nikel laterit2 akhir print

40
Metode Resistivitas Dalam Eksplorasi Endapan Laterit Nikel Pustaka / Jurnal : 1. Dariyanto, T.1999. Pengaruh Morfologi Terhadap Pembentukan dan Penyebaran Endapan Nikel Laterik. Jurusan Teknik Pertambangan FIKTM-ITB, Bandung. 2. Isjudarto, A. 2013. Pengaruh Morfologi Lokal Terhadap Pembentukan Nikel Laterit. Seminar Nasional ReTII ke 8, STTNAS, Yogyakarta. 3. Satsuma, 1975. Geology and Ore Deposits of Oeboelie, Gebe Island. Indonesia Nickel Developed co., Ltd. Tokyo. PENDAHULUAN Menurut Dariyanto (1985), untuk kasus pembentukan laterit nikel, proses geokimia pada lapisan bawah permukaan yang telah mengalami perubahan struktur geologi dapat mengakibatkan terbentuknya lapisan-lapisan yang terdiri atas tiga lapisan, yaitu lapisan overburden (lapisan penutup), lapisan laterit nikel dan lapisan bedrock (batuan dasar), yang tersusun berurutan dari atas permukaan. Lapisan laterit nikel merupakan bedrock yang terlapuk dan terserpentinisasi menjadi endapan dengan kadar bijih besi nikel cukup tinggi (2,3%) dan kadar besi yang cukup rendah (0,6%). Sedangkan bedrock terdiri atas batuan ultrabasa yang merupakan batuan keras dan kompak dengan kadar nikel yang masih rendah (0,2%) dan kadar besi (0,4%). Endapan nikel dipengaruhi oleh air tanah dan erosi yang 1

Upload: achmad-nabil

Post on 28-Dec-2015

58 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

.,mnbd

TRANSCRIPT

Page 1: Nikel Laterit2 Akhir Print

Metode Resistivitas Dalam Eksplorasi

Endapan Laterit Nikel

Pustaka / Jurnal :

1. Dariyanto, T.1999. Pengaruh Morfologi Terhadap Pembentukan dan

Penyebaran Endapan Nikel Laterik. Jurusan Teknik Pertambangan FIKTM-

ITB, Bandung.

2. Isjudarto, A. 2013. Pengaruh Morfologi Lokal Terhadap Pembentukan Nikel

Laterit. Seminar Nasional ReTII ke 8, STTNAS, Yogyakarta.

3. Satsuma, 1975. Geology and Ore Deposits of Oeboelie, Gebe Island.

Indonesia Nickel Developed co., Ltd. Tokyo.

PENDAHULUAN

Menurut Dariyanto (1985), untuk kasus pembentukan laterit nikel, proses

geokimia pada lapisan bawah permukaan yang telah mengalami perubahan struktur

geologi dapat mengakibatkan terbentuknya lapisan-lapisan yang terdiri atas tiga

lapisan, yaitu lapisan overburden (lapisan penutup), lapisan laterit nikel dan lapisan

bedrock (batuan dasar), yang tersusun berurutan dari atas permukaan. Lapisan

laterit nikel merupakan bedrock yang terlapuk dan terserpentinisasi menjadi

endapan dengan kadar bijih besi nikel cukup tinggi (2,3%) dan kadar besi yang

cukup rendah (0,6%). Sedangkan bedrock terdiri atas batuan ultrabasa yang

merupakan batuan keras dan kompak dengan kadar nikel yang masih rendah (0,2%)

dan kadar besi (0,4%). Endapan nikel dipengaruhi oleh air tanah dan erosi yang

terjadi. Hal ini menyebabkan adanya variasi ketebalan lapisan laterit yang ternyata

tidak terlepas dari pengaruh morfologinya. Beberapa hal lain seperti iklim,

kandungan kimia, struktur dan waktu juga mempengaruhi pembentukan lapisan

laterit. Metode yang digunakan untuk mencari endapan laterit nikel adalah metode

resistivitas. Metode ini dianggap efektif digunakan karena dapat memetakan bentuk

perlapisan di bawah permukaan dan menunjukkan daerah yang berpotensi sebagai

endapan nikel.

1

Page 2: Nikel Laterit2 Akhir Print

Endapan laterit nikel berada diatas bedrock sehingga dengan mengetahui

kedalaman bedrock maka dapat diketahui batas kedalaman lapisan laterit nikel.

Metode resistivitas sounding dengan konfigurasi Wenner merupakan metode yang

dapat digunakan untuk mengetahui kedalaman bedrock dan ketebalan lapisan laterit

nikel. Penyebaran ketebalan endapan laterit nikel sendiri bervariasi dan cukup

dipengaruhi oleh morfologi lapangan.

Tujuan Penelitian

Menggunakan metode resistivitas untuk mendeteksi potensi laterit nikel.

Membuat model struktur perlapisan pada daerah laterit nikel.

Memperkirakan volume endapan laterit pada daerah penelitian.

