modul 5 ( kelompok)

28
DAYA PEMBEDA DAN INDEKS KESUKARAN Daya Pembeda Daya pembeda sebuah butir soal (DP) adalah kemampuan butir soal tersebut untuk membedakan antara testi (siswa) yang pandai atau berkemampuan tinggi dengan siswa yang bodoh. Hal ini dikemukakan berdasarkan asumsi Galton bahwa suatu perangkat alat tes yang baik harus bisa membedakan siswa yang pandai, rata – rata dan yang bodoh, karena dalam suatu kelas biasanya terdiri dari tiga kelompok tersebut. Derajat daya pembeda suatu butir soal dinyatakan dengan Indeks Diskriminasi (Discriminating Index) yang bernilai dari -1,00 sampai 1,00. Jika Indeks Diskriminasi makin mendekati 1,00 berarti daya pembeda soal semakin baik, sebaliknya jika semakin mendekati 0,00 maka daya pembeda soal tersebut semakin buruk. Jika Indeks Diskriminasi bernilai negative berarti kelompok siswa yang bodoh banyak yang menjawab benar dan sebaliknya siswa yang pintar banyak menjawab salah pada butir soal tersebut. Jika Indeks Diskriminasi bernilai 0,00 berarti butir soal tersebut tidak memiliki daya pembeda. Hal ini terjadi jika antara kelompok bodoh maupun pandai menjawab butir soal tersebut benar semua atau sebaliknya. Jika Indeks Diskriminasi bernilai 1,00 berarti daya pembedanya sangat baik, hal ini terjadi jika semua

Upload: wayan-sudiksa

Post on 23-Jul-2015

123 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: MODUL 5 ( Kelompok)

DAYA PEMBEDA DAN INDEKS KESUKARAN

Daya Pembeda

Daya pembeda sebuah butir soal (DP) adalah kemampuan butir soal tersebut untuk

membedakan antara testi (siswa) yang pandai atau berkemampuan tinggi dengan siswa yang

bodoh. Hal ini dikemukakan berdasarkan asumsi Galton bahwa suatu perangkat alat tes yang

baik harus bisa membedakan siswa yang pandai, rata – rata dan yang bodoh, karena dalam

suatu kelas biasanya terdiri dari tiga kelompok tersebut.

Derajat daya pembeda suatu butir soal dinyatakan dengan Indeks Diskriminasi

(Discriminating Index) yang bernilai dari -1,00 sampai 1,00.

Jika Indeks Diskriminasi makin mendekati 1,00 berarti daya pembeda soal semakin

baik, sebaliknya jika semakin mendekati 0,00 maka daya pembeda soal tersebut

semakin buruk.

Jika Indeks Diskriminasi bernilai negative berarti kelompok siswa yang bodoh banyak

yang menjawab benar dan sebaliknya siswa yang pintar banyak menjawab salah pada

butir soal tersebut.

Jika Indeks Diskriminasi bernilai 0,00 berarti butir soal tersebut tidak memiliki daya

pembeda. Hal ini terjadi jika antara kelompok bodoh maupun pandai menjawab butir

soal tersebut benar semua atau sebaliknya.

Jika Indeks Diskriminasi bernilai 1,00 berarti daya pembedanya sangat baik, hal ini

terjadi jika semua kelompok pandai menjawab benar dan semua kelompok bodoh

menjawab salah.

Cara Menentukan Daya Pembeda

Dalam menentukan Daya Pembeda terdapat rumus yang dapat digunakan yaitu:

DP = JB A−JB BJS A

atau

DP = JB A−JB BJS B

Keterangan :

JBA = Jumlah siswa kelompok atas yang menjawab soal tersebut dengan benar.

Page 2: MODUL 5 ( Kelompok)

JBB = Jumlah siswa kelompok bawah yang menjawab soal tersebut dengan benar.

JSA = Jumlah siswa kelompok atas.

JSB = Jumlah siswa kelompok rendah.

Kelompok atas adalah kelompok siswa pandai dengan skor tinggi dalam menempuh

evaluasi. Sedangkan kelompok rendah adalah kelompok siswa yang bodoh dengan skor

rendah (kecil).

Klasifikasi interpretasi untuk daya pembeda yang banyak digunakan adalah :

DP 0,00 sangat jelek

0,00 < DP 0,20 jelek

0,20 < DP 0,40 cukup

0,40 < DP 0,70 baik

0,70 < DP 1,00 sangat baik

Akan ditinjau beberapa kasus dari rumus tersebut, yaitu.

