mula kerja, puncak efek dan lama kerja obat analgetik pada pemberian per oral dan intraperitoneal
TRANSCRIPT
1
FARMAKOLOGI
PRAKTIKUM II
MULA KERJA, PUNCAK EFEK DAN LAMA KERJA OBAT ANALGETIK PADA
PEMBERIAN PERORAL DAN INTRAPERITONEAL
DISUSUN OLEH: KELOMPOK 4
PUTRA P. 201210410311035
NOR HALIDAH 201210410311046
NOVI FACHRUNNISA 201210410311051
DYAH NURI R. 201210410311052
MIATIN RAHMANIYAH 201210410311054
SITI MUSLIKAH 201210410311065
RUSDIANA DEWI 201210410311068
KUNTUM KHOIRO UMMAH 201210410311071
ATHIRA RIANDITA 201210410311075
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2
2013/2014
3
DAFTAR ISI
Daftar Isi…………………………………………………………………...1
I. Tujuan Instruksional Khusus…………………………………………2
II. Dasar Teori …………………………………………………………....2
III. Alat dan Bahan………………………………………………………...6
IV. Prosedur Kerja ……………………………………………………......7
V. Dosis …………………………………………………………………....8
VI. Tabel ……………………………………………………………………9
VII. Pembahasan ……………………………………………………………9
VIII. Kesimpulan ……………………………………………………………12
Bahan Diskusi ……………………………………………………………..13
Daftar Pustaka ………………………………………………………...….14
4
PRAKTIKUM II
MULA KERJA, PUNCAK EFEK DAN LAMA KERJA OBAT ANALGETIK PADA
PEMBERIAN PERORAL DAN INTRAPERITONEAL
I. Tujuan Instruksional Khusus
Membedakan mula kerja (onset of action), puncak efek (peak effect), lama kerja
obat (duration of action) analgesic pada pemberian per oral dan intra peritoneal.
II. Dasar Teori
a) Farmakokinetik
Farmakokinetik adalah proses pergerakan obat untuk mencapai kerja obat.
b) Mula Kerja (Onset of Action)
Mula kerja adalah waktu dimana obat mulai memasuki plasma dan berakhir sampai
mencapai konsentrasi efektif minimum (MEC Minimum Effective Concentration) .
c) Puncak Efek (Peak Effect)
Puncak efek adalah proses dimana obat mencapai konsentrasi tertinggi dalam darah
atau plasma.
d) Lama Kerja (Duration of Action)
Lama kerja adalah lamanya obat mempunyai efek farmakologis.
Beberapa obat menghasilkan efek dalam beberapa menit, tetapi yang lain dapat
memakan waktu beberapa jam atau hari. Kurva respons – waktu menilai 3 parameter dari
kerja obat : mula kerja obat, puncak efek dan lama kerja.
Kadar obat dalam plasma atau serum menurun di bawah ambang atau MEC, maka ini
berarti dosis obat yang memadai tidak tercapai ; kadar obat yang terlalu tinggi dapat
menyebabkan toksisitas.
Ketiga fase tersebut dipengaruhi oleh :
a. Absorbsi.
Absorbsi adalah proses dimana obat masuk ke dalam tubuh (sirkulasi) dari tempat ia
diberikan, jadi tempat absorbsi bergantung pada cara pemberian obatnya disesuakan dengan
5
kondisi pasien sehingga tercapai efek terapi yang diinginkan. Absorpsi sangat mempengaruhi
bioavailabilitas hal ini bia dilihat pada pemberian secara intra vena dan secara oral, dimana
pemberian secara intravena bioavailabilitasnya lebih besar maksimal daripada pemberian
secara oral, hal ini dipengaruhi oleh tingkat absorbsi yang tidak lengkap dan eliminasi lintas
pertama (first pass)
Tingkat absorbsi
Dalam pemberian oral,suatu obat dapat diabsorpsi secara tidak sempurna, misalnya
hanya 70% dari dosisi digoksin yang mencapai sistem sirkulasi sistemik. Hal ni disebabkan
kurangnya absorpsi melalui usus. Obat yang terlalu hidrofilik misalnya aetanolol tidak akan
bisa menembus membran plasma yang bersifat lipid dan jika terlalu lipofilik misalnya
acyclovir maka obat tersebut akan kurang melarut untuk menembus lapsan air disekitar sel.
