old amtek

28
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan di bidang obat antara lain bertujuan untuk menjamin tersedianya obat dengan jenis dan jumlah yang cukup sesuai kebutuhan dengan mutu terjamin, tersebar secara merata dan teratur, sehingga mudah diperoleh pada tempat dan waktu yang tepat. Untuk mencapai tujuan tersebut biaya pengadaan obat merupakan salah satu komponen terpenting dan terbesar dalam pembangunan kesehatan. Beberapa survey yang dilakukan di Indonesia menunjukkan sekitar 3040% dari dana alokasi pembangunan kesehatan dialokasikan untuk pengadaan obat. Penerapan Undang - Undang nomor 32 tahun 2004 tentang Otonomi daerah membawa implikasi terhadap organisasi kesehatan baik di tingkat Pusat, Provinsi, maupun Kabupaten/Kota. Demikian pula halnya dengan organisasi pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, bila sebelumnya di seluruh Kabupaten/Kota terdapat Gudang Farmasi, maka dengan diserahkannya Gudang Farmasi kepada pemerintah daerah, organisasi tersebut tidak selalu eksis di setiap Kabupaten/Kota. 1

Upload: mad-mad

Post on 08-Jul-2016

221 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

farmasi

TRANSCRIPT

Page 1: Old Amtek

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Pembangunan di bidang obat antara lain bertujuan untuk

menjamin tersedianya obat dengan jenis dan jumlah yang cukup sesuai

kebutuhan dengan mutu terjamin, tersebar secara merata dan teratur,

sehingga mudah diperoleh pada tempat dan waktu yang tepat. Untuk

mencapai tujuan tersebut biaya pengadaan obat merupakan salah satu

komponen terpenting dan terbesar dalam pembangunan kesehatan.

Beberapa survey yang dilakukan di Indonesia menunjukkan sekitar

3040% dari dana alokasi pembangunan kesehatan dialokasikan untuk

pengadaan obat.

Penerapan Undang - Undang nomor 32 tahun 2004 tentang

Otonomi daerah membawa implikasi terhadap organisasi kesehatan

baik di tingkat Pusat, Provinsi, maupun Kabupaten/Kota. Demikian pula

halnya dengan organisasi pengelolaan obat publik dan perbekalan

kesehatan, bila sebelumnya di seluruh Kabupaten/Kota terdapat

Gudang Farmasi, maka dengan diserahkannya Gudang Farmasi

kepada pemerintah daerah, organisasi tersebut tidak selalu eksis di

setiap Kabupaten/Kota.

Untuk Kabupaten/Kota yang masih mempertahankan Gudang

Farmasi Kabupaten (GFK), minimal pengelolaan obat berjalan

sebagaimana semula. Dalam artian ada penanggung jawab, personal

terlatih, sistem pengelolaan obat, sarana baik gedung, komputer

maupun kendaraan roda empat. Berbeda dengan Kabupaten/Kota yang

melikuidasi Gudang Farmasi, kemungkinan pengelolaan obat tidak

berjalan sebagaimana mestinya relatif lebih besar dibanding dengan

adanya Gudang Farmasi Kab/Kota (GFK), karena personal terlatih di

1

Page 2: Old Amtek

pindah tugaskan, sarana diubah peruntukkannya, mekanisme

pengelolaan obat tidak sesuai dengan standar yang berlaku.

Agar pengelolaan obat sesuai dengan tujuan di atas, maka perlu

dilakukan bimbingan teknis pengelolaan obat publik dan perbekalan

kesehatan secara terus menerus yang berdampak terhadap semakin

baik dan efisien pelayanan kesehatan dasar, terutama pelayanan obat,

sehingga masyarakat pengguna jasa kesehatan akan mendapatkan

pelayanan yang sebaik-baiknya sesuai dengan standar yang ditetapkan.

B. Tujuan 1. Agar diperoleh gambaran mengenai pengelolaan obat publik dan

perbekalan kesehatan dalam rangka peningkatan pengetahuan dan

keterampilan SDM pengelola obat

2. Sebagai bahan untuk penentu kebijakan dalam rangka menetapkan

langkah-langkah yang akan dilakukan di masa yang akan datang.

