naskah akademik 2019 peraturan menteri kelautan dan
TRANSCRIPT
2019
KERJASAMA
DIREKTORAT PENGELOLAAN SUMBER DAYA IKAN DIREKTORAT JENDERAL PERIKANAN TANGKAP KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN dan
USAID - SEA PROJECT
NASKAH AKADEMIK PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN
PERIKANAN TENTANG LOGBOOK PENANGKAPAN IKAN
NELAYAN KECIL
Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan
2019
Draft 1 Halaman - 1
DAFTAR ISI
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 2
1.2 Identifikasi Masalah ......................................................................................... 3
1.3 Tujuan ................................................................................................................ 5
1.4 Metode ............................................................................................................... 5
II. KAJIAN TEORETIS DAN PRAKTIK EMPIRIS
2.1 Kajian Teoritis ................................................................................................... 11
2.2 Praktik Empiris ….............................................................................................. 15
III. EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
TERKAIT
3.1 Undang Undang ............................................................................................... 23
3.2 Peraturan Pemerintah …................................................................................... 28
3.3 Peraturan Presiden …....................................................................................... 30
3.4 Peraturan Menteri ............................................................................................. 35
IV. LANDASAN FILOSOFIS, LANDASAN SOSIOLOGIS, DAN LANDASAN
YURIDIS
4.1 Landasan Filosofis …...................................................................................... 47
4.2 Landasan Sosiologis ....................................................................................... 47
4.3 Landasan Yuridis ………………………….................................................... 60
V. JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP
PENGATURAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN
5.1 Sasaran .......................................................................................................... 61
5.2 Jangkauan dan Arah Pengaturan .................................................................... 61
5.3 Materi Muatan ………………….................................................................... 61
VI. PENUTUP ............................................................................................................. 67
REFERENSI ………………………………………………………………………..... 68
LAMPIRAN .………………………………………………………………………..... 70
Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan
2019
Draft 1 Halaman - 2
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Data merupakan hal utama dalam sebuah proses pembangunan, termasuk pembangunan
perikanan tangkap. Keakuratan data produksi hasil tangkapan ikan merupakan salah satu
komponen penting dalam upaya membangun sektor perikanan tangkap yang berkelanjutan.
Hal ini dikarenakan, data penangkapan ikan dapat digunakan sebagai dasar penyelenggaraan
pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah (provinsi/kabupaten/kota)
untuk membuat kebijakan dalam rangka mewujudkan perikanan tangkap bertanggung jawab
dan berkelanjutan.
Keakuratan data produksi hasil tangkapan ikan dapat diwujudkan jika pendataan dilakukan
dengan baik dan sesuai dengan prosedur pendataan yang telah ditetapkan. Menurut Suryadi
(2001), pendataan hasil tangkapan merupakan hal penting untuk mengetahui seberapa besar
hasil tangkapan yang dikeluarkan dari suatu perairan dan berapa besar produksi suatu tempat
pendaratan atau pelabuhan perikanan (PP). Berdasarkan hal tersebut, Pemerintah yang dalam
hal ini Kementerian Kelautan dan Perikanan mengeluarkan berbagai instrumen dalam
mengumpulkan data hasil tangkapan ikan yang dapat dipertanggungjawabkan.
Penempatan observer dan penggunaan log book penangkapan ikan adalah upaya pemerintah
dalam mewujudkan perikanan berkelanjutan tersebut. Khusus terkait dengan log book
penangkapan ikan, Pemerintah telah memiliki Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan
(Permen KP) Nomor 48/Permen-KP/2014 tentang Log Book Penangkapan Ikan. namun
demikian, dalam perkembangannya Permen KP Nomor 48/Permen-KP/2014 dihadapkan
pada kompleksitas perikanan yang perlu diselesaikan, salah satunya kekosongan hukum
pengaturan mengenai nelayan kecil.
Padahal secara global, perikanan dunia lebih dari 90% didominasi oleh perikanan skala kecil
(small-scale fisheries atau SSF), sekitar 32 juta orang bekerja sebagai nelayan di negara-
negara berkembang (The World Bank 2012). Hal ini pun sama di Indonesia, jumlah
kelompok kapal ikan perikanan skala kecil (<10GT) diestimasi lebih dari 90% dari jumlah
total kapal ikan di Indonesia (KKP 2016).
Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan
2019
Draft 1 Halaman - 3
Sementara itu, berdasarkan The World Bank (2012) menunjukkan bahwa perikanan skala
kecil berkontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), keamanan pangan, lapangan
kerja, mata pencaharian lokal dan ekonomi nasional. Namun, manfaat kontribusi perikanan
terhadap ketahanan pangan dan sosial ekonomi belum dapat diperkirakan karena informasi
hasil tangkapan nelayan tidak memadai atau bahkan tidak tersedia. Kurangnya informasi
tentang kontribusi perikanan menyebabkan adanya marginalisasi dalam proses kebijakan.
Selain itu, kekurangan data SSF juga menghambat adanya kebijakan manajemen perikanan.
Ia juga mengakui bahwa yang termasuk dalam tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs)
khususnya target 1 (tidak ada kemiskinan), 2 (tidak ada kelaparan), dan (melestarikan
pemanfaatan sumber daya laut secara berkelanjutan) yang terkait dengan manajemen
perikanan.
Manajemen perikanan skala kecil masih menjadi kendala karena kekurangan data dan
kurangnya informasi tentang perikanan. Pengumpulan data merupakan suatu bagian dari
sistem pemantauan dalam pengelolaan perikanan, dan tahap awal untuk analisis pengelolaan
perikanan dan pengambilan keputusan dalam upaya pengelolaan sumber daya. Kegagalan
dalam manajemen dapat mempengaruhi stok masa depan dan kinerja ekonomi perikanan.
Beberapa tantangan dalam pengelolaan perikanan skala kecil yaitu masalah data perikanan
yang terbatas (FAO, 2017), aktivitas penangkapan ikan illegal yang tidak dilaporkan
(Yuniarta et al., 2017), daerah yang sulit diakses (Pauly, 1997), membutuhkan biaya yang
lebih tinggi untuk mengumpulkan data (Zeller et al., 2014).
Pengumpulan data tentang perikanan skala kecil (SSF) harus sederhana dan mudah dipahami
oleh para nelayan (FAO 2017). Pengumpulan data dapat mengurangi risiko eksploitasi yang
berlebihan dan meningkatkan pemahaman tentang eksploitasi sumber daya perikanan.
Namun, karena informasi tersebut harus memberi manfaat pada tujuan pengelolaan
perikanan, data yang dikumpulkan juga harus memenuhi persyaratan pengguna data. Selain
itu, informasi tersebut harus dapat diakses oleh semua pemangku kepentingan secara tepat
waktu.
Selain permasalahan nelayan kecil, log book penangkapan ikan yang ada dihadapkan pada
beberapa permasalahan, yaitu: (a) format log book penangkapan ikan sangat komplek,
Commented [IS1]: Selain dari peranan sosek, dampak nelayan kecil terhadap resources. Guna mamastikan keberlanjutan fugsi sosial dan ekonomi, diperkukan pengaolaan dan monitoring hasil tangkapan nelayan kecil
Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan
2019
Draft 1 Halaman - 4
sehingga menyulitkan dalam pengisian; (b) sistem sanksi yang belum jelas dengan
mekanisme perizinan; (c) sistem insentif bagi nelayan kecil yang belum terintegrasi dengan
bantuan pemerintah (subsidi positif); dan (d) mekanisme analisa dan penggunaan data
sharing yang belum jelas. Berdasarkan hal tersebut, perlu dilakukan perbaikan terhadap
Permen KP Nomor 48/Permen-KP/2014 tentang Log Book Penangkapan Ikan.
1.2 Identifikasi Masalah
1. Bagaimana pelaksanaan pengaturan log book penangkapan ikan selama ini?
2. Mengapa perlu dilakukan revisi Permen KP Nomor 48/Permen-KP/2014 tentang Log
Book Penangkapan Ikan?
3. Apa yang menjadi pertimbangan atau landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis revisi
Permen KP Nomor 48/Permen-KP/2014 tentang Log Book Penangkapan Ikan.
4. Apa sasaran yang akan diwujudkan, ruang lingkup pengaturan, jangkauan dan arah
pengaturan Permen KP Nomor 48/Permen-KP/2014 tentang Log Book Penangkapan
Ikan?
1.3 Tujuan
Sesuai dengan latar belakang dan identifikasi masalah yang dikemukakan di atas, maka
penyusunan Naskah Akademik memiliki tujuan sebagai berikut:
1. Untuk memberikan latar belakang, arahan dan dukungan dalam perumusan revisi
Permen KP Nomor 48/Permen-KP/2014 tentang Log Book Penangkapan Ikan ;
2. Untuk mengetahui sasaran yang akan diwujudkan, ruang lingkup pengaturan,
jangkauan dan arah pengaturan Permen KP tentang Log Book Penangkapan Ikan.
3. Untuk terwujudnya pengelolaan perikanan yang bertanggung jawab dan
berkelanjutan.
Selanjutnya kegunaan penyusunan Naskah Akademik Permen KP tentang Log Book
Penangkapan Ikan adalah sebagai acuan atau referensi penyusunan dan pembahasan ermen
KP tentang Log Book Penangkapan Ikan.
Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan
2019
Draft 1 Halaman - 5
1.4 Metode
Pendekatan yang digunakan dalam kegiatan ini secara diagramatik dapat dilihat pada Gambar
1. Tahapan yang dilakukan pertama kali adalah identifikasi terhadap peraturan perundang-
undangan dan kebijakan. Selanjutnya dilakukan analisa isi (content analysis) terhadap
beberapa sumber hukum primer berupa peraturan perundang-undangan dan sumber hukum
sekunder berupa hasil kajian hukum yang terkait dengan pelaksanaan log book penangkapan
ikan. Analisa tersebut menghasilkan naskah akademik yang akan digunakan dalam
penyusunan Rancangan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan. Tahapan kajian ini
disajikan pada Gambar 1.
Gambar 2 Kerangka Pendekatan Kajian
Penyusunan Naskah Akademik Rancangan Peraturan dilakukan dengan menggunakan
pendekatan deskriptif analitis yang berasal dari data sekunder yang terdiri dari bahan-bahan
Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan
2019
Draft 1 Halaman - 6
hukum primer (peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan invetasi pulau-pulau
kecil), dan bahan hukum sekunder (buku-buku) dan bahan hukum tertier (hasil-hasil
penelitian, pengkajian, majalah ilmiah dsb), serta data-data yang diperoleh dari para anggota
tim.
Sumber hukum penyusunan naskah akademik ini mengacu pada inventarisasi permasalahan,
kemudian diupayakan untuk menarik asas-asas hukum dan rumusan norma yang akan
dijadikan acuan penyusunan Rancangan Peraturan. Sedangkan inventarisasi dan pengolahan
data dilakukan melalui:
1. Penelusuran kepustakaan, dengan melihat berbagai peraturan perundang-perundang
yang sudah ada, dan yang berkaitan erat dengan hal tersebut;
2. Diskusi dengan anggota tim dan beberapa pakar yang menjadi narasumber dalam
kajian ini.
Sehubungan dengan sumber hukum yang berkaitan dengan pengelolaan nelayan kecil
tersebut diharapkan dapat ditarik asas-asas hukum dan norma-norma yang terdapat dalam
hukum nasional maupun kaidah-kaidah yang berlaku, yang mengarah pada materi muatan
yang dilengkapi dengan alasan yang cukup, untuk dapat dipertimbangkan dalam penyusunan
Rancangan Peraturan.
Sebagaimana pendekatan studi yang tertera pada Gambar 2, maka diperlukan metode
pengumpulan data yang tepat dan efisien dalam menganalisa isu permasalahan yang terkait
dengan pengelolaan nelayan kecil. Dalam konteks ini, metode pengumpulan data akan
dilakukan baik secara desk studi, field study dan focus group disscusion yang menjadi basis
ketersediaan data dan informasi yang akan dikumpulkan.
Dalam kajian ini digunakan dua jenis analisis, yaitu: Pertama, analisis yuridis normatif.
Metode pendekatan yuridis-normatif maksudnya adalah bahwa penelitian ini menekankan
pada ilmu hukum dan menitikberatkan pada pengumpulan data sekunder yang merupakan
bahan-bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Kedua, analisa pemangku kepentingan
(stakeholders analysis) yang dilakukan pada field study. Stakeholders analysis didefinisikan
sebagai sebuah prosedur untuk mendapatkan pemahaman terhadap suatu sistem melalui
identifikasi pelaku-pelaku utama (key actors) atau pemangku utama (stakeholders) di dalam
Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan
2019
Draft 1 Halaman - 7
sistem tersebut, dan mengidentifikasi keinginan-keinginan mereka terhadap sistem tersebut
(Grimble and Kwun-Chan, 1995). Selanjutnya, Grimble and Kwun-Chan (1995)
mengungkapkan bahwa “stakeholders” itu sendiri didefinisikan sebagai semua pihak yang
mempengaruhi atau dipengaruhi (terkena pengaruh) oleh kebijakan, keputusan dan aksi dari
sistem tersebut. Dengan demikian, unit stakeholders bisa berupa individu, kelompok sosial,
komunitas berbagai level dalam masyarakat.
Sementara itu, tahapan dalam pelaksanaan stakeholders analysis paling tidak mencakup (1)
mengidentifikasi tujuan dari analisis; (2) membangun pemahaman terhadap sistem dan para
pengambil keputusan; (3) mengidentifikasi principal stakeholders; (4) menginvestigasi
keinginan stakeholders, karakteristik dan lingkungannya; (5) mengidentifikasi pola dan
konteks dari interaksi antar stakeholders.
Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan
2019
Draft 1 Halaman - 8
II. KAJIAN TEORETIS DAN PRAKTIK EMPIRIS
2.1 Kajian Teoritis
1. Log book Penangkapan Ikan
Pengelolaan perikanan adalah suatu system, mulai dari proses pengumpulan data hingga
implementasi dan penegakan hukum. Hal ini sebagaimana dimuat dalam UU No. 31 Tahun 2004 tentang
Perikanan juncto UU No. 45 Tahun 2009, yang menyebutkan bahwa pengelolaan perikanan adalah semua
proses upaya yang terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pembuatan
keputusan alokasi sumber daya ikan, dan implementasi serta penegakan hukum dari peraturan perundangan
di bidang perikanan yang dilakukan oleh pemerintah. Pengertian tersebut menggambarkan bahwa
pengelolaan perikanan yang baik dimulai dengan membangun basis data yang baik, sehingga diperlukan
data-data yang akurat.
Salah satu upaya yang dibangun oleh Pemerintah dalam membangun basis data yang baik adalah
dengan cara mengatur log book penangkapan ikan melalui Permen KP Nomor 48/Permen-KP/2014
tentang Log Book Penangkapan Ikan. menurut Permen KP tersebut, Log book Penangkapan
Ikan adalah laporan harian tertulis nakhoda mengenai kegiatan perikanan dan operasional
harian kapal penangkap ikan. Log book penangkapan ikan tersebut merupakan landing
declaration dari nakhoda, atau surat pernyataan mengenai ikan yang dibawa ke pelabuhan perikanan
(Cahyono, 2011).
2. Perikanan Skala Kecil
Perikanan skala kecil berperan sebagai sumber mata pencaharian, ketahanan pangan
dan penghasilan bagi jutaan orang di seluruh dunia baik di negara maju maupun negara
berkembang. Perikanan skala kecil ini menyebar diseluruh negara-negara berkembang
daerah tropis karena terdapat banyak ikan laut tropis dan invertebrata berada di perairan
yang dapat dimanfaatkan dengan alat tangkap. Sebagian besar pengelolaan perikanan skala
kecil di negara-negara berkembang masih rumit, karena terdiri dari multi-spesies dan multi-
gear. Perikanan ini sangat bergantung kepada adanya ketahanan dan kondisi ekosistem
pesisir dan terumbu karang.
Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan
2019
Draft 1 Halaman - 9
Perikanan skala kecil di negara-negara berkembang merupakan pusat dari aktivitas
ekonomi yang dinamis. Penghasilan pekerja ikan (nelayan, pengolah dan pedagang) dapat
melebihi rata-rata upah tenaga kerja pedesaan, tetapi jarang melebihi garis kemiskinan
nasional secara substantif, kecuali di mana pekerja ikan memiliki mereka memiliki alat
tangkap dan perahu. Penghasilan mereka juga mendukung industri tambahan dan membawa
ekonomi moneter ke daerah terpencil. Namun, pendapatan yang lebih tinggi tidak selalu
diterjemahkan ke dalam keamanan yang lebih besar dan kondisi kehidupan yang lebih baik.
Pendapatan memancing adalah sangat bervariasi dan nelayan dan tanggungan mereka sering
menghadapi kelembagaan yang tidak menjanjikan, lingkungan ekonomi dan biofisik.
Pengelolaan perikanan skala kecil di negara berkembang bukan hanya sekadar upaya sumber
daya manajemen sendiri. Ini juga merupakan upaya dalam pembangunan sosial dan ekonomi
yang lebih luas.
Perikanan skala kecil umumnya penggunaan teknologi yang lebih kecil berbasis
dibandingkan dengan skala yang lebih besar dan perikanan berbasis industri. Perikanan skala
kecil menggabungkan subsisten dan perikanan komersial. Perikanan skala kecil umumnya
bersifat sosial unit melalui hubungan nelayan, tanpa adanya kesenjangan antara berbagai
perikanan yang beroperasi dari sebuah komunitas besar. Perikanan skala kecil juga relatif
lebih beragam dalam hal sumber daya dan kegiatan proses dan pasar yang lebih tersebar dan
informal. Perikanan skala kecil ini efektif dalam menciptakan kekayaan, berkontribusi pada
pembangunan ekonomi, meningkatkan stabilitas sosial di daerah pedesaan dan pinggiran
kota, meningkatkan gizi dan ketahanan pangan. Namun, terjadi kerentanan era globalisasi,
modernisasi dan meningkatnya tekanan terhadap sumber daya yang berarti adanya kesulitan
dalam menyelesaikan masalah ekologi, pertukaran ekonomi, politik dan sosial untuk
menyeimbangkan produktivitas yang berkelanjutan. (FAO Integrated) Sehingga perlu
adanya integrasi, partisipasi, dan dukungan antar stakeholder dalam pengelolaan perikanan.
Manajemen operasional perikanan skala kecil memiliki konsep proses terpadu ganda.
Hal ini bahwa partisipasi pemangku kepentingan lebih kuat dan ilmu sosial diperlukan dalam
pengembangan informasi, dan analisis. Partisipasi antar stakeholder maupun pemangku
kepentingan dikembangkan dengan baik untuk integrasi kegiatan perikanan skala kecil,
Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan
2019
Draft 1 Halaman - 10
ekologi terapan dan ilmu sosial, sehingga dapat memberikan manfaat dalam analisis
manajemen perikanan.
Perikanan skala kecil umunya terkenal sulit dalam pengumpulan data yang
informatif. Hal tersebut disebabkan karena adanya pendistribusian yang tersebar sering tidak
dapat diakses, dengan adanya banyak teknik penangkapan, pergantian musim yang dinamis,
dan ikan yang multispesies. Pendataan perikanan skala kecil dilakukan secara tradisional,
mencakup data perikanan tahunan produksi ikan, komposisi spesies, upaya, jenis alat
tangkap, yang dikumpulkan oleh petugas penelitian dan asisten dari lembaga penelitian
pemerintah. Metode ini biasanya mengacu pada FAO divisi perikanan. Teknik yang
digunakan terutama eksperimental untuk parameter biologis perikanan. Metode survei untuk
faktor produksi ikan, hasil tangkapan dan data upaya penangkapan harian. Data statistik
pendaratan perikanan merupakan salah satu masalah yang terkenal di berbagai daerah
perikanan skala kecil. Alternatif mekanisme pendataan perikanan skala kecil di beberapa
tempat pendaratan juga dengan menggunakan buku catatan yang diisi oleh nelayan sendiri.
