limnologi (penuntun praktikum 08-09) 2013

37
Limnologi (BDA 213), Penuntun Praktikum, PS Budidaya Perairan UNTAD TA 08/09 PENUNTUN PRAKTIKUM LIMNOLOGI (BDA 306) TIM PENGAJAR PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN JURUSAN PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS TADULAKO PALU TA 2008/2009

Upload: ekhaputrinagfishery

Post on 17-Nov-2015

51 views

Category:

Documents


16 download

DESCRIPTION

Fakultas Peternakan dan Perikanan Untad

TRANSCRIPT

  • Limnologi (BDA 213), Penuntun Praktikum, PS Budidaya Perairan UNTAD TA 08/09

    PENUNTUN PRAKTIKUM

    LIMNOLOGI (BDA 306)

    TIM PENGAJAR

    PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN

    JURUSAN PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN

    UNIVERSITAS TADULAKO PALU TA 2008/2009

  • Limnologi (BDA 213), Penuntun Praktikum, PS Budidaya Perairan UNTAD TA 08/09

    1

    PLAGIARISME

    Pengertian

    Plagiarisme adalah melakukan reproduksi terhadap kata-kata atau kalimat orang lain, hasil kerja/karya atau pemikiran (termasuk rekan mahasiswa) dari sumber manapun tanpa melakukan apresiasi/mencantumkan nama sumber (acknowledgment). Pengertian kata-kata atau kalimat, kerja dan pemikiran termasuk di dalamnya representasi diagram, gambar, sketsa, objek, teks, hasil karya artistik dan ekspresi ide lainnya, tetapi istilah (terminasi) kerja/karya digunakan untuk semua hal tersebut.

    Plagiarisme tidak hanya mencakup mengkopi (mengutip) langsung hasil karya orang lain tetapi juga melakukan reproduksi, bahkan termasuk di dalamnya menulis kembali sekecil apapun atau mengadaptasi ide orang lain. Pada kasus-kasus tersebut, hasil kerja (karya) orang lain dipresentasikan sebagai hasil karya (kerja) mahasiswa sendiri.

    Plagiarisme tidak punya tempat di Universitas. Hasil karya yang mengandung materi plagiarisme yang diserahkan oleh seorang mahasiswa untuk dinilai, bagaimanapun akan dikenakan tindakan indispliner. Plagiarisme yang serius mungkin dapat mengakibatkan mahasiswa dikeluarkan dari Universitas.

    Materi apapun yang bukan merupakan hasil karya mahasiswa sendiri haruslah disebutkan nama semburnya (must be acknowledged) secara jelas atau secara spesifik sesuai dengan ketentuan matakuliah atau spesifikasi tugas yang diberikan, atau Pedoman Penulisan Skripsi/Thesis pada Program Studi, Jurusan, Fakultas atau Universitas.

    Copyright (Hak Cipta)

    Hasil kerja orang lain sebagaimana hasil karya diri sendiri dilindungi oleh undang-undang hak cipta. Berdasarkan udang-undang hak cipta adalah illegal untuk melakukan reproduksi secara berlebih terhadap sebagian atau elemen kunci dari hasil karya orang lain tanpa surat izin (pembayaran dalam berbagai kasus). Penggunaan tanpa izin hasil kerja orang lain mungkin dapat mengakibatkan terjadinya proses tuntutan. Penggunaan and acknowledgment secara tepat terhadap sejumlah kecil hasil karya orang lain pada tugas mahasiswa dan diserahkan untuk dinilai, biasanya tidak akan membawa masalah seperti yang disebutkan di atas. Tetapi, mahasiswa haruslah memperhatikannya dan mengkunsultasikannya dengan staf pengajar tentang status komersial dari sumber yang potensial, terlebih-lebih jika hasil karya tersebut digunakan kemudian untuk tujuan lain selain tugas kuliah.

    Downloading Material

    Mendownload materi dari internet dan mempastenya sebagai hasil karya sendiri juga termasuk plagiarisme. Materi dari internet apakah bebas atau tidak dan tersedia untuk publik, mempresentasikannya sebagai hasil karya/kerja sendiri merupakan plagiarisme.

  • Limnologi (BDA 213), Penuntun Praktikum, PS Budidaya Perairan UNTAD TA 08/09

    2

    Mahasiswa dianjurkan untuk tidak mengambil resiko. Plagiarisme melalui internet jauh lebih mudah untuk dicek dan dibuktikan dari pada plagiarisme secara tradisional melalui buku/jornal atau hasil hasil karya cetakan/terbitan lainnya.

    Sumber: Owens, L. 2003. Practical Book, Aquatic Microbial Pathobiology, Microbiology and Immunology, School of Veterinary and Biomedical Sciences, James Cook University, Townsville, Australia.

    TATA TERTIB KELAS PRAKTIKUM LIMNOLOGI

    1. Datang 15 menit sebelum praktek dimulai.

    2. Membawa buku respon, penuntun praktikum dan kartu kontrol.

    3. Telepon genggam (mobile phone) atau alat elektronik apapun haruslah dinonaktifkan ketika akan memasuki laboratorium.

    4. Memakai baju praktikum yang dilengkapi dengan papan nama selama praktikum berlangsung. Semua kancing harus terpasang dan baju lab haruslah menutup semua pakaian yang dikenakan. Baju lab hendaklah tidak dikenakan di tempat lain selain di laboratorium.

    5. Baju lab haruslah dicuci secara reguler dan terpisah dari pakaian lainnya. Baju lab dimasukkan ke dalam tas plastik ketika dibawa dari laboratorium untuk menghindari terjadinya kontaminasi di dalam tas

    6. Sepatu yang menutup seluruh bagian kaki haruslah dikenakan. Sandal dan sepatu sandal tidak diperkenankan untuk dikenakan di dalam laboratorium.

    7. Rambut, jika panjang haruslah diikat ke belakang.

    8. Merokok, makan (termasuk mengunyah permen) atau minum tidak diperkenankan di dalam laboratorium. Makanan dan minuman jangan pernah dibawa ke dalam laboratorium.

    9. Jangan meletakkan objek apapun dekat mulut, ini termasuk pulpen, pensil, label, jari-jari (tangan) dan sebagainya selama praktikum berlangsung.

    10. Pipet dengan menggunakan mulut sangat dilarang, alat untuk mengisi cairan/larutan atau titrasi haruslah digunakan setiap saat.

    11. Tangan haruslah dicuci dengan menggunakan sabun dan air bersih sebelum meninggalkan lab untuk tujuan apapun meskipun hanya untuk sementara.

    12. Bangku dan meja untuk praktek haruslah dibersihkan sebelum dan sesudah praktikum. Jangan pernah duduk di atas meja praktek meskipun telah dibersihkan.

    13. Jangan meletakkan buku, kertas, pulpen/pensil atau tas di atas meja dimana praktek akan dilaksanakan. Tas haruslah diletakkan di dekat pintu masuk lab atau tempat yang telah ditentukan.

  • Limnologi (BDA 213), Penuntun Praktikum, PS Budidaya Perairan UNTAD TA 08/09

    3

    14. Menggunakan alat yang terdapat dalam lab haruslah dengan seizin laboran atau asisten.

    15. Alat-alat yang dirusakkan atau dihilangkan haruslah diganti.

    16. Menjaga kebersihan selama praktek berlangsung.

    17. Memakai surat izin jika tidak dapat hadir (sakit).

    18. Dua kali tidak mengikuti praktek tanpa pemberitahuan maka praktikum dinyatakan batal.

    19. Tidak diperkenankan keluar masuk lab dan membuat keributan selama praktek berlangsung. Praktikan haruslah meminta izin jika hendak keluar dari lab.

    20. Hal-hal lain yang belum diatur dalam tata tertib ini akan diatur kemudian.

  • Limnologi (BDA 213), Penuntun Praktikum, PS Budidaya Perairan UNTAD TA 08/09

    4

    FORMAT LAPORAN PRAKTIKUM

    HALAMAN PENGESAHAN

    DAFTAR ISI

    DAFTAR TABEL (jika ada)

    DAFTAR GAMBAR (jika ada)

    DAFTAR LAMPIRAN (jika ada)

    I. PENDAHULUAN

    Latar Belakang

    Tujuan dan Kegunaan

    II. TINJAUAN PUSTAKA

    III. METODE PRAKTEK

    Waktu dan Tempat

    Alat dan Bahan

    Prosedur Kerja

    Analisa data

    IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

    Hasil

    Pembahasan

    V. KESIMPULAN DAN SARAN

    Kesimpulan

    Saran

    DAFTAR PUSTAKA

    LAMPIRAN (jika ada)

  • Limnologi (BDA 213), Penuntun Praktikum, PS Budidaya Perairan UNTAD TA 08/09

    5

    I. PARAMATER FISIKA

    1.1. Suhu

    1.1.1. Latar belakang

    Menurut Boyd (1999) suhu air sangat terkait dengan radiasi sinar matahari dan suhu

    udara. Temperatur air cenderung mengikuti temperatur udara. Oleh karena itu, suhu air

    umumnya dapat diprediksi berdasarkan musim dan tempat. Perlu diingat bahwa suhu

    udara pada suatu lokasi mungkin menyimpang dari kondisi normal pada periode tertentu,

    demikian pula suhu air akan mengalami penyimpangan. Air memiliki kapasitas yang

    besar untuk menahan panas. Panas jenis air adalah satu unit, yang berarti bahwa

    diperlukan satu kalori untuk menaikkan satu gram air sebesar 1 C. Absorpsi energi

    matahari saat cahaya melalui air memanaskan air. Energi cahaya diabsorpsi secara

    eksponensial sesuai dengan kedalaman sehingga kebanyakan panas diabsorpsi pada

    lapisan permukaan air.

    Densitas air tergantung pada suhu air. Kolam dan danau mungkin mangalami stratifikasi

    suhu, karena panas diabsorpsi lebih cepat dekat permukaan suatu badan air dan air

    dilapisan atas yang hangat densitasnya lebih rendah dari lapisan bawah yang lebih dingin.

