peningkatan kemampuan menulis teks...
TRANSCRIPT
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
275
PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS TEKS RECOUNT MELALUI METODE
ESTAFET WRITING DI KELAS X IPA3 MAN BATU
Emmy Suzanna
MAN Batu, Jawa Timur
Abstrak: Penelitian ini dilatarbelakangi oleh hasil pengamatan yang menunjukkan bahwa
kemampuan menulis text recount bebas siswa masih kurang sempurna. Untuk menjawab
hal tersebut, maka dilakukan penelitian tindakan kelas untuk meningkatkan kualitas
pembelajaran yang sesuai dengan tujuan pembelajaran. Salah satu upaya yang dilakukan
yaitu meningkatkan kemampuan menulis text recount bebas dengan menggunakan metode
estafet writing. Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah meningkatkan
kemampuan menulis teks recount bebas dengan menggunakan metode estafet writing.
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas dengan menggunakan model Kemmis
dan McTaggart. Penelitian ini dilaksanakan di kelas X IPA 3 MAN Batu dalam 2 siklus.
Populasi penelitian sebanyak 36 peserta didik. Data diperoleh melalui tes keterampilan
menulis bahasa Inggris pada post-test. Hasil post test menunjukkan adanya peningkatan
kemampuan menulis siswa setelah mengikuti pembelajaran dengan metode menulis
berantai.
Kata Kunci: metode estafet writing, kemampuan menulis, text recount bebas
Bahasa Inggris merupakan alat untuk berkomunikasi secara lisan dan tulis.
Berkomunikasi adalah memahami dan mengungkapkan informasi, pikiran, perasaan, dan
mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan budaya. Kemampuan berkomunikasi
dalam pengertian yang utuh adalah kemampuan berwacana dan menulis, yakni kemampuan
memahami dan/atau menghasilkan teks lisan dan/atau tulis yang direalisasikan dalam empat
keterampilan berbahasa, yaitu mendengarkan (listening), berbicara (speaking), membaca
(reading) dan menulis (writing).
Keempat keterampilan inilah yang digunakan untuk menanggapi atau menciptakan
wacana dan tulisan dalam kehidupan bermasyarakat. Oleh karena itu, mata pelajaran Bahasa
Inggris diarahkan untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan tersebut agar lulusan
mampu berkomunikasi dan berwacana serta menulis dalam bahasa Inggris pada tingkat
literasi tertentu.
Di dalam pembelajaran bahasa Inggris ada beberapa materi yang harus dikuasai oleh
peserta didik tingkat MAN, seperti teks fungsional pendek, percakapan interpersonal, dan
teks yang berbentuk naratif, recount, laporan, prosedure, newsitem, hortatory exposition,
analytical exposition, explanation, diskusi, and review (genre based approach). Salah satu
teks yang harus dikuasai oleh siswa kelas X adalah berbentuk recount text.
Sebagaimana tercantum didalam standar isi, tentang kompetensi dasar yang harus
dimiliki siswa tingkat MAN dalam menulis adalah mampu mengungkapkan berbagai makna
(interpersonal) dalam berbagai teks tulis interaksional dan monolog yang berbentuk
narrative, report, recount, dan lainnya pada umumnya, khususnya siswa diharapkan mampu
membuat teks singkat yang berbentuk recount.
Namun kenyataannya, kemampuan siswa kelas X IPA 3 MAN Batu dalam menulis,
khususnya teks yang berbentuk recount sangatlah rendah. Sebagian siswa belum mampu
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
276
membuat teks singkat yang berbentuk recount, yang dapat dilihat dari hasilnya banyak
kelemahan-kelemahan yang perlu diperhatikan. Pertama, waktu memulai orientasi, meskipun
telah dijelaskan bahwa pada orientation harus memuat who, what, when dan where, atau ada
opening, beberapa menit dihabiskan hanya untuk menentukan orientasi. Kedua, tulisan siswa
tidak menggunakan past tense. Para siswa tetap menggunakan present tense untuk
menceritakan kejadian yang telah lewat. Ketiga, banyak meminta guru untuk menerjemahkan
kata yang ditulisnya. Keempat, menggunakan kata dengan mencaplok dari kamus, tanpa
merujuk apakah kata tersebut kelompok noun, adjective, verb atau yang lainnya, sehingga
kalimatnya menjadi tidak jelas secara semantis. Kelima, menuliskan teks secara lengkap
dalam bahasa Indonesia terlebih dahulu, baru kemudian diterjemahkan. Pengubahan dari
bahasa Indonesia ke dalam bahasa Inggris menjadi semakin sulit karena ada beberapa kata
yang tidak mereka temukan dalam kamus Indonesia-Inggris. Keenam, menggunakan bahasa
terjemahan dari Alfa-link atau program terjemahan secara elektronik. Ketujuh, kekurangan
gagasan untuk dituangkan ke dalam tulisan sehingga banyak siswa yang mengobrol.
Kedelapan, kebingungan untuk menuliskan topik tulisan. Akibatnya, mereka lebih banyak
diam dan tidak memulai menulis. Kesembilan, penguasaan kosakata tidak memadai untuk
mampu membuat sebuah teks yang bagus. Kesepuluh, waktu 60 menit tidak cukup untuk
membuat suatu tulisan yang memuat unsur-unsur orientation, events, reorientation dan
comment.
Sejauh ini menulis dalam Bahasa Inggris selalu dianggap sebuah keterampilan
berbahasa yang cukup kompleks. Banyak yang mengatakan bahwa menulis harus mempunyai
kemampuan dalam hal tata bahasa dan mempunyai pengetahuan di bidang ilmu pengetahuan
yang luas yang harus dimiliki oleh seorang penulis. Hal ini telah sering didiskusikan oleh
guru-guru Bahasa Inggris, khususnya guru yang yang mengajar EFL. Menulis adalah
kegiatan mengungkapkan pikiran ke dalam bentuk simbol-simbol grafik untuk menjadi
kesatuan bahasa yang dimengerti, sehingga orang lain dapat membaca simbol-simbol bahasa
tersebut. Kemungkinan rendahnya kemampuan menulis siswa dalam teks yang berbentuk
recount disebabkan oleh beberapa hal: (1) motivasi siswa yang rendah, (2) metode
pembelajaran yang kurang menarik bagi siswa, (3) rendahnya penguasaan tata bahasa Inggris,
dan (4) frekuensi latihan yang tidak cukup.
Atas kelemahan itu, metode estafet writing atau menulis berantai dipandang cocok
untuk memperbaiki pembelajaran menulis teks recount. Estafet writing adalah merupakan
metode pembelajaran learning by doing atau active learning yang melibatkan peserta didik
secara aktif menulis karangan narasi dengan cara bersama-sama atau berantai (Cahyono,
2011). Dengan metode ini sebuah kegiatan belajar menyenangkan siswa. Para peserta didik
diberi kebebasan untuk mengekspresikan imajinasi mereka melalui tulisan-tulisan imajinatif
yang dihasilkan bersama teman-teman sekelasnya. Metode ini merupakan salah satu metode
pembelajaran yang melibatkan peserta didik belajar aktif secara bersama-sama, berkelompok
maupun individu. Kegiatan pembelajaran menulis dengan menggunakan metode estafet
writing ini dapat menghasilkan sebuah produk, berupa sebuah tulisan karangan sederhana.
Produk karangan tersebut merupakan karya bersama, karena karangan narasi tersebut
dihasilkan dari kegiatan menulis secara bersama-sama. Suasana belajar yang menyenangkan
dan tidak membosankan dapat dirasakan peserta didik. Peserta didik diberikan kebebasan
untuk mengekpresikan imajinasinya melalui tulisan-tulisan yang dihasilkannya.
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
277
Berkaitan dengan suasana belajar, Depdiknas (2003:25) menjelaskan bahwa belajar
melibatkan perasaan. Suasana menyenangkan sangat diperlukan karena otak tidak bekerja
optimal jika dalam keadaan tertekan. Estafet writing biasanya dipakai untuk metode menulis
cerita pendek secara berantai. Namun, dalam penelitian ini peneliti memakai metode estafet
writing untuk membuat karangan sederhana dengan menggunakan tema tertentu yang
dikerjakan secara berkelompok. Harapan peneliti pemilihan metode pebelajaran ini, dapat
memacu semangat peserta didik untuk belajar menulis karangan dengan Bahasa inggris. Para
peserta didik diberi kesempatan mengekspresikan imajinasinya melalui tulisan-tulisan yang
dihasilkan menjadi sebuah karangan sederhana.
Dengan demikian, hasil belajar peserta didik tidak merasa nyaman dan senang ketika
sedang belajar. Menurut Syathariah (2011:42) langkah-langkah metode pembelajaran menulis
berantai atau estafet writing adalah sebagai berikut. Sebelum memulai metode estafet writing,
guru menjelaskan sebuah tema dan materi yang akan diajarkan.
Penelitian sejenis pernah dilakukan, antara lain oleh Syathariah (2010) dengan judul
“Meningkatkan Motivasi dan Kemauan Siswa dalam Menulis Puisi dengan Metode Estafet
Writing”. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa selama proses pembelajaran menulis puisi
dengan metode estafet writing motivasi siswa meningkat. Demikian juga, selama mengikuti
pembelajaran siswa memiliki kemauan yang tinggi untuk dapat menulis puisi dengan baik
dan benar.
Penelitian ini berangkat dari rumusan masalah “bagaimanakah meningkatkan
kemampuan menulis teks recount di kelas X IPA-3 Madrasah Aliyah Negeri Batu melalui
estafet writing”. Melalui penelitian ini diharapkan siswa dapat menulis teks recount dengan
baik tanpa memiliki kendala yang berarti.
METODE
Penelitian ini adalah Penelitian Tindakan kelas yaitu penelitian yang bertujuan untuk
memecahkan masalah-masalah praktis di kelas. Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus
yang setiap siklus mengandung empat kegiatan: perencanaan, pelaksanaan tindakan,
pengamatan, dan refleksi. Dalam tahap perencanaan, sejumlah kegiatan sudah dilakukan,
yakni (1) menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), (2) mengembangkan media,
(3) mengembangkan lembar observasi, dan (4) mengembangkan alat penilaian. Dalam tahap
pelaksanaan tindakan, peneliti melakukan pembelajaran atas dasar RPP yang sudah
dipersiapkan. Pembelajaran menulis recount dilakukan dengan menggunakan metode menulis
berantai. Dalam tahap pengamatan, guru sejawat melakukan observasi terhadap pembelajaran
yang dilakukan oleh peneliti. Dalam observasi, guru sejawat menggunakan panduan
observasi yang sudah dipersiapkan oleh peneliti.
Penelitian ini telah dilaksanakan dalam 2 siklus, seperti terlihat pada diagram berikut
ini
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
278
Penelitian ini dilaksanakan di kelas X IPA 3 MAN Batu dalam 2 siklus. Populasi penelitian
sebanyak 36 peserta didik. Instrumen yang digunakan tes tertulis yang diberikan pada akhir
pembelajaran.
HASIL DAN BAHASAN
Hasil pada siklus I dari jumlah siswa 36 anak siswa yang mendapat nilai di atas KKM
ada 16 anak dengan rentangan nilai antara 75-80 kurang lebih 44,44 %, yang mendapatkan
nilai di bawah KKM 20 anak dengan rentangan nilai 50-65 (55.55%). Dari hasil siklus
pertama ternyata nilai yang didapat siswa masih banyak yang belum tuntas maka peneliti
perlu memberikan uji kompetensi di siklus kedua.
Dalam uji ke dua peneliti menggunakan metode yang sama dengan sedikit perubahan
dalam penyampaian yaitu dengan memberi beberapa gambar orang atau tempat-tempat
rekrasi agar bisa di jadikan inspirassi bagi siswa untuk mengembangkan ide dalam
mengarang, dan diberi review materi grammer dan materi pembelajaran recount text terlebih
dulu.
Ternyata hasil yang didapat cukup meningkat secara siknifikan dari siswa sejumlah 36
anak .Siswa yang mendapatkan nilai diatas KKM meningkat dari 44,44 % menjadi 72,22 %
dan dengan tercapinya nilai siswa yang cukup tinggi sangat mempengaruhi prestasi siswa
dalam mengikuti pembelajaran menulis. Karena hasilnya siswa sangat puas sehingga siswa
lebih antusias dalam belajar menulis Bahasa Inggris melalui estafet writing. Hasil ini
menunjukkan bahwa metode estafet writing cocok bagi siswa dalam mencapai kemampuan
menulis siswa kelas X IPA3 Man Batu. Selain menganalisa hasil menulis siswa yang
dikerjakan secara estafet. Peneliti juga mendapatkan masukan dari beberapa observer yang
mengatakan bahwa metode estafet writing sangat cocok dalam pembelajaran menulis. Selain
menggunakan metode estafet writing peneliti juga menggunakan alat ukur lain untuk
mengukur keberhasil belajar siswa dengan instrument penugasan.
SIMPULAN DAN SARAN
Penggunaan Metode Estafet Writing telah dituangkan dalam penelitian.Metode ini
merupakan strategi mengajar dimana siswa dapat menuangkan ideanya dengan senang dan
mudah memahami .langkah-langkah pembelajaran dengan metode Estafet Writing adalah
sebagai berikut. (1) Guru meminta peserta didik membuat kelompok yang berjumlah 3 orang.
(2) Setelah itu guru meminta peserta didik membuat satu kalimat pembuka. (3) Setelah
peserta didik menulis kalimat pembuka, peserta didik itu menjadi orang pertama. Kemudian
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
279
pada hitungan pertama, guru memberikan perintah untuk mengangkat tinggi buku milik
peserta didik masing-masing, pada hitungan kedua guru menyuruh peserta didik
menyerahkan buku miliknya ke teman sebelah kanannya. (4) Peserta didik tersebut menjadi
orang ke dua yang harus melanjutkan karangan temannya dengan menambahkan satu kalimat
lanjutan. Peserta didik wajib melihat kalimat sebelumnya untuk melanjutkan karangan
berikutnya. (5) Setelah orang kedua selesai, guru kembali melakukan hitungan untuk
diserahkan kepada teman sebelah kanannya, begitu seterusnya berputar searah jarum jam,
hingga waktu yang ditentukan oleh guru. (6) Setelah waktu yang ditentukan guru selesai,
buku latihan harus dikembalikan kepada pemilik awalnya. Pemilik buku membaca hasil
karangan yang ditulis secara berantai dan menandai kalimat-kalimat yang sumbang atau tidak
nyambung. (7) Guru menyuruh salah satu peserta didik membaca hasil menulis berantai
didepan kelas, (8) lalu guru dan peserta didik mengoreksi secara bersama.
Metode ini dapat digunakan bagi guru dalam mengajarkan baik dalam menulis
ataupun grammer. Peneliti berharap Metode Estafet Writing cocok dalam pembelajaran
menulis Bahasa Inggris. Keberhasilan penggunaan Metode Estafet Writing ini untuk
mencapai kemampuan menulis Recount Text .penelitia lain menyarankan untuk mempelajari
metode ini lebih mendalam .penelitian ini mengatakan bahawa kegiatan ini sangat effective,
khususnya untuk guru disarankan menggunakan metode ini dalam mengajar menulis text
khususnya pengajar EFL, dan terakhir bagi siswa belajar kelompok dapat menciptakan
ketrampilan dan kerjasama siswa yang baik dengan demikian Metode Estafet Writing dapat
direkomendasikan dalam pembelajaran writing.
Daftar Rujukan
Cahyono, A. 2011. Pembelajaran Menulis Sastra dengan Metode Estafet Writing di SMA.
http://risecahyono.blogspot.com. Diakses pada tanggal 9 Oktober 2011.
Depdiknas (2003: 25) Kurikulum Berbasis Kompetensi: Kegiatan Belajar mengajar. Jakarta
Pusat: Pusat Kurikulum, Balitbang Depdiknas.
Kemmis, S & McTaggart R. 1992. The Action Reasearch Planner. Third Edition. Melbourne:
Deakin University Press.
Syathariah. 2011. Meningkatkan Motivasi dan Kemauan Siswa dalam Menulis Puisi dengan
Metode Estafet Writing. Laporan penelitian tindakan kelas. Karanganyar: Dinas
Pendidikan Kabupaten Karanganyar.
.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
280
PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA BAHASA INGGRIS
MELALUI MEDIA SNAKE AND LADDER
SISWA KELAS XII ANALIS KESEHATAN SMK WIYATA HUSADA
Erlis Kurniawati
SMK Wiyata Husada Batu
Abstrak: Penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas di SMK Wiyata Husada kelas
XII Analis Kesehatan yang bertujuan untuk mendeskripsikan perencanaan dan pelaksanaan
pembelajaran dengan menggunakan media Snake and Ladder. Media ini dapat digunakan
sebagai model kegiatan berbicara dan dapat meningkatkan keterampilan berbicara dalam
Bahasa Inggris. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran yang dilakukan dengan
media snake and ladder, berdasarkan pengamatan guru adalah siswa aktif dan termotivasi
bertanya jawab menggunakan Bahasa Inggris. Penelitian ini menggunakan dua siklus.
Hasil test pada siklus I menunjukkan siswa yang mendapat rata-rata nilai lebih dari 80
adalah 5 orang atau 33%, dan yang mendapat nilai kurang dari 75 adalah 10 orang atau
67%. Rata-rata peroleh nilai hasil tes adalah 73,73. Hasil test pada siklus II menunjukkan
peningkatan yaitu siswa yang mendapat rata-rata nilai 80 adalah 6 orang atau 40%, dan
yang mendapat nilai 86,7 adalah 8 orang atau 53% dan 1 siswa dengan nilai 93 atau 6,6%.
Rata-rata perolehan nilai hasil tes adalah 84,44. Nilai pada siklus I dan II ini diambil dari
test free conversation di depan kelas. Siswa lebih termotivasi untuk berbicara dan
pembelajaran dirasakan menyenangkan. Disimpulkan bahwa snake and ladder mampu
meningkatkan keterampilan berbicara dalam bahasa inggris.
Keyword: media snake and ladder, keterampilan berbicara
Bahasa adalah alat komunikasi. Berkomunikasi berarti mengungkapkan pikiran,
pendapat dan perasan secara lisan bukan hanya dalam bentuk tulisan. Seiring dengan era
globalisasi, bahasa Inggris merupakan salah satu alat untuk komunikasi yang sangat
diperlukan sebab dengan menguasai bahasa Inggris seseorang akan dapat meningkatkan
pengetahuan dan ketrampilannya, yang pada akhirnya akan dapat dijadikan sebagai bekal
untuk memperoleh lapangan pekerjaan dan untuk menghadapi tantangan di era globalisasi
dan MEA. Dengan kata lain, kemampuan berbicara dalam bahasa Inggris akan membuat
seseorang survive di era globalisasi ini. Apalagi siswa kami jurusan Analis Kesehatan yang
mempunyai kesempatan luas untuk bekerja di laboratorium, rumah sakit Internasional baik
di Indonesia maupun luar negeri.
Jadi, kegiatan berbicara dalam bahasa Inggris ini memberikan pengalaman belajar yang
sangat bermanfaat bagi mereka pada dunia kesehatan dan dunia usaha kedepannya. Sebuah
kelas pembelajaran bahasa seharusnya menghadirkan suasana kelas yang hidup dengan
interaksi dua arah yang baik. Pada kenyataannya, hal tersebut bertolak belakang dengan
keadaan yang ditemui penulis pada pembelajaran Bahasa Inggris kelas XII di mana para
siswa sebagian besar pasif untuk berbicara dalam Bahasa Inggris.
Pendidikan sangat bergantung kepada kompetensi guru, salah satu kompetensi guru
yang harus dikembangkan adalah kompetensi pedagogik, dimana guru harus bisa mengelola
pembelajaran di kelas. Pembelajaran dikatakan berhasil apabila dilakukan secara bermakna,
siswa aktif dalam pembelajaran, adanya motivasi untuk menumbuhkan keaktifan siswa dalam
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
281
pembelajaran, nilai siswa baik dan tuntas sesuai dengan kriteria ketuntasan minimal (KKM),
siswa menjadi kreatif dan kritis, serta tumbuh karakter yang baik pada diri siswa, terutama
pada pembelajaran bahasa Inggris.
Pada kenyataannya siswa belum terampil berbicara dalam bahasa Inggris, penyebabnya
karena dalam proses belajar mengajar guru masih terpaku pada buku-buku pelajaran yang
ada, kurang kreatifnya guru dalam memvariasikan proses pembelajaran. Langkah-langkah
pembelajaran yang dilakukan oleh guru masih monoton, yaitu menjelaskan materi, memberi
contoh soal, memberi tugas latihan dan melakukan penilaian. Salah satu dampak dari
pembelajaran yang masih monoton adalah motivasi rendah dalam belajar dan akhirnya
mendapat nilai yang kurang baik, berakibat pula pada kurang bersemangatnya siswa
dalam belajar, siswa menganggap bahwa pembelajaran bahasa Inggris itu sulit, kurang
menarik, dan membosankan.
Hasil belajar siswa sangat dipengaruhi oleh strategi dan perencanaan yang dilakukan
oleh guru. Strategi dan perencanaan yang dimaksud adalah bagaimana guru memikirkan
strategi dalam upaya mencapai hasil belajar yang sesuai dengan program yang direncanakan.
Untuk itu, guru perlu membuat model pembelajaran yang dapat menjadikan suasana belajar
siswa yang menyenangkan dan lebih efektif. Harapannya adalah siswa aktif dalam kegiatan
belajar dan tujuan pembelajaran tercapai berupa hasil belajar siswa lebih meningkat.
Purnomo (2013) menjelaskan bahwa pemilihan alat peraga untuk menunjang proses belajar
dan mengajar sangat penting. Karena itu dalam pembelajaran patut menggunakan media.
Penggunaan alat peraga yang tepat akan dapat meningkatkan hasil belajar dan membuat
proses belajar menjadi aktif, inovatif, efektif, menarik dan menyenangkan. Pembelajaran juga
akan menjadi lebih efektif ketika dilakukan secara berkelompok.
Salah satu pembelajaran yang mengaktifkan siswa dalam berkelompok adalah
menggunakan media snake and ladder. Menurut Slavin (2008) persaingan itu tidak selalu
salah, jika diatur dengan baik, persaingan diantara para siswa yang sesuai dapat menjadi
sarana yang efektif dan tidak berbahaya. Namun bentuk-bentuk yang biasanya digunakan di
dalam kelas jarang sekali bersifat efektif dan sehat. Disinilah peran guru menjadi sangat
penting untuk mengatur persaingan menjadi semangat belajar. Salah satu upaya yang dapat
dilakukan guru adalah dengan mengondisikan persaingan menjadi lingkungan belajar.
Permainan ular tangga dalam pembelajaran menurut Raharjo Ismail (2009) pada
dasarnya kompetensi yang ingin dicapai dalam permainan ini tidak didasarkan hanya pada
satu standar kompetensi, kompetensi dasar, maupun inditikator tertentu, akan tetapi
mencakup beberapa SK, KD maupun indikator tertentu dalam suatu mata pelajaran. Akan
tetapi tidak menutup kemungkinan bagi para guru untuk memodifikasi permainan ini agar
dapat diterapkan pada SK, KD maupun indikator tertentu. Permainan ini dapat dimainkan
untuk semua mata pelajaran dan semua jenjang kelas, karena didalamnya hanya berisi
berbagai bentuk pertanyaan yang harus dijawab oleh siswa melalui permainan tersebut sesuai
dengan jenjang kelas dan mata pelajaran tertentu. Seluruh pertanyaan-pertanyaan tersebut
telah dibukukan menjadi satu sekaligus dengan petunjuk permainannya.
Tujuan permainan ular tangga ini adalah untuk memberikan motivasi belajar kepada
siswa agar senantiasa mempelajari atau mengulang kembali materi-materi yang telah
dipelajari sebelumnya yang nantinya akan diuji melalui permainan, sehingga terasa
menyenangkan bagi siswa. Model pembelajaran menggunakan media ular tangga ini pernah
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
282
diteliti oleh guru-guru bahasa Inggris, yaitu Suganda dkk. (2015) dalam penelitiannya yang
berjudul Upaya Meningkatkan Kemampuan Bicara Siswa Dalam Bahasa Inggris Melalui
Permainan Snake and Ladder. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa kemampuan
berbicara siswa SMA Ciamis dapat meningkat melalui pembelajaran bahasa Inggris dengan
media permainan snake and ladder.
METODE
Metode pada penelitian ini adalah Classroom Action Research (Penelitian Tindakan
Kelas). Menurut Kemmis and McTaggart (1998, dalam Kantili, 2003:-) : ‟Action research is
trying out ideas in practice as a means of improvement and as a means of increasing
knowledge about curriculum, teaching and learning. Selain itu Kantili (2003:-) mengutip
definisi lain, yaitu McNiff (1988) yang menjelaskan bahwa ‟action research is seen as a way
of characterizing a loose set of activities that are designed to improve the quality of
education‟. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan proses penerapan media snake
and ladder pada mata pelajaran bahasa Inggris kelas XII Analis semester I dengan Standar
Kompetensi berkomunikasi dengan Bahasa Inggris setara Level Intermediate dan kompetensi
dasar Memahami percakapan terbatas dengan penutur asli.
Penelitian ini menggunakan model yang dikembangkan dari pemikiran Kurt Lewin
pada tahun 1946 (McNiff, 1992:19). Ia menggambarkan penelitian tindakan sebagai
serangkaian langkah yang membentuk spiral. Setiap langkah memiliki empat tahap, yaitu
perencanaan (planning), tindakan (acting), pengamatan (observing), dan refleksi (reflecting).
Secara visual, tahap-tahap tersebut dapat disajikan pada gambar 1 (McNiff, 1992: 22).
Penelitian ini menggunakan prosedur sebagai berikut.
Gambar 1. Model Dasar Penelitian Tindakan dari Kurt Lewin
Subjek dari pendelitian ini adalah siswa kelas XII Analis semester ganjil pada SMK
Wiyata Husada Batu. Paa kelas tersebut terdapat 12 siswa perempuan dan 3 siswa laki-laki.
Peneliti mendeskripsikan peningkatan hasil belajar siswa dengan pembelajaran menggunakan
media snake and ladder pada mata pelajaran bahasa Inggris. Ada 2 siklus pada penelitian ini.
Siklus I terdiri dari 2 tahap, sedangkan siklus II terdiri dari 1 tahap. Penelitian ini
menggunakan media pembelajaran snake and ladder berupa beberan, gaco, dadu dan kartu-
siklus perencanaan
Observasi
pelaksanaan
Refleksi dan
analisis data
Pelaksanaan
tindakan
Belum
Berhasil ?
Ya
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
283
kartu soal. Permainan yang diadaptasikan dalam pembelajaran dapat membantu siswa lebih
semangat dan lebih tertarik pada pelajaran bahasa inggris. Permainan juga dapat membantu
guru untuk menciptakan konteks dalam bahasa sehingga lebih berguna dan bermakna.
Penelitian tindakan kelas ini dilakukan dalam dua siklus. Siklus I terdiri dari dua
tahap, dan siklus II terdiri dari satu tahap. Pada tiap siklus peneliti telah melakukan
perencanaan, pelaksanaan tindakan, pengamatan dan refleksi. Tiap tahap guru menyusun
rencana pembelajaran yang mengacu pada Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar pada
materi reservation. Selanjutnya guru mengembangkan media pembelajaran berupa “snake
and ladder”, menyiapkan RPP, instrument penilaian, materi percakapan (incomplete
dialogue), dan lembar observasi, lembar partisipasi, dan angket.
Permainan yang diadaptasikan dalam pembelajaran ini dapat membantu siswa lebih
semangat dan lebih tertarik pada pelajaran bahasa inggris. Permainan juga dapat membantu
guru untuk menciptakan konteks dalam bahasa sehingga lebih berguna dan bermakna. Agar
siswa dapat berpartisipasi dalam permainan itu mereka harus memahami apa yang orang lain
telah tulis atau sedang katakan, dan mereka harus berbicara atau menulis supaya dapat
mengekpresikan ide-ide mereka atau sekedar memberikan informasi. Interpretasi yang
berguna dari kebermaknaan siswa adalah ketika merespon konten dengan cara terbatas. Jika
siswa merasa terhibur, tersingung, penasaran atau terkejut konten permainan akan sangat
bermakna bagi mereka.
Dengan demikian makna bahasa yang siswa dengar, baca, bicara dan tulis akan
menjadi lebih dirasakan dan diingat pembelajarannya. Jika diterima permainan dapat
melengkapi praktek bahasa yang kuat dan berarti. Dengan demikian permainan tersebut tidak
digunakan hanya pada hari-hari tertentu pada ahir pembelajaran saja. Ay dan Ersoz (2000 :1)
berpendapat bahwa pembelajaran bahasa merupakan suatu tugas yang berat dan kadang-
kadang dapat membuat pembelajar jadi frustasi. Usaha yang konstan diperlukan untuk
memahami, menghasilkan dan memanipulasi bahasa target. permainan pilihan sangat berarti
bagi siswa karena permainan itu kesempatan kepada siswa untuk memperaktekkan
keterampilan bahasa target. Permainan sangat memotivasi siswa karena mereka
menyenangkan dan menantang. Lebih jauh lagi mereka menggunakan bahasa yang berguna
dan bermakna dalam konteks yang sebenarnya. Permainan juga mendorong dan
meningkatkan kebersamaan serta memotivasi karena ini menyenangkan dan menarik. Mereka
dapat digunakan untuk memberikan praktek pada semua keterampilan bahasa dan dapat
diguakan banyak jenis komunikasi. Permainan sangat memotivasi dan menghibur, dan
mereka dapat memberikan siswa pemalu lebih mempunyai kesempatan mengekspresikan
pendapat mereka dan perasaan mereka (Hansen 1994:118). Ia juga dapat memberi
kemampuan pada siswa mendapatkan pengalaman baru dalam pembelajaran bahasa asing
yang tidak selalu mungkin terjadi selama mengalamai bahasan tertentu. Lebih jauh lagi,
menegaskan pendapat Richard-Amato, mereka menambahkan bahwa permainan dapat
dijadikan kegiatan ”ice breaking” pada kegiatan rutin pembelajaran di kelas, tetapi juga dapat
digunakan untuk memperkenalkan gagasan-gagasan baru (1988:147). Mudahnya, suasana
yang menyenangkan yang tercipta karena permainan, siswa dapat mengingat sesuatu lebih
cepat dan lebih baik (Wierus and Wierus 1994).
Permainan Ular Tangga atau dalam Bahasa Inggrisnya disebut Snake and Ladder
adalah suatu permainan yang menggunakan papan permainan (board game) dan sebuah dadu
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
284
(dice). Papan permaian tersebut berisikan 50 kotak perintah yang harus dilakukan oleh 3/5
pemain. Dalam hal ini kotak perintah sudah dimodifikasi berisikan perintah atau pertanyaan
tentang reservation. Gambar media dapat dilihat sebagai berikut.
Gambar 1. Beberan, dadu, gaco, kartu-kartu soal pada snake and ladder
HASIL DAN PEMBAHASAN
Siklus I
Perencanaan
Pada hasil dan pembahasan guru membuat perencanaan, pelaksanaan tindakan dan
pengamatan. Guru akan melakukan penelitian dalam dua siklus.Siklus I terdiri dari dua tahap.
Siklus II terdiri dari satu tahap. Pada hari Rabu tanggal 12 Oktober 2016, guru
menyelenggarakan kegiatan pembelajaran Bahasa Inggris di kelas XII Analis. Pada siklus I
tahap I perencanaan yang dilakukan adalah menelaah silabus dan kurikulum Bahasa Inggris
kelas XII Analis, menganalisis SK dan KD sehingga diperoleh indikator pencapaian
kompetensi, menganalisis materi pelajaran sehingga diperoleh materi prasyarat dan materi
pokok, membuat instrumen pembelajaran berupa RPP pada KD 3.2, pada materi reservations,
menyusun LKS yang isinya guided conversation yaitu incomplete dialog yang berisi 10 soal,
mempersiapkan media pembelajaran yaitu “snake and ladder”, yaitu beberapa beberan, gaco,
dadu dan kartu-kartu soal. Menyiapkan lembar observasi aktivitas guru dan siswa, lembar
observasi aspek afektif dan psikomotor siswa, catatan lapangan dan catatan refleksi siswa dan
menyiapkan reward berupa beberapa cokelat untuk kelompok yang memenangkan permainan
lebih awal.
Pelaksanaan Tindakan
Guru mengucapkan salam dan siswa menjawab salam. Pada apersepsi guru mengajak
siswa menyanyi lagu dalam bahasa Inggris untuk menciptakan English environment di kelas
tersebut. Guru memberi motivasi dan memberi penjelasan tentang tujuan pembelajaran . Pada
orientasi guru memberi contoh manfaat materi dalam kehidupan sehari-hari. Pada kegiatan
selanjutnya guru memberi penjelasan tentang aturan permainan “snake and ladder. Siswa
dibagi menjadi 3 kelompok terdiri dari 5 siswa. Beberan, kartu-kartu kalimat, dadu, serta
gaco dibagikan ke masing-masing kelompok. Salah satu siswa menjadi ketua kelompok dan
ketua kelompok memulai permainan dengan hompimpa. Siswa yang menang akan memulai
melempar dadu lebih awal. Ketua kelompok mengocok kartu-kartu tersebut dan meminta
siswa tadi mengambil salah satu kartu tanpa melihat isi kalimat pada kartu tersebut. Ketua
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
285
kelompok membacakan kalimat yang ada pada kartu. Kalau siswa tidak bisa menjawab
pertanyaan berarti gaco harus mundur satu langkah. Kalau gaco mencapai ekor ular berarti
harus turun, sedangkan kalau gaco mencapai tangga maka harus naik. Demikian seterusnya
sampai salah satu siswa mencapai garis finish / puncak dan menjadi pemenangnya. Guru
berkeliling ke setiap kelompok sambil memberi assessment / cecklist keaktifan. Kegiatan
berikutnya yaitu siswa diberi incomplete dialogue.
Pengamatan
Siklus 1 pertemuan 1
Pembelajaran dilakukan dalam waktu 2 x 45 menit. Dalam kegiatan pendahuluan guru
melakukan aktivitas menanyakan kepada siswa tentang reservation. Guru memotivasi
siswa dengan mengajak siswa bernyanyi dalam bahasa Inggris. Guru menyampaikan tujuan
pembelajaran, yaitu dengan bersimulasi pada permainan snake and ladders iswa dapat
menggunakan ungkapan-ungkapan reservasi dengan tepat, menggunakan ungkapan-
ungkapan untuk mengajukan keluhan yang dilakukan oleh penutur asli, dan dapat
menggunakan ungkapan-ungkapan untuk menyatakan keinginan atau situasi yang tidak nyata
baik untuk masa depan, masa kini atau masa lampau (conditional sentences and subjunctive
wish). Siswa mendengarkan instruksi dari guru dengan seksama. Pada proses kegiatan ini
siswa terkesan antusias bermain snake and ladder. Setiap siswa pada masing-masing
kelompok tanpa menyadari bisa berbicara bahasa Inggris dengan aktif sesuai dengan isi
materi pada kartu soal. Pada kegiatan ini siswa yang biasanya pendiam dan pemalu, menjadi
aktif berbicara dalam bahasa Inggris dengan media snake and ladder. Kelas menjadi ramai
dan siswa aktif sehingga mereka tidak mengantuk dan bosan dengan kegiatan yang interaktif.
Kadang – kadang siswa bertanya kepada guru tentang kosa kata yang tidak dimengerti. Guru
berkeliling ke masing-masing kelompok sambil memberikan penilaian pada lembar
pengamatan. Beberapa kelompok antusias untuk segera menyelesaikan permainan lebih
awal tugas yang diberikan. Mereka termotivasi karena ingin menyelesaikan tugas lebih dulu
dari kelompok lain dan mendapatkan reward.
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar menggunakan media snake and ladder pada
saat itu ternyata dilakukan lebih cepat dari waktu yang direncanakan. Dalam waktu 20 menit
masing-masing kelompok sudah menyelesaikan permainan. Peneliti tidak menduga kalau
mereka bermain ular tangga begitu cepat, karena menurut perkiraan peneliti permainan ular
tangga dengan 50 kartu soal ini membutuhkan waktu yang lama. Untuk mengatasi hal
tersebut, guru mencari cara lain untuk mengisi waktu luang yaitu dengan menuliskan
incomplete dialogue di papan tulis. Hal ini dilakukan untuk kegiatan awal pada siklus I agar
siswa terinspirasi dengan percakapan tentang reservation. Kegiatan berikutnya yaitu siswa
melengkapi dialog dan mempresentasikannya berpasangan sambil membaca teks. Dari
percakapan dengan teks masih banyak kesalahan intonasi, tekanan dan pengucapan karena
mereka cenderung membaca tulisan pada teks percakapan.
Pada siklus I pertemuan 1 beberapa siswa masih bingung atau belum terbiasa belajar
bahasa Inggris menggunakan media snake and ladder karena beberapa soal pada kartu
terdapat kosa kata yang tidak dimengerti oleh siswa. Ditemukan juga terkadang siswa merasa
tidak puas bermain ular tangga dan minta ditambah waktunya.
Pada kegiatan akhir guru bersama siswa mencoba merefleksikan pembelajaran dan
memberikan lembar evaluasi dan lembar partisipasi (terlampir) untuk dikerjakan oleh
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
286
masing-masing siswa. Setelah dilakukan tes akhir siklus I pertemuan 1, guru melakukan
analisis terhadap skor yang diperoleh siswa yaitu melengkapi dialog dan praktek berpasangan
dengan membaca teks. Hasil evaluasi melengkapi dialog menunjukkan siswa yang mendapat
rata-rata nilai lebih dari 76 adalah 15 orang atau 100 %. Rata-rata perolehan nilai hasil
evaluasi adalah 81,88. Hasil nilai ini tidak dibandingkan dengan siklus II karena nilai ini
diambil dari incomplete dialogue dan bukan free conversation.
Siklus 1 pertemuan 2
Tindakan yang dilakukan pada siklus I pertemuan 2 dilaksanakan berdasarkan Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang dibuat pada tahap perencanaan. Dari awal
pelaksanaan tindakan sudah nampak peningkatan motivasi siswa untuk berbicara bahasa
inggris lebih aktif dan mereka berusaha untuk memperpanjang durasi berbicara. Hal ini
dimungkinkan karena media permainan snake and ladder sudah dikenal siswa.
Setelah mengamati kegiatan siswa bermain peran free conversation di depan kelas dan
dari pengamatan peneliti tentang hasil video free conversation tiap kelompok, ada beberapa
hal yang menjadi catatan peneliti untuk perbaikan pada siklus II, yaitu (a) masih banyak
siswa yang mempunyai masalah dalam pengucapan, intonasi dan tekanan pada kata-kata
tertentu dalam bahasa Inggris, (b) kemampuan grammar siswa masih kurang. Hal ini nampak
sewaktu siswa mendeskripsikan apa yang diminta pasangan bicaranya, (c) ketika sedang
menjawab pertanyaan pasangan bicaranya kadang tiba-tiba berhenti atau stuck karena
keterbatasan penguasaan kosa kata dan gagasan, (d) masih tidak memahami apa yang
ditanyakan atau penjelasan lawan bicaranya, dan (e) kadang-kadang pembicaraan kurang
lancar.
Kekurangan-kekurangan tadi dianalisis dan menjadi catatan peneliti untuk
pelaksanaan tindakan pada siklus II. Sebagai tindakan perbaikan untuk meminimalisir
kekurangan tadi maka peneliti mendiskusikan dengan observer dan siswa. Tindakan ini
dilaksanakan setelah pelaksanaan test akhir siklus I. Dalam pelaksanaan penelitian, peneliti
juga dibantu oleh observer untuk mengamati aktifitas peneliti dan siswa selama proses
pembelajaran berlangsung dengan menggunakan format observasi yang sudah disiapkan
peneliti yang berguna untuk menganalisis data merencanakan kegiatan yang akan dilakukan
pada siklus selanjutnya. Setelah menganilis dan mendiskusikan bersama observer kekurangan
dan kelebihan pada tindakan siklus I, maka disepakati penelitian dilanjutkan ke siklus II.
Dalam pertemuan ke dua guru membagi siswa menjadi tujuh kelompok untuk
membuat dialog berpasangan dengan teman sebangku tentang reservation. Enam kelompok
dengan anggota dua siswa dan satu kelompok dengan anggota 3 siswa. Mereka berdiskusi
membuat free conversation tentang reservation di hotel atau di restauran dengan waktu yang
ditentukan oleh guru. Kegiatan selanjutnya adalah guru meminta siswa berpasangan untuk
melakukan role play di depan kelas tanpa text. Guru merekam hasil dialog siswa tersebut
menggunakan video.
Setelah dilakukan tes akhir siklus I tahap II, guru melakukan analisis terhadap skor
yang diperoleh siswa (hasil tes lengkap terlampir). Hasil test pada siklus II menunjukkan
siswa yang mendapat rata-rata nilai lebih dari 80 adalah 5 orang atau 33%, dan yang
mendapat nilai kurang dari 75 adalah 10 orang atau 67%. Rata-rata peroleh nilai hasil tes
adalah 73,73
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
287
Refleksi siklus I Pertemuan 1
Refleksi dilakukan untuk menemukan kegiatan-kegiatan yang perlu diperbaiki serta
menetapkan solusinya. Hasil refleksi terhadap kegiatan pembelajaran pada siklus I adalah
sebagai berikut. Pada pertemuan 1 diskusi dan pembahasan tentang kekurangan yang terjadi
di siklus I diantaranya tentang pronunciation,grammar, vocabulary, fluency, dan content.
Beberapa siswa mengalami kebosanan dalam pembelajaran karena satu kelompok terdiri dari
5 siswa, sehingga mereka merasa lama menunggu giliran. Ditemukan ada beberapa kartu soal
yang kurang relevan dengan tujuan pembelajaran. Yaitu ada beberapa kartu yang isinya
kurang sesuai dengan materi pada KD 3.2. Dari hasil observasi terlihat pada saat proses
pembelajaran menggunakan media “ snake and ladder” siswa aktif berpartisipasi dan senang.
Dari hasil diskusi bersama teman sejawat dan observer ditemukan bahwa siswa yang selama
ini pemalu dan diam dalam pembelajaran bahasa Inggris, menjadi aktif berbicara karena
terpancing oleh permainan tersebut. Namun dari hasil test percakapan guided conversation
masih jauh dari harapan. Masih banyak siswa yang nilainya belum mencapai KKM.
Solusi untuk mengatasi masalah tersebut adalah guru perlu menambahkan beberan,
gaco, kartu-kartu soal dan dadu lagi. Hal ini dilakukan supaya masing-masing kelompok
terdiri dari 4 / 3 siswa sehingga siswa tidak menunggu giliran terlalu lama. Dari kegiatan ini
observer juga menemukan bahwa permainan ular tangga ini efektif untuk kelas kecil sehingga
perhatian guru kepada kelompok-kelompok ini bisa lebih fokus dan terkendali. Solusi untuk
permasalahan di atas adalah guru menarik beberapa kartu soal dan menggantinya dengan
kartu soal yang sesuai dengan tujuan pembelajaran pada KD 3.2. Pada siklus ke II nanti guru
juga akan menggunakan media permainan Ular Tangga. Pada kegiatannya nanti guru akan
meminta siswa untuk membuat free conversation.
Pembahasan hasil penelitian dilakukan dengan cara sebagai berikut. Pertama, peneliti
menghitung prosentase nilai siswa yang mencapai KKM dan yang kurang dari KKM pada
siklus pertama dan kedua. Kedua, peneliti membandingkan prosentase nilai yang mencapai
KKM pada siklus pertama dan kedua. Selain secara kuantitatif, pembahasan hasil penelitian
dilakukan secara kualitatif dengan cara observasi dan pengamatan selama penelitian
berlangsung.
Nilai kognitif siswa hasilnya dapat dilihat sebagai berikut. Siklus I tahap I pada guided
conversation: nilai anak yang mencapai KKM 15 anak (100%). Siklus I tahap II free
conversation: nilai anak yang mencapai KKM 7 anak (47 %), 8 anak dibawah KKM (53 %).
Siklus pertama: siswa aktif berpartisipasi, kerjasamanya bagus, didukung dengan nilai afekti f
dengan nilai antara 83-91. Siklus kedua: partisipasi siswa bagus, semua siswa terlibat secara
aktif dan ekspresif dalam pembelajaran, suasana belajar menyenangkan. Terjadi peningkatan
partisipasi siswa pada siklus kedua (pembelajaran dengan media permainan Ular Tangga)
Refleksi pada Siklus I Pertemuan 2
Tindakan yang dilakukan pada siklus I pertemuan 2 dilaksanakan berdasarkan Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang dibuat pada tahap perencanaan. Dari awal
pelaksanaan tindakan sudah nampak peningkatan motivasi siswa untuk berbicara bahasa
inggris lebih aktif dan mereka berusaha untuk memperpanjang durasi bicara dan lebih
memperjelas objek yang dideskripsikan. Hal ini dimungkinkan karena media permainan
snake and ladder sudah dikenal siswa, jadi sangat menarik untuk dimainkan dan yang
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
288
menambah motivasi siswa untuk lebih aktif bicara bahasa inggris adalah scoring sheet yang
telah disepakati bersama seperti yang terlihat pada tabel di atas.
Ada beberapa hal yang menjadi catatan peneliti untuk perbaikan pada siklus II.
Pertama, masih banyak siswa yang mempunyai masalah dalam pengucapan kata kata tetentu
dalam bahasa Inggris. Kedua, kemampuan grammar siswa masih kurang. Hal ini nampak
sewaktu siswa mendeskripsikan apa yang diminta pasangan bicaranya. Ketiga, ketika sedang
berbicara menjelaskan pertanyaan pasangan bicaranya kadang tiba-tiba berhenti atau stuck
karena keterbatasan penguasaan kosa kata dan gagasan. Keempat, masih banyak yang tidak
memahami apa yang ditanyakan atau penjelasan lawan bicaranya. Kelima, kadang-kadang
pembicaraan kurang lancar.
Kekurangan-kekurangan tadi dianalisis dan menjadi catatan peneliti untuk pelaksanaan
tindakan pada siklus II. Sebagai tindakan perbaikan untuk meminimalisir kekurangan tadi
maka peneliti mendiskusikan dan mendiskusikan rekan guru bahasa inggris dengan siswa.
Tindakan ini dilaksanakan setelah pelaksanaan ulangan di akhir siklus I. Setelah menganilis
dan mendiskusikan bersama observer kekurangan dan kelebihan pada tindakan siklus I, maka
disepakati penelitian dilanjutkan ke siklus II. Dalam pertemuan ke dua guru membagi siswa
menjadi 7 kelompok untuk membuat dialog berpasangan dengan teman sebangku tentang
reservation. Dalam kelompok yang beranggotakan dua siswa sebanyak 6 kelompok dan 1
kelompok beranggotakan 3 siswa. Mereka berdiskusi membuat free conversation tentang
reservation di hotel atau di restauran dengan waktu yang ditentukan oleh guru. Setelah waktu
yang ditentukan guru meminta siswa berpasangan untuk melakukan role play di depan kelas
tanpa text. Guru merekam hasil dialog siswa tersebut menggunakan video.
SIKLUS II
Pada pertemuan 1 diskusi dan pembahasan tentang kekurangan yang terjadi di siklus I
di antaranya tentang pronunciation, grammar, vocabulary, fluency, dan content. Tindakan
guru pada siklus ini adalah menayangkan kartu-kartu soal melalui LCD, guru mengucapkan
(drill) kalimat pada kartu-kartu soal, siswa menirukan. Harapannya siswa tidak melakukan
lagi kesalahan pengucapan pada siklus II. Hal ini dilakukan sebagai review untuk
memperbaiki kekurangan yang terjadi pada siklus I. Dalam siklus II ini guru menambah
media ular tangga yaitu beberan, gaco, kartu-kartu soal dan dadu. Sehingga jumlahnya
bertambah menjadi 4 set beberan.Guru membagi siswa menjadi empat kelompok. Tiga
kelompok beranggota tiga siswa dan 1 kelompok terdiri dari empat siswa. Guru memberikan
instruksi melakukan permaian ular tangga. Secara bergantian siswa melakukan tanya jawab
berdasarkan pertanyaan yang terdapat dalam kartu-kartu soal. Mereka terlihat lebih antusias
bermain ular tangga sehingga mereka tidak menyadari bahwa mereka sedang bercakap-cakap
menggunakan bahasa Inggris. Padahal biasanya pada saat pelajaran bahasa Inggris beberapa
siswa di kelas ini tergolong siswa pendiam.
Kegiatan ini adalah kelanjutan dari siklus 1 pertemuan 2. Tetapi tiap kelompok diminta
untuk mengembangkan percakapan yang mereka buat pada siklus 1 pertemuan ke 2 yaitu free
conversation tentang reservation. Secara berpasangan mereka melakukan role play di depan
kelas. Guru merekam video percakapan mereka. Diharapkan pada siklus II ini ada
peningkatan dan perbaikan pada kelancaran, ucapan, intonasi serta tekanan.
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
289
Setelah dilakukan tes akhir siklus II ini, peneliti melakukan analisis terhadap skor yang
diperoleh siswa (hasil tes lengkap terlampir). Hasil test pada siklus II menunjukkan siswa
yang mendapat rata-rata nilai 80 adalah 6 orang atau 40%, dan yang mendapat nilai 86,7
adalah 8 orang atau 53 % dan 1 siswa dengan nilai 93 atau 6%. Rata-rata peroleh nilai hasil
tes adalah 84,44.
Dalam kegiatan terdahulu peneliti membagi kelas menjadi empat kelompok kecil
dengan siswa yang sama berjumlah 3-4 siswa. Setiap kelompok mendapatkan satu media
permainan Ular Tangga. Selanjutnya, peneliti menjelaskan bahwa ada penambahan pada
kartu-kartu soal supaya lebih fokus pada ungkapan-ungkapan reservation, conditional
sentences and subjunctive wish. Hal ini dilakukan untuk menumbuhkan kesadaran siswa
sehingga munculah motivasi untuk belajar sesuai dengan kompetensi dasar. Setelah seluruh
siswa termotivasi, peneliti menjelaskan cara permainan Ular Tangga dan menjelaskan
simbol-simbol dalam permaianan seperti pada siklus I. Kelompok yang memenangkan
permainan lebih awal akan mendapatreward.
Kegiatan inti dimulai dengan mempersilahkan setiap kelompok untuk bermain Ular
Tangga. Solusi untuk mengatasi masalah tersebut adalah guru perlu menambahkan beberan,
gaco, kartu-kartu soal dan dadu lagi (terlampir). Hal ini dilakukan supaya masing-masing
kelompok terdiri dari 4 / 3 siswa sehingga siswa tidak menunggu giliran terlalu lama. Dari
kegiatan ini observer juga menemukan bahwa permainan ular tangga ini efektif untuk kelas
kecil sehingga perhatian guru kepada kelompok-kelompok ini bisa lebih fokus dan terkendali.
Solusi untuk permasalahan di atas adalah guru menarik beberapa kartu soal dan
menggantinya dengan kartu soal yang sesuai pembelajaran dengan tujuan pada KD 3.2.
(terlampir). Pada siklus ke II nanti guru juga akan menggunakan media permainan Ular
Tangga. Pada kegiatannya nanti guru akan meminta siswa untuk membuat free conversation
secara berpasangan.
Pembahasan hasil penelitian dilakukan dengan cara sebagai berikut. Pertama, peneliti
menghitung prosentase nilai siswa yang mencapai KKM dan yang kurang dari KKM pada
siklus pertama dan kedua. Kedua, peneliti membandingkan prosentase nilai yang mencapai
KKM pada siklus pertama dan kedua. Selain secara kuantitatif, pembahasan hasil penelitian
dilakukan secara kualitatif dengan cara observasi dan pengamatan selama penelitian
berlangsung.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian ini pembelajaran Bahasa Inggris pada kompetensi dasar
3.2 materi reservation dengan media snake and ladder terbukti bisa meningkatkan hasil
belajar peserta didik. Hasil test pada siklus I menunjukkan siswa yang mendapat rata-rata
nilai lebih dari 80 adalah 5 orang atau 33%, dan yang mendapat nilai kurang dari 75 adalah
10 orang atau 67%. Rata-rata peroleh nilai hasil tes adalah 73,73. Hasil test pada siklus II
menunjukkan peningkatan yaitu siswa yang mendapat rata-rata nilai 80 adalah 6 orang atau
40%, dan yang mendapat nilai 86,7 adalah 8 orang atau 53% dan 1 siswa dengan nilai 93 atau
6%. Rata-rata peroleh nilai hasil tes adalah 84,44. Nilai pada siklus I dan II ini diambil dari
test free conversation di depan kelas. Selain mengalami peningkatan keterampilan berbicara,
peserta didik juga mengalami peningkatan dalam tingkat keaktifan, motivasi dan semangat
dengan menggunakan media snake and ladder. Siswa juga mampu membuat teks percakapan
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
290
sendiri dan bermain peran di depan kelas. Durasi waktu percakapan meningkat dari siklus I
ke siklus II.
Kami mengajak para guru untuk menggunakan hasil penelitian ini dengan baik dan
dijadikan motivasi agar mampu melakukan penelitian tindakan kelas. Permainan ular tangga
hanyalah satu dari sekian banyak metode atau strategi pembelajaran yang dapat digunakan.
Para guru dapat mencari metode atau strategi pembelajaran yang lain. Disarankan supaya
penggunaaan media ular tangga untuk beberapa mata pelajaran. Disarankan pula bahwa
penggunaan media pembelajaran ini untuk kelas kecil tidak lebih dari 20 siswa karena siswa
bisa konsentrasi dan guru bisa lebih mudah membimbing pada tiap-tiap kelompok. Hasil
temuan dalam penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi untuk penelitian berikutnya.
Daftar Rujukan
Kemmis, S. & McTaggart, R. 1992. The Action Research Planner. Third Edition. Melbourne:
Deakin University Press.
McNiff, Jean & Whitehead, Jack. 2002. Action Research: Principles and Practice. Second
Edition. London and New York: Routledge/Palmer
Slavin, Robert E. 2009. Cooperative Learning: Teori, Riset, dan Praktik. Bandung: Nusa
Media
Suganda, A., Hidayat, A., Widyastuti, I., & Rini, E. 2015. Upaya Meningkatkan Kemampuan
Bicara Siswa Dalam Bahasa Inggris Melalui Permainan Snake and Ladder. Laporan
Penelitian Tindakan Kelas. Ciamis: Dinas Pendidikan Kabupaten Ciamis.
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
291
PENERAPAN MODEL KWL UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN READING
COMPREHENSION BAHASA INGGRIS PADA SISWA
KELAS XII APH 2 SMK NEGERI 1 BATU TAHUN 2016/2017
Khoirul Umah
SMKN 1 Batu
Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah menerapkan model pembelajaran KWL untuk
meningkatkan kemampuan reading comprehension Bahasa Inggris yang diterapkan
terhadap peserta didik Kelas XII APH 2 SMK NEGERI 1 Batu sejumlah 29 peserta didik.
Penelitian ini tergolong pada penelitian kualitatif. Jenis penelitian yang digunakan adalah
penelitian tindakan kelas dengan tahapan perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan,
observasi dan refleksi. Peneliti menerapkan model KWL Langkah pertama K (know) yaitu
apa yang peserta didik ketahui atau pengetahuan yang peserta didik miliki, langkah kedua
adalah W (want to know) yaitu tujuan khusus membaca dan langkah terakhir adalah L
(what I have leaned) merupakan tindak lanjut untuk menentukan,memperluas dan
menemukan tujuan membaca. dan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan
model pembelajaran KWL pada reading comprehension materi procedure text KD 3.4 mata
pelajaran Bahasa Inggris terbukti meningkat.
Kata kunci: kemampuan reading , model pembelajaran KWL
Bahasa Inggris adalah salah satu pelajaran dalam ujian nasional yang juga menjadi
hal yang ditakuti oleh peserta didik karena dianggap materi yang paling sulit khususnya
materi reading. Meskipun bukan penentu sebuah kelulusan, ujian nasional adalah salah satu
hal yang menunjukkankeberhasilan pelaksanaan pendidikan di sekolah karena dapat diukur
dari prestasi yang dihasilkan oleh peserta didik begitu pencapaian tersebut tidak terlepas dari
proses pengajaran yang dilakukan oleh pendidik sebagai fasilitator dalam memberikan
wawasan pengetahuan bagi peserta didik.
Proses pengajaran yang tepat akan memberikan banyak motivasi bagi peserta didik
dalam meningkatkan prestasinya dari waktu ke waktu. Begitu juga yang peneliti alami dalam
proses pembelajaran Bahasa Inggris materi reading comprehension dikelas XII APH 2
SMKN 1 Batu menghadapi permasalahan sehingga prestasi belajar rendah yaitu dalam mata
pelajaran Bahasa Inggris khususnya reading comprehension pada kompetensi dasar 3.4.
Memahami manual penggunaan peralatan dalam materi procedure text dipandang sebagai hal
yang membosankan. Kondisi tersebut yang sementara dianggap sebagai penyebab rendahnya
prestasi belajar pada mata pelajaran Bahasa Inggris khususnya materi reading
comprehension.
Dari permasalahan diatas peneliti mengidentifikasi penyebab permasalahan dari
rendahnya prestasi pada materi reading comprehension yaitu pada penerapan model
pembelajarannya, untuk itu peneliti menerapkan model pembelajaran KWL (Know-Want to
know-What I have learned) dalam pembelajaran reading comprehension pada KD 3.4. materi
procedure text , agar prestasi belajar dapat meningkat dan peserta didik dalam proses belajar
mengajar dapat aktif dan kreatif, memiliki semangat untuk belajar, dan merasa bahwa bahan
ajar yang disampaikan bermanfaat bagi dirinya.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
292
Model pembelajaran KWL mempunyai tujuan untuk mengetahui pengetahuan awal
peserta didik dan membentuk tujuan dari membaca dan membantu peserta didik untuk
mengontrol pemahaman peserta didik terhadap bacaan atau teks yang diberikan. Tentang
KWL Ogle (1986) menyatakan sebagai berikut.
an instructional reading strategy that is used to guide students through a
text. Students begin by brainstorming everything they Know about a topic. This
information is recorded in the K column of a K-W-L chart. Students then
generate a list of questions about what they Want to Know about the topic.
These questions are listed in the W column of the chart. During or after reading,
students answer the questions that are in the W column. This new information
that they have Learned is recorded in the L column of the K-W-L chart.
Dalam penelitian ini peneliti menerapkan model pembelajaran KWL yang dianggap
dapat meningkatkan prestasi peserta didik. Penerapan model KWL secara tepat diharapkan
akan dapat menumbuhkan lingkungan belajar yang kondusif. Peserta didik diharapkan aktif
dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar sehingga prestasi pada materi reading
comprehension semakin meningkat. Model pembelajaran KWL sudah pernah diteliti oleh
Indriastuti dan Rahmawan (2014). Hasilnya menunjukkan model KWL dengan membaca
sekilas terhadap 2 teks dapat meningkatkan kemampuan membaca peserta didik.
METODE
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas, digunakannya
rancangan penelitian tindakan kelas karena problem yang diangkat memerlukan solusi
pemecahan masalah berkaitan dengan persoalan praktek pembelajaran di kelas. Tahapan
penelitian tindakan kelas adalah perencanaan (planning), pelaksanaan tindakan
(implementing), observasi (observing), dan refleksi (reflecting). Model tahapan ini peneliti
mengambil dari model Kemnis & Mc Taggart (Kemmis & Mc Taggart, 1992:11).
Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakaan pendekatan kualitatif dengan jenis
penelitian tindakan kelas (PTK) yang terdiri dari dua siklus. Mariani(2016:2). Siklus
dilakukan secara berulang dengan langkah yang sama mulai dari siklus 1 sampai siklus 2.
Tahapan atau alur dalam PTK seperti berikut.
Y
A
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
293
Subjek dari penelitian ini adalah peserta didik kelas XII APH 2 semester ganjil tahun
pelajaran 2016 – 2017 SMK Negeri 1 Kota Batu yang beralamat di Jalan Bromo No. 11 Batu.
Pada kelas tersebut berjumlah 29 peserta didik.
Dalam penelitian ini peneliti menerapkan model pembelajaran KWL sebagai berikut:
(a) peneliti memilih kompetensi dasar 3.4 Memahami manual penggunaan peralatan yang
peneliti tetapkan 3 indikator yaitu (1) mengidentifikasi generic structure dari procedure text
(2) menemukan language feature dari procedure text (3) menjawab pertanyaan-pertanyaan
yang terkait dengan isi manual penggunaan alat dan bagaimana membuat sesuatu. Materi
dalam kompetensi dasar 3.4 ini adalah procedure text, peneliti mengukur indikator 1 dan 3
pada siklus 1, indikator 2 dan 3 pada siklus 2 (b) pada kegiatan awal peneliti/guru membuat
tabel KWL di papan tulis atau kertas lembar kerja dan peserta didik membuat sendiri untuk
menuliskan informasi yang mereka peroleh.
Langkah pertama peneliti bertanya pada peserta didik dengan kata-kata umpan atau
stimulan, istilah atau ungkapan yang berhubungan dengan topik. Peserta didik menuliskan
kata atau hal yang mereka ketahui dalam kolom K. Misalnya peneliti menanyakan apa yang
peserta didik ketahui dari procedure text yang berjudul The basic operation of digital camera.
Misalnya Camera adalah suatu alat yang di gunakan untuk mengabadikan suatu peristiwa.
Langkah kedua adalah peneliti menanyakan pada peserta didik apa yang ingin
diketahui atau ingin dipelajari tentang topik dari procedure text yang berjudul The basic
operation of digital camera. Misalnya, bagaimana cara menyalakan Digital Camera. Peserta
didik menuliskan hal – hal yang ingin diketahui pada kolom W jika peserta didik menuliskan
bentuk kalimat pernyataan maka diminta mengubahnya dalam kalimat tanya .
Langkah ketiga adalah peserta didik menuliskan hal – hal yang telah dipelajari dan
mencari jawaban yang ada pada kolom W dan diperbolehkan mencari sumber lain jika tidak
sitemukan jawabannya dan menuliskannya pada kolom L.Misalnya pertama tekan tombol
on/off. Kemudian peserta didik mendiskusikan hal-hal atau informasi yang telah diperoleh
yang ada di tabel seperti yang tampak pada tabel berikut.
K W L
Camera adalah suatu alat
yang di gunakan untuk
mengabadikan suatu
peristiwa.
bagaimana cara
menyalakan digital
camera.
pertama tekan tombol
on/off.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian pembelajaran dengan menggunakan metode cooperative learning
dengan model KWL ini dilakukan dalam 2 siklus dikelas XII APH 2 SMK Negeri Batu
adalah sebagai berikut.
Siklus 1
Siklus pertama terdiri dari 1 pertemuan (4 x 40 menit pembelajaran dan satu kali tes)
dan dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 20 Oktober 2016 pada jam ke 5 sampai jam ke 8.
Pelaksanaan pembelajaran dideskripsikan sebagai berikut.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
294
Perencanaan
Pada tahapan ini peneliti merumuskan beberapa hal yang akan dilakukan pada saat
pelaksanaan: menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran kompetensi dasar 3.4. Pada siklus
1 ini peneliti menetapkan 2 indikator yang akan diukur dalam pencapaian prestasi peserta
didik, yaitu (1) mengidentifikasi generic structure dari procedure text (2) menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang terkait dengan isi manual penggunaan alat dan bagaimana
membuat sesuatu.
Langkah-langkah pembelajaran pada kegiatan pendahuluan guru akan menayangkan
video dan peserta didik mengamati video yang akan ditayangkan dan mencari moral value
dari tayangan video tersebut. Peneliti juga menyiapkan bahan ajarberupa power poin dan
video yang peneliti ambil dari internet dan akan digunakan dalam pembelajaran procedure
text yaitu contoh procedure text dan generic structure nya. Selanjutnya peneliti juga
menyiapkan lembar yang akan digunakan dalam pembelajaran seperti chart dari model K W
L dan instrument post test.
Pada siklus 1 ini peneliti menyiapkan 3 procedure text dengan judul: The basic
operation of digital camera, SOP of Cleaning CPU, How to make sushi yang di adaptasi dari
internet. Semua teks peneliti ambil dari http://www.bigbanktheories.com/5-contoh-
procedure-text-tentang-pengoperasian-alat-elektronik,
http://novitadesi17.blogspot.co.id/2014/01/sop.html,
http://www.studybahasainggris.com/contoh-procedure-procedural-text-dalam-bahasa-inggris,
Pelaksanaan Tindakan dan Observasi
Pada tahap pelaksanaan tindakan peneliti menerapkan hal-hal yang telah direncanakan
sebelumnya dan juga mendokumentasikan, mencatat dan mengumpulkan hal-hal yang terjadi
di dalam kelas. Dalam kegiatan pendahuluan guru melakukan aktivitas menayangkan video
dan meminta peserta didik mencermati dan mencari moral value dari tayangan video.
Selanjutnya guru menanyakan kembali kepada peserta didik tentang procedure text.
Mereka sering menjumpai jenis text ini sebelumnya di kelas XI.
Selanjutnya peserta didik mencermati tayangan power point tentang contoh
procedure text. Guru mengajak peserta didik untuk mengidentifikasi generic structure
procedure text. Menyampaikan tujuan pembelajaran hari ini yaitu memahami reading dari
procedure text dan model pembelajaran yang akan digunakan. Dalam kegiatan inti guru
menjelaskan apayang dilakukan peserta didik langkah-langkah model KWL.
Dari reading procedure text yang diberikan guru meminta peserta didik mengisi tabel
KWL dan menuliskan jawabannya melalui dialog berikut.
T : What do you know about procedure text of The Basic Operation
Digital Camera?”
S : How to operate the Digital Camera, mam...”
T : Very good , now write in the column K if you know about the
topic. “
Peserta didik menuliskan jawabannya dari hal-hal yang diketahui. Guru melanjutkan
pada kegiatan berikutnya.
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
295
T : And now what do you want to know about Procedure Text of The
Basic operation?
S : What is the fungsion of digital camera”
T : now please write in the column W what do you want to know from this
topic.” (Pada langkah selanjutnya, guru menyampaikan …) After you wrote
what do you want to know please read the text and answer your question
from column W and write your aswer in the column L.”
Peserta didik aktif terlibat dalam kegiatan kelompok. Lembar tugas yang
diberikan membantu peserta didik untuk aktif bekerja mengerjakan tugas yang baru
diterimanya. Beberapa kelompok antusias untuk menyelesaikan tugas yang diberikan.
Antusias tersebut bisa juga terjadi karena kelompok ingin menyelesaikan tugas lebih
dulu dari kelompok lainnya. Setelah peserta didik mengisi lengkap Tabel “KWL” setiap
kelompok memaparkan hasil diskusi, guru bersama peserta didik merefleksikan
pembelajaran. Kegiatan peserta didik dapat dilihat pada gambar-gambar berikut:
Gambar 1.1 Gambar 1.2
Bersama kelompoknya peserta didik menuliskan pada kolom KWL Peserta didik
menuliskanpada tabel KWL yang telah dibuat
Gambar 1.3 Gambar 1.4
Peserta didik menyajikan hasil diskusi Peserta didik melaksanakan Post Test
Pada kegiatan akhir, peserta didik diberi post test/lembar evaluasi untuk dikerjakan
oleh masing-masing Peserta Didik. Dari kegiatan pembelajaran siklus I pertemuan 1 Peserta
Didik sudah mulai antusias, aktif dan senang dalam mengikuti proses pembelajaran,
walaupun demikian masih ada Peserta Didik yang kurang aktif karena Peserta Didik tersebut
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
296
pendiam dan Peserta Didik yang belum terlibat langsung dalam kelompok hal ini mungkin
jumlah anggota kelompok 4 orang masih terlalu banyak kedepannya pada siklus 2 peneliti
akan membentuk kelompok sebanyak 3 orang. Pada pelaksanaan siklus 1 ini peneliti juga
mengalami hambatan yaitu ketidaktepatan waktu yang seharusnya diskusi kelompok selesai
dalam waktu 30 menit menjadi 45 menit hal ini dikarenakan peserta didik terlalu lama
mencari kata-kata sulit dikamus. Berikutnya pada siklus 2 peneliti akan memberikan daftar
kosakata agar para siswa lebih cepat dalam menyelesaikan tugasnya. Kegiatan post test
sebagai evaluasi terhadap pembelajaran yang telah dilaksanakan berupa pertanyaan pilihan
ganda yang dilakukan secara individu.
Refleksi
Pada tahapan ini peneliti meninjau dan menuliskan kembali kondisi objektif aktivitas
belajar dikelas yang peneliti alami pada siklus 1. Adapun hal-hal yang direfleksi antara lain
hasil atau prestasi melalui model pembelajaran dan pola interaksi pembelajaran. Hasil belajar
Peserta Didik yang telah diterapkan dengan metode KWL sangat bermanfaat dandibutuhkan
dalam pembelajaran reading comprehension untuk melatih kemampuan pemahaman peserta
didik dalam memahami reading text. Dengan model pembelajaran ini peserta didik lebih
antusias dalam mengikuti pembelajaran Bahasa Inggris khususnya dalam memahami reading
text.
Meskipun demikian dalam pelaksanaan pembelajaran ini dapat dipaparkan bahwa:
pada kompetensi dasar 3.4 dari 2 indikator yang peneliti ukur yaitu (1) mengidentifikasi
generic structure dari procedure text (2) menjawab pertanyaan-pertanyaan yang terkait
dengan isi manual penggunaan alat dan bagaimana membuat sesuatu. Range/rentangan score
yang diperoleh adalah antara 53-100 ada perbedaan score terendah dan tertinggi yang sangat
jauh. Peserta didik yang memperoleh nilai terendah 53 sebanyak 1 orang dan yang
memperoleh skor tertinggi juga 1 orang, hal ini dikarenakan kemampuan yang sangat
berbeda.Dalam siklus 1 ini range rata-rata standar nilai antara 67-87 dengan jumlah nilai rata-
rata kelas adalah 77.4 dari 26 peserta didik yang seharusnya 29 orang, 3 peserta didik tidak
masuk/ijin pada siklus 1, ini bisa disimpulkan bahwa ada 12 peserta didik atau sebanyak 46
% yang belum tuntas atau mencapai KKM. Pada KD ini KKM ditetapkan 75.
Evaluasi untuk melihat kelebihan dan kekurangan dari hasil refleksi siklus 1 akan
menjadi masukan siklus 2. Pada siklus 1 peneliti menyimpulkan bahwa pada kegiatan itu
hasilnya tidak maksimal dikarenakan peserta didik kurang menguasai kosakata yang ada di
text. Dari analisa diatas maka pada siklus kedua peneliti akan menyertakan daftar kosakata
atau vocabulary pada text yang akan diberikan.
Siklus 2
Siklus kedua terdiri dari 1 pertemuan ( 4 x 40 menit pembelajaran dan satu kali tes)
dan dilaksanakan pada hari Selasa tanggal 25 Oktober 2016 pada jam ke 1 sampai jam ke 4.
Pelaksanaan pembelajaran dideskripsikan sebagai berikut.
Perencanaan
Pada perencanaan tindakan pada siklus 2 ini hampir sama dengan siklus satu hanya
peneliti akan menambahkan beberapa langkah, yaitu (1) menambahkan daftar kosakata atau
vocabulary (2) membentuk kelompok dengan jumlah peserta yang lebih kecil beranggotakan
tiga orang (3) menyiapkan tiga topik baru procedure text yang berjudul: How to operate a
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
297
rice cooker, How to activate the handphone, How to operate the electronic iron. Peneliti
mengadaptasi topik-topik diatas dari internet, adapun sumbernya adalah :
http://www.bigbanktheories.com/5-contoh-procedure-text-tentang-pengoperasian-alat-
elektronik,http://novitadesi17.blogspot.co.id/2014/01/sop.html,http://www.studybahasainggri
s.com/contoh-procedure-procedural-text-dalam-bahasa-inggris,
http://www.kuliahbahasainggris.com/procedure-text-how-to-use-washing-machice-dalam-
bahasa-inggris/.
Perbedaan lain dalam siklus 2 ini adalah kemampuan/prestasi peserta didik yang
diukur pada siklus 1 peneliti menetapkan 2 indikator yang akan diukur dalam pencapaian
prestasi peserta didik yaitu (1) mengidentifikasi generic structure dari procedure text (2)
menjawab pertanyaan-pertanyaan yang terkait dengan isi manual penggunaan alat dan
bagaimana membuat sesuatu. Pada siklus 2 ini peneliti akan mengukur 2 indikator lain yaitu
(1) menemukan language feature dari procedure text, (2) menjawab pertanyaan-pertanyaan
yang terkait dengan isi manual penggunaan alat dan bagaimana membuat sesuatu.
Pelaksanaan Tindakan dan Observasi
Seperti pada siklus 1 pada tahap pelaksanaan tindakan dalam siklus 2 ini peneliti
menerapkan hal-hal yang telah direncanakan sebelumnya dan juga mendokumentasikan,
mencatat dan mengumpulkan hal-hal yang terjadi di dalam kelas. Dalam kegiatan
pendahuluan guru melakukan aktivitas menayangkan video dan meminta peserta didik
mencermati dan mencari moral value dari tayangan video. Selanjutnya guru menanyakan
kembali kepada peserta didik tentang procedure text. Guru menanyakan kepada peserta
didik tentang materi minggu lalu yang terkait dengan generic structure procedure text. Guru
Menyampaikan tujuan pembelajaran hari ini yaitu memahami reading dari procedure text dan
language feature yang digunakan serta menyampakain kembali model pembelajaran yang
akan digunakan.
Dalam kegiatan inti guru menjelaskan apa yang dilakukan peserta didik. Dari
reading procedure text yang diberikan guru meminta peserta didik mengisi tabel KWL dan
menuliskan jawabannya melalui dialog berikut.
T : What do you know about procedure text of How to activate the
handphone?”
S : Push the power of handphone, mam...”
T : Good , now write in the column K if you know about the topic
Peserta Didik menuliskan jawabannya dari hal-hal yang telah diketahui. Guru
melanjutkan pada kegiatan berikutnya.
T : “And now what do you want to know about procedure text of How to
activate the handphone?”
S : What is the fungsion of handphone”
T : Now, please write in the column W what do you want to know from this
topic.” (Pada langkah selanjutnya guru memberikan kalimat stimulan berikut
ini) After you wrote what do you want to know please read the text and
answer your question from column W and write your aswer in the column
L.”
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
298
Peserta didik aktif terlibat dalam kegiatan kelompok. Lembar tugas yang diberikan
membantu peserta didik untuk aktif bekerja mencobakan pembelajaran yang baru
diterimanya. Beberapa kelompok antusias untuk menyelesaikan tugas yang diberikan.
Antusias tersebut bisa juga terjadi karena kelompok ingin menyelesaikan tugas lebih
dulu dari kelompok lainnya.
Peserta didik bersama kelompoknya secara aktif dan bersemangat berusaha
menyelesaikan tugas. Peneliti juga menambahkan daftar kosakata atau vocabulary agar
peserta didik bisa memanfaatkan waktu secara efektif. Kelompok eranggotakan tiga peserta
didik dan tiap kelompok mengerjakan topik baru procedure text. Pada akhir kegiatan peserta
didik melaksanakan post test sesuai dengan waktu yang disediakan.
Refleksi
Pada refleksi ini peneliti akan meninjau dan menuliskan kembali kondisi objektif
aktivitas belajar dikelas yang peneliti alami pada sikulus 2. Pada sklus 2 ini peserta didik
lebih bersemangat dalam mempelajari reading. Hal ini ditujukkan dari aktivitas belajar yang
pernah mereka lakukan sebelumnya sehingga pada siklus 2 ini peserta didik sudah mengerti
apa yang harus dilakukan.
Dalam siklus 2 ini peneliti sudah mendapatkan peningkatan prestasi dalam 2 indikator
lain yaitu (1) menemukan language feature dari procedure text, (2) menjawab pertanyaan-
pertanyaan yang terkait dengan isi manual penggunaan alat dan bagaimana membuat sesuatu.
Pada siklus 2 range/rentangan score yang diperoleh adalah antara 46-100 ada perbedaan score
terendah dan tertinggi yang sangat jauh. Peserta didik yang memperoleh nilai terendah 46
sebanyak 2 orang dan yang memperoleh skor tertinggi 1 orang, hal ini dikarenakan
kemampuan yang sangat berbeda. Dalam siklus 2 ini range rata-rata standar nilai antara 67-93
dengan jumlah nilai rata-rata kelas adalah 77.44 dari 27 peserta didik yang seharusnya 29, 2
peserta didik tidak masuk/ijin pada siklus 2, ini bisa disimpulkan bahwa ada 9 peserta didik
atau sebanyak 33 % yang belum tuntas atau mencapai KKM. Pada KD ini KKM ditetapkan
75.
Dari penelitian siklus 1 dan siklus 2 dapat dirangkum dalam tabel sebagai berikut.
Tabel 1. Hasil belajar siswa pada siklus I dan siklus II
Siklus Prosentase
siswa yang tuntas
Prosentase
siswa yang tidak
tuntas
Nilai Rata-
rata
Siklus I 54 % 46 % 77.42
Siklus II 67 % 33 % 77.44
Perbandingan hasil belajar siswa antara siklus I dansiklus II dideskripsikan sebagai
berikut: pada siklus I nilai rata-rata kelas adalah 77.42 dan pada siklus II adalah 77.44. Hal
ini berarti terjadi peningkatan nilai rata-rata kelas tidak terlalu besar. Dengan melihat
prosentase hasil belajar, pada siklus I prosentase siswa yang tuntas 54% dan prosentase siswa
yang tidak tuntas 46 % sedangkan pada siklus II prosentase siswa yang tuntas 67% dan
prosentase siswa yang tidak tuntas 33%. Terjadi peningkatan prosentase siswa yang tuntas
sebesar 13 %. Hal ini dikarenakan beberapa perubahan perlakuan yang peneliti lakukan untuk
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
299
mencapai peningkatan tersebut. Misalnya peneliti memberikan daftar kosakata yang sulit
untuk mempercepat peserta didik melaksanakan tugasnya.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian ini pembelajaran bahasa inggris khususnya kompetensi
dasar 3.4 materi procedure text untuk ketrampilan reading comprehension dengan
menerapkan model pembelajaran KWL terbukti bisa meningkatkan hasil belajar peserta
didik. Pada siklus I dengan nilai rata-rata 77.42 mengalami peningkatan pada siklus II dengan
nilai rata-rata 77.44.
Pada prosentase ketuntasan pada siklus 1 sebanyak 54 % dari 26 peserta didik, 3
ijin/tidak masuk sedangkan ketuntasan pada siklus 2 sebanyak 67 % dari 27 peserta didik, 2
peserta didik ijin/tidak masuk, mengalami peningkatan 13%. Hal ini disebabkan ada beberapa
hal yang peneliti tambahkan pada siklus 2 seperti adanya tambahan daftar kosakata atau
vocabulary. Akan tetapi peneliti rasa selain penambahan daftar kosakata pada penelitian
selanjutnya sebaiknya ditambahkan daftar kata sinonim dan antonim agar peningkatan
prestasi khususnya materi procedure text pada ketrampilan reading comprehension semakin
besar/meningkat secara signifikan dan mencapai ideal.
Selain mengalami peningkatan kemampuan/prestasi dalam reading comprehension,
peserta didik juga mengalami peningkatan dalam tingkat keaktifan, motivasi dan semangat
dengan diterapkannya model pembelajaran KWL.
Berdasarkan simpulan di atas maka peneliti menyarankan berikut. Untuk guru bahasa
inggris lain yang mengalami masalah yang sama dengan peneliti agar menerapkan model
pembelajaran KWL ini. Bagi sekolah , hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu
pertimbangan untuk mengambil kebijakan sekolah. Kepada peneliti lain, hasil temuan dalam
peneitian ini dapat digunakan sebagai referensi untuk penelitian berikutnya.
Daftar Rujukan
Indriastuti, N dan Rahmawan Penerapan teknik KWL (Know, Want to learn) dalam
Membandingkan Isi 2 Teks dengan Membaca Sekilas pada Pembelajaran Bahasa
Indonesia Sekolah Dasar Kelas Atas. Surakarta: Universitas Muhammadiyah
Surakarta
Kemmis, S. & Taggart, R. 1992. The Action Research Planner. Third edition, Melbourne:
Deakin University
Mariani. 2016. Penerapan model pembelajaran TGT, J-KPS 1(1)
Ogle, D.M. 1986. K-W-L: A Teaching Model that Develops Active Reading of Expository
Text. Reading Teacher 39: 564-570.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
300
PENERAPAN PEMBELAJARAN MAKE-A-MATCH
DENGAN MENGGUNAKAN FLASH-CARDS UNTUK MENINGKATKAN
KEMAMPUAN BERBICARA SISWA DI KELAS XI UPW
SMK PUTIKECWARA BATU
Lilik Irawati
SMK PUTIKECWARA BATU
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berbicara siswa pada
mata pelajaran Bahasa Inggris dengan menerapkan metode make a match dengan bantuan
flash chart. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian tindakan kelas (PTK) yang
dilaksanakan dalam dua siklus. Setiap siklus mengandung empat kegiatan pokok:
perencanaan, pelaksanaan tindakan, pengamatan, dan refleksi. Penelitian ini dilaksanakan
di Kelas XI 1 UPW SMK Putikecwara Batu dengan jumlah siswa sebanyak 22. Langkah
yang harus dilakukan siswa adalah menyusun gambar secara runtut dan mencocokkan
dengan teks setelah itu menceritakan secara lisan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pembelajaran make a match dengan bantuan flash chart dapat meningkatkan kemampuan
berbicara bahasa Inggris.
Kata kunci: Make-a-Match, flash cards, speaking skill
Dengan berkembangnya peradaban masyarakat yang sangat pesat, maka perkembangan
pendidikan perlu ditingkatkan juga untuk menyeimbangkannya. Dengan adanya program
perdagangan bebas antar Negara atau MEA, maka kita perlu mempersiapkan anak didik kita
menjadi sumber daya manusia yang siap kerja dan competence. Untuk memenuhi itu salah
satu kompetensi yang perlu dikuasai oleh anak didik kita adalah Bahasa Inggris sebagai alat
komunikasi selain skill lain yang dapat mendukungnya.
Dengan melihat begitu pentingnya Bahasa Inggris sebagai komunikasi, maka anak
didik perlu dibekali pengetahuan bahasa Inggris dengan tepat agar mereka dapat
mengungkapkan, menyampaikan informasi dengan benar. Menurut Anas (2013) dikatakan
bahwa berbicara adalah salah satu cabang dalam ketrampilan berbahasa sebagai alat
komunikasi dalam menyampaikan sesuatu kepada orang lain. Ada 4 kecakapan yang perlu
dikuasai siswa yaitu, listening, speaking, reading, dan writing. Pada pembahasan ini
keterampilan utama yang ditekankan pada penguasaan berbicara siswa.
Meskipun siswa telah dibekali pengetahuan bahasa Inggris selama 3 tahun di SMP
tetapi kemampuan berbicara mereka belum menunjukkan hasil yang maksimal seperti yang
terjadi di kelas XI UPW1. Kesulitan tersebut jika tidak segera kita atasi, maka kesulitan
tersebut menjadi beban atau masalah yang semakin besar. Jika kita telaah lebih dalam
kesulitan-kesulitan yang menimpa siswa sebenarnya bersumber pada siswa dan guru.
Kesulitan-kesulitan itu meliputi kurangnya kosa kata atau perbendaharaan kata, rasa malu,
rasa takut, kurang percaya diri, dan takut salah. Kesulitan-kesulitan tersebut berpengaruh
sangat besar pada jalannya proses pembelajaran yang sedang berlangsung. Agar hal tersebut
dapat teratasi, maka guru dituntut untuk membuat pembelajaran inovasi atau strategi-strategi
mengajar yang dapat meningkatkan motivasi belajar siswa khususnya speaking. Dengan
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
301
pembelajaran yang menyenangkan dan efektif memberikan stimulus pada peningkatan
motivasi belajar siswa.
Pada penelitian ini, penulis mencoba untuk menggunakan metode pembelajaran make-
a-match yang diharapkan dapat meningkatkan vocabulary atau perbendaharaan kata sehingga
kemampuan berbicara siswa dapat meningkat dan diharapkan dapat mencapai 100%.
Penerapan metode pembelajaran make-a-match dilakukan di kelas XI.UPW 1 SMK
Putikecwara Batu.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menjabarkan pembelajaran menggunakan metode make-a-match dengan
menggunakan media flash-cards yang dapat meningkatkan perbendaharaan kata dengan
tujuan untuk meningkatkan kemampuan berbicara siswa, karena itu penelitian ini tergolong
penelitian kualitatif, karena penelitian ini dilakukan secara langsung di lapangan. Penelitian
ini digunakan dalam penelitian tindakan kelas dengan tahapan perencanaan tindakan,
pelaksanaan tindakan, observasi dan refleksi. Pada tahapan perencanaan dilakukan dengan
menyusun rencana pembelajaran yang mengacu pada sintag make-a-match dimana siswa
harus mencocokkan kata-kata yang tidak lengkap dengan potongan gambar, kata-kata
tersebut sebagai alat bantu siswa dalam menceritakan gambar dan mengembangkan media
flash-cards yang akan mengajak siswa untuk menyususn gambar secara berurutan sehingga
siswa dapat menceritakan dengan runtut. Pada tahap pelaksanaan pembelajaran dilakukan di
kelas XI.1 UPW dengan jumlah siswa 22 anak pada hari Jumat, 21 Oktober 2016 sekaligus
dilaksanakan observasi yang dibantu oleh teman sejawat.
Penelitian tindakan kelas ini dilakukan dalam dua siklus masing-masing siklus terdiri
dari 1 pertemuan (@ 2 jam pelajaran x 40 menit) . Setiap akhir siklus dilakukan refleksi dan
dilakukan perbaikan pada siklus berikutnya
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian dipaparkan berdasarkan tahapan pelaksanaan pembelajaran untuk
meningkatkan kemampuan berbicara menggunakan Flash Cards dengan menerapkan model
make-a-match di kelas XI 1UPW SMK Putikecwara Batu . Dalam hal ini dilakukan dalam
dua siklus.
Siklus 1
Siklus pertama dilakukan dalam 2 pertemuan dengan jadwal hari yang terpisah 1 x
pertemuan. Pembelajaran dilakukan dalam waktu 2x40 menit. Pelaksanaan pembelajaran
tersebut dilakukan pada hari Jumat, 21Oktober 2016 pada jam 1 dan 2. Pelaksanaan
pembelajaran dideskripsikan sebagai berikut.
Perencanaan Tindakan
Pada tahapan ini ada beberapa hal yang perlu disiapkan oleh peneliti sebelum
Pelaksanaan pembelajaran dilakukan, misalnya membuat Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran, menyiapkan potongan gambar-gambar yang diambil dari internet, membuat
kata-kata dalam kotak yang sudah dipotong, menyiapkan daftar penilaian siswa, daftar
kehadiran siswa, form observasi, dan menyiapkan laptop yang dipakai sebagai media untuk
menampilkan materi
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
302
Pelaksanaan Tindakan dan Pengamatan
Dalam pelaksanaan tindakan, peneliti melakukan beberapa aktivitas yaitu menerapkan
langkah-langkah pengajaran yang dibuat dalam RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran),
mendokumentasikan, dan mencatat hal-hal yang terjadi selama proses belajar mengajar
berlangsung di dalam kelas. Dalam kegiatan pendahuluan, guru memberikan salam,
menanyakan berapa siswa yang tidak masuk dan menanyakan kesiapan siswa mengikuti
pembelajaran hari ini, dengan contoh dialog sebagai berikut “Are you ready to study now?”
Siswa menjawab, “Yes, Mom.” Agar perhatian siswa terfokus pada pelajaran, guru mencoba
untuk membangkitkan belajar siswa dengan memberi beberapa pertanyaan sehubungan
dengan teks Narrative, yang pernah didapatkan pada waktu mereka di SMP/SLTP. Dialognya
sebagai berikut.
Guru : “Do you remember the story about someone who didn‟t respect to his
parent?”
Siswa : “Yes, Mom.”
Guru : “Who is the story about ?”
Siswa : “Malin kundang, Mom.”
Guru : “That‟s right”. “Very good students”. “Now we will talk about Cinderella”.
“It‟s also classified Narrative text.”
Pada kegiatan pendahuluan tersebut, guru telah menentukan waktunya ± 10 menit.
Foto 1 di bawah ini menunjukkan guru sedang memberi pengarahan kepada siswa
Foto1. Guru memberikan pengarahan kepada siswa
Menyampaikan tujuan pembelajaran hari ini, yaitu menyampaikan pada siswa
bahwa pembelajaran hari ini difokuskan pada kemampuan berbicara (Speaking Skill). Siswa
menceritakan flash card yang sudah disusun secara urut dengan menggunakan metode
pembelajaran Make-a-match yang aktivitasnya sebagai berikut, siswa menyusun potongan
gambar-gambar secara runtut, mencocokkan kata-kata yang sudah dilengkapi dalam kotak
dengan gambar dan menceritakan masing-masing gambar secara lisan. Masing-masing
anggota kelompok menceritakan potongan-potongan gambar yang dipilih. Siswa dimotivasi
untuk menggunakan kamus atau handphone untuk menemukan kosa kata dengan mudah
sehingga kerja kelompok dapat diselesaikan dengan cepat. Dalam kegiatan inti, siswa
diminta memperhatikan slide dimana guru menayangkan beberapa potongan gambar dari
cerita lain, menyajikan juga kata-kata yang tidak lengkap dalam kotak. Lihat Gambar 2
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
303
Gambar 2: Guru memberikan contoh cerita timun emas
Guru menanyakan urutan gambar secara runtut dengan contoh dialog sebagai
berikut :
Guru : “ Ok students, all of you. Look at the slide now, I‟ll give you example.”
“There are some pictures I will show to you”. Look and choose the first, second
and the next picture”. “Do you understand my instruction?”
Siswa : “Yes, Mom.”
Guru : “Which picture is the first ?”
Siswa : “Picture B.”
Guru : “and Which word is suitable with the picture?”
Siswa : “no 2.”
Guru : “That‟s right”. “How is the complete sentence?”
Siswa : “The Giant took her daughter after she was 17 years old.”
Guru : “That‟s very good”. “Now, do like this .”
Pada tahap berikutnya, Guru meminta siswa untuk membentuk kelompok, masing-
masing kelompok terdiri dari 4 atau 5 siswa yang dipilih anak2 sendiri. Setelah terbentuk
kelompok, guru membagikan potongan-potongan gambar dan kata-kata dalam kotak pada
masing-masing kelompok. Guru menginstruksikan pada masing-masing kelompok untuk
bekerja sama dalam mengurutkan potongan gambar menjadi suatu urutan cerita yang runtut.
Selanjutnya lihat pada Gambar 3 berikut
Gambar 3: Siswa menyusun potongan gambar
Setelah itu siswa-siswa mencocokkan kata-kata dalam kotak dengan urutan gambar
yang telah diurutkan dan melengkapi kata-kata tersebut menjadi rangkaian kalimat yang
tepat dan benar. Setelah rangkaian kegiatan tersebut selesai masing-masing kelompok
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
304
membagi potongan-potongan gambar pada masing-masing anggotanya dengan memilih
sendiri urutan gambar yang akan diceritakan di depan kelas. Dengan kerja keras siswa
berusaha untuk dapat menghafal kalimat-kalimat yang telah disusunnya. Guru akan
memberikan penilaian secara individu pada penampilan masing-masing kelompok dalam
mengemukakan cerita tersebut secara lisan. Pada kegiatan inti, waktu yang diberikan siswa
untuk mengerjakan tugas secara berkelompok dan menyajikannya selama ± 55 menit dan 15
menit selanjutnya, guru melakukan konfirmasi dengan menemukan kesalahan-kesalahan
yang dibuat oleh masing-masing kelompok dengan kelompok yang lain.
Pada Kegiatan Penutup, Guru menanyakan pelajaran apa yang baru saja kita
lakukan, menanyakan kesulitan siswa dan Guru meminta siswa dalam kelompok untuk
mencari potongan-potongan cerita bergambar/Flash Cards yang simple serta mudah
dipahami dari internet dan dikemukakan didepan secara lisan sebagai tugas tidak terstruktur.
Dari beberapa rangkaian tindakan yang telah dilaksanakan, peneliti mencoba untuk
mengumpulkan data dengan mengambil gambar kegiatan sebagai dokumen yang
dibantu/dilakukan oleh observer saat melakukan observasi di kelas.
Refleksi
Pada tahap kegiatan ini, peneliti mengumpulkan hasil temuan-temuan yang didapatkan
oleh observer selama kegiatan proses belajar mengajar berlangsung. Kejadian-kejadian yang
ditemukan tersebut nampaknya dapat menghambat jalannya proses belajar mengajar sehingga
pelaksanaan tindakan tidak dapat berlangsung dengan effektif. Kejadian-kejadian itu meliputi
: Kurang cepatnya pembentukan kelompok yang dilakukan pada awal kegiatan inti karena
siswa masih memilih-milih teman dalam kelompok, mereka lebih menyukai bergabung
dengan teman bermainnya di kelas atau dengan teman dekatnya. Dikarenakan ruangan yang
relative sempit sehingga menggabungkan meja dalam kelompok memakan waktu banyak,
disamping itu pembelajaran bertepatan pada hari Jum‟at yang porsi waktunya sangat pendek,
kurangnya melibatkan anggota kelompok dalam pembagian kerja sehingga ditemukan ada
siswa yang menyibukkan diri dengan mengganggu teman lain dan melihat temannya
mengerjakan tugas. Kejadian lain yang ditemukan oleh peneliti pada proses belajar mengajar
berlangsung adalah lamanya melengkapi kata-kata untuk gambar yang telah ditentukan yang
dikarenakan kurangnya vocabulary dan pencarian vocabulary di kamus/Hp. Dari hambatan-
hambatan yang terjadi pada Siklus1 maka pambelajaran yang kita fokuskan pada kemampuan
berbicara (Speaking Skill) belum menunjukkan hasil yang optimal ditambah dengan
ketersediaan waktu yang sudah kita tentukan tidak terpenuhi dengan baik. Dengan adanya
kendala pada siklus 1 maka diharapkan pelaksanaan pada Siklus 2 Peneliti akan melakukan
pembaharuan/perbaikan, sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai.
Siklus 2
Pada Siklus 2 peneliti melakukan pengamatan pelaksanaan proses belajar mengajar lagi
ini merupakan kelanjutan dari kegiatan pada siklus 1. Pada tahapan ini, peneliti melaksanakan
pembaharuan/perbaikan dalam proses belajar mengajar agar tujuan yang diharapkan dapat
terealisasi dengan baik. Pembelajaran pada Siklus 2 dilakukan pada hari Selasa, 11 November
2016 pukul 08.20 di kelas XI.1 UPW SMK Putikecwara Batu dengan materi yang sama.
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
305
Perencanaan Tindakan
Pada tahapan ini, peneliti melakukan kegiatan yang sama pada siklus 1 yang meliputi,
pembuatan RPP, Menyiapkan potongan-potongan gambar cerita lain sebagai media
pembelajaran yang diambil dari internet, menyiapkan teks yang ditulis dalam kotak,
menyiapkan blanko penilaian, dan blanko observasi.
Pelaksanaan Tindakan dan Observasi atau Pengamatan
Pada kegiatan ini, peneliti melakukan langkah-langkah pengajaran yang sama seperti
pada Siklus 1. Langkah-langkah yang diterapkan mulai dari kegiatan pendahuluan, dimana
peneliti melakukan persiapan baik berbentuk pengadaan bahan pengajaran maupun form-
form yang yang dibutuhkan baik untuk peneliti maupun observer, sehingga menunjang situasi
kelas agar tetap kondusif. Kegiatan awal melakukanama kegiatan yang sama seperti pada
kegiatan siklus 1 yaitu dimulai dengan menyapa siswa, mengecek kehadiran siswa,
menanyakan kesiapan siswa dalam mengikuti pembelajaran hari ini, dan untuk memotivasi
belajar siswa guru memberikan pertanyaan sehubungan dengan materi yang akan dibahas
pada saat itu. Berikut ini contoh dialognya.
Teacher : “Students, Do you have parents ?
Students : “Yes, Mom.”
Teacher : “Do the parents love their children.”
Students : “of course, Mom.”
Teacher : “If Mother doesn‟t have a child along time. Then she has only a
daughter, she began grow and immediately someone will take her.
How does the woman feel?
Students : “She will be sad.”
Teacher : “It‟s very good. Now we will talk about story which tells the giant
will take the woman‟s daughter. Do you remember? What is story
about?”
Students : “Timun Emas.”.
Teacher : “You are right.” Very good.” What Characters are there in the story?
Students : “The giant, Timun Emas and her mother.”
Teacher : “Right answer.” “You are good students.” At this session we will
learn about Timun Emas story.
Setelah guru memberikan beberapa pertanyaan sehubungan dengan cerita Timun Emas
yang bertujuan untuk membangkitkan motivasi siswa dalam belajar, guru menjelaskan
tujuan pembelajaran bahwa kompetensi yang ingin dicapai yaitu siswa dapat
menceritakan cerita secara lisan dan menggunakan methode pembelajaran yang sama seperti
pada kegiatan di siklus 1 yaitu make-a-match. Pembaharuan yang dilakukan pada siklus 2
meliputi bahan ajar, di sini guru memberikan bentuk teks yang sama dengan cerita yang
berbeda. Cerita Timun Emas adalah cerita yang tidak asing bagi siswa karena cerita ini
pernah didapatkan pada waktu mereka di SMP bahkan di SD. Dengan begitu peneliti bisa
melihat semangat siswa mengikuti pemnbelajaran, diharapkan hal ini akan lebih mudah bagi
siswa untuk menceritakan secara lisan isi cerita tersebut.
Pada Kegiatan Inti, guru menjelaskan teknis pembelajaran yang hampir sama dengan
yang dilakukan pada kegiatan siklus 1. Siswa membentuk kelompok yang ditentukan oleh
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
306
guru sehingga siswa tidak ada kesempatan untuk memilih teman. Kegiatan ini dengan tujuan
untuk mempercepat waktu sehingga proses kegiatan inti tidak terbuang dengan sia-sia dan
pembelajaran dapat berjalan secara optimal. Berikut adalah contoh dialognya.
Teacher : Ok students, before doing the next activities you make a group,
only there are 2 groups and I will decide the member of group.
Please count number 1 and 2 after that the students number 1
gather in group 1 and students number 2 gather in group 2. Do you
understand.
Students : Yes, mom
Setelah kelompok terbentuk, guru meminta siswa pada posisi kelompok masing-
masing. Guru menjelaskan kegiatan berikutnya yaitu menjelaskan teknis pembelajaran yang
akan dilakukan oleh masing-masing kelompok. Guru membagikan potongan-potongan
gambar tentang cerita Timun Emas dan potongan teks dalam kotak yang sudah disediakan,
siswa tidak perlu melengkapi teks yang dilakukan pada siklus 1 siswa masih dengan susah
payah untuk melengkapinya. Di sini guru memberikan pembaharuan sehingga siswa tidak
perlu merangkai sendiri menjadi sebuah passage yang digunakan untuk menceritakan
rangkaian gambar tersebut. Perbendaharaan kata atau vocabulary yang dianggap sulit atau
asing oleh siswa dibahas secara klasikal atau bersama dan dibantu oleh guru untuk
menemukan makna katanya. berdasarkan isi teks. Instruksi-instruksi yang diberikan guru
diatas diberikan dalam contoh dialog berikut ini.
Teacher : Students, please pay attention. Listen to my instruction, I will
share this cuts of picture to each groups and also the text in the
box, after that arrange the picture chronologically and match the
text with the appropriate picture. I hope all of the students work
together. Do you understand?
Students : Yes, Mom.
Teacher : Before you arrange them, look at the text one by one. Find the
difficult words and we discuss together. Ok?
Students : Ok, Mom.
Setelah siswa menyusun potongan-potongan gambar dan mencocokkan text tersebut
dengan gambar yang sesuai, guru menanyakan hasil kerja mereka untuk memastikan apakah
urutan gambar mereka pada susunan yang benar, seperti pada contoh dialog berikut.
Teacher : Ok students, let we match the pictures together. Please show me the
picture 1, then 2, 3, … next and the last.. After that you match the
text and share to each students. Memorize it and the last tell orally
in front of class. Can you do it ?
Students : Yes, Mom.
Pada kegiatan inti, secara tehnis langkah-langkah kerja siswa sama dengan yang
dilakukan pada siklus 1. Adapun pembaharuan-pembaharuan yang dilakukan pada siklus 2
merupakan tindakan untuk memudahkan siswa sehingga ketercapaian dalam menceritakan
rangkaian potongan-potongan gambar secara lisan dapat berhasil.
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
307
Refleksi
Pada refleksi ini, peneliti menjabarkan kondisi kelas pada saat proses pembelajaran
berlangsung yang terjadi pada siklus 2. Pada siklus 2 siswa bersemangat dengan diberikannya
cerita baru yaitu Timun Emas. Pada waktu pembagian kelompok yang dilakukan oleh guru
masih ditemukan siswa yang merasa enggan berpisah dengan teman kelompoknya, tetapi
akhirnya siswa dapat menerimanya. Pada siklus 2 diharapkan siswa sudah dapat
menceritakan rangkaian gambar secara lisan, tetapi kenyataannya hanya beberapa siswa
kurang lebih 22% siswa yang dapat menceritakan gambar secara lisan meskipun kalimat-
kalimat yang diberikan sudah disusun dengan lengkap. Observer menemukan bahwa siswa
tidak bisa menghafal teks dalam waktu pendek, sehingga sampai jam pembelajaran berakhir
siswa masih belum siap untuk menceritakan gambar tersebut.dengan alasan belum hafal.
Dengan kenyaatan seperti itu, maka peneliti akan melanjutkan pada pertemuan berikutnya
PEMBAHASAN
Pada kegiatan ini peneliti memberikan penjelaskan dari hasil penelitian pada siklus 1
dan 2. Peneliti dapat membandingkan kegiatan pembentukan anggota kelompok yang terjadi
pada siklus 1 yaitu penentuan anggota kelompok diserahkan pada siswa sendiri akan
memakan banyak waktu sehingga menyita waktu untuk kegiatan lain, berbeda dengan
kegiatan pada siklus 2 dengan adanya intervensi guru dalam menentukan anggota kelompok,
akan lebih membantu mempercepat waktu. Sikap siswapun lebih menghargai keberadaan
anggota kelompok yang ditentukan meskipun mereka tidak bergabung dengan teman yang
mereka inginkan.
Pada siklus 1 setelah siswa menyusun gambar berdasarkan urutan yang benar, siswa
melengkapi kalimat yang ada dalam kotak yang disesuaikan dengan alur cerita dan gambar.
Dari hasil ini menunjukkan bahwa siswa belum bisa menceritakan potongan gambar yang
telah dipilih. Hanya sebagian kecil siswa saja yang dapat menceritakan secara lisan. Sehingga
pada siklus 1 siswa masih banyak yang membaca, mereka kesulitan dalam menghafal kata2
yang diberikan. Pada siklus 2 guru telah melengkapi kata-kata tersebut menjadi sebuah teks
singkat, Siswa tinggal mencocokkan dengan gambar dan menghafalkannya. Ternyata pada
siklus 2 hasil yang diharapkan belum sesuai dengan kenyataan, Sampai jam pembelajaran
berakhir siswa yang dapat menyajikan cerita tersebut secara lisan hanya siswa tertentu itu
saja. Hasil yang dicapai masih belum memenuhi target yang diharapkan. Hal ini disebabkan
karena kelemahan menghafal siswa, kondisi input dan kurangnya keseriusan dalam
memahaminya.
