meningkatkan motivasi belajar materi penghematan energi...
TRANSCRIPT
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
617
MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR MATERI PENGHEMATAN ENERGI
MATA PELAJARAN ILMU PENGETAHUAN ALAM DENGAN MENGGUNAKAN
METODE KOOPERATIF BERBANTUAN MEDIA PADA SISWA KELAS III
SEKOLAH DASAR NEGERI NGAGLIK 04 KOTA BATU
Yudhi Herdianto
SDN Ngaglik 04 Kota Batu
Abstrak: Tujuan pendidikan IPA adalah meningkatkan kesadaran akan kelestarian
lingkungan, kebanggaan nasional, dan kebesaran serta kekuasaan Tuhan Yang
Maha Esa, memahami dan mengembangkan keterampilan proses untuk
memperoleh konsep-konsep IPA (Sains) dan saling keterkaitannya, menumbuhkan
nilai dan sikap ilmiah, dan mengembangkan daya penalaran untuk memecahkan
masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari siswa. Penelitian ini bertujuan
membangkitkan minat balajar dengan menggunakan metode pembelajaran yang
tepat dan penggunaan media pembelajaran yang menarik. Dengan menggunakan
metode kooperatif dapat meningkatkan minat belajar siswa yang ditandai dengan
peningkatan persentase ketuntasan belajar siswa dalam setiap siklus, yaitu pada
siklus I dengan 61% dan pada siklus II 82%; (2). Penggunaan media yang tepat
dapat meningkatkan motivasi belajar siswa yang ditunjukkan dengan hasil
pengamatan yang menunjukkan partisipasi aktif siswa selama proses pembelajaran
dan rata-rata jawaban siswa dari hasil wawancara yang menyatakan bahwa siswa
merasa senang dengan penggunaan metode kooperatif berbantuan media sehingga
mereka lebih termotivasi untuk belajar.
Kata kunci : pembelajaran kooperatif, media
Pembelajaran IPA (Sains) di Sekolah Dasar bertujuan mempelajari perilaku kehidupan
benda dan energi serta keterkaitan konsep dan penerapannya dalam kehidupan nyata. Pembelajaran
IPA (Sains) di Sekolah Dasar bertujuan agar siswa dapat meningkatkan kesadaran akan kelestarian
lingkungan, kebanggaan nasional, dan kebesaran serta kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa, memahami
dan mengembangkan keterampilan proses untuk memperoleh konsep-konsep IPA (Sains) dan saling
keterkaitannya, menumbuhkan nilai dan sikap ilmiah, dan mengembangkan daya penalaran untuk
memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. (Depdikbud,1993:1)
Menurut UUSPN No. 20 tahun 2003, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Salah satu disiplin ilmu yang dapat membantu mengembangkan potensi siswa dalam proses belajar
yaitu Ilmu Pengetahuan Alam (IPA).
Nasution dan Budiastra (Dalam Ekawati, 2010: 8) mendefinisikan; “IPA sebagai pendekatan
untuk mengerti kejadian-kejadian yang langsung di alam semesta. Mengubah kejadian yang sangat
kompleks menjadi lebih sederhana. Jadi yang perlu diperhatikan disini bahwa IPA cenderung untuk
menyederhanakan kejadian-kejadian yang kompleks di alam semesta kedalam begian-bagian yang
lebih kecil dan sederhana sehingga lebih mudah untuk mempelajarinya dan lebih mudah di mengerti”
Dengan demikian untuk menciptakan pembelajaran yang tepat dibutuhkan suatu formula
bentuk pembelajaran yang utuh dan tentu saja menyeluruh dalam arti proses belajar melibatkan
aktivitas siswa. Menurut Kauchak dan Eggen (dalam Prihatiningsih) pembelajaran kooperatif
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
618
merupakan strategi pembelajaran yang melibatkan siswa untuk bekerja secara kolaboratif dalam
mencapai tujuan. Begitu juga Slavin (dalam Prihatiningsih 2003) mengemukakan bahwa dalam
pembelajaran kooperatif siswa siswa bekerja sama dalam kelompok kecil yang merupakan gabungan
murid-murid yang berbeda kemampuan, menggunakan berbagai macam aktifitas pembelajaran guna
meningkatkan pemahaman mereka terhadap suatu subyek. Setiap angota tim tidak hanya bertanggung
jawab untuk mempelajari apa yang diajarkan, tapi juga membantu teman setimnya untuk
belajar.Pembelajaran kooperatif merupakan suatu metode dimana siswa belajar bersama-sama dalam
kelompok dan anggota dan anggota kelompok tersebut saling bertanggung jawab satu dengan yang
lain (Wahyudi Siswanto. Subanji. 2010). Setelah berakhirnya proses pembelajaran biasanya diperoleh
hasil belajar yang merupakan hasil dari suatu interaksi pembelajaran. Dari sisi guru tindak mengajar
diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa hasil belajar merupakan puncak dari
proses belajar(Dimyati, 1999:3 dalam Purwanto J-TEQIP; 2010). Hasil belajar merupakan perubahan
tingkah laku yang berasal dari proses belajar hal ini sejalan dengan Sudjana(1999:25) yang
mengemukakan bahwa belajar pada dasarnya adalah perubahan tingkah laku atau ketrampilan yang
berupa pengetahuan, pemahaman, sikap dan aspek lain lewat serangkaian kegiatan membaca,
mengamati, mendengar, menulis dan lain-lain.
Hasil belajar dapat digolongkan pada hasil yang bersifat penguasaan sesaat dan penguasaan
berkelanjutan. Pengetahuan sesaat contohnya pengetahuan tentang fakta, teori, istilah-istilah pendapat
dan sebagainya. Hasil belajar berkelanjutan harus dilakukan secara terus menerus dalam hampir setiap
kegiatan belajar. Penguasaan berkelanjutan misalnya ketrampilan tertentu dalam mengolah suatu
produk, menyelesaikan perhitungan dan sebagainya. Dian Saputra(J-teqip:2011) Menurut kamus besar
bahasa Indonesia Motivasi berarti Dorongan. Sedangkan menurut Roosita(1995: 102) Motivasi adalah
dorongan dasar yang menggerakan seseorang untuk bertingkah laku. Dorongan ini berada pada diri
seseorang yang menggerakan untuk melakukan sesuatu. Menurut Dahar (1985:8) motivasi berfungsi
mengikat perhatian siswa, menggiatkan semangat belajar, menyediakan kondisi yang optimal untuk
belajar. Motivasi juga dapat berfungsi untuk membantu siswa dalam memecahkan masalah yang
dihadapinya, khususnya untuk menemukan jalan dalam mencapai tujuan belajar. Dalam hal ini
diharapkan siswa dapat menyelesaikan tugas yang diberikan dalam kelompoknya mengenai materi
pelajaran yang dipelajarinya.
Berdasarkan penyebab timbulnya ada dua jenis motivasi yaitu motivasi ekstrinsik dan
motivasi instrinsik. Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang timbul dari luar individu sedangkan
motivasi instrinsik adalah motivasi yang timbul dari individu sendiri tanpa ada penegaruh tekanan dari
luar individu.Motivasi instrinsik jauh lebih kuat dari pada motivasi ekstrinsik karena timbulnya
motivasi instrinsik sepenuhnya disadari oleh individu yang terlibat tanpa desakan atau dorongan
apapun.
Beberapa cara membangkitkan motivasi ekstrinsik dalam menumbuhkan motivasi instrinsik
antara lain kompetisi (persaingan): guru berusaha menciptakan persaingan diantara siswanya untuk
meningkatkan mutu belajarnya, berusaha memperbaiki hasil mutu yang telah dicapai sebelumnya dan
mengatasi mutu orang lain. Dengan demikian diketahui bahwa motivsi ekstrinsik adalah motivasi
yang timbul dari luar individu yang berfungsinya karena adanya perangsang dari laur, misalnya
adanya persaingan, untuk mencapai nilai yang tinggi, dan lain sebagainya.
Dalam proses belajar, motivasi sangat diperlukan sebab seseorang yang tidak mempunyai
motivasi dalam belajar tidak akan mungkin melakukan aktivitas belajar. Hal ini sesuai dengan yang
diungkapkan oleh Nur (2001: 3) bahwa siswa yang termotivasi dalam belajar sesuatu akan
menggunakan proses kognitif yang lebih tinggi dalam mempelajari materi itu, sehingga siswa itu akan
meyerap dan mengendapkan mateti itu dengan lebih baik. Jadi motivasi adalah perubahan energi
dalam diri (pribadi) seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai
tujuan.
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
619
Karakteristik siswa kelas III sebagian besar kurang memilki semangat belajar terutama pada
pelajaran IPA. Hal ini tentu tidak sebanding dengan semangat orangtuanya untuk membantu siswa
belajar. Pembelajaran yang dilakukan selama kurang memanfaatkan media walau telah banyak media
pembelajaran namun karena kurangnya pengetahuan guru dalam mengoprasikan peralatan/media
belajar membuat guru kesulitan dalam belajar.Metode yang digunakan selama ini kurang dapat
menyentuh pada pembelajaran yang memang diperlukan anak-anak, dimana anak belajar terlihat
apatis, bosan, dan tidak bersemangat.Sadiman (2012: 7) berpendapat bahwa media adalah segala
sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat
merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat serta perhatian siswa sedemikian rupa sehingga
proses belajar terjadi. Berdasarkan batasan mengenai media di atas, maka dapat dikatakan bahwa
media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat dipergunakan untuk merangsang pikiran,
perasaan, perhatian dan kemampuan atau ketrampilan pebelajar sehingga dapat mendorong terjadinya
proses belajar.
Berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti pada siswa kelas III SDN Ngaglik 04
Kecamatan Batu, diperoleh informasi bahwa penguasaan konsep dan pemahaman meteri penghematan
energi mata pelajaran IPA pada siswa kelas III SDN Ngaglik 04 masih rendah karena belum mencapai
KKM (Kriteia Ketuntasan Minimal). KKM untuk mata pelajaran IPA KELAS III SDN Ngaglik 04
adalah 7,00. Dari 23 siswa yang ada hanya 10 siswa atau 43 % yang memenuhi KKM. Keadaan ini
diduga disebabkan oleh ketidak efektifan pengelolaan pembelajaran yang dilakukan guru. guru belum
menggunakan metode dan strategi pembelajaran yang tepat bagi peserta didik, sehingga berdampak
kurangnya minat bulajar siswa terhadap proses pembelajaran yang dilakukan. Kurang minatnya siswa
dalam pembelajaran IPA juga dipengaruhi oleh kurang menariknya media pembelajaran yang
digunakan dalam proses pembelajaran.
Metode
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu penelitian dengan ciri-ciri (1)
mempunyai latar alamiah sebagai sumber data langsung yakni situasi kelas penelitian bersifat wajar
sebagaimana adanya tanpa dimanipulasi; (2) lebih mementingkan proses daripada hasil karena hal-hal
yang diteliti akan terlihat jelas dalam proses; (3) analisis data secara mendalam; (4) merupakan hal
yang esensial karena perhatian peneliti terpusat pada siswa
Pendekatan kualitatif dalam penelitian ini digunakan untuk menelusuri dan mendapatkan
gambaran secara jelas tentang fenomena yang tampak selama pembelajaran berlangsung. Fenomena
yang dimaksud adalah situasi kelas dan perilaku siswa yang berkaitan dengan kemampuan bekerja
ilmiah selama proses pembelajaran.
Jenis penelitian yang dilaksanakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action
Research) yaitu suatu proses yang dinamis dimana keempat aspek yaitu: perencanaan, tindakan,
observasi, dan refleksi harus dipahami bukan sebagi langkah-langkah yang statis, terselesaikan
dengan sendirinya, tetapi lebih merupakan momen-momen dalam bentuk spiral yang menyangkut
perencanaan, tindakan, pengamatan,dan refleksi (Kemmis & Mc Taggart, 1993).. Dalam hal ini
Penelitian tindakan bukan berarti penelitian yang dilanjutkan dengan tindakan atau kegiatan tindakan
yang diikuti oleh penelitian, melainkan tindakan sambil meneliti atau meneliti sambil bertindak.
Penelitian Tindakan Kelas dapat diartikan sebagai penelitian tindakan yang dilakukan di kelas dengan
tujuan memperbaiki/meningkatkan mutu praktik pembelajaran (Arikunto, 2003:3). Untuk
meningkatkan penguasaan materi pembelajaran Pendidikan IPA materi penghematan energi, maka
dilaksanakan perbaikan dengan membimbing siswa yang kesulitan dalam mengerjakan soal,
memotivasi keaktifan siswa dengan menggunakan alat peraga yang sesuai dengan kebutuhan.
Tahap pelaksanaan pembelajaran dilakukan di kelas III SDN Ngaglik 04 Kota Batu dengan
jumlah siswa 23 orang, yang terdiri dari 11 laki-laki dan 12 perempuan mulai bulan Februari sampai
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
620
Maret 2016. Dalam pelaksanaan pembelajaran sekaligus dilakukan observasi yang dibantu oleh teman
sejawat.
Penelitian tindakan kelas ini dilakukan dalam dua siklus, masing-masing siklus terdiri dari 2
pertemuan (@ 2 jam pelajaran x 35 menit). Siklus pertama dilakukan pada tanggal 19 Februari 2016
dan siklus kedua dilakukan pada tanggal 11 Maret 2016. Setiap akhir siklus dilakukan refleksi, untuk
mengevaluasi pelaksanaan pembelajaran dan memperbaikinya untuk siklus berikutnya.Dalam
penelitian ini peneliti terlibat secara langsung mulai dari awal sampai berakhirnya penelitian.
Penelitian ini mengacu pada konteks (tempat) penelitian. Oleh karena penelitian dilaksanakan di
dalam konteks kelas dan bertujuan memperbaiki praktik pembelajaran di kelas. Pelaksanaan
penelitian berlangsung dalam dua siklus yang masing-masing siklus terdiri dari perencanaan tindakan,
pelaksanaan tindakan, pengamatan dan refleksi. Siklus penelitian tindakan kelas tersebut dapat
digambarkan pada Gambar.1.
Penulis selaku peneliti melakukan perbaikan pembelajaran melalui penelitian tindakan kelas
melalui penggunaan media yang sesuai, sehingga membuat anak berminat dalam pembelajaran IPA.
Sebagai bentuk kepedulian terhadap prestasi siswa.pelaksanaan perbaikan pembelajaran dilakukan
dalam 2 siklus.
Hasil Dan Pembahasan
Dalam tahap perencanaan, pertama kali yang harus dilakukan adalah penyusunan Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Dalam penelitian ini,RPP dikembangkan berdasarkan Standar
Kompetensi 4, “Memahami berbagai cara gerak benda, hubungannya dengan energi dan sumber
energi”. Dengan Kompetensi Dasar ”Menerapkan cara menghemat energi dalam kehidupan sehari-
hari”. Kemudian dari standar kompetensi dan kompetensi dasar dikembangkan menjadi indikator-
indikator, antara lain 1) Siswa dapat menjelaskan pentingnya menghemat energi; 2) Siswa dapat
memberi contoh cara menghemat energi di lingkungan rumah, 3) Siswa dapat menerapkan cara
menghemat energi di sekolah; 4) Siswa dapat menyebutkan cara menghemat energi dalam kehidupan
sehari-hari.
Perencanaan
Refleksi Pelaksanaan
Perencanaan
Pengamatan
Pengamatan
Refleksi Pelaksanaan
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
621
Sesuai nengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang telah dibuat, peneliti
melaksanakan pembelajaran terbagi dalam tiga kegiatan, yaitu kegiatan awal, kegiatan inti, dan
kegiatan penutup.
Dalam kegiatan inti proses pembelajaran terbagi menjadi tiga macam, yaitu kegiatan
eksploraso, kegiatan kolaborasi, dan kegiatan konfirmasi.Dalam kegiatan eksplorasi, kegiatan yang
dilakukan antara lain : 1) Mengamati video pentingnya menghemat energi; 2) Siswa mencatat hal
penting tentang hemat energi; 3) Siswa memberikan contoh cara penghematan energi di rumah; 4)
Guru menaggapi pendapat siswa; 5) Siswa mencatat beberapa cara penghematan energi di rumah.
Dalam kegiatan elaborasi, kegiatan yang dilakukan antara lain : 1) memfasilitasi peserta didik melalui
pemberian tugas, diskusi untuk memunculkan gagasan baru baik secara lisan maupun tertulis; 2)
memberi kesempatan untuk berpikir, menganalisis, berdiskusi kelompok, dan tanpa rasa takut; 3)
memfasilitasi peserta didik dalam pembelajaran kooperatif dan kolaboratif; 4) memfasilitasi peserta
didik membuat laporan eksplorasi yang dilakukan baik lisan maupun tertulis, secara individual
maupun kelompok. Dan pada kegiatan konfirmasi, kegiatan yang dilakukan antara lain : 1) bertanya
jawab tentang hal-hal yang belum diketahui siswa; 2) Guru bersama siswa bertanya jawab meluruskan
kesalahan pemahaman, memberikan penguatan dan penyimpulan.
Pengamatan/ Pengumpulan data
Dalam tahap ini peneliti melakukan pengamatan dengan menggunakan Lembar Kerja Siswa
(LKS) sebagai bahan evaluasi. Dengan menggunakan teknik tes untuk mengukur hasil belajar berupa
tes lisan, dan tes tertulis serta berupa non tes yaitu melalui pengamatan terhadap perilaku siswa
selama pembelajaran. Dalam proses pembelajaran untuk mempermudah kegiatan iswa mengerjakan
LKS yang disediakan guru dan mengerjakan beberapa pertanyaan berupa soal uraian, dan berdiskusi
secara kelompok mengerjakan lembar pengamatan.
Berdasarkan hasil pengamatan dari teman sejawat mengenai rancangan proses perbaikan
pembelajarran, ditemukan beberapa kelemahan pada rencana perbaikan pembelajaran pada siklus
pertama ,yaitu :
a. Karena terlalu asyik menikmati video yang ditampilkan sehingga menyebabkan siswa lupa untuk
mencatat hal-hal penting yang terdapat dalam video yang diputar;
b. Guru tidak menyampaikan prosedur pengerjaan tugas kelompok yang seharusnya disampaikan
dahulu sebelum siswa mengerjakan tugas kelompoknya.
c. Penggunaan media video hanya memotivasi siswa untuk melihat videonya tetapi tidak pada isi
sehingga pesan yang ada dalamnya kurang dapat tersampaikan, sehingga penggunaan media video
dinilai kurang efektif
d. Dalam diskusi kelompok tidak dapat dapat berjalan dengan efektif karena sebagian siswa lebih
sibuk menceritakan apa yang ada dalam video, daripada mengerjakan tugas yang telah diberikan
Berdasarkan refleksi siklus I, hal yang perlu diperbaiki adalah media pembelajaran yang
digunakan dirubah agar proses pembelajaran dapat berjalan lebih efektif. Dalam tahap perencanaan,
pertama kali yang harus dilakukan adalah penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).
Dalam siklus II penelitian ini,RPP dikembangkan tetap berdasarkan Standar Kompetensi dan
Kompetensi Dasar yang sama dengan siklus I
Sesuai nengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang telah dibuat, peneliti
melaksanakan pembelajaran terbagi dalam tiga kegiatan, yaitu kegiatan awal, kegiatan inti, dan
kegiatan penutup.
Dalam kegiatan inti proses pembelajaran terbagi menjadi tiga macam, yaitu kegiatan
eksploraso, kegiatan kolaborasi, dan kegiatan konfirmasi.Dalam kegiatan eksplorasi, kegiatan yang
dilakukan antara lain :
Dengan bimbingan guru, siswa menutup semua jendela dengan kain hitam
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
622
G : “dengan ditutup semua jendela, kita ibaratkan ini adalah malam hari. Nah, anak anak ketika
malam hari seperti ini energi apakah yang kita butuhkan untuk melihat benda di sekitar kita ?
S : cahaya
G : apa saja yang bisa digunakan sebagai sumber energi cahaya di malam hari
S : “senter…”.
S : “lilin…”.
S : “lampu…”.
G : nah, sekarang bapak bisa minta tolong menyalakan lampunya ?
S : bisa pak. (salah satu siswa menghidupkan lampu dengan menekan saklar).......
G : ”Nah sekarang kita ibaratkan lagi kita berada di rumah, tepatnya didalam ruangan yang tertutup
pada waktu siang hari. Dalam kondisi seperti ini apa yang kalian lakukan untuk menghemat
energi?”
S : ”buka pintunya pak”
S : ”buka jendelanya pak”
S : ”buka selambunya pak”
G : ”nah sekarang kita coba, apakah dengan membuka pintu, jendela, dan tirainya kita bisa
menghemat energi?”
Beberapa siswa membuka pintu, dan tirai yang menutup jendela.
G : ”dalam kondisi seperti sekarang ini, apakah kita sudah menghemat energi?”
S : ”beluuum”
G : ” kenapa kok belum?”
S : ”karena lampunya masih nyala pak”
(kemudian siswa mematikan lampunya)
Karena kondisi ruangan yang kurang begitu terang kemudian Guru bertanya
G : ”dari beberapa alat yang telah di sediakan, bagaimana kita bisa membuat ruangan ini lebih terang
tanpa harus menggunakan energi listrik?”
S : memasang kain putih dan memberikan alumunium foil
Dalam kegiatan elaborasi, kegiatan yang dilakukan antara lain : 1) memfasilitasi peserta didik melalui
pemberian tugas, diskusi untuk memunculkan gagasan baru baik secara lisan maupun tertulis; 2)
memberi kesempatan untuk berpikir, menganalisis, berdiskusi kelompok, dan tanpa rasa takut; 3)
memfasilitasi peserta didik dalam pembelajaran kooperatif dan kolaboratif; 4) memfasilitasi peserta
didik membuat laporan eksplorasi yang dilakukan baik lisan maupun tertulis, secara individual
maupun kelompok. Dan pada kegiatan konfirmasi, kegiatan yang dilakukan antara lain : 1) bertanya
jawab tentang hal-hal yang belum diketahui siswa; 2) Guru bersama siswa bertanya jawab meluruskan
kesalahan pemahaman, memberikan penguatan dan penyimpulan
Pengamatan/ Pengumpulan data
Dalam tahap ini peneliti melakukan pengamatan dengan menggunakan Lembar Kerja Siswa
(LKS) sebagai bahan evaluasi. Dengan menggunakan teknik tes untuk mengukur hasil belajar berupa
tes lisan, dan tes tertulis serta berupa non tes yaitu melalui pengamatan terhadap perilaku siswa
selama pembelajaran. Dalam proses pembelajaran untuk mempermudah kegiatan iswa mengerjakan
LKS yang disediakan guru dan mengerjakan beberapa pertanyaan berupa soal uraian, dan berdiskusi
secara kelompok mengerjakan lembar pengamatan.
Ketuntasan Hasil belajar siswa
Melalui hasil pengamatan ini menunjukkan bahwa penggunaan metode kooperatif berbantuan
media memiliki dampak positif dalam meningkatkan minat belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari
semakin mantapnya pemahaman siswa terhadap materi yang disampaikan guru (ketuntasan belajar
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
623
meningkat dari siklus I dan II) yaitu masing-masing 66,09 dan 75,22 Ketuntasan belajar siswa secara
klasikal telah tercapai. Hasil penelitian dapat dirangkum dalam tabel berikut :
Tabel 1. Hasil belajar siswa pada siklus I dan siklus II
Siklus Prosentase siswa yang tuntas Prosentase siswa yang tidak
tuntas
Siklus I 61 % 39 %
Siklus II 82 % 18 %
Gambar 1. Grafik presentase ketuntasan siklus I dan siklus II
Aktifitas Guru Dan Siswa Dalam Pembelajaran
Gambar 2. Proses pembelajaran siklus I
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
siklus I siklus II
prsentasesiswa tuntas
presentasesiswa tidaktuntas
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
624
Gambar 2. Proses pembelajaran siklus II
Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses pembelajaran IPA tentang
“Penghematan Energi” dengan penggunaan metode kooperatif berbantuan media yang paling
dominan adalah diskusi antar siswa, antar siswa dengan guru, serta aktifitas siswa dalam
“memanipulasi” media yang digunakan dalam proses pembelajaran. Siswa sangat dalam diskusi baik
itu antar siswa, antara siswa dengan guru, serta keaktifan siswa dalam proses pembelajaran juga
menunjukan motivasi yang tinggi.
Kesimpulan dan Saran
Dari hasil kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan selama Dua siklus, dan berdasarkan
seluruh pembahasan serta analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut: (1).
Pembelajaran dengan menggunakan metode kooperatif dapat meningkatkan minat belajar siswa yang
ditandai dengan peningkatan persentase ketuntasan belajar siswa dalam setiap siklus, yaitu pada siklus
I dengan 61% dan pada siklus II 82%; (2). Penggunaan media yang tepat dapat meningkatkan
motivasi belajar siswa yang ditunjukkan dengan rata-rata jawaban siswa hasil pengamatan yang
menunjukkan partisipasi aktif siswa selama proses pembelajaran dan wawancara yang menyatakan
bahwa siswa merasa senang dengan penggunaan metode kooperatif berbantuan media sehingga
mereka lebih termotivasi untuk belajar.
Dari hasil penelitian yang diperoleh dari uraian sebelumnya agar proses belajar mengajar IPA
lebih efektif dan lebih memberikan hasil yang optimal bagi siswa , maka perlu disampaikan saran
sebagai berikut: (1). Dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa khususnya pelajaran IPA,
guru hendaknya dapat memilih media pembelajaran yang sesuai yang sesuai, sehingga nantinya siswa
mudah untuk memahami materi, menemukan pengetahuan baru, memperoleh ketrampilan, sehingga
siswa berhasil atau mampu memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya. (2). Perlu adanya
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
625
penelitian yang lebi lanjut, karena hasil penelitian ini hanya dilakukan di kelas III SDN NGAGLIK 04
Batu Tahun Pembelajaran 2015-2016.
Daftar Rujukan
Depdiknas. 2006. Permendiknas RI No 22 tahun 2006 Tentang Standar Isi. Jakarta:Depdiknas
Depdiknas. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Mata Pelajaran IPA SD, Jakarta:
Depdiknas.Haryanto, 2007. Sains untuk SD kelas V. Jakarta : Erlangga
Nafsri,Luluk. 2014. Penerapan Strategi Smaal Group Discussion untuk Meningkatkan Hasil Belajar
IPA siswa Kelas IVB Tanah Grogot j Teqip Tahun V nomer 1, Mei, (hal 55-61)
Zubaidah, Siti, Mahanal, Susriyati, dan Yuliati, Lia. 2013. Ragam Model Pembelajaran IPA Sekolah
Dasar. Malang: universitas Negeri Malang
Marwan,2015. Pengembangan Perangkat Pembelajaran IPA Melalui Pendekatan Inkuiri Dengan
Model Kooperatif Untuk Melatihkan Keterampilan Proses Sains Dan Keterampilan Sosial
Pada Siswa Sekolah Dasar, Prosiding Seminar Teqip 2015, Okober, (hal 594 – 605)
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
626
PENGEMBANGAN MEDIA SEDERHANA UNTUK MENINGKATKAN
PEMAHAMAN KONSEP PESAWAT SEDERHANA
PADA SISWA KELAS VC SDN PENDEM 01
Nanik Endarwati, S.Pd
Sekolah DasarNegeri Pendem 01
Email: [email protected]
Abstrak: Penelitian pengembangan ini bertujuan mengembangkan media pembelajaran
sederhana untuk materi pesawat sederhana dengan memanfaatkan bahan limbah (bekas)
yang melibatkan siswa dalam proses pembuatannya. Dari kegiatan ini diharapkan proses
pembelajaran akan lebih menarik apabila peserta didik turut aktif dalam pembuatan media
tersebut sehingga tercapai pemahaman yang baik tentang konsep pesawat sederhana, serta
meningkatkan kreativitas dan juga sikap kepedulian terhadap lingkungan. Pengembangan
media pembelajaran ini dilakukan dengan model 4-D. Secara singkat, tahapan dalam
penelitian ini antara lain Define (Pendefinisian), Design (Perancangan), dan Develop
(Pengembangan), Desimination (desiminasi). Pada tahap pendefinisian diperoleh informasi
tentang kebutuhan yang ada di lapangan untuk membantu mengembangkan media
pembelajaran sebelumnnya. Tahap Perencanaan dilakukan dengan merancang prototipe
produk pengembangan. Prototipe diartikan sebagai rancangan awal yang merupakan bentuk
dasar dari produk pengembangan. Selanjutnya pada tahap pengembangan dilakukan
modifikasi prototipe produk yang dilakukan dengan melakukan evaluasi dan revisi sebelum
menjadi produk yang efektif. Tahap desiminasi dilakukan uji coba terbatas pada siswa kelas
VC SDN Pendem 01.
Objek dalam penelitian ini adalah media pesawat sederhana. Subjek dalam penelitian ini
dibagi menjadi dua yaitu subjek untuk validasi media dan pemahaman konsep materi serta
subjek untuk uji coba terbatas. Validasi media dan pemaman konsep materi dilakukan oleh
2 guru kelas VA dan VB. Sedangkan uji coba terbatas dilakukan pada siswa kelas V-C
SDN Pendem 01 yang terdiri dari 31 siswa. Uji coba I dilaksanakan pada tanggal 16
Februari 2016 untuk mengetahui kevalidan, kepraktisan dan keefektifan media. Uji coba 2
dilakukan pada tanggal 1 Maret 2016 untuk mengetahui kevalidan, kepraktisan dan
keefektifan media setelah dilakukan perbaikan.
Hasil Uji Coba I menunjukkan kevalidan media 3,30 dan pemahaman konsep 3,25
dan keefektifan 79,4. Pada Uji Coba II kevalidan media meningkat menjadi 3,95 dan
pemahaman konsep 3,90 dan keefektifan 81,9. Sedangkan dari uji kepraktisan yang
diperoleh dari angket siswa, media pesawat sederhana cukup praktis untuk digunakan
setelah diadakan perbaikan pada uji coba II.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa media sederhana materi pesawat
sederhana yang telah dikembangkan layak digunakan untuk siswa kelas V SDN
Pendemdem 01.
Kata Kunci: Media pembelajaran, pemahaman konsep, pesawat sedehana.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 1
angka 1 menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara
(DIKNAS, 2013). Proses Pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif,
inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta
memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat,
minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
Sesuai dengan Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi, maka beberapa prinsip
pembelajaran yang digunakan adalah dari peserta didik diberi tahu menuju peserta didik mencari
tahu. Dari guru sebagai satu-satunya sumber belajar menjadi belajar berbasis aneka sumber
belajar; dari pembelajaran verbalisme menuju keterampilan aplikatif.
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
627
Upaya mengimplementasikan teori belajar konstruktivisme, mengajukan beberapa saran
yang berkaitan dengan rancangan pembelajaran sebagai berikut : 1) Memberikan kesempatan
kepada siswa untuk mengemukakan pendapatnya dengan bahas sendiri. 2) Memberi kesempatan
kepada siswa untuk berpikir tentang pengalamannya sehingga menjadi lebih kreatif dan
imajinatif. 3) Memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru. 4. Memberi
pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa. 5) Mendorong siswa
untuk memikirkan perubahan gagasan mereka. 6. Menciptakan lingkungan belajar yang kondusif
(Tytler, 1996: 20). Dalam pembelajaran IPA seharusnya memberi kesempatan maksimal kepada
siswa untuk mengembangkan kreatifitasnya, untuk mengemukakan pendapatnya atau berpikir
tentang pengalamannya, mencoba gagasan baru serta mendorong siswa untuk memikirkan
perubahan gagasan mereka. Untuk mencapai hal tersebut di atas maka dibutuhkan ketrampilan
proses yang baik oleh seorang guru. Guru akan selalu membutuhkan alat bantu berupa media
pembelajaran untuk menanamkan pemahaman yang baik kepada siswa. Tidak jarang guru juga
melibatkan siswa untuk pengadaan media tersebut sehingga menambah pemahaman dan memacu
kreativitas peserta didik.
Dari hasil studi awal di lapangan, guru menyampaikan konsep tanpa disertai pemahaman
yang cukup, demikian pula dengan media yang digunakan kurang menarik. Media yang
disampaikan seringkali kurang dipamami oleh siswa karena guru jarang melibatkan siswa dalam
penyedian media tersebut. Guru kurang memberikan kesempatan pada siswa untuk
mengembangkan kreativitasnya. Siswa kurang terbiasa menggunakan daya nalarnya, tetapi justru
terbiasa dengan cara menghafal. Siswa akan terpaku pada buku sumber saja sehingga kurang bisa
mengaplikasikan konsep tersebut pada kehidupan sehari-hari. Ketrampilan proses kurang nampak
dalam pembelajaran di sekolah dengan alasan untuk mengejar target kurikulum. Karena
pemahaman konsep yang tidak cukup siswa seringkali mendapatkan nilai di bawah KKM. Hasil
ulangan harian dari 31 siswa yang ada di kelas, hanya 18 siswa yang mendapatkan nilai di atas 67.
Berdasarkan kondisi di atas, dipandang perlu adanya perbaikan terhadap proses pembelajaran di
kelas.
Penelitian dan pengembangan ini bertujuan mengembangkan media pembelajaran
sederhana memanfaatkan bahan limbah (bekas) untuk membuat pesawat sederhana dengan
melibatkan siswa dalam proses pembuatannya. Dari kegiatan ini diharapkan proses pembelajaran
akan lebih menarik apabila peserta didik turut aktif dalam pembuatan media tersebut sehingga
tercapai pemahaman yang baik tentang konsep pesawat sederhana, serta meningkatkan kreativitas
dan juga sikap kepedulian terhadap lingkungan.
Metodologi
Jenis penelitian ini adalah penelitian pengembangan. Menurut Gay (1990), penelitian
pengembangan merupakan suatu usaha untuk mengembangkan suatu produk yang efektif untuk
digunakan sekolah, dan bukan untuk menguji teori. Penelitian ini mengembangkan media pesawat
sederhana yang terdiri dari pengungkit (pengungkit jenis I, II, III), bidang miring, katrol (katrol
tetap dan katrol bebas) dan roda berporos. Penelitian ini dilaksanakan di SDN Pendem 01,
Kecamatan Junrejo, Kota Batu pada semester II tahun pelajaran 2015/2016 selama 5 minggu yang
dimulai 9 Februari 2016 sampai 13 Maret Februari 2016. Objek dalam penelitian ini adalah media
pesawat sederhana. Subjek dalam penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu subjek untuk validasi
media dan pemahaman konsep materi serta subjek untuk uji coba terbatas. Validasi media dan
pemaman konsep materi dilakukan oleh 2 guru kelas VA dan VB. Sedangkan uji coba terbatas
dilakukan pada siswa kelas V-C SDN Pendem 01 yang terdiri dari 31 siswa. Uji coba I
dilaksanakan pada tanggal 16 Februari 2016 untuk mengetahui kevalidan, kepraktisan dan
keefektifan media. Uji coba 2 dilakukan pada tanggal 1 Maret 2016 untuk mengetahui kevalidan,
kepraktisan dan keefektifan media setelah dilakukan perbaikan.
Prosedur pengembangan yang dilakukan merujuk pada model pengembangan 4-D yang
dikemukakan oleh Thiagarajan, semmel dan semmel (Trianto, 2009) yang meliputi 4 tahap, yaitu
define, design, develop, dan disseminate. Penelitian ini menggunakan pendekatan 4D yaitu Define
(pendefinisian), Design (Perancangan), Develop (Pengembangan) dan Disseminate (desiminasi).
Pada tahap pendefinisian diperoleh informasi tentang kebutuhan yang ada di lapangan untuk
membantu mengembangkan media pembelajaran sebelumnnya. Tahap Perencanaan dilakukan
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
628
dengan merancang prototipe produk pengembangan. Prototipe diartikan sebagai rancangan awal
yang merupakan bentuk dasar dari produk pengembangan. Selanjutnya pada tahap pengembangan
dilakukan modifikasi prototipe produk yang dilakukan dengan melakukan evaluasi dan revisi
sebelum menjadi produk yang efektif. Tahap desiminasi dilakukan uji coba terbatas pada siswa
kelas VC SDN Pendem 01.
Validasi media dan penanaman konsep materi dilakukan oleh 2 guru kelas VA dan VB. Untuk
mengukur tingkat kevalidan produk pengembangan, digunakan teknik analisis perhitungan nilai
rata-rata. Penentuan teknik analisis nilai rata-rata berdasarkan pada pendapat dari Arikunto (2002:
216) yang menyatakan bahwa: ”untuk mengetahui peringkat nilai akhir untuk butir yang
bersangkutan, jumlah nilah tersebut harus dibagi dengan banyaknya responden yang menjawab
angket tersebut”. Rumus untuk menghitung nilai rata-rata adalah sebagai berikut:
= ∑
Keterangan:
X = Nilai rata-rata ∑ = Jumlah total nilai jawaban dari validator
N = Jumlah validator
Pada penelitian ini, dimana 1 sebagai skor terendah dan 5 sebagai skor tertinggi.
Penentuan rentang dapat diketahui melalui rentang skor tertinggi dikurangi skor terendah dibagi
dengan skor tertinggi. Berdasarkan penentuan rentang tersebut diperoleh rentang 0,8. Adapun
kriteria validitas analisis rata-rata yang digunakan dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 1. Rata-rata Kriteria validasi
Rata-rata Kriteria Validasi
4,2 ≤ x ≤ 5 Sangat Valid/ dapat digunakan tanpa revisi
3,4 ≤ x < 4,2 Valid/ dapat digunakan tanpa revisi
2,6 ≤ x < 3,4 Cukup Valid/ dapat digunakan dengan sedikit revisi
1,8 ≤ x < 2,6 Kurang valid/ dapat digunakan dengan banyak revisi
1 ≤ x < 1,8 Tidak valid/ revisi total, belum dapat digunakan
Selanjutnya, uji kepraktisan dilaksanakan kepada 31 siswa kelas V-C, dengan tujuan
untuk menguji tingkat kepraktisan produk pengembangan. Instrumen yang digunakan untuk
mengetahui tingkat kepraktisan produk pengembangan ini adalah angket.
Uji keefektifan dilaksanakan kepada siswa 31 siswa kelas V-C. Uji keefektifan ini
bertujuan untuk menguji apakah produk pengembangan sudah efektif. Untuk mengukur tingkat
keefektifan produk pengembangan, dilihat dari perbandingan hasil tes siswa dari uji coba I dan II.
Jika perolehan rata-rata hasil evaluasi belajar ≥ 67, maka diasumsikan media yang digunakan
telah berhasil meningkatkan pemahaman konsep siswa.
Hasil Penelitian Dan Pembahasan
1. Hasil Validasi Media
Setelah pelaksanaan uji coba I dan II, hasil validasi media dari dua guru kelas VA dan VB
diuraikan dalam tabel 3 (terlampir) sebagai berikut:
Hasil rata-rata dari validasi media pada uji coba I adalah 3,30. Hal ini menunjukkan
bahwa media sederhana yang dibuat adalah cukup valid atau dapat digunakan dengan sedikit
revisi. Untuk hasil lebih maksimal diadakan perbaikan pada uji coba II yaitu perbaikan pada
bahan media pengungkit jenis I. Pada lengan kuasa dan lengan beban dari bahan sedotan diganti
dengan batang bambu agar bisa menahan beban yang berat. Pada Pengungkit II dan III dilakukan
perbaikan pada benang dan klip pada dinamometer buatan. Selanjutnya dilakukan perbaikan pada
tempat untuk meletakkan beban sehingga beban tidak mudah keluar. Perbaikan media juga
dilakukan pada katrol tetap dan katrol bebas, dimana bahan benang yang digunakan diganti
dengan benang yang lebih besar sehingga memudahkan dalam pengoperasian. Selain itu, pada uji
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
629
coba II ini diadakan perbaikan tampilan media sehingga lebih menarik siswa. Hasil validasi media
pada uji coba II adalah 3,95.
Gambar 1. Hasil Validasi Media
Berdasarkan grafik di atas menunjukkan bahwa validasi media pada uji coba I adalah 3,30
dan uji coba II adalah 3,95. Hal ini menunjukkan bahwa media sederhana yang digunakan adalah
valid atau dapat digunakan tanpa revisi.
Setelah diadakan validasi media, selanjutnya dilaksanakan validasi materi yaitu tentang
pemahaman konsep siswa selama pembelajaran berlangsung dengan menggunakan pengembanga
media pesawat sederhana. Hasil validasi pemahaman konsep diuraikan dalam tabel 4 (terlampir)
sebagai berikut :
Pada uji coba I diperoleh hasil 3,25. Hal ini menunjukkan bahwa media sederhana yang
dibuat adalah cukup valid atau dapat digunakan dengan sedikit revisi. Seperti dijelaskan pada uji
validasi media pada uji coba I, media yang dibuat masih sedikit ditemukan kelemahan khususnya
pada pengungkit dan katrol. Hal ini mempengaruhi pemahaman konsep yang diperoleh siswa.
Selanjutnya pada uji coba II dilakukan perbaikan media sehingga diperoleh peningkatan hasil
menjadi 3,90.
Gambar 2. Hasil Validasi Pemahaman Konsep Siswa
Berdasarkan gambar 2 dapat dikatakan bahwa penggunaan media sederhana dalam pembelajaran
materi pesawat sederhana dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa. Hal ini dibuktikan
adanya peningkatan nilai rata-rata dari uji coba I yaitu 3,25 meningkat menjadi 3,90 pada uji
coba II. Hasil nila rata-rata tersebut menunjukkan bahwa media sederhana yang dibuat itu adalah
valid atau dapat digunakan dengan tanpa revisi.
2,5
3
3,5
4
uji coba I uji coba II
valid
asi m
ed
ia
Validasi media
2,8
3
3,2
3,4
3,6
3,8
4
Uji coba I Uji coba II
Validasi pemahaman konsep
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
630
2. Hasil Uji Kepraktisan
Hasil uji kepraktisan diperoleh dari hasil angket dari 31 siswa kelas V-C, dengan
tujuan untuk menguji tingkat kepraktisan produk pengembangan. Dari hasil angket diperoleh hasil
sebagai berikut:
- Siswa mudah untuk mendapatkan bahan yang digunakan untuk membuat media pesawat
sederhana. Hal ini karena, bahan – bahan tersebut berasal dari bahan limbah (bekas) yang mudah
dijumpai dalam kehidupan sehari.
- Media yang digunakan ramah linggkungan karena siswa menggunakan limbah bekas sebagai
bahan dasar pembuatan media
- Media yang digunakan cukup aman untuk digunakan.
- Siswa merasa mudah untuk membuat media pesawat sederhana karena pembuatannya cukup
sederhana
- Karena pembuatannya cukup sederhana, siswa hanya membutuhkan waktu yang tidak lama untuk
pembuatan media. Pembuatan media dilakukan dalam satu kelompok. Kelompok masing –
masing terdiri dari 5- 6 siswa. Masing –masing siswa mendapatkan tugas untuk membuat salah
satu media dari keenam pesawat sederhana.
- Media yang digunakan mudah untuk dioperasikan setelah diadakan perbaikan pada uji coba II
- Media yang digunakan cukup praktis dari segi kemudahan untuk dipindahkan dan ukuran
- Media yang digunakan cukup menarik dari segi bentik dan warna selah diaadakan perbaikan
pada uji coba II
-
3. Hasil Uji Keefektifan Media
Hasil uji kefektifan diperoleh dari hasil tes tulis uji coba I dan II. Masing-masing uji coba
terdiri dari 2 pertemuan. Masing-masing pertemuan terdapat pre test dan post tes. Hasil uji
kefektifan media dapat diuraikan pada tabel 6 (terlampir) sebagai berikut:
Pada pra uji coba diperoleh hasil 66,6 sedangkan KKM yang harus dicapai adalah 67,0. Pada pra uji
coba ini guru memberikan tes sebelum menggunakan media pesawat sederhana. Selanjutnya pada
uji coba I penggunaan media, diperoleh peningkatan hasil menjadi 79,4. Setelah diadakan
perbaikan media pada uji coba II diperoleh hasil 81,9.
Gambar 4. Hasil Pemahaman Konsep Siswa (Tes Tulis)
Berdasarkan gambar 4 dapat disimpulkan bahwa media sederhana yang digunakan bisa
meningkatkan pemahaman konsep siswa tentang pesawat sederhana. Hal ini dibuktikan
peningkatan dari hasil tes pada tiap uji coba.
0
20
40
60
80
100
Pra ujicoba
Uji coba I Uji coba II
Pemahaman konsep siswa
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
631
Hasil Revisi Media
NO UJI COBA I UJI COBA II
1. Pengungkit Jenis I :
- Bahan sedotan yang diapakai
untuk lengan beban dan lengan
kuasa terlalu lentur sehingga
tidak bisa menahan beban
yang berat
- Bahan karton yang digunakan
terlalu tipis sehingga tidak bisa
menahan beban dengan baik
khususnya untuk karton yang
berada pada titik tumpu
- Bentuk tempat untuk
meletakkan beban kurang tepat
sehingga beban mudah keluar
dari tempatnya
- Warna media yang digunakan
kurang menarik
- Bahan sedotan untuk lengan
beban dan lengan kuasa
diganti dengan batang bambu
sehingga bisa menahan beban
yang berat
- Bahan karton diganti dengan
karton yang lebih keras yaitu
dari bahan kardus makanan
bekas sehingga bisa menopang
beban
- Bentuk tempat dibentuk kotak
sehingga beban tidak mudah
keluar dari tempatnya
- Pengungkit buatan sudah
diberikan warna yang lebih
menarik
2 Pengungkit jenis II dan III
- Pada lengan beban dan lengan
- Pada lengan beban dan lengan
kuasa diberikan sekatdengan
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
632
kuasa tidak ada sekat sehingga
beban dan kuasa yang
diberikan dari klip pada
dinamometer buatan selalu
bergeser
- Klip yang digunakan pada
dinamometer buatan terlalu
kecil sehingga mudah terlepas
- Tampilan warna media kurang
menarik
menggunakan karet, sehingga
beban dan kuasa yang
diberikan tidak bergeser
- Digunakan klip yang lebih
besar sehingga dinamometer
buatan tidak mudah terlepas
dari lengan beban dan lengan
kuasa
- Pemberian warna pada media
sehingga tampilannya lebih
menarik
3 Bidang miring
- Warna kurang menarik
- Pemberian warna media
membuat tampilan lebih
menarik
4 Katrol tetap
- Benang yang digunakan terlalu
kecil sehingga agak sulit
dalam pengoperasian
- Tampilan warna media kurang
menarik
- Benang yang digunakan sudah
lebih besar sehingga
memudahkan dalam
pengoperasian
- Tampilan warna lebih menarik
5 Katrol Bebas
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
633
- Benang yang digunakan terlalu
kecil sehingga agak sulit
dalam pengoperasian
- Tampilan dan warna kurang
menarik
- Benang yang digunakan sudah
lebih besar sehingga
memudahkan dalam
pengoperasian
- Tampilan dan warna lebih
menarik. Sebagai alternative
lain, juga bisa digunakan yoyo
bekas sebagai katrolnya
6. Roda Berporos
-
- Tampilan dan warna kurang
menarik
- Tampilan dan warna lebih
menarik
Simpulan Dan Saran
Kesimpulan yang dapat diambil dari pengembangan media pembelajaran media sederhana
materi pesawat sederhana ini adalah media sederhana materi pesawat sederhana yang telah
dikembangkan layak digunakan. Hal ini karena penilaian dari para validator dan nilai tes siswa
serta hasil observasi kegiatan siswa menunjukkan tanggapan yang positif. Dengan produk media
sederhana materi pesawat sederhana yang telah dikembangkan, diharapkan siswa dapat lebih
memahami konsep dengan baik, kreatif dan juga memiliki sikap kepedulian terhadap lingkungan.
Beberapa saran sebagai masukan untuk perkembangan selanjutnya yang dapat disampaikan,
antara lain: guru dapat memanfaatkan media pesawat sederhana yang telah dikembangkan ini
untuk memberikan alternatif media untuk pengajaran materi pesawat sederhana, guru bisa
membuat media sederhana dengan pemanfaatan limbah untuk materi lain.
Daftar Rujukan
Arikunto, Suharsimi. 2002. Metodologi Penelitan. Penerbit PT. Rineka Cipta. Jakarta.
Gay, L.R. (1991). Educational Evaluation and Measurement; Competencies for Analysis and
Application Second edition. New York: Macmillan Publishing Compan.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 1 Trianto, 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep Landasan dan
Implementasi Pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta : Kencana Prenada Media
Group.
Tytler, R.1996, Constructivism and Conceptual Change View of Learning in Science.
MajalahPendidikan IPA: Khasanah Pengajaran IPA. Bandung: IMAPIPA
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
634
MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA DENGAN BANTUAN MEDIA
MANIPULATIF MATERI SISTEM TATA SURYA DAN POSISI
PENYUSUNANNYA DI KELAS VI SDN NGAGLIK 02 BATU
Tri Pangestuti
Guru SDN Ngaglik 02 Batu
Abstrak: Masalah dalam penelitian ini adalah rendahnya prestasi belajar siswa kelas IV SD
Negeri Ngaglik 02 tentang sifat tata surya. Tujuan penelitian ini adalah meningkatkan
prestasi belajar siswa melalui pembelajaran dengan menggunakan media manipulative
tentang tata surya. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas
dengan dua siklus tindakan. Setiap siklus terdiri dari dua kali pertemuan atau 2 x 35 menit.
Langkah penelitian adalah perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi. Subjek
penelitian adalah siswa kelas VI a SD Negeri Ngaglik 02 yang berjumlah 35 siswa. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa rata-rata hasil belajar pada siklus I sebesar 65 dengan
persentase ketuntasan belajar 66 % dari rentangan nilai 0-100. Rata-rata siklus II adalah
75dengan persentase ketuntasan belajar 83% Hal ini menunjukkan terdapat peningktan
hasil belajardari siklus I ke siklus II. Disimpulkan bahwa pembelajaran dengan bantuan
media manipulatif dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.
Kata kunci : Prestasi belajar, media manipulatif
Proses belajar mengajar merupakan suatu sistem pembelajaran yang mengandung sejumlah
komponen yang saling bergantung satu sama lain untuk mencapai tujuan pembelajaran secara
tuntas. Dalam mengembangkan suatu kegiatan belajar mengajar, guru tidak hanya memperhatikan
materi, metode dan evaluasi saja, tetapi harus memperhatikan terciptanya proses pembelajaran
yang membelajarkan siswa (pembelajaran aktif/active learning). Menurut Sardiman dalam
(Mudin 1999:2) dalam pelaksanaan belajar secara aktif pada guru akan terlihat adanya usaha
mendorong dan membina gairah belajar/partisipasi secara efektif. Guru perlu mampu
menjalankan fungsi/peranan sebagai guru inkuiri. Guru tidak mendominir kegiatan dan proses
belajar siswanya. Memberi kesempatan kepada siswanya untuk belajar menurut keadaan, cara.
dan kemampuan masing-masing. Menggunakan berbagai jenis strategi belajar mengajar serta
pendekatan multimedia.
Berdasarkan hasil observasi awal di lapangan diketahui bahwa proses pembelajaran yang
berlangsung di Kelas VI SDN Ngaglik 02 Kota Batu saat ini masih dominan menggunakan
metode ceramah. Guru masih belum tepat memilih metode dan media yang sesuai, sehingga
menyebabkan siswa kurang aktif dan terlibat langsung dalam proses pembelajaran. Demikian pula
halnya dengan prestasi siswa belum mencapai ketuntasan ( 71 ).
Untuk meningkatkan orkestrasi pembelajaran IPA di atas diperlukan situasi kondusif agar
proses pembelajaran berlangsung ideal dengan sebanyak mungkin melibatkan siswa ( Student
Centre Learning )
Salah satu komponen dalam pembelajaran berbasis siswa aktif adalah tersedianya media manipulatif
Media manipulatif digunakan dalam pembelajaran karena dapat meningkatkan aktifitas
dan prestasi belajar siswa.
Berdasarkan pengertian dari beberapa ahli, alat peraga manipulatif (manipulative) merupakan
benda-benda, alat-alat, model, atau mesin yang dapat digunakan untuk membantu dalam
memahami selama proses pemecahan masalah yang berkaitan dengan suatu konsep atau topik
IPA.Menurut Hardiyana (2011 : 8 ), pentingnya penggunaan alat peraga manipulatif dalam
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
635
pembelajaran IPA, menuntut guru untuk menyediakan dan menggunkan alat peraga manipulatif
sesuai dengan standar-standar yang diacu agar pembelajaran IPA lebih efektif dan mampu
meningkatkan prestasi siswa.
Pengertian Alat Peraga Manipulatif dalam hal ini merupakan bagian dari media pembelajaran yang
berupa alat.
Hardiyana (2011:8):”Alat peraga manipulatif (manipulatif material) adalah alat bantu
pelajaran yang digunakan oleh guru dalam menerangkan materi pelajaran dan berkomunikasi
dengan siswa, sehingga mudah memberi pengertian kepada siswa tentang konsep materi yang
diajarkan dengan menggunakan benda-benda yang didesain seperti benda nyata yang dekat
dengan kehidupan siswa sehari-hari, seperti buah-buahan, binatang, alat transportasi berupa
mainan dan manik-manik yang dengan mudah diutak-atik diubah-ubah.’’
Rahmawati (2008):’’Alat peraga manipulatif adalah suatu benda yang dimanipulasi oleh
guru dalam menyampaikan pelajaran IPA agar siswa mudah memahami suatu konsep.’’
Media dalam penelitian ini berupa globe dari steroform, bola basket , bola kasti, dan
macam-macam bola plastik kecil sampai besar.
Untuk itulah dilakukan penelitian tindakan kelas di SDN Ngaglik 02 Batu dengan judul “
Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa dengan Bantuan Media Manipulatif Materi Sistem
Tata Surya dan Posisi Penyusunannya pada Siswa Kelas VI SDN Ngaglik 02 Batu
Metode Penelitian
Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dan dilaksanakan secara kolaborasi antara
penulis yang bertindak selaku pelaksana tindakan perbaikan pembelajaran dengan observer selaku
pengamat penelitian tindakan kelas. Kolaborasi tersebut adalah suatu bentuk penelaahan yang bersifat
reflektif dengan melakukan tindakan-tindakan tertentu agar dapat memperbaiki dan meningkatkan
praktik-praktik pembelajaran di kelas secara profesional. Penelitian ini meliputi perencanaan,
pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi.
Siklus I
1. Perencanaan
Kegiatan yang dilakukan dalam tahap perencanaan meliputi:
a. Mempersiapkan perangkat pembelajaran seperti RPP, alat peraga dan bahan-bahan lainnya yang
diperlukan.
b. Menetapkan materi yang akan diberikan selama pembelajaran yaitu tentang sistem tata surya
dan penyusunannya termasuk membuat Lembar Kerja Siswa (LKS).
c. Membuat panduan observasi untuk memantau kegiatan guru dan siswa selama proses pembela-
jaran berlangsung.
d. Mempersiapkan instrumen penelitian yang berupa pedoman, pengamatan, catatan lapangan, dan
tes.
e. Membuat soal tes evaluasi belajar.
2. Pelaksanaan Tindakan
Dalam tahap ini guru melaksanakan pembelajaran sesuai dengan RPP yang telah dibuat,
mempersiapkan LKS, lembar observasi serta alat-alat dan bahan-bahan yang akan digunakan untuk
menunjang proses pembelajaran. Adapun pembelajaran yang dilaksanakan berikut ini.
a. Guru memulai pembelajaran dengan mengadakan tanya jawab tentang tata surya.
G : Siapa yang kemarin melihat gerhana matahari total ?
S : Saya
G : di mana ?
S : di televisi
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
636
S : di internet
b. Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok yang terdiri dari 5 – 6 siswa dan menunjuk
ketua dan sekretaris kelompok.
c. Guru menugaskan kepada siswa untuk mengamati gambar planet-planet dan media manipulatif
dalam sistem tata surya
d. Guru menginstruksikan setiap kelompok mendiskusikan pengamatannya.
e. Guru memastikan setiap anggota kelompok berpartisipasi aktif dalam diskusi.
f. Guru menginstruksikan setiap kelompok melalui juru bicara yang ditunjuk menyajikan hasil
diskusinya lewat kunjung karya.
g. Klarifikasi, penyimpulan dan tindak lanjut guru.
3. Observasi
Observasi dilakukan terhadap seluruh aktivitas pembelajaran dari awal hingga akhir pembelajaran,
baik siswa maupun guru menggunakan lembar observasi.
4. Refleksi
Peneliti melakukan evaluasi tindakan yang telah dilakukan, kemudian memperbaiki pelaksanaan
tindakan sesuai hasil refleksi untuk digambarkan pada siklus berikutnya.
Siklus II
1. Perencanaan
Guru membuat perencanaan dengan berpedoman pada hasil revisi siklus I.
2. Pelaksanaan Tindakan
Kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Guru memulai pembelajaran dengan tanya jawab tentang terjadinya gerhana.
b. Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok yang terdiri dari 5 – 6 siswa dan menunjuk
ketua dan sekretaris kelompok.
c. Guru menugaskan kepada siswa untuk mendemontrasikan terjadinya gerhana melalui media
manipulatif.
d. Guru menginstruksikan setiap kelompok mendiskusikan pengamatannya.
e. Guru memastikan setiap anggota kelompok berpartisipasi aktif dalam diskusi.
f. Guru menginstruksikan setiap kelompok untuk melakukan kunjung karya ke kelompo lain
g. Klarifikasi, penyimpulan dan tindak lanjut guru.
Hasil Penelitian Dan Pembahasan
Siklus I
Siswa mengikuti pembelajaran dengan mengamati gambar charta dan model sistem tata surya.
Guru menugaskan kepada siswa untuk mengamati gambar tata surya dan benda manipulatif. Guru
membimbing setiap kelompok untuk mendiskusikan pengamatannya dengan menyebutkan nama-
nama platet dalam tata surya dan memastikan setiap anggota kelompok berpartisipasi aktif dalam
diskusi. Guru menugaskan setiap kelompok melalui juru bicara yang ditunjuk menyajikan hasil
diskusinya di kelompok lain. Guru bersama siswa menyimpulkan hasil diskusi. Hasil tes pada siklus 1
ditunjukkan pada Tabel 1 ( terlampir )
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, diperoleh hasil nilai pada siklus I sebagai berikut.
Nilai rata-rata pada siklus 1 adalah 65, Dari 35 siswa, 23 siswa tuntas dan 12 siswa belum tuntas
dalam pembelajaran. Hasil penelitian pada siklus 1 belum maksimal. Aktivitas siswa selama
pembelajaran pada siklus I kurang mendapat respon dari siswa, karena mereka hanya mengenal materi
lewat gambar dan media manipulatif yang terbatas, siswa bosan karena terlalu sedikit media
manipulatif yang menarik minat siswa terhadap materi yang mereka pelajari. Dari kondisi hasil
belajar ini, dapat dianalisis bahwa, ternyata pembelajaran yang berlangsung selama ini kurang
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
637
menarik dan siswa masih kebingungan dalam mengikuti pembelajaran. Hal ini terbukti tingkat
ketuntasan belajar siswa yang masih rendah, yaitu 66%.
Berdasarkan refleksi yang dilakukan, terdapat beberapa kelemahan masalah penggunaan
media manipulatif pada proses pembelajaran sehingga pemahaman siswa pada materi pelajaran belum
maksimal. Ada beberapa siswa yang masih kebingungan dalam mengerjakan soal dan belum terbiasa
mengunakan media manipulatif dalam pembelajaran. Pembelajaran pada siklus I belum mencapai
nilai yang diinginkan dan belum maksimal. Nilai rata-rata pada siklus I baru mencapai 65, sehingga
penelitian dilanjutkan ke siklus II.
Gambar 1. Guru mendemontstrasikan media pembelajaran dan siswa berdiskusi
Refleksi
Kelebihan dan kekurangan pembelajaran
Kelebihan : Dengan adanya media sederhana siswa dapat mengikuti proses pembelajaran
pembelajaran hingga selesai .
Kelemahan : pembelajaran memerlukan waktu lebih lama, demikian juga persiapannya
Penyebab : Jumlah media manipulatif terlalu sedikit dan masih kurang menarik
Alternatif perbaikan : menambah media manipulatif yang lebih banyak dan lebih menarik dengan
melibatkan siswa dan produksi media.
Siklus II
Guru memulai pembelajaran dengan melakukan apersepsi, memperlihatkan gambar tata surya
dan media manipulatif. Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok yang terdiri dari 5 – 6 siswa
dan menunjuk ketua dan sekretaris kelompok. Guru menugaskan kepada siswa untuk mengamati
gambar tata surya dan media manipulatif buatan siswa sendiri. Guru membimbing setiap kelompok
untuk mendiskusikan pengamatannya dan memastikan setiap anggota kelompok berpartisipasi aktif
dalam diskusi.Guru menugaskan setiap kelompok melalui juru bicara yang ditunjuk menyajikan hasil
diskusinya di kelompoknya masing -masing
Gambar 2. Siswa memperagakan media ciptaan sendiri.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
638
Guru bersama siswa menyimpulkan hasil diskusi. Sebelum LKS dikerjakan, guru
membimbing siswa dengan memberi latihan dalam menjawab soal. Guru menjelaskan prosedur
pengisian jawaban soal sehingga siswa tidak kebingungan dalam mengerjakan soal. Hasil test pada
siklus 2 ditunjukkan pada Tabel 2 ( terlampir )
Hasil nilai rata-rata pada siklus II 78. Dari 35 siswa, 24 siswa tuntas dalam pembelajaran.
Hasil penelitian pada siklus II sudah mencapai ketuntasan karena ketuntasan belajar siswa telah
mencapai 83%.
Aktivitas dalam pembelajaran tergolong baik karena dapat memahami tujuan pembelajaran,
mendengarkan penjelasan dan pengarahan dari guru. Metode diskusi dalam kelompok kecil pun
membuat siswa berpartisipasi aktif dalam pembelajaran.
Pelaksanaan pembelajaran siklus II mengalami peningkatan yang baik jika dibandingkan
dengan siklus I. Hal ini berpengaruh pada hasil belajar siswa. Rata-rata hasil belajar siswa mengalami
peningkatan. Terjadi peningkatan dari rata-rata siklus I yaitu sebesar 65 sedangkan pada siklus II
meningkat menjadi 78. Hasil belajar siswa sudah memuaskan, sehingga peneliti bersama observer
memutuskan untuk menghentikan pembelajaran sampai siklus II.
Kelebihan dan kekurangan pembelajaran
Kelebihan : siswa lebih aktif dan kreatif yang menunjukkan minat belajar yang lebih tinggi.
Kelemahan : waktu pembelajaran lebih lama dan persiapan lebih lama dan cermat
Penyebab : media pembelajaran lebih banyak sehingga waktu pembuatan lebih lama
Alternatif perbaikan : pembuatan media pembelajaran dibagi kelompok-kelompok
Pembahasan
Dari hasil penelitian diperoleh perbandingan prestasi siswa pada siklus 1 dan siklus 2
serta ketuntasan belajar pada setiap siklus, seperti terlihat pada tabel 3.
Tabel 3
No. Siklus Nilai Rata -rata Ketuntasan
1 I 65 66%
2 II 78 83%
Selanjutnya dapat digambarkan dalam bentuk histogram sebagai berikut :
Gambar 3. Diagram nilai rata-rata siklus 1 dan siklus 2
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
639
Dari histogram di atas dapat dibaca bahwa perlakuan pada siklus 2 secara signifikan efektif dalam
meningkatkan prestasi dan ketuntasan belajar siswa.
Gambar 4. Diagram ketuntasan belajar siswa.
Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan : Metode Belajar kelompok dengan menggunakan media manipulatif buatan siswa
dapat meningkatkan hasil belajar IPA pada materi sistem tata surya dan penyusunannya di kelas VI
SDN Ngaglik 02 Batu. Pada siklus I nilai rata-rata siswa hanya 65 dan ketuntasan belajar 66%. Pada
siklus II nilai rata-rata siswa naik menjadi 78 dan ketuntasan belajar 83%.
Saran :
Dari hasil penelitian ini diharapkan guru dapat mengembangkan berbagai alternatif pembelajaran
untuk meningkatkan hasil dan ketuntasan belajar siswa. Keterlibatan siswa dalam membuat
media manipulatif dapat menambah semangat belajar siswa. Hal ini terlihat pada hasil produksi
media siswa yang lebih bervariasi dan lebih efektif dalam membantu proses pembelajaran
.
Daftar Rujukan
Haryanto, 2007. Sains untuk SD kelas VI. Jakarta : Erlangga
Nafsri,Luluk. 2014. Penerapan Strategi Smaal Group Discussion untuk Meningkatkan Hasil Belajar
IPA siswa Kelas IVB Tanah Grogot j Teqip Tahun V nomer 1, Mei, (hal 55-61).
Zubaidah, Siti, Mahanal, Susriyati, dan Yuliati, Lia. 2013. Ragam Model Pembelajaran IPA Sekolah
Dasar. Malang: universitas Negeri Malang
Hardiyana (2011:8):”Alat peraga manipulatif’
Rahmawati (2008):’’Alat peraga manipulatif adalah suatu benda yang dimanipulasi oleh guru dalam
menyampaikan pelajaran IPA agar siswa mudah memahami suatu konsep.’’
0
20
40
60
80
100
Siklus 1 Siklus 2
Nilai Ketuntasan Siklus 1 Nilai Ketuntasan Siklus 2 -
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
640
MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PADA MATERI PENYEBAB BENDA
BERGERAKDENGAN BANTUAN MEDIA BENDA KONGKRIT
BAGI SISWA KELAS I MI TARBIYATUL ULUM KOTA BATU
Aminingsih
MI TARBIYATUL ULUM Kota Batu Jawa Timur
Abstrak: Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas, yang bertujuan untuk
meningkatkan hasil belajar materi penyebab benda bergerak dengan bantuan media benda
kongkrit. Penelitian dilakukan sebanyak dua siklus. Masing-masing siklus terdiri dari satu
pertemuan. Subyek penelitian adalah siswa kelas I MI Tarbiatul Ulum sejumlah 28 siswa
dengan rincian 15 putra dan 13 putri. Dalam pembelajaran siswa menggunakan benda
kongkrit misalnya baterai, pegas, dorongan tangan dan kipas angin untuk mempelajari
gerak benda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata hasil belajar siklus I adalah 71.
Hal ini masih kurang dari nilai KKM 75. Siswa yang telah tuntas sebanyak 20 siswa atau 71
%, sedangkan siswa belum tuntas 8 siswa atau 29 %. Rata-rata hasil belajar siklus II adalah
78 ini berarti telah mencapai KKM. Namun masih ada 6 siswa yang belum mencapai KKM.
Kesimpulan bahwa penggunaan media kongkrit dapat meningkatkan hasil belajar pada
materi penyebab benda bergerak.
Kata Kunci: hasil belajar, media benda kongkrit
Dalam dunia pendidikan sangat dibutuhkan perhatian semua pihak. Pemerintah selaku
pembuat regulasi kependidikan hendaknya selalu memperbaharui peraturan dan kebijakan agar sesuai
dengan kebutuhan. Hal ini sangat diperlukan untuk mewujudkan cita-cita bangsa, seperti yang
tercantum dalam pembukaan UUD 1945 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa.
Upaya peningkatan kualitas pendidikan terus dilakukan pemerintah. Diantaranya, pemerintah
menerbitkan Undang Undang No 20 tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional, dan
pemberlakukan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pada tahun 2006. KTSP merupakan
pengembangan dari kurikulum 2004, KTSP menggunakan pembelajaran berbasis kompetensi, artinya
siswa dituntut menyelesaikan pembelajaran sesuai kompetensi yang telah ditentukan. KTSP adalah
kurikulum operasional yang disusun, dikembangkan, dan dilaksanakan oleh setiap satuan pendidikan
yang sudah siap dan mampu mengembangkannya dengan memperhatikan Undang-Undang No. 20
tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 36 (Mulyasa, 2007:12).
