minyak atsiri

Upload: rendi-febriyadi

Post on 14-Oct-2015

208 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

PENGGUNAAN BAHAN ADSORBEN DAN PENGKELAT PADAPROSES PEMURNIAN MINYAK KAYU PUTIH (Melaleucaleucadendron LINN.) KABUPATEN BURU

TRANSCRIPT

  • 5/24/2018 Minyak Atsiri

    1/92

    PENGGUNAAN BAHAN ADSORBEN DAN PENGKELAT PADA

    PROSES PEMURNIAN MINYAK KAYU PUTIH (Melaleuca

    leucadendron LINN.) KABUPATEN BURU

    SKRIPSI

    WA HESTY

    F34080143

    FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

    INSTITUT PERTANIAN BOGOR

    BOGOR

    2013

  • 5/24/2018 Minyak Atsiri

    2/92

    The using of Adsorbent and Chelating Agent for Cajuput Oil

    (Melaleuca leucadendronLinn) Purification

    Wa Hesty and Chilwan Pandji

    Department of Agroindustrial Technology, Faculty of Agricultural Technology and Engineering

    Bogor Agricultural University, Dramaga Campus, P.O. Box 220 Bogor 16002

    West Java, Indonesia

    e-mail: [email protected], [email protected]

    ABSTRACT

    Purification is one of method to improve the quality of cajuput oil. This study aims to

    identify and analyze the effect of citric acid and bentonite using to the yield, limpidity, metal content,

    and Buru cajuput oil quality based on SNI 06-3954-2006 (scent, color, specific gravity, index of

    refraction, optical rotation, and solubility in 70% ethanol). Variable process conditions studied were

    type of material purification (citric acid and bentonite) and their concentration were 0%, 1%, 2%, and

    3%. The citric acid and bentonite using had an affect on yield, specific gravity, optical rotation and

    hadnt an in with a limpidity and index of refraction based on statistical tests were performed using

    the SAS (Statistical Analysis System). Despitefully, citric acid using produced oil have been resulted

    on tranparent until greenish yellow colored, whereas the use of bentonite have produced oil that it is

    yellowed. The scent of cajuput oil hasnt changed after the purification process. The best treatment

    was selected based on the value of limpidity, it was a purification treatment using 1% citric acid.

    Three types metals content (Cu, Fe, and Mg) decreased after purification using 1% citric acid. Other

    that, the content of cineol increased after purified from 40.73% to 43.82%. The results of refining oil

    by using citric acid and bentonite have meet in accordance with the ISO (2006).

    Key words : purification, cajuput oil, citric acid, bentonite

  • 5/24/2018 Minyak Atsiri

    3/92

    Wa Hesty. F34080143. Penggunaan Bahan Adsorben dan Pengkelat Pada Proses Pemurnian

    Minyak Kayu Putih (Melaleuca leucadendron Linn.) Kabupaten Buru dibawah bimbingan

    Chilwan Pandji. 2012

    RINGKASAN

    Sebagai salah satu penghasil minyak atsiri terbesar di dunia, Indonesia menghasilkan 40 jenis

    dari 80 jenis minyak atsiri yang diperdagangkan di pasar dunia. Dari jumlah tersebut, 13 jenis telah

    memasuki pasar atsiri dunia, yakni nilam, serai wangi, cengkeh, jahe, pala, lada, kayu manis, cendana,

    melati, akar wangi, kenanga, kayu putih dan kemukus.

    Minyak kayu putih (MKP) merupakan salah satu jenis minyak atsiri yang banyak

    dikembangkan dan dimanfaatkan di Indonesia. Pada umumnya, minyak ini digunakan di bidang

    farmasi. Di samping itu, MKP digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan permen. Daerah

    sentra produksi minyak kayu putih terbesar di Indonesia adalah pulau Buru. Namun, sebagian besar

    teknologi penyulingan yang digunakan oleh petani MKP pada daerah masih bersifat tradisional dan

    warna yang dihasilkan belum memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) serta masih mengandung

    logam yang terbawa pada saat penyulingan.

    Berdasarkan SNI 06-3954-2006 tentang syarat mutu MKP, warna minyak yang dihasilkan

    adalah jernih sampai kuning kehijauan. Sebagian besar minyak yang dihasilkan masih berwarna hijau

    dan dalam bentuk minyak kasar tanpa dilakukan pemurnian lanjutan. Agar warna minyak yang

    dihasilkan sesuai dengan SNI tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses

    pemurnian yang baik untuk digunakan dengan membandingkan antara penggunaan bahan adsorben

    dan pengkelat terhadap rendemen dan mutu dari MKP tersebut.

    Penelitian ini terdiri atas dua tahap yakni penelitian pendahuluan dan penelitian utama.

    Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui karakteristik bahan baku, jenis dan konsentrasi

    bahan pemurnian yang akan digunakan pada penelitian utama berdasarkan nilai kejernihan paling

    tinggi. Pengujian karakteristik bahan baku berdasarkan SNI MKP tahun 2006 meliputi pengujian

    fisiko-kimia (warna, bau, bobot jenis, indeks bias, kelarutan alkohol, putaran optik, dan sineol), nilai

    kejernihan, dan kandungan logam. Dari hasil yang didapatkan, secara umum karakteristik fisiko-

    kimia minyak kayu putih telah memenuhi SNI tersebut kecuali pada uji warna dan kandungan sineol.

    Berikut ini adalah data karaktersitik bahan baku yang digunakan yakni warna (hijau bening), bau

    (khas MKP), bobot jenis (0,9235), indeks bias (1,468), kelarutan dalam etanol 70% (1:6 jernih),

    putaran optik (-0,8), kandungan sineol (40,73%), dan nilai kejernihan (81,30%). Uji kadar logam

    yang dilakukan meliputi kadar Cu, Fe, dan Mg dengan nilai masing-masing adalah 18,16 mg/l, 8,76

    mg/l, dan 0,300 mg/l. Bahan-bahan pemurnian yang digunakan pada penelitian pendahuluan ini

    adalah tiga jenis bahan pengkelat (Asam Sitrat, Asam Tartarat, dan EDTA) dan tiga jenis bahanadsorben (Bentonit, Zeolit, dan Arang Aktif) dengan konsentrasi masing-masing bahan yang

    digunakan adalah 2%. Berdasarkan nilai kejernihan yang didapatkan, asam sitrat dan bentonit

    merupakan bahan pemurnian yang baik dengan nilai kejernihan (% transmitan) masing-masing adalah

    99,95% dan 99,4%. Kedua jenis bahan ini digunakan sebagai bahan pemurnian pada penelitian utama

    dengan konsentrasi masing-masing yang digunakan terdiri atas empat konsentrasi, yakni 0%, 1%, 2%,

    dan 3%. Pengamatan yang dilakukan pada penelitian utama adalah rendemen, pengujian fisiko-kimia

    sesuai SNI 06-3954-2006, kadar logam, dan kejernihan.

    Rendemen minyak rata-rata yang dihasilkan adalah sebesar 87%. Rendemen tertinggi sebesar

    92% diperoleh dari pemurnian MKP dengan menggunakan asam sitrat sebanyak 1%. Sedangkan

    rendemen terendah sebesar 84% yang diperoleh dari pemurnian MKP dengan bentonit 3%. Nilaitransmitan rata-rata MKP hasil pemurnian adalah sebesar 88,87%. Nilai transmitan tertinggi sebesar

  • 5/24/2018 Minyak Atsiri

    4/92

    96,88% diperoleh dari hasil pemurnian MKP dengan menggunakan asam sitrat 1%. Nilai terendah

    sebesar 81,88% diperoleh dari hasil pemurnian dengan menggunakan kombinasi asam sitrat 3% dan

    bentonit 3%. Nilai kejernihan minyak kayu putih hasil pemurnian meningkat jika dibandingkan

    dengan nilai kejernihan sebelum pemurnian.

    Analisa fisiko-kimia minyak kayu putih yang dilakukan terdiri atas uji bau, uji warna, bobotjenis, putaran optik, indeks bias, kelarutan dalam etanol 70%, dan kandungan sineol dengan GC-MS.

    Bau MKP tidak mengalami perubahan setelah dilakukan proses pemurnian dimana bau yang

    ditunjukkan adalah khas minyak kayu putih. Warna minyak kayu putih setelah pemurnian adalah

    bening kuning kehijaun dan kuning kuning keemasan. Warna bening kuning kehijauan

    dihasilkan dari penggunaan asam sitrat, sedangkan warna kuning kuning keemasan dihasilkan dari

    penggunaan bentonit. Warna ini telah sesuai dengan SNI 2006 jika dibandingkan dengan warna MKP

    sebelum pemurnian yakni hijau. Nilai bobot jenis, putaran optik, indeks bias, dan kelarutan dalam

    etanol 70% minyak setelah pemurnian telah sesuai dengan standar SNI 2006. Adapun nilai bobot jenis

    yang didapatkan berkisar antara 0,9180 sampai dengan 0,9235. Berdasarkan SNI, kisaran nilai bobot

    jenis adalah 0,900-0,930. Nilai putaran optik setelah pemurnian berkisar antara -0,8sampai dengan0. Berdasarkan SNI, kisaran nilai putaran optik adalah -4 sampai dengan 0. Nilai indeks bias setelah

    pemurnian berkisar antara 1,467 sampai dengan 1,468. Berdasarkan SNI, kisaran nilai indeks bias

    adalah 1,450-1,470. Pada uji kelarutan dalam etanol 70%, MKP setelah pemurnian dapat larut

    (menjadi jernih) dalam kisaran volume etanol sebanyak 79 ml.

    Perlakuan terbaik yang dipilih berdasarkan nilai kejernihan pada penelitian utama adalah MKP

    hasil pemurnian dengan menggunakan asam sitrat 1%. Pengujian kandungan logam dan kadar sineol

    dilakukan pada minyak tersebut. Dari hasil yang didapatkan, terlihat adanya penurunan kadar logam

    minyak setelah dilakukan proses pemurnian. Kandungan logam yang diuji terhadap MKP sebelum dan

    setelah pemurnian adalah tembaga (Cu), besi (Fe), dan magnesium (Mg). Kandungan logam MKP

    sebelum pemurnian adalah sebesar 18,16 mg/l, Fe (8,76 mg/l), dan Mg (0,300 mg/l). Sedangkan

    kandungan logam minyak setelah pemurnian adalah sebagai berikut Cu (

  • 5/24/2018 Minyak Atsiri

    5/92

    PENGGUNAAN BAHAN ADSORBEN DAN PENGKELAT PADA

    PROSES PEMURNIAN MINYAK KAYU PUTIH (Melaleuca

    leucadendron LINN.) KABUPATEN BURU

    SKRIPSI

    Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

    SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

    pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

    Institut Pertanian Bogor

    Oleh:

    WA HESTY

    F34080143

    DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

    FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

    INSTITUT PERTANIAN BOGOR

    BOGOR

    2013

  • 5/24/2018 Minyak Atsiri

    6/92

    Judul skripsi : Penggunaan Bahan Adsorben dan Pengkelat Pada Proses Pemurnian Minyak

    Kayu Putih (Melaleuca leucadendron Linn.) Kabupaten Buru

    Nama : Wa Hesty

    NIM : F34080143

    Menyetujui,

    Pembimbing,

    (Drs. Chilwan Pandji, Apt., M.Sc)

    NIP 19491209 198011 1 001

    Mengetahui :

    Ketua Departemen,

    (Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti)

    NIP. 19621009 198903 2 001

    Tanggal Lulus : 29 Januari 2013

  • 5/24/2018 Minyak Atsiri

    7/92

    PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

    SUMBER INFORMASI

    Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi dengan judul Penggunaan Bahan

    Adsorben dan Pengkelat Pada Proses Pemurnian Minyak Kayu Putih (Melal euca leucadendron

    Linn.) Kabupaten Buru adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan dari Dosen Pembimbing

    Akademik dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber

    informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis

    lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

    Bogor, Februari 2013

    Yang membuat pernyataan,

    (Wa Hesty)

    F34080143

  • 5/24/2018 Minyak Atsiri

    8/92

    Hak cipta milik Wa Hesty, tahun 2013

    Hak cipta dilindungi

    Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari

    Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak,

    fotokopi, microfilm, dan sebagainya

  • 5/24/2018 Minyak Atsiri

    9/92

    RIWAYAT HIDUP

    Wa Hesty dilahirkan di Ambon pada tanggal 9 September 1989 sebagai anakpertama dari empat bersaudara dari pasangan La Ndjai dan Wa Ridju. Penulis

    menamatkan sekolah dasar di SDN 79 kota Ambon pada tahun 1995-2001, dan

    melanjutkan ke SLTPN 14 kota Ambon pada tahun 2001-2004. Pada tahun 2007,

    penulis menamatkan pendidikan di SMKN 1 Kabupaten Buru dan melanjutkan studi

    di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD). Pada tahun

    yang sama (2007), penulis mengikuti program Pra Universitas selama satu tahun (2007-2008) dan

    kemudian mengambil pilihan Departemen Teknologi Industri Pertanian. Penulis pernah menjadi

    asisten praktikum Teknologi Minyak, Emulsi, dan Oleokimia pada tahun 2012. Pada tahun 2010,

    penulis mengikuti Program Kreatifitas Mahasiswa Bidang Kewirausahaan yang mendapatkan dana

    hibah dari Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi (DIKTI). Selain itu, penulis juga pernah

    melaksanakan program praktik lapang di PT. Takasago Indonesia dengan judul Mempelajari Aspek

    Teknologi Proses di PT. Takasago Indonesia, Purwokerto. Pada tahun 2011, penulis diberikan

    kesempatan untuk mengikuti International Conference di Daegu, Korea Selatan. Pada masa

    perkuliahan, penulis mendapatkan beasiswa dari Pemda Kabupaten Buru. Sebagai salah satu syarat

    untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, penulis

    melakukan penelitian dengan judul Penggunaan Bahan Adsorben dan Pengkelat Pada Proses

    Pemurnian Minyak Kayu Putih (Melaleuca leucadendron Linn.) Kabupaten Buru dibawah

    bimbingan Drs. Chilwan Pandji Apt, M. Sc.

