modul perpajakan · web viewtenaga ahli yang ditunjuk oleh direktur jenderal pajak untuk membantu...

138
MODUL MATA KULIAH ADMINISTRASI PERPAJAKAN PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NIAGA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS YUDHARTA PASURUAN 0

Upload: duongtruc

Post on 03-Mar-2019

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: MODUL PERPAJAKAN · Web viewtenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pihak-pihak

MODUL MATA KULIAH

ADMINISTRASI PERPAJAKAN

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NIAGA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS YUDHARTA PASURUAN

\

0

Page 2: MODUL PERPAJAKAN · Web viewtenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pihak-pihak

Kata Pengantar

Puji Syukur Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala limpahan rahmat dan karuniaNya sehingga

penyusunan modul ini bias terselesaikan.

Buku Modul ini disusun sebagai materi pendukung dari buku-buku Administrasi Perpajakan yang ada,

Modul ini ditujukan bagi mahasiswa, untuk Mengelola Administrasi Pajak. Yang berisi Uraian Materi,

Cek Kemampuan, Metode penilaian mahasiswa yang bertujuan untuk mengukur sampai seberapa jauh

siswa menguasai materi. Semoga modul ini sebagai bahan acuan untuk memperkaya khasanah

keilmuan dan pengembanagan bahan ajar.

Penyusuanan Modul ini masih banyak kekurangan disana- sini, karena keterbatasan waktu. Segala

kritik dan saran yang membangun sangat kami butuhkan untuk penyempurnaan modul ini. Akhir kata

semoga modul ini bermanfaat bagi pembaca.

Penyusun

1

Page 3: MODUL PERPAJAKAN · Web viewtenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pihak-pihak

BAB I

PENGANTAR PERPAJAKAN

Pengantar Pajak

Definisi Pajak

Ada berbagai definisi pajak yang dikemukakan oleh para ahli antara lain: Menurut Soemitro

seperti yang dikutip Mardiasmo (2008:1) mendefinisikan Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

berdasarkan undang – undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal

(kontraprestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

Menurut Feldmann seperti yang dikutip oleh Waluyo (2008:2), Pajak adalah prestaasi yang di paksakan

sepihak oleh dan terutang kepada penguasa (menurut norma-norma yang ditetapkan secara umum),

tanpa adanya kontraprestasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran

umum.

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa:

1. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang dan aturan pelaksanaan yang

sifatnya dipaksakan.

2. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi

individual oleh pemerintah.

3. Pajak dipunggut oleh negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah daer

4. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran pemerintah yaitu bila dari pemasukannya

yang masih terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayaipublik investment.

Pengelompokan Pajak

Mengacu pada Waluyo (2008), pajak dapat dikelompokan menjadi beberapa kelompok menurut

golongan, sifat dan lembaga pemungutnya, klasifikasinya adalah sebagai berikut:

1. Menurut golongannya

a. Pajak langsung, adalah 2008 pajak yang pembebanannya tidak dapat

dilimpahkan pihak lain, tetapi harus menjadi beban langsung wajib pajak

yang bersangkutan. Contoh: Pajak Penghasilan.

b. Pajak tidak langsung, adalah pajak yang pembebanannya dapat dilimpahkan

kepada pihak lain. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai.

2

Page 4: MODUL PERPAJAKAN · Web viewtenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pihak-pihak

2. Menurut sifatnya

a. Pajak Subyektif, adalah pajak yang pengenaannya berpangkal pada diri orang atau badan yang

dikenai pajak (wajib pajak). Pajak subyektif dimulai dengan menetapkan orangnya kemudian

dicari syarat-syarat obyektifnya.

Contohnya adalah Pajak Penghasilan (PPh).

b. Pajak Obyektif, adalah pajak yang pengenaannya berpangkal pada obyek yang dikenai pajak,

dan untuk mengenakan pajaknya harus dicari subyeknya.

Contohnya adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

3. Menurut pemungut dan pengelolanya

a. Pajak pusat, adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai

rumah tangga negara.

Contoh: Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas barang Mewah,

Pajak Bumi bangunan, dan Bea Materai.

b. Pajak Daerah, adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk

membiayai rumah tangga daerah.

Contoh: Pajak reklame, pajak hiburan.

Tata Cara Pemungutan Pajak

Mengacu pada Mardiasmo (2008), tata cara pemungutan pajak dapat dilakukan berdasarkan setsel, asas

dan sistem pemungutan pajak.

1. Setsel Pajak

a. Stelsel nyata (riel stelsel)

Pengenaan pajak didasarkan pada objek (pengahasilan yang nyata), sehingga pemungutannya

baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yakni setelah penghasilan yang sesungguhnya

diketahui.

b. Stelsel anggapan (fictieve stelsel)

Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh undang-undang. Misalnya,

penghasilan suatu tahhun dianggap sama dengan tahun sebelumnya, sehingga pada awal tahun

pajak sudah dapat ditetapkan besarnya pajak yang terutang untuk tahun pajak berjalan.

Kebaikan stelsel ini adalah pajak dapat dibayar selama tahun berjalan, tanpa harus menunggu

pada akhir tahun. Sedangkan kelemahannya adalah pajak yang dibayar tidak berdasarkan pada

keadaan yang sesungguhny

3

Page 5: MODUL PERPAJAKAN · Web viewtenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pihak-pihak

c. Stelsel campuran

Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel anggapan. Pada awal tahun,

besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan, kemudian pada akhir tahun besarnya

pajak disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya. Bila besarnya pajak menurut kenyataan

lebih besar dari pada pajak menurut anggapan, maka Wajib Pajak harus menambah. Sebaliknya,

jika lebih kecil kelebihannya dapat diminta kembali.

2. Asas Pemungutan Pajak

a. Asas domisili (asas tempat tinggal)

Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan Wajib Pajak yang bertempat tinggal

di wilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari dalam maupun dari luar negeri. Asas ini

berlaku untuk Wajib Pajak dalam negeri.

b. Asas sumber

Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di wilayahnya tanpa

memperhatikan tempat tinggal Wajib Pajak.

c. Asas kebangsaan

Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu Negara. Misalnya pajak bangsa asing

di Indonesia dikenakan pada setiap orang yang bukan berkebangsaan Indonesia yang bertempat

tinggal di Indonesia. Asas ini berlaku untuk Wajib Pajak Luar Negeri.

3. Sistem Pemungutan Pajak

a. Official Assesment System

Suatu sistem pemungutan yang member wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk

menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib

Pajak. Ciri-cirinya :

1. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada

fiskus.

2. Wajib Pajak bersifat pasif.

3. pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus.

b. Self Assesment System

Suatu sistem pemungutan pajak yang member wewenang kepada Wajib Pajak untuk

menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang.

4

Page 6: MODUL PERPAJAKAN · Web viewtenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pihak-pihak

Ciricirinya :

1. Wewenang untuk menentukan besarya pajak tterutang ada pada

Wajib Pajak sendiri.

2. Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan

melaporkan sendiri pajak yang terutang.

3. Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.

c. With Holding System

Suatu sistem pemungutan pajak yang member wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan

bukan Wajib Pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib

Pajak.

Ciri-cirinya : wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak

ketiga, pihak selain fiskus dan Wajib Pajak.

5

Page 7: MODUL PERPAJAKAN · Web viewtenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pihak-pihak

BAB II

HAK DAN KEWAJIBAN WAJIB PAJAK

1. Pengertian Hak dan Kewajiban Pajak

Dalam hidup bermasyarakat, seseorang tidak mungkin bisa menuntut haknya tanpa pernah

melaksanakan kewajibannya terlebih dahulu. Apabila masyarakat telah melaksanakan

kewajibannya membayar pajak, maka pemerintah berperan memberikan segala bentuk pelayanan

umum yang dibutuhkan masyarakat. Pemberian ini tidak terbatas hanya kepada mereka yang

membayar pajak, tetapi juga kepada mereka yang belum membayar pajak. Sejak diberlakukannya

sistem self-assessment dalam UU Perpajakan Indonesia, telah diatur adanya hak dan kewajiban

WP yang seimbang dengan hak dan kewajiban fiskus (pegawai Dirjend Pajak), sehingga WP dan

Fiskus dapat melaksanakan ketentuan yang ada dengan sebaik-baiknya.

2. HAK WAJIB PAJAK

a) Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pengarahan dari fiskus

b) Hak untuk membetulkan Surat Pemberitahuan

c) Hak untuk memperpanjang waktu penyampaian Surat Pemberitahuan

d) Hak memperoleh kembali kelebihan pembayaran pajak

e) Hak mengajukan keberatan

f) Hak mengajukan banding

g) Hak mengadukan pejabat yang membocorkan rahasia WP

h) Hak mengajukan permohonan untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak

i) Hak meminta keterangan mengenai koreksi dalam penerbitan ketetapan pajak

j) Hak memberikan alasan tambahan

k) Hak mengajukan gugatan

6

Page 8: MODUL PERPAJAKAN · Web viewtenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pihak-pihak

l) Hak untuk menunda penagihan pajak

m) Hak memperoleh imbalan bunga

n) Hak mengajukan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung

o) HAk mengurangi penghasilan kena pajak dengan biaya yang telah dikeluarkan

p) Hak pengurangan berupa Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)

q) Hak menggunakan norma penghitungan penghasilan neto

r) Hak memperoleh fasilitas perpajakan

s) Hak untuk melakukan pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran

3. KEWAJIBAN WAJIB PAJAK

a) Kewajiban untuk mendaftarkan diri

b) Kewajiban mengisi dan menyampaikan Surat Pemberitahuan

c) Kewajiban membayar atau menyetorkan pajak

d) Kewajiban membayar atau menyetor pajak

e) Kewajiban membuat pembukuan atau pencatatan

f) Kewajiban menaati pemeriksaan pajak

g) Kewajiban melakukan pemotongan atau pemungutan pajak

h) Kewajiban membuat Faktur Pajak

i) Kewajiban melunasi Bea Materai

HAK DAN KEWAJIBAN WAJIB FISKUS:

1. HAK FISKUS

a) Hak menerbitkan NPWP atau NPPKP secara jabatan

7

Page 9: MODUL PERPAJAKAN · Web viewtenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pihak-pihak

b) Hak menerbitkan surat ketetapan pajak

c) Hak menerbitkan Surat Paksa dan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan

d) Hak melakukan pemeriksaan dan penyegelan

e) Hak menghapuskan atau mengurangi sanksi administrasi

f) Hak melakukan penyidikan

g) Hak melakukan pencegahan

h) Hak melakukan penyanderaan

2. KEWAJIBAN FISKUS

a) Kewajiban untuk membina WP

b) Kewajiban menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar

c) Kewajiban merahasiakan data WP

d) Kewajiban melaksanakan keputusan

PENGHINDARAN PAJAK

Penghindaran pajak atau perlawanan terhadap pajak adalah hambatan-hambatan yang terjadi

dalam pemungutan pajak sehingga mengakibatkan berkurangnya penerimaan kas negara. Perlawanan

terhadap pajak terdiri dari perlawanan aktif dan perlawanan pasif.

1. Perlawanan pasif terhadap pajak

Perlawanan yang inisiatifnya bukan dari wajib pajak itu sendiri tetapi terjadi karena keadaan yang

ada di sekitar wajib pajak itu. Hambatan-hambatan tersebut berasal dari struktur ekonomi,

perkembangan moral dan intelektual penduduk, Cara Hidup Masyarakat di Suatu Negara dan teknik

pemungutan pajak itu sendiri.

a. Struktur Ekonomi

8

Page 10: MODUL PERPAJAKAN · Web viewtenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pihak-pihak

Contoh: Pajak penghasilan yang diterapkan pada masyarakat agraris. Padahal pajak ini

diperuntukkan untuk masyarakat di negara industri. Dalam pajak ini, wajib pajak dituntut untuk

menghitung sendiri pendapatan nettonya. Untuk itu diperlukan adanya pembukuan. Namun,

menghitung pendapatan netto akan sangat sulit dilakukan oleh masyarakat agraris. Selain karena

pencatatan pendapatan yang akurat sulit dilakukan, mereka juga tidak mampu melakukan

pembukuan. Karena itu, timbullah perlawanan pasif terhadap pajak. Untuk menghindari hal ini,

pajak ditentukan dengan perkiraan jumlah bulat atas dasar pendapatan kadastral/nilai sewa,

ataupun atas dasar luasnya tanah yang dikerjakan. Di negara berkembang, biasanya negara

agraris menghubungkan besarnya penghasilan netto dengan luas kepemilikan atas tanah dan

dihubungkan dengan tingkat kesuburan tanah. Indonesia mengambil jalan keluar untuk

masyarakat kecil yang tidak bisa melakukan pembukuan dengan menggunakan norma

perhitungan. Norma perhitungan dibuat oleh Direktorat Jenderal Pajak. Wajib pajak tinggal

menghitung berapa omsetnya dikalikan dengan norma perhitungannya.

b. Perkembangan Intelektual dan Moral Penduduk

Perlawanan pasif yang timbul dari lemahnya sistem kontrol yang dilakukan oleh fiscus

ataupun karena objek pajak itu sendiri sulit untuk dikontrol.

Contoh: Pajak kepemilikan permata yang diterapkan di Belgia. Permata adalah benda yang

kecil dan sulit dikontrol keberadaannya. Sehingga bisa saja pemilik permata menyembunyikan

permata ini agar terhindar dari pengenaan pajak.

c. Cara Hidup Masyarakat di Suatu Negara

Contoh: masyarakat yang hidup di daerh tropis yang hanya memiliki dua musim sehingga

memungkinkan mereka bekerja sepanjang tahun. Hal ini bisa mengakibatkan mereka bekerja

lebih santai dan hasilnya tidak optimal. Pendapatan mereka lebih sedikit sehingga penerimaan

negara pun kurang. Berbeda dengan masyarakat yang tinggal di daerah subtropis yang memiliki

empat musim. Sebelum teknologi berkembang, mereka tidak bisa bekerja di musim dingin.

9

Page 11: MODUL PERPAJAKAN · Web viewtenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pihak-pihak

Karena itu, mereka harus bekerja keras di musim yang lainnya agar kebutuhan di musim dingin

bisa terpenuhi. Hasilnya, mereka bisa menghasilhan pendapatan yang lebih banyak sehingga

uang yang masuk ke kas negara pun lebih banyak.

d. Teknik Pemungutan Pajak Itu Sendiri

Contoh: untuk pajak yang cara perhitungannya rumit dan memerlukan pengisian formulir

yang rumit pula, maka perlu diadakan penyuluhan pajak untuk menghindari adanya perlawanan

pasif terhadap pajak. Jadi, setiap tahun, peugas pajak melakukan penyuluhan dari kantor

perpajakan mulai dari pusat sampai ke daerah.

Perlawanan pasif sangat kuat dirasakan oleh pajak langsung dari pada pajak tidak langsung.

Hal ini disebabkan oleh karena cara perhitungan pajak tidak langsung lebih sederhana dari pajak

langsung. Di negara berkembang, pajak tidak langsung lebih besar dari pajak langsung.

Sedangkan di negara maju, pemasukan negara dari pajak langsung lebih besar dari pada

pemsukan negara dari pajak tidak langsung. Pajak tidak langsung hanya merupakan pelengkap

dari pajak langsung. Namun, dari pajak tidak langsung ada masalah ketidakadilan. Sebagai

contoh, cukai tembakau yang dikenakan pada orang yang merokok. Jika ada konglomerat dan

tukang becak yang merokok, mereka akan dikenakan cukai tembakau yang sama besarnya

walaupun mereka memiliki kemampuan ekonomi yang jauh berbeda

2. Perlawanan aktif terhadap pajak

Perlawanan aktif adalah perlawanan yang inisiatifnya berasal dari wajib pajak itu sendiri.

Hal ini merupakan usaha dan perbuatan yang secara langsung ditujukan terhadap fiscus dan

bertujuan untuk menghindari pajak atau mengurangi kewajiban pajak yang seharusnya dibayar.

Ada 3 cara perlawanan aktif terhadap pajak, yaitu: Penghindaran Pajak (Tax Avoidance),

Pengelakan Pajak (Tax Evation), Melalaikan Pajak.

a. Penghindaran Pajak (Tax Avoidance)

10

Page 12: MODUL PERPAJAKAN · Web viewtenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pihak-pihak

Penghindaran pajak terjadi sebelum SKP keluar. Dalam penghindaran pajak ini, wajib pajak

tidak secara jelas melanggar undang-undang sekalipun kadang-kadang dengan jelas

menafsirkan undang-undang tidak sesuai dengan maksud dan tujuan pembuat undang-undang.

Penghindaran pajak dilakukan dengan 3 cara, yaitu:

Menahan Diri

Yang dimaksud dengan menahan diri yaitu wajib pajak tidak melakukan sesuatu yang

bisa dikenai pajak. Contoh:

Tidak merokok agar terhindar dari cukai tembakau

Tidak menggunakan ikat pinggang dari kulit ular atau buaya agar terhindar dari pajak

atas pemakaian barang tersebut. Sebagai gantinya, menggunakan ikat pinggang dari

plastik.

Pindah Lokasi

Memindahkan lokasi usaha atau domisili dari lokasi yang tarif pajaknya tinggi ke loksi

yang tarif pajaknya rendah. Contoh:

Di Indonesia, diberikan keringanan bagi investor yang ingin menanamkan modalnya di

Indonesia Timur. Namun, pindah lokasi tidak semudah itu dilakukan oleh wajib pajak.

Mereka harus memikirkan tentang transportasi, akomodasi, SDM, SDA, serta fasilitas-

fasilitar yang menunjang usaha mereka. Hal ini harus sesuai dengan kentungan yang akan

mereka dapatkan dan keringanan pajak yang mereka peroleh. Biasanya, hal ini jarang terjadi.

Yang terjadi hanya pada pengusaha yang baru membuka usaha, atau perusahaan yang akan

membuka cabang baru. Mereka membuka cabang baru di tempat yang tarif pajaknya lebih

rendah.

Penghindaran Pajak Secara Yuridis

Perbuatan dengan cara sedemikian rupa sehingga perbuatan-perbuatan yang dilakukan

tidak terkena pajak. Biasanya dilakukan dengan memanfaatkan kekosongan atau ketidak

11

Page 13: MODUL PERPAJAKAN · Web viewtenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pihak-pihak

jelasan undang-undang. Hal inilah yang memberikan dasar potensial penghindaran pajak

secara yuridis. Contoh:

1. Penetapan pajak khusus untuk tempat dansa umum di Belanda. Pemerintah negeri

Belanda menetapkan pajak khusus untuk tempat dansa umum. Karena pengenaan pajak

ini, keuntungan pengusaha jadi berkurang. Untuk menghindari hal ini, mereka

mengubah status tempat dansa umum tersebut menjadi tempat dansa khusus anggota

yang keanggotaannya terbuka untuk umum. Dengan demikian, mereka terbebas dari

pengenaan pajak untuk tempat dansa umum.

2. Di Belanda dan di Indonesia pada zaman penjajahan Belanda, pemilik bioskop

menyediakan sederet kursi gratis di barisan terdepan khusus untuk wartawan. Dengan

asumsi, setelah menonton wartawan tersebut akan menulis review tentang film tersebut

dan memuat di koran/majalah mereka. Oleh pemerintah, ini dianggap iklan gratis. Maka

dari itu, diterapkanlah pajak untuk kursi gratis tersebut. Pemilik bioskop menghindari

pengenaan pajak ini dengan cara mengenakan tarif masuk yang sangat murah khusus

untuk wartawan.

3. Di Indonesia, untuk pegawai diberi tunjangan beras (in natura). Menurut undang-undang

yang berlaku, hal ini tidak boleh dibebankan sebagai biaya. Penghindarannya dengan

cara: perusahaan bekerjasama dengan yayasan dalam penyaluran tunjangan ini.

Perusahaan memberi uang kepada yayasan, dan yayasan menyalurkannya ke pegawai

dalam bentuk beras. Jadi, pegawai tetap dapat beras dan hal itu dibebankan sebagai

biaya sehingga pajaknya berkuarang.

Celah undang-undang merupakan dasar potensial penghindaran pajak secara yuridis.

Suatu undang-undang dirumuskan tidak jelas karena:

1. Kesengajaan pembuat undang-undang

Hal ini terjadi karena latar belakang pembuat undang-undang tersebut adalah

pemerintah dan parlemen, di mana parlemen mewakili berbagai kepentingan yang berbeda

dan bisa saling bertolak belakang antara satu dan yang lainnya. Dua kepentingan yang

paling dominan di parlemen adalah anggota parlemen yang mewakili kelompok buruh dan

pemilik modal. Apabila diajukan undang-undang yang menyinggung dua p;ihak tersebut,

12

Page 14: MODUL PERPAJAKAN · Web viewtenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pihak-pihak

diusahakan dicarikan jalan kompromi terhadap substansi masalahnya. Namun ini sulit

dilakukan kaena menyangkut kepentingan yang berbeda. Lalu dicarilah jalan kompromi

terhadap perumuasn yang bisa diterima oleh semua pihak. Masing-masing pihak bebas

menafsirkan undang-undang tersebut sesuai dengan kepentingan masing-masing pihak.

Pada akhirnya, undang-undang tersebut mengambang. Bisa saja wajib pajak menafsirkan

sesuai kepentingannya dan fiscus menafsirkan sesuai dengan kepentingan negara.

2. Ketidaksengajaan pembuat undang-undang

Contoh: Pada akhir tahun 1800an, undang-undang anti-trust atau undang-undang anti

monopoli di Amerika Serikat yang ditujukan untuk pemilik modal yang berbunyi “ Apabila

ada yang menghambat atau menghalangi perdagangan antar negara bgaian, bisa dijatuhi

hukuman berdasarkan undang-undang ini”.

