proposal metlit abet

29
HUBUNGAN ANTARA PERILAKU PEMBERIAN IMUNISASI BCG DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU PADA ANAK BALITA DI KARANG TALIWANG, MATARAM, NTB Disusun oleh : Elisabeth Juniharta (2011-31-094) PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL JAKARTA 2014

Upload: nandarizkyfatia

Post on 26-Dec-2015

25 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Proposal Metlit Abet

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU PEMBERIAN IMUNISASI BCG DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU PADA

ANAK BALITA DI KARANG TALIWANG, MATARAM, NTB

Disusun oleh :

Elisabeth Juniharta (2011-31-094)

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKATFAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ESA UNGGULJAKARTA

2014

Page 2: Proposal Metlit Abet

BAB I

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang Masalah

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh

kuman Mycobacterium tuberculosis. Penyakit tuberkulosis masih menjadi masalah

kesehatan global dan merupakan penyebab kematian ke dua setelah HIV. WHO

memperkirakan bahwa pada tahun 2011 ada 8,7 juta kasus baru tuberkulosis (13%

merupakan koinfeksi dengan HIV) dan 1,4 juta orang meninggal karena tuberkulosis

(WHO, 2012).

Di Indonesia setiap tahunnya kasus tuberkulosis paru bertambah seperempat juta

kasus baru dan sekitar 140.000 kematian terjadi setiap tahunnya. Indonesia termasuk 10

negara tertinggi penderita kasus tuberkulosis paru di dunia. Menurut WHO (2012) dalam

laporan Global Report 2011 bahwa prevalensi tuberkulosis diperkirakan sebesar 289

kasus per 100.000 penduduk, insidensi tuberkulosis sebesar 189 kasus per 100.000

penduduk, dan angka kematian sebesar 27 kasus per 100.000 penduduk.

Penderita tuberkulosis paru yang tertinggi berada pada kelompok usia produktif

(15-50 tahun) yaitu berkisar 75%. Seorang pasien tuberkulosis dewasa diperkirakan akan

kehilangan rata-rata waku kerjanya 3-4 bulan sehingga berakibat pada kehilangan

pendapatan rumah tangganya yaitu sekitar 20-30%. Jika seseorang meninggal akibat

tuberkulosis, maka dia akan kehilangan pendapatannya sekitar 15 tahun. Selain

merugikan secara ekonomis, tuberkulosis juga memberikan dampak buruk lainnya, yaitu

dikucilkan oleh masyarakat (stigma) (WHO, 2012). 2

Page 3: Proposal Metlit Abet

Di Provinsi NTB setiap tahunnya ditemukan rata-rata 3000 kasus tuberkulosis

BTA+ baru dengan rata-rata kematian akibat tuberkulosis per tahun 130 kasus. Sesuai

hasil survei prevalensi tuberkulosis Paru tahun 2004 di Provinsi NTB perkiraan jumlah

kasus tuberkulosis paru dengan estimasi insidensi kasus tuberkulosis BTA+ adalah 210

kasus per 100.000 penduduk (Dinas Kesehatan Provinsi NTB, 2010).

Kota Mataram sebagai kota provinsi di NTB merupakan salah satu kabupaten/kota yang

menyumbang angka prevalensi tuberkulosis tertinggi dibandingkan dengan kabupaten

lainnya. Pada tahun 2009, jumlah kasus tuberkulosis paru di Kota Mataram adalah

sebesar 280 orang dengan prevalensi 79 per 100.000 penduduk, pada tahun 2010 jumlah

kasus sebesar 254 kasus dengan prevalensi 63 per 100.000 penduduk, sedangkan tahun

2011 menjadi 264 kasus dengan prevalensi 65 per 100.000 penduduk. Tuberkulosis paru

juga menjadi penyebab kematian urutan ke tiga yaitu sebesar 6,2% dari 15 penyebab

kematian di Kota Mataram pada tahun 2011 (Balitbangkes RI, 2012).

