metlit vinda bab 1

34
PENGARUH PERBANDINGAN DAGING IKAN DAN TEPUNG MAIZENA DAN LAMA WAKTU PENGUKUSAN TERHADAP KARAKTERISTIK NUGGET IKAN BANDENG (Chanos chanos Forsskal) PROPOSAL USULAN PENELITIAN Diajukan untuk Memenuhi Syarat Seminar Usulan Penelitian Prodi Teknologi Pangan Oleh: Vinda Meilistria Utari 13.302.0303 JURUSAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS PASUNDAN BANDUNG 2015

Upload: suci-mayang-sari

Post on 01-Feb-2016

253 views

Category:

Documents


22 download

DESCRIPTION

subtitusi tepung

TRANSCRIPT

Page 1: Metlit Vinda Bab 1

PENGARUH PERBANDINGAN DAGING IKAN DAN TEPUNG MAIZENA DAN LAMA WAKTU PENGUKUSAN TERHADAP KARAKTERISTIK

NUGGET IKAN BANDENG (Chanos chanos Forsskal)

PROPOSAL USULAN PENELITIAN

Diajukan untuk Memenuhi Syarat Seminar Usulan Penelitian Prodi Teknologi Pangan

Oleh:

Vinda Meilistria Utari 13.302.0303

JURUSAN TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS PASUNDAN BANDUNG

2015

Page 2: Metlit Vinda Bab 1

PENGARUH PERBANDINGAN DAGING IKAN DAN TEPUNG MAIZENA DAN LAMA WAKTU PENGUKUSAN TERHADAP KARAKTERISTIK

NUGGET IKAN BANDENG (Chanos chanos Forsskal)

PROPOSAL USULAN PENELITIAN

Diajukan untuk Memenuhi Syarat Seminar Usulan Penelitian Prodi Teknologi Pangan

Oleh :

Vinda Meilistria Utari 13.302.0303

Menyetujui :

Pembimbing I Pembimbing II

(Dr. Ir. Leni Herliani Afrianti, MP. ) (Dra. Hj. Ela Tumala Sutrisno, M.Sc.)

Page 3: Metlit Vinda Bab 1

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahiim

Assalamua’alaikum Wr. Wb.

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang Maha

Pengasih dan Maha Penyayang, yang telah memberikan kekuatan, kesehatan dan

kenikmatan yang tidak terhingga, serta karena rahmat dan karunianya penulis dapat

menyelesaikan Proposal Usulan Penelitian ini. Shalawat serta salam selalu tercurah

limpah kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW.

Penulisan proposal ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak baik moril

maupun materil, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Dr. Ir. Leni Herliani Afrianti, MP., selaku Pembimbing I

2. Dra. Hj. Ela Turmala Sutrisno, M.Sc. selaku pembimbing II dan Koordinator

Tugas Akhir

3. Keluarga yang tidak ada henti-hentinya memberikan doa dan semangat pada

penulis.

4. Sahabat-sahabat terbaik yang selalu memberi motivasi dan dukungan

5. Teman-teman seperjuangan banana bee yang selalu memberi motivasi dan

dukungan.

6. Serta semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang telah

banyak membantu penulis.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Proposal Usulan Penelitian ini

masih terdapat banyak kekurangan, hal ini tidak terlepas dari diri penulis sebagai

manusia yang tidak pernah luput dari kesalahan dengan keterbatasan pengetahuan

serta jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kritik, saran dan masukkan sangat

penulis harapkan.

Page 4: Metlit Vinda Bab 1

Akhir kata dan tidak lupa penulis mengucapkan Alhamdulillah, penulis

berharap semoga proposal ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan

umumnya bagi semua pihak yang membaca. Terima kasih.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Page 5: Metlit Vinda Bab 1

BAB I

PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi

Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian

1.1. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan negara kepulauan yang sebagian besar luas wilayahnya

merupakan perairan. Ikan merupakan salah satu hasil perikanan yang banyak

dihasilkan di Indonesia dan merupakan sumber protein hewani yang banyak

dikonsumsi masyarakat. Ikan mudah didapat dengan harga yang relatif murah

sehingga dapat dijangkau oleh semua lapisan masyarakat. Kandungan protein yang

tinggi yaitu 17,00% dan kadar lemak yaitu 4,50% yang rendah pada ikan segar sangat

bermanfaat bagi kesehatan tubuh manusia. Untuk lebih jelasnya, kandungan gizi ikan

segar dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 1.Komposisi Ikan Segar per 100 gram Bahan

Komponen Kadar (100%)

