obat anti psikosis

15
OBAT ANTI-PSIKOSIS Sinonim : NEUROLEPTICS, MAJOR TRANQUILLIZERS, ATARACTICS, ANTIPSYCHOTICS, ANTIPSYCHOTIC DRUGS, NEUROLEPTIKA. Obat acuan : Chlorpromazine (CPZ). SEDIAAN OBAT ANTI-PSIKOSIS DAN DOSIS ANJURAN (Yang beredar di Indonesia menurut IIMS Vol. 27-1998) No Nama Generik Nama Dagang Sediaan Dosis Anjuran 1 Chlorpromazine LARGACTIL (Rh-Poulenc) PROMACTIL (Combiphar) MEPROSETIL (Meprofarm) ETHIBERNAL (Ethica) Tab. Amp. 25 mg 100 mg 25 mg/ml 150-600 mg/h 2 Haloperidol SERENACE (Searle) HALDOL (Janssen) GOVOTIL (Guardian Pharmatama) HALDOL DECAMOAS (Janssen) Tab. Liq. Amp. Tab. Tab.

Upload: bayurizky-prabowo

Post on 30-Nov-2015

180 views

Category:

Documents


13 download

DESCRIPTION

psikosis, obat

TRANSCRIPT

OBAT ANTI-PSIKOSIS

Sinonim : NEUROLEPTICS, MAJOR TRANQUILLIZERS,

ATARACTICS, ANTIPSYCHOTICS, ANTIPSYCHOTIC DRUGS,

NEUROLEPTIKA.

Obat acuan : Chlorpromazine (CPZ).

SEDIAAN OBAT ANTI-PSIKOSIS DAN DOSIS ANJURAN (Yang beredar di Indonesia menurut IIMS Vol. 27-1998)

No Nama Generik Nama Dagang Sediaan Dosis Anjuran1 Chlorpromazine LARGACTIL (Rh-Poulenc)PROMACTIL(Combiphar)MEPROSETIL (Meprofarm)ETHIBERNAL(Ethica) Tab.

Amp. 25 mg100 mg

25 mg/ml150-600 mg/h2 Haloperidol SERENACE (Searle)

HALDOL(Janssen)GOVOTIL(Guardian Pharmatama)HALDOL DECAMOAS(Janssen) Tab. Liq.Amp. Tab.Tab.Amp.0,5 mg

1,5 & 5 mg2 mg/ml5 mg/ml0,5 mg

2 mg2 mg5 mg

50 mg/ml 5-15 mg/h

50 mg/2-4 minggu3 Perphenazine TRILAFON(Schering) Tab. 2 mg4 & 8 mg 12-24 mg/h4 Fluphenazine Fluphenazine-decanoate ANATENSOL (B-M-Squibb)MODECATE(B-M-Squibb) Tab.

Vial . 2,5 mg5 mg

25 mg/ml 10-15 mg/h25 mg/2-4 minggu5 Levomepromazine NOZINAN (Rh-Poulenc) Tab. Amp. 25 mg25 mg/ml 25-50 mg/h6 Trifluoperazine STELAZINE (Smith-Kline) Tab. 1 mg5 mg 10-15 mg/h7 Thioridazine MELLERIL (Novartis) Tab. 50 mg100 mg 150-600 mg/h8 Sulpiride DOGMATIL FORTE (Delagrange) Amp.Tab. 1 mg4 mg 300-600 mg/h9 Pimozide ORAP ORAP FORTE (Janssen) Tab.Tab. 1 mg4 mg 1-4 mg/h10 Risperidone RISPERDAL(Janssen) Tab. 1,2,3 mg 2-6 mg/h11 Clozapine CLOZARIL (Novartis) Tab. 25 mg100 mg 25-100 mg/h

INDIKASI PENGGUNAAN

Gejala sasaran (target syndrome) : SINDROME PSIKOSIS

Butir-butir diagnostik Sindrome Psikosis:

Hendaya berat dalam kemampuan daya menilai realitas (reality testing

ability), bermanifestasi dalam gejala : kesadaran diri (aware-ness) yang

terganggu, daya nilai norma sosial (judgement) terganggu dan daya tilikan

diri (insight) terganggu.