    Stratifikasi terjadi saat perbedaan densitas air lapisan atas dan bawah sangat besar

    sehingga kedua lapisan tersebut tidak dapat dicampur oleh angin. Lapisan atas disebut

    epilimnion sedang lapisan bawah disebut hypolimnion. Lapisan antara epilimnion dan

    hypolimnion memiliki perbedaan suhu yang sangat menyolok dan disebut metalimnion

    (thermocline). Di danau, thermocline didefinisikan sebagai lapisan dimana suhu

    menurun pada laju sekurang-kurangnya 1 C/m kedalaman. Definisi ini tidak dapat

    diaplikasikan di kolam, karena bahkan di musim dingin gradien suhunya sering melebihi

    1 C. Selama periode stratifikasi suhu di kolam, termoklin sangat mudah dikenali sebagai

    lapisan dimana suhu berubah dengan sangat cepat berdasarkan kedalaman (Boyd, 1999).

    Lanjt dijelaskan bahwa ikan dan crustacea merupakan hewan poikilothermic berdarah

    dingin yang berarti temperatur tubuhnya pada dasarnya sama dengan suhu lingkungan

    sekelilingnya. Karena suhu air berubah secara harian dan musiman, maka temperatur

  • Limnologi (BDA 213), Penuntun Praktikum, PS Budidaya Perairan UNTAD TA 08/09

    6

    tubuhnya pun lebih sering berubah. Laju proses biokimia tergantung pada suhu. Pada

    kisaran temperatur yang terjadi secara normal pada habitat alami pada suatu species

    tertentu, laju proses biokimia terkait dengan temperatur yang mengikuti hukum van Hoff

    yang menyatakan bahwa kenaikan suhu sebesar 10 C meningkatkan laju reaksi sebesar

    dua kali. Hubungan antara suhu, reaksi biokimia, dan konsumsi oksigen mengikuti

    asumsi berikut ini:

    1. Konsumsi oksigen meningkat dengan meningkatnya suhu dengan laju sesuai

    dengan hukum van Hoff hingga suatu nilai maksimum tercapai.

    2. Nilai maksimum dari laju konsumsi oksigen berada pada kisaran temperatur yang

    sempit.

    3. Konsumsi oksigen menurun relatif cepat saat suhu terus meningkat

    4. Temperatur lethal akhirnya tercapai.

    Banyak species yang dapat dibudidayakan akan bertahan hidup dan berkembangbiak

    pada kisaran temperatur yang luas, tetapi kisaran temperatur untuk pertumbuhan yang

    maksimal lebih sempit (Rowland, 1986 dalam Boyd, 1990). Sebagai contoh, suatu

    species dapat mentolelir suhu 5 36 C, tetapi kisaran untuk pertumbuhan maksimum

    berada pada kisaran 26 30 C.

    Dalam kolam suhu tidak berubah lebih dari beberapa derajat selama 24 jam, sehingga

    ikan dan crustacea tidak terlalu dipengaruhi. Tetapi terkadang, hewan ditransfer secara

    cepat pada temperatur yang berbeda. Jika perbedaan temperatur 3 4 C, perubahan

    metabolisme mungkin dapat menyebabkan thermal shock atau bahkan kematian. Oleh

    karena itu hewan haruslah dikondisikan pada perubahan suhu secara perlahan selama

    transfer dilakukan. Perubahan suhu sebesar 0,2 C/min dapat ditolerir. Ikan dan crustacea

    yang akan ditebar dikolam sering ditranspor dalam plastik yang diisi air. Plastik ini dapat

    diapungkan dalam kolam/tambak hingga temperatur air dalam plastik sama dengan yang

    ada dikolam. Selanjutnya, hewan yang ada dalam plastik dapat dilepaskan dengan aman

    (Boyd, 1990).

  • Limnologi (BDA 213), Penuntun Praktikum, PS Budidaya Perairan UNTAD TA 08/09

    7

    1.1.2. Metode pengukuran suhu

    Umumnya pengukuran suhu perairan dilakukan dengan menggunakan thermometer air

    raksa (thermometer Hg). Setidak-tidaknya thermometer tersebut harus memiliki skala

    terkecil 0,1 atau 1,0. Thermometer tersebut sebaiknya memiliki kapasitas suhu yang

    minimal agar ekuilibrasinya cepat (Clesceri et al., 1989). Bagaimanapun thermometer air

    raksa ini hanya dapat digunakan untuk mengukur suhu permukaan perairan (Wardoyo,

    1983). Sedang untuk mengukur suhu pada berbagai kedalaman digunakan thermometer

    balik (reversing thermometer), thermophone, atau thermistor.

    1.2. Turbiditas (Kekeruhan)

    1.2.1. Latar belakang

    Turbiditas (kekeruhan) menunjukkan penurunan kemampuan air untuk mentransmisikan

    cahaya yang disebabkan oleh bahan partikel yang tersuspensi yang bervariasi dalam

    ukuran mulai dari koloid sampai partikel yang terdispersi. Dalam kolam, turbiditas dan

    warna air mungkin berasal dari partikel koloid tanah, dari bahan organik terlarut atau

    koloid atau dari kelimpahan plankton. Kolam yang digunakan untuk budidaya ikan

    secara intensif biasanya keruh akibat phytoplankton sebagai respon terhadap penggunaan

    pupuk atau pakan ikan.

    Turbiditas yang disebabkan oleh plankton diinginkan dalam kolam. Turbiditas sebagai

    akibat konsentrasi humus yang tinggi secara tidak langsung berbahaya bagi ikan, tetapi

    perairan seperti ini biasanya distropik karena keasamannya, kandungan nutrien yang

    rendah, dan terbatasnya penetrasi cahaya untuk fotosintesis.

    Umumnya tipe turbiditas yang tidak diharapkan adalah yang disebabkan oleh partikel

    tanah yang tersuspensi. Meskipun turbiditas ini tidak berdampak secara langsung

    terhadap ikan di kolam, tetapi dalam waktu yang lama dapat membahayakan kehidupan

    ikan. Partikel tanah yang tersuspensi ini akan membatasi penetrasi cahaya matahari,

    sehingga mempengaruhi produktivitas, sebagian partikel akan menetap di dasar perairan,

    melunakkan telur ikan dan merusak komunitas bentik.

  • Limnologi (BDA 213), Penuntun Praktikum, PS Budidaya Perairan UNTAD TA 08/09

    8

    Buck ( 1956 dalam Boyd, 1990) membagi kolam di Oklahoma dalam tiga kelompok:

    Kolam jernih (clear pond) dengan turbiditas rata-rata 25 mg/l, kolam sedang

    (intermediate pond) dengan turbiditas dari 25 100 mg/l, dan kolam berlumpur (muddy

    pond) dengan turbiditas lebih dari 100 mg/l. Rata-rata hasil panen (sunfish dan

    largemouth bass) masing-masing berturut-turut 181 kg/ha, 105kg/ha, dan 33 kg/ha.

    Perbedaan tersebut berasal dari ketersediaan makanan yang melimpah bagi organisme di

    kolam yang jernih. Volume phytoplankton net rata-rata berturut-turut adalah 19,2 l/l,

    2,4 l/l, dan 1,5 l/l. Peneliti ini menyimpulkan bahwa penetrasi cahaya merupakan

    faktor yang menghambat pertumbuhan plankton. Pada air yang memiliki turbiditas 25

    mg/l, 24,9% cahaya merah berpenetrasi sampai kedalaman 10 cm, dibandingkan dengan

    6,3% dan 0% pada kolam dengan turbiditas 50 mg/l dan 100 mg/l secara berturut-turut.

    1.2.2. Metode pengukuran turbiditas

    Warna dan penampakan air bukanlah merupakan alat ukur yang objektif, tetapi banyak

    petani ikan maupun udang sangat bergantung pada dua parameter ini. Tentu saja,

    seseorang dapat membedakan air yang jernih dengan air yang keruh dan tingkat

    kekeruhan dapat dengan mudah diukur dengan Secchi disk.

    Secchi disk merupakan cakram yang berdiameter 20 cm yang diberi warna hitam dan

    putih. Rata-rata kedalaman dimana disk menghilang dan tampak kembali merupakan

    nilai penampakan Secchi disk. Kedalaman penampakan Secchi disk dikalikan dengan 2

    memberikan hasil yang baik untuk mengestimasi kedalaman euphotik zone di kolam.

    Skema berikut ini dapat digunakan untuk mengevaluasi penampakan Secchi disk:

    Pembacaan Secchi disk Keterangan

    Kurang dari 20 cm Kolam terlalu keruh. Jika kolam keruh karena phytoplankton, maka konsentrasi oksigen terlarut akan rendah. Bila kekeruhan disebabkan oleh partikel tanah yang tersuspensi, maka produktifitas akan rendah.

    20 30cm Turbiditas menjadi berlebihan (escessive).

    30 45 cm Jika kekeruhan disebabkan oleh phytoplankton maka kolam berada pada kondisi yang baik.

  • Limnologi (BDA 213), Penuntun Praktikum, PS Budidaya Perairan UNTAD TA 08/09

    9

    45 60 cm Phytoplankton kurang.

    Lebih dari 60 cm Air terlalu jernih. Produktifitas rendah dan alga di dasar akan menjadi masalah.

    Metode standar untuk mengukur turbiditas adalah dengan menggunakan Jackson candle

    turbidimeter, tetapi nilai turbiditas terendah yang dapat diukur oleh alat ini adalah 25 unit.

    1.3. Warna Perairan

    1.3.1. Latar belakang

    Perairan alami tidak pernah betul-betul murni dan mengandung berbagai substansi yang

    selanjutnya akan menginterfensi penetrasi cahaya. Warna dari perairan alami berasal dari

    sinar cahaya yang tidak diabsorbsi yang tersisa dari intensitas cahaya asal. Warna

    perairan yang sebenarnya disebabkan oleh substansi terlarut atau suspensi koloid. Warna

    yang tampak disebabkan oleh bahan yang tersuspensi yang menginterfensi penetrasi

    cahaya.