Pengembangan KTSP dilakukan oleh sekolah berdasarkan Standar Isi yang sudah ditetapkan
pemerintah. KTSP member peluang bagi sekolah untuk mengembangkan kurikulumnya berdasar-kan
kebutuhan daerah dan karakteristik siswa. KTSP memberikan kebebasan pada masing-masing sekolah
untuk mengatur dan mengembangkan kurikulum yang digunakannya. Ciri-ciri KTSP menurut
Siskandar (dalam Nurhadi, 2004:5) antara lain: (1) menekankan pada ketercapaian siswa baik secara
individual maupun klasikal, (2) berorientasi pada hasil dan keberagaman, (3) penyampaian dalam
pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi, (4) sumber belajar bukan hanya
guru tetapi sumber belajar lainnya yang memenuhi unsure edukatif, dan (5) penilaian menekankan
pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan suatu kompetensi.
Implementasi KTSP yang paling dirasakan oleh guru dan siswa adalah proses pembelajaran.
Pembelajaran dalam KTSP mengacu pada pembelajaran kreatif. Siswa lebih aktif dalam pembelajaran
dan guru bertindak sebagai motivator dan fasilitator. Artinya, dalam pembelajaran guru mendorong
siswa untuk berkreatif dalam pembelajaran dan diberi kesempatan untuk mengeksplorasi (menggali)
materi yang sedang dipelajari secara mandiri.
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
641
Pelaksanaan pembelajaran di sekolah sering tidak sesuai dengan pembelajaran yang
diharapkan KTSP. Seperti yang terjadi di MI Tarbiyatul Ulum Proses pembelajaran IPA dikelas I MI
Tarbiyatul Ulum selama ini menggunakan metode ceramah. Hal ini berdampak pada hasil belajar
IPA. Pencapaian belajar siswa umumnya di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM), motivasi
belajar siswa rendah, siswa tidak dapat menjawab pertanyaan guru, jarang ada siswa yang bertanya
kepada guru mengenai materi IPA yang diajarkan. Bahkan, pada saat guru memberikan ulangan
individu masih banyak siswa yang mengontek pada temannya.
Pencapaian hasil belajar yang kurang memuaskan yang muncul di kelas I menunjukkan
permasalahan yang harus segera diatasi. Pelaksanaan pembelajaran yang kurang interaktif membuat
pembelajaran menjenuhkan, minat siswa untukbelajar IPA kurang dan hasil belajar siswa belum
sesuai standar yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, perlu ada tindakan untuk mengatasi
permasalahan pembelajaran IPA di kelas tersebut, yaitu dengan menerapkan model pembelajaran
dengan menggunakan media benda kongkrit
Model pembelajaran ini merupakan model pembelajaran yang dianggap mampu
mengakomodasi tujuan pendidikan untuk membangun kesadaran kritis sehingga siswa mampu
memahami sebuah peristiwa dari berbagai perspektif, membangun analisis yang logis mampu
mengambil keputusan yang tepat dan mampu mempertanggung jawabkan.
Berdasarkan latar belakang di atas peneliti perlu membuat rumusan masalah sehingga apa
yang dibahas pada bab berikutnya bisa dipahami adapun rumusan masalahnya adalah sebagai berikut ;
1) Bagaimanakah cara meningkatkan belajar siswa pada materi penyebab benda bergerak dengan
bantuan 2) Bagaimanakah penerapan-penerapan penggunaan alat peraga benda kongkrit dalam
neningkatkan pemahaman mengenai penyebab benda bergerakdan prestasi siswa kelas I MI
Tarbiyatul Ulum? Adapun tujuan penelitian ini adalah 1) Untuk mengetahui keefektifan alat peraga
benda kongkrit dalam meningkatkan pemahaman mengenai penyebab benda bergerak bagi siswa
kelas I MI Tarbiyatul Ulum Temas Kecamatan Batu. 2) Untuk mengetahui penerapan penggunaan alat
peraga benda kongkrit dapat meningkatkanprestasi dan motivasi belajar mengenai penyebab benda
bergerak pada siswa kelas I MI Tarbiyatul Ulum Temas Batu.
Dari hasil penelitian tindakan kelas ini diharapkan mempunyai manfaat sebagai
berikut : 1) untuk meningkatkan kreatifitas, inovatif, dan efektifitas guru dalam melakukan
pembelajaran. 2) untuk meningkatkan motivasi belajar siswa dalam mencapai prestasi yang baik
terutama pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam. Khususnya mengenai penyebab benda
bergerak seperti yang tertera pada standar kompetensi yaitu “Mengenal berbagai bentuk energi
dan manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari. Dan kompetensi dasar Mengidentifikasi penyebab
pergerakan benda (baterai, per, pegas, dorongan tangan, magnet) 3) sebagai dasar dari penelitian-
penelitian yang akan dikembangkan di kemudian hari.
Ruang lingkup dalam penelitian ini meliputi: 1.siswa kelas I MI Tarbiyatul UlumTemas
Batu semester II tahun pelajaran 2015-2016. 2.Bahan mata pelajaran Ilmu Pengetehuan Alam
(IPA),Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) kelas I semester II ,Standar Kompetesi : (4)
Mengenal berbagai bentuk energi dan manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari, Kompetensi
Dasar : (4.2) Mengidentifikasi penyebab benda bergerak (bateri, per, pegas, dorongan tangan,
magnet) 3. Model pembelajaran yang diterapkan adalah permainan dengan menggunakan alat
peraga benda kongkrit.
Benda kongkrit adalah sesuatu yang nyata, yang dapat dipegang,dirasakan,dilihat
ataupun didengar,dalam hal ini yang dimaksud alat peraga benda kongkrit yaitu alat-alat yang
digunakan untuk praktukum atau percobaan merupakan benda-benda yang berada di alam sekitar,
yang mudah ditemui oleh siswa disekelilingnya. misalnya baterai, per, pegas, magnet, dan
sebagainya tergantung tentang pemahaman mengenai materi yang akan dibahas.
METODE
Rancangan penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas (PTK) dengan
menggunakan dua siklus tindakan model PTK yang digunakan adalah model kemmis dan Mc
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
642
Taggart (1982) dalam Arikunto (2006) seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 1 penelitian
tindakan dilakukan dalam siklus spiralyang terdiri dari 4 tahapan yaitu 1) perencanaan (plaining)
2) tindakan (acting) 3) pengamatan (observing) dan 4) refleksi (reflection)
Data yang dilaporkan dalam bentuk skor nilai dalam tabel dalam setiap siklus,skor nilai dari
satu siklus adalah mendiskripsikan makna dari tindakan siklus tersebut,bukan tindakan pada siklus
berikutnya.skor nilai dalam bentuk angka yang diperoleh pada siklus I belum tentu menggambarkan
secara keseluruhan hasil penelitian ini.
Gambar 1 Siklus PTK Menurut Kemmis dan Mc Taggart
(Arikunto, 2006: 16)
Pada tahap perencanaan dilakukan kegiatan menyusun silabus dan rencana pelaksanaan
pembelajaran(RPP) yang diterapkan di kelas dengan menggunakan media pembelajaran berupa
benda kongkrit untuk diamati siswa
Pada tahap pelaksanaan dilakukan penerapan RPP yang sudah disusun pada tahap
perencanaan dalam pembelajaran.pada tahap pelaksanaan pembelajaran dilakukan pengamatan
oleh observer dengan menggunakan lembar observasi yang sudah disiapkan.instumen penelitian
adalah butir-butir soal evaluasi untuk mengukur hasil belajar siswa.dari butir-butir soal tersebut
diperoleh informasi apakah media yang digunakan dalam pembelajaran dapat meningkatkan hasil
belajar siswa atau belum.untuk evaluasi dilakukan diakhir pembelajaran apabila
diperolehprosentase keberhasilan siswa kurang dari 75% maka akan dilaksanakan pembelajaran
siklus II. Penelitian akan dihentikan apabila prosentase keberhasilan siswa telah mencapai 75%
atau lebih.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Siklus I
Perencanaan
Sebelum kegiatan belajar berlangsung peneliti menyiapkan materi pembelajaran sesuai
dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yaitu silabus Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) penilaian, jurnal dan sarana prasarana pada materi yang akan
disajikan.karana RPP merupakan suatu rencana pembelajaranyang akan dlaksanakan saat
mengajar.RPP yang disusun ini mencakup KD 4.2 tentang mengidentifikasi penyebab benda
bergerak. Kemudian KD 4.2ini dikembangkan menjadi lima indikator
Langkah berikutnya adalah menyusun langkah-langkah pembelajaran yang
pegas,dorongan tangan magnet,listrik dan makanan, selanjutnya guru mempersiapkan Lembar
Kerja Siswa (LKS). Terakhir yang direncanakan adalah penyusunan pedoman observasi tentang
keaktifan siswa dalam mengikuti pembelajaran.
Perencanaan
Refleksi Pelaksanaan
Pengamatan
SIKLUS 1
Perencanaan
Refleksi Pelaksanaan
Pengamatan
SIKLUS 2
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
643
Pelaksanaan
Pada pelaksanaaan pembelajaran pada awal pelajaran ,kegiatan pertama guru
mengecek kehadiran siswa,kedua guru bertanya tentang apa penyebab benda bergerak, ketiga
guru memberitahukan tentang tujuan pembelajaran hari ini Keempat guru memberitahukan
kegiatan yang akan dilakukan siswa yaitu mengamati benda yang sudah tersedia untuk
didiskusikan
Siswa Berdiskusi Siswa presentasi hasil diskusi
Siswa mengerjakan LKS Hasil lembar kerja siswa
Selesai berdiskusi salah satu perwakilan siswa mempresetasikan hasil diskusi
,kelompok yang lain mendengarkan dan mencocokkan dengan hasil diskusi kelompok masing-
masing,dan melengkapi bila menemukan bagian yang belum dipresentasikan.
Dalam kegiatan penutup guru mengajukan pertanyaan sekitar materi yang
diajarkan,guru memeriksa dan membahas pekerjaan siswa,terakhir gurubersama siswa
menyimpulkan materi yang telah diajarkan yaitu materi penyebab benda bergerak.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
644
Tabel 1 : Daftar Nilai Siswa pada Siklus I
Jumlah : 2044
Rata-rata : 73
Nilai tertinggi : 100
Nilai terendah : 20
NO NAMA NILAI KETERANGAN
1 BAGAS F 40 Belum Tuntas
2 ANIS M 100 Tuntas
3 ARIF R 80 Tuntas
4 ARIVIA VELENSIA 30 Belum Tuntas
5 AZIZAH A 85 Tuntas
6 AURA WIFI 100 Tuntas
7 CARISSA 80 Tuntas
8 DEWI K 100 Tuntas
9 FAIQ M 80 Tuntas
10 FAIRUZ N 95 Tuntas
11 FAIZUL A 85 Tuntas
12 KEYSYA 80 Tuntas
13 KHOLISAH R 80 Tuntas
14 GANES 95 Tuntas
15 HILDAN M 70 BelumTuntas
16 MONICA 80 Tuntas
17 MUBAROK R 100 Tuntas
18 M ANHARUL 40 Belum Tuntas
19 M HAMDAN 30 Belum Tuntas
20 MU FAHRI 100 Tuntas
21 M WAHYU 70 BelumTuntas
22 M TRI A 85 Tuntas
23 M TEGAR 20 Belum Tuntas
24 RAIHAN 75 Tuntas
25 RENDRA 75 Tuntas
26 SALSABILLA 80 Tuntas
27 WAFIQ A 80 Tuntas
28 DIFIRGO W 20 Belum Tuntas
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
645
Pengamatan
Dari hasil pengamatan tentang keaktifan siswa ,diperoleh data bahwa sebagian besar
siswa lebih aktif dalam menjawab pertanyaan guru.mencari contoh-contoh penyebab benda
bergerak.ketika berdiskusi siswa terlihat lebih aktif mengeluarkan pendapatnya,ada sebagian kecil
siswa yang kurang aktif dan perlu bimbingan,sedangkan untuk ketrampilan bertanya siswa masih
belum mampu bertanya dengan kemauannya sendiri guru masih harus memancing dengan
pertanyaan untuk menggali informasi dari siswa.
Dari hasil prestasi siswa ,pada siklus I ini jumlah siswa yang mendapat nilai
diataskriteri ketuntasan minimal(KKM) ada 8 siswa dari 28 siswa,berarti ada 8 siswa yang belum
tuntas,sehingga presentasi keberhasilan yang dicapai adalahkemungkinan ketidak tuntasan siswa
disebabkan karena media yang kurang sesuai dengan minat mereka
Dalam pembelajaran Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam terdapat beberapa permasalahan
terutama pada siswa kelas I semester II,dengan : Standar Kompetensi (4) Mengenal berbagai
bentuk energi dan manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari.kompetensi Dasar (4.2)
Mengidentifikasi penyebab bendabergerak. Indikator 1) Menjelaskan penyebab benda bergerak.
2) Mendata mainan atau alat yang menggunakan baterai sebagai sumber energi. 3) Mendata
mainan atau alat yang menggunakan per,pegas sebagai sumber energi. 4) Mendata alat-alat yang
digerakkan oleh tenaga manusia. 5) Melakukan percobaan unutk mengetahui panyebab benda
bergerak.Materi pokok : Penyebab Benda Bergerak.
Terdapat permasalahan diantaranya adalah :1) siswa kurang memahami mengenai penyebab
benda bergerak.2) tidak termotivasinya siswa untuk lebih mempelajari mengenai penyebab benda
bergerak.3) tingkat prestasi siswa pada stsndar kompetensi dan kompetensi dasar kurang bagus.
Tindakan kelas sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat dalam
pembelajaran,dalam hal ini adalah melakukan aspek-aspek penelitian yang lebih teliti.
Refleksi
Dari pengamatan pelaksanaan pembelajaran siklus I dapat disimpulkan bahwa hasil
belajar siswa masih belum maksimal,karena presentase keberhasilan belum mencapai 75%maka
masih perlu diadakan lagi pembelajaran siklus II dengan media yang lebih kongkrit,sehingga
dapat meningkatkan presentase keberhasilan siswa.
Siklus II
HASIL DAN PEMBAHASAN
Perencanaan.
Guru membuat perencanaan dengan berpedoman pada hasil revisi siklus I
Pelaksanaan
Guru memulai pembelajaran dengan melakukan apersepsi memperlihatkan gambar banjir, tanah
longsor dan kekeringan kepada siswa ,guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok yang
terdiri dari 4-5 siswa ,Guru menugaskan kepada siswa untuk mengamati gambar tersebut .guru
membimbing setiap kelompok untuk mendiskusikan pengamatannya dengan menentukan mana
yang termasuk akibat dari musim kemarau dan akibat dari musim hujan dan memastikan setiap
anggota kelompok berpartisipasi aktif dalam diskusi.Guru menugaskan setiap anggota kelompok
untuk bersama siswa menyimpulkan hasil diskusi. Setelah selesai guru membagikan lembar LKS
kepada siswa untuk dikerjakan.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
646
Guru membimbing siswa diskusi Siswa berdiskusi
Siswa presentasi diskusi Hasil lembar kerja siswa
Tabel 2 : Daftar Nilai Siswa pada siklus II
NO NAMA NILAI KETERANGAN
1 BAGAS F 50 Belum Tuntas
2 ANIS M 100 Tuntas
3 ARIF R 70 BelumTuntas
4 ARIVIA V 90 Tuntas
5 AZIZAH A 70 BelumTuntas
6 AURA WIFI 100 Tuntas
7 CARISSA 100 Tuntas
8 DEWI KI 100 Tuntas
9 FAIQ M 80 Tuntas
10 FAIRUZ N 100 Tuntas
11 FAISUL A 100 Tuntas
12 KEYSYA 60 BelumTuntas
13 KHOLISAH R 100 Tuntas
14 GANES 80 Tuntas
15 HILDAN M 90 Tuntas
16 MONICA 70 BelumTuntas
17 MUBAROK RAFA 100 Tuntas
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
647
Jumlah : 2408
Rata-rata : 86
Nilai tertinggi : 100
Nilai terendah : 50
Hasil nilai rata-rata pada siklus II 86. Dari 28 siswa, 22 siswa tuntas dalam pembelajaran.
Hasil penelitian pada siklus II sudah mencapai ketuntasan karena ketuntasan belajar siswa telah
mencapai 78.Aktifitas dalam pembelajaran tergolong baik karena dapat an silmemahami tujuan
pembelajaran, mendengarkan penjelasan dan pengarahan dari guru, metode diskusi dalam
kelompok kecilpun membuat siswa berpartisipasi aktif dalam pembelajaran.
Pelaksanaan pembelajaran siklus II mengalami peningkatan yang baik jika dibandingkan
dengan siklus I, hal ini berpengaruh pada hasil belajar siswa, rata-rata hasil belajar siswa
mengalami peningkatan.Hasil penelitian dapat dirangkum dalam tabel berikut :
Tabel 1. Hasil belajar siswa pada siklus I dan siklus II
Siklus Prosentase siswa
yang tuntas
Prosentase siswa
yang tidak
tuntas
Nilai Rata-rata
Siklus I 71 % 29 % 73
Siklus II 78 % 22 % 86
18 M NHARUL 100 Tuntas
19 M HAMDAN 90 Tuntas
20 M FAHRI ZUDAN 100 Tuntas
21 M WAHYU 80 Tuntas
22 M TRI AGUS 90 Tuntas
23 M TEGAR 50 Belum Tuntas
24 RAIHAN 100 Tuntas
25 RENDRA 100 Tuntas
26 SALSABILLA 80 Tuntas
27 WAFIQ A 80 Tuntas
28 DIFIRGO W 80 Tuntas
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
648
Grafik I Hasil Belajar Siswa
Terjadi peningkatan dari rata-rata 71 pada siklus I menjadi 78 pada siklus II, hasil belajar
siswa sudah memuaskan, sehingga peneliti bersama observer memutuskan untuk menghentikan
pembelajaran sampai siklus II.
KESIMPULAN DAN SARAN
Simpulan. stategi pembelajaran dengan menggunakan media benda kongkrit dapat
meningkatkan hasil belajar IPA pada materi penyebab benda bergerak dan pengaruh musim pada
kegiatan manusia dan penyusunannya di kelas I MITarbiyatul Ulum Batu.pada siklus I
nilai rata-rata siswa hanya 73 dan ketuntasan belajar 71% Pada siklus II nilai rata-rata naik
menjadi 86 dan ketuntasan belajar 78%
Saran guru mengembangkan berbagai alternatif pembelajaran untuk meningkatkan nilai
hasil belajar siswa.
0
10
20
30
40
50
60
70
80
siswa tuntas siswa tidak tuntas rata-rata
SIKLUS I
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
siswa tuntas siswa tidak tuntas rata-rata
SIKLUS II
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
649
DAFTAR PUSTAKA.
Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Mulyasa, E. 2009. Implementasi KTSP. Jakarta: Bumi Aksara.
Nurhadi. 2004. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK. Malang: Universitas
Negeri Malang.
Undang – Undang Republik Indonesia, Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
650
MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA TENTANG RANGKAIAN LISTRIK
DENGAN MENGGUNAKAN PhET PADA SISWA KELAS V
SDN BULUKERTO 01 KOTA BATU
Hadi Yuliansyah
SDN Bulukerto 01 Kecamatan Bumiaji Kota Batu
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar IPA tentang rangkaian
listrik dengan menggunakan PhET. Penelitian dilakukan dengan rancangan PTK yang
dilaksanakan di kelas V SDN Bulukerto 01 Kecamatan Bumiaji Kota Batu Tahun Pelajaran
2015-2016 dengan siswa sejumlah 23 anak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
penggunaan PhET terbukti dapat meningkatan hasil belajar siswa. Dengan menggunakan
PhET siswa lebih antusias dan menyenangkan serta mudah dalam memahami materi
pelajaran terutama tentang rangkaian listrik.Karena dalam PhET siswa dapat melihat
bagaimana arus listrik itu mengalir dan bagaimana siswa belajar mencoba membuat
rangkaian listrik sambil bermain,yang pada akhirnya dapat berimbas pada hasil belajarnya.
Hal itu dapat dilihat dari peningkatan ketuntasan belajar siswa dalam setiap siklus, yaitu
43,78% pada siklus I menjadi 82,61% pada siklus II.
Kata Kunci: hasil belajar , IPA , rangkaian listrik, PhET.
Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi sebagai dampak dari globalisasi
dan era digital yang serba cepat, maka perlu sikap dan pemikaran yang positif terhadap perubahan
tersebut. Begitu juga halnya dalam dunia pendidikan saat ini yang sudah dihadapkan oleh
kemajuan tekhnologi, sehingga dalam proses pembelajaran juga sudah mulai menggunakan
komputerisasi. Guru sebagai salah satu komponen utama pendidikan mempunyai fungsi, peran
dan kedudukan yang strategis dalam pembangunan nasional dibidang pendidikan. Dalam undang-
undang No. 14 Tahun 2005 menyatakan bahwa guru harus memiliki kompetensi pedagogik,
kepribadian, sosial dan profesional. Oleh karena itu, guru diharapkan bisa mengikuti perubahan
yang terjadi dan berusaha untuk meningkatkan kualitas dalam hal pembelajaran di kelas.
Dalam kegiatan pembelajaran, guru dituntut mampu memberikan yang terbaik untuk
siswanya.Untuk mewujudkan hal tersebut seorang guru dapat melibatkan siswa secara aktif,
memotivasi siswa, menggunakan metode dan media yang tepat , sehingga tercipta proses
pembelajaran yang dapat menyenangkan, menarik, kreatif dan efektif yang pada akhirnya akan
berdampak pada hasil belajar siswa. Menurut Winkel (dikutip oleh Purwanto) hasil belajar adalah
perubahan yang mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan tingkah lakunya.
Guru sebagai pendidik diaharpakan bisa merubah sikap dan tingkah laku siswa ke hal-hal
yang lebih baik khususnya dalam hal belajar. Disamping itu hasil belajar menurut Dimyati dan
Mudjiono (2006) menyatakan hasil belajar adalah hasil yang dicapai dalam bentuk angka-angka
atau skor setelah diberikan tes hasil belajar pada setiap akhir pembelajaran. Nilai yang diperoleh
siswa menjadi acuan untuk melihat penguasaan siswa dalam menerima materi pelajaran. Oleh
sebab itu, keberhasilan siswa dalam belajar sehingga memperoleh nilai belajar yang diharapkan,
harus ada perubahan sikap dan tingkah laku dalam proses belajar mengajar baik itu oleh guru
maupun siswanya.
Keberhasilan belajar siswa di sekolah menjadi salah satu tujuan guru melaksanakan
pembelajaran dan salah satu ilmu yang harus dikuasai oleh siswa adalah Ilmu Pengetahuan Alam
(IPA). IPA yang merupakan salah satu dari beberapa cabang ilmu pendidikan yang disampaikan
mulai dari jenjang pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi. Pendidikan IPA diharapkan dapat
menjadi wahana untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar ,serta dapat dikembangkan
penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.Secara ringkas dapat dikatakan IPA merupakan usaha
manusia dalam memahami alam semesta melalui pengamatan yang tepat (correct) pada
sasaran,serta menggunakan prosedur yang benar (true), dan dijelaskan dengan penalaran yang
sahih (valid) sehingga dihasilkan kesimpulan yang betul (truth). Jadi, IPA mengandung tiga hal:
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
651
proses (usaha manusia memahami alam semesta), prosedur (pengamatan yang tepat dan
prosedurnya benar), dan produk (kesimpulannya betul) (Leo Sutrisno, dkk, 1-19).
Berdasar hal diatas, maka dalam pembelajaran IPA harus melalui proses dimana siswa
diajak untuk berinteraksi dengan alam melalui pengamatan dan berusaha untuk membuat
kesimpulan tentanng apa yang diamati, tentu saja dengan bahasa dan kemampuan individu
masing-masing terutama pada jenjang Sekolah Dasar. Sehingga dalam proses pembelajarannya
harus ada media yang dapat menunjang keberhasilan siswa dalam belajarnya.
Sementara itu, dalam Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi ada
beberapa tujuan dalam mata pelajaran IPA yaitu 1) Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran
Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya, 2)
Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, 3) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan
kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mem-pengaruhi antara IPA, lingkungan,
tekhnogi dan masyarakat, 4) Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam
sekitar, memecahkan masalah, dan membuat keputusan, 5) Meningkatkan kesadaran untuk
berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam, 6) Meningkatkan
kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan, 7)
Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan
pendidikan ke SMP/MTS.
Sehubungan dengan tujuan mata pelajaran IPA tersebut, maka untuk menumbuhkan
kemampuan siswa dalam memahami pembelajaran hendaknya lebih menekankan pada pemberian
pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan media dan pengembangan keterampilan
proses yang ilmiah. Standar Isi tertulis “Proses pembelajaran IPA menekankan pada pemberian
pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam
sekitar secara ilmiah” (BNSP, 2007: 14)
Banyak materi yang dipelajari dalam IPA diantaranya adalah tentang listrik. Dalam
kehidupan sehari-hari listrik merupakan suatu kebutuhan yang sering dipakai. Oleh karena itu
perlu pemahaman tentang listrik, terutama pada siswa tingkat Sekolah Dasar agar mengetahui
bagaimana arus listrik itu mangalir, bentuk rangkaian listrik serta kegunaan listrik dalam
kehidupan sehari-hari
Pembelajaran IPA tentang rangkaian listrik di Sekolah Dasar dibutuhkan sebuah media
untuk memahaminya ,sebab arus listrik tidak bisa diamati secara langsung. Adapun rangakaian
listrik adalah suatu kumpulan komponen elektronika yang saling di hubungkan atau di rangkai
dengan sumber tegangan menjadi satu kesatuan yang memiliki fungsi dan kegunaan tertentu.
Untuk memahami tentang rangkaian listrik tentunya harus ada media yang dapat memudahkan
siswa memahaminya. Maka dari itu, guru harus kreatif dalam menentukan,membuat dan
menggunakan media yang sesuai. Diantara sekian banyak media, salah satunya adalah dengan
menggunakan teknologi informasi (TI). Menurut kamus Oxford (1995) dalam Arsa (2007: 1-33)
teknologi informasi adalah studi atau penggunaan peralatan elektronika,terutama komputer untuk
menyimpan, menganalisa,dan mendistribusikan apa saja, termasuk kata, bilangan dan gambar.
Pengguanaan TI juga bisa dimanfaatkan dalam proses pembelajaran.
Salah satu program yang dapat dijadikan sebagai media pembelajaran melalui TI adalah
PhET. Physics Education Technology atau PhET merupakan sebuah ikhtiar sistematis yang
tanggap terhadap perkembangan teknologi pembelajaran. PhET dikembangkan oleh Universitas
Colorado di Boulder Amerika (University of Colorado at Boulder) dalam rangka menyediakan
simulasi pengajaran dan pembelajaran fisika berbasis laboratorium maya (virtual laboratory) yang
memudahkan guru dan siswa jika digunakan untuk pembelajaran di ruang kelas. Simulasi PhET
sangat mudah untuk digunakan. Dengan kata lain, simulasi-simulasi PhET merupakan simulasi
yang ramah pengguna. Simulasi-simulasi dalam PhET tersedia secara gratis dan dapat diunduh di
alamat http://www.phet.colorado.edu
Bertolak pada hal di atas, maka siswa diharapkan memperoleh pengalaman belajar yang
menyenangkan dan harus mencapai kriteria ketuntasan minimum,kenyataan di lapangan
menunjukkan hasil yang belum memuaskan. Berdasarkan hasil pembelajaran di kelas V SDN
Bulukerto 01 tentang rangkaian listrik,motivasi dan hasil belajarnya masih kurang memuaskan.
Hal ini di karenakan media yang digunakan oleh guru kurang variatif. Salah satu kesulitan siswa
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
652
dalam memahami konsep listrik adalah gejala kelistrikan yang tidak bisa diamati secara langsung.
Pada tingkatkan Sekolah Dasar membuat rangkaian listrik dengan benda riil, terutama
menggunakan baterai ada beberapa kelemahan. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil evaluasi
pembelajaran siswa kelas V tahun pelajaran 2014/2015 dalam praktik menggunakan baterai
banyak lampu yang putus atau tidak menyala, sehingga konsep tentang rangkaian listrik masih
baur.
Berdasarkan hal tersebut di atas maka peneliti mencoba menggunakan PhET Interactive
Simulation sebagai media alternatif pengganti benda nyata dengan tujuan untuk mempermudah
siswa kelas V SDN Bulukerto 01 memahami tentang rangkaian listrik.
Metode Penelitan
Penelitiaan ini menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research)
dengan pendekatan kualitatif. Desain PTK yang digunakan adalah model Kemmis dan Mc. Taggart
(1990) dalam Sa’dun Akbar (2012:12). Penelitian tindakan dilakukan dalam siklus spiral, yang terdiri
atas: perencanaan (planning), tindakan dan pengamatan (action and observing) yang dilakukan dalam
waktu relatif bersamaan, dan refleksi (reflection) yang dilakukan berdasarkan hasil observasi untuk
menemukan kekurangan-kekurangan terhadap pelaksanaan tindakan, sehingga diperoleh jalan keluar
untuk memperbaiki proses berikutnya. Alur PTK pada model penelitan yang kembangkan oleh
Kemmis dan Mc. Taggart (1990) dalam Sa’dun Akbar (2012:12), dapat dilihat pada gambar di bawah
ini.
Gambar 1. Model PTK menurut
Kemmis dan Mc Taggart
(Sa’dun Akbar, 2012:12)
Penelitian ini dilaksanakan untuk mengatasi masalah pembelajaran, yaitu pembelajaran IPA
tentang rangakaian listrik. Penelitian ini menggunakan media PhET dengan pendekatan saintifik, yang
nanti hasilnya dapat diketahui setelah membandingkan dengan pembelajaran yang menggunakan
media nyata yang terdiri dari baterai, bohlam, kabel dan saklar yang sebenarnya
Planning
Siklus 1
Reflection
Revise Plan Action and Observing
dst
Siklus dst
Planning
Siklus 2
Reflection
Revise Plan Action and Observing
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
653
Subyek penelitian adalah peserta didik kelas V SDN Bulukerto 01 Kecamatan Bumiaji Kota
Batu Tahun Pelajaran 2015-2016. Jumlah siswa sebanyak 23 anak, dengan 16 anak laki-laki dan 7
anak perempuan.
Dalam penelitian ini, peneliti sebagai instrument utama yang didukung oleh lembar
observasi, dan alat evaluasi (lembar tes tertulis). Peneliti bertindak sebagai perencana, pelaksana,
observer, penganalisis, menyajikan data dan akhirnya sebagai penyusun laporan penelitian.
Peneliti akan merancang pembelajaran untuk memperoleh kondisi nyata di kelas sebagai berikut:
Rancangan Siklus I
Observasi Awal
Pada tahap ini peneliti mengidentifikasi permasalahan dan menganalisis masalah dalam
pembelajaran IPA tentang rangakaian listrik di kelas V SDN Bulukerto 01.
Menyusun Rencana Tindakan
Pada tahap ini peneliti menyiapkan beberapa hal :1) menentukan materi yang akan diajarkan
yaitu tentang rangkaian listrik. 2) Membuat persiapan mengajar dengan langkah-langkah sebagai
berikut: (a) Menyusun tujuan pembelajaran (b) menentukan materi pelajaran disesuaikan dengan
tujuan yang hendak dicapai. (c) merumuskan materi pelajaran yang akan diajarkan dari buku paket
dan buku penunjang lainnya. (d) merumuskan kegiatan belajar mengajar, sebagai berikut: kegiatan
awal, kegiatan inti, kegiatan penutup. (e) menentukan media pembelajaran berupa baterai, bohlam,
kabel,saklar dan program PhET. (f) menyusun alat pengumpul data berupa: lembar pengamatan dan
catatan lapangan tentang pelaksanaan proses pembelajaran. (g) Menyusun rencana pengolahan data.
Pelaksanaan tindakan
Peneliti sebagai guru kelas, melaksanakan rencana pembelajaran sebagaimana tertuang
dalam satuan pembelajaran. Proses pembelajaran berlangsung dengan langkah-langkah sebagai
berikut: 1) Kegiatan awal: (a) guru mengondisikan siswa untuk siap belajar, (b) guru memberi
apersepsi yang mengarah pada materi rangkaian listrik. (c) guru menyampaikan tujuan
pembelajaran. 2) Kegiatan Inti: (a) siswa membentuk kelompok terdiri dari 4-5 siswa tiap
kelompok. (b) setiap siswa mengidentifikasi permasalahan yang berhubungan dengan ragkaian
listrik. (c) dalam kelompok siswa bekerja sama merangkai alat-alat listrik menjadi suatu
rangkaian yang terdiri dari: rangkaian seri, paralel dan campuran. (d) masing-masing kelompok
mempresentasikan hasil diskusi di depan kelas. (e) tiap kelompok diwakili oleh satu siswa
mendemonstrasikan dengan menggunakan PhET. 3) Kegiatan Penutup: guru bersama siswa
merumuskan kesimpulan pembelajaran, dan pemberian tindak lanjut pembelajaran.
Pengamatan Tindakan
Pengumpulan data pada penelitian tindakan ini dilakukan dengan pengamatan pada proses
pembelajaran yang meliputi aktifitas siswa dalam kegiatan pembelajaran. Guru dibantu teman sejawat
mengamati proses pembelajaran yang sedang berlangsung, mencatat data-data yang muncul pada
lembar catatan lapangan. Peningkatan hasil belajar diukur dengan mengembangkan antara menilai
hasil pengerjaan LKS di akhir siklus dan hasil belajar sebelumnya.
Refleksi
Analisis data dan refleksi dilakukan dalam kegiatan tersendiri dengan teman sejawat setelah
pelaksanaan tindakan. Hasil refleksi dicatat dan menghasilkan rancangan tindakan pada siklus II dan
rancangan ulang. Peneliti melakukan analisis, pemaknaan, interpretasi dan penyimpulan data yang
telah dikumpulkan, hasilnya berupa temuan-temuan. Daftar permasalahan/ kekurangan yang telah
ditemukan selanjutnya dipakai sebagai dasar untuk melakukan perancangan ulang di siklus II.
Rancangan Siklus II
Rencana Tindakan
Berdasarkan refleksi siklus I, maka rancangan tindakan sebagai berikut: 1) Bahan pelajaran
yang akan di bahas pada siklus II adalah tentang rangkaian listrik dengan fokus pada penggunaan
PhET sebagai media alternatif. 2) menyusun persiapan mengajar dengan langkah-langkah sebagai
berikut : (a) Menyusun tujuan pembelajaran (b) Menentukan materi pelajaran disesuaikan dengan
tujuan yang hendak dicapai. (c) Merumuskan materi pelajaran yang akan diajarkan dari buku paket
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
654
dan buku penunjang lainnya. (d) Merumuskan kegiatan belajar mengajar, sebagai berikut: kegiatan
awal, kegiatan inti, kegiatan penutup. (e) Menentukan media pembelajaran program baterai, bohlam,
kabel, saklar dan program PhET (f) Menyusun alat pengumpul data berupa: lembar pengamatan dan
catatan lapangan tentang pelaksanaan proses pembelajaran. (g) Menyusun rencana pengolahan data.
Pelaksanaan tindakan
Peneliti sebagai guru kelas, membuat rencana pembelajaran siklus II yang merupakan
penyempurnaan dari siklus I. Proses pembelajaran berlangsung dengan langkah-langkah sebagai
berikut: 1) Kegiatan awal: (a) guru membangkitkan semangat siswa dengan meneriakkan “yel-
yel”. (b) guru memberi apersepsi yang mengarah pada materi rangkaian listrik. (c) guru
menyampaikan tujuan pembelajaran. 2) Kegiatan Inti: (a) siswa membentuk kelompok terdiri dari
4-5 siswa tiap kelompok. (b) setiap siswa mengidentifikasi permasalahan yang terdapat rangkaian
listrik. c) dalam kelompok siswa bekerja sama merangkai alat-alat listrik menjadi suatu rangkaian
yang terdiri dari: rangkaian seri, paralel dan campuran. (d) masing-masing kelompok
mempresentasikan hasil diskusi di depan kelas. (e) tiap kelompok diwakili 3 siswa
mendemonstrasikan dengan menggunakan PhET dalam membuat rangkain listrik stelah itu semua
siswa bergantian melakukan hal yang sama. 3) Kegiatan Penutup: guru bersama siswa
merumuskan kesimpulan pembelajaran, dan pemberian tindak lanjut pembelajaran.
Pengamatan Tindakan
Pengamatan proses pembelajaran meliputi aktifitas siswa dan guru dalam kegiatan
pembelajaran. Guru dibantu teman sejawat mengamati proses pembelajaran yang sedang berlangsung,
mencatat data-data yang muncul kemudian mentranskripkannya. Selain dalam prose pengamatan juga
dilihat darai dokumen yang dianalisis dari hasil pengerjaan evaluasi oleh siswa selama pembelajaran.
Refleksi
Hasil pengamatan siklus II dicatat, didiskusikan dan dibandingkan dengan siklus I. Kemudian
penulis melakukan analisis, pemaknaan, interpretasi, penjelasan dan penyimpulan data yang
terkumpul. Temuan dan permasalahan yang muncul selanjutnya dipakai sebagai dasar untuk
melakukan perancangan ulang untuk siklus berikutnya. Akan tetapi jika hasil dari siklus II
menunjukkan hasil yang positif dalam artian sesuai dengan target ketuntasan belajar klasikal maka
tujuan penelitian dianggap sudah tercapai, oleh sebab itu peneliti tidak perlu perancangan ulang siklus
berikutnya.
Hasil Penelitian
Pra Tindakan
Pelaksanaan tindakan dimulai dengan mengadakan observasi awal. Tujuannya untuk
mengetahui lebih mendalam kondisi sekolah, sebagai kelas yang akan mendapat perlakuan.
Kondisi tersebut mencakup kondisi fisik kelas, kondisi siswa, guru, proses pembelajaran dan
kegiatan belajar mengajar di kelas serta sarana dan prasarana pendidikan yang terdapat di kelas
maupun di sekolah. Pada observasi awal kegiatan pembelajaran terdiri dari tiga tahapan, 1)
kegiatan awal, 2) kegiatan inti, dan 3) penutup.
Pada kegiatan ini peneliti mengidenfikasi masalah yang akan diteliti dan dikenakan tindakan.
Penliti mengajukan beberapa pertanyaan awal tentang listrik sebelum melakukan tindakan. Berikut
pertanyaan-pertanyaan itu :
Guru :”Apakah nama benda ini?”(sambil
menunjukan baterai)
Siswa ; ”Baterai”
Guru : “Apa gunanya atau fungsinya?”
Siswa : ”Untuk menyalakan lampu, menghasilkan listrik,sumber energi”
Guru : ”Apakah nama benda ini?”(sambil
kabel)
Siswa : “ Kabel”
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
655
Guru : : “Apa gunanya atau fungsinya?”
Siswa :”Untuk menyalakan lampu, menyalurkan listrik dari baterai”
Guru : ”Apakah nama benda ini?”(sambil
lampu)
Siswa : “ lampu”
Guru : “Apa gunanya atau fungsinya?”
Siswa :”Untuk menerangi ruangan”
Guru : ”Apakah nama benda ini?”(sambil
sakalar)
Siswa : “ Cetekan(bahasa yang biasa digunuakan siswa)”
Guru : “Apa gunanya atau fungsinya?”
Siswa :”Untuk mematikan dan menghidupkan lampu”
Selanjunya guru merangkai kabel, baterai dan lampu jadi rangkaian listrik, serta
menagajukan pertanyaan.
Guru : “Apa terjadi pada lampu?” (merangkai alat alat listrik seperti pada gambar di bawah ini)
Siswa :”Menyala”
Guru : “Apa terjadi pada lampu?” (merangkai alat alat listrik seperti pada gambar di bawah ini)
Siswa :”Mati”
Setelah dilakukan percobaan ternyata lampu dapat menyala.
Guru : “ Apa yang menyebabkan lampu menyala?”
Siswa : “Karena ada baterai, kabel ,lampu
Siswa :”Kabel dihubungkan ke baterai dan lamapu”
Dari gambaran di atas bahwa pemahaman siswa tentang arus listrik dapat mengalir
melalui rangkaian tertutup belum sepenuhnya dipahami oleh siswa. Hasil penelitian tindakan
kelas yang dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan media nyata yang terdiri dari baterai,
kabel, bohlam dan saklar tanpa menggunakan media PhET , menunjukkan kurang jelasnya siswa
kelas V SDN Bulukerto 01 Kecamatan Bumiaji kota Batu memahami tentang rangkaian listrik.
Adapun hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti pada kegiatan setiap siklus akan diuraikan
sebagai berikut:
Siklus I
Berdasarkan hasil pengamatan yang diperoleh dari observasi awal, peneliti memberi tindakan siklus I
untuk lebih mendapatkan data yang diinginkan. Kegiatan siklus I pada penelitian ini berdasarkan
catatan dan observasi dari kegiatan belajar mengajar yang dilaksanakan dapat dipaparkan dari
hasil belajar siswa kelas V SDN Bulukerto 01 dengan hasil sebagai berikut:
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
656
Aktifitas Siswa Siklus I, (tabel pada lampiran).
Dari perhitungan dengan tabel, bahwa keaktifan siswa di kelas dalam pembelajaran
mencapai 57,78% dengan predikat cukup. Aktifitas siswa yang diamati oleh pengamat selama
proses pembelajaran dinilai cukup aktif. Namun masih banyak yang masih asik bermain sendiri
selama proses pembelajaran karena media yang digunakan masih sulit untuk dirangkai oleh siswa
sehingga siswa masih banyak yang kebinggungan dalam merangkai alat-alat istrik menjadi suatu
rangkaian.
Hasil kreatifitas siswa dalam membuat komentar pada siklus I. (tabel pada lampiran)
Dalam hal kreatifitas siswa merangkai alat-alat listrik menjadi rangkaian listrik, secara
umum siswa masih kurang. Hal ini disebabkan karena media yang digunakan terbatas dan
penjelasan guru tentang rangkaian listrik terlalu singkat. Sementara siswa hanya merangkai
berdasarkan gambar yang telah disediakan oleh guru. Dan dari hitungan pada tabel (lampiran)
dapat dilihat, bahwa masih banyak siswa yang mendapatkan skor rendah, dengan rincian : siswa
yang mendapat nilai kurang 3 anak, 12 anak mendapat skor cukup dan 8 anak mendapat nilai
baik. Dengan persentase kreatifitas siswa sebesar 55%.
Hasil Belajar Siswa Siklus I. (table pada lampiran)
Berdasarkan hasil belajar pada evaluasi siklus I,diperoleh nilai siswa dengan rincian 8 siswa
mendapat nilai yang sudah memenuhi KKM atau 34,78%, sedangakan 15 siswa mendapat nilai
kurang dari KKM atau 65,22%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada siklus I secara klasikal siswa
masih belum tuntas belajar.Sedangkan ketuntasan indidu adalah minimal mendapat nilai 70 dengan
ketuntasan kelas 70%.
Oleh sebab itu, dari hasil evaluasi siklus I dinilai masih banyak kekurangan, diantaranya
karena media alat-alat lisrtrik yang digunakan masih sulit untuk dirangkai, banyak lampu yang
putus, saklar tidak digunakan, sumber energi listrik yang ada di baterai muali melemah. Selain itu
pada siklus I ini juga sudah ada tindakan peneliti dengan menggunakan media PhET tetapi
kurang maksimal, karena siswa masih asing dengan PhET dan kurang bisa mengopersionalkan.
Sehingga konsep tentang rangkaian listrik masih kurang dipahami oleh siswa.
Berdasarkan hasil dan masalah yang ditemukan peneliti di lapangan pada siklus I, maka
peneliti perlu melanjutkan pada siklus II. Tujuannya adalah untuk memperbaiki proses
pembelajaran dan hasil belajar yang telah dilakukan pada siklus I.
Siklus II
Pada siklus II, peneliti memberikan tindakan seperti pada siklus I, namun dalam
pelaksanaan kegiatan inti pembelajaran, guru memberikan tekanan pada penggunaan PhET
sebagai media pembelajarannya. Dalam proses pembelajaran ini guru memberi contoh dengan
mendemonstrasikan bagaimana cara mengoperasionalkan PhET kepada siswa. Selanjtunya siswa
secara bergantian membuat rangkaian listrik dengan menggunakan PhET.
Dengan bantuan PhET sebagai media alternatif pengganti alat-alat listrik yang
sesungguhnya, ternyata membuat siswa antusias mencoba dan mengikuti pembelajaran tentang
rangkaian listrik, karena di dalam PhET itu anak mengetahui bagaimana arus litrik itu mengalir
serta siswa mudah untuk mengoperasionalkan. Selain itu, dengan bantuan media PhET hasil
belajar siswa mengalami peningkatan dibandingkan dengan siklus 1. Berikut paparan hasil belajar
siswa pada siklus II :
Aktifitas Siswa Siklus II, (tabel pada lampiran).
Pada siklus II ini, semua siswa diberi kesempatan untuk merangkai rangkaian listrik
dengan mengunakan PhET. Berdasarkan pengamatan, siswa sangat antusias untuk mencoba,
sehingga tercipta pembelajaran yang menyenangkan bagi siswa.Dan dari perhitungan dengan
tabel, bahwa keaktifan siswa di kelas dalam pembelajaran mencapai 84,44% dengan predikat
sangat baik.
Hasil kreatifitas siswa dalam membuat komentar pada siklus II. (tabel pada lampiran)
Dilihat dari kreatifitas dalam membuat rangkaian listrik, ternyata siswa lebih kreatif
dibandingkan dengan menggunakan alat-alat listrik yang sebenarnya, hal ini disebabkan siswa
bisa merangkai dalam bentuk yang dinginkan oleh siswa itu sendiri. Dari tabel (pada lampiran)
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
657
57,78%
84,44%
55%
87%
34,78%
82,61%
0,00%
20,00%
40,00%
60,00%
80,00%
100,00%
Siklus I Siklus II
Aktifitas Siswa
Kreatifitas siswa
Ketuntasan Belajar
dapat dilihat, ada peningkatan pemahaman tentang rangkaian, dengan rincian: siswa yang
mendapat skor baik 12 anak, 11 anak mendapat skor sangat baik. Dengan persentase kreatifitas
siswa hanya sebesar 87%.
Hasil Belajar Siswa Siklus II. (table pada lampiran)
Hasil belajar siswa ini merupakan salah satu indikator berhasil tidaknya suatu pembelajaran.
Dengan menggunakan PhET, siswa lebih memahami tentang listrik yang di dalamnya antara ada
ilustrasi arus listrik dan bagaimana cara membuat rangkaian listrik. Berdasar hasil belajar pada
evaluasi siklus II ini diperoleh nilai siswa dengan rincian 17 siswa mendapat nilai yang sudah
memenuhi KKM atau 82,61% yang berarti sudah tuntas, sedangakan 6 siswa mendapat nilai kurang
dari KKM atau 17,39% belum tuntas. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada siklus II secara
klasikal siswa sudah tuntas, sedangkan yang belum tuntas diberi bimbingan tersendiri.
PEMBAHASAN
Menurut Hamalik (2008) hasil belajar adalah sebagai terjadinya perubahan tingkah laku
pada diri seseorang yang dapat diamati dan diukur bentuk pengetahuan, sikap dan keterampilan.
Perubahan tersebut dapat di artikan sebagai terjadinya peningkatan dan pengembangan yang lebih
baik sebelumnya yang tidak tahu menjadi tahu.
Dilihat dari pengertian hasil belajar tersebut, pada siswa kelas V SDN Bulukerto 01
terdapat perubahan hasil belajar, hal ini didasarkan pada tindakan yang telah dilakukan oleh
peneliti yang dimulai dari pra siklus, siklus I dan siklus II. Tindakan yang dimaksudkan disini
adalah dengan menggunakan PhET sebagai media pembelajaran untuk menunjang dari media
sebenarnya yang berupa alat-alat listrik.
Dengan menggunakan PhET siswa lebih antusias dalam mengikuti pembelajaran, hal ini
dikarenakan siswa sekarang sudah terbiasa menggunakan peralatan elektronik atau tekhnolgi
informasi.Dan berdasarkan hasil belajar siswa pada tindakan siklus I dan II dapat dilihat pada
diagram batang di bawah ini
Gambar : Perbandingan hasil belajar pada siklus I dan siklus II
Diagram di atas menunjukkan bahwa setelah dilakukan tindakan dari siklus I dan siklus II
terjadi perubahan hasil belajar dengan rincian sebagai berikut: aktifitas siswa yang mengalami
kenaikan, pada siklus I nilai aktifitas siswa 57,78% naik menjadi 84,44% pada siklus II ,dengan
persentase kenaikan sebesar 26,66%. Begitu juga kreatifitas siswa dalam membuat rangkaian
listrik juga mengalami kenaikan, yang sebelumnya pada siklus I hanya sebesar 55%, pada siklus
II menjadi 87% dengan persentase kenaikan sebesar 32%. Sehingga berpengaruh pada hasil
belajar siswa yang juga mengalami kenaikan, dapat dilihat dari nilai ketuntasan kelas pada siklus I
hanya 34,78%, pada siklus II menjadi 82,61% dengan persentase kenaikan sebesar 47,83%.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan PhET
sebagai media alternatif dapat meningkatkan hasil belajar siswa.Dan berdasarkan dari target
ketuntasan klasikal 70% dari 23 siswa sudah tuntas, maka penelitian ini hanya dibatasi oleh 2
siklus saja, sedangkan yang belum tuntas diberikan bimbingan dan remidi tersendiri.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
658
PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang telah dilakukan, peneliti dapat
menyimpulkan bahwa proses belajar mengajar yang dilakukan dengan menggunakan PhET
sebagai media alternatif penunjang dari media riil atau benda yang sesungguhnya pada
pembelajaran tentang rangkaian listrik di SDN Bulukerto 01 dapat meningkatkan hasil belajar
siswa. Di samping itu dengan menggunakan PhET, siswa lebih antusias untuk mengikuti
pembelajaran karena dapat melihat bagaimana arus listrik itu mengalir serta mudah untuk
mengoperasikannya .
Dilihat dari hasil belajarnya ada peningkatkan dari siklus I yang fokus menggunakan
media alat listrik yang sebenarnya dengan siklus II yang fokus menggunakan PhET sebagai media
alternatif. Adapun kenaikan hasil belajar dapat dilihat dari hasil evalusi siklus I yang mencapai
persentase sebesar 34,78% menjadi 82,61%. Dengan demikian,peneliti berharap semoga
penelitian ini bermanfaat bagi : 1) guru sebagai peneliti, karena dengan menggunakan berbagai
media terutama PhET dapat membuat siswa antusias dalam mengikuti pelajaran serta
memudahkan siswa dalam memamahami pelajaran tentang rangkaian listrik. 2) siswa, sebagai
subyek pembelajaran dengan menggunakan berbagai media terutama PhET siswa lebih mudah
memahami pelajaran, karena siswa pada tingkat Sekolah Dasar membutuhkan media yang dapat
mengkonkritkan benda yang abstrak. 3) pendidik, semoga penelitian ini dapat diajdikan inspirasi
untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas. 4) sekolah, PhET ini bisa digunakan sebagai
media pembelajaran dengan cara mendownload di alamat http://www.phet.colorado.edu
DAFTAR RUJUKAN
Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen. Bandung: Citra Umbara
Permendiknas RI Nomor 41 Tahun 2007. Tentang Standar Proses Pendidikan dasar dan Menengah.
Jakarta:BNSP
Leo Sutrina.Hery Kresnadi. Kartono. 2007.Pengembangan Pembelajaran IPA SD.Depdiknas
Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan
Menengah. Jakarta:Depdiknas
Permendiknas RI Nomor 41 Tahun 2007. Tentang Standar Proses Pendidikan dasar dan Menengah.
Jakarta:BNSP
Arsa. Deni Darmawan. Cepi Rian. 2007,Komputer dan Media Pembelajaran di SD,Depdiknas
Akbar,Sa’dun.2012.Modul Pengembangan Penelitian Tindakan Kelas dan Karya Ilmiah. Malang:
Universitas Negeri Malang.
https://himitsuqalbu.wordpress.com/2014/03/21/definisi-hasil-belajar-menurut-para-ahli/. diunduh 19
Januari 2016
http://rachmadresmi.blogspot.co.id/2009/03/phet-simulasi-fisika-untuk-membantu.html. diunduh 19
Januari 2016
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
659
MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA DALAM PEMBELAJARAN IPA
MATERI MEMAHAMI BERBAGAI BENTUK ENERGI DAN CARA
PENGGUNAANNYA DALAM KEHIDUPAN SEHARI–HARI DENGAN
METODE JIGSAW DI KELAS IV SD
Maulana Akbar Sasputra
SDN Oro – oro Ombo 02
Abstrak: Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan mendeskripsikan: 1) penerapan model
pembelajaran tipe jigsaw, 2) hasil belajar siswa.merupakan penelitian deskriptif kualitatif
dengan rancangan penelitian tindakan kelas (PTK) yang terdiri dari dua siklus. Tiap
siklusnya terdiri dari satu pertemuan. Data diambil dari lembar pengamatan aktivitas guru
dan siswa dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran, hasil belajar siswa dan aktivitas
siswa. Setiap akhir pertemuan dilakukan tes untuk mengukur hasil belajar siswa.
Penerapan model pembelajaran jigsaw dalam pembelajaran IPA dapat
meningkatkan hasil belajar siswa. Peningkatan hasil belajar siswa dari siklus I ke siklus II
diatas KKM. Guru dapat menggunakan model pembelajaran jig saw untuk meningkatkan
hasil belajar IPA. Peneliti selanjutnya dapat menggunakan model pembelajaran jigsaw
untuk meningkatkan hasil belajar siswa dengan memperbaiki kekurangan pada diskusi
kelompok ahli dan evaluasi.
Kata Kunci: Model Pembelajaran Jigsaw, IPA, Aktivitas Belajar, Hasil Belajar
Pembelajaran IPA merupakan pembelajaran yang menekankan pada pemberian pengalaman
langsung untuk mengembangkan kompetensi siswa agar dapat lebih mudah dalam memahami alam
sekitar. Untuk mendapatkan pengalaman belajar secara langsung melalui praktik diperlukan partisiasi
dan keaktifan siswa sebagai pebelajar. Mengacu pada hal tersebut sangat diperlukan model
pembelajaran IPA yang sesuai. Karena model pembelajaran IPA yang sesuai sangat membantu guru
dan siswa dalam mencapai keberhasilan pembelajaran. Bagi siswa, dengan penerapan model
pembelajaran yang sesuai akan mempermudah siswa dalam memahami materi pelajaran yang
diajarkan oleh guru.
Tujuan pendidikan IPA di SD selain memberikan pengalaman kepada peserta didik dalam
merencanakan dan melakukan kerja ilmiah juga untuk membentuk sikap ilmiah. Jadi dalam kegiatan
pembelajaran IPA sebaiknya guru memberikan sejumlah kegiatan yang memberikan peluang kepada
peserta didik untuk mengarah pada tujuan pendidikan IPA. Dengan demikian pendidikan dapat
menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas dengan cara membentuk guru yang berkualitas
pula. Menurut Mulyasa (2007:11), guru profesional harus mampu mengembangkan budaya dan iklim
organisasi pembelajaran yang bermakna, kreatif dan dinamis, bergairah, dialogis, sehingga
menyenangkan bagi peserta didik maupun guru dalam pembelajaran. Jadi untuk menjadi seorang guru
profesional, motivasi diri untuk meningkatkan kualitas diri seorang guru harus selalu ditingkatkan.
Kelas IV dipilih karena berdasarkan hasil pengamatan ditemukan fakta bahwa kegiatan
pembelajaran IPA di SDN Oro–oro Ombo 02 Batu masih terdapat banyak masalah. Dalam
pelaksanaan pembelajaran IPA kelas IV di SDN Oro – oro Ombo 02 Batu, hasil belajar siswa juga
masih tergolong kurang memuaskan. Dari hasil yang didapatkan pada tahun pelajaran 2015/2016
bahwa nilai IPA peserta didik kelas IV SD masih dibawah KKM, hal ini dilihat dari nilai rata-rata
kelas tes awal yaitu 59,60. Karena guru kurang kreatif dalam memanfaatkan alat peraga yang ada
dalam proses pembelajaran.
Berdasarkan hal tersebut, peneliti berusaha menerapkan model pembelajaran jigsaw pada
pelajaran IPA khususnya pada kompetensi dasar menjelaskan hubungan antara struktur akar
tumbuhan dan fungsinya. Materi ini dipilih karena dalam pembelajaran menggunakan model jigsaw
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
660
siswa akan mengalami sendiri dengan cara melakukan pengamatan secara langsung untuk
membuktikan bagian tumbuhan dan fungsinya sehingga siswa benar-benar menemukan sendiri
pengetahuannya. Dengan demikian pada pembelajaran ini diharapkan dapat menimbulkan keaktifan
dan keantusiasan siswa dalam belajar, khususnya dalam meningkatkan aktivitas dan hasil belajar
siswa dalam pembelajaran IPA. Pembelajaran sebaiknya dilakukan dengan melibatkan siswa dalam
menemukan pengetahuannya sendiri melalui pemberian pengalaman langsung kepada siswa dengan
model pembelajaran jigsaw. Dalam model pembelajaran cooperative learning type jigsaw ini siswa
memiliki banyak kesempatan untuk mengemukakan pendapat dan mengolah informasi yang didapat
dan dapat meningkatkan komunikasi, anggota kelompok bertanggung jawab atas keberhasilan
kelompoknya dan ketuntasan bagian materi yang dipelajari, dan dapat menyampaikan kepada
kelompoknya Rusman, (2008.203 ).
Proses pemecahan masalah dilakukan secara kolaborasi. Kolaborasi dilakukan antara peneliti
dengan rekan sejawat sesama guru, peneliti, bersama kolaborator bekerja secara tim mulai dari
persiapan, pelaksanaan, dan pelaporan.
Berdasarkan observasi dan diskusi dengan teman sejawat diketahui adanya beberapa masalah
yang menyebabkan rendahnya pencapaian kompetensi dasar tersebut. Identifikasi masalahnya adalah
sebagai berikut :
a) Kurangnya kemampuan siswa dalam memahami berbagai bentuk energi dan cara
penggunaannya dalam kehidupan sehari – hari
b) Kurangnya media alat peraga yang mendukung dalam pembelajaran IPA
Dari pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat disimpulkan beberapa faktor analisis permasalahan,
diantaranya :
a) Guru belum menggunakan alat peraga yang sesuai dengan materi pembelajaran yang
dilaksanakan
b) Guru belum memberikan kesempatan pada siswa untuk melakukan percobaan atau
pengamatan langsung
Berdasarkan hal tersebut, peneliti ingin meneliti bagaimanakah penerapan model
pembelajaran jig saw pada materi pokok struktur bagian tumbuhan dan fungsinya yang dapat
meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa kelas IV SDN Oro – oro Ombo 02 Batu, Oleh karena
itu, peneliti tertarik untuk meneliti mengenai “ Meningkatkan hasil belajar siswa dalam
pembelajaran IPA materi memahami berbagai bentuk energi dan cara penggunaannya dalam
kehidupan sehari – hari dengan metode jigsaw di kelas IV SDN Oro – oro Ombo 02 Batu Tahun
Pelajaran 2015 / 2016 ”.
Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah suatu tipe pembelajaran kooperatif yang
terdiri dari beberapa anggota dalam satu kelompok yang bertanggung jawab atas penguasaan
bagian materi belajar dan mampu mengajarkan materi tersebut kepada anggota lain dalam
kelompoknya (Arends, 1997).
Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw merupakan model pembelajaran kooperatif
dimana siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4–6 orang secara heterogen dan
bekerja sama saling ketergantungan yang positif dan bertanggung jawab atas ketuntasan bagian
materi pelajaran yang harus dipelajari dan menyampaikan materi tersebut kepada anggota
kelompok yang lain (Arends, 1997).
Hasil Dan Pembahasan
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “bagaimanakah penerapan jig saw dalam
pelajaran IPA untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa pada materi memahami berbagai
bentuk energi dan cara penggunaannya dalam kehidupan sehari – hari kelas IV SDN Oro – oro Ombo
02 Batu”. Oleh karena itu dibawah ini akan dipaparkan data tes materi memahami berbagai bentuk
energi dan cara penggunaannya dalam kehidupan sehari – hari pada pembelajaran IPA dengan jumlah
siswa 25 siswa. Mulai dari penilaian prasiklus, siklus 1, dan siklus
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
661
Analisis Data Siklus 1
Hasil analisa siklus 1 dapat dilihat pada tabel dan grafik yang peneliti sajikan sebagai berikut :
Tabel 4.4 Daftar Nilai Siswa Siklus 1
NO NAMA SISWA NILAI ANALISIS
NILAI KET
1 AAN NUR ANDIKA 50 Sangat Kurang Tidak Tuntas
2 FARHANDIKA DWI P 50 Sangat Kurang Tidak Tuntas
3 IZZA SHYLA A 60 Kurang Tidak Tuntas
4 MUHAMAD RAMZY 60 Kurang Tidak Tuntas
5 NOVIA
RAHMADANI
60 Kurang Tidak Tuntas
6 ADAM JULIANSYAH 60 Kurang Tidak Tuntas
7 AFRIZAL DINDA F 60 Kurang Tidak Tuntas
8 AGUNG PUTRA S 90 Baik Tuntas
9 AINA ZASKIA A 70 Cukup Tuntas
10 ALFI RIZALDI IBRA 70 Cukup Tuntas
11 AL'IM ARDIANSYAH 80 Baik Tuntas
12 ALVIAN RAMA K 70 Cukup Tuntas
13 ALY HAKIM A 60 Kurang Tidak Tuntas
14 AMALIYA RIZKA W 70 Cukup Tuntas
15 ANNISA EKA PUTRI 70 Cukup Tuntas
16 ARIF INDRA S 70 Cukup Tuntas
17 ATA DHIYA FARIN Z 70 Cukup Tuntas
18 AULIA PUTRI M 60 Kurang Tidak Tuntas
19 AULIA RAHMA A 70 Cukup Tuntas
20 AULIA SIFA N 50 Sangat Kurang Tidak Tuntas
21 DAFID PUTRA R 60 Kurang Tidak Tuntas
22 DEBITA ALVIA N 60 Kurang Tidak Tuntas
23 EKA ARY WIJAYA 60 Kurang Tidak Tuntas
24 FEBI TRI W 70 Cukup Tuntas
25 FEBRIANA TRI W 70 Cukup Tuntas
Rata-rata 64,80
Nilai tertinggi 90
Nilai terendah 50
Hasil evaluasi diklasifikasikan seperti pada tabel dibawah ini:
Tabel 4.5 Presentasi Nilai Siswa Siklus 1
No Nilai Frekuensi Persentase (%)
SK K C B SB
1 0
2 10
3 20
4 30
5 40
6 50 3 12
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
662
7 60 10 40
8 70 10 40
9 80 1 4
10 90 1 4
11 100 0
Jumlah 25 28 36 36 4 4
Bila disajikan dalam bentuk grafik dapat dilihat seperti dibawah ini :
Tabel 4.6 Presentase Nilai Siswa Siklus 1
Kriteria Jumlah siswa Persentase
Sangat Kurang 3 12%
Kurang 10 40%
Cukup 10 40%
Baik 1 4%
Sangat Baik 1 4%
Jumlah 25 100%
Dalam bentuk grafik seperti dibawah ini :
Gambar 4.2 Grafik Nilai Siswa Siklus 1
Refleksi
Berdasarkan dari tabel dan grafik analisis nilai hasil evaluasi siklus 1 diperoleh data 3 siswa
(12%) mendapat nilai sangat kurang, 10 siswa (40%) mendapat nilai kurang, 10 siswa (40%)
mendapat nilai cukup dan 1 siswa (4%) yang mendapat nilai baik serta 1 siswa (4%) mendapatkan
nilai sangat baik. Dari data tersebut dapat diartikan bahwa terjadi peningkatan nilai dari pra siklus ke
siklus 1, meski pada siklus 1 masih belum tercapai sepenuhnya, untuk itu perlu diadakan perbaikan
pembelajaran.
Analisis Data Siklus 2
Hasil analisa siklus 2 dapat dilihat pada tabel dan grafik yang peneliti sajikan sebagai berikut :
Tabel 4.7 Daftar Nilai Siswa Siklus 2
NO NAMA SISWA NILAI ANALISIS
NILAI KET
1 AAN NUR ANDIKA 70 Cukup Tuntas
2 FARHANDIKA DWI 70 Cukup Tuntas
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
663
3 IZZA SHYLA A 70 Cukup Tuntas
4 MUHAMAD RAMZY 70 Cukup Tuntas
5 NOVIA RAHMADAN 70 Cukup Tuntas
6 ADAM JULIANSYAH 80 Baik Tuntas
7 AFRIZAL DINDA F 80 Baik Tuntas
8 AGUNG PUTRA S 100 Sangat baik Tuntas
9 AINA ZASKIA A 100 Sangat baik Tuntas
10 ALFI RIZALDI IBRA 80 Baik Tuntas
11 AL'IM ARDIANSYAH 100 Sangat baik Tuntas
12 ALVIAN RAMA K 80 Baik Tuntas
13 ALY HAKIM A 80 Baik Tuntas
14 AMALIYA RIZKA W 90 Sangat baik Tuntas
15 ANNISA EKA PUTRI 100 Sangat baik Tuntas
16 ARIF INDRA S 90 Sangat baik Tuntas
17 ATA DHIYA FARIN Z 90 Sangat baik Tuntas
18 AULIA PUTRI M 80 Baik Tuntas
19 AULIA RAHMA A 90 Sangat baik Tuntas
20 AULIA SIFA N 60 Kurang Tidak Tuntas
21 DAFID PUTRA R 80 Baik Tuntas
22 DEBITA ALVIA N 80 Baik Tuntas
23 EKA ARY WIJAYA 80 Baik Tuntas
24 FEBI TRI
WULANDARI
100 Sangat baik Tuntas
25 FEBRIANA TRI W 90 Sangat baik Tuntas
Rata-rata 83,20
Nilai tertinggi 100
Nilai terendah 60
Hasil evaluasi diklasifikasikan seperti pada tabel dibawah ini:
Tabel 4.8 Presentasi Nilai Siswa Siklus 2
No Nilai Frekuensi Persentase (%)
SK K C B SB
1 0
2 10
3 20
4 30
5 40
6 50
7 60 1 4
8 70 5 20
9 80 9 36
10 90 5 20
11 100 5 20
Jumlah 25 4 20 36 40
Bila disajikan dalam bentuk grafik dapat dilihat seperti dibawah ini :
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
664
Tabel 4.9 Presentase Nilai Siswa Siklus 2
Kriteria Jumlah siswa Persentase
Sangat Kurang 0 0%
Kurang 1 4%
Cukup 5 20%
Baik 9 36%
Sangat Baik 10 40%
Jumlah 25 100%
Dalam bentuk grafik seperti dibawah ini :
Grambar 4.3 Grafik Nilai Siswa Siklus 2
a. Refleksi
Berdasarkan dari tabel dan grafik analisis nilai hasil evaluasi siklus 2 diperoleh data tidak ada
siswa yang mendapat nilai sangat kurang, hanya 1 siswa (4%) mendapat nilai kurang, 5 siswa (20%)
mendapat nilai cukup dan 9 siswa (36%) yang mendapat nilai baik serta 10 siswa (40%) mendapatkan
nilai sangat baik. Dari data tersebut dapat diartikan bahwa terjadi peningkatan yang signifikan nilai
dari pra siklus sampai siklus 2.
