nano

14
- Pemerintah kini sedang mengembangkan metode nano bio technology untuk diaplikasikan di produk pangan atau pertanian. Tahun 2015 nanti, metode ini ditargetkan sudah bisa diaplikasikan. Kepala Badan penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian, Haryono mengatakan, nano technology merupakan metode pertanian masa depan. Inisiasi ini berangkat dari pertemuan global para pengamat pertanian di Beijing beberapa waktu lalu. "Awalnya pertemuan global leader for agricultural science and technology, 6 Juni di Beijing. Yang hadir Dirjen FAO, dan lembaga penelitian dunia. Lalu ada 2 Badan Litbang Pertanian. Untuk diskusi mengenai pertanian masa depan. Isu yang diambil itu teknologi ke depan itu apa, nano technology salah satunya," ungkap Haryono sata ditemui di Kantor Kementerian Pertanian, Ragunan, Jaksel, (10/6/2013). Haryono merinci, nano technology ialah suatu sistem memperkecil partikel dan mengubah strukturnya agar lebih efisien. Dia mencontohkan, di tahun 2015 nanti, teknologi ini akan diaplikasikan untuk pupuk. "Contohnya pupuk. Kalau diperkecil itu lebih mudah diserap oleh tanaman. Perbedaannya dengan teknologi nano itu daya serap tanaman terhadap pupuk itu lebih efektif. Jadinya larinya ke efisien cost. Itu sangat menjanjikan untuk mengefisienkan input," katanya. Metode ini sebenarnya sudah diaplikasikan untuk pupuk beberapa komoditi, namun sayangnya belum begitu masiv. Saat ini, Kementerian Pertanian sedang membangun Leboratorium Penelitian Nano Technology di Bogor yang akan rampung 2014. "Setelah 2014 lah mudah-mudahan bisa. Itu mulai dari yang terkait dengan pemupukan, keamanan pangan, fortifikasi pangan, lebih kepada

Upload: lakpesdam-nu-banten

Post on 02-Aug-2015

233 views

Category:

Technology


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Nano

- Pemerintah kini sedang mengembangkan metode nano bio technology untuk diaplikasikan di produk pangan atau pertanian. Tahun 2015 nanti, metode ini ditargetkan sudah bisa diaplikasikan.

Kepala Badan penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian, Haryono mengatakan, nano technology merupakan metode pertanian masa depan. Inisiasi ini berangkat dari pertemuan global para pengamat pertanian di Beijing beberapa waktu lalu.

"Awalnya pertemuan global leader for agricultural science and technology, 6 Juni di Beijing. Yang hadir Dirjen FAO, dan lembaga penelitian dunia. Lalu ada 2 Badan Litbang Pertanian. Untuk diskusi mengenai pertanian masa depan. Isu yang diambil itu teknologi ke depan itu apa, nano technology salah satunya," ungkap Haryono sata ditemui di Kantor Kementerian Pertanian, Ragunan, Jaksel, (10/6/2013).

Haryono merinci, nano technology ialah suatu sistem memperkecil partikel dan mengubah strukturnya agar lebih efisien. Dia mencontohkan, di tahun 2015 nanti, teknologi ini akan diaplikasikan untuk pupuk.

"Contohnya pupuk. Kalau diperkecil itu lebih mudah diserap oleh tanaman. Perbedaannya dengan teknologi nano itu daya serap tanaman terhadap pupuk itu lebih efektif. Jadinya larinya ke efisien cost. Itu sangat menjanjikan untuk mengefisienkan input," katanya.

Metode ini sebenarnya sudah diaplikasikan untuk pupuk beberapa komoditi, namun sayangnya belum begitu masiv. Saat ini, Kementerian Pertanian sedang membangun Leboratorium Penelitian Nano Technology di Bogor yang akan rampung 2014.

"Setelah 2014 lah mudah-mudahan bisa. Itu mulai dari yang terkait dengan pemupukan, keamanan pangan, fortifikasi pangan, lebih kepada pangan fungsional. Jadi sebenarnya boisa diapakaiu ke pertanian," katanya.