  • 5/24/2018 Minyak Atsiri

    10/92

    iii

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur atas kehadirat Allah ,yangtelah melimpahkan segala rahmat, taufik serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Skripsi dengan judul

    Penggunaan Bahan Adsorben dan Pengkelat Pada Proses Pemurnian Minyak Kayu Putih

    (Melaleuca leucadendron Linn.) Kabupaten Buru. Skripsi ini ditulis berdasarkan hasil penelitian

    yang dilaksanakan di Laboratorium Pengawasan Mutu, Laboratorium DIT, dan Laboratorium Teknik

    Kimia Departemen Teknologi Industri Pertanian IPB mulai bulan September hingga November 2012.Selama pelaksanaan dan penulisan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak bantuan baik

    secara moril maupun materi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima

    kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada :

    1. Keluarga tercinta khususnya kedua orang tua (ayah dan ibu) yang selalu menjadi sandaranbaik suka maupun duka, yang telah memberikan segenap kasih saying, doa, motivasi, dan

    semangat kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan di IPB. SemogaAllah senantiasa melimpahkan rahmat-Nya.

    2. Drs. Chilwan Pandji, Apt. M.Sc selaku dosen pembimbing akademik dan skripsi atas segalabantuan dalam memberikan arahan, doa, serta kesabaran dalam membimbing penulis.

    3. Dr.Ir. Mulyorini Rahayuningsih M.Si dan Dr.Endang Warsiki, S.TP., M.Si selaku dosenpenguji atas segala bantuan berupa kritik, saran, masukan, motivasi serta nasehat yang telah

    diberikan demi kelancaran dalam menyelesaikan tugas skripsi ini.

    4. Pemerintah Daerah Kabupaten Buru atas kesempatan dan beasiswa yang diberikan kepadapenulis untuk melanjutkan pendidikan di IPB melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah IPB

    pada tahun 2007.

    5. Staf pegawai TIN khususnya pegawai laboratorium Departemen Teknologi Industri Pertanian.6. Teman-teman di Asrama Putri Darmaga (APD) khususnya angkatan tengsin yang tercinta,

    teh Via, ceu Am, dan angkatan tumbang ( rE.tik & rE.gen).

    7. Keluarga besar TIN45 atas kebersamaan, semangat, dan bantuannya.8. Reny, Mitut, Comel, dan mb Yuyun atas kebersamaan, bantuan dan perhatiannya.9. Isma dan Priska sebagai teman satu bimbingan atas dorongan, saran, dan semangatnya.10. Semua pihak yang telah membantu penulis yang tidak dapat disebutkan satu per satu

    Dengan segala kekurangan yang masih banyak terdapat di dalamnya, penulis berharap tulisan

    ini dapat mendatangkan manfaat bagi siapapun yang membutuhkannya. Semoga tulisan ini

    menjadi satu amalan baik penulis di hadapan Allah .. Amin

    Bogor, Februari 2013

    Penulis

  • 5/24/2018 Minyak Atsiri

    11/92

    iv

    DAFTAR ISI

    Halaman

    KATA PENGANTAR ................................................................. ............................................. iii

    DAFTAR TABEL ............................................................... ....................................................... vi

    DAFTAR GAMBAR .......................................................... ....................................................... vii

    DAFTAR LAMPIRAN ................................................................. ............................................. viii

    I. PENDAHULUAN ................................................................. ............................................. 1

    1.1. Latar Belakang ................................................................ ............................................. 1

    1.2. Tujuan ....................................................... ................................................................. . 2

    II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................. .... 3

    2.1. Minyak Atsiri ................................................................. ............................................. 3

    2.2. Tanaman Kayu Putih ................................................................ .................................. 6

    2.3. Minyak Kayu Putih ......................................................... ............................................ 7

    2.4. Pemurnian Minyak Kayu Putih ............................................................ ....................... 10

    2.5. Bentonit ............................................................... ....................................................... 122.6. Asam Sitrat ........................................................... ....................................................... 13

    III. METODOLOGI PENELITIAN ........................................................ .................................. 14

    3.1. BAHAN DAN ALAT ............................................................... .................................. 14

    3.2. METODE PENELITIAN ......................................................... .................................. 14

    3.3. RANCANGAN PERCOBAAN ........................................................... ....................... 17

    IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ......................... ................................................................. . 18

    4.1. Penelitian Pendahuluan ............................................................. .................................. 18

    4.1.1. Bahan Baku ............................................................ ............................................ 18

    4.1.2. Bahan Pemurnian ........................................................................ ....................... 18

  • 5/24/2018 Minyak Atsiri

    12/92

    v

    4.2. Penelitian Utama ...................................................................................................... .... 20

    4.2.1. Rendemen ............................................................. ............................................ 20

    4.2.2. Kejernihan (% Tarnsmitan) ................................................................ ............. 21

    4.2.3. Ion Logam ............................................................................................ ............ 23

    4.2.4. Sifat Fisikokimia berdasarkan SNI (2006) ................................ ....................... 24

    4.2.4.1. Bau dan Warna ........................................................... ....................... 24

    4.2.4.2. Bobot Jenis ................................................................. ....................... 25

    4.2.4.3. Indeks Bias ........................................................................................ . 26

    4.2.4.4. Kelarutan dalam Etanol 70% ............................................................ . 27

    4.2.4.5. Putaran Optik ................................................... .................................. 28

    4.2.4.6. Kromatografi Gas (GC-MS) ...... ........................................................ 30

    4.3. Analisa Finansial ............................................................. ............................................ 33

    4.3.1. Investasi ................................................................ ............................................ 33

    4.3.2. Biaya Produksi ......................................... ........................................................ 34

    4.3.3. Pendapatan ........................................................... ............................................ 34

    4.3.4. Keuntungan Per Tahun .............................................................. ....................... 35

    4.3.5. Pertimbangan Usaha ........................................................................................ . 35

    V. SIMPULAN DAN SARAN ....................................................... ............................................ 36

    5.1. Kesimpulan .............................................................. ....................................................... 36

    5.2. Saran ................................................................................................................... ............ 36

    DAFTAR PUSTAKA ... ................................................................. ............................................. 37

    LAMPIRAN .............................................................................................. .................................. 41

  • 5/24/2018 Minyak Atsiri

    13/92

    v

  • 5/24/2018 Minyak Atsiri

    14/92

    vi

    DAFTAR TABEL

    Halaman

    Tabel 1. Komponen Penyusun Minyak Kayu Putih 8

    Tabel 2. Syarat Mutu Minyak Kayu Putih (SNI 06-3954-2006) 9

    Tabel 3. Sifat Fisikokimia Minyak Kayu Putih Kasar 18

    Tabel 4. Data Kelarutan Minyak Kayu Putih dalam Etanol 70% 28

    Tabel 5. Data Putaran Optik Minyak Kayu Putih 29

    Tabel 6. Komponen Kimia dalam Minyak Kayu Putih 31

    Tabel 7. Perbandingan Karakteristik Minyak Kayu Putih dengan SNI 06-3954-2006 32

    Tabel 8. Rincian Biaya Tetap Pemurnian Minyak Kayu Putih 34

    Tabel 9. Rincian Biaya Variabel Pemurnian Minyak Kayu Putih 34

  • 5/24/2018 Minyak Atsiri

    15/92

    vi

  • 5/24/2018 Minyak Atsiri

    16/92

    vii

    DAFTAR GAMBAR

    Halaman

    Gambar 1. Struktur Asam Sitrat................................................................................. 13

    Gambar 2. Prosedur Proses Pemurnian Minyak Kayu Putih............................................... 16

    Gambar 3. Histogram Nilai Kejernihan masing-masing Bahan Pemurnian 20

    Gambar 4. Pengaruh Jumlah Bahan Pemurnian Terhadap Rendemen Minyak Kayu Putih 20

    Gambar 5. Pengaruh Jumlah Bahan Pemurnian Terhadap Nilai Kejernihan (% transmisi) 22

    Gambar 6. Pengaruh Jumlah Bahan Pemurnian Terhadap Bobot Jenis Minyak Kayu Putih 25

    Gambar 7. Pengaruh Jumlah Bahan Pemurnian Terhadap Indeks Bias Minyak Kayu Putih 27

  • 5/24/2018 Minyak Atsiri

    17/92

    viii

    DAFTAR LAMPIRAN

    Halaman

    Lampiran 1 Prosedur Analisa Mutu Minyak Kayu Putih 38

    Lampiran 2 Rendemen Hasil Pemurnian Minyak Kayu Putih 44

    Lampiran 3 Nilai Kejernihan (% Transmitan) Minyak Kayu Putih 46

    Lampiran 4 Gambar Warna Minyak Kayu Putih 48

    Lampiran 5 Bobot Jenis Minyak Kayu Putih 49

    Lampiran 6 Indeks Bias Minyak Kayu Putih 51

    Lampiran 7 Putaran Optik Minyak Kayu Putih 53

    Lampiran 8 Kromatogram Minyak Kayu Putih 55

    Lampiran 9 Komponen Kimia Minyak Kayu Putih 56

  • 5/24/2018 Minyak Atsiri

    18/92

    viii

  • 5/24/2018 Minyak Atsiri

    19/92

    1

    I. PENDAHULUAN

    1.1.Latar Belakang

    Sebagai salah satu penghasil minyak atsiri terbesar di dunia, Indonesia

    menghasilkan 40 dari 80 jenis minyak atsiri yang diperdagangkan di pasar dunia. Dari jumlah

    tersebut, 13 jenis telah memasuki pasar atsiri dunia, yakni nilam, serai wangi, cengkeh, jahe,

    pala, lada, kayu manis, cendana, melati, akar wangi, kenanga, kayu putih dan kemukus (Rizal

    dan Muhammad 2006). Salah satu jenis minyak atsiri yang banyak dikembangkan di

    Indonesia adalah Minyak Kayu Putih. Minyak kayu putih merupakan minyak atsiri yang

    disuling dari daun tanaman kayu putih (Melaleuca leucadendron Linn) atauM.cajeputiRoxb.

    (famili Myrtaceae) yang dikenal juga sebagai kayu gelam. Jenis lain yang banyak diusahakan

    adalahM.minorSmith, danM.viridifloraGartn (Guenther 1987).

    Industri minyak kayu putih (MKP) yang telah ada hingga sekarang ini memberikan

    implikasi yang cukup baik bagi perekonomian masyarakat sekitar hutan maupun

    kegunaannya. Sebagian besar minyak kayu putih digunakan dalam industri farmasi sebagai

    obat-obatan. Minyak ini dapat digunakan sebagai obat dalam dan obat luar. Minyak kayu

    putih sangat efesien dalam menanggulangi masuk angin dan kolera. Sebagai obat luar,

    minyak ini digunakan untuk menghangatkan badan dengan menggosokkan pada bagian

    anggota tubuh serta pelindung tetanus. Saat ini, minyak kayu putih juga dapat digunakan

    bahan baku dalam pembuatan permen (Cajuput candy). Menurut Halimah (1997 ) cajuput

    candy memiliki flavor top note yang baik karena kesan karaktersitik flavor khas saat

    mengkonsumsinya.