Mempelajari perbedaan ketebalan endapan laterit nikel berdasarkan

morfologi lapangannya.

Metodologi Penelitian

Penelitian diawali dengan studi pustaka. Kemudian diteruskan dengan pengolahan

data yang telah diambil dari lapangan dan dilanjutkan dengan interpretasi data

terolah. Data awal yang dimiliki berupa nilai resistivitas semu batuan terhadap

kedalaman pada 30 titik sounding yang diambil dengan menggunakan konfigurasi

Wenner. Pengolahan data awal dilakukan dengan software Progress 3.0 yang dalam

hal ini menggunakan prinsip dasar metode Curve Matching. Dari pengolahan data

dengan Progress 3, didapatkan bentuk perlapisan tiap titik sounding. Penelitian

kemudian dilanjutkan dengan pembandingan harga resistivitas absolut yang

diperoleh dengan nilai teoritis batuan yang telah ada. Data resistivitas tersebut

digunakan untuk menginterpretasikan batas-batas lapisan Overburden, Laterit nikel

dan Bedrock. Pengolahan data juga dilakukan dengan menggunakan software

Res2dinv yaitu untuk melihat gambaran penyebaran nilai resistivitas dibawah

permukaan secara 2 dimensi. Untuk menggambarkan bentuk pemodelan lapisan

pada daerah endapan laterit nikel dilakukan pengeplotan data perlapisan tiap

sounding dengan menggunakan software Surfer 8. Studi lanjutan kemudian

dilakukan terhadap tiap penampang melintang dengan mengamati perbedaan

ketebalan endapan laterit nikel dan hubungannya dengan morfologi dilapangan.

Bagan rancangan penelitian ditunjukkan oleh Gambar 1.

2

Page 3: Nikel Laterit2 Akhir Print

Waktu dan tempat penelitian

Data diperoleh dari PT. Aneka Tambang Tbk, Unit Geomin, Satuan Kerja

Pengukuran dan Geofisika.

Daerah penelitian berada di wilayah Tanjung Buli yang secara administratif

termasuk ke dalam Kecamatan Maba Kabupaten Halmahera Tengah Propinsi

Maluku. (Gambar 2).

3

Page 4: Nikel Laterit2 Akhir Print

Gambar 2. Peta lokasi daerah penelitian

Manfaat Penelitian

Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode resisitivitas konfigurasi Wennner

hingga mendapatkan informasi ketebalan lapisan laterit nikel dan dimanfaatkan

untuk pelaksanaan kegiatan penambangan biji nikel. Selain itu, manfaat lebih lanjut

yang dapat diperoleh adalah untuk mengindentifikasi potensi endapan nikel

berdasarkan morfologi lapangannya.

TEORI DASAR

Teori Resistivitas

Arus listrik diukur dalam satuan Ampere yang merupakan jumlah muatan

listrik yang lewat pada suatu titik sembarang dalam 1 sekon.

Sedangkan nilai potensial biasa dihitung dengan satuan Volt yang merupakan

perbedaan antara tegangan yang dibutuhkan agar arus dapat lewat. Pada sebagian

besar bahan termasuk sebagian besar batuan, arus yang mengalir pada suatu

material semakin besar sejalan dengan kenaikan tegangannya. Dari hukum Ohm

dapat diturunkan persamaan berikut:

4

Page 5: Nikel Laterit2 Akhir Print

I

VR

Keterangan :

R : Resistansi (Ohm).

V : Tegangan (Volt).

I : Arus (Ampere).

Hubungan antara rapat arus dan intensitas medan listrik dapat dinyatakan

sebagai berikut :

J = σE

Dimana

AIJ

= rapat arus (ampere/ meter2)

σ = konduktivitas medium .

E= V/L = intensitas medan listrik (volt/meter).

Dari persamaan diatas dapat diturunkan suatu persamaan umum untuk

menentukan resistivitas suatu medium homogen, yaitu:

A

LR

1

Dimana :

ρ = resistivitas material (ohm meter).

R = resistansi (ohm). L = panjang (meter).

A = luas penampang (meter2).

Metode Geolistrik

Metode geolistrik merupakan metode yang menggunakan prinsip aliran arus

listrik dalam menyelidiki struktur bawah permukaan bumi. Aliran arus listrik dalam

mengalir didalam tanah melalui batuan-batuan dan sangat dipengaruhi oleh adanya

air tanah dan garam yang terkandung didalam batuan serta hadirnya mineral logam

maupun panas yang tinggi. Oleh karena itu metode geolistrik dapat digunakan pada

penyelidikan hidrogeologi seperti penentuan aquifer dan adanya kontaminasi,

penyelidikan mineral, survei arkeologi dan deteksi hotrocks pada penyelidikan panas

bumi.