Pada suatu kasus, serikat buruh pada perusahaan transportasi melakukan pemogokan

sehingga perdagangan antar negara bagian terhambat. Pemimpin serikat buruh ini

ditangkap dan dihukum berdasarkan undang-undang anti monopoli karena dianggap

menghambat perdagangan antar negara bagian. Seharusnya undang-undang ini ditujukan

untuk pemilik modal, bukan untuk kaum buruh. Karena itu, pada pemilu berikutnya kaum

buruh memilih wakil-wakil mereka yang memang dalam hidupnya membela kepentingan

kaum buruh. Setelah pemilu, mereka berhasil mendominasi kursi di parlemen. Sehingga,

mereka menambahkan undang-undang anti trust tersebut dengan kalimat “undang-undang

ini tidak ditujukan untuk kaum buruh”

Apakah penghindaran pajak bisa dicela secara moral?

Menahan diri

Secara moral, hal ini tidak tercela karena tidak ada orang yang akan menganggap perbuatan seorang

peminum/perokok yang mengurangi kebiasaan meokoknya sebagai orang yang menghindari pajak.

Malah, orang yang mengurangi, atau malah tidak merokok sama sekali dianggap sebagai tindakan

terpuji.

Pindah lokasi

Hal ini tidak tercela karena merupakan hak asasi setiap orang untuk memilih tempat atau lokasi

usaha/domisilinya.

Penghindaran pajak secara Yuridis

Hal ini masih merupakan kontroversi di kalangan para ahli.

13

Page 15: MODUL PERPAJAKAN · Web viewtenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pihak-pihak

Tercela

Hal ini biasanya dikemukakan oleh kelompok sosialistis. Penghindaran pajak secara yuridis biasa

dilakukan oleh orang-orang atau badan yang penghasilannya tinggi dengan cara bermusyawarah untuk

mengurangi pajaknya. Hal tersebut bisa mengakibatkan pengurangan kas negara yang berimbas pada

menurunnya kemampuan negara untuk menyantuni masyrakat miskinnya.

Tidak tercela

Hal ini dikemukakan oleh kelompok kapitalis liberalistis. Alasannya, pada banyak putusan Mahkamah

Agung di negara Eropa Barat yang mengatakan bahwa tidak ada satu orang pun yang diharuskan

menafsirkan suatu undang-undang untuk kepentingan negara.

b. Pengelakan Pajak (Tax Evasion)

Pengelakan pajak terjadi sebelum SKP dikeluarkan. Hal ini merupakan pelanggaran

terhadap undang-undang dengan maksud melepaskan diri dari pajak/mengurangi dasar

penetapan pajak dengan cara menyembunyikan sebagian dari penghasilannya. Wajib pajak di

setiap negara terdiri dari wajib pajak besar (berasal dari multinational corporation yang terdiri

dari perusahaan-perusahaan penting nasional) dan wajib pajak kecil (berasal dari profesional

bebas yang terdiri dari dokter yang membuka praktek sendiri, pengacara yang bekerja sendiri,

dll).

Kecenderungan wajib pajak melakukan penghindaran atau pengelakan pajak (dengan

asumsi negara yang mempunyai sistem penegakan hukum yang bagus dan orang-orang yang

tidak mudah disuap).

Akibat-Akibat Pengelakan Pajak

Dalam bidang keuangan

Pengelakan pajak merupakan pos kerugian bagi kas negara karena dapat menyebabkan

ketidakseimbangan antara anggaran dan konsekuensi-konsekuensi lain yang berhubungan

dengan itu, seperti kenaikan tarif pajak, keadaan inflasi, dll.

Dalam bidang ekonomi

Pengelakan pajak sangat memengaruhi persaingan sehat di antara para pengusaha. Maksudnya,

pengusaha yang melakukan pengelakan pajak dengan cara menekan biayanya secara tidak

wajar. Sehingga, perusahaan yang mengelakkan pajak memperoleh keuntungan yang lebih besar

dibandingkan pengusaha yang jujur. Walaupun dengan usaha dan produktifitas yang sama, si 14

Page 16: MODUL PERPAJAKAN · Web viewtenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pihak-pihak

pengelak pajak mendapat keuntungan yang lebih besar dibandingkan dengan pengusaha yang

jujur. Pengelakan pajak menyebabkan stagnasi (macetnya) pertumbuhan ekonomi atau

perputaran roda ekonomi. Jika mereka terbiasa melakukan pengelakan pajak, mereka tidak akan

meningkatkan produktifitas mereka. Untuk memperoleh laba yang lebih besar, mereka akan

melakukan pengelakan pajak. Langkanya modal karena wajib pajak berusaha menyembunyikan

penghasilannya agar tidak diketahui fiscus. Sehingga mereka tidak berani menawarkan uang

hasil penggelapan pajak tersebut ke pasar modal.

Dalam bidang psikologi

Jika wajib pajak terbiasa melakukan penggelapan pajak, itu sama saja membiasakan

untuk selalu melanggar undang-undang. Jika wajib pajak menggelapkan pajak, maka wajib

pajak mendapatkan keuntungan bersih yang lebih besar. Jika perbuatannya melangggar undang-

undang tidak diketahui oleh fiscus, maka dia akan senang karena tidak terkena sangsi dan

menimbulkan keinginan untuk mengulangi perbuatannya itu lagi pada tahun-tahun berikutnya

dan diperluas lagi tidak hanya pada pelanggaran undang-undang pajak, tetapi juga undang-

undang yang lainnya.

Wajib Pajak Besar

Wajib pajak besar memiliki kecenderungan untuk melakukan penghindaran pajak (Tax Avoidance).

Karena:

Perusahaan besar memiliki biro-biro hukum atau tim lawyer yang tangguh yang mampu

mencari celah dalam undang-undang pajak.

Pembukuan dilakukan oleh banyak orang sehingga risiko terjadinya kebocoran juga besar.

Jika wajib pajak besar ingin melakukan pengelakan pajak, mereka harus memperkecil

keuntungannya di mata publik. Perusahaan yang labanya kecil, performancenya akan turun

sehingga harga sahamnya turun. Hal ini mengakibatkan pamornya turun di depan relasi

dagangnya. Sehingga mereka akan kehilangan relasi yang mengakibatkan kerugian yang lebih

besar dibandingkan pengurangan tarif pajak.

Wajib Pajak Kecil

Wajib pajak kecil cenderung melakukan pengelakan pajak (Tax Evation). Karena:

Tidak punya kemampuan untuk mencari celah undang-undang pajak.

15

Page 17: MODUL PERPAJAKAN · Web viewtenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pihak-pihak

Apabila dokter/profesional bebas menyembunyikan sebahagian pendapatannya, kecil

kemungkinan diketahui oleh fiscus karena dia sendiri yang mencatat penghasilannya.

Penghasilan para profesional bebas sulit dilacak oleh fiscus karena biaya yang dibayar oleh

pasien kepada dokter tidak mengurangi penghasilan kena pajak seseorang. Biaya tersebut

dianggap sebagai konsumsi.

c. Melalaikan Pajak

Melalaikan pajak terjadi setelah SKP keluar. Melalaikan pajak adalah menolak

membayar pajak yang telah ditetapkan dan menolak memenuhi formalitas-formalitas yang

harus dipenuhi oleh wajib pajak dengan cara menghalangi penyitaan.

1. Jika wajib pajak telah menerima SKP, maka dia harus membayar pajak sesuai dengan SKP

tersebut.

2. Jika wajib pajak tidak melakukannya, maka fiscus akan mengirim surat teguran.

3. Jika belum dibayar juga, maka diterbitkanlah surat paksa yang kekuatannya sama dengan

putusan pengadilan yang berlaku.

4. Setelah 2 x 24 jam wajib pajak belum membayar juga, maka diterbitkan surat penyitaan yaitu

surat perintah untuk melakukan penyitaan pada harta wajib pajak itu.

Wajib pajak akan melakukan usaha untuk menghalangi penyitaan itu dengan cara kasar dan cara

halus.

Cara kasar: yaitu saat juru sita datang, dilepaskan anjing herder untuk mengusir juru sita

tersebut. Ataupun mengancam dengan golok.

Cara halus: yaitu dengan cara mengalihkan/memindahtangankan semua harta wajib pajak ke

tangan orang lain atau keluarganya secara pura-pura. Untuk memunculkan harta yang

tersembunyi ini, maka wajib pajak disandera. Karena melalaikan pajak bukanlah perbuatan

pidana, maka jika wajib pajak disandera, biaya makan dan minum ditanggung oleh Direktorat

Jenderal Pajak. Sandera diberlakukan untuk orang yang berutang, baik utang publik maupun

perdata (menurut HIR). Tetapi, ada edaran dari MA bahwa untuk utang perdata, orang yang

berutang tidak disandera karena posisi orang yang berutang lebih lemah. Untuk utang pajak

termasuk utang publik. Karena itu wajib pajak yang tidak membayar pajak akan disandera.

RAHASIA JABATAN

Rahasia jabatan adalah rahasia seseorang dalam pekerjaan/jabatannya sebagai pejabat

struktural. Dalam hal inilah profesionalitas seseorang dalam memangku suatu jabatan dapat dinilai.

16

Page 18: MODUL PERPAJAKAN · Web viewtenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pihak-pihak

Pasal 34 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007

Pihak-pihak yang wajib merahasiakan keadaaan Wajib Pajak

a. Setiap pejabat dilarang memberitahukan kepada pihak lain yang tidak berhak segala sesuatu

yang diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh Wajib Pajak dalam rangka jabatan atau

pekerjaannya untuk menjalankan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, kecuali

sebagai saksi atau saksi ahli dalam sidang pengadilan.

b. tenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu dalam pelaksanaan

ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Pihak-pihak yang dikecualikan merahasiakan keadaan Wajib Pajak

a. Pejabat dan tenaga ahli yang bertindak sebagai saksi atau saksi ahli dalam sidang pengadilan.

b. Pejabat dan tenaga ahli yang memberikan keterangan kepada pihak lain yang ditetapkan oleh

Menteri Keuangan.

c. Untuk kepentingan negara, Menteri Keuangan berwenang memberi izin tertulis kepada pejabat

dan tenaga-tenaga ahli supaya memberikan keterangan, memperlihatkan bukti tertulis dari atau

tentang Wajib Pajak kepada pihak yang ditunjuknya. Dalam surat izin menteri keuangan harus

dicantumkan nama Wajib Pajak, nama pihak yang ditunjuk dan nama pejabat atau ahli atau

tenaga ahli yang diizinkan untuk memberi keterangan atau memperlihatkan bukti tertulis dari

atau tentang Wajib Pajak.

d. Untuk kepentingan pemeriksaan di Pengadilan dalam perkara pidana atau perdata atas

permintaan Hakim sesuai dengan Hukum Acara Pidana dan Hukum Acara Perdata, Menteri

Keuangan dapat memberi izin tertulis untuk meminta kepada pejabat dan tenaga ahli , bukti

tertulis dan keterangan Wajib Pajak yang ada padanya. Permintaan Hakim sebagaimana

dimaksud, harus menyebutkan nama tersangka atau nama tergugat, keterangan-ketera.ngan

yang diminta serta kaitan antara perkara pidana atau perdata yang bersangkutan dengan

keterangan yang diminta tersebut

Pihak-pihak yang dapat diberikan Keterangan oleh Pejabat dan Tenaga Ahli yang Ditunjuk ( Pasal 34

ayat 2a a Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 ) huruf b Jo KMK Nomor 539/KMK.04/2000 )

a. Pihak lain yang kepadanya dapat diberikan keterangn oleh pejabat dan tenaga ahli mengenai

segala sesuatu yang diketahui atau diberitahukan oleh Wajib Pajak dalam rangka jabatan atau

pekerjaannya untuk menjalankan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan adalah 17

Page 19: MODUL PERPAJAKAN · Web viewtenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pihak-pihak

pejabat dari lembaga negara atau instansi pemerintah yang berwenang melakukan pemeriksaan

di bidang keuangan negara yang sedang menjalankan tugas sesuai dengan surat tugas yang

diterima dan ditunjukan kepada pejabat atau tenaga ahli tersebut. Surat tugas ini harus

menyebutkan nama Wajib Pajak dan keterangan yang ingin diketahui tentang Wajib Pajak yang

bersangkutan

Lembaga negara atau instnasi tersebut adalah :

1. Badan Pemeriksa Keuangan

2. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan

Conth dalam jabatan / profesi lain:

Misalnya rahasia jabatan dalam kedokteran adalah rahasia dokter sebagai pejabat stuktural,

sedangkan rahasia pekerjaan ialah rahasia dokter pada waktu menjalankan praktiknya (fungsional).

Kewajiban menyimpan rahasia jabatan adalah kewajiban moril yang sudah terjadi bahkan sejak zaman

Hippokrates. Untuk memperkokoh kedudukan rahasia jabatan dan pekerjaan, Indonesia sudah

mengukuhkan peraturan/undang-undang tentang rahasia jabatan. Rahasia jabatan kedokteran diatur

dalam Peraturan Pemerintah no. 10 tahun 1966, yang mana mengatakan bahwa dokter wajib

menyimpan rahasia kedokteran. Rahasia jabatan dokter di maksud untuk melindungi rahasia dan untuk

menjaga tetap terpeliharanya kepercayaan pasien dan dokter.

Dokter berkewajiban menyimpan data-data seperti rekap medis seseorang yang sedang atau

telah melakukan pengobatan. Oleh karena tanggung jawab menyimpan rahasia pasien ini adalah suatu

tanggung jawab moril, perihal rahasia jabatan ini juga diucapkan pada sumpah jabatan seorang dokter,

juga oleh KODEKI. Pada umumnya, saat menjalani pengobatan, seorang dokter akan bertanggung

jawab kepada pasien. Sehingga dokter yang bertanggung jawab tersebut berkewajiban untuk

memberikan informasi medis apabila diperlukan. Akan tetapi dalam kasus/keadaan tertentu, tugas

memberikan informasi medis ini dapat juga disampaikan oleh dokter lain dengan sepengetahuan dokter

yang bertanggung jawab.

Rahasia jabatan juga berlaku pada pekerjaan lain, misalnya sebagai Pegawai Negeri Sipil

(PNS). Dalam Peraturan Pemerintah no. 30 tahun 1980 dinyatakan bahwa PNS wajib menyimpan

rahasia negara atau rahasia jabatan dengan sebaik-baiknya. Akan tetapi, rahasia jabatan sedikit berbeda

bila dalam pengadilan. Dalam persidangan, kewajiban menyimpan rahasia jabatan itu ditiadakan.]

18

Page 20: MODUL PERPAJAKAN · Web viewtenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pihak-pihak

Misalnya, seorang notaris dalam persidangan, haruslah memberikan keterangan sejelas-jelasnya bila

dimintai keterangan sebagai saksi dalam kasus pajak.

WAKIL / KUASA WAJIB PAJAK

Wakil Wajib Pajak

Wajib Pajak dapat digolongkan menjadi dua yaitu Wajib Pajak Orang Pribadi dan Wajib Pajak

Badan. Wajib Pajak Orang Pribadi (kecuali orang dalam pengampuan) dapat menjalankan sendiri hak

dan kewajiban perpajakannya. Wajib Pajak Badan, pada hakekatnya merupakan suatu bentuk

organisasi atau perkumpulan, sehingga tidak mungkin melakukan sendiri kewajiban perpajakannya.

Wajib Pajak Badan, untuk bertindak, harus dilakukan oleh orang-orang yang ditunjuk atau dipilih

untuk mewakilinya.

Ketentuan yang mengatur hal tersebut adalah Pasal 32 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor

6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir

dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009 (Undang-Undang KUP), yaitu:

“Dalam menjalankan hak dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

perpajakan, Wajib Pajak diwakili dalam hal:

1. badan oleh pengurus;

2. badan yang dinyatakan pailit oleh kurator;

3. badan dalam pembubaran oleh orang atau badan yang ditugasi untuk melakukan pemberesan;

4. badan dalam likuidasi oleh likuidator;

5. suatu warisan yang belum terbagi oleh salah seorang ahli warisnya, pelaksana wasiatnya atau

yang mengurus harta peninggalannya; atau

6. anak yang belum dewasa atau orang yang berada dalam pengampuan oleh wali atau

pengampunya.”

 Pengertian pengurus diatur dalam Pasal 32 ayat (4) Undang-Undang KUP sebagai berikut:

“(4) Termasuk dalam pengertian pengurus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a

adalah orang yang nyata-nyata mempunyai wewenang ikut menentukan kebijaksanaan dan/atau

mengambil keputusan dalam menjalankan perusahaan.”

 Dalam penjelasannya disebutkan:

19

Page 21: MODUL PERPAJAKAN · Web viewtenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pihak-pihak

“Orang yang nyata-nyata mempunyai wewenang dalam menentukan kebijaksanaan dan/atau

mengambil keputusan dalam rangka menjalankan kegiatan perusahaan, misalnya berwenang

menandatangani kontrak dengan pihak ketiga, menandatangani cek, dan sebagainya walaupun orang

tersebut tidak tercantum namanya dalam susunan pengurus yang tertera dalam akte pendirian

maupun akte perubahan, termasuk dalam pengertian pengurus. Ketentuan dalam ayat ini berlaku

pula bagi komisaris dan pemegang saham mayoritas atau pengendali.”

Melihat pasal tersebut di atas, seorang pengurus adalah seseorang yang tidak harus duduk di

jajaran direksi (direktur atau komisaris). Selama orang tersebut memiliki kewenangan menentukan arah

kebijakan perusahaan, orang tersebut termasuk dalam pengertian pengurus. Seorang karyawan -

manajer, kepala bagian perpajakan, atau staf ahli perpajakan- dapat menjadi pengurus suatu perusahaan

sepanjang karyawan tersebut secara nyata-nyata mempunyai kewenangan ikut menentukan

kebijaksanaan dan/ atau mengambil keputusan untuk menjalankan kegiatan perusahaan.

Kuasa Wajib Pajak

Dalam praktek, dapat saja terjadi karena sesuatu hal Wajib Pajak tidak dapat melaksanakan atau

menjalankan sendiri hak dan kewajiban perpajakannya. Misalnya, Wajib Pajak sibuk atau tidak

menguasai/ memahami ketentuan perpajakan. Apabila hal tersebut terjadi, tidak berarti hak dan

kewajiban perpajakan tersebut tidak dilaksanakan oleh Wajib Pajak. Undang-Undang KUP telah

memberikan kemudahan dan kelonggaran kepada Wajib Pajak di mana Wajib Pajak dapat menunjuk

seorang kuasa untuk membantu melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.

Kuasa Wajib Pajak bermula dari Pasal 32 ayat (3) jo. ayat (3a) Undang-Undang KUP, yang berbunyi

sebagai berikut:

“(3) Orang pribadi atau badan dapat menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk

menjalankan hak dan memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

perpajakan.

Penjelasan ayat (3):

…Yang dimaksud dengan "kuasa" adalah orang yang menerima kuasa khusus dari Wajib Pajak

untuk menjalankan hak dan memenuhi kewajiban perpajakan tertentu dari Wajib Pajak sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang- undangan perpajakan

(3a)    Persyaratan serta pelaksanaan hak dan kewajiban kuasa sebagaimana dimaksud pada ayat (3)

diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.”

20

Page 22: MODUL PERPAJAKAN · Web viewtenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pihak-pihak

  Dari ketentuan tersebut, tampak jelas diatur bahwa yang dapat menerima kuasa dari Wajib

Pajak adalah orang (individu) bukan badan. Misalnya, Sdri. Ani, direktur utama PT. Kenari, ingin

memberikan kuasa untuk mengajukan keberatan kepada Sdr. Rian Nugroho, yang bekerja di Kantor

Akuntan Publik Subiyakto & Rekan. Surat kuasa khusus yang dibuat oleh Sdri. Ani harus menyebutkan

nama Sdr. Rian Nugroho sebagai penerima kuasa, bukan Kantor Akuntan Publik Subiyakto & Rekan

sebagai penerima kuasanya, bukan antara Sdri. Ani dengan Kantor Akuntan Publik Subiyakto & Rekan

karena Kantor Akuntan Publik Subiyakto & Rekan bukan orang (individu) tetapi badan (firma).

Selanjutnya, pengertian seorang kuasa berbeda dengan Wajib Pajak (wakil Wajib Pajak).

Seorang kuasa merupakan pihak atau orang lain dari Wajib Pajak. Oleh karena seorang kuasa bukan

merupakan Wajib Pajak, maka dalam bertindak menjalankan hak dan kewajiban perpajakan Wajib

Pajak, seorang kuasa membutuhkan adanya surat kuasa khusus dari Wajib Pajak yang bersangkutan.

Lain halnya, apabila Wajib Pajak sendiri yang bertindak, maka mereka tidak memerlukan kuasa dari

siapapun.

Di samping itu pula, seorang kuasa hanya mempunyai hak dan/atau kewajiban perpajakan

tertentu yang dikuasakan Wajib Pajak sesuai dengan surat kuasa khusus (yang diberikan Wajib Pajak).

Yang dimaksud dengan hak dan kewajiban perpajakan tertentu adalah suatu proses perpajakan tertentu

yang terkait dengan pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak,

misalnya, pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan dalam rangka pemeriksaan, pengajuan keberatan,

permohonan fasilitas perpajakan, atau pengisian serta penandatanganan Surat Pemberitahuan (SPT).

Contoh, Sdr. Tino adalah kepala divisi perpajakan pada PT. ABC yang mempunyai

kewenangan untuk mengambil kebijakan terkait perpajakan perusahan tersebut. Dengan demikian, Sdr.

Tino termasuk dalam pengertian pengurus. Apabila Sdr. Tino bertindak untuk melakukan sesuatu hak

terkait perpajakan PT. ABC, misalnya mengajukan permohonan keberatan, Sdr. Tino tidak

memerlukan surat kuasa khusus dari siapapun. Namun, jika Sdr. Tino karena sesuatu hal tidak dapat

melaksanakan hak tersebut, ia dapat menunjuk orang lain sebagai kuasanya dengan surat kuasa khusus.

