obesitas dan hiprtensi

15
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Indeks Massa Tubuh Indeks massa tubuh (IMT) merupakan kalkulasi angka dari berat dan tinggi badan seseorang. Nilai IMT didapatkan dari berat dalam kilogram dibagi dengan kuardrat dari tinggi dalam meter (kg/m 2 ). Nilai dari IMT pada orang dewasa tidak bergantung pada umur maupun jenis kelamin. Tetapi, IMT mungkin tidak berkorenspondensi untuk derajat kegemukan pada populasi yang berbeda, pada sebagian, dikarenakan perbedaan  proporsi tubuh pad a merek a (WHO, 2000). Menurut WHO (2000) dalam Sugondo (2006) berat badan dan Obesitas dapat diklasifikasikan berdasarkan IMT, yaitu : Tabel 2.1 Klasifikasi Berat Badan Lebih dan Obesitas Berdasarkan IMT Menurut Kriteria Asia Pasifik Klasifikasi obesitas Klasifikasi IMT Berat badan kurang Kisaran normal Berat badan lebih Beresiko Obese I Obese II <18,5 18,5-22,9 >23,0 23,0-24,9 25,0-29,9 >30,0 Kriteria di atas merupakan kriteria untuk kawasan Asia Pasifik. Kriteria ini  berbeda deng an kawasan l ain, hal ini berdasarkan m eta-anali sis beberapa kelom pok etnik yang berbeda, dengan konsentrasi lemak tubuh, usia, dan gender yang sama, menunjukkan etnik Amerika berkulit hitam memiliki IMT lebih tinggi 4,5 kg/m 2  dibandingkan dengan etnik kaukasia. Sebaliknya, nilai IMT bangsa Cina, Ethiopia, Indonesia, dan Thailand masing-m asing adalah 1.9, 4.6, 3.2, dan 2.9 kg/m 2 lebih rendah daripada etnik Kaukasia. Hal ini memperlihatkan adanya nilai cut off  IMT untuk obesitas yang spesifik untuk populasi tertentu. (Sugondo, 2006) Universitas Sumatera Utara

Upload: adelitayh

Post on 12-Oct-2015

19 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

obese

TRANSCRIPT

  • BAB 2

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Indeks Massa Tubuh

    Indeks massa tubuh (IMT) merupakan kalkulasi angka dari berat dan tinggi badan

    seseorang. Nilai IMT didapatkan dari berat dalam kilogram dibagi dengan kuardrat dari

    tinggi dalam meter (kg/m2). Nilai dari IMT pada orang dewasa tidak bergantung pada

    umur maupun jenis kelamin. Tetapi, IMT mungkin tidak berkorenspondensi untuk

    derajat kegemukan pada populasi yang berbeda, pada sebagian, dikarenakan perbedaan

    proporsi tubuh pada mereka (WHO, 2000).

    Menurut WHO (2000) dalam Sugondo (2006) berat badan dan Obesitas dapat

    diklasifikasikan berdasarkan IMT, yaitu :

    Tabel 2.1 Klasifikasi Berat Badan Lebih dan Obesitas Berdasarkan IMT Menurut Kriteria Asia Pasifik

    Klasifikasi obesitas Klasifikasi IMT

    Berat badan kurang Kisaran normal

    Berat badan lebih Beresiko Obese I Obese II

    23,0 23,0-24,9 25,0-29,9

    >30,0

    Kriteria di atas merupakan kriteria untuk kawasan Asia Pasifik. Kriteria ini

    berbeda dengan kawasan lain, hal ini berdasarkan meta-analisis beberapa kelompok etnik

    yang berbeda, dengan konsentrasi lemak tubuh, usia, dan gender yang sama,

    menunjukkan etnik Amerika berkulit hitam memiliki IMT lebih tinggi 4,5 kg/m2

    dibandingkan dengan etnik kaukasia. Sebaliknya, nilai IMT bangsa Cina, Ethiopia,

    Indonesia, dan Thailand masing-masing adalah 1.9, 4.6, 3.2, dan 2.9 kg/m2 lebih rendah

    daripada etnik Kaukasia. Hal ini memperlihatkan adanya nilai cut off IMT untuk obesitas

    yang spesifik untuk populasi tertentu. (Sugondo, 2006)