Kandungan air

Protein

Lemak

Mineral dan Vitamin

76,00

17,00

4,50

2,52- 4,50

Sumber: www.ristek.go.id

Karena manfaat yang tinggi tersebut banyak orang mengkonsumsi ikan baik

berupa daging ikan segar maupun makanan-makanan yang merupakan hasil olahan

dari ikan. Dalam rangka pemenuhan kebutuhan protein hewani dan pola konsumsi

masyarakat terhadap ikan, perlu adanya diversifiksi produk olahan terhadap ikan

dengan penerapan teknologi yang tepat, mudah dan murah, dapat dengan cepat dan

Page 6: Metlit Vinda Bab 1

mudah untuk disajikan, dan mempunyai nilai gizi yang baik serta disukai oleh

masyarakat, salah satunya adalah dengan pembuatan nugget yang berbahan baku dari

ikan segar.

Berdasarkan data dari Kementrian Kelautan dan Perikanan tahun 2009, ikan

bandeng termasuk komoditas utama dalam produksi perikanan budidaya memiliki

pertumbuhan produksi yang sangat tinggi dalam periode 2005 sampai 2009, dimana

pada tahun 2005 (254.067 ton), 2006 (212.883 ton), 2007 (263.139 ton), 2008

(277.471 ton) dan 2009 (291.300 ton) dengan mengalami kenaikan rata-rata 4,46%

pada periode 2005-2009 dan 4,98% pada periode 2008-2009. Menurut United States

Department of Agriculture (2009) dalam Untoro et al.,(2012), ikan Bandeng juga

memiliki kolesterol rendah yaitu sekitar 52 mg/100 g. Prospek pengembangan ikan

Bandeng pun terus meningkat, hal ini dapat dilihat berdasarkan Statistik Direktorat

Jenderal Kelautan dan Perikanan (2011), volume produksi perikanan Bandeng pada

tahun 2009 berkisar 328.290 ton/tahun.

Ikan bandeng memiliki kandungan gizi yang sangat baik dan digolongkan

sebagai ikan berprotein tinggi dan berlemak rendah. Adapun nillai gizi ikan bandeng

per 100 gram berat ikan mengandung 129 kkal energi, 20 gram protein, 4,8 gram

lemak,150 gram fosfor, 20 gram kalsium, 2 mg zat besi, 150 SI vitamin A, 0,05 gram

vitamin B1 dan 74 gram air (Saparinto, 2006).

Bandeng (Chanos chanos) merupakan ikan air payau yang menjadi salah satu

komoditi perikanan unggulan daerah tropis terutama Indonesia. Ikan ini sudah tidak

asing lagi bagi masyarakat Indonesia karena merupakan hasil tambak yang tahan

serangan penyakit sehinga penyusutan dalam produksinya sangat kecil. Oleh sebab

itu kapasitas produksi dan hasil panen ikan segar ini memang berpotensi untuk

ditingkatkan. Hal tersebut didasari semakin meningkatnya pelaku usaha tambak di

Page 7: Metlit Vinda Bab 1

Indonesia di atas jenis budidaya perikanan lainnya seperti pada Tabel 1.1.

Tabel 1.1. Jumlah Usaha Budidaya Perikanan Menurut Jenis Budidayanya,

2008 - 2010

Jenis Budidaya

2008 2009 2010 *

Tambak Pembenihan Air Tawar

Laut Jumlah

14554722228

14851624229

15051627234

Sumber : BPS (2011)

Ikan hasil pertanian tambak ini relatif mudah untuk dibudidayakan karena

karakternya yang cenderung herbivora dengan makanan utamanya berupa alga dan

beberapa ganggang di alam liar. Selain itu kandungan gizi ikan ini sangat tinggi

terutama pada protein dan omega-3. Masyarakat Indonesia yang mengkonsumsi ikan

ini semakin meluas ke berbagai kalangan sosial baik kota maupun desa. Hal tersebut

dikarenakan ikan ini memiliki rasa yang gurih spesifik, sehingga mudah dikenal

bahkan sampai luar negeri. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, jenis ikan ini

masuk ke dalam 10 sumber protein hewani terpenting yang dikonsumsi masyarakat

kota dan pedesaan dari hasil perikanan dan peternakan di Indonesia seperti yang

tercantum pada Tabel 1.2.