21

Page 23: MODUL PERPAJAKAN · Web viewtenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pihak-pihak

BAB III

PAJAK DAERAH

2.1 Pengertian Pajak Daerah

Menurut Tony Marsyahrul, (2004:5) “ Pajak daerah adalah pajak yang di kelolah oleh

pemerintah daerah ( baik pemerintah daerah TK.I maupun pemerintah daerah TK.II ) dan hasil di

pergunakan untuk membiayai pengeluaran rutin dan pembangunan daerah (APBD) ”. Sedangkan

MenurutMardiasmo, (2002:5) “ Pajak adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan

kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang yang dapat di paksakan berdasarkan peraturan

perundang-undangan yang berlaku di gunakan untuk membiayai penyelenggarakan pemerintah daerah

dan pembangunan daerah”.

Sedangkan Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan

Retribusi Daerah pengertian Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut pajak, adalah kontribusi wajib

kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan

22

Page 24: MODUL PERPAJAKAN · Web viewtenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pihak-pihak

undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan

daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Dengan demikian pajak daerah adalah iuran wajib pajak kepada daerah untuk membiayai

pembangunan daerah.Pajak Daerah ditetapkan dengan undang-undang yang pelaksanaannya untuk di

daerah diatur lebih lanjut dengan peraturan daerah.Pemerintah daerah dilarang melakukan pungutan

selain pajak yang telah ditetapkan undang-undang (Pasal 2 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009).

2.2 Jenis – Jenis Pajak Daerah

Berdasarkan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan

Retribusi Daerah terdapat 5 (lima) jenis pajak provinsi dan 11 (sebelas) jenis pajak kabupaten/kota.

Secara rinci dapat dilihat dalam tabel berikut.

Perbandingan Jenis Pajak yang Dikelola Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota.

Pajak Provinsi Pajak Kabupaten / Kota1. Pajak Kendaraan Bermotor 1. Pajak Hotel2. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor 2. Pajak Restoran3. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor 3. Pajak Hiburan4. Pajak Air Permukaan 4. Pajak Reklame5. Pajak Rokok 5. Pajak Penerangan Jalan

6. Pajak Mineral bukan Logam dan Batuan7. Pajak Parkir8. Pajak Air Tanah9. Pajak Sarang Burung Walet

10. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan

11. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan

a). Pajak yang Dikelola Provinsi

Ada lima jenis pajak yang dikelola oleh provinsi yaitu Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama

Kendaraan Bermotor, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, Pajak Air Permukaan dan Pajak

Rokok.

1. Pajak Kendaraan Bermotor

Pajak Kendaraan Bermotor adalah pajak atas kepemilikan atau penguasaan kendaraan bermotor.

Kendaraan bermotor adalah semua kendaraan beroda yang digunakan di semua jenis jalan darat, dan

digerakkan oleh peralatan teknik berupa motor atau peralatan lainnya yang berfungsi untuk mengubah

suatu sumber daya energi tertentu menjadi tenaga gerak kendaraan bermotor yang bersangkutan,

23

Page 25: MODUL PERPAJAKAN · Web viewtenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pihak-pihak

termasuk alat-alat berat dan alat-alat besar yang dalam operasinya menggunakan roda dan motor dan

tidak melekat secara permanen serta kendaraan bermotor yang dioperasikan di air (Pasal 1 Undang-

Undang Nomor 28 Tahun 2009).

Tarif Pajak Kendaraan Bermotor pribadi menurut Pasal 6 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009

Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah ditetapkan sebagai berikut :

a. Untuk kepemilikan kendaraan bermotor pertama paling rendah sebesar 1% (satu persen) dan

paling tinggi sebesar 2% (dua persen)

b. Untuk kepemilikan kendaraan bermotor kedua dan seterusnya tarif dapat ditetapkan secara

progresif paling rendah sebesar 2% (dua persen) dan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh

persen).

Sedangkan tarif Pajak Kendaraan Bermotor angkutan umum, ambulans, pemadam kebakaran, sosial

keagamaan, lembaga sosial dan keagamaan, Pemerintah/TNI/POLRI, Pemerintah Daerah, dan

kendaraan lain yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah, ditetapkan paling rendah sebesar 0,5% (nol

koma lima persen) dan paling tinggi sebesar 1% (satu persen). Kemudian Tarif Pajak Kendaraan

Bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar ditetapkan paling rendah sebesar 0,1% (nol koma satu

persen) dan paling tinggi sebesar 0,2% (nol koma dua persen).

2. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor.

Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor adalah pajak atas penyerahan hak milik kendaraan

bermotor sebagai akibat perjanjian dua pihak atau perbuatan sepihak atau keadaan yang terjadi karena

jual beli, tukar menukar, hibah, warisan, atau pemasukan ke dalam badan usaha (Pasal 1 Undang-

Undang Nomor 28 Tahun 2009).

Menurut Pasal 12 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

tarif Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor ditetapkan paling tinggi masing-masing sebagai berikut :

a. Penyerahan pertama sebesar 20% (dua puluh persen) dan

b. Penyerahan kedua dan seterusnya sebesar 1% (satu persen).

Khusus untuk kendaraan bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar yang tidak menggunakan jalan

umum tarif pajak ditetapkan paling tinggi masing-masing sebagai berikut :

a. Penyerahan pertama sebesar 0,75% (nol koma tujuh puluh lima persen), dan

b. Penyerahan kedua dan seterusnya sebesar 0,075% (nol koma nol tujuh puluh lima persen).

3. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor24

Page 26: MODUL PERPAJAKAN · Web viewtenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pihak-pihak

Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor adalah pajak atas penggunaan bahan bakar kendaraan

bermotor.Bahan bakar kendaraan bermotor adalah semua jenis bahan bakar cair atau gas yang

digunakan untuk kendaraan bermotor (Pasal 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009).Tarif Pajak

Bahan Bakar Kendaraan Bermotor ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen). Khusus tarif

Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor untuk bahan bakar kendaraan umum dapat ditetapkan paling

sedikit 50% (lima puluh persen) lebih rendah dari tarif Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor untuk

kendaraan pribadi (Pasal 19 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009).

4. Pajak Air Permukaan

Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah,

Pajak Air Permukaan adalah pajak atas pengambilan atau pemanfaatan air permukaan. Air permukaan

adalah semua air yang terdapat pada permukaan tanah, tidak termasuk air laut, baik yang berada di laut

maupun di darat.Tarif Pajak Air Permukaan ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (Pasal 24 Undang-

Undang nomor 28 Tahun 2009)

5. Pajak Rokok

Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah,

Pajak Rokok adalah pungutan atas cukai rokok yang dipungut oleh Pemerintah. Tarif Pajak Rokok

ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen) dari cukai rokok. Pajak Rokok dikenakan atas cukai rokok

yang ditetapkan oleh Pemerintah(Pasal 29 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009). Penerimaan pajak

rokok, baik bagian Provinsi maupun bagian Kabupaten/kota, dialokasikan paling sedikit 50% untuk

mendanai pelayanan kesehatan masyarakat dan penegakan hukum oleh aparat yang berwenang ( Pasal

31 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009).

b. Pajak yang Dikelola Kabupaten atau Kota

Ada 11 jenis pajak yang dikelola oleh Kabupaten/Kota, pajak yang termasuk pajak yang dikelola

Kabupaten/Kota adalah sebagai berikut :

1. Pajak Hotel

Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan retribusi Daerah,

Pajak Hotel adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh hotel. Hotel adalah fasilitas penyedia

jasa penginapan atau peristirahatan termasuk jasa terkait lainnya dengan dipungut bayaran, yang

mencakup juga motel, losmen, gubuk pariwisata, wisma pariwisata, pesanggrahan, rumah penginapan

25

Page 27: MODUL PERPAJAKAN · Web viewtenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pihak-pihak

dan sejenisnya, serta rumah kos dengan jumlah kamar lebih dari 10 (sepuluh). Tarif Pajak Hotel

ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (Pasal 35 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009).

2. Pajak Restoran

Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah,

Pajak Restoran adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh restoran. Restoran adalah fasilitas

penyedia makanan atau minuman dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga rumah makan,

kafetaria, kantin, warung, bar, dan sejenisnya termasuk jasa boga/katering.Tarif Pajak Restoran

ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (Pasal 40 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009).

3. Pajak Hiburan.

Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak dan Retribusi Daerah, Pajak

Hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan. Hiburan adalah semua jenis tontonan, pertunjukan,

permainan, dan/atau keramaian yang dinikmati dengan dipungut bayaran. Tarif Pajak Hiburan

ditetapkan paling tinggi sebesar 35% (tiga puluh lima persen). Khusus untuk hiburan berupa pagelaran

busana, kontes kecantikan, diskotik, karaoke, klab malam, permainan ketangkasan, panti pijat, dan

mandi uap/spa, tarif Pajak Hiburan dapat ditetapkan paling tinggi sebesar 75% (tujuh puluh lima

persen). Khusus hiburan kesenian rakyat/tradisional dikenakan tarif Pajak Hiburan ditetapkan paling

tinggi sebesar 10% (Pasal 45 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009).

4. Pajak Reklame

Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah,

Pajak Reklame adalah pajak atas penyelenggaraan reklame. Reklame adalah benda, alat, perbuatan,

atau media yang bentuk dan corak ragamnya dirancang untuk tujuan komersial memperkenalkan,

menganjurkan, mempromosikan, atau untuk menarik perhatian umum terhadap barang, jasa, orang,

atau badan, yang dapat dilihat, dibaca, didengar, dirasakan, atau dinikmati oleh umum. Tarif Pajak

Reklame ditetapkan paling tinggi sebesar 25% (Pasal 50 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009).

5. Pajak Penerangan Jalan

Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah,

Pajak Penerangan Jalan adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik, baik yang dihasilkan sendiri

maupun diperoleh dari sumber lain. Tarif Pajak Penerangan Jalan ditetapkan paling tinggi sebesar 10%

(sepuluh persen). Penggunaan tenaga listrik dari sumber lain oleh industri, pertambangan minyak bumi

dan gas alam, tarif Pajak Penerangan Jalan ditetapkan paling tinggi sebesar 3% (tiga persen).

Penggunaan tenaga listrik yang dihasilkan sendiri, tarif Pajak Penerangan Jalan ditetapkan paling tinggi

sebesar 1,5% (Pasal 55 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009).26

Page 28: MODUL PERPAJAKAN · Web viewtenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pihak-pihak

6. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan

Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah,

Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah pajak atas kegiatan pengambilan mineral bukan logam

dan batuan, baik dari sumber alam di dalam dan/atau permukaan bumi untuk dimanfaatkan. Mineral

Bukan Logam dan Batuan adalah mineral bukan logam dan batuan sebagaimana dimaksud di dalam

peraturan perundang-undangan di bidang mineral dan batubara.Tarif Pajak Mineral Bukan Logam dan

Batuan ditetapkan paling tinggi sebesar 25% (Pasal 60 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009).

7. Pajak Parkir

Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah,

Pajak Parkir adalah pajak atas penyelenggaraan tempat parkir di luar badan jalan, baik yang disediakan

berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan

tempat penitipan kendaraan bermotor. Parkir adalah keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang tidak

bersifat sementara. Tarif Pajak Parkir ditetapkan paling tinggi sebesar 30% (Pasal 65 Undang-Undang

Nomor 28 Tahun 2009).

8. Pajak Air Tanah

Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah,

Pajak Air Tanah adalah pajak atas pengambilan atau pemanfaatan air tanah. Air Tanah adalah air yang

terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan tanah. Tarif Pajak Air Tanah ditetapkan

paling tinggi sebesar 20% (Pasal 70 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009).

9. Pajak Sarang Burung Walet

Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah,

Pajak Sarang Burung Walet adalah pajak atas kegiatan pengambilan atau pengusahaan sarang burung

walet. Burung walet adalah satwa yang termasuk marga collocalia, yaitu collocalia fuchliap haga,

collocalia maxina, collocalia esculanta, dan collocalia linchi.Tarif Pajak Sarang Burung Walet

ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (Pasal 75 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009).

10. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan

Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah,

Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah pajak atas bumi atau bangunan yang

dimiliki, dikuasai, atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau Badan, kecuali kawasan yang digunakan

untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.

27

Page 29: MODUL PERPAJAKAN · Web viewtenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pihak-pihak

Bumi adalah permukaan bumi yang meliputi tanah dan perairan pedalaman serta laut wilayah

kabupaten/kota.Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada

tanah atau perairan pedalaman atau laut. Tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan

ditetapkan paling tinggi sebesar 0,3% (Pasal 80 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009).

11. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah pajak atas perolehan hak atas tanah atau

bangunan.Perolehan Hak atas Tanah atau Bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang

mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah atau bangunan oleh orang pribadi atau Badan.Tarif Bea

Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan ditetapkan paling tinggi sebesar 5% (Pasal 88 Undang-

Undang Nomor 28 Tahun 2009).

2.2.1 Pada umumnya Pajak dapat dikelompokkan menjadi:

a. Menurut Golongannya

Pajak Langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dibebankan

atau dilimpahkan kepada orang lain. Contohnya: Pajak Penghasilan

Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada

orang lain. Contoh: Pajak Pertambahan nilai.

b. Menurut Sifatnya

Pajak subjektif, yaitu Pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya, dalam arti

memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Contoh: Pajak Penghasilan.

Pajak Objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri

wajib pajak. Contoh : Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas barang mewah.

c. Menurut Lembaga Pemungutnya

Pajak Pusat, yaitu Pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat dan digunakan untuk membiayai

rumah tangga negara. Contoh: Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, dan Pajak Penjualan

atas Barang Mewah.

Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai

rumah tangga daerah. Contoh: Pajak kendaraan dan Bea balik nama kendaraan bermotor, pajak hotel

dan restoran (pengganti pajak pembangunan), pajak hiburan, dan pajak penerangan jalan.

2.2.2 Fungsi Pajak Daerah.

Sebagaimana kita ketahui, pajak sangat penting perannya di dalam pembangunan

Daerah.Banyak hal yang bisa dibiayai pajak sperti pembangunan jalan dan jembatan, pembangunan

sekolah, rumah sakit, jaminan kesehatan masyarakat (jamkesmas), Bantuan Operasional Sekolah 28

Page 30: MODUL PERPAJAKAN · Web viewtenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pihak-pihak

(BOS), dan sebagainya. Pajak merupakan sumber pendapatan negara yang akan digunakan untuk

modal pembangunan. Oleh karena itu, pajak daerah memiliki peran penting dalam pembangunan suatu

daerah.Fungsi pajak daerah salah satunya adalah sebagai bagian dari Pendapatan Asli Daerah

(PAD).Pendapatan Asli Daerah ini bisa digunakan untuk pembangunan, juga anggaran rutin seperti gaji

Pegawai Negeri Sipil (PNS), dan sebagainya.

Hal yang perlu dicermati adalah suatu anggaran pemerintahan daerah dianggap sehat jika

anggaran untuk pembangunan lebih tinggi daripada anggaran rutin (gaji pegawai).Setiap pemerintah

daerah tentu berharap bisa meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) nya.Salah satu sektor yang

bisa diharapkan untuk meningkatkan PAD ini adalah melalui pajak daerah.

Fungsi lain dari pajak daerah adalah untuk ikut mengatur pertumbuhan ekonomi. Misalnya, jika

pemerintah ingin menarik penanam modal maka bisa diberikan keringanan pajak untuk sektor-sektor

tertentu. Dengan ini diharapkan akan ada penyerapan lapangan kerja. Selain itu, pajak daerah juga bisa

digunakan untuk kegiatan sosial dan insidental, seperti pendidikan untuk anak jalanan, penanganan

bencana, dan sebagainya.Pada akhirnya, pajak daerah diharapkan bisa meningkatkan pemerataan di

setiap daerah karena penyaluran pajak yang baik bisa meningkatkan kualitas pembangunan.

2.3 Hubungan Pajak Daerah dengan Pajak Pusat

Bentuk perdebatan tentang hubungan yang serasi antara pemerintah pusat dan pemerintah

daerah tersebut selalu tidak lepas dari cara-cara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam berbagi

wewenang dan kekuasaan. Dalam literatur tentang pemerintahan sebenarnya hanya dikenal 2 cara yang

menghubungkan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, yaitu cara pertama dikenal dengan

istilah “sentralisasi”, dimana segala urusan, tugas, fungsi dan wewenang penyelenggaraan

pemerintahan ada pada pemerintah pusat yang pelaksanaannya dilakukan secara dekonsentrasi. Cara

yang lain adalah dengan “desentralisasi” yang berkonotasi sebaliknya yaitu pelimpahan kewenangan

dan tanggung jawab (akan fungsi-fungsi publik) dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah.

Hubungan Pusat-Daerah dapat diartikan sebagai hubungan kekuasaan pemerintah pusat dan

daerah sebagai konsekuensi dianutnya asas desentralisasi dalam pemerintahan negara.Denga adanya

kekuasaan yang terdesentralisasi, diharapkan semua stake holder yang terlibat dapat bersinergi dan

mendapatkan hak dan kewajiban sebagaimana seharusnya. Secara umum hubungan antara pusat dan

daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan adalah sebagai berikut:

29

Page 31: MODUL PERPAJAKAN · Web viewtenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pihak-pihak

1. Pemerintah Pusat yang mengatur hubungan antara Pusat dan Daerah yang dituangkan dalam

peraturan perundangan yang bersifat mengikat kedua belah pihak. Namun dalam pengaturan hubungan

tersebut haruslah memperhatikan aspirasi daerah sehingga tercipta sinerji antara kepentingan pusat dan

daerah

2. Tanggung jawab akhir dari penyelenggaraan urusan-urusan pemerintahan yang diserahkan kepada

daerah adalah menjadi tanggung jawab pemerintah pusat karena dampak akhir dari penyelenggaraan

urusan tersebut akan menjadi tanggung jawab negara

3. Peran pusat dalam kerangka otonomi daerah akan banyak bersifat menentukan kebijakan makro,

melakukan supervisi, monitoring, evaluasi, kontrol dan pemberdayaan sehingga daerah dapat

menjalankan otonominya secara optimal. Sedangkan peran daerah akan lebih banyak bersifat

pelaksanaan otonomi tersebut. Dalam melaksanakan otonominya, daerah berwenang membuat

kebijakan daerah.Kebijakan yang diambil daerah adalah dalam batas-batas otonomi yang diserahkan

kepadanya dan tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundangan yang lebih tinggi.

2. 3.1 Model-Model Hubungan Pusat – Daerah

a. Hubungan kedudukan pemerintah daerah terhadap pusat menurut Dennis Kavanagh:

Agency Model : pemerintah daerah dianggap sebagai pelaksana belaka

Partnership Model : pemerintah daerah memiliki kebebasan untuk melakukan local choice

b. Sistem Hubungan Pusat dan Daerah menurut Nimrod Raphaeli:

Comprehensive Local Government System : pemerintah pusat banyak sekali menyerahkan

urusan dan wewenangnya kepada pemerintah daerah. Pemerintah Daerah memiliki kekuasaan

yang besar.

Partnership System : beberapa urusan yang jumlahnya cukup memadai diserahkan oleh pusat

kepada daerah, wewenang lain tetap di pusat.

Dual System : imbangan kekuasaan pusat dan daerah.

Integrated Administrative System : Pusat mengatur secara langsung daerah bersangkutan

mengenai segala pelayanan teknis melalui koordinatornya yang berada di daerah/wilayah.

2.3.2Lingkup hubungan pusat dan daerah

1. Bidang Kewenangan

Dalam penyelenggaraan desentralisasi terdapat dua elemen penting, yakni pembentukan daerah

otonom dan penyerahan kekuasaan secara hukum dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah

untuk mengatur dan mengurus bagian-bagian tertentu urusan pemerintahan.Oleh karena itu, tidaklah 30

Page 32: MODUL PERPAJAKAN · Web viewtenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pihak-pihak

mengherankan apabila penyelenggaraan desentralisasi menuntut persebaran urusan pemerintahan oleh

pemerintah pusat kepada daerah otonom sebagai badan hukum publik.Urusan pemerintahan yang

didistribusikan hanyalah merupakan urusan pemerintahan yang menjadi kompetensi pemerintah dan

tidak mencakup urusan yang menjadi kompetensi lembaga negara tertinggi atau lembaga tinggi negara.

2. Bidang Kelembagaan

Organisasi pada dasarnya adalah wadah sekaligus sistem kerjasama orang-orang untuk

mencapai tujuan.Pada organisasi pemerintah, kegiatan yang dijalankan untuk mencapai tujuan

didasarkan pada kewenangan yang dimilikinya. Organisasi pemerintah daerah di Indonesia pada masa

lalu disusun dengan dasar perhitungan :

Adanya kewenangan pangkal yang diberikan kepada daerah melalui undang-undang pembentukan

daerah otonom.

Adanya tambahan penyerahan urusan berdasarkan pandangan pemerintah pusat;

Adanya pemberian dana atau anggaran yang diikuti dengan pembentukan organisasi untuk

menjalankan urusan dan menggunakan dana (prinsip Function Follow Money)

3. Bidang Keuangan

Dalam pelaksanaan otonomi daerah, pemerintah daerah harus mempunyai sumber-sumber

keuangan yang memadai untuk membiayai penyelenggaraan otonominya. Kapasitas keuangan

pemerintah daerah akan menentukan kemampuan pemerintah daerah dalam menjalankan fungsi-

fungsinya seperti melaksanakan fungsi pelayanan masyarakat (public service function), melaksanakan

fungsi pembangunan (development function) dan perlindungan masyarakat (protective function).

Rendahnya kemampuan keuangan daerah akan menimbulkan siklus efek negatif antara lain rendahnya

tingkat pelayanan masyarakat yang pada gilirannya akan mengundang campur tangan pusat atau

bahkan dalam bentuk ekstrim menyebabkan dialihkannya sebagian fungsi-fungsi pemerintah daerah ke

tingkat pemerintahan yang lebih atas ataupun kepada instansi vertikal (unit dekonsentrasi).

