modul biokim bidan 11

50
MODUL BIOKIMIA KLINIK Dr. Fransiska Lanni, MS FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS RESPATI YOGYAKARTA

Upload: geghariex-sicrewet

Post on 25-Jul-2015

237 views

Category:

Documents


16 download

TRANSCRIPT

Page 1: Modul Biokim Bidan 11

MODUL

BIOKIMIA KLINIK

Dr. Fransiska Lanni, MS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS RESPATI YOGYAKARTA

2011

Page 2: Modul Biokim Bidan 11

MODUL

BIOKIMIA KLINIK

Edisi I

Dr. Fransiska Lanni, MS

PROGRAM STUDI D-III KEBIDANAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS RESPATI YOGYAKARTA

2011

Page 3: Modul Biokim Bidan 11

KATA PENGANTAR

Biokimia Klinik merupakan pembelajaran lanjutan setelah mahasiswa menempuh

materi Biokimia Dasar. Modul ini memuat informasi tentang berbagai kasus klinik yang

timbul akibat kesalahan metabolisme biokimiawi yang bersifat temporal, permanen

maupun bawaan (heriditer). Selain memuat dasar teori mekanisme biokimiawi penyakit-

penyakit tersebut, modul ini juga memuat berbagai contoh kasus yang dijumpai di klinik

yang berhubungan dengan praktek Ilmu Kebidanan. Pemberian contoh kasus

dimaksudkan agar mahasiswa dapat berpikir kritis dalam pemecahan masalah dan dapat

merancang mekanisme penanganan yang tepat dan benar.

Jika pada Biokimia Dasar lebih ditekankan pada proses-proses metabolisme baik pada

biomolekul (karbohidrat, lemak, protein, asam nukleat), nutrient, hormon dan cairan

tubuh, maka pada modul ini lebih ditekankan pada gangguan atau kesalahan pada proses

proses tersebut sehingga menimbulkan kelainan maupun gangguan pada fungsi tubuh

secara keseluruhan. Dengan demikian sebelum mempelajari modul Biokimia Klinik ini,

para mahasiswa sudah harus memahami materi pembelajaran Biokimia Dasar sebagai

landasan teori berbagai kasus klinik yang dipaparkan pada modul ini.

Modul ini disusun sebagai media pembelajaran Problem Based Learning (PBL) yang

berbasis pembelajaran mahasiswa aktif (student centered) dimana dosen hanya sebagai

fasilitator, motivator atau mediator. Skenario penyakit yang disusun dalam diskusi

kasus harus dipecah mahasiswa dalam diskusi kelompok yang terjadwal. Setiap

kelompok mahasiswa harus membuat makalah singkat dan bahan presentasi yang akan

disajikan dalam kelas, dan akan menjadi diskusi ilmiah antar kelompok. Dosen dapat

menilai aktiviats mahasiswa baik dari unsur manajerial dan kerja sama kelompok, cara

beragumentasi ilmiah, cara menerima pendapat orang lain maupun sistematika berpikir

para mahasiswa dalam pemecahan masalah.

Page 4: Modul Biokim Bidan 11

Diharapkan dengan membaca modul ini, mahasiswa dapat memahami mekanisme

terjadinya berbagai penyakit yang berkaian dengan kesalahan metabolisme serta dapat

merancang dan melakukan managemen klinik yang tepat baik yang bersifat kuratif,

paliatif maupun rehabilitatif bagi para penderita. Dengan mempelajari mekanisme

terjadinya penyakit tersebut mahasiswa juga mengerti dan mampu mengkomunikasikan

tindakan preventif bagi masyarakat yang sehat untuk menghindari terjadinya gangguan

tersebut.

Page 5: Modul Biokim Bidan 11
Page 6: Modul Biokim Bidan 11

INTOLERANSI LAKTOSA

Fransiska Lanni

ntoleran laktosa adalah sekelompok gejala atau syndrom kram, diare, kembung,

muntah, mual atau kombinasi diatas akibat sistem pencernaan tidak mampu

mengurai laktosa yang terdapat dalam susu hewani menjadi molekul glukosa dan

galaktosa. Gangguan ini disebabkan oleh berkurangnya (defisiesi) atau tidak ada sama

sekali (nir) enzim Laktase yang diproduksi oleh sel epitel usus. Enzim Laktase

dibutuhkan untuk mengurai gula susu (laktosa) menjadi Glukosa dan Galaktosa. Tidak

adanya enzim atau defisiensi enzim ini dapat oleh faktor genetik (bawaan) maupun non

genetik (lingkungan).

I

Mutasi pada gen (DNA) yang menyandi produksi enzim Laktase dapat menyebabkan

tidak diproduksinya enzim laktase atau produksinya hanya sebagian. Kelainan ini bersifat

herediter diturunkan dari kedua orangtua dan bersifat menetap atau permanen. Penyebab

lainnya adalah faktor eksogen seperti infeksi pada saluran pencernaan, yang

mengakibatkan sel-sel epithel mukosa usus kurang mampu atau tidak mampu sama sekali

mengsekresi enzim laktase. Penyebab lainnya dapat dikarenakan gen Laktase ”mati suri

atau tidur” sementara waktu, karena seseorang tidak mengkonsumsi susu dalam jangka

waktu cukup lama, sehingga Laktase tidak diproduksi lagi. Dalam kasus ini Laktase dapat

diproduksi kembali setelah orang tersebut mengkonsumsi susu sedikit demi sedikit.

Modul ini terdiri dari 2 (dua) sub Bab masing-masing ;

1. Mekanisme regulasi metabolisme Laktosa

2. Patofisiologi Biokimiawi Intoleransi Laktosa

Modul ini juga dilengkapi dengan contoh kasus klinik yang berhubungan dengan

intoleransi laktosa. Setelah mempelajari Modul ini, diharapkan mahasiswa mampu :

1. Memahami dasar Biokimia dan patofisiologis terjadinya intoleransi laktosa

2. Mengenal dan mengidentifikasi berbagai macam intoleransi laktosa

3. Menetapkan dasar managemen klinik dan terapi diet yang tepat pada berbagai

kasus intoleransi laktosa.