    Universitas Sumatera Utara

  • Indeks massa tubuh tidak mengukur lemak tubuh secara langsung, tapi hasil riset

    telah menunjukan bahwa IMT berkorelasi dengan pengukuran lemak tubuh secara

    langsung, seperti pengukuran dalam air dan dual energy x-ray absorptiometry (DXA).

    IMT adalah metode yang tidak mahal dan gampang untuk dilakukan untuk memberikan

    indikator atas lemak tubuh dan digunakan untuk screening berat badan yang dapat

    mengakibatkan problema kesehatan (CDC, 2011).

    2.2. Obesitas.

    2.2.1 Definisi

    Obesitas dapat didefinisikan sebagai kelebihan lemak tubuh. Penentu yang

    digunakan adalah indeks massa tubuh (IMT). Sedangkan Overweight adalah tahap

    sebelum dikatakan obesitas secara klinis (Guyton, 2007). Obesitas dikatakan terjadi

    kalau terdapat kelebihan berat badan 20% karena lemak para pria dan 25% pada wanita

    (Ganong,2002).

    2.2.2. Etiologi

    Faktor penyebab obesitas sangat kompleks. Kita tidak bisa hanya memandang

    dari satu sisi. Gaya hidup tidak aktif dapat dikatakan sebagai penyebab utama obesitas.

    Hal ini didasari oleh aktivitas fisik dan latihan fisik yang teratur dapat meningkatkan

    massa otot dan mengurangi massa lemak tubuh, sedangkan aktivitas fisik yang tidak

    adekuat dapat menyebabkan pengurangan massa otot dan peningkatan adipositas. Oleh

    karena itu pada orang obese, peningkatan aktivitas fisik dipercaya dapat meningkatkan

    pengeluaran energi melebihi asupan makanan, yang berimbas penurunan berat badan

    (Guyton, 2007).

    Faktor lain penyebab obesitas adalah perilaku makan yang tidak baik. Perilaku

    makan yang tidak baik disebabkan oleh beberapa sebab, diantaranya adalah karena

    lingkungan dan sosial. Hal ini terbukti dengan meningkatnya prevalensi obesitas di

    negara maju. Sebab lain yang menyebabkan perilaku makan tidak baik adalah psikologis,

    dimana perilaku makan agaknya dijadikan sebagai sarana penyaluran stress. Perilaku

    makan yang tidak baik pada masa kanak-kanak sehingga terjadi kelebihan nutrisi juga

    memiliki kontribusi dalam obesitas, hal ini didasarkan karena kecepatan pembentukan

    Universitas Sumatera Utara

  • sel-sel lemak yang baru terutama meningkat pada tahun-tahun pertama kehidupan, dan

    makin besar kecepatan penyimpanan lemak, makin besar pula jumlah sel lemak. Oleh

    karena itu, obesitas pada kanak-kanak cenderung mengakibatkan obesitas pada

    dewasanya nanti (Guyton, 2007).

    Dari segi neurogenik, dibuktikan bahwa lesi pada hipotalamus bagian

    ventromedial dapat menyebabkan seekor binatang makan secara berlebihan dan obese,

    serta terjadi perubahan yang nyata pada neurotransmiter di hipotalamus berupa

    peningkatan oreksigenik seperti NPY dan penurunan pembentukan zat anoreksigenik

    seperti leptin dan -MSH pada hewan obese yang dibatasi makannya (Guyton, 2007) .

    Input dari vagal juga terhitung penting, membawa informasi dari viseral, seperti

    peregangan dari usus (Flier et al, 2005).