Dalam kondisi data perikanan skala kecil termasuk dalam kategori “data-poor”, hasil
tangkapan dapat diestimasi dengan mengkombinasikan survey interview terhadap nelayan
dengan informasi distribusi geospasial, seperti yang dilakukan di negara kepulauan
Barbados. Hasil survey divalidasi dengan informan atau group komunitas perikanan lainnya.
Selain itu validasi dapat dilakukan secara logis dengan melihat konsistensi antara total hasil
tangkapan dengan frekuensi trip. Hasil dari interview yang berupa kualitatif menyulitkan
perkiraan hasil tangkapan yang tepat. Namun demikian, nilai relative dianggap lebih mampu
merepresentasikan total hasil tangkapan dibandingkan nilai absolut hasil tangkapan (Gill et
al. 2019).
Data informasi yang dikumpulkan oleh nelayan akan ditinjau dengan tingkat
informasi yang lebih tinggi yang agar dapat divalidasi. Data tersebut mencakup waktu
penangkapan, metode penangkapan, dan lokasi daerah penangkapan. Untuk hasil tangkapan,
data yang dicatat yaitu jenis individu ikan ditangkap (nama lokal), ukuran mata jaring alat
tangkap, dan berat ikan. Data kesimpulan perikanan skala kecil yang buruk akan menjadi
Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan
2019
Draft 1 Halaman - 11
kontraproduktif dan tidak berkelanjutan. Data tingkat nasional saat ini bahwa data sosial
ekonomi perikanan skala kecil menyebar dan tidak lengkap.
Pelaksanaan monitoring, dimana salah satunya adalah pengumpulan data baik dengan
log book maupun pencatatan lainnya, dapat terlaksana secara efektif dengan adanya
partisipasi nelayan dan skema monitoring yang memenuhi kebutuhan mereka. Keberagaman
preferensi dalam skema monitoring oleh nelayan sering diabaikan walaupun disadari bahwa
desain skema monitoring akan berefek pada partisipasi nelayan. Skema monitoring dengan
hanya satu standard tidak cocok untuk semua jenis nelayan. Namun demikian, skema
monitoring yang fleksibel dapat menjadi cara yang efektif untuk meningkatkan kemungkinan
partisipasi nelayan dan efektivitas dalam penegakan aturan monitoring (Quynh et al. 2018).
Sementara perikanan kerang skala kecil di Australia melaksanakan monitoring dengan basis
biaya yang efektif dengan mengkombinasikan antara log book dan port-sampling untuk
mendapatkan informasi komposisi hasil tangkapan berdasarkan ukuran. Keberhasilan
monitoring tersebut hanya berhasil dengan kerjasama yang kuat dengan nelayan, sehingga
dibutuhkan suatu pengaturan co-manajemen (Gray 2016).
Tata pemerintahan yang baik membutuhkan pemahaman biologis yang terinformasi
dan sub-sistem sosial ekonomi. Namun, salah satu fitur perikanan skala kecil yang paling
mencolok adalah kekurangan data kuantitatif perikanan skala kecil dalam jangka panjang .
Tata kelola yang lemah dalam perikanan skala kecil adalah kunci di bawah penyebab
overfishing, partisipasi pemangku kepentingan yang buruk, penegakan yang buruk, kapasitas
kelembagaan yang lemah, kelebihan kapasitas armada penangkapan ikan, dan penangkapan
ikan ilegal. Data perikanan menghasilkan ketidakcocokan dan tumpang tindih di beberapa
negara.
Di negara berkembang, perikanan adalah sektor yang dapat diandalkan oleh
masyarakat karena sektor ini dalam kondisi “open-access” sehingga terjadi penyerapan
tenaga kerja yang tinggi dan akhirnya sector perikanan memberi mereka penghasilan yang
rendah. Beberapa studi menunjukkan bahwa distribusi pendapatan harus menjadi
pertimbangan untuk meningkatkan tata kelola perikanan di negara berkembang, terutama
untuk perikanan dengan dominasi oleh skala kecil (Cunningham et al. 2009; Béné et al.
Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan
2019
Draft 1 Halaman - 12
2010). Namun demikian keberlanjutan stok sumberdaya merupakan dasar untuk menentukan
keputusan keberlanjutan kegiatan perikanan dan eksistensinya (Pascoe et al. 2017). Seorang
pengambil keputusan dalam tata kelola perikanan perlu mempertimbangkan tidak hanya
aspek keberlanjutan sumberdaya, tetapi juga aspek ekonomi dan social sebagai tujuan dalam
tata kelola perikanan. Namun demikian, tujuan-tujuan tersebut terkadang saling konflik satu
sama lain. Oleh karena itu, pengambil keputusan harus memahami trade-off antar tujuan
dalam tata kelola perikanan.
Dalam peraturan UU No. 7 Tahun 2016, Pemerintah diamanatkan untuk
menyejahterakan rakyat, termasuk nelayan, pembudi daya ikan, dan petambak garam.
Pemerintah wajib memberikan perlindungan dan pemberdayaan kepada nelayan, pembudi
daya, dan petambak garam. Perlindungan yang dimaksud yaitu pemerintah wajib
menyediakan sarana dan prasarana yang dibutuhkan nelayan, pembudi daya ikan, dan
petambak garam dalam mengembangkan usaha, meningkatkan kapasitas dan kemampuan
nelayan, menguatkan kelembagaan pengelolaan sumberdaya perikanan dan kelautan ,
melindungi dari risiko bencana alam, perubahan iklim, serta pencemaran, dan juga
memberikan jaminan keamanan dan keselamatan serta bantuan hukum. Dalam
pemberdayaan kepada para nelayan, pembudi daya ikan, dan petambak garam yaitu
pemerintah berkewajiban menyelenggarakan pendidikan (formal dan nonformal) dan
pelatihan (pemagangan), memberikan penyuluhan dan pendampingan, memfasilitasi
kemitraan usaha perikanan dan usaha pergaraman, dan kemudahan akses untuk memperoleh
pengetahuan, teknologi, dan informasi, pengawasan, pendanaan dan pembiayaan.
Analisis subsidi perikanan nasional antara skala kecil dan skala besar perikanan
menunjukkan bahwa perikanan skala kecil dalam penangkapan sebesar 50% dari pendaratan
global, mempekerjakan lebih dari 22 juta orang secara global dan langsung mendukung
ketahanan pangan untuk jutaan orang, hanya 16 persen dari perkiraan subsidi perikanan
global sebesar US $ 35 miliar pada tahun 2009 diberikan kepada sektor ini. Selain itu, subsidi
yang merangsang kelebihan kapasitas juga berlaku perikanan skala besar. Alokasi miring ini
sebagian besar subsidi untuk skala besar sektor ini merugikan perikanan skala kecil, karena
membuatnya kurang layak secara ekonomi. Pada perikanan dengan jumlah upaya
Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan
2019
Draft 1 Halaman - 13
penangkapan yang masih memiliki “uncertainty” yang tinggi, pelaksanaan subsidi perlu
dilakukan secara berhati-hati. Dampak langsung dari kegiatan subsidi adalah penambahan
upaya penangkapan dalam bentuk trip atau jumlah kapal walaupun kegiatan penangkapan
tersebut sudah tidak menguntungkan lagi. Dalam kondisi “open access”, seperti perikanan
skala kecil di Indonesia, penambahan upaya penangkapan akan mengarah pada tingkat
eksploitasi yang berlebihan dan pengurasan sumberdaya yang berlebihan (Sumaila et al.
2010).
2.2 Praktik Empiris
2.2.1 Provinsi Maluku Utara
Secara umum pelaporan kegiatan penangkapan ikan pada perikanan skala kecil
melalui log book perikanan di wilayah Maluku Utara belum dilakukan mengingat bahwa
kegiatan pelaporan melalui log book hanya diwajibkan bagi kapal-kapal perikanan berukuran
lebih dari 5 GT. Sedangkan kapal-kapal berukuran kurang dari 5 GT tidak diwajibkan untuk
melaporkan kegiatan penangkapannya. Pelaporan tidak wajib pada kegiatan penangkapan ini
diperluas ke kapal-kapal perikanan dibawah 10 GT oleh kebijakan Menteri Perikanan dan
Kelautan RI pada tahun 2016.
Di wilayah Maluku Utara, proses pengumpulan data pada perikanan skala kecil
tertentu (seperti perikanan tuna, karang, dan demersal) telah dilakukan oleh beberapa
organisasi non-pemerintah (NGO) seperti: MDPI, WWF, WCS, dan TNC. Untuk
kepentingan penyusunan Naskah Akademik Log book Penangkapan Ikan Nelayan Kecil,
observasi difokuskan hanya pada NGO yang melakukan kerjasama dengan USAID-SEA
Project. Untuk wilayah Maluku Utara, observasi yang dilakukan mencakup pada kegiatan
pengumpulan data perikanan tuna oleh MDPI dan kegiatan pengumpulan perikanan karang
dan demersal oleh WCS di daerah Ternate; Kota Tidore Kepulauan yang mencakup Sofifi
dan Kota Tidore; dan Kabupaten Halmahera Selatan yang mencakup Bacan, dan Bajo.
Selain NGO, proses pengumpulan data hasil tangkapan di wilayah-wilayah tersebut
juga telah dilakukan oleh para penyuluh KKP yang dilibatkan dalam program satu data KKP.
Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan
2019
Draft 1 Halaman - 14
Sehingga dalam kajian ini, proses pengumpulan data yang dilakukan oleh penyuluh KKP
menjadi salah satu praktik empiris yang ikut dibahas dibahas pada naskah akademik ini
1) Pendataan SSF di Kota Ternate
Praktik empiris pengumpulan data pada perikanan skala kecil yang kami kaji di Ternate
adalah pengumpulan data perikanan tuna oleh MDPI dan perikanan kecil secara umum
oleh penyuluh perikanan BPRSDM KKP.
Sistem pendataan yang dilakukan MDPI berbasis port-sampling method dengan
mengintegrasikan aplikasi IFISH dan sertifikasi Fair Trade yang dimiliki oleh kelompok
nelayan di Pangkalan 40, Ternate. MDPI melakukan tiga kategori pengumpulan data
yaitu data produksi yang berisi informasi hasil tangkapan; data interaksi atau pertemuan
nelayan dengan hewan yang termasuk dalam kategori punah, terancam punah dan
dilindungi yang ditemui selama mereka melakukan kegiatan ikan di laut; dan data supply
ikan tuna ke perusahaan. Pencatatan dilakukan per nelayan per hari. Data yang telah
tercatat dimasukkan kedalam aplikasi port sampling MDPI yaitu IFISH. Data IFISH
dapat diakses oleh pelaku perikanan dan pemerintah, sehingga rantai informasi dari
enumerator hingga pemerintah sebagai analis dan penentu kebijakan telah berjalan
melalui sistem IFISH.
Hasil interview yang kami lakukan kepada nelayan Fair Trade yang telah dibina oleh
MDPI menunjukkan bahwa insentif dari Fair trade telah merubah pola pikir nelayan
untuk melakukan kegiatan penangkapan ikan dengan standar yang telah ditetapkan oleh
Fair trade. Nelayan mendapatkan 30 sen dari setiap dollar harga ikan yang tersertifikasi
setelah ikan diterima di negara tujuan. Pencatatan yang dilakukan oleh MDPI dan
pedagang membantu untuk mengidentifikasi jumlah yang diterima oleh masing-masing
kelompok dan nelayannya.
Penyuluh perikanan melakukan pendataan pada perikanan secara umum dan tidak
spesifik pada jenis perikanan tertentu. Penyuluh perikanan hanya fokus pada nelayan full-
time. Sejak tahun 2018, penyuluh perikanan menjadi enumerator untuk kegiatan One-
Data dari PUSDATIN KKP. Penyuluh akan melakukan data-entry ke beberapa aplikasi
Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan
2019
Draft 1 Halaman - 15
yang sesuai. Penyuluh yang kami wawancara di Ternate menyebutkan bahwa terdapat 5
aplikasi perikanan yang harus mereka selesaikan sebagai indikator kerja mereka, yaitu:
a) Pelaporan bulanan kegiatan penyuluh ke PUSLATLUH
b) KUSUKA atau ONE DATA ke PUSDATIN
c) MONIKA ke SATMINKAL (Satuan administrasi pangkalan penyuluhan) Ambon
d) ESKP (Elektronik sasaran kerja pegawai) ke Satnaker Ambon
e) E-log book penyuluh, untuk kegiatan harian penyuluh ke SATMINKAL Ambon
Alur data yang dikumpulkan oleh penyuluh berakhir di BPRSDM KKP dan PUSDATIN.
2) Pendataan SSF di Tidore (Kota Tidore Kepulauan)
Hasil interview dengan kepala bidang perikanan tangkap pemerintah Kota Tidore
Kepulauan (Djabaludin Namsa, M,Si) menyebutkan bahwa pengumpulan data pada
perikanan skala kecil telah dilakukan oleh pemerintah Tidore setiap triwulan satu dan tiga
untuk memenuhi pendataan statistik perikanan Tidore. Kegiatan pengumpulan data tidak
dilakukan secara rutin oleh pemerintah Tidore dikarenakan keterbatasan biaya dan tenaga
lapang. Pengumpulan data difokuskan hanya pada nelayan yang menerima bantuan kapal
dari pemerintah sebagai bentuk evaluasi dari kegiatan dana bantuan bagi nelayan skala
kecil.
Praktik empiris pengumpulan data kegiatan penangkapan ikan yang dikaji di wilayah
Tidore adalah perikanan demersal yang dibina oleh WCS. Nelayan tidak melakukan
pencatatan dari kegiatan penangkapan mereka dengan alasan akan sulit melakukannya di
atas kapal, akan tetapi, istri nelayan memiliki peranan penting dalam pencatatan hasil
tangkapan suami mereka selama melaut kedalam buku catatan untuk mencatat ikan hasil
tangkapan dan ikan yang dijual ke pasar. Buku tersebut tidak diteruskan kemanapun
sehingga informasi tersebut berhenti di istri nelayan. Insentif dari pencatatan yang
dilakukan oleh istri nelayan, selain keuntungan yang dibuat oleh istri nelayan tersebut,
adalah untuk membantu pembagian keuntungan dengan kru lainnya pada kapal yang
sama.
Sistem pendataan yang dilakukan oleh WCS pada nelayan demersal yang dibina di Tidore
berdasarkan port-sampling method. Pengumpulan data dicatat pada file excel dan
Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan
2019
Draft 1 Halaman - 16
selanjutnya dikirim melalui email ke WCS pusat di Bogor. Sedangkan rute lokasi
penangkapan diperoleh melalui Spot trace yang dipasang pada kapal nelayan. Informasi
yang diperoleh dari Spot trace langsung terkirim ke server WCS di Bogor. Data yang
masuk ke dalam aplikasi sistem pendataan WCS akan diverifikasi antara data spot trace
dan data yang dikirim melalui aplikasi data produksi atau email. Data yang dikumpulkan
oleh WCS akan dimasukkan ke dalam aplikasi e-mitra yang akan dikumpulkan ke
Direktorat SDI – DJPT, KKP.
3) Pendataan SSF di Sofifi (Kota Tidore Kepulauan)
Kajian di Sofifi meliputi nelayan ikan demersal yang telah dibina oleh WCS dan nelayan
non-binaan yang melakukan kegiatan penangkapan ikan dengan mini purse seine. Pada
nelayan binaan WCS, proses pendataan yang sama berlaku seperti nelayan binaan WCS
di Tidore yaitu meliputi species, panjang ikan dan rute lokasi penangkapan.
Nelayan di wilayah Tidore Kepulauan melakukan pencatatan hasil penangkapannya
untuk kepentingan mereka sendiri. Namun demikian, catatan tersebut hingga saat
dilakukannya observasi oleh tim survey, belum diteruskan ke pemerintah lokal maupun
pusat. Sehingga alur data dari informasi yang dicatat oleh nelayan tidak sampai ke analis
ataupun pengambil keputusan untuk manajemen perikanan.
4) Pendataan SSF di Bacan dan Bajo (Kabupaten Halmahera Selatan)
Pemerintah daerah Bacan sangat mendukung kegiatan pendataan untuk perikanan skala
kecil mengingat bahwa perikanan skala kecil mendominasi di wilayah Bacan. Salah satu
bentuk dukungan adalah dengan meningkatkan intensitas kegiatan dengan penyuluh
perikanan. Kepala bidang perikanan tangkap Kabupaten Halsel menyebutkan bahwa
pendataan untuk skala kecil yang dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Bacan adalah
dengan menggunakan sampling. Hasil sampling distandarkan per bulan dan diestimasi
dengan menggunakan ekstrapolasi berapa jumlah total produksi dalam satu kabupaten
selama satu tahun. Hasil estimasi total pendaratan ikan oleh skala kecil selanjutnya
dikirim ke dinas perikanan dan kelautan di level Provinsi.
Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan
2019
Draft 1 Halaman - 17
Pemerintah Kabupaten Halsel ikut dalam Data Management Committee (DMC) bersama
Dinas Provinsi dan ikut berpartisipasi dalam regular meeting yang dilaksanakan 2-3 kali
dalam setahun. Beberapa manfaat dari keikutsertaan tersebut antara lain adalah
mengetahui perkembangan perikanan dan merasakan manfaat berbagi informasi dengan
stakeholder lainnya yang tergabung dalam DMC.
Kajian pendataan untuk perikanan skala kecil di Bacan meliputi pendataan perikanan tuna
yang dilakukan oleh MDPI, pendataan perikanan demersal oleh WCS dan pendataan
perikanan skala kecil secara umum oleh penyuluh perikanan. Proses pengumpulan data
yang kami temukan pada MDPI dan WCS di Bacan memiliki proses data yang sama
dengan proses pengumpulan data MDPI di Ternate dan WCS di Tidore.
Penyuluh perikanan dengan wilayah kerja Bacan dan sekitarnya menyampaikan bahwa
penyuluh selalu mendampingi nelayan melakukan pencatatan sendiri. Akan tetapi setelah
penyuluh berhenti mendampingi, nelayan tidak meneruskan pencatatan seperti
sebelumnya. Penyuluh menjelaskan bahwa pencatatan oleh nelayan sendiri dengan
pengawasan penyuluh akan sulit untuk dilakukan karena terlalu banyak nelayan, sehingga
peluang untuk bertemu dan melakukan pengawasan secara langsung tidak bisa dilakukan
secara kontinu.
2.2.2 Provinsi Papua Barat
Provinsi Papua Barat mengambil keputusan terkait batasan nelayan kecil adalah di
bawah 10 GT. Hal ini berdasarkan Surat Edaran Gubernur Papua Barat Nomor
523/1061/8/GPB/2017 tentang Pelaksanaan Penerbitan Izin Kapal Perikanan Tangkap
Ukuran < 10 GT. Berdasarkan Surat Edaran tersebut, dieritahukan kepada Bupati/Walikota
se-Provinsi Papua Barat terkait dua hal, yaitu: (1) untuk penataan dan registrasi kapal
perikanan ukuran < 10 GT guna memperkuat basis data kapal perikanan yang terintegrasi
secara nasional di Provinsi Papua Barat, dan (2) penerbitan izin (SIUP, SIPI/SIKPI, BPKP)
kapal perikanan ukuran < 10 GT, adalah menjadi wewenang Gubernur sebagai wakil
pemerintah pusat di wilayah provinsi. Oleh karena itu, melalui Surat Edaran ini Gubernur
Papua Barat meminta kepada para Bupati/Walikota untuk menyerahkan urusan bidang
kelautan dan perikanan sesuai: (1) lampiran UU No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan
Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan
2019
Draft 1 Halaman - 18
Daerah pada sub urusan Perikanan Tangkap huruf (y) angka (2), dan lampiran Peraturan
Gubernur Papua Barat Nomor 4 Tahun 2017 tentang Pendelegasian Wewenang Pemberian
Izin dan Non Perizinan di Provinsi Papua Barat huruf (c) angka (1) kepada Dinas Penanaman
Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi Papua Barat dalam bentuk
Bukti Pencatatan Kapal Perikanan (BPKP) dan tidak dipungut biaya.