Sementara itu, Direktur Perindustrian dan Perdagangan Pandu Tani Indonesia David Kuriniawan Winata mengatakan, dengan teknologi ini, petani bisa menghemat biaya produksi dalam membeli pupuk, selain meningkatkan produktifitas pertaniannya.

"Justru menggunakan teknologi ini bisa efektif. Sehingga pendapatan petani makin meningkat. Mereka bisa cut the cost sampai 50%. Dan meningkatkan produktifitas sampai 100%," katanya.

Sim card (Subscriber Identity Module) mikrochip kecil yang disematkan pada handphone merupakan contoh aplikasi teknologi nano. Nah, prinsip kerja model data informasi terkompresi

Page 2: Nano

seperti inilah yang mulai diadopsi ke dalam subsidi pupuk dan benih bersubsidi pada 2015 mendatang.

"Saat ini masih skala uji lapang, nano bio teknolgi dapat diterapkan pada pupuk kelapa sawit. Teknologi sebagai tools (alat). Semestinya juga dapat dimanfaatkan pada padi dan jagung," ujar Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pertanian (Kementan) Haryono menjawab kabarbisnis.com di Jakarta, Senin (10/6/2013).

Secara harfiah, teknologi nano diartikan sebagai suatu sistem memperkecil partikel dan mengubah strukturnya sehingga lebih efisien. Berkenaan sektor pertanian merupakan hasil rekayasa teknologi tinggi yang berbahan baku dari mineral alam.

Kandungan berasal dari mikro organisme bermanfaat dan unsur hara baik makro dan mikro. Diyakini, pemanfataan bio nano mampu menghemat biaya input sarana pertanian konvensional antara 40-60%.

Adapun dari produktivitas, menurut Haryono, akan meningkatkan hasil panen hingga 50%. "Itu dalam skala laboratorium dengan monitoring sangat ketat.Dalam prakteknya, sangat bergantung kepada petani," ujar Haryono.

Menurut Haryono, pihaknya serius mempercepat pengembangan nano bio teknologi sejalan pengoperasian laboratorium sejak tahun 2012. Namun, dibutuhkan audiensi publik seluas-seluasnya, termasuk membentuk jaringan kerja sama lembaga riset dan perguruan tinggi dan pemangku kepentingan pengguna nano bio.

"Aplikasi nano bio itu akan secara bertahap menggantikan peran pupuk kimia hingga pestisida selama pertumbuhan pupuk," terang Haryono.

Karena itu, menurut Haryono, adopsi nano bio teknologi diyakini menjadi salah satu solusi Indonesia mencapai swasembada pangan berkelanjutan. "Tidak hanya mengejar peningkatan angka produksi pangan," terang dia.

Peneliti nano bio litbang Kementan Rudi Cahyo Utomo mengatakan, Thailand merupakan salah satu negara agro industri yang berhasil mengembangkan nano bio teknologi secara masif. Terbukti, hasil produk pertanian negaranya memiliki nilai tambah yang tinggi,juga mampu menekan penurunan mutu lingkungan hidup.

Sementara di Indonesia, menurut Rudi, para periset terus melakukan pengayaan sejumlah produk pangan berbasis bio nano teknologi. Bukan hanya terbatas pada semata mata upaya peningkatan produksi pangan,namun juga aneka diversifikasi pangan hingga kepentingan farmasi.

Riset itu di antaranya fortifikasi (pemberian enzim) pada ubi kayu yang diperkaya vitamin dan mineral.Hal sama dilakukan pada mangga asam sehingga berubah menjadi manis. Selain itu, ekstrak temulawak untuk obat inflamasi (radang) dan produk pala sebagai pengawet daging.

Page 3: Nano

Sebagai informasi, dalam APBN 2013, belanja pupuk dan benih dialokasikan masing masing Rp 16,2 triliun dan Rp 1,5 triliun. Namun, khusus untuk pupuk, dalam R APBN-P 2013 meningkat menjadi Rp 17,9 triliun.

