji berpotensi menimbulkanledakan populasi P. Bahamense di masa mendatang.

Kata kunci: Marak Alga Berbahaya, cyst bank, Pyrodinium bahamense, dinoflagellata toksik.

Abstract

Distribution and abundance of Pyrodinium bahamense cyst in the harmful algal blooms riskwaters in Indonesia. Pyrodinium bahamenseas Harmful Algal Blooms (HABs) is one of the risingenvironmental problems in the coastal areas of Southeast Asia, particularly in Indonesia. Cyst bank formed

Page 2: Oseanologi dan Limnologi di Indonesia 2021 6(1): 37-53

Rachman et al.

38

after the blooms of P. bahamense is a potential source for the future blooming events. Therefore, an effort todescribe the distribution and abundance of P. bahamense cyst banks in Indonesian coastal waters isnecessary as a part of the mitigation strategy against the negative impacts of those toxic dinoflagellateblooms. This study was done as a desk study, which included a literature study, reanalysed of previousresearch data, and reanalysed of preserved samples or stored raw samples. Data and samples used in thisstudy were collected and analysed from part of past researches in Lampung Bay, Jakarta Bay, Cireboncoastal waters, and Ambon Bay. This study also included an analysis to determine the P. Bahamense HABsrisk level in the studied areas based on the cyst density and distribution data. Results showed a low density ofP. bahamense cyst in Lampung Bay and Jakarta Bay, with cyst density <50 cysts.g-1 wet sediment. Incontrast, the bottom sediments of Ambon Bay and Cirebon coastal waters contained high cyst density, whichreached >1,000 cysts.g-1 wet sediment. Based on those data, the P. Bahamense HABs risk in Jakarta Bay andLampung Bay would be generally much lower compared to Ambon Bay and Cirebon waters. The existenceof cyst banks in those coastal waters may indicate a possibility of future blooms of P. bahamense.

Keywords: Harmful Algal Blooms, cyst bank, Pyrodinium bahamense, toxic dinoflagellate.

Pendahuluan

Fenomena Marak Alga Berbahaya (MAB)yang diakibatkan oleh ledakan populasi spesiesdinoflagellata beracun merupakan salah satumasalah besar yang mengancam kesehatanmanusia, keseimbangan ekosistem, danperekonomian masyarakat pesisir di beberapaperairan di Asia Tenggara (Furio et al., 2012).Kemunculan fenomena merugikan tersebutumumnya dipicu oleh eutrofikasi perairan sebagaiakibat dari meningkatnya aktivitas manusia dipesisir, serta diperkuat oleh pengaruh daripemanasan global (global warming) (Xiao et al.,2018). Eutrofikasi sendiri merupakan pengayaankolom air oleh nutrien yang berasal dari daratanyang dapat menyebabkan munculnya kondisihipoksia atau anoksia di kolom air, ledakanpopulasi fitoplankton berbahaya, kematian massalorganisme laut lainnya (mass mortality),perubahan struktur komunitas biota air, degradasikualitas lingkungan, dan berkurang atau hilangnyafungsi ekosistem perairan yang terdampak (Duarteet al., 2009; Kim et al., 2009; Xiao et al., 2018).

Salah satu spesies fitoplankton darikelompok dinoflagellata berbahaya yang seringmengalami ledakan populasi (blooming) danmenyebabkan masalah di kawasan pesisir negara-negara Asia Tenggara adalah Pyrodiniumbahamense (Mizushima et al., 2007; Usup et al.,2012). P. bahamense sendiri merupakan jenisdinoflagellata yang umum ditemukan di perairantropis kawasan Pasifik dan mampu menghasilkanbeberapa jenis senyawa racun penyebab penyakitparalytic shellfish poisoning (PSP) sepertisaxitoxin (STX), neosaxitoxin (NEO),decarbamoylsaxitoxin (dcSTX), gonyautoxin 4(GTX4), dan gonyautoxin 5 (GTX5) yang dapat

berakibat fatal bagi manusia (Usup et al., 2012;Usup et al., 1994). Spesies P. bahamense jugamerupakan jenis dinoflagellata toksikpenyumbang kasus PSP terbesar di dunia selamaperiode tahun 1989-1999 (Furio et al., 2012).Pada beberapa negara Asia Tenggara sepertiMalaysia, Filipina, Brunei Darussalam, danIndonesia, jumlah total kasus kematian akibatmengkonsumsi biota laut, terutama kerang, yangtercemar oleh toksin P. bahamense telahmencapai angka ratusan orang (Azanza & Taylor,2001; Usup et al., 2012; Usup et al., 1994). Olehkarena itu, dinamika fenomena MAB oleh P.bahamense, serta berbagai karakter fisiologis danbiologisnya telah menjadi perhatian banyakpeneliti di dunia (Usup et al., 1994; Usup et al.,2012).

Di Indonesia, fenomena MAB yangdiakibatkan oleh P. bahamense telah tercatat danmengakibatkan jatuhnya puluhan korban jiwa dibeberapa perairan pesisir, seperti Teluk Ambon,Teluk Kao, Pulau Seram, perairan Papua, danpesisir Cirebon (Likumahua, 2015; Nurlina &Liambo, 2018; Wiadnyana & Sidabutar, 1997;Wiadnyana et al., 1996). Selain itu, kerugianekonomi akibat MAB P. bahamense juga sangatbesar, hingga dapat mencapai > 300.000 USD perhari pada salah satu kasus ledakan populasi P.bahamense terbesar di Teluk Manila, Filipinayang terjadi pada bulan Agustus dan September1988 (Azanza & Taylor, 2001; Corrales &Maclean, 1995).

Salah satu karakter unik dari P. bahamenseadalah kemampuannya untuk menghasilkan kistadorman (resting cyst) sebagai strategi adaptasiterhadap kondisi lingkungan yang tidakmenguntungkan (Anderson, 1989; Rhodora &Taylor, 2001; Genovesi-Giunti & Vaquer, 2006),serta sebagai strategi untuk memastikan

Page 3: Oseanologi dan Limnologi di Indonesia 2021 6(1): 37-53

Oseanologi dan Limnologi di Indonesia 2021 6(1): 37-53

39

redominasi spesies saat blooming, dan strategipenyebaran spesies (species dispersal) (Satta etal., 2013). Kista dinoflagellata umumnya tersusunatas senyawa organik kompleks dan ‘berat’ yangmenyerupai senyawa sporopollenin pada serbuksari (pollen) tanaman, sehingga kista sangat tahanterhadap tekanan fisik, kimia, atau biologis (Kimet al., 2009). Karena berat jenis dan karakter hidrodinamiknya, kista dinoflagellata akan terbawaarus, lalu tersimpan dan terakumulasi di dasarperairan bersama partikel sedimen halus, terutamalanau (silt) dan lempung (clay), hinggamembentuk deposit kista, atau cyst bank(Brosnahan et al., 2020; Villanoy et al., 2006).

Cyst bank, cyst bed, atau deposit kista P.bahamense dalam kajian ini merupakan area yangmemiliki densitas kista spesies sangat tinggi padasedimen, serta diketahui dapat menjadi lokasiawal mula munculnya fenomena Marak AlgaBerbahaya (MAB) di suatu perairan (Anderson,1989; Azanza et al., 2004; Brosnahan et al., 2020;Genovesi-Giunti et al., 2006; Siringan et al., 2008;Villanoy et al., 2006). Deposit kista jugaberfungsi menyuplai sel planktonik ketika ledakanpopulasi P. bahamense terjadi, serta menjaditempat penyimpanan (reservoir) keanekaragamangenetik spesies tersebut sebagai strategimenghadapi perubahan kondisi lingkungan dimasa depan (Brosnahan et al., 2020). Kista P.Bahamense pada lapisan atas sedimen (surfacesediment) menjadi sumber MAB di beberapaperairan Pasifik dan di pesisir Filipina, diketahuimemiliki masa dormansi berkisar antara 2,5 - 3,5bulan sejak kista terdeposit ke dasar perairan, danakan segera mengalami germinasi apabila kondisiperairan menguntungkan bagi kehidupannya(Azanza et al., 2004; Brosnahan et al., 2020). Bilakondisi perairan tidak mendukung, kista P.bahamense dapat mengalami masa dormansi yangsangat panjang hingga terjadi resuspensi sedimentersebut ke kolom air. Sebagai contoh, kista P.bahamense telah terdeteksi di sedimen TelukManila, Filipina, sejak tahun 1920, namunledakan populasi spesies P. bahamense barumuncul pertama kali pada 1988 dan diketahuibukan akibat dari introduksi kista yang terbawabersama air ballast kapal (Siringan et al., 2008).Deposit kista dinoflagellata pada sedimen dasarperairan juga menyimpan informasi pentingmengenai sejarah eutrofikasi di perairan, dinamikatemporal komunitas fitoplankton, dan durasi sertafrekuensi kejadian MAB di masa lalu (Dale et al.,1999; Kim et al., 2009).

Kajian ini difokuskan pada empat wilayahpesisir Indonesia yang diketahui mengalami

tekanan antropogenik tinggi atau telah tercatatpernah mengalami fenomena MAB P. bahamense,yaitu Teluk Jakarta, Teluk Lampung, TelukAmbon, dan Pesisir Cirebon. Teluk Jakarta,merupakan salah satu perairan teluk dengantingkat pencemaran nutrien yang sangat tinggi didunia dan dikategorikan dalam kelas perairandengan tingkat eutrofikasi tinggi (highly-eutrophic water) (Damar et al., 2019; Usup et al.,1994), serta diketahui sering mengalami ledakanpopulasi fitoplankton merugikan (Praseno et al.,2003). Serupa dengan Teluk Jakarta, TelukLampung juga termasuk perairan yang mengalamitekanan antropogenik dan pengayaan nutrien(eutrofikasi), terutama akibat kegiatan pertanian dipesisir (Damar et al., 2012). Teluk Lampung jugadiketahui tengah mengalami masalah serius akibatledakan populasi spesies dinoflagellata berbahaya,yaitu Margalefdinium polykrikoides, yangpertama kali muncul pada 2012 (Thoha et al.,2019). Serupa dengan Teluk Lampung dan TelukJakarta, Teluk Ambon juga diketahui memilikimasalah dengan ledakan populasi dinoflagellataberbahaya, salah satunya adalah P. bahamense,yang juga telah mengakibatkan beberapa kalikasus PSP yang berakhir pada kematianpenderitanya (Likumahua, 2015; Wiadnyana etal., 1996). Sementara itu, perairan pesisir Cirebondiketahui juga mengalami masalah akibat MAB P.bahamense yang berakibat pada terjadinyaKejadian Luar Biasa (KLB) PSP pada 2016 yangtelah mengakibatkan 115 orang dirawat di rumahsakit dan dua orang meninggal dunia (Nurlina &Liambo, 2018).

Fenomena ledakan populasi P. Bahamenseserta kasus keracunan dan kematian akibat PSPtelah dilaporkan di beberapa wilayah di Indonesia.Hal ini mendorong dilakukannya kajian mengenaideposit kista spesies tersebut di perairan pesisirIndonesia. Kajian ini bertujuan untuk memetakanlokasi deposit kista P. bahamense di perairan-perairan pesisir Indonesia yang diketahui pernahmengalami fenomena MAB yang diakibatkan olehledakan populasi P. bahamense. Selanjutnya,informasi mengenai lokasi dan besar deposit kistaP. bahamense di dasar perairan akandipergunakan untuk membuat peta tingkat resikoatau tingkat kerawanan terhadap fenomena MAByang diakibatkan oleh spesies dinoflagellatatoksik tersebut. Peta tingkat resiko tersebutdiharapkan dapat dimanfaatkan untukmempelajari potensi dan sumber ledakan populasiP. bahamensedi masa depan, serta berkontribusisebagai dasar informasi untuk menyusun strategi

Page 4: Oseanologi dan Limnologi di Indonesia 2021 6(1): 37-53

Rachman et al.

40

mitigasi terhadap dampak negatif yangditimbulkan fenomena MAB tersebut.

Metodologi

Koleksi Data dan Analisis Ulang SampelKajian ini merupakan kombinasi antara

desktop study, yang mencakup studi pustaka,penelusuran data penelitian terdahulu, sertaanalisis ulang sampel, baik awetan maupunsampel mentahan (raw sample). Sampel sedimen,kista, dan data yang digunakan dalam kajian iniadalah milik Laboratorium Plankton, PusatPenelitian Oseanografi, Lembaga Ilmu

Pengetahuan Indonesia (P2O-LIPI). Dalam kajianini, data dan sampel yang dipergunakan berasaldari penelitian yang telah dilakukan di perairanTeluk Lampung (2014), Teluk Ambon (2014),Teluk Jakarta (2014), dan pesisir Cirebon (2017)(Gambar 1). Sebagian data dari penelitian terkaitkista dinoflagellata atau fenomena Marak AlgaBerbahaya (MAB) di Teluk Lampung dan PesisirCirebon yang dipergunakan dalam penelitian initelah dipublikasikan oleh Sidabutar et al. (2016),Thoha et al. (2019), dan Rachman et al. (2019)(Tabel 1).

