naskah akademik 2019 peraturan menteri kelautan dan

75
2019 KERJASAMA DIREKTORAT PENGELOLAAN SUMBER DAYA IKAN DIREKTORAT JENDERAL PERIKANAN TANGKAP KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN dan USAID - SEA PROJECT NASKAH AKADEMIK PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN TENTANG LOGBOOK PENANGKAPAN IKAN

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: NASKAH AKADEMIK 2019 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN

2019

KERJASAMA

DIREKTORAT PENGELOLAAN SUMBER DAYA IKAN DIREKTORAT JENDERAL PERIKANAN TANGKAP KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN dan

USAID - SEA PROJECT

NASKAH AKADEMIK PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN

PERIKANAN TENTANG LOGBOOK PENANGKAPAN IKAN

NELAYAN KECIL

Page 2: NASKAH AKADEMIK 2019 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN

Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan

2019

Draft 1 Halaman - 1

DAFTAR ISI

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 2

1.2 Identifikasi Masalah ......................................................................................... 3

1.3 Tujuan ................................................................................................................ 5

1.4 Metode ............................................................................................................... 5

II. KAJIAN TEORETIS DAN PRAKTIK EMPIRIS

2.1 Kajian Teoritis ................................................................................................... 11

2.2 Praktik Empiris ….............................................................................................. 15

III. EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

TERKAIT

3.1 Undang Undang ............................................................................................... 23

3.2 Peraturan Pemerintah …................................................................................... 28

3.3 Peraturan Presiden …....................................................................................... 30

3.4 Peraturan Menteri ............................................................................................. 35

IV. LANDASAN FILOSOFIS, LANDASAN SOSIOLOGIS, DAN LANDASAN

YURIDIS

4.1 Landasan Filosofis …...................................................................................... 47

4.2 Landasan Sosiologis ....................................................................................... 47

4.3 Landasan Yuridis ………………………….................................................... 60

V. JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP

PENGATURAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN

5.1 Sasaran .......................................................................................................... 61

5.2 Jangkauan dan Arah Pengaturan .................................................................... 61

5.3 Materi Muatan ………………….................................................................... 61

VI. PENUTUP ............................................................................................................. 67

REFERENSI ………………………………………………………………………..... 68

LAMPIRAN .………………………………………………………………………..... 70

Page 3: NASKAH AKADEMIK 2019 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN

Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan

2019

Draft 1 Halaman - 2

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Data merupakan hal utama dalam sebuah proses pembangunan, termasuk pembangunan

perikanan tangkap. Keakuratan data produksi hasil tangkapan ikan merupakan salah satu

komponen penting dalam upaya membangun sektor perikanan tangkap yang berkelanjutan.

Hal ini dikarenakan, data penangkapan ikan dapat digunakan sebagai dasar penyelenggaraan

pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah (provinsi/kabupaten/kota)

untuk membuat kebijakan dalam rangka mewujudkan perikanan tangkap bertanggung jawab

dan berkelanjutan.

Keakuratan data produksi hasil tangkapan ikan dapat diwujudkan jika pendataan dilakukan

dengan baik dan sesuai dengan prosedur pendataan yang telah ditetapkan. Menurut Suryadi

(2001), pendataan hasil tangkapan merupakan hal penting untuk mengetahui seberapa besar

hasil tangkapan yang dikeluarkan dari suatu perairan dan berapa besar produksi suatu tempat

pendaratan atau pelabuhan perikanan (PP). Berdasarkan hal tersebut, Pemerintah yang dalam

hal ini Kementerian Kelautan dan Perikanan mengeluarkan berbagai instrumen dalam

mengumpulkan data hasil tangkapan ikan yang dapat dipertanggungjawabkan.

Penempatan observer dan penggunaan log book penangkapan ikan adalah upaya pemerintah

dalam mewujudkan perikanan berkelanjutan tersebut. Khusus terkait dengan log book

penangkapan ikan, Pemerintah telah memiliki Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan

(Permen KP) Nomor 48/Permen-KP/2014 tentang Log Book Penangkapan Ikan. namun

demikian, dalam perkembangannya Permen KP Nomor 48/Permen-KP/2014 dihadapkan

pada kompleksitas perikanan yang perlu diselesaikan, salah satunya kekosongan hukum

pengaturan mengenai nelayan kecil.

Padahal secara global, perikanan dunia lebih dari 90% didominasi oleh perikanan skala kecil

(small-scale fisheries atau SSF), sekitar 32 juta orang bekerja sebagai nelayan di negara-

negara berkembang (The World Bank 2012). Hal ini pun sama di Indonesia, jumlah

kelompok kapal ikan perikanan skala kecil (<10GT) diestimasi lebih dari 90% dari jumlah

total kapal ikan di Indonesia (KKP 2016).

Page 4: NASKAH AKADEMIK 2019 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN

Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan

2019

Draft 1 Halaman - 3

Sementara itu, berdasarkan The World Bank (2012) menunjukkan bahwa perikanan skala

kecil berkontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), keamanan pangan, lapangan

kerja, mata pencaharian lokal dan ekonomi nasional. Namun, manfaat kontribusi perikanan

terhadap ketahanan pangan dan sosial ekonomi belum dapat diperkirakan karena informasi

hasil tangkapan nelayan tidak memadai atau bahkan tidak tersedia. Kurangnya informasi

tentang kontribusi perikanan menyebabkan adanya marginalisasi dalam proses kebijakan.

Selain itu, kekurangan data SSF juga menghambat adanya kebijakan manajemen perikanan.

Ia juga mengakui bahwa yang termasuk dalam tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs)

khususnya target 1 (tidak ada kemiskinan), 2 (tidak ada kelaparan), dan (melestarikan

pemanfaatan sumber daya laut secara berkelanjutan) yang terkait dengan manajemen

perikanan.

Manajemen perikanan skala kecil masih menjadi kendala karena kekurangan data dan

kurangnya informasi tentang perikanan. Pengumpulan data merupakan suatu bagian dari

sistem pemantauan dalam pengelolaan perikanan, dan tahap awal untuk analisis pengelolaan

perikanan dan pengambilan keputusan dalam upaya pengelolaan sumber daya. Kegagalan

dalam manajemen dapat mempengaruhi stok masa depan dan kinerja ekonomi perikanan.

Beberapa tantangan dalam pengelolaan perikanan skala kecil yaitu masalah data perikanan

yang terbatas (FAO, 2017), aktivitas penangkapan ikan illegal yang tidak dilaporkan

(Yuniarta et al., 2017), daerah yang sulit diakses (Pauly, 1997), membutuhkan biaya yang

lebih tinggi untuk mengumpulkan data (Zeller et al., 2014).

Pengumpulan data tentang perikanan skala kecil (SSF) harus sederhana dan mudah dipahami

oleh para nelayan (FAO 2017). Pengumpulan data dapat mengurangi risiko eksploitasi yang

berlebihan dan meningkatkan pemahaman tentang eksploitasi sumber daya perikanan.

Namun, karena informasi tersebut harus memberi manfaat pada tujuan pengelolaan

perikanan, data yang dikumpulkan juga harus memenuhi persyaratan pengguna data. Selain

itu, informasi tersebut harus dapat diakses oleh semua pemangku kepentingan secara tepat

waktu.

Selain permasalahan nelayan kecil, log book penangkapan ikan yang ada dihadapkan pada

beberapa permasalahan, yaitu: (a) format log book penangkapan ikan sangat komplek,

Commented [IS1]: Selain dari peranan sosek, dampak nelayan kecil terhadap resources. Guna mamastikan keberlanjutan fugsi sosial dan ekonomi, diperkukan pengaolaan dan monitoring hasil tangkapan nelayan kecil

Page 5: NASKAH AKADEMIK 2019 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN

Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan

2019

Draft 1 Halaman - 4

sehingga menyulitkan dalam pengisian; (b) sistem sanksi yang belum jelas dengan

mekanisme perizinan; (c) sistem insentif bagi nelayan kecil yang belum terintegrasi dengan

bantuan pemerintah (subsidi positif); dan (d) mekanisme analisa dan penggunaan data

sharing yang belum jelas. Berdasarkan hal tersebut, perlu dilakukan perbaikan terhadap

Permen KP Nomor 48/Permen-KP/2014 tentang Log Book Penangkapan Ikan.

1.2 Identifikasi Masalah

1. Bagaimana pelaksanaan pengaturan log book penangkapan ikan selama ini?

2. Mengapa perlu dilakukan revisi Permen KP Nomor 48/Permen-KP/2014 tentang Log

Book Penangkapan Ikan?

3. Apa yang menjadi pertimbangan atau landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis revisi

Permen KP Nomor 48/Permen-KP/2014 tentang Log Book Penangkapan Ikan.

4. Apa sasaran yang akan diwujudkan, ruang lingkup pengaturan, jangkauan dan arah

pengaturan Permen KP Nomor 48/Permen-KP/2014 tentang Log Book Penangkapan

Ikan?

1.3 Tujuan

Sesuai dengan latar belakang dan identifikasi masalah yang dikemukakan di atas, maka

penyusunan Naskah Akademik memiliki tujuan sebagai berikut:

1. Untuk memberikan latar belakang, arahan dan dukungan dalam perumusan revisi

Permen KP Nomor 48/Permen-KP/2014 tentang Log Book Penangkapan Ikan ;

2. Untuk mengetahui sasaran yang akan diwujudkan, ruang lingkup pengaturan,

jangkauan dan arah pengaturan Permen KP tentang Log Book Penangkapan Ikan.

3. Untuk terwujudnya pengelolaan perikanan yang bertanggung jawab dan

berkelanjutan.

Selanjutnya kegunaan penyusunan Naskah Akademik Permen KP tentang Log Book

Penangkapan Ikan adalah sebagai acuan atau referensi penyusunan dan pembahasan ermen

KP tentang Log Book Penangkapan Ikan.

Page 6: NASKAH AKADEMIK 2019 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN

Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan

2019

Draft 1 Halaman - 5

1.4 Metode

Pendekatan yang digunakan dalam kegiatan ini secara diagramatik dapat dilihat pada Gambar

1. Tahapan yang dilakukan pertama kali adalah identifikasi terhadap peraturan perundang-

undangan dan kebijakan. Selanjutnya dilakukan analisa isi (content analysis) terhadap

beberapa sumber hukum primer berupa peraturan perundang-undangan dan sumber hukum

sekunder berupa hasil kajian hukum yang terkait dengan pelaksanaan log book penangkapan

ikan. Analisa tersebut menghasilkan naskah akademik yang akan digunakan dalam

penyusunan Rancangan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan. Tahapan kajian ini

disajikan pada Gambar 1.

Gambar 2 Kerangka Pendekatan Kajian

Penyusunan Naskah Akademik Rancangan Peraturan dilakukan dengan menggunakan

pendekatan deskriptif analitis yang berasal dari data sekunder yang terdiri dari bahan-bahan

Page 7: NASKAH AKADEMIK 2019 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN

Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan

2019

Draft 1 Halaman - 6

hukum primer (peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan invetasi pulau-pulau

kecil), dan bahan hukum sekunder (buku-buku) dan bahan hukum tertier (hasil-hasil

penelitian, pengkajian, majalah ilmiah dsb), serta data-data yang diperoleh dari para anggota

tim.

Sumber hukum penyusunan naskah akademik ini mengacu pada inventarisasi permasalahan,

kemudian diupayakan untuk menarik asas-asas hukum dan rumusan norma yang akan

dijadikan acuan penyusunan Rancangan Peraturan. Sedangkan inventarisasi dan pengolahan

data dilakukan melalui:

1. Penelusuran kepustakaan, dengan melihat berbagai peraturan perundang-perundang

yang sudah ada, dan yang berkaitan erat dengan hal tersebut;

2. Diskusi dengan anggota tim dan beberapa pakar yang menjadi narasumber dalam

kajian ini.

Sehubungan dengan sumber hukum yang berkaitan dengan pengelolaan nelayan kecil

tersebut diharapkan dapat ditarik asas-asas hukum dan norma-norma yang terdapat dalam

hukum nasional maupun kaidah-kaidah yang berlaku, yang mengarah pada materi muatan

yang dilengkapi dengan alasan yang cukup, untuk dapat dipertimbangkan dalam penyusunan

Rancangan Peraturan.

Sebagaimana pendekatan studi yang tertera pada Gambar 2, maka diperlukan metode

pengumpulan data yang tepat dan efisien dalam menganalisa isu permasalahan yang terkait

dengan pengelolaan nelayan kecil. Dalam konteks ini, metode pengumpulan data akan

dilakukan baik secara desk studi, field study dan focus group disscusion yang menjadi basis

ketersediaan data dan informasi yang akan dikumpulkan.

Dalam kajian ini digunakan dua jenis analisis, yaitu: Pertama, analisis yuridis normatif.

Metode pendekatan yuridis-normatif maksudnya adalah bahwa penelitian ini menekankan

pada ilmu hukum dan menitikberatkan pada pengumpulan data sekunder yang merupakan

bahan-bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Kedua, analisa pemangku kepentingan

(stakeholders analysis) yang dilakukan pada field study. Stakeholders analysis didefinisikan

sebagai sebuah prosedur untuk mendapatkan pemahaman terhadap suatu sistem melalui

identifikasi pelaku-pelaku utama (key actors) atau pemangku utama (stakeholders) di dalam

Page 8: NASKAH AKADEMIK 2019 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN

Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan

2019

Draft 1 Halaman - 7

sistem tersebut, dan mengidentifikasi keinginan-keinginan mereka terhadap sistem tersebut

(Grimble and Kwun-Chan, 1995). Selanjutnya, Grimble and Kwun-Chan (1995)

mengungkapkan bahwa “stakeholders” itu sendiri didefinisikan sebagai semua pihak yang

mempengaruhi atau dipengaruhi (terkena pengaruh) oleh kebijakan, keputusan dan aksi dari

sistem tersebut. Dengan demikian, unit stakeholders bisa berupa individu, kelompok sosial,

komunitas berbagai level dalam masyarakat.

Sementara itu, tahapan dalam pelaksanaan stakeholders analysis paling tidak mencakup (1)

mengidentifikasi tujuan dari analisis; (2) membangun pemahaman terhadap sistem dan para

pengambil keputusan; (3) mengidentifikasi principal stakeholders; (4) menginvestigasi

keinginan stakeholders, karakteristik dan lingkungannya; (5) mengidentifikasi pola dan

konteks dari interaksi antar stakeholders.

Page 9: NASKAH AKADEMIK 2019 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN

Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan

2019

Draft 1 Halaman - 8

II. KAJIAN TEORETIS DAN PRAKTIK EMPIRIS

2.1 Kajian Teoritis

1. Log book Penangkapan Ikan

Pengelolaan perikanan adalah suatu system, mulai dari proses pengumpulan data hingga

implementasi dan penegakan hukum. Hal ini sebagaimana dimuat dalam UU No. 31 Tahun 2004 tentang

Perikanan juncto UU No. 45 Tahun 2009, yang menyebutkan bahwa pengelolaan perikanan adalah semua

proses upaya yang terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pembuatan

keputusan alokasi sumber daya ikan, dan implementasi serta penegakan hukum dari peraturan perundangan

di bidang perikanan yang dilakukan oleh pemerintah. Pengertian tersebut menggambarkan bahwa

pengelolaan perikanan yang baik dimulai dengan membangun basis data yang baik, sehingga diperlukan

data-data yang akurat.

Salah satu upaya yang dibangun oleh Pemerintah dalam membangun basis data yang baik adalah

dengan cara mengatur log book penangkapan ikan melalui Permen KP Nomor 48/Permen-KP/2014

tentang Log Book Penangkapan Ikan. menurut Permen KP tersebut, Log book Penangkapan

Ikan adalah laporan harian tertulis nakhoda mengenai kegiatan perikanan dan operasional

harian kapal penangkap ikan. Log book penangkapan ikan tersebut merupakan landing

declaration dari nakhoda, atau surat pernyataan mengenai ikan yang dibawa ke pelabuhan perikanan

(Cahyono, 2011).

2. Perikanan Skala Kecil

Perikanan skala kecil berperan sebagai sumber mata pencaharian, ketahanan pangan

dan penghasilan bagi jutaan orang di seluruh dunia baik di negara maju maupun negara

berkembang. Perikanan skala kecil ini menyebar diseluruh negara-negara berkembang

daerah tropis karena terdapat banyak ikan laut tropis dan invertebrata berada di perairan

yang dapat dimanfaatkan dengan alat tangkap. Sebagian besar pengelolaan perikanan skala

kecil di negara-negara berkembang masih rumit, karena terdiri dari multi-spesies dan multi-

gear. Perikanan ini sangat bergantung kepada adanya ketahanan dan kondisi ekosistem

pesisir dan terumbu karang.

Page 10: NASKAH AKADEMIK 2019 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN

Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan

2019

Draft 1 Halaman - 9

Perikanan skala kecil di negara-negara berkembang merupakan pusat dari aktivitas

ekonomi yang dinamis. Penghasilan pekerja ikan (nelayan, pengolah dan pedagang) dapat

melebihi rata-rata upah tenaga kerja pedesaan, tetapi jarang melebihi garis kemiskinan

nasional secara substantif, kecuali di mana pekerja ikan memiliki mereka memiliki alat

tangkap dan perahu. Penghasilan mereka juga mendukung industri tambahan dan membawa

ekonomi moneter ke daerah terpencil. Namun, pendapatan yang lebih tinggi tidak selalu

diterjemahkan ke dalam keamanan yang lebih besar dan kondisi kehidupan yang lebih baik.

Pendapatan memancing adalah sangat bervariasi dan nelayan dan tanggungan mereka sering

menghadapi kelembagaan yang tidak menjanjikan, lingkungan ekonomi dan biofisik.

Pengelolaan perikanan skala kecil di negara berkembang bukan hanya sekadar upaya sumber

daya manajemen sendiri. Ini juga merupakan upaya dalam pembangunan sosial dan ekonomi

yang lebih luas.

Perikanan skala kecil umumnya penggunaan teknologi yang lebih kecil berbasis

dibandingkan dengan skala yang lebih besar dan perikanan berbasis industri. Perikanan skala

kecil menggabungkan subsisten dan perikanan komersial. Perikanan skala kecil umumnya

bersifat sosial unit melalui hubungan nelayan, tanpa adanya kesenjangan antara berbagai

perikanan yang beroperasi dari sebuah komunitas besar. Perikanan skala kecil juga relatif

lebih beragam dalam hal sumber daya dan kegiatan proses dan pasar yang lebih tersebar dan

informal. Perikanan skala kecil ini efektif dalam menciptakan kekayaan, berkontribusi pada

pembangunan ekonomi, meningkatkan stabilitas sosial di daerah pedesaan dan pinggiran

kota, meningkatkan gizi dan ketahanan pangan. Namun, terjadi kerentanan era globalisasi,

modernisasi dan meningkatnya tekanan terhadap sumber daya yang berarti adanya kesulitan

dalam menyelesaikan masalah ekologi, pertukaran ekonomi, politik dan sosial untuk

menyeimbangkan produktivitas yang berkelanjutan. (FAO Integrated) Sehingga perlu

adanya integrasi, partisipasi, dan dukungan antar stakeholder dalam pengelolaan perikanan.

Manajemen operasional perikanan skala kecil memiliki konsep proses terpadu ganda.

Hal ini bahwa partisipasi pemangku kepentingan lebih kuat dan ilmu sosial diperlukan dalam

pengembangan informasi, dan analisis. Partisipasi antar stakeholder maupun pemangku

kepentingan dikembangkan dengan baik untuk integrasi kegiatan perikanan skala kecil,

Page 11: NASKAH AKADEMIK 2019 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN

Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan

2019

Draft 1 Halaman - 10

ekologi terapan dan ilmu sosial, sehingga dapat memberikan manfaat dalam analisis

manajemen perikanan.

Perikanan skala kecil umunya terkenal sulit dalam pengumpulan data yang

informatif. Hal tersebut disebabkan karena adanya pendistribusian yang tersebar sering tidak

dapat diakses, dengan adanya banyak teknik penangkapan, pergantian musim yang dinamis,

dan ikan yang multispesies. Pendataan perikanan skala kecil dilakukan secara tradisional,

mencakup data perikanan tahunan produksi ikan, komposisi spesies, upaya, jenis alat

tangkap, yang dikumpulkan oleh petugas penelitian dan asisten dari lembaga penelitian

pemerintah. Metode ini biasanya mengacu pada FAO divisi perikanan. Teknik yang

digunakan terutama eksperimental untuk parameter biologis perikanan. Metode survei untuk

faktor produksi ikan, hasil tangkapan dan data upaya penangkapan harian. Data statistik

pendaratan perikanan merupakan salah satu masalah yang terkenal di berbagai daerah

perikanan skala kecil. Alternatif mekanisme pendataan perikanan skala kecil di beberapa

tempat pendaratan juga dengan menggunakan buku catatan yang diisi oleh nelayan sendiri.