5

Page 6: Nikel Laterit2 Akhir Print

Metode resistivitas pada dasarnya adalah pengukuran harga resistivitas

(tahanan jenis) batuan. Prinsip kerja metode ini adalah dengan menginjeksikan arus

ke bawah permukaan bumi sehingga diperoleh beda potensial, yang kemudian akan

didapat informasi mengenai tahanan jenis batuan. Hal ini dapat dilakukan dengan

menggunakan keempat elektroda yang disusun sebaris (Gambar 3), salah satu dari

dua buah elektroda yang berbeda muatan digunakan untuk mengalirkan arus ke

dalam tanah, dan dua elektroda lainnya digunakan untuk mengukur tegangan yang

ditimbulkan oleh aliran arus tadi, sehingga resistivitas bawah permukaan dapat

diketahui. Resistivitas batuan adalah fungsi dari konfigurasi elektroda dan

parameter-parameter listrik batuan. Arus yang dialirkan di dalam tanah dapat berupa

arus searah (DC) atau arus bolak-balik (AC) berfrekuensi rendah. Untuk

menghindari potensial spontan, efek polarisasi dan menghindarkan pengaruh

kapasitansi tanah yaitu kecenderungan tanah untuk menyimpan muatan maka

biasanya digunakan arus bolak balik yang berfrekuensi rendah (Bhattacharya &

Patra, 1968).

Gambar 3. Prinsip kerja Metode Resistivitas

Vertical Electrical Sounding (VES)

Secara umum metode resistivitas sendiri dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu :

Metode Resistivitas Mapping

Metode ini merupakan metode yang digunakan untuk menyelidiki

variasi resistivitas ke arah horisontal. Kedalaman di bawah permukaan yang

tersurvey adalah sama. Pelaksanaannya dilakukan dengan menggerakkan

seluruh elektroda sepanjang lintasan pengukuran secara bersama-sama

dengan interval jarak tertentu dan arah yang sama.

6

Page 7: Nikel Laterit2 Akhir Print

Metode Resistivitas Sounding

Metode ini digunakan untuk menyelidiki variasi atau kontras resistivitas

ke arah vertikal (kedalaman). Dari metode ini akan diketahui tebal masing-

masing lapisan batuan yang tersurvey yang ada dibawah permukaan.

Pelaksanaannya dilakukan dengan menggerakkan elektroda menjauhi pusat

konfigurasi. Semakin jauh elektrodanya semakin besar jangkauan kedalaman

yang dicapai.

Vertical Electrical Sounding atau biasa disebut metode sounding adalah salah

satu metode geofisika yang digunakan untuk penyelidikan lapisan pembawa air

tanah dan eksplorasi bijih logam dengan mempelajari variasi resistivitas listrik bumi

terhadap kedalaman pada suatu titik amat dan mengkorelasikannya dengan data

geologi. Dalam penelitian ini digunakan metode sounding sebab ingin mengetahui

perubahan nilai resistivitas secara vertikal untuk mendapatkan estimasi

perlapisannya.

Konfigurasi Wenner

Metode resistivitas dapat dibedakan menurut konfigurasi elektrodanya

menjadi tiga macam (Dobrin, 1988), yaitu:

1. Konfigurasi Schlumberger.

Memiliki jarak AB>5MN. Bertujuan untuk mencatat gradien dimana elektroda

potensialnya berjarak pendek. Dalam Konfigurasi Schlumberger (Gambar 47), jarak

titik tengah O terhadap elektroda arus A sama dengan jarak titik tengah ke elektroda

B, sepanjang L. Sedangkan elektroda potensial M dan N terletak didalam kedua

elektroda arus dan masing masing elektroda tersebut berjarak b dari titik tengah O.

Konfigurasi ini sering digunakan untuk pengukuran sounding karena praktek

dilapangannya lebih praktis. Harga faktor geometri untuk susunan Schlumberger

adalah :

7

Page 8: Nikel Laterit2 Akhir Print

Gambar 4. Susunan Elektroda Konfigurasi Schlumberger

8

Page 9: Nikel Laterit2 Akhir Print

2. Konfigurasi Wenner. Jarak AM = MN = NB. Bertujuan untuk mencatat

perbedaan potensial dengan elektroda pengukur yang berjarak panjang. Dalam

konfigurasi ini (Gambar 5), keempat elektroda dipasang segaris dengan interval

yang sama (a) dan elektroda arus AB berada diluar elektroda potensial MN.

Susunan ini digunakan sebagian besar untuk pengukuran profiling untuk mengetahui

kontak batuan (kontras resisitivitas) secara vertikal. Berdasarkan tata letak

elektrodanya, faktor geometri untuk konfigurasi Wenner adalah :

9

Page 10: Nikel Laterit2 Akhir Print

3. Konfigurasi Dipole-dipole. Bertujuan untuk mencatat kelengkungan fungsi potensial

dimana jarak elektroda arus dan dan potensial pendek. Susunan elektroda Dipole-dipole

adalah jarak elektroda arus C1C2 sama dengan jarak elektroda potensial P1P2 (a),

sedangkan jarak C2P1 adalah 2a. Faktor geometri susunan Dipole-dipole adalah :

Gambar 6. Susunan Elektroda Konfigurasi Dipole-dipole

Dalam penelitian ini digunakan konfigurasi Wenner hal ini disebabkan karena

konfigurasi ini memiliki jarak spasi elektroda yang sama sehingga potensial yang

terukur dipermukaan relatif besar. Susunan elektroda secara jelas dilapangan untuk

konfigurasi Wenner ditunjukkan pada Gambar 7.

