modul perpajakan · web viewtenaga ahli yang ditunjuk oleh direktur jenderal pajak untuk membantu...
TRANSCRIPT
MODUL MATA KULIAH
ADMINISTRASI PERPAJAKAN
PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NIAGA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS YUDHARTA PASURUAN
\
0
Kata Pengantar
Puji Syukur Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala limpahan rahmat dan karuniaNya sehingga
penyusunan modul ini bias terselesaikan.
Buku Modul ini disusun sebagai materi pendukung dari buku-buku Administrasi Perpajakan yang ada,
Modul ini ditujukan bagi mahasiswa, untuk Mengelola Administrasi Pajak. Yang berisi Uraian Materi,
Cek Kemampuan, Metode penilaian mahasiswa yang bertujuan untuk mengukur sampai seberapa jauh
siswa menguasai materi. Semoga modul ini sebagai bahan acuan untuk memperkaya khasanah
keilmuan dan pengembanagan bahan ajar.
Penyusuanan Modul ini masih banyak kekurangan disana- sini, karena keterbatasan waktu. Segala
kritik dan saran yang membangun sangat kami butuhkan untuk penyempurnaan modul ini. Akhir kata
semoga modul ini bermanfaat bagi pembaca.
Penyusun
1
BAB I
PENGANTAR PERPAJAKAN
Pengantar Pajak
Definisi Pajak
Ada berbagai definisi pajak yang dikemukakan oleh para ahli antara lain: Menurut Soemitro
seperti yang dikutip Mardiasmo (2008:1) mendefinisikan Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara
berdasarkan undang – undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal
(kontraprestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
Menurut Feldmann seperti yang dikutip oleh Waluyo (2008:2), Pajak adalah prestaasi yang di paksakan
sepihak oleh dan terutang kepada penguasa (menurut norma-norma yang ditetapkan secara umum),
tanpa adanya kontraprestasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran
umum.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa:
1. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang dan aturan pelaksanaan yang
sifatnya dipaksakan.
2. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi
individual oleh pemerintah.
3. Pajak dipunggut oleh negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah daer
4. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran pemerintah yaitu bila dari pemasukannya
yang masih terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayaipublik investment.
Pengelompokan Pajak
Mengacu pada Waluyo (2008), pajak dapat dikelompokan menjadi beberapa kelompok menurut
golongan, sifat dan lembaga pemungutnya, klasifikasinya adalah sebagai berikut:
1. Menurut golongannya
a. Pajak langsung, adalah 2008 pajak yang pembebanannya tidak dapat
dilimpahkan pihak lain, tetapi harus menjadi beban langsung wajib pajak
yang bersangkutan. Contoh: Pajak Penghasilan.
b. Pajak tidak langsung, adalah pajak yang pembebanannya dapat dilimpahkan
kepada pihak lain. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai.
2
2. Menurut sifatnya
a. Pajak Subyektif, adalah pajak yang pengenaannya berpangkal pada diri orang atau badan yang
dikenai pajak (wajib pajak). Pajak subyektif dimulai dengan menetapkan orangnya kemudian
dicari syarat-syarat obyektifnya.
Contohnya adalah Pajak Penghasilan (PPh).
b. Pajak Obyektif, adalah pajak yang pengenaannya berpangkal pada obyek yang dikenai pajak,
dan untuk mengenakan pajaknya harus dicari subyeknya.
Contohnya adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
3. Menurut pemungut dan pengelolanya
a. Pajak pusat, adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai
rumah tangga negara.
Contoh: Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas barang Mewah,
Pajak Bumi bangunan, dan Bea Materai.
b. Pajak Daerah, adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk
membiayai rumah tangga daerah.
Contoh: Pajak reklame, pajak hiburan.
Tata Cara Pemungutan Pajak
Mengacu pada Mardiasmo (2008), tata cara pemungutan pajak dapat dilakukan berdasarkan setsel, asas
dan sistem pemungutan pajak.
1. Setsel Pajak
a. Stelsel nyata (riel stelsel)
Pengenaan pajak didasarkan pada objek (pengahasilan yang nyata), sehingga pemungutannya
baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yakni setelah penghasilan yang sesungguhnya
diketahui.
b. Stelsel anggapan (fictieve stelsel)
Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh undang-undang. Misalnya,
penghasilan suatu tahhun dianggap sama dengan tahun sebelumnya, sehingga pada awal tahun
pajak sudah dapat ditetapkan besarnya pajak yang terutang untuk tahun pajak berjalan.
Kebaikan stelsel ini adalah pajak dapat dibayar selama tahun berjalan, tanpa harus menunggu
pada akhir tahun. Sedangkan kelemahannya adalah pajak yang dibayar tidak berdasarkan pada
keadaan yang sesungguhny
3
c. Stelsel campuran
Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel anggapan. Pada awal tahun,
besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan, kemudian pada akhir tahun besarnya
pajak disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya. Bila besarnya pajak menurut kenyataan
lebih besar dari pada pajak menurut anggapan, maka Wajib Pajak harus menambah. Sebaliknya,
jika lebih kecil kelebihannya dapat diminta kembali.
2. Asas Pemungutan Pajak
a. Asas domisili (asas tempat tinggal)
Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan Wajib Pajak yang bertempat tinggal
di wilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari dalam maupun dari luar negeri. Asas ini
berlaku untuk Wajib Pajak dalam negeri.
b. Asas sumber
Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di wilayahnya tanpa
memperhatikan tempat tinggal Wajib Pajak.
c. Asas kebangsaan
Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu Negara. Misalnya pajak bangsa asing
di Indonesia dikenakan pada setiap orang yang bukan berkebangsaan Indonesia yang bertempat
tinggal di Indonesia. Asas ini berlaku untuk Wajib Pajak Luar Negeri.
3. Sistem Pemungutan Pajak
a. Official Assesment System
Suatu sistem pemungutan yang member wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk
menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib
Pajak. Ciri-cirinya :
1. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada
fiskus.
2. Wajib Pajak bersifat pasif.
3. pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus.
b. Self Assesment System
Suatu sistem pemungutan pajak yang member wewenang kepada Wajib Pajak untuk
menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang.
4
Ciricirinya :
1. Wewenang untuk menentukan besarya pajak tterutang ada pada
Wajib Pajak sendiri.
2. Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan
melaporkan sendiri pajak yang terutang.
3. Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.
c. With Holding System
Suatu sistem pemungutan pajak yang member wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan
bukan Wajib Pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib
Pajak.
Ciri-cirinya : wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak
ketiga, pihak selain fiskus dan Wajib Pajak.
5
BAB II
HAK DAN KEWAJIBAN WAJIB PAJAK
1. Pengertian Hak dan Kewajiban Pajak
Dalam hidup bermasyarakat, seseorang tidak mungkin bisa menuntut haknya tanpa pernah
melaksanakan kewajibannya terlebih dahulu. Apabila masyarakat telah melaksanakan
kewajibannya membayar pajak, maka pemerintah berperan memberikan segala bentuk pelayanan
umum yang dibutuhkan masyarakat. Pemberian ini tidak terbatas hanya kepada mereka yang
membayar pajak, tetapi juga kepada mereka yang belum membayar pajak. Sejak diberlakukannya
sistem self-assessment dalam UU Perpajakan Indonesia, telah diatur adanya hak dan kewajiban
WP yang seimbang dengan hak dan kewajiban fiskus (pegawai Dirjend Pajak), sehingga WP dan
Fiskus dapat melaksanakan ketentuan yang ada dengan sebaik-baiknya.
2. HAK WAJIB PAJAK
a) Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pengarahan dari fiskus
b) Hak untuk membetulkan Surat Pemberitahuan
c) Hak untuk memperpanjang waktu penyampaian Surat Pemberitahuan
d) Hak memperoleh kembali kelebihan pembayaran pajak
e) Hak mengajukan keberatan
f) Hak mengajukan banding
g) Hak mengadukan pejabat yang membocorkan rahasia WP
h) Hak mengajukan permohonan untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak
i) Hak meminta keterangan mengenai koreksi dalam penerbitan ketetapan pajak
j) Hak memberikan alasan tambahan
k) Hak mengajukan gugatan
6
l) Hak untuk menunda penagihan pajak
m) Hak memperoleh imbalan bunga
n) Hak mengajukan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung
o) HAk mengurangi penghasilan kena pajak dengan biaya yang telah dikeluarkan
p) Hak pengurangan berupa Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
q) Hak menggunakan norma penghitungan penghasilan neto
r) Hak memperoleh fasilitas perpajakan
s) Hak untuk melakukan pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran
3. KEWAJIBAN WAJIB PAJAK
a) Kewajiban untuk mendaftarkan diri
b) Kewajiban mengisi dan menyampaikan Surat Pemberitahuan
c) Kewajiban membayar atau menyetorkan pajak
d) Kewajiban membayar atau menyetor pajak
e) Kewajiban membuat pembukuan atau pencatatan
f) Kewajiban menaati pemeriksaan pajak
g) Kewajiban melakukan pemotongan atau pemungutan pajak
h) Kewajiban membuat Faktur Pajak
i) Kewajiban melunasi Bea Materai
HAK DAN KEWAJIBAN WAJIB FISKUS:
1. HAK FISKUS
a) Hak menerbitkan NPWP atau NPPKP secara jabatan
7
b) Hak menerbitkan surat ketetapan pajak
c) Hak menerbitkan Surat Paksa dan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan
d) Hak melakukan pemeriksaan dan penyegelan
e) Hak menghapuskan atau mengurangi sanksi administrasi
f) Hak melakukan penyidikan
g) Hak melakukan pencegahan
h) Hak melakukan penyanderaan
2. KEWAJIBAN FISKUS
a) Kewajiban untuk membina WP
b) Kewajiban menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar
c) Kewajiban merahasiakan data WP
d) Kewajiban melaksanakan keputusan
PENGHINDARAN PAJAK
Penghindaran pajak atau perlawanan terhadap pajak adalah hambatan-hambatan yang terjadi
dalam pemungutan pajak sehingga mengakibatkan berkurangnya penerimaan kas negara. Perlawanan
terhadap pajak terdiri dari perlawanan aktif dan perlawanan pasif.
1. Perlawanan pasif terhadap pajak
Perlawanan yang inisiatifnya bukan dari wajib pajak itu sendiri tetapi terjadi karena keadaan yang
ada di sekitar wajib pajak itu. Hambatan-hambatan tersebut berasal dari struktur ekonomi,
perkembangan moral dan intelektual penduduk, Cara Hidup Masyarakat di Suatu Negara dan teknik
pemungutan pajak itu sendiri.
a. Struktur Ekonomi
8
Contoh: Pajak penghasilan yang diterapkan pada masyarakat agraris. Padahal pajak ini
diperuntukkan untuk masyarakat di negara industri. Dalam pajak ini, wajib pajak dituntut untuk
menghitung sendiri pendapatan nettonya. Untuk itu diperlukan adanya pembukuan. Namun,
menghitung pendapatan netto akan sangat sulit dilakukan oleh masyarakat agraris. Selain karena
pencatatan pendapatan yang akurat sulit dilakukan, mereka juga tidak mampu melakukan
pembukuan. Karena itu, timbullah perlawanan pasif terhadap pajak. Untuk menghindari hal ini,
pajak ditentukan dengan perkiraan jumlah bulat atas dasar pendapatan kadastral/nilai sewa,
ataupun atas dasar luasnya tanah yang dikerjakan. Di negara berkembang, biasanya negara
agraris menghubungkan besarnya penghasilan netto dengan luas kepemilikan atas tanah dan
dihubungkan dengan tingkat kesuburan tanah. Indonesia mengambil jalan keluar untuk
masyarakat kecil yang tidak bisa melakukan pembukuan dengan menggunakan norma
perhitungan. Norma perhitungan dibuat oleh Direktorat Jenderal Pajak. Wajib pajak tinggal
menghitung berapa omsetnya dikalikan dengan norma perhitungannya.
b. Perkembangan Intelektual dan Moral Penduduk
Perlawanan pasif yang timbul dari lemahnya sistem kontrol yang dilakukan oleh fiscus
ataupun karena objek pajak itu sendiri sulit untuk dikontrol.
Contoh: Pajak kepemilikan permata yang diterapkan di Belgia. Permata adalah benda yang
kecil dan sulit dikontrol keberadaannya. Sehingga bisa saja pemilik permata menyembunyikan
permata ini agar terhindar dari pengenaan pajak.
c. Cara Hidup Masyarakat di Suatu Negara
Contoh: masyarakat yang hidup di daerh tropis yang hanya memiliki dua musim sehingga
memungkinkan mereka bekerja sepanjang tahun. Hal ini bisa mengakibatkan mereka bekerja
lebih santai dan hasilnya tidak optimal. Pendapatan mereka lebih sedikit sehingga penerimaan
negara pun kurang. Berbeda dengan masyarakat yang tinggal di daerah subtropis yang memiliki
empat musim. Sebelum teknologi berkembang, mereka tidak bisa bekerja di musim dingin.
9
Karena itu, mereka harus bekerja keras di musim yang lainnya agar kebutuhan di musim dingin
bisa terpenuhi. Hasilnya, mereka bisa menghasilhan pendapatan yang lebih banyak sehingga
uang yang masuk ke kas negara pun lebih banyak.
d. Teknik Pemungutan Pajak Itu Sendiri
Contoh: untuk pajak yang cara perhitungannya rumit dan memerlukan pengisian formulir
yang rumit pula, maka perlu diadakan penyuluhan pajak untuk menghindari adanya perlawanan
pasif terhadap pajak. Jadi, setiap tahun, peugas pajak melakukan penyuluhan dari kantor
perpajakan mulai dari pusat sampai ke daerah.
Perlawanan pasif sangat kuat dirasakan oleh pajak langsung dari pada pajak tidak langsung.
Hal ini disebabkan oleh karena cara perhitungan pajak tidak langsung lebih sederhana dari pajak
langsung. Di negara berkembang, pajak tidak langsung lebih besar dari pajak langsung.
Sedangkan di negara maju, pemasukan negara dari pajak langsung lebih besar dari pada
pemsukan negara dari pajak tidak langsung. Pajak tidak langsung hanya merupakan pelengkap
dari pajak langsung. Namun, dari pajak tidak langsung ada masalah ketidakadilan. Sebagai
contoh, cukai tembakau yang dikenakan pada orang yang merokok. Jika ada konglomerat dan
tukang becak yang merokok, mereka akan dikenakan cukai tembakau yang sama besarnya
walaupun mereka memiliki kemampuan ekonomi yang jauh berbeda
2. Perlawanan aktif terhadap pajak
Perlawanan aktif adalah perlawanan yang inisiatifnya berasal dari wajib pajak itu sendiri.
Hal ini merupakan usaha dan perbuatan yang secara langsung ditujukan terhadap fiscus dan
bertujuan untuk menghindari pajak atau mengurangi kewajiban pajak yang seharusnya dibayar.
Ada 3 cara perlawanan aktif terhadap pajak, yaitu: Penghindaran Pajak (Tax Avoidance),
Pengelakan Pajak (Tax Evation), Melalaikan Pajak.
a. Penghindaran Pajak (Tax Avoidance)
10
Penghindaran pajak terjadi sebelum SKP keluar. Dalam penghindaran pajak ini, wajib pajak
tidak secara jelas melanggar undang-undang sekalipun kadang-kadang dengan jelas
menafsirkan undang-undang tidak sesuai dengan maksud dan tujuan pembuat undang-undang.
Penghindaran pajak dilakukan dengan 3 cara, yaitu:
Menahan Diri
Yang dimaksud dengan menahan diri yaitu wajib pajak tidak melakukan sesuatu yang
bisa dikenai pajak. Contoh:
Tidak merokok agar terhindar dari cukai tembakau
Tidak menggunakan ikat pinggang dari kulit ular atau buaya agar terhindar dari pajak
atas pemakaian barang tersebut. Sebagai gantinya, menggunakan ikat pinggang dari
plastik.
Pindah Lokasi
Memindahkan lokasi usaha atau domisili dari lokasi yang tarif pajaknya tinggi ke loksi
yang tarif pajaknya rendah. Contoh:
Di Indonesia, diberikan keringanan bagi investor yang ingin menanamkan modalnya di
Indonesia Timur. Namun, pindah lokasi tidak semudah itu dilakukan oleh wajib pajak.
Mereka harus memikirkan tentang transportasi, akomodasi, SDM, SDA, serta fasilitas-
fasilitar yang menunjang usaha mereka. Hal ini harus sesuai dengan kentungan yang akan
mereka dapatkan dan keringanan pajak yang mereka peroleh. Biasanya, hal ini jarang terjadi.
Yang terjadi hanya pada pengusaha yang baru membuka usaha, atau perusahaan yang akan
membuka cabang baru. Mereka membuka cabang baru di tempat yang tarif pajaknya lebih
rendah.
Penghindaran Pajak Secara Yuridis
Perbuatan dengan cara sedemikian rupa sehingga perbuatan-perbuatan yang dilakukan
tidak terkena pajak. Biasanya dilakukan dengan memanfaatkan kekosongan atau ketidak
11
jelasan undang-undang. Hal inilah yang memberikan dasar potensial penghindaran pajak
secara yuridis. Contoh:
1. Penetapan pajak khusus untuk tempat dansa umum di Belanda. Pemerintah negeri
Belanda menetapkan pajak khusus untuk tempat dansa umum. Karena pengenaan pajak
ini, keuntungan pengusaha jadi berkurang. Untuk menghindari hal ini, mereka
mengubah status tempat dansa umum tersebut menjadi tempat dansa khusus anggota
yang keanggotaannya terbuka untuk umum. Dengan demikian, mereka terbebas dari
pengenaan pajak untuk tempat dansa umum.
2. Di Belanda dan di Indonesia pada zaman penjajahan Belanda, pemilik bioskop
menyediakan sederet kursi gratis di barisan terdepan khusus untuk wartawan. Dengan
asumsi, setelah menonton wartawan tersebut akan menulis review tentang film tersebut
dan memuat di koran/majalah mereka. Oleh pemerintah, ini dianggap iklan gratis. Maka
dari itu, diterapkanlah pajak untuk kursi gratis tersebut. Pemilik bioskop menghindari
pengenaan pajak ini dengan cara mengenakan tarif masuk yang sangat murah khusus
untuk wartawan.
3. Di Indonesia, untuk pegawai diberi tunjangan beras (in natura). Menurut undang-undang
yang berlaku, hal ini tidak boleh dibebankan sebagai biaya. Penghindarannya dengan
cara: perusahaan bekerjasama dengan yayasan dalam penyaluran tunjangan ini.
Perusahaan memberi uang kepada yayasan, dan yayasan menyalurkannya ke pegawai
dalam bentuk beras. Jadi, pegawai tetap dapat beras dan hal itu dibebankan sebagai
biaya sehingga pajaknya berkuarang.
Celah undang-undang merupakan dasar potensial penghindaran pajak secara yuridis.
Suatu undang-undang dirumuskan tidak jelas karena:
1. Kesengajaan pembuat undang-undang
Hal ini terjadi karena latar belakang pembuat undang-undang tersebut adalah
pemerintah dan parlemen, di mana parlemen mewakili berbagai kepentingan yang berbeda
dan bisa saling bertolak belakang antara satu dan yang lainnya. Dua kepentingan yang
paling dominan di parlemen adalah anggota parlemen yang mewakili kelompok buruh dan
pemilik modal. Apabila diajukan undang-undang yang menyinggung dua p;ihak tersebut,
12
diusahakan dicarikan jalan kompromi terhadap substansi masalahnya. Namun ini sulit
dilakukan kaena menyangkut kepentingan yang berbeda. Lalu dicarilah jalan kompromi
terhadap perumuasn yang bisa diterima oleh semua pihak. Masing-masing pihak bebas
menafsirkan undang-undang tersebut sesuai dengan kepentingan masing-masing pihak.
Pada akhirnya, undang-undang tersebut mengambang. Bisa saja wajib pajak menafsirkan
sesuai kepentingannya dan fiscus menafsirkan sesuai dengan kepentingan negara.
2. Ketidaksengajaan pembuat undang-undang
Contoh: Pada akhir tahun 1800an, undang-undang anti-trust atau undang-undang anti
monopoli di Amerika Serikat yang ditujukan untuk pemilik modal yang berbunyi “ Apabila
ada yang menghambat atau menghalangi perdagangan antar negara bgaian, bisa dijatuhi
hukuman berdasarkan undang-undang ini”.
Pada suatu kasus, serikat buruh pada perusahaan transportasi melakukan pemogokan
sehingga perdagangan antar negara bagian terhambat. Pemimpin serikat buruh ini
ditangkap dan dihukum berdasarkan undang-undang anti monopoli karena dianggap
menghambat perdagangan antar negara bagian. Seharusnya undang-undang ini ditujukan
untuk pemilik modal, bukan untuk kaum buruh. Karena itu, pada pemilu berikutnya kaum
buruh memilih wakil-wakil mereka yang memang dalam hidupnya membela kepentingan
kaum buruh. Setelah pemilu, mereka berhasil mendominasi kursi di parlemen. Sehingga,
mereka menambahkan undang-undang anti trust tersebut dengan kalimat “undang-undang
ini tidak ditujukan untuk kaum buruh”
Apakah penghindaran pajak bisa dicela secara moral?
