nikel laterit2 akhir print
DESCRIPTION
.,mnbdTRANSCRIPT
Metode Resistivitas Dalam Eksplorasi
Endapan Laterit Nikel
Pustaka / Jurnal :
1. Dariyanto, T.1999. Pengaruh Morfologi Terhadap Pembentukan dan
Penyebaran Endapan Nikel Laterik. Jurusan Teknik Pertambangan FIKTM-
ITB, Bandung.
2. Isjudarto, A. 2013. Pengaruh Morfologi Lokal Terhadap Pembentukan Nikel
Laterit. Seminar Nasional ReTII ke 8, STTNAS, Yogyakarta.
3. Satsuma, 1975. Geology and Ore Deposits of Oeboelie, Gebe Island.
Indonesia Nickel Developed co., Ltd. Tokyo.
PENDAHULUAN
Menurut Dariyanto (1985), untuk kasus pembentukan laterit nikel, proses
geokimia pada lapisan bawah permukaan yang telah mengalami perubahan struktur
geologi dapat mengakibatkan terbentuknya lapisan-lapisan yang terdiri atas tiga
lapisan, yaitu lapisan overburden (lapisan penutup), lapisan laterit nikel dan lapisan
bedrock (batuan dasar), yang tersusun berurutan dari atas permukaan. Lapisan
laterit nikel merupakan bedrock yang terlapuk dan terserpentinisasi menjadi
endapan dengan kadar bijih besi nikel cukup tinggi (2,3%) dan kadar besi yang
cukup rendah (0,6%). Sedangkan bedrock terdiri atas batuan ultrabasa yang
merupakan batuan keras dan kompak dengan kadar nikel yang masih rendah (0,2%)
dan kadar besi (0,4%). Endapan nikel dipengaruhi oleh air tanah dan erosi yang
terjadi. Hal ini menyebabkan adanya variasi ketebalan lapisan laterit yang ternyata
tidak terlepas dari pengaruh morfologinya. Beberapa hal lain seperti iklim,
kandungan kimia, struktur dan waktu juga mempengaruhi pembentukan lapisan
laterit. Metode yang digunakan untuk mencari endapan laterit nikel adalah metode
resistivitas. Metode ini dianggap efektif digunakan karena dapat memetakan bentuk
perlapisan di bawah permukaan dan menunjukkan daerah yang berpotensi sebagai
endapan nikel.
1
Endapan laterit nikel berada diatas bedrock sehingga dengan mengetahui
kedalaman bedrock maka dapat diketahui batas kedalaman lapisan laterit nikel.
Metode resistivitas sounding dengan konfigurasi Wenner merupakan metode yang
dapat digunakan untuk mengetahui kedalaman bedrock dan ketebalan lapisan laterit
nikel. Penyebaran ketebalan endapan laterit nikel sendiri bervariasi dan cukup
dipengaruhi oleh morfologi lapangan.
Tujuan Penelitian
Menggunakan metode resistivitas untuk mendeteksi potensi laterit nikel.
Membuat model struktur perlapisan pada daerah laterit nikel.
Memperkirakan volume endapan laterit pada daerah penelitian.
Mempelajari perbedaan ketebalan endapan laterit nikel berdasarkan
morfologi lapangannya.
Metodologi Penelitian
Penelitian diawali dengan studi pustaka. Kemudian diteruskan dengan pengolahan
data yang telah diambil dari lapangan dan dilanjutkan dengan interpretasi data
terolah. Data awal yang dimiliki berupa nilai resistivitas semu batuan terhadap
kedalaman pada 30 titik sounding yang diambil dengan menggunakan konfigurasi
Wenner. Pengolahan data awal dilakukan dengan software Progress 3.0 yang dalam
hal ini menggunakan prinsip dasar metode Curve Matching. Dari pengolahan data
dengan Progress 3, didapatkan bentuk perlapisan tiap titik sounding. Penelitian
kemudian dilanjutkan dengan pembandingan harga resistivitas absolut yang
diperoleh dengan nilai teoritis batuan yang telah ada. Data resistivitas tersebut
digunakan untuk menginterpretasikan batas-batas lapisan Overburden, Laterit nikel
dan Bedrock. Pengolahan data juga dilakukan dengan menggunakan software
Res2dinv yaitu untuk melihat gambaran penyebaran nilai resistivitas dibawah
permukaan secara 2 dimensi. Untuk menggambarkan bentuk pemodelan lapisan
pada daerah endapan laterit nikel dilakukan pengeplotan data perlapisan tiap
sounding dengan menggunakan software Surfer 8. Studi lanjutan kemudian
dilakukan terhadap tiap penampang melintang dengan mengamati perbedaan
ketebalan endapan laterit nikel dan hubungannya dengan morfologi dilapangan.