Gambar 7. Susunan Elektroda Konfigurasi Wenner di Lapangan

10

Page 11: Nikel Laterit2 Akhir Print

Dimana:

AB merupakan elektroda arus.

MN merupakan elektroda potensial.

Anomali yang terjadi karena adanya efek perlapisan ditunjukkan pada harga

resistivitas yang terukur dan berubah- ubah karena perubahan bentangan elektrode

arus. Untuk susunan Wenner, resistivitas yang terukur, melalui konfigurasi

geometrisnya maka secara kuantitatif dapat diturunkan menjadi persamaan :

Dimana

ρ : tahanan jenis semu (ohm-m).

K : Faktor geometri / konstanta -------> ( K = 2 π. a ).

I : Kuat arus (mA).

V : Voltage (mV).

a : Jarak elektroda (m).

Volume dari material yang dilalui oleh arus berbanding lurus dengan jarak

antara keempat elektroda, hal ini menunjukkan bahwa kedalaman penetrasi metoda

geolistrik hampir berbanding lurus dengan jarak antara elektroda.

Resistivitas Semu Pengukuran resistivitas dilakukan terhadap permukaan bumi yang di anggap

sebagai suatu medium yang homogen isotropis. Pada kenyataannya, bumi tersusun

atas komposisi batuan yang bersifat heterogen baik ke arah vertikal maupun

horisontal. Akibatnya objek batuan yang tidak homogen dan beragam akan

memberikan harga resistivitas yang beragam pula. Sehingga resistivitas yang diukur

adalah resistivitas semu.

Beberapa hal yang mempengaruhi nilai resistivitas semu adalah sebagai

berikut:

1. Ukuran butir penyusun batuan, semakin kecil besar butir maka kelolosan

arus akan semakin baik, sehingga mereduksi nilai tahanan jenis.

2. Komposisi mineral dari batuan, semakin meningkat kandungan mineral clay

akan mengakibatkan menurunnya nilai resisivitas.

11

Page 12: Nikel Laterit2 Akhir Print

3. Kandungan air, air tanah atau air permukaan merupakan media yang

mereduksi nilai tahanan jenis.

4. Kelarutan garam dalam air di dalam batuan akan mengakibatkan

meningkatnya kandungan ion dalam air sehingga berfungsi sebagai

konduktor.

5. Kepadatan, semakin padat batuan akan meningkatkan nilai resistivitas.

6. Porositas, yaitu perbandingan antara volume rongga (pori) terhadap volume

batuan itu sendiri. Porositas dinyatakan dalam persen (%) volume. Volume

pori-pori batuan yang besar akan memberikan kandungan cairan yang lebih

banyak sehingga harga resistivitasnya akan semakin kecil. Sehubungan

dengan hal itu, terdapat suatu rumusan empiris yang disebut Hukum Archie.

Dimana :

resistivitas batuan yang berisi cairan

a, m = konstanta (0,5 < a < 2,5; 1,3 < m < 2,5)

resistivitas air murni.

porositas

n = 2

S = bagian dai pori-pori batuan yang bersifat fluida.

Endapan Mineral

Kebutuhannya manusia yang sangat banyak sebagian besar telah disediakan

oleh alam. Mineral merupakan salah satu kebutuhan manusia yang kian lama kian

besar tingkat konsumsinya. Hal ini disebabkan oleh kemajuan teknologi dan

penemuan-penemuan baru dalam berbagai bidang industri banyak memerlukan

bahan baku mineral. Mineral di alam umumnya terdiri atas beberapa kombinasi

unsur dalam jumlah yang berbeda dan dalam bentuk yang berbeda pula. Di alam

terdapat lebih dari 100 unsur tetapi hanya beberapa diantaranya merupakan bagian

terbesar penyusun mineral-mineral utama, beberapar unsur tersebut antara lain

Oksigen (O), Silika (Si), Besi (FE), Kalsium (Ca), Natrium (Na), Kalium (K),

Alumunium (Al), Karbon (C), Hidrogen (H) dan Belerang (S).

12

Page 13: Nikel Laterit2 Akhir Print

Endapan mineral merupakan satu atau lebih mineral atau unsur tertentu yang

terkonsentrasi atau terakumulasi karena proses alam pada suatu tempat di kerak

luar bumi. Endapan mineral yang ada di alam tidak semuanya bersifat ekonomis.

Faktor-faktor yang mempengaruhi ekonomis tidaknya suatu endapan mineral adalah

bentuk , volume endapan, kadar, lokasi geografi dan biaya pengolahannya. Dengan

demikian endapan mineral dengan volume kecil maupun mineral dengan nilai

rendah masih memungkinkan untuk dapat ditambang secara ekonomis.