Upaya menunjang kinerja produksi pertanian di Indonesia, pemerintah telah menganggarkan Rp 16,2 triliun untuk subsidi pupuk.

"Pada tahun 2013 dana yang dialokasikan untuk subsidi pupuk sebesar Rp 16,2 triliun, sesuai dengan yang tertuang dalam nota keuangan dan RAPBN 2013," ungkap Menteri Pertanian, Suswono, Rabu (3/4/2013)

Alokasi anggaran subsidi pupuk tersebut diantaranya untuk subsidi pupuk murni sebesar Rp 15,8 triliun, dan pembayaran kurang bayar tahun 2010 sebesar Rp 314 miliar.

Sesuai hasil Rapat Kerja Menteri Pertanian dengan Komisi IV DPR RI tanggal 9 Oktober 2012, semula anggaran yang direncanakan untuk subsidi langsung pupuk diusulkan sebesar Rp 1,1 triliun guna mendukung alokasi subsidi benih padi,jagung,dan kedelai.

"Mengingat alokasi anggaran subsidi langsung tahun 2013 pada BA 999 hanya sebesar Rp 314 miliar maka alokasi ini khusus ditujukan untuk mendukung peningkatan produksi kedelai," jelas Mentan.

Berdasarkan peraturan Menteri Pertanian No 69 tahun 2012 tentang alokasi pupuk bersubsidi tahun 2013, Rp 15,8 triliun akan digunakan untuk mensubsidi kebutuhan sebesar 9,25 juta ton pupuk.

Dengan masing-masing Urea sebesar 4,1 juta ton dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) Rp 1800 per kg, SP-36 sebesar 0,85 juta ton dengan HET Rp 2000 per kg, ZA sebesar 1 juta ton dengan HET Rp 1400 per kg, NPK sebesar 2,4 juta ton dengan HET Rp 2300 per kg dan pupuk organik sebesar 0,9 juta ton dengan HET Rp 500 per kg.

Sementara itu alokasi subsidi langsung pupuk khusus untuk kedelai sebesar Rp 314 miliar direncanakan untuk mensubsidi pengadaan dan penyaluran pupuk hayati (Rhizobium) dan pembenah tanah dengan HET 20 % dari Harga Pokok Penjualan (HPP) atau subsidi 80 %.

Sesuai penugasan Menteri BUMN, pelaksanaan pengadaan dan penyaluran subsidi langsung pupuk khusus kedelai tersebut adalah PT Sang Hyang Seri (persero) dan PT Pertani (Persero)

Peningkatan produksi pangan dalam rangka mendukung program ketahanan pangan perlu di dukung oleh teknologi yang mampu meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk dan ramah lingkungan. Penggunaan pupuk yang tidak berimbang menyebabkan tanaman kekurangan hara, dan sebaliknya menyebabkan keracunan dan polusi bila digunakan berlebihan. Teknologi nano didefinisikan oleh The US National Nanotechnology Initiative (NNI) sebagai teknologi yang

Page 4: Nano

memiliki fungsi kontrol dan perekayasaan atom atau molekulnya yang berukuran antara 1 hingga 100 nm (1 nm= 10-9 m). Dengan teknologi nano ini, pemberian pupuk yang sesuai dengan kebutuhan tanaman (precision farming) serta penggunaan sensor-sensor berukuran nano dimungkinkan untuk mendukung manajemen pengelolaan hara dan air (smart system farming). Dengan teknologi ini input sistem produksi pertanian dapat ditekan sedangkan produksi dapat ditingkatkan. Teknologi nano ini masih tergolong baru, bahkan di USA, Jepang dan Eropah pemerintahnya sedang giat-giatnya menanamkan investasi untuk dapat menghasilkan produk nano yang unggul termasuk di bidang pertanian. Dibandingkan dengan perkembangan teknologi nano dibidang kedokteran dan elektronika, perkembangan teknologi nano untuk bidang pertanian terutama pemupukan cukup jauh tertinggal sehingga belum banyak diketahui untuk diaplikasikan. Untuk itu sebagai lembaga penelitan yang menangani pupuk, Balittanah dengan kegiatan DIPA tahun anggaran 2010 telah mulai melakukan penelitian pendahuluan tentang teknologi nano di Indonesia. Pada kegiatan ini dilakukan studi literatur, survei serta inventarisasi teknologi nano untuk bidang pertanian terutama yang bermanfaat dalam meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk. Disamping itu pendalaman materi tentang teknologi nano dilaksanakan melalui magang atau pelatihan di LIPI dan instansi lainnya yang bertujuan untuk mempelajari pembuatan material berukuran nano. Pada kegiatan ini juga dilakukan uji mutu dan efektivitas suatu pupuk yang di klaim diproduksi dengan teknologi nano dilaksanakan di laboratorium dan rumah kaca. Hasil penelitian pendahuluan ini diharapkan dapat menjadi dasar untuk penelitian teknologi nano tahap selanjutnya.