Menahan diri
Secara moral, hal ini tidak tercela karena tidak ada orang yang akan menganggap perbuatan seorang
peminum/perokok yang mengurangi kebiasaan meokoknya sebagai orang yang menghindari pajak.
Malah, orang yang mengurangi, atau malah tidak merokok sama sekali dianggap sebagai tindakan
terpuji.
Pindah lokasi
Hal ini tidak tercela karena merupakan hak asasi setiap orang untuk memilih tempat atau lokasi
usaha/domisilinya.
Penghindaran pajak secara Yuridis
Hal ini masih merupakan kontroversi di kalangan para ahli.
13
Tercela
Hal ini biasanya dikemukakan oleh kelompok sosialistis. Penghindaran pajak secara yuridis biasa
dilakukan oleh orang-orang atau badan yang penghasilannya tinggi dengan cara bermusyawarah untuk
mengurangi pajaknya. Hal tersebut bisa mengakibatkan pengurangan kas negara yang berimbas pada
menurunnya kemampuan negara untuk menyantuni masyrakat miskinnya.
Tidak tercela
Hal ini dikemukakan oleh kelompok kapitalis liberalistis. Alasannya, pada banyak putusan Mahkamah
Agung di negara Eropa Barat yang mengatakan bahwa tidak ada satu orang pun yang diharuskan
menafsirkan suatu undang-undang untuk kepentingan negara.
b. Pengelakan Pajak (Tax Evasion)
Pengelakan pajak terjadi sebelum SKP dikeluarkan. Hal ini merupakan pelanggaran
terhadap undang-undang dengan maksud melepaskan diri dari pajak/mengurangi dasar
penetapan pajak dengan cara menyembunyikan sebagian dari penghasilannya. Wajib pajak di
setiap negara terdiri dari wajib pajak besar (berasal dari multinational corporation yang terdiri
dari perusahaan-perusahaan penting nasional) dan wajib pajak kecil (berasal dari profesional
bebas yang terdiri dari dokter yang membuka praktek sendiri, pengacara yang bekerja sendiri,
dll).
Kecenderungan wajib pajak melakukan penghindaran atau pengelakan pajak (dengan
asumsi negara yang mempunyai sistem penegakan hukum yang bagus dan orang-orang yang
tidak mudah disuap).
Akibat-Akibat Pengelakan Pajak
Dalam bidang keuangan
Pengelakan pajak merupakan pos kerugian bagi kas negara karena dapat menyebabkan
ketidakseimbangan antara anggaran dan konsekuensi-konsekuensi lain yang berhubungan
dengan itu, seperti kenaikan tarif pajak, keadaan inflasi, dll.
Dalam bidang ekonomi
Pengelakan pajak sangat memengaruhi persaingan sehat di antara para pengusaha. Maksudnya,
pengusaha yang melakukan pengelakan pajak dengan cara menekan biayanya secara tidak
wajar. Sehingga, perusahaan yang mengelakkan pajak memperoleh keuntungan yang lebih besar
dibandingkan pengusaha yang jujur. Walaupun dengan usaha dan produktifitas yang sama, si 14
pengelak pajak mendapat keuntungan yang lebih besar dibandingkan dengan pengusaha yang
jujur. Pengelakan pajak menyebabkan stagnasi (macetnya) pertumbuhan ekonomi atau
perputaran roda ekonomi. Jika mereka terbiasa melakukan pengelakan pajak, mereka tidak akan
meningkatkan produktifitas mereka. Untuk memperoleh laba yang lebih besar, mereka akan
melakukan pengelakan pajak. Langkanya modal karena wajib pajak berusaha menyembunyikan
penghasilannya agar tidak diketahui fiscus. Sehingga mereka tidak berani menawarkan uang
hasil penggelapan pajak tersebut ke pasar modal.
Dalam bidang psikologi
Jika wajib pajak terbiasa melakukan penggelapan pajak, itu sama saja membiasakan
untuk selalu melanggar undang-undang. Jika wajib pajak menggelapkan pajak, maka wajib
pajak mendapatkan keuntungan bersih yang lebih besar. Jika perbuatannya melangggar undang-
undang tidak diketahui oleh fiscus, maka dia akan senang karena tidak terkena sangsi dan
menimbulkan keinginan untuk mengulangi perbuatannya itu lagi pada tahun-tahun berikutnya
dan diperluas lagi tidak hanya pada pelanggaran undang-undang pajak, tetapi juga undang-
undang yang lainnya.
Wajib Pajak Besar
Wajib pajak besar memiliki kecenderungan untuk melakukan penghindaran pajak (Tax Avoidance).
Karena:
Perusahaan besar memiliki biro-biro hukum atau tim lawyer yang tangguh yang mampu
mencari celah dalam undang-undang pajak.
Pembukuan dilakukan oleh banyak orang sehingga risiko terjadinya kebocoran juga besar.
Jika wajib pajak besar ingin melakukan pengelakan pajak, mereka harus memperkecil
keuntungannya di mata publik. Perusahaan yang labanya kecil, performancenya akan turun
sehingga harga sahamnya turun. Hal ini mengakibatkan pamornya turun di depan relasi
dagangnya. Sehingga mereka akan kehilangan relasi yang mengakibatkan kerugian yang lebih
besar dibandingkan pengurangan tarif pajak.
Wajib Pajak Kecil
Wajib pajak kecil cenderung melakukan pengelakan pajak (Tax Evation). Karena:
Tidak punya kemampuan untuk mencari celah undang-undang pajak.
15
Apabila dokter/profesional bebas menyembunyikan sebahagian pendapatannya, kecil
kemungkinan diketahui oleh fiscus karena dia sendiri yang mencatat penghasilannya.
Penghasilan para profesional bebas sulit dilacak oleh fiscus karena biaya yang dibayar oleh
pasien kepada dokter tidak mengurangi penghasilan kena pajak seseorang. Biaya tersebut
dianggap sebagai konsumsi.
c. Melalaikan Pajak
Melalaikan pajak terjadi setelah SKP keluar. Melalaikan pajak adalah menolak
membayar pajak yang telah ditetapkan dan menolak memenuhi formalitas-formalitas yang
harus dipenuhi oleh wajib pajak dengan cara menghalangi penyitaan.
1. Jika wajib pajak telah menerima SKP, maka dia harus membayar pajak sesuai dengan SKP
tersebut.
2. Jika wajib pajak tidak melakukannya, maka fiscus akan mengirim surat teguran.
3. Jika belum dibayar juga, maka diterbitkanlah surat paksa yang kekuatannya sama dengan
putusan pengadilan yang berlaku.
4. Setelah 2 x 24 jam wajib pajak belum membayar juga, maka diterbitkan surat penyitaan yaitu
surat perintah untuk melakukan penyitaan pada harta wajib pajak itu.
Wajib pajak akan melakukan usaha untuk menghalangi penyitaan itu dengan cara kasar dan cara
halus.
Cara kasar: yaitu saat juru sita datang, dilepaskan anjing herder untuk mengusir juru sita
tersebut. Ataupun mengancam dengan golok.
Cara halus: yaitu dengan cara mengalihkan/memindahtangankan semua harta wajib pajak ke
tangan orang lain atau keluarganya secara pura-pura. Untuk memunculkan harta yang
tersembunyi ini, maka wajib pajak disandera. Karena melalaikan pajak bukanlah perbuatan
pidana, maka jika wajib pajak disandera, biaya makan dan minum ditanggung oleh Direktorat
Jenderal Pajak. Sandera diberlakukan untuk orang yang berutang, baik utang publik maupun
perdata (menurut HIR). Tetapi, ada edaran dari MA bahwa untuk utang perdata, orang yang
berutang tidak disandera karena posisi orang yang berutang lebih lemah. Untuk utang pajak
termasuk utang publik. Karena itu wajib pajak yang tidak membayar pajak akan disandera.
RAHASIA JABATAN
Rahasia jabatan adalah rahasia seseorang dalam pekerjaan/jabatannya sebagai pejabat
struktural. Dalam hal inilah profesionalitas seseorang dalam memangku suatu jabatan dapat dinilai.
16
Pasal 34 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007
Pihak-pihak yang wajib merahasiakan keadaaan Wajib Pajak
a. Setiap pejabat dilarang memberitahukan kepada pihak lain yang tidak berhak segala sesuatu
yang diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh Wajib Pajak dalam rangka jabatan atau
pekerjaannya untuk menjalankan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, kecuali
sebagai saksi atau saksi ahli dalam sidang pengadilan.
b. tenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu dalam pelaksanaan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Pihak-pihak yang dikecualikan merahasiakan keadaan Wajib Pajak
a. Pejabat dan tenaga ahli yang bertindak sebagai saksi atau saksi ahli dalam sidang pengadilan.
b. Pejabat dan tenaga ahli yang memberikan keterangan kepada pihak lain yang ditetapkan oleh
Menteri Keuangan.
c. Untuk kepentingan negara, Menteri Keuangan berwenang memberi izin tertulis kepada pejabat
dan tenaga-tenaga ahli supaya memberikan keterangan, memperlihatkan bukti tertulis dari atau
tentang Wajib Pajak kepada pihak yang ditunjuknya. Dalam surat izin menteri keuangan harus
dicantumkan nama Wajib Pajak, nama pihak yang ditunjuk dan nama pejabat atau ahli atau
tenaga ahli yang diizinkan untuk memberi keterangan atau memperlihatkan bukti tertulis dari
atau tentang Wajib Pajak.
d. Untuk kepentingan pemeriksaan di Pengadilan dalam perkara pidana atau perdata atas
permintaan Hakim sesuai dengan Hukum Acara Pidana dan Hukum Acara Perdata, Menteri
Keuangan dapat memberi izin tertulis untuk meminta kepada pejabat dan tenaga ahli , bukti
tertulis dan keterangan Wajib Pajak yang ada padanya. Permintaan Hakim sebagaimana
dimaksud, harus menyebutkan nama tersangka atau nama tergugat, keterangan-ketera.ngan
yang diminta serta kaitan antara perkara pidana atau perdata yang bersangkutan dengan
keterangan yang diminta tersebut
Pihak-pihak yang dapat diberikan Keterangan oleh Pejabat dan Tenaga Ahli yang Ditunjuk ( Pasal 34
ayat 2a a Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 ) huruf b Jo KMK Nomor 539/KMK.04/2000 )
a. Pihak lain yang kepadanya dapat diberikan keterangn oleh pejabat dan tenaga ahli mengenai
segala sesuatu yang diketahui atau diberitahukan oleh Wajib Pajak dalam rangka jabatan atau
pekerjaannya untuk menjalankan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan adalah 17
pejabat dari lembaga negara atau instansi pemerintah yang berwenang melakukan pemeriksaan
di bidang keuangan negara yang sedang menjalankan tugas sesuai dengan surat tugas yang
diterima dan ditunjukan kepada pejabat atau tenaga ahli tersebut. Surat tugas ini harus
menyebutkan nama Wajib Pajak dan keterangan yang ingin diketahui tentang Wajib Pajak yang
bersangkutan
Lembaga negara atau instnasi tersebut adalah :
1. Badan Pemeriksa Keuangan
2. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan
Conth dalam jabatan / profesi lain:
Misalnya rahasia jabatan dalam kedokteran adalah rahasia dokter sebagai pejabat stuktural,
sedangkan rahasia pekerjaan ialah rahasia dokter pada waktu menjalankan praktiknya (fungsional).
Kewajiban menyimpan rahasia jabatan adalah kewajiban moril yang sudah terjadi bahkan sejak zaman
Hippokrates. Untuk memperkokoh kedudukan rahasia jabatan dan pekerjaan, Indonesia sudah
mengukuhkan peraturan/undang-undang tentang rahasia jabatan. Rahasia jabatan kedokteran diatur
dalam Peraturan Pemerintah no. 10 tahun 1966, yang mana mengatakan bahwa dokter wajib
menyimpan rahasia kedokteran. Rahasia jabatan dokter di maksud untuk melindungi rahasia dan untuk
menjaga tetap terpeliharanya kepercayaan pasien dan dokter.
Dokter berkewajiban menyimpan data-data seperti rekap medis seseorang yang sedang atau
telah melakukan pengobatan. Oleh karena tanggung jawab menyimpan rahasia pasien ini adalah suatu
tanggung jawab moril, perihal rahasia jabatan ini juga diucapkan pada sumpah jabatan seorang dokter,
juga oleh KODEKI. Pada umumnya, saat menjalani pengobatan, seorang dokter akan bertanggung
jawab kepada pasien. Sehingga dokter yang bertanggung jawab tersebut berkewajiban untuk
memberikan informasi medis apabila diperlukan. Akan tetapi dalam kasus/keadaan tertentu, tugas
memberikan informasi medis ini dapat juga disampaikan oleh dokter lain dengan sepengetahuan dokter
yang bertanggung jawab.
Rahasia jabatan juga berlaku pada pekerjaan lain, misalnya sebagai Pegawai Negeri Sipil
(PNS). Dalam Peraturan Pemerintah no. 30 tahun 1980 dinyatakan bahwa PNS wajib menyimpan
rahasia negara atau rahasia jabatan dengan sebaik-baiknya. Akan tetapi, rahasia jabatan sedikit berbeda
bila dalam pengadilan. Dalam persidangan, kewajiban menyimpan rahasia jabatan itu ditiadakan.]
18
Misalnya, seorang notaris dalam persidangan, haruslah memberikan keterangan sejelas-jelasnya bila
dimintai keterangan sebagai saksi dalam kasus pajak.
WAKIL / KUASA WAJIB PAJAK
Wakil Wajib Pajak
Wajib Pajak dapat digolongkan menjadi dua yaitu Wajib Pajak Orang Pribadi dan Wajib Pajak
Badan. Wajib Pajak Orang Pribadi (kecuali orang dalam pengampuan) dapat menjalankan sendiri hak
dan kewajiban perpajakannya. Wajib Pajak Badan, pada hakekatnya merupakan suatu bentuk
organisasi atau perkumpulan, sehingga tidak mungkin melakukan sendiri kewajiban perpajakannya.
Wajib Pajak Badan, untuk bertindak, harus dilakukan oleh orang-orang yang ditunjuk atau dipilih
untuk mewakilinya.
Ketentuan yang mengatur hal tersebut adalah Pasal 32 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor
6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir
dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009 (Undang-Undang KUP), yaitu:
“Dalam menjalankan hak dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan, Wajib Pajak diwakili dalam hal:
1. badan oleh pengurus;
2. badan yang dinyatakan pailit oleh kurator;
3. badan dalam pembubaran oleh orang atau badan yang ditugasi untuk melakukan pemberesan;
4. badan dalam likuidasi oleh likuidator;
5. suatu warisan yang belum terbagi oleh salah seorang ahli warisnya, pelaksana wasiatnya atau
yang mengurus harta peninggalannya; atau
6. anak yang belum dewasa atau orang yang berada dalam pengampuan oleh wali atau
pengampunya.”
Pengertian pengurus diatur dalam Pasal 32 ayat (4) Undang-Undang KUP sebagai berikut:
“(4) Termasuk dalam pengertian pengurus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
adalah orang yang nyata-nyata mempunyai wewenang ikut menentukan kebijaksanaan dan/atau
mengambil keputusan dalam menjalankan perusahaan.”
Dalam penjelasannya disebutkan:
19
“Orang yang nyata-nyata mempunyai wewenang dalam menentukan kebijaksanaan dan/atau
mengambil keputusan dalam rangka menjalankan kegiatan perusahaan, misalnya berwenang
menandatangani kontrak dengan pihak ketiga, menandatangani cek, dan sebagainya walaupun orang
tersebut tidak tercantum namanya dalam susunan pengurus yang tertera dalam akte pendirian
maupun akte perubahan, termasuk dalam pengertian pengurus. Ketentuan dalam ayat ini berlaku
pula bagi komisaris dan pemegang saham mayoritas atau pengendali.”
Melihat pasal tersebut di atas, seorang pengurus adalah seseorang yang tidak harus duduk di
jajaran direksi (direktur atau komisaris). Selama orang tersebut memiliki kewenangan menentukan arah
kebijakan perusahaan, orang tersebut termasuk dalam pengertian pengurus. Seorang karyawan -
manajer, kepala bagian perpajakan, atau staf ahli perpajakan- dapat menjadi pengurus suatu perusahaan
sepanjang karyawan tersebut secara nyata-nyata mempunyai kewenangan ikut menentukan
kebijaksanaan dan/ atau mengambil keputusan untuk menjalankan kegiatan perusahaan.
Kuasa Wajib Pajak
Dalam praktek, dapat saja terjadi karena sesuatu hal Wajib Pajak tidak dapat melaksanakan atau
menjalankan sendiri hak dan kewajiban perpajakannya. Misalnya, Wajib Pajak sibuk atau tidak
menguasai/ memahami ketentuan perpajakan. Apabila hal tersebut terjadi, tidak berarti hak dan
kewajiban perpajakan tersebut tidak dilaksanakan oleh Wajib Pajak. Undang-Undang KUP telah
memberikan kemudahan dan kelonggaran kepada Wajib Pajak di mana Wajib Pajak dapat menunjuk
seorang kuasa untuk membantu melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
Kuasa Wajib Pajak bermula dari Pasal 32 ayat (3) jo. ayat (3a) Undang-Undang KUP, yang berbunyi
sebagai berikut:
“(3) Orang pribadi atau badan dapat menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk
menjalankan hak dan memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan.
Penjelasan ayat (3):
…Yang dimaksud dengan "kuasa" adalah orang yang menerima kuasa khusus dari Wajib Pajak
untuk menjalankan hak dan memenuhi kewajiban perpajakan tertentu dari Wajib Pajak sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang- undangan perpajakan
(3a) Persyaratan serta pelaksanaan hak dan kewajiban kuasa sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.”
20
Dari ketentuan tersebut, tampak jelas diatur bahwa yang dapat menerima kuasa dari Wajib
Pajak adalah orang (individu) bukan badan. Misalnya, Sdri. Ani, direktur utama PT. Kenari, ingin
memberikan kuasa untuk mengajukan keberatan kepada Sdr. Rian Nugroho, yang bekerja di Kantor
Akuntan Publik Subiyakto & Rekan. Surat kuasa khusus yang dibuat oleh Sdri. Ani harus menyebutkan
nama Sdr. Rian Nugroho sebagai penerima kuasa, bukan Kantor Akuntan Publik Subiyakto & Rekan
sebagai penerima kuasanya, bukan antara Sdri. Ani dengan Kantor Akuntan Publik Subiyakto & Rekan
karena Kantor Akuntan Publik Subiyakto & Rekan bukan orang (individu) tetapi badan (firma).
Selanjutnya, pengertian seorang kuasa berbeda dengan Wajib Pajak (wakil Wajib Pajak).
Seorang kuasa merupakan pihak atau orang lain dari Wajib Pajak. Oleh karena seorang kuasa bukan
merupakan Wajib Pajak, maka dalam bertindak menjalankan hak dan kewajiban perpajakan Wajib
Pajak, seorang kuasa membutuhkan adanya surat kuasa khusus dari Wajib Pajak yang bersangkutan.
Lain halnya, apabila Wajib Pajak sendiri yang bertindak, maka mereka tidak memerlukan kuasa dari
siapapun.
Di samping itu pula, seorang kuasa hanya mempunyai hak dan/atau kewajiban perpajakan
tertentu yang dikuasakan Wajib Pajak sesuai dengan surat kuasa khusus (yang diberikan Wajib Pajak).
Yang dimaksud dengan hak dan kewajiban perpajakan tertentu adalah suatu proses perpajakan tertentu
yang terkait dengan pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak,
misalnya, pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan dalam rangka pemeriksaan, pengajuan keberatan,
permohonan fasilitas perpajakan, atau pengisian serta penandatanganan Surat Pemberitahuan (SPT).
Contoh, Sdr. Tino adalah kepala divisi perpajakan pada PT. ABC yang mempunyai
kewenangan untuk mengambil kebijakan terkait perpajakan perusahan tersebut. Dengan demikian, Sdr.
Tino termasuk dalam pengertian pengurus. Apabila Sdr. Tino bertindak untuk melakukan sesuatu hak
terkait perpajakan PT. ABC, misalnya mengajukan permohonan keberatan, Sdr. Tino tidak
memerlukan surat kuasa khusus dari siapapun. Namun, jika Sdr. Tino karena sesuatu hal tidak dapat
melaksanakan hak tersebut, ia dapat menunjuk orang lain sebagai kuasanya dengan surat kuasa khusus.