1. Jika DP = 1,00, akan diperoleh persamaan

100 = JB A−JB BJS A

Sehingga JSA = JSB = JBA - JBB

Kondisi di atas hanya dapat dipenuhi jika JBB= 0 sehingga JSA = JBA. ini berarti semua

siswa atas (pandai) menjawab benar dan semua kelompok bawah ( bodoh ) menjawab

salah. Dengan demikian soal yang mempunyai DP = 1,00 dapat dengan sangat baik dalam

membedakan kemampuan siswa pandai dan bodoh.

2. Jika DP > 0,00 maka pembilang pada rumus di muka, yaitu JBA - JBB akan bernilai positif

atau JBA - JBB > 0,00.

Karena JSA selalu positif atau JSA > 0,00 maka JBA > JBB atau jumlah siswa kelompok

pandai yang menjawab benar lebih banyak daripada jumlah siswa kelompok bawah.

Jika nilai JB A−JB BJS A

Makin menjauhi 0 dan mendekati 1,00 berarti selisih antara

JBA dan JBB akan lebih besar lagi, atau kelompok atas makin banyak yang menjawab

benar dan kelompok bawah makin banyak menjawab salah.

Page 3: MODUL 5 ( Kelompok)

Sebaliknya jika nilai JB A−JB BJS A

mendekati 0, berarti siswa kelompok atas dan

kelompok bawah yang menjawab benar mendekati jumlah yang sama. Kondisi ini

mencerminkan soal itu belum bisa membedakan antara siswa yang pandai dengan siswa

yang bodoh.

3. Jika DP = 0,00 maka

JB A−JB BJS A

= 0,00

Karena JSA ≠ 0 maka JBA – JBB = 0,00 atau JBA = JBB.

Ini berarti jumlah siswa kelompok atas yang menjawab benar sama dengan jumlah siswa

kelompok bawah yang menjawab benar. Kondisi ini menyatakan bahwa soal tersebut

tidak bisa membedakan siswa pandai dan siswa bodoh.

4. Jika DP < 0,00 maka

JB A−JB BJS A

< 0,00

Ini berarti bahwa JBA – JBB < 0,00 atau JBA < JBB

Kondisi ini menyatakan siswa kelompok atas yang menjawab benar lebih sedikit dari

jumlah siswa kelompok bawah yang menjawab benar. Dengan kata lain siswa pandai

mendapat skor kecil sedangkan siswa bodoh mendapat skor besar. Soal tersebut

membedakan siswa secara keliru.

Proses perhitungan daya pembeda dibedakan antara untuk kelompok ( subjek ) kecil

dengan untuk kelompok besar. Biasanya kelompok subjek disebut kecil adalah untuk n ≤ 30,

untuk kelompok subjek dengan n > 30 disebut kelompok besar. Pembedaan ini rasionalnya

adalah untuk data yang sedikit, sebaiknya digunakan secara keseluruhan agar data tersebut

bersifat representatif. Sedangkan untuk data yang cukup banyak, cukup diambil sampelnya.

Sampel tersebut harus representatif, artinya mewakili setiap karakteristik populasi.

Berdasarkan beberapa pakar evaluasi, sampel diambil sebesar 27% untuk kelompok atas dan

27% untuk kelompok bawah. Sehingga jumlah seluruh sampel menjadi 54% dari populasi.

Proses penentuan kelompok atas dan kelompok bawah dengan cara mengurutkan skor setiap

testi dari skor tertinggi hingga skor terendah.

Agar lebih jelas terdapat beberapa contoh yaitu:

1. Untuk kelompok kecil

Page 4: MODUL 5 ( Kelompok)

Tes yang diikuti oleh 10 subyek dengan jumlah butir soal sebanyak 15.

Tabel 1

Kelompok Atas dan Kelompok Bawah

Untuk hasil Tes Matematika

Kel. Atas Nomor Soal

Subjek

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

Total

A 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1

B 1 1 0 1 0 1 1 0 1 0 0 1 1 1 0

C 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 0 1 1 0

D 1 1 0 0 1 1 0 1 1 0 1 0 1 1 0

E 0 1 0 1 0 1 1 0 1 1 0 0 0 1 1

12

10

10

9

8

Kel. Bawah F 1 1 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 1 1 0

G 1 1 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 1 0 0

H 1 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 1

I 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1

J 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1

7

5

5

4

4

JBA 4 5 2 2 2 4 4 3 4 3 3 2 3 5 2

JBB 3 5 1 1 0 2 1 1 1 0 1 1 2 2 3

Dari tabel diatas skor setiap siswa telah diurutkan dari skor tertinggi ke skor terendah.