Obat mungkin tidak akan di absorbsi oleh karena adanya transporter yang berlawanan yang
berkaitan dengan glikoprotein - P.proses ini secara aktif memompa obat keluar dari sel –sel
dinding usus masuk kedlam lumen usus. Penghambat glikoprotein – P dan metabolisme
dinding usus mungkin jus jeruk bali, mungkin berkaitan penting dengan absorbsi obat.
Tabel Rute pemberian,bioavalibilitas dan sifat- sifat umum
Rute Bioavalibilitas (%) Sifat – sifat
Intravena (IV) 100 (dengan ketentuan) Kebanyakan dengan mula
kerja cepat
Intramuskular (IM) 75 sampai < = 100 Sering membutuhkan
volume yang besar ;
mungkin disertai dengan
rasa nyeri
Subkutan (SC) 75 sampai < = 100 Volume lebih sedikit
dibandingkan
IM;mungkin dengan rasa
nyeri
Oral (PO) 5 ampai < 100 Sebagaian besar
sesuai;efek first pass
mungkin berarti
6
Rektal (PR) 30 sampai < 100 Efek first past lebih kecil
dibandingkan per oral
inhalasi 5 sampai < 100 Mula kerja sring sangat
cepat
Transdermal 80 sampai <= 100 Absorpsi biasanya snagat
lambat ; digunakan untuk
yang tidak memiliki efek
first pass, memperlam
durasi keraja
Catata : <= artinya kurang dari sama dengan
Eliminasi first pass
Setelah absorbsi melalui dinding usus, darah portal akan membawa obat ke hati
sebelum masuk ke dalam sirkulasi sistemik. Obat dapat dimetabolisme di dinding usus (misal
oleh sistem enzim CYP3A4) atau bahkan di dalam darah portal, tetapi umumnya hati adalah
yang bertanggung jawab atas metabolisme obat sebelum obat mencapai sirkulasi
sistemik.selain itu, hati dapat mengeluarkan obat kedalam empedu. Setiap proses ini dapat
berperan pada pengurangan biovaliblitas , semua proses ini dikenal sebagai eliminasi first
pass.
Distribusi
Distribusi adalah Merupakan proses dimana molekul obat yang diabsorbsi mulai
meninggalkan tempat ia diabsorbsi, masuk sirkulasi sistemik, bersama aliran darah menuju ke
seluruh tubuh, melewati berbagai barier untuk mencapai tempat kerjanya pada jaringan atau
organ target sehingga tercapainya terapi. Distribusi obat dipengruhi oleh aliran darah,
afinitas (kekuatan penggabungan) terhadap jaringan ,dan efek pengikatan dengan protein.
Ketika obat di distribusi didalam plasma , kebanyakan berikatan dengan protein (terutama
albumin) merupakan protein yang berikatan dengan obat yang bersift asam misalnya fenitoin
salisilat dan disopiramid dan ada juga proten 1-acid glycoprotein – mengikat obat basa
misalnya kunidin lidokain dan propranolol. Obat yang berikatan dengan protein maka
molekulnya menjadi besar sehingga sulit untuk berdifusi pada membran secara difusi pasif.
Hanya free drugs yang dapat melewati membran jaringan kemudian berikatan dengan
7
reseptor seluler dan kemudian didistribusikan ke jaringan tubuh lain setelah itu
dimetabolisme dan diekskresi. Ikatan protein pada obat idak spesifik misalnya ketika ada
obat yang berbeda mengikat protein yg sama pada saat itu terjadi kompetisi, dimana obat
yang memiliki afinitas kuat akan berikatan kuat dengan proteinnya. Sistem kerja distribusi
obat seperti pola difusi dimana obat yang telah selsai diabsorpsi didistribusikan oleh sirkulasi
darah menuju jaringan target, kemudian berikatan dengan protein plasma sehingga ada obat
yang berikatan dengan protein plasma dan ada obat free drugs. Obat yang berikatan dengan
protein plasma dan obat free drugs berpindah secara difusi akibat perbedaan konsentrasi.
Obat yang berikatan dengan Protein albumin
barbiturate probenecid
benzodiazepines streptomycin
bilirubin sulfonamides
digotoxin tetracycline
fatty acids tolbutamide
penicillins valproic acid
phenytoin warfarin
Obat yang berikataan dengan Protein 1-glikoprot
alprenolol lidocaine
bupivicaine methadone
desmethylperazine prazosin
dipyridamole propranolol
disopyramide quinidine
etidocaine verapamil
imipramine
8
b. Metabolisme
Metabolisme adalah proses dimana enzim mengkatalisa perubahan kimia obat
menjadi lebih polar (metabolit) sehingga mudah diekskresikan
Hati merupakan tempat utama metabolisme. Kebanyakan obat di inaktifkan oleh
enzim-enzim hati dan kemudian diubah atau di transformasikan oleh enzim-enzim menjadi
metabolit inaktif atau zat yang larut dalam air untuk di ekskresikan. Tetapi, beberapa obat di
transformasikan menjadi metabolit aktif, menyebabkan peningkatan Respon Pharmacologyc.