SIMPULAN DAN SARAN
Dari hasil penelitian yang dilakukan pada siklus 1 dan siklus 2 peneliti dapat
menyimpulkan bahwa pembelajaran Make-a-Match dengan menggunakan media FlashCards
masih belum berhasil meningkatkan kemampuan berbiara siswa. Hal ini diperkirakan karena
siswa mengalami kesulitan dalam menghafal kosakata dan sulit untuk berkonsentrasi. Selain
itu input siswa di sekolah ini dirasakan masih lemah.
Dari kesimpulan di atas, peneliti merasa bahwa peningkatan kemampuan berbicara
menggunakan Flash Cards dengan metode Make-a-Match sebenarnya pembelajaran yang
menarik, dimana siswa dituntut untuk mengurutkan gambar sesuai jalan cerita yang diingat
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
308
dan mencocokkan dengan text pendek yang sudah disediakan. Pada kenyataan dalam
mengungkapkan cerita, siswa mengalami hambatan/kemacetan karena butuh waktu lama
untuk menghafal teks pendek tersebut. Maka guru yang bersangkutan perlu mencari metode
baru lagi yang lebih mudah dan sederhana untuk mengatasi kesulitan berbicara di kelas
tersebut. Kepada peneliti lain, diharapkan dapat menggunakan media lain agar kemampuan
berbicara siswa dapat ditingkatkan.
Daftar Rujukan
Arsyad, Azwar. 2011. Media Pembelajaran, Jakarta: Rajawali Press.
Ary, D., Jacobs, L C & Razavich, A. 2002. Introduction to Research on Education.Sixth
Edition United States of America. Thomson Learning.
Brown, H.D. 2001. Teaching by Principles: An Interactive Approach to Language Pedagogy.
Second Edition San Francisco: Addison Wesley Longman, Inc
Huda, Miftahul. 2013. Model-model Pengajaran dan Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar
Lie, Anita. 2008. Cooperative Learning. Jakarta: PT Grasindo.
Rusman. 2011. Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta:
Rajawali Pers
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
309
PENINGKATAN PEMBELAJARAN SPEAKING DENGAN MENGGUNAKAN
TEKNIK GUESSING GAME SISWA KELAS XI KCK SMKN I BATU TAHUN
PELAJARAN 2016/2017
Rika Nurhayati Utami
SMK Negeri 1 Batu
ABSTRAK: Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan kemampuan berbicara
Bahasa Inggris dengan menggunakan tekhnik guessing game. Dengan memberikan
beberapa vocabulary sebelum guessing game itu dilakukan diharapkan siswa dapat
berbicara bahasa Inggris dengan baik dan benar. Hasil penelitian menunjukan bahwa
dengan menggunakan tekhnik guessing game membuat siswa bersemangat untuk berbicara
bahasa Inggris. Hal ini dibuktikan dengan kemampuan siswa kelas XI KCK yang dijadikan
objek oleh peneliti, dari 10 kata yang harus di tebak oleh masing-masing group hanya 3
kata dari kelompok 1 yang tidak bisa dijawab oleh siswa, kelompok 3 dan 4 hanya 1 kata
sedangkan kelompok 2 dan 5 dapat menjawab semua kata dengan benar. Bila
dipresentasikan dalam nilai ketuntasan, pada siklus I hanya tercapai 42% yang tuntas
dengan jumlah siswa sebanyak 12 siswa dari 29 siswa, dan yg tidak mencapai KKM
sebanyak 58% atau 17 siswa. sedangkan pada siklus II hampir semua kata bisa ditebak oleh
siswa XI KCK dengan Presentasi ketuntasan 72% dan yang tidak tuntas sebanyak 28% dan
jumlah siswa yang mencapai KKM sebanyak 21 siswa dan yang tidak tuntas sebanyak 8
siswa dari 29 siswa yang mengikuti pembelajaran Bahasa Inggris.
Kata kunci: vocabulary, speaking English, guessing game
Peneliti adalah guru Bahasa Inggris di salah satu SMK Negeri di kota Batu, peneliti
mengajar Bahasa Inggris kelas XI di enam kelas yang berbeda di SMKN 1 Batu.
Permasalahan yang peneliti hadapi di kelas adalah (1) siswa kurang menguasai vocabulary
Bahasa Inggris, (2) siswa kesulitan dalam memahami teks Bahasa Inggris, (3) siswa kesulitan
dalam memahami grammar yang dijelaskan oleh peneliti, (4) siswa kesulitan dan enggan jika
diminta untuk berbicara dalam bahasa Inggris, (5) siswa kelas XI melaksanakan prakerin
selama 6 bulan, sehingga mereka tidak bisa fokus kepada pelajaran Bahasa Inggris, (6) siswa
tidak dapat fokus kepada pelajaran bahasa Inggris karena banyaknya tugas dari mata
pelajaran lainnya.
Dari sekian banyak masalah yang dihadapi oleh peneliti, maka dalam penelitian ini
peneliti memfokuskan untuk mengatasi permasalahan dalam kesulitan dan keengganan
peserta didik dalam berbicara Bahasa Inggris, masalah ini disebabkan oleh minimnya
vocabulary (kosa kata) yang dimiliki dan dikuasai oleh peserta didik. Tujuan pembelajaran
Bahasa Inggris di SMK adalah untuk membekali peserta didik agar fasih berbicara Bahasa
Inggris yang setara dengan level Elemantary pada KD 2.3 tentang pekerjaan pada khususnya,
sedangkan secara umum diharapkan siswa dapat fasih berbicara Bahasa Inggris di dunia kerja
dan menjadikan mereka pekerja yang berdaya saing global. Oleh karena itu dibutuhkan suatu
metode pembelajaran yang dapat membuat peserta didik berkomunikasi aktif dengan
menggunakan Bahasa Inggris.
Hurlock (1991:176) menyatakan bahwa berbicara merupakan bentuk bahasa yang
menggunakan artikulasi atau kata-kata yang digunakan untuk menyampaikan maksud.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
310
Berbicara merupakan keterampilan mental-motorik yang melibatkan koordinasi otot
mekanisme suara yang berbeda dengan mekanisme mengkaitkan arti dengan bunyi-bunyi
yang dihasilkan.
Menurut Tarigan (1981:16-17) terdapat delapan prinsip umum berbicara yaitu: (1)
Membutuhkan paling sedikit dua orang, (2) menggunakan suatu sandi linguistik yang
dipahami bersama, (3) menerima atau mengakui suatu daerah referensi umum, (4) merupakan
suatu pertukaran antar partisipan, (5) menghubungkan setiap pembicara dengan pembicara
lainnya dan kepada lingkungannya dengan segera, (6) berhubungan atau berkaitan dengan
masa sekarang, (7) hanya melibatkan perlengkapan atau aparat yang berhubungan dengan
suara atau bunyi dan pendengaran (vocal and auditory appatarus), (8) secara tidak pandang
bulu menghadapi serta memperlakukan apa yang nyata dan apa yang diterima sebagai dalil.
Guessing game adalah sebuah permainan yang mana seseorang harus bersaing dengan
orang lain atau kelompok lain tentang menebak sesuatu yang telah diberikan petunjuknya.
Guessing game dapat diterapkan dalam pengajaran Bahasa Inggris di semua keahlian
(berbicara, mendengarkan, menulis dan membaca) dan semua tingkatan pembelajaran.
Permainan dapat membuat siswa berkesempatan untuk praktek berbicara dalam kegiatan
pembelajaran. Dengan Guessing game siswa merasa senang dan rileks dalam mempelajari
sebuah bahasa terutama Bahasa Inggris yang dianggap sulit oleh kebanyakan siswa karena
siswa dapat mengekspresikan apa yang ada didalam diri mereka tanpa beban dan dengan hati
yang gembira pada saat mereka berbicara Bahasa Inggris.
Pembelajaran Bahasa Inggris ini menggunakan tekhnik guessing game dengan langkah-
langkah sebagai berikut: (1) peserta didik terdiri dari 5 orang siswa, (2) salah satu siswa
dalam kelompok tersebut, berdiri didepan kelompoknya dengan membawa kertas yang
diberikan oleh peneliti dan meletakannya diatas kepala tanpa melihat kata tersebut dan
ditugaskan untuk menjawab kata apa yang tertera dalam kertas tersebut dengan bantuan dari
temannya yang memberikan deskripsi tentang kata tersebut dengan menggunakan Bahasa
Inggris, (3) apabila kata tersebut bisa terjawab dengan benar maka siswa yang menjawab
kembali kekelompoknya dan berdiri dipaling belakang barisan. Sedangkan siswa ketiga
menggantikan temannya yang memberikan deskripsi dan siswa yang tadi memberikan
deskripsi diminta untuk kedepan membawa kertas di kepalanya dan menjawab kata tersebut.
Allen dan Vallete (1997) menyatakan bahwa guessing game menawarkan perubahan
yang menyenangkan dari kecepatan dalam pelajaran sehingga mereka bisa memotivasi siswa
dalam belajar vocabulary dan speaking sehingga dapat mengurangi kebosanan dan
meningkatkan penguasaan vocabulary.
METODE
Pada penelitian ini, peneliti menerapkan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang
merupakan penelitian praktis yang dimaksudkan untuk memperbaiki pembelajaran di kelas.
Penelitian ini dilaksanakan di SMK Negeri 1 Batu dan khususnya penelitian dilaksanakan di
kelas XI KCK yang siswanya berjumlah 29 siswa. Dari ke 29 siswa tersebut ada beberapa
siswa yang memiliki kemampuan di atas rata-rata, ada juga sebagian siswa yang memiliki
kemampuan menengah, dan banyak juga siswa yang memiliki kemampuan dibawah rata-rata.
Penelitian tindakan kelas ini dilakukan dalam dua siklus, masing-masing siklus terdiri
dari 1x pertemuan (@ 4 jam pelajaran x 45 menit). Siklus pertama dilakukan pada tanggal 20
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
311
Oktober 2016 dan siklus kedua dilakukan pada tanggal 25 Oktober 2016. Dalam setiap siklus
mempunyai langkah-langkah sebagai berikut (1) Perencanaan (2) Tindakan penerapan (3)
Tindakan Pengamatan dan (4) refleksi, untuk mengevaluasi pelaksanaan pembelajaran dan
memperbaikinya pada siklus berikutnya.
Alur penelitian tindakan kelas yang digunakan disajikan pada Gambar 1.
Ya
Belum
Dengan rincian pelaksanaan kegiatan pertama pada Siklus I, diterapkan tekhnik
berupa guessing game kepada siswa dan diharapkan dapat berjalan sesuai dengan rencana dan
melakukan evaluasi untuk mengetahui apakah dengan tekhnik guessing game hasil yang
diharapkan sudah tercapai atau belum.
Untuk minggu kedua dilaksanakan siklus II dengan perbaikan-perbaikan dari siklus I
yang telah dilaksanakan. Dengan perincian waktu sebagai berikut: Pertemuan kesatu siklus II
dilaksanakan teknik guessing game kepada siswa dengan beberapa perbaikan dari hasil siklus
I yang telah dilaksanakan, setelah itu melaksanakan evaluasi untuk menyimpulkan apakah
penelitian ini berhasil atau gagal.
HASIL PENELITIAN
Siklus 1
Siklus pertama terdiri dari 1 kali pertemuan yang dilakukan pada tanggal 20 Oktober
2016 selama 4JP (1 kali pertemuan dengan jumlah jam 4 x 45menit).
Perencanaan
Sebelum melaksanakan tindakan maka perlu tindakan perencanaan. Kegiatan pada
tahap ini adalah Penyusunan RPP, pemilihan vocabulary yang sesuai dengan materi,
menyiapkan 56 kata sebagai media tentang profesi yang ada di dunia, dan membuat rubrik
untuk menilai kegiatan berbicara
Pelaksanaan Tindakan dan Observasi
Terdapat enam kegiatan dalam pelaksanaan tindakan, yaitu: Peneliti memberikan
penjelasan pada siswa mengenai teknik pelaksanaan model pembelajaran yang akan
dilaksanakan, siswa diminta untuk membentuk kelompok yang terdiri dari 5 siswa, setiap
kelompok membuat barisan, siswa yang berada paling depan diminta untuk maju, meletakan
kertas di atas kepalanya dan menebak kata yang ada diatas kepalanya dengan bantuan dari
temannya yang ada didepannya dengan memberikan deskripsi tentang kata tersebut, jika
Ber-
hasil ?
siklus perencanaan
Tindak
an
Pengamatan
Refleksi dan
analisis data
Tindakan
penerapan
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
312
siswa tersebut sudah berhasil menebak kata, maka siwa tersebut bisa kembali kebarisannya,
dan siswa yang tadi memberi deskripsi menggantikan temannya yang berada di depan untuk
menjawab kata yang ada diatas kepalanya. Kegiatan tersebut dilakukan selama 10 menit dan
pemenangnya adalah kelompok yang paling banyak bisa menebak kata dengan benar dan
jumlah waktu yang paling sedikit.
Pengamatan dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung: Peneliti mengamati
apakah langkah-langkah yang direncanakan sudah sesuai dan terlaksana dengan baik, peneliti
melihat perkembangan siswa selama melaksanakan teknik guessing game yang telah
diterapkan (apakah siswa mengalami kesulitan atau tidak pada teknik guessing game ini), dan
peneliti melakukan penilaian terhadap individu maupun kelompok yang telah melakukan
guessing game.
Pelaksanaan tindakan dan observasi dideskripsikan sebagai berikut. Dalam kegiatan
pendahuluan, peneliti melakukan aktivitas menanyakan kembali kepada siswa tentang
vocabulary tentang pekerjaan yang sudah diberikan oleh peneliti pada pertemuan sebelumnya
dan siswa diminta untuk mendeskripsikannya.
Peneliti menyampaikan tujuan pembelajaran hari ini, yaitu dengan melakukan teknik
guessing game tentang pekerjaan, siswa dapat berbicara Bahasa Inggris dengan semangat
walau pun hanya beberapa kata. Dalam kegiatan inti peneliti mengulas dan mempertegas lagi
materi pekerjaan yang dijadikan game dan peneliti juga memberikan contoh cara memainkan
permainan guessing game. Contoh: peneliti mengambil salah satu media (dalam hal ini kertas
yang telah ditulisi kata pekerjaan) dan meletakkannya di atas kepalanya dan meminta siswa
untuk mendeskripsikan kata tersebut dalam Bahasa Inggris, kemudian peneliti menebak kata
yang tertera di atas kepalanya berdasarkan deskripsi kata atau kalimat dari siswa.
Setelah itu siswa diminta untuk berbaris dengan kelompoknya, siswa yang berada pada
barisan terdepan maju kemeja dan mengambil kertas media dan meletakan diatas kepalanya
tanpa melihat kata tersebut dan langsung menghadap ke kelompoknya, siswa kedua langsung
memberikan deskripsi untuk kata tersebut sampai siswa kesatu bisa menjawab kata tersebut
dengan benar (jika siswa kesatu tidak bisa menjawab bisa berkata pas) setelah itu siswa ke
satu kembali kebarisan kelompoknya yang paling belakang, sedangkan siswa kedua maju ke
depan untuk mengambil media kertas dan meletakan kata tersebut diatas kepalanya tanpa
melihat kata itu, sedangkan siswa ketiga memberikan deskripsi tentang kata yang ada diatas
kepala siswa kedua sampai siswa kedua bisa menjawabnya atau bilang pas.(kegiatan ini
berlangsung sampai waktu atau media habis, sedangkan kegiatan siswa ketiga, keempat dan
kelima adalah menunggu giliran jika siswa kesatu dan kedua selesai).
Dari ilustrasi di atas peneliti mengajak siswa berinteraksi pada kegiatan inti melalui
dialog berikut:
T : Can you mention kinds of job that I give to you? (peneliti menunjuk siswa
satu persatu untuk menjawab pertanyaan peneliti)
S : Teacher, pilot, lawyer, lecturer, typist, president, minister, policeman,etc”
T : Can you describe them? “
S : Teacher is someone who teach students at school”
T : Excellent. How about others?”
S : Policeman is someone who manage traffic light”
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
313
T : Good. OK I think every body already understand about this material, so
now, lets we start to play guessing game”.
Siswa diminta untuk membuat kelompok. Pada fase pembentukan kelompok, siswa
aktif terlibat dalam pembentukan kelompok.
T : (menunjuk siswa 1, 2, 3, 4, 5, dst.) lets you say 1, 2, 3, 4, 5 (menunjuk siswa
6, 7, 8, 9, 10) say 1, 2, 3, 4, 5 (dilakukan sampai siswa habis) now, please
make a group with your friends who have same number.
S : (Mencari teman yang mempunyai angka yang sama pada saat berhitung,
misalnya angka 1 berkelompok dengan teman-temannya yang mempunyai
angka 1, dan seterusnya).
Setelah kelompok terbentuk yang terdiri dari 5 group, peneliti menerangkan langkah-
langkah yang harus dilakukan oleh siswa dalam permainan guessing words tersebut.
T : Listen to me please! the 1st student take the paper on the table and take it on
your head, after that you must answer the words with your friends description
(2nd
student), if the 1st students can answer the word or say pass, she/he must
go to the group and make line in the back and the 2nd
student move in front of
and take a paper on the table and take it on her/his head (same activity with the
first) and the 3rd
,4th
,5th
students wait the student in front of them. And I will
give time 10 minutes for each group. Do you understand?
S : Yes, Mam
Setelah itu siswa diminta untuk memulai permainan guessing words dengan aba-aba
dari peneliti, setelah hitungan ketiga permainan sudah bisa dimulai dengan waktu kegiatan
selama 10 menit dan jumlah media sebanyak 10 kata untuk masing-masing kelompok.
Kegiatan ini dilakukan secara berkelompok. Permainan dimulai dari kelompok ke satu
sedangkan kelompok yang lain (kelompok 2, 3, 4 dan 5) memperhatikan teman-temannya
yang sedang melakukan permainan sehingga memperkecil kemungkinan untuk kelompok
yang sedang bermain untuk berbuat curang.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
314
Refleksi
Pada tahapan ini peneliti yang juga sebagai peneliti melakukan analisa atas data yang
telah didapat pada saat penerapan tekhnik guessing game. Analisa ini digunakan sebagai
evaluasi terhadap kinerja permainan apakah memiliki pengaruh terhadap perkembangan
kemampuan berbicara Bahasa Inggris siswa ataukah tidak memiliki pengaruh. Dalam refleksi
tahap ini peneliti mengkaji apa yang telah atau belum berhasil dalam penerapan penelitian,
apa yang telah dihasilkan dan kenapa hal itu terjadi.
Pada tahapan ini peneliti menemukan bahwa dari 10 menit waktu yang diberikan oleh
peneliti kepada masing-masing kelompok, kelompok 2 berhasil menyelesaikan 10 kata dalam
waktu 8 menit 42 detik, kelompok 5 juga dapat menyelesaikan 10 kata dalam waktu 9 menit
23 detik. kelompok 3 dan 4 berhasil menyelesaikan 9 kata dengan 1 kata pas dalam waktu
masing-masing 7 menit 10 detik dan 6 menit 52 detik. Sedangkan kelompok 1 hanya mampu
menyelesaikan 7 kata dan 3 kata pas dalam waktu 6 menit 12 detik. Bila dipresentasikan
dalam nilai ketuntasan, pada siklus I hanya tercapai 42% yang tuntas dengan jumlah siswa
yang tuntas sebanyak 12 siswa, dan yg tidak mencapai KKM sebanyak 58% atau 17 siswa
yang tidak tuntas dengan total siswa sebanyak 29 siswa dan KKM yang ditetapkan pada KD
ini adalah 75 dengan nilai tertinggi adalah 87 dan terendah 54.
Dari kegiatan diatas siswa sudah fasih dalam menyebutkan beberapa macam kata
pekerjaan seperti police man, police woman, lawyer, office boy, president, minister, teacher,
receptionist, singer, actriss, actor, barista, bartender, manager, doctor, motivator, rider,
designer, waiter, sailor, dancer, journalist, helper, driver, painter, gardener, trader, baby sister,
collector, programmer, receptionist, sailor, tour guide, editor dan translator. Masih banyak
juga siswa yang belum fasih dalam menyebutkan kata typist, farmer, trader, coach, lecturer,
delivery man, pilot, mechanic, electriciant, author, fisherman, photographer, chef, pharmacist,
rider, barber, soldier, dentist and stewardess.
Dari kegiatan pembelajaran guessing game terlihat bahwa pembelajaran sudah mulai
efektif dan menyenangkan hal ini terlihat dari raut wajah siswa yang ceria dan gembira dalam
proses pembelajaran guessing game ini. Selain itu kesan yang disampaikan oleh observer
juga menyatakan bahwa kegiatan ini berjalan dengan baik dan lancar karena siswa terlihat
senang walaupun masih banyak hal yang nantinya harus diperbaiki pada siklus II yaitu masih
kurangnya penguasaan vocabulary oleh siswa, masih sulitnya siswa membuat deskripsi
tentang pekerjaan sehingga pada siklus ke I ini siswa hanya menyebutkan kata kunci yang
membentuk deskripsi kata pekerjaan yang dimaksudkan dalam media.
Oleh karena itu kegiatan yang menyenangkan seperti ini harus ditunjang dengan
penguasaan vocabulary yang cukup agar siswa lebih bersemangat dan mau berbicara Bahasa
Inggris walaupun masih hanya beberapa kata. Dengan harapan setelah berbicara beberapa
kata siswa akan bisa membuat kalimat dan bisa berkomunikasi menggunakan Bahasa Inggris.
Merujuk dari hasil Refleksi siklus I, ternyata masih ada kekurangan terutama dalam
jumlah kelompok yang menurut peneliti masih terlalu banyak sehingga dalam siklus II nanti
penulis akan merubah jumlah kelompok menjadi 3 orang siswa yang awalnya berjumlah 5
orang siswa, dan dikarenakan jumlah kelompok yang semakin banyak maka jumlah waktu
yang semula 10 menit, pada siklus II ini menjadi 7 menit. Yang paling mendasar adalah
penekanan speaking siswa dalam membuat kalimat deskripsi tentang media (kata) pekerjaan,
karena pada siklus I para siswa hanya membuat kata kunci tentang media (kata) pekerjaan.
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
315
Siklus II
Siklus kedua ini dilakukan pada tanggal 25 Oktober dan dilakukan dalam 1 kali
pertemuan dengan jumlah 4 JP (1 kali pertemuan dengan jumlah jam 4 x 45 menit).
Perencanaan
Berdasarkan refleksi siklus I ditemukan beberapa kekurangan dalam pelaksanaan
pembelajaran serta target yang diharapkan dalam penelitian siklus I yang masih belum
tercapai. Upaya perbaikan siklus I pada siklus II ini diperlukan untuk mengatasi kekurangan
pada siklus I, yaitu dengan menggubah jumlah kelompok yang awalnya berjumlah 5
kelompok menjadi 8 kelompok agar para siswa terlibat aktif sepenuhnya dalam proses
pembelajaran. Siklus kedua terdiri dari 1 kali pertemuan pada tanggal 25 oktober 2016.
Pelaksanaan pembelajaran di siklus II sama dengan di siklus I yaitu kegiatan pendahuluan
dengan memberi salam, absensi, memberi motivasi dan menanyakan kembali jenis-jenis
pekerjaan yang telah dipelajari minggu kemarin dan meminta siswa untuk
mendeskripsikannya.
Pelaksanaan Tindakan dan Observasi
Setelah itu peneliti meminta siswa untuk membuat kelompok, hanya saja anggota
kelompoknya tidak berjumlah 5 siswa tetapi berjumlah hanya 3 atau 4 siswa saja dengan
waktu yang juga lebih sedikit dari siklus I yaitu hanya 7 menit. Selain itu pada siklus II ini
peneliti benar-benar memberikan penekanan kepada siswa untuk berbicara dengan membuat
kalimat pada saat memberikan deskripsi tentang pekerjaan bukan memberikan kata kunci
(key word) yang hanya 1–2 kata.
Dari ilustrasi di atas peneliti mengajak siswa berinteraksi pada kegiatan inti melalui
dialog berikut:
T : Tell me kind of job do you remember and give the description? (peneliti
menunjuk siswa satu persatu untuk menjawab pertanyaan peneliti)
S : Fisherman is someone who looking for fish in the sea.
T : Excellent. How about others?
S : Policeman is someone who manage traffic light.
T : Good. OK I think every body already understand about this material, so now,
lets we start to play guessing game.
Siswa diminta untuk membuat kelompok. Pada fase pembentukan kelompok, siswa
diminta untuk memilih sendiri teman kelompoknya yang terdiri dari 3 atau 4 orang.
T : Please make a group, one group include 3 or 4 people and you can choose
your friends by yourself.
S : Mam, How if I have 5 people in my group?
T : No, maximum only 4 people.so, please looking for another group
S : Ok mam
Setelah itu kelompok terbentuk menjadi 8 kelompok, peneliti menerangkan langkah-
langkah yang harus dilakukan oleh siswa dalam permainan guessing words tersebut.
T : Listen to me please! the 1st student take the paper on the table and take it on
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
316
your head, after that you must answer the words with your friends description
(2nd
student), if the 1st students can answer the word or say pass, she/he must
go to the group and make line in the back and the 2nd
student move in front of
and take a paper on the table and take it on her/his head (same activity with
the first)and the 3rd
,4th
,5th
students wait the student in front of them. And I
will give time 10 minutes for each group.Do you understand?
S : Yes Mam.
Setelah itu siswa diminta untuk memulai permainan guessing words dengan aba-aba
dari peneliti, setelah hitungan ketiga permainan sudah bisa dimulai dengan waktu kegiatan
selama 7 menit dan jumlah media sebanyak 6 kata untuk masing-masing kelompok. Kegiatan
ini dilakukan secara berkelompok. Permainan dimulai dari kelompok ke satu sedangkan
kelompok yang lain memperhatikan kelompok yang sedang melakukan permainan sehingga
memperkecil kemungkinan untuk kelompok yang sedang bermain untuk berbuat curang.
Kelompok yang berhasil menebak media (kata) paling banyak dan jumlah waktu paling
sedikit itulah yang dinyatakan sebagai pemenang. Peneliti memilih 3 kelompok sebagai juara
ke 1, ke 2 dan ke 3 dan tidak lupa juga peneliti memberikan hadiah untuk para juara agar
mereka merasa semakin senang dan terus bersemangat untuk belajar Bahasa Inggris pada
umumnya dan belajar speaking pada khususnya.
Refleksi
Pada siklus II ini peneliti menemukan bahwa dari 8 kelompok yang bermain dalam
tekhnik Guessing game ini hanya 2 kelompok yang masih kurang aktif berbicara yaitu
kelompok 1 dan kelompok 3 yang dapat menjawab 4 kata dalam waktu 6 menit 5 detik, dan
kelompok 3 hanya mampu menjawab 2 kata dalam waktu 6 menit 30 detik, sedangkan
kelompok 2, 4, 5, 6, 7 dan 8 sudah lebih aktif berbicara. Dari 6 kosa kata yang diberikan oleh
peneliti hampir semua kata dapat diselesaikan dalam waktu kurang dari 7 menit hanya
kelompok 4 dan 5 yang melewatkan 1 kata karena pas (tidak dapat menjawab). Bila
dipresentasikan dalam nilai ketuntasan, pada siklus II ini terjadi peningkatan yang signifikan
terhadap para siswa dalam berbicara bahasa inggris karena mereka berusaha untuk membuat
deskripsi tentang pekerjaan yang dimaksudkan pada guessing words tersebut tercatat siswa
yang tuntas dan mencapai KKM sebanyak 72% dengan jumlah siswa sebanyak 21 siswa, dan
yg tidak tuntas dan belum mencapai KKM sebanyak 28% atau 8 siswa dengan total siswa
sebanyak 29 siswa dan KKM yang ditetapkan pada KD ini adalah 75 dengan nilai tertinggi
adalah 94 dan terendah 54.
Dari kegiatan di atas siswa sudah fasih dalam menyebutkan macam-macam kata
pekerjaan seperti police man, police woman, lawyer, office boy, president, minister, teacher,
receptionist, singer, actriss,actor, barista, bartender, manager, doctor, motivator, rider,
designer, waiter, sailor, dancer, journalist, helper, driver, painter, gardener, trader, baby sister,
collector, programmer, receptionist, sailor, tour guide, delivery man, dentist, pilot, fisherman,
photographer,editor dan translator. Tapi masih ada juga siswa yang belum fasih dalam
menyebutkan kata typist, coach, lecturer, mechanic, electriciant, author, chef, pharmacist,
rider, barber, soldier, and stewardess.
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
317
Dari kegiatan pembelajaran guessing game terlihat bahwa pembelajaran sudah efektif
dan menyenangkan hal ini terlihat dari raut wajah siswa yang ceria dan gembira pada awal
pembelajaran, proses pembelajaran dan akhir pembelajaran.
Berdasarkan pada pelaksanaan siklus II dari pertemuan pertama dan kedua peneliti
mengadakan tinjauan dan identifikasi terhadap pelaksanaan kegiatan pembelajaran berbicara
melalui teknik guessing game. Adapun hasil dari identifikasi menunjukkan bahwa siswa
menjadi lebih percaya diri dan termotivasi untuk berbicara didepan umum dalam proses
pembelajaran khususnya dalam berbicara melalui teknik guessing game. Siswa juga antusias
dalam berpartisipasi dalam pembelajaran dengan menggunakan game.
PEMBAHASAN
Setelah melakukan siklus I ditemukan bahwa siswa yang tuntas dalam KD 2.3 hanya
tercapai 42% dengan jumlah siswa sebanyak 12 siswa, dan yg tidak mencapai KKM
sebanyak 58% atau 17 siswa dengan total siswa sebanyak 29 siswa dengan nilai tertinggi
adalah 87 dan terendah 54. Sedangkan pada siklus II ini terjadi peningkatan yang signifikan
terhadap para siswa dalam berbicara bahasa inggris karena mereka berusaha untuk membuat
deskripsi tentang pekerjaan yang dimaksudkan pada guessing words tersebut. Tercatat siswa
yang tuntas dan mencapai KKM sebanyak 72% dengan jumlah siswa sebanyak 21 siswa, dan
yang tidak tuntas dan belum mencapai KKM sebanyak 28% atau 8 siswa dengan total siswa
sebanyak 29 siswa dan KKM yang ditetapkan pada KD ini adalah 75 dengan nilai tertinggi
adalah 94 dan terendah 54. Sehingga dengan ini penelitian dinyatakan berhasil dalam
meningkatkan kemampuan berbicara bahasa Inggris dengan menggunakan teknik guessing
game.
Faktor dominan yang dapat meningkatkan kemampuan siswa pada siklus II ini adalah
karena siswa sudah familiar dengan kata-kata pekerjaan dan juga deskripsinya yang sudah
dipelajari satu minggu sebelumnya, selain itu siswa merasa senang dan termotivasi dalam
pembelajaran bahasa Inggris karena mereka belajar sambil bermain, Anggota kelompok yang
sedikit (3 atau 4 orang) yang mereka pilih sendiri juga membuat mereka merasa nyaman dan
senang dan yang terakhir adalah adanya hadiah membuat siswa-siswa menjadi lebih
bersemangat untuk menjadi juara.
Hambatan yang dirasakan peneliti pada saat siklus kedua adalah masih adanya siswa
yang kurang konsentrasi pada saat kelompok yang lain bermain sehingga diperlukan kegiatan
lain nya atau perlunya peneliti memberikan instruksi yang jelas sehingga siswa pada
kelompok yang lain bisa berkonsentrasi pada permainan kelompok lain yang sedang
melakukan aktivitas.
SIMPULAN DAN SARAN
Pada bagian ini peneliti mengambil kesimpulan bahwa hasil dari model pembelajaran
yang telah diterapkan pada peserta didik kelas XI KCK kota Batu yakni guessing game,
melalui beberapa tahapan (siklus) sebagai berikut: Prosses planning- Tindakan pelaksanaan
Pengamatan – Refleksi dan analisis data. Dari beberapa tahapan tersebut, menghasilkan
keberhasilan dalam meningkatkan kemampuan peserta didik dalam berbicara Bahasa Inggris
dengan teknik guessing game. Dengan kombinasi dan perbandingan nilai siklus 1 dan nilai
siklus 2 telah membuktikan akan progres peserta didik kelas XI KCK.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
318
Saran yang dapat dipaparkan dalam penelitian ini adalah agar peneliti dan peneliti
selanjutnya menerapkan model pembelajaran guessing game dalam pembelajaran Bahasa
Inggris khususnya materi speaking.
Daftar Rujukan
Allen, Edward David & Vallete, Rebecca M. 1997. Classroom Technique Foreign Language
and English as Second Language. London: Harcourt Brace Jovanovida, Inc.
Hurlock, E. B. (1991). Psikologi Perkembangan suatu Pendidikan Sepanjang Rentang
Kehidupan. Terjemahan oleh Istiwidayanti & Soedjarwo. Edisi kelima. Jakarta:
Erlangga
Tarigan, Henry Guntur. 2000. Pengajaran Wacana. Bandung: Angkasa.
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
319
PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS MELALUI MEDIA POHON KATA
PADA SISWA KELAS X TKJ DI SMK ISLAM BATU
Siti Kuwatiningsih
SMK ISLAM Batu
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan menulis siswa pada
mata pelajaran bahasa Inggris dengan menggunakan pohon kata. Penelitian ini merupakan
penelitian tindakan kelas dilakukan 2 siklus. Setiap siklus berisi empat kegiatan:
perencanaan, pelaksanaan tindakan, pengamatan, dan refleksi. Penelitian ini dilaksanakan
di SMK Islam Batu kelas X TKJ dengan jumlah siswa sebanyak 25 anak. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pembelajaran yang dilakukan dengan media pohon kata dapat
meningkatkan keterampilan menulis siswa SMK Islam Batu.
Kata kunci: peningkatan, pohon kata, keterampilan menulis
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UU
Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 Pasal 1). Apa pun kegiatan di sekolah,
semuanya dirancang dan dilaksanakan semata-mata untuk mengembangkan seluruh potensi
yang ada pada siswa.
Sudah menjadi naluri bahwa anak-anak sangat tertarik dengan yang disebut permainan,
dengan demikian bagaimana caranya menjadikan permainan yang disukai oleh anak-anak itu
menjadi suatu pembelajaran bahasa Inggris yang menarik dan menyenangkan. Menguasai
Bahasa Inggris tampaknya sudah merupakan kebutuhan dan keharusan dewasa ini. Hal ini
ditandai dengan bahasa Inggris sudah mulai diajarkan sejak Pendidikan Anak Usia Dini
(PAUD) sebagai mata pelajaran muatan local. Maka tidak ada salahnya kalau kegemaran
bermain ini dimanfaatkan untuk menyampaikan materi ajar.
Hasil observasi terhadap pembelajaran menulis di kelas X TKJ (25 siswa) menunjukkan
sebagai berikut. Siswa-siswi kelas X TKJ sangat lemah atau mengalami kendala dalam
menulis sehingga hasil belajar siswa kurang dari rata-rata atau masih dibawah kriteria
ketuntasan minimal (KKM) yang ditentukan sekolah, yakni 78. Dari tes menulis harian
ditemukan sebanyak 2 siswa yang tuntas dan 23 siswa belum tuntas. Rendahnya kemampuan
menulis tersebut disebabkan oleh hal-hal berikut, yakni (1) belum optimalnya pemanfaatan
media pembelajaran yang dapat membantu siswa dalam belajar, (2) kurangnya pemahaman
struktur dalam kalimat, (3) kosakata yang dimiliki siswa masih kurang, serta (4) kurangnya
minat menulis.
Dari faktor penyebab tersebut yang perlu memperoleh perhatian adalah belum
optimalnya media pembelajaran. Dalam rangka pengembangan keterampilan berbahasa,
menggunakan media merupakan sarana untuk mempermudah guru dalam menyampaikan
materi kepada siswa sehingga siswa lebih cepat memahami dan menyerap materi yang
disampaikan guru. Selain itu, pembelajaran lebih hidup sehingga menjadi pembelajaran yang
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
320
menyenangkan. Penggunaan metode bermain dalam pembelajaran bahasa sangat penting. Hal
ini dijelaskan oleh Vygotsky (dikutip oleh Ramadhan dan Damayanti, 2015:942) bahwa
terjadinya percakapan anak dengan dirinya sendiri merupakan gambaran bahwa anak sedang
dalam tahap penggabungan pikiran dan bahasa sebagai satu kesatuan. Ketika anak bermain
dengan temannya, mereka juga saling berkomunikasi dengan menggunakan bahasa anak, dan
itu berarti secara tidak langsung anak belajar bahasa.
Pada kenyataannya, masih banyak pembelajaran yang belum membudayakan
penggunaan media pembelajaran sehingga pembalajaran masih berpusat pada guru yang
masih menggunakan metode ceramah dalam menyampaikan materi pembelajaran. Siswa
masih bersifat pasif dan juga masih sangat sedikit interaksi siswa pada saat pembelajaran.
Penggunaan media atau alat bantu disadari oleh praktisi pendidikan sangat membantu
aktivitas proses pembelajaran baik di dalam maupun di dalam kelas, terutama menghidupkan
kembali pembelajaran dan membantu prestasi belajar siswa sehingga penggunaan media
seharusnya bisa lebih dibudayakan dalam proses pembelajaran. Media pohon kata dapat
menjadi pilihan yang dapat digunakan dalam pembelajaran menulis karena dalam
penggunaannya, siswa diajak bermain kartu kalimat yang dipasang pada pohon kata sehingga
interaksi antar siswa lebih banyak dan pembelajaran menjadi lebih aktif serta menarik. Oleh
karena itu, media pohon kata ini diharapkan mampu memberikan stimulus ke siswa untuk
memahami struktur dalam kalimat.
Penggunaan media pohon kata ini pernah diteliti oleh Ramadhan dan Damayanti (2015)
dengan judul Pengaruh Penggunaan Media Pohon Kata terhadap Penguasaan Kosakata
Siswa dalam Mengenal Teks Deskriptif di Kelas 1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
media pohon kata memiliki pengaruh yang signifikan terhadap penguasaan kosakata siswa.
Selain itu, selama pelaksanaan pembelajaran siswa merasa merasa senang sehingga mereka
memiliki semangat dan motivasi dalam mengikuti pembelajaran. Penelitian sejenis juga
dilakukan oleh Marlinda (2014) dengan judul Upaya Meningkatkan Kemampuan Mengenal
Huruf melalui Media Pohon Huruf (Penelitian Tindakan Kelas pada Kelompok A di TK
Mafhadhol Tambang Sawah Kabupaten Lebong Propinsi Bengkulu). Adanya peningkatan
atau pun kemajuan pada nilai rata-rata kelas dan persentase ketuntasan belajar secara klasikal
menunjukkan bahwa pengunaan media pohon huruf di dalam pembelajaran dapat
meningkatkan kemampuan mengenal huruf pada anak. Penelitian serupa juga dilakukan oleh
Fitrianingsih & Lestari (2014) dalam penelitiannya yang berjudul Penerapan Media
Pembelajaran Pohon Aksara untuk Meningkatkan Kemampuan Calistung pada Program
Keaksaraan Fungsional di UPTD Skb Gudo Kabupaten Jombang. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa hasil penerapan media pohon aksara untuk meningkatkan kemampuan
calistung di UPTD SKB Gudo yang berbunyi ada pengaruh penerapan media terhadap
kemampuan calistung.
METODE
Pada penelitian ini, peneliti menerapkan penelitian tindakan kelas (PTK) yang
merupakan penelitian praktis yang dapat digunakan untuk memperbaiki pembelajaran di
kelas. Penelitian tindakan kelas menggunakan 2 siklus. Setiap siklus terdiri dari 4 tahap, yaitu
planning, implementation, observation dan reflection (Kemmis dan McTaggart, 1992:11)
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
321
Pada tahap planning ini peneliti menyediakan pohon kata dan RPP. Pada tahap
implementation, peneliti mengajar sesuai dengan langkah-langkah seperti yang tercantum
pada RPP. Pada tahap ini siswa diberikan paragraf pendek yang berisi kalimat simple past
tense. Mereka diminta untuk menemukan pattern dari kalimat dengan teman-teman dalam
kelompoknya. Proses menemukan pattern ini dilakukan sendiri oleh siswa tanpa bantuan
guru. Setelah itu, pattern yang sudah ditemukan siswa tadi dibahas dalam diskusi kelas yang
dipimpin oleh guru. Siswa berkelompok menggunakan pohon kata yang telah dibuat oleh
kelompok lain untuk menyusun kalimat past tense. Ini merupakan langkah reinforcement
penguasaan pattern. Kepada siswa diminta untuk membuat kalimat past tense yang baru
dipelajarinya sebanyak mungkin berlomba dengan kelompok lain yang telah disediakan di
pohon kata. Pada tahap observation dilakukan pengamatan pada proses pembelajaran dan
penilaian terhadap hasil belajar siswa. Yang menjadi observer adalah para guru sejawat.
Tahap reflection: pelaksanaan pembelajaran dievaluasi untuk melihat kelebihan dan
kekurangan dari penggunaan media pohon kata. Hasil refleksi siklus 1 menjadi masukan
siklus 2.
Subjek dari penelitian ini adalah siswa kelas X TKJ di SMK Islam yang beralamat di
Jalan Barat Stadion Brantas Batu, Provinsi Jawa Timur. Kelas tersebut berjumlah 25 orang
siswa dan siswi, yaitu 24 orang laki-laki dan 1 orang perempuan.
HASIL DAN BAHASAN
Hasil penelitian ini berdasarkan tahapan pelaksanaan pembelajaran untuk
meningkatkan kemampuan menulis menggunakan media pohon kata di kelas X TKJ pada
SMK Islam Batu.
Siklus 1
Siklus pertama dilakukan pada hari Rabu, 19 Oktober 2016 pada jam ke-5 dan 6.
Pelaksanaan pembelajaran dideskripsikan sebagai berikut.
Perencanaan Tindakan
Pada tahap ini dilakukan beberapa hal yang perlu disiapkan oleh peneliti sebelum
melaksanakan pembelajaran yaitu (a) membuat rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), (b)
menyiapkan pohon dari hasil prakarya siswa, (c) membuat short paragraph, (d) menyiapkan
potongan kata yang diambil dari internet, (e) menyiapkan kertas warna yang akan digunakan
untuk menempelkan potongan kata serta menyiapkan daftar penilaian siswa. Media pohon
kata dapat diperhatikan pada Gambar 1.
Pelaksanaan Tindakan
Dalam pelaksanaan tindakan peneliti menerapkan langkah-langkah yang ada di dalam
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dengan seefektif mungkin serta membutuhkan waktu 1
kali pertemuan, yaitu 2 x 45 menit. Pada kegiatan pendahuluan guru memberikan ucapan
salam, guru mengecek kehadiran siswa, guru membagi kelompok sesuai nomor absen lalu
menyuruh siswa berkumpul sesuai dengan kelompok masing-masing (lihat gambar 2).
Setelah itu dilanjutkan dengan kegiatan inti dimana guru membagi lembaran soal ke siswa(
kelompok) yang berisi short paragraph untuk dibaca dan dianalisis dengan waktu10 menit.
Lalu siswa diharapkan bisa menuliskan kata kerja yang terdapat di dalam short paragraph di
papan tulis dan dibahas dengan kelompok lain, kemudian siswa dan guru mengoreksi
bersama-sama dari hasil kerja perkelompok tersebut. Ternyata dari 5 kelompok yang
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
322
menuliskan hasil diskusinya hanya tiga kelompok itupun masih ada yang salah dalam
menentukan kata kerja.Setelah itu guru mengajak siswa untuk menentukan kata kerja hasil
temuan mereka itu termasuk verb bentuk berapa?
Lalu guru dan siswa menyimpulkan verb bentuk dua itu dipakai untuk mengekspresikan
kalimat past tense. Baru setelah semua siswa paham akan bentuk kalimat past tense guru
membagikan pohon kata ke setiap kelompok di mana pada setiap ranting pohon tersebut
terdapat kata yang diacak dan dengan bantuan kamus yang terbatas jumlahnya siswa
diharapkan mampu untuk menyusun menjadi kalimat past tense. Mereka dibuat secara
kelompok supaya termotivasi untuk berlomba dengan teman serta kelompok lain.
Gambar 1: Media Pohon Kata Gambar 2:
Siswa mulai mengerjakan soal-soal yang ada di
Pohon Kata
Kegiatan siswa dilanjutkan dengan guru menanyakan ke siswa sebelum proses pelajar
mengajar berakhir yaitu tentang pelajaran apa yang mereka dapatkan hari ini. Siswa X TKJ
menjawab dengan semangat bahwa mereka telah mendapat pembelajaran menulis kalimat
yang berbentuk past tense dan mereka merasa senang.
Pengamatan
Disiklus satu ini peneliti mencatat jalannya pembelajaran menggunakan Pohon Kata
untuk meningkatkan kemampuan menulis siswa dalam bahasa Inggris dari pendahuluan,
kegiatan inti sampai dengan penutup. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pembelajaran
menggunakan media Pohon Kata bisa membuat siswa termotivasi untuk belajar menulis dan
bekerja sama dengan teman sekelas yang menyenangkan sebab disamping mereka belajar
juga mengajak siswa bermain dan suasana kelas tidak membosankan. Berdasarkan penilaian
menulis yang dilakukan oleh guru ditemukan bahwa 20% (5 orang) siswa menunjukkan
keberhasilan mencapai KKM (78) sedangkan 80% (20 orang)siswa belum mencapai KKM.
Refleksi
Setelah pembelajaran selesai guru melakukan refleksi bersama observer/pengamat
untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan yang terjadi selama proses pembelajaran di
dalam kelas selama menggunakan media pembelajaran Pohon Kata. Hasil temuan observer
atau pengamat menunjukkan bahwa pengunaan Pohon Kata dapat digunakan sebagai media
pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan dan ketrampilan menulis Bahasa Inggris
siswa kelas X TKJ dengan mengamati antusias siswa untuk menyusun kata yang diacak
menjadi kalimat past tense serta siswa merasa senang dalam mengikuti pembelajaran yang
suasana kelasnya tidak membosankan atau monoton karena mereka berebut daun yang berisi
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
323
penggalan kata untuk dirangkai menjadi kalimat past dengan teman satu kelompoknya dan
bersaing dengan kelompok lainnya.
Sementara itu, kelemahan yang tampak adalah masih ditemukan siswa yang kurang
aktif dikelompoknya, bercanda, siswa banyak yang tidak membawa kamus sehingga untuk
mencari arti kata mereka harus menunggu temannya selesai dan ternyata soal yang diberikan
guru rangkaiannya terlalu panjang sehingga mereka merasa kesulitan. Berdasarkan hasil
refleksi tersebut diatas, guru perlu melanjutkan pembelajaran di siklus yang ke 2.
Siklus 2
Merujuk dari hasil Refleksi siklus 1 ternyata masih ada kekurangan yaitu jumlah
anggota kelompok yang menurut peneliti masih terlalu banyak sehingga dalam siklus 2
diubah menjadi 3 orang dari yang semula 5 orang per kelompok. Hal ini dimaksudkan supaya
semua siswa lebih aktif dalam menyusun kalimat.
Perencanaan Tindakan
Siklus kedua dilaksanakan dalam dua kali pertemuan yaitu pada hari Senin, 31
Oktober 2016 pada jam ke 3-4 serta hari Rabu 2 Nopember 2016 pada jam ke 5-6. Dalam
tahap perencanaan siklus 2 ini peneliti mempersiapkan RPP, media pohon kata serta rubrik
penilaian yang disesuaikan dengan langkah-langkah yang telah dibuat pada penelitian
tindakan kelas siklus ke 2 yang akan diteliti oleh peneliti.
Pelaksanaan Tindakan
Siklus kedua ini terdiri dari 2 kali pertemuan (1 kali pertemuan dengan jumlah jam
2x45 menit). Pelaksanaan tindakan pada Siklus kedua ini dideskripsikan sebagai berikut:
Berdasarkan refleksi Siklus 1 ditemukan beberapa kekurangan dalam pelaksanaan
pembelajaran serta target yang diharapkan dalam penelitian Siklus 1 yang masih belum
tercapai. Upaya perbaikan Siklus 1 pada Siklus 2 ini diperlukan untuk mengatasi kekurangan
pada siklus 1 yaitu guru menambah keterangan atau penjelasan ke siswa bagaimana
menyusun kalimat Past tense berdasarkan rumusan yang telah ditemukan oleh siswa sehingga
mereka bisa mengaplikasikan. Siswa diijinkan untuk untuk membuka google translate bagi
yang mempunyai HP android sedangkan yang tidak punya bisa membuka kamus pribadi atau
boleh meminjam diperpustakaan sekolah. Guru membuat kalimat yang akan diletakan di
pohon kata dengan menggunakan kata yang sederhana dan yang mudah dipahami siswa kelas
x serta susunannya tidak terlalu panjang.
Gambar 3:
Siswa mulai menyusun kata yang ada di pohon kata menjadi kalimat Past Tense
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
324
Pertemuan kedua di siklus 2 adalah pelaksanaan tes, yaitu siswa membuat short
paragraph yang bertemakan masa lalu, short paragraph tersebut berisikan minimal lima
kalimat dengan waktu yang diberikan I jam pelajaran (45 menit). Pada tes tersebut siswa
tetap diijinkan untuk membuka kamus supaya mereka tidak kesulitan dalam mencari kosa
kata karena peneliti beranggapan kelas x adalah kelas pemula. Pada waktu tes berlangsung
peneliti berkeliling mengawasi siswa yang sedang mengerjakan. Setelah 45 menit semua
karangan dikumpulkan dengan tertib.
Pengamatan
Pengamatan pada tahap ini dilakukan pada aktivitas siswa selama pembelajaran. Hasil
pengamatan aktivitas siswa dalam pembelajaran untuk pertemuan 1 menggunakan analisis
prosentase yaitu:
Dimana satu nomor nilainya 3 dan soal yang tergantung dipohon kata ada 3 nomer.
Pada pembelajaran siklus 2 pertemuan 1 terjadi kenaikan prosentase dari 20% menjadi 40%
siswa yang sudah tuntas.
Tabel Score perolehan pertemuan 1 siklus 2
No Nama Nilai
1. AGR 83
2. APS 100
3. AM 83
4. AZ 67
5. AA 100
6. A 67
7. AFA 17
8. BW 100
9. DA 100
10. DS
11. DR 100
12. DGS 67
13. DHW 83
14. DA 67
15. EBA 11
16. KBA 50
17. LBR 11
18. MFR 17
19. MA 11
20 OPK 100
21. PBS 83
22. RAP 33
23. RDP 67
24. RMA 67
25. SAP 67
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
325
Sedangkan untuk pertemuan 2 jumlah prosentase juga mengalami kenaikan yaitu 44%.
Score perolehan pertemuan 2 siklus 2 dalam pembuatan short paragraph:
No Nama Bahasa Sistematika Isi Jumlah Score
1. AGR 2 3 3 8 89
2. APS 1 2 2 5 56
3. AM 2 3 3 8 89
4. AZ 2 2 3 7 78
5. AA 2 3 2 7 78
6. A 3 3 2 8 89
7. AFA 1 2 2 5 56
8. BW 2 3 3 8 89
9. DA
10. DS 1 3 2 6 67
11. DR 2 3 2 7 78
12. DGS 2 3 2 7 78
13. DHW 1 2 2 5 56
14. DA 2 3 2 7 78
15. EBA 1 2 1 4 44
16. KBA 2 2 2 6 67
17. LBR 1 2 2 5 56
18. MFR 2 2 2 6 67
19. MA 2 2 2 6 67
20. OPK
21. PBS 3 3 3 9 100
22. RAP 1 2 2 5 56
23. RDP
24. RMA 2 3 2 7 78
25. SAP 1 2 2 5 56
Refleksi
Refleksi dilaksanakan untuk menentukan apakah tindakan Siklus 2 sudah berjalan
dengan baik atau belum. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh peneliti terhadap
aktivitas siswa menunjukan taraf keberhasilan, hal ini sejalan dengan naiknya nilai prosentase
yang ditunjukan oleh score perolehan siswa, siswa lebih mudah memahami konsep-konsep
penting pada materi menulis peristiwa past tense. Pada Siklus 2 ini suasana kelas lebih
mendukung jika dibandingkan dengan Siklus 1.
Dalam pelaksanaan tes pada pertemuan 2 Siklus 2 tidak ditemukan adanya siswa yang
menyontek, berdasarkan tes yang diberikan pada umumnya siswa sudah mulai dapat menulis
short paragraph dengan benar. Dalam tindakan Siklus 2 peneliti mengambil kesimpulan
bahwa proses pembelajaran dengan menggunakan Pohon Kata berjalan dengan baik dan
lancar.
Hal ini membuktikan bahwa media Pohon Kata dapat meningkatkan ketrampilan
menulis siswa SMK Islam Batu kelas XTKJ meski belum semua mengalami ketuntasan
dalam pembelajaran, namun hampir separuh siswa XTKJ mengalami peningkatan nilai untuk
ketrampilan menulis serta termotivasi untuk belajar menulis.
Pembahasan
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
326
Pada Siklus I siswa yang tuntas dalam KD 3.6, 4.7 hanya tercapai 20% dengan
jumlah siswa sebanyak 5 siswa dan yang tidak mencapai KKM sebanyak 80% atau 20 siswa
dengan total siswa 25. Sedangkan pada Siklus 2 ini terjadi peningkatan meskipun tidak
banyak dari 20% menjadi 40% .Pada Siklus 2, selain menyusun kata, siswa juga diberi tugas
membuat kalimat dan hasilnya 44% siswa tuntas. Tercatat siswa yang tuntas dan mencapai
KKM sebanyak 11 siswa dari 25 dan KKM yang ditetapkan pada KD 3.6, 4.7 ini adalah 78
dengan nilai tertinggi 100 dan terendah 56.
SIMPULAN DAN SARAN
Pada bagian ini, peneliti mengambil kesimpulan bahwa hasil dari penggunaan media
pohon kata yang telah digunakan pada siswa kelas X TKJ Kota Batu menunjukkan adanya
peningkatan meskipun peneliti belum merasa puas. Dengan kenaikan dari 20% siswa pada
Siklus 1 menjadi 44% siswa di Siklus 2, dapat dikatakan bahwa penggunaan media pohon
kata dapat meningkatkan kemampuan menulis siswa. Namun, karena pada Siklus 2, baru
44% yang tuntas, peniliti masih belum merasa puas, karena prosentasinya masih rendah.
Masih perlu dilaksanakan siklus 3 agar siswa dapat belajar tuntas.
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka peneliti memberikan saran sebagai berikut. Bagi
guru kelas yang diteliti, agar meneruskan ke Siklus 3 untuk menambah jumlah siswa yang
tuntas. Bagi guru Bahasa Inggris yang mengalami problem yang sama, disarankan untuk
memanfaatkan media pohon kata dalam pembelajaran yang sudah terbukti berpengaruh dalam
pembelajaran. Bagi peneliti, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan rujukan untuk
melakukan penelitian dalam memanfaatkan media pembelajaran yang berbeda.
Daftar Rujukan
Fitrianingsih, M.N. & Lestari, G.D. 2014. Penerapan Media Pembelajaran Pohon Aksara
untuk Meningkatkan Kemampuan Calistung pada Program Keaksaraan Fungsional di
UPTD SKB Gudo Kabupaten Jombang. ejournal.unesa.ac.id/article/6908/14/
article.pdf
Kemmis, S. dan McTaggart, R. 1992. The Action Research Planner (3rd
edition). Melbourne:
Deakin University Press.
Marlinda, D. 2014. Upaya Meningkatkan Kemampuan Mengenal Huruf melalui Media
Pohon Huruf (Penelitian Tindakan Kelas pada Kelompok A di TK Mafhadhol Tambang
Sawah Kabupaten Lebong Propinsi Bengkulu). Bengkulu: Program Studi Pendidikan
Anak Usia Dini, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Bengkulu,
http://repository.unib.ac.id/8643/1/I,II,III,II-14-pdf
Ramadhan, A.F dan Damayanti, M.I. 2015. Pengaruh Penggunaan Media Pohon Kata
terhadap Penguasaan Kosakata Siswa dalam Mengenal Teks Deskriptif di Kelas 1. J-
PGSD 03(02): 941-950.
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003. Jakarta: Depdiknas.
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
327
PENERAPAN INQUIRI LEARNING DENGAN BANTUAN JIGSAW
UNTUK MENINGKATKAN KETRAMPILAN KOMUNIKASI
PADA MATERI DINAMIKA KEPENDUDUKAN
SISWA KELAS XI IPS MATA PELAJARAN GEOGRAFI
SMAK YOS SUDARSO BATU
Maria Cicilia Tri P
SMAK Yos Sudarso Batu
Abstrak : Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar dan ketrampilan
mengkomunikasikan data degan menerapkan model pembelajaran inquiry yang berbantuan
Jagsaw. Penelitian ini menggunakan rancangan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang
terdiri atas dua siklus. Siklus pertama dilakukan dalam dua kali pertemuan, dimulai dengan
kegiatan perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Siklus kedua menerapkan
model yang sama dibantu dengan model Jigsaw. Siklus I dilakukan pada tanggal 18 dan 19
Oktober 2016. Siklus II pada tanggal 25 Oktober 2016. Subjek penelitian adalah siswa
kelas XI IPS SMA Katolik Yos Sudarso Batu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
penerapan inquiry dengan bantuan Jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar geografi dan
keterampilan mengkomunikasikan data.
Kata Kunci: Inquiry learning, Jigsaw, Hasil Belajar Geografi dan Keterampilan
Komunikasi
Perbaikan mutu pendidikan di Indonesia perlu dilakukan secara terus menerus dengan
mengadakan pembaharuan-pembaharuan dalam berbagai aspek pendidikan, seperti
pembaharuan di bidang kurikulum, pengajaran, peralatan dan lainnya. Usaha pembaharuan
tersebut diharapkan dapat meningkatkan mutu pendidikan agar tidak selalu tertinggal
dibandingkan dengan negara lain. Mutu pendidikan pada umumnya diartikan sebagai
gambaran tentang sejauh mana suatu lembaga pendidikan berhasil mengubah tingkah laku
anak didik untuk mencapai tujuan pendidikan. Salah satu Upaya perbaikan mutu perbaikan
pendidikan tersebut adalah dengan melakukan penelitian tindakan kelas.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 65 Tahun 2013 tentang Standar
Proses menyebutkan bahwa setiap pendidik pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun
rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) secara lengkap dan sistematis agar pembelajaran
berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta
didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa,
kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta
psikologis peserta didik. Oleh karena itu setiap satuan pendidikan perlu melakukan
perencanaan pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran serta penilaian proses
pembelajaran dengan strategi yang benar untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas
ketercapaian kompetensi lulusan.
Pawartani 2013 (dalam Karokaro, 2013) menjelaskan bahwa selama ini keaktifan
siswa dalam proses belajar dirasakan sangat kurang, karena selama aktivitas belajar siswa di
dalam kelas tidak memicu keaktifan siswa karena guru cenderung mengajar dengan metode
ceramah. Hal tersebut juga ditegaskan oleh Donan 2013 (dalam Meldawati, 2015) bahwa
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
328
permasalahan yang muncul terkait dengan metode adalah penggunaan metode ceramah yang
lebih dominan karena penggunaan metode ceramah secara terus menerus tanpa diselingi
dengan metode lain akan membuat siswa merasa bosan sehingga hilang konsentrasinya dalam
mengikuti pelajaran.
Sesuai Standar Kompetensi Lulusan, sasaran pembelajaran mencakup pengembangan
domain sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang memiliki karakteristik berbeda untuk
masing-masing mata pelajaran. Sikap diperoleh melalui aktivitas menerima, menjalankan,
menghargai, menghayati, dan mengamalkan. Pengetahuan diperoleh melalui aktivitas
mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta.
Keterampilan diperoleh melalui aktivitas mengamati, menanya, mencoba, menalar, menyaji,
dan mencipta. Pencapain kompetensi tersebut berkaitan erat dengan proses pembelajaran
yang dilaksanakan. Oleh sebab itu, guru harus merencanakan pembelajaran sesuai tuntutan
kurikulum dengan menggunakan pendekatan saintifik dan model pembelajaran yang
mendorong kemampuan peserta didik untuk melakukan penyingkapan/penelitian, serta dapat
menghasilkan karya kontekstual, baik individual maupun kelompok. Pendidik disarankan
untuk menggunakan menggunakan model pembelajaran antara lain model inkuiri, discovery,
problem, dan projek.
Berdasarkan observasi awal mata pelajaran geografi kelas XI IPS di SMAK Yos
Sudarso Batu diketahui bahwa prestasi belajar geografi di kelas XI IPS tergolong rendah
khususnya pada materi dinamika dan masalah kependudukan, rata rata hasil ulangan harian
yang diperoleh 63 dari kriteria ketuntasan minimal 75. Rendahnya kemampuan hasil peserta
didik kelas XI IPS di SMAK Yos Sudarso Batu adalah suatu kekurangan yang harus
diperbaiki didalam kelas. Hal ini terlihat dari kurangnya kemampuan peserta didik dalam
memberikan analisis pemecahan masalah yang ada dalam materi pelajaran Geografi dikaitkan
dengan permasalahan yang ada dilapangan dan disajikan dalam bentuk narasi, tabel, grafik,
peta ataupun peta konsep.
Hasil refleksi awal menunjukkan bahwa rendahnya hasil belajar geografi tersebut
diakibatkan oleh model pembelajaran yang kurang tepat. Pembelajaran banyak didominasi
metode ceramah dengan alasan efisiensi waktu dan lebih mudah untuk dilakukan. Dengan
ceramah, materi yang banyak bisa diselesaikan dalam waktu singkat. Hal ini terjadi karena
dalam metode ceramah hanya sekedar pemberian informasi saja tanpa penanaman
pemahaman yang mendalam. Banyak penelitian menunjukkan bahwa metode ceramah
memiliki banyak kelemahan oleh Pawartani, 2013; Donan, 2013, Fadilah, 2013 (dalam
Karokaro, 2015). Untuk memaksimalkan hasil belajar dari ketrampilan siswa kelas XI IPS
SMAK Yos Sudarso maka metode inquiri dipergunakan karena pembelajaran Inquiry
merupakan kegiatan pembelajaran yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan
siswa untuk mencari dan menyelidiki sesuatu (benda, manusia atau peristiwa) secara
sistematis, kritis, logis, analitis sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya
dengan penuh percaya diri.
Menurut Sanjaya (2007) Inquiri merupakan rangkaian kegiatan pembelajaran yang
menekan pada proses berpikir kritis dan analisis untuk mencari dan menemukan sendiri
jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan. Inquiri menekankan kepada proses mencari
dan menemukan. Materi pelajaran tidak diberikan secara langsung, tetapi peserta didik
diberikan peran untuk mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran sedangkan guru
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
329
berperan sebagai fasilitator dan pembimbing peserta didik untuk belajar (Sudrajat, 2011).
Pemberian peran dan tanggung jawab kepada peserta didik akan memberikan pengalaman
belajar kepada peserta didik. Harapannya melalui penemuan masalah dan pencarian solusi
dari suatu masalah, proses memahami suatu konsep, proses menganalisis suatu permasalahan
akan lebih cepat terserap oleh peserta didik.
Proses Inquiri Learning dilakukan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut: (1)
merumuskan masalah, kemampuan yang dituntut adalah: (a) kesadaran terhadap masalah, (b)
melihat pentingnya masalah, dan (c) merumuskan masalah, (2) mengembangkan hipotesis,
kemampuan yang dituntut adalah: (a) menguji dan menggolongkan data, (b) melihat dan
merumuskan hubungan yang ada secara logis, dan merumuskan hipotesis, (3) Menguji
jawaban tentatif, kemampuan yang dituntut adalah: (a) merakit peristiwa, terdiri dari:
mengidentifikasi peristiwa yang dibutuhkan, mengumpulkan data, dan mengevaluasi data; (b)
menyusun data, terdiri dari: mentranslasikan, menginterpretasikan dan mengklasifikasikan
data, (c) analisis data, terdiri dari: melihat hubungan, mencatat persamaan dan perbedaan,
serta mengidentifikasikan trend, sekuensi, dan keteraturan, (4) menarik kesimpulan;
kemampuan yang dituntut adalah: (a) mencari pola dan makna hubungan; dan (b)
merumuskan kesimpulan, (5) menerapkan kesimpulan dan generalisasi. Perkembangan
peserta didik pada usia remaja, menurut Piaget (Pristiadi, tanpa tahun) tergolong kepada
periode formal dimana peserta didik sudah mampu menggunakan penalaran logis dalam
perkembangan kognitifnya dalam setiap pemecahan masalah hipotesis. Karena itu peran guru
tidak lagi menjadi pusat pembelajaran melainkan sebagai fasilitator sesuai dengan
perkembangan usia peserta didik. Selaras dengan hal ini, Vygotsky, (dalam Nur, 2000)
menyatakan bahwa: (1) bahwa intelektual berkembang pada saat individu menghadapi ide-ide
baru dan sulit mengaitkan ide-ide tersebut dengan apa yang mereka telah ketahui; (2) bahwa
interaksi dengan orang lain memperkaya perkembangan intelektual; (3) peran utama guru
adalah bertindak sebagai seorang pembantu dan mediator pembelajaran peserta didik.
Kegiatan pembelajaran dengan model Inqury yang mencakup mengobservasi,
melakukan, dan pemecahan masalah) pada akhirnya diharapkan akan memberikan
peningkatan hasil belajar peserta didik dari segi pengetahun, keterampilan dan sikapnya.
Kelas XI IPS yang menjadi subyek penelitian ini memiliki karakter 80% siswa sulit
menangkap dan mengkomunikasikan informasi, terdapat 20 % saja yang memiliki
kemampuan menyampaikan pendapat dan menyampaikan dengan baik didalam kelas. Karena
itu inquiry learning yang akan diterapkan perlu dikolaborasikan dengan model pembelajaran
Jigsaw. Harapannya dengan bantuan Jigsaw terjadi pemerataan pemahaman sesuai dengan
indikator yang akan dijadikan materi pembelajaran. Sebab jigsaw adalah salah satu dari
model pembelajaran yang fleksibel (Slavin, 2005:246). Model pembelajaran tersebut
merupakan salah satu variasi model collaborative learning yaitu proses belajar kelompok
dimana setiap anggota menyumbangkan informasi, pengalaman, ide, sikap, pendapat,
kemampuan, dan keterampilan yang dimilikinya, untuk secara bersama-sama saling
meningkatkan pemahaman seluruh anggota. Model pembelajaran Jigsaw merupakan strategi
yang menarik untuk digunakan jika materi yang akan dipelajari dapat dibagi menjadi
beberapa bagian dan materi tersebut tidak mengharuskan urutan penyampaian. Kelebihan
strategi ini adalah dapat melibatkan seluruh peserta didik dalam belajar dan sekaligus
mengajarkan kepada orang lain (Zaini, 2008:56).
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
330
METODE
Rancangan penelitian ini menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan
harapan dapat memperbaiki hasil belajar yan berupa ketrampilan mengkomunikasikan data.
Dalam penelitian ini berlangsung dua siklus. Masing-masing siklus dilakukan dalam dua kali
pertemuan, dimulai dengan kegiatan perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Siklus
I dilakukan pada tanggal 18 dan 19 Oktober 2016. Siklus II pada tanggal 25 Oktober 2016.
Subyek penelitian adalah siswa kelas XI IPS di SMA Katolik Yos Sudarso Batu. Ketrampilan
mengkomunikasikan data dapat diungkap dengan bantuan lembar observasi dan lembar
penilaian. Pengamatan keterlaksanaan pembelajaran dibantu oleh teman sejawat. Peningkatan
ketrampilan mengkomunikasikan data dapat diukur dengan kegiatan presentasi. Data yang
diperoleh di analisis dengan deskripsi kuantitatif
HASIL DAN PEMBAHASAN
Siklus 1
Perencanaan
Pada tahap perencanaan kegiatan pembelajaran berikut (1) guru menyusun rencana
pembelajaran, (2) menyiapkan lembar kerja peserta didik, (3) menyiapkan perangkat
penilaian, (4) mempersiapkan media (5) mempersiapkan lembar observasi peserta didik.
RPP disusun untuk KD dinamika kependudukan dengan indikator menganalisis
permasalahan kependudukan di Indonesia, rencana pembelajaran (RPP) yang disusun
mengacu pada sintaks Inquiri Learning : observasi, merumuskan masalah, membuat
hipotesis, mengumpulkan data, menguji hipotesis, dan membuat kesimpulan. Media
Pembelajaran yang dipilih adalah peta kepadatan penduduk DKI Jakarta Tahun 2005.
Gambar kemiskinan di Indonesia
Pelaksanaan Tindakan
Tahap pelaksanaan tindakan siklus satu dilakukan dalam dua kali pertemuan, dengan
alokasi waktu, pertemuan pertama 1 x 45 menit, pertemuan kedua 2 X 45 menit. Tahap
pelaksanaan dalam penelitian ini adalah penerapan Inquiri Learning. Penerapan tersebut
disusun dalam pembelajaran dan dideskripsikan sebagai berikut:
Pembelajaran diawali dengan berdoa kemudian dilanjutkan dengan hormat bendera.
Sesudahnya melihat absen atau kehadiran, dilanjutkan guru menyampaikan tujuan
pembelajaran. Pada bagian mengamati guru menyajikan tayangan dalam LCD tentang peta
kepadatan penduduk Indonesia hasil sensus tahun 2005 dan gambar gambar kemiskinan di
Indonesia untuk diamati siswa.
Pada bagian menanya terjadi tanya jawab seperti berikut:
Guru : Apakah yang kalian pikirkan tentang tayangan tadi:
Siswa 1 : Peta Kepadatan Penduduk
Guru : Tepat sekali, yang lain ?
Siswa 2 : Kelaparan
Guru : Bagus, ada lagi ?
Siswa 3 : kriminalitas
Berdasarkan dialog tersebut tampak bahwa siswa benar benar menyimak atau
mengamati tayangan. Kegiatan dilanjutkan dengan mengeksplorasi rasa ketertarikan pada
materi yang akan dipelajari
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
331
Guru : Ya, semua jawaban kalian semua benar. Itulah potret Indonesia. Apakah kalian
bangga menyaksikan tayangan tadi ?
Siswa 4 : Saya sedih bu
Siswa 5 : Cukup Prihatin bu
Siswa 6 : Apa saya boleh bertanya bu ?
Guru : Silahkan
Siswa 6 : Mengapa kemiskinan dan kejahatan itu harus ada, apakah tidak ada program
pemerintah yang dapat mengendalikannya ?
Guru : Pertanyaanmu luar biasa, mari kita pikirkan bagaimana cara mengantisipasinya ?
Siswa 7 : Pemerintah harus tahu jumlah penduduknya
Dari dialog tersebut tampak bahwa siswa telah melibatkan perasaannya, ikut
memikirkan masalah dan solusinya, guru melanjutkan suasana yang sudah terbangun dengan
semangat tersebut.
Guru : Nah itu dia kunci nya. Pada hari ini kita akan mencoba menjadi petugas pemerintah
yang mendata hal kependudukan. Kalian akan bekerja di kelompok kelompok.
Metode kita ini namanya Jigsaw
Pada bagian mengumpulkan data diawali guru menjelaskan teknik jigsaw. Siswa
bekerja dalam kelompok, membedakan dan menyajikan hasil registrasi dan survey
Gambar 1. Diskusi kelompok 1
Pada proses kerja kelompok 1 terjadi
perdebatan dalam membuat laporan registrasi
dan survey, beberapa siswa tampak
menyampaikan pendapatnya tentang kemasan
laporan.
Gambar 2. Diskusi Kelompok 2
Pada kelompok 2 terlihat lebih cenderung
kurang antusias, lebih tenang, beberapa siswa
tidak terlibat proses kerja.
Gambar 3. Diskusi
Kelompok 3
Pada kelompok 3 sebagian siswa terlihat aktif
menyusun daftar pertanyaan untuk registrasi,
sebagian siswa pasif.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
332
Keadaan tersebut terjadi tampaknya karena kurangnya perhitungan waktu membagi
kelompok, sehingga masing masing kelompok mengalami kurang berimbang semangat kerja.
Dari masalah masalah yang dihadapi masing masing kelompok tampak semua kelompok
mengalami masalah dengan cara penyajian data, dalam hal ini penguasaan software pengolah
data yang lemah.
Siswa Mempresentasikan hasil kerjanya secara bergantian, semua kelompok
menyajikan tabel sederhana, pada saat kelompok memberi kesempatan pada kelompok lain
untuk bertanya ternyata semua diam, tidak ada yang bertanya. Hal ini dapat dianalisis bahwa
siswa tidak tahu tujuan penyajian data dan tidak tahu kesinambungan data tersebut pada
bidang bidang kajian yang lain.
Observasi
Kegiatan observasi dilakukan pada saat pelaksanaan pembelajaran berlangsung. Tujuan
kegiatan ini untuk memperoleh data pelaksanaan tindakan secara mendalam dan menyeluruh.
Observasi dilakukan secara kolaboratif melibatkan satu orang kolaborator teman sejawat
yang sudah mendapatkan pengarahan dan memiliki kemampuan dalam melakukan
pembelajaran dengan model Inquiry learning yaitu Ibu Ika Susiana. Observasi difokuskan
kepada peserta didik, dan guru. Pengamatan aktifitas peserta didik meliputi (1) observasi
media, secara keseluruhan media yang digunakan sudah cukup untuk jalannya proses
bembelajaran (2) berdiskusi, pada bagian diskusi terlihat kemampuan siswa yang aktif dan
yang tidak aktif, yang aktif mengisi waktunya dengan memandu diskusi dengan antusias yang
tidak aktif cenderung diam dan mencorat coret buku, atau memainkan laptopnya (3)
bertanya, kemampuan bertanya sebagian besar siswa sangat kurang, rata rata masih malu
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
333
malu bahkan diam tidak tahu harus menanyakan apa (4) menyampaikan pendapat, sebagian
besar tampak tidak ingin menyampaikan pendapatnya, hanya 5 dari 24 siswa saja yang berani
menyampaikan pendapatnya (5) pengisian lembar kerja, karena dalam satu kelompok terdiri
dari 6 sampai 7 siswa maka rasa bertanggung jawab untuk pengisian lembar kerja masih
sangat kurang, seolah olah siswa berpikir cukup 1 atau 2 orang saja yang bertanggung jawab
pada pengisian dan kebenaran jawaban pada lembar kerja (6) menyajikan hasil diskusi, pada
bagian ini hasil diskusi disajikan dalam bentuk presentasi, masing masing siswa wajib
membawakan satu tema hasil kerja, rata rata siswa memiliki keberanian tampil meskipun
dalam komunikasi lisan mereka masih sangat terbatas, pada tampilan diskusi permasalahan
muncul karena tidak semua anggota kelompok kelompok diskusi menguasai program exel
sebagai software pengolah data, masing masing siswa perlu dibimbing untuk menguasai
program exel tersebut di waktu khusus, sehingga dapat diharapkan siswa lebih siap dan
kreatif mengaktualisasikan hasil kerjanya (7) mengisi evaluasi, pada bagian ini disajikan pot
test yang hasilnya rata rata 68 dari KKM 75 yang diharapkan. Aktivitas guru yang diamati (1)
apersepsi, guru telah cukup baik menyampaikan apersepsi (2) penyampaian tujuan
pembelajaran, tujuan pembelajaran disampaikan urut dan cukup jelas (3) menyampaikan
langkah langkah pembelajaran, pada langkah langkah pembelajaran guru kurang cermat
mengelompokkan siswa, sehingga ada kelompok yang terdiri dari siswa mayoritas pasif (4)
menyimpulkan materi, guru menyampaikan kesimpulan dengan singkat dan jelas (5)
memberikan penguatan materi, guru telah memberikan penguatan kepada siswa yang telah
menyampaikan hasil kerjanya meskipun ada yang menampikan dengan sangat sederhana,
tetapi guna penguatan tersebut untuk memotivasi siswa agar lebih giat dan semangat dalam
mengerjakan tugas, serta terbagun semangat baru untuk tampil jauh lebih baik (6)
memberikan penugasan, guru memberikan penugasan sensus di kelurahan masing masing
siswa.
Refleksi
Pada bagian Penutup guru memberikan refleksi mengenai (1) keaktifan kerja sama
dalam kelompok yang kurang, (2) tampilan presentasi yang relative sangat sederhana dan
sulit untuk dianalisis, (3) kemampuan siswa dalam penguasaan software pengolah data.
Sesudahnya diadakan post tes. Setelah post tes selesai guru memberikan tugas pada siswa
untuk mengambil data penduduk di kelurahan tempat tinggal masing masing siswa, diberikan
waktu satu minggu.
Pada akhir siklus I diperoleh gambaran dampak penerapan Inquiri learning dengan
bantuan Jigsaw perlu perbaikan dalam tehnik pengelompokan, juga perlu memberikan
pelatihan penggunaan software pengolah data. Hasil post test masih belum sesuai dengan
KKM. Berdasar fakta di siklus 1 maka perlu ada perbaikan tindakan di siklus 2.
SIKLUS 2
Perencanaan
Pada tahap perencanaan kegiatan pembelajaran berikut (1) guru menyusun rencana
pembelajaran, (2) menyiapkan lembar kerja peserta didik, (3) menyiapkan perangkat
penilaian, (4) mempersiapkan media (5) mempersiapkan lembar observasi peserta didik.
RPP disusun untuk KD dinamika kependudukan dengan indikator menganalisis
permasalahan kependudukan di Indonesia, rencana pembelajaran (RPP) yang disusun
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
334
mengacu pada sintaks Inquiri learning : observasi, merumuskan masalah, membuat hipotesis,
mengumpulkan data, menguji hipotesis, dan membuat kesimpulan.
Media Pembelajaran yang dipilih adalah peta kota Batu, gambar mobilitas penduduk di
pasar, dunia kerja, dan tempat keramaian.
Pelaksanaan Tindakan
Tahap pelaksanaan tindakan siklus satu dilakukan dalam dua kali pertemuan, dengan
alokasi waktu, pertemuan pertama 1 x 45 menit, pertemuan kedua 2 X 45 menit. Tahap
pelaksanaan dalam penelitian ini adalah penerapan Inquiri Learning. Penerapan tersebut
disusun dalam pembelajaran dan dideskripsikan sebagai berikut:
Pembelajaran pada pertemuan 1, selama 1 x 45 menit melatih penggunaan aplikasi
pengolah data. Guru membagi kelompok berdasarkan hasil refleksi pada siklus 1, juga
berdasarkan hasil post tes siklus 1. Masing masing kelompok terdiri dari 2 siswa aktif
berpendapat, 2 siswa yang memiliki ketrampilan computer yang lebih baik, dan 4 siswa
kelompok sedang dan kelompok bawah. Siswa bekerja menganalisis data yang diperoleh dari
kelurahan masing masing.
Pada pertemuan kedua kegiatan sebagai berikut. Pembelajaran diawali dengan berdoa
kemudian dilanjutkan dengan hormat bendera. Sesudahnya melihat absen atau kehadiran,
dilanjutkan guru menyampaikan tujuan pembelajaran. Pada bagian mengamati guru
menyajikan tayangan dalam LCD tentang peta kota Batu dan gambar gambar mobilitas
penduduk dipasar, di kantor kantor dan tempat tempat keramaian untuk diamati siswa. Guru
menyampaikan petunjuk presentasi atas tugas sensus pada pertemuan sebelumnya. Siswa
menyampaikan hasil kerjanya.
Siswa menyampaikan presentasi dengan menyajikan data sensus dalam bentuk tabel,
grafik dan peta, kelompok lain mengomentari dengan cara bertanya. Pada kegiatan ini tampak
siswa sangat antusias megikuti pembelajaran, tampilan per individu kelompok penyaji sangat
percaya diri, hal tersebut diyakini karena tampilan presentasi mereka lebih bagus dari
kegiatan pada siklus 1, masing masing kelompok bangga dengan produk mereka masing
masing yang memang berbeda satu sama lain. Pada kelompok penanya tampak sangat
antusias menanyakan penyebab dan akibat dari data yang disajikan. Hal tersebut menandakan
bahwa siswa lebih reaktif apabila disajikan kondisi riil yang mudah untuk dibayangkan dalam
kehidupan sehari hari mereka
Observasi
Kegiatan observasi dilakukan pada saat pelaksanaan pembelajaran berlangsung.
Tujuan kegiatan untuk memperoleh data pelaksanaan tindakan secara mendalam dan
menyeluruh. Observasi dilakukan secara kolaboratif melibatkan satu orang kolaborator teman
sejawat yang sudah mendapatkan pengarahan dan memiliki kemampuan dalam melakukan
pembelajaran dengan model Inquiry learning yaitu Ibu Ika Susiana dan Ibu Elly Retnowati.
Observasi difokuskan kepada peserta didik, dan guru. Pengamatan aktifitas peserta didik
meliputi (1) observasi media, secara keseluruhan media yang digunakan sudah cukup baik
untuk jalannya proses bembelajaran, (2) berdiskusi, pada bagian diskusi sebagai rangkaian
presentasi terlihat kemampuan siswa sangat aktif, semua siswa memperhatikan kelompok
kelompok penyaji, (3) bertanya, kemampuan bertanya sebagian besar siswa pada siklus 2 ini
sangat antusias, siswa berebut diberi kesempatan bertanya. (4) menyampaikan
pendapat, sebagian besar siswa anggota kelompok penyaji tampak dengan percaya diri lancar
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
335
menyampaikan pendapat atau jawaban dari semua pertanyaan yang ajukan (5) pengisian
lembar kerja, hasil kerja tiap kelompok dikumpulkan setelah dikonfirmasi kesalahan
kesalahannya (6) menyajikan hasil diskusi, semua kelompok menyajikan hasil kerja sesuai
petunjuk, terdapat 2 siswa saja dari 24 siswa yang masing perlu diperdalam pengetahuan dan
ketrampilan menyajikan presentasi (7) mengisi evaluasi, pada bagian ini disajikan pot
test yang hasilnya rata rata 78 dari KKM 75 yang diharapkan. Aktivitas guru yang diamati (1)
apersepsi, guru telah cukup baik menyampaikan apersepsi (2) penyampaian tujuan
pembelajaran, tujuan pembelajaran disampaikan urut dan cukup jelas (3) menyampaikan
langkah langkah pembelajaran, pada langkah langkah pembelajaran guru mengelompokkan
siswa berdasarkan data nilai post tes, sehingga dari siswa yang termasuk kelompok atas dan
bawah dibagi secara merata (4) menyimpulkan materi, guru menyampaikan kesimpulan
dengan singkat dan jelas (5) memberikan penguatan materi, guru telah memberikan
penguatan kepada siswa yang telah menyampaikan hasil kerjanya, diberi pujian atas hasil
kerja yang baik, diberi komentar pada masing masing sajian untuk tugas tugas yang akan
datang (6) memberikan penugasan, guru memberikan penugasan untuk pertemuan yang akan
datang (mencari data banyaknya bayi yang lahir di puskesmas daerah terdekat dengan tempat
tinggalnya).
Refleksi
Pada bagian Penutup guru memberikan refleksi mengenai (1) keaktifan kerja sama
dalam kelompok yang sudah cukup baik (2) tampilan presentasi yang cukup baik, kreatif dan
penuh semangat (3) kemampuan siswa dalam penguasaan software pengolah data rata rata
sudah menguasai. Sesudahnya diadakan post tes. Setelah post tes selesai guru memberikan
tugas pada siswa untuk pertemuan yang akan datang (mengambil data kelahiran di puskesmas
terdekat dengan tempat tinggal masing masing siswa, diberikan waktu satu minggu).
Pada akhir siklus 2 diperoleh gambaran dampak penerapan Inquiri Learning dengan
bantuan jigsaw memiliki pengaruh dalam peningkatan penguasaan materi dan penguasaan
software pengolah data, model pembelajaran Jigsaw sangat membantu siswa yang berada
pada kategori rendah mendapatkan pendampingan yang baik dalam proses belajar nya. Hasil
posttest sudah sesuai dengan KKM bahkan terdapat peningkatan hasil belajar, semula 60%
siswa mendapatkan rata rata nilai 68 pada siklus 1, peningkatan rata rata mendapatkan 78
pada siklus 2.
DOKUMENTASI SIKLUS II
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
336
Kegiatan pada siklus ke 2 pertemuan ke 1
Melatih tim ahli dan tim ahli membelajarkan pada kelompok
kelompok
Kegiatan pada siklus ke 2 pertemuan ke 1
Menanya : Siswa lebih banyak yang bertanya, dan pertanyaan
mereka focus menganalisa data yang disajikan kelompok penyaji
Kegiatan pada siklus ke 2 pertemuan ke 1
Mengamati : Siswa lebih focus mengamati tayangan dari
kelompok penyaji
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
337
KESIMPULAN
Kegiatan Penelitian Tindakan Kelas yang dilakukan pada siswa kelas XI IPS SMAK
Yos Sudarso Batu melalui siklus 1 dan siklus 2, telah memperbaiki proses pembelajaran
khususnya Standar Kompetensi menganalisis fenomena antroposfer, dan Kompetensi Dasar
Menganalisis aspek Kependudukan, pada materi Registrasi, Survey dan Sensus, dipandang
berhasil membantu siswa dalam hasil belajar dan ketrampilan mengkomunikasikan data.
Daftar Rujukan
Karokaro, Deddy, 2015 Penerapan Problem Based Learning pada Materi Dinamika dan
Masalah Kependudukan untuk Peningkatkan Keterampilan Geografi Kelas XI IIS
SMAN 6 Batam, Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement
Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran
Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu.
Meldawati, 2015 Penerapan Problem Based Learning untuk Meningkatkan Kemampuan
Analisis Pada Materi Interaksi Spasial Antara Main Landdan Hinterland Kelas XII IPS
3 SMAN 5 Batam, Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement
Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran
Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu.
Sudrajat, Akhmad. Pembelajaran Inkuiri: Pengertian, Ciri-Ciri, Prinsip-Prinsip dan
Langkah-Langkah. (online),https:/akhmadsudrajat.wordpress.com). diakses tanggal 17
Oktober 2015
Slavin, Robert E. 2005. Cooperative Learning (cara efektif dan menyenangkan pacu prestasi
seluruh peserta didik). Bandung: Nusa Media.
Zaini, Hisyam dkk. 2008. Strategi Pembelajaran Aktif. Yogyakarta: Pustaka Insan Madani.
Kegiatan pada siklus ke 2 pertemuan ke 1
Siswa anggota kelompok penyaji lebih percaya diri menyajikan
materi menganalisa data yang disajikan kelompok penyaji
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
338
PEMBELAJARAN MEMAHAMI TEKS WAWANCARA TENTANG
KEGIATAN EKONOMI DENGAN METODE THINK PAIR DAN SHARE
DI KELAS III SDN 016 GALANG KOTA BATAM
Farqul Fata
SDN 016 Galang, Kota Batam
Abstrak: Penelitian ini bertujuan mendiskripkan pembelajaran memahami teks wawancara
tentang kegiatan ekonomi dengan metode Think Pair and Share (TPS) di SDN 016 Galang
Kota Batam. Bentuk penelitian ini adalah deskripsi pembelajaran, yang terdiri atas tiga
tahap yaitu (1) perencanaan, (2) pelaksanaan, dan (3) penilaian. Subjek penelitian adalah
siswa kelas III SDN 016 Galang Kota Batam, berjumlah 10 siswa. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa (1) kegiatan perencanaan pembelajaran yang meliputi penyusunan
RPP, pengembangan media pembelajaran, dan pengembangkan lembar observasi sudah
dilaksanakan secara optimal; (2) kegiatan pelaksanaan pembelajaran yang meliputi
pendahuluan, inti, dan penutup sudah berjalan seperti yang direncanakan; serta (3) kegiatan
penutup yang meliputi refleksi dan penarikan simpulan sudah berjalan dengan baik.
Metode Think Pair and Share (TPS) amat cocok digunakan dalam pembelajaran
memahami teks wawancara di kelas III SD.
Kata kunci: pembelajaran, memahami teks wawancara, metode Think Pair and Share
(TPS)
Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama,
kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman (UU Nomor
20 Tahun 2003, Pasal 1 ayat 2). Hal ini berarti bahwa pendidikan nasional tidak boleh
bertentangan dengan nilai-nilai agama dan kebudayaan nasional. Selain itu, pendidikan juga
harus bersifat dinamis dalam rangka menyesuaikan perkembangan zaman.
Pendidikan nasional, sebagai salah satu sektor pembangunan nasional dalam upaya
mencerdaskan kehidupan bangsa, mempunyai visi terwujudnya sistem pendidikan sebagai
pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara
Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif
menjawab tantangan zaman yang selalu berubah (Kemdikbud, 2012:1).
Pembelajaran merupakan upaya membelajarkan siswa terhadap sesuatu hal. Kegiatan
pengupayaan ini akan mengakibatkan siswa dapat mempelajari sesuatu dengan cara efektif
dan efisien. Upaya-upaya yang dilakukan dapat berupa analisis tujuan dan karakteristik studi
dan siswa, analisis sumber belajar, menetapkan strategi pengorganisasian, isi pembelajaran,
menetapkan strategi penyampaian pembelajaran, menetapkan strategi pengelolaan
pembelajaran, dan menetapkan prosedur pengukuran hasil pembelajaran. Oleh karena itu,
setiap pengajar harus memiliki keterampilan dalam memilih strategi pembelajaran untuk
setiap jenis kegiatan pembelajaran. Dengan demikian, dengan memilih strategi pembelajaran
yang tepat dalam setiap jenis kegiatan pembelajaran, diharapkan pencapaian tujuan belajar
dapat terpenuhi.
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
339
Gilstrap dan Martin (dalam Depdikbud, 1995) menyatakan bahwa peran pengajar
lebih erat kaitannya dengan keberhasilan pebelajar, terutama berkenaan dengan kemampuan
pengajar dalam menetapkan strategi pembelajaran. Belajar bahasa pada hakikatnya adalah
belajar komunikasi. Oleh karena itu, pembelajaran bahasa diarahkan untuk meningkatkan
kemampuan pebelajar dalam berkomunikasi, baik lisan maupun tulis. Hal ini relevan dengan
sasaran kompetensi pebelajar bahasa yang diarahkan kepada empat sub aspek, yaitu
membaca, berbicara, menyimak, dan mendengarkan.
Untuk mencapai tujuan tersebut, pembelajaran bahasa harus mengetahui prinsip-
prinsip belajar bahasa yang kemudian diwujudkan dalam kegiatan pembelajarannya, serta
menjadikan aspek-aspek tersebut sebagai petunjuk dalam kegiatan pembelajarannya. Prinsip-
prinsip belajar bahasa dapat disarikan sebagai berikut. Pembelajar akan belajar bahasa dengan
baik apabila (1) diperlakukan sebagai individu yang memiliki kebutuhan dan minat, (2)
diberi kesempatan berapstisipasi dalam penggunaan bahasa secara komunikatif dalam
berbagai macam aktivitas, (3) secara sengaja memfokuskan pembelajarannya kepada bentuk,
keterampilan, dan strategi untuk mendukung proses pemerolehan bahasa, (4) disebarkan
dalam data sosiokultural dan pengalaman langsung dengan budaya menjadi bagian dari
bahasa sasaran, (5) menyadari akan peran dan hakikat bahasa dan budaya, (6) diberi umpan
balik yang tepat menyangkut kemajuan mereka, serta (7) diberi kesempatan untuk mengatur
pembelajaran mereka sendiri (Aminuddin, 1994).
Teks ialah ungkapan bahasa yang menurut isi, sintaksis, dan pragmatic merupakan
satu kesatuan (Luxemburg dkk, 1989:86). Dari pengertian tersebut dapat diartikan teks adalah
suatu kesatuan bahasa yang memiliki isi dan bentuk, baik lisan maupun tulisan yang
disampaikan oleh seorang pengirim kepada penerima untuk menyampaikan pesan tertentu.
Istilah teks sebenarnya berasal dari kata text yang berarti „tenunan‟. Teks dalam filologi
diartikan sebagai „tenunan kata-kata‟, yakni serangkaian kata-kata yang berinteraksi
membentuk satu kesatuan makna yang utuh. Teks dapat terdiri dari beberapa kata, namun
dapat pula terdiri dari milyaran kata yang tertulis dalam sebuah naskah berisi cerita yang
panjang (Sudardi, 2001:4-5). Menurut Baried (1985:56), teks artinya kandungan atau muatan
naskah, sesuatu yang abstrak hanya dapat dibayangkan saja. Teks terdiri atas isi, yaitu ide-ide
atau amanat yang hendak disampaikan pengarang kepada pembaca. Dan bentuk, yaitu cerita
dalam teks yang dapat dibaca dan dipelajari menurut berbagai pendekatan melalui alur,
perwatakan, gaya bahasa, dan sebagainya.
Hasil pelaksanaan pembelajaran memahami teks laporan hasil observasi di kelas III
SDN 016 Galang Kota Batam. Pertama, lebih dari 50% siswa belum memenuhi kriteria
ketuntasan minimal (KKM). Dengan KKM 70, dari 10 siswa yang mencapai KKM hanyalah
2 orang (25%). Kedua, dalam mengikuti pembelajaran siswa kurang aktif dalam
melaksanakan sejumlah kegiatan. Bahkan, beberapa siswa tidak dapat mengikuti pelajaran
secara baik. Ketiga, interaksi pembelajaran lebih banyak berlangsung satu arah, yakni dari
guru ke siswa. Sebaliknya, interaksi dari siswa ke guru dan dari siswa ke siswa tidak
berlangsung secara baik. Keempat, belum ada pemanfaatan media yang dapat merangsang
siswa untuk aktif mengikuti pembelajaran. Tanpa media siswa menjadi verbalisme, yakni
mengetahui sebuah kata tanpa memahami maknanya.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
340
Atas dasar kekurangan di atas, peneliti bersama dengan teman sejawat melakukan
refleksi bagaimana cara memperbaiki kekurangan siswa dalam memahami teks. Akhirnya
diputuskan untuk menggunakan dan melakukan tindakan.
Penilitian ini berangkat dari tiga rumusan masalah: (a) bagaimanakah merencanakan
pembelajaran memahami teks wawancara, (b) bagaimanakah melaksanakan pembelajaran
memahami teks laporan wawancara, dan (c) bagaimanakah menilai kompetensi siswa dalam
pembelajaran memahami teks laporan observasi. di SDN 016 Galang Kota Batam.
Pada bagian penutup guru mengajak siswa melakukan refleksi terhadap pembelajaran
yang sudah dilaksanakan. Guru meminta siswa untuk menemukan nilai-nilai apa yang dapat
dipetik dari pembelajaran tersebut. Salah seorang siswa mengemukakan bahwa pembelajaran
memahami teks hasil laopran observasi sangat bermanfaat bagi kehidupan masyarakat
sebagai makhluk sosial. Siswa lainnya berpendapat bahwa pembelajaran memahami teks
hasil laopran observasi memuat siswa yang bersangkutan bertambah rasa percaya dirinya.
Pada intinya siswa merasa senang dengan mengikuti pembelajaran yang baru saja
dilaksanakan. Guru juga memberikan penegasan bahwa kemampuan memahami teks hasil
laopran observasi sangat bermanfaat bagi siswa dalam mengarungi kehidupan yang nyata di
masa mendatang. Tanpa memiliki kemampuan memahami teks hasil laopran observasi siswa
akan mengalami kesulitan dalam menghadapi hidup yang penuh dengan persaingan.
METODE
Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian tindakan kelas (PTK) dan
dilaksanakan dalam dua siklus. Setiap siklus mengandung empat kegiatan, yakni (1)
perencanaan, (2) pelaksanaan tindakan, (3) observasi, dan (4) refleksi. Pada tahap
perencanaan peneliti melakukan (a) menyusun RPP, (b) mengembangkan media
pembelajaran, dan (c) mengembangkan lembar observasi. Pada tahap pelaksanaan, peneliti
melaksanakan pembelajaran sesuai dengan RPP. Pada tahap observasi, pengamat melakukan
observasi terhadap pelaksanaan pembelajaran. Dalam melaksanakan observasi, pengamat
menggunakan lembar observasi dan catatan lapangan. Pada tahap refleksi, peneliti dan
pengamat melakukan diskusi untuk mengambil keputusan apakah PTK masih berlanjut atau
tidak.
Untuk memahami teks wawancara pada pembelajaran bahasa Indonesia harus
memahami teks laporan hasil observasi dilakukan sejumlah kegiatan berikut. (1) Membuka
pelajaran dengan bernyanyi guru beserta siswa menyanyikan, lagu “Pelaut”. (2) Membentuk
kelompok menjadi dua kelompok dalam 1 kelompok terdiri dari 5 orang siswa, selanjutnya
guru melakukan tanya jawab dari isi lagu pelaut. (3) Dilanjutkan dengan membagikan contoh
teks wawancara kegiatan ekonomi. (4) Siswa berdiskusi mengenai arti dan isi teks lagu
pelaut. (5) Selanjutnya setiap kelompok menyajikan hasil diskusi dengan cara bergantian, 1
kelompok menyampaikan hasil diskusinya, dan 1 kelompok lainnya menanggapi. (6)
Selanjutnya guru memberikan evaluasi dan tes.
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas III SDN 016 Galang Kota Batam tahun
pelajaran 2016/2017. Jumlah siswa 10 orang, terdiri atas 4 orang siswa laki – laki 6 orang
siswa perempuan.
Pengumpulan data merupakan teknik atau cara yang dilakukan untuk mengumpulkan
data peneliti maupun siswa itu sendiri dimana dalam proses pembelajaran dapat di ketahui
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
341
semua kegiatan yg berlangsung dan dapat di jadikan alat ukur dalam keberhasilan
pembelajaran. Instrumen dapat berupa lembaran catatan selama proses pembelajaran dari
awal sampai akhir, sealain itu juga dapat menggunakan kamera foto. Tes dilakukan dengan
cara lisan, tes yang dilakukan pada siswa yaitu dengan Rubrik penilaian tanggapan. Lembar
observasi digunakan untuk catatan kegiatan peniliti yang dilakukan oleh teman sejawat.
Catatan lapangan digunakan untuk mengukur keberhasilan peneliti dan juga untuk perbaikan
dalam pembelajaran. Pengolahan datanya dapat dilakukan dalam penelitian kualitatif, data
diperoleh dari berbagai sumber dengan menggunakan teknik pengumpulan data yang
bermacam-macam, dan dilakukan secara terus-menerus sampai datanya penuh. Dengan
pengamatan yang terus-menerus tersebut mengakibatkan variasi data tinggi sekali dan data
yang diperoleh umumnya adalah data kualitatif, sehingga teknik pengolahan data yang
digunakan belum ada polanya yang jelas, baku, atau pasti. Oleh karena itu, sering mengalami
kesulitan dalam melakukan analisis data. Secara umum, penelitian kualitatif dalam
melakukan analisis data banyak menggunakan model analisis yang dicetuskan oleh Miles dan
Huberman yang sering disebut dengan metode analisis data interaktif. Mereka
mengungkapkan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan
berlangsung secara terus-menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Aktivitas
dalam analisis data kualitatif ada tiga, yaitu tahap reduksi data, display data, dan kesimpulan
atau verifikasi.
Paparan Hasil Pembahasan
Dalam paparan ini hasil paparan dibagi dalam tiga tahap, yaitu (1) perencanaan
pembelajaran, (2) pelaksanaan pembelajaran, dan (3) penilaian pembelajaran.
Perencanan Pembelajaran
Sejumlah kegiatan persiapan dilakukan agar pelaksanaan pembelajaran memahami
teks wawancara kegiatan ekonomi. berlangsung sukses. Pertama, menyusun rencana
pelaksanaan pembelajaran. Pada tahap ini peneliti mengembangkan KD menjadi tiga tahap,
yaitu kegiatan awal, kegiatan inti, dan penutup. Selain itu, peneliti juga memilih media
pembelajaran, yakni teks lagu “Pelaut”, seorang sastrawan indonesia angkatan 1990-an.
Peneliti juga mengembangkan pedoman wawancara yang akan menjadi instrumen untuk
memerikan seluruh proses yang ada dalam KBM. Dalam pedoman observasi berisi empat hal
penting, yaitu (1) bagaimana guru membuka pelajaran, (2) bagaimana guru mengola kelas,
(3) bagaimana guru memanfaatkan media, dan (4). bagaimana guru menutup pembelajaran.
Perencanaan mengidentifikasi masalah yang terjadi di dalam kelas,serta mencari
alternatif pemecahan masalah tersebut dengan mengunakan media pembelajaran tertentu.
Dalam hal ini untuk meningkatkan keterampilan siswa kelas III SD Negeri 016 Galang Kota
Batam, dalam pembelajaran memahami teks wawancara. Pada saat pembelajaran, peneliti
mempersiapkan lembar observasi mengenai aktifitas siswa serta lembar penilaian hasil
karya siswa.
Pelaksanaan Pembelajaran
Berikut dipaparkan tahap persiapan, pelaksanaan, dan penilaian pembelajaran
memahami teks hasil laporan observasi. Dalam paparan ini hasil paparan dibagi dalam tiga
tahap, yaitu (1) perencanaan pembelajaran, (2) pelaksanaan pembelajaran, dan (3). penilaian
pembelajaran.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
342
Kegatan Awal (10 menit)
Guru mengucapkan salam, assalamualaikum,wr.wb. dengan spontan menyapa siswa,
lalu siswa memberikan hormat dengan ucapan “wa‟alaikumsalam.wr.wb. setelah pemberian
hormat terhadap sesama, guru mendata kehadiran siswa. Dalam pendataan kehadiran siswa
tiada satupun siswa yang tidak hadir pada pembelajaran tersebut. Guru menyampaikan
tujuan pembelajaran. tentang memahami teks wawancara kegiatan ekonomi,
Kegiatan inti (50 menit)
Siswa menjawab pertanyaan yang ada di buku sesuai isi teks (menanya). (1) Siswa
berlatih menulis laporan berdasarkan teks (mengekplorasi). (2) Siswa menjawab pertanyaan
sesuai dengan informasi yang diperoleh dari guru, orangtua, atau buku yang dibaca
(menanya). (3) Siswa menuliskan informasi yang diperoleh pada buku.
Kegiatan akhir (10 menit)
Selama dan setelah proses pembelajaran, siswa dapat menghargai dan mensyukuri
keberadaan bahasa Indonesia sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa sebagai sarana
memahami informasi lisan dan tulis. Selama dan setelah proses pembelajaran, siswa
menghargai dan mensyukuri keberadaan bahasa Indonesia sebagai anugerah Tuhan yang
Maha Esa sebagai sarana menyajikan informasi lisan dan tulis. Selama dan setelah proses
pembelajaran, siswa dapat menunjukkan sikap jujur, tanggung jawab, dan santun dengan baik
lisan maupun tulisan.
Kegiatan diakhiri dengan mengulas kembali apa yang sudah mereka lakukan sejak
pagi. (1) Siswa saling memeriksa hasil pekerjaan dan bersama-sama menyimpulkan materi
pelajaran hari ini tentang Pembelajaran memahami teks wawancara. (2) Kemudian, siswa
menutup kegiatan pada hari ini dengan rasa syukur kepada Tuhan atas segala yang sudah
Tuhan berikan. Berdoa dipimpin oleh siswa.
PENUTUP
Dari penilitian yang dilakukan melalui pelaksanaan pembelajaran metode Think Pair
Share (TPS) dapat disimpulkan sebagai berikut. Pertama, kegiatan perencanaan pembelajaran
yang terdiri atas kegiatan menyusun RPP, mengembangkan media pembelajaran, dan
mengembangkan lembar observasi sudah dilaksanakan secara optimal. Beberapa pihak
memberikan bantuan dalam proses perencanaan ini. Kedua kegiatan pelaksanaan yang terdiri
atas kegiatan pendahauluan, inti, dan penutup sudah berjalan seperti yang direncanakan.