C. Sasaran Kegiatan

Pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan di 33 Provinsi yang

masing-masing diwakili oleh dua Kabupaten/Kota, dilihat dari aspek

SOTK, SDM, Sarana Prasarana, Pengelolaan Obat Publik dan

Perbekalan Kesehatan, dan Anggaran Belanja Obat.

BAB II GAMBARAN UMUM

Sejak berlakunya otonomi daerah tahun 2001 tentang kebijakan

desentralisasi berimplikasi terhadap jumlah propinsi dan kabupaten/kota.

Pada tahun 2007 secara administratif wilayah Indonesia terdiri atas 33

Propinsi, 470 Kabupaten/Kota. Adapun gambaran umum yang akan

2

Page 3: Old Amtek

diuraikan adalah mengenai Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota yang

dikelompokkan dalam tiga wilayah yaitu wilayah barat, tengah, dan timur.

Sebelum penerapan UU No. 22, di Kabupaten/Kota telah berdiri Gudang

Farmasi Kabupaten/Kota (GFK) yang berfungsi sebagai pengelola obat

publik dan perbekalan kesehatan di masing-masing Kabupaten/Kota.

Pengelolaan obat merupakan salah satu pendukung penting dalam

pelayanan kesehatan. Demikian juga halnya pengelolaan obat di pelayanan

kesehatan dasar mempunyai peran sangat signifikan dalam pelayanan

kesehatan di puskesmas. Oleh karena itu pengembangan dan

penyempurnaan pengelolaan obat di kabupaten/kota harus dilakukan

secara terus menerus. Hal ini perlu dilakukan agar dapat mendukung

kualitas pelayanan kesehatan dasar. Perbaikan secara menyeluruh di

semua aspek pelayanan kesehatan dasar diharapkan dapat memenuhi

kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat.

Salah satu bentuk perbaikan pada pengelolaan obat adalah dengan

melakukan penilaian terhadap apa yang sudah dilaksanakan. Aspek yang

dinilai meliputi : sumber daya manusia, proses pengelolaan serta sarana

dan prasarana.

Agar penilaian pengelolaan obat di kabupaten/kota dapat terukur,

diperlukan adanya instrumen. Instrumen yang dikembangkan ini

merupakan salah satu upaya agar dapat membantu Kabupaten/Kota

maupun provinsi mengetahui kondisi pengelolaan obat di masing-masing

kabupaten/kota.

Penilaian menggunakan instrumen Stratifikasi Instalasi Pengelolaan Obat

Publik dan Perbekalan Kesehatan, dengan pembagian strata :

1. Strata A dengan nilai 86 - 100

2. Strata B dengan nilai 71 – 85

3. Strata C dengan nilai 56 – 70

4. Strata D dengan nilai kurang dari 55

Indikator yang digunakan untuk melakukan penilaian yaitu:

3

Page 4: Old Amtek

A. Sumber Daya Manusia

a. Penanggungjawab Instalasi Farmasi

b. Ketenagaan

c. Peningkatan kapasitas sumber daya manusia

B. Sarana dan Prasarana

a. Luas Tanah

b. Luas Gedung

c. Status Gedung

d. Sarana Perlengkapan Penyimpanan

e. Sarana Pengolahan Data

f. Sarana Transportasi

g. Sarana Pengamanan

h. Peralatan Komunikasi

C. Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan

a. Perencanaan

b. Pengadaan

c. Penyimpanan

d. Pendistribusian

e. Pengendalian Penggunaan

f. Pencatatan dan Pelaporan

g. Monitoring dan Evaluasi

BAB III PEMBAHASAN

A. STRUKTUR ORGANISASI PENGELOLAAN OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN

Penerapan Undang - Undang nomor 22 tahun 1999 yang

diperbaharui dengan UU 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah

4

Page 5: Old Amtek

membawa pengaruh terhadap bentuk organisasi kesehatan di Provinsi

dan Kabupaten/Kota. Sebelum penerapan Otonomi Daerah seluruh

Kabupaten/Kota mempunyai organisasi pengelolaan obat yang disebut

GFK. Dengan adanya PP Nomor 41 Tahun 2007 Organisasi Perangkat

Daerah diharapkan organisasi pengelolaan obat publik dan perbekalan

kesehatan sudah berbentuk UPT. Namun, saat ini bentuk organisasinya

masih sangat beragam mulai dari seksi, UPTD, GFK, Instalasi dan

sebagainya.