21
BAB III
PAJAK DAERAH
2.1 Pengertian Pajak Daerah
Menurut Tony Marsyahrul, (2004:5) “ Pajak daerah adalah pajak yang di kelolah oleh
pemerintah daerah ( baik pemerintah daerah TK.I maupun pemerintah daerah TK.II ) dan hasil di
pergunakan untuk membiayai pengeluaran rutin dan pembangunan daerah (APBD) ”. Sedangkan
MenurutMardiasmo, (2002:5) “ Pajak adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan
kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang yang dapat di paksakan berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku di gunakan untuk membiayai penyelenggarakan pemerintah daerah
dan pembangunan daerah”.
Sedangkan Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah pengertian Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut pajak, adalah kontribusi wajib
kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan
22
undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan
daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Dengan demikian pajak daerah adalah iuran wajib pajak kepada daerah untuk membiayai
pembangunan daerah.Pajak Daerah ditetapkan dengan undang-undang yang pelaksanaannya untuk di
daerah diatur lebih lanjut dengan peraturan daerah.Pemerintah daerah dilarang melakukan pungutan
selain pajak yang telah ditetapkan undang-undang (Pasal 2 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009).
2.2 Jenis – Jenis Pajak Daerah
Berdasarkan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah terdapat 5 (lima) jenis pajak provinsi dan 11 (sebelas) jenis pajak kabupaten/kota.
Secara rinci dapat dilihat dalam tabel berikut.
Perbandingan Jenis Pajak yang Dikelola Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota.
Pajak Provinsi Pajak Kabupaten / Kota1. Pajak Kendaraan Bermotor 1. Pajak Hotel2. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor 2. Pajak Restoran3. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor 3. Pajak Hiburan4. Pajak Air Permukaan 4. Pajak Reklame5. Pajak Rokok 5. Pajak Penerangan Jalan
6. Pajak Mineral bukan Logam dan Batuan7. Pajak Parkir8. Pajak Air Tanah9. Pajak Sarang Burung Walet
10. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
11. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan
a). Pajak yang Dikelola Provinsi
Ada lima jenis pajak yang dikelola oleh provinsi yaitu Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama
Kendaraan Bermotor, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, Pajak Air Permukaan dan Pajak
Rokok.
1. Pajak Kendaraan Bermotor
Pajak Kendaraan Bermotor adalah pajak atas kepemilikan atau penguasaan kendaraan bermotor.
Kendaraan bermotor adalah semua kendaraan beroda yang digunakan di semua jenis jalan darat, dan
digerakkan oleh peralatan teknik berupa motor atau peralatan lainnya yang berfungsi untuk mengubah
suatu sumber daya energi tertentu menjadi tenaga gerak kendaraan bermotor yang bersangkutan,
23
termasuk alat-alat berat dan alat-alat besar yang dalam operasinya menggunakan roda dan motor dan
tidak melekat secara permanen serta kendaraan bermotor yang dioperasikan di air (Pasal 1 Undang-
Undang Nomor 28 Tahun 2009).
Tarif Pajak Kendaraan Bermotor pribadi menurut Pasal 6 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009
Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah ditetapkan sebagai berikut :
a. Untuk kepemilikan kendaraan bermotor pertama paling rendah sebesar 1% (satu persen) dan
paling tinggi sebesar 2% (dua persen)
b. Untuk kepemilikan kendaraan bermotor kedua dan seterusnya tarif dapat ditetapkan secara
progresif paling rendah sebesar 2% (dua persen) dan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh
persen).
Sedangkan tarif Pajak Kendaraan Bermotor angkutan umum, ambulans, pemadam kebakaran, sosial
keagamaan, lembaga sosial dan keagamaan, Pemerintah/TNI/POLRI, Pemerintah Daerah, dan
kendaraan lain yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah, ditetapkan paling rendah sebesar 0,5% (nol
koma lima persen) dan paling tinggi sebesar 1% (satu persen). Kemudian Tarif Pajak Kendaraan
Bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar ditetapkan paling rendah sebesar 0,1% (nol koma satu
persen) dan paling tinggi sebesar 0,2% (nol koma dua persen).
2. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor.
Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor adalah pajak atas penyerahan hak milik kendaraan
bermotor sebagai akibat perjanjian dua pihak atau perbuatan sepihak atau keadaan yang terjadi karena
jual beli, tukar menukar, hibah, warisan, atau pemasukan ke dalam badan usaha (Pasal 1 Undang-
Undang Nomor 28 Tahun 2009).
Menurut Pasal 12 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
tarif Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor ditetapkan paling tinggi masing-masing sebagai berikut :
a. Penyerahan pertama sebesar 20% (dua puluh persen) dan
b. Penyerahan kedua dan seterusnya sebesar 1% (satu persen).
Khusus untuk kendaraan bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar yang tidak menggunakan jalan
umum tarif pajak ditetapkan paling tinggi masing-masing sebagai berikut :
a. Penyerahan pertama sebesar 0,75% (nol koma tujuh puluh lima persen), dan
b. Penyerahan kedua dan seterusnya sebesar 0,075% (nol koma nol tujuh puluh lima persen).
3. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor24
Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor adalah pajak atas penggunaan bahan bakar kendaraan
bermotor.Bahan bakar kendaraan bermotor adalah semua jenis bahan bakar cair atau gas yang
digunakan untuk kendaraan bermotor (Pasal 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009).Tarif Pajak
Bahan Bakar Kendaraan Bermotor ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen). Khusus tarif
Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor untuk bahan bakar kendaraan umum dapat ditetapkan paling
sedikit 50% (lima puluh persen) lebih rendah dari tarif Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor untuk
kendaraan pribadi (Pasal 19 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009).
4. Pajak Air Permukaan
Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah,
Pajak Air Permukaan adalah pajak atas pengambilan atau pemanfaatan air permukaan. Air permukaan
adalah semua air yang terdapat pada permukaan tanah, tidak termasuk air laut, baik yang berada di laut
maupun di darat.Tarif Pajak Air Permukaan ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (Pasal 24 Undang-
Undang nomor 28 Tahun 2009)
5. Pajak Rokok
Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah,
Pajak Rokok adalah pungutan atas cukai rokok yang dipungut oleh Pemerintah. Tarif Pajak Rokok
ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen) dari cukai rokok. Pajak Rokok dikenakan atas cukai rokok
yang ditetapkan oleh Pemerintah(Pasal 29 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009). Penerimaan pajak
rokok, baik bagian Provinsi maupun bagian Kabupaten/kota, dialokasikan paling sedikit 50% untuk
mendanai pelayanan kesehatan masyarakat dan penegakan hukum oleh aparat yang berwenang ( Pasal
31 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009).
b. Pajak yang Dikelola Kabupaten atau Kota
Ada 11 jenis pajak yang dikelola oleh Kabupaten/Kota, pajak yang termasuk pajak yang dikelola
Kabupaten/Kota adalah sebagai berikut :
1. Pajak Hotel
Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan retribusi Daerah,
Pajak Hotel adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh hotel. Hotel adalah fasilitas penyedia
jasa penginapan atau peristirahatan termasuk jasa terkait lainnya dengan dipungut bayaran, yang
mencakup juga motel, losmen, gubuk pariwisata, wisma pariwisata, pesanggrahan, rumah penginapan
25
dan sejenisnya, serta rumah kos dengan jumlah kamar lebih dari 10 (sepuluh). Tarif Pajak Hotel
ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (Pasal 35 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009).
2. Pajak Restoran
Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah,
Pajak Restoran adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh restoran. Restoran adalah fasilitas
penyedia makanan atau minuman dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga rumah makan,
kafetaria, kantin, warung, bar, dan sejenisnya termasuk jasa boga/katering.Tarif Pajak Restoran
ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (Pasal 40 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009).
3. Pajak Hiburan.
Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak dan Retribusi Daerah, Pajak
Hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan. Hiburan adalah semua jenis tontonan, pertunjukan,
permainan, dan/atau keramaian yang dinikmati dengan dipungut bayaran. Tarif Pajak Hiburan
ditetapkan paling tinggi sebesar 35% (tiga puluh lima persen). Khusus untuk hiburan berupa pagelaran
busana, kontes kecantikan, diskotik, karaoke, klab malam, permainan ketangkasan, panti pijat, dan
mandi uap/spa, tarif Pajak Hiburan dapat ditetapkan paling tinggi sebesar 75% (tujuh puluh lima
persen). Khusus hiburan kesenian rakyat/tradisional dikenakan tarif Pajak Hiburan ditetapkan paling
tinggi sebesar 10% (Pasal 45 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009).
4. Pajak Reklame
Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah,
Pajak Reklame adalah pajak atas penyelenggaraan reklame. Reklame adalah benda, alat, perbuatan,
atau media yang bentuk dan corak ragamnya dirancang untuk tujuan komersial memperkenalkan,
menganjurkan, mempromosikan, atau untuk menarik perhatian umum terhadap barang, jasa, orang,
atau badan, yang dapat dilihat, dibaca, didengar, dirasakan, atau dinikmati oleh umum. Tarif Pajak
Reklame ditetapkan paling tinggi sebesar 25% (Pasal 50 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009).
5. Pajak Penerangan Jalan
Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah,
Pajak Penerangan Jalan adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik, baik yang dihasilkan sendiri
maupun diperoleh dari sumber lain. Tarif Pajak Penerangan Jalan ditetapkan paling tinggi sebesar 10%
(sepuluh persen). Penggunaan tenaga listrik dari sumber lain oleh industri, pertambangan minyak bumi
dan gas alam, tarif Pajak Penerangan Jalan ditetapkan paling tinggi sebesar 3% (tiga persen).
Penggunaan tenaga listrik yang dihasilkan sendiri, tarif Pajak Penerangan Jalan ditetapkan paling tinggi
sebesar 1,5% (Pasal 55 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009).26
6. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan
Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah,
Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah pajak atas kegiatan pengambilan mineral bukan logam
dan batuan, baik dari sumber alam di dalam dan/atau permukaan bumi untuk dimanfaatkan. Mineral
Bukan Logam dan Batuan adalah mineral bukan logam dan batuan sebagaimana dimaksud di dalam
peraturan perundang-undangan di bidang mineral dan batubara.Tarif Pajak Mineral Bukan Logam dan
Batuan ditetapkan paling tinggi sebesar 25% (Pasal 60 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009).
7. Pajak Parkir
Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah,
Pajak Parkir adalah pajak atas penyelenggaraan tempat parkir di luar badan jalan, baik yang disediakan
berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan
tempat penitipan kendaraan bermotor. Parkir adalah keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang tidak
bersifat sementara. Tarif Pajak Parkir ditetapkan paling tinggi sebesar 30% (Pasal 65 Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2009).
8. Pajak Air Tanah
Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah,
Pajak Air Tanah adalah pajak atas pengambilan atau pemanfaatan air tanah. Air Tanah adalah air yang
terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan tanah. Tarif Pajak Air Tanah ditetapkan
paling tinggi sebesar 20% (Pasal 70 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009).
9. Pajak Sarang Burung Walet
Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah,
Pajak Sarang Burung Walet adalah pajak atas kegiatan pengambilan atau pengusahaan sarang burung
walet. Burung walet adalah satwa yang termasuk marga collocalia, yaitu collocalia fuchliap haga,
collocalia maxina, collocalia esculanta, dan collocalia linchi.Tarif Pajak Sarang Burung Walet
ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (Pasal 75 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009).
10. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah,
Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah pajak atas bumi atau bangunan yang
dimiliki, dikuasai, atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau Badan, kecuali kawasan yang digunakan
untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.
27
Bumi adalah permukaan bumi yang meliputi tanah dan perairan pedalaman serta laut wilayah
kabupaten/kota.Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada
tanah atau perairan pedalaman atau laut. Tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
ditetapkan paling tinggi sebesar 0,3% (Pasal 80 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009).
11. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah pajak atas perolehan hak atas tanah atau
bangunan.Perolehan Hak atas Tanah atau Bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang
mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah atau bangunan oleh orang pribadi atau Badan.Tarif Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan ditetapkan paling tinggi sebesar 5% (Pasal 88 Undang-
Undang Nomor 28 Tahun 2009).
2.2.1 Pada umumnya Pajak dapat dikelompokkan menjadi:
a. Menurut Golongannya
Pajak Langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dibebankan
atau dilimpahkan kepada orang lain. Contohnya: Pajak Penghasilan
Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada
orang lain. Contoh: Pajak Pertambahan nilai.
b. Menurut Sifatnya
Pajak subjektif, yaitu Pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya, dalam arti
memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Contoh: Pajak Penghasilan.
Pajak Objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri
wajib pajak. Contoh : Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas barang mewah.
c. Menurut Lembaga Pemungutnya
Pajak Pusat, yaitu Pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat dan digunakan untuk membiayai
rumah tangga negara. Contoh: Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, dan Pajak Penjualan
atas Barang Mewah.
Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai
rumah tangga daerah. Contoh: Pajak kendaraan dan Bea balik nama kendaraan bermotor, pajak hotel
dan restoran (pengganti pajak pembangunan), pajak hiburan, dan pajak penerangan jalan.
2.2.2 Fungsi Pajak Daerah.
Sebagaimana kita ketahui, pajak sangat penting perannya di dalam pembangunan
Daerah.Banyak hal yang bisa dibiayai pajak sperti pembangunan jalan dan jembatan, pembangunan
sekolah, rumah sakit, jaminan kesehatan masyarakat (jamkesmas), Bantuan Operasional Sekolah 28
(BOS), dan sebagainya. Pajak merupakan sumber pendapatan negara yang akan digunakan untuk
modal pembangunan. Oleh karena itu, pajak daerah memiliki peran penting dalam pembangunan suatu
daerah.Fungsi pajak daerah salah satunya adalah sebagai bagian dari Pendapatan Asli Daerah
(PAD).Pendapatan Asli Daerah ini bisa digunakan untuk pembangunan, juga anggaran rutin seperti gaji
Pegawai Negeri Sipil (PNS), dan sebagainya.
Hal yang perlu dicermati adalah suatu anggaran pemerintahan daerah dianggap sehat jika
anggaran untuk pembangunan lebih tinggi daripada anggaran rutin (gaji pegawai).Setiap pemerintah
daerah tentu berharap bisa meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) nya.Salah satu sektor yang
bisa diharapkan untuk meningkatkan PAD ini adalah melalui pajak daerah.
Fungsi lain dari pajak daerah adalah untuk ikut mengatur pertumbuhan ekonomi. Misalnya, jika
pemerintah ingin menarik penanam modal maka bisa diberikan keringanan pajak untuk sektor-sektor
tertentu. Dengan ini diharapkan akan ada penyerapan lapangan kerja. Selain itu, pajak daerah juga bisa
digunakan untuk kegiatan sosial dan insidental, seperti pendidikan untuk anak jalanan, penanganan
bencana, dan sebagainya.Pada akhirnya, pajak daerah diharapkan bisa meningkatkan pemerataan di
setiap daerah karena penyaluran pajak yang baik bisa meningkatkan kualitas pembangunan.
2.3 Hubungan Pajak Daerah dengan Pajak Pusat
Bentuk perdebatan tentang hubungan yang serasi antara pemerintah pusat dan pemerintah
daerah tersebut selalu tidak lepas dari cara-cara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam berbagi
wewenang dan kekuasaan. Dalam literatur tentang pemerintahan sebenarnya hanya dikenal 2 cara yang
menghubungkan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, yaitu cara pertama dikenal dengan
istilah “sentralisasi”, dimana segala urusan, tugas, fungsi dan wewenang penyelenggaraan
pemerintahan ada pada pemerintah pusat yang pelaksanaannya dilakukan secara dekonsentrasi. Cara
yang lain adalah dengan “desentralisasi” yang berkonotasi sebaliknya yaitu pelimpahan kewenangan
dan tanggung jawab (akan fungsi-fungsi publik) dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah.
Hubungan Pusat-Daerah dapat diartikan sebagai hubungan kekuasaan pemerintah pusat dan
daerah sebagai konsekuensi dianutnya asas desentralisasi dalam pemerintahan negara.Denga adanya
kekuasaan yang terdesentralisasi, diharapkan semua stake holder yang terlibat dapat bersinergi dan
mendapatkan hak dan kewajiban sebagaimana seharusnya. Secara umum hubungan antara pusat dan
daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan adalah sebagai berikut:
29
1. Pemerintah Pusat yang mengatur hubungan antara Pusat dan Daerah yang dituangkan dalam
peraturan perundangan yang bersifat mengikat kedua belah pihak. Namun dalam pengaturan hubungan
tersebut haruslah memperhatikan aspirasi daerah sehingga tercipta sinerji antara kepentingan pusat dan
daerah
2. Tanggung jawab akhir dari penyelenggaraan urusan-urusan pemerintahan yang diserahkan kepada
daerah adalah menjadi tanggung jawab pemerintah pusat karena dampak akhir dari penyelenggaraan
urusan tersebut akan menjadi tanggung jawab negara
3. Peran pusat dalam kerangka otonomi daerah akan banyak bersifat menentukan kebijakan makro,
melakukan supervisi, monitoring, evaluasi, kontrol dan pemberdayaan sehingga daerah dapat
menjalankan otonominya secara optimal. Sedangkan peran daerah akan lebih banyak bersifat
pelaksanaan otonomi tersebut. Dalam melaksanakan otonominya, daerah berwenang membuat
kebijakan daerah.Kebijakan yang diambil daerah adalah dalam batas-batas otonomi yang diserahkan
kepadanya dan tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundangan yang lebih tinggi.
2. 3.1 Model-Model Hubungan Pusat – Daerah
a. Hubungan kedudukan pemerintah daerah terhadap pusat menurut Dennis Kavanagh:
Agency Model : pemerintah daerah dianggap sebagai pelaksana belaka
Partnership Model : pemerintah daerah memiliki kebebasan untuk melakukan local choice
b. Sistem Hubungan Pusat dan Daerah menurut Nimrod Raphaeli:
Comprehensive Local Government System : pemerintah pusat banyak sekali menyerahkan
urusan dan wewenangnya kepada pemerintah daerah. Pemerintah Daerah memiliki kekuasaan
yang besar.
Partnership System : beberapa urusan yang jumlahnya cukup memadai diserahkan oleh pusat
kepada daerah, wewenang lain tetap di pusat.
Dual System : imbangan kekuasaan pusat dan daerah.
Integrated Administrative System : Pusat mengatur secara langsung daerah bersangkutan
mengenai segala pelayanan teknis melalui koordinatornya yang berada di daerah/wilayah.
2.3.2Lingkup hubungan pusat dan daerah
1. Bidang Kewenangan
Dalam penyelenggaraan desentralisasi terdapat dua elemen penting, yakni pembentukan daerah
otonom dan penyerahan kekuasaan secara hukum dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah
untuk mengatur dan mengurus bagian-bagian tertentu urusan pemerintahan.Oleh karena itu, tidaklah 30
mengherankan apabila penyelenggaraan desentralisasi menuntut persebaran urusan pemerintahan oleh
pemerintah pusat kepada daerah otonom sebagai badan hukum publik.Urusan pemerintahan yang
didistribusikan hanyalah merupakan urusan pemerintahan yang menjadi kompetensi pemerintah dan
tidak mencakup urusan yang menjadi kompetensi lembaga negara tertinggi atau lembaga tinggi negara.
2. Bidang Kelembagaan
Organisasi pada dasarnya adalah wadah sekaligus sistem kerjasama orang-orang untuk
mencapai tujuan.Pada organisasi pemerintah, kegiatan yang dijalankan untuk mencapai tujuan
didasarkan pada kewenangan yang dimilikinya. Organisasi pemerintah daerah di Indonesia pada masa
lalu disusun dengan dasar perhitungan :
Adanya kewenangan pangkal yang diberikan kepada daerah melalui undang-undang pembentukan
daerah otonom.
Adanya tambahan penyerahan urusan berdasarkan pandangan pemerintah pusat;
Adanya pemberian dana atau anggaran yang diikuti dengan pembentukan organisasi untuk
menjalankan urusan dan menggunakan dana (prinsip Function Follow Money)
3. Bidang Keuangan
Dalam pelaksanaan otonomi daerah, pemerintah daerah harus mempunyai sumber-sumber
keuangan yang memadai untuk membiayai penyelenggaraan otonominya. Kapasitas keuangan
pemerintah daerah akan menentukan kemampuan pemerintah daerah dalam menjalankan fungsi-
fungsinya seperti melaksanakan fungsi pelayanan masyarakat (public service function), melaksanakan
fungsi pembangunan (development function) dan perlindungan masyarakat (protective function).
Rendahnya kemampuan keuangan daerah akan menimbulkan siklus efek negatif antara lain rendahnya
tingkat pelayanan masyarakat yang pada gilirannya akan mengundang campur tangan pusat atau
bahkan dalam bentuk ekstrim menyebabkan dialihkannya sebagian fungsi-fungsi pemerintah daerah ke
tingkat pemerintahan yang lebih atas ataupun kepada instansi vertikal (unit dekonsentrasi).