    Faktor yang dominan mempengaruhi warna kolam budidaya adalah substansi humus

    yang terlarut, partikel tanah yang tersuspensi dan phytoplankton. Partikel tanah yang

    tersuspensi mungkin menghasilkan berbagai warna, tetapi para pembudidaya yang

    berpengalaman jarang terkecoh oleh warna yang disebabkan oleh partikel tanah yang

    tersuspensi dengan warna lainnya. Materi humus yang terlarut biasanya memberi warna

    seperti tah atau kopi pada air. Kolam yang diberi pupuk berlebih dan kolam didaerah

    yang memiliki banyak vegetasi atau di daerah rawa sering memiliki warna seperti

    humus. Pada beberapa kolam, besi yang berasosiasi dengan materi humus mungkin

    menghasilkan warna kekuning-kuningan.

    Partikel tanah yang tersuspensi (muddy water) dan humus sangat jarang berpengaruh

    langsung terhadap species yang dibudidayakan. Tetapi sedimentasi dari partikel tanah

    dan penurunan dari ketersediaan cahaya dapat menurunkan produktifitas. Warna yang

    disebabkan oleh phytoplankton bloom menghasilkan berbagai macam gradient, dan para

    pembudidaya biasanya merasa bahwa warna coklat, hijau kecoklatan, kuning kecoklatan,

    kuning dan hijau bisanya lebih disukai. Kebanyakan merasa bahwa warna hijau biru

  • Limnologi (BDA 213), Penuntun Praktikum, PS Budidaya Perairan UNTAD TA 08/09

    10

    sebaiknya dihindari. Tidak diragukan, suatu komunitas phytoplankton yang spesifik akan

    menghasilkan warna tertentu.

    1.3.2. Metode pengukuran warna perairan

    Metode untuk menentukan warna dan mengindentifikasi komunitas phytoplankton dari

    warna belum dikembangkan, dan bahkan jika memang ada, tidak ada bukti yang kuat

    bahwa suatu jenis phytoplankton tertentu akan lebih baik dari jenis lainnya. Tetapi jika

    warna harus dievaluasi dikolam, maka suatu standar bagan warna (coulor chart) harus

    dikembangkan. Bagan warna umum digunakan dalam klasifikasi tanah, sehingga

    pemikiran tentang bagan warna air untuk penentuan warna air dapat diterima (Boyd,

    1990).

  • Limnologi (BDA 213), Penuntun Praktikum, PS Budidaya Perairan UNTAD TA 08/09

    11

    II. PARAMETER KIMIA

    2.1. Salinitas

    2.1.1. Latar belakang

    Salinitas merupakan konsentrasi total dari semua ion dalam air. Jadi bukanlah seperti

    yang banyak dipikirkan orang, merupakan konsentrasi dari sodium khlorida dalam air.

    Tujuh ion utama (Cl, Na, SO4, Mg, Ca, K, dan HCO3) memberikan kontribusi yang

    sangat besar terhadap salinitas air. Salinitas dapat dilaporkan dalam mg/l (ppm), tetapi

    saat air memiliki salinitas yang tinggi, maka salinitas umumnya dilaporkan dalam part per

    thousand (ppt) atau permille ().

    Umumnya salinitas air berhubungan dengan bentuk keberadaan air dalam hidrosfer.

    Hunt (1967 dalam Boyd, 1990) membagi tingkat salinitas air sebagai berikut:

    Salinitas mg/l ppt Air hujan 3 0,003 Air permukaan 30 0,03 Air tanah 300 0,3 Air payau (estuaria) 3.000 3 Air laut 30.000 30 Air danau bergaram (yang tertutup) 300.000 300

    Air hujan relatif tidak mengandung substansi ionik, tetapi saat air mengalir di atas

    permukaan tanah, air hujan melarutkan ion yang berasal dari permukaan tanah. Air tanah

    umumnya mengandung lebih banyak ion dari pada air permukaan, untuk air tanah yang

    mempunyai kontak yang lebih lama dengan formasi geologi dari pada air permukaan.

    Air payau berasal dari pencampuran air tawar dengan air laut. Air laut memiliki salinitas

    rata-rata 34 ppt dan air tawar umumnya memiliki salinitas 2 ppt. Oleh karena itu semakin

    besar ratio air laut terhadap air tawar maka akan semakin tinggi salinitas estuaria. Danau

    bergaram yang tertutup mempunyai pemasukan air (inflow) tetapi tidak memiliki

    pengeluaran air (outflow). Konsentrasi ion melalui evaporasi dapat menyebabkan

    salinitas yang tinggi pada danau bergaram. Beberapa badan air permukaan memiliki

    salinitas yang lebih tinggi atau lebih rendah dari 30 mg/l, beberapa air tanah memiliki

  • Limnologi (BDA 213), Penuntun Praktikum, PS Budidaya Perairan UNTAD TA 08/09

    12

    salinitas lebih tinggi atau lebih rendah dari 300 mg/l, tetapi pada umumnya derajat

    mineralisasi air meningkat sebagaimana dijelaskan di atas.

    Ikan dan crustacea air tawar memiliki cairan tubuh yang lebih terkonsentrasi dengan ion

    dari pada air di sekelilingnya, organisme tersebut hypersaline atau hypertonic terhadap

    lingkunganya. Sebaliknya species air laut memiliki cairan tubuh yang lebih encer dengan

    ion dari pada air sekelilingnya, mereka hyposaline atau hypotonic terhadap

    lingkungannya. Osmoregulasi pada ikan air tawar melibatkan pengambilan ion dari

    lingkungan dan mencegah hilangnya ion. Ikan air tawar cenderung mengakumulasi air

    karena karena hypertonik terhadap lingkungannya, sehingga organisme ini harus

    mengeluarkan air dan menahan ion. Sebaliknya, osmoregulasi untuk species air laut

    membutuhkan pemasukan air yang konstandan mengeluarkan ion. Karena organisme air

    laut hypotonik terhadap lingkungannya, maka akan kehilangan air. Untuk menggantikan

    air ini, ikan mengambil air laut, tetapi untuk mencegah akumualsi garam yang berlebihan,

    maka organisme ini harus mengeluarkan garam. Setiap species memiliki kisaran salinitas

    yang optimum. Di luar kisaran ini hewan harus mengeluarkan energi yang cukup besar

    untuk proses osmoregulasi juga pada proses lainnya seperti pertumbuhan. Jika salinitas

    memyimpang terlalu jauh dari kisaran yang optimum, maka hewan tersebut akan mati

    karena tak dapat mempertahankan homeostatis.

    Ketika salinitas air berubah lebih dari 10 persen dalam beberapa menit atau jam, ikan dan

    crustacea mungkin tak dapat mentolerirnya. Ikan dan crustacea dapat mengaklimasi

    terhadap salinitas yang tinggi ataupun rendah dalam kisaran toleransinya jika perubahan

    tersebut dibuat secara perlahan. Sebagai contoh, larva udang yang diproduksi atau

    ditangkap dari alam pada salinitas 28 35 ppt, mereka sering dipelihara pada kolam

    dengan salinitas yang lebih rendah. Saat postlarva udang ditebar di kolam, seharusnya

    tidak diaklimasi pada kisaran yang melebihi 1 2 ppt per jam. Tangko dan Wardoyo

    (1985 dalam Boyd, 1990) mentransfer P. monodon dari 33 ppt ke 3 ppt pada laju

    perubahan salinitas 2,5, 5,0, 7,5 dan 10,0 ppt per jam. Tingkat kelangsungan hidup

    menurun dari 82,2% saat salinitas diturunkan dari 2,5 ppt/jam menjadi 56.7% saat

    salinitas berubah pada 10,0 ppt/jam.

  • Limnologi (BDA 213), Penuntun Praktikum, PS Budidaya Perairan UNTAD TA 08/09

    13

    2.1.2. Metode pengukuran salinitas

    Menurut Clesceri et al. (1989) salinitas dapat diukur dengan menggunakan metode

    hydrometric dan orgentometric. Tetapi saat ini metode konduktivitas dan densitas lebih

    sering digunakan baik di lapangan maupun di laboratorium karena ketepatan dan

    sensivitasnya yang tinggi. Alat yang umum digunakan untuk mengukur salinitas di

    laboratorium Kualitas Air Program Studi Budidaya Perairan (PS BDA) adalah

    salinometer dan refractometer.

    2.2. Derajat Keasaman (pH)

    2.2.1. Latar belakang

    Derajat keasaman (pH) didefinisikan sebagai logaritma negatif aktivitas ion hidrogen:

    pH = - log [H+]. Konsep pH berkembang dari ionisasi air. H2O + H2O = H3O+ + OH-,

    atau lebih sederhana lagi H2O = H+ + OH-. Konstanta kesimbangan air murni (Kw) pada

    suhu 25 C adalah 10-14: [H+][OH-] = Kw = 10-14. Dari persamaan tersebut terlihat bahwa

    setiap H+ setara dengan satu OH-, sehingga [H+] = [OH-], sehingga dengan demikian

    diperoleh: [H+][H+] = 10-14, jadi [H+] = 10-7 atau 0,0000001 mole/liter. Karena nilai

    tersebut terlalu kecil maka para ahli kimia pada awal tahun 1900-an sepakat untuk

    mengekspresikan konsentrasi ion hidrogen sebagai logaritma negatif [H+], sehingga untuk

    air murni: pH = - log [10-7] = 7. Untuk setiap larutan, produk [H+][OH-] harus setara

    dengan 10-14pada suhu 25 C. Kebanyakan air alami memiliki nilai pH antara 5 dan 10

    dengan frekuensi nilai terbesar berada antara 6,5 - 9,0, tetapi tentu saja ada pengecualian.

    Jaringan insang merupakan organ yang merupakan target utama dari stress akibat

    kemasaman. Saat ikan terekspos pH yang rendah, maka jumlah mukus (lendir) pada

    permukaan insang meningkat. Mukus yang berlebihan menghalangi pertukaran gas dan

    ion melalui insang. Oleh karena itu, kegagalan dalam keseimbangan asam-basa dalam

    darah menyebabkan stress pernapasan (respiratory stress) dan menurunkan konsentrasi

    natrium khlorida darah yang menyebabkan gangguan dalam proses osmosis. Hal tersebut

    merupakan simptom yang sangat umum dari stress akibat keasaman.

  • Limnologi (BDA 213), Penuntun Praktikum, PS Budidaya Perairan UNTAD TA 08/09

    14

    Insang ikan juga sangat sensitif terhadap larutan yang alkalin (pH tinggi). Pada brook

    trout (Salvelinus fontinalis), sel mukus pada dasar filamen insang menjadi hypertrofi dan

    epitelium insang berpisah dari pilaster cells (Dayc dan Garside, 1976 dalam Boyd, 1990).