Bagan rancangan penelitian ditunjukkan oleh Gambar 1.
2
Waktu dan tempat penelitian
Data diperoleh dari PT. Aneka Tambang Tbk, Unit Geomin, Satuan Kerja
Pengukuran dan Geofisika.
Daerah penelitian berada di wilayah Tanjung Buli yang secara administratif
termasuk ke dalam Kecamatan Maba Kabupaten Halmahera Tengah Propinsi
Maluku. (Gambar 2).
3
Gambar 2. Peta lokasi daerah penelitian
Manfaat Penelitian
Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode resisitivitas konfigurasi Wennner
hingga mendapatkan informasi ketebalan lapisan laterit nikel dan dimanfaatkan
untuk pelaksanaan kegiatan penambangan biji nikel. Selain itu, manfaat lebih lanjut
yang dapat diperoleh adalah untuk mengindentifikasi potensi endapan nikel
berdasarkan morfologi lapangannya.
TEORI DASAR
Teori Resistivitas
Arus listrik diukur dalam satuan Ampere yang merupakan jumlah muatan
listrik yang lewat pada suatu titik sembarang dalam 1 sekon.
Sedangkan nilai potensial biasa dihitung dengan satuan Volt yang merupakan
perbedaan antara tegangan yang dibutuhkan agar arus dapat lewat. Pada sebagian
besar bahan termasuk sebagian besar batuan, arus yang mengalir pada suatu
material semakin besar sejalan dengan kenaikan tegangannya. Dari hukum Ohm
dapat diturunkan persamaan berikut:
4
I
VR
Keterangan :
R : Resistansi (Ohm).
V : Tegangan (Volt).
I : Arus (Ampere).
Hubungan antara rapat arus dan intensitas medan listrik dapat dinyatakan
sebagai berikut :
J = σE
Dimana
AIJ
= rapat arus (ampere/ meter2)
σ = konduktivitas medium .
E= V/L = intensitas medan listrik (volt/meter).
Dari persamaan diatas dapat diturunkan suatu persamaan umum untuk
menentukan resistivitas suatu medium homogen, yaitu:
A
LR
1
Dimana :
ρ = resistivitas material (ohm meter).
R = resistansi (ohm). L = panjang (meter).
A = luas penampang (meter2).
Metode Geolistrik
Metode geolistrik merupakan metode yang menggunakan prinsip aliran arus
listrik dalam menyelidiki struktur bawah permukaan bumi. Aliran arus listrik dalam
mengalir didalam tanah melalui batuan-batuan dan sangat dipengaruhi oleh adanya
air tanah dan garam yang terkandung didalam batuan serta hadirnya mineral logam
maupun panas yang tinggi. Oleh karena itu metode geolistrik dapat digunakan pada
penyelidikan hidrogeologi seperti penentuan aquifer dan adanya kontaminasi,
penyelidikan mineral, survei arkeologi dan deteksi hotrocks pada penyelidikan panas
bumi.
5
Metode resistivitas pada dasarnya adalah pengukuran harga resistivitas
(tahanan jenis) batuan. Prinsip kerja metode ini adalah dengan menginjeksikan arus
ke bawah permukaan bumi sehingga diperoleh beda potensial, yang kemudian akan
didapat informasi mengenai tahanan jenis batuan. Hal ini dapat dilakukan dengan
menggunakan keempat elektroda yang disusun sebaris (Gambar 3), salah satu dari
dua buah elektroda yang berbeda muatan digunakan untuk mengalirkan arus ke
dalam tanah, dan dua elektroda lainnya digunakan untuk mengukur tegangan yang
ditimbulkan oleh aliran arus tadi, sehingga resistivitas bawah permukaan dapat
diketahui. Resistivitas batuan adalah fungsi dari konfigurasi elektroda dan
parameter-parameter listrik batuan. Arus yang dialirkan di dalam tanah dapat berupa
arus searah (DC) atau arus bolak-balik (AC) berfrekuensi rendah. Untuk
menghindari potensial spontan, efek polarisasi dan menghindarkan pengaruh
kapasitansi tanah yaitu kecenderungan tanah untuk menyimpan muatan maka
biasanya digunakan arus bolak balik yang berfrekuensi rendah (Bhattacharya &
Patra, 1968).