Gambar 1. Peta lokasi kajian dan distribusi stasiun pengambilan sampel di (A) Teluk lampung, 2014; (B)Teluk Jakarta, 2014; (C) Teluk Ambon, 2014; dan (D) pesisir Cirebon, 2017.

Figure 1. The map of study areas and the distribution of sampling stations in (A) Lampung Bay, 2014; (B)Jakarta Bay, 2014; (C) Ambon Bay, 2014; and (D) coastal area of Cirebon, 2017.

Tabel 1. Keterangan lokasi penelitian, tanggal pengambilan sampel, jumlah sampel, dan publikasi terdahuluyang dipergunakan dalam kajian ini.

Table 1. Information on the research area, date of sample collection, number of samples, and previouspublications that were used in this study.

Province Study Sites Date of Sample CollectionNumber of

SamplesPublication

West Java Cirebon Coast 26 to 27 April 2017 9 Rachman et al. (2019)

DKI Jakarta Jakarta Bay 21 to 22 May 2014 16 Sidabutar et al. (2016)

Lampung Lampung Bay 13 to 15 May 2014 21Sidabutar et al. (2016);

Thoha et al. (2019)

Maluku Ambon Bay 14 to 15 October 2014 10 Sidabutar et al. (2016)

Rachman et al.

40

mitigasi terhadap dampak negatif yangditimbulkan fenomena MAB tersebut.

Metodologi

Koleksi Data dan Analisis Ulang SampelKajian ini merupakan kombinasi antara

desktop study, yang mencakup studi pustaka,penelusuran data penelitian terdahulu, sertaanalisis ulang sampel, baik awetan maupunsampel mentahan (raw sample). Sampel sedimen,kista, dan data yang digunakan dalam kajian iniadalah milik Laboratorium Plankton, PusatPenelitian Oseanografi, Lembaga Ilmu

Pengetahuan Indonesia (P2O-LIPI). Dalam kajianini, data dan sampel yang dipergunakan berasaldari penelitian yang telah dilakukan di perairanTeluk Lampung (2014), Teluk Ambon (2014),Teluk Jakarta (2014), dan pesisir Cirebon (2017)(Gambar 1). Sebagian data dari penelitian terkaitkista dinoflagellata atau fenomena Marak AlgaBerbahaya (MAB) di Teluk Lampung dan PesisirCirebon yang dipergunakan dalam penelitian initelah dipublikasikan oleh Sidabutar et al. (2016),Thoha et al. (2019), dan Rachman et al. (2019)(Tabel 1).

Gambar 1. Peta lokasi kajian dan distribusi stasiun pengambilan sampel di (A) Teluk lampung, 2014; (B)Teluk Jakarta, 2014; (C) Teluk Ambon, 2014; dan (D) pesisir Cirebon, 2017.

Figure 1. The map of study areas and the distribution of sampling stations in (A) Lampung Bay, 2014; (B)Jakarta Bay, 2014; (C) Ambon Bay, 2014; and (D) coastal area of Cirebon, 2017.

Tabel 1. Keterangan lokasi penelitian, tanggal pengambilan sampel, jumlah sampel, dan publikasi terdahuluyang dipergunakan dalam kajian ini.

Table 1. Information on the research area, date of sample collection, number of samples, and previouspublications that were used in this study.

Province Study Sites Date of Sample CollectionNumber of

SamplesPublication

West Java Cirebon Coast 26 to 27 April 2017 9 Rachman et al. (2019)

DKI Jakarta Jakarta Bay 21 to 22 May 2014 16 Sidabutar et al. (2016)

Lampung Lampung Bay 13 to 15 May 2014 21Sidabutar et al. (2016);

Thoha et al. (2019)

Maluku Ambon Bay 14 to 15 October 2014 10 Sidabutar et al. (2016)

Rachman et al.

40

mitigasi terhadap dampak negatif yangditimbulkan fenomena MAB tersebut.

Metodologi

Koleksi Data dan Analisis Ulang SampelKajian ini merupakan kombinasi antara

desktop study, yang mencakup studi pustaka,penelusuran data penelitian terdahulu, sertaanalisis ulang sampel, baik awetan maupunsampel mentahan (raw sample). Sampel sedimen,kista, dan data yang digunakan dalam kajian iniadalah milik Laboratorium Plankton, PusatPenelitian Oseanografi, Lembaga Ilmu

Pengetahuan Indonesia (P2O-LIPI). Dalam kajianini, data dan sampel yang dipergunakan berasaldari penelitian yang telah dilakukan di perairanTeluk Lampung (2014), Teluk Ambon (2014),Teluk Jakarta (2014), dan pesisir Cirebon (2017)(Gambar 1). Sebagian data dari penelitian terkaitkista dinoflagellata atau fenomena Marak AlgaBerbahaya (MAB) di Teluk Lampung dan PesisirCirebon yang dipergunakan dalam penelitian initelah dipublikasikan oleh Sidabutar et al. (2016),Thoha et al. (2019), dan Rachman et al. (2019)(Tabel 1).

Gambar 1. Peta lokasi kajian dan distribusi stasiun pengambilan sampel di (A) Teluk lampung, 2014; (B)Teluk Jakarta, 2014; (C) Teluk Ambon, 2014; dan (D) pesisir Cirebon, 2017.

Figure 1. The map of study areas and the distribution of sampling stations in (A) Lampung Bay, 2014; (B)Jakarta Bay, 2014; (C) Ambon Bay, 2014; and (D) coastal area of Cirebon, 2017.

Tabel 1. Keterangan lokasi penelitian, tanggal pengambilan sampel, jumlah sampel, dan publikasi terdahuluyang dipergunakan dalam kajian ini.

Table 1. Information on the research area, date of sample collection, number of samples, and previouspublications that were used in this study.

Province Study Sites Date of Sample CollectionNumber of

SamplesPublication

West Java Cirebon Coast 26 to 27 April 2017 9 Rachman et al. (2019)

DKI Jakarta Jakarta Bay 21 to 22 May 2014 16 Sidabutar et al. (2016)

Lampung Lampung Bay 13 to 15 May 2014 21Sidabutar et al. (2016);

Thoha et al. (2019)

Maluku Ambon Bay 14 to 15 October 2014 10 Sidabutar et al. (2016)

Page 5: Oseanologi dan Limnologi di Indonesia 2021 6(1): 37-53

Oseanologi dan Limnologi di Indonesia 2021 6(1): 37-53

41

Teknik Sampling dan Analisis Sampel KistaPada kajian ini, sampel-sampel kista

Pyrodinium bahamense yang dianalisis ulangmerupakan hasil ekstraksi kista dari sedimen dasarlaut yang diambil dengan menggunakan EkmanGrab pada penelitian-penelitian terdahulu (Tabel1). Sampel sedimen yang telah dikoleksi tersebutdisimpan tanpa melalui proses pengawetan(fiksasi) dalam kotak plastik tersegel dandisimpan dalam lemari pendingin pada suhu ≤4C. Proses ekstraksi kista P. bahamensedilakukan menggunakan metode gradient densitycyst separation (pemisahan kista berdasarkanperbedaan densitas) menurut Mizushima et al.(2007), Blanco (1986), dan Genovesi et al. (2009).

Kista yang telah diekstraksi kemudiandiidentifikasi dan dienumerasi menggunakanphase-contrast inverted microscope NikonDiaphot pada perbesaran antara 100-400X.Enumerasi kista P. bahamense dilakukan denganmodifikasi metode analisis fraksi sampel (samplefraction) menggunakan Sedgewick RafterCounting Chamber (SRCC) LeGresley &McDermott (2010), sedangkan identifikasi kistaP. bahamense dilakukan berdasarkan karaktermorfologi dan morfometri kista menurutMatsuoka (1989), Matsuoka et al. (1999), danMorquecho et al. (2014). Sebagai catatan, semuasampel kista yang dikoleksi dalam penelitianterdahulu dari perairan Teluk Lampung (2014),Teluk Ambon (2014), Teluk Jakarta (2014 dan

2019), dan pesisir Cirebon (2017) telah melaluiproses ekstraksi, enumerasi, dan identifikasi yangsama.

Selain itu, dilakukan pula pengambilan fotoresolusi tinggi dengan menggunakan kameraDSLR Canon 500D dan 750D yang terpasang dimikroskop Nikon Diaphot untuk keperluananalisis lebih lanjut untuk morfometri danmorfologi kista P. bahamense. Foto yang telahdiambil kemudian diproses lebih lanjut (post-processing) dengan menggunakan program ZeissAxioVision SE64 ver. 4.9.1 yang sudahdikalibrasi untuk keperluan analisis morfometrikista P. bahamense.

Analisis DataDalam kajian ini, distribusi kista pada

perairan-perairan kajian ditunjukkan dengan petakontur yang dibuat dengan menggunakan metodeKriging Gridding (Yang et al., 2004)menggunakan software Surfer Ver. 10 SurfaceMapping System. Untuk menunjukkan besardeposit kista P. bahamense di dasar perairan,digunakan bubble plot yang ditambahkan padapeta kontur dengan perhitungan square rootscaling terhadap ukuran simbol titik sampling.Square root scaling digunakan karena adanyarentang nilai data yang sangat tinggi di datadensitas kista P. bahamense dalam kajian ini.

Tabel 2. Kelas atau kategori dan nilai tingkat resiko terjadinya MAB di sebuah perairan berdasarkan densitasabsolut dari kista dinoflagellata yang ada di sedimen dasar perairan. Nilai tingkat resiko MABdibuat berdasarkan tingkatan kelas/kategori (McMinn, 1991; Tian et al., 2018).

Table 2. Classes or categories and risk value for the Harmful Algal Blooms (HABs) in the waters based onthe absolute density of dinoflagellate cysts in the sediments. The risk value of HABs were createdbased on the class or category level (McMinn, 1991; Tian et al., 2018).

Cyst density* Density Class/Category* HABs Risk Value

<10 cyst.g-1 Very Low 1

10-100 cyst.g-1 Low 2100-1000 cyst.g-1 Moderate 31000-10.000 cyst.g-1 High 4>10.000 cyst.g-1 Very High 5

Selain itu, kajian ini juga menggunakanpembagian kelas suatu area berdasarkan densitaskista dinoflagellata pada sedimen (Tabel 2).Kelas-kelas tersebut kemudian dikonversi menjadinilai tingkat resiko atau potensi terjadinya MarakAlga Berbahaya (MAB) P. bahamense di

perairan, dengan rentang nilai mulai dari 1 (resikoterendah) hingga 5 (resiko tertinggi) (Tabel 2).Pemberian nilai tingkat resiko tersebut dilakukandengan asumsi bahwa stasiun atau wilayah dengandeposit kista dinoflagellata yang semakin besarpada sedimen dasar perairan memiliki resiko

Page 6: Oseanologi dan Limnologi di Indonesia 2021 6(1): 37-53

Rachman et al.

42

mengalami MAB yang semakin besar pula. Nilaitingkat resiko selanjutnya digunakan sebagaidasar pembuatan peta kontur resiko MAB P.bahamense di masing-masing area kajian denganmetode Kriging Gridding menggunakan programSurfer Ver. 10.

Hasil

Deskripsi morfologi dan morfometri kistaPyrodinium bahamense

Di bawah mikroskop cahaya, kistadinoflagellata P. bahamense memiliki ciri khasberupa bentuk kista yang membulat (spherical)dengan dinding sel ganda yang umumnyatransparan, serta memiliki struktur mirip duri(spine/processes) yang tersusun padat di seluruh

permukaan kista (Gambar 2A). Duri (processes)pada kista P. bahamense umumnya memilikbentuk silindris atau tabung (cylindrical/tubiform)berongga (hollow) dengan ujung tumpul(patulate) (Gambar 2c). Pangkal dari duri kista P.bahamense melebar dan membentuk pola sepertisegitiga (Gambar 2c). Pada kista yang masihhidup, seringkali ditemukan kumpulan sitoplasma(accumulated body) yang menyebabkan kistatampak gelap di bawah mikroskop brightfield.Umumnya inti sel (nucleus) tidak dapat terlihat.Rekahan atau sobekan kista (archeophyle), yangmerupakan lokasi keluarnya sel P. bahamensesaat germinasi, umumnya berbentuk mirip bulansabit (Gambar 2d).

Gambar 2. Foto kista P. bahamense (A) kista utuh, namun sudah kosong; (B) kista yang rusak; (C) duri(processes) yang berbentuk silindris dan berongga, dengan ujung tumpul; dan (D) rekahan kista(archeophyle) yang terbentuk setelah sel mengalami germinasi.