A. Pembahasan Hasil Penelitian Perbaikan Pembelajaran
Peningkatan hasil belajar siswa dapat dilihat dalam bentuk tabel grafik dibawah ini :
Tabel 4.10 Daftar Nilai Siswa Pra Siklus, Siklus dan Siklus 2
NO NAMA SISWA SIKLUS
Siklus 1 Siklus 2
1 AAN NUR ANDIKA 50 70
2 FARHANDIKA DWI
P
50 70
3 IZZA SHYLA A 60 70
4 MUHAMAD RAMZY 60 70
5 NOVIA
RAHMADANI
60 70
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
665
6 ADAM
JULIANSYAH
60 80
7 AFRIZAL DINDA F 60 80
8 AGUNG PUTRA S 90 100
9 AINA ZASKIA A 70 100
10 ALFI RIZALDI IBRA 70 80
11 AL'IM
ARDIANSYAH
80 100
12 ALVIAN RAMA K 70 80
13 ALY HAKIM A 60 80
14 AMALIYA RIZKA W 70 90
15 ANNISA EKA PUTRI 70 100
16 ARIF INDRA S 70 90
17 ATA DHIYA FARIN
Z
70 90
18 AULIA PUTRI M 60 80
19 AULIA RAHMA A 70 90
20 AULIA SIFA N 50 60
21 DAFID PUTRA R 60 80
22 DEBITA ALVIA N 60 80
23 EKA ARY WIJAYA 60 80
24 FEBI TRI W 70 100
25 FEBRIANA TRI W 70 90
Rata-rata 64,80 83,20
Nilai tertinggi 90 100
Nilai terendah 50 60
Analisis Nilai Pra Siklus, Siklus 1 dan Siklus 2
Tabel 4.11 Analisis Nilai Siswa Pra Siklus, Siklus dan Siklus 2
Kriteria Siklus 1 Siklus 2
Sangat Kurang 3 0
Kurang 10 1
Cukup 10 5
Baik 1 9
Sangat Baik 1 10
Jumlah 25 25
Berdasarkan dari tabel dan grafik analisis nilai hasil evaluasi Pra Siklus diperoleh 7 siswa
mendapat nilai sangat kurang, 9 siswa mendapat nilai kurang, 8 siswa mendapat nilai cukup dan 1
siswa mendapat nilai baik. Dari data tersebut dapat diartikan bahwa tujuan pembelajaran belum
tercapai sepenuhnya, untuk itu perlu diadakan perbaikan pembelajaran. Perbaikan pembelajaran yang
peneliti lakukan untuk menindaklanjuti ada 2 siklus yang terdiri dari siklus 1 dan 2.
Berdasarkan dari tabel dan grafik analisis nilai hasil evaluasi siklus 1 diperoleh data 3 siswa
mendapat nilai sangat kurang, 10 siswa mendapat nilai kurang, 10 siswa mendapat nilai cukup, 1
siswa mendapat nilai baik dan 1 siswa mendapat nilai sangat baik. Dari data tersebut dapat diartikan
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
666
sudah terjadi peningkatan nilai dari pra siklus ke siklus 1, meski pada siklus 1 tujuan pembelajaran
masih belum tercapai sepenuhnya, untuk itu perlu diadakan perbaikan pembelajaran.
Berdasarkan dari tabel dan grafik analisis nilai evaluasi siklus 2 diperoleh diperoleh data tidak
ada siswa yang mendapatkan nilai sangat kurang, hanya 1 siswa mendapat nilai kurang, 5 siswa
mendapat nilai cukup, 9 siswa mendapat nilai baik, dan 10 siswa mendapat nilai sangat baik. Dari data
tersebut dapat diartikan sudah terjadi peningkatan yang signifikan nilai dari pra siklus sampai siklus 2
dan tujuan pembelajaran sudah tercapai.
Nilai rata-rata pada pra siklus 61,20, kemudian meningkat pada siklus 1 yakni 64,80 dan
meningkat lagi pada siklus 2 menjadi 83,20, dapat diartikan bahwa tindakan perbaikan pembelajaran
yang peneliti lakukan dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam materi memahami berbagai
bentuk energi dan cara penggunaannya dalam kehidupan sehari – hari yang menggunakan metode jig
saw, pengamatan pada mata pelajaran IPA di kelas IV SDN Oro – oro Ombo 02 Batu.
Gambar 1. Kegiatan Siswa dalam Pembelajaran
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan peneliti dalam menerapkan model Jig Saw pada
mata pelajaran IPA dengan materi memahami berbagai bentuk energi dan cara penggunaannya dalam
kehidupan sehari – hari kelas IV SDN Oro – oro Ombo 02 Batu dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut,
1. Penerapan model pembelajaran Jig Saw pada mata pelajaran IPA dengan materi memahami berbagai
bentuk energi dan cara penggunaannya dalam kehidupan sehari – hari pada siswa kelas IV di SDN
Oro – oro Ombo 02 Batu telah dilaksanakan sesuai dengan langkah dari model pembelajaran model
Jig Saw.
2. Penerapan model pembelajaran Jig Saw pada mata pelajaran IPA dengan materi memahami berbagai
bentuk energi dan cara penggunaannya dalam kehidupan sehari – hari pada siswa kelas IV di SDN
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
667
Oro – oro Ombo 02 Batu dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hasil belajar siswa meningkat dari
pra siklus, siklus 1 sampai siklus 2.
3. Hasil belajar siswa yang diperoleh adalah pemahaman konsep, keterampilan kerja sama yaitu diskusi
kelompok, pembimbingan teman sejawat, dan kualitas gagasan yang diberikan kepada teman dalam
satu kelompok. Peningkatan tersebut dapat diketahuidengan peningkatan skor siswa dari hasil tes.
Selain itu dengan adanya penerapan pembelajaran koperatif model jig saw memberi respon positif
terhadap pembelajaran. Hal tersebut ditunjukkan dengan antusiasme siswa dalam pembelajaran
dengan adanya minat untuk belajar, sehingga meningkatkan hasil belajar.
A. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, peneliti mengemukakan beberapa saran
dalam menerapkan model pembelajaran Jig Saw sebagai berikut.
1. Bagi Guru
a) Guru hendaknya lebih memperhatikan pengorganisasian waktu agar pembelajaran tidak
melebihi batas waktu yang telah ditetapkan.
b) Guru hendaknya memberikan bimbingan kepada individu maupun kelompok secara merata.
c) Sebelum melaksanakan pembelajaran dengan model Jig Saw, guru hendaknya menjelaskan
langkah-langkah terlebih dahulu agar siswa mengetahui apa yang harus mereka kerjakan
dalam pembelajaran.
2. Bagi Peneliti
Penggunaan metode pembelajaran koperatif model jig saw perlu dikembangkan lebih lanjut,
lebih kreatif dan lebih bervariatif untuk memperbaiki kekurangan dan memperoleh hasil yang
memuaskan.
3. Bagi Siswa
Setelah melaksanakan pembelajaran model jig saw, hendaknya siswa dapat berkolaborasi dan
bekerja sama dengan teman dalam memcahkan masalah, sehingga siswa akan lebih mudah
memahami materi pelajaran yang disampaikan karena berkaitan dengan kehidupan sehari-har
Daftar Rujukan
Arends, 1997. Perkembangan Jigsaw
https://www.google.co.id/search?q=Arends+%281997%29+&oq=Arends+%281997%29+&g
s_l=serp.3...140134.140134.0.140892.1.1.0.0.0.0.0.0..0.0....0...1c.1.64.serp..1.0.0.vPZhuPBk
QQQ Djojosoediro 2004 Pengembangan dan Pembelajaran IPA SD,
https://www.google.co.id/search?site=&source=hp&q=Djojosoediro+%282004%3A5%29&o
q=Djojosoediro+%282004%3A5%29&gs_l=hp.3...10682.10682.0.11600.1.1.0.0.0.0.550.550.
5-1.1.0....0...1c.1.64.hp..0.0.0.90xQbGMqJMk
Doolittle, 2002. Model Pembelajaran Jigsaw
https://www.google.co.id/search?q=Doolittle+%282002+%29+&oq=Doolittle+%282002+%2
9+&gs_l=serp.3...127429.129208.0.129915.13.6.0.0.0.0.0.0..0.0....0...1c.1.64.serp..13.0.0.Tk4
e8lFMULo
Huriyati, 2010. Tujuan Pendidikan IPA di SD
https://www.google.co.id/search?q=Huriyati+%282010%3A1%29&oq=Huriyati+%282010%
3A1%29&gs_l=serp.3..0i71l2.0.0.0.13548.0.0.0.0.0.0.0.0..0.0....0...1c..64.serp..0.0.0.ytiOtSG
F3qs
Kurniawan, 2007. karakteristik siswa SD
https://www.google.co.id/search?q=Kurniawan+%282007%3A1%29+&oq=Kurniawan+%28
2007%3A1%29+&gs_l=serp.3...158851.158851.0.159592.1.1.0.0.0.0.0.0..0.0....0...1c..64.serp
..1.0.0.evK-0wI-Fnc
Lie,A.,1994. Bekerja Sama Secara Kooperatif
https://www.google.co.id/search?q=Lie%2C+A.%2C+%281994%29.&oq=Lie%2C+A.%2C+
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
668
%281994%29.&gs_l=serp.3..0i22i30.51470.51470.0.52273.1.1.0.0.0.0.266.266.2-
1.1.0....0...1c..64.serp..0.1.265.nvolzOdF7qk Mulyasa, 2007. Guru Profesional
https://www.google.co.id/search?q=Mulyasa+%282007%3A11%29&oq=Mulyasa+%282007
%3A11%29&gs_l=serp.3...478110.478110.0.478901.1.1.0.0.0.0.0.0..0.0....0...1c.1.64.serp..1.
0.0.naYJob_3htI Rusman, 2008. Cooperative Learning Type Jig Saw
https://www.google.co.id/search?q=Rusman+%282008%3A203%29&oq=Rusman+%282008
%3A203%29&gs_l=serp.3...43500.43500.0.44195.1.1.0.0.0.0.409.409.4-
1.1.0....0...1c.1.64.serp..0.0.0._phwJgSyUMs
Sutrisno, 2007. Teori IPA
https://www.google.co.id/search?site=&source=hp&q=SUTRISNO+%282007%3A1%29&oq=SUTR
ISNO+%282007%3A1%29&gs_l=hp.3...1679.17026.0.17733.19.15.1.0.0.0.561.3357.2-
3j6j0j1.10.0....0...1c.1.64.hp..8.9.2710.LcasMevASK8
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
669
MENINGKATKAN MINAT BELAJAR SISWA TENTANG KENAMPAAN
PERMUKAAN BUMI DENGAN MEDIA MANIPULATIF
PADA SISWA KELAS III SDN SISIR O2
Hendri Setiawan
SDN Sisir 02 Batu
Abstrak: Penelitian dilakukan dengan Tindakan Kelas, dilaksanakan dalam dua siklus.
Bertujuan untuk mengetahui hasil belajar IPA materi kenampaan permukaan bumi di kelas
III SDN Sisir 02 Kota Batu menggunakan media manipulatif. Tahapan penelitian ini
meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Adapun kelas yang diteliti
adalah kelas III dengan jumlah siswa 23 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa media
manipulatif dapat meningkatkan hasil belajar IPA. Pada siklus I nilai rata-rata siswa 69 dan
ketuntasan belajar 65%. Pada siklus II nilai rata-rata naik menjadi 78 dan ketuntasan belajar
87 %. Disamping itu diperoleh fakta bahwa dengan media manipulatif aktivitas kinerja
siswa meningkat secara signifikan.
Kata Kunci: media manipulatif, hasil belajar, IPA
Undang-undang No. 2 Pasal 13 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa
“Pendidikan dasar diselenggarakan untuk mengembangkan sikap dan kemampuan serta
memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar yang diperlukan untuk hidup dalam masyarakat
serta mempersiapkan untuk mengikuti pendidikan dalam masyarakat dan mempersiapkan untuk
mengikuti pendidikan menengah dalam masyarakat. Upaya mengembangkan sikap, kemampuan,
pengetahuan dari tugas dan tanggung jawab guna untuk melaksanakan proses belajar mengajar”.
Dalam metode khusus pengajaran IPA menyatakan bahwa “Kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi membuat pengembangan Siswa SD dalam bidang IPA yang amat diperlukan untuk
melanjutkan belajar ke sekolah yang lebih tinggi maupun untuk mengembangkan bakat, minat
dan menyesuaikan dengan lingkungannya. Melatih keterampilan anak untuk berfikir secara kreatif
dan inovatif. IPA merupakan latihan bagi anak untuk berfikir kritis dalam mengembangkan daya
cipta dan minat Siswa secara dini tentang alam sekitarnya” (Depdikbud. 1996).
Dengan perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, serta saran dan pendapat para
guru maka pembelajaran sains disajikan dengan menerapkan berbagai pendekatan sehingga
relevan dengan tujuan pembelajaran IPA yakni:menyajikan berbagai fakta maupun percobaan
sehingga dapat menambah pengalaman anak didik baik di rumah maupun disekolah.
Membangkitkan minat siswa untuk dapat menyelidiki gejala-gejala alam disekitarnya melalui
pengamatan serta mengembangkan keterkaitan antara pengetahuan dan teknologi. Pengertian
Minat Belajar Siswa menurut para ahli sebagai berikut: 1) menurut Kartono (1995), minat
merupakan moment-moment dari kecenderungan jiwa yang terarah secara intensif kepada suatu
obyek yang dianggap paling efektif (perasaan, emosional) yang didalamnya terdapat elemen-
elemen efektif (emosi) yang kuat. Minat juga berkaitan dengan kepribadian. Jadi pada minat
terdapat unsur-unsur pengenalan (kognitif), emosi (afektif), dan kemampuan (konatif) untuk
mencapai suatu objek, seseorang suatu soal atau suatu situasi yang bersangkutan dengan diri
pribadi. 2) menurut Buchori (1985), minat adalah kecenderungan jiwa yang tetap untuk
memperhatikan dan mengenang beberapa aktivitas atau kegiatan (Slameto, 1995). Seseorang yang
berminat terhadap suatu aktivitas dan memperhatikan itu secara konsisten dengan rasa senang.
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) secara harafiah dapat disebut sebagai ilmu tentang alam
atau yang mempelajari peristiwa yang terjadi di alam. IPA adalah sistem tentang alam semesta
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
670
yang diperoleh melalui pengumpulan data dengan observasi dan eksperimen terkontrol. IPA juga
didefinisikan sebagai pengkajian dan penterjemahan pengalaman manusia tentang dunia
fisik,mencakup semua aspek pengetahuan yang dihasilkan oleh metode sain-tifik,tidak terbatas
pada fakta dan proses sain-tifik, tetapi juga berbagai aplikasi pengetahuan dan prosesnya seperti
pengamatan,perkiraan dan penilaian serta interprestasi.Dengan demikian IPA adalah produk atau
hasil dari proses penyelidikan ilmiah yang dilandasi oleh sikap dan nilai-nilai tertentu
(Sahono,2010,dari beberapa sumber). Sadiman (2012: 7) berpendapat bahwa media adalah segala
sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga
dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat serta perhatian siswa sedemikian rupa
sehingga proses belajar terjadi. Berdasarkan batasan mengenai media di atas, maka dapat
dikatakan bahwa media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat dipergunakan untuk
merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemampuan atau ketrampilan pebelajar sehingga
dapat mendorong terjadinya proses belajar. Jika program media didesain dan dikembangkan
secara baik, maka fungsi tersebut akan dapat diperankan oleh media meskipun tanpa keberadaan
pengajar. Selain itu, media juga dapat merangsang pikiran, membangkitkan semangat, perhatian
dan kemauan pembelajar sehingga dapat mendorong terjadinya proses pembelajaran pada diri
pembelajar. Menurut Dra.Roestiyah.N.K.(1989:1),guru harus memiliki strategi agar anak didik
dapat belajar secara efektif dan efesien, mengena pada tujuan yang diharapkan. Lebih lanjut
Purnomo, J.P (2013) menjelaskan bahwa pemilihan alat peraga untuk menunjang proses belajar
dan mengajar sangat penting. Karena itu dalam pembelajaran patut menggunakan media.
Penggunaan alat peraga yang tepat akan dapat meningkatkan hasil belajar dan membuat proses
belajar menjadi aktif, inovatif, efektif, menarik dan menyenangkan. Pembelajaran juga akan
menjadi lebih efektif ketika dilakukan secara berkelompok.
Dalam pemahaman dan kemampuan pembelajaran IPA khususnya tentang materi
kenampaan alam menjadi masalah bagi siswa kelas III SDN Sisir 02 Batu, yaitu siswa kurang
berminat dan sulit dalam mendeskripsikan atau mendefinisikan kenampaan alam. Berdasarkan
hasil observasi awal yang dilakukan ,diperoleh informasi bahwa tingkat penguasaan dan
pemahaman mata pelajaran IPA menunjukkan prestasi belajar masih sangat rendah. Hasil nilai
mata pelajaran IPA di kelas III SDN Sisir 02 materi “Kenampaaan Alam” dinyatakan belum
tuntas karena belum mencapai KKM, KKM IPA kelas III SDN Sisir 02 adalah 65,dari 21 siswa
yang memperoleh nilai 60 keatas hanya 10 anak atau hanya 30% siswa yang mendapat nilai sesuai
dengan KKM.Sementara 70% siswa dinyatakan belum tuntas dalam pembelajaran.Keadaan ini
diduga disebabkan oleh ketidakefektifan pengelolaan pembelajaran yang dilakukan, guru belum
menggunakan metode dan strategi pembelajaran yang tepat bagi peserta didik,Kurang minatnya
siswa dalam pembelajaran IPA juga dipengaruhi oleh minimnya fasilitas di sekolah utamanya
TIK. Disamping itu penggunaan media pembelajaran masih sangat sederhana, khususnya tentang
kenampaan alam. Hanya berupa gambar dan foto saja.
Untuk itu guru berupaya meningkatkan minat belajar siswa melalui penggunaan media
pembelajaran, salah satu media pembelajran yang tepat adalah media manipulative.Gatot
Muhsetyo, dkk (2007: 2. 31) mendefinisikan bahwa “Bahan manipulatif adalah bahan yang dapat
dimanipulasikan dengan tangan, diputar, dipegang, dibalik, dipindah, diatur atau ditata atau
dipotong-potong”. Dari pendapat tersebut dapat dipahami bahwa bahan manipulalatif yaitu bahan
yang dapat dimain-mainkan dengan tangan. Alat ini terkait langsung dan bagian dari penjelasan
konsep uraian-uraian materi yang disampaikan. Bahan manipulatif berfungsi untuk
menyederhanakan konsep-konsep yang sulit atau sukar, menyajikan bahan yang relatif abstrak
menjadi lebih nyata, menjelaskan pengertian atau konsep secara lebih konkrit, menjelaskan sifat-
sifat tertentu yang terkait dengan pengerjaan hitung dan sifat-sifat bangun geometri, serta
memperlihatkan fakta-fakta (Gatot Muhsetyo, dkk, 2007: 2. 20). Contoh bahan manipulatif,
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
671
jenisnya kertas, karton, kelereng, kerikil, manik-manik, buku, pensil, butiran, kayu, kawat, lidi atu
bungkus makanan (Gatot Muhsetyo, dkk, 2007: 4. 21).
METODE PENELITIAN
Untuk meningkatkan penguasaan materi pembelajaran Pendidikan IPA materi kenampaan
alam, maka dilaksanakan perbaikan dengan membimbing siswa yang kesulitan dalam
mengerjakan soal, memotivasi keaktifan siswa dengan menggunakan alat peraga yang sesuai
dengan kebutuhan. Metode penelitian ini tergolong penelitian tindakan kelas (Classroom Action
Research) yaitu suatu proses yang dinamis dimana keempat aspek yaitu: perencanaan, tindakan,
observasi, dan refleksi harus dipahami bukan sebagi langkah-langkah yang statis, terselesaikan
dengan sendirinya, tetapi lebih merupakan momen-momen dalam bentuk spiral yang menyangkut
perencanaan, tindakan, pengamatan,dan refleksi (Kemmis & Mc Taggart, 1993).
Tahap pelaksanaan pembelajaran dilakukan di kelas III SDN Sisir 02 Kota Batu dengan
jumlah siswa 23 orang, yang terdiri dari 16 laki-laki dan 7 perempuan mulai bulan Februari
sampai Maret 2016. Dalam pelaksanaan pembelajaran sekaligus dilakukan observasi yang dibantu
oleh teman sejawat. Penelitian tindakan kelas ini dilakukan dalam dua siklus, masing-masing
siklus terdiri dari 2 pertemuan (@ 2 jam pelajaran x 35 menit. Siklus pertama dilakukan pada
tanggal 2 dan 10 Maret 2016 dan siklus kedua dilakukan pada tanggal 5 April dan 12 April 2016.
Setiap akhir siklus dilakukan refleksi, untuk mengevaluasi pelaksanaan pembelajaran dan
memperbaikinya untuk siklus berikutnya.
Gambar 1 Siklus PTK Menurut Kemmis dan Mc Taggart
(Arikunto, 2006: 16)
Gambar 1 : Alur penelitian tindakan kelas
Oleh karena itu penulis selaku peneliti melakukan perbaikan pembelajaran melalui
penelitian tindakan kelas melalui penggunaan media yang sesuai, sehingga membuat anak
berminat dalam pembelajaran IPA. Sebagai bentuk kepedulian terhadap prestasi
siswa.pelaksanaan perbaikan pembelajaran dilakukan dalam 2 siklus.
Perencanaan
Refleksi Pelaksanaan
Pengamatan
SIKLUS 1
Perencanaan
Refleksi Pelaksanaan
Pengamatan
SIKLUS 2
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
672
HASIL DAN PEMBAHASAN
Siklus I Pertemuan I
Perencanaan Kegiatan
Dalam tahap perencanaan, pertama kali yang harus dilakukan adalah penyusunan
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Dalam tahap ini terlebih dahulu ditentukan SK dan
KD yang akan dicapai. Dalam penelitian ini,RPP dikembangkan berdasarkan SK 6 ”.Memahami
kenampaan permukaan bumi, cuaca dan pengaruhnya bagi manusia serta hubungannya dengan
cara manusia memelihara dan melestarikan alam” dan KD.6.1 “ Mendeskripsikan kenampaan
permukaan bumi di lingkungan”. Selanjutnya dari SK dan KD dikembangkan ke dalam indikator-
indikator . Adapun Indikator dari SK dan KD diatas yaitu: (1). Mengidentifikasi berbagai bentuk
permukaan bumi (daratan dan sebaran air), (2).Menjelaskan melalui pengamatan model bahwa
sebagian besar permukaan bumi terdiri atas air, (3). Menyimpulkan melalui pengamatan model
bahwa bentuk bumi tidak datar tetapi bulat pepat.
Dari indikator-indikator tadi dikembangkan tujuan pembelajaran. Adapun tujuan
pembelajarrannya adalah
1).Dengan memperhatikan gambar seri kenampaan permukaan bumi pada siswa dapat menjelaskan
bentuk bumi dengan benar.
2). Melalui kerja kelompok memadukan gambar seri, siswa dapat memberikan nama bagian-bagian
yang termasuk daratan.
3).Melalui tugas rumah tentang kenampaan permukaan bumi, siswa dapat membuat bentuk tiruan
bumi dari plastisin dengan bagus. Materi pokok dalam pembelajaran ini adalah (1).Kenampaan
permukaan bumi,(2).Membuat benda tiga dimensi.
Pelaksanaan
Dalam tahap pelaksanaan RPP ini terdiri dari 3 kegiatan yaitu ; kegiatan Awal,inti dan
penutup. Kegiatan awal dilaksanakan selama 10 menit, Dalam kegiatan ini yang dilakukan adalah
melakukan doa bersama, mengabsen dan apersepsi.Untuk mengantarkan pada materi yang akan
dibelajarkan,dengan mengajak siswa menyanyikan lagu “bumi saya bulat”. Kemudian dilanjutkan
kegiatan inti yang dilaksanakan selama 35 menit,kegiatannya antara lain
G :” Anak-anak perhatikan,apa yang bapak pegang ini”!
S : “ Buah jeruk Pak..
G : “Ya. Bagimana bentuk buah jeruk ini anak-anak”?
S : “ Bulat pak.”
Dari beberapa dialog diatas. Guru memberikan gambaran bahwa bentuk bumi kita adalah berbentuk
bulat pepat.
1).Tahap Eksplorasi a). Menunjukkan gambar seri kenampaan permukaan bumi dan siswa mengamati.
Gambar 2 : Guru menunjukkan gambar seri kenampaan permukaan bumi.
G : “ Anak-anak perhatikan gambar berikut.!
S : “ Ya pak..
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
673
G : “ Bagian-bagian apa saja yang termasuk daratan? “
S : “Gunung, Bukit, sungai pak…
G : “ Ya kalian betul anak-anak. Coba sekarang perhatikan bagian bumi yang termasuk daratan yang
lain.?”
b).Siswa bertanya jawab tentang kenampaan permukaan bumi.
c).Guru memberikan penjelasan singkat dan membagi siswa menjadi beberapa kelompok, prosedur
kerja serta menentukan batas waktu.
2).Tahap Elaborasi a). Memandu siswa mengerjakan lembar kegiatan siswa dalam
kelompok.b).Siswa mengerjakan lembar kegiatan. 3).Tahap konfirmasi dalam tahap ini kegiatan
yang dilaksanakan adalah a). Memandu siswa mempresentasikan hasil kerja kelompok.
b).Memandu siswa untuk menyimpulkan hasil kerja kelompok.c).Memberi kesempatan bertanya
kepada siswa.
Gambar 3 : Ketua kelompok mempresentasikan hasil diskusi.
Pada tahap pembelajaran berikutnya adalah kegiatan akhir dilaksanakan selama 20 menit.
Kegiatan yang dilakukan dalam kegiatan ini adalah memberi tugas rumah kepada siswa dan pada
akhir pembelajaran menyisakkan waktu sejenak agar siswa dapat melakukan refleksi
pembelajaran yang telah dilaksanakan.
G : “ Anak-anak. Bapak ada tugas buat kalian di rumah!”
S : “ Ya pak..
G : “ Buatlah bentuk tiruan bumi dari tanah liat atau plastisin dengan bagus”.
S : “ Baik pak..
Pengamatan
Dalam tahap ini peneliti melakukan pengamatan dengan menggunakan Lembar Kerja
Siswa (LKS) sebagai bahan evaluasi. Dengan menggunakan tekhnik tes berupa Non tes (lisan)
yaitu melalui pengamatan terhadap perilaku siswa selama pembelajaran dan Tertulis untuk
mengukur hasil belajar. Adapun bentuk tes berupa tes lisan,tes dan tertulis. Siswa mengerjakan
LKS dengan memadukan gambar seri kenampaan permukaan bumi (daratan) yang disediakan
guru dan mengerjakan beberapa pertanyaan berupa soal uraian, dan mengerjakan lembar
pengamatan.
Refleksi Siklus I
Berdasarkan hasil pengamatan dari teman sejawat mengenai rancangan proses perbaikan
pembelajarran, ditemukan beberapa kelemahan pada rencana perbaikan pembelajaran pada siklus
pertama ,yaitu
a) Pada saat dilaksanakan pengamatan, alokasi waktu hanya sedikit sehinggga waktu hanya
dihabiskan untuk demonstrasi saja.
b) Hanya sebagian siswa yang mendapat kesempatan untuk melakukan pengamatan.
c) Secara klasikal guru dan siswa tidak menyimpulkan hasil percobaan, sehingga dari beberapa
pertanyaan dalam tes formatif tidak terjawab dengan benar.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
674
Siklus I Pertemuan II
Perencanaan Kegiatan Siklus I
Pembelajaran dilakukan dalam waktu 2 x 35 menit. Dalam kegiatan pendahuluan guru
melakukan aktivitas menanyakan kembali materi minggu lalu, kepada siswa tentang
kenampaan permukaan bumi dan nama bagian-bagian yang termasuk daratan. . Memotivasi
siswa dengan cara bernyanyi tentang kenampaan permukaan bumi “Bumi kita bulat”.
Menyampaikan tujuan pembelajaran hari ini, yaitu siswa dapat menyebutkan nama bagian-bagian
bumi yang termasuk perairan.
Pelaksanaan Perbaikan Pembelajaran
Pembelajaran diawali dengan tanya jawab antara guru dan siswa untuk menggali pengetahuan awal
dan menelusuri kesiapan siswa dalam belajar.
G : “Anak-anak kemarin kita sudah belajar IPA dengan menggunakan bantuan gambar seri kenampa-
an permukaan bumi. Bagaimana perasaan kalian ?”
S : “Senang pak ...”
G : “ Masih ingatkah kalian materi minggu yang lalu?”
S : “ Masih pak. Tentang bagian bumi yang berupa daratan”
G : “Pada pertemuan ini, kita juga akan belajar tentang kenampaan permukaan bumi dan nama
bagian-bagian bumi yang termasuk perairan.Jadi hari ini kita akan belajar apa anak-anak ?”
S : “Bagian-bagian bumi yang termasuk perairan. pak...”
Dari dialog tersebut menunjukkan bahwa siswa telah siap belajar IPA khususnya materi kenampaan
permukaan bumi tentang nama-nama bagian yang termasuk perairan. Selanjutnya guru
menunjukkan globe/bentuk tiruan bumi tentang kenampaan permukaan bumi yang berupa
perairan pada siswa.
Gambar 4 : Guru menunjukkan bentuk tiruan bumi.
Dari globe yang di tunjukkan oleh guru, kemudian guru mengajak siswa menyebutkan bagian-
bagian bumi yang termasuk perairan melalui dialog berikut :
G: “Anak-anak perhatikan, apa nama bagian bumi dalam gambar ini?”
S: “Lautan, Pak...”
G: “Iya... coba tuliskan bagian-bagian apa saja yang terdapat di dalam laut?. “
Beberapa siswa maju ke depan berebut ingin menuliskan jawabannya. Guru menunjuk salah satu
siswa untuk menuliskannya di papan tulis.
G: “Sekarang coba perhatikan nama bagian-bagian bumi yang lain.”
S: “baik pak .....”
Setelah memperhatikan contoh di papan tulis. Siswa dibagi dalam 4 kelompok yang
beranggotakan 5 anak. Pada fase pembentukan kelompok, siswa aktif terlibat dalam kegiatan
kelompok. Lembar tugas yang diberikan membantu siswa untuk aktif bekerja mencobakan
pembelajaran yang baru diterimanya. Beberapa kelompok antusias untuk menyelesaikan
tugas yang diberikan. Antusias tersebut bisa juga terjadi karena kelompok ingin
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
675
menyelesaikan tugas lebih dulu dari kelompok lainnya. Dari hasil evaluasi yang diperoleh bahwa
kelompok semangat telah selesai menyelesaikan tugasnya dengan mendapat skor 100, kelompok
sehat mendapat skor 80, pintar mendapat skor 75 dan kelompok luar biasa mendapat skor 60.
Dari kegiatan pembelajaran terlihat bahwa pembelajaran belum sesuai dengan harapan
karena masih ada satu kelompok yang nilainya di bawah kriteria ketuntasan minimal, dan setelah
direfleksikan ada beberapa langkah pembelajaran yang perlu diperbaiki, antara lain : perlu
bimbingan khusus pada anak yang kemampuannya di bawah rata-rata, dan bimbingan pada
kelompok yang belum aktif perlu diintensifkan.
Pengamatan
Pada kegiatan akhir guru bersama siswa coba merefleksikan pembelajaran dan pemberian
lembar evaluasi untuk dikerjakan oleh masing-masing siswa di rumah. Dari kegiatan
pembelajaran siklus I pertemuan 2 siswa belum kelihatan antusias, aktif dan senang dalam
mengikuti proses pembelajaran,.Adapun selama proses pembelajaran pada siklus I ditemukan
beberapa masalah antara lain:
1. Kurang tertibnya siswa dalam mengerjakan Lembar kerja siswa, dan masih ada siswa yang
berjalan-jalan dan bertanya dengan kelompok lain.
2. Pada pelaksanaan pembelajaran ada beberapa siswa yang tidak tertib saat berdiskusi misalnya
bergurau dengan teman sebangkunya.
3. Dalam diskusi kelompok ada siswa yang masih diam dan tidak aktif dalam berdiskusi, bahkan
membiarkan temannya sendiri yang mengerjakan Lembar Kerja.
4. Guru belum sempurna dalam menyampakan pelajaran.
Siklus II Pertemuan I
Perencanaan
Kegiatan proses belajar mengajar pada siklus 2, materi yang dipelajari masih materi mengidentifikasi
berbagai bentuk permukaan bumi (daratan dan sebaran air). Pada pelaksanaan pembelajaran ini,
penulis masih didampingi oleh teman sejawat untuk melakukan pengamatan saat berlangsungnya
kegiatan pembelajaran. Adapun kegiatan yang dilakukan pada siklus 2 adalah guru memberikan
beberapa pertanyaan kepada siswa.
G :”Anak-anak masih ingatkah kalian dengan materi minggu yang lalu?tentang apa anak-anak?”
S :” Masih pak tentang bentuk permukaan bumi yang berupa periran”.(Hanya sebagian siswa yang
menjawab)
G :” Baik sekarang coba sebutkan bagian-bagian permukaan bumi yang berbentuk perairan?”
S :”Laut, selat, tanjung, palung..
G :”Pintar sekali anak-anak. Sekarang coba sekarang perhatikan
Dari beberapa pertanyaan yang diberikan. Guru berusaha untuk mengetahui tingkat penguasaan materi
yang diterima siswa pada pertemuan berikutnya.
Pelaksanaan
Selanjutnya guru melanjutkan pembelajaran dengan menunjukkan peta dunia kepada siswa.
G :” anak-anak coba dilihat apa yang sekarang bapak bawa?”
S :” Peta pak..(siswa menjawab dengan serempak)
Dari kegiatan awal tersebut. Kemudian guru memberikan penjelasan singkat tentang bentuk bumi.
Kemudian guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok.Memberikan penjelasan singkat serta
prosedur kerja dan menentukan batas waktu. Guru memandu siswa mengerjakan lembar kegiatan
siswa, untuk mengidentifikasi warna-warna yang terdapat pada peta. Adapun langkah-langkah
sebagai berikut:
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
676
1. Bersama kelompokmu amatilah peta dunia, bentuk kenampaan permukaan bumi yang berupa
daratan dan perairan.
2. Identifikasi warna-warna yang terdapat pada peta tersebut.
3. Jelaskan melalui pengamatan arti dari masing-masing warna yang terdapat pada peta.
4. Simpulkan melalui pengamatan, bahwa bentuk bumi tidak datar tetapi bulat pepat.
Selanjutnya, Guru memandu siswa untuk mempresentasikan hasil kerja kelompok yang diwakili
ketua kelompok di bawah bimbingan guru. Guru memberi kesempatan bertanya kepada siswa.
Pengamatan
Pada akhir kegiatan pebelajaran, guru menyisakan waktu sejenak agar siswa dapat
melakukan refleksi terhadap pembelajaran yang telah dilaksanakan siswa. Dengan tujuan untuk
mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar yang telah dilakukan
adapun data hasil hasil penelitian pada siklus II pertemuan I adalah sebagai berikut:
Siklus 2 pertemuan 2
Perencanaan
Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang terdiri dari Rencana
Perbaikan Pembelajaran pertemuan 2, LKS, soal tes formatif dan alat-alat pengajaran yang
mendukung.
Pelaksanaan
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus 2 pertemuan 2 dilaksanakan pada
tanggal 12 April 2016 di kelas III SDN Sisir 02 Batu, dengan jumlah siswa 23 siswa. Dalam hal
ini peneliti bertindak sebagai guru. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada Rencana
Perbaikan Pembelajaran dengan memperhatikan revisi pada siklus 2 pertemuan 1, sehingga
kesalahan atau kekurangan pada siklus 2 pertemuan 1 tidak terulang lagi pada siklus 2 pertemuan
2. Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan belajar mengajar.Adapun
kegiatan belajar mengajar pada siklus 2 pertemuan 2 ini , guru mengawali dengan beberapa
pertanyaan:
G :” Anak-anak masih ingatkah kalian dengan materi minggu lalu ?’
S :” masih pak.
G :” Baik kalau begitu minta tolong salah satu dari kalian untuk menjawab pertanyaan ini, Sebutkan
bagian permukaan bumi yang berupa daratan?”
S :”Gunung,lembah,jurang,danau,sungai.( siswa menjawab dengan serempak dan tidak beraturan).
G :” Sekarang coba sebutkan bagian permukaan bumi yang berupa perairan?”
S :”Laut, selat, tanjung, palung, (siswa menjawab dengan serempak dan tidak beraturan)
G :” Baik, sekarang coba jelaskan apa yang dimaksud dengan gunung?”
S : “(siswa diam tidak ada yang menjawab)
G :”Jelaskan apa yang dimaksud dengan selat?’
S : “(siswa diam tidak ada yang menjawab)”
Selanjutnya guru memberikan penjelasan singkat tentang nama bagian-bagian bumi yang berupa
perairan. Dari beberapa pertanyaan yang diberikan guru. Guru ingin mengetahui tingkat
penguasaan siswa terhadap materi yang diberikan. Selanjutnya guru melanjutkan pembelajaran
dengan membagi siswa menjadi 4 kelompok, di mana masing-masing kelompok terdiri dari 4-5
siswa. Pada saat pembagian kelompok siswa sudah bisa menerima pembagian kelompok yang
ditentukan oleh guru. Guru menyampaikan secara garis besar materi. Siswa begitu antusias
mendengarkan,siswa selalu bertanya pada saat mereka tidak memahami apa yang disampaikan
oleh guru (siswa lebih aktif). Hal ini dikarenakan, guru memakai alat peraga yang berupa media
tiga dimensi bentuk kenampaan permukaan bumi yang telah disiapkan. Pada saat guru
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
677
menunjukkan alat peraga siswa begitu senang dengan alat peraga yang mereka lihat. Hal ini
disebabkan mungkin alat peraga ini terbuat dari bahan fiber dengan warna yang cerah dan tampak
seperti bentuk aslinya.
Gambar 5 : Guru menunjukkan alat peraga.
Guru meminta setiap kelompok untuk mengerjakan lembar kerja kelompok, sesuai langkah-langkah
yang ada. Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut:
1. Bersama kelompokmu amatilah bentuk kenampaan permukaan bumi yang berupa daratan dan
perairan.
2. Identifikasi nama bagian-bagian bentuk permukaan bumi.
3. Jelaskan melalui pengamatan masing
Gambar 6 : Siswa mengamati bentuk permukaan bumi.
Gambar 7 : Siswa berdiskusi bersama kelompoknya
Selanjutnya, Guru memandu siswa untuk mempresentasikan hasil kerja kelompok yang diwakili
ketua kelompok di bawah bimbingan guru.
Gambar 8 : Setelah masing-masing kelompok mempresentasikan hasil diskusi, kemudian guru
memberi kesempatan bertanya kepada siswa.
Pengamatan
Dalam melaksanakan penilaian hasil belajar siswa, penulis menggunakan tes formatif untuk
mengetahui tingkat penguasaan siswa terhadap materi pelajaran.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
678
Refleksi
Berdasarkan pengamatan hasil belajar siswa siklus kedua ini, ada beberapa kekuatan dan hampir
tidak ada kelemahan pada rencana perbaikan pembelajaran siklus kedua. Adapun kekuatan yang
muncul pada perbaikan pembelajaran siklus kedua pertemuan 2 ini adalah:
1. Seluruh siswa terlibat aktif dalam kegiatan percobaan dan pengamatan karena hamper seluruh
siswa mendapat kesempatan untuk melakukan pengamatan dengan menggunakan media
manipulatif.
2. Masing-masing kelompok tidak mengalami kesulitan dalam melaksanakan pengamatan.
3. Setiap pertanyaan dapat dijawab dengan benar oleh siswa.
4. Tingkat penguasaan siswa materi pembelajara mencapai 80 %
5.
Pembahasan
1. Ketuntasan Hasil belajar siswa
Melalui hasil pengamatan ini menunjukkan bahwa penggunaan media manipulatif
memiliki dampak positif dalam meningkatkan minat belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari
semakin mantapnya pemahaman siswa terhadap materi yang disampaikan guru (ketuntasan
belajar meningkat dari siklus I dan II) yaitu masing-masing 69 dan 78 Ketuntasan belajar siswa
secara klasikal telah tercapai.
Hasil penelitian dapat dirangkum dalam tabel berikut :
Tabel 1. Hasil belajar siswa pada siklus I dan siklus II
Siklus Prosentase siswa
yang tuntas
Prosentase siswa
yang tidak
tuntas
Nilai Rata-rata
Siklus I 65 % 35 % 69
Siklus II 87% 13% 78
Perbandingan hasil belajar siswa antara siklus I dan siklus II dideskripsikan sebagai
berikut: Pada siklus I nilai rata-rata kelas adalah 69 dan pada siklus II adalah 78. Hal ini berarti
terjadi peningkatan nilai rata-rata kelas sebesar 13%. Dengan melihat prosentase hasil belajar,
pada siklus 1 prosentase siswa yang tuntas 65 % dan prosentase siswa yang tidak tuntas 35 %
sedangkan pada siklus 2 prosentase siswa yang tuntas 87 % dan prosentase siswa yang tidak
tuntas 13 %. Terjadi peningkatan prosentase siswa yang tuntas sebesar 22 %.
65
35
69
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
1 2 3
Chart Title
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
679
2. Aktifitas Guru dan Siswa dalam pembelajaran
Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses pembelajaran IPA
tentang “Kenampaan Permukaan Bumi” dengan penggunaan media manipulative yang paling
dominan adalah mendengarkan /memperhatikan penjelasan guru, dan diskusi antar siswa/antar
siswa dengan guru. Jadi dapat dikatakan bahwa aktifitas siswa dapat dikatagorikan aktif.
Kesimpulan dan Saran
Dari hasil kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan selama Dua siklus, dan
berdasarkan seluruh pembahasan serta analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai
berikut: (1). Pembelajaran dengan menggunakan media manipulative memiliki dampak positif
dalam meningkatkan minat belajar siswa yang ditandai dengan peningkatan ketuntasan belajar
siswa dalam setiap siklus, yaitu siklus I (69%) dan siklus II (78). (2). Penerapan metode
demonstrasi mempunyai pengaruh positif, yaitu dapat meningkatkan mptivasi belajar siswa yang
ditunjukkan dengan rata-rata jawaban siswa hasil wawncara yang menyatakan bahwa siswa
tertarik dan berminat dengan metode demonstrasi sehingga mereka termotivasi untuk belajar.
Dari hasil penelitian yang diperoleh dari uraian sebelumnya agar proses belajar mengajar
IPA lebih efektif dan lebih memberikan hasil yang optimal bai siswa , maka perlu disampaikan
saran sebagai berikut: (1). Untuk melaksanakan belajar mengajar IPA guru memerlukan persiapan
yang cukup matang , sehinggga guru harus mampu menentukan atau memilih topic yang benar-
benar bisa diterapkan, sehingga dapat diperoleh hasil yang optimal. (2). Dalam rangka
meningkatkan prestasi belajar siswa khususnya pelajaran IPA, guru hendaknya dapat memilih
aalt perraga yang sesuai, sehingga nantinya siswa mudah untuk memahami materi, menemukan
pengetahuan baru, memperoleh ketrampilan, sehingga siswa berhasil atau mampu memecahkan
masalah-masalah yang dihadapinya. (3). Perlu adanya penelitian yang lebi lanjut, karena hasil
penelitian ini hanya dilakukan di kelas III SDN Sisir 02 Batu Tahun Pembelajaran 2015-2016.
DAFTAR PUSTAKA
Depdiknas.2006.Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Sekolah Dasar.Jakarta:BSNP.
Kemmis,S.&Mc.Taggart,R.1998.The action Research Planer.Third Editioan Geelong:Deakin
University
Latuheru, John. 1988. Media Pembelajaran dalam Proses Belajar Mengajar Masa Kini. Jakarta:
DEPDIKBUD Dirjen Dikti.
Kemendikbud, (2013). Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia
Nomor 54 Tahun 2013 Tentang Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Dasar dan
Menengah. Jakarta: Pemerintah.
Kemendikbud, (2013). Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia
Nomor 65 Tahun 2013 Tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta:
Pemerintah.
Slavin,R.E.1995.Cooperative Learning.Theory,Research, and Practise.Second Edition.
Massachusetts:Allyn & Bacon.
Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003.Tentang Pendidikan Nasional.Jakarta:Arms Duta Jaya.
Zubaidah, dkk. 2012. Ragam Model dan Metode Pembelajaran IPA. Malang: PT. Pertamina
(Persero) - Universitas Negeri Malang.
Rohman, Fatchur., Diantoro, Markus., Hidayat, Arif., Ibrohim. 2012. Pendalaman Materi IPA SD.
Malang: Universitas Negeri Malang.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
680
PENGGUNAAN METODE PERCOBAAN UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI
DAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS VII SMPN 02 BATU KONSEP
KALOR DAN PERPINDAHANNYA
Sri Puji Rahayu
SMPN 02 Batu
Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan motivasi dan prestasi belajar
siswa kelas VII E melalui metode percobaan pada topik kalor dan perpindahannya.
Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap tahun pelajaran 2015-2016 dengan 2 siklus
yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Siklus I diterapkan pada
sub topik perubahan wujud dan faktor yang mempengaruhi kenaikan suhu suatu benda jika
dipanaskan. Siklus II diterapkan pada sub topik perpindahan kalor secara konduksi,
konveksi, dan radiasi. Data motivasi diambil menggunakan angket motivasi (yang
diberikan pada awal dan akhir pembelajaran) dan pengamatan keaktifan siswa selama
proses pembelajaran. Data hasil belajar diambil menggunakan tes objektif pilihan ganda
(yang diberikan dua kali, sebagai pretest dan posttes), dan kuis yang diberikan pada setiap
akhir percobaan. Berdasarkan hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
dengan metode percobaan dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa. Rata-rata
skor motivasi siswa meningkat dari 76 ke 78. Rata-rata skor hasil belajar siswa meningkat
dari 58,1 menjadi 76,3. Skor kuis siswa meningkat dari 56,1 pada siklus I menjadi 86,6
pada siklus II.
Kata Kunci : metode percobaan, motivasi, prestasi belajar
Menurut PERMENDIKBUD RI no 81 A tahun 2013 kegiatan pembelajaran dilaksanakan
mengikuti prinsip-prinsip (1) berpusat pada peserta didik, (2) mengembangkan kreativitas peserta
didik, (3) menciptakan kondisi menyenangkan dan menantang, (4) bermuatan nilai, etika, estetika,
logika serta kinestetika dan (5) menyediakan pengalaman belajar yang beragam melalui
penerapan berbagai strategi dan metode pembelajaran yang menyenangkan antara lain metode
demontrasi dan metode percobaan dengan harapan pada saat pembelajaran berlangsung lebih
efektif, efisien, dan bermakna. Kegiatan pembelajaran dirancang untuk memberikan pengalaman
belajar yang melibatkan proses mental dan fisik melalui interaksi antar peserta didik, peserta didik
dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya dalam rangka pencapaian kompetensi dasar.
Pengalaman belajar yang dimaksud dapat terwujud melalui penggunaan pendekatan
pembelajaran yang bervariasi dan berpusat pada peserta didik.
Pembelajaran IPA adalah pembelajaran yang mengajarkan mengenai kumpulan teori,
penerapannya berlandaskan pada teori dan berkembang melalui metode ilmiah seperti observasi dan
eksperimen (Cooper 2001). Mata pelajaran IPA di SMP pada saat ini menggunakan sistem
keterpaduan, yaitu memadukan antara ilmu fisika, kimia dan biologi yang berkaitan langsung dengan
alam disekitar. Pendekatan yang diterapkan harus memadukan antara pengalaman proses sains dan
pemahaman produk teknologi dalam bentuk pengalaman yang berdampak pada sikap siswa dalam
mempelajari IPA. Proses pembelajaran IPA menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk
mengembangkan kompetensi agar memahami alam secara ilmiah.
Berdasarkan hasil pengamatan pembelajaran IPA di kelas VII E SMPN 02 Batu belum
tercapai secara optimal. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor pertama dalam
penyampaian materi, guru lebih sering menerapkan metode ceramah dan hanya sesekali
mengadakan praktikum, yang artinya pembelajaran IPA terpusat pada guru sehingga pada saat
pembelajaran berlangsung siswa menjadi pasif dalam menyampaikan pendapat. Faktor kedua
yaitu kesulitan siswa dalam memahami materi yang dipelajari, siswa menganggap IPA merupakan
mata pelajaran yang sulit karena harus menghafal rumus dan menghitung sehingga menyebabkan
motivasi dan keaktifan belajar siswa berkurang. Hal ini dapat dilihat dari hasil belajar siswa saat
UAS Semester Ganjil pada tanggal 01 Desember 2015 sebesar 30% belum mencapai Kriteria
Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan sekolah yaitu 75 untuk mata pelajaran IPA.
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
681
Mengacu pada kondisi nyata diatas maka perlu adanya tindakan yang dapat mengubah
metode pembelajaran yang melibatkan siswa lebih aktif. Pembelajaran yang diharapkan adalah
siswa dapat bekerja dan mengalami sendiri apa yang dipelajarinya. Tidak hanya sekedar
mendengar dan mencatat pengetahuan dari guru tetapi juga dapat melibatkan siswa dalam
melakukan percobaan. Pembelajaran IPA dengan menggunakan metode percobaan konsep kalor
dan perpindahannya dapat mengurangi ketidak kondusifan siswa dalam mengikuti pembelajaran.
Dalam mempelajari konsep kalor dan perpindahannya ini, siswa harus memahami materi
tersebut, sehingga dapat mengetahui bagaimana pengaruh kalor terhadap suhu dan wujud zat serta
bagaimana kalor berpindah. Kalor merupakan suatu hal yang tidak dapat dilepas dari kehidupan
manusia. Diharapkan setelah mempelajari kalor siswa tidak hanya memahami materinya saja,
tetapi juga bisa memanfaatkannya dalam kehidupan sehari-hari, dapat memberikan pengalaman
pembelajaran yang menyenangkan, dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam proses
pembelajaran serta dapat meningkatkan prestasi belajarnya.
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK) karena penelitian dilakukan untuk
memecahkan masalah pembelajaran di kelas. Penelitian tindakan kelas terdiri dari 2 siklus yaitu
siklus 1 dan siklus ke 2. Kedua siklus tersebut mencakup kegiatan perencanaan, pelaksanaan
tindakan, pengamatan pengolahan data dan refleksi. Skema pelaksanaan penelitian tindakan kelas
(PTK) dapat dilihat pada gambar 1.
Gambar 1. Skema Pelaksanaan PTK
Tahap perencanaan yang dilakukan adalah menyusun dan membuat rencana pembelajaran,
membuat instrumen penelitian (instrumen yang digunakan meliputi angket, lembar observasi, kuis,
LKS dan soal), serta menyiapkan alat dan bahan pembelajaran.
Tahap pelaksanaan sebelum pembelajaran siklus I dan setelah pembelajaran siklus II, siswa
diberi angket motivasi yang bertujuan untuk mengetahui motivasi awal dan motivasi akhir siswa
terhadap pembelajaran IPA. Pertanyaan pada angket yang diberikan ada 10 pernyataan. Setiap
jawaban siswa pada angket diberi skor 1-5 dengan nilai tertinggi 50 (yang akan dikalikan 2 untuk
memudahkan penilaian penskoran). Untuk pernyataan yang mendukung diberi skor 1-5 dengan
perincian skor sebagai berikut: Sangat tidak setuju pada skor 1, Tidak setuju pada skor 2, Ragu-ragu
PELAKSANAAN
PERENCANAAN PENGAMATAN
REFLEKSI
PELAKSANAAN
PERENCANAAN PENGAMATAN
REFLEKSI
SIKLUS I
SIKLUS II
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
682
pada skor 3, Setuju pada skor 4, dan Sangat setuju pada skor 5. Untuk pernyataan yang tidak
mendukung diberi skor sebaliknya yaitu 5-1 dengan perincian sebagai berikut: Sangat tidak setuju
pada skor 5, Tidak setuju pada skor 4, Ragu-ragu pada skor 3, Setuju pada skor 2 dan Sangat setuju
pada skor 1. Angket ini berisi pernyataan kesan pertama pembelajaran IPA pada item 1, merasa
senang dengan kegiatan pembelajaran pada item 2,4,5,6, mengikuti pembelajaran dengan antusias
pada item 3,6,7 dan sikap siswa dengan pertanyaan dan penjelasan guru pada item 9,10. Angket ini
dapat menunjukkan motivasi masing-masing siswa dalam mempelajari konsep kalor dan
perpindahannya (Djihad, 2014:114).
Pemberian soal pre-test dan soal post-test bertujuan untuk mengukur kemampuan awal dan
kemampuan akhir siswa tentang kalor dan perpindahannya. Soal pre-test dan pos-test ini berisi 20 soal
dengan betul semua nilai 100. Dengan indikator seperti a) Menjelaskan pengertian kalor, soal nomor;
1. b) Menentukan kalor untuk perubahan suhu, soal nomor; 2,3,5,7. c) Menentukan kalor untuk
perubahan wujud, soal nomor; 4,6,8,9,10,11. d) Konduksi, soal nomor; 12,13,14,16,17 e) Konveksi
dan Radiasi soal nomor; 15,18,19.(Dit.PLP,Ditjen Dikdasmen,Depdiknas,2004:8)
Setelah selesei baru melaksanakan langkah-langkah pembelajaran sesuai dengan RPP,
dimana langkah terakhir pada tiap pertemuan pembelajaran diberi kuis yang berisi pertanyaan yang
masih berkaitan dengan praktikum. Hal ini bertujuan untuk mengetahui penguasaan terhadap sub
konsep. Penilaian soal kuis betul semua nilai 100 dengan jumlah soal yaitu 4-10 soal untuk setiap
pertemuan pembelajaran dan akan dirata-rata sebagai nilai siklus I dan siklus II.
Selama proses pembelajaran berlangsung dilakukan tahap observasi yang dilaksanakan untuk
merekam segala aktivitas siswa, yang pelaksanaannya dibantu oleh observer yaitu seorang rekan
sejawat. Selama kegiatan pembelajaran, observer mencatat berbagai temuan sebagai bahan refleksi
pada pelaksanaan siklus I dan siklus II dengan berpedoman pada lembar observasi yang telah
disediakan.
Hasil Penelitian Dan Pembahasan
- Siklus I
Pembelajaran dalam siklus I merupakan kegiatan percobaan siswa yang dilaksanakan melalui
kondisi belajar di kelas. Dilakukan dalam dua kali pertemuan membahas tentang sub konsep
perubahan wujud zat padat, cair dan gas yang dilaksanakan pada pertemuan pertama yaitu tanggal 3
maret 2016, masing-masing pertemuan 2 kali 40 menit. Pertemuan pertama dilaksanakan pada tanggal
3 maret 2016. Pertemuan kedua membahas sub konsep kalor pada perubahan suhu yang dilaksanakan
tanggal 7 maret 2016. Pelaksanaan tindakan dengan diawali pemberian salam dan menanyakan
absensi siswa dapat dipaparkan sebagai berikut:
Pertemuan Pertama
Guru memberikan motivasi dan menyiapkan pengetahuan awal siswa yang relevan dengan
topik bahasan dan mengajukan pertanyaan “apa yang akan terjadi jika es dipanaskan?” Ternyata anak
menjawab dengan kompak “akan mencair pada suhu 0°C”. Untuk membuktikan kebenaran jawaban
siswa maka siswa diajak melakukan percobaan, dengan diawali penyampaian tujuan pembelajaran,
yaitu tentang mempelajari perubahan wujud zat dari padat menjadi cair dan gas .
Pada kegiatan ini guru membagi siswa menjadi 6 kelompok. Tiap kelompok terdiri atas 5-6
siswa dengan kemampuan yang heterogen, yaitu ada anak yang kemampuannya tinggi, sedang, dan
rendah. Untuk siswa yang memiliki kemampuan tinggi dijadikan sebagai ketua kelompoknya. Ketua
kelompok yang sudah ditunjuk mengambil lembar kerja siswa (LKS) sesuai dengan jumlah siswa
dalam kelompok serta mengambil alat dan bahan untuk keperluan praktikum yang telah disediakan
dimeja guru. Guru mengarahkan kepada siswa untuk pembagian tugas kerja dalam kelompoknya
masing-masing yaitu ada 3 anak yang melakukan percobaan, ada 1 anak yang mencatat hasil
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
683
percobaan, dan 1 anak membantu mendiktekan hasil percobaan. Disini guru memberikan batasan
waktu untuk melakukan percobaan dan diskusi hasil percobaan kurang lebih 40 menit..
Percobaan yang dilakukan siswa adalah mengamati dan mencatat suhu : saat es mencair dan
saat air dipanaskan hingga mendidih dengan rangkaian percobaan sebagaimana ditunjukkan pada
Gambar 1. Selama proses pemanasan, siswa mencatat suhunya Apakah terjadi perubahan suhu?
Apabila terus dipanaskan apakah terjadi pengurangan volume? apabila jawaban ya, kemanakah air
tersebut?. Dalam percobaan ini siswa akan mengetahui suhu es, suhu es saat mencair, suhu air
mendidih, suhu saat air mendidih yang terus dipanaskan dan mengetahui perubahan volume hingga
apa yang menyebabkan es mengalami perubahan wujud. Rangkain percobaan perubahan wujud es
menjadi uap dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Rangkain percobaan perubahan wujud es menjadi uap
Setelah percobaan selesai, siswa melakukan diskusi kelompok untuk menjawab hasil
pengamatan, dilanjutkan dengan presentasi yang disampaikan oleh ketua kelompoknya . Ada 2
kelompok yang mempresentasikan hasil percobaan, kelompok yang presentasi ditentukan oleh guru.
Saat ketua kelompok yang ditunjuk mempresentasikan selesei maka kelompok lain dipersilahkan
untuk memberi masukan atau memberi tanggapan tentang praktikum perubahan wujud zat.
Pada akhir kegiatan siswa diberi kuis yang berisi pertanyaan yang masih ada kaitannya
dengan praktikum perubahan wujud zat untuk mengetahui penguasaan terhadap sub konsep, baru
dibuat kesimpulan dengan dibimbing oleh guru.
Pertemuan kedua
Guru memberikan motivasi dan menyiapkan pengetahuan awal siswa yang relevan dengan
topik bahasan, dengan mengajukan pertanyaan “mana yang lebih cepat panas minyak kelapa atau
air?” Ternyata siswa ada yang menjawab “minyak dulu yang panas“dan sebagian yang lain
menjawab “air dulu yang panas”. Untuk membuktikan kebenaran dari jawaban siswa maka siswa
diajak melakukan percobaan dengan terlebih dahulu guru menyampaikan tujuan yang akan dicapai
yaitu materi tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kenaikan suhu benda karena pemberian kalor.
Pada percobaan ini pembagian kelompoknya seperti pada pertemuan pertama. Ketua
kelompok yang diberi tugas untuk mengambil lembar kerja siswa (LKS) sesuai dengan jumlah siswa
dalam kelompok serta mengambil alat dan bahan untuk keperluan praktikum yang telah disediakan
dimeja guru. Guru mengulangi lagi dalam mengarahkan kepada siswa untuk pembagian tugas kerja
dalam kelompoknya seperti kegiatan percobaan pada pertemuan pertama, disini guru memberikan
batasan waktu untuk melakukan percobaan dan diskusi hasil percobaan kurang lebih 40 menit
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
684
Percobaan yang dilakukan siswa adalah faktor-faktor yang mempengaruhi kenaikan suhu
benda karena pemberian Qalor. Dimulai dengan menyiapkan 40 ml air dan 40 ml minyak kelapa, ukur
suhu mula-mula air dan minyak kelapa kemudian panaskan hingga suhunya 60°C. Catat waktu yang
diperlukan untuk mencapai suhu 60°C dengan rangkaian percobaan yang dilakukan terhadap air dan
minyak sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 3.
Gambar 3. Rangkaian Percobaan Faktor-faktor yang mempengaruhi Kenaikan Suhu Benda Karena
Pemberian Kalor
Ulangi langkah tersebut untuk air dan minyak kelapa dengan volume masing-masing 60 ml.
Catatlah waktu yang diperlukan untuk mencapai suhu 60°C dan selama proses percobaan siswa
mengisi tabel keterkaitan antara massa, suhu dan banyaknya energi panas yang dikandung benda
berdasarkan data pengamatan. Dalam percobaan ini siswa akan mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi kenaikan suhu benda karena pemberian kalor dan dapat membuat persamaan rumus
kalor.
Setelah percobaan selesei, siswa melakukan diskusi kelompok untuk menjawab hasil
pengamatan dilanjutkan dengan presentasi. Seperti pada pertemuan pertama ada 2 kelompok yang
akan mempresentasikan hasil percobaan yang ditentukan oleh guru selain kelompok yang pernah
mempresentasikan sebelumnya. Apabila kelompok yang ditunjuk mempresetasikan telah selesei maka
kelompok lain dipersilahkan untuk memberi masukan atau memberi tanggapan tentang praktikum
perubahan wujud zat.
Pada akhir kegiatan siswa diberi kuis yang berisi pertanyaan yang masih ada kaitannya
dengan praktikum yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi kenaikan suhu benda karena pemberian
kalor Untuk mengetahui penguasaan terhadap sub konsep, baru dibuat kesimpulan dengan dibimbing
oleh guru. Selama proses tindakan pembelajaran berlangsung, observasi dilaksanakan untuk merekam
segala aktivitas siswa, yang pelaksanaannya dibantu oleh seorang pengamat dengan berpedoman pada
lembar observasi yang telah disediakan
Dari hasil penilaian skor sikap yang didapat dari angket yang diberikan ke masing-masing
siswa diperoleh rata-rata jumlah skor pada siklus I adalah 76, disini menunjukkan motivasi siswa
untuk mengikuti pembelajaran konsep kalor dan perpindahannya dengan metode percobaan cukup
bagus. Nilai pre-test yang diperoleh rata-rata adalah 58.1 ini masih dibawah KKM yang sudah
ditentukan yaitu 75. Anak yang memperoleh nilai diatas KKM 75 keatas hanya 5 anak (15,6%)
sedangkan yang nilainya dibawah KKM 27 anak (84,4%) dari jumlah 32 siswa. Nilai rata-rata hasil
kuis pertemuan pertama dan pertemuan kedua adalah 67,1 dengan perincian 9 anak yang tuntas
belajar (28,1%) sedangkan yang tidak tuntas belajar 23 anak (71,9%)
Kegiatan terakhir pada siklus I adalah refleksi yang diperoleh dari hasil observasi yang
dilakukan pengamat menunjukkan siswa antusias melakukan pengamatan hanya pada awal percobaan
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
685
saja setelah itu diselingi dengan mengobrol sendiri kususnya pada kelompok yang mayoritas laki-laki.
Sedangkan yang aktif melakukan percobaan dalam kelompoknya hanya 1-2 siswa yang lain hanya
melihat saja.
- Siklus II
Pada siklus I jumlah anggota kelompok masih besar yaitu 5-6 siswa. Jumlah anggota
kelompok yang besar ini ternyata kurang efektif, sebab dari hasil pengamatan teman sejawat, dengan
anggota yang besar pembagian kerja tidak merata dan siswa kecenderungan untuk mengobrol apabila
percobaan yang dilakukan sudah selesei sedangkan yang bekerja mengerjakan dan menjawab hasil
percobaan hanya anak yang ditunjuk. Hasil refleksi pada siklus pertama digunakan sebagai bahan
pertimbangan untuk menetukan tindakan memperbaiki pada siklus ke 2.
Kegiatan pembelajaran pada siklus II, dilaksanakan sama dengan siklus I yaitu 2 kali
pertemuan, masing-masing pertemuan 2 kali 40 menit. Pertemuan pertama membahas sub konsep
perpindahan kalor secara konduksi yang dilaksanakan tanggal 21 maret 2016.. Pertemuan kedua
membahas sub konsep perpindahan kalor secara konveksi dan radiasi yang dilaksanakan tanggal 24
maret 2016. Berikut dipaparkan pelaksanaa tindakan dengan diawali pemberian salam dan
menanyakan absensi siswa.
Pertemuan Pertama
Guru memberikan motivasi dan pengetahuan awal siswa yang relevan dengan topik bahasan,
dengan menunjukkan gambar wajan yang terbuat dari logam dan pegangannya yang terbuat dari kayu,
kemudian mengajukan pertanyaan “apa yang akan terjadi jika wajan ini dipanaskan?” Ternyata siswa
menjawab dengan kompak “ Wajan menjadi panas” . Guru bertanya lagi “bagus, tetapi siapa yang
bisa menjelaskan lebih lengkap lagi” salah satu siswa yang bernama Imam mengangkat tangan dan
menjawab “wajan menjadi panas karena terbuat dari logam sedangkan pegangannya tidak panas
karena terbuat dari kayu”. Untuk membuktikan kebenaran dari jawaban siswa maka siswa diajak
melakukan percobaan dengan terlebih dahulu guru menyampaikan tujuan yang akan dicapai yaitu
materi tentang Perpindahan Kalor secara Konduksi.
Pada perbaikan kegiatan ini guru membagi siswa menjadi 8 kelompok. Tiap kelompok terdiri
atas 4 siswa ( jumlah siswa tiap kelompok lebih kecil dibanding pada siklus 1) dengan memiliki
kemampuan yang heterogen, yaitu ada anak yang kemampuannya tinggi, sedang, dan rendah. Untuk
siswa yang memiliki kemampuan tinggi dijadikan sebagai ketua kelompoknya. Ketua kelompok yang
sudah ditunjuk mengambil lembar kerja siswa (LKS) sesuai dengan jumlah siswa dalam kelompok
serta mengambil alat dan bahan untuk keperluan praktikum yang telah disediakan dimeja guru. Guru
mengarahkan kepada siswa dalam pembagian tugas kerja pada kelompoknya masing-masing yaitu ada
2 anak yang melakukan percobaan dan mendiktekan hasil percobaan, 1 anak mencatat waktu, dan 1
anak mencatat hasil percobaan. Disini guru memberikan batasan waktu untuk melakukan percobaan
dan diskusi hasil percobaan kurang lebih 40 menit.
Percobaan yang dilakukan siswa adalah Perpindahan Kalor secara Konduksi dengan
rangkaian percobaan sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 4.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
686
Gambar 4. Rangkaian percobaan Perpindahan Kalor Secara Konduksi
Rangkaian percobaan yang pertama dimulai dengan menyiapkan sendok logam, sendok
plastik dan stik es krim yang berukuran hampir sama.Tempelkan paku payung pada masing-
masing pegangan sendok dan stik es krim dengan menggunakan mentega. Lalu, Berdirikan
sendok-sendok itu pada gelas ukur yang berisi air 40 ml. Jika mentega meleleh maka paku payung
akan jatuh, lalu prediksikan urutan jatuhnya paku payung tersebut jika air dipanaskan dan
panaskan gelas ukur yang telah berisi air tersebut. Amati urutan jatuhnya paku payung sambil
diukur waktunya dan mengisi data pengamatan tersebut kedalam tabel. Dalam percobaan ini
siswa akan mengetahui bahan yang menteganya cepat / tidak cepat jatuh, pengertian konduktor /
isolator. Setelah percobaan selesei, siswa melakukan diskusi kelompok untuk menjawah hasil
pengamatan dilanjutkan dengan presentasi
Pada akhir kegiatan siswa diberi kuis yang berisi pertanyaan yang masih ada kaitannya
dengan praktikum perpindahan kalor secara konduksi untuk mengetahui penguasaan terhadap sub
konsep, baru dibuat kesimpulan dengan dibimbing oleh guru
Pertemuan Kedua
Guru memberikan motivasi dan menyiapkan pengetahuan awal siswa yang relevaan
dengan topik bahasan, dengan mengajukan pertanyaan “Apa yang kita rasakan saat tangan
dicelupkan kedalam air yang mulai dipanaskan?” Ternyata siswa kompak menjawab “panas“
kemudian pertanyaan diulangi lagi dan ada anak yang menjawab “Mula-mula dingin lama-
kelamaan menjadi panas”.dilanjutkan dengan pertanyaan “Apa yang dirasakan saat kita dekat
kompor yang menyala” siswa menjawab “panas” untuk membuktikan kebenaran dari jawaban
siswa maka siswa diajak melakukan percobaan dengan terlebih dahulu guru menyampaikan tujuan
yang akan dicapai yaitu materi tentang perpindahan kalor secara secara konveksi dan radiasi
Pada kegiatan percobaan ini pembagian siswa dalam kelompok sama dengan percobaan
sebelumnya. Ketua kelompok yang sudah ditunjuk mengambil lembar kerja siswa (LKS) sesuai
dengan jumlah siswanya, serta mengambil alat dan bahan untuk keperluan praktikum yang telah
disediakan dimeja guru. Guru mengingatkan kembali kepada siswa dalam pembagian tugas kerja
tiap kelompoknya serta waktu pelaksanaan percobaan.