Endapan Laterit Nikel

Endapan nikel terbentuk melalui suatu proses yang panjang dan memakan

waktu lama. Menurut Boldt (1980) proses pembentukan endapan laterit nikel dimulai

sebagai berikut : ketika batuan mengalami pengangkatan sehingga tersingkap di

permukaan bumi, batuan tersebut akan terurai. Adanya pelapukan kimiawi dan fisika

menghancurkan batuan tersebut hingga menjadi tanah (soil). Apabila batuan

tersebut mengandung nikel maka pelapukan akan menyebabkan kandungan nikel

semakin tinggi. Pada dasarnya nikel dibawa oleh larutan dalam air tanah dan

diendapkan kembali pada daerah yang lebih dalam. Daerah ini akan menghasilkan

zone dengan kandungan nikel yang sangat tinggi.

Proses pembentukan bijih laterit nikel dimulai dari proses pelapukan batuan

ultrabasa (Dunit atau Peridotit). Batuan ultrabasa tersusun atas mineral olivine,

piroksen, amfibol dan mika. Olivin pada batuan ini mempunyai kandungan nikel

sekitar 0,3%. Batuan ultrabasa yang mengandung nikel ini mengalami proses

serpentinisasi, yaitu proses terisinya retakan atau kekar oleh mineral serpentin yang

kemudian mengalami proses kimiawi disebabkan adanya pengaruh dari tanah.

Selanjutnya oleh pengaruh iklim setempat batuan induk mengalami pelapukan fisika

dan kimiawi. Proses tersebut mengakibatkan terbentuknya endapan laterit nikel.

Pada musim penghujan, air akan memasuki retakan-retakan menyebabkan

hancurnya mineral-mineral penyusun batuan induk. Mg, Si, Ni dan sebagian Fe akan

larut dan terbawa sesuai dengan aliran air tanah dan akan menghasilkan mineral-

mineral baru pada proses pengendapan kembali. Dalam larutan Fe bersenyawa

dengan oksida dan membentuk Ferri Hidroksida yang nantinya mengendap di dekat

permukaan tanah menjadi hematit, goetit, dan kobaltit.

13

Page 14: Nikel Laterit2 Akhir Print

Pada rekahan-rekahan batuan ultrabasa sebagian Mg mengendap

menghasilkan magnesit, dolomite dan kalsit yang di lapangan dikenal sebagai akar-

akar pelapukan (roots of weathering). Sebagai konsekuensi terjadinya pelapukan

kimiawi partikel-partikel yang bersifat koloid diendapkan baik berupa endapan

konsentrasi residu maupun endapan konsentrasi celah. Pada proses ini dijumpai

pengisian rekahan-rekahan antara lain oleh garnierit, kuarsa dan krisopras sebagai

hasil pengendapan konsentrasi celah. Hasil endapan konsentrasi residu

menghasilkan zone saprolit. Unsur-unsur yang tertinggal seperti Fe, Al, Mn, Co dan

Ni terikat sebagai mineral-mineral oksida/hidroksida seperti hematit, geotit, dan

kobaltit menghasilkan zone limonit. Akibat proses ini akan terbentuk urutan endapan

yaitu lapisan penutup (overburden), lapisan laterit dan batuan dasar (bedrock).

Berdasarkan kadar nikel yang dikandung maka lapisan laterit dapat terdiri dari

lapisan limonit dan lapisan saprolit dimana kadar nikel lapisan saprolit lebih dari 2 %

dan lapisan limonit mempunyai kadar nikel sebesar 1 %.

Pembentukan proses endapan nikel atau laterit memiliki langkah-langkah

sebagai berikut :

1. Batuan asal/origin : ultrabasa Menurut tabel klasifikasi batuan

mengandung Ni, dengan kisi-kisi kristal piroksen dan olivine.

2. Proses-proses kejadian awal berasal dari hidrotermal serpentinit atau

peridotit terserpentisinasi, kemudian terjadi proses lateritisasi karena :

i. Iklim

ii. Reagen-reagen kimia dan vegetasi

iii. Struktur

3. Proses kimia terjadinya endapan laterit (Satsuma,1975)

a. Larutan yang mengandung CO2 mengubah mineral olivine menjadi

serpentin dan magnesit.

b. Proses hydrasi yang mengubah olivine dan piroksin menjadi

serpentin.

Proses selanjutnya adalah akibat dari iklim, yaitu air hujan menyebabkan

terjadinya pelindian pada zone batuan. Pada akhirnya terbentuk tiga jenis zone

batuan yaitu : 14

Page 15: Nikel Laterit2 Akhir Print

a) Zone batuan yang mengalami pengurangan larutan yang mengandung

Ni, Mg dan Si.

b) Pada saat pelindian : silikat yang mengandung Ni, terubah menjadi Mg,

Si dan Ni (larutan)

c) Terjadi juga proses enrichment, yaitu penambahan larutan yang kaya

akan unsur Ni, Mg dan Si.