Figure 2. Photographs of P. bahamense cyst (A) whole cyst, without cytoplasm; (B) damaged or fragmentedcyst; (C) hollow cylindrical cyst’s processes, with patulate end; and (D) archeophyle, whichformed after the cell has germinated.

Distribusi spasial deposit kista P. bahamense diCirebon tahun 2017

Data kista di perairan Cirebon pada 2017menunjukkan bahwa densitas kista P. bahamensediketahui berkisar antara 0 - 493 kista.g-1 sedimenbasah (Gambar 3C). Densitas P. bahamenseberkontribusi hingga >80% dari total densitaskista dinoflagellata yang ditemukan di dasarperairan Cirebon (Gambar 3D). Densitas kista P.bahamense ditemukan lebih tinggi di kawasanselatan dari area kajian pada 2017 tersebut(Gambar 3A), yang merupakan lokasi berada

dekat kawasan perkotaan yang padat penduduk.Stasiun CRB-23 diketahui memiliki densitas kistaP. bahamense tertinggi (Gambar 3A), sehinggamerupakan lokasi deposit kista utama yangditemukan pada penelitian di perairan pesisirCirebon tersebut. Lokasi yang sama jugamerupakan pusat deposit kista dinoflagellataselain dari kista spesies P. bahamense (Gambar3B). Sementara itu, stasiun CRB-4 merupakanarea unik yang tidak memiliki deposit kista, baikP. bahamense atau pun kista dinoflagellatalainnya (Gambar 3).

Rachman et al.

42

mengalami MAB yang semakin besar pula. Nilaitingkat resiko selanjutnya digunakan sebagaidasar pembuatan peta kontur resiko MAB P.bahamense di masing-masing area kajian denganmetode Kriging Gridding menggunakan programSurfer Ver. 10.

Hasil

Deskripsi morfologi dan morfometri kistaPyrodinium bahamense

Di bawah mikroskop cahaya, kistadinoflagellata P. bahamense memiliki ciri khasberupa bentuk kista yang membulat (spherical)dengan dinding sel ganda yang umumnyatransparan, serta memiliki struktur mirip duri(spine/processes) yang tersusun padat di seluruh

permukaan kista (Gambar 2A). Duri (processes)pada kista P. bahamense umumnya memilikbentuk silindris atau tabung (cylindrical/tubiform)berongga (hollow) dengan ujung tumpul(patulate) (Gambar 2c). Pangkal dari duri kista P.bahamense melebar dan membentuk pola sepertisegitiga (Gambar 2c). Pada kista yang masihhidup, seringkali ditemukan kumpulan sitoplasma(accumulated body) yang menyebabkan kistatampak gelap di bawah mikroskop brightfield.Umumnya inti sel (nucleus) tidak dapat terlihat.Rekahan atau sobekan kista (archeophyle), yangmerupakan lokasi keluarnya sel P. bahamensesaat germinasi, umumnya berbentuk mirip bulansabit (Gambar 2d).

Gambar 2. Foto kista P. bahamense (A) kista utuh, namun sudah kosong; (B) kista yang rusak; (C) duri(processes) yang berbentuk silindris dan berongga, dengan ujung tumpul; dan (D) rekahan kista(archeophyle) yang terbentuk setelah sel mengalami germinasi.

Figure 2. Photographs of P. bahamense cyst (A) whole cyst, without cytoplasm; (B) damaged or fragmentedcyst; (C) hollow cylindrical cyst’s processes, with patulate end; and (D) archeophyle, whichformed after the cell has germinated.

Distribusi spasial deposit kista P. bahamense diCirebon tahun 2017

Data kista di perairan Cirebon pada 2017menunjukkan bahwa densitas kista P. bahamensediketahui berkisar antara 0 - 493 kista.g-1 sedimenbasah (Gambar 3C). Densitas P. bahamenseberkontribusi hingga >80% dari total densitaskista dinoflagellata yang ditemukan di dasarperairan Cirebon (Gambar 3D). Densitas kista P.bahamense ditemukan lebih tinggi di kawasanselatan dari area kajian pada 2017 tersebut(Gambar 3A), yang merupakan lokasi berada

dekat kawasan perkotaan yang padat penduduk.Stasiun CRB-23 diketahui memiliki densitas kistaP. bahamense tertinggi (Gambar 3A), sehinggamerupakan lokasi deposit kista utama yangditemukan pada penelitian di perairan pesisirCirebon tersebut. Lokasi yang sama jugamerupakan pusat deposit kista dinoflagellataselain dari kista spesies P. bahamense (Gambar3B). Sementara itu, stasiun CRB-4 merupakanarea unik yang tidak memiliki deposit kista, baikP. bahamense atau pun kista dinoflagellatalainnya (Gambar 3).

Rachman et al.

42

mengalami MAB yang semakin besar pula. Nilaitingkat resiko selanjutnya digunakan sebagaidasar pembuatan peta kontur resiko MAB P.bahamense di masing-masing area kajian denganmetode Kriging Gridding menggunakan programSurfer Ver. 10.

Hasil

Deskripsi morfologi dan morfometri kistaPyrodinium bahamense

Di bawah mikroskop cahaya, kistadinoflagellata P. bahamense memiliki ciri khasberupa bentuk kista yang membulat (spherical)dengan dinding sel ganda yang umumnyatransparan, serta memiliki struktur mirip duri(spine/processes) yang tersusun padat di seluruh

permukaan kista (Gambar 2A). Duri (processes)pada kista P. bahamense umumnya memilikbentuk silindris atau tabung (cylindrical/tubiform)berongga (hollow) dengan ujung tumpul(patulate) (Gambar 2c). Pangkal dari duri kista P.bahamense melebar dan membentuk pola sepertisegitiga (Gambar 2c). Pada kista yang masihhidup, seringkali ditemukan kumpulan sitoplasma(accumulated body) yang menyebabkan kistatampak gelap di bawah mikroskop brightfield.Umumnya inti sel (nucleus) tidak dapat terlihat.Rekahan atau sobekan kista (archeophyle), yangmerupakan lokasi keluarnya sel P. bahamensesaat germinasi, umumnya berbentuk mirip bulansabit (Gambar 2d).

Gambar 2. Foto kista P. bahamense (A) kista utuh, namun sudah kosong; (B) kista yang rusak; (C) duri(processes) yang berbentuk silindris dan berongga, dengan ujung tumpul; dan (D) rekahan kista(archeophyle) yang terbentuk setelah sel mengalami germinasi.

Figure 2. Photographs of P. bahamense cyst (A) whole cyst, without cytoplasm; (B) damaged or fragmentedcyst; (C) hollow cylindrical cyst’s processes, with patulate end; and (D) archeophyle, whichformed after the cell has germinated.

Distribusi spasial deposit kista P. bahamense diCirebon tahun 2017

Data kista di perairan Cirebon pada 2017menunjukkan bahwa densitas kista P. bahamensediketahui berkisar antara 0 - 493 kista.g-1 sedimenbasah (Gambar 3C). Densitas P. bahamenseberkontribusi hingga >80% dari total densitaskista dinoflagellata yang ditemukan di dasarperairan Cirebon (Gambar 3D). Densitas kista P.bahamense ditemukan lebih tinggi di kawasanselatan dari area kajian pada 2017 tersebut(Gambar 3A), yang merupakan lokasi berada

dekat kawasan perkotaan yang padat penduduk.Stasiun CRB-23 diketahui memiliki densitas kistaP. bahamense tertinggi (Gambar 3A), sehinggamerupakan lokasi deposit kista utama yangditemukan pada penelitian di perairan pesisirCirebon tersebut. Lokasi yang sama jugamerupakan pusat deposit kista dinoflagellataselain dari kista spesies P. bahamense (Gambar3B). Sementara itu, stasiun CRB-4 merupakanarea unik yang tidak memiliki deposit kista, baikP. bahamense atau pun kista dinoflagellatalainnya (Gambar 3).

Page 7: Oseanologi dan Limnologi di Indonesia 2021 6(1): 37-53

Oseanologi dan Limnologi di Indonesia 2021 6(1): 37-53

43

Gambar 3. Distribusi spasial (A) kista P. bahamense;(B) total deposit kista dinoflagellata; (C) densitas kistaP. bahamense; dan (D) densitas relatif kista P. bahamense terhadap total kista dinoflagellata diperairan pesisir Cirebon di tahun 2017. Lingkaran merah pada peta menunjukan besar depositkista di sedimen dasar perairan.

Figure 3. Spatial distribution of (A) P. bahamense cyst density; (B) total dinoflagellate cyst deposit; (C)dinoflagellate cyst density; and (D) relative density of P. bahamense cyst in the Cirebon coastalwaters in 2017. Red bubbles on the map represent the size of cyst deposit in the sediment.

Distribusi spasial deposit kista P. bahamense diTeluk Ambon tahun 2014

Kista P. bahamense pada penelitian diTeluk Ambon pada 2014 ditemukan di seluruhstasiun pengambilan sampel (Gambar 4A).Densitas kista P. bahamense di sedimen dasarTeluk Ambon pada penelitian pada saat ituberkisar antara 7 - 1,107 kista.g-1 sedimen basah(Gambar 4C), dengan deposit kista terbesarditemukan pada stasiun AMB-2.02 (Gambar 4C).Densitas kista terendah ditemukan di dua stasiun,yaitu AMB-2.N3 yang berada di Teluk Ambondalam dan AMB-1.01 yang berada di Teluk

Ambon luar (Gambar 4C). Di Teluk Ambon,densitas relatif kista P. bahamense berkontribusihingga >90% dari total densitas kistadinoflagellata pada sedimen perairan (Gambar4D). Terkecuali di stasiun AMB-2.N3, kista P.bahamense berkontribusi sebesar <10% dari totaldensitas kista dinoflagellata yang ditemukan padasedimen dasar perairan (Gambar 4D). Sebagaicatatan, densitas kista dinoflagellata yangditemukan pada sedimen dasar perairan TelukAmbon 2014 merupakan yang terbesar padakajian ini, dengan densitas kista mencapai 1.440kista.g-1 sedimen basah (Gambar 4B).

Oseanologi dan Limnologi di Indonesia 2021 6(1): 37-53

43

Gambar 3. Distribusi spasial (A) kista P. bahamense;(B) total deposit kista dinoflagellata; (C) densitas kistaP. bahamense; dan (D) densitas relatif kista P. bahamense terhadap total kista dinoflagellata diperairan pesisir Cirebon di tahun 2017. Lingkaran merah pada peta menunjukan besar depositkista di sedimen dasar perairan.

Figure 3. Spatial distribution of (A) P. bahamense cyst density; (B) total dinoflagellate cyst deposit; (C)dinoflagellate cyst density; and (D) relative density of P. bahamense cyst in the Cirebon coastalwaters in 2017. Red bubbles on the map represent the size of cyst deposit in the sediment.

Distribusi spasial deposit kista P. bahamense diTeluk Ambon tahun 2014

Kista P. bahamense pada penelitian diTeluk Ambon pada 2014 ditemukan di seluruhstasiun pengambilan sampel (Gambar 4A).Densitas kista P. bahamense di sedimen dasarTeluk Ambon pada penelitian pada saat ituberkisar antara 7 - 1,107 kista.g-1 sedimen basah(Gambar 4C), dengan deposit kista terbesarditemukan pada stasiun AMB-2.02 (Gambar 4C).Densitas kista terendah ditemukan di dua stasiun,yaitu AMB-2.N3 yang berada di Teluk Ambondalam dan AMB-1.01 yang berada di Teluk

Ambon luar (Gambar 4C). Di Teluk Ambon,densitas relatif kista P. bahamense berkontribusihingga >90% dari total densitas kistadinoflagellata pada sedimen perairan (Gambar4D). Terkecuali di stasiun AMB-2.N3, kista P.bahamense berkontribusi sebesar <10% dari totaldensitas kista dinoflagellata yang ditemukan padasedimen dasar perairan (Gambar 4D). Sebagaicatatan, densitas kista dinoflagellata yangditemukan pada sedimen dasar perairan TelukAmbon 2014 merupakan yang terbesar padakajian ini, dengan densitas kista mencapai 1.440kista.g-1 sedimen basah (Gambar 4B).

Oseanologi dan Limnologi di Indonesia 2021 6(1): 37-53

43

Gambar 3. Distribusi spasial (A) kista P. bahamense;(B) total deposit kista dinoflagellata; (C) densitas kistaP. bahamense; dan (D) densitas relatif kista P. bahamense terhadap total kista dinoflagellata diperairan pesisir Cirebon di tahun 2017. Lingkaran merah pada peta menunjukan besar depositkista di sedimen dasar perairan.