Karena banyaknya 10 subyek maka data tersebut termasuk kelompok kecil dengan

menentukan kelompok atas dan kelompok bawah masing – masing 50%, yaitu 5

subyek kelompok atas dan 5 subyek kelompok bawah (JSA=JSB=5).

Dari data tersebut diambil beberapa butir soal sebagai contoh menghitung DP.

Misalkan butir soal nomor 2:

a. DPNo.2 = 5−5

5 = 0,00 ( sangat jelek)

Pada butir soal nomor 2 ini seluruh siswa baik kelompok atas maupun

kelompok bawah dapat menjawab soal dengan benar, sehingga soal tersebut

tidak dapat membedakan siswa sesuai dengan kemampuannya.

Page 5: MODUL 5 ( Kelompok)

b. DPNo.14 = 5−2

5 = 0,60 ( baik )

Pada butir soal nomor 6 ini siswa kelompok atas lebih banyak menjawab benar

dibandingkan kelompok bawah, sehingga butir soal ini dapat membedakan

siswa yang pandai dan siswa yang bodoh dengan baik.

c. DPNo.15 = 2−3

5 = - 0,20 ( sangat jelek)

Pada butir soal nomor 15 ini menunjukkan jumlah siswa kelompok bawah

lebih banyak menjawab benar dibandingkan siswa kelompok atas, ini

menimbulkan kebalikan dan menimbulkan kesimpulan yang keliru. Sehingga

pembedanya bernilai negatif.

2. Untuk kelompok besar.

Misalkan diberikan soal sebanyak 25 butir soal pada 32 siswa (testi). Karena jumlah

siswa lebih dari 30 siswa maka kelompok ini termasuk kelompok besar. Karena itu

perhitungan daya pembeda yang diperlukan 27% yaitu 8 subyek kelompok atas dan 8

subyek kelompok bawah.

Dengan data dibawah ini dapat dihitung daya pembeda butir soal:

Tabel 2

Data Skor Terurut Hasil Tes matematika

High Group

A5 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 0 0 1 1 1 0 1 1 0 0 1 1 1 1 18

A3 1 0 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 0 0 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 17

A2 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 0 0 1 0 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 17

A7 1 0 0 0 0 1 1 1 0 1 0 1 0 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 16

A4 1 1 1 0 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 0 0 0 1 16

A10 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 1 1 1 1 0 1 1 0 0 15

A11 1 0 0 1 1 0 0 0 1 1 0 0 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 15

A25 0 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 1 1 1 1 0 1 0 0 0 15

Middle Group

Page 6: MODUL 5 ( Kelompok)

A9 1 1 1 0 0 1 0 0 0 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 0 0 1 0 1 12

A6 1 0 0 1 1 0 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 12

A1 1 1 0 1 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 1 0 0 1 1 1 11

A12 0 0 1 0 1 0 0 0 1 1 1 0 0 0 0 1 1 0 1 1 0 0 0 0 1 11

A17 0 1 1 0 0 0 1 1 1 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 1 1 1 1 0 0 11

A14 1 0 0 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 10

A15 0 1 0 1 0 0 0 0 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 0 0 0 0 1 1 10

A13 1 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 1 0 1 0 0 0 1 1 1 0 0 0 0 10

A16 0 0 0 0 1 1 0 0 0 1 1 1 0 0 1 1 1 1 0 0 1 0 0 0 1 10

A18 0 1 0 0 0 1 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 1 0 1 0 1 0 1 9

A19 1 0 0 1 1 0 1 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 1 0 9

A27 1 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 1 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 1 0 0 9

A24 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 1 0 1 0 0 0 1 0 1 1 9

A22 1 0 1 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 1 0 0 8

A23 1 1 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 1 0 0 0 1 0 8

A20 1 0 0 0 1 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 1 0 1 0 0 1 0 0 0 8

Low Group

A8 1 1 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 7

A26 1 0 1 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 7

A21 1 0 1 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 7

A28 1 1 0 1 0 0 0 1 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 6

A29 1 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 6

A31 1 0 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 5

A32 1 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 5

A30 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 4

Pada kelompok besar ini dalam menghitung DP sama seperti pada kelompok kecil.

Yang membedakan kedua kelompok ini adalah jumlah testi.

Sebagai contoh dalam menentukan DP dari kelompok besar di atas, adalah sebagai

berikut.