Profil soil dari endapan laterit nikel dapat dibedakan menjadi Overburden,

Limonit, Saprolit, Bedrock.

Endapan nikel sekunder merupakan hasil endapan konsentrasi residu antara

batuan induk yang mengandung nikel mengalami proses serpentinisasi dan

selanjutnya oleh iklim setempat mengalami pelapukan fisika dan kimia (primer).

Sebagai konsekuensi pelapukan kimiawi, maka partikel yang bersifat koloid

diendapkan baik berupa endapan konsentrasi residu maupun endapan konsentrasi

celah. Maka akibat proses ini akan terbentuk urutan endapan yang dikenal dengan

lapisan A,B,C dan D (Overburden, Limonit, Saprolit, Bedrock). Profil penampang

endapan laterit ditunjukkan oleh Gambar 7.

Gambar 7. Penampang Endapan Laterit Nikel

PEMROSESAN DAN INTERPRETASI DATA

15

Page 16: Nikel Laterit2 Akhir Print

Pengukuran dilakukan dengan menggunakan metode resistivitas sounding

dengan konfigurasi Wenner. Metode ini dianggap paling efektif untuk memberikan

gambaran perlapisan bawah tanah dengan akurasi terhadap kedalaman yang lebih

baik. Kedalaman target pada metode resistivitas bergantung pada jarak antar

elektroda arus. Jarak elektroda arus yang semakin besar menjadikan daya tembus

arus yang juga semakin dalam, sehingga target yang dicapai juga semakin dalam.

Selain itu konfigurasi yang digunakan yang juga mempengaruhi dalamnya

target penyelidikan. Dalam konfigurasi Schlumberger jarak elektroda arus semakin

jauh dengan elektroda potensial apabila spasinya di perbesar, akibatnya potensial

yang terukur di permukaan semakin lemah. Sedangkan pada konfigurasi Wenner

jarak antara elektroda arus dan potensial dibuat sama sehingga potensial yang

terukur di permukaan relatif besar, oleh karena itu konfigurasi Wenner dianggap

cocok untuk mendeteksi nilai resistivitas pada target yang dalam.

Pemrosesan Data Resistivitas Wenner

Kegiatan pemrosesan data diawali dengan pengolahan data resistivitas dari

lapangan yang berupa harga resistivitas semu dan besar jarak elektroda atau

spasi (a). Data ini diolah dengan menggunakan software Progress 3 yang

menggunakan metode Curve Matching sebagai prinsip dasarnya. Dari masukan data

berupa harga resistivitas semu dan besar jarak antar elektroda, dilakukan

pencocokan kurva sampai sesuai dengan pola data masukan. Kurva tersebut dapat

ditampilkan dengan terlebih dahulu memasukkan harga resistivitas dan kedalaman

tiap lapisan pada tabel yang tersedia. Setelah harga tersebut dimasukkan maka

dimulai proses pencocokan kurva sampai sesuai dengan bentuk data masukan.

Apabila proses pencocokan telah selesai akan didapatkan harga resistivitas

sesungguhnya tiap lapisan beserta besar kedalamannya.

Selain itu dalam penelitian ini juga digunakan software Res2dinv untuk

melihat pola penyebaran resistivitas semu batuan pada tiap lintasan. Data masukan

yang dibutuhkan dalam pengolahan menggunakan software ini adalah lokasi titik

sounding, jarak elektroda dan nilai resistivitas serta elevasi tiap titik sounding. Data

ditulis dalam bentuk notepad dan menggunakan format yang disesuaikan. Dari hasil

16

Page 17: Nikel Laterit2 Akhir Print

pengolahan data ini akan terlihat pola penyebaran resistivitas semu batuan pada tiap

lintasan yang dapat digunakan sebagai data penunjang.

Pemrosesan data selanjutnya dilakukan dengan membuat penampang

melintang bawah permukaan dari tiap lintasan dengan menggunakan software

Surfer 8. Hasil keluaran data dari pengolahan Progress 3 berupa nilai resistivitas tiap

lapisan dengan besar kedalamannya digunakan untuk membuat pola perlapisan

daerah endapan nikel dengan mengelompokkannya menjadi 3 lapisan utama yaitu

Overburden (tanah penutup), Laterit Nikel dan Bedrock. Dari pemodelan ini dapat

terlihat dengan jelas bentuk endapan nikel yang terjadi dan dapat diketahui potensi

yang dimiliki daerah target penelitian.

Interpretasi Data Resistivitas

Daerah penelitian berada di wilayah Maluku Kecamatan Maba Kabupaten

Halmahera Tengah Propinsi Maluku (PT. Aneka Tambang Tbk., 1998). Dalam

proses pengukuran dilapangan, daerah ini dibagi menjadi beberapa blok yang terdiri

atas blok besar dan blok kecil. Penamaan dilakukan oleh PT. Aneka Tambang Tbk.

dengan ketentuan sebagai berikut : arah Utara-Selatan berdasarkan nomor dan

Timur-Barat berdasarkan abjad. Blok besar menggunakan abjad besar dan blok kecil

dengan abjad kecil. Pada tiap blok kecil penamaan titik sounding menggunakan

angka yang disusun berdasarkan arah utara-barat pada jarak 25 m.