Penyakit-penyakit hati, seperti sirosis dan hepatitis, mempengaruhi metabolisme obat.
c. Ekskresi atau klirens
Rute utama dari eliminasi obat adalah melalui ginjal, rute-rute lain meliputi empedu,
feses, paru-paru, saliva, keringat,dan ASI. Obat bebas, yang tidak berikatan,yang larut dalam
air, dan obat-obat yang tidak diubah di filtrasi oleh ginjal. Obat-obat yang berikatan dengan
protein tidak dapat di filtrasi oleh ginjal. Sekali obat dilepaskan ikatnnya dengan protein,
maka obat menjadi bebas dan akhirnya akan di ekskresikan melalui usus.
III. Alat dan Bahan
a. Alat
- Analgetic meter beban geser
- Hot plate
- Spuit 1 ml
- Sonde
- Stop watch
b. Bahan
- Tikus
- Obat analgetik : xylomidon (50 mg/150 mg BB)
- Antalgin tablet (500 mg/tab) dipuyer + CMC + air sampai 20 cc tiap tikus disonde
2 ml
9
IV. Prosedur Kerja
a. Prosedur pemeriksaan rasa nyeri:
Rangsangan rasa nyeri dengan tekanang akan
- Persiapkan analgesi meter, terlebih dahulu dilakukan pengaturan dan menentukan
beban yang akan di pakai. Gunakan beban terkecil untuk menentukan nyeri tekan
normal pada semua tikus. Pegang tikus dengan posisi tangan kiri memegang
daerah kulit punggung dan tangan kanan memposisikan salah satu kaki di alat
penekan antara jari I dan II. Jalankan beban dengan jalan menggeser beban
dengan kecepatan stabil sampai tikus merespon rasa sakit berupa jeritan dan atau
menarik kaki yang ditekan. Usahakan begitu tikus menunjukkan respon nyeri,
lepaskan beban dari sela jari tersebut. Catat posisi beba dalam gram.
- Tikus perlakukan di bagi menjadi 2 kelompok. Kelompok analgetik per oral dan
intraperitoneal. Setelah obat analgetik diberikan, ukur respon analgetik tiap 5
menit. Pengamatan dilakukan sampai menit ke-60. Catat hasil pengamatan
tersebut pada tabel.
- Efek analgetik dikatakan positif (+) jika tikus dapat menahan beban 2x beban
control.
Parameter pengukuran
- Onset of action di ukur sejak analgetik diberikan sampai terjadi pengurangan rasa
nyeri.
- Puncak efek diukur sejak analgetik diberikan sampai terjadi pengurangan rasa
nyeri terhadap rangsangan nyeri yang maksimal.
- Lama kerja obat diukur sejak mulai terjadi pengurangan rasa nyeri sampai
pengurangan rasa nyeri menghilang.
10
V. Dosis
Tikus I
Antalgin
Dosis= 50mg/150gBB
…/95gBB
Yang tersedia= 500mg/20ml
Yang diambil →
Tikus II
Xylomidon
Dosis= 50mg/150gBB
…/120gBB
Yang tersedia= 250mg/1ml
Yang diambil →
11
VI. Tabel
Kontrol
Tikus I (peroral) Tikus II (intraperitoneal)
33g
22g
28g
22g
22g
40g
Cara
danKelompok
Waktu
5’ 10’ 15’ 20’ 25’ 30’ 35’ 40’ 45’ 50’ 55’ 60’
Peroral
Kel.1
Kel.2
Kel.3
Kel.4
Kel.5
Kel.6
-
-
-
+
+
+
-
-
-
-
-
-
Intraperitoneal
Kel.1
Kel.2
Kel.3
Kel.4
Kel.5
Kel.6
+
+
+
-
+
-
+
-
-
+
-
-
VII. Pembahasan
Mekanisme kerja obat analgesic
Analgetik atau penghalang rasa nyeri adalah zat-zat yang mengurangi atau menghalau
rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran.
Analgetik anti inflamasi di duga bekerja berdasarkan penghambatan sintesis
prostaglandin (mediator nyeri).