Tabel 1.2. Konsumsi 10 Sumber Protein Terpenting (per kapita per tahun)

Sumber Protein Perkotaan PedesaanJumlah (Kg) Nilai (Rp) Jumlah(Kg) Nilai (Rp)

Daging aya rasTelur ayam kampung

Telur ayam rasIkan kembungIkan tongkolIkan mujaer

Ikan BandengIkan masUdang

Daging sapi

5,148 60.892 5,980 5.356

5,876 45.760 2,280 21.164 2,080 19.604 1,612 12.272 1,664 16.848 1,284 11.960 0,884 12.740 0,780

27.092

1,508 18.460 10,290 7.436 3,380 26.780 1,248 9.672 2,440

16.484 1,352 8.372 0,884 7.904 0,624 6.240 0,260 2.964

0,364 9.100

Sumber : BPS (2003)

Page 8: Metlit Vinda Bab 1

Persaingan bandeng dengan sumber protein lainnya cukup ketat, tetapi jika

dilihat secara makro maka peluang pasar untuk bandeng sebenarnya terbuka lebar.

Hal ini didasarkan pada beberapa indikator seperti masyarakat berpendapatan rendah

sampai tinggi masih dapat menkonsumsi bandeng. Selain itu menurut Food market

exchange (2003), pertumbuhan penawaran bandeng di Indonesia sebesar 3,82%

masih berhadapan dengan pertumbuhan permintaan yang mencapai 6,33%, sehingga

menjadi peluang tersendiri bagi usaha budidaya maupun pengolahan bandeng. Ikan

bandeng adalah jenis ikan air payau yang mempunyai prospek cukup baik untuk

dikembangkan karena banyak digemari masyarakat. Hal ini disebabkan ikan bandeng

memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan jenis ikan lainnya yaitu

memiliki rasa cukup cukup enak dan gurih, rasa daging netral (tidak asin seperti ikan

laut) dan tidak mudah hancur jika dimasak. Selain itu, harganya juga terjangkau oleh

segala lapisan masyarakat (Purnomowati, 2007).

Produk nugget merupakan makanan yang berlevel di kalangan masyarakat

umum, ketersediaannya di minimarket atau supermarket selalu kontinyu dan menjadi

favorit bagi anak-anak dan remaja. Namun nugget yang telah dikembangkan adalah

ISSN 1978 – 3000 Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 2, No 2, Juli – Desember

2007 79 berbahan baku ayam, sedangkan nugget dengan bahan baku ikan masih

belum banyak dijumpai di pasaran. Pengembangan ikan sebagai bahan baku nugget

di sini sangat penting, terutama untuk membantu meningkatkan nilai ekonomis

produk perikanan. Selain itu keberadaan nugget ikan juga diharapkan mampu

memenuhi permintaan pasar khususnya masyarakat yang mengkonsumsi makanan

cepat saji, dan menjadi alternatif makanan pilihan berprotein tinggi di samping

produk-produk olahan ikan yang telah beredar dipasar.

Nugget merupakan suatu produk olahan daging berbentuk emulsi, di mana

Page 9: Metlit Vinda Bab 1

kualitas nugget ditentukan oleh karakteristik daging yang digunakan sebagai bahan

baku. Kemampuan untuk mengikat air dan lemak untuk menstabilkan emulsi

merupakan sifat yang penting untuk produk emulsi, sehingga di peroleh produk yang

memiliki sifat fisik dan sensorik yang optimal. Nugget ikan adalah suatu bentuk

produk olahan ikan yang terbuat dari ikan yang di giling lalu dicetak dalam bentuk

potongan empat persegi dan dilapisi dengan tepung berbumbu (battered dan braded)

(Maghfiroh, 2000).

Nugget dikonsumsi setelah proses penggorengan rendam (deep fat frying)

(Saleh et al, 2002). Nugget ikan dibuat dari ikan yang giling lalu diberi bumbu,

dicampur bahan pengikat, kemudian dicetak membentuk tertentu, dikukus, dipotong

dan dilumuri perekat tepung (batter) dan diselimuti tepung roti (breading). Nugget

digoreng setengah matang dan dibekukan untuk mempertahankan mutunya selama

penyimpanan (Astawan, 2007).

Sebagai pedoman standar karakteristik nugget ikan, mengacu pada SNI. 01–

6638–2002 (BSN, 2002) yang membahas tentang standar kualitas nugget ayam.

Berikut ini persyaratan mutu dan karakateristik nugget ayam:

Tabel 1. Syarat mutu nugget ayam

Jenis Uji Persyaratan Keadaan Persyaratan

- Aroma

- Rasa

- Tekstur

Air %,b/b

Protein %,b/b

Lemak %,b/b

Karbohidrat %,b/b

Kalsium mg/100g

Normal, sesuai label

Normal, sesuai label

Normal

Maks.60

Min.12

Maks.20

Maks.25

Maks.30

Sumber: Badan Standarisasi Nasional (2002)

Pembuatan Nugget Pembuatan nugget mencakup lima tahap, yaitu penggilingan

Page 10: Metlit Vinda Bab 1

yang disertai oleh pencampuran bumbu, es dan bahan tambahan, pengukusan dan

pencetakan, pelapisan perekat tepung dan pelumuran tepung roti, penggorengan awal

(pre-frying) dan pembekuan (Aswar, 2005).