Hendaya berat dalam fungsi-fungsi mental, bermanifestasi dalam gejala :

gangguan asosiasi pikiran (inkoherensi), isi pikiran yang tidak wajar

(waham), gangguan persepsi (halusinasi), gangguan perasaan (tidak

sesuai dengan situasi), dan perilaku yang aneh atau tidak terkendali

(disorganized).

Sindrom Psikosis dapat terjadi pada :

Sindrom psikosis fungsional : skizofrenia, psikosis paranoid,

psikosis afektif, psikosis reaktif singkat ddl.

Sinrom psikosis organik : sindrom delirium, dementia, intoksikasi

alkohol, dll.

MEKANISME KERJA

Hipertensi : Sindrom psikosis berkaitan dengan aktivitas

neurotransmitter Dopamine yang meningkat (Hiperaktivitas sistem

dopaminergik sentral)

Mekanisme kerja Obat Anti-Psikosis adalah mem-blokade Dopamine pada

reseptor pasca-sinaptik neuron di Otak, khususnya di sistem limbik dan sistem

ekstrapiramidal (dopamine D2 receptor antagonists). Obat anti-psikosis yang

baru (misalnya Risperidone) disamping berafnitas terhadap “Dopamine D2

Receptors”, juga terhadap “Serotonin 5 HT2 Receptors”.

PROFIL EFEK SAMPING Efek samping obat anti-psikosis dapat berupa :

Sedasi dan inhibisi psikomotor

Gangguan otonomik (hipotensi, antikolinergi/parasimpatolitik: mulut

kering, kesulitan miksi & defekasi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan

intraokuler meninggi, gangguan irama jantung).

Gangguan ekstrapiramidal (distonia akut, akathisia, sindrom parkinson:

tremor, bradikinesia, rigiditas).

Gangguan endokrin (amenorrhoe, gynaecomastia), metabolik (Jaundice),

hematologik (Agranulocytosis), biasanya untuk pemakaian jangka

panjang.

Efek samping ini adalah yang cepat dapat ditolerir oleh pasien, ada yang

lambat, dan ada yang sampai membutuhkan obat simtomatis untuk meringankan

penderitaan pasien.

Jadi dalam penggunaan obat anti-psikosis yang ingin dicapai adalah

“optimal response with minimal side effects”.

Efek samping yang irreversible : tardive dyskinesia (gerakan berulang

involunter pada : lidah, wajah, mulut/rahang, dan anggota gerak, dimana pada

waktu tidur gejala tersebut menghilang).

Biasanya pada pemakaian jangka panjang (terapi pemeliharaan) dan pada

pasien usia lanjut. Efek samping ini tidak berkaitan dengan dosis obat anti-

psikosis (non-dose related).

Bila terjadi gejala tersebut : obat anti-psikosis perlahan-lahan dihentikan,

bisa dicoba pemberian obat Reserpine 2,5 mg/h (dopamine depleting agent),

obat antiparkinson atau I-dopa dapat memperburuk keadaan. Obat pengganti

anti-psikosis yang paling baik adalah Clozapine 50-100 mg/h.

Pada penggunaan obat anti-psikosis jangka panjang, secara periodik harus

dilakukan pemeriksaan laboratorium: darah rutin, urine lengkap, fungsi hati,

fungsi ginjal, untuk detensi dini perubahan akibat efek samping obat.

Obat anti-psikosis hampir tidak pernah menimbulkan kematian sebagai

akibat overdosis atau untuk bunuh diri. Namun demikian untuk menghindari

akibat yang kurang menguntungkan sebaiknya dilakukan “lavage lambung” bila

obat belum lama dimakan.

INTERAKSI OBAT

Antipsikosis + Antipsikosis lain = potensiasi efek samping obat dan tidak

ada bukti lebih efektif (tidak ada efek sinergis antara 2 orang anti-

psikosis).

Misalnya, CPZ + Reserpine = potensiasi efek hipotensif

Antipsikosis + Antidepresan Trisiklik = efek samping antikolinergik

meningkat (hati-hati pada pasien dengan hipertrofi prostat, glaukoma,

ileus, penyakit jantung).

Antipsikosis + Anti-anxietas = efek sedasi meningkat, bermanfaat untuk

kasus dengan gejala agitasi dan gaduh gelisah yang sangat hebat (acute

adjunctive therapy)

Antipsikosis + ECT = dianjurkan tidak memberikan obat pada pagi hari

sebelum dilakukan ECT (Electro Convulsive Therapy) oleh karena angka

mortalitas yang tinggi.