    Berbagai manfaat yang didapatkan dari MKP tersebut, memberikan pengaruhterhadap penggunaannya oleh masyarakat Indonesia maupun dunia. Pemanfaatan tersebut

    tidak didukung dengan kualitas yang baik. Salah satu sentra produksi MKP terbesar di

    Indonesia adalah pulau Buru. Sebagian besar industri MKP di pulau Buru masih berskala

    kecil atau menengah dengan teknologi yang digunakan masih tergolong sederhana dan

    tradisional. Hal ini terlihat dari minyak yang dihasilkan tidak sesuai dengan Standarisasi

    Nasional Indonesia (SNI) khususnya dari segi warna dan kandungan lainnya.

    Menurut Standar Nasional Indonesia (2006), warna MKP yang dihasilkan adalah

    bening hingga kuning kehijauan. Sebagian besar warna MKP yang dihasilkan industri kecil

    di Kabupaten Buru adalah hijau. Hal ini dikarenakan penggunaan teknologi yang masih

    bersifat tradisional dimana ketel yang digunakan terbuat dari tembaga (Cu). Menurut

    Guenther (1990), warna hijau dari minyak kayu putih terjadi karena pembentukan kelat

    dengan logam wadah distilasi. Di samping itu, logam yang terkandung dalam minyak nabati

    dapat berasal dari tanah, pupuk, dan peralatan pengolahan (Bati dan Chen dalam Hasrul et al.

    2011). Keberadaan logam tersebut akan mempengaruhi perubahan kualitas minyak (bau, rasa,

    dan warna) serta stabilitas minyak. Di samping itu, keberadaan logam ini sangat berpengaruh

    terhadap kesehatan dimana penggunaannya berkaitan dengan kulit dan organ dalam manusia.

    Menurut Supriyanto (2007), logam akan membahayakan kesehatan manusia jika dikonsumsi

    secara terus-menerus dalam waktu yang lama. Di samping itu, efek utama yang timbul akibat

    penggunaan bahan yang mengandung logam adalah terjadinya kerusakan ataupun iritasi pada

    selaput lendir yang berhubungan dengan hidung akibat debu atau uap tembaga (Winarno

  • 5/24/2018 Minyak Atsiri

    20/92

    2

    1992). Menurut Mardiyono dan Hidayati (2009), penumpukan jumlah Cu di dalam hati dapat

    menyebabkan keracunan akut (nekrosis atau serosis hati).

    Penelitian ini dilakukan sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas mutu warna

    minyak yang sesuai dengan SNI dan menurunkan kadar logam yang terkandung pada minyak

    sehingga aman dalam penggunaannya. Salah satu upaya yang dilakukan adalah denganmenggunakan proses pemurnian. Pemurnian merupakan suatu proses untuk meningkatkan

    kualitas suatu bahan agar mempunyai nilai jual yang lebih tinggi. Beberapa metode

    pemurnian yang dikenal adalah secara kimia ataupun fisika. Pemurnian secara fisika

    memerlukan peralatan penunjang yang cukup spesifik dan lebih rumit. Untuk metode

    pemurnian kimiawi, bisa dilakukan dengan menggunakan peralatan yang sederhana dan

    hanya memerlukan pencampuran dengan adsorben atau senyawa pengomplek tertentu

    (Hernani dan Tri 2006).

    Dua bahan yang sering digunakan adalah bentonit dan asam sitrat. Bentonit

    merupakan activated clay yang mempunyai efisiensi pemurnian cukup tinggi. Sedangkan

    asam sitrat merupakan senyawa pembentuk kompleks yang dapat mengikat ion logamsehingga aktivitas ion logam dalam suatu produk dapat dihambat. Penelitian-penelitian

    mengenai pemurnian minyak atsiri dengan bentonit dan asam sitrat telah banyak dilakukan.

    Menurut Rohayati (1997), pemurnian dengan menggunakan bentonit 2% akan meningkatkan

    mutu warna minyak akar wangi dari coklat gelap menjadi kuning kecoklatan. Selain itu,

    Marwati et al. (2005), menyatakan bahwa pemurnian minyak dengan menggunakan bentonit

    3% akan menghasilkan minyak dengan kejernihan warna yang lebih baik. Marshall et al.

    (1999) menyatakan bahwa asam sitrat mampu melakukan penyerapan terhadap logam Cu

    dalam suatu cairan dan air limbah. Pemurnian secara pengkelatan dengan asam sitrat 0,6%

    juga menunjukkan peningkatan kejernihan dan kualitas minyak (Marwati et al 2005).

    1.2.TujuanAdapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

    1. Mengetahui jenis bahan adsorben dan pengkelat terbaik untuk memurnikan minyak kayuputih.

    2. Mengetahui pengaruh jenis adsorben dan pengkelat terbaik terhadap rendemen, nilaikejernihan, dan analisa mutu minyak kayu putih.

    3. Mengetahui perlakuan terbaik dari proses adsorbsi dan pengkelatan sertamembandingkannya dengan minyak sebelum pemurnian.

    4. Menganalisis dan membandingkan minyak hasil pemurnian perlakuan terbaik berdasarkanSNI 06-3954-2006.

  • 5/24/2018 Minyak Atsiri

    21/92

    3

    II. TINJAUAN PUSTAKA2.1.Minyak Atsiri

    Minyak atsiri merupakan campuran berbagai senyawa organik yang mudah

    menguap, mudah larut dalam pelarut organik dan mempunyai bau khas sesuai dengan

    tumbuhan penghasilnya. Selain itu, minyak atsiri merupakan senyawa organik yang berasal

    dari tumbuhan dan bersifat mudah menguap, mempunyai rasa getir, dan bau mirip tanaman

    asalnya. Minyak atsiri dikenal dengan nama minyak eteris atau minyak terbang atau sering

    pula disebut dengan essential oil. Menurut Guenther (1987) istilah minyak eteris digunakan

    untuk minyak yang mudah menguap dan diperoleh dari tanaman dengan metode ekstraksi.

    Hal ini dimaksudkan untuk membedakan minyak/lemak dengan minyak atsiri dari tanaman

    penghasilnya yang berbeda. Bahan baku minyak ini diperoleh dari berbagai bagian tanaman

    seperti daun, bunga, buah, biji, kulit batang, akar, dan rimpang.Minyak atsiri sangat banyak digunakan berdasarkan jenis tumbuhan asalnya.

    Minyak atsiri digunakan sebagai bahan baku dalam perisa maupun pewangi (flavour dan

    fragrance ingerdients). Tanaman minyak atsiri dan produk turunan metabolisme

    sekundernya memiliki kegunaan yang baik dan populer untuk industri obat-obatan

    (kedokteran), perasa makanan, parfum, dan farmasi (Satil dalam Alma et al. 2007). Industri

    kosmetik dan parfum menggunakan minyak atsiri kadang sebagai bahan pewangi

    pembuatan sabun, pasta gigi, samphoo, lotiondan parfum. Industri makanan menggunakan

    minyak atsiri setelah mengalami pengolahan sebagai perisa atau menambah cita rasa.

    Industri farmasi menggunakannya sebagai obat anti nyeri, anti infeksi, dan pembunuh

    bakteri. Fungsi minyak atsiri sebagai fragrance juga digunakan untuk menutupi bau taksedap pada bahan-bahan lain seperti obat pembasmi serangga yang diperlukan oleh industri

    bahan pengawet dan bahan insektisida. Menurut Koul et al. (2008) pestisida yang berasal

    dari minyak atsiri atau kandungan utamanya mampu mengatasi serangan hama pengganggu

    dan beberapa jamur patogen tanaman pertanian yang menyebabkan penyakit pada prodan

    pascapanen.

    2.1.1. Komposisi KimiaKomposisi kimia minyak atsiri berhubungan erat dengan jenis tanaman

    penghasil, iklim, tanah, umur panen, metode pengolahan dan cara penyimpanan.

    Beberapa senyawa kimia yang mudah menguap pada minyak atsiri adalah alkohol,

    aldehid, keton, dan ester. Senyawa ini terdapat dalam minyak atsiri dalam jumlah

    kecil. Sebagian besar komponen komponen minyak atsiri merupakan senyawa

    yang hanya mengandung atom karbon dan atom hidrogen, atau senyawa yang

    mengandung atom karbon, hidrogen dan oksigen yang tidak bersifat aromatis.

    Senyawa-senyawa ini secara umum disebut terpenoid (Achmad dalam Sembiring

    2011). Menurut Guenther (1987), campuran senyawa kimia minyak atsiri terdiri dari

    unsur karbon (C), hidrogen (H), oksigen (O), nitrogen (N), dan sulfur (S). Di

    samping itu, komponen yang menyusun minyak atsiri dapat tebagi dua golongan,

    yaitu golongan hidrokarbon dan hidrokarbon beroksigen (oxygenated hydrocarbon).

  • 5/24/2018 Minyak Atsiri

    22/92

    4

    2.1.1.1. Golongan HidrokarbonSenyawa ini tersusun dari unsur-unsur hidrogen (H) dan karbon (C)

    yang terdapat dalam bentuk terpen, parafin, olefin, dan hidrokarbon

    aromatik. Terpen merupakan senyawa hidrokarbon tidak jenuh dengan unityang tersusun dari unit isoprene (C5H8). Unit ini yang berkondensasi

    dengan cara persambungan antara kepala dengan ekor isopentenilpirofosfat

    dan dimetil alilpirofosfat sehingga menghasilkan geranil pirofosfat yang

    selanjutnya mengalami reaksi sekunder seperti hidrolisa, isomerisasi, ,

    oksidasi, reduksi maupun dehidrasi untuk menghasilkan senyawa terpen

    maupun senyawa terpenoid yang terdapat didalam tumbuh-tumbuhan.

    Berdasarkan jumlah isopren, terpen dapat dibedakan atas monoterpen (dua

    unit isopren), seskuiterpen (tiga unit isopren), diterpen (empat unit isopren),

    dan politerpen.

    Senyawa terpen kurang berbau wangi, sukar larut dalam alkoholencer dan tidak tahan terhadap cahaya dan udara. Santonin merupakan jenis

    terpen yang menyebabkan senyawa terpen tidak berbau (Sirait 2007). Jika

    disimpan dalam waktu yang lama akan terpolarisasi dan membentuk sejenis

    resin yang sukar larut dalam alkohol (Guenther 1987).

    2.1.1.2. Golongan Hidrokarbon Beroksigen (OxygenatedHydrocarbon)

    Komponen kimia golongan hidrokarbon beroksigen terdiri dari

    unsur karbon (C), hidrogen (H), dan oksigen (O). Ikatan atom karbon yang

    terdapat dalam molekulnya terdiri dari ikatan jenuh atau tidak jenuh.Persenyawaan yang termasuk dalam golongan ini adalah alkohol, aldehid,

    keton, oksida, eter, ester, dan fenol. Golongan hidrokarbon terkoksigenasi

    merupakan senyawa yang penting dalam minyak atsiri karena aromanya

    yang lebih wangi.

    2.1.2. Sifat FisikokimiaSetiap minyak atsiri mempunyai sifat-sifat yang berebeda antara yang satu

    dengan yang lainnya. Sifat tersebut tergantung dari komposisi kimia yang

    menyusunnya, terutama senyawa terpen yang tidak jenuh, ester, asam, aldehid,

    alkohol, eter, dan keton (Guenther 1987) Minyak atsiri bersifat mudah menguap

    pada suhu kamar, larut dalam alkohol encer yang konsentrasinya kurang dari 70

    persen. Oleh karena itu, minyak atsiri disebut sebagai minyak terbang. Sifat-sifat

    fisika minyak atsiri yakni bau yang karaktersitik, bobot jenis, indeks bias yang tinggi,

    larut dalam alkohol, dan bersifat optis aktif.

    a. Bobot JenisBobot jenis adalah perbandingan bobot zat di udara pada

    suhu 25C terhadap bobot air dengan volume dan suhu yang sama.