Percobaan yang dilakukan siswa adalah Perpindahan Kalor secara Konveksi dan Radiasi
dengan rangkaian percobaan sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 5.
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
687
Gambar 5. Rangkaian percobaan Perpindahan Kalor Secara Konveksi dan Radiasi
Rangkaian percobaan pertama dimulai dengan masukkan air kedalam gelas ukur 40 ml lalu
panaskan bagian pojok gelas ukur, lalu masukkan 1 sendok serbuk gergaji kayu kedalam gelas ukur,
kemudian amati dan catat waktu pergerakan serbuk gergaji. Dalam percobaan ini siswa akan
mengetahui mengapa air serbuk gergaji naik dan disebut apa perpindahan kalor semacam ini. Setelah
percobaan selesei dilanjutkan percobaan berikutnya yaitu: (1) Membungkus termometer 1 dengan
plastik warna hitam dan termometer 2 dengan plastik warna putih lalu gulung dan isolasi biar tidak
lepas (usahakan tidak menutupi skala termometer), (2) Dekatkan kedua termometer pada pembakar
spiritus yang menyala dengan jarak yang sama dan (3) Mencatat perkembangan kenaikan suhu tiap 2
menit. Dalam percobaan ini siswa akan mengetahui termometer mana yang lebih tinggi kenaikan
suhunya (benda berwarna gelap menyerap panas yang baik dan benda berwarna cerah menyerap panas
yang buruk), dan perpindahan kalor secara langsung. Setelah percobaan selesei siswa melakukan
diskusi kelompok untuk menjawah hasil pengamatan dilanjutkan dengan presentasi seperti percobaan
sebelumnya.
Pada akhir kegiatan siswa diberi kuis yang berisi pertanyaan yang masih ada kaitannya
dengan praktikum perpindahan kalor secara konveksi dan radiasi untuk mengetahui penguasaan
terhadap sub konsep, baru dibuat kesimpulan dengan dibimbing oleh guru. Setelah selesei
pelaksanaan pembelajaran, siswa diberi angket motivasi untuk mengetahui motivasi akhir siswa
terhadap pembelajaran IPA, pertanyaan pada angket yang diberikan ada 10 pernyataan dengan
pemberian skor yang penilaiannya sama seperti pada tahap awal sebelum pembelajaran.
Dari hasil penilaian skor sikap yang didapat dari angket yang diberikan ke masing-masing
siswa diperoleh rata-rata jumlah skor pada siklus II adalah 78, disini menunjukkan motivasi siswa
untuk mengikuti pembelajaran konsep kalor dan perpindahannya dengan metode percobaan sudah
bagus. Nilai postes yang diperoleh rata-rata adalah 76,3 ini sudah diatas KKM yang sudah ditentukan
yaitu 75. Anak yang memperoleh nilai diatas KKM 75 keatas 22 anak (68,8%) sedangkan yang
nilainya dibawah KKM 10 anak (31,2%) dari jumlah 32 siswa. Nilai rata-rata hasil kuis pertemuan 1
dan pertemuan ke 2 pada siklus II adalah 86,6 dengan perincian 28 anak yang tuntas belajar (87,5%)
sedangkan yang tidak tuntas belajar 4 anak (12,5%)
Kegiatan terakhir pada siklus II adalah refleksi yang diperoleh dari hasil observasi yang
dilakukan pengamat menunjukkan siswa sangat antusias dan senang melakukan pengamatan dan
percobaan dari awal hingga akhir percobaan. Siswa tidak ada yang bermain dan mengobrol sendiri
karena pembagian kerja sudah merata dan pembagian kelompok heterogen. Dalam membahas hasil
percobaanpun semua siswa ikut aktif berdiskusi kelompok. Pada siklus II ini jumlah anggota
kelompok 4 siswa. Dengan Jumlah anggota kelompok yang kecil ternyata sangat efektif yaitu dapat
meningkatkan prestasi dan hasil belajar siswa.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
688
Pembahasan
Dari penelitian yang telah dilakukan didapatkan grafik hasil dari pemberian angket motivasi
sebelum dan sesudah pembelajaran konsep kalor dan perpindahannya sebagai berikut. Grafik hasil
rata-rata motivasi sebelum dan sesudah pembelajaran dapat dilihat pada gambar 6.
Gambar 6. Grafik hasil rata-rata motivasi sebelum dan sesudah pembelajaran
Dari data hasil rata-rata pemberian angket motivasi yang diberikan sebelum dan sesudah
pembelajaran konsep kalor dan perpindahannya, diperoleh adanya peningkatan motivasi pada
siswa kelas 7E. Skor yang didapatkan sebelum pembelajaran diperoleh hasil rata-rata sebesar 76
kemudian setelah diberi pembelajaran didapatkan skor rata-rata sebesar 78.
Hasil test awal dan test akhir pembelajaran yang dilaksanakan untuk mengetahui kemampuan
awal dan kemampuan akhir siswa, diperoleh data sebagai berikut:
Tabel 1. Hasil Test Awal dan Test Akhir Pembelajaran Siswa
No Kelas VII E Pre-Test Post-Test
1. Rata-rata 58,1 76,3
2. Diatas KKM ( ≥75 ) 5 anak ( 15,6 % ) 22 anak ( 68,8 % )
3. Dibawah KKM ( ≤75 ) 27 anak ( 84,4 % ) 10 anak ( 31,2 % )
Dari data diatas didapat rata-rata hasil pretes 58,1 dengan nilai Diatas KKM ( ≥ 75) diperoleh 5
anak (15,6 %) dan Dibawah KKM ( ≤ 75 ) diperoleh 27 anak (84,4 %). Perolehan nilai pretes ini
masih belum memuaskan karena kriteria ketuntasan minimal masih dibawah rata-rata. Setelah
dilakukan perbaikan pembelajaran, ternyata ada peningkatan hasil belajar siswa yaitu rata-rata hasil
postes diperoleh 76,3 dengan nilai Diatas KKM ( ≥75) diperoleh 22 anak (68,8 %) dan Dibawah
KKM ( ≤ 75 ) diperoleh 10 anak (31,2 %). Berarti Penelitian Tindakan Kelas ini dikatakan berhasil
karena nilai rata-rata sudah diatas nilai kriteria ketuntasan minimal.
Hasil rata-rata nilai kuis pada siklus I dan siklus II yang dilaksanakan untuk mengetahui
penguasaan materi tiap sub konsep yang diberikan pada setiap akhir pertemuan pembelajaran
diperoleh data sebagai berikut:
50
60
70
80
90
100
sebelum sesudah
Kelas 7E 76 78
Kelas 7E
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
689
Tabel 2. Rata-rata hasil Kuis Siklus I dan Siklus II
No Kelas VII E Kuis Siklus I Kuis Siklus II
1 Rata-rata 67,1 86,6
2 Diatas KKM ( ≥ 75) 9 anak (28,1 %) 28 anak (87,5 %)
3 Dibawah KKM ( ≤ 75) 23 anak ( 71,9 %) 4 anak (12,5 %)
Dari data diatas didapat rata-rata hasil kuis siklus pertama adalah 67,1 dengan nilai Diatas
KKM ( ≥ 75) diperoleh 9 anak (28,1 %) dan Dibawah KKM ( ≤ 75 ) diperoleh 23 anak ( 71,9 %).
Perolehan rata-rata nilai kuis siklus I ini masih belum memuaskan karena masih dibawah kriteria
ketuntasan minimal, Setelah dilakukan perbaikan pembelajaran, ternyata ada peningkatan penguasaan
terhadap sub konsep belajar siswa yaitu rata-rata hasil nilai kuis siklus II diperoleh 86,6 dengan nilai
Diatas KKM ( ≥ 75) diperoleh 28 anak (87,5 %) dan Dibawah KKM (≤ 75) diperoleh 4 anak (12,5 %).
Berarti Penelitian Tindakan Kelas ini sesuai dengan tujuan perbaikan dikatakan telah berhasil.
Kegiatan terakhir adalah refleksi yang diperoleh dari hasil observasi yang dilakukan
pengamat, pada siklus I menunjukkan siswa antusias melakukan pengamatan hanya pada awal
percobaan saja setelah itu diselingi dengan mengobrol sendiri kususnya pada kelompok yang
mayoritas laki-laki. Pada siklus II siswa sangat antusias dan senang melakukan pengamatan dan
percobaan dari awal hingga akhir percobaan. Siswa tidak ada yang bermain dan mengobrol sendiri
karena pembagian kerja sudah merata dan pembagian kelompok sudah heterogen. Sedangkan pada
siklus I yang aktif melakukan percobaan dalam kelompoknya hanya 1-2 siswa yang lain hanya
melihat saja. Untuk membahas hasil percobaan sebagian berdiskusi sebagian mengorol. Jumlah
anggota kelompok masih besar yaitu 5-6 siswa. Jumlah anggota kelompok yang besar ini ternyata
kurang efektif, sebab dari hasil pengamatan teman sejawat, dengan anggota yang besar pembagian
kerja tidak merata dan siswa kecenderungan untuk mengobrol apabila percobaan yang dilakukan
sudah selesei sedangkan yang bekerja mengerjakan dan menjawab hasil percobaan hanya siswa yang
ditunjuk. Pada siklus II dalam membahas hasil percobaan semua siswa ikut aktif berdiskusi kelompok.
Jumlah anggota kelompok 4 siswa, dengan Jumlah anggota kelompok yang kecil ternyata sangat
efektif yaitu dapat meningkatkan prestasi dan hasil belajar siswa.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil rata-rata skor motivasi, pretes dan postes, nilai kuis dan aktifitas belajar
siswa, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: (1) Ada peningkatan motivasi belajar siswa klas VII
E dengan penggunaan metode percobaan pada konsep kalor dan Perpindahannya, (2) Ada peningkatan
hasil belajar siswa dengan rata-rata nilai postes yang lebih tinggi dari nilai pre-test, (3) Ada
peningkatan penguasaan terhadap sub konsep pembelajaran dengan nilai rata-rata kuis siklus II lebih
tinggi dari siklus I, (4) Adanya peningkatan aktifitas belajar siswa.
.
Daftar Rujukan
Abadi, Rinawan dkk. 2013. Pegangan Guru Ilmu Pengetahuan Alam SMP/MTs Kelas VII Semester 2.
Klaten: PT Intan Pariwara.
Arikunto, S. 2002. Evaluasi Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta
Cooper, Christopher. 2001. Jendela IPTEK pada Materi Ilmu Pengetahuan Alam. Jakarta: Balai
Pustaka.
Depdiknas. 2003. Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Sains SMP/ MTs . Dilihat 29 Februari 2016.
http://www.puskur.net/inc/si/SMP/PengetahuanAlam.pdf
Depdiknas Dtjen Dikdasmen Dit PLP.2004. Panduan Penilaian Pelajaran Pengetahuan Alam,Jakarta
Pusat: Proyek Peningkatan Mutu SLTP Jakarta.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
690
Djihad. 2014. Mudahnya Melaksanaan PTK. Malang: UM Press
N. Sudirman dkk. 1987. Ilmu Pendidikan. Bandung: Penerbit Remadja Karya CV.
Partana, C.F 2008. Pembelajaran Kreatif IPA di SMP/MTs. Yogyakarta: Pendidikan Kimia UNY
Prasodjo, B. 2002. Panduan Fisika Untuk Kelas 1 SLTP Semester Pertama dan Kedua. Jakarta:
Yudhistira.
Purwanto, Ngalim. 1987. Psikologi Pendidikan, Bandung: Penerbit Remaja Karya CV.
Sanjaya, W. 2007. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Prenada
Media.
Slameto, 2013. Belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.
Sudibyo, Elok dkk. 2003. Fisika Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Kelas 2 Edisi ke 1. Batu:
Departemen Pendidikan Nasional.
Sudjana, N. 2009. Dasar-dasar Prose Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindo Offset
Suryatin. 2008. IPA Terpadu. Jakarta: Pusat Perbukuan Depdiknas.
Wasis. 2008. Contextual Teaching and Learning IPA SMP Kelas VII. Jakarta: Pusat Perbukuan
Depdiknas.
Widodo, Wahono dkk. 2014. Ilmu Pengetahuan Alam Edisi Revisi. Jakarta: Kementrian Pendidikan
dan Kebudayaan.
Winarsih, A. dkk. 2008. IPA Terpadu Untuk SMP Kelas VII. Jakarta; Yudhistira
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
691
MENINGKATKAN KEMAMPUAN PSIKOMOTORIK SISWA PADA MATERI
GERAK BENDA DI KELAS 1 DENGAN BANTUAN MEDIA MANIPULATIFDI
MI IHYAUL ULUM
Chusnul Chotimah
Guru MI IHYAUL ULUM KOTA BATU
Abstrak: Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas, yang bertujuan untuk
meningkatkan kemampuan psikomotorik siswa pada materi gerak benda kelas I dengan
bantuan media manipulatif. Penelitian dilaksanakan dalam dua siklus tindakan. Masing-
masing siklus terdiri dari satu kali pertemuan 2 X 35 menit. Langkah penelitian ini
melalui perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi. Subjek penelitian adalah siswa
kelas I MI IHYAUL ULUM yang berjumlah 21 siswa yang terdiri dari 9 siswa laki-laki dan
12 siswa perempuan. Hasil penelian menunjukkan bahwa rata-rata kemampuan
psikomotorik pada siklus I sebesar 71%. Hal ini masih kurang dari nilai KKM 75 % . Siswa
yang telah tuntas sebanyak 15 siswa atau 71 % sedangkan siswa yang belum tuntas 6 siswa
atau 29 %. Rata-rata prosentase ketuntasan belajar pada siklus II adalah 86 %, ini berarti
telah mencapai KKM. Hal ini menunjukkan terdapat peningkatan kemampuan
psikomotorik dari siklus I ke siklus II. Kesimpulanya bahwa penggunaan media manipulatif
dapat meningkatkan kemampuan psikomotorik siswa pada materi gerak benda.
Kata Kunci: kemampuan psikomotorik, media manipulative
Proses pembelajaran merupakan salah satu kegiatan yang sangat berperan dalam
meningkatkan mutu hasil belajar. Guru sebagai pengelola pembelajaran di kelas bertanggung
jawab atas keberhasilan pembelajaran yang pada akhirnya berpengaruh terhadap hasil belajar
siswa. Dalam proses pembelajaran sebaiknya guru senantiasa berupaya meningkatkan kualitas
pembelajaran menjadi lebih efektif. Dalam proses belajar mengajar sangat diharapkan terjadinya
komunikasi timbal balik, dan pada umumnya dalam komunikasi dibutuhkan adanya media
khususnya dalam komunikasi interaktif, edukatif. Media pendidikan/ pembelajaran mempunyai
arti yang sangat penting terutama dalam upaya mengingkatkan mutu pendidikan secara kuantitatif
maupun kualitatif (Elizabeth, 2002).
Dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan terus dilakukan pemerintah. Diantaranya,
pemerintah menerbitkan Undang Undang No 20 tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional,
dan pemberlakukan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pada tahun 2006.
KTSP merupakan pengembangan dari kurikulum 2004, KTSP menggunakan pembelajaran
berbasis kompetensi, artinya siswa dituntut menyelesaikan pembelajaran sesuai kompetensi yang
telah ditentukan. KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun, dikembangkan dan dilaksanakan
oleh setiap satuan pendidikan yang sudah siap dan mampu mengembangkannya dengan
memperhatikan Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 36
(Mulyasa, 2007:12).
Implementasi KTSP yang paling dirasakan oleh guru dan siswa adalah proses
pembelajaran. Pembelajaran dalam KTSP mengacu pada pembelajaran kreatif. Siswa lebih aktif
dalam pembelajaran dan guru bertindak sebagai motivator dan fasilitator. Artinya, dalam
pembelajaran guru mendorong siswa untuk berkreatif dalam pembelajaran dan diberi kesempatan
untuk mengeksplorasi (menggali) materi yang sedang dipelajari secara mandiri.
Dalam proses belajar mengajar, guru hendaknya mengarahkan bagaimana proses belajar
mengajar itu dilaksanakan dengan baik. Oleh karena itu, guru seharusnya dapat membuat suatu
pengajaran menjadi lebih efektif dan menarik sehingga bahan pelajaran yang disampaikan akan
membuat siswa merasa senang dan bersemangat dalam belajar.
Pelajaran IPA di SD dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) mempunyai
tujuan antara lain; (1) memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
692
berdasarkan keberadaan, kein-dahan dan keteraturan alam Ciptaan-Nya; (2) mengembangkan
pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari; (3) mengembang kan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang
adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat;
(4) mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah
dan membuat keputusan; (5) meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara,
menjaga dan melestarikan lingkungan alam; (6) mening-katkan kesadaran untuk menghargai alam
dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan; (7) memperoleh bekal pengetahuan,
konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan kejenjang selanjutnya
(Depdik-nas, 2006).
Peningkatan kualitas pendidikan terus dilakukan oleh guru selaku pelaksana pendidikan
dan pembelajaran di sekolah. Hal ini juga dilakukan guru yang bertujuan mendidik siswanya
untuk dapat dibanggakan, baik dalam bidang akademik maupun ekstra kulikuler. Upaya
peningkatan hasil belajar siswa dilakukan berdasarkan hasil belajar yang sudah dicapai selama
ini.
Dalam pembelajaran IPA, guru dituntut lebih kreatif dalam menggunakan model dan
metode pembelajaran inovatif. Model dan metode tersebut diharapkan dapat membuat siswa lebih
bersemangat dalam belajar.
Media sebagai sumber belajar, belajar adalah proses aktif dan konstruktif melalui suatu
pengalaman dalam memperoleh informasi. Dalam proses aktif tersebut, media pembelajaran
berperan sebagai salah satu sumber belajar bagi siswa. Artinya melalui media peserta didik
memperoleh pesan dan informasi sehingga membentuk pengetahuan baru pada siswa. Dalam
batas tertentu, media dapat menggantikan fungsi guru sebagai sumber informasi/pengetahuan bagi
peserta didik. Media pembelajaran sebagai sumber belajar merupakan suatu komponen system
pembelajaran yang meliputi pesan, orang, bahan, alat, teknik, dan lingkungan, yang dapat
mempengaruhi hasil belajar peserta didik. (Mudhoffir,dalam Munadi, 2008). Latuheru(1988:14),
menyatakan bahwa media pembelajaran adalah bahan, alat, atau teknik yang digunakan dalam
kegiatan belajar mengajar dengan maksud agar proses interaksi komunikasi edukasi antara guru
dan siswa dapat berlangsung secara tepat guna dan berdaya guna. Berdasarkan definisi tersebut,
media pembelajaran memiliki manfaat yang besar dalam memudahkan siswa mempelajari materi
pelajaran.(http://www.guruit07.blogspot.com/2009/01/pengertian-mediaPembelajaran.htm).
Pada umumnya media yang digunakan dalam pembelajaran IPA di MI IHYAUL ULUM,
khususnya materi membedakan gerak benda yang mudah bergerak dan benda yang sulit bergerak
hanya menggunakan benda-benda yang ada disekitarnya contoh : bola, penghabus, gelas,
penggaris, buah-buahan dan lain-lain. Sehingga siswa yang dapat nilai di atas KKM (Kriteria
Ketuntasan Minimal ) hanya dicapai 71 % saja dari jumlah siswa. Sebagai upaya untuk
meningkatkan kemampuan psikomotorik siswa maka perlu dilakukan perbaikan metode
pembelajaran yang sesuai yaitu menggunakan media manipulatif karena dengan menggunakan
media manipulatif dapat meningkatkan kemampuan psikomotorik siswa dalam proses belajar.
Gatot Muhsetyo, dkk (2007: 2. 31) mendefinisikan bahwa “Bahan manipulatif adalah
bahan yang dapat dimanipulasikan dengan tangan, diputar, dipegang, dibalik, dipindah, diatur
atau ditata atau dipotong-potong”. Dari pendapat tersebut dapat dipahami bahwa bahan
manipulalatif yaitu bahan yang dapat dimain-mainkan dengan tangan. Alat ini terkait langsung
dan bagian dari penjelasan konsep uraian-uraian materi yang disampaikan.Bahan manipulatif
berfungsi untuk menyederhanakan konsep-konsep yang sulit atau sukar, menyajikan bahan yang
relatif abstrak menjadi lebih nyata, menjelaskan pengertian atau konsep secara lebih konkrit,
menjelaskan sifat-sifat tertentu yang terkait dengan pengerjaan hitung dan sifat-sifat bangun
geometri, serta memperlihatkan fakta-fakta (Gatot Muhsetyo, dkk, 2007: 2. 20).
Menurut Staton yang dikutip dalam buku Sagala, S. (2010:12) yang berjudul Konsep dan
Makna Pembelajaran, Psikomotorik adalah kemampuan yang mengutamakan keterampilan
jasmani terdiri dari persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan terbiasa, gerakan kompleks,
penyesuaian pola gerakan, dan kreativitas.
Sedangkan menurut Djemari M ( 2004 : 4-5 ) dalam bukunya yang berjudul Penyusunan
Tes Hasil Belajar, Keterampilan psikomotorik berhubungan dengan anggota tubuh atau tindakan
yang memerlukan kordinasi antara syaraf dan otak.Jadi, dapat disimpulkan bahwa psikomotorik
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
693
adalah kemampuan individu yang berorientasi kepada gerakan-gerakan secara fisik dan kerja otot
yang memunculkan hasil kerja.
Dalam penelitian ini kemampuan psikomotorik siswa yang diteliti adalah kemampuan
siswa dalam menyiapkan alat, keterampilan menggunakan alat, dan ketepatan mengikuti langkah
kerja.
METODE PENELIIAN
Rancangan penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas (PTK) dengan
menggunakan dua siklus tindakan model PTK yang digunakan adalah model Kemmis dan Mc Taggart
(1982) dalam Arikunto (2006: 16) seperti yang ditunjukkan pada gambar I penelitian tindakan
dilakukan dalam siklus spiral yang terdiri dari 4 tahapan yaitu 1) perencanaan (planning), 2) tindakan
(acting), 3) pengamatan (observing), dan 4) refleksi (reflection).
Gambar 1 Siklus. PTK Menurut Kemmis dan Mc Taggart (Arikunto, 2006: 16)
Pada tahap perencanaan, dilakukan kegiatan menyusun silabus dan Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) yang diterapkan di kelas dengan menggunakan media pembelajaran berupa
media manipulatif untuk diamati siswa. Pada tahap pelaksanaan, dilakukan penerapan RPP yang
sudah disusun pada tahap perencanaan dalam pembelajaran. Pada tahap pelaksanaan pembelajaran
dilakukan pengamatan oleh observer dengan menggunakan lembar observasi yang sudah disiapkan.
Instrumen penelitian adalah butir-butir soal tersebut diperoleh informasi apakah pada materi gerak
benda di kelas 1 dengan bantuan media manipulatif dapat meningkatkan kemampuan psikomotorik
siswa. Media yang digunakan dalam pembelajaran apakah sudah dapat meningkatkan hasil belajar
siswa atau belum. Untuk evaluasi dilakukan diakhir pembelajaran apabila diperoleh prosentase
keberhasilan siswa kurang dari 75 % maka akan dilaksanakan pembelajaran pada siklus II.
Penelitian akan dihentikan jika hasil ketuntasan tingkat keberhasilan nilai rat-rata siswa mengalami
peningkatan.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan deskriptif kulitatif.
Data yang dilaporkan dalam bentuk tulisan, bukan dalam bentuk angka-angka. Akan tetapi, sebagian
data dilaporkan dalam bentuk skor nilai dalam tabel pada setiap siklus. Skor nilai dalam bentuk
angka yang diperoleh pada siklus I belum tentu menggambarkan secara keseluruhan hasil penelitian
ini. Penelitian ini dilaksanakan di kelas I MI IHYAUL ULUM Kecamatan Batu Kota Batu.
Penelitian ini dilaksanakan selama dua hari.
Subyek penelitian ini adalah siswa siswi kelas I yang berjumlah 21 anak di sekolah MI IHYAUL
ULUM Kecamatan Batu Kota Batu.Penelitian ini dilakukan dalam dua siklus dan masing-masing
siklus terdiri atas; perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Secara rinci prosedur
penelitian mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:
Perencanaan
Refleksi Pelaksanaan
Pengamatan
SIKLUS 1
Perencanaan
Refleksi Pelaksanaan
Pengamatan
SIKLUS 2
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
694
HASIL DAN PEMBAHASAN
Siklus I
Perencanaan Sebelum kegiatan belajar mengajar berlangsung disusun rencana pelaksanaan pembelaja-
ran ( RPP ), karena RPP merupakan suatu rencana pembelajaran yang akan dilaksanakan saat
mengajar. Proses penyusunan RPP melalui beberapa tahab diantaranya tahab penelaahan standar
kompetensi, kompetensi dasar, materi ajar, metode pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran,
alat dan sumber belajar dan penilaian. Dalam penyusunan RPP ini dikembangkan indikator-
indikator dari kompetensi dasar. Pada materi gerak benda kelas I semester 2 kompetensi dasarnya
adalah 4.1. membedakan gerak benda yang mudah bergerak dengan yang sulit bergerak melalui
percobaan. Dari kompetensi dasar tersebut dikembangkan menjadi 4 indikator yaitu
1).mengelompokkan berbagai bentuk gerak benda, 2). mengelompokkan benda yang mudah
bergerak dengan benda yang sulit bergerak, 3). menyebutkan bentuk gerak benda, dan 4).
melakukan kegiatan mengamati gerak benda yang mudah bergerak dan benda yang sulit bergerak.
Dari indikator kita akan mengembangkan menjadi tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran
pada indikator tersebut adalah 1). Siswa dapat mengelompokkan berbagai bentuk gerak benda, 2).
Siswa dapat mengelompokkan benda yang mudah bergerak dengan benda yang sulit bergerak, 3).
Siswa dapat menyebutkan bentuk gerak benda, dan 4). Siswa dapat melakukan kegiatan
mengamati gerak benda yang mudah bergerak dan benda yang sulit bergerak. Setelah melakukan
tujuan pembelajaran peneliti akan menulis materi yang akan diajarkan. Materi pada gerak benda
meliputi macam-macam benda. Macam-macam benda tersebut ada benda yang berbentuk
lingkaran, kubus , kotak, balok, segitiga dan macam-macam buah-buahan. Benda yang mudah
bergerak meliputi permukaan benda yang berbentuk bola, ringan dan benda berukuran kecil.
Benda yang sulit bergerak meliputi permukaan benda berbentuk kotak, tidak beraturan, berat dan
ukuranya. Sedangkan bentuk gerak benda meliputi benda bergerak lurus, benda bergerak
memutar, dan benda bergerak melayang. Metode pembelajaran menggunakan metode ceramah,
tanya jawab, pemberian tugas, dan demonstrasi. Selanjutnya menyusun lembar kerja siswa untuk
evaluasi secara kelompok maupun individu dan terakhir yang direncanakan adalah penyususnan
pedoman observasi tentang keaktifan siswa dalam mengikuti pembelajaran.
Pelaksanaan
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus I dilaksanakan di kelas I semester II MI
IHYAUL ULUM Kecamatan Batu Kota Batu tahun ajaran 2015/2016 dengan jumlah siswa 21
anak. Pada siklus I dilaksanakan pada hari selasa tanggal 15 maret 2016 jam 07.00 sampai 08.10.
Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada
rencana pelajaran yang telah direncanakan. Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan
dengan pelaksanaan belajar mengajar. Untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses
belajar mengajar siswa mengerjakan tugas yang diberikan guru yang dikerjakan berkelompok dan
tugas yang harus dikerjakan secara individu. Pembelajaran kali ini memerlukan waktu 70 menit (2
X 35 menit ) diantaranya apersepsi selama 10 menit meliputi :
1). Pada awal pelajaran siswa diajak berdoa bersama-sama 2). Guru mengabsen keberadaan siswa dan
menanyakan kondisi siswa saat ini.
Guru :”anak-anak pada pagi hari bagaimana kabar kalian?”
Siswa : “Alhamdulillah sehat luar biasa ALLAHUAKBAR”
Guru : “hari ini siapa teman kalian yang tidak masuk?”
Siswa : “masuk semua bu guru”
3). Agar siswa tidak bosan dan merasa senang siswa diajak bernyanyi.
Guru : “anak-anak coba kalian semua berdiri kita akan bernyanyi “topi saya
bundar” dan ikuti gerakan seperti yang dicontohkan bu guru.
Siswa:”iya bu guru”
4). kemudian dengan bimbingan guru siswa melakukan tanya jawab tentang benda apa saja yang
mudah bergerak dan benda apa saja yang sulit bergerak.
Guru:” Anak-anak sebutkan benda apa saja yang ada di dalam kelasmu yang mudah bergerak?”
Siswa:”Galon air, keranjang sampah, gelas”
Guru:”Sebutkan juga benda apa saja yang ada di dalam kelasmu yang sulit bergerak ?”
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
695
Siswa:”meja, kursi, buku, penghabus
5). Guru menjelaskan tentang tujuan pembelajaran pada hari itu.
Guru:”Anak-anak tujuan pembelajaran pada hari ini adalah untuk mengelompokkan benda yang mudah
bererak dan benda yang sulit bergerak, menyebutkan bentuk gerak benda, dan melakukan
kegiatan mengamati gerak benda yang mudah bergerak dan yang sulit bergerak dari percobaan
dan
6). Guru menginformasikan pada siswa tugas yang akan dikerjakan, baik tugas kelompok maupun
individu.
Guru :”tugas kelompok kalian kerjakan kelompok dan yang tugas individu kerjakan sendiri (tugas
sudah terlampir)
Setelah itu peneliti melakukan kegiatan inti yang meliputi:
Setelah itu guru melakukan kegiatan inti
1). Guru menjelaskan pada siswa contoh benda apa saja yang mudah bergerak dan yang sulit
bergerak.
Guru :”Anak-anak berikan contoh benda yang mudah bergerak?”
Siswa:”gelas.
Guru :”mengapa gelas mudah bergerak?”
Siswa:”karena berbentuk lingkaran dan permukaannya halus”
Guru :”Berikan pula contoh benda yang sulit bergerak?”
Siswa:”meja”
Guru :”Mengapa meja sulit bergerak?”
Siswa:”Karena berbentuk kotak”
2). Kemudian Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok yang masing-masing kelompok
terdiri dari 5 anak dengan cara siswa berhitung 1 sampai 5.
Guru:”anak-anak mulai dari depan sampai kebelakang coba kalian berhitung satu sampai lima
setelah itu berkumpul sesuai dengan nomornya masing-
masing.
Siswa:”berhitung 1,2,3,4,5....” sehingga diperoleh 4 kelompok
3). Masing-masing kelompok mengeluarkan benda yang telah dibawanya dari rumah ( bola,
penghabus, kardus, kaleng, dan buah-buahan ) 3). Dengan bimbingan guru masing-masing
kelompok berdiskusi untuk mengelompokkan benda yang mudah bergerak dan benda yang sulit
bergerak bedasarkan hasil dari percobaan sesuai dengan lembar kerja. Percobaan ini dilakukan
secara bergantian dengan benda yang berbeda.
Guru:” bahan-bahan yang kalian bawa dari rumah tolong kalian keluarkan dan kelompokan benda
mana yang mudah bergerak dan benda mana yang sulit bergerak dengan melalui pengamatan.
Siswa:”bagaimana caranya bu?”
Guru:”kalian ikuti petunjuknya yang sudah diberikan pada kalian (format terlampir)kalian lempar
satu persatu benda yang kalian bawa kemudian kamu kelompokkan benda mana yang mudah
bergerak dan benda mana yang sulit bergerak lakukan pada semua benda yang kalian bawa
4) siswa mengisi lembar pengamatan secara berkelompok.
5) siswa mengisi lembar kerja individu yang telah disediakan guru
6). Dengan bimbingan guru siswa menuliskan hasil dari percobaan tersebut dan mengoreksinya
7). Secara bergantian masing-masing kelompok maju satu persatu untuk presentasi sedangkan
kelompok yang lain menyimak jawabannya benar apa salah.
8) siswa menempelkan hasil karyanya didinding. Lembar tugas yang diberikan membantu siswa
untuk aktif bekerja mencobakan pembelajaran yang baru diterimanya. Beberapa kelompok
antusias untuk menyelesaikan tugas yang diberikan. Antusias tersebut bisa juga terjadi
karena kelompok ingin menyelesaikan tugas lebih dulu dari kelompok lainnya.Selanjutnya guru
melakukan tanya jawab hal-hal apa saja yang belum diketahui siswa pada materi tersebut. Langkah
berikutnya yaitu penutup dengan bimbingan guru siswa mencatat kesimpulan dari materi tersebut
dan melakukan refleksi umpan balik dari siswa apa yang menyenangkan dan apa yang
membosankan.
Guru:” Anak-anak apakah pelajaran hari ini menyenangkan?”
Siswa:”iya bu”
Guru:”apa yang membuat kalian senang?”
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
696
Siswa:”bisa mengetahui gerak benda melalui praktek”. ,
Siswa aktif dan senang dalam mengikuti proses pembelajaran, walau demikian masih ada siswa yang
kurang aktif karena siswa tersebut pendiam, belum bisa membaca sehingga sulit untuk memahami
perintah dari guru. Berdoa untuk menutup pelajaran.
Gambar 1. Siswa melakukan percobaan Gambar 2. Siswa melakukan diskusi
Gambar 3. Siswa presentasi hasil diskusi Gambar 4. Siswa menempel hasil karya
Pengamatan
Pada tahab ini peneliti melakukan pengamatan untuk mengetahui psikomotorik siswa
dengan menggunakan lembar observasi untuk mengetahui 1). Kemampuan menyiapkan alat dan
bahan. 2). Kemampuan menggunakan alat. 3). Ketepatan mengikuti langkah kerja terhadap materi
yang dipelajari. Dari hasil pengamatan tentang psikomotorik siswa, diperoleh data bahwa
sebagian besar siswa saat melakukan percobaan sangat senang karena mereka langsung mencoba
dengan menggunakan benda-benda yang dibawanya dari rumah sedangkan kemampuan dalam
menggunakan media yang ada kurang kreatif, begitu pula saat mengikuti langkah kerja yang
sudah disediakan (format terlampir) sebagian antusias namun kurang teliti.Walaupun masih ada
beberapa siswa yang kurang aktif karena kurang faham dengan petunjuk guru dan belum bisa
membaca. Ketika praktek masih ada sebagian kecil siswa yang bermain sendiri. Siswa seperti itu
perlu bimbingan dari guru. Dari hasil presentasi siswa pada siklus 1 ini jumlah siswa yang
mendapat nilai diatas kriteria ketuntasan minimum (KKM) ada 15 siswa dari 21 siswa, berarti ada
6 siswa yang belum tuntas, sehingga presentasi keberhasilan yang dicapai kurang kemungkinan
ketidak tuntasan siswa disebabkan karena media yang kurang sesuai dengan minat mereka dan
masih ada beberapa siswa yang belum bisa membaca sehingga sulit memahami perintah dari
guru.
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
697
Refleksi
Dari pengamatan pelaksanaan pembelajaran siklus 1 dapat disimpulkan bahwa:
1) Ada sebagian siswa yang kurang mampu menyiapkan alat dan bahan,
2) Kemampuan siswa dalam menggunakan alat kurang memadai.
3) Ketepatan mengikuti langkah kerja terhadap materi yang dipelajari
kurang faham. Dalam pembagian kelompok mungkin terlalu banyak karena tiap kelompok terdiri
dari 5 anak sehingga saat pembelajaran berlangsung anak-anak kurang memperhatikan dan banyak
bermain sendiri. Guru terlalu banyak menggunakan metode ceramah sehingga sebagian anak pasif.
Masih ada beberapa siswa yang belum bisa membaca sehingga belum faham tugas yang diberikan
guru. Saat pembentukan kelompok lebih diperkecil dari satu kelompok 5 siswa bisa diperkecil
menjadi 4 siswa sehingga siswa lebih mudah dalam mengerjakan tugas dari guru dan lebih
berkonsentrasi sehingga dapat meningkatkan presentasi keberhasilan siswa. Pada siklus 1 dari 21
siswa masih ada 6 siswa yang belum mencapai KKM, mereka rata-rata nilai terendah 50
sedangkan nilai tertinggi 90. karena hasil belajar siswa pada siklus pertama masih belum maksimal
dan presentasi keberhasilan belum mencapai 75 % maka masih perlu diadakan lagi pembelajaran
siklus II dengan media manipulatif yang lain.
Siklus 2
Perencanaan
Berdasarkan refleksi siklus I ditemukan beberapa kekurangan dalam pelaksanaan
pembelajaran serta target yang diharapkan dalam penelitian belum tercapai. Upaya perbaikan
siklus I pada siklus II diperlukan untuk mengatasi kekurangan pada siklus I, yaitu untuk
meningkatkan psikomotorik siswa dan upaya memperbaiki kekurangan pada siklus I maka
pembagian kelompok harus lebih diperkecil. Guru perlu membimbing siswa terutama yang belum
bisa membaca agar lebih aktif saat pembelajaran berlangsung, mempersiapkan perangkat
pembelajaran yang terdiri dari : perencanaan pembelajaran, LKS, soal tes formatif, alat-alat
pengajaran yang mendukung pelaksanaan pembelajaran dan dengan menggubah jumlah
kelompok yang awalnya satu kelompok berjumlah 5 siswa diubah menjadi satu kelompok
menjadi 4 siswa tujuanya agar para siswa terlibat aktif sepenuhnya dalam proses pembelajaran.
Pelaksanaan Pada siklus II dilaksanakan pada hari selasa tanggal 5 April 2016 jam 07.00 sampai 08.10.
Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada
rencana pelajaran yang telah direncanakan. Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan
dengan pelaksanaan belajar mengajar. Untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses
belajar mengajar siswa mengerjakan tugas yang diberikan guru yang dikerjakan berkelompok dan
tugas yang harus dikerjakan secara individu. Pembelajaran kali ini memerlukan waktu 70 menit (2
X 35 menit ). Pembelajaran diawali dengan
1) tanya jawab antara guru dan siswa untuk menggali pengetahuan siswa tentang pembelajaran
sebelumnya. Tanya jawab tentang materi minggu lalu tentang gerak benda
Guru :”Gerakan baling-baling mainan helikopter bergerak dengan cara apa?
Siswa: “memutar“
kemudian kegiatan pembelajaran masuk pada kegiatan inti, dilakukan dengan mengajak siswa untuk
tanya jawab tentang penyebab benda bergerak
Guru :” sebutkan benda-benda yang ada di dalam kelasmu yang digerakkan oleh baterai?”
Siswa:”jam bu”
Guru:”mengapa jam bisa bergerak?”
Siswa:”karena jam berisi batrai”
Guru :”selain jam apa lagi?” Siswa:”mobil mainan bu”
Guru :”coba batrai pada jam dan mobil-mobilanmu kamu lepas apa yang terjadi?” Siwa:”mobil mati,
mobil tidak bisa bergerak.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
698
2) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran hari ini, yaitu tujuan pembelajaran kali ini untuk
menjelaskan penyebab benda bergerak , contoh gerobak dapat bergerak karena dorongan tangan
manusia.
3) Menginformasi tugas yang akan dikerjakan.
4) Dengan bimbingan guru siswa melakukan tanya jawab tentang penyebab benda bergerak
Guru : “sebutkan benda-benda yang ada di dalam kelasmu yang digerakkan oleh Baterai?”
Siswa :” jam, mobil mainan”
5) Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok (masing-masing kelompok 4 anak)
6) Masing-masing kelompok mengeluarkan benda-benda yang telah dibawa dari rumah ( bola,
batrai, magnet, ketepel, mobil-mobilan, batu, dan jam )
7) Dengan bimbingan guru masing-masing kelompok melakukan kegiatan sebagai berikut (rublik
terlampir ).Kemudian memberikan evaluasi kepada siswa berupa soal berbentuk essay sebanyak
10 soal, kemudian guru memberikan tindak lanjut berupa penjelasan tentang soal yang tidak
dipahami siswa.
Kegiatan akhir dilakukan dengan mengajak siswa berdialog sebagai berikut :
Guru: “Bagaimana perasan kalian setelah melakukan percobaan tadi dan juga menyelesaikan soal
evaluasi ini ?”
Siswa: “Senang, Bu...”
Guru: “Apa ada kesulitan dalam pembelajaran materi gerak benda yang telah kita lakukan dengan
menggunakan media bola, batrai, magnet, ketepel, mobil-mobilan, batu, dan jam
Siswa:“(Ada siswa yang diam dan ada yang menjawab tidak) kalau pembelajarannya menggunakan
media seperti ini, saya jadi senang pada waktu pelajaran IPA. Besok seperti ini lagi ya bu ?”
Dari dialog diatas terlihat bahwa pada proses pembelajaran seluruh siswa terlibat aktif, menyenangkan
dan menikmati percobaan ini.
Siklus II pertemuan 1 ini diakhiri dengan refleksi. Dari hasil evaluasi yang diperoleh
siswa pada siklus II didapat nilai rata-rata 86. Siswa yang tuntas belajar sejumlah 18 anak ( 86 %)
dan siswa yang tidak tuntas belajar sejumlah 3 anak ( 14 %). Secara umum siswa telah mampu
memahami materi gerak benda dan energi, namun masih perlu ditingkatkan agar hasil yang
didapat lebih baik lagi.
Pengamatan
Pada tahab ini peneliti melakukan pengamatan untuk mengetahui psikomotorik siswa
dengan menggunakan lembar observasi untuk mengetahui 1). Kemampuan menyiapkan alat dan
bahan. 2). Kemampuan menggunakan alat. 3). Ketepatan mengikuti langkah kerja terhadap materi
yang dipelajari. Dari hasil pengamatan tentang psikomotorik siswa, diperoleh data bahwa
sebagian besar siswa saat melakukan percobaan sangat senang karena mereka langsung mencoba
dengan menggunakan benda-benda yang dibawanya dari rumah sedangkan kemampuan dalam
menggunakan media sudah kreatif walaupun masih perlu bimbingan guru, begitu pula saat
mengikuti langkah kerja yang sudah disediakan (format terlampir) mereka sangat antusias karena
ingin cepat selesai dan mengerjakan tugas yang lainya. Dari hasil presentasi siswa pada siklus 2
ini jumlah siswa yang mendapat nilai diatas kriteria ketuntasan minimum (KKM) ada 18 siswa
dari 21 siswa, berarti ada 3 siswa yang belum tuntas
Refleksi
Dari pengamatan pelaksanaan pembelajaran siklus II dapat disimpulkan bahwa siswa
sudah mampu menyiapkan alat dan bahan secara mandiri, menggunakan alat dan mengikuti
langkah kerja terhadap materi yang dipelajari sudah faham. Dalam pembagian kelompok sudah
maksimal masing-masing kelompok terdiri dari 4 siswa sehingga siswa lebih mudah dalam
mengerjakan tugas dari guru dan lebih berkonsentrasi sehingga dapat meningkatkan presentasi
keberhasilan siswa. Pada siklus II dari 21 siswa masih ada 3 siswa yang belum mencapai KKM,
mereka rata-rata nilai terendah 55 sedangkan nilai tertinggi 90. karena hasil belajar siswa pada
siklus kedua sudah maksimal dan presentasi keberhasilan mencapai 86 % maka tidak perlu
diadakan lagi pembelajaran siklus berikutnya dan anak yang nilainya kurang dilakukan perbaikan.
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
699
HASIL DAN PEMBAHASAN
Siklus I
Hasil belajar pada siklus I: Rata-rata kelas : 74, Nilai tertinggi : 90, Nilai terendah : 50.
Refleksi
Kelebihan dan kekurangan pembelajaran
Kelebihan: dengan adanya media sederhana siswa dapat mengikuti proses pembelajaran hingga
selesai
Kelemahan : pembelajaran memerlukan waktu yang lebih lama, demikian pula persiapannya, jumlah
siswa dalam satu kelompok terlalu besar
Penyebab: jumlah media manipulatif sedikit, dan masih kurang menarik
Alternatif perbaikan: menambah media manipulatif yang lebih banyak dan menarik sehingga kemam-
puan psikomotorik siswa dapat meningkat.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan diperoleh hasil nilai pada siklus 1 sebagai
berikut:
Nilai rata-rata pada siklus 1adalah 71% dari 21 siswa, 15 siswa yang tuntas dan 6 siswa yang belum
tuntas. Hasil penelitian pada siklus 1 belum maksimal. Aktivitas siswa selama pembelajaran pada
siklus 1 kurang menarik karena mereka hanya mengenal materi lewat media manipulatif yang
terbatas dan siswa merasa bosan karena media manipulatif yang sedikit sehingga kurang menarik
minat siswa terhadap materi yang mereka pelajari. Dari kondisi hasil belajar ini, dapat dianalisis
bahwa ternyata pembelajaran yang berlangsung selama ini kurang menarik. Hal ini terbukti
tingkat ketuntasan belajar siswa masih rendah, yaitu 71 %.
Siklus II
Hasil belajar pada siklus II: Rata-rata kelas : 80, Nilai tertinggi : 90, Nilai terendah : 55.
Kelebihan dan kekurangan pembelajaran
Kelebihan: siswa lebih aktif dan kreatif yang menunjukkan minat belajar yang lebih tinggi dan
pembagian kelompok sudah maksimal
Kelemahan: waktu pembelajaran lebih lama dan siswa harus lebih teliti saat melakukan praktek
Penyebab: media pembelajaran yang banyak
Alternatif perbaikan: mencari media pembelajaran yang lain
Pembahasan
Hasil penelitian dapat dirangkum dalam tabel berikut :
Tabel 1. Hasil belajar siswa pada siklus I dan siklus II
Siklus Prosentase siswa
yang tuntas
Prosentase siswa
yang tidak
tuntas
Nilai Rata-rata
Siklus I 67 % 33 % 74
Siklus II 86 % 14 % 80
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
700
Gambar 5. Grafik I Hasil Belajar Siswa Pada Siklus 1
Gambar 6. Grafik Hasil Belajar Siswa Pada Siklus II
Gambar 7. Grafik Hasil Belajar Siswa Pada Siklus I dan II
67 siswa tuntas
33 siswa belum
tuntas
74 rata-rata
0
10
20
30
40
50
60
70
80
1 2 3
Series1
86 siswa tuntas
14 siswa belum
tuntas
80 rata-rata nilai
siswa
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
1 2 3 4
Series1
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
1 2 3
Series1
Series2
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
701
Pelaksanaan pembelajaran siklus II mengalami peningkatan yang baik jika dibandingkan
dengan siklus I. Hal ini berpengaruh pada hasil belajar siswa. Rata-rata hasil belajar siswa
mengalami peningkatan. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan diperoleh hasil nilai pada
siklus II sebagai berikut:
Nilai rata-rata pada siklus 1I adalah 86% dari 21 siswa, 18 siswa yang tuntas dan 3 siswa
yang belum tuntas. Hasil penelitian pada siklus II sudah maksimal. Aktivitas siswa selama
pembelajaran pada siklus II sangat antusias karena mereka mengenal materi gerak benda melalui
media manipulatif yang banyak variasinya dan siswa tidak merasa bosan karena mereka langsung
praktek menggunakan media manipulatif. Karena hal tersebut minat siswa terhadap materi yang
mereka pelajari meningkat. Dari kondisi hasil belajar ini, dapat dianalisis bahwa ternyata
pembelajaran yang berlangsung selama ini sangat menarik. Hal ini terbukti tingkat ketuntasan
belajar siswa tinggi, yaitu 86%.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari hasil kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan selama dua siklus, dan berdasarkan
seluruh pembahasan serta analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut: Pada
siklus I nilai rata-rata kelas adalah 74 dan pada siklus II adalah 80. Hal ini berarti terjadi
peningkatan nilai rata-rata kelas. Dengan melihat prosentase hasil belajar, pada siklus I prosentase
siswa yang tuntas 71% dan prosentase siswa yang tidak tuntas 29 % sedangkan pada siklus II
prosentase siswa yang tuntas 86% dan prosentase siswa yang tidak tuntas 14%. Terjadi
peningkatan prosentase siswa yang tuntas sebesar 15 %.
Dengan meningkatnya prosentase kemampuan belajar siswa maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa target keberhasilan dalam penggunaan media manipulatif sudah tercapai dan
hasil belajar siswa sudah memuaskan, sehingga peneliti bersama observer memutuskan untuk
menghentikan pembelajaran sampai siklus II.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang telah dilaksanakan, maka guru mata
pelajaran IPA disarankan untuk menggunakan berbagai media manipulatif lainnya pada materi
gerak benda karena melalui penelitian tindakan kelas yang telah dilakukan dapat dibuktikan
bahwa media manipulatif ini mampu meningkatkan psikomotorik siswa serta prestasi belajar
siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Depdiknas. 2006. KTSP: Standar Kompetensi Mata Pelajaran IPA Sekolah Dasar dan Madrasah
Ibtidayah. Jakarta: Pusat Kurikulum. Pendidikan Dasar dan Menengah.
Mulyasa, E. 2009. Implementasi KTSP. Jakarta: Bumi Aksara.
Nurhadi. 2004. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK. Malang: Universitas
Negeri Malang.
Undang – Undang Republik Indonesia, Nomor 20 Tahun 2006 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
(www.M-edukasi .web.id/2012/04/) Media pendidikan. Desain PTK model Kemmis & Mc Taggart,
diakses Oktober 2014
Perdana, Andrean (2016), Pengertian, Fungsi, dan Contoh Media Bahan Manipulatif.
http://hirarkiinside-fungsi-dan contoh media.html.
Kemmis & McTaggart. 1990. Action Research Planner. Deakin University.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
702
PENERAPAN MODEL DISCOVERY LEARNING
PADA MATERI SIFAT – SIFAT CAHAYA UNTUK MENINGKATKAN HASIL
BELAJAR SISWA KELAS V DI SDN GUNUNGSARI 01
Denny Dias Rahayu
SDN Gunungsari 01
Abstrak: Pembelajaran sifat – sifat cahaya tahun lalu dikatakan belum berhasil dan
mencapai harapan sesuai nilai yang ditentukan yaitu hanya mencapai 63%, artinya 17 dari
27 siswa yang berhasil mencapai KKM. Hal ini disebabkan metode yang digunakan adalah
metode ceramah (teacher learning centered). Metode ceramah cenderung pembelajaran
yang terpusat pada guru. Selama ini, siswa tidak pernah mengalami pengalaman secara
nyata, dan belajar individual. Tujuan penelitian ini meningkatkan hasil belajar siswa kelas
V SDN Gunungsari 01 pada materi sifat – sifat cahaya dengan menerapkan model
pembelajaran discovery learning. Rancangan penelitian yang digunakan adalah penelitian
tindakan kelas. Hasil PTK menunjukkan peningkatan dari siklus I diperoleh ketuntasan
48%, artinya dari dari 27 siswa ada 13 siswa yang dapat mencapai KKM. Pada siklus II,
diperoleh ketuntasan 74,01%, artinya dari 27 siswa ada 20 siswa yang dapat mencapai
KKM. Dapat disimpulkan model pembelajaran discovery learning dapat meningkatkan
hasil belajar siswa.
Kata kunci: discovery learning, pembelajaran sifat – sifat cahaya, hasil belajar
Pendidikan di sekolah dasar mempunyai peranan yang sangat penting untuk
meningkatkan sumber daya manusia pada masa mendatang, karena merupakan pondasi awal
bagi pendidikan selanjutnya. Pendidikan mempunyai tujuan untuk memperbaiki tingkah laku
siswa baik moral maupun spiritual. Pendidikan tidak bisa terlepas dari peran penting seorang
guru. Guru memegang peranan penting dalam terlaksananya proses pembelajaran yang efektif,
sehingga hasil belajar siswa akan meningkat. Oleh karena itu jika guru salah memilih model
atau metode dalam pembelajaran maka akan berakibat fatal terhadap hasil belajar siswa.
Hasil belajar IPA siswa kelas V SDN Gunungsari 01 khususya materi pembelajaran
sifat-sifat cahaya pada tahun sebelumnya belum mencapai harapan. Dimana hasil belajar siswa
belum dapat mencapai KKM yang ditetapkan, ketuntasan belajar siswa hanya mencapai 63%
artinya dari jumlah siswa 27 anak hanya 17 anak yang berhasil. Hal ini dikarenakan guru belum
secara optimal menggunakan model pembelajaran yang dapat melatih siswa belajar secara
mandiri untuk menemukan suatu konsep. Sehingga ketika siswa sudah berada di kelas VI, siswa
banyak yang lupa akan konsep yang mereka dapatkan di kelas V. Siswa kesulitan membedakan
sifat cahaya yang satu dengan sifat cahaya yang lain. Dalam materi sifat – sifat cahaya, Guru
yang melakukan demonstrasi secara penuh, sedangkan siswa hanya memperhatikan. Siswa tidak
mengalami sendiri, tidak mencoba sendiri, hanya guru yang banyak melakukan proses. Guru
lebih menekankan pada pengetahuan konsep sebagai tolak ukur tercapainya materi pembelajaran.
Jika ditarik kesimpulan, kegiatan pembelajaran IPA khususnya materi sifat – sifat cahaya pada
tahun lalu masih belum mengarah pada aktivitas siswa untuk mendapatkan pengalaman secara
nyata, melakukan proses sendiri hingga mereka bisa menemukan suatu konsep, sehingga tidak
menghasilkan pembelajaran yang bermakna bagi siswa. Oleh karena itu diperlukan inovasi
pembelajaran melalui salah satu model pembelajaran discovery learning.
Pada Discovery Learning materi yang akan disampaikan tidak disampaikan dalam bentuk
final akan tetapi pesera didik didorong untuk mengidentifikasi apa yang ingin diketahui
dilanjutkan dengan mencari imformasi sendiri kemudian mengorganisasi atau membentuk apa
yang mereka ketahui dan mereka pahami dalam bentuk akhir. Penggunaan Discovery Learning,
ingin merubah kondisi belajar yang pasif menjadi aktif dan kreatif. Mengubah pembelajaran
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
703
yang teacher oriented ke student oriented. Merubah modus Ekspository (siswa menerima
informasi secara keseluruhan dari guru) ke modus Discovery siswa menemukan informasi.
(Susilawati, 2015:500).
Model discovery learning didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang melibatkan
siswa dalam mempelajari materi pembelajaran atau memecahkan masalah yang disajikan
tidak dalam bentuk final dengan harapan siswa dapat mengorganisasi dan menemukan sendiri
substansi materi pembelajaran dan/atau solusi masalah melalui multi aktivitas-interaktif
belajarnya, sementara guru lebih banyak berperan sebagai stimulator, motivator, fasilitator, dan
pembimbing belajar siswa (Galib,2014). Karena guru berperan sebagai stimulator, motivator,
fasilitator, dan pembimbing siswa, pada model discovery learning menuntut guru dan siswa
saling terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran. Guru membimbing siswa untuk dapat
menjawab atau memecahkan masalah, serta menciptakan suasana pembelajaran yang kreatif agar
siswa dapat terlibat secara aktif dalam menemukan pengetahuan sendiri. Sementara Hosnan
(2014:282) dalam Nurlitasari Ningsih (2015:6) mengemukakan discovery learning adalah suatu
model untuk mengembangkan cara belajar aktif dengan menemukan sendiri, menyelidiki sendiri,
maka hasil yang diperoleh akan setia dan tahan lama dalam ingatan. Apa yang dinyatakan
Hosnan ini sejalan dengan harapan guru, yaitu konsep sifat – sifat cahaya pada siswa kelas V
SDN Gunungsari 01 hasil yang diperoleh akan setia dan tahan lama dalam ingatan. Sehingga
kelak ketika berada di kelas VI ataupun jenjang selanjutnya, siswa masih ingat dengan konsep
sifat – sifat cahaya yang didapat di kelas V. Fase-Fase atau langkah-langkah operasional model
discovery learning seperti terlihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Fase-fase Operasional Model Discovery Learning (Galib, 2014)
Kajian model pembelajaran discovery learning dalam pembelajaran sifat-sifat cahaya
telah dilakukan sebelumnya oleh Hartina (2015) dengan pendekatan yang digunakan adalah
pendekatan scientific. Dalam penelitian tersebut data yang dikumpulkan bersifat kualitatif dan
kuantitatif yang dianalisis secara diskriptif. Hasil analisisnya menunjukkan: (1) rata-rata nilai
penguasaan konsep siswa sebesar 76,12 dengan standar deviasi (sd) = 8,82 serta 31 orang (97%)
tuntas belajar dan 1 orang (3%) tidak tuntas; (2) keterampilan proses sains siswa yang
dikembangkan adalah mengamati, bertanya, melakukan percobaan, mengolah dan menganalisis
data, menarik kesimpulan, dan melaporkan hasil percobaan; (3) siswa mengembangkan sikap
jujur, teliti, hati-hati, tekun, kerjasama, dan bertanggung jawab; dan (4) siswa memberi
tanggapan positif terhadap proses pembelajaran melalui model discovery learning dengan
pendekatan scientific.
Berdasar penerapan kajian discovery learning di atas, maka perlu dilakukan kajian
pembelajaran IPA tentang sifat – sifat cahaya dengan menerapkan model pembelajaran
discovery learning pada pada siswa kelas V SDN Gunungsari 01. Paradigma metode
pembelajaran yang selama ini diterapkan yang notabene berorientasi pada guru (teacher
centere learning) dapat dirubah menjadi berorientasi pada siswa (student center learning).
Pembelajaran tidak hanya mengandalkan guru sebagai satu – satunya sumber pengetahuan,
FASE 1: PEMBERIAN
RANGSANGAN
(STIMULATION)
FASE 2: IDENTIFIKASI
MASALAH
(PROBLEM STATEMENT)
FASE 3:
PENGUMPULAN DATA
(DATA COLLETION)
FASE 6: MENARIK
KESIMPULAN
(GENERALIZATI
ON)
FASE 4: PENGOLAHAN
DATA
(DATA PROCESSING)
FASE 5: PEMBUKTIAN
(VERIFICATION)
FASE 2: IDENTIFIKASI
MASALAH
(PROBLEM STATEMENT)
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
704
tidak mendasarkan pengetahuan konsep sebagai tolak ukur tercapainya sebuah materi. Namun
pembelajaran yang membimbing siswa untuk secara mandiri dan aktif membangun
pengetahuannya terhadap materi pembelajaran berdasar pengetahuan yang dimilikinya,
pembelajaran yang mengubah kondisi pasif siswa menjadi aktif, siswa mengalami proses
secara nyata, dimana peran guru sebagai stimulator, fasilitator, mitivator dan pembimbing
siswa, sehingga menghasilkan pembelajaran yang bermakna bagi siswa, setia, dan tahan lama
dalam ingatan.
METODE PENELITIAN
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) merupakan salah satu penelitian yang dapat dilakukan
oleh guru sebagai pendidik, dalam rangka meningkatkan profesionalisme. Dalam kegiatan
pembelajaran sehari – hari, guru tidak terlepas dari masalah baik yang dialami di dalam kelas
berkaitan dengan siswa, hasil belajar siswa, maupun dengan lingkungan sekolah. Penelitian
tindakan kelas adalah salah satu jembatan yang dapat dimanfaatkan guru untuk dapat
menyelesaikan beberapa permasalahan tersebut. Contoh permasalahan yang dialami guru dengan
siswanya ketika berada di kelas antara lain: hasil belajar siswa yang tidak sesuai KKM, siswa
yang lambat belajar, kesalahan dalam memilih metode atau model pembelajaran, dan
sebagainya.
Ebbut (1985) dalam Kasbolah, 1997 mendefinisikan bahwa “penelitian tindakan kelas
sebagai studi yang sistematis yang dilakukan dalam upaya memperbaiki praktek – praktek dalam
pendidikan dengan melakukan tindakan – tindakan praktis serta refleksi – refleksi dari tindakan
tersebut. Kasbolah (1997/1998:8) mengemukakan bahwa PTK merupakan salah satu upaya
untuk memperbaiki mutu program pembelajaran di semua jenjang pendidikan termasuk di
sekolah dasar.
Dapat disimpulkan bahwa penelitian tindakan kelas merupakan salah satu tindakan yang
dapat dilakukan oleh guru untuk menyelesaikan permasalahan maupun memperbaiki
pembelajaran di kelas, agar dapat meningkatkan profesionalimenya.
Adapun tahap pelaksanaan penelitian tindakan kelas yaitu: (1) Perencanaan (2)
pelaksanaan (3) pengamatan tindakan (observasi) (4) refleksi tindakan. Hasil refleksi tindakan
yang diperoleh sebagai dasar perencanaan memperbaiki proses tindakan selanjutnya hingga
diperoleh hasil yang diharapkan. Metode penelitian tindakan kelas dan siklusnya dapat dilihat
dalam Gambar 2.
Pra Siklus
Peneliti merasa hasil pembelajaran yang dicapai siswa kelas V SDN Gunungsari pada
tahun lalu belum sesuai dengan harapan. Hal ini dikarenakan pembelajaran belum terpusat pada
siswa (student centre learning). Pembelajaran yang diterapkan terpusat pada guru (teacher
centre learning), tidak melibatkan siswa secara aktif dalam pembelajaran, dan tidak memberikan
pengalaman secara nyata pada siswa, sehingga tidak menghasilkan pembelajaran yang bermakna
bagi siswa. Ketuntasan belajar siswa hanya mencapai 63%, dari dari 27 siswa hanya 17 yang
dapat mencapai nilai standar KKM. Bertolak dari permasalahan ini, peneliti menggunakan
metode discovery learning dalam pembelajaran sifat – sifat cahaya untuk meningkatkan hasil
belajar siswa.
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
705
Gambar 2. Metode Penelitian Tindakan Kelas dan Siklusnya (Kasbollah, 1998)
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan pada bulan Februari - Maret 2015 pada tahun
pelajaran 2015/2016, dengan subyek guru dan siswa kelas V SDN Gunungsari 01. Adapun
jumlah siswa kelas V adalah 27 anak, 9 siswa berjenis kelamin laki – laki dan 18 siswa berjenis
kelamin perempuan. Penelitian tindakan kelas ini melibatkan teman sejawat dalam satu sekolah
sebagai observer.
Data dikumpulkan selama penelitian dengan teknik non tes dan tes dengan lembar
pengamatan untuk mengetahui kinerja guru, sikap, keterampilan proses siswa. Serta lembar tes
untuk mengukur ketercapaian siswa terhadap materi yang diterima dalam bentuk soal tes. Data
yang diperoleh dianalisis dengan teknik kuantitatif dan kualitatif.
Penelitian dianggap berhasil apabila daya serap pembelajaran dapat mencapai ≥70%.
Dengan standard nilai KKM kelas untuk mata pelajaran IPA adalah ≥7,00.
Siklus I
Perencanaan
Pada tahap perencaan ini peneliti melakukan beberapa tahap yaitu: (a) Peneliti menyusun
silabus dan RPP yang berkaitan dengan materi sifat – sifat cahaya, (b) Peneliti menyusun
skenario pembelajaran sifat – sifat cahaya dengan menerapkan model pembelajaran discovery
learning yang melibatkan siswa secara aktif dalam pembelajaran, (c) Peneliti merumuskan alat
pengumpul data yang digunakan untuk mengukur kemampuan siswa dalam penelitian, yang
berupa lembar observasi dan lembar tes.
Pelaksanaan
Kegiatan pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini meliputi: (a) Peneliti memberikan
tujuan dan penjelasan materi secara umum, memberikan motivasi kepada siswa selama proses
pembelajaran, memfasilitasi siswa selama kegiatan demonstrasi bersama kelompoknya,
mendorong siswa untuk aktif dalam kegiatan bersama kelompoknya, mengamati siswa selama
kegiatan pembelajaran dan mencatat dalam lembar observasi, mengumpulkan lembar soal tes
yang diberikan pada siswa, serta menganalisa hasil tes belajar siswa, (b) Peneliti melaksanakan
pembelajaran sesuai dengan skenario yang telah disusun sebelumnya, mencatat kejadian –
kejadian unik yang ditemukan selama proses pembelajaran, (c) Peneliti memberikan evaluasi
Perencanaan pelaksanaan
observasi refleksi
Rencana Tindakan Siklus I
Perencanaan pelaksanaan
observasi refleksi
Rencana Tindakan Siklus II
Indikator tercapai
selesai
Masalah
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
706
pada siswa untuk mengetahui pemahaman siswa, serta memberikan penguatan dan pendalaman
materi.
Observasi
Peneliti beserta teman sejawat mengamati dan mencatat semua peristiwa yang terjadi
selama proses pembelajaran, hal – hal unik yang ditemukan dalam pembelajaran, serta
menanyakan siswa yang tidak aktif dalam pembelajaran tentang kesulitannya dalam
pembalajaran.
Refleksi
Peneliti menganalisa hasil kerja yang diberikan pada siswa serta hasil observasi pada
siswa selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Apabila hasil refleksi pada siklus I nilai
ketuntatasan belajar siswa belum mencapai KKM yang ditetapkan, maka penelitian dilanjutkan
pada siklus II.
Siklus II
Menindaklanjuti hasil belajar siswa yang tidak sesuai dengan harapan karena belum mencapai
KKM yang diharapkan. Hal ini dimungkinkan dikarenakan antara lain: (1) ada beberapa
kelompok yang salah menafsirkan petunjuk pada langkah demonstrasi, (2) persepesi yang salah
dalam penyiapan bahan dan alat demonstrasi, (3) siswa kurang aktif dan ramai, dan (4) kurang
adanya tanggung jawab dalam kelompok untuk mempresentasikan hasil kerjanya, maka peneliti
perlu mengadakan perbaikan pembelajaran pada siklus II, dengan menitik beratkan pada
permasalahan - permasalahan yang dihadapi pada siklus I.
Perencanaan
Pada tahap perencaan ini peneliti melakukan beberapa tahap yaitu: (a) Peneliti menyusun
silabus dan RPP yang berkaitan dengan materi sifat – sifat cahaya, (b) Peneliti menyusun
skenario pembelajaran sifat – sifat cahaya dengan menerapkan model pembelajaran discovery
learning dengan menekankan beberapa perbaikan hasil dari siklus I, (c) Peneliti merumuskan
alat pengumpul data yang digunakan untuk mengukur kemampuan siswa dalam penelitian, yang
berupa lembar observasi dan lembar tes. Pada tahap perencanaan ini, peneliti membuat beberapa
perbaikan dalam langkah – langkah pembelajaran, diantaranya: (a) menuliskan petunjuk pada
Lembar Kerja Siswa dengan kalimat yang benar – benar mudah dipahami dan jelas agar siswa
tidak salah menafsirkan petunjuk, (b) memberikan batasan yang jelas pada alat dan bahan
demonstrasi yang harus disiapkan siswa agar tidak terjadi salah persepsi lagi, dan diikuti
penjelasan guru pada hari sebelum pelaksanaan demonstrasi, (c) mengantisipasi siswa tidak aktif
dan tidak ramai dengan mendampingi serta membimbingnya selama kegiatan demonstrasi, dan
(d) untuk mengatasi kurang bertanggung jawabnya kelompok dalam mempresentasikan hasil
kerjannya, peneliti mewajibkan seluruh anggota kelompok untuk maju dan mempresentasikan
hasil diskusinya di depan kelas.