Antipsikosis + antikonvulsan = ambang konvulsi menurun, lebih besar

kemungkinan serangan kejang meningkat, oleh karena itu dosis

antikonvulsan harus lebih besar (dose-related). Yang paling minimal

menurunkan ambang kejang adalah obat anti-psikosis Haloperidol.

Antipsikosis + Antasida = efektivitas anti-psikosis menurun disebabkan

gangguan absorpsi.

CARA PENGGUNAAN

Pemilihan Obat

Pada dasarnya semua obat anti-psikosis mempunyai efek primer (efek

klinis) yang sama pada dosis ekivalen, perbedaan terutama pada efek

sekunder (efek samping).

Anti-psikosis Mg.EqDosis (mg/h) Sedasi Otonomik Eks. Pir.Chlorpromazine100 150 - 1600 +++ +++ ++Thioridazine 100 100 - 900 +++ +++ +

Perphenazine 8 8 - 48 + + +++Trifluoperazine 5 5 - 60 + + +++Fluphenazine 5 5 - 60 ++ + +++Haloperidol 2 2 - 100 + + ++++Pimozide 2 2 - 6 + + ++Clozapine 25 25 - 75 ++++ + -Levomepromazine 25 50 - 300 ++++ ++ +Sulpiride 200 200 - 600 + + +Risperidone 2 2 - 9 + + +

Pemilihan jenis obat anti-psikosis mempertimbangkan gejala psikosis

yang dominan dan efek samping obat. Pergantian obat disesuaikan

dengan dosis ekivalen

Misalnya pada contoh sebagai berikut :

Chlorpromazine dan Thioridazine yang efek samping sedatif kuat terutama

digunakan terhadap sindrom psikosis dengan gejala dominan: gaduh gelisah,

hiperaktif, sulit tidur, kekacauan pikiran, perasaan, dan perilaku dll.

Sedangkan trifluoperazine, fluphenazine, dan haloperidol yang efek samping

sedatif lemah digunakan terhadap Sindrom Psikosis dengan gejala dominan:

apatis, menarik diri, perasaan tumpul, kehilangan minat dan inisiatif, hipoaktif,

waham, halusinasi dll.

Tetapi obat yang terakhir ini paling mudah menyebabkan timbulnya gejala

ekstrapiramidal, pada pasien yang rentan terhadap efek samping tersebut

perlu digantikan dengan Thioridazine (dosis ekivalen) dimana efek samping

ekstrapiramidalnya sangat ringan. Untuk pasien yang sampai timbul “tardive

dyskinesia” obat anti psikosis yang tanpa efek samping eksrapiramidal adalah

clozapine.

Apabila obat anti-psikosis tertentu tidak memberikan respons klinis dalam

dosis yang sudah optimal setelah jangka waktu yang memdai, dapat

diganti dengan obat anti-psikosis lain (sebaiknya dari golongan yang tidak

sama), dengan dosis ekivalennya, dimana profil efek samping belum tentu

sama.

Apabila dalam riwayat penggunaan obat anti-psikosis sebelumnya, jenis

obat anti-psikosis tertentu yang sudah terbukti efektif dan ditolerir dengan

baik efek sampingnya, dapat dipilih kembali untuk pemakaian sekarang.

Pengaturan dosis

Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan :

Onset efek primer (efek klinis) : sekitar 2-4 minggu

Onset efek sekunder (efek samping) : sekitar 2 - 6 jam

Waktu paruh : 12-24 jam (pemberian 1 - 2 x perhari).

Dosis pagi dan malam dapat berbeda untuk mengurangi dampak dari efek

samping (Dosis pagi kecil, dosis malam lebih besar) sehingga tidak begitu

menganggu kualitas hidup pasien.

Mulai dengan “dosis awal” sesuai dengan “dosis anjuran” à dinaikkan

setiap 2-3 hari à sampai mencapai “dosis efektif” (mulai timbul peredaran

sindrom psikosis) à dievaluasi setiap 2 minggu dan bila perlu dinaikkan à “dosis

optimal” à dipertahankan sekitar 8-12 minggu (stabilitasi) à diturunkan setiap 2

minggu à “dosis maintenance” à dipertahankan 6 bulan sampai 2 tahun

(diselingi “drug holiday” 1 - 2 hari/minggu) à taperaing off (dosis diturunkan tiap

2-4 minggu) à stop.