BAB

I

PENDAHULUAN

Page 7: Modul Biokim Bidan 11

I.1. Regulasi Metabolisme Laktosa

Laktosa adalah golongan karbohidrat yang terdiri dari gugus 2 monomer gula (disakarida)

yaitu glukosa dan galaktosa. Secara alamiah laktosa terdapat dalam susu hewan termasuk

di antaranya susu sapi dan susu susu ibu (ASI). Sama halnya dengan karbohidrat lainnya,

Laktosa harus diurai terlebih dahulu menjadi karbohidrat sederhana atau monosakarida

agar dapat diserap oleh sel-sel epithel usus. Peruraian ini dibantu oleh enzim Laktase ((-

galactosidase) yang dalam keadaan normal disekresikan oleh membran sel-sel epithel

usus halus.

Gambar 1.1. Peruraian molekul laktosa menjadi molekul glukosa dan galaktosa dengan bantuan enzim laktase yang disekresikan oleh membran sel-sel epithel usus halus.

Aktivitas enzim laktase ditentukan oleh beberapa faktor antara lain; genetik, pola diet,

umur serta kesehatan saluran pencernaan seseorang. Dalam keadaan normal, aktivitas

enzim laktase sangat tinggi pada bayi baru lahir, dan akan semakin menurun sejalan

dengan bertambahnya umur dan berkurangnya konsumsi susu.

Pada orang-orang tertentu yang tidak mengkonsumsi susu sama sekali dalam jangka

panjang, aktivitas Laktase sangat rendah atau dapat diabaikan. Gen penyandi enzim

tersebut di ”switch off” untuk sementara, dan akan aktif kembali atau di ”switch on” jika

Page 8: Modul Biokim Bidan 11

orang tersebut

mengkonsumsi

susu kembali.

Pada

masyarakat

tertentu seperti

masyarakat

Kaukasian

khususnya

Eropa Timur,

aktivitas

laktase tetap

tinggi pada

individu

dewasa

sebagai adaptasi genetik terhadap pola diet yang biasa mengkonsumsi susu dan produk

susu Penurunan aktivitas Laktase dapat terjadi jika terjadi mutasi pada gen penyandi

produksi enzim tersebut sehingga produksinya tidak ada sama sekali atau kurang

jumlahnya. Kelainan ini bersifat permanen dan herediter (diturunkan).

Penurunan aktivitas Laktase juga dapat terjadi secara temporal jika terjadi infeksi viral

enteral, di mana membran epithelial usus yang terinfeksi dan berubah sifat sehingga

sekresi Laktase terganggu. Namun demikian setelah infeksi dapat diatasi dan membran

usus kembali normal, aktivitas Laktase juga kembali normal.

I.2 Dasar Biokimiawi dan Pathofisiologi Intoleransi Laktosa

Intoleran Laktosa diartikan sebagai sekelompok gejala kram, diare, kembung, muntah

mual atau kombinasi diantaranya yang disebabkan oleh ketidakmampuan sistem

pencernaan untuk mencerna gula susu (Laktosa) menjadi glukosa dan galaktosa.

Kelainan ini dapat diderita oleh berbagai kelompok umur dari bayi baru lahir, anak-anak,

dewasa maupun orang tua dan tersebar di seluruh dunia.

Jika terdapat laktosa dalam diet baik yang berasal dari susu maupun produk susu, tetapi

tidak dicerna oleh laktase, maka Laktosa tersebut akan dimetabolisme oleh bakteri usus

Page 9: Modul Biokim Bidan 11

(colon)

menjadi asam

dan gas

sehingga

menimbulkan

gejala

intoleransi

laktosa di atas.

Secara

biokimiawi,

intoleransi

laktosa dibagi

2 :

Intorelansi

Laktosa

Primer

- Merupa

kan

kelaina

n

genetik

yang

bersifat

heredit

er sejak

lahir

dan

bersifat

meneta

p

seumur

hidup.

Tubuh

tidak mampu menghasilkan Laktase sama sekali (nir-laktose) atau jumlahnya tidak

mencukupi (defisiensi). Ekspresi gen Laktase jauh lebih tinggi pada masyarakat

kulit putih (Caucasoid) yang biasa mengkonsumsi susu dalam dietnya

dibandingkan masyarakat pedalaman Asia dan Afrika yang jarang

mengkonsumsi susu.

Intorelansi Laktosa Skunder

- Pada individu normal, Gen laktose dapat bersifat “diam” atau “mati suri” jika

tidak terpapar dengan substrat (laktosa) dalam waktu lama. Gen tersebut akan

muncul kembali ekspresinya secara perlahan jika terpapar dengan substrat.Pada

individu normal, Gen laktose dapat bersifat “diam” atau “mati suri” jika tidak

Rangkuman

Page 10: Modul Biokim Bidan 11

terpapa

r

dengan

substrat

(laktosa

) dalam

waktu

lama.

Gen

tersebut akan muncul kembali ekspresinya secara perlahan jika terpapar dengan

substrat.

- Disebabkan oleh infeksi atau gangguan saluran gastrointestinal lainnya, sehingga

kemampuan sel epitel usus memproduksi laktase menurun. Defisiensi ini bersifat

temporal dan setelah sel usus pulih kembali maka produksi enzim kembali normal

Laktosa yang tidak tercerna dapat mempengaruhi keseimbangan osmotik usus, di mana

air jaringan ditarik keluar rongga usus dan keadaan ini semakin meningkat pada usus

besar sehingga mengakibatkan diare. Bakteri colon kemudian akan mengurai Laktosa

menjadi asam-asam karboksilat rantai pendek antara lain asam propionat, asetat, format

dan laktat. Asam format kemudian dipecah oleh enzim format lyase menjadi hydrogen

dan CO2. Selanjutnya bakteri colon akan membentuk gas methan dari CO2 dan hydrogen

yang mengakibatkan perut kembung.

Managemen klinik utama pada kasus intoleran laktosa adalah meniadakan laktosa dalam

diet atau mengurangi kadarnya. Pada bayi atau anak-anak dapat diberikan susu rendah

laktosa. Produk-produk cream non-diary juga dapat digunakan. Yogurt juga dapat

dikonsumsi karena walaupun terbuat dari susu, bakteri dalam yogurt secara alami dapat

memproduksi Laktase yang dapat mengurai laktosa.

1. Laktosa merupakan disakarida yang terdapat pada susu hewani yang perlu diurai

dengan bantuan enzim Laktase menjadi glukosa dan galaktosa untuk dapat diserap

oleh usus.

2. Jika aktivitas Laktase berkurang atau tidak ada sama sekali maka laktosa dalam usus

akan diubah oleh bakteri usus menjadi asam-asam karboksilat rantai pendek antara

lain asam propionat, asetat, format dan laktat.