Dengan demikian, setidaknya Surat Edaran tersebut memiliki dua makna, yaitu:
pertama, bahwa Pemerintah Provinsi Papua Barat menetapkan batasan nelayan kecil adalah
< 10 GT dan kedua, pelayanan penerbitan BPKP tidak dipungut biaya.
Sementara itu, beberapa praktik mekanisme pendataan di Provinsi Papua Barat, yaitu:
1) Pendataan SSF di Kabupaten Sorong Selatan
Pendataan di Sorong Selatan dilakukan oleh WWF untuk kegiatan penangkapan udang
dan momar (ikan kembung). Struktur armada penangkapan ikan yang didata umumnya
adalah 1-2 GT yang menggunakan alat tangkap ikan trammel net.
Kegiatan pendataan dilakukan WWF kepada nelayan dan pedagang pengumpul. Adapun
yang didata adalah untuk jenis dan berat saja. Namun demikian, hasil pendataan belum
terintegrasi dengan Dinas, baik Dinas Perikanan Kabupaten Sorong Selatan, maupun
Dinas Provinsi Papua Barat. Berdasarkan informasi dari WWF, sumber data lebih banyak
diperoleh dari para pedagang pengumpul, karena mereka banyak yang melakukan
pencatatan dibanding dengan nelayan.
2) Pendataan SSF di Kabupaten Bintuni
Pendataan di Bintuni dilakukan oleh WWF untuk kegiatan penangkapan udang, kepiting,
dan kakap. Struktur armada penangkapan ikan yang didata umumnya adalah 1-2 GT yang
menggunakan alat tangkap rawai dasar dan gillnet (kakap), trammel net (udang), dan
bubu (kepiting).
Sama halnya dengan kegiatan pendataan di Sorong Selatan, WWF melakukan pendataan
kepada nelayan dan pedagang pengumpul. Adapun yang didata adalah untuk jenis dan
berat saja. Namun demikian, hasil pendataan belum terintegrasi dengan Dinas, baik Dinas
Perikanan Kabupaten Bintuni, maupun Dinas Provinsi Papua Barat. Berdasarkan
Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan
2019
Draft 1 Halaman - 19
informasi dari WWF, sumber data lebih banyak diperoleh dari para pedagang pengumpul,
karena mereka banyak yang melakukan pencatatan dibanding dengan nelayan.
3) Pendataan SSF di Kota Sorong
Pendataan di Kota Sorong dilakukan oleh UKIP untuk kegiatan penangkapan ikan teri.
Penangkapan ikan teri menggunakan alat tangkap bagan yang beroperasi di perairan
Misool. Pencatatan dilakukan berdasarkan jumlah tangkapan dan harga. Musim puncak
ikan teri terjadi pada bulan September dan Oktober.
Mekanisme perizinan menggunakan sistem petuanan kepada pimpinan adat, namun
terlebih dahulu mendapatkan surat rekomendasi dari Dinas Perikanan Kota Sorong.
Adapun yang tercatat dengan baik adalah penangkapan teri yang digunakan untuk umpan,
sedangkan penangkapan teri untuk kebutuhan konsumsi local yang didaratkan di PPI Puri
Kota Sorong, umumnya tidak terdata dengan baik. Hal ini dikarenakan, setiap perahu
yang mengangut ikan teri langsung dibeli oleh pedagang pengumpul atau konsumen
secara langsung. Mekanisme pendataan bersumber dari koperasi yang beranggotakan
nelayan-nelayan penangkap ikan teri. Koperasi tersebut mendapatkan sumber dana dari
perusahaan penangkap ikan tuna yang menjalin kemitraan dengan koperasi.
4) Pendataan SSF di Kabupaten Raja Ampat
Pendataan di Kabupaten Raja Ampat dilakukan oleh RARE untuk nelayan yang
menggunakan alat tangkap pancing. RARE membangun mekanisme pendataan kepada
nelayan penangkap dan pedagang pengumpul. Dengan kata lain, sistem pendataan
dilakukan secara terintegrasi antara nelayan penangkap dan pedagang pengumpul.
5) Pendataan di Kabupaten Fak Fak
Salah satu pendataan di Kab. Fak Fak adalah pengambilan telur ikan terbang yang
dilakukan oleh kapal-kapal ikan di atas 10 GT. Perikanan ini bersifat musiman, dan
umumnya terjadi pada saat musim ombak tinggi pada bulan Mei-September (5 bulan),
sehingga kapal-kapal ikan skala kecil tidak akan mampu beroperasi dalam kondisi
tersebut. Pengambilan telur ikan terbang umumnya menggunakan rakit, yang nelayan
lokal sebut sebagai bubu hanyut. Nelayan yang melakukan pengambilan telur ikan
Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan
2019
Draft 1 Halaman - 20
terbang 85% merupakan nelayan andon yang berasal dari Provinsi Sulawesi Selatan,
khususnya Kabupaten Barru dan Palopo. Sementara 15% berasal dari nelayan Sulawesi
Selatan yang berdomisili di Sorong.
Pendataan telur ikan terbang yang dilakukan Universitas Papua relatif lebih mudah,
karena transaksi jual-beli dilakukan melalui satu pintu (perusahaan), tidak ada
pengolahan di tingkat lokal, pengeluaran SKA (Surat Keterangan Asal) dilakukan Dinas
Perikanan Kabupaten Fak-Fak dan Badan Karantina Ikan. Sampai saat ini, pihak
Universitas Papua melakukan pendataan melalui catatan para pedagang pengumpul, yang
disinergikan dengan data yang diperoleh dari Dinas Perikanan Kabupaten Fak-Fak dan
Badan Karantina Ikan. Sistem pendataan pengambilan telur ikan terbang secara sederhana
adalah sebagai berikut:
Nelayan Pedagang Pengumpul SKA Karantina
Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan
2019
Draft 1 Halaman - 21
III. EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
TERKAIT
3.1 Undang-Undang
1) Undang-undang No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan
Beberapa pasal yang mengatur nelayan-nelayan diantaranya yaitu:
a. Pasal 1 butir (11) disebutkan:
Nelayan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan.
b. Pasal 1 butir (11) disebutkan:
Nelayan Kecil adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan
ikan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari yang menggunakan kapal
perikanan berukuran paling besar 5 (lima) gross ton (GT)
c. Pasal 3 butir (a) disebutkan:
Pengelolaan perikanan dilaksanakan dengan tujuan meningkatkan taraf hidup
nelayan kecil dan pembudi daya-ikan kecil.
d. Pasal 26 ayat (2) disebutkan:
Kewajiban memiliki SIUP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak berlaku
bagi nelayan kecil dan/atau pembudi daya-ikan kecil.
e. Pasal 48 ayat (2) disebutkan:
Pungutan perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dikenakan bagi
nelayan kecil dan pembudi daya-ikan kecil.
f. Pasal 60 ayat (1) disebutkan:
Pemerintah memberdayakan nelayan kecil dan pembudi daya-ikan kecil melalui:
i. Penyediaan skim kredit bagi nelayan kecil dan pembudi daya-ikan kecil, baik
untuk modal usaha maupun biaya operasional dengan cara yang mudah, bunga
pinjaman yang rendah, dan sesuai dengan kemampuan nelayan kecil dan
pembudi daya-ikan kecil;
ii. Penyelenggaraan pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan bagi nelayan kecil
serta pembudi daya-ikan kecil untuk meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan di bidang penangkapan, pembudidayaan, pengolahan, dan
pemasaran ikan; dan
Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan
2019
Draft 1 Halaman - 22
iii. Penumbuhkembangan kelompok nelayan kecil, kelompok pembudi daya-ikan
kecil, dan koperasi perikanan.
g. Pasal 60 ayat (2) disebutkan:
Pemberdayaan nelayan kecil dan pembudi daya-ikan kecil sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat juga dilakukan oleh masyarakat.
h. Pasal 61 ayat (1) disebutkan:
Nelayan kecil bebas menangkap ikan di seluruh wilayah pengelolaan perikanan
Republik Indonesia.
i. Pasal 61 ayat (3) disebutkan:
Nelayan kecil dan pembudi daya-ikan kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) wajib menaati ketentuan konservasi dan ketentuan lain yang
ditetapkan oleh Menteri.
j. Pasal 61 ayat (4) disebutkan:
Nelayan kecil atau pembudi daya-ikan kecil harus ikut serta menjaga kelestarian
lingkungan perikanan dan keamanan pangan hasil perikanan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
k. Pasal 61 ayat (5) disebutkan:
Nelayan kecil dan pembudi daya-ikan kecil harus mendaftarkan diri, usaha, dan
kegiatannya kepada instansi perikanan setempat, tanpa dikenakan biaya, yang
dilakukan untuk keperluan statistik serta pemberdayaan nelayan kecil dan
pembudi daya-ikan kecil.
l. Pasal 62 disebutkan:
Pemerintah menyediakan dan mengusahakan dana untuk memberdayakan
nelayan kecil dan pembudi daya-ikan kecil, baik dari sumber dalam negeri
maupun sumber luar negeri, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
m. Pasal 63
Pengusaha perikanan mendorong kemitraan usaha yang saling menguntungkan
dengan kelompok nelayan kecil atau pembudi daya-ikan kecil dalam kegiatan
usaha perikanan.
Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan
2019
Draft 1 Halaman - 23
n. Pasal 64
Ketentuan lebih lanjut mengenal pemberdayaan nelayan kecil dan pembudi daya-
ikan kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60, Pasal 61, Pasal 62, dan Pasal
63 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
2) Undang Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-
undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan
Undang-undang Nomor 45 Tahun 2009 menggubah beberapa pasal yang terdapat
pada Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004.
Adapun tambahan atau perubahan tersebut diantaranya, yaitu :
a. Pasal 1 Angka 11, disebutkan bahwa “Nelayan Kecil adalah orang yang mata
pencahariannya melakukan penangkapan ikan untuk memenuhi kebutuhan hidup
sehari-hari yang menggunakan kapal perikanan berukuran paling besar 5 gross
ton (GT)”. Artinya, ada tambahan batasan skala besaran untuk nelayan kecil, yaitu
5 GT.
b. Pasal 2, disebutkan bahwa “Pengelolaan perikanan dilakukan berdasarkan asas
manfaat, keadilan, kebersamaan, kemitraan, kemandirian, pemerataan,
keterpaduan, keterbukaan, efisiensi, kelestarian, dan pembangunan yang
berkelanjutan”.
3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
UU No. 23 tahun 2014 pada Pasal 27 ayat (5) menyebutkan bahwa Ketentuan
mengenai batasan kewenangan daerah provinsi untuk mengelola sumber daya alam
di laut sejauh 12 mil dan wilayah laut antar dua daerah provinsi kurang dari 24 mil
tidak berlaku terhadap penangkapan ikan oleh nelayan kecil. Pada bagian penjelasan
disebutkan bahwa yang dimaksud dengan “nelayan kecil” adalah nelayan masyarakat
tradisional Indonesia yang menggunakan bahan dan alat penangkapan ikan secara
tradisional, dan terhadapnya tidak dikenakan surat izin usaha dan bebas dari pajak,
serta bebas menangkap ikan di seluruh pengelolaan perikanan dalam wilayah
Republik Indonesia. Pengertian yang sangat luas, setidaknya ada 4 hal dalam
pembatasan tersebut, yaitu: (1) nelayan masyarakat tradisional; (2) pembebasan izin
Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan
2019
Draft 1 Halaman - 24
usaha dan pungutan; dan (3) kebebasan menangkap ikan di seluruh wilayah Republik
Indonesia.
4) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan Nelayan,
Pembudidaya Ikan dan Petambak Garam
Meski penyebutan kata subsidi secara jelas diatur dalam Pasal 23 ayat (1) dan ayat
(2) UU No. 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan Nelayan, Pembudidaya Ikan dan
Petambak Garam, mengenai kewenangan pemberian subsidi oleh pemerintah pusat
dan pemerintah daerah, namun substansi mengenai penyelenggaraan perlindungan
nelayan yang dimuat dalam Bab IV, isinya mengatur tentang beberapa pemberian-
pemberian subsidi kepala palaku usaha perikanan, mulai dari nelayan, pembudidaya
ikan, petambak garam, pengolah ikan dan pemasar ikan. Adapun substansi
penyelenggaraan perlindungan terhadap nelayan, yaitu:
a. Pengadaan prasarana usaha perikanan tangkap, berupa:
i. Stasiun pengisian bahan bakar minyak dan sumber energi lainnya untuk
Nelayan;
ii. Pelabuhan Perikanan yang terintegrasi dengan tempat pelelangan Ikan;
iii. Jalan pelabuhan dan jalan akses ke pelabuhan;
iv. Alur sungai dan muara;
v. Jaringan listrik, jaringan telekomunikasi, dan air bersih; dan
vi. Tempat penyimpanan berpendingin dan/atau pembekuan.
b. Pengadaan sarana usaha perikanan tangkap
i. kapal penangkap Ikan yang laik laut, laik tangkap Ikan, dan laik simpan
Ikan;
ii. alat penangkapan Ikan dan alat bantu penangkapan Ikan;
iii. bahan bakar minyak dan sumber energi lainnya; dan
iv. air bersih dan es
c. Program jaminan kepastian usaha
i. Jaminan harga ikan
ii. Jaminan kualitas lingkungan
Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan
2019
Draft 1 Halaman - 25
iii. Jaminan ketenagakerjaan (kontrak kerja)
d. Program jaminan risiko usaha perikanan
i. Asuransi Perikanan (kecelakaan kerja)
ii. Asuransi jiwa (kehilangan jiwa)
e. Program penghapusan Praktik Ekonomi Biaya Tinggi
i. Pembebasan perizinan untuk nelayan kecil
ii. Pembebasan pungutan untuk nelayan kecil
f. Program pengendalian impor, yaitu penetapan tempat pemasukan, jenis dan
volume, waktu pemasukan, serta pemenuhan persyaratan administratif dan
standar mutu
g. Program jaminan keamanan dan keselamatan
i. Jaminan keamanan
ii. Jaminan keselamatan
iii. Bantuan pencarian kecelakaan
h. Program fasilitasi bantuan hukum, yaitu permasalahan Penangkapan Ikan di
wilayah negara lain.
Sementara itu, penyelenggaraan pemberdayaan dituangkan dalam Bab 5, yang
substansinya mengatur sebagai berikut, yaitu:
a. Program pendidikan dan pelatihan
i. Pemagangan
ii. Beasiswa atau biaya pendidikan
iii. Pelatihan kewirausahaan
b. Program penyuluhan dan pendampingan
i. Pembentukan lembaga penyuluh
ii. Penyediaan tenaga penyuluh (3 org dalam 1 kawasan)
c. Program kemitraan, berupa kemitraan hulu dan hilir
d. Program akses informasi dan TI, berup media informasi di lokasi produksi
e. Program kelembagaan
i. Kelompok nelayan atau pembudidaya
ii. Kelompok usaha bersama
Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan
2019
Draft 1 Halaman - 26
iii. Lembaga lokal (adat)
3.2 Peraturan Pemerintah
1) Peraturan Pemerintah No. 54 Tahun 2002 tentang Usaha Perikanan
Dalam PP No. 54/2002 tentang Usaha Perikanan, usaha perikanan dibagi menjadi dua
usaha kelompok besar, yaitu usaha penangkapan ikan dan usaha pembudidayaan ikan.
Sesuai dengan Pasal 2 ayat (1), usaha perikanan terdiri atas usaha penangkapan ikan
dan usaha pembudidayaan ikan. Selanjutnya, pada Pasal 5 ayat (1) disebutkan bahwa,
perusahaan yang melakukan usaha perikanan wajib memiliki Izin Usaha Perikanan
(IUP). Namun kewajiban tersebut dikecualikan sebagaimana yang tertuang pada
Pasal 6 ayat (1), yaitu :
a. Penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan dengan menggunakan sebuah
kapal perikanan tidak bermotor atau menggunakan motor luar atau motor dalam
berukuran tertentu.
b. Pembudidayaan ikan di air tawar yang dilakukan oleh pembudidaya di kolam air
tenang dengan areal lahan tertentu.
c. Pembudidayaan ikan di air payau yang dilakukan oleh pembudidaya dengan areal
lahan tertentu.
d. Pembudidayaan ikan di air laut yang dilakukan oleh pembudidaya dengan areal
lahan atau perairan tertentu.
Meski kelompok nelayan dan pembudidaya seperti di atas tidak diwajibkan memiliki
IUP, namun mereka harus mencatatkan kegiatan perikanannya kepada dinas
perikanan daerah atau instansi yang berwenang di bidang perikanan di daerah (Pasal
6 ayat 3). Selain itu, sebagaimana yang tercantum dalam UU No. 31/2004, dimana
setiap usaha perikanan dapat dikenakan pungutan perikanan. Namun demikian,
pungutan perikanan tersebut tidak dikenakan terhadap :
a. Usaha pembudidayaan ikan yang dilakukan di tambak atau di kolam di atas tanah
yang menurut peraturan perundang-undangan telah menjadi hak tertentu dari yang
bersangkutan.
b. Nelayan dan pembudidaya ikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1).
Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan
2019
Draft 1 Halaman - 27
2) Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2015 tentang Pemberdayaan Nelayan
Kecil Dan Pembudidaya-Ikan Kecil
Menurut Pasal 1 angka 2 disebutkan bahwa Nelayan Kecil adalah orang yang mata
pencahariannya melakukan penangkapan ikan untuk memenuhi kebutuhan hidup
sehari-hari yang menggunakan kapal perikanan berukuran paling besar 5 GT. Artinya,
pengertian nelayan kecil sesuai dalam UU No. 45 Tahun 2009.
Selanjutnya pada Bab V diatur mengenai Pelaksanaan Penangkapan Ikan oleh
Nelayan Kecil. Pada Pasal 29 ayat (1) disebutkan bahwa Nelayan Kecil bebas
menangkap ikan di seluruh wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik
Indonesia. Ha; ini sebagaimana dimuat dalam UU No. 23 Tahun 2014. Namun
demikian, Nelayan Kecil dalam menangkap ikan tersebut wajib menaati ketentuan
konservasi dan ketentuan lain yang ditetapkan oleh Menteri (Ayat 2). Ketentuan
konservasi dan ketentuan lain tersebut meliputi:
a. jenis, jumlah, dan ukuran alat penangkapan ikan;
b. jenis, jumlah, ukuran, dan penempatan alat bantu penangkapan ikan;
c. daerah, jalur, dan waktu atau musim penangkapan ikan;
d. persyaratan atau standar prosedur operasional penangkapan ikan;
e. jenis ikan dan wilayah penebaran kembali serta penangkapan ikan berbasis
budidaya;
f. pencegahan pencemaran dan kerusakan sumber daya ikan serta lingkungannya;
g. ukuran atau berat minimum jenis ikan yang boleh ditangkap;
h. kawasan konservasi perairan; dan
i. jenis ikan yang dilindungi.
Dalam menjamin usaha penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan kecil, Pasal
30 ayat (1) menyebutkan bahwa Pemerintah daerah provinsi menetapkan daerah
pelindungan laut untuk menjamin ketersediaan sumber daya ikan bagi Nelayan Kecil.