Hanya saja, hanya satu hal yang menjadi catatan, yakni kendala sarana dan prasarana di
lapangan yang membuat pembelajaran belum bejalan secara optimal. Ketiga, kegiatan
penutup yang berisi kegiatan refleksi dan penarikan simpulan sudah berjalan dengan baik.
Guru dan siswa secara aktif terlibat dalam kegiatan ini.
Dari hasil penilitian ini disarankan kepada guru, khususnya guru sekolah dasar, agar
dapat memilih metode Think Pair Share (TPS) yang tepat agar pembelajaran yang
dilaksanakan dapat berlangsung baik.
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
343
Daftar Rujukan
Kementerian Pendidikan dan Kebuyaan Republik Indonesia. 2012. Dokumen Kurikulum
2013. http://tania.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/dokumen-kurikulum-2013,
diunduh 22 Juli 2016, pukul 10.02 WIB,
Setiawan. A. Y (2014) Peningkatan Kemampuan Membaca Pemahaman Melalui Pendekatan
Whole Language pada Siswa Kelas IV SD Negeri 3 Sidoagung Kebumen,
Riantika, A (2014) Upaya Meningkatkan Keterampilan Mengubah Teks Wawancara Menjadi
Narasi Menggunakan Strategi Collaborative Writing pada Siswa Kelas VII SMP
Negeri 2 Ngemplak.
Maslikhah. 2013. Melejitkan Kemahiran Menulis Karya Ilmiah Bagi Mahasiswa.
Yogyakarta:Trustmedia.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
344
PENINGKATAN KEMAMPUAN MENYUNTING KARANGAN DENGAN MODEL
PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK-PAIR-SHARE SISWA KELAS IXD
SMP NEGERI 1 SANGGAU
Sri Haryanti
SMP Negeri 1 Sanggau
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan proses pembelajaran dan hasil
belajar peserta didik dalam pembelajaran menyunting karangan menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share. Penelitian yang dilakukan adalah Penelitian
Tindakan Kelas dalam dua siklus. Tahap-tahap yang dilewati dalam setiap siklus adalah
perencanaan, pelaksanaan tindakan, pemantauan dan refleksi. Subjek penelitian adalah
peserta didik kelas IXD SMP Negeri 1 Sanggau Tahun Pelajaran 2016/2017. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa setelah mengikuti pembelajaran menyunting karangan
dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share ada
peningkatan kualitas proses dan kualitas hasil belajar dari siklus I ke siklus II. Guru
diharapkan menggunakan model pembelajaran tipe Think-Pair-Share.
Kata kunci: Peningkatan, Menyunting karangan, Model Pembelajaran Think-Paire-Share.
Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang
Standar Isi bahwa ruang lingkup mata pelajaran Bahasa Indonesia meliputi empat aspek
(aspek mendengarkan/menyimak, aspek berbicara, membaca dan menulis). Menulis
merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang mutlak harus dikuasai oleh peserta didik
Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Menurut Tarigan (2008:22), menulis adalah menurunkan atau melukiskan lambang-
lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipakai oleh seseorang, sehingga
orang lain dapat membaca lambang-lambang grafik tersebut kalau mereka memahami bahasa
dan gambaran.
Kegiatan menulis selain erat kaitannya dengan kegiatan menyimak juga berkaitan erat
dengan kegiatan menyunting. Kata menyunting bermakna (1) menyiapkan naskah siap cetak
atau siap untuk diterbitkan dengan memperhatikan segi sistematika penyajian, isi, dan bahasa
(menyangkut ejaan, diksi, dan struktur), mengedit; (2) merencanakan dan mengrahkan
penerbitan (surat kabar, majalah); (3) menyusun atau merakit (film, pita rekaman) dengan
cara memotong-motong dan memasang kembali (KBBI, 1995:977).
Menyunting karangan merupakan proses pembenahan sebuah teks karangan sebelum
menjadi teks karangan yang siap disajikan, dinilaikan, ataupun diprestasikan. Penyuntingan
bertujuan untuk menghindarkan teks karangan dari kesalahan-kesalahan, baik menyangkut isi
maupun penggunaan bahasa, dengan cara mengoreksi isi tulisan secara cermat dan teliti.
Kemampuan menyunting sangat penting untuk dikuasai agar dapat menghasilkan karangan
yang baik.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam kegiatan penyuntingan adalah aspek isi dan
bahasanya. Aspek isi berkaitan dengan kebenaran atau kesesuaian bahasa dalam tulisan
(karya tulis) dengan bidang keilmuannya. Misalnya, tulisan yang membahas tentang puisi
harus sesuai dengan teori sastra ataupun masalah perpuisian, tulisan tentang bahasa harus
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
345
sesuai dengan ilmu kebahasaan (linguistik).Aspek bahasa berkaitan dengan masalah ejaan,
pilihan kata, penyusunan kalimat, ataupun pengembangan paragraf. Agar dapat menyunting
bahasa suatu tulisan secara benar, hendaknya ada pedoman pendamping, yaitu: (1) buku
Ejaan yang Disempurnakan (EYD), (2) buku Pedoman Pembentukan Istilah, (3) Kamus
Umum Bahasa Indonesia, dan (4) Tata Bahasa Baku bahasa Indonesia.
Menyunting karangan merupakan salah satu Kompetensi Dasar (KD) dalam
pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Menengah Pertama (SMP) kelas IX semester
ganjil. Kompetensi Dasar (KD) ini merupakan satu bagian dari Standar Kompetensi Dasar
(SK) mengungkapkan informasi dalam bentuk iklan baris, resensi, dan karangan. Kompetensi
Dasar menyunting karangan dengan berpedoman pada ketepatan ejaan, pilihan kata,
keefektifan kalimat, keterpaduan paragraf, dan kebulatan wacana. Menyunting atau mengedit
adalah kegiatan untuk menemukan kesalahan kalimat dan paragraf kemudian
memperbaikinya sehingga menjadi benar. Karangan adalah hasil mengarang seseorang yang
berupa nonfiksi. Kemampuan siswa diartikan hasil belajar siswa yang ditandai oleh nilai-nilai
yang dicapai setelah mengikuti proses pembelajaran. Kemampuan menyunting sangat penting
untuk dikuasai agar dapat menghasilkan karangan yang baik.
Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) guru sangat berperan dalam
mengembangkan materi standar dan membentuk kompetensi peserta didik. Dalam kegiatan
belajar mengajar, metode sangat diperlukan oleh guru, dengan penggunaan yang bervariasi
sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Menurut Djamarah & Surakhmad (1991) ada lima
macam faktor yang mempengaruhi penggunaan metode mengajar, yakni (1) tujuan dengan
berbagai jenis dan fungsinya, (2) anak didk dengan berbagai tingkat kematangannya, (3)
situasi berlainan keadaannya, (4) fasilitas bervariasi secara kualitas dan kuantitas, serta (5)
kepribadian dan kompetensi guru yang berbeda-beda. Keberhasilan siswa dalam proses
pembelajaran sangat diperngaruhi oleh guru dalam proses pembelajaran. Perubahan perilaku
pada siswa, dalam konteks pengajaran jelas merupakan produk dan usaha guru melalui
kegiatan mengajar. Hal ini dapat dipahami karena mengajar merupakan suatu aktivitas khusus
yang dilakukan guru untuk menolong dan membimbing anak didik memperoleh perubahan
dan pengembangan skill (keterampilan), attitude (sikap), appreciation (penghargaan), dan
knowledge (pengetahuan).
Keberanian guru dalam berinovasi sangat diperlukan. Untuk itu seorang guru yang
hebat pastilah dapat menggunakan beragam metode sesuai dengan kondisi siswa, tujuan,
sarana, dan situasi belajar tanpa harus menjelek-jelekan metode tertentu dan mendewakan
metode lainnya. Dengan begitu guru akan memperoleh kenikmatan dalam mengajar karena
digemari siswa, tujuan tercapai, dan hati guru sangat puas akibat inovasi yang dilakukannya.
Standar Isi 2006 mata pelajaran bahasa Indonesia untuk kelas IX SMP semester ganjil
pada aspek menulis adalah Kompetensi Dasar menyunting karangan dengan berpedoman
pada ketepatan ejaan, tanda baca, pilihan kata, keefektifan kalimat, keterpaduan paragraf, dan
kebulatan wacana. Melalui KD ini diharapkan peserta didik mampu menemukan kesalahan
ejaan, pilihan kata, keefektifan kalimat, keterpaduan paragraf dan kebulatan wacana.
Kemampuan menyunting sebagai salah satu keterampilan menulis dapat diartikan sebagai
kemampuan untuk mengubah atau memperbaiki kesalahan yang ada dalam karangan.
Berdasarkan hasil observasi tanggal 8 Agustus 2016 terhadap pelaksanaan
pembelajaran menyunting karangan menunjukkan bahwa kompetensi peserta didik masih
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
346
rendah. Nilai peserta didik masih dibawah rata-rata ketuntasan minimal (KKM) yaitu 22
orang peserta didik (68,75 %) dari 32 orang peserta didik. Hal ini disebabkan karena
kurangnya pemahaman siswa tentang ejaan yang disempurnakan (EYD), siswa kurang
menguasai tata tulis yang benar. Selain itu motivasi/minat siswa terhadap pembelajaran
menyunting juga masih rendah. Peserta didik kurang serius dalam pembelajaran menyunting
karena dianggap sulit. Guru juga belum menemukan teknik yang sesuai untuk memotivasi
peserta didik.
Oleh karena itu, sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan menyunting
karangan peserta didik kelas IXD SMP Negeri 1 Sanggau, diterapkan model pembelajaran
kooperatif tipe Think-Pair-Share (TPS). Penerapan metode yang dilakukan guru sangat
menetukan keberhasilan siswa.
Penelitian yang sama pernah dilakukan oleh Aldila Andhita Nugrahani dengan judul
Peningkatan Kemampuan Menyunting Karangan dengan Menerapkan Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe Think-Pair-Share pada Siswa kelas IXB SMP Negeri 2 Tulis Batang. Hasil
penelitian bahwa pembelajaran dengan model think-pairs-share dapat meningkatkan hasil
belajar siswa dalam kemampuan menyunting karangan, meningkatkan minat siswa terhadap
pembelajaran menyunting karangan.
Penelitian senada juga pernah dilakukan oleh Sunarti dengan judul Peningkatan
Kemampuan Menyunting Karangan dengan Metode Snowball Throwing siswa Kelas IXB
SMPN 1 Mojowarno Tahun Pelajaran 2014/2015. Hasil penelitian bahwa metode snowball
throwing dapat menigkatkan semangat dan kemampuan siswa dalam menyunting karangan
pada siswa kelas IXB SMP Negeri 1 Mojowarno tahun pelajaran 2014/2015.
Penelitan yang sama juga pernah dilakuakn oleh Hendriaty Silondae dengan judul
Pembelajaran Menyimpulkan Isi Cerita dengan Metode Think Paire Share di Kelas V SDN 1
Poasia Kendari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran menyimpulkan isi cerita
dengan metode think paire share dapat mengaktifkan siswa belajar, membentuk suasana
belajar menyenangkan, membentuk interaksi kondusif antar siswa dengan siswa, siswa
dengan guru, siswa lebih berani mengemukakan pendapatnya dan menghargai pendapat
temannya.
Dalam penelitian yang peneliti lakukan, peneliti membatasi permasalahan hanya pada
menyunting kalimat dan paragraf dengan berpedoman pada ketepatan ejaan, pilihan kata,
keefektifan kalimat, dan keterpaduan paragraf. Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini
adalah (1) bagaimanakah peningkatan kualitas proses pembelajaran peserta didik terhadap
penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pairs-Share (TPS) dalam pembelajaran
menyunting karangan?, (2) bagaimanakah peningkatan kemampuan menyunting karangan
pada siswa kelas IXD SMP Negeri 1 Sanggau setelah diterapkan model pembelajaran
kooperatif tipe Think-Pairs-Share (TPS)?
Tujuan penelitian ini peningkatan kemampuan menyunting karangan serta perubahan
perilaku siswa kelas IXD SMP Negeri 1 Sanggau setelah mengikuti pembelajaran
menyunting karangan dengan model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pairs-Share (TPS).
Sebagai landasan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share
dalam pembelajaran di kelas, maka penulis menuliskan langkah-langkah model pembelajaran
kooperatif tipe Think-Pair-Share berikut. (a) Guru menyampaikan inti materi dan kompetensi
yang ingin dicapai. (b) Siswa diminta berpikir tentang materi/permasalahan yang
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
347
disampaikan guru. (c) Siswa diminta berpasangan dengan teman sebelahnya (1 kelompok 2
orang) dan mengutarakan hasil pemikiran masing-masing. (d) Guru memimpin pleno kecil
diskusi, tiap kelompok mengemukakan hasil diskusinya. (e) Berawal dari kegiatan tersebut,
arahan pembicaraan pada pokok permasalahandan menambah materi yang belum
diungkapkan para siswa. (f) Guru memberi kesimpulan. (g) Penutup (Suyatno, 2009:122).
Dapat disimpulkan, secara ringkas sintak pembelajaran Think-Pairs-Share, meliputi (a)
thinking (berpikir), (b) pairing (berpasangan), dan (c) sharing (berbagi).
Sebelum dilakukan penelitian, dilaksanakan tindakan pra siklus dengan menyunting
karangan sebuah teks bacaan. Tujuan tindakan ini adalah untuk mengetahui kemampuan
peserta didik dalam menyunting karangan. Berdasarkan data-data tindakan prasiklus
diketahui bahwa kemampuan peserta didik dalam menyunting karangan masih rendah.
METODE
Desain penelitian ini menggunakan rancangan penelitian kualitatif, jenis Penelitian
Tindakan Kelas ( PTK) dengan tahapan penelitian model Kemmis dan MC Taggart yang
terdiri atas beberapa pertemuan melalui tahap perencanaan tindakan (Planning), pelaksanaan
tindakan (Action), dan observasi (Observation), dan refleksi (Reflection) (Kusumah dan
Dwitagama, 2010:20).
Penelitian ini melibatkan guru mata pelajaran bahasa Indonesia yang bertindak
sebagai peneliti sekaligus sebagai pelaksana. Teman sejawat membantu sebagai pengamat
dalam proses pembelajaran. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dilaksanakan dalam dua siklus.
Langkah-langkah yang dilewati dalam setiap siklus adalah perencanaan (planning),
pelaksanaan (acting), pemantauan (observing atau monitoring), dan penilaian (reflecting atau
evaluating). Dalam penelitian ini, siklus Penelitian Tindakan Kelas yang dilakukan
dihentikan setelah siklus kedua selesai dilaksanakan karena hasil yang ingin dicapai telah
tercapai.
Prosedur pelaksanaan penelitian tindakan kelas adalah (1) menyusun sintaks model
pembelajaran kooperatif tipe Think-Pairs-Share, (2) menyusun rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP), (3) menyiapkan materi dan LKS, dan (4) menyusun perangkat evaluasi
untuk mengetahui kemampuan peserta didik dalam menyunting karangan.
Penelitian dilaksanakan di SMP Negeri 1 Sanggau yang beralamat di Jalan Ki Hadjar
Dewantara No 4, Ilir Kota, Kecamatan Kapuas, Kabupaten Sanggau, pada kelas IXD
semester ganjil tahun pelajaran 2016/2017. Dengan peserta didik terdiri dari 17 orang laki-
laki, 15 orang perempuan. Guru bertindak sebagai pengajar, pengamat, penganalisis data,
sekaligus melaporkan hasil penelitian.
Penelitian dilakukan selama tiga minggu yang dilaksanakan sejak tanggal 15 Agustus
2016 sampai dengan tanggal 7 September 2016. Sumber data dalam penelitian ini adalah 32
orang peserta didik kelas IXD SMP Negeri 1 Sanggau tahun pelajaran 2016/2017 yang terdiri
atas 32 orang peserta didik yaitu 17 orang laki-laki dan 15 orang perempuan. Instrumen yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu catatan observasi selama proses pembelajaran, angket
dan tes. Angket peserta didik berisi pertanyaan yang diisi oleh peserta didik dalam rangka
menjaring data tanggapan peserta didik terhadap kegiatan pembelajaran. Angket peserta didik
diberikan pada akhir siklus kedua. Tes digunakan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
348
peserta didik dalam menyunting karangan yang berpedoman pada ketepatan ejaan, tanda
baca, pilihan kata, keefektifan kalimat, keterpaduan paragraf, dan kebulatan wacana.
Teknik pengumpulan data hasil belajar menyunting karangan adalah tes menyunting
karangan sebuah teks bacaan. Teknik pengumpulan data proses belajar (aktivitas peserta
didik) dilakukan dengan pengamatan langsung oleh guru saat proses pembelajaran di kelas.
Analisis data dilakukan setiap kali pemberian tindakan berakhir. Analisis data proses
dalam penelitian ini menggunakan analisis data kualitatif. Model ini terdiri atas 3 (tiga)
komponen yang dilakukan secara berurutan yaitu kegiatan reduksi data, sajian data, dan
penarikan simpulan. Analisis data hasil belajar yang berupa skor dilakukan dengan statistik
sederhana meliputi rata-rata kelas dan persentase keberhasilan yang diperoleh peserta didik
menggambarkan peningkatan hasil pembelajaran dengan memperhatikan rubrik penilaian
menyunting karangan yang meliputi dua aspek yaitu (1) menemukan kesalahan ejaan, pilihan
kata, keefektifan kalimat, keerpaduan paragraf, dan kebulatan wacana. (2) memperbaiki
kesalahan ejaan, pilihan kata, keefektifan kalimat, keterpaduan paragraf, dan kebulatan
wacana. Data-data hasil observasi dianalisis. Berdasarkan hasil refleksi peneliti dapat
mengetahui apa saja kelemahan dan kelebihan yang dilakukan saat kegiatan pembelajaran
berlangsung. Kelemahan yang ditemukan dicari solusi untuk mengatasi masalah tersebut,
kemudian diambil langkah-langkah yang perlu dilakukan pada siklus berikutnya.
Indikator keberhasilan tindakan terhadap proses dan kemampuan menyunting
karangan peserta didik kelas IXD SMP Negeri 1 Sanggau adalah apabila lebih dari 60%
peserta didik dapat menyunting karangan dengan kriteria empat aspek yaitu menemukan
kesalahan ejaan, pilihan kata, keefektifan kalimat, keterpaduan paragraf, dan kebulatan
wacana, selain itu juga memperbaiki kesalahan ejaan, pilihan kata, keefektifan kalimat,
keterpaduan paragraf, dan kebulatan wacana.
HASIL PENELITIAN
Peningkatan Kualitas Proses Pembelajaran dalam Menyunting Karangan dengan
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-Share
Kualitas proses belajar yang diamati oleh rekan sejawat selaku pengamat dalam
penelitian ini adalah meliputi keaktifan belajar dan motivasi/minat pserta didik dalam
mengikuti proses pembelajaran. motivasi/minat peserta didik selama mengikuti pembelajaran.
Peningkatan aktifitas belajar peserta didik dapat dilihat dalam uraian berikut.
Hasil Penelitian Proses Pembelajaran Siklus I
Tahap perencanaan, peneliti menyiapkan lembar observasi untuk mengamati aktivitas
proses pembelajaran. Pada tahap tindakan, peneliti melaksanakan skenario pembelajaran.
Pada tahap observasi, peneliti/guru bersama teman sejawat mengamati kegiatan peserta didik
selama proses pembelajaran menyunting karangan. Hasil pengamatan tersebut yaitu kriteria
aspek keaktifan meliputi sering bertanya, memberi pendapat, dan aktif dalam kegiatan
belajar. Pada akhir siklus I peserta didik yang aktif mencapai 31,25% (10 orang peserta
didik). Peserta didik yang lainnya cenderung melakukan aktifitas di luar konteks
pembelajaran dan kurang semangat. Hasil pengamatan pada aspek motivasi/minat yaitu
peserta didik yang mengikuti pembelajaran dengan sungguh-sungguh adalah sebanyak 18,8%
(6 orang peserta didik). Tahap refleksi, peneliti bersama pengamat mendiskusikan hambatan-
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
349
hambatan yang menyebabkan peserta didik kurang aktif dan kurang semangat kemudian
mencari solusi pada siklus berikutnya.
Hasil Penelitian Proses Pembelajaran Siklus II
Pada tahap perencanaan, peneliti menyiapkan lembar observasi untuk mengamati
aktivitas proses pembelajaran. Pada tahap tindakan, peneliti melaksanakan skenario
pembelajaran. Tahap observasi dan evaluasi, peneliti/guru bersama teman sejawat
mengamati kegiatan peserta didik selama proses pembelajaran menyunting karangan. Hasil
pengamatan tersebut yaitu kriteria aspek keaktifan meliputi sering bertanya, memberi
pendapat, dan aktif dalam kegiatan belajar. Pada akhir siklus II peserta didik yang aktif
mencapai 71,9% (23 orang peserta didik). Peserta didik yang lainnya cenderung melakukan
aktifitas di luar konteks pembelajaran dan kurang semangat. Hasil pengamatan pada aspek
motivasi/minat yaitu peserta didik yang mengikuti pembelajaran dengan sungguh-sungguh
adalah sebanyak 84,5% (27 orang peserta didik). Tahap refleksi, peneliti bersama pengamat
menyimpulkan bahwa telah terjadi peningkatan dalam kualitas proses pembelajaran.
Motivasi/minat dan keaktifan peserta didik dalam pembelajaran ini sangat
berpengaruh terhadap tercapainya tujuan pembelajaran. Sejalan dengan fungsi utama guru
sebagai motivator belajar anak didik terdapat beberapa prinsip megajar yang perlu
diperhatikan, yakni perhatian, aktivitas (kegiatan guru melahirkan aktivitas belajar siswa),
apersepsi (menghubungkan pengetahuan siswa), peragaan, repetisi (pengulangan materi),
korelasi (mengkaitkan inti pelajaran), konsentrasi (fokus materi), sosialisasi (watak beteman),
individualisasi (penerimaan diri anak) dan evaluasi umpan balik (Slameto, 1987).
Dari angket yang diisi oleh peserta didik diketahui bahwa 81% peserta didik merasa
tertarik dengan pembelajaran menyunting karangan dengan model pembelajaran kooperatif
tipe Think- Pairs-Share, dan merasa senang karena dapat sharing dengan teman sebangkunya
dalam pembelajaran menyunting karangan adalah 87,5%.
Peningkatan Kemampuan Peserta Didik dalam Menyunting Karangan dengan
Model Pembelajaran Kooperatif tipe Think-Pairs-Sharing
Hasil Pengamatan Kualitas Hasil Pembelajaran Siklus I dan Siklus II
Pada kegiatan ini ada tiga tahap kegiatan yang dilaporkan, yakni (1) perencanaan
pembelajaran, (2) pelaksanaan pembelajaran, dan (3) penilaian pembelajaran. Peningkatan
hasil belajar menyunting karangan dipusatkan pada aspek ketepatan ejaan, pilihan kata,
kefektifan kalimat, keterpaduan paragraf.
Tahap perencanaan, guru menyiapkan RPP, menyiapkan materi pembelajaran/LKS,
dan menyiapkan alat evaluasi. Tahap pelaksanaan/tindakan, dalam pembelajaran ini peneliti
menggunakan model pembelajaran Think-Paire-Share. Terlebih dahulu siswa diberitahu
bahwa pembelajaran menyunting karangan kali ini akan menggunakan cara berpasangan
dengan teman sebangku. Guru membagi soal teks bacaan untuk disunting. Peserta didik
mempresentasikan hasil suntingan. Guru memberikan penilaian dan menyimpulkan. Tahap
penilaian, untuk mendapatkan hasil kemampuan menyunting karangan dilakukan tes
menyunting karangan yang diberikan kepada peserta didik. Penskoran hasil tes dilakukan
dengan menggunakan rumus yang telah ditentukan dalam rubrik penilaian.
Pencapaian keberhasilan hasil belajar dapat dilihat dalam pemaparan data siklus I dan
siklus II. Peningkatan kemampuan peserta didik dalam menyunting karangan untuk setiap
aspeknya dapat dilihat dari uraian berikut ini.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
350
Pertama, ketepatan ejaan. Peningkatan kemampuan peserta didik dalam menyunting
karangan pada aspek ketepatan ejaan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel.1. Ketepatan Ejaan
No Skor Perolehan Kriteria Siklus I Siklus II
1 3 Lengkap 23 30
2 2 Tidak lengkap 9 2
3 1 Tidak menemukan 0
Sumber: analisis data siklus I dan II
Dari Tabel 1 diketahui bahwa dalam siklus I peserta didik yang dapat menemukan
kesalahan ejaan dengan lengkap ada 23 orang dan menemukan kesalahan ejaan tidak lengkap
ada 9 orang, dan tidak ada yang tidak dapat menemukan kesalahan ejaan. Pada siklus II
peserta didik yang dapat menemukan ketepatan ejaan dengan lengkap yaitu sejumlah 30
orang telah dapat menemukan kesalahan ejaan dalam kegiatan menyunting karangan. Ada
dua orang yang dapat menemukan kesalahan ejaan dengan kurang lengkap.
Kedua, pilihan kata. Peningkatan kemampuan peserta didik dalam menyunting
karangan pada aspek ketepatan pilihan kata dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel.2 Ketepatan Pilihan Kata
No Skor Perolehan Kriteria Siklus I Siklus II
1 3 Lengkap 17 21
2 2 Tidak lengkap 14 11
3 1 Tidak menemukan 1 _
Sumber: analisis data siklus I dan II
Dari Tabel 2 diketahui bahwa dalam siklus I sebanyak 17 orang peserta didik sudah
mampu menyunting karangan dengan menemukan pilihan kata dengan lengkap. Namun
masih ada 14 orang yang belum mampu menyunting karangan dengan menemukan pilihan
kata tidak lengkap. Dan ada 1 orang memperoleh kriteria tidak menemukan pilihan kata yang
tepat. Peningkatan hasil yang sehubungan dengan menyunting karangan pada apek ketepatan
pilihan kata terjadi pada siklus II yaitu sebanyak 21 orang peserta didik yang memperoleh
skor lengkap dan tidak lengkap sebanyak 11 orang dan tidak ada lagi yang tidak menemukan
pilhan kata yang salah.
Ketiga, aspek keefektifan kalimat. Peningkatan kemampuan peserta didik dalam
menyunting karangan aspek keefektifan kalimat dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel .3 Keefektifan Kalimat
No Skor Perolehan Kriteria Siklus I Siklus II
1 3 Lengkap 7 18
2 2 Tidak lengkap 24 14
3 1 Tidak menemukan 1 0
Sumber: analisis data siklus I dan II
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
351
Dari Tabel tersebut dapat diketahui bahwa pada siklus I peserta didik yang telah dapat
menyunting karangan dengan keefektifan kalimat dengan lengkap sebanyak 7 orang peserta
didik dan yang menyunting keefektifan kalimat dengan tidak lengkap masih ada 24 orang
peserta didik. Peserta didik yang tidak dapat menemukan keefektifan kalimat ada 1 orang
peserta didik. Terjadi peningkatan hasil belajar dalam menyunting karangan yang dialami
yaitu pada siklus II peserta didik yang dapat menyunting karangan dengan memperhatikan
keefektifan kalimat dengan lengkap ada 18 orang, peserta didik dan yang menyunting
keefektifan kalimat dengan tidak lengkap masih ada 14 orang peserta didik. Peserta didik
yang tidak dapat menemukan keefektifan kalimat ada 1 orang peserta didik.
Keempat, aspek keterpaduan paragraf. Peningkatan kemampuan peserta didik dalam
menyunting karangan aspek keterpaduan paragraf dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel .4 Keterpaduan paragraf dan kebulatan wacana
No Skor Perolehan Kriteria Siklus I Siklus II
1 3 Lengkap 8 14
2 2 Tidak lengkap 13 18
3 1 Tidak menemukan 11 0
Sumber: analisis data siklus I dan II
Dari Tabel tersebut dapat diketahui bahwa pada siklus I peserta didik yang telah dapat
menyunting karangan dengan keterpaduan paragraf serta kebulatan wacana dengan lengkap
sebanyak 8 orang peserta didik dan yang menyunting karangan dengan keterpaduan paragraf
serta kebulatan wacana dengan tidak lengkap masih ada 13 orang peserta didik. Peserta didik
yang tidak dapat menemukan keterpaduan paragraf dalam kalimat ada 11 orang peserta didik.
Terjadi peningkatan hasil belajar dalam menyunting karangan yang dialami yaitu pada siklus
II peserta didik yang dapat menyunting karangan dengan keterpaduan paragraf dengan
lengkap ada 14 orang peserta didik dan yang menyunting keterpaduan paragraf kurang
lengkap masih ada 18 orang peserta didik. Peserta didik yang tidak dapat menyunting
karangan dengan keterpaduan paragraf masih ada satu orang peserta didik. Tahap refleksi,
apabila siklus II hasil belajar sudah tampak adanya peningkatan yang signifikan, maka
penelitian akan diakhiri.
PEMBAHASAN
Kualitas Proses Pembelajaran Menyunting Karangan dengan Memperhatikan
Ketepatan Ejaan, Pilihan Kata, Keefektifan Kalimat, Keterpaduan Paragraf dan
Kebulatan Wacana
Penilaian yang dilakukan oleh guru terhadap proses belajar yang dilakukan siswa,
berguna untuk mengetahui sejauh mana perubahan tingkah laku yang dicapai oleh siswa
dalam artian prestasi belajar. Surya (1985:174) mengatakan bahwa hasil belajar
(achievement) yang diperoleh melalui proses belajar di sekolah yang dinyatakan dengan nilai-
nilai. Terjadinya perubahan perilaku pada saat proses belajar itu suit diamati. Perubahan
tingkah laku pada diri siswa hanya dapat dilihat setelah dilakukan penilaian. Oleh karena itu,
belajar merupakan proses yang kompleks.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
352
Pertama, aspek keaktifan. Menurut Triandita (1984) hal yang paling mendasar yang
dituntut dalam proses pembelajaran adalah keaktifan siswa. Keaktifan siswa dalam proses
pembelajaran akan menyebabkan interaksi yang tinggi antara guru dengan siswa ataupun
dengan siswa itu sendiri. Hal ini akan mengakibatkan suasana kelas menjadi segar dan
kondusif, dimana masing-masing siswa dapat melibatkan kemampuannya semaksimal
mungkin. Aktivitas yang timbul dari siswa akan mengakibatkan pula terbentuknya
pengetahuan dan keterampilan yang akan mengarah pada peningkatan prestasi.
Metode pembelajaran Think Pair Share adalah satu strategi yang membantu siswa
memfokuskan pikiran dan perilaku pada masalah yang dihadapi. Metode Think Pair Share
dapat meningkatkan partispasi dan informasi yang dapat diingat siswa. Dalam Think paire
Share siswa dapat bertukar pikiran dengan pasangannya dan teman lain untuk memikirkan
jawaban atau tugas dari guru. Think Pair Share mencakup tiga tahapan kegiatan utama
berikut. (1) Tahap Thinking (berpikir), yaitu saat guru mengajukan suatu hal dikaitkan dengan
materi pembelajaran, kemudian meminta siswa menggunakan waktu untuk memikirkan
sendiri jawabannya. (2) Tahap Pair (berpasangan), yaitu saat guru meminta siswa untuk
berpasangan dan mendiskusikan apa yang mereka peroleh dari guru untuk menyatukan
pendapat dengan menjawab pertanyaan atau mengatasi masalah. (3) Tahap Share (berbagi),
yaitu saat guru meminta pasangan-pasangan tersebut berbagi informasi dengan kelompok
pasangan keseluruhan kelas. Share ini dilanjutkan sampai sebagian besar pasangan mendapat
hasil dari yang didiskusikan untuk dilaporka atau dipresentasikan (Andajani & Pratiwi dalam
Silondae: 2013).
Pertama, berdasarkan hasil penelitian siklus I dan siklus II telah tampak adanya
peningkatan keaktifan peserta didik. Hal ini dapat terjadi karena dalam kegiatan pembelajaran
yang telah dirancang, peserta didik memang didesain untuk secara aktif bersama pasangannya
dalam pembelajaran menyunting karangan untuk menemukan kasalahan-kesalahan dalam
ejaan, pilihan kata, keefektifan kalimat, dan keterpaduan paragraf dan kebulatan wacana.
Pemahaman tentang hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menyunting karangan sangat
diperlukan untuk menuju pada kemampuan menyunting karangan.
Kedua, aspek motivasi/keseriusan. Aspek motivasi/keseriusan sangat diperlukan
untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik. Motivasi akan mendukung peserta didik
mencapai tujuan pembelajaran. Hamalik (2002) menyebutkan bahwa ada tiga fungsi motivasi
sebagai berikut. (1) Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor
yang melepaskan energi. Motivasi dalam hal ini merupakan langkah penggerak dari setiap
kegiatan yang akan dikerjakan. (2) Menentukan arah perbuatan, yakni kearah tujuan yang
hendak dicapai. (3) Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan yang
harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan perbuatan-perbuatan
yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut. Dalam siklus I motivasi peserta didk baru
mencapai 18,8% dan dalam siklus II ada peningkatan menjadi 84,5%. Ini berarti ada motivasi
dari peserta didik dalam proses pembelajaran menyunting karangan. Peningkatan dalam
pembelajaran ini dikarenakan peserta didik merasa nyaman dengan adanya kerja kelompok
secara berpasangan (penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share).
Peningkatan proses pembelajaran peserta didik dalam menyunting karangan tampak setelah
diadakan tindakan pada setiap siklus.
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
353
Kualitas hasil pembelajaran menyunting karangan dengan menemukan kesalahan
ejaan, pilihan kata, keefektifan kalimat, keterpaduan paragraf dan kebulatan wacana.
Aspek pertama dari peningkatan hasil pembelajaran menyunting karangan adalah
menyunting dengan menemukan kesalahan ejaan. Berdasarkan hasil penelitian diketahui
bahwa pada siklus I peserta didik yang telah dapat menemukan kesalahan ejaan sebesar
71,88% dan pada siklus II terjadi peningkatan yaitu menjadi 93,75%. Keberhasilan ini
disebabkan karena adanya keaktifan dan keseriusan peserta didik serta penggunaan metode
yang bervariasi.
Aspek kedua, yaitu menemukan ketepatan pilihan kata. Dari data siklus I dan siklus II
peserta didik telah dapat menemukan penggunaan pilihan kata yang tepat. Hal ini telah
tampak adanya peningkatan dari siklus I ke siklus II yaitu siklus I peserta didik yang telah
dapat menemukan penggunaan pilihan kata dengan tepat sebesar 53,13% dan terjadi
peningkatan pada siklus II yaitu menjadi 65,63%
Aspek ketiga, yaitu menyunting karangan dengan memperhatikan keefektifan kalimat.
Berdasarkan hasil penelitian, telah terjadi peningkatan kemampuan peserta didik dalam
menyunting karangan dengan memperhatikan keefektifan kalimat. Pada siklus I peserta didik
yang dapat menyunting karangan berdasarkan keefektifan kalimat dengan lengkap sebanyak
21,88% dan meningkat pada siklus II mencapai 56,25%.
Aspek keempat, yaitu menyunting karangan dengan memperhatikan keterpaduan
paragraf dan kebulatan wacana dengan tepat. Berdasarkan hasil penelitian, telah terjadi
peningkatan kemampuan peserta didik dalam menyunting karangan dengan memerhatikan
keterpaduan paragraf dan kebulatan wacana dengan tepat. Pada siklus I peserta didik yang
dapat menyunting karangan berdasarkan keterpaduan paragraf dan kebulatan wacana
sebanyak 25% dan meningkat pada siklus II mencapai 43,75%.
Berdasarkan hasil refleksi pembelajaran, maka dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share dapat meningkatkan proses pembelajaran dan
kemampuan peserta didik dalam menyunting karangan dengan menemukan kesalahan ejaan,
pilihan kata, keterpaduan paragraf dan kebulatan wacana.
Pernyataan tersebut didasari kenyataan di lapangan bahwa sintaks model pembelajaran
kooperatif tipe Think-Pair-Share yang merupakan pedoman penerapan model pembelajaran
mampu meningkatkan kemampuan peserta didik dalam menyunting karangan baik dari segi
proses pembelajaran maupun hasil skor peserta didik setelah melakukan pembelajaran
menyunting karangan. Model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share dirasakan
sangat relevan pada pembelajaran menyunting karangan.
PENUTUP
Simpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan pada kualitas proses dan kualitas
hasil pembelajaran dapat disimpulkan sebagai berikut. Pertama, terjadi peningkatan kualitas
proses. Kedua, terjadi peningkatan kemampuan/ kualitas hasil pembelajaran menyunting
karangann dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pairs-Share.
Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pairs-Share dapat meningkatkan
keaktifan, dan motivasi/keseriusan peserta didik dalam menyunting karangan. Keaktifan
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
354
peserta didik pada siklus I 31,25% dan pada siklus II mencapai 71,9%. Motivasi/keseriusan
peserta didik dari 18,8% menjadi 84,5% pada siklus II.
Peningkatan kualitas hasil pembelajaran menyunting karangan dapat diketahui
dengan melihat peningkatan kemampuan peserta didik dalam menyunting karangan yang
meliputi empat aspek yaitu (1) Ketepatan ejaan. Pada siklus I dan siklus II peserta didik yang
dapat menyunting karangan dengan menemukan kesalahan ejaan dengan tepat sebesar
71,88% menjadi 93,75%. (2) aspek ketepatan pilihan kata. Peserta didik yang telah dapat
menyunting karangan dengan menemukan kesalahan pilihan kata sebesar 53,13% pada siklus
I dan mencapai 65,63% pada siklus II. (3) Aspek keefektifan kalimat. Pada siklus I peserta
didik yang dapat menyunting karangan dengan menemukan kesalahan keefektifan kalimat
sebanyak 21,88% dan meningkat pada siklus II mencapai 56,25%. (4) Aspek keterpaduan
paragraf dan kebulatan wacana. Pada siklus I kemampuan peserta didik dalam menyunting
karangan dengan keterpaduan paragraf dan kebulatan wacana sebanyak 25% dan meningkat
pada siklus II mencapai 43,75%.
Berdasarkan paparan yang telah dikemukakan di atas, simpulan penelitian ini adalah,
(1) model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share terbukti dapat meningkatkan proses
pembelajaran peserta didik dalam menyunting karangan yang meliputi keaktifan,
motivasi/keseriusan peserta didik dalam pembelajaran. (2) model pembelajaran kooperatif
tipe Think-Pair-Share terbukti dapat meningkatkan hasil pembelajaran peserta didik dalam
menyunting karangan dalam menemukan kesalahan ejaan, ketepatan penggunaan pilihan
kata, keefektifan kalimat, keterpaduan paragraf dan kebulatan wacana.
Saran
Berdasarkan simpulan di atas, disarankan kepada guru mata pelajaran bahasa
Indonesia tingkat SMP, agar dalam pembelajaran menyunting karangan menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe Think-Pairs-share karena telah terbukti dapat meningkatkan
proses dan hasil kemampuan peserta didik dalam menyunting karangan yang berpedoman
pada ketepatan ejaan, pilihan kata, keefektifan kalimat, keterpaduan paragraf dan kebulatan
wacana.
Daftar Rujukan
Aryani, Cucu, Laelasari dan Nurlailah. 2012. Bahasa Indonesia Jilid IX. Bandung: Yrama
Widya.
Depdikbud. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Fathurrohman, Pupuh dan M. Sobry Sutikno. 2010. Strategi Belajar Mengajar Melalui
Penanaman Konsep Umum & konsep Islami. Bandung: PT Refika Aditama.
Gudang Teori. 2016. Pengertian Hasil Belajar menurut Para Ahli. (online),
(http://www.gudang teori.xyz. diakses tanggal 18 September 2016).
Kusumah, Wijaya dan Dedi Dwitagama. 2010. Mengenal Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta:
PT Indeks.
Nugrahani, Aldila Andhita. 2012. Peningkatan Kemampuan Menyunting Karangan dengan
Menerapkan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-Share pada Siswa
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
355
kelas IX B SMP Negeri 2 Tulis Batang Tahun Pelajaran 2011/2012. (Online),
http://lib.unnas.ac.id/10650/ diakses pada tanggal 1 Agustus 2016.
Permendiknas Nomor 46. 2009. Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan.
Yogyakarta.Pustaka Timur.
Restuti, E. Kosasih. 2002. Bahasa Indonesia untuk SMP/Mts.Kelas IX. Jakarta: Erlangga.
Silondae Hendriaty. 2015. Pembelajaran Menyimpulkan Isi Cerita dengan Metode Think
Paire Share di Kelas V SDN 1 Poasia Kendari. Prosiding Seminar Nasional TEQIP.
Hlm.606-614.
Sunarti. 2015. Peningkatan Kemampuan Menyunting Karangan dengan Metode Snowball
Throwing Siswa Kelas IXB SMPN 1 Mojowarno Tahun Pelajaran 20142015. (Online)
http://www.majalahsuarapendidikan.net/ diakses pada tanggal 28 Agustus 2016.
Suyatno. 2009. Menjelajah Pembelajaran Inovatif. Sidoarjo: Masmedia Buana Pustaka.
Wirajaya, Asep Yudha dan Sudarmawarti. 2008. Berbahasa dan Bersastra Indonesia.
Jakarta: Pusat Perbukuan.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
356
PENINGKATAN KEMAMPUAN MENGKRITIK/MEMUJI KARYA SENI ATAU
PRODUK MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN
EXAMPLES NON EXAMPLES DENGAN MEDIA GAKARSI
PADA SISWA KELAS IX F SMP NEGERI 2 SANGGAU
Tauhidah
SMP Negeri 2 Sanggau
Abstrak: Penelitian ini bertujuan meningkatkan kemampuan berbicara siswa
menggunakan model pembelajaran Examples non Examples pada materi
memuji/mengkritik karya seni dengan media gakarsi (gambar karya seni siswa). Penelitian
Tindakan Kelas dilakukan dalam dua siklus dengan subjek pengamatan siswa kelas IX F
SMP Negeri 2 Sanggau sebanyak 30 siswa pada semester ganjil tahun pelajaran
2016/2017. Gambar karya seni siswa digunakan untuk memberikan kemudahan dalam
menemukan kekurangan/kelebihan karya seni sehingga siswa memiliki keberanian
memberikan kritikan/pujian terhadap karya seni tersebut. Hasil penelitian menunjukkan
adanya peningkatan jumlah siswa tuntas belajar dari 9 siswa atau sebesar 30% menjadi 26
siswa atau sebesar 87%.
Kata Kunci: kemampuan berbicara, memuji, mengkritik, model examples non examples,
media gakarsi
Pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta
didik untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan baik dan benar, baik secara lisan
maupun tulis, serta menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya kesastraan manusia
Indonesia. Hal ini sesuai dengan tujuan mata pelajaran bahasa Indonesia untuk memahami
bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk berbagai tujuan.
Peserta didik dapat menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan
intelektual, serta kematangan emosional dan sosial.
Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) mata pelajaran bahasa
Indonesia bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan berkomunikasi secara efektif
dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku baik secara lisan maupun tulis. Selain itu mata
pelajaran bahasa Indonesia juga bertujuan agar peserta didik dapat menikmati dan
memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti, serta
meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa.
Mengkritik/memuji berbagai karya (seni atau produk) dengan bahasa yang lugas dan
santun merupakan salah satu Kompetensi Dasar (KD) dalam pembelajaran bahasa Indonesia
di Sekolah Menengah Pertama (SMP) kelas IX semester ganjil. KD ini merupakan bagian
dari Standar Kompetensi (SK) mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi dalam
bentuk komentar dan laporan melalui kegiatan berbicara (Depdikbud, 2006: 241). Melalui
KD ini siswa diharapkan mampu mengkritik/memuji berbagai karya (seni atau produk)
dengan bahasa yang lugas dan santun.
KD mengkritik/memuji berbagai karya (seni atau produk) dengan bahasa yang lugas
dan santun merupakan bagian dari penguasaan keterampilan berbicara. Menurut Tarigan
(2015: 16) berbicara adalah suatu alat untuk mengomunikasikan gagasan-gagasan yang
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
357
disusun serta dikembangkan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan sang pendengar atau
penyimak. Tujuan utama berbicara adalah berkomunikasi agar dapat menyampaikan pikiran
secara efektif. Oleh karena itu siswa diharapkan mampu mengkritik/memuji berbagai karya
(seni atau produk) dengan bahasa yang lugas dan santun sesuai dengan tujuan berbicara.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia mengkritik adalah mengemukakan kritik;
mengecam. Kritikan merupakan kecaman atau tanggapan, kadang-kadang disertai uraian dan
pertimbangan baik buruk terhadap suatu hasil karya, pendapat dan sebagainya. Sedangkan
memuji adalah melahirkan kekaguman dan penghargaan kepada sesuatu (yang dianggap baik,
indah, gagah berani dan sebagainya). Kesulitan untuk menemukan hal-hal yang akan
dikomentari terhadap karya (seni atau produk) menjadi kendala dalam mencapai tujuan
pembelajaran mengkritik/memuji karya (seni atau produk) dengan bahasa yang lugas dan
santun.
Kegiatan menyampaikan kritikan atau pujian menjadi sulit karena peserta didik harus
menyampaikan pikiran secara langsung terhadap karya seni atau produk dengan bahasa yang
lugas dan santun. Kesulitan semakin bertambah karena karya seni atau produk yang
digunakan merupakan karya seni yang terlalu umum dan tidak berhubungan langsung dengan
keseharian peserta didik. Hal tersebut mengakibatkan peserta didik hanya mampu
menemukan kelebihan atau hanya memberikan pujian. Sedangkan untuk menemukan
kekurangan atau menyampaikan kritikan siswa mengalami kesulitan.
Kesulitan untuk mengutarakan ide-ide yang akan disampaikan pada saat berbicara di
depan umum memerlukan bimbingan ke arah kebiasaan berpikir tepat dan logis. Komunikasi
lisan siswa yang cenderung ke arah kurang terstruktur, lebih sering berubah-ubah, tidak tetap,
dan biasanya lebih kacau serta membingungkan. Si pembicara memikirkan ide-idenya sambil
berbicara, dan kerapkali lupa bagaimana terjadinya suatu kalimat lama sebelum ia
menyelesaikannya. Kebiasaan-kebiasaan yang ceroboh, ketidakteraturan dalam ujaran,
kalimat-kalimat yang tidak menentu ujung pangkalnya serta berulang-ulang, pikiran-pikiran
yang tidak sempurna dan tidak konsekuen sering terjadi dalam komunikasi lisan (Tarigan
2015: 6).
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan peneliti dengan cara menyebarkan angket,
kemampuan berbicara siswa masih rendah antara lain disebabkan kurangnya keberanian
siswa dalam mengungkapkan ide-idenya, kurangnya rasa percaya diri, dan perasaan takut
salah atau takut ditertawakan teman ketika mengungkapkan pendapat atau pikirannya. Untuk
mengatasi hal tersebut, guru meminta siswa untuk berdiskusi dengan kelompok kecil yang
terdiri dari dua orang. Tujuan kegiatan tersebut adalah untuk menyusun kalimat-kalaimat
yang akan disampaikan. Kegiatan tersebut cukup efektif, kalimat yang disusun siswa sudah
baik namun masih banyak siswa yang belum berani tampil, cenderung diam dan harus
dipanggil namanya terlebih dahulu baru mau tampil di depan umum.
Mengingat pentingnya keterampilan berbicara untuk mengungkapkan pikiran, perasaan,
dan informasi dalam bentuk komentar perlu lebih diintensifkan agar mencapai hasil yang
maksimal. Berdasarkan hal itu, penulis tertarik untuk menggunakan model pembelajaran
yang efektif untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik pada materi mengkritik/memuji
berbagai karya (seni atau produk) dengan bahasa yang lugas dan santun. Model pembelajaran
yang akan digunakan adalah Examples non examples. Menurut Suyatno (2009: 115) model
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
358
pembelajaran Examples non examples merupakan model pembelajaran yang menggunakan
contoh yang didapat dari kasus/gambar yang relevan dengan kompetensi dasar.
Penggunaan gambar sebagai media dalam kegiatan pembelajaran dapat
membangkitkan keinginan dan minat yang baru sesuai dengan pendapat Hamalik dalam
Arsyad (2016: 19) bahwa pemakaian media pembelajaran dalam proses belajar mengajar
dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi dan
rangsangan kegiatan belajar, dan membawa pengaruh-pengaruh psikologis terhadap siswa.
Media yang digunakan dalam kegiatan mengkritik atau memuji adalah media berbasis
visual berupa gambar karya siswa. Gambar karya siswa (gakarsi) adalah gambar-gambar hasil
karya siswa yang sudah dipilih oleh guru. Beberapa gambar yang digunakan merupakan
gambar yang memiliki kelebihan maupun kekurangan, baik dari bentuk gambar maupun
perwarnaan, serta tulisan yang terdapat pada gambar. Hal tersebut dimaksudkan agar siswa
dapat menemukan kekurangan atau kelebihan dari karya seni sehingga berani tampil dan
memunculkan rasa percaya diri.
Menurut Arsyad (2016: 102) keberhasilan penggunaan media berbasis visual ditentukan
oleh kualitas dan efektivitas bahan-bahan visual dan grafik itu. Hal ini hanya dapat dicapai
dengan mengatur dan mengorganisasikan gagasan-gagasan yang timbul, merencanakannya
dengan seksama, dan menggunakan teknik-teknik dasar visualisasi objek. Media gambar
karya siswa yang digunakan untuk membantu siswa dalam menemukan
kekurangan/kelebihan dari gambar yang diamati. Contoh gambar karya siswa tersebut adalah
sebagai berikut.
Gambar karya siswa yang disediakan guru merupakan gambar yang telah dipilih guru.
Siswa dapat menentukan sendiri gambar yang akan dikomentari. Komentar yang disampaikan
dapat berupa kritikan ataupun pujian. Isi komentar harus sesuai dengan gambar yang tersedia.
Kekurangan pada gambar berisi kritikan, sedangkan kelebihan pada gambar berupa kalimat
pujian.
Kritikan pada gambar 1 berupa pernyataan terhadap gambar 1 misalnya, tulisan terlalu
kecil sehingga sulit dibaca hal ini membuat orang tidak paham maksud sebenarnya dari
gambar tersebut. Kalimat pujian terhadap kelebihan gambar adalah bentuk gambar dan
pewarnaan menarik. Alasannya bentuk manusia menyerupai wajah asli manusia dan
pewarnaan yang menggunakan warna cerah membuat gambar tersebut menjadi lebih hidup.
Komentar pada gambar 2 seperti pernyataan bahwa gambar tersebut sesuai dengan keadaan
bumi saat ini yang mengalami kelelahan akibat pemanasan global. Kritikan terhadap karya
Gambar 1 Gambar 2
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
359
tersebut seperti tulisan “stop global warming, please” tidak tepat karena penggunaan kata
tersebut tidak komunikatif.
Penggunaan media gambar dalam model pembelajaran Examples Non Examples dalam
kegiatan pembelajaran dapat meningkatkan kadar keaktifan/keterlibatan siswa. Hal ini sesuai
dengan pemdapat Fathurrohman (2010: 67) bahwa media berfungsi membantu mempercepat
pemahaman dalam proses pembelajaran sehingga pembelajaran lebih komunikatif dan
produktif. Hal ini dapat menyebabkan meningkatkan kadar keaktifan/keterlibatan siswa
dalam kegiatan pembelajaran. Penggunaan media gambar karya siswa bertujuan membantu
siswa untuk lebih mudah menemukan kelebihan dan kekurangan dari gambar yang diamati
sehingga siswa dapat dengan mudah menemukan kekurangan dan kelebihan karya seni atau
produk. Kemudahan itu akan membantu siswa untuk dapat menyampaikan kritikan atau
pujiannya dengan bahasa yang lugas dan santun.
Sejalan dengan hal tersebut, Nur Indria Fatmawati Imtikhana (2012) telah melakukan
penelitian dengan menggunakan model pembelajaran Examples Non Examples dengan judul
“ Peningkatan Ketrampilan Menulis Karangan Bahasa Indonesia Melalui Metode
Example Non example dengan Media Gambar pada Siswa Kelas IV SD Negeri Sambon 2
Kecamatan Banyudono Kabupaten Boyolali Tahun Pelajaran 2011 / 2012.
Penelitian dengan menggunakan model pembelajaran Examples Non Examples
dengan media gambar dapat meningkatkan keterampilan mengarang siswa. Hal tersebut
terbukti dengan adanya peningkatan prosentase nilai rata-rata mengarang siswa pada setiap
siklusnya. Pada siklus I siswa yang mencapai KKM meningkat sebanyak 11 siswa dengan
prosentase sebesar 57,89% dan nilai rata-rata 64,78, sedangkan pada siklus II siswa yang
mencapai KKM meningkat menjadi 15 siswa dengan prosentase sebesar 78,94% dan nilai
rata-rata 73.
Penelitian yang hampir serupa juga dilakukan oleh Nur Asmah Djafar(2014) dalam
penelitian yang berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Examples Non Examples Untuk
Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Peserta Didik Kelas VIII K SMP Negeri 4
Sungguminasa Kabupaten Gowa”. Hasilnya menunjukkan bahwa penerapan model
pembelajaran Examples Non Examples dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis
peserta didik, dan dari hasil analisis observasi terhadap perilaku peserta didik selama
berlangsungnya proses pembelajaran mengalami peningkatan mulai dari siklus I, II, dan III
yang berada pada kriteria baik dan baik sekali, serta adanya respon yang positif berdasarkan
hasil angket.
Penelitian ini dilakukan untuk meningkatkan hasil belajar kemampuan
mengkritik/memuji karya seni atau produk dengan menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe Examples Non Examples pada siswa kelas IX F SMP Negeri 2 Sanggau tahun
pelajaran 2016/2017. Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Examples Non
Examples menggunakan media gambar karya siswa (gakarsi) bertujuan agar siswa dapat
berdiskusi dalam kelompok kecil untuk menemukan kekurangan/kelebihan dari karya seni
tersebut.
Dengan berpikir kritis siswa dapat menemukan kekurangan/kelebihan dari gambar yang
diamati dan dipilih sesuai dengan kesepakatan kelompok. Selain itu, penelitian ini diharapkan
dapat meningkatkan kadar keaktifan atau keterlibatan siswa dalam kegiatan pembelajaran
sehingga pembelajaran lebih komunikatif dan produktif.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
360
Kemudahan dalam menemukan kekurangan/kelebihan terhadap karya seni yang diamati
akan memberikan keberanian siswa untuk mengungkapakan pendapatnya secara lisan.
Keberanian dalam mengungkapkan pendapat akan meningkatkan kemampuan siswa saat
berbicara. Hal ini sesuai dengan kriteria penilaian pada kegiatan menyampaikan
kritikan/pujian berupa aspek kesesuai isi kritik/pujian dengan gambar yang dipilih; aspek
kelugasan dan kesantunan berbahasa, kelancaran, sikap atau penampilan, dan kenyaringan
suara.
Dari hasil observasi diketahui bahwa siswa kelas IX F mengalami kesulitan dalam
menemukan kekurangan/kelebihan dari karya (seni atau produk) yang diamati. Kesulitan
dalam menemukan kekurangan/kelebihan mengakibatkan ketidakberanian siswa untuk
menyampaikan kritikan/pujian di depan umum karena takut ditertawakan kalau
menyampaikan hal yang salah. Dengan demikian rasa percaya diri siswa menjadi rendah
sehingga saat tampil suara yang dikeluarkan menjadi kurang keras dan kurang jelas. Kalimat
kurang lancar dan masih ada bunyi /e/, /anu/, /eh/, dan lain-lain. Bahasa yang dihasilkan
kurang lugas dan kurang santun. Sikap menjadi kurang wajar, kurang tenang dan kaku.
Berdasarkan hal yang telah dipaparkan maka diperlukan suatu tindakan untuk
mengatasi permasalahan rendahnya kemampuan siswa dalam mengkritik/memuji karya seni
pada siswa kelas IX F SMP Negeri 2 Sanggau. Tindakan yang dilakukan adalah
melaksanakan penelitian tindakan kelas sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan
mengkritik/memuji karya seni. Adapun alasan penggunaan model pembelajaran Examples
Non Examples adalah untuk membantu siswa menemukan kekurangan/kelebihan dari karya
seni. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tindakan kelas (PTK)
dengan judul: “Meningkatkan Kemampuan Mengkritik/memuji Karya Seni atau Produk
Menggunakan Model Pembelajaran Examples Non Examples dengan Media Gakarsi pada
Siswa Kelas IX F SMP Negeri 2 Sanggau.
METODE
Penelitian ini menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilaksanakan dalam
dua siklus. Langkah-langkah yang dilewati dalam setiap siklus adalah (1) perencanaan
(planning), (2) tindakan (acting), (3) pengamatan (observing), dan (4) refleksi (reflecting).
Dalam penelitian ini, siklus Penelitian Tindakan Kelas yang dilakukan dihentikan setelah
siklus kedua selesai dilaksanakan karena hasil yang diharapkan telah tercapai.
Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 2 Sanggau yang beralamat di Jalan Dewi
Sartika 9, Ilir Kota, Kecamatan Kapuas, Kabupaten Sanggau, pada siswa kelas IX F tahun
pelajaran 2016/2017. Jumlah siswa sebanyak 30 orang, terdiri dari 16 siswa laki-laki dan 14
siswa perempuan. Guru bertindak sebagai pengajar, pengamat, penganalisa data, dan
sekaligus melaporkan hasil penelitian.
Instrumen penelitian yang digunakan untuk menjaring data dalam penelitian ini adalah
lembar observasi, angket, tes unjuk kerja, dan kuis. Lembar observasi digunakan untuk
menilai aktivitas siswa dan keterlaksanaan kegiatan pembelajaran selama penelitian
dilakukan. Angket berisi pernyataan-pernyataan yang harus diisi oleh peserta didik dalam
rangka menjaring data tanggapan siswa terhadap kegiatan pembelajaran. Tes unjuk kerja
digunakan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa dalam memberikan komentar
berupa kritikan atau pujian. Tes diberikan pada setiap akhir pertemuan pada akhir siklus I dan
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
361
akhir siklus II. Kuis diberikan pada setiap akhir pertemuan. Kuis berisi satu soal yang
berhubungan dengan materi yang dipelajari pada setiap pertemuan tersebut. Tujuan
pemberian kuis adalah untuk mengetahui perkembangan kemampuan siswa dalam setiap
pertemuan.
Teknik pengumpulan data hasil belajar mengkritik/memuji karya (seni atau produk)
dilakukan dengan mendemontrasikan kinerjanya dalam bentuk komentar. Tes hasil belajar
berupa tes unjuk kerja bertujuan untuk mengukur atau mendiagnosis kelemahan atau
kekurangan siswa dan digunakan untuk memberikan perbaikan program atau proses
pembelajaran. Tes hasil belajar dilaksanakan pada setiap akhir siklus.
Teknik analisis data dilakukan dengan mereduksi data, menyajikan data, dan menarik
kesimpulan. Untuk menentukan hasil belajar siswa, hasil tes unjuk kerja dinilai berdasarkan
kriteria penilaian kemampuan mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi dalam bentuk
komentar berupa kritikan/pujian yang meliputi aspek kesesuaian isi komentar dengan karya
seni, kelugasan dan kesantunan berbahasa, kelancaran, sikap atau penampilan, dan
kenyaringan suara sesuai dengan rubrik penskoran yang telah ditetapkan. Penyajian data
dilakukan agar data lebih mudah dipahami oleh orang lain. Dalam penelitian ini
pengkategorian data dilakukan dengan cara memaparkan rencana tindakan dan perlakuan
tindakan serta kendalanya, memaparkan hasil observasi, hasil angket yang diperoleh selama
proses pembelajaran serta menyajikan data hasil tes unjuk kerja. Penarikan kesimpulan
merupakan proses penyimpulan data yang telah dihasilkan sehingga diperoleh pernyataan
mengenai dampak tindakan. Hasil analisis digunakan untuk menarik kesimpulan dalam
laporan.
Indikator keberhasilan tindakan terhadap peningkatan kemampuan mengkritik/memuji
karya seni. Pertama membandingkan tingkat keberhasilan dari satu siklus ke siklus
berikutnya. Keberhasilan siklus I diketahui dengan cara membandingkan dengan refleksi
awal. Keberhasilan siklus II diketahui dengan membandingkan dengan siklus I. Kedua
keberhasilan penelitian tindakan kelas dicirikan apabila siswa dapat menunjukkan
kemampuan berbicara, jika dari 30 siswa menunjukkan adanya peningkatan kemampuan
mengkritik/memuji ≥ 75, dengan persentasenya ≥ 75 % mendapat nilai ketuntasan minimal.
HASIL
Pada tahap perencanaan peneliti merencanakan tindakan yang akan dilakukan untuk
meningkatkan kemampuan mengkritik/memuji karya seni menggunakan model pembelajran
Examples Non Examples dengan media gambar karya siswa. Perencanaan dimulai dari
perencanaan strategi pembelajaran, pengorganisasian kelas dan waktu, evaluasi dan
dokumentasi. Beberapa perangkat yang disiapkan dalam tahap ini adalah: media
pembelajaran berupa gambar, menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dan
menyiapkan lembar validasi, menyusun intrumen evaluasi kegiatan pembelajaran untuk
tugas-tugas kelompok, kuis, dan lembar observasi. Peneliti dan guru sebagai kolaborator juga
menyiapkan skenario pembelajaran dan menyusun tes akhir siklus I.
Pelaksanaan tindakan pada siklus I dilakukan sebanyak dua kali pertemuan. Pertemuan
pertama siklus I dilaksanakan pada hari Selasa, 9 Agustus 2016 jam ke-6 dan ke-7. Siswa
yang hadir pada siklus I pertemuan pertama sebanyak 30 siswa. Proses pembelajaran
mengacu pada rencana pembelajaran yang telah disusun. Kegiatan pembelajaran yang
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
362
dilakukan menggunakan model pembelajaran Examples Non Examples dengan media gambar
karya siswa. Hal ini bertujuan untuk mempermudah siswa menemukan kekurangan dan
kelebihan karya (seni atau produk). Setelah mampu menemukan kekurangan/kelebihan karya
(seni atau produk) siswa dapat menyusun kalimat kritikan/pujian terhadap karya seni atau
produk dengan yang lugas dan santun.
Kegiatan pembelajaran dengan kompetensi menemukan kekurangan/kelebihan karya
seni atau produk dilaksanakan melalui diskusi kelompok. Siswa mengamati gambar-gambar
karya siswa yang telah dipilih guru sesuai dengan tujuan pembelajaran. Guru memberi
petunjuk dan memberi kesempatan pada siswa untuk memperhatikan/menganalisis gambar.
Guru menjelaskan materi sesuai tujuan yang ingin dicapai yaitu mengkritik/memuji karya
seni dengan bahasa yang lugas dan santun. Siswa berdiskusi untuk menemukan
kekurangan/kelebihan dari gambar karya seni siswa. Diskusi dilakukan dalam kelompok yang
terdiri dari 2-3 orang. Setelah siswa mampu menemukan kekurangan/kelebihan karya seni
atau produk siswa mengomunikasikan hasil kerja kelompok.
Selama pembelajaran berlangsung siswa terlihat antusias mengamati gambar yang
dipilihnya. Siswa dapat menemukan kekurangan/kelebihan dari gambar yang diamati. Namun
saat guru meminta siswa untuk memberikan komentar hanya empat siswa yang bersedia
tampil tanpa memanggil nama terlebih dahulu. Saat ditanya alasan siswa tidak mau tampil
tanpa dipanggil namanya adalah merasa malu karena kalau salah berbicara teman mengejek.
Pada tahap siklus I pertemuan kedua guru menanyakan tugas yang diberikan, yaitu
meminta siswa untuk menyusun kalimat kritikan dan kalimat pujian dari karya seni yang
mereka temukan di rumah. Selanjutnya guru menyampaikan tujuan pembelajaran yaitu siswa
dapat memberikan komentar terhadap gambar yang ditampilkan guru. Guru memotivasi
siswa untuk berani memberikan komentar terhadap kekurangan/kelebihan gambar yang
diamati.
Selama kegiatan diskusi kelompok, guru memberikan bimbingan pada siswa dengan
cara mengeliling tempat kerja siswa untuk melihat hasil diskusi kelompoknya. Keberhasilan
proses dilihat dari keadaan siswa yang berperan lebih aktif dalam pembelajaran dengan
berani mengajukan pertanyaan, interaksi antar siswa dalam kelompok, kerja sama,
keseriusan, dan keefektifan waktu dalam kerja kelompok.
Peneliti bekerjasama dengan kolaborator melakukan pengamatan dan evaluasi terhadap
jalannya pelaksanaan tindakan tersebut. Hasil refleksi yang diperoleh pada tindakan pada
siklus I adalah adanya kemampuan yang cukup baik dalam memberikan komentar berupa
kritikan/pujian terhadap karya seni yang diamati. Selain itu, adanya perubahan sikap posistif
siswa terhadap kegiatan pembelajaran pada materi mengkritik/memuji karya seni meskipun
belum maksimal. Dengan demikian kegiatan pembelajaran harus dilanjutkan pada siklus II.
Sebelum kegiatan pembelajaran pada siklus II dilaksanakan peneliti bekerja sama
dengan kolaborator menyusun dan merencanakan tindakan-tindakan yang akan dilakukan
pada siklus II untuk memperbaiki aspek-aspek yang dinilai belum optimal pada siklus I.
Aspek-aspek yang belum dikuasai siswa meliputi: aspek kesesuaian isi komentar dengan
gambar karya siswa yang diamati; aspek kelugasan dan kesantunan saat berbicara; aspek
kenyaringan suara; aspek sikap wajar, tenang, dan tidak kaku (penampilan); dan aspek
kelancaran saat memberikan komentar. Peneliti dan kolaborator menekankan pembelajaran
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
363
pada aspek-aspek yang belum dikuasai siswa agar hasil yang diperoleh lebih baik dari siklus
sebelumnya.
Pada pertemuan ini, peneliti memulai pelajaran dengan apersepsi, menyampaikan
tujuan pembelajaran, dan memotivasi siswa untuk berani tampil lebih baik. Guru melakukan
peninjauan ulang terhadap materi pembelajaran dan memberikan bantuan kepada siswa yang
merasa belum paham terhadap materi pembelajaran. Peneliti dan kolaborator mengamati
perilaku siswa, reaksi siswa, dan suasana pembelajaran. Pada dasarnya kegiatan pembelajarn
sama dengan pertemuan pertama siklus I, hanya pada pertemuan ini gambar yang ditampilkan
berbeda dengan gambar sebelumnya. Guru kembali meminta siswa mengamati gambar dan
meminta siswa untuk menyampaikan hasil diskusi kelompok. Selain itu pada pertemuan ini
guru lebih banyak memotivasi siswa agar berani memberikan komentar, bertanya-jawab
mengenai kesulitan materi yang sedang dipelajari. Selanjutnya, kegiatan pembelajaran adalah
mengamati gambar karya siswa yang berbeda dari yang pertemuan pada siklus I. Selama
pembelajaran berlangsung, peneliti dan kolaboran tetap melakukan pengamatan terhadap
perilaku siswa.
Pada pertemuan kedua siklus II, skenario pembelajaran sama dengan pertemuan
pertama, hanya gambar karya seni siswa yang berbeda. Siswa berdiskusi untuk menemukan
kekuranga/kelebihan dari gambar yang diamati. Kegiatan pembelajaran dilanjutkan dengan
tes unjuk kerja siklus II. Tes unjuk kerja dilakukan dengan aturan yang sama seperti siklus
sebelumnya, yaitu setiap siswa diberi waktu dua menit untuk mengungkapkan pendapatnya
tentang kekurangan/kelebihan gambar yang telah diamati. Selain itu, siswa juga dapat
memberikan komentar yang berkaitan dengan perasaannya saat melihat gambar tersebut.
Siswa tampil ke depan kelas sambil menunjuk gambar yang dipilih untuk memberikan
kritikan/pujian. Kalimat pujian yang disampaikan siswa seperti berikut ini. “Gambar nomor 1
sangat bagus. Gambar ini menggambarkan anak yang sedang belajar. Hal ini sangat baik
karena dapat memotivasi kita untuk belajar setelah melihat gambar ini. Tetapi tulisannya
kurang sesuai karena tertulis kalimat ingat ya, belajar kunci utama mencapai kesusksesan,
bahagiakan kedua orang tuamu dengan hasil halalmu sendiri. Di sini terdapat kata halal,
sebaiknya kata halal diganti dengan jerih payah sehingga kalimatnya menjadi bahagiakan
mengomentari gambar 1 mengomentari gambar 3
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
364
kedua orang tuamu dengan hasil jerih payahmu sendiri. Sekian pujian dan kritikan dari saya.
Terima kasih.”
Komentar siswa terhadap gambar 3 seperti berikut ini. “Saya akan memberikan kritikan
dan pujian terhadap gambar nomor 3. Gambar ini menarik karena warnanya terang yang
cerah sehingga teman-teman saya yang duduk di belakang dapat melihat dengan jelas.
Selain itu gambar ini sesuai dengan keadaan bumi saat ini yang tercemar oleh polusi udara.
Kritikan saya pada gambar ini terletak pada tulisan. Tulisannya menggunakan bahasa
Inggris karena tidak semua orang mengerti maksud dari tulisan tersebut.”
Keberhasilan produk dapat dilihat dari hasil implementasi tindakan yang telah
dilakukan pada siklus I dan siklus II. Peningkatan kemampuan siswa dalam
mengkritik/memuji karya seni atau produk dengan bahasa yang lugas dan santun untuk setiap
aspeknya dapat dilihat dari uraian berikut.
Pertama, kesesuaian isi kritikan/pujian dengan karya seni. Peningkatan kemampuan
siswa dalam menyampaikan kritikan/pujian terhadap karya seni yang diamati dapat dilihat
pada tabel 1.
.Tabel 1. Kesesuaian kritikan/pujian dengan karya seni
No
. Kriteria
Skor
Perolehan Siklus I Siklus II
1. Kritikan/pujian sesuai dengan karya seni 3 9 25
2. Kritikan/pujian sesuai dengan karya seni,
tetapi kurang menarik 2 17 5
3. Kritikan/pujian kurang sesuai dengan
karya seni
1 4 -
4. Kritikan/pujian tidak sesuai dengan karya
seni 0 - -
Skor rata-rata 72 94
Dari tabel 1 diketahui bahwa pada siklus I hanya 9 siswa yang dapat menyampaikan
kritikan/pujian sesuai dengan karya seni yang diamati, 17 siswa sudah dapat menyampaikan
kritikan/pujian tetapi kurang menarik, dan masih ada 4 siswa yang menyampaikan
kritikan/pujian kurang sesuai dengan karya seni. Peningkatan hasil mengkritik/memuji yang
sesuai dengan karya seni terjadi pada siklus II. Peningkatan yang signifikan terjadi pada
aspek ini karena dari 9 siswa yang mampu menyampaikan kritikan/pujian sesuai dengan
karya seni menjadi 25 siswa dengan nilai rata-rata siswa pada aspek ini mencapai 94.
Kedua, kelugasan dan kesantunan berbahasa. Peningkatan kemampuan mengomentari
karya seni dengan bahasa yang lugas dan santun dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Kelugasan dan kesantunan berbahasa
No
. Kriteria
Skor
Perolehan Siklus I Siklus II
1. Menyampaikan dengan bahasa yang
lugas dan santun 3 7 16
2. Menyampaikan dengan bahasa lugas 2 19 14
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
365
tetapi kurang santun
3. Menyampaikan dengan bahasa yang
kurang lugas dan kurang santun 1 4 -
4. Menyampaikan dengan bahasa yang
tidak lugas dan tidak santun 0 - -
Skor rata-rata 70 81
Kelugasan dan kesantunan saat mengkritik/memuji dari tabel 2 diketahui bahwa dalam
siklus I sebanyak 7 siswa yang dapat menyampaikan kritikan/pujian dengan bahasa yang
lugas dan santun. Menyampaikan kritikan/pujian dengan bahasa lugas tetapi masih kurang
santun sebanyak 19 siswa dan masih ada 4 siswa yang menyampaikan kritikan/pujian dengan
bahasa yang kurang lugas dan kurang santun saat mengkritik/memuji karya seni. Peningkatan
hasil mengkritik/memuji dengan bahasa yang lugas dan santun terhadap karya seni terjadi
pada siklus II sebanyak 16 siswa menyampaikan kritikan/pujian dengan bahasa yang lugas
dan santun dan 14 siswa menyampaikan dengan bahasa yang lugas walaupun masih kurang
santun. Pada aspek ini terjadi peningkatan nilai rata-rata dari siklus I ke siklus II sebesar 11.
Ketiga, aspek kenyaringan suara saat menyampaikan komentar. Kemampuan
mengkritik/memuji dengan suara keras, jelas, dan menguasai situasi berdasarkan gambar
karya seni siswa dapat dilihat pada tebal 3.
Tabel 3. Kenyaringan suara saat memberikan komentar terhadap karya seni
No
. Kriteria
Skor
Perolehan
Siklus
I Siklus II
1. Keras, dan jelas 3 2 16
2. Keras, tetapi kurang jelas 2 24 14
3. Kurang keras dan kurang jelas 1 4 -
4. Kurang keras, tidak jelas 0 - -
Skor rata-rata 69 81
Dari tabel 3 diketahui bahwa dalam siklus I masih ada 2 siswa yang menyampaikan
kritikan/pujian dengan suara keras, tetapi kurang jelas dan kurag menguasai situasi.
Sedangkan pada siklus II sudah tidak ada lagi siswa yang suaranya keras, tetapi kurang jelas
dan kurang menguasai situasi. Peningkatan hasil pada siklus II dari 4 siswa yang dapat
menyampaikan kritikan/pujian dengan keras, jelas, dan menguasai situasi meningkat menjadi
16 siswa.
Keempat, aspek kelancaran saat memberikan komentar. Kemampuan menyampaikan
komentar dengan lancar dan tidak terputus-putus dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4. Kelancaran saat menyampaikan komentar terhadap karya seni
No
. Kriteria
Skor
Perolehan Siklus I Siklus II
1. Kalimat lancar dan tidak terputus-putus 3 3 11
2. Kalimat lancar, tetapi masih ada bunyi
/e‟/ , /anu/, /eh/, dan lain-lain 2 22 19
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
366
3. Lambat, kurang lancar, dan jeda terlalu
panjang 1 5 -
4. Lambat dan terputus-putus 0 - -
Skor rata-rata 64 77
Dari tabel 4 diketahui bahwa masih ada 5 siswa dalam siklus I yang menyampaikan
kritikan/pujian dengan lambat, kurang lancar, dan jeda terlalu panjang. Sedangkan pada
siklus II sudah tidak ada lagi siswa yang lambat, kurang lancar, dan jeda terlalu panjang.
Peningkatan hasil pada siklus II dari 3 siswa yang dapat menyampaikan kritikan/pujian
dengan lancar dan tidak terputus-putus menjadi 11 siswa dan 19 siswa menyampaikan dengan
lancar, tetapi terkadang masih ada bunyi /e‟/, /eh/ , /eh/.
Kelima, sikap wajar, tenang, dan tidak kaku. Kemampuan menyampaikan komentar
dengan sikap wajar, tenang, dan tidak kau dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel 5. Sikap wajar, tenang, dan tidak kaku
No. Kriteria Skor
Perolehan Siklus I Siklus II
1. Bersikap wajar, tenang, dan tidak kaku 3 3 12
2. Bersikap wajar, tenang, tetapi kaku 2 24 18
3. Bersikap wajar, kurang tenang dan kaku 1 3 -
4. Bersikap kurang wajar, kurang tenang,
dan kaku 0 - -
Skor rata-rata 66 78
Dari tabel 5 diketahui bahwa dalam siklus I siswa yang bersikap wajar, tenang, dan
tidak kaku hanya ada 3 siswa dan yang bersikap wajar, tenang tetapi masih kaku sebanyak 24
siswa. Siswa yang bersikap kurang wajar, kurang tenang dan kaku sebanyak masih ada 3
siswa. Jumlah siswa pada siklus II yang dapat bersikap wajar, tenang, tetapi kaku saat
memberikan kritikan/pujian sebanyak 18 siswa. Tidak ada lagi siswa yang bersikap kurang
wajar, kurang tenang dan kaku. Sedangkan jumlah siswa yang bersikap wajar, tenang, dan
tidak kaku meningkat dari 3 siswa menjadi 12 siswa.
Perkembangan hasil belajar mengkritik/memuji karya (seni atau produk) dengan
kalimat yang lugas dan santun dapat dilihat dari hasil tes unjuk kerja pada akhir siklus.
Perkembangan ini meliputi Berikut adalah hasil tes unjuk kerja yang diberikan selama
penelitian ini berlangsung.
Tabel 6. Kenaikan skor rata-rata tindakan siklus I dan siklus II
No Aspek Penilaian Sik
lus I Siklus II
Kenaikan
Skor
1. Kesesuaian isi komentar dengan karya seni 72 94 22
2. Kelugasan dan kesantunan berbahasa 70 81 11
3. Kenyaringan suara 69 81 12
4. Sikap wajar, tenang, dan tidak kaku 64 77 13
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
367
5. Kelancaran 66 78 12
Skor rata-rata 68 82 14
Berdasarkan data yang ditampilkan dalam tabel tersebut diketahui bahwa terjadi
peningkatkan yang cukup signifikan pada siklus II. Skor rata-rata tiap aspek mencapai
kriteria ketuntasan minimal. Kenaikan skor rata-rata dari 68 pada siklus I menjadi 84 pada
siklus II sebanyak 14. Oleh karena itu, dapat disimpulkan setelah tindakan pada siklus II
kemampuan mengkritik/memuji berbagai karya (seni atau produk) dengan bahasa yang lugas
dan santun mengalami peningkatan. Peningkatan rata-rata setiap aspek meliputi aspek-aspek
berikut: aspek kesesuaian isi komentar dengan gambar karya seni dari 72 menjadi 94
mengalami peningkatan sebesar 22; aspek kelugasan dan kesantunan berbahasa dari 70
menjadi 81 mengalami peningkatan sebesar 11; aspek kenyaringan suara dari 69 menjadi 81
mengalami peningkatan sebesar 12; aspek kelancaran berbicara dari 64 menjadi 77
mengalami peningkatan sebesar 13; aspek sikap wajar, tenang, dan tidak kaku dari 66
menjadi 78 mengalami peningkatan sebesar 12. Pada akhir siklus II terjadi peningkatan skor
rata-rata kemampuan mengkritik/memuji karya seni dari 68 menjadi 82 pada setiap aspek
penilaian.
PEMBAHASAN
Pada penelitian ini, pembahasan difokuskan pada (1) deskripsi awal, (2) pelaksanaan
tindakan kelas dengan model pembelajaran Examples Non Examples menggunakan media
gambar karya siswa, dan (3) peningkatan kemampuan mengkritik/memuji karya (seni atau
produk) dengan bahasa yang lugas dan santun.
Skor rata-rata tes awal kemampuan membedakan kalimat kritikan/pujian terhadap karya
(seni atau produk) pada keterampilan berbicara sebesar 65% dan siswa dinyatakan belum
tuntas sehingga perlu ditingkatkan. Selanjutnya, peneliti dan kolaborator menetapkan
alternatif tindakan untuk meningkatkan apresiasi siswa terhadap hasil karya atau produk yang
diamati dalam bentuk keterampilan berbicara. Alternatif yang direncanakan adalah
menggunakan model pembelajaran Examples Non Examples dengan media gambar karya
siswa yang memiliki kedekatan langsung dengan siswa sehingga tujuan belajar dapat dicapai.
Tujuan berupa kemampuan berpikir kritis dan kreatif, sikap terbuka dan demokratis,
menerima pendapat orang lain, dan sebagainya.
Model pembelajaran Examples Non Examples yang terdiri dari 2-3 orang siswa dalam
satu kelompok agar siswa dapat saling membantu untuk menemukan kekurangan/kelebihan
dari karya seni yang dipilih. Melalui diskusi kelompok kecil siswa dapat menyusun kalimat
kritikan/pujian sehingga setiap siswa diberi kesempatan untuk dapat mempresentasikan hasil
kerja kelompok di depan kelas.
Penggunaan media pembelajaran berupa gambar karya siswa bertujuan untuk
mempermudah siswa menemukan kekurangan/kelebihan karya seni. Kegiatan mengamati
gambar merupakan kegiatan pembelajaran langsung. Kegiatan pembelajaran langsung
menurut Suprijono (2016: 69) dirancang untuk penguasaan pengetahuan prosedural,
pengetahuan deklaratif (pengetaahuan faktual) serta berbagai keterampilan.
Kegiatan pembelajaran yang dilakukan dengan pembelajaran langsung dimaksudkan
untuk menuntaskan dua hasil belajar yaitu penguasaan pengetahuan yang distrukturkan
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
368
dengan baik dan penguasaan keterampilan. Hal ini sesuai dengan tujuan pembelajaran
mengkritik/memuji yaitu menemukan kekurangan/kelebihan dari karya seni kemudian
mengkritik/memuji karya seni tersebut.
Peningkatan kualitas hasil pembelajaran mengkritik/memuji karya seni yang dibahas
adalah kesesuain isi kritikan/pujian, kelugasan dan kesantunan berbahasa, kenyaringan suara,
kelancaran berbicara, dan sikap wajar, tenang, dan tidak kaku karena menggunakan gambar
karya seni siswa. Penggunaan gambar karya siswa dimaksudkan untuk mempermudah siswa
menemukan kekurangan/kelebihan dari gambar tersebut sehingga siswa dapat menyusun
kalimat kritikan/pujian.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa terjadi peningkatan dari siklus I ke siklus
II. Siswa telah dapat kritikan/pujian sesuai dengan gambar yang dipilih. Kebebasan dalam
menentukan gambar yang akan dikritik/dipuji membawa hasil yang sangat baik. Sebagaimana
dijelaskan oleh Deni dan Halimah (2008: 86) bahwa membebaskan daya kreatif siswa dengan
membiarkan anak menuangkan imajinasinya. Ketika ia mengembangkan keterampilan
kreatif, anak tersebut akan dapat menghasilkan ide-ide yang inovatif dan jalan keluar dalam
menyelesaikan masalah serta meningkatkan kemampuan dalam mengingat sesuatu. Hal ini
terbukti dengan tidak adanya siswa yang menyampaikan kritikan/pujian kurang sesuai dengan
gambar.
Hasil penelitian menggunakan model pembelajaran Examples Non Examples dengan
media gambar karya siswa menunjukkan adanya peningkatan keterampilan berbicara siswa
khususnya dalam hal mengomentari. Hal tersebut diketahui dari perubahan sikap siswa ke
arah yang lebih baik dan peningkatan skor penilaian pada aspek kebahasaan dan aspek
nonkebahasaan. Data yang ditampilkan dalam tabel diketahui bahwa pada siklus I, jumlah
siswa yang mencapai ketuntasan adalah 9 orang atau 30% dan yang tidak tuntas sebanyak 21
orang atau mencapai 70%. Peningkatan kemampuan siswa pada siklus II, dari 9 siswa yang
tuntas menjadi 26 siswa, dan sebanyak 21 siswa yang tidak tuntas menjadi 4 siswa.
Keberhasilan juga dapat dilihat dari keadaan siswa menjadi lebih aktif dan antusias
selama mengikuti pembelajaran. Kegiatan pembelajaran menjadi lebih berarti dan bervariasi.
Penggunaan media gambar karya siswa membantu siswa untuk berani mengeluarkan
pendapat dan ide secara lebih lancar, lebih percaya diri, dan lebih runtut. Selain itu, siswa
dapat meningkatkan sikap berpikir kritis, logis, sistematis, dan lebih mandiri.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan pada kemampuan mengkritik/memuji
karya seni dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan hasil belajar dalam pembelajaran
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Examples Non Examples dengan media
gambar karya seni siswa pada materi mengkritik/memuji karya (seni atau produk) dengan
bahasa yang lugas dan santun. Hasil tes unjuk kerja pada akhir siklus I sebanyak 9 siswa atau
30% siswa tuntas dan pada akhir siklus II meningkat menjadi 26 siswa atau 87% siswa tuntas.
Hal ini menunjukkan bahwa indikator keberhasilan belajar yang telah ditentukan pada awal
penelitian ini yaitu ≥ 75 % telah tercapai.
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
369
Saran
Guru hendaknya lebih kreatif dalam merencanakan kegiatan pembelajaran dan dapat
menggunakan model pembelajaran yang sesuai dengan materi yang akan dibelajarkan,
sehingga proses dan hasil pembelajaran dapat meningkat. Salah satu cara yang dapat
dijadikan alternatif bagi guru adalah dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif
tipe Examples Non Examples dengan menggunakan karya siswa berupa gambar.
Guru dapat mengembangkan penggunaan media gambar karya seni siswa sendiri untuk
membelajarkan siswa pada objek yang langsung dapat diamati sehingga menimbulkan
kemudahan dalam menenumakan kekurangan/kelebihan objek dan menumbuhkan keberanian
saat memberikan komentar.
Sekolah dapat memfasilitasi guru untuk menggunakan menggunakan media gambar
dalam kegiatan pembelajaran karena media gambar dapat digunakan untuk mata pelajaran
lain sesuai dengan tujuan pembelajaran.
Daftar Rujukan
Abidin, Yunus. 2013. Pembelajaran Bahasa Berbasis Pendidikan Karakter. Bandung: Refika
Aditama.
Arsyad, Azhar. 2016. Media Pembelajaran. Jakarta: Rajagrafindo Persada.
Depdiknas. 2006. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 22 Tahun 2006 tentang
Standar Isi. Jakarta: Depdiknas.
Depdiknas. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Edisi Keempat. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Deporter, B, dan Hernacki, M. 2007. Quantum Learning Membiasakan Belajar Nyaman dan
Menyenangkan. Bandung: Mizan Pustaka
Djafar, Nur Asmah (2014) Penerapan Model Pembelajaran Example Non Example untuk
Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Peserta Didik Kelas VIII K SMP Negeri 4
Sungguminasa Kabupaten Gowa. Jurnal Bionature, Volume 15, Nomor 2, Oktober
2014, hlm. 67-80. http://ojs.unm.ac.id/index.php/bionature/article/viewFile/1551/616
diakses tanggal 16 Agustus 2016).
Fathurrohman, Pupuh dan Sutikno, Sobry. 2010. Strategi Belajar Mengajar melalui
Penanaman Konsep Umum &Konsep Islam. Bandung: Refika Aditama.
Imtikhana, Nur Indria Fatmawati. 2012. Peningkatan Ketrampilan Menulis Karangan
Bahasa Indonesia Melalui Metode Example Non Example dengan Media Gambar
Pada Siswa Kelas Iv Sd Negeri Sambon 2 Kecamatan Banyudono Kabupaten Boyolali
Tahun Pelajaran 2011 / 2012. Skripsi naskah publikasi. Surakarta: Universitas
Surakarta.
Herman, Hendry. 2010. Teori Belajar dan Motivasi. Bandung: CV Citra Praya.
Koswara, D Deni & Halimah. 2008. Bagaimana Menjadi Guru Kreatif. Bandung: Pribumi
Mekar.
Roekhan. 2013. Modul Teachers Quality Improvement Program Media Pembelajaran
Bahasa Indonesia. Malang: Penerbit Universitas Malang.
Sadiman, Arief S. 2014. Media Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Permata.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
370
Suprijono, Agus. 2016. Cooperative Learning: Teori & Aplikasi Paikem. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Tarigan, Hendry Guntur. 2015. Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa.
Bandung: Angkasa.
Widoyoko, Eko Putro. 2016. Teknik Penyusunan Instrumen Penelitian. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
371
PENGGUNAAN MEDIA JARING-JARING SPIDERMAN
UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENGIDENTIFIKASI INFORMASI
DALAM TEKS DESKRIPSI
PADA PESERTA DIDIK KELAS VIIA SMP NEGERI 4 SANGGAU
Yohana L. A. Suyati
SMP Negeri 4 Sanggau, Jalan Embaong 55, Kabupaten Sanggau
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan mengidentifikasi
informasi dalam teks deskripsi dengan menggunakan media Jaring-Jaring Spiderman.
Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas dalam dua siklus ini dengan subjek
penelitian sebanyak 28 orang peserta didik dari kelas VIIA SMP Negeri 4 Sanggau Tahun
Pelajaran 2016/2017. Langkah pembelajaran ini adalah peserta didik menentukan kata-kata
kunci dari tema, gagasan utama, dan gagasan penjelas dari teks deskripsi yang dibaca.
Kata-kata kunci tersebut dihubungkan dengan garis-garis lengkung seperti jaring-jaring
yang dikeluarkan dari tangan tokoh superhero bernama Spiderman. Media ini merupakan
modifikasi dari konsep peta pikiran. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan
kemampuan peserta didik dengan indikator peningkatan ketuntasan belajar menjadi 86%.
Kata Kunci: media jaring-jaring Spiderman, peningkatan kemampuan, mengidentifikasi
informasi teks, teks deskripsi
Salah satu Kompetensi Dasar (KD) dari Kompetensi Inti (KI) Keterampilan
pembelajaran Bahasa Indonesia kelas VII dalam Kurikulum 2013 edisi revisi tahun 2016
adalah KD 3.1 yaitu mengidentifikasi informasi dalam teks deskripsi tentang objek (sekolah,
tempat wisata, tempat bersejarah, dan atau suasana pentas seni daerah) yang didengar dan
dibaca (Kemdikbud, 2016a:1). KD ini menuntut peserta didik untuk dapat memetakan isi teks
deskripsi dari segi topik dan bagian-bagiannya serta menjawab pertanyaan isi teks deskripsi
(Kemdikbud, 2016b:34). Dari rumusan KD dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2016 tentang Kompetensi Inti dan
Kompetensi Dasar Pelajaran pada Kurikulum 2013 pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan
Menengah dan Lampiran 2, KD ini diharapkan dapat dikuasai oleh peserta didik, baik dari
teks deskripsi yang didengar maupun yang dibaca oleh peserta didik. Dengan demikian, dapat
dikatakan bahwa KD 3.1 merupakan bagian dari keterampilan berbahasa pada aspek
mendengarkan dan membaca.
Dari dua keterampilan berbahasa tersebut, semua kegiatan pembelajaran dalam
penelitian ini difokuskan pada kemampuan membaca. Alasan pemilihan fokus penelitian ini
pada kemampuan membaca adalah mengingat pentingnya peran kemampuan membaca teks
deskripsi dalam kehidupan sehari-hari peserta didik. Sebagaimana diungkapkan oleh Tarigan
(2013:9) tujuan utama membaca adalah untuk mencari serta memperoleh informasi,
mencakup isi, memahami makna bacaan. Hakikat kegiatan membaca adalah memperoleh
makna yang tepat (Zuchdi, 2008:19). Diharapkan dengan menguasai keterampilan membaca
peserta didik dapat memiliki kompetensi untuk memperoleh informasi dan menangkap makna
dari teks deskripsi yang dibacanya. Dengan kekayaan informasi dan kemampuan menangkap
makna dari teks deskripsi yang dibacanya, harapan selanjutnya adalah peserta didik dapat
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
372
menjadi menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, dan mandiri sebagaimana tujuan pendidikan
nasional yang tertera sebagai dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional.
Sementara itu, fakta bahwa hasil survei internasional (PIRLS 2011, PISA 2009 &
2012) yang mengukur keterampilan membaca peserta didik, Indonesia menduduki peringkat
bawah (Kemdikbud, 2016c:4). Padahal, tuntutan keterampilan membaca pada abad 21 adalah
kemampuan memahami informasi secara analitis, kritis, dan reflektif. Sementara itu,
pembelajaran di sekolah belum mampu mengajarkan kompetensi abad 21, termasuk
kompetensi membaca. Oleh karena itu, peran pembelajaran Bahasa Indonesia sebagai salah
satu kunci keberhasilan peningkatan kemampuan membaca peserta didik sangatlah penting
mengingat kemampuan membaca merupakan bagian dari keterampilan berbahasa.
Di kelas VII, teks deskripsi merupakan teks pertama yang dibelajarkan dalam
pembelajaran Bahasa Indonesia. Menurut Priyatni (2015:72) teks yang memaparkan suatu
objek/hal/keadaan sehingga pembaca seolah-olah mendengar, melihat, atau merasakan hal
yang dipaparkan dikategorikan sebagai teks deskripsi. Teks deskripsi bertujuan menjelaskan
pengalaman yang berhubungan dengan hasil pengamatan pancaindra, seperti bentuknya,
suaranya, rasanya, kelakukannya, atau gerak-geriknya. Dengan memiliki kemampuan
mengidentifikasi informasi dalam teks deskripsi, diharapkan peserta didik dapat memperoleh
data-data berdasarkan hasil pengamatan terhadap objek yang dibahas di dalam teks deskripsi.
Data-data tersebut merupakan informasi yang bermanfaat bagi peserta didik dalam
mengembangkan kompetensi di dalam diri mereka.
Namun, dalam kenyataannya, peserta didik mengalami kesulitan di dalam
mengidentifikasi informasi dalam teks deskripsi. Kesulitan ini dapat dilihat dari rendahnya
kemampuan mereka dalam mengidentifikasi informasi dalam teks deskripsi. Sebagai
perbandingan dalam tes prapenelitian ini diperoleh data bahwa dari dua kelas VII tahun
pelajaran 2016/2017 kemampuan peserta didik dalam mengidentifikasi informasi dalam teks
deskripsi adalah 40% peserta didik tuntas dan 60% peserta didik tidak tuntas pada kelas
VIIA, sedangkan pada kelas VIIB 70% peserta didik tuntas dan 30% peserta didik tidak
tuntas.
Berdasarkan data tersebut, diperlukan perhatian khusus pada kelas VIIA karena dari
Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang telah ditentukan yaitu 70 hanya 40% peserta didik
kelas VIIA yang bisa mencapainya. Permasalahan yang dihadapi oleh peserta didik adalah
mereka mampu membaca, tetapi mereka kurang mampu dalam menangkap informasi-
informasi penting dari teks yang mereka baca. Jika setelah membaca mereka, mereka tidak
dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan terkait bacaan dengan hasil maksimal dan tidak dapat
menyimpulkan isi teks dengan baik. Permasalahan ini akan menghambat mereka dalam
memperoleh informasi-informasi penting dari teks yang seharusnya mereka dapatkan.
Perhatian khusus pada kelas VIIA ini menjadi dasar bagi penulis untuk mencarikan jalan
keluar agar kemampuan peserta didik dalam mengidentifikasi informasi dalam teks deskripsi
dapat meningkat.
Jalan keluar yang direncanakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan
media Jaring-Jaring Spiderman. Media Jaring-Jaring Spiderman sebenarnya merupakan
modifikasi dari konsep Peta Pikiran atau Mind Mapping. Peta Pikiran adalah suatu teknik
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
373
untuk mengorganisasikan suatu konsep atau ide dalam bentuk diagram radial hirarkis
nonlinier. Dalam Peta Pikiran, tema, gagasan utama, dan gagasan penjelas yang dituangkan
dengan kata-kata kunci dihubungkan dengan garis lengkung dan divariasikan dengan gambar
atau simbol yang sesuai dan warna-warna yang menarik. Sistem ini ditemukan dan
dipopulerkan di awal tahun 1970 oleh Dr. Tony Buzan, seorang penulis dan konsultan
pendidikan kelahiran Inggris. Artinya, sistem ini telah teruji cukup lama (Alamsyah,
2009:20).
Penelitian yang relevan pernah dilakukan oleh Setyaningrum (2012) dengan judul
“Penerapan Metode Mind Map untuk Meningkatkan Kemampuan Membaca Pemahaman
Siswa Tunarungu Kelas 3 Di SLB As-Syifa Lombok Timur”. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa terjadi peningkatan kemampuan membaca pemahaman pada peserta didik tuna runggu
setelah mengalami pembelajaran menggunakan metode Mind Map. Selain itu, Setiawan
(2013) juga melakukan penelitian dengan judul Peningkatan Kemampuan Membaca
Permulaan dengan Metode Mind Mapping pada Siswa Kelas II SDN 3 Cibodas. Kemampuan
membaca permulaan pada peserta didik kelas II SDN 3 Cibodas menunjukkan peningkatan
setelah pembelajaran membaca permulaan ini dilakukan dengan metode Mind Mapping ini.
Dari segi peningkatan hasil belajar, penelitian relevan yang pernah dilakukan dalam
pembelajaran menggunakan Metode Mind Mapping adalah penelitian yang dilakukan oleh
Nugraha dan Palekahelu dengan judul penelitian yaitu Penerapan Aplikasi Mind Map untuk
Meningkatkan Hasil Belajar Siswa (2014). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat
peningkatan hasil belajar peserta didik pada kelas yang menerapkan Metode Mind Map.
Spiderman adalah tokoh dalam film yang sering diceritakan memerangi kejahatan.
Tokoh ini menjadi superhero setelah mengalami gigitan laba-laba. Tokoh dengan ciri khas
jaring laba-laba yang bisa ditembakkan keluar dari kedua tangannya ini cukup dikenal oleh
peserta didik. Di dalam media Jaring-Jaring Spiderman, konsep atau ide dasar teks deskripsi
ditulis di bagian paling tengah kertas dengan memunculkan gambar tokoh Spiderman dalam
posisi siap mengeluarkan jaring laba-laba dari tangannya. Konsep atau ide dasar teks tersebut
dirinci ke dalam gagasan-gagasan utama setiap paragraf. Gagasan-gagasan utama setiap
paragraf tersebut dirinci kembali ke dalam gagasan-gagasan penjelas. Konsep atau ide dasar,
gagasan utama, dan gagasan penjelas yang ada di dalam teks diambil dengan menggunakan
kata-kata kunci yang sesuai. Setiap kata kunci dihubungkan dengan garis-garis yang
diupayakan terkait satu sama lain membentuk jaring-jaring laba-laba.
Langkah-langkah yang digunakan dalam pembelajaran menggunakan media Jaring-
Jaring Spiderman adalah sebagai berikut. Pertama, peserta didik membaca teks deskripsi
yang telah ditentukan. Kedua, peserta didik menyeleksi kata-kata kunci dari setiap kalimat
yang dibaca. Ketiga, peserta didik menulis kata-kata kunci tersebut di dalam media Jaring-
Jaring Spiderman yang telah disiapkan. Keempat, peserta didik mengaitkan kata kunci yang
satu dengan yang lainnya menggunakan garis-garis untuk menghubungkan kata-kata kunci
tersebut. Garis-garis tersebut diupayakan membentuk jaring-jaring laba-laba. Kelima, peserta
didik mengidentifikasi informasi dalam teks deskripsi yang telah disimpulkan dalam jaring-
jaring yang mereka buat. Peserta didik mengerjakan soal-soal terkait isi teks deskripsi yang
telah mereka olah ke dalam media Jaring-Jaring Spiderman. Pengerjaan soal ini dilakukan
untuk mengukur pemahaman mereka terhadap isi teks deskripsi yang telah mereka baca.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
374
Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan kemampuan peserta didik dalam
mengidentifikasi informasi dalam teks deskripsi. Diharapkan media Jaring-Jaring Spiderman
dapat memudahkan peserta didik dalam mengidentifikasi informasi yang terdapat di dalam
teks deskripsi. Dampak lebih jauh dari kemampuan ini adalah peserta didik dapat menjadi
pembaca yang efektif dan dapat meningkatkan wawasan serta pengetahuan mereka dari
keterampilan membaca yang mereka miliki. Selain itu, diharapkan penelitian ini dapat
meningkatkan pemahaman atau wawasan serta memberikan alternatif pemilihan strategi
pembelajaran mengidentifikasi informasi dalam teks deskripsi.
METODE
Penelitian ini menggunakan rancangan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang
dilaksanakan dalam dua siklus. Langkah-langkah yang dilewati dalam setiap siklus adalah (1)
perencanaan (planning), (2) pelaksanaan (acting), (3) pemantauan (observing atau
monitoring), dan (4) refleksi (reflecting atau evaluating). Dalam penelitian ini, siklus
Penelitian Tindakan Kelas yang dilakukan dihentikan setelah siklus kedua selesai
dilaksanakan karena hasil yang diharapkan telah tercapai.
Tempat penelitian dilaksanakan di SMP Negeri 4 Sanggau yang beralamat di Jalan
Embaong 55, Bunut, Kecamatan Kapuas, Kabupaten Sanggau, pada kelas VIIA semester
gasal tahun pelajaran 2016/2017. Penelitian dilakukan pada semester gasal tahun pelajaran
2016/2017. Kelas VIIA tersebut terdiri dari 28 peserta didik dengan rincian 12 peserta didik
perempuan dan 16 peserta didik laki-laki. Guru bertindak sebagai pengajar, pengamat,
penganalisa data, dan sekaligus melaporkan hasil penelitian.
Instrumen penelitian yang digunakan untuk menjaring data dalam penelitian ini
adalah lembar observasi, angket peserta didik, dan tes. Lembar observasi digunakan untuk
menilai aktivitas peserta didik selama penelitian ini dilakukan. Angket peserta didik berisi
pernyataan-pernyataan yang harus diisi oleh peserta didik dalam rangka menjaring data
tanggapan peserta didik terhadap kegiatan pembelajaran. Angket peserta didik diberikan dan
diisi oleh peserta didik pada akhir siklus kedua. Tes digunakan untuk mengetahui
peningkatan hasil belajar peserta didik dalam pembelajaran menemukan informasi dari tabel
atau diagram yang dibaca. Tes diberikan pada setiap akhir pertemuan dan akhir siklus. Tes
diberikan dalam bentuk soal-soal pilihan ganda yang berhubungan dengan teks deskripsi
yang telah dibaca oleh peserta didik.
Teknik analisis data dilakukan dengan mereduksi data, menyajikan data, dan menarik
kesimpulan. Reduksi data dilakukan melalui pemisahan data yang diperlukan dengan data
yang tidak diperlukan dengan menyederhanakan, mengklasifikasi, dan mengabstraksi data.
Dalam penelitian ini reduksi data dilakukan melalui penyeleksian data, pemfokusan data
mentah menjadi informasi yang bermakna. Untuk menentukan hasil belajar peserta didik,
hasil tes dikoreksi berdasarkan rubrik penskoran yang telah ditetapkan. Penyajian data
dilakukan agar data lebih mudah dipahami oleh orang lain. Dalam penelitian ini
pengkategorian data dilakukan dengan cara memaparkan rencana tindakan dan perlakuan
tindakan serta kendalanya, memaparkan hasil observasi, hasil angket yang diperoleh selama
proses pembelajaran serta menyajikan data hasil tes kemampuan peserta didik dalam
menyelesaikan soal tes ke dalam bentuk tabel. Penarikan kesimpulan merupakan proses
penyimpulan data yang telah dihasilkan sehingga diperoleh pernyataan mengenai dampak
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
375
tindakan. Penarikan kesimpulan dilakukan untuk mencari jawaban akhir permasalahan
penelitian berdasarkan data yang disajikan. Sementara itu, indikator untuk mengukur
keberhasilan dalam penelitian ini adalah jika dari 28 peserta didik yang mendapat nilai tuntas
≥ 70, persentasenya ≥ 75 %.
HASIL
Siklus I
Perencanaan, tahap yang dilakukan dalam perencanaan siklus I adalah menyusun
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), menyusun instrumen penilaian hasil belajar,
menyiapkan media pembelajaran berupa teks deskripsi berjudul Parangtritis nan Indah dan
Pesona Pantai Senggigi serta lembaran Jaring-Jaring Spiderman, dan menyiapkan instrumen
penelitian berupa soal tes dan catatan lapangan. Teks perlu dipersiapkan karena saat
penelitian ini berlangsung, buku paket Kurikulum 2013 mata pelajaran Bahasa Indonesia
masih dalam proses pemesanan, sehingga tidak bisa digunakan dalam kegiatan belajar-
mengajar. Kedua teks tersebut diambil dari buku paket terbitan Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan RI edisi revisi tahun 2016.