3. Penyebab intoleransi laktosa antara lain ;

- faktor genetik

- infeksi usus

- Frekuensi paparan terhadap susu

Page 11: Modul Biokim Bidan 11

4. Keberadaan asam. yang diproduksi oleh bakteri usus akan mengubah fungsi fiologis

usus secara keseluruhan sehingga menyebabkan kram, diare, kembung, muntah, mual

atau kombinasi

Seorang ibu membawa bayinya ke RSUD setempat, dengan keluhan bayi laki-laki yang

berusia 2 bulan tersebut menderita muntah-muntah dan diare berkepanjangan. Bayi

tersebut masih mengkonsumsi ASI eksklusif. Pemeriksaan fisik menunjukkan berat badan

bayi kurang dari normal, turgor kulit buruk dan mengalami dehydrasi sedang.

Riwayat penyakit.

Bayi mengalami panas tinggi dan muntah kira-kira 2 minggu yang lalu. Sang ibu

membawa bayi tersebut ke puskesmas setempat dan dokter mendiagnosis terjadi

gastroenteritis viral. Setelah diberi obat-obatan, 3 hari kemudian demam sang anak mulai

turun tetapi diare encer masih terjadi, muntah serta buang gas terus berlanjut sampai saat

di bawah ke RS. Sebelumnya bayi tersebut mengkonsumsi ASI dan tidak bermasalah.

Pemeriksaan Laboratorium :

- terdapat gula reduksi di urin

- glukosa urin negatif

Tindakan :

- bayi diinfus dengan larutan glukosa 5% dan ASI dihentikan, pada hari pertama diare

dan muntah berkurang. Kemudian bayi diberi susu rendah laktosa (SRL) dari kedelai

dan pada hari ke 3 setelah dirawat. Bayi kembali sehat dengan mengkonsumsi SRL.

Pertanyaan :

1. Mengapa dokter menghentikan ASI?

2. Mengapa sebelum panas tinggi 10 hari sebelumnya bayi belum pernah mengalami

muntah dan diare ?.

3. Mengapa kepada bayi tersebut diberikan SRL ?

4. Apakah bayi tersebut dapat mengkonsumsi ASI kembali?

Diskusi Kasus

Kasus 1

Page 12: Modul Biokim Bidan 11

Seorang ibu baru melahirkan bayi perempuan dengan berat badan 3,1 kg melalui operasi

caecar atas indikasi medis. ASI ibu tersebut belum keluar pada hari pertama, sehingga

Bidan memberi susu buatan kepada sang bayi, bayi muntah dan hari kedua mulai

menderita kembung dan diare. Bidan menggantikan susu tersebut dengan merek lainnya,

tetapi tidak memperbaiki keadaan, kembung, muntah dan diare tetap berlanjut sehingga

bayi tersebut perlu diberikan cairan dan nutrient lewat infus. Kesimpulan dokter anak,

sang bayi alergi susu buatan. Setelah 5 hari kemudian, sang ibu mulai dapat memberikan

ASI nya kepada sang bayi, diare dan muntah terus berlanjut. Akhirnya ASI dihentikan

dan sang bayi diberikan SRL, keadaan berangsur baik.

Pertanyaan :

1. Apa yang terjadi pada bayi tersebut?

2. Mengapa baru lahir dapat terjadi diare dan muntah?

3. Mengapa ASI juga dihentikan dan diganti dengan SRL ?

4. Apakah bayi tersebut dapat mengkonsumsi ASI kembali ?

Seorang wanita paruh baya berusia 50 tahun, baru pindah ke kota untuk tinggal bersama

anaknya karena mengalami gejala osteoporosis Dalam keseharian sebelumnya sang

nenek hampir tidak pernah mengkonsumsi susu. Ketika di rumah anaknya, sang ibu

mendapat perbaikan gizi dengan mengkonsumsi susu berkalsium Merek X, pada pagi hari

dan malam sebelum tidur untuk mengurangi efek pengosongan kalsium tulang yang dapat

memperparah osteoporosisnya. Malam hari pertama sang ibu merasa perutnya kembung

dan tidak nyaman dan keesokan harinya tambah parah. Wanita itu mulai muntah dan daire

dan muntah pada pagi hari ke tiga.

Dugaan pertama bahwa sang ibu mengkonsumsi bahan makanan yang kurang higienes,

pedas dan bersantan sehingga menjadi diare. Kemudian dokter memberikan antibiotik dan

antidiare, tetapi diare tetap berlanjut sampai hari ke 10, sang ibu mengkonsumsi lebih

banyak susu lagi untuk mendapatkan nutrient yang lebih banyak akibat diare. Diare

semakin parah dan pada akhir minggu ke 2, tanpa sengaja ibu tersebut tidak

Kasus 2

Kasus 3

Page 13: Modul Biokim Bidan 11

mengkonsumsi susu selama 2 hari karena persediaan susu habis dan diare serta muntah

berkurang. Kemudian susu dihentikan sama sekali, diare dan muntah hilang seketika.

Kesimpulan sementara ibu tersebut alergi dengan susu merek X tersebut.

mengkonsumsi susu selama 2 hari karena persediaan susu habis dan diare serta muntah

berkurang. Kemudian susu dihentikan sama sekali, diare dan muntah hilang seketika.

Kesimpulan sementara ibu tersebut alergi dengan susu merek X tersebut.

Sang anak membeli susu berkalsium tinggi merek Y untuk menggantikan merek X, dan

sang ibu mulai mengkonsumsi susu tersebut, diare dan muntah mulai terjadi walaupun

frekuensi dan kuantitasnya tidak sebanyak sewaktu diberi susu merek X. Kemudian

pemberian susu dihentikan kembali dan berpindah ke merk Z, reaksi muntah dan diare

kembali terjadi intensitasnya rendah. Anehnya setelah 3 bulan kemudian sang ibu kembali

mengkonsumsi susu merek X, dan tidak terjadi apa-apa dengan saluran pencernaan.

Pertanyaan :

1. Apa yang dialami oleh sang ibu ?

2. Mengapa ketika diberi susu merek Y dan Z, muntah dan diare tetap berlanjut?

3. Mengapa setelah 3 bulan kemudian sang ibu diberi susu X kembali, tetapi tidak

menunjukan gejalah klinis?

4. Apakah sang ibu dapat mengkonsumsi susu tersebut kembali dan mengapa

demikian?