Pada bagian penjelasan disebutkan bahwa yang dimaksud dengan “daerah
pelindungan laut” adalah daerah sekitar yang menjadi pemijahan ikan (spill over).
Selain itu, pada ayat (2) Nelayan Kecil diberikan prioritas melakukan penangkapan
ikan yang ramah lingkungan di Kawasan konservasi perairan pada zona perikanan
Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan
2019
Draft 1 Halaman - 28
berkelanjutan. Ketentuan mengenai daerah pelindungan laut bagi Nelayan Kecil
tersebut diatur dengan Peraturan Daerah provinsi.
3.3 Peraturan Presiden
1) Instruksi Presiden Nomor 15 Tahun 2011 tentang Perlindungan Nelayan
Adapun isi Instruksi Presiden tersebut, yaitu:
a. Diktum Pertama
Melakukan langkah-langkah yang diperlukan sesuai tugas, fungsi, dan
kewenangan masing-masing secara terkoordinasi dan terintegrasi untuk
memberikan jaminan kesejahteraan, kepastian, dan perlindungan hukum bagi
nelayan yang mengoperasikan kapal perikanan sampai dengan 60 Gross Tonnage
(GT).
b. Diktum Kedua
Dalam melakukan langkah-langkah sebagaimana dimaksud dalam Diktum
PERTAMA, kepada :
(1) Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan :
i. mengkoordinasikan kebijakan terkait dengan pemberian jaminan
kepastian, dan perlindungan hukum bagi nelayan;
ii. mengkoordinasikan langkah-langkah yang diperlukan untuk mencegah
penangkapan ikan secara melawan hukum, tidak dilaporkan, dan tidak
diatur (Illegal, Unreported, Unregulated Fishing) dan penangkapan ikan
yang merusak (destructive fishing) di Wilayah Pengelolaan Perikanan
Negara Republik Indonesia.
(2) Menteri Koordinator Bidang Perekonomian mengkoordinasikan dan
memfasilitasi kerja sama antara pihak perbankan dengan nelayan.
(3) Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat mengkoordinasikan
kebijakan kepastian jaminan sosial dan kesehatan nelayan.
(4) Menteri Kelautan dan Perikanan :
i. mengoptimalkan pengelolaan sumber daya ikan;
ii. menjamin ketersediaan bahan baku industri pengolahan ikan;
Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan
2019
Draft 1 Halaman - 29
iii. meningkatkan ketersediaan dan konsumsi sumber protein ikan;
iv. mendorong perluasan kesempatan kerja di bidang perikanan;
v. mengutamakan upaya preventif dalam melakukan pengawasan sumber
daya perikanan;
vi. menindak tegas setiap pelaku penangkapan ikan secara melawan hukum,
tidak dilaporkan, dan tidak diatur (Illegal, Unreported, Unregulated
Fishing) dan penangkapan ikan yang merusak (destructive fishing) di
Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia;
vii. memberikan perlindungan bagi nelayan dalam melakukan penangkapan
ikan khususnya di wilayah perbatasan; menyiapkan kapal perikanan
sampai dengan 60 GT dalam rangka restrukturisasi armada.
(5) Menteri Dalam Negeri melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap
kebijakan penyelenggaraan pemerintahan daerah terkait dengan
kesejahteraan, kepastian, dan perlindungan hokum bagi nelayan.
(6) Menteri Perhubungan memberikan kemudahan dalam proses sertifikasi
pengawakan kapal perikanan dan pengurusan Gross Akte kapal perikanan.
(7) Menteri Pekerjaan Umum melaksanakan pembangunan infrastruktur dasar
untuk mendukung pelabuhan perikanan dan pemukiman nelayan.
(8) Menteri Pendidikan dan Kebudayaan :
i. membangun sarana dan prasarana pendidikan formal, nonformal, dan
informal di pemukiman nelayan;
ii. memfasilitasi peningkatan akses pendidikan bagi keluarga nelayan.
(9) Menteri Kesehatan :
i. membangun sarana dan prasarana kesehatan di pemukiman nelayan;
ii. memfasilitasi peningkatan akses kesehatan bagi keluarga nelayan;
iii. memfasilitasi asuransi kesehatan bagi nelayan.
(10) Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi :
i. memfasilitasi peningkatan keterampilan nelayan;
ii. mendorong peningkatan keselamatan dan kesehatan kerja bagi nelayan di
atas kapal;
Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan
2019
Draft 1 Halaman - 30
iii. mengembangkan transmigrasi dengan pola nelayan.
(11) Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral memfasilitasi ketersediaan
pasokan Bahan Bakar Minyak bersubsidi bagi nelayan.
(12) Menteri Perdagangan :
i. memfasilitasi dan meningkatkan upaya diversifikasi pasar komoditas hasil
perikanan;
ii. memfasilitasi pengadaan impor mesin truk bekas dalam rangka
operasional kapal perikanan.
(13) Menteri Perindustrian :
i. memfasilitasi pembangunan industri pengolahan ikan khususnya bagi
usaha mikro, kecil, dan menengah;
ii. memfasilitasi pengembangan dan penerapan teknologi tepat guna di
bidang penangkapan ikan.
(14) Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah :
i. memberikan kemudahan dalam akses permodalan bagi usaha nelayan
skala mikro, kecil, dan menengah melalui kelembagaan koperasi;
ii. mendorong dan memfasilitasi pengembangan kemitraan usaha nelayan;
iii. mendorong dan memfasilitasi pembentukan koperasi oleh para nelayan
dan keluarganya.
(15) Menteri Negara Perumahan Rakyat memfasilitasi penyediaan rumah sangat
murah untuk nelayan.
(16) Menteri Negara Pembangunan Daerah Tertinggal memfasilitasi
pembangunan perkampungan nelayan dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan nelayan di daerah tertinggal.
(17) Menteri Negara Lingkungan Hidup :
i. memberikan dukungan perlindungan wilayah pengelolaan perikanan
negara Republik Indonesia dari pencemaran;
ii. mendorong dan memfasilitasi partisipasi nelayan dalam upaya pelestarian
sumber daya ikan dan lingkungannya.
Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan
2019
Draft 1 Halaman - 31
(18) Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional :
i. menyusun rencana program, monitoring, dan evaluasi perlindungan
nelayan;
ii. mengkoordinasikan program dan anggaran terkait perlindungan nelayan.
(19) Panglima Tentara Nasional Indonesia untuk:
i. mengutamakan upaya preventif dalam penegakan hukum di bidang
perikanan;
ii. melakukan penegakan hukum terhadap nelayan asing yang melakukan
penangkapan ikan secara melawan hukum, tidak dilaporkan, dan tidak
diatur (Illegal, Unreported, Unregulated Fishing) dan penangkapan ikan
yang merusak (destructive fishing) di Zona Ekonomi Eksklusif dalam
Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia;
iii. memberikan perlindungan bagi nelayan dalam melakukan penangkapan
ikan khususnya di wilayah perbatasan;
iv. menugaskan Kepala Staf Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut untuk
melaksanakan instruksi sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan
huruf c.
(20) Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia:
i. mengutamakan upaya pre-emtif, preventif dan edukatif dalam penegakan
hukum di bidang perikanan terhadap nelayan;
ii. melakukan penegakan hukum terhadap nelayan asing yang melakukan
penangkapan ikan secara melawan hukum, tidak dilaporkan, dan tidak
diatur (Illegal, Unreported, Unregulated Fishing) dan penangkapan ikan
yang merusak (destructive fishing) di perairan Indonesia dalam Wilayah
Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia;
iii. melakukan perlindungan dan menjaga keamanan nelayan dalam
melakukan kegiatan penangkapan ikan.
(21) Kepala Badan Pertanahan Nasional melakukan percepatan legalisasi aset
tanah nelayan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan
2019
Draft 1 Halaman - 32
(22) Kepala Badan Pusat Statistik menyediakan data rumah tangga nelayan dalam
pemanfaatan pemberian bantuan kepada nelayan.
(23) Para Gubernur dan Bupati/Walikota sesuai kewenangannya:
i. menetapkan Rencana Tata Ruang Wilayah/Rencana Zonasi Wilayah
Pesisir dan Pulau-pulau Kecil untuk kegiatan usaha dan pemukiman
nelayan;
ii. mempercepat pembangunan infrastruktur di pelabuhan perikanan dan
pemukiman nelayan;
iii. membangun sarana dan prasarana pendidikan dan kesehatan di
pemukiman nelayan;
iv. meningkatkan akses pendidikan dan kesehatan bagi keluarga nelayan;
v. memfasilitasi dan meningkatkan akses perlindungan nelayan saat nelayan
tidak dapat melaut karena cuaca buruk dan bencana alam;
vi. memfasilitasi penyelesaian konflik nelayan.
c. Diktum Keempat
Merumuskan rencana dan melakukan koordinasi antar instansi Pemerintah Pusat
dan Daerah dalam mengeluarkan kebijakan yang diperlukan terkait dengan
perlindungan nelayan sesuai dengan tugas dan tanggung jawab masing-masing
dengan dikoordinasikan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan.
d. Diktum Keempat
Dalam rangka pelaksanaan Instruksi Presiden ini, sepanjang terdapat program
yang berkaitan dengan kewenangan Bank Indonesia, Menteri/Kepala Lembaga
terkait agar berkoordinasi dengan Gubernur Bank Indonesia.
e. Masing-masing Menteri melaporkan pelaksanaan Instruksi
Presiden ini kepada Presiden melalui Menteri Koordinator Bidang Politik,
Hukum, dan Keamanan, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, dan Menteri
Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, sesuai bidang tugasnya.
Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan
2019
Draft 1 Halaman - 33
3.4 Peraturan Menteri
1) Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.02/MEN/2008 tentang
Pedoman Pelaksanaan Kredit Ketahanan Pangan di Bidang Kelautan dan
Perikanan
Menurut Peraturan Menteri ini, Kredit Ketahanan Pangan (KKP) di bidang kelautan
dan perikanan adalah kredit-kredit investasi dan/atau modal kerja yang diberikan
dalam rangka mendukung pelaksanaan program kredit ketahanan pangan dan energi.
Adapun KKP untuk usaha penangkapan ikan, meliputi kegiatan usaha penangkapan
dengan menggunakan alat tangkap Pancing dan Alat Bantu Rumpon, Gill Net, dan
Purse Seine. Selain itu, KKP usaha penangkapan ikan digunakan untuk membiayai
investasi dan/atau modal kerja dalam rangka operasional penangkapan dan/atau
pengadaan dan/atau peremajaan peralatan, mesin dan sarana penangkapan lainnya.
Persyaratan calon peserta KKP di bidang penangkapan ikan adalah:
a. Nelayan perorangan dan/atau yang tergabung dalam KUB, serta koperasi;
b. Nelayan yang mendaratkan dan menjual hasil tangkapan melalui pusat pendaratan
ikan;
b. memiliki usaha penangkapan dengan menggunakan kapal berukuran kurang dari
30 (tiga puluh) gross tonage (GT) dengan alat penangkap ikan yang sesuai dengan
ketentuan yang berlaku; dan
c. Bersedia menaati petunjuk teknis dan mematuhi ketentuan-ketentuan sebagai
peserta KKP.
Tugas dan kewajiban nelayan dan pembudidaya ikan calon peserta KKP adalah:
(1) Menyusun Rencana Definitif Kebutuhan Individu (RDKI) dengan bimbingan
penyuluh dan/atau dinas teknis terkait;
b. Menandatangani RDKI didampingi penyuluh dan/atau dinas teknis terkait;
c. Mengajukan permohonan kredit kepada bank pelaksana yang dilampiri dengan
rekapitulasi RDKI, dan diketahui oleh dinas teknis terkait;
d. Menandatangani akad kredit dengan bank pelaksana;
e. Bersedia menerima dan memanfaatkan KKP sesuai dengan peruntukannya;
f. Bersedia mengadministrasikan pelaksanaan dan pemanfaatan KKP;
Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan
2019
Draft 1 Halaman - 34
g. Bersedia mengembalikan KKP sesuai jadwal yang tercantum dalam RDKI; dan
h. Menghadiri musyawarah penyusunan Rencana Definitif Kebutuhan Individu
(RDKK).
2) Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.07/MEN/2008 tentang
Bantuan Sosial Pemberdayaan Masyarakat Pesisir dan Pembudidaya Ikan
Menurut Peraturan Menteri ini, Bantuan Sosial Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat
Pesisir (BANSOS PEMP) adalah bantuan berupa uang yang dialokasikan oleh
Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir, dan Pulau-pulau Kecil dan disalurkan kepada
masyarakat pesisir perorangan atau kelompok guna mendukung usaha produktif skala
mikro guna meningkatkan kesejahteraannya. Masyarakat pesisir yang dapat
menerima BANSOS PEMP terdiri dari:
a. Nelayan skala mikro;
b. Pembudidaya ikan skala mikro;
c. Pengolah dan pedagang hasil perikanan skala mikro; dan
d. Pelaku usaha industri dan jasa maritim skala mikro.
3) Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.12/MEN/2008 tentang
Bantuan Langsung Masyarakat Bidang Kelautan dan Perikanan
Menurut Peraturan Menteri ini, Bantuan langsung masyarakat bidang kelautan dan
perikanan adalah bantuan yang diberikan kepada masyarakat atau lembaga
kemasyarakatan termasuk lembaga non pemerintah bidang pendidikan secara selektif,
tidak terus menerus baik berupa barang, uang atau jasa yang bertujuan untuk
peningkatan kesejahteraan masyarakat bidang kelautan dan perikanan. Bantuan
langsung masyarakat bidang kelautan dan perikanan diberikan untuk kegiatan:
a. Penangkapan ikan skala mikro kecil;
b. Pembudidayaan ikan skala mikro kecil;
c. Pengolahan dan pemasaran hasil perikanan skala mikro kecil;
d. Jasa dan industri kelautan skala mikro kecil;
e. Pendidikan perikanan non pemerintah; atau
f. Pengawasan sumberdaya kelautan dan perikanan oleh masyarakat
Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan
2019
Draft 1 Halaman - 35
Bantuan Langsung Masyarakat bidang kelautan dan perikanan dilaksanakan melalui:
a. Belanja bantuan social, dengan kriteria
• adanya kemungkinan atau dampak resiko sosial;
• diberikan kepada masyarakat atau lembaga masyarakat;
• bersifat tidak terus menerus; dan
• diberikan dalam bentuk uang, barang atau jasa secara selektif
b. Belanja barang non operasional lainnya, dengan criteria:
• pengeluaran dalam bentuk pembelian barang atau jasa;
• barang dan jasa yang habis dipakai untuk memproduksi barang atau jasa yang
dipasarkan maupun yang tidak dipasarkan; dan
• pengadaan barang atau jasa yang diserahkan kepada masyarakat atau lembaga
masyarakat.
4) Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Per 30/Men/2012 tentang
Usaha Perikanan Tangkap di WPPNRI
Peraturan Menteri ini mencabut peraturan sebelumnya, yaitu Permen KP No.
PER.14/MEN/2011 tentang Usaha Perikanan Tangkap sebagaimana telah diubah
dengan PER.49/MEN/2011. Menurut Permen KP Nomor Per.30/Men/2012, jenis
usaha perikanan tangkap meliputi:
a. Usaha penangkapan ikan, terdiri dari:
(1) usaha penangkapan ikan dengan menggunakan kapal penangkap ikan yang
dioperasikan secara tunggal, dilakukan oleh kapal penangkap ikan yang
sekaligus berfungsi sebagai kapal pengangkut ikan hasil tangkapan.
(2) usaha penangkapan ikan dengan menggunakan kapal penangkap ikan yang
dioperasikan dalam satuan armada penangkapan ikan, dilakukan oleh kapal
penangkap ikan, kapal pengangkut ikan, dan kapal pendukung operasi
penangkapan ikan yang merupakan satu kesatuan armada penangkapan ikan.
(3) usaha penangkapan ikan dengan menggunakan kapal penangkap ikan yang
dioperasikan secara tunggal dan usaha penangkapan ikan dengan
menggunakan kapal penangkap ikan yang dioperasikan dalam satuan armada
penangkapan ikan, dilakukan dalam 1 (satu) usaha.
Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan
2019
Draft 1 Halaman - 36
b. Usaha pengangkutan ikan, terdiri dari:
(1) usaha pengangkutan ikan di dalam negeri, meliputi:
• pengangkutan ikan dari sentra nelayan.
• pengangkutan ikan dari pelabuhan pangkalan ke pelabuhan muat, dapat
dilakukan oleh perusahaan bukan perusahaan perikanan
• pengangkutan ikan dengan pola kemitraan.
(2) usaha pengangkutan ikan untuk tujuan ekspor, merupakan kapal pengangkut
ikan yang digunakan untuk mengangkut ikan ke luar negeri, dapat dilakukan
oleh perusahaan bukan perusahaan perikanan.
c. Usaha penangkapan dan pengangkutan ikan, hanya dapat dilakukan dalam satu
perusahaan.
d. Usaha perikanan tangkap terpadu, terdiri dari:
(1) usaha perikanan tangkap dengan penanaman modal dalam negeri dan
penanaman modal asing;
(2) usaha perikanan tangkap non-penanaman modal
Selanjutnya Pasal 9 menambahkan bahwa usaha perikanan tangkap terpadu
merupakan integrasi antara kegiatan penangkapan ikan, pengangkutan ikan dengan
industri pengolahan ikan. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan mutu, nilai tambah,
dan daya saing produk perikanan Indonesia. Adapun insentif yang dapat diberikan
kepada usaha perikanan tangkap terpadu, yaitu berupa:
a. tambahan alokasi jumlah kapal perikanan, dengan skala prioritas: (1) perusahaan
perikanan yang telah memiliki dan mengoperasikan Unit Pengolahan Ikan (UPI);
(2) perusahaan perikanan yang sedang membangun UPI; dan (3) perusahaan
perikanan yang bermitra dengan UPI yang memiliki SKP.
b. prioritas pemanfaatan kawasan industri di pelabuhan perikanan;
c. pemberian pelabuhan bongkar pada SIPI dan SIKPI sesuai dengan UPI
d. yang dimiliki;
e. fasilitasi promosi produk perikanan, baik di pasar lokal maupun pasar ekspor;
f. peningkatan kapasitas kelembagaan dan sumber daya manusia.
Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan
2019
Draft 1 Halaman - 37
Pemberian insentif tersebut tetap mempertimbangkan ketersediaan sumber daya ikan,
sarana dan prasarana yang dimiliki oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan,
pemerintah daerah provinsi atau kabupaten/kota sesuai kewenangannya. Selain itu,
insentif juga dapat diberikan kepada usaha penangkapan ikan dan/atau pengangkutan
ikan yang melakukan pengembangan usaha pengolahan ikan. Adapun insentif
tersebut dapat berupa (Pasal 10 ayat 1):
a. tambahan alokasi jumlah kapal perikanan;
b. prioritas pemanfaatan kawasan industri di pelabuhan perikanan;
c. pemberian pelabuhan bongkar pada SIPI dan SIKPI sesuai dengan UPI yang
dimiliki.
Selanjutnya Pasal 10 ayat 2 menambahkan bahwa usaha pengolahan ikan yang
melakukan pengembangan usaha penangkapan ikan dapat diberikan insentif berupa:
(a) fasilitasi promosi produk perikanan, baik di pasar lokal maupun pasar ekspor; dan
(b) peningkatan kapasitas kelembagaan dan sumber daya manusia. Pemberian insentif
tersebut tetap mempertimbangkan ketersediaan sumber daya ikan, sarana dan
prasarana yang dimiliki oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan, pemerintah
daerah provinsi atau kabupaten/kota sesuai kewenangannya.