Untuk lebih meningkatkan keberadaan gudang farmasi

Kabupaten/Kota dalam rangka menjalankan tugas dan fungsinya

dengan baik, di dalam KONAS tahun 2005 disebutkan bahwa

keberadaan gudang farmasi Kabupaten/Kota dirubah namanya menjadi

Instalasi Farmasi Kabupaten Kota ( IFK ). Kebijakan pengelolaan obat

publik dan perbekalan kesehatan di Kabupaten/Kota dipusatkan pada

Unit Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota yang lebih dikenal dengan one

gate policy drug supply management. Adapun fungsi yang harus

dijalankan meliputi perencanaan, pengadaan, penyimpanan,

pendistribusian, pencatatan pelaporan, dan evaluasi yang terintegrasi

dengan unit kerja terkait. Kebijakan ini didasarkan kepada efisiensi,

efektivitas dan profesionalisme. Pengelolaan mencakup seluruh obat

publik dan perbekalan kesehatan yang berasal dari semua sumber

anggaran dan menjadi tanggung jawab Dinas Kesehatan di

masingmasing Kabupaten/Kota.

Di dalam pembentukan organisasi kesehatan di daerah perlu

dipertimbangkan keberadaan, kapasitas serta kesiapan dalam

merumuskan/ melaksanakan kebijakan kesehatan. Organisasi tersebut

juga harus mampu membuat perencanaan operasional, serta

mengembangkan berbagai inisiatif baru untuk menyelaraskan visi

segenap komponen bangsa mengenai Indonesia Sehat 2010 dengan

prioritas kegiatan pokok pembangunan kesehatan di daerah.

5

Page 6: Old Amtek

Untuk tugas dan fungsi unit pengelola obat dan perbekalan

kesehatan dapat mengacu kepada SK Menkes

RI No.

610/Men.Kes./S.K/XI/81 tahun 1981. tentang Organisasi dan Tata Kerja

Gudang Perbekalan Kesehatan di Bidang Farmasi di Kabupaten/Kota,

sementara untuk kedudukan organisasi yang akan dibentuk disesuaikan

dengan keperluan dalam rangka pelaksanaan salah satu bidang tugas

untuk menunjang tugas pokok induknya.

Berdasarkan grafik diatas dapat dilihat bahwa dari 67 (enam

puluh tujuh) kab/kota di 33 provinsi yang diberikan bimbingan teknis

sebanyak 33 (tiga puluh tiga) kab/kota sudah dalam bentuk UPTD, 32

(tiga puluh dua) dalam bentuk seksi farmasi dan 2 (dua) kab/kota dalam

bentuk lain-lain.

B. SUMBER DAYA MANUSIA PENGELOLA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN

Pada UU No. 23 tahun 1992 pasal 63 tentang Kesehatan,

dijelaskan bahwa pekerjaan kefarmasian dalam pengadaan, produksi,

6

%3Lain-lain, 2,

%49UPTD, 33, , 48%32

Farmasi, Sie

Struktur Organisasi

Page 7: Old Amtek

distribusi dan pelayanan sediaan farmasi harus dilakukan oleh tenaga

kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu.

1. PENANGGUNG JAWAB

Dari diagram dapat dilihat bahwa Instalasi Farmasi pada 67

Kabupaten/Kota di 33 Propinsi sebagian besar sudah dikelola oleh

Apoteker sebagai penanggung jawabnya (51 kabupaten/kota). Hal

ini sudah cukup baik mengingat Instalasi Farmasi di Kabupaten/Kota

sebagian besar sudah dikelola oleh apoteker yang sesuai dengan

keahliannya.

2. KETENAGAAN

7

Lain-lain, 3, 4%Lain, 3, 4%Tenaga Kes

%13AA/SMF, 9,

%4D-3 Farmasi, 3,

%1S-1 Farmasi, 1,

%74Apoteker, 51,

Penanggungjawab IFK

Jumlah Kabupaten/Kota

Lain-lainKes LainTenagaAA/SMF

FarmasiD-3

FarmasiS-1Apoteker

70605040302010

01 1

46

34

9

60

Ketenagaan

Page 8: Old Amtek

Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa dari 67 Kabupaten/Kota, 60

Kabupaten/Kota memiliki apoteker, 46 Kabupaten/Kota memiliki

AA/SMF, 34 Kabupaten/Kota memiliki D3 Farmasi, 9

Kabupaten/Kota memiliki S1 Farmasi dan 1 Kabupaten/Kota

memiliki Tenaga Kesehatan Lain dan Lain-lain.