Prevalensi tertinggi kasus tuberkulosis paru di Puskesmas pada wilayah Kota

Mataram adalah Puskesmas Karang Taliwang yaitu pada tahun 2010 sebesar 294 per

100.000 penduduk, karena adanya penambahan Puskesmas baru dan salah satu wilayah

kerja Puskesmas Karang Taliwang yang merupakan lingkungan endemis tuberkulosis

masuk dalam wilayah kerja Puskesmas baru tersebut, sehingga prevalensinya menjadi

173 per 100.000 penduduk pada tahun 2011, dan menjadi 202 per 100.000 pada tahun

2012. Data prevalensi tuberkulosis paru ini berdasarkan kunjungan 3 kasus ke Puskesmas

Karang Taliwang dan bukan merupakan hasil survei rumah tangga (Dikes Kota Mataram,

2011).

Maka berdasarkan data di atas penulis tertarik untuk meneliti perilaku tentang

imunisasi BCG. Memperhatikan fakta diatas , maka penulis tertarik mengidentifikasi

bagaimana gambaran pemberian imunisasi BCG di Karang Taliwang kota Mataram, NTB

Page 4: Proposal Metlit Abet

1.2 Identifikasi Masalah

Di seluruh dunia TB menyerang 10 juta orang dan menyebabkan 3 juta kematian setiap

tahun. Di negara maju, TB jarang terjadi yaitu menyerang kira-kira 1 per 10.000

populasi. TB paru paling sering menyerang masyarakat di Asia yakni di Cina dan India

Barat. Transmisi melalui udara dan kontak dekat menyebarkan penyakit ini

Beberapa faktor risiko untuk menderita TB adalah:

A.Usia

Dari hasil penelitian yang dilaksanakan di New York pada Panti penampungan

orang-orang gelandangan menunjukkan bahwa kemungkinan mendapat infeksi

tuberkulosis aktif meningkat secara bermakna sesuai dengan umur. Insiden tertinggi

tuberkulosis paru biasanya mengenai usia dewasa muda. Di Indonesia diperkirakan 75%

penderita TB Paru adalah kelompok usia produktif yaitu 15-50 tahun.

B.Jenis Kelamin

Di benua Afrika banyak tuberkulosis terutama menyerang laki-laki. Pada tahun

1996 jumlah penderita TB Paru laki-laki hampir dua kali lipat dibandingkan jumlah 

penderita TB Paru pada wanita, yaitu 42,34% pada laki-laki dan 28,9 % pada wanita.

Antara tahun 1985-1987 penderita TB paru laki-laki cenderung meningkat sebanyak

2,5%, sedangkan penderita TB Paru pada wanita menurun 0,7%. TB paru lebih banyak

terjadi pada laki-laki dibandingkan dengan wanita karena laki-laki sebagian besar

mempunyai kebiasaan merokok sehingga memudahkan terjangkitnya TB paru dimana

Kebiasaan merokok meningkatkan resiko untuk terkena TB paru sebanyak 2,2 kali.

C.Penyakit Penyerta

Umumnya penderita TB dalam keadaan malnutrisi dengan berat badan sekitar 30-

50 kg atau indeks masa tubuh kurang dari 18,5 pada orang dewasa. Sementara berat

badan yang lebih kecil 85% dari berat badan ideal kemungkinan mendapat TB adalah 14

kali lebih besar dibandingkan dengan berat badan normal. Ini yang menjadi pemikiran

bahwa malnutrisi atau penurunan berat badan telah menjadi faktor utama peningkatan

Page 5: Proposal Metlit Abet

resiko TB menjadi aktif. Selain faktor gizi, penyakit seperti Diabetes Mellitus (DM) dan

infeksi HIV merupakan salah satu faktor risiko yang tidak berketergantungan untuk

berkembangnya infeksi saluran napas bagian bawah

D. Kepadatan Hunian dan Kondisi Rumah

Kepadatan penghuni merupakan suatu proses penularan penyakit. Semakin padat

maka perpindahan penyakit, khususnya penyakit menular melalui udara akan semakin

mudah dan cepat, apalagi terdapat anggota keluarga yang menderita TB dengan BTA

positif. Ventilasi cukup menjaga agar aliran udara di dalam rumah tetap segar, sehingga

keseimbangan oksigen yang diperlukan oleh penghuni rumah tetap terjaga. Ventilasi

yang baik juga menjaga dalam kelembaban (humidity) yang optimum. Kelembaban yang

optimal (sehat) adalah sekitar 40–70%.Cahaya matahari cukup, tidak lebih dan tidak