Pelaksanaan
Kegiatan pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini meliputi: (a) memberikan tujuan dan
penjelasan materi secara umum, memberikan motivasi kepada siswa selama proses
pembelajaran, memfasilitasi siswa selama kegiatan demonstrasi bersama kelompoknya,
mendorong siswa untuk aktif dalam kegiatan bersama kelompoknya, membimbing siswa dalam
langkah – langkah demonstrasi, memberikan kesempatan siswa untuk bertanya jika ada yang
tidak dimengerti dalam lembar kerja kelompoknya, mengamati siswa selama kegiatan
pembelajaran dan mencatat dalam lembar observasi, mengumpulkan lembar soal tes yang
diberikan pada siswa, serta menganalisa hasil tes belajar siswa, (b) Peneliti melaksanakan
pembelajaran sesuai dengan skenario yang telah disusun sebelumnya, mencatat kejadian –
kejadian unik yang ditemukan selama proses pembelajaran, dan menerapkan beberapa langkah
perbaikan siklus I yang telah direncanakan sebelumnya, (c) Peneliti memberikan evaluasi pada
siswa untuk mengetahui pemahaman siswa, serta memberikan penguatan dan pendalaman
materi.
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
707
Observasi
Peneliti beserta teman sejawat mengamati dan mencatat semua peristiwa selama proses
pembelajaran, hal – hal unik yang ditemukan dalam pembelajaran, serta menanyakan siswa yang
tidak aktif dalam pembelajaran tentang kesulitannya dalam pembalajaran.
Refleksi
Peneliti menganalisa hasil kerja yang diberikan pada siswa serta hasil observasi pada
siswa selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Apabila hasil refleksi pada siklus II dapat
mencapai nilai KKM ≥ 70 dengan ketuntasan ≥ 70%, maka pembelajaran dikatan berhasil.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian dilakukan menggunakan teknik observasi dan tes. Adapun proses pembelajaran
model pembelajaran discovery learning pada materi sifat – sifat cahaya dideskripsikan sebagai
berikut:
Penelitian tindakan kelas ini dilakukan selama dua siklus. Siklus I pertemuan I
dilaksanakan pada tanggal 11 Februari 2016 pukul 07.15 – 09.00 dengan materi sifat – sifat
cahaya dapat merambat lurus dan dapat menembus benda bening, pertemuan II pada tanggal 12
Februari 2016 pukul 09.00 – 10.40 dengan materi cahaya dapat dipantulkan dan dapat dibiaskan.
Dari hasil pengamatan selama proses pembelajaran siklus I, ada beberapa temuan yang
dapat dideskripsikan sebagai berikut: (1) kelompok salah menafsirkan petunjuk pada langkah
demonstrasi, (2) persepesi yang salah dalam penyiapan bahan dan alat demonstrasi, (3) siswa
kurang aktif dan ramai, dan (4) kurang adanya tanggung jawab dalam kelompok untuk
mempresentasikan hasil kerjanya.
Adanya beberapa kelompok yang salah menafsirkan petunjuk pada langkah demonstrasi
dimungkinkan karena faktor kurangnya tingkat pemahaman siswa dalam menafsirkan petunjuk,
dan kurang memperhatikan penjelasan guru. Tingkat pemahaman siswa berkorelasi terhadap
hasil belajarnya. Menurut Bloom seperti yang dikutip Rosyada pemahaman adalah “kemampuan
untuk memahami apa yang sedang dikomunikasikan dan mampu mengimplementasikan ide
tanpa harus mengaitkannya dengan idelain, dan juga tanpa harus melihat ide itu secara
mendalam.” Menurut Bloom dalam Sagala “Pemahaman (comprehension), aspek pemahaman ini
mengacu pada kemampuan untuk mengerti dan memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui
atau diingat dan memaknai arti dari bahan maupun materi yang dipelajari.” Dapat dikatakan
memahami bukanlah sekedar mengetahui dan mengingat tetapi benar – benar mengerti dan dapat
menggambarkan dengan jelas konsep yang telah dipahami. Seseorang yang telah memahami
suatu konsep maka akan mengerti maksud dari konsep tersebut. Menurut Sardiman,
“Pemahaman diartikan menguasari sesuatu dengan pikiran yaitu memahami maksudnya dan
menangkap maknanya.” Tujuan belajar dapat tercapai jika siswa dapat memahami konsep yang
telah diberikan kepadanya. Bloom mengemukakan bahwa pemahaman dapat dibedakan menjadi
tiga kategori, yaitu: 1) Penerjemah (translation) yaitu pemahaman yang berkaitan dengan
kemampuan siswa dalam menerjemahkan kalimat dalam soal menjadi bentuk kalimat yang lain,
misalnya dari lambang ke arti, 2) Penafsiran (interpretation) yaitu pemahaman yang berkaitan
dengan kemampuan siswa dalam menentukan konsep–konsep yang tepat untuk digunakan dalam
menyelesaikan soal, 3) Ekstrapolasi (extrapolation) yaitu pemahaman yang berkaitan dengan
kemampuan siswa dalam menyimpulkan dari sesuatu yang telah diketahui.
Timbulnya perspesi yang salah dalam penyiapan bahan dan alat demonstrasi,
dimungkinkan dikarenakan karena guru tidak memberikan batasan yang jelas terhadap alat dan
bahan yang harus disiapkan siswa sehingga alat dan bahan tidak sesuai dengan harapan guru.
Dalam melihat suatu benda yang sama, orang mempunyai cara yang berbeda-beda. Perbedaan
tersebut dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya pengetahuan, pengalaman dan sudut
pandangnya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, persepsi adalah tanggapan (penerimaan)
langsung dari sesuatu. Sugihartono, dkk (2007:8) mengemukakan bahwa persepsi adalah
kemampuan otak dalam menerjemahkan stimulus atau proses untuk menerjemahkan stimulus
yang masuk ke dalam alat indera manusia. Jalaludin Rakhmat (2007:51) menyatakan bahwa
persepsi adalah pengamatan tentang obyek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
708
dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Menurut Miftah Toha (2003:154)
faktor – faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang adalah: (1) faktor internal: perasaan,
sikap, dan kepribadian individu, prasangka, keinginan atau harapan, perhatian (fokus), proses
belajar, keadaan fisik, gangguan kejiwaan, nilai dan kebutuhan juga minat, dan motivasi, (2)
faktor eksternal: latar belakang keluarga, informasi yang diperoleh, pengetahuan dan kebutuhan
sekitar, intensitas, ukuran, keberlawanan, pengulangan gerak, hal – hal baru dan familiar atau
ketidak asingan suatu objek.
Faktor penyebab siswa ramai dan kurang aktif, dimungkinkan karena sebagian besar
anggota dalam satu kelompok memiliki motivasi belajar yang rendah. Rendahnya motivasi
belajar tersebut memicu siswa tidak aktif dalam kelompok, ramai sendiri, bosan, tidak mau
terlibat dalam kerjasama dengan kelompoknya, bermain sendiri, bahkan ngobrol sendiri.
Motivasi dalam diri seseorang merupakan faktor pendorong untuk mencapai tujuan yang ingin
dicapainya. Motivasi bagi siswa merupakan salah satu faktor yang dapat menentukan tingkat
keberhasilan siswa dalam belajar. Motivasi belajar menurut Sudirman AM (2001:70) adalah
merupakan faktor-faktor psikis yang bersifat intelektual, perannya yang khas adalah dalam
penumbuhan gairah, merasa senang dan semangat untuk belajar. Seberapa pun hebatnya seorang
guru menerapkan strategi maupun model pembelajaran, tetapi jika motivasi dalam diri siswa
tidak ada maka pembelajaran bagi siswa tidak berhasil. Belajar tanpa motivasi sulit untuk
mencapai keberhasilan secara optimal (Oemar Hamalik,2005:108). Berdasar pengalaman dan
pengamatan sehari-hari kita dapat mengetahui apabila anak tidak memiliki motivasi belajar,
maka tidak akan terjadi kegiatan belajar pada diri anak tersebut. Motivasi belajar anak yang
rendah umumnya diasumsikan bahwa prestasi anak tersebut akan rendah dan besar kemungkinan
ia tidak akan mencapai tujuan belajar.
Faktor penyebab kurang adanya tanggung jawab dalam kelompok untuk
mempresentasikan hasil kerjanya, dimungkinkan dikarenakan kurangnya rasa kebersamaan,
kekompakan, dan rasa memiliki dalam kelompok. Siswa cenderung saling menunjuk teman yang
lain ketika mendapat giliran untuk maju ke depan kelas untuk mewakili kelompoknya melakukan
presentasi. Setiap siswa seharusnya memiliki rasa tanggung jawab terhadap setiap tugas yang
diberikan, melaksanakan tugas yang diberikan dengan baik, saling bekerjasama dalam kelompok.
Hal ini sejalan dengan pendapat Samani (2011:105), tanggung jawab merupakan sikap seseorang
dalam menanggapi sebuah tindakan yang dilakukan dengan cara yang pantas dan layak. Dalam
setiap tugas dan kewajiban harus diikuti oleh adanya tanggung jawab, baik tanggung jawab
secara moral terhadap Tuhan Yang Maha Esa, maupun tanggung jawab sosial terhadap sesama
manusia (Syarbaini, 2011:213). (rujukan 7 laptop)
Pelaksanaan Siklus I
Proses pembelajaran pada siklus I, dilaksanakan guru sesuai dengan RPP yang telah
dirancang sebelumnya. Siklus I dilaksanakan dalam dua kali pertemuan. Pada pertemuan
pertama siswa mendemonstrasikan sifat – sifat cahaya dapat merambat lurus dan dapat
menembus bening. Sebelum demonstrasi dilaksanakan, guru menjelaskan tujuan pembelajaran
yang akan dicapai, memberikan motivasi pada siswa melalui apersepsi yang berkaitan dengan
materi dan memberikan penjelasan materi awal tentang cahaya dan sifat -sifatnya. Pada kegiatan
inti siswa dikelompokkan menjadi 6 kelompok yang terdiri atas 4-5 siswa, siswa membaca peta
konsep tentang sifat-sifat cahaya. Guru membagikan lembar kerja kelompok serta menjelaskan
langkah-langkah dalam melaksanakan demonstrasi. Siswa melaksanakan demonstrasi sesuai
lembar kerja dengan bantuan dan bimbingan guru. Selama pelaksanaan demonstrasi, guru
melakukan pengamatan terhadap segala aktivitas siswa dalam kelompok. Diakhir kegiatan
demonstrasi, siswa mempresentasikan hasil demonstrasi di depan kelas.Diakhir pembelajaran,
siswa diberikan lembar soal evaluasi dan refleksi untuk mengukur hasil belajarnya.
Materi pembelajaran pada pertemuan kedua adalah demonstrasi sifat-sifat cahaya cahaya
dapat dipantulkan dan dapat dibiaskan. Pada pertemuan kedua ini, siswa dibagikan lembar kerja
kelompok, melakukan langka-langkah demonstrasi, dan mempresentasikan hasil demonstrasi di
depan kelas. Di akhir pembelajaran siswa mengerjakan lembar soal evaluasi dan refleksi.
Ditinjau dari hasil belajar siswa pada siklus I, siswa belum mencapai KKM sesuai
harapan. Hasil belajar siswa diperoleh dari tugas kelompok dan tes akhir yang dikerjakan secara
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
709
individu dalam bentuk soal. Pada tugas kelompok skor diperoleh berdasarkan kegiatan dan
kinerja siswa dalam kelompoknya. Diakhir pembelajaran guru memberikan tes akhir yang
dikerjakan secara individu untuk mengukur tingkat pemahaman siswa terhadap materi atau
konsep pembelajaran yang telah diperolehnya. Hasil belajar siswa pada siklus I dilihat pada
Tabel 1.
Tabel 1. Hasil belajar siswa siklus 1
No Rentang skor Jumlah
siswa % Ketuntasan
1 90-100 5 18,5 % Tuntas
2 70-89 8 29,6 % Tuntas
3 60-69 6 22,2 % Belum tuntas
4 < 59 8 29,6 % Belum tuntas
Sumber: hasil belajar siswa SDN Gunungsari 01
Hasil pembelajaran siklus I pada Tabel 1. di atas, dapat dilihat bahwa hasil belajar siswa
belum mencapai harapan sesuai dengan KKM yang diinginkan. Hasil belajar menunjukkan rata –
rata siswa mencapai 63,33 dengan jumlah 14 siswa yang belum mencapai KKM dan sebanyak
13 siswa yang sudah mencapai KKM dengan ketuntasan 48%. Menurut Sudjana (2004:22), hasil
belajar adalah kemampuan – kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman
belajarnya. Hasil belajar belajar siswa pada siklus I diperoleh dari tes akhir masing – masing
siswa untuk mengukur ketercapaian materi, tercapai atau tidak tujuan pembelajaran, serta
berhasil tidaknya seorang guru dalam menyampaikan pembelajaran. Terdapat tiga macam hasil
belajar menurut Howart Kingsley (dalam Sudjana, 2004:22): (1) Keterampilan dan kebiasaan,
(2) Pengetahuan dan pengarahan, (3) Sikap dan cita-cita. Menurut Muhaimin (dalam Pupuh
Faturrohman dan Sorby Sutikno, 2010:142) program evaluasi yang dilakukan diterapkan dalam
rangka mengetahui tingkat keberhasilan seorang pendidik dalam menyampaikan materi
pelajaran, menemukan kelemahan-kelemahan yang dilakukan, baik berkaitan dengan materi,
metode, fasilitas dan sebagainya. Temuan – temuan dan kelemahan yang dilakukan pada siklus I
oleh peneliti diperbaiki pada siklus II.
Pelaksanaan Siklus II
Siklus II dilaksanakan pada tanggal 29 Februari 2016 pada pukul 07.15 – 09.00 dengan
materi sifat – sifat cahaya dapat diuraikan. Siklus II dilaksanakan sesuai dengan RPP yang telah
dirancang dengan menekankan perbaikan-perbaikan dari siklus I. Sebelum demonstrasi
dilakukan, guru memberikan penjelasan materi dan langkah-langkah demonstrasi yang akan
dilakukan. Pada siklus II demonstrasi dilakukan di luar ruangan dengan bantuan sinar matahari.
Demonstrasi menguraikan cahaya matahari pada siklus II dapat diamati pada Gambar 1 dan 2
Gambar 1 dan 2. Siswa Melakukan Demonstrasi Penguraian Cahaya
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
710
Pada Gambar 1 siswa melakukan demonstrasi dengan memasukkan cermin datar ke dalam
baskom berisi air. Hasil pemantulan cermin ditangkap pada selembar kertas putih dan dihasilkan
warna warni pelangi yang menunjukkan penguraian cahaya matahari. Gambar 2. menunjukkan
siswa melakukan demonstrasi menguraikan sifat-sifat cahaya menggunakan media compact disc
(cd). Pada siklus II guru lebih meningkatkan peran sertanya dalam pembelajaran, yaitu dengan
memberikan batasan pada setiap penjelasan agar tidak terjadi salah persepsi, menyajikan lembar
kerja menggunakan bahasa yang jelas dan mudah dipahami agar tidak terjadi salah penafsiran,
mendampingi kelompok dengan porsi yang sama agar siswa mau aktif dan tidak ramai, serta
memberikan kesempatan kepada seluruh anggota dari tiap – tiap kelompok untuk maju ke depan
kelas melakukan presentasi. Dapat dilihat pada Gambar 2. setiap anggota kelompok maju ke
depan kelas untuk melakukan presentasi.
Gambar 2. Siswa Melakukan Presentasi di Depan Kelas
Pada Gambar 2. tampak siswa melakukan presentasi di depan kelas dan memberikan
penjelasan hasil demonstrasi yang dilakukan bersama kelompoknya. Diakhir pembelajaran siswa
diberikan tes individu berupa lembar soal untuk dikerjakan, dan membuat refleksi. Pada siklus II
pembelajaran terlihat lebih menyenangkan bagi siswa karena dilakukan di luar ruangan, dan lebih
mendorong siswa untuk lebih aktif dalam pembelajaran karena kegiatan pembelajaran lebih menarik.
Hasil belajar siswa pada siklus II diperolah dari hasil tes yang dikerjakan masing-masing
siswa dalam bentuk soal yang diberikan di akhir pembelajaran. Hasil belajar siswa pada siklus II ini
telah sesuai dengan KKM dan dapat mencapai target yang ditetapkan. Adapun hasil belajar siswa
pada siklus II dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Hasil belajar siswa siklus II
No Rentang skor Jumlah
siswa % Ketuntasan
1 90-100 7 18,5 % Tuntas
2 70-89 13 29,6 % Tuntas
3 60-69 2 22,2 % Belum tuntas
4 < 59 5 29,6 % Belum tuntas
Sumber: hasil belajar siswa SDN Gunungsari 01
Dari tabel 2 dapat dilihat bahwa pada siklus II ketuntasan yang dicapai yaitu 74,07 % dari
70% ketuntasan yang diharapkan. Artinya, sebanyak 20 siswa dapat mencapai nilai ≥70 dan 7
siswa belum dapat mencapai KKM ≤70. Dengan rata – rata yang diperoleh 74,07. Hasil dan
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
711
aktivitas siswa, peran serta guru pada siklus II ini cenderung meningkat. Tetapi masih ditemukan
beberapa kekurangan pada siklus II, diantaranya masih ada beberapa siswa yang ramai karena
pembelajaran dilakukan di luar ruangan.
Perbandingan hasil siklus I dan II dapat dilihat pada Tabel 3 dan Diagram 1.
Tabel 3 Hasil siklus I dan II
No Rentang
skor
Jumlah
siswa
siklus I
%
Jumlah
siswa
siklus
II
% Ket
1 90-100 5 18,51 % 7 25,93 %
2 70-89 8 29,62 % 13 48,15 %
3 60-69 6 22,22 % 2 7,41 %
4 < 59 8 29,62 % 5 18,51 %
Diagram 1. Perbedaan hasil siklus I dan II
Dapat dilihat pada Diagram 1 di atas bahwa terjadi kenaikan hasil belajar siswa pada
siklus I dan II. Pada siklus I siswa yang mendapat nilai ≥70 sejumlah 13 siswa sedangkan pada
siklus II sejumlah 20 siswa, sedangkan siswa yang mendapat nilai ≤70 pada siklus I sejumlah 14
siswa, pada siklus II sejumlah 7 siswa. Ketuntasan pada siklus I diperoleh 48 % dan pada siklus
II diperoleh ketuntasan sebesar 74,01%. Dapat disimpulkan penerapan model discovery learning
pada pembelajaran IPA khususnya materi sifat – sifat cahaya dapat meningkatkan hasil belajar
siswa kelas V SDN Gunungsari 01 Kecamatan Bumiaji Kota Batu. Hal ini sejalan dengan
pendapat Johson dan Johson, (1999) model pembelajaran discovery learning mendorong siswa
lebih bertanggung jawab terhadap proses pembelajaran sehingga siswa telibat aktif dan
memiliki usaha yang besar.
KESIMPULAN & SARAN
Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa penerapan model discovery learning dapat
meningkatkan hasil belajar siswa SDN Gunungsari 01 Kecamatan Bumiaji Kota Batu.
Disarankan kepada guru sekolah dasar menggunakan model pembelajaran Guru sebaiknya
menerapkan model pembelajaran discovery learning untuk meningkatkan hasil belajar pada
sifat-sifat cahaya.
0
2
4
6
8
10
12
14
90-100 70-89 60-69 < 59
Jumlah siswa siklus I
Jumlah siswa siklusII
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
712
DAFTAR RUJUKAN
Galib, L.M., (2014). Best Prectice: Mengapa, Bagaimana? Materi Sajian Pada Workshop
Implementasi Kurikulum 2013 Bagi Guru MTs Se- Sulawesi Tenggara, di Hotel
Clarion, Kendari, 20-8-2014
Haryanto.2004. Sains untuk Sekolah Dasar Kelas IV. Jakarta: Erlangga.
Hartina.2015.Penerapan Model Discovery Learning Dengan Pendekatan Scientific Dalam
Pembelajaran Sifat –Sifat Cahaya Pada Siswa Sekolah Dasar Negeri 01 Poasia.
Kumpulan Makalah Prossiding 2015, File: kelompok –IPA. Hal 416.
Susilawati.2015.Penerapan Model Pembelajaran Discovery Learning Untuk Meningkatkan Aktivitas
Belajar Siswa Pada Pokok Bahasan Fluida Dinamis. Kumpulan Makalah Prossiding
2015,File: kelompok –IPA. Hal 499.
Dede Rosyada.2004.Paradigma Pendidikan Demokratis. Sebuah Model Pelibatan Masyarakat
Dalam Penyelenggaraan Pendidikan.Jakarta: Kencana.
Rahmawati, Ika.2011.Penigkatan Pemahaman Siswa Dengan Metode Penugasan Peta Konsep Pada
Konsep Sistem Peredaran Darah. Jakarta:UIN Syarif Hidayatullah
Pupuh Fatturohman dan Moh.Sorby Sutikno.2010. Strategi Belajar Mengajar Melalui Penanaman
Konsep Umum dan Islami. Bandung:PT Rineka Cipta
Miftah,Toha.2003. Perilaku Organisasi Konsep Dasar dan Aplikasinya. Jakarta:PT Rineka Cipta
Sardiman A.M.2010 Interaksi dan Motivasi Belajar, cet ke-18.Jakarta:PT Raja Grafindo Persada.
Hamalik, Oemar. 2009. Proses Belajar Mengajar. Jakarta. Bumi Aksara.
Samani, M & Hariyanto.2011. Konsep dan Model Pendidika Karakter.Bandung:PT Remaja
Rosdakarya
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
713
PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI UNTUK MENINGKATKAN
KETERAMPILAN ILMIAH, SIKAP ILMIAH, DAN PRESTASI BELAJAR SISWA
PADA KELAS VII B SMP NEGERI 01 BATU
Ester Yuli Erawati
Smp Negeri 01 Batu
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan sikap ilmiah, keterampilan ilmiah,
dan prestasi belajar IPA pada siswa kelas VIIB SMP Negeri 01 Batu. Penelitian ini
merupakan penelitian tindakan kelas dengan model pembelajaran inkuiri. Penelitian ini
dilakukan dengan 2 siklus. Pengambilan data dilakukan dengan teknik observasi untuk
mengetahui peningkatan sikap dan keterampilam ilmiah, dan tes untuk mengetahui prestasi
belajar. Penerapan model pembelajaran inkuiri dapat meningkatkan keterampilan ilmiah,
sikap ilmiah dan prestasi belajar siswa kelas VIIB SMP Negeri 01 Batu.
Kata kunci: Model pembelajaran inkuiri, keterampilan ilmiah, sikap ilmiah dan prestasil
belajar siswa.
SMP Negeri 01 Batu bertujuan menjadi sekolah yang terbaik yang berbudaya, cerdas,
cakap dan kompetitif dengan dasar iman dan takwa yang sesuai dengan visinya, akan tetapi
kenyataan anak–anak SMP Negeri 01 Batu dalam bidang akademik terutama dalam
keterampilan ilmiah, sikap ilmiah dan pemahaman konsep masih kurang, hal ini dapat di lihat
dari ketercapaian hasil belajarnya masih ada yang di bawah KKM yaitu 78. Demikian juga
dengan hasil belajar siswa kelas VIIB yang menjadi subyek dalam penelitian ini memiliki
keterampilan ilmiah dan pemahaman konsep yang masih kurang.
Berdasarkan hasil pengalaman yang dilakukan di SMP Negeri 01 Batu pada pembelajaran
IPA menunjukkan sikap dan keterampilan siswa untuk mengikuti pembelajaran juga tidak terlalu
tinggi dan terkesan masih malas untuk mengikuti pembelajaran. Hal ini ditunjukkan dengan
rendahnya siswa dalam mengerjakan tugas-tugas serta ketidak aktifan siswa ketika melakukan
kegiatan praktikum.
Pelaksanaan pembelajaran IPA idealnya melatih dan mengembangkan aspek
pengetahuan, keterampilan proses dan sikap ilmiah. Hal ini sesuai dengan yang dijelaskan
dalam Lampiran Permendikbud Nomor 58 Tahun 2014, bahwa “pembelajaran IPA sebaiknya
dilaksanakan secara inkuiri (scientific inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan berpikir,
bekerja, dan bersikap ilmiah serta mengomunikasikannya, pembelajaran IPA juga menekankan
pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan
keterampilan proses dan sikap ilmiah”, (Kemendikbud, 2014: 433). Berdasarkan pengalaman ini perlu dicari solusi tentang pengelolaan pembelajaran
yang dapat melibatkan siswa dalam pembelajaran, sehingga diharapkan meningkatkan
keterampilan ilmiah, sikap ilmiah dan prestasi belajar siswa terhadap materi yang diajarkan.
Salah satu strategi pembelajaran tersebut adalah strategi inkuiri. Oleh karena itu, pada
semester 2 tahun ajaran 2015/2016 di kelas VII B pada pembelajaran IPA diujicobakan
menggunakan model pembelajaran inkuiri.
Salah satu model pembelajaran yang dapat memberikan pengalaman langsung
dalam pembelajaran IPA yaitu inkuiri. Pembelajaran berbasis inkuiri melibatkan siswa untuk
mencari informasi dan membuat penjelasan dari pengalaman langsung dengan bimbingan
guru (Chiappetta & Koballa, 2010: 125). Pembelajaran berbasis inkuiri terbimbing memberikan
pengalaman langsung pada siswa. Melalui pengalaman langsung, peserta didik dapat
menemukan fakta-fakta, sehingga mereka dapat belajar menemukan pengetahuan, melatih
KPS, kemampuan berpikir dan sikap ilmiah. Hal ini sesuai dengan yang dijelaskan Buxton &
Provenzo (2011: 68) “…simple hands-on experiments become critical means by which
learners can enter into the process of discovering science”, maksudnya percobaan sederhana
menjadi sarana penting bagi siswa dapat masuk ke dalam proses menemukan ilmu
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
714
pengetahuan. Berdasarkan kerucut pengalaman Edgar Dale, pengalaman langsung akan
memberikan kesan paling utuh dan paling bermakna mengenai informasi dan gagasan yang
terkandung dalam pengalaman itu, karena melibatkan panca indera siswa untuk melakukan
learning by doing yang memberikan dampak langsung terhadap perolehan dan
penumbuhkembangan pengetahuan, KPS dan sikap ilmiah (Arsyad, 2013: 13-14)
Model inkuiri memiliki beberapa kelebihan, diantaranya: siswa lebih dilibatkan aktif
dalam mengkonstruksi pengetahuan, memperoleh informasi, mengorganisasi informasi,
memecahkan masalah, dan mencari kebenaran atau pengetahuan, daripada mengkonsumsi
pengetahuan.
Berdasarkan keunggulan dari model pembelajaran inkuiri, maka dilakukanlah penelitian
menggunakan penelitian tindakan kelas di kelas VIIB SMP Negeri 01 Batu dengan tujuan untuk
meningkatkan keterampilan ilmiah, sikap ilmiah dan pemahaman konsep pada pembelajaran IPA.
Secara ringkas dalam pembelajaran inkuiri kegiatan yang dilakukan sebagai berikut : 1). pada
saat identifikasi dan penetapan ruang lingkup masalah, guru memberikan masalah, siswa
mengidentifikasi dan merumuskan masalah, 2). Pada tahap merencanakan dan memprediksi hasil,
guru memberikan prosedur langkah – demi langkah setiap tahap untuk diikuti, siswa membaca
dan mengikuti arah sesuai dengan lembar kegiatan. Setelah itu guru menyediakan alat dan
bahan seperti yang tercantum pada lembar kegiatan, 3) pada tahap penyelidikan untuk
mengumpulkan data, guru membimbing dan memastikan semua siswa pada tugas dan
memahami prosedur, siswa menggunakan keterampilan ilmiah untuk menggumpulkan data.
4) Pada tahap interpretasi data dan mengembangkan kesimpulan, guru mendorong siswa
untuk bekerja sama dalam kelompok dan mencatat hasil pengamatan mengorganisasi data yang
terkumpul. 5) Pada tahap kesimpulan guru mendorong siswa untuk berpikir atau melakukan
refleksi pada pengetahuan yang baru mereka temukan, siswa melakukan evaluasi terhadap
proses inkuiri yang telah dilakukan. Setelah itu siswa menarik kesimpulan dan
mengkomunikasikan hasil penyelidikan
METODE Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Sedangkan
jenis penelitian yang dilaksanakan adalah Penelitian Tindakan Kelas. Penelitian ini dilakukan di
kelas VIIB SMP Negeri 01 Batu. Alamat SMP Negeri 01 Batu adalah di Jl. K.H Agus Salim no
55 Batu, Jawa Timur. Penelitian dilakukan pada semester genap tahun pelajaran 2015/2016.
Jumlah siswa 32 orang, 12 siswa laki-laki dan 20 siswa perempuan.
Data dalam penelitian ini meliputi data keterampilan ilmiah, data sikap siswa dan hasil
prestasi siswa terhadap konsep kalor. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan
angket dan tes.
Analisis data dilakukan menitikberatkan pada keterampilan ilmiah yang dilakukan pada
saat melakukan pengamatan, data keterampilan ilmiah yaitu melakukan pengamatan dengan
pemberian skor 1 jika pengamatan tidak cermat, 2 pengamatan cermat, tetapi mengandung
inferensi, 3 pengamatan cermat, dan bebas inferensi, mencatat data kuantitatif atau kualitatif, 4
pengamatan cermat, dan bebas inferensi, mencatat data kuantitatif dan kualitatif. Untuk
kemampuan menunjukkan rasa ingin tahu pemberian skor 1 tidak menunjukkan antusias dalam
pengamatan, sulit terlibat aktif dalam kegiatan kelompok walaupun telah didorong untuk terlibat,
2 menunjukkan rasa ingin tahu, namun tidak terlalu antusias, dan baru terlibat aktif dalam
kegiatan kelompok ketika disuruh, 3 menunjukkan rasa ingin tahu, antusias, namun kurang
terlibat aktif dalam kegiatan kelompok dan 4 menunjukkan rasa ingin tahu yang besar, antusias,
aktif dalam dalam kegiatan kelompok. Untuk kemampuan melakukan analisis data dan
menyimpulkan pemberian skor 1 jika tidak mampu, 2 dilakukan dengan bantuan guru, 3 merujuk
padaliteratur , dilakukan secara mandiri (individual atau kelompok), 4 berdasarkan data, dan
merujuk pada literatur, dilakukan secara mandiri (individual atau kelompok). Untuk kemampuan
penguasaan konsep sains yang disampaikan pemberian skor 1 tidak menguasai konsep IPA
dengan sangat baik, istilah-istilah yang digunakan tidak tepat, 2 kurang menguasai konsep IPA,
istilah-istilah yang digunakan kurang tepat, 3 menguasai konsep IPA dengan baik, istilah-istilah
yang digunakan benar, 4 menguasai konsep IPA dengan sangat baik, istilah-istilah yang
digunakan benar dan tepat. Dan untuk kemampuan dalam presentasi hasil pemberian skor 1
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
715
penyampaian tidak mudah dipahami, 2 tidak komunikatif dengan audiens, penyampaian tidak
mudah dipahami, kurang komunikatif dengan audiens, kurang memberi, 3 penyampaian mudah
dipahami, komunikatif dengan audiens, kurang memberi, dan 4 penyampaian mudah dipahami,
sangat komunikatif dengan audiens.
Data yang akan dianalisis untuk sikap ilmiah diperoleh dari angket sikap siswa. Data
sikap diklasifikasikan menjadi: kejujuran, ketelitian, tanggung jawab. Selanjutnya masing-masing
butir diberikan skor dengan rentang skala 1 sampai dengan 3. Untuk kiteria kejujuran dengan
pemberian skor 1 sikap jujur dalam hal melakukan pengamatan, 2 sikap jujur dalam hal
melakukan pengamatan dan mencatat data/mendeskripsikan hasil pengamatan , 3 sikap jujur
dalam hal melakukan pengamatan, mencatat data/mendeskripsikan hasil pengamatan, dan
menyusun laporan. Untuk kriteria ketelitian pemberian skor 1 sikap teliti dalam hal melakukan
pengamatan, 2 sikap teliti dalam hal melakukan pengamatan dan mencatat data/mendeskripsikan
hasil pengamatan, 3 sikap teliti dalam hal melakukan pengamatan, mencatat data/mendeskripsikan
hasil pengamatan, dan menyusun laporan. Dan kriteria tanggung jawab pemberian skor 1 sikap
tanggung jawab dalam hal melakukan pengamatan, 2 sikap tanggung jawab dalam hal melakukan
pengamatan dan mencatat data/mendeskripsikan hasil pengamatan, 3 sikap tanggung jawab dalam
hal melakukan pengamatan, mencatat data/mendeskripsikan hasil pengamatan, dan menyusun
laporan
Data prestasi belajar siswa diperoleh dari hasil tes pemahaman konsep di tiap akhir siklus.
Ketuntasan belajar siswa ditentukan dengan membandingkan persentase penguasaan konsep siswa
dengan KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal). KKM untuk IPA kelas VII SMP Negeri 1 Batu
adalah 78.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Mendeskripsikan Pembelajaran Siklus I
Siklus I terdiri dari 3 pertemuan yang terdiri dari 2 tatap muka dan 1 kali tes tertulis.
Masing-masing pertemuan menggunakan tahapan pembelajaran yaitu merumuskan masalah
dengan janya jawab untuk membuat hipotesis, melakukan percobaan, mengumpulkan dan
menganalisis data, membuat kesimpulan.
Pertemuan Pertama
Pertemuan pertama membahas materi kalor pada perubahan suhu. Tujuan
pembelajarannya siswa dapat menyelidiki faktor-faktor yang memengaruhi kenaikan suhu benda
akibat pemberian kalor melalui percobaan. Di awal pembelajaran guru memberi salam dan berdoa
untuk memulai pelajaran. Kegiatan pembelajaran diawali dengan pendahuluan sebagai motivasi
awal pembelajaran yaitu dengan melakukan tayangan terhadap pengamatan gambar panci yang
berisi air dan dipanaskan. Guru menunjukkan air dan minyak kemudian mengajukan pertanyaan
“Jika dengan massa sama kemudian dipanaskan, mana yang lebih cepat panas, air atau minyak?”
guru meminta siswa menyampaikan pendapatnya. Siswa menjawab pertanyaan guru yaitu
minyak, kemudian guru bertanya kembali jika air dipanaskan dengan jumlah massa yang berbeda
mana yang lebih cepat panas untuk mencapai suhu 600C? Kemudian guru menyampaikan tujuan
pembelajaran yang akan dilaksanakan. Selanjutnya guru juga mengenalkan beberapa karakter
yang akan dikembangkan beserta indikator dari masing-masing karakter, yaitu rasa ingin tahu,
jujur, teliti, dan tanggung jawab.
Pada kegiatan inti guru meminta siswa berkelompok sesuai dengan kelompoknya masing-
masing dan salah satu anggota kelompok untuk mengambil alat percobaan yang telah disediakan,
kemudian meminta semua siswa untuk melakukan kegiatan pengamatan dengan teliti, jujur dan
tanggung jawab. Guru memberikan Lembar Kerja Siswa dan siswa dibimbing untuk melakukan
pengamatan serta berdiskusi dalam kelompoknya masing-masing.
Tahap inkuiri yang dilalui adalah sebagai berikut.
1. Tanya Jawab dan Hipotesis
Tanya jawab guru dimaksudkan untuk memfokuskan masalah sekaligus untuk menyusun
hipotesis siswa. Guru bertanya untuk membimbing siswa dalam merumuskan masalah. Beberapa
pertanyaan yang diajukan guru yaitu:
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
716
G: Bagaimana waktu ketika air dengan jumlah massa yang berbeda dipanaskan?”
S: Membutuhkan waktu yang berbeda
G: Bagaimana jika jumlah air sedikit dan jumlah air banyak dipanaskan?
S: Jika jumlah air lebih sedikit maka waktu yang dibutuhkan juga sedikit, jika jumlah air
banyak maka waktu yang dibutuhkan juga lebih lama untuk memanaskan sampai suhu
tertentu.
G: Bagaimana waktu yang dibutuhkan untuk memanaskan air, minyak, dan santan untuk
mencapai suhu 60 0C?
S: Jika bahan berbeda maka waktunya juga berbeda, minyak lebih cepat daripada air
Berdasarkan tanya jawab dan diskusi maka didapatlah rumusan masalah yaitu
menentukan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kenaikan suhu akibat pemberian kalor
2. Melaksanakan Percobaan
Siswa diminta menguji hipotesisnya melalui percobaan. Dibantu Lembar Kerja Siswa maka
siswa melakukan percobaan. a) Menyusun alat seperti di LKS. b) menyiapkan bahan yaitu air, minyak
dan santan dan menuangkan ke beaker glass. c) menyalakan bunsen. d) menghitung waktu untuk
mencapai suhu 600C dengan jenis berbeda dan massa yang berbeda. Guru selalu menghimbau agar
dalam melakukan kegiatan selalu bersikap jujur, teliti, tanggung jawab serta rasa ingin tahu yang
tinggi. Selama kegiatan berlangsung guru berkeliling mengunjungi masing-masing kelompok untuk
memberikan bimbingan, arahan, dan pengawasan terhadap kerja siswa. Pada saat siswa melakukan uji
hipotesisnya dan melihat kenaikan suhu benda yang berbeda, siswa melakukan dengan sikap jujur,
teliti dan tanggung jawab terhadap data yang akan dicatat. Serta ketika siswa menguji hipotesis antara
minyak dengan santan, siswa sangat antusias/rasa ingin tahunya tinggi, hal ini terlihat ekspresi siswa
yang langsung melihat dan berkomentar wah ternyata minyak lebih cepat mencapai suhu 60 0C
daripada santan.
Pada saat melakukan kegiatan pengamatan, ada siswa yang melihat tetapi pengamatan tidak
cermat, hal ini terbukti ketika melihat suhu pada thermometer tidak pada posisi pas/ dilihat dari
samping. Ada juga siswa dalam melakukan pengamatan melakukan dengan cermat, serta mengandung
inferensi, terbukti bahwa siswa teliti dalam pengamatan terhadap waktu untuk mencapai suhu 600C
pada setiap bahan yang berbeda. Serta ada juga yang melakukan sudah cermat, dan bebas inferensi,
serta mencatat data dengan tepat, hal ini terbukti ketika sudah melakukan pengamatan siswa langsung
mencatat data yang diperoleh dengan jujur, teliti dan tangggung jawab terhadap hasil pengamatan.
Kegiatan pengamatan terhadap waktu untuk mencapai suhu 600C pada bahan yang berbeda seperti
pada gambar berikut.
3. Mengumpulkan Data dan Menganalisis Data
Gambar 1
Siswa mengamati
minyak goreng yang
dipanaskan
Gambar 2
Siswa mengamati santan
yang dipanaskan
Gambar 3
Siswa mengamati air
yang dipanaskan
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
717
Siswa diminta saling bekerjasama dalam kelompok untuk menuliskan data hasil percobaan
dalam tabel pengamatan di dalam Lembar Kerja Siswa dengan jujur sesuai hasil percobaan yang telah
dilakukan. Guru menginstruksikan kepada siswa untuk berdiskusi dan bekerjasama dengan
kelompoknya dalam melakukan analisis data seperti yang telah dituliskan dalam Lembar Kerja Siswa
yaitu tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kenaikan suhu benda karena pemberian kalor yaitu
volume benda/massa benda, jika jumlah banyak maka membutuhkan waktu lama daripada jumlah
volume benda/massa benda yang sedikit membutuhkan waktu yang lebih sedikit pula untuk mencapai
suhu 600C. Selain massa benda jenis bahan juga mempengaruhi kenaikan suhu. Hal ini terbukti ketika
siswa memanaskan air, minyak dan santan ternyata untuk mencapai suhu 600C, waktu yang
diperlukan juga berbeda. Data dari hasil pengamatan tersebut seperti pada tabel 1 berikut.
Tabel 1. Data hasil pengamatan kelompok 2
Jenis zat Massa
(g)
Waktu untuk mencapai suhu
60 0C
air 50 3 menit 14 detik
100 5 menit 21 detik
minyak 50 1 menit 34 detik
100 2 menit 53 detik
santan 50
100 4 menit 7 detik
Pada saat melakukan kegiatan mengumpulkan data dan menganalisis data harus dilakukan
dengan sikap kejujuran, ketelitian, dan tanggung jawab dalam mencatat hasil pengamatan.
4. Membuat Kesimpulan
Tahap kesimpulan dilakukan oleh masing-masing kelompok dan dituliskan dalam Lembar
Kerja Siswa yang telah disediakan dengan disertai sikap jujur, teliti, tanggung jawab serta rasa
ingin tahu. Meskipun beberapa kelompok masih ada yang belum memfokuskan kesimpulan
berdasarkan rumusan masalah yang telah dituliskan.
Adapun data yang diperoleh oleh kelompok I yaitu: volume mempengaruhi kecepatan memanas,
kecepatan memanas tergantung jenis bahan dan massa suhu, kelompok II menyimpulkan bahwa
massa, bahan mempengaruhi waktu untuk mencapai suhu yang ditentukan yaitu 60 0C.
Setelah siswa melakukan kegiatan pengamatan dan berdiskusi dalam kelompok, perwakilan
kelompok mempresentasikan hasil dari diskusi kelompok tersebut. Pada akhir kegiatan guru
membimbing siswa untuk menyimpulkan kembali apa saja yang telah dipelajari hari ini yaitu
tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kenaikan suhu karena pemberian kalor yaitu:
Kalor untuk menaikkan suhu benda bergantung pada jenis benda itu
Makin besar kenaikan suhu benda, kalor yang diperlukan makin besar pula.
Makin besar massa benda, kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu makin besar pula.
Jika kesimpulanmu ini dirumuskan secara matematis, dapat ditulis:
kalor yang diperlukan untuk kenaikan suhu = massa benda x kalor jenis x kenaikan suhu
Q = m x c x ∆t
Pertemuan Kedua
Pertemuan kedua membahas materi kalor dan perubahan wujud zat. Tujuan
pembelajaran siswa dapat menyelidiki karakteristik suhu benda pada saat benda mengalami
perubahan wujud melalui pengamatan. Di awal pembelajaran guru memberi salam dan berdoa
untuk memulai pelajaran. Sebagai motivasi awal pembelajaran, guru menunjukkan video tentang
perubahan wujud yaitu es yang dipanasi, guru bertanya “Bagaimana dengan suhu benda pada saat
itu?”. Kemudian guru menyampaikan tujuan dan manfaat mempelajari konsep kalor dan
perubahan wujud zat. Selanjutnya guru juga mengenalkan beberapa karakter yang akan
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
718
dikembangkan beserta indikator dari masing-masing karakter, yaitu rasa ingin tahu, jujur, teliti,
dan tanggung jawab.
Pada kegiatan inti guru menyampaian informasi tentang kegiatan yang akan dilakukan yaitu
melakukan kegiatan “Kalor dan perubahan wujud zat”. Kemudian membagi siswa menjadi 5
kelompok yang terdiri dari 6 siswa dan ada yang 7 siswa. Selanjutnya meminta siswa
berkelompok sesuai dengan kelompoknya masing-masing dan salah satu anggota kelompok untuk
mengambil alat yang telah disediakan, kemudian meminta semua siswa untuk melakukan
pengamatan “bagaimana suhu benda saat terjadi perubahan wujud?”. Guru memberikan Lembar
Kerja Siswa dan siswa dibimbing untuk melakukan pengamatan serta diskusi dalam kelompoknya
masing-masing.
Tahap inkuiri yang dilalui adalah sebagai berikut.
1. Tanya Jawab dan Hipotesis
Tanya jawab guru dimaksudkan untuk memfokuskan masalah sekaligus untuk menyusun
hipotesis. Guru bertanya untuk membimbing siswa dalam merumuskan masalah. Beberapa pertanyaan
yang diajukan guru yaitu:
G: Bagaimana ketika es dipanaskan?”
S: Mencair bu
G: Bagaimana jika air dipanaskan terus menerus?
S: Air akan menguap
G: Bagaimana suhu ketika es seluruhnya mencair?
S: Tetap. Ada juga yang menjawab naik bu.
G: Bagaimana suhu jika air terus dipanaskan hingga menguap?
S: Naik terus dan suatu saat bisa berhenti bu
Berdasarkan tanya jawab dan diskusi maka didapatlah rumusan masalah yaitu bagaimana suhu benda
pada saat terjadi perubahan wujud?
2. Melaksanakan Percobaan
Siswa diminta menguji hipotesisnya melalui percobaan. Dibantu Lembar Kerja Siswa maka
siswa melakukan percobaan. a) Menyusun alat seperti di LKS. b) menyiapkan alat dan bahan yaitu es,
gelas kimia, pembakar spiritus, korek api, thermometer. c) Isilah gelas kimia dengan es batu hingga
¼ bagian gelas. Mencatat suhu mula-mula es tersebut. d) Nyalakan pembakar spiritus, mengamati
dan mencatat perubahan suhu yang terjadi pada termometer tiap 1 menit. Guru selalu menghimbau
agar dalam melakukan kegiatan selalu jujur, teliti, tanggung jawab serta rasa ingin tahu yang tinggi.
Selama kegiatan berlangsung guru berkeliling mengunjungi masing-masing kelompok untuk
memberikan bimbingan, arahan, dan pengawasan terhadap kerja siswa. Pada saat siswa melakukan uji
hipotesisnya dan melihat kenaikan suhu benda yang berbeda, siswa melakukan dengan sikap jujur,
teliti dan tanggung jawab terhadap data yang akan dicatat.
Pada saat melakukan kegiatan pengamatan, ada siswa yang melihat termometer tetapi tidak
cermat dengan ada tidaknya perubahan suhu, hal ini terbukti ada siswa ketika melakukan pengamatan
terhadap perubahan suhu tidak teliti sehingga siswa tetap menganggap ada perubahan suhu ketika es
mencair semua. Ada juga siswa yang kurang teliti dalam menghitung waktu tiap satu menitnya
sehingga mempengaruhi data yang diperoleh. Begitu juga ada siswa yang sangat teliti dalam
melakukan pengamatan terhadap kenaikan suhu benda serta antusias dalam kegiatan pengamatan. Hal
ini terbukti ketika siswa melihat perubahan suhu pada thermometer ketika es dipanaskan hingga
mendidih seperti pada Gambar 4 dan 5 berikut.
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
719
3. Mengumpulkan Data dan Menganalisis Data
Siswa diminta saling bekerjasama dalam kelompok untuk menuliskan data hasil
percobaan dalam tabel pengamatan di dalam Lembar Kerja Siswa dengan jujur sesuai hasil
percobaan yang telah dilakukan. Guru menginstruksikan kepada siswa untuk berdiskusi dan
bekerjasama dengan kelompoknya dalam melakukan analisis data seperti yang telah dituliskan
dalam Lembar Kerja Siswa yaitu bagaimana suhu benda pada saat terjadi perubahan wujud?
Pada saat siswa mencatat data yang diperoleh dari hasil pengamatan ada kelompok yang
memperoleh data bahwa suhu naik terus ketika es dipanaskan hingga mendidih. Hal ini disebabkan
karena tidak telitinya ketika membaca thermometer ketika harus mencatat kenaikan suhu setiap
menitnya. Namun ada juga kelompok yang mendapatkan data bahwa pada waktu tertentu suhu tidak
mengalami perubahan/tetap. Setelah siswa mendapat data dari hasil pengamatan, siswa menggambar
grafik dan mendiskusikan hasil dari pengamatanya. Adapun gambar grafik hubungan antara waktu
pemberian kalor dengan kenaikan suhu seperti pada Gambar 6 berikut.
4. Membuat Kesimpulan
Tahap kesimpulan dilakukan oleh masing-masing kelompok dan dituliskan dalam Lembar
Kerja Siswa berdasarkan rumusan masalah yang telah dirumuskan dengan disertai sikap jujur,
teliti, tanggung jawab serta rasa ingin tahu. Pada saat membuat kesimpulan ada 2 kelompok yang
mendapatkan bahwa ketika es dipanaskan terjadi perubahan wujud es mencair dan suhunya tetap
serta pada saat air dipanaskan hingga mendidih terjadi perubahan wujud menguap dan suhunya
juga tetap. Hal ini menunjukkan bahwa ketika terjadi perubahan wujud, suhu tidak mengalami
perubahan namun tetap.
Setelah siswa melakukan kegiatan pengamatan, perwakilan kelompok mempresentasikan
hasil dari diskusi kelompok. Pada akhir kegiatan guru membimbing siswa untuk menyimpulkan
yang telah dipelajari hari ini yaitu kalor dan perubahan wujud zat.
Gambar 4
Siswa mengamati es
yang dipanaskan
Gambar 5
Siswa mengamati air
yang dipanaskan
Gambar 6
Grafik hubungan antara waktu dengan
kenaikan suhu
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
720
Pertemuan Ketiga
Melakukan tes untuk mengetahui prestasi belajar siswa tentang kator dan perubahan wujud
zat.
Refleksi Siklus I
Kendala Penyebab Alternatif
Kurang teliti dalam
melakukan pengamatan
terhadap kenaikan suhu
Dalam menggambar grafik
ada kesalahan
Siswa kurang kreatif
dalam menulis rumusan
masalah, karena hanya
melalui tanya jawab
Membaca thermometer
dari arah samping tidak
lurus sehingga
mempengaruhi data
Ketika menggambar grafik
harus memperhatikan
skalanya
Pada LKS tidak
dicantumkan fakta dalam
orientasi masalah untuk
menentukan rumusan
masalah
Mengingatkan jika membaca
thermometer harus teliti dan
posisi harus lurus
Mengingatkan skala dalam
membuat grafik
Sebaiknya pada LKS
dicamtumkan fakta dalam
orientasi masalah sehingga
siswa dapat merumuskan
masalah sesuai dengan diskusi
kelompoknya
Dari hasil refleksi pada siklus 1 maka kekurangan pada Lembar Kerja Siswa perlu dicantumkan
fakta dalam orientasi masalah sehingga siswa dapat merumuskan masalah berdasarkan fakta
yang diungkap pada Lembar Kerja Siswa. Kelebihan dari siklus 1, dengan pembelajaran inkuiri
maka siswa dapat merumuskan masalah, berhipotesis, mengumpulkan data, menganalisa dan
menarik kesimpulan.
Mendeskripsikan Pembelajaran Siklus II
Siklus II terdiri dari 2 pertemuan yang terdiri dari 1 tatap muka dan 1 kali tes tertulis.
Masing-masing pertemuan menggunakan tahapan pembelajaran yaitu merumuskan masalah
dengan janya jawab untuk membuat hipotesis, melakukan percobaan, mengumpulkan dan
menganalisis data, membuat kesimpulan.
Pertemuan Pertama
Pertemuan pertama membahas materi perpindahan kalor secara konduksi dan konveksi.
Tujuan pembelajaran siswa a) Siswa dapat menyelidiki pengaruh jenis bahan terhadap
kemampuan menghantarkan kalor pada peristiwa konduksi. b) Siswa dapat membedakan
konduksi dan konveksi. c) Siswa menjelaskan contoh konduksi dan konveksi dalam kehidupan
sehari-hari. Di awal pembelajaran guru memberi salam dan berdoa untuk memulai pelajaran.
Kegiatan pembelajaran diawali dengan menayangkan video peristiwa konduksi dan konveksi.
Siswa memperhatikan video tersebut kemudian mendiskusikan apa yang membedakan
perpindahan kalor secara konduksi dan konveksi. Guru meminta siswa untuk menyampaikan
tanggapannya terhadap fenomena tersebut. Kemudian guru menyampaikan tujuan pembelajaran
yang akan dilaksanakan serta mengenalkan beberapa karakter yang akan dikembangkan beserta
indikator dari masing-masing karakter, yaitu rasa ingin tahu, jujur, teliti, dan tanggung jawab.
Pada kegiatan inti guru meminta siswa berkelompok sesuai dengan kelompoknya masing-
masing dan salah satu anggota kelompok untuk mengambil alat percobaan yang telah disediakan,
kemudian meminta semua siswa untuk melakukan pengamatan perpindahan kalor pada konduksi
dan konveksi. Guru memberikan Lembar Kerja Sswa dan siswa dibimbing untuk melakukan
diskusi dalam kelompoknya masing-masing. Lembar Kerja Siswa memuat fakta, rumusan
masalah, hipotesis, desain eksperimen, masalah dan kesimpulan. Tahap inkuiri yang dilalui adalah
sebagai berikut.
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
721
1. Rumusan Masalah
Guru memberikan Lembar Kerja Siswa dan mengarahkan kepada siswa untuk membaca fakta
yang telah diungkapkan pada LKS. Setelah membaca fakta maka siswa mendiskusikan masalah apa
yang muncul pada pernyataan tersebut kemudian masing-masing kelompok membuat rumusan
masalahnya.
2. Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara yang harus dibuktikan dari rumusan masalah
yang sudah dibuat pada masing-masing kelompok. Rumusan masalah tersebut diantaranya: bagaimana
arus konveksi pada zat cair dan zat gas, bagaimana perpindahan kalor pada berbagai bahan
3. Melakukan percobaan
Siswa diminta menguji hipotesisnya melalui percobaan. Dibantu Lembar Kerja Siswa maka
siswa melakukan percobaan. a) perpindahan kalor secara konduksi b) perpindahan kalor secara
konveksi pada zat cair dan zat gas. Guru selalu menghimbau agar dalam melakukan kegiatan selalu
jujur, teliti, tanggung jawab serta rasa ingin tahu yang tinggi. Selama kegiatan berlangsung guru
berkeliling mengunjungi masing-masing kelompok untuk memberikan bimbingan, arahan, dan
pengawasan terhadap kerja siswa. Pada saat siswa melakukan uji hipotesisnya dan perpindahan kalor,
siswa melakukan dengan sikap jujur, teliti dan tanggung jawab terhadap data yang akan dicatat.
Pada saat melakukan kegiatan pengamatan pada perpindahan kalor secara konduksi guru
mengingatkan untuk bersikap teliti karena jika tidak mentaati langkah kerja maka data bisa salah,
contohnya jika bahan yang baru digunakan tidak didinginkan dulu, maka akan mempengaruhi hasil
penelitian siswa. Begitu juga pada kegiatan perpindahan kalor secara konveksi pada zat cair, siswa
memperhatikan arus ketika es yang berwarna di masukkan pada air. Ada juga kelompok yang sangat
kreatif mencoba menaburkan zat warna pada air, kemudian memanaskan air tersebut. Ternyata siswa
dapat menemukan alur arus konveksi pada zat cair tersebut. Pada kegiatan perpindahan kalor secara
konveksi pada zat gas siswa dapat menemukan gerakan asap pada cerobong ketika salah satu
cerobong diberi lilin dan cerobong yang lain diberi asap. Dengan demikian siswa sangat antusias
dalam pengamatan konveksi pada zat cair maupun zat gas . Hal yang perlu diperhatikan yaitu
keterampilan ilmiah siswa dan sikap ilmiah siswa pada saat pengamatan. Kegiatan pengamatan pada
kegiatan perpindahan kalor secara konduksi dapat dilihat pada Gambar 7, kegiatan pengamatan pada
perpindahan kalor secara konveksi pada zat gas dapat dilihat pada Gambar 8, dan kegiatan
pengamatan pada perpindahan kalor secara konveksi pada zat cair dapat dilihat pada Gambar 8
berikut.
Gambar 7
Siswa mengamati
perpindahan kalor
secara konduksi
Gambar 8
Siswa mengamati
perpindahan kalor
secara konveksi pada
zat gas
Gambar 9
Siswa mengamati
perpindahan kalor
secara konveksi pada
zat cair
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
722
4. Mengumpulkan dan menganalisis data
Siswa diminta saling bekerjasama dalam kelompok untuk menuliskan data hasil percobaan
pada di Lembar Kerja Siswa dengan jujur sesuai hasil percobaan yang telah dilakukan. Guru
menginstruksikan kepada siswa untuk berdiskusi dan bekerjasama dengan kelompoknya dalam
melakukan analisis data seperti yang telah dituliskan dalam Lembar Kerja Siswa yaitu menyelidiki
perpindahan kalor secara konduksi pada berbagai jenis logam dan menyelediki perpindahan kalor
secara konveksi pada zat cair dan zat gas. Pada perpindahan kalor secara konduksi di dapat bahwa
partikelnya tidak mengalami perpindahan namun merambat. Hal ini dibuktikan dengan memanaskan
logam dengan jenis yang berbeda, ternyata lilin yang meleleh tidak bersamaan.
Pada kegiatan pengamatan konveksi pada zat cair ternyata partikel ikut berpindah, hal ini
terbukti ketika es batu yang diberi pewarna di masukkan pada air ternyata mengalami perpindahan
arus yang mengalir. Begitu juga ada kelompok yang mencoba air di beri zat pewarna kemudian
dipanaskan dengan posisi api yang berbeda, ternyata arus alirannya juga mengalami perubahan
bergantung letak apinya. Hal ini membuktikan bahwa aliran di dalam gelas disebabkan karena
perbedaan massa jenis zat. Air yang menyentuh bagian bawah gelas yang dipanasi, air yang
dipanaskan akan memiliki massa jenis menurun sehingga mengalir naik ke atas dan air yang lebih
rapat pada bagian atas akan turun.
Pada kegiatan pengamatan konveksi pada zat gas didapatkan data bahwa asap akan turun pada
cerobong yang tidak dipanaskan, kemudian naik ke cerobong yang ada lilinnya. Hal ini disebabkan
karena pada cerobong yang dipanaskan tekanan udara kecil sehingga asap akan bergerak naik ke atas.
5. Membuat kesimpulan.
Tahap kesimpulan dilakukan oleh masing-masing kelompok dan dituliskan dalam Lembar
Kerja Siswa yang telah disediakan dengan disertai sikap jujur, teliti, tanggung jawab serta rasa ingin
tahu. Setelah siswa melakukan kegiatan pengamatan, perwakilan kelompok mempresentasikan hasil
dari diskusi kelompok. Pada akhir kegiatan guru membimbing siswa untuk menyimpulkan yang telah
dipelajari hari ini yaitu konduksi adalah perpindahan panas melalui bahan tanpa disertai perpindahan
partikel-partikel bahan itu. Contoh: memanaskan ujung logam dengan lilin, panas kopi yang tahan
lama pada gelas kaca. Perpindahan konveksi adalah perpindahan kalor dari satu tempat ke tempat lain
bersama dengan gerak partikel-partikel bendanya. Konveksi pada zat cair karena perbedaan massa
jenis zat, contohnya pemanasan air, aliran air panas. Pada zat gas karena perbedaan tekanan udara,
contohnya terjadinya angin darat dan angin laut, cerobong asap pabrik.
Pertemuan Kedua
Melakukan tes untuk mengetahui prestasi belajar siswa tentang perpindahan kalor secara
konduksi dan konveksi.
Refleksi Siklus II
Kendala Penyebab Alternatif Pemecahan
Sulit mengamati aliran es
yang diberi pewarna dan
dimasukkan pada air
Aliran asap pada cerobong
sedikit terlihatnya
Ada perolehan data yang
berbeda-beda
Es yang diberi pewarna yang
kurang pekat dan
dimasukkan pada air mudah
mencair
Dalam membuat asap pada
cerobong kurang banyak,
sehingga asap cepat habis
Dalam melakukan
pengamatan kurang teliti
dan kurang cermat
Menggunakan zat pewarna
yang lebih pekat
Hendaknya membuat asap
yang banyak dan segera
dimasukkan pada cerobong
Selalu mengingatkan pada
siswa, jika dalam
melakukan kegiatan
pengamatan harus teliti
dan cermat
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
723
Dari hasil refleksi pada siklus II maka kekurangan pada kegiatan pengamatan perpindahan kalor
secara konveksi pada zat cair lebih baik menggunakan zat pewarna pekat supaya terlihat arah
alirannya. Kelebihan dari siklus II, dengan pembelajaran inkuiri maka siswa lebih dilibatkan
secara aktif dalam mengkonstruksi pengetahuan, memperoleh informasi, memecahkan
masalah, dan mencari kebenaran atau pengetahuan
Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri pada siswa
kelas VIIB SMP negeri 01 Batu dapat meningkatkan keterampilan ilmiah, sikap ilmiah, dan
prestasi belajar siswa. Dari data angket siswa di dapat hasil peningkatan keterampilan ilmiah
dari siklus I ke siklus II. Peningkatan itu dapat dilihat pada tabel dan diagram di bawah ini:
Tabel 2. Peningkatan Keterampilan Ilmiah persiklus
pengamatan
rasa ingi
n tahu
analisis data kesimpulan presentasi
siklus 1 3.78 3.75 3.56 3.09 3.00
siklus 2 3.93 3.82 3.61 3.68 3.14
Data di atas dapat digambarkan dalam bentuk diagram sebagai berikut:
Berdasarkan tabel di atas terlihat adanya peningkatan keterampilan ilmiah siswa persiklus.
Keterampilan ilmiah siswa pada siklus I dengan rata-rata 3,44 dan pada siklus II dengan rata-
rata 3,64. Hal ini disebabkan karena pada siklus I siswa dalam melakukan analisis data tidak
merujuk pada literatur, rasa ingin tahunya juga tidak terlalu antusias dan baru terlibat aktif
dalam kegiatan kelompok ketika disuruh.
Penggunakan model pembelajaran inkuiri pada siswa kelas VIIB SMP negeri 01 Batu juga
dapat meningkatkan sikap ilmiah siswa. Dari data angket siswa di dapat peningkatan sikap
ilmiah dari siklus I ke siklus II. Peningkatan itu dapat dilihat pada tabel dan diagram di bawah
ini:
0,000,501,001,502,002,503,003,504,004,50
siklus 1
siklus 2
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
724
Tabel 3. Peningkatan Sikap Ilmiah persiklus
kejujuran ketelitian tanggung jawab
siklus 1 2.66 2.44 2.59
siklus 2 2.96 2.57 2.71
Data di atas dapat digambarkan dalam bentuk diagram sebagai berikut:
Berdasarkan tabel di atas terlihat adanya peningkatan sikap ilmiah siswa persiklus. Sikap
ilmiah pada siklus I dengan rata-rata 2,56 dan pada siklus II dengan rata-rata 2,75. Hal ini
disebabkan karena kurang teliti dalam melakukan pengamatan dan mencatat data, demikian juga
kurang bertanggungjawab dalam melakukan pengamatan, mencatat data serta dalam menyusun
laporan.
KESIMPULAN DAN SARAN
Penggunaan Model Pembelajaran Inkuiri di kelas VIIB SMP Negeri 01 Batu telah terlaksana
dengan baik yaitu merumuskan masalah, hipotesis, pengumpulan data, menganalisis data dan
membuat kesimpulan. Pembelajaran inkuiri dapat meningkatkan keterampilan ilmiah yaitu
pengamatan, rasa ingin tahu, menganalisis data, dan presentasi dengan rata-rata 3,44 pada siklus I
dan 3,64 pada siklus II. Untuk sikap ilmiah pada siswa kelas VIIB SMP Negeri 01 Batu juga
mengalami peningkatan yaitu sikap kejujuran, ketelitian dan tanggung jawab dengan rata-rata
2,56 pada siklus I dan 2,75 pada siklus II. Prestasi belajar siswa kelas VIIB SMP Negeri 01 Batu
juga mengalami peningkatan dengan nilai rata-rata tes 80,13 pada siklus I dan nilai rata-rata tes
91,50 pada silus II.
Saran yang bisa diberikan dari penelitian yang telah dilakukan adalah sebagai berikut: 1) Model
pembelajaran inkuri dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif cara dalam proses pembelajaran
dengan melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran agar pelajaran IPA menjadi
lebih menarik dan menghasilkan hasil belajar yang tinggi. 2) Jumlah dan jenis alat praktikum
yang memadai sehingga saat melakukan percobaan tidak mengalami kesulitan dan berjalan lancar.
3) Siswa kelas VIIB SMP Negeri 01 Batu harus lebih teliti dalam pengambilan data dan berlatih
mengemukakan pendapat dan berkomunikasi saat melakukan diskusi.
DAFTAR PUSTAKA
Agustanti, T.H. 2012. Implementasi Metode Inquiry untuk Meningkatkan Hasil Belajar Biologi.
Jurnal Pendidikan IPA Indonesia. Vol. 1, No. 1, Hal 16-20 (April 2012).
Depdiknas. 2007. Standar Kompetensi Lulusan Mata Pelajaran IPA SMP-SBI. Jakarta: Direktorat
Pembinaan SMP.
Fitriyati, Ida. 2015. Motivasi Belajar dan Hasil Belajar pada Pembelajaran IPA Kelas VIIIB SMP
Negeri 3 Penggunaan Model Pembelajaran Inkuiri dengan Bantuan Media Untuk
Meningkatkan Keterampilan Ilmiah, Sikap Ilmiah Sanggau. Prosiding Seminar Nasional
0,00
0,50
1,00
1,50
2,00
2,50
3,00
3,50
kejujuran ketelitian tanggung jawab
siklus 1
siklus 2
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
725
Exchange of Experiences Teacher Quality Improvement Program (TEQIP). Malang, 31
Oktober 2015 halaman 92.
Kemendikbud. 2017. Ilmu Pengetahuan Alam Kelas VII Semester 2. Jakarta: Pusat Perbukuan
Depdiknas.
Madawati, T.R. & Sunarti, T. 2012. Penerapan Pembelajaran Inkuiri untuk Meningkatkan
Keterampilan Proses Sains dan Hasil Belajar Siswa pada Materi Cahaya Kelas VIII-C di
SMP Negeri 4 Kediri. Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika. Vol. 1, No. 1, Hal. 278-284 (2012).
Marwan. 2015. Pengembangan Perangkat Pembelajaran IPA Melalui Pendekatan Inkuiri dengan
Model Kooperatif Untuk Melatihkan Keterampilan Proses Sains dan Keterampilan Sosial
pada Siswa Sekolah Dasar. Prosiding Seminar Nasional Exchange of Experiences Teacher
Quality Improvement Program (TEQIP). Malang, 31 Oktober 2015 halaman 183.
Mustafa, S. 2010. Penerapan Strategi Inkuiri Sebagai Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar
Matematika Siswa Kelas X SMA Negeri 4 Parepare. Tesis. Tidak Dipublikasikan. Malang:
PPS Universitas Negeri Malang
Prasojo. 2015. Pengembangan Perangkat Pembelajaran IPA Berbasis Inkuiri Terbimbing Untuk
Meningkatkan Keterampilan Proses Sains. Prosiding Seminar Nasional Exchange of
Experiences Teacher Quality Improvement Program (TEQIP). Malang, 31 Oktober 2015
halaman 100.
Wasis, dkk. 2008. Contextual Teaching and Learning. Ilmu Pengetahuan Alam. Sekolah Menengah
Pertama Kelas VII (BSE). Jakarta: Pusat Perpukuan Depdiknas.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
726
Penggunaan Peta Konsep Berbantuan Media Gambar untuk Meningkatkan Motivasi
dan Hasil Belajar IPA Materi Klasifikasi Makhluk Hidup pada Siswa Kelas VII
Semester Ganjil SMPN Satu Atap Pesanggrahan 2 Batu
Tahun Pelajaran 2015-2016”.
Agustini
SMPN Satu Atap Pesanggrahan 2
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan penggunaan peta konsep
berbantuan media gambar dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar IPA materi
Klasifikasi Makhluk Hidup pada siswa kelas VII semester ganjil SMPN Satu Atap
Pesanggrahan 2 Batu Tahun Pelajaran 2015-2016. Penelitian ini merupakan Penelitian
Tindakan Kelas dalam 2 siklus. Penilaian motivasi belajar siswa dilakukan melalui
observasi dan dianalisa secara kualitatif, sedangkan penilaian hasil belajar siswa dilakukan
melalui pemberian ter tertulis, dan dianalisa secara kuantitatif. Hasil penilaian motivasi
belajar siswa untuk aspek keaktifan dalam kelompok meningkat dari 57,14% pada siklus 1
menjadi 71,43% pada siklus 2. Untuk aspek kerjasama dalam kelompok meningkat dari
61,90% pada siklus 1 menjadi 71,43% pada siklus 2.Begitu juga pada aspek tepat waktu
meningkat dari 52,38% pada siklus 1 menjadi 66,67% pada siklus 2. Begitu juga pada hasil
penilaian hasil belajar siswa, ketuntasan belajar klasikal meningkat dari 57,14% pada siklus
1 menjadi 90,48% pada siklus 2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan peta
konsep berbantuan media gambar dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa.
