morgan 5th edition - bab 05.doc

59
Bab 5 Monitoring Kardiovaskuler 1. Ujung kateter tekanan vena sentral sebaiknya tidak dibiarkan bermigrasi ke ruangan jantung. 2. Walaupun kateter arteri pulmoner dapat digunakan untuk memandu terapi hemodinamik tujuan-terarah untuk memastikan perfusi organ pada keadaan syok, terdapat metode lain yang lebih tidak invasif untuk menentukan performa hemodinamik, termasuk pengukuran output kardia thermodilusi transpulmoner dan analisis kontur pulsasi pada bentuk gelombang tekanan arterial. 3. Kontraindikasi relatif terhadap kateterisasi arteri pulmoner termasuk blok berkas cabang kiri (karena permasalahan mengenai blok jantung sepenuhnya) dan kondisi-kondisi yang dikaitkan dengan peningkatan besar pada resiko aritmia, seperti sindroma Wolff –Parkinson–White. 4. Tekanan arteri pulmoner perlu dimonitor secara kontinyu untuk mendeteksi posisi pendesakan yang indikatif untuk migrasi kateter. 5. Pengukuran yang akurat pada output kardia bergantung pada injeksi yang cepat dan halus, temperatur dan volume injektan yang diketahui dengan tepat, memasukkan faktor kalibrasi yang benar untuk tipe kateter arteri pulmonter yang spesifik dalam komputer output kardia, dan menghindari pengukuran selama elektrokauter. Monitoring perioperatif yang cermat pada sistem kardiovaskuler adalah salah satu tugas primer dari penyedia anestesi. Bab ini berfokus pada monitoring spesifik pada peralatan dan teknik yang digunakan oleh anestesiologis untuk memonitor fungsi kardia dan sirkulasi pada pasien sehat maupun tidak. TEKANAN DARAH ARTERIAL Kontraksi ritmik pada ventrikel kiri, mengeluarkan darah ke dalam sistem vaskuler, menghasilkan tekanan arterial pulsatil. Tekanan puncak yang dihasilkan

Upload: indrati-tstr

Post on 12-Feb-2016

65 views

Category:

Documents


10 download

TRANSCRIPT

Page 1: morgan 5th edition  - Bab 05.doc

Bab 5 Monitoring Kardiovaskuler

1. Ujung kateter tekanan vena sentral sebaiknya tidak dibiarkan bermigrasi ke ruangan jantung.2. Walaupun kateter arteri pulmoner dapat digunakan untuk memandu terapi hemodinamik

tujuan-terarah untuk memastikan perfusi organ pada keadaan syok, terdapat metode lain yang lebih tidak invasif untuk menentukan performa hemodinamik, termasuk pengukuran output kardia thermodilusi transpulmoner dan analisis kontur pulsasi pada bentuk gelombang tekanan arterial.

3. Kontraindikasi relatif terhadap kateterisasi arteri pulmoner termasuk blok berkas cabang kiri (karena permasalahan mengenai blok jantung sepenuhnya) dan kondisi-kondisi yang dikaitkan dengan peningkatan besar pada resiko aritmia, seperti sindroma Wolff –Parkinson–White.

4. Tekanan arteri pulmoner perlu dimonitor secara kontinyu untuk mendeteksi posisi pendesakan yang indikatif untuk migrasi kateter.

5. Pengukuran yang akurat pada output kardia bergantung pada injeksi yang cepat dan halus, temperatur dan volume injektan yang diketahui dengan tepat, memasukkan faktor kalibrasi yang benar untuk tipe kateter arteri pulmonter yang spesifik dalam komputer output kardia, dan menghindari pengukuran selama elektrokauter.

Monitoring perioperatif yang cermat pada sistem kardiovaskuler adalah salah satu

tugas primer dari penyedia anestesi. Bab ini berfokus pada monitoring spesifik

pada peralatan dan teknik yang digunakan oleh anestesiologis untuk memonitor

fungsi kardia dan sirkulasi pada pasien sehat maupun tidak.

TEKANAN DARAH ARTERIAL

Kontraksi ritmik pada ventrikel kiri, mengeluarkan darah ke dalam sistem

vaskuler, menghasilkan tekanan arterial pulsatil. Tekanan puncak yang dihasilkan

selama kontraksi sistolik (pada keadaan tidak adanya stenosis valvula aortic)

memperkirakan tekanan darah arterial sistolik (SBP); tekanan arterial paling

rendah selama relaksasi diastolik adalah tekanan darah diastolik (DBP). Tekanan

nadi adalah perbedaan antara tekanan sistolik dan diastolik. Rata-rata berat-waktu

dari tekanan arterial selama siklus nadi adalah mean tekanan arterial (MAP).

MAP dapat ditetapkan dengan menggunakan formula berikut:

MAP = (SBP) + 2(DBP)

3

Tekanan darah arterial sangat terpengaruh dengan dimana tekanan tersebut

diukur. Ketika nadi bergerak ke perifer melalui pohon arterial, cerminan

gelombang mengganggu tekanan bentuk gelombang, menyebabkan exagerasi

tekanan sistolik dan nadi. (Gambar 5-1). Sebagai contoh, tekanan sistolik arteri

Page 2: morgan 5th edition  - Bab 05.doc

radial biasanya lebih besar daripada tekanan sistolik aortik karena lokasinya yang

lebih distal. Sebaliknya, tekanan sistolik arteri radial seringkali merendahkan

tekanan yang lebih “pusat” setelah bypass kardiopulmoner hipothermik karena

perubahan-perubahan pada resistensi vaskuler tangan. Obat vasodilatasi dapat

menonjolkan ketidaksesuaian ini. Ketinggian tempat sampling relatif terhadap

jantung mempengaruhi pengukuran tekanan darah karena efek dari gravitasi

(Gambar 5-2). Pada pasien-pasien dengan penyakit vaskuler perifer berat,

mungkin terdapat perbedaan signifikan dalam pengukuran tekanan darah antar

ekstremitas. Nilai yang lebih tinggi perlu digunakan pada pasien-pasien ini.

Karena metode-metode penentuan tekanan darah yang noninvasif (palpasi,

auskultasi Doppler, osilometri, plethysmography) dan invasive (kanulasi arterial)

sangat berbeda, masing-masing didiskusikan secara terpisah.

1. Monitoring Tekanan Darah Arterial Noninvasif

Indikasi

Penggunaan anestesi apapun, tidak peduli seberapa “remeh”, adalah indikasi

untuk pengukuran tekanan darah arterial. Teknik dan frekuensi penentuan tekanan

bergantung pada kondisi pasien dan tipe prosedur pembedahah. Pengukuran

tekanan darah osilometri setiap 3-5 menit adalah adekuat pada sebagian besar

kasus.

Kontraindikasi

Walaupun beberapa metode pengukuran tekanan darah adalah wajib, teknik yang

bergantung pada manset tekanan darah lebih baik dihindari pada ekstremitas

dengan abnormalitas vaskuler (misalnya, shunt dialysis) atau dengan jalur

intravena. Jarang terjadi, mungkin mustahil untuk memonitor tekanan darah

dalam kasus-kasus (misalnya, luka bakar) dimana mungkin tidak terdapat tempat

yang dapat diakses dari mana tekanan darah dapat dicatat dengan aman.

Teknik & Komplikasi

A. Palpasi

Page 3: morgan 5th edition  - Bab 05.doc

SBP dapat ditentukan dengan (1) menemukan lokasi nadi perifer yang dapat

diraba, (2) menggembungkan manset tekanan darah pada proksimal nadi sampai

alirannya terhambat, (3) melepaskan tekanan manset sebesar 2 atau 3 mmHg per

denyut jantung, dan (4) mengukur tekanan manset dimana nadi kembali dapat

teraba. Metode ini cenderung merendahkan tekanan sistolik, karena insensitifitas

sentuhan dan penundaan antara aliran di bawah manset dan pulsasi distal. Palpasi

tidak memberikan tekanan diastolic atau MAP. Peralatan yang diperlukan

sederhana dan murah.

B. Probe Doppler

Ketika probe Doppler menggantikan jari anestesiologis, pengukuran tekanan

darah arterial menjadi cukup sensitif sehingga berguna pada pasien-pasien obes,

pasien pediatrik, dan pasien dengan syok (Gambar 5-3). Efek Doppler adalah

pergeseran frekuensi gelombang suara ketika sumbernya bergerak relatif terhadap

pengamat. Sebagai contoh, nada peluit kereta naik ketika kereta mendekat dan

turun ketika pergi. Mirip dengan itu, pantulan gelombang suara objek yang

bergerak menyebabkan pergerseran frekuensi. Probe Doppler mentransmisikan

sinyal ultrasonik yang dipantulkan oleh jaringan di bawahnya. Ketika sel darah

merah bergerak melewati arteri, pergeseran frekuensi Doppler akan terdeteksi

oleh probe. Perbedaan antara frekuensi yang ditransmisikan dan didapatkan

menyebabkan suara berdesir yang khas, yang mengindikasikan aliran darah.

Karena udara memantulkan ultrasound, couplinggel (tetapi bukan jeli ekektroda

korosif) diaplikasikan antara probe dan kulit. Memposisikan probe secara

langsung di atas arteri adalah penting, karena sorotannya harus melewati dinding

pembuluh darah. Gangguan dari gerakan probe atau elektrokauter adalah

gangguan yang menjengkelkan. Perhatikan bahwa hanya tekanan sistolik yang

dapat ditentukan dengan terpercaya dengan teknik Doppler.

Variasi teknologi Doppler menggunakan kristal piezoelectric untuk

mendeteksi gerakan dinding arterial lateral ke pembukaan dan penutupan

intermiten dari pembuluh darah antara tekanan sistolik dan diastolic. Peralatan ini

dengan demikian mendeteksi tekanan sistolik dan diastolic. Efek Doppler secara

Page 4: morgan 5th edition  - Bab 05.doc

rutin digunakan oleh echokardiografer perioperatif untuk membedakan arah dan

kecepatan aliran darah dalam jantung dan gerakan jaringan otot jantung (Doppler

jaringan).

C. Auskultasi

Inflasi manset tekanan darah sampai tekanan antara sistolik dan diastolik akan

menyebabkan kolaps parsial pada arteri di bawahnya, mengakibatkan aliran

turbulent dan suara Korotkoff yang khas. Suara-suara ini dapat terdengar melalui

stetoskop yang ditempatkan di bawah – atau tepat di distal – distal ketiga manset

tekanan darah. Dokter mengukur tekanan dengan aneroid atau manometer

mercuri.

Kadang, suara Korotkoff tidak dapat terdengar melalui bagian range dari

tekanan sistolik ke diastolik. Celah auskultasi ini paling umum pada pasien

hipertensif dan dapat menyebabkan pengukuran tekanan diastolik yang tidak

akurat. Suara Korotkoff seringkali sulit untuk didengar selama epidose-episode

hipotensi atau vasokonstriksi perifer yang nyata. Pada situasi-situasi ini, frekuensi

subsonic yang berkaitan dengan suara dapat dideteksi dengan mikrofon dan

diperkuat untuk mengindikasikan tekanan sistolik dan diastolik. Artifak gerakan

dan gangguan elektrokauter membatasi kegunaan metode ini.