kurang, dimana cahaya matahari ini dapat diperoleh dari ventilasi maupun

jendela/genting kaca. Suhu udara yang ideal dalam rumah antara 18-30°C. Suhu optimal

pertumbuhan bakteri sangat bervariasi, Mycobacterium tuberculosis tumbuh optimal pada

suhu 37°C. Paparan sinar matahari selama 5 menit dapat membunuh Mycobacterium

tuberculosis

E.Status Sosial Ekonomi

WHO tahun 2007 menyebutkan 90% penderita TB di dunia menyerang kelompok

sosial ekonomi lemah atau miskin dan menurut Enarson TB merupakan penyakit

terbanyak yang menyerang negara dengan penduduk berpenghasilan rendah. Sosial

ekonomi yang rendah akan menyebabkan kondisi kepadatan hunian yang tinggi dan

buruknya lingkungan, selain itu masalah kurang gizi dan rendahnya kemampuan untuk

mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak juga menjadi problem bagi golongan sosial

ekonomi rendah.

F.Perilaku

Perilaku dapat terdiri dari pengetahuan, sikap dan tindakan. Pengetahuan

penderita TB Paru yang kurang tentang cara penularan, bahaya dan cara pengobatan akan

berpengaruh terhadap sikap dan prilaku sebagai orang sakit dan akhinya berakibat

menjadi sumber penular bagi orang di sekelilingnya.

Page 6: Proposal Metlit Abet

1.3 Pembatasan Masalah

Karena keterbatasan waktu, dana, tenaga dan teori-teori maka peneliti hanya mengambil

perilaku saja yang akan mempengaruhi kejadian tuberculosis.

1.4 Perumusan Masalah

Apakah ada hubungan antara perilaku ibu terhadap pemberian imunisasi BCG terhadap

kejadian tuberculosis paru pada anak balita di Karang Taliwang kota Mataram ,NTB?

1.5 Tujuan Penelitian

Tujuan Umum :

Mengetahui hubungan antara perilaku ibu terhadap pemberian imunisasi BCG

terhadap kejadian tuberculosis paru pada anak balita di Kebayoran Lama, Jakarta Selatan

Tujuan Khusus :

1. Mengidentifikasi perilaku ibu terhadap pemberian imunisasi BCG di Karang

Taliwang kota Mataram, NTB

2. Mengidentifikasi kejadian tuberculosis paru pada anak balita di Karang Taliwang

kota Mataram, NTB

3. Menganalisis hubungan antara perilaku ibu terhadap pemberian imunisasi BCG

terhadap kejadian tuberculosis paru pada anak balita di Karang Taliwang kota

Mataram, NTB

1.6 Manfaat Penelitian

1.6.1 Bagi Peneliti

Untuk memenuhi syarat akademik dalam memperoleh nilai akhir semester pada mata

kuliah metodologi penelitian.

1.6.2 Bagi FIKES

Dapat menambah kepustakaan khususnya mengenai hubungan antara imunisasi BCG

dengan kejadian TB paru

Page 7: Proposal Metlit Abet

1.6.3 Bagi ibu

Memberikan informasi pada ibu yang memiliki anak balita mengenai suntik vaksin BCG

serta pengaruhnya terhadap tuberculosis paru

BAB II

Kerangka Teori dan Hipotesis

2.1 Perilaku Pemberian Imunisasi BCG

2.1.1 Pengertian Perilaku

Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai

bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja,

kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa

yang dimaksud perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik

yang diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo,

2003).

Menurut Skinner, seperti yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003), merumuskan

bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau

rangsangan dari luar. Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus

terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespons, maka teori Skinner ini

disebut teori “S-O-R” atau Stimulus – Organisme – Respon.

2.1.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku

Lawrence Green dalam Mandy (1980) menganalisis bahwa perilaku dipengaruhi

oleh 3 faktor utama, yaitu:

1) Faktor predisposisi (Disposing Factors)

Faktor-faktor yang mempermudah terjadinya perilaku seseorang, antara lain

sikap, pengetahuan, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai tradisi, persepsi

berkenaan dengan motivasi seseorang untuk bertindak.