Kemampuan keuangan daerah ditentukan oleh ketersediaan sumber-sumber pajak (tax objects) dan

tingkat hasil (buoyancy) dari objek tersebut. Tingkat hasil pajak ditentukan oleh sejauhmana sumber

pajak (tax bases) responsif terhadap kekuatan-kekuatan yang mempengaruhi objek pengeluaran, seperti

inflasi, pertambahan penduduk dan pertumbuhan ekonomi yang pada gilirannya akan berkorelasi

dengan tingkat pelayanan baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Di samping itu, sumber-sumber

pendapatan potensial yang dimiliki oleh daerah akan menentukan tingkat kemampuan keuangannya. 31

Page 33: MODUL PERPAJAKAN · Web viewtenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pihak-pihak

Setiap daerah mempunyai potensi pendapatan yang berbeda karena perbedaan kondisi ekonomi,sumber

daya alam, besaran wilayah, tingkat pengangguran, dan besaran penduduk

BAB IVHUKUM PAJAK INTERNASIONAL

1.1 Pengertian Hukum Pajak Internasional

Hukum pajak internasional terdiri dari dua pengertian, yakni

Dalam arti sempit adalah Kaidah-kaidah norma perselisihan yang didasarkan pada hukum

antar bangsa (Hukum Internasional)

Dlam arti luas adalah Kaidah-kaidah hukum antar bangsa ditambah peraturan nasional yang

mempunyai obyek hukum perselisihan , khususnya tentang perpajakan.

Jadi hukum pajak internasional adalah Hukum Pajak Internasional adalah Keseluruhan

peraturan yang mengatur tata tertib hukum dan mengatur soal penyedotan daya beli itu di

masing-masing negara.

Secara umum, ketentuan pajak internasional suatu negara meliputi 2 (dua) dimensi luas

yaitu:

32

Page 34: MODUL PERPAJAKAN · Web viewtenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pihak-pihak

1. Pemajakan terhadap wajib pajak dalam negeri (WPDN) atas penghasilan dari luar negri, dan

2. Pemajakan terhadap wajib pajak luar negri (WPLN) atas penghasilan dari dalam

negeri(domestik).

Dimensi pertama merujuk pada permajakan atas penghasilan luar negeri atau transaksi

(ke) luar batas negara (outward, outbound transaction) karena umumnya melibatkan eksportasi

modal ke manca negara sedangkan dimensi kedua menunjuk pada pemajakan ataspenghasilan

domestik atau transaksi (ke) dalam batas negara (inward, inbound transaction) karena umumnya

melibatkan importasi modal dari manca negara. Dalam aplikasinya pemajakan penghasilan luar

negeri dilakukan oleh negara domisili (residence country), sedangkan pemajakan penghasilan

domestik dilakukan oleh negara sumber (source country)

2.1 Tujuan Kebijakan Perpajakan Internasional

Setiap kebijakan tentu mempunyai tujuan khusus yang ingin dicapai, begitu juga dengan

kebijakan perpajakan internasional juga mempunyai tujuan yang ingin dicapai yaitu memajukan

perdagangan antar negara, mendorong laju investasi di masing-masing negara, pemerintah

berusaha untuk meminimalkan pajak yang menghambat perdagangan dan investasi tersebut.

Salah upaya untuk meminimalkan beban tersebut adalah dengan melakukan penghindaraan

pajak berganda internasional.

Hukum Pajak Internasional merupakan suatu kesatuan hukum yang mengupas suatu

persoalan yang diatur dalam Undang-undang nasional mengenai :

a.      Pengenaan pajak terhadap orang-orang luar negeri;

b.      Peraturan-peraturan nasional untuk menghindari pajak ganda;

c.       Traktat-traktat.

Menurut Negara-negara Anglo Saxon, hukum Pajak Internasional dibagi sebagai berikut:

1. Hukum Pajak Nasional mengatur Hukum Pajak Luar Negeri (National External Tax

Law);

National External Tax Law merupakan bagian dari hukum pajak nasional yang

memuat ketentuan-ketentuan mengenai pengenaan pajak yang mempunyai daya

kerja sampai di luar batas-batas negara karena terdapat unsur-unsur asing, baik

mengenai obyeknya (sumber ada di luar negeri) maupun mengenai subyeknya

(subyek ada di Luar Negeri

33

Page 35: MODUL PERPAJAKAN · Web viewtenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pihak-pihak

2. Hukum Pajak Luar Negeri (Foreign Tax law);

Foreign Tax Law ialah keseluruhan perundang-undangan dan peraturan-

peraturan dari negara-negara yang ada di seluruh dunia

3. Hukum Pajak Internsional (Internasioanal Tax Law)

Internasional Tax Law dibedakan dalam arti sempit dan arti luas. Hukum Pajak

Internasional dalam arti sempit merupakan keseluruhan kaedah pajak yang

berdasarkan prinsip-prinsip hukum pajak yang telah lazim diterima baik oleh

Negara-negara di Dunia, mempunyai tujuan mengatur soal perpajakan antara negara

yang saling mempunyai kepentingan

2.2 Kedaulatan Hukum Pajak Internasional

HukumPajakInternasionaladalahmerupakanhukum yang lebih luas baik ruang lingkup,

kewenangan, dan kedudukannya;

   Hukuminimengaturperjanjianseluruhnegara yang terkait satu sama lain dengan negara

domisili;

 Hukum Pajak Nasional adala hmerupakan bagian dari Hukum Pajak Internasional yang

digunakan;

  Hukum Pajak Internasional merupakan keseluruhan hukum pajak nasional di berbagai negara, dimana hukum tersebut juga diberlakukan pada Hukum Pajak Nasional;

   Hukum  Pajak Internasional dalalam arti sempita adalah Hukum Pajak Internasional yang mengatur kedua negara yang saling berkepentingan, sedangkan Hukum Pajak Internasional dalam arti luas adalah Hukum Pajak Internasional yang berlaku bagi seluruh Negara

2.3 Sumber Sumber Hukum Pajak

A. KaedahHukumPajakNasional/Inilaateral yang mengandungunsur aunsurasing, antara lain:1. PeraturanPerpajakanNasional yang mengatur P3B (Pasal 32 A UU PPh) tentang

“Pemerintahberwenanguntukmelakukanperjanjiandengannegara lain

dalamrangkapenghindaranpajakbergandadanpencegahanpengelakanpajak.”;

2.    PeraturanPerpajakanNasional (Pasal 2 UU PPh) tentang :

SubjekPajakLuarNegeridanBentunk Usaha Tetap (BUT);

3. PeraturanPerpajakanNasional (Pasal 2 UU PPh) tentang: TidakTermasukSubyekPajak;

4.  PeraturanPerpajakanNasional (Pasal 5 ayat (2) UU PPh) tentang:

PeraturanPerpajakanNasional  (Pasal 3 UU PPh) tentang: 34

Page 36: MODUL PERPAJAKAN · Web viewtenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pihak-pihak

TidakTermasukSubyekPajakBentukPeraturanPerpajakanNasional (Pasal 3 UU PPh)

tentang: TidakTermasukSubjekPajak Usaha Tetap;

5. .  PeraturanPerpajakanNasional (Pasal 18 UU PPh) tentang: Hubungan Istimewa,

BillamanaTerdapatKetidakwajarandalamPerpajakan;

6.   PeraturanPerpajakanNasional (Pasal 24 UU PPh) tentang: KreditPajakLuarNegeri;

7. PeraturanPerpajakanNasianal (Pasal 26 UU PPh) tentang:

PemotonganPajakatasSubjekPajakLuarNegeri yang memperolehpenghasilandari

Indonesia.

B.   Kaedah-kaedah yang berasaldaritraktat

1. Perjanjian bilateral

2.  Perjanjanjian ini diwujudkan dengan adanya Perjanjian Penghindaran Pajak

Berganda (P3B).

3. Perjanjian multirateral

C. Keputusan Hakim Nasional atau Komisi Internasional tentang pajak-pajak

Internasional

Hal ini dapat diwujudkan dengan adanya putusan pengadilan pajak yang menyangkut

tentang perpajakan Internasional, atau Keputusan Pengadilan internasional Den Haag yang

memuat soal-soal perpajakan

2.4 Prinsip Non-Diskriminasi

Ketentuan non diskriminasi dimaksudkan untuk memberikan perlindungan di bidang

perpajakan bagi warganegara dari suatu negara treaty partner yang melakukan kegiatan di

negara treaty partner lainnya. perlindungan yang dimaksud adalah warga negara dari negara

treaty partner lainnya dibandingkan warga negara di negara itu dalam keadaan atau kondisi

yang sama (the same circumstances)

Ketentuan non diskriminasi itu berlaku atas suatu bentuk usaha tetap dari perusahaan

yang adalah penduduk dari suatu negara treaty partner lainnya atau perusahaan penanaman

modal di negara itu yang modalnya sebagian atau seluruhnya dimiliki atau dikuasai baik

langsung maupun tidak langsung oleh penduduk dari negara yang disebutkan pertama. Namun,

ketentuan ini tidak mewajibkan negara treaty partner lainnya memberikan keringanan

35

Page 37: MODUL PERPAJAKAN · Web viewtenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pihak-pihak

(allowances), potongan (reliefs) ataupun pengurangan (deductions) pengenaan pajak kepada

warga negara atau penduduk dari  negara yang disebutkan pertama di atas

2.5 Terjadinya Pajak Berganda Internasional

Knechtle (1979) membedakanpengertianpajakbergandadalamduapengertian,

yaitupajakgandadalamartiluas (wider sense) danpajakgandadalamartisempit. (narrower

sense). Dalampengertianluas,

pajakbergandameliputisetiapbentukpembebananpajakdanpungutanlainnyalebihdarisatu kali,

yang dapatberganda (double taxation) ataulebih(multiple taxation)atassuatufaktafiskal

(subjekdan/atauobjekpajak). Dalamartisempit,

pajakbergandadianggapdapatterjadipadasemuakasuspemajakanbeberapa kali

terhadapsuatusubjekdan/atauobjekpajakdalamsatuadmisitrasipajak yang sama.

Pengertiantersebutmengesampingkanpembebananpajakolehpemerintahdaerahdanbagian

administrasinya yang

diperolehberdasarkanpelimpahanwewenangdaripemerintahpusat.Pajakbergandatersebutdapa

tdisebabkanolehpemajakanolehpenguasatunggal (singular power) atauolehberbagai (lapisan)

administrasi (plural power).Pemajakangandaolehadmisitratortunggal,

misalnyadapatterjadipadapemajakanterhadapbangunganatasnilaijualnya

(PajakBumidanBangunan) danpenghasilannya

(PajakPenghasilanatassewaataukeuntungantransfernya).Pajakbergandatersebutseringdisebut

pajakbergandaekonomis (economic double taxation).Pemajakangandaolehberbagai

administrator dapatterjadisecara vertical (pemerintahpusatdandaerah), horizontal

(antarpemerintahdaerah), atau diagonal (pemerintahkotaataukabupatendengnaprovinsi A,

ataupro

Penyebab Pajak Berganda Internasional

Pemajakanatassuatupenghasilansecarabersamaanolehnegara yang

menerapkandomisilidannegara yang

menerapkanazassumbermenimbulkanpajakgandainternasional (international double

taxation).Olehpara investor danpengusaha,

pajakgandatersebutdianggapkurangmemperlancarmobilitasarusinvestasi, bisnis,

danperdaganganinternasional.olehkarenaitu, perludihilangkanataudiberikankeringanan.

36

Page 38: MODUL PERPAJAKAN · Web viewtenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pihak-pihak

Selaindiaturdalamketentuanpajakdomestik,

keringananpajakgandadimaksudpadaumumnyajugadiaturdalam

P3B.PajakBergandaInternasional (selanjutnyadalammodulinidisebut PBI)

munculapabilaterdapatbenturanyurisdiksipemajakan, baik yang melekatpadapemerintahpusat

(negara) maupunpemerintahdaerah (provinsi, kota, dankabupaten), dan yang

melekatpadamasing-masingnegara (overlapping of tax jurisdiction in the international sphere).

Metode Penghindaran Pajak Berganda Internasional

Secara ekonomis pajak merupakan pengorbanan suberdaya (kemampuan ekonomis)

yang harus ditanggung oleh pengusaha (dan masyarakat). Pajak berganda sebagai akibat dari

pemajakan oleh dua ketentuan pemajakan (dari dua negara) memberikan tambahan beban

ekonomi terhadap pengusaha. Sementara, perluasan usaha ke mancanegara sudah mengundang

tambahan risiko dibanding dengan usaha dalam negeri, pemajakan berganda telah ikut

memperbesar risiko

tersebut.Kalautidakadaupayauntukmencegahataumeringankanbebanpajakbergandatersebut, PBI

dapatikutmemicuekonomi global denganbiayatinggidanmenghambatmobilitas global

sumberdayaekonomis, berikut beberapa cara penghindaran pajak berganda internasional :

a. pembebasan/pengecualian, yakni Metode pembebasan (exemption)/pengecualian (exclusion)

berupaya untuk sepenuhnya mengeliminasi PBI. Metode tersebut menghendaki suatu negara

pemegang yurisdiksi pemajakan sekunder (domisili) untuk dengan rela melepaskan hak

pemajakannya dan sepertinya mengakui pemajakan eksklusif di negara lain (negara sumber).

b.  KreditPajak

Metodekreditpajakterdiridaribeberapametode, yaitu (1) MetodeKreditPenuh (full tax

credit mothode), (2) MetodeKreditTerbatas (ordinary atau normal credit mothode) dan (3)

KreditFiktif (mathcingatau sparing credtmethode).Dalamtataranlain,

sehubungandenganinvestasipadaanakperusahaan di luarnegeri,

dapatdibedakanantarakreditlangsungdankredittidaklangsung

Selain itu ada juga metode lainnya seperti :

Pembagian hak pemajakan (division of taxing power) dengan penentuan tarif pajak

maksimum atas penghasilan yang diperoleh WPLN yang dapat dipungut oleh negara sumber

37

Page 39: MODUL PERPAJAKAN · Web viewtenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pihak-pihak

 Keringanan tarif (reduction of the rate) terhadap penghasilanluar negeri yang harus

diberikan oleh negara dimisili,

Pengurangan pajak (rudction of the tax) dengan suatu jumlah tertentu (persentase) dari

penghasilan luar negeri, dan

Pemajakan dengan jumlah tetap (lumpsum atau forfait taxation). Sementara itu,

beberapa metode keringanan PBI yang dihubungkan dengan penghasilan termasuk;

a. Klarifikasi (atribusi, divisi, atau distribusi) penghasilan sesuai dengan kategori tertentu

untuk menentukan pemajakan antara negara sumber dan domisili

b.  Pengurangan pajak luar negeri dari penghasilan kena pajak (deduction method) dan

c. Pengurangan penghasilan luar negeri dengan suatu jumlah tertentu (atauseluruhnya)

BAB V

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

A. Pengertian-Pengertian

1. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang

bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara

langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

2. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan

pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan perpajakan.

3. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang

melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas,

perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik

daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun,

persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi

38

Page 40: MODUL PERPAJAKAN · Web viewtenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pihak-pihak

lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk

usaha tetap.

4. Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam kegiatan usaha

atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan

usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerah pabean, melakukan

usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean.

5. Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak

dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak

Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya.

6. Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana

dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas

Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.

7. Masa Pajak adalah jangka waktu yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk menghitung,

menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang dalam suatu jangka waktu tertentu sebagaimana

ditentukan dalam Undang-Undang ini.

8. Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender kecuali bila Wajib Pajak

menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender.

9. Bagian Tahun Pajak adalah bagian dari jangka waktu 1 (satu) Tahun Pajak.

10. Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat, dalam Masa Pajak, dalam

Tahun Pajak, atau dalam Bagian Tahun Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan perpajakan.

11. Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan

penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau

harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

12. Surat Pemberitahuan Masa adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Masa Pajak.

13. Surat Pemberitahuan Tahunan adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Tahun Pajak atau

Bagian Tahun Pajak.

14. Surat Setoran Pajak adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan

dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui

tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.

39

Page 41: MODUL PERPAJAKAN · Web viewtenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pihak-pihak

15. Surat ketetapan pajak adalah surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang

Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil, atau Surat

Ketetapan Pajak Lebih Bayar.

16. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya

jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak,

besarnya sanksi administrasi, dan jumlah pajak yang masih harus dibayar.

17. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan adalah surat ketetapan pajak yang menentukan

tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan.

18. Surat Ketetapan Pajak Nihil adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok pajak

sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.

19. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah

kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang

terutang atau seharusnya tidak terutang.

20. Surat Tagihan Pajak adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi

berupa bunga dan/atau denda.

21. Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak.

22. Kredit Pajak untuk Pajak Penghasilan adalah pajak yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak

ditambah dengan pokok pajak yang terutang dalam Surat Tagihan Pajak karena Pajak

Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar, ditambah dengan pajak yang

dipotong atau dipungut, ditambah dengan pajak atas penghasilan yang dibayar atau terutang di

luar negeri, dikurangi dengan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak, yang dikurangkan

dari pajak yang terutang.

23. Kredit Pajak untuk Pajak Pertambahan Nilai adalah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan

setelah dikurangi dengan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak atau setelah dikurangi

dengan pajak yang telah dikompensasikan, yang dikurangkan dari pajak yang terutang.

24. Pekerjaan bebas adalah pekerjaan yang dilakukan oleh orang pribadi yang mempunyai keahlian

khusus sebagai usaha untuk memperoleh penghasilan yang tidak terikat oleh suatu hubungan

kerja.

25. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan,

dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar

pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan

lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.40

Page 42: MODUL PERPAJAKAN · Web viewtenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pihak-pihak

26. Bukti Permulaan adalah keadaan, perbuatan, dan/atau bukti berupa keterangan, tulisan, atau

benda yang dapat memberikan petunjuk adanya dugaan kuat bahwa sedang atau telah terjadi

suatu tindak pidana di bidang perpajakan yang dilakukan oleh siapa saja yang dapat

menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.

27. Pemeriksaan Bukti Permulaan adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk mendapatkan bukti

permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan.

28. Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran

pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban Wajib Pajak sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

29. Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan

data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya,

serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun

laporan keuangan berupa neraca, dan laporan laba rugi untuk periode Tahun Pajak tersebut.

30. Penelitian adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk menilai kelengkapan pengisian

Surat Pemberitahuan dan lampiran-lampirannya termasuk penilaian tentang kebenaran

penulisan dan penghitungannya.

31. Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan

oleh penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang

tindak pidana di bidang perpajakan yang terjadi serta menemukan tersangkanya.

32. Penyidik adalah pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak

yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di

bidang perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

33. Surat Keputusan Pembetulan adalah surat keputusan yang membetulkan kesalahan tulis,

kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-

undangan perpajakan yang terdapat dalam surat ketetapan pajak, Surat Tagihan Pajak, Surat

Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pengurangan Sanksi

Administrasi, Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan

Pengurangan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan

Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak, atau Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga.

34. Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap surat ketetapan

pajak atau terhadap pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan oleh Wajib

Pajak.41

Page 43: MODUL PERPAJAKAN · Web viewtenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pihak-pihak

35. Putusan Banding adalah putusan badan peradilan pajak atas banding terhadap Surat Keputusan

Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak.

36. Putusan Gugatan adalah putusan badan peradilan pajak atas gugatan terhadap hal-hal yang

berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dapat diajukan gugatan.

37. Putusan Peninjauan Kembali adalah putusan Mahkamah Agung atas permohonan peninjauan

kembali yang diajukan oleh Wajib Pajak atau oleh Direktur Jenderal Pajak terhadap Putusan

Banding atau Putusan Gugatan dari badan peradilan pajak.

38. Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak adalah surat keputusan yang

menentukan jumlah pengembalian pendahuluan kelebihan pajak untuk Wajib Pajak tertentu.

39. Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga adalah surat keputusan yang menentukan jumlah

imbalan bunga yang diberikan kepada Wajib Pajak.

40. Tanggal dikirim adalah tanggal stempel pos pengiriman, tanggal faksimili, atau dalam hal

disampaikan secara langsung adalah tanggal pada saat surat, keputusan, atau putusan

disampaikan secara langsung.

41. Tanggal diterima adalah tanggal stempel pos pengiriman, tanggal faksimili, atau dalam hal

diterima secara langsung adalah tanggal pada saat surat, keputusan, atau putusan diterima secara

langsung.

B. NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) dan PKP (Pengusaha Kena Pajak)

1. Setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan wajib mendaftarkan diri pada kantor

Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat

kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak.

2. Setiap Wajib Pajak sebagai Pengusaha yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak

Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya, wajib melaporkan usahanya pada kantor Direktorat

Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan

Pengusaha, dan tempat kegiatan usaha dilakukan untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena

Pajak.

3. Kewajiban perpajakan bagi Wajib Pajak yang diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau

yang dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak secara jabatan dimulai sejak saat Wajib Pajak

memenuhi persyaratan subjektif dan obyektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-42

Page 44: MODUL PERPAJAKAN · Web viewtenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pihak-pihak

undangan perpajakan, paling lama 5 (lima) tahun sebelum diterbitkannya Nomor Pokok Wajib

Pajak dan/atau dikukuhkannya sebagai Pengusaha Kena Pajak.

4. Kewajiban melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak:

a. Sebelum melakukan penyerahan barang dan atau jasa kena pajak bagi yang memenuhi

ketentuan sebagai Pengusaha Kena Pajak.

b. Pengusaha kecil yang memilih sebagai Pengusaha Kena Pajak wajib mengajukan

pernyataan tertulis.

c. Pengusaha kecil yang tidak memilih sebagai Pengusaha Kena Pajak bila saat peredaran

bruto melampaui batas tertentu, paling lambat akhir masa pajak berikutnya.

5. Syarat-syarat untuk memperoleh NPWP dan Dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak:

a. Wajib pajak Orang Pribadi (OP) non usahawan: fotocopi KTP,atau Kartu Keluarga,atau

SIM, atau Paspor.

b. Untuk WP OP usahawan:

1) Fotocopi KTP/KK/SIM/Paspor.