    Kerusakan pada lensa dan kornea mata juga terjadi. Kerusakan pada insang juga dapat

    menyebabkan masalah padaproses respirasi dan kesimbangan asam-basa dalam darah

    (Boyd, 1990). Titik mati asam dan basa rata-rata berada pH 4 dan pH 11 (Swingle, 1961;

    Calabrese, 1969 dalam Boyd, 1990). Perairan dengan kisaran pH 6,5 9,0 pada pagi hari

    sebelum matahari terbit sangat baik untuk produksi ikan. Reproduksi berhenti pada nilai

    pH secara kontinu berada dibawah 6,5 (Mount, 1973 dalam Boyd, 1990).

    Menurut Boyd (1990), jika ikan dipindahkan secara cepat dari satu tempat ke tempat

    yang lain dengan perbedaan pH yang drastis, maka shock akibat pH dan kematian

    mungkin terjadi meskipun pH tempat yang kedua masih berada dalam kisaran normal

    toleransi pH species tersebut. Oleh karena itu, maka ikan atau crustacea harus secara

    perlahan diaklimasi pada perubahan pH yang tinggi. Dalam budidaya, efek langsung pH

    yang tinggi dan rendah biasanya kurang diperhatikan daripada efek tak langsung yang

    ditimbulkannya. Pada beberapa perairan yang memiliki alkalinitas yang rendah, pH

    biasanya tidak cukup rendah untuk membahayakan ikan, tetapi biasanyacukup rendah

    untuk mengurangi jumlah fosfor inorganik yang terlarut dan ketersediaan karbondioksida

    untuk plankton. Pada budidaya yang intensif, konsentrasi ammonia nitrogen total

    terkadang tinggi. pH yang tinggi pada sistem tersebut meningkatkan proporsi ammonia

    nitrogen total yang hadir sebagai ammonia yang tak terionisasi, suatu bentuk yang toksik.

    pH yang tinggi juga dapat menyebabkan cepatnya pengendapan fosfat ketika pemupukan

    dilakukan di kolam.

    2.2.2. Metode pengukuran pH

    Menurut Wardoyo (1982) kadar ion hydrogen (pH) dapat diukur dengan menggunakan

    metode kolorimetrik dan elektrik. Metode kolorimetrik didasarkan pada perubahan

    warna indikator yang digunakan. Metode ini dapat digunakan bila air sample yang akan

    diukur pHnya bersih, jernih dan stabil (tidak mudah berubah sifat). Indikator pH yang

    sering digunakan antara lain kertas lakmus dan larutan indikator. Selanjutnya dinyatakan

  • Limnologi (BDA 213), Penuntun Praktikum, PS Budidaya Perairan UNTAD TA 08/09

    15

    bahwa metode elektrik didasarkan atas adanya perubahan aliran listrik jika terjadi

    perubahan pH. Sebagai contoh, jika pH air berubah 1 unit. maka arus listrik sebesar 59,1

    mV (pada suhu 25 C) akan dihasilkan pada elektroda gelas dari pH meter.

    2.3. Karbondioksida (CO2)

    2.3.1. Latar belakang

    Meskipun karbondioksida (CO2) sangat mudah larut dalam air, tetapi atmosfir hanya

    mengandung sedikit karbondioksida demikian pula konsentrasinya dalam air. Air murni

    pada tekanan atmosfir standard (760 mm Hg) dan pada suhu 25 C mengandung 0,46

    mg/l karbondioksida (Boyd, 1990). Air permukaan biasanya mengandung kurang dari 10

    mg/l karbondioksida bebas sedang air tanah mungkin mengandung karbondioksida lebih

    dari nilai tersebut (Clesceri et al., 1989). Air dalam tanah mengalir (melakukan

    perkolasi) kebawah melewati zona perakaran tanah sebelum mencapai aquifers, sehingga

    air perkolasi akan mengakumulasi karbondioksida dan dengan demikian air tanah sering

    mengadung sejumlah besar karbondioksid (Boyd, 1990).

    Kandungan karbondioksida dalam air bisanya merupakan fungsi dari aktivitas biologi.

    Dimanapun laju respirasi melebihi laju fotosintesis, karbondioksida akan terakumulasi.

    Oleh karena itu badan air biasanya jenuh dengan gas ini pada pagi hari sebelum matahari

    terbit (Boyd, 1990). Lebih lanjut dijelaskan bahwa konsentrasi karbondioksida yang

    tinggi memiliki efek narkotik terhadap ikan dan bahkan dapat menyebabkan kematian. Di

    dalam lingkungan hal tersebut sangat jarang terjadi, tetapi yang terjadi biasanya

    mempengaruhi proses respirasi. Karbondioksida harus meninggalkan ikan atau

    invertebrate melalui difusi dari insang, tetapi konsentrasi CO2 eksternal yang tinggi

    menghalangi laju kehilangan karbondioksida. Oleh karena itu gas ini akan terakumulasi

    dalam darah dan menekan pH darah, menyebabkan efek yang merugikan. Jauh lebih

    penting, konsentrasi karbondioksida yang tinggi menginterfensi pengangkutan

    haemoglobin darah terhadap oksigen. Hal ini mengakibatkan meningkatnya konsentrasi

    oksigen yang minimum yang dapat ditoleransi oleh ikan. Selanjutnya, saat konsentrasi

    oksigen dalam perairan (kolam) rendah, maka konsentrasi karbondioksida biasanya

    tinggi.

  • Limnologi (BDA 213), Penuntun Praktikum, PS Budidaya Perairan UNTAD TA 08/09

    16

    Ikan dapat merasakan perbedaan kecil konsentrasi karbondioksida bebas dalam perairan

    dan mencoba untuk menghindari area dengan konsentrasi CO2 yang tinggi. Lebih lanjut,

    10 mg/l atau lebih CO2 mungkin dapat ditoleransi oleh ikan jika ketersediaan oksigen

    terlarut cukup tinggi. Kebanyakan species dapat bertahan pada air yang mengadung CO2

    bebas sampai 60 mg/l. Perairan yang baik bagi budidaya perikanan biasanya

    mengandung CO2 bebas kurang dari 5 mg/l. Air yang digunakan untuk budidaya ikan

    intensif, CO2 bebas biasanya berfluktuasi dari 0 mg/l di sore hari sampai 5 atau 10 mg/l

    pada pagi hari tanpa menampakkan efek sakit pada ikan (Boyd, 1990).

    2.3.2. Metode pengukuran karbondioksida

    Metode nomographic dan metode titrimetric bisanya digunakan untuk mengukur kadar

    karbondioksida di dalam perairan. Metode tirimetrik biasanya dilakukan secara

    potentiometric atau dengan menggunakan indikator phenolphthalein (PP). Metode

    nomographic biasanya memberikan estimasi yang lebih baik terhadap kadar

    karbondioksida terlarut jika pengukuran pH dan alkalinitas dilakukan sesegera dan

    setepat mungkin pada saat sampling dilakukan. Pengukuran Ph sebaiknya dilakukan

    dengan menggunakan electrometric pH meter, dikalibrasi dengan menggunakan larutan

    buffer standard pada kisaran nilai pH 7 8. Kesalahan dari ketidakakuratan pengukuran

    pH akan meningkat dengan meningkatnya nilai alkalinitas total. Sebagai contoh, suatu

    ketidak akuratan pengukuran nilai pH 0,1akan menyebabkan kesalahan pengukuran CO2

    2 4 mg/l pada kisaran pH 7,0 7,3 dan total alkalinitas 100 mg CaCO3/l. Pada kisaran

    pH yang sama, kesalahan akan mendekati 10 15 mg/l saat total alkalinitas 400 mg

    CaCO3/l (Clesceri et al., 1987). Tetapi dalam Praktikum ini, maka metode titrimetriklah

    yang akan digunakan.

    Prinsip kerja: kadar karbondioksida dalam air dapat ditentukan melalui titrasi natrium

    karbonat (Na2CO3) atau H2SO4 (HCl) dengan bantuan phenolphthalein

    (PP) sebagai indikator.

    Karbondioksida bebas akan bereaksi dengan sodium karbonat atau sodium hidroksida

    untuk membentuk sodium bikarbonat. Titik akhir reaksi diindikasikan secara

    potentiometrik dengan terbentuknya warna merah muda (pink) oleh indikator

  • Limnologi (BDA 213), Penuntun Praktikum, PS Budidaya Perairan UNTAD TA 08/09

    17

    phenopthalein at pH ekuivalen 8,3. Selama air sample yang dititrasi dengan Na2CO3 dan

    PP sebagai indikator masih mengandung CO2 bebas, maka sodium karbonat yang

    diberikan akan digabungkan hingga terbentuklah natriumbikarbonat menurut persamaan

    rekasi sebagai berikut:

    Na2CO3 + CO2 + H2O 2NaHCO3

    Selama masih ada CO2 bebas, maka suasana air tersebut tetap asam yang ditunjukkan

    oleh PP tersebut berwarna bening. Setelah semua CO2 tergabung menjadi natrium

    bikarbonat maka suasana air tidak asam lagi dan PP menunjukkan warna merah muda.

    Pereaksi yang Digunakan

    a. Larutan Na2CO3 0,0454 N

    Larutkan 2,407 g Na2CO3 bebas air ( telah dikeringkan dalam oven pada suhu 140 C

    dan didinginkan dalam desikator atau dapat pula dipanaskan dalam gelas piala di atas

    api bunsen selama 30 menit) ke dalam 1000 ml akuades yang telah dididihkan selama

    15 menit (untuk membebaskan CO2) dan didinginkan. Karena larutan basa ini mudah

    mengabsorbsi CO2 bebas dari udara, maka larutan ini harus disimpan dalam botol

    yang tertutup rapat.

    b. Indikator Phenolphthalein

    Larutkan 0,5 g PP dalam 50 ml alkohol 95% dan ditambahkan 50 ml akuades (bebas

    CO2). Kemudian larutan disaring dan ditambahkan 50 ml glicerin agar supaya larutan

    tersebut menjadi lebih berat daripada sample air yang akan diperiksa nanti, sehingga

    ketika diteteskan ke sample dapat segera tenggelam ke bawah. Indikator ini akan

    berwarna merah muda pada kondisi basa dan tidak berwarna (bening) pada kondisi

    asam.

    c. Indikator Methyl Orange (MO) 0,05 M

    Larutkan 0,05 g methyl orange ke dalam 100 ml akuades bebas CO2.