    Penentuan bobot jenis menggunakan alat piknometer. Berat jenis

    minyak atsiri umumnya berkisar antara 0,800-1,180 Bobot jenis

  • 5/24/2018 Minyak Atsiri

    23/92

    5

    merupakan salah satu kriteria penting dalam penentuan mutu dan

    kemurnian minyak atsiri (Guenther 1987).

    b. Indeks BiasIndeks bias suatu zat adalah perbandingan kecepatan

    cahaya dalam udara dengan kecepatan cahaya dalam zat tersebut.Penentuan indeks bias menggunakan alat Refraktometer. Prinsip

    penggunaan alat adalah penyinaran yang menembus dua macam

    media dengan kerapatan yang berbeda, kemudian terjadi

    pembiasan (perubahan arah sinar) akibat perbedaan kerapatan

    media. Indeks bias berguna untuk identifikasi suatu zat dan deteksi

    ketidakmurnian (Guenther 1987).

    c. Putaran OptikSetiap jenis minyak atsiri memiliki kemampuan memutar

    bidang polarisasi cahaya ke arah kiri atau kanan. Besarnya

    pemutaran bidang polarisasi ditentukan oleh jenis minyak atsiri,suhu, dan panjang gelombang cahaya yang digunakan. Penentuan

    putaran optik menggunakan alat Polarimeter (Ketaren 1985). Pada

    umumnya, minyak atsiri bersifat optis aktif dan memutar bidang

    polarisasi dengan rotasi yang spesifik karena banyak komponen

    penyususun yang memiliki atom C asimetrik (Gunawan dan

    Mulyani 2004).

    d. Kelarutan Dalam AlkoholSebagian besar minyak atsiri larut dalam pelarut organik

    pada berbagai tingkat konsentrasi. Salah satunya adalah alkohol.

    Penentuan kelarutan minyak ini tergantung pada kecepatan daya

    larut dan kualitas minyak. Minyak atsiri yang kaya akan

    komponen oxygenated lebih mudah larut dalam alkohol

    dibandingkan kandungan terpen. Konsentrasi alkohol yang sering

    digunakan untuk menentukan kelarutan minyak atsiri adalah 50%,

    60%, 70%, 80%, 95%, dan kadang-kadang 65% dan 75%.

    Menurut Guenther (1987), minyak atsiri yang baru diekstrak biasanya

    berwarna kekuning-kuningan atau tidak berwarna. Beberapa minyak atsiri ada yang

    berwarna kemerah-merahan, kehijauan dan ada pula yang kebiruan. Warna minyak

    yang kekuning-kuningan, kemerah-merahan atau kecoklatan terjadi jika minyak

    disuling dalam alat penyuling yang terbuat dari besi. Selain itu, warna hijau

    dihasilkan dari penyulingan minyak dengan menggunakan alat penyuling yang

    terbuat dari tembaga.

    Minyak atsiri dapat mengalami kerusakan yang mengakibatkan perubahan

    sifat kimia minyak atsiri yaitu dengan proses oksidasi, hidrolisa, dan resinifikasi.

    a. OksidasiReaksi oksidasi pada minyak atsiri terutama terjadi pada

    ikatan rangkap dalam terpen. Peroksida yang bersifat labil akan

    berisomerisasi dengan adanya air, sehingga membentuk senyawa

    aldehid, asam organik, dan keton yang menyebabkan perubahan

    bau yang tidak dikehendaki.

  • 5/24/2018 Minyak Atsiri

    24/92

    6

    b. HidrolisisProses hidrolisis terjadi pada minyak atsiri yang

    mengandung ester. Proses hidrolisis ester merupakan proses

    pemisahan gugus OR dalam molekul ester sehingga terbentuk

    asam bebas dan alkohol. Ester akan terhidrolisis secara sempurnadengan adanya air dan asam sebagai katalisator.

    c. ResinifikasiBeberapa fraksi dalam minyak atsiri dapat membentuk

    resin, yang merupakan senyawa polimer. Resin ini dapat terbentuk

    selama proses pengolahan (ekstraksi) minyak yang

    mempergunakan tekanan dan suhu tinggi selama penyimpanan.

    2.2.Tanaman Kayu PutihKayu putih (Melaleuca leucadendron) adalah pohon perdu yang banyak tumbuh di

    kepulauan Hindia Timur (Indonesia), Semenanjung Malaya, dan di beberapa tempat di

    sekitarnya. Di Malaysia, hutan kayu putih terdapat di daerah pantai dan pegunungan.

    Sedangkan di Pulau Buru dan Seram, daun kayu putih dalam jumlah besar dapat diperoleh

    dari pohon kayu putih yang tumbuh liar sehingga tidak perlu dibudidayakan (Guenther

    1990). Menurut Core (1955) dalam Sunanto (2003), dalam sistematika tanaman kayu putih

    (M. leucadendronLinn) memiliki susunan klasifikasi seperti berikut :

    Kingdom : Plantae

    Divisio : Spermatophyta

    Subdivisio : Angiospermae

    Kelas : Dycotyledonae

    Subkelas : Archichlamideae

    Ordo : Myrtales

    Famili : Myrtaceae

    Genus : Melaleuca

    Species :Melaleuca leucadendronLinn

    Pohon kayu putih dapat mencapai ketinggian 45 kaki. Pohon ini sangat kuat dan

    resisten, serta dapat mematikan tanaman lainnya dan tidak dapat dimusnahkan dengan cara

    menebang atau membakar (Guenther 1990). Kayu putih memiliki kayu yang agak keras dan

    berat, berserabut panjang, bewarna putih kelabu dengan sedikit merah menyelusur

    diantaranya. Kulit dari pohon kayu putih berukuran setebal jari dan terdiri atas lembaran-

    lembaran kecil yang lembut, sangat tipis dan tak terhitung jumlahnya. Di pulau Buru, kulitpohon kayu putih digunakan sebagai bahan pada pembungkus botol-botol minyak kayu

    putih (Heyne 1985).

    Perbungaan majemuk bentuk bulir, bunga bebentuk seperti lonceng, daun mahkota

    berwarna putih kekuningan, keluar di ujung percabangan. Buah panjang 2,5 3 mm, lebar

    3 4 mm, warnanya coklat muda sampai coklat tua. Bijinya halus, sangat ringan seperti

    sekam, berwarna kuning. Buahnya sebagai obat tradisional disebut merica bolong. Ada

    beberapa varietas pohon kayu putih. Ada yang kayunya berwarna meah, dan ada yang

    kayunya berwarna putih. Rumphius membedakan kayu putih dalam varietas daun besar dan

    varietas daun kecil. Varietas yang berdaun kecil digunakan untuk bahan baku pembuatan

    minyak kayu putih.

  • 5/24/2018 Minyak Atsiri

    25/92

    7

    Tanaman kayu putih telah banyak dimanfaatkan masyarakat Indonesia untuk

    berbagai keperluan terutama sebagai bahan untuk mengatasi berbagai macam gangguan

    kesehatan. Pemanfaatan tanaman kayu putih ini telah lama dilakukan oleh masyarakat

    Indonesia sebelum adanya teknologi. Daun kayu putih digunakan untuk mengurangi gatal

    atau pembengkakan karena gigitan serangga. Daun kayu putih juga diekstrak ataudikeringkan untuk dimanfaatkan sebagai bahan ramuan untuk penambah stamina. Selain itu,

    tanaman kayu putih pada saat ini mulai banyak ditanam di pekarangan rumah sebagai

    pengusir nyamuk karena aromanya yang khas.

    Di Kalimantan Barat, tanaman kayu putih ini juga banyak dimanfaatkan oleh

    masyarakat lokalnya, seperti bagian kulit batang kayu putih dapat dimanfaatkan sebagai

    penutup celah-celah atau lubang-lubang pada perahu agar tidak bocor dan buahnya dapat

    digunakan sebagai jamu atau obat-obatan tradisional. Selain itu, tanaman kayu putih ini

    merupakan salah satu jenis tanaman penghasil minyak atsiri. Minyak atsiri dari tanaman

    kayu putih dapat diperoleh dari penyulinga daun kayu putih. Minyak ini biasa disebut

    dengan minyak kayu putih atau dalam perdagangan internasional disebut dengan cajeput oil(cajuput oil).

    2.3.Minyak Kayu PutihMinyak kayu putih (MKP) merupakan salah satu jenis minyak atsiri yang banyak

    dimanfaatkan dan dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Minyak ini berasal dari daun

    kayu putih segar dan ranting (terminal branchlet) dari beberapa spesies Melaleuca, yang

    diperoleh melalui proses penyulingan (Guenther 1990). Daun yang digunakan adalah daun

    yang berasal dari tanaman muda sebab kandungan minyaknya lebih tinggi. menurut

    Guenther (1990), warna hijau dari minyak kayu putih terjadi karena pembentukan kelat

    dengan logam wadah destilasi, dan warna kuning terjadi jika minyak kayu putih disimpan

    dalam drum besi digalvanisir selama 2-3 bulan. Selain itu, penyulingan daun kayu putih

    dengan menggunakan alat stainless stell menghasilkan minyak yang berwarna kuning.

    Warna minyak kayu putih bervariasi, dari tidak berwarna, kuning, sampai hijau dengan

    aroma champor yang aromatik dan rasa champoryang pahit (James 1989).

    Minyak kayu putih sedikit larut dalam air dan larut dalam etanol 80%, kloroform,

    eter, dan karbon disulfida. Menurut Heyne (1985), pemalsuan minyak kayu putih banyak

    sekali terjadi dan umumnya dilakukan dengan penambahan minyak tanah atau bensin.

    Minyak kayu putih kadang-kadang juga dicampur dengan asam lemak oleh petani produsen

    atau pedagang perantara. Bau minyak kayu putih sedemikian kerasnya, sehingga saat

    dilakukan penambahan keosen atau asam lemak, minyak kayu putih tersebut tidakmenunjukkan perubahan bau. Uji sederhana yang digunakan oleh pedagang pribumi adalah

    dengan cara mengocok minyak kayu putih dalam botol. Jika terbentuk busa dan

    gelembung-gelembung udara yang naik ke permukaan tidak segera hilang, hal ini

    menandakan bahwa minyak kayu putih tersebut telah dipalsukan.

    2.3.1. Komposisi KimiaKonstituen utama dalam minyak kayu putih memiliki rumus empiris

    molekuler C10H18O yang disebut dengan cajuput hydrate dan cajuputol. Kedua

    senyawa ini kemudian dikenal dengan sineol. Selain sineol, menurut Duke (1992),

    minyak kayu putih juga mengandung 10% senyawa kristalin fenolic, 3,5-dimetil-

  • 5/24/2018 Minyak Atsiri

    26/92

    8

    4,6-di-o-metilfloroasetopinon. Menurut Budavari (1989), minyak kayu putih

    mengandung 50-60% sineol, L-pinene, terpineol, valeric, butyric, benzoic, dan

    aldehid lainnya. Di samping itu, senyawa-senyawa utama yang terdapat pada

    minyak kayu putih terdapat pada tabel sebagai berikut (Guenther 1990) :

    Tabel 1. Komponen Penyusun Minyak Kayu Putih

    No Komponen Rumus Molekul Titik Didih (C)

    1 Cineol C10H18O 174-177

    2 Terpineol C10H17OH 218

    3 Pinene C10H18 156-160

    4 Benzaldehyde C6H5O 179,9

    5 Limonene C10H16 175-176

    6 Sesquiterpene C15H24 230-277

    2.3.2. Sifat Fisikokimia dan Mutu Minyak Kayu PutihMinyak atsiri yang berasal dari daun minyak kayu putih yang diperoleh

    melalui proses penyulingan. Daun yang digunakan adalah daun yang berasal dari

    tanaman muda (tidak lebih dari 6 bulan) sebab kandungan minyaknya lebih tinggi.

    Pemalsuan minyak kayu putih banyak sekali terjadi dan umumnya dilakukan dengan

    penambahan minyak tanah atau bensin (Heyne 1985).

    Warna minyak kayu putih adalah hijau bening, yang disebabkan karena

    tembaga dari ketel-ketel penyulingan minyak kayu putih dan senyawa organik yang

    kemungkinan adalah klorofil. Warna hijau minyak atsiri disebabkan karena tembaga,maka warna tersebut dapat dipisahkan dengan minyak kayu putih aslinya dengan

    menggunakan larutan asam tartarat pekat. Namun apabila warna hijau tersebut

    disebabkan karena klorofil atau bahan organik lainnya, maka minyak itu dapat

    dipucatkan dengan menggunkan karbon aktif. Proses rektifikasi juga dapat

    mengeliminasi warna. Namun demikian, rektifikasi minyak kayu putih tidak

    dilakukan di daerah-daerah produksi.

