peningkatan kemampuan menulis teks...

298
ISBN: 978 602 1150 21 4 275 PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS TEKS RECOUNT MELALUI METODE ESTAFET WRITING DI KELAS X IPA3 MAN BATU Emmy Suzanna MAN Batu, Jawa Timur [email protected] Abstrak: Penelitian ini dilatarbelakangi oleh hasil pengamatan yang menunjukkan bahwa kemampuan menulis text recount bebas siswa masih kurang sempurna. Untuk menjawab hal tersebut, maka dilakukan penelitian tindakan kelas untuk meningkatkan kualitas pembelajaran yang sesuai dengan tujuan pembelajaran. Salah satu upaya yang dilakukan yaitu meningkatkan kemampuan menulis text recount bebas dengan menggunakan metode estafet writing. Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah meningkatkan kemampuan menulis teks recount bebas dengan menggunakan metode estafet writing. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas dengan menggunakan model Kemmis dan McTaggart. Penelitian ini dilaksanakan di kelas X IPA 3 MAN Batu dalam 2 siklus. Populasi penelitian sebanyak 36 peserta didik. Data diperoleh melalui tes keterampilan menulis bahasa Inggris pada post-test. Hasil post test menunjukkan adanya peningkatan kemampuan menulis siswa setelah mengikuti pembelajaran dengan metode menulis berantai. Kata Kunci: metode estafet writing, kemampuan menulis, text recount bebas Bahasa Inggris merupakan alat untuk berkomunikasi secara lisan dan tulis. Berkomunikasi adalah memahami dan mengungkapkan informasi, pikiran, perasaan, dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan budaya. Kemampuan berkomunikasi dalam pengertian yang utuh adalah kemampuan berwacana dan menulis, yakni kemampuan memahami dan/atau menghasilkan teks lisan dan/atau tulis yang direalisasikan dalam empat keterampilan berbahasa, yaitu mendengarkan (listening), berbicara (speaking), membaca (reading) dan menulis (writing). Keempat keterampilan inilah yang digunakan untuk menanggapi atau menciptakan wacana dan tulisan dalam kehidupan bermasyarakat. Oleh karena itu, mata pelajaran Bahasa Inggris diarahkan untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan tersebut agar lulusan mampu berkomunikasi dan berwacana serta menulis dalam bahasa Inggris pada tingkat literasi tertentu. Di dalam pembelajaran bahasa Inggris ada beberapa materi yang harus dikuasai oleh peserta didik tingkat MAN, seperti teks fungsional pendek, percakapan interpersonal, dan teks yang berbentuk naratif, recount, laporan, prosedure, newsitem, hortatory exposition, analytical exposition, explanation, diskusi, and review (genre based approach). Salah satu teks yang harus dikuasai oleh siswa kelas X adalah berbentuk recount text. Sebagaimana tercantum didalam standar isi, tentang kompetensi dasar yang harus dimiliki siswa tingkat MAN dalam menulis adalah mampu mengungkapkan berbagai makna (interpersonal) dalam berbagai teks tulis interaksional dan monolog yang berbentuk narrative, report, recount, dan lainnya pada umumnya, khususnya siswa diharapkan mampu membuat teks singkat yang berbentuk recount. Namun kenyataannya, kemampuan siswa kelas X IPA 3 MAN Batu dalam menulis, khususnya teks yang berbentuk recount sangatlah rendah. Sebagian siswa belum mampu

Upload: lammien

Post on 02-Feb-2018

406 views

Category:

Documents


19 download

TRANSCRIPT

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

275

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS TEKS RECOUNT MELALUI METODE

ESTAFET WRITING DI KELAS X IPA3 MAN BATU

Emmy Suzanna

MAN Batu, Jawa Timur

[email protected]

Abstrak: Penelitian ini dilatarbelakangi oleh hasil pengamatan yang menunjukkan bahwa

kemampuan menulis text recount bebas siswa masih kurang sempurna. Untuk menjawab

hal tersebut, maka dilakukan penelitian tindakan kelas untuk meningkatkan kualitas

pembelajaran yang sesuai dengan tujuan pembelajaran. Salah satu upaya yang dilakukan

yaitu meningkatkan kemampuan menulis text recount bebas dengan menggunakan metode

estafet writing. Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah meningkatkan

kemampuan menulis teks recount bebas dengan menggunakan metode estafet writing.

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas dengan menggunakan model Kemmis

dan McTaggart. Penelitian ini dilaksanakan di kelas X IPA 3 MAN Batu dalam 2 siklus.

Populasi penelitian sebanyak 36 peserta didik. Data diperoleh melalui tes keterampilan

menulis bahasa Inggris pada post-test. Hasil post test menunjukkan adanya peningkatan

kemampuan menulis siswa setelah mengikuti pembelajaran dengan metode menulis

berantai.

Kata Kunci: metode estafet writing, kemampuan menulis, text recount bebas

Bahasa Inggris merupakan alat untuk berkomunikasi secara lisan dan tulis.

Berkomunikasi adalah memahami dan mengungkapkan informasi, pikiran, perasaan, dan

mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan budaya. Kemampuan berkomunikasi

dalam pengertian yang utuh adalah kemampuan berwacana dan menulis, yakni kemampuan

memahami dan/atau menghasilkan teks lisan dan/atau tulis yang direalisasikan dalam empat

keterampilan berbahasa, yaitu mendengarkan (listening), berbicara (speaking), membaca

(reading) dan menulis (writing).

Keempat keterampilan inilah yang digunakan untuk menanggapi atau menciptakan

wacana dan tulisan dalam kehidupan bermasyarakat. Oleh karena itu, mata pelajaran Bahasa

Inggris diarahkan untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan tersebut agar lulusan

mampu berkomunikasi dan berwacana serta menulis dalam bahasa Inggris pada tingkat

literasi tertentu.

Di dalam pembelajaran bahasa Inggris ada beberapa materi yang harus dikuasai oleh

peserta didik tingkat MAN, seperti teks fungsional pendek, percakapan interpersonal, dan

teks yang berbentuk naratif, recount, laporan, prosedure, newsitem, hortatory exposition,

analytical exposition, explanation, diskusi, and review (genre based approach). Salah satu

teks yang harus dikuasai oleh siswa kelas X adalah berbentuk recount text.

Sebagaimana tercantum didalam standar isi, tentang kompetensi dasar yang harus

dimiliki siswa tingkat MAN dalam menulis adalah mampu mengungkapkan berbagai makna

(interpersonal) dalam berbagai teks tulis interaksional dan monolog yang berbentuk

narrative, report, recount, dan lainnya pada umumnya, khususnya siswa diharapkan mampu

membuat teks singkat yang berbentuk recount.

Namun kenyataannya, kemampuan siswa kelas X IPA 3 MAN Batu dalam menulis,

khususnya teks yang berbentuk recount sangatlah rendah. Sebagian siswa belum mampu

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

276

membuat teks singkat yang berbentuk recount, yang dapat dilihat dari hasilnya banyak

kelemahan-kelemahan yang perlu diperhatikan. Pertama, waktu memulai orientasi, meskipun

telah dijelaskan bahwa pada orientation harus memuat who, what, when dan where, atau ada

opening, beberapa menit dihabiskan hanya untuk menentukan orientasi. Kedua, tulisan siswa

tidak menggunakan past tense. Para siswa tetap menggunakan present tense untuk

menceritakan kejadian yang telah lewat. Ketiga, banyak meminta guru untuk menerjemahkan

kata yang ditulisnya. Keempat, menggunakan kata dengan mencaplok dari kamus, tanpa

merujuk apakah kata tersebut kelompok noun, adjective, verb atau yang lainnya, sehingga

kalimatnya menjadi tidak jelas secara semantis. Kelima, menuliskan teks secara lengkap

dalam bahasa Indonesia terlebih dahulu, baru kemudian diterjemahkan. Pengubahan dari

bahasa Indonesia ke dalam bahasa Inggris menjadi semakin sulit karena ada beberapa kata

yang tidak mereka temukan dalam kamus Indonesia-Inggris. Keenam, menggunakan bahasa

terjemahan dari Alfa-link atau program terjemahan secara elektronik. Ketujuh, kekurangan

gagasan untuk dituangkan ke dalam tulisan sehingga banyak siswa yang mengobrol.

Kedelapan, kebingungan untuk menuliskan topik tulisan. Akibatnya, mereka lebih banyak

diam dan tidak memulai menulis. Kesembilan, penguasaan kosakata tidak memadai untuk

mampu membuat sebuah teks yang bagus. Kesepuluh, waktu 60 menit tidak cukup untuk

membuat suatu tulisan yang memuat unsur-unsur orientation, events, reorientation dan

comment.

Sejauh ini menulis dalam Bahasa Inggris selalu dianggap sebuah keterampilan

berbahasa yang cukup kompleks. Banyak yang mengatakan bahwa menulis harus mempunyai

kemampuan dalam hal tata bahasa dan mempunyai pengetahuan di bidang ilmu pengetahuan

yang luas yang harus dimiliki oleh seorang penulis. Hal ini telah sering didiskusikan oleh

guru-guru Bahasa Inggris, khususnya guru yang yang mengajar EFL. Menulis adalah

kegiatan mengungkapkan pikiran ke dalam bentuk simbol-simbol grafik untuk menjadi

kesatuan bahasa yang dimengerti, sehingga orang lain dapat membaca simbol-simbol bahasa

tersebut. Kemungkinan rendahnya kemampuan menulis siswa dalam teks yang berbentuk

recount disebabkan oleh beberapa hal: (1) motivasi siswa yang rendah, (2) metode

pembelajaran yang kurang menarik bagi siswa, (3) rendahnya penguasaan tata bahasa Inggris,

dan (4) frekuensi latihan yang tidak cukup.

Atas kelemahan itu, metode estafet writing atau menulis berantai dipandang cocok

untuk memperbaiki pembelajaran menulis teks recount. Estafet writing adalah merupakan

metode pembelajaran learning by doing atau active learning yang melibatkan peserta didik

secara aktif menulis karangan narasi dengan cara bersama-sama atau berantai (Cahyono,

2011). Dengan metode ini sebuah kegiatan belajar menyenangkan siswa. Para peserta didik

diberi kebebasan untuk mengekspresikan imajinasi mereka melalui tulisan-tulisan imajinatif

yang dihasilkan bersama teman-teman sekelasnya. Metode ini merupakan salah satu metode

pembelajaran yang melibatkan peserta didik belajar aktif secara bersama-sama, berkelompok

maupun individu. Kegiatan pembelajaran menulis dengan menggunakan metode estafet

writing ini dapat menghasilkan sebuah produk, berupa sebuah tulisan karangan sederhana.

Produk karangan tersebut merupakan karya bersama, karena karangan narasi tersebut

dihasilkan dari kegiatan menulis secara bersama-sama. Suasana belajar yang menyenangkan

dan tidak membosankan dapat dirasakan peserta didik. Peserta didik diberikan kebebasan

untuk mengekpresikan imajinasinya melalui tulisan-tulisan yang dihasilkannya.

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

277

Berkaitan dengan suasana belajar, Depdiknas (2003:25) menjelaskan bahwa belajar

melibatkan perasaan. Suasana menyenangkan sangat diperlukan karena otak tidak bekerja

optimal jika dalam keadaan tertekan. Estafet writing biasanya dipakai untuk metode menulis

cerita pendek secara berantai. Namun, dalam penelitian ini peneliti memakai metode estafet

writing untuk membuat karangan sederhana dengan menggunakan tema tertentu yang

dikerjakan secara berkelompok. Harapan peneliti pemilihan metode pebelajaran ini, dapat

memacu semangat peserta didik untuk belajar menulis karangan dengan Bahasa inggris. Para

peserta didik diberi kesempatan mengekspresikan imajinasinya melalui tulisan-tulisan yang

dihasilkan menjadi sebuah karangan sederhana.

Dengan demikian, hasil belajar peserta didik tidak merasa nyaman dan senang ketika

sedang belajar. Menurut Syathariah (2011:42) langkah-langkah metode pembelajaran menulis

berantai atau estafet writing adalah sebagai berikut. Sebelum memulai metode estafet writing,

guru menjelaskan sebuah tema dan materi yang akan diajarkan.

Penelitian sejenis pernah dilakukan, antara lain oleh Syathariah (2010) dengan judul

“Meningkatkan Motivasi dan Kemauan Siswa dalam Menulis Puisi dengan Metode Estafet

Writing”. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa selama proses pembelajaran menulis puisi

dengan metode estafet writing motivasi siswa meningkat. Demikian juga, selama mengikuti

pembelajaran siswa memiliki kemauan yang tinggi untuk dapat menulis puisi dengan baik

dan benar.

Penelitian ini berangkat dari rumusan masalah “bagaimanakah meningkatkan

kemampuan menulis teks recount di kelas X IPA-3 Madrasah Aliyah Negeri Batu melalui

estafet writing”. Melalui penelitian ini diharapkan siswa dapat menulis teks recount dengan

baik tanpa memiliki kendala yang berarti.

METODE

Penelitian ini adalah Penelitian Tindakan kelas yaitu penelitian yang bertujuan untuk

memecahkan masalah-masalah praktis di kelas. Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus

yang setiap siklus mengandung empat kegiatan: perencanaan, pelaksanaan tindakan,

pengamatan, dan refleksi. Dalam tahap perencanaan, sejumlah kegiatan sudah dilakukan,

yakni (1) menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), (2) mengembangkan media,

(3) mengembangkan lembar observasi, dan (4) mengembangkan alat penilaian. Dalam tahap

pelaksanaan tindakan, peneliti melakukan pembelajaran atas dasar RPP yang sudah

dipersiapkan. Pembelajaran menulis recount dilakukan dengan menggunakan metode menulis

berantai. Dalam tahap pengamatan, guru sejawat melakukan observasi terhadap pembelajaran

yang dilakukan oleh peneliti. Dalam observasi, guru sejawat menggunakan panduan

observasi yang sudah dipersiapkan oleh peneliti.

Penelitian ini telah dilaksanakan dalam 2 siklus, seperti terlihat pada diagram berikut

ini

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

278

Penelitian ini dilaksanakan di kelas X IPA 3 MAN Batu dalam 2 siklus. Populasi penelitian

sebanyak 36 peserta didik. Instrumen yang digunakan tes tertulis yang diberikan pada akhir

pembelajaran.

HASIL DAN BAHASAN

Hasil pada siklus I dari jumlah siswa 36 anak siswa yang mendapat nilai di atas KKM

ada 16 anak dengan rentangan nilai antara 75-80 kurang lebih 44,44 %, yang mendapatkan

nilai di bawah KKM 20 anak dengan rentangan nilai 50-65 (55.55%). Dari hasil siklus

pertama ternyata nilai yang didapat siswa masih banyak yang belum tuntas maka peneliti

perlu memberikan uji kompetensi di siklus kedua.

Dalam uji ke dua peneliti menggunakan metode yang sama dengan sedikit perubahan

dalam penyampaian yaitu dengan memberi beberapa gambar orang atau tempat-tempat

rekrasi agar bisa di jadikan inspirassi bagi siswa untuk mengembangkan ide dalam

mengarang, dan diberi review materi grammer dan materi pembelajaran recount text terlebih

dulu.

Ternyata hasil yang didapat cukup meningkat secara siknifikan dari siswa sejumlah 36

anak .Siswa yang mendapatkan nilai diatas KKM meningkat dari 44,44 % menjadi 72,22 %

dan dengan tercapinya nilai siswa yang cukup tinggi sangat mempengaruhi prestasi siswa

dalam mengikuti pembelajaran menulis. Karena hasilnya siswa sangat puas sehingga siswa

lebih antusias dalam belajar menulis Bahasa Inggris melalui estafet writing. Hasil ini

menunjukkan bahwa metode estafet writing cocok bagi siswa dalam mencapai kemampuan

menulis siswa kelas X IPA3 Man Batu. Selain menganalisa hasil menulis siswa yang

dikerjakan secara estafet. Peneliti juga mendapatkan masukan dari beberapa observer yang

mengatakan bahwa metode estafet writing sangat cocok dalam pembelajaran menulis. Selain

menggunakan metode estafet writing peneliti juga menggunakan alat ukur lain untuk

mengukur keberhasil belajar siswa dengan instrument penugasan.

SIMPULAN DAN SARAN

Penggunaan Metode Estafet Writing telah dituangkan dalam penelitian.Metode ini

merupakan strategi mengajar dimana siswa dapat menuangkan ideanya dengan senang dan

mudah memahami .langkah-langkah pembelajaran dengan metode Estafet Writing adalah

sebagai berikut. (1) Guru meminta peserta didik membuat kelompok yang berjumlah 3 orang.

(2) Setelah itu guru meminta peserta didik membuat satu kalimat pembuka. (3) Setelah

peserta didik menulis kalimat pembuka, peserta didik itu menjadi orang pertama. Kemudian

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

279

pada hitungan pertama, guru memberikan perintah untuk mengangkat tinggi buku milik

peserta didik masing-masing, pada hitungan kedua guru menyuruh peserta didik

menyerahkan buku miliknya ke teman sebelah kanannya. (4) Peserta didik tersebut menjadi

orang ke dua yang harus melanjutkan karangan temannya dengan menambahkan satu kalimat

lanjutan. Peserta didik wajib melihat kalimat sebelumnya untuk melanjutkan karangan

berikutnya. (5) Setelah orang kedua selesai, guru kembali melakukan hitungan untuk

diserahkan kepada teman sebelah kanannya, begitu seterusnya berputar searah jarum jam,

hingga waktu yang ditentukan oleh guru. (6) Setelah waktu yang ditentukan guru selesai,

buku latihan harus dikembalikan kepada pemilik awalnya. Pemilik buku membaca hasil

karangan yang ditulis secara berantai dan menandai kalimat-kalimat yang sumbang atau tidak

nyambung. (7) Guru menyuruh salah satu peserta didik membaca hasil menulis berantai

didepan kelas, (8) lalu guru dan peserta didik mengoreksi secara bersama.

Metode ini dapat digunakan bagi guru dalam mengajarkan baik dalam menulis

ataupun grammer. Peneliti berharap Metode Estafet Writing cocok dalam pembelajaran

menulis Bahasa Inggris. Keberhasilan penggunaan Metode Estafet Writing ini untuk

mencapai kemampuan menulis Recount Text .penelitia lain menyarankan untuk mempelajari

metode ini lebih mendalam .penelitian ini mengatakan bahawa kegiatan ini sangat effective,

khususnya untuk guru disarankan menggunakan metode ini dalam mengajar menulis text

khususnya pengajar EFL, dan terakhir bagi siswa belajar kelompok dapat menciptakan

ketrampilan dan kerjasama siswa yang baik dengan demikian Metode Estafet Writing dapat

direkomendasikan dalam pembelajaran writing.

Daftar Rujukan

Cahyono, A. 2011. Pembelajaran Menulis Sastra dengan Metode Estafet Writing di SMA.

http://risecahyono.blogspot.com. Diakses pada tanggal 9 Oktober 2011.

Depdiknas (2003: 25) Kurikulum Berbasis Kompetensi: Kegiatan Belajar mengajar. Jakarta

Pusat: Pusat Kurikulum, Balitbang Depdiknas.

Kemmis, S & McTaggart R. 1992. The Action Reasearch Planner. Third Edition. Melbourne:

Deakin University Press.

Syathariah. 2011. Meningkatkan Motivasi dan Kemauan Siswa dalam Menulis Puisi dengan

Metode Estafet Writing. Laporan penelitian tindakan kelas. Karanganyar: Dinas

Pendidikan Kabupaten Karanganyar.

.

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

280

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA BAHASA INGGRIS

MELALUI MEDIA SNAKE AND LADDER

SISWA KELAS XII ANALIS KESEHATAN SMK WIYATA HUSADA

Erlis Kurniawati

SMK Wiyata Husada Batu

[email protected]

Abstrak: Penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas di SMK Wiyata Husada kelas

XII Analis Kesehatan yang bertujuan untuk mendeskripsikan perencanaan dan pelaksanaan

pembelajaran dengan menggunakan media Snake and Ladder. Media ini dapat digunakan

sebagai model kegiatan berbicara dan dapat meningkatkan keterampilan berbicara dalam

Bahasa Inggris. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran yang dilakukan dengan

media snake and ladder, berdasarkan pengamatan guru adalah siswa aktif dan termotivasi

bertanya jawab menggunakan Bahasa Inggris. Penelitian ini menggunakan dua siklus.

Hasil test pada siklus I menunjukkan siswa yang mendapat rata-rata nilai lebih dari 80

adalah 5 orang atau 33%, dan yang mendapat nilai kurang dari 75 adalah 10 orang atau

67%. Rata-rata peroleh nilai hasil tes adalah 73,73. Hasil test pada siklus II menunjukkan

peningkatan yaitu siswa yang mendapat rata-rata nilai 80 adalah 6 orang atau 40%, dan

yang mendapat nilai 86,7 adalah 8 orang atau 53% dan 1 siswa dengan nilai 93 atau 6,6%.

Rata-rata perolehan nilai hasil tes adalah 84,44. Nilai pada siklus I dan II ini diambil dari

test free conversation di depan kelas. Siswa lebih termotivasi untuk berbicara dan

pembelajaran dirasakan menyenangkan. Disimpulkan bahwa snake and ladder mampu

meningkatkan keterampilan berbicara dalam bahasa inggris.

Keyword: media snake and ladder, keterampilan berbicara

Bahasa adalah alat komunikasi. Berkomunikasi berarti mengungkapkan pikiran,

pendapat dan perasan secara lisan bukan hanya dalam bentuk tulisan. Seiring dengan era

globalisasi, bahasa Inggris merupakan salah satu alat untuk komunikasi yang sangat

diperlukan sebab dengan menguasai bahasa Inggris seseorang akan dapat meningkatkan

pengetahuan dan ketrampilannya, yang pada akhirnya akan dapat dijadikan sebagai bekal

untuk memperoleh lapangan pekerjaan dan untuk menghadapi tantangan di era globalisasi

dan MEA. Dengan kata lain, kemampuan berbicara dalam bahasa Inggris akan membuat

seseorang survive di era globalisasi ini. Apalagi siswa kami jurusan Analis Kesehatan yang

mempunyai kesempatan luas untuk bekerja di laboratorium, rumah sakit Internasional baik

di Indonesia maupun luar negeri.

Jadi, kegiatan berbicara dalam bahasa Inggris ini memberikan pengalaman belajar yang

sangat bermanfaat bagi mereka pada dunia kesehatan dan dunia usaha kedepannya. Sebuah

kelas pembelajaran bahasa seharusnya menghadirkan suasana kelas yang hidup dengan

interaksi dua arah yang baik. Pada kenyataannya, hal tersebut bertolak belakang dengan

keadaan yang ditemui penulis pada pembelajaran Bahasa Inggris kelas XII di mana para

siswa sebagian besar pasif untuk berbicara dalam Bahasa Inggris.

Pendidikan sangat bergantung kepada kompetensi guru, salah satu kompetensi guru

yang harus dikembangkan adalah kompetensi pedagogik, dimana guru harus bisa mengelola

pembelajaran di kelas. Pembelajaran dikatakan berhasil apabila dilakukan secara bermakna,

siswa aktif dalam pembelajaran, adanya motivasi untuk menumbuhkan keaktifan siswa dalam

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

281

pembelajaran, nilai siswa baik dan tuntas sesuai dengan kriteria ketuntasan minimal (KKM),

siswa menjadi kreatif dan kritis, serta tumbuh karakter yang baik pada diri siswa, terutama

pada pembelajaran bahasa Inggris.

Pada kenyataannya siswa belum terampil berbicara dalam bahasa Inggris, penyebabnya

karena dalam proses belajar mengajar guru masih terpaku pada buku-buku pelajaran yang

ada, kurang kreatifnya guru dalam memvariasikan proses pembelajaran. Langkah-langkah

pembelajaran yang dilakukan oleh guru masih monoton, yaitu menjelaskan materi, memberi

contoh soal, memberi tugas latihan dan melakukan penilaian. Salah satu dampak dari

pembelajaran yang masih monoton adalah motivasi rendah dalam belajar dan akhirnya

mendapat nilai yang kurang baik, berakibat pula pada kurang bersemangatnya siswa

dalam belajar, siswa menganggap bahwa pembelajaran bahasa Inggris itu sulit, kurang

menarik, dan membosankan.

Hasil belajar siswa sangat dipengaruhi oleh strategi dan perencanaan yang dilakukan

oleh guru. Strategi dan perencanaan yang dimaksud adalah bagaimana guru memikirkan

strategi dalam upaya mencapai hasil belajar yang sesuai dengan program yang direncanakan.

Untuk itu, guru perlu membuat model pembelajaran yang dapat menjadikan suasana belajar

siswa yang menyenangkan dan lebih efektif. Harapannya adalah siswa aktif dalam kegiatan

belajar dan tujuan pembelajaran tercapai berupa hasil belajar siswa lebih meningkat.

Purnomo (2013) menjelaskan bahwa pemilihan alat peraga untuk menunjang proses belajar

dan mengajar sangat penting. Karena itu dalam pembelajaran patut menggunakan media.

Penggunaan alat peraga yang tepat akan dapat meningkatkan hasil belajar dan membuat

proses belajar menjadi aktif, inovatif, efektif, menarik dan menyenangkan. Pembelajaran juga

akan menjadi lebih efektif ketika dilakukan secara berkelompok.

Salah satu pembelajaran yang mengaktifkan siswa dalam berkelompok adalah

menggunakan media snake and ladder. Menurut Slavin (2008) persaingan itu tidak selalu

salah, jika diatur dengan baik, persaingan diantara para siswa yang sesuai dapat menjadi

sarana yang efektif dan tidak berbahaya. Namun bentuk-bentuk yang biasanya digunakan di

dalam kelas jarang sekali bersifat efektif dan sehat. Disinilah peran guru menjadi sangat

penting untuk mengatur persaingan menjadi semangat belajar. Salah satu upaya yang dapat

dilakukan guru adalah dengan mengondisikan persaingan menjadi lingkungan belajar.

Permainan ular tangga dalam pembelajaran menurut Raharjo Ismail (2009) pada

dasarnya kompetensi yang ingin dicapai dalam permainan ini tidak didasarkan hanya pada

satu standar kompetensi, kompetensi dasar, maupun inditikator tertentu, akan tetapi

mencakup beberapa SK, KD maupun indikator tertentu dalam suatu mata pelajaran. Akan

tetapi tidak menutup kemungkinan bagi para guru untuk memodifikasi permainan ini agar

dapat diterapkan pada SK, KD maupun indikator tertentu. Permainan ini dapat dimainkan

untuk semua mata pelajaran dan semua jenjang kelas, karena didalamnya hanya berisi

berbagai bentuk pertanyaan yang harus dijawab oleh siswa melalui permainan tersebut sesuai

dengan jenjang kelas dan mata pelajaran tertentu. Seluruh pertanyaan-pertanyaan tersebut

telah dibukukan menjadi satu sekaligus dengan petunjuk permainannya.

Tujuan permainan ular tangga ini adalah untuk memberikan motivasi belajar kepada

siswa agar senantiasa mempelajari atau mengulang kembali materi-materi yang telah

dipelajari sebelumnya yang nantinya akan diuji melalui permainan, sehingga terasa

menyenangkan bagi siswa. Model pembelajaran menggunakan media ular tangga ini pernah

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

282

diteliti oleh guru-guru bahasa Inggris, yaitu Suganda dkk. (2015) dalam penelitiannya yang

berjudul Upaya Meningkatkan Kemampuan Bicara Siswa Dalam Bahasa Inggris Melalui

Permainan Snake and Ladder. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa kemampuan

berbicara siswa SMA Ciamis dapat meningkat melalui pembelajaran bahasa Inggris dengan

media permainan snake and ladder.

METODE

Metode pada penelitian ini adalah Classroom Action Research (Penelitian Tindakan

Kelas). Menurut Kemmis and McTaggart (1998, dalam Kantili, 2003:-) : ‟Action research is

trying out ideas in practice as a means of improvement and as a means of increasing

knowledge about curriculum, teaching and learning. Selain itu Kantili (2003:-) mengutip

definisi lain, yaitu McNiff (1988) yang menjelaskan bahwa ‟action research is seen as a way

of characterizing a loose set of activities that are designed to improve the quality of

education‟. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan proses penerapan media snake

and ladder pada mata pelajaran bahasa Inggris kelas XII Analis semester I dengan Standar

Kompetensi berkomunikasi dengan Bahasa Inggris setara Level Intermediate dan kompetensi

dasar Memahami percakapan terbatas dengan penutur asli.

Penelitian ini menggunakan model yang dikembangkan dari pemikiran Kurt Lewin

pada tahun 1946 (McNiff, 1992:19). Ia menggambarkan penelitian tindakan sebagai

serangkaian langkah yang membentuk spiral. Setiap langkah memiliki empat tahap, yaitu

perencanaan (planning), tindakan (acting), pengamatan (observing), dan refleksi (reflecting).

Secara visual, tahap-tahap tersebut dapat disajikan pada gambar 1 (McNiff, 1992: 22).

Penelitian ini menggunakan prosedur sebagai berikut.

Gambar 1. Model Dasar Penelitian Tindakan dari Kurt Lewin

Subjek dari pendelitian ini adalah siswa kelas XII Analis semester ganjil pada SMK

Wiyata Husada Batu. Paa kelas tersebut terdapat 12 siswa perempuan dan 3 siswa laki-laki.

Peneliti mendeskripsikan peningkatan hasil belajar siswa dengan pembelajaran menggunakan

media snake and ladder pada mata pelajaran bahasa Inggris. Ada 2 siklus pada penelitian ini.

Siklus I terdiri dari 2 tahap, sedangkan siklus II terdiri dari 1 tahap. Penelitian ini

menggunakan media pembelajaran snake and ladder berupa beberan, gaco, dadu dan kartu-

siklus perencanaan

Observasi

pelaksanaan

Refleksi dan

analisis data

Pelaksanaan

tindakan

Belum

Berhasil ?

Ya

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

283

kartu soal. Permainan yang diadaptasikan dalam pembelajaran dapat membantu siswa lebih

semangat dan lebih tertarik pada pelajaran bahasa inggris. Permainan juga dapat membantu

guru untuk menciptakan konteks dalam bahasa sehingga lebih berguna dan bermakna.

Penelitian tindakan kelas ini dilakukan dalam dua siklus. Siklus I terdiri dari dua

tahap, dan siklus II terdiri dari satu tahap. Pada tiap siklus peneliti telah melakukan

perencanaan, pelaksanaan tindakan, pengamatan dan refleksi. Tiap tahap guru menyusun

rencana pembelajaran yang mengacu pada Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar pada

materi reservation. Selanjutnya guru mengembangkan media pembelajaran berupa “snake

and ladder”, menyiapkan RPP, instrument penilaian, materi percakapan (incomplete

dialogue), dan lembar observasi, lembar partisipasi, dan angket.

Permainan yang diadaptasikan dalam pembelajaran ini dapat membantu siswa lebih

semangat dan lebih tertarik pada pelajaran bahasa inggris. Permainan juga dapat membantu

guru untuk menciptakan konteks dalam bahasa sehingga lebih berguna dan bermakna. Agar

siswa dapat berpartisipasi dalam permainan itu mereka harus memahami apa yang orang lain

telah tulis atau sedang katakan, dan mereka harus berbicara atau menulis supaya dapat

mengekpresikan ide-ide mereka atau sekedar memberikan informasi. Interpretasi yang

berguna dari kebermaknaan siswa adalah ketika merespon konten dengan cara terbatas. Jika

siswa merasa terhibur, tersingung, penasaran atau terkejut konten permainan akan sangat

bermakna bagi mereka.

Dengan demikian makna bahasa yang siswa dengar, baca, bicara dan tulis akan

menjadi lebih dirasakan dan diingat pembelajarannya. Jika diterima permainan dapat

melengkapi praktek bahasa yang kuat dan berarti. Dengan demikian permainan tersebut tidak

digunakan hanya pada hari-hari tertentu pada ahir pembelajaran saja. Ay dan Ersoz (2000 :1)

berpendapat bahwa pembelajaran bahasa merupakan suatu tugas yang berat dan kadang-

kadang dapat membuat pembelajar jadi frustasi. Usaha yang konstan diperlukan untuk

memahami, menghasilkan dan memanipulasi bahasa target. permainan pilihan sangat berarti

bagi siswa karena permainan itu kesempatan kepada siswa untuk memperaktekkan

keterampilan bahasa target. Permainan sangat memotivasi siswa karena mereka

menyenangkan dan menantang. Lebih jauh lagi mereka menggunakan bahasa yang berguna

dan bermakna dalam konteks yang sebenarnya. Permainan juga mendorong dan

meningkatkan kebersamaan serta memotivasi karena ini menyenangkan dan menarik. Mereka

dapat digunakan untuk memberikan praktek pada semua keterampilan bahasa dan dapat

diguakan banyak jenis komunikasi. Permainan sangat memotivasi dan menghibur, dan

mereka dapat memberikan siswa pemalu lebih mempunyai kesempatan mengekspresikan

pendapat mereka dan perasaan mereka (Hansen 1994:118). Ia juga dapat memberi

kemampuan pada siswa mendapatkan pengalaman baru dalam pembelajaran bahasa asing

yang tidak selalu mungkin terjadi selama mengalamai bahasan tertentu. Lebih jauh lagi,

menegaskan pendapat Richard-Amato, mereka menambahkan bahwa permainan dapat

dijadikan kegiatan ”ice breaking” pada kegiatan rutin pembelajaran di kelas, tetapi juga dapat

digunakan untuk memperkenalkan gagasan-gagasan baru (1988:147). Mudahnya, suasana

yang menyenangkan yang tercipta karena permainan, siswa dapat mengingat sesuatu lebih

cepat dan lebih baik (Wierus and Wierus 1994).

Permainan Ular Tangga atau dalam Bahasa Inggrisnya disebut Snake and Ladder

adalah suatu permainan yang menggunakan papan permainan (board game) dan sebuah dadu

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

284

(dice). Papan permaian tersebut berisikan 50 kotak perintah yang harus dilakukan oleh 3/5

pemain. Dalam hal ini kotak perintah sudah dimodifikasi berisikan perintah atau pertanyaan

tentang reservation. Gambar media dapat dilihat sebagai berikut.

Gambar 1. Beberan, dadu, gaco, kartu-kartu soal pada snake and ladder

HASIL DAN PEMBAHASAN

Siklus I

Perencanaan

Pada hasil dan pembahasan guru membuat perencanaan, pelaksanaan tindakan dan

pengamatan. Guru akan melakukan penelitian dalam dua siklus.Siklus I terdiri dari dua tahap.

Siklus II terdiri dari satu tahap. Pada hari Rabu tanggal 12 Oktober 2016, guru

menyelenggarakan kegiatan pembelajaran Bahasa Inggris di kelas XII Analis. Pada siklus I

tahap I perencanaan yang dilakukan adalah menelaah silabus dan kurikulum Bahasa Inggris

kelas XII Analis, menganalisis SK dan KD sehingga diperoleh indikator pencapaian

kompetensi, menganalisis materi pelajaran sehingga diperoleh materi prasyarat dan materi

pokok, membuat instrumen pembelajaran berupa RPP pada KD 3.2, pada materi reservations,

menyusun LKS yang isinya guided conversation yaitu incomplete dialog yang berisi 10 soal,

mempersiapkan media pembelajaran yaitu “snake and ladder”, yaitu beberapa beberan, gaco,

dadu dan kartu-kartu soal. Menyiapkan lembar observasi aktivitas guru dan siswa, lembar

observasi aspek afektif dan psikomotor siswa, catatan lapangan dan catatan refleksi siswa dan

menyiapkan reward berupa beberapa cokelat untuk kelompok yang memenangkan permainan

lebih awal.