  • Limnologi (BDA 213), Penuntun Praktikum, PS Budidaya Perairan UNTAD TA 08/09

    18

    Alat-alat yang Digunakan

    Labu Erlenmeyer

    Labu semprot

    Buret

    Pipet tetes

    Perlakuan Pendahuluan

    Ke dalam 2 labu Erlenmeyer masukkan masing-masing air sample sebanyak 50 ml.

    Tambahkan beberapa tetes indikator MO pada sample pertama dan PP pada sample

    lainnya. Bila sample yang diberi MO berwarna merah (pH 4,5 atau kurang), berarti

    keasaman disebabkan oleh asam lain yang lebih kuat dari CO2 bebas. Bila air sample

    menjadi berwarna kuning setelah penambahan MO atau tidak berwarna setelah

    penambahan PP, maka keasaman sample disebabkan oleh CO2 bebas yang terdapat dalam

    sample air tersebut.

    Cara Kerja

    1. Masukkan 50 ml air sampel ke dalam labu Erlenmeyer dengan hati-hati untuk

    menghindari pengaruh aerasi atau difusi CO2 dalam air yang akan diperiksa.

    2. Teteskan 0,25 ml indikator PP. Putarlah labu degan tenang dan teratur agar PP

    tersebut tersebar merata.

    3. Bila larutan PP yang diberikan tetap bening (tidak berwarna), maka titarlah larutan

    tersebut dengan Na2CO3 0,045N dari buret setetes demi setetes. Tiap kali tetesan

    jatuh, putarlah labu tersebut dengan cepat dan teratur tapi jangan terlalu keras.

    4. Bila warna pink yang ditimbulkan oleh tetesan titran tersebut masih tetap bening,

    maka titrasi masih terus dilakukan hingga warna pink tetap berwarna pink.

    5. Jika setalah penambahan indikator PP larutan berubah menjadi warna merah jambu,

    maka air sampel dititrasi dengan menggunakan H2SO4 (HCl) 0,02N dari buret setetes

    demi setetes hingga larutan kembali menjadi bening.

  • Limnologi (BDA 213), Penuntun Praktikum, PS Budidaya Perairan UNTAD TA 08/09

    19

    Perhitungan

    1. Karbondioksida bebas (bening)

    1000 mg/l CO2 bebas = ------ x p x 0,5 V

    Dimana: 1000 = ml per liter air

    0,5 = jumlah mg/l CO2 setara 0,045 N N2CO3

    V = volume air sample yang dititrasi

    p = volume titran (N2CO3) yang digunakan

    2. Karbondioksida yang terikat dalam bentuk CaCO3 (merah muda)

    2.1. Titrasi H2SO4 0,02N

    1000 mg/l CO2 bebas = ------ x p x 0,5 V

    Dimana: 1000 = ml per liter air

    0,5 = jumlah mg/l CaCO3 setara 0,02 N H2SO4

    V = volume air sample yang dititrasi

    p = volume titran (H2SO4) yang digunakan

    2.2. Titrasi HCl 0,02N

    1000 mg/l CO2 bebas = ------ x p x 1 V

    Dimana: 1000 = ml per liter air

    1 = jumlah mg/l CO2 setara 0,02 N HCl

  • Limnologi (BDA 213), Penuntun Praktikum, PS Budidaya Perairan UNTAD TA 08/09

    20

    V = volume air sample yang dititrasi

    p = volume titran (HCl) yang digunakan

    2.4 Alkalinitas

    2.4.1. Latar belakang

    Alkalinitas merupakan kemampuan air untuk menetralkan asam (acid-neutralizing

    capacity). Hal ini merupakan jumlah dari semua basa-basa yang dapat dititrasi (Clesceri

    et al., 1987). Menurut Boyd (1982) total alkalinitas dapat didefinisikan sebagai

    konsentrasi total basa dalam air yang dinyatakan dalam milligram per liter setara

    (equivalent) kalsium karbonat. Alkalinitas penting dalam berbagai penggunaan dan

    treatment terhadap air alami atau air buangan. Karena alkalinitas pada berbagai air

    permukaan merupakan fungsi dari kandungan karbonat, bikarbonat dan hidroksida air,

    maka hal ini dijadikan indikasi terhadap konsentrasi dari kandungan basa-basa tersebut.

    Nilai yang diukur mungkin juga mencakup kontribusi dari borat, phosfat, silikat dan

    berbagai basa lainnya jika ada (Clesceri et al., 1987).

    Menurut Boyd (1982) Lanjut dijelaskan bahwa pengukuran dapat dilakukan dalam dua

    tahap. Pertama, indikator PP ditambahkan ke dalam sampel. Jika timbul warna merah

    muda (pink), nilai pH berada di atas 8,3, maka sampel dititrasi dengan standard asam

    sampai warna pink hilang. Selanjutnya, indikator methyl orange (MO) ditambahkan, dan

    sampel dititrasi dengan asam standard (acid standard) hingga mencapai titik akhir dari

    methyl orange (pH 4,5). Jumlah total asam yang digunakan untuk titrasi, dinyatakan

    sebagai total alkalinitas setara kalsium karbonat (CaCO3). Sedang jumlah asam yang

    dibutuhkan untuk mentitrasi titik akhir PP (pH 8,3) diekspresikan equivalent kalsium

    karbonat, merupakan PP alkalinitas.

    2.4.2. Metode pengukuran alkalinitas

    Menurut Boyd (1982) pengukuran alkalinitas dapat dilakukan dalam dua tahap. Pertama,

    indikator PP ditambahkan ke dalam sampel. Jika timbul warna merah muda (pink), nilai

    pH berada di atas 8,3, maka sampel dititrasi dengan standard asam sampai warna pink

  • Limnologi (BDA 213), Penuntun Praktikum, PS Budidaya Perairan UNTAD TA 08/09

    21

    hilang. Selanjutnya, indikator methyl orange (MO) ditambahkan, dan sampel dititrasi

    dengan asam standard (acid standard) hingga mencapai titik akhir dari methyl orange (pH

    4,5). Jumlah total asam yang digunakan untuk titrasi, dinyatakan sebagai total alkalinitas

    setara kalsium karbonat (CaCO3). Sedang jumlah asam yang dibutuhkan untuk

    mentitrasi titik akhir PP (pH 8,3) diekspresikan equivalent kalsium karbonat, merupakan

    PP alkalinitas.

    Prinsip kerja: banyaknya kation dan anion yang bergabung dalam air dapat ditentukan

    dengan titrasi HCl atau H2SO4 dengan indikator PP dan MO.

    Pereaksi yang Digunakan

    1. Larutan indikator phenolphthalein (PP) (lihat pada penetuan CO2).

    2. Larutan indikator methyl orange (MO) (lihat pada penetuan CO2).

    3. Larutan standard peniter asam sulfat (H2SO4)

    Buatlah dahulu larutan H2SO4 0,1 N dengan cara melarutkan 2,8 ml H2SO4 pekat ke

    dalam 1000 ml akuades bebas CO2. Dari larutan H2SO4 0,1 N ini, diambil 200 ml dan

    dilarutkan ke dalam akuades 1000 ml yang menghasilkan larutan H2SO4 0,02 N.

    Alat-alat yang Digunakan

    Labu Erlenmeyer 50 125 ml

    Labu semprot

    Gelas ukur dan pipet tetes

    Buret

    Cara Kerja

    1. Ambillah air sample sebanyak 100 ml dan beri 5 tetes larutan PP.

    2. Jika larutan tidak berwarna, berarti tidak ada PP alkalinitas. Tambahkan 5 tetes

    larutan MO. Titrasi dengan larutan standard H2SO4 dari berwarna kuning sampai

    orange. Catat H2SO4 yang digunakan (M).

    3. Jika larutan berwarna, maka langsung dititrasi dengan H2SO4 sampai warna pink

    hilang. Tulis H2SO4 yang digunakan (P).

  • Limnologi (BDA 213), Penuntun Praktikum, PS Budidaya Perairan UNTAD TA 08/09

    22

    4. Tambahkan 5 tetes indikator (MO) dan titrasi dengan H2SO4 sampai warna orange.

    Tulislah H2SO4 yang digunakan (B).

    Perhitungan

    (P) (N) (50) (1000) PP alkalinity = ----------------------- mg/L CaCO3 V (M atau P + B) (N) (50) (1000) Total alkalinity = -------------------------------------- mg/l CaCO3 V Dimana: M, P, B = volume peniter

    N = normalitas peniter (H2SO4 0,02 N)

    V = volume air sample

    2.5. Kesadahan

    2.5.1. Latar belakang

    Pelarutan batu kapur (limestone) merupakan sumber utama alkalinitas dalam perairan.

    Batukapur merupakan karbonat dari kalsium dan magnesium. Oleh karena itu,

    miliequivalents per liter kalsium dan magnesium sering setara dengan miliequivalent per

    liter bikarbonat dan karbonat dalam air. Karena logam alkaline bervalensi dua (divalent

    alkaline earths) berekasi dengan sabum membetuk suatu endapan, maka air yang

    mengandung konsentrasi alkaline yang tinggi disebut sebagai air keras/sadah (hard

    water). Kesadahan total didefinisikan sebagai konsentrasi ion logam bervalensi dua

    dalam air, yang diekspresikan sebagai miligram per liter setara kalsium karbonat.

    Kesadahan total biasanya berkolerasi dengan alkalinitas total karena anion dari alkalinitas

    dan kation kesadahan biasanya berasal dari larutan mineral karbonat (Boyd, 1982).