Gambar 3. Prinsip kerja Metode Resistivitas
Vertical Electrical Sounding (VES)
Secara umum metode resistivitas sendiri dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
Metode Resistivitas Mapping
Metode ini merupakan metode yang digunakan untuk menyelidiki
variasi resistivitas ke arah horisontal. Kedalaman di bawah permukaan yang
tersurvey adalah sama. Pelaksanaannya dilakukan dengan menggerakkan
seluruh elektroda sepanjang lintasan pengukuran secara bersama-sama
dengan interval jarak tertentu dan arah yang sama.
6
Metode Resistivitas Sounding
Metode ini digunakan untuk menyelidiki variasi atau kontras resistivitas
ke arah vertikal (kedalaman). Dari metode ini akan diketahui tebal masing-
masing lapisan batuan yang tersurvey yang ada dibawah permukaan.
Pelaksanaannya dilakukan dengan menggerakkan elektroda menjauhi pusat
konfigurasi. Semakin jauh elektrodanya semakin besar jangkauan kedalaman
yang dicapai.
Vertical Electrical Sounding atau biasa disebut metode sounding adalah salah
satu metode geofisika yang digunakan untuk penyelidikan lapisan pembawa air
tanah dan eksplorasi bijih logam dengan mempelajari variasi resistivitas listrik bumi
terhadap kedalaman pada suatu titik amat dan mengkorelasikannya dengan data
geologi. Dalam penelitian ini digunakan metode sounding sebab ingin mengetahui
perubahan nilai resistivitas secara vertikal untuk mendapatkan estimasi
perlapisannya.
Konfigurasi Wenner
Metode resistivitas dapat dibedakan menurut konfigurasi elektrodanya
menjadi tiga macam (Dobrin, 1988), yaitu:
1. Konfigurasi Schlumberger.
Memiliki jarak AB>5MN. Bertujuan untuk mencatat gradien dimana elektroda
potensialnya berjarak pendek. Dalam Konfigurasi Schlumberger (Gambar 47), jarak
titik tengah O terhadap elektroda arus A sama dengan jarak titik tengah ke elektroda
B, sepanjang L. Sedangkan elektroda potensial M dan N terletak didalam kedua
elektroda arus dan masing masing elektroda tersebut berjarak b dari titik tengah O.
Konfigurasi ini sering digunakan untuk pengukuran sounding karena praktek
dilapangannya lebih praktis. Harga faktor geometri untuk susunan Schlumberger
adalah :
7
Gambar 4. Susunan Elektroda Konfigurasi Schlumberger
8
2. Konfigurasi Wenner. Jarak AM = MN = NB. Bertujuan untuk mencatat
perbedaan potensial dengan elektroda pengukur yang berjarak panjang. Dalam
konfigurasi ini (Gambar 5), keempat elektroda dipasang segaris dengan interval
yang sama (a) dan elektroda arus AB berada diluar elektroda potensial MN.
Susunan ini digunakan sebagian besar untuk pengukuran profiling untuk mengetahui
kontak batuan (kontras resisitivitas) secara vertikal. Berdasarkan tata letak
elektrodanya, faktor geometri untuk konfigurasi Wenner adalah :
9
3. Konfigurasi Dipole-dipole. Bertujuan untuk mencatat kelengkungan fungsi potensial
dimana jarak elektroda arus dan dan potensial pendek. Susunan elektroda Dipole-dipole
adalah jarak elektroda arus C1C2 sama dengan jarak elektroda potensial P1P2 (a),
sedangkan jarak C2P1 adalah 2a. Faktor geometri susunan Dipole-dipole adalah :
Gambar 6. Susunan Elektroda Konfigurasi Dipole-dipole
Dalam penelitian ini digunakan konfigurasi Wenner hal ini disebabkan karena
konfigurasi ini memiliki jarak spasi elektroda yang sama sehingga potensial yang
terukur dipermukaan relatif besar. Susunan elektroda secara jelas dilapangan untuk
konfigurasi Wenner ditunjukkan pada Gambar 7.
Gambar 7. Susunan Elektroda Konfigurasi Wenner di Lapangan
10
Dimana:
AB merupakan elektroda arus.
MN merupakan elektroda potensial.
Anomali yang terjadi karena adanya efek perlapisan ditunjukkan pada harga
resistivitas yang terukur dan berubah- ubah karena perubahan bentangan elektrode
arus. Untuk susunan Wenner, resistivitas yang terukur, melalui konfigurasi
geometrisnya maka secara kuantitatif dapat diturunkan menjadi persamaan :
Dimana
ρ : tahanan jenis semu (ohm-m).