5. Terapi diet apa yang anda anjurkan pada ibu di atas?

Page 14: Modul Biokim Bidan 11

DIABETES MELLITUS

Fransiska Lanni

iabetes mellitus (DM) adalah sekelompok kelainan metabolik yang ditandai

dengan meningkatkannya kadar glukosa darah (hyperglisemia). DM

disebabkan oleh kelainan pada hormon anabolik insulin yang diproduksi oleh

sel beta pankreas. Hormon ini berfungsi dalam regulasi kadar gula darah dalam kisaran

normal dengan jalan memacu terjadinya perubahan glukosa menjadi glikogen yang dapat

disimpan sementara dalam sel hati dan otot. Dalam keadaan normal kadar gula berkisar

antara 80 – 120 mg/dl dan jika lebih dari 126 mg/dl atau 7 mmol dinyatakan

hyperglycemia yang merupakan manifestasi klinik utama dari DM.

D

Akibat gula darah yang tinggi (hyperglysemia) maka dapat menimbulkan berbagai

gangguan pada fungsi fiologis tubuh seperti hypertensi, kemunduran sistem syaraf, stroke,

jantung koroner dan gagal ginjal. Jumlah penderita DM di dunia maupun Indonesia

semakin meningkat sejalan dengan berubahnya pola dan gaya hidup. Konsumsi makanan

berlemak tinggi dan karbohidrat berlebihan serta kurang gerak merupakan pencetus

utama diabetes pada orang dewasa.

Modul ini terdiri dari 2 (dua) sub Bab masing-masing ; 1. Mekanisme regulasi metabolisme glukosa

2. Patofisiologi Biokimiawi Diabetes Mellitus

Setelah mempelajari Modul ini, diharapkan mahasiswa mampu :

1. memahami dasar biokimia dan patofisiologis terjadinya diabetes mellitus

2. mengenal, mengidentifikasi dan membedakan diabetes melitus Type I dan

diabetes mellitus Type II.

3. menetapkan dasar managemen klinik dan terapi diet yang tepat pada kedua type

diabetes mellitus.

14

BAB

II

PENDAHULUAN

Page 15: Modul Biokim Bidan 11

2.1. Mekanisme Regulasi Metabolisme Karbohidrat

Karbohidrat merupakan sumber energy utama bagi tubuh manusia yang didapat dari

asupan makanan baik berupa karbohidrat kompleks (polysakarida) maupun disakarida.

Diet yang baik mengandung banyak karbohidrat kompleks seperti amilum dan selulosa.

Selulosa terdapat pada serat tanaman dan tidak dapat dicerna maupun diserap tetapi

penting dalam komponen diet sebagai penambah volume bolus, menghambat penyerapan

lemak, dan membantu membersihkan toxin dalam saluran pencernaan serta memperbesar

volume dan menjaga konsistensi feces.

Sumber gula bagi manusia dapat berasal dari sederhana maupun gula kompleks. Gula

sederhana (disakarida dan monosakarida) yang terdapat dari gula pasir (sukrosa), gula

susu, buah-buahan atau bahan olahan makanan seperti sirup, kue, manisan, coklat dll.

Gula kompleks yang paling umum adalah Amilum yaitu polysarida yang terdapat pada

serial (beras, gandum, jagung dll), umbi (kentang, ubi, gadung dll, batang (sagu rumbiah)

maupun buah-buahan (sukun, pisang kepok mentah, labu kuning/pumpkin dll).

Pencernaan gula terutama amilum telah dimulai di dalam mulut, dengan bantuan enzim

amilase saliva dan di usus kecil dengan bantuan amilase pankreas. Pada tahap tersebut

amilum diubah menjadi maltosa dan kemudian enzim maltase usus mengubah maltosa

menjadi glukosa untuk selanjutnya diserap ke dalam darah. Laktosa akan dipecah

menjadi glukosa dan galaktosa oleh enzim Laktase usus. Sukrosa akan diurai menjadi

Glukosa dan Fruktosa oleh enzim Sukrase Usus.

Gula yang diserap dalam epitel usus berupa monosakarida yaitu Glukosa, Fruktosa dan

Galaktosa. Ketiga monosakarida tersebut dibawah ke hati, dan selanjutnya hati akan

mengubah Galaktosa dan Fruktosa menjadi Glukosa. Dengan demikian gula yang

beredar dalam sirkulasi adalah dalam bentuk Glukosa yang dapat dipergunakan oleh sel

dalam tubuh untuk membentuk energy selulernya.

Kadar gula darah diatur sedemikian rupa pada kisaran normal antara 80 – 120 mg/dl oleh

hormon insulin dan glukagon yang disekresikan oleh pankreas. Jika setelah makan dan

terjadi lonjakan kadar glukosa darah di atas 120 mg/dl maka sel beta pankreas akan

mensekresikan hormon insulin untuk membantu sel-sel hati dan otot mengubah

kelebihan glukosa menjadi glikogen sebagai bentuk simpanan sementara. Dengan

demikian kadar gula

15

Page 16: Modul Biokim Bidan 11

darah menjadi normal kembali. Sebaliknya jika di antara 2 waktu makan atau berpuasa

gula darah menjadi turun dan jika dibawah 80 mg/dl, maka pankreas akan mensekresikan

hormon glukagon untuk memacu peruraian glikogen menjadi glukosa dalam hati dan otot.

Insulin merupakan hormon penting dalam regulasi metabolisme karbohidrat, lemak dan

protein. Insulin mengatur laju glukosa masuk ke sel otot dan hati untuk diubah menjadi

glikogen (glycogenesis) sebagai cadangan karbohidrat sementara. Insulin menghambat

pelepasan glycogen (glycogenolysis) dan memperlambat pemecahan lemak menjadi

triglyserida, asam lemak bebas dan juga memperlambat perubahan Asam amino (protein)

menjadi glukosa (glukoneogenesis).

Gambar 2.1. Mekanisme regulasi kadar glukosa darah dalam tubuh manusia

2.2. Dasar Biokimiawi dan Patofisiologi Diabetes Mellitus

1. Hyperglysemia diartikan sebagai meningkatnya kadar gula darah >126mg/dl atau >

7 mmol/L pada gula puasa atau > 200 mg/dl atau > 11 mmol/L pada gula darah

random. Defisiensi insulin memacu gluconeogenesis dan menghambat penggunaan

glukosa darah. Peningkatan pemecahan lemak (-oksidasi) mengakibatkan

produksi benda keton yang berlebihan dan kehilangan berat badan. Benda keton

bersifat asam dan dapat mengakibatkan penurunan pH darah yang disebut

Ketoacidosis yang merupakan komplikasi utama pada pasien diabetes tidak

16

Page 17: Modul Biokim Bidan 11

terkontrol. Ginjal tidak mampu re-absorsi kelebihan gula darah mengakibatkan

glykosuria dan osmotic diuresis.