Kemampuan keuangan daerah ditentukan oleh ketersediaan sumber-sumber pajak (tax objects) dan
tingkat hasil (buoyancy) dari objek tersebut. Tingkat hasil pajak ditentukan oleh sejauhmana sumber
pajak (tax bases) responsif terhadap kekuatan-kekuatan yang mempengaruhi objek pengeluaran, seperti
inflasi, pertambahan penduduk dan pertumbuhan ekonomi yang pada gilirannya akan berkorelasi
dengan tingkat pelayanan baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Di samping itu, sumber-sumber
pendapatan potensial yang dimiliki oleh daerah akan menentukan tingkat kemampuan keuangannya. 31
Setiap daerah mempunyai potensi pendapatan yang berbeda karena perbedaan kondisi ekonomi,sumber
daya alam, besaran wilayah, tingkat pengangguran, dan besaran penduduk
BAB IVHUKUM PAJAK INTERNASIONAL
1.1 Pengertian Hukum Pajak Internasional
Hukum pajak internasional terdiri dari dua pengertian, yakni
Dalam arti sempit adalah Kaidah-kaidah norma perselisihan yang didasarkan pada hukum
antar bangsa (Hukum Internasional)
Dlam arti luas adalah Kaidah-kaidah hukum antar bangsa ditambah peraturan nasional yang
mempunyai obyek hukum perselisihan , khususnya tentang perpajakan.
Jadi hukum pajak internasional adalah Hukum Pajak Internasional adalah Keseluruhan
peraturan yang mengatur tata tertib hukum dan mengatur soal penyedotan daya beli itu di
masing-masing negara.
Secara umum, ketentuan pajak internasional suatu negara meliputi 2 (dua) dimensi luas
yaitu:
32
1. Pemajakan terhadap wajib pajak dalam negeri (WPDN) atas penghasilan dari luar negri, dan
2. Pemajakan terhadap wajib pajak luar negri (WPLN) atas penghasilan dari dalam
negeri(domestik).
Dimensi pertama merujuk pada permajakan atas penghasilan luar negeri atau transaksi
(ke) luar batas negara (outward, outbound transaction) karena umumnya melibatkan eksportasi
modal ke manca negara sedangkan dimensi kedua menunjuk pada pemajakan ataspenghasilan
domestik atau transaksi (ke) dalam batas negara (inward, inbound transaction) karena umumnya
melibatkan importasi modal dari manca negara. Dalam aplikasinya pemajakan penghasilan luar
negeri dilakukan oleh negara domisili (residence country), sedangkan pemajakan penghasilan
domestik dilakukan oleh negara sumber (source country)
2.1 Tujuan Kebijakan Perpajakan Internasional
Setiap kebijakan tentu mempunyai tujuan khusus yang ingin dicapai, begitu juga dengan
kebijakan perpajakan internasional juga mempunyai tujuan yang ingin dicapai yaitu memajukan
perdagangan antar negara, mendorong laju investasi di masing-masing negara, pemerintah
berusaha untuk meminimalkan pajak yang menghambat perdagangan dan investasi tersebut.
Salah upaya untuk meminimalkan beban tersebut adalah dengan melakukan penghindaraan
pajak berganda internasional.
Hukum Pajak Internasional merupakan suatu kesatuan hukum yang mengupas suatu
persoalan yang diatur dalam Undang-undang nasional mengenai :
a. Pengenaan pajak terhadap orang-orang luar negeri;
b. Peraturan-peraturan nasional untuk menghindari pajak ganda;
c. Traktat-traktat.
Menurut Negara-negara Anglo Saxon, hukum Pajak Internasional dibagi sebagai berikut:
1. Hukum Pajak Nasional mengatur Hukum Pajak Luar Negeri (National External Tax
Law);
National External Tax Law merupakan bagian dari hukum pajak nasional yang
memuat ketentuan-ketentuan mengenai pengenaan pajak yang mempunyai daya
kerja sampai di luar batas-batas negara karena terdapat unsur-unsur asing, baik
mengenai obyeknya (sumber ada di luar negeri) maupun mengenai subyeknya
(subyek ada di Luar Negeri
33
2. Hukum Pajak Luar Negeri (Foreign Tax law);
Foreign Tax Law ialah keseluruhan perundang-undangan dan peraturan-
peraturan dari negara-negara yang ada di seluruh dunia
3. Hukum Pajak Internsional (Internasioanal Tax Law)
Internasional Tax Law dibedakan dalam arti sempit dan arti luas. Hukum Pajak
Internasional dalam arti sempit merupakan keseluruhan kaedah pajak yang
berdasarkan prinsip-prinsip hukum pajak yang telah lazim diterima baik oleh
Negara-negara di Dunia, mempunyai tujuan mengatur soal perpajakan antara negara
yang saling mempunyai kepentingan
2.2 Kedaulatan Hukum Pajak Internasional
HukumPajakInternasionaladalahmerupakanhukum yang lebih luas baik ruang lingkup,
kewenangan, dan kedudukannya;
Hukuminimengaturperjanjianseluruhnegara yang terkait satu sama lain dengan negara
domisili;
Hukum Pajak Nasional adala hmerupakan bagian dari Hukum Pajak Internasional yang
digunakan;
Hukum Pajak Internasional merupakan keseluruhan hukum pajak nasional di berbagai negara, dimana hukum tersebut juga diberlakukan pada Hukum Pajak Nasional;
Hukum Pajak Internasional dalalam arti sempita adalah Hukum Pajak Internasional yang mengatur kedua negara yang saling berkepentingan, sedangkan Hukum Pajak Internasional dalam arti luas adalah Hukum Pajak Internasional yang berlaku bagi seluruh Negara
2.3 Sumber Sumber Hukum Pajak
A. KaedahHukumPajakNasional/Inilaateral yang mengandungunsur aunsurasing, antara lain:1. PeraturanPerpajakanNasional yang mengatur P3B (Pasal 32 A UU PPh) tentang
“Pemerintahberwenanguntukmelakukanperjanjiandengannegara lain
dalamrangkapenghindaranpajakbergandadanpencegahanpengelakanpajak.”;
2. PeraturanPerpajakanNasional (Pasal 2 UU PPh) tentang :
SubjekPajakLuarNegeridanBentunk Usaha Tetap (BUT);
3. PeraturanPerpajakanNasional (Pasal 2 UU PPh) tentang: TidakTermasukSubyekPajak;
4. PeraturanPerpajakanNasional (Pasal 5 ayat (2) UU PPh) tentang:
PeraturanPerpajakanNasional (Pasal 3 UU PPh) tentang: 34
TidakTermasukSubyekPajakBentukPeraturanPerpajakanNasional (Pasal 3 UU PPh)
tentang: TidakTermasukSubjekPajak Usaha Tetap;
5. . PeraturanPerpajakanNasional (Pasal 18 UU PPh) tentang: Hubungan Istimewa,
BillamanaTerdapatKetidakwajarandalamPerpajakan;
6. PeraturanPerpajakanNasional (Pasal 24 UU PPh) tentang: KreditPajakLuarNegeri;
7. PeraturanPerpajakanNasianal (Pasal 26 UU PPh) tentang:
PemotonganPajakatasSubjekPajakLuarNegeri yang memperolehpenghasilandari
Indonesia.
B. Kaedah-kaedah yang berasaldaritraktat
1. Perjanjian bilateral
2. Perjanjanjian ini diwujudkan dengan adanya Perjanjian Penghindaran Pajak
Berganda (P3B).
3. Perjanjian multirateral
C. Keputusan Hakim Nasional atau Komisi Internasional tentang pajak-pajak
Internasional
Hal ini dapat diwujudkan dengan adanya putusan pengadilan pajak yang menyangkut
tentang perpajakan Internasional, atau Keputusan Pengadilan internasional Den Haag yang
memuat soal-soal perpajakan
2.4 Prinsip Non-Diskriminasi
Ketentuan non diskriminasi dimaksudkan untuk memberikan perlindungan di bidang
perpajakan bagi warganegara dari suatu negara treaty partner yang melakukan kegiatan di
negara treaty partner lainnya. perlindungan yang dimaksud adalah warga negara dari negara
treaty partner lainnya dibandingkan warga negara di negara itu dalam keadaan atau kondisi
yang sama (the same circumstances)
Ketentuan non diskriminasi itu berlaku atas suatu bentuk usaha tetap dari perusahaan
yang adalah penduduk dari suatu negara treaty partner lainnya atau perusahaan penanaman
modal di negara itu yang modalnya sebagian atau seluruhnya dimiliki atau dikuasai baik
langsung maupun tidak langsung oleh penduduk dari negara yang disebutkan pertama. Namun,
ketentuan ini tidak mewajibkan negara treaty partner lainnya memberikan keringanan
35
(allowances), potongan (reliefs) ataupun pengurangan (deductions) pengenaan pajak kepada
warga negara atau penduduk dari negara yang disebutkan pertama di atas
2.5 Terjadinya Pajak Berganda Internasional
Knechtle (1979) membedakanpengertianpajakbergandadalamduapengertian,
yaitupajakgandadalamartiluas (wider sense) danpajakgandadalamartisempit. (narrower
sense). Dalampengertianluas,
pajakbergandameliputisetiapbentukpembebananpajakdanpungutanlainnyalebihdarisatu kali,
yang dapatberganda (double taxation) ataulebih(multiple taxation)atassuatufaktafiskal
(subjekdan/atauobjekpajak). Dalamartisempit,
pajakbergandadianggapdapatterjadipadasemuakasuspemajakanbeberapa kali
terhadapsuatusubjekdan/atauobjekpajakdalamsatuadmisitrasipajak yang sama.
Pengertiantersebutmengesampingkanpembebananpajakolehpemerintahdaerahdanbagian
administrasinya yang
diperolehberdasarkanpelimpahanwewenangdaripemerintahpusat.Pajakbergandatersebutdapa
tdisebabkanolehpemajakanolehpenguasatunggal (singular power) atauolehberbagai (lapisan)
administrasi (plural power).Pemajakangandaolehadmisitratortunggal,
misalnyadapatterjadipadapemajakanterhadapbangunganatasnilaijualnya
(PajakBumidanBangunan) danpenghasilannya
(PajakPenghasilanatassewaataukeuntungantransfernya).Pajakbergandatersebutseringdisebut
pajakbergandaekonomis (economic double taxation).Pemajakangandaolehberbagai
administrator dapatterjadisecara vertical (pemerintahpusatdandaerah), horizontal
(antarpemerintahdaerah), atau diagonal (pemerintahkotaataukabupatendengnaprovinsi A,
ataupro
Penyebab Pajak Berganda Internasional
Pemajakanatassuatupenghasilansecarabersamaanolehnegara yang
menerapkandomisilidannegara yang
menerapkanazassumbermenimbulkanpajakgandainternasional (international double
taxation).Olehpara investor danpengusaha,
pajakgandatersebutdianggapkurangmemperlancarmobilitasarusinvestasi, bisnis,
danperdaganganinternasional.olehkarenaitu, perludihilangkanataudiberikankeringanan.
36
Selaindiaturdalamketentuanpajakdomestik,
keringananpajakgandadimaksudpadaumumnyajugadiaturdalam
P3B.PajakBergandaInternasional (selanjutnyadalammodulinidisebut PBI)
munculapabilaterdapatbenturanyurisdiksipemajakan, baik yang melekatpadapemerintahpusat
(negara) maupunpemerintahdaerah (provinsi, kota, dankabupaten), dan yang
melekatpadamasing-masingnegara (overlapping of tax jurisdiction in the international sphere).
Metode Penghindaran Pajak Berganda Internasional
Secara ekonomis pajak merupakan pengorbanan suberdaya (kemampuan ekonomis)
yang harus ditanggung oleh pengusaha (dan masyarakat). Pajak berganda sebagai akibat dari
pemajakan oleh dua ketentuan pemajakan (dari dua negara) memberikan tambahan beban
ekonomi terhadap pengusaha. Sementara, perluasan usaha ke mancanegara sudah mengundang
tambahan risiko dibanding dengan usaha dalam negeri, pemajakan berganda telah ikut
memperbesar risiko
tersebut.Kalautidakadaupayauntukmencegahataumeringankanbebanpajakbergandatersebut, PBI
dapatikutmemicuekonomi global denganbiayatinggidanmenghambatmobilitas global
sumberdayaekonomis, berikut beberapa cara penghindaran pajak berganda internasional :
a. pembebasan/pengecualian, yakni Metode pembebasan (exemption)/pengecualian (exclusion)
berupaya untuk sepenuhnya mengeliminasi PBI. Metode tersebut menghendaki suatu negara
pemegang yurisdiksi pemajakan sekunder (domisili) untuk dengan rela melepaskan hak
pemajakannya dan sepertinya mengakui pemajakan eksklusif di negara lain (negara sumber).
b. KreditPajak
Metodekreditpajakterdiridaribeberapametode, yaitu (1) MetodeKreditPenuh (full tax
credit mothode), (2) MetodeKreditTerbatas (ordinary atau normal credit mothode) dan (3)
KreditFiktif (mathcingatau sparing credtmethode).Dalamtataranlain,
sehubungandenganinvestasipadaanakperusahaan di luarnegeri,
dapatdibedakanantarakreditlangsungdankredittidaklangsung
Selain itu ada juga metode lainnya seperti :
Pembagian hak pemajakan (division of taxing power) dengan penentuan tarif pajak
maksimum atas penghasilan yang diperoleh WPLN yang dapat dipungut oleh negara sumber
37
Keringanan tarif (reduction of the rate) terhadap penghasilanluar negeri yang harus
diberikan oleh negara dimisili,
Pengurangan pajak (rudction of the tax) dengan suatu jumlah tertentu (persentase) dari
penghasilan luar negeri, dan
Pemajakan dengan jumlah tetap (lumpsum atau forfait taxation). Sementara itu,
beberapa metode keringanan PBI yang dihubungkan dengan penghasilan termasuk;
a. Klarifikasi (atribusi, divisi, atau distribusi) penghasilan sesuai dengan kategori tertentu
untuk menentukan pemajakan antara negara sumber dan domisili
b. Pengurangan pajak luar negeri dari penghasilan kena pajak (deduction method) dan
c. Pengurangan penghasilan luar negeri dengan suatu jumlah tertentu (atauseluruhnya)
BAB V
KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN
A. Pengertian-Pengertian
1. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang
bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara
langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
2. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan
pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan.
3. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang
melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas,
perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik
daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun,
persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi
38
lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk
usaha tetap.
4. Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam kegiatan usaha
atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan
usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerah pabean, melakukan
usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean.
5. Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak
dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak
Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya.
6. Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana
dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas
Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
7. Masa Pajak adalah jangka waktu yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk menghitung,
menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang dalam suatu jangka waktu tertentu sebagaimana
ditentukan dalam Undang-Undang ini.
8. Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender kecuali bila Wajib Pajak
menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender.
9. Bagian Tahun Pajak adalah bagian dari jangka waktu 1 (satu) Tahun Pajak.
10. Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat, dalam Masa Pajak, dalam
Tahun Pajak, atau dalam Bagian Tahun Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan.
11. Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan
penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau
harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
12. Surat Pemberitahuan Masa adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Masa Pajak.
13. Surat Pemberitahuan Tahunan adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Tahun Pajak atau
Bagian Tahun Pajak.
14. Surat Setoran Pajak adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan
dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui
tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
39
15. Surat ketetapan pajak adalah surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil, atau Surat
Ketetapan Pajak Lebih Bayar.
16. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya
jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak,
besarnya sanksi administrasi, dan jumlah pajak yang masih harus dibayar.
17. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan adalah surat ketetapan pajak yang menentukan
tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan.
18. Surat Ketetapan Pajak Nihil adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok pajak
sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.
19. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah
kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang
terutang atau seharusnya tidak terutang.
20. Surat Tagihan Pajak adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi
berupa bunga dan/atau denda.
21. Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak.
22. Kredit Pajak untuk Pajak Penghasilan adalah pajak yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak
ditambah dengan pokok pajak yang terutang dalam Surat Tagihan Pajak karena Pajak
Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar, ditambah dengan pajak yang
dipotong atau dipungut, ditambah dengan pajak atas penghasilan yang dibayar atau terutang di
luar negeri, dikurangi dengan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak, yang dikurangkan
dari pajak yang terutang.
23. Kredit Pajak untuk Pajak Pertambahan Nilai adalah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan
setelah dikurangi dengan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak atau setelah dikurangi
dengan pajak yang telah dikompensasikan, yang dikurangkan dari pajak yang terutang.
24. Pekerjaan bebas adalah pekerjaan yang dilakukan oleh orang pribadi yang mempunyai keahlian
khusus sebagai usaha untuk memperoleh penghasilan yang tidak terikat oleh suatu hubungan
kerja.
25. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan,
dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar
pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan
lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.40
26. Bukti Permulaan adalah keadaan, perbuatan, dan/atau bukti berupa keterangan, tulisan, atau
benda yang dapat memberikan petunjuk adanya dugaan kuat bahwa sedang atau telah terjadi
suatu tindak pidana di bidang perpajakan yang dilakukan oleh siapa saja yang dapat
menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.
27. Pemeriksaan Bukti Permulaan adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk mendapatkan bukti
permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan.
28. Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran
pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban Wajib Pajak sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
29. Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan
data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya,
serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun
laporan keuangan berupa neraca, dan laporan laba rugi untuk periode Tahun Pajak tersebut.
30. Penelitian adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk menilai kelengkapan pengisian
Surat Pemberitahuan dan lampiran-lampirannya termasuk penilaian tentang kebenaran
penulisan dan penghitungannya.
31. Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan
oleh penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang
tindak pidana di bidang perpajakan yang terjadi serta menemukan tersangkanya.
32. Penyidik adalah pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak
yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di
bidang perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
33. Surat Keputusan Pembetulan adalah surat keputusan yang membetulkan kesalahan tulis,
kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-
undangan perpajakan yang terdapat dalam surat ketetapan pajak, Surat Tagihan Pajak, Surat
Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pengurangan Sanksi
Administrasi, Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan
Pengurangan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan
Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak, atau Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga.
34. Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap surat ketetapan
pajak atau terhadap pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan oleh Wajib
Pajak.41
35. Putusan Banding adalah putusan badan peradilan pajak atas banding terhadap Surat Keputusan
Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak.
36. Putusan Gugatan adalah putusan badan peradilan pajak atas gugatan terhadap hal-hal yang
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dapat diajukan gugatan.
37. Putusan Peninjauan Kembali adalah putusan Mahkamah Agung atas permohonan peninjauan
kembali yang diajukan oleh Wajib Pajak atau oleh Direktur Jenderal Pajak terhadap Putusan
Banding atau Putusan Gugatan dari badan peradilan pajak.
38. Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak adalah surat keputusan yang
menentukan jumlah pengembalian pendahuluan kelebihan pajak untuk Wajib Pajak tertentu.
39. Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga adalah surat keputusan yang menentukan jumlah
imbalan bunga yang diberikan kepada Wajib Pajak.
40. Tanggal dikirim adalah tanggal stempel pos pengiriman, tanggal faksimili, atau dalam hal
disampaikan secara langsung adalah tanggal pada saat surat, keputusan, atau putusan
disampaikan secara langsung.
41. Tanggal diterima adalah tanggal stempel pos pengiriman, tanggal faksimili, atau dalam hal
diterima secara langsung adalah tanggal pada saat surat, keputusan, atau putusan diterima secara
langsung.
B. NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) dan PKP (Pengusaha Kena Pajak)
1. Setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan wajib mendaftarkan diri pada kantor
Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat
kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak.
2. Setiap Wajib Pajak sebagai Pengusaha yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak
Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya, wajib melaporkan usahanya pada kantor Direktorat
Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan
Pengusaha, dan tempat kegiatan usaha dilakukan untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena
Pajak.
3. Kewajiban perpajakan bagi Wajib Pajak yang diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau
yang dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak secara jabatan dimulai sejak saat Wajib Pajak
memenuhi persyaratan subjektif dan obyektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-42
undangan perpajakan, paling lama 5 (lima) tahun sebelum diterbitkannya Nomor Pokok Wajib
Pajak dan/atau dikukuhkannya sebagai Pengusaha Kena Pajak.
4. Kewajiban melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak:
a. Sebelum melakukan penyerahan barang dan atau jasa kena pajak bagi yang memenuhi
ketentuan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
b. Pengusaha kecil yang memilih sebagai Pengusaha Kena Pajak wajib mengajukan
pernyataan tertulis.
c. Pengusaha kecil yang tidak memilih sebagai Pengusaha Kena Pajak bila saat peredaran
bruto melampaui batas tertentu, paling lambat akhir masa pajak berikutnya.
5. Syarat-syarat untuk memperoleh NPWP dan Dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak:
a. Wajib pajak Orang Pribadi (OP) non usahawan: fotocopi KTP,atau Kartu Keluarga,atau
SIM, atau Paspor.
b. Untuk WP OP usahawan:
1) Fotocopi KTP/KK/SIM/Paspor.
2) Fotocopi surat ijin usaha atau surat keterangan tempat usaha dari instansi berwenang.
c. Untuk WP Badan:
1) Fotocopi akte pendirian.