Berdasarkan uraian jenis usaha perikanan tangkap, maka perizinan yang harus
dimiliki oleh setiap pelaku usaha sebagaimana dituangkan dalam Permen KP Nomor
Per.30/Men/2012 sebagaimana diubah dengan Permen KP Nomor 26/PERMEN-
KP/2013, yaitu:
a. SIUP, terdiri dari:
(1) SIUP perorangan
(2) SIUP perusahaan;
(3) SIUP penanaman modal
b. SIPI, terdiri dari:
(1) SIPI untuk kapal penangkap ikan yang dioperasikan secara tunggal
(2) SIPI untuk kapal penangkap ikan yang dioperasikan dalam satuan armada
penangkapan ikan
Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan
2019
Draft 1 Halaman - 38
(3) SIPI untuk kapal pendukung operasi penangkapan ikan
(4) SIPI untuk kapal latih atau penelitian/eksplorasi perikanan
c. SIKPI, terdiri dari:
(1) SIKPI untuk kapal pengangkut ikan dari sentra nelayan;
(2) SIKPI untuk kapal pengangkut ikan dari pelabuhan pangkalan ke pelabuhan
muat
(3) SIKPI untuk kapal pengangkut ikan dengan pola kemitraan;
(4) SIKPI untuk kapal pengangkut ikan tujuan ekspor;
(5) SIKPI untuk kapal pengangkut ikan berbendera asing yang diageni oleh
perusahaan bukan perusahaan perikanan;
(6) SIKPI untuk kapal pengangkut ikan berbendera Indonesia yang diageni oleh
perusahaan bukan perusahaan perikanan.
Sebagaimana cantolannya, yaitu UU No. 31 Tahun 2004, maka peraturan pelaksanaan
berupa Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan ini juga mengatur pengecualian
kewajiban kepemilikan SIUP untuk nelayan kecil. Selain itu, pengecualian juga
diberikan untuk pemerintah, pemerintah daerah, atau perguruan tinggi untuk
kepentingan pelatihan dan penelitian/eksplorasi perikanan. Sementara pengecualian
kewajiban memiliki SIPI dan SIKPI juga diberikan kepada nelayan kecil dan
kewajiban tersebut diganti dengan Bukti Pencatatan Kapal.
Masa berlaku SIUP berlaku yaitu selama orang melakukan kegiatan usaha perikanan
tangkap, sementara untuk SIPI, SIKPI, dan Bukti Pencatatan Kapal berlaku selama 1
tahun. Sedangkan pemberian izin tersebut dibagi kepada Direktur Jenderal, Gubernur
dan Bupati/Walikota sesuai kewenangannya (Tabel 7).
Tabel 3. Perizinan Perikanan Tangkap dan Kewenangan
No Pemberi Izin Keterangan
1 Direktur Jenderal SIUP, SIPI, SIKPI
• kapal perikanan dengan ukuran diatas 30 GT
• usaha perikanan tangkap yang menggunakan modal
asing dan/atau tenaga kerja asing
2 Gubernur SIUP, SIPI, SIKPI
Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan
2019
Draft 1 Halaman - 39
No Pemberi Izin Keterangan
• kapal perikanan dengan ukuran diatas 10 GT
sampai dengan 30 (tiga puluh) GT
• untuk orang yang berdomisili di wilayah
administrasinya
• beroperasi pada perairan di wilayah pengelolaan
perikanan provinsi tersebut berkedudukan,
• tidak menggunakan modal asing dan/atau tenaga
kerja asing
3 Bupati/Walikota SIUP, SIPI, SIKPI
• kapal perikanan dengan ukuran sampai dengan 10
GT
• untuk orang yang berdomisili di wilayah
administrasinya
• beroperasi pada perairan provinsi tempat
kabupaten/kota tersebut berkedudukan,
• tidak menggunakan modal asing dan/atau tenaga
kerja asing
Bukti Pencatatan Kapal
• untuk nelayan kecil yang menggunakan 1 kapal
berukuran paling besar 5 GT
• untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari
5) Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 13/Permen-KP/2015
tentang Petunjuk Pelaksanaan Penerbitan Surat Rekomendasi Pembelian Jenis
Bahan Bakar Minyak Tertentu Untuk Usaha Perikanan Tangkap
Peraturan Menteri ini menjelaskan kekhususan pembelian Bahan Bakar Minyak
(BBM) yang diatur melalui Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 tentang
Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak. Menurut
Pasal 2, petunjuk pelaksanaan ini bertujuan untuk: (a) memberikan petunjuk
pelaksanaan bagi kepala pelabuhan perikanan atau kepala SKPD
provinsi/kabupaten/kota dalam menerbitkan Surat Rekomendasi Pembelian Jenis
BBM Tertentu untuk usaha perikanan tangkap; dan (b) menjamin tertib pelaksanaan,
pemantauan, dan evaluasi Surat Rekomendasi Pembelian Jenis BBM Tertentu yang
diterbitkan oleh kepala pelabuhan perikanan atau kepala SKPD
provinsi/kabupaten/kota untuk pembelian Jenis BBM Tertentu untuk usaha perikanan
tangkap.
Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan
2019
Draft 1 Halaman - 40
Lebih lanjut, Pasal 3 ayat (1) menyebutkan bahwa jenis BBM Tertentu untuk usaha
perikanan tangkap berupa Minyak Solar (gas oil) atau dengan nama lain yang sejenis
dengan standar dan mutu (spesifikasi) yang ditetapkan oleh Menteri Energi dan
Sumber Daya Mineral. Sementara ayat (2), pemberian Minyak Solar (gas oil) untuk
setiap kapal perikanan dengan pemakaian paling banyak 25 (dua puluh lima) kilo
liter/bulan. Adapun pemberian Minyak Solar (gas Oil) sebagaimana diatur dalam
Pasal 4 diberikan kepada Konsumen pengguna yaitu nelayan yang menggunakan
kapal perikanan Indonesia dengan ukuran kapal 30 GT ke bawah yang terdaftar di
SKPD provinsi/kabupaten/kota.
6) Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 18/PERMEN-KP/2016
tentang Jaminan Perlindungan atas Risiko kepada Nelayan, Pembudi Daya
Ikan, dan Petambak Garam
Sama halnya dengan UU No. 7 tahun 2016, sebagai peraturan pelaksana Permen ini
memberikan batasan Nelayan Kecil adalah Nelayan yang melakukan Penangkapan
Ikan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, baik yang tidak menggunakan
kapal penangkap Ikan maupun yang menggunakan kapal penangkap Ikan berukuran
paling besar 10 (sepuluh) gros ton (GT).
Sebagaimana Pasal 4, Kementerian dan Pemerintah Daerah sesuai dengan
kewenangannya memberikan jaminan perlindungan atas Risiko yang dihadapi oleh
Nelayan. Risiko yang dihadapi Nelayan, meliputi: (1) hilang atau rusaknya sarana
Penangkapan Ikan, (2) kecelakaan kerja atau kehilangan jiwa bagi Nelayan; dan (3)
jenis Risiko lain yang diatur dengan Peraturan Menteri. Adapun penyebab risiko
adalah bencana alam, wabah penyakit Ikan, dampak perubahan iklim, dan/atau
pencemaran. Perlindungan atas Risiko hilang atau rusaknya sarana Penangkapan Ikan
dan untuk jenis Risiko lain diberikan dalam bentuk Asuransi Perikanan. Sementara
perlindungan atas risiko kecelakaan kerja atau kehilangan jiwa bagi Nelayan
diberikan dalam bentuk Asuransi Perikanan atau Asuransi Pergaraman untuk
kecelakaan kerja; atau Asuransi Jiwa untuk kehilangan jiwa (Pasal 5).
Risiko hilang atau rusaknya sarana Penangkapan Ikan yang dihadapi Nelayan
meliputi: (a) kapal penangkap ikan yang laik laut, laik tangkap ikan, dan laik simpan
Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan
2019
Draft 1 Halaman - 41
ikan; (b) alat penangkapan ikan dan alat bantu penangkapan ikan; (c) bahan bakar
minyak dan sumber energi lainnya; dan/atau (d) air bersih dan es (Pasal 6). Sementara
Pasal 7, menyebutkan bahwa risiko kecelakaan kerja atau kehilangan jiwa meliputi:
(a) kematian akibat kecelakaan; (b) cacat tetap akibat kecelakaan; dan (c) biaya
pengobatan akibat kecelakaan. Jaminan perlindungan atas Risiko kecelakaan kerja
atau kehilangan jiwa diberikan dalam bentuk fasilitasi bantuan pembayaran premi
Asuransi bagi Nelayan Kecil dan Nelayan Tradisional.
Sementara Pasal 8 menambahkan bahwa risiko lain yang dihadapi Nelayan meliputi:
(a) pelarangan penggunaan jenis alat penangkapan ikan tertentu; (b) pelarangan
penangkapan jenis ikan tertentu; dan/atau (c) kerusakan alat penangkap ikan akibat
penangkapan biota yang dilindungi. Jaminan perlindungan atas Risiko lain tersebut
diberikan apabila Nelayan telah melaksanakan kegiatan usahanya sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.
7) Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 70/Permen-KP/2016
tentang Pedoman Umum Dalam Rangka Penyaluran Bantuan Pemerintah di
Kementerian Kelautan Dan Perikanan
Menurut Pasal 3, jenis bantuan pemerintah di Kementerian Kelautan dan Perikanan
meliputi: (a) pemberian penghargaan; (b) pemberian beasiswa; (c) bantuan
operasional; (d) bantuan sarana/prasarana; (e) bantuan rehabilitasi/pembangunan
gedung/ bangunan; (f) bantuan pembayaran premi asuransi jiwa, asuransi perikanan,
dan asuransi pergaraman; dan (g) bantuan pengawasan sumber daya kelautan dan
perikanan dan konservasi. Adapun bentuk bantuannya sebagaimana dituangkan
dalam Pasal 4, yaitu: (a) uang; (b) barang; dan/atau (c) jasa.
8) Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 73/Permen-KP/2016
tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat Sektor Kelautan
dan Perikanan
Menurut Pasal 2, pelaksanaan KUR sektor kelautan dan perikanan bertujuan untuk:
(a) meningkatkan dan memperluas akses pembiayaan KUR bagi Usaha Produktif
sektor kelautan dan perikanan; (b) meningkatkan kapasitas daya saing usaha mikro,
Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan
2019
Draft 1 Halaman - 42
kecil, dan menengah sektor kelautan dan perikanan; dan (c) meningkatkan
pengembangan Usaha Produktif sektor kelautan dan perikanan. Selanjutnya, Pasal 3
menyebutkan bahwa debitur KUR sektor kelautan dan perikanan merupakan pelaku
Usaha Produktif yang termasuk usaha mikro,kecil, dan menengah, yang meliputi
kegiatan di bidang usaha:
a. Penangkapan Ikan;
b. Pembudidayaan Ikan;
c. Pengolahan Ikan;
d. Pemasaran Produk Kelautan Dan Perikanan;
e. Pergaraman Rakyat;
f. Wisata Bahari;
g. Pendukung Kegiatan Kelautan Dan Perikanan
Sementara itu, Pasal 4 menyebutkan KUR sektor kelautan dan perikanan terdiri dari
(a) KUR mikro, dan (b) KUR ritel. KUR mikro merupakan kredit modal kerja
dan/atau investasi yang diberikan kepada Debitur KUR dengan jumlah paling banyak
sebesar Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah). KUR ritel merupakan kredit
modal kerja dan/atau investasi yang diberikan kepada Debitur KUR dengan jumlah
diatas Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) dan paling banyak sebesar
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pembiayaan KUR pada usaha penangkapan ikan sebagaimana dituangkan dalam
Pasal 7 ayat (1) digunakan untuk: (a) modal investasi, antara lain untuk
pengadaan/pemeliharaan kapal, alat penangkapan ikan, dan/atau (b) alat bantu
penangkapan; dan/atau modal kerja, antara lain untuk biaya operasional melaut.
Adapun pada ayat (2), usaha penangkapan ikan meliputi kegiatan penangkapan
dengan kapal perikanan berukuran sampai dengan 150 GT yang menggunakan alat
penangkapan ikan: jaring lingkar (surrounding nets), penggaruk (dredges), jaring
angkat (lift nets), jaring jatuh (cast nets), jaring insang (gillnets), perangkap (traps),
atau pancing (hooks and lines).
Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan
2019
Draft 1 Halaman - 43
9) Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 1/PERMEN-KP/2017
tentang Surat Laik Operasi Kapal Perikanan
Menurut Pasal 3 ayat (1), setiap kapal perikanan yang akan melakukan kegiatan
perikanan wajib memiliki SLO. Namun demikian, Kewajiban memiliki SLO tersebut
dikecualikan bagi kapal perikanan untuk Nelayan Kecil (ayat 2). Batasan pengertian
nelayan kecil dengan ketentuan hanya memiliki 1 unit atau lebih kapal perikanan
dengan ukuran kumulatif paling besar 10 GT (ayat 3).
10) Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 3/Permen-KP/2019 tentang
Partisipasi Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Pelindungan Dan
Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, Dan Petambak Garam
Berdasarkan Pasal 3, masyarakat dapat berpartisipasi dalam penyelenggaraan
Pelindungan dan Pemberdayaan Nelayan. Partisipasi Masyarakat dapat dilakukan
secara perseorangan dan/atau berkelompok. Partisipasi Masyarakat dapat dilakukan:
(a) secara langsung kepada Nelayan, dan/atau (b) secara langsung dan/atau tertulis
kepada instansi berwenang. Partisipasi Masyarakat harus memperhatikan: (a) rencana
Pelindungan dan Pemberdayaan Nelayan; (b) potensi sumber daya perikanan; (c)
peluang Usaha Perikanan; (d) kebutuhan Usaha Perikanan; (e) kondisi sosial,
ekonomi, dan lingkungan; dan/atau (f) kearifan lokal. Lebih lanjut, Pasal 4
menambahkan bahwa partisipasi Masyarakat dapat dilakukan terhadap: (a)
penyusunan perencanaan; (b) Pelindungan Nelayan; (c) Pemberdayaan Nelayan; (d)
pendanaan dan pembiayaan; dan (f) pengawasan.
11) Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 5/Permen-KP/2019 tentang
Perubahan Atas Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Nomor
23/Permen-Kp/2013 Tentang Pendaftaran Dan Penandaan Kapal Perikanan
Berdasarkan Pasal 3 huruf b, Gubernur berwenang melakukan Pendaftaran Kapal
Perikanan berukuran (1) diatas 10 – 30 GT, dioperasikan pada wilayah pengelolaan
perikanan yang menjadi kewenangannya, berbendera Indonesia dan dimiliki Orang
yang berdomisili di wilayah administrasi provinsi tersebut; dan (2) sampai dengan
10 GT yang beroperasi di laut, sungai, danau, waduk, rawa, dan genangan air lainnya
yang dapat diusahakan lintas kabupaten/kota dalam 1 (satu) daerah provinsi pada
wilayah pengelolaan perikanan yang menjadi kewenangannya, berbendera Indonesia
Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan
2019
Draft 1 Halaman - 44
dan dimiliki Orang yang berdomisili di wilayah administrasi provinsi tersebut.
Sementara kewenangan Bupati/Wali kota berwenang melakukan Pendaftaran Kapal
Perikanan berukuran sampai dengan 10 GT beroperasi di sungai, danau, waduk, rawa,
dan genangan air lainnya yang dapat diusahakan dalam 1 (satu) daerah
kabupaten/kota, berbendera Indonesia dan dimiliki Orang yang berdomisili di
wilayah administrasi kabupaten/kota tersebut.
Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan
2019
Draft 1 Halaman - 45
IV. LANDASAN FILOSOFIS, LANDASAN SOSIOLOGIS, DAN LANDASAN
YURIDIS
4.1 Landasan Filosofis
Landasan filosofis adalah pandangan hidup bangsa Indonesia dalam berbangsa dan
bernegara, yaitu Pancasila. Penjabaran nilai-nilai Pancasila dalam hukum mencerminkan
suatu keadilan, ketertiban, dan kesejahteraan yang diinginkan oleh masyarakat Indonesia.
Rumusan Pancasila terdapat di dalam pembukaan (preambule) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia (UUD 1945), yang terdiri dari 4 (empat) alinea. Alinea ke-empat
memuat rumusan tujuan negara dan dasar negara. Dasar negara adalah Pancasila sedangkan
ke-empat pokok pikiran di dalam Pembukaan UUD 1945 pada dasarnya mewujudkan cita
hukum (rechtsides) yang menguasai hukum dasar negara baik tertulis maupun tidak tertulis.
Keberadaan suatu Undang-undang dalam tata hukum nasional sebagai norma yang
menjabarkan Pancasil dan UUD 1945, sehingga adanya nilai filosofis di dalam undang-
undang adalah sebagai sebuah kemutlakan. Menurut Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, disebutkan
bahwa “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara
dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Dengan demikian, kekayaan
sumberdaya ikan yang terdapat di Indonesia semestinya dapat meningkatkan kesejahteraan
para pelaku di bidang perikanan, khususnya masyarakat nelayan.
4.2 Landasan Sosiologis
a. Batasan Pengertian Nelayan Kecil
Pengertian nelayan kecil memiliki landasan hokum yang berbeda-beda, seperti UU
Nomor 45 tahun 2009 tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan
yang menyebutkan nelayan kecil adalah di bawah 5 GT yang diperkuat dengan UU
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, sementara UU Nomor 7 Tahun
2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan
Petambak Garam yang menyebutkan nelayan kecil adalah di bawah 10 GT, dan UU
Pelayaran yang mengamanatkan pengurusan Pas Kecil untuk nelayan kecil adalah < 7
GT. Oleh karena itu, penetapan yang baku mengenai Batasan pengertian nelayan kecil
tersebut.
Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan
2019
Draft 1 Halaman - 46
b. Jaminan Keberlanjutan Usaha
Nelayan kecil dengan segala keterbatasannya dihadapkan pada isu permasalahan
keberlanjutan usaha penangkapan. Hal ini dikarenakan: (1) nelayan kecil rentan terhadap
kehilangan daerah tangkapan (fishing ground) karena proyek pembangunan di wilayah
laut; (2) keterbatasan terhadap akses permodalan; (3) keterbatasan terhadap akses
teknologi; (4) keterbatasan terhadap akses pasar; dan (5) keterbatasan akses input
produksi seperti BBM. Oleh karena itu, perlunya pemberian hak pengelolaan perikanan
kepada nelayan kecil sebagai bentuk jaminan keberlanjutan usahanya. Pemberian hak
pengelolaan tersebut harus jelas diberikan oleh Pemerintah Provinsi yang tertuang dalam
NSPK yang ditetapkan Kementerian Kelautan dan Perikanan melalui Peraturan Menteri.
c. Kepatuhan Nelayan Kecil
Kebijakan ketelusuran ikan (traceability) oleh negara tujuan pasar ikan menuntut
nelayan-nelayan kecil untuk memenuhi kepatuhan terhadap peraturan perundang-
undangan. Salah satu contohnya adalah rendahnya pelaporan hasil tangkapan yang
menjadi syarat dalam penerapan ketelusuran ikan. Akibatnya, ketidakpatuhan nelayan
kecil dalam pelaporan hasil tangkapan tersebut dapat menimbulkan praktik-praktik
unreported fishing bagi negara Indonesia. Selain itu, nelayan kecil wajib memiliki Bukti
Pendaftaran Kapal Perikanan (BPKP), namun dalam kenyataannya nelayan kecil tidak
memiliki BPKP tersebut.
d. Konflik Nelayan Kecil
Nelayan kecil senantiasa menjadi korban dalam konflik di wilayah laut, baik antara
nelayan kecil dengan nelayan besar, maupun nelayan kecil dengan kegiatan lainnya di
wilayah laut, seperti pertambangan, pariwisata bahari. Oleh karena itu, perlu
keberpihakan pemerintah dalam membela nelayan kecil yang senantiasa menjadi korban.
e. Kualitas Hasil Tangkapan
Keterbatasan teknologi dan pengetahuan mengakibatkan kualitas hasil tangkapan ikan
rendah, sehingga berdampak pada rendahnya nilai jual ikan. Oleh karena itu, perlu
Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan
2019
Draft 1 Halaman - 47
peningkatan keterampilan, bantuan prasarana, dan pendampingan terkait penanganan
ikan hasil tangkapan di atas perahu.
f. Kebutuhan Pengumpulan Data pada Perikanan Skala Kecil
Data memiliki peran yang sangat penting sebagai input dalam desain manajemen
perikanan. Lebih lanjut, selain sebagai input, data berperan penting pada pengambilan
keputusan kebijakan perikanan yang akan berpengaruh secara langsung pada kehidupan
nelayan dan komunitas masyarakat yang terlibat dalam kegiatan perikanan.