Pelaksanaan Tindakan

Guru mengucapkan salam dan siswa menjawab salam. Pada apersepsi guru mengajak

siswa menyanyi lagu dalam bahasa Inggris untuk menciptakan English environment di kelas

tersebut. Guru memberi motivasi dan memberi penjelasan tentang tujuan pembelajaran . Pada

orientasi guru memberi contoh manfaat materi dalam kehidupan sehari-hari. Pada kegiatan

selanjutnya guru memberi penjelasan tentang aturan permainan “snake and ladder. Siswa

dibagi menjadi 3 kelompok terdiri dari 5 siswa. Beberan, kartu-kartu kalimat, dadu, serta

gaco dibagikan ke masing-masing kelompok. Salah satu siswa menjadi ketua kelompok dan

ketua kelompok memulai permainan dengan hompimpa. Siswa yang menang akan memulai

melempar dadu lebih awal. Ketua kelompok mengocok kartu-kartu tersebut dan meminta

siswa tadi mengambil salah satu kartu tanpa melihat isi kalimat pada kartu tersebut. Ketua

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

285

kelompok membacakan kalimat yang ada pada kartu. Kalau siswa tidak bisa menjawab

pertanyaan berarti gaco harus mundur satu langkah. Kalau gaco mencapai ekor ular berarti

harus turun, sedangkan kalau gaco mencapai tangga maka harus naik. Demikian seterusnya

sampai salah satu siswa mencapai garis finish / puncak dan menjadi pemenangnya. Guru

berkeliling ke setiap kelompok sambil memberi assessment / cecklist keaktifan. Kegiatan

berikutnya yaitu siswa diberi incomplete dialogue.

Pengamatan

Siklus 1 pertemuan 1

Pembelajaran dilakukan dalam waktu 2 x 45 menit. Dalam kegiatan pendahuluan guru

melakukan aktivitas menanyakan kepada siswa tentang reservation. Guru memotivasi

siswa dengan mengajak siswa bernyanyi dalam bahasa Inggris. Guru menyampaikan tujuan

pembelajaran, yaitu dengan bersimulasi pada permainan snake and ladders iswa dapat

menggunakan ungkapan-ungkapan reservasi dengan tepat, menggunakan ungkapan-

ungkapan untuk mengajukan keluhan yang dilakukan oleh penutur asli, dan dapat

menggunakan ungkapan-ungkapan untuk menyatakan keinginan atau situasi yang tidak nyata

baik untuk masa depan, masa kini atau masa lampau (conditional sentences and subjunctive

wish). Siswa mendengarkan instruksi dari guru dengan seksama. Pada proses kegiatan ini

siswa terkesan antusias bermain snake and ladder. Setiap siswa pada masing-masing

kelompok tanpa menyadari bisa berbicara bahasa Inggris dengan aktif sesuai dengan isi

materi pada kartu soal. Pada kegiatan ini siswa yang biasanya pendiam dan pemalu, menjadi

aktif berbicara dalam bahasa Inggris dengan media snake and ladder. Kelas menjadi ramai

dan siswa aktif sehingga mereka tidak mengantuk dan bosan dengan kegiatan yang interaktif.

Kadang – kadang siswa bertanya kepada guru tentang kosa kata yang tidak dimengerti. Guru

berkeliling ke masing-masing kelompok sambil memberikan penilaian pada lembar

pengamatan. Beberapa kelompok antusias untuk segera menyelesaikan permainan lebih

awal tugas yang diberikan. Mereka termotivasi karena ingin menyelesaikan tugas lebih dulu

dari kelompok lain dan mendapatkan reward.

Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar menggunakan media snake and ladder pada

saat itu ternyata dilakukan lebih cepat dari waktu yang direncanakan. Dalam waktu 20 menit

masing-masing kelompok sudah menyelesaikan permainan. Peneliti tidak menduga kalau

mereka bermain ular tangga begitu cepat, karena menurut perkiraan peneliti permainan ular

tangga dengan 50 kartu soal ini membutuhkan waktu yang lama. Untuk mengatasi hal

tersebut, guru mencari cara lain untuk mengisi waktu luang yaitu dengan menuliskan

incomplete dialogue di papan tulis. Hal ini dilakukan untuk kegiatan awal pada siklus I agar

siswa terinspirasi dengan percakapan tentang reservation. Kegiatan berikutnya yaitu siswa

melengkapi dialog dan mempresentasikannya berpasangan sambil membaca teks. Dari

percakapan dengan teks masih banyak kesalahan intonasi, tekanan dan pengucapan karena

mereka cenderung membaca tulisan pada teks percakapan.

Pada siklus I pertemuan 1 beberapa siswa masih bingung atau belum terbiasa belajar

bahasa Inggris menggunakan media snake and ladder karena beberapa soal pada kartu

terdapat kosa kata yang tidak dimengerti oleh siswa. Ditemukan juga terkadang siswa merasa

tidak puas bermain ular tangga dan minta ditambah waktunya.

Pada kegiatan akhir guru bersama siswa mencoba merefleksikan pembelajaran dan

memberikan lembar evaluasi dan lembar partisipasi (terlampir) untuk dikerjakan oleh

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

286

masing-masing siswa. Setelah dilakukan tes akhir siklus I pertemuan 1, guru melakukan

analisis terhadap skor yang diperoleh siswa yaitu melengkapi dialog dan praktek berpasangan

dengan membaca teks. Hasil evaluasi melengkapi dialog menunjukkan siswa yang mendapat

rata-rata nilai lebih dari 76 adalah 15 orang atau 100 %. Rata-rata perolehan nilai hasil

evaluasi adalah 81,88. Hasil nilai ini tidak dibandingkan dengan siklus II karena nilai ini

diambil dari incomplete dialogue dan bukan free conversation.

Siklus 1 pertemuan 2

Tindakan yang dilakukan pada siklus I pertemuan 2 dilaksanakan berdasarkan Rencana

Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang dibuat pada tahap perencanaan. Dari awal

pelaksanaan tindakan sudah nampak peningkatan motivasi siswa untuk berbicara bahasa

inggris lebih aktif dan mereka berusaha untuk memperpanjang durasi berbicara. Hal ini

dimungkinkan karena media permainan snake and ladder sudah dikenal siswa.

Setelah mengamati kegiatan siswa bermain peran free conversation di depan kelas dan

dari pengamatan peneliti tentang hasil video free conversation tiap kelompok, ada beberapa

hal yang menjadi catatan peneliti untuk perbaikan pada siklus II, yaitu (a) masih banyak

siswa yang mempunyai masalah dalam pengucapan, intonasi dan tekanan pada kata-kata

tertentu dalam bahasa Inggris, (b) kemampuan grammar siswa masih kurang. Hal ini nampak

sewaktu siswa mendeskripsikan apa yang diminta pasangan bicaranya, (c) ketika sedang

menjawab pertanyaan pasangan bicaranya kadang tiba-tiba berhenti atau stuck karena

keterbatasan penguasaan kosa kata dan gagasan, (d) masih tidak memahami apa yang

ditanyakan atau penjelasan lawan bicaranya, dan (e) kadang-kadang pembicaraan kurang

lancar.

Kekurangan-kekurangan tadi dianalisis dan menjadi catatan peneliti untuk

pelaksanaan tindakan pada siklus II. Sebagai tindakan perbaikan untuk meminimalisir

kekurangan tadi maka peneliti mendiskusikan dengan observer dan siswa. Tindakan ini

dilaksanakan setelah pelaksanaan test akhir siklus I. Dalam pelaksanaan penelitian, peneliti

juga dibantu oleh observer untuk mengamati aktifitas peneliti dan siswa selama proses

pembelajaran berlangsung dengan menggunakan format observasi yang sudah disiapkan

peneliti yang berguna untuk menganalisis data merencanakan kegiatan yang akan dilakukan

pada siklus selanjutnya. Setelah menganilis dan mendiskusikan bersama observer kekurangan

dan kelebihan pada tindakan siklus I, maka disepakati penelitian dilanjutkan ke siklus II.

Dalam pertemuan ke dua guru membagi siswa menjadi tujuh kelompok untuk

membuat dialog berpasangan dengan teman sebangku tentang reservation. Enam kelompok

dengan anggota dua siswa dan satu kelompok dengan anggota 3 siswa. Mereka berdiskusi

membuat free conversation tentang reservation di hotel atau di restauran dengan waktu yang

ditentukan oleh guru. Kegiatan selanjutnya adalah guru meminta siswa berpasangan untuk

melakukan role play di depan kelas tanpa text. Guru merekam hasil dialog siswa tersebut

menggunakan video.

Setelah dilakukan tes akhir siklus I tahap II, guru melakukan analisis terhadap skor

yang diperoleh siswa (hasil tes lengkap terlampir). Hasil test pada siklus II menunjukkan

siswa yang mendapat rata-rata nilai lebih dari 80 adalah 5 orang atau 33%, dan yang

mendapat nilai kurang dari 75 adalah 10 orang atau 67%. Rata-rata peroleh nilai hasil tes

adalah 73,73

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

287

Refleksi siklus I Pertemuan 1

Refleksi dilakukan untuk menemukan kegiatan-kegiatan yang perlu diperbaiki serta

menetapkan solusinya. Hasil refleksi terhadap kegiatan pembelajaran pada siklus I adalah

sebagai berikut. Pada pertemuan 1 diskusi dan pembahasan tentang kekurangan yang terjadi

di siklus I diantaranya tentang pronunciation,grammar, vocabulary, fluency, dan content.

Beberapa siswa mengalami kebosanan dalam pembelajaran karena satu kelompok terdiri dari

5 siswa, sehingga mereka merasa lama menunggu giliran. Ditemukan ada beberapa kartu soal

yang kurang relevan dengan tujuan pembelajaran. Yaitu ada beberapa kartu yang isinya

kurang sesuai dengan materi pada KD 3.2. Dari hasil observasi terlihat pada saat proses

pembelajaran menggunakan media “ snake and ladder” siswa aktif berpartisipasi dan senang.

Dari hasil diskusi bersama teman sejawat dan observer ditemukan bahwa siswa yang selama

ini pemalu dan diam dalam pembelajaran bahasa Inggris, menjadi aktif berbicara karena

terpancing oleh permainan tersebut. Namun dari hasil test percakapan guided conversation

masih jauh dari harapan. Masih banyak siswa yang nilainya belum mencapai KKM.

Solusi untuk mengatasi masalah tersebut adalah guru perlu menambahkan beberan,

gaco, kartu-kartu soal dan dadu lagi. Hal ini dilakukan supaya masing-masing kelompok

terdiri dari 4 / 3 siswa sehingga siswa tidak menunggu giliran terlalu lama. Dari kegiatan ini

observer juga menemukan bahwa permainan ular tangga ini efektif untuk kelas kecil sehingga

perhatian guru kepada kelompok-kelompok ini bisa lebih fokus dan terkendali. Solusi untuk

permasalahan di atas adalah guru menarik beberapa kartu soal dan menggantinya dengan

kartu soal yang sesuai dengan tujuan pembelajaran pada KD 3.2. Pada siklus ke II nanti guru

juga akan menggunakan media permainan Ular Tangga. Pada kegiatannya nanti guru akan

meminta siswa untuk membuat free conversation.

Pembahasan hasil penelitian dilakukan dengan cara sebagai berikut. Pertama, peneliti

menghitung prosentase nilai siswa yang mencapai KKM dan yang kurang dari KKM pada

siklus pertama dan kedua. Kedua, peneliti membandingkan prosentase nilai yang mencapai

KKM pada siklus pertama dan kedua. Selain secara kuantitatif, pembahasan hasil penelitian

dilakukan secara kualitatif dengan cara observasi dan pengamatan selama penelitian

berlangsung.

Nilai kognitif siswa hasilnya dapat dilihat sebagai berikut. Siklus I tahap I pada guided

conversation: nilai anak yang mencapai KKM 15 anak (100%). Siklus I tahap II free

conversation: nilai anak yang mencapai KKM 7 anak (47 %), 8 anak dibawah KKM (53 %).

Siklus pertama: siswa aktif berpartisipasi, kerjasamanya bagus, didukung dengan nilai afekti f

dengan nilai antara 83-91. Siklus kedua: partisipasi siswa bagus, semua siswa terlibat secara

aktif dan ekspresif dalam pembelajaran, suasana belajar menyenangkan. Terjadi peningkatan

partisipasi siswa pada siklus kedua (pembelajaran dengan media permainan Ular Tangga)

Refleksi pada Siklus I Pertemuan 2

Tindakan yang dilakukan pada siklus I pertemuan 2 dilaksanakan berdasarkan Rencana

Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang dibuat pada tahap perencanaan. Dari awal

pelaksanaan tindakan sudah nampak peningkatan motivasi siswa untuk berbicara bahasa

inggris lebih aktif dan mereka berusaha untuk memperpanjang durasi bicara dan lebih

memperjelas objek yang dideskripsikan. Hal ini dimungkinkan karena media permainan

snake and ladder sudah dikenal siswa, jadi sangat menarik untuk dimainkan dan yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

288

menambah motivasi siswa untuk lebih aktif bicara bahasa inggris adalah scoring sheet yang

telah disepakati bersama seperti yang terlihat pada tabel di atas.

Ada beberapa hal yang menjadi catatan peneliti untuk perbaikan pada siklus II.

Pertama, masih banyak siswa yang mempunyai masalah dalam pengucapan kata kata tetentu

dalam bahasa Inggris. Kedua, kemampuan grammar siswa masih kurang. Hal ini nampak

sewaktu siswa mendeskripsikan apa yang diminta pasangan bicaranya. Ketiga, ketika sedang

berbicara menjelaskan pertanyaan pasangan bicaranya kadang tiba-tiba berhenti atau stuck

karena keterbatasan penguasaan kosa kata dan gagasan. Keempat, masih banyak yang tidak

memahami apa yang ditanyakan atau penjelasan lawan bicaranya. Kelima, kadang-kadang

pembicaraan kurang lancar.

Kekurangan-kekurangan tadi dianalisis dan menjadi catatan peneliti untuk pelaksanaan

tindakan pada siklus II. Sebagai tindakan perbaikan untuk meminimalisir kekurangan tadi

maka peneliti mendiskusikan dan mendiskusikan rekan guru bahasa inggris dengan siswa.

Tindakan ini dilaksanakan setelah pelaksanaan ulangan di akhir siklus I. Setelah menganilis

dan mendiskusikan bersama observer kekurangan dan kelebihan pada tindakan siklus I, maka

disepakati penelitian dilanjutkan ke siklus II. Dalam pertemuan ke dua guru membagi siswa

menjadi 7 kelompok untuk membuat dialog berpasangan dengan teman sebangku tentang

reservation. Dalam kelompok yang beranggotakan dua siswa sebanyak 6 kelompok dan 1

kelompok beranggotakan 3 siswa. Mereka berdiskusi membuat free conversation tentang

reservation di hotel atau di restauran dengan waktu yang ditentukan oleh guru. Setelah waktu

yang ditentukan guru meminta siswa berpasangan untuk melakukan role play di depan kelas

tanpa text. Guru merekam hasil dialog siswa tersebut menggunakan video.

SIKLUS II

Pada pertemuan 1 diskusi dan pembahasan tentang kekurangan yang terjadi di siklus I

di antaranya tentang pronunciation, grammar, vocabulary, fluency, dan content. Tindakan

guru pada siklus ini adalah menayangkan kartu-kartu soal melalui LCD, guru mengucapkan

(drill) kalimat pada kartu-kartu soal, siswa menirukan. Harapannya siswa tidak melakukan

lagi kesalahan pengucapan pada siklus II. Hal ini dilakukan sebagai review untuk

memperbaiki kekurangan yang terjadi pada siklus I. Dalam siklus II ini guru menambah

media ular tangga yaitu beberan, gaco, kartu-kartu soal dan dadu. Sehingga jumlahnya

bertambah menjadi 4 set beberan.Guru membagi siswa menjadi empat kelompok. Tiga

kelompok beranggota tiga siswa dan 1 kelompok terdiri dari empat siswa. Guru memberikan

instruksi melakukan permaian ular tangga. Secara bergantian siswa melakukan tanya jawab

berdasarkan pertanyaan yang terdapat dalam kartu-kartu soal. Mereka terlihat lebih antusias

bermain ular tangga sehingga mereka tidak menyadari bahwa mereka sedang bercakap-cakap

menggunakan bahasa Inggris. Padahal biasanya pada saat pelajaran bahasa Inggris beberapa

siswa di kelas ini tergolong siswa pendiam.

Kegiatan ini adalah kelanjutan dari siklus 1 pertemuan 2. Tetapi tiap kelompok diminta

untuk mengembangkan percakapan yang mereka buat pada siklus 1 pertemuan ke 2 yaitu free

conversation tentang reservation. Secara berpasangan mereka melakukan role play di depan

kelas. Guru merekam video percakapan mereka. Diharapkan pada siklus II ini ada

peningkatan dan perbaikan pada kelancaran, ucapan, intonasi serta tekanan.

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

289

Setelah dilakukan tes akhir siklus II ini, peneliti melakukan analisis terhadap skor yang

diperoleh siswa (hasil tes lengkap terlampir). Hasil test pada siklus II menunjukkan siswa

yang mendapat rata-rata nilai 80 adalah 6 orang atau 40%, dan yang mendapat nilai 86,7

adalah 8 orang atau 53 % dan 1 siswa dengan nilai 93 atau 6%. Rata-rata peroleh nilai hasil

tes adalah 84,44.

Dalam kegiatan terdahulu peneliti membagi kelas menjadi empat kelompok kecil

dengan siswa yang sama berjumlah 3-4 siswa. Setiap kelompok mendapatkan satu media

permainan Ular Tangga. Selanjutnya, peneliti menjelaskan bahwa ada penambahan pada

kartu-kartu soal supaya lebih fokus pada ungkapan-ungkapan reservation, conditional

sentences and subjunctive wish. Hal ini dilakukan untuk menumbuhkan kesadaran siswa

sehingga munculah motivasi untuk belajar sesuai dengan kompetensi dasar. Setelah seluruh

siswa termotivasi, peneliti menjelaskan cara permainan Ular Tangga dan menjelaskan

simbol-simbol dalam permaianan seperti pada siklus I. Kelompok yang memenangkan

permainan lebih awal akan mendapatreward.

Kegiatan inti dimulai dengan mempersilahkan setiap kelompok untuk bermain Ular

Tangga. Solusi untuk mengatasi masalah tersebut adalah guru perlu menambahkan beberan,

gaco, kartu-kartu soal dan dadu lagi (terlampir). Hal ini dilakukan supaya masing-masing

kelompok terdiri dari 4 / 3 siswa sehingga siswa tidak menunggu giliran terlalu lama. Dari

kegiatan ini observer juga menemukan bahwa permainan ular tangga ini efektif untuk kelas

kecil sehingga perhatian guru kepada kelompok-kelompok ini bisa lebih fokus dan terkendali.

Solusi untuk permasalahan di atas adalah guru menarik beberapa kartu soal dan

menggantinya dengan kartu soal yang sesuai pembelajaran dengan tujuan pada KD 3.2.

(terlampir). Pada siklus ke II nanti guru juga akan menggunakan media permainan Ular

Tangga. Pada kegiatannya nanti guru akan meminta siswa untuk membuat free conversation

secara berpasangan.

Pembahasan hasil penelitian dilakukan dengan cara sebagai berikut. Pertama, peneliti

menghitung prosentase nilai siswa yang mencapai KKM dan yang kurang dari KKM pada

siklus pertama dan kedua. Kedua, peneliti membandingkan prosentase nilai yang mencapai

KKM pada siklus pertama dan kedua. Selain secara kuantitatif, pembahasan hasil penelitian

dilakukan secara kualitatif dengan cara observasi dan pengamatan selama penelitian

berlangsung.

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian ini pembelajaran Bahasa Inggris pada kompetensi dasar

3.2 materi reservation dengan media snake and ladder terbukti bisa meningkatkan hasil

belajar peserta didik. Hasil test pada siklus I menunjukkan siswa yang mendapat rata-rata

nilai lebih dari 80 adalah 5 orang atau 33%, dan yang mendapat nilai kurang dari 75 adalah

10 orang atau 67%. Rata-rata peroleh nilai hasil tes adalah 73,73. Hasil test pada siklus II

menunjukkan peningkatan yaitu siswa yang mendapat rata-rata nilai 80 adalah 6 orang atau

40%, dan yang mendapat nilai 86,7 adalah 8 orang atau 53% dan 1 siswa dengan nilai 93 atau

6%. Rata-rata peroleh nilai hasil tes adalah 84,44. Nilai pada siklus I dan II ini diambil dari

test free conversation di depan kelas. Selain mengalami peningkatan keterampilan berbicara,

peserta didik juga mengalami peningkatan dalam tingkat keaktifan, motivasi dan semangat

dengan menggunakan media snake and ladder. Siswa juga mampu membuat teks percakapan

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

290

sendiri dan bermain peran di depan kelas. Durasi waktu percakapan meningkat dari siklus I

ke siklus II.

Kami mengajak para guru untuk menggunakan hasil penelitian ini dengan baik dan

dijadikan motivasi agar mampu melakukan penelitian tindakan kelas. Permainan ular tangga

hanyalah satu dari sekian banyak metode atau strategi pembelajaran yang dapat digunakan.

Para guru dapat mencari metode atau strategi pembelajaran yang lain. Disarankan supaya

penggunaaan media ular tangga untuk beberapa mata pelajaran. Disarankan pula bahwa

penggunaan media pembelajaran ini untuk kelas kecil tidak lebih dari 20 siswa karena siswa

bisa konsentrasi dan guru bisa lebih mudah membimbing pada tiap-tiap kelompok. Hasil

temuan dalam penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi untuk penelitian berikutnya.

Daftar Rujukan

Kemmis, S. & McTaggart, R. 1992. The Action Research Planner. Third Edition. Melbourne:

Deakin University Press.

McNiff, Jean & Whitehead, Jack. 2002. Action Research: Principles and Practice. Second

Edition. London and New York: Routledge/Palmer

Slavin, Robert E. 2009. Cooperative Learning: Teori, Riset, dan Praktik. Bandung: Nusa

Media

Suganda, A., Hidayat, A., Widyastuti, I., & Rini, E. 2015. Upaya Meningkatkan Kemampuan

Bicara Siswa Dalam Bahasa Inggris Melalui Permainan Snake and Ladder. Laporan

Penelitian Tindakan Kelas. Ciamis: Dinas Pendidikan Kabupaten Ciamis.

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

291

PENERAPAN MODEL KWL UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN READING

COMPREHENSION BAHASA INGGRIS PADA SISWA

KELAS XII APH 2 SMK NEGERI 1 BATU TAHUN 2016/2017

Khoirul Umah

SMKN 1 Batu

[email protected]

Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah menerapkan model pembelajaran KWL untuk

meningkatkan kemampuan reading comprehension Bahasa Inggris yang diterapkan

terhadap peserta didik Kelas XII APH 2 SMK NEGERI 1 Batu sejumlah 29 peserta didik.

Penelitian ini tergolong pada penelitian kualitatif. Jenis penelitian yang digunakan adalah

penelitian tindakan kelas dengan tahapan perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan,

observasi dan refleksi. Peneliti menerapkan model KWL Langkah pertama K (know) yaitu

apa yang peserta didik ketahui atau pengetahuan yang peserta didik miliki, langkah kedua

adalah W (want to know) yaitu tujuan khusus membaca dan langkah terakhir adalah L

(what I have leaned) merupakan tindak lanjut untuk menentukan,memperluas dan

menemukan tujuan membaca. dan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan

model pembelajaran KWL pada reading comprehension materi procedure text KD 3.4 mata

pelajaran Bahasa Inggris terbukti meningkat.

Kata kunci: kemampuan reading , model pembelajaran KWL

Bahasa Inggris adalah salah satu pelajaran dalam ujian nasional yang juga menjadi

hal yang ditakuti oleh peserta didik karena dianggap materi yang paling sulit khususnya

materi reading. Meskipun bukan penentu sebuah kelulusan, ujian nasional adalah salah satu

hal yang menunjukkankeberhasilan pelaksanaan pendidikan di sekolah karena dapat diukur

dari prestasi yang dihasilkan oleh peserta didik begitu pencapaian tersebut tidak terlepas dari

proses pengajaran yang dilakukan oleh pendidik sebagai fasilitator dalam memberikan

wawasan pengetahuan bagi peserta didik.

Proses pengajaran yang tepat akan memberikan banyak motivasi bagi peserta didik

dalam meningkatkan prestasinya dari waktu ke waktu. Begitu juga yang peneliti alami dalam

proses pembelajaran Bahasa Inggris materi reading comprehension dikelas XII APH 2

SMKN 1 Batu menghadapi permasalahan sehingga prestasi belajar rendah yaitu dalam mata

pelajaran Bahasa Inggris khususnya reading comprehension pada kompetensi dasar 3.4.

Memahami manual penggunaan peralatan dalam materi procedure text dipandang sebagai hal

yang membosankan. Kondisi tersebut yang sementara dianggap sebagai penyebab rendahnya

prestasi belajar pada mata pelajaran Bahasa Inggris khususnya materi reading

comprehension.

Dari permasalahan diatas peneliti mengidentifikasi penyebab permasalahan dari

rendahnya prestasi pada materi reading comprehension yaitu pada penerapan model

pembelajarannya, untuk itu peneliti menerapkan model pembelajaran KWL (Know-Want to

know-What I have learned) dalam pembelajaran reading comprehension pada KD 3.4. materi

procedure text , agar prestasi belajar dapat meningkat dan peserta didik dalam proses belajar

mengajar dapat aktif dan kreatif, memiliki semangat untuk belajar, dan merasa bahwa bahan

ajar yang disampaikan bermanfaat bagi dirinya.

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

292

Model pembelajaran KWL mempunyai tujuan untuk mengetahui pengetahuan awal

peserta didik dan membentuk tujuan dari membaca dan membantu peserta didik untuk

mengontrol pemahaman peserta didik terhadap bacaan atau teks yang diberikan. Tentang

KWL Ogle (1986) menyatakan sebagai berikut.

an instructional reading strategy that is used to guide students through a

text. Students begin by brainstorming everything they Know about a topic. This

information is recorded in the K column of a K-W-L chart. Students then

generate a list of questions about what they Want to Know about the topic.

These questions are listed in the W column of the chart. During or after reading,

students answer the questions that are in the W column. This new information

that they have Learned is recorded in the L column of the K-W-L chart.

Dalam penelitian ini peneliti menerapkan model pembelajaran KWL yang dianggap

dapat meningkatkan prestasi peserta didik. Penerapan model KWL secara tepat diharapkan

akan dapat menumbuhkan lingkungan belajar yang kondusif. Peserta didik diharapkan aktif

dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar sehingga prestasi pada materi reading

comprehension semakin meningkat. Model pembelajaran KWL sudah pernah diteliti oleh

Indriastuti dan Rahmawan (2014). Hasilnya menunjukkan model KWL dengan membaca

sekilas terhadap 2 teks dapat meningkatkan kemampuan membaca peserta didik.

METODE

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas, digunakannya

rancangan penelitian tindakan kelas karena problem yang diangkat memerlukan solusi

pemecahan masalah berkaitan dengan persoalan praktek pembelajaran di kelas. Tahapan

penelitian tindakan kelas adalah perencanaan (planning), pelaksanaan tindakan

(implementing), observasi (observing), dan refleksi (reflecting). Model tahapan ini peneliti

mengambil dari model Kemnis & Mc Taggart (Kemmis & Mc Taggart, 1992:11).

Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakaan pendekatan kualitatif dengan jenis

penelitian tindakan kelas (PTK) yang terdiri dari dua siklus. Mariani(2016:2). Siklus

dilakukan secara berulang dengan langkah yang sama mulai dari siklus 1 sampai siklus 2.

Tahapan atau alur dalam PTK seperti berikut.

Y

A

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

293

Subjek dari penelitian ini adalah peserta didik kelas XII APH 2 semester ganjil tahun

pelajaran 2016 – 2017 SMK Negeri 1 Kota Batu yang beralamat di Jalan Bromo No. 11 Batu.

Pada kelas tersebut berjumlah 29 peserta didik.

Dalam penelitian ini peneliti menerapkan model pembelajaran KWL sebagai berikut:

(a) peneliti memilih kompetensi dasar 3.4 Memahami manual penggunaan peralatan yang

peneliti tetapkan 3 indikator yaitu (1) mengidentifikasi generic structure dari procedure text

(2) menemukan language feature dari procedure text (3) menjawab pertanyaan-pertanyaan

yang terkait dengan isi manual penggunaan alat dan bagaimana membuat sesuatu. Materi

dalam kompetensi dasar 3.4 ini adalah procedure text, peneliti mengukur indikator 1 dan 3

pada siklus 1, indikator 2 dan 3 pada siklus 2 (b) pada kegiatan awal peneliti/guru membuat

tabel KWL di papan tulis atau kertas lembar kerja dan peserta didik membuat sendiri untuk

menuliskan informasi yang mereka peroleh.

Langkah pertama peneliti bertanya pada peserta didik dengan kata-kata umpan atau

stimulan, istilah atau ungkapan yang berhubungan dengan topik. Peserta didik menuliskan

kata atau hal yang mereka ketahui dalam kolom K. Misalnya peneliti menanyakan apa yang

peserta didik ketahui dari procedure text yang berjudul The basic operation of digital camera.

Misalnya Camera adalah suatu alat yang di gunakan untuk mengabadikan suatu peristiwa.

Langkah kedua adalah peneliti menanyakan pada peserta didik apa yang ingin

diketahui atau ingin dipelajari tentang topik dari procedure text yang berjudul The basic

operation of digital camera. Misalnya, bagaimana cara menyalakan Digital Camera. Peserta

didik menuliskan hal – hal yang ingin diketahui pada kolom W jika peserta didik menuliskan

bentuk kalimat pernyataan maka diminta mengubahnya dalam kalimat tanya .

Langkah ketiga adalah peserta didik menuliskan hal – hal yang telah dipelajari dan

mencari jawaban yang ada pada kolom W dan diperbolehkan mencari sumber lain jika tidak

sitemukan jawabannya dan menuliskannya pada kolom L.Misalnya pertama tekan tombol

on/off. Kemudian peserta didik mendiskusikan hal-hal atau informasi yang telah diperoleh

yang ada di tabel seperti yang tampak pada tabel berikut.

K W L

Camera adalah suatu alat

yang di gunakan untuk

mengabadikan suatu

peristiwa.

bagaimana cara

menyalakan digital

camera.

pertama tekan tombol

on/off.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian pembelajaran dengan menggunakan metode cooperative learning

dengan model KWL ini dilakukan dalam 2 siklus dikelas XII APH 2 SMK Negeri Batu

adalah sebagai berikut.

Siklus 1

Siklus pertama terdiri dari 1 pertemuan (4 x 40 menit pembelajaran dan satu kali tes)

dan dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 20 Oktober 2016 pada jam ke 5 sampai jam ke 8.

Pelaksanaan pembelajaran dideskripsikan sebagai berikut.

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

294

Perencanaan

Pada tahapan ini peneliti merumuskan beberapa hal yang akan dilakukan pada saat

pelaksanaan: menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran kompetensi dasar 3.4. Pada siklus

1 ini peneliti menetapkan 2 indikator yang akan diukur dalam pencapaian prestasi peserta

didik, yaitu (1) mengidentifikasi generic structure dari procedure text (2) menjawab

pertanyaan-pertanyaan yang terkait dengan isi manual penggunaan alat dan bagaimana

membuat sesuatu.

Langkah-langkah pembelajaran pada kegiatan pendahuluan guru akan menayangkan

video dan peserta didik mengamati video yang akan ditayangkan dan mencari moral value

dari tayangan video tersebut. Peneliti juga menyiapkan bahan ajarberupa power poin dan

video yang peneliti ambil dari internet dan akan digunakan dalam pembelajaran procedure

text yaitu contoh procedure text dan generic structure nya. Selanjutnya peneliti juga

menyiapkan lembar yang akan digunakan dalam pembelajaran seperti chart dari model K W

L dan instrument post test.

Pada siklus 1 ini peneliti menyiapkan 3 procedure text dengan judul: The basic

operation of digital camera, SOP of Cleaning CPU, How to make sushi yang di adaptasi dari

internet. Semua teks peneliti ambil dari http://www.bigbanktheories.com/5-contoh-

procedure-text-tentang-pengoperasian-alat-elektronik,

http://novitadesi17.blogspot.co.id/2014/01/sop.html,

http://www.studybahasainggris.com/contoh-procedure-procedural-text-dalam-bahasa-inggris,

Pelaksanaan Tindakan dan Observasi

Pada tahap pelaksanaan tindakan peneliti menerapkan hal-hal yang telah direncanakan

sebelumnya dan juga mendokumentasikan, mencatat dan mengumpulkan hal-hal yang terjadi

di dalam kelas. Dalam kegiatan pendahuluan guru melakukan aktivitas menayangkan video

dan meminta peserta didik mencermati dan mencari moral value dari tayangan video.

Selanjutnya guru menanyakan kembali kepada peserta didik tentang procedure text.

Mereka sering menjumpai jenis text ini sebelumnya di kelas XI.

Selanjutnya peserta didik mencermati tayangan power point tentang contoh

procedure text. Guru mengajak peserta didik untuk mengidentifikasi generic structure

procedure text. Menyampaikan tujuan pembelajaran hari ini yaitu memahami reading dari

procedure text dan model pembelajaran yang akan digunakan. Dalam kegiatan inti guru

menjelaskan apayang dilakukan peserta didik langkah-langkah model KWL.

Dari reading procedure text yang diberikan guru meminta peserta didik mengisi tabel

KWL dan menuliskan jawabannya melalui dialog berikut.

T : What do you know about procedure text of The Basic Operation

Digital Camera?”

S : How to operate the Digital Camera, mam...”

T : Very good , now write in the column K if you know about the

topic. “

Peserta didik menuliskan jawabannya dari hal-hal yang diketahui. Guru melanjutkan

pada kegiatan berikutnya.

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

295

T : And now what do you want to know about Procedure Text of The

Basic operation?

S : What is the fungsion of digital camera”

T : now please write in the column W what do you want to know from this

topic.” (Pada langkah selanjutnya, guru menyampaikan …) After you wrote

what do you want to know please read the text and answer your question

from column W and write your aswer in the column L.”

Peserta didik aktif terlibat dalam kegiatan kelompok. Lembar tugas yang

diberikan membantu peserta didik untuk aktif bekerja mengerjakan tugas yang baru

diterimanya. Beberapa kelompok antusias untuk menyelesaikan tugas yang diberikan.