2) Fotocopi surat ijin usaha atau surat keterangan tempat usaha dari instansi berwenang.

c. Untuk WP Badan:

1) Fotocopi akte pendirian.

2) Fotocopi KTP salah seorang pengurus.

3) Fotocopi surat ijin usaha atau surat keterangan tempat usaha dari instansi yang

berwenang.

d. Untuk bendaharawan sebagai pemungut/pemotong:

1) Fotocopi surat penunjukan sebagai bendaharawan.

2) Fotocopi tanda bukti diri KTP/KK/SIM/Paspor.

e. Jika pemohon berstatus perusahaan anak/cabang, maka harus melampirkan bukti

pendaftaran perusahaan induk/pusatnya.

6. Penghapusan NPWP oleh DirJen Pajak dilakukan jika:

a. Diajukan permohonan penghapusan NPWP oleh WP/ahli waris jika WP sudah tidak

memenuhi persyaratan subyektif atau obyektif sesuai ketentuan peraturan undang-undang

perpajakan.

b. WP badan dilikuidasi karena penghentian/penggabungan usaha.

c. WP BUT menghentikan kegiatan usahanya di Indonesia.

43

Page 45: MODUL PERPAJAKAN · Web viewtenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pihak-pihak

d. Dianggap perlu oleh DirJen Pajak.

7. Kode seri NPWP terdiri dari 15 digit dengan rincian:

Contoh: NPWP PT. ABC 01.855.081.4.521.000

a. 2 digit pertama merupakan identitas WP:

1) 01 s/d 03 : WP badan.

2) 04 dan 06 : WP pengusaha.

3) 05 : WP karyawan.

4) 07 s/d 09 : WP orang pribadi.

b. 6 digit kedua merupakan nomer registrasi/urut yang diberikan kantor pusat DJP kepada

KPP. (contoh 855.081)

c. 1 digit ketiga diberikan untuk NPWP sebagai alat pengaman agar tidak terjadi pemalsuan

dan kesalahan NPWP.

d. 3 digit keempat adalah kode KPP. (contoh 521)

e. 3 terakhir adalah status WP. (tunggal, pusat, atau cabang)

C. SPT

1. Surat yang digunakan oleh WP untuk melaporkan perhitungan dan pembayaran pajak yang

terutang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. SPT harus dilaporkan

dengan benar, lengkap, dan jelas.

2. Fungsi SPT:

a. Bagi WP PPh

1) Sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah

pajak yang sebenarnya terutang.

2) Melaporkan pembayaran/pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan atau

melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam satu tahun pajak atau bagian

tahun pajak.

3) Untuk melaporkan pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan atau

pemungutan pajak pribadi atau badan lain dalam satu masa pajak, yang ditentukan

peraturan perundang-undangan perpajakan.

b. Bagi Pengusaha Kena Pajak.

44

Page 46: MODUL PERPAJAKAN · Web viewtenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pihak-pihak

1) Sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah

PPN dan PPnBM yang sebenarnya terutang.

2) Untuk melaporkan pengkreditan pajak masukan terhadap pajak keluaran.

3) Untuk melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan oleh

Pengusaha Kena Pajak dan atau melalui pihak lain dalam satu masa pajak yang

ditentukan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

4) Sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong

atau dipungut dan disetorkan.

c. Bagi Pemungut atau Pemotong Pajak

Sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong atau

dipungut dan disetorkan.

3. Prosedur penyelesaian SPT:

a. WP mengambil sendiri blanko SPT pada KPP setempat.

b. WP mengisi SPT dengan benar, jelas, dan lengkap sesuai dengan petunjuk yang diberikan.

Pengisian formulir SPT yang tidak benar yang mengakibatkan pajak yang terutang kurang

bayar, akan dikenakan sanksi perpajakan.

c. WP menyerahkan kembali SPT ke KPP yang bersangkutan dalam batas waktu yang

ditentukan, minta bukti penerimaan yang bertanggal dari KPP. Jika lewat kantor pos harus

tercatat, tanda bukti dan tanggal pengiriman dianggap sebagai tanda bukti dan tanggal

penerimaan.

d. Benar dalam penghitungan, termasuk benar dalam penerapan ketentuan peraturan

perundang-undangan perpajakan, dalam penulisan, dan sesuai dengan keadaan yang

sebenarnya. Lengkap berarti memuat semua unsur yang berkaitan dengan obyek pajak dan

unsur-unsur lain yang harus dilaporkan dalam SPT. Jelas berarti melaporkan asal usul atau

sumber dari obyek pajak dan unsur-unsur lain yang harus dilaporkan dalam SPT.

4. SPT dianggap tidak disampaikan bila:

a. SPT tidak ditandatangani

b. SPT tidak sepenuhnya dilampiri keterangan dan atau dokumen yang telah ditentukan.

c. SPT yang menyatakan lebih bayar disampaikan setelah 3 tahun sesudah berakhirnya masa

pajak, bagian tahun pajak dan WP telah ditegur secara tertulis.

d. SPT disampaikan setelah DirJen Pajak melaksanakan pemeriksaan atau menerbitkan SKP.

45

Page 47: MODUL PERPAJAKAN · Web viewtenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pihak-pihak

5. Pengolahan SPT:

a. Penelitian SPT

Kegiatan yang dilakukan untuk menilai kelengkapan pengisian SPT dan lampirannya

termasuk penilaian tentang kebenaran penulisan dan penghitungannya.

b. Perekaman SPT

Serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk memasukkan semua unsur SPT ke dalam basis

data perpajakan dengan cara antara lain merekam, uploading, dan atau memindai

(scanning).

6. Batas Waktu Penyampaian SPT:

a. SPT Masa, paling lambat 20 hari setelah berakhirnya masa pajak.

b. SPT Tahunan PPh WP OP, paling lambat 3 bulan setelah akhir tahun pajak.

c. SPT Tahunan PPh WP Badan, paling lama 4 bulan setelah akhir tahun pajak.

7. Sanksi administrasi berupa denda:

a. Rp 500.000 untuk SPT Masa PPN.

b. Rp 100.000 untuk SPT Masa Lainnya.

c. Rp1.000.000 untuk SPT Tahunan PPh WP Badan.

d. Rp 100.000 untuk SPT Tahunan PPh WP OP.

D. Surat Setoran Pajak (SSP), Surat Tagihan Pajak (STP), dan Surat Ketetapan Pajak (SKP)

1. Fungsi SSP:

a. Sarana membayar pajak.

b. Sebagai bukti laporan pembayaran pajak.

2. Tempat Pembayaran dan Penyetoran Pajak:

a. Bank-bank yang ditunjuk oleh DitJen Anggaran.

b. Kantor Pos dan Giro

3. Batas Waktu Pembayaran Pajak:

PPh Pasal 21 Tanggal 10 bulan berikutnya setelah masa pajak

berakhir.

46

Page 48: MODUL PERPAJAKAN · Web viewtenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pihak-pihak

PPh Pasal 22 Impor Bersamaan dengan pembayaran Bea Masuk atau saat

penyelesaian dokumen impor.

PPh Pasal 22 DirJen Bea dan Cukai Satu hari setelah pemungutan pajak dilakukan.

PPh Pasal 22 Bendaharawan Pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran.

PPh Pasal 23 dan 26 Tanggal 10 bulan berikutnya setelah bulan saat

terutang pajak.

PPh Pasal 25 Tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa pajak

berakhir.

PPN dan PPnBM Saat pembayaran barang atau jasa kena PPN.

PPN dan PPnBM Impor Bersamaan dengan pembayaran Bea Masuk atau harus

dilunasi saat penyelesaian dokumen impor.

PPN dan PPnBM DJBC 1 hari setelah pemungutan pajak dilakukan.

PPN dan PPnBM Bendaharawan Tanggal 7 bulan berikutnya setelah masa pajak

berakhir.

4. Fungsi STP:

a. Sebagai koreksi atas jumlah pajak yang terutang SPT wajib pajak.

b. Sarana mengenakan sanksi administrasi berupa bunga atau denda.

c. Alat untuk menagih pajak.

5. STP diterbitkan apabila:

a. PPh dalam tahun berjalan tidak atau kurang bayar.

b. Dari hasil penelitian terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan

atau salah hitung.

c. Wajib pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda dan atau bunga.

d. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), tetapi tidak

membuat faktur pajak atau membuat faktur pajak tetapi tidak tepat waktu.

e. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP tidak mengisi faktur pajak secara lengkap.

f. PKP melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan faktur pajak.

g. PKP yang gagal berproduksi dan telah diberikan pengembalian pajak masukan.

6. Sanksi Administrasi:

47

Page 49: MODUL PERPAJAKAN · Web viewtenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pihak-pihak

a. Jumlah kekurangan pajak yang terhutang dalam STP ditambah dengan sanksi administrasi

berupa bunga sebesar 2% per bulan untuk paling lama 24 bulan dihitung sejak saat

terutangnya pajak atau berakhirnya masa, bagian atau tahun pajak sampai dengan

diterbitkannya STP.

b. (5d) Wajib menyetor pajak yang terutang dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar

2% dari DPP (Dasar Pengenaan Pajak).

c. (5g) Sanksi administrasi berupa bunga 2% per bulan dari jumlah pajak yang ditagih

kembali, dihitung dari tanggal penerbitan SKP sampai dengan tanggal penerbitan STP.

7. SKP:

a. SKP (Surat Ketetapan Pajak)

b. SKPKB (Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar)

c. SKPKBT (Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan)

d. SKPN (Surat Ketetapan Pajak Nihil)

e. SKPLB (Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar)

8. Fungsi SKPKB:

a. Koreksi atas jumlah yang terutang menurut SPT.

b. Sarana mengenakan sanksi.

c. Alat untuk menagih pajak.

9. SKPKB diterbitkan apabila:

a. Berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang tidak atau kurang

bayar.

b. SPT tidak disampaikan dalam jangka waktu yang ditentukan dalam pasal 3 (UU KUP) dan

setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan

dalam surat teguran.

c. Berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain mengenai PPN dan PPnBM ternyata

tidak seharusnya dikompensasikan selisih lebih pajak atau tidak seharusnya dikenai tarif 0%

yang mengakibatkan restitusi.

d. Kewajiban sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 dan 29 (UU KUP) tidak dipenuhi

sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yang terutang.

e. Kepada wajib pajak diterbitkan NPWP dan atau dikukuhkan sebagai PKP secara jabatan.

10. Sanksi Administrasi:

48

Page 50: MODUL PERPAJAKAN · Web viewtenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pihak-pihak

a. (9a dan 9e) Jumlah kekurangan pajak yang terutang ditambah bunga 2% per bulan paling

lama 24 bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak atau masa berakhirnya masa pajak,

bagian tahun pajak, tahun pajak sampai dengan diterbitkannya SKPKB.

b. (9b) Kenaikan 50% dari PPh kurang atau tidak dibayar.

c. (9c) Jumlah pajak dalam SKPKB ditambah sanksi administrasi berupa kenaikan 100% dari

PPN dan PPnBM yang tidak atau kurang bayar.

11. Fungsi SKPKBT:

a. Sebagai koreksi atas ketetapan pajak kurang bayar (sebelumnya).

b. Sarana untuk mengenakan sanksi.

c. Alat untuk menagih pajak.

12. SKPKBT diterbitkan apabila:

a. Berdasarkan data baru atau data yang semula belum terungkap menyebabkan penambahan

pajak yang terutang dalam SKP sebelumnya.

b. Ditemukan lagi data yang semula belum terungkap pada saat penerbitan SKPKBT. Dengan

demikian SKPKBT dapat diterbitkan lebih dari satu kali.

13. Sanksi Administrasi:

Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPKBT, ditambah dengan sanksi administrasi

berupa kenaikan 100% dari jumlah kekurangan pajak tersebut.

E. Pembukuan

1. Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib

Pajak badan di Indonesia wajib menyelenggarakan pembukuan.

2. Wajib Pajak yang dikecualikan dari kewajiban menyelenggarakan pembukuan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1), tetapi wajib melakukan pencatatan, adalah Wajib Pajak orang pribadi

yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan perpajakan diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan

menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto dan Wajib Pajak orang pribadi yang

tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.

3. Pembukuan atau pencatatan tersebut harus diselenggarakan dengan memperhatikan iktikad

baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya.

49

Page 51: MODUL PERPAJAKAN · Web viewtenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pihak-pihak

4. Pembukuan atau pencatatan harus diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf

Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam

bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan.

5. Perubahan terhadap metode pembukuan dan/atau tahun buku harus mendapat persetujuan dari

Direktur Jenderal Pajak.

6. Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri atas catatan mengenai harta, kewajiban, modal,

penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian sehingga dapat dihitung besarnya pajak

yang terutang.

7. Pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas data yang dikumpulkan secara

teratur tentang peredaran atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto sebagai dasar untuk

menghitung jumlah pajak yang terutang, termasuk penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau

yang dikenai pajak yang bersifat final.

8. Buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain

termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau secara

program aplikasi on-line wajib disimpan selama 10 (sepuluh) tahun di Indonesia, yaitu di

tempat kegiatan atau tempat tinggal Wajib Pajak orang pribadi, atau di tempat kedudukan Wajib

Pajak badan.

9. Sanksi tidak memenuhi kewajiban pembukuan:

a. Tidak mengadakan pembukuan atau pencatatan, pajak yang terutang ditetapkan dengan SKP

secara jabatan ditambah kenaikan 100%, khusus untuk PPh pasal 29 ditambah kenaikan

sebesar 50%.

b. Dengan sengaja memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu

atau dipalsukan seolah benar; tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan; tidak

memperlihatkan atau tidak meminjamkan buku, catatan, atau dokumen lainnya; akan

dipidana penjara selama-lamanya 6 tahun dan denda setinggi-tingginya 4 kali jumlah pajak

yang kurang atau tidak dibayar.

F. Keberatan

1. Wajib pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada DirJen Pajak atas suatu: SKPKB,

SKPKBT, SKPN, SKPLB, pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga berdasarkan

ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

50

Page 52: MODUL PERPAJAKAN · Web viewtenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pihak-pihak

2. Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan mengemukakan jumlah pajak

yang terutang, jumlah pajak yang dipotong atau dipungut, atau jumlah rugi menurut

penghitungan wajib pajak dengan disertai alasan yang menjadi dasar penghitungan.

3. Harus diajukan dalam jangka waktu 3 bulan sejak tanggal dikirim SKP atau tanggal

pemotongan atau pemungutan pajak, kecuali bila wajib pajak dapat menunjukkan bahwa jangka

waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaannya.

4. Dalam hal wajib pajak mengajukan keberatan atas SKP, wajib pajak wajib melunasi pajak yang

masih harus dibayar paling sedikit sejumlah yang telah disetujui wajib pajak dalam pembahasan

akhir hasil pemeriksaan, sebelum surat keberatan disampaikan.

5. Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan bukan merupakan surat keberatan sehingga tidak

dipertimbangkan.

6. Bila diminta oleh wajib pajak untuk keperluan pengajuan keberatan, DirJen Pajak wajib

memberikan keterangan tertulis hal yang menjadi DPP, penghitungan rugi atau pemotongan

atau pemungutan pajak.

7. Dalam hal wajib pajak mengajukan keberatan jangka waktu pelunasan pajak atas jumlah pajak

yang belum dibayar pada saat pengajuan, tertangguh sampai dengan 1 bulan sejak tanggal

penerbitan SK keberatan.

8. Dalam hal keberatan wajib pajak ditolak atau dikabulkan sebagian, wajib pajak dikenai sanksi

administrasi berupa denda 50% dari jumlah pajak berdasarkan keputusan keberatan dikurangi

dengan pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan.

9. DirJen Pajak dalam jangka waktu paling lama 12 bulan sejak surat keberatan diterima harus

memberi keputusan atas keberatan yang diajukan. Jika jangka waktu tersebut telah terlampaui

dan DirJen Pajak tidak memberi surat keputusan, keberatan yang diajukan dianggap dikabulkan.

10. Sebelum surat keputusan diterbitkan, wajib pajak dapat menyampaikan alasan tambahan atau

penjelasan tertulis. DirJen Pajak dapat menerbitkan keputusan atas keberatan berupa

mengabulkan seluruhnya atau sebagian, menolak atau menambah besarnya jumlah pajak yang

masih harus dibayar.

G. Banding

1. Wajib pajak dapat mengajukan banding hanya kepada Badan Peradilan Pajak atas Surat

Keputusan Keberatan. Putusan Pengadilan Pajak merupakan putusan pengadilan khusus di

lingkungan Pengadilan Tinggi Urusan Negara.51

Page 53: MODUL PERPAJAKAN · Web viewtenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pihak-pihak

2. Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan alasan yang jelas paling lama 3 bulan

sejak Surat Keputusan Keberatan diterima dan dilampiri dengan salinan Surat Keputusan

Keberatan tersebut.

3. Dalam hal mengajukan banding, jangka waktu pelunasan pajak yang belum dibayar saat

pengajuan keberatan tertangguh sampai dengan 1 bulan sejak tanggal penerbitan putusan

banding.

4. Dalam hal permohonan banding ditolak atau dikabulkan sebagian, wajib pajak dikenai sanksi

administrasi berupa denda 100% dari jumlah pajak berdasarkan putusan banding dikurangi

dengan pembayaran pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan.

5. Jika keberatan, banding, dan peninjauan kembali dikabulkan sebagian atau seluruhnya dan

menyebabkan kelebihan pembayaran pajak, maka kelebihan dimaksud dikembalikan dengan

ditambah bunga 2% per bulan paling lama 24 bulan.

H. Pemeriksaan

1. Sasaran pemeriksaan adalah mencari adanya:

a. Interprestasi undang-undang yang tidak benar.

b. Kesalahan hitung.

c. Penggelapan secara khusus dari penghasilan.

d. Pemotongan dan pengurangan tidak sesungguhnya yang dilaksanakan wajib pajak dalam

melaksanakan kewajiban perpajakannya.

2. Tujuan Pemeriksaan adalah menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dalam hal

wajib pajak:

a. Menyampaikan SPT yang menyatakan lebih bayar.

b. Menyampaikan SPT yang menyatakan rugi.

c. Tidak menyampaikan atau menyampaikan SPT tidak tepat waktu yang telah ditetapkan

dalam surat teguran.

d. Melakukan penggabungan, pembubaran atau akan selama-lamanya.

e. Menyampaikan SPT yang memenuhi kriteria seleksi berdasarkan hasil analisa resiko

mengindikasikan adanya kewajiban perpajakan wajib pajak tidak terpenuhi sesuai dengan

ketentuan perundang-undangan perpajakan.

3. Tujuan Lain:

52

Page 54: MODUL PERPAJAKAN · Web viewtenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pihak-pihak

a. Pemberian NPWP secara jabatan.

b. Penghapusan NPWP.

c. Pengukuhan atau pencabutan pengukuhan PKP.

d. Wajib pajak mengajukan keberatan.

e. Pengumpulan bahan guna penyusunan NPPN.

f. Pencocokan data dan atau alat keterangan.

g. Penentuan wajib pajak berlokasi di daerah terpencil.

h. Penentuan satu atau lebih tempat terutang PPN.

i. Pemeriksaan dalam rangka penagihan pajak.

j. Penentuan saat mulai berproduksi sehubungan dengan fasilitas perpajakan.

k. Pemenuhan permintaan informasi dari negara mitra perjanjian penghindaran pajak

berganda.

4. Kewajiban Wajib Pajak dalam Pemeriksaan:

a. Memperlihatkan dan atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi

dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan

usaha, pekerjaan bebas wajib pajak atau obyek yang terutang pajak.

b. Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang yang dipandang perlu dan

memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan.

c. Memberikan keterangan lain yang diperlukan.

d. Memenuhi panggilan untuk datang menghadiri pemeriksaan kantor sesuai dengan waktu

yang ditentukan.

e. Memenuhi permintaan peminjaman buku, catatan, dan dokumen yang diperlukan untuk

kelancaran pemeriksaan.

f. memberi keterangan secara tertulis maupun lisan.

g. Menandatangani surat pernyataan persetujuan apabila seluruh hasil pemeriksaan disetujui.

h. Menandatangani BAP pemeriksaan, bila hasil pemeriksaan tersebut tidak atau tidak

seluruhnya disetujui.

i. Menandatangani surat pernyataan penolakan pemeriksaan, apabila menolak membantu

kelancaran pemeriksaan.

j. Memberi kesempatan kepada pemeriksa untuk melakukan penyegelan tempat dan atau

ruangan tertentu.

53

Page 55: MODUL PERPAJAKAN · Web viewtenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pihak-pihak

5. Hak Wajib Pajak dalam Pemeriksaan:

a. Minta untuk memperlihatkan tanda pengenal dan surat pemeriksaan.

b. Minta untuk menyerahkan surat pemberitahuan pemeriksaan.

c. Minta penjelasan tertentu maksud dan tujuan pemeriksaan.

d. Minta rincian dan penjelasan yang berkenaan dengan hal-hal yang berbeda antara hasil

pemeriksaan dengan SPT.

e. Memberikan sanggahan terhadap koreksi yang dilakukan pemeriksaan pajak, dengan

menunjukkan bukti yang kuat dan syah dalam rangka closing conference.

f. Meminta tanda bukti peminjaman buku, dokumen, dan catatan secara rinci.

I. Contoh Soal

1. Angsuran PPh Pasal 25 PT.A tahun 2008 sebesar Rp10.000.000 per bulan. Angsuran masa Mei

2008 dibayar tanggal 18 Juni 2008 dan dilaporkan tanggal 19 Juni 2008. Tanggal 15 Juli 2008

diterbitkan STP. Maka sanksi bunga dalam STP adalah:

1 x 2% x Rp10.000.000 = Rp200.000

2. SPT PPh wajib pajak OP tahun 2008 disampaikan tanggal 31 Maret 2009. Setelah dilakukan

penelitian ternyata terdapat salah hitung yang menyebabkan PPh kurang bayar sebesar

Rp1.000.000. Atas kekurangan tersebut diterbitkan STP pada 12 Juni 2009 dengan

penghitungan sanksi bunga:

Kekurangan PPh Rp1.000.000

Bunga (3 x 2% x Rp1.000.000) 60.000

Jumlah yang harus dibayar Rp1.060.000

3. PT.A mendapat SKPKB untuk tahun 2008 dengan jumlah pajak yang masih harus dibayar

Rp100.000.000. Dalam pembahasan akhir pemeriksaan, wajib pajak menyetujui membayar

dulu Rp20.000.000. Jumlah tersebut telah dilunasi, namun WP mengajukan keberatan. DirJen

Pajak mengabulkan sebagian dengan jumlah pajak yang masih harus dibayar Rp75.000.000.