    Kalsium dan magnesium merupakan alkalin bumi yang sangat melimpah dalam perairan

    tawar, dan konsentrasinya setara kalsium karbonat bisanya digunakan sebagai ukuran dari

    total kesadahan. Sering kali baik kesadahan total maupun kesadahan karbonat suatu

  • Limnologi (BDA 213), Penuntun Praktikum, PS Budidaya Perairan UNTAD TA 08/09

    23

    perairan dilaporkan. Kesadahan karbonat merupakan konsentrasi kalsium yang

    dinyatakan setara kalsium karbonat (Boyd, 1990).

    Untuk tujuan sanitasi, perairan dikategorikan menurut tingkat kesadahannya (Sawyer and

    McCarty, 1967 dalam Boyd, 1990) sebagai berikut:

    0 75 mg/l Lunak (Soft)

    75 150 mg/l Sedang (moderately hard)

    150 300 mg/l Keras (hard)

    300 ke atas mg/l Sangat keras (very hard)

    Klasifikasi tersebut tidak memiliki arti secara biologi, tetapi penting dalam pengelolaan

    air (water treatment). Tetapi klasifikasi ini juga sering digunakan para pembudidaya

    ikan. Air juga dikategorikan menurut jenis kesadahannya. Bagian dari kesadahan total

    yang secara kimiawi setara dengan total alkalinitas disebut sebagai kesadahan karbonat.

    Oleh karena itu, jika total alkalinitas kurang dari total kesadahan, maka kesadahan

    karbonat setara dengan total alkalinitas (Boyd, 1990). Ketika total akalinitas setara atau

    lebih dari total kesadahan, maka kesadahan karbonat setara dengan kesadahan total.

    Kesadahan karbonat adalah penting karena merupakan sumber skala didih saat air

    didihkan. Kesadahan karbonat juga disebut kesadahan sementara (temporary hardness)

    karena mengendap dalam pendidihan. Jika total kesadahan air melebihi total alkalinitas,

    maka air dikatakan mengandung kesadahan nonkarbonat (noncarbonat hardness)

    (kesadahan total kesadahan karbonat = kesadahan nonkarbonat). Kesadahan

    nonkarbonat juga disebut kesadahan tetap (permanent hardness) karenatidakdapat

    dihilangkan dengan pendidihan.

    Jika total alkalinitas dan total kesadahan setara, maka kalsium dan magnesium secara

    keseluruhan hanya akan berasosiasi dengan bikarbonat dan karbonat. Bila total

    alkalinitas perairan melebihi kesadahan total, makasebagain karbonat dan bikarbonat

    akan berikatan dengan potassium dan sodium dari pada hanya dengan kalsium dan

    magnesium. Sebaliknya, jika kesadahan total lebih besar dari alkalinitas total,maka

    sebagian kalsium dan magnesium akan berikatan dengan sulfat, khlorida, silikat,dan

  • Limnologi (BDA 213), Penuntun Praktikum, PS Budidaya Perairan UNTAD TA 08/09

    24

    nitratdari pada hanye dengan karbonat dan bikarbonat. Rata-rata kesdahan air laut 6.600

    mg/l. Air payau juga memiliki total kesadahan yang tinggi. Kolam pada daerah kering

    bisanya memiliki air yang sadah (Boyd, 1990).

    2.5.2. Metode Pengukuran Kesadahan

    Dua metode yang sering kali digunakan dalam mengukur kesadahan air yaitu Metode B

    dan Metode C. Metode B, pengukuran kesadahan dengan kalkulasi, dapat dilakukan pada

    semua jenis perairan dan hasilnya biasanya lebih akurat. Jika analisis mineral dilakukan,

    kesadahan dengan kalkulasi dapat dilaporkan. Kesadahan dapat dihitung dari hasil

    perhitungan masing-masing kalsium dan magnesium.

    Kesadahan, mg equivalent CaCO3/l = 2,497 [Ca, mg/l] + 4,118 [Mg, mg/l]

    Metode C, metode titrasi dengan EDTA, mengukur ion kalsium dan magnesium dan

    dapat diaplikasikan dengan modifikasiyang tepat untuk berbagai jenis air. Metode ini

    merupakan metode analisis yang cepat. Ketika, kita melaporkan nilai kesadahan suatu

    perairan maka perlu dinyatakan metode yang digunakan seperti kesadahan (calc.) atau

    kesadahan (EDTA). Dalam praktikum ini metode yang akan digunakan adalah metode

    titrasi dengan menggunakan Na2-EDTA

    Ethylene diamine tetraacetic acid (EDTA) dan garam natriumnya membentuk suatu

    larutan selasi yang kompleks (a chelated soluble complex) saat ditambahkan suatu larutan

    yang mengandung kation logam. Jika sejumlah kecil pewarna ditambahkan seperti

    Eriochrome Black T (EBT) atau Calmagite dalam suatu larutan yang mengandung

    kalsium dan magnesium ion pada pH 10,0 0,1, maka larutan tersebut akan berwarna

    merah anggur (wine red). Jika EDTA ditambahkan sebagai suatu titran, maka kalsium

    dan magnesium akan menjadi kompleks,dan saat semua kalsium dan magnesium telah

    menjadi kompleks maka larutan berubah dari merah anggur menjadi biru murni,

    menandai titik akhit titrasi (Clesceri at al., 1989). Magnesium harus ada untuk

    menghasilkan titik akhir yang sempurna.

    Lanjut dijelaskan, ketajaman titik akhir titrasi meningkat dengan meningkatnya pH.

    Tetapi, pH tidak dapat ditingkatkan secara langsung untuk menghindari pengendapan

  • Limnologi (BDA 213), Penuntun Praktikum, PS Budidaya Perairan UNTAD TA 08/09

    25

    kalsium karbonat (CaCO3) atau magnesium hidroksida (Mg(OH)2) dan karena pewarna

    merubah warna padanilai pH yang tinggi. Nilai pH yang specifik 10,0 0,1 merupakan

    nilaiyang dapat ditolelir. Batas 5 menit untuk melakukan titrasi, merupakan durasi yang

    layak untuk meminimalkan kecenderungan pengendapan CaCO3.

    Prinsip kerja: kesadahan dapat ditetapkan melalui titrasi Na2EDTA dengan indikator

    eriochrome black T (EBT) sampai titik akhir menunjukkan warna biru

    murni.

    Pereaksi yang Digunakan

    1. Larutan buffer

    Larutkan NH4Cl sebanyak 87,5 g ke dalam NH4OH pekat sebanyak 570 ml.

    Encerkan dengan akuades hingga mencapai volume total 1000 ml.

    2. Larutan indikator EBT

    Larutkan NH2OH-HCl sebanyak 4,5 g dan 0,5 g eriochrome black T (EBT) ke dalam

    100 ml etanol 70%.

    3. Larutan peniter

    Sebanyak 4 g Na2EDTA ditambah 0,1 g MgCl2.6H2O dilarutkan ke dalam 1000 ml

    akuades.

    Alat-alat yang Digunakan

    Labu Erlenmeyer 50 125 ml

    Labu semprot

    Gelas ukur

    Buret

    Pipet tetes

    Cara Kerja

    1. Ambil air sample sebanyak 100 ml ke dalam labu Erlenmeyer.

    2. Tambahkan 2 ml larutan buffer dan aduk.

  • Limnologi (BDA 213), Penuntun Praktikum, PS Budidaya Perairan UNTAD TA 08/09

    26

    3. Tambahkan 8 tetes larutan indikator EBT.

    4. Titrasi dengan penitar (Na2EDTA) sampai terjadi perubahan warna merah anggur

    menjadi biru murni. Catat volume peniter yang digunakan.

    5. Untuk air yang sangat lunak, dipakai air contoh sebanyak 200 ml dan larutan buffer 4

    ml.

    Perhitungan

    (P) (M) (100) (1000)

    Kesadahan total = ------------------------- mg/l CaCO3

    V

    Dimana: P = volume peniter

    M = molaritas peniter (Na2EDTA 0,01M)

    V = volume air sampel

    2.6. Kalsium (Ca) Dan Magnesium (Mg)

    2.6.1. Latar belakang

    Beberapa species budidaya mempunyai kebutuhan yang spesifik terhadap kalsium.

    Kesadahan total optimum air bagi penetasan Hypophthalminchthys molitrix adalah 300

    500 mg/l sebagai kalsium karbonat. Anakan ikan lele (channel catfish) tidakakan

    berkembang dengan sempurna kecuali air mengandung 5 10 mg/l kesadahan calsium.

    Dilaporkan bahwa penambahan kalsium khlorida untuk meningkatkan kesadahan kalsium

    kolam dari 20 mg/l sampai 45 100 mg/l meningkatkan tingkat kelulusan hidup anakan

    Morone saxatilis dari 16 % hingga 80 % atau lebih. Kalsium sangat diperlukan untuk

    pembentukan tulang pada ikan dan eksoskeleton pada crustacea. Kalsium juga

    dibutuhkan dalam proses osmoregulasi. Ion kalsium pada umumnya akan mengurangi

    toksisitas dari ion hidrogen, ammonia dan ion logam (Boyd, 1990).

    Crustacea menyerapkalsium dari air selama moulting, dan konsentrasikalsium dalam

    airharus cukup besar untuk mensuplai kebutuhan tersebut. Bagaimanapun, konsentrasi

    kalsium dalam air terkadang teralalu tinggi. Macrobrachium rosenbergii tumbuh 5 kali

    lebih cepat pada kesadahan kalsium 65 mg/l setara CaCO3 dari pada 500 mg/l.

  • Limnologi (BDA 213), Penuntun Praktikum, PS Budidaya Perairan UNTAD TA 08/09

    27

    Udang dan crayfish (lobster air tawar) memiliki eksoskeleton yang mempunyai

    kandungan mineral yang tinggi dan sering diasumsikan bahwa konsentrasi kalsium dan

    magnesium yang rendah (konsentrasi total kesadahan) dapat membatasi pertumbuhannya.

    Sejumlah fakta menunjukkan bahwa crayfish air tawar dapat hidup pada air dengan kadar

    kalsium sebesar 1 mg/l, tetapi untuk pertumbuhan yang baik, crayfish nampaknya

    membutuhkan kalsium dan magnesium yang lebih dari pada ikan air tawar. Red swamp

    crayfish membutuhkan sekurang-kurangnya 50 mg/l kesadahan total untuk kelangsungan

    hidup dan pertumbuhan yang baik (De la Brente et al., 1969 dalam Boyd, 1990).