    Faktor genetik obesitas dipercaya berperan menyebabkan kelainan satu atau lebih

    jaras yang mengatur pusat makan dan pengeluaran energi dan penyimpanan lemak serta

    defek monogenik seperti mutasi MCR-4, defisiensi leptin kogenital, dan mutasi reseptor

    leptin (Guyton, 2007).

    Dari segi hormonal terdapat leptin, insulin, kortisol, dan peptida usus. Leptin

    adalah sitokin yang menyerupai polipeptida yang dihasilkan oleh adiposit yang bekerja

    melalui aktifasi reseptor hipotalamus. Injeksi leptin akan mengakibatkan penurunan

    jumlah makanan yang dikonsumsi. Insulin adalah anabolik hormon, insulin diketahui

    berhubungan langsung dalam penyimpanan dan penggunaan energi pada sel adiposa.

    Kortisol adalah glukokortikoid bekerja dalam mobilisasi asam lemak yang tersimpan

    pada trigiserida, hepatic glukoneogenesis, dan proteolisis (Wilborn et al, 2005). Peptida

    usus seperti ghrelin, peptida YY, dan kolesistokinin yang dibuat di usus halus dan

    memberi sinyal ke otak secara langsung ke pusat pengatura hipotalamus dan/atau melalui

    nervus vagus (Flier et al, 2005).

    Faktor metabolit juga berperan dalam obesitas. Metabolit, termasuk glukosa,

    dapat mempengaruhi nafsu makan, yang mengakibatkan hipoglikemi yang akan

    menyebabkan rasa lapar. Akan tetapi, glukosa bukanlah pengatur utama nafsu makan

    (Flier et al, 2005).

    Semua faktor hormonal, metabolit, dan neurogenik yang tadi disebutkan diatas

    bekerja melalui ekspresi an pelepasan berbagai peptida hipotalamus seperti NPY, AgRP,

    Universitas Sumatera Utara

  • alpha-MSH, an MCH yang terintegrasi dengan serotonergik, kotekolaminergik,

    endokannabinoid, dan jalur singnal opioid (Flier et al, 2005).

    Faktor terakhir penyebab obesitas adalah karena dampak/sindroma dari penyakit

    lain. Penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan obesitas adalah hypogonadism,

    Cushing syndrome, hypothyroidism, insulinoma, craniophryngioma, gangguan lain pada

    hipotalamus (Flier et al, 2005).

    Beberapa anggapan menyatakan bahwa berat badan seseorang diregulasi baik

    oleh endokrin dan komponenen neural. Berdasarkan anggapan itu maka disedikit saja

    kekacauan pada regulasi ini akan mempunyai efek pada berat badan (Flier et al, 2005).

    2.2.3. Prevalensi dan Epidemiologi Obesitas

    Menurut WHO (2011) pada tahun 2008, sekitar 1,5 milliar dewasa (20+) adalah

    overweight dan lebih dari 200 juta laki-laki dan sekitar 300 juta wanita adalah obese.

    WHO juga memprediksi bahwa pada tahun 2015, sekitar 2.3 milliar dewasa akan

    mengalami overweight dan lebih dari 700 milliar akan obese.

    Sedangkan menurut RISKESDAS (2007) prevalensi obesitas pada penduduk

    dewasa di atas 15 tahun di beberapa kota besar di Indonesa cukup tinggi seperti di

    Sumatera utara 20.9% dengan 17.7% pria dan 23.8% wanita, di DKI Jakarta 26.9%

    dengan 22.7% pria dan 30.7% wanita, Jawa Barat 17.0% dengan 14.4% pria dan 29.2%

    wanita, Jawa tengah 17.0% dengan 11.6% pria dan 22.0% wanita, DI Yogyakarta 18.7%

    dengan 14.6% pria dan 22.5% wanita, Jawa timur 20.4% dengan 15.2% pria dan 25.5%

    wanita. Dan di Indonesia adalah 19.1% dengan wanita 23.8% dan pria 13.9%.