    Menurut James (1989) warna minyak kayu putih bervariasi, dari tidak

    berwarna, kuning sampai hijau dengan aroma champor yang aromatik dan rasa

    champor yang pahit, mengandung 10% senyawa kristalin fenolic,5-dimetil-4,6-di-o-

    metilfloroasetopinon. Senyawa ini dianggap memiliki daya antiseptik menurutGuenther (1990).

    Minyak kayu putih kadang-kadang dicampur dengan asam lemak atau

    dengan kerosen oleh petani produsen atau pedagang perantara. Bau minyak kayu

    putih sedemikian kerasnya sehingga saat dilakukan penambahan kerosen atau asam

    lemak, minyak kayu putih tersebut tidak menunjukkan perubahan bau. Uji sederhana

    yang digunakan oleh pedagang pribumi adalah dengan cara mengocok minyak kayu

    putih di dalam botol. Jika terbentuk busa dan gelembung-gelembung udara yang

    naik ke permukaan tidak segera hilang, hal ini menandakan bahwa adanya

    penambahan kerosen atau bensin kedalamnya.

    Mutu merupakan gabungan sifat-sifat khas suatu bahan yang akan

    mempengaruhi tingkat penerimaan dari konsumen. Sifat tersebut dapat berasal dari

  • 5/24/2018 Minyak Atsiri

    27/92

    9

    faktor alami (intrinsik) ataupun dari proses pengolahan (ekstrinsik) (Wijandi 1981).

    Mutu suatu produk sebagai keluaran dari proses pengolahan atau industri sangat

    dipengaruhi oleh mutu bahan baku sebagai masukan dan teknologi proses

    pengolahannya. Dalam perdagangan dan perindustrian skala besar telah digunakan

    standarisasi yang lebih baku. Badan Standarisasi Nasional Indonesia telahmenetapkan SNI 06-3954-2006 sebagai standar minyak kayu putih. Berikut ini adalh

    syarat mutu minyak kayu putih berdasarkan SNI 06-3954-2006.

    Tabel 2. Syarat Mutu Minyak Kayu Putih (SNI 06-3954-2006)

    No Jenis Uji Satuan Persyaratan

    1 Keadaan -

    1.1. Warna - Jernih sampai kuning kehijauan

    1.2. Bau - Khas kayu putih

    2 Bobot Jenis 20C/20C - 0,900-0,930

    3 Indeks Bias (nD20) - 1,450-1,470

    4 Kelarutan dalam etanol 70% - 1:1 sampai 1:10 jernih

    5 Putaran Optik - (-4) s/d 0

    6 Kandungan Sineol % 50-65

    Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu minyak kayu putih antara lain

    adalah perlakuan terhadap bahan baku penghasil minyak atsiri, jenis alat

    penyulingan, perlakuan minyak atsiri setelah ekstraksi, pengemasan dan

    penyimpanan bahan ataupun produk berpengaruh terhadap kualitas minyak atsiri

    (Guenther 1987).

    2.4.Pemurnian Minyak Kayu PutihWarna dalam minyak atsiri sangat mempengaruhi mutu, penggunaan, dan harga.

    Minyak yang keruh dan berwarna gelap mempunyai mutu yang rendah. Kotoran yang

    terkandung dalam minyak dapat mempercepat kerusakan minyak terutama selama

    penyimpanan dan pengolahan selanjutnya (Muchlis dan Rusli 1988).

    Untuk memperbaiki penampakan minyak yang gelap, diperlukan perlakuan khusus

    sehingga dihasilkan minyak yang jernih dan bening. Ada dua cara yang dapat digunakan

    untuk pemurnian minyak atsiri, yaitu dengan redistilasi (penyulingan ulang) dan

    penggunaan bahan pemurnian. Bahan pemurnian dapat berupa adsorben atau senyawapembentuk kompleks (senyawa pengkelat).

    Pemurnian merupakan proses pemisahan zat warna dalam minyak. Proses

    pemurnian sering dilakukan dengan menggunakan adsorben yang mempunyai sifat

    menyerap warna dalam minyak. Selain itu, pemurnian dapat dilakukan dengan

    menggunakan zat kimia atau dengan pemanasan.

    Menurut Kirk dan Othmer (1985), warna suatu substrat dapat dimurnikan dengan

    suatu bahan pemurnian melalui proses fisik dan kimia. Proses ini melibatkan proses

    oksidasi, reduksi,, atau adsorpsi yang membuat suatu benda berwarna atau kotor menjadi

    lebih mudah lepas dan mudah dihilangkan selama proses pemucatan. Pemucatan dapat pula

    melibatkan proses kimia yang mengubah kemampuan bagian molekul berwarna untuk

  • 5/24/2018 Minyak Atsiri

    28/92

    10

    menyerap cahaya, dengan mengubah derajat ketidakjenuhannya atau melalui reaksi kimia

    yang dapat membentuk kompleks.

    Proses pemurnian dapat mengurangi kandungan komponen-komponen lain yang

    tidak diinginkan, seperti asam lemak bebas, peroksida, dan hasil pemecahannya (seperti

    aldehida dan keton) serta logam-logam transisi (Habile et al. 1992). Menurut Boki et al.(1992), pengurangan kandungan senyawa-senyawa tersebut akan mengurangi proses

    otooksidasi di dalam minyak karena senyawa-senyawa tersebut merupakan penginduksi

    proses otooksida.

    Pemurnian minyak nabati telah banyak dilakukan dengan menggunakan berbagai

    jenis bahan pemurnian pada proses adsorbsi dan pengkelatan. Dua diantaranya adalah

    dengan menggunakan asam sitrat dan bentonit. Pemucatan minyak kelapa sawit secara

    adsorpsi dengan lempeng alam yang dikombinasikan dengan silika lempung alam yang

    dikombinasikan dengan silika sintetik mampu menurunkan kadar logam Cu (33%), Fe

    (98%), Pb (90%) dan P (93%) dalam minyak sawit (Rossi et al. 2003). Siew et al.(1994)

    menyatakan bahwa kemampuan lempung dalam menghilangkan warna, fosfor dan besidalam minyak sawit dapat ditingkatkan dengan penambahan silika sintetik. Rossi et al.

    (2001), menemukan bahwa lempung yang dicampur dengan silika sintetik dapat

    menghilangkan 20-50 % karotenoid. Menurut Rohayati (1997), pemucatan dengan bentonit

    2% efektif dilakukan untuk meningkatkan mutu minyak akar wangi sedangkan pemurnian

    minyak menggunakan bentonit 3 % akan menghasilkan minyak dengan kejernihan dan

    warna yang lebih baik dari pada menggunakan arang aktif, asam sitrat dan asam tartarat

    (Marwati et al.2005). Pada proses pemurnian minyak daun cengkeh dengan bentonit 1 s/d

    10% diketahui bahwa dengan peningkatan konsentrasi bentonit terjadi peningkatan

    kejernihan, kecerahan, dan warna minyak (Marwati 2005).

    2.4.1. Pemurnian Minyak dengan AdsorbenAdsorpsi adalah proses difusi suatu komponen pada suatu permukaan atau

    antar partikel. Dalam adsorpsi terjadi proses pengikatan oleh permukaan adsorben

    padatan atau cairan terhadap adsorbat atom-atom, ion-ion atau molekul-molekul

    lainnya (Microsoft dalam Marwati (2005) yang melibatkan ikatan intaramolekuler

    diantara keduanya (Osmotics dalam Marwati 2005). Melalui proses pengikatan

    tersebut, maka proses ini dapat menghilangkan warna (Rossi et al. 2001) dan logam

    (Rossi et al2003). Komponen yang terserap disebut adsorbat dan bahan yang dapat

    menyerap disebut adsorben. Adsorben dapat berupa padatan atau cairan. Adsorbat

    terlarut dalam cairan atau benda dalam gas (Walstra 2003).

    Adsorben yang umum digunakan untuk pemurnian adalah dari tipe polar

    (hidrofilik) dan non polar (hidrofobik) (Putra 1998). Jenis-jenis adsorben polar ialah

    silika gel, alumina yang diaktivasi, dan beberapa jenis tanah liat ( clay) (Cussler

    1997). Adsorben tipe ini umumnya digunakan jika zat warna yang akan dihilangkan

    lebih polar daripada cairannya. Sedangkan jenis adsorben non polar adalah arang

    (karbon dan batubara) dan arang aktif, yang biasa digunakan untuk menghilangkan

    zat warna yang kurang polar. Adsorben tipe ini secara kualitatif sangat mirip satu

    sama lain dalam hal selektivitas untuk menyerap komponen dari beberapa campuran

    (Kirk dan Othmer 1985).

  • 5/24/2018 Minyak Atsiri

    29/92

    11

    Menurut Ketaren (1985), adsorben yang digunakan untuk memurnikan

    minyak terdiri dari tanah pemucat (bleaching clay) dan arang (bleaching carbon).

    Zat warna dalam minyak akan diserap oleh permukaan adsorben dan juga menyerap

    suspensi koloid (gum dan resin) serta hasil degradasi minyak, misalnya peroksida.

    Jumlah adsorben yang dibutuhkan untuk menghilangkan warna minyak tergantungdari jenis dan tipe zat warna dalam minyak, dan sampai seberapa seberapa jauh

    warna tersebut akan dihilangkan. Daya serap adsorben terhadap warna akan lebih

    efektif jika adsorben tersebut mempunyai berat jenis yang lebih tinggi, kadar air

    tinggi, ukuran partikel halus, dan pH mendekati netral (Ketaren 1985). Daya serap

    bleaching clay disebabkan karena ion Al+++

    pada permukaan partikel adsorben,

    dapat mengadsoprsi partikel zat warna. Daya pemucatan bleaching claytergantung

    dari perbandingan komponen SiO2dan Al2O3di dalamnya.

    2.4.2. Pemurnian Minyak dengan Senyawa Pembentuk KompleksPengkelatan adalah pengikatan logam dengan cara menambahkan senyawa

    pengkelat dan membentuk kompleks logam senyawa pengkelat. Logam yang

    menyebabkan perubahan kualitas minya (bau, rasa, dan warna) dapat dipisahkan dari

    minyak dengan cara penambahan bahan kimia yang membentuk kompleks

    (chelating agent), misalnya asam tartarat, asam sitrat, dan EDTA (Karmelita 1997).

    Menurut Treybal dalam Rohayati (1997), jika suatu partikel padat telah terpisah

    dengan baik dan telah bereaksi secara elektrolitik, maka partikel-partikel tersebut

    akan tolak menolak dan tetap terpisah. Jika ke dalam campuran ditambahkan

    senyawa dengan muatan berbeda (seperti agen penggumpal), maka partikel tersbut

    dapat membentuk gumpalan (flokulan) atau kumpulan yang lebih besar dan lebih

    cepat mengendpa. Endapan ini biasanyaberupa kotoran.

    Senyawa pembentuk kompleks merupakan sejenis molekul organik atau

    inorganik (ligand), yang menyebabkan sebuah ion logam mempunyai lebih dari satu

    posisi, misalnya melalui dua atau lebih dari grup elektron donor dalam ligand.

    Senyawa pembentuk kompleks digolongkan menjadi dua, yakni berdasarkan jumlah

    grup koordinasi yang dihasilkan dan jumlah cincin pengikat yang dapat terbentuk

    dengan ion logam. Aplikasi dari senyawa pembentuk kompleks digunakan dalam

    beberapa bidang berbeda, dan potensial digunakan untuk pembentukan kompleks

    dengan logam. Aplikasi yang telah diterapkan yakni dalam bidang kimia analitik,

    pertumbuhan dan gizi hewan, obat-obat kimia, pemisahan logam, pembersihan

    produk-produk alamiah, detergen, dan pembersihan logam (Kirk dan Othmer 1985) .Aplikasi penggunaan bahan pengikat diklasifikasikan menjadi tiga grup yaitu

    penggunaannya sebagai bahan yang berfungsi mengurangi aktivitas ion logam

    sampai tingkat yang cukup rendah, sehingga ion tersebut dapat dianggap inaktif,

    penggunaannya sebagai buffer dan untuk tujuan preparatif dimana senyawa bereaksi

    membentuk kompleks ikatan logam yang mempunyai sifat yang khas.