Page 8: Proposal Metlit Abet

2) Faktor Pemungkin (Enabling factors)

Faktor pemungkin mencakup berbagai keterampilan dan sumber daya

yang dibutuhkan untuk melakukan perilaku kesehatan. Sumber daya itu meliputi

fasilitas pelayanan kesehatan, personalia sekolah, klinik atau sumber daya yang

hampir sama. Faktor pemungkin ini juga menyangkut keterjangkauan berbagai

sumber daya. Biaya, jarak, ketersediaan transportasi, jam buka.

3) Faktor Penguat (Reinforcing factors)

Faktor penguat adalah faktor yang menentukan apakah tindakan kesehatan

memperoleh dukungan atau tidak. Sumber penguat tentu saja bergantung pada

tujuan dan jenis program. Di dalam pendidikan pasien, penguat berasal dari

perawat, dokter, pasien lain, keluarga. Apakah penguat itu positif atau negatif

bergantung pada sikap dan perilaku orang lain yang berkaitan. Misalnya pada

pendidikan kesehatan sekolah di tingkat sekolah lanjutan tingkat atas, yang

penguatnya datang dari teman sebaya, guru, pejabat sekolah. Penelitian tentang

perilaku remaja menunjukkan bahwa perilaku penggunaan obat di kalangan

remaja sangat dipengaruhi oleh dorongan teman-teman, terutama teman dekat.

2.1.3 Imunisasi BCG

Vaksin untuk tuberkulosis yang dibuat dari baksil tuberkulosis

(Mycobacterium bovis) yang dilemahkan dengan dikulturkan di medium buatan

selama bertahun-tahun. Vaksin BCG 80% efektif dapat mencegah selama 15

tahun, tetapi efeknya bervariasi tergantung kepada kondisi geografis. Imunisasi

BCG tidak mencegah infeksi tuberculosis tetapi menurangi resiko terjadinya

tuberculosisn berat seperti meningitis TB (penyakit radang selaput otak oleh

kuman TB). Efektivitas imunisasi BCG bervariasi antara 0%-80%. Hal ini

berhubungan dengan beberapa factor yaitu mutu vaksin yang dipakai dan kondisi

anak itu sendiri seperti umur, keadaan gizi, dan lain-lain. Efek proteksi akan

timbul setelah 8-12 minggu setlah penyuntikan

Page 9: Proposal Metlit Abet

Imunisasi BCG adalah imunisasi yang paling menyakitkan bagi anak,

karena cara penyuntikan vaksinnya harus intradermal (vaksin hanya disuntikan ke

lapisan kulit saja, tidak boleh terlalu dalam hingga menembus lapisan kulit).

Karena disuntikan ke dalam lapisan kulit yang penuh dengan reseptor syaraf maka

suntikannya lebih sakit disbanding imunisasi lainnya. Imunisasi BCG biasanya

disuntikan di daerah lengan kanan atas. Vaksin BCG diberikan secara intradermal

0,1ml untuk anak dan 0,05 untuk bayi baru lahir. Imunisasi BCG biasanya akan

menimbulkan bekas berupa jaringan parut bulat berdiameter 4-8mm akibat proses

penyembuhan luka/borok yang timbul setelah 3-6 minggu setelah penyuntikan.

Borok akan sembuh sendiri dalam 2-3 bulan, tidak perlu terapi apapun. Perlu

diingat imunisasi BCG yang tidak menimbulkan borok/bekas tidak berarti

imunisasinya gagal.

2.1.4 perilaku ibu terhadap pemberian imunisasi BCG

Kepercayaan dan perilaku kesehatan ibu merupakan hal yang penting,

karena penggunaan sarana kesehatan berkaitan erat dengan perilaku dan

kepercayaan ibu tentang kesehatan dan mempengaruhi status imunisasi. Masalah

pengetahuan dan sikap orang tua dalam program imunisasi akan dapat dicapai jika

ibu memperoleh informasi  yang memadai tentang program imunisasi BCG

tersebut.

Perubahan perilaku dapat dicapai bila ibu mempunyai pengetahuan dan sikap

positif terhadap pemberian Imunisasi BCG.

2.2 Kejadian Tuberkulosis pada Balita

2.2.1 Pengertian Tuberkulosis

Tuberkulosis, MTB, atau TB (singkatan dari bacillus berbentuk tuberkel)

merupakan penyakit menular yang umum, dan dalam banyak kasus bersifat mematikan.