D. Osilometri

Pulsasi arterial menyebabkan osilasi pada tekanan manset. Osilasi ini adalah kecil

jika manset digembungkan di atas tekanan sistolik. Ketika tekanan manset turun

ke tekanan sistolik, pulsasi tersebut ditransmisikan ke seluruh manset, dan osilasi

meningkat dengan jelas. Osilasi maksimal terjadi saat MAP, dimana setelahnya

osilasi menurun. Karena beberapa osilasi ada di atas dan di bawah tekanan darah

arterial, manometer merkuri atau aneroid memberikan pengukuran yang tidak

akurat dan tidak dapat diandalkan. Monitor tekanan darah otomatis secara

elektronis mengukur tekanan dimana amplitude osilasi berubah (Gambar 5-4).

Mikroprosesor mendapatkan tekanan sistolik, mean dan diastolik dengan

menggunakan alogaritma. Mesin yang memerlukan gelombang pulsasi berturutan

Page 5: morgan 5th edition  - Bab 05.doc

yang identik untuk penguukuran konfirmasi mungkin tidak dapat diandalkan

selama aritmia (misalnya fibrilasi atrial). Monitor osilometrik sebaiknya tidak

digunakan pada pasien dengan bypass kardiopulmoner. Akan tepai, kecepatan,

akurasi dan kepandaian peralatan osilometri telah sangat berkembang, dan telah

menjadi monitor tekanan darah noninvasive yang dipilih di Amerika Serikat dan

di seluruh dunia.

E. Tonometri arterial

Tonometri arterial mengukur tekanan darah arterial dengan merasakan tekanan

yang diperlukan untuk meratakan sebagian arteri superficial yang didukung

dengan struktur tulang (misalnya, arteri radialis). Tonometer terdiri dari beberapa

transduser tekanan independen yang diaplikasikan pada kulit di atas arteri

(Gambar 5-5). Tekanan kontak antara transduser yang tepat di atas arteri dan kulit

mencerminkan tekanan intraluminal. Pencatatan nadi yang kotinyu menghasilkan

gambaran yang sangat mirip dengan bentuk gelombang tekanan darah arterial

invasive. Batasan pada teknologi ini termasuk sensitifitas terhadap gerakan artifak

dan perlu sering dilakukan kalibrasi.

Pertimbangan Klinis

Pemberian oksigen yang adekuat pada organ vital harus dipertahankan selama

anestesia. Sayangnya, instrument untuk memonitor perfusi dan oksigenasi organ

spesifik adalah kompleks, mahal, dan seringkali tidak dapat diandalkan, dan,

karena itu, tekanan darah arterial yang adekuat diasumsikan memprediksi aliran

darah organ yang adekuat. Akan tetapi, aliran juga tergantung pada resistensi vaskuler:

Aliran = Tekanan

Resistensi

Bahan jika tekanannya tinggi, ketika resistensi juga tinggi, aliran dapat

menjadi lambat. Dengan demikian tekanan darah arterial perlu dilihat sebagi

indikator – tetapi bukan pengukuran – perfusi organ.

Akurasi metode apapun untuk mengukur tekanan darah yang melibatkan

manset tekanan darah tergantung pada ukuran manset yang benar (Gambar 5-6).

Page 6: morgan 5th edition  - Bab 05.doc

Kantong manset perlu direntangkan setidaknya separuh ekstrimitas, dan lebar

manset harus 20% sampai 50% lebih besar dari diameter ekstremitas.

Monitor tekanan darah otomatis, dengan menggunakan satu atau

kombinasi metode yang dideskripsikan di atas, sering digunakan dalam

anestesiologi. Pompa udara yang terisi sendiri mengembangkan manset pada

interval yang ditetapkan. Penggunaan peralatan otomatis yang tidak tepat atau

terlalu sering akan mengakibatkan kelumpuhan saraf dan ekstravasasi luas dari

cairan yang diberikan secara intravena. Dalam kasus kegagalan peralatan, metode

alternative dari penentuan tekanan darah harus segera tersedia.

2. Monitoring Tekanan Darah Arterial Invasif

Indikasi

indikasi untuk monitoring tekanan darah arterial dengan kateterisasi arteri

termasuk induksi arus atau hipotensi antisipasi atau deviasi tekanan darah luas,

penyakit organ-akhir yang memerlukan regulasi tekanan darah denyut-ke-denyut

yang tepat, dan perlunya pengukuran gas darah arteri multiple.

Kontraindikasi

jika dimungkinkan, kateterisasi perlu dihindari pada arteri-arteri ujung yang lebih

kecil dengan aliran darah kolateral yang tidak adekuat atau pada ekstremitas

dimana terdapat kecurigaan insufisiensi vaskuler yang ada sebelumnya.

A. Pemilihan Arteri untuk Kanulasi

Beberapa arteri tersedia untuk kateterisasi perkutaneus.

1. Arteri radialis umumnya dikanulasi karena lokasinya yang superficial dan

aliran kolateral yang substansial (pada sebagian besar pasien arteri ulnar

adalah lebih besar daripada radial dan terdapat hubungan antara keduanya

melalui arkus Palmaris). Lima persen pasien memiliki arkus palmar inkomplit

dan kurang aliran darah kolateral yang adekuat. Tes allen adalah metode yang

sederhana, tetapi kurang dapat diandalkan untuk menilai keamanan kanulasi

arteri radial. Pada tes ini, pasien melakukan exsanguinasipada tangannya

Page 7: morgan 5th edition  - Bab 05.doc

dengan mengepalkan tangan. Sementara operator mengoklusi arteri radial dan

ulna dengan tekanan ujung jari, pasien merelaksasi tangan yang memucat.

Aliran kolateral melalui arkus arterial palmar dikonfirmasi dengan kemerahan

pada ibu jari dalam waktu 5 detik setelah tekanan pada arteri ulnar dilepaskan.

Penundaan kembalinya warna normal (5–10 detik) mengindikasikan tes yang

samar atau sirkulasi kolateral yang tidak mencukupi (>10 detik). Tes Allen

kegunaannya masih dipertanyakan sehingga banyak praktisi yang secara rutin

menghindarinya. Sebagai alternative, aliran darah distal ke oklusi arteri radial

dapat dideteksi dengan palpasi, probe Doppler, plethysmography, atau pulse

oksimetri. Tidak seperti tes Allen, metode-metode untuk menentukan

kecukupan sirkulasi kolateral tidak memerlukan kooperasi pasien.

2. Kateterisasi arteri ulnar biasanya lebih sulit daripada kateterisasi radial

karena jalan arteri ulnar yang lebih dalam dan lebih berliku-liku. Karena

resiko mengganggu aliran darah ke tangan, kateterisasi ulnar normalnya tidak

akan dipertimbangkan jika arteri radial ipsilateral telah ditusuk tetapi tidak

berhasil dikanulasi.

3. Arteri brakialis adalah besar dan mudah diidentifikasi pada fossa antekubital.

Kedekatannya dengan aorta memberikan gangguan bentuk gelombang yang

lebih sedikit. Akan tetapi, berada di dekat siku menjadi predisposisi untuk

kateter arteri brakial mengalami kekusutan.

4. Arteri femoral rentan terhadap pembentukan atheroma dan pseudoaneurisma,

tetapi sering memberikan akses yang baik. Tempat femoral telah dikaitkan

dengan peningkatan insidensi komplikasi infeksius dan thrombosis arterial.

Nekrosis aseptic pada kepala femur adalah komplikasi kanulasi arteri femoral

yang jarang, tetapi tragis, pada anak-anak.

5. Arteri dorsalis pedis dan posterior tibial sedikit jauh dari aorta dan dengan

demikian memiliki bentuk gelombang yang paling terganggu.

6. Arteri axiller dikelilingi oleh plexus axiller, dan kerusakan saraf dapat terjadi

dari hematoma atau kanulasi traumatis. Udara atau thrombi dapat dengan

cepat mendapatkan akses ke sirkulasi serebral selama aliran retrograde yang

kuat pada kateter arteri axiller.

Page 8: morgan 5th edition  - Bab 05.doc

B. Teknik Kanulasi Arteri Radial

Satu teknik kanulasi arteri radial diilustrasikan pada Gambar 5-7. Supinasi dan

ekstensi pergelangan tangan memberikan paparan optimal dari arteri radial.

Sistem transduser-tube-tekanan perlu ada di dekatnya dan sudah dibilas dengan

saline untuk memastikan hubungan yang mudah dan cepat setelah kanulasi.

Pulsasi radial dipalpasi, dan jalan arteri ditentukan dengan menekan ringan

dengan ujung telunjuk dan jari tengah tangan nondominan anestesiologis pada

area impuls maksimal atau dengan menggunakan ultrasound. Dengan

menggunakan teknik aseptik, lidokain 1% diinfiltrasikan pada kulit pasien sadar,

secara langsung di atas arteri, dengan jarum ukuran kecil. Jarum dengan ukuran

yang lebih besar kemudian dapat digunakan untuk melubangi kulit, memfasilitasi

masuknya kateter ukuran 18, 20, atau 22 melalui jarum memasuki kulit pada sudut

45°, mengarahkannya pada titik palpasi. Pada saat kembalinya darah, kawat

pemandu dapat dimajukan melalui kateter ke dalam arteri dan kateter maju

mengikuti kawat pemandu. Selain itu, jarum diturunkan dengan sudut 30° dan

dimajukan 1–2 mm lagi untuk memastikan bahwa ujung kateter benar-benar adala

dalam lumen pembuluh darah. Kateter dimajukan dari jarum ke dalam lumen

arterial, dimana setelahnya jarus tersebut ditarik. Memberikan tekanan yang kuat

pada proximal arteri pada ujung kateter,m dengan jari tengah dan jari manis,

mencegah darah keluar dari kateter sementara tube dihubungkan. Perekat tahan air

atau sutura dapat digunakan untuk mempertahankan kateter di tempatnya.

C. Komplikasi

Komplikasi-komplikasi monitoring intraarterial termasuk hematoma, perdarahan

(khususnya dengan lepasnya sambungan tube kateter), vasospasme, thrombosis

srterial, embolisasi gelembung udara atau thrombi, pembentukan

pseudoaneurisma, nekrosis kulit di atas kateter, kerusakan saraf, infeksi, nekrosis

ekstremitas atau jari, dan injeksi obat intraarterial yang tidak disengaja. Faktor-

faktor yang berkaitan dengan peningkatan tingkat komplikasi termasuk kanulasi

yang lama, hiperlipidemia, usaha insersi berulang, jenis kelamin wanita, sirkulasi

Page 9: morgan 5th edition  - Bab 05.doc

ekstrakorporeal, penggunaan kateter yang lebih besar pada pembuluh darah yang

lebih kecil, dan penggunaan vasopressor. Resiko tersebut diminimalkan ketika

rasio ukuran kateter dengan arteri adalah kecil, salin terus-menerus diinfuskan

melalui kateter dengan kecepatan 2–3 mL/jam, pembilasan kateter terbatas, dan

diberikan perhatian yang cermat pada teknik aseptik. Kecukupan perfusi dapat

terus-menerus dimonitor selama kanulasi arteri radial dengan menempatkan pulse

oksimeter pada jari ipsilateral.