Antusias tersebut bisa juga terjadi karena kelompok ingin menyelesaikan tugas lebih

dulu dari kelompok lainnya. Setelah peserta didik mengisi lengkap Tabel “KWL” setiap

kelompok memaparkan hasil diskusi, guru bersama peserta didik merefleksikan

pembelajaran. Kegiatan peserta didik dapat dilihat pada gambar-gambar berikut:

Gambar 1.1 Gambar 1.2

Bersama kelompoknya peserta didik menuliskan pada kolom KWL Peserta didik

menuliskanpada tabel KWL yang telah dibuat

Gambar 1.3 Gambar 1.4

Peserta didik menyajikan hasil diskusi Peserta didik melaksanakan Post Test

Pada kegiatan akhir, peserta didik diberi post test/lembar evaluasi untuk dikerjakan

oleh masing-masing Peserta Didik. Dari kegiatan pembelajaran siklus I pertemuan 1 Peserta

Didik sudah mulai antusias, aktif dan senang dalam mengikuti proses pembelajaran,

walaupun demikian masih ada Peserta Didik yang kurang aktif karena Peserta Didik tersebut

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

296

pendiam dan Peserta Didik yang belum terlibat langsung dalam kelompok hal ini mungkin

jumlah anggota kelompok 4 orang masih terlalu banyak kedepannya pada siklus 2 peneliti

akan membentuk kelompok sebanyak 3 orang. Pada pelaksanaan siklus 1 ini peneliti juga

mengalami hambatan yaitu ketidaktepatan waktu yang seharusnya diskusi kelompok selesai

dalam waktu 30 menit menjadi 45 menit hal ini dikarenakan peserta didik terlalu lama

mencari kata-kata sulit dikamus. Berikutnya pada siklus 2 peneliti akan memberikan daftar

kosakata agar para siswa lebih cepat dalam menyelesaikan tugasnya. Kegiatan post test

sebagai evaluasi terhadap pembelajaran yang telah dilaksanakan berupa pertanyaan pilihan

ganda yang dilakukan secara individu.

Refleksi

Pada tahapan ini peneliti meninjau dan menuliskan kembali kondisi objektif aktivitas

belajar dikelas yang peneliti alami pada siklus 1. Adapun hal-hal yang direfleksi antara lain

hasil atau prestasi melalui model pembelajaran dan pola interaksi pembelajaran. Hasil belajar

Peserta Didik yang telah diterapkan dengan metode KWL sangat bermanfaat dandibutuhkan

dalam pembelajaran reading comprehension untuk melatih kemampuan pemahaman peserta

didik dalam memahami reading text. Dengan model pembelajaran ini peserta didik lebih

antusias dalam mengikuti pembelajaran Bahasa Inggris khususnya dalam memahami reading

text.

Meskipun demikian dalam pelaksanaan pembelajaran ini dapat dipaparkan bahwa:

pada kompetensi dasar 3.4 dari 2 indikator yang peneliti ukur yaitu (1) mengidentifikasi

generic structure dari procedure text (2) menjawab pertanyaan-pertanyaan yang terkait

dengan isi manual penggunaan alat dan bagaimana membuat sesuatu. Range/rentangan score

yang diperoleh adalah antara 53-100 ada perbedaan score terendah dan tertinggi yang sangat

jauh. Peserta didik yang memperoleh nilai terendah 53 sebanyak 1 orang dan yang

memperoleh skor tertinggi juga 1 orang, hal ini dikarenakan kemampuan yang sangat

berbeda.Dalam siklus 1 ini range rata-rata standar nilai antara 67-87 dengan jumlah nilai rata-

rata kelas adalah 77.4 dari 26 peserta didik yang seharusnya 29 orang, 3 peserta didik tidak

masuk/ijin pada siklus 1, ini bisa disimpulkan bahwa ada 12 peserta didik atau sebanyak 46

% yang belum tuntas atau mencapai KKM. Pada KD ini KKM ditetapkan 75.

Evaluasi untuk melihat kelebihan dan kekurangan dari hasil refleksi siklus 1 akan

menjadi masukan siklus 2. Pada siklus 1 peneliti menyimpulkan bahwa pada kegiatan itu

hasilnya tidak maksimal dikarenakan peserta didik kurang menguasai kosakata yang ada di

text. Dari analisa diatas maka pada siklus kedua peneliti akan menyertakan daftar kosakata

atau vocabulary pada text yang akan diberikan.

Siklus 2

Siklus kedua terdiri dari 1 pertemuan ( 4 x 40 menit pembelajaran dan satu kali tes)

dan dilaksanakan pada hari Selasa tanggal 25 Oktober 2016 pada jam ke 1 sampai jam ke 4.

Pelaksanaan pembelajaran dideskripsikan sebagai berikut.

Perencanaan

Pada perencanaan tindakan pada siklus 2 ini hampir sama dengan siklus satu hanya

peneliti akan menambahkan beberapa langkah, yaitu (1) menambahkan daftar kosakata atau

vocabulary (2) membentuk kelompok dengan jumlah peserta yang lebih kecil beranggotakan

tiga orang (3) menyiapkan tiga topik baru procedure text yang berjudul: How to operate a

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

297

rice cooker, How to activate the handphone, How to operate the electronic iron. Peneliti

mengadaptasi topik-topik diatas dari internet, adapun sumbernya adalah :

http://www.bigbanktheories.com/5-contoh-procedure-text-tentang-pengoperasian-alat-

elektronik,http://novitadesi17.blogspot.co.id/2014/01/sop.html,http://www.studybahasainggri

s.com/contoh-procedure-procedural-text-dalam-bahasa-inggris,

http://www.kuliahbahasainggris.com/procedure-text-how-to-use-washing-machice-dalam-

bahasa-inggris/.

Perbedaan lain dalam siklus 2 ini adalah kemampuan/prestasi peserta didik yang

diukur pada siklus 1 peneliti menetapkan 2 indikator yang akan diukur dalam pencapaian

prestasi peserta didik yaitu (1) mengidentifikasi generic structure dari procedure text (2)

menjawab pertanyaan-pertanyaan yang terkait dengan isi manual penggunaan alat dan

bagaimana membuat sesuatu. Pada siklus 2 ini peneliti akan mengukur 2 indikator lain yaitu

(1) menemukan language feature dari procedure text, (2) menjawab pertanyaan-pertanyaan

yang terkait dengan isi manual penggunaan alat dan bagaimana membuat sesuatu.

Pelaksanaan Tindakan dan Observasi

Seperti pada siklus 1 pada tahap pelaksanaan tindakan dalam siklus 2 ini peneliti

menerapkan hal-hal yang telah direncanakan sebelumnya dan juga mendokumentasikan,

mencatat dan mengumpulkan hal-hal yang terjadi di dalam kelas. Dalam kegiatan

pendahuluan guru melakukan aktivitas menayangkan video dan meminta peserta didik

mencermati dan mencari moral value dari tayangan video. Selanjutnya guru menanyakan

kembali kepada peserta didik tentang procedure text. Guru menanyakan kepada peserta

didik tentang materi minggu lalu yang terkait dengan generic structure procedure text. Guru

Menyampaikan tujuan pembelajaran hari ini yaitu memahami reading dari procedure text dan

language feature yang digunakan serta menyampakain kembali model pembelajaran yang

akan digunakan.

Dalam kegiatan inti guru menjelaskan apa yang dilakukan peserta didik. Dari

reading procedure text yang diberikan guru meminta peserta didik mengisi tabel KWL dan

menuliskan jawabannya melalui dialog berikut.

T : What do you know about procedure text of How to activate the

handphone?”

S : Push the power of handphone, mam...”

T : Good , now write in the column K if you know about the topic

Peserta Didik menuliskan jawabannya dari hal-hal yang telah diketahui. Guru

melanjutkan pada kegiatan berikutnya.

T : “And now what do you want to know about procedure text of How to

activate the handphone?”

S : What is the fungsion of handphone”

T : Now, please write in the column W what do you want to know from this

topic.” (Pada langkah selanjutnya guru memberikan kalimat stimulan berikut

ini) After you wrote what do you want to know please read the text and

answer your question from column W and write your aswer in the column

L.”

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

298

Peserta didik aktif terlibat dalam kegiatan kelompok. Lembar tugas yang diberikan

membantu peserta didik untuk aktif bekerja mencobakan pembelajaran yang baru

diterimanya. Beberapa kelompok antusias untuk menyelesaikan tugas yang diberikan.

Antusias tersebut bisa juga terjadi karena kelompok ingin menyelesaikan tugas lebih

dulu dari kelompok lainnya.

Peserta didik bersama kelompoknya secara aktif dan bersemangat berusaha

menyelesaikan tugas. Peneliti juga menambahkan daftar kosakata atau vocabulary agar

peserta didik bisa memanfaatkan waktu secara efektif. Kelompok eranggotakan tiga peserta

didik dan tiap kelompok mengerjakan topik baru procedure text. Pada akhir kegiatan peserta

didik melaksanakan post test sesuai dengan waktu yang disediakan.

Refleksi

Pada refleksi ini peneliti akan meninjau dan menuliskan kembali kondisi objektif

aktivitas belajar dikelas yang peneliti alami pada sikulus 2. Pada sklus 2 ini peserta didik

lebih bersemangat dalam mempelajari reading. Hal ini ditujukkan dari aktivitas belajar yang

pernah mereka lakukan sebelumnya sehingga pada siklus 2 ini peserta didik sudah mengerti

apa yang harus dilakukan.

Dalam siklus 2 ini peneliti sudah mendapatkan peningkatan prestasi dalam 2 indikator

lain yaitu (1) menemukan language feature dari procedure text, (2) menjawab pertanyaan-

pertanyaan yang terkait dengan isi manual penggunaan alat dan bagaimana membuat sesuatu.

Pada siklus 2 range/rentangan score yang diperoleh adalah antara 46-100 ada perbedaan score

terendah dan tertinggi yang sangat jauh. Peserta didik yang memperoleh nilai terendah 46

sebanyak 2 orang dan yang memperoleh skor tertinggi 1 orang, hal ini dikarenakan

kemampuan yang sangat berbeda. Dalam siklus 2 ini range rata-rata standar nilai antara 67-93

dengan jumlah nilai rata-rata kelas adalah 77.44 dari 27 peserta didik yang seharusnya 29, 2

peserta didik tidak masuk/ijin pada siklus 2, ini bisa disimpulkan bahwa ada 9 peserta didik

atau sebanyak 33 % yang belum tuntas atau mencapai KKM. Pada KD ini KKM ditetapkan

75.

Dari penelitian siklus 1 dan siklus 2 dapat dirangkum dalam tabel sebagai berikut.

Tabel 1. Hasil belajar siswa pada siklus I dan siklus II

Siklus Prosentase

siswa yang tuntas

Prosentase

siswa yang tidak

tuntas

Nilai Rata-

rata

Siklus I 54 % 46 % 77.42

Siklus II 67 % 33 % 77.44

Perbandingan hasil belajar siswa antara siklus I dansiklus II dideskripsikan sebagai

berikut: pada siklus I nilai rata-rata kelas adalah 77.42 dan pada siklus II adalah 77.44. Hal

ini berarti terjadi peningkatan nilai rata-rata kelas tidak terlalu besar. Dengan melihat

prosentase hasil belajar, pada siklus I prosentase siswa yang tuntas 54% dan prosentase siswa

yang tidak tuntas 46 % sedangkan pada siklus II prosentase siswa yang tuntas 67% dan

prosentase siswa yang tidak tuntas 33%. Terjadi peningkatan prosentase siswa yang tuntas

sebesar 13 %. Hal ini dikarenakan beberapa perubahan perlakuan yang peneliti lakukan untuk

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

299

mencapai peningkatan tersebut. Misalnya peneliti memberikan daftar kosakata yang sulit

untuk mempercepat peserta didik melaksanakan tugasnya.

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian ini pembelajaran bahasa inggris khususnya kompetensi

dasar 3.4 materi procedure text untuk ketrampilan reading comprehension dengan

menerapkan model pembelajaran KWL terbukti bisa meningkatkan hasil belajar peserta

didik. Pada siklus I dengan nilai rata-rata 77.42 mengalami peningkatan pada siklus II dengan

nilai rata-rata 77.44.

Pada prosentase ketuntasan pada siklus 1 sebanyak 54 % dari 26 peserta didik, 3

ijin/tidak masuk sedangkan ketuntasan pada siklus 2 sebanyak 67 % dari 27 peserta didik, 2

peserta didik ijin/tidak masuk, mengalami peningkatan 13%. Hal ini disebabkan ada beberapa

hal yang peneliti tambahkan pada siklus 2 seperti adanya tambahan daftar kosakata atau

vocabulary. Akan tetapi peneliti rasa selain penambahan daftar kosakata pada penelitian

selanjutnya sebaiknya ditambahkan daftar kata sinonim dan antonim agar peningkatan

prestasi khususnya materi procedure text pada ketrampilan reading comprehension semakin

besar/meningkat secara signifikan dan mencapai ideal.

Selain mengalami peningkatan kemampuan/prestasi dalam reading comprehension,

peserta didik juga mengalami peningkatan dalam tingkat keaktifan, motivasi dan semangat

dengan diterapkannya model pembelajaran KWL.

Berdasarkan simpulan di atas maka peneliti menyarankan berikut. Untuk guru bahasa

inggris lain yang mengalami masalah yang sama dengan peneliti agar menerapkan model

pembelajaran KWL ini. Bagi sekolah , hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu

pertimbangan untuk mengambil kebijakan sekolah. Kepada peneliti lain, hasil temuan dalam

peneitian ini dapat digunakan sebagai referensi untuk penelitian berikutnya.

Daftar Rujukan

Indriastuti, N dan Rahmawan Penerapan teknik KWL (Know, Want to learn) dalam

Membandingkan Isi 2 Teks dengan Membaca Sekilas pada Pembelajaran Bahasa

Indonesia Sekolah Dasar Kelas Atas. Surakarta: Universitas Muhammadiyah

Surakarta

Kemmis, S. & Taggart, R. 1992. The Action Research Planner. Third edition, Melbourne:

Deakin University

Mariani. 2016. Penerapan model pembelajaran TGT, J-KPS 1(1)

Ogle, D.M. 1986. K-W-L: A Teaching Model that Develops Active Reading of Expository

Text. Reading Teacher 39: 564-570.

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

300

PENERAPAN PEMBELAJARAN MAKE-A-MATCH

DENGAN MENGGUNAKAN FLASH-CARDS UNTUK MENINGKATKAN

KEMAMPUAN BERBICARA SISWA DI KELAS XI UPW

SMK PUTIKECWARA BATU

Lilik Irawati

SMK PUTIKECWARA BATU

[email protected]

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berbicara siswa pada

mata pelajaran Bahasa Inggris dengan menerapkan metode make a match dengan bantuan

flash chart. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian tindakan kelas (PTK) yang

dilaksanakan dalam dua siklus. Setiap siklus mengandung empat kegiatan pokok:

perencanaan, pelaksanaan tindakan, pengamatan, dan refleksi. Penelitian ini dilaksanakan

di Kelas XI 1 UPW SMK Putikecwara Batu dengan jumlah siswa sebanyak 22. Langkah

yang harus dilakukan siswa adalah menyusun gambar secara runtut dan mencocokkan

dengan teks setelah itu menceritakan secara lisan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

pembelajaran make a match dengan bantuan flash chart dapat meningkatkan kemampuan

berbicara bahasa Inggris.

Kata kunci: Make-a-Match, flash cards, speaking skill

Dengan berkembangnya peradaban masyarakat yang sangat pesat, maka perkembangan

pendidikan perlu ditingkatkan juga untuk menyeimbangkannya. Dengan adanya program

perdagangan bebas antar Negara atau MEA, maka kita perlu mempersiapkan anak didik kita

menjadi sumber daya manusia yang siap kerja dan competence. Untuk memenuhi itu salah

satu kompetensi yang perlu dikuasai oleh anak didik kita adalah Bahasa Inggris sebagai alat

komunikasi selain skill lain yang dapat mendukungnya.

Dengan melihat begitu pentingnya Bahasa Inggris sebagai komunikasi, maka anak

didik perlu dibekali pengetahuan bahasa Inggris dengan tepat agar mereka dapat

mengungkapkan, menyampaikan informasi dengan benar. Menurut Anas (2013) dikatakan

bahwa berbicara adalah salah satu cabang dalam ketrampilan berbahasa sebagai alat

komunikasi dalam menyampaikan sesuatu kepada orang lain. Ada 4 kecakapan yang perlu

dikuasai siswa yaitu, listening, speaking, reading, dan writing. Pada pembahasan ini

keterampilan utama yang ditekankan pada penguasaan berbicara siswa.

Meskipun siswa telah dibekali pengetahuan bahasa Inggris selama 3 tahun di SMP

tetapi kemampuan berbicara mereka belum menunjukkan hasil yang maksimal seperti yang

terjadi di kelas XI UPW1. Kesulitan tersebut jika tidak segera kita atasi, maka kesulitan

tersebut menjadi beban atau masalah yang semakin besar. Jika kita telaah lebih dalam

kesulitan-kesulitan yang menimpa siswa sebenarnya bersumber pada siswa dan guru.

Kesulitan-kesulitan itu meliputi kurangnya kosa kata atau perbendaharaan kata, rasa malu,

rasa takut, kurang percaya diri, dan takut salah. Kesulitan-kesulitan tersebut berpengaruh

sangat besar pada jalannya proses pembelajaran yang sedang berlangsung. Agar hal tersebut

dapat teratasi, maka guru dituntut untuk membuat pembelajaran inovasi atau strategi-strategi

mengajar yang dapat meningkatkan motivasi belajar siswa khususnya speaking. Dengan

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

301

pembelajaran yang menyenangkan dan efektif memberikan stimulus pada peningkatan

motivasi belajar siswa.

Pada penelitian ini, penulis mencoba untuk menggunakan metode pembelajaran make-

a-match yang diharapkan dapat meningkatkan vocabulary atau perbendaharaan kata sehingga

kemampuan berbicara siswa dapat meningkat dan diharapkan dapat mencapai 100%.

Penerapan metode pembelajaran make-a-match dilakukan di kelas XI.UPW 1 SMK

Putikecwara Batu.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menjabarkan pembelajaran menggunakan metode make-a-match dengan

menggunakan media flash-cards yang dapat meningkatkan perbendaharaan kata dengan

tujuan untuk meningkatkan kemampuan berbicara siswa, karena itu penelitian ini tergolong

penelitian kualitatif, karena penelitian ini dilakukan secara langsung di lapangan. Penelitian

ini digunakan dalam penelitian tindakan kelas dengan tahapan perencanaan tindakan,

pelaksanaan tindakan, observasi dan refleksi. Pada tahapan perencanaan dilakukan dengan

menyusun rencana pembelajaran yang mengacu pada sintag make-a-match dimana siswa

harus mencocokkan kata-kata yang tidak lengkap dengan potongan gambar, kata-kata

tersebut sebagai alat bantu siswa dalam menceritakan gambar dan mengembangkan media

flash-cards yang akan mengajak siswa untuk menyususn gambar secara berurutan sehingga

siswa dapat menceritakan dengan runtut. Pada tahap pelaksanaan pembelajaran dilakukan di

kelas XI.1 UPW dengan jumlah siswa 22 anak pada hari Jumat, 21 Oktober 2016 sekaligus

dilaksanakan observasi yang dibantu oleh teman sejawat.

Penelitian tindakan kelas ini dilakukan dalam dua siklus masing-masing siklus terdiri

dari 1 pertemuan (@ 2 jam pelajaran x 40 menit) . Setiap akhir siklus dilakukan refleksi dan

dilakukan perbaikan pada siklus berikutnya

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian dipaparkan berdasarkan tahapan pelaksanaan pembelajaran untuk

meningkatkan kemampuan berbicara menggunakan Flash Cards dengan menerapkan model

make-a-match di kelas XI 1UPW SMK Putikecwara Batu . Dalam hal ini dilakukan dalam

dua siklus.

Siklus 1

Siklus pertama dilakukan dalam 2 pertemuan dengan jadwal hari yang terpisah 1 x

pertemuan. Pembelajaran dilakukan dalam waktu 2x40 menit. Pelaksanaan pembelajaran

tersebut dilakukan pada hari Jumat, 21Oktober 2016 pada jam 1 dan 2. Pelaksanaan

pembelajaran dideskripsikan sebagai berikut.

Perencanaan Tindakan

Pada tahapan ini ada beberapa hal yang perlu disiapkan oleh peneliti sebelum

Pelaksanaan pembelajaran dilakukan, misalnya membuat Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran, menyiapkan potongan gambar-gambar yang diambil dari internet, membuat

kata-kata dalam kotak yang sudah dipotong, menyiapkan daftar penilaian siswa, daftar

kehadiran siswa, form observasi, dan menyiapkan laptop yang dipakai sebagai media untuk

menampilkan materi

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

302

Pelaksanaan Tindakan dan Pengamatan

Dalam pelaksanaan tindakan, peneliti melakukan beberapa aktivitas yaitu menerapkan

langkah-langkah pengajaran yang dibuat dalam RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran),

mendokumentasikan, dan mencatat hal-hal yang terjadi selama proses belajar mengajar

berlangsung di dalam kelas. Dalam kegiatan pendahuluan, guru memberikan salam,

menanyakan berapa siswa yang tidak masuk dan menanyakan kesiapan siswa mengikuti

pembelajaran hari ini, dengan contoh dialog sebagai berikut “Are you ready to study now?”

Siswa menjawab, “Yes, Mom.” Agar perhatian siswa terfokus pada pelajaran, guru mencoba

untuk membangkitkan belajar siswa dengan memberi beberapa pertanyaan sehubungan

dengan teks Narrative, yang pernah didapatkan pada waktu mereka di SMP/SLTP. Dialognya

sebagai berikut.

Guru : “Do you remember the story about someone who didn‟t respect to his

parent?”

Siswa : “Yes, Mom.”

Guru : “Who is the story about ?”

Siswa : “Malin kundang, Mom.”

Guru : “That‟s right”. “Very good students”. “Now we will talk about Cinderella”.

“It‟s also classified Narrative text.”

Pada kegiatan pendahuluan tersebut, guru telah menentukan waktunya ± 10 menit.

Foto 1 di bawah ini menunjukkan guru sedang memberi pengarahan kepada siswa

Foto1. Guru memberikan pengarahan kepada siswa

Menyampaikan tujuan pembelajaran hari ini, yaitu menyampaikan pada siswa

bahwa pembelajaran hari ini difokuskan pada kemampuan berbicara (Speaking Skill). Siswa

menceritakan flash card yang sudah disusun secara urut dengan menggunakan metode

pembelajaran Make-a-match yang aktivitasnya sebagai berikut, siswa menyusun potongan

gambar-gambar secara runtut, mencocokkan kata-kata yang sudah dilengkapi dalam kotak

dengan gambar dan menceritakan masing-masing gambar secara lisan. Masing-masing

anggota kelompok menceritakan potongan-potongan gambar yang dipilih. Siswa dimotivasi

untuk menggunakan kamus atau handphone untuk menemukan kosa kata dengan mudah

sehingga kerja kelompok dapat diselesaikan dengan cepat. Dalam kegiatan inti, siswa

diminta memperhatikan slide dimana guru menayangkan beberapa potongan gambar dari

cerita lain, menyajikan juga kata-kata yang tidak lengkap dalam kotak. Lihat Gambar 2

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

303

Gambar 2: Guru memberikan contoh cerita timun emas

Guru menanyakan urutan gambar secara runtut dengan contoh dialog sebagai

berikut :

Guru : “ Ok students, all of you. Look at the slide now, I‟ll give you example.”

“There are some pictures I will show to you”. Look and choose the first, second

and the next picture”. “Do you understand my instruction?”

Siswa : “Yes, Mom.”

Guru : “Which picture is the first ?”

Siswa : “Picture B.”

Guru : “and Which word is suitable with the picture?”

Siswa : “no 2.”

Guru : “That‟s right”. “How is the complete sentence?”

Siswa : “The Giant took her daughter after she was 17 years old.”

Guru : “That‟s very good”. “Now, do like this .”

Pada tahap berikutnya, Guru meminta siswa untuk membentuk kelompok, masing-

masing kelompok terdiri dari 4 atau 5 siswa yang dipilih anak2 sendiri. Setelah terbentuk

kelompok, guru membagikan potongan-potongan gambar dan kata-kata dalam kotak pada

masing-masing kelompok. Guru menginstruksikan pada masing-masing kelompok untuk

bekerja sama dalam mengurutkan potongan gambar menjadi suatu urutan cerita yang runtut.

Selanjutnya lihat pada Gambar 3 berikut

Gambar 3: Siswa menyusun potongan gambar

Setelah itu siswa-siswa mencocokkan kata-kata dalam kotak dengan urutan gambar

yang telah diurutkan dan melengkapi kata-kata tersebut menjadi rangkaian kalimat yang

tepat dan benar. Setelah rangkaian kegiatan tersebut selesai masing-masing kelompok

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

304

membagi potongan-potongan gambar pada masing-masing anggotanya dengan memilih

sendiri urutan gambar yang akan diceritakan di depan kelas. Dengan kerja keras siswa

berusaha untuk dapat menghafal kalimat-kalimat yang telah disusunnya. Guru akan

memberikan penilaian secara individu pada penampilan masing-masing kelompok dalam

mengemukakan cerita tersebut secara lisan. Pada kegiatan inti, waktu yang diberikan siswa

untuk mengerjakan tugas secara berkelompok dan menyajikannya selama ± 55 menit dan 15

menit selanjutnya, guru melakukan konfirmasi dengan menemukan kesalahan-kesalahan

yang dibuat oleh masing-masing kelompok dengan kelompok yang lain.

Pada Kegiatan Penutup, Guru menanyakan pelajaran apa yang baru saja kita

lakukan, menanyakan kesulitan siswa dan Guru meminta siswa dalam kelompok untuk

mencari potongan-potongan cerita bergambar/Flash Cards yang simple serta mudah

dipahami dari internet dan dikemukakan didepan secara lisan sebagai tugas tidak terstruktur.

Dari beberapa rangkaian tindakan yang telah dilaksanakan, peneliti mencoba untuk

mengumpulkan data dengan mengambil gambar kegiatan sebagai dokumen yang

dibantu/dilakukan oleh observer saat melakukan observasi di kelas.

Refleksi

Pada tahap kegiatan ini, peneliti mengumpulkan hasil temuan-temuan yang didapatkan

oleh observer selama kegiatan proses belajar mengajar berlangsung. Kejadian-kejadian yang

ditemukan tersebut nampaknya dapat menghambat jalannya proses belajar mengajar sehingga

pelaksanaan tindakan tidak dapat berlangsung dengan effektif. Kejadian-kejadian itu meliputi

: Kurang cepatnya pembentukan kelompok yang dilakukan pada awal kegiatan inti karena

siswa masih memilih-milih teman dalam kelompok, mereka lebih menyukai bergabung

dengan teman bermainnya di kelas atau dengan teman dekatnya. Dikarenakan ruangan yang

relative sempit sehingga menggabungkan meja dalam kelompok memakan waktu banyak,

disamping itu pembelajaran bertepatan pada hari Jum‟at yang porsi waktunya sangat pendek,

kurangnya melibatkan anggota kelompok dalam pembagian kerja sehingga ditemukan ada

siswa yang menyibukkan diri dengan mengganggu teman lain dan melihat temannya

mengerjakan tugas. Kejadian lain yang ditemukan oleh peneliti pada proses belajar mengajar

berlangsung adalah lamanya melengkapi kata-kata untuk gambar yang telah ditentukan yang

dikarenakan kurangnya vocabulary dan pencarian vocabulary di kamus/Hp. Dari hambatan-

hambatan yang terjadi pada Siklus1 maka pambelajaran yang kita fokuskan pada kemampuan

berbicara (Speaking Skill) belum menunjukkan hasil yang optimal ditambah dengan

ketersediaan waktu yang sudah kita tentukan tidak terpenuhi dengan baik. Dengan adanya

kendala pada siklus 1 maka diharapkan pelaksanaan pada Siklus 2 Peneliti akan melakukan

pembaharuan/perbaikan, sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai.

Siklus 2

Pada Siklus 2 peneliti melakukan pengamatan pelaksanaan proses belajar mengajar lagi

ini merupakan kelanjutan dari kegiatan pada siklus 1. Pada tahapan ini, peneliti melaksanakan

pembaharuan/perbaikan dalam proses belajar mengajar agar tujuan yang diharapkan dapat

terealisasi dengan baik. Pembelajaran pada Siklus 2 dilakukan pada hari Selasa, 11 November

2016 pukul 08.20 di kelas XI.1 UPW SMK Putikecwara Batu dengan materi yang sama.

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

305

Perencanaan Tindakan

Pada tahapan ini, peneliti melakukan kegiatan yang sama pada siklus 1 yang meliputi,

pembuatan RPP, Menyiapkan potongan-potongan gambar cerita lain sebagai media

pembelajaran yang diambil dari internet, menyiapkan teks yang ditulis dalam kotak,

menyiapkan blanko penilaian, dan blanko observasi.

Pelaksanaan Tindakan dan Observasi atau Pengamatan

Pada kegiatan ini, peneliti melakukan langkah-langkah pengajaran yang sama seperti

pada Siklus 1. Langkah-langkah yang diterapkan mulai dari kegiatan pendahuluan, dimana

peneliti melakukan persiapan baik berbentuk pengadaan bahan pengajaran maupun form-

form yang yang dibutuhkan baik untuk peneliti maupun observer, sehingga menunjang situasi

kelas agar tetap kondusif. Kegiatan awal melakukanama kegiatan yang sama seperti pada

kegiatan siklus 1 yaitu dimulai dengan menyapa siswa, mengecek kehadiran siswa,

menanyakan kesiapan siswa dalam mengikuti pembelajaran hari ini, dan untuk memotivasi

belajar siswa guru memberikan pertanyaan sehubungan dengan materi yang akan dibahas

pada saat itu. Berikut ini contoh dialognya.

Teacher : “Students, Do you have parents ?

Students : “Yes, Mom.”

Teacher : “Do the parents love their children.”

Students : “of course, Mom.”

Teacher : “If Mother doesn‟t have a child along time. Then she has only a

daughter, she began grow and immediately someone will take her.

How does the woman feel?

Students : “She will be sad.”

Teacher : “It‟s very good. Now we will talk about story which tells the giant

will take the woman‟s daughter. Do you remember? What is story

about?”

Students : “Timun Emas.”.

Teacher : “You are right.” Very good.” What Characters are there in the story?

Students : “The giant, Timun Emas and her mother.”

Teacher : “Right answer.” “You are good students.” At this session we will

learn about Timun Emas story.

Setelah guru memberikan beberapa pertanyaan sehubungan dengan cerita Timun Emas

yang bertujuan untuk membangkitkan motivasi siswa dalam belajar, guru menjelaskan

tujuan pembelajaran bahwa kompetensi yang ingin dicapai yaitu siswa dapat

menceritakan cerita secara lisan dan menggunakan methode pembelajaran yang sama seperti

pada kegiatan di siklus 1 yaitu make-a-match. Pembaharuan yang dilakukan pada siklus 2

meliputi bahan ajar, di sini guru memberikan bentuk teks yang sama dengan cerita yang

berbeda. Cerita Timun Emas adalah cerita yang tidak asing bagi siswa karena cerita ini

pernah didapatkan pada waktu mereka di SMP bahkan di SD. Dengan begitu peneliti bisa

melihat semangat siswa mengikuti pemnbelajaran, diharapkan hal ini akan lebih mudah bagi

siswa untuk menceritakan secara lisan isi cerita tersebut.

Pada Kegiatan Inti, guru menjelaskan teknis pembelajaran yang hampir sama dengan

yang dilakukan pada kegiatan siklus 1. Siswa membentuk kelompok yang ditentukan oleh

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

306

guru sehingga siswa tidak ada kesempatan untuk memilih teman. Kegiatan ini dengan tujuan

untuk mempercepat waktu sehingga proses kegiatan inti tidak terbuang dengan sia-sia dan

pembelajaran dapat berjalan secara optimal. Berikut adalah contoh dialognya.

Teacher : Ok students, before doing the next activities you make a group,

only there are 2 groups and I will decide the member of group.

Please count number 1 and 2 after that the students number 1

gather in group 1 and students number 2 gather in group 2. Do you

understand.

Students : Yes, mom

Setelah kelompok terbentuk, guru meminta siswa pada posisi kelompok masing-

masing. Guru menjelaskan kegiatan berikutnya yaitu menjelaskan teknis pembelajaran yang

akan dilakukan oleh masing-masing kelompok. Guru membagikan potongan-potongan

gambar tentang cerita Timun Emas dan potongan teks dalam kotak yang sudah disediakan,

siswa tidak perlu melengkapi teks yang dilakukan pada siklus 1 siswa masih dengan susah

payah untuk melengkapinya. Di sini guru memberikan pembaharuan sehingga siswa tidak

perlu merangkai sendiri menjadi sebuah passage yang digunakan untuk menceritakan

rangkaian gambar tersebut. Perbendaharaan kata atau vocabulary yang dianggap sulit atau

asing oleh siswa dibahas secara klasikal atau bersama dan dibantu oleh guru untuk

menemukan makna katanya. berdasarkan isi teks. Instruksi-instruksi yang diberikan guru

diatas diberikan dalam contoh dialog berikut ini.

Teacher : Students, please pay attention. Listen to my instruction, I will

share this cuts of picture to each groups and also the text in the

box, after that arrange the picture chronologically and match the

text with the appropriate picture. I hope all of the students work

together. Do you understand?

Students : Yes, Mom.

Teacher : Before you arrange them, look at the text one by one. Find the

difficult words and we discuss together. Ok?

Students : Ok, Mom.

Setelah siswa menyusun potongan-potongan gambar dan mencocokkan text tersebut

dengan gambar yang sesuai, guru menanyakan hasil kerja mereka untuk memastikan apakah

urutan gambar mereka pada susunan yang benar, seperti pada contoh dialog berikut.

Teacher : Ok students, let we match the pictures together. Please show me the

picture 1, then 2, 3, … next and the last.. After that you match the

text and share to each students. Memorize it and the last tell orally

in front of class. Can you do it ?

Students : Yes, Mom.

Pada kegiatan inti, secara tehnis langkah-langkah kerja siswa sama dengan yang

dilakukan pada siklus 1. Adapun pembaharuan-pembaharuan yang dilakukan pada siklus 2

merupakan tindakan untuk memudahkan siswa sehingga ketercapaian dalam menceritakan

rangkaian potongan-potongan gambar secara lisan dapat berhasil.

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

307

Refleksi

Pada refleksi ini, peneliti menjabarkan kondisi kelas pada saat proses pembelajaran

berlangsung yang terjadi pada siklus 2. Pada siklus 2 siswa bersemangat dengan diberikannya

cerita baru yaitu Timun Emas. Pada waktu pembagian kelompok yang dilakukan oleh guru

masih ditemukan siswa yang merasa enggan berpisah dengan teman kelompoknya, tetapi

akhirnya siswa dapat menerimanya. Pada siklus 2 diharapkan siswa sudah dapat

menceritakan rangkaian gambar secara lisan, tetapi kenyataannya hanya beberapa siswa

kurang lebih 22% siswa yang dapat menceritakan gambar secara lisan meskipun kalimat-

kalimat yang diberikan sudah disusun dengan lengkap. Observer menemukan bahwa siswa

tidak bisa menghafal teks dalam waktu pendek, sehingga sampai jam pembelajaran berakhir

siswa masih belum siap untuk menceritakan gambar tersebut.dengan alasan belum hafal.

Dengan kenyaatan seperti itu, maka peneliti akan melanjutkan pada pertemuan berikutnya

PEMBAHASAN

Pada kegiatan ini peneliti memberikan penjelaskan dari hasil penelitian pada siklus 1

dan 2. Peneliti dapat membandingkan kegiatan pembentukan anggota kelompok yang terjadi

pada siklus 1 yaitu penentuan anggota kelompok diserahkan pada siswa sendiri akan

memakan banyak waktu sehingga menyita waktu untuk kegiatan lain, berbeda dengan

kegiatan pada siklus 2 dengan adanya intervensi guru dalam menentukan anggota kelompok,

akan lebih membantu mempercepat waktu. Sikap siswapun lebih menghargai keberadaan

anggota kelompok yang ditentukan meskipun mereka tidak bergabung dengan teman yang

mereka inginkan.