Dalam kondisi data perikanan skala kecil termasuk dalam kategori “data-poor”, hasil

tangkapan dapat diestimasi dengan mengkombinasikan survey interview terhadap nelayan

dengan informasi distribusi geospasial, seperti yang dilakukan di negara kepulauan

Barbados. Hasil survey divalidasi dengan informan atau group komunitas perikanan lainnya.

Selain itu validasi dapat dilakukan secara logis dengan melihat konsistensi antara total hasil

tangkapan dengan frekuensi trip. Hasil dari interview yang berupa kualitatif menyulitkan

perkiraan hasil tangkapan yang tepat. Namun demikian, nilai relative dianggap lebih mampu

merepresentasikan total hasil tangkapan dibandingkan nilai absolut hasil tangkapan (Gill et

al. 2019).

Data informasi yang dikumpulkan oleh nelayan akan ditinjau dengan tingkat

informasi yang lebih tinggi yang agar dapat divalidasi. Data tersebut mencakup waktu

penangkapan, metode penangkapan, dan lokasi daerah penangkapan. Untuk hasil tangkapan,

data yang dicatat yaitu jenis individu ikan ditangkap (nama lokal), ukuran mata jaring alat

tangkap, dan berat ikan. Data kesimpulan perikanan skala kecil yang buruk akan menjadi

Page 12: NASKAH AKADEMIK 2019 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN

Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan

2019

Draft 1 Halaman - 11

kontraproduktif dan tidak berkelanjutan. Data tingkat nasional saat ini bahwa data sosial

ekonomi perikanan skala kecil menyebar dan tidak lengkap.

Pelaksanaan monitoring, dimana salah satunya adalah pengumpulan data baik dengan

log book maupun pencatatan lainnya, dapat terlaksana secara efektif dengan adanya

partisipasi nelayan dan skema monitoring yang memenuhi kebutuhan mereka. Keberagaman

preferensi dalam skema monitoring oleh nelayan sering diabaikan walaupun disadari bahwa

desain skema monitoring akan berefek pada partisipasi nelayan. Skema monitoring dengan

hanya satu standard tidak cocok untuk semua jenis nelayan. Namun demikian, skema

monitoring yang fleksibel dapat menjadi cara yang efektif untuk meningkatkan kemungkinan

partisipasi nelayan dan efektivitas dalam penegakan aturan monitoring (Quynh et al. 2018).

Sementara perikanan kerang skala kecil di Australia melaksanakan monitoring dengan basis

biaya yang efektif dengan mengkombinasikan antara log book dan port-sampling untuk

mendapatkan informasi komposisi hasil tangkapan berdasarkan ukuran. Keberhasilan

monitoring tersebut hanya berhasil dengan kerjasama yang kuat dengan nelayan, sehingga

dibutuhkan suatu pengaturan co-manajemen (Gray 2016).

Tata pemerintahan yang baik membutuhkan pemahaman biologis yang terinformasi

dan sub-sistem sosial ekonomi. Namun, salah satu fitur perikanan skala kecil yang paling

mencolok adalah kekurangan data kuantitatif perikanan skala kecil dalam jangka panjang .

Tata kelola yang lemah dalam perikanan skala kecil adalah kunci di bawah penyebab

overfishing, partisipasi pemangku kepentingan yang buruk, penegakan yang buruk, kapasitas

kelembagaan yang lemah, kelebihan kapasitas armada penangkapan ikan, dan penangkapan

ikan ilegal. Data perikanan menghasilkan ketidakcocokan dan tumpang tindih di beberapa

negara.

Di negara berkembang, perikanan adalah sektor yang dapat diandalkan oleh

masyarakat karena sektor ini dalam kondisi “open-access” sehingga terjadi penyerapan

tenaga kerja yang tinggi dan akhirnya sector perikanan memberi mereka penghasilan yang

rendah. Beberapa studi menunjukkan bahwa distribusi pendapatan harus menjadi

pertimbangan untuk meningkatkan tata kelola perikanan di negara berkembang, terutama

untuk perikanan dengan dominasi oleh skala kecil (Cunningham et al. 2009; Béné et al.

Page 13: NASKAH AKADEMIK 2019 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN

Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan

2019

Draft 1 Halaman - 12

2010). Namun demikian keberlanjutan stok sumberdaya merupakan dasar untuk menentukan

keputusan keberlanjutan kegiatan perikanan dan eksistensinya (Pascoe et al. 2017). Seorang

pengambil keputusan dalam tata kelola perikanan perlu mempertimbangkan tidak hanya

aspek keberlanjutan sumberdaya, tetapi juga aspek ekonomi dan social sebagai tujuan dalam

tata kelola perikanan. Namun demikian, tujuan-tujuan tersebut terkadang saling konflik satu

sama lain. Oleh karena itu, pengambil keputusan harus memahami trade-off antar tujuan

dalam tata kelola perikanan.

Dalam peraturan UU No. 7 Tahun 2016, Pemerintah diamanatkan untuk

menyejahterakan rakyat, termasuk nelayan, pembudi daya ikan, dan petambak garam.

Pemerintah wajib memberikan perlindungan dan pemberdayaan kepada nelayan, pembudi

daya, dan petambak garam. Perlindungan yang dimaksud yaitu pemerintah wajib

menyediakan sarana dan prasarana yang dibutuhkan nelayan, pembudi daya ikan, dan

petambak garam dalam mengembangkan usaha, meningkatkan kapasitas dan kemampuan

nelayan, menguatkan kelembagaan pengelolaan sumberdaya perikanan dan kelautan ,

melindungi dari risiko bencana alam, perubahan iklim, serta pencemaran, dan juga

memberikan jaminan keamanan dan keselamatan serta bantuan hukum. Dalam

pemberdayaan kepada para nelayan, pembudi daya ikan, dan petambak garam yaitu

pemerintah berkewajiban menyelenggarakan pendidikan (formal dan nonformal) dan

pelatihan (pemagangan), memberikan penyuluhan dan pendampingan, memfasilitasi

kemitraan usaha perikanan dan usaha pergaraman, dan kemudahan akses untuk memperoleh

pengetahuan, teknologi, dan informasi, pengawasan, pendanaan dan pembiayaan.

Analisis subsidi perikanan nasional antara skala kecil dan skala besar perikanan

menunjukkan bahwa perikanan skala kecil dalam penangkapan sebesar 50% dari pendaratan

global, mempekerjakan lebih dari 22 juta orang secara global dan langsung mendukung

ketahanan pangan untuk jutaan orang, hanya 16 persen dari perkiraan subsidi perikanan

global sebesar US $ 35 miliar pada tahun 2009 diberikan kepada sektor ini. Selain itu, subsidi

yang merangsang kelebihan kapasitas juga berlaku perikanan skala besar. Alokasi miring ini

sebagian besar subsidi untuk skala besar sektor ini merugikan perikanan skala kecil, karena

membuatnya kurang layak secara ekonomi. Pada perikanan dengan jumlah upaya

Page 14: NASKAH AKADEMIK 2019 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN

Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan

2019

Draft 1 Halaman - 13

penangkapan yang masih memiliki “uncertainty” yang tinggi, pelaksanaan subsidi perlu

dilakukan secara berhati-hati. Dampak langsung dari kegiatan subsidi adalah penambahan

upaya penangkapan dalam bentuk trip atau jumlah kapal walaupun kegiatan penangkapan

tersebut sudah tidak menguntungkan lagi. Dalam kondisi “open access”, seperti perikanan

skala kecil di Indonesia, penambahan upaya penangkapan akan mengarah pada tingkat

eksploitasi yang berlebihan dan pengurasan sumberdaya yang berlebihan (Sumaila et al.

2010).

2.2 Praktik Empiris

2.2.1 Provinsi Maluku Utara

Secara umum pelaporan kegiatan penangkapan ikan pada perikanan skala kecil

melalui log book perikanan di wilayah Maluku Utara belum dilakukan mengingat bahwa

kegiatan pelaporan melalui log book hanya diwajibkan bagi kapal-kapal perikanan berukuran

lebih dari 5 GT. Sedangkan kapal-kapal berukuran kurang dari 5 GT tidak diwajibkan untuk

melaporkan kegiatan penangkapannya. Pelaporan tidak wajib pada kegiatan penangkapan ini

diperluas ke kapal-kapal perikanan dibawah 10 GT oleh kebijakan Menteri Perikanan dan

Kelautan RI pada tahun 2016.

Di wilayah Maluku Utara, proses pengumpulan data pada perikanan skala kecil

tertentu (seperti perikanan tuna, karang, dan demersal) telah dilakukan oleh beberapa

organisasi non-pemerintah (NGO) seperti: MDPI, WWF, WCS, dan TNC. Untuk

kepentingan penyusunan Naskah Akademik Log book Penangkapan Ikan Nelayan Kecil,

observasi difokuskan hanya pada NGO yang melakukan kerjasama dengan USAID-SEA

Project. Untuk wilayah Maluku Utara, observasi yang dilakukan mencakup pada kegiatan

pengumpulan data perikanan tuna oleh MDPI dan kegiatan pengumpulan perikanan karang

dan demersal oleh WCS di daerah Ternate; Kota Tidore Kepulauan yang mencakup Sofifi

dan Kota Tidore; dan Kabupaten Halmahera Selatan yang mencakup Bacan, dan Bajo.

Selain NGO, proses pengumpulan data hasil tangkapan di wilayah-wilayah tersebut

juga telah dilakukan oleh para penyuluh KKP yang dilibatkan dalam program satu data KKP.

Page 15: NASKAH AKADEMIK 2019 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN

Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan

2019

Draft 1 Halaman - 14

Sehingga dalam kajian ini, proses pengumpulan data yang dilakukan oleh penyuluh KKP

menjadi salah satu praktik empiris yang ikut dibahas dibahas pada naskah akademik ini

1) Pendataan SSF di Kota Ternate

Praktik empiris pengumpulan data pada perikanan skala kecil yang kami kaji di Ternate

adalah pengumpulan data perikanan tuna oleh MDPI dan perikanan kecil secara umum

oleh penyuluh perikanan BPRSDM KKP.

Sistem pendataan yang dilakukan MDPI berbasis port-sampling method dengan

mengintegrasikan aplikasi IFISH dan sertifikasi Fair Trade yang dimiliki oleh kelompok

nelayan di Pangkalan 40, Ternate. MDPI melakukan tiga kategori pengumpulan data

yaitu data produksi yang berisi informasi hasil tangkapan; data interaksi atau pertemuan

nelayan dengan hewan yang termasuk dalam kategori punah, terancam punah dan

dilindungi yang ditemui selama mereka melakukan kegiatan ikan di laut; dan data supply

ikan tuna ke perusahaan. Pencatatan dilakukan per nelayan per hari. Data yang telah

tercatat dimasukkan kedalam aplikasi port sampling MDPI yaitu IFISH. Data IFISH

dapat diakses oleh pelaku perikanan dan pemerintah, sehingga rantai informasi dari

enumerator hingga pemerintah sebagai analis dan penentu kebijakan telah berjalan

melalui sistem IFISH.

Hasil interview yang kami lakukan kepada nelayan Fair Trade yang telah dibina oleh

MDPI menunjukkan bahwa insentif dari Fair trade telah merubah pola pikir nelayan

untuk melakukan kegiatan penangkapan ikan dengan standar yang telah ditetapkan oleh

Fair trade. Nelayan mendapatkan 30 sen dari setiap dollar harga ikan yang tersertifikasi

setelah ikan diterima di negara tujuan. Pencatatan yang dilakukan oleh MDPI dan

pedagang membantu untuk mengidentifikasi jumlah yang diterima oleh masing-masing

kelompok dan nelayannya.

Penyuluh perikanan melakukan pendataan pada perikanan secara umum dan tidak

spesifik pada jenis perikanan tertentu. Penyuluh perikanan hanya fokus pada nelayan full-

time. Sejak tahun 2018, penyuluh perikanan menjadi enumerator untuk kegiatan One-

Data dari PUSDATIN KKP. Penyuluh akan melakukan data-entry ke beberapa aplikasi

Page 16: NASKAH AKADEMIK 2019 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN

Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan

2019

Draft 1 Halaman - 15

yang sesuai. Penyuluh yang kami wawancara di Ternate menyebutkan bahwa terdapat 5

aplikasi perikanan yang harus mereka selesaikan sebagai indikator kerja mereka, yaitu:

a) Pelaporan bulanan kegiatan penyuluh ke PUSLATLUH

b) KUSUKA atau ONE DATA ke PUSDATIN

c) MONIKA ke SATMINKAL (Satuan administrasi pangkalan penyuluhan) Ambon

d) ESKP (Elektronik sasaran kerja pegawai) ke Satnaker Ambon

e) E-log book penyuluh, untuk kegiatan harian penyuluh ke SATMINKAL Ambon

Alur data yang dikumpulkan oleh penyuluh berakhir di BPRSDM KKP dan PUSDATIN.

2) Pendataan SSF di Tidore (Kota Tidore Kepulauan)

Hasil interview dengan kepala bidang perikanan tangkap pemerintah Kota Tidore

Kepulauan (Djabaludin Namsa, M,Si) menyebutkan bahwa pengumpulan data pada

perikanan skala kecil telah dilakukan oleh pemerintah Tidore setiap triwulan satu dan tiga

untuk memenuhi pendataan statistik perikanan Tidore. Kegiatan pengumpulan data tidak

dilakukan secara rutin oleh pemerintah Tidore dikarenakan keterbatasan biaya dan tenaga

lapang. Pengumpulan data difokuskan hanya pada nelayan yang menerima bantuan kapal

dari pemerintah sebagai bentuk evaluasi dari kegiatan dana bantuan bagi nelayan skala

kecil.

Praktik empiris pengumpulan data kegiatan penangkapan ikan yang dikaji di wilayah

Tidore adalah perikanan demersal yang dibina oleh WCS. Nelayan tidak melakukan

pencatatan dari kegiatan penangkapan mereka dengan alasan akan sulit melakukannya di

atas kapal, akan tetapi, istri nelayan memiliki peranan penting dalam pencatatan hasil

tangkapan suami mereka selama melaut kedalam buku catatan untuk mencatat ikan hasil

tangkapan dan ikan yang dijual ke pasar. Buku tersebut tidak diteruskan kemanapun

sehingga informasi tersebut berhenti di istri nelayan. Insentif dari pencatatan yang

dilakukan oleh istri nelayan, selain keuntungan yang dibuat oleh istri nelayan tersebut,

adalah untuk membantu pembagian keuntungan dengan kru lainnya pada kapal yang

sama.

Sistem pendataan yang dilakukan oleh WCS pada nelayan demersal yang dibina di Tidore

berdasarkan port-sampling method. Pengumpulan data dicatat pada file excel dan

Page 17: NASKAH AKADEMIK 2019 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN

Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan

2019

Draft 1 Halaman - 16

selanjutnya dikirim melalui email ke WCS pusat di Bogor. Sedangkan rute lokasi

penangkapan diperoleh melalui Spot trace yang dipasang pada kapal nelayan. Informasi

yang diperoleh dari Spot trace langsung terkirim ke server WCS di Bogor. Data yang

masuk ke dalam aplikasi sistem pendataan WCS akan diverifikasi antara data spot trace

dan data yang dikirim melalui aplikasi data produksi atau email. Data yang dikumpulkan

oleh WCS akan dimasukkan ke dalam aplikasi e-mitra yang akan dikumpulkan ke

Direktorat SDI – DJPT, KKP.

3) Pendataan SSF di Sofifi (Kota Tidore Kepulauan)

Kajian di Sofifi meliputi nelayan ikan demersal yang telah dibina oleh WCS dan nelayan

non-binaan yang melakukan kegiatan penangkapan ikan dengan mini purse seine. Pada

nelayan binaan WCS, proses pendataan yang sama berlaku seperti nelayan binaan WCS

di Tidore yaitu meliputi species, panjang ikan dan rute lokasi penangkapan.

Nelayan di wilayah Tidore Kepulauan melakukan pencatatan hasil penangkapannya

untuk kepentingan mereka sendiri. Namun demikian, catatan tersebut hingga saat

dilakukannya observasi oleh tim survey, belum diteruskan ke pemerintah lokal maupun

pusat. Sehingga alur data dari informasi yang dicatat oleh nelayan tidak sampai ke analis

ataupun pengambil keputusan untuk manajemen perikanan.

4) Pendataan SSF di Bacan dan Bajo (Kabupaten Halmahera Selatan)

Pemerintah daerah Bacan sangat mendukung kegiatan pendataan untuk perikanan skala

kecil mengingat bahwa perikanan skala kecil mendominasi di wilayah Bacan. Salah satu

bentuk dukungan adalah dengan meningkatkan intensitas kegiatan dengan penyuluh

perikanan. Kepala bidang perikanan tangkap Kabupaten Halsel menyebutkan bahwa

pendataan untuk skala kecil yang dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Bacan adalah

dengan menggunakan sampling. Hasil sampling distandarkan per bulan dan diestimasi

dengan menggunakan ekstrapolasi berapa jumlah total produksi dalam satu kabupaten

selama satu tahun. Hasil estimasi total pendaratan ikan oleh skala kecil selanjutnya

dikirim ke dinas perikanan dan kelautan di level Provinsi.

Page 18: NASKAH AKADEMIK 2019 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN

Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan

2019

Draft 1 Halaman - 17

Pemerintah Kabupaten Halsel ikut dalam Data Management Committee (DMC) bersama

Dinas Provinsi dan ikut berpartisipasi dalam regular meeting yang dilaksanakan 2-3 kali

dalam setahun. Beberapa manfaat dari keikutsertaan tersebut antara lain adalah

mengetahui perkembangan perikanan dan merasakan manfaat berbagi informasi dengan

stakeholder lainnya yang tergabung dalam DMC.

Kajian pendataan untuk perikanan skala kecil di Bacan meliputi pendataan perikanan tuna

yang dilakukan oleh MDPI, pendataan perikanan demersal oleh WCS dan pendataan

perikanan skala kecil secara umum oleh penyuluh perikanan. Proses pengumpulan data

yang kami temukan pada MDPI dan WCS di Bacan memiliki proses data yang sama

dengan proses pengumpulan data MDPI di Ternate dan WCS di Tidore.

Penyuluh perikanan dengan wilayah kerja Bacan dan sekitarnya menyampaikan bahwa

penyuluh selalu mendampingi nelayan melakukan pencatatan sendiri. Akan tetapi setelah

penyuluh berhenti mendampingi, nelayan tidak meneruskan pencatatan seperti

sebelumnya. Penyuluh menjelaskan bahwa pencatatan oleh nelayan sendiri dengan

pengawasan penyuluh akan sulit untuk dilakukan karena terlalu banyak nelayan, sehingga

peluang untuk bertemu dan melakukan pengawasan secara langsung tidak bisa dilakukan

secara kontinu.

2.2.2 Provinsi Papua Barat

Provinsi Papua Barat mengambil keputusan terkait batasan nelayan kecil adalah di

bawah 10 GT. Hal ini berdasarkan Surat Edaran Gubernur Papua Barat Nomor

523/1061/8/GPB/2017 tentang Pelaksanaan Penerbitan Izin Kapal Perikanan Tangkap

Ukuran < 10 GT. Berdasarkan Surat Edaran tersebut, dieritahukan kepada Bupati/Walikota

se-Provinsi Papua Barat terkait dua hal, yaitu: (1) untuk penataan dan registrasi kapal

perikanan ukuran < 10 GT guna memperkuat basis data kapal perikanan yang terintegrasi

secara nasional di Provinsi Papua Barat, dan (2) penerbitan izin (SIUP, SIPI/SIKPI, BPKP)

kapal perikanan ukuran < 10 GT, adalah menjadi wewenang Gubernur sebagai wakil

pemerintah pusat di wilayah provinsi. Oleh karena itu, melalui Surat Edaran ini Gubernur

Papua Barat meminta kepada para Bupati/Walikota untuk menyerahkan urusan bidang

kelautan dan perikanan sesuai: (1) lampiran UU No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan

Page 19: NASKAH AKADEMIK 2019 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN

Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan

2019

Draft 1 Halaman - 18

Daerah pada sub urusan Perikanan Tangkap huruf (y) angka (2), dan lampiran Peraturan

Gubernur Papua Barat Nomor 4 Tahun 2017 tentang Pendelegasian Wewenang Pemberian

Izin dan Non Perizinan di Provinsi Papua Barat huruf (c) angka (1) kepada Dinas Penanaman

Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi Papua Barat dalam bentuk

Bukti Pencatatan Kapal Perikanan (BPKP) dan tidak dipungut biaya.