Berdasarkan patofisiologi Biokimiawi terjadinya Diabetes Mellitus maka dapat dibagi 2

jenis yaitu :

1. Type I Diabetes (IDDM = Insulin Dependent Diabetes Mellitus atau Juvinele

diabetes) ditandai oleh berkurangnya yang atau tidak ada sama sekali sel beta

pancreas akibat proses destruktif autoimmun sehingga insulin yang dihasilkan

berkurang atau tidak ada sama sekali. Biasanya banyak diderita oleh anak-anak dan

pasien membutuhkan tambahan insulin exogenous.

Kelainan ini umumnya bersifat akut, dengan durasi beberapa hari hingga minggu.

Lebih dari 95% penderita Type I DM berusia di bawah 25 tahun, dan tidak

berpengaruh pada jenis kelamin. Sebagian besar karena ”Immune Mediated Form”

seperti penyakit Hashimoto’s thyroiditis, Addison’s disease, vitiligo atau percicious

anemia. Selain autoimun dapat juga disebabkan oleh infeksi dan keganasan pada

pankreas sehingga mengubah sifat dan fisiologis sel tersebut. Beberapa penderita

Type I belum diketahui penyebabnya disebut Idiopatic Diabetes.

2. Type II diabetes (NIDDM = Non-Insulin Dependent Diabetes Mellitus) ditandai oleh

resistensi insulin terhadap jaringan perifer. Insulin yang disekresikan oleh sel

pankreas mengalami perubahan sehingga tidak dikenali oleh reseptor insulin pada

membran sel target. DM Type II paling sering dijumpai dan berhubungan erat

dengan faktor keturunan, usia tua, obesitas dan kurang gerak. DM Type II lebih

sering dijumpai pada wanita terutama pada wanita yang pernah mengalami

gestational diabetic (diabetic pada kehamilan). Etiologi DM type II multifaktorial,

selain genetik juga dipengaruhi oleh gaya hidup dan jarang dijumpai pada anak-

anak. Dalam managemen klinisnya hanya kira-kira 20% dari total penderita yang

harus mendapatkan insulin exogenous, lainnya lebih ditekankan pada management

diet, memperbaiki gaya hidup dengan banyak berolah raga, konsumsi obat-obatan

antidiabetik di bawah pengawasan dokter.

.

17

Page 18: Modul Biokim Bidan 11

- Diabetes Mellitus dibagi 2 jenis :

* Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) atau DM Type 1 dimana pankreas

tidak dapat memproduksi insulin, sehingga insulin harus didapat dari luar.

Biasanya disebabkan oleh penyakit autoimun atau infeksi pankreas dan terjadi

pada usia dini

* Non-Insulin dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) atau DM Type II, dimana

insulin tetap diproduksi, tetapi berubah, sehingga tidak dapat bekerja karena

tidak dikenali lagi oleh reseptor sel target. Penderita tidak perlu/jarang mendapat

insulin exogenous dan biasanya terjadi pada usia dewasa.

- Hyperglysemia tidak terkontrol dapat menimbulkan komplikasi berbagai penyakit,

seperti hypertensi, jantung, kemunduran system syaraf, infeksi dan gagal ginjal

- Managemen klinik diabetes harus dikuti dengan managemen dan pengaturan pola

makan dan olah raga.

Bapak X, berusia 65 tahun dibawah anaknya ke RSUD dalam keadaan tidak berdaya.

Menurut sang anak, selama 5 tahun belakangan sang bapak tidak bekerja lagi karena

mudah lelah dan lesuh, mengantuk, cepat merasa lapar dan haus serta mudah terinfeksi

dan luka sukar sembuh. Karena keterbatasan ekonomi sang bapak belum pernah ke dokter

dan hanya mengkonsumsi jamu-jamuan. Sebulan terakhir berat badan sang bapak

semakin menurun, jari-jari tangan kebas (mati rasa) di pagi hari, penglihatan berkurang

dan napas tersengal-sengal.

Hasil pemeriksaan klinis,

- Suhu tubuh : 38oC

- tensi 210/140 mmHg, tachicardi (104/min)

18

Rangkuman

Diskusi Kasus

Kasus 1

Page 19: Modul Biokim Bidan 11

- turgor kulit buruk

- jari-jari kaki luka tidak terawat, sebagian telah mengalami nekrosis

- menderita katarak

Pemeriksaan laboratorium

- pH darah 7,25 (normal 7,35-7.45)

- LDL 210 mg/dl, trigriserid total 350 mg/dl

- gula darah random 679 mg/dl

Diagnosis :

Dokter jaga yang memeriksa langsung mendiagnosis bapak X mengalami Diabetes type II

dengan ketoacidosis. Pemberian infus dengan ion kalium dilakukan memperbaiki sistem

pernapasan. Pemberian agent antidiabetik (hypoglycemia) serta antihypertensi secara oral

segera memperbaiki keadaan, tekanan darah turun menjadi 140/90, kadar gula darah

menjadi 260 mg/dl. Setelah gula darah terkendali dilakukan amputasi bagian nekrosis

jari-jari kaki. Setelah itu keadaan sang bapak perlahan membaik dengan berobat jalan

serta management diet. Ahli gizi rumah sakit memberikan ramburambu diet sebagai

berikut :

Kadar karbohidrat = 50 – 60%

Lemak < 30%

Protein 20-30%

Pertanyaan :

1. Atas dasar apa dokter mengdiagnosis sang bapak sebagai DM type II?

2. Apa tanda-tanda ketoacidosis ?

3. Mengapa pasien mudah lapar dan haus?

4. Mengapa terus penderita sering berkemih di malam hari?

5. Mengapa terjadi tachikardi?

6. Mengapa luka sang bapak sukar sembuh?

7. Mengapa pH darah di bawah normal?

8. Mengapa tekanan darahnya meningkat?

9. Mengapa pada anjuran diet, proporsi karbohidrat tinggi ?

10. Mengapa asupan lemak harus dibatasi ?

11. Apa resiko hyperlipidimia pada hyperglycemia (DM) ?

19

Page 20: Modul Biokim Bidan 11

12. Apakah penderita dapat diberi diet karbohidrat ? mengapa

Seorang anak perempuan berusia 14 tahun dibawa ke rumah sakit dalam keadaan koma.

Ibunya mengatakan bahwa kira-kira 2 minggu sebelumnya, anak tersebut masih berada

dalam keadaan sehat dan kemudian mengalami sakit leher serta demam sedang.