    Penggunaan senyawa pembentuk kompleks sebagai penghambat aktivitas

    logam digunakan dalam mengurangi aktivasi ion-ion logam pengotor di dalam

    produk, penghilangan ion-ion logam yang membentuk endapan yang tidak

    diinginkan, dan mengurangi sifat racun dari ion-ion logam beracun. Bahan-bahan

    yang mempunyai sifat tersebut ialah asam sitrat, oksalat, tartarat, glukonat, asam

  • 5/24/2018 Minyak Atsiri

    30/92

    12

    etilen diamin tetraasetat (EDTA), asam nitriotriasetat (NTA), polifosfat, poliamin,

    dan isoaskorbat.

    2.5.BentonitBentonit merupakan istilah perdagangan untuk lempung mineral yang

    mengandung montmorillonite sebagai komponen utamanya. Bentonit berwarna dasar putih

    dengan sedikit kecoklatan atau kemerahan atau atau kehijauan tergantung dari jenis dan

    jumlah fragmen mineral-mineralnya. Bentonit bersifat sangat lunak, ringan, mudah pecah,

    dan terasa seperti sabun. Selain itu, bentonit mudah menyerap air dan mempunyai kapasitas

    penukar ion yang tinggi (Patterson 1982). Berat jenis bentonit berkisar 2,4-2,8 (Priatna

    1982).

    Senyawa penyusun utama bentonit (MgCa)O.Al2O3.5SiO2nH2O adalah silika dan

    alumina dengan kandungan lain yaitu Fe, Mg, Ca, Na, Ti, dan K (Oscan dan Ozcan, 2004).

    Ukuran partikel koloid bentonit sangat kecil dan mempunyai kapasitas penukar ion yang

    tinggi dengan penukaran ion terutama diduduki oleh ion-ion Ca dan Mg.Pada keadaan awal, bentonit memiliki kemampuan adsoprsi yang rendah. Tetapi

    dengan teknik pemanasan atau dengan penambahan asam mineral akan meningkatkan

    kemampuan adsorpsinya. Aktivasi adalah semua proses untuk menaikkan kapasitas

    adsorpsi untuk memberikan sifat yang diinginkan sehubungan dengan penggunaannya.

    Pengaktifan bertujuan untuk memperluas permukaan melalui pembentukan struktur yang

    porous, dan berguna untuk mempertinggi daya adsorpsinya.

    Berdasarkan teori, ada dua cara perlakuan untuk meningkatkan daya serap bentonit,

    yaitu aktivasi dengan pemanasan dan aktivasi dengan pengasaman. Aktivasi dengan

    pemanasan bertujuan untuk menguapkan air yang terikat di celah-celah molekul sehinngga

    meningkatkan porositasnya. Sedangkan pengaktifan dengan pengasaman dapat menaikkan

    angka perbandingan antara SiO2dan Al2O3. Pengaktifan dengan pengasaman ini dilakukan

    dengan cara melarutkan bentonit ke dalam asam (H2SO4 atau HCl) pada konsentrasi

    tertentu pula.

    2.6.Asam SitratAsam sitrat (C6H8O7) dengan tiga asam karbosil dalam bentuk strukturnya dapat

    membentuk kompleks dengan logam. Asam sitrat ini bersifat sebagai senyawa pengkelat

    (chelating agent) paling efesien untuk logam seperti Fe, Ca, Mg, Zn, Mn, Cu, Pb, dan Cd

    (Ekholm et al 2003). Chelating agent ini sangat diperlukan sebagai katalisator (penghambat)

    dalam reaksi-reaksi biologis (Winarno dan Laksmi 1974).

    Asam sitrat juga banyak digunakan dalam pembuatan gelatin, agar-agar buahmaupun agar-agar pektin untuk permen, sebagai pengasam dalam senyawa karbonat serta

    digunakan dalam industri tekstil. Kemampuan memebentuk kompleks dari asam sitrat telah

    digunakan sebagai pembersih logam. Bahan kimia ini digunakan dalam pencucian endapan

    logam. Adapun rumus bangun dari asam sitrat dapat dilihat pada gambar 1.

  • 5/24/2018 Minyak Atsiri

    31/92

    13

    HO C

    Gambar 1. Struktur Asam Sitrat (Maryati 2006)

    Kemampuan asam sitrat sebagai senyawa pengkelat terhadap logam telah

    dibuktikan dan diteliti. Abrahamson et al. (1994) melaporkan bahwa asam sitrat terbukti

    merupakan senyawa pengkelat yang efektif terhadap logam Fe. Marshall et al. ( 1999)

    menyatakan bahwa asam sitrat mampu melakukan penyerapan terhadap logam Cu dalam

    suatu cairan dan air limbah. Chen et al.(2003) menemukan bahwa dengan meningkatnyakonsentrasi asam sitrat sebagai senyawa pengkelat, maka kompleks logam Pb dan Cd

    dengan asam sitrat yang terbentuk semakin banyak. Selanjutnya,kemampuan asam sitrat

    sebagai senyawa pengkelat terhadap logam Mg dan Ca telah dibuktikan Donmez et al.

    (2009). Pemurnian secara pengkelatan dengan asam sitrat 0,6% meningkatkan kejernihan

    kualitas minyak cengkeh (Marwati et al.2005).

    CH2

    CH2

    CO2H

    CO2H

    CO2H

  • 5/24/2018 Minyak Atsiri

    32/92

    14

    III. METODE PENELITIAN3.1.Bahan dan Alat

    3.1.1. BahanBahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah minyak kayu putih kasar

    yang berwarna hijau hasil penyulingan skala tradisional dari alat penyulingan

    tembaga. Sedangkan bahan kimianya terdiri dari Na2SO4anhidrid, etanol 70%, asam

    tartarat, asam sitrat, bentonit, arang aktif, dan bahan kimia lainnya untuk analisis.

    3.1.2. AlatPeralatan yang digunakan terdiri dari alat shaker, piknometer, AAS (Atomic

    Absorption Spectrophotometer), refraktometer, spektrofotometer, timbangan analitik,

    GC-MS polarimeter, dan alat-alat lainnya untuk analisa.

    3.2.Metode Penelitian3.2.1. Penelitian Pendahuluan

    Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan karakteristik minyak

    kayu putih yang akan digunakan dan mengetahui jenis dan konsentrasi bahan

    pemurnian yang akan digunakan pada penelitian utama. Penentuan ini didasarkan

    pada nilai kejernihan tertinggi yang didapatkan dari nilai kejernihan (% transmitan)yang didapatkan baik dari penggunaan adsorben atau senyawa pengkelat.

    a. Karakteristik Bahan BakuMinyak kayu putih yang akan digunakan sebagai bahan baku perlu

    diketahui karakteristiknya. Karakteristik terhadap bahan baku yang

    dilakukan antara lain adalah uji kejernihan (% transmitan), uji kadar logam,

    dan uji fisiko-kimia berdasarkan SNI 06-3954-2006 (bau, warna, bobot

    jenis, indeks bias, putaran optik, kelarutan dalam etanol 70%, kandungan

    sineol dengan GC-MS). Metode analisis karakteristik bahan baku dpat

    dilihat pada Lampiran 1.

    b. Penentuan Jenis dan Jumlah Bahan PemurnianPenentuan jenis dan konsentrasi bahan pemurnian dilakukan

    dengan melihat nilai kejernihan (% transmitan) paling tinggi dari

    penggunaan salah satu bahan adsorben atau bahan pengkelat yang

    kemudian akan digunakan pada penelitian utama. Bahan adsorben yang

    digunakan adalah arang aktif, bentonit, dan zeolit, sedangkan untuk

    bahan pengkelat yang digunakan adalah asam sitrat, asam tartarat, dan

    EDTA (Asam Etilen Diamin Tetraasetat). Keenam jenis pemurnian ini

    dipilih karena lebih murah, mudah didapatkan, dan sangat efektif

  • 5/24/2018 Minyak Atsiri

    33/92

    15

    dihunakan untuk pemurnian minyak atsiri. Konsentrasi yang digunakan

    untuk masing-masing bahan pemurnian tersebut adalah 2%.

    3.2.2. Penelitian UtamaPenelitian utama dilakukan dengan menggunakan kombinasi

    konsentrasi bahan pemurnian yang menghasilkan persen transmisi tertinggi yang

    diperoleh dari penelitian pendahuluan yakni bentonit dan asam sitrat. Perlakuan

    yang diberikan pada penelitian utama adalah kombinasi dua bahan pemurnian

    dengan konsentrasi tertentu yakni 0% (tanpa bahan pemurnian), 1%, 2%, dan 3%.

    Pengamatan terhadap minyak hasil pemucatan meliputi rendemen yang diperoleh,

    analisa fisiko-kimia berdasarkan SNI MKP 2006 (warna, bau, bobot jenis,

    putaran optik, kelarutan dalam alkohol 70%, indeks bias, dan kadar sineol

    dengan GC-MS), nilai kejernihan, dan kadar logam (Lampiran 1).

    3.2.3. Proses Pemurnian Minyak Kayu PutihSecara umum, proses pemurnian minyak kayu putih pada penelitian

    pendahuluan dan utama sama (gambar 2). Perbedaannya adalah pada

    penggunaan jenis dan konsentrasi bahan adsorben dan pengkelat. Pada penelitian

    pendahuluan, jenis bahan pemurnian yang digunakan terdiri atas arang aktif,

    bentonit, zeolit, asam sitrat, asam tartarat, adan EDTA dengan konsentrasi

    masing-masing bahan pemurnian yang digunakan adalah 2%. Pada penelitian

    utama, bahan pemurian yang digunakan adalah bentonit dan asam sitrat dengan

    konsentrasi yang digunakan adalah 0% (tanpa bahan pemurnian), 1%, 2%, dan

    3%.

    Minyak kayu putih sebanyak 50 ml dicampur dengan sejumlah bahanpemurnian yang sesuai dengan perlakuan ke dalam gelas erlenmeyer 100 ml.

    Selanjutnya gelas dipasang pada shaker dengan suhu 55C, untuk proses

    pengadukan selama 30 menit. Setelah itu, minyak disaring dengan kertas saring

    setelah dingin. Ke dalam minyak hasil penyaringan ditambahkan natrium sulfat

    anhidrat untuk menyerap sisa air yang terdapat pada minyak, diaduk kembali

    selama 15 menit dan disaring kembali dengan kertas saring sehingga dihasilkan

    minyak kayu putih hasil pemurnian.

  • 5/24/2018 Minyak Atsiri

    34/92

    16

    Gambar 2. Prosedur Proses Pemurnian Minyak Kayu Putih

    Pemanasan dan Pengadukan

    (alat shaker bath dengan T=55C dan t= 30)

    Penyaringan I (saringan manual dengan kertas

    saring dan corong penyaring)

    Analisa Mutu Minyak

    Minyak Kayu Putih Kasar

    50 ml

    Arang Aktif, Bentonit, Zeolit, As.

    Sitrat, As. Tartarat, dan EDTA

    (kosentrasi masing-masing = 2%)

    (Penelitian Pendahuluan)

    Bentonit, dan As. Sitrat

    (0%), 1%, 2%, dan 3%)

    (Penelitian Utama)

    Bahan pemurnian dan

    kotoran yang tertinggal di

    kertas saring

    Na2SO4

    anhidrid 0,1 gr

    Penyaringan II (saringan manual dengan

    kertas saring dan corong penyaring)

    Pengadukan tanpa pemanasan dengan

    menggunakan shaker (t= 15 menit)

    Na2SO4anhidrid dan air

    Minyak Kayu Putih Pucat

    Minyak Kayu Putih Murni

  • 5/24/2018 Minyak Atsiri

    35/92

    17

    3.3.Rancangan PercobaanRancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak

    Lengkap Faktorial dengan dua kali ulangan.

    Perlakuan pada penelitian utama terdiri dari :a. Jumlah asam sitrat (A), dengan empat taraf

    A0= tanpa asam sitrat (0%)

    A1= 1 %

    A2= 2%

    A3= 3%

    b. Jumlah bentonit (B), dengan tiga tarafB0=tanpa bentonit (0%)

    B1= 1 %

    B2= 2%B3= 3%

    Model matematis untuk rancangan acak lengkap faktorial (Sudjana 1985) adalah

    sebagai berikut :

    Yij= + A i+ Bj + ABij + BAji + (ij)

    Yij : respon percobaan karena pengaruh faktor A pada taraf ke-i, faktor B pada taraf ke-j

    pada ulangan ke-n

    : pengaruh rata-rata sebenarnya

    Ai : pengaruh faktor A pada taraf ke-i

    Bj : pengaruh faktor B pada taraf ke-j

    ABij : pengaruh interaksi dari faktor A taraf ke-i dengan faktor B pada taraf ke-j

    BAji : pengaruh interaksi dari faktor B taraf ke-j dengan faktor A pada taraf ke-i

    (ij) : pengaruh dari unit percobaan ke-r dalam kombinasi perlakuan (ij)

    Selain itu, analisa/ pengolahan data dilakukan dengan menggunakan bantuan

    program aplikasi Microsoft Office dan salah satu jenis program aplikasi pengolahan data

    statistik yang disebut dengan SAS (Statistical Analysis System).