    Prevalensi obesitas berhubungan dengan urbanisasi dan mudahnya mendapatkan

    makanan serta banyaknya jumlah makanan yang tersedia. Urbanisasi dan perubahan

    status ekonomi yang terjadi di negara-negara yang sedang berkembang berdampak pada

    peningkatan prevalensi obesitas pada populasi di negara-negara ini, termasuk Indonesia

    (Sugondo, 2006). tingginya prevalensi ini, telah membuat obesitas mendapat perhatian

    yang cukup singnifikan dalam medis. Obesitas lebih sering terjadi antara wanita dan yang

    menyedihkan; prevalensi pada anak-anak juga mengingkat pada taraf yang

    mengkhawatirkan.( Flier et al, 2005)

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.2.4. Klasifikasi

    Obesitas dapat dibagi menjadi beberapa derajat berdasarkan persen kelebihan

    lemak (Misnadiarly, 2007). Antara lain :

    a. Mild obesity

    dikatakan mild obesity bila berat badan individu antara 20-30% di atas berat badan ideal.

    b. Moderate obesity

    Apabila berat badan individu antara 30-60% di atas berat badan ideal.

    c. Morbid

    Penderita-penderita obesitas yang berat badannya 60% atau lebih di atas berat badan

    ideal. Pada derajat ini risiko mengalami gangguan respirasi, gagal jantung, dan kematian

    mendadak meningkat dengan tajam.

    2.2.5. Pengukuran Antropometri sebagai Skreening Obesitas

    Menentukan lemak tubuh dapat digunakan berbagai cara seperti CT, MRI,

    Electrical inpedance densitometry, skin-flod thickenes, waist-to-hip ratio, IMT, dan

    Waist Circumference (Flier et al, 2005). Akan tetapi tak semua pengukuran tersebut

    mudah dan murah dilakukan. Oleh karena itu pengukuran IMT, waist-to-hip ratio, dan

    Waist Circumference yang lebih lazim dilakukan.

    1.IMT

    IMT tidak mengukur lemak tubuh secara langsung, tapi hasil riset telah

    menunjukan bahwa IMT berkorelasi dengan pengukuran lemak tubuh secara langsung.

    IMT adalah metode yang tidak mahal dan gampang untuk dilakukan untuk memberikan

    indikator atas lemak tubuh dan digunakan untuk screening berat badan yang bisa

    mengakibatkan problema kesehatan.

    2. Waist Circumference

    IMT memiliki korelasi positif dengan total lemak tubuh, tetapi IMT bukan

    merupakan indikator terbaik untuk obesitas Selain IMT, metode lain untuk pengukuran

    antropometri tubuh adalah dengan cara mengukur lingkar pinggang. Pengukuran lingkar

    Universitas Sumatera Utara

  • pinggang ini boleh dikatakan berguna dalam penentuan obesitas sentral. Lingkar

    pinggang menggambarkan lemak tubuh di antaranya tidak termasuk berat tulang (kecuali

    tulang belakang) atau massa otot yang besar yang mungkin akan bervariasi dan

    memperngaruhi hasil pengukuran (Sugondo,2006). Berikut kriteria ukuran lingkar

    pinggang berdasarkan etnis (Alberti et al, 2009)

    Tabel 2.2 Rekomendasi Lingkar Pinggang untuk Obesitas Sentral

    3. Waist-to-hip ratio (Flier et al, 2005)

    Selain IMT dan lingkar perut, rasio antara lingkar perut dan lingkar pinggul merupakan

    alternative klinis yang praktis. Lingkar perut dan rasio lingkar perut dengan lingkar

    pinggul berhubungan dengan besarnya resiko untuk terjadinya gangguan kesehatan.