Kata Kunci: Peta konsep, motivasi, hasil belajar, Klasifikasi Makhluk Hidup.
Cara anak belajar berkembang secara bertahap mulai dari yang sederhana ke hal-hal yang
lebih kompleks. Belajar tidak sekedar menghafal konsep-konsep atau fakta-fakta, tetapi
merupakan kegiatan menghubungkan konsep-konsep untuk menghasilkan pemahaman yang lebih
utuh. Konsep yang dipelajari akan dipahami secara baik dan tidak mudah dilupakan. Belajar akan
lebih bermakna jika anak mengalami langsung apa yang dipelajarinya.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Ausubel (1963) dalam Andri (2011), agar pemahaman
materi pelajaran dapat lebih mudah dipelajari hendaknya setiap orang belajar secara bermakna
yaitu dengan mengaitkan pengetahuan baru dengan pengetahuan yang telah diketahui sebelum-
nya. . Karena itu pembelajaran bermakna penting untuk dilaksanakan oleh guru.
Salah satu alat pembelajaran yang berdasarkan belajar bermakna adalah peta konsep (Siti
Zubaidah: 1999). Lebih lanjut Herawati Susilo (1998) menyatakan bahwa peta konsep sebagai
alat pembelajaran, membantu siswa aktif berpikir untuk memusatkan pada sejumlah ide pokok
(berupa konsep-konsep) dari suatu pokok bahasan.
Pembelajaran bermakna akan mendorong anak untuk memiliki rasa ingin tahu. Anak-anak
pada dasarnya bersifat ingin tahu, senang belajar, dan memiliki banyak talenta. Mereka kreatif,
penuh perhatian, dan dapat berpikir untuk diri mereka sendiri.
Pada pembelajaran IPA materi Klasifikasi Makhluk Hidup, siswa tidak hanya dituntut
menghafalkan fakta-fakta dan konsep-konsep, melainkan juga mengerti dan membangun sistem
berpikirnya sendiri. Guru perlu mengubah filosofi pembelajaran yang berpusat pada guru menjadi
pembelajaran berpusat pada siswa yang berlandaskan filosofi konstruktivisme, dimana siswa
dapat menyusun sendiri konsep-konsep yang dipelajarinya (Susilo, 2004).
Pembelajaran IPA, masih belum berjalan menurut kaidah belajar bermakna. Untuk itu
dipandang perlu dilakukan suatu tindakan yang bisa menghasilkan perubahan yang berarti pada
siswa. Dalam hal ini tugas guru adalah memfasilitasi siswa untuk belajar bermakna sesuai
tuntutan materi.
Salah satu bentuk memfasilitasi siswa dalam belajar adalah membuat peta konsep
berbantuan media gambar. Pembelajaran dengan peta konsep sudah dikaji oleh beberapa peneliti
(Susilo,1988, Andri, 2011; Zubaidah, 2011).
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
727
Novak (dalam Kadir: 2007) menyatakan, pemetaan konsep adalah suatu proses yang
melibatkan identifikasi konsep-konsep dari suatu materi pelajaran dan pengaturan konsep-konsep
tersebut dalam suatu hirarki, mulai dari yang paling umum, kurang umum dan konsep-konsep
yang lebih spesifik. Pemetaan konsep sangat efektif untuk membantu siswa belajar bermakna,
yaitu memahami hubungan logika antara konsep yang satu dengan konsep yang lain
(Mardiningsih: 2001). Secara rinci Novac dan Gowin dalam Susilo (1999) menjelaskan
penggunaan peta konsep bagi siswa adalah untuk (1) mengeksplorasi apa yang telah diketahui
oleh pembelajar (2) memberikan arah pembelajaran seperti peta jalan (3) membantu mambaca
materi dari buku pelajaran (4) membantu siswa mencapai hasil pembelajaran yang tinggi serta
bermakna karena membantu siswa mengingat informasi dan keterkaitan antar konsep (5)
membantu siswa menggabungkan ide yang satu dengan ide yang lainnya.
Dalam penelitian ini menggunakan peta konsep berbantuan media sederhana berupa
gambar untuk memahami materi Klasifikasi Makhluk Hidup. Media sederhana berupa gambar
dipilih agar tidak menyulitkan siswa mencari contoh, karena gambar praktis tinggal menempelkan
saja. Hal ini dilakukan karena siswa kelas VII semester ganjil tahun pelajaran 2015-2016 SMPN
Satu Atap Pesanggrahan 2 mengalami kesulitan dalam memahami materi –materi yang bersifat
hafalan dan memiliki banyak penjelasan. Siswa mengalami kesulitan mendeskripsikan kelompok
monera,Protista, Fungi, Plantae dan Animalia. Dampaknya siswa mengalami kesulitan ketika
mengkasifikasikan dan mendeskripsikan ciri-ciri yang dimilikinya.
Kesulitan – kesulitan siswa dalam mempelajari materi Klasifikasi Makhluk Hidup
nampaknya juga akibat dari pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Selama ini pembelajaran
yang dilakukan guru adalah memberikan penjelasan materi, siswa mengerjakan soal di LKS, dan
memberikan tes. Pembelajaran semacam ini membuat siswa menjadi bosan dan menjenuhkan.
Pembelajaran yang membosankan mengakibatkan penguasaan siswa terhadap materi
pelajaran IPA menjadi rendah salah satunya pada materi Klasifikasi Makhluk Hidup. Ini terlihat
dari rata-rata hasil ulangan harian tahun pelajaran 2014-2015 yang tuntas hanya 40% dan yang
tidak tuntas 60%. Sementara standart kelulusan (KKM) Sekolah adalah 70.
Berdasarkan berbagai alasan di atas, maka peneliti mengadakan penelitian tindakan kelas
pada materi Klasifikasi Makhluk Hidup dengan mengambil judul “Penggunaan Peta Konsep
berbantuan media gambar untuk meningkatkan Motivasi dan hasil belajar IPA materi
Klasifikasi Makhluk Hidup pada siswa kelas VII semester ganjil SMPN Satu Atap
Pesanggrahan 2 Batu tahun pelajaran 2015-2016”.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini mendiskripsikan pengaruh peta konsep terhadap motivasi dan hasil belajar
siswa berbantuan media sederhana yaitu gambar. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan
kelas yang dilakukan dengan 2 siklus, masing-masing siklus terdiri atas perencanaan,
pelaksanaan, observasi dan refleksi. Siklus 1 dilakukan sebanyak tiga kali pertemuan yang
membahas materi kelompok Monera dan kelompok Protista, Fungi dan Plantae dan satu
pertemuan untuk tes tertulis akhir siklus. Siklus kedua dilakukan dua kali pertemuan yang
mempelajari kelompok Animalia, dan satu kali pertemuan tes tertulis akhir siklus.
Subyek dari penelitian ini adalah siswa kelas VII semester ganjil SMPN Satu Atap
Pesanggrahan 2 Batu tahun pelajaran 2015-2016, dengan jumlah 21 siswa yang terdiri dari 7
siswa perempuan dan 14 siswa laki-laki. Subyek memiliki kemampuan yang heterogen.
Mengingat kemampuan siswa heterogen, maka metode yang digunakan dalam penelitian
ini adalah metode kooperatif yaitu diskusi kelompok, dengan desain pembelajaran diatur
sedemikian rupa sehingga bisa meningkatkan motivasi siswa, dan pada akhirnya meningkatkan
hasil belajarnya.
Untuk mengukur motivasi siswa digunakan instrument berupa lembar observasi siswa,
mencakup aspek keaktifan, kerjasama dan ketepatan waktu. Data hasil observasi ini diperoleh
pada saat proses pembelajaran berlangsung, sedangkan untuk mengukur hasil belajar digunakan
instrumen berupa soal tertulis yang diperoleh pada setiap akhir siklus. Selanjutnya pengolahan
data proses belajar dilakukan secara kualitatif, sedangkan pengolahan data hasil belajar diolah
secara kuantitatif.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
728
HASIL DAN PEMBAHASAN
Deskripsi Pembelajaran Siklus I
Siklus I ini terdiri dari 3 pertemuan, dimana 2 kali pertemuan tatap muka dan 1 kali
pertemuan tes tertulis. Pertemuan pertama membahas kelompok Monera dan Protista. Dan
pertemuan kedua membahas kelompok Fungi dan Plantae. Berikut dipaparkan kegiatan
pembelajaran tiap pertemuan.
Pertemuan I
Siswa diberikan apersepsi untuk mengingat kembali pengetahuan sebelumnya yang
relevan dengan topik, yaitu tentang mahluk hidup, utamanya tentang ciri-ciri mahluk hidup.
Apersepsi dilakukan melalui dialog sebagai berikut.
Guru : Masih ingatkah kalian apa saja ciri-ciri makhluk hidup?
Siswa : Bergerak, bernafas, berkembang biak, tumbuh dan berkembang, peka terhadab rangsang.
Guru : Bagaimana apabila tidak memiliki ciri-ciri seperti yang telah kalian sebutkan?
Siswa : Bukan makhluk hidup bu”
Guru : Betul sekali
Guru : Makhluk hidup di dunia ini sangat beraneka ragam jenisnya. Bagaimana kita bias
mengenalinya? Misalnya bagaimana kita bisa mengatakan hewan itu adalah burung?
Guru : Baiklah anak-anak ….hari ini kita akan mempelajari Klasifikasi Makhluk Hidup
Dari dialog di atas terlihat siswa sudah siap belajar. Selanjutnya guru menunjukkan
sejumlah kertas warna (merah, kuning, hijau, biru) dengan berbagai bentuk (lingkaran, segitiga,
segiempat). Secara berkelompok siswa diminta mengelompokkan kertas-kertas tersebut (gambar
1) dan menempelkannya di papan (gambar 2). Kurang dari 5 menit siswa sudah menyelesaikan
pekerjaannya (gambar 3). Ada kelompok yang mengklasifikasikan kertas-kertas warna tersebut
berdasarkan warna dan ada kelompok yang mendasarkan pada bentuk.
Dokumen kegiatan mengklasifikasikan kertas.
Gambar 1. Siswa bekerja dalam kelompok memilah kertas warna
Gambar 2. Siswa memempelkan kertas warna dan memberikan penjelasan
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
729
Gambar 3. Hasil kerja siswa
Berdasarkan proses mengelompokan kertas-kertas tersebut, guru bertanya kepada siswa
bagaimana cara mengelompokkan mahluk hidup. Siswa menjawab “berdasarkan ciri-cirinya”
seperti ditunjukkan pada petikan dialog berikut.
Guru : Bagaimana cara mengklasifikasikan makhluk hidup?
Siswa : Dengan mengenali ciri-cirinya dan persamaannya bu?
Guru : Hampir betul jawaban kalian” Nah sekarang secara berkelompok, klasifikasikan kelompok
Monera dan Protista.
Mengawali kegiatan inti, guru menjelaskan ciri-ciri kelompok Monera dan Protista.
Setelah itu siswa diminta belajar secara berkelompok. Setiap kelompok diberi sejumlah gambar
makhluk hidup, dan diminta menetapkan termasuk kelompok apa tiap-tiap makhluk hidup
tersebut. Siswa diijinkan membaca buku siswa dan menggali informasi sebanyak-banyaknya
tentang kelompok Monera dan Protista. Selanjutnya siswa menempelkan gambar-gambar tersebut,
menuliskan ciri-ciri yang dimilikinya, pada peta konsep yang sudah terpampang di papan tulis
(gambar 4). Masing-masing kelompok harus membuat peta konsep secepat mungkin dan setepat
mungkin; beradu cepat dengan kelompok yang lain (gambar 5). Hasil kerja siswa disajikan pada
gambar berikut.
Gambar 4. Siswa menempelkan gambar Gambar 5. Hasil kerja siswa
dan menuliskan ciri-cirinya
Langkah selanjutnya adalah guru memeriksa hasil kerja masing-masing kelompok. Tugas
Guru selaku fasilitator, melalui beberapa penguatan, membantu siswa menemukan kesimpulan
secara klasikal. Pembelajaran pertemuan 1 masih belum semua anggota kelompok berpartisipasi,
kerja terkesan lambat karena masih belum memahami prosedur kerja. Sehingga proses dan hasil
belajar masih belum tercapai sesuai harapan.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
730
Pertemuan II
Siswa diberikan apersepsi untuk mengingat kembali pengetahuan sebelumnya yang
relevan dengan topik, yaitu tentang klasifikasi makhluk hidup. Apersepsi dilakukan melalui
dialog sebagai berikut.
Guru : Masih ingatkah kalian apa yang mendasari klasifikasi makhluk hidup?
Siswa : Persamaan ciri-ciri dan sifat yang dimilikinya bu!
Guru : Betul sekali. Bagaimana klasifikasi Monera?
Siswa : Monera memiliki ciri-ciri monoseluler
Guru : Betul…
Guru : Baiklah anak-anak ….hari ini kita akan membuat Klasifikasi kelompok Fungi dan Plantae
Dari dialog di atas terlihat bahwa siswa sudah siap belajar. Mengawali pembelajaran
pertemua 2, Guru memberikan beberapa penjelasan kelompok Fungi dan Plantae, setelah itu siswa
diminta bekerja secara berkelompok. Setiap kelompok diberi sejumlah gambar makhluk hidup
dan siswa diminta menetapkan termasuk kelompok mana tiap makhluk hidup tersebut. Siswa
diijinkan mambaca buku siswa dan menggali informasi sebanyak-banyaknya tentang kelompok
Fungi dan Plantae (gambar 5). Selanjutnya siswa menempelkan gambar-gambar tersebut,
menuliskan ciri-ciri ang dimilikinya, pada peta konsep yang sudah terpampang di papan tulis.
(gambar 6). Masing-masing kelompok harus membuat peta konsep secepat mungkin dan setepat
mungkin; beradu cepat dengan kelompok lain. Berikut hasil kerja siswa pada pembelajaran
pertemuan 2.
Gambar 5. Guru memberikan penjelasan Gambar 6. Hasil kerja siswa
Langkah selanjutnya adalah guru memeriksa hasil kerja masing-masing kelompok. Tugas
Guru selaku fasilitator, melalui beberapa penguatan, membantu siswa menemukan kesimpulan
secara klasikal.
Pembelajaran pertemuan 2 ada peningkatan jumlah siswa yang berpartisipasi aktif
menempelkan hasil kerjanya. Kerja kelompok sudah lebih cepat, karena siswa sudah paham
prosedur kerja. Sehingga proses dan hasil belajar mulai ada peningkatan.
Penilaian motivasi belajar siswa
Untuk mengetahui motivasi siswa selama proses pembelajaran pada siklus I (pertemuan 1
dan pertemuan 2) dilakukan penilaian proses dengan aspek penilaiannya meliputi (1) Keaktifan,
(2) kerja sama, (3) tanggung jawab (4) ketepatan waktu.
Tabel 1. Motivasi siswa selama proses Pembelajaran
Aspek Skor
Siklus I
Pertemuan 1 Pertemuan 2
frekuensi % frekuensi %
Keaktifan
4 11 52.38 12 57.14
3 9 42.86 9 42.86
2 1 4.76 0 0
Kerjasama
4 11 52.38 13 61.90
3 10 47.62 8 38.10
2 - - -
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
731
Ketepatan waktu
4 7 33.33 9 42.86
3 11 52.38 11 52.38
2 3 14.29 1 4.76
Berdasarkan hasil analisis tabel 1 dapat diuraikan sebagai berikut.
Aspek Keaktifan Dalam Kelompok Pada elemen ini mempunyai indikator yaitu siswa sangat aktif tidak akan berhenti
sampai selesai, siswa yang mengerjakan tugas aktif mengenal waktu, siswa jarang mengerjakan
tugas. Hasil analisis angket belajar siswa pada siklus tindakan I diketahui bahwa taraf
keberhasilan tertinggi pada indikator siswa sangat aktif tidak akan berhenti sampai selesai sebesar
52,38% (11 siswa) pada pertemuan I meningkat jumlahnya menjadi sebesar 57,14%(12 siswa)
pada pertemuan II. Sedangkan pada indikator siswa yang mengerjakan tugas aktif mengenal
waktu sebesar 42,86% (9 siswa) pada pertemuan I meningkat jumlahnya menjadi sebesar
61,90%(13 siswa) pada pertemuan II. Sedangkan untuk siswa jarang mengerjakan tugas sebesar
4,76% (1 siswa) pada pertemuan I, sebanyak 0% (0siswa) pada pertemuan II. Artinya pada
pertemuan II mengalami peningkatan keaktifan di bandingkan pada pertemuan I.
Walaupun secara umum pada pertemuan II ketiga aspek mengalami peningkatan proses
belajar dibanding pada pertemuan I, masih perlu ditingkatkan pada siklus II, dikarenakan masih
ada siswa yang belum selesai mengerjakan tugas tepat pada waktunya.
.Aspek Kerja Sama Dalam Kelompok
Pada elemen kerja sama tim ini ada 3 indikator yaitu, siswa selalu bekerja dengan timnya
dalam mengerjakan tugas, siswa tidak selalu bekerja dengan timnya dalam mengerjakan tugas,
siswa tidak menghiraukan teman dalam kelompoknya. Hasil analisis motivasi siswa dalam
bekerja dengan timnya sebesar 52,38% (11 siswa) pada pertemuan I, meningkat menjadi sebesar
61,90%(13 siswa) pada pertemuan II. Elemen ini menempati taraf tertinggi, karena siswa sudah
memliki kemauan kerjasama yang besar dalam mengerjakan tugas. Siswa tidak selalu bekerja
dengan timnya dalam mengerjakan tugas sebesar 47,62% (10 siswa) pada pertemuan I, sedangkan
pada pertemuan II menjadi sebesar 38,10% (8 siswa). Sedangkan siswa yang tidak mau
menghiraukan timnya sebesar 0% pada kedua pertemuan.Masih perlu ditingkatkan kerjasama
siswa dalam timnya dalam mengerjakan tugas pada siklus 2, karena hampir 50% siswa masih
belum konsisten/tidak selalu bekerja dalam timnya dalam mengerjakan tugas.
Aspek ketepatan waktu
Elemen tepat waktu dalam mengerjakan tugas ada 3 indikator yitu, siswa mengerjakan
tepat waktu yang ditentukan, siswa mengerjakan dengan tambahan waktu, siswa tidak pernah
selesai dengan waktu yang telah ditentukan. Hasil analisis siswa mengerjakan tepat waktu yang
ditentukan sebesar 33,33% (7 siswa) pada pertemuan I, mengalami peningkatan sebesar 42,86%
(9 siswa) pada pertemuan II. Tetapi ini masih tergolong rendah, sehingga perlu ditingkatkan lagi
pada siklus II. Siswa yang menyelesaikan dengan tambahan waktu sebesar 52,38% (11 siswa)
baik pada pertemuan I maupun pada pertemuan II. Kenyataan ini perlu diperhitungkan atau
ditinjau kembali jumlah tugas dan waktu yang ditentukan. Sedangkan siswa tidak selesai
menegerjakan tugas 14,29% (3 siswa) pada pertemuan I, mengalami penurunan sebesar 4,76% (1
siswa) pada pertemuan II. Dalam hal ini siswa perlu bimbingan dan dorongan.
Berdasarkan hasil analisa diatas motivasi siswa selama proses belajar perlu ditingkatkan,
terlihat dari hasil yang sering muncul (modus) berikut.
Tabel 2. Rekapitulasi motivasi belajar siswa selama proses Pembelajaran
No Aspek Hasil Taraf keberhasilan
1 Keaktifan dalam kelompok 57,14 C
2 Kerja sama dalam kelompok 61,90 C
3 Tepat waktu 52,38 C
Jumlah 171,42
Rata-rata 57,14 C
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
732
Keterangan :
SB = Sangat Baik = 81 - 100%
B = Baik = 61 – 80 %
C = Cukup = 41 – 60 %
K = kurang = 21 - 40 %
SK = sangat kurang = 0 - 20 %
Penilaian Hasil belajar siswa
Untuk mengetahui hasil belajar siswa pada siklus 1 ini digunakan instrument berupa soal
tes tertulis pilihan ganda sebanyak 10 butir. Dari hasil tes diperoleh rata – rata nilai siswa 60 ,
dengan nilai tertinggi 80 dan nilai terendah 30 dan ada 12 anak yang sudah tuntas ( 57,14%) ,
anak yang belum tuntas 8 anak ( 42,86%).
Tabel 3. Tabel jumlah siswa dan persentase siswa pada penilaian hasil belajar siklus I
No. Nilai Sebaran Nilai Jumlah siswa Persentase (%) Keterangan
1 1 (D) 1 – 30 2 9,52 Tidak lulus
2 2 (C) 31 – 69 10 47,62 Tidak lulus
3 3 (B) 70 – 80 9 42,86 Lulus
4 4 (A) 81 – 100 0 0 Lulus
Persentase ketuntasan belajar masih di bawah 70%, artinya pembelajaran pada siklus 1
belum tercapai secara maksimal. Melihat kenyataan ini, perlu di lakukan refleksi kelemahan-
kelemahan dan kendala-kendala yang dihadapi pada siklus 1. Selanjutnya ditentukan solusi atas
permasalahan pada siklus 1, sehingga pada siklus 2 diperoleh progess.
Untuk itu perlu dilaksanakan siklus 2 untuk materi berikutnya yaitu Kelompok Animalia.
Refleksi
Dilakukan setelah pelaksanaan pembelajaran dengan mengkaji hal-hal yang masih
menjadi kendala dalam pembelajaran. Hasil refleksi digunakan untuk memperbaiki pembelajaran
pada siklus berikutnya.
Ringkasan hasil refleksi disajikan sebagai berikut.
Tabel 4. Tabel hasil refleksi siklus 1
Kendala dalam
pembelajaran
Penyebabnya Alternatif perbaikan
Kurang kepercayaan diri siswa
untuk menyampaikan
pendapatnya
Kurang bekerja sama dengan teman
dalam kelompoknya
Ketepatan waktu menyelesaikan
pekerjaan kurang
Takut salah,
Kurangnya partisipasi dalam
kelompok
Minimnya Informasi yang
dimiliki
Memberikan
reward
Kelompok yang tercepat
mengerjakan tugas
mendapat nilai terbaik
Membuat
potongan-potongan
kecil kertas, yang
bertuliskan ciri-ciri
kelompok makhluk
hidup sehingga
siswa tinggal
menempelkan
tanpa menulis
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
733
Melihat hasil refleksi di atas, dipandang perlu untuk dilaksanakan siklus 2 untuk materi berikutnya
yaitu Kelompok Animalia
SIKLUS 2
Deskripsi Pembelajaran Siklus II
Siklus II ini terdiri dari 2 pertemuan, 1 kali pertemuan tatap muka dan 1 kali pertemuan
tes tertulis. Pada pertemuan ini membahas kelompok Animalia. Berikut dipaparkan kegiatan
pembelajaran siklus 2.
Pada tahap awal, siswa diberikan apersepsi untuk mengingat kembali pengetahuan
sebelumnya yang relevan dengan topik, yaitu tentang kelompok Fungi dan Plantae. Apersepsi
dilakukan melalui dialog sebagai berikut.
Guru : Masih ingatkah kalian apa saja ciri-ciri kelompok Fungi?
Siswa : Tubuh tersusun atas hifa, berkembangbiak dengan spora
Guru : Bagaimana cara berkembang biak kelompok Fungi….?
Siswa : Dengan spora bu….
Guru : Betul ! Bagaimana cara berkembang biak Kerbau, Cacing, Udang, bintang laut….?
Dari dialog di atas terlihat bahwa siswa mampu mengingat materi pertemuan
sebelumnya. Saat Guru bertanya cara perkembangbiakan kerbau, cacing, udang dan bintang laut,
siswa penasaran untuk mengetahuinya. Melihat kondisi tersebut menggambarkan siswa siap
untuk belajar materi berikutnya, yaitu kelompok Animalia.
Guru memberikan beberapa gambar makhluk hidup kepada siswa untuk diklasifikasikan
ke dalam kelompok Animalia. Siswa mendapatkan informasi tentang kelompok Animalia selain
dari guru juga melalui kajian pustaka (gambar 8).
Setelah berdiskusi dalam kelompoknya, siswa segera menempelkan gambar-gambar
tersebut dan juga menuliskan ciri-ciri yang dimilikinya ke dalam bagan peta konsep yang
terpampang di papan tulis (gambar 9). Masing-masing kelompok memiliki peta konsep yang
harus diselesaikan secepat mungkin dan setepat mungkin. Jadi beradu cepat dengan kelompok
yang lain (gambar 10). Berikut dokumen kegiatan pembelajaran pada siklus 2
Gambar 8. Guru memberikan penjelasan Gambar 9. Siswa menempelkan gambar
Gambar 10. Hasil kerja siswa
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
734
Langkah selanjutnya adalah guru memeriksa hasil kerja masing-masing kelompok. Tugas
Guru selaku fasilitator, melalui beberapa penguatan, membantu siswa menemukan kesimpulan
secara klasikal.
Penilaian Motivasi belajar siswa
Seperti pada siklus I, untuk mengetahui motivasi siswa selama proses pembelajaran pada
siklus II dilakukan penilaian proses dengan aspek penilaiannya meliputi (1) Keaktifan, (2) kerja
sama, (3) ketepatan waktu.
Tabel 4. Tabel hasil penilaian motivasi belajar siswa
Aspek Skor Siklus II
frekuensi %
Keaktifan
4 15 71.43
3 6 28,57
2 0 0
Kerjasama
4 15 71.43
3 6 28.57
2 0 0
Ketepatan waktu
4 14 66.67
3 7 33.33
2 0 0
Berdasarkan hasil analisis tabel 4.4 dapat diuraikan sebagai berikut.
Aspek Keaktifan Dalam Kelompok
Pada elemen ini mempunyai indikator yaitu siswa sangat aktif tidak akan berhenti sampai
selesai, siswa mengerjakan tugas aktif mengenal waktu, siswa jarang mengerjakan tugas. Hasil
analisis angket belajar siswa pada siklus tindakan I diketahui bahwa taraf keberhasilan tertinggi
masih pada indikator siswa sangat aktif tidak akan berhenti sampai selesai sebesar 71.43% (15
siswa) sedangkan pada indikator siswa yang mengerjakan tugas aktif mengenal waktu sebesar
14,29% (5 siswa) dan untuk siswa jarang mengerjakan tugas sebesar 0% (0 siswa) menempati
taraf keberhasilan terendah.
Pada siklus ini tidak ada lagi siswa yang jarang mengerjakan tugas, dengan artian semua
siswa sudah mengerjakan tugas. Secara umum pada aspek keaktifan dalam kelompok mengalami
peningkatan.
Aspek Kerja Sama Dalam Kelompok
Pada elemen kerja sama tim ini ada 3 indikator yaitu, siswa selalu bekerja dengan timnya
dalam mengerjakan tugas, siswa tidak selalu bekerja dengan timnya dalam mengerjakan tugas,
siswa tidak menghiraukan teman dalam kelompoknya. Hasil analisis motivasi siswa dalam
bekerja dengan timnya sebesar 52,38% (11 siswa) elemen ini menempati taraf tertinggi. Hal ini
dikarenakan siswa sudah memliki kemauan kerjasama yang besar dalam mengerjakan tugas,
siswa yang tidak selalu bekerja dengan timnya dalam mengerjakan tugas sebesar 47,62% (10
siswa) dan siswa yang tidak mau menghiraukan timnya sebesar 0%.
Pada siklus II secara umum aspek kerja sama dalam kelompok mengalami peningkatan.
Aspek ketepatan waktu
Elemen tepat waktu dalam mengerjakan tugas ada 3 indikator yitu, siswa mengerjakan
tepat waktu yang ditentukan, siswa mengerjakan dengan tambahan waktu, siswa tidak pernah
selesai dengan waktu yang telah ditentukan. Hasil analisis diperoleh siswa mengerjakan tepat
waktu yang ditentukan sebesar 33,33% (7 siswa) tergolong rendah, siswa yang menyelesaikan
dengan tambahan waktu sebesar 52,38% (11 siswa) menempati taraf tertinggi. Ini perlu
diperhitungkan atau ditinjau kembali jumlah tugas dan waktu yang ditentukan. Siswa tidak selesai
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
735
menegerjakan tugas sebesar 14,29% (3 siswa) menempati taraf rendah, sehingga dalam siswa
perlu bimbingan dan dorongan.
Motivasi siswa selama proses belajar pada siklus II terlihat dari hasil yang sering muncul
(modus) sebagai berikut.
Tabel 5. Tabel rekapitulasi penilaian motivasi belajar siswa siklus 1
No Aspek Hasil Taraf keberhasilan
1 Keaktifan dalam kelompok 71,43 B
2 Kerja sama dalam kelompok 71,43 B
3 Tepat waktu 66,67 B
Jumlah 209,53
Rata-rata 69,84 B
Keterangan :
SB = Sangat Baik = 81 - 100%
B = Baik = 61 – 80 %
C = Cukup = 41 – 60 %
K = kurang = 21 - 40 %
SK = sangat kurang = 0 - 20 %
Penilaian Hasil belajar siswa
Penilaian hasil belajar siswa pada siklus 2 dilakukan dengan memberikan 10 butir soal tes
tertulis pilihan ganda. Dari hasil tes diperoleh rata – rata nilai siswa 80 , dengan nilai tertinggi 100
dan nilai terendah 70. Terdapat 19 anak yang sudah tuntas ( 90,48%), dan 2 anak yang belum
tuntas ( 9,52%). Adapun jumlah dan prosentase hasil belajar siswa dapat dilihat pada table
di bawah ini.
Tabel 6. Tabel penilaian hasil belajar siklus I
No. Nilai Sebaran Nilai Jumlah siswa Persentase (%) Keterangan
1 1 (D) 1 – 30 0 0 Tidak lulus
2 2 (C) 31 – 69 2 9,52 Tidak lulus
3 3 (B) 70 – 80 17 80,95 Lulus
4 4 (A) 81 – 100 2 9,52 Lulus
ANALISA HASIL PENELITIAN
Penilaian motivasi belajar dan hasil belajar siswa pada siklus 1 dan siklus 2 diperoleh data
sebagai berikut.
Analisa hasil penilaian motivasi belajar siswa siklus 1 dan siklus 2
Analisa hasil penilaian motivasi belajar siswa siklus 1 dan siklus 2 dipaparkan pada table di
bawah ini
Tabel 7. Analisa hasil penilaian motivasi belajar siswa siklus 1 dan siklus 2
No Aspek Siklus 1 Siklus 2
Frekuensi % Frekuensi %
1 Keaktifan dalam kelompok 12 57,14 15 71,43
2 Kerja sama dalam kelompok 13 61,90 15 71,43
3 Tepat waktu 9 52,38 14 66,67
Jumlah 171,42 209,53
Rata-rata 57,4 69,84
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
736
Dari table di atas dapat dijelaskan bahwa terjadi peningkatan frekuensi dan persentase pada ketiga
aspek penilaian pada siklus 1 dan siklus 2.
Analisa hasil penilaian hasil belajar siswa siklus 1 dan siklus 2
Analisa hasil penilaian hasil belajar siswa siklus 1 dan siklus 2 dipaparkan pada table di
bawah ini.
Tabel 8. Tabel hasil penilaian hasil belajar siswa siklus 1 dan siklus 2
Dari table di atas dapat dijelaskan bahwa jumlah siswa tidak lulus mengalami penurunan dari
8 siswa pada siklus 1 menjadi 2 siswa pada siklus 2. Sedangkan jumlah siswa yang lulus mengalami
kenaikan dari 12 siswa pada siklus 1 menjadi 19 siswa pada siklus 2.
Sementara itu ketuntasan klasikal mengalami kenaikan dari 57,14% pada siklus 1 menjadi
90,48% pada siklus 2.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Melalui penelitian yang dilakukan dalam dua siklus, dari hasil kegiatan ini dapat disimpulkan:
1. Pembuatan peta konsep berbantuan media gambar dapat meningkatkan motivasi belajar siswa
2. Pembuatan peta konsep berbantuan media gambar dapat meningkatkan hasil belajar siswa yang
ditunjukkan dengan hasil tes akhir siklus yang meningkat dari siklus 1 menuju siklus 2
Saran
1. Pembuatan peta konsep berbantuan media gambar dapat dilakukan untuk meningkatkan motivasi
belajar siswa pada pelajaran yang lain
2. Pembuatan peta konsep berbantuan media gambar dapat dilakukan untuk meningkatkan hasil
belajar siswa pada pelajaran yang lain
DAFTAR PUSTAKA
Andri. 2011. Penerapan Metode Peta Konsep Terhadap Peningkatan hasil Belajar Siswa IPA di
MTs Negeri 1 Cirebon Kota, PTK tidak diterbitkan. Cirebon.
Depdiknas. 2005. Kurikulum 2004 Pedoman Khusus Pengembangan Sistem Penilaian Berbasis
Kompetensi Sekolah Menengah Pertama Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam. Jakarta:
Depdiknas.
Hadikoswara, R. 1998. Hubungan Antara Kemampuan Menyusun Peta Konsep dan Hasil Jailani.
2001. Pengaruh Strategi Belajar dengan Peta Konsep Melalui Kerja Kelompok Terhadap
Hasil Belajar Biologi pada SMU Diponegoro Tumpang Kabupaten Malang. Tesis tidak
diterbitkan. PPS Universitas Negeri Malang.
Mardiningsih, L. 2001. Pembelajaran dengan Menggunakan Teknik peta konsep Suatu Upaya Untuk
Meningkatkan Pemahaman Konsep-Konsep Fisika. Pelangi Pendidikan, Volume 4 No.1.
Jakarta: Dirjen Dikdasmen.
Mulyasa, E. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Nur, M. 1996. Konsep Tentang Arah Pengembangan Pendidikan IPA SMP dan SMU Lima Tahun
yang Akan Datang. Jakarta: Depdikbud Direktorat
N
o
.
Nilai Sebaran Nilai Jumlah siswa Persentase (%) Ket
Siklus I Siklus II Siklus I Siklus II
1 1 (D) 1 – 30 2 0 9,52 0 TL
2 2 (C) 31 – 67 6 2 47,62 9,52 TL
3 3 (B) 68 – 80 10 17 42,86 80,95 L
4 4 (A) 81 – 100 2 2 0 9,52 L
Ketuntasan Klasikal 12 19 57,14 90,48
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
737
Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Direktorat
Pendidikan Menengah Umum. Indonesia, Jakarta.
Ratnaningsih, D., 2003. Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Model STAD dan Jigsaw Terhadap
Prestasi Belajar Matematika SMU Negeri 1 Ngunut Kabupaten Tulungagung. Skripsi, tidak
diterbitkan. Malang: FMIPA UM.
Suryabrata, Sumadi. 1984. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rajawali
Susilo, Herawati. 1988. Penggunaan Peta Konsep dalam Pengajaran Biologi.MIPA: 9-16
Susilo, Herawati. 1997. Peta Konsep: Alat Pembelajaran yang Penting Untuk
Zubaidah, Siti. 1999. Peningkatan Motivasi Belajar Siswa SLTP Laboratorium Universitas Negeri
Malang Melalui Peta Konsep. Prosiding Seminar Nasional.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
738
PENINGKATAN KEMAMPUAN BERTANYA
MELALUI KARTU PERTANYAAN SISWA KELAS VIII-F MATERI
PENDENGARAN DAN SISTEM SONAR
SMP NEGERI 01 BATU.
Elisa Mariana Magnani
SMP Negeri 01 Batu
Abstrak: Penelitian bertujuan untuk mendIskripsikan peningkatan kemampuan siswa bertanya
melalui media kartu pertanyaan kelas VIII-F SMP Negeri 01 Batu tahun pelajaran 2015-
2016 pada materi Indera Pendengaran dan sistem sonar pada makhluk hidup. Penelitian ini
dilakukan dengan jenis Penelitian Tindakan Kelas dalam 2 siklus. Pada materi sebelumnya,
siswa yang mendapatkan nilai diatas KKM adalah sejumlah 20 siswa dari 33 siswa. KKM
IPA untuk SMPN 1 Batu sebesar 78. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya
kurangnya antusias siswa pada materi pelajaran dan motivasi bertanya siswa sangat rendah.
Siswa tidak ada yang bertanya baik saat guru memberikan kesempatan bertanya atau pada
saat presentasi kelas. Melalui penggunaan kartu pertanyaan diharapkan dapat meningkatkan
kemampuan bertanya siswa sehingga dapat meningkatkan hasil belajarnya. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa penggunaan kartu pertanyaan dapat meningkatkan kemampuan
bertanya sebesar
Kata Kunci: Kemampuan, Bertanya, kartu pertanyaan
Saat ini upaya perbaikan pendidikan dilakukan dengan berbagai cara, antara lain: perubahan
kurikulum, perbaikan mutu/kualitas guru dan siswa, peningkatan alokasi dana untuk pendidikan, serta
peningkatan sarana dan prasarana yang menunjang pendidikan. Salah satu perubahan tersebut antara
lain penyempurnaan kurikulum dari kurikulum KTSP menuju kurikulum 2013. Di dalam kurikulum
2013 diharapkan para pelaksana pendidikan khusunya guru merubah mindset dari paradigma
pembelajaran yang terpusat pada guru (teacher center Learning) ke paradigma yang berpusat pada
peserta didik (student center learning). Oleh karena itu, guru tidak hanya sebagai penerima
pembaharuan, tetapi juga bertanggung jawab dan berperan aktif dalam melakukan pembaharuan
pendidikan, serta mengembangkan pengetahuan pendidikan dan keterampilan, khususnya dalam
pengelolaan pembelajaran di kelas. Pelaksanaan pembelajaran IPA idealnya melatih dan
mengembangkan aspek pengetahuan, keterampilan proses sains, dan sikap ilmiah. Hal ini sesuai dengan yang dijelaskan dalam Lampiran Permendikbud Nomor 58 Tahun 2014,
bahwa “pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri (scientific inquiry) untuk
menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja, dan bersikap ilmiah serta mengomunikasikannya,
pembelajaran IPA juga menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui
penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah”, (Kemendikbud, 2014: 433).
Oleh karena itu diperlukan suatu proses pembelajaran yang bisa lebih bervariatif yang dapat
membuat siswa dapat berpikir kritis yang disesuaikan dengan materi dan keadaan kelas sebagai
upaya meningkatkan hasil belajar terhadap materi yang dibahas untuk mendapatkan prestasi peserta
didik yang lebih baik dari sebelumnya. Berdasarkan acuan kurikulum yang baru, Kurikulum 2013
menganut pandangan dasar bahwa pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari guru ke
siswa. siswa adalah subyek yang memiliki kemampuan untuk aktif mencari, mengolah,
mengkonstruksi, dan menggunakan pengetahuan, guru berperan sebagai fasilitator. Peserta didik yang
berpikir kritis biasanya merupakan siswa yang aktif bertanya sekaligus dapat menyusun argumen
yang logis guna mendukung pertanyaan yang disampaikan. Pertanyaan yang disampaikan tersebut
bisa berupa kata tanya apa, siapa, dimana, atau bisa yang lebih membutuhkan jawaban kompleks
seperti mengapa, bagaimana, seberapa penting. Selain itu Bertanya adalah salah satu cermin dari rasa
ingin tahu yang merupakan sikap ilmiah dalam belajar IPA.
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
739
Berdasarkan refleksi penulis pada pertemuan-pertemuan sebelumnya, siswa memang terlihat
aktif dalam melakukan praktikum, tetapi pada saat diberi kesempatan bertanya, hampir tidak ada
seorangpun yang bertanya, terutama bertanya pada saat diskusi kelas atau presentasi. siswa kurang
mempunyai inisiatif sendiri ingin bertanya atau menjawab, kecuali ditunjuk langsung oleh guru untuk
bertanya atau menjawab. Kalaupun ada hanyalah 1 atau 2 siswa yang memang terbiasa bertanya . Hal
ini tentu saja membuat siswa yang lain hanya sebatas menjadi penerima materi pembelajaran saja dari
apa yang diberikan oleh guru atau mendengarkan jawaban teman yang itu-itu saja. Akibatnya
interaksi pembelajaran hanya berlangsung satu arah dan ternyata dari hasil ulangan harian juga masih
banyak yang belum memenuhi KKM padahal mereka terlihat aktif dalam kegiatan eksperimen.
Upaya memotivasi peserta didik agar mampu bertanya, diperlukan suatu proses pembelajaran
bermakna yang dapat membuat peserta didik berpikir kritis, dengan menemukan konsep sendiri
melalui eksplorasi masalah-masalah nyata. Dengan demikian siswa dilatih untuk menemukan ide atau
mengkonstruksi kembali konsep-konsep yang telah didapat melalui kegiatan tanya jawab baik secara
lisan maupun tulisan. Untuk membuat siswa berani bertanya, bisa dimulai dari membiasakan mereka
bertanya melalui tulisan terlebih dahulu, karena beberapa siswa beralasan tidak berani bertanya
dengan angkat tangan karena takut salah, malu dan tidak tahu apa yang mau ditanyakan. Selain itu
kegiatan pembelajaran juga belum memberikan motivasi kepada siswa untuk berpikir dan kurang
diberi kesempatan untuk bertanya.
Munandar (dalam Mulyana, 2012) mengatakan bahwa bertanya dapat diartikan sebagai
keinginan mencari informasi yang belum diketahui. Menurut Sadiman (dalam Hamzah. 2006: 170)
bertanya merupakan ucapan verbal yang meminta respon dari seseorang yang dikenal. Respon yang
diberikan dapat berupa pengetahuan sampai hal-hal yang merupakan hasil pertimbangan. Berdasarkan
pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa bertanya merupakan proses mencari informasi agar
memahami suatu.
Berdasarkan permasalahan diatas, diperlukan sebuah strategi pembelajaran yang mampu
meningkatkan kemampuan bertanya siswa yaitu melalui penggunaan kartu pertanyaan. Setiap siswa
yang ingin bertanya dapat bertanya secara tertulis pada kartu pertanyaan yang didalamnya terdapat
gambar yang berhubungan dengan materi yang sedang dibahas tanpa harus menangung malu atau
takut salah bahkan siswa yang sebelumnya tidak punya ide bertanya menjadi dapat menuliskan
pertanyaan karena sudah dibantu dengan gambar yang berhubungan dengan tema. Selanjutnya
diharapkan setelah siswa terbiasa bertanya secara tertulis, siswa akan lebih berani bertanya secara
lisan, lebih jauh dengan aktifnya bertanya diharapkan pemahaman siswa terhadap materi pelajaran
akan lebih meningkat.
Metode Penelitian
Penelitian ini mendiskripsikan tentang penerapan kartu pertanyaan pada kelas VIII-F. Jenis
penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang dilakukan dengan 2 siklus, masing-masing siklus
terdiri atas perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi, pada setiap siklus terdiri dari 2
pertemuan. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan mulai tanggal 26 Pebruari – 10 April 2016. Tema
yang digunakan adalah Indera pendengaran. Pada siklus 1 sub materi yang digunakan mengenai
struktur telinga dan getaran sedangkan pada siklus 2 tentang konsep getaran dan gelombang.
Peningkatan kemampuan bertanya siswa pada penelitian ini dianalisa berdasarkan banyaknya siswa
bertanya, frekuensi bertanya tiap siswa dan tingkat pertanyaan siswa, selanjutnya siswa diberi ulangan
harian untuk dianalisis tingkat pemahaman siswa yang dicapai.
Hasil Dan Pembahasan
Kegiatan pembelajaran dilaksanakan dengan dua siklus. Masing-masing siklus terdiri dari
dua kali pertemuan dan satu kali tes tulis. Subyek penelitian ini adalah siswa kelas VIII F di
SMPN 1 Batu tahun ajaran 2015/2016 semester genap dengan jumlah siswa 33 orang.
Deskripsi Pembelajaran Siklus I
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
740
Pada setiap siklus terdiri dari dua kali pertemuan. Pada pertemuan I (selama 3 x 40 menit)
bertujuan untuk mengetahui syarat-syarat terdengarnya bunyi, dan konsep bunyi. Pertemuan II
(2x40 menit) untuk memahami konsep struktur telinga dan proses mendengar . Berikut
dideskripsikan pokok-pokok pembelajaran pada masing-masing pertemuan.
Pertemuan pertama
Kegiatan pendahuluan(10 menit)
Pembelajaran diawali dengan pemberian motivasi berupa tayangan video kelelawar yang
mencari mangsa di malam hari tanpa cahaya. Tujuan penayangan
ini adalah untuk mengantarkan siswa memahami konsep indera pendengaran, selain itu juga untuk
memotivasi siswa mau bertanya dengan inisiatif sendiri. Berikut gambar kegiatan siswa saat
kegiatan motivasi
Gambar 1. Foto saat motivasi
Kemudian setelah mengamati tayangan video tersebut, siswa di minta untuk
menyampaikan apa yang mereka ingin tanyakan seputar tayangan tersebut. Namun tidak ada
pertanyaan yang muncul. Selanjutnya dilakukan tanya jawab untuk mengantarkan siswa belajar
tentang bunyi. Berikut cuplikan tanya-jawab.
G : Apa yang dilakukan kelelawar di dalam video?
S : Mencari makan
G : Pada saat kapan kelelawar mencari mangsa?
S : pada saat malam hari?
Setelah itu guru memberikan kesempatan lagi untuk siswa bertanya atau menyampaikan
pemahamannya mengenai tayangan tersebut. Namun, masih saja tidak ada satupun siswa yang
mau mengangkat tangannya untuk bertanya atau menyampaikan pendapatnya. Selanjutnya guru
memberikan pertanyaan lagi.
G : kelelawar mencari mangsa pada malam hari dalam gelap gulita? Menurut kalian kelelawar
tersebut menggunakan apa untuk menemukan mangsanya?
S : bunyi. satu peserta didik yang mengangkat tangan dan menjawab sistem sonar bu?
G : apa sebenarnya sonar itu? Peserta didik tidak ada yang menjawab, guru melanjutkan
menjelaskan bahwa sonar itu merupakan salah satu pemanfaatan bunyi.
Kegiatan tayangan video tadi dimaksudkan untuk memicu pertanyaan yang dapat
ditindaklanjuti dalam pembelajaran. Namun, sebagaimana telah disebutkan, tidak ada pertanyaan
yang diajukan siswa. Untuk membantu siswa merumuskan masalah, atau mengajukan pertanyaan,
siswa diberi kartu gambar tentang tema bunyi dan indera pendengaran, kemudian siswa diminta
mengajukan pertanyaan terkait dengan gambar. Ada empat macam gambar yang disajikan
(Gambar 2). Siswa bekerja secara individu. Ternyata dalam waktu hanya 10 menit semua siswa
sudah menuliskan pertanyaan. Selanjutnya salah satu siswa ditunjuk untuk membacakan kartu
pertanyaannya, kemudian guru menanyakan kepada siswa yang lain apakah ada pertanyaan yang
sejenis, atau yang menggunakan kata tanya yang sama.
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
741
Gambar 2. Kartu pertanyaan
Semua siswa berhasil merumuskan pertanyaannya. Berikut contoh-contoh pertanyaan
siswa terkait masing-masing tema lihat Tabel 1.
Tabel 1. Rangkuman hasil pertanyaan siswa pada siklus I
Tema gambar Contoh pertanyaan siswa
Permainan telepon kaleng Mengapa pada saat kita berbicara, dengan
menggunakan telepon kaleng teman kita mendengar
suara kita? (6 siswa)
Apa yang terjadi jika anak yang berbaju hijau
mendekat/jaraknya dekat dengan anak yang berbaju
merah? (1 siswa)
Apakah siswa kita terdengar dari kejauhan di dalam
kaleng karena adanya getaran dari benang? (1 siswa)
Jam beker yang diletakkan di
dalam di kotak dan di luar
kotak
Mengapa saat jam beker di masukkan kotak bunyinya
tidak keras, sedangkan saat di luar kotak bunyinya
keras? (5 siswa)
Apakah jam ini menghasilkan getaran? (1 siswa)
Mengapa terkadang orang yang tertidur pulas, sampai-
sampai tidak dapat mendengar jam yang berbunyi? (1
siswa)
Anak bermain gitar Mengapa gitar itu jika dipetik akan mengeluarkan
bunyi? (3 siswa)
Apa fungsi ruangan yang ada di bawah senar? (2
siswa)
Berapa jumlah gelombang bunyi yang dapat diterima
oleh telinga manusia? (1 siswa)
Mengapa bunyi gitar dapat didengar oleh telinga kita?
(2 siswa)
Apakah bunyi yang dihasilkan gitar termasuk hasilnya
senar yang dipetik? ( 1 siswa)
Anak yang berteriak di antara
tebing
Kenapa saat kita berteriak di suatu tempat yang luas
suaranya menggema? (4 siswa)
Nama : ...................... No Abs : Materi : Indera pendengaran
Buku Sumber untuk dosen LPTK
Amati gambar di atas!
Buatlah 1 pertanyaan sehubungan dengan materi dan gambar di atas
......................................
......................................
.....................................
Nama : ...................... No Abs :
Materi : Indera pendengaran
Buku BSE IPA
Amati gambar di atas!
Buatlah 1 pertanyaan sehubungan dengan materi dan gambar di atas
....................................
........................................................................
Nama : ...................... No Abs : Materi : Indera pendengaran
Sumber:
www.img.blogcu.c
om (buku BSE)
Amati gambar di atas!
Buatlah 1 pertanyaan sehubungan dengan materi dan gambar di atas
......................................
......................................
..........................................
Nama : .................... No Abs : Materi : Indera pendengaran
Buku BSE kelas 2 Diana p.
Amati gambar di atas!
Buatlah 1 pertanyaan sehubungan dengan materi dan gambar di atas
.........................................................................................................
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
742
Mengapa gema bisa terjadi? ( 2 siswa)
Apakah suara yang dihasilkan anak tersebut, juga
termasuk sonar atau gema? ( 1 siswa)
Fenomena tersebut menunjukkan bahwa “kartu pertanyaan” dapat membantu siswa
merumuskan pertanyaan. Siswa tidak takut salah untuk bertanya karena siswa menuliskan
pertanyaannya menurut ide atau pemahaman mereka sendiri melalui bantuan gambar di dalam
kartu.
Berikut beberapa contoh hasil tulisan siswa pada kartu pertanyaan.
Gambar 3. siswa menuliskan pertanyaan pada kartu
Selanjutnya guru menyampaikan fokus pembelajaran hari ini, yaitu untuk menjawab pertanyaan-
pertanyaan berikut.
1. Bagaimana bunyi bisa terdengar oleh telinga kita? Apa syaratnya?
2. Bagaimana bunyi dihasilkan?
3. Bagaimanakah struktur telinga kita sehingga kita bisa mendengar bunyi?
Kegiatan Inti ( 40 menit)
Siswa dibagi dalam 8 kelompok yang setiap kelompok terdiri dari 4 - 5 siswa. Setiap kelompok
diminta untuk menyelesaikan LKS. Pada pertemuan 1 siswa mengerjakan LKS 1 tentang
“permainan telepon kaleng” untuk mengetahui syarat-syarat terdengarnya bunyi , LKS 2 “
mengetahui sumber bunyi”, dan LKS 3 pengertian getaran. Untuk ketiga LKS tersebut secara
berurutan dapat di selesaikan selama 20 menit, 15 menit dan 15 menit.
Setelah berdiskusi di dalam kelompoknya, siswa menuliskan hasil diskusinya ke dalam LKS yang
telah disediakan. Berikut kegiatan siswa saat mengerjakan kegiatan berkelompok.
Gambar 4. kegiatan permainan telepon kaleng Gambar 5. kegiatan mengetahui sumber bunyi
Pada percobaan permainan telepon kaleng di LKS 1 bertujuan untuk menemukan syarat-
syarat terdengarnya bunyi, harapannya siswa dapat menjelaskan komponen-komponen yang
terdapat pada permainan tersebut sekaligus menjelaskan fungsinya masing-masing hingga sampai
pada kesimpulan syarat terdengarnya bunyi, yaitu: ada sumber bunyi, ada zat perantara/medium
dan ada penerima bunyi.
Setelah siswa berdiskusi di dalam kelompoknya, salah satu kelompok membacakan hasil
diskusi kelompoknya di depan kelas dan kelompok lain menanggapi dan memberikan saran atau
kritikan.
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
743
Adapun hasil diskusi siswa di Lembar Kerja Siswa ( LKS) 1 terdapat 3 kelompok yang
hasil kesimpulannya sesuai dengan tujuan LKS, sedangkan 2 kelompok hampir sesuai dan 3
kelompok belum sesuai dengan tujuan LKS.
LKS 2 bertujuan untuk mengetahui konsep bunyi dan sumber bunyi. Bahwa bunyi itu merupakan
hasil dari benda yang bergetar, dan bunyi merupakan hasil dari benda yang bergetar. Pada LKS 2
terdapat 6 kelompok menyimpulkan sesuai tujuan LKS sedangkan 2 kelompok belum sesuai
dengan kelompok
Pada LKS 3 bertujuan untuk mengetahui konsep getaran. Adapun hasilnya terdapat 7 kelompok
yang sudah dapat menyimpulkan sesuai tujuan LKS dan 1 kelompok belum sesuai LKS.
Penutup
Pada kegiatan penutup, siswa di beri kesempatan untuk menuliskan kesimpulan hasil
pembelajaran hari ini di bukunya masing-masing, dengan penguatan dari guru
Pertemuan kedua
Kegiatan pendahuluan (15 menit)
Pembelajaran diawali dengan tanya jawab mengenai syarat-syarat terdengarnya bunyi yang
didapatkan pada materi pertemuan sebelumnya.
G : apakah syarat terdengarnya bunyi?
S : ada pendengar, ada sumber dan ada medium penghantar
G : apakah alat yang digunakan untuk mendengar pada percobaan kemarin?
S : telinga
G : siapa yang bisa menyebutkan bagian-bagian telinga kita?
S : daun telinga, gendang telinga.
G : baiklah sekarang kita akan lebih belajar mengenai bagaimana struktur telinga kita dan apa
fungsi masing-masing dari bagian telinga tersebut
Kemudian siswa berkelompok, untuk mendiskusikan LKS tentang struktur telinga dan fungsinya
serta bagaimana proses mendengar.
Kegiatan inti ( 60 menit)
Pada saat siswa berkelompok diminta untuk menyelesaikan serta menuliskan hasil diskusinya ke
dalam LKS. Setelah itu dua kelompok maju untuk mempresentasikan hasil diskusinya didepan
kelas dan kelompok lain menanggapi. Adapun hasilnya semua kelompok sudah bisa menggambar
dan menjelaskan struktur telinga dan menjelaskan fungsinya. Sedangkan pada saat menjelaskan
proses mendengar ada 2 kelompok yang masih belum menjawab dengan benar.
Gambar 6. kegiatan membuat struktur telinga Gambar 7. kegiatan saat presentasi
Kegiatan penutup (15 menit)
Pada kegiatan penutup, siswa diberi kesempatan untuk menuliskan kesimpulan hasil
pembelajaran hari ini di bukunya masing-masing dengan penguatan dari guru. Kemudian guru
menugaskan siswa untuk membaca dirumah tentang materi getaran dan gelombang untuk
pertemuan berikutnya.
Pembahasan dan Hasil siklus I
Adapun hasil frekuensi dan kemampuan bertanya siswa pada siklus I yang diambil pada
saat kegiatan awal setelah pemberian motivasi adalah sebagai berikut. Siswa pada pertemuan
pertama yang bertanya dengan lisan sebanyak 2 siswa, dan pada pertemuan ke dua sebanyak 4
siswa. Sedangkan kemampuan bertanya melalui kartu pertanyaan sebanyak 12 siswa mampu
merumuskan pertanyaan tingkat rendah, 12 siswa merumuskan pertanyaan tingkat sedang, dan 9
siswa mampu merumuskan pertanyaan tingkat tinggi. Berikut beberapa contoh hasil tulisan siswa
pada kartu pertanyaan.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
744
( a) (b) (c)
Gambar 8 : (a) pertanyaan tingkat rendah
(b) pertanyaan tingkat sedang
(c) pertanyaan tingkat tinggi
Refleksi pembahasan siklus I
Dilakukan setelah pelaksanaan pembelajaran dengan mengkaji hal-hal yang masih menjadi kendala
dalam pembelajaran. Hasil refleksi digunakan untuk memperbaiki pembelajaran pada siklus
berikutnya. Adapun ringkasan hasil refleksi disajikan sebagai berikut.
Tabel 2. Kendala dan solusi untuk perbaikan rencana pembelajaran pada siklus II
Kendala dalam
pembelajaran
Penyebabnya Alternatif perbaikan
Kurang kepercayaan
diri siswa untuk
menyampaikan
pendapatnya
Takut salah dalam
menyampaikan pendapat atau
pertanyaan
Takut diketawakan teman
Siswa tidak tahu apa yang
akan ditanyakan
Tidak bisa menyusun kalimat
yang baik
Guru kurang memberikan
motivasi dan reward
Keyakinan guru tentang
kemampuan siswa
Guru memberikan reward
berupa nilai
Memberikan gambar yang
lebih menarik dan sesuai
dengan tema materi yang
akan dibahas
Menekankan pada semua
siswa untuk selalu
menghargai pendapat
teman
Melatih siswa menulis
kalimat pertanyaan
kemudian membiasakan
bertanya
Memberikan strategi
pembelajaran yang dapat
membuat siswa mempunyai
rasa ingin tahu dan ingin
bertanya
Memberikan nama
kelompok menggunakan
istilah yang sesuai tema
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
745
Deskripsi pembelajaran siklus II
Pada pertemuan I di siklus II (selama 3 x 40 menit) bertujuan untuk mengetahui
variabel getaran. pertemuan II (2x40 menit) untuk memahami konsep gelombang . Berikut
dideskripsikan pokok-pokok pembelajaran pada masing-masing pertemuan.
Pertemuan 1
Pembelajaran diawali dengan penayangan video menyanyi dengan diiringi permainan
gitar. Kemudian guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya atau menanggapi
fenomena tersebut sehubungan dengan materi getaran. Ada dua siswa yang menanggapi dan
bertanya.
G : peristiwa apa yang berhubungan dengan tema belajar kita?
S : suara yang kita dengar adalah hasil dari senar yang bergetar
G : ada yang ingin ditanyakan terkait video ini?
S : tidak ada yang bertanya/menanggapi
G : mengapa adik kecil tadi bisa bersuara?
S : karena pita suaranya bergetar
G : Setelah itu guru menjelaskan bahwa hari ini kita akan belajar menentukan frekuensi getaran,
tetapi sebelum itu kalian akan diberikan kartu pertanyaan terkait dengan tema kita hari ini
S : semua siswa bekerja dan berhasil merumuskan pertanyaan dalam waktu ± 5 menit.
G : meminta salah satu siswa untuk menyampaikan (sebelumnya siswa ditanya gambar apa yang
kamu dapat?)
S : anak main ayunan . apakah tinggi ayunan tetap kalau dorongan awalnya tidak sama?
G : apakah sama gerakan ayunan tersebut dengan senar yang dipetik?
S : ada yang menjawan ya ada yang menjawab tidak
G : gerakan ayunan sesuai gefinisi getaran adalah sama. apakah semua getaran menghasilkan
bunyi?
S : ada yang menjawab ya ada yang menjawab tidak
Setelah itu guru mendemonstrasikan mengetarkan penggaris yang dirubah panjang pendeknya.
Ada yang berbunyi keras dan tinggi ada yang berbunyi lemah dan rendah.
G : apa yang kamu amati?
S : penggaris bergetar, ada yang bunyi ada yang tidak
G : semakin kecil getarannya semakin keras bunyinya. (kecil/keras yang dimaksud adalah
amplitudo)
G : frekuensi getaran penggaris terlalu cepat sehingga sulit dihitung, maka dari itu kita amati
dengan bandul ayunan. Sekarang lakukan secara berkelompok.sebelum melakukan kegiatan
berkelompok siswa di beri kartu pertanyaan
Nama : ...................... No Abs : Materi : Getaran dan
gelombang
Sumber: buku BSE
Nama : ...................... No Abs :
Materi : getaran dan gelombang
Mastugino.blogspot.com
Nama : ...................... No Abs : Materi : Getaran dan
gelombang
Mastugino.blogspot.com
Nama : ...................... No Abs :
Materi : Getaran dan gelombang
Sumber: buku BSE
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
746
Gambar 9. Kartu pertanyaan siklus II
Kemudian siswa diminta mengajukan pertanyaan terkait dengan gambar. Ada empat
macam gambar yang diajukan (Gambar 9). Siswa bekerja secara individu. Ternyata dalam waktu
hanya 6 menit semua siswa sudah mampu menuliskan beberapa pertanyaan. Selanjutnya salah
satu siswa ditunjuk untuk membacakan kartu pertanyaannya, kemudian guru menanyakan kepada
siswa yang lain apakah ada pertanyaan yang sejenis, atau yang menggunakan kata tanya yang
sama. siswa masih saja belum berani untuk mengutarakan pendapatnya. Kemudian guru
membagikan kartu pertanyaan. Siswa mengerjakan secara individu. Ada empat macam gambar
yang disajikan. Dalam waktu 5 menit semua siswa sudah mampu menuliskan beberapa
pertanyaan
Gambar 10. Siswa menuliskan pertanyaan pada kartu
Adapun beberapa contoh pertanyaan siswa secara tertulis pada kartu pertanyaan sebagai
berikut.
Tabel 3. Hasil rangkuman beberapa pertanyaan siswa pada siklus II
Tema gambar Contoh pertanyaan siswa
Permainan ayunan Manakah yang dimaksud dengan simpangan pada
gambar? (3 siswa)
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
747
Apakah ayunan tersebut termasuk getaran?(1 siswa)
Apakah ketinggiannya sama setelah kita ayunkan
beberapa menit? (2 siswa)
Bandul jam Apakah jam ini menghasilkan getaran?(2 siswa)
Berapakah waktu bandul jam bergerak dalam satu
getaran?(1 siswa)
Bermain selancar Apakah gelombang air laut itu sama dengan
gelombang yang dihasilkan oleh bunyi?(2 siswa)
Bagaimana gelombang air laut terjadi?(2 siswa)
Termasuk dalam gelombang apakah pada gambar
diatas? (1 siswa)
Pengendara motor yang
melewati dua orang
Mengapa suara mesin motor bisa terdengar hingga
telinga kita? (2 siswa)
Mengapa orang didepan motor menerima gelombang
lebih banyak dibanding yang dibelakang? (2 siswa)
Berdasarkan tulisan pertanyaan siswa, dapat disimpulkan bahwa terdapat peningkatan
keterampilan bertanya, baik dari segi bahasa maupun tingkat pertanyaan. Selanjutnya guru
menyampaikan kegiatan yang akan dilakukan yaitu menemukan variabel getaran dan menentukan
jenis-jenis gelombang.
Kegiatan inti
Siswa bekerja dalam kelompok untuk melakukan percobaan menentukan periode dan frekuensi
getaran. Kemudian mendiskusikan dan menuliskanannya kedalam LKS.
Gambar 11. kegiatan praktik getaran
Adapun hasil diskusi kelompok sebagai berikut.
Kelompok Sonar belum paham menentukan 1 getaran, kesimpulan masih belum tepat
mengenai hubungan antara panjang tali dan besar periodenya, Kelompok Frekuensi sudah mampu
menentukan 1 getaran, Sudah mampu menjelaskan hubungan antara periode dan frekuensi dan
menyimpulkan kesimpulan masih kurang tepat, Kelompok Getaran belum mampu menentukan 1
getaran dan belum mampu menghitung periode 10 getaran, Kelompok bunyi, sudah mampu
menentukan 1 getaran, mampu menghitung periode getaran dan frekuensi, masih belum mampu
megaitkan antara periode dan frekuensi, menarik kesimpulan masih belum benar, Kelompok
Amplitudo sudah mampu menentukan 1 getaran dan kesimpulan kurang benar, kelompok
Gelombang belum bisa mengaitkan hubungan antara periode dan frekuensi, kesimpulan belum
tepat dan
Kelompok Resonansi hasil pengambilan data sudah benar, kesimpulan masih kurang tepat
sedangkan kelompok periode hasil pengambilan data benar, menarik kesimpulan benar
Penutup
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
748
Pada kegiatan penutup, guru melakukan tanya jawab tentang definisi getaran, periode,
frekuensi, dan rumusnya. Kemudian untuk persiapan materi selanjutnya siswa diminta membaca
tentang gelombang.
Pertemuan ke dua
Kegiatan pembelajaran diawali dengan apersepsi mengenai konsep getaran dan variabelnya.
Kemudian guru bertanya mengenai macam-macam gelombang yang diketahui siswa.
G : suara untuk sampai ketelinga kita menggunakan medium apa?
S : udara
G : berbentuk apakah udara tersebut untuk sampai ketelinga kita?
S : gelombang
G : kalau begitu apakah yang dimaksud dengan gelombang?
S : naik turun
G : benarkah naik turun? Siswa diam. Baiklah kita akan membuktikan macam gelombang
berdasarkan bentuknya dan arah rambatannya.
Kegiatan Inti
Pada pembelajaran kali ini, siswa berkelompok menggunakan alat slinki dan tali untuk menentukan
jenis gelombang berdasarkan arah rambatannya dan bentuknya
Kemudian siswa mendiskusikannya dan menuliskan ke dalam LKS.
penutup
Pada kegiatan penutup, guru melakukan tanya jawab tentang definisi gelombang, jenis-jenis
gelombang, variaelnya dan bagaimana menyelesaikan soal menggunakan rumus gelombang.
Refleksi hasil pembahasan siklus II
Adapun hasil frekuensi dan kemampuan bertanya siswa pada siklus II yang diambil pada
saat kegiatan awal setelah pemberian motivasi adalah sebagai berikut.
Pada pertemuan 1 siswa yang bertanya secara lisan sebanyak 5 siswa, sedangkan pada
pertemuan 2 sebanyak 8 siswa
Sedangkan kemampuan bertanya melalui kartu pertanyaan sebanyak 8 siswa mampu
merumuskan pertanyaan tingkat rendah, 14 siswa merumuskan pertanyaan tingkat sedang, dan 11
siswa mampu merumuskan pertanyaan tingkat tinggi. Berikut beberapa contoh hasil tulisan
pertanyaaan siswa pada kartu pertanyaan.
(a) (b) (c)
Gambar 12. (a) pertanyaan tingkat rendah
(b) Pertanyaan tingkat sedang
(c) Pertanyaan tingkat tinggi
Pembahasan Dan Hasil Pelaksanaan
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
749
Berdasarkan lembar observasi pengamatan guru pada saat kegiatan awal setelah motivasi
diperoleh hasil sebagai berikut.
Siswa yang mampu bertanya secara lisan pada siklus 1 terjadi peningkatan sebesar 6 %
Siswa yang mampu bertanya secara lisan pada siklus II terjadi peningkatan sejumlah 9 %
Berdasarkan data yang diperoleh diatas terjadi peningkatana kemampuan bertanya secara lisan sebesar
3 %.
Siklus I
siswa yang mampu merumuskan pertanyaan tingkat rendah secara tertulis sebesar = 12 Siswa
Prosentase pencapaian:
Siswa yang mampu merumuskan pertanyaan tingkat sedang sebesar 12 siswa
Prosentase pencapaian:
Siswa yang sudah mampu menuliskan pertanyaan tingkat tinggi sebesar 9 siswa
Prosentase pencapaian:
Siklus II
Siswa yang sudah mampu menuliskan pertanyaan tingkat rendah sebesar 8 siswa
Prosentase pencapaian:
Siswa yang sudah mampu menuliskan pertanyaan tingkat sedang sebesar 14 siswa
Prosentase pencapaian:
Siswa yang sudah mampu menuliskan pertanyaan tingkat tinggi sebesar 11 siswa
Prosentase pencapaian:
Berdasarkan data yang diperoleh diatas dapat disimpulkan bahwa dengan kartu pertanyaan dapat
meningkatkan kemampuan bertanya siswa secara tertulis. Refleksi dari hasil prosentasi tiap siklus
yaitu pertanyaan tingkat rendah terjadi penurunan dari siklus II sebesar 12.12 % dengan siklus I,
sedangkan pertanyaan tingkat sedang terjadi kenaikan sebesar 6.06 % dan pertanyaan tingkat
tinggi terjadi kenaikan sebesar 6.06 % dari siklus I yang pada akhirnya ini juga ternyata
berdampak pada hasil belajar siswa dilihat dari hasil ulangan siswa mengalami kenaikan 33% dari
hasil ulangan pada materi sebelumnya
Kesimpulan
Kemampuan bertanya siswa dapat ditingkatkan melalui kartu pertanyaan agar siswa
terbiasa berpikir kritis dan melatih siswa untuk berani bertanya dengan lisan. Kegiatan ini diawali
dengan perencanaan kemudian dilaksanakan. Pengamatan dilakukan oleh guru menggunakan
lembar observasi pada saat kegiatan pendahuluan. Hasil keseluruhan dapat disimpulkan bahwa
kartu pertanyaan tersebut mampu meningkatkan kemampuan bertanya siswa secara tertulis utnuk
membiasakan siswa berpikir kritis.