Figure 3. Spatial distribution of (A) P. bahamense cyst density; (B) total dinoflagellate cyst deposit; (C)dinoflagellate cyst density; and (D) relative density of P. bahamense cyst in the Cirebon coastalwaters in 2017. Red bubbles on the map represent the size of cyst deposit in the sediment.

Distribusi spasial deposit kista P. bahamense diTeluk Ambon tahun 2014

Kista P. bahamense pada penelitian diTeluk Ambon pada 2014 ditemukan di seluruhstasiun pengambilan sampel (Gambar 4A).Densitas kista P. bahamense di sedimen dasarTeluk Ambon pada penelitian pada saat ituberkisar antara 7 - 1,107 kista.g-1 sedimen basah(Gambar 4C), dengan deposit kista terbesarditemukan pada stasiun AMB-2.02 (Gambar 4C).Densitas kista terendah ditemukan di dua stasiun,yaitu AMB-2.N3 yang berada di Teluk Ambondalam dan AMB-1.01 yang berada di Teluk

Ambon luar (Gambar 4C). Di Teluk Ambon,densitas relatif kista P. bahamense berkontribusihingga >90% dari total densitas kistadinoflagellata pada sedimen perairan (Gambar4D). Terkecuali di stasiun AMB-2.N3, kista P.bahamense berkontribusi sebesar <10% dari totaldensitas kista dinoflagellata yang ditemukan padasedimen dasar perairan (Gambar 4D). Sebagaicatatan, densitas kista dinoflagellata yangditemukan pada sedimen dasar perairan TelukAmbon 2014 merupakan yang terbesar padakajian ini, dengan densitas kista mencapai 1.440kista.g-1 sedimen basah (Gambar 4B).

Page 8: Oseanologi dan Limnologi di Indonesia 2021 6(1): 37-53

Rachman et al.

44

Gambar 4. Distribusi spasial (A) kista P. bahamense;(B) total deposit kista dinoflagellata; (C) densitas kistaP. bahamense; dan (D) densitas relatif kista P. bahamense terhadap total kista dinoflagellata diperairan Teluk Ambon pada tahun 2014. Lingkaran merah pada peta menunjukan besar depositkista di sedimen dasar perairan.

Figure 4. Spatial distribution of (A) P. bahamense cyst density; (B) total dinoflagellate cyst deposit; (C)dinoflagellate cyst density; and (D) relative density of P. bahamense cyst in Ambon Bay in 2014.Red bubbles on the map represent the size of cyst deposit in the sediment.

Distribusi spasial deposit kista P. bahamense diTeluk Lampung

Data penelitian menunjukkan densitas P.bahamense yang rendah di sedimen dasar perairanTeluk Lampung pada 2014 (Gambar 5C). Berbedadengan yang ditemukan di Teluk Ambon danpesisir Cirebon, densitas kista P. bahamense didasar Teluk Lampung hanya berkisar antara 0 - 37kista.g-1 sedimen basah (Gambar 5C).Berdasarkan peta kontur (Gambar 5A), depositkista P. bahamense di Teluk Lampung sebagianbesar berada di sisi barat daya dan terletak jauhdari kota Lampung yang berada di utara teluk.Selain itu, dari 21 stasiun penelitian, kista P.

Bahamense hanya ditemukan di 12 stasiun sajadengan densitas kista tertinggi ditemukan distasiun LMPG-1.07 (Gambar 5A). Di stasiuntersebut, kista P. bahamense berkontribusi hingga>90% dari total densitas kista dinoflagellata yangditemukan pada sedimen dasar perairan (Gambar5D). Pola distribusi kista P. bahamense di TelukLampung terlihat sangat berbeda dengan poladistribusi kista dinoflagellata lainnya (Gambar5A&B). Jika deposit kista P. bahamense terbesarberada jauh dari kota Lampung yang terletak diutara teluk (Gambar 5A), maka deposit kistadinoflagellata lainnya paling besar berada tepat didepan kota padat penduduk tersebut (Gambar 5B).

Rachman et al.

44

Gambar 4. Distribusi spasial (A) kista P. bahamense;(B) total deposit kista dinoflagellata; (C) densitas kistaP. bahamense; dan (D) densitas relatif kista P. bahamense terhadap total kista dinoflagellata diperairan Teluk Ambon pada tahun 2014. Lingkaran merah pada peta menunjukan besar depositkista di sedimen dasar perairan.

Figure 4. Spatial distribution of (A) P. bahamense cyst density; (B) total dinoflagellate cyst deposit; (C)dinoflagellate cyst density; and (D) relative density of P. bahamense cyst in Ambon Bay in 2014.Red bubbles on the map represent the size of cyst deposit in the sediment.

Distribusi spasial deposit kista P. bahamense diTeluk Lampung

Data penelitian menunjukkan densitas P.bahamense yang rendah di sedimen dasar perairanTeluk Lampung pada 2014 (Gambar 5C). Berbedadengan yang ditemukan di Teluk Ambon danpesisir Cirebon, densitas kista P. bahamense didasar Teluk Lampung hanya berkisar antara 0 - 37kista.g-1 sedimen basah (Gambar 5C).Berdasarkan peta kontur (Gambar 5A), depositkista P. bahamense di Teluk Lampung sebagianbesar berada di sisi barat daya dan terletak jauhdari kota Lampung yang berada di utara teluk.Selain itu, dari 21 stasiun penelitian, kista P.

Bahamense hanya ditemukan di 12 stasiun sajadengan densitas kista tertinggi ditemukan distasiun LMPG-1.07 (Gambar 5A). Di stasiuntersebut, kista P. bahamense berkontribusi hingga>90% dari total densitas kista dinoflagellata yangditemukan pada sedimen dasar perairan (Gambar5D). Pola distribusi kista P. bahamense di TelukLampung terlihat sangat berbeda dengan poladistribusi kista dinoflagellata lainnya (Gambar5A&B). Jika deposit kista P. bahamense terbesarberada jauh dari kota Lampung yang terletak diutara teluk (Gambar 5A), maka deposit kistadinoflagellata lainnya paling besar berada tepat didepan kota padat penduduk tersebut (Gambar 5B).

Rachman et al.

44

Gambar 4. Distribusi spasial (A) kista P. bahamense;(B) total deposit kista dinoflagellata; (C) densitas kistaP. bahamense; dan (D) densitas relatif kista P. bahamense terhadap total kista dinoflagellata diperairan Teluk Ambon pada tahun 2014. Lingkaran merah pada peta menunjukan besar depositkista di sedimen dasar perairan.

Figure 4. Spatial distribution of (A) P. bahamense cyst density; (B) total dinoflagellate cyst deposit; (C)dinoflagellate cyst density; and (D) relative density of P. bahamense cyst in Ambon Bay in 2014.Red bubbles on the map represent the size of cyst deposit in the sediment.

Distribusi spasial deposit kista P. bahamense diTeluk Lampung

Data penelitian menunjukkan densitas P.bahamense yang rendah di sedimen dasar perairanTeluk Lampung pada 2014 (Gambar 5C). Berbedadengan yang ditemukan di Teluk Ambon danpesisir Cirebon, densitas kista P. bahamense didasar Teluk Lampung hanya berkisar antara 0 - 37kista.g-1 sedimen basah (Gambar 5C).Berdasarkan peta kontur (Gambar 5A), depositkista P. bahamense di Teluk Lampung sebagianbesar berada di sisi barat daya dan terletak jauhdari kota Lampung yang berada di utara teluk.Selain itu, dari 21 stasiun penelitian, kista P.

Bahamense hanya ditemukan di 12 stasiun sajadengan densitas kista tertinggi ditemukan distasiun LMPG-1.07 (Gambar 5A). Di stasiuntersebut, kista P. bahamense berkontribusi hingga>90% dari total densitas kista dinoflagellata yangditemukan pada sedimen dasar perairan (Gambar5D). Pola distribusi kista P. bahamense di TelukLampung terlihat sangat berbeda dengan poladistribusi kista dinoflagellata lainnya (Gambar5A&B). Jika deposit kista P. bahamense terbesarberada jauh dari kota Lampung yang terletak diutara teluk (Gambar 5A), maka deposit kistadinoflagellata lainnya paling besar berada tepat didepan kota padat penduduk tersebut (Gambar 5B).

Page 9: Oseanologi dan Limnologi di Indonesia 2021 6(1): 37-53

Oseanologi dan Limnologi di Indonesia 2021 6(1): 37-53

45

Gambar 5. Distribusi spasial (A) kista P. bahamense, (B) total deposit kista dinoflagellata, (C) densitas kistaP. bahamense, dan (D) densitas relatif kista P. bahamense terhadap total kista dinoflagellata diperairan Teluk Lampung di tahun 2014. Lingkaran merah pada peta menunjukan besar depositkista di sedimen dasar perairan.

Figure 5. Spatial distribution of (A) P. bahamense cyst density, (B) total dinoflagellate cyst deposit, (C)dinoflagellate cyst density, and (D) relative density of P. bahamense cyst in Lampung Bay in2014. Red bubbles on the map represent the size of cyst deposit in the sediment.

Distribusi spasial deposit kista P. bahamense diTeluk Jakarta

Serupa dengan Teluk Lampung, besardeposit kista P. bahamense pada sedimen dasarperairan juga tergolong rendah, yaitu dengandensitas kista sebesar 0 - 33 kista.g-1 sedimenbasah (Gambar 6A & Gambar 6C). Densitasrelatif kista P. bahamense hanya berkontribusi<12% dari total densitas kista dinoflagellata yangditemukan pada sedimen dasar perairan TelukJakarta pada penelitian yang dilakukan pada 2014(Gambar 6D). Meskipun demikian, salah satupusat deposit kista P. bahamense di perairanTeluk Jakarta pada 2014 (Gambar 6D) berada diarea dengan densitas kista dinoflagellata terbesardi perairan tersebut, yaitu di stasiun JKT-2.07(Gambar 6B). Selain itu, deposit kista P.bahamense terbesar di Teluk Jakarta jugaditemukan di stasiun JKT-2.07 (Gambar 6A).

Peta Zona Rawan Ledakan Populasi P.bahamense di Beberapa Perairan

Dari empat teluk yang dikaji (Teluk Jakarta,Teluk Lampung, Teluk Ambon, dan PesisirCirebon), secara umum diketahui bahwa resikoterjadinya ledakan populasi P. bahamense diTeluk Lampung dan Teluk Jakarta lebih rendahdibandingkan dengan di Teluk Ambon danperairan pesisir Cirebon (Gambar 7). Berdasarkanhasil analisis, Teluk Lampung dan Teluk Jakartadiketahui memiliki tingkat resiko yang rendah,sedangkan Teluk Ambon dan pesisir Cirebonmemiliki tingkat resiko menengah hingga tinggiterhadap kemunculan ledakan populasi P.bahamense di perairannya (Gambar 7). Sebagaicatatan, peta zona risiko terhadap ledakanpopulasi P. bahamense di area-area kajian(Gambar 8) dibuat berdasarkan klasifikasi kelasdensitas dan skala resiko atau potensi terjadinyaMAB di perairan (Tabel 2).

Oseanologi dan Limnologi di Indonesia 2021 6(1): 37-53

45

Gambar 5. Distribusi spasial (A) kista P. bahamense, (B) total deposit kista dinoflagellata, (C) densitas kistaP. bahamense, dan (D) densitas relatif kista P. bahamense terhadap total kista dinoflagellata diperairan Teluk Lampung di tahun 2014. Lingkaran merah pada peta menunjukan besar depositkista di sedimen dasar perairan.

Figure 5. Spatial distribution of (A) P. bahamense cyst density, (B) total dinoflagellate cyst deposit, (C)dinoflagellate cyst density, and (D) relative density of P. bahamense cyst in Lampung Bay in2014. Red bubbles on the map represent the size of cyst deposit in the sediment.

Distribusi spasial deposit kista P. bahamense diTeluk Jakarta

Serupa dengan Teluk Lampung, besardeposit kista P. bahamense pada sedimen dasarperairan juga tergolong rendah, yaitu dengandensitas kista sebesar 0 - 33 kista.g-1 sedimenbasah (Gambar 6A & Gambar 6C). Densitasrelatif kista P. bahamense hanya berkontribusi<12% dari total densitas kista dinoflagellata yangditemukan pada sedimen dasar perairan TelukJakarta pada penelitian yang dilakukan pada 2014(Gambar 6D). Meskipun demikian, salah satupusat deposit kista P. bahamense di perairanTeluk Jakarta pada 2014 (Gambar 6D) berada diarea dengan densitas kista dinoflagellata terbesardi perairan tersebut, yaitu di stasiun JKT-2.07(Gambar 6B). Selain itu, deposit kista P.bahamense terbesar di Teluk Jakarta jugaditemukan di stasiun JKT-2.07 (Gambar 6A).