Page 7: MODUL 5 ( Kelompok)

a. DPNo.2 = 5−2

8 = 0,375 (cukup)

b. DPNo.4 = 4−7

8 = -0,375 (sangat jelek)

c. DPNo.25 = 6−2

8 = 0,50 (baik)

Perhitungan DP dengan menggunakan kelompok atas dan kelompok bawah sebagai

sampel, mempunyai kelemahan karena tidak melibatkan kelompok tengah (middle group)

sebanyak 46%. Untuk mengatasi hal ini, beberapa pakar evaluasi mengemukakan cara lain

yaitu dengan menggunakan teknik korelasi biserial titik (point biserial correlation). Rumus

yang digunakan untuk menghitung DP butir soal tes pilihan ganda dengan teknik tersebut

adalah :

rpbis = (x p−x t )s t √ pq

s t=√∑ ( X t−x t )q

CIK NGAE!!!!!

Keterangan: 2

xp = rata-rata skor testi yang menjawab benar pada butir soal yang bersangkutan.

x t = rata-rata skor total untuk semua testi.

st = simpangan baku skor total setiap testi.

p = proposisi testi yang dapat menjawab benar butir soal yang bersangkutan.

q = 1- p.

Dengan menggunakan data pada tabel 2, akan dicari daya pembeda dari beberapa butir soal,

yaitu:

rpbis No.1 = (x p−x t )s t √ pq

Page 8: MODUL 5 ( Kelompok)

Untuk menguji signifikansi daya pembeda tersebut di atas dapat juga menggunakan

tabel r dengan menggunakan derajat kebebasan dk = n-2. Bilangan n menyatakan banyak testi

yang menjawab benar pada butir soal yang bersangkutan.

Pada contoh di atas, untuk daya pembeda butir soal nomor 1, n sama dengan 14

sehingga dk = 14 – 2 = 12. Dengan melihat tabel r pada daftar koefisien korelasi diperoleh

harga 0,532 (untuk taraf sifnifikasi 5%) dan 0,661 (untuk taraf signifikansi 1%). Karena nilai

rpbis No.1 =

Maka tidak signifikan. Ini berarti butir soal nomor 1 tidak bagus alias jelek.

Untuk daya pembeda butir soal nomor 30, harga n sama dengan 9 sehingga dk = 9-2 =

7. Dengan melihat tabel r tadi diperoleh harga 0,666 (untuk taraf signifikansi 0,05) dan 0,798

(untuk taraf signifikansi 0,01). Karena nilai

maka tidak signifikan. Ini berarti butir soal nomor 30 termasuk kategori tidak bagus.

Jika dikaitan dengan penggunaan kelompok atas dan kelompok bawah dalam mencari

daya pembeda, nampaknya memberikan hasil yang berlainan. Daya pembeda yang dicari

dengan cara koefisien korelasi biserial titik mempunyai makna seberapa jauh suatu butir soal

tersebut memuat factor yang setara dengan faktor yang termuat dalam butir-butir soal secara

keseluruhan, sehingga kemampuan ukur butir tersebut dapat setara dengan kemampuan ukur

seluruh butir tes. Makin tinggi daya pembeda suatu butir soal dan signifikan, makin besar

kesetaraan faktor yang termuat dalam butir soal ini dengan faktor yang termuat dalam tes

secara keseluruhan.

Seperti telah dikemukakan bahwa daya pembeda suatu butir soal adalah kemampuan

butir soal tersebut untuk dapat membedakan antara siswa yang pandai dan siswa yang bodoh

atau siswa yang berkemampuan tinggi dan siswa yang berkemampuan rendah. Dari rumus

untuk mencari daya pembeda, dapat kita simpulkan bahwa nilai DP berada pada kontinum

1,00 (paling tinggi) dan -1,00 (paling rendah). Nilai DP = 1,00 dicapai bila siswa kelompok

pandai semua dapat menjawab benar, sebaliknya siswa kelompok bodoh semua jawabannya

salah. Nilai DP = 0,00 diperoleh bila banyak siswa kelompok pandai dengan siswa kelompok

bodoh yang menjawab soal dengan benar sama jumlahnya dan soal tersebut tidak bisa

membedakan siswa yang pandai dan siswa yang bodoh. Nilai DP = -1,00 dicapai bila siswa

kelompok bodoh semuanya menjawab benar, sedangkan siswa kelompok pandai semuanya

menjawab salah. Kondisi ini menggambarkan sesuatu yang terbalik.