Pertimbangan Klinis

Karena kanulasi intraarterial memungkinkan pengukuran tekanan darah denyut-

demi-denyut, hal ini dianggap sebagai teknik monitoring tekanan darah optimal.

Kualitas bentuk gelombang transduksi, akan tetapi, tergantung pada karakteristik

dinamik dari sistem transduser-tube-kateter (Gambar 5-8). Pembacaan yang keliru

dapat menyebabkan intervensi terapiutik yang tidak tepat.

Bentuk gelombang kompleks, seperti gelombang pulsasi arterial, dapat

diekspresikan sebagai sumasi gelombang harmoni sederhana (menurut teorema

Fourier). Untuk pengukuran tekanan yang akurat, sistem transduser-tube-kateter

harus mampu merespon dengan adekuat pada frekuensi tertinggi dari bentuk

gelombang arterial (Gambar 5-9). Dengan kata lain, frekuensi alami dari sistem

pengukutan harus melebihi frekuensi alami dari pulsasi arterial (kira-kira 16–24

Hz).

Sebagian besar transduser memiliki frekuensi beberapa ratus Hz (>200 Hz

untuk transduser sekali pakai). Tambahan pada tube, stopcock, dan udara pada

jalur semua menurunkan frekuensi sistem. Jika respon frekuensi terlalu lambat,

sistem akan menjadi overdamped dan tidak akan dengan setia mereproduksi

bentuk gelombang arterial, memperendah tekanan sistolik. Underdamping juga

adalah permasalahan yang serius, menyebabkan overshoot dan SBP tinggi palsu.

Sistem transduser-tube-kateter harus juga mencegah hiperresonansi,

suatu artifak yang disebabkan oleh gema gelombang tekanan dalam sistem.

Koefisien damping (β) sebesar 0.6–0.7 adalah optimal. Frekuensi alami dan

Page 10: morgan 5th edition  - Bab 05.doc

koefisien damping dapat ditentukan dengan memeriksa jejak osilasi setelah

siraman tekanan-tinggi (Gambar 5-10).

Dinamika sistem diperbaiki dengan meminimalkan panjang tube,

mengeliminasi stopcock yang tidak diperlukan, menghilangkan gelembung udara,

dan menggunakan tube dengan kompliansi-rendah. Walaupun kateter dengan

diameter yang lebih kecil menurunkan frekuensi alami, hal tersebut memperbaiki

sistem yang mengalami underdampen dan memiliki kemungkinan lebih kecil

untuk mengakibatkan komplikasi vaskuler. Jika kateter yang besar menyebabkan

oklusi total pada arteri, pantulan gelombang dapat mengganggu pengukuran

tekanan.

Transduser tekanan telah berevolusi dari peralatan besar yang dapat

dipakai kembali menjadi peralatan kecil sekali pakai. Transduser mangandung

suatu diafragma yang terdistorsi dengan gelombang tekanan arterial. Energi

mekanis dari gelombang tekanan diubah menjadi sinyal elektris. Sebagian besar

transdusesr adalah tipe resistensi yang berdasarkan pada prinsip strain gauge:

peregangan suatu kawat atau kristal silicon mengubah resistensi elektrisnya.

Elemen sensor disusun dalam sirkuit “jembatan Wheatstone” sehingga voltase

output adalah sebanding dengan tekanan yang diaplikasikan pada diafragma

(Gambar 5-11).

Akurasi transduser tergantung pada kalibrasi yang benar dan prosedur nol.

Stopcock pada tingkat poin pengukuran yang diinginkan – biasanya linea

midaxiller — dibuka, dan pemicu nol pada pada monitor diaktifasi. Jika posisi

pasien diubah dengan menaikkan atau menurunkan meja operasi, transduser harus

dipindahkan bersama dengan atau dikembalikan ke nol pada tingkat linea

midaxillary yang baru. Pada pasien duduk, tekanan arterial di otak berbeda

signigikan dari tekanan ventrikuler kiri. Pada keadaan ini, tekanan serebral

ditentukan dengan mengatur transduser ke nol pada ketinggian telinga, yang

kurang lebih setinggi cincin Willis. Nol pada transduser perlu dicek secara

regular, karena beberapa pengukuran transduser dapat “bergeser” seiring waktu.

Page 11: morgan 5th edition  - Bab 05.doc

Kalibrasi eksternal pada transduser membandingkan pembacaan transduser

dengan manometer, tetapi transduser modern jarang memerlukan kalibrasi

eksternal.

Pembacaan digital pada tekanan sistolik dan diastolik adalah rata-rata

pengukuran tertinggi dan terendah yang berjalan dalam interval waktu tertentu.

Karena gerakan atau artifak kauter dapat mengakibatkan angka yang sangat keliru,

bentuk gelombang arterial harus selalu dimonitor. Bentuk gelombang arterial

memberikan petunjuk pada beberapa variabel hemodinamik. Kecepatan arus naik

mengindikasikan kontraktilitas, kecepatan arus ke bawah mengindikasikan

resistensi vaskuler perifer, dan variasi ukuran yang berlebihan selama siklus

respiratorik menunjukkan hipovolemia. MAP dihitung dengan mengintegrasikan

area-area di bahwa kurva tekanan.

Kateter intraarterial juga memberikan akses pada sampling dan analisis gas

darah arterial intermiten. Perkembangan sensor serabutoptik yang dapat

dimasukkan melalui kateter arterial ukuran 20 memungkinkan monitoring gas

darah yang kontinyu. Sayangnya, sensor ini cukup mahal dan seringkali tidak

akurat, sehingga jarang digunakan. Analisis bentuk gelombang tekanan arterial

memungkinkan esteimasi output kardia (CO) dan parameter hemodinamik

lainnya. Peralatan ini didiskusikan dalam bagian monitoring CO.

ELEKTROKARDIOGRAFI

Indikasi & Kontraindikasi

Semua pasien perlu melakukan monitoring intraoperatif pada elektrokardiogram

mereka (ECG). Tidak terdapat kontraindikasi.

Teknik & Komplikasi

Pemilihan lead menentukan sensitifitas diagnostik ECG. Lead ECG dopisisikan

pada dada dan ekstremitas untuk memberikan sudut pandang yang berbeda dari

potensi elektris yang dihasilkan oleh jantung. Pada akhir diastole, atria

berkontraksi, yang memberikan kontribusi atrial pada CO, menghasilkan

gelombang “P”. Setelah kontraksi atrial, ventrikel terisi menunggu systole.

Page 12: morgan 5th edition  - Bab 05.doc

Kompleks QRS memulai aktifitas elektris systole setelah jeda nodus

atrioventrikuler (AV) 120–200 msec. depolarisasi pada ventrikel berlanjut dari

nodus AV sepanjang sistem interventrikuler melalui serabut His–Purkinje. QRS

normal berlangsung kira-kira selama 120 msec, yang dapat berlambah lama pada

pasien-pasien dengan kardiomiopati dan gagal jantung. Gelombang T

menunjukkan repolarisasi ketika jantung bersiap untuk berkontraksi lagi.

Perlanjangan interval QT sekunder terhadap imbalansi elektrolit atau efek obat

dapat berpotensi menyebabkan aritmia yang mengancam nyawa (les torsade de

pointes).

Aksis elektris lead II adalah sekitar 60° dari tangan kanan sampai ke kaki

kiri, yang parallel dengan aksis elektris atria, menghasilkan voltase gelombang-P

yang paling besar pada semua lead permukaan. Orientasi ini meningkatkan

diagnosis aritmia dan deteksi iskemi dinding inferior. Lead V5 terletak di atas

spatium intercosta kelima pada linea axillaris anterior; posisi ini adalah kompromi

yang baik untuk mendeteksi iskemia dinding anterior dan lateral. Lead V5 yang

sebenarnya hanya dimungkinkan pada ECG kamar operasi dengan setidaknya

lima kawat lead, tetapi modifikasi V5 dapat dimonitor dengan menyusun ulang

standar penempatan lead tiga anggota gerak (Gambar 5-12). Idealnya, karena

masing-masing lead memberikan informasi yang unik, lead II dan V5 perlu

dimonitor secara simultan. Jika hanya tersedia mesin saluran-tunggal, lead yang

dipilih untuk monitoring tergantung pada lokasi infark atau iskemia sebelumnya.

Lead esophageal bahkan lebih baik daripada lead II untuk diagnosis aritmia, tetapi

belum mendapatkan penerimaan umum dalam kamar operasi.

Elektroda ditempatkan pada tubuh pasien untuk memonitor ECG (Gambar

5-13). Gel konduktif menurunkan resistensi elektris kulit, yang dapat diturunkan

lagi dengan membersihkan tempat tersebut dengan alcohol. Elektroda jarum

digunakan hanya jika bentuk diskus tidak sesuai (misalnya, pasien dengan luka

bakar luas).

Pertimbangan Klinis

Page 13: morgan 5th edition  - Bab 05.doc

ECG adalah pencatatan potensi elektris yang dihasilkan oleh sel miokardia.

Pemakaiannya yang rutin memungkinkan aritmia, iskemia miokardia,

abnodmalitas konduksi, malfungsi pacemaker, dan gangguan elektrolit untuk

terdeteksi (Gamabr 5-14). Karena potensi voltase yang kecil yang diukur, artefak

tetap menjadi permasalahan utama. Gerakan pasien atau kabel lead, penggunaan

elektrokauter, gangguan 60-siklus dari peralatan arus bolak-balik di dekatnya, dan

elektroda yang cacat dapat mensimulasi aritmia. Filter monitoring yang

digabungkan dalam amplifier untuk mereduksi artefak “gerak” akan menyebabkan

gangguan pada segmen ST dan dapat menghalangi diagnosis iskemia. Pembacaan

digital pada denyut nadi (HR) dapat menyebabkan kekeliruan karena monitor

salah menginterpretasikan artefak atau gelombang T yang besar – sering

ditemukan pada pasien pediatrik – sebagai kompleks QRS.

Tergantung dari ketersediaan peralatan, strip ritme preinduksi dapat

dicetak atau dibekukan pada layar monitor untuk dibandingkan dengan gambaran

intraoperatif. Untuk interpretasi perubahan segmen-ST dengan baik, ECG harus

distandarisasi sehingga sinyal 1-mV menghasilkan pembelokan sebesar 10 mm

pada monitor strip standar. Unit yang lebih baru secara kontinyu menganalisis

segmen ST untuk deteksi awal iskemi miokardia. Analisis segmen-ST otomatis

meningkatkan sensitifitas deteksi iskemi, tidak memerlukan kemampuan atau

kewaspadaan tambahan dari dokter, dan dapat membantu diagnosis iskemi

miokardia intraoperatif.