Dalam pembuatan nugget tahapan yang harus dilewati adalah penggilingan,

pencampuran bumbu, pengukusan, penyimpanan dingin dan penggorengan.

Pengukusan dapat meningkatkan daya awet nugget yaitu dengan pengukusan dapat

mengurangi, bahkan membunuh mikroorganisme yang terdapat dalam nugget

tersebut selama pengolahan dan dapat meningktkan cita rasa dari nugget tersebut,

tetapi waktu pengukusan harus diperhatikan.

Bahan Pengikat Bahan pengikat memiliki kandungan protein yang lebih tinggi

dan dapat meningkatkan emulsifikasi lemak dibandingkan dengan bahan pengisi.

Bahan pengikat dalam adonan emulsi dapat berfungsi sebagai bahan pengemulsi

(Afrisanti, 2010). Bahan pengikat juga berfungsi mengurangi penyusutan pada waktu

pengolahan dan meningkatkan daya ikat air. Protein dalam bentuk tepung dipercaya

dapat memberikan sumbangan terhadap sifat pengikatan. Pengikat terdiri menurut

asalnya bahan dari bahan pengikat yang berasal dari hewan dan tumbuhan. Bahan

pengikat hewani antara lain susu bubuk skim dan tepung ikan (Afrisanti, 2010).

Penambahan tepung dalam pembuatan nugget berfungsi untuk mengikat air,

memberikan warna khas, membentuk tekstur yang padat, memperbaiki stabilitas

emulsi, menurunkan penyusutan akibat pemasakan, memberi warna yang terang,

meningkatkan elastisitas produk, dan menarik air dari adonan. Penambahan bahan

pengikat didasarkan pada pembentukan gel. Umumnya jenis bahan pengikat yang

ditambahkan dalam bahan makanan adalah tepung tapioka, beras, terigu, maizena,

sagu, dan ubi jalar (Winarno 2008).

Produk nugget ikan bandeng  yang memiliki elastisitas baik adalah produk

Page 11: Metlit Vinda Bab 1

dengan bahan pengikat tepung maizena karena lebih rendah mengandung kadar

lemak dari tepung lainnya sehingga tidak cepat akan menimbulkan ketengikan pada

hasil olahan  produk, selain itu tepung maizena sangat baik untuk  produk- produk

emulsi karena mampu mengikat air dan menahan air tersebut selamapemasakan.

 Produk pangan yang menggunakan tepung maizena lebih renyah dibandingkan

tepung lainnya (Setyowati,2002).

Kualitas nugget juga dapat dipengaruhi beberapa  faktor,  salah satunya adalah

jumlah  atau  konsentrasi bahan  pengikat yang ditambahkan. Karena belum diketahui

jumlah  bahan  pengikat yang tepat untuk ditambahkan ke dalam adonan nugget

khususnya, nugget daging ikan bandeng maka perlu dilakukan penelitian.

Bahan Pengisi Bahan pengisi merupakan sumber pati yang ditambahkan dalam

produk restrukturisasi untuk menambah bobot produk dengan mensubstitusi sebagian

daging sehingga biaya dapat ditekan (Rahayu, 2007). Fungsi lain dari bahan pengisi

adalah membantu meningkatkan volume produk. Menurut Winarno (1997) pati terdiri

atas dua fraksi yang dapat terpisah dengan air panas. Fraksi terlarut disebut amilosa

dan fraksi tidak terlarut disebut amilopektin. Fraksi amilosa berperan penting dalam

stabilitas gel, karena sifat hidrasi amilosa dalam pati yang dapat mengikat molekul air

dan kemudian membentuk massa yang elastis. Stabilitas ini dapat hilang dengan

penambahan air yang berlebihan. Bahan pengisi yang umum digunakan pada

pembuatan nugget adalah tepung (Afrisanti, 2010).

Bumbu-bumbu adalah bahan yang sengaja ditambahkan dan berguna untuk

meningkatkan konsistensi, nilai gizi, cita rasa, mengendalikan keasaman dan

kebasaan, memantapkan bentuk dan rupa produk (Erawaty, 2001).

Pembuatan nugget memerlukan bahan pembantu yaitu garam, gula, bawang

putih dan merica (Aswar, 2005). Garam merupakan komponen bahan makanan yang

Page 12: Metlit Vinda Bab 1

ditambahkan dan digunakan sebagai penegas cita rasa dan bahan pengawet.