Selanjutnya, anak ini kehilangan selera makan dan merasakan badannya kurang sehat.

Beberapa hari sebelum masuk ke rumah sakit, ia mulai mengeluhkan rasa haus terus

menerus dan setiap malam terbangun beberapa kali untuk buang air kecil. Dokter

keluarga mereka sedang cuti keluar kota dan sang ibu enggan menghubungi dokter yang

lain.

Pada hari anak tersebut koma diawali dengan muntah-muntah, mengantuk dan sulit

dibangunkan dan karenanya dibawah ke bagian gawat darurat. Pada pemeriksaan anak

tersebut mengalami dehidrasi, kulit terasa dingin pernapasan pelan dan dalam, napas

tercium seperti aroma buah matang (ranum). Tekanan darah 90/60 dengan denyut nadi

115/menit. Ia tidak dapat dibangunkan dan didiagnosis oleh dokter jaga sebagai penderita

Diabetes melitus Type I, insulin dependen dengan komplikasi ketoasidosis dan koma.

Hasil Pemeriksaan Laboratorium

Diagnosis pada saat masuk rumah sakit dikonfirmasikan dengan hasil pemeriksaan darah

di laboratorium.

Kadar dalam plasma/serum darah (nilai dalam kurung adalah kisaran normal)

Glukosa : 35 mmol/L ( 3,6- 6,1 /L)

-hidroksibutirat : 13,0 mmol/L (<0,25 mmol/L)

Asetoasetat : 2,8 mmol/L (<0,2 mmol/L)

Bikarbonat : 5 mmol/L (24 – 28 mmol/L)

Nitrogen urea : 12 mmol/L (2,9-8,9 mmol/L)

Ion H+ darah arteri : 89 nmol/L pH 7,05 (44,7-45,5 nmol –pH 7,35-7,45)

Kreatinin : 160 mol/L (60-132 mol/L)

Kadar dalam urin

20

Kasus 2

Page 21: Modul Biokim Bidan 11

Glukosa

: ++++

Benda keton : ++++

Terapi:

Tindakan paling penting dalam pengobatan ketoasidosis diabetik adalah pemberian

insulin dan larutan garam fisiologis (salin 0,85%) intravena. Insulin diberikan kepada

pasien intravena (10 U/jam) yang ditambahkan dalam cairan infus. KCl diberikan

perlahan diikuti dengan pemantauan kadar ion K+ dalam plasma secara periodik (1 jam

sekali). Pemantauan kadar ion K+ dalam plasma sangat penting dalam penatalaksanaan

ketoacidosis, dan jika tidak seimbang dapat merupakan penyebab utama kematian.

Bikarbonat tidak diperlukan secara rutin pada pengobatan ketoasidosis diabetik, tetapi

mungkin diperlukan jika terjadi asidosis berat.

Pertanyaan

1. Apa yang dimaksud dengan diabetes type I (dependen insulin)?

2. Mengapa dapat terjadi pada anak yang berusia 14 tahun ?

3. Apa kira-kira kemungkinan penyebab terjadinya diabetes pada anak tersebut jika

membaca dari riwayat penyakit diatas?

4. Mengapa pasien sering berkemih di malam hari ?

5. Mengapa pasien merasa lemas dan mengantuk?

6. Mengapa pasien menderita dehydrasi?

7. Mengapa kadar asam hidroksibutirat dan asetosasetat darah meningkat ?

8. Mengapa pH darah menurun?

9. Mengapa napas pasien pelan dan dalam serta bau harum buah matang ?

10. Mengapa kadar ureum dan kreatinin meningkat?

11. Mengapa terdapat glukosa dalam urin?

12. Mengapa terdapat banyak benda keton dalam urin

13. Mengapa perlu diberikan KCl?

14. Mengapa pasien diberi insulin intravena ?

21

Page 22: Modul Biokim Bidan 11

KWASHIORKOR

Fransiska Lanni

washiorkor merupakan istilah yang digunakan oleh penduduk asli Ghana

(Afrika) untuk menggambarkan ”penyakit yang diderita anak yang lebih tua

setelah adiknya lahir”. Fenomena penyakit ini timbul setelah anak yang lebih

tua karena tidak mendapatkan ASI lagi setelah adik berikutnya lahir. Karena keadaan

ekonomi masyarakat tersebut tergolong rendah, maka sang anak biasanya mendapat

makanan rendah protein tetapi tinggi karbohidrat. Anak itu sebenarnya cukup energi

tetapi kurang asupan protein. Gejalah umum Kwashiorkor adalah hipoalbuminemia,

anoreksia, edema, kondisi kulit dan rambut buruk serta perlemakan hati.

K

Kwashiorkor biasanya dijumpai pada negara-negara miskin dan berkembang seperti

Afrika termasuk Indonesia. Diperkirakan ada kira-kira 1 milyar orang di seluruh dunia

menderita Kwashiorkor dengan berbagai derajat keparahan. Fenomena ”asal kenyang”

tanpa memperhatikan komposisi asupan makanan merupakan faktor utama terjadinya

Kwashiorkor yang sering disebut dengan busung lapar. Kwashiorkor dibedakan dengan

Marasmus, karena pada Kwashiorkor hanya terjadi defisiensi protein dengan asupan

energy yang cukup, sedangkan Marasmus merupakan kasus defisiensi protein diikuti

dengan defisiensi unsur diet yang lain. Bentuk intermedia antara Kwashiorkor dan

Marasmus sering dijumpai dan disebut dengan Marasmus-Kwashiorkor.

Modul ini terdiri dari 2 (dua) sub Bab masing-masing ;

1. Kecukupan asupan protein dalam diet

2. Patofisiologi Biokimiawi Kwashiorkor

Modul ini dilengkapi dengan kasus klinik Kwarshiorkor dengan pertanyaan-pertanyaan

berkaitan dengan penyakit tersebut. Setelah mempelajari Modul ini, diharapkan

mahasiswa mampu :

1. Memahami dasar kecukupan asupan protein untuk menunjang fungsi fisiologis

tubuh

22

BAB

III

PENDAHULUAN

Page 23: Modul Biokim Bidan 11

2. memahami patofisiologi biokimiawi terjadinya Kwashiorkor

3. mengenal, mengidentifikasi dan membedakan Kwarshiorkor dari kasus malnutrisi

lainnya

4. menetapkan dasar manajemen klinik dan terapi diet yang tepat pada penderita

Kwashiorkor

4.1. Kecukupan Protein

Untuk mempertahankan fungsi fisiologis dan biologis tubuh agar tetap sehat maka perlu

nutrisi yang baik. Secara umum nutrisi manusia harus terdiri dari 5 unsur utama yaitu :

Karbohidrat, Lemak, Protein, Vitamin dan Mineral. Semua nutrien tersebut harus terus

diasup untuk digunakan sebagai sumber tenaga, regulasi suhu, integritas sel, hormonal,

pertumbuhan, sistem imun, struktural dan lainnya.