    Tabel 2.3 Nilai Normal untuk Waist-to-hip ratio

    Jenis Kelamin Ukuran Waist-to-hip

    wanita

  • 2.2.6. Dampak obesitas

    Obesitas memiliki efek samping yang besar pada kesehatan. Obesitas berhubungan

    dengan meningkatnya mortalitas, hal ini karena meningkatnya 50 sampai 100% resiko

    kematian dari semua penyebab dibandingkan dengan orang yang normal berat badannya,

    dan terutama oleh sebab kardiovaskular (Harrison, 2007). Berikut beberapa efek

    patologis dari diabetes:

    1. Insulin resisten dan diabetaes tipe 2

    2. Gangguan pada sistem reproduksi

    3. Penyakit kardiovaskular

    4. Penyakit pulmoner

    5. Gallstones (batu empedu)

    6. Kanker

    7. Penyakit tulang, sendi dan kulit.

    Universitas Sumatera Utara

  • Gambar 2.2. Berbagai Faktor yang Menjadi Penyebab Obesitas (Harrisons Principles of

    Internal Medicine, 2005)

    2.3. Tekanan Darah

    2.3.1. Definisi

    Tekanan darah ditentukan oleh curah jantung dan tahanan vaskuler perifer.

    Peningkatan curah jantung dan atau resistensi vaskuler perifer menyebabkan peningkatan

    tekanan darah. Jika jantung meningkat sementara resistensi vaskuler perifer menurun dan

    sebaliknya, maka tekanan darah tidak akan meninggi (Ganong, 2002).

    Intake energy > pengeluaran energi

    obesitas

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.3.2. Fisiologi Tekanan darah

    Curah jantung dapat berubah-ubah oleh perubahan pada kecepatan denyut jantung

    atau isi sekuncup. Kecepatan jantung terutama dikontrol oleh persarafan jantung,

    stimulasi simpatis meningkatkan kecepatan dan stimulasi parasimpatis menurunkannya.

    Isi sekuncup sebagian juga ditentukan oleh input saraf, rangsang simpatis menyebabkan

    serat otot miokardium berkontraksi lebih kuat untuk setiap panjang sedangkan rangsang

    parasimpatis menimbulkan efek sebaliknya. Kekuatan kontraksi otot jantung bergantung

    pada preload dan afterload-nya. Preload adalah derajat peregangan miokardium

    sebelum miokardium berkontraksi dan afterload adalah resistensi yang dihadapi darah

    sewaktu dikeluarkan (Ganong, 2002).

    Tekanan di dalam aorta dan dalam arteri brankialis dan arteri besar lain pada orang

    dewasa muda meningkatkan mencapai nilai puncak (tekanan sistolik) kira-kira

    120mmHg selama tiap siklus jantung dan turun ke nilai minimal (tekanan diastolik)

    sekitar 70 mmHg. Tekanan ini didapat pada posisi duduk istirahat atau berbaring. Cukup

    kelihatan lebih rendah pada malam hari dan pada perempuan lebih rendah dibanding

    dengan laki-laki. Secara umum, peningkatan curah jantung meningkatkan tekanan

    sistolik, sedangkan peningkatan tahanan perifer meningkatkan tekanan diastolik

    (Ganong, 2002).

    Universitas Sumatera Utara

  • Gambar 2.3. Skema Berbagai Faktor yang Mempengaruhi Tekanan Arteri

    2.3.4. Pengukuran Tekanan Darah

    Menurut Ganong (2002), metode pengukuran tekanan darah ada 3 :

    5. Mengukur secara langsung

    Bila kanula dimasukkan ke arteri, tekanan arteri dapat diukur secara langsung dengan

    manometer air raksa atau ukuran dasar ketegangan yang sesuai dan suatu osiloskop

    diatur untuk menulis secara lansung pada potongan kertas yang bergerak.