Pada siklus 1 setelah siswa menyusun gambar berdasarkan urutan yang benar, siswa

melengkapi kalimat yang ada dalam kotak yang disesuaikan dengan alur cerita dan gambar.

Dari hasil ini menunjukkan bahwa siswa belum bisa menceritakan potongan gambar yang

telah dipilih. Hanya sebagian kecil siswa saja yang dapat menceritakan secara lisan. Sehingga

pada siklus 1 siswa masih banyak yang membaca, mereka kesulitan dalam menghafal kata2

yang diberikan. Pada siklus 2 guru telah melengkapi kata-kata tersebut menjadi sebuah teks

singkat, Siswa tinggal mencocokkan dengan gambar dan menghafalkannya. Ternyata pada

siklus 2 hasil yang diharapkan belum sesuai dengan kenyataan, Sampai jam pembelajaran

berakhir siswa yang dapat menyajikan cerita tersebut secara lisan hanya siswa tertentu itu

saja. Hasil yang dicapai masih belum memenuhi target yang diharapkan. Hal ini disebabkan

karena kelemahan menghafal siswa, kondisi input dan kurangnya keseriusan dalam

memahaminya.

SIMPULAN DAN SARAN

Dari hasil penelitian yang dilakukan pada siklus 1 dan siklus 2 peneliti dapat

menyimpulkan bahwa pembelajaran Make-a-Match dengan menggunakan media FlashCards

masih belum berhasil meningkatkan kemampuan berbiara siswa. Hal ini diperkirakan karena

siswa mengalami kesulitan dalam menghafal kosakata dan sulit untuk berkonsentrasi. Selain

itu input siswa di sekolah ini dirasakan masih lemah.

Dari kesimpulan di atas, peneliti merasa bahwa peningkatan kemampuan berbicara

menggunakan Flash Cards dengan metode Make-a-Match sebenarnya pembelajaran yang

menarik, dimana siswa dituntut untuk mengurutkan gambar sesuai jalan cerita yang diingat

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

308

dan mencocokkan dengan text pendek yang sudah disediakan. Pada kenyataan dalam

mengungkapkan cerita, siswa mengalami hambatan/kemacetan karena butuh waktu lama

untuk menghafal teks pendek tersebut. Maka guru yang bersangkutan perlu mencari metode

baru lagi yang lebih mudah dan sederhana untuk mengatasi kesulitan berbicara di kelas

tersebut. Kepada peneliti lain, diharapkan dapat menggunakan media lain agar kemampuan

berbicara siswa dapat ditingkatkan.

Daftar Rujukan

Arsyad, Azwar. 2011. Media Pembelajaran, Jakarta: Rajawali Press.

Ary, D., Jacobs, L C & Razavich, A. 2002. Introduction to Research on Education.Sixth

Edition United States of America. Thomson Learning.

Brown, H.D. 2001. Teaching by Principles: An Interactive Approach to Language Pedagogy.

Second Edition San Francisco: Addison Wesley Longman, Inc

Huda, Miftahul. 2013. Model-model Pengajaran dan Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar

Lie, Anita. 2008. Cooperative Learning. Jakarta: PT Grasindo.

Rusman. 2011. Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta:

Rajawali Pers

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

309

PENINGKATAN PEMBELAJARAN SPEAKING DENGAN MENGGUNAKAN

TEKNIK GUESSING GAME SISWA KELAS XI KCK SMKN I BATU TAHUN

PELAJARAN 2016/2017

Rika Nurhayati Utami

SMK Negeri 1 Batu

[email protected]

ABSTRAK: Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan kemampuan berbicara

Bahasa Inggris dengan menggunakan tekhnik guessing game. Dengan memberikan

beberapa vocabulary sebelum guessing game itu dilakukan diharapkan siswa dapat

berbicara bahasa Inggris dengan baik dan benar. Hasil penelitian menunjukan bahwa

dengan menggunakan tekhnik guessing game membuat siswa bersemangat untuk berbicara

bahasa Inggris. Hal ini dibuktikan dengan kemampuan siswa kelas XI KCK yang dijadikan

objek oleh peneliti, dari 10 kata yang harus di tebak oleh masing-masing group hanya 3

kata dari kelompok 1 yang tidak bisa dijawab oleh siswa, kelompok 3 dan 4 hanya 1 kata

sedangkan kelompok 2 dan 5 dapat menjawab semua kata dengan benar. Bila

dipresentasikan dalam nilai ketuntasan, pada siklus I hanya tercapai 42% yang tuntas

dengan jumlah siswa sebanyak 12 siswa dari 29 siswa, dan yg tidak mencapai KKM

sebanyak 58% atau 17 siswa. sedangkan pada siklus II hampir semua kata bisa ditebak oleh

siswa XI KCK dengan Presentasi ketuntasan 72% dan yang tidak tuntas sebanyak 28% dan

jumlah siswa yang mencapai KKM sebanyak 21 siswa dan yang tidak tuntas sebanyak 8

siswa dari 29 siswa yang mengikuti pembelajaran Bahasa Inggris.

Kata kunci: vocabulary, speaking English, guessing game

Peneliti adalah guru Bahasa Inggris di salah satu SMK Negeri di kota Batu, peneliti

mengajar Bahasa Inggris kelas XI di enam kelas yang berbeda di SMKN 1 Batu.

Permasalahan yang peneliti hadapi di kelas adalah (1) siswa kurang menguasai vocabulary

Bahasa Inggris, (2) siswa kesulitan dalam memahami teks Bahasa Inggris, (3) siswa kesulitan

dalam memahami grammar yang dijelaskan oleh peneliti, (4) siswa kesulitan dan enggan jika

diminta untuk berbicara dalam bahasa Inggris, (5) siswa kelas XI melaksanakan prakerin

selama 6 bulan, sehingga mereka tidak bisa fokus kepada pelajaran Bahasa Inggris, (6) siswa

tidak dapat fokus kepada pelajaran bahasa Inggris karena banyaknya tugas dari mata

pelajaran lainnya.

Dari sekian banyak masalah yang dihadapi oleh peneliti, maka dalam penelitian ini

peneliti memfokuskan untuk mengatasi permasalahan dalam kesulitan dan keengganan

peserta didik dalam berbicara Bahasa Inggris, masalah ini disebabkan oleh minimnya

vocabulary (kosa kata) yang dimiliki dan dikuasai oleh peserta didik. Tujuan pembelajaran

Bahasa Inggris di SMK adalah untuk membekali peserta didik agar fasih berbicara Bahasa

Inggris yang setara dengan level Elemantary pada KD 2.3 tentang pekerjaan pada khususnya,

sedangkan secara umum diharapkan siswa dapat fasih berbicara Bahasa Inggris di dunia kerja

dan menjadikan mereka pekerja yang berdaya saing global. Oleh karena itu dibutuhkan suatu

metode pembelajaran yang dapat membuat peserta didik berkomunikasi aktif dengan

menggunakan Bahasa Inggris.

Hurlock (1991:176) menyatakan bahwa berbicara merupakan bentuk bahasa yang

menggunakan artikulasi atau kata-kata yang digunakan untuk menyampaikan maksud.

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

310

Berbicara merupakan keterampilan mental-motorik yang melibatkan koordinasi otot

mekanisme suara yang berbeda dengan mekanisme mengkaitkan arti dengan bunyi-bunyi

yang dihasilkan.

Menurut Tarigan (1981:16-17) terdapat delapan prinsip umum berbicara yaitu: (1)

Membutuhkan paling sedikit dua orang, (2) menggunakan suatu sandi linguistik yang

dipahami bersama, (3) menerima atau mengakui suatu daerah referensi umum, (4) merupakan

suatu pertukaran antar partisipan, (5) menghubungkan setiap pembicara dengan pembicara

lainnya dan kepada lingkungannya dengan segera, (6) berhubungan atau berkaitan dengan

masa sekarang, (7) hanya melibatkan perlengkapan atau aparat yang berhubungan dengan

suara atau bunyi dan pendengaran (vocal and auditory appatarus), (8) secara tidak pandang

bulu menghadapi serta memperlakukan apa yang nyata dan apa yang diterima sebagai dalil.

Guessing game adalah sebuah permainan yang mana seseorang harus bersaing dengan

orang lain atau kelompok lain tentang menebak sesuatu yang telah diberikan petunjuknya.

Guessing game dapat diterapkan dalam pengajaran Bahasa Inggris di semua keahlian

(berbicara, mendengarkan, menulis dan membaca) dan semua tingkatan pembelajaran.

Permainan dapat membuat siswa berkesempatan untuk praktek berbicara dalam kegiatan

pembelajaran. Dengan Guessing game siswa merasa senang dan rileks dalam mempelajari

sebuah bahasa terutama Bahasa Inggris yang dianggap sulit oleh kebanyakan siswa karena

siswa dapat mengekspresikan apa yang ada didalam diri mereka tanpa beban dan dengan hati

yang gembira pada saat mereka berbicara Bahasa Inggris.

Pembelajaran Bahasa Inggris ini menggunakan tekhnik guessing game dengan langkah-

langkah sebagai berikut: (1) peserta didik terdiri dari 5 orang siswa, (2) salah satu siswa

dalam kelompok tersebut, berdiri didepan kelompoknya dengan membawa kertas yang

diberikan oleh peneliti dan meletakannya diatas kepala tanpa melihat kata tersebut dan

ditugaskan untuk menjawab kata apa yang tertera dalam kertas tersebut dengan bantuan dari

temannya yang memberikan deskripsi tentang kata tersebut dengan menggunakan Bahasa

Inggris, (3) apabila kata tersebut bisa terjawab dengan benar maka siswa yang menjawab

kembali kekelompoknya dan berdiri dipaling belakang barisan. Sedangkan siswa ketiga

menggantikan temannya yang memberikan deskripsi dan siswa yang tadi memberikan

deskripsi diminta untuk kedepan membawa kertas di kepalanya dan menjawab kata tersebut.

Allen dan Vallete (1997) menyatakan bahwa guessing game menawarkan perubahan

yang menyenangkan dari kecepatan dalam pelajaran sehingga mereka bisa memotivasi siswa

dalam belajar vocabulary dan speaking sehingga dapat mengurangi kebosanan dan

meningkatkan penguasaan vocabulary.

METODE

Pada penelitian ini, peneliti menerapkan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang

merupakan penelitian praktis yang dimaksudkan untuk memperbaiki pembelajaran di kelas.

Penelitian ini dilaksanakan di SMK Negeri 1 Batu dan khususnya penelitian dilaksanakan di

kelas XI KCK yang siswanya berjumlah 29 siswa. Dari ke 29 siswa tersebut ada beberapa

siswa yang memiliki kemampuan di atas rata-rata, ada juga sebagian siswa yang memiliki

kemampuan menengah, dan banyak juga siswa yang memiliki kemampuan dibawah rata-rata.

Penelitian tindakan kelas ini dilakukan dalam dua siklus, masing-masing siklus terdiri

dari 1x pertemuan (@ 4 jam pelajaran x 45 menit). Siklus pertama dilakukan pada tanggal 20

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

311

Oktober 2016 dan siklus kedua dilakukan pada tanggal 25 Oktober 2016. Dalam setiap siklus

mempunyai langkah-langkah sebagai berikut (1) Perencanaan (2) Tindakan penerapan (3)

Tindakan Pengamatan dan (4) refleksi, untuk mengevaluasi pelaksanaan pembelajaran dan

memperbaikinya pada siklus berikutnya.

Alur penelitian tindakan kelas yang digunakan disajikan pada Gambar 1.

Ya

Belum

Dengan rincian pelaksanaan kegiatan pertama pada Siklus I, diterapkan tekhnik

berupa guessing game kepada siswa dan diharapkan dapat berjalan sesuai dengan rencana dan

melakukan evaluasi untuk mengetahui apakah dengan tekhnik guessing game hasil yang

diharapkan sudah tercapai atau belum.

Untuk minggu kedua dilaksanakan siklus II dengan perbaikan-perbaikan dari siklus I

yang telah dilaksanakan. Dengan perincian waktu sebagai berikut: Pertemuan kesatu siklus II

dilaksanakan teknik guessing game kepada siswa dengan beberapa perbaikan dari hasil siklus

I yang telah dilaksanakan, setelah itu melaksanakan evaluasi untuk menyimpulkan apakah

penelitian ini berhasil atau gagal.

HASIL PENELITIAN

Siklus 1

Siklus pertama terdiri dari 1 kali pertemuan yang dilakukan pada tanggal 20 Oktober

2016 selama 4JP (1 kali pertemuan dengan jumlah jam 4 x 45menit).

Perencanaan

Sebelum melaksanakan tindakan maka perlu tindakan perencanaan. Kegiatan pada

tahap ini adalah Penyusunan RPP, pemilihan vocabulary yang sesuai dengan materi,

menyiapkan 56 kata sebagai media tentang profesi yang ada di dunia, dan membuat rubrik

untuk menilai kegiatan berbicara

Pelaksanaan Tindakan dan Observasi

Terdapat enam kegiatan dalam pelaksanaan tindakan, yaitu: Peneliti memberikan

penjelasan pada siswa mengenai teknik pelaksanaan model pembelajaran yang akan

dilaksanakan, siswa diminta untuk membentuk kelompok yang terdiri dari 5 siswa, setiap

kelompok membuat barisan, siswa yang berada paling depan diminta untuk maju, meletakan

kertas di atas kepalanya dan menebak kata yang ada diatas kepalanya dengan bantuan dari

temannya yang ada didepannya dengan memberikan deskripsi tentang kata tersebut, jika

Ber-

hasil ?

siklus perencanaan

Tindak

an

Pengamatan

Refleksi dan

analisis data

Tindakan

penerapan

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

312

siswa tersebut sudah berhasil menebak kata, maka siwa tersebut bisa kembali kebarisannya,

dan siswa yang tadi memberi deskripsi menggantikan temannya yang berada di depan untuk

menjawab kata yang ada diatas kepalanya. Kegiatan tersebut dilakukan selama 10 menit dan

pemenangnya adalah kelompok yang paling banyak bisa menebak kata dengan benar dan

jumlah waktu yang paling sedikit.

Pengamatan dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung: Peneliti mengamati

apakah langkah-langkah yang direncanakan sudah sesuai dan terlaksana dengan baik, peneliti

melihat perkembangan siswa selama melaksanakan teknik guessing game yang telah

diterapkan (apakah siswa mengalami kesulitan atau tidak pada teknik guessing game ini), dan

peneliti melakukan penilaian terhadap individu maupun kelompok yang telah melakukan

guessing game.

Pelaksanaan tindakan dan observasi dideskripsikan sebagai berikut. Dalam kegiatan

pendahuluan, peneliti melakukan aktivitas menanyakan kembali kepada siswa tentang

vocabulary tentang pekerjaan yang sudah diberikan oleh peneliti pada pertemuan sebelumnya

dan siswa diminta untuk mendeskripsikannya.

Peneliti menyampaikan tujuan pembelajaran hari ini, yaitu dengan melakukan teknik

guessing game tentang pekerjaan, siswa dapat berbicara Bahasa Inggris dengan semangat

walau pun hanya beberapa kata. Dalam kegiatan inti peneliti mengulas dan mempertegas lagi

materi pekerjaan yang dijadikan game dan peneliti juga memberikan contoh cara memainkan

permainan guessing game. Contoh: peneliti mengambil salah satu media (dalam hal ini kertas

yang telah ditulisi kata pekerjaan) dan meletakkannya di atas kepalanya dan meminta siswa

untuk mendeskripsikan kata tersebut dalam Bahasa Inggris, kemudian peneliti menebak kata

yang tertera di atas kepalanya berdasarkan deskripsi kata atau kalimat dari siswa.

Setelah itu siswa diminta untuk berbaris dengan kelompoknya, siswa yang berada pada

barisan terdepan maju kemeja dan mengambil kertas media dan meletakan diatas kepalanya

tanpa melihat kata tersebut dan langsung menghadap ke kelompoknya, siswa kedua langsung

memberikan deskripsi untuk kata tersebut sampai siswa kesatu bisa menjawab kata tersebut

dengan benar (jika siswa kesatu tidak bisa menjawab bisa berkata pas) setelah itu siswa ke

satu kembali kebarisan kelompoknya yang paling belakang, sedangkan siswa kedua maju ke

depan untuk mengambil media kertas dan meletakan kata tersebut diatas kepalanya tanpa

melihat kata itu, sedangkan siswa ketiga memberikan deskripsi tentang kata yang ada diatas

kepala siswa kedua sampai siswa kedua bisa menjawabnya atau bilang pas.(kegiatan ini

berlangsung sampai waktu atau media habis, sedangkan kegiatan siswa ketiga, keempat dan

kelima adalah menunggu giliran jika siswa kesatu dan kedua selesai).

Dari ilustrasi di atas peneliti mengajak siswa berinteraksi pada kegiatan inti melalui

dialog berikut:

T : Can you mention kinds of job that I give to you? (peneliti menunjuk siswa

satu persatu untuk menjawab pertanyaan peneliti)

S : Teacher, pilot, lawyer, lecturer, typist, president, minister, policeman,etc”

T : Can you describe them? “

S : Teacher is someone who teach students at school”

T : Excellent. How about others?”

S : Policeman is someone who manage traffic light”

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

313

T : Good. OK I think every body already understand about this material, so

now, lets we start to play guessing game”.

Siswa diminta untuk membuat kelompok. Pada fase pembentukan kelompok, siswa

aktif terlibat dalam pembentukan kelompok.

T : (menunjuk siswa 1, 2, 3, 4, 5, dst.) lets you say 1, 2, 3, 4, 5 (menunjuk siswa

6, 7, 8, 9, 10) say 1, 2, 3, 4, 5 (dilakukan sampai siswa habis) now, please

make a group with your friends who have same number.

S : (Mencari teman yang mempunyai angka yang sama pada saat berhitung,

misalnya angka 1 berkelompok dengan teman-temannya yang mempunyai

angka 1, dan seterusnya).

Setelah kelompok terbentuk yang terdiri dari 5 group, peneliti menerangkan langkah-

langkah yang harus dilakukan oleh siswa dalam permainan guessing words tersebut.

T : Listen to me please! the 1st student take the paper on the table and take it on

your head, after that you must answer the words with your friends description

(2nd

student), if the 1st students can answer the word or say pass, she/he must

go to the group and make line in the back and the 2nd

student move in front of

and take a paper on the table and take it on her/his head (same activity with the

first) and the 3rd

,4th

,5th

students wait the student in front of them. And I will

give time 10 minutes for each group. Do you understand?

S : Yes, Mam

Setelah itu siswa diminta untuk memulai permainan guessing words dengan aba-aba

dari peneliti, setelah hitungan ketiga permainan sudah bisa dimulai dengan waktu kegiatan

selama 10 menit dan jumlah media sebanyak 10 kata untuk masing-masing kelompok.

Kegiatan ini dilakukan secara berkelompok. Permainan dimulai dari kelompok ke satu

sedangkan kelompok yang lain (kelompok 2, 3, 4 dan 5) memperhatikan teman-temannya

yang sedang melakukan permainan sehingga memperkecil kemungkinan untuk kelompok

yang sedang bermain untuk berbuat curang.

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

314

Refleksi

Pada tahapan ini peneliti yang juga sebagai peneliti melakukan analisa atas data yang

telah didapat pada saat penerapan tekhnik guessing game. Analisa ini digunakan sebagai

evaluasi terhadap kinerja permainan apakah memiliki pengaruh terhadap perkembangan

kemampuan berbicara Bahasa Inggris siswa ataukah tidak memiliki pengaruh. Dalam refleksi

tahap ini peneliti mengkaji apa yang telah atau belum berhasil dalam penerapan penelitian,

apa yang telah dihasilkan dan kenapa hal itu terjadi.

Pada tahapan ini peneliti menemukan bahwa dari 10 menit waktu yang diberikan oleh

peneliti kepada masing-masing kelompok, kelompok 2 berhasil menyelesaikan 10 kata dalam

waktu 8 menit 42 detik, kelompok 5 juga dapat menyelesaikan 10 kata dalam waktu 9 menit

23 detik. kelompok 3 dan 4 berhasil menyelesaikan 9 kata dengan 1 kata pas dalam waktu

masing-masing 7 menit 10 detik dan 6 menit 52 detik. Sedangkan kelompok 1 hanya mampu

menyelesaikan 7 kata dan 3 kata pas dalam waktu 6 menit 12 detik. Bila dipresentasikan

dalam nilai ketuntasan, pada siklus I hanya tercapai 42% yang tuntas dengan jumlah siswa

yang tuntas sebanyak 12 siswa, dan yg tidak mencapai KKM sebanyak 58% atau 17 siswa

yang tidak tuntas dengan total siswa sebanyak 29 siswa dan KKM yang ditetapkan pada KD

ini adalah 75 dengan nilai tertinggi adalah 87 dan terendah 54.

Dari kegiatan diatas siswa sudah fasih dalam menyebutkan beberapa macam kata

pekerjaan seperti police man, police woman, lawyer, office boy, president, minister, teacher,

receptionist, singer, actriss, actor, barista, bartender, manager, doctor, motivator, rider,

designer, waiter, sailor, dancer, journalist, helper, driver, painter, gardener, trader, baby sister,

collector, programmer, receptionist, sailor, tour guide, editor dan translator. Masih banyak

juga siswa yang belum fasih dalam menyebutkan kata typist, farmer, trader, coach, lecturer,

delivery man, pilot, mechanic, electriciant, author, fisherman, photographer, chef, pharmacist,

rider, barber, soldier, dentist and stewardess.

Dari kegiatan pembelajaran guessing game terlihat bahwa pembelajaran sudah mulai

efektif dan menyenangkan hal ini terlihat dari raut wajah siswa yang ceria dan gembira dalam

proses pembelajaran guessing game ini. Selain itu kesan yang disampaikan oleh observer

juga menyatakan bahwa kegiatan ini berjalan dengan baik dan lancar karena siswa terlihat

senang walaupun masih banyak hal yang nantinya harus diperbaiki pada siklus II yaitu masih

kurangnya penguasaan vocabulary oleh siswa, masih sulitnya siswa membuat deskripsi

tentang pekerjaan sehingga pada siklus ke I ini siswa hanya menyebutkan kata kunci yang

membentuk deskripsi kata pekerjaan yang dimaksudkan dalam media.

Oleh karena itu kegiatan yang menyenangkan seperti ini harus ditunjang dengan

penguasaan vocabulary yang cukup agar siswa lebih bersemangat dan mau berbicara Bahasa

Inggris walaupun masih hanya beberapa kata. Dengan harapan setelah berbicara beberapa

kata siswa akan bisa membuat kalimat dan bisa berkomunikasi menggunakan Bahasa Inggris.

Merujuk dari hasil Refleksi siklus I, ternyata masih ada kekurangan terutama dalam

jumlah kelompok yang menurut peneliti masih terlalu banyak sehingga dalam siklus II nanti

penulis akan merubah jumlah kelompok menjadi 3 orang siswa yang awalnya berjumlah 5

orang siswa, dan dikarenakan jumlah kelompok yang semakin banyak maka jumlah waktu

yang semula 10 menit, pada siklus II ini menjadi 7 menit. Yang paling mendasar adalah

penekanan speaking siswa dalam membuat kalimat deskripsi tentang media (kata) pekerjaan,

karena pada siklus I para siswa hanya membuat kata kunci tentang media (kata) pekerjaan.

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

315

Siklus II

Siklus kedua ini dilakukan pada tanggal 25 Oktober dan dilakukan dalam 1 kali

pertemuan dengan jumlah 4 JP (1 kali pertemuan dengan jumlah jam 4 x 45 menit).

Perencanaan

Berdasarkan refleksi siklus I ditemukan beberapa kekurangan dalam pelaksanaan

pembelajaran serta target yang diharapkan dalam penelitian siklus I yang masih belum

tercapai. Upaya perbaikan siklus I pada siklus II ini diperlukan untuk mengatasi kekurangan

pada siklus I, yaitu dengan menggubah jumlah kelompok yang awalnya berjumlah 5

kelompok menjadi 8 kelompok agar para siswa terlibat aktif sepenuhnya dalam proses

pembelajaran. Siklus kedua terdiri dari 1 kali pertemuan pada tanggal 25 oktober 2016.

Pelaksanaan pembelajaran di siklus II sama dengan di siklus I yaitu kegiatan pendahuluan

dengan memberi salam, absensi, memberi motivasi dan menanyakan kembali jenis-jenis

pekerjaan yang telah dipelajari minggu kemarin dan meminta siswa untuk

mendeskripsikannya.

Pelaksanaan Tindakan dan Observasi

Setelah itu peneliti meminta siswa untuk membuat kelompok, hanya saja anggota

kelompoknya tidak berjumlah 5 siswa tetapi berjumlah hanya 3 atau 4 siswa saja dengan

waktu yang juga lebih sedikit dari siklus I yaitu hanya 7 menit. Selain itu pada siklus II ini

peneliti benar-benar memberikan penekanan kepada siswa untuk berbicara dengan membuat

kalimat pada saat memberikan deskripsi tentang pekerjaan bukan memberikan kata kunci

(key word) yang hanya 1–2 kata.

Dari ilustrasi di atas peneliti mengajak siswa berinteraksi pada kegiatan inti melalui

dialog berikut:

T : Tell me kind of job do you remember and give the description? (peneliti

menunjuk siswa satu persatu untuk menjawab pertanyaan peneliti)

S : Fisherman is someone who looking for fish in the sea.

T : Excellent. How about others?

S : Policeman is someone who manage traffic light.

T : Good. OK I think every body already understand about this material, so now,

lets we start to play guessing game.

Siswa diminta untuk membuat kelompok. Pada fase pembentukan kelompok, siswa

diminta untuk memilih sendiri teman kelompoknya yang terdiri dari 3 atau 4 orang.

T : Please make a group, one group include 3 or 4 people and you can choose

your friends by yourself.

S : Mam, How if I have 5 people in my group?

T : No, maximum only 4 people.so, please looking for another group

S : Ok mam

Setelah itu kelompok terbentuk menjadi 8 kelompok, peneliti menerangkan langkah-

langkah yang harus dilakukan oleh siswa dalam permainan guessing words tersebut.

T : Listen to me please! the 1st student take the paper on the table and take it on

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

316

your head, after that you must answer the words with your friends description

(2nd

student), if the 1st students can answer the word or say pass, she/he must

go to the group and make line in the back and the 2nd

student move in front of

and take a paper on the table and take it on her/his head (same activity with

the first)and the 3rd

,4th

,5th

students wait the student in front of them. And I

will give time 10 minutes for each group.Do you understand?

S : Yes Mam.

Setelah itu siswa diminta untuk memulai permainan guessing words dengan aba-aba

dari peneliti, setelah hitungan ketiga permainan sudah bisa dimulai dengan waktu kegiatan

selama 7 menit dan jumlah media sebanyak 6 kata untuk masing-masing kelompok. Kegiatan

ini dilakukan secara berkelompok. Permainan dimulai dari kelompok ke satu sedangkan

kelompok yang lain memperhatikan kelompok yang sedang melakukan permainan sehingga

memperkecil kemungkinan untuk kelompok yang sedang bermain untuk berbuat curang.

Kelompok yang berhasil menebak media (kata) paling banyak dan jumlah waktu paling

sedikit itulah yang dinyatakan sebagai pemenang. Peneliti memilih 3 kelompok sebagai juara

ke 1, ke 2 dan ke 3 dan tidak lupa juga peneliti memberikan hadiah untuk para juara agar

mereka merasa semakin senang dan terus bersemangat untuk belajar Bahasa Inggris pada

umumnya dan belajar speaking pada khususnya.

Refleksi

Pada siklus II ini peneliti menemukan bahwa dari 8 kelompok yang bermain dalam

tekhnik Guessing game ini hanya 2 kelompok yang masih kurang aktif berbicara yaitu

kelompok 1 dan kelompok 3 yang dapat menjawab 4 kata dalam waktu 6 menit 5 detik, dan

kelompok 3 hanya mampu menjawab 2 kata dalam waktu 6 menit 30 detik, sedangkan

kelompok 2, 4, 5, 6, 7 dan 8 sudah lebih aktif berbicara. Dari 6 kosa kata yang diberikan oleh

peneliti hampir semua kata dapat diselesaikan dalam waktu kurang dari 7 menit hanya

kelompok 4 dan 5 yang melewatkan 1 kata karena pas (tidak dapat menjawab). Bila

dipresentasikan dalam nilai ketuntasan, pada siklus II ini terjadi peningkatan yang signifikan

terhadap para siswa dalam berbicara bahasa inggris karena mereka berusaha untuk membuat

deskripsi tentang pekerjaan yang dimaksudkan pada guessing words tersebut tercatat siswa

yang tuntas dan mencapai KKM sebanyak 72% dengan jumlah siswa sebanyak 21 siswa, dan

yg tidak tuntas dan belum mencapai KKM sebanyak 28% atau 8 siswa dengan total siswa

sebanyak 29 siswa dan KKM yang ditetapkan pada KD ini adalah 75 dengan nilai tertinggi

adalah 94 dan terendah 54.

Dari kegiatan di atas siswa sudah fasih dalam menyebutkan macam-macam kata

pekerjaan seperti police man, police woman, lawyer, office boy, president, minister, teacher,

receptionist, singer, actriss,actor, barista, bartender, manager, doctor, motivator, rider,

designer, waiter, sailor, dancer, journalist, helper, driver, painter, gardener, trader, baby sister,

collector, programmer, receptionist, sailor, tour guide, delivery man, dentist, pilot, fisherman,

photographer,editor dan translator. Tapi masih ada juga siswa yang belum fasih dalam

menyebutkan kata typist, coach, lecturer, mechanic, electriciant, author, chef, pharmacist,

rider, barber, soldier, and stewardess.

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

317

Dari kegiatan pembelajaran guessing game terlihat bahwa pembelajaran sudah efektif

dan menyenangkan hal ini terlihat dari raut wajah siswa yang ceria dan gembira pada awal

pembelajaran, proses pembelajaran dan akhir pembelajaran.

Berdasarkan pada pelaksanaan siklus II dari pertemuan pertama dan kedua peneliti

mengadakan tinjauan dan identifikasi terhadap pelaksanaan kegiatan pembelajaran berbicara

melalui teknik guessing game. Adapun hasil dari identifikasi menunjukkan bahwa siswa

menjadi lebih percaya diri dan termotivasi untuk berbicara didepan umum dalam proses

pembelajaran khususnya dalam berbicara melalui teknik guessing game. Siswa juga antusias

dalam berpartisipasi dalam pembelajaran dengan menggunakan game.

PEMBAHASAN

Setelah melakukan siklus I ditemukan bahwa siswa yang tuntas dalam KD 2.3 hanya

tercapai 42% dengan jumlah siswa sebanyak 12 siswa, dan yg tidak mencapai KKM

sebanyak 58% atau 17 siswa dengan total siswa sebanyak 29 siswa dengan nilai tertinggi

adalah 87 dan terendah 54. Sedangkan pada siklus II ini terjadi peningkatan yang signifikan

terhadap para siswa dalam berbicara bahasa inggris karena mereka berusaha untuk membuat

deskripsi tentang pekerjaan yang dimaksudkan pada guessing words tersebut. Tercatat siswa

yang tuntas dan mencapai KKM sebanyak 72% dengan jumlah siswa sebanyak 21 siswa, dan

yang tidak tuntas dan belum mencapai KKM sebanyak 28% atau 8 siswa dengan total siswa

sebanyak 29 siswa dan KKM yang ditetapkan pada KD ini adalah 75 dengan nilai tertinggi

adalah 94 dan terendah 54. Sehingga dengan ini penelitian dinyatakan berhasil dalam

meningkatkan kemampuan berbicara bahasa Inggris dengan menggunakan teknik guessing

game.

Faktor dominan yang dapat meningkatkan kemampuan siswa pada siklus II ini adalah

karena siswa sudah familiar dengan kata-kata pekerjaan dan juga deskripsinya yang sudah

dipelajari satu minggu sebelumnya, selain itu siswa merasa senang dan termotivasi dalam

pembelajaran bahasa Inggris karena mereka belajar sambil bermain, Anggota kelompok yang

sedikit (3 atau 4 orang) yang mereka pilih sendiri juga membuat mereka merasa nyaman dan

senang dan yang terakhir adalah adanya hadiah membuat siswa-siswa menjadi lebih

bersemangat untuk menjadi juara.

Hambatan yang dirasakan peneliti pada saat siklus kedua adalah masih adanya siswa

yang kurang konsentrasi pada saat kelompok yang lain bermain sehingga diperlukan kegiatan

lain nya atau perlunya peneliti memberikan instruksi yang jelas sehingga siswa pada

kelompok yang lain bisa berkonsentrasi pada permainan kelompok lain yang sedang

melakukan aktivitas.

SIMPULAN DAN SARAN

Pada bagian ini peneliti mengambil kesimpulan bahwa hasil dari model pembelajaran

yang telah diterapkan pada peserta didik kelas XI KCK kota Batu yakni guessing game,

melalui beberapa tahapan (siklus) sebagai berikut: Prosses planning- Tindakan pelaksanaan

Pengamatan – Refleksi dan analisis data. Dari beberapa tahapan tersebut, menghasilkan

keberhasilan dalam meningkatkan kemampuan peserta didik dalam berbicara Bahasa Inggris

dengan teknik guessing game. Dengan kombinasi dan perbandingan nilai siklus 1 dan nilai

siklus 2 telah membuktikan akan progres peserta didik kelas XI KCK.

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

318

Saran yang dapat dipaparkan dalam penelitian ini adalah agar peneliti dan peneliti

selanjutnya menerapkan model pembelajaran guessing game dalam pembelajaran Bahasa

Inggris khususnya materi speaking.

Daftar Rujukan

Allen, Edward David & Vallete, Rebecca M. 1997. Classroom Technique Foreign Language

and English as Second Language. London: Harcourt Brace Jovanovida, Inc.

Hurlock, E. B. (1991). Psikologi Perkembangan suatu Pendidikan Sepanjang Rentang

Kehidupan. Terjemahan oleh Istiwidayanti & Soedjarwo. Edisi kelima. Jakarta:

Erlangga

Tarigan, Henry Guntur. 2000. Pengajaran Wacana. Bandung: Angkasa.

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

319

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS MELALUI MEDIA POHON KATA

PADA SISWA KELAS X TKJ DI SMK ISLAM BATU

Siti Kuwatiningsih

SMK ISLAM Batu

[email protected]

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan menulis siswa pada

mata pelajaran bahasa Inggris dengan menggunakan pohon kata. Penelitian ini merupakan

penelitian tindakan kelas dilakukan 2 siklus. Setiap siklus berisi empat kegiatan:

perencanaan, pelaksanaan tindakan, pengamatan, dan refleksi. Penelitian ini dilaksanakan

di SMK Islam Batu kelas X TKJ dengan jumlah siswa sebanyak 25 anak. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa pembelajaran yang dilakukan dengan media pohon kata dapat

meningkatkan keterampilan menulis siswa SMK Islam Batu.

Kata kunci: peningkatan, pohon kata, keterampilan menulis

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk

memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak

mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UU

Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 Pasal 1). Apa pun kegiatan di sekolah,

semuanya dirancang dan dilaksanakan semata-mata untuk mengembangkan seluruh potensi

yang ada pada siswa.