Saran
Kegiatan menanya pada pembelajaran yang sesuai dengan kurikulum 2013 adalah hal
yang sangat penting untuk ditumbuhkan kepada siswa agar siswa mampu berpikir kritis yang pada
akhirnya meningkatkan hasil belajar, untuk itu diharapkan guru dapat selalu meningkatkan
motivasi bertanya siswa.
Daftar Pustaka
Farida, wa Ode.2015.penerapan metode bervariasi dengan berbantuan media kartu berpasangan
pada materi alat pencernaan makanan pada manusia SDN 17 Baruga.Prosiding 2015.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
750
Kemendikbud. (2014). Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 58 Tahun 2014
Tentang Kurikulum 2013 Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah.
Mulyana, Aina. 2012. Kemampuan Bertanya Pada Siswa. Dalam
http://ainamulyana.blogspot.com/2012/02/kemampuan bertanya pada siswa. html [diakses
tanggal 24 maret 2016].
Roekhan, 1999. Kemandekan Kreativitas Pengarang di Balik Kemapanan. Makalah Seminar tentang
Sastra dan Pengajarannya di IKIP Malang, 10 Oktober 1999.hal 64-69
Suyitno, Imam. 2010. Penelitian Tindakan Kelas. Malang: YA3.
Uno, Hamzah B. 2006. Orientasi Baru Dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Zubaidah, S., Mahanal, S., Yuliati, L., & Sigit, D. (2014). Buku guru, Ilmu Pengetahuan Alam
SMP/MTs kelas VIII. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
751
PENGGUNAAN MODEL KOOPERATIF TIPE STAD BERBANTUAN MEDIA
SEDERHANA UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR TEKANAN PADA
SISWA KELAS VIII E SMP MA’ARIF BATU TAHUN PELAJARAN 2015/2016
Erni Dwi S
Smp Ma’arif Batu
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan penerapan pembelajaran
kooperatif tipe STAD yang dapat meningkatkan hasil belajar kelas VIII-E MA’ARIF
BATU materi tekanan. Penelitian ini dilakukan dengan desain Penelitian Tindakan Kelas
yang dilakukan dalam 2 siklus. Hasil penelitian menunjukan bahwa pembelajaran
kooperatif tipe STAD dengan langkah-langkah: (1) penjelasan guru.(2) kelompok, (3)siswa
melaksanakan pengamatan dan penyelesaian soal (4) memberikan tes (evaluasi) dan (5)
pemberian penghargaan dapat meningkatkan hasil belajar. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa terjadi peningkatan hasil belajar dari siklus 1 rata–rata 49,2 menjadi 71,77 pada
siklus 2
Kata Kunci: Kooperatif , STAD, Media sederhana ,hasil belajar, Tekanan
Dewasa ini telah dikembangkan suatu pendekatan pembelajaran kooperatif untuk
menghasilkan tujuan belajar yang baik. Mengapa harus kooperatif? menurut Suherman, dkk
(2000:218) dengan pembelajaran kooperatif siswa akan termotivasi untuk belajar dengan baik, siap
dengan pekerjaannya, penuh perhatian selama kegiatan pembelajaran berlangsung, serta dapat
meningkatkan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah dan berpikir kritis. Diharapkan dengan
pembelajaran kooperatif akan ada peningkatan aktivitas siswa dalam pelajaran karena siswa adanya
susasana kekeluargaan dalam belajar. Dengan suasana yang demikian itu, siswa tidak lagi merasa
malu atau kurang percaya diri dalam belajar.
Salah satu model pembelajaran koopeatif yang paling luas aplikasinya adalah model STAD
(Student Teams-Achievement Division). STAD (Student Teams-Achievement Division) merupakan
model pembelajaran kooperatif yang paling mudah diantara beberapa model pembelajaran kooperatif
yang lain, sehingga model ini sangat cocok bagi guru pemula yang belum terbiasa dengan metode
pembelajaran kooperatif. STAD (Student Teams-Achievement Division) efektif untuk meningkatkan
motivasi belajar siswa, karena STAD (Student Teams-Achievement Division) ini mementingkan
struktur penghargaan sebagai bentuk penguatan (reinforcement) terhadap apa yang telah dilakukan
oleh siswa. Peghargaan tersebut merupakan salah satu hal yang dapat meningkatkan motivasi.
Disamping pemilihan model pembelajaran yang tepat penggunaan media sangat diperlukan
dalam pembelajaran IPA. Melalui media pembelajaran dapat menarik perhatian siswa sehingga dapat
meningkatkan minat belajarnya dan proses belajar yang lebih aktif. Menurut Melinda (2012) dalam
Wahyuni (2015), kegiatan pembelajaran dengan bantuan alat sederhana yang ada disekitar siswa,
membuat siswa berlatih melakukan kegiatan ilmiah yang dapat menemukan konsep yang dilakukan
melalui percobaan. Sehingga siswa diberi kesempatan mengamati sendiri, meneliti suatu proses,
mengamati suatu objek keadaan atau proses sesuatu, dengan demikian siswa dituntut untuk
menemukan kebenaran konsep sendiri mencari suatu kebenaran sendiri, membuktikan suatu
hukum dan dalil sendiri dan dapat menarik kesimpulan atas proses yang mereka alami.
Menurut Hamidjojo dalam Nuryani (2008) secara umum media adalah semua bentuk
perantara yang dipakai orang penyebar ide sehingga gagasan itu sampai pada penerima. Serta
ditegaskan oleh Blake dan Horalsen dalam Nuryani media adalah saluran atau medium yang
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
752
digunakan untuk membawa atau menyampaikan sesuatu pesan berjalan alat dengan mana suatu pesan
berjalan antara komunikator dengan komunikan.
Media pembelajaran merupakan sumber belajar yang dapat meningkatkan perhatian
siswa terhadap materi belajar dan mempermudah guru dalam mengajar sehingga tercipta
lingkungan belajar efisien dan kondutif. Fungsi utama media adalah sebagai alat bantu
mengajar yang turut mempengaruhi iklim, kondisi dan lingkungan belajar. dengan adanya
media siswa lebih termotivasi mengikuti pembelajaran tanpa motivasi, sangat mungkin
pembelajaran tidak menghasilkan belajar. Media sederhana yang dapat dikembangkan dari
lingkungan siswa terkait dari materi tekanan : kayu, batu, botol aqua, alat suntik bekas, selang,
kantong plastik, dan garam.
Pembelajaran IPA di SMP Ma”arif Batu Metode ceramah masih tetap dominan digunakan
karena guru menganggap metode ceramah tersebut masih cukup efisien dipergunakan untuk
memahamkan siswa. Penerapan metode ceramah tersebut membuat siswa cenderung bersifat pasif,
ramai, tidak bersemangat, kurang responsive dalam belajar, tidak berani bertanya, siswa kurang
kreatif dalam membuat soal maupun dalam memecahkan soal serta kurang memperhatikan apa yang
telah disampaikan oleh guru. Guru juga belum memiliki perangkat pembelajaran yang baik,
karena perangkat pembelajaran yang ada saat ini merupakan perangkat pembelajaran hasil
mengunduh dari internet yang belum sesuai dengan karakteristik peserta didik, materi pelajaran,
sarana dan prasarana yang ada disekolah. Sehingga penguasaan konsep dan hasil belajar peserta
didik rendah. Peserta didik juga belum bisa menemukan pengetahuan sendiri, karena belum terbiasa
dalam melakukan observasi dan percobaan.
Terkait dengan permasalahan tersebut perlu adanya perbaikan atau tindakan, maka peneliti
mengadakan penelitian tindakan kelas pada materi tekanan dengan mengambil judul
PENGGUNAAN MODEL KOOPERATIF TIPE STAD BERBANTUAN MEDIA SEDERHANA UNTUK
MENINGKATKAN HASIL BELAJAR TEKANAN PADA SISWA KELAS VIII-E SMP MA’ARIF BATU
tahun pelajaran 2015/2016
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Fitriani (2015) dengan menggunakan model
pembelajaran inkuiri dengan bantuan media meningkatkan hasil belajar. Selain dari yang sudah
disebutkan, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Wahyuni (2015) penggunaan media
meningkatkan hasil belajar. Penelitian Fitriyanti (2015) penggunaan model kooperatif tipe stad untuk
meningkatkan hasil belajar. Penelitian Juga dilakukan oleh Supartiningsih dan Ferdinad Ratu (2015)
bahwa penggunaan model kooperatif tipe STAD meningkatkan motivasi belajar siswa.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini mendiskripsikan tentang penggunaan media sederhana pada kelas VIII E
dengan model pembelajaran STAD. Penelitian dilakukan selama 2 bulan 26 februari sampai 10 April
2016. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang dilakukan dengan 2 siklus, masing-
masing siklus terdiri atas perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi, siklus 1 dilakukan 3 kali
pertemuan yang membahas materi tekanan oleh zat padat dan tekanan pada zat cair terfokus pada
tekanan hidrostatis, siklus kedua dilakukan 2 kali pertemuan yang membahas Hukum pascal dan
archimedes. Data yang diperoleh berupa praktek pembelajaran yang dianalisis secara kualitatif.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Diskripsi Pembelajaran Siklus I
Proses pembelajaran pada siklus 1 terdiri dari 3 pertemuan, masing-masing pertemuan 2 jam
pelajaran. Pertemuan 1 membahas tekanan oleh zat padat, pertemuan ke-2 membahas zat cair
terfokus pada tekanan hidrostatis serta pertemuan ke-3 evaluasi. Berikut dipaparkan pokok-pokok
pembelajaran pada setiap pertemuan.
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
753
Pertemuan I
Tujuan pembelajaran pada pertemuan pertama adalah siswa membandingkan tekanan yang dihasilkan
zat padat dengan ukuran luas bidang tekan yang berbeda. Pembelajaran diawali dengan apersepsi
dengan cara guru menancapkan 2 paku yang berbeda ukurannya pada plastisin dengan kekuatan yang
sama. Siswa mengamati bahwa kedalaman paku berberda: paku kecil menancap lebih dalam daripada
paku besar. Berdasarkan fenomena tersebut, guru memberikan informasi bahwa tekanan yang
dihasilkan kedua pakau berbeda. Paku besar memberikan tekanan lebih kecil daripada paku kecil.
Selanjutnya guru menginformasikan bahwa tekanan didefinisikan sebagai gaya tiap satu satuan luas,
dan dapat dirumuskan sebagai p = F/A; dimana p menyatakan tekanan, F menyatakan gaya dan A
menyatakan luas bidang tekan (luas penampang). Tampak siswa dapat memahami informasi tersebut.
Untuk membantu siswa memahami lebih baik tentang konsep tekanan, siswa diminta bekerja
kelompok untuk membandingkan tekanan yang dihasilkan balok dengan posisi yang berbeda.
Adapun kegiatan praktikum diawali dengan menandai posisi balok yang berbeda, dilanjutkan
mengukur panjang dan lebar balok serta menghitung luasnya beserta konversi ke satuan meter, serta
menghitung tekanan yang dihasilkan balok jika ukuran luas bidang tekan yang berbeda.
Selama kegiatan praktikum berlangsung siswa masih kesulitan dalam menghitung luas
penampang, terutama ketika mengkonversikan satuan dari cencimeter meter. Guru menjelaskan
kembali cara kerja dan proses penghitungan tekanan. Hasil pengukuran bukan bilangan bulat, siswa
kesulitan didalam menyelesaikan lembar kerja. Contoh hasil kerja siswa tentang hubungan tekanan
dan luas penampang disajikan pada Gambar 1.(a) dan (b)
Gambar 1. (a) contoh benar,
(b) contoh salah
Akibatnya kegiatan praktikum belum berjalan maksimal dan siswa cenderung belum aktif
dalam melakukan kegiatan. Dari 5 kelompok hanya satu kelompok yang selesai mengerjakan Lembar
kerja dan melakukan presentasi.
Tahap akhir pembelajaran melalui tanya jawab bersama siswa membahas kembali konsep
tekanan pada zat padat adalah gaya yang bekerja persatuan luas. Menginggat kembali tentang
konversi satuan, satuan luas dan satuan gaya dan tekanan, melalui contoh soal yang dibahas bersama
guru.
Pertemuan 2
Kegiatan kedua diawali dengan menginggatkan kembali bahwa tekanan adalah gaya yang
bekerja persatuan luas. Selanjutnya guru menyampaikan tujuan pembelajaran yaitu mempelajari
tekanan dihasilkan oleh zat cair diam (hidrostatis). Pembelajaran diawali siswa mengamati pancaran
air yang keluar dari lubang botol dengan tinggi titik lubang yang berbeda. Kegiatan motivasi tekanan
hidrostatis disajikan pada gambar 2 a dan b.
a b
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
754
(a) (b)
Gambar : 2. (a) pancaran air pada volume botol yang sama
(b) Pancaran air pada volume yang berbeda
Hasil pengamatan terjadi perbedaan jarak pancaran air: titik lubang yang rendah pancaran air lebih
jauh dibanding dengan titik lubang yang tinggi. Berdasar pengamatan tersebut guru menyampaikan
informasi bahwa tekanan hidrostatis terjadi: di setiap titik pada bidang datar di dalam zat cair sejenis
yang berada dalam kesetimbangan adalah sama.
Sifat-sifat tekanan zat cair pada dinding tabung antara lain sebagai berikut.
a. Zat cair menekan ke segala arah.
b. Semakin dalam letak suatu titik dari permukaan zat cair, tekanannya semakin besar.
c. Tekanan zat cair tidak tergantung pada bentuk wadahnya, melainkan tergantung kedalaman dari
permukaan zat cair.( kedalaman diukur dari permukaan )
d. Tekanan zat cair bergantung pada massa jenis zat cair.
Sehingga tekanan hidrostatis dapat dirumuskan p = ρ . g . h. Dimana ; ρ = masa jenis zat. Guru
mengingatkan kembali tentang satuan kedalaman meter. Siswa tampak memahami informasi tersebut.
Untuk menguatkan pemahaman informasi tentang tekanan hidrostatis siswa diminta
melakukan praktikum dengan media botol air mineral dari volume yang berbeda. Dengan volume
botol yang sama namun dengan tinggi yang berbeda. Langkah kedua botol dengan volume yang
berbeda namun tinggi lubang sama. Pada kegiatan ini siswa mengadakan pengamatan jarak pancaran
air yang keluar dari lubang dari masing-masing perlakuan disajikan pada gambar 3 (a) dan (b).
Gambar 3 : (a) kegiatan siswa melakukan praktikum botol sama tinggi lubang berbeda
(b) Kegiatan siswa melakukan praktikum botol berbeda tinggi lubang sama
Tabel 1. hasil pengamatan kelompok :
Kelompok Perlakuan 1
(volome sama tinggi beda )
Perlakuan 2
(volume beda tinggi sama)
1. lubang yang lebih tinggi jarak lebih pendek Jarak yang dihasilkan sama
2. lubang yang lebih tinggi jarak lebih pendek Botol volume kecil lebih jauh
3. lubang yang lebih tinggi jarak lebih pendek Botol volume besar lebih jauh
4. lubang yang lebih tinggi jarak lebih pendek Jarak yang dihasilkan sama
(a) (b)
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
755
5. lubang yang lebih tinggi jarak lebih pendek Jarak yang dihasilkan sama
Dari hasil pengamatan didapat ada perbedaan pada kelompok 2 dan kelompok 3 pada perlakuan 2.
Guru mengali informasi siswa mengapa terjadi permasalahan tersebut
G :Anak-anak coba perhatikan mengapa ada perbedaan hasil pengamatan pada perlakuan 2
dikelompok 2 dan 3 ?
S : Kedudukan botol berbeda, bu
S : Besar lubang pada botol tidak sama, bu
Berdasar dialog guru memberikan penguatan informasi bahwa tekanan hidrostatis dipengaruhi
oleh kedalaman serta tekanan pada zat cair gaya yang terjadi kesamping dan ke bawah. Permasahan
terjadi saat meletakkan posisi botol yang tidak sama menyebabkan kedalaman zat juga tidak sama
sehingga jarak pancaran berbeda.Untuk memperjelas tentang tekanan hidrostatis melalui contoh soal.
Guru menggali imformasi tentang pemahaman siswa.
G : Dari contoh soal di LCD ada pertanyaan ?
S : Ada bu. Apakah h (kedalam) satuan harus meter.
G : Bagaimana anak-anak ? apakah kedalaman satuannya harus meter.
S : Iya, bu
G : Bagus, karena tekanan hidrostatis dirumuskan p = ρ . g . h. Dimana ρ = masa jenis zat cair
(kg/m3), g = grafitasi (m/s
2), h = kedalaman (m)
Berdasarkan dialog tersebut siswa sudah memahami konsep kedalaman, massa jenis zat.
Siswa diminta mengerjakan LK berupa soal tentang tekanan hidrostatis secara berkelompok. Terlihat
setiap kelompok antusias mengerjakan soal sehingga 4 soal yang di LK diselesaikan dengan benar
semua oleh masing-masing kelompok.
Tahap akhir pembelajaran bersama siswa membuat simpulan tentang konsep kedalaman pada
tekanan hidrostatis. Mengingatkan kembali konsep pengukuran kedalaman diukur dari permukaan
wadah zat cair, serta prinsip tekanan pada zat cair adalah tekanan terjadi ke dasar dan ke samping
wadah.
Pertemuan 3
Kegiatan pokok pada pertemuan ini adalah tes. Sebelum tes dilakukan guru mereview materi
sebelumnya, yaitu tekanan adalah gaya persatuan luas dan tekanan hidrostatis p= ρ . g . h. Dimana ρ
= masa jenis zat cair (kg/m3), g = grafitasi (m/s
2), h = kedalaman (m). Guru mengingatkan kembali
kedalaman diukur dari permukaan. Prinsip bejana berhubungan dalam kehidupan sehari-hari dapat
kita temui pada teko, penyipat bidang datar dan aliran air dari tandon air sampai pada titik kran air.
Siswa mengerjakan tes terdiri 10 soal pilihan ganda dan 2 soal isian. Adapun indikator soal pilihan
ganda; membedakan besar tekanan benda pada no 1,2 dan 3; menentukan besarnya tekanan di soal
nomor 4 dan 5; menentukan tekanan hidrostatik pada nomor 6 ,7,8, 9 dan 10. Sedangkan soal isian
menentukan besar tekanan. Hasil evaluasi dari 26 siswa dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2 : Hasil prestasi belajar siklus 1
No Perolehan Nilai Jumlah Presentase Rata-rata
1. > 71 9 ( siswa ) 34,61 %
49,69
2. 60 – 71 2 ( siswa ) 7,7 %
2. 46 - 59 5 ( siswa ) 19,2 %
3. 26 - 45 6 ( siswa ) 23,07 %
4. 0 - 25 4 ( siswa ) 15,39 %
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
756
Refleksi siklus I
Dilakukan setelah pelaksanaan pembelajaran dengan mengkaji hal-hal yang masih menjadi
kendala dalam pembelajaran. Hasil refleksi digunakan untuk memperbaiki pembelajaran. Ringkasan
hasil refleksi disajikan pada tabel 3.
Tabel 3 : Hasil refleksi siklus 1
Kendala Penyebab Alternatif pemecahan
1.tekanan pada zat padat
(pertemuan 1)
- siswa masih bermain
- mengerjakan tugas
bergantung pada
teman
- Hasil pengukuran bukan
bilangan utuh, siswa
belum bisa konversi
satuan dari cm ke m
- Tidak adanya reward,
sehingga tidak
termotivasi belajar
- belum melakukan post
tes dan pree tes
- Dalam penghitungan menggunakan
bilangan utuh.
- Perlu adanya reward pada setiap.
- Melakukan tindakkan pree tes dan
post tes
2. tekanan hidrostatis
( pertemuan 2 )
Pemahaman konsep
kedalaman belum benar
(kedalaman suatu zat
diukur dari permukaan)
- Pemberian latihan soal tentang
hidrostatis lebih banyak sehingga
terjadi penguatan tentang konsep
takanan pada zat cair
Perolehan hasil belajar siswa diperoleh skor rata-rata adalah 49,27 % dari 26 siswa.
Perolehan nilai yang melampaui KKM yang ditentukan adalah 72 baru 34,62 % . Hasil ini
membuktikan bahwa proses pembelajaran pada siklus I masih jauh dari harapan, hal ini menunjukan
bahwa tujuan pembelajaran belum tercapai secara maksimal sehingga perlu adanya perbaikan pada
proses pembelajaran. Hasil refkleksi menunjukan rendahnya hasil belajar siswa dapat disimpulkan 1)
saat kegiatan praktikum siswa masih banyak yang bermain dan tidak memperhatikan 2) pemahaman
konsep konversi satuan dan tekanan masih lemah 3) masih rendahnya reward dari guru sehingga
siswa kurang termotivasi untuk belajar.
Diskripsi Pembelajaran Siklus II
Proses pembelajaran pada siklus 2 terdiri dari 2 pertemuan, masing-masing pertemuan 2 jam
pelajaran. Pertemuan 1 pembelajaran tekanan pada zat cair, hukum pascal, pertemuan ke-2
pembelajaran zat cair terfokus pada hukum archimedes serta dilakukan evaluasi. Untuk lebih jelasnya
bisa dilihat pada paparan berikut.
Pertemuan 1
Diawali dengan memberikan apersepsi dengan memberikan pertanyaan atau dialog seperti berikut.
G : Anak-anak masih ingat sifat tekanan zat cair pada dinding tabung?
S : Menekan ke segala arah bu
G : Untuk membuktikan sifat tekanan pada zat cair, silakan kalian bentuk kelompok , lakukan LK 1
diluar kelas dalam waktu maksimal 10 menit.
Kegiatan ini siswa dimotivasi dengan melakukan pengamatan pada LK 1 (tekanan pada kantong
plastik). Pada kegiatan ini siswa sangat gaduh. Setelah siswa kembali keruang kelas melakukan
dialog seperti berikut :
G : Anak-anak kalian sudah melakukan pengamatan dari LK 1. Bagaimana air yang memancar dari
kantong plastik ?
S : Memancar dari setiap lubang bu
G : Bagaimana Arah pancarannya ?
S : Memancar ke segala arah bu, tergantung dari besar lubang.
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
757
Berdasarkan dialog tersebut siswa sudah memiliki materi prasyarat untuk pembelajaran pertemuan 1
dimana siswa sudah memahami tentang tekanan zat cair pada ruang tertutup. Karena itu guru
melanjutkan kegiatan inti, guru melalui tanya jawab menjelaskan tentang tekanan zat cair pada
ruang tertutup (hukum pascal), dengan cara menggunakan media aplikasi hukum pascal yang
terbuat dari selang dan alat suntik. Penjelasan penggunaan alat aplikasi pascal dari bahan selang dan
alat suntik disajikan pada gambar 4.
Gambar 4 : guru menjelaskan prinsip kerja hukum pascal dari bahan selang dan alat suntik)
Untuk menguatakan konsep yang dipunyai siswa guru meminta siswa melakukan percobaan dengan
menekan alat suntik besar dan kecil secara bergantian disajikan pada gambar 5.
(gambar 5 : kegiatan siswa melakukan percobaan pascal dari alat suntik)
Dari hasil indentifikasi siswa merasakan bahwa gaya pada alat suntik besar lebih kuat dari alat
suntik kecil. Melalui penjelasan guru kegiatan tersebut dapat disimpulkan dengan memberi gaya kecil
pada pengisap kecil dihasilkan gaya yang lebih besar pada pengisap besar. Jika pengisap kecil (luas
penampang =A1)dengan gaya F1, tekanan pada pengisap kecil p1 =
apabila tekanan air diteruskan ke pengisap besar (alat suntik besar) luas penampang besar = A2, maka
p1 = p2
=
Hukum Pascal , “Tekanan yang diberikan kepada zat cair di dalam ruangan tertutup diteruskan ke
segala arah dan sama besar”.
Secara matematis Hukum Pascal dapat dituliskan: p1 = p2
Untuk membantu siswa memahami lebih baik tentang konsep hukum pascal, siswa diminta
bekerja kelompok untuk menyelesaikan soal latihan. Selama kegiatan berlangsung siswa lebih
semangat mengerjakan , sehingga proses pembelajaran lebih aktif hal ini dibuktikan dari hasil lembar
kerja siswa didapat nilai yang baik .
Tahap akhir pembelajaran bersama siswa membuat simpulan hukum pascal. Dilanjutkan
siswa mengerjakan soal pos tes. Hasil pos tes 69 % siswa mendapat nilai diatas KKM dengan nilai
tertinggi 100, nilai terendah 25 dan 31 %, belum tuntas.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
758
Pertemuan 2
Diawali dengan memberikan apersepsi dengan memberikan pertanyaan atau dialog seperti berikut:
G : Anak-anak masih ingat pertemuan kemarin tentang hukum pascal ?
S : Saya bu, tekanan yang diberikan kepada zat cair di dalam ruangan tertutup diteruskan ke segala
arah dan sama besar.
G : Bagus ! buktinya apa
S : Tekanan air pada kantong plastik.
G : Ada yang lain
S : Tekanan zat cair pada alat suntik bu
G : Bagus.
Kegiatan pada hari ini kita lanjutkan mendiskripsikan hukum archimedes pada zat cair.
Namun untuk mengali informasi pengetahuan siswa dilakukan pre tes selama 10 menit dengan
mengerjakan 4 soal.
Dilanjutkan dengan memotivasi siswa, memasukkan telur pada beker glas berisi air dengan dialog:
G : Anak- anak coba perhatikan yang ibu lakukan ? Apa yang terjadi dengan telur yang ada di beker
glas ?
S : Tenggelam bu
G : Mengapa tenggelam ?
S : Berat telur lebih besar dari air
G : Bagus. Ada jawaban lain ?
S : Saya bu, masa jenis telur lebih besar dari air
G : Bagus.
Berdasarkan dialog tersebut siswa sudah memiliki materi prasyarat untuk pembelajaran
pertemuan 2 dimana siswa sudah memahami prinsip benda terapung, tenggelam dan melayang.
Karena itu guru melanjutkan kegiatan inti, guru melalui tanya jawab menjelaskan tentang tekanan zat
cair pada hukum archimedes. Selanjutnya membagikan LKS. Siswa bergabung pada kelompok
masing-masing. Kegiatan siswa dalam melaksanakan praktikum hukum Archimedes dengan alat
neraca, batu, telur, garam dan beker glas disajikan pada gambar 6 : a dan b.
Gambar 6 : (a) siswa mengukur benda di air untuk mengetahui gaya tekan keatas air (Fa)
(b) siswa mengamati telur saat terapung dan tenggelam .
Sambil melakukan observasi bertanya kepada siswa :
G : Ada permasalahan dengan prosedur kerja
S : Ada bu, cara menentukan berat air yang tumpah
G : Baik, anak-anak pada LK kalian ada Kolom Wudara , Wair , Fa dan Vair yang tumpah. Bagaimana kalian
menemtukan Fa ?
S : Wudara – Wair
G : Baik, coba perhatikan pejelasan saya
W = m.g dimana m = ρ . V sehingga W = ρ . V .g
Wair yang tumpah = Vair yang tumpah . ρ . g
(a) (b)
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
759
= Wudara – Wair,
Fa = Vair yang tumpah . ρ . g, dimana (Fa = gaya tekan keatas).
Untuk memberikan penguatan tentang konsep gaya tekan keatas guru menjelaskan kembali dengan
contoh soal. Siswa kembali mengerjakan soal yang ada di Lk. Sambil berkeliling guru menyampaikan
waktu penyelesaian LK 1 habis.
G : Kelompok siapa yang selesai ? dan silahkan angkat tangan
S : Kelompok 2 bu, kelompok 3 bu.
G : Bagus kelompok 2 diberi poin 5, kelompok 3 diberi poin 4 dan silahkan kelompok 3 presentasikan
hasilnya.
Dari hasil presentasi siswa dapat disimpulkan :
- Berkurangnya berat benda diair karena gaya tekan ke atas air
- Besarnya gaya ke atas air sama dengan berat air yang terdesak ( tumpah )
Untuk mengetahui pemahaman anak dari kesimpulan yang ada guru melakukan tanya jawab dari
praktikum yang telah dilakukan.
G : Coba oscar apabila diketahui Wudara = 10 N dan Wair = 7 N maka W air yang tumpah berapa ? Silakan
kerjakan ke depan
S : Siswa mengerjakan ke depan, didapatkan hasil 3 N
G : Bagaimana andri jawaban dari oscar ?
S : Benar bu
G : Apabila benda dengan volume 50 cm3 ditimbang
diudara beratnya beratnya 4N dan ditimbang
diair beratnya 3,5 N berapa berat air yang terdesak (tumpah). Coba udan wahyu ?
S : 4 N – 3,5 N = 0,5 N.
G : Bagus. Coba Zakki sekarang hitung Gaya tekan keatas air dari volume benda 50 cm3. Masa jenis
air 1000 kg/m3 dan grafitasi 10 N/kg. Ingat volume benda satuan ubah menjadi m
3.
G : Hermansyah, berapa 50 cm3diubah menjadi m
3 ?
S : 0,00005 m3.
G : Bagus. Bagaimana Zaki, sudah selesai, berapa besar (Fa) dari soal tersebut ?
S : 0,5 N
Berdasarkan dialog dari 4 siswa tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa pemahaman siswa pada
topik gaya tekan keatas (Fa).telah terserab dengan baik. Selanjutnya tiap kelompok mengerjakan LK
2. peristiwa tenggelam, melayang dan mengapung , pada LK ini siswa tampak lebih semangat dalam
mengerjakan. Semua kelompok dapat mengerjakan dengan baik, siswa tampak heran disaat
memasukan garam kedalam gelas terkait dengan perubahan kedudukan telur.
G : Ada pertanyaan ?
S : Nomer 11 (dari kelompok 3)
G : menjelaskan maksud dari pertanyaan adalah prinsip kerja kapal selam, bukan kesimpulan dari
peristiwa melayang , terapung dan tenggelam.
G : Kelompok yang sudah selesai ? kelompok yang selesai pertama dapat reward nilai 5, kedua 4.
Ketiga 3 keempat , kelima dan keenam mendapat nilai 2
S : Ada Kelompok 3
G : Kelompok 3 beri nilai 5, silakan presentasikan kegiatan 2.2
Dari hasil presentasi didapatkan kesimpulan benda :
- Melayang apabila masa jenis benda sama dengan masa jenis air atau gaya tekan ke atas air sama
dengan berat benda
- Terapung apabila masa jenis benda lebih kecil lebih kecil dari masa jenis zat cair (gaya tekan
keatas air lebih besar dari berat benda
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
760
- Tenggelam masa jenis benda lebih besar dari masa jenis zat cair (gaya tekan keatas air lebih kecil
dari berat benda)
Untuk mengetahui pemahaman anak dari kesimpulan yang ada guru melakukan tanya jawab
dari praktikum yang telah dilakukan. Dilanjutkan tes formatif. Siswa mengerjakan 10 soal pilihan
ganda dan 2 soal isian. Adapun indikator soal pilihan ganda; menghitung besarnya salah satu gaya
yang bekerja pada kempa hidrolik pada soal no1, 2, 3, 4 dan 5 ; menentukan peristiwa terapung,
melayang dan tenggelam nomor 6 dan 7; menentukan gaya tekan keatas air (Fa) pada nomor 8, 9 dan
10. Sedangkan soal isian menentukan prinsip kerja benda terapung, melayang dan tenggelam. Hasil
evaluasi dari 26 siswa dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4 :Hasil ulangan Harian Siklus 2
No Perolehan Nilai Jumlah Presentase Rata-rata
1. > 71 14 ( siswa ) 53, 85 %
71,77
2. 60 – 71 5 ( siswa ) 19,23 %
2. 46 - 59 4 ( siswa ) 15,49 %
3. 26 - 45 3 ( siswa ) 11,54 %
4. 0 - 25 0 ( siswa ) 0 %
Perolehan hasil belajar siswa diperoleh skor rata-rata adalah 71,77 dari 26 siswa. Perolehan
nilai yang melampaui KKM yang ditentukan adalah 53,85 %. Dengan nilai tertinggi 98 dan nilai
terendah 34. Hasil ini menunjukan bahwa proses pembelajaran pada siklus 2 sudah ada peningkatkan
sebesar sebesar 19,24 % dari siklus 1.
Refleksi siklus 2
Dilakukan setelah pelaksanaan pembelajaran dengan mengkaji hal-hal yang masih menjadi
kendala dalam pembelajaran dan keberhasilan dalam proses pembelajaran. Hasil refleksi digunakan
untuk menarik kesimpulan. Adapun kendala yang masih terlihat saat praktikum tekanan zat cair pada
tempat tertutup siswa masih banyak yang bermain mengganggu teman, setelah mendapat teguran dari
guru siswa kembali mengerjakan. Tampak lebih aktif dalam mengerjakan LK. Sehingga siswa
termotivasi untuk belajar, berdampak pada hasil belajar siswa terjadi peningkatan dari siklus 1 ke
siklus 2
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian menggunakan model kooperatif tipe STAD dengan bantuan
media pada siswa kelas VIII-E SMP Ma’arif Batu dapat meningkatkan hasil belajar siswa, dalam
pembelajaran siswa menjadi lebih aktif dalam melaksanakan praktikum, meningkatkan minat
belajar siswa dalam mempelajari IPA karena banyak menggunakan media sederhana yang ada
disekitar mereka seperti botol aqua, alat suntik, selang, telur, garam, gelas, kantong plastik, lebih
menciptakan suasana belajar yang lebih aktif karena pembelajarannya banyak melibatkan siswa
serta dapat meningkatkan percaya diri siswa dalam menyampaikan hasil diskusi yang didapat
dalam praktikum didepan kelas.
Pembelajaran menggunakan model kooperatif tipe STAD dengan bantuan media pada
materi tekanan dapat meningkatkan nilai rata-rata kelas pada siklus I ke siklus II sebesar 22,08 dengan
rata-rata siklus 1 sebesar 49,69 dan nilai rata-rata kelas sebesar 71,77. Sedangkan ketuntasan
minimal pada siklus 1 sebanyak 34,61 % dan pada siklus 2 sebanyak 53,85% atau 14 siswa dari 26
siswa terjadi peningkatan 19,24 %.
Pembelajaran menggunakan model kooperatif tipe STAD dengan bantuan media pada
pelajaran IPA dapat melatih siswa untuk bisa menemukan informasi berkaitan dengan materi
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
761
pembelajaran. Hal ini lebih bermanfaat agar siswa terbiasa menemukan dan mendriskripsikan
suatu konsep IPA sendiri dengan bimbingan guru. Dengan model kooperatif tipe STAD membuat
siswa terbiasa untuk mengemukan hasil pembelajarannya didepan kelas. Pada saat akhir
pembelajaran guru membimbing siswa untuk memberikan kesimpulan akhir dari pelaksanaan
pembelajaran. Dengan adanya media sederhana seperti botol aqua bekas, selang, alat suntik, batu,
kayu, ada disekitar siswa yang digunakan dalam pembelajaran dapat meningkatkan motivasi belajar
siswa dan memberikan pengetahuan kepada siswa bahwa benda-benda yang ada disekitar dapat
digunakan sebegai media belajar.
Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti menyampaikan saran sebagai berikut. (1)
mengingat pelaksanaan penelitian ini baru berjalan dua siklus, maka peneliti/ guru lain
diharapkan dapat melanjutkan untuk mendapat hasil yang lebih signifikan. (2) instrumen tes yang
digunakan dalam penelitian ini masih merupakan instrumen yang tingkat sederhana. Penelitian
selanjutnya dapat mencoba dengan instrumen yang lebih standar. (3) sebaiknya dalam menerapkan
Model kooperatif tipe STAD secara urut dan sistematis.
Daftar Rujukan
Fitriyati. 2015. Penggunaan model pembelajaran inkuiri dengan bantuan media untuk meningkatkan
keterampilan ilmiah, sikap ilmiah ,motivasi belajar dan hasil belajar siswa pada
pembelajaran IPA kelas VIII B smp negeri 3 sanggau. artikel Prosiding Seminar Nasional
TEQIP 2015
Ida Fitriyani. (2015). Penggunaan model kooperatif tipe STAD untuk meningkatkan hasil belajar IPA
siswa di SMP. artikel Prosiding Seminar Nasional TEQIP 2015
Nuryani. 2008. Belajar dan Mengajar Biologi. Malang. Universitas Negeri Malang
Rita Wahyuni. 2015.Perancangan media pembelajaran bandul sederhana, artikel Prosiding Seminar
Nasional TEQIP 2015
Suherman, dkk. 2001. Strategi Pembalajarn Matematika Kontemporer. Bandung: Universitas
Pendidikan Indonesia.
Supartiningsih dan Ferdinad Ratu.2013 Peningkatan motivasi belajar siswa pada konsep
pertumbuhan dan perkembangan melalui penerapan model kooperatif tipe STAD di kelas 8,
artikel Prosiding Seminar Nasional TEQIP 2013
Tim abdi guru, 2007. Ipa Terpadu. Jakarta : Penerbit Erlangga
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
762
PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS VII SMP PGRI 01 BATU
MATERI ORGANISASI KEHIDUPAN MELALUI MODEL PEMBELAJARAN
GUIDED DISCOVERY LEARNING.
Sri Dewi
SMP PGRI 01 BATU
Abstrak: Pemahaman konsep IPA siswa kelas VII SMP PGRI 01 Batu relatif masih
rendah. Hal ini disebabkan selama ini model pembelajaran yang sering digunakan masih
konvensinal yaitu ceramah yang berpusat pada guru. Selain itu selama pembelajaran
berlangsung tidak menggunakan media pembelajaran yang menunjang kegiatan belajar
siswa. Penerapan guided discovery merupakan salah satu model pembelajaran untuk
memberi motivasi kepada siswa agar lebih aktif dalam proses belajar untuk meningkatkan
pemahaman materi IPA dan mencapai hasil belajar yang baik. Penelitian ini bertujuan
untuk meningkatkan hasil belajar. Subyek penelitian adalah siswa SMP PGRI 01 Batu
kelas VII B dengan jumlah siswa 33 siswa. Data yang dikumpulkan bersifat kualitatif dan
kuantitatif, selanjutnya dianalisis secara diskriptif. Penelitian tindakan kelas yang dilakukan
ini meliputi dua siklus pada materi “organisasi kehidupan ” . Hasil penelitian diperoleh
data pada siklus I, dari 33 siswa yang mencapai KKM adalah 0 siswa atau 0 %, dan pada
siklus II sebanyak 20 siswa (60,6%) dapat mencapai KKM dan 13 siswa (39,4%) siswa
belum mencapai KKM. Terjadi peningkatan hasil belajar materi organisasi kehidupan siswa
kelas VII B SMP PGRI 01 BATU setelah diterapkan model guided discovery learning . Hal
ini tergambar dari hasil belajar dimana siklus I hasil belajar siswa yang mencapai
ketuntasan belajar (0%) setelah dilakukan siklus II, meningkat menjadi (60,6% ).
Kata kunci : Model guided discovery learning, hasil belajar
Ilmu Pengetahuan Alam merupakan salah satu mata pelajaran di SMP yang harus diikuti oleh
siswa. Belajar IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-
konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Proses
pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan
kompetensi agar dapat memahami alam sekitar secara ilmiah .Pembelajaran IPA di SMP harus dapat
menumbuhkan kemampuan berfikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikan sebagai
aspek penting kecakapan hidup. Selain itu pembelajaran IPA di SMP/MTs menekankan pada
pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan
proses dan sikap ilmiah (BNSP).
Pada pembelajaran Biologi seringkali siswa merasa kesulitan memahami pelajaran yang
diberikan guru, Hasil belajar siswa SMP PGRI 01 Batu kelas 7 menunjukkan bahwa sebagian besar
siswa belum tuntas menguasai materi yang diajarkan . Siswa yang mencapai ketuntasan 30 % saja
dan sisanya 70 % belum tuntas. Hal ini menunjukkan siswa belum memahami materi pelajaran
Biologi dengan baik. Siswa masih cenderung pasif hanya menerima saja apa yang diberikan guru.
Siswa tidak memiliki motivasi belajar hal ini nampak kurang bergairah, kurang semangat dan kurang
siap dalam mengikuti pembelajaran .ebab kegiatan pembelajaran berpusat pada guru dengan metode
ceramah. Dengan demikian dampaknya adalah prestasi belajar tidak mencapai KKM yang telah
ditetapkan.
Dengan metode ceramah yang sudah dilakukan oleh pengajar dalam proses pembelajaran di
kelas membuat siswa hanya memahami konsep-konsep Biologi terbatas pada ranah kognitif saja.
Padahal di pelajaran sains termasuk Biologi siswa diharapkan selain mencapai ranah kognitif juga
dapat mencapai ranah afektif dan psikomotor. Jika pembelajarn di kelas di dominasi dengan metode
ceramah maka akan menjadi mata pelajaran yang membosankan dan siswa tidak akan terlatih untuk
memecahkan suatu permasalahan dalam kehidupan sehari-hari.
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
763
Dari pengalaman proses belajar mengajar ini peneliti ingin meningkatkan pembelajaran materi
keragaman pada sistem organisasi kehidupan. Model pembelajaran ini diharapkan dapat menggali
pengetahuan dan kemampuan siswa dalam memahami materi keragaman pada sistem organisasi
kehidupan. Atas dasar di atas penulis mencoba meningkatkan kemampuan pemahaman materi
keragaman pada sistem organisasi kehidupan dengan model guided discovery kelas VII SMP PGRI
01 Batu.
Metode discovery yang mungkin dilaksanakan pada siswa SMP adalah guided discovery. Hal
ini dikarenakan siswa SMP masih memerlukan bantuan guru sebelum menjadi penemu murni. Oleh
sebab itu model discovery(penemuan ) yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode
discovery terbimbing (guided discovery). Dicovery learning merupakan sebuah metode pengajaran
yang menekankan pentingnya membantu siswa untuk memahami struktur atau ide-ide kunci suatu
disiplin ilmu, kebutuhan akan keterlibatan aktif siswa dalam proses belajar, dan keyakinan bahwa
pembelajaran sejati melalui personal discovery (penemuan pribadi)
Pembelajaran penemuan terbimbing (guided discovery learning) , guru memberikan petunjuk
pada siswa , sehingga siswa bekerja lebih terarah dalam rangka mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Bimbingan guru bukan semacam resep yang harus diikuti tetapi hanya merupakan arahan
tentang prosedur kerja yang diperlukan
Metode Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di kelas VII SMP PGRI 01 BATU dengan menggunakan model
guided discovery learning dengan jumlah 38 orang. Adapun pelaksanaan perbaikan pembelajaran ini
dilakukan sebanyak dua siklus yang dilaksanakan pada bulan Januari sampai Maret 2015. Rancangan
penelitian yang digunakan berdasarkan Penelitian Tindakan Kelas dengan menggunakan tahapan,
yaitu perencanaan, pelaksanaan, dan refleksi. Dengan penjelasan setiap tahapan adalah berikut ini.
Tahap perencanaan :
Pada tahab ini penulis melakukan persiapan yang akan dilaksanakan pada tahab pelaksanaan.
Persiapan itu antara lain mempersiapkan dan menetapkan pokok bahasan yanga akan diberikan pada
siswa, menyusun rencana pembelajaran tentang organisasi kehidupan. Dalam menyusun rencana
pembelajaran, kegiatan inti mengikuti langkah-langkah model guided discovery learning meliputi
identifikasi masalah, observasi, pengumpulan data, pengolahan data dan analisis, verifikasi dan
generalisasi. Selanjutnya menyusun lembar kegiatan siswa tentang pengamatan sel tentang perbedaan
sel hewan dan tumbuhan, pengamatan jaringan tumbuhan dan hewan dan pengamatan organ
tumbuhan serta hewan. Dan yang terakhir menyusun soal ulangan untuk setiap siklus pembelajaran.
Soal ulangan meliputi pilihan ganda dan uraian.
Dalam tahab ini penulis melaksanakan perbaikan pembelajaran yang dilaksanakan sebanyak
dua siklus. Hal ini bertujuan untuk melaksanakan perbaikan terhadap proses belajar dan hasil nilai
belajar dengan mengunakan model guided discovery learning.
Menyusun lembar observasi untuk mengamati aktivitas siswa dan tes tertulis. Data hasil
penelitian bersifat kualitatif dan data kuantitatif, dan selanjutnya dianalisis secara deskriptif.
Tahap Pelaksanaan
Pelaksanaan tindakan dilakukan sesuai rencana atau skenario pembelajaran dan hal-hal
selama proses pembelajaran dicatat. Melaksanakan observasi terhadap aktivitas siswa selama proses
pembelajaran berlangsung meliputi
(1) mengamati keterampilan proses sains siswa yang dikembangkan. Keterampilan proses sains
tersebut meliputi: pengamatan, mengolah dan menganalisis data hasil pengamatan, dan membuat
kesimpulan serta melaporkannya.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
764
(2) mengamati sikap-sikap yang dikembangkan siswa selama proses pembelajaran berlangsung
misalnya kejujuran, teliti dan tanggung jawab dan
(3) melaksanakan tes tertulis, siswa menjawab soal yang diberikan guru, berupa soal pilihan ganda
dan uraian.
Tahap Pengamatan dan Pengumpulan data
Pada tahab ini penulis dibantu oleh teman sejawat yang bertindak sebagai observer untuk
mengumpulkan data penelitian. Data yang diperlukan adalah (1)ketrampilan proses meliputi
kemampuan pengamatan, mengolah dan menganalisis data hasil pengamatan serta membuat
kesimpulan.(2) hasil ujian.
Data hasil dari ketrampilan proses, diperoleh dari pengamatan secara langsung terhadap
kegiatan siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Hasil ujian diperoleh dengan memberikan
ulangan tertulis pada siswa, soal pilihan ganda dan uraian. Dari data yang diperoleh, dikumpulkan
untuk selanjutnya dianalisis.
Pada tahap pelaksanaan telah berhasil mengetahui masalah yang ada di kelas dengan cepat
dan tepat melalui teknik pengumpulan data berupa pengamatan langsung terhadapa proses belajar dan
tes tertulis dengan mengunakan model guided discovery learning. Dari pengamatan ini penulis
berhasil mengumpulkan data yang sesuai dengan permasalahan yang sudah penulis ungkapkan di
dalam latar belakang penelitian ini.
Tahap refleksi
Langkah selanjutnya yang dilakukan untuk mengatasi masalah pembelajaran siswa ini,
penulis melakukan refleksi untuk mengingat kembali apa masalah yang telah terjadi di dalam kegiatan
pembelajaran. Dengan dibantu oleh teman sejawat penulis melakukan perbaikan pembelajaran melalui
dua siklus, dengan mengunakan model guided discovery learning. Mendiskusikan hasil observasi dan
evaluasi dengan sesama guru pengajar IPA untuk selanjutnya melaksanakan tindak lanjut.
Hasil Dan Pembahasan
Pelaksanaan proses pembelajaran dengan pembelajaran model guided discovery learning
pada siswa kelas VII di SMP PGRI 01 Batu dideskripsikan sebagai berikut.
Siklus I
Siklus I terdiri atas tiga kali pertemuan yang terdiri atas 2 kali pertemuan untuk pembelajaran
dan satu kali untuk tes. Pertemuan pertama membahas sel bawang merah dan sel pipi, pertemuan
kedua membahas bagian-bagian sel dan fungsinya.Masing-masing pertemuan menggunakan tahapan
pembelajaran meliputi identifikasi masalah, observasi, pengumpulan data, pengolahan data dan
analisis, verifikasi dan generalisasi.Berikut dipaparkan pelaksanaan pembelajaran pada masing-
masing pertemuan.
Pertemuan pertama
Tampak pada gambar 1 , guru sedang mempersiapkan siswa untuk belajar, menyampaikan
tujuan pembelajaran atau kompetensi yang ingin dicapai, apersepsi dengan cara tanya jawab tentang
materi pembelajaran yang akan diajarkan, selanjutnya memotivasi siswa untuk belajar, kegiatan ini
guru membagikan LKS yang akan dikerjakan dan diamati oleh siswa.
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
765
Gambar 1 : Guru menyampaikan tujuan pembelajaran pada kegiatan pendahuluan.
Pada kegiatan inti pertemuan pertama adalah mengamati sel tumbuhan dan hewan dengan
menggunakan mikroskop. Diharapkan siswa dapat menemukan bentuk sel hewan dan tumbuhan,
menggambarkan kembali hasil pengamatannya , dan membedakan sel hewan dan tumbuhan.
Siswa belajar secara kelompok terdiri dari 3 siswa. Kegiatan dipandu dengan LKS yang berisi
langkah-langkah membuat membuat preparat sel bawang merah dan sel pipi. Kemudian mengamati
dengan mikroskop. Sebelum melakukan percobaan, siswa membaca dan mendiskusikan cara kerja
untuk mengamati sel bawang merah dan sel pipi termasuk cara menyiapkan preparat.
Tahab 1 identifikasi masalah
Pada tahab ini guru memberikan permasalahan berupa pertanyaan untuk dijawab setelah
melalui kegiatan observasi. Pertanyaan yang merupakan permasalahan tersebut adalah bagaimana
bentuk sel tumbuhan dan bagian-bagiannya, bagaimana bentuk sel hewan dan bagian-bagiannya,
apakah perbedaan sel hewan dan tumbuhan.
Tahab 2 observasi dan pengumpulan data
Secara umum, kegiatan siswa mencakup (1) menyiapkan preparat, (2) mengamati preparat
dengan mikroskop, (3) menggambar hasil observasi, dan (4) ferivikasi hasil observasi.
Membuat preparat
Sebelum melakukan pengamatan siswa membuat preparat basah untuk obyek pengamatan.
Kegiatan tampak pada gambar berikut ini.
Gambar 2 Gambar 3
Gambar 2. Siswa membuat preparat sel pipi
Gambar 3. Siswa membuat preparat sel bawang merah.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
766
Ada dua jenis preparat yang dibuat siswa, yaitu preparat sel bawang merah dan sel pipi. Pada
tahap membuat preparat sel bawang merah, siswa diminta mengikuti langkah-langkah berikut. (1)
Melepaskan kulit umbi bawang merah dengan silet sehingga diperoleh kulit tipis transparan yang
merupakan bagian epidermis, (2) meletakkan epidermis bawang merah di atas kaca benda, (3)
menetesi air di atas lapisan epidermis bawang merahdan (4) menutup dengan kaca penutup. Secara
umum, semua kelompok dapat membuat preparat dengan baik dalam waktu ± 10 menit. Dalam
pembuatan preparat sel bawang merah ada kelompok yang masih kurang tepat dalam mengambil
selapis sel bawang merah. Selaput yang diambil adalah kulit yang tebal sehingga tidak dapat diamati
di bawah mikroskop. Sebagian besar sudah tepat dalam mengambil selapis sel bawang merah
sehingga bisa diamati di bawah mikroskop. Cara meletakkan epidermis bawang merah sebagian besar
kelompok sudah tepat namun masih banyak yang tidak rata sehingga sewaktu ditetesi air masih
banyak terlihat gelembung air pada saat diamati. Menutup dengan kaca penutup sebagian besar
kelompok sudah benar.
Pembuatan preparat sel pipi dilakukan dengan urutan kerja sebagai berikut
(1) Mengorek sel pipi dengan ujung tusuk gigi,
(2) meletakkan sel pipi di atas kaca benda,
(3) menetesi air dan metilen biru di atas sel pipi, dan
(4) menutup dengan kaca penutup. Sebagian besar kelompok sudah benar dalam membuat preparat,
namun ada kelompok saat memberi metilen biru terlalu banyak sehingga preparat tampak kotor
sekali.
Mengamati preparat sel bawang merah dan sel pipi
Tahab setelah membuat preparat adalah melakukan pengamatan terhadap preparat.
Gambar 4 Gambar 5
Gambar 4. Siswa melakukan pengamatan preparat
Gambar 5. Siswa mengambil gambar hasil pengamatan dengan handpon
Tahapan dalam menggunakan mikroskop meliputi. (1) Mengatur pencahayaan pada bidang
pandang mikroskop, (2) memasang praparat pada mikroskop (3) mengatur fokus lensa mikroskop
sehingga diperoleh gambar yang paling tajam, (4) mengamati preparat dalam mikroskop, (5)
menggambarkan kembali bayangan objek yang terlihat dalam mikroskop, dan (6) merapikan kembali
mikroskop. Kesulitan umum yang dialami adalah dalam mencari gambar yang paling jelas. Hal ini
disebabkan siswa masih ragu dalam memilih lensa obyektif dengan perbesaran yang lebih besar
terutama untuk mengamati sel pipi. Sebagian besar sudah kelihatan gambar selnya namun tampak
kelihatan kecil.
Pada tahab pengamatan gambar sel dengan mikroskop, sebagian anggota kelompok yang lain
tampak masih ngomong sendiri, ramai sendiri mondar-mandir tidak fokus di kelompoknya. Hal ini
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
767
disebabkan siswa penasaran ingin secepatnya menggunakan mikroskop sehingga sering mendekati
kelompok yang sedang melakukan observasi.
Menggambar hasil observasi:
Setelah menemukan gambar sel bawang merah dan sel pipi dengan mikroskop, setiap kelompok
mengambil gambar melalui lensa okuler dengan handphone dan kamera. Berdasarkan rekaman
melalui kamera atau handphone, siswa menggambarkan kembali di LKS.
Hasil gambar sel bawang merah :
Hasil gambar sel bawang merah setiap kelompok tidak sama walaupun ada yang mirip. Pada gambar
1, terlihat gambar 4 kelompok memiliki kemiripan dalam menggambar bentuk sel epidermis
bawang merah yaitu bagian ujung sel runcing.
Namun ada perbedaan diantara keempatnya, ada yang berbentuk segienam dan segiempat. Dalam
menggambar inti sel, ada yang digambar sebagian saja, tidak digambar dan digambar terletak pada
dinding sel.
(a) (b) (c) (d)
Gambar 6 : Sel epidermis bawang merah hasil kerja siswa (a) kelompok 2 (b) kelompok 3 (c)
kelompok 7 (d) kelompok 13.
Pada gambar 2 terlihat gambar 4 kelompok memiliki kemiripan dalam menggambar bentuk
sel yaitu sel bentuk segiempat seperti pada dinding yang tersusun dari batu bata. Namun ada
perbedaan diantara empat kelompok dalam menggambar inti sel diantaranya inti sel tidak digambar,
sebagian saja inti sel digambar di bagian tengah, dan ada inti sel digambar pada bagian dinding sel.
(a) (b) (c) (d)
Gambar 7 : Sel epidermis bawang merah hasil kerja siswa (a) kelompok 4 (b) kelompok 5 (c)
kelompok 9 (d) kelompok 12.
Pada gambar 3 terlihat gambar 2 kelompok memiliki kemiripan dalam menggambar bentuk
sel yaitu sel bentuk lonjong seperti telur, rapat dan padat. Namun ada perbedaan diantara dua
kelompok dalam menggambar inti sel diantaranya inti sel tidak digambar, dan sebagian saja inti sel
digambar di bagian tengah. Dalam gambar kelompok 4 air juga digambar panjang sepanjang daerah
lapang pandang.
(a) (b)
Gambar 8 : Sel epidermis bawang merah (a) kelompok 1 (b) kelompok 6
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
768
Gambar kelompok 8, 10 dan 11 menunjukkan perbedaan dengan kelompok lainnya. Gambar hasil
pengamatan dari kelompok 8 gambar sel padat dan rapat pada bidang lapang pandang, bentuk sel
seperti kulit kacang tanah dengan sebagian bulatan yang ada di tengah sel. Gambar kelompok 10
hanya berupa bulatan-bulatan saja yang renggang dan penuh pada bidang lapang pandang. Kelompok
11 gambar bentuk kotak dengan bulatan-bulatan pada tepi sel.
(a) (b) (c)
Gambar 9: Sel epidermis bawang merah (a) kelompok 8 (b) kelompok 10 (c)
kelompok 11
Hasil gambar pipi :
Dalam menggambar sel pipi sebagian besar kelompok menggambar sel berupa bulatan-bulatan kecil
yang renggang dan berwarna hitam. Ada yang diberi garis keluar pada selnya seperti serabut, ada
gambar bulatan air, ada yang berupa titik-titik hitam. Hanya hasil kelompok 1 saja gambar sel pipi
sudah tepat walaupun tampak sangat kecil.
(a) (b) (c) (d)
(e) (f) (g) (h)
(i) (j) (k) (l)
(m)
Gambar 10: Sel pipi (a) kelompok 1 (b) kelompok 2 (c) kelompok 3 (d) kelompok 4 (e) kelompok 5
(f) kelompok 6 (g) kelompok 7 (h) kelompok 8 (i) kelompok 9 (j) kelompok 10 (k)
kelompok 11 (l) kelompok 12 (m) kelompok 13.
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
769
Mengidentifikasi bagian-bagian sel bawang merah dan sel pipi :
Setelah menggambar hasil pengamatan setiap kelompok mengidentifikasi bagian-bagian sel
bawang merah dan sel pipi. Sebelum mengidentifikasi bagian-bagian sel, siswa mengamati tayangan
gambar bagian-bagian sel epidermis bawang merah dan sel pipi lewat LCD. Setelah mengamati
tayangan gambar sel epidermis bawang merah dan sel pipi siswa melengkapi bagian-bagian sel pada
gambar hasil pengamatan.
Bagian-bagian sel bawang merah:
Pemberian keterangan gambar bagian sel sebagian besar kelompok masih kurang tepat,
walaupun ada kelompok yang sudah benar. Pemberian keterangan bagian sel yang tampak terdiri
dari dinding sel, vakuola, sitoplasma dan inti sel.
Pemberian keterangan dinding sel sebagian kelompok sudah benar, namun ada yang di bagian
pinggir daerah lapang pandang dan sebagian tidak diberi keterangan. Pemberian keterangan vakuola
sebagian kelompok sudah benar, ada yang memberi keterangan bagian dinding sel atau inti sel dan
ada yang tidak diberi keterangan. Sitoplasma, siswa memberi keterangan pada bagian dinding sel,
bagian tepi daerah lapang pandang dan sebagian tidak diberi keterangan. Pemberian keterangan inti
sel sel 3 kelompok sudah tepat namun kelompok lain tidak diberi keterangan.
Bagian-bagian sel pipi
Dalam memberikan keteranan bagian-bagian sel pipi hanya kelompok 1 yang memberikan
keterangan dengan tepat walaupun gambar tampak kurang jelas.. Kelompok lainnya memberi
keterangan gambar kurang tepat misalnya membran sel pada bagian tepi daerah lapang pandang,
bulatan air sebagai vakuola, bintik hitam sebagai intisel dan ruang antar sel sebagai sitoplasma.
Pemberian keterangan gambar hampir semua kelompok mengalami kesulitan, hal ini disebabkan
karena buku siswa yang menjelaskan sel hewan dan sel tumbuhan tidak lengkap. Sehingga dalam
memberikan keterangan gambar siswa masih belum tepat .Setelah penayangan gambar sel tumbuhan
dan hewan lewat LCD pun belum bisa sepenuhnya membatu siswa dalam memberi keterangan
gambar secara tepat.
Membedakan sel epidermis bawang merah dan sel pipi.
Setelah identifikasi bagian-bagian sel bawang merah dan sel pipi kemudian siswa
membedakan sel bawang merah dan sel pipi. Beberapa kelompok mengalami kesulitan dalam
membedakan sel hewan dan tumbuhan hal ini tampak pada LKS tidak dijawab yaitu kelompok
4,9,10,11 dan 13. Untuk kelompok lainnya sudah berusaha membedakan tapi masih kurang tepat.
Dalam membedakan sel hewan dan sel tumbuhan kelompok mengalami kesulitan sebab dari awal
siswa sudah merasa kesulitan dalam memberikan keterangan gambar, sehingga dalam membedakan
sel hewan dan tumbuhan juga mengalami kesulitan.
Pengolahan data dan analisis:
Tampak pada gambar 11, wakil salah satu kelompok mempresentasikan hasil pengamatan di
depan kelas.
Gambar 11: Salah satu wakil kelompok mempresentasikan hasil pengamatan.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
770
Setelah kegiatan observasi dan pengumpulan data kegiatan selanjutnya adalah presentasi hasil
observasi. Salah satu kelompok menyampaikan hasil observasi di depan kelas. Kelompok ini
menyajikan gambar di papan tulis dan menjelaskan bagian-bagian sel epidermis bawang merah dan
sel pipi. Kelompok ini belum menjelaskan perbedaan sel epidermis bawang merah dan sel pipi.Siswa
yang lain belum kelihatan antusisas terhadap presentasi kelompok yang maju di depan. Hal ini dapat
terlihat dengan tidak ada pertanyaan ataupun tanggapan dari kelompok lain. Siswa hanya mendengar
saja apa yang disampaikan oleh kelompok yang presentasi. Pada tahab ini rencananya semua
kelompok bisa mempresentasikan hasil observasi, namun waktu tidak mencukupi sehingga setiap
kelompok tidak mempunyai kesempatan untuk menampilkan hasil observasinya.Kegiatan banyak
tersita di kegiatan observasi dan menggambar hasil observasi. Sehingga pada tahab pengolahan data
dan analisis ini kurang maksimal.
Verifikasi generalisasi
Tahab berikutnya adalah tahab membuat kesimpulah hasil dari observasi dan pengumpulan
data. Setelah presentasi salah satu kelompok, siswa mengamati gambar sel pipi dan sel epidermis
bawang merah dilayar LCD. Gambar yang diamati adalah sel epidermis bawang merah hasil foto
dengan kamera dan gambar dari pustaka atau dari buku penunjang. Pertama siswa melihat gambar sel
epidermis bawang merah dan sel pipi hasil foto dengan kamera berikutnya mengamati gambar dari
pustaka. Setelah mengamati keduanya siswa membuat kesimpulan bagian-bagian sel epidermis
bawang merah dan sel pipi kemudian perbedaan sel epidermis bawang merah dan sel pipi dengan
bimbingan guru.
Kesimpulan menunjukkan bagian-bagian sel tumbuhan yang tampak pada sel epidermis
bawang merah adalah dindingsel, inti sel, sitoplasma dan vakuola. Bagian-bagian sel pipi adalah
membran sel, inti sel, sitoplasma dan vakuola kecil. Perbedaan sel tumbuhan dan hewan adalah sel
tumbuhan memilki dinding sel, vakuola besar, kloroplas, sedangkan sel hewan tidak memilki tiga
organel tersebut namun memiki sentriol yang tidak dimilki oleh sel tumbuhan.
Pertemuan kedua
Di kegiatan inti pada pertemuan kedua bertujuan untuk pemantapan dan pendalaman materi
tentang sel. Setiap kelompok mengerjakan LKS yang diberikan oleh guru untuk mengamati organel-
organel dan fungsinya melalui gambar yang ada di LKS. Pada pertemuan ini siswa dibagi dalm 15
kelompok tiap kelompok . Pada kegiatan ini diharap siswa lebih mengenal dan memahami semua
organel sel. Siswa menggambar kembali 14 organel-organel sel hewan dan sel tumbuhan secara
lengkap untuk melengkapi kesimpulan pertemuan awal dari siklus satu. Setelah menggambar lengkap
organel-organel sel siswa memberi keterangan gambar organel-organel sel dan menjelaskan fungsi
masing-masing organel sel dengan merujuk pada buku pustaka dan penunjang. Semua kelompok
menggambar orgnel-organel sel namun ada 6 kelompok, gambar tidak diberi nomor untuk keterangan
gambar. Dalam pemberian keterangan gambar dengan mengisi kolom yang tersedia di LKS 3 ada 2
kelompok tidak lengkap, satu kelompok tidak mengerjakan dan 13 kelompok lengkap didisi nama
organel dan fungsinya. Setelah semua kelompok memberikan keterangan gambar dan menjelaskan
fungsinya selesai, salah satu kelompok mempresentasikan hasil diskusi secara klasikal.Selanjutnya
dengan bimbingan guru diskusi kelas dilakukan. Setelah selesai diskusi kemudian dengan bimbingan
guru siswa menyimpulkan macam-macam organel-organel sel seperti pada gambar dan fungsinya.
Hasil ulangan :
Hasil ulangan pada siklus 1 menunjukkan hasil ulangan sebagian besar belum mencapai
KKM yang ditentukan yaitu 70. Hasil analisis data diperoleh bahwa (1) dari 33 siswa yang mencapai
KKM, 0 siswa ( 0 % ) dan sebanyak 33 siswa ( 100 %) belum mencapai KKM. Hal ini
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
771
menunjukkan bahwa pada siklus 1 masih banyak kekurangan dalam proses pembelajaran sehingga
perlu untuk revisi. Revisi pembelajaran perlu dilakukan beberapa tahaban agar dapat meningkatkan
kualitas dan hasil pembelajaran pada siklus ke dua. Perbaikan yang pertama yaitu di proses
pengamatan dengan mikroskop. Siswa diharapkan dapat menemukan gambar yang besar dengan
menggunakan perbesaran yang kuat agar gambar mudah untuk diamati bagiannya. Selanjutnya dalam
menggambar siswa diharapkan mengamati betul hasil observasi kemudian menggambarkannya. Tidak
hanya sekilas pengamatan kemudian di gambar, hal ini akan menghasilkan gambar yang kurang
benar, sehingga pemahaman terhadap materipun kurang.
Dalam pembahasan hasil pengamatan, perlu ada perbaikan. Pada siklus pertama pembahasan
materi masih kurang maksimal sebab waktu tidak mencukupi untuk pembahasan. Hanya satu
kelompok saja yang mempresentasikan, sedang kelompok lain belum membahas materi. Hal ini
menyebabkan siswa belum memahami betul materi yang dipelajari, sehingga ulangan hasilnya tidak
memenuhi KKM. Pada siklus 2, perbaikan yang akan dilakukan adalah pembahasan materi akan
dilakukan oleh beberapa kelompok agar materi lebih mudah dipahami oleh siswa. Pembahasanpun
lebih dimantapkan dan diulang kembali agar siswa lebih paham dan selalu ingat apa yang sudah
dipelajari.
Refleksi siklus I :
Kendala :
1. Siswa kurang teliti dalam pengamatan, sehingga diperoleh gambar pengamatan yang diperoleh
kurang tepat dan bermacam-macam.
2. Sebagian siswa tidak tertib dalam mengikuti pelajaran, karena harus menunggu menggunakan
mikroskop bergantian dengan kelompok lain.
3. Saat diskusi tampak sebagian besar siswa tidak aktif, diskusi tidak berjalan dengan lancar,
sehingga pembahasan materi kurang dipahami siswa.
Penyebab :
1. Siswa dalam melakukan pengamatan hanya sekilas saja, kemudian di foto sehingga dalam
pemindahan menjadi gambar menjadi kurang tepat. Hal ini disebabkan waktu yang terbatas untuk
melakukan pengamatan, sebab harus bergantian dengan kelompok lain.
2. Mikroskop jumlahnya terbatas dan harus bergantian dalam menggunakan mikroskop untuk
mengamati gambar, sehingga harus menunggu giliran kelompok lain.
3. Buku penunjang kurang, hal ini menyebabkan kelompok kesulitan dalam memberi keterangan
gambar dan analisis hasil pengamatan, sehingga enggan untuk berdiskusi.