Target penelitian terdapat pada Blok CIII c10 dengan 30 titik sounding yang

diselidiki. Tiga puluh titik ini terbagi menjadi 6 lintasan yang masing-masing

lintasannya terdiri atas 5 titik sounding. Tiap titik berjarak 50 m terhadap titik yang

lain. Keenam lintasan dalam penelitian ini tersusun secara paralel dan berada dalam

koordinat timur-barat yang sama. Lokasi titik-titik sounding dalam penelitian secara

jelas dapat dilihat pada Gambar 8.

17

Page 18: Nikel Laterit2 Akhir Print

Gambar 8. Lokasi lintasan pada Daerah Penelitian

Dari hasil pengolahan data dengan Progress 3, tiap titik sounding mempunyai

nilai resistivitas yang berbeda-beda berdasarkan kedalamannya. Secara umum

perlapisan pada seluruh titik sounding terbagi menjadi 4 dan 5 lapisan. Pada lintasan

pertama (titik sounding 1/11-3/11-5/11-7/11-9/11) nilai resistivitas terkecil terdapat

pada titik 3/11 dengan nilai 101.07 Ωm, sedangkan nilai terbesar terdapat pada titik

5/11 dengan nilai resistivitas 1285,76 Ωm. Perlapisan pada lintasan 1 secara rinci

dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Harga Resistivitas dan Kedalaman Lapisan Tiap Titik Pada Lintasan 1

18

Page 19: Nikel Laterit2 Akhir Print

Tabel 2. Harga Resistivitas dan Kedalaman Lapisan Tiap Titik Pada Lintasan 2

Tabel 3. Harga Resistivitas dan Kedalaman Lapisan Tiap Titik Pada Lintasan 3

Tabel 4. Harga Resistivitas dan Kedalaman Lapisan Tiap Titik Pada Lintasan 4

Tabel 5. Harga Resistivitas dan Kedalaman Lapisan Tiap Titik Pada Lintasan 5

Tabel 6. Harga Resistivitas dan Kedalaman Lapisan Tiap Titik Pada Lintasan 6

19

Page 20: Nikel Laterit2 Akhir Print

Pemodelan Endapan Laterit

Berdasarkan data geologi, daerah penelitian memang merupakan daerah

prospek terjadinya endapan laterit nikel. Endapan ini biasa terjadi pada daerah yang

memiliki batuan asal bersifat ultrabasa dan terdapat pada daerah yang banyak

memiliki struktur rekahan. Akibat berbagai pengaruh luar yang terjadi (dalam hal ini

pengaruh air tanah sangat dominan) akan menyebabkan terjadinya pengendapan

dan pelapukan secara bertahap sehingga membentuk suatu perlapisan yang kaya

akan mineral nikel. Proses pembentukan ini berlangsung selama bertahun-tahun

dan melibatkan pengendapan yang terjadi secara berulang-ulang.

Dari hasil data sumur dapat kita lihat bahwa rata-rata ketebalan tanah

penutup (overburden) berkisar antara 1-3 m. Data sumur ini sesuai dengan hasil

pengolahan data resistivitas yang menunjukkan hasil yang mendekati sama. Pada

sebagian titik dalam data sumur ditemui titik-titik yang pemborannya tidak sampai ke

lapisan bedrock tetapi hanya sampai lapisan limonit atau saprolit. Hal ini terjadi

dikarenakan keterbatasan alat yang digunakan dimana alat tidak dapat lagi

menembus lapisan bawahnya akibat tingginya tingkat kekerasan tanah. Berdasarkan

hasil pengolahan data resistivitas ditunjukkan bahwa bedrock berada dibawah titik

stop bor yang hanya sampai pada lapisan limonit atau saprolit tersebut.

Dari data sumur juga dapat dilihat adanya boulder-boulder yang terdapat

diantara lapisan endapan laterit nikel. Boulder-boulder ini merupakan batuan dasar

yang belum mengalami pelapukan sempurna sehingga masih bersifat keras dan

kompak. Apabila boulder tersebut masih sangat bersifat seperti batuan asalnya

maka boulder ini akan menjadi sampah (waste) yang tidak akan dapat digunakan

pada akhirnya. Namun apabila boulder tersebut telah memiliki kandungan nikel yang

cukup maka boulder ini akan dapat ditambang bersama endapan nikel yang murni.