Sudah menjadi naluri bahwa anak-anak sangat tertarik dengan yang disebut permainan,

dengan demikian bagaimana caranya menjadikan permainan yang disukai oleh anak-anak itu

menjadi suatu pembelajaran bahasa Inggris yang menarik dan menyenangkan. Menguasai

Bahasa Inggris tampaknya sudah merupakan kebutuhan dan keharusan dewasa ini. Hal ini

ditandai dengan bahasa Inggris sudah mulai diajarkan sejak Pendidikan Anak Usia Dini

(PAUD) sebagai mata pelajaran muatan local. Maka tidak ada salahnya kalau kegemaran

bermain ini dimanfaatkan untuk menyampaikan materi ajar.

Hasil observasi terhadap pembelajaran menulis di kelas X TKJ (25 siswa) menunjukkan

sebagai berikut. Siswa-siswi kelas X TKJ sangat lemah atau mengalami kendala dalam

menulis sehingga hasil belajar siswa kurang dari rata-rata atau masih dibawah kriteria

ketuntasan minimal (KKM) yang ditentukan sekolah, yakni 78. Dari tes menulis harian

ditemukan sebanyak 2 siswa yang tuntas dan 23 siswa belum tuntas. Rendahnya kemampuan

menulis tersebut disebabkan oleh hal-hal berikut, yakni (1) belum optimalnya pemanfaatan

media pembelajaran yang dapat membantu siswa dalam belajar, (2) kurangnya pemahaman

struktur dalam kalimat, (3) kosakata yang dimiliki siswa masih kurang, serta (4) kurangnya

minat menulis.

Dari faktor penyebab tersebut yang perlu memperoleh perhatian adalah belum

optimalnya media pembelajaran. Dalam rangka pengembangan keterampilan berbahasa,

menggunakan media merupakan sarana untuk mempermudah guru dalam menyampaikan

materi kepada siswa sehingga siswa lebih cepat memahami dan menyerap materi yang

disampaikan guru. Selain itu, pembelajaran lebih hidup sehingga menjadi pembelajaran yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

320

menyenangkan. Penggunaan metode bermain dalam pembelajaran bahasa sangat penting. Hal

ini dijelaskan oleh Vygotsky (dikutip oleh Ramadhan dan Damayanti, 2015:942) bahwa

terjadinya percakapan anak dengan dirinya sendiri merupakan gambaran bahwa anak sedang

dalam tahap penggabungan pikiran dan bahasa sebagai satu kesatuan. Ketika anak bermain

dengan temannya, mereka juga saling berkomunikasi dengan menggunakan bahasa anak, dan

itu berarti secara tidak langsung anak belajar bahasa.

Pada kenyataannya, masih banyak pembelajaran yang belum membudayakan

penggunaan media pembelajaran sehingga pembalajaran masih berpusat pada guru yang

masih menggunakan metode ceramah dalam menyampaikan materi pembelajaran. Siswa

masih bersifat pasif dan juga masih sangat sedikit interaksi siswa pada saat pembelajaran.

Penggunaan media atau alat bantu disadari oleh praktisi pendidikan sangat membantu

aktivitas proses pembelajaran baik di dalam maupun di dalam kelas, terutama menghidupkan

kembali pembelajaran dan membantu prestasi belajar siswa sehingga penggunaan media

seharusnya bisa lebih dibudayakan dalam proses pembelajaran. Media pohon kata dapat

menjadi pilihan yang dapat digunakan dalam pembelajaran menulis karena dalam

penggunaannya, siswa diajak bermain kartu kalimat yang dipasang pada pohon kata sehingga

interaksi antar siswa lebih banyak dan pembelajaran menjadi lebih aktif serta menarik. Oleh

karena itu, media pohon kata ini diharapkan mampu memberikan stimulus ke siswa untuk

memahami struktur dalam kalimat.

Penggunaan media pohon kata ini pernah diteliti oleh Ramadhan dan Damayanti (2015)

dengan judul Pengaruh Penggunaan Media Pohon Kata terhadap Penguasaan Kosakata

Siswa dalam Mengenal Teks Deskriptif di Kelas 1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

media pohon kata memiliki pengaruh yang signifikan terhadap penguasaan kosakata siswa.

Selain itu, selama pelaksanaan pembelajaran siswa merasa merasa senang sehingga mereka

memiliki semangat dan motivasi dalam mengikuti pembelajaran. Penelitian sejenis juga

dilakukan oleh Marlinda (2014) dengan judul Upaya Meningkatkan Kemampuan Mengenal

Huruf melalui Media Pohon Huruf (Penelitian Tindakan Kelas pada Kelompok A di TK

Mafhadhol Tambang Sawah Kabupaten Lebong Propinsi Bengkulu). Adanya peningkatan

atau pun kemajuan pada nilai rata-rata kelas dan persentase ketuntasan belajar secara klasikal

menunjukkan bahwa pengunaan media pohon huruf di dalam pembelajaran dapat

meningkatkan kemampuan mengenal huruf pada anak. Penelitian serupa juga dilakukan oleh

Fitrianingsih & Lestari (2014) dalam penelitiannya yang berjudul Penerapan Media

Pembelajaran Pohon Aksara untuk Meningkatkan Kemampuan Calistung pada Program

Keaksaraan Fungsional di UPTD Skb Gudo Kabupaten Jombang. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa hasil penerapan media pohon aksara untuk meningkatkan kemampuan

calistung di UPTD SKB Gudo yang berbunyi ada pengaruh penerapan media terhadap

kemampuan calistung.

METODE

Pada penelitian ini, peneliti menerapkan penelitian tindakan kelas (PTK) yang

merupakan penelitian praktis yang dapat digunakan untuk memperbaiki pembelajaran di

kelas. Penelitian tindakan kelas menggunakan 2 siklus. Setiap siklus terdiri dari 4 tahap, yaitu

planning, implementation, observation dan reflection (Kemmis dan McTaggart, 1992:11)

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

321

Pada tahap planning ini peneliti menyediakan pohon kata dan RPP. Pada tahap

implementation, peneliti mengajar sesuai dengan langkah-langkah seperti yang tercantum

pada RPP. Pada tahap ini siswa diberikan paragraf pendek yang berisi kalimat simple past

tense. Mereka diminta untuk menemukan pattern dari kalimat dengan teman-teman dalam

kelompoknya. Proses menemukan pattern ini dilakukan sendiri oleh siswa tanpa bantuan

guru. Setelah itu, pattern yang sudah ditemukan siswa tadi dibahas dalam diskusi kelas yang

dipimpin oleh guru. Siswa berkelompok menggunakan pohon kata yang telah dibuat oleh

kelompok lain untuk menyusun kalimat past tense. Ini merupakan langkah reinforcement

penguasaan pattern. Kepada siswa diminta untuk membuat kalimat past tense yang baru

dipelajarinya sebanyak mungkin berlomba dengan kelompok lain yang telah disediakan di

pohon kata. Pada tahap observation dilakukan pengamatan pada proses pembelajaran dan

penilaian terhadap hasil belajar siswa. Yang menjadi observer adalah para guru sejawat.

Tahap reflection: pelaksanaan pembelajaran dievaluasi untuk melihat kelebihan dan

kekurangan dari penggunaan media pohon kata. Hasil refleksi siklus 1 menjadi masukan

siklus 2.

Subjek dari penelitian ini adalah siswa kelas X TKJ di SMK Islam yang beralamat di

Jalan Barat Stadion Brantas Batu, Provinsi Jawa Timur. Kelas tersebut berjumlah 25 orang

siswa dan siswi, yaitu 24 orang laki-laki dan 1 orang perempuan.

HASIL DAN BAHASAN

Hasil penelitian ini berdasarkan tahapan pelaksanaan pembelajaran untuk

meningkatkan kemampuan menulis menggunakan media pohon kata di kelas X TKJ pada

SMK Islam Batu.

Siklus 1

Siklus pertama dilakukan pada hari Rabu, 19 Oktober 2016 pada jam ke-5 dan 6.

Pelaksanaan pembelajaran dideskripsikan sebagai berikut.

Perencanaan Tindakan

Pada tahap ini dilakukan beberapa hal yang perlu disiapkan oleh peneliti sebelum

melaksanakan pembelajaran yaitu (a) membuat rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), (b)

menyiapkan pohon dari hasil prakarya siswa, (c) membuat short paragraph, (d) menyiapkan

potongan kata yang diambil dari internet, (e) menyiapkan kertas warna yang akan digunakan

untuk menempelkan potongan kata serta menyiapkan daftar penilaian siswa. Media pohon

kata dapat diperhatikan pada Gambar 1.

Pelaksanaan Tindakan

Dalam pelaksanaan tindakan peneliti menerapkan langkah-langkah yang ada di dalam

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dengan seefektif mungkin serta membutuhkan waktu 1

kali pertemuan, yaitu 2 x 45 menit. Pada kegiatan pendahuluan guru memberikan ucapan

salam, guru mengecek kehadiran siswa, guru membagi kelompok sesuai nomor absen lalu

menyuruh siswa berkumpul sesuai dengan kelompok masing-masing (lihat gambar 2).

Setelah itu dilanjutkan dengan kegiatan inti dimana guru membagi lembaran soal ke siswa(

kelompok) yang berisi short paragraph untuk dibaca dan dianalisis dengan waktu10 menit.

Lalu siswa diharapkan bisa menuliskan kata kerja yang terdapat di dalam short paragraph di

papan tulis dan dibahas dengan kelompok lain, kemudian siswa dan guru mengoreksi

bersama-sama dari hasil kerja perkelompok tersebut. Ternyata dari 5 kelompok yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

322

menuliskan hasil diskusinya hanya tiga kelompok itupun masih ada yang salah dalam

menentukan kata kerja.Setelah itu guru mengajak siswa untuk menentukan kata kerja hasil

temuan mereka itu termasuk verb bentuk berapa?

Lalu guru dan siswa menyimpulkan verb bentuk dua itu dipakai untuk mengekspresikan

kalimat past tense. Baru setelah semua siswa paham akan bentuk kalimat past tense guru

membagikan pohon kata ke setiap kelompok di mana pada setiap ranting pohon tersebut

terdapat kata yang diacak dan dengan bantuan kamus yang terbatas jumlahnya siswa

diharapkan mampu untuk menyusun menjadi kalimat past tense. Mereka dibuat secara

kelompok supaya termotivasi untuk berlomba dengan teman serta kelompok lain.

Gambar 1: Media Pohon Kata Gambar 2:

Siswa mulai mengerjakan soal-soal yang ada di

Pohon Kata

Kegiatan siswa dilanjutkan dengan guru menanyakan ke siswa sebelum proses pelajar

mengajar berakhir yaitu tentang pelajaran apa yang mereka dapatkan hari ini. Siswa X TKJ

menjawab dengan semangat bahwa mereka telah mendapat pembelajaran menulis kalimat

yang berbentuk past tense dan mereka merasa senang.

Pengamatan

Disiklus satu ini peneliti mencatat jalannya pembelajaran menggunakan Pohon Kata

untuk meningkatkan kemampuan menulis siswa dalam bahasa Inggris dari pendahuluan,

kegiatan inti sampai dengan penutup. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pembelajaran

menggunakan media Pohon Kata bisa membuat siswa termotivasi untuk belajar menulis dan

bekerja sama dengan teman sekelas yang menyenangkan sebab disamping mereka belajar

juga mengajak siswa bermain dan suasana kelas tidak membosankan. Berdasarkan penilaian

menulis yang dilakukan oleh guru ditemukan bahwa 20% (5 orang) siswa menunjukkan

keberhasilan mencapai KKM (78) sedangkan 80% (20 orang)siswa belum mencapai KKM.

Refleksi

Setelah pembelajaran selesai guru melakukan refleksi bersama observer/pengamat

untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan yang terjadi selama proses pembelajaran di

dalam kelas selama menggunakan media pembelajaran Pohon Kata. Hasil temuan observer

atau pengamat menunjukkan bahwa pengunaan Pohon Kata dapat digunakan sebagai media

pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan dan ketrampilan menulis Bahasa Inggris

siswa kelas X TKJ dengan mengamati antusias siswa untuk menyusun kata yang diacak

menjadi kalimat past tense serta siswa merasa senang dalam mengikuti pembelajaran yang

suasana kelasnya tidak membosankan atau monoton karena mereka berebut daun yang berisi

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

323

penggalan kata untuk dirangkai menjadi kalimat past dengan teman satu kelompoknya dan

bersaing dengan kelompok lainnya.

Sementara itu, kelemahan yang tampak adalah masih ditemukan siswa yang kurang

aktif dikelompoknya, bercanda, siswa banyak yang tidak membawa kamus sehingga untuk

mencari arti kata mereka harus menunggu temannya selesai dan ternyata soal yang diberikan

guru rangkaiannya terlalu panjang sehingga mereka merasa kesulitan. Berdasarkan hasil

refleksi tersebut diatas, guru perlu melanjutkan pembelajaran di siklus yang ke 2.

Siklus 2

Merujuk dari hasil Refleksi siklus 1 ternyata masih ada kekurangan yaitu jumlah

anggota kelompok yang menurut peneliti masih terlalu banyak sehingga dalam siklus 2

diubah menjadi 3 orang dari yang semula 5 orang per kelompok. Hal ini dimaksudkan supaya

semua siswa lebih aktif dalam menyusun kalimat.

Perencanaan Tindakan

Siklus kedua dilaksanakan dalam dua kali pertemuan yaitu pada hari Senin, 31

Oktober 2016 pada jam ke 3-4 serta hari Rabu 2 Nopember 2016 pada jam ke 5-6. Dalam

tahap perencanaan siklus 2 ini peneliti mempersiapkan RPP, media pohon kata serta rubrik

penilaian yang disesuaikan dengan langkah-langkah yang telah dibuat pada penelitian

tindakan kelas siklus ke 2 yang akan diteliti oleh peneliti.

Pelaksanaan Tindakan

Siklus kedua ini terdiri dari 2 kali pertemuan (1 kali pertemuan dengan jumlah jam

2x45 menit). Pelaksanaan tindakan pada Siklus kedua ini dideskripsikan sebagai berikut:

Berdasarkan refleksi Siklus 1 ditemukan beberapa kekurangan dalam pelaksanaan

pembelajaran serta target yang diharapkan dalam penelitian Siklus 1 yang masih belum

tercapai. Upaya perbaikan Siklus 1 pada Siklus 2 ini diperlukan untuk mengatasi kekurangan

pada siklus 1 yaitu guru menambah keterangan atau penjelasan ke siswa bagaimana

menyusun kalimat Past tense berdasarkan rumusan yang telah ditemukan oleh siswa sehingga

mereka bisa mengaplikasikan. Siswa diijinkan untuk untuk membuka google translate bagi

yang mempunyai HP android sedangkan yang tidak punya bisa membuka kamus pribadi atau

boleh meminjam diperpustakaan sekolah. Guru membuat kalimat yang akan diletakan di

pohon kata dengan menggunakan kata yang sederhana dan yang mudah dipahami siswa kelas

x serta susunannya tidak terlalu panjang.

Gambar 3:

Siswa mulai menyusun kata yang ada di pohon kata menjadi kalimat Past Tense

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

324

Pertemuan kedua di siklus 2 adalah pelaksanaan tes, yaitu siswa membuat short

paragraph yang bertemakan masa lalu, short paragraph tersebut berisikan minimal lima

kalimat dengan waktu yang diberikan I jam pelajaran (45 menit). Pada tes tersebut siswa

tetap diijinkan untuk membuka kamus supaya mereka tidak kesulitan dalam mencari kosa

kata karena peneliti beranggapan kelas x adalah kelas pemula. Pada waktu tes berlangsung

peneliti berkeliling mengawasi siswa yang sedang mengerjakan. Setelah 45 menit semua

karangan dikumpulkan dengan tertib.

Pengamatan

Pengamatan pada tahap ini dilakukan pada aktivitas siswa selama pembelajaran. Hasil

pengamatan aktivitas siswa dalam pembelajaran untuk pertemuan 1 menggunakan analisis

prosentase yaitu:

Dimana satu nomor nilainya 3 dan soal yang tergantung dipohon kata ada 3 nomer.

Pada pembelajaran siklus 2 pertemuan 1 terjadi kenaikan prosentase dari 20% menjadi 40%

siswa yang sudah tuntas.

Tabel Score perolehan pertemuan 1 siklus 2

No Nama Nilai

1. AGR 83

2. APS 100

3. AM 83

4. AZ 67

5. AA 100

6. A 67

7. AFA 17

8. BW 100

9. DA 100

10. DS

11. DR 100

12. DGS 67

13. DHW 83

14. DA 67

15. EBA 11

16. KBA 50

17. LBR 11

18. MFR 17

19. MA 11

20 OPK 100

21. PBS 83

22. RAP 33

23. RDP 67

24. RMA 67

25. SAP 67

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

325

Sedangkan untuk pertemuan 2 jumlah prosentase juga mengalami kenaikan yaitu 44%.

Score perolehan pertemuan 2 siklus 2 dalam pembuatan short paragraph:

No Nama Bahasa Sistematika Isi Jumlah Score

1. AGR 2 3 3 8 89

2. APS 1 2 2 5 56

3. AM 2 3 3 8 89

4. AZ 2 2 3 7 78

5. AA 2 3 2 7 78

6. A 3 3 2 8 89

7. AFA 1 2 2 5 56

8. BW 2 3 3 8 89

9. DA

10. DS 1 3 2 6 67

11. DR 2 3 2 7 78

12. DGS 2 3 2 7 78

13. DHW 1 2 2 5 56

14. DA 2 3 2 7 78

15. EBA 1 2 1 4 44

16. KBA 2 2 2 6 67

17. LBR 1 2 2 5 56

18. MFR 2 2 2 6 67

19. MA 2 2 2 6 67

20. OPK

21. PBS 3 3 3 9 100

22. RAP 1 2 2 5 56

23. RDP

24. RMA 2 3 2 7 78

25. SAP 1 2 2 5 56

Refleksi

Refleksi dilaksanakan untuk menentukan apakah tindakan Siklus 2 sudah berjalan

dengan baik atau belum. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh peneliti terhadap

aktivitas siswa menunjukan taraf keberhasilan, hal ini sejalan dengan naiknya nilai prosentase

yang ditunjukan oleh score perolehan siswa, siswa lebih mudah memahami konsep-konsep

penting pada materi menulis peristiwa past tense. Pada Siklus 2 ini suasana kelas lebih

mendukung jika dibandingkan dengan Siklus 1.

Dalam pelaksanaan tes pada pertemuan 2 Siklus 2 tidak ditemukan adanya siswa yang

menyontek, berdasarkan tes yang diberikan pada umumnya siswa sudah mulai dapat menulis

short paragraph dengan benar. Dalam tindakan Siklus 2 peneliti mengambil kesimpulan

bahwa proses pembelajaran dengan menggunakan Pohon Kata berjalan dengan baik dan

lancar.

Hal ini membuktikan bahwa media Pohon Kata dapat meningkatkan ketrampilan

menulis siswa SMK Islam Batu kelas XTKJ meski belum semua mengalami ketuntasan

dalam pembelajaran, namun hampir separuh siswa XTKJ mengalami peningkatan nilai untuk

ketrampilan menulis serta termotivasi untuk belajar menulis.

Pembahasan

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

326

Pada Siklus I siswa yang tuntas dalam KD 3.6, 4.7 hanya tercapai 20% dengan

jumlah siswa sebanyak 5 siswa dan yang tidak mencapai KKM sebanyak 80% atau 20 siswa

dengan total siswa 25. Sedangkan pada Siklus 2 ini terjadi peningkatan meskipun tidak

banyak dari 20% menjadi 40% .Pada Siklus 2, selain menyusun kata, siswa juga diberi tugas

membuat kalimat dan hasilnya 44% siswa tuntas. Tercatat siswa yang tuntas dan mencapai

KKM sebanyak 11 siswa dari 25 dan KKM yang ditetapkan pada KD 3.6, 4.7 ini adalah 78

dengan nilai tertinggi 100 dan terendah 56.

SIMPULAN DAN SARAN

Pada bagian ini, peneliti mengambil kesimpulan bahwa hasil dari penggunaan media

pohon kata yang telah digunakan pada siswa kelas X TKJ Kota Batu menunjukkan adanya

peningkatan meskipun peneliti belum merasa puas. Dengan kenaikan dari 20% siswa pada

Siklus 1 menjadi 44% siswa di Siklus 2, dapat dikatakan bahwa penggunaan media pohon

kata dapat meningkatkan kemampuan menulis siswa. Namun, karena pada Siklus 2, baru

44% yang tuntas, peniliti masih belum merasa puas, karena prosentasinya masih rendah.

Masih perlu dilaksanakan siklus 3 agar siswa dapat belajar tuntas.

Berdasarkan kesimpulan di atas, maka peneliti memberikan saran sebagai berikut. Bagi

guru kelas yang diteliti, agar meneruskan ke Siklus 3 untuk menambah jumlah siswa yang

tuntas. Bagi guru Bahasa Inggris yang mengalami problem yang sama, disarankan untuk

memanfaatkan media pohon kata dalam pembelajaran yang sudah terbukti berpengaruh dalam

pembelajaran. Bagi peneliti, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan rujukan untuk

melakukan penelitian dalam memanfaatkan media pembelajaran yang berbeda.

Daftar Rujukan

Fitrianingsih, M.N. & Lestari, G.D. 2014. Penerapan Media Pembelajaran Pohon Aksara

untuk Meningkatkan Kemampuan Calistung pada Program Keaksaraan Fungsional di

UPTD SKB Gudo Kabupaten Jombang. ejournal.unesa.ac.id/article/6908/14/

article.pdf

Kemmis, S. dan McTaggart, R. 1992. The Action Research Planner (3rd

edition). Melbourne:

Deakin University Press.

Marlinda, D. 2014. Upaya Meningkatkan Kemampuan Mengenal Huruf melalui Media

Pohon Huruf (Penelitian Tindakan Kelas pada Kelompok A di TK Mafhadhol Tambang

Sawah Kabupaten Lebong Propinsi Bengkulu). Bengkulu: Program Studi Pendidikan

Anak Usia Dini, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Bengkulu,

http://repository.unib.ac.id/8643/1/I,II,III,II-14-pdf

Ramadhan, A.F dan Damayanti, M.I. 2015. Pengaruh Penggunaan Media Pohon Kata

terhadap Penguasaan Kosakata Siswa dalam Mengenal Teks Deskriptif di Kelas 1. J-

PGSD 03(02): 941-950.

Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003. Jakarta: Depdiknas.

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

327

PENERAPAN INQUIRI LEARNING DENGAN BANTUAN JIGSAW

UNTUK MENINGKATKAN KETRAMPILAN KOMUNIKASI

PADA MATERI DINAMIKA KEPENDUDUKAN

SISWA KELAS XI IPS MATA PELAJARAN GEOGRAFI

SMAK YOS SUDARSO BATU

Maria Cicilia Tri P

SMAK Yos Sudarso Batu

[email protected]

Abstrak : Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar dan ketrampilan

mengkomunikasikan data degan menerapkan model pembelajaran inquiry yang berbantuan

Jagsaw. Penelitian ini menggunakan rancangan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang

terdiri atas dua siklus. Siklus pertama dilakukan dalam dua kali pertemuan, dimulai dengan

kegiatan perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Siklus kedua menerapkan

model yang sama dibantu dengan model Jigsaw. Siklus I dilakukan pada tanggal 18 dan 19

Oktober 2016. Siklus II pada tanggal 25 Oktober 2016. Subjek penelitian adalah siswa

kelas XI IPS SMA Katolik Yos Sudarso Batu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

penerapan inquiry dengan bantuan Jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar geografi dan

keterampilan mengkomunikasikan data.

Kata Kunci: Inquiry learning, Jigsaw, Hasil Belajar Geografi dan Keterampilan

Komunikasi

Perbaikan mutu pendidikan di Indonesia perlu dilakukan secara terus menerus dengan

mengadakan pembaharuan-pembaharuan dalam berbagai aspek pendidikan, seperti

pembaharuan di bidang kurikulum, pengajaran, peralatan dan lainnya. Usaha pembaharuan

tersebut diharapkan dapat meningkatkan mutu pendidikan agar tidak selalu tertinggal

dibandingkan dengan negara lain. Mutu pendidikan pada umumnya diartikan sebagai

gambaran tentang sejauh mana suatu lembaga pendidikan berhasil mengubah tingkah laku

anak didik untuk mencapai tujuan pendidikan. Salah satu Upaya perbaikan mutu perbaikan

pendidikan tersebut adalah dengan melakukan penelitian tindakan kelas.

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 65 Tahun 2013 tentang Standar

Proses menyebutkan bahwa setiap pendidik pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun

rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) secara lengkap dan sistematis agar pembelajaran

berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta

didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa,

kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta

psikologis peserta didik. Oleh karena itu setiap satuan pendidikan perlu melakukan

perencanaan pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran serta penilaian proses

pembelajaran dengan strategi yang benar untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas

ketercapaian kompetensi lulusan.

Pawartani 2013 (dalam Karokaro, 2013) menjelaskan bahwa selama ini keaktifan

siswa dalam proses belajar dirasakan sangat kurang, karena selama aktivitas belajar siswa di

dalam kelas tidak memicu keaktifan siswa karena guru cenderung mengajar dengan metode

ceramah. Hal tersebut juga ditegaskan oleh Donan 2013 (dalam Meldawati, 2015) bahwa

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

328

permasalahan yang muncul terkait dengan metode adalah penggunaan metode ceramah yang

lebih dominan karena penggunaan metode ceramah secara terus menerus tanpa diselingi

dengan metode lain akan membuat siswa merasa bosan sehingga hilang konsentrasinya dalam

mengikuti pelajaran.

Sesuai Standar Kompetensi Lulusan, sasaran pembelajaran mencakup pengembangan

domain sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang memiliki karakteristik berbeda untuk

masing-masing mata pelajaran. Sikap diperoleh melalui aktivitas menerima, menjalankan,

menghargai, menghayati, dan mengamalkan. Pengetahuan diperoleh melalui aktivitas

mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta.

Keterampilan diperoleh melalui aktivitas mengamati, menanya, mencoba, menalar, menyaji,

dan mencipta. Pencapain kompetensi tersebut berkaitan erat dengan proses pembelajaran

yang dilaksanakan. Oleh sebab itu, guru harus merencanakan pembelajaran sesuai tuntutan

kurikulum dengan menggunakan pendekatan saintifik dan model pembelajaran yang

mendorong kemampuan peserta didik untuk melakukan penyingkapan/penelitian, serta dapat

menghasilkan karya kontekstual, baik individual maupun kelompok. Pendidik disarankan

untuk menggunakan menggunakan model pembelajaran antara lain model inkuiri, discovery,

problem, dan projek.

Berdasarkan observasi awal mata pelajaran geografi kelas XI IPS di SMAK Yos

Sudarso Batu diketahui bahwa prestasi belajar geografi di kelas XI IPS tergolong rendah

khususnya pada materi dinamika dan masalah kependudukan, rata rata hasil ulangan harian

yang diperoleh 63 dari kriteria ketuntasan minimal 75. Rendahnya kemampuan hasil peserta

didik kelas XI IPS di SMAK Yos Sudarso Batu adalah suatu kekurangan yang harus

diperbaiki didalam kelas. Hal ini terlihat dari kurangnya kemampuan peserta didik dalam

memberikan analisis pemecahan masalah yang ada dalam materi pelajaran Geografi dikaitkan

dengan permasalahan yang ada dilapangan dan disajikan dalam bentuk narasi, tabel, grafik,

peta ataupun peta konsep.

Hasil refleksi awal menunjukkan bahwa rendahnya hasil belajar geografi tersebut

diakibatkan oleh model pembelajaran yang kurang tepat. Pembelajaran banyak didominasi

metode ceramah dengan alasan efisiensi waktu dan lebih mudah untuk dilakukan. Dengan

ceramah, materi yang banyak bisa diselesaikan dalam waktu singkat. Hal ini terjadi karena

dalam metode ceramah hanya sekedar pemberian informasi saja tanpa penanaman

pemahaman yang mendalam. Banyak penelitian menunjukkan bahwa metode ceramah

memiliki banyak kelemahan oleh Pawartani, 2013; Donan, 2013, Fadilah, 2013 (dalam

Karokaro, 2015). Untuk memaksimalkan hasil belajar dari ketrampilan siswa kelas XI IPS

SMAK Yos Sudarso maka metode inquiri dipergunakan karena pembelajaran Inquiry

merupakan kegiatan pembelajaran yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan

siswa untuk mencari dan menyelidiki sesuatu (benda, manusia atau peristiwa) secara

sistematis, kritis, logis, analitis sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya

dengan penuh percaya diri.

Menurut Sanjaya (2007) Inquiri merupakan rangkaian kegiatan pembelajaran yang

menekan pada proses berpikir kritis dan analisis untuk mencari dan menemukan sendiri

jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan. Inquiri menekankan kepada proses mencari

dan menemukan. Materi pelajaran tidak diberikan secara langsung, tetapi peserta didik

diberikan peran untuk mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran sedangkan guru

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

329

berperan sebagai fasilitator dan pembimbing peserta didik untuk belajar (Sudrajat, 2011).

Pemberian peran dan tanggung jawab kepada peserta didik akan memberikan pengalaman

belajar kepada peserta didik. Harapannya melalui penemuan masalah dan pencarian solusi

dari suatu masalah, proses memahami suatu konsep, proses menganalisis suatu permasalahan

akan lebih cepat terserap oleh peserta didik.

Proses Inquiri Learning dilakukan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut: (1)

merumuskan masalah, kemampuan yang dituntut adalah: (a) kesadaran terhadap masalah, (b)

melihat pentingnya masalah, dan (c) merumuskan masalah, (2) mengembangkan hipotesis,

kemampuan yang dituntut adalah: (a) menguji dan menggolongkan data, (b) melihat dan

merumuskan hubungan yang ada secara logis, dan merumuskan hipotesis, (3) Menguji

jawaban tentatif, kemampuan yang dituntut adalah: (a) merakit peristiwa, terdiri dari:

mengidentifikasi peristiwa yang dibutuhkan, mengumpulkan data, dan mengevaluasi data; (b)

menyusun data, terdiri dari: mentranslasikan, menginterpretasikan dan mengklasifikasikan

data, (c) analisis data, terdiri dari: melihat hubungan, mencatat persamaan dan perbedaan,

serta mengidentifikasikan trend, sekuensi, dan keteraturan, (4) menarik kesimpulan;

kemampuan yang dituntut adalah: (a) mencari pola dan makna hubungan; dan (b)

merumuskan kesimpulan, (5) menerapkan kesimpulan dan generalisasi. Perkembangan

peserta didik pada usia remaja, menurut Piaget (Pristiadi, tanpa tahun) tergolong kepada

periode formal dimana peserta didik sudah mampu menggunakan penalaran logis dalam

perkembangan kognitifnya dalam setiap pemecahan masalah hipotesis. Karena itu peran guru

tidak lagi menjadi pusat pembelajaran melainkan sebagai fasilitator sesuai dengan

perkembangan usia peserta didik. Selaras dengan hal ini, Vygotsky, (dalam Nur, 2000)

menyatakan bahwa: (1) bahwa intelektual berkembang pada saat individu menghadapi ide-ide

baru dan sulit mengaitkan ide-ide tersebut dengan apa yang mereka telah ketahui; (2) bahwa

interaksi dengan orang lain memperkaya perkembangan intelektual; (3) peran utama guru

adalah bertindak sebagai seorang pembantu dan mediator pembelajaran peserta didik.

Kegiatan pembelajaran dengan model Inqury yang mencakup mengobservasi,

melakukan, dan pemecahan masalah) pada akhirnya diharapkan akan memberikan

peningkatan hasil belajar peserta didik dari segi pengetahun, keterampilan dan sikapnya.

Kelas XI IPS yang menjadi subyek penelitian ini memiliki karakter 80% siswa sulit

menangkap dan mengkomunikasikan informasi, terdapat 20 % saja yang memiliki

kemampuan menyampaikan pendapat dan menyampaikan dengan baik didalam kelas. Karena

itu inquiry learning yang akan diterapkan perlu dikolaborasikan dengan model pembelajaran

Jigsaw. Harapannya dengan bantuan Jigsaw terjadi pemerataan pemahaman sesuai dengan

indikator yang akan dijadikan materi pembelajaran. Sebab jigsaw adalah salah satu dari

model pembelajaran yang fleksibel (Slavin, 2005:246). Model pembelajaran tersebut

merupakan salah satu variasi model collaborative learning yaitu proses belajar kelompok

dimana setiap anggota menyumbangkan informasi, pengalaman, ide, sikap, pendapat,

kemampuan, dan keterampilan yang dimilikinya, untuk secara bersama-sama saling

meningkatkan pemahaman seluruh anggota. Model pembelajaran Jigsaw merupakan strategi

yang menarik untuk digunakan jika materi yang akan dipelajari dapat dibagi menjadi

beberapa bagian dan materi tersebut tidak mengharuskan urutan penyampaian. Kelebihan

strategi ini adalah dapat melibatkan seluruh peserta didik dalam belajar dan sekaligus

mengajarkan kepada orang lain (Zaini, 2008:56).

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

330

METODE

Rancangan penelitian ini menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan

harapan dapat memperbaiki hasil belajar yan berupa ketrampilan mengkomunikasikan data.

Dalam penelitian ini berlangsung dua siklus. Masing-masing siklus dilakukan dalam dua kali

pertemuan, dimulai dengan kegiatan perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Siklus

I dilakukan pada tanggal 18 dan 19 Oktober 2016. Siklus II pada tanggal 25 Oktober 2016.

Subyek penelitian adalah siswa kelas XI IPS di SMA Katolik Yos Sudarso Batu. Ketrampilan

mengkomunikasikan data dapat diungkap dengan bantuan lembar observasi dan lembar

penilaian. Pengamatan keterlaksanaan pembelajaran dibantu oleh teman sejawat. Peningkatan

ketrampilan mengkomunikasikan data dapat diukur dengan kegiatan presentasi. Data yang

diperoleh di analisis dengan deskripsi kuantitatif

HASIL DAN PEMBAHASAN

Siklus 1

Perencanaan

Pada tahap perencanaan kegiatan pembelajaran berikut (1) guru menyusun rencana

pembelajaran, (2) menyiapkan lembar kerja peserta didik, (3) menyiapkan perangkat

penilaian, (4) mempersiapkan media (5) mempersiapkan lembar observasi peserta didik.

RPP disusun untuk KD dinamika kependudukan dengan indikator menganalisis

permasalahan kependudukan di Indonesia, rencana pembelajaran (RPP) yang disusun

mengacu pada sintaks Inquiri Learning : observasi, merumuskan masalah, membuat

hipotesis, mengumpulkan data, menguji hipotesis, dan membuat kesimpulan. Media

Pembelajaran yang dipilih adalah peta kepadatan penduduk DKI Jakarta Tahun 2005.

Gambar kemiskinan di Indonesia

Pelaksanaan Tindakan

Tahap pelaksanaan tindakan siklus satu dilakukan dalam dua kali pertemuan, dengan

alokasi waktu, pertemuan pertama 1 x 45 menit, pertemuan kedua 2 X 45 menit. Tahap

pelaksanaan dalam penelitian ini adalah penerapan Inquiri Learning. Penerapan tersebut

disusun dalam pembelajaran dan dideskripsikan sebagai berikut:

Pembelajaran diawali dengan berdoa kemudian dilanjutkan dengan hormat bendera.

Sesudahnya melihat absen atau kehadiran, dilanjutkan guru menyampaikan tujuan

pembelajaran. Pada bagian mengamati guru menyajikan tayangan dalam LCD tentang peta

kepadatan penduduk Indonesia hasil sensus tahun 2005 dan gambar gambar kemiskinan di

Indonesia untuk diamati siswa.