Pelaksanaan dan Pengamatan, tahap yang dilakukan dalam pelaksanaan dan
pengamatan siklus I terdiri dari pertemuan I dan pertemuan II. Dalam pertemuan I, siswa
diperkenalkan dengan Jaring-Jaring Spiderman dan cara penggunaannya dalam
mengidentifikasi informasi dalam teks deskripsi. Pengenalan media Jaring-Jaring Spiderman
dilakukan secara klasikal dengan cara peserta didik mengidentifikasi bersama-sama informasi
dalam teks deskripsi yang disiapkan oleh guru sebagai contoh dan dengan panduan guru,
peserta didik secara bergantian mencoba menulis kata-kata kunci dan pengelompokannya di
papan tulis. Setelah itu, peserta didik melakukan hal yang sama secara berkelompok pada
teks yang telah ditentukan. Perwakilan kelompok menyajikan hasil diskusi di depan kelas dan
kelompok lain menanggapi. Di akhir pertemuan, peserta didik menjawab pertanyaan
berdasarkan teks deskripsi yang telah dibaca.
Dalam siklus I, penekanan kegiatan dilakukan pada kegiatan mengidentifikasi
informasi dari teks deskripsi secara berkelompok. Selain itu, informasi-informasi pokok dari
teks deskripsi yang dipilih telah ditentukan oleh guru. Tugas peserta didik dalam kelompok
adalah mengidentifikasi informasi-informasi pokok tersebut ke dalam kategori yang benar
berdasarkan isi setiap paragraf dalam teks. Tujuan kegiatan ini adalah untuk memberi
gambaran kepada peserta didik tentang cara menentukan informasi penting dari teks
deskripsi, sehingga diharapkan pada siklus II mereka dapat menemukan sendiri informasi-
informasi pokok dari teks deskripsi.
Berdasarkan pengamatan hasil kerja kelompok pada pertemuan, enam kelompok dapat
menentukan pengelompokan sebagian besar informasi-informasi pokok teks deskripsi ke
dalam kategori yang benar. Sementara itu, satu kelompok tidak dapat melakukannya sama
sekali. Kelompok tersebut justru menulis kata atau kalimat di luar informasi-informasi pokok
yang telah ditentukan oleh guru. Setelah peneliti dekati, mereka mengaku tidak memahami
langkah kerja yang seharusnya mereka lakukan. Pada saat kegiatan pembelajaran dilakukan,
kelompok ini duduk paling belakang dan empat orang peserta didik yang ada di dalam
kelompok ini, pada pertemuan pertama sering terlihat sibuk berbicara di dalam kelompoknya
saat guru memberi penjelasan, meskipun sudah diingatkan oleh guru. Namun, pada saat
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
376
presentasi, kelompok ini dengan antusias mengajukan diri untuk tampil dan karena jawaban
mereka tidak sesuai, penampilan mereka diganti dengan kelompok lain yang langkah
kerjanya benar.
Dalam pertemuan kedua, kelompok tujuh sudah melakukan tugas dengan langkah kerja
yang benar. Teguran guru dan penampilan mereka dengan seluruh jawaban tidak tepat telah
membuat mereka menjadi lebih serius dalam pertemuan kedua. Hanya sayangnya, pada
pertemuan kedua ini, kelompok tujuh menjadi kelompok dengan jawaban salah paling
banyak. Sementara itu, kelompok lain sudah mampu mengelompokkan sebagian besar
informasi-informasi pokok ke dalam kategori yang benar.
Dari siklus I, perkembangan kemampuan mengidentifikasi informasi-informasi dalam
teks deskripsi dapat dilihat dari tes setiap akhir pertemuan dan tes akhir setiap siklus. Berikut
adalah hasil jawaban peserta didik atas soal-soal yang diberikan pada akhir setiap pertemuan
siklus I.
Grafik 1. Persentase Ketuntasan Peserta Didik dalam Menjawab Soal pada Akhir Setiap
Pertemuan Siklus I.
Sumber: Data Hasil Penelitian Siklus I
Berdasarkan data yang ditampilkan dalam Grafik 1 diketahui bahwa pada pertemuan I
siklus I, jumlah peserta didik yang mencapai ketuntasan adalah 75% dan yang tidak tuntas
mencapai 25%. Jumlah peserta didik yang tuntas mengalami penurunan pada pertemuan II
siklus I yaitu hanya menjadi 54% dan yang tidak tuntas meningkat menjadi 46%.
Kemunduran ini diperkirakan karena peserta didik mengalami kesulitan dalam menangkap isi
teks deskripsi yang dibaca. Tingkat kesulitan teks deskripsi yang digunakan dalam pertemuan
II ini lebih tinggi dibandingkan dengan pertemuan terdahulu. Sementara itu, nilai rata-rata
yang diperoleh peserta didik dalam tes setiap akhir pertemuan pada siklus I adalah sama yaitu
74 sebagaimana data dalam Grafik 2 berikut.
Grafik 2. Nilai Rata-Rata Peserta Didik dalam Menjawab Soal Tes Akhir Setiap Pertemuan Siklus I
Sumber: Data Hasil Penelitian Siklus I
0%
20%
40%
60%
80%
Pertemuan I Siklus II Pertemuan II Siklus I
75%
54%
25%
46%
Tuntas
Tidak Tuntas
0
100
Pertemuan I
Siklus II
Pertemuan II
Siklus I
74 74
Rata-Rata
Rata-Rata
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
377
Sementara itu, untuk mengevaluasi peningkatan hasil belajar, diberikan sejumlah soal
yang berhubungan dengan materi-materi yang telah dipelajari. Soal-soal itu diberikan kepada
peserta didik pada akhir setiap siklus. Soal-soal yang diberikan berbentuk pilihan ganda
dengan fokus pada kemampuan mengidentifikasi informasi dalam teks deskripsi yang telah
dibaca. Peningkatan hasil belajar tersebut dapat dilihat dalam tabel berikut ini.
Tabel 2. Hasil Tes Akhir Siklus I
No. Aspek Hasil
1. Nilai Rata-Rata 77
2. Jumlah Peserta Didik yang Tuntas 22
3. Persentase Ketuntasan Peserta Didik 79%
4. Jumlah Peserta Didik yang Tidak Tuntas 6
5. Persentase Ketidaktuntasan Peserta Didik 21%
Sumber: Data Hasil Penelitian Siklus I
Dari Tabel 2 diperoleh data bahwa terjadi peningkatan ketuntasan dalam dua siklus
penelitian yang dijalankan. Pada akhir siklus I jumlah peserta didik yang tuntas baru
mencapai 79% dan masih 21% peserta didik tidak tuntas. Nilai rata-rata akhir siklus I adalah
77.
Refleksi, tahap refleksi dilakukan dengan mengumpulkan data-data yang diperoleh dari
hasil dua pertemuan dalam siklus I, baik data kuantitatif maupun data kualitatif. Beberapa hal
yang perlu dilakukan dalam siklus II berdasarkan pengalaman dalam siklus I adalah sebagai
berikut. Pertama, hendaknya dipastikan bahwa semua peserta didik memahami perintah
langkah-langkah kerja yang harus mereka lakukan agar tidak ada peserta didik yang salah
dalam pengerjaan tugas dalam proses kegiatan pembelajaran. Kedua, pemilihan teks
hendaknya diatur dari yang tingkat keterbacaan rendah menuju tingkat keterbacaan tinggi.
Faktor yang memengaruhi tingkat keterbacaan antara lain adalah kosakata. Teks dengan
banyak kosakata sulit akan sulit juga dipahami. Berikut salah satu kutipan dialog tentang hal
tersebut.
Guru : Adakah pertanyaan tentang teks yang berjudul Parangtritis nan Indah?
Peserta Didik : Ada, Bu?
Guru : Ya, silakan. Bagaimana pertanyaanmu?
Peserta Didik : Apa arti kata bergradasi, Bu?
Guru : Adakah yang tahu arti kata bergradasi?
Peserta Didik : (diam, tidak ada yang angkat tangan)
Guru : Apakah semua tidak tahu arti kata bergradasi?
Peserta Didik : Tidak tahu, Bu.
Sumber: Data Hasil Penelitian Siklus I
Kemudian, guru meminta peserta didik untuk mendata kata-kata sulit sebelum mereka
ditugaskan mengidentifikasi informasi dari teks deskripsi yang telah disiapkan. Berikut
adalah contoh kegiatan tersebut.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
378
Foto 1. Peserta didik mendata kata-kata sulit dari teks
deskripsi yang akan dibahas.
Foto 2. Daftar kata-kata sulit dari
teks berjudul Parangtritis nan Indah.
Sumber: Data Hasil Penelitian Siklus I
Setelah kata-kata sulit terdata, langkah berikut yang harus dilakukan adalah
menemukan arti kata-kata sulit tersebut agar peserta didik lebih mudah dalam
mengidentifikasi informasi dari teks deskripsi yang dibaca. Kegiatan ini dapat dilakukan
dengan panduan dari guru dalam penemuan arti kata dan juga dengan menggunakan Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI).
Siklus II
Perencanaan, tahap perencanaan pada siklus II dilakukan dengan memperbaiki
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yaitu pada aspek langkah-langkah pembelajaran.
Sementara itu, instrumen penilaian, media pembelajaran, dan instrumen penelitian masih
menggunakan instrumen dan media yang sama seperti yang digunakan dalam siklus I. Selain
itu, disiapkan juga media pembelajaran berupa teks deskripsi yang akan digunakan peserta
didik dalam siklus II. Teks deskripsi yang disiapkan berjudul Tari Saman, Pasar Beringharjo,
dan Rumah Tongkonan.
Pelaksanaan dan Pengamatan, fokus utama kegiatan pembelajaran pada siklus II
adalah peserta didik mampu secara mandiri mengidentifikasi informasi-informasi dari teks
deskripsi yang disiapkan oleh guru. Langkah awal yang dilakukan adalah peserta didik secara
berkelompok mengidentifikasi informasi tanpa bantuan kalimat atau kelompok kata dari
guru. Mereka diminta untuk merumuskan sendiri kelompok kata atau kalimat yang
merupakan informasi penting dari setiap paragraf dan mengelompokkannya berdasarkan
paragraf dalam teks deskripsi. Setelah itu, peserta didik melakukan hal yang sama, tetapi
secara mandiri (tidak berkelompok lagi). Berikut adalah contoh tahapan kegiatan
pembelajaran mengidentifikasi informasi dari teks deskripsi menggunakan Jaring-Jaring
Spiderman.
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
379
Foto 3. Peserta didik secara berkelompok
mengidentifikasi informasi dari teks
deskripsi menggunakan Jaring-Jaring
Spiderman.
Foto 4. Peserta didik secara mandiri
mengidentifikasi informasi dari teks
deskripsi menggunakan Jaring-Jaring
Spiderman.
Sumber: Data Hasil Penelitian Siklus II
Setelah mengidentifikasi informasi dari teks deskripsi yang dibaca langkah selanjutnya
adalah menyajikan hasil kerja, baik melakukan dengan melakukan presentasi maupun
memamerkan hasil kerja (display). Tujuan tahapan ini adalah untuk memonitor benar
salahnya hasil kerja peserta didik dan untuk memotivasi peserta didik agar mengidentifikasi
informasi dengan sebaik dan sebenar mungkin. Tahapan ini sebenarnya telah dilakukan sejak
siklua I dan dilanjutkan pada siklus II. Melalui kegiatan ini berdasarkan pengamatan, peserta
didik terlihat antusias dan penuh semangant untuk membuat Jaring-Jaring Spiderman terbaik
dan terlihat upaya mereka untuk menjawab sebanyak mungkin dengan benar pertanyaan-
pertanyaan tentang isi teks deskripsi. Berikut adalah contoh tahapan kegiatan tersebut.
Foto 5. Peserta didik melakukan presentasi
hasil kerja dalam mengidentifikasi
informasi dari teks deskripsi menggunakan
Jaring-Jaring Spiderman.
Foto 6. Hasil kerja peserta didik berupa
Jaring-Jaring Spiderman yang digunakan
untuk mengidentifikasi informasi dari teks
deskripsi yang telah dibaca.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
380
Sumber: Data Hasil Penelitian Siklus I dan II
Dalam siklus II, perkembangan kemampuan mengidentifikasi informasi-informasi
dalam teks deskripsi tetap dilihat juga dari tes setiap akhir pertemuan dan tes akhir setiap
siklus. Berikut adalah hasil jawaban peserta didik atas soal-soal yang diberikan pada akhir
setiap pertemuan siklus II.
Grafik 3. Persentase Ketuntasan Peserta Didik dalam Menjawab Soal pada Akhir Setiap
Pertemuan Siklus II.
Sumber: Data Hasil Penelitian Siklus II
Berdasarkan data yang ditampilkan dalam Grafik 3, dalam pertemuan pertama siklus
kedua persentase ketuntasan mencapai 64% dan ketidaktuntasan menjadi 36%. Pencapaian
ini semakin bertambah pada pertemuan kedua siklus kedua yaitu peserta didik yang tuntas
dalam menjawab pertanyaan adalah 79%, sedangkan yang tidak tuntas 21%. Peningkatan ini
terjadi karena teks deskripsi yang dibaca peserta didik pada pertemuan pertama dan kedua
dalam siklus kedua ini dapat dipahami dengan baik oleh peserta didik. Sementara itu, nilai
rata-rata yang diperoleh peserta didik dalam tes setiap akhir pertemuan pada siklus II
mengalami peningkatan dari 74 menjadi 84 sebagaimana data dalam Grafik 4 berikut.
Grafik 4. Nilai Rata-Rata Peserta Didik dalam Menjawab Soal Tes Akhir Setiap Pertemuan
Siklus II
Sumber: Data Hasil Penelitian Siklus II
Sementara itu, untuk mengevaluasi peningkatan hasil belajar, diberikan sejumlah soal
yang berhubungan dengan materi-materi yang telah dipelajari. Soal-soal itu diberikan kepada
0%
20%
40%
60%
80%
Pertemuan I Siklus II Pertemuan II Siklus II
64% 79%
36%
21% Tuntas
Tidak Tuntas
70
75
80
85
Pertemuan I Siklus II Pertemuan II Siklus II
74
81
Rata-Rata
Rata-Rata
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
381
peserta didik pada akhir setiap siklus. Soal-soal yang diberikan berbentuk pilihan ganda
dengan fokus pada kemampuan mengidentifikasi informasi dalam teks deskripsi yang telah
dibaca. Peningkatan hasil belajar tersebut dapat dilihat dalam tabel berikut ini.
Tabel 2. Hasil Tes Akhir Siklus II
No. Aspek Hasil
1. Nilai Rata-Rata 85
2. Jumlah Peserta Didik yang Tuntas 24
3. Persentase Ketuntasan Peserta Didik 86%
4. Jumlah Peserta Didik yang Tidak Tuntas 4
5. Persentase Ketidaktuntasan Peserta Didik 14%
Sumber: Data Hasil Penelitian Siklus II
Setelah melalui siklus II diperoleh hasil yaitu jumlah peserta didik yang telah tuntas
mencapai 86% dan yang tidak tuntas menjadi 14%. Dari nilai rata-rata juga terjadi
peningkatan. Pada akhir siklus I nilai rata-rata baru mencapai 77 dan pada akhir siklus II nilai
rata-rata mencapai 85.
Refleksi, hal yang perlu dicermati dalam kegiatan pembelajaran menggunakan media
Jaring-Jaring Spiderman adalah kesulitan peserta didik dalam menentukan sendiri kelompok
kata atau kalimat penting dalam teks deskripsi yang telah dibaca. Peserta didik cenderung
menuliskan semua kalimat. Artinya, peserta didik sulit menentukan mana informasi penting,
kurang penting, dan tidak penting. Solusi yang dilakukan guru untuk mengatasi masalah ini
adalah dengan memberikan contoh cara menentukan informasi penting dari satu paragraf teks
deskripsi yang kemudian akan ditulis di media Jaring-Jaring Spiderman. Setelah itu, ketika
peserta didik mengerjakan media Jaring-Jaring Spiderman, guru berkeliling melakukan
pengecekan apakah peserta didik telah melakukan pekerjaan dengan benar atau belum. Hal
ini akan membantu peserta didik sehingga hasil kerja mereka lebih terarah, terutama
pemilihan kelompok kata atau kalimat yang berisi informasi penting dari teks dapat dilakukan
dengan benar oleh peserta didik.
Dalam siklus II, pemilihan informasi secara mandiri oleh peserta didik. Pada awal
siklus II, informasi tidak penting masih mewarnai Jaring-Jaring Spiderman yang dibuat oleh
peserta didik. Pada akhir siklus II, kualiatas media Jaring-Jaring Spiderman yang dihasilkan
oleh peserta didik mengalami peningkatan. Hal ini ditandai dengan semakin banyaknya
informasi penting dari teks deskripsi yang dijaring peserta didik dalam media yang mereka
buat. Peserta didik mulai dapat menyeleksi hal-hal penting dari teks deskripsi yang merreka
baca. Berikut adalah contoh Jaring-Jaring Spiderman yang dihasilkan peserta didik setelah
membaca teks deskripsi yang berjudul Rumah Tongkonan.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
382
Sumber: Data Hasil Penelitian Siklus II
Di awal penelitian telah ditetapkan indikator keberhasilan belajar peserta didik yaitu
jika dari 28 peserta didik yang mendapat nilai tuntas ≥ 70, persentasenya ≥ 75 %. Pada akhir
siklus I 79% peserta didik telah mencapai ketuntasan dan hal ini diperkuat kembali pada akhir
siklus II yaitu 86% peserta didik telah mencapai ketuntasan, sehingga indikator keberhasilan
yang ditentukan sebelum penelitian ini dilaksanakan berarti telah tercapai. Dengan demikian,
penelitian ini tidak dilanjutkan ke dalam siklus III karena indikator keberhasilan penelitian
telah tercapai. Sementara itu, empat orang peserta didik yang belum tuntas diberikan remidial
berupa mengerjakan tugas membaca teks deskripsi dan mengerjakan soal-soal berdasarkan
teks deskripsi yang telah dibacanya tersebut.
PEMBAHASAN
Berdasarkan data dalam Tabel 2 diketahui bahwa pada akhir siklus II pembelajaran
mengidentifikasi informasi dalam teks deskripsi menggunakan menggunakan media Jaring-
Jaring Spiderman ini, jumlah peserta didik yang tuntas belajar adalah 86%. Jumlah ini
melebihi indikator keberhasilan penelitian yang ditetapkan yaitu ≥ 75 % peserta didik
mencapai nilai tuntas. Ada beberapa faktor yang mendukung keberhasilan tersebut. Faktor-
faktor tersebut adalah sebagai berikut.
Pertama, peserta didik berlatih mendalami materi secara berkelompok. Dalam setiap
siklus, kegiatan menjaring informasi dari teks deskripsi yang dibaca oleh peserta didik
dilakukan secara berkelompok terlebih dahulu. Sebagaimana yang dikatakan oleh Slavin
(2005:8) dalam pembelajaran kooperatif, para peserta didik akan duduk bersama dalam
kelompok yang beranggotakaan empat orang untuk menguasai materi yang disampaikan oleh
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
383
guru. Langkah ini memberikan keuntungan bagi peserta didik. Rasa malu, takut, atau
canggung mereka dapat dikurangi karena mereka terbiasa dengan interaksi di dalam atau di
antara kelompok.
Seringkali, para peserta didik mampu melakukan pekerjaan luar biasa dalam
menjelaskan gagasan-gagasan yang sulit satu sama lain dengan menerjemahkan bahasa yang
digunakan guru ke dalam bahasa anak-anak (Slavin, 2005:9). Oleh karena itu, materi yang
dirasakan sulit oleh peserta didik yang kurang mampu memahami bahasa guru yang terlalu
tinggi, dapat dimudahkan oleh sesama anggota kelompok. Seiring dengan peningkatan
kemampuan penguasaan materi karena faktor ini, peningkatan hasil belajar dalam penelitian
ini juga terjadi.
Kedua, suasana pembelajaran yang menyenangkan. DePorter (2007:14) menyatakan
bahwa pembelajaran yang menggembirakan akan menghasilkan pengalaman belajar yang
efektif. Kondisi yang menyenangkan merupakan dasar yang baik untuk menciptakan
pembelajaran yang efektif. Tanpa adanya kesenangan dalam belajar, para peserta cenderung
akan merasa tertekan. Jika suasana belajar dalam keadaan tertekan, pembelajaran yang
berkualitas akan sulit dicapai. Selama kegiatan pembelajaran dalam penelitian ini dilakukan,
suasana pembelajaran dapat dilihat selama kegiatan diskusi dan juga selama kegiatan
mandiri. Pemilihan kata-kata kunci dari setiap kalimat yang dibaca yang dilanjutkan dengan
penuangan kata-kata kunci tersebut di dalam media Jaring-Jaring Spiderman membuat
peserta didik merasa tertantang untuk menghasilkan Jaring-Jaring Spiderman sekreatif
mungkin dengan kata-kata kunci setepat mungkin. Selain itu, kegiatan menggambar dan
mewarnai menjadi satu daya tarik tersendiri bagi peserta didik karena biasanya pembelajaran
bahasa yang berkutat dengan kata-kata dan kalimat-kalimat dapat dipadukan dengan kegiatan
menggambar dan mewarnai yang menyenangkan bagi peserta didik.
Ketiga, kegiatan pembelajaran berpusat pada peserta didik. Selama kegiatan
pembelajaran dalam penelitian ini, para peserta didik melakukan aktivitas diskusi kelompok
dan presentasi yang berpusat pada peserta didik. Belajar dilakukan melalui berbagai kegiatan
seperti mengalami, mengerjakan, dan memahami belajar melalui proses, sehingga seluruh
peserta didik menjadi aktif. Seperti yang dikatakan oleh Sumiati & Asra (2007:84), hasil
belajar dapat diperoleh jika peserta didik aktif. Karena semua peserta didik melakukan
aktivitas pembelajaran, mereka mengalami pemahaman materi pembelajaran, sehingga ketika
mendapatkan soal dengan materi yang sama, mereka dapat mengerjakannya.
Keempat, sebagaimana konsep dasar Peta Pikiran, Jaring-Jaring Spiderman membantu
peserta didik dalam memahami teks deskripsi yang mereka baca. Hal ini sejalan dengan
pendapat Hyerle dan Alper (2011:11) yang menyatakan bahwa Peta Pikiran dapat digunakan
untuk alur analisis dalam pemahaman bacaan. Penentuan kata-kata kunci yang terhubung
antara satu dan lainnya akan membantu memudahkan peserta didik dalam memahami isi teks
deskripsi yang telah mereka baca.
Kelima, adanya penghargaan hasil belajar. Penghargaan diberikan jika peserta didik
berhasil melampaui kriteria yang telah ditetapkan (Slavin, 2005:10). Penghargaan yang
diberikan dalam penelitian ini diberikan secara berkelompok dan secara individu. Pemberian
penghargaan secara berkelompok dilakukan dengan memilih Jaring-Jaring Spiderman terbaik
dengan kriteria Jaring-Jaring Spiderman yang paling menarik dan paling lengkap
informasinya. Sementara itu, penghargaan secara individu diberikan dalam bentuk
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
384
penyebutan nilai tertinggi atau pencapaian terbaik di depan kelas, pemberian pujian oleh
guru, dan tepuk tangan oleh para peserta didik yang lain. Penghargaan yang diberikan,
meskipun dengan cara yang sederhana, telah mampu memacu para peserta didik untuk
meraih pencapaian terbaik. Faktor ini akhirnya juga menjadi penentu dalam peningkatan hasil
belajar para peserta didik. Hal ini sejalan dengan pendapat Wardoyo (2013:53) bahwa
penghargaan atau hadiah atau pengakuan akan dapat memotivasi peserta didik untuk terus
meningkatkan prestasinya dalam kegiatan pembelajaran.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan hasil belajar dapat disimpulkan
bahwa terjadi peningkatan hasil belajar dalam pembelajaran menggunakan media Jaring-
Jaring Spiderman pada materi mengidentifikasi informasi dalam teks deskripsi yang telah
dibaca. Dari hasil tes akhir siklus penelitian, diketahui bahwa 86% peserta didik tuntas
belajar. Hal ini menunjukkan bahwa indikator keberhasilan belajar yang telah ditentukan
pada awal penelitian ini yaitu ≥ 75 % peserta didik tuntas belajar. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa media Jaring-Jaring Spiderman merupakan media yang baik untuk
digunakan dalam pembelajaran mengidentifikasi informasi dalam teks deskripsi yang dibaca.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini, media Jaring-Jaring Spiderman dapat digunakan
untuk pembelajaran keterampilan membaca. Peneliti berikutnya yang ingin melakukan
penelitian sejenis atau guru yang ingin menerapkan media ini dalam pembelajaran dapat
mengembangkan penelitian ini dengan mempertimbangkan hal-hal berikut ini.
Pertama, guru hendaknya memperhatikan pengaturan waktu. Penyeleksian kata-kata
kunci dan penuangannya di atas media Jaring-Jaring Spiderman memang dapat menciptakan
konsentrasi kerja peserta didik. Mereka bekerja dengan serius karena tertantang untuk
menghasilkan Jaring-Jaring Spiderman terbaik. Namun, keseriusan mereka untuk
menghasilkan Jaring-Jaring Spiderman terbaik ini sering menyebabkan mereka lupa waktu.
Oleh karena itu, guru sangat perlu untuk mengatur waktu, sehingga peserta didik dapat
menyelesaikan tugas mereka sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Kedua, guru hendaknya memperhatikan tingkat kesukaran materi pembelajaran
berbentuk teks deskripsi yang dipilih. Indikator tingkat kesulitan materi dalam teks deskripsi
antara lain adalah tema atau topik, kosakata yang digunakan dalam teks, serta panjang
pendeknya teks deskripsi yang dipilih. Semakin tinggi tingkat kesulitan teks deskripsi,
semakin lama waktu yang diperlukan peserta didik untuk menyelesaikan Jaring-Jaring
Spiderman mereka. Penyajian materi sebaiknya dilakukan mulai dari materi yang paling
mudah hingga materi yang paling sulit.
Daftar Rujukan
Alamsyah, M. 2009. Kiat Jitu Meningkatkan Prestasi dengan Mind Mapping. Yogyakarta:
Mitra Pelajar.
Buzan, Tony. 2008. Buku Pintar Mind Map. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.
David N. Hyerle & Larry Alper. 2011. Peta Pemikiran Edisi Kedua. Jakarta: PT Indeks.
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
385
Depdiknas. 2006. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 22 Tahun 2006 tentang
Standar Isi. Jakarta: Depdiknas.
Depdiknas. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Edisi Keempat. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
DePorter, B. 2007. Quantum Learning Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan.
Bandung: Mizan Pustaka
Djamarah, S.B, dan Zain, A. 2010. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Kemdikbud. 2016a. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
Nomor 24 Tahun 2016 tentang Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Pelajaran
pada Kurikulum 2013 pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Lampiran
Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Bahasa Indonesia SMP/MTs. Jakarta:
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Kemdikbud. 2016b. Buku Guru Bahasa Indonesia SMP/MTs Kelas VII Edisi Revisi 2016.
Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Kemdikbud. 2016c. Buku Saku Gerakan Literasi Sekolah. Jakarta: Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan.
Nugraha, I.S dan Palekahelu, D.T. 2014. Penerapan Aplikasi Mind Map untuk Meningkatkan
Hasil Belajar Siswa. Skripsi tidak diterbitkan. Salatiga: Universitass Kristen
Satyawacana.
Priyatni, E.T. 2015. Desain Pembelajaran Bahasa Indonesia dalam Kurikulum 2013. Jakarta:
PT Bumi Aksara.
Setiawan, N.E. 2013. Peningkatan Kemampuan Membaca Permulaan dengan Metode Mind
Mapping pada Siswa Kelas II SDN 3 Cibodas. Skripsi tidak diterbitkan. Bandung:
Universitas Pendidikan Indonesia
Setyaningrum, N.T, 2012. Penerapan Metode Mind Map untuk Meningkatkan Kemampuan
Membaca Pemahaman Siswa Tunarungu Kelas 3 Di SLB As-Syifa Lombok Timur.
Skripsi tidak diterbitkan. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.
Slavin, R.E. 2005. Cooperative Learning: Teori, Riset, dan Praktik. Bandung: Penerbit Nusa
Media.
Sumiati & Asra. 2007. Metode Pembelajaran. Bandung: CV Wacana Prima.
Tarigan, H.G. 2013. Membaca Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.
Wardhana, Y. 2010. Teori Belajar dan Mengajar. Bandung: PT Pribumi Mekar.
Wardoyo, S.M. 2013. Pembelajaran Konstruktivisme. Bandung: Penerbit Alfabeta.
Zuchdi, D. 2008. Strategi Meningkatkan Kemampuan Membaca. Yogyakarta: UNY Press.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
386
PENINGKATAN KEMAMPUAN MENGGALI INFORMASI
DARI HASIL LAPORAN PENGAMATAN MENGGUNAKAN METODE SQ4R
BAGI SISWA KELAS IV SD NEGERI 003 BELAKANG PADANG KOTA BATAM
Yulinda,SP.d
Abstrak: Berdasarkan pengamatan diketahui bahwa kemampuan memahami isi bacaan
pada KD menggali informasi dari hasil laporan pada siswa kelas IV SD Negeri 003
Belakang Padang masih belum maksimal. Tujuan penelitian ini adalag meningkatkan
kemampuan siswa dalam menggali informasi dari hasil laporan pengamatan dengan
menggunakan metode SQ4R. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan
kelas dalam 2 siklus. Subjek penelitian adalah siswa kelas IV SD Negeri 003 Belakang
Padang. Setelah melakukan penelitian dalam 2 siklus dengan metode SQ4R diperoleh hasil
belajar yang maksimal.
Kata kunci: Menggali informasi dengan metode SQ4R
Membaca adalah kegiatan meresapi,menganalisa dan menginterpretansi yang dilakukan
dengan tujuan untuk memperoleh informasi atau pesan yang ingin disampaikan oleh penulis.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia definisi membaca yaitu melihat dan paham isinya,
bisa dengan melisankan atau dalam hati saja. Menurut Mr.Lado( 1976:132) definisi membaca
adalah memahami pola-pola atau tata bahasa dari sebuah gambaran yang tertulis .Membaca
dapat dikategorika dalam dua bagian yaitu 1. Membaca nyaring. Membaca nyaring adalah
kegiatan membaca dengan suara yang lantang atau kuat. 2. Membaca dalam hati. Membaca
dalam hati adalah teknik atau cara membaca tanpa suara dan memerlukan konsentrasi untuk
memahami isi dari bacaan.
Membaca dalam hati dapat dibedakan menjadi membaca sekilas dan membaca cermat.
Membaca ekstensif (extensive reading) atau scanning disebut juga membaca memindai atau
membaca sekilas. Sedangkan membaca cermat (insentive/skimming)disebut juga membaca
pemahaman atau membaca kritis. Kedua jenis membaca tersebut diajarkan kepada siswa
jenjang sekolah dasar.
Dalam Dictionary of Reading (1983:160 ) disebutkan membaca insentif merupakan
kegiatan membaca yang dilakukan secara seksama. Menurut Brook, sebagaimana yang
dikutip oleh Tarigan (dalam Awak Badan 2013 ), intensive reading merupakan studi
seksama, telaah teliti, penanganan terperinci terhadap suatu tugas yang pendeknya kira-kira
2-4 halaman setiap harinya.
Pada jejang SD kelas 3 dan 4 membaca intensif bagi siswa dikenal sebagai membaca
memindai atau membaca sekilas. Pembelajaran membaca memindai diwadahi dalam KI 3.1
menggali informasi dari teks laporan hasil laporan pengamatan tentang gaya, gerak, energi
panas, bunyi, cahaya dengan bantuan guru dan teman dalam Bahasa Indonesia lisan dan tulis
dengan memilih dan memilah kosa kata baku.
KD tersebut diajarkan juga kepada siswa kelas IV SDN 003 Belakang Padang Kota
Batam. Berdasarkan hasil identifikasi masalah yang dilakukan pada siswa kelas 4 SDN 003
Belakang Padang Kota Batam, dalam pembelajaran Bahasa Indonesia khususnya materi
menggali informasi dari hasil laporan pengamatan masih rendah. Hal ini disebabkan oleh
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
387
kurangnya minat siswa dalam membaca khususnya membaca intensif dan metode ceramah
plus yang digunakan guru belum efektif. Oleh sebab itu perlu mengubah metode yang
digunakan dalam pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menggali
informasi dari hasil pengamatan.
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan, kiranya metode membaca SQ4R
merupakan metode yang efektif dalam mengatasi masalah yang dihadapi. Menurut Mitra
Ikhtiar ( 2013 ) metode SQ4R adalah metode membaca yang digunakan untuk meningkatkan
kemampuan siswa dalam memahami sebuah bacaan.Metode SQ4R memiliki 5 tahapan, yaitu
survey,question,read,recite,record,dan review.
Survey atau membaca sekilas dilakukan untuk mengetahui poin-point penting dari
bacaan. Question adalah tahapan menghasilkan pertanyaan setelah melakukan langkah
survey. pertanyaan yang dihasilkan akan dijadikan acuan untuk langkah selanjutnya.
Read adalah membaca dilakukan untuk memahami isi bacaan baik yang tekstual
maupun yang tersirat. Recite atau menuturkan kembali isi dari bacaan yang sudah didapat
dengan menggunakan bahasa sendiri.
Record atau menandai hal-hal yang penting atau ide-ide pokok dari bacaan untuk
menjadi acuan. Setelah melakukan tahapan survey,question,read,recite dan record
selanjutnya siswa akan mengulang kembali. Menurut Albert ( dari Tarigan dalam Mahasiswa
Jenius 2012 ) secara singkat dalam tahap review dilakukan pengujian kembali terhadap
kelengkapan pada tahap recite.
Model pembelajaran SQ4R memiliki kelebihan, karna tahapan-tahapan yang dilakukan
dalam metode SQ4R saling berkaitan sehingga pembaca akan mendapatkan pahaman yang
baik tentang isi dari bacaan tersebut. Melalui metode SQ4R ini siswa bukan hanya sekedar
membaca tapi siswa akan dapat menyimpan atau mengingat isi bacaan dalam jangka waktu
yang lama dan juga dapat menghubungkan dengan konteks kehidupan sehari-hari. Selain
memiliki kelebihan metode SQ4R tentu saja memiliki kekurangan, bagi siswa yang malas
tahapan yang tardapat pada metode ini akan dianggap terlalu banyak,sehingga menjadi tugas
guru untuk membimbing siswa dalam proses pembelajaran agar siswa menjadi lebih tertarik
sehingga hasil yang dicapai dapat maksimal.
Sesuai dengan latar belakang masalah maka diharapkan dengan merubah metode yang
digunakan akan meningkatkan kemampuan siswa dalam menggali informasi dari hasil
laporan pengamatan pada siswa kela 4 SDN 003 Belakang Padang Kota Batam, karna tujuan
dari penilitian yang dilakukan adalah (1) mendiskripsikan peningkatan proses pembelajaran
dalam materi menggali informasi dari hasil laporan pengamatan menggunakan metode
SQ4R,dan (2) mendiskripsidari hasil laporan peningkatan hasil pembelajaran menggali
informasi dari hasil laporan pengamatan dengan menggunakan metode SQ4R.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami isi
bacaan baik yang konstektual maupun yang tersirat.Tahap-tahap penelitian merupakan siklus
yang terbagi beberapa tahap yaitu, (1) perencanaan (2) tindakan (3) observasi (4) refleksi.
Penelitian ini dilaksanakan di kelas IV SDN 003 Belakang Padang Kota Batam.
Penelitian dilakukan dengan mempersiapkan perangkat pembelajaran. Skenario
pembelajaran dilakukan sesuai yang telah disusun dalam RPP. Setelah guru membagikan teks
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
388
hasil laporan kepada siswa selanjutnya siswa mulai melakukan tahapan-tahapan dalam
melakukan SQ4R. Peneliti tindakan kelas adalah penulis yang merupakan guru kelas IV
SDN 003 Belakang Padang Kota Batam. Penelitian ini dilakukan dalam 2 siklus dan setiap
siklus dilaksanakan dalam 2 kali pertermuan. Waktu tiap pertemuan 2 X 35 menit. Pada
tahapan pelaksanaan sekaligus juga dilakukan observasi. Observer adalah teman sejawat.
Observer mencatat semua aktivitas siswa selama proses penelitian.
Tahap yang penting dari penelitian adalah refleksi,yang dilakukan langsung setelah
penelitian.peneliti dan observer mendiskusikan hasil temuan observer selama tahap
penelitian.observer menyampaikan beberapa hal penting yang ditemui selama
pembelajaran.Peneliti mencatat masukan dari observer yang akan dijadikan perbaikan pada
siklus 2.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian dibedakan atas proses pembelajaran dan hasil pembelajaran membaca
dengan metode SQ4R pada mata pelajaran Bahasa Indonesia KD menggali informasi dari
hasil laporan pengamatan siswa kelas IV SD Negeri 003 Belakang Padang Kota Batam
Proses Pembelajaran
Membaca dengan menggunakan metode SQ4R merupakan hal baru bagi siswa kelas 4
SDN 003 Belakang Padang. Hal ini membuat peneliti harus penjelasan yang jelas kepada
siswa. Maka langkah pertama yang dilakukan guru (peneliti) adalah memberikan penjelasan
tentang metode SQ4R dan menjelaskan langkah-langkah mebaca dengan menggunakan
metode SQ4R kepada siswa. Penerapan metode membaca SQ4R dalam penelitian ini meliputi
langkah-langkah berikut.
Siklus 1
Guru membagikan teks hasil laporan kepada siswam. Siswa mengambil danmembuka
teks hasil laporan dan mulai membaca sekilas. Membaca sekilas dilakukan untuk mengetahui
poin-point penting dari bacaan.Setelah membaca sekilas, siswa membuat pertanyaan sebagai
acuan untuk langkah selanjutnya
Setelah membuat pertanyaan dari hasil membaca sekilas,siswa membaca kembali
untuk mengetahui isi bacaan baik yang tekstual maupun tersirat.Langkah selanjutnya siswa
menuturkan kembali isi dari bacaan yang sudah didapat dengan menggunakan bahasa
sendiri.
Siswa menandai hal-hal penting yang dijumpai dalam teks Sebagai langkah akhir
siswa menguji kembali pekerjaan yang sudah mereka lakukaniswa dengan bantuan guru
membuat kesimpulan dan penutup pembelajaran.
Setelah guru menjelaskan langkah-langkah dalam metode SQ4R, guru membagikan
teks dan meminta siswa untuk membaca sekilas teks tersebut. Setelah membaca beberapa
siswa siswa mulai mengerjakan langkah selanjutnya yaitu membuat pertanyaan dari teks.
Namun ada juga beberapa siswa yang kesulitan dalam membuat pertanyaan. Nampak ada
siswa yang tidak bersemangat dan tidur-tiduran.
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
389
Gambar 1 siswa nampak masih belum semangat dalam belajar
Guru bertanya kepada siswa yang kesulitan.
Guru : “Ada yang belum bisa membuat pertanyaannya?”
Siswa A : “Ya bu…. Kami tak bisa, buat pertanyaan macam mana?”
Guru : “Ayo.. ada yang mau menjelaskan bagaimana cara membuat pertanyaan?”
Siswa B : “Saya bu…..”
Guru : “silahkan…”
Siswa B :”Dengan menggunakan kata tanya yang kemarin ibu dah
jelaskan..siapa,dimana,bagaimana,apa,kapan…”
Guru : “ Bagus, ada yang mau menambahkan?”
Siswa C :”…Saya bu…mengapa..”
Guru : “ Ya..bagus anak-anak semuanya sudah mengerti cara membuat
pertanyaan,seperti penjelasan dari teman mu tadi membuat pertanyaan harus menggunakan
kata tanya yang sesuai. Sekarang bagaimana apakah kalian sudah mengerti?”
Siswa A :”Sudah bu…”
Guru :”Bagus, karena semuanya sudah mengerti silahkan dikerjakan ya anak-
anak”.
Setelah dialog antara siswa yang belum mengerti dan siswa yang sudah mengerti,guru
memberikan sedikit penguatan terhadap pertanyaan siswa.Setelah mendengarkan penjelasan
dari guru siswa sudah mulai mengerjakan dengan bersemangat.
Setelah itu siswa mulai melanjutkan kelangkah-langkah selanjutnya. Membaca
dengan menggunakan metode SQ4R melatih siswa untuk meningkatkan kemampuan siswa
dalam memahami sebuah bacaan. Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukan Mitra
Ikhtiar (2013) metode SQ4R adalah metode yang digunakan untuk meningkatkan
kemampuan siswa dalam memahami sebuah bacaan. Hal ini terbukti di kelas yang menjadi
objek penelitian, siswa tampak bersemangat dan serius dalam mengerjakan tugas.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
390
Gambar 2 siswa serius dalam belajar
Kemampuan siswa dalam memahami dengan menggunakan metode SQ4R sesuai
dengan pendapat Nurhadi (1987:129) membaca SQ4R ini digunakan dalam membaca untuk
studi, dimana membaca untuk memahami isi buku atau isi bacaan sehingga pemahanan yang
komperhensif (mendalam dan padat) , ini juga sejalan dengan pendapat Mitra Ikhtiar ( 2013 )
metode SQ4R adalah metode membaca yang digunakan untuk meningkatkan kemampuan
siswa dalam memahami sebuah bacaan.
Dengan metode SQ4R siswa mampu mengembangkan kemampuannya dalam
memahami isi bacaan, membuat pertanyaan, dan menguji kembali tentang apa yang sudah
dipahami.
Dari hasil refleksi siklus 1 diperoleh informasi bahwa guru memiliki kelemahan
dalam mengajak siswa berinteraksi. Guru kurang mendampingi siswa yang kesulitan
melakukan tahapan yang dilakukan dalam metode SQ4R ini. Guru hanya membiarkan siswa
yang menjelaskan tentang hal yang tidak dipahami oleh siswa lain tanpa memberikan
penguatan. Dari hasil refleksi ini,sebaiknya pada siklus 2 guru dapat lebih memperhatikan
siswa yang belum mampu.
Masukan lain yang perlu diperhatikan guru untuk siklus 2 adalah memberikan
kesimpulan pada akhir pembelajaran.
Siklus 2
Pelaksanaan pada siklus 2 ini sangat dipengaruhi dari hasil siklus 1. Beberapa
modifikasi sudah dilakukan pada RPP. Pada siklus 2 sudah nampak guru mulai membimbing
siswa yang masih belum bisa, dan guru juga sudah mulai memberikan tanggapan siswa.
Keadaan kelas semakin kondusif siswa sudah banyak yang dapat melakukan tahapan-tahapan
metode SQ4R. Beberapa anak yang pada siklus 1 belum mengerti, pada siklus 2 ini sudah
bisa melakukan tanpa bertanya kepada guru dan teman yang lain. Masalah yang muncul pada
siklus 1 sudah tidak dijumpai lagi pada siklus 2.
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
391
Gambar 3 Siswa sudah mulai terbiasa melakukan tahapan dalam metode SQ4R
Para siswa mulai terbiasa membaca dengan menggunakan metode SQ4R walaupun
masih perlu bimbingan guru.Siswa dapat melakukan langkah-langkah metode SQ4R hampir
maksimal. Hasil yang diharapkan pada silkus 2 sudah lebih baik dari siklus 1. Guru
memberikan penguatan kepada siswa untuk lebih rajin lagi membaca karena dengan
membaca siswa akan mendapat ilmu dan wawasan yang dapat menunjang pengetahuan.
Membaca dengan menggunakan metode SQ4R tidak hanya berguna bagi guru tapi
juga bagi siswa hal ini terbukti siswa semakin memahami isi dari teks yang dibaca. Hal ini
nampak ketika pada siklus 1 masih ada siswa yang belum memahami tapi di siklus 2 hampir
semua siswa dapat melakukan tahapan demi tahapan dengan maksimal, sehingga proses
pembelajaran berjalan dengan lebih baik.
Nilai rata-rata pemahaman siswa pada siklus 1 adalah 45 dengan presentasi 22% yang
termasuk dalam kategori kurang.Pada siklus 2 nilai rata-rata pemahaman siswa adalah 65
dengan presentasi 40% termasuk dalam kategori cukup.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
392
GRAFIK 1 Rata-rata Pemahaman Siswa
Pada siklus 1 Pada Siklus I persentase rata-rata keaktifan siswa adalah 22%,
sedangkan pada Siklus II persentase rata-rata keaktifan siswa adalah 40%. Berarti pada Sikus
II telah terjadi peningkatan 18% dari Siklus
Hasil Belajar Siswa
Data hasil belajar (nilai akhir), diketahui dari hasil tes tertulis menjawab soal yang
terkait dengan teks yang sudah dibaca.Perkembangan siswa dapat dilihat dari kemampuan
siswa memahami isi bacaan, dan menjawab soal. Data hasil belajar siswa dapat dilihat pada
table berikut:
Tabel 1 Hasil belajar siswa
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa pada prasiklus 15 (62%) siswa yang
mengalami ketuntasan belajar dengan perolehan nilai 63 atau lebih dari 63 sesuai dengan
KKM kelas yaitu siswa mengalami ketuntasan belajar jika mencapai nilai 63, rata-rata kelas
pada prasiklus adalah 65,25.Pada Siklus I mengalami peningkatan, yaitu terdapat 18(75%)
siswa yang mengalami ketuntasan belajar dengan rata-rata kelas 76,45. Selanjutnya, pada
Siklus II terdapat 21 (88%) siswa yang mengalami ketuntasan belajar dengan rata-rata kelas
82,34.Hal ini menunjukkan adanya peningkatan dalam hasil pembelajaran siswa.
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
45%
Siklus I Siklus II
1 2
hasil
hasil
PRESTASI PRASIKLUS SIKLUS I SIKLUS II KET.
SISWA JUM.
SISWA
Prosen
(%)
JUM.
SISWA
prosesn
(%)
JUM.
SISWA
prosen
(%) JUM.
Nilai < 63 9 38 6 25 3 12 Belum Tuntas
Belajar
Nilai ≥ 63 15 62 18 75 21 88 Tuntas Belajar
Jumlah 24 100 24 100 24 100
Nilai Rata-
rata 65,25 76,45 82,34
Ketuntasan
Klasikal
BELUM
TUNTAS TUNTAS TUNTAS
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
393
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil penelitian ini, dapat dirumuskan beberapa kesimpulan sebagai
berikut.
1. Kemampuan guru dalam merencanakan pembelajaran melalui metode SQ4R
(survei,question,read,recite dan record) pada KD Kemampuan Menggali Informasi dari
Hasil Laporan Pengamatan dapat meningkatkan pemahaman siswa tentang isi bacaan
dan hasil belajar siswa.
2. Kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran melalui dengan metode SQ4R pada
KD kemampuan menggali inormasi dari hasil laporan dapat meningkatkan hasil belajar
siswa.
3. Pemahaman siswa dalam membaca dengan menggunakan metode SQ4R lebih
maksimal.
Saran
Berdasarkan pada hasil penelitian ini, peneliti menuliskan beberapa saran sebagai
berikut.
1. Untuk meningkatkan pemahaman siswa terhadap isi teks bacaan baik yang konstektual
maupun yang tersirat dan meningkatkan hasil belajar yang maksimal diperlukan
perencanaan pembelajaran dan metode yang sesuai.
2. Untuk melaksanakan metode SQ4R terlebih dahulu harus mempersiapkan perangkat
pembelajaran dan menjelaskan kepada siswa langkah-langkah dalam metode SQ4R.
3. Untuk melaksanakan pembelajaran dengan metode SQ4R ini memang diperlukan
persiapan terutama menyangkut keahlian guru dan siswa. membaca dengan metode
SQ4R memang dapat meningkatkan pemahaman siswa tentang isi dari teks bacaan
tetapi peran guru juga sangat diperlukan untuk mendampingi siswa yang kurang bisa.
Daftar Rujukan
Mahasiswa jenius. 2012. (online) (Mahasiswajenius.blogspot.co.id/2012/06/metode-
membaca-sq4r.html, diakses 15 September 2016).
Ikhtiar, Mitra.2013. (online) (mitraihtiar.blogspot.co.id/2013/06/metode-pembelajaran-
sq4r-survey.html, diakses 20 Agustus 2016).
Tarigan.2013.Awak Badan.
Nurhadi.1987. Membaca Cepat dan efektif. Bandung: Sinar Baru
Lado, Mr. 1976. (online) (http : / / www. Informasi-pendidikan.com/2015/01/berbagi-
definisi-membaca-menurut-para.html, diakses 16 September 2016).
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
394
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF PAIR CHECK UNTUK
MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATERI FUNGSI PESERTA DIDIK
KELAS VIII B SMP
Anita Windarini
SMP Negeri 1 Sanggau
Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan penerapan model pembelajaran
kooperatif Pair Check untuk meningkatkan hasil belajar materi fungsi di kelas VIII B SMP
Negeri 1 Sanggau. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
tes tertulis setelah akhir pembelajaran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan
model pembelajaran kooperatif Pair Check ternyata mampu meningkatkan hasil belajar
peserta didik dan meningkatkan persentase ketuntasan peserta didik, ini dapat dilihat pada
hasil peningkatan nilai rata-rata kelas yang berada diatas nilai KKM yakni pada siklus 1
pertemuan 1: 76,44 dengan % ketuntasan 84,4%, siklus 1 pertemuan 2: 78,72 dengan %
ketuntasan 87,5%, siklus 2 pertemuan 1: 76,25 dengan % ketuntasan 78,13%, dan siklus 2
pertemuan 2: 75,65 dengan % ketuntasan 75,65%.
Kata Kunci: Hasil belajar, Model Pembelajaran Kooperatif Pair Check
Dalam buku standar isi SMP disebutkan bahwa mata pelajaran matematika bertujuan
agar peserta didik memiliki kemampuan (1) memahami konsep matematika, menjelaskan
keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat,
efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah, (2) menggunakan penalaran pada pola dan
sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau
menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika, (3) memecahkan masalah yang meliputi
kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan
menafsirkan solusi yang diperoleh, (4) mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel,
diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah, dan (5) memiliki sikap
menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu,
perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam
pemecahan masalah.
Namun kenyataannya, masih banyak peserta didik yang belum memiliki sikap
menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu,
perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam
pemecahan masalah. Salah satu standar kompetensi pada kelas VIII adalah memahami bentuk
aljabar, relasi, fungsi, dan persamaan garis lurus. Berdasarkan pengalaman peneliti selama
bertugas menjadi guru ditemukan kelas yang minat dalam mempelajari matematika masih
rendah. Hal tersebut dapat dilihat dari temuan guru dari hasil refleksi yang didapat dengan
cara menuliskan dikertas kecil setelah pembelajaran, terungkap bahwa (a) peserta didik
perwakilan kelompok atas menyatakan: (1) senang dengan pelajaran matematika, (2) bisa
menyelesaikan soal atau tugas yang berikan guru, dan (3) sulit berkonsentrasi karena kelas
ribut dan suasana belajar yang tidak menyenangkan, (b) peserta didik perwakilan kelompok
tengah mengungkapkapkan bahwa: (1) senang belajar matematika tapi kadang ada rasa takut
kalau tidak paham materi, (2) kadang bisa menyelasaikan soal atau tugas yang diberikan guru
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
395
kadang juga tidak bisa, dan (3) kadang sulit berkonsentrasi karena suasana belajar yang tidak
menyenangkan (tegang), dan (c) peserta didik perwakilan kelompok bawah mengungkapkan
bahwa: (1) tidak senang dengan pelajaran matematika sehingga tidak mengerti pada saat
proses pembelajaran, (2) tidak bisa menyelesaikan soal atau tugas yang diberikan guru, (3)
walaupun sudah berkonsentrasi tetapi tetap tidak mengerti, dan (4) teman yang pintar
matematika tidak mau membantunya.
Akhir dari proses pembelajaran adalah hasil belajar. Hasil belajar matematika yang
diharapkan setiap sekolah adalah hasil belajar yang mencapai ketuntasan belajar matematika
peserta didik. Peserta didik dikatakan tuntas dalam belajar matematika apabila nilai hasil
belajar matematika peserta didik telah mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang
ditetapkan oleh sekolah (BSNP, 2006). Berdasarkan data nilai ulangan harian yang diperoleh
siswa kelas VIII B SMP Negeri 1 Sanggau bahwa masih banyak peserta didik yang
memperoleh nilai harian ulangan matematika dibawah KKM yang telah ditetapkan oleh
sekolah yaitu 70. Hal ini dapat dilihat dari ketercapaian KKM ulangan harian 32 peserta didik
kelas VIII B SMP Negeri 1 Sanggau pada materi sebelumnya memiliki rata-rata kelas 61,19
dan terdapat 10 orang yang tuntas dari 32 orang yang ada di kelas VIII B.
Permasalahan lain adalah ketika guru memberi kesempatan kepada peserta didik untuk
tampil ke depan kelas untuk menyelesaikan soal, mereka tidak terlalu berminat sehingga
mereka akan tampil kalau sudah disuruh oleh guru. Tanggapan atau umpan balik peserta
didik terhadap apa yang sudah dijelaskan guru masih kurang, mereka kurang kreatif dalam
menganalisa soal-soal latihan yang diberikan oleh guru. Serta jika soal yang diberikan tidak
mirip dengan contoh soal sebelumnya peserta didik cenderung tidak bisa menyelesaikan
sendiri, maka guru dan peserta didik bersama-sama menjawab soal tersebut.
Dari permasalahan yang sudah dipaparkan diatas peneliti tertarik untuk menerapkan
model pembelajaran kooperatif Pair Check untuk meningkatkan aktivitas belajar peserta
didik pada materi Fungsi di kelas VIII B SMP Negeri 1 Sanggau. Kelas VIII B dijadikan
kelas penelitian karena di kelas ini pada saat proses pembelajaran berlangsung ditahap
menyelesaikan LKS, peserta didik yang pintar tidak mau bekerjasama dengan yang tidak
paham dengan materi. Sehingga di kelas ini rentangan nilai terendah dengan tertinggi terlalu
jauh.
Terkait dengan pembelajaran Kooperatif dengan Pendekatan Pair Check, untuk
meningkatkan hasil belajar siswa pada materi Fungsi, Pair check (pasangan mengecek)
adalah model pembelajaran berkelompok atau berpasangan yang dipopulerkan oleh Spencer
Kagen tahun 1993. Model ini menerapkan pembelajaran berkelompok yang menuntut
kemandirian dan kemampuan peserta didik dalam menyelesaikan persoalan yang diberikan.
Pembelajaran matematika secara kooperatif dapat meningkatkan keterampilan berbagi
terhadap masing-masing peserta didik. Salah satu pembelajaran Kooperatif yang erat
kaitannya dengan keterampilan berbagi menurut Muslimin Ibrahim (2000) yaitu
pembelajaran Kooperatif Pendekatan Pair Check. Pada Pendekatan Pair Check peserta didik
tidak hanya bekerja dalam kelompok tetapi juga saling berbagi tugas dan pengetahuan
sehingga peserta didik dapat termotivasi untuk menemukan konsep, mencari jawaban yang
benar, mencari informasi untuk menuntaskan masalah dan mencari cara untuk menuntaskan
kegiatan pembelajaran. Dalam pembelajaran Kooperatif dengan Pendekatan Pair Check,
peserta didik diorganisasikan ke dalam kelompok belajar menjadi berpasang-pasangan,
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
396
sehingga setiap kelompok terdiri dari kelompok-kelompok kecil. Tiap peserta didik dalam
kelompok kecil akan berbagi tugas kemudian bekerja dan mengecek secara bergantian.
Dengan demikian peserta didik dapat bekerjasama dengan baik dan peserta didik tidak
mengalami kesulitan berbagi dalam kelompok ataupun ikut berpartisipasi dalam kelompok
karena seluruh peserta didik akan ikut bekerja dan berfikir.
Aris Shoimin (2014) menyatakan sintak dari model pembelajaran kooperatif Pair
Check adalah (1) guru menjelaskan konsep, (2) peserta didik dibagi beberapa tim, setiap tim
terdiri dari 4 orang, dalam satu tim ada 2 pasangan, setiap pasangan dalam satu tim ada yang
menjadi pelatih dan ada yang patner, (3) guru membagikan soal kepada si patner, (4) patner
menjawab soal , dan si pelatih bertugas mengecek jawaban. setiap soal yang benar pelatih
memberi kupon, (5) bertukar peran. si pelatih menjadi patner dan si patner menjadi pelatih,
(6) guru membagikan soal kepada si patner, (7) patner menjawab soal, dan si pelatih bertugas
mengecek jawaban, setiap soal yang benar pelatih memberi kupon, (8) setiap pasangan
kembali ke tim awal dan mencocokkan jawaban satu sama lain, (9) guru membimbing dan
memberikan arahan atas jawaban dari berbagai soal dan tim mengecek jawabannya, dan (10)
tim yang paling banyak mendapat kupon diberi hadiah.
Pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif telah
diteliti oleh beberapa peneliti Mariani (2016), Mistiah. (2016). Hikmah. N. H. (2015)
Ningsih. C. D. (2013), Wasi‟ah. A. (2013), Nurhazannah. Y. (2015), dan Windarini. A.
(2016), bahwa menerapkan model pembelajaran kooperatif dalam proses pembelajaran dapat
meningkatkan hasil belajar peserta didik.
Dalam kamus bahasa Indonesia disebutkan arti kata prestasi adalah hasil yang dicapai.
Hasil berkaitan dengan suatu tindakan yang dikerjakan manusia. Jadi prestasi adalah hasil
yang dicapai dari suatu tindakan yang dilakukan manusia. Dalam hal ini tindakan yang
dilakukan tersebut adalah belajar.
Beberapa teori yang mengungkapkan pengertian belajar dengan meninjau dari
bermacam-macam sudut, diantaranya menurut Moh. Uzer Usman dan Lilis Setiawati
(1993:5) mengemukakan belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku atau kecakapan
manusia. Perubahan yang terjadi karena belajar dapat berupa perubahan dalam kebiasaan,
kecakapan atau dalam ketiga aspek yaitu kognitif, afektif dan psikomotor.
Menurut Slameto (1987:17), belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan
seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan,
sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (dalam Bistari,
2015: 85)
Belajar adalah suatu proses yang datandai adanya perubahan pada diri seseorang.
Perubahan ini ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti perubahan sikap, tingkah laku,
pemahaman, ketrampilan, kecakapan dan aspek-aspek lain yang ada pada diri individu yang
sedang belajar. Seperti yang dikemukakan oleh Herman Hudoyo (1988:107) "Belajar
merupakan suatu proses aktif dalam memperoleh pengalaman atau pengetahuan baru
sehingga menyebabkan perubahan tingkah laku". Dari pengertian belajar diatas, peneliti
berpendapat bahwa belajar pada dasarnya adalah suatu proses perubahan tingkah laku berkat
adanya pengalaman.
Dari beberapa pendapat oleh para ahli tentang pengertian belajar yang telah
dikemukakan diatas dapat dipahami bahwa belajar merupakan suatu kegiatan atau aktifitas
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
397
seseorang melalui proses pendidikan dan latihan, sehingga menimbulkan terjadinya beberapa
perubahan dan perkembangan pada dirinya baik pengetahuan, tingkah laku, dan keterampilan
untuk menuju kearah yang lebih baik.
Berdasarkan arti kata hasil dan pengertian belajar tersebut, peneliti berkesimpulan
bahwa hasil belajar adalah hasil perubahan dan perkembangan tingkah laku, pengetahuan,
dan ketrampilan seseorang yang dapat dicapai berkat adanya proses pendidikan dan latihan
menuju kearah yang lebih baik.
Hasil belajar yang dimaksud dalam penelitian ini adalah nilai tes peserta didik yang
telah dicapai setelah selesai proses pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran
Phair Check. Jika nilai rata-rata kelas sudah memenuhi nilai KKM atau lebih maka penelitian
dengan menerapkan model pembelajaran Phair Check dikatakan telah berhasil meningkatkan
hasil belajar.
METODE
Jenis penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian ini
dilaksanakan secara kolaboratif antara pengamat dan peneliti. Dalam proses penelitian,
peneliti bertindak sebagai guru dan dibantu oleh seorang pengamat. Suharsimi Arikunto
(2011) menyatakan bahwa secara garis besar PTK dilaksanakan melalui empat tahap yang
lazim dilalui, yaitu (1) perencanaan; (2) pelaksanaan; (3) pengamatan; dan (4) refleksi.
Penelitian ini terdiri dari beberapa siklus dan dilaksanakan dengan menggunakan model
pembelajaran kooperatif Pair Check berbantuan LKPD yang bertujuan untuk meningkatkan
hasil belajar matematika.
Teknik pengumpul data yang digunakan oleh peneliti dalam Penelitian Tindakan
Kelas ini adalah sebagai berikut : (1) Pengamatan langsung yang dilakukan oleh observer
dengan menggunakan lembar observasi aktivitas peserta didik. (2) Pengukuran hasil belajar
peserta didik dengan lembar tes tertulis setelah para peserta didik mengerjakan soal tes pada
akhir pembelajaran. Penelitian ini dilakukan pada peserta didik kelas VIII B SMP Negeri 1
Sanggau yang berjumlah 32 anak, yang terdiri dari 16 orang putra dan 16 orang putri.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
398
Model Penelitian Tindakan Kelas
(Kutipan dari Suharsimi Arikunto, 2002 : 8)
Tahapan Perencanaan:
a. Guru menyiapkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dengan materi
pembelajaran ” relasi, menyatakan suatu fungsi , menghitung nilai fungsi, menentukan
bentuk fungsi”.
b. Guru menyiapkan Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) yang berisi materi yang akan
dibahas dalam kelompok dan langkah-langkah menyajikan materi yang harus dikerjakan
peserta didik secara berkelompok, dengan tujuan pembelajaran sebagai berikut:
Menyatakan suatu relasi yang terkait dengan kejadian sehari–hari.
Menyatakan relasi dengan tiga cara yaitu diagram panah, diagram cartesius, dan
himpunan pasangan berurutan.
Menentukan nilai fungsi
Menentukan bentuk fungsi jika nilai dan data fungsi diketahui
c. Guru menyiapkan lembar aktivitas guru untuk menilai proses pembelajaran yang
disampaikan oleh guru.
Perencanaan
SIKLUS I Refleksi Pelaksanaan
Pengamatan
Perencanaan
SIKLUS II
Pengamatan
Refleksi Pelaksanaan
Dilanjutkan kesiklus
berikutnya?
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
399
Tahap Pelaksanaan
Langkah-langkah pada kegiatan inti, yaitu:
1. Bekerja Berpasangan
Guru membentuk tim berpasangan berjumlah 2 pasang yang terdiri dari 4 orang peserta
didik. Setiap pasangan mengerjakan soal yang sesuai karena hal ini akan membantu
melatih peserta didik dalam menilai.
2. Pelatih Mengecek
Apabila patner benar pelatih memberi kupon.
3. Bertukar Peran
Seluruh patner bertukar peran dan mengulangi langkah 1 – 3.
4. Pasangan Mengecek
Seluruh pasangan tim kembali bersama dan membandingkan jawaban.
5. Penegasan Guru
Guru mengarahkan jawaban /ide sesuai konsep.
6. Diakhir kegiatan siswa diberikan soal untuk dikerjakan mengenai materi.
Evaluasi dilakukan selama 10 - 15 menit secara mandiri untuk menunjukkan hasil peserta
didik yang telah peserta didik pelajari selama bekerja dalam kelompok. Setelah kegiatan
penegasan guru dan kegiatan kelompok, siswa diberikan tes secara individual. Dalam
menjawab tes, siswa tidak diperkenankan saling membantu.
Analisa Data
Proses analisa data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai
sumber, yaitu hasil wawancara dan pengamatan, yang sudah ditulis dalam catatan dilapangan,
dokumen pribadi, dokumen resmi. Adapun langkah-langkah analisa data meliputi :
Pelaksanaan reduksi data dalam penelitian ini adalah menyeleksi data-data yang sudah
ada serta menitik beratkan data yang belum sempurna menjadi data yang lebih akurat.
Selanjutnya data-data tersebut mencakup hasil tes peserta didik pada akhir siklus I dan siklus
II dan lembar aktivitas guru untuk mengecek ketercapaian dalam proses pembelajaran. Untuk
perincian reduksi data meliputi :
1. Menghitung skor dari setiap soal tes.
2. Mengubah skor menjadi nilai dengan menggunakan rumus :
Nilai Siswa =
x 100%
Indikator Kinerja
Indikator kinerja ini berfungsi untuk mengukur keberhasilan peserta didik didalam
prosedur pelaksanaan penelitian, yang kegiatan pembelajarannya menerapkan model
pembelajaran kooperatif Pair Check dengan indikatornya sebagai berikut : (1) Apabila hasil
tes pada akhir siklus nilai rata-rata kelasnya menunjukkan sudah mencapai KKM atau lebih
dari setiap siklusnya, (2) Apabila lebih dari atau sama dengan 70% dari jumlah peserta didik
telah berhasil mencapai nilai KKM 70 atau lebih.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
400
PEMBAHASAN
1. Siklus 1 pertemuan 1:
Pendahuluan
Kegiatan pembelajaran diawali dengan guru menyampaikan tujuan pembelajaran yaitu
menyatakan suatu relasi yang terkait dengan kejadian sehari–hari. Selanjutnya guru
menyampaikan apersepsi dan motivasi peserta didik mulai tertarik karena guru
menyampaikan apersepsi menghubungkan relasi yang merupakan kejadian dalam
kehidupan sehari-hari.
Kegiatan inti
a. Guru bertanya jawab dengan siswa tentang relasi dalam kehidupan sehari-hari.
b. Peserta didik bekerja dalam kelompok berpasangan yang telah dibentuk oleh guru yaitu
berjumlah 2 pasang yang terdiri dari 4 orang peserta didik. Setiap pasangan
mengerjakan soal yang ada di dalam LKPD yang terdiri dari empat soal , masing
masing pasangan mendapat dua soal dan masing-masing peserta didik menyelesaikan
satu soal, yakni soal tentang relasi.
c. Kemudian peserta didik yang bertindak sebagai pelatih mengecek jawaban patnernya,
apabila patner benar pelatih memberi kupon.
d. Seluruh patner bertukar peran dan mengulangi langkah c.
e. Seluruh pasangan tim kembali bersama dan membandingkan jawaban yang telah dibuat
masing-masing pasangan.
f. Guru memberikan penegaasan dengan mengarahkan jawaban /ide sesuai konsep yang
benar.
Kegiatan Akhir.
Pada kegiatan akhir, guru memberikan kuis secara individu. Nilai tersebut diakumulasi
dalam kelompok untuk menentukan mana kelompok terbaik untuk mendapatkan reward
kelompok terbaik. LKPD yang telah dikerjakan peserta didik seperti gambar berikut:
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
401
2. Siklus 1 pertemuan 2:
Pendahuluan
Kegiatan pembelajaran diawali dengan guru menyampaikan tujuan pembelajaran yaitu
menyatakan relasi dengan tiga cara. Selanjutnya guru menyampaikan apersepsi dan
motivasi yaitu menghubungkan relasi dengan kehidupan sehari-hari.
Kegiatan inti
a. Guru bertanya jawab dengan siswa tentang relasi dalam kehidupan sehari-hari dan
menyatakannya dengan tiga cara yaitu diagram panah, diagram cartesius, dan himpunan
pasangan berurutan.
b. Peserta didik bekerja dalam kelompok berpasangan yang telah dibentuk oleh guru yaitu
berjumlah 2 pasang yang terdiri dari 4 orang peserta didik. Setiap pasangan
mengerjakan soal yang ada di dalam LKPD yang terdiri dari empat soal, masing-
masing pasangan mendapat dua soal dan masing-masing peserta didik menyelesaikan
satu soal, yakni terdiri dari soal tentang menyatakan relasi dengan tiga cara.
c. Kemudian peserta didik yang bertindak sebagai pelatih mengecek jawaban patnernya,
apabila patner benar pelatih memberi kupon.
d. Seluruh patner bertukar peran dan mengulangi langkah c.
e. Seluruh pasangan tim kembali bersama dan membandingkan jawaban yang telah dibuat
masing-masing pasangan.
f. Guru memberikan penegasan dengan mengarahkan jawaban/ide sesuai konsep yang
benar.
Kegiatan Akhir.
Pada kegiatan akhir, guru memberikan kuis secara individu. Nilai tersebut diakumulasi
dalam kelompok untuk menentukan mana kelompok terbaik untuk mendapatkan reward
kelompok terbaik. LKPD yang telah dikerjakan peserta didik seperti gambar berikut:
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
402
3. Siklus 2 pertemuan 1:
Pendahuluan
Kegiatan pembelajaran diawali dengan guru menyampaikan tujuan pembelajaran yaitu
menghitung nilai fungsi Selanjutnya guru menyampaikan apersepsi dan motivasi yaitu
menghubungkan fungsi dengan kehidupan sehari-hari.
Kegiatan inti
a. Sebelum masuk pada kegiatan kelompok, guru menyajikan materi tentang fungsi dan
notasinya, daerah asal, daerah kawan, daerah hasil, peta atau bayangan, dan
menjelaskan bagaimana cara menentukan nilai fungsi.
b. Peserta didik bekerja dalam kelompok berpasangan yang telah dibentuk oleh guru yaitu
berjumlah 2 pasang yang terdiri dari 4 orang peserta didik. Setiap pasangan
mengerjakan soal yang ada di dalam LKPD yang terdiri dari empat soal, masing-
masing pasangan mendapat dua soal dan masing-masing peserta didik menyelesaikan
satu soal, yakni terdiri dari soal menentukan nilai fungsi dengan rumus fungsi yang
berbeda.
c. Kemudian peserta didik yang bertindak sebagai pelatih mengecek jawaban patnernya,
apabila patner benar pelatih memberi kupon.
d. Seluruh patner bertukar peran dan mengulangi langkah c.
e. Seluruh pasangan tim kembali bersama dan membandingkan jawaban yang telah dibuat
masing-masing pasangan.
f. Guru memberikan penegasan dengan mengarahkan jawaban/ide sesuai konsep yang
benar.
Kegiatan Akhir.
Pada kegiatan akhir, guru memberikan kuis secara individu. Nilai tersebut diakumulasi
dalam kelompok untuk menentukan mana kelompok terbaik untuk mendapatkan reward
kelompok terbaik. LKPD yang telah dikerjakan peserta didik seperti gambar berikut:
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
403
4. Siklus 2 pertemuan 2:
Pendahuluan
Kegiatan pembelajaran diawali dengan guru menyampaikan tujuan pembelajaran yaitu
menentukan bentuk fungsi jika nilai dan data fungsi diketahui, dengan apersepsi tentang
domain, daerah hasil (range) yang disebut juga sebagai peta (bayangan).
Kegiatan inti
a. Sebelum masuk pada kegiatan kelompok, guru menyajikan materi tentang menentukan
bentuk fungsi jika nilai dan data fungsi diketahui.
b. Peserta didik bekerja dalam kelompok berpasangan yang telah dibentuk oleh guru yaitu
berjumlah 2 pasang yang terdiri dari 4 orang peserta didik. Setiap pasangan
mengerjakan soal yang ada di dalam LKPD yang terdiri dari empat soal, masing-
masing pasangan mendapat dua soal dan masing-masing peserta didik menyelesaikan
satu soal, yakni soal menentukan bentuk fungsi jika nilai fungsi diketahui.
c. Kemudian peserta didik yang bertindak sebagai pelatih mengecek jawaban patnernya,
apabila patner benar pelatih memberi kupon.
d. Seluruh patner bertukar peran dan mengulangi langkah c.
e. Seluruh pasangan tim kembali bersama dan membandingkan jawaban yang telah dibuat
masing-masing pasangan.
f. Guru memberikan penegasan dengan mengarahkan jawaban/ide sesuai konsep yang
benar.
Kegiatan Akhir.
Pada kegiatan akhir, guru memberikan kuis secara individu. Nilai tersebut diakumulasi
dalam kelompok untuk menentukan mana kelompok terbaik untuk mendapatkan reward
kelompok terbaik. LKPD yang telah dikerjakan peserta didik seperti gambar berikut:
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
404
Hasil
Hasil belajar yang yang telah dicapai peserta didik pada setiap akhir pertemuan adalah
seperti yang terlihat pada tabel berikut:
Tabel 1. Rekapitulasi Hasil Belajar Peserta Didik Kelas VIII B
(peserta didik berjumlah 32 orang)
Jenis nilai Siklus 1 Pertemuan 1
Siklus 1 Pertemuan 1
Siklus 2 Pertemuan 2
Siklus 2 Pertemuan 2
Rata-rata nilai tes 76,44 78,72 76,25 75,65 Peserta didik yang tuntas
27 28 25 24
% Peserta didik yang tuntas
84,4% 87,50% 78,13% 75,00%
Berdasarkan hal tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa walaupun pada
siklus 2 rata-rata nilai dan persentase ketuntasan menurun tetapi masih memenuhi indikator
keberhasilan, sehingga usaha untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik sudah dianggap
berhasil karena sudah melampaui indikator yang ditentukan.
Terjadinya peningkatan hasil belajar siswa dalam proses pembelajaran tidak terlepas
dari penerapan model pembelajaran kooperatif Pair Check. Peserta didik dapat bekerjasama
dan berbagi dengan teman dalam satu kelompok, sehingga terjadi proses pembelajaran yang
efektif. Peserta didik juga berlomba-lomba untuk dapat mrnjadi kelompok terbaik.
Selain keberhasilan dalam penelitian ini, ada juga beberapa kendala yang dialami oleh
peneliti, diantaranya yang dapat dideskripsikan adalah seperti yang terlihat pada tabel berikut
ini:
Tabel 2: Kendala dalam Proses Pembelajaran
Kendala Dalam
Pembelajaran
Penyebab Alternatif Perbaikan
Ada siswa yang kurang aktif Karena tidak bisa
mengerjakan soal di LKPD
Guru menyajikan materi yang
lebih jelas lagi
Terlalu lama dalam
pengerjaan tugas dalam
LKPD
Masih ada peserta didik
yang bermain-main.
Membuat aturan yang tegas
dalam mengerjakan LKPD
Tidak semua pasangan dapat
menjadi patner dan pelatih
yang baik
Ada pasangan yang tidak
paham materi, karena
memang tidak tahu apa
yang harus dilakukan.
Guru melakukan bimbingan
yang lebih kepada pasangan
yang bermasalah.
Terjadi penurunan nilai rata-
rata dan % ketercapaian
ketuntasan
Materi pada siklus 2 bagi
peserta didik lebih sulit
dibandingkan dengan
materi pada siklus 1
Meningkatkan ketrampilan
berhitung peserta didik.
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
405
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Setelah dilaksanakan pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran
kooperatif Pair Check, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: Melalui penerapkan
model pembelajaran kooperatif Pair Check dalam kegiatan pembelajaran pada materi Fungsi
peserta didik kelas VIIB SMPN 1 Sanggau Kabupaten Sanggau ternyata mampu
meningkatkan hasil belajar peserta didik dan meningkatkan persentase ketercapaian peserta
didik yang tuntas, ini dapat dilihat pada hasil peningkatan nilai rata-rata kelas yang berada
diatas nilai KKM yakni pada siklus 1 pertemuan 1: 76,44 dengan % ketuntasan 84,4%, siklus
1 pertemuan 2: 78,72 dengan % ketuntasan 87,5%, siklus 2 pertemuan 1: 76,25 dengan %
ketuntasan 78,13%, dan siklus 2 pertemuan 2: 75,65 dengan % ketuntasan 75,65%.
Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan peneliti, ditemukan beberapa
kelebihan dan kelemahan dalam menerapkan model pembelajaran kooperatif Pair Check
untuk meningkatkan aktivitas serta hasil belajar siswa, peneliti menyarankan beberpa hal
antara lain : (1) Hendaknya ketika guru menjelaskan materi, siswalah yang harusnya lebih
banyak berperan aktif di dalamnya.(2) Gurulah yang merancang dan menggunkan media
pembelajaran sesuai dengan materi yang disampaikan.(3) Hendaknya peserta didik diberikan
kesempatan lebih banyak dalam menerapkan model pembelajaran kooperatif Pair Check.
Daftar Rujukan
Aris, Shoimin, 2014. 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013. Yogyakarta:
Ar – Ruzz Media.
Arsyad, Azhar, 2009. Media Pembelajaran. Jakarta: PT Rajagravindo Persada.
Bistari, 2015. Mewujudkan Penelitian Tindakan Kelas. Pontianak: PT. Ekadaya Multi
Inovasi.
Bistari, 2012. Strategi Belajar Mengajar Matematika Aktif & Kretatif. Pontiamak:
Universitas Tanjungpura.
Depdikbud, 1998. Kamus Besar Bahasa Indonesia . Jakarta : Depdikbud
Gatot, Muhsetyo, 2008. Pembelajaran Matematika. Jakarta: Universitas Terbuka.
Arikunto, Suharsimi, 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarya: PT
Rineka Cipta.
Sardiman, 2004. Interaksi dan Motivasi Belajar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Subanji, 2013. Pembelajaran Matematika Kreatif dan Inovatif. Malang : Universitas Negeri
Malang (UM PREES).
Sudjiono, Rosmaini, 2004. Metode Statistik. Bandung: Tarsito.
Wahyuni. T dan Nurharini. D, 2008. Matematika Konsep dan Aplikasinya Untuk Kelas VIII
SMP/MTs. Klaten: Cempaka Putih.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
406
IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TUTOR SEBAYA
UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PERSAMAAN KUADRAT
BAGI SISWA KELAS XII JASA BOGA 1 TAHUN PELAJARAN 2016-2017
SMKN 1 BATU
Nunuk Setyorini
SMK Negeri 1 Batu
Abstrak : Hasil belajar siswa tentang persamaan kuadrat masih rendah, terutama dalam
menyelesaikan soal-soal persamaan kuadrat. Tujuan penelitian ini adalah meningkatkan
hasil belajar siswa tentang persamaan kuadrat di kelas XII Jasa Boga dengan metode tutor
sebaya. Jenis penelitian adalah penelitian tindakan kelas dengan dua siklus, setiap siklus
meliputi dua kali pertemuan. Subyek penelitian adalah 34 orang siswa kelas XII Jasa Boga
yang terdiri dari 11 laki-laki dan 23 perempuan. Pelaksanaan tindakan dilaksanakan pada
minggu kedua dan ketiga bulan Oktober 2016 untuk siklus 1 dan minggu pertama dan
kedua bulan November 2016 untuk siklus 2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
penjelasan materi persamaan kuadrat metode tutor sebaya dapat meningkatkan hasil belajar
siswa. Pada siklus 1 terdapat 17,65 % (6 orang) yang tuntas sedangkan pada siklus 2
terdapat 64,71 % (22 orang). Dengan demikian terdapat peningkatan ketuntasan hasil
belajar 47,06%.
Kata kunci : tutor sebaya, persamaan kuadrat, ptk
Keberhasilan proses pembelajaran dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satu faktor
yang mempengaruhi keberhasilan pembelajaran adalah model pembelajaran. Model
pembelajaran yang dilakukan oleh guru di kelas XII Jasa Boga 1 SMK Negeri 1 Batu adalah
pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran tradisional. Berawal dari anggapan
bahwa siswa itu seperti gelas kosong yang harus diisi atau kertas yang harus ditulisi dan
siswa tetap pasif seperti dikatakan oleh B.F Scinner dan Thorndike yang disebut
behaviorisme. Dengan model pembelajaran seperti ini, guru mendominasi pembelajaran dan
siswa cenderung tidak aktif serta malu bertanya kepada guru. Siswa hanya meniru atau
mengerjakan apa yang dicontohkan guru. Sebagai akibat model pembelajaran tersebut, pada
materi persamaan kuadrat, dari 34 siswa, yang nilainya di atas atau sama dengan KKM (pada
skor 75 ) hanya sebanyak 5 siswa dan 29 siswa mempunyai nilai di bawah KKM.
Untuk mengatasi masalah tersebut, guru perlu menerapkan suatu model pembelajaran
yang membuat siswa aktif dan tidak malu untuk bertanya. Salah satu model yang dapat
diterapkan adalah model pembelajaran kooperatif tutor sebaya. Menurut Tarwel (2011),
dalam pembelajaran kooperatif, nasalah matematika dapat disituasikan dalam konteks
kehidupan nyata sehingga dapat diselesaikan dengan cara yang berbeda. Dalam model
pembelajaran tutor sebaya, pembelajaran yang dirancang menjadikan satu siswa menjadi
tutor bagi siswaa lainnya (Karim, 2015). Kelebihan tutor sebaya adalah jika siswa mengalami
kesulitan dalam belajarnya, maka siswa dapat langsung bertanya kepada temannya. Siswa
lebih nyaman bertanya kepada teman daripada kepada guru, dan juga siswa lebih leluasa
bertanya kepada teman dibanding kepada guru.
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
407
Pembelajaran menggunakan model tutor sebaya sudah banyak dilakukan oleh
beberapa peneliti (Karim, 2015;Lizawati, 2015; Delpi Yandi, 2015). Menurut Karim (2015)
pembelajaran tutor sebaya dapat meningkatkan hasil belajar faktor persekutuan terbesar
(FPB) dan Kelipatan Persekutuan Terkecil (KPK) pada kelas VI SDI Ternate. Lizawati
(2015) pembelajaran tutor sebaya dapat meningkatkan hasil belajar matematika tentang
pengolahan data pada siswa kelas VI SD Negeri 3 Singkawang Timur. Delpi Yandi (2015)
menyatakan bahwa pembelajaran tutor sebaya dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas
XI IPA 2 SMAN 1 Batam.
Artikel ini mendeskripsikan hasil penelitian tindakan kelas tentang implementasi
pembelajaran kooperatif tutor sebaya untuk meningkatkan hasil belajar persamaan
kuadrat bagi siswa kelas XII SMK Negeri 1 Batu yang dilaksanakan dalam dua siklus dan
dilaksanakan pada bulan Oktober sampai dengan bulan November 2016.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas. Penelitian dilaksanakan di SMK
Negeri 1 Batu Jln. Bromo No 11 Batu selama 2 (dua) bulan mulai bulan Oktober minggu
ketiga sampai bulan November minggu ketiga tahun 2016. Dalam tiap siklusnya meliputi 4
(empat) kegiatan (1) perencanaan; (2) tindakan; (3) pengamatan; dan (4) refleksi. Sesuai
dengan desain penelitian tindakan kelas yang dikembangkan oleh Kemmis dan Tagart. Tiap-
tiap siklus dilaksanakan sesuai dengan tujuan pembelajaran yang dicapai.
Subyek penelitian adalah siswa kelas XII Jasa Boga tahun pelajaran 2016-2017
sebanyak 34 orang siswa. Subjek 34 orang terdiri dari 11 siswa laki-laki dan 23 siswa
perempuan. Pelaksanaan tindakan dilakukan di kelas peneliti sendiri dengan peneliti sebagai
guru model.
Kegiatan perencanaan meliputi (1) penyusunan RPP dan perangkatnya didasarkan
atas metode tutor sebaya dan materi yang diajarkan dikembangkan dari KD 2.3 tentang
persamaan kuadrat; (2) menyiapkan tutor sebaya dengan memilih siswa yang berprestasi
akademik; (3) menyusun dan mempersiapkan lembar pengamatan mengenai partisipasi
siswa; (4) menyiapkan media pembelajaran (lembar soal) sebagai alat diskusi kelompok; dan
(5) menyusun soal tes untuk siswa. Setiap akhir siklus dilaksanakan tes sesuai instrumen
yang dikembangkan pada RPP.
Pengamatan didasarkan atas instrument observasi. Hal-hal yang diobservasi dalam
pembelajaran meliputi keterlaksanan pembelajaran dan keaktifan siswa. Observer penelitian
ini adalah teman sejawat peneliti sebanyak 2 orang guru. Selain observervasi, pengamatan
juga dilakukan dengan dokumentasi foto selama pembelajaran berlangsung.
Indikator keberhasilan dalam penelitian ini apabila penguasaan materi siswa mencapai
75% dari tujuan yang seharusnya dicapai, dengan nilai Kriteria Ketuntasan Minimal 75.
Refleksi dilaksanakan setiap akhir siklus. Bahan refleksi meliputi: catatan-catatan
observer, pengamatan guru, dan hasil tes tiap akhir siklus. Untuk semua bahan refleksi
dilakukan triangulasi data untuk menghasilkan kesimpulan penelitian.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
408
HASIL DAN PEMBAHASAN
Siklus I
Pelaksanaan siklus I dilakukan pada tanggal 14 Oktober untuk Pertemuan 1 dan 21 Oktober
untuk Pertemuan 2.
Pertemuan 1
Pada tahap perencanaan guru selaku peneliti melakukan kegiatan yaitu (1)
penyusunan RPP dan perangkatnya didasarkan atas metode tutor sebaya dan materi yang
diajarkan dikembangkan dari KD 2.3 tentang persamaan kuadrat; (2) memilih 7 siswa yang
mempunyai prestasi akademik baik yang bertindak sebagai tutor. Berikutnya guru memberi
latihan singkat mengenai hal-hal yang akan dilakukan tutor. ; (3) menyusun dan
mempersiapkan lembar pengamatan mengenai partisipasi siswa; (4) menyiapkan media
pembelajaran (lembar soal); dan (5) menyusun soal tes evaluasi.
Gambar 1. Kegiatan mempersiapkan tutor
Pada pertemuan ke-1 rincian kegiatan yang dilakukan oleh guru antara lain: pertama
guru membuka pelajaran dengan mengucap salam dan berdoa bersama dengan semua siswa
kelas. Setelah kegiatan berdoa guru mengajak siswa untuk menyanyikan lagu Indonesia Raya
bersama-sama yang dipimpin oleh salah satu siswa bernomor absen 14. Setelah selesai
menyanyikan lagu Kebangsaan dilanjutkan dengan mengabsen siswa. Kegiatan kedua guru
menyampaikan materi yang akan dipelajari hari ini.
G : “Hari ini kita akan mempelajari materi persamaan kuadrat, materi ini sudah
pernah kalian dapatkan di kelas X dulu, apakah kalian bisa menyebutkan contoh
persamaan kuadrat ?” (guru menampilkan tayangan melalui slide beberapa
contoh soal, siswa diminta untuk memilih salah satu yang bukan bentuk
persamaan kuadrat)
S : “Dari contoh itu, no 4 yang bukan persamaan kuadrat, Bu…
G : “Apa alasannya ?”
S : “Karena tidak ada tanda sama dengannya, Bu…
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
409
Terlihat dari dialog yang dilakukan oleh guru dan siswa bahwa siswa sudah memiliki
kesiapan untuk mempelajari persamaan kuadrat. Mereka sudah mampu membedakan antara
persamaan kuadrat dan yang bukan persamaan kuadrat.
Kegiatan dilanjutkan dengan guru menjelaskan konsep dasar persamaan kuadrat
dengan mengulas contoh yang telah didiskusikan dan memberikan penekanan pada makna
persamaan dan bentuk umum persamaan kuadrat.
G : “Perhatikan bahwa dari contoh yang ibu tayangkan sebelumnya, pernyataan
0752 2 xx menyatakan persamaan kuadrat, kenapa?
S : “ada bentuk kuadratnya bu...yaitu 22x ..”
G: “bagaimana yang lain..”
S : “ benar bu karena memuat bentuk kuadrat”
G : “benar, terus yang kedua...kenapa disebut persamaan?”
S : “karena memuat 0 bu..”
G : “ kenapa dengan 0?”
S : “ maksudnya ruas kanan 0”
G: “ bukan masalah 0 nya... tetapi lebih pada tanda = anak-anak...“
S : “ jadi persamaan harus memuat tanda = bu?
Setelah siswa memahami tentang persamaan kuadrat, guru melanjutkan dengan
kegiatan membagi siswa menjadi 7 kelompok yang heterogen, siswa-siswa yang pandai
disebar dalam setiap kelompok dan bertindak sebagai tutor sebaya. Masing-masing kelompok
diberi tugas mempelajari materi persamaan kuadrat.
Pada saat diskusi peneliti memantau dari satu kelompok ke kelompok yang lain.
Deskripsi hasil pengamatan peneliti sebagai berikut, pada kelompok satu suasana diskusi
masih didominasi oleh dua orang anggota saja sedang anggota yang lain hanya
mengandalkan temannya, pada kelompok dua semua anggota sudah aktif meskipun satu
anggotanya masih suka jalan-jalan di kelas, untuk kelompok tiga semua siswa aktif
mengerjakan soal dengan dibantu tutornya namun cenderung kurang komunikatif dengan
temannya, kelompok empat sudah cukup aktif cuma ada satu siswa ( nama Hanif) pada saat
diskusi sambil tiduran sehingga mengganggu suasana diskusi menjadi malas-malasan, pada
kelompok lima aktif berdiskusi tetapi di tengah-tengah kegiatan diskusi ada satu siswa (nama
Aula) bertanya kepada guru sehingga kurang memanfaatkan tutornya, di kelompok enam
hanya satu siswa yang aktif sehingga pada saat diskusi menjadi kurang paling lambat dalam
penyelesaian soal, dan untuk kelompok tujuh siswa dalam satu kelompok terlalu banyak
omong membicarakan hal-hal di luar mata pelajaran. Setiap kelompok dipandu oleh siswa
yang pandai sebagai tutor sebaya. Setiap kelompok melalui wakilnya menyampaikan hasil
diskusi, guru bertindak sebagai nara sumber utama. Setelah kelompok menyampaikan
tugasnya secara berurutan, guru memberi kesimpulan dan klarifikasi terhadap pemahaman
siswa yang perlu dibenahi.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
410
Gambar 3. Siswa belajar dengan tutor sebaya
Pada kegiatan penutup, guru melakukan evaluasi secara lisan kepada siswa dan
mengevaluasi proses kegiatan pembelajaran tutorial. Guru menginformasikan mengenai
materi yang akan dipelajari pada pertemuan yang akan datang. Guru menutup pelajaran dan
berdoa bersama-sama untuk mengakhiri pembelajaran hari ini dan mengucap salam.
Pertemuan 2
Inti pertemuan kedua, guru melanjutkan pembelajaran seperti pada pertemuan pertama, dan
diakhiri dengan evaluasi. Pada tahap kegiatan inti, guru menjelaskan sepitas tentang materi
persamaan kuadrat yang telah dipelajari pada pertemuan pertama, setelah siswa memahami
apa yang sudah dijelaskan oleh guru, selanjutnya guru membagikan lembar evaluasi untuk
dikerjakan siswa. Evaluasi dilaksanakan dalam waktu 60 menit, siswa mengerjakan 10 soal
essay tentang persamaan kuadrat. Dalam proses pengerjaan evaluasi, guru memantau siswa
untuk mengetahui apa ada yang merasa kesulitan dalam mengerjakan soal. Ternyata mereka
dapat mengerjakan soal tanpa kesulitan yang berarti dan setelah 60 menit waktu yang
diberikan guru mengingatkan siswa untuk segera mengumpulkan hasil pekerjaannya dan
mengkomunikasikan materi yang akan dibahas pada pertemuan berikutnya.
Berdasarkan hasil evaluasi diperoleh bahwa siswa memperoleh skor terendah 25 dan skor
tertinggi 92,5. Sehingga nilai yang diperoleh rata-rata adalah 56,23 dengan perincian sebagai
berikut: terdapat 5 siswa yang mendapat nilai diatas KKM, Afika 92.5; Ananda Suci Amalia
85; Astrid Alvinia 80; Astyd Juliandry 85; dan Azizah Khoirun Nisa 90, serta 27 siswa
memperoleh nilai di bawah KKM.
Pengamatan
Kegiatan penelitian ini dibantu oleh 2 teman sejawat untuk membantu melakukan observasi.
Kegiatan observasi yang dilakukan berkaitan dengan observasi keaktifan siswa,
keterlaksanaan pembelajaran berdasarkan RPP yang sudah dirancang. Untuk mempermudah
pengamatan maka peneliti menggunakan pedoman observasi untuk mempermudah kegiatan
pengamatan yang dilakukan oleh observer.
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
411
Berdasarkan hasil dari observasi siswa, pengamatan dalam siklus ini dapat dilihat bahwa
secara umum kegiatan sudah sesuai dengan harapan yang dicapai meskipun masih ada
beberapa hal yang tidak muncul dalam aktivitas siswa selama pembelajaran.
Hasil observasi yang terkait dengan keaktifan siswa adalah sebagai berikut : (1) masih
ada kelompok yang anggotanya bertanya kepada guru dan tidak memanfaatkan tutornya, (2)
beberapa siswa saja yang berani bertanya dan menyampaikan pendapatnya sehingga lebih
dominan dibandingkan dengan kelompok yang lain, sehingga masih saja ada siswa yang
belum tau peranannya sebagai tutor, (3) ada siswa yang tidur selama kegiatan pembelajaran
metode tutor sebaya.
Refleksi
Hasil refleksi terhadap guru adalah (1) pada langkah persiapan guru tidak
memberikan materi prasyarat sehingga siswa tidak berkonsentrasi pada awal pembelajaran;
(2) dalam menyampaikan materi persamaan kuadrat guru menyampaikannya terlalu cepat
sehingga masih ada siswa yang bertanya karena kurang jelas; (3) pada saat diskusi masih ada
siswa yang tidak bertanya kepada tutor tetapi bertanya kepada guru; (4) pada saat diskusi ada
satu siswa nomor absen 1 atas nama Hanif tidur. Penyelesaiannya adalah (1) guru
memberikan apersepsi; (2) guru memperlambat penyampaian materi kepada siswa; (3) pada
saat diskusi guru harus lebih seringg mengingatkan supaya masing-masing kelompok
memaksimalkan tutor sebaya; (4) pada saat diskusi guru harus lebih memperhatikan kerja
kelompok dan pada pembentukan kelompok ditentukan oleh guru dengan melihat karakter
anak. Hasil evaluasi pada siklus I sebagai berikut : didapatkan 5 orang tuntas dari 34 siswa
dengan rentang nilai 0-100, tertinggi 92,5 dan terendah 25 dengan KKM 75.
Hasil refleksi ini akan dipergunakan untuk perbaikan penyempurnaan RPP yang akan
dipergunakan pada siklus II.
Siklus II
Pertemuan 1
Melihat hasil dari siklus yang pertama maka pada siklus yang kedua ini tahapan yang
dilakukan oleh peneliti adalah guru menyampaikan rencana pembelajaran terkait tujuan yang
hendak dicapai dalam pembelajaran yang akan disampaikan kepada siswa. Guru menyiapkan
materi pembelajaran yang diajarkan kepada siswa sub materi pertidaksamaan kuadrat. Guru
menyusun instrumen pengumpulan data baik itu berupa observasi dan juga catatan lapangan
yang nantinya akan diberikan kepada observer.Menyiapkan lembar kerja kelompok dan tes
akhir siklus II.
Tahap pelaksanaan ini dilakukan pada tanggal 5 November 2016 dalam satu kali
pertemuan yang terdiri dari dua jam pelajaran. Pertemuan pertama ini digunakan untuk
memberikan materi mata pelajaran Matematika sub materi pertidaksamaan kuadrat .
Pertemuan 2
Proses pembelajaran pada siklus II ini hampir sama dengan tahapan-tahapan siklus I.
Tidak ada perubahan dalam kelompok-kelompok siswa, dan yang membedakan hanyalah
perbaikan-perbaikan tindakan agar dalam pelaksanaan siklus II dapat lebih optimal.
Pertemuan kedua digunakan untuk tes evalusi akhir siklus II (Tanggal 12 November 2016).
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
412
Kegiatan Awal dengan kegiatan awal guru membuka pelajaran dengan mengucap salam dan
berdoa bersama-sama dengan siswa. Guru mengecek kehadiran siswa dengan mengabsen
siswa, sementara siswa menjawab absensi siswa sesuai namanya. Guru menyampaikan
pentingnya mempelajari materi dalam kehidupan sehari-hari, sementara siswa
memperhatikan penjelasan guru. Setelah membangun pemahaman dari siswa tentang materi
yang akan dibahas, guru menanyakan kembali materi mata pelajaran persamaan kuadrat yang
telah disampaikan pada pertemuan beberapa waktu yang lalu.
Pada kegiatan inti guru menjelaskan pokok-pokok materi mata pelajaran
pertidaksamaan kuadrat. Guru membagi siswa menjadi tujuh kelompok. Setiap kelompok
ada tutor sebaya yang betugas menjelaskan kepada temannya dalam satu kelompok. Setelah
semua kelompok siswa mendapatkan soal, semua siswa secara kooperatif dalam kelompok
mengadakan ekplorasi dan asosisasi tentang pertidasamaan kuadrat, setelah itu semua siswa
dalam kelompok secara kooperatif bergantian mempresentasikan (mengkomunikasikan) di
depan kelas. Guru menanyakan kepada siswa-siswa lain apakah jawaban temannya di papan
tulis tersebut sudah benar. Apabila jawaban siswa benar maka guru memberikan
apresiasi.Guru menjelaskan kembali setiap jawaban yang telah diberikan oleh siswa melalui
beberapa poin penting dalam materi mata pelajaran pertidaksamaan kuadrat. Dalam kegiatan
penutup guru memberikan evaluasi secara tertulis kepada siswa. Siswa mengerjakan soal post
tes dengan waktu yang telah ditentukan.Setelah siswa selesai mengerjakan, siswa
mengumpulkan jawaban kepada guru. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk
bertanya jawab tentang materi yang telah dibahas, kemudian membuat kesimpulan materi
yang telah dibahas bersama-sama siswa. Guru menanyakan apakah ada siswa yang masih
belum paham tentang materi yang telah dibahas. Guru menutup pelajaran dan berdo‟a
bersama dengan untuk mengakhiri pelajaran serta mengucap salam penutup.
Pengamatan atau observasi yang dilakukan seperti pada observasi ketika siklus I
berlangsung. Pengamatan dilakukan dengan mengisi lembar observasi yang telah
dipersiapkan oleh peneliti. Pengamat bertugas mengamati aktifitas peneliti dan siswa selama
proses pembelajaran berlangsung.
Berdasarkan data di atas, ada beberapa hal yang tidak sempat dilakukan oleh peneliti.
Namun secara umum kegiatan peneliti sudah sesuai dengan rencana yang ditetapkan. Maka
nilai yang diperoleh dari pengamatan tentang hasil evaluasi siswa adalah sebagai berikut ......
Berdasarkan kegiatan refleksi terhadap siklus II hasil tes akhir pengamatan dan
hasil catatan lapangan, maka dapat diperoleh dalam beberapa hal yaitu:
a) Melalui pembelajaran tutor sebaya siswa lebih bersemangat belajar karena sambil
berdiskusi dengan teman sebayanya siswa yang malu bertanya kepada guru bisa
bertanya kepada teman sebayanya dan belajar bertanggung jawab serta tidak canggung
lagi bertanya jika ada hal yang belum dimengerti.
b) Kegiatan pembelajaran menunjukkan penggunaan waktu yang sudah sesuai dengan
rencana.
c) Penggunaan pembelajaran tutor sebaya dalam pembelajaran sudah sesuai dengan
langkah-langkah pembelajaran.
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
413
d) Hasil belajar siswa pada siklus I yakni sebesar 14,7 % (5 orang) yang tuntas sehingga
perlu siklus II. Pada siklus II terdapat . Dengan demikian terdapat peningkatan
ketuntasan hasil belajar 64,7%.
Berdasarkan hasil refleksi dapat disimpulkan bahwa setelah pelaksanaan tindakan
pada siklus II ini tidak diperlukan adanya pengulangan siklus. Karena pembelajaran sudah
berjalan sesuai rencana dan siswa bisa memahami dan mengerti penjelasan guru atau peneliti,
yakni dalam pembelajaran persamaan kuadrat yang sudah disampaikan secara baik.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, akhirnya peneliti menyimpulkan
beberapa hasil temuan penelitian yang terjadi selama penelitian berlangsung, sebagai berikut:
Siswa lebih memahami materi dengan adanya penggunaan pembelajaran tutor sebaya untuk
meningkatkan hasil belajar matematika materi persamaan kuadrat . Dengan menggunakan
pembelajaran tutor sebaya siswa lebih aktif dalam berkelompok dan siswa bisa belajar
bertanggung jawab. Pembelajaran tutor sebaya memungkinkan untuk dijadikan model
alternatif dalam pembelajaran di kelas, terutama pada mata pelajaran matematika.
Pembelajaran tutor sebaya diterapkan di Kelas XII dengan jumlah siswa sebanyak 34
siswa. Tahapan dalam penelitian ini meliputi: persiapan tutor, pembentukan kelompok,
mencari jawaban yang benar, dan tes akhir. Sebelum proses pembelajaran siswa dibagi
menjadi tujuh kelompok. Pembentukan kelompok dilakukan oleh peneliti sebagai guru. Hal
ini dilakukan untuk menjamin tingkat heterogen dalam setiap kelompok, supaya setiap
pasangan siswa menjadi rata tingkat intelegensinya.
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan deskripsi dan pembahasan di atas serta berdasarkan perumusan masalah
yang telah peneliti tentukan pada tahap awal penelitian, maka dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut:
1) Proses pembelajaran tutor sebaya pada mata pelajaran matematika pokok bahasan
persamaan kuadrat pada siswa Kelas XII SMKN 1 Batu dilaksanakan dengan cara:
a) Guru menyiapkan materi mata pelajaran persamaan kuadrat.
b) Dengan pendekatan saintific Guru menjelaskan secara garis besar materi mata
pelajaran matematika.
c) Guru menyiapkan tutor dan lembar soal sebagai media pembelajaran sebagai bahan
diskusi kelompok.
d) Masing-masing siswa dalam kelompok secara kooperatif menyelesaikan soal tersebut
secara bersama-sama dan mempresentasikan di depan kelas sesuai jawaban masing-
masing kelompok.
e) Setelah secara kooperatif siswa mengerjakan tugas dengan baik, guru melakukan
evaluasi terhadap hasil kerja siswa dan menjelaskan kekurangan-kekurangan apabila
ada.
Pembelajaran tutor sebaya pada pembelajaran matematika Pokok bahasan persamaan kuadrat
dapat meningkatkan hasil belajar siswa SMKN 1 Batu. Hal ini dapat diketahui dari indicator
keberhasilan yang berupa nilai hasil belajar siswa dan proses pembelajaran. Proses
pembelajaran akan menentukan tingkat hasil belajar siswa. Nilai ketuntasan belajar siswa
pada siklus I yakni sebesar 14,7% (5 orang) dan selanjutnya pada siklus II meningkat menjadi
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
414
79,4% (27 orang). Nilai hasil belajar ini berada pada tingkat keberhasilannya berada pada
kriteria yang baik. Hal ini menunjukkan siswa telah mampu menguasai materi mata pelajaran
matematika pokok bahasan persamaan kuadrat dengan baik.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan peneliti, ada beberapa saran yang
diharapkan dapat bermanfaat, membangun dan mendukung peningkatan kualitas
pembelajaran matematika di SMKN 1 Batu khususnya dan pada seluruh lembaga pendidikan
pada umumnya, di antaranya adalah:
1) Bagi Kepala SMKN 1 Batu
a) Disarankan hendaknya memberikan rekomendasi bagi para guru agar dapat
mengembangkan pelaksanaan sistem pembelajaran yang telah ada melalui penerapan
pembelajaran tutor sebya sebagai model pembelajaran alternatif dalam upaya
meningkatkan mutu sekolah yang lebih berkualitas sesuai dengan visi dan misi sekolah
yang telah ada.
b) Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu sumber masukan untuk
kepentingan pengembangan kurikulum dan hasil belajar matematika, sekaligus sebagai
motivasi untuk menyediakan sarana dan prasarana sekolah untuk terciptannya
pembelajaran yang optimal.