Kriteria yang umumnya diterima untuk diagnosis iskemia miokardia

memerlukan ECG dicatat dalam “mode diagnostik” dan termasuk depresi segmen-

ST yang datar atau menurun yang melebihi 1 mm, 80 msec setelah titik J (akhir

dari kompleks QRS), khususnya bersama dengan inverse gelombang-T. elevasi

segmen-ST dengan puncak gelombang juga dapat menunjukkan iskemia.

Sindroma Wolff–Parkinson–White, bundle-branch block, penangkapan

pacemaker ekstrinsik, dan terapi digoxin dapat menghalangi penggunaan

informasi segmen-ST. Bunyi yang dapat didengar yang berhubungan dengan

masng-masing kompleks QRS harus cukup keras untuk mendeteksi kecepatan dan

perubahan ritme ketika perhatian visual anestesiologis terarahkan ke tempat

Page 14: morgan 5th edition  - Bab 05.doc

lainnya. Beberapa ECG mampu menyimpan kompleks QRS yang menyimpang

untuk analisis selanjutnya, dan beberapa bahkan dapat menginterpretasikan dan

mendiagnosis aritmia. Gangguan yang disebabkan oleh unit elektrokauter, akan

tetapi, telah membatasi kegunaan analisis aritmia otomatis di kamar operasi.

KATETERISASI VENA SENTRAL

Indikasi

Kateterisasi vena sentral diindikasikan untuk monitoring tekanan vena sentral

(CVP), pemberian cairan untuk mengobati hipovolemia dan syok, infus obat

kaustik dan nutrisi parenteral total, aspirasi emboli udara, insersi transcutaneous

pacing lead, dan mendapatkan akses vena pada pasien dengan vena perifer yang

buruk. Dengan kateter khusus, kateterisasi vena sentral dapat digunakan untuk

monitoring kontinyu pada saturasi oksigen vena sentral.

Kontraindikasi

Kontraindikasi relatif termasuk tumor, penggumpalan darah, atau vegetasi katup

tricuspid yang dapat lepas atau mengalami emboli selama kanulasi.

Kontraindikasi lainnya berkaitan dengan tempat kanulasi. Sebagai contoh,

kanulasi vena subklavia adalah kontraindikasi relatif pada pasien-pasien yang

mendapatkan antikoagulan (karena tidak mampu memberikan kompresi langsung

pada terjadinya tusukan arterial yang tidak disengaja). Beberapa klinis

menghindari kanulasi vena sentral pada sisi carotid endarterectomy sebelumnya

karena permasalahan mengenai kemungkinan tusukan arteri carotid yang tidak

disengaja. Adanya kateter sentral lainnya atau lead pacemaker dapat mereduksi

jumlah tempat yang tersedia untuk penempatan jalur sentral.

Teknik & Komplikasi

Kanulasi vena sentral melibatkan memasukkan kateter dalam vena sehingga ujung

kateter terletak dalam sistem vena dalam thoraks. Umumnya, lokasi optimal untuk

ujung kateter adalah tepat di superior atau pada junction vena cava superior dan

atrium kanan. Ketika ujung kateter terletak dalam thoraks, inspirasi akan

Page 15: morgan 5th edition  - Bab 05.doc

meningkatkan atau menurunkan CVP, tergantung pada apakah ventilatsi

terkontrol atau spontan. Pengukuran CVP dibuat dengan kolom air (cm H2O),

atau, lebih dipilih, transduser elektrik (mmHg). Tekanan tersebut perlu diukur

selama ekspirasi akhir.

Berbagai tempat dapat digunakan untuk kanulasi (Gambar 5-15 dan Tabel

5-1). Semua tempat kanulasi memiliki peningkatan resiko infeksi yang

berhubungan dengan jalur, semakin lama kateter dipasang. Dibandingkan dengan

tempat lainnya, vena subclavia berkaitan dengan resiko pneumothoraks yang lebih

besar selama insersi, tetapi resiko komplikasi lainnya lebih kecil pada kanulasi

yang lama (misalnya, pada pasien sakit kritis). Vena jugular internal kanan

memiliki kombinasi mudah diakses dan aman. Kateterisasi vena jugular internal

kiri memiliki peningkatan resiko efusi pleural dan chylothorax. Vena jugular

eksterna juga dapat digunakan sebagai tempat masuk, tetapi karena sudut yang

akut dimana mereka bergabung dengan vena-vena besar di dada, vena ini

dikaitkan dengan sedikit peningkatan kemungkinan kegagalan untuk mendapatkan

akses ke sirkulasi sentral daripada vena jugular internal. Vena femoral juga dapat

dikanulasi, tetapi berkaitan dengan peningkatan resiko sepsis yang berkaitan

dengan jalurnya. Terdapat setidaknya tiga teknik kanulasi: kateter di atas jarum

(mirip dengan kateterisasi perifer), kateter melalui jarum (memerlukan batang

jarum dengan ukuran besar), dan kateter di atas kawat pemandu (teknik Seldinger;

Gambar 5-16). Mayoritas jalur sentral ditempatkan dengan menggunakan teknik

Seldinger.

Scenario berikut mendeskripsikan penempatan jalur vena jugular interna.

Pasien berada pada posisi Trendelenburg untuk menurunkan resiko emboli udara

dan untuk distensi vena jugular interna (atau subclavia). Kateterisasi vena

memerlukan teknik aseptik penuh, termasuk scrub, sarung angan steril, baju

panjang, masker, topi, preparat kulit bakterisida (dipilih larutan berbasis-alkohol),

dan kain steril. Dua kepala otot sternocleidomastoid dan clavicula membentuk tiga

sisi segitiga (Gambar 5-16A). Jarum ukuran 25 digunakan untuk menginfiltrasi

puncak segitiga dengan anestesi lokal. Vena jugular interna dapat ditemukan

dengan menggunakan ultrasound, dan kami sangat merekomendasikan agar hal

Page 16: morgan 5th edition  - Bab 05.doc

tersebut digunakan setiap kali dimungkinkan (Gambar 5-17). Sebagai alternatif,

dapat ditemukan dengan memajukan jarum ukuran 25 – atau jarum ukuran 23

pada pasien yang lebih berat – di tepi medial kepala lateral sternocleidomastoid,

ke arah puting ipsilateral, pada sudut 30° dari kulit. Aspirasi darah vena

mengkonfirmasi lokasi vena. Adalah penting bahwa vena (dan bukan arteri) yang

dikanulasi. Kanulasi arteri carotid dapat menyebabkan hematoma, stroke,

gangguan jalan nafas, dan kemungkinan kematian. Jarum berdinding tipis ukuran

18 atau kateter ukuran 18 di atas jarum dimajukan sepanjang jalur yang sama

dengan jalum lokator (Gambar 5-16B), dan, dengan apparatus selanjutnya, jarum

diambil dari kateter setelah kateter telah dimajukan ke dalam vena. Ketika dicapai

aliran darah bebas, kawat J dengan radius kurvatura 3 mm dimasukkan. Setelah

konfirmasi tusukan vena (Gambar 5-16C). jarum (atau kateter) diangkat, dan

dilator dimasukkan di atas kawat. Kateter dipersiapkan untuk dimasukkan dengan

membilas semua port dengan saline, dan semua port distal “ditutup” atau dijepit,

kecuali satu lewat mana kawat harus lewat. Selanjutnya, dilator diangkat (Gambar

5-16D). Kawat pemandu diangkat, dengan ibu jari ditempatkan di atas pusat

kateter untuk mencegah aspirasi udara sampai tube kateter intravenadihubungkan.

Kateter kemudian diamankan, dan digunakan pembalit steril. Lokasi yang tepat

dikonfirmasi dengan radiografi dada. Ujung kateter sebaiknya tidak dibiarkan

bermigrasi ke dalam ruang jantung. Pengaturan pemberian cairan perlu sering

dirubah, sesuai protocol pusat pengobatan Anda.

Kemungkinan penempatan dilator vena atau dilator ke dalam arteri carotid

dapat diturunkan dengan transduksi bentuk gelombang tekanan pembuluh darah

dari jarum introduser (atau kateter, jika digunakan kateter di atas jarum) sebelum

melalui kawat (paling mudah dicapai dengan menggunakan tube ekstensi

intravena steril sebagai manometer). Sebagai alternatifnya, dapat membandingkan

warna darah atau PaO2 dengan sampel arterial. Warna darah dan pulsatilitas dapat

menyesatkan atau tidak konklusif, dan perlu digunakan lebih dari satu metode

konfirmasi. Pada kasus-kasus dimana digunakan transesophageal

echocardiography (TEE), kawat pemandu dapat ditemukan di atrium kanan,

mengkonfirmasi pemasukkan ke vena (Gambar 5-18).

Page 17: morgan 5th edition  - Bab 05.doc

Resiko kanulasi vena sentral termasuk infeksi jalur, infeksi arus darah,

emboli udara atau thrombus, aritmia (mengindikasikan bahwa ujung kateter

berada pada atrium atau ventrikel kanan), hematoma, pneumothorax, hemothorax,

hydrothorax, chylothorax, perforasi kardia, tamponade kardia, trauma pada saraf

dan arteri di dekatnya, dan thrombosis.

Pertimbangan Klinis

Fungsi kardia normal memerlukan pengisian ventrikuler yang adekuat dengan

darah vena. CVP memperkirakan tekanan atrial kanan. Volume ventrikuler

berhubungan dengan tekanan melalui kompliansi. Ventrikel yang sangat komplian

mengakomodasi volume dengan perubahan minimal dalam tekanan. Sistem yang

nonkomplian memiliki ayunan yang lebih besar dalam tekanan dengan lebih

sedikit perubahan volume. Sebagai konsekuensinya, pengukuran CVP individual

hanya akan menunjukkan informasi yang terbatas mengenai volume dan pengisian

ventrikuler. Walaupun CVP yang sangat rendah dapat mengindikasikan pasien

dengan penurunan volume, pembacaan tekanan moderat sampai tinggi dapat

mencerminkan volume overload ataupun kompliansi ventrikuler yang buruk.

Perubahan yang berkaitan dengan pengisian volume bersama dengan pengukuran

performa hemodinamik lainnya (misalnya, tekanan darah, HR, output urin) dapat

menjadi indikator yang lebih baik untuk responsifitas volume pasien. Pengukuran

CVP harus selalu dipertimbangkan dalam konteks sudut pandang klinis

kesekuruhan pasien.

Bentuk gelombang vena sentral berkorespondensi dengan terjadinya

kontraksi kardia (Gambar 5-19): gelombang a dari kontraksi uji a tidak ada pada

fibrilasi atrial dan berlebihan pada ritme junctional (gelombang a “cannon”);

gelombang c adala karena elevasi katup trikuspid selama kontraksi ventrikuler

awal; gelombang v mencerminkan return vena terhadap katup trikuspid yang

tertutup, dan penurunan x dan y kemungkinan disebabkan oleh pergeseran ke

bawah dari katup trikuspid selama sistole dan pembukaan katup trikuspid selama

diastole.