--

Teknologi nano bisa membawa manfaat besar dan mendalam pada sistem pemupukan dan perlindungan tanaman dengan kepraktisan, ketepatan, efisiensi dan penghematan, makalah diskusi IFPRI mengungkapkan berdasarkan berbagai hasil penelitian di mancanegara.

Diutarakan, efisiensi penggunaan nitrogen pada sistem konvensional fertilizer saat ini rendah, kehilangan mencapai sekitar 50-70%. Pupuk nano memiliki peluang untuk mengurangi secara sangat berarti dampak terhadap energi, ekonomi dan lingkungan dengan cara mengurangi kehilangan nitrogen oleh perembesan, emisi dan pergabungan jangka panjang dengan mikroorganisme tanah. Kelemahan ini bisa diatasi dengan sistem pelepasan pupuk menggunakan teknologi nano. 

Sistem pelepasan hara pada teknologi nano memanfaatkan bagian-bagian tanaman berskala nano yang porous yang bisa mengurangi kehilangan nitrogen. Pupuk yang dienkapsulasi dalam partikel nano akan meningkatkan penyerapan hara. Pada generasi lanjut pupuk nano, pelepasan pupuk bisa dipicu dengan kondisi lingkungan atau dengan pelepasan pada waktunya. Pelepasan pupuk dengan lambat dan terkendali berpotensi menambah efisiensi penyerapan hara.Pupuk nano yang menggunakan bahan alami untuk pelapisan dan perekatan granula pupuk yang bisa larut memberi keuntungan karena biaya pembuatannya lebih rendah dibanding pupuk yang bergantung pada bahan pelapis hasil manufaktur.

Pupuk yang dilepas dengan lambat dan terkendali bisa pula memperbaiki tanah dengan cara

Page 5: Nano

mengurangi efek racun yang terkait dengan aplikasi pupuk secara berlebihan. Pada teknologi nano yang sedang dikembangkan sekarang, zeolit telah dipergunakan sebagai pemeran mekanisme pelepasan pupuk.

Jakarta - Pemerintah kini sedang mengembangkan metode nano bio technology untuk diaplikasikan di produk pangan atau pertanian. Tahun 2015 nanti, metode ini ditargetkan sudah bisa diaplikasikan.

Kepala Badan penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian, Haryono mengatakan, nano technology merupakan metode pertanian masa depan. Inisiasi ini berangkat dari pertemuan global para pengamat pertanian di Beijing beberapa waktu lalu.

"Awalnya pertemuan global leader for agricultural science and technology, 6 Juni di Beijing. Yang hadir Dirjen FAO, dan lembaga penelitian dunia. Lalu ada 2 Badan Litbang Pertanian. Untuk diskusi mengenai pertanian masa depan. Isu yang diambil itu teknologi ke depan itu apa, nano technology salah satunya," ungkap Haryono sata ditemui di Kantor Kementerian Pertanian, Ragunan, Jaksel, (10/6/2013).