Pada bagian menanya terjadi tanya jawab seperti berikut:

Guru : Apakah yang kalian pikirkan tentang tayangan tadi:

Siswa 1 : Peta Kepadatan Penduduk

Guru : Tepat sekali, yang lain ?

Siswa 2 : Kelaparan

Guru : Bagus, ada lagi ?

Siswa 3 : kriminalitas

Berdasarkan dialog tersebut tampak bahwa siswa benar benar menyimak atau

mengamati tayangan. Kegiatan dilanjutkan dengan mengeksplorasi rasa ketertarikan pada

materi yang akan dipelajari

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

331

Guru : Ya, semua jawaban kalian semua benar. Itulah potret Indonesia. Apakah kalian

bangga menyaksikan tayangan tadi ?

Siswa 4 : Saya sedih bu

Siswa 5 : Cukup Prihatin bu

Siswa 6 : Apa saya boleh bertanya bu ?

Guru : Silahkan

Siswa 6 : Mengapa kemiskinan dan kejahatan itu harus ada, apakah tidak ada program

pemerintah yang dapat mengendalikannya ?

Guru : Pertanyaanmu luar biasa, mari kita pikirkan bagaimana cara mengantisipasinya ?

Siswa 7 : Pemerintah harus tahu jumlah penduduknya

Dari dialog tersebut tampak bahwa siswa telah melibatkan perasaannya, ikut

memikirkan masalah dan solusinya, guru melanjutkan suasana yang sudah terbangun dengan

semangat tersebut.

Guru : Nah itu dia kunci nya. Pada hari ini kita akan mencoba menjadi petugas pemerintah

yang mendata hal kependudukan. Kalian akan bekerja di kelompok kelompok.

Metode kita ini namanya Jigsaw

Pada bagian mengumpulkan data diawali guru menjelaskan teknik jigsaw. Siswa

bekerja dalam kelompok, membedakan dan menyajikan hasil registrasi dan survey

Gambar 1. Diskusi kelompok 1

Pada proses kerja kelompok 1 terjadi

perdebatan dalam membuat laporan registrasi

dan survey, beberapa siswa tampak

menyampaikan pendapatnya tentang kemasan

laporan.

Gambar 2. Diskusi Kelompok 2

Pada kelompok 2 terlihat lebih cenderung

kurang antusias, lebih tenang, beberapa siswa

tidak terlibat proses kerja.

Gambar 3. Diskusi

Kelompok 3

Pada kelompok 3 sebagian siswa terlihat aktif

menyusun daftar pertanyaan untuk registrasi,

sebagian siswa pasif.

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

332

Keadaan tersebut terjadi tampaknya karena kurangnya perhitungan waktu membagi

kelompok, sehingga masing masing kelompok mengalami kurang berimbang semangat kerja.

Dari masalah masalah yang dihadapi masing masing kelompok tampak semua kelompok

mengalami masalah dengan cara penyajian data, dalam hal ini penguasaan software pengolah

data yang lemah.

Siswa Mempresentasikan hasil kerjanya secara bergantian, semua kelompok

menyajikan tabel sederhana, pada saat kelompok memberi kesempatan pada kelompok lain

untuk bertanya ternyata semua diam, tidak ada yang bertanya. Hal ini dapat dianalisis bahwa

siswa tidak tahu tujuan penyajian data dan tidak tahu kesinambungan data tersebut pada

bidang bidang kajian yang lain.

Observasi

Kegiatan observasi dilakukan pada saat pelaksanaan pembelajaran berlangsung. Tujuan

kegiatan ini untuk memperoleh data pelaksanaan tindakan secara mendalam dan menyeluruh.

Observasi dilakukan secara kolaboratif melibatkan satu orang kolaborator teman sejawat

yang sudah mendapatkan pengarahan dan memiliki kemampuan dalam melakukan

pembelajaran dengan model Inquiry learning yaitu Ibu Ika Susiana. Observasi difokuskan

kepada peserta didik, dan guru. Pengamatan aktifitas peserta didik meliputi (1) observasi

media, secara keseluruhan media yang digunakan sudah cukup untuk jalannya proses

bembelajaran (2) berdiskusi, pada bagian diskusi terlihat kemampuan siswa yang aktif dan

yang tidak aktif, yang aktif mengisi waktunya dengan memandu diskusi dengan antusias yang

tidak aktif cenderung diam dan mencorat coret buku, atau memainkan laptopnya (3)

bertanya, kemampuan bertanya sebagian besar siswa sangat kurang, rata rata masih malu

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

333

malu bahkan diam tidak tahu harus menanyakan apa (4) menyampaikan pendapat, sebagian

besar tampak tidak ingin menyampaikan pendapatnya, hanya 5 dari 24 siswa saja yang berani

menyampaikan pendapatnya (5) pengisian lembar kerja, karena dalam satu kelompok terdiri

dari 6 sampai 7 siswa maka rasa bertanggung jawab untuk pengisian lembar kerja masih

sangat kurang, seolah olah siswa berpikir cukup 1 atau 2 orang saja yang bertanggung jawab

pada pengisian dan kebenaran jawaban pada lembar kerja (6) menyajikan hasil diskusi, pada

bagian ini hasil diskusi disajikan dalam bentuk presentasi, masing masing siswa wajib

membawakan satu tema hasil kerja, rata rata siswa memiliki keberanian tampil meskipun

dalam komunikasi lisan mereka masih sangat terbatas, pada tampilan diskusi permasalahan

muncul karena tidak semua anggota kelompok kelompok diskusi menguasai program exel

sebagai software pengolah data, masing masing siswa perlu dibimbing untuk menguasai

program exel tersebut di waktu khusus, sehingga dapat diharapkan siswa lebih siap dan

kreatif mengaktualisasikan hasil kerjanya (7) mengisi evaluasi, pada bagian ini disajikan pot

test yang hasilnya rata rata 68 dari KKM 75 yang diharapkan. Aktivitas guru yang diamati (1)

apersepsi, guru telah cukup baik menyampaikan apersepsi (2) penyampaian tujuan

pembelajaran, tujuan pembelajaran disampaikan urut dan cukup jelas (3) menyampaikan

langkah langkah pembelajaran, pada langkah langkah pembelajaran guru kurang cermat

mengelompokkan siswa, sehingga ada kelompok yang terdiri dari siswa mayoritas pasif (4)

menyimpulkan materi, guru menyampaikan kesimpulan dengan singkat dan jelas (5)

memberikan penguatan materi, guru telah memberikan penguatan kepada siswa yang telah

menyampaikan hasil kerjanya meskipun ada yang menampikan dengan sangat sederhana,

tetapi guna penguatan tersebut untuk memotivasi siswa agar lebih giat dan semangat dalam

mengerjakan tugas, serta terbagun semangat baru untuk tampil jauh lebih baik (6)

memberikan penugasan, guru memberikan penugasan sensus di kelurahan masing masing

siswa.

Refleksi

Pada bagian Penutup guru memberikan refleksi mengenai (1) keaktifan kerja sama

dalam kelompok yang kurang, (2) tampilan presentasi yang relative sangat sederhana dan

sulit untuk dianalisis, (3) kemampuan siswa dalam penguasaan software pengolah data.

Sesudahnya diadakan post tes. Setelah post tes selesai guru memberikan tugas pada siswa

untuk mengambil data penduduk di kelurahan tempat tinggal masing masing siswa, diberikan

waktu satu minggu.

Pada akhir siklus I diperoleh gambaran dampak penerapan Inquiri learning dengan

bantuan Jigsaw perlu perbaikan dalam tehnik pengelompokan, juga perlu memberikan

pelatihan penggunaan software pengolah data. Hasil post test masih belum sesuai dengan

KKM. Berdasar fakta di siklus 1 maka perlu ada perbaikan tindakan di siklus 2.

SIKLUS 2

Perencanaan

Pada tahap perencanaan kegiatan pembelajaran berikut (1) guru menyusun rencana

pembelajaran, (2) menyiapkan lembar kerja peserta didik, (3) menyiapkan perangkat

penilaian, (4) mempersiapkan media (5) mempersiapkan lembar observasi peserta didik.

RPP disusun untuk KD dinamika kependudukan dengan indikator menganalisis

permasalahan kependudukan di Indonesia, rencana pembelajaran (RPP) yang disusun

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

334

mengacu pada sintaks Inquiri learning : observasi, merumuskan masalah, membuat hipotesis,

mengumpulkan data, menguji hipotesis, dan membuat kesimpulan.

Media Pembelajaran yang dipilih adalah peta kota Batu, gambar mobilitas penduduk di

pasar, dunia kerja, dan tempat keramaian.

Pelaksanaan Tindakan

Tahap pelaksanaan tindakan siklus satu dilakukan dalam dua kali pertemuan, dengan

alokasi waktu, pertemuan pertama 1 x 45 menit, pertemuan kedua 2 X 45 menit. Tahap

pelaksanaan dalam penelitian ini adalah penerapan Inquiri Learning. Penerapan tersebut

disusun dalam pembelajaran dan dideskripsikan sebagai berikut:

Pembelajaran pada pertemuan 1, selama 1 x 45 menit melatih penggunaan aplikasi

pengolah data. Guru membagi kelompok berdasarkan hasil refleksi pada siklus 1, juga

berdasarkan hasil post tes siklus 1. Masing masing kelompok terdiri dari 2 siswa aktif

berpendapat, 2 siswa yang memiliki ketrampilan computer yang lebih baik, dan 4 siswa

kelompok sedang dan kelompok bawah. Siswa bekerja menganalisis data yang diperoleh dari

kelurahan masing masing.

Pada pertemuan kedua kegiatan sebagai berikut. Pembelajaran diawali dengan berdoa

kemudian dilanjutkan dengan hormat bendera. Sesudahnya melihat absen atau kehadiran,

dilanjutkan guru menyampaikan tujuan pembelajaran. Pada bagian mengamati guru

menyajikan tayangan dalam LCD tentang peta kota Batu dan gambar gambar mobilitas

penduduk dipasar, di kantor kantor dan tempat tempat keramaian untuk diamati siswa. Guru

menyampaikan petunjuk presentasi atas tugas sensus pada pertemuan sebelumnya. Siswa

menyampaikan hasil kerjanya.

Siswa menyampaikan presentasi dengan menyajikan data sensus dalam bentuk tabel,

grafik dan peta, kelompok lain mengomentari dengan cara bertanya. Pada kegiatan ini tampak

siswa sangat antusias megikuti pembelajaran, tampilan per individu kelompok penyaji sangat

percaya diri, hal tersebut diyakini karena tampilan presentasi mereka lebih bagus dari

kegiatan pada siklus 1, masing masing kelompok bangga dengan produk mereka masing

masing yang memang berbeda satu sama lain. Pada kelompok penanya tampak sangat

antusias menanyakan penyebab dan akibat dari data yang disajikan. Hal tersebut menandakan

bahwa siswa lebih reaktif apabila disajikan kondisi riil yang mudah untuk dibayangkan dalam

kehidupan sehari hari mereka

Observasi

Kegiatan observasi dilakukan pada saat pelaksanaan pembelajaran berlangsung.

Tujuan kegiatan untuk memperoleh data pelaksanaan tindakan secara mendalam dan

menyeluruh. Observasi dilakukan secara kolaboratif melibatkan satu orang kolaborator teman

sejawat yang sudah mendapatkan pengarahan dan memiliki kemampuan dalam melakukan

pembelajaran dengan model Inquiry learning yaitu Ibu Ika Susiana dan Ibu Elly Retnowati.

Observasi difokuskan kepada peserta didik, dan guru. Pengamatan aktifitas peserta didik

meliputi (1) observasi media, secara keseluruhan media yang digunakan sudah cukup baik

untuk jalannya proses bembelajaran, (2) berdiskusi, pada bagian diskusi sebagai rangkaian

presentasi terlihat kemampuan siswa sangat aktif, semua siswa memperhatikan kelompok

kelompok penyaji, (3) bertanya, kemampuan bertanya sebagian besar siswa pada siklus 2 ini

sangat antusias, siswa berebut diberi kesempatan bertanya. (4) menyampaikan

pendapat, sebagian besar siswa anggota kelompok penyaji tampak dengan percaya diri lancar

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

335

menyampaikan pendapat atau jawaban dari semua pertanyaan yang ajukan (5) pengisian

lembar kerja, hasil kerja tiap kelompok dikumpulkan setelah dikonfirmasi kesalahan

kesalahannya (6) menyajikan hasil diskusi, semua kelompok menyajikan hasil kerja sesuai

petunjuk, terdapat 2 siswa saja dari 24 siswa yang masing perlu diperdalam pengetahuan dan

ketrampilan menyajikan presentasi (7) mengisi evaluasi, pada bagian ini disajikan pot

test yang hasilnya rata rata 78 dari KKM 75 yang diharapkan. Aktivitas guru yang diamati (1)

apersepsi, guru telah cukup baik menyampaikan apersepsi (2) penyampaian tujuan

pembelajaran, tujuan pembelajaran disampaikan urut dan cukup jelas (3) menyampaikan

langkah langkah pembelajaran, pada langkah langkah pembelajaran guru mengelompokkan

siswa berdasarkan data nilai post tes, sehingga dari siswa yang termasuk kelompok atas dan

bawah dibagi secara merata (4) menyimpulkan materi, guru menyampaikan kesimpulan

dengan singkat dan jelas (5) memberikan penguatan materi, guru telah memberikan

penguatan kepada siswa yang telah menyampaikan hasil kerjanya, diberi pujian atas hasil

kerja yang baik, diberi komentar pada masing masing sajian untuk tugas tugas yang akan

datang (6) memberikan penugasan, guru memberikan penugasan untuk pertemuan yang akan

datang (mencari data banyaknya bayi yang lahir di puskesmas daerah terdekat dengan tempat

tinggalnya).

Refleksi

Pada bagian Penutup guru memberikan refleksi mengenai (1) keaktifan kerja sama

dalam kelompok yang sudah cukup baik (2) tampilan presentasi yang cukup baik, kreatif dan

penuh semangat (3) kemampuan siswa dalam penguasaan software pengolah data rata rata

sudah menguasai. Sesudahnya diadakan post tes. Setelah post tes selesai guru memberikan

tugas pada siswa untuk pertemuan yang akan datang (mengambil data kelahiran di puskesmas

terdekat dengan tempat tinggal masing masing siswa, diberikan waktu satu minggu).

Pada akhir siklus 2 diperoleh gambaran dampak penerapan Inquiri Learning dengan

bantuan jigsaw memiliki pengaruh dalam peningkatan penguasaan materi dan penguasaan

software pengolah data, model pembelajaran Jigsaw sangat membantu siswa yang berada

pada kategori rendah mendapatkan pendampingan yang baik dalam proses belajar nya. Hasil

posttest sudah sesuai dengan KKM bahkan terdapat peningkatan hasil belajar, semula 60%

siswa mendapatkan rata rata nilai 68 pada siklus 1, peningkatan rata rata mendapatkan 78

pada siklus 2.

DOKUMENTASI SIKLUS II

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

336

Kegiatan pada siklus ke 2 pertemuan ke 1

Melatih tim ahli dan tim ahli membelajarkan pada kelompok

kelompok

Kegiatan pada siklus ke 2 pertemuan ke 1

Menanya : Siswa lebih banyak yang bertanya, dan pertanyaan

mereka focus menganalisa data yang disajikan kelompok penyaji

Kegiatan pada siklus ke 2 pertemuan ke 1

Mengamati : Siswa lebih focus mengamati tayangan dari

kelompok penyaji

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

337

KESIMPULAN

Kegiatan Penelitian Tindakan Kelas yang dilakukan pada siswa kelas XI IPS SMAK

Yos Sudarso Batu melalui siklus 1 dan siklus 2, telah memperbaiki proses pembelajaran

khususnya Standar Kompetensi menganalisis fenomena antroposfer, dan Kompetensi Dasar

Menganalisis aspek Kependudukan, pada materi Registrasi, Survey dan Sensus, dipandang

berhasil membantu siswa dalam hasil belajar dan ketrampilan mengkomunikasikan data.

Daftar Rujukan

Karokaro, Deddy, 2015 Penerapan Problem Based Learning pada Materi Dinamika dan

Masalah Kependudukan untuk Peningkatkan Keterampilan Geografi Kelas XI IIS

SMAN 6 Batam, Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement

Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran

Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu.

Meldawati, 2015 Penerapan Problem Based Learning untuk Meningkatkan Kemampuan

Analisis Pada Materi Interaksi Spasial Antara Main Landdan Hinterland Kelas XII IPS

3 SMAN 5 Batam, Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement

Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran

Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu.

Sudrajat, Akhmad. Pembelajaran Inkuiri: Pengertian, Ciri-Ciri, Prinsip-Prinsip dan

Langkah-Langkah. (online),https:/akhmadsudrajat.wordpress.com). diakses tanggal 17

Oktober 2015

Slavin, Robert E. 2005. Cooperative Learning (cara efektif dan menyenangkan pacu prestasi

seluruh peserta didik). Bandung: Nusa Media.

Zaini, Hisyam dkk. 2008. Strategi Pembelajaran Aktif. Yogyakarta: Pustaka Insan Madani.

Kegiatan pada siklus ke 2 pertemuan ke 1

Siswa anggota kelompok penyaji lebih percaya diri menyajikan

materi menganalisa data yang disajikan kelompok penyaji

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

338

PEMBELAJARAN MEMAHAMI TEKS WAWANCARA TENTANG

KEGIATAN EKONOMI DENGAN METODE THINK PAIR DAN SHARE

DI KELAS III SDN 016 GALANG KOTA BATAM

Farqul Fata

SDN 016 Galang, Kota Batam

[email protected]

Abstrak: Penelitian ini bertujuan mendiskripkan pembelajaran memahami teks wawancara

tentang kegiatan ekonomi dengan metode Think Pair and Share (TPS) di SDN 016 Galang

Kota Batam. Bentuk penelitian ini adalah deskripsi pembelajaran, yang terdiri atas tiga

tahap yaitu (1) perencanaan, (2) pelaksanaan, dan (3) penilaian. Subjek penelitian adalah

siswa kelas III SDN 016 Galang Kota Batam, berjumlah 10 siswa. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa (1) kegiatan perencanaan pembelajaran yang meliputi penyusunan

RPP, pengembangan media pembelajaran, dan pengembangkan lembar observasi sudah

dilaksanakan secara optimal; (2) kegiatan pelaksanaan pembelajaran yang meliputi

pendahuluan, inti, dan penutup sudah berjalan seperti yang direncanakan; serta (3) kegiatan

penutup yang meliputi refleksi dan penarikan simpulan sudah berjalan dengan baik.

Metode Think Pair and Share (TPS) amat cocok digunakan dalam pembelajaran

memahami teks wawancara di kelas III SD.

Kata kunci: pembelajaran, memahami teks wawancara, metode Think Pair and Share

(TPS)

Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama,

kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman (UU Nomor

20 Tahun 2003, Pasal 1 ayat 2). Hal ini berarti bahwa pendidikan nasional tidak boleh

bertentangan dengan nilai-nilai agama dan kebudayaan nasional. Selain itu, pendidikan juga

harus bersifat dinamis dalam rangka menyesuaikan perkembangan zaman.

Pendidikan nasional, sebagai salah satu sektor pembangunan nasional dalam upaya

mencerdaskan kehidupan bangsa, mempunyai visi terwujudnya sistem pendidikan sebagai

pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara

Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif

menjawab tantangan zaman yang selalu berubah (Kemdikbud, 2012:1).

Pembelajaran merupakan upaya membelajarkan siswa terhadap sesuatu hal. Kegiatan

pengupayaan ini akan mengakibatkan siswa dapat mempelajari sesuatu dengan cara efektif

dan efisien. Upaya-upaya yang dilakukan dapat berupa analisis tujuan dan karakteristik studi

dan siswa, analisis sumber belajar, menetapkan strategi pengorganisasian, isi pembelajaran,

menetapkan strategi penyampaian pembelajaran, menetapkan strategi pengelolaan

pembelajaran, dan menetapkan prosedur pengukuran hasil pembelajaran. Oleh karena itu,

setiap pengajar harus memiliki keterampilan dalam memilih strategi pembelajaran untuk

setiap jenis kegiatan pembelajaran. Dengan demikian, dengan memilih strategi pembelajaran

yang tepat dalam setiap jenis kegiatan pembelajaran, diharapkan pencapaian tujuan belajar

dapat terpenuhi.

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

339

Gilstrap dan Martin (dalam Depdikbud, 1995) menyatakan bahwa peran pengajar

lebih erat kaitannya dengan keberhasilan pebelajar, terutama berkenaan dengan kemampuan

pengajar dalam menetapkan strategi pembelajaran. Belajar bahasa pada hakikatnya adalah

belajar komunikasi. Oleh karena itu, pembelajaran bahasa diarahkan untuk meningkatkan

kemampuan pebelajar dalam berkomunikasi, baik lisan maupun tulis. Hal ini relevan dengan

sasaran kompetensi pebelajar bahasa yang diarahkan kepada empat sub aspek, yaitu

membaca, berbicara, menyimak, dan mendengarkan.

Untuk mencapai tujuan tersebut, pembelajaran bahasa harus mengetahui prinsip-

prinsip belajar bahasa yang kemudian diwujudkan dalam kegiatan pembelajarannya, serta

menjadikan aspek-aspek tersebut sebagai petunjuk dalam kegiatan pembelajarannya. Prinsip-

prinsip belajar bahasa dapat disarikan sebagai berikut. Pembelajar akan belajar bahasa dengan

baik apabila (1) diperlakukan sebagai individu yang memiliki kebutuhan dan minat, (2)

diberi kesempatan berapstisipasi dalam penggunaan bahasa secara komunikatif dalam

berbagai macam aktivitas, (3) secara sengaja memfokuskan pembelajarannya kepada bentuk,

keterampilan, dan strategi untuk mendukung proses pemerolehan bahasa, (4) disebarkan

dalam data sosiokultural dan pengalaman langsung dengan budaya menjadi bagian dari

bahasa sasaran, (5) menyadari akan peran dan hakikat bahasa dan budaya, (6) diberi umpan

balik yang tepat menyangkut kemajuan mereka, serta (7) diberi kesempatan untuk mengatur

pembelajaran mereka sendiri (Aminuddin, 1994).

Teks ialah ungkapan bahasa yang menurut isi, sintaksis, dan pragmatic merupakan

satu kesatuan (Luxemburg dkk, 1989:86). Dari pengertian tersebut dapat diartikan teks adalah

suatu kesatuan bahasa yang memiliki isi dan bentuk, baik lisan maupun tulisan yang

disampaikan oleh seorang pengirim kepada penerima untuk menyampaikan pesan tertentu.

Istilah teks sebenarnya berasal dari kata text yang berarti „tenunan‟. Teks dalam filologi

diartikan sebagai „tenunan kata-kata‟, yakni serangkaian kata-kata yang berinteraksi

membentuk satu kesatuan makna yang utuh. Teks dapat terdiri dari beberapa kata, namun

dapat pula terdiri dari milyaran kata yang tertulis dalam sebuah naskah berisi cerita yang

panjang (Sudardi, 2001:4-5). Menurut Baried (1985:56), teks artinya kandungan atau muatan

naskah, sesuatu yang abstrak hanya dapat dibayangkan saja. Teks terdiri atas isi, yaitu ide-ide

atau amanat yang hendak disampaikan pengarang kepada pembaca. Dan bentuk, yaitu cerita

dalam teks yang dapat dibaca dan dipelajari menurut berbagai pendekatan melalui alur,

perwatakan, gaya bahasa, dan sebagainya.

Hasil pelaksanaan pembelajaran memahami teks laporan hasil observasi di kelas III

SDN 016 Galang Kota Batam. Pertama, lebih dari 50% siswa belum memenuhi kriteria

ketuntasan minimal (KKM). Dengan KKM 70, dari 10 siswa yang mencapai KKM hanyalah

2 orang (25%). Kedua, dalam mengikuti pembelajaran siswa kurang aktif dalam

melaksanakan sejumlah kegiatan. Bahkan, beberapa siswa tidak dapat mengikuti pelajaran

secara baik. Ketiga, interaksi pembelajaran lebih banyak berlangsung satu arah, yakni dari

guru ke siswa. Sebaliknya, interaksi dari siswa ke guru dan dari siswa ke siswa tidak

berlangsung secara baik. Keempat, belum ada pemanfaatan media yang dapat merangsang

siswa untuk aktif mengikuti pembelajaran. Tanpa media siswa menjadi verbalisme, yakni

mengetahui sebuah kata tanpa memahami maknanya.

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

340

Atas dasar kekurangan di atas, peneliti bersama dengan teman sejawat melakukan

refleksi bagaimana cara memperbaiki kekurangan siswa dalam memahami teks. Akhirnya

diputuskan untuk menggunakan dan melakukan tindakan.

Penilitian ini berangkat dari tiga rumusan masalah: (a) bagaimanakah merencanakan

pembelajaran memahami teks wawancara, (b) bagaimanakah melaksanakan pembelajaran

memahami teks laporan wawancara, dan (c) bagaimanakah menilai kompetensi siswa dalam

pembelajaran memahami teks laporan observasi. di SDN 016 Galang Kota Batam.

Pada bagian penutup guru mengajak siswa melakukan refleksi terhadap pembelajaran

yang sudah dilaksanakan. Guru meminta siswa untuk menemukan nilai-nilai apa yang dapat

dipetik dari pembelajaran tersebut. Salah seorang siswa mengemukakan bahwa pembelajaran

memahami teks hasil laopran observasi sangat bermanfaat bagi kehidupan masyarakat

sebagai makhluk sosial. Siswa lainnya berpendapat bahwa pembelajaran memahami teks

hasil laopran observasi memuat siswa yang bersangkutan bertambah rasa percaya dirinya.

Pada intinya siswa merasa senang dengan mengikuti pembelajaran yang baru saja

dilaksanakan. Guru juga memberikan penegasan bahwa kemampuan memahami teks hasil

laopran observasi sangat bermanfaat bagi siswa dalam mengarungi kehidupan yang nyata di

masa mendatang. Tanpa memiliki kemampuan memahami teks hasil laopran observasi siswa

akan mengalami kesulitan dalam menghadapi hidup yang penuh dengan persaingan.

METODE

Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian tindakan kelas (PTK) dan

dilaksanakan dalam dua siklus. Setiap siklus mengandung empat kegiatan, yakni (1)

perencanaan, (2) pelaksanaan tindakan, (3) observasi, dan (4) refleksi. Pada tahap

perencanaan peneliti melakukan (a) menyusun RPP, (b) mengembangkan media

pembelajaran, dan (c) mengembangkan lembar observasi. Pada tahap pelaksanaan, peneliti

melaksanakan pembelajaran sesuai dengan RPP. Pada tahap observasi, pengamat melakukan

observasi terhadap pelaksanaan pembelajaran. Dalam melaksanakan observasi, pengamat

menggunakan lembar observasi dan catatan lapangan. Pada tahap refleksi, peneliti dan

pengamat melakukan diskusi untuk mengambil keputusan apakah PTK masih berlanjut atau

tidak.

Untuk memahami teks wawancara pada pembelajaran bahasa Indonesia harus

memahami teks laporan hasil observasi dilakukan sejumlah kegiatan berikut. (1) Membuka

pelajaran dengan bernyanyi guru beserta siswa menyanyikan, lagu “Pelaut”. (2) Membentuk

kelompok menjadi dua kelompok dalam 1 kelompok terdiri dari 5 orang siswa, selanjutnya

guru melakukan tanya jawab dari isi lagu pelaut. (3) Dilanjutkan dengan membagikan contoh

teks wawancara kegiatan ekonomi. (4) Siswa berdiskusi mengenai arti dan isi teks lagu

pelaut. (5) Selanjutnya setiap kelompok menyajikan hasil diskusi dengan cara bergantian, 1

kelompok menyampaikan hasil diskusinya, dan 1 kelompok lainnya menanggapi. (6)

Selanjutnya guru memberikan evaluasi dan tes.

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas III SDN 016 Galang Kota Batam tahun

pelajaran 2016/2017. Jumlah siswa 10 orang, terdiri atas 4 orang siswa laki – laki 6 orang

siswa perempuan.

Pengumpulan data merupakan teknik atau cara yang dilakukan untuk mengumpulkan

data peneliti maupun siswa itu sendiri dimana dalam proses pembelajaran dapat di ketahui

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

341

semua kegiatan yg berlangsung dan dapat di jadikan alat ukur dalam keberhasilan

pembelajaran. Instrumen dapat berupa lembaran catatan selama proses pembelajaran dari

awal sampai akhir, sealain itu juga dapat menggunakan kamera foto. Tes dilakukan dengan

cara lisan, tes yang dilakukan pada siswa yaitu dengan Rubrik penilaian tanggapan. Lembar

observasi digunakan untuk catatan kegiatan peniliti yang dilakukan oleh teman sejawat.

Catatan lapangan digunakan untuk mengukur keberhasilan peneliti dan juga untuk perbaikan

dalam pembelajaran. Pengolahan datanya dapat dilakukan dalam penelitian kualitatif, data

diperoleh dari berbagai sumber dengan menggunakan teknik pengumpulan data yang

bermacam-macam, dan dilakukan secara terus-menerus sampai datanya penuh. Dengan

pengamatan yang terus-menerus tersebut mengakibatkan variasi data tinggi sekali dan data

yang diperoleh umumnya adalah data kualitatif, sehingga teknik pengolahan data yang

digunakan belum ada polanya yang jelas, baku, atau pasti. Oleh karena itu, sering mengalami

kesulitan dalam melakukan analisis data. Secara umum, penelitian kualitatif dalam

melakukan analisis data banyak menggunakan model analisis yang dicetuskan oleh Miles dan

Huberman yang sering disebut dengan metode analisis data interaktif. Mereka

mengungkapkan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan

berlangsung secara terus-menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Aktivitas

dalam analisis data kualitatif ada tiga, yaitu tahap reduksi data, display data, dan kesimpulan

atau verifikasi.

Paparan Hasil Pembahasan

Dalam paparan ini hasil paparan dibagi dalam tiga tahap, yaitu (1) perencanaan

pembelajaran, (2) pelaksanaan pembelajaran, dan (3) penilaian pembelajaran.

Perencanan Pembelajaran

Sejumlah kegiatan persiapan dilakukan agar pelaksanaan pembelajaran memahami

teks wawancara kegiatan ekonomi. berlangsung sukses. Pertama, menyusun rencana

pelaksanaan pembelajaran. Pada tahap ini peneliti mengembangkan KD menjadi tiga tahap,

yaitu kegiatan awal, kegiatan inti, dan penutup. Selain itu, peneliti juga memilih media

pembelajaran, yakni teks lagu “Pelaut”, seorang sastrawan indonesia angkatan 1990-an.

Peneliti juga mengembangkan pedoman wawancara yang akan menjadi instrumen untuk

memerikan seluruh proses yang ada dalam KBM. Dalam pedoman observasi berisi empat hal

penting, yaitu (1) bagaimana guru membuka pelajaran, (2) bagaimana guru mengola kelas,

(3) bagaimana guru memanfaatkan media, dan (4). bagaimana guru menutup pembelajaran.

Perencanaan mengidentifikasi masalah yang terjadi di dalam kelas,serta mencari

alternatif pemecahan masalah tersebut dengan mengunakan media pembelajaran tertentu.

Dalam hal ini untuk meningkatkan keterampilan siswa kelas III SD Negeri 016 Galang Kota

Batam, dalam pembelajaran memahami teks wawancara. Pada saat pembelajaran, peneliti

mempersiapkan lembar observasi mengenai aktifitas siswa serta lembar penilaian hasil

karya siswa.

Pelaksanaan Pembelajaran

Berikut dipaparkan tahap persiapan, pelaksanaan, dan penilaian pembelajaran

memahami teks hasil laporan observasi. Dalam paparan ini hasil paparan dibagi dalam tiga

tahap, yaitu (1) perencanaan pembelajaran, (2) pelaksanaan pembelajaran, dan (3). penilaian

pembelajaran.

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

342

Kegatan Awal (10 menit)

Guru mengucapkan salam, assalamualaikum,wr.wb. dengan spontan menyapa siswa,

lalu siswa memberikan hormat dengan ucapan “wa‟alaikumsalam.wr.wb. setelah pemberian

hormat terhadap sesama, guru mendata kehadiran siswa. Dalam pendataan kehadiran siswa

tiada satupun siswa yang tidak hadir pada pembelajaran tersebut. Guru menyampaikan

tujuan pembelajaran. tentang memahami teks wawancara kegiatan ekonomi,

Kegiatan inti (50 menit)

Siswa menjawab pertanyaan yang ada di buku sesuai isi teks (menanya). (1) Siswa

berlatih menulis laporan berdasarkan teks (mengekplorasi). (2) Siswa menjawab pertanyaan

sesuai dengan informasi yang diperoleh dari guru, orangtua, atau buku yang dibaca

(menanya). (3) Siswa menuliskan informasi yang diperoleh pada buku.

Kegiatan akhir (10 menit)

Selama dan setelah proses pembelajaran, siswa dapat menghargai dan mensyukuri

keberadaan bahasa Indonesia sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa sebagai sarana

memahami informasi lisan dan tulis. Selama dan setelah proses pembelajaran, siswa

menghargai dan mensyukuri keberadaan bahasa Indonesia sebagai anugerah Tuhan yang

Maha Esa sebagai sarana menyajikan informasi lisan dan tulis. Selama dan setelah proses

pembelajaran, siswa dapat menunjukkan sikap jujur, tanggung jawab, dan santun dengan baik

lisan maupun tulisan.

Kegiatan diakhiri dengan mengulas kembali apa yang sudah mereka lakukan sejak

pagi. (1) Siswa saling memeriksa hasil pekerjaan dan bersama-sama menyimpulkan materi

pelajaran hari ini tentang Pembelajaran memahami teks wawancara. (2) Kemudian, siswa

menutup kegiatan pada hari ini dengan rasa syukur kepada Tuhan atas segala yang sudah

Tuhan berikan. Berdoa dipimpin oleh siswa.

PENUTUP

Dari penilitian yang dilakukan melalui pelaksanaan pembelajaran metode Think Pair

Share (TPS) dapat disimpulkan sebagai berikut. Pertama, kegiatan perencanaan pembelajaran

yang terdiri atas kegiatan menyusun RPP, mengembangkan media pembelajaran, dan

mengembangkan lembar observasi sudah dilaksanakan secara optimal. Beberapa pihak

memberikan bantuan dalam proses perencanaan ini. Kedua kegiatan pelaksanaan yang terdiri

atas kegiatan pendahauluan, inti, dan penutup sudah berjalan seperti yang direncanakan.

Hanya saja, hanya satu hal yang menjadi catatan, yakni kendala sarana dan prasarana di

lapangan yang membuat pembelajaran belum bejalan secara optimal. Ketiga, kegiatan

penutup yang berisi kegiatan refleksi dan penarikan simpulan sudah berjalan dengan baik.

Guru dan siswa secara aktif terlibat dalam kegiatan ini.

Dari hasil penilitian ini disarankan kepada guru, khususnya guru sekolah dasar, agar

dapat memilih metode Think Pair Share (TPS) yang tepat agar pembelajaran yang

dilaksanakan dapat berlangsung baik.