Peta Zona Rawan Ledakan Populasi P.bahamense di Beberapa Perairan

Dari empat teluk yang dikaji (Teluk Jakarta,Teluk Lampung, Teluk Ambon, dan PesisirCirebon), secara umum diketahui bahwa resikoterjadinya ledakan populasi P. bahamense diTeluk Lampung dan Teluk Jakarta lebih rendahdibandingkan dengan di Teluk Ambon danperairan pesisir Cirebon (Gambar 7). Berdasarkanhasil analisis, Teluk Lampung dan Teluk Jakartadiketahui memiliki tingkat resiko yang rendah,sedangkan Teluk Ambon dan pesisir Cirebonmemiliki tingkat resiko menengah hingga tinggiterhadap kemunculan ledakan populasi P.bahamense di perairannya (Gambar 7). Sebagaicatatan, peta zona risiko terhadap ledakanpopulasi P. bahamense di area-area kajian(Gambar 8) dibuat berdasarkan klasifikasi kelasdensitas dan skala resiko atau potensi terjadinyaMAB di perairan (Tabel 2).

Oseanologi dan Limnologi di Indonesia 2021 6(1): 37-53

45

Gambar 5. Distribusi spasial (A) kista P. bahamense, (B) total deposit kista dinoflagellata, (C) densitas kistaP. bahamense, dan (D) densitas relatif kista P. bahamense terhadap total kista dinoflagellata diperairan Teluk Lampung di tahun 2014. Lingkaran merah pada peta menunjukan besar depositkista di sedimen dasar perairan.

Figure 5. Spatial distribution of (A) P. bahamense cyst density, (B) total dinoflagellate cyst deposit, (C)dinoflagellate cyst density, and (D) relative density of P. bahamense cyst in Lampung Bay in2014. Red bubbles on the map represent the size of cyst deposit in the sediment.

Distribusi spasial deposit kista P. bahamense diTeluk Jakarta

Serupa dengan Teluk Lampung, besardeposit kista P. bahamense pada sedimen dasarperairan juga tergolong rendah, yaitu dengandensitas kista sebesar 0 - 33 kista.g-1 sedimenbasah (Gambar 6A & Gambar 6C). Densitasrelatif kista P. bahamense hanya berkontribusi<12% dari total densitas kista dinoflagellata yangditemukan pada sedimen dasar perairan TelukJakarta pada penelitian yang dilakukan pada 2014(Gambar 6D). Meskipun demikian, salah satupusat deposit kista P. bahamense di perairanTeluk Jakarta pada 2014 (Gambar 6D) berada diarea dengan densitas kista dinoflagellata terbesardi perairan tersebut, yaitu di stasiun JKT-2.07(Gambar 6B). Selain itu, deposit kista P.bahamense terbesar di Teluk Jakarta jugaditemukan di stasiun JKT-2.07 (Gambar 6A).

Peta Zona Rawan Ledakan Populasi P.bahamense di Beberapa Perairan

Dari empat teluk yang dikaji (Teluk Jakarta,Teluk Lampung, Teluk Ambon, dan PesisirCirebon), secara umum diketahui bahwa resikoterjadinya ledakan populasi P. bahamense diTeluk Lampung dan Teluk Jakarta lebih rendahdibandingkan dengan di Teluk Ambon danperairan pesisir Cirebon (Gambar 7). Berdasarkanhasil analisis, Teluk Lampung dan Teluk Jakartadiketahui memiliki tingkat resiko yang rendah,sedangkan Teluk Ambon dan pesisir Cirebonmemiliki tingkat resiko menengah hingga tinggiterhadap kemunculan ledakan populasi P.bahamense di perairannya (Gambar 7). Sebagaicatatan, peta zona risiko terhadap ledakanpopulasi P. bahamense di area-area kajian(Gambar 8) dibuat berdasarkan klasifikasi kelasdensitas dan skala resiko atau potensi terjadinyaMAB di perairan (Tabel 2).

Page 10: Oseanologi dan Limnologi di Indonesia 2021 6(1): 37-53

Rachman et al.

46

Gambar 6. Distribusi spasial (A) kista P. bahamense; (B) total deposit kista dinoflagellata; (C) densitas kistaP. bahamense; dan (D) densitas relatif kista P. bahamense terhadap total kista dinoflagellata diperairan Teluk Jakarta pada tahun 2014. Lingkaran merah pada peta menunjukan besar depositkista di sedimen dasar perairan.

Figure 6. Spatial distribution of (A) P. bahamense cyst density; (B) total dinoflagellate cyst deposit; (C)dinoflagellate cyst density; and (D) relative density of P. bahamense cyst in Jakarta Bay in 2014.Red bubbles on the map represent the size of cyst deposit in the sediment.

Gambar 7. Rerata tingkat resiko atau potensi terjadinya Marak Alga Berbahaya (MAB) yang diakibatkanoleh ledakan populasi P. bahamense di perairan kajian.

Figure 7. The average risk values of harmful algal blooms (HABs) caused by blooming P. bahamense in thestudy areas.

Meskipun masih tergolong memiliki resikoMAB P. bahamense yang rendah (Tingkat Risiko2), area yang paling rentan untuk menjadi areaterdampak atau menjadi sumber sel planktonikdinoflagellata berada di area Teluk Hurun yangberada di sisi barat Teluk Lampung dan berada dikawasan Desa Hanura (Gambar 8A). Di areatersebut, terdapat tiga stasiun penelitian (LMPG-

3.06, LMPG-3.03, LMPG-3.04) dengan densitasP. bahamense yang tinggi dibandingkan denganstasiun lain pada kajian pada 2014 (Gambar 5Adan 5C). Meskipun demikian deposit kista P.bahamense terbesar di Teluk Lampung pada 2014diketahui berada di stasiun LMPG-1.07 (Gambar5A), sehingga area tersebut termasuk area yangperlu diwaspadai sebagai salah satu sumber kista

0 1 2 3 4 5

Jakarta Bay

Lampung Bay

Cirebon Coast

Ambon Bay

Risk Value of P. bahamense HABs

Very Low Low Moderate High Very High

Rachman et al.

46

Gambar 6. Distribusi spasial (A) kista P. bahamense; (B) total deposit kista dinoflagellata; (C) densitas kistaP. bahamense; dan (D) densitas relatif kista P. bahamense terhadap total kista dinoflagellata diperairan Teluk Jakarta pada tahun 2014. Lingkaran merah pada peta menunjukan besar depositkista di sedimen dasar perairan.

Figure 6. Spatial distribution of (A) P. bahamense cyst density; (B) total dinoflagellate cyst deposit; (C)dinoflagellate cyst density; and (D) relative density of P. bahamense cyst in Jakarta Bay in 2014.Red bubbles on the map represent the size of cyst deposit in the sediment.

Gambar 7. Rerata tingkat resiko atau potensi terjadinya Marak Alga Berbahaya (MAB) yang diakibatkanoleh ledakan populasi P. bahamense di perairan kajian.

Figure 7. The average risk values of harmful algal blooms (HABs) caused by blooming P. bahamense in thestudy areas.

Meskipun masih tergolong memiliki resikoMAB P. bahamense yang rendah (Tingkat Risiko2), area yang paling rentan untuk menjadi areaterdampak atau menjadi sumber sel planktonikdinoflagellata berada di area Teluk Hurun yangberada di sisi barat Teluk Lampung dan berada dikawasan Desa Hanura (Gambar 8A). Di areatersebut, terdapat tiga stasiun penelitian (LMPG-

3.06, LMPG-3.03, LMPG-3.04) dengan densitasP. bahamense yang tinggi dibandingkan denganstasiun lain pada kajian pada 2014 (Gambar 5Adan 5C). Meskipun demikian deposit kista P.bahamense terbesar di Teluk Lampung pada 2014diketahui berada di stasiun LMPG-1.07 (Gambar5A), sehingga area tersebut termasuk area yangperlu diwaspadai sebagai salah satu sumber kista

0 1 2 3 4 5

Jakarta Bay

Lampung Bay

Cirebon Coast

Ambon Bay

Risk Value of P. bahamense HABs

Very Low Low Moderate High Very High

Rachman et al.

46

Gambar 6. Distribusi spasial (A) kista P. bahamense; (B) total deposit kista dinoflagellata; (C) densitas kistaP. bahamense; dan (D) densitas relatif kista P. bahamense terhadap total kista dinoflagellata diperairan Teluk Jakarta pada tahun 2014. Lingkaran merah pada peta menunjukan besar depositkista di sedimen dasar perairan.

Figure 6. Spatial distribution of (A) P. bahamense cyst density; (B) total dinoflagellate cyst deposit; (C)dinoflagellate cyst density; and (D) relative density of P. bahamense cyst in Jakarta Bay in 2014.Red bubbles on the map represent the size of cyst deposit in the sediment.

Gambar 7. Rerata tingkat resiko atau potensi terjadinya Marak Alga Berbahaya (MAB) yang diakibatkanoleh ledakan populasi P. bahamense di perairan kajian.

Figure 7. The average risk values of harmful algal blooms (HABs) caused by blooming P. bahamense in thestudy areas.

Meskipun masih tergolong memiliki resikoMAB P. bahamense yang rendah (Tingkat Risiko2), area yang paling rentan untuk menjadi areaterdampak atau menjadi sumber sel planktonikdinoflagellata berada di area Teluk Hurun yangberada di sisi barat Teluk Lampung dan berada dikawasan Desa Hanura (Gambar 8A). Di areatersebut, terdapat tiga stasiun penelitian (LMPG-

3.06, LMPG-3.03, LMPG-3.04) dengan densitasP. bahamense yang tinggi dibandingkan denganstasiun lain pada kajian pada 2014 (Gambar 5Adan 5C). Meskipun demikian deposit kista P.bahamense terbesar di Teluk Lampung pada 2014diketahui berada di stasiun LMPG-1.07 (Gambar5A), sehingga area tersebut termasuk area yangperlu diwaspadai sebagai salah satu sumber kista

0 1 2 3 4 5

Jakarta Bay

Lampung Bay

Cirebon Coast

Ambon Bay

Risk Value of P. bahamense HABs

Very Low Low Moderate High Very High

Page 11: Oseanologi dan Limnologi di Indonesia 2021 6(1): 37-53

Oseanologi dan Limnologi di Indonesia 2021 6(1): 37-53

47

P. bahamense di perairan Teluk Lampung. Serupadengan Teluk Lampung, Teluk Jakarta secaraumum juga memiliki tingkat risiko MAB P.bahamense yang sangat rendah hingga rendah(Gambar 8B). Dua area yang perlu diwaspadai

sebagai sumber sel planktonik P. bahamense bilaterjadi ledakan populasi spesies itu berada di areadi dekat pesisir Ancol dan Jakarta Utara (JKT-2.11) dan di utara pesisir Cilincing (Jakarta Utara)dan Marunda (Bekasi Utara) (Gambar 8B).

Gambar 8. Peta kontur yang menunjukkan zona pembagian tingkat resiko kejadian MAB yang diakibatkanoleh P. bahamense di perairan (A) Teluk Lampung; (B) Teluk Jakarta; (C) Pesisir Cirebon, dan(D) Teluk Ambon.

Figure 8. Contour map showing the zonation based on the HABs risk level caused by P. bahamense in (A)Lampung Bay, (B) Jakarta Bay, (C) Cirebon coastal water, and (D) Ambon Bay.

Berbeda dengan Teluk Lampung (2014)dan Teluk Jakarta (2014), tingkat risiko kejadianMAB akibat ledakan populasi P. bahamense diperairan Cirebon (2017) dan Teluk Ambon (2014)secara umum jauh lebih tinggi (Gambar 8C &8D). Beberapa area di kedua perairan tersebutmemiliki tingkat risiko menengah hingga tinggiuntuk menjadi sumber atau pun terdampak olehMAB P. bahamense. Di perairan pesisir Cirebonpada 2017, terlihat jelas bahwa area dengantingkat risiko menengah (Tingkat Risiko 3) beradadi daerah selatan area kajian (Gambar 8C). Sedikitberbeda dengan Teluk Lampung, tingkat risikoMAB P. bahamense di Teluk Ambon berkisarantara kategori rendah (Nilai Risiko 2) hinggatinggi (Nilai Risiko 4) (Gambar 8D). Namundapat terlihat pada peta kontur (Gambar 8D),sebagian besar area di Teluk Ambon dalam pada

penelitian di tahun 2014 memiliki tingkat risikomenengah (Nilai Risiko 3).