Dengan demikian, setidaknya Surat Edaran tersebut memiliki dua makna, yaitu:

pertama, bahwa Pemerintah Provinsi Papua Barat menetapkan batasan nelayan kecil adalah

< 10 GT dan kedua, pelayanan penerbitan BPKP tidak dipungut biaya.

Sementara itu, beberapa praktik mekanisme pendataan di Provinsi Papua Barat, yaitu:

1) Pendataan SSF di Kabupaten Sorong Selatan

Pendataan di Sorong Selatan dilakukan oleh WWF untuk kegiatan penangkapan udang

dan momar (ikan kembung). Struktur armada penangkapan ikan yang didata umumnya

adalah 1-2 GT yang menggunakan alat tangkap ikan trammel net.

Kegiatan pendataan dilakukan WWF kepada nelayan dan pedagang pengumpul. Adapun

yang didata adalah untuk jenis dan berat saja. Namun demikian, hasil pendataan belum

terintegrasi dengan Dinas, baik Dinas Perikanan Kabupaten Sorong Selatan, maupun

Dinas Provinsi Papua Barat. Berdasarkan informasi dari WWF, sumber data lebih banyak

diperoleh dari para pedagang pengumpul, karena mereka banyak yang melakukan

pencatatan dibanding dengan nelayan.

2) Pendataan SSF di Kabupaten Bintuni

Pendataan di Bintuni dilakukan oleh WWF untuk kegiatan penangkapan udang, kepiting,

dan kakap. Struktur armada penangkapan ikan yang didata umumnya adalah 1-2 GT yang

menggunakan alat tangkap rawai dasar dan gillnet (kakap), trammel net (udang), dan

bubu (kepiting).

Sama halnya dengan kegiatan pendataan di Sorong Selatan, WWF melakukan pendataan

kepada nelayan dan pedagang pengumpul. Adapun yang didata adalah untuk jenis dan

berat saja. Namun demikian, hasil pendataan belum terintegrasi dengan Dinas, baik Dinas

Perikanan Kabupaten Bintuni, maupun Dinas Provinsi Papua Barat. Berdasarkan

Page 20: NASKAH AKADEMIK 2019 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN

Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan

2019

Draft 1 Halaman - 19

informasi dari WWF, sumber data lebih banyak diperoleh dari para pedagang pengumpul,

karena mereka banyak yang melakukan pencatatan dibanding dengan nelayan.

3) Pendataan SSF di Kota Sorong

Pendataan di Kota Sorong dilakukan oleh UKIP untuk kegiatan penangkapan ikan teri.

Penangkapan ikan teri menggunakan alat tangkap bagan yang beroperasi di perairan

Misool. Pencatatan dilakukan berdasarkan jumlah tangkapan dan harga. Musim puncak

ikan teri terjadi pada bulan September dan Oktober.

Mekanisme perizinan menggunakan sistem petuanan kepada pimpinan adat, namun

terlebih dahulu mendapatkan surat rekomendasi dari Dinas Perikanan Kota Sorong.

Adapun yang tercatat dengan baik adalah penangkapan teri yang digunakan untuk umpan,

sedangkan penangkapan teri untuk kebutuhan konsumsi local yang didaratkan di PPI Puri

Kota Sorong, umumnya tidak terdata dengan baik. Hal ini dikarenakan, setiap perahu

yang mengangut ikan teri langsung dibeli oleh pedagang pengumpul atau konsumen

secara langsung. Mekanisme pendataan bersumber dari koperasi yang beranggotakan

nelayan-nelayan penangkap ikan teri. Koperasi tersebut mendapatkan sumber dana dari

perusahaan penangkap ikan tuna yang menjalin kemitraan dengan koperasi.

4) Pendataan SSF di Kabupaten Raja Ampat

Pendataan di Kabupaten Raja Ampat dilakukan oleh RARE untuk nelayan yang

menggunakan alat tangkap pancing. RARE membangun mekanisme pendataan kepada

nelayan penangkap dan pedagang pengumpul. Dengan kata lain, sistem pendataan

dilakukan secara terintegrasi antara nelayan penangkap dan pedagang pengumpul.

5) Pendataan di Kabupaten Fak Fak

Salah satu pendataan di Kab. Fak Fak adalah pengambilan telur ikan terbang yang

dilakukan oleh kapal-kapal ikan di atas 10 GT. Perikanan ini bersifat musiman, dan

umumnya terjadi pada saat musim ombak tinggi pada bulan Mei-September (5 bulan),

sehingga kapal-kapal ikan skala kecil tidak akan mampu beroperasi dalam kondisi

tersebut. Pengambilan telur ikan terbang umumnya menggunakan rakit, yang nelayan

lokal sebut sebagai bubu hanyut. Nelayan yang melakukan pengambilan telur ikan

Page 21: NASKAH AKADEMIK 2019 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN

Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan

2019

Draft 1 Halaman - 20

terbang 85% merupakan nelayan andon yang berasal dari Provinsi Sulawesi Selatan,

khususnya Kabupaten Barru dan Palopo. Sementara 15% berasal dari nelayan Sulawesi

Selatan yang berdomisili di Sorong.

Pendataan telur ikan terbang yang dilakukan Universitas Papua relatif lebih mudah,

karena transaksi jual-beli dilakukan melalui satu pintu (perusahaan), tidak ada

pengolahan di tingkat lokal, pengeluaran SKA (Surat Keterangan Asal) dilakukan Dinas

Perikanan Kabupaten Fak-Fak dan Badan Karantina Ikan. Sampai saat ini, pihak

Universitas Papua melakukan pendataan melalui catatan para pedagang pengumpul, yang

disinergikan dengan data yang diperoleh dari Dinas Perikanan Kabupaten Fak-Fak dan

Badan Karantina Ikan. Sistem pendataan pengambilan telur ikan terbang secara sederhana

adalah sebagai berikut:

Nelayan Pedagang Pengumpul SKA Karantina

Page 22: NASKAH AKADEMIK 2019 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN

Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan

2019

Draft 1 Halaman - 21

III. EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

TERKAIT

3.1 Undang-Undang

1) Undang-undang No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan

Beberapa pasal yang mengatur nelayan-nelayan diantaranya yaitu:

a. Pasal 1 butir (11) disebutkan:

Nelayan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan.

b. Pasal 1 butir (11) disebutkan:

Nelayan Kecil adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan

ikan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari yang menggunakan kapal

perikanan berukuran paling besar 5 (lima) gross ton (GT)

c. Pasal 3 butir (a) disebutkan:

Pengelolaan perikanan dilaksanakan dengan tujuan meningkatkan taraf hidup

nelayan kecil dan pembudi daya-ikan kecil.

d. Pasal 26 ayat (2) disebutkan:

Kewajiban memiliki SIUP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak berlaku

bagi nelayan kecil dan/atau pembudi daya-ikan kecil.

e. Pasal 48 ayat (2) disebutkan:

Pungutan perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dikenakan bagi

nelayan kecil dan pembudi daya-ikan kecil.

f. Pasal 60 ayat (1) disebutkan:

Pemerintah memberdayakan nelayan kecil dan pembudi daya-ikan kecil melalui:

i. Penyediaan skim kredit bagi nelayan kecil dan pembudi daya-ikan kecil, baik

untuk modal usaha maupun biaya operasional dengan cara yang mudah, bunga

pinjaman yang rendah, dan sesuai dengan kemampuan nelayan kecil dan

pembudi daya-ikan kecil;

ii. Penyelenggaraan pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan bagi nelayan kecil

serta pembudi daya-ikan kecil untuk meningkatkan pengetahuan dan

keterampilan di bidang penangkapan, pembudidayaan, pengolahan, dan

pemasaran ikan; dan

Page 23: NASKAH AKADEMIK 2019 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN

Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan

2019

Draft 1 Halaman - 22

iii. Penumbuhkembangan kelompok nelayan kecil, kelompok pembudi daya-ikan

kecil, dan koperasi perikanan.

g. Pasal 60 ayat (2) disebutkan:

Pemberdayaan nelayan kecil dan pembudi daya-ikan kecil sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dapat juga dilakukan oleh masyarakat.

h. Pasal 61 ayat (1) disebutkan:

Nelayan kecil bebas menangkap ikan di seluruh wilayah pengelolaan perikanan

Republik Indonesia.

i. Pasal 61 ayat (3) disebutkan:

Nelayan kecil dan pembudi daya-ikan kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dan ayat (2) wajib menaati ketentuan konservasi dan ketentuan lain yang

ditetapkan oleh Menteri.

j. Pasal 61 ayat (4) disebutkan:

Nelayan kecil atau pembudi daya-ikan kecil harus ikut serta menjaga kelestarian

lingkungan perikanan dan keamanan pangan hasil perikanan sesuai dengan

ketentuan yang berlaku.

k. Pasal 61 ayat (5) disebutkan:

Nelayan kecil dan pembudi daya-ikan kecil harus mendaftarkan diri, usaha, dan

kegiatannya kepada instansi perikanan setempat, tanpa dikenakan biaya, yang

dilakukan untuk keperluan statistik serta pemberdayaan nelayan kecil dan

pembudi daya-ikan kecil.

l. Pasal 62 disebutkan:

Pemerintah menyediakan dan mengusahakan dana untuk memberdayakan

nelayan kecil dan pembudi daya-ikan kecil, baik dari sumber dalam negeri

maupun sumber luar negeri, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

m. Pasal 63

Pengusaha perikanan mendorong kemitraan usaha yang saling menguntungkan

dengan kelompok nelayan kecil atau pembudi daya-ikan kecil dalam kegiatan

usaha perikanan.

Page 24: NASKAH AKADEMIK 2019 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN

Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan

2019

Draft 1 Halaman - 23

n. Pasal 64

Ketentuan lebih lanjut mengenal pemberdayaan nelayan kecil dan pembudi daya-

ikan kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60, Pasal 61, Pasal 62, dan Pasal

63 diatur dengan Peraturan Pemerintah.

2) Undang Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-

undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan

Undang-undang Nomor 45 Tahun 2009 menggubah beberapa pasal yang terdapat

pada Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004.

Adapun tambahan atau perubahan tersebut diantaranya, yaitu :

a. Pasal 1 Angka 11, disebutkan bahwa “Nelayan Kecil adalah orang yang mata

pencahariannya melakukan penangkapan ikan untuk memenuhi kebutuhan hidup

sehari-hari yang menggunakan kapal perikanan berukuran paling besar 5 gross

ton (GT)”. Artinya, ada tambahan batasan skala besaran untuk nelayan kecil, yaitu

5 GT.

b. Pasal 2, disebutkan bahwa “Pengelolaan perikanan dilakukan berdasarkan asas

manfaat, keadilan, kebersamaan, kemitraan, kemandirian, pemerataan,

keterpaduan, keterbukaan, efisiensi, kelestarian, dan pembangunan yang

berkelanjutan”.

3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

UU No. 23 tahun 2014 pada Pasal 27 ayat (5) menyebutkan bahwa Ketentuan

mengenai batasan kewenangan daerah provinsi untuk mengelola sumber daya alam

di laut sejauh 12 mil dan wilayah laut antar dua daerah provinsi kurang dari 24 mil

tidak berlaku terhadap penangkapan ikan oleh nelayan kecil. Pada bagian penjelasan

disebutkan bahwa yang dimaksud dengan “nelayan kecil” adalah nelayan masyarakat

tradisional Indonesia yang menggunakan bahan dan alat penangkapan ikan secara

tradisional, dan terhadapnya tidak dikenakan surat izin usaha dan bebas dari pajak,

serta bebas menangkap ikan di seluruh pengelolaan perikanan dalam wilayah

Republik Indonesia. Pengertian yang sangat luas, setidaknya ada 4 hal dalam

pembatasan tersebut, yaitu: (1) nelayan masyarakat tradisional; (2) pembebasan izin

Page 25: NASKAH AKADEMIK 2019 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN

Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan

2019

Draft 1 Halaman - 24

usaha dan pungutan; dan (3) kebebasan menangkap ikan di seluruh wilayah Republik

Indonesia.

4) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan Nelayan,

Pembudidaya Ikan dan Petambak Garam

Meski penyebutan kata subsidi secara jelas diatur dalam Pasal 23 ayat (1) dan ayat

(2) UU No. 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan Nelayan, Pembudidaya Ikan dan

Petambak Garam, mengenai kewenangan pemberian subsidi oleh pemerintah pusat

dan pemerintah daerah, namun substansi mengenai penyelenggaraan perlindungan

nelayan yang dimuat dalam Bab IV, isinya mengatur tentang beberapa pemberian-

pemberian subsidi kepala palaku usaha perikanan, mulai dari nelayan, pembudidaya

ikan, petambak garam, pengolah ikan dan pemasar ikan. Adapun substansi

penyelenggaraan perlindungan terhadap nelayan, yaitu:

a. Pengadaan prasarana usaha perikanan tangkap, berupa:

i. Stasiun pengisian bahan bakar minyak dan sumber energi lainnya untuk

Nelayan;

ii. Pelabuhan Perikanan yang terintegrasi dengan tempat pelelangan Ikan;

iii. Jalan pelabuhan dan jalan akses ke pelabuhan;

iv. Alur sungai dan muara;

v. Jaringan listrik, jaringan telekomunikasi, dan air bersih; dan

vi. Tempat penyimpanan berpendingin dan/atau pembekuan.

b. Pengadaan sarana usaha perikanan tangkap

i. kapal penangkap Ikan yang laik laut, laik tangkap Ikan, dan laik simpan

Ikan;

ii. alat penangkapan Ikan dan alat bantu penangkapan Ikan;

iii. bahan bakar minyak dan sumber energi lainnya; dan

iv. air bersih dan es

c. Program jaminan kepastian usaha

i. Jaminan harga ikan

ii. Jaminan kualitas lingkungan

Page 26: NASKAH AKADEMIK 2019 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN

Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan

2019

Draft 1 Halaman - 25

iii. Jaminan ketenagakerjaan (kontrak kerja)

d. Program jaminan risiko usaha perikanan

i. Asuransi Perikanan (kecelakaan kerja)

ii. Asuransi jiwa (kehilangan jiwa)

e. Program penghapusan Praktik Ekonomi Biaya Tinggi

i. Pembebasan perizinan untuk nelayan kecil

ii. Pembebasan pungutan untuk nelayan kecil

f. Program pengendalian impor, yaitu penetapan tempat pemasukan, jenis dan

volume, waktu pemasukan, serta pemenuhan persyaratan administratif dan

standar mutu

g. Program jaminan keamanan dan keselamatan

i. Jaminan keamanan

ii. Jaminan keselamatan

iii. Bantuan pencarian kecelakaan

h. Program fasilitasi bantuan hukum, yaitu permasalahan Penangkapan Ikan di

wilayah negara lain.

Sementara itu, penyelenggaraan pemberdayaan dituangkan dalam Bab 5, yang

substansinya mengatur sebagai berikut, yaitu:

a. Program pendidikan dan pelatihan

i. Pemagangan

ii. Beasiswa atau biaya pendidikan

iii. Pelatihan kewirausahaan

b. Program penyuluhan dan pendampingan

i. Pembentukan lembaga penyuluh

ii. Penyediaan tenaga penyuluh (3 org dalam 1 kawasan)

c. Program kemitraan, berupa kemitraan hulu dan hilir

d. Program akses informasi dan TI, berup media informasi di lokasi produksi

e. Program kelembagaan

i. Kelompok nelayan atau pembudidaya

ii. Kelompok usaha bersama

Page 27: NASKAH AKADEMIK 2019 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN

Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan

2019

Draft 1 Halaman - 26

iii. Lembaga lokal (adat)

3.2 Peraturan Pemerintah

1) Peraturan Pemerintah No. 54 Tahun 2002 tentang Usaha Perikanan

Dalam PP No. 54/2002 tentang Usaha Perikanan, usaha perikanan dibagi menjadi dua

usaha kelompok besar, yaitu usaha penangkapan ikan dan usaha pembudidayaan ikan.

Sesuai dengan Pasal 2 ayat (1), usaha perikanan terdiri atas usaha penangkapan ikan

dan usaha pembudidayaan ikan. Selanjutnya, pada Pasal 5 ayat (1) disebutkan bahwa,

perusahaan yang melakukan usaha perikanan wajib memiliki Izin Usaha Perikanan

(IUP). Namun kewajiban tersebut dikecualikan sebagaimana yang tertuang pada

Pasal 6 ayat (1), yaitu :

a. Penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan dengan menggunakan sebuah

kapal perikanan tidak bermotor atau menggunakan motor luar atau motor dalam

berukuran tertentu.

b. Pembudidayaan ikan di air tawar yang dilakukan oleh pembudidaya di kolam air

tenang dengan areal lahan tertentu.

c. Pembudidayaan ikan di air payau yang dilakukan oleh pembudidaya dengan areal

lahan tertentu.

d. Pembudidayaan ikan di air laut yang dilakukan oleh pembudidaya dengan areal

lahan atau perairan tertentu.

Meski kelompok nelayan dan pembudidaya seperti di atas tidak diwajibkan memiliki

IUP, namun mereka harus mencatatkan kegiatan perikanannya kepada dinas

perikanan daerah atau instansi yang berwenang di bidang perikanan di daerah (Pasal

6 ayat 3). Selain itu, sebagaimana yang tercantum dalam UU No. 31/2004, dimana

setiap usaha perikanan dapat dikenakan pungutan perikanan. Namun demikian,

pungutan perikanan tersebut tidak dikenakan terhadap :

a. Usaha pembudidayaan ikan yang dilakukan di tambak atau di kolam di atas tanah

yang menurut peraturan perundang-undangan telah menjadi hak tertentu dari yang

bersangkutan.

b. Nelayan dan pembudidaya ikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1).

Page 28: NASKAH AKADEMIK 2019 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN

Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan

2019

Draft 1 Halaman - 27

2) Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2015 tentang Pemberdayaan Nelayan

Kecil Dan Pembudidaya-Ikan Kecil

Menurut Pasal 1 angka 2 disebutkan bahwa Nelayan Kecil adalah orang yang mata

pencahariannya melakukan penangkapan ikan untuk memenuhi kebutuhan hidup

sehari-hari yang menggunakan kapal perikanan berukuran paling besar 5 GT. Artinya,

pengertian nelayan kecil sesuai dalam UU No. 45 Tahun 2009.

Selanjutnya pada Bab V diatur mengenai Pelaksanaan Penangkapan Ikan oleh

Nelayan Kecil. Pada Pasal 29 ayat (1) disebutkan bahwa Nelayan Kecil bebas

menangkap ikan di seluruh wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik

Indonesia. Ha; ini sebagaimana dimuat dalam UU No. 23 Tahun 2014. Namun

demikian, Nelayan Kecil dalam menangkap ikan tersebut wajib menaati ketentuan

konservasi dan ketentuan lain yang ditetapkan oleh Menteri (Ayat 2). Ketentuan

konservasi dan ketentuan lain tersebut meliputi:

a. jenis, jumlah, dan ukuran alat penangkapan ikan;

b. jenis, jumlah, ukuran, dan penempatan alat bantu penangkapan ikan;

c. daerah, jalur, dan waktu atau musim penangkapan ikan;

d. persyaratan atau standar prosedur operasional penangkapan ikan;

e. jenis ikan dan wilayah penebaran kembali serta penangkapan ikan berbasis

budidaya;

f. pencegahan pencemaran dan kerusakan sumber daya ikan serta lingkungannya;

g. ukuran atau berat minimum jenis ikan yang boleh ditangkap;

h. kawasan konservasi perairan; dan

i. jenis ikan yang dilindungi.