    Biomassa marron pada kolam budidaya di Australia meningkat dengan meningkatnya

    konsentrasi kalsium pada kisaran 2 30 mg/l; biomassanya tetap pada kisaran 20 30

    mg/l (Morrissy, 1970 dalam Boyd, 1990). Penelitian ini tidak melaporkan konsentrasi

    kesadahan total, dan mengabaikan konstribusi magnesium terhadap kesadahan, 20 mg/l

    kalsium adalah 50 mg/l kesadahan total. Oleh karena itu 50 mg/l mungkin merupakan

    batas bawah yang layak bagi crustacea air tawar sedang batas bawah total alkalinitas

    adalah 20 mg/l. Umumnya, konsentrasi kalsium cenderung meningkat dengan

    meningkatnya salinitas. Saat salinitas dalam kisaran yang optimum untuk pertumbuhan,

    konsentrasi kalsium biasanya akan cukup (Boyd, 1990).

    Magnesium menempati urutan kedelapan dalam kelimpahan diantara elemen lainnya

    yang umum terdapat dalam perairan alami. Magnesium merupakan kontributor yang

    penting terhadap kesadahan air. Garam magnesium terurai ketika dididihkan,

    membentuk skala/tanda dalam alat pendidihan. Konsentrasi magnesium lebih dari

    125mg/l juga dapat memiliki efek katartik dan diuretik. Pelunakan secara kimia

    (chemical softening), reverse osmosis, electrodialysis atau pertukaran ion dapat

    mengurangi magnesium dan kesadahan pada tingkat yang dapat ditolelir. Konsentrasi

    magnesium mungkin bervariasi dari nol hingga beberapa ratus miligram per liter,

    tergantung pada sumber dan treatment dari perairan.

  • Limnologi (BDA 213), Penuntun Praktikum, PS Budidaya Perairan UNTAD TA 08/09

    28

    2.6.2. Metode Pengukuran Ca & Mg

    Atomic absorption method dan inductively coupled plasma method merupakan metode

    yang akurat dalam mengukur kandungan kalsium dan magensium suatu perairan. Titrasi

    dengan permanganate atau EDTA memberikan hasil yang baik untuk pengontrolan dan

    pengukuranyang dilakukan secara rutin. Karena titrasi dengan menggunakan EDTA

    lebih simple dan cepat maka metode ini lebih sering digunakan dari pada metode

    permanganate.

    Saat EDTA atau garamnya, ditambahkan kedalam sample air yang mengandung baik

    kalsium maupun magnesium, maka ia akan bergabung pertama dengan kalsium. Kalsium

    dapat diterminasi secara langsung dengan EDTA saat pH cukup tinggi sehingga sejumlah

    besar magnesium mengendap sebagai hidroksida dan suatu indikator digunakan agar

    hanya bereaksi dengan kalsium. Beberapa indikator memberikan perubahan warna ketika

    semua kalsium telah terikat dengan EDTA pada pH 12 13. Indikator muroxida berubah

    dari pink ke ungu di titik akhir titrasi (Clesceri et al., 1989).

    Prinsip kerja : Kadar Kalsium dalam air dapat ditentukan dengan titrasi Na2EDTA dan

    sebagai indikator adalah murexida, sampai titik akhir ditandai dengan

    terjadinya warna ungu anggrek.

    Pereaksi yang Digunakan :

    a. Larutan NaOH 1 N

    Larutkan NaOH murni sebanyak 40 g ke dalam 1000 ml akuades yang telah didihkan.

    b. Indikator Muroxida

    Campur 0,2 g Muroxida dalam 100 g NaCl. Giling sampai tercampur merata.

    c. Larutan Peniter (Na2EDTA) (lihat penentuan kesadahan).

    Alat-alat yang Digunakan

    Labu Erlenmeyer 50 125 ml

    Labu semprot

    Gelas ukur

  • Limnologi (BDA 213), Penuntun Praktikum, PS Budidaya Perairan UNTAD TA 08/09

    29

    Buret

    Pipet tetes

    Cara Kerja

    1. Masukkan air sampel ke dalam labu Erlenmeyer sebanyak 100 ml.

    2. Tambahkan 1 tetes NaOH.

    3. Tambahkan 0,2 g indicator muroxida. Jika kalsium (Ca) ada, maka warna pink akan

    terlihat.

    4. Titrasi dengan Na2EDTA sambil dikocok, sampai warna pink berubah menjadi ungu

    anggrek. Catatlah volume peniter yang digunakan.

    Perhitungan

    Kadar Ca sebagai CaCO3 = Volume peniter (ml) x 10 = ppm

    Kadar Mg sebagai CaCO3 = Nilai kesadahan (ppm) nilai Ca (ppm) = ppm

    Kadar Mg sebagai MgCO3 = Kadar Mg sebagai CaCO3 (ppm) x 0,84258 = ppm

    Ca2+ = Ca sebagai CaCO3 x 0,4 = ppm

    Mg2+ = Mg sebagao MgCO3 x 0,298 = ppm

    2.7. Oksigen (O2) Terlarut

    2.7.1. Latar belakang

    Boyd (1999) menyatakan bahwa atmosfir terdiri dari 4 gas yaitu oksigen, nitrogen, argon

    dan karbondioksida, dengan masing-masing persentase pada kondisi udara kering

    berturut-turut 20,946%, 78,084%, 0,934%, dan 0,032%. Pada perairan alami, konsentrasi

    oksigen terlarut secara konstan berubah karena proses biologi, fisika dan kimia. Udara di

    atas kolam mungkin memiliki persentase oksigen yang konstan, meskipun tekanan

    oksigen parsial di udara mungkin berbeda pada setiap lokasi karena perbedaan tekanan

    atmosfir. Jika air berada pada kondisi yang seimbang dengan oksigen diatmosfir, tidak

    akan ada transfer oksigen antara udara dengan air. Transfer oksigen dari air ke udara

  • Limnologi (BDA 213), Penuntun Praktikum, PS Budidaya Perairan UNTAD TA 08/09

    30

    hanya terjadi jika air dibawah jenuh dengan oksigen terlarut, dan oksigen akan berdifusi

    dari air ke udara ketika air pada kondisi lewat jenuh dengan oksigen. Adapun kekuatan

    yang menyebabkan terjadinya transfer oksigen antara air dan udara adalah perbedaan

    tekanan oksigen.

    Kelarutan oksigen dalam air dipengaruhi oleh suhu. Kelarutan oksigen dalam air

    menurun saat suhu air meningkat. Demikian pula kelarutan oksigen menurun dengan

    meningkatnya salinitas. Sedang konsentrasi oksigen terlarut dalam air dipengaruhi oleh

    proses fotosintesis, respirasi, stratifikasi, fluktuasi harian, serta kelimpahan plankton, dan

    sebagainya (Boyd, 1999).

    Jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh organisme akuatik sangat bervariasi tergantung

    pada species, ukuran, pengambilan makanan, aktivitas, temperatur air, konsentrasi

    oksigen terlarut, dll. Untuk keperluan praktis, Swingle (1969 dalam Boyd, 1990)

    melaporkan bahwa ikan pada kolam air hangat akan mati jika terekspos selama beberapa

    jam pada 0,3 mg/l oksigen terlarut. Konsentrasi oksigen terlarut 1.0 mg/l merupakan

    konsentrasi yang minimum untuk mendukung kehidupan ikan selama beberapa jam, dan

    jika terekspos pada konsentrasi oksigen terlarut kurang dari 1,5 mg/l selama beberapa

    hari, maka kebanyakan ikan pada kolam air hangat akan mati. Lebih lanjut dijelaskan

    bahwa konsentrasi oksigen dibawah 5 mg/l tidak diinginkan di kolam.

    Marron akan mati jika konsentrasi oksigen terlarut kurang dari 40% jenuh (3,6 mg/l) pada

    suhu 20 C dan pertumbuhan akan lambat pada konsentrasi kadar oksigen kurang dari

    70% jenuh pada suhu yang sama (6,3 mg/l) (Morrissy et al., 1984 dalam Boyd, 1990).

    Egusa (1961 dalam Boyd, 1990) melaporkan bahwa lethal konsentrasi oksigen terlarut

    untuk Penaeus japonicus antara 0,7 1,4 mg/l. Lethal oksigen terlarut untuk P. Schimitti

    adalah 0,9 mg/l. Juvenil P. Vannamei dan P. Monodon bertahan hidup selama lebih dari

    16 hari ketika terekspos secara kontinu kadar oksigen terlarut masing masing 1,17 mg/l

    dan 1,21 mg/l.

    Meskipun ikan dapat bertahan hidup pada konsentrasi oksigen terlarut yang rendah,

    terutama ketika konsentrasi karbondioksida rendah, tetapi kondisi kadar oksigen terlarut

    rendah yang lama dapat berbahaya. Sebaliknya, kadar oksigen yang lewat jenuh juga

  • Limnologi (BDA 213), Penuntun Praktikum, PS Budidaya Perairan UNTAD TA 08/09

    31

    dapat berbahaya bagi organisme akuatik. Gelembung gas mungkin terbentuk dalam

    darah dan jaringan organisme akuatik ketika nilai P (perbedaan antara tekanan gas total

    dan tekanan barometrik pada suatu tempat) di dalam tubuh hewan lebih dari nol. Kondisi

    ini biasa disebut penyakit gelembung gas yang mungkin dapat mengakibatkan problem

    yang akut maupun kronik.

    Gelembung gas yang akut terjadi ketika nilai P berada pada kisaran 50 200 mm Hg

    atau lebih. Telur akan mengapung di permukaan, larva dan anakan mungkin menderita

    hiperinflasi gelembung renang, exopththalmus, pembengkakan cranial, edematous,

    pembengkakan lamela insang, hemoperitenium, gelembung gas pada putih telur, serta

    distensi dan rusaknya lapisan putih telur. Pada juvenil dan ikan dewasa, symptom dari

    gelembung gas akut yang umum terjadi adalah terdapat gelembung gas dalam darah, pada

    jaringan (utamanya pada kepala, mulut dan pada fin rays) dan protrusi pada mata.