2) Fotocopi KTP salah seorang pengurus.
3) Fotocopi surat ijin usaha atau surat keterangan tempat usaha dari instansi yang
berwenang.
d. Untuk bendaharawan sebagai pemungut/pemotong:
1) Fotocopi surat penunjukan sebagai bendaharawan.
2) Fotocopi tanda bukti diri KTP/KK/SIM/Paspor.
e. Jika pemohon berstatus perusahaan anak/cabang, maka harus melampirkan bukti
pendaftaran perusahaan induk/pusatnya.
6. Penghapusan NPWP oleh DirJen Pajak dilakukan jika:
a. Diajukan permohonan penghapusan NPWP oleh WP/ahli waris jika WP sudah tidak
memenuhi persyaratan subyektif atau obyektif sesuai ketentuan peraturan undang-undang
perpajakan.
b. WP badan dilikuidasi karena penghentian/penggabungan usaha.
c. WP BUT menghentikan kegiatan usahanya di Indonesia.
43
d. Dianggap perlu oleh DirJen Pajak.
7. Kode seri NPWP terdiri dari 15 digit dengan rincian:
Contoh: NPWP PT. ABC 01.855.081.4.521.000
a. 2 digit pertama merupakan identitas WP:
1) 01 s/d 03 : WP badan.
2) 04 dan 06 : WP pengusaha.
3) 05 : WP karyawan.
4) 07 s/d 09 : WP orang pribadi.
b. 6 digit kedua merupakan nomer registrasi/urut yang diberikan kantor pusat DJP kepada
KPP. (contoh 855.081)
c. 1 digit ketiga diberikan untuk NPWP sebagai alat pengaman agar tidak terjadi pemalsuan
dan kesalahan NPWP.
d. 3 digit keempat adalah kode KPP. (contoh 521)
e. 3 terakhir adalah status WP. (tunggal, pusat, atau cabang)
C. SPT
1. Surat yang digunakan oleh WP untuk melaporkan perhitungan dan pembayaran pajak yang
terutang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. SPT harus dilaporkan
dengan benar, lengkap, dan jelas.
2. Fungsi SPT:
a. Bagi WP PPh
1) Sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah
pajak yang sebenarnya terutang.
2) Melaporkan pembayaran/pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan atau
melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam satu tahun pajak atau bagian
tahun pajak.
3) Untuk melaporkan pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan atau
pemungutan pajak pribadi atau badan lain dalam satu masa pajak, yang ditentukan
peraturan perundang-undangan perpajakan.
b. Bagi Pengusaha Kena Pajak.
44
1) Sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah
PPN dan PPnBM yang sebenarnya terutang.
2) Untuk melaporkan pengkreditan pajak masukan terhadap pajak keluaran.
3) Untuk melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan oleh
Pengusaha Kena Pajak dan atau melalui pihak lain dalam satu masa pajak yang
ditentukan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4) Sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong
atau dipungut dan disetorkan.
c. Bagi Pemungut atau Pemotong Pajak
Sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong atau
dipungut dan disetorkan.
3. Prosedur penyelesaian SPT:
a. WP mengambil sendiri blanko SPT pada KPP setempat.
b. WP mengisi SPT dengan benar, jelas, dan lengkap sesuai dengan petunjuk yang diberikan.
Pengisian formulir SPT yang tidak benar yang mengakibatkan pajak yang terutang kurang
bayar, akan dikenakan sanksi perpajakan.
c. WP menyerahkan kembali SPT ke KPP yang bersangkutan dalam batas waktu yang
ditentukan, minta bukti penerimaan yang bertanggal dari KPP. Jika lewat kantor pos harus
tercatat, tanda bukti dan tanggal pengiriman dianggap sebagai tanda bukti dan tanggal
penerimaan.
d. Benar dalam penghitungan, termasuk benar dalam penerapan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan, dalam penulisan, dan sesuai dengan keadaan yang
sebenarnya. Lengkap berarti memuat semua unsur yang berkaitan dengan obyek pajak dan
unsur-unsur lain yang harus dilaporkan dalam SPT. Jelas berarti melaporkan asal usul atau
sumber dari obyek pajak dan unsur-unsur lain yang harus dilaporkan dalam SPT.
4. SPT dianggap tidak disampaikan bila:
a. SPT tidak ditandatangani
b. SPT tidak sepenuhnya dilampiri keterangan dan atau dokumen yang telah ditentukan.
c. SPT yang menyatakan lebih bayar disampaikan setelah 3 tahun sesudah berakhirnya masa
pajak, bagian tahun pajak dan WP telah ditegur secara tertulis.
d. SPT disampaikan setelah DirJen Pajak melaksanakan pemeriksaan atau menerbitkan SKP.
45
5. Pengolahan SPT:
a. Penelitian SPT
Kegiatan yang dilakukan untuk menilai kelengkapan pengisian SPT dan lampirannya
termasuk penilaian tentang kebenaran penulisan dan penghitungannya.
b. Perekaman SPT
Serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk memasukkan semua unsur SPT ke dalam basis
data perpajakan dengan cara antara lain merekam, uploading, dan atau memindai
(scanning).
6. Batas Waktu Penyampaian SPT:
a. SPT Masa, paling lambat 20 hari setelah berakhirnya masa pajak.
b. SPT Tahunan PPh WP OP, paling lambat 3 bulan setelah akhir tahun pajak.
c. SPT Tahunan PPh WP Badan, paling lama 4 bulan setelah akhir tahun pajak.
7. Sanksi administrasi berupa denda:
a. Rp 500.000 untuk SPT Masa PPN.
b. Rp 100.000 untuk SPT Masa Lainnya.
c. Rp1.000.000 untuk SPT Tahunan PPh WP Badan.
d. Rp 100.000 untuk SPT Tahunan PPh WP OP.
D. Surat Setoran Pajak (SSP), Surat Tagihan Pajak (STP), dan Surat Ketetapan Pajak (SKP)
1. Fungsi SSP:
a. Sarana membayar pajak.
b. Sebagai bukti laporan pembayaran pajak.
2. Tempat Pembayaran dan Penyetoran Pajak:
a. Bank-bank yang ditunjuk oleh DitJen Anggaran.
b. Kantor Pos dan Giro
3. Batas Waktu Pembayaran Pajak:
PPh Pasal 21 Tanggal 10 bulan berikutnya setelah masa pajak
berakhir.
46
PPh Pasal 22 Impor Bersamaan dengan pembayaran Bea Masuk atau saat
penyelesaian dokumen impor.
PPh Pasal 22 DirJen Bea dan Cukai Satu hari setelah pemungutan pajak dilakukan.
PPh Pasal 22 Bendaharawan Pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran.
PPh Pasal 23 dan 26 Tanggal 10 bulan berikutnya setelah bulan saat
terutang pajak.
PPh Pasal 25 Tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa pajak
berakhir.
PPN dan PPnBM Saat pembayaran barang atau jasa kena PPN.
PPN dan PPnBM Impor Bersamaan dengan pembayaran Bea Masuk atau harus
dilunasi saat penyelesaian dokumen impor.
PPN dan PPnBM DJBC 1 hari setelah pemungutan pajak dilakukan.
PPN dan PPnBM Bendaharawan Tanggal 7 bulan berikutnya setelah masa pajak
berakhir.
4. Fungsi STP:
a. Sebagai koreksi atas jumlah pajak yang terutang SPT wajib pajak.
b. Sarana mengenakan sanksi administrasi berupa bunga atau denda.
c. Alat untuk menagih pajak.
5. STP diterbitkan apabila:
a. PPh dalam tahun berjalan tidak atau kurang bayar.
b. Dari hasil penelitian terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan
atau salah hitung.
c. Wajib pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda dan atau bunga.
d. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), tetapi tidak
membuat faktur pajak atau membuat faktur pajak tetapi tidak tepat waktu.
e. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP tidak mengisi faktur pajak secara lengkap.
f. PKP melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan faktur pajak.
g. PKP yang gagal berproduksi dan telah diberikan pengembalian pajak masukan.
6. Sanksi Administrasi:
47
a. Jumlah kekurangan pajak yang terhutang dalam STP ditambah dengan sanksi administrasi
berupa bunga sebesar 2% per bulan untuk paling lama 24 bulan dihitung sejak saat
terutangnya pajak atau berakhirnya masa, bagian atau tahun pajak sampai dengan
diterbitkannya STP.
b. (5d) Wajib menyetor pajak yang terutang dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar
2% dari DPP (Dasar Pengenaan Pajak).
c. (5g) Sanksi administrasi berupa bunga 2% per bulan dari jumlah pajak yang ditagih
kembali, dihitung dari tanggal penerbitan SKP sampai dengan tanggal penerbitan STP.
7. SKP:
a. SKP (Surat Ketetapan Pajak)
b. SKPKB (Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar)
c. SKPKBT (Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan)
d. SKPN (Surat Ketetapan Pajak Nihil)
e. SKPLB (Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar)
8. Fungsi SKPKB:
a. Koreksi atas jumlah yang terutang menurut SPT.
b. Sarana mengenakan sanksi.
c. Alat untuk menagih pajak.
9. SKPKB diterbitkan apabila:
a. Berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang tidak atau kurang
bayar.
b. SPT tidak disampaikan dalam jangka waktu yang ditentukan dalam pasal 3 (UU KUP) dan
setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan
dalam surat teguran.
c. Berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain mengenai PPN dan PPnBM ternyata
tidak seharusnya dikompensasikan selisih lebih pajak atau tidak seharusnya dikenai tarif 0%
yang mengakibatkan restitusi.
d. Kewajiban sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 dan 29 (UU KUP) tidak dipenuhi
sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yang terutang.
e. Kepada wajib pajak diterbitkan NPWP dan atau dikukuhkan sebagai PKP secara jabatan.
10. Sanksi Administrasi:
48
a. (9a dan 9e) Jumlah kekurangan pajak yang terutang ditambah bunga 2% per bulan paling
lama 24 bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak atau masa berakhirnya masa pajak,
bagian tahun pajak, tahun pajak sampai dengan diterbitkannya SKPKB.
b. (9b) Kenaikan 50% dari PPh kurang atau tidak dibayar.
c. (9c) Jumlah pajak dalam SKPKB ditambah sanksi administrasi berupa kenaikan 100% dari
PPN dan PPnBM yang tidak atau kurang bayar.
11. Fungsi SKPKBT:
a. Sebagai koreksi atas ketetapan pajak kurang bayar (sebelumnya).
b. Sarana untuk mengenakan sanksi.
c. Alat untuk menagih pajak.
12. SKPKBT diterbitkan apabila:
a. Berdasarkan data baru atau data yang semula belum terungkap menyebabkan penambahan
pajak yang terutang dalam SKP sebelumnya.
b. Ditemukan lagi data yang semula belum terungkap pada saat penerbitan SKPKBT. Dengan
demikian SKPKBT dapat diterbitkan lebih dari satu kali.
13. Sanksi Administrasi:
Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPKBT, ditambah dengan sanksi administrasi
berupa kenaikan 100% dari jumlah kekurangan pajak tersebut.
E. Pembukuan
1. Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib
Pajak badan di Indonesia wajib menyelenggarakan pembukuan.
2. Wajib Pajak yang dikecualikan dari kewajiban menyelenggarakan pembukuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), tetapi wajib melakukan pencatatan, adalah Wajib Pajak orang pribadi
yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan
menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto dan Wajib Pajak orang pribadi yang
tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
3. Pembukuan atau pencatatan tersebut harus diselenggarakan dengan memperhatikan iktikad
baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya.
49
4. Pembukuan atau pencatatan harus diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf
Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam
bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan.
5. Perubahan terhadap metode pembukuan dan/atau tahun buku harus mendapat persetujuan dari
Direktur Jenderal Pajak.
6. Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri atas catatan mengenai harta, kewajiban, modal,
penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian sehingga dapat dihitung besarnya pajak
yang terutang.
7. Pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas data yang dikumpulkan secara
teratur tentang peredaran atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto sebagai dasar untuk
menghitung jumlah pajak yang terutang, termasuk penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau
yang dikenai pajak yang bersifat final.
8. Buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain
termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau secara
program aplikasi on-line wajib disimpan selama 10 (sepuluh) tahun di Indonesia, yaitu di
tempat kegiatan atau tempat tinggal Wajib Pajak orang pribadi, atau di tempat kedudukan Wajib
Pajak badan.
9. Sanksi tidak memenuhi kewajiban pembukuan:
a. Tidak mengadakan pembukuan atau pencatatan, pajak yang terutang ditetapkan dengan SKP
secara jabatan ditambah kenaikan 100%, khusus untuk PPh pasal 29 ditambah kenaikan
sebesar 50%.
b. Dengan sengaja memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu
atau dipalsukan seolah benar; tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan; tidak
memperlihatkan atau tidak meminjamkan buku, catatan, atau dokumen lainnya; akan
dipidana penjara selama-lamanya 6 tahun dan denda setinggi-tingginya 4 kali jumlah pajak
yang kurang atau tidak dibayar.
F. Keberatan
1. Wajib pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada DirJen Pajak atas suatu: SKPKB,
SKPKBT, SKPN, SKPLB, pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
50
2. Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan mengemukakan jumlah pajak
yang terutang, jumlah pajak yang dipotong atau dipungut, atau jumlah rugi menurut
penghitungan wajib pajak dengan disertai alasan yang menjadi dasar penghitungan.
3. Harus diajukan dalam jangka waktu 3 bulan sejak tanggal dikirim SKP atau tanggal
pemotongan atau pemungutan pajak, kecuali bila wajib pajak dapat menunjukkan bahwa jangka
waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaannya.
4. Dalam hal wajib pajak mengajukan keberatan atas SKP, wajib pajak wajib melunasi pajak yang
masih harus dibayar paling sedikit sejumlah yang telah disetujui wajib pajak dalam pembahasan
akhir hasil pemeriksaan, sebelum surat keberatan disampaikan.
5. Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan bukan merupakan surat keberatan sehingga tidak
dipertimbangkan.
6. Bila diminta oleh wajib pajak untuk keperluan pengajuan keberatan, DirJen Pajak wajib
memberikan keterangan tertulis hal yang menjadi DPP, penghitungan rugi atau pemotongan
atau pemungutan pajak.
7. Dalam hal wajib pajak mengajukan keberatan jangka waktu pelunasan pajak atas jumlah pajak
yang belum dibayar pada saat pengajuan, tertangguh sampai dengan 1 bulan sejak tanggal
penerbitan SK keberatan.
8. Dalam hal keberatan wajib pajak ditolak atau dikabulkan sebagian, wajib pajak dikenai sanksi
administrasi berupa denda 50% dari jumlah pajak berdasarkan keputusan keberatan dikurangi
dengan pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan.
9. DirJen Pajak dalam jangka waktu paling lama 12 bulan sejak surat keberatan diterima harus
memberi keputusan atas keberatan yang diajukan. Jika jangka waktu tersebut telah terlampaui
dan DirJen Pajak tidak memberi surat keputusan, keberatan yang diajukan dianggap dikabulkan.
10. Sebelum surat keputusan diterbitkan, wajib pajak dapat menyampaikan alasan tambahan atau
penjelasan tertulis. DirJen Pajak dapat menerbitkan keputusan atas keberatan berupa
mengabulkan seluruhnya atau sebagian, menolak atau menambah besarnya jumlah pajak yang
masih harus dibayar.
G. Banding
1. Wajib pajak dapat mengajukan banding hanya kepada Badan Peradilan Pajak atas Surat
Keputusan Keberatan. Putusan Pengadilan Pajak merupakan putusan pengadilan khusus di
lingkungan Pengadilan Tinggi Urusan Negara.51
2. Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan alasan yang jelas paling lama 3 bulan
sejak Surat Keputusan Keberatan diterima dan dilampiri dengan salinan Surat Keputusan
Keberatan tersebut.
3. Dalam hal mengajukan banding, jangka waktu pelunasan pajak yang belum dibayar saat
pengajuan keberatan tertangguh sampai dengan 1 bulan sejak tanggal penerbitan putusan
banding.
4. Dalam hal permohonan banding ditolak atau dikabulkan sebagian, wajib pajak dikenai sanksi
administrasi berupa denda 100% dari jumlah pajak berdasarkan putusan banding dikurangi
dengan pembayaran pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan.
5. Jika keberatan, banding, dan peninjauan kembali dikabulkan sebagian atau seluruhnya dan
menyebabkan kelebihan pembayaran pajak, maka kelebihan dimaksud dikembalikan dengan
ditambah bunga 2% per bulan paling lama 24 bulan.
H. Pemeriksaan
1. Sasaran pemeriksaan adalah mencari adanya:
a. Interprestasi undang-undang yang tidak benar.
b. Kesalahan hitung.
c. Penggelapan secara khusus dari penghasilan.
d. Pemotongan dan pengurangan tidak sesungguhnya yang dilaksanakan wajib pajak dalam
melaksanakan kewajiban perpajakannya.
2. Tujuan Pemeriksaan adalah menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dalam hal
wajib pajak:
a. Menyampaikan SPT yang menyatakan lebih bayar.
b. Menyampaikan SPT yang menyatakan rugi.
c. Tidak menyampaikan atau menyampaikan SPT tidak tepat waktu yang telah ditetapkan
dalam surat teguran.
d. Melakukan penggabungan, pembubaran atau akan selama-lamanya.
e. Menyampaikan SPT yang memenuhi kriteria seleksi berdasarkan hasil analisa resiko
mengindikasikan adanya kewajiban perpajakan wajib pajak tidak terpenuhi sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan perpajakan.
3. Tujuan Lain:
52
a. Pemberian NPWP secara jabatan.
b. Penghapusan NPWP.
c. Pengukuhan atau pencabutan pengukuhan PKP.
d. Wajib pajak mengajukan keberatan.
e. Pengumpulan bahan guna penyusunan NPPN.
f. Pencocokan data dan atau alat keterangan.
g. Penentuan wajib pajak berlokasi di daerah terpencil.
h. Penentuan satu atau lebih tempat terutang PPN.
i. Pemeriksaan dalam rangka penagihan pajak.
j. Penentuan saat mulai berproduksi sehubungan dengan fasilitas perpajakan.
k. Pemenuhan permintaan informasi dari negara mitra perjanjian penghindaran pajak
berganda.
4. Kewajiban Wajib Pajak dalam Pemeriksaan:
a. Memperlihatkan dan atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi
dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan
usaha, pekerjaan bebas wajib pajak atau obyek yang terutang pajak.
b. Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang yang dipandang perlu dan
memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan.
c. Memberikan keterangan lain yang diperlukan.
d. Memenuhi panggilan untuk datang menghadiri pemeriksaan kantor sesuai dengan waktu
yang ditentukan.
e. Memenuhi permintaan peminjaman buku, catatan, dan dokumen yang diperlukan untuk
kelancaran pemeriksaan.
f. memberi keterangan secara tertulis maupun lisan.
g. Menandatangani surat pernyataan persetujuan apabila seluruh hasil pemeriksaan disetujui.
h. Menandatangani BAP pemeriksaan, bila hasil pemeriksaan tersebut tidak atau tidak
seluruhnya disetujui.
i. Menandatangani surat pernyataan penolakan pemeriksaan, apabila menolak membantu
kelancaran pemeriksaan.
j. Memberi kesempatan kepada pemeriksa untuk melakukan penyegelan tempat dan atau
ruangan tertentu.
53
5. Hak Wajib Pajak dalam Pemeriksaan:
a. Minta untuk memperlihatkan tanda pengenal dan surat pemeriksaan.
b. Minta untuk menyerahkan surat pemberitahuan pemeriksaan.
c. Minta penjelasan tertentu maksud dan tujuan pemeriksaan.
d. Minta rincian dan penjelasan yang berkenaan dengan hal-hal yang berbeda antara hasil
pemeriksaan dengan SPT.
e. Memberikan sanggahan terhadap koreksi yang dilakukan pemeriksaan pajak, dengan
menunjukkan bukti yang kuat dan syah dalam rangka closing conference.
f. Meminta tanda bukti peminjaman buku, dokumen, dan catatan secara rinci.
I. Contoh Soal
1. Angsuran PPh Pasal 25 PT.A tahun 2008 sebesar Rp10.000.000 per bulan. Angsuran masa Mei
2008 dibayar tanggal 18 Juni 2008 dan dilaporkan tanggal 19 Juni 2008. Tanggal 15 Juli 2008
diterbitkan STP. Maka sanksi bunga dalam STP adalah:
1 x 2% x Rp10.000.000 = Rp200.000
2. SPT PPh wajib pajak OP tahun 2008 disampaikan tanggal 31 Maret 2009. Setelah dilakukan
penelitian ternyata terdapat salah hitung yang menyebabkan PPh kurang bayar sebesar
Rp1.000.000. Atas kekurangan tersebut diterbitkan STP pada 12 Juni 2009 dengan
penghitungan sanksi bunga:
Kekurangan PPh Rp1.000.000
Bunga (3 x 2% x Rp1.000.000) 60.000
Jumlah yang harus dibayar Rp1.060.000
3. PT.A mendapat SKPKB untuk tahun 2008 dengan jumlah pajak yang masih harus dibayar
Rp100.000.000. Dalam pembahasan akhir pemeriksaan, wajib pajak menyetujui membayar
dulu Rp20.000.000. Jumlah tersebut telah dilunasi, namun WP mengajukan keberatan. DirJen
Pajak mengabulkan sebagian dengan jumlah pajak yang masih harus dibayar Rp75.000.000.