Pada perikanan yang didominasi oleh skala kecil seperti Indonesia, biasanya memiliki
ketergantungan yang tinggi terhadap kegiatan perikanan. Hal ini disebabkan subsektor
perikanan skala kecil sering dimanfaatkan sebagai penyangga kehidupan ekonomi,
sehingga subsektor ini memiliki sensitivitas yang tinggi terhadap kebijakan yang
ditetapkan. Dengan jumlah kapal yang mendominasi lebih dari 90% total kapal perikanan
di Indonesia, pengumpulan data pada subsektor ini bermanfaat untuk mengevaluasi
kegiatan eksploitasi dari perikanan skala kecil yang tidak hanya berdampak pada ekologi
habitat sumberdaya, tetapi juga berdampak pada kehidupan sosial dan ekonomi
masyarakat perikanan skala kecil khususnya. Agar manajemen berjalan lancar, penilaian
perlu dilakukan baik pada perspektif ekologi, sosial maupun ekonomi, atau lebih sering
disebut dengan triple bottom line (TBL). Hal ini dikarenakan multi-tujuan dari
manajemen perikanan akan saling konflik satu sama lain. Dengan penilaian yang
komprehensif dari TBL akan mengarahkan manajer perikanan untuk memiliki prioritas
yang seimbang dalam pengambilan keputusan untuk manajemen perikanan.
Pengumpulan data secara rutin pada perikanan skala kecil akan mengarah pada indikator
suatu variabel yang dapat digunakan untuk mengukur efektivitas suatu manajemen
perikanan. Indikator tersebut mencakup hasil tangkapan (catch), upaya penangkapan
(effort), CPUE (catch per unit effort), maupun indikator pada ekonomi seperti pendapatan
nelayan dan biaya penangkapan. Indikator hasil tangkapan, upaya penangkapan dan
CPUE akan bermanfaat pada pengambilan keputusan yang berhubungan dengan limit
atau target reference points, sedangkan pendapatan nelayan dan biaya penangkapan
bermanfaat sebagai indikasi perilaku perubahan nelayan terhadap kebijakan perikanan
Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan
2019
Draft 1 Halaman - 48
yang ditetapkan. Indikator ekonomi masih sangat jarang digunakan sedangkan indikator
hasil tangkapan dan upaya penangkapan lebih sering digunakan. Sedangkan pada
perikanan yang belum memiliki indikator, diperlukan tindakan manajemen yang berhati-
hati untuk menghindari resiko eksploitasi yang berlebihan.
Mengingat bahwa beberapa perikanan skala kecil melakukan kegiatan penangkapan
dengan target spesies yang beruaya jauh maupun terbatas, maka pengumpulan data pada
perikanan skala kecil dibutuhkan sebagai bentuk kepatuhan pada tingkat regional maupun
sub-regional, terutama pada perikanan yang memiliki target penangkapan spesies
beruaya jauh maupun terbatas. Indonesia telah meratifikasi konvensi dari berbagai
regional fisheries management organisations (RFMO) ke dalam Undang-undang,
sehingga aturan pada konvensi tersebut mengikat Indonesia untuk melakukan koordinasi
dan data-sharing dengan negara anggota untuk mencapai manajemen perikanan beruaya
jauh maupun terbatas di tingkat internasional. Beberapa manfaat yang dapat diterima
oleh Indonesia dari kepatuhannya di level regional maupun sub-regional antara lain
adalah kerjasama melakukan penelitian, kesempatan memanfaatkan sumberdaya
perikanan di laut lepas dan memperkuat posisi Indonesia di forum tersebut.
g. Kebutuhan Desain Sistem Pelaporan pada Perikanan Skala Kecil
Pada naskah akademik ini pemilihan komponen data dilakukan oleh BRPL KKP.
Sehingga bahasan kebutuhan desain sistem pelaporan pada perikanan skala kecil terlepas
dari komponen data yang telah ditetapkan oleh BRPL KKP.
Desain sistem pelaporan dibutuhkan untuk menjaga kualitas dan kuantitas data yang akan
dikumpulkan. Pengumpulan data dengan sistem yang terverifikasi akan menjaga akurasi
data sehingga dapat mengurangi ketidakjelasan (uncertainty) pada data. Dengan kuantitas
data yang cukup dari pengumpulan data, maka indikator perikanan dapat diestimasi untuk
dilanjutkan lebih jauh ke arah manajemen perikanan pada skala kecil. Pada umumnya
kuantitas data ini dibutuhkan pada proses pengumpulan data dengan sampling. Pada
beberapa pengumpulan data menetapkan 20% dari total pendaratan (MDPI) sudah cukup
untuk menjaga kuantitas data, sementara pada proses pengumpulan data lainnya
membuthkan paling tidak sebanyak 50% dari total pendaratan (WCS). Dengan
Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan
2019
Draft 1 Halaman - 49
terjaganya kualitas dan kuantitas data, maka pengambilan keputusan pada manajemen
perikanan dapat lebih berhati-hati dan menggunakan pendekatan sains.
Perikanan skala kecil memiliki karakteristik yang unik dan kompleks sehingga
diperlukan desain sistem pelaporan yang mengakomodasi karakteristiknya agar desain
lebih adaptive dengan karakteristik yang dimiliki oleh perikanan skala kecil. Hasil survey
yang kami lakukan di Provinsi Maluku Utara dan Papua Barat menunjukkan bahwa
beberapa karakteristik dari perikanan skala kecil yang potensial sebagai pendukung
ataupun kendala dalam desain sistem pelaporan perikanan skala kecil:
i. Perikanan skala kecil didominasi oleh kapal-kapal kecil berukuran panjang <12 meter
dan kebanyakan tidak memiliki tempat berlindung (wheel house). Dengan ukuran
yang kecil, kapal sangat mudah untuk dihempas ombak. Kondisi ini menyebabkan
kesulitan nelayan untuk melindungi buku log book dan melakukan pencatatan diatas
kapal yang bergoyang karena ombak,
ii. Pedagang memiliki peran yang potensial dalam pencatatan hasil tangkapan dan
kegiatan ekonomi nelayan. Catatan yang dimiliki pedagang mencakup nama nelayan,
jenis ikan, berat per jenis ikan dan harga ikan. Bahkan pada beberapa pedagang yang
memiliki hubungan piutang dengan nelayan memiliki catatan tambahan seperti biaya
operasi melaut. Time-series data dari catatan tersebut dapat digunakan untuk
mengestimasi indikator perikanan dari perspektif ekologi dan ekonomi,
iii. Pengumpulan data pada perikanan skala kecil yang tersebar hingga di pulau-pulau
kecil akan membutuhkan biaya yang besar dari pemerintah,
iv. Nelayan skala kecil tertarik dengan insentive ekonomi yang akan mereka dapatkan.
Hal ini dapat diverifikasi dari dua temuan pada survey kami yaitu: 1)harga premium
untuk nelayan Fair trade dan 2)pertanyaan nelayan terkait bantuan yang akan mereka
terima jika mereka melakukan pencatatan hasil tangkapan.
v. Beberapa perikanan yang memiliki nilai ekonomis tinggi atau terancam punah
menjadi daya tarik NGO untuk melakukan kegiatan pengumpulan data pada jenis
perikanan tertentu. Kegiatan yang dilakukan akan sangat membantu pemerintah
dalam proses pengumpulan data pada perikanan skala kecil mengingat pendataan
Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan
2019
Draft 1 Halaman - 50
pada perikanan ini akan membutuhkan biaya yang sangat besar dan belum dilakukan
secara rutin oleh pemerintah. Dari karakteristik tersebut, dibutuhkan suatu
pendekatan co-management dalam pengumpulan data pada perikanan skala kecil
bersama komunitas perikanan yang lebih luas.
h. Kebutuhan Pengumpulan Data pada Perikanan Skala Kecil
Pengumpulan data pada perikanan tangkap dapat mengurangi ketidakpastian
(uncertainty) menuju manajemen perikanan yang lebih baik. Namun demikian,
pengumpulan data membutuhkan biaya yang besar. Pada kasus Indonesia, pengambilan
data log book telah dilakukan sejak 1995 dan diperbaiki pada tahun 2002. Namun, isu
underestimated catch pada laporan log book masih sering ditemukan sehingga dianggap
tidak memenuhi persyaratan untuk menjadi sumberdata pada stock assessment. Dalam
kondisi terbatasnya data (data-poor) pada sektor perikanan untuk melakukan stock
assessment, seperti kasus di Indonesia, tindakan kehati-hatian perlu dilakukan.
Pengambilan keputusan dalam kondisi ketidakpastian yang tinggi membutuhkan analisis
stokastik dimana beberapa kemungkinan perlu dipertimbangkan.
Proses manajemen perikanan harus tetap berjalan walaupun dalam kondisi kurang
informasi untuk melakukan pengambilan keputusan. Manajemen perikanan harus
memenuhi tujuan keberlanjutan dalam perspektif ekologi, ekonomi maupun sosial, atau
lebih sering disebut dengan “Triple Bottom Line”. Untuk mewujudkan tujuan perikanan
dari ketiga perspektif tersebut, maka seorang manajer perikanan perlu memahami
pertukaran konsekuensi, atau lebih sering disebut dengan trade-off, antar tujuan
perikanan yang sering berkonflik satu sama lain sebagai pertimbangan dalam
pengambilan keputusan untuk manajemen perikanan dalam kondisi ketidakpastian yang
tinggi dan/atau data-poor.
Log book perikanan dengan isi data terkait kegiatan penangkapan ikan dapat digunakan
sebagai alat monitoring kepatuhan nelayan, gambaran keragaan perikanan di wilayah
perairan Indonesia, dan sebagai input maupun monitoring data dalam manajemen
perikanan yang digunakan oleh manajer perikanan. Cotter and Pilling (2007)
menggunakan log book sebagai pendekatan sampling dan membawa hasilnya untuk
Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan
2019
Draft 1 Halaman - 51
mengestimasi variabel tertentu di tingkat populasi. Cotter and Pilling (2007)
menyampaikan bahwa metode ini memberikan keuntungan sekaligus kontroversi oleh
beberapa pihak, akan tetapi akan bernilai untuk sampling program pada survey landing,
log book maupun observer.
Deskripsi dan metode dibawah ini bertujuan untuk lebih mengeskplorasi pemanfaatan
data log book untuk dapat memberikan gambaran keragaan perikanan di masing-masing
WPP NRI sesuai Peraturan Direktur Jenderal Perikanan Tangkap nomor 11/PER-
DJPT/2018 dan perannya dalam Harvest Strategy. Deskripsi dibawah ini tidak
menggambarkan panduan mutlak analisis pemanfaatan data log book. Pengetahuan dari
para ahli di bidang perikanan, metode statistik dan umpan balik dari analis maupun
pengguna data log book akan selalu bermanfaat dalam pengembangan analisis data log
book dan pemanfaatannya untuk manajemen perikanan.
1) Peran log book sebagai sampling dalam estimasi populasi
Tingkat kepatuhan pelaporan log book saat ini mencapai 13% dari total kapal yang
teregister di statistik, sementara aktivitas e-log book mencapai 4600 kapal yang
memiliki ijin SIPI pusat dan daerah dari total jumlah kapal perikanan Indonesia yang
diduga mencapai 600 ribu kapal. Aktivasi e-log book tersebar pada 51 pelabuhan di
Indonesia. Dengan masih rendahnya tingkat kepatuhan nelayan untuk melakukan
kegiatan pelaporan secara voluntary, maka gambaran keragaan perikanan pada level
tertentu akan sulit dilakukan.
Log book dapat dimanfaatkan sebagai sampel untuk mendapatkan gambaran tentang
populasi (Cotter and Pilling 2007). Untuk mengestimasi populasi, pendekatan sample
yang sering ditemui adalah bootstrap atau pendekatan Monte Carlo. Pendekatan
Monte Carlo sering digunakan untuk mengidentifikasi dan mengestimasi
ketidakpastian (uncertainty) dan resiko. Analisis ini membantu pengambil keputusan
dengan adanya kisaran nilai dari distribusi kemungkinan (probability distribution) ke
variabel atau faktor yang memiliki ketidakpastian. Dengan menggunakan model,
perhitungan dilakukan secara terus menerus dimana setiap iterasinya menggunakan
nilai acak yang diambil dengan teknik resampling dari fungsi kemungkinannya.
Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan
2019
Draft 1 Halaman - 52
Secara umum, pendekatan Monte Carlo menghasilkan distribusi outcome yang
potensial dari simulasi stokastik. Dengan demikian presentasi dalam bentuk nilai
relative lebih baik dibanding nilai absolut.
Log book yang menjadi unit sampel adalah log book yang diisi sebenar-benarnya oleh
nelayan. Pemilihan random dari log book yang telah dilaporkan perlu dilakukan untuk
menghindari bias. Mengingat bahwa hasil tangkapan dipengaruhi juga oleh jumlah
kru dan jumlah hari melaut, maka distribusi pada level tersebut perlu diperhatikan
sebelum di agregasi pada level trip. Dengan adanya frekuensi pada tiap nilai akan
memberi kemudahan dalam melakukan fungsi sampel random. Namun apabila
frekuensi tidak dapat diperoleh, maka nilai minimum, maximum dan nilai pada
kondisi normal dapat didistribusikan menjadi 3 distribusi, yaitu distribusi uniform,
split-uniform dan triangular (Yuniarta et al. 2017). Dengan menggunakan bootstrap
dengan 1000 tarikan sampel, rata-rata dan standard error diperoleh untuk variabel
yang diestimasi. Distribusi tersebut kemudian di upscale pada level trip dengan
pemenuhan asumsi bahwa populasi trip pada perikanan tertentu bersifat homogen.
Total nilai variabel per trip dijumlahkan sesuai dengan banyaknya populasi dilevel
pelabuhan atau lokasi penangkapan. Ulangi proses ini hingga 1000 kali dengan
menggunakan pendekatan Monte Carlo dan estimasi nilai rata-rata, standard deviasi
dan 90% confidence interval.
Proses tersebut dapat dilakukan untuk menggambarkan keragaan perikanan Peraturan
Direktur Jenderal Perikanan Tangkap nomor 11/PER-DJPT/2018:
a. Hasil tangkapan total
b. Komposisi jenis hasil tangkapan per pelabuhan
c. Hasil tangkapan per alat penangkapan ikan
d. Komposisi jenis hasil tangkapan per alat penangkapan ikan
e. Hasil tangkapan ikan per API per WPPNRI
f. Upaya penangkapan ikan per WPPNRI
g. Analisis trend CPUE per API dan per WPP dan tren pemanfaatan sumberdaya ikan
h. Komposisi jenis hasil tangkapan yang dikelompokkan sebagai ERS
Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan
2019
Draft 1 Halaman - 53
i. Musim penangkapan ikan
j. Tingkat kepatuhan nelayan dalam pengelolaan pemanfaatan sumberdaya ikan yang
berkelanjutan
Dengan adanya informasi tambahan yang dikumpulkan oleh observer, maka
pemanfaatan data log book dapat lebih jauh dilakukan untuk mengestimasi distribusi
discard, unreported catch, hubungan panjang-berat spesies dan hubungan panjang
dengan varibel lainnya yang terkait seperti maturity dan umur (Cotter and Pilling
2007).
2) Peran log book sebagai input dalam manajemen perikanan yang berkelanjutan
dalam kondisi data-poor
Seorang manajer perikanan harus mepertimbangkan tindakan kehati-hatian
(precautionary approach) dalam mencapai tujuan manajemen perikanan dan
pertukaran konsekuensi atau trade-off dari berbagai tujuan dalam manajemen
perikanan yang sering berkonflik satu sama lainnya. Evaluasi Manajemen Strategi
atau lebih sering dikenal dengan MSE (Management Strategy Evaluation) diklaim
sebagai metode yang dapat menunjukkan trade-off antara tujuan manajemen
perikanan yang multi-dimensional (Punt 2017; Butterworth and Punt 1999). MSE
memiliki semua keuntungan dalam modelling dan menyediakan alat untuk
operasional tindakan kehati-hatian (precautionary approach) (Rochet and Rice
2009). MSE adalah suatu kerangka kerja manajemen perikanan yang mencakup
program pemantauan, penilaian dan evaluasi indikator, dan aturan untuk keputusan
manajemen perikanan (Butterworth and Punt 1999). Di dalam MSE, kesepakatan
tujuan perikanan dan aturan untuk implementasi manajemen perlu dibuat secara jelas
bersama-sama dengan stakeholder. Tahap ini memberikan ruang kepada stakeholder
untuk mempertimbangkan trade-off dari kesepakatan yang dibuat. Dengan demikian,
stakeholder akan menyadari konsekuensi dari kesepakatan manajemen yang akan
diimplementasikan oleh manajer perikanan.
Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan
2019
Draft 1 Halaman - 54
Dalam buku “Precautionary approach to capture fisheries and species introduction”
yang diterbitkan oleh FAO disebutkan bahwa rencana manajemen tidak dapat
diterima hingga menunjukkan performa yang secara efektif dapat menghindari
outcome yang tidak diinginkan dimasa depan. Evaluasi performa tersebut
mengartikan dibutuhkannya tes simulasi atau proyeksi dari alternative rencana
manajemen perikanan.
Gambar 4. Komponen Evaluasi Manajemen Strategi (MSE) pada data-poor.
Model Operasi (operating model/OM)
Konstruksi model pada OM merepresentasikan kemungkinan dinamika populasi
sumberdaya perikanan. Dinamika populasi sumberdaya (B) pada tahun ini ditentukan
oleh biomass tahun lalu, pertumbuhan (𝐺), rekrut (𝑅), hasil penangkapan ikan (𝐶) dan
kematian ikan secara natural (𝑀).
𝐵𝑡+1 = 𝐵𝑡 + 𝑅𝑡 + 𝐺𝑡 − 𝐶𝑡 −𝑀𝑡
Log book memiliki peran dalam komponen hasil penangkapan ikan secara detail per
kapal bahkan per setting jika nelayan melaporkan dengan sebenar-benarnya. Dengan
analisis lebih jauh, log book dan data yang dikumpulkan oleh observer akan
memberikan peran dalam mengestimasi nilai parameter catchability (𝑞) dan
MODEL OPERASI (OPERATING MODEL)
Implementasi
Model PerikananDinamika Populasi
Data
STRATEGI MANAJEMEN
(MANAGEMENT STRATEGY)
Harvest Control Rule
Performa Statistik
Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan
2019
Draft 1 Halaman - 55
selektivitas alat tangkap (𝑠). Kedua parameter tersebut digunakan dalam proyeksi
simulasi jumlah hasil tangkapan (𝐶) per kapal atau per trip per tahun. Mengingat
bahwa catchability(𝑞) dapat meningkat ataupun menurun sepanjang waktu, maka log
book dan informasi yang dikumpulkan oleh observer juga berperan dalam
mengidentifikasi sumber-sumber uncertainty pada parameter tersebut.