Page 9: MODUL 5 ( Kelompok)

KOEFISIEN KORELASI YANG SIGNIFIKAN

DENGAN TARAF KEPERCAYAAN

5% (atas) DAN 1% (bawah)

Degrres

of

Freedem

Number of Variables

2 3 4 5 6 7 8

1

2

3

4

5

6

.997

1.000

.950

.990

.878

.959

.881

.917

.754

.874

.707

.834

.999

1.000

.975

.995

.930

.976

.881

.949

.836

.917

.795

.886

.999

1.000

.983

.997

.950

.983

.912

.962

.874

.937

.839

.911

1.000

1.000

.087

.998

.961

.987

.930

.970

.898

.949

.867

.927

1.000

1.000

.990

.998

.968

.990

.942

.975

.914

.957

.886

.938

1.000

1.000

.992

.998

.933

.991

.950

.979

.925

.963

.900

.946

1.000

1.000

.994

.999

.979

.993

.961

.984

.941

.971

.920

.957

Page 10: MODUL 5 ( Kelompok)

7

8

9

10

11

12

13

14

15

16

17

.666

.798

.632

.765

.602

.735

.576

.708

.553

.684

.532

.661

.514

.641

.497

.623

.482

.606

.468

.590

.456

.575

.758

.855

.726

.827

.697

.800

.671

.776

.648

.753

.627

.732

.608

.712

.590

.694

.574

.677

.559

.662

.545

.648

.807

.885

.777

.860

.750

.836

.726

.824

.703

.793

.683

.773

.664

.755

.646

.737

.630

.721

.615

.706

.601

.691

.838

.904

.811

.882

.786

.861

.763

.840

.741

.821

.722

.802

.703

.785

.686

.768

.670

.752

.665

.738

.641

.724

.860

.918

.835

.898

.812

.878

.790

.859

.770

.841

.751

.824

.733

.807

.717

.792

.701

.776

.686

.762

.673

.749

.876

.928

.854

.909

.832

.891

.812

.874

.792

.857

.774

.841

.757

.825

.741

.810

.726

.796

.712

.782

.698

.769

.900

.942

.880

.926

.861

.911

.843

895

.826

.880

.809

.866

.794

.852

.779

.838

.765

.825

.751

.813

.738

.800

Page 11: MODUL 5 ( Kelompok)

18

19

20

21

22

23

24

25

26

27

28

.444

.561

.433

.549

.423

.537

.413

.526

.404

.396

.505

.388

.496

.381

.487

.374

.478

.367

.470

.361

.463

.532

.633

.520

.620

.509

.608

.498

.596

.488

.585

.479

.574

.470

.565

.462

.555

.454

.546

.446

.538

.189

.530

.587

.678

.575

.665

.563

.652

.552

.641

.542

.630

.532

.619

.523

.609

.514

.600

.506

.590

.498

.582

.490

.573

.628

.710

.615

.698

.604

.685

.592

.674

.582

.663

.572

.652

.562

.642

.553

.633

.545

.624

.536

.615

.829

.808

.660

.730

.647

.723

.636

.712

.624

.700

.614

.690

.604

.679

.594

.669

.585

.660

.576

.651

.568

.642

.600

.834

.686

.750

.674

.744

.662

.793

.651

.722

.640

.712

.630

.701

.621

.692

.612

.682

.603

.673

.594

.664

.580

.858

.726

.789

.714

.778

.703

.767

.693

.756

.682

.746

.673

.736

.663

.727

.654

.718

.645

.709

.687

.701

.829

.892

Page 12: MODUL 5 ( Kelompok)

29

30

35

40

45

50

60

70

80

90

100

.355

.456

.349

.449

.325

.418

.304

.393

.288

.272

.273

.354

.250

.325

.232

.302

.217

.283

.205

.267

.195

.254

.432

.522

.426

.514

.397

.481

.373

.454

.353

.430

.336

.410

.308

.377

.286

.351

.269

.330

.254

.312

.241

.297

.482

.565

.476

.558

.445

.523

.419

.494

.397

.470

.379

.449

.348

.414

.324

.386

.304

.362

.288

.343

.274

.327

.521

.598

.514

.591

.482

.556

.455

.526

.432

.501

.412

.479

.380

.442

.354

.413

.332

.389

.315

.368

.300

.351

.552

.625

.545

.818

.512

.582

.484

.552

.460

.527

.440

.504

.406

.466

.376

.436

.356

.411

.348

.390

.322

.372

.579

.648

.571

.640

.538

.605

.509

.575

.485

.549

.464

.526

.429

.488

.401

.456

.358

.431

.358

.409

.341

.390

.821

.685

.614

.677

.580

.642

.551

.612

.526

.586

.504

.562

.467

.523

.438

.491

.413

.464

.392

.441

.374

.421

Page 13: MODUL 5 ( Kelompok)