Penggunaan garam tidak boleh terlalu banyak karena akan menyebabkan terjadinya

penggumpalan (salting out) dan rasa produk menjadi asin. Konsentrasi garam yang

ditambahkan biasanya berkisar 2 sampai 3% dari berat daging yang digunakan

(Aswar, 2005).

Pemakaian gula dan bumbu dapat memperbaiki rasa dan aroma produk yang

dihasilkan. Pemberian gula dapat mempengaruhi aroma dan tekstur daging serta

mampu menetralisir garam yang berlebihan (Buckle et al, 1987).

Bawang putih (Allium sativum L.) berfungsi sebagai penambah aroma serta

untuk meningkatkan citarasa produk. Bawang putih merupakan bahan alami yang

ditambahkan ke dalam bahan makanan guna meningkatkan selera makan serta untuk

meningkatkan daya awet bahan makanan (bersifat 10 fungistotik dan fungisidal). Bau

yang khas dari bawang putih berasal dari minyak volatil yang mengandung

komponen sulfur (Palungkun et al, 1992).

Merica atau lada (Paperningrum) sering ditambahkan dalam bahan pangan.

Tujuan penambahan merica adalah sebagai penyedap masakan dan memperpanjang

daya awet makanan. Merica sangat digemari karena memiliki dua sifat penting yaitu

rasa pedas dan aroma khas. Rasa pedas merica disebabkan oleh adanya zat piperin

dan piperanin, serta chavicia yang merupakan persenyawaan dari piperin dengan

alkaloida (Rismunandar, 2003).  

 Adanya berbagai variasi dalam pembuatan fish nugget sebagaimana tersebut di

atas, membuat peneliti ingin menjajaki dan melakukan modifikasi dalam proses

pembuatan fish nugget, yakni dengan menggunakan daging ikan bandeng sebagai

bahan baku utama dan sebagai bahan pengisi serta meniadakan penggunaan roti

tawar, yang cenderung memperbesar biaya produksi dan menggantinya dengan

Page 13: Metlit Vinda Bab 1

menggunakan tepung maizena. Sedangkan parameter yang diukur dalam penelitian

ini adalah mengenai perbandingan antara daging ikan bandeng dan tepung maizena

serta lamanya waktu pengukusan terhadap karakteristik nugget ikan bandeng

tersebut.

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas maka dapat diidentifikasikan

masalahnya sebagai berikut :

1. Apakah perbandingan daging ikan dan tepung maizena berpengaruh terhadap

karakteristik nugget ikan bandeng ?

2. Apakah lama waktu pengukusan berpengaruh terhadap karakteristik nugget

ikan bandeng ?

3. Apakah pengaruh interaksi antara daging ikan dengan tepung maizena dan

lama waktu pengukusan terhadap karakteristik nugget ikan bandeng ?

1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian

Penelitian ini betujuan untuk mengetahui pengaruh perbandingan daging ikan

bandeng dengan tepung maizena dan lama waktu pengukusan terhadap karakteristik

nugget ikan bandeng (Chanos chanos Forsskal).

1.4. Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan terhadap

masyarakat dan pemerintah akan manfaat dari ikan bandeng yang dapat

diversifikasi menjadi produk makanan seperti nugget. Selain itu kandungan dari

ikan bandeng yang kaya akan omega 3 dan omega 6 juga sangat baik untuk

pertumbuhan otak dan kesehatan. Sudah saatnya para produsen nugget untuk segera

beralih bahan baku pembuatan nugget yang semula mengandalkan daging, seperti

daging ayam maka saat ini harus berani memanfaatkan bahan baku lain serta

Page 14: Metlit Vinda Bab 1

berinovasi dengan membuat suatu produk baru yaitu nugget ikan bandeng.

1.5. Kerangka Pemikiran

Menurut Maghfiroh (2000) nugget merupakan suatu produk olahan daging

berbentuk emulsi, di mana kualitas nugget ditentukan oleh karakteristik daging yang

digunakan sebagai bahan baku. Kemampuan untuk mengikat air dan lemak untuk

menstabilkan emulsi merupakan sifat yang penting untuk produk emulsi, sehingga di

peroleh produk yang memiliki sifat fisik dan sensorik yang optimal. Nugget ikan

adalah suatu bentuk produk olahan ikan yang terbuat dari ikan yang di giling lalu

dicetak dalam bentuk potongan empat persegi dan dilapisi dengan tepung berbumbu

(battered dan braded).

Menurut Astawan (2007) nugget adalah suatu bentuk produk olahan daging

yang terbuat dari daging giling yang dicetak dalam bentuk potongan empat persegi

dan dilapisi dengan tepung berbumbu (battered dan braded) (Maghfiroh, 2000).