Sanksi administrasi yang dikenakan kepada PT.A:

Pajak yang masih harus dibayar hasil keberatan Rp75.000.000

Sanksi administrasi (50% x (Rp75.000.000-Rp20.000.000)) Rp27.500.000

Pajak yang sudah dilunasi (Rp20.000.000)

Jumlah yang masih harus dibayar Rp82.500.000

54

Page 56: MODUL PERPAJAKAN · Web viewtenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pihak-pihak

4. PT.A mendapat SKPKB untuk tahun 2008 dengan jumlah pajak yang masih harus dibayar

Rp100.000.000. Dalam pembahasan akhir pemeriksaan, wajib pajak menyetujui membayar

dulu Rp20.000.000. Jumlah tersebut telah dilunasi, namun WP mengajukan keberatan. DirJen

Pajak mengabulkan sebagian dengan jumlah pajak yang masih harus dibayar Rp75.000.000.

Selanjutnya PT.A mengajukan banding dan oleh pengadilan pajak diputuskan besarnya pajak

yang masih harus dibayar Rp45.000.000. Jumlah yang masih harus dibayar PT.A:

Pajak yang masih harus dibayar Rp45.000.000

Sanksi denda (100% x (Rp45.000.000-Rp20.000.000)) Rp25.000.000

Pajak yang sudah dilunasi (Rp20.000.000)

Jumlah yang masih harus dibayar PT.A Rp50.000.000

J. Soal-Soal Latihan:

1. Apa yang dimaksud dengan Pajak, PPh, dan PPN?

2. Kapan batas waktu pembayaran untuk setiap jenis pajak?

3. Kapan batas waktu pelaporan untuk setiap jenis pajak?

4. Sebutkan urutan seorang subjek pajak untuk mendapatkan NPWP!

5. Sebutkan urutan seorang wajib pajak melakukan pembayaran pajak!

6. Sebutkan urutan seorang wajib pajak melakukan pelaporan pajak!

7. PPh pasal 25 PT.B masa pajak Agustus 2009 sebesar Rp10.000.000. PPh baru dibayar pada

tanggal 20 November 2009 dan dilaporkan pada 22 November 2009. Berapa jumlah tagihan

yang akan tertera pada STP?

8. PT.B mendapat SKPKB untuk tahun 2009 dengan jumlah pajak yang masih harus dibayar

Rp200.000.000. Dalam akhir pembahasan pemeriksaan wajib pajak menyetujui membayar

Rp40.000.000. Jumlah tersebut dilunasi, namun PT.B mengajukan keberatan. DirJen Pajak

mengabulkan sebagian dengan jumlah pajak yang masih harus dibayar Rp160.000.000.

Selanjutnya PT.B mengajukan banding dan oleh pengadilan pajak diputuskan besarnya pajak

yang masih harus dibayar adalah Rp120.000.000. Hitung:

a. Jumlah yang masih harus dibayar PT.B jika tidak mengajukan banding.

b. Jumlah yang masih harus dibayar PT.B jika mengajukan banding.

9. Angsuran PPh Pasal 25 PT.B tahun 2009 sebesar Rp30.000.000 per bulan. Angsuran masa

Agustus 2009 dibayar tanggal 18 November 2009 dan dilaporkan tanggal 19 November 2009.

Berapa jumlah yang harus dibayar PT.B yang tertera dalam STP?55

Page 57: MODUL PERPAJAKAN · Web viewtenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pihak-pihak

BAB VI

PAJAK PENGHASILAN

A. Subjek PPh

PPh dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam suatu

tahun pajak. Dengan kata lain, subjek pajak tersebut dikenakan pajak apabila menerima atau

memperoleh penghasilan.

56

Page 58: MODUL PERPAJAKAN · Web viewtenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pihak-pihak

1. Orang pribadi

Subjek pajak orang pribadi dibedakan menjadi subjek pajak orang pribadi dalam negeri dan

subjek pajak orang pribadi luar negeri. Subjek pajak orang pribadi dalam negeri adalah:

a. Orang pribadi yang tinggal di Indonesia.

b. Berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan.

c. Dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan berniat untuk bertempat tinggal di

Indonesia.

Subjek pajak orang pribadi luar negeri adalah:

a. Yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.

b. Yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan

usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.

SPDN SPLN

Penghasilan yang dikenai

pajak penghasilan

Penghasilan dari seluruh dunia. Hanya penghasilan dari

Indonesia.

Pengenaan Pajak Dari penghasilan neto (PKP) Dari penghasilan bruto.

Tarif Pajak Progresif. Tetap.

Kewajiban SPT Wajib menyampaikan SPT. Tidak wajib.

2. Selain Orang Pribadi

a. Warisan belum terbagi, dinyatakan sebagai subyek pajak agar penghasilan yang mungkin

diterima/diperoleh dari warisan itu tetap dikenai pajak. Bila warisan telah terbagi, maka

pertanggungjawaban perpajakannya berada di tangan para ahli waris.

b. Badan, dinyatakan sebagai subyek pajak di mana pengertiannya seperti di KUP.

c. Bentuk Usaha Tetap (BUT), merupakan bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi

SPLN maupun badan SPLN untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di

Indonesia. Meski tidak secara jelas termasuk subyek pajak dalam atau luar negeri,

kewajiban pajak BUT sama dengan subyek pajak dalam negeri, khususnya subyek pajak

badan.

3. Pengecualian Subyek Pajak

a. Badan perwakilan negara asing.

57

Page 59: MODUL PERPAJAKAN · Web viewtenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pihak-pihak

b. Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik, dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negara

asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan

bertempat tinggal bersama-sama mereka, dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan

di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan dan

pekerjaannya tersebut serta negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik.

c. Organisasi-organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan,

dengan syarat:

1) Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut.

2) Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari

Indonesia selain pemberian pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari

iuran anggota.

d. Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan

Menteri Keuangan dengan syarat bukan WNI dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan

atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan lain di Indonesia.

B. Kewajiban Wajib Pajak

1. Pendaftaran.

2. Pembukuan dan Pencatatan.

3. Kewajiban Bulanan:

a. Kewajiban sebagai pemotong PPh Pasal 21.

b. Kewajiban sebagai pemotong PPh Pasal 23.

c. Kewajiban menyetor PPh Pasal 25.

d. Kewajiban memotong PPh Pasal 26.

e. Kewajiban memotong PPh Pasal 4 ayat (2).

f. Kewajiban PPN dan PPnBM.

4. Kewajiban Tahunan:

a. SPT tahunan PPh orang pribadi.

b. SPT tahunan PPh Pasal 21.

C. Hak Wajib Pajak

1. Mengajukan permohonan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT Tahunan PPh.

58

Page 60: MODUL PERPAJAKAN · Web viewtenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pihak-pihak

2. Melakukan pembetulan SPT dalam jangka waktu 2 tahun sesudah berakhirnya masa pajak atau

tahun pajak.

3. Mengajukan permohonan angsuran atau penundaan pembayaran pajak.

4. Meminta kembali (restitusi) kelebihan pembayaran pajak.

5. Mengajukan permohonan pembetulan surat ketetapan pajak.

6. Mengajukan keberatan kepada Dirjen Pajak atas suatu surat ketetapan pajak.

7. Mengajukan permohonan banding kepada badan peradilan pajak terhadap keputusan keberatan.

8. Mengajukan gugatan kepada badan peradilan sesuai dengan Pasal 23 ayat (2) KUP.

9. Mengajukan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi dalam surat ketetapan pajak.

10. Mengajukan permohonan peninjauan kembali STP.

11. Mengajukan permohonan pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak.

12. Mengajukan permohonan pengurangan atau pembebasan angsuran PPh Pasal 25.

13. Mengajukan permohonan pembebasan pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak lain.

D. Objek PPh

Penghasilan sebagai objek pajak diatur dalam Pasal 4 UU PPh. Yang menjadi objek pajak adalah

penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib

pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk

konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam

bentuk apa pun, termasuk:

1. penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh

termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun atau

imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam UU PPh.

2. hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan.

3. laba usaha.

4. keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta, termasuk:

5. penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya.

6. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian hutang.

7. dividen, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi

kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.

8. royalti.

9. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.59

Page 61: MODUL PERPAJAKAN · Web viewtenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pihak-pihak

10. penerimaan atau perolehan pembayaran berkala.

11. keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan

dengan peraturan pemerintah.

12. keuntungan karena selisih kurs mata uang asing.

13. selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.

14. premi asuransi.

15. iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari wajib pajak

yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.

16. tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenai pajak.

E. Penghasilan Yang Termasuk Objek PPh Final

1. bunga deposito dan tabungan serta diskonto SBI.

2. hadiah undian.

3. penghasilan dari obligasi yang diperdagangkan di bursa efek.

4. penghasilan usaha jasa konstruksi.

5. penghasilan dari persewaan tanah dan atau bangunan.

6. bunga dan diskonto obligasi yang diperdagangkan/dilaporkan perdagangannya di bursa efek.

F. Bukan Objek PPh

1. bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga

amil zakat yang dibentuk/disahkan oleh pemerintah dan para penerima zakat yang berhak.

2. harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan

badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk

koperasi yang ditetapkan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungannya dengan usaha,

pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan.

3. warisan.

4. harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau sebagai

pengganti penyertaan modal.

5. penggantian atau imbalan sehubungan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam

bentuk natura dan atau kenikmatan dari wajib pajak atau pemerintah.

6. pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi

kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa.60

Page 62: MODUL PERPAJAKAN · Web viewtenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pihak-pihak

7. dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai wajib pajak

dalam negeri, koperasi, BUMN, atau BUMD, dari penyertaan modal pada badan usaha yang

didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:

a. dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan.

b. Bagi PT, BUMN dan BUMD yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang

memberikan dividen paling rendah 25% dari jumlah modal yang disetor dan harus

mempunyai usaha aktif di luar kepemilikan saham tersebut.

8. iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri

Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai.

9. penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana dimaksud pada angka

8 di atas, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.

10. bagian laba yang diterima para anggota perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas

saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi.

11. bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan reksadana selama 5 tahun pertama

sejak pendirian perusahaan atau pemberian ijin usaha.

12. penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari

badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia,

dengan syarat badan pasangan usaha tersebut:

a. merupakan perusahaan kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-

sektor usaha yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, dan

b. sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia.

G. Biaya-Biaya yang Diperbolehkan Dikurangkan dari Penghasilan (Deductible Expenses)

1. Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk biaya pembelian

bahan, biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus,

gratifikasi, dan tunjangan lain yang diberikan dalam bentuk uang, bunga, sewa, royalti, biaya

perjalanan, biaya pengolahan limbah, premi asuransi, biaya administrasi, dan pajak kecuali PPh.

2. Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas

pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih

dari satu tahun. Metode penyusutan yang boleh digunakan menurut UU PPh adalah metode

garis lurus (untuk semua harta tetap berwujud) dan metode saldo menurun (hanya untuk

kelompok harta berwujud bukan bangunan saja). Penyusutan dapat dimulai pada:61

Page 63: MODUL PERPAJAKAN · Web viewtenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pihak-pihak

a. Tahun dilakukannya pengeluaran. Untuk harta yang masih dalam pengerjaan,

penyusutannya dimulai pada tahun pengerjaan harta tersebut selesai.

b. Dengan ijin Dirjen Pajak, penyusutan dapat dimulai pada tahun harta berwujud mulai

digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan atau pada tahun harta

tersebut mulai menghasilkan.

3. Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya disahkan oleh Menteri Keuangan.

4. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam

perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.

5. Kerugian dari selisih kurs mata uang asing.

6. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia.

7. Biaya bea siswa, magang, dan pelatihan.

8. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih, dengan syarat:

a. Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba/rugi komersial.

b. Telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau Badan Urusan

Piutang dan Lelang Negara (BPULN) atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan

piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan.

c. Telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus.

d. WP harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada Dirjen Pajak.

H. Biaya-Biaya yang Tidak Diperbolehkan Dikurangkan dari Penghasilan (Undeductible

Expenses)

1. Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen yang dibayarkan oleh

perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.

2. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu,

atau anggota.

3. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan kecuali cadangan piutang tak tertagih untuk

usaha bank dan sewa guna usaha dengan hak opsi, cadangan untuk usaha asuransi, dan

cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan, yang ketentuan dan syarat-syaratnya

ditetapkan dengan SK Menteri Keuangan.

4. Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna dan asuransi

bea siswa yang dibayar oleh WP orang pribadi, kecuali dibayar oleh pemberi kerja dan premi

tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi WP yang bersangkutan.62

Page 64: MODUL PERPAJAKAN · Web viewtenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pihak-pihak

5. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh

dalam bentuk natura dan atau kenikmatan dari WP atau pemerintah kecuali penyediaan

makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk

natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan

yang ditetapkan dengan SK Menteri Keuangan.

6. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada pihak

yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang

dilakukan.

7. Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana pasal 4 ayat 3 UU

PPh, kecuali zakat atas penghasilan yang nyata-nyata dibayarkan oleh WP orang pribadi

beragama Islam dan atau WP badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama Islam

kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan pemerintah.

8. PPh, dalam hal ini PPh orang pribadi.

9. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi WP atau orang yang

menjadi tanggungannya.

10. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer yang

modalnya tidak terbagi atas saham.

11. Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang

berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang perpajakan.

I. Kompensasi Kerugian

Apabila wajib pajak mengalami kerugian usaha (fiskal) pada suatu tahun pajak, kerugian tersebut

dapat diperhitungkan (dikompensasikan) dengan laba tahun pajak berikutnya berturut-turut selama

5 tahun. WP tertentu dapat melakukan kompensasi kerugian melebihi 5 tahun hingga 10 tahun.

J. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)

WP orang pribadi mendapatkan fasilitas pengurangan penghasilan yang disebut penghasilan tidak

kena pajak (PTKP). Berbeda dengan biaya-biaya dan kompensasi kerugian yang hanya

diperuntukkan bagi WP pembukuan, PTKP ini berlaku bagi seluruh wajib pajak. Besarnya PTKP

tergantung status WP tersebut, dimana status WP berdasarkan keadaan pada awal tahun.

Besarnya Uraian

Rp 24.300.000 Untuk setiap diri WP.63

Page 65: MODUL PERPAJAKAN · Web viewtenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pihak-pihak

Rp 2.025.000 Tambahan untuk WP berstatus kawin.

Rp 2.025.000 Tambahan untuk setiap tanggungan maksimal 3 tanggungan, yaitu:

anggota keluarga sedarah dan semenda dalam garis keturunan lurus

serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya.

Rp 24.300.000 Tambahan apabila penghasilan istri digabung dalam penghitungan PPh

penghasilan suami.

K. Tarif PPh Orang Pribadi

No Penghasilan Tarif PPh

1 Sampai dengan Rp50.000.000 5%

2 Di atas Rp 50.000.000 s/d Rp250.000.000 15%

3 Di atas Rp250.000.000 s/d Rp500.000.000 25%

4 Di atas Rp500.000.000 30%

L. Penghitungan PPh Masa dan Tahunan

1. Doni bekerja pada perusahaan tenun dengan dasar upah harian yang dibayarkan secara bulanan.

Dalam bulan Januari 2009, Doni hanya bekerja 20 hari kerja dan mendapatkan upah per hari

Rp20.000. Doni sudah menikah tetapi belum memiliki anak. Perhitungan PPh Pasal 21 adalah

sebagai berikut:

Upah Januari 2009 = 20 x Rp 20.000 = Rp 400.000

Penghasilan neto setahun = 12 x Rp400.000 = Rp 4.800.000

PTKP:

Diri Doni Rp15.840.000

Status kawin Rp 1.320.000

= Rp 17.160.000

(Rp 12.360.000)

Jadi, Doni tidak akan membayar pajak karena penghasilannya setahun lebih kecil dari nilai

Penghasilan Tidak Kena Pajak.

2. Daniel bekerja pada PT.Putri dengan gaji Rp4.000.000 per bulan dan telah memiliki NPWP.

Daniel mendapat fasilitas tunjangan kesehatan Rp1.000.000 per bulan, tunjangan transportasi

64

Page 66: MODUL PERPAJAKAN · Web viewtenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pihak-pihak

Rp500.000 per bulan, dan tunjangan kesejahteraan Rp500.000 per bulan. Daniel belum

menikah. Perhitungan pajak penghasilan pasal 21 adalah sebagai berikut:

Penghasilan bruto per bulan = Rp4.000.000+Rp1.000.000+Rp500.000+Rp500.000

= Rp6.000.000

Biaya Jabatan = 5% x Penghasilan bruto (maksimal Rp108.000 per bulan)

= 5% x Rp6.000.000

= Rp 108.000 (karena maksimal per bulan Rp108.000)

Penghasilan netto per bulan = Rp6.000.000 – Rp108.000

= Rp5.892.000

Penghasilan netto setahun = 12 x Rp5.892.000 = Rp70.704.000

Dikurangi PTKP setahun:

Diri Daniel = Rp15.840.000

Rp54.864.000

PPh Pasal 21 setahun:

Tarif I = Rp50.000.000 x 5% = Rp2.500.000

Tarif II = Rp 4.864.000 x 15% = Rp 729.600

Rp3.229.600

PPh Pasal 21 masa = Rp3.229.600 : 12

= Rp269.133

3. Daniel bekerja pada perusahaan swasta terkemuka di Jakarta. Setiap bulannya dia mendapatkan

Gaji Pokok Rp3.000.000, tunjangan kesehatan Rp1.000.000 per bulan, dan tunjangan

transportasi Rp 500.000 per bulan. Daniel telah menikah dan memiliki 2 putra. Daniel

memiliki istri yang bekerja pada satu perusahaan dengan penghasilan Rp2.000.000 per bulan

dan tunjangan transportasi Rp 300.000 per bulan. NPWP Daniel dan istrinya menjadi satu.

Perhitungan Pajak Penghasilannya adalah:

Penghasilan Daniel /bln = Rp3.000.000 + Rp1.000.000 + Rp500.000 = Rp4.500.000

Biaya jabatan = 5% x Rp4.500.000 = Rp 108.000

Pendapatan netto / bln = Rp4.500.000-Rp108.000 = Rp4.392.000

Penghasilan Istri /bln = Rp2.000.000 + Rp300.000 = Rp2.300.000

Biaya jabatan istri = 5% x Rp2.300.000 = Rp 108.00065

Page 67: MODUL PERPAJAKAN · Web viewtenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pihak-pihak

Pendapatan netto/bln = Rp2.300.000-Rp108.000 = Rp2.192.000

Total penghasilan Daniel dan Istri = Rp4.392.000+Rp2.192.000 = Rp6.584.000

Penghasilan Daniel dan Istri setahun = 12 x Rp6.584.000 = Rp79.008.000

PTKP:

Diri Daniel Rp15.840.000

Status Kawin Rp 1.320.000

Istri Rp15.840.000

Tanggungan (2 anak) Rp 2.640.000

= Rp35.640.000

Penghasilan Kena Pajak = Rp43.368.000

PPh Pasal 21 setahun = Rp43.368.000 x 5% = Rp2.168.400

PPh Pasal 21 masa = Rp2.168.400 : 12 = Rp 180.700

M. Soal Latihan

PT. Pengen Sugih memiliki data pegawai tetap sebagai berikut:

No Nama / NPWP Gaji Pokok Uang Makan

dan Transpot

Kesehatan Pensiun

1 Joko / 01.345.567.9.876.004 Rp3.000.000 Rp800.000 Rp300.000 Rp500.000

2 Wati / 01.234.656.2.453.021 Rp2.500.000 Rp600.000 Rp300.000 Rp300.000

3 Dodi / 02.345.987.4.345.007 Rp2.000.000 Rp400.000 Rp300.000 Rp200.000

4 Wawan / 01.234.897.567.009 Rp2.000.000 Rp400.000 Rp300.000 Rp200.000

Keterangan Pegawai Tetap:

1. Joko, Jl. Kemerdekaan No.24 Purwokerto, K/2.

2. Wati, Jl. Kuburan No.35 Sokaraja, K/3 (NPWP sendiri).

3. Dodi, Jl. Ribut No.101 Purwokerto, TK/1.

66

Page 68: MODUL PERPAJAKAN · Web viewtenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pihak-pihak

4. Wawan, Jl. Kematian No.234 Sumbang, TK/-.

Data Bonus:

1. Bonus Prestasi Rp1.000.000 setiap 6 bulan sekali dan paket Liburan

senilai Rp1.500.000 beserta uang saku 50% Gaji Pokok.

2. Tunjangan Hari Raya 1x Gaji Pokok.

3. Paket Produk Perusahaan senilai Rp600.000 setahun sekali.

Diminta:

1. Hitunglah Pajak untuk masing-masing karyawan!

2. Buatkan bukti potong 1721-A1 untuk masing-masing karyawan!

67

Page 69: MODUL PERPAJAKAN · Web viewtenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pihak-pihak

BAB VII

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

Definisi Pajak Pertambahan Nilai

Menurut Penjelasan atas UU No.42 Tahun 2009, “ Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak atas

konsumsi barang dan jasa di Daerah Pabean yang diukenakan secara bertingkat disetiap jalur produksi

dan distribusi”.

Menurut Waluyo (2009) Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah

merupakan Pajak yang dikenakan atas konsumsi di dalam negeri (di dalam Daerah Pabean), baik

konsumsi barang maupun konsumsi jasa.