12
Mekanisme kerja obat analgetik merupakan sebuah mekanisme fisiologis tubuh
terhadap zat-zat tertentu. Obat analgetik bekerja di dua tempat utama, yaitu di perifer dan
sentral. Golongan obat AINS bekerja diperifer dengan cara menghambat pelepasan mediator
sehingga aktifitas enzim siklooksigenase terhambat dan sintesa prostaglandin tidak terjadi.
Sedangkan analgetik opioid bekerja di sentral dengan cara menempati reseptor di kornu
dorsalis medulla spinalis sehingga terjadi penghambatan pelepasan transmitter dan
perangsangan ke saraf spinal tidak terjadi.
a. Analgetik perifer
Analgetik perifer memiliki khasiat sebagai anti piretik yaitu menurunkan suhu badan
pada saat demam. Khasiatnya berdasarkan rangsangan terhadap pusat pengatur kalor di
hipotalamus, mengakibatkan vasodilatasi perifer di kulit dengan bertambahnya pengeluaran
kalor disertai keluarnya keringat.
Berdasarkan rumus kimianya analgesik perifer di golongkan terdri dari golongan
salisilat, golongan para-aminofenol, golongan pirazolon, dan golongan antranilat. Contohnya
Parasetamol, Asetosal, Antalgin.
b. Analgetik NSAIDs (Non Steroid Anti Inflammatory Drugs)
Anti radang sama kuat dengan analgesik di gunakan sebagai anti nyeri atau rematik
contohnya asam mefenamat, ibuprofen.
2) Analgetik narkotik (analgetik central)
Analgetik narkotik bekerja di SSP, memiliki daya penghalang nyeri yang hebat sekali
yang bersifat depresan umum (mengurangi kesadaran) dan efek sampingnya dapat
menimbulkan rasa nyaman (euforia). Obat ini khusus di gunakan untuk penghalau rasa nyeri
hebat, seperti pada fractura dan kanker. Contoh obatnya : Morfin, Codein, Heroin, Metadon,
Nalorfin.
Yang termasuk analgetik narkotik antara lain :
a. Agonis Opiat, yang dapat dibagi dalam :
- Alkaloida candu
- Zat-zat sintetis
Cara kerja obat-obat ini sama dengan morfin, hanya berlainan mengenai potensi dan
lama kerjanya, efek samping, dan risiko akan kebiasaan dengan ketergantungan.
13
b. Antagonis Opiat, bila digunakan sebagai analgetika, obat ini dapat menduduki salah
satu reseptor.
c. Kombinasi, zat-zat ini juga mengikat pada reseptor opioid, tetapi tidak mengaktivasi
kerjanya dengan sempurna.
Obat Antalgin dan Xylomidon
1) Antalgin
a) Mekanisme kerja :
Aminopirin merupakan derivate pirazolon yang mempunyai efek sebagai analgesik,
antipiretik. Efek antipiretik diduga berdasarkan efek mempengaruhi pusat pengatur suhu di
hipotalamus dan menghabisi biosintesa dari prostaglandin sedangkan efek analgesiknya
mengurangi rasa nyeri cukup kuat.
b) Efek Samping
agranulosis, reaksi hipersensitifitas, reaksi pada kulit.
2) Xylomidon
Xylomidon adalah obat campuran dari antalgin 250mg.pyramidon 50 mg.lidocain
15mg.solvens ad 1ml. xylomidon termasuk dalam mitamizol yaitu derivate sulfonat dari
aminofenazol yang larut dalam air. Khasiat dan efek sampingnya sama yaitu analgesik,
antipiretik, dan anti radang. Obat ini sering dikombinasi dengan obat lain yaitu dengan
aminofenazol. Obat ini dapat secara mendadak dan tak terduga menimbulkan kelainan darah
yang bisa menyebabkan akibat fatal. Oleh karena itu, sudah lama dilarang beredar.
Jalur pemberian obat
Dalam pengelolaan penderita, ketepatan cara pemberian obat bisa menjadi factor
penentu keberhasilan suatu pengobatan, karena cepat lambatnya obat sampai di tempat
kerjanya (site of action) sangat tergantung pada cara pemberian obat.
Ada berbagai cara pemberian obat diantaranya dapat memberikan secara peroral,
intraperitoneal, intravena, subcutan, intramuscular. Pada percobaan ini kita akan
membedakan antara peroral dan intraperitoneal.