Nugget dikonsumsi setelah proses penggorengan rendam (deep fat frying) (Saleh et

al, 2002). Nugget dibuat dari daging giling yang diberi bumbu, dicampur bahan

pengikat, kemudian dicetak membentuk tertentu, dikukus, dipotong dan dilumuri

perekat tepung (batter) dan diselimuti tepung roti (breading). Nugget digoreng

setengah matang dan dibekukan untuk mempertahankan mutunya selama

penyimpanan (Astawan, 2007). Nugget merupakan salah satu bentuk produk

makanan beku siap saji, yaitu produk yang telah mengalami pemanasan sampai

setengah matang (precooked), kemudian dibekukan (Afrisanti, 2010). Produk beku

siap saji ini hanya memerlukan waktu penggorengan selama 1 menit pada suhu 150º

C. Tekstur nugget tergantung dari bahan asalnya.

Standarisasi kualitas untuk bahan pangan untuk nugget meliputi sifat kimia dan

organoleptik. Persyaratan untuk menguji kualitas bahan pangan menurut Badan

Page 15: Metlit Vinda Bab 1

Standarisasi Nasional (2002) menggunakan uji kualitas kimia meliputi kadar lemak,

air, abu, protein dan karbohidrat. Uji kualitas organoleptik meliputi aroma, rasa, dan

tekstur. Badan Standarisasi Nasional (BSN) (2002) pada SNI.01-6638-2002

mendefinisikan nugget ayam sebagai produk olahan ayam yang dicetak, dimasak,

dibuat dari campuran daging ayam giling yang diberi bahan pelapis dengan atau

tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan makanan yang

diizinkan.

Menurut Apriadji (2001) nugget ikan termasuk ke dalam salah satu bentuk

produk beku siap saji yang banyak disukai oleh masyarakat karena dapat

memperpanjang umur simpan dan meningkatkan harga jual. Kebanyakan produk

daging olahan seperti nugget pada umumnya memiliki kelemahan pada kandungan

serat yang rendah sehingga belum mencukupi serat pangan (dietary fiber). Adanya

penambahan sayuran pada nugget akan meningkatkan kandungan serat karena

sayuran merupakan salah satu sumber serat pangan yang terbukti mempunyai peranan

penting untuk menjaga kesehatan tubuh (Muchtadi, 2010).

Widrial (2005) mengatakan bahwa bahan pengikat dapat

berupa tepung terigu, tepung tapioka, dan tepung maizena. Produk nugget ikan

bandeng  yang memiliki elastisitas baik adalah produk dengan bahan pengikat

tepung maizena karena lebih rendah mengandung kadar lemak dari tepung lainnya

sehingga tidak cepat akan menimbulkan ketengikan pada hasil olahan  produk, selain

itu tepung maizena sangat baik untuk  produk- produk  emulsi karena mampu

mengikat air dan menahan air tersebut selama pemasakan.  Produk pangan yang

menggunakan tepung maizena lebih renyah dibandingkan tepung lainnya

(Setyowati,2002).

Menurut Saparinto (2006) Ikan bandeng memiliki kandungan gizi yang sangat

Page 16: Metlit Vinda Bab 1

baik dan digolongkan sebagai ikan berprotein tinggi dan berlemak rendah. Adapun

nillai gizi ikan bandeng per 100 gram berat ikan mengandung 129 kkal energi, 20

gram protein, 4,8 gram lemak,150 gram fosfor, 20 gram kalsium, 2 mg zat besi, 150

SI vitamin A, 0,05 gram vitamin B1 dan 74 gram air. Ikan hasil pertanian tambak ini

relatif mudah untuk dibudidayakan karena karakternya yang cenderung herbivora

dengan makanan utamanya berupa alga dan beberapa ganggang di alam liar. Selain

itu kandungan gizi ikan ini sangat tinggi terutama pada protein dan omega-3.

Masyarakat Indonesia yang mengkonsumsi ikan ini semakin meluas ke berbagai

kalangan sosial baik kota maupun desa. Hal tersebut dikarenakan ikan ini memiliki

rasa yang gurih spesifik, sehingga mudah dikenal bahkan sampai luar negeri.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, jenis ikan ini masuk ke dalam 10 sumber

protein hewani terpenting yang dikonsumsi masyarakat kota dan pedesaan.