Lama Pemberian

Untuk pasien dengan serangan Sindrom Psikosis yang “multi episode”,

terapi pemeliharaan (maintenance) diberikan paling sedikit selama 5 tahun.

Pemberian yang cukup lama ini dapat menurunkan derajat kekambuhan 2,5-5

kali.

Efek obat anti-psikosis secara relatif berlangsung lama, sampai beberapa

hari setelah dosis terakhir masih mempunyai efek klinis. Sehingga tidak lagnsung

menimbulkan kekambuhan setelah obat dihentikan, biasanya satu bulan

kemudian baru gejala sindrom psikosis kambuh kembali.

Hal tersebut disebabkan metabolisme dan eksresi obat sangat lambat,

metabolit-metabolit masih mempunyai keaktifan anti psikosis.

Pada umumnya pemberian obat anti-psikosis sebaiknya dipertahankan

selama 3 bulan sampai 1 tahun setelah semua gejala psikosis mereda sama

sekali, untuk “Psikosis Reaktif Singkat” penurunan obat secara bertahap

setelah hilangnya gejal dalam kurun waktu 2 minggu - 2 bulan.

Obat anti-psikosis tidak menimbulkan gejala lepas obat yang hebat

walaupun diberikan dalam jangka waktu lama, sehingga potensi ketergantungan

obat kecil sekali.

Pada penghentian yang mendadak dapat timbul gejala “Cholinergic

Rebound”: gangguan lambung, mual, muntah diare, pusing, gemetar dan lain-

lain. Keadaan ini akan mereda dengan pemberian “anticholinergic agent”

(injeksi Sulfas Atropin 0,25 mg (im), tablet Trihexyphenidyl 3x 2mg/h).

Oleh karena itu pada penggunaan bersama obat anti-psikosis +

antiparkinson, bila sudah tiba waktu penghentian obat, obat-antipsikosis

dihentikan lebih dahulu, kemudian baru menyusul obat antiparkinson.

Penggunaan Parenteral

Obat anti-psikosis “long acting” (Fluphenazine Decanoate 25 mg/cc atau

Haloperidol Decanoas 50 mg/cc, im, untuk 2-4 minggu) sangat berguna untuk

pasien yang tidak mau atau sulit teratur makan obat ataupun yang tidak efektif

terhadap medikasi oral. Sebaiknya sebelum penggunaan parenteral diberikan

per oral dahulu beberapa minggu untuk melihat apakah terdapat efek

hipersensitivitas.

Dosis mulai dengan ½ cc setiap 2 minggu pada bulan pertama, kemudian

baru ditingkatkan menjadi 1 cc setiap bulan.

Pemberian anti-psikosis “long acting” hanya untuk terapi stabilisasi dan

pemeliharaan (maintenance therapy) terhadap kasus skizofrenia. 15-25% kasus

menunjukkan toleransi yang baik terhdap efek samping ekstrapiramidal.

PERHATIAN KHUSUS

Efek samping yang sering timbul dan tindakan mengatasi-nya:

Penggunaan chlorpromazine injeksi (im) : sering menimbulkan Hipotensi

Ortostatik pada waktu perubahan posisi tubuh (efek alfa adrenergic blockade).

Tindakan mengatasinya dengan injeksi Nor-adrenalin (effortil, im). Nor-

adrenalin adlaah “alfa adrenergic stimulator.”

Dalam keadaan ini tidak diberikan Adrenalin oleh karena bersifat alfa dan beta

adrenergic stimulator sehingga efek beta adrenergic tetap ada dan dapat

terjadi shock.

Hipotensi ortostatik seringkali dapat dicegah dengan tidak langsung bangun

setelah mendapat suntikan dan dibiarkan tiduran selama sekitar 5-10 menit.

Obat anti-psikosis yang kuat (Haloperidol) sering menimbulkan gejala

Ekstrapiramidal/Sindrom Parkinson. Tindakan mengatasi dengan tablet

Trihexyphenidyl (Artane) 3-4 x 2 mg/hari, Sulfas Atropin 0,50 - 0,75 mg (im).