Penyakit ini disebabkan oleh berbagai strain mikobakteria, umumnya Mycobacterium

tuberculosis.[1] Tuberkulosis biasanya menyerangparu-paru, namun juga bisa berdampak

pada bagian tubuh lainnya. Tuberkulosis menyebar melalui udara ketika seseorang

dengan infeksi TB aktif batuk, bersin, atau menyebarkan butiran ludah mereka melalui

udara. Infeksi TB umumnya bersifat asimtomatikdan laten. Namun hanya satu dari

Page 10: Proposal Metlit Abet

sepuluh kasus infeksi laten yang berkembang menjadi penyakit aktif. Bila Tuberkulosis

tidak diobati maka lebih dari 50% orang yang terinfeksi bisa meninggal

2.2.2 Balita

Balita adalah anak dengan usia dibawah 5 tahun dengan karakteristik

pertumbuhan yakni pertumbuhan cepat pada usia 0-1 tahun dimana umur 5 bulan BB

naik 2x BB lahir dan 3x BB lahir pada umur 1 tahun dan menjadi 4x pada umur 2 tahun.

Pertumbuhan mulai lambat pada masa pra sekolah kenaikan BB kurang lebih 2 kg/ tahun,

kemudian pertumbuhan konstan mulai berakhir. (Soetjiningsih, 2001)

Balita merupakan istilah yang berasal dari kependekan kata bawah lima tahun.

Istilah ini cukup populer dalam program kesehatan. Balita merupakan kelompok usia

tersendiri yang menjadi sasaran program KIA (Kesehatan Ibu dan Anak) di lingkup Dinas

Kesehatan. Balita merupakan masa pertumbuhan tubuh dan otak yang sangat pesat dalam

pencapaian keoptimalan fungsinya. Periode tumbuh kembang anak adalah masa balita,

karena pada masa ini pertumbuhan dasar yang akan mempengaruhi dan menentukan

perkembangan kemampuan berbahasa, kreatifitas, kesadaran sosial, emosional dan

intelegensia berjalan sangat cepat dan merupakan landasan perkembangan berikutnya

(supartini, 2004)

Bawah Lima Tahun atau sering disingkat sebagai balita, merupakan salah

satu periode usia manusia setelah bayi sebelum anak awal. Rentang usia balita

dimulai dari satu sampai dengan lima tahun, atau bisa digunakan perhitungan

bulan yaitu usia 12-60 bulan.

2.2.3 Gejala TB pada balita

Gejala umum TB pada anak :

1. Berat badan turun selama 3 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas,

dan tidak naik dalam 1 bulan meskipun sudah mendapatkan penanganan

gizi yang baik (failure to thrive).

2. Nafsu makan tidak ada (anorexia) dengan gagal tumbuh dan berat badan

tidak naik (failure to thrive) dengan adekuat.

3. Demam lama/berulang tanpa sebab yang jelas (bukan tifus, malaria atau

infeksi saluran nafas akut), dapat disertai keringat malam.

Page 11: Proposal Metlit Abet

4. Pembesaran kelenjar limfe bawah kulit yang tidak sakit. Biasanya ganda,

paling sering didaerah leher, ketiak dan lipatan paha (inguinal).

5. Gejala-gejala dari saluran nafas, misalnya batuk lama lebih dari 30 hari

(setelah disingkirkan sebab lain dari batuk), tanda cairan di dada dan nyeri

dada.

6. Gejala-gejala dari saluran cerna, misalnya diare berulang yang tidak

sembuh dengan pengobatan diare, benjolan (massa) di rongga perut, dan

tandatanda cairan dalam rongga perut.

 

Gejala Spesifik :

Gejala-gejala ini biasanya muncul tergantung dari bagian tubuh mana

yang terserang, misalnya:

1. TB kulit/skrofuloderma

2. TB tulang dan sendi:

- tulang punggung (spondilitis): gibbus

- tulang panggul (koksitis): pincang, pembengkakan di pinggul

- tulang lutut: pincang dan/atau bengkak

- tulang kaki dan tangan

3. TB otak dan saraf:

- Meningitis: dengan gejala iritabel, kaku kuduk, muntah-muntah dan

kesadaran menurun.