2) Bagi Guru SMKN 1 Batu
a) Dengan diterapkannya pembelajaran tutor sebaya dalam poses belajar mengajar
diharapkan dapat menghantarkan pada kualitas pembelajaran yang sesuai dengan yang
diharapkan serta dapat meningkatkan kreatifitas guru dalam proses belajar mengajar.
b) Hendaknya lebih terampil dalam mencermati karakteristik siswa dan mampu
mengenali kriteria pokok bahasan pada setiap mata pelajaran yang sesuai dengan
pembelajaran tutor sebaya sehingga proses pembelajaran lebih efektif, kreatif, inovatif
serta menyenangkan pada mata pelajaran matematika dan juga pada mata pelajaran
yang lainnya.
3) Bagi Siswa SMKN 1 Batu
a) Diharapkan untuk siswa dan siswi bersungguh-sungguh dalam belajar dan semoga
dengan penerapan pembelajaran tutor sebaya dapat memberikan kemudahan bagi
siswa untuk meningkatkan pemahaman dan hasil belajar pada mata pelajaran
matematika pokok bhasan persamaan kuadrat.
b) Setelah dilakukan penelitian ini diharapkan mampu memberikan motivasi dalam
belajar dikelas dan diluar kelas, maupun dalam hal meningkatkan hasil belajar.
4) Bagi Peneliti lain atau pembaca
Bagi penulis yang mengadakan penelitian sejenis, hasil penelitian ini diharapkan dapat
digunakan untuk menambah wawasan tentang penerapan pembelajaran tutor sebaya
dalam pembelajaran di dunia pendidikan.
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
415
Daftar Rujukan
Delpi Yandi. 2015. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tutor Sebaya Berbantuan
Web untuk MeningkatkanHasil Belajar Siswa Kelas XI IPA 2 SMAN 8 Batam. Malang:
TEQIP
Lizawati. 2015. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tutor Sebaya Berbintang untuk
Meningkatkan HasilBelajar Matematika tentang Pengolahan Data pada SiswaKelas VI
SD Negeri 3 Singkawang Timur. Malang: TEQIP
Muhammad Karim. 2015. Peningkatan Hasil Belajar tentang Faktor Persekutuan Terbesar
(FPB) dan KelipatanPersekutuan Terkecil (KPK) melalui Model Pembelajaran Tutor
Sebaya pada SiswaKelas VI SD Islamiyah 3 Kota Ternate Tahun Ajaran 2015/2016 .
Malang: TEQIP
Tarwel, J. 2011. Cooperative Learning and Mathematics Education: a happy marriage?
Paris: OECD
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
416
PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF NHT BERBASIS
MASALAH UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DIFERENSIAL
SISWA KELAS XII SMKN 2 BATU
Umi Kulsum Agus Setiyorini
SMK Negeri 2 Batu Jawa Timur
Abstrak :Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar siswa tentang
diferensial menggunakan model pembelajaran kooperatif NHT berbasis masalah. Jenis
penelitian adalah PTKdengan dua siklus, setiap siklus 2 kali pertemuan.Subjek penelitian
adalah 30 orang siswa kelas XII Teknik Kimia SMKN 2 Batu, 26 Perempuan dan 4 laki-
laki. Hasil Penelitian menunjukan bahwaada peningkatan hasil belajar siswa dari siklus I ke
siklus II sebesar 33,34 persen.Dari siklus I rata – rata hasil belajar siswa 68,28 meningkat
menjadi 76,13 pada siklus II. Selain itu ada peningkatan ketuntasan dari siklus I sebesar
53,33 % meningkat pada siklus II sebesar 86,67%
Kata kunci: NHT, berbasis masalah, diferensial, PTK
Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang diwajibkan di setiap jenjang
pendidikan, mulai dari tingkat dasar (SD/MI), menengah (SMP/MTs) dan atas
(SMA/MA/SMK). Namun demikian dalam mempelajari matematika siswa sering mengalami
kesulitan bahkan menjadikan matematika sebagai pelajaran yang menakutkan. Hal ini
disebabkan oleh dua hal yang menjadi kendala yaitu pelajaran matematika dirasakan tidak
tampak hubungannya dengan kehidupan sehari-hari dan keterbatasan waktu (karena setiap
siswa SMK sebagian waktunya digunakan untuk PSG), sehingga menyebabkan pengajaran
beberapa konsep matematika mengacu pada transfer pengetahuan guna mengejar target
kurikulum.Bila transfer konsep-konsep matematika terus berlangsung, maka pemahaman
siswa terhadap konsep matematika terbatas pada ranah kognitif saja. Bila pembelajaran
matematika didominasi dengan metode ceramah maka matematika menjadi pelajaran yang
sangat membosankan dan menakutkan bagi siswa karena banyak rumus-rumus yang harus
dihafalkan. Siswa tidak akan dapat menyadari bahwa matematika sangat penting untuk
difahami sebagai pengetahuan dasar guna memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari.
Kualitas proses pembelajaran dapat diamati dari bagaimana aktivitas siswa, interaksi
guru dan siswa, interaksi antar siswa dan motivasi belajar siswa. Sedangkan kualitas hasil
belajar siswa dapat diamati dengan melihat dari prestasi belajar dan ketuntasan belajar siswa.
Hal ini juga terjadi di kelas XII Teknik Kimia di SMK Negeri 2 Batu. Sebagian besarsiswa
belum tuntas menguasai materi yang diajarkan. Dalam belajar matematika,siswa masih
bersikap pasif dan hanya berpusat pada guru.Hal ini dikarenakan proses pembelajaran yang
masih didominasi dengan metode ceramah.
Untuk memperbaiki kualitas pembelajaran matematika di Kelas XII SMK Negeri 2
Batu maka perlu diterapkan metode pembelajaran yang inovatifdan kooperatif yaitu metode
pembelajaran yang memberi peluang pada siswa untuk belajar lebih banyak di kelasnya.
Salah satu metode yang dapat diterapkan adalah metode pembelajaran kooperatif (Attle and
Bakker, 2007).Menurut Ruslah (2015) pembelajaran kooperatif adalah strategi pembelajaran
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
417
yang mengutamakan adanya kerjasama, yakni kerjasama antar siswa dalam kelompoknya
untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Menurut Purwanto (2011) tujuan belajar kooperatif adalah untuk menciptakan suatu
situasi di mana keberhasilan dapat tercapai bila siswa lain juga mencapai tujuan tersebut.
Konsep implementasi pembelajaran model Cooperative learning (CL) mempunyai lima
prinsip yang mendasar yaitu positive interdependence, face to face interaction, individual
accountability, use of collaborative/social skills,dan grup processing.Prinsip yang pertama
positive interdependence yaitu saling tergantung secara positif, anggota kelompok menyadari
bahwa mereka perlu bekerja sama untuk mencapai tujuan. Prinsip yang kedua face to face
interaction yaitu semua anggota berinteraksi dengan saling berhadapan. Prinsip yang ketiga
individual accountability yaitu setiap anggota harus belajar dan menyumbang demi pekerjaan
dan keberhasilan kelompok. Prinsip yang ke empat us of collaborative/social skills yaitu
ketrampilan bekerja sama dan bersosialisasi diperlukan, untuk itu diperlukan bimbingan guru
agar siswa dapat berkolaborasi. Prinsip yang kelima group processing yaitu siswa perlu
menilai bagai-mana mereka bekerja secara efektif.
Salah satu metode CL yang dapat digunakan adalah.NHT (Numbered Head Together).
Beberapa peneliti telah melakukan penelitian dengan menerapkan model NHT (Susantri,
2015; Risliana, 2013; Melati, 2012; Wasi‟ah, 2015). Menurut Susantri (2015) pendekatan
NHT yang dilaksanakan dalam 2 siklus mengalami peningkatan.Hal ini ditunjukkan dengan
keaktifan belajar siswa yang meningkat dari siklus I kesiklus II. Karena metode NHT
(Numbered Head Together)memberikan kesempatan pada siswa untuk saling membagikan
ide - ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat.Selain itu teknik ini juga
mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerjasama mereka dalam memecahkan
permasalahan diferensial.Menurut Risliana (2013) NHT merupakan sebuah variasi diskusi
kelompok yang ciri khasnya adalah guru hanya menunjuk seorang siswa yang mewakili
kelompoknya tanpa memberitahu terlebih dahulu siapa yang akan mewakili kelompok
tersebut yaitu dengan cara pengundian. Cara ini dapat meningkatkan tanggungjawab
individual dalam diskusi kelompok, dengan adanya keterlibatan semua anggota kelompok
tentunya akan berdampak positif terhadap minat belajar siswa.
Menurut Melati (2012)kooperatif learning dengan tipe NHT (Numbered Head
Together) dengan menggunakan kuantitatif dengan bentuk pendekatan deskriptif
menggunakan teknik persentase untuk melihat peningkatan aktivitas dan hasil belajar siswa
dari siklus I sampai siklus II.Lembar observasi dan tes hasil belajar digunakan untuk melihat
aktivitas dan hasil belajar siswa.Setelah diadakan penelitian dengan 2 siklus maka terjadi
peningkatan terhadap aktivitas hasil belajar siswa yang telah mencapai indikator keberhasilan
pada siklus dua.Sedangkan menurut Wasi‟ah (2015) Model pembelajaran NHT ini secara
tidak langsung melatih siswa untuk saling berbagi informasi,mendengarkan dengan cermat
serta berbicara dengan penuh perhitungan, menuntut keseriusan siswa sehingga siswa lebih
produktif dalam pembelajaran. Pada pelaksanaanya guru akan melakukan evaluasi secara
acara acak dengan memilih siswa yang memakai nomor dikepala yang telah diberikan
sebelumnya dan memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik / prestasi belajar
yang lebih baik.Berdasarkan hasil – hasil penelitian yang telah dilakukan meyakinkan bahwa
metode NHT (Numbered Head Together)akan mampu menjawab permasalahan diatas. Oleh
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
418
karena itu peneliti bermaksud menggunakan model pembelajaran kooperatif NHT berbasis
masalah untuk meningkatkan hasil belajar siswa tentang diferensial.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas
(PTK). Menurut Hopkins (dalam Trianto, 2010:15) bahwa penelitian tindakan kelas adalah
penelitian yang mengkombinasikan prosedur penelitian dengan tindakan substansif, suatu
tindakan yang dilakukan dalam disiplin inkuri,atau suatu usaha seseorang untuk memahami
apa yang sedang terjadi, sambil memperhatikan dalam sebuah proses perbaikan dan
perubahan yang terjadi pada siswa. Subjek penelitian ini adalah 30 siswa yaitu kelas XII
Teknik Kimia SMK Negeri 2 Batu Jawa Timur Indonesia.
Model rancangan penelitian tindakan kelas yang digunakan dalam penelitian ini adalah
model rancangan yang dikembangkan oleh Kemmis dan Mc Taggart (1992).Model ini terdiri
dari 4 komponen pokok, yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 2 teknik
yaitu teknik observasi dan teknik tes. Teknik Observasi dilakukan saat pembelajaran
berlangsung dengan menggunakan lembar observasi yang digunakan sebagai sumber data
diperoleh dari pengamatan Guru dan Siswa dalam proses pembelajaran. Teknik tes dilakukan
pada akhir kegiatan pembelajaran dengan menggunakan lembar kerja siswa dalam bentuk
soal dan LKS dengan NHT
HASIL DAN PEMBAHASAN
Siklus I
Perencanaan
Siklus I diawali dengan perencanaan melalui kegiatan sebagai berikut: 1)
Merencanakan pembagian siswa dalam kelompok kooperatif berdasarkan data yang dimiliki
oleh guru yaitu berdasarkan nilai tes awal, perbedaan jenis kelamin serta perbedaan suku,
2)Membuaat nomor 1 sampai 5 dengan menggunakan kertas yang berwarna – warrni untuk
diberikan kepada semua siswa yang dibagi dalam kelompok kooperatif yang setiap kelompok
terdiri dari 4-5 orang, 3) Membuat lembar observasi untuk melihat kondisi belajar mengajar
di kelas pada waktu pengajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT. 4)
Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dalam dua kali pertemuan,5) Membuat
Lembar Kerja Siswa ( LKS ) dengan NHT, dan 6) Membuat soal tugas (pekerjaan rumah)
langsung pada materi turunan fungsi aljabar sederhana, penjumlahan dan perkalian, 7)
Membuat alat evaluasi hasil belajar matematika siswa pada materi turunan fungsi aljabar
sederhana, penjumlahan dan perkalian yang dilaksanakan pada akhir siklus. Kegiatan
menyusun RPP diawali dengan 1) Menentukan Kompetensi Dasar (KD) yaitu KD
16.3.Menggunakan konsep dan aturan turunan dalam perhitungan turunan fungsiyang sub
topiknya adalah menentukan berbagai turunan fungsi aljabar dan trigonometri, berikutnya
peneliti menyusun skenario pembelajaran dengan menentukan kegiatan pendahuluan,
kegiatan inti dan kegiatan penutup.
Adapun kegiatan pendahuluan sebagai berikut: a)Guru menyiapkan peserta didik
secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran dengan memberi salam, berdoa,
dan mengabsen peserta didik, b) Guru memberi motivasi belajar peserta didik dengan cara
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
419
mengingatkan kembali materi sebelumnya yaitu materi limit, c) Guru mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkan pengetahuan sebelumnya dengan materi turunan, d)
Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.
Kegiatan Inti sebagai berikut: a) Guru mengorganisasikan peserta didik dalam
beberapa kelompok dengan kemampuan heterogen yang terdiri dari 4-5 orang, b) Guru
memberi nomor kepada masing – masing siswa dalam setiap kelompok dan serta memberikan
nama kelompok yang berlainan, c) Guru memastikan setiap kelompok memiliki sumber
informasi yang relevan seperti buku paket, modul dan lainnya sehingga dapat memberi
kemudahan kepada siswa dalam menyelesaikan tugas yang diberikan guru d) Guru
membagikan Lembar Kegiatan Siswa dan masing – masing kelompok mengerjakannya, e)
Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap anggota kelompok dapat
mengerjakannya atau mengetahui jawabannya, f) Guru memanggil salah satu nomor siswa
dengan cara pengundian dan bagi siswa yang nomornya disebut dari setiap kelompok
mengangkat tangan dan melaporkan hasil kerjasama kelompoknya kepada seluruh siswa
dikelas, g) Siswa yang nomornya tidak disebut memberikan tanggapan atas jawaban dari
siswa yang menyampaikan hasil kerja kelompoknya, Jika sudah selesai guru bisa menunjuk
nomor berikutnya.
Sedangkan kegiatan penutup sebagai berikut: a) Guru bersama siswa menyimpulkan
bahwa sifat – sifat turunan bisa didapatkan dari limit, b) Guru menanyakan kepada peserta
didik kesan belajar turunan yang menggunakan metode NHT, c) Siswa diberikan tugas soal –
soal turunan aljabar yang menggunakan rumus sederhana dan diberikan tugas untuk
mempelajari turunan operasi fungsi aljabar untuk dipakai pada pertemuan berikutnya, d)
Guru mengakhiri kegiatan belajar dengan pesan untuk tetap semangat belajar dan salam.
Langkah berikutnya yang dilakukan peneliti adalah memilih media yang akan
digunakan pada pembelajaran, adapun media yang dipilih dan yang akan digunakan yaitu:
Lembar Kerja Siswa (LKS) untuk kelompok dan individu, dan juga menyusun lembar
pedoman observasi. Observasi yang akan dilakukan oleh observer diperlukan untuk
mengamati keterlaksanaan proses pembelajaran berlangsung baik yang dilakukan oleh guru
sebagai peneliti dalam menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan untuk
mengamati perkembangan aktivitas belajar peserta didik.
Pelaksanaan Tindakan
Pertemuan I
Pembelajaran diawali guru dengan memeriksa kehadiran siswa sambil
mempersiapkan mereka mengikuti pembelajaran.
Guru : Anak-anak hari ini kita akan belajar turunan fungsi, masih ingatkah kalian apa itu
limit fungsi?
Siswa : Masih bu...
Guru : Adakah yang bisa mengerjakan
?
Siswa :Anggik bu yang bisa mengerjakannya.
Guru : Kenapa harus Anggik,Kenapa enggak kamu aja yang kedepan untuk
mengerjakannya.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
420
Siswa : Baik bu,
Dari dialog di atas dapat disimpulkan bahwa siswa telah siap mengikuti pembelajaran
berikutnya.
Berikutnya guru membagi kelas menjadi 5 kelompok dengan masing-masing diberi nomor
dari angka 1 – 5 tiap anggotanya. Nama kelompok sesuai dengan warna yang tertera di nomor
yang dibagikan oleh guru
Guru : Baik anak-anak, setelah kelompok dibagi, saya bagikan LKS, masing – masing
kelompok satu LKS. Apakah masing – masing kelompok sudah dapat LKS semua?
Siswa : Sudah bu...
Guru : Baik anak – anak, dalam LKS tersebut tiap kelompok ditugasi untuk mengerjakan
tiga soal turunan yang sederhana dan waktunya 15 menit, apakah kalian sudah
pahamsemua?
Siswa : Sudah bu, yang soal no 3 saya masih bingung bu?
Gambar 1.Guru membantu siswa yang mengalami kesulitan pada Lembar Kegiatan Siswa
Kegiatan dilanjutnya dengan masing-masing kelompok bekerja secara mandiri.
Selama kegiatan pembelajan guru berkeliling untuk memantau perkembangan kerja siswa.
Teramati bahwa dalam kegiatan diskusi ternyata masih banyak ditemukan siswa yang main
sendiri dan tidak mau ikut untuk menyelesaikannya, mungkin karena LKS yang saya bagikan
setiap kelompok hanya satu lembar. Dan dalam kesempatan mengelilingi setiap kelompok
terjadi dialog siswa dan guru :
Siswa : Gimana bu cara menyelesaikan turunan yang bentuknya akar ?
Guru : Jika kalian menemukan soal yang bentuknya akar,kalian rubah dulu menjadi
bilangan yang berpangkat.
Siswa : Oh begitu ya bu, terimaksih bu atas bantuannya.
Guru : Sekarang kalau tugas kalian sudah selesai, apakah teman kelompok kalian juga
sudah paham semua? Berarti kalian sudah siap utk mempresentasikan didepan kelas
Siswa : Insyaallah siap bu
Setelah 15 menit maka diskusi siswa pun selesai dan guru bersiap siap untuk pemanggilan
siswa kedepan untuk mempresentasikan tugasnya.Biar adil guru memanggil nomor untuk
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
421
mempresentasikan tugasnya didepan kelas dengan cara pengundian,Tibalah waktunya untuk
pengundian ternyata yang terpanggil adalah nomor dua untuk kelompok biru,dan siswa yang
mempunyai nomor dua dengan warna biru maju didepan kelas untuk mempresentasikan
tugasnya dan bagi siswa yang nomornya tidak terpanggil memberi tanggapan terhadap hasil
tugas diskusi teman yang didepan kelas. Dan Siswa yang mempresentasikan hasil tugasnya
didepan juga menerima dengan baik tanggapan dari siswa yang nomornya tidak dipanggil.
Setelah selesai mempresentasikan hasil tugasnya siswa dan guru bersama- sama
menyimpulkan materi turunan fungsi aljabar sederhana, untuk meyakinkan bahwa siswa
sudah paham maka guru bertanya kepada siswa
Guru : Anak anak apakah kalian sudah paham dan dengan materi hari ini?
Siswa : Sudah Bu Guru...
Guru : Baiklah jika kalian sudah paham dan jelas maka bu guru ingin tahu seberapa jauh
kalian sudah paham dengan materi hari ini dengan memberikan tugas soal latihan tentang
turunan dan harus kalian kerjakan secara individu
Siswa : Soal latihannya jangan banyak - banyak ya bu?
Guru : Tidak, Bu Guru hanya akan memberikan 2 soal saja cukup, yang penting disini
kalian sudah paham dengan materi hari ini
Kegiatan selanjutnya siswa menulis soal latihan dan mengerjakannya secara individu dalam
waktu 15 menit.Dengan tenang semua siswa mengerjakan soal latihan yang diberikan oleh
guru.
Setelah 15 menit berlalu kemudian guru bertanya kepada siswa:
Guru : Anak anak apakah latihannya sudah selesai
Siswa : Sudah Bu Guru
Guru : Baik anak – anak, kalau begitu sekarang tugasnya kalian kumpulkan
Siswa : Baik Bu Guru
Setelah selesai mengumpulkan soal latihan, guru menutup pertemuan pada hari ini. Tetapi
sebelum menutup pertemuannya guru memberikan tugas untuk dikerjakan dirumahnya
masing masing dan besuk pada pertemuan selanjutnya akan dibahas bersama sama didepan
kelas
Berakhirlah kegiatan pada pertemuan hari ini dan ditutupoleh guru dengan bacaan salam dan
siswa secara serentak membalas salam dari guru
Dari kegiatan pembelajaran pertemuan pertama, siswa sudah mulai antusias, aktif
dan senang dalam mengikuti proses pembelajaran tetapi masih belum bisa diketahui dampak
dari pembelajaran dengan metode NHT terhadap hasil belajar.Untuk itu penilaian hasil
belajar (evaluasi) akan dilaksanakan pada siklus pertama pertemuan kedua
Pertemuan II
Pembelajaran pada pertemuan kedua ini diawali guru dengan memeriksa kehadiran siswa
sambil mempersiapkan mereka untuk mengikuti pembelajaran dan selanjutnya terjadi dialog
antara siswa dan guru
Guru : Anak - anak apakah tugas kemarin yang ibu berikan sudah selesai.
Siswa : Sudah bu...
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
422
Guru : Baik, Kalau begitu mari kita koreksi bersama –sama dengan cara tugasnya kalian
tukar dengan teman sebangku.
Siswa : Baik bu.
Semua siswa secara serentak menukarkan tugasnya dengan teman sebangkunya dan
selanjutnya mulailah pengoreksian tugas dengan cara siswa yang bisa mengerjakan soal
disuruh mengerjakan jawabannya didepan kelas dan kalau benar maka siswa tersebut akan
diberi nilai tambahan, karena mendapatkan nilai tambah maka siswa berebut angkat tangan
untuk maju kedepan.
Guru : Sekarang siapa yang bisa mengerjakan tugas boleh angkat tangan,nanti akan ibu
beri nilai tambah.
Siswa 1 : Saya bu untuk nomor1
Siswa 2 : Saya bu nomor 2
Siswa 3 : Saya bu nomor 3
Guru :Baik, kalau begitu Anggik nomor 1, Ilvernia nomor 2 dan Anisa Febrianti nomor 3,
silahkan kalian maju kedepan dan tuliskan jawabannya dipapan tulis.
Ketiga siswa tersebut maju didepan kelas untuk mengerjakan jawabannya dipapan
tulis.Setelah selesai menuliskan jawabannya didepan kelas guru bersama - sama siswa yang
lain mengoreksinya. Selanjutnya jika jawaban sudah dikoreksi guru dan ternyata jawabannya
sudah benar maka semua siswa mulai mengoreksi jawaban teman sebangkunya,setelah
selesai mengoreksi dan diberi nilai maka semua tugas tadi dikumpulkan dan diberikan guru
untuk dimasukkan didaftar nilai.Setelah selesai mengoreksi tugas, guru dan siswa
melanjutkan materi selanjutnya yaitu tentang “Turunan Hasil Operasi Fungsi Aljabar”
Guru : Pertemuan kemarin kita sudah membahas tentang rumus turunan fungsi aljabar
yang sederhana dan selanjutnya hari ini bu guru akan melanjutkan dengan materi turunan
hasil operasi fungsi aljabar, apakah dirumah kalian sudah membacanya
Siswa : Belum bu
Guru : Kok belum kenapa?
Siswa :Karena lagi mengerjakan PR bu, Jadi tidak sempat membaca materi selanjutnya
karena sudah capek bu
Guru : PRnya khan hanya sedikit masak sudah capek, kalian saja yang malas
belajar,padahal kalian sudah kelas tiga dan sebentar lagi sudah mau ujian nasional jadi
jangan suka malas belajar.
Siswa : Baik bu,insyallah tidak akan saya ulangi lagi dan saya akan berusaha untuk
merubah sifat malas saya
Guru : Baiklah kalau begitu sekarang kalian buka buku paketnya halaman 153 tentang
turunan hasil operasi fungsi aljabar,Apakah sudah kalian buka semua buku paketnya
Siswa : Sudah bu
Guru : Berarti kalian sudah siap untuk melanjutkan materi selanjutnya.
Siswa : Sudah bu
Guru : Apakah kalian masih ingat rumus rumus fungsi aljabar yang sudah kalian pelajari
kemarin, karena materi hari ini masih berkaitan dengan materi kemarin hanya materi hari
inidiperluas rumusnya yaitu membahas tentang operasi turunan fungsi aljabar yaitu tentang
perkalian turunan fungsi aljabar
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
423
Siswa : Insyallah masih ingat bu, karena tadi kita juga barusan mengingat rumus turunan
fungsi aljabar dari tugas yang ibu berikan kemarin
Guru : Alhamdulillah bagus kalau begitu, sebelum ibu bagikan LKSnya sekarang kalian
kembali kekelompoknya masing – masing seperti pertemuan kemarin
Kegiatan selanjutnya semua siswa berdiri dan mencari kelompoknya masing – masing dan
guru membagikan nomor 1 – 5 kepada setiap kelompok dan memberi nama kelompoknya
sesuai dengan warna nomor yang diterimanya. Selanjutnya guru membagikan LKS kepada
setiap kelompok
Guru : Apakah semua kelompok sudah mendapatkan LKS semua?
Siswa : Sudah bu...
Guru : Baik, sekarang kalian diskusikan tiga soal yang ada di LKS dengan kelompoknya
masing masing, Nanti kalau ada pertanyaan boleh angkat tangan.
Siswa : Baik bu...
Kegiatan dilanjutkan dengan masing-masing kelompok bekerja secara mandiri. Selama
kegiatan pembelajaran guru berkeliling untuk memantau perkembangan kerja siswa. Teramati
bahwa dalam kegiatan diskusi ternyata masih banyak ditemukan siswa yang main sendiri dan
tidak mau ikut untuk menyelesaikannya, mungkin karena LKS yang dibagikan setiap
kelompok hanya satu Lembar. Dan dalam kesempatan mengelilingi setiap kelompok terjadi
dialog siswa dan guru :
Siswa : Bu, bagaimana cara mengerjakan soal turunan dari ( ) ( )(
)
Guru : Jika kalian menemukan soal perkalian seperti itu maka kalian harus memisalkan
dulu yaitu persamaan yang pertama kamu anggap ( ) dan persamaan yang kedua
dianggap ( ) setelah itu kedua persamaan itu cari turunannya terlebih dahulu,setelah
diturunkan semua baru kalian masukkan kedalam rumus operasi fungsi aljabar yang ada
pada buku paket hal 135.
Siswa : Terimakasih bu.
Setelah memberi pengarahan kepada salah satu siswa selanjutnya guru bertanya kepada
semua siswa
Guru : Apakah ada yang mau bertanya lagi?
Siswa : Tidak bu...
Guru : Kalau tidak ada pertanyaan lagi berarti kalian sudah paham semua, saya kasih
waktu 10 menit lagi dan kalian presentasikan jawaban hasil diskusi kelompok didepan kelas.
Setelah 10 menit maka diskusi telah selesai dan guru bersiap siap untuk pemanggilan siswa
kedepan untuk mempresentasikan tugasnya.Biar adil guru memanggil nomor untuk
mempresentasikan tugasnya didepan kelas dengan cara pengundian,Tibalah waktunya untuk
pengundian ternyata yang terpanggil adalah nomor empat untuk kelompok merah. Dan siswa
yang mempunyai nomor empat dengan warna merah maju didepan kelas untuk
mempresentasikan tugasnya dan bagi siswa yang nomornya tidak terpanggil memberi
tanggapan terhadap hasil tugas diskusi teman yang didepan kelas. Dan Siswa yang
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
424
mempresentasikan hasil tugasnya didepan juga menerima dengan baik tanggapan dari siswa
yang nomornya tidak dipanggil. Setelah selesai mempresentasikan hasil tugasnya siswa dan
guru bersama- sama menyimpulkan materi pada hari itu, untuk meyakinkan bahwa siswa
sudah paham maka gurupun bertanya kepada siswa
Guru : Anak anak apakah kalian sudah paham dengan materi hari ini?
Siswa : Sudah Bu Guru...
Guru : Baiklah karena kalian sudah paham semua dengan materi hari ini,maka ibu akan
memberikan tes evaluasi siklus Iyang berkaitan dengan materi pertemuan turunan rumus
sedehana dan materi turunan operasi fungsi aljabar yang barusan kalian dapatkan hari ini
untuk mengetahui seberapa jauh kalian sudah paham dengan materi turunan tersebut
Sebelum membagikan tes evaluasi siklus I guru menyuruh siswa untuk duduk seperti semula
dan tidak berkelompok. Siswa langsung berdiri dan kembali ketempat duduknya masing –
masing seperti semula.Selanjutnya guru membagikan soal kepada semua siswa satu persatu
dan secara individu siswa mengerjakan tes evaluasi yang diberikan oleh guru.Setelah berjalan
15 menit tes evaluasi siklus I pun selesai dan dikumpulkan oleh guru untuk mengetahui
seberapa berhasilnya siswa mengikuti kegiatan pembelajaran pada siklus I
Observasi
Observasi dilakukan untuk mengetahui perkembangan aktivitas siswa (meliputi
perhatian, partisipasi, pemahaman, dan kerjasama siswa) dan aktivitas guru (meliputi
penyajian materi, kemampuan memotivasi siswa, pengelolaan kelas, dan pembimbingan guru
terhadap siswa). Tahap pengamatan peneliti sebagai guru, sedangkan untuk mengobservasi
tindakan yang dilaksanakan oleh guru dilakukan oleh duateman sejawat peneliti dengan
menggunakan pedoman observasi. Pada waktu obervasi ternyata masih ditemukan siswa
yang masih kurang aktif dalam mengerjakan LKS.
Observasi hasil belajar siswa dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan nilai tugas
dan tes pada akhir kegiatan pembelajaran. Jadi, pada tahap obeservasi ini data penelitian yang
diambil adalah: (1) Nilai tugas dan nilai tes (2) Hasil pengamatan tindakan yang dilakukan
guru dan aktivitas siswa di kelas.
Refleksi
Pada tahap refleksi, peneliti bersama observer mendiskusikan hasil tindakan yang
telah dilakukan berdasarkan data yang telah terkumpul. Hasil refleksi ini akan digunakan
sebagai acuan untuk merencanakan siklus berikutnya, apakah perlu dilanjutkan atau tidak.
Dari kegiatan observasi masih ditemukan siswa yang masih ngomong sendiri, siswa masih
kesulitan memahami maksud soal, terdapat siswa yang tidak nyaman dengan kelompoknya,
dan kerjasama siswa dalam kerja kelompok masih belum optimal. Penyebab siswa masih
ngomong sendiri dan kerjasama kurang optimal diduga karena LKS yang dibagikan setiap
kelompok hanya satu lembar dan siswa yang lain tidak memegang
LKSnya.Ketidaknyamanan siswa dalam kelompok diduga karena siswa tidak satu kelompok
dengan teman karibnya.
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
425
Proses pelaksanaan pembelajaran pada siklus I masih dinilai cukup, belum baik. Hal
ini dikarenakan siswa dan guru masih dalam penyesuaian proses pembelajaran kooperatif tipe
NHT. Nilai hasil belajar siswa pada siklus I adalah 68,28, padahal nilai KKM adalah 75.
Nilai hasil belajar siswa belum mencapai indikator keberhasilan sehingga perlu dilanjutkan
ke siklus II. Peneliti harus melakukan beberapa perbaikan pada siklus II agar dapat
meningkatkan hasil belajar siswa.
Siklus II
Berdasarkan refleksi siklus I ditemukan beberapa kekurangan dalam pelaksanaan
pembelajaran serta target yang diharapkan dalam penelitian belum tercapai. Upaya perbaikan
siklus I pada siklus II diperlukan untuk mengatasi kekurangan pada siklus I, yaitu dengan
memperbaiki RPP dengan memperjelas langkah – langkah penyampaian materi dan
mempertegas informasi pelaksanaan evaluasi kepada siswa diakhir pembelajaran. Siklus
kedua terdiri dari 2 pertemuan (Satu kali pembelajaran dan satu kali tes).Pelaksanaan
pembelajaran dideskripsikan sebagai berikut :
Perencanaan
Siklus II diawali dengan perencanaan seperti pada siklus I yaitu melalui kegiatan
sebagai berikut: 1) Merencanakan pembagian siswa dalam kelompok kooperatif berdasarkan
data yang dimiliki oleh guru yaitu berdasarkan nilai tes awal, perbedaan jenis kelamin serta
perbedaan suku, 2) Membuaat nomor 1 sampai 5 dengan menggunakan kertas yang berwarna
– warni untuk diberikan kepada semua siswa yang dibagi dalam kelompok kooperatif yang
setiap kelompok terdiri dari 4-5 orang, 3) Membuat lembar observasi untuk melihat kondisi
belajar mengajar di kelas pada waktu pengajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe
NHT. 4) Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dalam dua kali pertemuan,5)
Membuat Lembar Kerja Siswa ( LKS ) dengan NHT, dan 6) Membuat soal tugas (pekerjaan
rumah) langsung pada materi turunan operasi fungsi aljabarpembagian dan fungsi
trigonometri, 7) Membuat alat evaluasi hasil belajar matematika siswa pada materi turunan
operasi fungsi aljabarpembagian dan fungsi trigonometriyang dilaksanakan pada akhir siklus.
Kegiatan menyusun RPP diawali dengan 1) Menentukan Kompetensi Dasar (KD) yaitu KD
16.3.Menggunakan konsep dan aturan turunan dalam perhitungan turunan fungsi yang sub
topiknya adalah menentukan berbagai turunan fungsi aljabar dan trigonometri, berikutnya
peneliti menyusun skenario pembelajaran dengan menentukan kegiatan pendahuluan,
kegiatan inti dan kegiatan penutup.
Adapun kegiatan pendahuluan sebagai berikut: a) Guru menyiapkan peserta didik
secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran dengan memberi salam, berdoa,
dan mengabsen peserta didik, b) Guru memberi motivasi belajar peserta didik dengan cara
mengingatkan kembali materi sebelumnya yaitu materi rumus turunan fungsi aljabar yang
sederhana, c) Guru mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang turunan fungsi aljabar, d)
Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.
Kegiatan Inti sebagai berikut: a) Guru mengorganisasikan peserta didik dalam
beberapa kelompok dengan kemampuan heterogen yang terdiri dari 4-5 orang, b) Guru
memberi nomor kepada masing – masing siswa dalam setiap kelompok dan serta memberikan
nama kelompok yang berlainan, c) Guru memastikan setiap kelompok memiliki sumber
informasi yang relevan seperti buku paket, modul dan lainnya sehingga dapat memberi
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
426
kemudahan kepada siswa dalam menyelesaikan tugas yang diberikan guru d) Guru
membagikan Lembar Kegiatan Siswa sejumlah siswa dan masing – masing kelompok
mengerjakannya, e) Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap
anggota kelompok dapat mengerjakannya atau mengetahui jawabannya, f) Guru memanggil
salah satu nomor siswa dengan cara pengundian terlebih dahulu dan bagi siswa yang
nomornya disebut dari setiap kelompok mengangkat tangan dan melaporkan hasil kerjasama
kelompoknya kepada seluruh siswa didepan kelas, g) Siswa yang nomornya tidak disebut
memberikan tanggapan atas jawaban dari siswa yang menyampaikan hasil kerja
kelompoknya, Jika sudah selesai guru bisa menunjuk nomor berikutnya.
Sedangkan kegiatan penutup sebagai berikut: a) Guru bersama siswa menyimpulkan
bahwa turunan operasi fungsi aljabar pembagian didapat dengan menggunakan rumus
( ) ( )
( ) ( )
( ) ( ) ( ) ( )
( ( )) , b) Guru menanyakan kepada peserta didik
kesan belajar turunan operasi fungsi aljabar pembagian dan fungsi trigonometri yang
menggunakan metode NHT, c) Siswa diberikan tugas soal – soal turunan operasi fungsi
aljabarpembagian dan fungsi trigonometridan diberikan tugas untuk mempelajari materi
berikutnya, d) Guru mengakhiri kegiatan belajar dengan pesan untuk tetap semangat belajar
dan salam.
Langkah berikutnya yang dilakukan peneliti adalah memilih media yang akan digunakan pada
pembelajaran, adapun media yang dipilih dan yang akan digunakan yaitu: Lembar Kerja Siswa (LKS)
untuk kelompok dan individu sejumlah siswa yang ada dikelas, dan juga menyusun lembar pedoman
observasi. Observasi yang akan dilakukan oleh observer diperlukan untuk mengamati keterlaksanaan
proses pembelajaran berlangsung baik yang dilakukan oleh guru sebagai peneliti dalam menerapkan
model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan untuk mengamati perkembangan aktivitas belajar
peserta didik.
Pelaksanaan Tindakan
Pertemuan I
Pembelajaran diawali guru dengan memeriksa kehadiran siswa sambil
mempersiapkan mereka mengikuti pembelajaran pada siklus ke II
Guru : Anak anak bagaimana kabarnya hari ini,apakah sehat sehat semua
Siswa : Sehat bu....
Guru : Untuk pertemuan hari ini ibu akan melanjutkan materi pada pertemuan kemarin
yaitu turunan operasi fungsi aljabar pembagian, Apakah kalian masih ingat turunan operasi
fungsi aljabar perkalian
Siswa : Masih bu...
Guru : Karena materi turunan operasi fungsi aljabar pembagian masih berkaitan dengan
operasi fungsi aljabar perkalian hanya pada pembagian ada penyebutnya
Guru menuliskan Rumus operasi fungsi aljabar pembagian
rumus ( ) ( )
( ) ( )
( ) ( ) ( ) ( )
( ( ))
Guru : Coba kalian perhatikan rumus yang ada dipapan ini Siapa yang bisa membedakan
rumus operasi fungsi aljabar perkalian dan pembagian
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
427
Siswa : Saya bu...
Guru : Iya kamu anggik, Apa yang bisa kalian bedakan rumus operasi fungsi aljabar
perkalian dan pembagian
Siswa : Kalau perkalian menggunakan lambang penjumlahan “+” sedangkan kalau
pembagian menggunakan lambang pegurangan “ – “ dan ada penyebutnya.
Guru : Betul sekali untuk Anggik, Beri tepuk tangan untuk anggik
Semua siswa memberikan tepuk tangan untuk anggik sebagai penghargaan kalau jawaban
Anggik sudah benar. Dari dialog di atas dapat disimpulkan bahwa siswa telah siap mengikuti
pembelajaran berikutnya.
Berikutnya guru membagi kelas menjadi 5 kelompok dengan masing-masing diberi
nomor dari angka 1 – 5 tiap anggotanya. Nama kelompok sesuai dengan warna yang tertera di
nomor yang dibagikan oleh guru
Guru : Baik anak-anak, setelah kelompok dibagi, ibu akan membagikan LKS dan semua
siswa akan mendapatkan satu persatu karena supaya semua bisa memecahkan soal yang ada
diLKS tersebut dan tidak hanya satu orang yang berfikir untuk memecahkan soalnya, Apakah
semuanya sudah dapat LKS
Siswa : sudah bu...
Guru : Baik anak – anak, dalam LKS tersebut tiap kelompok ditugasi untuk mengerjakan
tiga soal turunan operasi fungsi aljabar pembagian dan waktunya 15 menit, apakah kalian
sudah paham semua?
Siswa : Sudah bu...
Kegiatan dilanjutkan dengan masing-masing kelompok bekerja secara mandiri sesuai dengan
gambar 2.
Gambar 2. Masing – masing kelompok bekerja secara mandiri
Selama kegiatan pembelajaran guru berkeliling untuk memantau perkembangan kerja siswa.
Karena semua siswa sudah mendapatkan LKSnya masing masing maka tidak ada siswa yang
main sendiri dan semuanya ikut berpikir untuk menyelesaikannya. Dalam kesempatan
mengelilingi setiap kelompok terjadi dialog siswa dan guru :
Siswa : Apakah penyebut pada operasi fungsi aljabar pembagian yang ada pangkat duanya
diselesaikan atau dibiarkan saja.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
428
Guru : Untuk turunan operasi fungsi aljabar pada pembagian penyebutnya jangan
dioperasikan dan cukup dibiarkan saja seperti itu.
Siswa : Oh begitu ya bu, terimaksih bu atas bantuannya.
Setelah 15 menit berlalu diskusi kelompok telah selesai dan guru bertanya kepada siswa:
Guru : Apakah diskusinya sudah selesai dan apakah teman kelompok kalian juga sudah
paham semua? Kalau sudah selesai berarti kalian sudah siap utk mempresentasikan jawaban
didepan kelas
Siswa : Insyaallah siap bu
Setelah 15 menit maka diskusi siswa telah selesai dan guru bersiap siap untuk pemanggilan
siswa kedepan untuk mempresentasikan tugasnya.Biar adil guru memanggil nomor untuk
mempresentasikan tugasnya didepan kelas dengan cara pengundian,Tibalah waktunya untuk
pengundian ternyata yang terpanggil adalah nomor tiga untuk kelompok orange, dan siswa
yang mempunyai nomor tiga dengan warna orange maju didepan kelas untuk
mempresentasikan tugasnya dan bagi siswa yang nomornya tidak terpanggil memberi
tanggapan terhadap hasil tugas diskusi teman yang didepan kelas. Dan Siswa yang
mempresentasikan hasil tugasnya didepan juga menerima dengan baik tanggapan dari siswa
yang nomornya tidak dipanggil. Setelah selesai mempresentasikan hasil tugasnya siswa dan
guru bersama- sama menyimpulkan materi pada hari itu, untuk meyakinkan bahwa siswa
sudah paham maka gurupun bertanya kepada siswa
Guru : Anak anak apakah kalian sudah paham dan dengan materi hari ini?
Siswa : Sudah Bu Guru...
Guru : Baiklah jika kalian sudah paham dan jelas maka bu guru ingin tahu seberapa jauh
kalian sudah paham dengan materi hari ini dengan memberikan tugas soal latihan tentang
turunan operasi fungsi aljabar pembagian dan harus kalian kerjakan secara individu dan
tidak boleh dikerjakan lagi secara kelompok
Kegiatan selanjutnya siswapun menulis soal latihan dan mengerjakannya secara individu
dengan diberi waktu 15 menit. Dengan disiplin siswa mengerjakan latihan yang diberikan
oleh guru.selanjutnya terjadilah dialog
Guru : Anak anak apakah latihannya sudah selesai
Siswa : Sudah Bu Guru
Guru : Baik anak – anak, kalau begitu sekarang tugasnya kalian kumpulkan
Siswa : Baik Bu Guru
Setelah selesai mengumpulkan tugas latihan, guru menutup pertemuan pada hari itu tetapi
sebelum menutup pertemuannya. Guru memberikan tugas untuk dikerjakan dirumahnya
masing masing dan besuk pada pertemuan selanjutnya akan dibahas bersama sama didepan
kelas.
Berakhirlah kegiatan pada pertemuan hari ini dan ditutup dengan oleh guru dengan bacaan
Assalamualaikum warohmatullahiwabarokatu dan siswapun menjawab dengan waalaikum
salam warohmatullahi wabarokatuh.
Dari kegiatan pembelajaran pertemuan pertama, siswa sudah mulai antusias, aktif
dan senang dalam mengikuti proses pembelajaran tetapi masih belum bisa diketahui dampak
dari pembelajaran dengan metode NHT terhadap hasil belajar.Untuk itu penilaian hasil
belajar (evaluasi) akan dilaksanakan pada siklus kedua pertemuan kedua
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
429
Pertemuan II
Pembelajaran pada siklus kedua pada pertemuan kedua ini diawali guru dengan
memeriksa kehadiran siswa dengan cara mengabsen satu persatu sambil mempersiapkan
mereka untuk mengikuti pembelajaran selanjutnya kemudian terjadi dialog antara siswa dan
guru
Guru : Anak – anak, apakah tugas yang ibu berikan kemarin sudah selesai?
Siswa : Sudah bu...
Guru : Kalau begitu mari kita koreksi bersama –sama, dan sekarang tugas kalian tukarkan
dengan teman sebangku
Siswa : Baik bu.
Semua siswa memulai dengan menukarkan tugasnya dengan teman sebangkunya dan
selanjutnya mulailah pengoreksian tugas dengan cara siswa yang bisa mengerjakan soal
disuruh mengerjakan jawabannya didepan kelas dan kalau benar maka siswa tersebut akan
diberi nilai tambahan, maka terjadilah perebutan angkat tangan untuk maju kedepan.
Selanjutnya terjadi dialog:
Guru : Siapa yang bisa mengerjakan tugas didepan kelas boleh angkat tangan karena akan
ibu beri nilai tambah.
Siswa 1 : Saya bu untuk nomor 1
Siswa 2 : Saya bu nomor 2
Siswa 3 : Saya bu nomor 3
Guru : Tolong yang angkat tangan jangan anak itu saja,yang lainnya mana? karena nanti
kalau tidak ada yang akan tangan berarti ibu yang akan menunjuk kalian untuk maju
didepan kelas
Siswa yang didalam kelas menjadi tegang karena takut nanti namanya disebut untuk maju
didepan kelas, tetapi setelah mendengarkan motivasi dari guru anak – anak tidak tegang lagi.
Guru : Anak – anak kalian jangan takut maju didepan kelas karena nanti kalau jawaban
kalian salah ibu tidak akan marah dan nanti kalau ada kesulitan akan ibu bantu
Setelah mendengar gurunya berbicara seperti itu anak – anak yang lainpun menjadi berani
untuk angkat tangan
Siswa 4 : Saya bu nomor 1
Siswa 5 : Saya bu nomor 2
Siswa 6 : Saya bu nomor 3
Guru : Baik, Jadi yang mengerjakan nomor 1yaitu Firdatul, nomor 2 yaitu Inda dan yang
terakhir yaitu Pinky, silahkan kalian maju kedepan dan tuliskan jawaban kalian dipapan
tulis
Ketiga siswa tersebut maju didepan kelas untuk mengerjakan jawaban tugas yang diberikan
kemarin. Setelah selesai menuliskan jawabannya didepan kelas guru bersama sama siswa
yang lain langsung mengoreksi apakah jawabanya sudah benar atau belum. Selanjutnya jika
jawaban sudah dikoreksi oleh guru dan ternyata jawabnya sudah benar maka semua siswa
mulai mengoreksi jawaban temannya yang sudah ditukarkan tadi, setelah selesai mengoreksi
dan diberi skor maka semua tugas dikumpulkan dan diberikan guru supaya nilainya bisa
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
430
dimasukan kebuku nilai oleh guru.Setelah selesai mengoreksi tugas, guru dan siswa
melanjutkan materi selanjutnya yaitu tentang “ Turunan Trigonometri “
Guru : Pertemuan kemarin kita sudah membahas tentang rumus turunan Fungsi Aljabar
yang Sederhana dan Turunan Operasi Fungsi Aljabar, Selanjutnya hari ini bu guru akan
melanjutkan dengan materi Turunan Trigonometri, Tetapi sebelumnya seperti biasa kalian
duduk dengan kelompoknya masing - masing yang sudah ibu bagi kemarin.
Kegiatan selanjutnya semua siswa berdiri dan mencari kelompoknya masing – masing dan
guru membagikan nomor 1 – 5 kepada setiap kelompok dan memberi nama kelompoknya
sesuai dengan warna nomor yang diterimanya. Selanjutnya guru membagikan LKS kepada
semua siswa yang ada disetiap kelompok.dan terjadi dialog
Guru : Sekarang kalian buka buku paket halaman 155. Apakah sudah dibuka semua
bukunya?
Siswa : Sudah bu
Guru : Kalian perhatikan rumus – rumus yang ada dibuku paket itu dan kemudian soal
yang ada diLKS diskusikan dengan kelompok masing – masing dan jangan lupa seperti biasa
teman didalam kelompok harus bisa memahami semua jawaban yang sudah kalian
diskusikan supaya nanti waktu presentasi didepan kelas tidak bingung.
Kegiatan dilanjutkan dengan masing-masing kelompok bekerja secara mandiri. Selama
kegiatan pembelajan guru berkeliling untuk memantau perkembangan kerja siswa. Teramati
bahwa dalam kegiatan diskusi ternyata sudah tidak ditemukan siswa yang main sendiri dan
semua ikut memikirkan Lembar Kegiatan Siswa yang diberikan oleh guru. Karena semua
siswa dalam kelompok sudah mendapatkan Lembar Kegiatan Siswa masing – masing. Jadi
tidak ada alasan lagi anak – anak untuk main sendiri
Setelah 15 menit berlalu diskusipun telah selesai
Guru : Baik anak – anak karena waktu diskusi kalian sudah selesai maka selanjutnya
waktunya presentasi jawaban didepan kelas
Guru bersiap siap untuk pemanggilan siswa kedepan untuk mempresentasikan
tugasnya.Seperti biasa biar adil guru memanggil nomor untuk mempresentasikan tugasnya
didepan kelas dengan cara pengundian,Tibalah waktunya untuk pengundian ternyata yang
terpanggil adalah nomor satu untuk kelompok hijau, dan siswa yang mempunyai nomor satu
dengan warna hijau maju didepan kelas untuk mempresentasikan tugasnya dan bagi siswa
yang nomornya tidak terpanggil memberi tanggapan terhadap hasil tugas diskusi teman yang
didepan kelas. Dan Siswa yang mempresentasikan hasil tugasnya didepan juga menerima
dengan baik tanggapan dari siswa yang nomornya tidak dipanggil. Setelah selesai
mempresentasikan hasil tugasnya siswa dan gurupun bersama- sama menyimpulkan materi
pada hari itu, untuk meyakinkan bahwa siswa sudah paham maka gurupun bertanya kepada
siswa
Guru : Anak anak apakah kalian sudah paham dengan materi hari ini?
Siswa : Sudah Bu Guru...
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
431
Guru : Baiklah karena kalian sudah paham semua dengan materi hari ini,maka ibu akan
memberikan tes evaluasi yang berkaitan dengan materi pertemuan kemarin dan materi yang
barusan kalian dapatkan hari ini untuk mengetahui seberapa jauh kalian sudah paham
dengan materi turunan tersebut
Sebelum membagikan tes evaluasi guru menyuruh siswa untuk duduk seperti semula dan
tidak berkelompok.Siswapun langsung berdiri dan kembali ketempat duduknya masing –
masing seperti semula.
Selanjutnya guru membagikan soal tes evaluasi kepada semua siswa satu persatu dan secara
individu siswa mengerjakan tes evaluasi dengan tenang yang diberikan oleh guru.
Setelah berjalan 15 menit tes evaluasi telah selesai dan dikumpulkan oleh guru untuk
mengetahui seberapa berhasilnya siswa mengikuti kegiatan pembelajaran pada siklus II
Observasi
Observasi dilakukan untuk mengetahui perkembangan aktivitas siswa (meliputi
perhatian, partisipasi, pemahaman, dan kerjasama siswa) dan aktivitas guru (meliputi
penyajian materi, kemampuan memotivasi siswa, pengelolaan kelas, dan pembimbingan guru
terhadap siswa). Tahap pengamatan peneliti sebagai guru, sedangkan untuk mengobservasi
tindakan yang dilaksanakan oleh guru dilakukan oleh duateman sejawat peneliti dengan
menggunakan pedoman observasi.pada waktu obervasi pada siklus kedua ternyata sudah
tidak ditemukan siswa yang masih kurang aktif dalam mengerjakan LKS.
Observasi hasil belajar siswa dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan nilai tugas
dan tes pada akhir kegiatan pembelajaran. Jadi, pada tahap obeservasi ini data penelitian yang
diambil adalah: (1) Nilai tugas dan nilai tes (2) Hasil pengamatan tindakan yang dilakukan
guru dan aktivitas siswa di kelas.
Refleksi
Pada tahap refleksi, peneliti bersama observer mendiskusikan hasil tindakan yang telah
dilakukan berdasarkan data yang telah terkumpul. Hasilrefleksi ini akan digunakan sebagai
acuan untuk melihat keberhasilan siswa pada siklus ke II, apakah perlu dilanjutkan atau tidak.
Dari kegiatan observasi sudah tidak ditemukan siswa yang masih ngomong sendiri, siswa
sudah dapat memahami maksud soal, siswa yang semula tidak nyaman dengan kelompoknya
sekarang sudah bisa beradaptasi dengan kelompoknya, dan kerjasama siswa dalam kerja
kelompok sudah optimal. Penyebab siswa tidak ngomong sendiri dan kerjasama sudah
optimal diduga karena LKS yang dibagikan setiap kelompok tidak hanya satu lembar lagi
karena masing – masing siswa sudah bisa memegang LKSnya.Siswa yang semula tidak
nyaman dengan kelompoknya sekarang sudah merasa nyaman dengan kelompoknya karena
sudah bisa beradaptasi dengan siswa yang lain dalam kelompoknya.
Proses pelaksanaan pembelajaran pada siklus II sudah baik. Hal ini dikarenakan siswa
dan guru sudah bisa menyesuaikan proses pembelajaran kooperatif tipe NHT.Nilai rata-rata
hasil belajar matematika siswa mengalami 68,28 pada siklus I menjadi 76,13 pada siklus II.
Persentase siswa yang mencapai ketuntasan juga mengalami peningkatan yaitu pada siklus I
hanya sebesar 53,33% sedangkan pada siklus II siswa yang mencapai ketuntasan sebesar
86,67%.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
432
Proses pelaksanaan pembelajaran pada siklus II dinilai sudah baik. Pada siklus II ini
siswa telah terbiasa untuk melaksanakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan siswa
sudah aktif dalam kelompoknya masing-masing. Sedangkan untuk guru juga mengalami
peningkatan terutama dalam penguasaan pengelolaan kelas dan membimbing siswa pada saat
proses pembelajaran serta pada saat kerja kelompok.Berdasarkan banyaknya siswa yang telah
tuntas pada siklus II, maka ketuntasan belajar siswa pada siklus II 86,67% artinya telah
mengalami peningkatan hasil belajar, maka tidak dilakukan lagi pada siklus selanjutnya.
Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa pembelajaran matematika melalui model
pembelajaran kooperatif NHT dapat meningkatkan nilai rata-rata hasil belajar siswa
mencapai 76,13 dan memenuhi semua indikator pembelajaran dengan baik pada siklus II,
sehingga peneliti bersama observer memutuskan untuk menghentikan pembelajaran sampai
siklus II.
Pelaksanaan pembelajaran pada siklus II mengalami perubahan menjadi lebih baik
dibandingkan siklus I. Hal ini dapat dilihat dari adanya peningkatan rata-rata hasil belajar
matematika siswa pada siklus I sebesar 68,28 naik menjadi 76,13 pada siklus II dan besar
persentase selisih rata-rata hasil belajar siswa dari siklus I ke siklus II sebesar 33,34 %. Grafik peningkatan menggambarkan peningkatan nilai hasil belajar matematika siswa
mulai dari nilai dasar, nilai hasil belajar siklus I dan nilai hasil belajar siklus II. Grafik
peningkatan hasil belajar matematika siswa setelah pembelajaran kooperatif dengan tipe
Numbered Head Together (NHT) dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 1: Grafik Peningkatan Hasil Belajar Matematika Siswa
(Sumber: Hasil Penelitian, 2016)
Berdasarkan grafik tersebut dapat diketahui bahwa banyaknya siswa yang hasil
belajarnya telah tuntas pada siklus I adalah 16 orang dan yang belum tuntas 14 orang,
sedangkan pada siklus II siswa yang tuntas telah mencapai 26 orang dan hanya 4 orang siswa
yang belum tuntas. Dengan demikian, tujuan pembelajaran telah tercapai secara maksimal.
Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa data yang dikumpulkan adalah hasil
observasi aktivitas guru dan siswa selama berlangsungnya proses pembelajaran dengan
menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe NHT .
Sebelum melaksanakan pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together pada
siklus I terlebih dahulu pembelajaran ini diperkenalkan kepada siswa, bahwa pembelajaran
0
5
10
15
20
25
30
Prasiklus Siklus I Siklus II
Tuntas
Belum Tuntas
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
433
yang akan dilaksanakan berbeda dengan pembelajaran yang biasa dilaksanakan.
Pembelajaran kooperatif tipe NHT dimulai dengan penyajian materi singkat, pengerjaan LKS
secara berkelompok, menuliskan jawaban di papan tulis, kemudian pemberian tugas rumah
yang dikerjakan secara individu oleh siswa.
Penelitian ini dilakukan selama II siklus. Setelah dilakukan tindakan sebanyak dua
siklus, terjadi peningkatan hasil belajar matematika siswa yang dapat dilihat dari peningkatan
nilai hasil belajar siswa atau rata-rata kelas. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan
oleh Dimyati dan Mudjiono (1999:37), yang menyatakan bahwa peningkatan hasil belajar
berarti perubahan kemampuan ke arah yang lebih baik dan bermutu. Pembelajaran yang
berlangsung selama penelitian berhasil meningkatkan hasil belajar siswa, jika telah terjadi
peningkatan nilai rata-rata siswa pada akhir setiap siklus. Pada penelitian ini untuk melihat
peningkatan siswa pada siklus 1 dan 2 dengan menggunakan nilai prosentase pada siswa yang
tuntas sesuai dengan pendapat peneliti Melati ( 2012)
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) dapat meningkatkan hasil
belajar siswa kelas XII SMKN 2 Batu tahun ajaran 2016/2017 pada materi diferensial.
Sebelum diadakan penelitian siswa banyak yang pasif Hasil Penelitian menunjukan bahwaada
peningkatan hasil belajar siswa dari siklus I ke siklus II sebesar 33,34 persen.Dari siklus I rata
– rata hasil belajar siswa 68,28 meningkat menjadi 76,13 pada siklus II. Selain itu ada
peningkatan ketuntasan dari siklus I sebesar 53,33 % meningkat pada siklus II sebesar 86,67%
Kegiatan aktivitas guru dan siswa dalam kegiatan pembelajaran dapat meningkatkan
minat dan kreatifitas belajar siswa semakin baik di setiap pertemuan. Hal tersebut
ditunjukkan dari hasil observasi, pada siklus I aktivitas siswa secara keseluruhan dinilai
cukup. Pada siklus II aktivitas siswa secara keseluruhan dinilai baik, yang pada akhirnya
dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
Pada pembelajaran matematika hendaknya seorang guru menggunakan berbagai model
pembelajaran salah satunya adalah kooperatif tipe NHT (Numbered Head Together) sebagai
salah satu alternatif untuk meningkatkan efektifitas proses pembelajaran di kelas dan untuk
meningkatkan hasil belajar matematika siswa. Agar siswa lebih aktif dan kreatif dalam
belajar dengan membiasakan diri bekerjasama dalam kelompok belajar.
Daftar Rujukan
Attle,S.& Baker,B.2007. Cooperative Learningin a Competitive Environment:Classroom
Applications.International Journal of Teaching and Learning in Higher
Education.Volume 19,Number 1,77-83 http://www.isetl.org/ijtlhe/ISSN 1812-9129
Melati, H.,A.,2012 Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa SMAN 1 Sungai
Ambawang Melalui Pembelajaran model Advance Organizer Berlatar Numbered
Heads Together ( NHT ) Pada Materi Kelarutan Dan Hasil Kali Kelarutan.Journal
Visi Ilmu Pendidikan (J-VIP).Hal 619 – 630
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
434
Purwanto.2011. Pembelajaran Model Cooperatif Learning Pada Siswa Kelas VI SDN 007
Waru Kabupaten Penajam Paser Utara: Implementasi Lesson Study.J-TEQIP,edisi
Tahun II, Nomor 1, Mei 2011. Hal 56 – 62
Risliana, 2013. Meningkatkan Hasil Belajar Matematika pada Materi Bangun Ruang melalui
Model Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT) Siswa Kelas IV SDN 001
Kuaro Kab. Paser Tahun Pelajaran 2012/2013.Prosiding2 TEQIP2013.Hal.741-747
Ruslah, 2015. Upaya Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa dalm Menentukan
KPK dan FPB melalui Pembelajaran Kooperatif dengan Bantuan Media Miscin pada
Siswa Kelas VII. Prosiding Seminar Nasional TEQIP 2015. Hal 83 – 91
Susantri, Hidayah,2015. Penerapan model Pembelajaran Tipe NHT ( Numbered Head
Together ) untuk Meningkatkan Keaktifan pada Pembelajaran Matematika di Kelas
VIIA SMP Negeri 1 Ampel Gading. Prosiding Seminar Nasional TEQIP 2015. Hal
384 – 391
Wasi‟ah, Aah,2015. Peningkatan Hasil Belajar Matematika Siswa pada Materi Perbandingan
dengan Menggunakan Pendekatan Cooperative Learning Tipe NHT dan Media Kotak
Kelas V SD Negeri 007 Ranai.Prosiding Seminar Nasional TEQIP 2015.Hal.216-
222)
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
435
USING RECIPROCAL TEACHING TO IMPROVE THE ABILITY OF
IX-A GRADERS’ READING COMPREHENSION
AT SMPN 1 SANGGAU
Ernawati
SMP Negeri 1 Sanggau, West Kalimantan
Abstract: This study aims to find out whether using reciprocal teaching can improve
students‟ ability in reading comprehension and also to see the students‟ activities while the
strategy of reciprocal teaching was applied in reading comprehension. The subjects of this
research were Grade IX-A students of SMP Negeri 1 Sanggau in the academic year
2016/17. This study was a Classroom Action Research (CAR), consisting of four phases,
planning, acting, observing and reflecting. The study was conducted in two cycles and each
cycle consisted of two meetings. The finding showed that using reciprocal teaching could
improve the students‟ ability in reading comprehension. In the pre-test before the treatment
was given, only 26% students reached the MPL and the mean score for the pre-test was only
57.26. In Cycle I, it increased into 65% and the mean score was 68.70, while the result of
Cycle II increased into 87% and 75.45 for the mean score. Meanwhile the students‟
activities when the strategy of reciprocal teaching applied was categorized as active in
Cycle I and very active in Cycle II.
Key words: reciprocal teaching, reading comprehension.
In the English language teaching, there are four language skills which should be
mastered by students, namely: listening, speaking, reading and writing. Reading is a process
of transferring any kind of information from the author to the reader. Through the
information transferred someone learns to get some advantages from the reading text.
Among the four language skills, the skill of reading is a skill to be mastered by the
EFL students, especially reading comprehension. To learn a foreign language, reading ability
should be included. Although reading is sometimes difficult, it is important for the junior
high school students to learn. The Curriculum of Standard Competencies states that the aim
of learning English at the junior high school is: “To express the meanings of transactional
and interpersonal conversations using very simple, accurate, and fluent language for the
interactions about the nearest environment”
In reading comprehension, a reader needs comprehension to catch the content of
message or information from the text. According to Snow (2002:11), reading comprehension
is defined as the process of simultaneously extracting and constructing meanings through
interaction and involvement of written language. A reader is expected to be actively engaged
with the text to construct the meaning of the whole text. The reader should also know what
the author wants to tell about. In addition, the organization and style of text writing also
influence someone‟s comprehension.
Meanwhile, Grabe & Stoller (2002:9) state that reading is the ability to draw meaning
from printed pages and interpret this information appropriately. It means that understanding
the information of the text is important to get the message from the text. It also means that
there are many advantages that we can get through the activity of reading. However, the
ability of Grade IX-A students of SMPN 1 Sanggau in English reading especially reading
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
436
comprehension is still unsatisfactory. The result of their daily exercises indicated that their
ability in reading comprehension is still low. Some students did not pass the MPL (Minimum
Passing Level) for reading comprehension. Most of the students still found many difficulties
in comprehending the reading texts taught.
The way to understand English text is not simple for EFL students, because they
usually do not have sufficient language background for the task of acquiring literacy as do
first language learners. Thus, the activity of reading comprehension is not an interesting
activity for most of the students. This condition also happened to Grade IX-A students of
SMPN 1 Sanggau. They sometimes know how to pronounce the words but they get
difficulties in catching the meaning. Some students who can read the words of a text fluently
still have difficulties in understanding of the text they have read. This condition makes some
of the students perceive that reading comprehension is not an interesting activity.
Consequently, teachers should pay attention and be more creative in teaching reading
comprehension, by finding and using a new alternative in how to make reading
comprehension activity more interesting for them. Joubert (2001:21) states that creative
teaching is an art. One cannot teach teachers didactically how to be creative; there is no fail-
safe recipe or routine. He also adds that some strategies may help to promote creative
thinking, but teachers need to develop a full repertoire of skills which they can adapt to
different situations. It means that the creativity of a teacher is really needed to get the goal of
teaching learning itself.
Considering the condition of Grade IX-A students of SMPN 1 Sanggau who need an
alternative way that can help them improve their reading comprehension, the researcher
implemented Reciprocal Teaching as a strategy. Reciprocal teaching is a kind of technique in
reading comprehension. It was firstly developed by Palinscar and Brown (1984), who
describe reciprocal teaching as an interactive reading strategy to enhance the student‟s
comprehension. In this study, reciprocal teaching was used to teach expository texts by
integrating the processes of predicting, questioning, clarifying, and summarizing during
reading.
Reciprocal teaching starts as an oral dialogue among teacher, students, and text. At the
center of reciprocal teaching area, group discussion in which teacher and students take turns
as leader in discussing the text. Biggs (in Cooper & Greive, 2009:47) also mentions some
reasons for using reciprocal teaching. It is said that reciprocal teaching makes the basis of
effective reading comprehension visible to all students.
Reciprocal teaching is used by teachers to solve the students‟ difficulties in reading
comprehension by attracting the students in discussion about confusing segments of text with
the purpose of gaining meaning from the text and self-monitoring. Marzano (in Omari and
Weshah, 2010:30) also declares the reasons for using reciprocal teaching. They are: “(1)
reciprocal teaching encourages cooperation, responsibility and leadership, (2) reciprocal
teaching raises students' motivation for learning, (3) reciprocal teaching develops their social
relations, (4) reciprocal teaching decreases undesirable behaviors in the classroom”.
The reasons above make the researcher convinced that reciprocal teaching can be a
good strategy to be applied to improve students‟ reading comprehension, because it involves
both teacher and students in learning activity and it will be fun for both of them. Some
previous studies have proved the success of using reciprocal teaching to improve reading
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
437
comprehension. Cooper & Greive (2009) and Badri & Badri (2016) carried out experimental
studies using reciprocal teaching. These studies indicated that the use of reciprocal teaching
strategy improved the experimental group‟s reading comprehension. Other studies (Frances
& Eckart, 1992; Yang, 2002; Anastasiou & Griva, 2009; Tsai, 2010; Ya, 2010; Su, 2010; all
are cited in Hou, 2015) also proved that the use of reciprocal teaching improved students‟
reading strategies and metacognitive awareness. The study conducted by Izadi & Nowrouzi
(2016) applied reciprocal teaching in reading comprehension to high and low level students‟
emotional intelligence. One of the results showed that reciprocal instructions significantly
improved learner‟s reading comprehension. Davidson (2015) also conducted a study using
reciprocal teaching in reading comprehension and the results showed that students increased
their reading comprehension. However, all the studies above generally reported the
improvement of students‟ reading comprehension using the strategy of reciprocal teaching.
The students‟ activities while applying the strategy were not discussed. Therefore, in this
study, the aims do not only focus on the students‟ improvements in reading comprehension,
but also on the students‟ activities in the classroom while the reciprocal teaching was applied.
The students‟ activities in teaching learning process mean the process of teaching and
learning in the classroom. The activities of the students when the strategy was applied also
showed how far the strategy motivates the students to be active learners in teaching learning
process. Schwartz (2010) claims that in-class activities are usually techniques that involve all
of the students in the class, either working in groups or alone, to solve a problem or puzzle.
Peters (in Fitzsimons, 2014) highlights that active learning strategies are considered the most
effective for deep learning. Reciprocal teaching is considered as an active learning strategy
because the strategy or steps in the reciprocal teaching give students opportunities to be
active learners. Schwartz (2010) also claims that for learning to be active, students must do
more than listen; they must read, write, discuss, or be engaged in solving problems. Most
important, to be actively involved, students must engage in such higher order thinking tasks
as analysis, synthesis, and evaluation. It can be very helpful for a teacher to vary the teaching
and learning activities employed in the classroom.
METHOD
The research design of this study was classroom action research (CAR) consisting of
four stages: planning, acting, observing and reflecting. The study was conducted in SMP
Negeri 1 Sanggau, West Kalimantan, at the first semester in the academic year 2016/2017.
The subjects of this research were Grade IX-A students consisting of 31 students. Before the
research was done, a pre-test was administred to identify the problem. After the problem was
identified, a plan to take an action to solve the problem was prepared. The Pre-test was done
because the researcher would like to get more authentic information about the teaching and
learning problem in the classroom during the English class, in this case reading
comprehension. In conducting this research, the researcher was helped by an English teacher
as an observer. The observer is also an English teacher at SMPN 1 Sanggau.
Two kinds of data were collected in this research. They were qualitative and
quantitative data. The research instruments for the qualitative data were observation chcklist
and field-note, and the instrument for the quantitative data was a test. The observation
checklist was used by the observer to observe the teaching and learning process as well as
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
438
students‟ participation in the classroom. The observer also observed the process of the
implementation of the reciprocal teaching. The aspects being observed were the objective
condition of the English class, including the activities of the students when the strategy of
reciprocal teaching was applied. The field-note was used by the researcher to record any
difficulties or obstacles during the teaching learning process to complete the data. The test
was used as the post-test and it was administered at the end of each cycle after the students
were given treatment using reciprocal teaching. The test was a reading achievement test to
find out the result of the action. The students‟ scores in the post-test and the observation
record were used to determine whether or not the students‟ reading comprehension improved
after the implementation of reciprocal teaching.
RESEARCH FINDINGS
Before the reciprocal teaching was implemented, the researcher conducted a pre-test by
giving two reading texts with twenty multiple-choice questions. The total number of the
students who reached the MPL in the pre-test was 26% (8 out of 31 students) and the total
number of the students who did not reach the MPL was 74% (23 students). The result of the
pre-test indicated that Grade IX-A students had low ability in reading comprehension. The
students also got difficulties in understanding and comprehending the texts given. Most of
them were confused about the vocabulary in the text because they did not know the meanings
of the words.
Cycle I
The planning stage in this first cycle covered the determination of the teaching topic,
the steps of action and the instruments used to collect the data. In this stage, the researcher
prepared observation sheets, lesson plans for the material which was going to be taught based
on the students‟ problems found in the pre-test. The researcher also prepared some reading
texts and made some comprehension questions for the post-test.
The instruments for collecting data were also prepared. They were scoring rubric,
observation checklist, and field-note. The criteria of success were also decided to determine
the success of this research. For this research, it was expected that at least 75% students got
the MPL in reading comprehension. The school has determined that the minimum score for
English subject for IX graders was 70.
The acting stage or the implementation of the reciprocal teaching in this first cycle was
held on 7th
and 9th
of September 2016. In teaching reading comprehension using reciprocal
teaching, the researcher used the four steps, as proposed by Oczkus (2003:14), namely:
predicting, clarifying, questioning and summarizing. The steps were applied as follows.
The first meeting of this cycle was held on 7th
September 2016. At first, the researcher
explained the four steps of reciprocal teaching to the students, and after the students got the
points, then, the researcher modeled the steps starting from predicting, clarifying, questioning
and summarizing and how to apply them. The researcher acted as the leader of the classroom
discussion. The reading text which was used in this meeting was a report text with the title
“Laboratory”. In predicting step, the researcher gave students some clues related to the text.
The researcher led the students to guess what the text was about through the clues given. In
clarifying step, the researcher distributed the reading texts to all the students and asked them
to read silently and find the difficult words or phrases. The discussion was held to find the
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
439
word meanings. The questioning step, led the students to generate questions related to the text
and discuss the answers. In summarizing step some students performed in front of the
classroom to read their summaries. All the steps were done by the students with the
researcher‟s assistance.
The second meeting was held on Friday, 9th
September 2016. The researcher gave the
students opportunities to apply all the steps of reciprocal teaching by themselves in groups,
and each group was led by a leader for the discussion, like what the researcher did in the first
meeting. A report text entitled “Library” was used for this meeting.
Observing stage was done by observing the students‟ activity during the teaching
learning process. It was done by the observer and also the researcher herself. The observer
filled out the observation sheets by observing the teaching learning process as well as
students‟ participation in the classroom and also observed the process of implementing the
reciprocal teaching. The aspects being observed were the real condition of the English class,
including the activities of the students. The observer and the researcher also made field-notes
about the problems or obstacles which occurred during the teaching learning process.
The observation checklist and field-notes showed that the students‟ participations and
activities in the first meeting of Cycle I were 66.66%, which was categorized as active; while
in the second meeting the participations and activities were 75%, and it was also categorized
as active. They enjoyed the class and did the researcher‟s instructions well, but there were
several students who were still confused of what they should do in the first meeting. Some of
the students did not get involved in the discussion. They just kept silent and did not know
what to do.
The reflecting stage discusses the results of the implementation of the first cycle. In
this cycle, the result of the post-test showed that the total number of the students who passed
the MPL increased into 65% and the total number of the students who did not pass the MPL
was 35%. This result indicated an improvement from the result of the pre-test, but the
improvement was still not satisfactory, because there were still many students who did not
reach the MPL. The researcher decided to conduct the second cycle to hope that the result
would be better than the first cycle.
Cycle II
Revised plan was made based on the observation and reflection of the first cycle. The
researcher decided to use simpler a reading text for the students to make them easier to
understand the text especially about the vocabulary. The reading material for this cycle was
still report texts, as in the first cycle. The titles of the texts “Newspaper” and “Hotel”.
This second cycle was conducted on 21st and 23
rd September 2016. At the first meeting
the researcher explained more about the strategy and modeled it. She gave more explanation
of all the steps or strategy of reciprocal teaching. At the second meeting, when the students
do all the steps by themselves in groups, the researcher gave more helps to all the groups. The
researcher came to each group to ask about their difficulties and help them until they could do
all the tasks well.
The researcher found that the teaching learning process ran better than that in the first
cycle. Most of the students got involved in the class discussion and also in the group
discussion. The results of observation and field-note showed that the students‟ participations
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
440
and activities in the first meeting of Cycle II was 88%, which was categorized as very active,
while in the second meeting it was 87.5%, and it was also categorized as very active.
The result of the students‟ post-test in Cycle II also showed higher improvement from
the Cycle I. There were 87% of students who reached the MPL, while 13% of the students
did not reach the MPL. Most of the students have reached and passd the minimum passing
grade (which was 70). This means that the results of this research has met the criteria of
success, i.e. more than 75% students should reach the MPL. It can be seen in Graph 1 below.
Graph 1 The Total Number of Students Who Can Reach the MPL
The mean score for the pre-test was 57.26. There were only 8 students who reached
the MPL and 23 other students did not reach the MPL. In Cycle I, 21 students were able to
reach the MPL, and there were still 10 students who did not reach the MPL, and the mean
score for this cycle was 68.7. Meanwhile, the mean score in Cycle II was 75.45, there were
27 students who reached the MPL, and 4 students still did not reach the MPL. It can be seen
in Graph 2 below.
Graph 2 The Achievement Progress in Reading Comprehension of Pre-cycle, Cycle I and
Cycle II
DISCUSSION
Based on the findings presented above, it shows that in the pre-test the students had
low ability in reading comprehension. Most of the students got low scores and did not pass
the MPL. The students got difficulties in answering the questions based on the texts given.
26%
65%
87%
74%
35%
13%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
PRE-TEST CYCLE I CYCLE II
PASSED THE KKM
BELOW THE KKM
57,26
68,7 75,45
0
20
40
60
80
Pre-test Cycle I Cycle II
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
441
They had to open the dictionaries many times just to find the meanings of one word or
phrase. Some of the students even did not care about the reading texts; they just answered the
questions without reading the whole texts. They looked bored with the reading activity and
did not care about the scores they would get. But, when the reciprocal teaching as a strategy
to improve the students‟ reading comprehension was applied, there were better improvements
in the first cycle and also in the second cycle. The students‟ activities also increased when the
strategy of reciprocal teaching was applied. The activities of the students indicated that they
were active learners.
The study found the reasons why there was better improvement for each cycle. First,
the students were given new atmosphere in their learning reading. A new atmosphere can
lead students to be curious to know the thing that they had never known before. Cremin et al.
(2006) state that creative teachers demonstrate curiosity and genuine desire to learn. Such
teachers are likely to have a wide range of personal interests and passions and knowledge of
the wider world and are likely to share their enquiring stance with the learners. In this cycle,
the researcher applied a new strategy by using reciprocal teaching in teaching reading
comprehension to her students. This strategy was new for the students and led them to a new
atmosphere, where they were curious to know and wanted to involve in the new activity.
Second, the reciprocal teaching with the four steps: predicting, clarifying, questioning
and summarizing, aroused students‟ interest in reading activity. The predicting step led the
students to be creative thinkers because they had to think to predict about what the reading
text was about. The students also became more creative to find ideas to guess using the clues
given by the teacher or their group leader. This step also encouraged the students to actively
think ahead. They anticipated what would come next in the text, based on their prior
knowledge and the content of the text. This helped the students easier to see what information
is new to them and what they had already known, as they read the passage.
In clarifying step, the students looked serious and enthusiastic when they were asked
to read silently and find the difficult words or phrases that they did not understand, because
before doing this step, they already had the basic knowledge about the text they read in the
predicting step; thus, they looked to enjoy doing that. Besides that, the meanings of the
difficult words or phrases that they did not understand could be discussed with their friends in
the class or in their groups, as stated by Hackathorn et al. (2011), a classroom discussion is an
active teaching technique because it enables students to explore issues of interest, opinions,
and ideas. Meanwhile, Hadjioannou (in Hackathorn et al., 2011) claims that classroom
discussion also leads to higher levels of learning because in order to build on each other‟s
ideas, the students must first listen and understand the contributions of other students in order
to respond or add to it.
While doing the discussion, the students could share and discuss what they thought and
what they were going to do with their friends in group, they also felt easy when they wanted
to ask their teacher, because they were supported by other friends in their group, until finally
they had done all the steps by him-/herself. Discussion provides opportunities for interaction
between tutor and students and among students. This step gave the students opportunities to
find any ways to tackle their problems in dealing with the text. Communication among them
occurred and hence, they became active thinkers.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
442
The next step is questioning. This strategy gave the learner an opportunity to identify
the kind of information that provides the substance for an appropriate question and to frame
questions before, during, and after reading. The students generated questions, after doing
discussions about the reading text, with their friends in group. They did not generate the
questions independently; thus, it made them more confident in delivering the questions to
other groups. Meanwhile, the students in other groups who answered the questions given to
them also became more confident, because in answering the questions they had done a
discussion with their friends in their group. This condition created opportunities for the
students to speak and deliver their ideas. They can receive feedback from teachers and peers.
The last step of reciprocal teaching is summarizing. In this step, the students were
firstly in group and then by him-/herself identifying and integrating important information
presented in the text. They also looked to enjoy when they were asked to summarize the
reading text, because they had done the three steps of reciprocal teaching before they came to
this step. They could express their understanding of the reading that they had discussed
through the three steps before, by making the main focus of the text with their own style or
writing. Oczkus (2003:35) states that during reciprocal teaching lessons, students summarize
texts in varied ways; thus, each of the four steps helps students to meet common core
expectations.
In short, the four steps of reciprocal teaching gave the students opportunities to
comprehend the reading text in interesting ways, because the steps lead the students to get
involved in group discussion to solve their difficulties. They also share their understanding
and thinking with the group. In this stage, the students‟ thoughts are shaped through group
discussion. Oczkus (2003:35) explains that during reciprocal teaching student discussions run
through the strategies with partners or group members, sometimes specifically taking on the
roles of predictor, clarifier, questioner, and summarizer. The four steps of reciprocal teaching
for the students are described by Oczkus (2003:36) as follows:
For predicting, students pretend to rub a crystal ball. When they
question, they make a fist for a microphone, and for clarify they make
circles with their fingers for “glasses” to clarify. When students
summarize, they pretend to wield a lasso around above their heads as
they round up the main idea.
The next reason for the improvement after the strategy of reciprocal teaching was
applied was that the focus of the teaching and learning process was no longer only on the
teacher. The students also took the process more than the teacher. In each group, the students
got his/her turn to be the leader; thus, it encouraged their confidence firstly in their group
before they became independent to do all the steps of reciprocal teaching in reading
comprehension. All the strategies gave students great opportunities to be more active in
teaching learning process.
CONCLUSIONS AND SUGGESTIONS
The results of this study showed that reciprocal teaching can improve the students‟
achievement in reading comprehension. It can be seen from the progress from the pre-test and
then Cycle I and Cycle II. The result of the last cycle has met the criteria of success, that is
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
443
75%; so, it can be said that the reciprocal teaching can improve the reading comprehension of
Grade IX-A students.
Based on the conclusions, teachers are suggested to be more creative in finding
suitable method or technique as a strategy to improve their teaching and learning process.
Teacher should also be able to create a conducive atmosphere in their class, because it will
lead students to comfortable feeling when they are doing the activity in teaching and learning
process. In teaching reading, the use of reciprocal teaching is really recommended for
teachers in order to improve their students‟ reading comprehension. The four steps of
reciprocal teaching--predicting, clarifying, questioning and also summarizing--can arouse
students‟ creativities and interests in reading comprehension; thus, this strategy can improve
the students‟ reading comprehension.
References
Badri, A. and Badri, A. 2016. The Effect of Reciprocal Teaching on Reading
Comprehension, with a Focus on Low Terms. International Journal of Education
Investigations -. (Online). Retrieved from http://www.ijeionline.com. on 20th
August
2016.
Cooper, T. and Greive, C. 2009. The Effectiveness of the Methods of Reciprocal Teaching.
ResearchOnline@Avondale -, 45-47. research.avondale.edu.au/. Accessed on 29th
March 2016.
Cremin, T,; Burnard, P.; and Craft, A. 2006. Pedagogies of Possibility Thinking.
International Journal of Thinking Skills and Creativity. Retrieved from https://ore.
exeter.ac.uk/repository/ accessed on 15th
March 2016
Davidson, J. 2015. Improving Reading Comprehension Through Reciprocal Teaching. -
Fitzsimons, M. 2014. Engaging Students' Learning Through Active Learning. Irish Journal
of Academic Practice 3(1), -. Retrieved from http://arrow.dit.ie/ijap/vol3/iss1/ on 20th
August 2016
Grabe, W. & Stoller, F.L. 2002. Teaching and Researching Reading. Harlow: Pearson
Education.
Hackathorn, J.; Solomon, E. D.; and Blankmeyer, K.L. 2011. Learning by Doing: An
Empirical Study of Active Teaching Techniques. The Journal of Effective Teaching
11(2), 40-54. An online journal devoted to teaching excellence. Retrieved from
http://uncw.edu/jet/articles/Vol11_2/. on 15th
August 2016.
Hou, Y.J. 2015. Reciprocal Teaching, Metacognitive Awareness, and Academic Performance
in Taiwanese Junior College Students. International Journal of Teaching and
Education 3(4), -. Retrieved from http://www.iises.net/international-journal-of-
teaching-education.html. on 15th August 2016.
Izadi, M. and Nowrouzi, H. 2016. Reciprocal Teaching and Emotional Intelligence: A Study
of Iranian EFL Learners‟ Reading Comprehension. The Reading Matrix: An
International Online Journal 16(1), -. Retrieved from http://www.
readingmatrix.com/archive. on 14th August 2016.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
444
Joubert, M.M. 2001. The Art of Creative Teaching: NACCCE and beyond. In Craft, A.;
Jeffrey, B.; and Liebling, M. (Eds), Creativity in Education. London: Continuum.
Oczkus, L.D. 2005. Reciprocal Teaching Strategies at Work. New York: International
Reading Association.
Omari, H.A. and Weshah, H.A. 2010. Using the Reciprocal Teaching Method by Teachers at
Jordanian Schools. European Journal of Social Sciences 15(1), - Retrieved from
www.eurojournals.com/. on 29th
March 2012
Palincsar, A.S. and Brown, A.L. 1984. Reciprocal Teaching of Comprehension Fostering and
Comprehension-Monitoring Activities. Cognition and Instruction 1, 117-175.
Schwartz, M. 2010 Research Associate for the Learning & Teaching Office (Online).
Retrieved from http://www.ryerson.ca/lt/taga/index.htm on 4th October 2016.
Snow, C. 2002. Reading for Understanding: Toward an R&D Program in Reading
Comprehension. Washington, D.C.: Rand.
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
445
MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBICARA BAHASA INGGRIS DENGAN
MENGGUNAKAN TALKING-STICK PADA SISWA KELAS X
JURUSAN AKUNTANSI SMK17 AGUSTUS BATU
Abdul Mutolib
SMK 17 Agustus Batu
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk menerapkan penggunaan talking-stick dengan
standard yang ditetapkan siswa untuk meningkatkan kemampuan berbicara bahasa Inggris
siswa kelas X jurusan Akuntansi SMK 17 Agustus Batu. Penelitian ini merupakan
penelitian tindakan kelas yang dilakukan sebanyak dua siklus. Penelitian ini dilaksanakan
di satu kelas dengan 16 siswa. Hasil penelitian pembelajaran yang dilakukan dengan
langkah-langkah perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi dan refleksi,
menunjukkan terjadi peningkatkan hasil belajar. Setelah Siklus 1, nilai rata-rata 65 pada
pre-test meningkat menjadi 68. Peningkatan yang belum signifikan ini sebagai alasan untuk
di melakukan Siklus 2. Hasil Siklus 2 dengan rata-rata nilai 75, menunjukkan peningkatan
yang signifikan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penggunaan talking-stick
dapat meningkatkan kemampuan berbicara bahasa Inggris siswa.
Kata kunci: talking-stick, kemampuan bicara
Bahasa memiliki peran penting dalam perkembangan komunikasi sosial dan
emosional siswa dan merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari berbagai bidang
studi, karena itu pembelajaran bahasa diharapkan bisa membantu siswa mengenal dirinya,
budayanya dan budaya masyarakat lain. Selain itu pembelajaran bahasa juga membantu siswa
untuk mampu mengemukakan gagasan dan perasaan, berpartisipasi dalam masyarakat, dan
bahkan menemukan serta menggunakan kemampuan analitis dan imaginatif yang ada dalam
dirinya.
Bahasa juga merupakan alat berkomunikasi secara lisan dan tulis, untuk memahami
dan mengungkapkan informasi, pikiran, perasaan serta sebagai sarana pengembangan ilmu
pengetahuan, teknologi dan seni budaya. Kemampuan berkomunikasi yang berupa
kemampuan berwacana, yakni kemampuan memahami atau menghasilkan kalimat lisan dan
tulis setidaknya meliputi mendengarkan, berbicara, membaca dan menulis, yang dapat
digunakan untuk menanggapi atau menciptakan wacana dalam kehidupan bermasyarakat.
Mata pelajaran Bahasa Inggris merupakan mata pelajaran adaptif yang bertujuan
membekali peserta didik dengan kemampuan berkomunikasi bahasa Inggris dalam konteks
materi komunikasi yang diperlukan bagi program keahliannya, baik yang bersifat lisan
maupun tulis.
Pengajaran Bahasa Inggris di kelas X SMK bertujuan agar siswa memiliki
kemampuan: (1) menguasai pengetahuan dan ketrampilan dasar bahasa Inggris untuk
mendukung tercapainya kompetensi program keahlian, dan (2) menerapkan penguasaan
kemampuan dan ketrampilan bahasa Inggris untuk berkomunikasi, baik lisan maupun tulis
pada Novice level, Elementary level, dan Intermediate level, sebagaimana yang dikemukakan
dalam Model Silabus KTSP maupun Kurikulum tahun 2013 SMK. Disamping itu, mata
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
446
pelajaran Bahasa Inggris diharapkan dapat berkontribusi membekali peserta didik dengan
kemampuan berkomunikasi dalam kehidupan sehari-hari.
Pada saat ini peneliti mengajar siswa SMK 17 Agustus Batu di kelas X, XI, dan XII
Jurusan Akuntansi. Saat ini kelas XI semua jurusan (Akuntansi dan Perbankan) sedang
melaksanakan kegiatan Praktek Kerja Lapangan di dunia usaha dan dunia industri, sedangkan
kelas XII semua jurusan sedang mempersiapkan diri menghadapi Ujian Nasional Berbasis
Komputer, sehingga yang paling memungkinkan untuk dijadikan subyek penelitian adalah
kelas X jurusan Akuntansi tahun pelajaran 2016-2017, dimana kemampuan berbicaranya
dapat dikategorikan rendah. Penyebabnya adalah guru belum maksimal dalam melaksanakan
pembelajaran, cenderung terpaku pada buku-buku pelajaran/LKS yang ada, kurang
kreatifnya guru dalam menggunakan metode pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran
masih menggunakan cara-cara konvensional, yaitu menjelaskan materi, memberi contoh soal,
memberi latihan/tugas dan melakukan penilaian.
Salah satu dampak dari pembelajaran konvensional adalah siswa lebih cenderung
mengejar nilai tinggi dibidang tatabahasa tetapi motivasi berbicara rendah, siswa takut
melakukan kesalahan dalam berbicara bahasa Inggris, siswa takut mencoba untuk memulai
berbicara dengan bahasa Inggris, siswa kurang berlatih berbicara bersama dengan siswa
lainnya, siswa tidak tertantang untuk berbicara bahasa Inggris dalam belajar. Permasalahan
lain, misalnya pada reading, siswa kesulitan menemukan ide pokok bacaan; pada listening,
siswa kesulitan membedakan kosakata yang mirip cara bacanya; pada writing; siswa sering
membuat kalimat yang tidak terarah atau tidak sesuai dengan yang diinginkan, juga grammar-
nya yang tidak benar. Dari permasalahan tersebut penulis memilih kemampuan berbicara
untuk dijadikan obyek penelitian. Penyebab munculnya permasalahan rendahnya kemampuan
berbicara siswa adalah guru belum maksimal dalam mengembangkan proses pembelajaran,
siswa takut melakukan kesalahan dalam berbicara bahasa Inggris, takut mencoba untuk
memulai berbicara dengan bahasa Inggris, kurang berlatih berbicara bersama dengan siswa
lainnya, dan tidak tertantang untuk berbicara bahasa Inggris.
Disisi lain hasil belajar siswa sangat dipengaruhi oleh strategi dan perencanaan yang
tepat, serta menerapkan strategi tersebut dalam upaya meningkatkan hasil belajar yang sesuai
dengan program yang direncanakan, kemampuan dasar siswa untuk berkomunikasi akan
mempengaruhi proses dan hasil belajar siswa.
Untuk itu, guru perlu membuat model pembelajaran yang menyenangkan, memotivasi
dan lebih efektif. Harapannya adalah siswa aktif dalam kegiatan belajar dan tujuan
pembelajaran tercapai, berupa hasil belajar siswa lebih meningkat. Purnomo (2013:15)
menemukan bahwa untuk meningkatkan hasil belajar siswa, dapat dilakukan pemberian
motivasi kepada siswa, bahwa matematika itu bukan pelajaran yang sulit. Karena itu dalam
pembelajaran patut menggunakan media. Penggunaan alat peraga yang tepat akan dapat
meningkatkan hasil belajar dan membuat proses belajar menjadi aktif, inovatif, efektif,
menarik dan menyenangkan.
Ada beberapa cara yang bisa digunakan untuk meningkatkan ketrampilan berbicara
siswa misalnya role-play, TS-TS, talking-stick, namun penulis lebih tertarik untuk
menggunakan talking-stick dengan komitmen khusus untuk membantu menyelesaikan
masalah tersebut diatas. Solusi ini dianggap tepat karena materi pelajaran yang disampaikan
dengan mnggunakan talking-stick dapat mendukung tercapainya tujuan pengajaran, bisa
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
447
mendorong siswa untuk berupaya meningkatkan ketrampilan dirinya, dan aktif mengikuti
proses pembelajaran. Eggan & Kauchak (1996:279) menyatakan bahwa pembelajaran
kooperatif, termasuk pembelajaran dengan talking-stick bertujuan untuk meningkatkan
partisipasi siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan
kelompok, memberikan kesempatan siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama-sama
siswa yang berbeda latar belakangnya.
Sehubungan dengan metode pembelajaran dengan talking-stick ini, Winingsih
(2012), dalam penelitian mereka yang berjudul „Penerapan Metode Pembelajaran Talking-
stick Disertai dengan Konsep Map untuk Meningkatkan Hasil Belajar Biologi pada Materi
Sistem Pencernaan Siswa Kelas XI IPA-1 SMA Negeri 2 Sukoharjo Tahun Pelajaran
2011/2012‟, menyimpulkan bahwa penerapan metode pembelajaran talking-stick disertai
dengan konsep map dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada aspek kognitif dan afektif.
Berdasarkan pendapat tersebut, dalam penelitian ini akan dikaji penerapan
pembelajaran talking-stick untuk meningkatkan ketrampilan berbicara siswa Kelas X Jurusan
Akuntansi di SMK 17 Agustus Batu tahun pelajaran 2016-2017.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan jenis Penelitian Tindakan Kelas (PTK), yang dilakukan
dalam dua siklus, masing-masing siklus terdiri dari 2 pertemuan, dan setiap pertemuan
berdurasi 2 x 40 menit. Siklus 1 dilakukan pada tanggal 19 Oktober dan Siklus 2 dilakukan
pada tanggal 16 Nopember 2016. Alur Penelitian Tindakan Kelas ini adalah: (a) perencanaan
tindakan, (b) pelaksanaan tindakan, (c) observasi, dan (d) refleksi, sebagaimana disajikan
pada Gambar 1 berikut.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
448
Untuk penggunaan talking-stick, ada beberapa langkah atau sintaks yang harus
dilakukan (Suyatno, 2009:124), yaitu mempersiapkan sebuah tongkat, guru menyampaikan
materi pokok yang akan dipelajari, kemudian memberikan kesempatan kepada peserta didik
untuk membaca dan mempelajari materi yang disediakan atau pada buku. Setelah selesai
membaca buku dan mempelajarinya, guru mempersilahkan siswa untuk menutup bukunya.
Guru mengambil tongkat dan memberikan kepada seorang siswa, dan siswa yang memegang
tongkat tersebut harus menjawab pertanyaan. Demikian seterusnya, sampai sejumlah siswa
mendapat bagian untuk menjawab pertanyaan. Selanjutnya, guru memberikan kesimpulan.
Tahapan PTK dengan penerapan talking-stick ini dirancang sebagai berikut.
Pada Tahap Perencanaan, dalam pelaksanaan Siklus I, ada beberapa persiapan yang
dilakukan, yaitu menyusun Rencana Persiapan Pembelajaran (RPP) yang sesuai dengan
silabus, menyiapkan topik dan langkah-langkah yang sesuai dengan pembelajaran dengan
talking-stick. Peneliti juga menyiapkan media pembelajaran yang diperlukan, yaitu 2 buah
sticks (tongkat). Tongkat ini dibuat dari pipa paralon ukuran satu setengah dim dengan
panjang 30 cm, kemudian dibungkus kertas warna merah untuk tongkat pertama dan warna
putih untuk tongkat kedua. Pipa paralon ini dipilih karena ringan dan mudah dicari dan tidak
berbahaya apabila mengenai tubuh siswa. Selanjutnya, peneliti juga menyiapkan lembar kerja
siswa yang sesuai dengan model pembelajaran. Peneliti juga menyiapkan pedoman observasi
beserta lembar atau alat evaluasi untuk mendukung terlaksananya penelitian ini.
Pada Tahap Pelaksanaan, guru memulai pelajaran dengan meminta siswa
menuliskan standard peningkatan ketrampilan yang ingin dicapai saat belajar dengan bantuan
talking-stick (lihat Gambar 4). Selanjutnya siswa diminta untuk duduk membentuk huruf „U‟
Choosing
the Object
Identifying problems
& Suggestion strategy
Solving the problems
(Preliminary)
Reflecting
Planning
(Strategy)
Observing
Implementing
(Strategy)
Succeed
S t o p
Gambar 1. The Spiral of Classroom Action Research
(Adapted from lecture‟s handout Graduate Program
Unisma)
Fail
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
449
dan membuka buku „Get Along‟ halaman 40, yang membahas tentang Adjectives; lalu
membaca Text Activity 12, mempelajari dan memahami topik, selama 20 menit. Selanjutnya
siswa diminta untuk menutup buku. Kemudian guru menjelaskan tatacara belajar dengan
talking-stick (tongkat) (lihat Gambar 1). Guru mengambil tongkat dan menyampaikan bahwa
tongkat digerakkan searah jarum jam, dan siswa yang memegang tongkat diharapkan
menyampaikan idenya (secara lisan). Setelah selesai memberikan pendapatnya, tongkat
dipindahkan kepada teman terdekatnya. Tongkat diberikan kepada siswa secara bergantian
kepada siswa lainnya, dan seterusnya sampai seluruh siswa memiliki kesempatan untuk
mengungkapkan pendapatnya secara lisan. Selama siswa pemegang tongkat berbicara jika
ada pertanyaan yang ada kaitannya dengan materi harus seijin siswa tersebut. Jika ada
pertanyaan lain yang tidak ada kaitannya dengan materi maka penanya tersebut harus
menunggu sampai siswa pembicara selesai bicara. Sementara itu, guru bebas menyampaikan
pendapat, komentar, klarifikasi atau pertanyaan. Setelah satu putaran selesai maka talking-
stick akan diambil kembali oleh guru. Kegiatan ini berlangsung selama 40 menit. Setelah
sebagian besar siswa mendapatkan giliran untuk memegang talking-stick, kegiatan belajar
dihentikan.
Untuk membuat siswa lebih mengenal „talking-stick‟ (tongkat) ini, pertama-tama
siswa diajak untuk melakukan permainan dengan alat bantu belajar tersebut dengan
permainan angka, yaitu siswa pertama menyebutkan „one‟, siswa kedua menyebutkan „one–
two‟, siswa ketiga menyebutkan „one–two–three, dan seterusnya sampai semua siswa
mempunyai kesempatan untuk memegang tongkat. Selanjutnya guru menanyakan apakah
siswa sudah siap untuk belajar dengan tongkat. Untuk lebih melatih siswa terbiasa
menggunakan tongkat guru meminta siswa untuk melakukannya sekali lagi, akan tetapi
dengan cara menceritakan keluarga masing-masing siswa. Dalam hal ini siswa diminta untuk
menyebutkan minimal tujuh poin: alamat siswa tinggal, nama orang tua beserta pekerjaan
mereka, jumlah saudara, nama saudara, dimana mereka belajar, kelas berapa, dan apa saja
hobi masing-masing anggota keluarga. Dalam kesempatan ini siswa yang pada percobaan
pertama mendapat giliran terakhir sekarang mendapatkan giliran pertama, misalnya
mengatakan: My name is A-an, my mother is Endang, she is a house-wife, my father is Nur
Rachman, he is a farmer. I have two brothers, my older brother‟s name is Anton, he is second
grade student of senior high school, his hobby is playing football, my younger brother is
Sutrisno, he is in the first grade of senior high school, his hobby is playing football too, and
in a free time we usually play football together. Setelah itu talking-stick diberikan kepada
teman terdekatya, dan seterusnya.
Setelah para siswa dianggap sudah terbiasa dengan tongkat, mereka diajak untuk
kembali lagi ke buku pelajaran „Get Along‟ halaman 40, khususnya pada reading text.
Disampaikan bahwa siswa memiliki waktu 20 menit untuk mencoba memahami sekaligus
menghafal text tersebut untuk selanjutnya akan dipakai dalam permainan dengan
menggunnakan tongkat (lihat Gambar 2). Setelah dua puluh menit siswa diminta untuk
menutup buku dan dimulailah permainan dengan menggunakan tongkat. Pada kali ini siswa
yang mendapat giliran terakhir di percobaan ke dua mendapat giliran pertama (lihat Gambar
5-6). Guru bertanya, 1. Who is Rina?, 2. How does she look like?, 3. Does she help her
friend?, 4. When does she help her friend?, 5. Is Rina a nice person?, 6. Does Rina prefer
science?, 7. Does the writer prefer math?, 8. Who is Edo?, 9. Is he a good boy?, 10. Is he a
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
450
clever boy?, 11. Is he a diligent boy?, 12. How does he look like?, 13. How does the writer
feel to Edo?, 14. How does Edo’s classmate feel to him?, 15. How does the writer feel to
Rina?. Diharapkan siswa menjawab dengan jawaban: 1. Rina is the writer’s classmate, 2. She
is beautiful, 3. Yes, she does, 4. When her friends have problems doing their homework, 5.
Yes, she is, 6. No, she prefers math, 7. No, the writer prefers science, 8. Edo is the writer’s
friend / Rina’s friend, 9. Yes, he is, 10. No, he is not, 11. No, he is not / he is a lazy boy, 12.
He is cute, 13. The writer feels sorry to him, 14. They feel sorry to him, 15. The writer feels
proud to be Rina’s friend.
Tugas siswa yang memegang tongkat adalah menjawab secara lisan; siswa lain
menunggu giliran tongkat kemudian menjawab pertanyaan guru sampai seluruh siswa
mendapat giliran memegang tongkat dan menjawab pertanyaan guru. Sebagian siswa
menjawab dengan singkat dan ada kesalahan, seperti: 1. The writer’s classmate, 2. Beautiful,
3. Yes, 4. When their friend have problem, 5. Yes, she is, 6. No, she prefer to math, 7. No, the
writer prefer to science, 8. Rina’s friend, 9. Yes, 10. No, he is not, 11. Lazy boy, 12. He is
cute, 13. The writer feel sorry to him, 14. They feel sorry to him, 15. Proud to be Rina’s
friend. Sebagai langkah terakhir, guru bersama-sama siswa membuat kesimpulan terhadap
materi yang telah dipelajari.
Hasil dari Tahap Observasi menunjukkan bahwa pada kegiatan awal pembelajaran
masih terdapat beberapa (6) siswa yang masih belum berkonsentrasi terhadap pelajaran. Hal
ini dikarenakan penggunaan tongkat tampaknya tidak menarik, sehingga siswa enggan
bertanya dengan talking-stick. Sementara itu, siswa yang lain sudah pada posisi siap belajar.
Percakapan yang mereka lakukan adalah seputar materi pembelajaran, ada pula siswa yang
tidak bertanya kepada guru, tapi bertanya kepada temannya. Dalam kegiatan inti ada 4 siswa
yang belum konsentrasi dan 3 siswa tidak mengerjakan tugas.
Gambar 1. Penjelasan penggunaan talking-stick Gambar 2. Siswa membaca buku paket
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
451
Gambar 3. LCD sebagai alat bantu tambahan Gambar 4. Siswa menuliskan standar
Gambar 5-6. Belajar dengan bantuan talking-stick
Dari Tahap Refleksi, peneliti menyimpulkan bahwa kemampuan siswa berbicara
bahasa Inggris dan minat siswa untuk belajar dan berani berbicara bisa ditumbuhkan, dan
perhatian siswa bisa dipacu untuk satu titik fokus. Aspek pembelajaran yang masih perlu
diefektifkan kegunannnya adalah keberadaan dua tongkat. Akan sangat bermanfaat apabila
tongkat yang kedua dipergunakan untuk menentukan lawan dialog dengan tongkat pertama.