Dalam menjamin usaha penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan kecil, Pasal

30 ayat (1) menyebutkan bahwa Pemerintah daerah provinsi menetapkan daerah

pelindungan laut untuk menjamin ketersediaan sumber daya ikan bagi Nelayan Kecil.

Pada bagian penjelasan disebutkan bahwa yang dimaksud dengan “daerah

pelindungan laut” adalah daerah sekitar yang menjadi pemijahan ikan (spill over).

Selain itu, pada ayat (2) Nelayan Kecil diberikan prioritas melakukan penangkapan

ikan yang ramah lingkungan di Kawasan konservasi perairan pada zona perikanan

Page 29: NASKAH AKADEMIK 2019 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN

Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan

2019

Draft 1 Halaman - 28

berkelanjutan. Ketentuan mengenai daerah pelindungan laut bagi Nelayan Kecil

tersebut diatur dengan Peraturan Daerah provinsi.

3.3 Peraturan Presiden

1) Instruksi Presiden Nomor 15 Tahun 2011 tentang Perlindungan Nelayan

Adapun isi Instruksi Presiden tersebut, yaitu:

a. Diktum Pertama

Melakukan langkah-langkah yang diperlukan sesuai tugas, fungsi, dan

kewenangan masing-masing secara terkoordinasi dan terintegrasi untuk

memberikan jaminan kesejahteraan, kepastian, dan perlindungan hukum bagi

nelayan yang mengoperasikan kapal perikanan sampai dengan 60 Gross Tonnage

(GT).

b. Diktum Kedua

Dalam melakukan langkah-langkah sebagaimana dimaksud dalam Diktum

PERTAMA, kepada :

(1) Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan :

i. mengkoordinasikan kebijakan terkait dengan pemberian jaminan

kepastian, dan perlindungan hukum bagi nelayan;

ii. mengkoordinasikan langkah-langkah yang diperlukan untuk mencegah

penangkapan ikan secara melawan hukum, tidak dilaporkan, dan tidak

diatur (Illegal, Unreported, Unregulated Fishing) dan penangkapan ikan

yang merusak (destructive fishing) di Wilayah Pengelolaan Perikanan

Negara Republik Indonesia.

(2) Menteri Koordinator Bidang Perekonomian mengkoordinasikan dan

memfasilitasi kerja sama antara pihak perbankan dengan nelayan.

(3) Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat mengkoordinasikan

kebijakan kepastian jaminan sosial dan kesehatan nelayan.

(4) Menteri Kelautan dan Perikanan :

i. mengoptimalkan pengelolaan sumber daya ikan;

ii. menjamin ketersediaan bahan baku industri pengolahan ikan;

Page 30: NASKAH AKADEMIK 2019 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN

Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan

2019

Draft 1 Halaman - 29

iii. meningkatkan ketersediaan dan konsumsi sumber protein ikan;

iv. mendorong perluasan kesempatan kerja di bidang perikanan;

v. mengutamakan upaya preventif dalam melakukan pengawasan sumber

daya perikanan;

vi. menindak tegas setiap pelaku penangkapan ikan secara melawan hukum,

tidak dilaporkan, dan tidak diatur (Illegal, Unreported, Unregulated

Fishing) dan penangkapan ikan yang merusak (destructive fishing) di

Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia;

vii. memberikan perlindungan bagi nelayan dalam melakukan penangkapan

ikan khususnya di wilayah perbatasan; menyiapkan kapal perikanan

sampai dengan 60 GT dalam rangka restrukturisasi armada.

(5) Menteri Dalam Negeri melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap

kebijakan penyelenggaraan pemerintahan daerah terkait dengan

kesejahteraan, kepastian, dan perlindungan hokum bagi nelayan.

(6) Menteri Perhubungan memberikan kemudahan dalam proses sertifikasi

pengawakan kapal perikanan dan pengurusan Gross Akte kapal perikanan.

(7) Menteri Pekerjaan Umum melaksanakan pembangunan infrastruktur dasar

untuk mendukung pelabuhan perikanan dan pemukiman nelayan.

(8) Menteri Pendidikan dan Kebudayaan :

i. membangun sarana dan prasarana pendidikan formal, nonformal, dan

informal di pemukiman nelayan;

ii. memfasilitasi peningkatan akses pendidikan bagi keluarga nelayan.

(9) Menteri Kesehatan :

i. membangun sarana dan prasarana kesehatan di pemukiman nelayan;

ii. memfasilitasi peningkatan akses kesehatan bagi keluarga nelayan;

iii. memfasilitasi asuransi kesehatan bagi nelayan.

(10) Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi :

i. memfasilitasi peningkatan keterampilan nelayan;

ii. mendorong peningkatan keselamatan dan kesehatan kerja bagi nelayan di

atas kapal;

Page 31: NASKAH AKADEMIK 2019 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN

Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan

2019

Draft 1 Halaman - 30

iii. mengembangkan transmigrasi dengan pola nelayan.

(11) Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral memfasilitasi ketersediaan

pasokan Bahan Bakar Minyak bersubsidi bagi nelayan.

(12) Menteri Perdagangan :

i. memfasilitasi dan meningkatkan upaya diversifikasi pasar komoditas hasil

perikanan;

ii. memfasilitasi pengadaan impor mesin truk bekas dalam rangka

operasional kapal perikanan.

(13) Menteri Perindustrian :

i. memfasilitasi pembangunan industri pengolahan ikan khususnya bagi

usaha mikro, kecil, dan menengah;

ii. memfasilitasi pengembangan dan penerapan teknologi tepat guna di

bidang penangkapan ikan.

(14) Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah :

i. memberikan kemudahan dalam akses permodalan bagi usaha nelayan

skala mikro, kecil, dan menengah melalui kelembagaan koperasi;

ii. mendorong dan memfasilitasi pengembangan kemitraan usaha nelayan;

iii. mendorong dan memfasilitasi pembentukan koperasi oleh para nelayan

dan keluarganya.

(15) Menteri Negara Perumahan Rakyat memfasilitasi penyediaan rumah sangat

murah untuk nelayan.

(16) Menteri Negara Pembangunan Daerah Tertinggal memfasilitasi

pembangunan perkampungan nelayan dalam rangka meningkatkan

kesejahteraan nelayan di daerah tertinggal.

(17) Menteri Negara Lingkungan Hidup :

i. memberikan dukungan perlindungan wilayah pengelolaan perikanan

negara Republik Indonesia dari pencemaran;

ii. mendorong dan memfasilitasi partisipasi nelayan dalam upaya pelestarian

sumber daya ikan dan lingkungannya.

Page 32: NASKAH AKADEMIK 2019 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN

Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan

2019

Draft 1 Halaman - 31

(18) Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan

Perencanaan Pembangunan Nasional :

i. menyusun rencana program, monitoring, dan evaluasi perlindungan

nelayan;

ii. mengkoordinasikan program dan anggaran terkait perlindungan nelayan.

(19) Panglima Tentara Nasional Indonesia untuk:

i. mengutamakan upaya preventif dalam penegakan hukum di bidang

perikanan;

ii. melakukan penegakan hukum terhadap nelayan asing yang melakukan

penangkapan ikan secara melawan hukum, tidak dilaporkan, dan tidak

diatur (Illegal, Unreported, Unregulated Fishing) dan penangkapan ikan

yang merusak (destructive fishing) di Zona Ekonomi Eksklusif dalam

Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia;

iii. memberikan perlindungan bagi nelayan dalam melakukan penangkapan

ikan khususnya di wilayah perbatasan;

iv. menugaskan Kepala Staf Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut untuk

melaksanakan instruksi sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan

huruf c.

(20) Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia:

i. mengutamakan upaya pre-emtif, preventif dan edukatif dalam penegakan

hukum di bidang perikanan terhadap nelayan;

ii. melakukan penegakan hukum terhadap nelayan asing yang melakukan

penangkapan ikan secara melawan hukum, tidak dilaporkan, dan tidak

diatur (Illegal, Unreported, Unregulated Fishing) dan penangkapan ikan

yang merusak (destructive fishing) di perairan Indonesia dalam Wilayah

Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia;

iii. melakukan perlindungan dan menjaga keamanan nelayan dalam

melakukan kegiatan penangkapan ikan.

(21) Kepala Badan Pertanahan Nasional melakukan percepatan legalisasi aset

tanah nelayan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Page 33: NASKAH AKADEMIK 2019 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN

Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan

2019

Draft 1 Halaman - 32

(22) Kepala Badan Pusat Statistik menyediakan data rumah tangga nelayan dalam

pemanfaatan pemberian bantuan kepada nelayan.

(23) Para Gubernur dan Bupati/Walikota sesuai kewenangannya:

i. menetapkan Rencana Tata Ruang Wilayah/Rencana Zonasi Wilayah

Pesisir dan Pulau-pulau Kecil untuk kegiatan usaha dan pemukiman

nelayan;

ii. mempercepat pembangunan infrastruktur di pelabuhan perikanan dan

pemukiman nelayan;

iii. membangun sarana dan prasarana pendidikan dan kesehatan di

pemukiman nelayan;

iv. meningkatkan akses pendidikan dan kesehatan bagi keluarga nelayan;

v. memfasilitasi dan meningkatkan akses perlindungan nelayan saat nelayan

tidak dapat melaut karena cuaca buruk dan bencana alam;

vi. memfasilitasi penyelesaian konflik nelayan.

c. Diktum Keempat

Merumuskan rencana dan melakukan koordinasi antar instansi Pemerintah Pusat

dan Daerah dalam mengeluarkan kebijakan yang diperlukan terkait dengan

perlindungan nelayan sesuai dengan tugas dan tanggung jawab masing-masing

dengan dikoordinasikan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan.

d. Diktum Keempat

Dalam rangka pelaksanaan Instruksi Presiden ini, sepanjang terdapat program

yang berkaitan dengan kewenangan Bank Indonesia, Menteri/Kepala Lembaga

terkait agar berkoordinasi dengan Gubernur Bank Indonesia.

e. Masing-masing Menteri melaporkan pelaksanaan Instruksi

Presiden ini kepada Presiden melalui Menteri Koordinator Bidang Politik,

Hukum, dan Keamanan, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, dan Menteri

Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, sesuai bidang tugasnya.

Page 34: NASKAH AKADEMIK 2019 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN

Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan

2019

Draft 1 Halaman - 33

3.4 Peraturan Menteri

1) Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.02/MEN/2008 tentang

Pedoman Pelaksanaan Kredit Ketahanan Pangan di Bidang Kelautan dan

Perikanan

Menurut Peraturan Menteri ini, Kredit Ketahanan Pangan (KKP) di bidang kelautan

dan perikanan adalah kredit-kredit investasi dan/atau modal kerja yang diberikan

dalam rangka mendukung pelaksanaan program kredit ketahanan pangan dan energi.

Adapun KKP untuk usaha penangkapan ikan, meliputi kegiatan usaha penangkapan

dengan menggunakan alat tangkap Pancing dan Alat Bantu Rumpon, Gill Net, dan

Purse Seine. Selain itu, KKP usaha penangkapan ikan digunakan untuk membiayai

investasi dan/atau modal kerja dalam rangka operasional penangkapan dan/atau

pengadaan dan/atau peremajaan peralatan, mesin dan sarana penangkapan lainnya.

Persyaratan calon peserta KKP di bidang penangkapan ikan adalah:

a. Nelayan perorangan dan/atau yang tergabung dalam KUB, serta koperasi;

b. Nelayan yang mendaratkan dan menjual hasil tangkapan melalui pusat pendaratan

ikan;

b. memiliki usaha penangkapan dengan menggunakan kapal berukuran kurang dari

30 (tiga puluh) gross tonage (GT) dengan alat penangkap ikan yang sesuai dengan

ketentuan yang berlaku; dan

c. Bersedia menaati petunjuk teknis dan mematuhi ketentuan-ketentuan sebagai

peserta KKP.

Tugas dan kewajiban nelayan dan pembudidaya ikan calon peserta KKP adalah:

(1) Menyusun Rencana Definitif Kebutuhan Individu (RDKI) dengan bimbingan

penyuluh dan/atau dinas teknis terkait;

b. Menandatangani RDKI didampingi penyuluh dan/atau dinas teknis terkait;

c. Mengajukan permohonan kredit kepada bank pelaksana yang dilampiri dengan

rekapitulasi RDKI, dan diketahui oleh dinas teknis terkait;

d. Menandatangani akad kredit dengan bank pelaksana;

e. Bersedia menerima dan memanfaatkan KKP sesuai dengan peruntukannya;

f. Bersedia mengadministrasikan pelaksanaan dan pemanfaatan KKP;

Page 35: NASKAH AKADEMIK 2019 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN

Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan

2019

Draft 1 Halaman - 34

g. Bersedia mengembalikan KKP sesuai jadwal yang tercantum dalam RDKI; dan

h. Menghadiri musyawarah penyusunan Rencana Definitif Kebutuhan Individu

(RDKK).

2) Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.07/MEN/2008 tentang

Bantuan Sosial Pemberdayaan Masyarakat Pesisir dan Pembudidaya Ikan

Menurut Peraturan Menteri ini, Bantuan Sosial Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat

Pesisir (BANSOS PEMP) adalah bantuan berupa uang yang dialokasikan oleh

Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir, dan Pulau-pulau Kecil dan disalurkan kepada

masyarakat pesisir perorangan atau kelompok guna mendukung usaha produktif skala

mikro guna meningkatkan kesejahteraannya. Masyarakat pesisir yang dapat

menerima BANSOS PEMP terdiri dari:

a. Nelayan skala mikro;

b. Pembudidaya ikan skala mikro;

c. Pengolah dan pedagang hasil perikanan skala mikro; dan

d. Pelaku usaha industri dan jasa maritim skala mikro.

3) Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.12/MEN/2008 tentang

Bantuan Langsung Masyarakat Bidang Kelautan dan Perikanan

Menurut Peraturan Menteri ini, Bantuan langsung masyarakat bidang kelautan dan

perikanan adalah bantuan yang diberikan kepada masyarakat atau lembaga

kemasyarakatan termasuk lembaga non pemerintah bidang pendidikan secara selektif,

tidak terus menerus baik berupa barang, uang atau jasa yang bertujuan untuk

peningkatan kesejahteraan masyarakat bidang kelautan dan perikanan. Bantuan

langsung masyarakat bidang kelautan dan perikanan diberikan untuk kegiatan:

a. Penangkapan ikan skala mikro kecil;

b. Pembudidayaan ikan skala mikro kecil;

c. Pengolahan dan pemasaran hasil perikanan skala mikro kecil;

d. Jasa dan industri kelautan skala mikro kecil;

e. Pendidikan perikanan non pemerintah; atau

f. Pengawasan sumberdaya kelautan dan perikanan oleh masyarakat

Page 36: NASKAH AKADEMIK 2019 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN

Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan

2019

Draft 1 Halaman - 35

Bantuan Langsung Masyarakat bidang kelautan dan perikanan dilaksanakan melalui:

a. Belanja bantuan social, dengan kriteria

• adanya kemungkinan atau dampak resiko sosial;

• diberikan kepada masyarakat atau lembaga masyarakat;

• bersifat tidak terus menerus; dan

• diberikan dalam bentuk uang, barang atau jasa secara selektif

b. Belanja barang non operasional lainnya, dengan criteria:

• pengeluaran dalam bentuk pembelian barang atau jasa;

• barang dan jasa yang habis dipakai untuk memproduksi barang atau jasa yang

dipasarkan maupun yang tidak dipasarkan; dan

• pengadaan barang atau jasa yang diserahkan kepada masyarakat atau lembaga

masyarakat.

4) Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Per 30/Men/2012 tentang

Usaha Perikanan Tangkap di WPPNRI

Peraturan Menteri ini mencabut peraturan sebelumnya, yaitu Permen KP No.

PER.14/MEN/2011 tentang Usaha Perikanan Tangkap sebagaimana telah diubah

dengan PER.49/MEN/2011. Menurut Permen KP Nomor Per.30/Men/2012, jenis

usaha perikanan tangkap meliputi:

a. Usaha penangkapan ikan, terdiri dari:

(1) usaha penangkapan ikan dengan menggunakan kapal penangkap ikan yang

dioperasikan secara tunggal, dilakukan oleh kapal penangkap ikan yang

sekaligus berfungsi sebagai kapal pengangkut ikan hasil tangkapan.

(2) usaha penangkapan ikan dengan menggunakan kapal penangkap ikan yang

dioperasikan dalam satuan armada penangkapan ikan, dilakukan oleh kapal

penangkap ikan, kapal pengangkut ikan, dan kapal pendukung operasi

penangkapan ikan yang merupakan satu kesatuan armada penangkapan ikan.

(3) usaha penangkapan ikan dengan menggunakan kapal penangkap ikan yang

dioperasikan secara tunggal dan usaha penangkapan ikan dengan

menggunakan kapal penangkap ikan yang dioperasikan dalam satuan armada

penangkapan ikan, dilakukan dalam 1 (satu) usaha.

Page 37: NASKAH AKADEMIK 2019 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN

Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan

2019

Draft 1 Halaman - 36

b. Usaha pengangkutan ikan, terdiri dari:

(1) usaha pengangkutan ikan di dalam negeri, meliputi:

• pengangkutan ikan dari sentra nelayan.

• pengangkutan ikan dari pelabuhan pangkalan ke pelabuhan muat, dapat

dilakukan oleh perusahaan bukan perusahaan perikanan

• pengangkutan ikan dengan pola kemitraan.

(2) usaha pengangkutan ikan untuk tujuan ekspor, merupakan kapal pengangkut

ikan yang digunakan untuk mengangkut ikan ke luar negeri, dapat dilakukan

oleh perusahaan bukan perusahaan perikanan.

c. Usaha penangkapan dan pengangkutan ikan, hanya dapat dilakukan dalam satu

perusahaan.

d. Usaha perikanan tangkap terpadu, terdiri dari:

(1) usaha perikanan tangkap dengan penanaman modal dalam negeri dan

penanaman modal asing;

(2) usaha perikanan tangkap non-penanaman modal

Selanjutnya Pasal 9 menambahkan bahwa usaha perikanan tangkap terpadu

merupakan integrasi antara kegiatan penangkapan ikan, pengangkutan ikan dengan

industri pengolahan ikan. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan mutu, nilai tambah,

dan daya saing produk perikanan Indonesia. Adapun insentif yang dapat diberikan

kepada usaha perikanan tangkap terpadu, yaitu berupa:

a. tambahan alokasi jumlah kapal perikanan, dengan skala prioritas: (1) perusahaan

perikanan yang telah memiliki dan mengoperasikan Unit Pengolahan Ikan (UPI);

(2) perusahaan perikanan yang sedang membangun UPI; dan (3) perusahaan

perikanan yang bermitra dengan UPI yang memiliki SKP.

b. prioritas pemanfaatan kawasan industri di pelabuhan perikanan;

c. pemberian pelabuhan bongkar pada SIPI dan SIKPI sesuai dengan UPI

d. yang dimiliki;

e. fasilitasi promosi produk perikanan, baik di pasar lokal maupun pasar ekspor;

f. peningkatan kapasitas kelembagaan dan sumber daya manusia.

Page 38: NASKAH AKADEMIK 2019 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN

Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan

2019

Draft 1 Halaman - 37

Pemberian insentif tersebut tetap mempertimbangkan ketersediaan sumber daya ikan,

sarana dan prasarana yang dimiliki oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan,

pemerintah daerah provinsi atau kabupaten/kota sesuai kewenangannya. Selain itu,

insentif juga dapat diberikan kepada usaha penangkapan ikan dan/atau pengangkutan

ikan yang melakukan pengembangan usaha pengolahan ikan. Adapun insentif

tersebut dapat berupa (Pasal 10 ayat 1):

a. tambahan alokasi jumlah kapal perikanan;

b. prioritas pemanfaatan kawasan industri di pelabuhan perikanan;

c. pemberian pelabuhan bongkar pada SIPI dan SIKPI sesuai dengan UPI yang

dimiliki.

Selanjutnya Pasal 10 ayat 2 menambahkan bahwa usaha pengolahan ikan yang

melakukan pengembangan usaha penangkapan ikan dapat diberikan insentif berupa:

(a) fasilitasi promosi produk perikanan, baik di pasar lokal maupun pasar ekspor; dan

(b) peningkatan kapasitas kelembagaan dan sumber daya manusia. Pemberian insentif

tersebut tetap mempertimbangkan ketersediaan sumber daya ikan, sarana dan

prasarana yang dimiliki oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan, pemerintah

daerah provinsi atau kabupaten/kota sesuai kewenangannya.