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

343

Daftar Rujukan

Kementerian Pendidikan dan Kebuyaan Republik Indonesia. 2012. Dokumen Kurikulum

2013. http://tania.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/dokumen-kurikulum-2013,

diunduh 22 Juli 2016, pukul 10.02 WIB,

Setiawan. A. Y (2014) Peningkatan Kemampuan Membaca Pemahaman Melalui Pendekatan

Whole Language pada Siswa Kelas IV SD Negeri 3 Sidoagung Kebumen,

Riantika, A (2014) Upaya Meningkatkan Keterampilan Mengubah Teks Wawancara Menjadi

Narasi Menggunakan Strategi Collaborative Writing pada Siswa Kelas VII SMP

Negeri 2 Ngemplak.

Maslikhah. 2013. Melejitkan Kemahiran Menulis Karya Ilmiah Bagi Mahasiswa.

Yogyakarta:Trustmedia.

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

344

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENYUNTING KARANGAN DENGAN MODEL

PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK-PAIR-SHARE SISWA KELAS IXD

SMP NEGERI 1 SANGGAU

Sri Haryanti

SMP Negeri 1 Sanggau

[email protected]

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan proses pembelajaran dan hasil

belajar peserta didik dalam pembelajaran menyunting karangan menggunakan model

pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share. Penelitian yang dilakukan adalah Penelitian

Tindakan Kelas dalam dua siklus. Tahap-tahap yang dilewati dalam setiap siklus adalah

perencanaan, pelaksanaan tindakan, pemantauan dan refleksi. Subjek penelitian adalah

peserta didik kelas IXD SMP Negeri 1 Sanggau Tahun Pelajaran 2016/2017. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa setelah mengikuti pembelajaran menyunting karangan

dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share ada

peningkatan kualitas proses dan kualitas hasil belajar dari siklus I ke siklus II. Guru

diharapkan menggunakan model pembelajaran tipe Think-Pair-Share.

Kata kunci: Peningkatan, Menyunting karangan, Model Pembelajaran Think-Paire-Share.

Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang

Standar Isi bahwa ruang lingkup mata pelajaran Bahasa Indonesia meliputi empat aspek

(aspek mendengarkan/menyimak, aspek berbicara, membaca dan menulis). Menulis

merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang mutlak harus dikuasai oleh peserta didik

Sekolah Menengah Pertama (SMP).

Menurut Tarigan (2008:22), menulis adalah menurunkan atau melukiskan lambang-

lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipakai oleh seseorang, sehingga

orang lain dapat membaca lambang-lambang grafik tersebut kalau mereka memahami bahasa

dan gambaran.

Kegiatan menulis selain erat kaitannya dengan kegiatan menyimak juga berkaitan erat

dengan kegiatan menyunting. Kata menyunting bermakna (1) menyiapkan naskah siap cetak

atau siap untuk diterbitkan dengan memperhatikan segi sistematika penyajian, isi, dan bahasa

(menyangkut ejaan, diksi, dan struktur), mengedit; (2) merencanakan dan mengrahkan

penerbitan (surat kabar, majalah); (3) menyusun atau merakit (film, pita rekaman) dengan

cara memotong-motong dan memasang kembali (KBBI, 1995:977).

Menyunting karangan merupakan proses pembenahan sebuah teks karangan sebelum

menjadi teks karangan yang siap disajikan, dinilaikan, ataupun diprestasikan. Penyuntingan

bertujuan untuk menghindarkan teks karangan dari kesalahan-kesalahan, baik menyangkut isi

maupun penggunaan bahasa, dengan cara mengoreksi isi tulisan secara cermat dan teliti.

Kemampuan menyunting sangat penting untuk dikuasai agar dapat menghasilkan karangan

yang baik.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam kegiatan penyuntingan adalah aspek isi dan

bahasanya. Aspek isi berkaitan dengan kebenaran atau kesesuaian bahasa dalam tulisan

(karya tulis) dengan bidang keilmuannya. Misalnya, tulisan yang membahas tentang puisi

harus sesuai dengan teori sastra ataupun masalah perpuisian, tulisan tentang bahasa harus

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

345

sesuai dengan ilmu kebahasaan (linguistik).Aspek bahasa berkaitan dengan masalah ejaan,

pilihan kata, penyusunan kalimat, ataupun pengembangan paragraf. Agar dapat menyunting

bahasa suatu tulisan secara benar, hendaknya ada pedoman pendamping, yaitu: (1) buku

Ejaan yang Disempurnakan (EYD), (2) buku Pedoman Pembentukan Istilah, (3) Kamus

Umum Bahasa Indonesia, dan (4) Tata Bahasa Baku bahasa Indonesia.

Menyunting karangan merupakan salah satu Kompetensi Dasar (KD) dalam

pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Menengah Pertama (SMP) kelas IX semester

ganjil. Kompetensi Dasar (KD) ini merupakan satu bagian dari Standar Kompetensi Dasar

(SK) mengungkapkan informasi dalam bentuk iklan baris, resensi, dan karangan. Kompetensi

Dasar menyunting karangan dengan berpedoman pada ketepatan ejaan, pilihan kata,

keefektifan kalimat, keterpaduan paragraf, dan kebulatan wacana. Menyunting atau mengedit

adalah kegiatan untuk menemukan kesalahan kalimat dan paragraf kemudian

memperbaikinya sehingga menjadi benar. Karangan adalah hasil mengarang seseorang yang

berupa nonfiksi. Kemampuan siswa diartikan hasil belajar siswa yang ditandai oleh nilai-nilai

yang dicapai setelah mengikuti proses pembelajaran. Kemampuan menyunting sangat penting

untuk dikuasai agar dapat menghasilkan karangan yang baik.

Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) guru sangat berperan dalam

mengembangkan materi standar dan membentuk kompetensi peserta didik. Dalam kegiatan

belajar mengajar, metode sangat diperlukan oleh guru, dengan penggunaan yang bervariasi

sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Menurut Djamarah & Surakhmad (1991) ada lima

macam faktor yang mempengaruhi penggunaan metode mengajar, yakni (1) tujuan dengan

berbagai jenis dan fungsinya, (2) anak didk dengan berbagai tingkat kematangannya, (3)

situasi berlainan keadaannya, (4) fasilitas bervariasi secara kualitas dan kuantitas, serta (5)

kepribadian dan kompetensi guru yang berbeda-beda. Keberhasilan siswa dalam proses

pembelajaran sangat diperngaruhi oleh guru dalam proses pembelajaran. Perubahan perilaku

pada siswa, dalam konteks pengajaran jelas merupakan produk dan usaha guru melalui

kegiatan mengajar. Hal ini dapat dipahami karena mengajar merupakan suatu aktivitas khusus

yang dilakukan guru untuk menolong dan membimbing anak didik memperoleh perubahan

dan pengembangan skill (keterampilan), attitude (sikap), appreciation (penghargaan), dan

knowledge (pengetahuan).

Keberanian guru dalam berinovasi sangat diperlukan. Untuk itu seorang guru yang

hebat pastilah dapat menggunakan beragam metode sesuai dengan kondisi siswa, tujuan,

sarana, dan situasi belajar tanpa harus menjelek-jelekan metode tertentu dan mendewakan

metode lainnya. Dengan begitu guru akan memperoleh kenikmatan dalam mengajar karena

digemari siswa, tujuan tercapai, dan hati guru sangat puas akibat inovasi yang dilakukannya.

Standar Isi 2006 mata pelajaran bahasa Indonesia untuk kelas IX SMP semester ganjil

pada aspek menulis adalah Kompetensi Dasar menyunting karangan dengan berpedoman

pada ketepatan ejaan, tanda baca, pilihan kata, keefektifan kalimat, keterpaduan paragraf, dan

kebulatan wacana. Melalui KD ini diharapkan peserta didik mampu menemukan kesalahan

ejaan, pilihan kata, keefektifan kalimat, keterpaduan paragraf dan kebulatan wacana.

Kemampuan menyunting sebagai salah satu keterampilan menulis dapat diartikan sebagai

kemampuan untuk mengubah atau memperbaiki kesalahan yang ada dalam karangan.

Berdasarkan hasil observasi tanggal 8 Agustus 2016 terhadap pelaksanaan

pembelajaran menyunting karangan menunjukkan bahwa kompetensi peserta didik masih

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

346

rendah. Nilai peserta didik masih dibawah rata-rata ketuntasan minimal (KKM) yaitu 22

orang peserta didik (68,75 %) dari 32 orang peserta didik. Hal ini disebabkan karena

kurangnya pemahaman siswa tentang ejaan yang disempurnakan (EYD), siswa kurang

menguasai tata tulis yang benar. Selain itu motivasi/minat siswa terhadap pembelajaran

menyunting juga masih rendah. Peserta didik kurang serius dalam pembelajaran menyunting

karena dianggap sulit. Guru juga belum menemukan teknik yang sesuai untuk memotivasi

peserta didik.

Oleh karena itu, sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan menyunting

karangan peserta didik kelas IXD SMP Negeri 1 Sanggau, diterapkan model pembelajaran

kooperatif tipe Think-Pair-Share (TPS). Penerapan metode yang dilakukan guru sangat

menetukan keberhasilan siswa.

Penelitian yang sama pernah dilakukan oleh Aldila Andhita Nugrahani dengan judul

Peningkatan Kemampuan Menyunting Karangan dengan Menerapkan Model Pembelajaran

Kooperatif Tipe Think-Pair-Share pada Siswa kelas IXB SMP Negeri 2 Tulis Batang. Hasil

penelitian bahwa pembelajaran dengan model think-pairs-share dapat meningkatkan hasil

belajar siswa dalam kemampuan menyunting karangan, meningkatkan minat siswa terhadap

pembelajaran menyunting karangan.

Penelitian senada juga pernah dilakukan oleh Sunarti dengan judul Peningkatan

Kemampuan Menyunting Karangan dengan Metode Snowball Throwing siswa Kelas IXB

SMPN 1 Mojowarno Tahun Pelajaran 2014/2015. Hasil penelitian bahwa metode snowball

throwing dapat menigkatkan semangat dan kemampuan siswa dalam menyunting karangan

pada siswa kelas IXB SMP Negeri 1 Mojowarno tahun pelajaran 2014/2015.

Penelitan yang sama juga pernah dilakuakn oleh Hendriaty Silondae dengan judul

Pembelajaran Menyimpulkan Isi Cerita dengan Metode Think Paire Share di Kelas V SDN 1

Poasia Kendari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran menyimpulkan isi cerita

dengan metode think paire share dapat mengaktifkan siswa belajar, membentuk suasana

belajar menyenangkan, membentuk interaksi kondusif antar siswa dengan siswa, siswa

dengan guru, siswa lebih berani mengemukakan pendapatnya dan menghargai pendapat

temannya.

Dalam penelitian yang peneliti lakukan, peneliti membatasi permasalahan hanya pada

menyunting kalimat dan paragraf dengan berpedoman pada ketepatan ejaan, pilihan kata,

keefektifan kalimat, dan keterpaduan paragraf. Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini

adalah (1) bagaimanakah peningkatan kualitas proses pembelajaran peserta didik terhadap

penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pairs-Share (TPS) dalam pembelajaran

menyunting karangan?, (2) bagaimanakah peningkatan kemampuan menyunting karangan

pada siswa kelas IXD SMP Negeri 1 Sanggau setelah diterapkan model pembelajaran

kooperatif tipe Think-Pairs-Share (TPS)?

Tujuan penelitian ini peningkatan kemampuan menyunting karangan serta perubahan

perilaku siswa kelas IXD SMP Negeri 1 Sanggau setelah mengikuti pembelajaran

menyunting karangan dengan model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pairs-Share (TPS).

Sebagai landasan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share

dalam pembelajaran di kelas, maka penulis menuliskan langkah-langkah model pembelajaran

kooperatif tipe Think-Pair-Share berikut. (a) Guru menyampaikan inti materi dan kompetensi

yang ingin dicapai. (b) Siswa diminta berpikir tentang materi/permasalahan yang

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

347

disampaikan guru. (c) Siswa diminta berpasangan dengan teman sebelahnya (1 kelompok 2

orang) dan mengutarakan hasil pemikiran masing-masing. (d) Guru memimpin pleno kecil

diskusi, tiap kelompok mengemukakan hasil diskusinya. (e) Berawal dari kegiatan tersebut,

arahan pembicaraan pada pokok permasalahandan menambah materi yang belum

diungkapkan para siswa. (f) Guru memberi kesimpulan. (g) Penutup (Suyatno, 2009:122).

Dapat disimpulkan, secara ringkas sintak pembelajaran Think-Pairs-Share, meliputi (a)

thinking (berpikir), (b) pairing (berpasangan), dan (c) sharing (berbagi).

Sebelum dilakukan penelitian, dilaksanakan tindakan pra siklus dengan menyunting

karangan sebuah teks bacaan. Tujuan tindakan ini adalah untuk mengetahui kemampuan

peserta didik dalam menyunting karangan. Berdasarkan data-data tindakan prasiklus

diketahui bahwa kemampuan peserta didik dalam menyunting karangan masih rendah.

METODE

Desain penelitian ini menggunakan rancangan penelitian kualitatif, jenis Penelitian

Tindakan Kelas ( PTK) dengan tahapan penelitian model Kemmis dan MC Taggart yang

terdiri atas beberapa pertemuan melalui tahap perencanaan tindakan (Planning), pelaksanaan

tindakan (Action), dan observasi (Observation), dan refleksi (Reflection) (Kusumah dan

Dwitagama, 2010:20).

Penelitian ini melibatkan guru mata pelajaran bahasa Indonesia yang bertindak

sebagai peneliti sekaligus sebagai pelaksana. Teman sejawat membantu sebagai pengamat

dalam proses pembelajaran. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dilaksanakan dalam dua siklus.

Langkah-langkah yang dilewati dalam setiap siklus adalah perencanaan (planning),

pelaksanaan (acting), pemantauan (observing atau monitoring), dan penilaian (reflecting atau

evaluating). Dalam penelitian ini, siklus Penelitian Tindakan Kelas yang dilakukan

dihentikan setelah siklus kedua selesai dilaksanakan karena hasil yang ingin dicapai telah

tercapai.

Prosedur pelaksanaan penelitian tindakan kelas adalah (1) menyusun sintaks model

pembelajaran kooperatif tipe Think-Pairs-Share, (2) menyusun rencana pelaksanaan

pembelajaran (RPP), (3) menyiapkan materi dan LKS, dan (4) menyusun perangkat evaluasi

untuk mengetahui kemampuan peserta didik dalam menyunting karangan.

Penelitian dilaksanakan di SMP Negeri 1 Sanggau yang beralamat di Jalan Ki Hadjar

Dewantara No 4, Ilir Kota, Kecamatan Kapuas, Kabupaten Sanggau, pada kelas IXD

semester ganjil tahun pelajaran 2016/2017. Dengan peserta didik terdiri dari 17 orang laki-

laki, 15 orang perempuan. Guru bertindak sebagai pengajar, pengamat, penganalisis data,

sekaligus melaporkan hasil penelitian.

Penelitian dilakukan selama tiga minggu yang dilaksanakan sejak tanggal 15 Agustus

2016 sampai dengan tanggal 7 September 2016. Sumber data dalam penelitian ini adalah 32

orang peserta didik kelas IXD SMP Negeri 1 Sanggau tahun pelajaran 2016/2017 yang terdiri

atas 32 orang peserta didik yaitu 17 orang laki-laki dan 15 orang perempuan. Instrumen yang

digunakan dalam penelitian ini yaitu catatan observasi selama proses pembelajaran, angket

dan tes. Angket peserta didik berisi pertanyaan yang diisi oleh peserta didik dalam rangka

menjaring data tanggapan peserta didik terhadap kegiatan pembelajaran. Angket peserta didik

diberikan pada akhir siklus kedua. Tes digunakan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

348

peserta didik dalam menyunting karangan yang berpedoman pada ketepatan ejaan, tanda

baca, pilihan kata, keefektifan kalimat, keterpaduan paragraf, dan kebulatan wacana.

Teknik pengumpulan data hasil belajar menyunting karangan adalah tes menyunting

karangan sebuah teks bacaan. Teknik pengumpulan data proses belajar (aktivitas peserta

didik) dilakukan dengan pengamatan langsung oleh guru saat proses pembelajaran di kelas.

Analisis data dilakukan setiap kali pemberian tindakan berakhir. Analisis data proses

dalam penelitian ini menggunakan analisis data kualitatif. Model ini terdiri atas 3 (tiga)

komponen yang dilakukan secara berurutan yaitu kegiatan reduksi data, sajian data, dan

penarikan simpulan. Analisis data hasil belajar yang berupa skor dilakukan dengan statistik

sederhana meliputi rata-rata kelas dan persentase keberhasilan yang diperoleh peserta didik

menggambarkan peningkatan hasil pembelajaran dengan memperhatikan rubrik penilaian

menyunting karangan yang meliputi dua aspek yaitu (1) menemukan kesalahan ejaan, pilihan

kata, keefektifan kalimat, keerpaduan paragraf, dan kebulatan wacana. (2) memperbaiki

kesalahan ejaan, pilihan kata, keefektifan kalimat, keterpaduan paragraf, dan kebulatan

wacana. Data-data hasil observasi dianalisis. Berdasarkan hasil refleksi peneliti dapat

mengetahui apa saja kelemahan dan kelebihan yang dilakukan saat kegiatan pembelajaran

berlangsung. Kelemahan yang ditemukan dicari solusi untuk mengatasi masalah tersebut,

kemudian diambil langkah-langkah yang perlu dilakukan pada siklus berikutnya.

Indikator keberhasilan tindakan terhadap proses dan kemampuan menyunting

karangan peserta didik kelas IXD SMP Negeri 1 Sanggau adalah apabila lebih dari 60%

peserta didik dapat menyunting karangan dengan kriteria empat aspek yaitu menemukan

kesalahan ejaan, pilihan kata, keefektifan kalimat, keterpaduan paragraf, dan kebulatan

wacana, selain itu juga memperbaiki kesalahan ejaan, pilihan kata, keefektifan kalimat,

keterpaduan paragraf, dan kebulatan wacana.

HASIL PENELITIAN

Peningkatan Kualitas Proses Pembelajaran dalam Menyunting Karangan dengan

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-Share

Kualitas proses belajar yang diamati oleh rekan sejawat selaku pengamat dalam

penelitian ini adalah meliputi keaktifan belajar dan motivasi/minat pserta didik dalam

mengikuti proses pembelajaran. motivasi/minat peserta didik selama mengikuti pembelajaran.

Peningkatan aktifitas belajar peserta didik dapat dilihat dalam uraian berikut.

Hasil Penelitian Proses Pembelajaran Siklus I

Tahap perencanaan, peneliti menyiapkan lembar observasi untuk mengamati aktivitas

proses pembelajaran. Pada tahap tindakan, peneliti melaksanakan skenario pembelajaran.

Pada tahap observasi, peneliti/guru bersama teman sejawat mengamati kegiatan peserta didik

selama proses pembelajaran menyunting karangan. Hasil pengamatan tersebut yaitu kriteria

aspek keaktifan meliputi sering bertanya, memberi pendapat, dan aktif dalam kegiatan

belajar. Pada akhir siklus I peserta didik yang aktif mencapai 31,25% (10 orang peserta

didik). Peserta didik yang lainnya cenderung melakukan aktifitas di luar konteks

pembelajaran dan kurang semangat. Hasil pengamatan pada aspek motivasi/minat yaitu

peserta didik yang mengikuti pembelajaran dengan sungguh-sungguh adalah sebanyak 18,8%

(6 orang peserta didik). Tahap refleksi, peneliti bersama pengamat mendiskusikan hambatan-

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

349

hambatan yang menyebabkan peserta didik kurang aktif dan kurang semangat kemudian

mencari solusi pada siklus berikutnya.

Hasil Penelitian Proses Pembelajaran Siklus II

Pada tahap perencanaan, peneliti menyiapkan lembar observasi untuk mengamati

aktivitas proses pembelajaran. Pada tahap tindakan, peneliti melaksanakan skenario

pembelajaran. Tahap observasi dan evaluasi, peneliti/guru bersama teman sejawat

mengamati kegiatan peserta didik selama proses pembelajaran menyunting karangan. Hasil

pengamatan tersebut yaitu kriteria aspek keaktifan meliputi sering bertanya, memberi

pendapat, dan aktif dalam kegiatan belajar. Pada akhir siklus II peserta didik yang aktif

mencapai 71,9% (23 orang peserta didik). Peserta didik yang lainnya cenderung melakukan

aktifitas di luar konteks pembelajaran dan kurang semangat. Hasil pengamatan pada aspek

motivasi/minat yaitu peserta didik yang mengikuti pembelajaran dengan sungguh-sungguh

adalah sebanyak 84,5% (27 orang peserta didik). Tahap refleksi, peneliti bersama pengamat

menyimpulkan bahwa telah terjadi peningkatan dalam kualitas proses pembelajaran.

Motivasi/minat dan keaktifan peserta didik dalam pembelajaran ini sangat

berpengaruh terhadap tercapainya tujuan pembelajaran. Sejalan dengan fungsi utama guru

sebagai motivator belajar anak didik terdapat beberapa prinsip megajar yang perlu

diperhatikan, yakni perhatian, aktivitas (kegiatan guru melahirkan aktivitas belajar siswa),

apersepsi (menghubungkan pengetahuan siswa), peragaan, repetisi (pengulangan materi),

korelasi (mengkaitkan inti pelajaran), konsentrasi (fokus materi), sosialisasi (watak beteman),

individualisasi (penerimaan diri anak) dan evaluasi umpan balik (Slameto, 1987).

Dari angket yang diisi oleh peserta didik diketahui bahwa 81% peserta didik merasa

tertarik dengan pembelajaran menyunting karangan dengan model pembelajaran kooperatif

tipe Think- Pairs-Share, dan merasa senang karena dapat sharing dengan teman sebangkunya

dalam pembelajaran menyunting karangan adalah 87,5%.

Peningkatan Kemampuan Peserta Didik dalam Menyunting Karangan dengan

Model Pembelajaran Kooperatif tipe Think-Pairs-Sharing

Hasil Pengamatan Kualitas Hasil Pembelajaran Siklus I dan Siklus II

Pada kegiatan ini ada tiga tahap kegiatan yang dilaporkan, yakni (1) perencanaan

pembelajaran, (2) pelaksanaan pembelajaran, dan (3) penilaian pembelajaran. Peningkatan

hasil belajar menyunting karangan dipusatkan pada aspek ketepatan ejaan, pilihan kata,

kefektifan kalimat, keterpaduan paragraf.

Tahap perencanaan, guru menyiapkan RPP, menyiapkan materi pembelajaran/LKS,

dan menyiapkan alat evaluasi. Tahap pelaksanaan/tindakan, dalam pembelajaran ini peneliti

menggunakan model pembelajaran Think-Paire-Share. Terlebih dahulu siswa diberitahu

bahwa pembelajaran menyunting karangan kali ini akan menggunakan cara berpasangan

dengan teman sebangku. Guru membagi soal teks bacaan untuk disunting. Peserta didik

mempresentasikan hasil suntingan. Guru memberikan penilaian dan menyimpulkan. Tahap

penilaian, untuk mendapatkan hasil kemampuan menyunting karangan dilakukan tes

menyunting karangan yang diberikan kepada peserta didik. Penskoran hasil tes dilakukan

dengan menggunakan rumus yang telah ditentukan dalam rubrik penilaian.

Pencapaian keberhasilan hasil belajar dapat dilihat dalam pemaparan data siklus I dan

siklus II. Peningkatan kemampuan peserta didik dalam menyunting karangan untuk setiap

aspeknya dapat dilihat dari uraian berikut ini.

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

350

Pertama, ketepatan ejaan. Peningkatan kemampuan peserta didik dalam menyunting

karangan pada aspek ketepatan ejaan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel.1. Ketepatan Ejaan

No Skor Perolehan Kriteria Siklus I Siklus II

1 3 Lengkap 23 30

2 2 Tidak lengkap 9 2

3 1 Tidak menemukan 0

Sumber: analisis data siklus I dan II

Dari Tabel 1 diketahui bahwa dalam siklus I peserta didik yang dapat menemukan

kesalahan ejaan dengan lengkap ada 23 orang dan menemukan kesalahan ejaan tidak lengkap

ada 9 orang, dan tidak ada yang tidak dapat menemukan kesalahan ejaan. Pada siklus II

peserta didik yang dapat menemukan ketepatan ejaan dengan lengkap yaitu sejumlah 30

orang telah dapat menemukan kesalahan ejaan dalam kegiatan menyunting karangan. Ada

dua orang yang dapat menemukan kesalahan ejaan dengan kurang lengkap.

Kedua, pilihan kata. Peningkatan kemampuan peserta didik dalam menyunting

karangan pada aspek ketepatan pilihan kata dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel.2 Ketepatan Pilihan Kata

No Skor Perolehan Kriteria Siklus I Siklus II

1 3 Lengkap 17 21

2 2 Tidak lengkap 14 11

3 1 Tidak menemukan 1 _

Sumber: analisis data siklus I dan II

Dari Tabel 2 diketahui bahwa dalam siklus I sebanyak 17 orang peserta didik sudah

mampu menyunting karangan dengan menemukan pilihan kata dengan lengkap. Namun

masih ada 14 orang yang belum mampu menyunting karangan dengan menemukan pilihan

kata tidak lengkap. Dan ada 1 orang memperoleh kriteria tidak menemukan pilihan kata yang

tepat. Peningkatan hasil yang sehubungan dengan menyunting karangan pada apek ketepatan

pilihan kata terjadi pada siklus II yaitu sebanyak 21 orang peserta didik yang memperoleh

skor lengkap dan tidak lengkap sebanyak 11 orang dan tidak ada lagi yang tidak menemukan

pilhan kata yang salah.

Ketiga, aspek keefektifan kalimat. Peningkatan kemampuan peserta didik dalam

menyunting karangan aspek keefektifan kalimat dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel .3 Keefektifan Kalimat

No Skor Perolehan Kriteria Siklus I Siklus II

1 3 Lengkap 7 18

2 2 Tidak lengkap 24 14

3 1 Tidak menemukan 1 0

Sumber: analisis data siklus I dan II

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

351

Dari Tabel tersebut dapat diketahui bahwa pada siklus I peserta didik yang telah dapat

menyunting karangan dengan keefektifan kalimat dengan lengkap sebanyak 7 orang peserta

didik dan yang menyunting keefektifan kalimat dengan tidak lengkap masih ada 24 orang

peserta didik. Peserta didik yang tidak dapat menemukan keefektifan kalimat ada 1 orang

peserta didik. Terjadi peningkatan hasil belajar dalam menyunting karangan yang dialami

yaitu pada siklus II peserta didik yang dapat menyunting karangan dengan memperhatikan

keefektifan kalimat dengan lengkap ada 18 orang, peserta didik dan yang menyunting

keefektifan kalimat dengan tidak lengkap masih ada 14 orang peserta didik. Peserta didik

yang tidak dapat menemukan keefektifan kalimat ada 1 orang peserta didik.

Keempat, aspek keterpaduan paragraf. Peningkatan kemampuan peserta didik dalam

menyunting karangan aspek keterpaduan paragraf dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel .4 Keterpaduan paragraf dan kebulatan wacana

No Skor Perolehan Kriteria Siklus I Siklus II

1 3 Lengkap 8 14

2 2 Tidak lengkap 13 18

3 1 Tidak menemukan 11 0

Sumber: analisis data siklus I dan II

Dari Tabel tersebut dapat diketahui bahwa pada siklus I peserta didik yang telah dapat

menyunting karangan dengan keterpaduan paragraf serta kebulatan wacana dengan lengkap

sebanyak 8 orang peserta didik dan yang menyunting karangan dengan keterpaduan paragraf

serta kebulatan wacana dengan tidak lengkap masih ada 13 orang peserta didik. Peserta didik

yang tidak dapat menemukan keterpaduan paragraf dalam kalimat ada 11 orang peserta didik.

Terjadi peningkatan hasil belajar dalam menyunting karangan yang dialami yaitu pada siklus

II peserta didik yang dapat menyunting karangan dengan keterpaduan paragraf dengan

lengkap ada 14 orang peserta didik dan yang menyunting keterpaduan paragraf kurang

lengkap masih ada 18 orang peserta didik. Peserta didik yang tidak dapat menyunting

karangan dengan keterpaduan paragraf masih ada satu orang peserta didik. Tahap refleksi,

apabila siklus II hasil belajar sudah tampak adanya peningkatan yang signifikan, maka

penelitian akan diakhiri.

PEMBAHASAN

Kualitas Proses Pembelajaran Menyunting Karangan dengan Memperhatikan

Ketepatan Ejaan, Pilihan Kata, Keefektifan Kalimat, Keterpaduan Paragraf dan

Kebulatan Wacana

Penilaian yang dilakukan oleh guru terhadap proses belajar yang dilakukan siswa,

berguna untuk mengetahui sejauh mana perubahan tingkah laku yang dicapai oleh siswa

dalam artian prestasi belajar. Surya (1985:174) mengatakan bahwa hasil belajar

(achievement) yang diperoleh melalui proses belajar di sekolah yang dinyatakan dengan nilai-

nilai. Terjadinya perubahan perilaku pada saat proses belajar itu suit diamati. Perubahan

tingkah laku pada diri siswa hanya dapat dilihat setelah dilakukan penilaian. Oleh karena itu,

belajar merupakan proses yang kompleks.

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

352

Pertama, aspek keaktifan. Menurut Triandita (1984) hal yang paling mendasar yang

dituntut dalam proses pembelajaran adalah keaktifan siswa. Keaktifan siswa dalam proses

pembelajaran akan menyebabkan interaksi yang tinggi antara guru dengan siswa ataupun

dengan siswa itu sendiri. Hal ini akan mengakibatkan suasana kelas menjadi segar dan

kondusif, dimana masing-masing siswa dapat melibatkan kemampuannya semaksimal

mungkin. Aktivitas yang timbul dari siswa akan mengakibatkan pula terbentuknya

pengetahuan dan keterampilan yang akan mengarah pada peningkatan prestasi.

Metode pembelajaran Think Pair Share adalah satu strategi yang membantu siswa

memfokuskan pikiran dan perilaku pada masalah yang dihadapi. Metode Think Pair Share

dapat meningkatkan partispasi dan informasi yang dapat diingat siswa. Dalam Think paire

Share siswa dapat bertukar pikiran dengan pasangannya dan teman lain untuk memikirkan

jawaban atau tugas dari guru. Think Pair Share mencakup tiga tahapan kegiatan utama

berikut. (1) Tahap Thinking (berpikir), yaitu saat guru mengajukan suatu hal dikaitkan dengan

materi pembelajaran, kemudian meminta siswa menggunakan waktu untuk memikirkan

sendiri jawabannya. (2) Tahap Pair (berpasangan), yaitu saat guru meminta siswa untuk

berpasangan dan mendiskusikan apa yang mereka peroleh dari guru untuk menyatukan

pendapat dengan menjawab pertanyaan atau mengatasi masalah. (3) Tahap Share (berbagi),

yaitu saat guru meminta pasangan-pasangan tersebut berbagi informasi dengan kelompok

pasangan keseluruhan kelas. Share ini dilanjutkan sampai sebagian besar pasangan mendapat

hasil dari yang didiskusikan untuk dilaporka atau dipresentasikan (Andajani & Pratiwi dalam

Silondae: 2013).

Pertama, berdasarkan hasil penelitian siklus I dan siklus II telah tampak adanya

peningkatan keaktifan peserta didik. Hal ini dapat terjadi karena dalam kegiatan pembelajaran

yang telah dirancang, peserta didik memang didesain untuk secara aktif bersama pasangannya

dalam pembelajaran menyunting karangan untuk menemukan kasalahan-kesalahan dalam

ejaan, pilihan kata, keefektifan kalimat, dan keterpaduan paragraf dan kebulatan wacana.

Pemahaman tentang hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menyunting karangan sangat

diperlukan untuk menuju pada kemampuan menyunting karangan.

Kedua, aspek motivasi/keseriusan. Aspek motivasi/keseriusan sangat diperlukan

untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik. Motivasi akan mendukung peserta didik

mencapai tujuan pembelajaran. Hamalik (2002) menyebutkan bahwa ada tiga fungsi motivasi

sebagai berikut. (1) Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor

yang melepaskan energi. Motivasi dalam hal ini merupakan langkah penggerak dari setiap

kegiatan yang akan dikerjakan. (2) Menentukan arah perbuatan, yakni kearah tujuan yang

hendak dicapai. (3) Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan yang

harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan perbuatan-perbuatan

yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut. Dalam siklus I motivasi peserta didk baru

mencapai 18,8% dan dalam siklus II ada peningkatan menjadi 84,5%. Ini berarti ada motivasi

dari peserta didik dalam proses pembelajaran menyunting karangan. Peningkatan dalam

pembelajaran ini dikarenakan peserta didik merasa nyaman dengan adanya kerja kelompok

secara berpasangan (penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share).

Peningkatan proses pembelajaran peserta didik dalam menyunting karangan tampak setelah

diadakan tindakan pada setiap siklus.

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

353

Kualitas hasil pembelajaran menyunting karangan dengan menemukan kesalahan

ejaan, pilihan kata, keefektifan kalimat, keterpaduan paragraf dan kebulatan wacana.

Aspek pertama dari peningkatan hasil pembelajaran menyunting karangan adalah

menyunting dengan menemukan kesalahan ejaan. Berdasarkan hasil penelitian diketahui

bahwa pada siklus I peserta didik yang telah dapat menemukan kesalahan ejaan sebesar

71,88% dan pada siklus II terjadi peningkatan yaitu menjadi 93,75%. Keberhasilan ini

disebabkan karena adanya keaktifan dan keseriusan peserta didik serta penggunaan metode

yang bervariasi.

Aspek kedua, yaitu menemukan ketepatan pilihan kata. Dari data siklus I dan siklus II

peserta didik telah dapat menemukan penggunaan pilihan kata yang tepat. Hal ini telah

tampak adanya peningkatan dari siklus I ke siklus II yaitu siklus I peserta didik yang telah

dapat menemukan penggunaan pilihan kata dengan tepat sebesar 53,13% dan terjadi

peningkatan pada siklus II yaitu menjadi 65,63%

Aspek ketiga, yaitu menyunting karangan dengan memperhatikan keefektifan kalimat.

Berdasarkan hasil penelitian, telah terjadi peningkatan kemampuan peserta didik dalam

menyunting karangan dengan memperhatikan keefektifan kalimat. Pada siklus I peserta didik

yang dapat menyunting karangan berdasarkan keefektifan kalimat dengan lengkap sebanyak

21,88% dan meningkat pada siklus II mencapai 56,25%.

Aspek keempat, yaitu menyunting karangan dengan memperhatikan keterpaduan

paragraf dan kebulatan wacana dengan tepat. Berdasarkan hasil penelitian, telah terjadi

peningkatan kemampuan peserta didik dalam menyunting karangan dengan memerhatikan

keterpaduan paragraf dan kebulatan wacana dengan tepat. Pada siklus I peserta didik yang

dapat menyunting karangan berdasarkan keterpaduan paragraf dan kebulatan wacana

sebanyak 25% dan meningkat pada siklus II mencapai 43,75%.

Berdasarkan hasil refleksi pembelajaran, maka dapat disimpulkan bahwa model

pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share dapat meningkatkan proses pembelajaran dan

kemampuan peserta didik dalam menyunting karangan dengan menemukan kesalahan ejaan,

pilihan kata, keterpaduan paragraf dan kebulatan wacana.

Pernyataan tersebut didasari kenyataan di lapangan bahwa sintaks model pembelajaran

kooperatif tipe Think-Pair-Share yang merupakan pedoman penerapan model pembelajaran

mampu meningkatkan kemampuan peserta didik dalam menyunting karangan baik dari segi

proses pembelajaran maupun hasil skor peserta didik setelah melakukan pembelajaran

menyunting karangan. Model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share dirasakan

sangat relevan pada pembelajaran menyunting karangan.