125

150

200

300

400

500

1000

.174

.228

.159

.208

.138

.181

.113

.148

.098

.128

.088

.115

.062

.081

.216

.200

.198

.244

.172

.212

.141

.174

.122

.151

.109

.135

.077

.096

.246

.294

.225

.270

.196

.234

.160

.192

.139

.167

.124

.150

.088

.106

.269

.310

.247

.290

.215

.253

.176

.208

.153

.180

.137

.162

.097

.115

.290

.885

.266

.308

.231

.269

.190

.221

.165

.192

.148

.172

.105

.122

.307

.862

.282

.324

.246

.283

.202

.233

.176

.202

.157

.182

.112

.129

.

.338

.881

.310

.351

.271

.307

.223

.253

.194

.220

.174

.198

.124

.141

Page 14: MODUL 5 ( Kelompok)

Pengertian Indeks Kesukaran

Sejalan dengan asumsi Galton mengenai kemampuan tertentu (karakteristik), dalam

hal ini kemampuan matematika dari sekelompok siswa yang dipilih secara random (acak)

akan berdistribusi normal, maka hasil evaluasi dari suatu perangkat tes yang baik akan

menghasilkan skor atau nilai yang membentuk distribusi normal. Hal ini mempunyai

implikasi bahwa soal yang baik akan menghasilkan skor yang berdistribusi normal, sehingga

sejalan dengan distribusi yang telah diuraikan pada pembicaraan mengenai daya pembeda.

Jika soal tersebut terlalu sukar, maka frekuensi distribusi yang paling banyak terletak

pada skor yang rendah karena sebagian besar siswa mendapat nilai yang jelek. Distribusinya

berbentuk condong ke kanan ( skewness positif ) seperti tampak pada gambar 1 di bawah ini!

Gambar 1

Jika soal seperti ini sering diberikan maka akan membuat siswa menjadi putus asa. Hal

ini bukan berarti soal tidak boleh sukar, karena jika sewaktu-waktu diberikan beberapa soal

yang sukar justru akan melatih siswa untuk berfikir lebih tinggi. Namun jika soal yang

diberikan terlalu mudah, maka frekuensi distribusi yang paling banyak berada pada skor yang

tinggi. Hal ini disebabkan sebagian besar siswa mendapat nilai yang baik. Distribusinya

berbentuk condong ke kiri ( skewness negatif ) seperti tampak pada gambar 2 di bawah ini!

Page 15: MODUL 5 ( Kelompok)

Gambar 2

Jika hal ini terlalu sering dialami maka soal seperti ini akan kurang merangsang siswa untuk

berfikir tingkat tinggi sehingga kurang merangsang siswa utnuk meningkatkan motivasi

belajarnya.

Kedua kondisi di atas terkadang terjadi di sekolah. Ada guru yang bangga jika soal tes

yang dibuatnya dianggap sukar oleh siswanya, sehingga nilai rata-rata yang dicapainya sangat

rendah. Guru tersebut menganggap dirinya pandai dan murid tidak mungkin menyamainya.

Selain itu ada juga guru yang bangga jika soal tes yang dibuatnya dapat dengan mudah

dikerjakan oleh siswa, sehingga rata-rata nilai siswa kebanyakan baik. Ia bangga karena

merasa dirinya pandai mengajar padahal soal-soal yang diberikan hanya menuntut

kemampuan berfikir siswa yang rendah. Kondisi ini membuat siswa hafal dengan karakter

gurunya, sehingga muncul guru favorit dan guru yang tidak disukai oleh muridnya. Akibatnya

bukan mata pelajaran yang menjadi hal utama, melainkan gurunya. Istilah lain yang muncul

adalah bahwa seorang siswa yang mendapat nilai baik atau buruk, lulus atau tidak lulus ,

bukanlah dari mata pelajaran tertentu tetapi dari seorang guru. (dosen). Jadi, bukan baik atau

jelek, lulus atau tidak lulus yang mencerminkan materi pelajaran suatu materi pelajaran tetapi

lebih mencerminkan berkenan atau tidak berkenan dari guru atau dosennya.