Alternatif pemecahan masalah :
1. Waktu pengamatan ditambah, agar siswa betul-betul melakukan pengamatan dengan baik sehingga
diperoleh gambar yang tepat.
2. Pembahasan materi yang dipelajari dalam pembelajaran lebih ditekankan lagi agar siswa paham
betul apa yang sudah dipelajari.
Siklus II
Siklus II terdiri atas tiga kali pertemuan yang terdiri atas 2 kali pertemuan untuk pembelajaran
dan satu kali untuk tes. Pertemuan pertama membahas jaringan tumbuhan dan hewan, pertemuan
kedua membahas organ dan sistem organ .Masing-masing pertemuan menggunakan tahapan
pembelajaran meliputi identifikasi masalah, observasi, pengumpulan data, pengolahan data dan
analisis, verifikasi dan generalisasi.Berikut dipaparkan pelaksanaan pembelajaran pada masing-
masing pertemuan.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
772
Pertemuan pertama :
Kegiatan inti pertemuan pertama adalah mengamati jaringan tumbuhan dan hewan dengan
menggunakan mikroskop. Diharapkan siswa dapat menemukan macam jaringan hewan dan
tumbuhan, menggambarkan kembali hasil pengamatannya.
Siswa belajar secara kelompok terdiri dari 3 siswa. Kegiatan dipandu dengan LKS yang berisi
langkah-langkah mengamati preparat kering dengan mikroskop kemudian menggambarkan hasil
pengamatan jaringan pada daun, batang dan jaringan otot. Sebelum melakukan percobaan, siswa
membaca dan mendiskusikan cara kerja untuk mengamati jaringan tumbuhan dan hewan dengan
preparat kering.
Kegiatan inti dari siklus 2 ini, adalah meliputi :
Tahab 1 Identifikasi masalah :
Pada tahab ini guru memberikan permasalahan berupa pertanyaan untuk dijawab setelah
melalui kegiatan observasi. Pertanyaan yang merupakan permasalahan tersebut adalah apa sajakah
jaringan yang menyususn tubuh tumbuhan dan hewan. Bagaimana bentuk jaringan penyusun daun,
batang dan jaringan otot pada hewan.
Tahab 2 observasi dan pengumpulan data
Secara umum, kegiatan siswa mencakup (1) mengamati preparat kering jaringan tumbuhan
dan hewan dengan mikroskop, (2) menggambar hasil observasi, dan (3) ferivikasi hasil observasi.
Mengamati preparat kering.
Pada tahab ini siswa tidak membuat preparat, sebab preparat kering sudah ada tinggal mengamati
langsung. Dalam tahab menggunakan miikroskop sama dengan tahaban saat mengamti sel bawang
merah dan sel pipi.
Preparat awetan yang diamati meliputi preparat kering jaringan pada daun, batang dan jaringan hewan
yaitu jaringan otot.
Menggambar hasil observasi:
Setelah menemukan gambar jaringan pada daun, batang dan otot dari mikroskop, setiap
kelompok mengambil gambar melalui lensa okuler dengan handphone dan kamera. Berdasarkan
rekaman melalui kamera atau handphone, siswa menggambarkan di LKS. Hasil rekaman gambar
yang ada di handpon dan kamera tidak begitu jelas untuk preparat kering ini , sehingga siswa
mengalami kesulitan dalam menggambar. Pada akhirnya siswa menggambar melalui pengamatan
langsung pada mikroskop dengan masing-masimg wakil kelompok secara bergantian.
Hasil gambar jaringan tumbuhan :
Gambar jaringan pada daun
Hasil gambar jaringan setiap kelompok tidak sama walaupun ada kemiripan. Ada 2 kelompok
menggambar bagian parenkim bunga karang saja , sedangkan jaringan lainnya tidak digambar.
(a) (b)
Gambar 12: Gambar jaringan daun kelompok (a) kelompok 1 (b) kelompok (3)
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
773
Tiga kelompok menggambar hanya bagian tepi daun berupa garis seperti gambar tulang.
Hasil gambar ini belum menunjukkan gambar jaringan penyusun daun, sehingga belum jelas jaringan
apa saja yang menyusun organ daun.
(a) (b) (c)
Gambar 13 . Gambar jaringan daun (a) kelompok 4 (b) kelompok 8 (c) kelompok9
Sedangkan kelompok lain menggambar sudah tampak jaringan-jaringan penyusun daun dari
bagian atas sampai bagian bawah. Meliputi jaringan epidermis, palisade dan bunga karang. Namun
belum tampak jelas perbedaan jaringan yang menyusun daun terutama jaringan pengangkut.
(a) (b) (c)
(d) (e) (f)
Gambar 14: Gambar jaringan daun (a) kelompok 2 (b) kelompok 5 (c) kelompok 6 (d) kelompok 7
(e) kelompok 11 (f) kelompok 12
Ada 2 kelompok jaringan yang sudah digambar tamapak sel-selnya sama dari atas sampai
bawah, sehingga belum tampak perbedaan jaringan penyusun daun.
(a) (b)
Gambar 15: Gambar jaringan daun (a) kelompok 10 (b) kelompok 13
Gambar jaringan pada batang
Hasil gambar jaringan pada batang dikotil tampak 4 kelompok sel-sel penyusun jaringan
bentuk bulat dan tersusun renggang, ada jarak antar sel dalam jaringan. Tiga kelompok bentuk sel
bulat dan satu kelompok bentuk sel persegi. Pada kelompok 13 tampak jaringan pengangkut bentuk
seperti mahkota bunga.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
774
(a) (b) (c)
(d)
Gambar 16: Gambar jaringan batang (a) kelompok 4 (b) kelompok 5 (c) kelompok 10 (d) kelompok
13
Hasil gambar lima kelompok tampak susunan sel pada jaringan sangat rapat tanpa ruang antar
sel, dan bentuk sel adalah persegi. Dari gambar juga tampak sel-sel yang ukuran kecil rapat dan ada
penebalan pada dinding sel tampak seperti jaringan pengangkut yaitu xilem dan floem.
(a) 9 (b) 8 (c) 7
(d) 12 (e) 11
Gambar 17: Gambar jaringan batang (a) kelompok 9 (b) kelompok 8 (c) kelompok 7 (d) kelompok
12 (e) kelompok 11
Sedangkan kelompok 1 dan 3 tampak bagian pinggir yaitu jaringan epidermis, dan parenkim
bentuk bulat dan rapat. Tampak jaringan pengangkut dengan penebalan pada bagian tepi sel.
(a) (b)
Gambar 18: Gambar jaringan batang (a) kelompok 1 (b) kelompok 3
Kelompok 2 dan 6 tampak gambar sel sangat besar, berbeda dengan kelompok lainnya.
Gambar jaringan pada otot
Hasil gambar sel otot polos ada 6 kelompok, gambar berupa kotak-kotak dengan bulatan-
bulatan kecil di bagian tengahnya.
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
775
(a) (b)
(11) (12)
Gambar 19 Gambar jaringan otot polos (a) kelompok 3 (b) kelompok 7 (c) kelompok 11 (d)
kelompok 12
Ada dua kelompok berupa arsiran hitam belum tampak jelas bentuk sel maupun inti sel.
(a) (b)
Gambar 20: Gambar jaringan otot polos (a) kelompok 1 (b) kelompok 4
Hasil gambar tiga kelompok menggambar jaringan otot lurik, tampak garis-garis tipis panjang dengan
inti ada ditepi dalam jumlah yang banyak.
(a) (b) (c)
Gambar 21: Gambar jaringan batang (a) kelompok 5 (b) kelompok 10 (c) kelompok 13
Sedangkan kelompok 2 dan 6 gambar jaringan tampak persegi tanpa inti sel.
(a) (b)
Gambar 22: Gambar jaringan batang(a) kelompok 2 (b) kelompok (6),
Kelompok 8 dan 9 tidak menggambar hasil observasi sel otot disebabkan siswa dalam pengamatan
mengalami kesulitan sehingga tidak digambar hasil pengamatannya.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
776
Setelah kegiatan observasi dan pengumpulan data kegiatan selanjutnya adalah presentasi hasil
observasi. Setiap kelompok menyampaikan satu macam jaringan pada tumbuhan atau hewan di papan
tulis kemudian dibahas bersama. Selanjutnya giliran kelompok lain sampai semuanya dibahas
bersama.
Tahab berikutnya adalah tahab membuat kesimpulah hasil dari observasi dan pengumpulan
data. Setelah presentasi kelompok, siswa mengamati gambar jaringan tumbuhan, hewan, di layar
LCD. Gambar yang diamati adalah jaringan tumbuhan dan hewan lewat preparat kering dan melalui
pustaka atau dari buku penunjang. Untuk memperjelas bagian-bagian yang belum dimengerti oleh
siswa.
Pertemuan kedua :
Tahab 1 Identifikasi masalah :
Pada tahab ini guru memberikan permasalahan berupa pertanyaan yang merupakan suatu
permasalahn yang harus dijawab siswa setelah melalui kegiatan observasi. Pertanyaan yang
merupakan permasalahan tersebut adalah apa sajakah organ yang menyusun tubuh tumbuhan dan
fungsinya . Apa sajakah organ dan sistem organ yang menyusun tubuh manusia.
Tahab 2 observasi dan pengumpulan data
Secara umum, kegiatan siswa mencakup (1) mengamati organ tubuh tumbuhan dan hewan ,
(2) menggambar hasil observasi, dan (3) ferivikasi hasil observasi.
Mengamati organ tubuh tumbuhan.
Siswa mengamati organ pada tumbuhan dan hewan yang membentuk sistem organ secara
berkelompok. Observasi organ tumbuhan yang dilakukan siswa meliputi akar, batang dan daun
dengan obyek langsung pada tumbuhan yang sudah dibawa. Sedangkan bunga dan buah tidak diamati
sebab siswa hanya membawa tumbuhan dengan 3 bagian saja yaitu akar, batang dan daun. Hampir
semua kelompok menggambar organ tumbuhan sudah benar dan menjelaskan fungsinyapun juga
sebagian besar sudah benar.
Mengamati organ dan sistem organ tubuh manusia
Selanjutnya secara berkelompok mengamati organ tubuh manusia dengan model torso
manusia. Tiap kelompok mendapatkan tugas yang berbeda dalam menggambar organ dan sistem
organ. Ada yang menggambar sistem pencernaan makanan, sistem pernafasan, sistem saraf, sistem
indra, sistem gerak, dan sistem ekskresi. Jadi tiap kelompok hanya menggambar satu sistem organ
manusia, sebab waktu tidak mencukupi. Dalam menggambar organ dan sistem organ hasil
pengamatan sebagian kelompok dalam menggambar tidak lengkap. Misalnya sistem saraf, kelompok
hanya maenggambar otak saja, sedangkan saraf tepi dan tulang belakang tidak digambar sebab dalam
torso tidak tampak. Sistem indra hanya sebagian saja yang digambar misalnya telinga dan hidung saja.
Sistem peredaran darahpun tidak lengkap, yang digambar hanya jantung saja, sedangkan pembuluh
darah atau peredaran darah tidak digambar.
Setelah kegiatan observasi dan pengumpulan data kegiatan selanjutnya adalah pengolahan
data dan analisis data. Pada tahab ini siswa memberi keterangan nama organ tumbuhan beserta
fungsinya dan macam-macam sistem organ manusia yang serta menjelaskan fungsinya. Selanjutnya
setiap kelompok mempresentasikan hasil diskusi kelompok. Untuk dibahas bersama dan mempelajari
hal-hal yang belum dimengerti.
Tahab berikutnya adalah tahab membuat kesimpulah hasil dari observasi dan pengumpulan
data. Siswa membuat kesimpulan dengan bimbingan guru macam organ tubuh tumbuhan dan macam-
macam sistem organ manusia dan fungsinya.
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
777
Hasil Ulangan .
Hasil ulangan pada siklus 2 menunjukkan peningkatan dari siklus 1. Pada ulangan kedua ini
siswa yang tuntas mencapai KKM sebanyak 20 (60,6 %) siswa dan yang tidak tuntas 13 (39,4%)
siswa. Sedangkan pada siklus 1 , tidak ada siswa yang tuntas (0 %) . Hal ini menunjukkan bahwa
penerapan model guided discovery learning di SMP PGRI 01 Batu kelas VII B dapat meningkatkan
hasil belajar siswa untuk materi organisasi kehidupan.
Refleksi siklus 2 :
Kendala pada siklus 2, gambar yang dihasilkan oleh siswa bermacam-macam dan sebagian
kurang tepat. Penyebabnya adalah gambar pada preparat sangat tipis, sehingga siswa masih kesulitan
dalam menggambar hasil pengamatan. Sehingga pemahaman siswa tentang jaringan masih kurang.
Kesimpulan
Upaya meningkatkan hasil belajar siswa SMP PGRI 01 BATU melalui model pembelajaran
guided discory learning , dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan hasil belajar materi IPA siswa
kelas VII SMP PGRI 01 BATU setelah diterapkan model guided discovery learning . Hal ini
tergambar dari hasil belajar dimana siklus I hasil belajar siswa yang mencapai ketuntasan belajar
(0%) setelah dilakukan siklusI I, meningkat menjadi (60,6 % ).
Saran
Pembelajaran IPA di SMP sebaiknya menggunakan model pembelajaran yang memotivasi
siswa untuk belajar lebih aktif dan menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung
melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah misalnya dengan
model guided discovery learning.
Daftar Pustaka
Departemen Pendidikan Nasional.2008.Ilmu Pengetahuan Alam VII. Jakarta : Pemerintah.
Istamar Syamsuri. 2004. Sains Biologi SMP Untuk kelas VII. Jakarta :Erlangga
Sumarwan. Dkk.1994. IPA-BIOLOGI JILID 1. Jakarta : Erlangga.
Prasetya Budi Sukmana.2009. https://prasetyabudisukmana.wordpress.com/2009/07/22/model-
pembelajaran-guided-discovery-pennemuan-terbimbing/. Diakses tanggal 7 April 2016.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
778
PENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA MENGGUNAKAN METODE TEKA-
TEKI SILANG DI KELAS IV SDN 023 SEPAKU
Panggih
SDN 023 SEPAKU
Abstrak: Penelitian ini dilaksanakan di kelas IV SDN 023 Sepaku dengan menerapkan
metode pembelajaran Teka-Teki Silang untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa.
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research). Subjek
penelitian ini adalah siswa kelas IV SDN 023 Sepaku sebanyak 30 siswa. Penelitian ini
berlangsung dalam 3 siklus. Setiap siklus terdiri dari satu kali pertemuan. Teknik
pengumpulan data menggunakan observasi, catatan lapangan, dan dokumentasi. Jenis data
yang dikumpulkan adalah data hasil belajar siswa. Teknik analisis data yang digunakan
yaitu teknik data kualitatif yang terdiri dari penyajian data dan penarikan kesimpulan.
Kriteria keberhasilan dalam penelitian ini adalah apabila 75% jumlah siswa kelas IV
memiliki nilai minimal 75 sesuai kurikulum SDN 023 Sepaku. Hasil penelitian dapat
disimpulkan adalah Penerapan metode pembelajaran Teka-teki Silang dapat meningkatkan
hasil belajar siswa. Hal ini dibuktikan dengan persentase siswa yang mencapai nilai KKM
pada siklus I sebesar 36,67% meningkat menjadi 63,33% pada siklus II. Selanjutnya masih
mengalami peningkatan menjadi 83,33% pada siklus III. Hal ini berarti bahwa jumlah siswa
yang mencapai nilai KKM (75) telah melampaui kriteria keberhasilan yang ditetapkan yaitu
75%.
Kata Kunci: Teka-teki Silang, Hasil Belajar Siswa, Pembelajaran IPA
Pendidikan merupakan proses untuk pengembangan diri manusia. Hal ini sesuai dengan
amanat Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyatakan
bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Berdasarkan tujuan pendidikan
dalam Undang-Undang tersebut, maka sudah seharusnya berbagai hal yang berkaitan dengan proses
pendidikan dan pembelajaran mendapatkan perhatian yang lebih serius dalam upaya peningkatan
sumber daya manusia yang berkualitas.
Pendidikan merupakan kebutuhan yang sangat penting untuk menjamin kelangsungan hidup
dan merupakan modal besar dalam menghadapi persaingan di saat ini. Sekolah merupakan lembaga
pendidikan yang menjadi salah satu faktor penentu tercapai tidaknya tujuan pendidikan di
Indonesia. Kegiatan belajar mengajar akan berjalan lancar jika komponen-komponen yang ada pada
sekolah terpenuhi dan berfungsi sebagaimana mestinya. Ada beberapa komponen yang berpengaruh
dalam proses belajar mengajar, diantaranya adalah guru, sarana dan prasarana, metode pembelajaran,
kurikulum dan lingkungan belajar yang efektif dan menyenangkan. Antara komponen yang satu
dengan yang lain harus saling mendukung dalam mewujudkan tujuan pendidikan yang diharapkan.
Penggunaan metode pembelajaran dalam suatu proses pembelajaran mempunyai pengaruh
yang besar dalam tercapainya tujuan pembelajaran. Metode pembelajaran mempunyai peranan yang
sangat penting karena metode pembelajaran menjadi sarana dalam menyampaikan materi pelajaran.
Tanpa metode yang tepat, maka suatu proses pembelajaran tidak akan berlangsung secara efektif dan
efisien. Metode pembelajaran tersebut harus mampu mengikutsertakan semua siswa untuk berperan
aktif dalam proses pembelajaran, mampu mengembangkan kemampuan siswa untuk berfikir kritis
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
779
sehingga proses pembelajaran menjadi lebih menarik dan menyenangkan sehingga prestasi belajar
siswa diharapkan akan meningkat.
Kenyataanya untuk mewujudkan proses pembelajaran yang aktif dan menyenangkan seperti
yang telah disampaikan di atas ternyata tidaklah mudah. Begitupula yang terjadi pada pembelajaran
IPA. Proses pembelajaran di dalam kelas hanya diarahkan kepada kemampuan anak untuk menghafal
informasi dan tidak diarahkan untuk membangun dan mengembangkan karakter serta potensi yang
dimiliki (Wina Sanjaya, 2008: 1-2). Pendekatan dalam pembelajaran masih terlalu didominasi peran
guru (teacher oriented). Pembelajaran lebih berpusat pada guru sehingga kurang memberikan
kesempatan pada siswa untuk belajar aktif dalam pembelajaran di kelas. Penggunaan metode ceramah
merupakan pilihan utama dalam pembelajaran. Dalam metode ceramah, guru menyampaikan
informasi dan pengetahuan secara lisan kepada siswa, sehingga siswa cenderung pasif dalam
pembelajaran karena hanya mencatat dan mendengarkan.
Berdasarkan observasi yang dilakukan di SDN 023 Sepaku khususnya di kelas IV pada
pelajaran IPA, siswa cenderung diam dan kurang aktif dalam mengikuti pembelajaran hal tersebut
dimungkinkan karena guru kurang bervariasi dalam penggunaan metode. Terlihat siswa terkadang
merasa jenuh dengan proses pembelajaran yang dilaksanakan dan rendahnya minat siswa dalam
mengikuti pelajaran yang tercermin dari sebagian siswa yang cenderung ramai dan tidak
memperhatikan materi yang disampaikan oleh guru. Hasil Belajar dikelas ini juga tergolong rendah
karena hanya 63% dari jumlah siswa yang mencapai KKM sebesar 75. Apabila keadaan yang
demikian terus terjadi, tujuan pendidikan akan semakin jauh untuk dicapai. Untuk mengatasi hal
tersebut, perlu dikembangkan strategi pembelajaran yang lebih menarik yang dapat menambah minat
belajar siswa untuk mengikuti proses pembelajaran tanpa adanya rasa keterpaksaan. Salah satu cara
pembelajaran yang dianggap cocok untuk memecahkan permasalahan di atas adalah Metode Teka-
Teki Silang.
Metode Teka-Teki Silang dapat digunakan sebagai strategi pembelajaran yang baik dan
menyenangkan tanpa kehilangan esensi belajar yang sedang berlangsung (Himsyah Zaini. 2012 : 71).
Metode dan media pembelajaran aktif seperti ini yang dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan
yang terjadi pada pelajaran IPA kelas IV SDN 023 Sepaku.
Berdasarkan pada permasalahan yang ada, maka peneliti tertarik untuk mengangkat penelitian
yang berjudul “Peningkatan Hasil Belajar IPA Menggunakan Metode Teka-Teki Silang di Kelas IV
SDN 023 Sepaku”.
Berdasarkan latar belakang masalah, maka dapat diidentifikasi masalah-masalah yang
berkaitan dengan proses pembelajaran IPA di kelas IV SDN 023 Sepaku sebagai berikut:
1. Pembelajaran belum sepenuhnya terpusat pada siswa.
2. Penggunaan metode ceramah yang dominan tanpa ada variasi dengan metode lain sehingga
pembelajaran cenderung membosankan.
3. Beberapa siswa lebih asik berbicara pada temannya saat pembelajaran berlangsung.
4. Hasil belajar pada kelas ini masih tergolong rendah.
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, mengingat begitu luasnya permasalahan yang ada
dan dengan mempertimbangkan tenaga, waktu, biaya, dan kemampuan, maka peneliti hanya
memfokuskan permasalahan pada rendahnya hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA.
Berdasarkan identifikasi masalah dan pembatasan masalah di atas, maka peneliti akan
mencoba menerapkan metode Teka-Teki Silang untuk meningkatkan hasil belajar siswa yang masih
rendah. Untuk itu, masalah yang hendak dipecahkan melalui penelitian ini dirumuskan sebagai
berikut: Apakah penerapan metode Teka-Teki Silang pada pembelajaran IPA dapat meningkatkan
minat dan hasil belajar siswa kelas IV SDN 023 Sepaku Prambanan?
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
780
Berdasarkan rumusan masalah yang ada, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian
ini adalah untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa setelah penerapan metode Teka-Teki
Silang pada pembelajaran IPA di kelas SDN 023 Sepaku.
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, Sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahauan
khususnya berkaitan dengan penerapan metode Teka-teki Silang. Pada bidang mata pelajaran IPA
dan dapat dijadikan literatur untuk penelitian yang relevan selanjutnya.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Sekolah
Penelitian ini dapat dijadikan sumber informasi dalam upaya meningkatkan mutu
pendidikan di sekolah yang mengarah pada minat belajar khususnya mata pelajaran IPA.
b. Bagi Guru
Dapat memberikan masukan bagi para guru IPA dan guru mata pelajaran lain,
bahwa dengan penerapan metode Teka-teki Silang dapat mengatasi masalah rendahnya
minat belajar siswa. Disamping itu hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah
wawasan bagi sesama guru IPA untuk meningkatkan mutu pembelajaran di kelasnya.
c. Bagi Siswa
Penerapan metode dan media dalam penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan
minat belajar siswa khususnya mata pelajaran IPA sehingga dapat mengubah perolehan
prestasi belajar yang lebih baik.
Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) SD
1. Pengertian pembelajaran
Oemar Hamalik (2010: 57) mendefinisikan pembelajaran sebagai suatu kombinasi
yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan
prosedur. Suatu kombinasi tersebut saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Unsur manusia yang terlibat dalam pembelajaran terdiri dari siswa, guru, dan
tenaga lainnya. Unsur material antara lain adalah buku-buku, papan tulis, dan kapur. Unsur
fasilitas dan perlengkapan antara lain mencakup ruangan kelas dan perlengkapan visual.
Unsur yang terakhir adalah prosedur. Prosedur dapat meliputi jadwal dan model penyampaian
informasi.
Selanjutnya, Isjoni (2010: 14) menyatakan bahwa pembelajaran pada dasarnya
merupakan upaya guru untuk membantu siswa melakukan suatu kegiatan belajar. Tujuan
pembelajaran adalah terwujudnya efsiensi dan efektivitas kegiatan belajar yang dilakukan
oleh siswa. Pihak-pihak yang terlibat dalam pembelajaran adalah guru dan siswa yang
berinteraksi edukatif antara satu dengan yang lainnya
Dari paparan di atas maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah suatu
kondisi lingkungan belajar yang di desain secara sengaja oleh pendidik agar tercipta sebuah
interaksi aktif edukatif antara guru dan siswa dalam pemindahan sikap, keterampilan dan
pengetahuan.
2. Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPA)
IPA didefinisikan sebagai pengetahuan yang diperoleh melalui pengumpulan data
dengan eksperimen, pengamatan, dan deduksi untuk menghasilkan suatu penjelasan tentang
sebuah gejala yang dapat dipercaya. Carin dan Sund (1993) dalam Puskur-Depdiknas (2006)
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
781
mendefinisikan IPA sebagai “pengetahuan yang sistematis dan tersusun secara teratur,
berlaku umum (universal), dan berupa kumpulan data hasil observasi dan eksperimen”.
3. Tujuan Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPA)
Menurut permendiknas No 22 tahun 2006 tentang standar isi pembelajaran Mata Pelajaran
IPA di SD/MI bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:
1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan
keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya
2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan
dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari
3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positip dan kesadaran tentang adanya hubungan
yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat
4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan
masalah dan membuat keputusan
5. Meningkatkan kesadaran untuk berperanserta dalam memelihara, menjaga dan
melestarikan lingkungan alam
6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai
salah satu ciptaan Tuhan
7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk
melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.
Metode Pembelajaran Teka-Teki Silang
1. Pengertian Metode Pembelajaran Teka-Teki Silang
Metode pembelajaran Teka-Teki Silang merupakan sistem pembelajaran yang
memberikan kesempatan pada siswa untuk mengingat pelajaran yang berlangsung baik secara
individu maupun dengan bekerja sama. Teka-teki silang dapat digunakan sebagai strategi
pembelajaran yang baik dan menyenangkan tanpa meninggalkan esensi belajar yang sedang
berlangsung (Hisyam Zaini, 2008: 71-72). Proses pembelajaran tidak harus berasal dari guru
menuju siswa, tetapi antar siswa juga dapat saling mengajar. Pembelajaran oleh rekan sebaya
ternyata lebih efektif dari pembelajaran oleh guru (Anita Lie, 2008: 31). Dengan demikian
proses belajar dapat diperoleh dari bertukar pikiran antar siswa sehingga mereka dapat
memahami pelajaran dan dapat mencapai keberhasilan dalam belajar.
Dari paparan di atas maka dapat disimpulkan bahwa metode Teka-Teki Silang
merupakan salah satu metode pembelajaran aktif yang berguna untuk mengingat pelajaran
sedang berlangsung baik secara individu maupun kelompok, metode ini juga dapat dijadikan
strategi pembelajaran yang asyik dan menyenangkan tanpa menghilangkan esensi belajar
yang sedang berlangsung.
2. Langkah-langkah Pembelajaran Metode Teka-Teki Silang
(Mel Silberman, 2005: 246) Adapun langkah-langkah metode Teka-Teki Silang
sebagai berikut:
a. Langkah pertama adalah mencurahkan gagasan beberapa istilah atau nama-nama
kunci yang berkaitan dengan pelajaran studi yang telah disampaikan.
b. Susunlah pertanyaan sederhana, yang mencakup item-item sebanyak yang kita
dapat. Hitamkan kotak-kotak yang tidak diperlukan.
c. Buatlah contoh-contoh item-item, gunakan diataranya dengan definisi pendek,
kategori dan lawan kata.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
782
d. Bagikan teka-teki kepada peseta didik, baik secara individual maupun secara
kelompok atau tim.
e. Tentukan batasan waktu untuk menyelesaikan tersebut.
f. Serahkan hadiah kepada individu atau tim yang menang dengan benda yang
bermanfaat.
3. Kenggulan dan kelemahan metode pembelajaran Teka-Teki Silang
(Mel Silberman, 2005: 101)Penggunaan metode pembelajaran aktif dapat melibatkan
sisiwa secara langsung dalam proses pembelajaran sehingga akan terjadi interaksi langsung
antara siswa dan guru, salah satunya melalui metode Teka-Teki Silang. Adapun kelebihan
dari metode ini:
a. Mengajak siswa untuk belajar berdiskusi yang menyenangkan (Stimulating
Discussion).
b. Mengajak siswa untuk belajar kelompok (Colaborative Learning)
c. Mengajak siswa untuk belajar dengan sebaya atau teman satu kelas (Perr
Teaching)
d. Mengajak siswa untuk belajar mandiri (Independent Learning)
Selain mempunyai keunggulan metode ini juga mempunyai kelemahan dalam
prosesnya siswa memerlukan waktu yang relatif lama untuk memikirkan dan mengisi teka
teki silang baik secara individu maupun kelompok.
Hasil Belajar
1) Pengertian Hasil Belajar
Proses belajar yang dilakukan siswa akan menghasilkan hasil belajar. Di dalam
proses pembelajaran, guru sebagai pengajar sekaligus pendidik memegang peranan dan
tanggung jawab yang besar dalam rangka membantu meningkatkan keberhasilan siswa
dalam belajar.
Agus Suprijono (2012: 5) berpendapat bahwa hasil belajar adalah polapola perbuatan,
nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan. Selanjutnya
dijelaskan oleh Gagne, bahwa hasil belajar dapat berupa informasi verbal, keterampilan
intelektual, strategi kognitif, keterampilan motorik, dan sikap. Dimyati dan Mudjiono
(2010: 210) menjelaskan bahwa hasil dari interaksi tindak belajar dan tindak mengajar
biasanya ditunjukkan dengan nilai tes yang diberikan guru. Lebih dalam lagi, Nana Sudjana
(2011: 22) memberikan pengertian bahwa hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan
yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya yang mengacu pada
perubahan tingkah laku yang mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotoris.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkam bahwa hasil belajar merupakan
hasil yang diperoleh siswa setelah terjadinya proses pembelajaran yang ditunjukkan dengan
nilai tes yang diberikan oleh guru sehingga terdapat perubahan tingkah laku dari siswa
tersebut.
1) Jenis-jenis Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan aspek yang penting dalam proses pembelajaran. Kita
dapat mengetahui sejauh mana pemahaman siswa terhadap pemberian materi melalui
hasil belajar. Hasil belajar dapat diketahui dengan melakukan penilaian.
Benyamin Bloom (Nana Sudjana, 2011: 22-33) mengklasifikasikan jenis jenis
hasil belajar, sebagai berikut:
a) Ranah Kognitif
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
783
Ranah kognitif berhubungan dengan kemampuan berpikir, termasuk di
dalamnya kemampuan menghafal, memahami, mengaplikasi, menganalisis,
mensintesis, dan kemampuan mengevaluasi. Ketercapaian hasil belajar dalam ranah
kognitif akan terlihat dari hasil tes yang diujikan. Terdapat enam tingkat di dalam
hasil belajar ranah kognitif, yaitu: 1) Tipe hasil belajar: Pengetahuan; 2) Tipe hasil
belajar: Pemahaman; 3) Tipe hasil belajar: Aplikasi; 4) Tipe hasil belajar: Analisis;
5)Tipe hasil belajar: Sintesis; 6)Tipe hasil belajar: Evaluasi.
b) Ranah Afektif
Ranah afektif berkenaan dengan sikap dan nilai. Beberapa ahli mengatakan
bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya bila seseorang telah
memiliki penguasaan kognitif tinggi. Hasil belajar ranah afektif akan tampak pada
siswa dalam berbagai tingkah laku. Seperti: perhatiannya terhadap pembelajaran
IPA, keaktifan dalam pembelajaran, motivasi yang tinggi, serta penghargaan dan
rasa hormat kepada guru mata pelajaran. Yang termasuk dalam ranah afektif adalah:
1) Receiving/ attending; 2) Responding (Jawaban); 3) Valuing (Penilaian); 4)
Organisasi; 5) Karakteristik nilai atau internalisasi nilai
c) Ranah Psikomotoris
Hasil belajar psikomotoris tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan
kemampuan bertindak individu. Ranah psikomotoris berhubungan dengan aktivitas
fisik. Ada enam tingkatan dalam ranah psikomotoris, yaitu: 1) Gerakan reflex; 2)
Keterampilan pada gerakan gerakan dasar; 3) Kemampuan perceptual; 4)
Kemampuan di bidang fisik; 5) Gerakan-gerakan skill; 6) Kemampuan yang
berkenaan dengan komunikasi non-decursive seperti gerakan ekspresif dan
interpretatif.
Penelitian yang Relevan
1. Penelitian Rahayu Dwi Prastiti 2010 yang berjudul “ Upaya Meningkatkan Motivasi dan
Prestasi Belajar Sejarah melalui Metode Pembelajan Crossword puzzle di kelas XI IPA I
Semester II SMA N I Ngemplak Tahun ajaran 2009/2010. Penelitian relevan di atas
menunjukkan adanya persamaan dan perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan
oleh peneliti. Persamaan dengan penelitian antara lain adalah metode pembelajaran yang
digunakan sama-sama menggunakan metode Croosword puzzle (Teka-Teki Silang).
2. Penelitian Andi Dwi Suciato 2012 yang berjudul “Upaya Meningkatkan MInat dan
prestasi Belajar IPS Menggunakan Metode Teka Teki Silang di kelas VIII C SMP
Negeri 2 Prambanan pada Tahun Ajaran 2012/2013.
Kerangka Pikir
Pembelajaran adalah suatu proses dimana lingkungan belajar dikelola secara sengaja oleh
pendidik untuk melibatkan peran aktif siswa dalam pemindahan pengetahuan, sikap, dan
keterampilan. Kurangnya minat belajar siswa khususnya pelajaran IPA berdapak pada situasi
belajar yang kurang aktif yang akan berdampak pada nilai akhir atau hasil belajar yang tidak
sesuai yang diharapkan.
Setelah memperhatikan keadaan kelas di atas, maka peneliti mencoba menggunakan
metode pembelajaran Teka-teki silang untuk mengatasi permasalahan tersebut, Dengan demikian,
uraian kerangka pikir dapat digambarkan sebagai berikut:
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
784
Gambar 1: Kerangka berfikir
Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kajian teori dan uraian kerangka berpikir, hipotesis tindakan dalam
penelitian ini adalah penerapan metode Teka-teki silang dapat meningkatkan hasil belajar siswa
dalam pembelajaran IPA di kelas IVSDN 023 Sepaku.
METODE PENELITIAN
Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas atau sering disebut dengan CAR
(Classroom Action Research). Penelitian tindakan kelas merupakan suatu pencermatan terhadap
kegiatan belajar berupa sebuah tindakan, yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah
kelas secara bersama (Suharsimi, dkk., 2008: 3).
Penelitian ini menggunakan model Lesson Study yang berorientasi praktik (Saito, 2005)
terdiri daritiga komponen, yaitu: perencanaan (Plan), tindakan (Do), dan refleksi (See). Ketiga
komponen yang berupa untaian tersebut dipandang sebagai satu siklus. Pengertian siklus dalam
hal ini adalah putaran kegiatan yang terdiri dari perencanaan, tindakan, pengamatan dan refleksi.
Desain penelitian tersebut divisualisasikan dalam bentuk gambar sebagai berikut:
Kondisi Awal Pembelajaran IPA SDN 023 Sepaku
Pemanfaat Metode Yang Kurang Maksimal
Pembelajaran Terpusat Pada Guru
Penerapan Metode Teka-teki silang dalam Pembelajaran IPA
Hasil Belajar Belum tercapai KKM
Kondisi Akhir Pembelajaran IPA
(Hasil Belajar Meningkat)
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
785
PERENCANAAN
(PLAN)
Penggalian
akademik
Perencanaan
pembelajaran
Penyiapan alat-
PELAKSANAAN
(DO)
- Pelaksanaan
Pembelajaran
- Pengamatan oleh
rekan sejawat.
REFLEKSI
(SEE)
Refleksi dengan
rekan sejawat
Gambar 2. Daur Lesson study yang Terorientasi pada Praktik (Saito, 2005)
Berikut ini langkah-langkah rancangan penelitian yang dilakukan yaitu :
Siklus I
1. Perencanaan
Langkah-langkah yang dilakukan dalam tahap perencanaan sebagai berikut:
a. Peneliti dan guru IPA menyiapkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang
memuat serangkaian kegiatan pembelajaran dengan menggunakan metode Teka-Teki
Silang.
b. Menyiapkan instrumen penelitian
c. Melakukan koordinasi dengan guru.
2. Tindakan
Pada tahap ini, rancangan model dan skenario pembelajaran akan diterapkan.
Pelaksanaan tindakan dilakukan dalam bentuk pembelajaran dan siklus. Tiap pembelajaran
dilakukan dengan materi yang berbeda. Tahap-tahap yang dilakukan dalam implementasi
tindakan dalam setiap sikus adalah sebagai berikut:
a) Kegiatan Pendahuluan (Alokasi waktu 10 menit)
(1) Pelajaran diawali dengan berdoa
(2) Memeriksa kehadiran peserta didik, kebersihan dan kerapihan kelas
(3) Apersepsi
(4) Menyampaikan tujuan pembelajaran yang harus dicapai peserta didik
b) Kegiatan Inti (Alokasi waktu 50 menit)
(1) Guru memberikan bahan ajar dan menerangkan materi tersebut, siswa
membaca dan mempelajari bahan ajar yag telah diberikan.
(2) Guru membagi siswa menjadi 6 kelompok @ kelompok 5 siswa
(3) Guru membagikan Teka-teki Silang pada tiap-tiap kelompok
(4) Setiap kelompok mengerjakan sesuai dengan kelompoknya masing
masing
(5) Guru membatasi siswa dalam mengerjakan
(6) Setiap kelompok mempersentasikan hasil kelompok di depan kelas
(7) Guru menjelaskan materi untuk memberi penguatan dalam menyim-
pulkan.
(8) Memberi kesempatan kepada siswa untuk mengajukan pertanyaan.
c) Kegiatan Penutup (Alokasi waktu 10 menit)
(1) Peserta didik bersama dengan guru membuat kesimpulan
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
786
hasil presentasi
(2) Peserta didik menerima materi yang akan dipelajari pada pertemuan
selanjutnya
(3) Guru mengucapkan salam penutup untuk mengakhiri pertemuan.
3. Refleksi
Hasil observasi atau pengamatan terhadap pelaksanaan tindakan dijadikan bahan
analisis (refleksi) untuk mengetahui kemajuan hasil belajar siswa. Peneliti dan kolaborator
melakukan refleksi untuk mengetahui apakah yang terjadi sesuai dengan rancangan skenario,
apakah tidak terjadi penyimpangan atau kesalahan prosedur, apakah prosesnya seperti yang
diharapkan. Hasil pemikiran reflektif ini selanjutnya digunakan sebagai dasar dalam
menentukan putaran atau siklus berikutnya, apakah tindakan yang diberikan akan diteruskan,
dimodifikasi, atau disusun rencana yang sama sekali baru jika ternyata belum mencapai
kriteria keberhasilan tindakan.
Siklus II, dan seterusnya
Hasil refleksi pada siklus I sangat menentukan perencanaan tindakan pada siklus ke II.
Jika sudah terjadi peningkatan sesuai dengan ketercapaian indikator keberhasilan, siklus II hanya
sebagai pemantapan pada siklus I. Namun jika peningkatan belum sesuai dengan indikator
keberhasilan maka pada siklus II tahap kerjanya seperti siklus I. Namun pada siklus II rencana
penelitian disusun berdasarkan hasil refleksi pada siklus I. siklus ini juga dilakukan untuk
memperbaiki pelaksanaan pembelajaran pada siklus I. penelitian ini akan dilanjutkan ke siklus III
apabila pada siklus II target belum tercapai. Siklus ini akan di hentikan jika tercapainya tujuan
penelitian ini yaitu meningkatnya hasil belajar siswa sesuai dengan indikator keberhasilan.
Setting Penelitian
1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SDN 023 Sepaku Tahun Ajaran 2015/2016.
Pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan pada bulan Oktober-November 2015.
Pemilihan kelas IV SDN 023 Sepaku sebagai tempat penelitian, didasarkan pada
pertimbangan atas adanya permasalahan yang muncul terkait dengan kurangnya minat dan
hasil belajar siswa yang baru mencapai KKM sebesar 63% pada pelajaran IPA.
2. Subjek Penelitian
Pengambilan subjek penelitian ini didasarkan pada hasil observasi awal dan
kesepakatan dengan guru kelas sebagai rekan sejawat. Subjek dalam penelitian ini adalah
kelas IV SDN 023 Sepaku. Berdasarkan pengamatan kelas ini memiliki permasalahan hasil
belajar yang rendah saat proses pembelajaran berlangsung serta dalam proses pembelajaran
siswa terlihat pasif. Hal ini ditandai dengan kondisi siswa dalam proses pembelajaran IPA
cenderung tidak mendengarkan dan bahkan asik ngobrol dengan teman sebangku tanpa
mmemperhatikan guru yang mengajar, sehingga siswa tidak mempunnyai minat untuk
mengajukan pertanyaan, jawaban maupun menyampaikan ide yang berdapak pada hasil
belajar siswa.
Teka-Teki Silang
Teka-Teki Silang merupakan salah satu metode pembelajaran aktif yang berguna
untuk mengingat pelajaran sedang berlangsung baik secara individu maupun kelompok,
metode ini juga dapat dijadikan strategi pembelajaran yang asyik dan menyenangkan tanpa
menghilangkan esensi belajar yang sedang berlangsung. Langkah-langkah metode Teka-Teki
Silang adalah sebagai berikut:
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
787
3. Langkah pertama adalah mencurahkan gagasan beberapa istilah atau nama-nama kunci yang
berkaitan dengan pelajaran studi yang telah disampaikan.
4. Susunlah pertanyaan sederhana, yang mencakup item-item sebanyak yang kita dapat.
Hitamkan kotak-kotak yang tidak diperlukan.
5. Buatlah contoh-contoh item-item, gunakan diataranya dengan definisi pendek, kategori dan
lawan kata.
6. Bagikan teka-teki kepada peseta didik, baik secara individual maupun secara kelompok atau
tim.
7. Tentukan batasan waktu untuk menyelesaikan tersebut.
8. Serahkan hadiah kepada individu atau tim yang menang dengan benda yang bermanfaat.
Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan beberapa metode, yaitu sebagai
berikut:
1. Observasi (pengamatan)
Kegiatan obsevasi dilakukan di dalam kelas saat proses pembelajaran berlangsung untuk
memperoleh data tentang situasi proses pembelajaran yang berlangsung di kelas yang diobservasi.
Data dari observasi ini dicatat dan kemudian ditindaklanjuti dalam pelaksanaan tindakan kelas.
Menurut Wina Sanjaya (2010: 86), observasi merupakan teknik mengumpulkan data dengan cara
mengamati setiap kejadian yang sedang berlangsung dengan mencatatnya dengan alat observasi
tentang hal-hal yang akan diamati atau diteliti. Observasi dilakukan untuk mengumpulkan data
mengenai proses pembelajaran, hasil belajar siswa dan guru selama proses pembelajaran dengan
menggunakan metode Teka-Teki Silang.
2. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan,
gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang (Sugiyono, 2008: 240). Dalam penelitian
ini, teknik dokumentasi dilakukan untuk memperoleh data mengenai sekolah, jumlah siswa, dan
dokumen-dokumen lain yang mendukung dalam proses pembelajaran. Dokumen yang digunakan
antara lain: Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), lembar observasi, daftar nama siswa,
daftar nilai siswa. Proses pembelajaran dicatat dalam catatan lapangan dan didokumentasikan
dalam bentuk foto sehingga dapat digunakan untuk membantu proses refleksi.
3. Catatan Lapangan
Salah satu sumber informasi yang sangat penting dalam penelitian adalah catatan lapangan.
Catatan lapangan dalam penelitian ini adalah catatan yang dibuat oleh peneliti sebagai observer.
Teknik Analisis Data
Data yang berhasil dikumpulkan melalui observasi, wawancara dan catatan lapangan
dianalisis dengan menggunakan metode analisis dari Miles dan Huberman (Sugiyono, 2009:
337-345). Secara jelas analisis data terdiri dari tiga tahapan kegiatan yaitu:
a. Reduksi Data (data reduction)
Reduksi data adalah proses merangkum, memilih, dan memfokuskan data pada
hal-hal yang penting, sehingga memberikan gambaran yang jelas dan mempermudah
peneliti dalam mengumpulkan data.
b. Penyajian Data (data display)
Setelah dilaksanakan reduksi data, maka selanjutnya barulah dilakukan penyajian
data. Penyajian data adalah proses untuk menyusun, mengorganisasikan data supaya lebih
mudah untuk dipahami. Penyajian data dapat dilakukan dengan bentuk uraian singkat,
bagan, dan sejenisnya.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
788
c. Penarikan kesimpulan (conclusion drawing)
Kesimpulan dalam penelitian ini merupakan suatu temuan baru. Temuan ini juga
merupakan suatu hal yang bisa dijadikan sesuatu untuk mengungkap hal yang
sebelumnya masih belum jelas, sehingga jadi jelas yang bisa berupa teori, hipotesis,dan
interaksi.
Indikator Keberhasilan
Penelitian ini dikatakan berhasil berhasil apabila mampu mencapai kriteria yang telah
ditentukan. Zainal Aqib (2009: 41) menyatakan bahwa kriteria tingkat keberhasilan belajar siswa
sebesar 75% sudah tergolong tinggi. Oleh karena itu, untuk mengukur keberhasilan tindakan
dalam penelitian ini adalah apabila 75% jumlah siswa kelas IV memiliki nilai minimal 75 pada
mata pelajaran IPA. Hal ini berdasarkan kurikulum SDN. 023 Sepaku mengenai Kriteria
Ketuntasan Minimal (KKM) pada mata pelajaran IPA yaitu 75.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
1. Deskripsi Hasil Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam beberapa siklus. Data hasil siklus I dan II disimpulkan
belum mencapai kriteria keberhasilan tindakan yang ditetapkan, sedangkan pada siklus III
sudah mencapai kriteria keberhasilan tindakan yang ditetapkan. Berikut ini jabaran data-
data yang diperoleh pada masing-masing siklus.
a. Siklus I
Siklus I dilaksanakan pada Rabu 28 Oktober 2015 dimana satu pertemuannya 2
Jam Pelajaran (JP) atau 2 x 35 menit. Siklus I dilaksanakan dalam 1 kali pertemuan
dengan melanjutkan materi pelajaran yang sebelumnya disampaikan oleh guru. Selama
pelaksanaan tindakan, Guru mata pelajaran IPA sebagai pengajar sedang Observer
mengamati serta mencatat pelaksanaan tindakan pada proses pembelajaran. Berikut ini
diuraikan hasil penelitian sebagai berikut:
1) Perencanaan Tindakan Siklus I
Pada tahap ini dilakukan persiapan dan perencanaan penerapan metode
pembelajaran Teka-Teki Silang. Berikut ini disajikan langkah-langkah
perencanaan yang diterapkan pada siklus I:
a) Peneliti dan guru IPA menyiapkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
yang memuat serangkaian kegiatan dengan menggunakan metode
pembelajaran Teka-Teki Silang dan media yang disesuaikan dengan materi
pelajaran dan model pembelajaran.
b) Membuat soal pilihan untuk dijawab oleh siswa. Soal ini digunakan saat
proses pembelajaran Teka-Teki Silang berlangsung.
c) Menyiapkan instrumen yang digunakan peneliti untuk meneliti peningkatan
minat dan hasil belajar siswa dengan menggunakan metode Teka-Teki Silang.
d) Melakukan koordinasi dengan guru mata pelajaran dan teman sejawat yaitu
mahasiswa.
e) Memberikan pelatihan kepada guru IPA yang bertindak sebagai pengajar
dalam pelaksanaan penerapan metode Teka-Teki Silang.
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
789
2) Pelaksanaan Tindakan Siklus I
Pelaksanaan pembelajaran siklus I dilaksanakan pada tanggal 28 Oktober
2015. Pembelajaran berlangsung pada jam ke 4-5 selama 2 x 35 menit dengan
Standar Kompetensi 2. Memahami hubungan antara struktur bagian tumbuhan
dengan fungsinya dan Kompetensi Dasar 2.3. Menjelaskan hubungan antara
struktur daun tumbuhan dengan fungsinya.
3) Refleksi
Berdasarkan hasil kegiatan pembelajaran dan catatan lapangan setelah
pelaksanaan pembelajaran siklus I, pada awal sampai pertengahan proses
pembelajaran, perhatian siswa belum sepenuhnya terpusat pada materi pelajaran.
Siswa masih belum paham dengan model pembelajaran yang diterapkan.
Antusiasme siswa masih kurang. Penerapan metode pembelajaran Teka-Teki
Silang pada siklus I belum sepenuhnya dapat dilaksanakan secara optimal.
Beberapa kendala yang ditemukan pada siklus I antara lain:
a) Guru belum optimal dalam menjelaskan dan mengondisikan pembelajaran
dengan metode Teka-Teki Silang.
b) Guru belum dapat mengkontrol kelas dengan baik pada saat penerapan metode
Teka-Teki Silang.
c) Guru belum dapat memanfaatkan waktu secara optimal dan efektif pada saat
pembelajaran di kelas berlangsung.
d) Guru kurang tegas menegur siswa yang membuat keributan di kelas.
e) Rata-rata persentase indikator minat belajar belum mencapai kriteria
keberhasilan tindakan karena baru mencapai 67 %.
Berdasarkan data-data dan kendala-kendala di atas, maka upaya
meningkatkan minat belajar siswa dalam pembelajaran IPA dengan menggunakan
metode pembelajaran Teka-Teki Silang di kelas SDN 023 Sepaku pada siklus I
dapat dikatakan belum berhasil. Rata-rata indikator minat belajar siswa pada
siklus I adalah 67% sehingga belum mencapai kriteria keberhasilan tindakan yang
telah ditetapkan yaitu 75%. Selain itu, persentase siswa kelas IV yang mencapai
nilai KKM baru ada sebesar 36,67%. Padahal kriteria keberhasilan yang harus
dicapai adalah 75%. Untuk itu perlu disusun rencana tindakan yang diperbaiki,
rencana tindakan yang baru, ataupun yang dimodifikasi dari siklus sebelumnya
pada siklus II agar mencapai kriteria keberhasilan tindakan.
Untuk itu perlu disusun rencana tindakan yang diperbaiki, rencana tindakan
yang baru, ataupun yang dimodifikasi dari siklus sebelumnya pada siklus II agar
mencapai kriteria keberhasilan.
b. Siklus II
Pembelajaran mata pelajaran IPA pada siklus II ini merupakan perbaikan dari
pelaksanaan pembelajaran pada siklus I dengan menggunakan metode pembelajaran
Teka-Teki Silang. Adapun tahapannya sebagai berikut:
1) Perencanaan Tindakan Siklus II
Berdasarkan hasil refleksi pada siklus I maka hal-hal yang perlu disiapkan
dalam pembelajaran siklus II ialah:
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
790
a) Menyusun RPP yang akan digunakan guru sebagai acuan dalam
melaksanakan pembelajaran IPA dengan metode pembelajaran Teka-Teki
Silang.
b) Menyiapkan media lembar kertas yang berisi tentang Teka-Teki Silang yang
berhubungan dengan materi yang akan di ajarkan .
c) Menyiapkan instrumen yang digunakan peneliti untuk meneliti peningkatan
minat dan hasil belajar siswa dengan menggunakan metode Teka-Teki Silang.
d) Melakukan koordinasi dengan guru sejawat yang bertindak sebagai observer.
Berdasarkan permasalahan atau kelemahan yang muncul pada siklus I,
maka peneliti sebagai observer dan guru IPA sebagai pengajar membuat tambahan
perencanaan pada pembelajaran siklus II sebagai berikut:
a) Peningkatan kemampuan dalam menjelaskan kegiatan pembelajaran ke-
pada siswa dengan meninyiapkan materi
b) Peningkatan mengkontrol kelas dengan baik pada saat penerapan metode
Teka-Teki Silang dengan memberi perhatian lebih pada siswa yang ramai
saat proses belajar mengajar.
c) Peningkatan dalam memanfaatkan waktu secara optimal dan efektif pada
saat pembelajaran di kelas berlangsung.
2) Pelaksanaan Tindakan Siklus II
Pelaksanaan pembelajaran siklus II dilaksanakan pada tanggal 31 Oktober
2015. Pembelajaran berlangsung pada jam ke 1-2 selama 2 x 35 menit dengan
Standar Kompetensi 2. Memahami hubungan antara struktur bagian tumbuhan
dengan fungsinya dan Kompetensi Dasar 2.3. Menjelaskan hubungan antara
struktur daun tumbuhan dengan fungsinya.
3) Refleksi
Berdasarkan hasil obsevasi kegiatan pembelajaran dan catatan lapangan
setelah pelaksanaan pembelajaran siklus II, dapat diperoleh kesimpulan bahwa
upaya peningkatan minat belajar siswa dengan metode pembelajaran Teka-Teki
Silang lebih baik dari siklus I. Akan tetapi, guru masih kurang optimal dalam
penyampaian materi di awal pembelajaran, dalam memberikan motivasi kepada
siswa masih belum optimal.
Hasil refleksi siklus II ini adalah rata-rata persentase indikator hasil belajar
siswa pada siklus II masih belum mencapai kriteria keberhasilan yang ditetapkan
yaitu 75% karena baru mencapai 74,83%. Selain itu, persentase siswa yang
mencapai nilai KKM belum mencapai 75% sesuai dengan kriteria keberhasilan
yang telah ditetapkan. Persentase siswa yang mencapai nilai KKM pada siklus II
adalah sebesar 63,33%.
Beberapa tindakan yang mengakibatkan kegagalan pada siklus II ini adalah
sebagai berikut.
a) Pengelolaan kelas belum sepenuhnya berhasil.
b) Beberapa siswa masih ramai pada saat pembelajaran di kelas, terutama siswa
laki-laki.
c) Peningkatan minat belajar siswa melalui penggunaan gambar belum optimal.
d) Hanya sedikit siswa yang berani bertanya dan menanggapi pertanyaan dari
guru.
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
791
Berdasarkan data-data di atas dan dengan melihat masih ada kendala-
kendala yang dihadapi pada saat penerapan metode pembelajaran Teka-Teki
Silang di kelas IV pada siklus II, maka secara umum dapat dikatakan bahwa upaya
perbaikan yang dilakukan di siklus II belum berhasil. Untuk itu perlu disusun
rencana tindakan yang diperbaiki, rencana tindakan yang baru, ataupun yang
dimodifikasi dari siklus sebelumnya pada siklus III agar mencapai kriteria
keberhasilan tindakan.
c. Siklus III
Pembelajaran mata pelajaran IPA pada siklus III ini merupakan perbaikan dari
pelaksanaan pembelajaran pada siklus sebelumnya. Untuk lebih jelasnya akan
dijabarkan sebagi berikut.
1) Perencanaan Tindakan Siklus III
Berdasarkan hasil refleksi pada siklus II maka hal-hal yang perlu disiapkan
pada siklus III antara lain:
a) Menyusun RPP yang akan digunakan oleh guru sebagai acuan dalam
melaksanakan penerapan metode pembelajaran TekaTeki Silang.
b) Menyiapkan instrumen yang digunakan peneliti untuk meneliti
peningkatan minadan hasil belajar siswa dengan mengunakan metode
Teka-Teki Silang.
c) Melakukan koordinasi dengan guru.
Berdasarkan permasalahan atau kelemahan yang muncul pada siklus II, maka
peneliti sebagai observer dan guru sebagai pengajar membuat tambahan
perencanaan pada pembelajaran siklus III sebagai berikut:
a) Mengelola kelas harus lebih baik dan harus dengan ketegasan, dengan menegur
dan menindak lanjuti.
b) Memberikan motivasi kepada siswa secara optimal dengan memberikan
perhatian yang lebih khusunya pada siswa yang ramai.
c) Memberikan reward untuk siswa yang bertanya dan memecahkan soal atau
menanggapi pertanyaan guru.
2) Pelaksanaan Tindakan Siklus III
Pelaksanaan pembelajaran siklus III dilaksanakan pada tanggal 4 November
2015. Pembelajaran berlangsung pada jam ke 4-5 selama 2 x 35 menit dengan
Standar Kompetensi 2. Memahami hubungan antara struktur bagian tumbuhan
dengan fungsinya dan Kompetensi Dasar 2.4. Menjelaskan hubungan antara bunga
tumbuhan dengan fungsinya.
3) Refleksi
Guru sudah dapat melakukan kegiatan pembelajaran dengan baik.
Pengelolaan kelas yang dilakukan dalam siklus III ini jauh lebih baik dibandingkan
siklus II. Guru mampu menjelaskan dan mengorganisasikan pembelajaran aktif
dengan metode Teka-Teki Silang secara lebih baik. Selain itu juga sudah
memberikan motivasi kepada siswa agar lebih berperan aktif di dalam kelas.
Respon siswa juga sangat baik. Siswa terlihat senang dan sangat
bersemangat. Suasana kelas menjadi menyenangkan dan kondusif. Minat siswa
dalam mengikuti proses pembelajaran sudah terlihat dalam setiap tahap
pembelajaran serta banyak dari siswa yang sudah fokus dengan pembelajaran yang
dilakukan.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
792
Pada siklus III rata-rata kriteria keberhasilan yang telah ditetapkan yaitu 75%
bahkan melebihi. Persentase siswa kelas IV yang berhasil mencapai nilai 75
adalah 83,33%.Selain itu, persentase siswa yang mencapai nilai 75 pada siklus ini
sudah mencapai kriteria keberhasilan yang telah ditetapkan yaitu 75% bahkan
melebihi. Persentase siswa kelas IV yang berhasil mencapai nilai 75 adalah 80%.
Hal ini didukung dengan pengakuan sebagian besar siswa yang mengaku lebih
menyenangkan dan mudah memahami materi setelah diterapkannya metode
pembelajaran Teka-Teki Silang.
Pembahasan
Pada siklus I guru kurang dapat melakukan kegiatan pembelajaran dengan baik. Guru
kurang mampu menjelaskan dan mengorganisasikan penerapan metode pembelajaran Teka-Teki
Silang. Guru belum dapat mengontrol kelas dengan baik. Pada awal pembelajaran guru tidak
melakukan apersepi. Guru pun tidak memberikan penguatan dan menyimpulkan materi pelajaran
di akhir pembelajaran.
Peningkatan hasil belajar siswa terjadi setelah diterapkannya metode pembelajaran Teka-
Teki Silang dengan ditambah gambar dalam lembar TekaTeki Silang sebagai motivasi dan untuk
menarik perhatian siswa. Selain itu juga karena guru sudah mampu menjelaskan dan
mengorganisasikan pembelajaran dengan metode Teka-Teki Silang dengan lebih baik dari siklus
I. Beberapa tindakan yang mengakibatkan kegagalan pada siklus II adalah sebagai berikut: 1)
Pengelolaan kelas belum sepenuhnya berhasil; 2) Beberapa siswa masih ramai pada saat
pembelajaran di kelas, terutama siswa laki-laki; 3) Peningkatan motivasi siswa melalui
penggunaan gambar belum optimal; 4) Hanya sedikit siswa yang berani bertanya dan
menanggapi pertanyaan dari guru
Berdasarkan permasalahan atau kelemahan yang muncul pada siklus II, maka peneliti dan
guru IPA membuat tambahan perencanaan pada pembelajaran siklus III yaitu mengelola kelas
harus lebih baik dengan ketegasan, memberikan motivasi kepada siswa secara optimal dengan
menggunakan gambar yang lebih menarik.
Pada akhirnya, pengamatan terhadap kegiatan guru pada siklus III menunjukkan bahwa
guru sudah dapat melakukan kegiatan pembelajaran dengan baik. Pengelolaan kelas yang
dilakukan oleh guru dalam siklus III ini jauh lebih baik dibandingkan siklus II. Guru mampu
menjelaskan dan mengorganisasikan pembelajaran dengan metode Teka-Teki Silang secara baik.
Selain itu guru juga memberikan dorongan kepada siswa agar lebih berperan aktif di dalam
kelas.
Pada siklus III, minat belajar siswa mengalami peningkatan dari siklus II sebesar 18%
menjadi 88%. Hal tersebut dikarenakan pada III ini guru menerapkan metode pembelajaran
Teka-Teki Silang ditambah dengan gambar. Selain itu, kendala atau kelemahan yang
mengakibatkan kegagalan pada siklus II berhasil diatasi pada siklus III. Untuk memperjelas
peningkatan minat belajar siswa dalam mata pelajaran IPA, dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel 1. Nilai hasil Belajar Siswa siklus I, siklus II, dan Siklus III
NO
KELOMPOK NIS NISN NAMA NILAI
1
NILAI
2
NILAI
3
1 AKAR 470 0063160994 Ahmad Fauzan Naufaly 70 70 75
2 400 0065907093 Ahmad Purwono Aji 35 50 70
3 395 0057748833 Aidil Fahrianur 80 80 90
4 403 0069346424 Angga Risdiyanto 65 75 80
5 398 0064997126 Ariel Febrian Sugiarto 60 75 80
6 BATANG 399 0052547908 Ayuningtiyas Fitriani 40 60 75
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
793
7 378 0053391201 Bima Angga Pratama 60 70 80
8 408 0051817269 Desiana Tria Saputri 85 85 85
9 375 0053391205 Dian Indrian 85 85 85
10 383 0053391190 Diva Ayu Diya Puspita 35 60 60
11 DAUN 396 0064051299 Farel Bagus Saputra 70 80 85
12 415 0065517011 Farel Maulana 70 70 70
13 414 0054358871 Indi Novita Sari 65 80 85
14 413 0064793019 Muhammad Muhaimin 80 85 85
15 389 0053391200 Muhammad Rizky 55 80 80
16 BUNGA 387 0053391198 Mutipa Alran 50 75 80
17 416 0054626692 Nanda Uswatun Hasah 80 80 80
18 397 0067476657 Natasya Yunita 90 90 100
19 376 0046665808 Niko 65 70 75
20 424 0067114503 Nur Intan 65 70 80
21 BUAH 409 0061300425 Rifqi Fadil 60 75 80
22 423 0069845475 Rindiani 55 50 70
23 542 0059623755 Salma Nurluri 75 75 80
24 543 0057381987 Salwa Nurluri 65 80 80
25 417 0044834956 Satina 60 60 70
26 BIJI 401 0069481821 Seviera Aulia 60 70 75
27 407 0067715033 Siti Mauliya Azzahroh 90 95 95
28 404 0041049905 Siti Mayanti 80 85 85
29 343 0047536443 Solihin 75 80 80
30 406 0053643839 Ulfa Habibah 85 85 85
Jumlah 2010 2245 2400
Rata-rata 67 74.83 80.00
Nilai Terendah 35 50 60
Nilai Tertinggi 90 95 100
Jumlah Siswa Tuntas 19 11 5
Jumlah siswa Belum Tuntas 11 19 25
Prosentasi Ketuntasan dari KKM 36.67 63.33 83.33
Penelitian ini dikatakan berhasil juga apabila 75% dari siswa kelas IV memiliki nilai
minimal 75 pada mata pelajaran IPA. Hal ini berdasarkan kurikulum SDN 023 Sepaku mengenai
Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) pada mata pelajaran IPA yaitu 75.
Berdasarkan tabel 3 di atas, dapat diketahui bahwa pada hasil belajar siswa siklus I,
persentase siswa yang mencapai nilai 75 belum mencapai kriteria keberhasilan yaitu 75% karena
baru mencapai 36,67%. Hal yang sama juga terjadi pada hasil siklus II. Persentase siswa yang
mencapai nilai 75 belum mencapai kriteria keberhasilan karena baru mencapai 63,33% sehingga
perlu ditingkatkan lagi pada siklus III. Pada hasil siklus III siswa yang mencapai nilai 75 sudah
mencapai kriteria keberhasilan yang telah ditentukan bahkan melebihi. Hasil siklus III
menunjukkan bahwa besarnya persentase siswa yang telah mencapai nilai 75 adalah 80%. Untuk
lebih jelas lagi, dapat dilihat pada diagram di bawah ini.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
794
Gambar 3. Diagram Hasil Belajar Siswa Siklus I, Siklus II, dan Siklus III
Temuan Penelitian
Selama pelaksanaan penelitian di lapangan, peneliti telah mengumpulkan data-data
penelitian yang diperoleh berdasarkan hasil observasi atau pengamatan dan wawancara. Pada
saat penelitian, ada beberapa pokok-pokok temuan penelitian antara lain yaitu:
1. Penerapan metode pembelajaran Teka-Teki Silang dapat meningkatkan pemahaman siswa
terhadap materi pelajaran IPA.
2. Penerapan metode pembelajaran Teka-Teki Silang dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
3. Penerapan metode pembelajaran Teka-Teki Silang menjadikan proses pembelajaran berpusat
pada siswa (student centered) sehingga tidak lagi berpusat pada guru (teacher centered) dan
guru hanya sebagai fasilitator dan motivator.
4. Dalam penerapan metode pembelajaran Teka-Teki Silang, siswa tidak lagi hanya sebagai
objek pembelajaran tetapi sebagai subjek pembelajaran.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil Deskripsi dan paparan dalam penelitian ini dapat dikemukakan
simpulan penelitian adalah Penerapan metode pembelajaran Teka-Teki Silang dapat
meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini dibuktikan dengan persentase siswa yang mencapai
nilai KKM pada siklus I sebesar 36,67 % meningkat menjadi 63,33 % pada siklus II. Selanjutnya
masih mengalami peningkatan menjadi 83,33 % pada siklus III. Hal ini berarti bahwa jumlah
siswa yang mencapai nilai KKM (75) telah melampaui kriteria keberhasilan yang ditetapkan
yaitu 75%.
Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan peneliti, maka peneliti mempunyai beberapa
saran sebagai berikut:
1. Dalam penerapan metode pembelajaran Teka-Teki Silang, guru sebaiknya lebih kreatif dalam
menyampaikan materi dan lebih memotivasikan siswa untuk mengikuti proses pembelajaran
19
11
36,67
67
11
19
63,33
74,83
5
25
83,33 80
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
Belum Tuntas Tuntas Prosentasi ketuntasan Nilai Rata Rata
Grafik Hasil Belajar Siswa
Siklus 1 Siklus 2 Siklus 3
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
795
dengan baik, sehingga setiap siswa lebih siap dalam mengikuti proses pembelajaran dengan
menggunakan metode Teka-Teki Silang.
2. Guru hendaknya menindak siswa yang membuat keributan atau keramaian dalam proses
pembelajaran di kelas secara tegas sehingga dalam penerapan metode ataupun model
pembelajaran aktif dapat berjalan lancar dan mencapai target yang di inginkan.
3. Agar siswa lebih senang dalam mengikuti KBM, supaya terjalin komunikasi yang baik
dengan sesama teman dalam memecahkan suatu masalah yang ditemui. Karena dengan rasa
senang terhadap pelajaran dapat meningkatkan hasil belajar.
DAFTAR PUSTAKA
Agus Suprijono. (2012). Cooperative Learning: Teori & Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Dimyati dan Mudjiono. (2010). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Ibrohim (2010). Panduan Pelaksanaan Lesson Study di KKG. Malang: PT Pertamina (Persero),
Universitas Negeri Malang
Lie, Anita (2008). Cooperative Learning, Grasindo: Jakarta
Moleong, Lexy J.(2005). Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosdakarya.
Muhibbin Syah. (2002). Psikologi Pendidikan dalam Pendekatan Baru. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya
Nana Sudjana. (2011). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Offset.
Ngalim Purwanto. (2004). Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Oemar Hamalik. (2010). Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Sardiman. (2009). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali Pers.
Silberman, Mel. (2005). Active Learning 101 Strategi Pembelajaran Aktive Yogyakarta: Pustaka
iInsane madani
Slameto. (1995). Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Somantri, M. N. (2001). Mengagas pembaharuan pendidikan IPA. Bandung: PT. rosda karya.
Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta.
Suharsimi Arikunto, dkk. (2008). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.
UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Wijaya Kusumah & Dedi Dwitagama. (2010). Mengenal Penelitian Tindakan Kelas, Edisi Kedua.
Yogyakarta: PT. Indeks.
Wina Sanjaya.(2008). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta:
Prenada Media Group
Zainal Aqib. 2009. Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: CV. Yrama Widya.