Berdasarkan uraian jenis usaha perikanan tangkap, maka perizinan yang harus

dimiliki oleh setiap pelaku usaha sebagaimana dituangkan dalam Permen KP Nomor

Per.30/Men/2012 sebagaimana diubah dengan Permen KP Nomor 26/PERMEN-

KP/2013, yaitu:

a. SIUP, terdiri dari:

(1) SIUP perorangan

(2) SIUP perusahaan;

(3) SIUP penanaman modal

b. SIPI, terdiri dari:

(1) SIPI untuk kapal penangkap ikan yang dioperasikan secara tunggal

(2) SIPI untuk kapal penangkap ikan yang dioperasikan dalam satuan armada

penangkapan ikan

Page 39: NASKAH AKADEMIK 2019 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN

Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan

2019

Draft 1 Halaman - 38

(3) SIPI untuk kapal pendukung operasi penangkapan ikan

(4) SIPI untuk kapal latih atau penelitian/eksplorasi perikanan

c. SIKPI, terdiri dari:

(1) SIKPI untuk kapal pengangkut ikan dari sentra nelayan;

(2) SIKPI untuk kapal pengangkut ikan dari pelabuhan pangkalan ke pelabuhan

muat

(3) SIKPI untuk kapal pengangkut ikan dengan pola kemitraan;

(4) SIKPI untuk kapal pengangkut ikan tujuan ekspor;

(5) SIKPI untuk kapal pengangkut ikan berbendera asing yang diageni oleh

perusahaan bukan perusahaan perikanan;

(6) SIKPI untuk kapal pengangkut ikan berbendera Indonesia yang diageni oleh

perusahaan bukan perusahaan perikanan.

Sebagaimana cantolannya, yaitu UU No. 31 Tahun 2004, maka peraturan pelaksanaan

berupa Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan ini juga mengatur pengecualian

kewajiban kepemilikan SIUP untuk nelayan kecil. Selain itu, pengecualian juga

diberikan untuk pemerintah, pemerintah daerah, atau perguruan tinggi untuk

kepentingan pelatihan dan penelitian/eksplorasi perikanan. Sementara pengecualian

kewajiban memiliki SIPI dan SIKPI juga diberikan kepada nelayan kecil dan

kewajiban tersebut diganti dengan Bukti Pencatatan Kapal.

Masa berlaku SIUP berlaku yaitu selama orang melakukan kegiatan usaha perikanan

tangkap, sementara untuk SIPI, SIKPI, dan Bukti Pencatatan Kapal berlaku selama 1

tahun. Sedangkan pemberian izin tersebut dibagi kepada Direktur Jenderal, Gubernur

dan Bupati/Walikota sesuai kewenangannya (Tabel 7).

Tabel 3. Perizinan Perikanan Tangkap dan Kewenangan

No Pemberi Izin Keterangan

1 Direktur Jenderal SIUP, SIPI, SIKPI

• kapal perikanan dengan ukuran diatas 30 GT

• usaha perikanan tangkap yang menggunakan modal

asing dan/atau tenaga kerja asing

2 Gubernur SIUP, SIPI, SIKPI

Page 40: NASKAH AKADEMIK 2019 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN

Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan

2019

Draft 1 Halaman - 39

No Pemberi Izin Keterangan

• kapal perikanan dengan ukuran diatas 10 GT

sampai dengan 30 (tiga puluh) GT

• untuk orang yang berdomisili di wilayah

administrasinya

• beroperasi pada perairan di wilayah pengelolaan

perikanan provinsi tersebut berkedudukan,

• tidak menggunakan modal asing dan/atau tenaga

kerja asing

3 Bupati/Walikota SIUP, SIPI, SIKPI

• kapal perikanan dengan ukuran sampai dengan 10

GT

• untuk orang yang berdomisili di wilayah

administrasinya

• beroperasi pada perairan provinsi tempat

kabupaten/kota tersebut berkedudukan,

• tidak menggunakan modal asing dan/atau tenaga

kerja asing

Bukti Pencatatan Kapal

• untuk nelayan kecil yang menggunakan 1 kapal

berukuran paling besar 5 GT

• untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari

5) Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 13/Permen-KP/2015

tentang Petunjuk Pelaksanaan Penerbitan Surat Rekomendasi Pembelian Jenis

Bahan Bakar Minyak Tertentu Untuk Usaha Perikanan Tangkap

Peraturan Menteri ini menjelaskan kekhususan pembelian Bahan Bakar Minyak

(BBM) yang diatur melalui Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 tentang

Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak. Menurut

Pasal 2, petunjuk pelaksanaan ini bertujuan untuk: (a) memberikan petunjuk

pelaksanaan bagi kepala pelabuhan perikanan atau kepala SKPD

provinsi/kabupaten/kota dalam menerbitkan Surat Rekomendasi Pembelian Jenis

BBM Tertentu untuk usaha perikanan tangkap; dan (b) menjamin tertib pelaksanaan,

pemantauan, dan evaluasi Surat Rekomendasi Pembelian Jenis BBM Tertentu yang

diterbitkan oleh kepala pelabuhan perikanan atau kepala SKPD

provinsi/kabupaten/kota untuk pembelian Jenis BBM Tertentu untuk usaha perikanan

tangkap.

Page 41: NASKAH AKADEMIK 2019 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN

Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan

2019

Draft 1 Halaman - 40

Lebih lanjut, Pasal 3 ayat (1) menyebutkan bahwa jenis BBM Tertentu untuk usaha

perikanan tangkap berupa Minyak Solar (gas oil) atau dengan nama lain yang sejenis

dengan standar dan mutu (spesifikasi) yang ditetapkan oleh Menteri Energi dan

Sumber Daya Mineral. Sementara ayat (2), pemberian Minyak Solar (gas oil) untuk

setiap kapal perikanan dengan pemakaian paling banyak 25 (dua puluh lima) kilo

liter/bulan. Adapun pemberian Minyak Solar (gas Oil) sebagaimana diatur dalam

Pasal 4 diberikan kepada Konsumen pengguna yaitu nelayan yang menggunakan

kapal perikanan Indonesia dengan ukuran kapal 30 GT ke bawah yang terdaftar di

SKPD provinsi/kabupaten/kota.

6) Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 18/PERMEN-KP/2016

tentang Jaminan Perlindungan atas Risiko kepada Nelayan, Pembudi Daya

Ikan, dan Petambak Garam

Sama halnya dengan UU No. 7 tahun 2016, sebagai peraturan pelaksana Permen ini

memberikan batasan Nelayan Kecil adalah Nelayan yang melakukan Penangkapan

Ikan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, baik yang tidak menggunakan

kapal penangkap Ikan maupun yang menggunakan kapal penangkap Ikan berukuran

paling besar 10 (sepuluh) gros ton (GT).

Sebagaimana Pasal 4, Kementerian dan Pemerintah Daerah sesuai dengan

kewenangannya memberikan jaminan perlindungan atas Risiko yang dihadapi oleh

Nelayan. Risiko yang dihadapi Nelayan, meliputi: (1) hilang atau rusaknya sarana

Penangkapan Ikan, (2) kecelakaan kerja atau kehilangan jiwa bagi Nelayan; dan (3)

jenis Risiko lain yang diatur dengan Peraturan Menteri. Adapun penyebab risiko

adalah bencana alam, wabah penyakit Ikan, dampak perubahan iklim, dan/atau

pencemaran. Perlindungan atas Risiko hilang atau rusaknya sarana Penangkapan Ikan

dan untuk jenis Risiko lain diberikan dalam bentuk Asuransi Perikanan. Sementara

perlindungan atas risiko kecelakaan kerja atau kehilangan jiwa bagi Nelayan

diberikan dalam bentuk Asuransi Perikanan atau Asuransi Pergaraman untuk

kecelakaan kerja; atau Asuransi Jiwa untuk kehilangan jiwa (Pasal 5).

Risiko hilang atau rusaknya sarana Penangkapan Ikan yang dihadapi Nelayan

meliputi: (a) kapal penangkap ikan yang laik laut, laik tangkap ikan, dan laik simpan

Page 42: NASKAH AKADEMIK 2019 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN

Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan

2019

Draft 1 Halaman - 41

ikan; (b) alat penangkapan ikan dan alat bantu penangkapan ikan; (c) bahan bakar

minyak dan sumber energi lainnya; dan/atau (d) air bersih dan es (Pasal 6). Sementara

Pasal 7, menyebutkan bahwa risiko kecelakaan kerja atau kehilangan jiwa meliputi:

(a) kematian akibat kecelakaan; (b) cacat tetap akibat kecelakaan; dan (c) biaya

pengobatan akibat kecelakaan. Jaminan perlindungan atas Risiko kecelakaan kerja

atau kehilangan jiwa diberikan dalam bentuk fasilitasi bantuan pembayaran premi

Asuransi bagi Nelayan Kecil dan Nelayan Tradisional.

Sementara Pasal 8 menambahkan bahwa risiko lain yang dihadapi Nelayan meliputi:

(a) pelarangan penggunaan jenis alat penangkapan ikan tertentu; (b) pelarangan

penangkapan jenis ikan tertentu; dan/atau (c) kerusakan alat penangkap ikan akibat

penangkapan biota yang dilindungi. Jaminan perlindungan atas Risiko lain tersebut

diberikan apabila Nelayan telah melaksanakan kegiatan usahanya sesuai ketentuan

peraturan perundang-undangan.

7) Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 70/Permen-KP/2016

tentang Pedoman Umum Dalam Rangka Penyaluran Bantuan Pemerintah di

Kementerian Kelautan Dan Perikanan

Menurut Pasal 3, jenis bantuan pemerintah di Kementerian Kelautan dan Perikanan

meliputi: (a) pemberian penghargaan; (b) pemberian beasiswa; (c) bantuan

operasional; (d) bantuan sarana/prasarana; (e) bantuan rehabilitasi/pembangunan

gedung/ bangunan; (f) bantuan pembayaran premi asuransi jiwa, asuransi perikanan,

dan asuransi pergaraman; dan (g) bantuan pengawasan sumber daya kelautan dan

perikanan dan konservasi. Adapun bentuk bantuannya sebagaimana dituangkan

dalam Pasal 4, yaitu: (a) uang; (b) barang; dan/atau (c) jasa.

8) Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 73/Permen-KP/2016

tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat Sektor Kelautan

dan Perikanan

Menurut Pasal 2, pelaksanaan KUR sektor kelautan dan perikanan bertujuan untuk:

(a) meningkatkan dan memperluas akses pembiayaan KUR bagi Usaha Produktif

sektor kelautan dan perikanan; (b) meningkatkan kapasitas daya saing usaha mikro,

Page 43: NASKAH AKADEMIK 2019 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN

Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan

2019

Draft 1 Halaman - 42

kecil, dan menengah sektor kelautan dan perikanan; dan (c) meningkatkan

pengembangan Usaha Produktif sektor kelautan dan perikanan. Selanjutnya, Pasal 3

menyebutkan bahwa debitur KUR sektor kelautan dan perikanan merupakan pelaku

Usaha Produktif yang termasuk usaha mikro,kecil, dan menengah, yang meliputi

kegiatan di bidang usaha:

a. Penangkapan Ikan;

b. Pembudidayaan Ikan;

c. Pengolahan Ikan;

d. Pemasaran Produk Kelautan Dan Perikanan;

e. Pergaraman Rakyat;

f. Wisata Bahari;

g. Pendukung Kegiatan Kelautan Dan Perikanan

Sementara itu, Pasal 4 menyebutkan KUR sektor kelautan dan perikanan terdiri dari

(a) KUR mikro, dan (b) KUR ritel. KUR mikro merupakan kredit modal kerja

dan/atau investasi yang diberikan kepada Debitur KUR dengan jumlah paling banyak

sebesar Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah). KUR ritel merupakan kredit

modal kerja dan/atau investasi yang diberikan kepada Debitur KUR dengan jumlah

diatas Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) dan paling banyak sebesar

Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Pembiayaan KUR pada usaha penangkapan ikan sebagaimana dituangkan dalam

Pasal 7 ayat (1) digunakan untuk: (a) modal investasi, antara lain untuk

pengadaan/pemeliharaan kapal, alat penangkapan ikan, dan/atau (b) alat bantu

penangkapan; dan/atau modal kerja, antara lain untuk biaya operasional melaut.

Adapun pada ayat (2), usaha penangkapan ikan meliputi kegiatan penangkapan

dengan kapal perikanan berukuran sampai dengan 150 GT yang menggunakan alat

penangkapan ikan: jaring lingkar (surrounding nets), penggaruk (dredges), jaring

angkat (lift nets), jaring jatuh (cast nets), jaring insang (gillnets), perangkap (traps),

atau pancing (hooks and lines).

Page 44: NASKAH AKADEMIK 2019 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN

Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan

2019

Draft 1 Halaman - 43

9) Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 1/PERMEN-KP/2017

tentang Surat Laik Operasi Kapal Perikanan

Menurut Pasal 3 ayat (1), setiap kapal perikanan yang akan melakukan kegiatan

perikanan wajib memiliki SLO. Namun demikian, Kewajiban memiliki SLO tersebut

dikecualikan bagi kapal perikanan untuk Nelayan Kecil (ayat 2). Batasan pengertian

nelayan kecil dengan ketentuan hanya memiliki 1 unit atau lebih kapal perikanan

dengan ukuran kumulatif paling besar 10 GT (ayat 3).

10) Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 3/Permen-KP/2019 tentang

Partisipasi Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Pelindungan Dan

Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, Dan Petambak Garam

Berdasarkan Pasal 3, masyarakat dapat berpartisipasi dalam penyelenggaraan

Pelindungan dan Pemberdayaan Nelayan. Partisipasi Masyarakat dapat dilakukan

secara perseorangan dan/atau berkelompok. Partisipasi Masyarakat dapat dilakukan:

(a) secara langsung kepada Nelayan, dan/atau (b) secara langsung dan/atau tertulis

kepada instansi berwenang. Partisipasi Masyarakat harus memperhatikan: (a) rencana

Pelindungan dan Pemberdayaan Nelayan; (b) potensi sumber daya perikanan; (c)

peluang Usaha Perikanan; (d) kebutuhan Usaha Perikanan; (e) kondisi sosial,

ekonomi, dan lingkungan; dan/atau (f) kearifan lokal. Lebih lanjut, Pasal 4

menambahkan bahwa partisipasi Masyarakat dapat dilakukan terhadap: (a)

penyusunan perencanaan; (b) Pelindungan Nelayan; (c) Pemberdayaan Nelayan; (d)

pendanaan dan pembiayaan; dan (f) pengawasan.

11) Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 5/Permen-KP/2019 tentang

Perubahan Atas Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Nomor

23/Permen-Kp/2013 Tentang Pendaftaran Dan Penandaan Kapal Perikanan

Berdasarkan Pasal 3 huruf b, Gubernur berwenang melakukan Pendaftaran Kapal

Perikanan berukuran (1) diatas 10 – 30 GT, dioperasikan pada wilayah pengelolaan

perikanan yang menjadi kewenangannya, berbendera Indonesia dan dimiliki Orang

yang berdomisili di wilayah administrasi provinsi tersebut; dan (2) sampai dengan

10 GT yang beroperasi di laut, sungai, danau, waduk, rawa, dan genangan air lainnya

yang dapat diusahakan lintas kabupaten/kota dalam 1 (satu) daerah provinsi pada

wilayah pengelolaan perikanan yang menjadi kewenangannya, berbendera Indonesia

Page 45: NASKAH AKADEMIK 2019 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN

Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan

2019

Draft 1 Halaman - 44

dan dimiliki Orang yang berdomisili di wilayah administrasi provinsi tersebut.

Sementara kewenangan Bupati/Wali kota berwenang melakukan Pendaftaran Kapal

Perikanan berukuran sampai dengan 10 GT beroperasi di sungai, danau, waduk, rawa,

dan genangan air lainnya yang dapat diusahakan dalam 1 (satu) daerah

kabupaten/kota, berbendera Indonesia dan dimiliki Orang yang berdomisili di

wilayah administrasi kabupaten/kota tersebut.

Page 46: NASKAH AKADEMIK 2019 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN

Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan

2019

Draft 1 Halaman - 45

IV. LANDASAN FILOSOFIS, LANDASAN SOSIOLOGIS, DAN LANDASAN

YURIDIS

4.1 Landasan Filosofis

Landasan filosofis adalah pandangan hidup bangsa Indonesia dalam berbangsa dan

bernegara, yaitu Pancasila. Penjabaran nilai-nilai Pancasila dalam hukum mencerminkan

suatu keadilan, ketertiban, dan kesejahteraan yang diinginkan oleh masyarakat Indonesia.

Rumusan Pancasila terdapat di dalam pembukaan (preambule) Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia (UUD 1945), yang terdiri dari 4 (empat) alinea. Alinea ke-empat

memuat rumusan tujuan negara dan dasar negara. Dasar negara adalah Pancasila sedangkan

ke-empat pokok pikiran di dalam Pembukaan UUD 1945 pada dasarnya mewujudkan cita

hukum (rechtsides) yang menguasai hukum dasar negara baik tertulis maupun tidak tertulis.

Keberadaan suatu Undang-undang dalam tata hukum nasional sebagai norma yang

menjabarkan Pancasil dan UUD 1945, sehingga adanya nilai filosofis di dalam undang-

undang adalah sebagai sebuah kemutlakan. Menurut Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, disebutkan

bahwa “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara

dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Dengan demikian, kekayaan

sumberdaya ikan yang terdapat di Indonesia semestinya dapat meningkatkan kesejahteraan

para pelaku di bidang perikanan, khususnya masyarakat nelayan.

4.2 Landasan Sosiologis

a. Batasan Pengertian Nelayan Kecil

Pengertian nelayan kecil memiliki landasan hokum yang berbeda-beda, seperti UU

Nomor 45 tahun 2009 tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan

yang menyebutkan nelayan kecil adalah di bawah 5 GT yang diperkuat dengan UU

Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, sementara UU Nomor 7 Tahun

2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan

Petambak Garam yang menyebutkan nelayan kecil adalah di bawah 10 GT, dan UU

Pelayaran yang mengamanatkan pengurusan Pas Kecil untuk nelayan kecil adalah < 7

GT. Oleh karena itu, penetapan yang baku mengenai Batasan pengertian nelayan kecil

tersebut.

Page 47: NASKAH AKADEMIK 2019 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN

Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan

2019

Draft 1 Halaman - 46

b. Jaminan Keberlanjutan Usaha

Nelayan kecil dengan segala keterbatasannya dihadapkan pada isu permasalahan

keberlanjutan usaha penangkapan. Hal ini dikarenakan: (1) nelayan kecil rentan terhadap

kehilangan daerah tangkapan (fishing ground) karena proyek pembangunan di wilayah

laut; (2) keterbatasan terhadap akses permodalan; (3) keterbatasan terhadap akses

teknologi; (4) keterbatasan terhadap akses pasar; dan (5) keterbatasan akses input

produksi seperti BBM. Oleh karena itu, perlunya pemberian hak pengelolaan perikanan

kepada nelayan kecil sebagai bentuk jaminan keberlanjutan usahanya. Pemberian hak

pengelolaan tersebut harus jelas diberikan oleh Pemerintah Provinsi yang tertuang dalam

NSPK yang ditetapkan Kementerian Kelautan dan Perikanan melalui Peraturan Menteri.

c. Kepatuhan Nelayan Kecil

Kebijakan ketelusuran ikan (traceability) oleh negara tujuan pasar ikan menuntut

nelayan-nelayan kecil untuk memenuhi kepatuhan terhadap peraturan perundang-

undangan. Salah satu contohnya adalah rendahnya pelaporan hasil tangkapan yang

menjadi syarat dalam penerapan ketelusuran ikan. Akibatnya, ketidakpatuhan nelayan

kecil dalam pelaporan hasil tangkapan tersebut dapat menimbulkan praktik-praktik

unreported fishing bagi negara Indonesia. Selain itu, nelayan kecil wajib memiliki Bukti

Pendaftaran Kapal Perikanan (BPKP), namun dalam kenyataannya nelayan kecil tidak

memiliki BPKP tersebut.

d. Konflik Nelayan Kecil

Nelayan kecil senantiasa menjadi korban dalam konflik di wilayah laut, baik antara

nelayan kecil dengan nelayan besar, maupun nelayan kecil dengan kegiatan lainnya di

wilayah laut, seperti pertambangan, pariwisata bahari. Oleh karena itu, perlu

keberpihakan pemerintah dalam membela nelayan kecil yang senantiasa menjadi korban.

e. Kualitas Hasil Tangkapan

Keterbatasan teknologi dan pengetahuan mengakibatkan kualitas hasil tangkapan ikan

rendah, sehingga berdampak pada rendahnya nilai jual ikan. Oleh karena itu, perlu

Page 48: NASKAH AKADEMIK 2019 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN

Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan

2019

Draft 1 Halaman - 47

peningkatan keterampilan, bantuan prasarana, dan pendampingan terkait penanganan

ikan hasil tangkapan di atas perahu.

f. Kebutuhan Pengumpulan Data pada Perikanan Skala Kecil

Data memiliki peran yang sangat penting sebagai input dalam desain manajemen

perikanan. Lebih lanjut, selain sebagai input, data berperan penting pada pengambilan

keputusan kebijakan perikanan yang akan berpengaruh secara langsung pada kehidupan

nelayan dan komunitas masyarakat yang terlibat dalam kegiatan perikanan.