Page 18: morgan 5th edition  - Bab 05.doc

KATETERISASI ARTERI PULMONER

Kateter arteri pulmoner (PA) (atau kateter Swan-Ganz) dimasukkan dalam praktik

rutin dalam kamar operasi dan unit perawatan intensif pada tahun 1970an. Hal ini

dengan cepat menjadi umum bagi pasien yang menjalani pembedahan mayor

untuk ditangani dengan kateterisasi PA. Kateter tersebut memberikan pengukuran

tekanan oklusi CO dan PA dan digunakan untuk memandu terapi hemodinamik,

khususnya ketika pasien menjadi tidak stabil. Penentuan oklusi PA atau tekanan

baji memungkinkan (pada keadaan tidak adanya stenosis mitral) estimasi tekanan

diastolik-akhir ventrikuler kiri (LVEDP), dan, tergantung pada kompliansi

ventrikuer, estimasi volume ventrikuler. Melalui kemampuannya untuk

melakukan pengukuran CO, stroke volume (SV) pasien juga ditentukan.

CO = SV × HR

SV = CO/HR

Tekanan darah = CO × resistensi vaskuler sistemik (SVR)

Konsekuensinya, monitoring hemodinamik dengan kateter PA berusaha

membedakan mengapa pasien tidak stabil sehingga terapi dapat diarahkan pada

permasalahan yang mendasari.

Jika SVR berkurang, seperti pada keadaan syok vasodilatorik (sepsis), SV

dapat meningkat. Sebaliknya, reduksi pada SV dapat terjadi sekunder karena

performa kardia yang buruk atau hipovolemia. Penentuan tekanan oklusi kapiler

pulmoner (PCOP) atau ‘baji” dengan inflasi balon kateter mengestmasi LVEDP.

Penurunan SV pada keadaan PCOP/ LVEDP yang rendah mengindikasikan

hipovolmia dan kebutuhan untuk pemberian volume. Jantung yang “penuh”,

dicerminkan dengan PCOP/LVEDP yang tinggi dan SV rendah, mengindikasikan

perlunya obat inotropik positif. Sebaliknya, SV normal atau meningkat pada

keadaan hipoteni dapat diobati dengan pemberian obat vasokonstriktor untuk

mengembalikan SVR pada pasien vasodilatasi.

Walaupun pasien mungkin mengalami hipovolemia, sepsis, dan gagal

jantung yang bersamaan, pendekatan pengobatan dasar dan penggunaan kateter

PA ini untuk memandu terapi menjadi kurang lebih sinonimus dengan perawatan

intensif perioperatif dan anestesi kardia. Akan tetapi, sejumlah besar penelitian

Page 19: morgan 5th edition  - Bab 05.doc

observasional telah berhasil menunjukkan bahwa pasien yang ditangani dengan

kateter PA mengalami perburukan hasil akhir daripada pasien yang serupa yang

ditangani tanpa kateter PA. Penelitian lain tampaknya mengindikasikan bahwa

walaupun manajemen pasien dengan panduan kateter PA mungkin tidak

membahayakan, hal ini tidak memberikan keuntungan spesifik. Walaupun kateter

PA dapat digunakan untuk memandu terapi hemodinamik terarah-tujuan untuk

memastikan perfusi organ pada keadaan syok, tersedia metode lainnya yang lebih

tidak invasif untuk menentukan performa hemodinamik, termasuk pengukuran

CO thermodilusi transpulmoner dan analisis kontur nadi pada bentuk gelombang

tekanan arterial. Keduanya memungkinkan kalkulasi SV sebagai pemandu untuk

manajemen hemodinamik. Terlebih lagi, saturasi oksigen darah atrial kanan,

berbeda dengan campuran saturasi vena (normalnya 75%), data digunakan sebagai

pengukuran alternatif untuk membedakan ekstraksi oksigen jaringan dan

kecukupan pemberian oksigen jaringan.

Walaupun banyak laporan tentang kegunaannya yang masih dipertanyakan

dan semakin banyaknya metode alternatif untuk menentukan parameter

hemodinamik, kateter PA masih digunakan perioperatif lebih sering di Amerika

Serikat daripada di tempat lainnya. Walaupun echokardiografi dapat segera

menginformasikan pembuatan keputusan hemodinamik melalui pencitraan

jantung untuk menentukan jika jantung penuh, terkompresi, berkontraksi, atau

kosong, echokardiografi memerlukan individu terlatih untuk mendapatkan dan

menginterpretasikan gambar. Alternative monitor hemodinamik yang kurang

invasif tela mendapatkan penerimaan di Eropa dan dapat meluas di Amerika

Serikat, semakin menurunkan penggunaan kateter PA.

Sampai alternatif lainnya tersedia, kateterisasi PA perlu dipertimbangkan

kapanpun indeks kardia, preload, status volume atau derajat oksigenasi darah vena

campuran perlu diketahui. Pengukuran-pengukuran ini dapat terbukti sangat

penting pada pasien bedah dengan resiko instabilitas hemodinamik (misalnya,

mereka yang baru-baru ini mengalami infark miokardia) atau selama prosedur

bedah yang berkaitan dengan peningkatan insidensi komplikasi hemodinamik

(misalnya, perbaikan aneurisma aortik).

Page 20: morgan 5th edition  - Bab 05.doc

Kontraindikasi

Kontraindikasi relatif terhadap kateterisasi arteri pulmoner termasuk left bundle-

branch block (karena permasalahan mengenai blok jantung komplit) dan kondisi-

kondisi yang berkaitan dengan peningkatan besar resiko aritmia, seperti sindroma

Wolff –Parkinson–White. Kateter dengan kemampuan pacing adalah lebih cocok

pada situasi-situasi tersebut. Kateter PA dapat berperan sebagai nidus infeksi pada

pasien bakteremia atau pembentukan thrombus pada pasien yang rentan terhadap

hiperkoagulasi.

Teknik & Komplikasi

Walaupun tersedia berbagai kateter PA,desain yang paling popular

menggabungkan lima lumen dalam kateter 7.5 FR, sepanjangn 110 cm, dengan

badan polyvinylchloride (Gambar 5-20). Lumen ditempati oleh benda-benda

berikut: kawat untuk menghubungkan termistor dekat ujung kateter ke computer

CO termodilusi, saluran udara untuk inflasi balon; port proksimal 30 cm dari

ujung untuk infus, injeksi CO, dan mengukuran tekanan atrial kanan; port

ventrikuler pada 20 cm untuk infus obat; dan port distal untuk aspirasi campuran

sampel darah vena dan pengukuran tekanan PA.

Pemasukkan kateter PA memerlukan akses vena sentral, yang dapat

dicapai dengan menggunakan teknik Seldinger, dideskripsikan di atas.

Menggantikan kateter vena sentral, dilator dan selubung dimasukkan di atas kawat

pemandu. Lumen selubung mengakomodai kateter PA setelah pengangkatan

dilator dan kawat pemandu (Gambar 5-21).

Sebelum insersi, kateter PA diperiksa dengan inflasi dan deflasi balonnya

dan irigasi ketiga lumen intravaskuler dengan saline. Port distal terhubung dengan

transduser yang diatur ke nol pada linea midaxiller pasien.

Kateter PA dimajukan melalui introduser ke dalam vena jugular interna.

Pada kira-kira 15 cm, ujung distal harus memasuki atrium kanan, dan pelacakan

vena sentral yang bervariasi dengan respirasi mengkonfirmasi posisi intratoraksis.

Balon kemudian digembungkan dengan udara sesuai rekomendasi pabrik

Page 21: morgan 5th edition  - Bab 05.doc

(biasanya 1.5 mL) untuk melindungi endokardium dari ujung kateter dan

memungkinkan CO ventrikel kanan untuk mengarahkan kateter ke depan. Balon

selalu dikempiskan selama penarikan. Selama memajukan kateter, ECG perlu

dimonitor untuk adanya aritmia. Ektopi transient dari iritasi pada ventrikel kanan

oleh balon dan ujung kateter biasa terjadi dan jarang memerlukan pengobatan.

Peningkatan mendadak pada tekanan sistolik pada pengusutan distal

mengindikasikan lokasi ventrikuler kanan pada ujung kateter (Gambar 5-22).

Pemasukkan ke arteri pulmoner normalnya terjadi sebesar 35-45 cm dan

diperjelas dengan peningkatan mendadak pada tekanan diastolik.

Untuk mencegah kekusutan kateter, balon perlu dikempiskan dan kateter

ditarik jika perubahan tekanan tidak terjadi pada jarak yang diperkirakan. Pada

kasus-kaus yang sangat sulit (CO rendah, hipertensi pulmoner, atau anomali

jantung kongenital), pengapungan kateter dapat ditingkatkan dengan membuat

pasien menarik nafas dalam, memposisikan pasien dengan kepala ke atas, posisi

miring lateral kanan; injeksi saline dingin melalui lumen proximal untuk membuat

kateter kaku (yang juga meningkatkan resiko perforasi); atau memberikan dosis

kecil agen inotropik untuk meningkatkan CO. Kadang, pemasukkan tersebut

mungkin memerlukan fluoroskopi atau TEE untuk panduan.

Setelah mendapatkan posisi PA, gerakan maju minimal pada kateter PA

menghasilkan bentuk gelombang tekanan oklusi arteri pulmoner (PAOP).

Pengusutan dapat muncul kembali ketika balon dikempiskan. Adanya wedging

sebelum inflasi balon maksimal memberi sinyal posisi overwedged, dan katerter

perlu sedikit ditarik (dengan balon kempis, tentu saja). Karena ruptur PA dapat

menyebabkan mortalitas dan dapat terjadi karena penggembungan balon yang

berlebihan, frekuensi pembacaan wedge perlu diminimalkan. Tekanan PA perlu

dimonitor terus-menerus untuk mendeteksi posisi overwedge yang

mengindikasikan migrasi kateter. Selanjutnya, jika kateter memiliki port

ventrikuler kanan 20 cm dari ujung, migrasi distal dapat sering terdeteksi dengan

perubahan pada pemeriksaan tekanan yang mengindikasikan lokai arteri

pulmoner.

Posisi kateter yang benar dapat dikonfirmasi dengan radiografi dada.

Page 22: morgan 5th edition  - Bab 05.doc

Berbagai komplikasi kateterisasi PA termasuk semua komplikasi yang

berkaitan dengan kanulasi vena sentral plus bakteremia, endokarditis,

thrombogenesis, infark pumoner, ruptur PA, dan perdarahan (khususnya pada

pasien yang mendapatkan antikoagulan, usia lanjut, atau pasien wanita, atau

pasien dengan hipertensi pulmoner), kateter kusut, aritmia, abnormalitas

konduksi, dan kerusakan valvular pulmoner (Tabel 5-2). Bahkan hemoptysis yang

sedikit sebaiknya tidak diabaikan, karena dapat menandakan ruptur PA. Jika hal

tersebut dicurigai, penempatan yang tepat dari tube trakeal lumen-ganda dapat

mempertahankan oksigenasi adekuat oleh paru yang tidak terkena. Resiko

komplikasi meningkat dengan durasi kateterisasi, yang biasanya tidak melebihi 72

jam.