Sanksi administrasi yang dikenakan kepada PT.A:
Pajak yang masih harus dibayar hasil keberatan Rp75.000.000
Sanksi administrasi (50% x (Rp75.000.000-Rp20.000.000)) Rp27.500.000
Pajak yang sudah dilunasi (Rp20.000.000)
Jumlah yang masih harus dibayar Rp82.500.000
54
4. PT.A mendapat SKPKB untuk tahun 2008 dengan jumlah pajak yang masih harus dibayar
Rp100.000.000. Dalam pembahasan akhir pemeriksaan, wajib pajak menyetujui membayar
dulu Rp20.000.000. Jumlah tersebut telah dilunasi, namun WP mengajukan keberatan. DirJen
Pajak mengabulkan sebagian dengan jumlah pajak yang masih harus dibayar Rp75.000.000.
Selanjutnya PT.A mengajukan banding dan oleh pengadilan pajak diputuskan besarnya pajak
yang masih harus dibayar Rp45.000.000. Jumlah yang masih harus dibayar PT.A:
Pajak yang masih harus dibayar Rp45.000.000
Sanksi denda (100% x (Rp45.000.000-Rp20.000.000)) Rp25.000.000
Pajak yang sudah dilunasi (Rp20.000.000)
Jumlah yang masih harus dibayar PT.A Rp50.000.000
J. Soal-Soal Latihan:
1. Apa yang dimaksud dengan Pajak, PPh, dan PPN?
2. Kapan batas waktu pembayaran untuk setiap jenis pajak?
3. Kapan batas waktu pelaporan untuk setiap jenis pajak?
4. Sebutkan urutan seorang subjek pajak untuk mendapatkan NPWP!
5. Sebutkan urutan seorang wajib pajak melakukan pembayaran pajak!
6. Sebutkan urutan seorang wajib pajak melakukan pelaporan pajak!
7. PPh pasal 25 PT.B masa pajak Agustus 2009 sebesar Rp10.000.000. PPh baru dibayar pada
tanggal 20 November 2009 dan dilaporkan pada 22 November 2009. Berapa jumlah tagihan
yang akan tertera pada STP?
8. PT.B mendapat SKPKB untuk tahun 2009 dengan jumlah pajak yang masih harus dibayar
Rp200.000.000. Dalam akhir pembahasan pemeriksaan wajib pajak menyetujui membayar
Rp40.000.000. Jumlah tersebut dilunasi, namun PT.B mengajukan keberatan. DirJen Pajak
mengabulkan sebagian dengan jumlah pajak yang masih harus dibayar Rp160.000.000.
Selanjutnya PT.B mengajukan banding dan oleh pengadilan pajak diputuskan besarnya pajak
yang masih harus dibayar adalah Rp120.000.000. Hitung:
a. Jumlah yang masih harus dibayar PT.B jika tidak mengajukan banding.
b. Jumlah yang masih harus dibayar PT.B jika mengajukan banding.
9. Angsuran PPh Pasal 25 PT.B tahun 2009 sebesar Rp30.000.000 per bulan. Angsuran masa
Agustus 2009 dibayar tanggal 18 November 2009 dan dilaporkan tanggal 19 November 2009.
Berapa jumlah yang harus dibayar PT.B yang tertera dalam STP?55
BAB VI
PAJAK PENGHASILAN
A. Subjek PPh
PPh dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam suatu
tahun pajak. Dengan kata lain, subjek pajak tersebut dikenakan pajak apabila menerima atau
memperoleh penghasilan.
56
1. Orang pribadi
Subjek pajak orang pribadi dibedakan menjadi subjek pajak orang pribadi dalam negeri dan
subjek pajak orang pribadi luar negeri. Subjek pajak orang pribadi dalam negeri adalah:
a. Orang pribadi yang tinggal di Indonesia.
b. Berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan.
c. Dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan berniat untuk bertempat tinggal di
Indonesia.
Subjek pajak orang pribadi luar negeri adalah:
a. Yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
b. Yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan
usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
SPDN SPLN
Penghasilan yang dikenai
pajak penghasilan
Penghasilan dari seluruh dunia. Hanya penghasilan dari
Indonesia.
Pengenaan Pajak Dari penghasilan neto (PKP) Dari penghasilan bruto.
Tarif Pajak Progresif. Tetap.
Kewajiban SPT Wajib menyampaikan SPT. Tidak wajib.
2. Selain Orang Pribadi
a. Warisan belum terbagi, dinyatakan sebagai subyek pajak agar penghasilan yang mungkin
diterima/diperoleh dari warisan itu tetap dikenai pajak. Bila warisan telah terbagi, maka
pertanggungjawaban perpajakannya berada di tangan para ahli waris.
b. Badan, dinyatakan sebagai subyek pajak di mana pengertiannya seperti di KUP.
c. Bentuk Usaha Tetap (BUT), merupakan bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi
SPLN maupun badan SPLN untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di
Indonesia. Meski tidak secara jelas termasuk subyek pajak dalam atau luar negeri,
kewajiban pajak BUT sama dengan subyek pajak dalam negeri, khususnya subyek pajak
badan.
3. Pengecualian Subyek Pajak
a. Badan perwakilan negara asing.
57
b. Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik, dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negara
asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan
bertempat tinggal bersama-sama mereka, dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan
di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan dan
pekerjaannya tersebut serta negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik.
c. Organisasi-organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan,
dengan syarat:
1) Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut.
2) Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari
Indonesia selain pemberian pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari
iuran anggota.
d. Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan
Menteri Keuangan dengan syarat bukan WNI dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan
atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan lain di Indonesia.
B. Kewajiban Wajib Pajak
1. Pendaftaran.
2. Pembukuan dan Pencatatan.
3. Kewajiban Bulanan:
a. Kewajiban sebagai pemotong PPh Pasal 21.
b. Kewajiban sebagai pemotong PPh Pasal 23.
c. Kewajiban menyetor PPh Pasal 25.
d. Kewajiban memotong PPh Pasal 26.
e. Kewajiban memotong PPh Pasal 4 ayat (2).
f. Kewajiban PPN dan PPnBM.
4. Kewajiban Tahunan:
a. SPT tahunan PPh orang pribadi.
b. SPT tahunan PPh Pasal 21.
C. Hak Wajib Pajak
1. Mengajukan permohonan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT Tahunan PPh.
58
2. Melakukan pembetulan SPT dalam jangka waktu 2 tahun sesudah berakhirnya masa pajak atau
tahun pajak.
3. Mengajukan permohonan angsuran atau penundaan pembayaran pajak.
4. Meminta kembali (restitusi) kelebihan pembayaran pajak.
5. Mengajukan permohonan pembetulan surat ketetapan pajak.
6. Mengajukan keberatan kepada Dirjen Pajak atas suatu surat ketetapan pajak.
7. Mengajukan permohonan banding kepada badan peradilan pajak terhadap keputusan keberatan.
8. Mengajukan gugatan kepada badan peradilan sesuai dengan Pasal 23 ayat (2) KUP.
9. Mengajukan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi dalam surat ketetapan pajak.
10. Mengajukan permohonan peninjauan kembali STP.
11. Mengajukan permohonan pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak.
12. Mengajukan permohonan pengurangan atau pembebasan angsuran PPh Pasal 25.
13. Mengajukan permohonan pembebasan pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak lain.
D. Objek PPh
Penghasilan sebagai objek pajak diatur dalam Pasal 4 UU PPh. Yang menjadi objek pajak adalah
penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib
pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk
konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam
bentuk apa pun, termasuk:
1. penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh
termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun atau
imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam UU PPh.
2. hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan.
3. laba usaha.
4. keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta, termasuk:
5. penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya.
6. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian hutang.
7. dividen, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi
kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.
8. royalti.
9. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.59
10. penerimaan atau perolehan pembayaran berkala.
11. keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan
dengan peraturan pemerintah.
12. keuntungan karena selisih kurs mata uang asing.
13. selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.
14. premi asuransi.
15. iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari wajib pajak
yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.
16. tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenai pajak.
E. Penghasilan Yang Termasuk Objek PPh Final
1. bunga deposito dan tabungan serta diskonto SBI.
2. hadiah undian.
3. penghasilan dari obligasi yang diperdagangkan di bursa efek.
4. penghasilan usaha jasa konstruksi.
5. penghasilan dari persewaan tanah dan atau bangunan.
6. bunga dan diskonto obligasi yang diperdagangkan/dilaporkan perdagangannya di bursa efek.
F. Bukan Objek PPh
1. bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga
amil zakat yang dibentuk/disahkan oleh pemerintah dan para penerima zakat yang berhak.
2. harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan
badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk
koperasi yang ditetapkan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungannya dengan usaha,
pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan.
3. warisan.
4. harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau sebagai
pengganti penyertaan modal.
5. penggantian atau imbalan sehubungan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam
bentuk natura dan atau kenikmatan dari wajib pajak atau pemerintah.
6. pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi
kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa.60
7. dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai wajib pajak
dalam negeri, koperasi, BUMN, atau BUMD, dari penyertaan modal pada badan usaha yang
didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:
a. dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan.
b. Bagi PT, BUMN dan BUMD yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang
memberikan dividen paling rendah 25% dari jumlah modal yang disetor dan harus
mempunyai usaha aktif di luar kepemilikan saham tersebut.
8. iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri
Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai.
9. penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana dimaksud pada angka
8 di atas, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.
10. bagian laba yang diterima para anggota perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas
saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi.
11. bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan reksadana selama 5 tahun pertama
sejak pendirian perusahaan atau pemberian ijin usaha.
12. penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari
badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia,
dengan syarat badan pasangan usaha tersebut:
a. merupakan perusahaan kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-
sektor usaha yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, dan
b. sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia.
G. Biaya-Biaya yang Diperbolehkan Dikurangkan dari Penghasilan (Deductible Expenses)
1. Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk biaya pembelian
bahan, biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus,
gratifikasi, dan tunjangan lain yang diberikan dalam bentuk uang, bunga, sewa, royalti, biaya
perjalanan, biaya pengolahan limbah, premi asuransi, biaya administrasi, dan pajak kecuali PPh.
2. Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas
pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih
dari satu tahun. Metode penyusutan yang boleh digunakan menurut UU PPh adalah metode
garis lurus (untuk semua harta tetap berwujud) dan metode saldo menurun (hanya untuk
kelompok harta berwujud bukan bangunan saja). Penyusutan dapat dimulai pada:61
a. Tahun dilakukannya pengeluaran. Untuk harta yang masih dalam pengerjaan,
penyusutannya dimulai pada tahun pengerjaan harta tersebut selesai.
b. Dengan ijin Dirjen Pajak, penyusutan dapat dimulai pada tahun harta berwujud mulai
digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan atau pada tahun harta
tersebut mulai menghasilkan.
3. Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya disahkan oleh Menteri Keuangan.
4. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam
perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.
5. Kerugian dari selisih kurs mata uang asing.
6. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia.
7. Biaya bea siswa, magang, dan pelatihan.
8. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih, dengan syarat:
a. Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba/rugi komersial.
b. Telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau Badan Urusan
Piutang dan Lelang Negara (BPULN) atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan
piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan.
c. Telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus.
d. WP harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada Dirjen Pajak.
H. Biaya-Biaya yang Tidak Diperbolehkan Dikurangkan dari Penghasilan (Undeductible
Expenses)
1. Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen yang dibayarkan oleh
perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.
2. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu,
atau anggota.
3. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan kecuali cadangan piutang tak tertagih untuk
usaha bank dan sewa guna usaha dengan hak opsi, cadangan untuk usaha asuransi, dan
cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan, yang ketentuan dan syarat-syaratnya
ditetapkan dengan SK Menteri Keuangan.
4. Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna dan asuransi
bea siswa yang dibayar oleh WP orang pribadi, kecuali dibayar oleh pemberi kerja dan premi
tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi WP yang bersangkutan.62
5. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh
dalam bentuk natura dan atau kenikmatan dari WP atau pemerintah kecuali penyediaan
makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk
natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan
yang ditetapkan dengan SK Menteri Keuangan.
6. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada pihak
yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang
dilakukan.
7. Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana pasal 4 ayat 3 UU
PPh, kecuali zakat atas penghasilan yang nyata-nyata dibayarkan oleh WP orang pribadi
beragama Islam dan atau WP badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama Islam
kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan pemerintah.
8. PPh, dalam hal ini PPh orang pribadi.
9. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi WP atau orang yang
menjadi tanggungannya.
10. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer yang
modalnya tidak terbagi atas saham.
11. Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang
berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang perpajakan.
I. Kompensasi Kerugian
Apabila wajib pajak mengalami kerugian usaha (fiskal) pada suatu tahun pajak, kerugian tersebut
dapat diperhitungkan (dikompensasikan) dengan laba tahun pajak berikutnya berturut-turut selama
5 tahun. WP tertentu dapat melakukan kompensasi kerugian melebihi 5 tahun hingga 10 tahun.
J. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
WP orang pribadi mendapatkan fasilitas pengurangan penghasilan yang disebut penghasilan tidak
kena pajak (PTKP). Berbeda dengan biaya-biaya dan kompensasi kerugian yang hanya
diperuntukkan bagi WP pembukuan, PTKP ini berlaku bagi seluruh wajib pajak. Besarnya PTKP
tergantung status WP tersebut, dimana status WP berdasarkan keadaan pada awal tahun.
Besarnya Uraian
Rp 24.300.000 Untuk setiap diri WP.63
Rp 2.025.000 Tambahan untuk WP berstatus kawin.
Rp 2.025.000 Tambahan untuk setiap tanggungan maksimal 3 tanggungan, yaitu:
anggota keluarga sedarah dan semenda dalam garis keturunan lurus
serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya.
Rp 24.300.000 Tambahan apabila penghasilan istri digabung dalam penghitungan PPh
penghasilan suami.
K. Tarif PPh Orang Pribadi
No Penghasilan Tarif PPh
1 Sampai dengan Rp50.000.000 5%
2 Di atas Rp 50.000.000 s/d Rp250.000.000 15%
3 Di atas Rp250.000.000 s/d Rp500.000.000 25%
4 Di atas Rp500.000.000 30%
L. Penghitungan PPh Masa dan Tahunan
1. Doni bekerja pada perusahaan tenun dengan dasar upah harian yang dibayarkan secara bulanan.
Dalam bulan Januari 2009, Doni hanya bekerja 20 hari kerja dan mendapatkan upah per hari
Rp20.000. Doni sudah menikah tetapi belum memiliki anak. Perhitungan PPh Pasal 21 adalah
sebagai berikut:
Upah Januari 2009 = 20 x Rp 20.000 = Rp 400.000
Penghasilan neto setahun = 12 x Rp400.000 = Rp 4.800.000
PTKP:
Diri Doni Rp15.840.000
Status kawin Rp 1.320.000
= Rp 17.160.000
(Rp 12.360.000)
Jadi, Doni tidak akan membayar pajak karena penghasilannya setahun lebih kecil dari nilai
Penghasilan Tidak Kena Pajak.
2. Daniel bekerja pada PT.Putri dengan gaji Rp4.000.000 per bulan dan telah memiliki NPWP.
Daniel mendapat fasilitas tunjangan kesehatan Rp1.000.000 per bulan, tunjangan transportasi
64
Rp500.000 per bulan, dan tunjangan kesejahteraan Rp500.000 per bulan. Daniel belum
menikah. Perhitungan pajak penghasilan pasal 21 adalah sebagai berikut:
Penghasilan bruto per bulan = Rp4.000.000+Rp1.000.000+Rp500.000+Rp500.000
= Rp6.000.000
Biaya Jabatan = 5% x Penghasilan bruto (maksimal Rp108.000 per bulan)
= 5% x Rp6.000.000
= Rp 108.000 (karena maksimal per bulan Rp108.000)
Penghasilan netto per bulan = Rp6.000.000 – Rp108.000
= Rp5.892.000
Penghasilan netto setahun = 12 x Rp5.892.000 = Rp70.704.000
Dikurangi PTKP setahun:
Diri Daniel = Rp15.840.000
Rp54.864.000
PPh Pasal 21 setahun:
Tarif I = Rp50.000.000 x 5% = Rp2.500.000
Tarif II = Rp 4.864.000 x 15% = Rp 729.600
Rp3.229.600
PPh Pasal 21 masa = Rp3.229.600 : 12
= Rp269.133
3. Daniel bekerja pada perusahaan swasta terkemuka di Jakarta. Setiap bulannya dia mendapatkan
Gaji Pokok Rp3.000.000, tunjangan kesehatan Rp1.000.000 per bulan, dan tunjangan
transportasi Rp 500.000 per bulan. Daniel telah menikah dan memiliki 2 putra. Daniel
memiliki istri yang bekerja pada satu perusahaan dengan penghasilan Rp2.000.000 per bulan
dan tunjangan transportasi Rp 300.000 per bulan. NPWP Daniel dan istrinya menjadi satu.
Perhitungan Pajak Penghasilannya adalah:
Penghasilan Daniel /bln = Rp3.000.000 + Rp1.000.000 + Rp500.000 = Rp4.500.000
Biaya jabatan = 5% x Rp4.500.000 = Rp 108.000
Pendapatan netto / bln = Rp4.500.000-Rp108.000 = Rp4.392.000
Penghasilan Istri /bln = Rp2.000.000 + Rp300.000 = Rp2.300.000
Biaya jabatan istri = 5% x Rp2.300.000 = Rp 108.00065
Pendapatan netto/bln = Rp2.300.000-Rp108.000 = Rp2.192.000
Total penghasilan Daniel dan Istri = Rp4.392.000+Rp2.192.000 = Rp6.584.000
Penghasilan Daniel dan Istri setahun = 12 x Rp6.584.000 = Rp79.008.000
PTKP:
Diri Daniel Rp15.840.000
Status Kawin Rp 1.320.000
Istri Rp15.840.000
Tanggungan (2 anak) Rp 2.640.000
= Rp35.640.000
Penghasilan Kena Pajak = Rp43.368.000
PPh Pasal 21 setahun = Rp43.368.000 x 5% = Rp2.168.400
PPh Pasal 21 masa = Rp2.168.400 : 12 = Rp 180.700
M. Soal Latihan
PT. Pengen Sugih memiliki data pegawai tetap sebagai berikut:
No Nama / NPWP Gaji Pokok Uang Makan
dan Transpot
Kesehatan Pensiun
1 Joko / 01.345.567.9.876.004 Rp3.000.000 Rp800.000 Rp300.000 Rp500.000
2 Wati / 01.234.656.2.453.021 Rp2.500.000 Rp600.000 Rp300.000 Rp300.000
3 Dodi / 02.345.987.4.345.007 Rp2.000.000 Rp400.000 Rp300.000 Rp200.000
4 Wawan / 01.234.897.567.009 Rp2.000.000 Rp400.000 Rp300.000 Rp200.000
Keterangan Pegawai Tetap:
1. Joko, Jl. Kemerdekaan No.24 Purwokerto, K/2.
2. Wati, Jl. Kuburan No.35 Sokaraja, K/3 (NPWP sendiri).
3. Dodi, Jl. Ribut No.101 Purwokerto, TK/1.
66
4. Wawan, Jl. Kematian No.234 Sumbang, TK/-.
Data Bonus:
1. Bonus Prestasi Rp1.000.000 setiap 6 bulan sekali dan paket Liburan
senilai Rp1.500.000 beserta uang saku 50% Gaji Pokok.
2. Tunjangan Hari Raya 1x Gaji Pokok.
3. Paket Produk Perusahaan senilai Rp600.000 setahun sekali.
Diminta:
1. Hitunglah Pajak untuk masing-masing karyawan!
2. Buatkan bukti potong 1721-A1 untuk masing-masing karyawan!
67
BAB VII
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
Definisi Pajak Pertambahan Nilai
Menurut Penjelasan atas UU No.42 Tahun 2009, “ Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak atas
konsumsi barang dan jasa di Daerah Pabean yang diukenakan secara bertingkat disetiap jalur produksi
dan distribusi”.
Menurut Waluyo (2009) Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
merupakan Pajak yang dikenakan atas konsumsi di dalam negeri (di dalam Daerah Pabean), baik
konsumsi barang maupun konsumsi jasa.