K : Faktor geometri / konstanta -------> ( K = 2 π. a ).
I : Kuat arus (mA).
V : Voltage (mV).
a : Jarak elektroda (m).
Volume dari material yang dilalui oleh arus berbanding lurus dengan jarak
antara keempat elektroda, hal ini menunjukkan bahwa kedalaman penetrasi metoda
geolistrik hampir berbanding lurus dengan jarak antara elektroda.
Resistivitas Semu Pengukuran resistivitas dilakukan terhadap permukaan bumi yang di anggap
sebagai suatu medium yang homogen isotropis. Pada kenyataannya, bumi tersusun
atas komposisi batuan yang bersifat heterogen baik ke arah vertikal maupun
horisontal. Akibatnya objek batuan yang tidak homogen dan beragam akan
memberikan harga resistivitas yang beragam pula. Sehingga resistivitas yang diukur
adalah resistivitas semu.
Beberapa hal yang mempengaruhi nilai resistivitas semu adalah sebagai
berikut:
1. Ukuran butir penyusun batuan, semakin kecil besar butir maka kelolosan
arus akan semakin baik, sehingga mereduksi nilai tahanan jenis.
2. Komposisi mineral dari batuan, semakin meningkat kandungan mineral clay
akan mengakibatkan menurunnya nilai resisivitas.
11
3. Kandungan air, air tanah atau air permukaan merupakan media yang
mereduksi nilai tahanan jenis.
4. Kelarutan garam dalam air di dalam batuan akan mengakibatkan
meningkatnya kandungan ion dalam air sehingga berfungsi sebagai
konduktor.
5. Kepadatan, semakin padat batuan akan meningkatkan nilai resistivitas.
6. Porositas, yaitu perbandingan antara volume rongga (pori) terhadap volume
batuan itu sendiri. Porositas dinyatakan dalam persen (%) volume. Volume
pori-pori batuan yang besar akan memberikan kandungan cairan yang lebih
banyak sehingga harga resistivitasnya akan semakin kecil. Sehubungan
dengan hal itu, terdapat suatu rumusan empiris yang disebut Hukum Archie.
Dimana :
resistivitas batuan yang berisi cairan
a, m = konstanta (0,5 < a < 2,5; 1,3 < m < 2,5)
resistivitas air murni.
porositas
n = 2
S = bagian dai pori-pori batuan yang bersifat fluida.
Endapan Mineral
Kebutuhannya manusia yang sangat banyak sebagian besar telah disediakan
oleh alam. Mineral merupakan salah satu kebutuhan manusia yang kian lama kian
besar tingkat konsumsinya. Hal ini disebabkan oleh kemajuan teknologi dan
penemuan-penemuan baru dalam berbagai bidang industri banyak memerlukan
bahan baku mineral. Mineral di alam umumnya terdiri atas beberapa kombinasi
unsur dalam jumlah yang berbeda dan dalam bentuk yang berbeda pula. Di alam
terdapat lebih dari 100 unsur tetapi hanya beberapa diantaranya merupakan bagian
terbesar penyusun mineral-mineral utama, beberapar unsur tersebut antara lain
Oksigen (O), Silika (Si), Besi (FE), Kalsium (Ca), Natrium (Na), Kalium (K),
Alumunium (Al), Karbon (C), Hidrogen (H) dan Belerang (S).
12
Endapan mineral merupakan satu atau lebih mineral atau unsur tertentu yang
terkonsentrasi atau terakumulasi karena proses alam pada suatu tempat di kerak
luar bumi. Endapan mineral yang ada di alam tidak semuanya bersifat ekonomis.
Faktor-faktor yang mempengaruhi ekonomis tidaknya suatu endapan mineral adalah
bentuk , volume endapan, kadar, lokasi geografi dan biaya pengolahannya. Dengan
demikian endapan mineral dengan volume kecil maupun mineral dengan nilai
rendah masih memungkinkan untuk dapat ditambang secara ekonomis.
Endapan Laterit Nikel
Endapan nikel terbentuk melalui suatu proses yang panjang dan memakan
waktu lama. Menurut Boldt (1980) proses pembentukan endapan laterit nikel dimulai
sebagai berikut : ketika batuan mengalami pengangkatan sehingga tersingkap di
permukaan bumi, batuan tersebut akan terurai. Adanya pelapukan kimiawi dan fisika
menghancurkan batuan tersebut hingga menjadi tanah (soil). Apabila batuan
tersebut mengandung nikel maka pelapukan akan menyebabkan kandungan nikel
semakin tinggi. Pada dasarnya nikel dibawa oleh larutan dalam air tanah dan
diendapkan kembali pada daerah yang lebih dalam. Daerah ini akan menghasilkan
zone dengan kandungan nikel yang sangat tinggi.