Pertimbangna Klinis

Penggunaan kateter PA dalam kamar operasi merevolusi manajemen intraoperatif

pada hampir semua pasian. Kateter PA memungkinkan estimasi yang lebih tepat

pada preload ventrikuler kiri daripada CVP atau pemeriksaan fisik, juga sampling

darah vena campuran. Kateter dengan thermistor di dalamnya (didiskusikan nanti

dalam bab ini) dapat digunakan untu mengukur CO, dari mana berbagai nilai

hemodinamik dapat diperoleh (Tabel 5-3). Beberapa desain kateter

menggabungkan elektroda yang memungkinkan pencatatan dan pacing ECG

intracavier. Berkar serat-optik opsional memungkinkan pengukuran kutaneus pada

saturasi oksigen darah vena campuran.

Starling mendemonstrasikan hubungan antara fungsi ventrikuler kiri dan

panjang serabut otot end-diastolik ventrikuler kiri, yang biasanya sebanding

dengan volume end-diastolik. Jika kompliansi tidak menurun dengan abnormal

(misalnya karena iskemia miokardia, overload, hipertrofi ventrikuler, atau

tamponade perikardial), LVEDP seharusnya mencerminkan panjang serabut. Pada

keadaan adanya katup mitral normal, tekanan atrial kiri mendekati tekanan

ventrikuler kiri selama pengisian diastolic. Atrium kiri berhubungan dengan sisi

kanan jantung melalui vaskulatur pulmoner. Lumen distal dari kateter PA wedge

yang benar adalah terisolasi dari tekanan sisi kanan dengan inflasi balon. Bukaan

Page 23: morgan 5th edition  - Bab 05.doc

distalnya terbuka hanya terkena tekanan kapiler, yang – pada keadaan tidak

adanya tekanan jalan nafas tinggi atau penyait vaskuler pulmoner – sebanding

dengan tekanan atrial kiri. Faktanya, aspirasi melalui port distal selama inflasi

balon adalah sampel darah arterialis. PAOP adalah pengukuran LVEDP indirek

yang tergantung pada kompliansi ventrikuler mendekati volume end diastolik

ventrikuler kiri.

Walaupun tekanan vena sentral dapat mencerminkan fungsi ventrikler

kanan, kateter PA dapat diindikasikan jika salah satu ventrikel sangat menurun,

menyebabkan disasosiasi hemodinamik sisi kanan dan kiri. CVP buruk dalam

memprediksi tekanan kapiler pulmoner, khususnya pada pasien-pasien dengan

fungsi ventrikuler kiri abnormal. Bahkan PAOP tidak selalu memprediksi

LVEDP. Hubungan antara volume end diastolik ventrikuler kiri (preload sktual)

dan PAOP (preload estimasi) dapat menjadi tidak dapat diandalkan selama

kondisi-kondisi yang berhubungan dengan perubahan kompliansi atrial atau

ventrikuler kiri, fungsi valvula mitral, atau resistensi vena pulmoner. Kondisi-

kondisi ini adalah umum terjadi segera setelah pembedahan kardia atau vaskuler

mayor dan pada pasien yang sakit kritis yang menggunakan agen inotropik atau

pada syok septik.

Terakhir, informasi yang disediakan oleh kateter PA adalah seperti

informasi dari monitor perioperatif lainnya yang tergantung pada interpretas yang

benar oleh orang yang merawat pasien tersebut. Dalam konteks ini, kateter PA

adalah peralatan yang digunakan untk membantu dalam terapi perioperatif

tujuan-terarah. Karena semakin banyaknya metode yang lebih tidak invasif yang

tersedia sekarang untk mendapatkan informasi yang serupa, kami menduga

kateterisasi PA utamanya akan menjadi minat sejarah.

OUTPUT KARDIA

Indikasi

Pengukuran CO untuk memungkinkan kalkulasi SV adalah salah satu alasan

utama untuk kateterisasi PA. saat ini, terdapat sejumlah metode alternatif yang

Page 24: morgan 5th edition  - Bab 05.doc

kurang invasif untuk mengestimasikan fungsi ventrikuler untuk membantu terapi

tujuan-terarah.

Teknik & Komplikasi

A. Thermodilusi

Injeksi sejumlah (2.5, 5, atau 10 mL) cairan yang di bawah temperaturt tubuh

(biasanya temperature ruang atau didinginkan) dalam atrium kanan meruba

temparatur darah yang berkontak dengan thermistor pada ujung kateter PA.

derajat perubahan berbanding terbalik dengan CO: Perubahan temperature adalah

minimal jika terdapat aliran darah yang tinggi, sedangkan perubahan temperature

lebih besar ketika aliran direduksi. Setelah injeksi, seseorang dapat memplotkan

temperature sebagai fungsi waktu untuk menghasilkan kurva thermodilusi

(Gambar 5-23). CO ditentukan dengan program computer yang menggabungkan

area di bawah kurva. Pengukuran CO yang akurat bergantung pada injeksi yang

cepat dan halus, temperature dan volume injectant yang diketahui dengan tepat,

pemasukkan faktor kalibrasi yang tepat untuk tipe kateter PA spesifik dalam

computer, dan menghindari pengukuran selama elektrokauter. Regurgitasi

tricuspid dan cardiac shunts menyebabkan hasil tidak valid karena hanya output

ventrikuler kanan ke dalam PA yang sebenarnya diukur. Infus cepat injectant

dingin jarang mengakibatkan aritmia kardia. Modifikasi teknik thermodilusi

memungkinkan pengukuran CO yang kontinyu dengan kateter khusus dan sistem

monitor. Kateter mengandung filament termal yang memberikan gelombang

panas kecil dalam darah proximal katup pulmonik dan sebuah thermistor yang

mengukur perubahan pada temperature darah PA. computer di monitor

menentukan CO dengan relasi-silang jumlah input panas dengan perubahan

temperatur darah.

Thermodilusi trasnpulmoner (sistem PiCCO) bergantung pada prinsip

thermodilusi yang sama, tetapi tidak memerlukan kateterisasi PA. Jalur sentral

dan kateter arterial yang dilengkapi dengan thermistor (biasanya ditempatkan di

arteri femoral) diperlukan untuk melakukan thermodilusi transpulmoner.

Pengukuran thermal melibatkan injeksi indikator dingin pada vena cava superior

Page 25: morgan 5th edition  - Bab 05.doc

melalui jalur sentral (Gambar 5-24). Thermistor menemukan perubahan pada

temperatuf di sistem arterial setelah transit indikator dingin melalui jantung dan

paru dan menentukan CO.

Thermodiluasi transpulmoner juga memungkinkan kalkulasi volume

diastolik akhir-global (GEDV) dan air paru ekstravaskuler (EVLW). Melalui

analisis matematis dan ekstrapolasi kurva thermodilusi, adalah ungkin untuk

computer thermodilusi untuk menghitung mean waktu transit dari indikator dan

waktu penghancuran eksponensialnya (Gambar 5-25). Volume thermal

intrathoraksis (ITTV) adalah produk dari CO dan mean waktu transit (MTT).

ITTV termasuk volume darah pulmoner (PBV), EVLW, dan darah yang

terkandung dalam jantung. Volume thermal pulmoner (PTV) termasuk EVLW

dan PBV dan didapatkan dengan mengkalikan CO dengan waktu penghancuran

eksponensial (EDT). Mengurangi PTV dari ITTV memberikan GEDV (Gambar 5-

26). GEDV adalah volume hipotetis yang mengasumsikan bahwa semua ruang

jantung terisi terus-menerus saat diastole. Dengan indeks normal antara 640 dan

800 mL/m2, GEDV dapat membantu dalam menentukan status volume. Indeks air

paru ekstra vaskuler kurang dari 10 mL/kg adalah normatif. EVLW adalah ITTV

minus volume darah intrathoraksis (ITBV). ITBV = GEDV × 1.25.

Dengan demikian EVLW = ITTV – ITBV. Peningkatan EVLW dapat

mengindikasikan overload cairan. Dengan demikian, melalui analisis matematis

pada kurva thermodilusi pulmoner, dimungkinkan untuk mendapatkan indeks

volumetrik untuk memandu terapi penggantian cairan. Terlebih lagi, sistem

PiCCO R menghitung variasi SV dan variasi tekanan nadi melalui analisis kontur

nadi, dimana keduanya dapat digunakan untuk menentukan reponsifitas cairan.

Baik SV dan tekanan nadi menurun selama ventilasi tekanan positif. Semakin

besar variasi selama perjalanan inspirasi dan ekspirasi tekanan positif, semakin

mungkin pasien memperbaiki pengukuran hemodinamik setelah pemberian

volume.

B. Dilusi Pewarna

Page 26: morgan 5th edition  - Bab 05.doc

Jika pewarna indocyanine green (atau indikator lainnya seperti lithium)

dinjeksikan melalui kateter vena sentral, tampilannya dalam sirkulasi arterial

sistemik dapat diukur dengan menganalisis sampel arterial dengan detektor yang

sesuai (misalnya, densitometer untuk indocyanine green). Area di bawah kurva

indikator pewarna yang dihasilkan berhubungan dengan CO. Dengan

menganalisistekanan darah arterial dan mengintegrasikannya dengan CO, sistem

yang menggunakan lithium (LiDCO TM) juga menghitung SV denyut-ke-denyut.

Pada sistem LiDCO TM, bolus sedikit lithium chloride diinjeksikan ke dalam

sirkulasi. Elektroda sensitif-lithium dalam kateter arterial mengukur penghancuran

konsentrasi lithium seiring waktu. Menggabungkan konsentrasi seiring waktu

memungkinkan mesin untuk menghitung CO. Peralatan LiDCO TM, seperti alat

thermodilusi PiCCO R, menggunakan analisis kontur nadi pada bentuk

gelombang arterial untuk menyediakan penentuan CO denyut-ke-denyut yang

terjadi dan parameter lain yang dihitung. Penentuan dilusi lithium dapat dilakukan

pada pasien-pasien yang memiliki akses vena perifer saja. Lithium tidak boleh

diberikan pada pasien pada trimester pertama kehamilan. Teknik dilusi pewarna,

memberikan permasalahan resirkulasi indikator, sampling darah arterial, dan

penumpukan tracer latar belakang, yang berpotensi membatasi penggunaan

pendekatan-pendekatan tersebut pada perioperatif. Nondepolarizing

neuromuscular blockers dapat memperngaruhi sensor lithium.

C. Peralatan Kontur Nadi

Peralatan kontur nadi menggunakan pengusutan tekanan arterial untuk

memastikan CO dan parameter dinamik lainnya, seperti tekanan nadi dan variasi

SV dengan ventilasi mekanis. Indeks-indeks ini digunakan untuk membantu

menentukan jika hipotensi kemungkinan akan merespon terhadap terapi cairan.