Pembahasan

Distribusi kista P. bahamense di dasar perairanTeluk Lampung, Teluk Jakarta, Teluk Ambon,dan Pesisir Cirebon

Peta kontur distribusi kista P. bahamense disedimen dasar perairan menunjukkan poladistribusi yang unik pada keempat area kajiandalam penelitian ini. Namun, secara umumdensitas kista P. bahamense di dasar perairanTeluk Lampung (2014) dan Teluk Jakarta (2014)jauh lebih rendah dibandingkan dengan densitaskista spesies tersebut di Teluk Ambon (2014) danpesisir Cirebon (2017). Densitas kista P.bahamense di Teluk Lampung dan Teluk Jakarta

Oseanologi dan Limnologi di Indonesia 2021 6(1): 37-53

47

P. bahamense di perairan Teluk Lampung. Serupadengan Teluk Lampung, Teluk Jakarta secaraumum juga memiliki tingkat risiko MAB P.bahamense yang sangat rendah hingga rendah(Gambar 8B). Dua area yang perlu diwaspadai

sebagai sumber sel planktonik P. bahamense bilaterjadi ledakan populasi spesies itu berada di areadi dekat pesisir Ancol dan Jakarta Utara (JKT-2.11) dan di utara pesisir Cilincing (Jakarta Utara)dan Marunda (Bekasi Utara) (Gambar 8B).

Gambar 8. Peta kontur yang menunjukkan zona pembagian tingkat resiko kejadian MAB yang diakibatkanoleh P. bahamense di perairan (A) Teluk Lampung; (B) Teluk Jakarta; (C) Pesisir Cirebon, dan(D) Teluk Ambon.

Figure 8. Contour map showing the zonation based on the HABs risk level caused by P. bahamense in (A)Lampung Bay, (B) Jakarta Bay, (C) Cirebon coastal water, and (D) Ambon Bay.

Berbeda dengan Teluk Lampung (2014)dan Teluk Jakarta (2014), tingkat risiko kejadianMAB akibat ledakan populasi P. bahamense diperairan Cirebon (2017) dan Teluk Ambon (2014)secara umum jauh lebih tinggi (Gambar 8C &8D). Beberapa area di kedua perairan tersebutmemiliki tingkat risiko menengah hingga tinggiuntuk menjadi sumber atau pun terdampak olehMAB P. bahamense. Di perairan pesisir Cirebonpada 2017, terlihat jelas bahwa area dengantingkat risiko menengah (Tingkat Risiko 3) beradadi daerah selatan area kajian (Gambar 8C). Sedikitberbeda dengan Teluk Lampung, tingkat risikoMAB P. bahamense di Teluk Ambon berkisarantara kategori rendah (Nilai Risiko 2) hinggatinggi (Nilai Risiko 4) (Gambar 8D). Namundapat terlihat pada peta kontur (Gambar 8D),sebagian besar area di Teluk Ambon dalam pada

penelitian di tahun 2014 memiliki tingkat risikomenengah (Nilai Risiko 3).

Pembahasan

Distribusi kista P. bahamense di dasar perairanTeluk Lampung, Teluk Jakarta, Teluk Ambon,dan Pesisir Cirebon

Peta kontur distribusi kista P. bahamense disedimen dasar perairan menunjukkan poladistribusi yang unik pada keempat area kajiandalam penelitian ini. Namun, secara umumdensitas kista P. bahamense di dasar perairanTeluk Lampung (2014) dan Teluk Jakarta (2014)jauh lebih rendah dibandingkan dengan densitaskista spesies tersebut di Teluk Ambon (2014) danpesisir Cirebon (2017). Densitas kista P.bahamense di Teluk Lampung dan Teluk Jakarta

Oseanologi dan Limnologi di Indonesia 2021 6(1): 37-53

47

P. bahamense di perairan Teluk Lampung. Serupadengan Teluk Lampung, Teluk Jakarta secaraumum juga memiliki tingkat risiko MAB P.bahamense yang sangat rendah hingga rendah(Gambar 8B). Dua area yang perlu diwaspadai

sebagai sumber sel planktonik P. bahamense bilaterjadi ledakan populasi spesies itu berada di areadi dekat pesisir Ancol dan Jakarta Utara (JKT-2.11) dan di utara pesisir Cilincing (Jakarta Utara)dan Marunda (Bekasi Utara) (Gambar 8B).

Gambar 8. Peta kontur yang menunjukkan zona pembagian tingkat resiko kejadian MAB yang diakibatkanoleh P. bahamense di perairan (A) Teluk Lampung; (B) Teluk Jakarta; (C) Pesisir Cirebon, dan(D) Teluk Ambon.

Figure 8. Contour map showing the zonation based on the HABs risk level caused by P. bahamense in (A)Lampung Bay, (B) Jakarta Bay, (C) Cirebon coastal water, and (D) Ambon Bay.

Berbeda dengan Teluk Lampung (2014)dan Teluk Jakarta (2014), tingkat risiko kejadianMAB akibat ledakan populasi P. bahamense diperairan Cirebon (2017) dan Teluk Ambon (2014)secara umum jauh lebih tinggi (Gambar 8C &8D). Beberapa area di kedua perairan tersebutmemiliki tingkat risiko menengah hingga tinggiuntuk menjadi sumber atau pun terdampak olehMAB P. bahamense. Di perairan pesisir Cirebonpada 2017, terlihat jelas bahwa area dengantingkat risiko menengah (Tingkat Risiko 3) beradadi daerah selatan area kajian (Gambar 8C). Sedikitberbeda dengan Teluk Lampung, tingkat risikoMAB P. bahamense di Teluk Ambon berkisarantara kategori rendah (Nilai Risiko 2) hinggatinggi (Nilai Risiko 4) (Gambar 8D). Namundapat terlihat pada peta kontur (Gambar 8D),sebagian besar area di Teluk Ambon dalam pada

penelitian di tahun 2014 memiliki tingkat risikomenengah (Nilai Risiko 3).

Pembahasan

Distribusi kista P. bahamense di dasar perairanTeluk Lampung, Teluk Jakarta, Teluk Ambon,dan Pesisir Cirebon

Peta kontur distribusi kista P. bahamense disedimen dasar perairan menunjukkan poladistribusi yang unik pada keempat area kajiandalam penelitian ini. Namun, secara umumdensitas kista P. bahamense di dasar perairanTeluk Lampung (2014) dan Teluk Jakarta (2014)jauh lebih rendah dibandingkan dengan densitaskista spesies tersebut di Teluk Ambon (2014) danpesisir Cirebon (2017). Densitas kista P.bahamense di Teluk Lampung dan Teluk Jakarta

Page 12: Oseanologi dan Limnologi di Indonesia 2021 6(1): 37-53

Rachman et al.

48

hanya berjumlah <50 kista.g-1 sedimen basah,sedangkan di Teluk Ambon dan pesisir Cirebondensitas kista spesies tersebut dapat mencapai>500 kista.g-1 sedimen basah.

Kista P. bahamense termasuk kistadinoflagellata yang umum ditemukan padapenelitian terdahulu di Teluk Jakarta (Matsuoka etal., 1999), namun kasus MAB oleh spesiesdinoflagellata tersebut belum pernah tercatat ataudilaporkan di perairan tersebut. Sementara itu,meskipun kasus MAB P. bahamense pernahdilaporkan pada 1999 di Teluk Lampung (Prasenoet al., 2003), namun saat ini Teluk Lampungsedang mengalami masalah akibat ledakanpopulasi dinoflagellata jenis Margalefdiniumpolykrikoides yang muncul secara tiba-tiba padaakhir tahun 2012 (Thoha et al., 2019). Sebagaiakibatnya, kista spesies M. polykrikoidesdiketahui mendominasi pusat deposit (cyst bank)dinoflagellata pada sedimen dasar perairan,dengan deposit terbesarnya ditemukan di utaraTeluk Lampung dan berada di depan areapembuangan limbah perkotaan (Thoha et al.,2019). Dominasi kista M. polykrikoides paskaledakan populasi pada 2012 dapat menjadipenyebab bergesernya distribusi kista P.bahamense menjauh dari area dengan tingkataktivitas manusia yang tinggi di utara TelukLampung.

Berbeda dengan Teluk Lampung dan TelukJakarta, Teluk Ambon diketahui pernahmengalami beberapa kali kasus ledakan populasiP. bahamense, dengan salah satu kasus terparahyang dilaporkan pada 1994 (Mizushima et al.,2007; Praseno et al., 2003; Wiadnyana et al.,1996) dan kasus terbaru yang dilaporkan pada2009 dan 2012 (Likumahua, 2015). Denganditemukannya densitas kista P. bahamense yangsangat tinggi mencapai >1.000 kista.g-1 sedimenbasah, maka kemungkinan terjadinya ledakanpopulasi spesies tersebut sangat tinggi pada masadepan. Sama halnya seperti di Teluk Ambon,ledakan populasi P. bahamense di pesisir Cirebontelah menjadi masalah besar sejak tahun 2016 –2018 (Rachman et al., 2019) dan kasus PSP dikawasan tersebut telah dikategorikan sebagaiKejadian Luar Biasa (KLB) (Nurlina & Liambo,2018). Seperti yang telah dilaporkan padapenelitian terdahulu (Rachman et al., 2019), pusatdepositkista P. bahamense di perairan pesisirCirebon pada 2017 berada di sisi selatan areakajian dan berdekatan dengan pusat kota danpelabuhan besar yang ada di pesisir daerahCirebon.

Terdapat banyak faktor yang menyebabkantinggi atau rendahnya densitas kista P. bahamensepada sedimen dasar perairan pesisir, sepertitingkat trofik perairan, laju sedimentasi, ukuranbutir (grain size) sedimen, pola arus, salinitas,suhu, dan komposisi senyawa atau komponenpenyusun sedimen (Morquecho et al., 2014;Siringan et al., 2008). Namun dalam kajian ini,salah satu faktor yang menyebabkan perbedaanyang signifikan pada densitas kista P. bahamenseantara Teluk Lampung, Teluk Jakarta, TelukAmbon, dan pesisir Cirebon terletak pada sejarahledakan populasi spesies tersebut di masing-masing lokasi kajian.

Di area kajian yang sering mengalamiledakan populasi P. bahamense, densitas kistaspesies tersebut menjadi tinggi karena banyaknyasel planktonik yang menghasilkan kista dankemudian terakumulasi pada sedimen dasarperairan pada setiap akhir periode blooming.Dengan demikian, densitas kista di lokasi-lokasiyang menjadi pusat deposit atau cyst bank darikista P. bahamense pun semakin tinggi seiringdengan semakin seringnya spesies tersebut‘meledak’ di perairan. Sebagai contoh, di perairanTeluk Manila, Filipina, yang merupakan telukdengan karakter geografis semi-tertutup (semi-enclosed bay), ledakan populasi P. bahamenseyang berulang secara periodik sejak 1988-1998diakibatkan oleh tingginya suplai sel planktonikP. bahamense dari deposit kista di dasar perairantersebut (Usup et al., 2012). Di sisi lain,berulangnya kasus ledakan populasi atau MarakAlga Berbahaya (MAB) yang diakibatkan oleh P.bahamense juga mengindikasikan dua hal, yaitu(1) kondisi perairan di lokasi terdampak sangatmendukung untuk pertumbuhan cepat sel P.bahamense di kolom air; dan (2) terdapat faktor-faktor pemicu germinasi kista yang sesuai, sepertiadanya agitasi atau gangguan pada dasar perairan,serta suhu, salinitas, intensitas atau durasipenyinaran, kandungan nutrien, serta kandunganoksigen di sedimen yang mendukung prosesgerminasi tersebut (Brosnahanet al., 2020;Genovesi-Giunti et al., 2006; Morquecho et al.,2014).

Zonasi tingkat risiko MAB P. bahamense diperairan-perairan kajian

Pada kajian ini, peta distribusi tingkat risikoterjadinya ledakan populasi P. bahamense dibuatberdasarkan data distribusi dan densitas kistaspesies tersebut dengan menggunakan kategoriatau kelas densitas kista yang disusun olehMcMinn (1991) dan Tian et al. (2018). Hasil

Page 13: Oseanologi dan Limnologi di Indonesia 2021 6(1): 37-53

Oseanologi dan Limnologi di Indonesia 2021 6(1): 37-53

49

analisis menunjukkan tingkat risiko terjadinyafenomena MAB (Marak Alga Berbahaya) P.bahamense di perairan Teluk Jakarta dan TelukLampung lebih rendah dibandingkan denganTeluk Ambon dan pesisir Cirebon. Temuan itudidasarkan atas hasil analisis terhadap reratatingkat risiko MAB, serta rerata densitas kista P.bahamense yang ditemukan pada sedimen dasarperairan masing-masing area kajian. Sebagaicatatan, nilai Tingkat Risiko MAB yang tinggimenunjukkan tingkat risiko akan munculnyafenomena MAB bila terjadi perubahan kondisiperairan yang dapat memicu proses germinasi atauexcystment, serta pertumbuhan cepat populasidinoflagellata, terutama P. bahamense.