    --

    kontraktilitas

    preload

    afterload

    Pemendekan serat

    miokardium Ukuran ventrikel

    kiri

    Isi sekuncup Kec. Denyut jantung

    Curah jantung Resistensi perifer

    Tekanan arteri

    Universitas Sumatera Utara

  • 6. Metode auskultasi

    Manset yang dapat dipompa dihubungkan pada manometer air raksa (sfigmomanometer)

    kemudian dililitkan di sekitar lengan dan stetoskop diletakkan di atas arteri brankialis

    pada siku. Manset secara cepat dipompa sampai tekanan di dalamnya di atas tekanan

    sistolik yang diharapkan dalam arteri brankialis. Arteri dioklusi oleh manset, dan tidak

    ada suara terdengar oleh stetoskop. Kemudian tekanan dalam manset diturunkan secara

    perlahan-lahan. Pada titik tekanan sistolik dalam arteri tepat melampaui tekanan manset,

    semburan darah melewatinya pada tiap denyut jantung, dan secara sinkron dengan tiap

    denyut, bunyi detakan didengar di bawah manset. Tekanan manset pada waktu bunyi

    pertama terdengar adalah tekanan sistolik. Dengan menurunnya tekanan, suara menjadi

    lebih keras, kemudian tidak jeas dan menutupi; akhirnya pad kebanyakan individu,

    menghilang. Ini adalah bunyi korotkoff. Tekanan diastolik dalam keadaan istirahat orang

    dewasa berkorelasi paling baik dengan tekanan pada saat bunyi menghilang. Akan tetapi,

    pada orang dewasa setelah berolahraga dan pada anak, tekanan diastolik berkorelasi

    paling baik dengan bunyi menjadi hilang.

    7. Metode palpasi

    tekanan sistolik dapat ditentukan dengan memompa manset lengan dan kemudian

    membiarkan tekanan turun dan tentukan tekanan pada saat denyut radialis pertama kali

    teraba. Oleh karena kesukaran menentukan secara pasti kapan denyut pertama kali

    teraba, tekanan yang diperoleh dengan metode palpasi biasanya 2-5 mmHg lebih rendah

    dibandingkan dengan yang diukur dengan metode auskultasi.

    2.3.4. Klasifikasi tekanan darah

    Menurut The Seventh Report Of The Joint National Committee On Prevention,

    Detection, Evaluation And Treatment Of High Blood Pressure (JNC 7) , tekanan darah

    dibagi menjadi normal, prehipertensi, hipertensi stage 1, dan hipertensi stage 2.

    Universitas Sumatera Utara

  • Tabel 2.4. Klasifikasi Tekanan darah menurut JNC 7

    SBP/DBP Kategori =140/90 Hipertensi 140-159/90-99 >=160/100

    Hipertensi stage 1 Hipertensi stage 2

    Hasil ini merupakan hasil perbaharuan dari The Sixth Report Of The Joint

    National Committee On Prevention, Detection, Evaluation And Treatment Of High

    Blood Pressure (JNC), Tahun 1997. Pada JNC 6, prehipertensi dibagi menjadi 2 kelas

    lagi dan hipertensi dibagi menjadi 3 stage.

    2.3.5. Mekanisme Hipertensi

    Curah jantung dan tahanan perifer adalah dua faktor penentu tekanan arterial.

    Dimana curah jantung ditentukan oleh isi sekuncup dan denyut nadi; isi sekuncup

    berhubungan dengan kontraktilitas miokardium dan ukuran dari kompartemen vaskular.

    Tahahan perifer ditentukan oleh fungsional dan anatomi perubahan pada arteri kecil dan

    arteriol. Berikut beberapa hal yang dapat mengakibatkan perubahan faktor di atas, yang

    nantinya akan mengakibatkan kenaikan tekanan darah (Fisher, 2005; Williams, 2005) :

    1. Volume intravaskular

    Volume vaskular adalah penentu primer tekanan arteri untuk waktu yang lama. Sodium

    secara predominan adalah ion ekstrasellular dan merupakan penentu primer volume

    cairan ekstrasellular. Ketika masukan dari NaCl melebihi kapasitas dari ginjal untuk

    membuang sodium, volume vaskular menjadi bertambah dan curah jantung meningkat.