Menurut Soemardianto (2004) salah satu komponen yang menonjol dalam

nutrisi ikan Bandeng adalah asam lemak omega-3 yang terkandung didalamnya

mengingat ikan ini adalah termasuk golongan ikan yang berkadar lemak tinggi. Asam

lemak omega-3 sangat berguna unmk kesehatan manusia karena dapat mencegah

penyakit-penyakit yang berhubungan dengan peredaran darah. Salah sam jenis asam

lemak yang berperanan penting dalam menjaga kesehatan manusia adalah asam

lemak Dokosaheksaenoat atau Docosahexaenoic Acid (DHA). Oleh karena itu

informasi tentang komposisi DHA pada ikan ini sangat penting bagi pengembangan

dunia ilmu pengetahuan terutama dalam bidang teknologi pasca pallen hasil

perikanan termasuk pengasapan. Dengan demikian dapat diketahui tingkat perubahan

komposisi DHA yang terjadi akibat proses pengasapan untuk dipergunakan sebagai

bahan pertimbangan dalam menentukan kebutuhan gizi konsumen.

Ikan Bandeng selain bergizi tinggi karena mengandung protein, lemak,vitamin

Page 17: Metlit Vinda Bab 1

dan mineral yang kaya akan kalsium dan fosforjuga rasanya lezat gurih sehingga

sa~gat digemari masyarakat Indonesia. Salah satu komponen yang - menonjol dalam

nutrisi ikan Bandeng adalah asam lemak omega-3 yang sangat berguna bagi

kesehatan manusia, karena dapat mencegah penyakit yang berhubungan dengan

peredaran darah. Ikan Bandeng sering diawetkan dengan cara pengasapan, namun

asam lemak omega-3 dalam lemak ikan ini beresiko mengalami penurunan komposisi

dan bahan kemungkinan dapat mengalami kerusakan atau oksidasi.

Dalam pembuatan nugget tahapan yang harus dilewati adalah penggilingan,

pencampuran bumbu, pengukusan, penyimpanan dingin dan penggorengan.

Pengukusan dapat meningkatkan daya awet nugget yaitu dengan pengukusan dapat

mengurangi, bahkan membunuh mikroorganisme yang terdapat dalam nugget

tersebut selama pengolahan dan dapat meningktkan cita rasa dari nugget tersebut,

tetapi waktu pengukusan harus diperhatikan.

Faktor yang mempengaruhi keberhasilan produk daging restrukturisasi dititik

beratkan pada kemampuan membentuk matriks protein yaitu terjadinya ikatan antara

partikel daging dan bahan-bahan lain yang ditambahkan. Daging restrukturisasi

dikembangkan melalui beberapa metode yaitu perlakuan mekanis dan penambahan

binding agent. Kriteria mutu nugget hampir sama dengan kriteria mutu sosis yang

dikeluarkan oleh meat inspectiondivision dari US Departement of Agriculture

(USDA). Sosis masak tidak boleh mengandung air melebihi empat kali kandungan

protein daging ditambah 10 % atau kadar air lebih kecil dari 4P + 10 % (Kramlich,

1971). Selain itu, kehilangan berat karena pemasakan dapat digunakan untuk

menentukan mutu nugget. Pemasakan pada kondisi yang normal tidak akan

mengakibatkan nugget mengalami kehilangan berat lebih dari 10 % karena hilangnya

air dan lemak, sedangkan kehilangan melebihi 20 % tidak dapat diterima. Selain

Page 18: Metlit Vinda Bab 1

batas kehilangan berat yang diijinkan, nugget tidak boleh mengkerut atau mengalami

pengkerutan pada waktu pemasakan. Pengukusan bertujuan untuk menyatukan

komponen adonan, memantapkan warna dan menonaktifkan mikroba (Koswara,

1995). Pada pembuatan nugget, pengukusan dilakukan agar terjadi proses

gelatinisasi.

Umumnya pada pembuatan nugget digunakan putih telur dan tepung roti sebagai

pelapis. Tepung roti mempengaruhi kenampakan, terbentuknya warna coklat melalui

reaksi Maillard dan keseluruhan penampilan produk. Faktor lain yang dapat

mempengaruhi adalah waktu dan suhu pemasakan, serta karakteristik minyak

penggoreng (Sufi, 2008).