Pembangunan model pada komponen model perikanan di OM sebaiknya diarahkan
sesuai kebutuhan tujuan perikanan dalam jangka waktu lama (10-20 tahun). Beberapa
contoh kontribusi log book untuk konstruksi dalam komponen model perikanan
adalah:
- Dinamika upaya penangkapan untuk menentukan tujuan sosial-ekonomi (model
bioekonomi),
- Model ekosistem (predator-prey model, dan lain-lain) untuk mengestimasi
dampak kegiatan penangkapan ikan terhadap non-target spesies,
- dan lain-lain.
Data yang dihasilkan dari dinamika populasi dan model perikanan adalah indeks
kelimpahan, CPUE survey atau kapal komersial, hasil tangkapan per ukuran atau
umur spesies, dan lain-lain. Metode stock assessment yang simple membutuhkan data
hasil tangkapan dan upaya penangkapan yang akurat setidaknya 15 tahun (Carruthers
et al. 2016). Pada perikanan dengan data-poor, indeks kelimpahan stok sulit untuk
diestimasi. Sehingga dibutuhkan suatu data monitoring yang dianggap proporsional
dengan kelimpahan stok. Pada perikanan dengan data-poor, CPUE dari kapal-kapal
komersil dianggap sebagai salah satu data monitoring yang proporsional dengan stok
(dengan asumsi bahwa parameter catchability (𝑞) bernilai konstan).
Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan
2019
Draft 1 Halaman - 56
Tabel 4. Contoh model yang dapat dikembangkan dengan log book sebagai sumber
data
Data Sumber data/
parameter Parameter Contoh Model
Dinamika Populasi
- Hasil tangkapan Data log book - Indeks
pertumbuhan
spesies (growth
rate)
Model dinamika
populasi
berbasis ukuran
atau umur
spesies - Komposisi ukuran
hasil tangkapan
Data observer
Penelitian Balai
Riset KKP
- Hubungan
panjang dengan
berat atau umur
atau maturity
- selektivitas (𝑠)
- catchability (𝑞)
Model Perikanan
- Cost Benefit
Analysis per trip
atau per kapal
Data Log book
dan data
observer
Model
bioekonomi
- Jumlah trip atau
kapal
Data Log book
- Perubahan perilaku
pengusaha
perikanan terhadap
perubahan
parameter ekonomi
Penelitian Balai
Riset KKP
Kemungkinan model yang dapat dikembangkan dengan log book sebagai salah satu
sumber data disajikan pada Tabel 4. Model dinamika populasi akan berbeda-beda
tergantung pada jenis spesies masing-masing. Model bioekonomi adalah model
implementasi yang mempertimbangkan respon atau perilaku pelaku perikanan
terhadap insentif yang dibuat dari regulasi, harga baik input maupun output kegiatan
penangkapan ikan dan karakteristik lainnya. Model bioekonomi dianggap lebih
mampu memprediksi atau memberikan wawasan tentang seberapa besar target
penangkapan dan kearah mana kemungkinan penyimpangannya dimasa depan. Model
Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan
2019
Draft 1 Halaman - 57
bioekonomi berperan penting dalam mengidentifikasi rencana manajemen perikanan
yang menyeimbangkan tujuan perikanan yang saling berkonflik (Holland 2010).
Pada berbagai proses MSE perikanan dunia, OM dibuat lebih dari 1 untuk mencari
model yang sesuai atau paling mendekati dengan kondisi sebenarnya. Akademisi dan
peneliti memiliki peran pada tahap ini dengan menampilkan beberapa alternatif OM
dengan versi yang berbeda-beda dan mengakomodasi tujuan manajemen perikanan
dengan inklusif tipe-tipe ketidakpastian (uncertainty) pada model yang diminta oleh
manajer perikanan. Transparansi dari pembuat atau designer OM perlu dilakukan dan
disampaikan kepada Manajer perikanan terkait OM yang ditawarkan. Manajer
perikanan memilih OM yang mendekati kondisi sebenarnya dan memiliki performa
statistik yang tinggi. Pada beberapa perikanan menggunakan estimasi resiko yang
akan dihadapi dimasa depan dari pemilihan alternatif skenario.
Strategi Manajemen (management strategies)
Data dari OM digunakan sebagai input untuk melakukan strategi manajemen
perikanan. Strategi manajemen perikanan adalah suatu aksi atau tindakan manajemen
yang telah disimulasikan untuk mencapai tujuan-tujuan dalam manajemen perikanan.
Strategi manajemen harus ditentukan dan disetujui sebelumnya dengan stakeholder.
Syarat suatu strategi manajemen memiliki mekanisme umpan balik atau bersifat
adaptif, yaitu:
1) dapat merespon perubahan pada stok; dan
2) dapat melakukan koreksi sendiri (self-correction) secara otomatis dari waktu ke
waktu.
Definisi perikanan dengan data-poor adalah kondisi dimana stok sumberdaya sulit
untuk diestimasi dengan menggunakan analisis data yang dimiliki. Perikanan dengan
data-poor bukan berarti hanya memiliki data hasil tangkapan (catch) dan/atau upaya
penangkapan (effort) saja, tetapi juga data lain yang apabila digunakan untuk stock
assessment, maka akan memberikan nilai yang tidak sesuai atau data-data yang ada
tidak cukup sebagai the best scientific available untuk melakukan stock assessment.
Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan
2019
Draft 1 Halaman - 58
Kondisi perikanan dengan data-poor menyebabkan bahwa indikator stok atau
indikator biologi seperti limit Biomass (𝐵𝑙𝑖𝑚), akan menyulitkan manajer perikanan
untuk bertindak cepat dan berhati-hati dalam mencapai tujuan keberlansungan stok.
Namun demikian indikator harus tetap merefleksikan kondisi stok sumberdaya. Stock
assessment membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang besar. Apabila pada saat
akhir assessment menunjukkan bahwa biomass berada di bawah 𝐵𝑙𝑖𝑚, maka
dikawatirkan tindakan manajemen (management measure) akan terlambat, sehingga
manajer perikanan dianggap gagal mencapai tujuan perikanan pada perspektif
keberlangsungan sumberdaya perikanan. Penutupan perikanan secara tiba-tiba akan
berdampak besar pada kondisi ekonomi dan sosial dari komunitas perikanan tersebut.
Dampak lebih luas lagi akan dirasakan tidak hanya bagi komunitas perikanan tersebut,
tetapi juga pada level yang lebih tinggi/makro.
Indikator yang sesuai untuk digunakan pada perikanan dengan data-poor adalah
informasi yang mudah dan cepat untuk diperoleh manajer perikanan seperti:
perbandingan standarisasi CPUE atau LPUE (landing per unit effort), perbandingan
CPUE atau LPUE pada perikanan jenis tertentu, ukuran ikan yang tertangkap,
proporsi ikan dewasa pada hasil tangkapan, dan lain-lain.
Log book memiliki peran penting dalam memberikan informasi terkait indikator
CPUE atau LPUE per trip sehingga manajer perikanan mendapatkan informasi dan
dapat melakukan management measure dengan cepat apabila kondisi perikanan mulai
mendekati nilai indikator yang ditetapkan. Data observer dapat membantu
menginformasikan manajer perikanan terkait ukuran ikan yang tertangkap dan
proporsi ikan dewasa pada hasil tangkapan dengan lebih cepat dibanding indikator
biologi lainnya.
4.3 Landasan Yuridis
Berdasarkan evaluasi dan analisis peraturan perundang-undangan yang telah diuraikan pada
BAB III, terdapat beberapa Peraturan Perundang-Undangan yang mengatur mengenai
nelayan kecil, termasuk hak dan kewajiban. Namun, dalam pengaturannya masih
Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan
2019
Draft 1 Halaman - 59
menimbulkan multitafsir dalam memaknai nelayan kecil, misalnya dalam penggunaan
batasan pengertian nelayan kecil, apakah < 5 GT, < 7 GT, atau < 10 GT. Perbedaan ini
menimbulkan penafsiran beragam di daerah dalam menetapkan batasan pengertian nelayan
kecil.
Padahal, kejelasan batasan tersebut berdampak terhadap hak dan kewajiban, seperti
kepemilikan dokumen perizinan, kewajiban pendataan, dan kewajiban lainnya terkait dengan
administrasi kegiatan penangkapan ikan. Oleh karena itu, diperlukan beberapa hal, yaitu:
1. Harmonisasi aturan mengenai batasan nelayan kecil.
2. Membangun mekanisme pendataan hasil perikanan tangkap nelayan kecil yang
melibatkan pelaku usaha perikanan lainnya, seperti pedagang pengumpul, koperasi,
LSM/NGO, dan Dinas yang membidangi urusan kelautan dan perikanan.
.
Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan
2019
Draft 1 Halaman - 60
V JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN DAN RUANG LINGKUP
PENGATURAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN
5.1 Sasaran
Penyusunan naskah akademik ini akan dilakukan dalam rangka penyempurnaan
Permen KP Nomor 48/Permen-KP/2014 tentang Log Book Penangkapan Ikan adalah
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan yang sangat dibutuhkan dalam pembangunan
sistem data perikanan tangkap Indonesia.
5.2 Jangkauan dan Arah Pengaturan
Jangkauan dan arah pengaturan dalam penyempurnaan Permen KP Nomor
48/Permen-KP/2014 tentang Log Book Penangkapan Ikan meliputi: bentuk dan jenis log
book penangkapan ikan, kewajiban log book penangkapan ikan, mekanisme penyampaian
dan pelaporan log book penangkapan ikan, analisis dan pelaporan, pembinaan, dan sanksi.
5.3 Materi Muatan
5.3.1 Ketentuan Umum
Beberapa ketentuan umum mengenai nelayan kecil, yaitu:
a. Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan
pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi,
produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran yang dilaksanakan dalam suatu
sistem bisnis perikanan.
b. Ikan adalah segala jenis organisme yang seluruh atau sebagian dari siklus hidupnya
berada di dalam lingkungan perairan.
c. Penangkapan Ikan adalah kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak
dalam keadaan dibudidayakan dengan alat atau cara apa pun, termasuk kegiatan
yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan,
mendinginkan, menangani, mengolah, dan/atau mengawetkannya.
d. Kapal Perikanan adalah kapal, perahu atau alat apung lain yang digunakan untuk
melakukan penangkapan ikan, mendukung operasi penangkapan ikan,
Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan
2019
Draft 1 Halaman - 61
pembudidayaan ikan, pengangkutan ikan, pengolahan ikan, pelatihan perikanan,
dan penelitian eksplorasi perikanan.
e. Kapal Penangkap Ikan adalah kapal yang digunakan untuk menangkap ikan,
termasuk menampung, menyimpan, mendinginkan dan/atau mengawetkan ikan.
f. Surat Izin Penangkapan Ikan, yang selanjutnya disebut SIPI, adalah izin tertulis
yang harus dimiliki setiap kapal perikanan untuk melakukan penangkapan ikan
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP).
g. Nakhoda adalah salah seorang dari Awak Kapal yang menjadi pimpinan tertinggi
di kapal dan mempunyai wewenang dan tanggung jawab tertentu sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
h. Nelayan Kecil adalah Nelayan yang melakukan Penangkapan Ikan untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, baik yang tidak menggunakan kapal
penangkap Ikan maupun yang menggunakan kapal penangkap Ikan berukuran
paling besar 10 (sepuluh) gros ton (GT).
i. Log book Penangkapan Ikan adalah laporan harian tertulis nakhoda mengenai
kegiatan perikanan dan operasional harian kapal penangkap ikan.
j. Pelabuhan Perikanan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan perairan di
sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan
kegiatan sistem bisnis perikanan yang digunakan sebagai tempat kapal perikanan
bersandar, berlabuh, dan/atau bongkar muat ikan yang dilengkapi dengan fasilitas
keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang perikanan.
k. Bukti Pencatatan Kapal Perikanan adalah surat keterangan yang harus dimiliki
nelayan kecil untuk melakukan kegiatan penangkapan ikan yang menggunakan 1
(satu) kapal berukuran paling besar 10 (sepuluh) Gross Tonage (GT) untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
l. Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia, yang selanjutnya
disingkat WPPNRI, merupakan wilayah pengelolaan perikanan untuk
penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, konservasi, penelitian, dan
pengembangan perikanan yang meliputi perairan pedalaman, perairan kepulauan,
laut teritorial, zona tambahan, dan zona ekonomi eksklusif Indonesia.
Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan
2019
Draft 1 Halaman - 62
m. Laut Lepas adalah bagian dari laut yang tidak termasuk dalam ZEEI, laut territorial
Indonesia, perairan kepulauan Indonesia, dan perairan pedalaman Indonesian.
n. Surat Persetujuan Berlayar, yang selanjutnya disingkat SPB, adalah dokumen
negara yang dikeluarkan oleh Syahbandar di pelabuhan perikanan kepada setiap
kapal perikanan yang akan berlayar meninggalkan pelabuhan perikanan setelah
kapal perikanan memenuhi persyaratan kelaiklautan kapal, lakik tangkap, dan laik
simpan.
o. Sistem informasi log book penangkapan ikan, yang selanjutnya disingkat SILOPI,
adalah salah satu bentuk pengolahan data perikanan yang dipergunakan dalam
proses pengisian data (data entri), verifikasi, validasi data, analisis data, dan
penyajian informasi log book penangkapan ikan dengan menggunakan peralatan
yang telah ditentukan.
p. log book elektronik adalah log book penangkapan ikan yang diisi secara elektronik.
q. Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
perikanan.
r. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal yang mempunyai tugas teknis di bidang
perikanan tangkap.
s. Kepala Dinas adalah kepala dinas provinsi atau kabupaten/kota yang membidangi
urusan kelautan dan perikanan.
t. Petugas Data Entry adalah orang yang diberi tugas untuk memasukkan data log
book penangkapan ikan ke SILOPI.
u. Verifikator adalah pejabat fungsional pengelola produksi perikanan tangkap
dan/atau petugas pelabuhan perikanan yang diberi tugas untuk memferivikasi
keseuaian data dan informasi yang disampaikan oleh nakhoda/pemilik kapal
melalui form/log book elektronik penangkapan ikan.
v. Validator adalah pejabat fungsional pengelola produksi perikanan tangkap
dan/atau petugas yang diberi tugas untuk memvalidasi kesesuaian data dan
informasi yang disampaikan oleh nakhoda/pemilik kapal melalui form/log book
elektronik penangkapan ikan.
Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan
2019
Draft 1 Halaman - 63
w. Syahbandar di pelabuhan perikanan adalah pejabat pemerintah yang ditempatkan
secara khusus di pelabuhan perikanan untuk pengurusan administratif dan
menjalankan fungsi menjaga keselamatan pelayaran.
x. STBLKK
5.3.2 Ruang Lingkup
Ruang lingkup pengaturan yang dimuat dalam revisi Permen KP tentang Log book
Penangkapan Ikan, yaitu: (1) kapal penangkap ikan berbendera Indonesia yang beroperasi di
WPPNRI; dan (2) kapal penangkap ikan berbendera Indonesia yang beroperasi di laut lepas.
Berdasarkan batasan tersebut, semua kapal penangkap ikan diharuskan melaksanakan
pencatatan log book penangkapan ikan, termasuk nelayan kecil. Pada Permen KP No.
48/Permen-KP/2014, pengenaan log book penangkapan ikan dikenakan pada kapal
penangkap ikan berbendera Indonesia berukuran di atas 5 GT yang beroperasi di WPPNRI;
dan kapal penangkap ikan berbendera Indonesia yang beroperasi di laut lepas. Dengan
demikian, pada aturan sebelumnya, nelayan kecil yang di bawah 5 GT tidak dikenakan
pelaksanaan log book penangkapan ikan.
5.3.3 Bentuk dan Jenis Log Book Penangkapan Ikan
Log book penangkapan ikan dalam revisi Permen KP revisi ini menggunakan batasan
tonase kapal penangkap ikan. Hal ini berbeda dengan Permen KP No. 48/Permen-KP/2014
yang menggunakan batasan alat penangkap ikan. log book penangkapan ikan yang
menggunakan tonase kapal, yaitu: (a) log book untuk kapal penangkap ikan berukuran
sampai dengan 10 (sepuluh) GT; dan (b) log book untuk kapal penangkap ikan berukuran di
atas 10 (sepuluh) GT. Pembatasan tersebut didasarkan pada batasan nelayan kecil, dimana
nelayan skala besar di atas 10 GT yang diwajibkan memiliki izin juga diwajikan menerapkan
log book penangkapan ikan. Sementara nelayan kecil 10 GT dikelompokkan menjadi dua,
yaitu di bawah 5 GT dan nelayan yang menggunakan kapal 5-10 GT.
Adapun Log book penangkapan ikan memuat informasi mengenai:
a. data kapal penangkap ikan, antara lain meliputi: pemilik kapal, ukuran kapal, dan
pembuatan kapal.
Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan
2019
Draft 1 Halaman - 64
b. data alat penangkapan ikan, antara lain meliputi: jenis, ukuran, dan jumlah.
c. data operasi penangkapan ikan, antara lain meliputi: daerah operasi penangkapan
(lintang bujur), dan jam (waktu operasi).
d. data ikan hasil tangkapan, antara lain meliputi: jenis, jumlah, dan ukuran panjang.
5.3.4 Kewajiban Log Book Penangkapan Ikan
Sebagai salah satu instrumen pengumpulan data hasil tangkapan, maka pengenaan
kewajiban pelaksanaan atau penerapan log book diwajibkan untuk semua kapal penangkap
ikan, baik yang kapal perikanan berbendera Indonesia yang beroperasi di WPPNRI maupun
yang beroperasi di Laut Lepas. Untuk menciptakan data dan informasi yang valid, maka
pengisian log book penangkapan ikan diwajibkan untuk dilakukan di atas kapal oleh nakhoda
kapal penangkap ikan. Dengan demikian, nakhoda wajib membawa formulir log book
penangkapan ikan.
Sementara itu, terkait dengan mekanisme penyampaian dan pelaporan log book
penangkapan ikan dibagi menjadi dua kelompok, yaitu:
(1) alur pelaksanaan log book penangkapan ikan kapal penangkap ikan di pelabuhan
perikanan
Dalam pelaksanaan log book penangkapan ikan, setiap nakhoda atau pemilik kapal
penangkap ikan diwajibkan membawa form log book penangkapan ikan. Formulir log
book penangkapan ikan diperoleh dari Syahbandar yang sebelumnya mendapatkan
Surat Tanda Bukti Lapor Kedatangan dan Keberangkatan Kapal (STBLKK).
Kewajiban membawa log book penangkapan ikan tersebut dikenakan terhadap kapal
penangkap ikan yang berukuran 0-30 GT.
Nakhoda sebagai pimpinan di atas kapal penangkap ikan wajib melakukan pengisian
log book penangkapan ikan di atas kapal. Pengisian log book penangkapan ikan di atas
kapal tersebut dalam rangka menciptakan data yang sebenarnya (objective) dan tepat
waktu (up to date). Teknis mengenai pengisian data log book penangkapan ikan
tersebut dibedakan antara nelayan yang menggunakan kapal penangkap ikan berukuran
di bawah 10 GT dengan di atas 10 GT.
Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan
2019
Draft 1 Halaman - 65
Setelah melakukan pengisian log book penangkapan ikan, nakhoda atau pemilik kapal
wajib menyerahkan log book penangkapan ikan yang telah diisi sebelum mendaratkan
ikan hasil tangkapan kepada syahbandar di pelabuhan perikanan atau petugas log book
penangkapan ikan. Kewajiban penterahan log book penangkapan ikan tersebut untuk
mendapatkan verifikasi dari dari petugas Syahbandar yang bertugas.