Akibat sifatnya yang masih seperti batuan asalnya boulder memiliki nilai

resistivitas yang relatif tinggi. Dari hasil Progress 3 boulder-boulder belum dapat 20

Page 21: Nikel Laterit2 Akhir Print

dideteksi secara maksimal tentang lokasi dan ketebalannya. Namun mungkin dapat

dicirikan dari harga resistivitas lapisannya yang relatif tinggi. Nilai resistivitas tiap

lapisan ditunjukkan pada Tabel 7.

Tabel 7. Nilai Resistivitas tiap lapisan

Dari hasil pengolahan data resistivitas Wenner yang dikomparasikan dengan

data sumur, dilakukan korelasi lapisan antara tiap titik sounding dalam satu lintasan.

Hal ini dilakukan untuk melihat penyebaran laterit secara vertikal. Lintasan 1 (titik

sounding 1/11-3/11-5/11-7/11-9/11) memiliki ketinggian antara 326 m – 390 m. Pada

lintasan 1 ketebalan laterit rata-rata sebesar 19,24 m dengan ketebalan terbesar

berada pada titik sounding 1/11 yang mencapai 22,66 m. Kedalaman bedrock rata-

rata mencapai 20,09 m dari permukaan tanah dengan tebal overburden ratarata

sebesar 0,84 m. Kedalaman overburden, laterit dan bedrock tiap titik sounding pada

lintasan 1 diperlihatkan pada Tabel 8 dan profil lintasannya ditunjukkan pada

Gambar 9.

Tabel 8. Kedalaman Overburden, Laterit dan Bedrock Lintasan 1

21

Page 22: Nikel Laterit2 Akhir Print

Tabel 9. Kedalaman Overburden, Laterit dan Bedrock Lintasan 2

22

Page 23: Nikel Laterit2 Akhir Print

Tabel 10. Kedalaman Overburden, Laterit dan Bedrock Lintasan 3

Tabel 11. Kedalaman Overburden, Laterit dan Bedrock Lintasan 4

23

Page 24: Nikel Laterit2 Akhir Print

Tabel 12. Kedalaman Overburden, Laterit dan Bedrock Lintasan 5

24

Page 25: Nikel Laterit2 Akhir Print

Tabel 13. Kedalaman Overburden, Laterit dan Bedrock Lintasan 6

25

Page 26: Nikel Laterit2 Akhir Print

Gambar 15. Perlapisan Overburden-Laterit-Bedrock Pada Tiap Lintasan

Gambar 16. Perbandingan Ketebalan Laterit Terhadap Morfologi Lapangan

26

Page 27: Nikel Laterit2 Akhir Print

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1.Metode resistivitas Wenner merupakan metode yang efektif digunakan dalam

mendeteksi endapan laterit nikel beserta kedalamannya.

2.Endapan laterit nikel dicirikan dengan nilai resistivitas batuan yang cenderung

rendah (59Ωm-452Ωm) dibandingkan dengan sekitarnya (355Ωm-1338Ωm).

3.Morfologi lapangan turut mempengaruhi pembentukan endapan laterit nikel,

dimana daerah lereng yang curam memiliki zona laterit yang tipis dan daerah

punggungan memiliki zona laterit yang relatif tebal.

4.Berdasarkan penelitian dilakukan estimasi volume endapan laterit nikel

sebesar 1.408.500 m3 yang merupakan nilai yang potensial untuk dilakukan

proses penambangan.

5. Seluruh titik pengamatan dalam penelitian merupakan daerah yang

berpotensi memiliki endapan laterit nikel.

Saran

Untuk mengetahui batas-batas daerah potensi endapan nikel maka perlu

dilakukan survei resistivitas wenner lanjutan diluar daerah penelitian ini.

27

Page 28: Nikel Laterit2 Akhir Print

DAFTAR PUSTAKA

1. Dariyanto, T.1999. Pengaruh Morfologi Terhadap Pembentukan dan

Penyebaran Endapan Nikel Laterik. Jurusan Teknik Pertambangan FIKTM-

ITB, Bandung.

2. Isjudarto, A. 2013. Pengaruh Morfologi Lokal Terhadap Pembentukan Nikel

Laterit. Seminar Nasional ReTII ke 8, STTNAS, Yogyakarta.

3. Satsuma, 1975. Geology and Ore Deposits of Oeboelie, Gebe Island.

Indonesia Nickel Developed co., Ltd. Tokyo.

4. Telford, W. M. Geldart, L. P. and Sheriff, R. E. (1990) Applied Geophysics 2nd

edition, Cambridge University Press.

28

Page 29: Nikel Laterit2 Akhir Print

METODE RESISTIVITAS DALAM EKSPLORASI

ENDAPAN LATERIT NIKEL

Disajikan sebagai salah satu syarat

Untuk memenuhi tugas mata kuliah Eksplorasi Mineral

Program Studi S2 Ilmu Fisika

Dosen : Prof. Dr.Sismanto, M.Si

Oleh :

SUJONO

13/356555/PPA/4445

PASCASARJANA ILMU FISIKAJURUSAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAMUNIVERSITAS GADJAH MADA

2014

29

Page 30: Nikel Laterit2 Akhir Print

30