Cara Menentukan Indeks Kesukaran

Derajat kesukaran atau butir soal dinyatakan dengan bilangan yang disebut Indeks Kesukaran (Difficulty Index). Bilangan tersebut adalah bilangan real pada interval (kontinum) 0,00 sampai dengan 1,00. Soal dengan indeks kesukaran mendekati 0,00 berarti indeks soal tersebut terlalu sukar, sebaliknya soal dengan indeks kesukaran 1,00 berarti soal tersebut terlalu mudah. Kontinum indeks kesukaran adalah seperti gambar 3 di bawah ini.

0,00 Gambar 3 1,00

<--------- sukar-mudah --------->

Hal itu diperoleh dari rumus untuk mementukan indeks kesukaran butir soal, yaitu:

Page 16: MODUL 5 ( Kelompok)

IK = JB A+JB BJS A+JS B

Karena JSA = JSB = 27% dari jumlah subyek dalam populasi, rumus di atas dapat

diubah menjadi:

IK = JB A+JB B

2JS A

atau

IK = JB A+JB B

2JS B

dengan IK = Indeks Kesukaran dan untuk notasi lainnya sama dengan notasi untuk

daya pembeda.

Klasifikasi indeks kesukaran yang paling banyak digunakan adalah:

IK = 0,00 soal terlalu sukar

0,00 < IK ≤ 0,30 soal sukar

0,30 < IK ≤ 0,70 soal sedang

0,70 < IK < 1,00 soal mudah

IK = 1,00 soal terlalu mudah.

Seperti halnya dengan daya pembeda, akan ditinjau pula indeks kesukaran butir soal

untuk beberapa kasus.

i). Jika IK = 1,00 maka JB A+JB B

2JS A = 1,00 atau JBA + JBB = 2 JSA

Ini berarti semua siswa kelompok atas maupun kelompok bawah menjawab butir soal

yang bersangkutan dengan benar. Kondisi ini terjadi karena soal terlalu mudah,

sehingga semua siswa yang bodoh maupun bisa menjawabnya dengan benar.

ii). Jika IK =0,00 maka JB A+JB B

2JS A = 0,00 atau JBA + JBB = 0,00

Ini berarti semua siswa kelompok atas maupun kelompok bawah menjawab soal yang

bersangkutan dengan tidak benar, atau tidak seorangpun siswa yang menjawab soal tu

dengan benar. Kondisi ini terjadi jika soal terlalu sukar.

Page 17: MODUL 5 ( Kelompok)

Dari kondisi (i) dan (ii) dapat disimpulkan bahwa jika IK mendekati nilai 1,00 maka

soal yang bersangkutan tergolong makin mudah. Sebaliknya jika ia mendekati 0,00 tergolong

makin sukar.

Sebagai contoh perhatikan kembali tabel 1 untuk data pada kelompok kecil.

Indeks Kesukaran untuk butir soal nomor 2.

IKNO.2 = 5+510

= 1,00 (sangat mudah).

Untuk butir soal nomor 2 tampak bahwa semua siswa kelmpok atas dan kelompok

bawah dapat menjawab soal dengan benar.

Indeks Kesukaran untuk butir soal nomor 5.

IKNO. 5 = 2+010

= 0,20 (sukar)

Untuk butir soal nomor 5 tampak bahwa dari 10 orang siswa yang dites, hanya 2 orang

dapat menjawab soal dengan benar.

Indeks Kesukaran untuk butir soal nomor 15.

IKNO. 15 = 2+310

= 0,50 (sedang)

Untuk butir soal nomor 15 tampak bahwa dari 10 orang siswa yang dites, hanya 5

orang dapat menjawab soal dengan benar.

Seperti halnya dengan daya pembeda, analisis derajat kesukaran dengan menggunakan

kelompok atas dan kelompok bawah mempunyai kelemahan karena untuk kelompok besar

tidak melibatkan siswa pada kelompok tengah, yaitu sebanyak 46%. Untuk mengurangi

kelemahan tersebut, dapat digunakan teknik analisis untuk derajat kesukaran dengan

menggunakan Teknik Frisbie. Derajat kesukaran setiap butir soal (untuk bentuk pilihan

berganda) dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

RKRi = n (2P i−1 )−1

n−1

Keterangan:

RKRi = rasio kesukaran relatiff untuk butir soal ke-i,

n = banyak alternatif jawaban (option),

Page 18: MODUL 5 ( Kelompok)

Pi = proporsi testi yang dapat menjawab benar untuk butir soal ke-i.