Dasar Hukum PPN

Dasar Hukum Pajak Pertambahan Nilai adalah UU Nomor 8 tahun 1983 kemudian diubah

menjadi UU Nomor 11 tahun 1994, dan yang terakhir diubah lagi dengan UU Nomor 18 Tahun 2000

tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah. Aturan

pelaksanaan terakhir di atur pada UU Nomor 42 tahun 2009.

Pajak Pertambahan Nilai adalah Pajak yang dikenakan atas penyerahan barang/jasa kena pajak

di daerah pabean yang dilakukan oleh pabrikan, penyalur utama atau agen utama, importer, pemegang

hak paten/merek dagang dari barang/jasa kena pajak tersebut.

Atau Pajak Pertambahan Nilai adalah Pajak yang dikenakan atas konsumsi barang atau jasa di dalam

daerah pabean oleh orang pribadi atau oleh badan.

PPN menurut Wiston Manihuruk dalam buku PPN Pokok pokok Perubahan Sesuai UU No.42

tahun 2009 mengatakan bahwa “ Pajak Pertambahan Nilai adalah Pajak atas konsumsi barang dan jasa

di Daerah Pabean yang dikenakan secara bertingkat disetiap jalur produksi dan distribusi”.

Yang dimaksudkan dengan Daerah Pabean adalah Wilayah Republik Indonesia yang meliputi

wilayah darat, perairan, dan ruang udara diatasnya serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi

Eksklusif dan Landas Kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang yang mengatur mengenai

Kepabeanan.

68

Page 70: MODUL PERPAJAKAN · Web viewtenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pihak-pihak

PPN termasuk jenis pajak tidak langsung, dimana pajak tersebut disetor oleh pihak lain

(pedagang) yang bukan penanggung pajak atau dengan kata lain, penanggung pajak tidak menyetorkan

langsung pajak yang ditanggung.

Ciri Khas PPN

1. Pengenaan PPN dilaksanakan Berdasarkan Sistem Faktur

2. Setiap terjadinya Penyerahan BKP/JKP, wajib dibuatkan Faktur Pajak. Faktur Pajak merupakan

bukti pungutan PPN dimana Faktur Pajak bagi Penjual merupakan bukti Pajak Keluaran dan

Faktur Pajak bagi Pembeli merupakan bukti Pajak Masukan.

Menurut Undang-Undang PPN No.42 Tahun 2009 Pasal 1:

“Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang

melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau Penyerahan Jasa Kena Pajak.”

Secara umum Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terdiri dari dua komponen yaitu Pajak Masukan

dan Pajak Keluaran

Menurut Undang-Undang PPN No.42 Tahun 2009 Pasal 1:

1. Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh

Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena

Pajak dan/atau pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean

dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dan atau Impor Barang

Kena Pajak .

2. Pajak Keluaran adalah Pajak Pertambahan Nilai terutang yang wajib dipungut oleh

Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak, penyerahaan Jasa

Kena Pajak, ekspor Barang Kena Pajak Berwujud, ekspor Barang Kena Pajak Tidak

Berwujud, dan/atau ekspor Jasa Kena Pajak.

Atau dapat disimpulkan atau diambil secara garis besar nya bahwa Pajak Masukan adalah

PPN yang dibayar ketika PKP membeli, memperoleh, atau membuat produknya, sedangkan

Pajak Keluaran adalah PPN yang dipungut ketika PKP menjual produknya.

Karakteristik Pajak Pertambahan Nilai

1. Pajak Pertambahan Nilai merupakan Pajak Tidak Langsung

Karakter ini memberikan suatu konsekuensi yuridis bahwa antara pemikul beban pajak

dengan penanggung jawab atas pembayaran pajak ke Kas Negara berada pada pihak yang

69

Page 71: MODUL PERPAJAKAN · Web viewtenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pihak-pihak

berbeda. Pemikul beban pajak ini secara nyata berkedudukan sebagai pembeli Barang Kena

Pajak atau Penerima Jasa Kena Pajak.

Pajak Pertambahan Nilai dapat dirumuskan berdasarkan dua sudut pandang sebagai

berikut:

1. Sudut Pandang Ekonomi, beban pajak dialihkan kepada pihak lain, yaitu pihak yang

akan mengkonsumsi barang atau jasa yang menjadi objek pajak.

2. Sudut pandang yuridis, tanggung jawab pembayaran pajak kepada kas Negara tidak

berada di tangan pihak yang memikul beban pajak. Sudut pandang secara yuridis ini

membawa konsekuensi filosofis bahwa dalam Pajak Tidak Langsung apabila

pembeli atau penerima jasa, pada hakikatnya sama dengan telah membayar pajak

tersebut ke Kas Negara.

2. Pajak Pertambahan Nilai merupakan Pajak Objektif

Yang dimaksud dengan Pajak Objektif adalah suatu jenis pajak yang pada saat

timbulnya kewajiban pajak ditentukan oleh factor objektif, yaitu adanya taatbestand, adapun

yang dimaksud taatbestand adalah keadaan, peristiwa atau perbuatan hukum yang dapat

dikenakan pajak yang juga disebut dengan nama Objek Pajak.

3. Multi Stage Levy

Multy Stage Levy Tax merupakan karakteristik Pajak Pertambahan Nilai yang dikenakan

pada setiap mata rantai jalur produksi dan jalur distribusi. Setiap penyerahan barang yang

menjadi Objek Pajak Pertambahan Nilai mulai dari tingkat pabrikan (Manufacture) kemudian

ditingkat pedagang besar (wholesaler) dalam berbagai bentuk ataupun nama, sampai dengan

tingkat pedagang eceran (retailer) dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.

4. PPN terutang untuk dibayar ke kas Negara dihitung menggunakan indirect substraction

method/credit method/invoice method.

Pajak yang dipungut oleh PKP penjual atau pengusaha jasa tidak secara otomatis

dibayar ke kas Negara. PPN terutang yang wajib dibayar ke kas Negara merupakan hasil

perhitungan mengurangkan PPN yang dibayar kepada PKP lain yang dinamakan pajak masukan

(input tax) dengan PPN yang dipungut dari pembeli atau penerima jasa yang dinamakan pajak

keluaran (output tax). Pola ini dinamakan metode penguranagan tidak langsung (indirect

substraction method). Pajak keluaran yang dikurangkan dengan Pajak Masukannya untuk

memperoleh jumlah pajak yang akan dibayarkan ke kas Negara dinamakan tax credit. Atau PPN

70

Page 72: MODUL PERPAJAKAN · Web viewtenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pihak-pihak

yang dipungut tidak langsung disetorkan ke Kas Negara. PPN yang disetorkan ke Kas Negara

merupakan hasil perhitungan Pajak Masukan dan Pajak Keluaran yang dimana harus ada bukti

pungutan PPN berupa Faktur Pajak.

5. Pajak atas Konsumsi Umum Dalam Negeri

Pajak Pertambahan Nilai hanya dikenakan atas Barang atau Jasa Kena Pajak yang

dikonsumsi di dalam negeri, termasuk Barang Kena Pajak yang diimpor dari luar negeri. Tetapi

untuk ekspor Barang Kena Pajak Tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai. Prinsip ini

menggunakan prinsip tempat tujuan (destination principle) yaitu pajak dikenakan ditempat

barang atau jasa akan dikonsumsi.

6. Pajak Pertambahan Nilai bersifat Netral

Netralitas ini dapat dibentuk karena adanya 2 (dua) Faktor, yaitu:

1. PPN dikenakan atas konsumsi barang maupun jasa

2. Pemungutannya menganut prinsip tempat tujuan (PPN dipungut ditempat

barang/jasa dikonsumsi).

7. Tidak Menimbulkan Dampak Pajak Berganda

Pajak berganda dapat dihindari karena PPN dipungut atas dasar nilai tambah dan PPN yang

dibayar diperhitungkan dengan PPN yang dipungut.

Tarif Pajak

Tarif Pajak Pertambahan Nilai

1. Tarif Pajak Pertambahan Nilai sebesar 10% (sepuluh persen)

Tarif PPN yang berlaku atas penyerahan BKP dan/atau penyerahaan JKP adalah tarif

tunggal, sehingga mudah dalam pelaksanaannya dan tidak memerlukan daftar

penggolongan barang atau penggolongan jasa dengan tarif yang berada sebagaimana

berlaku pada Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

2. Tarif Pajak Pertambahan Nilai atas ekspor Barang Kena Pajak sebesar 0 % (nol persen).

Tarif PPN adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak di dalam

Daerah Pabean. Oleh karena itu, Barang Kena Pajak yang diekspor atu dikonsumsi di

luar Daerah Pabean dikenakan Pajak Pertambahan Nilai dengan tariff 0% ( nol persen).

3. Tarif Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat diubah menjadi serendah-

rendahnya 5% dan setinggi-tingginya 15 %.

Subjek Pajak dan Objek Pajak

Subjek Pajak Pertambahan Nilai71

Page 73: MODUL PERPAJAKAN · Web viewtenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pihak-pihak

A. Pengusaha

Dalam pasal 1 angka 14 UU PPN Tahun 2009 bahwa “Orang Pribadi atau badan

sebagaimana dimaksud dalam angka 13 yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya

menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha

perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, melakukan

usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean”.

B. Pengusaha Kena Pajak (PKP)

Dalam pasal 1 angka 15 UU PPN Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha yang

melakukan penyerahan Barang Kena Pajak /Jasa Kena Pajak yang dikenakan pajak

berdasarkan UU PPN tidak termasuk Pengusaha Kecil yang batasannya ditetapkan dengan

Keputusan Menteri Keuangan kecuali pengusaha kecil yang memilih untuk dikukuhkan

sebagai Pengusaha Kena Pajak.

C. Pengusaha Kecil

1. Pengusaha yang melakukan BKP/JKP dalam 1 tahun buku memperoleh peredaran

penerimaan bruto tidak lebih dari Rp.600.000.000

2. Meskipun peredaran bruto dalam 1 tahun buku tidak lebih dari Rp.600.000.000,-

Pengusaha Kecil dapat memilih untuk dikukuhkan menjadi PKP.

3. Pengusaha Kecil yang telah melampaui Rp.600.000.000,- dalam suatu masa pajak wajib

melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP paling lambat akhir bulan

terlampauinya batasan tersebut. Apabila batas waktu pelaporan tersebut terlampaui makan

saat pengukuhan sebagai PKP adalah awal bulan berikutnya.

Objek Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

1. Pasal 4

- Ekspor BKP tidak berwujud dan

- Ekspor JKP;

A. Barang Kena Pajak (BKP)

Barang Kena Pajak dapat dimasukkan kedalam 2 kategori. Yang pertama adalah Barang

Berwujud yang menurut sifat atau hukumnya dapar berupa barang bergerak yang dikenakan

PPN atau Barang Tidak Bergerak yang dikenakan PPN. Yang kedua adalah Barang Tidak

Berwujud yang dikenakan PPN.

PPN dikenakan atas:

1. Penyerahan BKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha72

Page 74: MODUL PERPAJAKAN · Web viewtenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pihak-pihak

2. Impor BKP

3. Penyerahan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean

4. Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean

5. Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean

6. Ekspor BKP oleh PKP

7. Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha/ pekerjaan oleh

orang pribadi/ badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain.

8. Penyerahan aktiva oleh PKP yang menurut tujuan semula aktiva tersebut tidak digunakan

untuk diperjualbelikan sepanjang PPN yang dibayar pada saat perolehannya dapat

dikreditkan.

B. Jasa Kena Pajak (JKP)

Jasa Kena Pajak adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau

perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak

tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan utuk melakukan barang karena

pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan, yang dikenakan

pajak berdasarkan undang-undang PPN dan PPnBM.

2. Pasal 16 C

- Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan

oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakn puhak

lain.

3. Pasal 16 D

- Penyerahan Aktiva yang tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan

Dasar Pengenaan Pajak (DPP)

Dasar Pengenaan Pajak (DPP) adalah Jumlah Harga Jual atau Penggantian atau Nilai Impor

atau Nilai Ekspor atau Nilai Lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan yang

dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang.

Dasar Pengenaan Pajak adalah dasar yang dipakai untuk menghitung pajak yang terutang yaitu:

1. Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau

seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak, tidak termasuk

73

Page 75: MODUL PERPAJAKAN · Web viewtenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pihak-pihak

Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang-Undang PPN dan PPnBM dan

potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.

2. Penggantian adalah nilia berupa uang termasuk semua biaya yang diminta atau

seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan Jasa Kena Pajak, tidak

termasuk pajak yang dipungut menurut Undang-Undang dan potongan harga yang

dicantumkan dalam Faktur Pajak.

3. Nilai Impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar perhitungan bea masuk

ditambah pungutan lainnya yang dikenakan berdasarkan ketentuan dalam peraturan

perundang-undangan Pabean untuk impor Barang Kena Pajak, tidak termasuk Pajak

Pertambahan Nilai yang dipungut menurut undang-undang PPN dan PPnBM. Nilai

Impor yang menjadi dasar DPP adalah harga patokan impor atau Cost Insurance and

Freight (CIF) sebagai dasar perhitungan bea masuk ditambah dengan semua biaya dan

pungutan lain menurut ketentuan peraturan perundang-undangan Pabean.

4. Nilai Ekspor adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau yang

seharusnya diminta oleh eksportir.

5. Nilai Lain adalah suatu jumlah yang ditetapkan sebagai Dasar Pengenaan Pajak dengan

Keputusan Menteri Keuangan. Nilai lain yang ditetapkan sebagai DPP adalag sebagai

berikut:

- Untuk pemakaian sendiri BKP dan atau JKP adalah Harga Jual atau Penggantian

setelah dikurangi laba kotor;

- Untuk pemberian Cuma-Cuma BKP dan atau JKP adalah Harga Jual atau

Penggantian setelah dikurangi laba kotor;

- Untuk penyerahan media rekaman suara atau gambar adalah perkiraan Harga

Jual Rata-rata;

- Untuk penyerahan film cerita adalah perkiraan hasul rata-rata per judul film;

- Untuk persediaan BKP yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan

adalah harga pasar wajar;

- Untuk asset yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan sepanjang

PPN atas perolehan asset tersebut menurut ketentuan dapat dikreditkan, adalah

harga pasar wajar;

- Untuk kendaraan bermotor bekas adalah 10% (sepuluh persen) dari harga jual;

74

Page 76: MODUL PERPAJAKAN · Web viewtenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pihak-pihak

- Untuk penyerahan jasa biro perjalanan atau jasa biro pariwisata adalah 10%

(sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih;

- Untuk jasa pengiriman paket adalah 10%(sepuluh persen) dari jumlah tagihan

atau jumlah yang seharusnya ditagih;

- Untuk jasa anak piutang adalah 5% dari jumlah seluruh imbalan yang diterima

berupa service charge, provisi, dan diskon;

- Untuk penyerahan BKP dan/atau JKP dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan

penyerahan BKP dan/atau JKP antar cabang adalah harga jual atau pengganti

setelah dikurangi laba kotor;

- Untuk penyerahan BKP kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang

adalah harga lelang;

Prosedur / Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Mekanisme Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

1. Saat terutang adalah saat pembayaran

2. Faktur dan SPP dibuat pada saat PKP mengajukan tagihan

3. Faktur dan SSP merupakan bukti pemungutan dan penyetoran

4. Pemungut pajak wajib memungut PPN terutang pada saat pembayaran (bukan pada

saat penyerahan)

5. Bendahara wajib setor paling lambat 7 hari setelah bulan dilakukan pembayaran atas

tagihan

6. PPN yang telah disetor dilaporkan dalam SPT Masa PPN bagi pemungut PPN 20

hari setelah dilakukan pembayaran tagihan

Yang ditunjuk pemungutan PPN (KM 563/KMK.03/2003)

1. Bendaharawan Pemerintah

2. Kantor Pembendaharaan dan Kas Negara

Faktur Pajak

Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang

melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau penyerahan Jasa Kena Pajak (Pasal 1

angka 23 Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai No.42 Tahun 2009). Faktur Pajak dalam

Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai No.42 Tahun 2009 telah diubah tepatnya pada Pasal

12 ayat 7 yang dimana Faktur Pajak Sederhana telah dihapus. Sehingga dalam Pasal 13 ayat 1

75

Page 77: MODUL PERPAJAKAN · Web viewtenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pihak-pihak

Undang-undang No.42 Tahun 2009 dan Per-13/PJ/2010 hanya ada Faktur Pajak saja sebagai

berikut:

1. Faktur Pajak

Faktur Pajak adalah faktur yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak pada saat melakukan

Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak. Faktur Pajak dibuat sekurang-

kurangnya rangka 2 (dua), yaitu:

Lembar ke-1 : Untuk Pembeli Barang Kena Pajak atau yang menerima Jasa Kena

Pajak sebagai bukti Pajak Masukan.

Lembar ke-2 : Untuk Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan atau membuat Faktur

Pajak sebagai bukti Pajak Keluaran.

Dalam pembuatan Faktur Penjualan yang memuat keterangan dan pengisiannya sesuai dengan

ketentuan perpajakan yaitu pasal 13 ayat (4) dan (5) UU PPN. Dalam Faktur Pajak Standar

harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan BKP atau JKP yang memuat:

a. Nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang menyerahkan Barang Kena Pajak

atau Jasa Kena Pajak;

b. Nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) pembeli Barang Kena Pajak atau Jasa

Kena Pajak;

c. Jenis barang atau jasa, jumlah harga jual atau pengganti dan potongan harga;

d. Pajak pertambahan nilai yang dipungut;

e. Pajak penjualan atas barang mewah yang dipungut;

f. Kode nomor seri dan tanggal pembuatan faktur pajak dan

g. Nama, jabatan, dan tanda tangan yang berhak menandatangani faktur pajak

II.6.1 Faktur Pajak Yang Dianggap Tidak Sah

Berdasarkan Ketentuan SE-132/PJ/2010 , Faktur Pajak Yang Tidak Sah sebagai berikut:

1. Faktur Pajak yang tidak berdasarkan transaksi sebenarnya.

2. Faktur Pajak yang diterbitkan oleh Pengusaha yang belum dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena

Pajak (PKP).

76

Page 78: MODUL PERPAJAKAN · Web viewtenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pihak-pihak

Pengkreditan Pajak Masukan

Dalam menentukan besarnya Pajak Pertambahan Nilai yang terutang dalam satu masa pajak,

perlu diperhatikan pajak masukan nya terlebih dahulu. Berdasarkan Pasal 1 ayat 24 UU PPN, Pajak

Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusahan Kena Pajak

karena perolehan Barang Kena Pajak dan atau penerimaan Jasa Kena Pajak dan atau pemanfaatan Jasa

Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dan atau impor Barang Kena Pajak.

Mekanisme pengkreditan Pajak Masukan menurut “ Undang-undang PPN No.42 Tahun 2009 “ adalah

sebagai berikut:

A. Prinsip dasar Pengkreditan Pajak Masukan

1. Pajak Masukan dalam satu Masa Pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran untuk Masa

Pajak yang sama ( Pasal 9 ayat 2).

2. Dalam hal belum ada Pajak Keluaran dalam suatu Masa Pajak, maka Pajak Masukan tetap

dapat dikreditkan (Pasal 9 ayat 2a)

3. Apabila dalam suatu Masa Pajak, Jumlah Pajak Keluaran lebig besar daripada jumlah Pajak

Masukan, maka selisihnya merupakan Pajak Pertambahan Nilai yang wajib dibayar oleh

Pengusaha Kena Pajak (Pasal 9 ayat 3)

4. Apabila dalam suatu Masa Pajak, Jumlah Pajak Masukan lebih besar daripada jumlah Pajak

Keluaran, maka selisihnya merupakan kelebihan Pajak Masukan yang dapat diminta

kembali atau dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya ( Pasal 9 ayat 4)

5. Pajak Masukan yang dapat dikreditkan adalah Pajak Masukan untuk perolehan Barang Kena

Pajak dan atau Jasa Kena Pajak yang berhubungan langsung dengan kegiatan usaha

melakukan penyerahana kena pajak ( Pasal 9 ayat 5 jo ayat 8 huruf b).

6. Meskipun berhubungan langsung dengan kegiatan usaha menghasilkan penyerahan kena

pajak, dalam hal-hal tertentu tidak kemungkinan Pajak Maaukan tersebut tidak dapat

dikreditkan (Pasal 9 ayat 8 dan Pasal 16 b ayat (3).

B. Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan

1. Pajak Masukan bagi pengeluaran untuk perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak

sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.

2. Pajak Masukan bagi pengeluaran untuk perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak

yang tidak berhubungan langsung dengan kegiatan usaha.

77

Page 79: MODUL PERPAJAKAN · Web viewtenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pihak-pihak

3. Pajak Masukan bagi pengeluaran untuk pembelian atau pemeliharaan kendaraan bermotor

berbentuk sedan, jeep, station wagon, van dan komni kecuali sebagai barang dagangan atau

disewakan ( Pasal 9 ayat 6 huruf c UU PPN).

4. Pajak Masukan atas Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau Pemanfaatan Jasa

Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean, sebelum Pengusaha

dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.

5. Pajak Masukan yang tercantum dalam Faktur Pajak Sederhana.

6. Pajak Masukan yang tercantum dalam Faktur Pajak Srandar yang tidak memenuhi ketentuan

sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 ayat 15

7. Pajak Masukan yang pembayarannya ditagih menggunakan surat ketetapan pajak.

8. Pajak Masukan yang tidak dilaporkan dalam surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan

Nilai, yang ditentukan dalam pemeriksaan.

9. Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang dugunakan

untuk kegiatan usaha yang menghasilkan penyerahaan yang dibebaskan dari penggenaan

pajak (Pasal 16 b ayat 3).