Karbohidrat merupakan sumber energy utama dalam metabolisme selular dan aktivitas

tubuh. Lemak terutama dibutuhkan untuk membentuk membran sel, sistem syaraf,

insulasi suhu, endokrin dan sebagai cadangan energy. Protein dibutuhkan terutama

memelihara integritas selular, struktural, enzimatis dan sistem imun tubuh. Vitamin dan

mineral diperlukan untuk membantu metabolisme dalam tubuh, sebagai kofaktor,

antioksidan dan regulator beberapa fungsi fisiologi tubuh. Kekurangan atau kelebihan

unsur-unsur nutrisi di atas mengakibatkan mal-nutrisi (nutrisi yang salah) yang dapat

berakibat patologis.

Protein merupakan unsur penting bagi tubuh terutama pada balita dan masa pertumbuhan

untuk membentuk jaringan otot dan organ lainnya. Selain itu Protein juga

bertanggungjawab pada sistem imun dan regenerasi sel-sel yang rusak. Sumber utama

protein pada bayi adalah Air Susu Ibu (ASI), susu buatan dan unsur makanan bayi

lainnya. Sumber protein makanan pada anak-anak dan orang dewasa dapat diperoleh dari

sumber hewani seperti telor, susu, daging unggas, daging merah dan ikan serta protein

nabati yang berasal dari kacang-kacangan.

Protein dari bahan makanan dalam sistem pencernaan akan diurai menjadi asam amino

yang dimulai dari denaturasi protein di dalam lambung dan digesti oleh pepsin, kemudian

dilanjutkan dengan digesti protease di dalam usus halus menjadi asam amino. Selanjutnya

23

Page 24: Modul Biokim Bidan 11

asam amino tersebut diserap oleh sel epitel usus ke damlah darah untuk diedarkan ke

seluruh tubuh. Di dalam sel asam amino tersebut akan digunakan sebagai bahan dasar

pembentukan protein struktural maupun fungsional. Protein fungsional penting dalam

tubuh misalnya; albumin merupakan komponen osmoregulator plasma darah; globulin

merupakan protein fungsional sistem imun; transferin protein yang bertanggungjawab

atas transportasi beberapa unsur mineral dalam tubuh.

4.2. Patofisiologi Biokimiawi Kwashiorkor

Jika asupan protein rendah maka akan terjadi menurunnya sintesis albumin

(hypoalbuminemia), globulin maupun transferin plasma darah oleh hati. Dampak dari

hypoalbuminemia adalah menurunkan tekanan osmotik dalam darah sehingga air dalam

vaskular tertarik kembali ke jaringan, akibatnya terjadi oedema. Selain itu albumin juga

berfungsi sebagai pengangkut lemak (lipoprotein) di dalam darah. Jika albumin kurang,

maka akan mengganggu transportasi trigliserida dan lipid lainnya keluar dari hati dapat

mengakibatkan terjadinya perlemakan hati. Defisiensi mineral dan vitamin juga dapat

terjadi pada kasus kekurangan asupan protein, karena beberapa vitamin (Vitamin A, K,

dll) dan mineral (Cu, Fe dll) membutuhkan protein pengangkut di dalam plasma sebagai

carrier.

Asupan karbohidrat yang tinggi memacu pelepasan hormon insulin yang berlebihan dan

menghambat sekresi hormon epinefrin dan kortisol. Kadar hormon epinefrin yang rendah

akan menghambat mobilisasi lemak hasil oksidasi dalam hati dan diperparah oleh tidak

adanya albumin sebagai carrier, akibatnya lemak tetap tertinggal di dalam hati da

terjadinya perlemakan hati (fatty liver) yang selanjutnya dapat merusak jaringan hati.

Komponen sistem imun humoral seperti imunoglobulin (Ig), interferon, cytokin atau

protein C adalah protein fugsional Akibatnya pada penderita Kwashiorkor juga terjadi

penurunan sistem imun sehingga penderita sangat rentan terhadap penyakit infeksi.

Regenerasi sel yang rusak baik pada luka atau turn-over sel dapat terhambat karena

membutuhkan protein untuk komponen strukturalnya. Pembentukan darah merah juga

terhambat baik karena kekurangan besi (Fe) yang membutuhkan protein carrier transferin

sebagai pengangkut setelah diserap dari diet maupun protein globin sehingga penderita

kerap

24

Page 25: Modul Biokim Bidan 11

mengalami anemia berat. Demikian pula halnya dengan pembentukan neurotramsimiter,

hormon peptida dan enzim-enzim akan terganggu.Kekurangan asupan protein secara

biokimiawi dapat dibagi menjadi 2 golongan:

1. Kwashiorkor jika yang kurang asupannya adalah protein sedangkan asupan

nutrient lainnya terutama karbohidrat cukup tinggi.

2. Marasmus jika selain asupan proteinnya kurang, asupan nutrien lainnya juga

kurang termasuk karbohidrat maupun lemak.

Dari tabel dibawah ini kasus Kwashiorkor dapat dibedakan dari Marasmus

berdasarkan ciri-ciri manifestasi kliniknya.

Perbedaan antara Kwarshiorkor dengan Marasmus

Gejalah Klinis Kwashiorkor Marasmus

Edema Ada Tidak ada

Hipoalbuminemia Ada, mungkin berat Ringan

Perlemakan hati Ada Tidak ada

Kadar insulin Dipertahankan normal Rendah

Kadar cortisol Normal Tinggi

Penyusutan masa otot Tidak ada / ringan Dapat sangat berat

Lemak tubuh berkurang Tidak ada

25

Page 26: Modul Biokim Bidan 11

Patofisiologi terjadinya

Gambar 3.1. Kwashiorkor yang terjadi akibat asupan protein yang rendah dan asupan

karbohidrat yang tinggi

- Protein merupakan komponen diet yang penting yang berfungsi untuk pembentukan

protein struktural dan fungsional.