    Dengan meningkatnya curah jantung akan mengakibatkan peningkatan tekanan darah;

    tetapi, seiring dengan waktu, tahanan perifer akan meningkat dan curah jantung akan

    kembali menjadi normal. Pengurangan kapasitas ekskresi sodium dari ginjal akan

    menimbulkan hipertensi.

    2. Sistem nervus autonom

    Sistem nervus autonom menjaga hemostasis kardiovaskular melalui tekanan, volume,

    dan sinyal kemoreseptor. Refleks adrenergik memodulasi tekanan darah jangka pendek,

    Universitas Sumatera Utara

  • dan fungsi adrenergik, berhubungan dengan hormonal dan faktor volume yang berkaitan,

    berkontribusi dalam regulasi jangka panjang tekanan arteri. Aktivasi reseptor 1 akan

    menstimulasi kecepatan dan kekuatan kontraktilitas jantung, yang akhirnya akan

    meningkatkan curah jantung. Aktivasi reseptor ini juga akan menstimulasi pelepasan

    renin dari ginjal, sehingga air akan diretensi dan tekanan darah akan meningkat. Selain

    reseptor 1, reseptor 1 juga berperan meningkatkan tekanan darah dengan

    menyebabkan vasokonstriksi.

    3. Renin-Angiotensin-Aldosteron

    Tubuh juga memiliki sistem renin angiotensin dalam memodulasi tekanan darah. Peran

    renin, dihasilkan oleh sel jukstaglomerular di ginjal, dalam modulasi tekanan darah

    dengan mengubah angiotensinogen menjadi angiotensin 1. Angiotensin 1 ini akan diubah

    menjadi angiotensin 2, merupakan vasokonstriktor kuat, oleh angiotensin converting

    enzym kinase II (ACE kinase II). Angiotensin 2 ini nantinya akan merangsang pelepasan

    dari aldosteron, mineralkortikoid yang kuat, dari zona glomerulosa korteks adrenal.

    Renin-Angiotensin-Aldosteron sistem berkontribusi dalam regulasi tekanan arteri

    melalui properti angiotensin II dan retensi sodium melalui properti aldosteron.

    4. Mekanisme vaskular

    Diameter vaskular dan resistensi komplians arteri juga penting dalam menentukan

    tekanan arteri. Pasien yang hipertensi mempunyai arteri yang kaku dan pasien

    arterisklerosis secara khusus mempunyai sistol yang tinggi dan tekanan nadi yang lebar

    sebagai akibat penurunan komplians vaskular yang disebabkan perubahan struktur

    dinding vaskular.

    2.4. Hubungan Obesitas dengan Tekanan Darah.

    Penyebab hipertensi pada obesitas adalah kompleks. Peningkatan tonus vascular

    dan garam serta air ginjal adalah penyebab utama hipertensi pada obesitas. Mekanisme

    yang mendasarinya termasuk hiperleptinemia, meningkatnya asam lemak bebas (FFA),

    hiperinsulinemia, dan insulin resisten, kesemuanya ini akan menyebabkan stimulasi dari

    saraf simpatis, meningkatnya tonus vascular, disfungsi endothelial, dan retensi sodium

    ginjal. Sebagai tambahan, meningkatnya aktivitas rennin-angiotensin-system (RAS),

    sebagai efek dari aktivasi simpatis dan bertambahnya sintesis jaringan adiposa,

    mengakibatkan meningkatnya retensi garam dan air ginjal (M. Wahba, 2007).

    Universitas Sumatera Utara

  • Endothelial disfungsi

    Tonus vaskular

    Obesitas

    leptin FFA

    Insulin

    Adipose

    Sintesis RAS

    Stimulasi simpatik

    RAS

    Hipertensi

    Retensi garam dan air

    Gambar 2.4. Hubungan Obesitas dengan Peningkatan Tekanan darah

    Universitas Sumatera Utara