3. PENINGKATAN KAPASITAS SUMBER DAYA MANUSIA

Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa dari 67 Kabupaten/Kota, 20

Kabupaten/Kota telah mengikuti pelatihan pengelolaan obat dan

perbekkes, 12 Kabupaten/Kota telah mengikuti pelatihan

perencanaan pengelolaan obat terpadu (PPOT), 10 Kabupaten/Kota

telah mengikuti pelatihan software ketersediaan obat dan 5

Kabupaten/Kota telah mengikuti pelatihan pengelolaan di

puskesmas.

C. SARANA DAN PRASARANA PENYIMPANAN OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN

8

Jumlah Kabupaten / Kota

OBATKETERSEDIAAN

SOFT-WAREPPOT

PUSKESMASOBAT

PENGELOLAAN

PERBEKKESOBAT DAN

PENGELOLAAN

25

20

15

10

5

0

1012

5

20

Peningkatan Kapasitas SDM

Page 9: Old Amtek

Penyimpanan adalah suatu kegiatan menyimpan

dan memelihara dengan cara menempatkan obat-obatan yang

diterima pada tempat yang dinilai aman dari pencurian serta gangguan

fisik yang dapat merusak mutu obat.

Adapun tujuan penyimpanan antara lain adalah : Untuk

memelihara mutu obat, menghindari penggunaan yang tidak

bertanggung jawab, menjaga kelangsungan

persediaan dan memudahkan pencarian dan pengawasan.

Untuk mendukung kegiatan tersebut perlu adanya sarana dan

prasarana yang ada di Instalasi Farmasi. Adapun sarana yang minimal

sebaiknya tersedia adalah sebagai berikut :

1. LUAS TANAH

Dari diagram diatas terlihat bahwa sebanyak 22 (dua puluh

dua) kabupaten/kota memiliki luas tanah kurang dari 500 m2, 42

(empat puluh dua) kabupaten kota memiliki luas tanah lebih dari 500

m2.

9

Jumlah kab/Kota

Luas Tanah (m2)> 500 500≤

4540353025201510

50

42

22

Luas Tanah

Page 10: Old Amtek

2. LUAS GEDUNG

Dari diagram diatas terlihat bahwa 39 (tiga puluh sembilan)

kabupaten/kota memiliki luas bangunan kurang dari 300 m2, dan

hanya 28 (dua puluh delapan) Kabupaten/Kota sudah memiliki luas

bangunan lebih dari 300 m2.

Luas tanah dan bangunan yang memadai berguna untuk

kemudahan dan kelancaran dalam penyimpanan dan distribusi

obat.. Ruang penyimpanan yang cukup luas mempermudah sirkulasi

keluar masuk obat di ruang penyimpanan. Luasnya ruang

penyimpanan obat dapat disesuaikan dengan jumlah anggaran obat

yang ada.

10

Jumlah Kab/Kota

Luas Bangunan (m2)> 300 300≤

454035302520151050

28

39

Luas Bangunan

Page 11: Old Amtek

3. STATUS GEDUNG

Sudah semua gedung Instalasi Farmasi kabupaten/kota

memiliki status hak milik. Status kepemilikan gedung ini sangat

penting bagi Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota untuk dapat

mendesain/merenovasi sesuai dengan kebutuhannya.

4. PENGAMANAN

Sarana pengamanan gedung sangat penting dimiliki oleh

instalasi farmasi untuk menjaga obat dari pencurian dan bahaya

kebakaran. Untuk jenis dan jumlah teralis disesuaikan dengan

bentuk bangunan termasuk pintu, jendela dan plafon dengan

spesifikasi terbuat dari bahan besi dengan ketebalan 12 mm,

untuk jenis pagar dibuat kombinasi tembok yang terbuat dari bata

merah, batako atau bahan lain yang cukup kuat dan kawat

berduri atau kawat harmonika juga dapat digunakan pagar

hidup dari tanaman yang mudah tumbuh dan mudah dipelihara

serta mempunyai kerapatan yang dapat mencegah masuknya

11

Jumlah Kab/Kota

SewaMilik Sendiri

80

70

60

50

40

30

20

10

00

67

Status Gedung

Page 12: Old Amtek

ternak dengan jumlah yang disesuaikan dengan luas tanah.