Selain cara manual di atas, setiap nakhoda atau pemilik kapal penangkap ikan yang
berukuran di atas 30 GT wajib menggunakan log book elektronik. Kewajiban
penggunaan log book elektronik tersebut didahului dengan penyampaian permohonan
aktivasi akun yang terdaftar pada aplikasi ke Syahbandar di pelabuhan perikanan atau
petugas Log Book penangkapan ikan. Sebagaimana halnya pengisian log book secara
manual, dalam pengisian log book elektronik ini pun, setiap nakhoda kapal penangkap
ikan wajib memasukkan koordinat untuk setiap awal dan akhir kegiatan penangkapan
ikan ke dalam system aplikasi. Selanjutnya, nakhoda nakhoda kapal penangkap ikan
diwajibkan untuk memasukan data hasil tangkapan ikan ke dalam aplikasi e-log book
penangkapan ikan sebagai bentuk laporan kepada Syahbandar di pelabuhan
perikanan/Petugas Log Book penangkapan ikan. Kewajiban pemasukan data hasil
tangkapan ikan tersebut dilakukan untuk setiap kali penangkapan. Dengan kata lain,
dalam setiap proses mulai dari persiapan (setting) hingga pengangkatan (hauling) wajib
dilakukan proses pemasukan data.
Tahap selanjutnya adalah pemeriksaan dan verifikasi yang dilakukan oleh Syahbandar
atau Petugas log book penangkapan ikan di pelabuhan perikanan. Setelah nakhoda
kapal penangkap ikan menyerahkan log book penangkapan ikan, maka Syahbandar
atau Petugas log book penangkapan ikan melakukan pemeriksaan mengenai kesesuaian
antara alat penangkapan ikan yang digunakan dengan jenis ikan hasil tangkapan, dan
kesesuaian antara periode waktu operasi penangkapan ikan dengan jumlah hasil
tangkapan. Apabila dalam pemeriksaan ditemukan ketidaksesuaian tersebut, maka,
nakhoda tidak dapat melakukan pembongkaran ikan hasil tangkapan. Begitu juga
sebaliknya, apabila Syahbandar atau Petugas log book penangkapan ikan melihat
terjadi kesesuaian, maka nakhoda diberikan izin untuk melakukan pembongkaran hasil
tangkapan ikan.
Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan
2019
Draft 1 Halaman - 66
Atas ketidaksesuaian data dan informasi log book penangkapan ikan yang ditemukan
oleh Syahbandar atau Petugas log book penangkapan ikan, maka nakhoda diminta
untuk menjelaskan permasalahan tersebut. Apabila jawaban nakhoda sesuai, maka
Syahbandar atau Petugas log book penangkapan ikan memberikan izin untuk
melakukan pembongkaran hasil tangkapan ikan. Begitu juga sebaliknya, bila jawaban
nakhoda tidak dapat diterima Syahbandar atau Petugas log book penangkapan ikan,
maka pihak Syahbandar atau Petugas log book penangkapan ikan tidak memberikan
izin untuk melakukan pembongkaran hasil tangkapan ikan.
Data log book penangkapan ikan yang telah sesuai dan penjelasannya dapat diterima
Syahbandar atau Petugas log book penangkapan ikan, maka data dan informasi log
book penangkapan ikan tersebut diserahkan kepada petugas Data Entry untuk
dimasukan kedalam Sistem Informasi Log Book Penangkapan Ikan (SILOPI). Adapun
data yang berhasil dimasukan ke dalam SILOPI selanjutnya dilakukan verifikasi oleh
Verifikator untuk memastikan kebenaran data yang diinput, untuk selanjutnya
disampaikan kepada Kepala Pelabuhan Perikanan yang akan dilaporkan kepada
Direktur Jenderal secara online melalui Sistem Informasi Log Book Penangkapan Ikan.
(2) alur pelaksanaan log book penangkapan ikan kapal penangkap ikan di luar pelabuhan
perikanan.
Alur pelaksanaan log book penangkapan ikan di luar pelabuhan perikanan dilakukan
untuk kapal penangkap ikan yang berukuran di bawah 10 GT. Sama halnya dengan
kapal penangkap ikan berukuran di atas 30 GT, nakhoda kapal-kapal berukuran di
bawah 10 GT diharapkan membawa form log book penangkapan ikan. Form log book
penangkapan ikan tersebut diperoleh dari petugas log book penangkapan ikan yang
berwenang yang ditetapkan Pemerintah Daerah.
Dalam pengisian log book penangkapan ikan, nelayan kecil dapat melakukan pengisian
log book penangkapan ikan di atas kapal dan/atau pada saat pendaratan ikan hasil
tangkapan. Pengisian tersebut disesuaikan dengan kondisi kapal, karena bila
diwajibkan membawa form log book penangkapan ikan ke tengah laut dikhawatirkan
rusak.
Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan
2019
Draft 1 Halaman - 67
Selanjutnya, nelayan kecil wajib menyerahkan log book penangkapan ikan yang telah
diisi sebelum mendaratkan ikan hasil tangkapan kepada Petugas log book penangkapan
ikan yang berwenang. Petugas log book penangkapan ikan untuk nelayan kecil
ditetapkan oleh Pemerintah Daerah sesuai kewenangannya.
Setelah menerikan log book penangkapan ikan, petugas log book penangkapan ikan
melakukan pemeriksaan, yang meliputi: (a) kesesuaian antara alat penangkapan ikan
yang digunakan dengan jenis ikan hasil tangkapan; (b) kesesuaian antara periode waktu
operasi penangkapan ikan dengan jumlah hasil tangkapan; dan (c) kesesuaian lokasi
penangkapan ikan. Dalam hal hasil pemeriksaan data log book tersebut telah sesuai,
maka Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan menugaskan kepada Petugas Log Book
Penangkapan Ikan untuk mengirimkan kepada Petugas Data Entry untuk memasukan
kedalam Sistem Informasi Log Book Penangkapan Ikan. Data log book yang telah
dimasukan ke dalam Sistem Informasi Log Book Penangkapan Ikan tersebut
selanjutnya diverifikasi oleh Verifikator untuk memastikan kebenaran data yang
diinput. Hasil verifikasi tersebut disampaikan kepada Kepala Dinas untuk selanjutnya
dilaporkan kepada Direktur Jenderal secara online melalui Sistem Informasi Log Book
Penangkapan Ikan.
Secara diagramatik mekanispe pelaporan log book penangkapan ikan untuk nelayan
kecil dapat dilihat pada Gambar 4.
Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan
2019
Draft 1 Halaman - 68
Gambar 4. Mekanisme Pelaporan Log Book Penangkapan Ikan untuk Nelayan Kecil
5.3.5 Analisis Laporan
Setelah log book penangkapan ikan diverfikasi oleh Syahbandar atau Petugas Log
Book Penangkapan Ikan, maka tahap selanjutnya adalah analisis terhadap data dan informasi
dari log book penangkapan ikan tersebut. Proses analisis data laporan tersebut dilakukan oleh
Direktur Jenderal Perikanan Tangkap dengan beberapa tahapan, yaitu:
a. validasi data, adalah penetapan kebenaran data log book penangkapan ikan untuk
dianalisis. Dalam proses validasi data, Direktur Jenderal Perikanan Tangkap dibantu
oleh tim pengolahan dan analisis log book penangkapan ikan.
a. analisis data, adalah rekapitulasi dan pengolahan, serta melakukan analisis data log
book penangkapan ikan yang telah divalidasi. Adapun hasil analisis data
menghasilkan beberapa data dan informasi, yaitu: tingkat kepatuhan kapal,
pelabuhan perikanan yang menerapkan log book penangkapan ikan, dan analisis hasil
Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan
2019
Draft 1 Halaman - 69
tangkapan. Untuk analisis hasil tangkapan meliputi: (a) hasil tangkapan total; (b)
komposisi jenis hasil tangkapan per pelabuhan; (c) hasil tangkapan per alat penangkapan
ikan; (d) komposisi jenis hasil tangkapan per alat penangkapan ikan; (e) hasil tangkapan ikan
per API per WPPNRI; (f) upaya penangkapan ikan per WPPNRI (Sebaran ukuran range GT
kapal perikanan per API per WPPNRI dan data-data operasional penangkapan ikan lainnya
di setiap WPPNRI); (g) analisis tren upaya penangkapan ikan per alat penangkapan ikan dan
per WPP dan tren pemanfaatan sumber daya ikan; (h) komposisi jenis hasil tangkapan yang
dikelompokkan sebagai Ecological Related Species; (i) musim penangkapan ikan; dan (j)
tingkat kepatuhan nelayan dalam pengelolaan pemanfaatan sumberdaya ikan yang
berkelanjutan.
Dalam proses analisa data dan informasi log book penangkapan ikan tersebut
melibatkan berbagai pihak, mulai dari lintas eselon di Kementerian Kelautan dan
Perikanan seperti Badan Riset dan Pengembangan Sumberdaya Manusia, Perguruan
Tinggi, dan NGO.
b. Pengambilan kesimpulan, dilakukan terhadap hasil-analisis data log book penangkapan
ikan. kesimpulan yang dihasilkan dari serangkaian pengolahan data dan informasi akan
disampaikan kepada Menteri Kelautan dan Perikanan setiap 6 (enam) bulan sebagai
bahan pertimbangan terhadap kebijakan pengelolaan perikanan
5.3.6Pembinaan
Pembinaan log book penangkapan ikan dilakukan oleh Menteri Kelautan dan
Perikanan, Gubernur, dan Bupati/Wali Kota sesuai kewenangannya. Hal ini merujuk pada
UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, dalam menyelenggarakan urusan
pemerintahan, khususnya dalam pengelolaan perikanan dan pemberdayaan nelayan.
Pembinaan dilakukan kepada Kepala Pelabuhan Perikanan, Kepala Dinas, Syahbandar di
pelabuhan perikanan, Petugas Data Entry, Verifikator, Petugas Log Book Penangkapan Ikan,
Nakhoda, pemilik kapal, dan nelayan kecil. Adapun bentuk pembinaan tersebut, yaitu:
sosialisasi, pelatihan, bimbingan teknis; dan/atau penyuluhan.
5.3.7 Sanksi
Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan
2019
Draft 1 Halaman - 70
Pemilik kapal penangkap ikan atau nakhoda yang tidak mematuhi kewajiban
pelaksanaan log book penangkapan ikan akan dikenakan sanksi administratif bagi kapal
penangkap ikan berukuran di atas 10 GT dan penghentian pemberian insentif perikanan bagi
kapal penangkap ikan berukuran di bawah 10 GT. Sanksi Administratif yang dikenakan
kepada Nakhoda/Pemilik Kapal Penangkap Ikan yang berukuran di atas 10 GT, yaitu:
a. teguran tertulis, yang dikenakan kepada nakhoda atau pemilik kapal yang
melakukan pelanggaran-pelanggaran sebagai berikut:
(1) tidak membawa log book penangkapan ikan
(2) tidak mengisi log book penangkapan ikan di atas kapal.
(3) Tidak mengaktifkan akun e-log book penangkapan ikan untuk kapal di atas 30
GT.
b. Paksaan, dikenakan kepada nakhoda/pemilik kapal yang melakukan pelanggaran-
pelanggaran sebagai berikut, yaitu:
(1) tidak menyerahkan log book penangkapan ikan .
(2) tidak memasukkan koordinat untuk setiap awal dan akhir kegiatan penangkapan
ikan untuk kapal di atas 30 GT.
(3) tidak memasukan data hasil tangkapan ikan ke dalam aplikasi e-log book
penangkapan ikan untuk kapal di atas 30 GT.
(4) log book yang diserahkan tidak sesuai dan penjelasan tidak dapat diterima
adapun bentuk paksaan tersebut adalah penolakan penerbitan SPB dan penolakan
pembongkaran ikan.
c. Pembekuan, dikenakan kepada nakhoda/pemilik kapal yang melakukan
pelanggaran-pelanggaran sebagai berikut, yaitu:
(1) tidak melaksanakan paksaan; dan
(2) tidak melaksanakan perbaikan log book penangkapan ikan.
Bentuk pembekuan berupa pembekuan SIPI untuk jangka waktu paling lama 1
(satu) bulan.
d. Pencabutan, dikenakan kepada nakhoda/pemilik kapal yang melakukan
pelanggaran-pelanggaran sebagai berikut, yaitu:
Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan
2019
Draft 1 Halaman - 71
(1) tidak melaksanakan sebagian besar atau seluruh paksaan pemerintah yang telah
diterapkan dalam waktu tertentu;
(2) tidak memenuhi kewajibannya hingga masa pembekuan SIPI berakhir
Sementara itu, sanksi bagi kapal penangkap ikan yang berukuran di bawah 10 GT
adalah penghentian pemberian insentif perikanan sebagaimana disebutkan di atas. Sanksi
penghentian pemberian insentif perikanan tersebut untuk kapal penangkap ikan yang tidak
menyerahkan log book penangkapan ikan dan penjelasan tidak dapat diterima.
Pelanggaran tersebut akan dilaporkan oleh Petugas Log Book Penangkapan Ikan yang
berwenang di sentra nelayan melaporkan kepada kepala Dinas Provinsi. Berdasarkan laporan
tersebut, kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi meneruskan kepada Gubernur
sebagai bahan pertimbangan dalam pemberian insentif perikanan. Pemberian insentif
perikanan tersebut harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, angtara
lain subsidi BBM, asuransi nelayan, bantuan alat penangkapan ikan, bantuan kapal
penangkapan ikan, bantuan alat bantu penangkapan ikan, bantuan permodalan, dan lain
sebagainya.
Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan
2019
Draft 1 Halaman - 72
VI PENUTUP
Naskah Akademik ini dapat menjadi landasan ilmiah dan acuan dalam menyusun kebijakan
dan peraturan hukum terkait dengan rencana penerapan log book penangkapan ikan, mulai
dari nelayan nelayan kecil atau small-scale fisheries (SSF) hingga nelayan skala besar atau
industry di Indonesia dengan mekanisme sistem pelaporannya yang efektif, efisien, akurat
dan berkelanjutan. Diharapkan hasil dari pengumpulan data log book tersebut dapat
dimanfaatkan untuk kepentingan pengelolaan perikanan tangkap yang berkelanjutan.
Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan
2019
Draft 1 Halaman - 73
REFERENSI
Béné, C., Hersoug, B., E.H., A. (2010) Not by Rent Alone : Analysing the Pro-Poor Functions
of Small-Scale Fisheries in Developing Countries. Development Policy Review 28,
325-358
Butterworth, D.D.S., Punt, A.E. (1999) Experiences in the evaluation and implementation of
management procedures. ICES Journal of Marine Science 56, 985-998
Carruthers, T.R., Kell, L.T., Butterworth, D.D.S., et al. (2016) Performance review of simple
management procedures. ICES Journal of Marine Science: Journal du Conseil 73,
464-482.10.1093/icesjms/fsv212
Cotter, A.J.R., Pilling, G.M. (2007) Landings, log books and observer surveys: improving
the protocols for sampling commercial fisheries. Fish and Fisheries 8, 123-152.DOI
10.1111/j.1467-2679.2007.00241.x
Cunningham, S., Neiland, A.E., Arbuckle, M., Bostock, T. (2009) Wealth-based Fisheries
Management: Using Fisheries Wealth to Orchestrate Sound Fisheries Policy in
Practice. Marine Resource Economics.10.5950/0738-1360-24.3.271Doddema, M.,
Spaargaren, G., Wiryawan, B., Bush, S.R. (2018) Fisher responses to private
monitoring interventions in an Indonesian tuna handline fishery. Fisheries Research
208, 49-57.10.1016/j.fishres.2018.07.009
FAO (1995) Precautionary Approach to Fisheries. Part 1: Guidelines on the precautionary
approach to capture fisheries and species introductions., 52.
FAO (1999) Guidelines for the Routine Collection of Capture Fishery Data. FAO Fisheries
Technical Paper, FAO, Rome, p. 113p.
FAO Improving our knowledge on small-scale fisheries: data needs and methodologies.
(Proceedings of the Workshop on improving our knowledge on small-scale fisheries:
data needs and methodologies, Rome, Italy, 2017). FAO, City.
Gill, D.A., Oxenford, H.A., Turner, R.A., Schuhmann, P.W. (2019) Making the most of data-
poor fisheries: Low cost mapping of small island fisheries to inform policy. Marine
Policy 101, 198-207.10.1016/j.marpol.2017.10.040
Gray, C.A. (2016) Evaluation of fishery-dependent sampling strategies for monitoring a
small-scale beach clam fishery. Fisheries Research 177, 24-
30.10.1016/j.fishres.2016.01.007
Grimble, Robin and Man-Kwun Chan. (1995) Stakeholder analysis for natural resource
management in developing countries. Natural Resources Forum Vol.19, Issue2, pp.
113-124.10.1111/j.1477-8947.1995.tb00599
Holland, D.S. (2010) Management strategy evaluation and management procedures: tool for
rebuilding and sustaining fisheries. OECD Food, Agriculture and Fisheries Working
Paper No. 1815-6797.
Naskah Akademik Permen KP tentang Logbook Penangkapan Ikan
2019
Draft 1 Halaman - 74
Karr, K.A., Fujita, R., Carcamo, R., et al. (2017) Integrating Science-Based Co-management,
Partnerships, Participatory Processes and Stewardship Incentives to Improve the
Performance of Small-Scale Fisheries. Frontiers in Marine Science
4.10.3389/fmars.2017.00345
MMAF (2016) Statistik perikanan tangkap Indonesia menurut Provinsi, 2016.
Pascoe, S.D., Plagányi, É.E., Dichmont, C.M. (2017) Modelling multiple management
objectives in fisheries: Australian experiences. ICES Journal of Marine Science 74,
464-474.10.1093/icesjms/fsw051
Pauly, D. (1997) Small scale fisheries tropics: marginality, marginalization and some
implications for fisheries management. In: Global trends: Fisheries Management.
(Ed. D.D.H. E.K. Pikitch, M.P.Sissenwine (eds) ), American Fisheries Society
Symposium, Bethesda, Maryland, pp. 40-49.
Prescott, J., Riwu, J., Stacey, N., Prasetyo, A. (2016) An unlikely partnership: fishers’
participation in a small-scale fishery data collection program in the Timor Sea.
Reviews in Fish Biology and Fisheries 26, 679-692.10.1007/s11160-015-9417-7
Punt, A.E. (2017) Strategic management decision-making in a complex world: Quantifying,
understanding, and using trade-offs. ICES Journal of Marine Science 74, 499-
510.10.1093/icesjms/fsv193
Quynh, C.N.T., Schilizzi, S., Hailu, A., Iftekhar, S. (2018) Fishers' Preference Heterogeneity
and Trade-offs Between Design Options for More Effective Monitoring of Fisheries.
Ecological Economics 151, 22-33.10.1016/j.ecolecon.2018.04.032The World Bank
(2012) The Hidden Harvest - The Global Contribution of Capture Fisheries.
Rochet, M.J., Rice, J.C. (2009) Simulation-based management strategy evaluation: Ignorance
disguised as mathematics? ICES Journal of Marine Science 66, 754-
762.10.1093/icesjms/fsp023
Sumaila, U.R., Khan, A.S., Dyck, A.J., et al. (2010) A bottom-up re-estimation of global
fisheries subsidies. Journal of Bioeconomics 12, 201-225.10.1007/s10818-010-9091-
8
Yuniarta, S., van Zwieten, P.A.M., Groeneveld, R.A., Wisudo, S.H., van Ierland, E.C. (2017)
Uncertainty in catch and effort data of small- and medium-scale tuna fisheries in
Indonesia: Sources, operational causes and magnitude. Fisheries Research 193, 173-
183.10.1016/j.fishres.2017.04.009
Zeller, D., Harper, S., Zylich, K., Pauly, D. (2014) Synthesis of underreported small-scale
fisheries catch in Pacific island waters. Coral Reefs 34, 25-39.10.1007/s00338-014-
1219-1