    Mortalitas 50 100% umum terjadi pada penyakit gelembung gas yang akut. Saat

    organisme akuatik terekspos pada nilai P 25 75 mm Hg pada kondisi yang terus

    menerus, trauma gelembung gas yang kronis mengkin terjadi. Symptoms yang mengkin

    terjadi adalah pembentukan gelembung pada usus, rongga perut, hiperinflasi atau ruptur

    pada gembung renang, dan tingkat mortalitas yang rendah pada waktu yang lama.

    2.7.2. Metode Pengukuran Oksigen Terlarut

    Ada dua metode yang dapat digunakan untuk menganalisa kandungan oksigen dalam

    perairan, yaitu metode Winkler atau iodometric serta modifikasinya, dan metode

    elektrometrik dengan menggunakan membrane elektroda. Metode iodometrik merupakan

    suatu prosedur titrimetrik berdasarkan pada properti oksidasi oksigen terlarut.

    Sementara, prosedur membran elektroda didasarkan pada laju difusi molekul oksigen

    yang melintasi suatu membran (Clesceri et al., 1989). Tetapi pada praktikum ini metode

    Winklerlah yang akan digunakan.

    Prinsip kerja: Metode iodometrik didasarkan pada penambahan larutan mangan

    bervalensi dua (divalent), diikuti oleh larutan yang sangat alkalis,

    terhadap sample dalam suatu botol gelas yang tertutup. Oksigen

    terlarut secara cepat mengoksidasi jumlah setara mangohidroksida

  • Limnologi (BDA 213), Penuntun Praktikum, PS Budidaya Perairan UNTAD TA 08/09

    32

    (valensi dua) menjadi hidroksida yang memiliki valensi yang lebih

    tinggi. Keberadaan ion iodida dalam suatu larutan yang bersifat asam,

    maka mangan yang teroksidari akan kembali bervalensi dua, dengan

    asumsi bahwa molekul iodida yang terlepas setara dengan kandungan

    oksigen terlarut awal. Iodine kemudian dititrasi dengan larutan

    standard thiosulfate. Titik akhir titrasi secara visual dapat dideteksi

    dengan menggunakan larutan indikator amylum (Clesceri et al., 1989).

    Pereaksi yang Digunakan

    a. Larutan Mangano Sulfat

    Larutkan 480 g MnSO4.4H2O, 400 g MnSO4.2H2O atau 364 g MnSO4.H2O dalam air

    suling, filter, dan larutkan hingga mencapai 1 liter. Larutan MnSO4 seharusnya tidak

    memberikan suatu warna dengan amylum ketika ditambahkan kepada suatu larutan

    potassium iodide (KI) yang telah diasidifikasi.

    b. Alkali-Iodida

    1. Untuk sample yang jenuh atau kurang jenuh, larutkan 500 g NaOH (atau 700 g

    KOH) dan 135 g NaI (atau 150 g KI) dalam air suling dan encerkan hingga

    mencapai 1 liter. Tambahkan 10 g NaN3, larutkan dalam 40 ml air suling.

    Potassium dan sodium dapat digunakan secara bergantian. Reagen ini

    seharusnya tidak memberikan suatu warna dengan larutan amylum ketika

    dilarutkan atau diasidifikasi.

    2. Untuk sample yang lewat jenuh, larutkan 10 g NaN3 dalam 500 ml air suling.

    Tambahkan 480 g sodium hydroksida (NaOH) dan 750 g sodium iodide (NaI)

    dan stir hingga larut. Akan ada suatu warna putih keruh karena adanya sodium

    karbonat (Na2CO3), tetapi hal ini tidak akan merusak larutan.

    c. Asam Sulfat

    Asam sulfat (H2SO4) pekat atau asam klorida (HCl) pekat.

  • Limnologi (BDA 213), Penuntun Praktikum, PS Budidaya Perairan UNTAD TA 08/09

    33

    d. Amylum

    Larutkan 2 g pati (amylum) dan 0,2 gram salicylic acid sebagai preservative dalam

    100 ml air suling yang panas (didihkan).

    e. Standar Sodium Thiosulfat

    Larutkan 6,205 g Na2S2O3.5H2O dalam 1 liter air suling. Simpan dalam botol gelap.

    Tambahkan beberapa tetas chloroform, tutup rapat. Standardisasi dengan 0,025 N

    K2Cr2O7.

    f. Larutan standard 0,025 N

    Larutkan 0,6129 g kristal murni K2Cr207 (yang telah dikeringkan pada suhu 105 C

    dan didinginkan dalam desikator) dalam 500 ml akuades bebas CO2.

    Standardisasi Larutan Natrium Thiosulfat

    1. Larutkan 2 g KI dalam 100 ml akuades bebas CO2 dalam labu Erlenmeyer (500 ml),

    selanjutkan tambahkan 10 ml H2SO4.

    2. Tambahkan 10 ml larutan standard K2Cr207 0,025N, biarkan di tempat gelap selama

    5 menit.

    3. Encerkan sampai 250 ml atau 300 ml dengan akuades.

    4. Titrasi dengan natrium thiosulfate sampai warna berubah dari kuning tua menjadi

    kuning muda. Tambahkan 8 tetes indicator amylum hingga berwarna biru, kemudian

    dititrasi dengan thiosulfate sampai bening.

    5. Faktor koreksi untuk 0,025 N Na-thiosulfat adalah:

    ml standard bichromate 10 ---------------------------- = ------ = F ml standard thiosulfate x

    Alat-alat yang Digunakan

    Botol BOD

    Labu Erlenmeyer 50 125 ml

  • Limnologi (BDA 213), Penuntun Praktikum, PS Budidaya Perairan UNTAD TA 08/09

    34

    Labu semprot

    Gelas ukur dan pipet tetes

    Buret

    Cara Kerja

    1. Masukkan sample air ke dalam sebuah botol BOD (ukuran 250 300 ml) hingga tak

    ada gelembung udara di dalam botol tersebut.

    2. Tambahkan 1 ml MnSO4 dengan menggunakan pipet yang dapat sampai ke dasar

    botol.

    3. Dengan menggunakan pipet yang lain tambahkan 1 ml larutan alkali-iodida-azide

    (NaOH + KI). Jika pipet yang digunakan dimasukkan ke dalam sample, cucilah

    sebelum mengembalikannya ke dalam botol larutan yang digunakan. Tutuplah botol

    BOD dengan hati-hati hingga tak ada gelembung udara yang terbentuk. Selanjutnya

    botol dibolak-balik selama beberapa kali hingga terbentuk endapan. Diamkan botol

    beberapa saat hingga endapan menetap di dasar botol (lebih kurang setengah volume

    botol).

    4. Bukalah tutup botol, dengan hati-hati tambahkan 1 ml H2SO4 pekat. Botol ditutup

    kembali dan kemudian dibolak-balik selama beberapa kali hingga semua endapan

    larut kembali.

    5. Takarlah larutan dari botol BOD sebanyak x ml ke dalam labu Erlenmeyer dengan

    hati-hati jangan sampai terjadi gelembung udara (aerasi). Titrasi dengan 0,025 N

    Na2S2O3 hingga terjadi perubahan warna dari kuning tua menjadi kuning muda.

    6. Tambahkan beberapa tetes indikator amylum hingga terbentuk warna biru.

    Selanjutnya titrasi kembali dengan Na2S2O3 hingga warna larutan menjadi bening.

    Jumlah titran yang digunakan adalah penjumlahan volume Na2S2O3 yang digunakan

    sebelum dan sesudah penambahan amylum.

  • Limnologi (BDA 213), Penuntun Praktikum, PS Budidaya Perairan UNTAD TA 08/09

    35

    Perhitungan

    Kadar oksigen dalam 1 liter air dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:

    1000 mg/l O2 terlarut = ------ x p x N x 8 V

    Dimana: 1000 = ml per liter air

    8 = jumlah mg/l O2 setara 0,025 N N2S2O3

    V = volume air sample yang dititrasi

    N = Normalitas N2S2O3 (0,025N)

    p = volume titran (N2S2O3) yang digunakan

  • Limnologi (BDA 213), Penuntun Praktikum, PS Budidaya Perairan UNTAD TA 08/09

    36

    REFERENCES

    Boyd, C.E. 1982. Water Quality Management for Pond Fish Culture. Elsevier Scientific Publishing Company. Amsterdam.

    Boyd, C.E. 1990. Water Quality in Ponds for Aquaculture. Birmingham Publishing Co. Birmingham, Alabama

    Brown, E.E. & J.B. Gratzek. 1982. Fish Farming Handbook. The Avi Publishing Company, Inc. Westport, Connecticut.

    Clesceri, L.S., A. Greenberg, R.R. Trusell (Eds.). 1989. Standard Methods for the Examination of Water and Waste Water 17th Ed. American Public Health Association, American Water Works Association and Water Pollution Control Federation, Washington, DC.

    Jurusan Perikanan. 1994. Penuntun Praktikum Limnologi. Jurusan Perikanan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Unhas. Ujung Pandang

    Hariyadi, S., I.N.N. Suryadiputra, B. Widigdo. 1992. Limnologi, Penuntun Praktikum dan Metode Analisa Kualitas Air. Fakultas Perikanan, IPB. Bogor.

    Landau, M. 1992. Introduction to Aquaculture. John Wiley & Sons, Inc. New York.

    Owens, L. 2003. Practical Book, Aquatic Microbial Pathobiology, Microbiology and Immunology, School of Veterinary and Biomedical Sciences, James Cook University, Townsville, Australia.

    Poxton, M. 2003. Water Quality. In J.S. Lucas & P.C. Southgate (Eds.). Aquaculture, Farming Aquatic Animals and Plants. Blackwell Publishing Company. Carlton, Victoria.

    Sigee, D.C. 2005. Freshwater Microbiology, Biodiversity and Dynamic Interactions of Microorganisms in the Aquatic Environement. John Wiley & Sons, Ltd. Chichester.

    Sumawidjaya, K. 1978. Dasar-dasar Limnologi. Fakultas Perikanan, IPB. Bogor.

    Wardoyo, S.T.H. 1983. Metode Pengukuran Kualitas Air. Training, Penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. PUSDI-PSL, IPB. Bogor.

    PENUNTUN PRAKTIKUMLIMNOLOGI (BDA 306)