Haryono merinci, nano technology ialah suatu sistem memperkecil partikel dan mengubah strukturnya agar lebih efisien. Dia mencontohkan, di tahun 2015 nanti, teknologi ini akan diaplikasikan untuk pupuk.

"Contohnya pupuk. Kalau diperkecil itu lebih mudah diserap oleh tanaman. Perbedaannya dengan teknologi nano itu daya serap tanaman terhadap pupuk itu lebih efektif. Jadinya larinya ke efisien cost. Itu sangat menjanjikan untuk mengefisienkan input," katanya.

Metode ini sebenarnya sudah diaplikasikan untuk pupuk beberapa komoditi, namun sayangnya belum begitu masiv. Saat ini, Kementerian Pertanian sedang membangun Leboratorium Penelitian Nano Technology di Bogor yang akan rampung 2014.

"Setelah 2014 lah mudah-mudahan bisa. Itu mulai dari yang terkait dengan pemupukan, keamanan pangan, fortifikasi pangan, lebih kepada pangan fungsional. Jadi sebenarnya boisa diapakaiu ke pertanian," katanya.

Sementara itu, Direktur Perindustrian dan Perdagangan Pandu Tani Indonesia David Kuriniawan Winata mengatakan, dengan teknologi ini, petani bisa menghemat biaya produksi dalam membeli pupuk, selain meningkatkan produktifitas pertaniannya.

"Justru menggunakan teknologi ini bisa efektif. Sehingga pendapatan petani makin meningkat. Mereka bisa cut the cost sampai 50%. Dan meningkatkan produktifitas sampai 100%," katanya.

Page 6: Nano

PROPOSAL PENGEMBANGAN TEKNOLOGI NANO DENGAN MEMANFAATKAN BAHAN BATUAN ALAMI DAN BAHAN ORGANIK PROGRAM INSENTIF RISET TERAPAN Fokus Bidang Prioritas : Ketahanan Pangan Kode Produk Target : 1.01 Kode Kegiatan : 1.01.01 Peneliti Utama : Ir. Ladiyani Retno Widowati, MSc. BALAI PENELITIAN TANAH BALAI BESAR PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SUMBERDAYA LAHAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2011 iLEMBAR PENGESAHAN Judul Kegiatan : Pengembangan Teknologi Nano dengan Menmanfaatkan Bahan Batuan Alami dan Bahan OrganikFokus Bidang Prioritas : Ketahanan Pangan Kode Produk Target : 1.01 Kode Kegiatan : 1.01.01 Lokasi Penelitian : Jawa Barat, DKI A. Keterangan Lembaga Pelaksana/Pengelola Penelitian

Page 7: Nano

Nama Koordinator : Ir. Ladiyani Retno Widowati, MSc.Nama Institusi : Balai Penelitian Tanah Unit Organisasi : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumber daya Lahan Pertanian Alamat : Jl. Ir. H. Juanda 98, Bogor 16123 Telepon/Fax/Email : (0251) 8323012, (0251) 8321608 B. Lembaga Lain Yang Terlibat Nama Lembaga : Jangka Waktu Kegiatan : 1 (satu) tahun Biaya Tahun 1 : Rp 179.072.727,- Biaya Tahun 2 : Rp 133.636.368,- Total biaya : Rp 312,709,095,- Aktivitas Riset (baru/lanjutan) : Lanjutan Rekapitulasi Biaya Tahun yang diusulkan: No. Uraian Jumlah (Rp) 1. Belanja Uang Honor Rp. 55,870,000,- 2. Belanja Bahan Habis Pakai Rp. 30,000,000,- 3. Belanja Perjalanan Rp. 39,150,000,- 4. Belanja Lainnya Rp. 8,616,368,- Total Biaya Rp. 133,636,368,- Setuju Diusulkan: Kepala Balai Besar Penelitian Penanggung Jawab Kegiatan dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian Dr. Muhrizal Sarwani Ir. Ladiyani R. Widowati, MSc.NIP. 19600329 198403 1 001 NIP: 19690303 199403 2 001 viiDAFTAR GAMBAR No. Halaman 1. Metoda pembuatan partikel nano .......................................... 4 2. Pembuatan partikel nano secara bottom up .................................. 4 3. Keragaan dari bahan baku P-alam Maroko, P-alam Ciamis, guano-Wonogiri, serta Zeolit .......................................................... 12 4. Keragaan dari bahan organik dari kiri ke kanan kompos Tithonia dan pukan Ayam yang telah matang ...................................... 14 5. Formulasi Organofosfat (Kiri) dan Produk Organofosfat dari RP-Ciamis dan RP-Maroko (Kanan) ............................................ 16 6. Produk Pupuk Organo-fosfat dengan perlakuan fermentasi pukan