- Kekurangan asupan protein dapat mengakibatkan berbagai gangguan fisiologis

dalam tubuh karena sintesis protein struktural maupun fungsional tubuh terhambat.

- Kwarshiorkor merupakan keadaan di mana asupan karbohidrat dalam diet sebagai

sumber energy cukup, tetapi asupan proteinnya kurang.

- Protein merupakan komponen diet yang penting yang berfungsi untuk pembentukan

protein struktural dan fungsional.

- Kwarshiorkor biasanya terjadi pada keluarga miskin atau orangtua yang kurang

pengetahuan tentang gizi dan biasanya diderita oleh masyarakat pegunungan yang

sukar mendapat sumber protein.

26

Kasus 1

Rangkuman

Page 27: Modul Biokim Bidan 11

- Akiba

t

asupa

n

protei

n

kuran

g

maka

sintesi

s

album

nin

tubuh

kurang terjadilah hypoalbuminemia dan oedema akibat cairan Akibat asupan

protein kurang maka sintesis albumnin tubuh kurang terjadilah

hypoalbuminemia dan oedema akibat cairan dalam plasma merembes keluar

sehingga perut dapat membuncit atau dikenal dengan busung lapar

Seorang anak perempuan berusia 2 tahun, yang merupakan anak ke 3 dari 4 bersaudara

tinggal dipegunungan dibawa ibunya ke bagian rawat jalan RSUD. Adik bungsu anak

tersebut masih berusia 3 bulan dan masih mendapat ASI dari ibunya. Ayahnya menderita

patah tungkai bawah pada suatu kecelakaan dan tidak mampu bekerja lagi untuk mencari

nafkah. Dengan demikian, penghasilan keluarga tersebut sangat rendah dan

mengandalkan hasil panen dari ladang. Dengan kondisi demikian orangtua mereka tidak

mampu membeli susu, daging maupun telur maupun tahu atau tempe untuk makanan

anak-anaknya.

Makanan utama mereka adalah umbi-umbian yang kaya akan karbohidrat tetapi rendah

protein. Menurut sang ibu nafsu makan sang anak menurun sebulan terakhir, dan sering

mengalami diare, batuk, mudah tersinggung serta apatis. Pada pemeriksaan fisik, ukuran

dan perbandingan berat badan terhadap tinggi badan pasien adalah rendah untuk standar

anak seusianya. Anak tersebut juga kelihatan pucat, sangat lemah dan mengantuk. Suhu

tubuh 40,5oC. Lingkar lengan atas berada di bawah ukuran normal, kulit tampak bersisik

(deskuamasi), rambut kering dan rapuh. Abdomen membusung dan hepar agak membesar

dan edema tubuh tampak menyeluruh.. Ronki terdengar pada lobus bawah paru kiri.

Dokter yang memeriksa anak tersebut membuat diagnosis Kwashiorkor, diare, pneumonia

dan kemungkinan bakterimia.

Hasil pemeriksaan Laboratorium

Sampel darah diambil untuk analisis laboratorium. Hasilnya menunjukkan kadar

Hemoglobin (Hb) adalah 6,0 g/dl (nilai normal bagi anak usia 2 tahun = 11 - 14 g/dl).

Total protein serum 4,4 g/dl (normal 6-8 g/dl) dan albumin 2,0 g/dl (normal 3,5 - 5,5g/dl.

Sampel darah serta feces diambil untuk pemeriksaan kultur, kuman anaerob gram negatif,

belakangan dilaporkan hitung leukosit adalah 18.000/µl. Foto thoraks memperlihatkan

27

Page 28: Modul Biokim Bidan 11

infiltrat dengan bercak-bercak opasitas yang tidak merata (mottled opacities) pada lobus

inferior paru kiri, yang konsisten dengan bronkopneumonia akut.

Terapi

Pada banyak kasus, penderita Kwarshiorkor infiltrat dengan bercak-bercak opasitas yang

tidak merata (mottled opacities) pada lobus inferior paru kiri, yang konsisten dengan

bronkopneumonia akut..ringan hingga sedang tidak dianjurkan dirawat di rumah sakit,

untuk memperkecil kemungkinan terkena infeksi skunder di ruang perawatan. Namun

demikian, karena demam dan kondisi anak tersebut sangat lemah serta terjadi edema

berat maka asang anak di rawat di rumah sakit.

Anak tersebut segera diberi antibiotik spektrum tinggi dan infus dextrosa-salin. Tragisnya

keadaan anak tersebut semakin memburuk dan meninggal kurang dari 12 jam setelah

masuk ke ruang perawatan inap. Hasil otopsi memperlihatkan adanya perlemakan hati

yang berat dan bronkopneumonia.

28

Page 29: Modul Biokim Bidan 11

Pertanyaan :

1. Apa yang terjadi dengan anak tersebut ?

2. Mengapa hal tersebut dapat terjadi?

3. Apa yang dimaksud Kwarshiorkor

4. Apa perbedaan antara Kwarshiorkor dengan marasmus

5. Mengapa kadar Hb, total albumin serum dan albumin kurang dari normal ?

6. Mengapa terjadi peningkatan jumlah leukosit ?

7. Mengapa terjadi pneumonia?

8. Mengapa terjadi edema?

9. Mengapa terjadi demam?

10. Mengapa terjadi deskuamasi pada kulit?

11. Mengapa rambut mudah rapuh dan patah?

12. Apa alasan dokter memberi antibiotik?

13. Mengapa dapat terjadi terjadi perlemakan hati?

14. Mengapa pada kwashiorkor dapat terjadi defisiensi mineral dan vitamin ?

15. Terapi diet yang bagaimana anda anjurkan pada kasus kwarshiokor di atas?

29

Daftar Pustaka

Page 30: Modul Biokim Bidan 11

1. Audesirk T and Audesirk G (2002). Life on Earth, Princeton Hall, Upper Saddle River, Ner Jersey.

2. Coon EE, Stumpf PK, Bruening G and Doi RH (1991). Outlines of Biochemistry 5st Edition. John Wiley & Son, Inc. New York.

3. Devlin T M (2002) Text Book of Biochemistry with Clinical Correlation 4th edition, Wiley Medical Publ. New York.4. Martin DW, Mayes PA and Rodwell VW ( 2003) Harper Review of Biochemistry 29st edition. Lange Medical Publications California.5. Sheeler P and Bianchi DE (1983). Cell Biology Structure, Biochemistry, and Function, John wiley and sons, New York.6. Talwar GP (2001 Textbook of Biochemistry and Human Biology. Prentice Hall of India- New Delhi.

30