Pada perikanan yang didominasi oleh skala kecil seperti Indonesia, biasanya memiliki

ketergantungan yang tinggi terhadap kegiatan perikanan. Hal ini disebabkan subsektor

perikanan skala kecil sering dimanfaatkan sebagai penyangga kehidupan ekonomi,

sehingga subsektor ini memiliki sensitivitas yang tinggi terhadap kebijakan yang

ditetapkan. Dengan jumlah kapal yang mendominasi lebih dari 90% total kapal perikanan

di Indonesia, pengumpulan data pada subsektor ini bermanfaat untuk mengevaluasi

kegiatan eksploitasi dari perikanan skala kecil yang tidak hanya berdampak pada ekologi

habitat sumberdaya, tetapi juga berdampak pada kehidupan sosial dan ekonomi

masyarakat perikanan skala kecil khususnya. Agar manajemen berjalan lancar, penilaian

perlu dilakukan baik pada perspektif ekologi, sosial maupun ekonomi, atau lebih sering

disebut dengan triple bottom line (TBL). Hal ini dikarenakan multi-tujuan dari

manajemen perikanan akan saling konflik satu sama lain. Dengan penilaian yang

komprehensif dari TBL akan mengarahkan manajer perikanan untuk memiliki prioritas

yang seimbang dalam pengambilan keputusan untuk manajemen perikanan.

Pengumpulan data secara rutin pada perikanan skala kecil akan mengarah pada indikator

suatu variabel yang dapat digunakan untuk mengukur efektivitas suatu manajemen

perikanan. Indikator tersebut mencakup hasil tangkapan (catch), upaya penangkapan

(effort), CPUE (catch per unit effort), maupun indikator pada ekonomi seperti pendapatan

nelayan dan biaya penangkapan. Indikator hasil tangkapan, upaya penangkapan dan

CPUE akan bermanfaat pada pengambilan keputusan yang berhubungan dengan limit

atau target reference points, sedangkan pendapatan nelayan dan biaya penangkapan

bermanfaat sebagai indikasi perilaku perubahan nelayan terhadap kebijakan perikanan

Page 49: NASKAH AKADEMIK 2019 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN

Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan

2019

Draft 1 Halaman - 48

yang ditetapkan. Indikator ekonomi masih sangat jarang digunakan sedangkan indikator

hasil tangkapan dan upaya penangkapan lebih sering digunakan. Sedangkan pada

perikanan yang belum memiliki indikator, diperlukan tindakan manajemen yang berhati-

hati untuk menghindari resiko eksploitasi yang berlebihan.

Mengingat bahwa beberapa perikanan skala kecil melakukan kegiatan penangkapan

dengan target spesies yang beruaya jauh maupun terbatas, maka pengumpulan data pada

perikanan skala kecil dibutuhkan sebagai bentuk kepatuhan pada tingkat regional maupun

sub-regional, terutama pada perikanan yang memiliki target penangkapan spesies

beruaya jauh maupun terbatas. Indonesia telah meratifikasi konvensi dari berbagai

regional fisheries management organisations (RFMO) ke dalam Undang-undang,

sehingga aturan pada konvensi tersebut mengikat Indonesia untuk melakukan koordinasi

dan data-sharing dengan negara anggota untuk mencapai manajemen perikanan beruaya

jauh maupun terbatas di tingkat internasional. Beberapa manfaat yang dapat diterima

oleh Indonesia dari kepatuhannya di level regional maupun sub-regional antara lain

adalah kerjasama melakukan penelitian, kesempatan memanfaatkan sumberdaya

perikanan di laut lepas dan memperkuat posisi Indonesia di forum tersebut.

g. Kebutuhan Desain Sistem Pelaporan pada Perikanan Skala Kecil

Pada naskah akademik ini pemilihan komponen data dilakukan oleh BRPL KKP.

Sehingga bahasan kebutuhan desain sistem pelaporan pada perikanan skala kecil terlepas

dari komponen data yang telah ditetapkan oleh BRPL KKP.

Desain sistem pelaporan dibutuhkan untuk menjaga kualitas dan kuantitas data yang akan

dikumpulkan. Pengumpulan data dengan sistem yang terverifikasi akan menjaga akurasi

data sehingga dapat mengurangi ketidakjelasan (uncertainty) pada data. Dengan kuantitas

data yang cukup dari pengumpulan data, maka indikator perikanan dapat diestimasi untuk

dilanjutkan lebih jauh ke arah manajemen perikanan pada skala kecil. Pada umumnya

kuantitas data ini dibutuhkan pada proses pengumpulan data dengan sampling. Pada

beberapa pengumpulan data menetapkan 20% dari total pendaratan (MDPI) sudah cukup

untuk menjaga kuantitas data, sementara pada proses pengumpulan data lainnya

membuthkan paling tidak sebanyak 50% dari total pendaratan (WCS). Dengan

Page 50: NASKAH AKADEMIK 2019 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN

Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan

2019

Draft 1 Halaman - 49

terjaganya kualitas dan kuantitas data, maka pengambilan keputusan pada manajemen

perikanan dapat lebih berhati-hati dan menggunakan pendekatan sains.

Perikanan skala kecil memiliki karakteristik yang unik dan kompleks sehingga

diperlukan desain sistem pelaporan yang mengakomodasi karakteristiknya agar desain

lebih adaptive dengan karakteristik yang dimiliki oleh perikanan skala kecil. Hasil survey

yang kami lakukan di Provinsi Maluku Utara dan Papua Barat menunjukkan bahwa

beberapa karakteristik dari perikanan skala kecil yang potensial sebagai pendukung

ataupun kendala dalam desain sistem pelaporan perikanan skala kecil:

i. Perikanan skala kecil didominasi oleh kapal-kapal kecil berukuran panjang <12 meter

dan kebanyakan tidak memiliki tempat berlindung (wheel house). Dengan ukuran

yang kecil, kapal sangat mudah untuk dihempas ombak. Kondisi ini menyebabkan

kesulitan nelayan untuk melindungi buku log book dan melakukan pencatatan diatas

kapal yang bergoyang karena ombak,

ii. Pedagang memiliki peran yang potensial dalam pencatatan hasil tangkapan dan

kegiatan ekonomi nelayan. Catatan yang dimiliki pedagang mencakup nama nelayan,

jenis ikan, berat per jenis ikan dan harga ikan. Bahkan pada beberapa pedagang yang

memiliki hubungan piutang dengan nelayan memiliki catatan tambahan seperti biaya

operasi melaut. Time-series data dari catatan tersebut dapat digunakan untuk

mengestimasi indikator perikanan dari perspektif ekologi dan ekonomi,

iii. Pengumpulan data pada perikanan skala kecil yang tersebar hingga di pulau-pulau

kecil akan membutuhkan biaya yang besar dari pemerintah,

iv. Nelayan skala kecil tertarik dengan insentive ekonomi yang akan mereka dapatkan.

Hal ini dapat diverifikasi dari dua temuan pada survey kami yaitu: 1)harga premium

untuk nelayan Fair trade dan 2)pertanyaan nelayan terkait bantuan yang akan mereka

terima jika mereka melakukan pencatatan hasil tangkapan.

v. Beberapa perikanan yang memiliki nilai ekonomis tinggi atau terancam punah

menjadi daya tarik NGO untuk melakukan kegiatan pengumpulan data pada jenis

perikanan tertentu. Kegiatan yang dilakukan akan sangat membantu pemerintah

dalam proses pengumpulan data pada perikanan skala kecil mengingat pendataan

Page 51: NASKAH AKADEMIK 2019 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN

Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan

2019

Draft 1 Halaman - 50

pada perikanan ini akan membutuhkan biaya yang sangat besar dan belum dilakukan

secara rutin oleh pemerintah. Dari karakteristik tersebut, dibutuhkan suatu

pendekatan co-management dalam pengumpulan data pada perikanan skala kecil

bersama komunitas perikanan yang lebih luas.

h. Kebutuhan Pengumpulan Data pada Perikanan Skala Kecil

Pengumpulan data pada perikanan tangkap dapat mengurangi ketidakpastian

(uncertainty) menuju manajemen perikanan yang lebih baik. Namun demikian,

pengumpulan data membutuhkan biaya yang besar. Pada kasus Indonesia, pengambilan

data log book telah dilakukan sejak 1995 dan diperbaiki pada tahun 2002. Namun, isu

underestimated catch pada laporan log book masih sering ditemukan sehingga dianggap

tidak memenuhi persyaratan untuk menjadi sumberdata pada stock assessment. Dalam

kondisi terbatasnya data (data-poor) pada sektor perikanan untuk melakukan stock

assessment, seperti kasus di Indonesia, tindakan kehati-hatian perlu dilakukan.

Pengambilan keputusan dalam kondisi ketidakpastian yang tinggi membutuhkan analisis

stokastik dimana beberapa kemungkinan perlu dipertimbangkan.

Proses manajemen perikanan harus tetap berjalan walaupun dalam kondisi kurang

informasi untuk melakukan pengambilan keputusan. Manajemen perikanan harus

memenuhi tujuan keberlanjutan dalam perspektif ekologi, ekonomi maupun sosial, atau

lebih sering disebut dengan “Triple Bottom Line”. Untuk mewujudkan tujuan perikanan

dari ketiga perspektif tersebut, maka seorang manajer perikanan perlu memahami

pertukaran konsekuensi, atau lebih sering disebut dengan trade-off, antar tujuan

perikanan yang sering berkonflik satu sama lain sebagai pertimbangan dalam

pengambilan keputusan untuk manajemen perikanan dalam kondisi ketidakpastian yang

tinggi dan/atau data-poor.

Log book perikanan dengan isi data terkait kegiatan penangkapan ikan dapat digunakan

sebagai alat monitoring kepatuhan nelayan, gambaran keragaan perikanan di wilayah

perairan Indonesia, dan sebagai input maupun monitoring data dalam manajemen

perikanan yang digunakan oleh manajer perikanan. Cotter and Pilling (2007)

menggunakan log book sebagai pendekatan sampling dan membawa hasilnya untuk

Page 52: NASKAH AKADEMIK 2019 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN

Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan

2019

Draft 1 Halaman - 51

mengestimasi variabel tertentu di tingkat populasi. Cotter and Pilling (2007)

menyampaikan bahwa metode ini memberikan keuntungan sekaligus kontroversi oleh

beberapa pihak, akan tetapi akan bernilai untuk sampling program pada survey landing,

log book maupun observer.

Deskripsi dan metode dibawah ini bertujuan untuk lebih mengeskplorasi pemanfaatan

data log book untuk dapat memberikan gambaran keragaan perikanan di masing-masing

WPP NRI sesuai Peraturan Direktur Jenderal Perikanan Tangkap nomor 11/PER-

DJPT/2018 dan perannya dalam Harvest Strategy. Deskripsi dibawah ini tidak

menggambarkan panduan mutlak analisis pemanfaatan data log book. Pengetahuan dari

para ahli di bidang perikanan, metode statistik dan umpan balik dari analis maupun

pengguna data log book akan selalu bermanfaat dalam pengembangan analisis data log

book dan pemanfaatannya untuk manajemen perikanan.

1) Peran log book sebagai sampling dalam estimasi populasi

Tingkat kepatuhan pelaporan log book saat ini mencapai 13% dari total kapal yang

teregister di statistik, sementara aktivitas e-log book mencapai 4600 kapal yang

memiliki ijin SIPI pusat dan daerah dari total jumlah kapal perikanan Indonesia yang

diduga mencapai 600 ribu kapal. Aktivasi e-log book tersebar pada 51 pelabuhan di

Indonesia. Dengan masih rendahnya tingkat kepatuhan nelayan untuk melakukan

kegiatan pelaporan secara voluntary, maka gambaran keragaan perikanan pada level

tertentu akan sulit dilakukan.

Log book dapat dimanfaatkan sebagai sampel untuk mendapatkan gambaran tentang

populasi (Cotter and Pilling 2007). Untuk mengestimasi populasi, pendekatan sample

yang sering ditemui adalah bootstrap atau pendekatan Monte Carlo. Pendekatan

Monte Carlo sering digunakan untuk mengidentifikasi dan mengestimasi

ketidakpastian (uncertainty) dan resiko. Analisis ini membantu pengambil keputusan

dengan adanya kisaran nilai dari distribusi kemungkinan (probability distribution) ke

variabel atau faktor yang memiliki ketidakpastian. Dengan menggunakan model,

perhitungan dilakukan secara terus menerus dimana setiap iterasinya menggunakan

nilai acak yang diambil dengan teknik resampling dari fungsi kemungkinannya.

Page 53: NASKAH AKADEMIK 2019 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN

Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan

2019

Draft 1 Halaman - 52

Secara umum, pendekatan Monte Carlo menghasilkan distribusi outcome yang

potensial dari simulasi stokastik. Dengan demikian presentasi dalam bentuk nilai

relative lebih baik dibanding nilai absolut.

Log book yang menjadi unit sampel adalah log book yang diisi sebenar-benarnya oleh

nelayan. Pemilihan random dari log book yang telah dilaporkan perlu dilakukan untuk

menghindari bias. Mengingat bahwa hasil tangkapan dipengaruhi juga oleh jumlah

kru dan jumlah hari melaut, maka distribusi pada level tersebut perlu diperhatikan

sebelum di agregasi pada level trip. Dengan adanya frekuensi pada tiap nilai akan

memberi kemudahan dalam melakukan fungsi sampel random. Namun apabila

frekuensi tidak dapat diperoleh, maka nilai minimum, maximum dan nilai pada

kondisi normal dapat didistribusikan menjadi 3 distribusi, yaitu distribusi uniform,

split-uniform dan triangular (Yuniarta et al. 2017). Dengan menggunakan bootstrap

dengan 1000 tarikan sampel, rata-rata dan standard error diperoleh untuk variabel

yang diestimasi. Distribusi tersebut kemudian di upscale pada level trip dengan

pemenuhan asumsi bahwa populasi trip pada perikanan tertentu bersifat homogen.

Total nilai variabel per trip dijumlahkan sesuai dengan banyaknya populasi dilevel

pelabuhan atau lokasi penangkapan. Ulangi proses ini hingga 1000 kali dengan

menggunakan pendekatan Monte Carlo dan estimasi nilai rata-rata, standard deviasi

dan 90% confidence interval.

Proses tersebut dapat dilakukan untuk menggambarkan keragaan perikanan Peraturan

Direktur Jenderal Perikanan Tangkap nomor 11/PER-DJPT/2018:

a. Hasil tangkapan total

b. Komposisi jenis hasil tangkapan per pelabuhan

c. Hasil tangkapan per alat penangkapan ikan

d. Komposisi jenis hasil tangkapan per alat penangkapan ikan

e. Hasil tangkapan ikan per API per WPPNRI

f. Upaya penangkapan ikan per WPPNRI

g. Analisis trend CPUE per API dan per WPP dan tren pemanfaatan sumberdaya ikan

h. Komposisi jenis hasil tangkapan yang dikelompokkan sebagai ERS

Page 54: NASKAH AKADEMIK 2019 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN

Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan

2019

Draft 1 Halaman - 53

i. Musim penangkapan ikan

j. Tingkat kepatuhan nelayan dalam pengelolaan pemanfaatan sumberdaya ikan yang

berkelanjutan

Dengan adanya informasi tambahan yang dikumpulkan oleh observer, maka

pemanfaatan data log book dapat lebih jauh dilakukan untuk mengestimasi distribusi

discard, unreported catch, hubungan panjang-berat spesies dan hubungan panjang

dengan varibel lainnya yang terkait seperti maturity dan umur (Cotter and Pilling

2007).

2) Peran log book sebagai input dalam manajemen perikanan yang berkelanjutan

dalam kondisi data-poor

Seorang manajer perikanan harus mepertimbangkan tindakan kehati-hatian

(precautionary approach) dalam mencapai tujuan manajemen perikanan dan

pertukaran konsekuensi atau trade-off dari berbagai tujuan dalam manajemen

perikanan yang sering berkonflik satu sama lainnya. Evaluasi Manajemen Strategi

atau lebih sering dikenal dengan MSE (Management Strategy Evaluation) diklaim

sebagai metode yang dapat menunjukkan trade-off antara tujuan manajemen

perikanan yang multi-dimensional (Punt 2017; Butterworth and Punt 1999). MSE

memiliki semua keuntungan dalam modelling dan menyediakan alat untuk

operasional tindakan kehati-hatian (precautionary approach) (Rochet and Rice

2009). MSE adalah suatu kerangka kerja manajemen perikanan yang mencakup

program pemantauan, penilaian dan evaluasi indikator, dan aturan untuk keputusan

manajemen perikanan (Butterworth and Punt 1999). Di dalam MSE, kesepakatan

tujuan perikanan dan aturan untuk implementasi manajemen perlu dibuat secara jelas

bersama-sama dengan stakeholder. Tahap ini memberikan ruang kepada stakeholder

untuk mempertimbangkan trade-off dari kesepakatan yang dibuat. Dengan demikian,

stakeholder akan menyadari konsekuensi dari kesepakatan manajemen yang akan

diimplementasikan oleh manajer perikanan.

Page 55: NASKAH AKADEMIK 2019 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN

Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan

2019

Draft 1 Halaman - 54

Dalam buku “Precautionary approach to capture fisheries and species introduction”

yang diterbitkan oleh FAO disebutkan bahwa rencana manajemen tidak dapat

diterima hingga menunjukkan performa yang secara efektif dapat menghindari

outcome yang tidak diinginkan dimasa depan. Evaluasi performa tersebut

mengartikan dibutuhkannya tes simulasi atau proyeksi dari alternative rencana

manajemen perikanan.

Gambar 4. Komponen Evaluasi Manajemen Strategi (MSE) pada data-poor.

Model Operasi (operating model/OM)

Konstruksi model pada OM merepresentasikan kemungkinan dinamika populasi

sumberdaya perikanan. Dinamika populasi sumberdaya (B) pada tahun ini ditentukan

oleh biomass tahun lalu, pertumbuhan (𝐺), rekrut (𝑅), hasil penangkapan ikan (𝐶) dan

kematian ikan secara natural (𝑀).

𝐵𝑡+1 = 𝐵𝑡 + 𝑅𝑡 + 𝐺𝑡 − 𝐶𝑡 −𝑀𝑡

Log book memiliki peran dalam komponen hasil penangkapan ikan secara detail per

kapal bahkan per setting jika nelayan melaporkan dengan sebenar-benarnya. Dengan

analisis lebih jauh, log book dan data yang dikumpulkan oleh observer akan

memberikan peran dalam mengestimasi nilai parameter catchability (𝑞) dan

MODEL OPERASI (OPERATING MODEL)

Implementasi

Model PerikananDinamika Populasi

Data

STRATEGI MANAJEMEN

(MANAGEMENT STRATEGY)

Harvest Control Rule

Performa Statistik

Page 56: NASKAH AKADEMIK 2019 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN

Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan

2019

Draft 1 Halaman - 55

selektivitas alat tangkap (𝑠). Kedua parameter tersebut digunakan dalam proyeksi

simulasi jumlah hasil tangkapan (𝐶) per kapal atau per trip per tahun. Mengingat

bahwa catchability(𝑞) dapat meningkat ataupun menurun sepanjang waktu, maka log

book dan informasi yang dikumpulkan oleh observer juga berperan dalam

mengidentifikasi sumber-sumber uncertainty pada parameter tersebut.