Dasar Hukum PPN
Dasar Hukum Pajak Pertambahan Nilai adalah UU Nomor 8 tahun 1983 kemudian diubah
menjadi UU Nomor 11 tahun 1994, dan yang terakhir diubah lagi dengan UU Nomor 18 Tahun 2000
tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah. Aturan
pelaksanaan terakhir di atur pada UU Nomor 42 tahun 2009.
Pajak Pertambahan Nilai adalah Pajak yang dikenakan atas penyerahan barang/jasa kena pajak
di daerah pabean yang dilakukan oleh pabrikan, penyalur utama atau agen utama, importer, pemegang
hak paten/merek dagang dari barang/jasa kena pajak tersebut.
Atau Pajak Pertambahan Nilai adalah Pajak yang dikenakan atas konsumsi barang atau jasa di dalam
daerah pabean oleh orang pribadi atau oleh badan.
PPN menurut Wiston Manihuruk dalam buku PPN Pokok pokok Perubahan Sesuai UU No.42
tahun 2009 mengatakan bahwa “ Pajak Pertambahan Nilai adalah Pajak atas konsumsi barang dan jasa
di Daerah Pabean yang dikenakan secara bertingkat disetiap jalur produksi dan distribusi”.
Yang dimaksudkan dengan Daerah Pabean adalah Wilayah Republik Indonesia yang meliputi
wilayah darat, perairan, dan ruang udara diatasnya serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi
Eksklusif dan Landas Kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang yang mengatur mengenai
Kepabeanan.
68
PPN termasuk jenis pajak tidak langsung, dimana pajak tersebut disetor oleh pihak lain
(pedagang) yang bukan penanggung pajak atau dengan kata lain, penanggung pajak tidak menyetorkan
langsung pajak yang ditanggung.
Ciri Khas PPN
1. Pengenaan PPN dilaksanakan Berdasarkan Sistem Faktur
2. Setiap terjadinya Penyerahan BKP/JKP, wajib dibuatkan Faktur Pajak. Faktur Pajak merupakan
bukti pungutan PPN dimana Faktur Pajak bagi Penjual merupakan bukti Pajak Keluaran dan
Faktur Pajak bagi Pembeli merupakan bukti Pajak Masukan.
Menurut Undang-Undang PPN No.42 Tahun 2009 Pasal 1:
“Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang
melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau Penyerahan Jasa Kena Pajak.”
Secara umum Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terdiri dari dua komponen yaitu Pajak Masukan
dan Pajak Keluaran
Menurut Undang-Undang PPN No.42 Tahun 2009 Pasal 1:
1. Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh
Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena
Pajak dan/atau pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean
dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dan atau Impor Barang
Kena Pajak .
2. Pajak Keluaran adalah Pajak Pertambahan Nilai terutang yang wajib dipungut oleh
Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak, penyerahaan Jasa
Kena Pajak, ekspor Barang Kena Pajak Berwujud, ekspor Barang Kena Pajak Tidak
Berwujud, dan/atau ekspor Jasa Kena Pajak.
Atau dapat disimpulkan atau diambil secara garis besar nya bahwa Pajak Masukan adalah
PPN yang dibayar ketika PKP membeli, memperoleh, atau membuat produknya, sedangkan
Pajak Keluaran adalah PPN yang dipungut ketika PKP menjual produknya.
Karakteristik Pajak Pertambahan Nilai
1. Pajak Pertambahan Nilai merupakan Pajak Tidak Langsung
Karakter ini memberikan suatu konsekuensi yuridis bahwa antara pemikul beban pajak
dengan penanggung jawab atas pembayaran pajak ke Kas Negara berada pada pihak yang
69
berbeda. Pemikul beban pajak ini secara nyata berkedudukan sebagai pembeli Barang Kena
Pajak atau Penerima Jasa Kena Pajak.
Pajak Pertambahan Nilai dapat dirumuskan berdasarkan dua sudut pandang sebagai
berikut:
1. Sudut Pandang Ekonomi, beban pajak dialihkan kepada pihak lain, yaitu pihak yang
akan mengkonsumsi barang atau jasa yang menjadi objek pajak.
2. Sudut pandang yuridis, tanggung jawab pembayaran pajak kepada kas Negara tidak
berada di tangan pihak yang memikul beban pajak. Sudut pandang secara yuridis ini
membawa konsekuensi filosofis bahwa dalam Pajak Tidak Langsung apabila
pembeli atau penerima jasa, pada hakikatnya sama dengan telah membayar pajak
tersebut ke Kas Negara.
2. Pajak Pertambahan Nilai merupakan Pajak Objektif
Yang dimaksud dengan Pajak Objektif adalah suatu jenis pajak yang pada saat
timbulnya kewajiban pajak ditentukan oleh factor objektif, yaitu adanya taatbestand, adapun
yang dimaksud taatbestand adalah keadaan, peristiwa atau perbuatan hukum yang dapat
dikenakan pajak yang juga disebut dengan nama Objek Pajak.
3. Multi Stage Levy
Multy Stage Levy Tax merupakan karakteristik Pajak Pertambahan Nilai yang dikenakan
pada setiap mata rantai jalur produksi dan jalur distribusi. Setiap penyerahan barang yang
menjadi Objek Pajak Pertambahan Nilai mulai dari tingkat pabrikan (Manufacture) kemudian
ditingkat pedagang besar (wholesaler) dalam berbagai bentuk ataupun nama, sampai dengan
tingkat pedagang eceran (retailer) dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.
4. PPN terutang untuk dibayar ke kas Negara dihitung menggunakan indirect substraction
method/credit method/invoice method.
Pajak yang dipungut oleh PKP penjual atau pengusaha jasa tidak secara otomatis
dibayar ke kas Negara. PPN terutang yang wajib dibayar ke kas Negara merupakan hasil
perhitungan mengurangkan PPN yang dibayar kepada PKP lain yang dinamakan pajak masukan
(input tax) dengan PPN yang dipungut dari pembeli atau penerima jasa yang dinamakan pajak
keluaran (output tax). Pola ini dinamakan metode penguranagan tidak langsung (indirect
substraction method). Pajak keluaran yang dikurangkan dengan Pajak Masukannya untuk
memperoleh jumlah pajak yang akan dibayarkan ke kas Negara dinamakan tax credit. Atau PPN
70
yang dipungut tidak langsung disetorkan ke Kas Negara. PPN yang disetorkan ke Kas Negara
merupakan hasil perhitungan Pajak Masukan dan Pajak Keluaran yang dimana harus ada bukti
pungutan PPN berupa Faktur Pajak.
5. Pajak atas Konsumsi Umum Dalam Negeri
Pajak Pertambahan Nilai hanya dikenakan atas Barang atau Jasa Kena Pajak yang
dikonsumsi di dalam negeri, termasuk Barang Kena Pajak yang diimpor dari luar negeri. Tetapi
untuk ekspor Barang Kena Pajak Tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai. Prinsip ini
menggunakan prinsip tempat tujuan (destination principle) yaitu pajak dikenakan ditempat
barang atau jasa akan dikonsumsi.
6. Pajak Pertambahan Nilai bersifat Netral
Netralitas ini dapat dibentuk karena adanya 2 (dua) Faktor, yaitu:
1. PPN dikenakan atas konsumsi barang maupun jasa
2. Pemungutannya menganut prinsip tempat tujuan (PPN dipungut ditempat
barang/jasa dikonsumsi).
7. Tidak Menimbulkan Dampak Pajak Berganda
Pajak berganda dapat dihindari karena PPN dipungut atas dasar nilai tambah dan PPN yang
dibayar diperhitungkan dengan PPN yang dipungut.
Tarif Pajak
Tarif Pajak Pertambahan Nilai
1. Tarif Pajak Pertambahan Nilai sebesar 10% (sepuluh persen)
Tarif PPN yang berlaku atas penyerahan BKP dan/atau penyerahaan JKP adalah tarif
tunggal, sehingga mudah dalam pelaksanaannya dan tidak memerlukan daftar
penggolongan barang atau penggolongan jasa dengan tarif yang berada sebagaimana
berlaku pada Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
2. Tarif Pajak Pertambahan Nilai atas ekspor Barang Kena Pajak sebesar 0 % (nol persen).
Tarif PPN adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak di dalam
Daerah Pabean. Oleh karena itu, Barang Kena Pajak yang diekspor atu dikonsumsi di
luar Daerah Pabean dikenakan Pajak Pertambahan Nilai dengan tariff 0% ( nol persen).
3. Tarif Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat diubah menjadi serendah-
rendahnya 5% dan setinggi-tingginya 15 %.
Subjek Pajak dan Objek Pajak
Subjek Pajak Pertambahan Nilai71
A. Pengusaha
Dalam pasal 1 angka 14 UU PPN Tahun 2009 bahwa “Orang Pribadi atau badan
sebagaimana dimaksud dalam angka 13 yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya
menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha
perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, melakukan
usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean”.
B. Pengusaha Kena Pajak (PKP)
Dalam pasal 1 angka 15 UU PPN Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha yang
melakukan penyerahan Barang Kena Pajak /Jasa Kena Pajak yang dikenakan pajak
berdasarkan UU PPN tidak termasuk Pengusaha Kecil yang batasannya ditetapkan dengan
Keputusan Menteri Keuangan kecuali pengusaha kecil yang memilih untuk dikukuhkan
sebagai Pengusaha Kena Pajak.
C. Pengusaha Kecil
1. Pengusaha yang melakukan BKP/JKP dalam 1 tahun buku memperoleh peredaran
penerimaan bruto tidak lebih dari Rp.600.000.000
2. Meskipun peredaran bruto dalam 1 tahun buku tidak lebih dari Rp.600.000.000,-
Pengusaha Kecil dapat memilih untuk dikukuhkan menjadi PKP.
3. Pengusaha Kecil yang telah melampaui Rp.600.000.000,- dalam suatu masa pajak wajib
melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP paling lambat akhir bulan
terlampauinya batasan tersebut. Apabila batas waktu pelaporan tersebut terlampaui makan
saat pengukuhan sebagai PKP adalah awal bulan berikutnya.
Objek Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
1. Pasal 4
- Ekspor BKP tidak berwujud dan
- Ekspor JKP;
A. Barang Kena Pajak (BKP)
Barang Kena Pajak dapat dimasukkan kedalam 2 kategori. Yang pertama adalah Barang
Berwujud yang menurut sifat atau hukumnya dapar berupa barang bergerak yang dikenakan
PPN atau Barang Tidak Bergerak yang dikenakan PPN. Yang kedua adalah Barang Tidak
Berwujud yang dikenakan PPN.
PPN dikenakan atas:
1. Penyerahan BKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha72
2. Impor BKP
3. Penyerahan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
4. Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
5. Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
6. Ekspor BKP oleh PKP
7. Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha/ pekerjaan oleh
orang pribadi/ badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain.
8. Penyerahan aktiva oleh PKP yang menurut tujuan semula aktiva tersebut tidak digunakan
untuk diperjualbelikan sepanjang PPN yang dibayar pada saat perolehannya dapat
dikreditkan.
B. Jasa Kena Pajak (JKP)
Jasa Kena Pajak adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau
perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak
tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan utuk melakukan barang karena
pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan, yang dikenakan
pajak berdasarkan undang-undang PPN dan PPnBM.
2. Pasal 16 C
- Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan
oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakn puhak
lain.
3. Pasal 16 D
- Penyerahan Aktiva yang tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan
Dasar Pengenaan Pajak (DPP)
Dasar Pengenaan Pajak (DPP) adalah Jumlah Harga Jual atau Penggantian atau Nilai Impor
atau Nilai Ekspor atau Nilai Lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan yang
dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang.
Dasar Pengenaan Pajak adalah dasar yang dipakai untuk menghitung pajak yang terutang yaitu:
1. Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak, tidak termasuk
73
Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang-Undang PPN dan PPnBM dan
potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.
2. Penggantian adalah nilia berupa uang termasuk semua biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan Jasa Kena Pajak, tidak
termasuk pajak yang dipungut menurut Undang-Undang dan potongan harga yang
dicantumkan dalam Faktur Pajak.
3. Nilai Impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar perhitungan bea masuk
ditambah pungutan lainnya yang dikenakan berdasarkan ketentuan dalam peraturan
perundang-undangan Pabean untuk impor Barang Kena Pajak, tidak termasuk Pajak
Pertambahan Nilai yang dipungut menurut undang-undang PPN dan PPnBM. Nilai
Impor yang menjadi dasar DPP adalah harga patokan impor atau Cost Insurance and
Freight (CIF) sebagai dasar perhitungan bea masuk ditambah dengan semua biaya dan
pungutan lain menurut ketentuan peraturan perundang-undangan Pabean.
4. Nilai Ekspor adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau yang
seharusnya diminta oleh eksportir.
5. Nilai Lain adalah suatu jumlah yang ditetapkan sebagai Dasar Pengenaan Pajak dengan
Keputusan Menteri Keuangan. Nilai lain yang ditetapkan sebagai DPP adalag sebagai
berikut:
- Untuk pemakaian sendiri BKP dan atau JKP adalah Harga Jual atau Penggantian
setelah dikurangi laba kotor;
- Untuk pemberian Cuma-Cuma BKP dan atau JKP adalah Harga Jual atau
Penggantian setelah dikurangi laba kotor;
- Untuk penyerahan media rekaman suara atau gambar adalah perkiraan Harga
Jual Rata-rata;
- Untuk penyerahan film cerita adalah perkiraan hasul rata-rata per judul film;
- Untuk persediaan BKP yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan
adalah harga pasar wajar;
- Untuk asset yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan sepanjang
PPN atas perolehan asset tersebut menurut ketentuan dapat dikreditkan, adalah
harga pasar wajar;
- Untuk kendaraan bermotor bekas adalah 10% (sepuluh persen) dari harga jual;
74
- Untuk penyerahan jasa biro perjalanan atau jasa biro pariwisata adalah 10%
(sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih;
- Untuk jasa pengiriman paket adalah 10%(sepuluh persen) dari jumlah tagihan
atau jumlah yang seharusnya ditagih;
- Untuk jasa anak piutang adalah 5% dari jumlah seluruh imbalan yang diterima
berupa service charge, provisi, dan diskon;
- Untuk penyerahan BKP dan/atau JKP dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan
penyerahan BKP dan/atau JKP antar cabang adalah harga jual atau pengganti
setelah dikurangi laba kotor;
- Untuk penyerahan BKP kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang
adalah harga lelang;
Prosedur / Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Mekanisme Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
1. Saat terutang adalah saat pembayaran
2. Faktur dan SPP dibuat pada saat PKP mengajukan tagihan
3. Faktur dan SSP merupakan bukti pemungutan dan penyetoran
4. Pemungut pajak wajib memungut PPN terutang pada saat pembayaran (bukan pada
saat penyerahan)
5. Bendahara wajib setor paling lambat 7 hari setelah bulan dilakukan pembayaran atas
tagihan
6. PPN yang telah disetor dilaporkan dalam SPT Masa PPN bagi pemungut PPN 20
hari setelah dilakukan pembayaran tagihan
Yang ditunjuk pemungutan PPN (KM 563/KMK.03/2003)
1. Bendaharawan Pemerintah
2. Kantor Pembendaharaan dan Kas Negara
Faktur Pajak
Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang
melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau penyerahan Jasa Kena Pajak (Pasal 1
angka 23 Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai No.42 Tahun 2009). Faktur Pajak dalam
Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai No.42 Tahun 2009 telah diubah tepatnya pada Pasal
12 ayat 7 yang dimana Faktur Pajak Sederhana telah dihapus. Sehingga dalam Pasal 13 ayat 1
75
Undang-undang No.42 Tahun 2009 dan Per-13/PJ/2010 hanya ada Faktur Pajak saja sebagai
berikut:
1. Faktur Pajak
Faktur Pajak adalah faktur yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak pada saat melakukan
Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak. Faktur Pajak dibuat sekurang-
kurangnya rangka 2 (dua), yaitu:
Lembar ke-1 : Untuk Pembeli Barang Kena Pajak atau yang menerima Jasa Kena
Pajak sebagai bukti Pajak Masukan.
Lembar ke-2 : Untuk Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan atau membuat Faktur
Pajak sebagai bukti Pajak Keluaran.
Dalam pembuatan Faktur Penjualan yang memuat keterangan dan pengisiannya sesuai dengan
ketentuan perpajakan yaitu pasal 13 ayat (4) dan (5) UU PPN. Dalam Faktur Pajak Standar
harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan BKP atau JKP yang memuat:
a. Nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang menyerahkan Barang Kena Pajak
atau Jasa Kena Pajak;
b. Nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) pembeli Barang Kena Pajak atau Jasa
Kena Pajak;
c. Jenis barang atau jasa, jumlah harga jual atau pengganti dan potongan harga;
d. Pajak pertambahan nilai yang dipungut;
e. Pajak penjualan atas barang mewah yang dipungut;
f. Kode nomor seri dan tanggal pembuatan faktur pajak dan
g. Nama, jabatan, dan tanda tangan yang berhak menandatangani faktur pajak
II.6.1 Faktur Pajak Yang Dianggap Tidak Sah
Berdasarkan Ketentuan SE-132/PJ/2010 , Faktur Pajak Yang Tidak Sah sebagai berikut:
1. Faktur Pajak yang tidak berdasarkan transaksi sebenarnya.
2. Faktur Pajak yang diterbitkan oleh Pengusaha yang belum dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena
Pajak (PKP).
76
Pengkreditan Pajak Masukan
Dalam menentukan besarnya Pajak Pertambahan Nilai yang terutang dalam satu masa pajak,
perlu diperhatikan pajak masukan nya terlebih dahulu. Berdasarkan Pasal 1 ayat 24 UU PPN, Pajak
Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusahan Kena Pajak
karena perolehan Barang Kena Pajak dan atau penerimaan Jasa Kena Pajak dan atau pemanfaatan Jasa
Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dan atau impor Barang Kena Pajak.
Mekanisme pengkreditan Pajak Masukan menurut “ Undang-undang PPN No.42 Tahun 2009 “ adalah
sebagai berikut:
A. Prinsip dasar Pengkreditan Pajak Masukan
1. Pajak Masukan dalam satu Masa Pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran untuk Masa
Pajak yang sama ( Pasal 9 ayat 2).
2. Dalam hal belum ada Pajak Keluaran dalam suatu Masa Pajak, maka Pajak Masukan tetap
dapat dikreditkan (Pasal 9 ayat 2a)
3. Apabila dalam suatu Masa Pajak, Jumlah Pajak Keluaran lebig besar daripada jumlah Pajak
Masukan, maka selisihnya merupakan Pajak Pertambahan Nilai yang wajib dibayar oleh
Pengusaha Kena Pajak (Pasal 9 ayat 3)
4. Apabila dalam suatu Masa Pajak, Jumlah Pajak Masukan lebih besar daripada jumlah Pajak
Keluaran, maka selisihnya merupakan kelebihan Pajak Masukan yang dapat diminta
kembali atau dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya ( Pasal 9 ayat 4)
5. Pajak Masukan yang dapat dikreditkan adalah Pajak Masukan untuk perolehan Barang Kena
Pajak dan atau Jasa Kena Pajak yang berhubungan langsung dengan kegiatan usaha
melakukan penyerahana kena pajak ( Pasal 9 ayat 5 jo ayat 8 huruf b).
6. Meskipun berhubungan langsung dengan kegiatan usaha menghasilkan penyerahan kena
pajak, dalam hal-hal tertentu tidak kemungkinan Pajak Maaukan tersebut tidak dapat
dikreditkan (Pasal 9 ayat 8 dan Pasal 16 b ayat (3).
B. Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan
1. Pajak Masukan bagi pengeluaran untuk perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak
sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
2. Pajak Masukan bagi pengeluaran untuk perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak
yang tidak berhubungan langsung dengan kegiatan usaha.
77
3. Pajak Masukan bagi pengeluaran untuk pembelian atau pemeliharaan kendaraan bermotor
berbentuk sedan, jeep, station wagon, van dan komni kecuali sebagai barang dagangan atau
disewakan ( Pasal 9 ayat 6 huruf c UU PPN).
4. Pajak Masukan atas Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau Pemanfaatan Jasa
Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean, sebelum Pengusaha
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
5. Pajak Masukan yang tercantum dalam Faktur Pajak Sederhana.
6. Pajak Masukan yang tercantum dalam Faktur Pajak Srandar yang tidak memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 ayat 15
7. Pajak Masukan yang pembayarannya ditagih menggunakan surat ketetapan pajak.
8. Pajak Masukan yang tidak dilaporkan dalam surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan
Nilai, yang ditentukan dalam pemeriksaan.
9. Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang dugunakan
untuk kegiatan usaha yang menghasilkan penyerahaan yang dibebaskan dari penggenaan
pajak (Pasal 16 b ayat 3).
Penerapan dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai
Penerapan Pajak Pertambahan Nilai
Yang wajib menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai adalah:
A. Pengusaha Kena Pajak (PKP)
B. Pemungut PPN/PPnBM, adalah:
- Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara
- Bendaharawan Pemerintah Pusat dan DAERAH
- Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
- Pertamina
- BUMN/BUMD
- Bank Pemerintah
78
Saat Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai:
Undang-undang No.18 tahun 2000 :
1. PPN dan PPnBM yang dihitung sendiri oleh PKP, harus dilaporkan dalam SPT Masa
dan disampaikan kepada Kantor Pelayanan Pajak setempat paling lambat 20 hari setelah
Masa Pajak berakhir.