Sedangkan untuk alat pemadam kebakaran selain digunakan

jenis tabung CO2 juga dapat digunakan pasir dan karung.

Dari diagram diatas terlihat bahwa instalasi farmasi di 33

propinsi pada 67 (enam puluh tujuh) kab/Kota memiliki alarm

sebanyak 8 (delapan) kab/kota, memiliki teralis sebanyak 56

(lima puluh enam) kab/kota, memiliki pagar pengamanan

sebanyak 47 (empat puluh tujuh) kab/kota, serta 46 (empat puluh

enam) kab/kota memiliki alat pemadam kebakaran.

5. PERLENGKAPAN PENYIMPANAN Kegiatan penyimpanan memegang peranan penting dalam

pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan. Kegiatan ini

dapat berjalan dengan baik apabila didukung oleh sarana

penyimpanan yang memadai.

Sirkulasi udara yang cukup sangat penting untuk menjaga

mutu obat agar obat tidak mudah rusak oleh udara yang lembab

atau terlalu panas untuk itu diperlukan juga ventilasi atau saluran

udara yang memadai. Alat penunjang lainnya yang juga

diperlukan di instalasi farmasi adalah generator yang digunakan

sebagai pengganti apabila aliran listrik padam.

12

Jumlah Kab/Kota

Pemadam KebakaranPagar PengamanTeralis Alarm

60

50

40

30

20

10

0

4647

56

8

Sarana Pengamanan

Page 13: Old Amtek

Dari gambar diatas terlihat bahwa Instalasi Farmasi

Kabupaten/Kota yang memiliki sarana penyimpanan obat seperti

rak sudah dimiliki 62 (enam puluh dua) kab/kota, pallet sudah

dimiliki oleh 62 (enam puluh dua) kab/kota, lemari obat dimiliki

oleh 49 (empat puluh sembilan) kab/kota, lemari Narkotika & OKT

dimiliki oleh 51 (lima puluh satu) kab/kota, lemari vaksin/Cold

Chain dimiliki oleh 20 (dua puluh) kab/kota, pompa air dimiliki

oleh 20 (dua puluh) kab/kota, lemari es dimiliki oleh 65 (enam

puluh lima) kab/kota, kereta dorong dimiliki oleh 50 (lima puluh)

kab/kota, air conditioner dimiliki oleh 54 (lima puluh empat)

kab/kota. Sebanyak 16 (enam belas) kab/kota memiliki exhaust

fan, sebanyak 34 (tiga puluh empat) kab/kota memiliki kipas

angin, dan sebanyak 27 (dua puluh tujuh) kab/kota memiliki

generator.

13

Jumlah Kab/Kota

Pompa AirGeneratorKipas AnginExhaust FanAir ConditionerKereta DorongLemari Esn

Lemari Vaksin/Cold Chai

T

Lemari Narkotik & OKLemari ObatPalletRak

706050403020100

2027

34

16

5450

65

20

5149

62 62

Sarana Perlengkapan Penyimpanan

Page 14: Old Amtek

6. SARANA PENGOLAHAN DATA

Dari gambar di atas terlihat bahwa Instalasi Farmasi

Kabupaten/Kota yang memiliki sarana pengolahan data sebagai

penunjang terlaksananya suatu kegiatan olah data seperti

komputer dimiliki oleh 62 (enam puluh dua) kab/kota, Laptop

dimiliki oleh 2 (dua) kab/kota, software dimiliki oleh 10 (sepuluh)

kab/kota dan Printer dimiliki oleh 60 (enam puluh) kab/kota

Ini menunjukkan bahwa kegiatan pengolahan data dapat

berjalan dengan baik apabila didukung oleh sarana yang

memadai.

14

Jumlah Kab/Kota

PrinterSoftwareLaptopKomputer

70

60

50

40

30

20

10

0

60

10

2

62

Sarana Pengolahan Data

Page 15: Old Amtek

7. SARANA TRANSPORTASI

Dari gambar diatas terlihat bahwa Instalasi Farmasi

Kabupaten/Kota yang memiliki kendaraan operasional roda 2

hanya sejumlah 49 (empat puluh sembilan) kabupaten/kota, yang

telah memiliki kendaraan roda 4 sebanyak 50 (lima puluh)

kabupaten/kota. Kendaraan tersebut sangat diperlukan oleh

instalasi farmasi dalam menunjang kelancaran distribusi obat.