  • 5/24/2018 Minyak Atsiri

    36/92

    18

    IV. HASIL DAN PEMBAHASAN4.1.PENELITIAN PENDAHULUAN

    4.1.1. Bahan BakuMinyak kayu putih yang digunakan sebagai bahan baku dalam penelitian

    ini berwarna hijau bening dengan karakteristik seperti terlihat pada tabel berikut :

    Tabel 3. Sifat Fisikokimia Minyak Kayu Putih

    Karakteristik Hasil Pengamatan SNI (2006)

    Warna Hijau bening Jernih sampai kuning kehijauan

    Bau Khas MKP Khas MKP

    Bobot Jenis 0,924 0,900-0,930

    Indeks Bias 1,468 1,450-1,470

    Putaran Optik -1 (-)4 s/d 0

    Kelarutan Etanol 70% 1: 6jernih 1:1 s/d 1:10 jernih

    Kejernihan 81,30 -

    Pada dasarnya karakteristik minyak kayu putih tersebut telah memenuhi

    syarat mutu yang ditetapkan SNI (2006), kecuali pada warna. Oleh karena itu, mutu

    minyak kayu putih perlu ditingkatkan sehingga sesuai dengan standar tersebut.

    Warna minyak kayu putih yang berwarna hijau ini dapat disebabkan oleh beberapa

    faktor peralatan dan kandungan tanaman itu sendiri. Warna hijau pada minyak kayu

    putih tersebut disebabkan oleh penggunaan alat penyulingan yang terbuat dari logam

    tembaga dan kandungan klorofil pada daun yang terbawa pada saat penyulingan.

    Mutu minyak kayu putih dipengaruhi oleh jenis tanaman, tempat tumbuh, cara

    penanganan bahan baku dan penanganan pasca penyulingan.

    Untuk mengetahui jenis logam pengotor yang terdapat dalam minyak,

    dilakukan analisis ion logam dengan menggunakan SpektrofotometriSerapan Atom

    (AAS). Dari hasil analisis, dapat diketahui bahwa minyak kayu putih kasar

    mengandung logam Cu, Fe, dan Mg masing-masing sebesar 18,16 mg/l, 8,76 mg/l,

    dan 0,300 mg/l.

    4.1.2. Bahan PemurnianBahan pemurnian yang digunakan dalam penelitian ini adalah tiga jenis

    bahan adsorben (bentonit, arang aktif, dan zeolit) dan tiga jenis bahan pengkelat

    (asam sitrat, asam tartarat, dan EDTA). Keenam bahan pemurnian tersebut

    merupakan jenis bahan pemurnian yang mudah didapatkan dan banyak digunakan

    untuk pemurnian minyak atsiri. Menurut Hernani dan Marwati (2006), adsorpsi

    menggunakan adsorben tertentu seperti zeolit, arang aktif, dan bentonit, sedangkan

    untuk larutan senyawa pembentuk kompleks yang dipakai adalah asam sitrat dan

    asam tartarat (Sait dan Satyaputra 1995). Konsentrasi yang digunakan untuk tiap-

    tiap bahan pemurnian adalah sebanyak 2%. Menurut Kusdiana dalam Rohayati

  • 5/24/2018 Minyak Atsiri

    37/92

    19

    (1997), minyak atsiri dapat dipucatkan dengan menggunakan 2% bubuk asam

    tartarat. Penggunaan konsentrasi tersebut untuk menentukan jenis dan konsentrasi

    bahan pemucat yang akan digunakan pada penelitian utama dengan melihat nilai

    persen transmisi tertinggi. Minyak kayu putih hasil pemurnian diuji dengan

    menggunakan alat Spektrofotometer pada panjang gelombang 540 nm. Semakinjernih minyak, maka nilai persen transmisi makin tinggi, karena cahaya yang dapat

    melewati minyak tersebut semakin banyak.

    Minyak hasil pemurnian pada penelitian pendahuluan memiliki nilai persen

    transmisi yang beragam. Pada proses adsorbsi, nilai kejernihan yang didapatkan

    yaitu bentonit (99,40%), zeolit (98,35%), dan arang aktif (97,50%). Nilai kejernihan

    berdasarkan penggunaan masing-masing bahan pemurnian pada proses pengkelatan

    adalah sebagai berikut asam sitrat (99,95%), asam tartarat (98,85%), dan EDTA

    (98,7%). Jika dibandingkan dengan minyak kayu putih sebelum pemurnian yakni

    81,30%, terlihat adanya peningkatan nilai kejernihan. Dari hasil tersebut, terlihat

    bahwa bentonit dan asam sitrat memiliki nilai paling tertinggi yang mewakili jenisbahan pemurnian pada proses adsorbsi atau proses pengkelatan.

    Peningkatan kejernihan tersebut disebabkan adanya pengikatan logam,

    penyerapan air dan warna yang menyebabkan kekeruhan pada minyak dapat terserap.

    Menurut Patterson (1992) bentonit memiliki sifat mudah menyerap air yang

    menyebabkan kekeruhan pada minyak dan menghasilkan minyak yang jernih. Selain

    itu, bentonit dan asam sitrat juga dapat menyerap logam yang terdapat dalam

    minyak. Dengan berkurangnya logam dalam minyak, maka minyak menjadi lebih

    jernih (Rossi et al. 2003). Peningkatan kejernihan pada pengkelatan tersebut

    disebabkan karena asam sitrat mengikat logam yang terdapat dalam minyak,

    membentuk kompleks logam-asam sitrat (Muller et al.,1997).

    Nilai persen transmisi minyak hasil pemucatan dapat dilihat pada grafik di

    bawah ini (Gambar 3). Untuk memperoleh minyak yang lebih jernih, dilakukan

    pemucatan dengan kombinasi jenis dan jumlah bahan pemucat. Untuk penelitian

    utama, digunakan konsentrasi 0% (tanpa asam sitrat atau bentonit), 1%, 2%, dan 3%

    untuk masing-masing bahan pemurnian. Pemilihan konsentrasi ini didasarkan pada

    hasil-hasil penelitian pemurnian minyak atsiri terdahulu yang telah dilakukan .

    Pemurnian minyak menggunakan bentonit 3 % akan menghasilkan minyak dengan

    kejernihan dan warna yang lebih baik (Mulyono dan Marwati 2005). Di samping itu,

    pemurnian terhadap minyak akar wangi yang bermutu rendah (berwarna kehitaman)

    dengan menggunakan bentonit 2 % akan meningkatkan mutu minyak (Rohayati

    1997).

  • 5/24/2018 Minyak Atsiri

    38/92

    20

    Gambar 3. Histogram Nilai Kejernihan masing-masing Bahan Pemurnian

    4.2.Penelitian Utama4.2.1. Rendemen

    Rendemen merupakan faktor penting yang akan menentukan tingkat

    efisiensi proses pemucatan. Rendemen minyak kayu putih hasil pemucatan berkisar

    antara 84% sampai dengan 92% dengan rata-rata 87%. Rendemen tertinggi

    diperoleh dari minyak yang dipucatkan dengan asam sitrat 1%, sedangkan rendemen

    terendah diperoleh dari penambahan bentonit 3%.

    Gambar 4. Pengaruh Jumlah Bahan Pemurnian Terhadap Rendemen Minyak Kayu Putih

    96.00

    96.50

    97.00

    97.50

    98.00

    98.50

    99.00

    99.50

    100.00

    NilaiKejernihan(%transmitan)

    Jenis Bahan Pemurnian (2%)

    75

    80

    85

    90

    95

    100

    0 1 2 3

    Re

    ndemen

    Jumlah Bentonit (%)

    As. Sitrat 0%

    As. Sitrat 1%

    As. Sitrat 2%

    As. Sitrat 3%

  • 5/24/2018 Minyak Atsiri

    39/92

    21

    Pada gambar 4, dapat dilihat histogram pengaruh jumlah bahan pemurnian

    terhadap rendemen minyak kayu putih. Berdasarkan histogram tersebut, terlihat

    adanya pengaruh dari jumlah bahan pemurnian yang ditambahkan. Penggunaan

    bentonit atau asam sitrat 1, 2, dan 3 persen menghasilkan rendemen minyak hasil

    pemurnian yang semakin menurun. Hal ini juga terjadi pada penggunaan kombinasibentonit dan asam sitrat. Perbedaan jumlah bahan pemurnian yang ditambahkan

    menghasilkan rendemen minyak yang berbeda pula. Dari hasil uji statistik

    (Lampiran 2) diketahui juga bahwa jumlah bahan pemurnian yang ditambahkan

    untuk setiap hasil yang berbeda nyata. Secara umum, semakin banyak jumlah bahan

    pemurnian yang ditambahkan maka rendemen minyak semakin kecil. Hal ini karena

    dengan banyaknya bahan pemurnian yang ditambahkan maka minyak yang

    tertinggal pada bahan pemucat tersebut akan cukup besar. Menurut Fahmi dalam

    Ardiana (2006), semakin tinggi konsentrasi bahan pemucat maka penyusutan yang

    dialami akan semakin tinggi. Pada proses pengkelatan, kotoran dan logam pada

    minyak akan tertinggal bersama asam sitrat dan membentuk gumpalan. Hal inidisebabkan oleh adanya pembentukan endapan oleh asam sitrat yang berikatan

    dengan logam yang terlepas dari senyawa utama pada minyak tersebut. Selain itu,

    ssam sitrat dapat mengadsorpsi senyawa logam disertai reaksi kimia yang

    membentuk senyawa kimia kompleks yang tidak terlarut dalam minyak sehingga

    proses pemisahan antara padatan hasil reaksi dengan minyak dapat dilakukan

    dengan penyaringan (Syabanu dan Cahyaratri 2009)

    Penambahan bentonit dan asam sitrat berpengaruh juga terhadap rendemen

    minyak. Minyak dapat tertinggal pada bentonit dan asam sitrat sehingga mengurangi

    rendemen yang diperoleh. Penurunan rendemen minyak yang dipucatkan dengan 0,

    1, 2, dan 3 persen asam sitrat dan bentonit tidak terlalu besar yakni 2-3 persen.

    Pemucatan dengan kombinasi kedua pemucat tersebut tidak menyebabkan

    kehilangan yang terlalu besar kecuali pada kombinasi bahan pemurnian dengan 3%

    asam sitrat dan 3% bentonit. Oleh karena itu, pemurnian dengan kombinasi tersebut

    tidak efektif.

    4.2.2. Kejernihan (% Transmisi)Kejernihan minyak kayu putih dilihat dari persen transmisinya yang diukur

    dengan alat Spektrofotometer pada panjang gelombang 540. Persen transmisi adalah

    radiasi sinar yang dapat diteruskan oleh sumber cahaya yang melalui suatu laruutan

    dalam wadah transparan dengan intensitas tertentu. Semakin besar nilai persen

    transmisi berarti semakin banyak cahaya yang dapat dilewatkan dan minyaksemakin jernih. Nilai transmisi minyak kayu putih hasil pemurnian berkisar antara

    81,30% 96,88%. Persen tertinggi diperoleh dari minyak yang dipucatkan dengan

    asam sitrat 1%, sedangkan nilai terendah diperoleh dari minyak yang dipucatkan

    dengan kombinasi 3% asam sitrat dan 3% bentonit.

    Pada gambar 5, dapat dilihat hubungan pengaruh jumlah bahan pemurnian

    dengan persen transmisi minyak kayu putih. Perbedaan konsentrasi bahan

    pemurnian yang ditambahkan menghasilkan minyak dengan nilai persen transmisi

    yang beragam. Dari data tersebut, terlihat bahwa nilai kejernihan akan semakin

    meningkat sesuai dengan konsentrasi bentonit yang digunakan. Hal ini berbeda pada

    penggunaan asam sitrat dimana nilai kejernihan yang dihasilkan berbanding terbalik

    dengan konsentrasi asam sitrat yang digunakan. Hal ini disebabkan tidak terjadinya

  • 5/24/2018 Minyak Atsiri

    40/92

    22

    pengikatan ion logam, tetapi dispersi asam sitrat dengan minyak sehingga kejernihan

    minyak berkurang. Berdasarkan analisis statistik yang dilakukan (Lampiran 3),

    perlakuan penambahan asam sitrat atau bentonit tidak berpengaruh nyata terhadap

    nilai kejernihan (% transmisi) minyak kayu putih sebelum dan sesudah pemurnian.