2. PPN dan PPnBM yang tercantum dalam SKPKB, SKPKBT, dan STP yang telah
dilunasi segera dilaporkan ke KPP yang menerbitkan.
3. PPN dan PPnBM yang pemungutnya dilakukan
- Bendaharawan Pemerintah harus dilaporkan paling lambat 14 hari setelah Masa
Pajak berakhir.
- Pemungut Pajak Pertambahan Nilai selain Bendaharawan Pemerintah harus
dilaporkan paling lambat 20 hari setelah Masa Pajak berakhir
- Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atas impor, harus dilaporkan secara
mingguan selambat-lambatnya 7 hari setelah batas waktu penyetoran pajak
berakhir.
4. Untuk penyerahan tepung terigu oleh BULOG, maka PPN dan PPnBM dihitung sendiri
oleh PKP, harus dilaporkan dalam SPT Masa dan disampaikan kepada KPP setempat
paling lambat 20 hari setelah Masa Pajak berakhir.
- Undang-undang No.42 tahun 2009 :
Dalam hal melakukan Pelaporan SPT Masa Pajak Pertambahan dalam Undang-undang No.42
tahun 2009 terdapat perubahan pada saat tanggal pelaporan nya yaitu pada akhir bulan berikut
nya yang mulai diberlakukan pada tanggal 10 April 2010.Dimana yang semulai pada Undang-
undang No.18 tahun 2000 itu pelaporan dilakukan pada tanggal 20 namun pada peraturan
perundang-undangan No.42 tahun 2009 pelaporan menjadi akhir bulan berikutnya.
Penyetoran Pajak Pertambahan Nilai
Menurut Undang-undang No.18 tahun 2000 Penyetoran Pajak Pertambahan Nilai yang
terutang harus dilakukan selambat-lambatnya pada tanggal 15 bulan takwin berikutnya. Apabila
tanggal 15 tersebut jatuh pada hari libur, maka penyetoran dilakukan pada hari kerja berikutnya.
Untuk Impor, penyetoran harus dilakukan pada hari kerja berikutnya, kecuali yang dipungut
pada tanggal 31 Maret harus disetorkan pada hari itu juga. Sedangkan, Berdasarkan Undang-
79
undang Nomor 42 tahun 2009 Penyetoran Pajak Pertambahan Nilai dilakukan selambat-
lambatnya akhir bulan berikutnya. Surat Setoran Pajak adalah surat yang oleh Wajib Pajak
digunakan untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke kas Negara
melalui Kantor Pos dan atau bank badan usaha milik Negara atau bank badan usaha milik
Daerah atau tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
Saat dan Tempat Pajak Terutang
1. Saat Terutangnya Pajak
a. Terutang pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak berwujud yang menurut sifat atau
hukumnya merupakan barang bergerak terjadi pada saat Barang Kena Pajak tersebut
diserahkan secara langsung kepada pembeli atau pihak ketiga untuk dan atas nama
pembeli, atau pada saat Barng Kena Pajak diserahkan kepada juru kirim atau pengusaha
jasa angkutan.
b. Terutang pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak yang menurut sifat atau hukumnya
merupakan barang tidak bergerak, terjadi pada saat penyerahan hak untuk menggunakan
atau menguasai Barang Kena Pajak tersebut, baik secara hukum atau secara nyata,
kepada pihak pembeli.
c. Terutangnya pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak tidak berwujud oleh Pengusaha
Kena Pajak, adalah pada saat yang terjadi lebih dahulu dari peristiwa-periatiwa dibawah
ini:
- Saat harga penyerahan Barang Kena Pajak tidak berwujud dinyatakan sebagai
piutang oleh Pengusaha Kena Pajak
- Saat harga penyerahan Barang Kena Pajak tidak berwujud ditagih oleh
Pengusaha Kena Pajak
- Saat harga penyerahan Barang Kena Pajak tidak berwujud diterima
pembayarannya, baik sebagian atau seluruhnya oleh Pengusaha Kena Pajak atau
- Saat ditandatanganinya kontrak atau perjanjian oleh Pengusaha Kena Pajak saat
terjadi a s/d c tidak diketahui.
d. Terutang pajak atas penyerahan Jasa Kena Pajak, terjadi saat mulai tersedianya fasilitas
atau kemudahan untuk dipakai secara nyata, baik sebagian atau seluruhnya.
e. Terutangnya pajak atas Impor Barang Kena Pajak, terjadi pada saat Barang Kena Pajak
tersebut dimasukkan ke dalam Daerah Pabean.80
f. Terutangnya pajak atas Ekspor Barang Kena Pajak terjadi pada saat Barang Kena Pajak
tersebut dikeluarkan dari Daerah Pabean.
g. Terutangnya pajak atas aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan
dan atas persediaan Barang Kena Pajak, yang masih tersisa pada saat pembubaran
perusahaan. Pajak terutang pada saat:
- Ditandatangani akte pembubaran atau
- Diketahui bahwa perusahaan tersebut nyata-nyata sudah tidak melakukan
kegiatan usaha atau sudah dibubarkan, berdasarkan hasil pemeriksaan atau
- Diketahui bahwa perusahaan tersebut telah bubar berdasarkan data atau
dokumen yang ada.
h. Terutangnya pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak dalam rangka perubahan bentuk
usaha, penggabungan usaha, pemekaran usaha, atau pengalihan seluruh aktiva yang
diikuti dengan perubahan pihak yang berhak atas Barang Kena Pajak. Pajak tetutang
pada saat disepakati atau ditetapkan sesuai hasil Rapat Umum Pemegang Saham yang
terutang dalam perjanjian perubahan bentuk usaha, penggabungan usaha, pemekaran
usaha, atau pengalihan seluruh aktiva perusahaan tersebut.
2. Tempat Pajak Terutang
a. Tempat tinggal atau tempat kedudukan dan
b. Tempat kegiatan usaha dilakukan atau
c. Tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderak Pajak
d. Tempat Barang Kena Pajak dimasukkan dalam hal Impor;
e. Tempat tanggal atau tempat kedudukan dan tempat kegiatan usaha dilakukan dalam
hal pemanfaatan BARANG Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak dari
luar Daerah Pabean didalam Daerah Pabean atau
f. Satu tempat atau lebih yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak sebagai tempat
pemusatan pajak terutang atas permohonan tertulis dari Pengusaha Kena Pajak.
3. Pajak Terutang yang tidak dipungut
Menurut Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai No.42 tahun 2009 Pasal 16 b , Pajak
Terutang tidak dipungut sebagian atau seluruhya atau dibebaskan dari pengenaan pajak,
baik untuk sementara waktu maupun selamanya, yaitu:
a. Kegiatan di Kawasan tertentu atau tempat tertentu didalam Daerah Pabean;
81
b. Penyerahan Barang Kena Pajak tertentu atau penyerahan Jasa Kena Pajak tertentu;
c. Impor Barang Kena Pajak Tertentu;
d. Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud tertentu dari luar Daerah Pabean
didalam Daerah Pabean; dan
e. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak teertentu dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah
Pabean.
Perubahan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai.
Menurut Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai No.42 tahun 2009 yang merupakan
perubahan ketiga atas Undang-undang Nomor 8 tahun 1983 tentang PPN dan PPnBM . Dalam
Undang-undang ini baru mulai berlaku pada tanggal 1 April 2010 nanti. Berikut beberapa
perubahan yang dilakukan oleh Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai :
1. Objek dan Non Objek Pajak;
2. Bukan Objek;
3. Pengembalian (retur) Jasa Kena Pajak (JKP);
4. Pajak Penjualan atas Barang Mewah;
5. Pengkreditan Pajak Masukan;
6. Restitusi PPN;
7. Demand Pajak Masukan;
8. Pemusatan tempat PPN terutang;
9. Saat pembuatan Faktur Pajak;
10. Fasilitas Perpajakan;
11. Restitusi Turis Asing;
12. Tanggung Renteng;
SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai.
Berdasarkan Pasal 3 ayat 1 Undang-undang KUP UU no.16 Tahun 2000 bahwa Pengusaha Kena Pajak
fungsi Surat Pemberitahuan adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggung-jawabkan
perhitungan jumlah PPN dan PPnBm yang sebenarnya terutang untuk melaporkan:
a. Pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran;
b. Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri oleh Pengusaha
Kena Pajak dan/atau melalui pihak lain dalam satu Masa Pajak, yang ditentukan
oleh ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku;
82
c. Bagi pemotong atau pemungut pajak, fungsi SPT adalah sebagai sarana untuk
melaporkan dan mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong atau dipungut
dan disetorkan.
Dalam pasal 7 ayat 1 Undang-undang No.28 tahun 2007, apabila SPT tidak disampaikan dalam jangka
waktu yang ditetapkan Undang-undang, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar
Rp.500.000,00 (lima ratus ribu rupiah). Tanggal jatuh tempo penyampaian SPT Masa Pajak
Pertambahan Nilai adalah tanggal 20 Masa Pajak berikutnya. Apabila tanggal 20 jatuh pada hari libur
atau minggu, SPT masa Masa Pajak Pertambahan Nilai harus disampaikan pada hari kerja sebelumnya.
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas adanya suatu nilai tambah dari
suatu barang atau jasa objek PPN. Karakteristik PPN:
Pajak tidak langsung
Pemikul beban pajak berbeda dengan penanggung jawab atas pembayaran pajak ke kas negara.
Pemikul beban pajak adalah pembeli Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak (BKP/JKP), sedangkan
penanggungjawab adalah Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang bertindak selaku penjual BKP/JKP.
Pajak obyektif, timbulnya kewajiban untuk membayar pajak sangat ditentukan oleh adanya objek
pajak, sedangkan kondisi subyek pajak tidak berpengaruh.
PPN dikenakan pada setiap mata rantai jalur produksi dan jalur distribusi.
PPN hanya dikenakan atas konsumsi BKP dan JKP yang dilakukan dalam negeri.
PPN hanya memakai satu tarif, yaitu 10%.
A. Mekasnisme PPN
1. Mekanisme PPN Murni
a. PKP wajib membuat faktur pajak untuk setiap penyerahan BKP/JKP untuk memungut pajak
yang terutang. PPN yang dipungut dinamakan Pajak Keluaran (PK).
b. Pada saat PKP membeli BKP atau menerima JKP dari PKP lain juga membayar pajak yang
terutang dan menerima faktur pajak dari PKP lain tersebut yang dinamakan Pajak Masukan.
c. Apabila dalam suatu masa pajak, PK lebih besar dari PM, maka selisihnya merupakan PPN
yang harus dibayar ke kas negara paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya.
83
d. Apabila dalam suatu masa pajak, PM lebih besar dari PK, maka selisihnya merupakan
kelebihan pajak yang dapat diminta kembali (restitusi) atau dikompensasi ke masa pajak
berikutnya.
e. Pada akhir masa pajak, setiap PKP wajib melaporkan pemungutan dan pembayaran pajak
yang terutang ke KPP setempat selambat-lambatnya tanggal 20 setelah akhir masa pajak.
2. Mekanisme yang Menyimpang dari Prinsip PPN
a. Penyerahan kepada Pemungut
1) Instansi Pemerintah dan badan-badan tertentu yang ditunjuk sebagai pemungut PPN.
2) PPN atas penyerahan BKP/JKP yang terutang oleh PKP rekanan instansi pemerintah
dan badan-badan tertentu (pemungut PPN) dipungut dan disetor oleh pemungut PPN
atas nama PKP tersebut.
3) Pemungut PPN menyerahkan SSP lembar ke-1 dan lembar ke-3 kepada PKP rekanan
setelah disetor ke kas negara.
4) PKP yang menyerahkan BKP/JKP kepada pemungut PPN wajib membuat faktur pajak.
5) PKP rekanan melaporkan penyerahan tersebut dalam SPT Masa PPN dilampiri SSP
lembar ke-3.
b. Penyerahan Kena Pajak yang PPN’nya tidak dipungut
1) Untuk penyerahan beberapa jenis BKP dan JKP tertentu, PPN’nya tidak dipungut
sebagian atau seluruhnya, sehingga tidak ada PPN yang disetor ke kas negara, misalnya
proyek yang dananya berasal dari hibah dan atau pinjaman luar negeri.
2) PM yang dibayar untuk perolehan BKP/JKP yang atas penyerahannya tidak dipungut
PPN dapat dikreditkan.
c. Penyerahan yang dibebaskan dari Pengenaan PPN
1) Untuk penyerahan beberapa jenis BKP/JKP.
2) PM yang dibayar untuk perolehan BKP/JKP yang atas penyerahannya dibebaskan dari
pengenaan PPN tidak dapat dikreditkan, misalnya impor dan atau penyerahan BKP
tertentu yang bersifat strategis.
B. Objek PPN
1. Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) di dalam daerah pabean oleh pengusaha.
2. Impor BKP.
3. Penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) yang dilakukan di dalam daerah pabean oleh pengusaha.84
4. Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.
5. Pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.
6. Ekspor BKP oleh PKP.
7. Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaan
oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau pihak lain.
8. Penyerahan aktiva oleh PKP yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan,
sepanjang PPN yang dibayar pada saat perolehannya dapat dikreditkan.
C. Barang Kena dan Tidak Kena PPN
Barang Kena Pajak adalah barang berwujud, yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa
barang bergerak atau barang tidak bergerak dan barang tidak berwujud, yang dikenakan PPN
berdasarkan UU PPN.
Barang Tidak Kena PPN:
1. Barang hasil pertambangan atau pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya, yaitu
minyak mentah, gas bumi, panas bumi, pasir dan kerikil, batu bara sebelum diproses menjadi
briket batu bara, bijih besi, bijih timah, bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel, bijih perak, dll.
2. Barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak, yaitu beras,
gabah, jagung, sagu, kedelai, dan garam (beryodium atau tidak).
3. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung dan sejenisnya,
baik yang dikonsumsi di tempat atau tidak, tidak termasuk makanan dan minuman yang
diserahkan oleh jasa boga dan katering.
4. Uang, emas batangan, dan surat-surat berharga.
D. Jasa Kena dan Tidak Kena PPN
Jasa Kena PPN adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum
yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai,
termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan
bahan atas petunjuk dari pemesan, yang dikenakan PPN berdasarkan UU PPN.
Jasa Tidak Kena PPN:
1. Jasa di bidang pelayanan kesehatan medik.
2. Jasa di bidang pelayanan sosial.
3. Jasa di bidang pengiriman surat dengan perangko.85
4. Jasa di bidang perbankan, asuransi dan sewa guna usaha dengan hak opsi.
5. Jasa di bidang keagamaan.
6. Jasa di bidang pendidikan.
7. Jasa di bidang kesenian dan hiburan yang telah dikenakan pajak tontonan, termasuk jasa di
bidang kesenian yang tidak bersifat komersial seperti pementasan kesenian tradisional yang
diselenggarakan cuma-cuma.
8. Jasa di bidang penyiaran yang bukan bersifat iklan, yaitu jasa penyiaran radio atau TV yang
dilakukan oleh instansi pemerintah atau swasta yang bukan bersifat iklan dan tidak dibiayai
oleh sponsor yang bertujuan komersial.
9. Jasa di bidang angkutan umum di darat, air, danau, dan sungai yang dilakukan pemerintah atau
pun swasta.
10. Jasa di bidang tenaga kerja, sepanjang pengusaha penyedia tenaga kerja tidak bertanggung
jawab atas hasil kerja dari tenaga kerja yang bersangkutan.
11. Jasa di bidang perhotelan.
12. Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum
seperti pemberian IMB, pemberian ijin usaha perdagangan, pemberian NPWP, pembuatan KTP.
E. Penyerahan BKP
1. Penyerahan hak karena suatu perjanjian.
2. Pengalihan karena perjanjian sewa beli dan perjanjian leasing.
3. Penyerahan kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang.
4. Pemakaian sendiri dan atau pemberian cuma-cuma.
5. Persediaan dan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih
tersisa pada saat pembubaran perusahaan.
6. Penyerahan dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan penyerahan antar cabang.
7. Penyerahan secara konsinyasi.
8. Penyerahan antar divisi atau antar unit dalam perusahaan terpadu yang terletak dalam wilayah
KPP yang berbeda.
F. Tidak Termasuk Penyerahan BKP
1. Penyerahan kepada makelar sebagaimana dimaksud dalam KUHD.
2. Penyerahan untuk jaminan utang piutang.86
3. Penyerahan dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan penyerahan antar cabang, bagi PKP yang
memperoleh ijin pemusatan tempat pajak terutang dari Dirjen Pajak.
G. PPN Terhutang
Harga Barang Rp48.000.000
Biaya Pengiriman Rp 2.000.000
Harga Beli (DPP) Rp50.000.000
PPN Masukan (10%xRp50.000.000) Rp 5.000.000
Harga Pokok Rp50.000.000
Margin Laba Rp10.000.000
Biaya Pengiriman Rp 2.000.000
Harga Jual (DPP) Rp62.000.000
PPN Keluaran (10%xRp62.000.000) Rp 6.200.000
PPN yang masih harus disetor Rp 1.200.000 (Rp6.200.000-Rp5.000.000)
H. Soal LatihanDaniel adalah seorang pengusaha retail dengan NPWP/NPPKP: 02.003.456.4.567.000. Daniel adalah seorang
pedagang yang membeli barang dan menjual kembali barang tersebut tanpa mengubah bentuk dan merek dagang.
Adapun data transaksi untuk bulan Februari 2010 adalah sebagai berikut:
Tanggal Transaksi atau Kegiatan
1 Februari 2010 Daniel memiliki kelebihan PPN dari masa Januari 2010 sebesar
Rp10.000.000 yang dapat dikompensasikan pada masa Februari 2010.
3 Februari 2010 Daniel membeli 1.000 dus mie instan dengan harga @Rp30.000, 1.000
pack sarden @Rp50.000, dan 1.000 pcs sabun cuci @Rp12.000 dari
PT.Sentosa dan mendapat faktur pajak resmi.
4 Februari 2010 Daniel membeli sepeda motor roda tiga dengan harga Rp13.200.000
(termasuk PPN) dan mendapat faktur pajak untuk mengurus BBN.
5 Februari 2010 Daniel menjual 500 dus mie instan @Rp45.000, 600 pack sarden
@Rp75.000, dan 700 pcs sabun cuci @Rp15.000 kepada Indomart tunai.
7 Februari 2010 Daniel menjual 200 dus mie instan @Rp55.000 dan 100 pack sarden
87
@Rp80.000 kepada Pak Abi tunai.
9 Februari 2010 Daniel membeli 500 ton beras @Rp5000.000 dari DOLOG.
10 Februari 2010 Daniel membeli mobil bekas dari CV.Maju seharga Rp120.000.000 baru
dibayar 70% dan sisanya dibayarkan bulan April 2010.
12 Februari 2010 Daniel menjual 300 dus mie instan @Rp50.000, 300 pack sarden
@Rp85.000, dan 300 pcs sabun cuci @Rp20.000.
14 Februari 2010 Daniel menjual 400 ton beras @Rp5.500.000 kepada Koperasi Suka-
Suka.
15 Februari 2010 Daniel membeli 1.500 dus mie instan @Rp30.000 dan 1.000 pack sarden
@Rp45.000 dan mendapat faktur pajak resmi.
18 Februari 2010 Daniel membeli 1.000 pack sabun mandi @Rp10.000 tunai namun
faktur pajaknya rusak.
19 Februari 2010 Daniel membeli 500kg telur @Rp8.000 dari PT.Adem Ayem.
20 Februari 2010 Daniel menjual 800 pack sabun mandi @Rp15.000 kepada Alfamart,
baru dibayar 75%.
22 Februari 2010 Daniel menjual 800 dus mie instan @Rp40.000 kepada PT.Rita, baru
menerima pembayaran 60%.
24 Februari 2010 Daniel membeli 4 set computer seharga Rp18.000.000 tanpa faktur
pajak.
25 Februari 2010 Daniel menjual 450kg telur @Rp12.000 kepada konsumen akhir.
27 Februari 2010 Daniel menjual 600 pack sarden @Rp55.000 baru dibayar 75%.
28 Februari 2010 Daniel membayar telpon kantor Rp1.650.000 (termasuk PPN)
28 Februari 2010 Daniel membayar tagihan listrik dan air Rp825.000 (termasuk PPN)
Diminta:
a. Buatlah kertas kerja PPN untuk semua transaksi di atas!
b. Berapa pajak kurang (lebih) bayar??
c. Pertanyaan teori:
Apa yang dimaksud dengan daerah pabean?
Sebutkan mekanisme PPN murni!
Kegiatan / transaksi apa saja yang dikenakan tarif PPN 0%?
88
89