8. PERALATAN KOMUNIKASI

Sebagai penunjang terlaksananya suatu kegiatan perlu

adanya sarana peralatan komunikasi, dari gambar di atas terlihat

sudah 38 (tiga puluh delapan) kab/kota punya telepon dan sudah

18 (delapan belas) kabupaten/kota yang mempunyai faksimile.

15

Jumlah Kab/Kota

Kendaraan Roda 2Kendaraan Roda 4

60

50

40

30

20

10

0

4950

Sarana Transportasi

Jumlah Kab/Kota

FaksimilTelepon

40

35

30

25

20

15

10

5

0

18

38

Peralatan Komunikasi

Page 16: Old Amtek

Ini menunjukkan bahwa untuk kelancaran komunikasi memang

masih terkendala pada instalasi farmasi terutama di pulau dan

daerah terpencil.

D. PENGELOLAAN OBAT PUBLIK DAN

PERBEKALAN KESEHATAN

Berdasarkan gambar diatas terlihat bahwa instalasi farmasi

telah melakukan pelaksanaan pengelolaan obat publik dan

perbekalan kesehatan di kab/kota dengan hasil yang terlihat pada

diagram diatas, 60 kab/kota telah melaksanakan kegiatan

perencanaan obat, 47 kab/kota telah melaksanakan kegiatan

pengadaan obat, 66 kab/kota telah melaksanakan kegiatan

penyimpanan obat, 64 kab/kota telah melaksanakan kegiatan

pendistribusian obat, 58 kab/kota telah melaksanakan kegiatan

pengendalian penggunaan obat, 62 kab/kota telah melaksanakan

16

MelakukanTidak Melakukan

Pengelolaan Obat Publik dan Perbekkes

Aspek Pengelolaan

EvaluasiMonitoring &PelaporanPencatatanPengunaanPenendalianPendistribusianPenyimpananPengadaaanPerencanaan

Jumlah Kab/Kota70

60

50

40

30

20

10

0

8

56

2

62

7

58

1

64

0

66

19

47

6

60

Page 17: Old Amtek

kegiatan pencatatan dan pelaporan serta 56 kab/kota telah

melaksanakan kegiatan monitoring dan evaluasi.

E. ANGGARAN

Keputusan Menkes RI No. 922/Menkes/SK/X/2008 tentang

Pedoman Teknis Pembagian Urusan Pemerintahan Bidang

Kesehatan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan

Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota menegaskan bahwa

Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota mempunyai wewenang

terhadap penyediaan dan pengelolaan obat pelayanan kesehatan

dasar, alat kesehatan, reagensia dan vaksin skala kabupaten/kota.

Sumber anggaran obat di kab/kota dapat diambil dari dana APBD II

(DAU), APBD I, Askes, Buffer stok kab/kota, atau dari sumber

anggaran Program.

Dari hasil bimbingan teknis yang dilakukan pada 33 Propinsi

di 67 kab/kota terlihat pada diagram bahwa anggaran APBD II di 12

(dua belas) kab/kota kurang dari Rp 5.000,- per kapita, 3 (tiga)

kab/kota Rp 5000,- s/d Rp 9000,- per kapita, 4 (empat) kab/kota

17

Jumlah Kab/Kota

Dalam rupiah terealisasiBelum> 90005000 - 9000< 5000

504540353025201510

50

44

43

12

Anggaran per Kapita

Page 18: Old Amtek

lebih dari Rp 9000,- per kapita dan 48 (empat puluh delapan)

kab/kota belum terealisasi.

Besarnya anggaran pengadaan obat di Kab/kota bervariasi

tergantung dari kemampuan Kab/Kota memenuhi kebutuhan obat

untuk daerahnya masing-masing.

F. HASIL STRATIFIKASI TERHADAP PENGELOLAAN OBAT

PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DI KABUPATEN/KOTA

Dari hasil uji petik pada 33 (tiga puluh tiga) Propinsi pada 67 (enam

puluh tujuh) kab/kota penilaian aspek sarana & prasarana dapat

dilihat pada diagram diatas, tidak ada satu kab/kota yang

mempunyai nilai strata A, 7 (tujuh) kab/kota mempunyai nilai strata

B, 36 (tiga puluh enam) kab/kota mempunyai nilai strata C dan 27

(dua puluh tujuh) kab/kota mempunyai nilai strata D.