    Sedangkan interaksi kedua bahan tersebut berpengaruh nyata terhadap nilaikejernihan. Semakin banyak kedua bahan tersebut ditambahkan, nilai persen

    transmisi minyak relatif makin rendah atau makin tinggi. Peningkatan jumlah asam

    sitrat yang ditambahkan menyebabkan penurunan nilai persen transmisi minyak. Hal

    ini disebabkan tidak terjadinya pengikatan ion logam, tetapi dispersi asam sitrat

    dengan minyak sehingga kejernihan minyak berkurang.

    Perlakuan terbaik yang menghasilkan nilai persen transmisi tertinggi adalah

    minyak yang dimurnikan dengan asam sitrat 1%, yaitu sebesar 96,88%.

    Kemampuan penyerapan maksimum adalah asam sitrat 1% dimana dengan jumlah

    pemakaian yang tidak terlalu banyak. Dengan tingginya nilai persen transmisi ini,

    maka minyak ini mampu menyerap cahaya yang cukup banyak bila dibandingkandengan minyak hasil perlakuan lainnya. Hal ini disebabkan oleh penyerapan ion

    logam pada minyak kayu putih dengan menggunakan asam sitrat 1% lebih besar

    dibandingkan dengan konsentrasi 2% atau 3%. Pernyataan ini diperkuat oleh hasil

    analisa statistik Marwati (2005), semakin besar jumlsh ion logam yang terpisah dari

    minyak maka nilai kejernihan minyak akan semakin tinggi.

    Gambar 5. Pengaruh Jumlah Bahan Pemurnian Terhadap Nilai Kejernihan (% transmisi)

    Minyak Kayu Putih

    4.2.3. Ion LogamPenambahan asam sitrat dimaksudkan untuk menghilangkan ion logam

    yang terdapat dalam minyak kayu putih dengan cara membentuk ikatan kompleks

    antara logam dengan asam sitrat. Asam sitrat mampu mengikat beberapa ion logam.

    Ikatan kompleks tersebut akan mengendap dan dapat dipisahkan dari minyak

    70

    75

    80

    85

    90

    95

    100

    0 1 2 3

    NilaiKejernihan(%Transmitan)

    Jumlah Bentonit (%)

    As. Sitrat 0%

    As. Sitrat 1%

    As. Sitrat 2%

    As. Sitrat 3%

  • 5/24/2018 Minyak Atsiri

    41/92

    23

    melalui penyaringan. Analisis keragaman dengan menggunakan SAS tidak

    dilakukan, karena analisis ion logam hanya dilakukan terhadap minyak kayu putih

    sebelum dipucatkan dan minyak kayu putih hasil pemurnian yang memiliki tingkat

    kejernihan (% transmitan) paling tinggi.

    Minyak yang memiliki tingkat kejernihan paling tinggi yaitu minyak hasilpemurnian dengan menggunakan 1% asam sitrat. Minyak tersebut memiliki

    kandungan logam Cu, Fe, dan Mg masing-masing sebesar

  • 5/24/2018 Minyak Atsiri

    42/92

    24

    penguapan. Kandungan senyawa kimia utama pada minyak kayu putih

    adalah kandungan sineol.

    Warna telah dijadikan sebagai indeks kualitas minyak selama

    bertahun-tahun (Febriansyah R). Minyak kayu putih sebelum dipucatkan

    berwarna hijau bening. Warna ini disebabkan oleh adanya ikatan antarakandungan klorofil pada daun dan logam tembaga dari ketel penyulingan

    yang digunakan. Menurut Guenther (1990) warna hijau pada minyak kayu

    putih disebabkan oleh kandungan klorofil pada daun kayu putih dan ketel

    penyulingan yang terbuat dari tembaga (Cu). Menurut Yagan (2007)

    adanya kandungan logam Fe, Cu, dan Ni dalam jumlah yang sedikit akan

    mempengaruhi kualitas minyak yakni bau, rasa, dan warna.

    Warna ini masih belum memenuhi Standar Nasional Indonesia

    (SNI) 06-3954-2006). Warna minyak kayu putih menurut SNI 2006

    tersebut berwarna bening hingga kuning kehijauan. Berdasarkan hasil

    pengamatan (Lampiran 4), warna minyak kayu putih setelah pemurnian

    mengalami perubahan. Penggunaan asam sitrat menghasilkan warna kuning

    kehijauan bening, sedangkan warna minyak setelah pemurnian berubah

    menjadi kuning keemasan setelah ditambahkan bentonit. Perubahan warna

    ini berkaitan dengan penyerapan warna, pengikatan logam, dan tingkat

    kejernihan. Berdasarkan niali kejernihan yang didapatkan, nilai kejernihan

    paling tertinggi dihasilkan pada penggunaan asam sitrat 1%. Hal ini

    mengindikasikan bahwa penggunaan asam sitrat menghasilkan warna yang

    lebih jernih sehingga cahaya yang dilewati pada pengukuran % transmisi

    dapat diteruskan dengan baik sehingga nilai % transmitannnya meningkat.

    Asam sitrat tsangat efektif dalam mengikat dan menyerap logam dalam

    suatu cairan. Menurut Maria (2001), semakin tinggi konsentrasi adsorben

    yang digunakan, semakin banyak kotoran (ion logam) yang teradsorpsi

    sehingga cenderung menurunkan kadar Fe dalam minyak jarak pucat. Asam

    sitrat mengikat logam yang ada pada minyak sehingga minyak akan terlihat

    lebih jernih. Asam sitrat sangat efektif dalam, pengikatan logam pada suatu

    cairan. Hal ini menunjukkan bahwa daya adsorbsi bentonit sangat tinggi

    dalam penyerapan warna setelah diaktifkan terlebih dahulu.

    4.2.3.2. Bobot JenisKomponen kimia yang terdapat dalam minyak kayu putih

    berpengaruh terhadap bobot jenis. Semakin tinggi fraksi berat dalam

    minyak, maka nilai bobot jenis semakin tinggi. Menurut Formo (1979),

    nilai bobot jenis semakin besar dengan semakin banyaknya jumlah ikatan

    rangkap suatu senyawa anorganik. Selain dipengaruhi berat molekul, berat

    jenis juga dipengaruhi oleh reaksi oksidasi dan polimerisasi pada senyawa

    organik. Di samping itu, bobot jenis dipengaruhi oleh jenis dan kompoisi

    minyak tersebut (Ketaren 1986). Nilai bobot jenis ini digunakan untuk

    melihat kemurnian dan kejernihan minyak atsiri.

    Bobot jenis minyak kayu putih hasil pemurnian berkisar antara

    0,9180 sampai dengan 0,9235 dengan nilai rata-rata 0,9210. Kisaran nilai

    tersebut telah memenuhi standar mutu bobot jenis minyak kayu putih

    berdasarkan Standar Nasional Indonesia (2006). Nilai tertinggi diperoleh

    dari minyak yang menggunakan kombinasi 3% asam sitrat dan 3% bentonit,

    sedangkan nilai terendah diperoleh dari penggunaan bentonit 3%. Nilai

  • 5/24/2018 Minyak Atsiri

    43/92

    25

    bobot jenis minyak kayu putih sebelum pemucatan adalah 0,9235. Dari

    hasil yang didapatkan, terlihat bahwa nilai bobot jenis yang didapatkan

    lebih kecil dari 1,000. Menurut Guenther (1987), nilai bobot jenis minyak

    atsiri pada umumnya lebih kecil dari 1,0000.

    Gambar 6. Pengaruh Jumlah Bahan Pemurnian Terhadap Bobot Jenis Minyak Kayu Putih

    Gambar di atas (Gambar 6) memperlihatkan histogram hubungan

    pengaruh jumlah bahan pemurnian terhadap nilai bobot jenis minyak kayu

    putih. Penambahan asam sitrat dan atau bentonit memberikan penurunan

    nilai bobot jenis meskipun selisih penurunan sangat sedikit. Hasil analisis

    keragaman menunjukkan bahwa perlakuan penambahan asam sitrat dan

    atau bentonit berpengaruh nyata (Lampiran 5). Hal ini juga menunjukkan

    bahwa penambahan asam sitrat atau bentonit serta kombinasi keduanya

    tidak signifikan mempengaruhi struktur dan komposisi kimia dari minyak

    tersebut. Umumnya perbedaan jumlah bahan pemurnian yang ditambahkan

    menghasilkan bobot jenis minyak yang berbeda.

    4.2.3.3. Indeks BiasIndeks bias merupakan perbandingan kecepatan cahaya dalam

    suatu zat dengan kecepatan cahaya di udara (Ardiana 2006). Nilai indeks

    bias dipengaruhi oleh kekentalan dan kerapatn minyak. Semakin tinggi

    kerapatan minyak, maka nilai indeks bias minyak tersebut makin tinggi.

    menurut Formo (1979), komponen-komponen kimia yang terdapat dalam

    minyak termasuk fraksi berat akan meningkatkan kerapatan minyak,

    sehingga sinar yang datang akan dibiaskan mendekati garis normal. Nilai

    indeks bias juga dipengaruhi oleh panjang rantai karbon dan jumlah ikatan

    rangkap suatu senyawa. Semakin panjang rantai karbon dan semakin

    banyak jumlah ikatan tak jenuh maka semakin tinggi indeks bias. Hal ini

    0.9150

    0.9160

    0.9170

    0.9180

    0.9190

    0.9200

    0.9210

    0.9220

    0.9230

    0.9240

    0 1 2 3

    BobotJenis

    Jumlah Bentonit (%)

    As. Sitrat 0%

    As. Sitrat 1%

    As. Sitrat 2%

    As. Sitrat 3%

  • 5/24/2018 Minyak Atsiri

    44/92

    26

    disebabkan karena fraksi berat minyak yang banyak mengandung molekul-

    molekul yang berantai panjang.

    Nilai indeks bias minyak kayu putih hasil pemurnian berkisar

    antara 1,467 1,468 dengan rata-rata 1,468. Kisaran nilai tersebut telah

    memenuhi standar mutu bobot jenis minyak kayu putih berdasarkanStandar Nasional Indonesia (2006).

    Pada gambar di bawah ini (Gambar 7), dapat dilihat hubungan

    pengaruh jumlah bahan pemurnian terhadap nilai indeks bias minyak kayu

    putih. Dari gambar tersebut, terlihat adanya perubahan nilai indeks bias

    minyak kayu putih untuk masing-masing perlakuan yang relatif kecil.

    Dari gambar terlihat, penambahan asam sitrat atau bentonit

    menyebabkan penurunan nilai indeks bias. Penurunan nilai indeks bias

    minyak disebabkan karena terjadi proses hidrolisa minyak yang membetuk

    asam dan alkohol yang menyebabkan kerapatan minyak berkurang,

    sehingga sinar lebih mudah untuk dibiaskan. Selain itu, penurunan nilai

    indeks bias ini dapat disebabkan karena hilangnya komponen-komponen

    pembentuk warna yang diadsorpsi oleh asam sitrat dan bentonit serta

    pengikata ion logam oleh asam sitrat. Kombinasi kedua bahan pemurnian

    menyebabkan nilai indeks bias mengalami peningkatan. Hal ini

    dikarenakan adanya penambahan kerapatan dan penurunan efektifitas bahan

    pemurnian dalam menyerap warna, kotoran, dan pengikatan ion logam

    karena bahan pemurnian tersebut telah mencapai titik jenuhnya.

    Gambar 7 . Pengaruh Jumlah Bahan Pemurnian Terhadap Indeks Bias Minyak Kayu

    Putih

    Analisis keragaman menunjukkan bahwa semua perlakuan tidak

    berbeda nyata terhadap nilai indeks bias minyak kayu putih demikian juga

    dengan interaksi kedua bahan tersebut (Lampiran 6). Secara umum, nilai

    indeks bias untuk semua perlakuan relatif sama. Hal ini terjadi karena

    kerapatan minyak hasil pemurnian dan jumlah kotoran yang tertinggal

    relatif sama sehingga sinar yang melewati minyak dibiaskan membentuk

    sudut yang relatif sama pula. Di samping itu, hal ini mengindikasikan

    bahwa penggunaan asam sitrat dan bentonit tidak memberikan banya