4. Gejala mata:

- conjunctivitis phlyctenularis

- tuberkel koroid (hanya terlihat dengan funduskopi)

2.2.4 Kejadian Tuberkulosis pada balita

Infeksi TB banyak terjadi pada anak – anak yang sejak semula

menghasilkan uji Mantoux positif tetapi tetap divaksinasi BCG, sehingga

kemungkinan diantara mereka sudah menderita TB sebelum divaksinasi. Kini

diakui vaksinasi BCG setidaknya dapat menghindarkan terjadinya TB paru berat

pada anak, tuberkulosis milier yang menyebar keseluruh tubuh dan meningitis

Page 12: Proposal Metlit Abet

tuberkulosis yang menyerang otak, yang keduanya bisa menyebabkan kematian

pada anak (Depkes RI, 2001,2002b).

2.3 Kerangka Berpikir

Factor predisposisi :

Pendidikan mempengaruhi tingkat pengetahuan ibu karena semakin

tinggi tingkat pendidikan ibu maka semakin banyak pula informasi yang

diperoleh. Pengetahuan ibu tentang imunisasi tersebut bisa diperoleh baik melalui

pendidikan formal maupun pendidikan non formal. Sebagai contoh pendidikan

formal yaitu dengan mengikuti pendidikan di sekolah kesehatan dan pendidikan

non formal yaitu melalui informasi yang diperoleh ibu baik secara langsung

maupun tidak lansung seperti iklan dan penyuluhan. Informasi juga

mempengaruhi tingkat pengetahuan ibu tentang imunisai BCG. Informasi ini

dapat diperoleh baik melalui media cetak maupun melalui media elektronik serta

informasi dari orang lain maupun kader kesehatan. Sebagai contoh informasi yang

diperoleh melalui media cetak maupun media elektronik yaitu dengan adanya

iklan PIN (Pekan Imunisasi Nasional) yang mengingatkan tentang pentingnya

Factor predisposisi :

Kurangnya pengetahuan ibu tentang pentingnya vaksin BCG

Factor pemungkin :

Jauhnya jarak pelayanan kesehatan

Factor penguat :

Sikap dan tindakan petugas kesehatan setempat

PERILAKU

PEMBERIAN

IMUNISASI

BCG

Page 13: Proposal Metlit Abet

imunisasi BCG. Informasi dari orang lain dan kader kesehatan yang ada di

Posyandu melalui penyuluhan juga sangat mempengaruhi tingkat pengetahuan ibu

tentang imunisasi BCG. Hal ini akan mempengaruhi tingkat pengetahuan ibu

tentang imunisasi BCG karena semakin banyak informasi yang diperoleh maka

semakin banyak pula tingkat pengetahuan ibu tentang imunsiasi BCG.

Factor pemungkin :

Penyebab utama rendahnya pencapaian Universal Child Immunization (UCI)

adalah rendahnya akses pelayanan dan tingginya angka drop out. Hal ini antara lain

terjadi karena tempat pelayanan imunisasi jauh dan sulit dijangkau, jadwal pelayanan

tidak teratur dan tidak sesuai dengan kegiatan masyarakat, kurangnya tenaga, tidak

tersedianya kartu imunisasi (buku KIA), rendahnya kesadaran dan pengetahuan

masyarakat tentang manfaat, serta waktu pemberian imunisasi. Selain itu, faktor budaya

dan pendidikan serta kondisi sosial ekonomi juga ikut memengaruhi rendahnya

pencapaian UCI desa/kelurahan (Kemenkes, 2010).

Factor penguat :

Sikap dan tindakan petugas setempat mempengaruhi perilaku ibu dalam

pemberian imunisasi BCG karena jika ada promosi kesehatan yang baik maka

pengetahuan si ibu akan bertambah tentang pentingnya imunisasi. Petugas puskesmas

yang baik juga akan mengajak dan memotivasi masyarakat untuk melakukan imunisasi.