Dalam kajian ini, distribusi dan densitaskista P. bahamense di dasar perairan menentukanpembagian zonasi rawan ledakan populasi spesiestersebut di perairan Teluk Lampung, TelukJakarta, Teluk Ambon, dan pesisir Cirebon.Penentuan zonasi tersebut juga didasarkan padahasil analisis terhadap besar deposit kista P.bahamense di stasiun-stasiun pengambilan sampelyang berada di sekitar zona rawan tersebut.Sebagai contoh, meskipun pusat deposit kista P.bahamense di Teluk Lampung pada 2014ditemukan di stasiun LMPG-1.07 yang terletak diselatan teluk, namun zona paling rawan (TingkatRisiko 2) di Teluk Lampung berada di perairanTeluk Hurun yang terletak di sisi barat TelukLampung. Hal tersebut terjadi karena terdapat 3stasiun penelitian (LMPG-3.06, LMPG-3.03,LMPG-3.04) dengan densitas kista P. bahamensepada tingkat/kategori rendah (1-100 kista.g-1

sedimen) serta bentuk geografis Teluk Hurunyang merupakan teluk kecil dengan pergerakanarus yang lebih terbatas. Sehingga mengakibatkankemungkinan terjadinya penumpukan kista P.bahamense di dasar perairan seiring denganproses sedimentasi alami di perairan TelukLampung. Sehingga area perairan tersebut dapatditentukan sebagai area yang paling rawan MABP. bahamense serta dapat menjadi sumber selplanktonik bila terjadi ledakan populasi spesiestersebut pada masa depan. Sebagai informasi,berdasarkan data dalam publikasi sebelumnyaoleh Thoha et al. (2019), perairan di sekitar DesaHanura di Teluk Lampung juga diketahuimemiliki deposit kista M. polykrikoides dengankategori rendah hingga menengah (100-1000kista.g-1 sedimen).

Berbeda dengan Teluk Lampung, tingkatrisiko terjadinya ledakan populasi P. bahamensesemakin berkurang seiring dengan bertambahnyajarak dengan pesisir pantai di Teluk Jakarta.

Berdasarkan data dan sampel dari tahun 2014,zona yang paling rawan di perairantersebut beradadekat di sebelah utara dari kawasan Ancol, JakartaUtara, serta hingga jauh ke tengah perairan teluksebelah utara dari kawasan Cilincing (JakartaUtara) dan Marunda (Bekasi). Gradasi risikoterjadinya fenomena MAB oleh P. bahamenseterlihat mengikuti gradien dampak antropogenikdi perairan, yang semakin tinggi di wilayah yangpaling dekat dengan pesisir atau pusat aktivitasmanusia. Perairan Teluk Jakarta yang beradapaling dekat dengan pesisir pantai diketahuiterpengaruh kuat oleh masukan massa air tawardan nutrien dari sungai-sungai besar di kotaJakarta, sedangkan perairan yang berada jauh darigaris pantai mengalami proses percampurandengan massa air oligotrofik yang berasal dariLaut Jawa (Damar et al., 2012).

Pola tingkat risiko yang mengikuti polagradien tingkat aktivitas manusia di kawasanpesisir juga ditemukan di perairan Cirebon pada2017. Seperti yang terlihat pada analisis ulangdalam kajian ini, dan yang telah dilaporkan olehRachman et al. (2019), deposit kista dan tingkatrisiko MAB P. bahamense terlihat semakin tinggidi area selatan perairan Cirebon, yang merupakanpusat aktivitas manusia di Kota Cirebon. Berbedadengan Teluk Jakarta, densitas kista P. bahamenseyang mencapai kategori menengah (100-1000kista.g-1 sedimen) hampir di semua wilayah diselatan area kajian menunjukkan tingginya risikoterjadinya ledakan populasi P. bahamense di areatersebut. Sebagai tambahan, cakupan wilayahkajian pada penelitian yang telah dilakukan pada2017 oleh Rachman et al. (2019) masih sangatsempit dan belum mencakup banyak wilayah diselatan dan timur perairan Cirebon. Dengandemikian, deposit kistaP. bahamense yangsebenarnya tersimpan di sedimen dasar perairanCirebon masih belum banyakdiketahui posisi danbesar depositnya. Mengingat kasus MAB oleh P.bahamense di Cirebon yang cukup masif pada2016-2018, serta telah menimbulkan korban jiwadan dikategorikan sebagai Kejadian Luar Biasa(KLB) (Nurlina & Liambo, 2018), maka perluasanarea kajian pada penelitian lanjutan untukmenemukan deposit kista P. bahamense lainnya diperairan pesisir Cirebon menjadi sangat pentinguntuk segera dilakukan.

Serupa dengan perairan pesisir Cirebon,tingkat risiko terjadinya MAB P. bahamense diperairan Teluk Ambon termasuk dalam kategorimenengah (Nilai Tingkat Risiko 3). Dari hasilanalisis ulang terhadap data dan sampel penelitianpada tahun 2014, dapat dikatakan bahwa

Page 14: Oseanologi dan Limnologi di Indonesia 2021 6(1): 37-53

Rachman et al.

50

keseluruhan teluk dalam dari Teluk Ambonmerupakan zona yang sangat rawan Marak AlgaBerbahaya P. bahamense. Hal tersebut didasarkanpada distribusi nilai tingkat risiko MAB yanghampir merata pada tingkat menengah (nilai 3;densitas kista 100-1.000 kista.g-1 sedimen) danjuga tinggi (nilai 4; densitas kista 1000-10.000kista.g-1 sedimen). Sebagai informasi, kista P.bahamense yang ditemukan pada penelitianterdahulu mencapai >3.000 kista.g-1 sedimen dandiduga menjadi penyebab utama munculnyafenomena MAB P. bahamense di perairan TelukAmbon pada 1994 (Likumahua, 2015; Mizushimaet al., 2007).

Lokasi dengan densitas kista P. bahamenseyang tinggi pada kajian ini merupakan areadengan tingkat risiko MAB yang tinggi sertadapat berperan penting dalam inisiasi ledakanpopulasi spesies tersebut. Namun, adakemungkinan area tersebut memiliki faktorlingkungan yang tidak mendukung germinasi kistaspesies P. bahamense. Misalnya, area tersebutmungkin memiliki sedimen yang bersifat anoksik,suhu yang terlalu tinggi atau rendah, atau tidakmenyediakan kolom air yang memiliki intensitascahaya yang cukup untuk germinasi atau untuktumbuh dan berkembangnya sel planktonik P.bahamense (Anderson, 1989). Meskipundemikian, beberapa kajian di perairan yang secaraberkala mengalami MAB P. bahamense, sepertiTeluk Manila di Filipina, menunjukkan indikasikuat bahwa deposit kista di dasar perairan menjadisumber utama atau titik awal terjadinya ledakanpopulasi spesies toksik tersebut (Azanza et al.,2004; Villanoy et al., 2006). Selain itu,keberadaan kista spesies dinoflagellata tertentupada sedimen dasar perairan, terutama yangbersifat toksik serta dapat menyebabkanmunculnya MAB, dapat digunakan sebagaiperingatan awal (early warning) terhadapkemungkinan terjadinya ledakan populasi spesiestersebut di masa depan (Furio et al., 2012).Meskipun demikian, nilai Tingkat Risiko MAB P.bahamense dalam kajian ini baru mengandalkandata densitas kista spesies tersebut di sedimen danbelum memperhitungkan kondisi fisik-kimiasedimen ataupun kolom air yang dapat menjadipemicu terjadinya ledakan populasi P. bahamensedi perairan. Dengan demikian masih diperlukankajian lebih lanjut dan mendalam untukmenyempurnakan perhitungan yang digunakanuntuk menentukan nilai Tingkat Risiko MAB P.bahamense tersebut.

Implikasi dari hasil kaijan dan langkahmitigasi

Mengingat besarnya dampak negatif yangdapat ditimbulkan oleh MAB P. bahamense diperairan, maka langkah-langkah mitigasi untukmengurangi dampak tersebut menjadi sangatpenting untuk dilakukan. Salah satunya adalahdengan memanfaatkan peta zona tingkat risikoMAB P. bahamense yang dihasilkan dalam kajianini sebagai dasar untuk menentukan wilayah-wilayah yang harus dihindari pemanfaatannya,atau yang memerlukan pengawasan (monitoring)rutin. Sebagai contoh, keseluruhan perairan TelukAmbon dalam, yang berdasarkan kajian inidigolongkan dalam kawasan yang paling rawanmengalami fenomena MAB P. bahamense,merupakan wilayah yang harus dihindari untukdimanfaatkan sebagai kawasan budidaya. Hal inipenting untuk menghindari terjadinyapenumpukan nutrien sisa pakan ke dasar perairan,yang dapat memicu proses germinasi kista P.bahamense. Selain itu di kawasan itu jugasebaiknya tidak dilakukan aktivitas yangmengganggu sedimen dasar perairan dan dapatmengakibatkan resuspensi kista P. bahamense kekolom air dan memicu germinasi, serta ledakanpopulasinya. Selain menghindari area yangmemiliki risiko tinggi untuk terjadinya MAB P.bahamense, langkah lain yang dapat dilakukanuntuk mengurangi kemungkinan munculnyafenomena tersebut adalah dengan mengendalikaninput nutrien ke perairan melalui pengolahanlimbah yang baik. Hal ini penting dilakukan untukmenghindari terjadinya eutrofikasi di dalamkolom air, serta pengayaan senyawa organik dananorganik di sedimen, yang dapat memicu prosesgerminasi pada kista P. bahamense, atau kistadinoflagellata merugikan lainnya.

Selain melakukan langkah pencegahan,strategi lain yang penting untuk dilakukan adalahmelakukan pemetaan distribusi kista secara lebihmenyeluruh di perairan yang terdampak berat olehfenomena MAB P. bahamense, seperti di TelukAmbon dan pesisir Cirebon. Seperti yang telahditunjukkan pada kajian ini dan dibahas lebihlanjut pada publikasi oleh Rachman et al. (2019),sebaran titik atau stasiun pengambilan sampel(stasiun sampling) di perairan Cirebon masihsangat renggang, jumlahnya terlalu sedikit, dancakupan area sampling-nya pun belum memadaiuntuk menghasilkan peta sebaran dan lokasideposit kista P. bahamense yang akurat di pesisirperairan tersebut. Meskipun Anderson (1989)menyatakan bahwa pemetaan distribusi kistasecara kuantitatif di perairan merupakan pekerjaan

Page 15: Oseanologi dan Limnologi di Indonesia 2021 6(1): 37-53

Oseanologi dan Limnologi di Indonesia 2021 6(1): 37-53

51

yang memakan banyak waktu (time-consuming),namun mengingat besarnya dampak negatif yangdapat terjadi akibat MAB P. bahamense diperairan Indonesia, maka pekerjaan pemetaankista tersebut menjadi sangat penting untukdilakukan.

Kesimpulan

Secara umum perairan yang paling rawanmengalami fenomena MAB P. bahamense padamasa depan adalah perairan Teluk Ambon danpesisir Cirebon. Indikasi ini didasarkan padatingginya densitas kista P. bahamense danbesarnya deposit kista spesies P. bahamense padacyst bank yang tersebar di beberapa titik diperairan Teluk Ambon dan pesisir Cirebon.Keberadaan cyst bank di area perairan TelukLampung dan Teluk Jakarta, juga perlumendapatkan perhatian serius guna mengurangikemungkinan terjadinya ledakan populasi P.bahamense yang dapat dimulai dari pusat-pusatdeposit kista dinoflagellate dari spesies P.bahamense. Selain itu, data lokasi cyst bank, sertazonasi tingkat kerawanan ledakan populasi P.bahamense yang dihasilkan dalam kajian inidiharapkan dapat dijadikan acuan untukmelakukan kegiatan mitigasi bencana Marak AlgaBerbahaya di perairan Teluk Lampung, TelukJakarta, Teluk Ambon, dan pesisir Cirebon. Petayang dibuat juga dapat digunakan untukmengantisipasi agar akvtivitas manusia di perairantidak terdampak pada kolom air, atau pun sedimendasar perairan di area sekitar cyst bank. Langkahantisipasi ini perlu dilakukan untuk mencegahterpicunya proses germinasi kista P. bahamenseyang pada akhirnya dapat menimbulkan fenomenaMAB yang berdampak negatif bagi kesehatanekosistem maupun masyarakat yang tinggal dikawasan pesisir.