Page 8: Nano

ayam (Kode A-2, B-2, C-2) ............................................................ 17 7. Proses pembuatan pupuk P-Nano dan P-Submikron ................. 17 8. Pupuk P-nano hasil penelitian 2010 dan 2011 .......................... 17 9. Alat pembuat ukuran nano (kiri) dan alat granulator pupuk (kanan) ........................................................................................... 18 10. Pertumbuhan tanaman jagung umur 10 HST ........................... 21 11. Petumbuhan tanaman padi 2 MST (Kiri) dan tanaman tomat 10 HST (Kanan) .................................................................................. 21 12. Pertumbuhan tanaman jagung pada tanah Inceptisols Cibatok umur 6 MST ................................................................................... 23 13. Pertumbuhan tanaman padi pada tanah Ultisols Galuga – Bogor umur 6 MST .................................................................................. 23   2infentarisasi bahan baku berpotensi, dan formulasi awal pupuk nano (Husnain et al., 2011). Tim peneliti Balittanah akan bekerjasama dengan beberapa instansi seperti LIPI, BPPT dan BATAN untuk mempelajari teknologi nano dalam pembuatan bahan pupuk ini. BAB II. TINJAUAN PUSTAKA Berdasarkan asal katanya, “nano” itu sendiri berasal dari bahasa latin yang berarti sesuatu yang sangat kecil (dwarf) atau satu milyar dari suatu benda (10-9

). Kalau selama ini kita mengenal istilah “micro scale” sebagai ukuran terkecil, namun sekarang kemajuan ilmu pengetahuan sudah membawa kita ke dunia “nano scale”. Sebagai gambaran, ukuran sehelai rambut manusia adalah sekitar 80.000-100.000 nano dan sebuah virus rata-rata berukuran 100 nano. Sehingga teknologi nano itu dapat di definisikan sebagai sebuah ilmu yang berhubungan dengan benda-benda dengan ukuran 1 hingga 100 nm, memiliki sifat yang berbeda dari bahan asalnya dan memilikikemampuan untuk mengontrol atau memanipulasi dalam skala atom (Kuzma and VerHage, 2006). Dalam bidang pertanian, teknologi nano disebut-sebut dapat bermanfaat dalam banyak hal antara lain; meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk dan bahan alami dalam tanah, mempelajari mekanisme dan dinamika hara di dalam tanah. Perkembangan teknologi nano dewasa ini sudah sangat maju, termasuk dalam bidang pemupukan tanaman. Dengan teknologi nano dihasilkan pupuk-pupuk berukuran nano (nano fertilizer) baik dalam bentuk tepung (nano powder) maupun cair. Penggunaan pupuk nano yang berukuran super kecil (1 nm = 10-9

m) memiliki keunggulan lebih reaktif, langsung mencapai sararan atau target karena ukurannya yang halus, serta hanya dibutuhkan dalam jumlah kecil. Sehingga hasil pertanian optimal dapat dicapai dengan hanya mengaplikasikan sejumlah kecil