Proses pembentukan bijih laterit nikel dimulai dari proses pelapukan batuan
ultrabasa (Dunit atau Peridotit). Batuan ultrabasa tersusun atas mineral olivine,
piroksen, amfibol dan mika. Olivin pada batuan ini mempunyai kandungan nikel
sekitar 0,3%. Batuan ultrabasa yang mengandung nikel ini mengalami proses
serpentinisasi, yaitu proses terisinya retakan atau kekar oleh mineral serpentin yang
kemudian mengalami proses kimiawi disebabkan adanya pengaruh dari tanah.
Selanjutnya oleh pengaruh iklim setempat batuan induk mengalami pelapukan fisika
dan kimiawi. Proses tersebut mengakibatkan terbentuknya endapan laterit nikel.
Pada musim penghujan, air akan memasuki retakan-retakan menyebabkan
hancurnya mineral-mineral penyusun batuan induk. Mg, Si, Ni dan sebagian Fe akan
larut dan terbawa sesuai dengan aliran air tanah dan akan menghasilkan mineral-
mineral baru pada proses pengendapan kembali. Dalam larutan Fe bersenyawa
dengan oksida dan membentuk Ferri Hidroksida yang nantinya mengendap di dekat
permukaan tanah menjadi hematit, goetit, dan kobaltit.
13
Pada rekahan-rekahan batuan ultrabasa sebagian Mg mengendap
menghasilkan magnesit, dolomite dan kalsit yang di lapangan dikenal sebagai akar-
akar pelapukan (roots of weathering). Sebagai konsekuensi terjadinya pelapukan
kimiawi partikel-partikel yang bersifat koloid diendapkan baik berupa endapan
konsentrasi residu maupun endapan konsentrasi celah. Pada proses ini dijumpai
pengisian rekahan-rekahan antara lain oleh garnierit, kuarsa dan krisopras sebagai
hasil pengendapan konsentrasi celah. Hasil endapan konsentrasi residu
menghasilkan zone saprolit. Unsur-unsur yang tertinggal seperti Fe, Al, Mn, Co dan
Ni terikat sebagai mineral-mineral oksida/hidroksida seperti hematit, geotit, dan
kobaltit menghasilkan zone limonit. Akibat proses ini akan terbentuk urutan endapan
yaitu lapisan penutup (overburden), lapisan laterit dan batuan dasar (bedrock).
Berdasarkan kadar nikel yang dikandung maka lapisan laterit dapat terdiri dari
lapisan limonit dan lapisan saprolit dimana kadar nikel lapisan saprolit lebih dari 2 %
dan lapisan limonit mempunyai kadar nikel sebesar 1 %.
Pembentukan proses endapan nikel atau laterit memiliki langkah-langkah
sebagai berikut :
1. Batuan asal/origin : ultrabasa Menurut tabel klasifikasi batuan
mengandung Ni, dengan kisi-kisi kristal piroksen dan olivine.
2. Proses-proses kejadian awal berasal dari hidrotermal serpentinit atau
peridotit terserpentisinasi, kemudian terjadi proses lateritisasi karena :
i. Iklim
ii. Reagen-reagen kimia dan vegetasi
iii. Struktur
3. Proses kimia terjadinya endapan laterit (Satsuma,1975)
a. Larutan yang mengandung CO2 mengubah mineral olivine menjadi
serpentin dan magnesit.
b. Proses hydrasi yang mengubah olivine dan piroksin menjadi
serpentin.
Proses selanjutnya adalah akibat dari iklim, yaitu air hujan menyebabkan
terjadinya pelindian pada zone batuan. Pada akhirnya terbentuk tiga jenis zone
batuan yaitu : 14
a) Zone batuan yang mengalami pengurangan larutan yang mengandung
Ni, Mg dan Si.
b) Pada saat pelindian : silikat yang mengandung Ni, terubah menjadi Mg,
Si dan Ni (larutan)
c) Terjadi juga proses enrichment, yaitu penambahan larutan yang kaya
akan unsur Ni, Mg dan Si.
Profil soil dari endapan laterit nikel dapat dibedakan menjadi Overburden,
Limonit, Saprolit, Bedrock.
Endapan nikel sekunder merupakan hasil endapan konsentrasi residu antara
batuan induk yang mengandung nikel mengalami proses serpentinisasi dan
selanjutnya oleh iklim setempat mengalami pelapukan fisika dan kimia (primer).