Sebab lain mungkin karena para petugas kesehatan atau tokoh masyarakat lain di sekitarnya

tidak pernah mengimunisasikan anaknya

2.4 Kerangka Konsep

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU IMUNISASI BCG

TERHAPA KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU

PERILAKU

PEMBERIAN

IMUNISASI

BCG

KEJADIAN

TUBERCULOSIS

PARU

Page 14: Proposal Metlit Abet

2.5 Hipotesis

Hipotesis pada penelitian ini adalah ada hubungan antara perilaku pemberian

imunisasi BCG terhadap kejadian Tuberkulosis Paru di Karang Taliwang kota Mataram,

NTB

Page 15: Proposal Metlit Abet

BAB 3

Metodologi Penelitian

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Karang Taliwang kota Mataram, NTB yang

berlokasi di Jl.Ade Irma Suryani no:60 Cakranaga, kota Mataram. Penelitian akan

dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2014.

3.2 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian Non Eksperimen dengan design penelitian studi

komparatif yang bersifat Case Kontrol (Retrospektif), yaitu penelitian yang berusaha

melihat kebelakang, artinya pengumpulan data dimulai dari efek atau akibat yang telah

terjadi (Nursalam, 2003).

3.3 Sampel dan Populasi Penelitian

1. Populasi

Populasi merupakan seluruh subyek atau objek dengan karakteristik tertentu yang

akan diteliti (Hidayat, 2003). Populasi penelitian ini adalah semua anak balita dan orang

tua anak balita, dimana anak balita tersebut sedang menjalani pengobatan di Puskesmas

Karang Taliwang kota Mataram ,dengan jumlah populasi 97 anak balita ( 50 kasus dan 47

kontrol ).

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah dari

karakteristik yang dimiliki. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini dengan

menggunakan teknik Non Random Sampling jenis Sampling Jenuh yaitu cara

pengambilan sampel dengan mengambil anggota populasi semua menjadi sampel

(Nursalam, 2003), dengan kriteria inklusi sebagai berikut : Anak dan orang tua, dimana

anak tersebut sedang menjalani pengobatan di Puskesmas Karang Taliwang kota

Mataram, anak berumur dibawah 5 tahun, dan bersedia menjadi subyek penelitian.

Sedangkan criteria eksklusinya adalah : tidak memiliki KMS dan orang tua atau

Page 16: Proposal Metlit Abet

keluarganya tidak ada yang mengingat sama sekali tanggal lahir dan imunisasi yang

sudah diberikan, dan tidak bersedia menjadi subyek penelitian.

Kasus dalam penelitian ini adalah anak balita yang menderita

penyakitTuberkulosis paru dan sedang menjalani pengobatan di Puskesmas Karang

Taliwang kota Mataram pada bulan September-Oktober 2014 Sedangkan kontrolnya anak

balita yang tidak menderita penyakit Tuberkulosi paru dan sedang menjalani pengobatan

di Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru Ambarawa. Dari 50 kasus yang diambil terdapat

3 anak balita yang masuk dalam kriteria eksklusi, dengan demikian sample yang

diperoleh tepat 94 anak yang terdiri dari 47 kasus dan 47 kontrol.

3.4 Pengumpulan Data

3.4.1 Sumber Data

Data primer

Data Primer, diperoleh secara langsung dari responden secara langsung

dari responden melalui penyebaran kuesioner kepada orang tua anak balita yang

menjadi sampel penelitian. Hasil penyebaran kuesioner tersebut dicatat dalam

lembar jawab kuesioner dan selanjutnya dilakukan pengkodean untuk

mempermudah analisa data, untuk mendapatkan kasus dilakukan penyebaran

kuesioner kepada orang tua balita yang menderita penyakit Tuberkulosis paru

anak yang sedang menjalani pengobatan di Puskesmas Karang Taliwang kota

Mataram. Sedangkan kontrol diperoleh dengan melakukan penyebaran kuesioner

kepada orang tua balita yang menderita penyakit selain Tuberkulosis paru anak

yang sedang menjalani pengobatan di Puskesmas Karang Taliwang kota Mataram

Data sekunder

Data sekunder didapat dari register anak di Puskesmas Karang Taliwang

kota Mataram yang meliputi nama, jenis kelamin, tempat dan tanggal lahir,nama

orang tua, alamat rumah, dan status kesehatan anak balita.