Peralatan kontur nadi bergantung pada alogarisma yang mengukur area-area

bagian sistolik tekanan arterial yang diikuti dari end diastole ke akhir ejeks

ventrikuler. Peralatan tersebut kemudian menggabungkan faktor kalibrasi untu

kompliansi vaskuler pasien, yang adalah dinamik dan tidak statik. Beberapa

peralatan kontur nadi bergantung pertama-tama pada thermodilusi transpulmoner

Page 27: morgan 5th edition  - Bab 05.doc

atau thermodilusi lithium untuk mengkalibrasi mesin untuk pengukuran kontur

nadi selanjutnya. FloTrac (Edwards Life Sciences) tidak memerlukan kalibrasi

dengan pengukuran lainnya dan bergantung pada analiis statistikan dari

alogarismanya untuk menghitung perubahan pada kompliansi vaskuler yang

terjadi sebagai konsekuensi dari perubahan tonus vaskuler.

D. Doppler Esofageal

Doppler esophageal bergantung pada prinsip Doppler untuk mengukur kecepatan

aliran darah dalam aorta thoraksis descenden. Prinsip Doppler adalah integral

dalam echokardiografi perioperatif, seperti didiskusikan di bawah ini. Efek

Doppler telah dideskripsikan sebelumnya di bab ini dan merupakan hasil dari

perubahan yang muncul pada frekuensi suara ketika sumber gelombang suara dan

pengamat gelombag suara dalam gerakan relatif. Darah dalam aorta bergerak

relatif dibandingkan dengan probe Doppler di esophagus. Ketika sel darah merah

mengalir, mereka memantulkan pergeseran frekuensi, tergantung pada arah dan

kecepatan gerakannya. Ketika aliran darah mendekati transduser, frekunsi yang

dipantulkan lebih tinggi daripada yang ditransmisikan oleh probe. Ketika sel

darah menjauh dari transduser, frekuensinya lebih rendah daripada yang awalnya

dikirimkan oleh probe. Dengan menggunakan persamaan Doppler, adalah

mungkin untuk menentukan kecepatan airan darah dalam aorta. Persamaannya

adalah:

Kecepatan aliran darah = {perubahan frekuensi/cosinus sudut insidensi

antara sinar Doppler dan aliran darah} × {kecepatan suara di jaringan /2

(frekuensi sumber)}

Agar Doppler dapat memberikan estimasi kecepatan yang dapat

diandalkan sudut insidensi harus sedekat mungkin dengan nol, karena cosinus 0

adalah 1. ketika sudut mendekati 90°, pengukuran Doppler tidak dapat

diandalkan, karena cosinus 90° adalah 0.

Peralatan Doppler esophageal menghitung kecepatan aliran di aorta.

Karena kecepatan sel dalam aorta berjalan dengan kecepatan yang berbeda-beda

selama siklus kardia, mesin mendapatkan pengukuran semua kecepatan sel yang

Page 28: morgan 5th edition  - Bab 05.doc

bergerak seiring waktu. Secara matematis mengintegrasikan kecepatan yang

menunjukkan jarak yang dilalui darah. Selanjutnya, dengan menggunakan

normogram, monitor memperkirakan area aorta descenden. Dengan demikian

monitor menghitung jarak yang dilalui darah, juga area: area × panjang = volume.

Sebagai konsekuensinya, SV darah pada aorta descenden dihitung.

Mengetahui HR memungkinkan penghitungan bagian CO tersebut yang mengalir

melalui aorta thoraksis descenden, yang kira-kira adalah 70% dari total CO.

Dengan koreksi ini untuk 30% memungkinkan monitor untuk mengestimasi total

CO pasien.Doppler esophageal tergantung pada banyak asumsi dan nomogram,

yang dapat menghalangi kemampuannya untuk mencerminkan CO dengan akurat

dalam berbagai situasi klinis.

E. Bioimpedansi Thoraxis

Peruahan pada volume thoraksis menyebabkan perubahan pada resistensi

thoraksis (bioimpedensi) ke arus amplitude rendah, frekuensi tinggi. Jika

perubahan thoraksis pada bioimpedensi diukut setelah depolarisasi ventrikuler,

SV dapat ditentukan secara kontinyu. Teknik noninvasive ini memelukan enam

elektroda untuk injeksi microcurrents dan untuk merasakan bioimpedansi pada

kedua sisi dada. Peningkatan cairan pada dada mengakibatkan bioempedensi

elektris yang lebih sedikit. Asumsi matematis dan korelasi kemudian dibuat untuk

menghitung CO dari perubahan pada bioimpedensi. Kerugian dari bioimpedensi

thoraksis termasuk kerentanan terhadap gangguan elektris dan bergantung pada

posisi elektroda yang tepat. Akurasi teknik ini dipertanyakan dalam beberapa grup

pasien, termasuk mereka dengan penyakit katup aortik, pembedahan jantung

sebelumnya, atau perubahan akut pada fungsi nervus simpatis thoraksis (misalnya,

mereka yang menjalani anestesi spinal).

F. Prinsip Fick

Jumlah oksigen yang dikonsumsi oleh individu (VO2) sebanding dengan perbedaan

antara kandungan oksigen (C) arterial dan vena (a–v) (CaO2 dan CvO2) dikali CO.

Dengan demikian

Page 29: morgan 5th edition  - Bab 05.doc

CO = Konsumsi oksigen

=VO2

Perbedaan kandungan O2 a-v CaO2 – CvO2

Campuran kandungan oksigen vena dan arterial mudah ditentukan jika

kateter PA dan jalur arterial ditempatkan. Konsumsi oksigen juga dapat dihitung

dari perbedaan antara kandungan oksigen pada gas inspirasi dan ekspirasi. Variasi

prinsip Fick adalah basis dari semua indikator – metode dilusi dalam penentuan

CO.

G. Echokardiografi

Tidak ada peralatan yang lebih kuat untuk diagnosis dan menilai fungsi kardia

perioperatif dari ada transthoracic echocardiography (TTE) dan transesophageal

echocardiography (TEE). Kedua pendekatan tersebut semakin banyak

dipergunakan dalam kondisi operatif. Dalam kamar operasi, akses yang terbatas

pada dada membuat TEE menjadi pilihan yang ideal untuk memvisualisasi

jantung. Baik TTE dan TEE dapat digunakan pada perioperatif dan postoperatif.

TTE memiliki keuntungan karena sepenuhnya nonivasif; akan tetapi,

mendapatkan “jendela” untuk melihat jantung dapat menjadi sulit. Probe TEE

sekali pakai sekarang tersedia yang dapat tetap di posisinya pada pasien sakit

kritis selama berhari-hari, pada waktu dimana pemeriksaan TEE intermiten dapat

dilakukan.

Echokardiografi dapat digunakan oleh staff anestesia dalam dua cara,

tergantung pada derajat pelatihan dan sertifikasi. TEE dasar (atau hemodinamik)

memungkinkan anestesiologi untuk membedakan sumber primer dari instabilitas

hemodinamik pasien. Walaupun dalam beberapa decade terakhir kateter flotasi

PA akan digunakan untuk menentukan mengapa pasien dapat menjadi hipotensif,

anestesiologis yang melakukan TEE hemodinamik berusaha untuk menentukan

jika jantung terisi dengan adekuat, berkontraksi dengan baik, tidak terkompresi

eksternal, dan tidak ada defek structural yang nyata. Sepanjang waktu, informasi

yang didapatkan dari TEE hemodinamik dapat dikaitkan dengan informasi lain

tentang kondisi umum pasien.

Page 30: morgan 5th edition  - Bab 05.doc

Anestesiologis yang melakukan TEE lanjutan membuat rekomendasi

terapiutik dan bedah berdasarkan pada interpretasi TEE mereka. Berbagai

organisasi dan dewan telah ditetapkan di seluruh dunia untuk sertifikasi individu-

individu pada semua tingat echokardiografi perioperatif. Lebih penting, individu

yang dapat melakukan echokardiografi harus menyadari persyaratan kredensial

dari masing-masing institusi mereka.

Echokardiografi memiliki banyak kegunaam, termasuk di antaranya:

Diagnosis sumber instabilitas hemodinamik, termasuk iskemi miokardia,

gagal jantung sistolik dan diastolik, abnormalitas valvuler, hipovolemia,

dan tamponade perikardia.

Estimasi parameter hemodinamik, seperti SV, CO, dan tekanan

intracaviter.

Diagnosis struktural penyakit jantung, seperti penyakit jantung vaskuler,

shunts, penyakit aortik.

Memandu intervensi bedah, seperti perbaikan katup mitral.

Berbagai modalitas echokardiografi telah digunakan pada perioperatif oleh

anestesiologis termasuk TTE, TEE, ultrasound epiaortik dan epikardia, dan

echokardiografi tiga-dimensional. Beberapa keuntungan dan kerugian dari

modalitas-modalitas tersebut adalah sebagai berikut:

TTE memiliki keuntungan karena noninvasif dan pada dasarnya bebas

resiko. Pemeriksaan TTE cakupan terbatas sekarang semakin umum di

unit perawatan intensif (Gambar 5-27).

Tidak seperti TTE, TEE adalah prosedur invasif dengan potensi

komplikasi yang mengancam nyawa (ruptur esofageal dan mediastinitis)

(Gambar 5-28). Dekatnya esofagus kiri dengan atrium kiri mengeliminasi

permasalahan dalam mendapatkan ”jendela” untuk melihat jantung dan

memungkinkan detail yang baik. TEE telah sering digunakan dalam kamar

operasi bedah jantung selama beberapa dekade terakhir. Penggunaannya

untuk memandu terapi pada kasus-kasus umum telah terbataas oleh karena

biaya peralatan dan diperlukan pembelajaran untuk menginterpretasikan

Page 31: morgan 5th edition  - Bab 05.doc

gambar dengan tepat. Baik TTE maupun TEE menghasilkan gambar dua

dimensional dari jantung yang tiga dimensional. Sebagai konsekuensinya,

adalah perlu untuk melihat jantung melalui berbagai bidang gambar dan

jendela dua dimensional untuk secara mental menciptakan kembali

anatomi tiga dimensional. Kemampuan untuk menginterpretasikan

gambar-gambar ini pada tingkat sertifikasi lanjutan memerlukan banyak

latihan.

Teknik pencitraan ultrasound epiaortik dan epikardia menggunakan probe

gema yang terbungkus dalam selubung steril dan dapat dimanipulsi oleh

doter bedah pada intraoperatif untuk mendapatkan pandangan pada aorta

dan jatung. Trakea yang berisi udara menceggah pencitraan TEE pada

aorta descenden. Karena aorta dimanpulasi selama bedah kardia, deteksi

plak atherosclerotik memungkinkan dokter bedah untuk berpotensi

meminimalkan insidensi stroke embolik. Pencitraan jantung dengan

ultrasound epicardial ultrasound memungkinkan echokardiografi

intraoperatif ketika TEE dikontraindikasikan karena patologi esofageal

atau gastrik.

Echokardiografi tiga dimensional (TTE dan TEE) telah terseda dalam

beberaa tahun terakhir (Gambar 5-29). Teknik-teknik ini memberikan

pandangn tiga dimensional pada struktur jantung. Khususnya, gambar tiga

dimensional dapat menghitung volume jantung dengan lebih baik dan

dapat menghasilkan pandangan dokter bedah pada katup mitral untuk

membantu dalam perbaikan katuup.