Perolehan nilai rata-rata pre-test dari semua (16) siswa adalah 65; sedangkan pada
post-test Siklus 1, didapatkan nilai rata-rata 68, dan masih terdapat 9 dari 16 siswa yang
belum memenuhi kriteria ketuntasan 75. Sedangkan dari hasil wawancara dan observasi
ditemukan kelemahan-kelemahan, antara lain siswa belum siap untuk menyampaikan ide
secara lisan. Hal ini dikarenakan siswa tidak mengerjakan tugas yang diberikan sebelumnya.
Kendala yang kedua adalah siswa tidak bisa mengucapkan dengan benar kata-kata tertentu.
Waktu 20 menit untuk mengingat kembali kemudian mengucapkannya dirasa masih kurang.
Berdasarkan temuan pada Siklus 1 di atas maka penelitian dirasa perlu dilanjutkan ke Siklus
2.
Untuk Tahap Perencanaan Siklus 2, sebagaimana pada Siklus 1, peneliti
menyiapkan RPP sebagai perbaikan dari siklus 1, menyiapkan topik yang sesuai dengan
pembelajaran yang didalamnya disertakan metode pembelajaran yang menggunakan talking-
stick dengan langkah-langkah dan ketentuan metode tersebut. Peneliti juga menyiapkan
media pembelajaran berupa 2 buah stick (tongkat) sebagaimana pada siklus 1, kertas tugas,
power-point dengan materi seputar Adjective order yang ditayangkan di LCD (lihat Gambar
3). Peneliti juga menambah jenis lembar kerja siswa yang pernah dipergunakan pada siklus
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
452
sebelumnya yang sesuai dengan model pembelajaran. Peneliti juga menyiapkan pedoman
observasi beserta lembar atau alat evaluasi untuk mendukung terlaksananya penelitian ini.
Pada Tahap Pelaksanaan, seperti pada Siklus 1, untuk memulai pelajaran guru
meminta siswa menuliskan kembali standard peningkatan ketrampilan yang ingin dicapai,
dan duduk membentuk huruf „U‟. Kemudian guru meminta siswa untuk membuka buku „Get
Along‟ halaman 40 yang membahas tentang Adjectives dan membaca Text Activity 12,
mempelajari dan mengingat kembali cara membaca pada bacaan yang telah dipelajari diakhir
pelajaran sebelumnya selama 25 menit. Selanjutnya siswa dimohon untuk menutup buku.
Kemudian guru mengulang kembali tata cara belajar dengan talking-stick. Guru mengambil
tongkat dan menyampaikan bahwa tongkat dipindahkan searah jarum jam, siswa yang
memegang tongkat diharapkan menyampaikan idenya (secara lisan). Setelah selesai
memberikan pendapatnya, tongkat disrahkan kepada teman terdekatnya. Tongkat diberikan
kepada siswa secara bergantian kepada siswa lainnya, dan seterusnya, sampai seluruh siswa
memiliki kesempatan untuk mengungkapkan pendapatnya scara lisan. Selama siswa
pemegang tongkat berbicara, jika ada pertanyaan yang ada kaitannya dengan materi harus
seijin pembicara, dan jika ada pertanyaan lain yang tidak ada kaitannya dengan materi maka
siswa tersebut harus menunggu sampai selesai bicara. Sementara itu guru bebas
menyampaikan pendapat, komentar, klarifikasi atau pertanyaan. Setelah satu putaran selesai
maka talking-stick akan diambil kembali oleh guru. Setelah sebagian besar siswa
mendapatkan giliran untuk memegang talking-stick, kegiatan belajar dihentikan.
Untuk membuat siswa lebih terlatih berbicara dengan alat bantu talking-stick ini
pertama-tama siswa diajak untuk melakukan permainan dengan alat bantu belajar tersebut.
Pada Siklus 2 ini siswa diminta untuk menyebutkan minimal sepuluh poin, tiga poin lebih
banyak daripada yang di Siklus 1; alamat siswa tinggal, nama orang-tua, pekerjaan mereka,
jumlah saudara, nama saudara, dimana mereka belajar, kelas berapa, dan apa saja hobi
masing-masing anggota keluarga, keinginan bekerja dimana, atau ingin melanjutkan belajar
dimana. Dalam kesempatan ini siswa yang pada percobaan latihan mendapat giliran terakhir
sekarang mendapatkan giliran pertama. Kemudian tongkat diberikan kepada teman
terdekatya, dan seterusnya.
Setelah siswa dianggap sudah cukup berlatih atau terbiasa dengan tongkat,
selanjutnya disampaikan bahwa siswa memiliki waktu 25 menit untuk mencoba mengingat
kembali cara membaca, sekaligus menghafal text yang sudah dipelajari sebelumnya, yang
akan dipakai dalam permainan dengan menggunnakan tongkat. Setelah 25 menit, siswa
diminta untuk menutup buku dan dimulailah permainan dengan menggunakan tongkat. Pada
kali ini siswa yang mendapat giliran terakhir di percobaan kedua mendapat giliran pertama.
Guru yang memegang tongkat menanyakan pertanyaan seperti pada Siklus 1, yaitu Who is
Rina?, sambil memberikan tongkat kepada siswa pertama. Setelah menjawab pertanyaan
siswa menanya kepada siswa disebelahnya How does she look like?, sambil memberikan
tongkat, dan seterusnya.
Kegiatan siswa dilanjutkan dengan kegiatan percakapan. Untuk menentukan lawan
bicara, siswa yang memegang tongkat merah berbicara dengan siswa yang memegang
tongkat putih. Pemegang tongkat merah memulai bertanya pertanyaan yang sama dengan
yang digunakan pada latihan sebelumnya. Dalam kesempatan ini siswa pemegang tongkat
warna merah bertanya dengan pertanyaan nomor ganjil dan pemegang tongkat warna putih
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
453
bertanya dengan pertanyaan nomor genap, dan seterusnya sampai semua siswa melakukan
percakapan. Sebagai kegiatan akhir, guru mengajak siswa untuk membuat kesimpulan
terhadap materi yang telah dipelajari.
Hasil dari Tahap Observasi menunjukkan bahwa pada kegiatan awal pembelajaran,
tinggal dua siswa yang masih belum konsentrasi penuh terhadap pelajaran. Hal ini
dikarenakan kegiatan pembelajaran dengan tongkat sudah menjadi daya tarik sendiri, siswa
sudah tidak lagi bertanya tentang talking-stick. Percakapan yang mereka lakukan adalah
seputar materi pembelajaran, ada siswa yang bertanya kepada teman disbelahnya tentang cara
mengucapkan beberapa kata yang ada dalam bacaan. Sedangkan dalam kegiatan inti, dapat
disimpulkan bahwa semua siswa memperhatikan demontrasi, dan semua siswa melakukan
tugas seperti yang diharapkan.
Hasil Refleksi menunjukkan bahwa kegiatan pembelajaran dengan menggunakan
tongkat ini bisa meningkatkan kemampuan siswa berbicara bahasa Inggris dan minat siswa
untuk belajar berbicara. Demkian pula, keberanian berbicara bisa ditumbuhkan, perhatian
siswa bisa diarahkanp untuk satu titik fokus, sambil menunggu giliran berbicara. Penggunaan
tongkat kedua untuk menentukan lawan dialog dari pemegang tongkat pertama, pada Siklus 2
ini tampak kegunaannya untuk kegiatan percakapan.
Berdasarkan perolehan nilai post-test Siklus 2 didapatkan nilai rata-rata 75, dan masih
terdapat 5 siswa yang belum memenuhi kriteria ketuntasan 75. Sedangkan hasil wawancara
dan observasi tidak ditemukan kelemahan-kelemahan; siswa tampak sudah siap untuk
menyampaikan ide secara lisan. Hal ini dikarenakan siswa telah belajar dan berlatih berbicara
tentang materi yang akan dijadikan materi berbicara dan mengerjakan tugas yang diberikan
sebelumnya. Waktu 25 menit untuk menghafalkan yang akan disampaikan siswa, dirasa
sudah cukup. Berdasarkan temuan pada Siklus 2 disimpulkan bahwa ada peningkatan hasil
belajar siswa.
PEMBAHASAN
Penggunaan talking-stick pada pembelajaran Siklus 1, dengan kegiatan yang dimulai
dengan pengenalan talking-stick, dilanjutkan dengan dua kali latihan berbicara dengan
talking-stick, pertama dengan menyebut angka one, one-two, one-two-three, dan seterusnya,
dan kedua dengan memperkenalkan diri anggota keluarga, kemudian masuk ke materi utama,
siswa diberi kesempatan selama ±20 menit untuk mempelajari materi pada buku paket,
sekaligus mempersiapkan diri untuk berbicara dengan materi tersebut, ternyata dari hasil
post-test menunjukkan nilai rata-rata siswa yang masih belum banyak meningkat. Karena itu
pada Siklus 2, langkah pengenalan talking-stick dengan menyebutkan angka dihilangkan.
Penyebutan anggota keluarga tetap dilakukan untuk persiapan menuju materi bacaan. Dalam
Siklus 2 siswa diberi kesempatan selama ±25 menit untuk mempelajari materi pada buku
paket, sekaligus mempersiapkan diri untuk berbicara dengan materi tersebut. Hasil nilai post-
test menunjukkan peningkatan nilai rata-rata siswa. Data nilai rata-rata siswa dan jumlah
siswa yang tuntas dan belum tuntas, dapat dilihat pada tabel berikut.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
454
Tabel 1. Hasil belajar siswa pada siklus I dan siklus II
Siklus Prosentase/jumlah
siswa yang tuntas
Prosentase/jumlah
siswa yang belum
tuntas
Nilai rata-rata
Siklus I 56,25% (9 siswa) 47,35% (7 siswa) 68,12
Siklus II 68,75% (11 siswa) 31,25% (5 siswa) 75,00
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan temuan penelitian dengan penggunaan talking-stick dalam proses belajar-
mengajar dalam 2 siklus, peneliti bisa mengambil kesimpulan: pertama, penggunaan talking-
Stick dalam proses belajar-mengajar telah menunjukkan peningkatan nilai rata-rata siswa dari
pre-test ke post-test Siklus 1 dan post-test Siklus 2. Kedua, penerapan talking-stick bisa
memotivasi siswa untuk terlibat secara aktif berbicara bahasa Inggris. Peningkatan nilai rata-
rata siswa ini didapat dengan menerapkan langkah-langkah penggunaan talking-stick sebagai
berikut: pertama, materi yang akan dijadikan ajar, dipelajari pada pertemuan sebelumnya,
untuk memberi kesempatan kepada siswa menyiapkan speaking. Kedua, dalam pelaksanaan
pembelajaran, peneliti melakukannya dengan bervariasi. Ketiga, alat bantu power-point
dengan LCD digunakan untuk membantu siswa memahami materi. Sebagai kesimpulan,
penggunaan talking-stick dapat meningkatkan kemampuan berbicara siswa.
Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian diatas, disarankan kepada guru-guru Bahasa
Inggris lain yang memiliki masalah yang sama, untuk menggunakan talking-stick dalam
pelaksanan pembelajaran. Untuk kepala sekolah disarankan agar hasil penelitian ini bisa
digunakan sebagai pertimbangan dalam mengambil kebijakan sekolah. Sedangkan untuk
peneliti yang akan datang, hasil penelitian ini bisa digunakan sebagai bahan referensi.
Daftar Rujukan
Eggan, P. and Kauchak, D. 2012. Strategi dan Model Pembelajaran Mengajarkan Konten
dan Ketrampilan Berfikir. Jakarta: Permata Puri Media Kembangan.
Purnama, W. 2013. Peningkatan Aktifitas dan Hasil Belajar Tipe Talking Stick pada Mata
Pelajaran PKn Kelas V-A SDN 7 Metro Barat pada Tahun Ajaran 2012/2013.
Skripsi. Bandar Lampung: Universitas Lampung.
Suyatno. 2009. Menjelajah Pembelajaran Inovatif. Sidoarjo: Masmedia Buana Pustaka.
Winingsih, E. 2013. Penerapan Metode Talking Stick Disertai dengan Konsep MAP untuk
Meningkatkan Hasil Belajar Biologi pada Materi Sistem Pencernaan Siswa Kelas XI
IPA-1 SMAN 2 Sukoharjo Tahun Pelajaran 2011/2012. Skripsi. Surakarta: UMS.
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
455
TEACHING SIMPLE PRESENT TENSE
BY USING GUESSING SENTENCE GAME
AT GRADE XI MULTI-MEDIA C OF SMKN 3 BATU
Anastasia Sri Yusetiawati
Abstract: This study aims to use „guessing sentence game‟ to improve the students‟
mastery of English simple present tense at Grade XI Multi-media C of SMKN 3 Batu,
academic year 2015-2016. This research is categorized as a classroom action research,
which was conducted in two cycles. Each cycle consisted of planning, acting, observing
and reflecting. The data were gathered in the forms of qualitative and quantitative data. The
qualitative data were gained through observation, while the quantitative data were obtained
from the students‟ test scores. The finding of this research showed that there was
improvement on the students‟ mastery of simple present tense. It can be seen from the
scores of their test. In Cycle 1 there were 12 (44.4%) students who passed MPL, whereas in
Cycle 2 there were 21 (77.7%) students who passed MPL. So the criteria of success, which
were 75% students should get the score 80, was achieved. The result of observation showed
that the students were motivated in the teaching and learning process after the
implementation of guessing sentence game. Besides, their difficulties in learning simple
present tense were overcome by using the game. Therefore, it can be concluded that the
students‟ mastery of simple present tense has improved satisfactorily and also the students
were motivated in learning simple present tense.
Key words: simple present tense, guessing sentence game
Grammar may be roughly defined as the way a language manipulates and combines
words (or bits of words) in order to form longer units of meaning (Ur, 1988). In other words,
grammar can be defined as the way how the words are combined together to make
meaningful and understandable utterances, either in spoken or written forms. The way of how
grammatical rules should be taught might be one of the issues among the linguists and the
experts in language teaching. The issues centered in such questions as: whether grammatical
rules are best taught inductively or deductively, or whether they are best taught using
traditional method or communicative method. Despite the questions, nowadays grammar
teaching is still playing in the circle of teacher-centered, i.e. teaching grammar means giving
and explaining grammatical rules and their usage from one source (i.e. teacher), and learning
grammar means analyzing the forms and the structure of the sentences.
Simple present tense has been taught in the first grade of junior high school. However,
although English has been taught since elementary level, there are many students of
vocational high school, especially the eleventh grade, who have difficulties to learn it.
Based on the writer‟s experience when she taught simple present tense at SMK, it was
found that students faced many difficulties in learning simple present tense. First, there were
many students who were still confused when they should put –s or –es ending in the verb.
The problem may appear because they did not understand that the third singular person goes
with “verb + s / es”. Second, many students tend to use “verb-ing” in the simple present
tense. It happened because the students have learned about present continuous tense when
they were in junior high school. These two tenses distracted each other. Third, the writer used
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
456
monotonous technique in teaching simple present tense, she explained the rules and their use,
and then asked the students to memorize the rules. After that she asked the students to do
some exercises or make some sentences using simple present tense.
This strategy influences the teaching of grammar which causes many problems. First, it
relates to the condition of the students who just memorized the rules of the simple present
tense in the classroom, and forgot it outside the class. That is because the strategy did not
support the students to memorize the rules for a long-term memory. Second, most of the
students were unable to apply the rule because the exercises given to them were not enjoyable
and interesting. From these facts, it can be concluded that teaching grammar by using the
traditional strategy does not facilitate an effective teaching and learning process.
In line with this problem, the writer attempts to give a solution for the teacher to
implement an English teaching strategy which can make language teaching and learning more
efective and provide an enjoyable atmosphere for the students to master the simple present
tense. In fact, the techniques for teaching grammatical rules are various, such as
demonstration, illustration, TPR activities, role-play, and problem-solving activities. But in
this article, the writer would like to propose a game (sentence guessing game) as an
alternative way to solve the problems that arise in learning simple present tense.
By using a game, the students can learn grammatical rules in an interesting and
enjoyable atmosphere, ang they would not be bored in completing the tasks because they feel
fun and happy.
To apply this strategy in teaching simple present tense, an action research was carried
out in Grade XI Multi-media C of SMKN 3 Batu. The class is considered as the middle class
students. Most of them had difficulties in learning English. To make the study clearly
understood, the problem in this study is formulated as follows: „How can the sentence
guessing game overcome the students‟ difficulties in learning the simple present tense at
Grade XI Multimedia C of SMKN 3 Batu?‟
The results of this study are expected to give the English teachers a new information
about an alternative strategy in teaching simple present tense. For the class teacher, it helps
her to solve their students‟ problem in learning simple present tense. For the school
headmaster, it gives him/her useful information about English teaching strategy, so that
he/she can motivate the teachers to develop other strategies and techniques in teaching
English.
THEORETICAL FRAMEWORK
When someone learns another language, in addition to his/her mother tongue or first
language, he/she needs to learn the rules about that language. Also when someone wants to
learn or to teach English language, he/she should learn or teach the rules of English grammar.
As a consequence, mastering grammatical rules is urgent for language learners besides
mastering the four skills (Listening, Speaking, Reading, and Writing). For this case, Ur
(1988) says in her book Grammar Practice Activities, that the grammatical rules are essential
for the mastery of a language; we cannot use words unless we know how they should be put
together.
There are many definitions of grammar, Veit (1986) points out:
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
457
A grammar is a person‟s subconscious language knowledge. You use your English
grammar whenever you speak or write English or understand someone else‟s speech
or writing. A grammar consists of principles or rules that allow you to create an
unfinite number of possible sentences out of finite number of words.
From this definition, it can be concluded that grammar is knowledge about the rules of
language. It explains how to combine words or bits of words in order to make meaningful
sentences both written and spoken.
Simple present tense is taught in Grade XI of vocational high school as one of the
grammatical rules of English lesson. Simple present tense is used when: the action is a
general truth, the action happens at the present time, or it is a habitual action. The patterns of
the sentence are: positive sentence: subject + verb + object + modifier, negative sentence:
subject + do/does + not + verb1 + object + modifier, interrogative sentence: do/does + subject
+ verb1 + object + modifier. Note: if the subject is the third person singular (he/she/it/John),
we must add -s/-es ending after the verb (e.g. runs, walks, watches, goes).
Games for Language Teaching
Everyone likes playing a game. A game is a fun activity which can be played by children
and adults (Wright et al., 1979). There are many definitions about game, one of them is stated
by Savignon & Margie (1978) in their book Initiatives in Language Teaching. They say that
game is defined as an activity carried out by cooperating or competing to achieve, within a
set of rules, their own objectives.
According to Wright et al. (1979), a game for language teaching means a game as an
activity which is entertaining and engaging, often challenging, and an activity in which the
learners play and usually interact with others. This means that games for language teaching
and learning should be the activities that provide students to interact and communicate with
others during the activities. It should also give the challenge to them but not make them
bored.
Teaching Simple Present Tense by Using “Sentence Guessing Game”
In this research, the writer proposed the use of “Sentence Guessing Game” in teaching
simple present tense. The materials for the teaching are a set of cards or slips of paper, each
of which has a simple present tense sentence, for example: She reads a book in the library.
The teaching procedure includes: (1) the teacher divides the class into three groups, (2) each
group chooses one student as the leader, (3) the teacher explains the procedure of the game,
i.e. each leader of the group in turns comes before the class, the teacher shows a simple
present sentence, which is written in a piece of paper/card. Then, the leader of the group
draws pictures or makes body movements to invite the members of the group to guess the
sentence. The time given to guessing the sentence is 3 minutes. If the group can guess the
sentence, then they will get a point.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
458
RESEARCH METHOD
This research was conducted at Grade XI Multi-media C of SMKN 3 Batu, academic
year 2015-2016. This class contains 27 students. The method that was used in this research is
classroom action research (CAR) method. In this CAR, the writer conducted two cycles, each
of which consisted of planning, acting, observing, and reflecting. The action procedure for
Cycle 1 is as follows.
In the planning step, the researcher prepared: (a) the lesson plan as the guide to
implement the action in the process of teaching and learning, (b) the observation sheet for
taking notes about the students‟ activities during the process of teaching and learning, (c) the
questionnaire for the students for both before and after the implementation of the action, to
know how far the sentence guessing game influenced their process of learning, (d) the pre-
test and the post-test to measure how far the game can improve students achievement of
learning simple present tense, (e) the media in the form of a set of cards or slips of paper,
which has a simple present tense sentence on it, and (f) the camera to take the picture of
students while they were playing the game. The pictures are used for documentation.
In the acting step, the researcher did the action according to the lesson plan that had
been prepared before. The details are as follows: (a) the researcher divided the class into three
groups, i.e. Group A, Group B, and Group C, and arranged the chairs as comfortable as
possible so that the students can do the game freely, (b) the researcher asked each of the
groups to choose one of the members to be the leader of the group, (d) the reseacher
explained about the game to the students. Every leader of the group will come to the front of
the class in turns. Group A got the first turn. The reseacher showed a simple present sentence
in a card, then the leader of Group A drew a picture or make body movement to invite the
member of the group to guess the sentence. The time provided is 3 minutes at the most. The
group which can guess the sentence will get one point, (d) 20 minutes before the end of the
process of teaching and learning, the researcher explained about simple present tense, namely
its sentence formula, (e) at the end of the cycle, the researcher gave a post-test to know the
development of the students‟ mastery of simple present tense. The results of this post-test
were used as the data to evaluate the action for the next cycle, and (f) the researcher also gave
a questionnaire to know how far the game has influenced the students‟ achievement in
learning the simple present tense.
In the observing step, the observation was done at the time when the action was being
implemented. In this observing step, the researcher asked another English teacher as the
observer to observe the teaching and learning process.
Finally, in the reflecting step, the result of the observation and the questionnaire were
discussed and analyzed by the researcher. The observer wrote down the problems that arose
in the first cycle. The result of this analysis was used as an evaluation and input to make the
action plan for the next cycle.
In this classroom action research, the data analysis is divided into two kinds, they are
quantitative analysis and qualitative analysis. The indicator of success in this classroom
action research (CAR) was determined that the research was successful, if 75% of students
can achieve the target score of 80 (MPL).
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
459
RESEARCH FINDING AND DISCUSSION
This research was conducted in two cycles. The findings of each cycle are presented
below.
Cycle 1.
In the planning of this first cycle, the researcher made a preparation in the form of
lesson plan, based on those explained in the research method stated above, which includes:
the teaching materials, the teaching and learning activities, and the learning aids that would
be used during teaching and learning. In the first meeting of the action step, the researcher
taught using the prepared lesson plan. Before she began to teach, she gave a pre-test to
students to measure students‟ prior knowledge about simple present tense. After that she
explained about the rules of the game to the students, divided the class into three groups, and
arranged the tables and the chairs, all as designed in the research method stated above. After
playing the game, the teacher distributed a handout about simple present tense material to the
students, and she explained it inductively. At the end of learning, the teacher asked the
students to write simple present tense sentences.
When the teacher was teaching in the classroom, the observer made an observation on
the students activities. The observer gave some inputs to the teacher about the teaching
learning process. In the first meeting, the teacher saw that almost 60% of students were still
confused about how to play the game. Besides, the teacher also saw that most of the students
lacked English vocabulary, so when they tried to guess the sentence they got stuck due to the
limited vocabulary. When the researcher checked the students writing task, she found that
many students wrote incorrect sentences, such as: She go to school everyday, They eating
three times a day, My sister watchs television every night, He do not play football in the field,
Does you walk to school?
From the reflection, it can be said that the teaching and learning process of the first
cycle still needed to be improved. The result of the post-test showed that only 12 (44.4%) out
of 27 students who passd the MPL. To overcome the students‟ lack of vocabulary, in the
next Cycle 2 the students are allowed to bring a handphone. The mobile phone may be used
to look for the difficult words. The students‟ problems in compossing simple present tense
sentence was because they did not remember the pattern of simple present tense and were not
able to distinguish between regular and irregular verbs.
Cycle 2
In this cycle, the researcher modified the action. She re-planned the lesson plan by
adding the regular and irregular verb material. Mobile phone may be used during teaching
and learning process. To ease the students‟ understanding about regular and irregular verbs,
the researcher made regular and irregular verb cards. These cards were designed attractively
and used bright colours of yellow and red. Yellow cards are used for regular verbs, while red
cards are used for irregular verbs. In the first meeting of the action, the researcher used three
groups again for doing the game.
In the second meeting they played the game again, and the researcher let the students
bring their mobile phone to help them for looking for the difficult words when they were
guessing the sentence. Before they started playing the game, the researcher displayed the
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
460
cards of a sentence which uses a regular verb and an irregular verb. The teacher explained to
them that yellow cards was for a sentence which uses regular verb while red cards for a
sentence which uses irregular verb. The researcher prepared 15 cards, each group had to
guess 5 sentences in turns. If one group could not guess the sentence, then it would be given
to the other group, but the time given was only 90 seconds. When they had guessed the
sentence, the teacher asked all the students to write on their notebook, so that when the game
was over they already had some examples of simple present tense sentence. Twenty minutes
before the process of teaching and learning was over the teacher asked them to make 10
simple present tense sentences in positive, negative and interrogative forms.
While the researcher was implementing the action, the observer filled in the
observation sheet and took the pictures of the students who were playing the game. In the
second meeting, the students were more motivated and interested in the teaching-learning
process. They were not confused anymore to play the game. Most of them understood the
rules of the game and knew how to play the game. The leader of the group drew a picture and
moved the body in such away that the members of the group could guess the sentence easily.
The mobile phone and the colourful cards also helped them to guess the sentence. They
seemed to enjoy playing the game and have fun while playing the game.
From the reflection, it can be concluded that the teaching and learning process was
much better than that in the first cycle, because the students are allowed to bring a mobile
phone. It helped students to look for difficult words which were found in the guessing
sentence game. Moreover, the use of different colours for the cards of regular and irregular
verbs also made them easier to guess the sentences. Besides, the writing of all the sentences
which had been guessed by the group, helped them to memorize the patterns of simple
present tense in the forms of positive, negative and interrogative. It can be said that Cycle 2
was sucsessful to increase the students‟ mastery about simple present tense. The result of the
post-test showed that 21 (77.7%) out of 27 students passed the MPL. There is an increase of
students‟ mastery, from only 44.4% of students in the first cycle.
CONCLUSIONS AND SUGGESTIONS
After conducting the classroom action research at Grade XI Multimedia C of SMKN 3
Batu in the academic year 2015-2016, it can be concluded that the guessing sentence game
can improve students‟ mastery of the simple present tense. Guessing sentence game was a
suitable technique for teaching simple present tense because besides it can improve students‟
mastery of the tense, it can also make students happy and more motivated to learn simple
present tense. In addition to the procedure of playing the game, it should be noted that in
playing the game, the students should be facilitated with mobile phones, and the cards should
be designed attractively, such as using colours.
Based on the conclusions, it is suggested for other English teachers who face the same
problem, to use the guessing sentence game. English teachers may also modify the game to
suit the real context, when it is implemented at the other school levels. The result of this
research can also be used as a reference for future researchers.
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
461
References
Savignon, S.J. & Margie, S.B. 1978. Initiatives in Communicative Language Teaching II.
New York: Addison Wesley.
Ur, P. 1988. Grammar Practice Activities: A Practical Guide for Teacher. Cambridge:
Cambridge University Press.
Veit, R. 1986. Discocering English Grammar, Boston: Houghton Mifflin.
Wright, A.; David Butteridge, D.; and Buckby, M. 1979. Games for Language Learning,
Cambridge: Cambridge University Press.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
462
IMPROVING THE READING COMPREHENSION ACHIEVEMENT
OF THE TWELFTH YEAR STUDENTS OF SMK NEGERI 3 BATU
THROUGH THINK-PAIR-SHARE
Budin Indrawati
SMKN 3 Batu, East Java, Indonesia
Abstract: This study aims to improve the students comprehension ahievement of the
twelfth students of SMK Negeri 3 Batu through Think-Pair-Share. This study employed the
type of collaborative classroom action research between the researcher and the the class
teacher. Thinking is the first step of Think-Pair-Share strategy in which the students think
of a response. The second step of the strategy is pairing, in which the students work
together with their neighbour to discuss their responses to the questions. The last step of
Think-Pair-Share strategy is sharing, in which the students share their responses to the
whole class. The finding shows that the strategy can be used to improve the students‟
reading comprehension achievements (word, sentence, paragraph and text comprehension
achievement) of the twelfth year students of SMK Negeri 3 Batu.
Keywords: reading comprehension, think-pair-share.
The goal of learning English at vocational high school is mastering English
communication skill on Novice to Intermediate level, to support their special competence
program achievement. The communication skill is reached through the development of the
four major skills, namely: Listening, Speaking, Reading and Writing, which are presented in
an integrated way (Depdiknas, 2007).
The problem in reading comprehension was experienced by the students of SMKN 3
Batu. Most of them got difficulties in comprehending the text because they have no prior
knowledge about the text as well as lack vocabulary. It could be seen from the result of the
test in the preliminary study that the mean score of their reading comprehension test was only
58.42.
From the observation, the questionnaire, and the result of the test, it can be seen that
the students got difficulties in the following aspects: (1) determining the general idea of the
text; (2) finding the main idea of the text; (3) identifying implicit information of the text; (4)
grasping the meaning of words, phrases or sentences in the text; and (5) determining the
reference marker.
The students' difficulties in reading were also caused by some factors that might come
from the students and the teacher. Most of the students admitted that they often felt bored
when they had to read a text, especially a long and uninteresting text. When they read a long
text, they were not so interested because they often did not understand the meaning of the
words used in the text. It was difficult for them to understand the content of the text. It
happened because they had no prior knowledge about the text. In the class, some students
were sometimes seen to lean over their head on the table and talk to each other during the
reading lesson. Moreover, the students did not respond to the teacher‟s command; they did
not pay attention to the teacher‟s explanation and they were lazy to do the assigments given
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
463
by the teacher. They were also reluctant to bring the dictionary. They just waited until the
teacher explained it for them or asked them about the difficult words.
The external factors were also the causes of the students‟ problems. The strategies
used in teaching reading were unvaried and uninteresting. The teacher never gave model or
taught strategies to comprehend the text. Sometimes, the teacher also dominated the
classroom activities. These conditions make them reluctant to pay more attention during the
reading class. Besides, in reading class the teacher usually used the text-book or LKS
(worksheet) to present a topic and asked the students to do some exercises that follow. It
made the reading lesson so monotonous and boring for them. They want something different
in reading lesson that will make reading more interesting and enjoyable. Consequently, they
need appropriate instruction and strategies from the teacher to improve their reading ability. It
means that the teacher should give a new strategy to the students to comprehend the reading
text during English teaching in the classroom. In English teaching, reading is one of the
communication skills that need to be developed in the classroom. It needs to be developed
because reading dominates all activities in English teaching, and writing is usually taught
integratedly with reading comprehension. In other words, reading must be involved during
the time of the teaching and learning activities in the classroom. In line with reading, Rivers
(1981:259) states that the most important activity in any language class is reading. It is not
only as a source of information and a pleasure activity but also as a means of consolidating
and extending one‟s knowledge of language. It means that the activity of reading brings many
benefits for students such as to get information, pleasure, and knowledge. Wood (1990:5)
also states that reading will become a valuable source of information when it is learned to get
meaning from different types of materials and to read for a variety of purposes. Thus, it can
be concluded that reading is an important way of gaining various kinds of knowledge and
information.
Models of the reading process often depict the act of reading as a communication
event between a sender (the writer) and a receiver of information (the reader) (Vacca and
Vacca, 1991:19). In general, language information flows from the writer to the reader in the
sense that the writer has a message to send, and transmit it through print to the reader who
then must interpret its meaning. Reading models have been developed to describe the way the
reader uses language information to construct meaning from print. Most models may be
placed in one of the three categories: bottom-up, top-down, or interactive model. The brief
explanation of each type of reading models is as follows.
Understanding word meaning is basically important in reading comprehension,
because it is impossible to comprehend a text without understanding the meaning of its
words. According to Burns and Roe (1984:161), understanding printed materials depends
upon knowledge of word meanings. In line with this idea, Pretty and Jensen (1975:222) say
that students may use word recognition or decoding skills to analyze unfamiliar written
symbols for clues to their meaning. Further, they explain that word recognition skills cover
structural and phonetic analysis as well as the context itself. From these statements, it can be
concluded that comprehending word meaning is the basic step and the success key for
reading comprehension. In this research, one aspect to measure the students‟ reading
comprehension is word comprehension test.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
464
According to McWorther (1989:86), every sentence expresses at least one key idea, or
basic message. This key idea involves a subject (noun), that identifies a person or object of
the sentence is about. This key idea also involves a predicate, that tells what the person or
object is doing or has done. There are two questions which should be considered in order to
find the key ideas in a sentence: (1) who or what the sentence is about, and (2) what is
happening in the sentence. In other words, these questions ask for the subject and the
predicate in a sentence.
A topic sentence is a term used to identify the main idea (Wingersky et al., 1999:25).
McWorther (1989:106) states that the most general sentence in the paragraph expresses the
main idea called the topic sentence. So, a topic sentence introduces the main idea or attitude
of the paragraph (Wood, 1990:125). In this case, a good topic sentence states the idea about
the topic as well. The idea or attitude is called the controlling idea. According to Bram
(1995:16), a topic sentence must have a subject and an attitude. The subject tells us what the
writer writes about, while the attitude gives an explanation that implies why he writes.
The KTSP (School-based Curriculum) for vocational high schools (Depdiknas,
2007:13), targets the twelfth grade of vocational high school students to be able to
comprehend all sorts of meanings (interpersonal, ideational, and textual) from various written
texts (literary or factual) and monolog, especially in the genre of recount, response,
discussion, information report, exposition, explanation and procedure.
To overcome the problems of reading comprehension as stated above, this study
attempted to use Think-Pair-Share (TPS) strategy. According to Rasinkski and Padak (1996,
as quoted in Juanita et al., 2006) TPS strategy is a strategy that can be used with any genre or
kind of reading text. TPS has three steps. „Thinking‟ is the first step of TPS strategy, in which
the students think of a response of a question provided in a text. The second step of
the strategy is „pairing‟, in which the students work together with their partners to discuss
their responses to the questions. The last step of TPS strategy is „sharing‟, in which the
students share their responses to the whole class.
For the choice of text in this research, the researcher focused on a factual text. It was
because in the KTSP English curriculum used in SMK Negeri 3 Batu, the twelfth grade of
Broadcasting reading text is factual type, especially Recount, Information Report, and
Procedure. They should be taught to the second semester of the twelfth grade of vocational
high school, where this research was conducted. Besides, the researcher and the English
teacher as the collaborator decided to use factual texts in this research.
METHOD
The setting of the research is SMK Negeri 3 Kota Batu, which is located on
JalanTerusan Metro Santrea Sumberejo, Batu, 4 kilometers to north of town-center of Batu.
This school has 32 classes, and the twelfth grade has 8 classes in the 2016/2017 academic
year, consisting of Multimedia Department (three classes), Broadcasting Department (three
classes), Computer Network Department (two classes), and Animation Department (one
class). The subjects of this research are the twelfth grade students of Multimedia-A class.
This class consists of 26 students. The test of reading comprehension for the three classes of
Multimedia was done by the researcher before the implementation of the actions. The result
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
465
of reading comprehension test showed that the lowest mean score is Multimedia-A so that
this class was chosen as the subjects of this research.
In conducting the research, the researcher followed a series of steps. The steps
included preliminary study to analyze and identify problems as the preparation, followed by
(1) Planning of the action, (2) Implementation of the action, (3) Observation and evaluation
of the action, and (4) Analysis and reflection (see Figure 1 below).
This study was motivated by the general ideas of how the students‟ reading
comprehension could be improved by the use of Think-Pair-Share strategy. Thus, a
preliminary study was designed based on the general plan above. This general plan was then
implemented and observed. Finally, the reflection was conducted in order to identify all
findings, including the success and the failure as the implementation effects.
A preliminary study was conducted previously to a real classroom activity to verify
the data about the students‟ problems in reading comprehension. The data were gathered by
observing the students‟ reading comprehension achievement. The result of this preliminary
study was then used to set up a lesson plan for the first cycle. It can be seen from the results
of the students‟ reading comprehension test which showed that the students‟ average score of
reading comprehension test was 26.92 (out of 100). The observation of students showed that
not all students were active in the teaching and learning process, only 12 students (46.15%)
were active, the other 14 (53.857%) students were not active. Some students sometimes asked
the teacher or their friends some unfamiliar words they found in the text or in the exercises,
11 students (42.31%) discussed the text and answered the questions, 7 students (26.92%)
tried to answer the questions, 4 students (15.38%) could give correct answers, but 4 students
(15.38%) just kept silent.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
466
The criteria of success of the research included two aspects, namely: (1) the students‟
mean score of reading comprehension test was greater than or equal to 75, and (2) the
students were active during the learning-teaching process. The students were considered
active during the learning-teaching process if their activeness in following the instruction
reached the score of 75-90 or achieved good qualification. The activeness of the students was
evaluated by using the checklist of the students‟ observation sheets used in the study.
In order to collect data related to the second success criteria, the students reading
scores were taken from the reading test. The reading test was given at the end of the learning
in every meeting, then analyzed descriptively. The mean score of the pre-cycle test was
compared with the mean score of the test (twice quizzes of each cycle) for the purpose of
knowing the effectiveness of the action. The post-test covered 40 items, consisting of 5 items
for finding main idea, 10 items for finding specific information, 10 items for identifying
textual reference, and 15 items for understanding words meaning. Each item of the test was
scored one. After the result gained, then it was changed into a standard score (1-10). The
calculation for each student‟s score was as follows: for finding Main Idea (MI), MI= ∑ items
answered correctly, for finding Specific Information (SI), SI= ∑ items answered correctly, for
finding Textual Reference (TR), TR= ∑ items answered correctly, and for understanding
Words Meaning (WM), WM= ∑ items answered correctly.
For the students‟ score in comprehending the reading text, the researcher could
formulate the total score as follows: for comprehending the reading text (RC),
RC = MI + SI + TR + WM
Choosing
the Object
Identifying problems&
Suggestion strategy
Solving the problems
(Preliminary)
Reflecting
Planning
(Strategy)
Observing
Implementing
(Strategy)
Succeed
S t o p
Figure 1. The cycle in the Classroom Action Research (Adapted from
lecture‟s handout Graduate Program Unisma)
Fail
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
467
FINDINGS AND DISCUSSION
The result of the TPS strategy application was analyzed to determine whether the
action need to be continued to the next cycle or not. This section presents the findings from
each cycle.
Cycle 1
The first meeting of Cycle 1 was held on Monday, 17 October 2016. The class started
at 15.00 and ended at 16.30 a.m. The researcher and the collaborator entered Class XII
Multimedia A, and the students had been on their chairs. The researcher opened the lesson by
saying “Good afternoon students. How are you today?” and the students replied “Good
afternoon, ma‟am. I‟m fine, and how about you?. The researcher replied “I‟m fine, too, thank
you”. Then, the researcher checked the attendance, all the students were present that day.
Then, the researcher told the students that they would learn a recount text. After that
the researcher began to orient the students to the teaching material. The researcher asked the
students about their understanding of recount text. The students were noisy to answer that
question. Then, the researcher explained all about recount text. Not only the definition of
recount text, but also the purpose of the text, and the structure of recount text (orientation,
sequence, and reorientation) were explained.
Next, the researcher distributed a recount text to the students with the title “Earning
Extra Income”. Then the researcher asked the students five questions one by one orally: (1)
What is the topic of the paragraph? (2) What does the writer tell in the text? (3) What is the
orientation part of the text? (4) What is the sequence of events of the text? (5) Which is
reorientation? The students answered all the questions enthusiastically, even though some of
them were still passive.
Next, the researcher asked the students to identify the new words in the text. Then the
researcher asked the students to find the detailed information in the text. After that the
researcher asked the students to find the topic and main idea of the text. Next the researcher
asked the students to share the new words, the topic, and the main idea. Furthermore, the
researcher asked the students to present the generic structure of the text. Finally, the
researcher led the students to make a conclusion.
The second meeting was held on Thursday 20 October 2016. The researcher and the
collaborator entered the class at 15.15 p.m until 16.45 p.m. In this meeting, the researcher
gave a test for Cycle 1 to the students. The test aimed to know the students‟ reading
conprehension after the implementation of Think-Pair-Share in the first cycle.
After all the students took their seats, the reseacher greeted them, asked the students‟
feeling and checked the students‟ attendance. All the students attended the class. They
seemed ready to have the test that day because they had been informed before.
After the researcher distributed the questions and the anwer sheets, the students did
the test individually. Some students asked whether they were permitted to open the dictionary
or not. The researcher told them that it was a test, so no-one was permitted to open the
dictionary. They should do the test by themselves.
During the test, the researcher monitored the students and asked them about the test.
They said that the test was quite difficult for them. After they finished doing the test, the
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
468
researcher discussed the test with the students. Then, the researcher closed the lesson by
saying good bye and the researcher left the class.
The result of the test showed improvement in the students‟ mean score and in the
percentage of students who got score ≥ 75. The mean score increased from 58.81 in the
preliminary test to 64.04 in this first cycle.
From the results of the observation and field-note, it could be concluded that the
process of teaching and learning by implementing TPS on reading class generally ran well.
There were some improvements in the students‟ involvement in the teaching-learning process
as well as in class situation in every meeting.
Although the result of the test showed improvement in comprehension, it seemed that
the students still got little difficulty in finding the main idea and implicit information. Their
ability to derive word meaning was still low. It could be said that the Cycle 1 was still
unsatisfactory. The students‟ mean score was still low and the criteria of success had not been
achieved, only 50% students who got the score equal or above 75 (the criteria of success
requires 75% students). It meant that the research should be continued to Cycle 2.
Cycle 2
Based on the findings in Cycle 1, the researcher and collaborator made some changes
in the process of teaching-learning activities in reading class using TPS; however, the action
plan in Cycle 2 was not totally different from that in Cycle 1. The researcher changed the
type of students‟ activity in TPS.
There were two meetings in this cycle. One meeting was for delivering the teaching
material and another meeting was for giving the test of Cycle 2. In the first meeting of the
second cycle, which was held on Monday 24th
October 2016, all the students were present.
The researcher distributed a recount text entitled “Busy Day” including the exercise. Before
teaching the students with the material, the researcher reviewed the material that had been
discussed in the previous meeting in the first cycle. The researcher also asked for their
opinion about comprehending text using TPS. They said that it was an interesting technique
and they became familiar with this technique. Then, the researcher told that the students
would study making a map individually, not in group anymore. The students agreed to do it.
Then, the teaching-learning process began with the „thinking‟ stage, in which the
researcher asked the students to read the text and answer the exercises given individually.
Then, in „pairing‟ stage the researcher asked the students to discuss their answers with
another student (in pairs); after that, the researcher asked the pairs of the students to regroup
into four for further discussion. In „sharing‟ stage the researcher asked the students to present
their answers to the whole class, and correct or revise their incorrect answers. In this stage
some students debated their opinion. Finally, the researcher led students to make a conclusion
(Picture 1 shows the students‟ activities).
In the second meeting, the researcher gave a test of Cycle 2, to know the students‟
reading comprehension achivement after the implementation of the action. The test consisted
of 40 items in multiple-choice form, consisting of 5 items for finding main idea, 10 items for
finding specific information, 10 items for identifying textual reference. It was not quite
different from the test in Cycle 1, i.e. to measure the students‟ ability in finding general idea,
main idea, implicit information, reference marker and deriving word meaning.
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
469
The result of the test showed improvement in the students‟ mean score and in the
percentage of students who got score ≥75 compared with the result of Cycle 1. The mean
score increased from 64.4 in the test of Cycle 1 to 76.50 in Cycle 2.
At the end of Cycle 2, the researcher also gave a questionnaire, to find the students‟
response about the implementation of TPS in reading class. The result of the questionnaire
showed that the students‟ ability in reading, students‟ interest, and students‟ motivation in
reading class improved after the reseacher used TPS in teaching-learning process. From the
questionnaire, the students agreed that TPS technique help them in finding general idea, main
idea, implicit information, word reference and word meaning.
Picture 1. The ativities of Think-Pair-Share
Based on the result of observation in Cycle 2, it was found that 80.77% students
participated actively in the teaching-learning activities.
Knowing the improvement of the test score, the improvement of interest and
motivation, and high participation of students in the second cycle, it can be concluded that the
research was successful because the target of the research was accomplished. Accordingly,
the research could be stopped.
CONCLUSIONS AND SUGGESTIONS
Based on the research findings from teaching-learning process in the two cycles, the
researcher can draw some final conclusions. First, the implementation of TPS was
appropriate using the following steps: (1) involving students in brainstorming activity before
they read the text, (2) directing students to read the text individually, (3) monitoring students
in reading the text, (4) asking the students to look up their dictionary whenever find difficult
words, (5) asking the students to share their ideas with their own partner make sure no one
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
470
dominate the discussion, (6) ask the students to regrouping into four to share their pair ideas,
(7) assigning students to work in groups to discuss their ideas, and (8) having the students to
share their idea to their friend and the teacher in front of the class.
Second, the process of Think-Pair-Share strategy has proved effective to help the
teacher and the students in teaching and learning reading. This was proved by the results of
the observations checklist, field-notes and the average scores obtained by the students in the
two cycles which raised. And finally, the finding shows that TPS has successfully improved
the students reading comprehension.
Based on the conclusions it is suggested that the English teacher socialize this
approach through teachers‟ forums such as in-service training, workshop like MGMP
(Musyawarah Guru Mata Pelajaran), or seminars. For the use of TPS, the English teachers
should consider some aspects in implementing the strategy. First, set the time effectively by
considering the length of time allotted in every activity. Second, deliver explanation using
clear voice, not too slowly nor too quickly. Third, use Indonesian language if the students
find it hard to understand the explanation. Fourth, give a model or an example in every stage
so that the students can easily follow the activity. Fifth, provide the students with lists of
vocabulary or ask them to always bring dictionary since they still have poor vocabulary.
Sixth, approach and guide students when they work on their task. Seventh, in sharing with
pairs, make the students relaxed and comfortable so that they can share their idea. And
finally, be patient since this strategy needs a lot of students‟ courage to do, especially sharing
idea in front of their friends.
For future researchers, they are suggested to use the result of the research as an input
to conduct further research dealing with other reading strategy or the same strategy. The
application of TPS may need to be developed and modified in order to come to the most
effective and efficient teaching model.
References
Bram, P. 1995. Write well: Improving writing skill. Yogyakarta: Kanisius.
Burns, P.C, and Roe, B.D. 1984. Teaching reading in today’s elementary school. - :
Houghton Miflin.
Depdiknas. 2007. Kurikulum KTSP mata pelajaran bahasa Inggris SMA dan MA. Jakarta:
Badan Standar Nasional Pendidikan.
Juanita, R.; Tyra, J.; and Molly, K. 2006. The Indiana reading academy project at Indiana
university (http://www.Indiana.edu/-irap/phase2/exampla2.html).
McWorther, K.T. 1989. Guide to college reading. New York: Harper-Collins
Pretty, W.T. and Jensen, M.J. 1975. Developing children language. Boston: Allyn and
Bacon.
Rivers, W.M. 1981. Teaching skills. Chicago: The University of Chicago Press.
Vacca, L.J. and Vacca, T.R. 1991. Reading and learning to read. Boston: Allyn and Bacon.
Wingersky, J.; Boerner, -; and Horguin-Balogh, -. 1999.Writing paragraph and essay:
Integrating reading, writing, and grammar skills (3rd
edition). Belmonth: Wadsward.
Wood, N.V. 1990. Strategy for college reading and thinking. New York: McGraw-Hill.
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
471
MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBICARA
MELALUI RETELLING TEKS RECOUNT TENTANG BIOGRAFI TOKOH PADA
SISWA KELAS X BAHASA DI MAN BATU
TAHUN PELAJARAN 2016-2017
Khalimatus Sa‟diyah
Bahasa Inggris MAN Batu
Abstrak: Penelitian ini dirancang dengan menggunakan metode Retelling untuk
meningkatkan kemampuan berbicara siswa Kelas X Bahasa MAN Batu tahun pelajaran
2016-2017, pada teks Recount tentang biografi tokoh terkenal. Penelitian ini merupakan
penelitian tindakan kelas dengan menggunakan 4 tahap penelitian. Melalui langkah-langkah
pembelajaran yang dimodifikasi, diharapkan penerapan metode Retelling dapat
menyelesaikan masalah yang dihadapi siswa dalam mempresentasikan teks Recount tentang
biografi tokoh. Penelitian ini dilaksanakan dalam 2 siklus, dan masing-masing siklus ada 2
pertemuan, dan setiap pertemuan ada 3 jam pelajaran. Hasil penilaian di siklus 1 tampak
mulai ada peningkatan, meskipun belum mencapai KKM. Peningkatan yang signifikan
dapat dilihat pada hasil penilaian di siklus 2. Nilai rata-rata siswa sebelum tindakan 70,250
meningkat menjadi 71,875 pada siklus 1, dan menjadi 76,041 pada siklus 2.
Kata Kunci: kemampuan berbicara, retelling, teks recount.
Pendidikan merupakan salah satu kunci pembentukan sumber daya manusia yang
berkualitas, baik dari aspek pengetahuan, aspek sikap maupun aspek psikomotorik.
Pendidikan dapat dikatakan berhasil jika ketiga aspek tersebut dapat dicapai. Pencapaian
tujuan pendidikan ini berawal dari pencapaian tujuan pengajaran. Demikian juga dengan
pengajaran bahasa Inggris. Pengajaran bahasa Inggris ditingkat SMA/MA, berfokus pada
peningkatan kompetensi siswa supaya mampu menggunakan bahasa tersebut untuk mencapai
tujuan komunikasi dalam berbagai konteks, baik lisan maupun tulis, dengan menggunakan
pendekatan berbasis teks, yang tertuang pada kompetensi inti dan kompetensi dasar
(Kemdikbud, 2016).
Merujuk pada rumusan kompetensi inti SMA/MA, pembelajaran Bahasa Inggris
dirancang untuk memberikan pengalaman dalam menggunakan teks-teks berbahasa Inggris
dalam memahami dan menerapkan pengetahuan faktual, konseptual, dan prosedural terkait
fenomena dan kejadian tampak mata, melalui kegiatan berbicara, menyimak, membaca, dan
menulis dalam ranah konkret dan abstrak. Pembelajaran bahasa Inggris berbasis teks
bertujuan untuk menumbuhkan sikap menghargai dan menghayati nilai-nilai agama dan
sosial, termasuk perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli (toleransi, gotong royong),
santun, percaya diri, dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam
dalam jangkauan pergaulan dan keberadaannya.
Namun demikian, kebanyakan siswa masih mengalami banyak kesulitan dalam
mengungkapkan dan menyusun makna dalam teks, termasuk dalam memilih dan
menggunakan kosakata, pengucapan, tekanan kata, tatabahasa dan unsur kebahasaan lainnya.
Kesulitan-kesulitan dalam belajar bahasa Inggris ini juga dialami oleh siswa Kelas X-Bahasa
MAN Batu tahun pelajaran 2016-2017, yang berjumlah 30 siswa (24 perempuan dan 6 laki-
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
472
laki), khususnya dalam mempresentasikan teks Recount tentang biografi tokoh terkenal.
Kesulitan ini disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya: kurangnya kosakata yang
dimiliki, penguasaan grammar yang minim, rasa malu dan takut salah dalam berbicara bahasa
Inggris, dan kurang terbiasa dalam mengungkapkan makna kata dan kalimat dengan bahasa
Inggris, serta kurang adanya persiapan yang matang dalam mempresentasikan pemahaman isi
teks.
Berdasarkan faktor kesulitan tersebut diatas, penelitian ini menekankan pada
ketrampilan berbicara (speaking skill). “Speaking” (berbicara) merupakan kegiatan berbahasa
yang aktif dari seorang pemakai bahasa, yang menuntut prakarsa nyata dalam penggunaan
bahasa untuk mengungkapkan diri secara lisan (Djiwandono, 1996: 68). Ketrampilan
berbicara (speaking) tidak dapat dipisahkan dengan ketrampilan mendengarkan (listening).
Jika seseorang tidak memahami apa yang dikatakan orang lain, maka ia tidak akan
meresponnya (Richards dan Renandya, 2002: 205). Menurut Chaney (1998:13, dalam
Febriyanti, 2006), Speaking (berbicara) adalah “proses membangun dan berbagi makna
melalui penggunaan simbol-simbol verbal dan non-verbal, dalam berbagai konteks”.
Speaking merupakan bagian penting dalam proses belajar-mengajar bahasa Inggris
sebagai bahasa asing. Dunia saat ini mensyaratkan bahwa tujuan pengajaran berbicara harus
meningkatkan kemampuan komunikatif siswa. Karena hanya dengan cara itu, siswa dapat
mengekspresikan diri mereka dan belajar mengikuti aturan-aturan sosial budaya yang tepat
dalam setiap berkomunikasi. Namun demikian, meskipun penting, selama bertahun-tahun
pengajaran speaking masih sangat banyak kendalanya. Pembelajaran speaking masih terbatas
pada pengulangan latihan atau menghafal dialog.
Untuk meningkatkan kemampuan berbicara siswa, dalam penelitian ini akan dikaji
penerapan pembelajaran melalui strategi retelling. Kalmback (1986, dalam Defrioka,
2016:10) menyatakan bahwa retelling adalah suatu proses mengingat kembali apa yang
dibaca dan didengar. Disamping retelling itu mudah dilakukan, dengan retelling diharapkan
siswa dapat secara singkat meringkas isi teks yang mereka baca sebelumnya, sehingga
mereka dapat membuat teks sederhana untuk dipresentasikan kepada teman-teman sekelas
mereka. Retelling menumbuhkan pemikiran kreatif siswa.
Penerapan strategi retelling pernah dilakukan oleh Suryanti dan Widyahening (2014),
yang hasil penelitiannya menunjukkan adanya peningkatan yang signifikan pada hasil belajar
siswa, perilaku dan situasi ketika mereka belajar di kelas menunjukkan perilaku yang aktif
dan situasi yang kondusif. Lebih lanjut Defrioka (2016) dalam penelitiannya menyimpulkan
bahwa retelling strategi mampu meningkatkan kemampuan siswa dalam menginterpretasikan
makna dari suatu teks, dengan kata-kata mereka sendiri serta mengungkapkan isi teks itu
kembali kepada pihak lain.
Manfaat dari penggunaan retelling strategi ini telah dikaji oleh beberapa ahli
diantaranya Koskinen (1988, dalam Defrioka, 2016:12), yang menyatakan bahwa retelling
strategi memiliki beberapa manfaat, antara lain: (1) menghendaki pembaca/pendengar
memahami makna teks, (2) mengidentifikasi struktur teks seperti karakter, setting, dan plot,
(3) menghendaki pembaca/pendengar membedakan pokok pikiran dan pikiran penjelas, dan
(4) merangsang siswa untuk berkomunikasi lisan. Ghiabi (2014) mengungkapkan bahwa
retelling merupakan strategi yang sangat efektif dalam pengajaran karena strategi ini
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
473
membuat pembaca dan pendengar memahami struktur dari sebuah teks, terutama teks cerita.
Retelling juga membantu siswa merespon ide dari cerita itu.
Dengan demikian dalam penelitian ini diharapkan retelling dapat memberikan efek
positif terhadap pembelajaran bahasa Inggris karena memberikan kesempatan pada siswa
untuk meningkatkan kemampuan dalam menyusun informasi yang didapatkan dari teks yang
dibaca dan didengar. Selama proses belajar-mengajar, siswa mengaplikasikan dan
meningkatkan pengetahuan berbahasa melalui internalisasi struktur teks.
Yang dimaksud dengan strategi retelling pada penelitian ini adalah menceritakan
kembali isi teks recount tentang biografi tokoh yang disusun oleh siswa dengan membuat
teks recount sederhana berdasarkan guided questions. Untuk membiasakan siswa dalam
menggunakan bahasa Inggris, pada tahap presentasi, siswa diharapkan mampu
menyampaikan Yes-No questions, yang ditanggapi oleh group presenter. Dengan menerapkan
Yes-No questions diharapkan motivasi dan kepercayaan diri siswa dapat tumbuh.
Dengan demikian, masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
Bagaimana penerapan strategi retelling dapat meningkatkan kemampuan berbicara siswa
Kelas X Bahasa MAN Batu tahun pelajaran 2016-2017 pada pembelajaran teks recount
tentang biografi tokoh?
METODE PENELITIAN
Penelitian yang menerapkan strategi retelling pada materi teks recount tentang
biografi tokoh ini diawali dengan langkah-langkah pembelajaran untuk meningkatkan
kemampuan berbicara siswa Kelas X-Bahasa MAN Batu tahun pelajaran 2016-2017.
Penelitian ini termasuk penelitian kualitatif yang berbasis kelas, maka penelitian ini tergolong
penelitian tindakan kelas (PTK). Guru, selaku pelaksana proses pembelajaran di kelas,
sekaligus merencanakan dan melaksanakan serta melakukan refleksi terhadap proses
pembelajarannya guna mencapai hasil belajar siswa yang diharapkan (Mills, 2003: 14).
Adapun tahapan penelitian tindakan kelas adalah perencanaan (planning), pelaksanaan
tindakan (implementing), observasi (observing), dan refleksi (reflecting). Model tahapan ini
mengambil dari model Kemmis & McTaggart (1992:11). Tahapan penelitian yang
ditawarkan oleh Kemmis & McTaggart ini (lihat Gambar 1) memberikan kesempatan kepada
peneliti untuk dapat memahami masalah yang telah diidentifikasi secara detail sehingga dapat
menentukan penyelesaian masalahnya secara tepat (Koshy, 2005:5).
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
474
SIKLUS 1
SIKLUS 2
Gambar 1 Siklus dalam PTK
Penelitian ini dilaksanakan dalam 2 siklus dan masing-masing siklus ada 2 kali
pertemuan, dimana setiap pertemuan ada 3 jam pelajaran, yang dimulai pada hari Senin
tanggal 17 Oktober 2016 jam ke-2 sampai dengan jam ke-4 (pukul 07.30 s/d 10.00, dengan
istirahat 15 menit setelah pukul 09.00). Pada pertemuan pertama ini diharapkan dapat
terkumpul data yang akan dilanjutkan dengan pertemuan ke-2 pada hari Senin tanggal 24
Oktober 2016 dengan jam yang sama. Data yang terkumpul dari pertemuan pertama dan
kedua digunakan sebagai bahan pertimbangan pembelajaran pada siklus berikutnya.
Siklus yang pertama dari penelitian ini diawali dengan identifikasi masalah yang
dihadapi siswa Kelas X Bahasa dalam mempelajari bahasa Inggris. Kemudian, dilanjutkan
dengan tahap berikutnya yaitu tahapan perencanaan. Pada tahap perencanaan, peneliti
mempersiapkan segala sesuatu yang terkait dengan pelaksanaan tindakan di kelas, seperti: (1)
membuat RPP, (2) menyiapkan teks recount tentang biografi tokoh, (3) menyusun guided
Perencanaan 1 Permasalahan
awal Pelaksanaan
tindakan 1
Refleksi 1 Pengamatan 1
PERMASALAHAN
DARI REFLEKSI 1
PERENCANAAN 2 PELAKSANAAN
TINDAKAN 2
REFLEKSI 2 PENGAMATAN 2
MASALAH
TERSELESAIKAN/TIDAK ADA
SIKLUS BERIKUTNYA
JIKA ADA MASALAH DI
REFLEKSI 2, MAKA
DILANJUTKAN KE SIKLUS
BERIKUTNYA
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
475
questions berdasarkan isi teks recount tentang biografi tokoh, (4) menyusun lembar observasi
tindakan kelas, (5) menyusun rubrik penilaian kemampuan berbicara, (6) menyiapkan
gambar-gambar tokoh terkenal, dan (7) menyiapkan lembar kerja siswa untuk menyusun teks
recount sederhana tentang biografi tokoh.
Sedangkan dalam tahap tindakan, peneliti melaksanakan implementasi tindakan kelas dengan
melaksanakan langkah-langkah pembelajaran sebagaimana tersusun dalam RPP. Pada tahap tindakan
ini juga dilakukan observasi, artinya dalam waktu yang bersamaan, penelitian ini juga diobservasi
untuk memastikan apakah langkah-langkah pembelajaran yang disusun dalam RPP sudah dapat
dilaksanakan dengan tepat atau belum. Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam tahap tindakan
ini adalah: kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup.
Tahap berikutnya adalah observasi (observing). Kegiatan pada tahap observasi dilakukan
bersamaan dengan tahap tindakan (implementing). Ketika peneliti melaksanakan tindakan di kelas,
beberapa observer melakukan observasi terhadap pelaksanaan tindakan tersebut. Dari hasil observasi
inilah data dapat dikumpulkan untuk dianalisis sebagai bahan melaksanakan tindakan berikutnya.
Refleksi merupakan tahapan yang terakhir dari pelaksanaan PTK. Di tahap refleksi ini,
peneliti menerima masukan dari para observer yang sudah melakukan pengamatan tindakan kelas,
dengan menyampaikan hasil pengamatan mereka sesuai dengan panduan lembar observasi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil dan pembahasan dari penelitian ini disajikan sesuai dengan urutan siklus.
Siklus 1 (Pertemuan 1)
Pertemuan pertama dari Siklus 1 dimulai dengan kegiatan pendahuluan, yaitu guru membuka
pelajaran dengan menyampaikan salam, mengecek kehadiran siswa, dan melakukan brainstorming
dengan menayangkan video yang sesuai dengan materi, menyampaikan beberapa pertanyaan
sederhana terkait dengan materi, menyampaikan tujuan pembelajaran dengan topik “Teks Recount
tentang Biografi Tokoh”. Kegiatan ini berlangsung sekitar 10 menit.
Kemudian dilanjutkan dengan kegiatan inti yang diawali dengan mengamati (observing).
Pada sesi ini siswa diminta untuk mengamati beberapa gambar tokoh nasional melalui slide power-
point, selanjutnya guru membagi siswa menjadi 6 kelompok dan masing-masing kelompok ada 5
siswa, dan dilanjutkan dengan membagi materi ke masing-masing siswa dalam kelompok. Karena
pada saat itu bertepatan dengan acara di PEMKOT Batu, maka ada 6 siswa yang tidak hadir karena
ikut acara tersebut. Karena siswa yang hadir ada 24, maka satu kelompok ada 4 siswa. Pada sesi
questioning, siswa diberi kesempatan untuk berdiskusi bersama anggota kelompoknya, menanyakan
hal-hal yang kurang dipahami tentang isi bacaan, mencari makna kata dan kalimat dalam teks,
disamping mereka mengidentifikasi struktur teks dan ciri kebahasaan yang digunakan dalam teks
recount tentang tokoh terkenal, dan disertai dengan penjelasan guru melalui tayangan power-point.
Sesi berikutnya adalah mengeksplorasi (exploring) dan mengasosiasi (associating). Pada sesi
ini siswa diberi kesempatan untuk menjawab pertanyaan tentang isi bacaan dan menyusun kalimat
singkat untuk membuat teks recount dengan kalimat mereka sendiri, yang akan dipresentasikan,
disamping harus memperhatikan grammar yang digunakan pada teks recount. Pada kegiatan ini, siswa
mulai tampak ada kesulitan yang mereka hadapi. Beberapa siswa menanyakan makna kata tertentu
dari teks. Sementara yang lain juga tampak sibuk untuk memahami isi bacaan. Guru menyarankan
siswa untuk mencari makna kata dalam kamus atau menggunakan handphone mereka yang ada
aplikasi kamusnya. Sambil mengawasi kegiatan siswa di masing-masing kelompok, guru memberikan
pengarahan untuk menemukan topik bacaan. Selama kurang lebih 10 menit kegiatan kelompok
berjalan, ternyata siswa masih tampak mengalami kesulitan dalam memahami isi bacaan, maka guru
memberikan saran kepada kelompok untuk membagi tugas kepada masing-masing siswa dalam setiap
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
476
kelompoknya (satu siswa satu paragraf), untuk menemukan ide pokok di masing-masing paragrah
tersebut.
Setelah siswa dapat menemukan isi bacaan di masing-masing kelompoknya, langkah
berikutnya adalah siswa diminta untuk menyusun kalimat singkat berdasarkan isi bacaan dengan
bahasa mereka sendiri. Masing-masing siswa akan diminta untuk mempresentasikan hasil ringkasan
mereka sendiri tentang biografi tokoh yang sudah mereka diskusikan. Saat menyusun kalimat, siswa
juga masih mengalami kesulitan. Untuk mengatasi hal ini, guru memberikan guided questions yang
dipaparkan di tayangan power-point, disamping itu guru juga mengingatkan siswa tentang pola
kalimat yang menggunakan formulasi simple past. Akhirnya siswa mulai menyusun kalimat mereka
sendiri dengan mengikuti langkah pada guided questions. Setiap siswa menyususn paling sedikit 8
kalimat.
Kegiatan inti yang terakhir adalah mengkomunikasikan (communicating). Pada sesi ini, siswa
diminta untuk mempresentasikan hasil yang sudah mereka buat sendiri berdasarkan diskusi kelompok.
Presenter pertama dari masing-masing kelompok akan mendapatkan reward, yang dilakukan untuk
menumbuhkan rasa percaya diri siswa. Setelah diterapkan pemberian reward, ternyata siswa tampak
lebih antusias untuk presentasi lebih awal. Dan untuk mengaktifkan siswa dalam berbicara, siswa
diminta saling bertanya dengan menggunakan pertanyaan Yes-No questions yang akan direspon oleh
presenter (siswa yang akan mempresentasikan hasil diskusinya). Siswa yang mengajukan pertanyaan
juga akan mendapatkan reward point plus dari guru. Pembelajaran terasa lebih semangat. Setelah
menjawab sekitar 10 pertanyaan dari temannya, presenter segera mempresentasikan hasil
ringkasannya. Presentasi pertama berlangsung sekitar 45 menit, yang diberikan kepada 6 siswa dari
perwakilan masing-masing kelompok. Kelompok 1 diwakili oleh siswa nomor urut 17, Kelompok 2
oleh siswa nomor urut 12, Kelompok 3 oleh siswa nomor urut 24, Kelompok 4 oleh siswa nomor urut
8, Kelompok 5 oleh siswa nomor urut 22, dan Kelompok 6 oleh siswa nomor urut 14. Kemudian
siswa istirahat selama 15 menit.
Pembelajaran dilanjutkan pada pukul 09.15 WIB hingga jam 10.00 WIB. Sebelum dilanjutkan
dengan presentasi lanjutan, guru memberikan saran kepada siswa untuk lebih aktif dalam
menyampaikan pertanyaan kepada presenter. Semakin banyak pertanyaan yang diberikan kepada
presenter, semakin banyak nilai plus yang akan dikumpulkan siswa, maka nilai keaktifan siswa
tersebut akan lebih baik. Presentasi dimulai dengan Kelompok 6 oleh siswa nomor urut 1.
Sebagaimana presenter sebelumnya, siswa diberi kesempatan untuk menyampaikan beberapa
pertanyaan dengan pola Yes-No questions. Siswa lebih antusias dalam mengajukan pertanyaan,
meskipun kadang-kadang masih dijumpai pertanyaan yang sama dengan siswa yang lain. Selama
sekitar 35 menit berlangsung, ada 5 siswa yang mempresentasikan hasil diskusi dengan kelompoknya.
Setiap presenter rata-rata menerima pertanyaan lebih dari 10 pertanyaan. Siswa menunjukkan
semangat belajar yang lebih tinggi dari pembelajaran sebelumnya.
Kegiatan penutup pada tahap tindakan diawali dengan meminta siswa untuk menyampaikan
pendapatnya tentang pembelajaran yang sudah mereka lakukan saat itu. Tanggapan yang positif
diberikan oleh siswa. Dan guru mengajak siswa untuk selalu bersyukur atas keadaan yang kita terima
saat ini, selalu mengingat jasa-jasa para tokoh terkenal yang biografinya sudah dipelajari bersama.
Dilanjutkan dengan menyampaikan penugasan terstruktur kepada siswa untuk persiapan pertemuan
berikutnya, dengan meminta siswa untuk berlatih terus membuat pertanyaan dengan pola Yes-No
questions. Pembelajaran diakhiri dengan salam.
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
477
Siklus 1 (Pertemuan 2)
Pertemuan yang ke-2 dilaksanakan pada hari Senin tanggal 24 Oktober 2016 dengan
jam yang sama. Pembelajaran dimulai pada jam 07.30 s/d jam 09.00 WIB, istirahat selama 15
menit, dan dilanjutkan 1 jam pelajaran lagi hingga jam 10.00 WIB. Pembelajaran dimulai
dengan salam dan do‟a. Guru melakukan pengecekan kehadiran siswa, semua siswa masuk,
lengkap ada 30 siswa.
Dalam pembelajaran ini, guru melakukan apersepsi dengan menayangkan video untuk
menumbuhkan motivasi siswa apabila menghadapi kesulitan. Langkah pembelajaran pada
pertemuan ke-2 ini melanjutkan pembelajaran pada pertemuan ke-1, disebabkan pada
pertemuan ke-1 ada 6 siswa yang tidak hadir. Maka di pertemuan ke-2 ini siswa tersebut
dikumpulkan dalam 1 kelompok, sedangkan 24 siswa yang lainnya dibagi menjadi 4
kelompok. Sehingga dalam pertemuan ini semuanya ada 5 kelompok. Masing-masing
kelompok mendapatkan teks yang sama tentang biografi tokoh terkenal. Langkah-langkah
pembelajaran di pertemuan ke-2 ini sama dengan langkah-langkah pembelajaran pertemuan
ke-1.
Sebagaimana langkah terakhir dari pertemuan sebelumnya adalah presentasi, maka
setelah diskusi secara kelompok dalam memahami isi teks, siswa diminta untuk
mempresentasikan hasil telaah mereka. Presentasi diutamakan bagi siswa yang belum
presentasi pada pertemuan ke-1. Sampai dengan jam 09.00 ada 15 siswa yang sudah
melakukan presentasi. Setelah 15 menit istirahat, pembelajaran dilanjutkan kembali. Pada
sesi ini hanya ada 4 siswa yang harus presentasi. Setelah semua siswa melakukan presentasi,
guru melakukan refleksi terhadap pembelajaran ini dengan meminta respon terhadap siswa.
Pertanyaan guru direspon positif oleh siswa. Guru memberikan apresiasi kepada semua siswa
atas kemampuan mereka dalam mempresentasikan isi teks tentang biografi tokoh terkenal.
Pembelajaran ditutup dengan bacaan hamdalah dan salam penutup.
Hasil penilaian kemampuan berbicara siswa pada siklus 1 dapat dikatakan lebih baik
dari penilaian pada saat siswa menyampaikan pengalaman mereka saat liburan, meskipun
masih belum mencapai KKM. Semula nilai rata-rata siswa 70, 25. Pada proses pembelajaran
di Siklus 1, nilai rata-rata siswa meningkat menjadi 71,875, dari 30 siswa ada 15 siswa yang
telah tuntas mencapai nilai KKM. Sedangkan KKM untuk mata pelajaran bahasa Inggris –
Peminatan di Kelas X Bahasa adalah 75.
Setelah tahapan pelaksanaan tindakan dan pengamatan pada Siklus 1 selesai, maka
tahapan berikutnya adalah refleksi. Kegiatan refleksi digunakan untuk memberikan saran dan
pendapat dalam rangka menindak lanjuti hasil pengamatan berdasarkan lembar observasi
yang sudah disediakan oleh peneliti sebagai dasar untuk menentukan apakah masalah yang
dihadapi siswa sudah terjawab atau masih perlu dilakukan tindakan berikutnya.
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan oleh 8 observer dalam tahap
pelaksanaan tindakan, dapat disimpulkan bahwa walaupun secara umum proses pembelajaran
dapat berjalan dengan lancar, akan tetapi masih perlu adanya perbaikan pada beberapa hal,
diantaranya: teks yang terkait dengan materi agar diusahakan tidak terlalu panjang, teks
disesuaikan dengan tingkat jenjang pendidikan siswa, ketika siswa menemukan kata sulit
sebaiknya ditulis di papan-tulis dan dilatih untuk mengucapkannya, dan sesekali siswa juga
perlu diminta untuk mengucapkan spellin- nya dari kosakata tertentu. Dari hasil refleksi ini,
peneliti menyimpulkan untuk meneruskan penelitian ke Siklus 2.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
478
Siklus 2 (Pertemuan 1)
Pertemuan ke-1 pada Siklus 2 dilaksanakan pada hari Senin tanggal 31 Oktober 2016.
Pembelajaran berlangsung selama 3 jam pelajaran, yang dimulai jam 07.30 sampai jam 10.00
WIB. Materi pembelajaran adalah teks recount tentang biografi tokoh, namun ada perubahan
materinya yang disesuaikan dengan level siswa Kelas X dan merujuk pada buku ajar yang
digunakan (Wijayanti, 2016: 71-84). Langkah-langkah pembelajaran pada Siklus 2 ini
disusun berdasarkan hasil refleksi pada Siklus 1.
Pembelajaran dimulai dengan salam dan do‟a, dilanjutkan dengan pengecekan
kehadiran siswa, dan melakukan apersepsi dengan meminta siswa untuk menyampaikan
pendapatnya tentang hari besar nasional tanggal 28 Oktober--Hari Sumpah Pemuda.
Beberapa siswa menyampaikan pengetahuan mereka tentang Hari Sumpah Pemuda yang baru
saja mereka peringati. Selanjutnya siswa dibagi menjadi 6 kelompok secara acak, artinya
kelompok siswa berbeda dengan kelompok sebelumnya. Pada masing-masing kelompok
diberikan lembar kerja siswa untuk memahami isi teks. Pada saat siswa menemukan kata-kata
sulit, guru menuliskan kata-kata tersebut di papan-tulis. Latihan pelafalan kata-kata sulit
dicontohkan oleh guru dan ditirukan siswa.
Setelah semua kelompok memahami isi teks terkait dengan biografi tokoh, siswa
diminta untuk mempresentasikan hasil kerjanya. Selama sekitar 40 menit, ada 8 siswa yang
sudah presentasi. Pembelajaran terhenti pada saat bel istirahat berbunyi. Presentasi siswa
yang lain, dilakukan pada jam berikutnya. Selama 30 menit ada 7 siswa yang melakukan
presentasi. Dengan demikian di Siklus 2 pertemuan ke-1, ada 15 siswa yang sudah dapat
dinilai kemampuan berbicara mereka dalam mempresentasikan teks recount tentang biografi
tokoh.
Siklus 2 (Pertemuan 2)
Pertemuan ke-2 pada Siklus 2 dilakukan pada hari Senin tanggal 7 Nopember 2016
dengan jam yang sama seperti pertemuan pertama. Pembelajaran diawali dengan salam dan
do‟a serta menyapa siswa dengan beberapa pertanyaan sederhana dan dilanjutka dengan
mengecek kehadiran siswa. Ada 1 siswa yang tidak hadir karena sakit. Guru memotivasi
siswa dengan menayangkan cuplikan video perjuangan pahlawan. Kegiatan awal berlangsung
sekitar 15 menit.
Pada kegiatan inti, siswa yang belum melakukan presentasi diberi kesempatan untuk
mempresentasikan hasil diskusinya yang sudah mereka lakukan di pertemuan sebelumnya.
Presentasi berlangsung selama kurang lebih 60 menit untuk 15 siswa. Setelah semua siswa
melakukan presentasi, maka penilaian kemampuan berbicara siswa di Kelas X Bahasa sudah
selesai. Selama 15 menit, guru meminta siswa untuk mengisi angket tentang materi dan
metode yang digunakan. Pada jam 09.00 WIB siswa istirahat selama 15 menit. Dan
pembelajaran dilanjutkan pada jam ke-4, jam 09.15 sampai jam 10.00. Selama 1 jam
pelajaran, guru menginterview siswa terkait dengan penerapan metode retelling dalam
menyampaikan teks recount tentang biografi tokoh. Pembelajaran diakhiri dengan salam dan
do‟a.
Hasil penilaian kemampuan berbicara siswa pada Siklus 2 mengalami peningkatan.
Nilai siswa yang memenuhi target KKM ada 26 siswa dari 30 siswa. Dan rata-rata nilai
kemampuan berbicara siswa mencapai 76,041.
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
479
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan paparan data dan hasil penilaian kemampuan berbicara siswa
sebagaimana disebutkan di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut.
1. Kemampuan berbicara siswa dalam pengajaran teks recount tentang biografi tokoh
dengan menggunakan metode retelling pada siswa Kelas X Bahasa MAN Batu tahun
pelajaran 2016-2017, mengalami peningkatan.
2. Penerapan metode retelling untuk meningkatkan kemampuan berbicara siswa dalam
pembelajaran bahasa Inggris harus ditopang dengan langkah-langkah pembelajaran
yang mendukung, seperti latihan pelafalan kosakata, mengembangkan pertanyaan
Yes-No questions, dan guided questions.
Terkait dengan hasil refleksi terhadap tindakan di kelas, maka dalam menerapkan
metode retelling untuk meningkatkan kemampuan berbicara siswa perlu diperhatikan
beberapa hal, diantaranya:
1. Siswa perlu dimotivasi sebelum pembelajaran dimulai. Kondisi kelas yang
mendukung siswa untuk lebih aktif perlu diupayakan sedapat mungkin.
2. Materi yang akan diberika harus disesuaikan dengan level siswa, jangan sampai
terkesan terlalu sulit, atau sebaliknya terkesan terlalu mudah.
3. Sebelum siswa melakukan presentasi, siswa perlu dilatih pelafalan kosa kata,
menyampaikan pertanyaan singkat dengan Yes-No questions, serta dilatih untuk
menyusun kalimat dengan menjawab guided questions.
DAFTAR RUJUKAN
Defrioka, A. 2016. Upaya Meningkatkan Kemampuan Berbicara Bahasa Inggris Siswa
Menggunakan “Retelling Strategy”. Naskah Lomba Inovasi Pembelajaran Guru
dilaksanakan di Padang.
Djiwandono, M. S. 1996. Tes Bahasa dalam Pengajaran. Bandung: Penerbit ITB.
Febriyanti, E. R. 2006. Teaching Speaking of English as a Foreign Language: Problems and
Solutions. Banjarmasin: -
Ghiabi, S. 2014.Investigating the Effects of Story Retelling Technique as a Closed Task vs.
Story Completion as an Open Task on EFL Learners‟ Speaking. International
Journal of English and Education 3(3): 7-25
Kemdikbud. 2016. Silabus Mata Pelajaran Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah
(SMA/MA) Mata Pelajaran Bahasa Inggris (Peminatan). Jakarta: Kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan.
Kemmis, S. & McTaggart, R. 1992. The Action Research Planner (3rd
edition). Geelong:
Deakin University Press.
Koshy, V. 2006. Action Research for Improving Practice: A Practical Guide. London: Paul
Chapman.
Mills, G.E. 2003. Action Research: A Guide for the Teacher Researcher (3rd
edition). Upper
Saddle River, NJ: Pearson Education.
Richards, J.C. & Renandya, W.A. 2002. Methodology in Language Teaching: An Anthology
of Current Practice. Cambridge: Cambridge University Press.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
480
Suryanti, N.D. & Widyahening, Ch. E.T. 2015. Meningkatkan Kemampuan Berbicara Siswa
Melalui Story Retelling: Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa Kelas VIII SMPN
17 Surakarta pada Tahun Pelajaran 2014/2015. Surakarta: -
Wijayanti, I. 2016. Be Smart in English 1 for Grade X of Senior High Schools Linguistics and
Cultural Studies (edisi revisi). Solo: Wangsa Jatra Lestari.
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
481
PENERAPAN MODEL FLYING PAPER UNTUK MENINGKATKAN
KEMAMPUAN BERBICARA BAHASA INGGRIS PESERTA DIDIK
KELAS X IPS 1 DI SMAN 1 BATU TAHUN PELAJARAN 2016-2017
Achmad Sulton
SMAN 1 Batu
Abstract: Penelitian ini bertujuan untuk menerapkan model Flying Paper untuk
meningkatkan kemampuan berbicara dalam Bahasa Inggris. Penelitian ini merupakan
penelitian tindakan kelas yang dilakukan 2 siklus. Penelitian ini dilakukan di kelas X IPS-1
SMA Negeri 1 dengan jumlah peserta didik sebanyak 29 orang. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran Flying Paper dapat meningkatkan
kemampuan berbicara peserta didik.
Kata Kunci: Model Flying Paper, kemampuan berbicara
Pendidikan memiliki peran sentral bagi upaya pengembangan sumber daya manusia.
Adanya peran yang demikian menuntut agar isi dan proses pendidikan perlu dimutakhirkan
sesuai dengan kemajuan ilmu dan kebutuhan masyarakat. Implikasinya, jika pada saat ini
masyarakat Indonesia dan dunia menghendaki tersedianya sumber daya manusia yang
memiliki seperangkat kompetensi yang berstandar Nasional dan Internasional maka isi dan
proses pendidikannya perlu diarahkan pada pencapaian kompetensi tersebut.
Bahasa Inggris merupakan alat untuk berkomunikasi secara lisan dan tulis.
Berkomunikasi diartikan sebagai upaya untuk memahami dan mengungkapkan informasi,
pikiran, dan perasaan. Tujuan mata pelajaran Bahasa Inggris di sekolah menengah adalah
untuk mengembangkan potensi peserta didik agar memiliki kompetensi komunikatif dalam
wacana interpersonal, transaksional, dan fungsional dengan menggunakan berbagai teks
berbahasa Inggris lisan dan tulis, secara runtut dengan menggunakan unsur kebahasaan yang
akurat dan berterima, tentang berbagai pengetahuan factual dan procedural, serta
menanamkan nilai-nilai luhur karakter bangsa, dalam konteks kehidupan di lingkungan
rumah, sekolah, dan masyarakat.
Untuk itu semua aspek pembelajaran (tujuan, materi, proses belajar-mengajar, media,
sumber, dan penilaian) diupayakan untuk mendekati penggunaan bahasa Inggris di dunia
nyata di luar kelas. Dalam konteks tersebut, unsur kebahasaan (tatabahasa dan kosakata,
termasuk pengucapan dan penulisannya) lebih tepat dilihat sebagai alat, bukan sebagai
tujuan: alat untuk melaksanakan tindakan berbahasa secara benar, strategis, sesuai tujuan dan
konteksnya. Langsung „melakukan‟ tindakan yang ingin dikuasai adalah cara yang lebih
alami. Belajar berterimakasih dengan cara membiasakan diri berterimakasih, belajar bertanya
dengan cara bertanya, belajar memuji dengan cara memuji, belajar membaca cerita dengan
cara membacakan cerita, belajar menyunting surat dengan cara menyunting surat, dst.
merupakan “learning by doing”, dan terpusat pada peserta didik.
Kesempatan seperti ini tentunya tidak mungkin muncul jika pola pembelajaran masih
dilaksanakan sebagaimana lazimnya saat ini: terpusat pada guru, berbasis buku teks, dan
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
482
didominasi bahasa tulis. Proses pembelajaran perlu memberikan kesempatan bagi peserta
didik untuk melakukan proses belajar yang lebih alami. Proses belajar di luar sekolah
biasanya dimulai dengan cara melihat, mendengar dan mengamati orang lain melakukan
tindakan yang ingin dikuasai. Pada saat mengamati akan timbul keinginan untuk bertanya dan
mempertanyakan hal-hal baru, yang asing atau berbeda dengan yang diketahui selama ini.
Setelah itu akan timbul keinginan untuk mencoba atau berpengalaman sendiri melakukan
tindakan atau perilaku yang dituju. Dalam upaya untuk menyempurnakan penguasaannya,
akan dirasakan perlunya meningkatkan penalarannya tentang yang dipelajari dengan
mengasosiasikan dengan sumber dan konteks lain. Langkah terakhir adalah melakukan
tindakan yang sudah dikuasai dalam konteks pergaulan di dunia nyata.
Seperti yang disebutkan sebelumnya bahwa kemampuan berkomunikasi merupakan
tujuan pembelajaran bahasa Inggris. Menurut model kompetensi yang dikembangkan Celce-
Murcia, Dornyei, dan Thurrell (1995), kompetensi atau kemampuan berkomunikasi ini pada
hakekatnya adalah kemampuan berwacana, yaitu kemampuan seseorang dalam pemahaman
dan penciptaan wacana. Wacana secara sederhana diartikan sebagai teks, baik tulis maupun
lisan, dalam konteks bermakna yang dipengaruhi oleh situasi dan budaya.
Kompetensi wacana di atas hanya akan dikuasai jika didukung penguasaan
kompetensi-kompetensi lain yang meliputi kompetensi pembentuk wacana, kompetensi
kebahasaan (linguistic competence), kompetensi tindak bahasa (actional competence),
kompetensi sosio-budaya (socio-cultural competence) dan kompetensi strategi (strategic
competence).
Kompetensi pembentuk wacana mengacu pada kemampuan menerapkan berbagai
unsur pembentuk wacana seperti piranti kohesi, piranti koherensi, piranti penunjuk konteks
situasi. Kompetensi kebahasaan (linguistic competence) mengacu pada pemahaman dan
kemampuan menerapkan unsur-unsur tatabahasa, kosakata, lafal, dan ejaan dalam teks
dengan benar. Kompetensi tindak bahasa (actional competence) mengacu pada kemampuan
menggunakan bahasa untuk mengungkapkan fungsi komunikatif. Kompetensi sosio-budaya
(socio-cultural competence) mengacu pada kemampuan menyatakan pesan dengan benar dan
berterima menurut konteks sosial budaya. Kompetensi strategi (strategic competence) adalah
kemampuan dan keterampilan menerapkan berbagai strategi berkomunikasi. Disamping
kompetensi-kompetensi itu, ada sikap yang perlu ditanamkan pada diri peserta didik. Sikap
ini sebagai bentuk respon positif terhadap bahasa Inggris dan pembelajaran bahasa Inggris.
Pada saat ini peneliti mengajar di kelas X IPS 1. Peneliti menemukan bahwa peserta
didik kelas X IPS 1 mengalami hambatan kemampuan berbicara. Hambatan ini disebabkan
oleh: guru yang kurang banyak melakukan variasi pembelajaran, peserta didik mengalami
kesulitan dalam berkomunikasi bahasa Inggris sehingga memerlukan model pembelajaran
yang bisa memotivasi peserta didik dalam berbicara bahasa Inggris.
Untuk itu pembelajaran yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah penerapan
model Flying Paper untuk meningkatkan kompetensi berbicara bahasa Inggri peserta didik
kelas X IPS 1 di SMA Negeri 1 Batu. Penerapan model ini merupakan inisiatif dari peneliti
untuk mengembangkan potensi berbicara peserta didik. Disamping itu model ini diharapkan
dapat meningkatkan motivasi peserta didik untuk berbicara bahasa Inggris dengan baik.
Dalam model ini dimasukkan penanaman konsep sebelum pembelajaran, untuk mendapatkan
ide sebanyak mungkin tentang topic pembahasan didalam kelas. Pemberian kosakata kunci
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
483
dilakukan sebagai pedoman peserta didik dalam merancang pertanyaan. Penulisan pertanyaan
pada sisi Flying Paper berfungsi untuk mengunci konsep peserta didik terhadap gambar yang
diamati; sedangkan jawaban yang ditulis disisi kiri Flying Paper berfungsi untuk menangkap
ide dari perserta didik terhadap pertanyaan yang ada disisi kanan Flying Paper. Pertanyaan
dan jawaban itu untuk melatih kemampuan berbicara bahasa Inggris peserta didik. Sedangkan
untuk mengetahui kemampuan peserta didik dalam berbicara bahasa Inggris adalah dengan
cara penilaian yang menggunakan rubric penilaian speaking/berbicara. Apabila hasil dari
penilaian speaking atau berbicara menunjukkan prosentase yang tinggi, maka penggunaan
Flying Paper dapat dijadikan model pembelajaran speaking/berbicara bahasa Inggris. Gradasi
penilaian speaking atau berbicara adalah 85-100 (= sangat berhasil), 74-84 (= berhasil), 55-
73 (= cukup berhasil), 0-54 (= tidak berhasil). Sejauh ini peneliti belum menemukan
penerapan model Flying Paper dalam pembelajaran bahasa Inggris.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menerapkan model pembelajaran Flying Paper untuk meningkatkan
kemampuan berbicara bahasa Inggris peserta didik, karena itu penelitian ini tergolong pada
penelitian kualitatif. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas dengan
tahapan perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi dan refleksi (Arikunto,
2004). Tahap perencanaan dilakukan dengan menyusun rencana pembelajaran yang mengacu
pada penerapan model Flying Paper untuk meningkatkan kemampuan peserta didik dalam
bahasa Inggris. Tahap pelaksanaan pembelajaran dilakukan pada kelas X IPS 1 dengan
jumlah peserta didik 29 orang, yang terdiri dari 8 laki-laki dan 21 perempuan. Penelitian ini
dilakukan dari bulan Oktober sampai November 2016. Dalam pelaksanaan pembelajaran
sekaligus dilakukan observasi oleh 2 orang teman sejawat untuk mengetahui kelemahan dan
kelebihan model pembelajaran Flying Paper.
Penelitian tindakan kelas ini dilakukan dalam 2 siklus. Siklus pertama, terdiri dari 1
pertemuan (2 jam pelajaran x 45 menit), dilakukan pada tanggal 11 Oktober 2016, dan siklus
kedua dilakukan pada tanggal 18 Oktober 2016. Setiap akhir siklus dilakukan refleksi, untuk
mengevaluasi pelaksanaan pembelajaran dan memperbaikinya untuk siklus berikutnya. Alur
penelitian tindakan kelas yang digunakan disini diambil dari Lewin(1946) yang terdiri dari:
perencanaan, aksi atau tindakan, observasi dan refleksi, seprti tercantum dalam gambar
berikut ini:
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
484
SIKLUS 1
SIKLUS 2
SIKLUS 2
Dalam tahap perencanaan, guru/peneliti membuat RPP, menyiapkan kertas origami dan
materi pembelajaran dalam bentuk power-point, membentuk 6 kelompok (setiap kelompok
terdiri dari 4-5 orang), menyiapkan rubric penilaian dan lembar observasi. Dalam tahap
tindakan/aksi, guru melakukan pembelajaran di kelas X IPS 1sesuai dengan langkah-langkah
pembelajaran atau lesson plan dengan Model Flying Paper, yatu: (1) membagi kelompok
kelas menjadi 6 kelompok, masing-masing beranggotakan 4-5 peserta didik, (2) memberikan
tugas kepada masing-masing kelompok untuk mencari artikel tentang tempat wisata dikota
Batu, seperti Secret Zoo, Batu Night Spectacular, Museum Angkot, Eco Green, Wisata Petik
Apel, dan Museum Bagong, dua hari sebelum pelaksanaan pembelajaran di dalam kelas, (3)
memberikan kata kunci berupa kosakata yang berhubungan dengan tempat wisata di kota
Batu, seperti letak wahana wisata dan sasaran wahana wisata, (4) membagikan kertas origami
berwarna pada masing-masing kelompok, setiap kelompok mempunyai kertas yang sewarna,
misalnya, kelompok A masing-masing peserta didik mendapatkan kertas asturo berwarna
merah, kelompok B masing-masing peserta didik mendapatkan kertas asturo berwarna hijau,
dan seterusnya, (5) peserta didik melipat kertas menjadi pesawat terbang, (6) guru
menyajikan materi pelajaran, (7) peserta didik mengamati pembelajaran yang disampaikan
guru, (8) guru menyuruh peserta didik membuat pertanyaan pada sisi sayap pesawat sebelah
kanan, (9) pesawat diterbangkan kearah kelompok yang berbeda, misalnya group A ke group
B, group B ke Group A, Group C ke group D, Group D ke group C, dan seterusnya, (10) guru
menyuruh peserta didik menjawab pertanyaan pada sisi sayap pesawat sebelah kanan dan
menjawabnya secara oral, dan setelah selesai menjawab peserta didik menuliskan
jawabannya di sisi sayap pesawat sebelah kiri, (11) guru menyuruh peserta didik memberikan
pertanyaan pada pesawat yang dipegangnya kepada peserta didik yang lain dalam satu
kelompok dan peserta didik tersebut menjawab pertanyaan yang diajukan temannya, begitu
seterusnya bergantian, (12) guru menyuruh peserta didik membuat pertanyaan dan
menuliskan pada sisi sayap pesawat sebelah kanan dan menerbangkan kembali pesawat
kepada kelompok yang lain, dan peserta didik pada kelompok yang lain menjawab
pertanyaan tersebut secara oral dan menuliskannya pada sisi sayap pesawat sebelah kiri, dan
sambil memegang pesawatnya, peserta didik menanyakan pertanyaan ke satu dan kedua dan
PERENCANAAN PELAKSANAAN
TINDAKAN
OBSERVASI
REFLEKSI PERENCANAAN
PELAKSANAAN
TINDAKAN
GAGAL
OBSERVASI REFLEKSI
SUKSES
BERHENTI
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
485
peserta didik disebelahnya menjawab, begitu seterusnya secara bergiliran, (13) guru
menyuruh peserta didik membuat pertanyaan dan jawaban sesuai dengan jumlah peserta didik
dalam kelompok tersebut, (14) guru menyuruh peserta didik secara interaktif menjawab 4-5
pertanyaan yang terkumpul di sisi kanan sayap pesawat, selanjutnya peserta didik menjawab
pertanyaan secara bergiliran, (15) guru menyuruh peserta didik dalam satu kelompok untuk
menceritakan kembali hasil jawaban kepada peserta didik yang lain dalam satu kelompok
secara bergiliran dalam bentuk paragraph, (16) guru menyuruh peserta didik untuk berdiskusi
dan mendaftar pertanyaan dan jawaban yang mengarah pada topic pembahasan, dan terakhir
(17) guru menyuruh perwakilan peserta didik dalam satu kelompok secara bergantian
mempresentasikan dengan cara bercerita tentang gambar/topic pembahasan di depan kelas.
Sedangkan dalam tahap observasi, dua teman sejawat mengobservasi jalannya
pembelajaran dengan menggunakan model Flying Paper. Dalam hal ini pengamat mencatat
pembelajaran dari kegiatan awal sampai akhir untuk proses refleksi pada Siklus 1. Apabila
Siklus ke 1 gagal/tidak berhasil meningkatkan kemampuan peserta didik dalam berbicara
bahasa Inggris dengan menggunakan model Flying Paper, maka dilaksanakan siklus yang ke-
2.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian ini dipaparkan berdasarkan tahapan pelaksanaan pembelajaran
speaking melalui Flying paper, yang dilakukan dalam dua siklus.
Perencanaan pada Siklus 1
Dalam tahap perencanaan, guru mempersiapkan RPP sesuai dengan penelitian tindakan
kelas yang diteliti oleh guru. Setelah pembuatan RPP selesai, guru membuat persiapan
berupa power-point untuk menayangkan tentang tujuan pembelajaran, kosakata yang terkait
dengan objek/tempat wisata dan mencari gambar tentang tempat wisata yang ada di kota
Batu. Guru juga mempersiapkan kertas warna origami untuk membedakan 6 kelompok yang
akan dibentuk oleh peserta didik. Sebagai bahan pendukung lainnya guru juga
mempersiapkan penilaian speaking dan lembar observasi bagi pengamat pembelajaran di
dalam kelas. Selain itu guru mengumumkan kepada peserta didik untuk membaca/
mendapatkan konsep tentang objek/tempat wisata di Kota Batu, sehingga mereka memiliki
pengalaman membaca dari sumber-sumber pendukung untuk membuat pertanyaan dan
menjawab pada saat proses pembelajaran berlangsung.
Pelaksanaan Tindakan dan Observasi
Pembelajaran dilakukan dalam waktu 2x45 menit. Dalam kegiatan pendahuluan guru
melakukan aktivitas menanyakan kepada peserta didik tentang objek wisata yang pernah
mereka kunjungi di kota Batu.
Teacher: Do you remember the first time you visit tourism place in Batu?
Which tourism place have you ever visited?
Student: Yes, I do. I have visited „Pasir Putih‟ beach, Sir.
Teacher: Ok, that‟s good. How about tourism place in Batu?
Student: Bagong Museum, Songgoriti, Selecta.
Teacher: All right. What did you see in Bagong Museum?
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
486
Student: I saw parts of human body, Sir”.
Teacher: Do you think that it is beneficial for you?
Student: Of course, Sir. It gives us some advantages especially
understanding about parts of human body.
Selanjutnya guru menjelaskan tentang tujuan pembelajaran sebelum proses
pembelajaran berlangsung.
Teacher: The purposes of our study today are….
a. the students know about the social function of the Descriptive Text
b. the students know about the structure of the Descriptive Text
c. the students know about the language feature of the Descriptive Text
d. the students can make questions and answer them orally
e. the students can retell a descriptive text well
f. the students can tell a descriptive text when someone asks about it
Setelah tujuan pembelajaran disampaikan kepada peserta didik, selanjutnya guru
menyampaikan proses pembelajaran melalui Flying Paper, dengan cara membagi peserta
didik menjadi 6 kelompok, tiap-tiap kelompok terdiri atas 4-5 orang, kemudian guru
membagikan kertas origami berwarna kepada masing-masing kelompok, untuk selanjutnya
melipat kertas menjadi Flying Paper (lihat Gambar 1 dan 2)
Gambar 1. Flying Paper
Gambar 2. Peserta didik melipat kertas menjadi Flying Paper
Pada kegiatan inti guru menayangkan power-point tentang sejumlah object/tempat
wisata di Kota Batu. Peserta didik mengamati gambar dengan seksama, untuk kemudian
merancang konsep pertanyaan yang akan diajukan ke kelompok lain. Kelompok F
mendapatkan gambar ke-1, kelompok E mendapatkan gambar ke-2, kelompok D
mendapatkan gambar ke-3, kelompok C mendapatkan gambar ke-4, kelompok B
mendapatkan gambar ke-5, kelompok A mendapatkan gambar ke-6.
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
487
Selanjutnya guru menayangkan kosakata yang berhubungan dengan tempat wisata untuk
menambah kemampuan peserta didik membuat pertanyaan. Setelah itu, peserta didik
membuat pertanyaan secara oral dan ditulis di sisi pesawat sebelah kanan. Selanjutnya
peserta didik menerbangkan ke kelompok lain, misalnya kelompok A ke B, kelompok B ke
C, C ke D, D ke E, E ke F dan F ke A (lihat Gambar 3).
Gambar 3. Peserta didik pada saat menerbangkan kertasnya
Kelompok yang mendapatkan Flying Paper dari kelompok lain, menjawab pertanyaan
secara oral, setelah itu menuliskan jawabannya di sisi pesawat sebelah kiri.
Pada kegiatan akhir setelah peserta didik bertanya bergantian dan menjawab secara
bergantian pula, peserta didik menceritakan kembali 4-5 jawaban yang sudah tertulis di sisi
sayap Flying Paper sebelah kiri dalam bentuk paragraph (Gambar 4). Kegiatan ini dinilai
oleh guru.
Gambar 4.Peserta didik menceritakan kembali jawaban pada Flying Paper
Selanjutnya peserta didik berdiskusi untuk menentukan perwakilan yang tampil dalam
menceritakan gambar objek wisata didepan kelas (lihat Gambar 5).
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
488
Gambar 5. Perwakilan dari kelompok A menceritakan kembali gambar tentang tempat wisata.
Pada bagian akhir, guru bersama peserta didik menyimpulkan hasil pembelajaran
menggunakan Flying Paper dalam teks Descriptive.
Refleksi
Hasil pengamatan di Siklus 1 menunjukkan bahwa pembelajaran menggunakan
Flying Paper menyenangkan karena disamping belajar, juga mengajak peserta didik bermain,
dan suasana kelas menjadi tidak membosankan. Berdasarkan penilaian berbicara yang
dilakukan oleh guru didapatkan bahwa 69% (20 orang) peserta didik kurang berhasil
mencapai KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal = 75), sedangkan 31% (9 orang) peserta didik
menunjukkan sangat berhasil mencapai KKM. Rata-rata nilai speaking dengan menggunakan
model Flying Paper adalah 72,9
Hasil temuan lain menunjukkan bahwa penggunaan Flying Paper dapat meningkatkan
berbicara Bahasa Inggris Peserta didik, akan tetapi proses penerbangan Flying Paper menjadi
rumit dan menyebabkan kurang focus. Begitu pula ketika peserta didik menjawab pertanyaan,
guru sulit focus pada individu peserta didik, sehingga kurang bisa mengukur kemampuan
berbicara mereka. Sedangkan hasil pemberian kesan pada saat proses pembelajaran
menggunakan Flying Paper kepada peserta didik menunjukkan peserta didik bersemangat
dan senang dalam mengikuti pembelajaran dan suasana kelas menjadi tidak
membosankan/monoton, akan tetapi terdapat kekurangan pada saat menerbangkan Flying
Paper, situasi kelas menjadi rumit.
Permasalahan belum tercapainya KKM tampaknya disebabkan oleh pemberiaan
materi pembelajaran berupa gambar sehingga peserta didik kurang mendapatkan ide-ide
dalam membuat pertanyaan.
Berdasarkan hasil refleksi tersebut di atas, guru menyimpulkan perlu melakukan
pembelajaran di siklus yang ke-2 dengan tambahan pemberian listening/mendengarkan,
sebelum peserta didik membuat dan menjawab pertanyaan. Dibagian akhir, guru memberikan
gambar untuk diceritakan kembali secara individu.
Perencanaan pada Siklus 2
Dalam tahap perencanaan guru mempersiapkan RPP sesuai dengan penelitian tindakan
kelas yang diteliti oleh guru. Secara umum perencanaan pada Siklus 2 sama dengan pada
Siklus 1, kecuali ada tambahan menayangkan video yang menceritakan tentang Pulau
Lombok dan tempat-tempat wisata yang ada di Pulau Lombok, serta guru mempersiapkan 6
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
489
gambar tempat wisata yang ada di Pulau Lombok. Selain itu, guru juga mempersiapkan
kertas warna origami untuk membedakan 6 kelompok yang akan dibentuk oleh peserta didik.
Pada saat sebelum pembelajaran, guru mengumumkan kepada peserta didik untuk
membaca/mendapatkan konsep tentang objek/tempat wisata di Pulau Lombok, sehingga
mereka memiliki pengalaman membaca dan sumber-sumber pendukung untuk membuat dan
menjawab pertanyaan pada saat proses pembelajaran berlangsung.
Pelaksanaan Tindakan dan Observasi
Pembelajaran dilakukan dalam waktu 2x45 menit. Dalam kegiatan pendahuluan guru
melakukan aktivitas menanyakan kepada peserta didik tentang objek wisata yang pernah
mereka kunjungi, yaitu sebagai berikut.
Teacher: Do you like going to the beach?
Student : Yes, I do.
Teacher: What beach did you visit?
Student : Pasir Putih beach.
Teacher : What did you do there?
Student : I played with the sand, swam and surfed.
Selanjutnya guru menjelaskan tentang tujuan pembelajaran kepada peserta didik, yaitu
sama dengan tujuan pada Siklus 1. Kemudian, pserta didik diminta untuk membentuk
kelompok, juga seperti pada Siklus 1 (lihat Gambar 6).
Setelah tujuan pembelajaran disampaikan, selanjutnya guru menjelaskan tentang
proses pembelajaran dengan menggunakan model Flying Paper. Setelah proses ini dilalui,
guru menayangkan kosakata yang berhubungan dengan teks lisan yang akan diperdengarkan
tentang Pulau Lombok.
Gambar 6. Kelompok pembelajaran dengan model Flying Paper
Selanjutnya guru menyuruh peserta didik untuk mendengarkan dan menonton video
tentang Pulau Lombok. Guru mengatakan kurang lebih sebagai berikut:
Teacher : You have a concept about Lombok Island, next you may listen
to and watch the video about Lombok Island. If you have finished, you
may write a question in the right wing of your Flying Paper.
Then, you may fly it to another group. If you receive the Flying Paper,
you have to answer the question orally and write your answer on the left wing
of the Flying Paper (lihat Gambar 7).