Pembangunan model pada komponen model perikanan di OM sebaiknya diarahkan

sesuai kebutuhan tujuan perikanan dalam jangka waktu lama (10-20 tahun). Beberapa

contoh kontribusi log book untuk konstruksi dalam komponen model perikanan

adalah:

- Dinamika upaya penangkapan untuk menentukan tujuan sosial-ekonomi (model

bioekonomi),

- Model ekosistem (predator-prey model, dan lain-lain) untuk mengestimasi

dampak kegiatan penangkapan ikan terhadap non-target spesies,

- dan lain-lain.

Data yang dihasilkan dari dinamika populasi dan model perikanan adalah indeks

kelimpahan, CPUE survey atau kapal komersial, hasil tangkapan per ukuran atau

umur spesies, dan lain-lain. Metode stock assessment yang simple membutuhkan data

hasil tangkapan dan upaya penangkapan yang akurat setidaknya 15 tahun (Carruthers

et al. 2016). Pada perikanan dengan data-poor, indeks kelimpahan stok sulit untuk

diestimasi. Sehingga dibutuhkan suatu data monitoring yang dianggap proporsional

dengan kelimpahan stok. Pada perikanan dengan data-poor, CPUE dari kapal-kapal

komersil dianggap sebagai salah satu data monitoring yang proporsional dengan stok

(dengan asumsi bahwa parameter catchability (𝑞) bernilai konstan).

Page 57: NASKAH AKADEMIK 2019 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN

Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan

2019

Draft 1 Halaman - 56

Tabel 4. Contoh model yang dapat dikembangkan dengan log book sebagai sumber

data

Data Sumber data/

parameter Parameter Contoh Model

Dinamika Populasi

- Hasil tangkapan Data log book - Indeks

pertumbuhan

spesies (growth

rate)

Model dinamika

populasi

berbasis ukuran

atau umur

spesies - Komposisi ukuran

hasil tangkapan

Data observer

Penelitian Balai

Riset KKP

- Hubungan

panjang dengan

berat atau umur

atau maturity

- selektivitas (𝑠)

- catchability (𝑞)

Model Perikanan

- Cost Benefit

Analysis per trip

atau per kapal

Data Log book

dan data

observer

Model

bioekonomi

- Jumlah trip atau

kapal

Data Log book

- Perubahan perilaku

pengusaha

perikanan terhadap

perubahan

parameter ekonomi

Penelitian Balai

Riset KKP

Kemungkinan model yang dapat dikembangkan dengan log book sebagai salah satu

sumber data disajikan pada Tabel 4. Model dinamika populasi akan berbeda-beda

tergantung pada jenis spesies masing-masing. Model bioekonomi adalah model

implementasi yang mempertimbangkan respon atau perilaku pelaku perikanan

terhadap insentif yang dibuat dari regulasi, harga baik input maupun output kegiatan

penangkapan ikan dan karakteristik lainnya. Model bioekonomi dianggap lebih

mampu memprediksi atau memberikan wawasan tentang seberapa besar target

penangkapan dan kearah mana kemungkinan penyimpangannya dimasa depan. Model

Page 58: NASKAH AKADEMIK 2019 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN

Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan

2019

Draft 1 Halaman - 57

bioekonomi berperan penting dalam mengidentifikasi rencana manajemen perikanan

yang menyeimbangkan tujuan perikanan yang saling berkonflik (Holland 2010).

Pada berbagai proses MSE perikanan dunia, OM dibuat lebih dari 1 untuk mencari

model yang sesuai atau paling mendekati dengan kondisi sebenarnya. Akademisi dan

peneliti memiliki peran pada tahap ini dengan menampilkan beberapa alternatif OM

dengan versi yang berbeda-beda dan mengakomodasi tujuan manajemen perikanan

dengan inklusif tipe-tipe ketidakpastian (uncertainty) pada model yang diminta oleh

manajer perikanan. Transparansi dari pembuat atau designer OM perlu dilakukan dan

disampaikan kepada Manajer perikanan terkait OM yang ditawarkan. Manajer

perikanan memilih OM yang mendekati kondisi sebenarnya dan memiliki performa

statistik yang tinggi. Pada beberapa perikanan menggunakan estimasi resiko yang

akan dihadapi dimasa depan dari pemilihan alternatif skenario.

Strategi Manajemen (management strategies)

Data dari OM digunakan sebagai input untuk melakukan strategi manajemen

perikanan. Strategi manajemen perikanan adalah suatu aksi atau tindakan manajemen

yang telah disimulasikan untuk mencapai tujuan-tujuan dalam manajemen perikanan.

Strategi manajemen harus ditentukan dan disetujui sebelumnya dengan stakeholder.

Syarat suatu strategi manajemen memiliki mekanisme umpan balik atau bersifat

adaptif, yaitu:

1) dapat merespon perubahan pada stok; dan

2) dapat melakukan koreksi sendiri (self-correction) secara otomatis dari waktu ke

waktu.

Definisi perikanan dengan data-poor adalah kondisi dimana stok sumberdaya sulit

untuk diestimasi dengan menggunakan analisis data yang dimiliki. Perikanan dengan

data-poor bukan berarti hanya memiliki data hasil tangkapan (catch) dan/atau upaya

penangkapan (effort) saja, tetapi juga data lain yang apabila digunakan untuk stock

assessment, maka akan memberikan nilai yang tidak sesuai atau data-data yang ada

tidak cukup sebagai the best scientific available untuk melakukan stock assessment.

Page 59: NASKAH AKADEMIK 2019 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN

Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan

2019

Draft 1 Halaman - 58

Kondisi perikanan dengan data-poor menyebabkan bahwa indikator stok atau

indikator biologi seperti limit Biomass (𝐵𝑙𝑖𝑚), akan menyulitkan manajer perikanan

untuk bertindak cepat dan berhati-hati dalam mencapai tujuan keberlansungan stok.

Namun demikian indikator harus tetap merefleksikan kondisi stok sumberdaya. Stock

assessment membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang besar. Apabila pada saat

akhir assessment menunjukkan bahwa biomass berada di bawah 𝐵𝑙𝑖𝑚, maka

dikawatirkan tindakan manajemen (management measure) akan terlambat, sehingga

manajer perikanan dianggap gagal mencapai tujuan perikanan pada perspektif

keberlangsungan sumberdaya perikanan. Penutupan perikanan secara tiba-tiba akan

berdampak besar pada kondisi ekonomi dan sosial dari komunitas perikanan tersebut.

Dampak lebih luas lagi akan dirasakan tidak hanya bagi komunitas perikanan tersebut,

tetapi juga pada level yang lebih tinggi/makro.

Indikator yang sesuai untuk digunakan pada perikanan dengan data-poor adalah

informasi yang mudah dan cepat untuk diperoleh manajer perikanan seperti:

perbandingan standarisasi CPUE atau LPUE (landing per unit effort), perbandingan

CPUE atau LPUE pada perikanan jenis tertentu, ukuran ikan yang tertangkap,

proporsi ikan dewasa pada hasil tangkapan, dan lain-lain.

Log book memiliki peran penting dalam memberikan informasi terkait indikator

CPUE atau LPUE per trip sehingga manajer perikanan mendapatkan informasi dan

dapat melakukan management measure dengan cepat apabila kondisi perikanan mulai

mendekati nilai indikator yang ditetapkan. Data observer dapat membantu

menginformasikan manajer perikanan terkait ukuran ikan yang tertangkap dan

proporsi ikan dewasa pada hasil tangkapan dengan lebih cepat dibanding indikator

biologi lainnya.

4.3 Landasan Yuridis

Berdasarkan evaluasi dan analisis peraturan perundang-undangan yang telah diuraikan pada

BAB III, terdapat beberapa Peraturan Perundang-Undangan yang mengatur mengenai

nelayan kecil, termasuk hak dan kewajiban. Namun, dalam pengaturannya masih

Page 60: NASKAH AKADEMIK 2019 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN

Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan

2019

Draft 1 Halaman - 59

menimbulkan multitafsir dalam memaknai nelayan kecil, misalnya dalam penggunaan

batasan pengertian nelayan kecil, apakah < 5 GT, < 7 GT, atau < 10 GT. Perbedaan ini

menimbulkan penafsiran beragam di daerah dalam menetapkan batasan pengertian nelayan

kecil.

Padahal, kejelasan batasan tersebut berdampak terhadap hak dan kewajiban, seperti

kepemilikan dokumen perizinan, kewajiban pendataan, dan kewajiban lainnya terkait dengan

administrasi kegiatan penangkapan ikan. Oleh karena itu, diperlukan beberapa hal, yaitu:

1. Harmonisasi aturan mengenai batasan nelayan kecil.

2. Membangun mekanisme pendataan hasil perikanan tangkap nelayan kecil yang

melibatkan pelaku usaha perikanan lainnya, seperti pedagang pengumpul, koperasi,

LSM/NGO, dan Dinas yang membidangi urusan kelautan dan perikanan.

.

Page 61: NASKAH AKADEMIK 2019 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN

Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan

2019

Draft 1 Halaman - 60

V JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN DAN RUANG LINGKUP

PENGATURAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN

5.1 Sasaran

Penyusunan naskah akademik ini akan dilakukan dalam rangka penyempurnaan

Permen KP Nomor 48/Permen-KP/2014 tentang Log Book Penangkapan Ikan adalah

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan yang sangat dibutuhkan dalam pembangunan

sistem data perikanan tangkap Indonesia.

5.2 Jangkauan dan Arah Pengaturan

Jangkauan dan arah pengaturan dalam penyempurnaan Permen KP Nomor

48/Permen-KP/2014 tentang Log Book Penangkapan Ikan meliputi: bentuk dan jenis log

book penangkapan ikan, kewajiban log book penangkapan ikan, mekanisme penyampaian

dan pelaporan log book penangkapan ikan, analisis dan pelaporan, pembinaan, dan sanksi.

5.3 Materi Muatan

5.3.1 Ketentuan Umum

Beberapa ketentuan umum mengenai nelayan kecil, yaitu:

a. Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan

pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi,

produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran yang dilaksanakan dalam suatu

sistem bisnis perikanan.

b. Ikan adalah segala jenis organisme yang seluruh atau sebagian dari siklus hidupnya

berada di dalam lingkungan perairan.

c. Penangkapan Ikan adalah kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak

dalam keadaan dibudidayakan dengan alat atau cara apa pun, termasuk kegiatan

yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan,

mendinginkan, menangani, mengolah, dan/atau mengawetkannya.

d. Kapal Perikanan adalah kapal, perahu atau alat apung lain yang digunakan untuk

melakukan penangkapan ikan, mendukung operasi penangkapan ikan,

Page 62: NASKAH AKADEMIK 2019 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN

Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan

2019

Draft 1 Halaman - 61

pembudidayaan ikan, pengangkutan ikan, pengolahan ikan, pelatihan perikanan,

dan penelitian eksplorasi perikanan.

e. Kapal Penangkap Ikan adalah kapal yang digunakan untuk menangkap ikan,

termasuk menampung, menyimpan, mendinginkan dan/atau mengawetkan ikan.

f. Surat Izin Penangkapan Ikan, yang selanjutnya disebut SIPI, adalah izin tertulis

yang harus dimiliki setiap kapal perikanan untuk melakukan penangkapan ikan

yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP).

g. Nakhoda adalah salah seorang dari Awak Kapal yang menjadi pimpinan tertinggi

di kapal dan mempunyai wewenang dan tanggung jawab tertentu sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan.

h. Nelayan Kecil adalah Nelayan yang melakukan Penangkapan Ikan untuk

memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, baik yang tidak menggunakan kapal

penangkap Ikan maupun yang menggunakan kapal penangkap Ikan berukuran

paling besar 10 (sepuluh) gros ton (GT).

i. Log book Penangkapan Ikan adalah laporan harian tertulis nakhoda mengenai

kegiatan perikanan dan operasional harian kapal penangkap ikan.

j. Pelabuhan Perikanan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan perairan di

sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan

kegiatan sistem bisnis perikanan yang digunakan sebagai tempat kapal perikanan

bersandar, berlabuh, dan/atau bongkar muat ikan yang dilengkapi dengan fasilitas

keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang perikanan.

k. Bukti Pencatatan Kapal Perikanan adalah surat keterangan yang harus dimiliki

nelayan kecil untuk melakukan kegiatan penangkapan ikan yang menggunakan 1

(satu) kapal berukuran paling besar 10 (sepuluh) Gross Tonage (GT) untuk

memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

l. Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia, yang selanjutnya

disingkat WPPNRI, merupakan wilayah pengelolaan perikanan untuk

penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, konservasi, penelitian, dan

pengembangan perikanan yang meliputi perairan pedalaman, perairan kepulauan,

laut teritorial, zona tambahan, dan zona ekonomi eksklusif Indonesia.

Page 63: NASKAH AKADEMIK 2019 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN

Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan

2019

Draft 1 Halaman - 62

m. Laut Lepas adalah bagian dari laut yang tidak termasuk dalam ZEEI, laut territorial

Indonesia, perairan kepulauan Indonesia, dan perairan pedalaman Indonesian.

n. Surat Persetujuan Berlayar, yang selanjutnya disingkat SPB, adalah dokumen

negara yang dikeluarkan oleh Syahbandar di pelabuhan perikanan kepada setiap

kapal perikanan yang akan berlayar meninggalkan pelabuhan perikanan setelah

kapal perikanan memenuhi persyaratan kelaiklautan kapal, lakik tangkap, dan laik

simpan.

o. Sistem informasi log book penangkapan ikan, yang selanjutnya disingkat SILOPI,

adalah salah satu bentuk pengolahan data perikanan yang dipergunakan dalam

proses pengisian data (data entri), verifikasi, validasi data, analisis data, dan

penyajian informasi log book penangkapan ikan dengan menggunakan peralatan

yang telah ditentukan.

p. log book elektronik adalah log book penangkapan ikan yang diisi secara elektronik.

q. Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang

perikanan.

r. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal yang mempunyai tugas teknis di bidang

perikanan tangkap.

s. Kepala Dinas adalah kepala dinas provinsi atau kabupaten/kota yang membidangi

urusan kelautan dan perikanan.

t. Petugas Data Entry adalah orang yang diberi tugas untuk memasukkan data log

book penangkapan ikan ke SILOPI.

u. Verifikator adalah pejabat fungsional pengelola produksi perikanan tangkap

dan/atau petugas pelabuhan perikanan yang diberi tugas untuk memferivikasi

keseuaian data dan informasi yang disampaikan oleh nakhoda/pemilik kapal

melalui form/log book elektronik penangkapan ikan.

v. Validator adalah pejabat fungsional pengelola produksi perikanan tangkap

dan/atau petugas yang diberi tugas untuk memvalidasi kesesuaian data dan

informasi yang disampaikan oleh nakhoda/pemilik kapal melalui form/log book

elektronik penangkapan ikan.

Page 64: NASKAH AKADEMIK 2019 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN

Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan

2019

Draft 1 Halaman - 63

w. Syahbandar di pelabuhan perikanan adalah pejabat pemerintah yang ditempatkan

secara khusus di pelabuhan perikanan untuk pengurusan administratif dan

menjalankan fungsi menjaga keselamatan pelayaran.

x. STBLKK

5.3.2 Ruang Lingkup

Ruang lingkup pengaturan yang dimuat dalam revisi Permen KP tentang Log book

Penangkapan Ikan, yaitu: (1) kapal penangkap ikan berbendera Indonesia yang beroperasi di

WPPNRI; dan (2) kapal penangkap ikan berbendera Indonesia yang beroperasi di laut lepas.

Berdasarkan batasan tersebut, semua kapal penangkap ikan diharuskan melaksanakan

pencatatan log book penangkapan ikan, termasuk nelayan kecil. Pada Permen KP No.

48/Permen-KP/2014, pengenaan log book penangkapan ikan dikenakan pada kapal

penangkap ikan berbendera Indonesia berukuran di atas 5 GT yang beroperasi di WPPNRI;

dan kapal penangkap ikan berbendera Indonesia yang beroperasi di laut lepas. Dengan

demikian, pada aturan sebelumnya, nelayan kecil yang di bawah 5 GT tidak dikenakan

pelaksanaan log book penangkapan ikan.

5.3.3 Bentuk dan Jenis Log Book Penangkapan Ikan

Log book penangkapan ikan dalam revisi Permen KP revisi ini menggunakan batasan

tonase kapal penangkap ikan. Hal ini berbeda dengan Permen KP No. 48/Permen-KP/2014

yang menggunakan batasan alat penangkap ikan. log book penangkapan ikan yang

menggunakan tonase kapal, yaitu: (a) log book untuk kapal penangkap ikan berukuran

sampai dengan 10 (sepuluh) GT; dan (b) log book untuk kapal penangkap ikan berukuran di

atas 10 (sepuluh) GT. Pembatasan tersebut didasarkan pada batasan nelayan kecil, dimana

nelayan skala besar di atas 10 GT yang diwajibkan memiliki izin juga diwajikan menerapkan

log book penangkapan ikan. Sementara nelayan kecil 10 GT dikelompokkan menjadi dua,

yaitu di bawah 5 GT dan nelayan yang menggunakan kapal 5-10 GT.

Adapun Log book penangkapan ikan memuat informasi mengenai:

a. data kapal penangkap ikan, antara lain meliputi: pemilik kapal, ukuran kapal, dan

pembuatan kapal.

Page 65: NASKAH AKADEMIK 2019 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN

Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan

2019

Draft 1 Halaman - 64

b. data alat penangkapan ikan, antara lain meliputi: jenis, ukuran, dan jumlah.

c. data operasi penangkapan ikan, antara lain meliputi: daerah operasi penangkapan

(lintang bujur), dan jam (waktu operasi).

d. data ikan hasil tangkapan, antara lain meliputi: jenis, jumlah, dan ukuran panjang.

5.3.4 Kewajiban Log Book Penangkapan Ikan

Sebagai salah satu instrumen pengumpulan data hasil tangkapan, maka pengenaan

kewajiban pelaksanaan atau penerapan log book diwajibkan untuk semua kapal penangkap

ikan, baik yang kapal perikanan berbendera Indonesia yang beroperasi di WPPNRI maupun

yang beroperasi di Laut Lepas. Untuk menciptakan data dan informasi yang valid, maka

pengisian log book penangkapan ikan diwajibkan untuk dilakukan di atas kapal oleh nakhoda

kapal penangkap ikan. Dengan demikian, nakhoda wajib membawa formulir log book

penangkapan ikan.

Sementara itu, terkait dengan mekanisme penyampaian dan pelaporan log book

penangkapan ikan dibagi menjadi dua kelompok, yaitu:

(1) alur pelaksanaan log book penangkapan ikan kapal penangkap ikan di pelabuhan

perikanan

Dalam pelaksanaan log book penangkapan ikan, setiap nakhoda atau pemilik kapal

penangkap ikan diwajibkan membawa form log book penangkapan ikan. Formulir log

book penangkapan ikan diperoleh dari Syahbandar yang sebelumnya mendapatkan

Surat Tanda Bukti Lapor Kedatangan dan Keberangkatan Kapal (STBLKK).

Kewajiban membawa log book penangkapan ikan tersebut dikenakan terhadap kapal

penangkap ikan yang berukuran 0-30 GT.

Nakhoda sebagai pimpinan di atas kapal penangkap ikan wajib melakukan pengisian

log book penangkapan ikan di atas kapal. Pengisian log book penangkapan ikan di atas

kapal tersebut dalam rangka menciptakan data yang sebenarnya (objective) dan tepat

waktu (up to date). Teknis mengenai pengisian data log book penangkapan ikan

tersebut dibedakan antara nelayan yang menggunakan kapal penangkap ikan berukuran

di bawah 10 GT dengan di atas 10 GT.

Page 66: NASKAH AKADEMIK 2019 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN

Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan

2019

Draft 1 Halaman - 65

Setelah melakukan pengisian log book penangkapan ikan, nakhoda atau pemilik kapal

wajib menyerahkan log book penangkapan ikan yang telah diisi sebelum mendaratkan

ikan hasil tangkapan kepada syahbandar di pelabuhan perikanan atau petugas log book

penangkapan ikan. Kewajiban penterahan log book penangkapan ikan tersebut untuk

mendapatkan verifikasi dari dari petugas Syahbandar yang bertugas.