1.6. Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka dapat ditarik hipotesis dalam

penelitian ini yaitu :

1. Perbandingan daging ikan dan tepung maizena di duga berpengaruh terhadap

karakteristik nugget ikan bandeng

2. Lama waktu pengukusan di duga berpengaruh terhadap karakteristik nugget ikan

bandeng

3. Interaksi antara perbandingan daging ikan bandeng dengan tepung maizena dan

lama waktu pengukusan di duga berpengaruh terhadap karakteristik nugget ikan

bandeng

Page 19: Metlit Vinda Bab 1
Page 20: Metlit Vinda Bab 1

Tahapan pembuatan nugget adalah sebagai berikut :

1. Penggilingan Penggilingan daging diusahakan pada suhu di bawah 15ºC, yaitu

dengan menambahkan es pada saat penggilingan daging (Tatono, 1994). Pendinginan

ini bertujuan untuk mencegah denaturasi protein aktomiosin oleh panas. Pada proses

penggilingan daging terjadi gesekan-gesekan yang dapat menimbulkan panas. Air

yang ditambahkan ke dalam adonan nugget pada waktu penggilingan daging keong

sawah dalam bentuk serpihan es. Air es digunakan untuk mempertahankan

temperatur selama pendinginan. Air es selain berfungsi sebagai fase pendispersi

dalam emulsi daging, juga berfungsi untuk melarutkan protein sarkoplasma dan

sebagai pelarut garam yang akan melarutkan protein myofibril (Afrisanti, 2010).

2. Pengukusan Pengukusan menyebabkan terjadinya pengembangan granula–

granula pati yang disebut gelatinisasi. Gelatinisasi merupakan peristiwa

pengembangan granula pati sehingga granula tersebut tidak dapat kembali seperti

keadaan semula. Mekanisasi gelatinisasi, diawali oleh granula pati akan menyerap air

yang memecah kristal amilosa dan memutuskan ikatan–ikatan struktur heliks dari

molekul tersebut. Penambahan air dan pemanasan akan menyebabkan amilosa

berdifusi keluar granula, sehingga granula tersebut hanya mengandung sebagian

Page 21: Metlit Vinda Bab 1

amilopektin dan akan pecah membentuk suatu matriks dengan amilosa yang disebut

gel (Winarno, 1997).

3. Batter dan Breading Menurut Fellow (2000), perekat tepung (batter) adalah

campuran yang terdiri dari air, tepung pati, dan bumbu-bumbu yang digunakan untuk

mencelupkan produk sebelum dimasak. Pelumuran tepung roti (breading) merupakan

bagian yang paling penting dalam proses pembuatan produk pangan beku dan

industri pangan yang lain. Coating adalah tepung yang digunakan untuk melapisi

produk–produk makanan dan dapat digunakan untuk melindungi produk dari

dehidrasi selama pemasakan dan penyimpangan. Breading dapat membuat produk

menjadi renyah, enak dan lezat. Nugget termasuk salah satu produk yang

pembuatannya menggunakan batter dan breading. Batter yang digunakan dalam

pembuatan nugget berupa tepung halus dan berwarna putih, bersih dan tidak

mengandung benda–benda asing. Tepung roti harus segar, berbau khas roti, tidak

berbau tengik atau asam, warnanya cemerlang, serpihan rata, tidak berjamur dan

tidak mengandung benda-benda asing (BSN, 2002).

4. Penggorengan Penggorengan merupakan proses termal yang umum dilakukan

orang dengan menggunakan minyak atau lemak pangan. Bahan pangan yang

digoreng mempunyai permukaan luar berwarna coklat keemasan. Warna yang muncul

disebabkan karena reaksi pencoklatan (Maillard) 8 (Ketaren, 1986). Reaksi Maillard

terjadi antara protein, asam amino, dan amin dengan gula aldehida dan keton, yang

merupakan penyebab terjadinya pencoklatan selama pemanasan atau penyimpanan

dalam waktu yang lama pada bahan pangan berprotein. Penggorengan awal (pre-

frying) adalah langkah yang terpenting dalam proses aplikasi batter dan breading.

Tujuan penggorengan awal adalah untuk menempelkan perekat tepung pada produk

sehingga dapat diproses lebih lanjut dengan pembekuan selanjutnya didistribusikan

Page 22: Metlit Vinda Bab 1

kepada konsumen. Penggorengan awal akan memberikan warna pada produk,

membentuk kerak pada produk setelah digoreng, memberikan penampakan goreng

pada produk serta berkontribusi terhadap rasa produk (Fellow, 2000). Penggorengan

awal dilakukan dengan menggunakan minyak mendidih (180-195°C) sampai

setengah matang. Suhu penggorengan jika terlalu rendah, pelapis produk menjadi

kurang matang. Jika suhu terlalu tinggi, pelapis produk akan berwarna gelap dan

gosong. Waktu untuk penggorengan awal adalah sekitar 30 detik. Penggorengan awal

dilakukan karena penggorengan pada produk akhir hanya berlangsung sekitar 4

menit, atau tergantung pada ketebalan dan ukuran produk (Tanoto, 1994). Menurut

Jamaludin et al (2008) selama proses penggorengan terjadi secara simultan

perpindahan panas dan massa.