Sebagai contoh, perhatikan kembali data hasil tes pada tabel 2. Misalkan soal tersebut

merupakan soal tes matematika berbentuk pilihan ganda biasa dengan 4 option. Untuk

menentukan rasio kesukaran relatif untuk butir soal nomor 1 adalah:

RKRNO. 1 = n (2 p1−1 )−1

n−1

RKRNO. 1 = 4 (2 . (25 :32 )−1)−1

4−1

= 4 (2 . (0,78 )−1)−1

4−1

= 4.0,56−1

4−1

= 1,24

3

= 0,41

Ini berarti bahwa butir soal nomor 7 tersebut tergolong sedang. Maka tinggi nilai

RKR1 makin mudah butir soal yang bersangkutan.

Untuk menentukan indeks kesukaran tes secara keseluruhan dapat dihitung dengan

menggunakan rumus pada halaman berikut ini:

RKRx = 2n x−k (n+1)k (n−1)

Keterangan :

RKRx = rasio kesukaran relatif seluruh tes

x = rata-rata skor seluruh tes,

k = banyak seluruh butir tes, dan

n = banyak option

Untuk data hasil tes pada tabel 1 yang terdiri dari 15 butir tes (misalkan untuk tiap

butir tes memiliki 4 option), rasio kesukaran relatif seluruh tesnya adalah

RKRx = 2.4 (74 :10 )−15 (4+1)

15 (4−1)

Page 19: MODUL 5 ( Kelompok)

= 59,2−75

45

= - 0,35

Nilai tersebut mendekati 0,00 sehingga kesukaran seluruh tes dikatagorikan ke dalam

soal yang sukar. Untuk data hasil tes matematika pada tabel 2 yang terdiri dari 25 butir soal

dengan 4 option, diperoleh:

RKRx = 2.4 (333 :32 )−32(4+1)

32(4−1)

= 2.4 (10,41 )−32(4+1)

32(4−1)

= 83,28−160

96

= - 0,799

Nilai tersebut, juga mendekati 0,00 sehingga perangkat soal tes tersebut tergolong

sukar. Makin kecil nilai RKR daripada 0,00 berarti tes soal tersebut makin sukar, sebaliknya

jika makin lebih besar daripada 0,00 berarti makin mudah.

Hubungan antara Daya Pembeda dan Indeks Kesukaran

Pada uraian mengenai daya pembeda dan indeks kesukaran tampak bahwa satu sama

lain erat kaitannya dan saling mempengaruhi. Dari rumus untuk menentukan daya pembeda

dan indeks kesukaran, yaitu:

DP = JB A−JB BJS A

dan IK = JB A+JB B

2JS A

atau

IK = 12

.JB A+JBBJS A

Seperti telah diuraikan tentang daya pembeda, jika DP = 1,00 maka JBA = JSA dan JBB = 0

sehingga diperoleh

Page 20: MODUL 5 ( Kelompok)

IK = 12 .JB A+0JS A

= 0,50

Jika IK = 0,00 maka JBA + JBB = 0. Karena JBA dan JBB tidak negatif maka

JBA = JSA = 0

sehingga

DP = JB A−JB BJS A

= 0,00

Jika IK = 1,00 maka berarti JBA + JBB = 2JSA. Hal ini dipenuhi jika JBA = JBA =JSA = JSB

sehingga

DP = JB A−JB BJS A

= 0,00

Karena kesempatan pada rumus DP dan IK hubungannya linier, maka grafik fungsi

yang menyatakan hubungan tersebut berupa segmen garis lurus seperti tampak pada gambar

di bawah ini.

0 0.25 0.5 0.75 10

0.25

0.5

0.75

1

Gambar 4

Dari gambar di atas tampak hubungan antara IK dan DP. Untuk nilai 0,25 ≤IK ≤ 0,75

memberikan nilai DP ≥ 0,50. Soal-soal yyang memiliki kriteria tersebut tergolong butir soal

yang bagus. Sebaliknya untuk nilai IK > 0,75 dan IK < 0,25 yaitu butir soal yang cenderung

mudah atau sukar memberikan daya pembeda yang cenderung kurang baik.

Sebagai contoh, perhatikan kembali tabel 16. Butir soal no 1 memiliki IK = 1,00 yang

tergolong soal yang sangat mudah, nilai DP untuk butir soal itu adalah 0,00 yang berarti tidak

mempunyai daya pembeda atau tidak bisa membedakan siswa yang pandai dan siswwa yang

Page 21: MODUL 5 ( Kelompok)

bodoh. Butir soal nomor 8 memiliki IK = 0,40 yang tergolong kategori soal sedang, nilai DP

untuk soal itu adalah 0,80 yang berarti daya pembedanya bagus.