3.4.2 Instrument Penelitian

1. variable dependent

Page 17: Proposal Metlit Abet

a) Definisi konseptual

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman

Tuberkulosis (Mycobacterium tuberculosa) yang ditularkan melalui udara

(droplet nuclei) saat seorang pasien Tuberkulosis batuk dan percikan ludah yang

mengandung bakteri tersebut terhirup oleh orang lain saat bernapas.(Widoyono,

2008)

b) Definisi operasional

Tbc paru adalah Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan

oleh Mycobacterium Tuberculosis. Yaitu merupakan skor yang diperoleh dari

jawaban skor pada setiap pengamatan butir-butir pertanyaan yang meliputi dari

gejala-gejala tuberculosis pada kuisioner dan menggunakan skala interval

Table 3.1

Kisi-kisi instrument variable penelitian variable dependent

(kejadian TB paru pada anak balita)

Variabel Dimensi Indikator Butir Skala+ -

Kejadian TB paru pada anak balita

1. Perasaan berat dikepala

2. Menjadi lelah seluruh badan

3. Seimbang dalam berdiri

1

2

3

Interval

Interval

Interval1. Merasa susah berfikir2. Dapat berkonsentrasi3. Cemas terhadap

sesuatu

45

Interval

IntervalKelelahan fisik 1. Sering merasakan sakit

kepala2. Tidak merasakan nyeri

di punggung3. Tidak merasakan kaku

dibahu

6

7

8

Interval

Interval

Interval

Page 18: Proposal Metlit Abet

Tabel 3.2Alternatif jawaban kuesioner dan skor

Alternatif jawaban skor+ -

YA 2 1TIDAK 1 2

2.variabel independent

a) Definisi konseptual

Perilaku pemberian imunisasi

b) Definisi operasional

Alat ukur dan alat Bantu yang dipakai yaitu kuesioner untuk wawancara,

dilengkapi dengan Kartu Menuju Sehat (KMS) untuk cross-check tanggal lahir

dan imunisasi yang telah diberikan. Kuesioner merupakan sejumlah pertanyaan

tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti

laporan tentang pribadinya atau hal – hal yang diketahui (Arikunto, 2006).

Kuesioner untuk mengukur variabel pemberian imunisasi BCG dan variable

kejadian tuberkulosis paru pada anak, peneliti menggunakan kuesioner berbentuk

pertanyaan tertutup (Closed Ended) jenis Dichotomous Choice, yaitu pertayaan

yang hanya menyediakan 2 jawaban/alternatif, dan responden hanya memilih

satu diantaranya (Arikunto, 2006).

3.5 Analisis Data

1. Teknik Mendeskripsikan Data

Penelitian ini menggunakan analisis data secara kuantitatif, yaitu :

Analisis Univariat untuk menggambarkan karakteristik masing – masing variable yang

diteliti dengan menggunakan distribusi frekuensi. Analisis Bivariat untuk

mengidentifikasi ada tidaknya hubungan variabel bebas (pemberian imunisasi BCG)

dengan variabel terikat (kejadian Tuberkulosis paru pada anak).

2. Uji Normalitas Data

Uji distribusi normal adalah uji untuk mengukur apakah data yang didapatkan

memiliki distribusi normal sehingga dapat dipakai dalam statistik parametrik (statistik

Page 19: Proposal Metlit Abet

inferensial). Dengan kata lain, uji normalitas adalah uji untuk mengetahui apakah data

empirik yang didapatkan dari lapangan itu sesuai dengan distribusi teoritik tertentu.

Dalam kasus ini, distribusi normal. Dengan kata lain, apakah data yang diperoleh berasal

dari populasi yang berdistribusi normal.

Uji normalitas data yang digunakan dalam penelitian ini memakai kolmogrof

smirnov dengan menggunakan program SPSS.

3. Uji statistik

Uji statistik yang digunakan adalah Rasio Odds ( Ψ ) dengan Interval kepercayaan 95%

(Riwidikdo, 2006). Adapun formulasi Rasio Odds (OR) adalah sebagai berikut :

Proporsi kelompok kasus yang terkena pajanan

Rasio odds (Ψ ¿ =

Proporsi kelompok control yang terkena pajanan

3.6 Hipotesis Statistik

Adapun cara menarik kesimpulan nilai rasio odds adalah sebagai berikut :

1. Apabila OR > 1, artinya mempertinggi resiko

2. apabila OR = 1, artinya tidak terdapat asosiasi/hubungan.

3. OR < 1, artinya mengurangi resiko.