Students : OK, Sir
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
490
Gambar 7. Peserta didik menjawab pertanyaan secara oral
Selanjutnya guru menyuruh peserta didik untuk menerbangkan kembali ke kelompok
yang lain, begitu seterusnya sampai menjawab 4-5 pertanyaan. Setelah itu, peserta didik
perkelompok menceritakan kembali 4-5 jawaban yang tersedia di sisi kiri Flying Paper
menjadi suatu cerita teks berbentuk Descriptive. Guru mengatakan:
Teacher : Now you may retell the text based on the five answers that you have written in your
own group.Then, you find out the social function, structure and
language feature of the text.
Students : Yes, Sir.
Setelah kegiatan menceritakan kembali selesai, selanjutnya guru menerbangkan 6
Flying Paper yang berisi gambar tempat wisata yang ada di pulau Lombok. Kelompok yang
menerima Flying Paper melihat gambar yang ada didalamnya, dan mendeskripsikannya (lihat
Gambar 8 dan 9).
Dalam kegiatan ini guru mulai menilai kemampuan berbicara bahasa Inggris yang
meliputi ucapan, tekanan, intonasi, kelancaran dan content/isi.
Gambar 8. Peserta didik membuka gambar pada Flying paper.
Gambar 9. Peserta didik pada saat bercerita melalui gambar
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
491
Pada bagian akhir, guru bersama peserta didik menyimpulkan hasil pembelajaran
yang menggunakan Flying Paper untuk teks Descriptive.
Refleksi
Hasil pengamatan di Siklus 2 yang dilakukan oleh guru dan observer, dari kegiatan
pendahuluan, inti dan penutup, menunjukkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan
Flying Paper dapat meningkatkan kemampuan peserta didik dalam berbicara bahasa Inggris.
Hal ini dapat dibuktikan dari hasil penilaian berbicara bahasa Inggris yang menunjukkan
keberhasilan dalam belajar, yaitu sebanyak 29 peserta didik (100 %) dinyatakan sangat
berhasil dalam meningkatkan kemampuan berbicara bahasa Inggris dan mencapai nilai diatas
KKM (75), sedangkan nilai rata-rata kemampuan berbicara bahasa Inggris peserta didik
adalah 87,7.
Hasil temuan lain menunjukkan bahwa penggunaan Flying Paper masih ada sedikit
kekurangan, yaitu pada saat Flying Paper diterbangkan ke kelompok tertentu, peserta didik
pada kelompok yang lain cenderung kurang memperhatikan dan asyik dengan kegiatan yang
lain, sehingga tujuan pembelajaran bagi peserta didik dalam meningkatkan kemampuan
berbahasa Inggris kurang bisa diperbaiki oleh peserta didik yang lain.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pembelajaran Bahasa
Inggris dengan menggunakan model pembelajaran Flying Paper dapat meningkatkan
kemampuan berbicara bahasa Inggris peserta didik kelas X IPS semester 1 di SMA Negeri 1
Batu. Hasl Siklus 1 menunjukkan bahwa sebagian besar peserta didik masih belum berhasil
dalam meningkatkan kemampuan berbicara bahasa Inggris, yang terlihat dari nilai rata-rata
speaking masih dibawah KKM. Hanya sebagian kecil peserta didik yang sangat berhasil.
Sedangkan pada siklus yang ke dua terlihat adanya peningkatan yang besar terhadap
kemampuan berbicara bahasa Inggris, sehingga semua peseta didik mencapai nilai sama atau
lebih tinggi dari KKM. Hal ini tampaknya disebabkan peserta didik mulai menikmati
kegiatan pembelajaran berbicara bahasa Inggris dengan menggunakan model Flying Paper.
Sebagai penutup, peneliti menyampaikan saran-saran, sebagai berikut:
a. Adanya kelemahan pada Siklus 2, yaitu pada saat pelemparan Flying Paper dari
kelompok A ke B, masih ada peserta didik yang cenderung kurang memperhatikan,
maka guru yang bersangkutan perlu mencarikan solusinya dalam kegiatan belajar
berikutnya.
b. Dengan keberhasilan penggunaan model Flying Paper, maka kepada guru bahasa
Inggris lain yang memiliki masalah yang sama dalam kemampuan berbicara bahasa
Inggris peserta didik, disarankan untuk menggunakan model Flying paper.
c. Untuk peneliti lain, hasil penelitian pembelajaran speaking dengan menggunakan
Flying Paper ini dapat dijadikan sebagai bahan rujukan.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
492
DAFTAR RUJUKAN
Arikunto, S. 1997. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:
Rineka Cipta
Celce-Murcia, M.; Dornyei, Z.; and Thurrell, S.1995. Communicative Competence: A
Pedagogically Motivated Model with Content Specifications. Applied Linguistics
6(2): 5-35.
Lewin, K. 1946. Action Research and Minority Problem. Journal of Social
Issues 2:34-46.
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
493
USING FLIP CARD TO IMPROVE THE VOCABULARY
OF GRADE VII-D OF SMPN 3 SANGGAU,
WEST KALIMANTAN
Suryanti
SMP N 3 Sanggau, Kalimantan Barat
yanti.suryanti2011@g mail.com
Abstract: The aim of this study is to describe how the flip card media can improve
students‟ vocabulary. This is a classroom action research with two cycles. Each cycle has
four phases: study and plan, take action, collect and analyze evidence, and reflect ion. The
participants were students at Grade VII-D of SMPN 3 Sanggau, they were 28 students. The
data were from qualitative and quantitative analysis. The result of observation showed that
the students were active and interested in the learning process. From the quantitative data,
the reswult of vocabulary test in the first cycle showed only 8 (28.57%) students reached
the minimum passing level. In the second cycle the students who passed the test are 21
(75%). The improvement in the first cycle to the second cycle is 46.5%. The data from the
questionnaire showed that the students have positive attittude toward using flip card to
improve their vocabulary.
Keywords: flip card, vocabulary
English is taught as a compulsory subject since junior high school in Indonesia.
However, English has also been introduced to a number of primary schools as a local content
subject. It means that in the primary school English is not a compulsory subject. Therefore,
not all primary schools prepare English subject in their curriculum. Based on the preliminary
observation most of the students (80%) in Grade VII-D in SMPN 3 Sanggau did not learn
English when they were in primary school.
Based on the Content Standard of Curriculum (Kemendikbud, 2006:123), English in
junior high school is taught at the level of functional literacy, which means that the students
are able to use the language for the daily needs, such as reading newspapers, manuals, or
instructions. Therefore, the students need to communicate using the English language. To
acquire the literacy level, the students need the linguistic competency, namely: grammar,
vocabulary, and pronunciation.
Vocabulary has an important and distinctive role in learning a language. Regarding this
importance, using effective strategies can facilitate vocabulary learning, In communication
with a new language, it is necessary for the learners to expand their vocabulary knowledge.
Learning vocabulary is not only memorizing words. The students will understand more if the
teacher brings them to concrete situations. Gordon (2007:68) mentions that we understand the
meanings of words when we form in our minds mental representation of word meaning. Very
often, these mental representations are formed in concrete situations.
A concrete situation here can be a picture. A picture as media can help the teacher to
motivate the students in the classroom. As Maria (2012:16) claims it is remarkable that media
can help teachers to motivate students because it brings the real life into the classroom and
the language is represented in a more complete communicative context. Therefore, in
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
494
teaching the students in Grade VII in SMPN 3 Sanggau, the teacher used flip card as media to
enhance the students‟ vocabulary mastery, and it is hoped to achieve the required vocabulariy
that the students have to master. As stated in the English syllabus (Kemendikbud, 2006), the
students of Grade VII have to master the vocabulary in their surroundings, and be able to
write simple short paragraphs.
The previous experimental research using flash-cards which was conducted by
Dinarvand and Sheikh (2015) reveals that teaching using pictorial strategy was more effective
both in learning and long-term retention of EFL vocabulary that word list learning strategy.
In this study, the researcher used different media, i.e. flip card, to improve students‟
vocabulary. The flip card is also picture media. Flip card is a folded card in the shape of
rectangle in which there is a hole or small window in one side (front side of the card), the
other side is used to place pictures. The teacher used this media to teach vocabulary by
introducing names of objects, fruits, animals, and also to familiarize the concepts of
singularity and plurality to the students (Rachmajanti, et al., 2013:29-30). The research
problem for this study is „How can the flip card improve the students‟ vocabulary of singular
and plural in writing sentences?‟
LITERATURE REVIEW
Vocabulary is very fundamental in any language. To produce and understand the new
language, the students need sufficient number of words in order to produce sentences
appropriately. Joklova (2009:7) states that the word “Vocabulary” generally represents a list
of words and their combinations in a particular language. Teaching startegy has a strong
effect on vocabulary learning. Teachers should help students to build and advance the
knowledge of lexicon so that the students have the ability to produce the words when needed.
Therefore, the teaching strategies influence the students‟ vocabulary acquisition.
Seal (cited in Takac, 2008:19) mentions about planned vocabulary teaching and
unplanned vocabulary teaching. Unplanned teaching strategies relate to teachers‟ spontaneous
reactions with the aim to help learners when the need arises. In planned vocabulary teaching,
teachers deliberately, explicitly, clearly define and direct vocabulary teaching. Teachers
determine the use of teaching strategies, use pre-selected vocabulary, and make a choice how
to teach them in systematic ways. Joklova (2009:11) claims that vocabulary is generally a
problem of remembering, unlike learning grammar, which is a system based mainly on rules.
Thornburry (cited in Joklova, 2009:11) clarifies that to be able to teach as effectively as
possible, it is important to know how words are remembered and stored in students‟ minds
and how long-term memory is organized.
The teacher should present both the meaning and form of the lexical items in order to be
effective for long-term retention. Takac (2008:20) recommends the teacher‟s presentations as
follows:
- Connecting an L2 item with its equivalent in L1. This teaching strategy is mostly
used when checking comprehension, but also can be used when it is necessary to
point out the similarities or differences between L2 and L1.
- Defining the meaning. Definitions can take many forms: synonym, antonym, analytic
definition, taxonomic definition (Autumn is a season), giving examples (furniture –
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
495
something like a chair, sofa, etc.), definition by classification (family – a group of
people), grammatical definition.
- Presentation through context. The teacher creates a situation in which he or she
clearly contextualizes the lexical item. The context can be given in one sentence
only. Learners then guess the meaning on the basis of the cumulative effect of the
sentences.
- Directly connecting the meaning to real objects or phenomena. This strategy is
widely used with beginners or young learners. It includes procedures such as
demonstration, realia and visual aids. These presentations are more effective if
supplemented by a verbal definition, so the result in dual encoding the linguistic and
visual storing of information.
- The teacher continually encourages and motivates the learners to discover the word‟s
meaning from its parts or by elicitation.
To sum up, to teach vocabulary effectively, many strategies can be used by the teacher.
Using visual aids or pictures are widely used to beginners or young learners in achieving the
mastery of lexical items.
Imagery or picture is one of the teaching media that has been used by teachers in the
classroom. It is very valuable in helping students learn the foreign language. The pictures can
be: drawings, photographs, posters, slides, cartoons, diagrams, tables, charts, or cards.
Raimes (1983:27) mentions that pictures provide a shared experience for students in the class,
a common base that leads to a variety of language activities. In the classroom a picture can
represent the outside world and through the picture students can discuss appropriate
vocabulary, idioms and sentences from what they see. Krashen (cited in Chinh, 2009: 218)
points out that in EFL teaching, pictures are considered an efficient tool for limited English
proficiency learners to increase their comprehension. Paivio et al. (cited in Dinarvand and
Sheikh, 2015:118) mention that verbal codes along with imagery are better than a verbal code
alone. Images produce better recall than repeating target words. Pictures have an advantage
over words because they are processed through two separate channels (i.e. image and verbal
code), while words are processed only by a verbal pathway. Therefore, through pictures
students can stimulate their ability through verbalizing or writing from visual ones.
Flip card is a medium that facilitates the pictures. Flip card is a folded card in the shape
of rectangle in which there is a hole or small window in one side (front side of the card). The
window functions to see the picture in it. (Rachmajanti ea al., 2013:30). This medium has
functions: first, to teach vocabulary by introducing names of objects, e.g. fruits or animals;
second, to introduce the concept of sizes, colours, shapes, singularity and plurality; third. to
help the learners construct simple sentences which later leads to the making of a short
descriptive story. This card is attractive because there is a small window to view the pictures.
To familiarize the concept of singularity and plurality to the students, the teacher can put an
object such as a book, and make sure that the book is placed right in the middle of the
circular. And put the plural forms under the singular one.
The procedure for operating the flip card for teaching singular-plural is as follows
(Rachmajanti et al., 2013:32-33): (1) hold the card in such a way that there appears only a
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
496
picture of a single object on the window of the flip card. The students can see first the single
picture to learn the concept of singular form; (2) ask questions about the picture, and let the
students respond based on the picture; (3) if they have already got the concept of
“singularity”, explain the concept “plurality” using the picture under the singular one; (4)
then, look at the other picture on the other side of the card; (5) repeat the previous steps.
When a noun (person, animal, place, thing, or idea) indicates one only, it is a singular
noun. When a noun indicates more than one, it is plural. Most plural forms usually use the
same words, by adding –s/-es ending. There are a few exceptions to this rule. Here are some
rules of plural forms (Azar, 1993:198).
1. A final –s is added to a noun to make a noun plural, e.g.:
d. student = a singular noun, students = a plural noun
2. A final –es is added to words that end in –sh, -ch, -s, -z, and –x, e.g.
bush – bushes
watch – watches
class- classes
buzz – buzzes
box – boxes
3. For words that end in –y:
If –y is preceded by a vowel, only –s is added, e.g.
toy - toys
If –y is preceded by a consonant, the –y is changed to –i and –es is added, e.g.
baby – babies.
4. Some nouns have irregular plural forms, e.g.
child – children
mouse – mice
tooth – teeth
man – men
Learning to write in a foreign language is mainly focused on coherent arrangement of
words, clauses, sentences, and grammatical rules. Hyland (2003:3) states that writing is seen
as a product constructed from the writer‟s command of grammatical and lexical knowledge,
and writing development is considered to be the result of imitating and manipulating models
provided by the teacher. Therefore, for foreign language learners, learning grammar and
vocabulary is a basic knowledge to develop ideas in writing. Rahmanzadeh et al. (2015)
conducted an experimental research on the effect of sentence reading versus sentence writing
on vocabulary acquisition among Iranian intermediate EFL learners. The result revealed more
significant progress in sentence writing than in sentence reading. So it was proved that
writing tasks help the students acquire new words more quickly and more efficiently.
The curriculum of SMP Negeri 3 Sanggau is based on the 2006 curriculum (KTSP).
Writing subject in the first semester of grade seventh is about writing simple functional
subject in the forms of instruction, list of things, greeting card, and announcement
(Kemendikbud, 2006). Writing is not taught separately but is integrated to the language skills,
such as listening, speaking and reading. Writing lists of things in the classroom as a teaching
material deals with singular and plural forms.
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
497
METHOD
The type of this study is Classroom Action Research (CAR). Latief (2009:5) defines
CAR as a part of activities of professional English classroom teachers. Through CAR,
English teachers can improve the quality of their instructional performance, by developing
innovative instructional strategies to solve their classroom problems. Riel (cited in Mertler,
2009:16) mentions a model of action research, which typically involves four phases in
cyclical nature. The phases are: study and plan, take an action, collect and analyze the
evidence, and reflect (see the figure below).
The teacher was also the researcher in this study. This CAR used two cycles, and each
cycle has two meetings. The study began in the end of July and ended in September 2016 (see
Table 1 below).
The place of this research is SMPN 3 Sanggau, West Kalimantan. The school is located
in a suburban area of Sanggau Regency. It is about 3 km from downtown. The school has
fifteen classes. Each grade has five classes, and the subject of the research is Class VII-D,
containing 28 students, 8 females and 20 males. The class had been chosen because most of
the students (80%) did not study English when they were in primary school.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
498
Table 1. The Schedule of the Study
Cycle 1 e. Activities f. Day/date
Study and
plan
Identifying problem,
issue, planning the lesson
plan, prepares the media
and instrument
25 July – 15 august 2016
Take action
-Implementation of
lesson plan.
-Post test
18 and 22 august 2016
Collect and
analyze the
evident
Observe, recorded
collecting, analyze data
and documenting
18 and 22 august 2016
Reflection Evaluate, reflect, give
input about action phase.
If the result is
unsatisfactory continue
the next cycle.
23 august 2016
Cycle 2 Activities
Day/date
Study and
plan
Revised the lesson plan,
prepares the media and
instrument
30 and 31 august 2016
Take action -Implementation of
lesson plan.
-Post test.
-Distributing the
questionnaire
5, 8 and 15 September 2016
Collect and
analyze the
evident
Observe, recorded,
collecting, analyze data
and documenting
5,8 and 15 September 2016
Reflection Evaluate, reflect, give
input about action phase.
The result is satisfactory,
the action stop in this
cycle.
The teacher also prepared the criteria of success for this study. According to Latief
(2009:6), the success of class action research is not only measured with the achievement in
learning English skills as indicated by the scores, but also the strategy that creates classroom
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
499
atmosphere that gives students joyful learning and motivate students‟ life-long learning. In
this research the criteria of success were determined as follows:
1. The students actively involve in the teaching and learning process, indicated by more
than 50%.
2. The result of writing test increases significantly after treatments. It was indicated by
70% of students pass the minimum passing level (MPL), which was 70.
3. The questionnaire shows positive response of the students toward the using of flip card
media.
This study used qualitative and quantitative data. The qualitative data were taken from
the observation. The teacher and the collaborator observed the students‟ behaviors during the
treatments, and the students‟ involvement during the learning process using flip card media.
Quantitative data are numerical, anything that can be quantified, including surveys,
questionnaires, checklist, rating scales, as well as tests and other more formal types of
measurement instruments (Mertler, 2009:116-117). The quantitative data in this study were
from questionnaire and writing test. There are six questions in the questionnaire. The form of
questionnaire is closed-ended questions with „yes‟ and „no‟ options provided. The researcher
analyzed the questionnaire to know the students‟ perception after the treatments. The second
quantitative datum was writing test. There were ten pictures about things in the classroom,
and the students had to write simple descriptive based on the pictures. It was analyzed to get
the students‟ scores, to know whether they achieve the MPL or not.
FINDINGS
After discussing the problem found in Grade VII-D with the collaborator, the teacher
prepared the lesson plan, material, media and instruments. In the first meeting of Cycle 1, the
teacher introduced the learning objectives and the steps of activities. The students looked
curious and interested when the teacher showed the flip card (see Picture 1). The teacher
introduced the pictures of things in the classroom. The teacher asked the students about the
picture, and some students answered the questions. The teacher continued to the next picture
at the back of the card. After the students were familiar with some lexical items in the
singular form, the teacher opened the flip card and the students saw the pictures in the plural
forms. The teacher explained to the students about the list of vocabulary and simple short
sentences, the forms of „there is‟ and „there are‟. At the end of Cycle 1, the teacher gave a
writing test. The result of writing test was only 8 (28.57%) students passed and 20 (71.43%)
students did not reach the MPL or failed. Based on the reflection, the students‟ vocabulary
was still limited, i.e. when they did the test they could not mention certain names of the
things and most of them did not add suffix –s or -es for the plural forms. Since the result was
unsatisfactory, the teacher continued to the next cycle. In Cycle 2, the teacher revised the
lesson plan. The teacher reviewed the previous material. She rehearsed the English lesson
step by step. First, drilling the students with vocabulary, the teacher held the flipcard media
and asked the students one by one about the name of the objects. The teacher also pointed out
the names of some objects in the flip card.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
500
Picture 1. The Flipcard: Front Side and Inside Card.
To elicit more about the students‟ vocabulary, the teacher also distributed the worksheet
about things in the classroom. In this exercise, the students matched the vocabulary lists with
the pictures available. The students did it in fifteen minutes; after that, the teacher checked
the students‟ answers. At last, the teacher asked the students to practice writing a short simple
paragraph about things in the classroom. At the end of the cycle, the teacher gave a test to see
the students‟ improvement. The result showed that 21 (75%) students passed the test, and 7
(25%) students did not reach the MPL. So, the students‟ improvement increased 46.5% from
Cycle 1 to Cycle2. The students‟ scores are listed in Table 2 below.
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
501
Table 2. The Students‟ Scores in Each Cycle
Students‟
Number
Score
Students‟
number
Score
Cycle1 Cycle2 Cycle1 Cycle2
1. 88 83 15 33 83
2. 88 83 16. 44 75
3. 0 33 17 33 41
4. 33 75 18. 44 75
5. 77 83 19 77 83
6. 44 83 20 55 66
7. 88 83 21 33 83
8. 55 75 22 44 75
9. 0 58 23 77 83
10. 66 75 24. 55 66
11 66 83 25 66 91
12 33 33 26. 88 83
13 66 83 27 33 0
14. 66 83 28. 88 91
Figure 1. The Total Number of Students Who Passed and Failed in Cycles 1 and 2
20
7
0
5
10
15
20
25
Cycle 1 Cycle 2
Passed
Failed
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
502
At the end of Cycle 2 the teacher distributed a questionnaire, to know the students‟
perceptions about the use of flip card. There are 6 questions and the total number of students
was 27 (one student was absent).
From the result of the questionnaire, most of the students answered “yes”, and only
some of them answered “No”, which indicated that the students were interested and
motivated to use the flip card.
DISCUSSION
Acquiring vocabulary is very important when learning a foreign language. One cannot
produce the language without mastering vocabulary items. Regarding this importance, the
students have to use effective strategy in learning process. Using picture is one appropriate
strategy to expand and retain students‟ vocabulary. This is in line with Wardani (2015:4) who
states that picture facilitates students to learn vocabulary. Besides that, pictures often make
learning process more attractive and enjoyable for students to acquire a new language.
Dinarvand and Sheikh (2015:118) also mention that pictures have an advantage over words
because they are processed through two separate channels (i.e image and verbal code), while
words are processed only by a verbal pathway. That is, when processing a picture, people
consider the picture and verbalize it internally.
In teaching English vocabulary, the students not only know the meaning of single word form but
also the words formation, such as, the forms of regular and irregular verbs, the singular forms, the
position of adjectives, etc. Therefore, when using the flip card the teacher may know the forms of
singular and plural nouns. Rachmajanti et al. (2013:32-33) suggest that if the students have already
digested the concept of “singularity”, go on with the concept “plurality” under the singular one in
the flip card.
In the above flip card the teacher put the single object, so the students learnt about the
concept of singularity. Meanwhile, under it there were two or three objects to show the forms
of plural. Flip card has been used by teachers to motivate the students‟ learning a foreign
language. The most important thing is the student himself to keep studying hard. Donyei
0
5
10
15
20
25
30
Question1 Question2
Question3
Question4
Question5
Answer (yes)
Answer (No)
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
503
(2001:5) suggests that during the lengthy and often the tedious process of mastering a
foreign/second language, the learners‟ enthusiasm, commitment and persistence are the key
determinants of success or failure.
CONCLUSIONS AND SUGGESTIONS
Based on the findings and discussion of this study, it can be concluded that: (1) based on
the observation, the students showed their motivation and enthusiasm during the learning
process using the flip card, and (2) the use of flip card media can improve the students‟
achievement in acquiring the vocabulary, which can be seen from the result of the test. In
Cycle 1 the total number of the students who passed the test was 8 (28.57%) and did not pass
was 21 (71.43%). In the second cycle, the total number of the students who passed the test
was 21 (75%) and the students who did not pass the test were 7 (25%). Therefore, the
percentage of the students who passed the test increased 46.5% in Cycle 2. The students‟
response to the questionnaire, showed that they had positive attitude toward the use the flip
card media.
Since the picture in the form of flip card can help the EFL students in learning the
English vocabulary easily than verbal alone, it is suggested to the teachers that they should
often use the media in the classroom, and to use varieties of picture. To other researchers it is
suggested that they conduct studies using pictures in different language skills.
References
Azar, S.B. 1993. Fundamentals of English Grammar (2nd
edition). - : Prentice-Hall.
Chinh, H.S. 2009. EFL Children‟s Views on English Picture Story Books. Asian EFL
Journal 11(4), 215-234.
Dinarvand, Z., and Sheikh, S. 2015. The Effect of Pictorial Strategy on EFL Vocabulary
Learning and Retention. The Iranian EFL Journal 11(4), 114-135.
Dorney, Z. 2001. Motivational Strategies in the Language Classroom. Cambridge:
Cambridge University Press.
Gordon, T. 2007. Teaching Young Childrena a Second Language. London: Wesiport.
Hyland, K. 2003. Second Language Writing. - : Cambridge University Press.
Joklova, K. 2009. Using Pictures in Teaching Vocabulary. Bachelor‟s thesis. Faculty of
Education, Masaryk University.
Kemendikbud. 2006. Standar Kompetensi dan Kompetesnsi Dasar untuk Pendidikan Dasar
dan Menengah. Jakarta: BSNP.
Latief, M.A. 2009. Classroom Action Research in Language Learning. Malang: UM Press.
Maria, G.M. 2012. Usage of Multimedia Visual Aids in the English Language Classroom: A
Case Study at Margarita Sales Secondary School (Majadahonda). Unpublished thesis.
Mertler, C.A. 2009. Action Research: Teachers as Researcher in the Classroom (2nd
edition).
- : Sage.
Rachmajanti, S., Laksmi, D.E., and Muniroh, S. 2013. Media Pembelajaran Bahasa Inggris.
Malang: UM Press.
Raimes, A. 1983. Technique in Teaching Writing. New York: Oxford University Press.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
504
Rahmanzadeh, M., Mohseni, A., and Jabbarpoor, S. 2015. The Effect of Sentence Reading
Versus Sentence Writing on Vocabulary Acquisition among Iranian Intermediate EFL
Learners. The Iranian EFL Journal 11(2), 223-231.
Takac, P.V. 2008. Vocabulary Learning Strategies and Foreign Language Acquisition. - :
Multilingual Matters.
Wardani, M.N. 2013. Teaching Vocabulary to Young Learners Using FlashCard at BA
Aisyiyah Kadilungu in Academic Year 2014/2015. Bachelor Thesis. Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
505
PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF STAD
MENGGUNAKAN MASALAH KONTEKSTUAL UNTUK
MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PAI PADA SISWA KELAS XII
SMK MA’ARIF BATU
Chusnul Walid
Smk Ma‟arif Batu
Abstrak : Penelitian ini mendeskripsikan penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD
menggunakan masalah kontekstual yang dapat meningkatkan hasil belajar PAI pada siswa
kelas XII SMK Ma‟arif Batu. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang
dilakukan 2 siklus dengan tahapan: perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi.
Penelitian di lakukan pada siswa kelas XII SMK Ma‟arif Batu pada bulan oktober sampai
nopember. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada siklus I (Satu) siswa yang mendapat
nilai di bawah KKM (75) sebesar 60 % dengan rata-rata nilai 72, Sedangkan pada siklus II)
terlihat peningkatan hasil belajar siswa yaitu siswa yang mendapat nilai di atas KKM (75)
sebesar 75 %, dengan rata-rata nilai 80.
Kata kunci : kooperatif STAD, masalah kontekstual, hasil belajar
PENDAHULUAN
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) sering dilakukan dengan langkah-
langkah: guru menjelaskan materi yang ada di buku, meminta siswa untuk menyelesaikan
soal-soal yang ada di buku, dan kuis. Proses pembelajaran tersebut dilakukan secara terus
menerus dari waktu ke waktu, sehingga siswa mudah bosan mengikuti pembelajaran PAI.
Siswa hanya bisa menghafal materi dan tidak menjadi bagian dari perilakunya dalam
kehidupan sehari-hari. Perilaku siswa masih belum menampakkan penguasaan terhadap
materi agama yang sudah dipelajari.
Atas dasar itulah, perlu upaya perbaikan dalam pembelajaran yang dilakukan oleh
guru. Supaya siswa menjadi aktif dalam mengikuti pembelajaran, dalam arti siswa melakukan
tindakan dengan kesadaran sendiri dalam mengikuti proses belajar di dalam kelas. Karena
kesadaran itu akan memberi dampak yang baik bagi siswa. Karena siswa akan berusaha
memahami materi yang di ajarkan oleh seorang guru dengan melakukan upayanya sendiri
menggali dari sumber-sumber yang relevan.
Di samping itu siswa secara otomatis akan meningkat hasil belajarnya. Siswa yang
aktif juga sangat mempengaruhi kreatifitas siswa dalam belajar. Hal ini sangat diharapkan
dalam proses pembelajaran di dalam kelas. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah
penerapan pembelajaran kooperatif STAD dengan menggunakan masalah kontekstual untuk
meningkatkan hasil belajar pada siswa kelas XII smk maarif Batu.
Pembelajaran kooperatif STAD.sudah dikaji oleh beberapa peneliti (Izzati, 2015;
Liunsanda, 2015; Nenoliu, 2015; Herniwati, 2015; Wahyudansah, 2015; Rosnidar, 2015).
Izzati (2015) mempraktikkan pembelajaran STAD berbantuan Card Short dalam permainan
sandi dan hasilnya dapat meningkatkan hasil belajar siswa SMA. Liunsanda (2015)
menggunakan pembelajaran kooperatif STAD dan kuis untuk meningkatkan hasil belajar
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
506
siswa. Nenoliu (2015) menggunakan metode STAD untuk meningkatkan hasil belajar siswa.
Herniwati (2015) menerapkan pembelajaran kooperatif Tipe STAD berbantuan media kreatif
dan penerapan pembelajaran STAD dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam proses
pembelajaran. Wahyudansyah (2015) menggunakan pembelajaran kooperatif Tipe STAD
untuk meningkatkan hasil belajar. Rosnidar (2015) menggunakan pembelajaran kooperatif
Tipe STAD untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Hudaya (2015) menggunakan media
gambar gerak dalam pembelajaran Model STAD untuk meningkatkan keaktifan dan hasil
belajar siswa.
Berdasarkan berbagai hasil penelitian tersebut, menunjukkan bahwa pendekatan
kooperatif STAD efektif untuk meningkatkan proses dan hasil belajar siswa. Karena itu
penelitian ini mengimplementasikan pembelajaran kooperatif STAD dengan menggunakan
masalah kontekstual sebagai masalah yang didiskusikan oleh siswa. Pemberian masalah
kontekstual diharapkan dapat membentuk perilaku kritis terhadap masalah sekaligus
membentuk perilaku baik untuk bertindak dalam kehidupan. Sehingga penelitian ini
mengambil judul Penerapan Pembelajaran Kooperatif STAD Menggunakan Masalah
Kontekstual Untuk Meningkatkan Hasil Belajar PAI Pada Siswa Kelas XII Jurusan
keperawatan dan jurusan Rekayasa perangkat lunak ( RPL ) SMK Ma‟arif Batu
METODE
Jenis Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK) yang dilakukan dalam
dua siklus. Masing masing siklus dilakukan dengan tahapan perencanaan, pelaksanaan
tindakan, observasi dan refleksi. Pada tahap perencanaan dikembangkan Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), media, Lembar Kerja Siswa (LKS), dan Instrumen
Penilaian. Pelaksanaan tindakan dilakukan sesuai dengan langkah-langkah pembelajaran
STAD dan sekaligus diobservasi. Kegiatan refleksi dilakukan dengan mengevaluasi kegiatan
pembelajaran terutama berkaitan dengan kendala-kendala yang di hadapi dalam
pembelajaran. Hasil refleksi digunakan untuk perbaikan pembelajaran dalam siklus ke dua.
Penelitian dilakukan di SMK Ma‟arif dengan subjek penelitian sebanyak 30 siswa
kelas XII jurusan keperawatan dan XII RPL, dengan sebaran laki laki 15 dan perempuan 15.
Siklus satu dilaksanakan dalam 2 pertemuan pembelajaran pada tanggal 10 – 22 oktober
2016. Siklus dua dilaksaksanakan dalam 2 pertemuan , yaitu pada tanggal 24 oktober - 5
nopember 2016.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes. Teknik
Observasi dilakukan saat pembelajaran berlangsung dengan menggunakan lembar observasi
yang digunakan sebagai sumber data. Tahapan penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
507
Gambar 1. Alur penelitian tindakan kelas
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian tindakan kelas dengan judul penerapan pembelajaran kooperatif stad
menggunakan masalah kontekstual untuk meningkatkan hasil belajar pai pada siswa kelas xii
smk ma‟arif batu, terdiri dari dua siklus. Hasil penelitian dipaparkan berdasarkan tahapan
pelaksanaan pembelajaran kooperatif STAD dan uraian setiap siklusnya adalah sebagai
berikut:.
Siklus 1
Siklus pertama terdiri dari 2 pertemuan (2 kali pembelajaran dan satu kali tes). Pelaksanaan
pembelajaran dideskripsikan sebagai berikut :
Perencanaan
Pada tahap perencanaan terdapat lima kegiatan diantaranya (1) mengembangkan
Rencana Pelaksanaan pembelajaran (RPP) perbaikan, (2) mengembangkan media
pembelajaran, (3) menyusun lembar kegiatan siswa (LKS), (4) mengembangkan pedoman
observasi, dan (5) mengembangkan alat evaluasi
Dalam menyusun RPP guru mengembangkan kompetensi dasar (28.1) Menampilkan
perilaku yg mencerminkan iman kepada hari akhir pembelajaran kooperatif STAD dengan
metode pembelajaran diskusin kelompok dan penugasan, pada langkah–langkah
pembelajaran meliputi : kegiatan awal, kegiatan inti dan kegiatan penutup, dengan
menggunakan cooperative STAD ini siswa dituntut mampu mengkomunikasikan hasil
belajarnya sendiri dengan teman sekelompok guna untuk menyimpulkan materi tersebut.
Pembuatan media, guru menggunakan modul / buku tentang masalah-masalah kontekstual
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
508
untuk memberikan penguatan kepada siswa tentang materi iman kepada hari akhir ( fungsi
iman kepada hari akhir)
Untuk Lembar kegiatan siswa, guru menyiapkan 4 soal yang harus di jawab oleh
masing masing siswa sebelum di diskusikan dengan kelompoknya.
Untuk lembar pengamatan guru terdapat kolom kolom situasi pelaksanaan
pembelajaran, temuan kegiatan pembelajaran pada kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan
kegiatan akhir, masalah yang muncul pada pembelajaran.
Alat evaluasi yang dipersiapkan oleh guru meliputi : kisi-kisi soal, kartu soal, rubrik
penilaian baik untuk soal uraian maupun rubrik untuk penilaian diskusi dan presentasi. Kisi-
kisi soal memuat kompetensi dasar, indicator mata pelajaran, indicator soal, soal, dan kunci
jawaban. rubrik penilaian berisi kriteria dan skor nilai
Pelaksanaan
Pada tahap pelaksanaan tindakan ini sekaligus dilakukan pengamatan oleh observer. Guru
melaksanakan proses pembelajaran dengan materi Fungsi iman kepada hari akhir pada jam ke
5 – 6 yang dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 22 Oktober 2016 dengan langkah-langkah
kegiatan awal, kegiatan inti dan kegiatan penutup. Pada kegiatan pendahuluan diawali dengan
salam, melakukan presensi, kemudian menanyakan kabar siswa, serta mengkondisikan siswa
untuk siap melaksanakan pembelajaran, guru kemudian menuliskan tujuan pembelajaran
yaitu siswa diharapkan memahami tentang fungsi iman pada hari akhir. Guru menggali
pengetahuan awal siswa dengan melontarkan beberapa pertanyaan, contoh Tanya jawab guru
dengan siswa sebagai berikut:
G: “anak-anak masih ingatkah kamu ,minggu kemarin materinya tentang apa?. “
S: “masih pak, tentang perilaku terpuji.”
G: “Bagus. “. Apa saja yang termasuk perilaku terpuji ?.
S: “Adilo, ridho dan amal sholeh.”
G: “ Ya benar, kamu masih ingat. “.
Dari dialog tersebut, nampak bahwa siswa sudah mengetahui bahwa siswa masih ingat
tentang materi perilaku terpuji, selanjutnya guru menjelaskan bahwa hari ini pembelajaran
yang akan dilakukan adalah menggunakan kooperatif STAD, guru menjelaskan langkah-
langkah pembelajaran kooperatif STAD, yaitu (1) membagi siswa menjadi beberapa
kelompok, (2) masing masing anggota kelompok mencari, membaca masalah masalah
kontekstual, (3) masingmasing anggota menjawab pertanyaan yang sudah ada di lks, (4)
mendiskusikan hasil jawaban dengan kelompoknya , (5) menyimpulkan materi pada diskusi
tersebut, (6) ketua kelompok mempresentasikan di hadapan kelompik lain secara bergantian,
(7) masing masing kelompok menyiapkan pertanyaan pada kelompok lain yang sedang
melakukan presentasi., Selesai menjelaskan tentang pembelajaran kooperatif STAD guru
melanjutkan pada kegiatan inti.
Pada kegiatan inti untuk pembelajaran fungsi iman kepada hari akhir dengan
pendekatan kooperatif STAD diawali dengan membagi siswa menjadi 6 kelompok, guru
membagikan LKS pada setiap siswa dan lembaran kesimpulan pada masing2
kelompok.selanjutnya guru menyajikan materi secara singkat tentang iman kepada hari akhir
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
509
dan menyuruh masing-masing siswa untuk membaca, memahami masalah masalah
kontekstual yang sudah ada pada LKS dan pada literatur lain yang mendukung, seperti pada
Gambar 2 . dan 3
Gambar 2. Siswa mencari masalah2 kontekstual dari literature
Gambar 3. Siswa mempersiapkan LKS
Seperti terlihat pada Gambar 1 siswa membaca literatur .selanjutnya guru menyuruh
siswa untuk menjawab pertanyaan pertanyaan yang ada pada LKS, Dilanjutkan diskusi
kelompok atas permasalahan yang berhubungan dengan iman kepada hari akhir ( seperti pada
gambar 2 dan 3). Dalam diskusi tersebut tiap kelompok menyimpulkan hasil diskusi, setelah
itu menyampaikan hasilnya kepada kelompok lain dengan cara pemaparan yang dilakukan
oleh ketua kelompok. Pada kegiatan akhir guru bersama siswa coba merefleksikan
pembelajaran dan pemberian lembar evaluasi untuk dikerjakan oleh masing-masing siswa.
kegiatan pembelajaran siklus I siswa sudah mulai antusias, aktif dan senang dalam mengikuti
proses pembelajaran, walau demikian masih ada siswa yang kurang aktif karena siswa
tersebut memang berkarakter pendiam dan siswa yang belum memahami materi yang sedang
didiskusikan.
Setelah siswa memahami tentang materi ini, guru memberikan pos tes pada siswa
untuk mengetahui pemahaman siswa, dari hasil pos tes tersebut didapat Hasil penelitian pada
siklus satu dapat dilihat pada
pada hasilnya yaitu :
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
510
Siswa yang mendapat nilai di bawah KKM (75) sebesar 60 % sedangkan siswa yang
mendapat nilai di atas KKM sebesar 40 %. Dengan rata-rata nilai 72, Seperti terlihat pada
hasil tersebut nampak bahwa nilai hasil evaluasi masih besar prosentase yang mendapat nilai
berada di bawah KKM
Pengamatan
Hasil observasi dan catatan lapangan yang dilakukan oleh 2 observer selama
pembelajaran berlangsung dan hasil analisis data yang dilakukan guru diperoleh data
penelitian sebagai berikut: Berdasarkan data hasil pengamatan terhadap aktifitas siswa pada
pertemuan 1 siklus I, masih banyak siswa yang tidak membawa literature sehingga bergurau
mengganggu siswa lain, penyampaian kesimpulan dalam pemaparan kurang menarik perlu di
carikan alternative lain dalam penyampaiannya. Belum adanya umpan balik dari kelompok
lain.
Dari hasil wawancara dengan beberapa siswa diperoleh penjelasan bahwa ada siswa
yang tidak suka pembelajaran kooperatif atau bekerja sama karena ada salah satu anggota
kelompok yang tidak mau bekerja sama, Hasil yang diperoleh dalam pengamatan selama
proses pembelajaran, hasil evaluasi proses dan hasil analisis data, maka pelaksanaan tindakan
pada siklus I perlu dilakukan perbaikan. Keputusan ini didasarkan pada hasil refleksi
menunjukkan hasil belajar secara klasikal kurang memenuhi kriteria ketuntasan. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif STAD setting kooperatif perlu
ditingkatkan lagi supaya diperoleh hasil optimal. Untuk itu diperlukan rencana perbaikan
tindakan. Rencana perbaikan tersebut adalah sebagai berikut: (1) Pengaturan waktu yang
lebih baik sehingga lebih efektif dan efisien, (2) Lembar kegiatan siswa yang dibuat lebih
jelas, sehingga siswa bisa membuat pertanyaan dengan baik, kemudian menyampaikan dalam
bentuk lisan. Hal ini dimaksudkan agar hasilnya dapat dibaca oleh kelompok lain yang akan
melakukan koreksi terhadap hasil diskusi tersebut, (3) guru hendaknya lebih memperhatikan
siswa yang berkemampuan rendah dengan memotivasi untuk aktif diskusi, (4) Berdasarkan
observasi oleh dua orang pengamat terhadap kegiatan guru, proses pembelajaran telah
berjalan dengan baik, dan hanya perlu ditingkatkan lagi.
Refleksi
Di akhir siklus I dilakukan refleksi, hasil refleksi digunakan untuk memperpaiki
pembelajaran siklus II. adapun hasil refleksi pada siklus I dapat dirangkum seperti pada Tabel
1.
Tabel 1. hasil refleksi siklus I tentang pembelajaran Fungsi iman kepada hari akhir
Kekurangan Penyebab Alternatif perbaikan
Masih banyak siswa
yang tidak serius
melaksanakan diskusi
kelompok
Ada siswa yang tidak
membawa buku sumber
untuk dibaca
Setiap siswa harus membawa
buku sumber.
Dalam kelompok Masing masing kelompok Setiap kelompok diberikan
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
511
masih ada anggota
kelompok yang tidak
aktif
hanya mendapat 1 lembar
kegiatan siswa
lembar kegiatan siswa sesuai
jumlah anggota kelompoknya
Penyampaian
/presentasi hasil
kurang menarik,
sehingga kurang
mengeksplore
kelompok lain dalam
bertanya/ menanggapi
Karena penunjukan ketua
kelompok yang harus
presentasi
Mencari anggota kelompok
yang lebih mampu
Dari Tabel 1, diperoleh hasil refleksi yaitu masih ada kekurangan yang harus diperbaiki
dalam pelaksanaan pembelajaran selanjutnya guna meningkatkan hasil belajar siswa.
SIKLUS II
Uraian kegiatan pada siklus dua adalah sebagai berikut:
Perencanaan
Pada tahap perencanaan peneliti melakukan persiapan proses pembelajaran yang
meliputi (1)pengembangan RPP , (2) pengembangan media pembelajaran dengan
menggunakan power point, (3) pengembangan LKS, (4) pengembangan rubrik penilaian
sikap dan(5)dan pengembangan alat evaluasi. Pengembangan tersebut dilakukan dengan
teman sejawat guru pengajar di SMK Ma‟arif Batu.
Pada perbaikan RPP, peneliti mengembangkan kompetensi dasar (28.2) “ Hikmah
beriman kepada hari akhir, Proses perbaikan RPP peneliti menganalisis kedalaman materi
dengan alokasi waktu yang disediakan. Pada pengembangan media pembelajaran peneliti
menggunakan media power point dan LKS, peneliti menyajikan masalah masalah kontekstual
untuk dipahami oleh siswa. mendapatkan gambaran tentang bentuk molekulnya. Pada
pengembangan LKS, peneliti membuat pertanyaan-pertayaan atau soal yang berkaitan dengan
hikmah beriman kepada hari akhir. Pada pengembangan rubrik penilaian sikap peneliti
mengembangan rubrik penilaian sikap yang akan diambil selama kegiatan peelitian yang
meliputi sikap santun, kerjasama, tanggung jawab dan keaktifan dalam berdiskusi. Pada
pengembangan evaluasi peneliti membuat soal-soal pretest, postest dan soal evaluasi hasil
belajar.
Pelaksanaan
Pembelajaran dilakukan dalam waktu 2 x 40 menit jam ke 5-6. Pada hari sabtu tanggal 5
nopember 2016. Dalam kegiatan pendahuluan guru melakukan aktivitas menanyakan
kembali kepada siswa tentang materi sebelumnya ( fungsi iman kepada hari akhir).
Memotivasi siswa dengan cara mendengarkan cerita tentang hari akhir. Pada fase
pembentukan kelompok, siswa aktif terlibat dalam kegiatan kelompok. Lembar tugas
yang diberikan membantu siswa untuk aktif bekerja mencobakan pembelajaran yang
baru diterimanya. Beberapa kelompok antusias untuk menyelesaikan tugas yang
diberikan. Antusias tersebut bisa juga terjadi karena kelompok ingin menyelesaikan
tugas lebih dulu dari kelompok lainnya. Guru membagi siswa menjadi 6 kelompok masing
masing kelompok 5 siswa. Guru Menyampaikan tujuan pembelajaran hari ini, yaitu siswa
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
512
mampu memahami fungsi keimanan terhadap hari akhir. Dalam kegiatan inti guru
membagikan lembar kerja siswa (LKS) dan menjelaskan inti materi yang ada di dalam lks.
Seperti pada Gambar 4
Gambar 4. Guru menjelaskan materi Hikmahiman kepada hari akhir
Dalam tindakan pendahuluan guru mengucapkan salam, berdoa, mengabsen siswa,
menanyakan kembali kepada siswa tentang materi kemarin :
G: “anak-anak masih ingatkah kamu ,minggu kemarin materinya tentang apa?. “
S: “masih pak, fungsi iman kepada hari akhir.”
G: “Bagus. “. Coba sebutkan satu saja ?.
S: “Hidup optimis dan selalu sabar.”
G: “ Ya benar, berarti kamu masih ingat. “.
Setelah Tanya jawab guru dengan siswa, guru menyajikan materi secara singkat tentang iman
kepada hari akhir, dan membagikan lembar kerja siswa yang berisi masalah masalah
kontekstual yang berhubungan dengan keimanan kepada hari akhir ( hikmah iman kepada
hari akhir ). Siswa membaca dan memahami masalah-masalah tersebut dan menjawab
pertanyaan yang sudah disediakan. Dilanjutkan diskusi kelompok atas permasalahan yang
berhubungan dengan iman kepada hari akhir ( seperti pada gambar 2). Dalam diskusi tersebut
tiap kelompok menyimpulkan hasil diskusi, setelah itu menyampaikan hasilnya kepada
kelompok lain dengan cara pemaparan yang dilakukan oleh ketua kelompok. Pada kegiatan
akhir guru bersama siswa coba merefleksikan pembelajaran dan pemberian lembar evaluasi
untuk dikerjakan oleh masing-masing siswa. kegiatan pembelajaran siklus II siswa sudah
mulai antusias, aktif dan senang dalam mengikuti proses pembelajaran, walau demikian
masih ada siswa yang kurang aktif karena siswa tersebut memang berkarakter pendiam dan
siswa yang belum memahami materi yang sedang didiskusikan.
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
513
Gambar. 5. Siswa sedang melaksanakan diskusi
Pengamatan
Hasil observasi dan catatan lapangan yang dilakukan oleh 2 observer selama
pembelajaran berlangsung dan hasil analisis data yang dilakukan guru diperoleh data
penelitian sebagai berikut: Berdasarkan data hasil pengamatan terhadap aktifitas siswa pada
siklus II, Siswa sudah banyak kemajuan dalam mengikuti proses kegiatan pembelajaran
Kooperatif STAD, hal ini ditunjukkan siswa dengan membawa literature penunjang tentang
Hikmah ber5iman kepada hari akhir. Dari segi pemap-aran hasil diskusi siwa lebih siap dari
pada siklus satu. Ditunjukkan adanya pertanyaan2 dari kelompok lain sehingga diskusi
menjadi sangat dinamis.
Dari hasil wawancara dengan beberapa siswa diperoleh penjelasan bahwa siswa mulai
menyukai model pembelajaran kooperatif STAD. Pada tingkat kelompok siswa sudah mulai
berani berpendapat dalam merumuskan kesimpulan pada kelompoknya. Sehingga dianggap
pelaksanaan pembelajaran kooperatf STAD siklus II ini lebih baik dari siklus I. sehingga
siklus II tersebut bisa di rumuskan sebagai berikut.: (1) Pengaturan waktu yang lebih dari
siklus I. sehingga lebih efektif dan efisien, (2) Lembar kegiatan siswa yang dibuat lebih jelas,
sehingga siswa cepat memahami isi dan uraian masalah kontekstual yang disajikan dalam
LKS. kemudian menyampaikan dalam bentuk lisan. Hal ini dimaksudkan agar hasilnya dapat
dibaca oleh kelompok lain yang akan melakukan koreksi terhadap hasil diskusi tersebut,
(3)Pembagian kelompok sudah di dasarkan keseimbangan antara siswa yang pandai dan yang
berkemampuan rendah, (4) Berdasarkan observasi oleh dua orang pengamat terhadap
kegiatan guru, proses pembelajaran telah berjalan lebih baik dari siklus I.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
514
Gambar 6. Keaktifan siswa dlm berdiskusi Gambar 7. Kegiatan presentasi kelompok
Refleksi
Di akhir siklus II dilakukan refleksi, hasil refleksi dapat dirangkum seperti pada Tabel
2 di bawah ini.
Tabel 2. hasil refleksi siklus I tentang pembelajaran Hikmah iman kepada hari akhir
Hasil temuan Indikator catatan
Siswa aktif dalam
mengikuti
pembelajaran
Siswa sibuk menelaah
pelajaran dan
menyampaikan hasil telaah
pada temen
sekelompoknya
Masih ada siswa yang kurang
aktif
Siswa kurang focus
pada materi pokok.
Paparan terlalu melebar
materinya
Pembatasan literature yang di
baca
Penyampaian
/presentasi hasil
Sudah menarik,
sehingga memicu
kelompok lain untuk
tampil lebih baik
Paparan siswa sudah
menggunakan media.
Tidak hanya lisan.
Dari Tabel 2, diperoleh hasil refleksi yaitu sudah ada kemajuan pada siswa dalam belajar
dengan kooperatif STAD dan hasil belajarnya, terutama keaktifan siswa mulai terlihat
terutama dalam berinteraksi dalam kelompok maupun dengan kelompok lain.
Berdasarkan pada hasil evaluasi, nilai yang di dapat siswa pada akhir siklus II yaitu 75 %
siswa berhasil tuntas sedangkan 25 % siswa tidak tuntas dalam belajarnya. Dengan rata-rata
nilai 80.
PENUTUP
Beradsarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan bahwa
penerapan pembelajaran kooperatif STAD menggunakan masalah kontekstual untuk
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
515
meningkatkan hasil belajar pai pada siswa kelas XII SMK Ma‟arif Batu dengan hasil
penelitian pada siklus I (Satu) siswa yang mendapat nilai di bawah KKM (75) sebesar 60 %
dengan rata-rata nilai 72, sedangkan pada siklus II) terlihat peningkatan hasil belajar siswa
yaitu siswa yang mendapat nilai di atas KKM (75) sebesar 75 %, dengan rata-rata nilai 80.
Daftar Rujukan
Herniwati. 2015. Peningkatan Hasil Belajar Siswa SD Kelas V Dalam Pembelajaran
Kooperatif Tipe STAD Berbantuan Media Kreatif. Prosiding Seminar Nasional
Exchane of Experiences TEQIP 2015. Malang (halaman 425-431).
Hudaya. 2015. Penggunaan Media Gambar Gerak dalam Pembelajaran Menyampaikan
Kembali Isi Pesan Melalui Model STAD Siswa Kelas VI SDN 17 Baruga Kendari,
Prosiding Seminar Nasional Exchane of Experiences TEQIP 2015. Malang (halaman
670-675).
Liunsanda. 2015. Melalui Model Kooperatif Stad dan Kuis dapat Meningkatkan Proses
Pembelajaran tentang Luas Bangun pada Siswa Kelas VI SDK Viktor Bulude
Bambang H. P. L. Prosiding Seminar nasional Exchane of Experiences TEQIP
2015. Malang (halaman 232-249).
Izzati, Naila. 2015. Penerapan Pembelajaran Cooperative Learning STAD Berbantuan Card
Short dalam Permainan Sandi pada Materi Matriks Kelas XI MIPA SMA Negeri 11
Batam. Prosiding Seminar nasional Exchane of Experiences TEQIP 2015. Malang
(halaman 126-136).
Nenoliu. 2015. Penerapan Metode STAD (Student Teams Achievemen Division) pada
Materi Penjumlahan Pecahan untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas V SDK
LEOB Ema Thabita. Prosiding Seminar Nasional Exchane of Experiences TEQIP
2015. Malang (halaman 271-278).
Wahyudansyah. 2015. Peningkatan Hasil Belajar Siswa Kelas VI SD Materi Ciri – Ciri
Khusus Tumbuhan melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD. Prosiding Seminar
Nasional Exchane of Experiences TEQIP 2015. Malang (halaman 432-437).
Rosnidar. 2015. Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Materi Ciri-Ciri Khusus
Tumbuhan pada Siswa Kelas VI SDN 16 Nan Sabaris Kabupaten Padang Pariaman.
Prosiding Seminar Nasional Exchane of Experiences TEQIP 2015. Malang (halaman
460-465).
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
516
PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA HURUF KANA
MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF
TPS BERBANTUAN MEDIA GOI OBOE KAADO
KELAS XI SMA NEGERI 02 BATU
Wahju Tri Andajani
Abstrak: Berdasarkan pengamatan awal diketahui bahwa kemampuan membaca huruf
kana pada mata pelajaran Bahasa Jepang Siswa Kelas XI SMA Negeri 02 Batu masih
rendah. Tujuan penelitian ini adalah meningkatkan kemampuan membaca huruf kana
dengan model pembelajaran Kooperatif Think, Pair and Share (TPS) Tipe3 Berbantuan
Media Goi Oboe Kaado. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan
kelas yang dilaksanakan dalam dua siklus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model
pembelajaran Kooperatif TPS Berbantuan Media Goi Oboe Kaado dapat meningkatkan
rata-rata kemampuan siswa membaca huruf kana dari 44% siswa menjadi 70% di siklus 1
menjadi 81% di siklus 2.
Kata kunci: kemampuan membaca, Huruf Kana,Kooperatif, TPS Tipe 3, Media Goi Oboe
Kaado
Membaca huruf kana (hiragana dan katakana) merupakan keterampilan dasar yang
harus dikuasai siswa pembelajar Bahasa Jepang di tingkat SMA. . Keterampilan ini diajarkan
sejak siswa belajar Bahasa Jepang dasar. Guru bidang studi Bahasa Jepang harus
berkesinambungan dalam mengajarkan keterampilan membaca kepada siswa sehingga siswa
memiliki kemampuan membaca yang baik.
Salah satu materi membaca yang diajarkan di jenjang SMA adalah membaca teks
dalam huruf kana. Kana (仮名?) adalah sebutan untuk aksara silabik Jepang yang terdiri
dari katakana, hiragana, dan man'yōgana. Ketiganya merupakan penyederhanaan dari aksara
Tionghoa yang dikenal di Jepang sebagai kanji. Huruf Kana terdiri dari Huruf Hiragana dan
Katakana yang masing-masing mempuyai jumlah 46 karakter, jadi jika dijumlahkan sebanyak
82 karakter. Kedua Jenis huruf ini harus dikuasai siswa di kelas X dalam waktu 2 semester.
Namun, pada kenyataannya hingga kelas XI banyak siswa yang belum lancar membaca.
Tentu saja hal ini sangat berpengaruh terhadap pemahaman materi di kelas XI yang semua
teks tertulis dalam huruf kana yang pada akhirnya mempengaruhi ketutasan belajar.
Kondisi yang terjadi di kelas XI Ilmu Bahasa dan Budaya (IBB) SMAN 2 Batu adalah
sebagian besar siswa mengalami kesulitan untuk membaca huruf kana. Berdasarkan
pengamatan peneliti terhadap pembelajaran Bahasa Jepang di SMA Negeri 02 Batu
khususnya materi membaca teks Bahasa Jepang tergolong rendah, diketahui bahwa nilai yang
tuntas yang dicapai hanya 44 % siswa yang mampu membaca teks dalam huruf kana dengan
baik. Hal itu mungkin dikarenakan dalam pembelajaran yang dilakukan guru selama ini
masih belum menggunakan model model pembelajaran yang membuat siswa dapat terlibat
secara aktif dalam pembelajaran maupun berinteraksi dengan teman-temannya. Pembelajaran
masih terlalu mandiri tanpa beriteraksi dengan temannya. Selain itu guru juga belum
menggunakan suatu media yang dapat membuat siswa mudah membaca huruf Kana. Untuk
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
517
mengatasi masalah tersebut, peneliti mencoba menggunakan model pembelajaran kooperatif
yaitu pembelajaran yang memberi kesempatan kepada peserta didik untuk bekerja sama
dengan sesama peserta didik dalam tugas-tugas terstruktur (Chotimah dan Dwitasari, 2009).
Peneliti juga menggunakan media goi oboe kaado (kartu pengingat kata) yang dibuat
oleh peneliti dengan mengadopsi dari Classroom Resources (dalam Japan Foundation, 2016).
Peneliti memilih media karena media dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari
pengirim ke penerima sehingga merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat serta
kemauan siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi dalam rangka mencapai
tujuan pembelajaran secara efektif. Media pembelajaran juga dapat membantu mempermudah
mencapai tujuan pembelajaran (Sukiman, 2012).
Penelitian tentang penerapan model pembelajaran yang menggunakan media kartu
sudah banyak dilakukan orang (Dewi, 2015; Serkadifat, 2015; Gusnilla , 2015; Hamdan,
2015). Dewi (2015) menerapkan Pembelajaran Menulis Pantun Menggunakan Kartu
Rumpang dengan Model Think Pair Share di Kelas XI IPS 2 SMA Negeri 15 Batam.
Serkadifat (2015) Menerapkan Media Kartu Berbantu Gambar pada Pembelajaran Bahasa
Inggris pada Siswa Kelas V SD YPK Klawana. Gusnilia (2015) menerapkan Media Gambar
dan Kartu Huruf dalam Pembelajaran Menulis Permulaan dengan Metode Picture And
Picture Melalui Lesson Study pada Siswa Kelas I SD, dan Hamdan (2015) menerapkan
Media Kartu Kata untuk Meningkatkan Keterampilan Membaca Nyaring pada Siswa Kelas I
SD Negeri 4 Mekarsari Kecamatan Gunungsari Kabupaten Lombok Barat.
Berdasarkan permasalahan di atas dan berbagai pendapat maupun penelitian-
penelitian yang sudah dilakukan maka peneliti mengadakan penelitian yang bertujuan untuk
meningkatkan kemampuan membaca huruf kana dengan model pembelajaran Kooperatif
Think Pair Share(TPS) Berbantuan Media Goi Oboe-Kaado.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan jenis penelitian tindakan kelas. Tahap-tahap penelitian
tindakan berupa siklus, meliputi (1) perencanaan, (2) tindakan, (3) observasi, dan (4) refleksi.
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di kelas XI IBB SMA Negeri 02 Batu
dengan alamat Jl. MT. Hasanudin Kecamatan Junrejo Kota Batu. Teknik pengumpulan data
yang digunakan adalah observasi, tes, dan dokumentasi. Pengumpulan data dilakukan
menggunakan instrumen penelitian berupa panduan observasi, soal tes, serta panduan studi
dokumentasi. Observasi dilakukan terhadap proses penyusunan perangkat pembelajaran,
proses pembelajaran, serta proses penilaian. Tes dilakukan untuk mengumpulkan skor guna
Perencanaa
Pelaksanaan Refleksi Siklus I
Pengamatan
Siklus II Refleksi
Perencanaa
Pelaksanaan
?
Pengamatan
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
518
mengetahui tingkat pemahaman siswa terhadap materi yang sudah disampaikan.
Dokumentasi dilakukan terhadap dokumen perangkat pembelajaran yang disiapkan guru.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Siklus I
Perencanaan Tindakan
Hal-hal yang dipersiapkan pada tahap perncanaan adalah yaitu menyusun RPP,
membuat lembar kerja siswa (LKS), dan menyusun perangkat evaluasi. Dalam menyusun
RPP penulis merencanakan KD 3.3 yaitu Kehidupan Sehari-hari dengan indikator (1)
Menjelaskan karakteristik golongan dalam Kata kerja (DOUSHI), (2) Menggolongkan kata
kerja (3) mengubah kata kerja (DOUSHI) bentuk kamus menjadi bentuk MASU,
(4)Menerapkan kata kerja bentuk MASU dalam kalimat.
Peneliti juga menyiapkan 1 lembar kerja yang harus dikerjakan siswa. Lembar kerja
berisi instruksi dan tata cara menggunakan kartu kalimat serta beberapa soal. Media yang
dipakai untuk kegiatan ini adalah kartu kalimat dicetak dengan kertas yang berwarna-warni
untuk menarik perhatian peserta didik.
Bentuk penilaian yang digunakan adalah tes lisan dan tertulis dan penilaian proses.
Tes lisan dan tes tertulis yang diberikan berupa post test. Sedangkan penilaian proses
menggunakan lembar observasi (pengamatan) ketika pembelajaran berlangsung.
Pelaksanaan Tindakan
Terdapat tiga kegiatan dalam pelaksanaan tindakan, yaitu (1) kegiatan pendahuluan,
(2) kegiatan inti, dan (3) kegiatan penutup. Kegiatan ini dilakukan dalam waktu 2 x 40 menit.
Dalam pendahuluan, pembelajaran diawali dengan salam pembuka, presensi,
apersepsi dan penyampaian tujuan pembelajaran. Pada kegiatan apersepsi yang dilakukan
selama 5 menit siswa diajak untuk mengingat kembali materi pada pertemuan sebelumnya.
Guru : “Masih ingat materi minggu lalu?”
Siswa : “Ingat.”
Guru : “Tentang apa?”
Siswa : “Karakteristik Golongan Kata Kerja Sensei.”
Guru : “Ada yang bisa menyebutkan karakteristik golongan kata
kerja? Coba Faza.”
Faza : “Hai Sensei. Kata kerja dibagi menjadi 4 golongan menurut
Karakteristiknya, Sensei.”
Guru : “Hai, tadashi desu. Bagus! Terus apa ciri-ciri kata kerja
golongan 1, 2 ,3 dan 4?”
Siswa : “Saya Sensei, ciri-ciri Kata kerja Golongan 1 adalah …..”
Guru : “Hai, jouzu desu?”
(guru mengacungkan jempol untuk memuji Faza)
Dari dialog tersebut dapat diketahui bahwa siswa sudah siap mengikuti pelajaran.
Dalam kegiatan inti, guru membagi siswa dalam tujuh kelompok dan masing masing 4 orang
yang heterogen menurut jenis kelamin maupun kemampuan mata pelajarannya.Setelah
mereka duduk dalam kelompok masing-masing maka untuk setiap kelompok diberikan satu
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
519
lembar kerja berupa kertas berisi perintah yang harus dikerjakan siswa, serta satu set kartu
kalimat yang meliputi tiga warna sehingga lebih menarik. Kemudian siswa melakukan tugas
pertama yaitu mencoba membaca kartu secara individu dalam kelompok selama 10 menit
seperti tampak pada gambar 1 berikut.
Gambar 1: Siswa Melakukan Kegiatan Membaca Ssecara Individu
Pada awal kegiatan ini tampak bahwa banyak siswa tidak lancar dalam membaca.
Kegiatan selanjutnya adalah membaca secara berpasangan dalam kelompok selama 20 menit.
Gambar 2. Siswa Membaca secara Berpasangan
Pada kegiatan ini masing masing pasangan dapat mengecek kebenaran bacaan
pasangannya dengan melihat pada sisi kartu yang tertulis dalam abjad latin secara bergantian.
Dua kegiatan diatas dimaksudkan agar siswa cukup lancar membaca dan cukup beradaptasi
dengan teks dalam kartu tersebut. Guru sebagai fasilitator berkeliling mengamati proses
membaca tersebut sambil memberikan petunjuk jika siswa memerlukan. Tampak pada
gambar 2 berikut guru berkeliling mendatangi kelompok siswa.
Keadaan kelas memang cukup gaduh tetapi masih dalam koridor kegiatan membaca.
Seperti pada dialog peserta didik dan guru berikut.
Guru : “Bagaimana minnasan, sudah bisa membaca kartu?”
Siswa : “Ya Sensei, saya mulai lancar membacanya, dua teman saya juga mulai
bisa membaca agak cepat” (sambil menunjukkan kartu perolehannya)
Guru : “Ya, itu bagus sekali, semakin banyak kartu yang kalian Baca maka semakin
mudah kalian nantinya memahami materi berikutnya ”Dialog tersebut
menunjukkan bahwa siswa sudah mampu membaca kartu kana lebih baik
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
520
dari pada sebelumnya. Berikutnya guru melanjutkan kegiatan meng-
kategorikan kata kerja
Guru : “Ja minnasan mari kita lanjutkan dengan mengkategorikan kata kerja dalam
teks tersebut dalam golongan masing- masing dengan cara
mengelompokkan kartu-kartu yang sama golongannya dan berikan
alasannya dimasukkan dalam kategori tersebut, saya beri waktu 5 menit.
Bisa?”
Siswa : “Bisa Sensei.”
(5 menit berlalu dengan antusias siswa dalam diskusi untuk mengelompokkan kata
kerja)
Guru : “Ya cukup, Sensei akan memeriksa hasil kerja kelompok masing-masing”
Dari hasil kerja kelompok dapat simpulan bahwa sebagian besar kelompok mampu
menyelesaikan dengan sedikit kesalahan dan mampu menjelaskan alasannya sehingga penulis
mendapat simpulan bahwa kompetensi siswa secara berkelompok sudah tuntas.
Setelah kegiatan tersebut dilanjutkan dengan kegiatan ketiga, yaitu mengubah bentuk
kata kerja kamus menjadi bentuk MASU. Siswa membaca petunjuk cara mengubah bentuk
dengan membaca LKS, lalu mencoba menerapkannya pada teks dalam kartu kalimat dengan
durasi waktu yang ditentukan 10 menit.
Pada kegiatan mengubah bentuk kata kerja kamus menjadi bentuk MASU secara
lisan, kelas kembali gaduh. Tetapi hal ini dapat diatasi oleh guru dengan cara guru berkeliling
mengamati dan memberi tebakan kartu yang harus dijawab secara individu dalam
kelompok.
Gambar 3. Guru Memberi Tebakan dengan Goi Oboe Kaado
Pada kegiatan ini anggota kelompok bisa menilai benar atau salah jawaban dari
temannya dan dapat memberi alasannya. Kemudian menuliskan hasilnya dalam LKS untuk
dipresentasikan dalam diskusi kelas. Diskusi kelas dipimpin oleh guru sebagai moderator dan
fasilitator.
Guru :“Ya, cukup. Silahkan masing-masing kelompok mempresentasikan hasil diskusinya.
Tolong kelompok yang lain mencermati benar-salahnya dan berikan alasannya.”
Guru :“Baiklah silahkan Kelompok 1 untuk membacakan hasil diskusinya.“
Kelompok 1 : “Minnasan, konnichi wa. Saya akan membacakan hasil diskusi kami
sebagai berikut.
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
521
1. Uchi e kaeru Uchi e kaerimasu
2. Yama ni noboru Yama ni noborimasu
3. (dst.)
Guru : “Bagaimana kelompok yang lain? Apa sudah benar jawaban dari Kelompok 1?
Atau ada yang punya pendapat lain?“
(Siswa setuju dengan jawaban Kelompok 1. Kemudian presentasi dilanjutkan oleh
kelompok-kelompok berikutnya).
Dari hasil presentasi tersebut didapat simpulan bahwa sebagian besar kelompok mampu
menyelesikan soal dengan baik. Memang terdapat beberapa beberapa kesalahan yang
disebabkan kurang teliti, tetapi secara umum dapat dikatakan bahwa pembelajaran telah
mengalami peningkatan.
Sebelum menutup pertemuan ke-1 guru bersama siswa merefleksi kegiatan belajar
dengan mengulas materi yang telah dipelajari pada hari tersebut. Guru juga memberi tahu
siswa agar mempersiapkan diri untuk tes pada pertemuan berikutnya.
Pengamatan
Pengamat yang terlibat dalam penelitian ini terdiri atas 2 orang guru. Mereka memberikan
catatan-catatan pengamatan terhadap kegiatan yang dilakukan guru dan siswa selama
pembelajaran berlangsung. Hasil pengamatan diperoleh bahwa diskusi kelompok dan diskusi
kelas cukup berjalan lancar dan terkontrol meskipun pada awal membaca kartu secara
individu banyak siswa yang merasa tidak mampu. Namun, ketika dilakukan berpasangan
timbul usaha yang sungguh-sungguh untuk bisa membaca. Kelompok yang cukup heterogen
membuat proses diskusi menjadi hidup sebab terlihat terjadi interaksi yang baik dan aktif di
dalam kelompok dalam kegiatan membaca kartu kalimat.
Refleksi
Refleksi yang dilakukan oleh peneliti bersama dengan pengamat diperoleh hasil sebagai
berikut. (1) Berdasarkan hasil pengamatan, pembelajaran yang dilakukan peneliti sudah
efektif. (2) Meskipun 10 menit pertama masih ada beberapa siswa yang tidak konsentrasi
terhadap kegiatan. Beberapa siswa tersebut masih sibuk mempersiapkan diri karena terlambat
masuk. (3) Ada keluhan siswa tentang teks terlalu kecil sehingga agak sulit dibaca siswa. (4)
Ruang belajar yang berada di dalam aula yang disekat menjadi dua kelas sehingga menjadi
kurang sinar dan kontaminasi suara dari kelas yang berada di sebelah kelas XI cukup
mengganggu konsentrasi siswa. (5) Siswa aktif dan antusias melakukan kegiatan demi
kegiatan sehingga dapat disimpulkan bahwa kegiatan belajar hari itu cukup menarik dan
berhasil. (6) Pemberian kartu kalimat dengan kertas berwarna yang berbeda-beda juga
dianggap sebagai pemberian motivasi untuk siswa sebab mereka sering menyebutkan warna-
warna yang dia sukai untuk dicoba sendiri atau untuk menantang anggota kelompoknya.
Hasil tes membaca kartu 10 kartu didapatkan data seperti pada Tabel 1 sebagai berikut.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
522
Tabel 1. Jumlah perolehan kartu
Tahap
Jumlah orang yang
memperoleh kartu
7 s/d 10 n< 7
Pra-siklus 12 44 % 15 56%
Siklus1 19 70% 8 30%
Setelah melakukan kegiatan siklus 1 pada pertemuan berikutnya diadakan ulangan harian
materi siklus 1 berupa tes tulis dengan 30 butir soal dalam waktu 60 menit. Hasil ini untuk
dibandingkan dengan hasil belajar pada pra-siklus. Hasil jumlah siswa yang tuntas dan tidak
tuntas pada siklus ini terlihat pada tabel 2 berikut.
Tabel 2. Ketuntasan belajar
Tahap Tuntas Tidak tuntas
Pra-siklus 11 41% 16 59%
Siklus1 17 63% 10 37%
Dari hasil di atas tersebut maka dapat disimpulkan bahwa masih diperlukan tindakan pada
siklus berikutnya, yaitu siklus 2. Harapannya, pada siklus 2 akan diperoleh hasil yang lebih
baik dan tuntas.
Siklus 2
Perencanaan Tindakan
Seperti langkah-langkah pada siklus 1 maka siklus 2 juga dilakukan dengan
mempersiapkan RPP, membuat lembar kerja siswa (LKS), dan menyusun perangkat evaluasi.
Menyiapkan media goi oboe kaado yang lebih bagus dan mudah dibaca oleh siswa sesuai
dengan saran pada refleksi siklus 1.
Materi yang diajarkan tetap pada KD 3.3 Kegiatan Sehari-hari pada tema kegiatan
yang berurutan dengan indikator sebagai berikut. (1) Menjelaskan kegunaan bentuk TE atau
bentuk sambung. (2) Menjelaskan cara mengubah kata kerja bentuk kamus menjadi kata kerja
bentuk TE. (3) Menerapkan bentuk TE dalam kalimat. (4) Mengubah bentuk kamus menjadi
bentuk TE.
Bentuk penilaian yang digunakan adalah tes lisan dan tertulis dan penilaian proses.
Tes lisan adalah dengan membaca kartu yang dipilih acak oleh pasangan masing-masing. Tes
tertulis yang diberikan berupa pos tes. Sedangkan penilaian proses menggunakan lembar
observasi (pengamatan) ketika pembelajaran berlangsung.
Pelaksanaan Tindakan
Terdapat tiga kegiatan dalam pelaksanaan tindakan: (1) kegiatan pendahuluan, (2)
kegiatan inti, dan (3) kegiatan penutup. Dalam pendahuluan, pembelajaran diawali dengan
salam pembuka, presensi, apersepsi dan penyampaian tujuan pembelajaran.
Pada kegiatan apersepsi peserta didik diajak untuk mengingat kembali materi pada
pertemuan sebelumnya.
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
523
Guru : “Pada pertemuan minggu lalu kita sudah belajar apa?”
Siswa 1 : “Bentuk kata kerja TE, Sensei”
Siswa 2 : “Kita menyanyikan rumus kata kerja bentuk TE, Sensei”
Guru : “Oh ya, apa kita nyanyikan lagi?”
Siswa : “Setuju!”
Kegiatan pendahuluan dimulai dengan penuh semangat sambil bertepuk tangan
menyanyikan rumus bentuk TE sebanyak 3 x diakhiri dengan tepukan panjang.
Ketika diperkirakan siswa cukup siap memulai kegiatan inti maka peneliti memulai
materi pelajaran dengan menjelaskan tujuan belajar hari ini. kemudian siswa dibagi menjadi
tujuh kelompok seperti pada siklus 1. Setelah mereka duduk dalam kelompok masing-masing
maka untuk setiap kelompok diberikan satu lembar kerja berupa kertas berisi perintah yang
harus dikerjakan siswa, serta satu set kartu kalimat warna-warni yang sudah diperbaiki
dengan ukuran tulisan lebih besar sehingga lebih lebih mudah dibaca sebagaimana saran dari
observer pada siklus 1.
Guru :“Ja, Minna-san. Silahkan kalian mencoba mengubah sendiri tanpa batuan pasangan
kalian. Saya beri waktu 10 menit, bisa? Jangan lupa memisahkan kartu-kartu yang
menurut kamu sulit dan kartu yang berhasil kamu ubah.”
Dwi :“Hai Sensei.“
Kemudian siswa secara individu mencoba mengubah kata kerja kamus menjadi
bentuk TE dengan penuh semangat. Kali ini kelas tidak terganggu oleh kegiatan di kelas
sebelah seperti pada siklus 1, sebab kelas tersebut sedang melakukan aktivitas di luar
ruangan. Keadaan kelaspun cukup terang karena hari sedang cerah. Ketika kegiatan
berlangsung guru memantau sambil sesekali mendekati siswa yang meminta penjelasan.
Siswa : “Sensei, saya sudah dapat 7 kartu…..”
Guru : “Hai, jouzu desu.”
Guru mengacungkan jempol 2 untuk memuji siswa Aisyah). Kemudian siswa yang lain pun
ikut memamerkan kartu perolehannya. Ada yang memperoleh 11 kartu, 6 kartu, tetapi ada
pula yang baru 2 kartu.
Dari dialog tersebut dapat disimpulkan bahwa siswa sudah siap melakukan langkah
berikutnya yaitu berpasangan membaca dalam kelompok selama 30 menit. Pada kegiatan ini
masing masing pasangan dapat mengecek kebenaran bacaan maupun perubahan bentuk kata
kerja kamus menjadi bentuk TE dengan goi oboe kaado sebagaimana pada siklus 1. Guru
sebagai fasilitator berkeliling mengamati proses membaca tersebut sambil mengecek
kemampuan pasangan dengan beberapa kartu yang dipilih secara acak. Terlihat bahwa
sebagian besar siswa lebih lancar dalam membaca kalimat dalam kartu, beberapa siswa
belum lancar tetap mencoba meskipun terbata-bata dibantu oleh pasangannya. Guru mencatat
jumlah kartu yang diperoleh siswa.
Guru : “Bagaimana minnasan, saya kira sudah cukup ?”
Siswa : “Ya Sensei”
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
524
Guru : “Ya, itu bagus sekali mari kita lanjutkan dengan diskusi kelompok untuk memilih 5
kartu yang akan diubah oleh kelompok lain, kelompok tujuan masing-masing sudah
tertulis pada LKS ”
Dialog tersebut menunjukkan bahwa siswa telah siap melakukan kegiatan diskusi kelompok
untuk memilih kartu tebakan untuk kelompok lain yang telah ditentukan.
Setelah kartu siap masing-masing kelompok menyerahkan kartu pilihannya untuk
diubah oleh kelompok lain. Kemudian dikerjakan secara berkelompok dalam bentuk tulisan.
Hasil dari diskusi tersebut diserahkan kembali kepada kelompok sumber untuk dikoreksi.
Guru : “Ja minnasan. Mari kita dengarkan kelompok 1 yang akan membahas pekerjaan dari
kelompok 2.”
Siswa :“Kami dari kelompok 1 akan membacakan hasil pekerjaan kelompok 2 sebagai
berikut.
uchi kaeru – oinori o suru – hiru gohan o taberu – oinori suru – shimbun o yomu
menjadi:
uchi kaete – oinori o shite – hiru gohan o tabete – oinori shite – shimbun o yonde”
Ada kesalahan pada kaete yang seharusnya kaette karena kaeru masuk dalam
golongan 4”
Guru :“Bagaimana kelompok yang lain? Setuju? Atau ada pendapat yang lain?”
Di sini terjadi perbedaan persepsi tentang perubahan kata kaeru. Dari kelompok 2, 3,
dan 5 memberikan pendapatnya. Pada akhirnya guru menengahi perdebatan dengan
mempersilahkan mengecek daftar kata kerja golongan 4. Setelah yakin siswa mengerti maka
guru memberikan penguatan.
Diskusi dilanjutkan dengan kelompok-kelompok berikutnya. Pada akhir diskusi dapat
diketahui bahwa Kelompok 5 mengerjakan tanpa kesalahan sehingga menjadi pemenang.
Guru memberikan pujian untuk kelompok 5.
Dari hasil presentasi tersebut didapat simpulan bahwa sebagian besar kelompok
mampu menyelesaikan soal dengan baik. Kelompok 1, 3, 4, 6, dan 7 hanya salah 1 dan
kelompok 2 salah 2.
Sebelum menutup pertemuan guru bersama siswa merefleksi kegiatan belajar dengan
mengulas materi yang telah dipelajari. Guru juga memberi tahu siswa agar mempersiapkan
diri untuk tes di pertemuan berikutnya.
Pengamatan
Pengamat yang terlibat dalam penelitian ini terdiri atas 2 orang guru. Mereka
memberikan catatan-catatan pengamatan terhadap kegiatan yang dilakukan guru dan siswa
selama pembelajaran berlangsung pada lembar observasi.
Refleksi
Refleksi yang dilakukan oleh peneliti bersama dengan observer diperoleh hasil
sebagai berikut. (1) Berdasarkan hasil pengamatan, pembelajaran kooperatif TPS sudah
efektif dengan melihat kesungguhan kerjasama antar siswa maupun kegiatan dalam kegiatan
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
525
diskusi kelas. (2) Siswa sudah terbiasa menggunakan media Goi Oboe Kaado.(3) Setelah
diperbaiki sudah tidak ada keluhan siswa tentang teks pada media Goi Oboe Kaado. (4)
Ruang belajar cukup kondusif meskipun tetap di ruang aula sebab tidak terganggu oleh
kegiatan belajar dari kelas sebelah. (5) Siswa aktif dan antusias melakukan kegiatan demi
kegiatan sehingga dapat disimpulkan bahwa kegiatan belajar hari itu cukup menarik dan
berhasil. Dari hasil refleksi dan hasil tes tersebut maka dapat diketahui bahwa sudah tidak
diperlukan tindakan berikutnya sehingga siklus sudah dapat dihentikan.
Hasil tes membaca 10 kartu oleh setiap siswa pada siklus 1 dan siklus 2 dapat dilihat
pada tabel 3 berikut.
Tabel 3. Jumlah Peroleh Kartu
Tahap
Jumlah orang yang
memperoleh kartu
7 s/d 10 n< 7
Siklus 1 19 70 % 8 30%
Siklus 2 22 81% 5 19%
Hasil ketuntasan belajar pada siklus 2 dibandingkan dengan siklus 1 menunjukkan
bahwa jumlah siswa yang mencapai nilai tuntas dan tidak tuntas seperti terlihat pada tabel 4
berikut.
Tabel 4. Ketuntasan Belajar
Tahap Tuntas Tidak tuntas
Siklus 1 17 63% 10 37%
Siklus 2 22 81% 5 19%
Dari tabel 4 di atas dapat dilihat telah terjadi peningkatan ketuntasan belajar siswa
dalam membaca huruf kana. Hasil tes lisan dan tulis pada siklus 1 ketuntasan hasil belajar
63% yang belum tuntas 37 %, sedangkan pada siklus 2 ketuntasan hasil belajar 81% yang
belum tuntas 19 %. Dengan demikian terjadi peningkatan hasil belajar dengan menggunakan
metode Kooperatif TPS berbantuan media Goi oboe kaado. Hal itu dilakukan setelah peneliti
menerapkan model pembelajaran kooperatif yang menggunakan media kartu Goi Oboe
Kaado. Hal itu sejalan dengan penelitiannya Chotimah dan Dwitasari (2009) yang
menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif memberi kesempatan kepada peserta didik untuk
bekerja sama dengan sesama peserta didik dalam tugas-tugas terstruktur. Hal tersebut juga
sejalan dengan Classroom Resources (dalam Japan Foundation, 2016) bahwa media kartu
dampak meningkatkan kemampuan siswa untuk mengingat huruf kana. Juga sesuai dengan
pendapat Sukiman (2012: 29) bahwa media pembelajaran berfungsi sebagai alat bantu yang
dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga merangsang
pikiran, perasaan, perhatian dan minat serta kemauan siswa sedemikian rupa sehingga proses
belajar terjadi dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran secara efektif.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
526
PENUTUP
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pembelajaran Bahasa
Jepang dengan model pembelajaran kooperatif Think, Pair Share (TPS) berbantuan Goi Oboe
Kaado dapat meningkatkan kemampuan membaca huruf kana siswa kelas XI IBBu SMA
Negeri 02 Batu. Peningkatan tersebut dapat dilihat pada peningkatan jumlah siswa yang
memperoleh kartu dan ketuntasan belajar. Jumlah siswa yang memperoleh kartu meningkat
dari 19 siswa pada siklus 1 menjadi 22 pada siklus 2. Sedangkan pada ketuntasan belajar
diperoleh peningkatan dari 63% dari siklus 1 siswa menjadi 81% pada siklus 2.
Saran
Model pembelajaran kooperatif Think Pair Share (TPS) berbantuan media Goi Oboe
Kaado bagi guru dapat dijadikan alternatif model pembelajaran yang dapat meningkatkan
kemampuan membaca huruf kana. Sedangkan bagi peneliti lain yang tertarik dengan
penelitian semacam dapat mengembangkannya dengan media lain ataupun model lain.
DAFTAR RUJUKAN
Chotimah, Husnul dan Dwitasari, Yuyun.2009. Strategi-Strategi Pembelajaran untuk
Penelitian Tindakan Kelas. Malang: Surya Pena Gemilang.
Dewi, Annis Wahyu Karina. 2015. Pembelajaran Menulis Pantun Menggunakan Kartu
Rumpang dengan Model Think PairShare di Kelas XI IPS 2 SMA Negeri 15 Batam.
Prosiding Seminar Nasional Exchange of Experiences. Malang: UM.
Gusnilla, Sri. 2015. Pemanfaatan Media Gambar dan Kartu Huruf dalam
Pembelajaran Menulis Permulaan dengan Metode Picture and Picture
Melalui Lesson Study pada Siswa Kelas I SD. Prosiding Seminar
Nasional
Exchange of Experiences. Malang: UM.
The Japan Foundation.2016. Classroom Resources. Journal Online (diakses
tanggal 3 oktober 2016).
Serkadifat, Ferdinanda..2015. Penerapan Media Kartu Berbantu Gambar pada
Pembelajaran Bahasa Inngris pada Siswa Kelas V SD YPK Klawana.
Prosiding Seminar Nasional Exchange of Experiences. Malang: UM.
Hamdan, Lalu. 2015. Penggunaan Media Kartu Kata untuk Meningkatkan
Keterampilan Membaca Nyaring pada Siswa Kelas I SD Negeri 4
Mekarsari Kecamatan Gunungsari Kabupaten Lombok Barat, Prosiding
Seminar Nasional Exchange of Experiences. Malang: UM.
Nagano, Tadashi (1994). Nihongo hyōgenhō (日本語表現法). Tamagawa
University Press. ISBN 4-4721-0431-8.
Sukiman. 2012. Pengembangan Media Pembelajaran. Yogyakarta: Pedagogia.
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
527
PENINGKATAN KEMAMPUAN MENGENAL HURUF
MENGGUNAKAN MEDIA KARTU
PADA PEMBELAJARAN MENGENAL TUBUH MANUSIA
SISWA KELAS I B SD NEGERI 018 GALANG BATAM
Kuswoyo
SD Negeri 018 Galang Batam
Abstrak: Pembelajaran menggunakan media kartu huruf dilakukan berdasarkan pengamatan
bahwa kemampuan mengenal huruf pada mata pelajaran Bahasa Indonesia siswa kelas I B SD
Negeri 018 Galang Batam masih rendah. Tujuan penelitian ini adalah meningkatkan
kemampuan siswa mengenal huruf pada pembelajaran mengenal anggota tubuh manusia.
Menggunakan model pembelajaran menggunakan kartu huruf. Metode penelitian yang
digunakan adalah penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dalam dua siklus. Subjek
penelitian adalah siswa kelas I B SD Negeri 018 Galang Batam. Setelah melakukan penelitian
dalam dua siklus, diperoleh hasil penelitian yang menunjukkan bahwa model pembelajaran
menggunakan kartu huruf dapat meningkatkan hasil belajar.
Kata Kunci: mengenal huruf, media kartu gambar, mengenal tubuh manusia
Belajar membaca merupakan keterampilan dasar yang harus dikuasai oleh setiap siswa.
Keterampilan ini diajarkan sejak siswa belajar di jenjang SD. Guru SD harus berkesinambungan
dalam mengajarkan membaca kepada siswa sehingga siswa memiliki kemampuan membaca
yang baik.
Keberhasilan bidang pendidikan sangat membutuhkan usaha ekstra keras. Serta
membutuhkan kerja sama dari beberapa pihak, tampa ada kerja sama maka keberhasilan
dibidang pendidikan tidak akan terwujud. Oleh sebab itu semua pihak harus dilibatkan
diantaranya adalah pihak keluarga, pihak sekolah dan pihak masyarakat terutama untuk sekolah
dasar.
Kemampuan membaca adalah merupakan modal pertama atau modal dasar, khususnya
untuk siswa yang berada sekolah dasar. Sebab kemampuan membaca, sangat menunjang bagi
siswa agar siswa dapat mempelajari dan menguasai ilmu pengetahuan di jenjang kelas
berikutnya.
Simbol sekunder bagi anak adalah huruf, kehadiran huruf memiliki makna tersendiri
untuk menunjang kepandaian berbahasa. Anak-anak sangat perlu mengenal huruf sebab di usia
mereka rasa ingin tahu sangat tinggi, seperti mengenal nama-nama benda-benda di sekitar
mereka atau mengenal cerita bergambar. Para siswa juga tertarik ingin bisa menulis identitasnya
atau pun hal-hal lain yang mereka sukai.
Terkadang guru menemui siswa yang masih kesulitan mengenal huruf dan menyebutnya
sehingga berdampak siswa kesulitan dalam membaca. Misalnya, dalam membedakan huruf „b‟
dan „d‟, „a‟ dan „e‟, „p‟ dan „d‟. Terkait dari hal diatas mengacu dari pemikira Wardani ( ttg : 57
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
528
) yang menyatakan jenis-jenis kesulitan dalam membaca yang salah satunya adalah siswa tidak
dapat membedakan bentuk huruf „b‟, „h‟, dan „k‟, „d‟ dan „p‟. Jika demikian, maka anak akan
kesulitan membaca sesuai dengan bunyinya.
Untuk mengatasi masalah di atas maka sangat diperlukan suatu alat peraga yang
cocok dan tepat. Salah satunya alat peraga yang dapat dipakai adalah Kartu Huruf. Kartu huruf
termasuk dalam golongan kartu berseri (Flash Card). Menurut Rose and Roe (1990), kartu
tersebut digunakan sebgai media dalam permainan menemukan kata. Siswa diajak bermain
dengan menyusun huruf-huruf menjadi kata-kata yang berdasarka teka- teki atau soal yang
dibuat oleh guru. Titik berat latihan menyusun huruf ini adalah keterampilan dalam mengeja
suatu kata.
Pada jenjang pendidikan sekolah dasar, mengenalkan huruf menjadi sangat penting,
keterampilan mengenalkan huruf dikenalkan pada siswa sejak duduk di kelas I SD. Berdasarkan
pengamatan penelitian terhadap pembelajaran Bahasa Indonesia di SD 018 Galang, Khusus anak
kelas I belum banyak mengenal huruf abjad. Diketahui bahwa rata-rata yang dicapai 50. Padahal
standar minimal yang harus dicapai setiap siswa adalah 65.
Hasil pengamatan menunjukan bahwa hal ini disebabkan kurangnya variasi pendekatan
dan metode pada penyampaian proses belajar dan pembelajaran kurang tepat dan monoton
sehingga para siswa kurang termotivasi dalam kegiatan pembelajaran. Penjelasan guru yang
kurang jelas dan kurang maksimal serta penampilan guru yang kurang menyenangkan sangat
berpengaruh dengan hasil pembelajaran yang diharapkan.
Salah satu cara yang harus dilakukan agar anak-anak dapat membedakan karakter salah satu
huruf dengan huruf yang, yaitu dengan cara memperkenalkan huruf abjad menggunakan kartu
huruf. Tujuan utama menggunakan kartu huruf abjad adalah agar siswa mengenal huruf yang
mereka baca. Menurut Meckey (dalam Rofi‟uddin, 2003:44) guru dapat menggunakan cara
permainan membaca dengan mengggunakan kartu, misalnya (1) cocokkan kartu itu, (2) ucapkan
kata itu, (3) temukan kata itu sebagainya.
Kelebihan media kartu huruf dijelaskan sebagai berikut. (1) Sebagai media permainan.
(2) Dapat digunakan latihan menyusun huruf. (3) Siswa dapat menyusun namanya, nama-nama
buah-buahan. (4) Siswa termotivasi pada hasil penyusunan kartu huruf. (5) Siswa dapat
mengucapkan huruf-huruf yang diberikan oleh guru. (6) Anak-anak ceria. (7) Dapat membantu
dan meningkatkandaya imajinasi anak melalui prosesbelajar yang disesuaikan dengan kebutuhan
perkembangan anak. (8) Dapat membantu dan meningkatkan daya imajinasi anak melalui proses
belajar yang disesuaikan dengankebutuhan perkembangan anak. (9) Dengan bermain kartu huruf
anak dapat berbuat agak santai. Sel-sel otak anak dapat berkembang akhirnya anak dapat
menyerap informasi dan memperoleh kesan yang mendalam terhadap materi pelajaran.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk mengadakan
penelitian tindakan kelas dengan menggunakan metode permainan kartu huruf yang dapat dipilih
dalam proses pembelajaran di kelas. Tujuan dilakukan penelitian ini untuk (1) mendeskripsikan
peningkatan kemampuan untuk mengenal huruf dengan menggunakan kartu huruf. (2)
mendeskripsikan peningkatan mengenal huruif siswa kelas I B SD Negeri 018 Galang Batam
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
529
melalui media kartu huruf. Adapun judul penelitian ini adalah “Peningkatan Kemampuan Siswa
Mengenal Huruf pada Pembelajaran Mengenal Anggota Tubuh Manusia dengan Metode
Permainan Kartu Huruf pada Siswa Kelas I B SD Negeri 018 Galang Kota Batam”.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan jenis penelitian tindakan. Tahap-tahap penelitian tindakan
berupa siklus, meliputi (1) perencanaan, (2) tindakan, (3) observasi, dan (4) refleksi.
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di kelas I B SD Negeri 018 Galang Kota
Batam. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, tes, dan dokumentasi.
Pengumpulan data dilakukan menggunakan instrumen penelitian berupa panduan observasi, tes,
serta panduan studi dokumentasi.
Data yang dianalisis berupa informasi tentang aktivitas guru saat merencanakan
pembelajaran, aktivitas guru saat mengelola pembelajaran, aktivitas siswa selama mengikuti
kegiatan pembelajaran, serta informasi hasil belajar siswa.
Pelaku tindakan adalah penulis (sekaligus guru di Kelas I B SD Negeri 018 Galang
Batam). Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan dalam dua siklus, yang mana tiap siklus
dilaksanakan dalam dua pertemuan. Pada pertemuan pertama dilaksanakan kegiatan memengenal
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
530
huruf abjad menggunakan media kartu huruf. Pada pertemuan kedua siswa menerima kembali
kartu huruf yan g dibagikan guru untuk disusun secara rapi dan menyusun nama mereka sendiri
kemudian menuliskan nama mereka dipapan tulis. Waktu yang dibutuhkan setiap pertemuan 2 x
35 menit.
Tahap observasi dilakukan bersamaan dengan tahap pelaksanaan. Observasi dilakukan
oleh teman sejawat sebanyak 1 orang. Mereka mencatat aktivitas proses pembelajaran dengan
berfokus pada siswa. Observasi didasarkan pada panduan observasi dan ditulis pada lembar
observasi yang telah disediakan sebelumnya. Temuan-temuan persoalan yang ditemukan menjadi
dasar untuk melakukan revisi RPP dan perangkat pembelajaran lainnya yang akan dilaksanakan
pada siklus 2.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian dibedakan atas proses pembelajaran dan hasil pembelajaran mengenal
huruf abjad menggunakan media kartu huruf pada pembelajaran mengenal anggota tubuh, pada
mata pelajaran Bahasa Indonesia siswa kelas I B SD Negeri 018 Galang Batam.
Proses Pembelajaran
Keaktifan siswa dan hasil nilai pembelajaran siswa dapat diamati pada saat
berlangsungnya proses belajar mengajar. Pengamatan keaktifan siswa dilakukan sejak siklus I,
dilanjutkan dengan pengamatan dalam siklus II yang ditujukan untuk mencapai peningkatan
kemampuan siswa mengenal huruf menggunakan media kartu huruf dipaparkan sebagai berikut.
Siklus 1
Pembelajaran Menggunakan media kartu huruf merupakan hal baru bagi siswa kelas I B
SD Negeri 018 Galang Batam. Hal pertama yang harus dilakukan guru (peneliti) adalah
memberikan penjelasan dan langkah-langkah mengenai model pembelajara pembelajaran
menggunakan media kartu huruf kepada siswa dan memberikan pengertian kepada mereka
bahwa siswa harus dapat memperhatikan dengan seksama terhadap kartu huruf yang telah
diterima.
Penerapan model pembelajaran menggunakan metode kartu huruf dalam penelitian ini
meliputi langkah-langkah berikut. Siswa mendengarkan penjelasan guru tentang tujuan
pembelajaran dan langkah-langkah yang akan ditempuh dalam pembelajaran. Siswa pun
mendengarkan penjelaskan guru dengan serius. Siswa memperhatikan guru yang menunjukkan
beberapa kartu huruf secara bergantian di depan kelas sambil mengucapkan nama huruf tersebut.
Kemudian siswa menirukannya dengan serempak.
Guru membagikan beberapa kartu huruf. Siswa kelihatan sangat senag sekali, kemudian
mereka berlatih sendiri mengucapkannya dengan suara nyaring. Guru berkeliling dari satu siswa
ke siswa lain dan mendampingi mereka saat siswa berlatih mengenali huruf. Secara bergilir
siswa mengucapkan kartu-kartu huruf yang ditunjukkan oleh guru di depan kelas. Guru memberi
penguatan tentang pengenalan huruf kepada siswa.
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
531
Setelah guru menjelaskan langkah-langkah dalam penggunaan media kartu gambar, siswa
memperhatikan guru yang menunjukkan beberapa kartu huruf secara bergantian di depan kelas
sambil mengucapkan nama huruf tersebut. Kemudian siswa menirukannya. Siswa menerima
beberapa pembagian kartu huruf dari guru. Kemudian mereka berlatih sendiri mengucapkannya
dengan suara nyaring. Guru berkeliling dari satu siswa ke siswa lain dan mendampingi siswa
yang kesulitan dalam berlatih mengenali huruf. Secara bergilir siswa mengucapkan kartu-kartu
huruf yang ditunjukkan oleh guru di depan kelas.
Guru memberi penguatan tentang pengenalan huruf kepada siswa. Suasana kelas sempat
ramai disebabkan anak yang tidak sabar menunggu temanya yang belum selesai menyusun kartu
huruf. Tetapi keributan itu tidak berlangsung lama karena guru telah menegurnya. Selesai
mengamati kartu huruf siswa menyebutka nama huruf yang pegang oleh guru. Secara umum
siswa tampak antusias belajar sambil menggunakan kartu huruf beberapa siswa memang masih
ada mengalami kesulitan dalam menyebutkan huruf. Mereka berjalan-jalan sambil melihat kartu
huruf yang diterima temannya. Melihat adanya keributan kecil di dalam kelas, guru pun
mengajukan tawaran bagi siswa yang ingin bertanya.
Guru : Anak-anak, Siapa yang yang sudah tahu huruf abjad A- Z?
Siswa : Saya Pak… (jawab Zira, dengan semangat sambil mengacungkan tangan)
Guru : Baik. Coba kalian sebutkan satu persatu dengan kuat ya?
Anak-anak tolong diam kita sama-sama dengarkan
Siswa : (A,B,C,D,E,F,G,H,I,J,K,L,M,N,O,P,Q,R,S,T,U,V,W,X,Y,Z)
Guru : Berikan tepuk tangan kepada Zira
Guru : Iya. Bagus. Selain Zira, apakah ada lagi yang mau maju ke depan?
Siswa : Saya Pak... (Alfin mengacungkan jari)
Guru : Iya, silahkan Alfin
Guru : (mengulangi penyebutan huruf abjad yang diikuti oleh seluruh siswa)
Guru : Anak-anak apakah kalian pernah mendengar lagu A,B,C,D.
Siswa : Pernah, Pak… (siswa menjawab serentak)
Guru : Kalau begitu mari kita menyanyi bersama sambil bertepuk tangan
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
532
Gambar 1. Siswa Sangat Semangat Menyusun Kartu Huruf yang Diberikan oleh Guru
Beberapa siswa mulai mengerti setelah mengamati kartun huruf yang diterimanya dan
mulai mengerjakan sesuai dengan langkah-langkah dalam penggunaan kartu huruf.
Guru : (mengulangi penyebutan huruf abjad yang diikuti oleh seluruh siswa)
Guru : Anak-anak apakah kalian pernah mendengar lagu A,B,C,D.
Siswa : Pernah Pak... (siswa menjawab serentak)
Guru : Kalau begitu mari kita bernyanyi bersama sambil bertepuk tangan
Siswa kelihatan senang dan gembira setelah bernyanyi kemudian siswa pun melanjutkan
pekerjaanya menyusun kartu huruf. Sebagaimana menurut Hidayat dkk, (1980:5), pengucapan
kata-kata tersebut dapat diperluas dalam bentuk pelafalan kalimat bahasa Indonesia, yang
penting melatih anak mengucapkan bunyi-bunyi huruf sesuai dengan artikulasinya.
Gambar 2. Sambil Bermain Siswa yang Belum Selesai dan Guru Mendamping Menyusun Kartu
Huruf
Keaktifan siswa di atas sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Anderson
(1972:209) membaca permulaan dalam teori keterampilan, Maksudnya menekankan pada
proses penyandian membaca secara mekanikal. Membaca permulaan yang menjadi acuan
adalah membaca merupakan proses recording dan decording. Tujuan membaca permulaan di
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
533
kelas 1 SD adalah agar siswa dapat membaca kata-kata dan kalimat sderhana dengan lancar
dan tepat.
Gambar 3. Guru Memberi Bimbing Siswa yang Masih Mengalami Kesulitan dalam Mengenal
Huruf Menggunakan Metode Kartu Huruf
Dari hasil refleksi siklus 1 diperoleh informasi bahwa guru memiliki kelemahan terkait
penggunaan kartu huruf , kerena terlalu banyak kartu huruf yang diberikan kepada siswa.
Sehinga anak agak kesulitan disebabkan banyaknya kartu huruf yang sama. Akibatnya, banyak
siswa belum memahami metode penggunaan kartu huruf karena penjelasan lisan melalui
ceramah guru sulit dipahami. Siswa baru merasa jelas dan paham setelah guru menyuruh untuk
mencari huruf-huruf berkaitan dengan namanya sendiri. Dari hasil refleksi ini, hal yang harus
diperbaiki dalam pembelajaran pada siklus 2 adalah penggunaan Bahasa Indonesia yang baik dan
benar oleh guru yang disesuaikan dengan perkembangan psikologi siswa.
Masukan lainnya, persiapan dalam proses belajas mengajar yang belum matang dan
terkesan berlangsung buru-buru, maka perlu dilakukan tambahan alokasi waktu pelaksanaan
pembelajaran. Penambahan itu perlu direncanakan dalam RPP. Terkait aktivitas kelompok, dari
hasil diskusi refleksi diusulkan penghargaan tepuk tangan bagi anak yang sudah berani tampil
didepan kelas untuk tujuan meningkatkan semangat belajar mereka. Selain itu, untuk
meningkatkan kualitas kerja mereka agar dapat diperoleh hasil kerja yang terbaik.
Siklus 2
Pelaksanaan pembelajaran pada siklus 2 sangat dipengaruhi oleh hasil refleksi
pembelajaran pada siklus 1. Sejumlah revisi telah dilakukan pada RPP, yaitu penambahan
alokasi waktu bekerjasama dalam menentukan ide pokok dari semula 15 menit menjadi 20 menit,
pengurangan alokasi waktu presentasi dari semula 20 menit menjadi 30 menit, dan pengurangan
alokasi waktu pembukaan dari 10 menit menjadi 5 menit. Selain itu, pada langkah penegasan
kembali materi oleh guru ditambahkan aktivitas pemberian penghargaan untuk siswa terbaik.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
534
Pada pelaksanaan pembelajaran dalam siklus 2 guru tampak telah berupaya memperbaiki
bahasa dalam menyampaikan tujuan pembelajaran menggunakan metode kartu huruf yang
digunakan untuk penyampaian materi pembelajaran. Pembagian kartu huruf tidak terlalu banyak
dan disesuaikan tingkat kemampuan siswa. Cara menyusun kartu huruf pun tampak dapat
dinikmati oleh setiap siswa. Dampaknya, tidak banyak pertanyaan siswa terkait prosedur
pembelajaran dalam model pembelajaran menggunakan media kartu huruf.
Gambar 4. Guru Berkeliling Mengecek Hasil Kerja Siswa serta Mendampingi Siswa yang Belum
Selesai Menyusun Kartu Huruf
Pembelajaran di kelas pada siklus berlangsung lebih tertib dan lancar. Beberapa siswa
yang pada saat pembelajaran siklus 1 tampak sering bergurau, tidur-tiduran, dan berjalan-jalan.