Echokardiografi menggunakan ultrasound (suara pada frekuensi lebih dari

pendengaran normal) dari 2 sampai 10 MHz. Piezoelectrode pada transduser

probe mengubah tenaga alektris yang diberikan pada probe menjadi gelombang

ultrasound. Gelombang-gelombang ini kemudian berjalan melalui jaringan,

bertemu dengan darah, jatung, dan struktur-struktur lainnya. Gelombang suara

langsung melewati jaringan dengan impedansi yang mirip; akan tetapi, ketika

menemukan jaringan yang berbeda, gelombang tersebut terpencar, membelok,

Page 32: morgan 5th edition  - Bab 05.doc

atau memantul balik ke probe ultrasound. Gelombang gema kemudian

berinteraksi dengan probe ultrasound, menghasilkan sinyal elektris yang dapat

direkonstruksi sebagai sebuah gambar. Mesin mengetahui jeda waktu antara

gelombang suara yang ditransmisikan dan dipantulkan. Dengan mengetahui jeda

waktu, lokasi sumber dari gelombang yang dipantulkan dapat ditentukan dan

dapat dihasilkan sebuah gambar. Probe TEE mengandung banyak kristal yang

menghailkan dan memprose gelombang, yang kemudian menciptakan gelombang

gema. Probe TEE dapat menghasilkan gambar melalui berbagai bidang dan dapat

dimanipulasi secara fisik dalam perut dan esofagus, memungkinkan visualisasi

struktur jantung (Gambar 5-30). Pandangan ini dapat digunakan untuk

menentukan jika dinding jantung mendapatkan suplai darah yang adekuat

(Gambar 5-31). Pada jantung sehat, dinding jantung menebal dan bergerak lebih

ke dalam dengan masing-masing denyutan. Abnormalitas gerak dinding, dimana

dinding jantung gagal untuk menebal selama sistole atau bergerak dengan cara

diskinetik, dapat dikaitkan dengan iskemia miokardia.

Efek Doppler digunakan secara rutin dalam pemeriksaan echokardiografi

untuk menentukan fungsi jantung. Pada jantung, baik aliran darah yang melalui

jantung maupun jaringan jantung bergerak relatif terhadap probe gema di esofagus

atau pada dinding dada. Dengan menggunakan efek Doppler, dimungkinkan bagi

echokardiografer untuk menentukan arah dan kecepatan aliran darah dan gerakan

jaringan.

Aliran darah dalam jantung memungkinkan hukum konversi massa.

Dengan demikian, volume darah yang mengalir melalui satu titik (misalnya,

traktus outflow ventrikuler kiri). Ketika jalur yang dilewati darah menyempit

(misalnya, stenosis aortik), kecepatan darah harus meningkat untuk

memungkinkan volume lewat. Peningkatan kecepatan ketika darah bergerak ke

arah probe gema esofageal terdeteksi. Persamaan Bernoulli (perubahan tekanan =

4V2) memungkinkan echokardiografer untuk menentukan gradien tekanan antara

area-area dengan kecepatan yang berbeda (Gambar 5-32). Dengan menggunakan

Doppler gelombang kontinyu, adalah mungkin untuk menentukan kecepatan

maksimum ketika darah berakselerasi melalui struktur jantung patologis. Sebagai

Page 33: morgan 5th edition  - Bab 05.doc

contoh, aliran darah sebesar 4 m/detik mencerminkan gradien tekanan sebesar 84

mmHg antara area kecepatan rendah (traktur outflow ventrikuler kiri) dan regio

dengan kecepatan tinggi (katup aorta stenotik).

Demikian juga, persamaan Bernoulli memungkinkan echokardiografer

untuk mengestimasi PA dan tekanan intrakaviter lainnya, jika diasumsikan.

Asumsikan P1 >> P2

Darah mengalir dari area tekanan tinggi P1 ke area tekanan rendah P2.

Gradien tekanan = 4V2, dimana V adalah kecepatan maksimal yang diuur

dalam meter per detik.

Dengan demikian,

4V2 = P1 - P2

Dengan demikian, mengasumsikan bahwa terdapat jet regurgitan aliran

darah dari ventrikel kiri ke dalam atrium kiri dan yang meninggalkan tekanan

sistolik ventrikuler kiri (P1) adalah sama dengan tekanan darah sistemik (yaitu,

tidak ada stenosis aortik), adalah mungkin untuk menghitung tekanan atrial kiri

(P2). Dengan cara ini, echokardiografer dapat memperkirakan tekanan intracaviter

ketika terdapat gradien tekanan, kecepatan aliran yang dapat diukur antara area-

area tekanan tinggi dan rendah, dan pengetahuan P1 atau P2 (Gambar 5-33).

Prinsip Doppler juga digunakan oleh echokardiografer untuk

mengidentifikasi area-area aliran abnormal dengan menggunakan Doppler aliran

warna. Doppler aliran warna menciptakan gambaran visual dari aliran darah

jantung dengan memberikan kode warna pada kecepatan di jantung. Aliran darah

yang arahnya menjauh dari transduser echokardiografi berkode warna biru,

sedangkan yang bergerak mendekati probe adalah merah. Semakin tinggi

kecepatan aliran, semakin terang warnanya (Gambar 5-34). Ketika kecepatan

aliran darah menjadi lebih besar daripada yang dapat diukur oleh mesin, aliran ke

arah probe salah diartikan sebagai aliran menjauh dari probe, menciptakan

gambaran aliran turbulensi dan membuat “alias” dari gambar tersebut. Perubahan

Page 34: morgan 5th edition  - Bab 05.doc

dalam pola aliran tersebut digunakan oleh echokardiografer untuk

mengidentifikasi area-area patologi.

Doppler juga dapat digunakan untuk memberikan estimasi SC dan CO.

mirip dengan probe Doppler esofageal yang dideskripskan sebelumnya, TTE dan

TEE dapat digunakan untuk mengestimasi CO. Mengasumsikan bahwa traktus

outflow ventrikuler kiri adalah silinder, dimungkinkan untuk mengukur

diameternya (Gambar 5-35). Dengan mengetahui hal ini, adalah mungkin untuk

menghitung area dimana darah mengalir dengan menggunakan persamaan berikut:

Area = r2 = 0.785 x diameter2

Selanjutnya, integral kecepatan waktu ditentukan. Sinar Doppler

diluruskan paralel dengan traktur outflow ventrikuler kiri (Gambar 5-36).

Kecepatan yang melewati traktur outflow ventrikuler kiri dicatat, dan mesin

mengintegrasikan kurva kecepatan/waktu untuk menentukan jarak darah yang

dilalui.

Area × panjang = volume

Dalam contoh ini, SV dihitung:

SV × HR = CO

Terakhir, Doppler dapat digunakan untuk memeriksa gerakan jaringan

miokardia. Kecepatan jaringan normalnya adalah 8–15 cm/detik (jauh lebih kecil

daripada kecepatan darah, yaitu 100 cm/detik). Menggunakan fungsi Doppler

jaringan pada mesin echo, adalah mungkin untuk membedakan arah dan

kecepatan gerak jantung. Selama pengisian diastolik, miokardium annulus lateral

akan bergerak ke arah probe TEE. Penurunan kecepatan miokardial (<8 cm/detik)

berkaitan dengan gangguan fungsi diastolik dan tekanan diastolik-akhir

ventrikuler kiri yang lebih tinggi.

Pada akhirnya, echokardiografi dapat memberikan monitoring

kardiovaskuler komprehensif. Pemakaian rutinnya di luar kamar operasi kardia

terhalang oleh biaya dan peralatan dan pelatihan yang diperlukan untuk

Page 35: morgan 5th edition  - Bab 05.doc

menginterpretasikan gambar dengan benar. Ketika peralatan semakin tersedia,

kemungkinan staff anestesia akan semakin banyak melakukan pemeriksaan

echokardiografi untuk monitoring hemodinamik perioperatif. Ketika muncul

pertanyaan mengenai hal-hal yang berhubungan dengan panduan hemodinamik,

diperlukan interpretasi oleh individu yang telah mendapatka kredensial dalam

echokardiografi perioperatif lanjutan.

DISKUSI KASUS

Monitoring Hemodinamik dan Mnajemen Pasien dengan Komplikasi

Seorang laki-laki usia 68 tahun datang dengan perforasi kolon sekunder

karena divertikulitis. Tanda-tanda vitalnya: denyut nadi, 120 kali/menit;

tekanan darah, 80 mmHg/55 mmHg; frekuensi nafas, 28 kali/menit; dan

temperatur tubuh, 38 C°. Dia dijadwalkan untuk menjalani laparotomi

eksploratorik darurat. Di riwayatnya dahulu terdapat penempatan stent

elusif-obat di tarteri arterior kiri dua minggu termasuk penempatan stent

obat-elusif di arteri descenden anterior kiri dua minggu sebelumnya.

Pengobatannya termasuk metoprolol dan clopidogrel.

Apakah monitor hemodinamik yang perlu digunakan?

Pasien ini datang dengan permasalahan medis multipel yang dapat menyebabkan

instabilitas hemodinamik perioperatif. Dia memiliki riwayat penyakit arteri

koroner yang telah diberikan stent. ECG yang lalu dan saat ini perlu dilihat

kembali untuk tanda-tandaperubahan gelombang ST dan T, yang menandakan

iskemia. Dia takikardi dan febris, dan, sebagai konsekuensinya, dapat mengalami

iskemi, vasodilatasi, dan hipovolemik secara bersamaan. Semua kondisi tersebut

dapat menyebabkan komplikasi manajemen perioperatif.

Kanulasi dan monitoring arterial akan memberikan penentuan tekanan

darah denyut-demi-denyut pada intraoperatif dan juga akan memberikan

pengukuran gas darah pada pasien yang kemungkinan acidotic dan tidak stabil

hemodinamiknya. Akses vena sentral didapatkan untuk memungkinkan resusitasi

volume dan untuk menyediakan port untuk pemberian cairan untuk pengukuran

Page 36: morgan 5th edition  - Bab 05.doc

variasi CO dan SV transpulmoner. Sebagai alternatifnya, analisis kontur nadi

dapat digunakan dari trace arterial untuk menentukan responsifitas volume, bila

pasien menjadi tidak stabil hemodinamiknya. Echokardiografi dapat digunakan

untuk menentukan fungsi ventrikuler, tekanan pengisi, dan CO untuk memberikan

pengawasan untuk terjadinya abnormalitas gerak dinding akibat induksi iskemia.

Kateter PA juga dapat dtempatkan untuk mengukur CO dan tekanan oklusi

kapiler pulmoner.

Pilihan monitor hemodinamik tetapi dengan dokter individual dan

ketersediaan berbagai teknik monitoring. Adalah penting untuk juga

mempertimbangkan monitor yang akan tersedia dalam seting postoperatif untuk

memastikan kelanjutan terapi terarah-tujuan.