Apabila Sindrom Parkinson sudah terkendali diusahakan penurunan dosis

secara bertahap, untuk menentukan apakah masih dibutuhkan penggunaan

obat antiparkinson.

Secara umum dianjurkan penggunaan obat antiparkinson tidak lebih lama dari

3 bulan (risiko timbul “atropine toxic syndrome”). Tidak dianjurkan pemberian

“antiparkinson profilaksis”, oleh karena dapat mempengaruhi

penyerapan/absorpsi obat anti-psikosis sehingga kadarnya dalam plasma

rendah, dan dapat menghalangi manifestasi gejala psikopatologis yang

dibutuhkan untuk penyesuaian dosis obat anti-psikosis agar tercapai dosis

efektif.

“Rapid Neuroleptization”: Hatoperidol 5-10 mg (im) dapat diulangi setiap

30 menit, dosis maksimum adalah 100 mg dalam 24 jam. Biasanya dalam

6 jam sudah dapat mengatasi gejala-gejala akut dari Sindrom Psikosis

(agitasi, hiperaktivitas psikomotor, impulsif, menyerang, gaduh-gelisah,

destruktif dll).

Kontraindikasi : - Penyakit hati (hepato-toksik).

• Penyakit darah (hemato-toksik).

• Epilepsi (menurunkan ambang kejang).

• Kelainan Jantung (menghambat irama jantung).

• Febris yang tinggi (thermoregulator di SSP).

• Ketergantungan Alkohol (penekanan SSP meningkat).

• Penyakit SSP (parkinson, tumor otak, dll).

• Gangguan kesadaran disebabkan “CNS-depressant”

(kesadaran makin memburuk)

Pemakaian khusus :

Thioridazine dosis kecil untuk pasien anak dengan hiperaktif, emosional

labil dan perilaku destruktif. Juga sering digunakan pada pasien usia lanjut

dengan gangguan emosional (anxietas, depresi, agitasi) dengan dosis 20

- 200 mg/ hari.

Hal ini disebabkan Thioridazine lebih cendrung ke blokade reseptor

dopamin di sistem limbik dari pada di sistem ekstrapiramidal pada SSP

(sebaliknya dari Haloperidol).

Haloperidol dosis kecil untuk “Gilles de la Tourette’s Syndrome sangat

efektif. Gangguan ini biasanya timbul mulai antara umur 2 sampai 15

tahun. Terdapat gerakan-gerakan involunter, berulang, cepat dan tanpa

tujuan yang melibatkan banyak kelompok otot (tic). Disertai tic vokal yang

multipel (misalnya suara “klik”, dengusar), batuk, menggeram, menyalak,

atau kata-kata/kata kotor/koprolalia). Pasien mampu menahan tics sec.

volunter selama beberapa menit sampai beberapa jam.

Sindrom Neuroleptik Maligna (SNM) merupakan kondisi yang mengancam

kehidupan akibat reaksi idiosinkrasi terhadap obat anti-psikosis

(khususnya pada “long acting” risiko ini lebih besar)

Semua pasien yang diberikan obat anti-psikosis mempunyai risiko untuk

terjadinya SNM tetapi dengan kondisi dehidrasi, kelelahan atau malnutrisi,

risiko ini akan menjadi lebih tinggi.

Butir-butir diagnostik SNM:

Suhu badan lebih dari 38 derajat C (hyperpyrexia)

Terdapat sindrom ekstrapiramidal berat (rigidity)

Terdapat gejala disfungsi otonornik (incontinensia urinae)

Perubahan status mental

Perubahan tingkat kesadaran

Gejala tersebut timbul dan berkembang dengan cepat

Pengobatan:

Hentikan segera obat anti-psikosis

Perawatan suportif

Obat dopamine agonist (bromokriptin 7,5-60 mg/h 3dd, I-dopa 2 x 100 mg,

atau amantadin 200 mg/h)

Pada pasien usia lanjut atau dengan Sindrom Psikosis Organik, obat anti-

psikosis diberikan dalam dosis kecil dan minimal efek samping otonomik

(hipotensi ortostatik) dan sedasi-nya (golongan “high potency

neuroleptics”, misalnya Haloperidol, Trifluoperazine, Fluphenazine).

Penggunaan pada wanita hamil, berisiko tinggi anak yang dilahirkan

menderita gangguan saraf ekstrapiramidal.