Penerapan dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai

Penerapan Pajak Pertambahan Nilai

Yang wajib menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai adalah:

A. Pengusaha Kena Pajak (PKP)

B. Pemungut PPN/PPnBM, adalah:

- Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara

- Bendaharawan Pemerintah Pusat dan DAERAH

- Direktorat Jenderal Bea dan Cukai

- Pertamina

- BUMN/BUMD

- Bank Pemerintah

78

Page 80: MODUL PERPAJAKAN · Web viewtenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pihak-pihak

Saat Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai:

Undang-undang No.18 tahun 2000 :

1. PPN dan PPnBM yang dihitung sendiri oleh PKP, harus dilaporkan dalam SPT Masa

dan disampaikan kepada Kantor Pelayanan Pajak setempat paling lambat 20 hari setelah

Masa Pajak berakhir.

2. PPN dan PPnBM yang tercantum dalam SKPKB, SKPKBT, dan STP yang telah

dilunasi segera dilaporkan ke KPP yang menerbitkan.

3. PPN dan PPnBM yang pemungutnya dilakukan

- Bendaharawan Pemerintah harus dilaporkan paling lambat 14 hari setelah Masa

Pajak berakhir.

- Pemungut Pajak Pertambahan Nilai selain Bendaharawan Pemerintah harus

dilaporkan paling lambat 20 hari setelah Masa Pajak berakhir

- Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atas impor, harus dilaporkan secara

mingguan selambat-lambatnya 7 hari setelah batas waktu penyetoran pajak

berakhir.

4. Untuk penyerahan tepung terigu oleh BULOG, maka PPN dan PPnBM dihitung sendiri

oleh PKP, harus dilaporkan dalam SPT Masa dan disampaikan kepada KPP setempat

paling lambat 20 hari setelah Masa Pajak berakhir.

- Undang-undang No.42 tahun 2009 :

Dalam hal melakukan Pelaporan SPT Masa Pajak Pertambahan dalam Undang-undang No.42

tahun 2009 terdapat perubahan pada saat tanggal pelaporan nya yaitu pada akhir bulan berikut

nya yang mulai diberlakukan pada tanggal 10 April 2010.Dimana yang semulai pada Undang-

undang No.18 tahun 2000 itu pelaporan dilakukan pada tanggal 20 namun pada peraturan

perundang-undangan No.42 tahun 2009 pelaporan menjadi akhir bulan berikutnya.

Penyetoran Pajak Pertambahan Nilai

Menurut Undang-undang No.18 tahun 2000 Penyetoran Pajak Pertambahan Nilai yang

terutang harus dilakukan selambat-lambatnya pada tanggal 15 bulan takwin berikutnya. Apabila

tanggal 15 tersebut jatuh pada hari libur, maka penyetoran dilakukan pada hari kerja berikutnya.

Untuk Impor, penyetoran harus dilakukan pada hari kerja berikutnya, kecuali yang dipungut

pada tanggal 31 Maret harus disetorkan pada hari itu juga. Sedangkan, Berdasarkan Undang-

79

Page 81: MODUL PERPAJAKAN · Web viewtenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pihak-pihak

undang Nomor 42 tahun 2009 Penyetoran Pajak Pertambahan Nilai dilakukan selambat-

lambatnya akhir bulan berikutnya. Surat Setoran Pajak adalah surat yang oleh Wajib Pajak

digunakan untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke kas Negara

melalui Kantor Pos dan atau bank badan usaha milik Negara atau bank badan usaha milik

Daerah atau tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.

Saat dan Tempat Pajak Terutang

1. Saat Terutangnya Pajak

a. Terutang pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak berwujud yang menurut sifat atau

hukumnya merupakan barang bergerak terjadi pada saat Barang Kena Pajak tersebut

diserahkan secara langsung kepada pembeli atau pihak ketiga untuk dan atas nama

pembeli, atau pada saat Barng Kena Pajak diserahkan kepada juru kirim atau pengusaha

jasa angkutan.

b. Terutang pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak yang menurut sifat atau hukumnya

merupakan barang tidak bergerak, terjadi pada saat penyerahan hak untuk menggunakan

atau menguasai Barang Kena Pajak tersebut, baik secara hukum atau secara nyata,

kepada pihak pembeli.

c. Terutangnya pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak tidak berwujud oleh Pengusaha

Kena Pajak, adalah pada saat yang terjadi lebih dahulu dari peristiwa-periatiwa dibawah

ini:

- Saat harga penyerahan Barang Kena Pajak tidak berwujud dinyatakan sebagai

piutang oleh Pengusaha Kena Pajak

- Saat harga penyerahan Barang Kena Pajak tidak berwujud ditagih oleh

Pengusaha Kena Pajak

- Saat harga penyerahan Barang Kena Pajak tidak berwujud diterima

pembayarannya, baik sebagian atau seluruhnya oleh Pengusaha Kena Pajak atau

- Saat ditandatanganinya kontrak atau perjanjian oleh Pengusaha Kena Pajak saat

terjadi a s/d c tidak diketahui.

d. Terutang pajak atas penyerahan Jasa Kena Pajak, terjadi saat mulai tersedianya fasilitas

atau kemudahan untuk dipakai secara nyata, baik sebagian atau seluruhnya.

e. Terutangnya pajak atas Impor Barang Kena Pajak, terjadi pada saat Barang Kena Pajak

tersebut dimasukkan ke dalam Daerah Pabean.80

Page 82: MODUL PERPAJAKAN · Web viewtenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pihak-pihak

f. Terutangnya pajak atas Ekspor Barang Kena Pajak terjadi pada saat Barang Kena Pajak

tersebut dikeluarkan dari Daerah Pabean.

g. Terutangnya pajak atas aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan

dan atas persediaan Barang Kena Pajak, yang masih tersisa pada saat pembubaran

perusahaan. Pajak terutang pada saat:

- Ditandatangani akte pembubaran atau

- Diketahui bahwa perusahaan tersebut nyata-nyata sudah tidak melakukan

kegiatan usaha atau sudah dibubarkan, berdasarkan hasil pemeriksaan atau

- Diketahui bahwa perusahaan tersebut telah bubar berdasarkan data atau

dokumen yang ada.

h. Terutangnya pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak dalam rangka perubahan bentuk

usaha, penggabungan usaha, pemekaran usaha, atau pengalihan seluruh aktiva yang

diikuti dengan perubahan pihak yang berhak atas Barang Kena Pajak. Pajak tetutang

pada saat disepakati atau ditetapkan sesuai hasil Rapat Umum Pemegang Saham yang

terutang dalam perjanjian perubahan bentuk usaha, penggabungan usaha, pemekaran

usaha, atau pengalihan seluruh aktiva perusahaan tersebut.

2. Tempat Pajak Terutang

a. Tempat tinggal atau tempat kedudukan dan

b. Tempat kegiatan usaha dilakukan atau

c. Tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderak Pajak

d. Tempat Barang Kena Pajak dimasukkan dalam hal Impor;

e. Tempat tanggal atau tempat kedudukan dan tempat kegiatan usaha dilakukan dalam

hal pemanfaatan BARANG Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak dari

luar Daerah Pabean didalam Daerah Pabean atau

f. Satu tempat atau lebih yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak sebagai tempat

pemusatan pajak terutang atas permohonan tertulis dari Pengusaha Kena Pajak.

3. Pajak Terutang yang tidak dipungut

Menurut Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai No.42 tahun 2009 Pasal 16 b , Pajak

Terutang tidak dipungut sebagian atau seluruhya atau dibebaskan dari pengenaan pajak,

baik untuk sementara waktu maupun selamanya, yaitu:

a. Kegiatan di Kawasan tertentu atau tempat tertentu didalam Daerah Pabean;

81

Page 83: MODUL PERPAJAKAN · Web viewtenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pihak-pihak

b. Penyerahan Barang Kena Pajak tertentu atau penyerahan Jasa Kena Pajak tertentu;

c. Impor Barang Kena Pajak Tertentu;

d. Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud tertentu dari luar Daerah Pabean

didalam Daerah Pabean; dan

e. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak teertentu dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah

Pabean.

Perubahan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai.

Menurut Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai No.42 tahun 2009 yang merupakan

perubahan ketiga atas Undang-undang Nomor 8 tahun 1983 tentang PPN dan PPnBM . Dalam

Undang-undang ini baru mulai berlaku pada tanggal 1 April 2010 nanti. Berikut beberapa

perubahan yang dilakukan oleh Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai :

1. Objek dan Non Objek Pajak;

2. Bukan Objek;

3. Pengembalian (retur) Jasa Kena Pajak (JKP);

4. Pajak Penjualan atas Barang Mewah;

5. Pengkreditan Pajak Masukan;

6. Restitusi PPN;

7. Demand Pajak Masukan;

8. Pemusatan tempat PPN terutang;

9. Saat pembuatan Faktur Pajak;

10. Fasilitas Perpajakan;

11. Restitusi Turis Asing;

12. Tanggung Renteng;

SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai.

Berdasarkan Pasal 3 ayat 1 Undang-undang KUP UU no.16 Tahun 2000 bahwa Pengusaha Kena Pajak

fungsi Surat Pemberitahuan adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggung-jawabkan

perhitungan jumlah PPN dan PPnBm yang sebenarnya terutang untuk melaporkan:

a. Pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran;

b. Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri oleh Pengusaha

Kena Pajak dan/atau melalui pihak lain dalam satu Masa Pajak, yang ditentukan

oleh ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku;

82

Page 84: MODUL PERPAJAKAN · Web viewtenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pihak-pihak

c. Bagi pemotong atau pemungut pajak, fungsi SPT adalah sebagai sarana untuk

melaporkan dan mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong atau dipungut

dan disetorkan.

Dalam pasal 7 ayat 1 Undang-undang No.28 tahun 2007, apabila SPT tidak disampaikan dalam jangka

waktu yang ditetapkan Undang-undang, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar

Rp.500.000,00 (lima ratus ribu rupiah). Tanggal jatuh tempo penyampaian SPT Masa Pajak

Pertambahan Nilai adalah tanggal 20 Masa Pajak berikutnya. Apabila tanggal 20 jatuh pada hari libur

atau minggu, SPT masa Masa Pajak Pertambahan Nilai harus disampaikan pada hari kerja sebelumnya.

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas adanya suatu nilai tambah dari

suatu barang atau jasa objek PPN. Karakteristik PPN:

Pajak tidak langsung

Pemikul beban pajak berbeda dengan penanggung jawab atas pembayaran pajak ke kas negara.

Pemikul beban pajak adalah pembeli Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak (BKP/JKP), sedangkan

penanggungjawab adalah Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang bertindak selaku penjual BKP/JKP.

Pajak obyektif, timbulnya kewajiban untuk membayar pajak sangat ditentukan oleh adanya objek

pajak, sedangkan kondisi subyek pajak tidak berpengaruh.

PPN dikenakan pada setiap mata rantai jalur produksi dan jalur distribusi.

PPN hanya dikenakan atas konsumsi BKP dan JKP yang dilakukan dalam negeri.

PPN hanya memakai satu tarif, yaitu 10%.

A. Mekasnisme PPN

1. Mekanisme PPN Murni

a. PKP wajib membuat faktur pajak untuk setiap penyerahan BKP/JKP untuk memungut pajak

yang terutang. PPN yang dipungut dinamakan Pajak Keluaran (PK).

b. Pada saat PKP membeli BKP atau menerima JKP dari PKP lain juga membayar pajak yang

terutang dan menerima faktur pajak dari PKP lain tersebut yang dinamakan Pajak Masukan.

c. Apabila dalam suatu masa pajak, PK lebih besar dari PM, maka selisihnya merupakan PPN

yang harus dibayar ke kas negara paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya.

83

Page 85: MODUL PERPAJAKAN · Web viewtenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pihak-pihak

d. Apabila dalam suatu masa pajak, PM lebih besar dari PK, maka selisihnya merupakan

kelebihan pajak yang dapat diminta kembali (restitusi) atau dikompensasi ke masa pajak

berikutnya.

e. Pada akhir masa pajak, setiap PKP wajib melaporkan pemungutan dan pembayaran pajak

yang terutang ke KPP setempat selambat-lambatnya tanggal 20 setelah akhir masa pajak.

2. Mekanisme yang Menyimpang dari Prinsip PPN

a. Penyerahan kepada Pemungut

1) Instansi Pemerintah dan badan-badan tertentu yang ditunjuk sebagai pemungut PPN.

2) PPN atas penyerahan BKP/JKP yang terutang oleh PKP rekanan instansi pemerintah

dan badan-badan tertentu (pemungut PPN) dipungut dan disetor oleh pemungut PPN

atas nama PKP tersebut.

3) Pemungut PPN menyerahkan SSP lembar ke-1 dan lembar ke-3 kepada PKP rekanan

setelah disetor ke kas negara.

4) PKP yang menyerahkan BKP/JKP kepada pemungut PPN wajib membuat faktur pajak.

5) PKP rekanan melaporkan penyerahan tersebut dalam SPT Masa PPN dilampiri SSP

lembar ke-3.

b. Penyerahan Kena Pajak yang PPN’nya tidak dipungut

1) Untuk penyerahan beberapa jenis BKP dan JKP tertentu, PPN’nya tidak dipungut

sebagian atau seluruhnya, sehingga tidak ada PPN yang disetor ke kas negara, misalnya

proyek yang dananya berasal dari hibah dan atau pinjaman luar negeri.

2) PM yang dibayar untuk perolehan BKP/JKP yang atas penyerahannya tidak dipungut

PPN dapat dikreditkan.

c. Penyerahan yang dibebaskan dari Pengenaan PPN

1) Untuk penyerahan beberapa jenis BKP/JKP.

2) PM yang dibayar untuk perolehan BKP/JKP yang atas penyerahannya dibebaskan dari

pengenaan PPN tidak dapat dikreditkan, misalnya impor dan atau penyerahan BKP

tertentu yang bersifat strategis.

B. Objek PPN

1. Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) di dalam daerah pabean oleh pengusaha.

2. Impor BKP.

3. Penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) yang dilakukan di dalam daerah pabean oleh pengusaha.84

Page 86: MODUL PERPAJAKAN · Web viewtenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pihak-pihak

4. Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.

5. Pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.

6. Ekspor BKP oleh PKP.

7. Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaan

oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau pihak lain.

8. Penyerahan aktiva oleh PKP yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan,

sepanjang PPN yang dibayar pada saat perolehannya dapat dikreditkan.

C. Barang Kena dan Tidak Kena PPN

Barang Kena Pajak adalah barang berwujud, yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa

barang bergerak atau barang tidak bergerak dan barang tidak berwujud, yang dikenakan PPN

berdasarkan UU PPN.

Barang Tidak Kena PPN:

1. Barang hasil pertambangan atau pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya, yaitu

minyak mentah, gas bumi, panas bumi, pasir dan kerikil, batu bara sebelum diproses menjadi

briket batu bara, bijih besi, bijih timah, bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel, bijih perak, dll.

2. Barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak, yaitu beras,

gabah, jagung, sagu, kedelai, dan garam (beryodium atau tidak).

3. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung dan sejenisnya,

baik yang dikonsumsi di tempat atau tidak, tidak termasuk makanan dan minuman yang

diserahkan oleh jasa boga dan katering.

4. Uang, emas batangan, dan surat-surat berharga.

D. Jasa Kena dan Tidak Kena PPN

Jasa Kena PPN adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum

yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai,

termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan

bahan atas petunjuk dari pemesan, yang dikenakan PPN berdasarkan UU PPN.

Jasa Tidak Kena PPN:

1. Jasa di bidang pelayanan kesehatan medik.

2. Jasa di bidang pelayanan sosial.

3. Jasa di bidang pengiriman surat dengan perangko.85

Page 87: MODUL PERPAJAKAN · Web viewtenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pihak-pihak

4. Jasa di bidang perbankan, asuransi dan sewa guna usaha dengan hak opsi.

5. Jasa di bidang keagamaan.

6. Jasa di bidang pendidikan.

7. Jasa di bidang kesenian dan hiburan yang telah dikenakan pajak tontonan, termasuk jasa di

bidang kesenian yang tidak bersifat komersial seperti pementasan kesenian tradisional yang

diselenggarakan cuma-cuma.

8. Jasa di bidang penyiaran yang bukan bersifat iklan, yaitu jasa penyiaran radio atau TV yang

dilakukan oleh instansi pemerintah atau swasta yang bukan bersifat iklan dan tidak dibiayai

oleh sponsor yang bertujuan komersial.

9. Jasa di bidang angkutan umum di darat, air, danau, dan sungai yang dilakukan pemerintah atau

pun swasta.

10. Jasa di bidang tenaga kerja, sepanjang pengusaha penyedia tenaga kerja tidak bertanggung

jawab atas hasil kerja dari tenaga kerja yang bersangkutan.

11. Jasa di bidang perhotelan.

12. Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum

seperti pemberian IMB, pemberian ijin usaha perdagangan, pemberian NPWP, pembuatan KTP.

E. Penyerahan BKP

1. Penyerahan hak karena suatu perjanjian.

2. Pengalihan karena perjanjian sewa beli dan perjanjian leasing.

3. Penyerahan kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang.

4. Pemakaian sendiri dan atau pemberian cuma-cuma.

5. Persediaan dan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih

tersisa pada saat pembubaran perusahaan.

6. Penyerahan dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan penyerahan antar cabang.

7. Penyerahan secara konsinyasi.

8. Penyerahan antar divisi atau antar unit dalam perusahaan terpadu yang terletak dalam wilayah

KPP yang berbeda.

F. Tidak Termasuk Penyerahan BKP

1. Penyerahan kepada makelar sebagaimana dimaksud dalam KUHD.

2. Penyerahan untuk jaminan utang piutang.86

Page 88: MODUL PERPAJAKAN · Web viewtenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pihak-pihak

3. Penyerahan dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan penyerahan antar cabang, bagi PKP yang

memperoleh ijin pemusatan tempat pajak terutang dari Dirjen Pajak.

G. PPN Terhutang

Harga Barang Rp48.000.000

Biaya Pengiriman Rp 2.000.000

Harga Beli (DPP) Rp50.000.000

PPN Masukan (10%xRp50.000.000) Rp 5.000.000

Harga Pokok Rp50.000.000

Margin Laba Rp10.000.000

Biaya Pengiriman Rp 2.000.000

Harga Jual (DPP) Rp62.000.000

PPN Keluaran (10%xRp62.000.000) Rp 6.200.000

PPN yang masih harus disetor Rp 1.200.000 (Rp6.200.000-Rp5.000.000)

H. Soal LatihanDaniel adalah seorang pengusaha retail dengan NPWP/NPPKP: 02.003.456.4.567.000. Daniel adalah seorang

pedagang yang membeli barang dan menjual kembali barang tersebut tanpa mengubah bentuk dan merek dagang.

Adapun data transaksi untuk bulan Februari 2010 adalah sebagai berikut:

Tanggal Transaksi atau Kegiatan

1 Februari 2010 Daniel memiliki kelebihan PPN dari masa Januari 2010 sebesar

Rp10.000.000 yang dapat dikompensasikan pada masa Februari 2010.

3 Februari 2010 Daniel membeli 1.000 dus mie instan dengan harga @Rp30.000, 1.000

pack sarden @Rp50.000, dan 1.000 pcs sabun cuci @Rp12.000 dari

PT.Sentosa dan mendapat faktur pajak resmi.

4 Februari 2010 Daniel membeli sepeda motor roda tiga dengan harga Rp13.200.000

(termasuk PPN) dan mendapat faktur pajak untuk mengurus BBN.

5 Februari 2010 Daniel menjual 500 dus mie instan @Rp45.000, 600 pack sarden

@Rp75.000, dan 700 pcs sabun cuci @Rp15.000 kepada Indomart tunai.

7 Februari 2010 Daniel menjual 200 dus mie instan @Rp55.000 dan 100 pack sarden

87

Page 89: MODUL PERPAJAKAN · Web viewtenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pihak-pihak

@Rp80.000 kepada Pak Abi tunai.

9 Februari 2010 Daniel membeli 500 ton beras @Rp5000.000 dari DOLOG.

10 Februari 2010 Daniel membeli mobil bekas dari CV.Maju seharga Rp120.000.000 baru

dibayar 70% dan sisanya dibayarkan bulan April 2010.

12 Februari 2010 Daniel menjual 300 dus mie instan @Rp50.000, 300 pack sarden

@Rp85.000, dan 300 pcs sabun cuci @Rp20.000.

14 Februari 2010 Daniel menjual 400 ton beras @Rp5.500.000 kepada Koperasi Suka-

Suka.

15 Februari 2010 Daniel membeli 1.500 dus mie instan @Rp30.000 dan 1.000 pack sarden

@Rp45.000 dan mendapat faktur pajak resmi.

18 Februari 2010 Daniel membeli 1.000 pack sabun mandi @Rp10.000 tunai namun

faktur pajaknya rusak.

19 Februari 2010 Daniel membeli 500kg telur @Rp8.000 dari PT.Adem Ayem.

20 Februari 2010 Daniel menjual 800 pack sabun mandi @Rp15.000 kepada Alfamart,

baru dibayar 75%.

22 Februari 2010 Daniel menjual 800 dus mie instan @Rp40.000 kepada PT.Rita, baru

menerima pembayaran 60%.

24 Februari 2010 Daniel membeli 4 set computer seharga Rp18.000.000 tanpa faktur

pajak.

25 Februari 2010 Daniel menjual 450kg telur @Rp12.000 kepada konsumen akhir.

27 Februari 2010 Daniel menjual 600 pack sarden @Rp55.000 baru dibayar 75%.

28 Februari 2010 Daniel membayar telpon kantor Rp1.650.000 (termasuk PPN)

28 Februari 2010 Daniel membayar tagihan listrik dan air Rp825.000 (termasuk PPN)

Diminta:

a. Buatlah kertas kerja PPN untuk semua transaksi di atas!

b. Berapa pajak kurang (lebih) bayar??

c. Pertanyaan teori:

Apa yang dimaksud dengan daerah pabean?

Sebutkan mekanisme PPN murni!

Kegiatan / transaksi apa saja yang dikenakan tarif PPN 0%?

88

Page 90: MODUL PERPAJAKAN · Web viewtenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pihak-pihak

89