18

Nilai A, 0, 0%Nilai B, 7, 10%

Nilai D, 27, 39%

Nilai C, 36, 51%

Strata Sarana & Prasarana

Page 19: Old Amtek

Dari hasil uji petik pada 33 (tiga puluh tiga) Propinsi pada 67 (enam

puluh tujuh) kab/kota penilaian aspek sumber daya manusia dapat

dilihat pada diagram diatas, 2 (dua) kab/kota mempunyai nilai strata

A, 3 (tiga) kab/kota mempunyai nilai strata B, 11 (sebelas) kab/kota

mempunyai nilai strata C dan 55 (lima puluh lima) kab/kota

mempunyai nilai strata D.

Dari hasil uji petik pada 33 (tiga puluh tiga) Propinsi pada 67 (enam

puluh tujuh) kab/kota penilaian aspek pengelolaan obat dapat dilihat

pada diagram diatas, 51 (lima puluh satu) kab/kota yang mempunyai

nilai strata A, 10 (sepuluh) kab/kota mempunyai nilai strata B, 3

19

%15Nilai C, 11,

Nilai A, 2, 3%Nilai B, 3, 4%

%78Nilai D, 55,

Strata SDM

Nilai D, 6, 9%

Nilai B, 10, 14%

Nilai C, 3, 4%

Nilai A, 51, 73%

Strata Pengelolaan Obat Kab/Kota

Page 20: Old Amtek

(tiga) kab/kota mempunyai nilai strata C dan 6 (enam) kab/kota

mempunyai nilai strata D.

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan Dari hasil evaluasi data bimbingan teknis pengelolaan obat publik

dan perbekalan kesehatan pada 67 (enam puluh tujuh)

Kabupaten/kota di 33 (tiga puluh tiga) Provinsi sudah melaksanakan

pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan dengan hasil

sebagai berikut :

1. 1 Kab/Kota mempunyai nilai strata A

14 Kab/Kota mempunyai nilai strata B

44 Kab/Kota mempunyai nilai strata C

11 Kab/Kota mempunyai nilai strata D

2. Kriteria penilaian tersebut diatas berdasarkan buku Instrumen

Stratifikasi Pengelolaan Obat Publik Dan Perbekalan

Kesehatan, Depkes, Tahun 2003

3. Masih ada beberapa kabupaten/kota yang nilai anggaran

obatnya masih rendah (12 Kabupaten) dengan anggaran obat

perkapitanya kurang dari Rp 5.000,-

B. Saran

Umum: Agar Pemerintah Daerah lebih memperhatikan unit pengelola obat

dan perbekalan kesehatan dari segala aspek baik SDM, sarana dan

prasarana maupun anggaran obat yang dibutuhkan dalam mengelola obat

sehingga upaya untuk menjamin ketersediaan, pemerataan,

keterjangkauan serta mutu obat dan perbekalan kesehatan secara terpadu

20

Page 21: Old Amtek

dapat tercapai dalam rangka tercapainya derajat kesehatan yang

setinggitingginya.

Khusus

• Agar untuk kab/kota rutin melaksanakan pertemuan, pelatihan, monev

dan bimtek untuk meningkatkan kompetensi tenaga pengelola obat

serta meningkatkan pengawasan pada pengelolaan obat di pelayanan

kesehatan dasar

• Agar pemerintah kab/kota meningkatkan alokasi dana pengadaan

obatnya terutama yang masih rendah anggaran obat perkapitanya

BAB V PENUTUP

Demikianlah hasil penilaian terhadap unit pengelola obat di 67

(enam puluh tujuh) kabupaten/kota pada 33 (tiga puluh tiga) Provinsi. Besar

harapan laporan ini bermanfaat dalam menentukan langkah-langkah

pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan serta dasar-dasar

kebijakan di setiap daerah khususnya di 33 (tiga puluh tiga) Provinsi.

Hasil penilaian sifatnya tidak mutlak karena keterbatasan informasi

yang diterima. Untuk itu kritik dan saran sangat diharapkan,

mudahmudahan kedepannya nanti penyusunan profil akan lebih sempurna

lagi.

21

Page 22: Old Amtek

22