Sebagai konsekuensi pelapukan kimiawi, maka partikel yang bersifat koloid
diendapkan baik berupa endapan konsentrasi residu maupun endapan konsentrasi
celah. Maka akibat proses ini akan terbentuk urutan endapan yang dikenal dengan
lapisan A,B,C dan D (Overburden, Limonit, Saprolit, Bedrock). Profil penampang
endapan laterit ditunjukkan oleh Gambar 7.
Gambar 7. Penampang Endapan Laterit Nikel
PEMROSESAN DAN INTERPRETASI DATA
15
Pengukuran dilakukan dengan menggunakan metode resistivitas sounding
dengan konfigurasi Wenner. Metode ini dianggap paling efektif untuk memberikan
gambaran perlapisan bawah tanah dengan akurasi terhadap kedalaman yang lebih
baik. Kedalaman target pada metode resistivitas bergantung pada jarak antar
elektroda arus. Jarak elektroda arus yang semakin besar menjadikan daya tembus
arus yang juga semakin dalam, sehingga target yang dicapai juga semakin dalam.
Selain itu konfigurasi yang digunakan yang juga mempengaruhi dalamnya
target penyelidikan. Dalam konfigurasi Schlumberger jarak elektroda arus semakin
jauh dengan elektroda potensial apabila spasinya di perbesar, akibatnya potensial
yang terukur di permukaan semakin lemah. Sedangkan pada konfigurasi Wenner
jarak antara elektroda arus dan potensial dibuat sama sehingga potensial yang
terukur di permukaan relatif besar, oleh karena itu konfigurasi Wenner dianggap
cocok untuk mendeteksi nilai resistivitas pada target yang dalam.
Pemrosesan Data Resistivitas Wenner
Kegiatan pemrosesan data diawali dengan pengolahan data resistivitas dari
lapangan yang berupa harga resistivitas semu dan besar jarak elektroda atau
spasi (a). Data ini diolah dengan menggunakan software Progress 3 yang
menggunakan metode Curve Matching sebagai prinsip dasarnya. Dari masukan data
berupa harga resistivitas semu dan besar jarak antar elektroda, dilakukan
pencocokan kurva sampai sesuai dengan pola data masukan. Kurva tersebut dapat
ditampilkan dengan terlebih dahulu memasukkan harga resistivitas dan kedalaman
tiap lapisan pada tabel yang tersedia. Setelah harga tersebut dimasukkan maka
dimulai proses pencocokan kurva sampai sesuai dengan bentuk data masukan.
Apabila proses pencocokan telah selesai akan didapatkan harga resistivitas
sesungguhnya tiap lapisan beserta besar kedalamannya.
Selain itu dalam penelitian ini juga digunakan software Res2dinv untuk
melihat pola penyebaran resistivitas semu batuan pada tiap lintasan. Data masukan
yang dibutuhkan dalam pengolahan menggunakan software ini adalah lokasi titik
sounding, jarak elektroda dan nilai resistivitas serta elevasi tiap titik sounding. Data
ditulis dalam bentuk notepad dan menggunakan format yang disesuaikan. Dari hasil
16
pengolahan data ini akan terlihat pola penyebaran resistivitas semu batuan pada tiap
lintasan yang dapat digunakan sebagai data penunjang.
Pemrosesan data selanjutnya dilakukan dengan membuat penampang
melintang bawah permukaan dari tiap lintasan dengan menggunakan software
Surfer 8. Hasil keluaran data dari pengolahan Progress 3 berupa nilai resistivitas tiap
lapisan dengan besar kedalamannya digunakan untuk membuat pola perlapisan
daerah endapan nikel dengan mengelompokkannya menjadi 3 lapisan utama yaitu
Overburden (tanah penutup), Laterit Nikel dan Bedrock. Dari pemodelan ini dapat
terlihat dengan jelas bentuk endapan nikel yang terjadi dan dapat diketahui potensi
yang dimiliki daerah target penelitian.
Interpretasi Data Resistivitas
Daerah penelitian berada di wilayah Maluku Kecamatan Maba Kabupaten
Halmahera Tengah Propinsi Maluku (PT. Aneka Tambang Tbk., 1998). Dalam
proses pengukuran dilapangan, daerah ini dibagi menjadi beberapa blok yang terdiri
atas blok besar dan blok kecil. Penamaan dilakukan oleh PT. Aneka Tambang Tbk.
dengan ketentuan sebagai berikut : arah Utara-Selatan berdasarkan nomor dan
Timur-Barat berdasarkan abjad. Blok besar menggunakan abjad besar dan blok kecil
dengan abjad kecil. Pada tiap blok kecil penamaan titik sounding menggunakan
angka yang disusun berdasarkan arah utara-barat pada jarak 25 m.