Persantunan

Kajian ini merupakan bagian dari kegiatanpenelitian DDR (Demand Driven Reserach) yangdidanai oleh program COREMAP-CTI di tahun2020. Sampel dan data yang digunakan dalamkajian ini merupakan hasil dari kegiatan risetterdahulu yang didanai oleh: (1) DIPA PusatPenelitian Oseanografi-LIPI 2013-2014 (TelukJakarta, Teluk Lampung, dan Teluk Ambon)bekerja sama dengan Institut de Recherche pour leDéveloppement (IRD) dan University ofMontpellier, Prancis; dan (2) DIPA P2O-LIPI2017 (pesisir Cirebon). Kami mengucapkan

terima kasih kepada seluruh anggota tim penelitiyang terlibat dalam seluruh kegiatan penelitian,baik dalam penelitian DDR 2020 ini maupunpenelitian terdahulu yang data dan sampelnyadipergunakan dalam kajian ini. Terima kasih jugakami ucapkan kepada para teknisi Lab PlanktonP2O-LIPI yang telah menjalani masa pensiun,yaitu ibu Trimaningsih, ibu Elly Asnaryati, danibu Sugestiningsih. Sebagai tambahan, dalampenulisan artikel ilmiah ini, Arief Rachman danMariana D.B. Intan bertindak sebagai kontributorutama, sedangkan para penulis lainnya, yaituHikmah Thoha, Oksto Ridho Sianturi, Muawanah,Hanung Agus Mulyadi dan Estelle Masseretsecara bersama-sama berkontribusi sebagaikontributor anggota.

DaftarPustaka

Anderson, D. M. (1989). Cysts as factors inPyrodinium bahamense ecology. In G. M.Hallegraeff and J. L. Maclean (Eds)Biology, Epidemiology and Management ofPyrodinium Red Tides Vol. 21 (pp. 81-88).Bandar Seri Begawan, Brunei Darussalam:Fisheries Department, Ministry ofDevelopment, Brunei Darussalam andInternational Center for Living AquaticResource Management, Manila,Philippines.

Azanza, R. V., & Max Taylor, F. J. R. (2001). ArePyrodinium Blooms in the Southeast AsianRegion Recurring and Spreading? A Viewat the End of the Millennium. AMBIO: AJournal of the Human Environment, 30(6),356-364, 359.

Azanza, R. V., Siringan, F. P., Diego Mcglone,M. L. S., Yñiguez, A. T., Macalalad, N. H.,Zamora, P. B., Agustin, M. B. andMatsuoka, K.(2004). Horizontaldinoflagellate cyst distribution, sedimentcharacteristics and benthic flux in ManilaBay, Philippines. Phycological Research,52(4), 376-386.

Blanco, J. (1986). Separacion de quistes dedinoflagelados en gradiente de densidad.Boletin del Instituto Espanol deOceanografia, 3, 81-84.

Brosnahan, M. L., Fischer, A. D., Lopez, C. B.,Moore, S. K., & Anderson, D. M. (2020).Cyst-forming dinoflagellates in a warmingclimate. Harmful Algae, 91, 101728.https://doi.org/10.1016/j.hal.2019.101728

Corrales, R. A., & Maclean, J. L. (1995). Impactsof harmful algae on seafarming in the Asia-

Page 16: Oseanologi dan Limnologi di Indonesia 2021 6(1): 37-53

Rachman et al.

52

Pacific areas. Journal of AppliedPhycology, 7(2), 151-162.https://doi.org/10.1007/BF00693062

Dale, B., Thorsen, T. A., & Fjellsa, A. (1999).Dinoflagellate Cysts as Indicators ofCultural Eutrophication in the Oslofjord,Norway. Estuarine, Coastal and ShelfScience, 48(3), 371-382.https://doi.org/10.1006/ecss.1999.0427

Damar, A., Colijn, F., Hesse, K.-J., & Wardiatno,Y. (2012). The eutrophication states ofJakarta, Lampung and Semangka Bays:Nutrient and phytoplankton dynamics inIndonesian tropical waters. Journal ofTropical Biology & Conservation, 9(1), 61-81.

Damar, A., Hesse, K.-J., Colijn, F., & Vitner, Y.(2019). The eutrophication states of theIndonesian sea large marine ecosystem:Jakarta Bay, 2001–2013. Deep SeaResearch Part II: Topical Studies inOceanography, 163, 72-86.https://doi.org/10.1016/j.dsr2.2019.05.012.

Duarte, C., Conley, D., Carstensen, J., & Sánchez-Camacho, M. (2009). Return to Neverland :Shifting Baselines Affect EutrophicationRestoration Targets. Journal of the Coastaland Estuarine Research Federation, 32(1),29-36. d https://doi.org/10.1007/s12237-008-9111-2.

Furio, E. F., Azanza, R. V., Fukuyo, Y., &Matsuoka, K. (2012). Review ofgeographical distribution of dinoflagellatecysts in Southeast Asian coasts. Coastalmarine science, 35(1), 20-33.

Genovesi-Giunti, B., Laabir, M., & Vaquer, A.(2006). The benthic resting cyst: a key actorin harmful dinoflagellate blooms-A review.Vie et milieu (1980), 56(4), 327-337.

Genovesi, B., Laabir, M., Masseret, E., Collos, Y.,Vaquer, A., & Grzebyk, D. (2009).Dormancy and germination features inresting cysts of Alexandrium tamarensespecies complex (Dinophyceae) canfacilitate bloom formation in a shallowlagoon (Thau, southern France). Journal ofPlankton Research, 31(10), 1209-1224.https://doi.org/10.1093/plankt/fbp066.

Kim, S.-Y., Moon, C.-H., Cho, H.-J., & Lim, D.-I.(2009). Dinoflagellate Cysts in CoastalSediments as Indicators of Eutrophication:A Case of Gwangyang Bay, South Sea ofKorea. Estuaries and Coasts, 32(6), 1225-1233. https://doi.org/10.1007/s12237-009-9212-6.

LeGresley, M., & McDermott, G. (2010).Counting chamber methods for quantitativephytoplankton analysis—haemocytometer,Palmer-Maloney cell and Sedgewick-Raftercell. In B. Karlson, C. Cusack, & E.Bresnan (Eds.), Microscopic and molecularmethods for quantitative phytoplanktonanalysis. UNESCO (IOC Manuals andGuides) (Vol. 110, pp. 25-30). Spain:Intergovernmental OceanographicCommission, United Nations Educational,Scientific and Cultural Organization.

Likumahua, S. (2015). Recent blooming ofPyrodinium bahamense var. compressum inAmbon Bay, Eastern Indonesia. MarineResearch in Indonesia, 38(1), 31-37.

Matsuoka, K. (1989). Morphological features ofthe cyst of Pyrodinium bahamense var.compressum. In G. M. Hallegraeff and J. L.Maclean (Eds) ICLARM Conference. Vol.21 (pp. 219-229). Bandar Seri Begawan,Brunei Darussalam: Fisheries Department,Ministry of Development, BruneiDarussalam and International Center forLiving Aquatic Resource Management,Manila, Philippines.

Matsuoka, K., Fukuyo, Y., P Praseno, D., Adnan,Q., & Kodama, M. A. (1999).Dinoflagellate cysts in surface sediments ofJakarta Bay, off Ujung Pandang andLarantuka of Flores Islands, Indonesia withspecial reference of Pyrodiniumbahamense. Bull. Fac. Fish. NagasakiUniv, 80, 49-54.

McMinn, A. (1991). Recent dinoflagellate cystsfrom estuaries on the central coast of NewSouth Wales, Australia. Micropaleontology,37(3), 269-287.

Mizushima, K., Matsuoka, K., & Fukuyo, Y.(2007). Vertical distribution of Pyrodiniumbahamense var. compressum(Dinophyceae) cysts in Ambon Bay andHurun Bay, Indonesia. Plankton andBenthos Research, 2(4), 163-174.

Morquecho, L., Alonso-Rodríguez, R., &Martínez-Tecuapacho, G. A. (2014). Cystmorphology, germination characteristics,and potential toxicity of Pyrodiniumbahamense in the Gulf of California.Botanica Marina, 57(4), 303.https://doi.org/10.1515/bot-2013-0121.

Nurlina, A., & Liambo, A. A. (2018). KejadianLuar Biasa Paralytic Shellfish PoisoningPada Konsumsi Kerang HijauTerkontaminasi Saxitoxin di Kabupaten

Page 17: Oseanologi dan Limnologi di Indonesia 2021 6(1): 37-53

Oseanologi dan Limnologi di Indonesia 2021 6(1): 37-53

53

Cirebon, Indonesia, Desember 2016.Prosiding Seminar Nasional dan DiseminasiPenelitian Kesehatan. Vol. 1. (pp. 134-141)Tasikmalaya, Indonesia: STIKes BaktiTunas Husada, Tasikmalaya.

Praseno, D., Fukuyo, Y., Widiarti, R., &Sugestiningsih. (2003). Red tideoccurrences in Indonesian waters and theneed to establish a monitoring system.Paper presented at the Proceedings ofWorkshop on Red tide Monitoring in AsianCoastal Waters.

Rachman, A., Thoha, H., Sianturi, O. R., Bayu,M. D., Fitriya, N., Sidabutar, T., Witasari,Y., Wibowo, S. P. A. & Iwataki, M. (2019).Distribution of Pyrodinium bahamensecysts in modern sediments of Sukalilawater, Cirebon, Indonesia. PhilippineJournal of Natural Sciences, 24(1 & 2), 104- 115.

Satta, C. T., Anglès, S., Lugliè, A., Guillén, J.,Sechi, N., Camp, J., & Garcés, E. (2013).Studies on dinoflagellate cyst assemblagesin two estuarine Mediterranean bays: Auseful tool for the discovery and mappingof harmful algal species. Harmful Algae,24, 65-79.https://doi.org/10.1016/j.hal.2013.01.007.

Sidabutar, T., Thoha, H., Bayu D., M., Rachman,A., Sianturi, O. R., Fitriya, N., Muawanah,Mulyadi, H. A., Likumahua, S. & Masseret,E. (2016). Occurrence of Pyrodiniumbahamense blooms related to cystaccumulation in the bottom sediments inthe bays at Ambon, Lampung and Jakarta,Indonesia. Harmful Algae News, 52, 8-9.

Siringan, F. P., Azanza, R. V., Macalalad, N. J.H., Zamora, P. B., & Sta. Maria, M. Y. Y.(2008). Temporal changes in the cystdensities of Pyrodinium bahamense var.compressum and other dinoflagellates inManila Bay, Philippines. Harmful Algae,7(4), 523-531.https://doi.org/10.1016/j.hal.2007.11.003.

Thoha, H., Muawanah, M., Bayu Intan, M.,Rachman, A., Sianturi, O. R., Sidabutar, T.,Iwataki, M., Takahashi, K., Avarre, J.-C. &Masseret, E.(2019). Resting cystdistribution and molecular identification ofthe harmful dinoflagellate Margalefidiniumpolykrikoides (Gymnodiniales,

Dinophyceae) in Lampung Bay, Sumatra,Indonesia. Frontiers in microbiology, 10, 1-12.

Tian, C., Doblin, M. A., Dafforn, K. A., Johnston,E. L., Pei, H., & Hu, W. (2018).Dinoflagellate cyst abundance is positivelycorrelated to sediment organic carbon inSydney Harbour and Botany Bay, NSW,Australia. Environmental Science andPollution Research, 25(6), 5808-5821.https://doi.org/10.1007/s11356-017-0886-1.

Usup, G., Ahmad, A., Matsuoka, K., Lim, P. T.,& Leaw, C. P. (2012). Biology, ecologyand bloom dynamics of the toxic marinedinoflagellate Pyrodinium bahamense.Harmful Algae, 14, 301-312.

Usup, G., Kulis, D. M., & Anderson, D. M.(1994). Growth and toxin production of thetoxic dinoflagellate Pyrodinium bahamensevar. compressum in laboratory cultures.Natural toxins, 2(5), 254-262.

Villanoy, C. L., Azanza, R. V., Altemerano, A., &Casil, A. L. (2006). Attempts to model thebloom dynamics of Pyrodinium, a tropicaltoxic dinoflagellate. Harmful Algae, 5(2),156-183.https://doi.org/10.1016/j.hal.2005.07.001.

Wiadnyana, N., & Sidabutar, T. (1997).Monitoring of harmful Dinoflagellates inthe east Indonesian waters. Paper presentedat the Proc. ASEAN-Canada TechnicalConference on Marine Science: QualityCriteria and Monitoring for Aquatic Lifeand Human Health Protection.

Wiadnyana, N., Sidabutar, T., Matsuoka, K.,Ochi, T., Kodama, M., & Fukuyo, Y.(1996). Note on the occurrence ofPyrodinium bahamense in easternIndonesian waters. Harmful and ToxicAlgal Blooms., 53-56.

Xiao, W., Liu, X., Irwin, A. J., Laws, E. A.,Wang, L., Chen, B., Zeng, Y. & Huang,B.(2018). Warming and eutrophicationcombine to restructure diatoms anddinoflagellates. Water Research, 128, 206-216.

Yang, C.-S., Kao, S.-P., Lee, F.-B., & Hung, P.-S.(2004). Twelve different interpolationmethods: A case study of Surfer 8.0. ISPRS,778-783.