Page 9: Nano

pupuk nano. Dengan demikian, penggunan pupuk akan sangat efisien, efektif dan dapat menurunkan biaya produksi. Dengan keunggulan-keunggulan tersebut maka pupuk nano diharapkan dapat menjadi terobosan teknologi peningkatan produksi pertanian. Pada dasarnya, prinsip penemuan teknologi nano ini adalah untuk memaksimalkan output (produktivitas tanaman) dengan meminimumkan input pupuk, pestisida, insektisida, dll) melalui monitoring kondisi tanah seperti perakaran tanah (rizosfir) dan mengaplikasikannya langsung ke target. Sehingga teknologi ini mampu mengefisienkan penggunaan pupuk, menurunkan penggunaan pestisida danmenghasilkan produk-produk industri bio-nano. Salah satu contoh bahan alami yang dapat digunakan untuk teknologi   3nano ini salah satunya adalah zeolit yang dapat ditumpangi unsur hara seperti Ca, N, P dan K didalam struktur molekulnya sehingga dengan cara ini diharapkan unsur hara yang dibutuhkan tanaman akan dilepas sesuai kebutuhan tanaman (slow/controlled release fertilizer). Selain itu melapisi pupuk (fertilizer encapsules) dengan bahan-bahan alami dalam skala nano juga merupakan salah satu alternatife “slow release” pupuk. Disamping penggunaan bahan-bahan alami, penggunaan bahan sintetis yang dikombinasikan dengan bahan alami untuk melapis (coating) pupuk juga merupakan suatu alternatif dalam teknologi nano. Bahan-bahan alami lainnya seperti rock phosphate(batuan fosfat) dan bahan organik kemungkinan juga dapat dijadikan sebagai bahan pupuk nano. Batuan fosfat alam ini merupakan salah satu sumber pupuk P yang masih terbatas penggunaanya. Walaupun Indonesia memiliki deposit rock phosphatetetapi kebutuhan pupuk P masih bergantung pada impor bahan P sehingga harga pupuk P menjadi sangat mahal bagi petani. Kauwenbergh (2001) menyatakan batuan fosfat alamsecara global terdiri dari deposit fosfat alam sedimen (80-90%) dan igneous fosfat(10-20%). Batuan fosfat alam memilki keragaman yang tinggi baik dalam komposisi kimia maupun bentuk fisiknya. Aplikasi langsung rock phosphatesebagai pupuk P masih sangat terbatas dan menjadi kendala. Dengan teknologi nano, yang menjadikan batuan ini sebagai bahan pupuk berukuran nano apakah dalam bentuk tepung atau cair sehingga kandungan hara P dan hara lainnya dapat dengan mudah dimanfaatkan tanaman. Aplikasi bahan organik seperti pupuk kandang, jerami, sisa pangkasan dan pupuk organik dalam sistem produksi pertanian sangat dianjurkan. Namun demikian, rendahnya

Page 10: Nano

tingkat dekomposisi bahan organik menyebabkan petani enggan menggunakannya dalam sistem pertanian. Apalagi dengan target produksi yang tinggi sehingga tidak cukup waktu untuk penguraian bahan-bahan organik alami tersebut. Sudah umum diketahui, bahan organik sangat bermanfaat bagi tanaman dan tanah dalam penyediaan unsur hara, perbaikan sifat fisik tanah, peningkatan aktivitas biologi tanah serta mengandung bahan-bahan kimia alami seperti enzim, asam-asam organik (Setyorini et al, 2006) dan lainnya yang tidak dapat diperoleh dari bahan pupuk sintetis. Dengan teknologi nano memungkinkan pemanfaatan bahan organik ini lebih efisien dan tepat sasaran. Berdasarkan uraian di atas, terlihat bahwa teknologi nano ini akan sangat bermanfaat dalam membantu mempercepat pertumbuhan produksi pangan di Indonesia dan negara-negara berkembang lainnya. Dengan penggunaan sejumlah kecil atau beberapa tetes pupuk nano bila berbentuk cairan dilaporkan dapat meningkatkan produksi pangan dibandingkan dengan teknologi pertanian saat ini. Dalam beberapa tulisan ilmiah popular di bidang pertanian, teknologi nano adalah sebuah revolusi kedua di bidang pertanian setelah revolusi hijau (GR technology) yang mempelopori peningkatan produktifitas bahan pangan v