Target penelitian terdapat pada Blok CIII c10 dengan 30 titik sounding yang
diselidiki. Tiga puluh titik ini terbagi menjadi 6 lintasan yang masing-masing
lintasannya terdiri atas 5 titik sounding. Tiap titik berjarak 50 m terhadap titik yang
lain. Keenam lintasan dalam penelitian ini tersusun secara paralel dan berada dalam
koordinat timur-barat yang sama. Lokasi titik-titik sounding dalam penelitian secara
jelas dapat dilihat pada Gambar 8.
17
Gambar 8. Lokasi lintasan pada Daerah Penelitian
Dari hasil pengolahan data dengan Progress 3, tiap titik sounding mempunyai
nilai resistivitas yang berbeda-beda berdasarkan kedalamannya. Secara umum
perlapisan pada seluruh titik sounding terbagi menjadi 4 dan 5 lapisan. Pada lintasan
pertama (titik sounding 1/11-3/11-5/11-7/11-9/11) nilai resistivitas terkecil terdapat
pada titik 3/11 dengan nilai 101.07 Ωm, sedangkan nilai terbesar terdapat pada titik
5/11 dengan nilai resistivitas 1285,76 Ωm. Perlapisan pada lintasan 1 secara rinci
dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Harga Resistivitas dan Kedalaman Lapisan Tiap Titik Pada Lintasan 1
18
Tabel 2. Harga Resistivitas dan Kedalaman Lapisan Tiap Titik Pada Lintasan 2
Tabel 3. Harga Resistivitas dan Kedalaman Lapisan Tiap Titik Pada Lintasan 3
Tabel 4. Harga Resistivitas dan Kedalaman Lapisan Tiap Titik Pada Lintasan 4
Tabel 5. Harga Resistivitas dan Kedalaman Lapisan Tiap Titik Pada Lintasan 5
Tabel 6. Harga Resistivitas dan Kedalaman Lapisan Tiap Titik Pada Lintasan 6
19
Pemodelan Endapan Laterit
Berdasarkan data geologi, daerah penelitian memang merupakan daerah
prospek terjadinya endapan laterit nikel. Endapan ini biasa terjadi pada daerah yang
memiliki batuan asal bersifat ultrabasa dan terdapat pada daerah yang banyak
memiliki struktur rekahan. Akibat berbagai pengaruh luar yang terjadi (dalam hal ini
pengaruh air tanah sangat dominan) akan menyebabkan terjadinya pengendapan
dan pelapukan secara bertahap sehingga membentuk suatu perlapisan yang kaya
akan mineral nikel. Proses pembentukan ini berlangsung selama bertahun-tahun
dan melibatkan pengendapan yang terjadi secara berulang-ulang.
Dari hasil data sumur dapat kita lihat bahwa rata-rata ketebalan tanah
penutup (overburden) berkisar antara 1-3 m. Data sumur ini sesuai dengan hasil
pengolahan data resistivitas yang menunjukkan hasil yang mendekati sama. Pada
sebagian titik dalam data sumur ditemui titik-titik yang pemborannya tidak sampai ke
lapisan bedrock tetapi hanya sampai lapisan limonit atau saprolit. Hal ini terjadi
dikarenakan keterbatasan alat yang digunakan dimana alat tidak dapat lagi
menembus lapisan bawahnya akibat tingginya tingkat kekerasan tanah. Berdasarkan
hasil pengolahan data resistivitas ditunjukkan bahwa bedrock berada dibawah titik
stop bor yang hanya sampai pada lapisan limonit atau saprolit tersebut.
Dari data sumur juga dapat dilihat adanya boulder-boulder yang terdapat
diantara lapisan endapan laterit nikel. Boulder-boulder ini merupakan batuan dasar
yang belum mengalami pelapukan sempurna sehingga masih bersifat keras dan
kompak. Apabila boulder tersebut masih sangat bersifat seperti batuan asalnya
maka boulder ini akan menjadi sampah (waste) yang tidak akan dapat digunakan
pada akhirnya. Namun apabila boulder tersebut telah memiliki kandungan nikel yang
cukup maka boulder ini akan dapat ditambang bersama endapan nikel yang murni.