Pada siklus 2 mereka telah semangat mengikuti pembelajaran sehingga tidak merelakan ada
teman yang tidak mengikuti pembelajaran dengan serius.
Gambar 4. Guru Menunjukan Media Kartu Huruf Berwarna yang Digunakan untuk pembelajaran
di Kelas I B
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
535
Gambar 5. Secara Bergantian Anak Menulis di Papan Tulis
Gambar 6. Hasil Tulisan dari Beberapa Siswa
Para siswa mulai terbiasa dengan model pembelajaran yang demikian walau masih perlu
penjelasan, guru memberi penguatan agar setiap siswa untuk mempresentasikan atau menuliskan
nama mereka di depan papan tulis, tapi seperti siklus sebelumnya siswa malu untuk maju ke
depan. Guru memberikan penjelasan bahwah berani tampil ke depan adalah awal yang baik.
Guru pun mulai aktif mendekati para siswa yang kesulitan dalam mengerjakan tugas, menyusun
kartu huruf dan mencari huruf yang berkaitan dengan namanya, dan menegur siswa yang terlihat
melamun, bahkan mengantuk hasilnya nilai siswa pada siklus II meningkat.
Penyampaian materi pembelajaran sudah sesuai dengan perkembangan pola pikir siswa
dan tak terlalu terburu-buru, penerapan model pembelajarannya mulai bisa dimengerti. Sehingga
terbukti pada saat guru meminta anak untuk maju secara bergilir, siswa mengucapkan kartu-kartu
huruf yang ditunjukkan oleh guru di depan kelas.
Respon siswa satu persatu, tidak bersama-sama, sehingga dalam melafatkan huruf-huruf
yang ditunjukan guru pun terdengar sangat jelas dan sungguh-sungguh. Langkah-langkah dalam
RPP sudah dibarengi dengan alokasi waktu sehingga guru pada saat melaksanakan proses
pembelajaran sudah mempunyai acuan waktu yang jelas. Guru memberi penguatan agar siswa
termotivasi pada siswa untuk menuliskan namanya di papan tulis dan sudah dilaksanakan oleh
semua siswa. Pada saat ini guru menjelaskan bagaimana cara mendapatkan skor penilaian agar
siswa lebih aktif lagi agar memperoleh nilai yang maksimal, yaitu individu harus aktif dan
berusaha mendapat nilai terbaik pada tes individu. Hasil tes individu yang diperoleh akan
mempengaruhi nilai mereka dalam memperoleh penghargaan.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
536
Pembelajaran Bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan mengenal huruf dengan
menggunakan model pembelajaran menggunakan kartu huruf tidak hanya berdampak bagi guru,
tetapi siswa justru merasakan dampak yang sangat besar. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan
keaktifan siswa secara klasikal yaitu pada siklus 1 sebagian besar siswa kurang aktif dalam
pembelajaran, serta siklus 2 sebagian besar siswa memiliki keaktifan yang baik dalam
pembelajaran.
Hasil Belajar Siswa
Telah diketahui tabel hasil belajar (Nilai Akhir), tes individu, skor individual.
Peningkatan belajar siswa dapat dilihat dari poin kemajuan yang dinilai adalah aspek
menentukan menyebutkan huruf dengan benar dan menulis huruf abjad sesuai namanya. Data
hasil belajar siswa diperoleh dari nilai LKS siswa dan nilai tes akhir siklus. Adapun analisis data
hasil belajar siswa dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 1. Analisis Hasil Belajar Siswa
Pada Siklus I diketahui ketuntasan dalam pembelajaran, yaitu terdapat 11(62%) siswa
yang mengalami ketuntasan belajar dengan rata-rata kelas 72,94. Selanjutnya, pada Siklus II
terdapat 14 (92%) siswa yang mengalami ketuntasan belajar dengan rata-rata kelas 75,76. Untuk
mengetahui peningkatan hasil belajar atau ketuntasan belajar secara klasikal dapat dilihat pada
grafik berikut.
Presentasi
Siswa
Siklus I SIKLUS II
Keterangan Jumlah
Siswa
prosen
(%)
Jumlah
Siswa
prosen
(%)
Nilai < 65 6 38 3 18 Belum Tuntas Belajar
Nilai ≥ 65 11 62 14 92 Tuntas Belajar
Jumlah 17 100 17 100
Nilai Rata-rata 72,94 75,76
Ketuntasan
Klasikal Tuntas Tuntas
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
537
Grafik 2. Peningkatan Ketuntasan Belajar Secara Klasikal
Pada tahap Siklus I terdapat 62% siswa yang mengalami ketuntasan belajar secara
klasikal. Pada Siklus II terdapat 92% siswa yang mengalami ketuntasan belajar, terjadi
peningkatan ketuntasan 30% dari Siklus II. Pada Siklus II sudah terjadi ketuntasan belajar secara
klasikal.
Keberhasilan penggunaan media kartu huruf dalam proses pembelajaran akan menjadi
penunjang bagi siswa untuk berbahasa yang meliputi ketrampilan membaca, menulis, menyimak,
dan berbicara. Hal ini sesuai dengan pengertian kartu huruf yang dikemukakan oleh Latuheru
(dalam Nuryati, 2003) bahwa media kartu huruf bergambar adalah media visual yang merupakan
bagian dari media sederhana. Pengertian kartu adalah kertas tebal berbentuk persegi panjang
dengan ditempeli huruf, dan pada punggung kartu di warnai, dan diberi gambar (untuk berbagai
keperluan). Melalui permainan kartu huruf sangat cocok dengan karakteristik anak usia dini yang
notabene masih anak-anak.
PENUTUP
Kesimpulan
Dalam pembelajaran kelas rendah mungkin akan menemui siswa bermasalah dalam
belajar, salah satunya adalah anak berkesulitan membaca permulaan. Hal ini dapat menggaanggu
prestasi berlajar siswa adalam mengatasi masalah tersebut. Penggunaan media kartu huruf
khususnya pada mata pelajaran Bahasa Indonesia akan memudahkan siswa berkesulitan
membaca permulaan untuk meningkatkan kamampuan membaca, dan secara otomatis
kemampuan dalam bidang lain juga akan berkembang dengan baik.
Saran
Dalam proses belajar mengajar sebaiknya guru melakukan suatu tindakan untuk
mengetahui kemampuan membaca anak didiknya kemudian membuat pemetaan terhadap anak-
anak yang berkesulitan membaca. Untuk mengatasi kesulitan siswa dalam mengenal huruf,
penggunaan Kartu Huruf Berwarna terbukti dapat meningkatkan kemampuan siswa kelas II SD
dalam belajar membaca dan menulis.
Siklus I Siklus II
Ketuntasan 62% 92%
0%
20%
40%
60%
80%
100%P
erse
nta
se
Ketuntasan Belajar Siswa Secara Klasikal
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
538
DAFTAR RUJUKAN
Akatdianti, Amin .2009. Belajar Membaca Permulaan (online) (pustaka-dwipena.com/
pendidikan/pengertian-media-kartu-huruf-menurut-latuheru-john-d/, diakses tanggal 28
Agustus 2016).
A.S.Broto dan M. Abdurahman. 1995. Membaca Merupakan Kemampuan yang Sangat
Diperlukan (online) (pustaka dwipena.com/pendidikan/pengertian-media-kartu-huruf-
menurut-latuheru-john-d/diakses tanggal 29 agustus 2016).
Hidayat dkk. 1980. Pengucapan Kata-kata dan Huruf (online) (pustaka dwipena.com/
pendidikan/pengertian-media-kartu-huruf-menurut-latuheru-john-d/, diakses tanggal 29
Agustus 2016).
Nurhayati, S. 2003. Media Kartu Huruf (online) (pustaka-dwipena.com/pendidikan/ pengertian-
media-kartu-huruf-menurut-latuheru-john-d/, diakses tanggal 21 Agustus 2016).
Udin, Rafi. 2003. Permainan Kartu Huruf (online) (https://amin 127.wordpress.com/about/
belajar membaca-permulaan-menggunakan-kartu-huruf-berwarna, diakses tanggal 15
September 2016).
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
539
UPAYA PENINGKATAN PRESTASI SISWA DALAM MATERI TEKS
EKSPLANASI ILMIAH DENGAN MENGGUNAKAN MODEL MIND
MAPPING PADA SISWA KELAS VI SDN 007 NONGSA
Rismah Dalimunte
Abstrak: Berdasarkan pengamatan awal diketahui bahwa kemampuan memahami teks
eksplanasi pada siswa kelas VI A SD Negeri 007 Nongsa sangat rendah. Tujuan penelitian ini
adalah meningkatkan prestasi siswa dalam materi Teks Eksplanasi dengan menggunakan
model pembelajaran Mind Mapping. Metode penelitian yang digunakan adalah Penelitian
Tindakan Kelas yang dilaksanakan dalam 2 siklus. Subjek penelitian adalah siswa kelas VI A
SD Negeri 007 Nongsa. Setelah melakukan penelitian dalam 2 siklus diperoleh hasil penelitian
yang menunjukkan bahwa model pembelajaran Mind Mapping dapat meningkatkan hasil
belajar dan keaktifan siswa dalam materi teks eksplanasi.
Kata Kunci: kemampuan, menulis, teks eksplanasi, model pembelajaran mind mapping
Sesuai dengan materi pembelajaran yang ada di SD khususnya kelas VI semester 1 teks
eksplanasi merupakan salah satu materi yang harus dikuasai oleh peserta didik, selain materi-
materi lain seperti teks laporan investigasi dan pidato persuasif serta keterampilan menulis
lainnya. Di samping itu, Kompetensi Dasar yang berbunyi “Menyajikan Teks Eksplanasi Ilmiah
tentang Perubahan dan Sifat Benda, Hantaran Panas, Energi Listrik dan Perubahannya serta Tata
Surya” juga merupakan dasar bagi penulis untuk meneliti siswa dalam ketuntasan menguasai
materi tersebut.
Menurut Maulana (2015), teks ekspalanasi adalah teks yang berisi penjelasan-penjelasan
tentang proses mengapa, dan bagaimana dari suatu topik yang berhubungan dengan fenomena-
fenomena alam maupun sosial yang terjadi di kehidupan sehari-hari. Semua fenomena tersebut
memiliki hubungan sebab akibat dan memiliki proses. Semua fenomena tersebut tidak hanya
dirasakan dan nikmati saja, tapi harus kita pelajari mengapa dan bagaimana fenomena tersebut
bisa terjadi. Suatu teks dikatakan sebagai teks eksplanasi jika memenuhi beberapa ciri berikut.
(1) Informasi-informasi yang termuat di dalamnya berdasarkan fakta. (2) Hal yang dibahas
berdasarkan fenomena yang bersifat keilmuan. (3) Sifatnya informatif dan tidak berusaha untuk
memengaruhi untuk percaya terhadap hal yang dibahas. Serta (4) terdiri dari pernyataan umum,
urutan sebab akibat dan interpretasi.
Selain dari ciri-ciri di atas, teks eksplanasi juga memiliki struktur sebagai berikut. (1)
Pernyataan Umum (General Statement) merupakan bagian pertama dari teks eksplanasi yang
isinya mengenai penyampaian topik atau permasalahan yang akan dibahas. Bagian ini berisi
gambaran mengenai apa dan mengapa fenomena tersebut bisa terjadi. Penulisan dari pernyataan
umum ini harus menarik agar pembaca mau membaca teks eksplanasi tersebut hingga selesai. (2)
Deretan Penjelas, bagian yang sering juga disebut sebagai urutan sebab akibat dari suatu
fenomena yang dibahas secara mendalam berdasarkan urutan waktu. (3) Interpretasi, merupakan
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
540
bagian akhir atau penutup dari teks eksplanasi berisi intisari atau kesimpulan dari topik atau
kesimpulan yang dibahas.
Selain Kompetensi Dasar, yang menjadi latar belakang penulis memilih judul tersebut
adalah, melihat hasil evaluasi siswa menunjukkan kemampuan yang sangat rendah dalam
menguasai materi tentang Teks Eksplanasi. Hal ini mungkin disebabkan berbagai hal seperti: (1)
kurangnya pemahaman tentang teks eksplenasi yang dimiliki siswa, (2) kurang berminatnya
siswa dalam mempelajarai materi tentang teks eksplanasi tersebut, (3) kurangnya variasi metode
atau model yang digunakan guru dalam mengajarkan materi teks eksplanasi tersebut, serta (4)
keterbatasan waktu yang tersedia, mengingat materi teks eksplanasi ini harus memiliki urutan-
urutan yang logis dan merupakan suatu fenomena yang perlu pengamatan panjang.
Berdasarkan hal tersebut guru perlu memberikan sebuah terobosan dalam hal mengajar.
Variasi metode yang selama ini monoton perlu diubah atau dikebangkan. Kebanyakan guru
hanya menggunakan metode tradisional seperti cramah, tanya jawab penugasan dalam
menyampaikan pembelajaran sehingga siswa kurang tertarik dengan pembelajaran yang monoton
tersebut.
Penggunaan model pembelajaran Mind Mapping dianggap tepat untuk meningkatkan
prestasi siswa dalam materi pembelajaran menulis teks eksplanasi. Mengapa dipilih model
tersebut, alasannya adalah karena melibatkan siswa secara langsung dalam proses
pelaksanaannya, juga menyenangkan bagi siswa karena model mind mapping ini dilakukan
secara bersama-sama dengan teman sebangku.
Menurut Buzon (2008:4), Mind Mapping adalah cara mengembangkan kegiatan berfikir
ke segala arah dan menangkap berbagai fikiran dalam berbagai sudut. Mind Mapping
mengembangkan cara berfikir divergen dan berfikir kreatif. Mind Mapping yang sering kita
sebut dengan peta konsep adalah alat berfikir organisasional yang sangat hebat yang juga
merupakan cara termudah untuk menempatkan informasi ke dalam otak dan mengambil
informasi itu ketika dibutuhkan.
Mind Mapping dapat membantu untuk banyak hal seperti merencanakan berkomunikasi,
menjadi lebih kreatif, menyelesaikan masalah, memusatkan perhatian, menyusun dan
menjelaskan fikiran-fikiran, mengingat dengan baik, belajar lebih cepat dan efisien serta melatih
gambar keseluruhan.
Adapun kelebihan model pembelajaran Mind Mapping menurut Duzan (2006:5) adalah
(1) memberi pandangan menyeluruh pada pokok masalah atau area yang luas, (2)
memungkinkan menentukan rute atau membuat pilihan-pilihan dan mengetahui kemana
seseorang akan pergi dan dimana ia berada, (3) menghemat waktu, (4) mengingat dengan baik,
(5) menyusun dan menjelaskan fikiran-fikiran, serta (6) mampu melihat gambar keseluruhan.
Sedangkan kekurangan dari model pembelajaran Mind Mapping adalah (1) hanya siswa
yang aktif yang terlibat, (2) tidak sepenuhnya murid yang belajar, serta (3) jumlah detail
informasi tidak dapat dimasukkan.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam model pembelajaran Mind Mapping menurut
Buzan dan Barry (2004) sebagai berikut. (1) Guru menyampaikan kompetensi yang ingin
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
541
dicapai. (2) Guru menyajikan materi sebagaimana biasa (3) Untuk mengetahui daya serap siswa,
siswa membentuk kelompok berpasangan 2 orang. (4) Salah satu siswa dari pasangan
menceritakan materi yang diterima dari guru dan pasangannya mendengar sambil membuat
catatan-catatan kecil, kemudian berganti peran. Begitu juga dengan kelompok-kelompok lainnya.
(5) Siswa secara bergiliran/diacak menyampaikan hasil wawancaranya dengan teman
pasangannya sampai sebagian siswa sudah menyampaikan hasil wawancaranya. (6) Guru
mengulangi dan menjelaskan kembali materi yang kiranya belum dipahami siswa. (7)
Kesimpulan / penutup.
Sejalan dengan latar belakang di atas, dilakukan penelitian yang dimaksud untuk
meningkatkan kualitas keaktifan dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran menulis Teks
Eksplanasi. Karenanya, tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk (1) mendeskripsikan
peningkatan keaktifan siswa dalam pembelajaran menulis teks eksplanasi dengan media
pembelajaran Mind Mupping dan (2) mendeskripsikan peningkatan prestasi dalam materi teks
eksplanasi siswa kelas VI A SD Negeri 007 Nongsa melalui media pembelajaran Mind
Mapping.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan jenis penelitian tindakan kelas. Tahap-tahap penelitian tindakan
kelas berupa siklus, meliputi (1) perencanaan (2) tindakan (3) observasi dan (4) refleksi.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
542
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di kelas VI A SD Negeri 007 Nongsa Batam,
dengan alamat jalan Simpang PTK Kampung Panau Kabil. Teknik pengumpulan data yang
digunakan adalah observasi, tes dan dokumentasi. Pengumpulan data dilakukan menggunakan
instrumen penelitian berupa panduan observasi, soal test serta panduan studi dokumentasi.
Observasi dilakukan terhadap penyusunan perangkat pembelajaran, proses berlangsungnya
pembelajaran serta proses evaluasi atau penilaian. Tes dilakukan untuk mengetahui sejauh mana
keberhasilan siswa dalam menguasai materi pembelajaran teks eksplanasi. Dokumentasi
dilakukan terhadap dokumen perangkat pembelajaran yang telah dipersiapkan guru, serta
dokumen-dokumen berlangsungnya proses belajar mengajar.
Data yang dianalisis berupa aktivitas guru saat membuat perencanaan pembelajaran,
aktivitas guru saat mengelola atau berlangsungnya proses pembelajaran, aktifitas siswa selama
proses belajar mengajar, informasi hasil belajar siswa yang berbentuk penilaian. Selain itu
dianalisis pula data informasi hasil refleksi.
Tahap-tahap penelitian dipaparkan sebagai berikut. (1) Perencanaan pelaksanaan
observasi dan refleksi. Pada tahap perencanaan dilakukan pengembangan RPP, perangkat
pembelajaran serta langkah-langkah atau skenario tindakan yang digunakan dalam model
pembelajaran Mind Mapping. (2) Penyiapan lembar panduan dan lembar observasi pengelolaan
kelas menggunakan model pembelajaran mind mapping untuk guru, dan lembar observasi
keaktifan siswa dalam mengikuti pembelajaran. (3) Penyiapan media pembelajaran, meliputi
buku ajar Bahasa Indonesia dan lembar kerja siswa. (4) Penyiapan fasilitas dan sarana
pendukung yang diperlukan di kelas. (6) Penyiapan instrumen tes hasil belajar berupa tes essay.
Serta, (7) pengembangan alat evaluasi pada setiap siklus yang meliputi penilaian proses dan
penilaian hasil belajar siswa, baik secara individu maupun kelompok.
Tahap pelaksanaan pembelajaran dilakukan sesuai dengan skenario atau langkah-langkah
yang telah direncanakan menggunakan model pembelajaran Mind Mapping. Setelah guru
menjelaskan skenario atau langkah-langkah yang akan dilakukan siswa, guru menyampaikan
kompetensi yang ingin dicapai secara klasikal, kemudian menyajikan materi sebagaimana biasa
dengan menggunakan metode ceramah dengan sedikit tanya jawab antara guru dan siswa, lalu
guru memberitahukan siswa membentuk kelompok berpasangan dengan teman sebangku guna
mengetahui daya serapnya, kemudian memberi tugas pada salah satu siswa dalam pasangannya
untuk menceritakan materi yang telah disampaikan oleh guru tadi. Setelah itu siswa secara
bergiliran di acak menyampaikan hasil wawancara dengan temannya di depan kelas, lalu guru
mengulangi kembali materi yang telah dijelaskan tadi kiranya masih ada siswa yang belum
paham.
Pelaku tindakan adalah penulis sekaligus guru kelas VI A SD Negeri 007 Nongsa.
Penelitian tindakan kelas ini dilakukan dalam 2 siklus setiap siklus dilaksanakan dalam 2 jam
pelajaran atau 2 x 35 menit. Pada siklus pertama siswa melakukan kegiatan dengan berdiskusi
dan menulis eksplanasi dari hasil diskusinya atau wawancaranya dengan pasangannya,
sedangkan pada siklus 2 siswa menulis eksplanasi berdasarkan paparan dari berbagai sumber,
atau bukan hanya pasangannya tetapi dari apa yang dia dengarkan dari siswa-siswa yang maju ke
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
543
depan dari pasangan lain serta berdasarkan pengalaman belajarnya tentang teks eksplanasi dari
pembelajaran sebelumnya.
Tahap observasi dilakukan bersamaan dengan pelaksan. Observasi dilakukan teman
sejawat sesama guru sebanyak 2 orang. Mereka melakukan observasi kepada siswa, tanpa
mengganggu dan tidak berkomentar saat melakukan observasi, yang diobservasi adalah tentang
bagaimana aktivitas siswa selama proses pembelajaran. Observasi dilakukan berdasarkan
petunjuk atau lembar observasi yang telah disediakan sebelumnya.
Tahap refleksi dilakukan langsung setelah pembelajaran selesai, dilakukan di ruang guru
bersama dengan observer yang 2 orang. Terlebih dahulu peneliti atau penulis menceritakan
pengalamannya dalam pembelajaran tadi. Kemudian secara bergantian observer mengemukakan
hasil pengamatannya masing-masing. Selanjutnya guru bersama observer berdiskusi tentang
beberapa hal penting yang berkaitan dengan siswa selama proses pembelajaran. Berbagai solusi
yang diperoleh dari hasil diskusi tersebut akan didokumenkan sebagai bahan perbaikan untuk
siklus selanjutnya dan menjadi dokumen penelitian. Sedangkan temuan-temuan persoalan
menjadi dasar untuk perbaikan pada perangkat pembelajaran, seperti RPP dan perangkat lainnya
pada siklus 2.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian dibedakan atas proses berlangsungnya pembelajaran dan hasil
pencapaian yang diperoleh siswa setelah mempelajarai materi Teks Eksplanasi pada siswa kelas
VI SD Negeri 007 Nongsa.
Proses Pembelajaran
Pengamatan terhadap keaktifan siswa dilakukan saat berlangsungnya proses
pembelajaran. Pengamatan ini dilakukan sejak pra siklus, dilanjutkan dengan pengamatan dalam
siklus-siklus yang ditujukan untuk mencapai peningkatan kemampuan menulis teks eksplanasi
dengan menggunakan media pembelajaran Mind Mapping.
Siklus 1
Model pembelajaran Mind Mapping adalah hal yang baru pertama kali penulis lakukan
pada pembelajaran Bahasa Indonesia khususnya dalam materi teks eksplanasi. Hal pertama yang
dilakukan guru adalah menjelaskan langkah-langkah atau skenario model pembelajaran Mind
Mapping agar siswa benar-benar memahami dan melaksanakan langkah-langkah tersebut tahap
demi tahap untuk hasil yang lebih baik. Adapun langkah-langkah atau skenario dari model
pembelajaran Mind Mapping yang dilakukan oleh guru di dalam kelas dipaparkan sebagai
berikut.
Dalam kegiatan pendahuluan atau apersepsi, guru mempersiapkan siswa dalam kondisi
yang siap menerima pelajaran, dengan mengawali dengan berdoa dan mempersiapkan tempat
duduk dengan rapi. Setelah itu guru memberikan materi prasyarat dengan mengadakan tanya
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
544
jawab tentang pembelajaran yang lalu dan kaitannya dengan pembelajaran hari ini.
Menyampaikan alternatif kegiatan belajar yang akan ditempuh.
Guru : “Selamat pagi anak-anak sekalian, bagaimana kabar anak-anak hari ini, apakah
telah sip memulai pembelajaran?”
Siswa : “Siap, Bu!”
Guru : “Pada pembelajaran yang lalu kita telah mempelajari teks eksplanasi, apakah
anak-anak masih ingat apa yang dimaksud dengan teks eksplanasi?”
Siswa I : “Teks yang berisikan tentang fenomena alam atau sosial, Bu.”
Siswa II : “Teks yang berisi tentang sebab akibat terjadinya suatu fenomena alam dan sosial
Bu, seperti banjir, pengangguran dan lain-lain.”
Guru : “Bagus anak-anak, jawaban kalian benar semua, yang paling lengkap beri tepuk
tangan sebagai hadiah.”
Guru memberi penguatan kepada jawaban siswa dengan mengulang kembali defenisi dari
pada teks eksplanasi tersebut dan mengaitkan dengan pembelajaran kita yang sekarang tentang
ciri-ciri serta struktur dan contoh teks eksplanasi tentang fenomena alam.
Guru membagi siswa dalam kelompok yang terdiri dari teman sebangkunya, lalu
menunjuk salah seorang dari siswa berdasarkan urutan tempat duduk yang menjadi penyampai
informasi. Guru menjelaskan tentang materi yang akan dipelajari saat ini adalah teks eksplanasi
tentang fenomena alam banjir. Banjir adalah satu fenomena alam sehingga disebut juga dengan
bencana alam.
Lalu siswa yang memberi informasi menceritakan kepada temannya tentang penyebab
terjadinya banjir, serta cara mengatasinya. Dan siswa yang mendengarkan membuat catatan-
catatan kecil tentang informasi yang didengarkannya.
Gambar 1. Siswa berdiskusi dengan teman sebangkunya sesuai dengan model pembelajaran
Mind Mupping
Terlihat siswa banyak yang aktif bercerita dan menulis, sekali-kali menimpali
pembicaraan temannya. Namun banyak pula siswa yang hanya diam tidak berbicara serta
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
545
kelihatan bingung tidak tau apa yang ingin dia bicarakan sementara teman lainnya terdiam juga
menanti apa yang ingin dikatakan temannya.
Guru kemudian memberi kesempatan kepada siswa pencatat untuk menceritakan hal-hal
yang didapat dari temannya berdasarkan wawancara tadi untuk menceritakan di depan kelas.
Secara antusias siswa yang aktif langsung maju ke depan untuk menyampaikan catatan-catatan
kecil yang dibuat. Terlihat di sini siswa sangat bersemangat menyampaikan apa yang dia dapat
meski tujuan pembelajaran belum sepenuhnya tercapai.
Gambar 2. Siswa membacakan hasil catatan dari pembicaraan temannya, dalam model
pembelajaran Mind Mapping
Salah seorang siswa maju ke depan, dengan membawa catatan hasil pembicaraan
temannya. ”Banjir disebabkan oleh hujan yang deras, got tak bisa menampung air hujan,
akibatnya jalan becek gak bisa sekolah, banjir juga dapat disebabkan oleh aliran air got yang
tersumbat karena tumpukan sampah yang dibuang sembarangan. Aliran air yang tidak mengalir
dengan baik dengan mudah menajdikan luapan air. Banjir berakibat kerugian yang sangat banyak
bagi kehidupan manusia.”
Guru memberi pujian kepada siswa yang maju setelah selesai membacakan hasil
tulisannya, seiring dengan tepuk tangan siswa lainnya, terdengar suara riuh rendah di dalam
kelas. Penguatan atau pujian yang diberikan guru membuat siswa bersemangat.
Terlihat model pembelajaran mind mupping di sini dapat merangsang otak siswa untuk
mencatat hal-hal kecil tentang materi yang dibicarakan temannya sesuai dengan pendapat Buzan
dan Barry (2004) yang menyatakan bahwa Mind Mapp adalah suatu teknik mencatat yang
menonjolkan sisi kreativitas sehingga efektif dalam memetakan fikiran. Teknik mencatat melalui
peta fikiran ini dikembangkan berdasarkan bagaimana cara otak bekerja selama memproses suatu
informasi. Selama informasi disampaikan otak akan mengambil berbagai tanda dalam bentuk
beragam, mulai dari gambar, bunyi hingga perasaan. Dengan demikian, siswa mampu
meningkatkan daya ingatnya.
Setelah semuamya selesai guru memberikan tugas menuliskan sebuah teks eksplanasi
terjadinya banjir berdasarkan presentase yang telah dilakukan teman-temannya di depan kelas
tadi. Guru mengumpulkan hasil kerja siswa. Ditemukan masih banyak siswa yang belum mampu
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
546
menulis teks eksplanasi dengan benar, namun sudah ada sedikit kemajuan dari pra siklus yang
dilakukan hanya dengan menggunakan metode tradisional, ceramah, tanya jawab dan penugasan.
Dari hasil refleksi siklus 1 diperolah kesimpilan bahwa guru masih belum mampu
menggunakan dengan baik model pembelajaran Mind Mapping tersebut. Penjelasan tentang
penggunaan media tersebut belum sepenuhnya dikuasai oleh siswa. Tahapan demi tahapan belum
mampu dipahami, karena terkesan buru-buru. Penggunaan waktu juga dirasa kurang efisien,
karena lebih banyak digunakan untuk menunggu siswa yang tidak mau maju ke depan, dari pada
menulis teks yang merupakan penilaian atau hasil akhir yang menilai kemampuan menulis teks
eksplanasi. Namun, jika dilihat dari proses keaktifan siswa sudah mengalami kemajuan
dibanding dengan pra siklus. Sekitar 35 persen siswa berperan aktif mengikuti pelajaran dan
mampu memahami tentang materi yang diberikan oleh guru. Dalam perencanaan pembelajaran
perlu ada penambahan sedikit di kegiatan inti, agar dirancang kembali yang dapat mempermudah
siswa memahami materi tersebut. Siswa yang menulis dengan baik dan benar diberi umpan balik
berupa pemberian hadiah dan tepuk tangan, guna membangkitkan semangatnya dan merangsang
teman-temannya untuk lebih berkonsentrasi mengikuti pembelajaran. Penilaian tes dilakukan
secara individual dan kelompok.
Siklus 2
Pelaksanaan siklus 2 didasarkan pada hasil refleksi siklus 1. Perubahan sedikit pada
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran khususnya kegiatan inti sudah dilakukan. Langkah pertama
di siklus 1 langsung memberi tugas untuk bercerita setelah mendapat informasi dari guru pada
siklus 2 ini dimodifikasi dengan menggunakan kertas. Guru mempersiapkan selembar kertas
kosong, kemudian menuliskan topik yang akan dibahas ditengah kertas tersebut. Proses
selanjutnya siswa menarik beberapa garis kearah luar, disetiap ujung garis siswa menuliskan
sebuah kata tengtang hal-hal yang berhubungan sebab akibat dengan kata kuncinya yaitu banjir.
Setiap kertas diisi oleh 2 orang anak yang berpasangan dalam sebangku. Terlihat antusiasme
anak dalam menulis pada garis-garis yang mereka buat. Siswa yang pada siklus 1 pasif kini
sudah aktif dan mulai ikut menulis. Materi lanjutan terlihat lebih mudah dicerna siswa. Mereka
akrab bekerjasama dengan pasangannya masing-masing. Setelah itu guru menyediakan waktu
untuk beberapa orang siswa maju ke depan untuk mempresentasekan hasil kelompok kecilnya
sebelum memulai menulis teks eksplanasi. Siswa dengan semangat dan rebutan ingin maju ke
depan. Dari hasil kerja siswa guru memberikan kesimpulan dan mempersilahkan siswa untuk
menulis teks eksplanasi tentang banjir berdasarkan hal yang dibuatnya dan hal-hal yang
didengarnya. Terlihat jelas di sini pada proses sangat banyak kemajuan dibanding dengan siklus
1. Siswa hampir semua telah aktif dan mulai memahami model pembelajaran Mind Mapping
yang dilaksanakan. Guru juga sudah kelihatan mampu menerapkan model pembelajaran Mind
Mapping dengan baik. Guru memberi umpan balik kepada siswa yang hasil diskusinya paling
baik.
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
547
Gambar 3. Guru memberi hadiah bagi siswa yang hasil karyanya paling baik sebagai hasil dari
model pembelajaran Mind Mapping
Gambar 4. Siswa mulai terbiasa dengan model pembelajaran Mind Mapping
Hal ini sesuai dengan pendapat Buzon (2008: 4) yang mengatakan bahwa dalam model
pembelajaran Mind Mapping tema utama terdefenisi sangat jelas karena ditempatkan di tengah.
Level keutamaan informasi teridentifikasi secara lebih baik. Mempercepat proses pencatatan
karena menggunakan kata kunci.
Adapun menurut Mike Hernacky (2003: 153) Mind Mapping adalah suatu teknik
mencatat yang dapat memetakan fikiran yang kreatif dan efektif serta memadukan dan
mengembangkan potensi kerja otak baik dibelahan otak kanan maupun otak kiri yang terdapat di
dalam diri seseorang
Nilai rata-rata keaktifan siswa pada siklus 1 adalah 35 persen yang termasuk dalam
kategori sangat kurang. Sedangkan pada siklus 2 nilai rata-rata keaktifan siswa adalah 44 persen
yang termasuk dalam kategori cukup.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
548
Grafik 1. Rata-rata Peningkatan Ketuntasan Belajar Siswa
Hasil Belajar Siswa
Data hasil belajar siswa yang dilakukan pada akhir pembelajaran dan dilakukan secara
individual menunjukkan hasil peningkatan. Tes yang dilakukan tentang menjelaskan pengertian
eksplanasi, menyebutkan ciri-ciri teks ekplanasi, dan menulis sebuah teks eksplanasi dengan
tema “Banjir”. Data hasil belajar siswa diperoleh dari nilai tes akhir.
Adapun analisis data hasil belajar siswa dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 1. Analisis hasil Belajar Siswa
PRESTASI
SISWA
PRASIKLUS SIKLUS I SIKLUS II
KET JML
SISWA
PERSEN
(%)
JML
SISWA
PERSEN
(%)
JML
SISWA
PERSE
N (%)
Nilai > 65 20 50 10 25 4 10 Belum
Tuntas
Nilai ≥ 65 20 50 30 75 36 90 Tuntas
Jumlah 40 100 40 100 40 100
Nilai
Rata-rata 57,5 86,25 94,77
Ketuntasan
Klasikal Belum Tuntas Tuntas Tuntas
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa pada prasiklus 20 (50%) siswa yang
mengalami ketuntasan belajar dengan perolehan nilai 65 atau lebih dari 65. Sesuai dengan KKM
kelas yaitu siswa mengalami ketuntaan belajar jika mencapai nilai rata-rata 65, rata-rata kelas
pada pra siklus adalah 58, pada siklus 1 mengalami peningkatan yaitu 30 (75%) siswa yang
mengalami ketuntasan. Sedangkan pada siklus 2 siswa yang tuntas sebanyak 32 (94%).
Siklus I Siklus II
Keaktifan siswa 35% 44%
0%
20%
40%
60%
Per
sen
tase
Keaktifan Belajar Siswa Secara Klasikal
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
549
Grafik 2. Peningkatan ketuntasan belajar secara klasikal
Dapat dilihat pada tahap prasiklus terdapat 58% siswa mengalami ketuntasan belajar.
Menunjukkan bahwa, pada tahap Prasiklus belum terjadi ketuntasan belajar secara klasikal,
karena ketuntasan secara klasikal terjadi apabila 75% siswa telah mengalami ketuntasan belajar
atau telah mencapai nilai 65 sesuai dengan KKM. Pada Siklus I terdapat 75% siswa sudah
mengalami ketuntasan belajar, berarti telah terjadi peningkatan 17% dari tahap prasiklus. Pada
Siklus I sudah hampirtercapai ketuntasan secara klasikal. Pada Siklus II terdapat 94% siswa yang
mengalami ketuntasan belajar, terjadi peningkatan ketuntasan 19% dari Siklus I. Pada Siklus II
sudah terjadi ketuntasan belajar secara klasikal.
Data skor kemajuan siswa diperoleh dari nilai dasar (nilai prasiklus) dan nilai akhir.
Adapun analisis data hasil belajar siswa dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2. Analisis Hasil Skor Kemajuan Individu
Poin
Kemajuan
Siklus I Siklus II
Jumlah
Siswa
P(%) Jumlah Siswa P(%)
5 4 10 8 20
10 10 25 12 30
20 10 25 12 30
30 16 40 8 20
Jumlah 40 100 40 100
Berdasarkan Tabel 3 diketahui pada Siklus I terdapat 4 siswa (10%) yang mendapat poin
kemajuan 5, terdapat 10 (25%) siswa yang mendapat poin kemajuan 10, terdapat 10 (25%) siswa
yang mendapat poin kemajuan 20, terdapat 16 (40%) siswa yang mendapat poin kemajuan 30.
Pada siklus II terdapat 8 (20%) siswa yang mendapat poin kemajuan 5, terdapat 12 (30%) siswa
yang mendapat poin kemajuan 10, terdapat 12(30%) siswa yang mendapat poin kemajuan 20,
terdapat 8 (20%) siswa yang mendapat poin kemajuan 30.
Prasiklus Siklus I Siklus II
Ketuntasan 58% 75% 94%
0%
50%
100%
Per
sen
tase
Ketuntasan Belajar Siswa Secara Klasikal
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
550
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan guru, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai
berikut.
1. Kemampuan guru dalam merencanakan pembelajaran menggunakan model Mind Mapping
pada materi Teks Eksplanasi dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas VI A SD Negeri
007 Nongsa.
2. Kemampuan guru menggunakan model Mind Mupping dalam proses pembelajaran pada
materi Teks Eksplanasi dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas VI A SD Negeri 007
Nongsa.
3. Keaktifan siswa dalam mengikuti pelajaran dengan model Mind Mapping pada materi Teks
Eksplanasi dapat meningkatkan hasil belajar siswa SD Negeri 007 Nongsa.
4. Pembelajaran dengan model Mind Mapping pada materi Teks Eksplanasi dapat
meningkatkan hasil belajar siswa kelas VI SD Negeri 007 Nongsa
Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, peneliti memberikan saran sebagai berikut
Untuk mencapai kualitas proses belajar mengajar dan kualitas hasil belajar yang baik dalam
pembelajaran dengan model Mind Mapping pada materi Teks Eksplanasi dapat meningkatkan
hasil belajar siswa diperlukan persiapan perangkat pembelajaran yang cukup memadai, misalnya
RPP, Buku siswa dan Lembar kerja siswa (LKS) yang harus dimiliki oleh setiap siswa dan
instrumen penilaian baik.
1. Untuk melaksanakan Pembelajaran dengan model Mind Mapping terlebih dahulu harus
menyamakan persepsi antara semua pihak khususmya antara guru dan siswa, bahwa Mind
Mapping bukan suatu tujuan belajar melainkan salah satu cara untuk mencapai tujuan
belajar.
2. Untuk melaksanakan pembelajaran dengan model Mind Mapping memang diperlukan
persiapan terutama menyangkut pengetahuan dan keahlian guru dan siswa serta fasilitas
yang mendukung proses belajar mengajar.
DAFTAR RUJUKAN
Buzon, Tony. 2008. Model Pembelajaran Mind Mapping. (online) (www.
Akmapala09.blogspot.com/2012/04 model-pembelajaran-mind mupping, html, diakses tanggal
20 Juli 2016).
De Porter, Bobby. Hernacki, Mike. 2003. Teknik Pembelajaran. (online)
(www.eurekapendidikan.com/2015/02 teknik-pembelajaran, html, diakses tanggal 18
September 2016).
Maulana, Ahmad. 2015. Pengertian Teks Eksplanasi Secara Umum.(online)
(www.duniabaca.com/2015/12 pemgertian-teks-eksplanasi-secara-umum, html, diakses
tanggal 18 September 2016).
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
551
PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR SEJARAH TENTANG PENGARUH
REVOLUSI DUNIA MELALUI METODE STAD DENGAN MEDIA POWER POINT DI
KELAS XI IPS SMA NEGERI 2 BATU TAHUN PELAJARAN 2016/2017
Sujoko
SMA Negeri 2 Batu
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan aktivitas pembelajaran
melalui Penerapan Model Cooperative Learning Tipe Student Teams Achievement Division
(STAD) pada Kompetensi Dasar Pengaruh Revolusi Besar Dunia Kelas XI IPS 2 SMA Negeri
02 Batu Tahun Pelajaran 2016/2017. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang
dilaksanakan selama 2 siklus. Subjek penelitian adalah siswa kelas XI IPS 2 SMA Negeri 02
Batu Tahun Pelajaran 2016/2017 sebanyak 35 siswa. Pengumpulan data dilakukan dengan
observasi partisipasi, dokumentasi dan wawancara. Analisis data dilakukan dengan data
reduction, data display, dan verification. Berdasarkan data yang diperoleh, “aktivitas belajar
siswa” dengan penerapan Model Cooperative Learning Tipe STAD Berbantu Media Power
Point pada Kompetensi Dasar Siklus Revolusi Besar Dunia pada Kelas XI IPS 2 mengalami
peningkatan pada siklus II. Siswa yang memperhatikan apa yang disampaikan guru sebesar
51,42% pada siklus I menjadi 79,90% pada siklus II, siswa yang bertanya dan menyampaikan
pendapat pada saat kegiatan belajar atau diskusi sebesar 14,26% pada siklus I menjadi 28,52%
pada siklus II, siswa yang bekerja sama dengan teman satu kelompok sebesar 51,57% pada
siklus I menjadi 78,43% pada siklus II, siswa yang membuat perencanaan dan pembagian tugas
kelompok sebesar 30,31% pada siklus I menjadi 67,57% pada siklus II, siswa yang
bertanggung jawab terhadap tugas yang telah ditetapkan dalam kelompok sebesar 53.43.%
pada siklus I menjadi 76,43% pada siklus II, siswa yang mendiskusikan masalah yang dihadapi
dalam kegiatan belajar mengajar sebesar 48,43% pada siklus I menjadi 77,57% pada siklus II,
siswa yang bertukar pendapat antar teman dalam kelompok sebesar 43,43% pada siklus I
menjadi 80,43.% pada siklus II, siswa yang memiliki kepedulian terhadap kesulitan sesama
anggota kelompok sebesar 33,57% pada siklus I menjadi 11,43% pada siklus II, siswa yang
mengambil keputusan dari pertimbangan anggota sebesar 14,57% pada siklus I menjadi
22,86% pada siklus II, siswa yang mengerjakan kuis dengan kemampuan sendiri sebesar
28,57% pada siklus I menjadi 51,43% pada siklus II.
Kata Kunci: Cooperative Learning, STAD, aktivitas, hasil belajar, power point
PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan ujung tombak bagi pembangunan peradaban. Sumber daya
manusia yang unggul akan mengantarkan bangsa menjadi maju dan kompetitif di tengah arus
globalisasi, namun Indonesia masih mengalami hambatan dalam menciptakan kualitas
pendidikan yang baik. Salah satu masalah yang dihadapi dalam dunia pendidikan saat ini yaitu
masih lemahnya proses pembelajaran (Rejeki, 2010). Proses pembelajaran yang berhasil apabila
selama kegiatan belajar mengajar siswa menunjukkan aktivitas belajar yang tinggi dan terlihat
secara aktif baik fisik maupun mental.
Guru dalam menyampaikan pelajaran Sejarah dituntut memilih metode yang dapat
melatih siswa belajar mandiri dan lebih optimal. Salah satu model pembelajaran yang melibatkan
peran siswa secara aktif dalam kegiatan belajar mengajar adalah model pembelajaran kooperatif.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
552
Al-Hafizh (2016) memberikan penjelasan bahwa model pembelajaran kooperatif merupakan
salah satu model pembelajaran yang banyak digunakan untuk mewujudkan kegiatan
pembelajaran yang berpusat pada peserta didik (student oriented), terutama untuk mengatasi
permasalahan dalam proses pembelajaran. Salah satu model pembelajaran kooperatif yang
paling sederhana adalah Tipe Student Teams Achievement Division (STAD) dan merupakan
model yang paling baik untuk permulaan bagi para guru yang baru menggunakan pendekatan
kooperatif. Slavin (2010: 143) mengungkapkan bahwa salah satu model pembelajaran kooperatif
yang paling sederhana adalah Tipe Student Teams Achievement Division (STAD) dan
merupakan model yang paling baik untuk permulaan bagi para guru yang baru menggunakan
pendekatan kooperatif. Isjoni (2010: 74) menyatakan pembelajaran kooperatif tipe STAD
merupakan salah satu tipe kooperatif yang menekankan pembelajaran pada adanya aktivitas dan
interaksi diantara siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi
pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal. Penerapan model pembelajaran Cooperative
Learning Tipe STAD perlu didukung oleh media pembelajaran yang dapat membantu peserta
didik dalam membangkitkan minat dan motivasi siswa yang selanjutnya siswa akan melakukan
aktivitas belajar.
Penelitian sejenis pernah dilakukan oleh oleh beberapa peneliti (Rohmawati, 2016;
Ningsih, 2017, Wahyuningsih; 2016, Muhammad, 2016). Rohmawati (2016) membuktikan
dalam penelitiannya melalui Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dapat
meningkatan persentase ketuntasan hasil Belajar Ekonomi siswa kelas X Ekonomi 3 SMK N 1
Wonosari pada setiap siklus. Ningsih (2017) berjudul Pengaruh Media Audio-Visual Terhadap
Motivasi Belajar Siswa Dalam Pembelajaran Sumber Bunyi Di Kelas IV SD Negeri 145/IX
Muhajirin, hasilnya terdapat pengaruh Media Audio-Visual Terhadap Motivasi pembelajaran
sumber bunyi Siswa di SD Negeri 145/IX Muhajirin. Penelitian ketiga oleh Wahyuningsih
(2016) Efektivitas Penggunaan Media Audio-Visual Dalam Pembelajaran Keterampilan Menulis
Bahasa Prancis Pada Siswa Kelas X Man 1 Yogyakarta disimpulkan bahwa penggunaan media
audio-visual lebih efektif daripada media konvensional dalam pembelajaran keterampilan
menulis bahasa Prancis. Penelitian keempat oleh Muhammad (2016), Pemanfaatan Media Audio-
Visual Dalam Pembelajaran Bahasa Arab Siswa XI IPS 3 MAN 1 Kalibawang TP 2016/2016
dengan hasil dengan pemanfaatan media audio-visual dapat meningkatkan pemahaman siswa XI
IPS 3 terhadap bahasa arab.Dari keempat hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa
dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif Tipe STAD berbantuan media power point
dapat meningkatkan persentase ketuntasan hasil belajar Sejarah.
Artikel ini adalah laporan pelaksanaan penelitian tindakan kelas. Dua rumusan masalah
ditetapkan: (1) bagaimanakan meningkatkan proses pembelajaran Sejarah dengan menggunakan
model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbantuan media power point , (2) bagaimanakan
peningkatan hasil penelitian pembelajaran Sejarah dengan model pembelajaran kooperatif tipe
STAD berbantuan media power point. Proses pembelajaran mata pelajaran Sejarah di kelas XI
IPS 2 SMA Negeri 02 Batu masih bersifat konvensional. Guru masih sering menggunakan
metode ceramah dalam melakukan proses pembelajaran. Guru lebih sering berperan aktif di
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
553
dalam kelas ketika menyampaikan materi sehingga menyebabkan siswa menjadi pasif dan
merasa bosan untuk mengikuti pelajaran yang disampaikan oleh guru. Proses pembelajaran
Sejarah di kelas XI IPS 2 masih terdapat beberapa siswa yang aktivitas belajarnya belum optimal
yang dibuktikan dengan masih adanya beberapa siswa yang lebih suka mengobrol dengan
temannya ketika guru sedang menyampaikan materi. Selain itu siswa juga jarang bertanya atau
berpendapat pada saat proses pembelajaran berlangsung atau pada saat diskusi. Guru dalam
melihat situasi yang demikian, perlu melakukan pemecahan masalah yaitu guru harus mampu
menciptakan suasana belajar yang optimal dengan mengimplentasikan berbagai model
pembelajaran yang berpusat pada siswa. Aktivitas siswa dalam pembelajaran merupakan hal
yang perlu diperhatikan agar siswa mampu menggali pengetahuan sendiri, sedangkan guru hanya
berperan sebagai fasilitator.
Menyikapi situasi ini, salah satu upaya yang digunakan dalam pembelajaran adalah
pengembangan pembelajaran yang menekankan interaksi sosial siswa di kelas. Model
Cooperative Learning Tipe Student Teams Achievement Division (STAD) merupakan salah satu
strategi yang melibatkan interaksi siswa karena pembelajarannya didasarkan atas kerja sama
kelompok dimana masing-masing individu memiliki tanggung jawab yang sama dalam mencapai
tujuan kelompok. Penggunaaan media pembelajaran dapat membangkitkan minat dan motivasi
siswa yang selanjutnya siswa akan melakukan aktivitas belajar. Media pembelajaran yang
dirancang secara baik dapat mendukung proses belajar siswa dalam pembelajaran.
Gambar 1. Skema Kerangka Berpikir Penerapan Model Cooperative Learning Tipe STAD
Berbantu Media Power Point
Pengamatan Evaluasi
Hasil:
Aktivitas
Belajar
Siswa
Meningkat
Evaluasi
Hasil:
Aktivitas
Belajar
Siswa
Cenderung
Rendah
Kondisi Awal:
1. Aktivitas Siswa
Belum optimal
2. Metode Pembelajaran
Masih Bersifat
Konvensional
Solusi Tindakan:
Pelaksanaan Kegiatan
Pembelajaran dengan
Penerapan Model Coope-
rative Learning Tipe Stad
Berbantu Media Power
point
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
554
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang dilakukan secara kolaboratif dan
partisipatif, artinya peneliti tidak melakukan penelitian sendiri, namun berkolaborasi atau bekerja
sama dengan guru Sejarah SMA Negeri 02 Batu yang lain. Secara partisipatif bersama-sama
dengan para observer, peneliti akan melaksanakan penelitian ini langkah demi langkah. Desain
tindakan yang digunakan dalam penelitian ini adalah model Kemmis & Taggart.
Gambar : 1Siklus PTK model Kemmis-Taggart ( Depdiknas : 1999)
Penelitian ini menggunakan subjek penelitian siswa kelas XI IPS 2 SMA Negeri 02 Batu
yang terdiri dari 35 siswa. Pengumpulan data dilakukan dengan beberapa teknik, yaitu pertama,
teknik observasi partisipatif yaitu observasi yang dilakukan apabila observer ikut serta dalam
kegiatan atau situasi yang dilakukan oleh observant. Observasi partisipasi dilakukan untuk
mengetahui unjuk “aktivitas belajar siswa” serta untuk mengetahui kondisi kelas saat
pembelajaran dengan menggunakan model Cooperative Learning Tipe STAD. Observasi
dilaksanakan selama proses pembelajaran berlangsung di kelas oleh peneliti dan dibantu oleh dua
orang observer dari rekan peneliti yang memiliki latar belakang yang sama dengan peneliti. Hal
ini dilakukan agar observasi siswa lebih fokus. Dalam penelitian ini terdapat 3 orang observer
(termasuk peneliti), dan dari 35 siswa dibagi menjadi 7 kelompok yang setiap kelompok terdiri
dari 5 siswa, sehingga 1 observer akan bertanggung jawab mengamati 2 dan 3 kelompok (10 dan
13 siswa). Peneliti dan observer sebelumnya berdiskusi untuk menyamakan pemahaman dan
langkah agar tujuan observasi tercapai. Observasi menggunakan lembar penilaian aktivitas siswa
yang terdapat indikator-indikator aktivitas belajar, berikut juga dengan pedoman penilaian agar
dapat membantu dalam mengamati “aktivitas belajar siswa” untuk pemberian skor kepada setiap
siswa.
Kedua, teknik dokumentasi digunakan untuk memperoleh data mengenai jumlah siswa
sebagai dasar untuk menentukan jumlah serta anggota-anggota kelompok dalam Cooperative
Learning Tipe STAD. Dokumentasi juga berupa data mengenai gambaran profil sekolah, silabus,
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
555
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Lembar Observasi Aktivitas, catatan lapangan, hasil
wawancara, dan foto selama kegiatan di sekolah.
Ketiga, teknik wawancara dilakukan kepada beberapa siswa kelas XI IPS 2 sebelum dan
sesudah kegiatan pembelajaran, berkaitan dengan diimplementasikannya model Cooperative
Learning Tipe STAD. Hasil wawancara digunakan untuk memperkuat hasil observasi selama
kegiatan pembelajaran Sejarah dengan menerapkan model Cooperative Learning Tipe STAD.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Kegiatan Pra-Tindakan
Peneliti (guru) melakukan diskusi dengan observer pada tanggal 15 Oktober 2016 untuk
membahas permasalahan yang dihadapi oleh guru dalam pembelajaran. Dilanjutkan dengan
wawancara kepada beberapa siswa yang telah ditentukan sebelumnya sebagai perwakilan yang
memiliki kemampuan akademik tinggi, sedang dan rendah. Dari data yang dikumpulkan, dapat
dianalisis bahwa siswa kurang berpartisipasi dalam pembelajaran Sejarah, aktivitas siswa dan
pemanfaatan belajar kelompok juga belum optimal. Kurangnya inovasi model pembelajaran dan
pembelajaran yang bersifat konvensional yakni dengan ceramah yang lebih dominan
menyebabkan kurangnya interaksi dalam pembelajaran.
Observasi Awal
Observasi awal dilakukan untuk mengamati “aktivitas belajar siswa” dalam pembelajaran
di kelas dan memperkuat hasil wawancara. Berdasarkan observasi awal pada tanggal 15 Oktober
2016, peneliti berhasil mengidentifikasi permasalahan pembelajaran pada kelas XI IPS 2 yaitu
pembelajaran masih didominasi metode ceramah dan penugasan sehingga siswa kurang aktif
dalam pembelajaran. Hal tersebut dicerminkan dengan data hanya 60% siswa yang secara aktif
melakukan aktivitas belajar konvensional dari 35 siswa di kelas XI IPS 2.
Penerapan STAD
Upaya dalam peningkatan aktivitas belajar Sejarah Siswa kelas XI IPS 2 adalah dengan
menggunakan Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe STAD Berbantu Media Power
Point pada Kompetensi Dasar Revolusi Besar di dunia dengan Indikator Pengaruh Revolusi
Perancis. Pembentukan kelompok dilakukan secara heterogen dilihat dari kemampuan siswa
berdasarkan nilai ulangan harian sebelumnya dan berdasarkan jenis kelamin.
Perencanaan
Rancangan ini disesuaikan dengan komponen pada Tipe STAD sebagai upaya untuk
meningkatkan aktivitas belajar Siswa. Adapun penyusunan rencana tindakan yaitu: a) membuat
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) disesuaikan dengan penerapan Model Cooperative
Learning Tipe STAD Berbantu Media Power Point. b) membuat perangkat Media Power Point
(tentang materi Revolusi Perancis dan pengaruhnya, lembar pertanyaan beserta kunci jawaban,
petunjuk dan aturan lembar). c) membuat lembar kerja siswa d) membuat post-test untuk siklus
pertama e) menyusun lembar observasi untuk pengamatan “aktivitas belajar siswa” disesuaikan
dengan indikator yang akan diamati. f) membuat rancangan catatan lapangan, membagi siswa
secara heterogen ke dalam kelompok, yaitu kelompok 1, 2, 3, 4, 5, 6, dan 7.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
556
Pelaksanaan
Tindakan siklus I dilaksanakan pada tanggal 18 dan 25 Oktober 2016 pukul 08.30–10.00
di kelas XI IPS 2 SMA Negeri 02 Batu. Siklus I dilakukan sebanyak 2 kali pertemuan (4 x 45
menit) kompetensi dasar Revolusi Besar Dunia dengan indicator Pengaruh Revolusi Perancis
terhadap negra-negara lain yang kegiatan pembelajaran berorientasi pada aktitivas belajar siswa.
Pengamatan “aktivitas belajar siswa” dilakukan oleh peneliti sendiri didampingi oleh dua
observer, dimana mereka juga sama-sama guru Sejarah SMA Negeri 2 Batu.
Pada 10 menit yang pertama (menit ke-1 s.d. ke-10), kegiatan awal pembelajaran dimulai
dengan guru membuka pelajaran dan apersepsi. Guru memberikan beberapa pertanyaan yang
berkaitan dengan materi pelajaran sebelumnya. Guru juga menyampaikan materi yang akan
dipelajari, memberikan motivasi, dan menyampaikan tujuan pembelajaran kepada siswa. Selesai
apersepsi siswa dikondisikan untuk menempati kursi sesuai dengan pembagian kelompok STAD
yang sudah ditentukan sebelumnya.
Pada saat kegiatan inti (menit ke-11 s.d. ke-25), guru mengawali dengan
mempresentasikan media power point materi analisis terjadinya Revolusi Perancis dan
mendiskripsikan tentang revolusi dengan disertai tanya jawab. Beberapa siswa berani menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan oleh guru, walaupun jawabannya ada yang belum
benar.
Selanjutnya guru membagikan lembar kerja siswa (LKS) kepada setiap siswa, dilanjutkan
dengan menjelaskan tata cara mengerjakannya. Waktu yang digunakan untuk mengerjakan LKS
ditetapkan 25 menit (menit ke-26 s.d. ke-50). Pada saat siswa kerja kelompok, guru melakukan
pendampingan dengan keliling dari kelompok satu ke kelompok lain secara terus menerus.
Selama kegiatan diskusi seluruh siswa kelihatan sangat aktif dan sangat antusias mengikutinya
dan tidak kelihatan ada siswa yang bermain sendiri atau yang bermalas-malasan. Namun
demikian juga masih ada beberapa siswa yang agak terkendala dalam memahami materi LKS
yang dikerjakan, terutama bagi para siswa yang kategori lower. Juga terdapat beberapa siswa
yang mengajukan pertanyaan berkaitan dengan materi LKS dan langsung di jawab oleh guru
sehingga terjadi dialog, seperti berikut ini:
Siswa Bertanya, bagaimana mengerjakannya, apakah langsung dilembar kegiatan ini ataukah
di lembar kertas tersendiri?
Guru Menjawab, langsung di lembar kegiatan yang dihadapi oleh masing-masing kelompok
Siswa Bertanya, bolehkah mencari sumber selain buku paket
Guru Menjawab, silahkan kalau mencari sumber dari internet harus dituliskan asal sumbernya
Siswa Kelompok I bertanya, latar belakang revolusi Perancis itu meliputi apa saja
Guru Latar belakangnya meliputi kondisi politik, sosial, dan ekonomi masyarakat Perancis
pada saat menjelang meletusnya revolusi Perancis
Siswa Salah satu anggota Kelompok V mengalami masalah dan menanyakan, apakah pengaruh
revolusi Perancis di bidang politik itu hanya untuk Perancis saja ataukah untuk negara-
negara lainnya.
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
557
Guru Dalam hal ini pengaruhnya hanya untuk Perancis saja, sebab sudah ada kelompok lain
yang membahas tentang pengaruh revolusi Perancis untuk negara lainnya
Siswa Kelompok II bertanya tentang sebab-sebab terjadinya revolusi Perancis
Guru Sebab dibagi 2, yaitu sebab umum dan sebab khusus
Setelah diskusi selama 25 menit, kemudian guru memberitahukan bahwa kerja kelompok
dinyatakan selesai, dan selanjutnya kepada setiap kelompok dipersilahkan untuk
mempresentasikan hasil diskusinya, sedangkan kelompok yang lainnya memperhatikan dan
menanggapinya selama 20 menit (menit ke-51 s.d. ke-70). Dengan ditunjuk secara acak, maka
setiap kelompok mempresentasikan hasil diskusinya melalui juru bicaranya. Secara umum
diskusi kelompok mulai awal hingga akhir berjalan dengan tertib dan penuh semangat, namun
demikian masih terdapat satu kelompok yang kurang aktif akibat dua orang anggotanya tidak
hadir, yang kebetulan anggota yang termasuk kategori siswa upper (pandai).
Foto 1: Kegiatan pembelajaran dengan aktifitas siswa diskusi kelompok
Setelah kegiatan presentasi, kemudian guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk
bertanya jika masih ada hal-hal yang belum dimengerti, sebelum dilaksanakannya kuis
individual. Guru memberikan waktu 15 menit kepada siswa untuk mengerjakan kuis individual
sebagai post-test. Jawaban kuis kemudian ditukarkan dengan teman sebelahnya dan langsung
dikoreksi bersama dipandu oleh guru. Guru selanjutnya meminta laporan hasil koreksi dari setiap
siswa dengan menyampaikan kriteria terlebih dahulu, dimana hasilnya siswa yang memperoleh
skor sangat baik 8 siswa, skor baik 9 siswa, skor cukup 8 siswa, dan skor kurang 10 siswa.
Pada kegiatan akhir, guru bersama siswa secara klasikal menyimpulkan materi yang telah
dipelajari. Guru mengakhiri pelajaran dengan menginformasikan materi yang akan dipelajari dan
rencana kegiatan pada pertemuan selanjutnya. Sebagai penutup guru mengucapkan hamdalah
dan salam, yang diikuti dan dijawab oleh semua siswa.
Pengamatan
Observer selama kegiatan pembelajaran berlangsung melakukan pengamatan sambil mengisi
format pengamatan dan mencatat hasil dari yang diamati.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
558
Refleksi
Penerapan model Cooperative Learning Tipe STAD pada siklus I belum dapat
dilaksanakan secara optimal. Hal ini karena siswa belum terbiasa dengan model pembelajaran
tersebut, sehingga “aktivitas belajar siswa” belum muncul secara utuh.
Berdasarkan hasil tindakan siklus I, beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah: 1) kerja
sama antar siswa dalam kelompok, seperti kepedulian terhadap kesulitan masing-masing anggota
kelompok perlu ditingkatkan, 2) aktivitas lisan (oral) siswa seperti bertanya dan menyampaikan
pendapat pada saat kegiatan pembelajaran, berdiskusi dan bertukar pendapat antar teman dalam
kelompok belum optimal. Aktivitas tersebut masih didominasi oleh beberapa siswa saja, 3)
selama berkelompok siswa cenderung fokus untuk menyelesaikan tugas kelompok secara
individu dan kurang bisa membantu temannya untuk mempelajari materi. 4) masih kurangnya
komunikasi antar anggota kelompok, terutama antar siswa laki-laki dan perempuan. 5) terdapat
satu kelompok yang kurang aktif akibat dua orang anggotanya tidak hadir.
Pembahasan
Pelaksanaan Tindakan pada siklus I belum bisa dikatakan optimal. Dilihat dari “aktivitas
belajar siswa” masih ada yang berbicara dengan temannya pada saat guru mempresentasikan
materi, siswa masih enggan bertanya dan menyatakan pendapat kepada guru ataupun teman
kelompoknya. Pada waktu pelaksanaan diskusi mengerjakan lembar kerja siswa, siswa kurang
bekerja sama, masih mengerjakan tanggung jawab tugas sendiri tanpa mempedulikan kesulitan
antar anggota kelompok, namun pada saat pengerjaan soal post-test terlihat beberapa siswa yang
mendiskusikan jawabannya.
SIKLUS KEDUA
Kegiatan Pra-Tindakan
Peneliti (guru) melakukan diskusi dengan observer pada tanggal 18 Oktober 2016 untuk
membahas permasalahan yang dihadapi oleh guru dalam pembelajaran. Dilanjutkan dengan
wawancara kepada beberapa siswa yang telah ditentukan sebelumnya sebagai perwakilan yang
memiliki kemampuan akademik tinggi, sedang dan rendah. Dari data yang dikumpulkan, dapat
dianalisis bahwa siswa kurang berpartisipasi dalam pembelajaran Sejarah, aktivitas siswa dan
pemanfaatan belajar kelompok juga belum optimal. Kurangnya pemahaman sebagian siswa
dengan model pembelajaran STAD karena mereka sering menerima pembelajaran dengan
ceramah sehingga interaksi dalam pembelajaran masih kurang.
Perencanaan
Rancangan ini disesuaikan dengan komponen pada Tipe STAD sebagai upaya untuk
meningkatkan aktivitas belajar Siswa. Adapun penyusunan rencana tindakan yaitu: a) membuat
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) disesuaikan dengan penerapan Model Cooperative
Learning Tipe STAD Berbantu Media Power Point. b) membuat perangkat Media Power Point
(tentang materi Refolusi Fisik di Indonesia, lembar pertanyaan beserta kunci jawaban, petunjuk
dan aturan lembar). c) membuat lembar kerja siswa d) membuat post-test untuk siklus pertama e)
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
559
menyusun lembar observasi untuk pengamatan “aktivitas belajar siswa” disesuaikan dengan
indikator yang akan diamati. f) membuat rancangan catatan lapangan, membagi siswa secara
heterogen ke dalam kelompok, yaitu kelompok 1, 2, 3, 4, 5, 6, dan 7.
Pelaksanaan
Tindakan siklus II dilaksanakan pada hari Selasa, 1 Nopember 2016 pukul 08.30–10.00 di
kelas XI IPS 2 SMA Negeri 02 Batu. Siklus II dilakukan sebanyak 2 kali pertemuan (4 x 45
menit) dengan kompetensi dasar siklus Revolusi-revolusi besar Dunia dan Pengaruhnya pada
indikator Revolusi Fisik di Indonesia yang kegiatan pembelajaran berorientasi pada aktitivas
belajar siswa.
Pengamatan “aktivitas belajar siswa” dilakukan oleh peneliti sendiri didampingi oleh dua
observer, dimana mereka juga sama-sama guru Sejarah SMA Negeri 2 Batu.
Pada 10 menit yang pertama (menit ke-1 s.d. ke-10), kegiatan awal pembelajaran dimulai
dengan guru membuka pelajaran dan apersepsi. Guru memberikan beberapa pertanyaan yang
berkaitan dengan materi pelajaran sebelumnya. Guru juga menyampaikan materi yang akan
dipelajari, memberikan motivasi, dan menyampaikan tujuan pembelajaran kepada siswa. Selesai
apersepsi siswa dikondisikan untuk menempati kursi sesuai dengan pembagian kelompok STAD
yang sudah ditentukan sebelumnya.
Pada saat kegiatan inti (menit ke-11 s.d. ke-25), guru mengawali dengan
mempresentasikan media power point materi terjadinya Revolusi Fisik di Indonesia
(pertempuran tanggal 10 Nopember 1945). Beberapa siswa berani menjawab pertanyaan-
pertanyaan yang disampaikan oleh guru, walaupun jawabannya ada yang belum benar.
Selanjutnya guru membagikan lembar kerja siswa (LKS) kepada setiap siswa, dilanjutkan
dengan menjelaskan tata cara mengerjakannya. Waktu yang digunakan untuk mengerjakan LKS
ditetapkan 35 menit (menit ke-26 s.d. ke-60). Pada saat siswa kerja kelompok, guru melakukan
pendampingan dengan keliling dari kelompok satu ke kelompok lain secara terus menerus.
Selama kegiatan diskusi seluruh siswa kelihatan sangat aktif dan sangat antusias mengikutinya
dan tidak kelihatan ada siswa yang bermain sendiri atau yang bermalas-malasan. Pada siklus II
hanya ada sebagian kecil siswa yang agak terkendala dalam memahami materi LKS yang
dikerjakan, terutama bagi para siswa yang kategori lower. Juga terdapat beberapa siswa yang
mengajukan pertanyaan berkaitan dengan materi LKS dan langsung di jawab oleh guru sehingga
terjadi dialog, seperti berikut ini:
Siswa Bertanya, mengerjakannya seperti kemarin ya?
Guru Menjawab, ya
Siswa Bertanya, apa diperbolehkah mencari sumber selain buku paket
Guru Menjawab, silahkan kalau mencari sumber dari internet dan harus dituliskan asal
sumbernya
Siswa Salah satu anggota Kelompok IV mengalami masalah dan menanyakan, apakah
pengaruh Pertempuran tanggal 10 Nopember 1945 bagi bangsa Indonesia sehingga
peristiwa tersebut dijadikan sebagai Hari Pahlawan.
Guru Silahkan diingat film Pertempuran yang telah kamu amati tadi
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
560
Setelah diskusi selama 25 menit, kemudian guru memberitahukan bahwa kerja kelompok
dinyatakan selesai, dan selanjutnya kepada setiap kelompok dipersilahkan untuk
mempresentasikan hasil diskusinya, sedangkan kelompok yang lainnya memperhatikan dan
menanggapinya selama 20 menit (menit ke-61 s.d. ke-80). Dengan ditunjuk secara acak, maka
setiap kelompok mempresentasikan hasil diskusinya melalui juru bicaranya. Secara umum
diskusi kelompok mulai awal hingga akhir berjalan dengan tertib dan penuh semangat, semua
kelompok bekerja dengan tekun namun demikian masih terdapat satu kelompok yang kurang
aktif akibat dua orang anggotanya tidak hadir, yang kebetulan anggota yang termasuk kategori
siswa upper (pandai).
Foto 2: Kegiatan pembelajaran dengan aktifitas siswa diskusi kelompok
Setelah kegiatan presentasi, kemudian guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk
bertanya jika masih ada hal-hal yang belum dimengerti, sebelum dilaksanakannya kuis
individual. Guru memberikan waktu 10 menit kepada siswa untuk mengerjakan kuis individual
sebagai post-test. Jawaban kuis kemudian ditukarkan dengan teman sebelahnya dan langsung
dikoreksi bersama dipandu oleh guru. Guru selanjutnya meminta laporan hasil koreksi dari setiap
siswa dengan menyampaikan kriteria terlebih dahulu, dimana hasilnya siswa yang memperoleh
skor sangat baik 20 siswa, skor baik 9 siswa, skor cukup 6 siswa.
Pada kegiatan akhir, guru bersama siswa secara klasikal menyimpulkan materi yang telah
dipelajari. Guru mengakhiri pelajaran dengan menginformasikan materi yang akan dipelajari dan
rencana kegiatan pada pertemuan selanjutnya. Sebagai penutup guru mengucapkan hamdalah
dan salam, yang diikuti dan dijawab oleh semua siswa.
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
561
Pengamatan
Observer selama kegiatan pembelajaran berlangsung melakukan pengamatan sambil
mengisi format pengamatan dan mencatat hasil dari yang diamati.
Refleksi
Penerapan model Cooperative Learning Tipe STAD pada siklus II dapat dilaksanakan
secara optimal. Hal ini karena siswa belum terbiasa dengan model pembelajaran tersebut,
sehingga “aktivitas belajar siswa” belum muncul secara utuh, namun siswa mulai senang belajar
sejarah.
Berdasarkan hasil tindakan siklus II, banyak hal yang sudah meningkat adalah: 1) kerja
sama antar siswa dalam kelompok, seperti kepedulian terhadap kesulitan masing-masing anggota
kelompok perlu ditingkatkan, 2) aktivitas lisan (oral) siswa seperti bertanya dan menyampaikan
pendapat pada saat kegiatan pembelajaran, berdiskusi dan bertukar pendapat antar teman dalam
kelompok sudah optimal. Aktivitas tersebut sudah melibatkan sebagian besar siswa, 3) selama
berkelompok siswa sudah menyelesaikan tugas kelompok dan saling membantu temannya untuk
menyelsaikan LKS, 4) sudah terjalin komunikasi antar anggota kelompok, terutama antar siswa
laki-laki dan perempuan. 5) masih terdapat satu kelompok yang kurang aktif hal ini
dimungkinkan karena ada satu anggoanya yang kurang konsentrasi.
Pembahasan
Pelaksanaan Tindakan pada siklus II sudahbisa dikatakan optimal. Dilihat dari “aktivitas
belajar siswa” siswa yang berbicara dengan temannya pada saat guru mempresentasikan materi
sangat berkurang, siswa mulai tertarik untuk mengajukan pertanyaan dan menyatakan pendapat
kepada guru ataupun teman kelompoknya. Pada waktu pelaksanaan diskusi mengerjakan lembar
kerja siswa, siswa sudah bekerja sama, muncu l tanggung jawab untuk menyelesaikantugas
sendiri tanpa menemui kesulitan dalam anggota kelompok, namun pada saat pengerjaan soal
post-test terlihat beberapa siswa yang mendiskusikan jawabannya.
Evaluasi pada siklus II dilakukan untuk perbaikan pada pelaksanaan pembelajaran yang
lainnya. Perbaikan yang dilakukan adalah memberikan petunjuk yang jelas kepada siswa,
memotivasi siswa untuk lebih berperan aktif dalam mengerjakan tugas kelompok, memberikan
pemahaman orientasi diskusi kelompok, dan mengatur ulang waktu pengerjaan tugas kelompok.
Melalui perbaikan metode pembelajaran, “aktivitas belajar siswa” Kelas XI IPS 2 SMA Negeri
02 Batu mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II sebesar, yaitu 65,71% menjadi
88,57%.
Berdasarkan data yang diperoleh, “aktivitas belajar siswa” dengan penerapan Model
Cooperative Learning Tipe STAD Berbantu Media Power Point pada Kompetensi Dasar Siklus
Revolusi Besar Dunia pada Kelas XI IPS 2 mengalami peningkatan pada siklus II. Siswa yang
memperhatikan apa yang disampaikan guru sebesar 51,42% pada siklus I menjadi 79,90% pada
siklus II, siswa yang bertanya dan menyampaikan pendapat pada saat kegiatan belajar atau
diskusi sebesar 14,26% pada siklus I menjadi 28,52% pada siklus II, siswa yang bekerja sama
dengan teman satu kelompok sebesar 51,57% pada siklus I menjadi 78,43% pada siklus II, siswa
yang membuat perencanaan dan pembagian tugas kelompok sebesar 30,31% pada siklus I
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
562
menjadi 67,57% pada siklus II, siswa yang bertanggung jawab terhadap tugas yang telah
ditetapkan dalam kelompok sebesar 53.43.% pada siklus I menjadi 76,43% pada siklus II, siswa
yang mendiskusikan masalah yang dihadapi dalam kegiatan belajar mengajar sebesar 48,43%
pada siklus I menjadi 77,57% pada siklus II, siswa yang bertukar pendapat antar teman dalam
kelompok sebesar 43,43% pada siklus I menjadi 80,43.% pada siklus II, siswa yang memiliki
kepedulian terhadap kesulitan sesama anggota kelompok sebesar 33,57% pada siklus I menjadi
11,43% pada siklus II, siswa yang mengambil keputusan dari pertimbangan anggota sebesar
14,57% pada siklus I menjadi 22,86% pada siklus II, siswa yang mengerjakan kuis dengan
kemampuan sendiri sebesar 28,57% pada siklus I menjadi 51,43% pada siklus II.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat peningkatan aktivitas belajar dengan
penerapan model Cooperative Learning Tipe STAD Berbantu Media Power Point. Hal ini
ditunjukkan pada Aktivitas siswa sebelum menggunakan model Cooperative Learning Tipe
STAD Berbantu Media Power Point sebesar 39,31%, pada pelaksanaan tindakan siklus I
aktivitas belajar meningkat menjadi 65.57%, dan selanjutnya pada pelaksanaan tindakan siklus II
meningkat menjadi 85.50%. Peningkatan tersebut sudah mencapai indikator keberhasilan yang
diharapkan yaitu 85% dari jumlah siswa dalam satu kelas telah aktif selama pembelajaran
menggunakan model Cooperative Learning Tipe STAD.
Hasil penelitian ini membuktikan hipotesis tindakan bahwa Penerapan Model
Cooperative Learning Tipe Student Teams Achievement Division (STAD) Berbantu Media
Power Point dapat Meningkatkan aktivitas belajar Sejarah Siswa Kelas XI IPS 2 SMA Negeri 02
Batu Tahun Pelajaran 2016/2017. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang disampaikan
Isjoni (2010: 74) bahwa pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan salah satu tipe
kooperatif yang menekankan pembelajaran pada adanya aktivitas dan interaksi diantara siswa
untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran guna mencapai
prestasi yang maksimal.
Model Cooperative Learning Tipe STAD menekankan pengelompokan secara heterogen
sehingga mengupayakan siswa untuk mengajarkan sesuatu dengan baik kepada siswa lainnya
pada waktu yang bersamaan. Adanya diskusi akan tercipta interaksi edukatif, serta dengan
penghargaan dalam metode ini dapat meningkatkan peran serta dan aktivitas siswa karena
masing-masing kelompok termotivasi untuk mendapatkan penghargaan. Dukungan media
pembelajaran power point yang dapat membantu siswa dalam membangkitkan minat dan
motivasi siswa yang selanjutnya siswa akan melakukan aktivitas belajar.
Berdasarkan hasil pengamatan peneliti (guru), bahwa model Cooperative Learning Tipe STAD
Berbantu Media Power Point dapat meningkatkan “aktivitas belajar siswa” karena membuat
siswa lebih dinamis dan lebih semangat dalam pembelajaran. Dari wawancara yang dilakukan
terhadap beberapa siswa setelah tindakan, tanggapan yang disampaikan adalah mereka menjadi
lebih mudah memahami materi yang diberikan, mereka juga merasa lebih senang dan lebih
semangat karena disajikan melalui diskusi kelompok dan diselesaikan bersama teman-teman
kelompoknya yang saling membantu.
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
563
PENUTUP
Penerapan Model Cooperative Learning Tipe Student Teams Achievement Division
(STAD) Berbantu Media Power Point dapat meningkatkan aktivitas belajar Sejarah pada
Kompetensi Dasar Revolusi Besar Dunia indikator Revolusi di Indonesia di Siswa Kelas XI IPS
2 SMA Negeri 02 Batu Tahun Pelajaran 2016/2017. “aktivitas belajar siswa” secara umum
mengalami peningkatan pada siklus I dan siklus II. Sebelum menggunakan Model Cooperative
Learning Tipe Student Teams Achievement Division (STAD) Berbantu Media Power Point,
“aktivitas belajar siswa” hanya 39,31%, setelah menggunakan Model Cooperative Learning Tipe
Student Teams Achievement Division (STAD) Berbantu Media Power Point pada siklus I
“aktivitas belajar siswa” meningkat sebesar 65,71% atau sebanyak 23 siswa dan meningkat lagi
pada siklus II menjadi 88,57% atau sebanyak 31 siswa
DAFTAR RUJUKAN
Al-Hafizh , Mushlihin. (2016). Model Pembelajaran Cooperative Learning. Diakses dari
http://www.surgamakalah.com/2016/07/model-pembelajaran- cooperatif-learning.html
pada tanggal 8 Februari 2016 pukul 23:09 WIB.
Isjoni. (2010). Pembelajaran Kooperatif Meningkatkan Kecerdasan Komunikasi Antar Peserta
Didik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Muhammad FM, Faris. 2013. Pemanfaatan Media Audio-Visual Dalam Pembelajaran Bahasa
Arab Siswa XI IPS 3 MAN 1 Kalibawang TP 2012/2013, Program Pendidikan Bahasa Arab
Fakutas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Suman Kalijaga Yogyakarta.
http://lib.unnes.ac.id/19225/1/1402408177.pdf, diunduh tanggal 8 Oktober 2016 pukul 11.12
WIB.
Ningsih, Eka Satria, 2014. Pengaruh Media Audio-Visual Terhadap Motivasi Belajar Siswa
Dalam Pembelajaran Sumber Bunyi Di Kelas IV SD Negeri 145/IX Muhajirin, Program
Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar FKIP Universitas Jambi.
http://eprints.uny.ac.id/4339/1/Rani.%2006204241038.pdf, diunduh tanggal 8 Oktober 2016
pukul 10.42 WIB.
Rohmawati, Suci. (2016). Peningkatan Hasil Belajar Ekonomi Pada Kompetensi Mengelola
Dana Kas Kecil Melalui Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams
Achievement Divisions Siswa Kelas X Ekonomi 3 SMK Negeri 1 Wonosari. Tahun Ajaran
2010/2016. Skripsi. Yogyakarta: Pendidikan Ekonomi FISE UNY.
Slavin, E. Robert. (2010). Cooperative Learning. Teori, Riset, dan Praktik. Bandung: Nusa
Media.
Wahyuningsih, Rani Anggi. 2016. Efektivitas Penggunaan Media Audio-Visual Dalam
Pembelajaran Keterampilan Menulis Bahasa Prancis Pada Siswa Kelas X Man 1
Yogyakarta, Jurusan Pendidikan Bahasa Prancis Fakultas Bahasa Dan Seni Universitas
Negeri Yogyakarta. http://eprints.uny.ac.id/4339/1/Rani.%2006204241038.pdf. diunduh
tanggal 8 Oktober 2016 pukul 10.56. WIB.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
564
PENERAPAN MODEL INQUIRI AND QUESTION UNTUK MENINGKATKAN
KEMAMPUAN MENGEVALUASI KARYA SENI 2 DIMENSI SISWA KLAS XI
SMAN 2 BATU
Retno Kaesti
Abstrak: Penelitian ini ditujukan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam
mengevaluasi karya seni 2 dimensi dengan menggunakan media batik asli (bukan gambar,
foto dan reproduksi), pada kelas XI IPS 1 SMAN 2 Batu. Penelitian ini merupakan
penelitian tindakan kelas yang dilakukan dalam 2 siklus. Hasil penelitian menunjukkan
model inkuiri dengan question dapat meningkatkan kemampuan evaluasi karya seni rupa 2
dimensi dari siklus I 33,3 % menjadi 19,4 % pada siklus II.
Kata kunci : inkuiri, question, mengevaluasi karya seni 2 dimensi
PENDAHULUAN
Seni rupa pada dasarnya merupakan karya seni yang erat hubungannya dengan
perkembangan manusia itu sendiri. Seni rupa ada sejak peradaban manusia lahir, dengan
berbagai bukti peninggalam yang ada diberbagai belahan dunia . Karya seni pada dasarnya
merupakan ungkapan atau curahan hati seniman yang disampaikan kepada penikmat seni.
Pada masa itu karya seni diciptakan dengan sangat sederhana sesuai situasi pada masa itu.
Kemudian karya seni sendiri diciptakan mengikuti kemajuan zaman, bahkan kemajuan
tehnologi seperti sekarang ini. Karya seni 2 dimensi, selain digunakan untuk kepentingan
pencipta sebagai ungkapan perasaan, banyak juga yang digunakan dalam kehidupan sehari-
hari sehingga erat hubungannya dengan nilai komersial. Yang jelas untuk berkarya seni
dibutuhkan adanya keindahan dan kegunaan dari benda itu.
Karya seni sendiri ada beberapa jenis baik itu tradisional, modern dan kontemporer.
Karya seni tradisional biasanya berupa karya-karya turun-temurun dan sudah menjadi terdisi
di suatu komunitas masyarakat tertentu. Hal tersebut berbeda dengan karya seni modern yang
keberadaannya tidak dibatasi oleh suku atau budaya setempat. Adapun karya seni
kontemporer merupakan karya seni yang tidak terikat aturan yang ada dalam sebuah karya
seni. Karya seni kontemporer biasanya cenderung untuk kepentingan penciptanya. Karya seni
2 dimensi lebih tidak membutuhkan tempat yang banyak. Karya tersebut pada umumnya
hanya akan menempel di tembok atau pada karya 3 dimensi yang lainya seperti almari,
dinding atau meja dalam suatu ruang.
Banyak teknik yang digunakan untuk menciptakan karya seni. Untuk berkarya seni
rupa 2 dimensi, teknik yang dapat digunakan antara lain plakat, transparan, aquanarel,
pointilis, screet, atau mix media. Selain itu, menjahit, menyulam, makrame, membatik,
mencetak juga merupakan teknik lain yang digunakan untuk menciptakan karya seni 2
dimensi. Pemilihan teknik bergantung pada karya yang akan diciptakan. Begitu juga bahan
dan alat yang digunakan untuk berkarya seni biasanya juga menyesuaikan dengan jenis karya
yang akan diciptakan.
Proses pembelajaran seni budaya, termasuk di antaranya menciptakan karya seni 2
dimensi, pada umumnya merupakan pembelajaran praktik. Karenanya, siswa banyak
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
565
dilibatkan dalam proses pembelajaran nyata, yang diawali dengan proses identifikasi dan
evaluasi terhadap karya seni rupa 2 dimensi. Fakta yang terjadi di kelas XI IPS 1 SMAn 2
Batu, bahwa kegiatan identifikasi terhadap karya seni 2 dimensi masih rendah.Terbukti dari
36 siswa hanya 15 siswa yang dapat mengevaluasi dengan tepat. Hal itu mungkin disebabkan
menurunnya gairah belajar siswa tentang evaluasi terhadap karya seni.
Menurunnya gairah belajar disebabkan oleh ketidaktepatan metode yang digunakan
oleh guru, yang sering menggunakan metode ceramah tanpa diselingi metode lain yang siswa
untuk berkreasi. Akibatnya siswa kurang berpartisipasi, kurang terlibat dalam pembuatan
karya nyata, tidak punya inisiatif, serta tidak berkontribusi baik secara intelektual maupun
emosional. Banyak di antara siswa yang menganggap mengikuti pelajaran Seni Rupa sekedar
rutinitas di dalam sekolah, untuk mengisi daftar hadir, dan untuk mendapatkan nilai raport.
Siswa tidak menyadari bahwa seharusnya kegiatan di kelas merupakan sarana untuk
menambah wawasan dan mengasah ketrampilan dalam menyampaikan pertanyaan, gagasan,
ataupun pendapat. Akhirnya, siswa cenderung menjadi pasif. Hal ini pula yang menjadi salah
satu penyebab kurangnya prestasi siswa di sekolah.
Salah satu penentu prestasi siswa adalah adanya bakat dan ketrampilan yang dimiliki
siswa. Banyak faktor yang menjadi penyebab rendahnya prestasi belajar siswa. Namun,
biasanya guru selalu dianggap sebagai faktor utama penyebabnya. Karenanya, kreativitas
guru dalam menyampaikan materi menjadi hal yang penting untuk diperhatikan. Selain itu
upaya untuk mendapatkan kualitas penyampaian materi yang baik dapat dilakukan dengan
menggunakan alat peraga sebagai media pembelajarannya. Purnomo (2013) menjelaskan
bahwa pemilihan alat peraga untuk menunjang proses belajar dan mengajar sangat penting.
Dalam hal ini alat peraga difungsikan sebagai media. Penggunaan alat peraga yang tepat
dapat meningkatkan hasil belajar dan membuat proses belajar menjadi aktif, menarik, dan
menyenangkan. Pembelajaran juga akan menjadi lebih efektif apabila dilakukan secara
berkelompok (kolaboratif).
Pembelajaran merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menciptakan suasana atau
memberikan pelayanan agar peserta didik dapat belajar dengan tenang dan aman. Untuk itu
setiap guru harus mempunyai keterampilan dalam memberdayakan siswa untuk belajar. Guru
juga harus memiliki keterampilan mengajar dan kemampuan dalam menyampaikan materi
(Munipah, 2015).
Banyak gejala yang ditemukan bahwa motivasi siswa untuk belajar dan
memperlihatkan kemampuan berkreativitas sangat lemah. Keadaan ini tidak dapat dibiarkan
begitu saja. Harus ditemukan upaya untuk dapat meningkatkan motivasi belajar siswa secara
kreatif dari berbagai pihak yang berhubungna institusi sekolah ini. Guru sebagai ujung
tombak pembelajaran dalam hal ini diharapkan proaktif dan lebih terbuka terhadap setiap
saran, kritik, gagasan, dan pemikiran yang dapat meningkatkan pencapaian daya serap dan
peningkatan pencapaian ketuntasan perorangan maupun klasikal. Guru diharapkan terus
menerus melakukan pembelajaran yang lebih baik dan tidak membosankan siswa. Upaya
peningkatan kualitas pendidikan terus dilakukan oleh berbagai pihak. Sebagai pelaksana
pendidikan di lapangan, guru terus berupaya meningkatkan hasil belajar siswa. Keberhasilan
siswa di sekolah akan memberikan kebahagiaan dan kebanggaan tersendiri bagi guru.
Keberhasilan belajar siswa di sekolah menjadi salah satu tujuan guru dalam melaksanakan
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
566
pembelajaran. Segala upaya akan dilakukan guru agar pembelajaran menjadi menarik dan
menyenangkan sehingga akan meningkatkan hasil belajarnya (Ruslah, 2015).
Oleh karena itu untuk mengatasi masalah yang ada di kelas tersebut, penulis
menggunakan metode inkuiri dengan question dalam kegiatan pembelajaran evaluasi
terhadap karya seni rupa 2 dimensi batik. Metode inkuiri merupakan suatu strategi yang
berpusat pada siswa dimana kelompok-kelompok siswa dihadapkan pada suatu persoalan atau
mencari jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan didalam suatu prosedur dan struktur
kelompok yang digariskan secara jelas (Hamalik, 2012: 63).
Penelitian tentang pembelajaran inquiri sudah sering dilaksanakan oleh beberapa
peneliti, antara lain Aprianie (2015), Maryam (2016) dan Kusmiati (2013). Menurut
Aprianie (2015), metode inquiri adalah metode yang menekankan kepada proses mencari dan
menemukan. Materi pelajaran tidak diberikan secara langsung tetapi peserta didik diberikan
peran untuk mencari dan menemukan sendiri. Sedangkan guru berperan sebagai fasilitator
dan pembimbing bagi peserta didik untuk belajar. Proses pembelajaran inquiri dilakukan
melalui tahapan: merumuskan masalah, mengembangkan hipotesis, menguji hipotesis,
menarik kesimpulan. Selain menggunakan model pembelajaran inquiri sebaiknya dilengkapi
dengan penggunaan media pembelajaran yang tepat. Media adalah semua bentuk perantara
yang dipakai untuk memperjelas ide dan gagasan agar sampai kepada penerimanya ( Anwar,
2015 )
Penelitian ini diadakan untuk meningkatkan pemahaman siswa dalam mengevaluasi
karya seni rupa 2 dimensi dalam hal ini karya batik. Karena pada proses evaluasi sebelumnya
banyak yang mengalami kesulitan sehingga dilakukan metode dengan pengamatan langsung
terhadap karya seni, bukan hanya photo atau karya reproduksi, yang mana siswa hanya
membayangkan tidak secara langsung mengamati karya sesungguhnya.
Metode
Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian tindakan kelas dan dilaksanakan
dalam 2 siklus. Masing-masing siklus terdiri atas 4 tahap yaitu perencanaan, pelaksanaan,
pengamatan, dan refleksi. Pada tahap perencanaan dilakukan penyusunan rencana
pelaksanaan pembelajaran (RPP), penyusunan lembar kerja siswa (LKS), penyiapan media,
dan pengembangan alat evaluasi. Pada tahap pelaksanaan pembelajaran guru mengajar
berdasarkan RPP.Subyek dari penelitian ini adalah siswa kelas XI ips 1 SMA N 2 Batu yang
berjumlah 36 siswa terdiri dari 16 siswa laki-laki dan 20 siswa perempuan, beralamat Jln
Hasanudin Junrejo Batu.
SIKLUS1
1
Perencanaan Pelaksanaan Pengamatan Refleksi
Perencanaan Pelaksanaan Pengamatan Refleksi
SIKLUS 2
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
567
Data berupa skor kemampuan siswa, catatan lapangan, dan dokumentasi pelaksanaan
pembelajaran. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah soal tes tulis dan lembar
jawaban, panduan observasi dan lembar observasi, serta catatan lapangan. Catatan lapangan
merupakan catatan selama proses pelaksanaan pembelajaran yang belum dicatat pada lembar
observasi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Siklus I
Perencanaan
Kegiatan siklus I diawali dengan penulis menyiapkan diperlukan dokumen-dokumen.
Kegiatan yang dilakukan meliputi menyusun RPP, membuat lembar kerja siswa, serta
menyiapkan media berupa karya seni batik tulis, batik cap, batik celup ikat, dan batik lukis.
Untuk penyusunan RPP, penulis mengacu pada kompetensi inti (KI) 3 yang sesuai dengan
Kurikulum 2013. Dalam penelitian ini penulis mengambil indikator pada KI 3.2.2
menjelaskan tentang medium, bahan, dan teknik pada karya seni 2 dimensi, serta KI 3.2.3
mengidentifikasi nilai estetik pada karya seni rupa 2 dimensi.
Pembelajaran ini menggunakan metode inquiri karena siswa harus mencari dan menemukan
sendiri tentang medium, bahan, teknik, dan nilai estetis pada karya seni batik yang disajikan
guru di dalam kelas (konsep, teori, dan fakta). Peneliti juga menyediakan daftar yang harus
dikerjakan siswa sesuai karya seni rupa batik yang harus diidentifikasi, sekaligus digunakan
untuk lembar penilaian oleh penulis. Bentuk penilaian yang lain berupa test tertulis dan
penilaian proses.
Pelaksanaan
Dalam kegiatan ini terdapat tiga tahapan, yaitu pendahuluan, kegiatan inti, dan penutup.
Dalam kegiatan pendahuluan, pembelajaran diawali dengan salam, presensi, penyampaian
tujuan pembelajaran, dan apersepsi. Pada kegiatan apersepsi siswa diajak untuk mengingat
kembali materi pada pertemuan sebelumnya. Guru menanyakan kepada siswa tentang seni
rupa dan seni rupa 2 dimensi.
Guru : “Anak-anak siapa yang masih ingat apa yang dimaksud dengan seni rupa
dan ada berapa bentuknya ?
Siswa A : ”Saya, Bu.”
Guru :“Ya, silahkan coba apa menurut kamu?”
Siswa B :“Seni rupa adalah karya seni yang bisa dilihat. Berarti ada wujud, ya Bu.
Bentuknya 2 dan tiga dimensi.”
Guru :“Apa perbedaan keduanya?”
Siswa B :“Saya, Bu.”
Guru :“Ya, apa menurutmu?”
Siswa A :“Seni dua dimensi adalah karya seni yang hanya bisa dilihat dari depan
saja.”
Guru :“Ya benar, contohnya apa?”
Siswa B :“Contohnya batik, lukisan, dan gambar, Bu.”
Guru :“Ya, benar sekali. Kali ini kita akan mengevaluasi khusus karya seni 2
dimensi.”
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
568
Kemudian guru menunjukkan beberapa lembar karya batik yang telah disiapkan dari rumah,
antara lain batik tulis, batik cap, batik ikat dan batik lukis. Setelah itu guru membagi kelas
menjadi 8 kelompok besar untuk menilai satu jenis batik tiap 2 kelompok. Dari kelompok
besar tersebut kemudian dibuat lagi kelompok kecil 2 orang. Setelah itu guru memberi lembar
kerja berupa lembar evaluasi kepada siswa untuk dikerjakan berdasar batik yang ada dalam
kelompoknya.Siswa kemudian mengerjakan secara berkelompok 2 orang dengan mengamati
batik untuk mencari bahan alat, langkah-langkah, dan nilai estetis yang terdapat dalam karya
tersebut. Guru mengamati kegiatan siswa.
Gambar 1. Siswa berkelompok besar untuk mengamati karya seni batik yang ditampilkan
guru
Setelah beberapa waktu guru menanyakan kepada siswa tentang hasil pekerjaannya
Guru : “Bagaimana anak-anak, sudah selesai?”
Siswa : “Belum, Bu.”
Guru : “Ada kesulitan?”
Siswa : “Sedikit lagi, Bu.”
Guru : “Diuraikan sesuai yang kalian lihat pada karya itu dengan bahasa yang kalian
anggap paling baik saja. Yang sudah selesai silahkan pekerjaannya dikumpulkan
untuk dipresentasikan”
Guru meminta siswa mengumpulkan hasil kerja kelompoknya, untuk selanjutnya
dipresentasikan pada pertemuan berikutnya.
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
569
Gambar 2. Siswa mempresentasikan hasil identifikasinya
Pengamatan
Penelitian ini melibatkan 4 orang guru teman sejawat sebagai pengamat. Dari hasil
pengamatan terhadap siswa, yang cermat dan teliti dengan diberikan karya asli, siswa dapat
melihat secara langsung dari beberapa karya batik. Pada saat mengamati batik tampak ada
siswa yang tertegun dan berdecak kagum, dan ada pula yang acuh tak acuh saja. Akan tetapi,
secara umum siswa lebih antusias dengan di bawakan karya asli dari pada gambar/ foto.
Antusiasme dapat dilihat dari banyaknya pertanyaan yang diajukan siswa kepada guru.
Mereka menanyakan siapa yang membuat terutama untuk batik tulis dan lukis batik. Ada juga
yang menanyakan proses pembuatannya. Sepertinya mereka merasa asing dengan apa yang
dilihat. Dengan pengamatan langsung siswa tampak lebih fokus pada kelompoknya dan tidak
menunggu teman lain karena karya yang diamati berbeda.
Refleksi
Berdasarkan hasil refleksi diketahui bahwa secara umum siswa lebih serius dalam
pembelajaran yang menghadirkan karya langsung. Media batik yang ditunjukkan guru
berhasil memfokuskan perhatian siswa pada pembelajaran. Namun, ada beberapa siswa laki-
laki yang duduk di belakang tidak memperhatikan media yang ditunjukkan guru. Mungkin
mereka kurang tertarik pada batik, atau memang saat itu sedang enggan belajar. Beberapa
observer menyatakan karya batik yang ditunjukkan guru kurang banyak sehingga aktivitas
menunggu membuat siswa menjadi jenuh. Berdasarkan masukan itu, maka perlu dilakukan
pembelajaran siklus 2. Hal yang perlu direvisi dari perencanaan pembelajaran siklus 1 untuk
perbaikan pada perencanaan pembelajaran siklus 2 meliputi penggunaan media yang lebih
banyak dan di lakukan rolling tempat duduk atau perubahan posisi meja kursi siswa, mungkin
dengan bentuk U atau yang lain.
SIKLUS II
Perencanaan
Dalam siklus II ini diawali dengan menyusun perencanaan pelaksanaan pembelajaran
(RPP) untuk satu kali pertemuan dengan alokasi waktu 2 x 45 menit, penyusunan lembar
kerja siswa (LKS), penyiapan media berupa karya seni grafis/ cetak dan pengembangan alat
evaluasi. Pada tahap pelaksanaan pembelajaran guru mengajar berdasarkan RPP.perbaikan
yang dilkukan adalah adanya penambahan alat peraga yang berupa seni cetak yaitu 1) seni
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
570
cetak datar 2) seni cetak dalam 3) seni cetak tinggi dan 4) seni cetak tembus / sablon dan
perubahan posisi tempat duduk siswa.
Untuk penyusunan RPP, penulis masih mengacu pada kompetensi inti (KI) 3 yang sesuai
dengan Kurikulum 2013, dengan indikator pada KI 3.2.2 menjelaskan tentang medium,
bahan, dan teknik pada karya seni 2 dimensi, serta KI 3.2.3 mengidentifikasi nilai estetik
pada karya seni rupa 2 dimensi. Pada siklus II ini penulis menggunakan karya seni 2 dimensi
berupa karya seni cetak yang terdiri dari 4 karya yaitu 1) seni cetak datar 2) seni cetak dalam
3) seni cetak tinggi dan 4) seni cetak tembus / sablon.
Pelaksanaan
Pada dasarnya pelaksanaan siklus II ini tidak jauh beda dengan siklus I hanya pada
karya yang diidentifikasi yang berbeda yakni kaya seni cetak. Kemudian waktu yang
digunakan pada siklus ini menggunakan waktu 2 x 45 menit. Pada tahap pelaksanaan
pembelajaran dilakukan kegiatan mengajar oleh peneliti beserta teman sejawat sesuai dengan
RPP yang telah dibuat. Sementara, pada tahap pengamatan dilakukan observasi oleh
pengamat dan pembimbing dengan menggunakan lembar pengamatan yang sudah disiapkan
sejak awal sampai akhir pembelajaran. Seperti halnya pada siklus 1, pada siklus II kegiatan
diakhiri dengan kegiatan refleksi
Berdasar hasil refleklsi pada siklus I bahwa terdapat kekurangan yang diperbaiki
dilaksanakan pada siklus II.Kemudian kegiatan ini terdapat tiga tahapan, yaitu pendahuluan,
kegiatan inti, dan penutup. Dalam kegiatan pendahuluan, pembelajaran diawali dengan
salam, presensi, penyampaian tujuan pembelajaran, dan apersepsi. Pada kegiatan apersepsi
siswa diajak untuk mengingat kembali materi pada pertemuan sebelumnya. Guru
menanyakan kepada siswa tentang seni rupa dan seni rupa 2 dimensi dan karya seni batik
yang sudah pernah diidentifikasi dan karya seni grafis/ cetak yang akan diidentifikasi. Guru
membagikan karya seni cetak kepada masing-masing kelompok 2 siswa yang kemudian
siswa mengevaluasi berdasar bahan, alat, tehnik proses kerja dan nilai estetis yang
terkandung didalamnya. Setelah iti kemudian siswa mempresentasikan hasil kerja
kelompoknya di depan kelas, sedangkan guru memperhatikan dan sekaligus menilai siswa
Gambar 3. Siswa berkelompok 2 orang sedang melakukan evaluasi terhadap karya seni cetak
Refleksi
Berdasar hasil refleksi pada siklus II ini pada dasarnya pada pembelajaran ini siswa cukup
aktif dalam mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru, kalaupun ada yang kurang serius
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
571
hanya pada siswa tertentu, antara lain siswa laki-laki yang duduk paling belakang. Dari
kegiatan ini dapat ditarik kesimpulan bahwa dengan menggunakan banyak media siswa lebih
aktif untuk mengevaluasi dengan kelompoknya dan metode inkuiri dapat meningkatkan
keaktifan siswa serta ketuntasan siswa dalam mengevaluasi karya seni 2 dimensi. Hasil ini
sesuai dengan pendapat Ruslah (2015) bahwa penggunaan metode membuat siswa tertarik
dan menyenangkan.
PENUTUP
Kesimpulan
Meningkatnya keaktifan siswa dalam mengevaluasi karya seni di kelas XI IPS 1
SMAN 2 Batu salah satu faktornya adalah adanya penerapan metode inkuiri dengan question,
dengan menggunakan karya seni yang sesungguhnya bukan berupa karya reproduksi/ foto.
Setelah melakukan penelitian ini, diperoleh hasil penelitian yang menunjukkan bahwa model
pembelajaran inkuirid dengan question ini dapat meningkatkan hasil belajar dan keaktifan
siswa dalam pembelajaran membaca mengevaluasi karya seni 2 dimensi.Peningkatan terakir
yaitu 33,3 % pada siklus I menjadi 19,4 % pada siklus II
Saran
Melalui model pembelajaran inkuiri dengan question dengan menggunakan karya seni
bukan foto / reproduksi ini, ternyata dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk
mengevaluasi karya seni 2 dimensi, sehingga bagi guru seni hal ini bisa dijaikan sebagai
alternative model pembelajaran.
Daftar Rujukan
Anwar, L. 2015. Pengembangan Kemampuan Penalaran Spasial Siswa Melalui Media
Komputer. Prosiding Seminar Nasional Exchangers of Experiences TEQIP 2015. 31
Oktober 2015 .
Aprianie, H. 2015. Penerapan Inquiry Learning Dengan Media Visual Untuk Menigkatkan
Hasil Belajar Geografi Kelas X IPS 3 di SMAN 10 Batam. Prosiding Seminar
Nasional Exchangers of Experiences TEQIP 2015. 31Oktober 2015 .
Hamalik, Oemar.2012.Pendekatan Strategi Belajar Mengajar Berdasar CBSA, Bandung.Sinar
Baru Algesindo Offset
Kusmiati, Ria.2013. Penerapan metode inkuiri untuk meningkatkan hasil belajar siswa dalam
pembelajaran IPA tentang pokok bahasan Pencernaan Manusia. UPI 2013.
Maryam, siti. 2016. Upaya peningkatan hasil belajar materi volume bangun ruang melalui
pembelajaran inquiri berbantuamn metode LCD pada kelas v SDN Junrejo 02 Kota
Batu.
Munipah, S. 2015. Pembelajaran Two Stay Three Stray Pada Materi Jaring-Jaring Balok
Dengan Media Dos Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa kelasIV SD Inpres
Ohojiang. Prosiding Seminar Nasional Exchangers of Experiences TEQIP 2015.
31 Oktober 2015.
Purnomo, 2013. Peningkatan Kemampuan Berfikir Kritis Siswa dengan Penerapan Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS (Think Part Share)
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
572
Ruslah. 2015. Upaya Meningkatkan Aktifitas Hasil Belajar Siswa Dalam Menentukan KPK
dan FPB Melalui Pembelajaran Kooperatif Dengan Bantuan Media Miscin Pada Kelas
VII. Prosiding Seminar Nasional Exchangers of Experiences TEQIP 2015. 31
Oktober 2015.