Selain cara manual di atas, setiap nakhoda atau pemilik kapal penangkap ikan yang

berukuran di atas 30 GT wajib menggunakan log book elektronik. Kewajiban

penggunaan log book elektronik tersebut didahului dengan penyampaian permohonan

aktivasi akun yang terdaftar pada aplikasi ke Syahbandar di pelabuhan perikanan atau

petugas Log Book penangkapan ikan. Sebagaimana halnya pengisian log book secara

manual, dalam pengisian log book elektronik ini pun, setiap nakhoda kapal penangkap

ikan wajib memasukkan koordinat untuk setiap awal dan akhir kegiatan penangkapan

ikan ke dalam system aplikasi. Selanjutnya, nakhoda nakhoda kapal penangkap ikan

diwajibkan untuk memasukan data hasil tangkapan ikan ke dalam aplikasi e-log book

penangkapan ikan sebagai bentuk laporan kepada Syahbandar di pelabuhan

perikanan/Petugas Log Book penangkapan ikan. Kewajiban pemasukan data hasil

tangkapan ikan tersebut dilakukan untuk setiap kali penangkapan. Dengan kata lain,

dalam setiap proses mulai dari persiapan (setting) hingga pengangkatan (hauling) wajib

dilakukan proses pemasukan data.

Tahap selanjutnya adalah pemeriksaan dan verifikasi yang dilakukan oleh Syahbandar

atau Petugas log book penangkapan ikan di pelabuhan perikanan. Setelah nakhoda

kapal penangkap ikan menyerahkan log book penangkapan ikan, maka Syahbandar

atau Petugas log book penangkapan ikan melakukan pemeriksaan mengenai kesesuaian

antara alat penangkapan ikan yang digunakan dengan jenis ikan hasil tangkapan, dan

kesesuaian antara periode waktu operasi penangkapan ikan dengan jumlah hasil

tangkapan. Apabila dalam pemeriksaan ditemukan ketidaksesuaian tersebut, maka,

nakhoda tidak dapat melakukan pembongkaran ikan hasil tangkapan. Begitu juga

sebaliknya, apabila Syahbandar atau Petugas log book penangkapan ikan melihat

terjadi kesesuaian, maka nakhoda diberikan izin untuk melakukan pembongkaran hasil

tangkapan ikan.

Page 67: NASKAH AKADEMIK 2019 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN

Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan

2019

Draft 1 Halaman - 66

Atas ketidaksesuaian data dan informasi log book penangkapan ikan yang ditemukan

oleh Syahbandar atau Petugas log book penangkapan ikan, maka nakhoda diminta

untuk menjelaskan permasalahan tersebut. Apabila jawaban nakhoda sesuai, maka

Syahbandar atau Petugas log book penangkapan ikan memberikan izin untuk

melakukan pembongkaran hasil tangkapan ikan. Begitu juga sebaliknya, bila jawaban

nakhoda tidak dapat diterima Syahbandar atau Petugas log book penangkapan ikan,

maka pihak Syahbandar atau Petugas log book penangkapan ikan tidak memberikan

izin untuk melakukan pembongkaran hasil tangkapan ikan.

Data log book penangkapan ikan yang telah sesuai dan penjelasannya dapat diterima

Syahbandar atau Petugas log book penangkapan ikan, maka data dan informasi log

book penangkapan ikan tersebut diserahkan kepada petugas Data Entry untuk

dimasukan kedalam Sistem Informasi Log Book Penangkapan Ikan (SILOPI). Adapun

data yang berhasil dimasukan ke dalam SILOPI selanjutnya dilakukan verifikasi oleh

Verifikator untuk memastikan kebenaran data yang diinput, untuk selanjutnya

disampaikan kepada Kepala Pelabuhan Perikanan yang akan dilaporkan kepada

Direktur Jenderal secara online melalui Sistem Informasi Log Book Penangkapan Ikan.

(2) alur pelaksanaan log book penangkapan ikan kapal penangkap ikan di luar pelabuhan

perikanan.

Alur pelaksanaan log book penangkapan ikan di luar pelabuhan perikanan dilakukan

untuk kapal penangkap ikan yang berukuran di bawah 10 GT. Sama halnya dengan

kapal penangkap ikan berukuran di atas 30 GT, nakhoda kapal-kapal berukuran di

bawah 10 GT diharapkan membawa form log book penangkapan ikan. Form log book

penangkapan ikan tersebut diperoleh dari petugas log book penangkapan ikan yang

berwenang yang ditetapkan Pemerintah Daerah.

Dalam pengisian log book penangkapan ikan, nelayan kecil dapat melakukan pengisian

log book penangkapan ikan di atas kapal dan/atau pada saat pendaratan ikan hasil

tangkapan. Pengisian tersebut disesuaikan dengan kondisi kapal, karena bila

diwajibkan membawa form log book penangkapan ikan ke tengah laut dikhawatirkan

rusak.

Page 68: NASKAH AKADEMIK 2019 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN

Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan

2019

Draft 1 Halaman - 67

Selanjutnya, nelayan kecil wajib menyerahkan log book penangkapan ikan yang telah

diisi sebelum mendaratkan ikan hasil tangkapan kepada Petugas log book penangkapan

ikan yang berwenang. Petugas log book penangkapan ikan untuk nelayan kecil

ditetapkan oleh Pemerintah Daerah sesuai kewenangannya.

Setelah menerikan log book penangkapan ikan, petugas log book penangkapan ikan

melakukan pemeriksaan, yang meliputi: (a) kesesuaian antara alat penangkapan ikan

yang digunakan dengan jenis ikan hasil tangkapan; (b) kesesuaian antara periode waktu

operasi penangkapan ikan dengan jumlah hasil tangkapan; dan (c) kesesuaian lokasi

penangkapan ikan. Dalam hal hasil pemeriksaan data log book tersebut telah sesuai,

maka Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan menugaskan kepada Petugas Log Book

Penangkapan Ikan untuk mengirimkan kepada Petugas Data Entry untuk memasukan

kedalam Sistem Informasi Log Book Penangkapan Ikan. Data log book yang telah

dimasukan ke dalam Sistem Informasi Log Book Penangkapan Ikan tersebut

selanjutnya diverifikasi oleh Verifikator untuk memastikan kebenaran data yang

diinput. Hasil verifikasi tersebut disampaikan kepada Kepala Dinas untuk selanjutnya

dilaporkan kepada Direktur Jenderal secara online melalui Sistem Informasi Log Book

Penangkapan Ikan.

Secara diagramatik mekanispe pelaporan log book penangkapan ikan untuk nelayan

kecil dapat dilihat pada Gambar 4.

Page 69: NASKAH AKADEMIK 2019 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN

Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan

2019

Draft 1 Halaman - 68

Gambar 4. Mekanisme Pelaporan Log Book Penangkapan Ikan untuk Nelayan Kecil

5.3.5 Analisis Laporan

Setelah log book penangkapan ikan diverfikasi oleh Syahbandar atau Petugas Log

Book Penangkapan Ikan, maka tahap selanjutnya adalah analisis terhadap data dan informasi

dari log book penangkapan ikan tersebut. Proses analisis data laporan tersebut dilakukan oleh

Direktur Jenderal Perikanan Tangkap dengan beberapa tahapan, yaitu:

a. validasi data, adalah penetapan kebenaran data log book penangkapan ikan untuk

dianalisis. Dalam proses validasi data, Direktur Jenderal Perikanan Tangkap dibantu

oleh tim pengolahan dan analisis log book penangkapan ikan.

a. analisis data, adalah rekapitulasi dan pengolahan, serta melakukan analisis data log

book penangkapan ikan yang telah divalidasi. Adapun hasil analisis data

menghasilkan beberapa data dan informasi, yaitu: tingkat kepatuhan kapal,

pelabuhan perikanan yang menerapkan log book penangkapan ikan, dan analisis hasil

Page 70: NASKAH AKADEMIK 2019 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN

Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan

2019

Draft 1 Halaman - 69

tangkapan. Untuk analisis hasil tangkapan meliputi: (a) hasil tangkapan total; (b)

komposisi jenis hasil tangkapan per pelabuhan; (c) hasil tangkapan per alat penangkapan

ikan; (d) komposisi jenis hasil tangkapan per alat penangkapan ikan; (e) hasil tangkapan ikan

per API per WPPNRI; (f) upaya penangkapan ikan per WPPNRI (Sebaran ukuran range GT

kapal perikanan per API per WPPNRI dan data-data operasional penangkapan ikan lainnya

di setiap WPPNRI); (g) analisis tren upaya penangkapan ikan per alat penangkapan ikan dan

per WPP dan tren pemanfaatan sumber daya ikan; (h) komposisi jenis hasil tangkapan yang

dikelompokkan sebagai Ecological Related Species; (i) musim penangkapan ikan; dan (j)

tingkat kepatuhan nelayan dalam pengelolaan pemanfaatan sumberdaya ikan yang

berkelanjutan.

Dalam proses analisa data dan informasi log book penangkapan ikan tersebut

melibatkan berbagai pihak, mulai dari lintas eselon di Kementerian Kelautan dan

Perikanan seperti Badan Riset dan Pengembangan Sumberdaya Manusia, Perguruan

Tinggi, dan NGO.

b. Pengambilan kesimpulan, dilakukan terhadap hasil-analisis data log book penangkapan

ikan. kesimpulan yang dihasilkan dari serangkaian pengolahan data dan informasi akan

disampaikan kepada Menteri Kelautan dan Perikanan setiap 6 (enam) bulan sebagai

bahan pertimbangan terhadap kebijakan pengelolaan perikanan

5.3.6Pembinaan

Pembinaan log book penangkapan ikan dilakukan oleh Menteri Kelautan dan

Perikanan, Gubernur, dan Bupati/Wali Kota sesuai kewenangannya. Hal ini merujuk pada

UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, dalam menyelenggarakan urusan

pemerintahan, khususnya dalam pengelolaan perikanan dan pemberdayaan nelayan.

Pembinaan dilakukan kepada Kepala Pelabuhan Perikanan, Kepala Dinas, Syahbandar di

pelabuhan perikanan, Petugas Data Entry, Verifikator, Petugas Log Book Penangkapan Ikan,

Nakhoda, pemilik kapal, dan nelayan kecil. Adapun bentuk pembinaan tersebut, yaitu:

sosialisasi, pelatihan, bimbingan teknis; dan/atau penyuluhan.

5.3.7 Sanksi

Page 71: NASKAH AKADEMIK 2019 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN

Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan

2019

Draft 1 Halaman - 70

Pemilik kapal penangkap ikan atau nakhoda yang tidak mematuhi kewajiban

pelaksanaan log book penangkapan ikan akan dikenakan sanksi administratif bagi kapal

penangkap ikan berukuran di atas 10 GT dan penghentian pemberian insentif perikanan bagi

kapal penangkap ikan berukuran di bawah 10 GT. Sanksi Administratif yang dikenakan

kepada Nakhoda/Pemilik Kapal Penangkap Ikan yang berukuran di atas 10 GT, yaitu:

a. teguran tertulis, yang dikenakan kepada nakhoda atau pemilik kapal yang

melakukan pelanggaran-pelanggaran sebagai berikut:

(1) tidak membawa log book penangkapan ikan

(2) tidak mengisi log book penangkapan ikan di atas kapal.

(3) Tidak mengaktifkan akun e-log book penangkapan ikan untuk kapal di atas 30

GT.

b. Paksaan, dikenakan kepada nakhoda/pemilik kapal yang melakukan pelanggaran-

pelanggaran sebagai berikut, yaitu:

(1) tidak menyerahkan log book penangkapan ikan .

(2) tidak memasukkan koordinat untuk setiap awal dan akhir kegiatan penangkapan

ikan untuk kapal di atas 30 GT.

(3) tidak memasukan data hasil tangkapan ikan ke dalam aplikasi e-log book

penangkapan ikan untuk kapal di atas 30 GT.

(4) log book yang diserahkan tidak sesuai dan penjelasan tidak dapat diterima

adapun bentuk paksaan tersebut adalah penolakan penerbitan SPB dan penolakan

pembongkaran ikan.

c. Pembekuan, dikenakan kepada nakhoda/pemilik kapal yang melakukan

pelanggaran-pelanggaran sebagai berikut, yaitu:

(1) tidak melaksanakan paksaan; dan

(2) tidak melaksanakan perbaikan log book penangkapan ikan.

Bentuk pembekuan berupa pembekuan SIPI untuk jangka waktu paling lama 1

(satu) bulan.

d. Pencabutan, dikenakan kepada nakhoda/pemilik kapal yang melakukan

pelanggaran-pelanggaran sebagai berikut, yaitu:

Page 72: NASKAH AKADEMIK 2019 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN

Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan

2019

Draft 1 Halaman - 71

(1) tidak melaksanakan sebagian besar atau seluruh paksaan pemerintah yang telah

diterapkan dalam waktu tertentu;

(2) tidak memenuhi kewajibannya hingga masa pembekuan SIPI berakhir

Sementara itu, sanksi bagi kapal penangkap ikan yang berukuran di bawah 10 GT

adalah penghentian pemberian insentif perikanan sebagaimana disebutkan di atas. Sanksi

penghentian pemberian insentif perikanan tersebut untuk kapal penangkap ikan yang tidak

menyerahkan log book penangkapan ikan dan penjelasan tidak dapat diterima.

Pelanggaran tersebut akan dilaporkan oleh Petugas Log Book Penangkapan Ikan yang

berwenang di sentra nelayan melaporkan kepada kepala Dinas Provinsi. Berdasarkan laporan

tersebut, kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi meneruskan kepada Gubernur

sebagai bahan pertimbangan dalam pemberian insentif perikanan. Pemberian insentif

perikanan tersebut harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, angtara

lain subsidi BBM, asuransi nelayan, bantuan alat penangkapan ikan, bantuan kapal

penangkapan ikan, bantuan alat bantu penangkapan ikan, bantuan permodalan, dan lain

sebagainya.

Page 73: NASKAH AKADEMIK 2019 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN

Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan

2019

Draft 1 Halaman - 72

VI PENUTUP

Naskah Akademik ini dapat menjadi landasan ilmiah dan acuan dalam menyusun kebijakan

dan peraturan hukum terkait dengan rencana penerapan log book penangkapan ikan, mulai

dari nelayan nelayan kecil atau small-scale fisheries (SSF) hingga nelayan skala besar atau

industry di Indonesia dengan mekanisme sistem pelaporannya yang efektif, efisien, akurat

dan berkelanjutan. Diharapkan hasil dari pengumpulan data log book tersebut dapat

dimanfaatkan untuk kepentingan pengelolaan perikanan tangkap yang berkelanjutan.

Page 74: NASKAH AKADEMIK 2019 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN

Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan

2019

Draft 1 Halaman - 73

REFERENSI

Béné, C., Hersoug, B., E.H., A. (2010) Not by Rent Alone : Analysing the Pro-Poor Functions

of Small-Scale Fisheries in Developing Countries. Development Policy Review 28,

325-358

Butterworth, D.D.S., Punt, A.E. (1999) Experiences in the evaluation and implementation of

management procedures. ICES Journal of Marine Science 56, 985-998

Carruthers, T.R., Kell, L.T., Butterworth, D.D.S., et al. (2016) Performance review of simple

management procedures. ICES Journal of Marine Science: Journal du Conseil 73,

464-482.10.1093/icesjms/fsv212

Cotter, A.J.R., Pilling, G.M. (2007) Landings, log books and observer surveys: improving

the protocols for sampling commercial fisheries. Fish and Fisheries 8, 123-152.DOI

10.1111/j.1467-2679.2007.00241.x

Cunningham, S., Neiland, A.E., Arbuckle, M., Bostock, T. (2009) Wealth-based Fisheries

Management: Using Fisheries Wealth to Orchestrate Sound Fisheries Policy in

Practice. Marine Resource Economics.10.5950/0738-1360-24.3.271Doddema, M.,

Spaargaren, G., Wiryawan, B., Bush, S.R. (2018) Fisher responses to private

monitoring interventions in an Indonesian tuna handline fishery. Fisheries Research

208, 49-57.10.1016/j.fishres.2018.07.009

FAO (1995) Precautionary Approach to Fisheries. Part 1: Guidelines on the precautionary

approach to capture fisheries and species introductions., 52.

FAO (1999) Guidelines for the Routine Collection of Capture Fishery Data. FAO Fisheries

Technical Paper, FAO, Rome, p. 113p.

FAO Improving our knowledge on small-scale fisheries: data needs and methodologies.

(Proceedings of the Workshop on improving our knowledge on small-scale fisheries:

data needs and methodologies, Rome, Italy, 2017). FAO, City.

Gill, D.A., Oxenford, H.A., Turner, R.A., Schuhmann, P.W. (2019) Making the most of data-

poor fisheries: Low cost mapping of small island fisheries to inform policy. Marine

Policy 101, 198-207.10.1016/j.marpol.2017.10.040

Gray, C.A. (2016) Evaluation of fishery-dependent sampling strategies for monitoring a

small-scale beach clam fishery. Fisheries Research 177, 24-

30.10.1016/j.fishres.2016.01.007

Grimble, Robin and Man-Kwun Chan. (1995) Stakeholder analysis for natural resource

management in developing countries. Natural Resources Forum Vol.19, Issue2, pp.

113-124.10.1111/j.1477-8947.1995.tb00599

Holland, D.S. (2010) Management strategy evaluation and management procedures: tool for

rebuilding and sustaining fisheries. OECD Food, Agriculture and Fisheries Working

Paper No. 1815-6797.

Page 75: NASKAH AKADEMIK 2019 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN

Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan

2019

Draft 1 Halaman - 74

Karr, K.A., Fujita, R., Carcamo, R., et al. (2017) Integrating Science-Based Co-management,

Partnerships, Participatory Processes and Stewardship Incentives to Improve the

Performance of Small-Scale Fisheries. Frontiers in Marine Science

4.10.3389/fmars.2017.00345

MMAF (2016) Statistik perikanan tangkap Indonesia menurut Provinsi, 2016.

Pascoe, S.D., Plagányi, É.E., Dichmont, C.M. (2017) Modelling multiple management

objectives in fisheries: Australian experiences. ICES Journal of Marine Science 74,

464-474.10.1093/icesjms/fsw051

Pauly, D. (1997) Small scale fisheries tropics: marginality, marginalization and some

implications for fisheries management. In: Global trends: Fisheries Management.

(Ed. D.D.H. E.K. Pikitch, M.P.Sissenwine (eds) ), American Fisheries Society

Symposium, Bethesda, Maryland, pp. 40-49.

Prescott, J., Riwu, J., Stacey, N., Prasetyo, A. (2016) An unlikely partnership: fishers’

participation in a small-scale fishery data collection program in the Timor Sea.

Reviews in Fish Biology and Fisheries 26, 679-692.10.1007/s11160-015-9417-7

Punt, A.E. (2017) Strategic management decision-making in a complex world: Quantifying,

understanding, and using trade-offs. ICES Journal of Marine Science 74, 499-

510.10.1093/icesjms/fsv193

Quynh, C.N.T., Schilizzi, S., Hailu, A., Iftekhar, S. (2018) Fishers' Preference Heterogeneity

and Trade-offs Between Design Options for More Effective Monitoring of Fisheries.

Ecological Economics 151, 22-33.10.1016/j.ecolecon.2018.04.032The World Bank

(2012) The Hidden Harvest - The Global Contribution of Capture Fisheries.

Rochet, M.J., Rice, J.C. (2009) Simulation-based management strategy evaluation: Ignorance

disguised as mathematics? ICES Journal of Marine Science 66, 754-

762.10.1093/icesjms/fsp023

Sumaila, U.R., Khan, A.S., Dyck, A.J., et al. (2010) A bottom-up re-estimation of global

fisheries subsidies. Journal of Bioeconomics 12, 201-225.10.1007/s10818-010-9091-

8

Yuniarta, S., van Zwieten, P.A.M., Groeneveld, R.A., Wisudo, S.H., van Ierland, E.C. (2017)

Uncertainty in catch and effort data of small- and medium-scale tuna fisheries in

Indonesia: Sources, operational causes and magnitude. Fisheries Research 193, 173-

183.10.1016/j.fishres.2017.04.009

Zeller, D., Harper, S., Zylich, K., Pauly, D. (2014) Synthesis of underreported small-scale

fisheries catch in Pacific island waters. Coral Reefs 34, 25-39.10.1007/s00338-014-

1219-1