Akibat sifatnya yang masih seperti batuan asalnya boulder memiliki nilai
resistivitas yang relatif tinggi. Dari hasil Progress 3 boulder-boulder belum dapat 20
dideteksi secara maksimal tentang lokasi dan ketebalannya. Namun mungkin dapat
dicirikan dari harga resistivitas lapisannya yang relatif tinggi. Nilai resistivitas tiap
lapisan ditunjukkan pada Tabel 7.
Tabel 7. Nilai Resistivitas tiap lapisan
Dari hasil pengolahan data resistivitas Wenner yang dikomparasikan dengan
data sumur, dilakukan korelasi lapisan antara tiap titik sounding dalam satu lintasan.
Hal ini dilakukan untuk melihat penyebaran laterit secara vertikal. Lintasan 1 (titik
sounding 1/11-3/11-5/11-7/11-9/11) memiliki ketinggian antara 326 m – 390 m. Pada
lintasan 1 ketebalan laterit rata-rata sebesar 19,24 m dengan ketebalan terbesar
berada pada titik sounding 1/11 yang mencapai 22,66 m. Kedalaman bedrock rata-
rata mencapai 20,09 m dari permukaan tanah dengan tebal overburden ratarata
sebesar 0,84 m. Kedalaman overburden, laterit dan bedrock tiap titik sounding pada
lintasan 1 diperlihatkan pada Tabel 8 dan profil lintasannya ditunjukkan pada
Gambar 9.
Tabel 8. Kedalaman Overburden, Laterit dan Bedrock Lintasan 1
21
Tabel 9. Kedalaman Overburden, Laterit dan Bedrock Lintasan 2
22
Tabel 10. Kedalaman Overburden, Laterit dan Bedrock Lintasan 3
Tabel 11. Kedalaman Overburden, Laterit dan Bedrock Lintasan 4
23
Tabel 12. Kedalaman Overburden, Laterit dan Bedrock Lintasan 5
24
Tabel 13. Kedalaman Overburden, Laterit dan Bedrock Lintasan 6
25
Gambar 15. Perlapisan Overburden-Laterit-Bedrock Pada Tiap Lintasan
Gambar 16. Perbandingan Ketebalan Laterit Terhadap Morfologi Lapangan
26
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1.Metode resistivitas Wenner merupakan metode yang efektif digunakan dalam
mendeteksi endapan laterit nikel beserta kedalamannya.
2.Endapan laterit nikel dicirikan dengan nilai resistivitas batuan yang cenderung
rendah (59Ωm-452Ωm) dibandingkan dengan sekitarnya (355Ωm-1338Ωm).
3.Morfologi lapangan turut mempengaruhi pembentukan endapan laterit nikel,
dimana daerah lereng yang curam memiliki zona laterit yang tipis dan daerah
punggungan memiliki zona laterit yang relatif tebal.
4.Berdasarkan penelitian dilakukan estimasi volume endapan laterit nikel
sebesar 1.408.500 m3 yang merupakan nilai yang potensial untuk dilakukan
proses penambangan.
5. Seluruh titik pengamatan dalam penelitian merupakan daerah yang
berpotensi memiliki endapan laterit nikel.
Saran
Untuk mengetahui batas-batas daerah potensi endapan nikel maka perlu
dilakukan survei resistivitas wenner lanjutan diluar daerah penelitian ini.
27
DAFTAR PUSTAKA
1. Dariyanto, T.1999. Pengaruh Morfologi Terhadap Pembentukan dan
Penyebaran Endapan Nikel Laterik. Jurusan Teknik Pertambangan FIKTM-
ITB, Bandung.
2. Isjudarto, A. 2013. Pengaruh Morfologi Lokal Terhadap Pembentukan Nikel
Laterit. Seminar Nasional ReTII ke 8, STTNAS, Yogyakarta.
3. Satsuma, 1975. Geology and Ore Deposits of Oeboelie, Gebe Island.
Indonesia Nickel Developed co., Ltd. Tokyo.
4. Telford, W. M. Geldart, L. P. and Sheriff, R. E. (1990) Applied Geophysics 2nd
edition, Cambridge University Press.
28
METODE RESISTIVITAS DALAM EKSPLORASI
ENDAPAN LATERIT NIKEL
Disajikan sebagai salah satu syarat
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Eksplorasi Mineral
Program Studi S2 Ilmu Fisika
Dosen : Prof. Dr.Sismanto, M.Si
Oleh :
SUJONO
13/356555/PPA/4445
PASCASARJANA ILMU FISIKAJURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAMUNIVERSITAS GADJAH MADA
2014
29
30