- Per Oral
Absorbs obat yang dilakukan secara oral dapat berlangsung didalam mulut, lambung
ataupun usus. Absorbsi dapat berlangsung di mulut melalui mukosa mulut, jika obat
diberikan secara sublingual(dibawah lidah) atau secara bukal (antara mukosa pipi dan gusi).
Cara ini dapat menguntungkan karena mencegah perusakan obat oleh asam lambung. Di
14
samping itu, obat dari lambung akan dibawa ke hati melalui vena porta sehingga dapat
dimetabolisme oleh hati. Hal ini harus diperhitungkan agar jangan sampai salah hitung pada
pemberian dosis.jika dikehendaki bahan aktif obat tidak dirusak oleh asam lambung, maka
sediaan obat (tablet) dapat dibuat agar tidak mengalami desintegrasi atau pecah didalam
lambung tapi baru pecah didalam usus. Dengan cara melapisi bahan obat dengan bahan yang
tahan asam. Jika absorbsi terjadi di usus, obat dapat mengalami metabolisme oleh hati pada
saat pertama kali melintasi hati (first pass metabolism). Sebagian besar obat diabsorbsi
melalui jalur ini dan cara ini paling banyak digunakan karena kenyamanannya. Tetapi,
beberapa obat (misalnya benzilpenisilin, insulin) dirusak oleh asam atau enzim dalam usus
dan harus diberikan secara parenteral.
- Intraperitoneal
Intraperitoneal termasuk dalam pemberian obat parenteral. Pada rongga peritonerum
mempunyai permukaan absorbsi yang sangat luas sehingga obat dapat masuk kedalam
sirkulasi sistemik secara cepat. Untuk obat yang merangsang atau rusak oleh getah lambung
atau tidak di reabsorbsi usus pemberian parenteral ini sangat tepat. Tetapi kerugiannya adalah
cara ini lebih mahal dan nyeri serta sukar digunakan oleh pasien sendiri. Selain itu, adapula
bahaya terkena infeksi kuman (harus steril) dan bahaya merusak pembuluh atau syaraf jika
tempat injeksi tidak dipilih dengan tepat.
VIII. Kesimpulan
- Cara pemberian secara intraperitonial (i.p.) dengan menyuntikkan tepat pada bagian
abdomen kelinci dan melaui oral dengan menggunakan oral sonde untuk mempermudah
masukknya obat kedalam mulut kelinci yang sempit dan langsung ke kerongkongan.
- Pada pemberian obat secara oral lebih lama menunjukkan onset of action dibanding
secara Intraperitonial, hal ini dikarenakan Intraperitonial tidak mengalami fase absorpsi
tapi langsung ke dalam pembuluh darah.Sementara pemberian secara oral, obat akan
mengalami absorpsi terlebih dahulu lalu setelah itu masuk ke pembuluh darah dan
memberikan efek.
15
o Semakin tinggi dosis yang diberikan akan memberikan efek yang lebih cepat
Onset of action dari rute pemberian obat secar IP lebih cepat diperoleh daripada
rute pemberian obat secara oral.
Duration of action dari rute pemberian obat secara IP lebih panjang (lama)
dibandingkan rute pemberian obat secara oral.
Bahan Diskusi
1. Mengapa mula kerja obat pada pemberian peroral lebih lambat daripada pemberian
intraperitoneal? Jelaskan!
→ Karenapemberian per oral memiliki banyak faktor yang dapat mempengaruhi
bioavaibilitasnya sehinggawaktu onset yang didapat cukup lama. Sedangkan
pemberian yang cukup efektif adalah intraperitoneal, Karena tidak mengalami
tahap absorpsi maka kadar obat dalam darah diperoleh secara cepat.
2. Sebutkan cara pemberian parenteral selain intraperitoneal serta keuntungan dan
kelebihan masing-masing!
→
- Intravena. Cepat mencapai konsentrasi, cepat menimbulkan efek.
- Intramuskular. Tidak diperlukan keahlian khusus, dan dapat dipakai untuk
pemberian obat larut dalam minyak.
- Subkutan. Diperlukan latihan sederhana dan mencegah kerusakan sekitar
saluran cerna.
3. Buatlah kurva dosis vs % efek!
16
DAFTAR PUSTAKA
http://www.psychologymania.com/2012/12/mekanisme-kerja-obat-analgetik.html
http://norhayani.blogspot.ca/2010/04/farmakologi-cara-pemberian-obat.html
http://wendijuwandi.blogspot.com/2012/09/analgetik.html
Katzung, Bertram G. Farmakologi Dasar & Klinik edisi 10. 2010
Neal, M.J. At a Glance Farmakologi Medis edisi kelima