PENUTUP

Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan pada kualitas proses dan kualitas

hasil pembelajaran dapat disimpulkan sebagai berikut. Pertama, terjadi peningkatan kualitas

proses. Kedua, terjadi peningkatan kemampuan/ kualitas hasil pembelajaran menyunting

karangann dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pairs-Share.

Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pairs-Share dapat meningkatkan

keaktifan, dan motivasi/keseriusan peserta didik dalam menyunting karangan. Keaktifan

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

354

peserta didik pada siklus I 31,25% dan pada siklus II mencapai 71,9%. Motivasi/keseriusan

peserta didik dari 18,8% menjadi 84,5% pada siklus II.

Peningkatan kualitas hasil pembelajaran menyunting karangan dapat diketahui

dengan melihat peningkatan kemampuan peserta didik dalam menyunting karangan yang

meliputi empat aspek yaitu (1) Ketepatan ejaan. Pada siklus I dan siklus II peserta didik yang

dapat menyunting karangan dengan menemukan kesalahan ejaan dengan tepat sebesar

71,88% menjadi 93,75%. (2) aspek ketepatan pilihan kata. Peserta didik yang telah dapat

menyunting karangan dengan menemukan kesalahan pilihan kata sebesar 53,13% pada siklus

I dan mencapai 65,63% pada siklus II. (3) Aspek keefektifan kalimat. Pada siklus I peserta

didik yang dapat menyunting karangan dengan menemukan kesalahan keefektifan kalimat

sebanyak 21,88% dan meningkat pada siklus II mencapai 56,25%. (4) Aspek keterpaduan

paragraf dan kebulatan wacana. Pada siklus I kemampuan peserta didik dalam menyunting

karangan dengan keterpaduan paragraf dan kebulatan wacana sebanyak 25% dan meningkat

pada siklus II mencapai 43,75%.

Berdasarkan paparan yang telah dikemukakan di atas, simpulan penelitian ini adalah,

(1) model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share terbukti dapat meningkatkan proses

pembelajaran peserta didik dalam menyunting karangan yang meliputi keaktifan,

motivasi/keseriusan peserta didik dalam pembelajaran. (2) model pembelajaran kooperatif

tipe Think-Pair-Share terbukti dapat meningkatkan hasil pembelajaran peserta didik dalam

menyunting karangan dalam menemukan kesalahan ejaan, ketepatan penggunaan pilihan

kata, keefektifan kalimat, keterpaduan paragraf dan kebulatan wacana.

Saran

Berdasarkan simpulan di atas, disarankan kepada guru mata pelajaran bahasa

Indonesia tingkat SMP, agar dalam pembelajaran menyunting karangan menggunakan model

pembelajaran kooperatif tipe Think-Pairs-share karena telah terbukti dapat meningkatkan

proses dan hasil kemampuan peserta didik dalam menyunting karangan yang berpedoman

pada ketepatan ejaan, pilihan kata, keefektifan kalimat, keterpaduan paragraf dan kebulatan

wacana.

Daftar Rujukan

Aryani, Cucu, Laelasari dan Nurlailah. 2012. Bahasa Indonesia Jilid IX. Bandung: Yrama

Widya.

Depdikbud. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Fathurrohman, Pupuh dan M. Sobry Sutikno. 2010. Strategi Belajar Mengajar Melalui

Penanaman Konsep Umum & konsep Islami. Bandung: PT Refika Aditama.

Gudang Teori. 2016. Pengertian Hasil Belajar menurut Para Ahli. (online),

(http://www.gudang teori.xyz. diakses tanggal 18 September 2016).

Kusumah, Wijaya dan Dedi Dwitagama. 2010. Mengenal Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta:

PT Indeks.

Nugrahani, Aldila Andhita. 2012. Peningkatan Kemampuan Menyunting Karangan dengan

Menerapkan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-Share pada Siswa

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

355

kelas IX B SMP Negeri 2 Tulis Batang Tahun Pelajaran 2011/2012. (Online),

http://lib.unnas.ac.id/10650/ diakses pada tanggal 1 Agustus 2016.

Permendiknas Nomor 46. 2009. Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan.

Yogyakarta.Pustaka Timur.

Restuti, E. Kosasih. 2002. Bahasa Indonesia untuk SMP/Mts.Kelas IX. Jakarta: Erlangga.

Silondae Hendriaty. 2015. Pembelajaran Menyimpulkan Isi Cerita dengan Metode Think

Paire Share di Kelas V SDN 1 Poasia Kendari. Prosiding Seminar Nasional TEQIP.

Hlm.606-614.

Sunarti. 2015. Peningkatan Kemampuan Menyunting Karangan dengan Metode Snowball

Throwing Siswa Kelas IXB SMPN 1 Mojowarno Tahun Pelajaran 20142015. (Online)

http://www.majalahsuarapendidikan.net/ diakses pada tanggal 28 Agustus 2016.

Suyatno. 2009. Menjelajah Pembelajaran Inovatif. Sidoarjo: Masmedia Buana Pustaka.

Wirajaya, Asep Yudha dan Sudarmawarti. 2008. Berbahasa dan Bersastra Indonesia.

Jakarta: Pusat Perbukuan.

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

356

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENGKRITIK/MEMUJI KARYA SENI ATAU

PRODUK MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN

EXAMPLES NON EXAMPLES DENGAN MEDIA GAKARSI

PADA SISWA KELAS IX F SMP NEGERI 2 SANGGAU

Tauhidah

[email protected]

SMP Negeri 2 Sanggau

Abstrak: Penelitian ini bertujuan meningkatkan kemampuan berbicara siswa

menggunakan model pembelajaran Examples non Examples pada materi

memuji/mengkritik karya seni dengan media gakarsi (gambar karya seni siswa). Penelitian

Tindakan Kelas dilakukan dalam dua siklus dengan subjek pengamatan siswa kelas IX F

SMP Negeri 2 Sanggau sebanyak 30 siswa pada semester ganjil tahun pelajaran

2016/2017. Gambar karya seni siswa digunakan untuk memberikan kemudahan dalam

menemukan kekurangan/kelebihan karya seni sehingga siswa memiliki keberanian

memberikan kritikan/pujian terhadap karya seni tersebut. Hasil penelitian menunjukkan

adanya peningkatan jumlah siswa tuntas belajar dari 9 siswa atau sebesar 30% menjadi 26

siswa atau sebesar 87%.

Kata Kunci: kemampuan berbicara, memuji, mengkritik, model examples non examples,

media gakarsi

Pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta

didik untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan baik dan benar, baik secara lisan

maupun tulis, serta menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya kesastraan manusia

Indonesia. Hal ini sesuai dengan tujuan mata pelajaran bahasa Indonesia untuk memahami

bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk berbagai tujuan.

Peserta didik dapat menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan

intelektual, serta kematangan emosional dan sosial.

Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) mata pelajaran bahasa

Indonesia bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan berkomunikasi secara efektif

dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku baik secara lisan maupun tulis. Selain itu mata

pelajaran bahasa Indonesia juga bertujuan agar peserta didik dapat menikmati dan

memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti, serta

meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa.

Mengkritik/memuji berbagai karya (seni atau produk) dengan bahasa yang lugas dan

santun merupakan salah satu Kompetensi Dasar (KD) dalam pembelajaran bahasa Indonesia

di Sekolah Menengah Pertama (SMP) kelas IX semester ganjil. KD ini merupakan bagian

dari Standar Kompetensi (SK) mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi dalam

bentuk komentar dan laporan melalui kegiatan berbicara (Depdikbud, 2006: 241). Melalui

KD ini siswa diharapkan mampu mengkritik/memuji berbagai karya (seni atau produk)

dengan bahasa yang lugas dan santun.

KD mengkritik/memuji berbagai karya (seni atau produk) dengan bahasa yang lugas

dan santun merupakan bagian dari penguasaan keterampilan berbicara. Menurut Tarigan

(2015: 16) berbicara adalah suatu alat untuk mengomunikasikan gagasan-gagasan yang

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

357

disusun serta dikembangkan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan sang pendengar atau

penyimak. Tujuan utama berbicara adalah berkomunikasi agar dapat menyampaikan pikiran

secara efektif. Oleh karena itu siswa diharapkan mampu mengkritik/memuji berbagai karya

(seni atau produk) dengan bahasa yang lugas dan santun sesuai dengan tujuan berbicara.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia mengkritik adalah mengemukakan kritik;

mengecam. Kritikan merupakan kecaman atau tanggapan, kadang-kadang disertai uraian dan

pertimbangan baik buruk terhadap suatu hasil karya, pendapat dan sebagainya. Sedangkan

memuji adalah melahirkan kekaguman dan penghargaan kepada sesuatu (yang dianggap baik,

indah, gagah berani dan sebagainya). Kesulitan untuk menemukan hal-hal yang akan

dikomentari terhadap karya (seni atau produk) menjadi kendala dalam mencapai tujuan

pembelajaran mengkritik/memuji karya (seni atau produk) dengan bahasa yang lugas dan

santun.

Kegiatan menyampaikan kritikan atau pujian menjadi sulit karena peserta didik harus

menyampaikan pikiran secara langsung terhadap karya seni atau produk dengan bahasa yang

lugas dan santun. Kesulitan semakin bertambah karena karya seni atau produk yang

digunakan merupakan karya seni yang terlalu umum dan tidak berhubungan langsung dengan

keseharian peserta didik. Hal tersebut mengakibatkan peserta didik hanya mampu

menemukan kelebihan atau hanya memberikan pujian. Sedangkan untuk menemukan

kekurangan atau menyampaikan kritikan siswa mengalami kesulitan.

Kesulitan untuk mengutarakan ide-ide yang akan disampaikan pada saat berbicara di

depan umum memerlukan bimbingan ke arah kebiasaan berpikir tepat dan logis. Komunikasi

lisan siswa yang cenderung ke arah kurang terstruktur, lebih sering berubah-ubah, tidak tetap,

dan biasanya lebih kacau serta membingungkan. Si pembicara memikirkan ide-idenya sambil

berbicara, dan kerapkali lupa bagaimana terjadinya suatu kalimat lama sebelum ia

menyelesaikannya. Kebiasaan-kebiasaan yang ceroboh, ketidakteraturan dalam ujaran,

kalimat-kalimat yang tidak menentu ujung pangkalnya serta berulang-ulang, pikiran-pikiran

yang tidak sempurna dan tidak konsekuen sering terjadi dalam komunikasi lisan (Tarigan

2015: 6).

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan peneliti dengan cara menyebarkan angket,

kemampuan berbicara siswa masih rendah antara lain disebabkan kurangnya keberanian

siswa dalam mengungkapkan ide-idenya, kurangnya rasa percaya diri, dan perasaan takut

salah atau takut ditertawakan teman ketika mengungkapkan pendapat atau pikirannya. Untuk

mengatasi hal tersebut, guru meminta siswa untuk berdiskusi dengan kelompok kecil yang

terdiri dari dua orang. Tujuan kegiatan tersebut adalah untuk menyusun kalimat-kalaimat

yang akan disampaikan. Kegiatan tersebut cukup efektif, kalimat yang disusun siswa sudah

baik namun masih banyak siswa yang belum berani tampil, cenderung diam dan harus

dipanggil namanya terlebih dahulu baru mau tampil di depan umum.

Mengingat pentingnya keterampilan berbicara untuk mengungkapkan pikiran, perasaan,

dan informasi dalam bentuk komentar perlu lebih diintensifkan agar mencapai hasil yang

maksimal. Berdasarkan hal itu, penulis tertarik untuk menggunakan model pembelajaran

yang efektif untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik pada materi mengkritik/memuji

berbagai karya (seni atau produk) dengan bahasa yang lugas dan santun. Model pembelajaran

yang akan digunakan adalah Examples non examples. Menurut Suyatno (2009: 115) model

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

358

pembelajaran Examples non examples merupakan model pembelajaran yang menggunakan

contoh yang didapat dari kasus/gambar yang relevan dengan kompetensi dasar.

Penggunaan gambar sebagai media dalam kegiatan pembelajaran dapat

membangkitkan keinginan dan minat yang baru sesuai dengan pendapat Hamalik dalam

Arsyad (2016: 19) bahwa pemakaian media pembelajaran dalam proses belajar mengajar

dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi dan

rangsangan kegiatan belajar, dan membawa pengaruh-pengaruh psikologis terhadap siswa.

Media yang digunakan dalam kegiatan mengkritik atau memuji adalah media berbasis

visual berupa gambar karya siswa. Gambar karya siswa (gakarsi) adalah gambar-gambar hasil

karya siswa yang sudah dipilih oleh guru. Beberapa gambar yang digunakan merupakan

gambar yang memiliki kelebihan maupun kekurangan, baik dari bentuk gambar maupun

perwarnaan, serta tulisan yang terdapat pada gambar. Hal tersebut dimaksudkan agar siswa

dapat menemukan kekurangan atau kelebihan dari karya seni sehingga berani tampil dan

memunculkan rasa percaya diri.

Menurut Arsyad (2016: 102) keberhasilan penggunaan media berbasis visual ditentukan

oleh kualitas dan efektivitas bahan-bahan visual dan grafik itu. Hal ini hanya dapat dicapai

dengan mengatur dan mengorganisasikan gagasan-gagasan yang timbul, merencanakannya

dengan seksama, dan menggunakan teknik-teknik dasar visualisasi objek. Media gambar

karya siswa yang digunakan untuk membantu siswa dalam menemukan

kekurangan/kelebihan dari gambar yang diamati. Contoh gambar karya siswa tersebut adalah

sebagai berikut.

Gambar karya siswa yang disediakan guru merupakan gambar yang telah dipilih guru.

Siswa dapat menentukan sendiri gambar yang akan dikomentari. Komentar yang disampaikan

dapat berupa kritikan ataupun pujian. Isi komentar harus sesuai dengan gambar yang tersedia.

Kekurangan pada gambar berisi kritikan, sedangkan kelebihan pada gambar berupa kalimat

pujian.

Kritikan pada gambar 1 berupa pernyataan terhadap gambar 1 misalnya, tulisan terlalu

kecil sehingga sulit dibaca hal ini membuat orang tidak paham maksud sebenarnya dari

gambar tersebut. Kalimat pujian terhadap kelebihan gambar adalah bentuk gambar dan

pewarnaan menarik. Alasannya bentuk manusia menyerupai wajah asli manusia dan

pewarnaan yang menggunakan warna cerah membuat gambar tersebut menjadi lebih hidup.

Komentar pada gambar 2 seperti pernyataan bahwa gambar tersebut sesuai dengan keadaan

bumi saat ini yang mengalami kelelahan akibat pemanasan global. Kritikan terhadap karya

Gambar 1 Gambar 2

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

359

tersebut seperti tulisan “stop global warming, please” tidak tepat karena penggunaan kata

tersebut tidak komunikatif.

Penggunaan media gambar dalam model pembelajaran Examples Non Examples dalam

kegiatan pembelajaran dapat meningkatkan kadar keaktifan/keterlibatan siswa. Hal ini sesuai

dengan pemdapat Fathurrohman (2010: 67) bahwa media berfungsi membantu mempercepat

pemahaman dalam proses pembelajaran sehingga pembelajaran lebih komunikatif dan

produktif. Hal ini dapat menyebabkan meningkatkan kadar keaktifan/keterlibatan siswa

dalam kegiatan pembelajaran. Penggunaan media gambar karya siswa bertujuan membantu

siswa untuk lebih mudah menemukan kelebihan dan kekurangan dari gambar yang diamati

sehingga siswa dapat dengan mudah menemukan kekurangan dan kelebihan karya seni atau

produk. Kemudahan itu akan membantu siswa untuk dapat menyampaikan kritikan atau

pujiannya dengan bahasa yang lugas dan santun.

Sejalan dengan hal tersebut, Nur Indria Fatmawati Imtikhana (2012) telah melakukan

penelitian dengan menggunakan model pembelajaran Examples Non Examples dengan judul

“ Peningkatan Ketrampilan Menulis Karangan Bahasa Indonesia Melalui Metode

Example Non example dengan Media Gambar pada Siswa Kelas IV SD Negeri Sambon 2

Kecamatan Banyudono Kabupaten Boyolali Tahun Pelajaran 2011 / 2012.

Penelitian dengan menggunakan model pembelajaran Examples Non Examples

dengan media gambar dapat meningkatkan keterampilan mengarang siswa. Hal tersebut

terbukti dengan adanya peningkatan prosentase nilai rata-rata mengarang siswa pada setiap

siklusnya. Pada siklus I siswa yang mencapai KKM meningkat sebanyak 11 siswa dengan

prosentase sebesar 57,89% dan nilai rata-rata 64,78, sedangkan pada siklus II siswa yang

mencapai KKM meningkat menjadi 15 siswa dengan prosentase sebesar 78,94% dan nilai

rata-rata 73.

Penelitian yang hampir serupa juga dilakukan oleh Nur Asmah Djafar(2014) dalam

penelitian yang berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Examples Non Examples Untuk

Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Peserta Didik Kelas VIII K SMP Negeri 4

Sungguminasa Kabupaten Gowa”. Hasilnya menunjukkan bahwa penerapan model

pembelajaran Examples Non Examples dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis

peserta didik, dan dari hasil analisis observasi terhadap perilaku peserta didik selama

berlangsungnya proses pembelajaran mengalami peningkatan mulai dari siklus I, II, dan III

yang berada pada kriteria baik dan baik sekali, serta adanya respon yang positif berdasarkan

hasil angket.

Penelitian ini dilakukan untuk meningkatkan hasil belajar kemampuan

mengkritik/memuji karya seni atau produk dengan menggunakan model pembelajaran

kooperatif tipe Examples Non Examples pada siswa kelas IX F SMP Negeri 2 Sanggau tahun

pelajaran 2016/2017. Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Examples Non

Examples menggunakan media gambar karya siswa (gakarsi) bertujuan agar siswa dapat

berdiskusi dalam kelompok kecil untuk menemukan kekurangan/kelebihan dari karya seni

tersebut.

Dengan berpikir kritis siswa dapat menemukan kekurangan/kelebihan dari gambar yang

diamati dan dipilih sesuai dengan kesepakatan kelompok. Selain itu, penelitian ini diharapkan

dapat meningkatkan kadar keaktifan atau keterlibatan siswa dalam kegiatan pembelajaran

sehingga pembelajaran lebih komunikatif dan produktif.

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

360

Kemudahan dalam menemukan kekurangan/kelebihan terhadap karya seni yang diamati

akan memberikan keberanian siswa untuk mengungkapakan pendapatnya secara lisan.

Keberanian dalam mengungkapkan pendapat akan meningkatkan kemampuan siswa saat

berbicara. Hal ini sesuai dengan kriteria penilaian pada kegiatan menyampaikan

kritikan/pujian berupa aspek kesesuai isi kritik/pujian dengan gambar yang dipilih; aspek

kelugasan dan kesantunan berbahasa, kelancaran, sikap atau penampilan, dan kenyaringan

suara.

Dari hasil observasi diketahui bahwa siswa kelas IX F mengalami kesulitan dalam

menemukan kekurangan/kelebihan dari karya (seni atau produk) yang diamati. Kesulitan

dalam menemukan kekurangan/kelebihan mengakibatkan ketidakberanian siswa untuk

menyampaikan kritikan/pujian di depan umum karena takut ditertawakan kalau

menyampaikan hal yang salah. Dengan demikian rasa percaya diri siswa menjadi rendah

sehingga saat tampil suara yang dikeluarkan menjadi kurang keras dan kurang jelas. Kalimat

kurang lancar dan masih ada bunyi /e/, /anu/, /eh/, dan lain-lain. Bahasa yang dihasilkan

kurang lugas dan kurang santun. Sikap menjadi kurang wajar, kurang tenang dan kaku.

Berdasarkan hal yang telah dipaparkan maka diperlukan suatu tindakan untuk

mengatasi permasalahan rendahnya kemampuan siswa dalam mengkritik/memuji karya seni

pada siswa kelas IX F SMP Negeri 2 Sanggau. Tindakan yang dilakukan adalah

melaksanakan penelitian tindakan kelas sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan

mengkritik/memuji karya seni. Adapun alasan penggunaan model pembelajaran Examples

Non Examples adalah untuk membantu siswa menemukan kekurangan/kelebihan dari karya

seni. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tindakan kelas (PTK)

dengan judul: “Meningkatkan Kemampuan Mengkritik/memuji Karya Seni atau Produk

Menggunakan Model Pembelajaran Examples Non Examples dengan Media Gakarsi pada

Siswa Kelas IX F SMP Negeri 2 Sanggau.

METODE

Penelitian ini menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilaksanakan dalam

dua siklus. Langkah-langkah yang dilewati dalam setiap siklus adalah (1) perencanaan

(planning), (2) tindakan (acting), (3) pengamatan (observing), dan (4) refleksi (reflecting).

Dalam penelitian ini, siklus Penelitian Tindakan Kelas yang dilakukan dihentikan setelah

siklus kedua selesai dilaksanakan karena hasil yang diharapkan telah tercapai.

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 2 Sanggau yang beralamat di Jalan Dewi

Sartika 9, Ilir Kota, Kecamatan Kapuas, Kabupaten Sanggau, pada siswa kelas IX F tahun

pelajaran 2016/2017. Jumlah siswa sebanyak 30 orang, terdiri dari 16 siswa laki-laki dan 14

siswa perempuan. Guru bertindak sebagai pengajar, pengamat, penganalisa data, dan

sekaligus melaporkan hasil penelitian.

Instrumen penelitian yang digunakan untuk menjaring data dalam penelitian ini adalah

lembar observasi, angket, tes unjuk kerja, dan kuis. Lembar observasi digunakan untuk

menilai aktivitas siswa dan keterlaksanaan kegiatan pembelajaran selama penelitian

dilakukan. Angket berisi pernyataan-pernyataan yang harus diisi oleh peserta didik dalam

rangka menjaring data tanggapan siswa terhadap kegiatan pembelajaran. Tes unjuk kerja

digunakan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa dalam memberikan komentar

berupa kritikan atau pujian. Tes diberikan pada setiap akhir pertemuan pada akhir siklus I dan

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

361

akhir siklus II. Kuis diberikan pada setiap akhir pertemuan. Kuis berisi satu soal yang

berhubungan dengan materi yang dipelajari pada setiap pertemuan tersebut. Tujuan

pemberian kuis adalah untuk mengetahui perkembangan kemampuan siswa dalam setiap

pertemuan.

Teknik pengumpulan data hasil belajar mengkritik/memuji karya (seni atau produk)

dilakukan dengan mendemontrasikan kinerjanya dalam bentuk komentar. Tes hasil belajar

berupa tes unjuk kerja bertujuan untuk mengukur atau mendiagnosis kelemahan atau

kekurangan siswa dan digunakan untuk memberikan perbaikan program atau proses

pembelajaran. Tes hasil belajar dilaksanakan pada setiap akhir siklus.

Teknik analisis data dilakukan dengan mereduksi data, menyajikan data, dan menarik

kesimpulan. Untuk menentukan hasil belajar siswa, hasil tes unjuk kerja dinilai berdasarkan

kriteria penilaian kemampuan mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi dalam bentuk

komentar berupa kritikan/pujian yang meliputi aspek kesesuaian isi komentar dengan karya

seni, kelugasan dan kesantunan berbahasa, kelancaran, sikap atau penampilan, dan

kenyaringan suara sesuai dengan rubrik penskoran yang telah ditetapkan. Penyajian data

dilakukan agar data lebih mudah dipahami oleh orang lain. Dalam penelitian ini

pengkategorian data dilakukan dengan cara memaparkan rencana tindakan dan perlakuan

tindakan serta kendalanya, memaparkan hasil observasi, hasil angket yang diperoleh selama

proses pembelajaran serta menyajikan data hasil tes unjuk kerja. Penarikan kesimpulan

merupakan proses penyimpulan data yang telah dihasilkan sehingga diperoleh pernyataan

mengenai dampak tindakan. Hasil analisis digunakan untuk menarik kesimpulan dalam

laporan.

Indikator keberhasilan tindakan terhadap peningkatan kemampuan mengkritik/memuji

karya seni. Pertama membandingkan tingkat keberhasilan dari satu siklus ke siklus

berikutnya. Keberhasilan siklus I diketahui dengan cara membandingkan dengan refleksi

awal. Keberhasilan siklus II diketahui dengan membandingkan dengan siklus I. Kedua

keberhasilan penelitian tindakan kelas dicirikan apabila siswa dapat menunjukkan

kemampuan berbicara, jika dari 30 siswa menunjukkan adanya peningkatan kemampuan

mengkritik/memuji ≥ 75, dengan persentasenya ≥ 75 % mendapat nilai ketuntasan minimal.

HASIL

Pada tahap perencanaan peneliti merencanakan tindakan yang akan dilakukan untuk

meningkatkan kemampuan mengkritik/memuji karya seni menggunakan model pembelajran

Examples Non Examples dengan media gambar karya siswa. Perencanaan dimulai dari

perencanaan strategi pembelajaran, pengorganisasian kelas dan waktu, evaluasi dan

dokumentasi. Beberapa perangkat yang disiapkan dalam tahap ini adalah: media

pembelajaran berupa gambar, menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dan

menyiapkan lembar validasi, menyusun intrumen evaluasi kegiatan pembelajaran untuk

tugas-tugas kelompok, kuis, dan lembar observasi. Peneliti dan guru sebagai kolaborator juga

menyiapkan skenario pembelajaran dan menyusun tes akhir siklus I.

Pelaksanaan tindakan pada siklus I dilakukan sebanyak dua kali pertemuan. Pertemuan

pertama siklus I dilaksanakan pada hari Selasa, 9 Agustus 2016 jam ke-6 dan ke-7. Siswa

yang hadir pada siklus I pertemuan pertama sebanyak 30 siswa. Proses pembelajaran

mengacu pada rencana pembelajaran yang telah disusun. Kegiatan pembelajaran yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

362

dilakukan menggunakan model pembelajaran Examples Non Examples dengan media gambar

karya siswa. Hal ini bertujuan untuk mempermudah siswa menemukan kekurangan dan

kelebihan karya (seni atau produk). Setelah mampu menemukan kekurangan/kelebihan karya

(seni atau produk) siswa dapat menyusun kalimat kritikan/pujian terhadap karya seni atau

produk dengan yang lugas dan santun.

Kegiatan pembelajaran dengan kompetensi menemukan kekurangan/kelebihan karya

seni atau produk dilaksanakan melalui diskusi kelompok. Siswa mengamati gambar-gambar

karya siswa yang telah dipilih guru sesuai dengan tujuan pembelajaran. Guru memberi

petunjuk dan memberi kesempatan pada siswa untuk memperhatikan/menganalisis gambar.

Guru menjelaskan materi sesuai tujuan yang ingin dicapai yaitu mengkritik/memuji karya

seni dengan bahasa yang lugas dan santun. Siswa berdiskusi untuk menemukan

kekurangan/kelebihan dari gambar karya seni siswa. Diskusi dilakukan dalam kelompok yang

terdiri dari 2-3 orang. Setelah siswa mampu menemukan kekurangan/kelebihan karya seni

atau produk siswa mengomunikasikan hasil kerja kelompok.

Selama pembelajaran berlangsung siswa terlihat antusias mengamati gambar yang

dipilihnya. Siswa dapat menemukan kekurangan/kelebihan dari gambar yang diamati. Namun

saat guru meminta siswa untuk memberikan komentar hanya empat siswa yang bersedia

tampil tanpa memanggil nama terlebih dahulu. Saat ditanya alasan siswa tidak mau tampil

tanpa dipanggil namanya adalah merasa malu karena kalau salah berbicara teman mengejek.

Pada tahap siklus I pertemuan kedua guru menanyakan tugas yang diberikan, yaitu

meminta siswa untuk menyusun kalimat kritikan dan kalimat pujian dari karya seni yang

mereka temukan di rumah. Selanjutnya guru menyampaikan tujuan pembelajaran yaitu siswa

dapat memberikan komentar terhadap gambar yang ditampilkan guru. Guru memotivasi

siswa untuk berani memberikan komentar terhadap kekurangan/kelebihan gambar yang

diamati.

Selama kegiatan diskusi kelompok, guru memberikan bimbingan pada siswa dengan

cara mengeliling tempat kerja siswa untuk melihat hasil diskusi kelompoknya. Keberhasilan

proses dilihat dari keadaan siswa yang berperan lebih aktif dalam pembelajaran dengan

berani mengajukan pertanyaan, interaksi antar siswa dalam kelompok, kerja sama,

keseriusan, dan keefektifan waktu dalam kerja kelompok.

Peneliti bekerjasama dengan kolaborator melakukan pengamatan dan evaluasi terhadap

jalannya pelaksanaan tindakan tersebut. Hasil refleksi yang diperoleh pada tindakan pada

siklus I adalah adanya kemampuan yang cukup baik dalam memberikan komentar berupa

kritikan/pujian terhadap karya seni yang diamati. Selain itu, adanya perubahan sikap posistif

siswa terhadap kegiatan pembelajaran pada materi mengkritik/memuji karya seni meskipun

belum maksimal. Dengan demikian kegiatan pembelajaran harus dilanjutkan pada siklus II.

Sebelum kegiatan pembelajaran pada siklus II dilaksanakan peneliti bekerja sama

dengan kolaborator menyusun dan merencanakan tindakan-tindakan yang akan dilakukan

pada siklus II untuk memperbaiki aspek-aspek yang dinilai belum optimal pada siklus I.

Aspek-aspek yang belum dikuasai siswa meliputi: aspek kesesuaian isi komentar dengan

gambar karya siswa yang diamati; aspek kelugasan dan kesantunan saat berbicara; aspek

kenyaringan suara; aspek sikap wajar, tenang, dan tidak kaku (penampilan); dan aspek

kelancaran saat memberikan komentar. Peneliti dan kolaborator menekankan pembelajaran

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

363

pada aspek-aspek yang belum dikuasai siswa agar hasil yang diperoleh lebih baik dari siklus

sebelumnya.

Pada pertemuan ini, peneliti memulai pelajaran dengan apersepsi, menyampaikan

tujuan pembelajaran, dan memotivasi siswa untuk berani tampil lebih baik. Guru melakukan

peninjauan ulang terhadap materi pembelajaran dan memberikan bantuan kepada siswa yang

merasa belum paham terhadap materi pembelajaran. Peneliti dan kolaborator mengamati

perilaku siswa, reaksi siswa, dan suasana pembelajaran. Pada dasarnya kegiatan pembelajarn

sama dengan pertemuan pertama siklus I, hanya pada pertemuan ini gambar yang ditampilkan

berbeda dengan gambar sebelumnya. Guru kembali meminta siswa mengamati gambar dan

meminta siswa untuk menyampaikan hasil diskusi kelompok. Selain itu pada pertemuan ini

guru lebih banyak memotivasi siswa agar berani memberikan komentar, bertanya-jawab

mengenai kesulitan materi yang sedang dipelajari. Selanjutnya, kegiatan pembelajaran adalah

mengamati gambar karya siswa yang berbeda dari yang pertemuan pada siklus I. Selama

pembelajaran berlangsung, peneliti dan kolaboran tetap melakukan pengamatan terhadap

perilaku siswa.

Pada pertemuan kedua siklus II, skenario pembelajaran sama dengan pertemuan

pertama, hanya gambar karya seni siswa yang berbeda. Siswa berdiskusi untuk menemukan

kekuranga/kelebihan dari gambar yang diamati. Kegiatan pembelajaran dilanjutkan dengan

tes unjuk kerja siklus II. Tes unjuk kerja dilakukan dengan aturan yang sama seperti siklus

sebelumnya, yaitu setiap siswa diberi waktu dua menit untuk mengungkapkan pendapatnya

tentang kekurangan/kelebihan gambar yang telah diamati. Selain itu, siswa juga dapat

memberikan komentar yang berkaitan dengan perasaannya saat melihat gambar tersebut.

Siswa tampil ke depan kelas sambil menunjuk gambar yang dipilih untuk memberikan

kritikan/pujian. Kalimat pujian yang disampaikan siswa seperti berikut ini. “Gambar nomor 1

sangat bagus. Gambar ini menggambarkan anak yang sedang belajar. Hal ini sangat baik

karena dapat memotivasi kita untuk belajar setelah melihat gambar ini. Tetapi tulisannya

kurang sesuai karena tertulis kalimat ingat ya, belajar kunci utama mencapai kesusksesan,

bahagiakan kedua orang tuamu dengan hasil halalmu sendiri. Di sini terdapat kata halal,

sebaiknya kata halal diganti dengan jerih payah sehingga kalimatnya menjadi bahagiakan

mengomentari gambar 1 mengomentari gambar 3

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

364

kedua orang tuamu dengan hasil jerih payahmu sendiri. Sekian pujian dan kritikan dari saya.

Terima kasih.”

Komentar siswa terhadap gambar 3 seperti berikut ini. “Saya akan memberikan kritikan

dan pujian terhadap gambar nomor 3. Gambar ini menarik karena warnanya terang yang

cerah sehingga teman-teman saya yang duduk di belakang dapat melihat dengan jelas.

Selain itu gambar ini sesuai dengan keadaan bumi saat ini yang tercemar oleh polusi udara.

Kritikan saya pada gambar ini terletak pada tulisan. Tulisannya menggunakan bahasa

Inggris karena tidak semua orang mengerti maksud dari tulisan tersebut.”

Keberhasilan produk dapat dilihat dari hasil implementasi tindakan yang telah

dilakukan pada siklus I dan siklus II. Peningkatan kemampuan siswa dalam

mengkritik/memuji karya seni atau produk dengan bahasa yang lugas dan santun untuk setiap

aspeknya dapat dilihat dari uraian berikut.

Pertama, kesesuaian isi kritikan/pujian dengan karya seni. Peningkatan kemampuan

siswa dalam menyampaikan kritikan/pujian terhadap karya seni yang diamati dapat dilihat

pada tabel 1.

.Tabel 1. Kesesuaian kritikan/pujian dengan karya seni

No

. Kriteria

Skor

Perolehan Siklus I Siklus II

1. Kritikan/pujian sesuai dengan karya seni 3 9 25

2. Kritikan/pujian sesuai dengan karya seni,

tetapi kurang menarik 2 17 5

3. Kritikan/pujian kurang sesuai dengan

karya seni

1 4 -

4. Kritikan/pujian tidak sesuai dengan karya

seni 0 - -

Skor rata-rata 72 94

Dari tabel 1 diketahui bahwa pada siklus I hanya 9 siswa yang dapat menyampaikan

kritikan/pujian sesuai dengan karya seni yang diamati, 17 siswa sudah dapat menyampaikan

kritikan/pujian tetapi kurang menarik, dan masih ada 4 siswa yang menyampaikan

kritikan/pujian kurang sesuai dengan karya seni. Peningkatan hasil mengkritik/memuji yang

sesuai dengan karya seni terjadi pada siklus II. Peningkatan yang signifikan terjadi pada

aspek ini karena dari 9 siswa yang mampu menyampaikan kritikan/pujian sesuai dengan

karya seni menjadi 25 siswa dengan nilai rata-rata siswa pada aspek ini mencapai 94.

Kedua, kelugasan dan kesantunan berbahasa. Peningkatan kemampuan mengomentari

karya seni dengan bahasa yang lugas dan santun dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Kelugasan dan kesantunan berbahasa

No

. Kriteria

Skor

Perolehan Siklus I Siklus II

1. Menyampaikan dengan bahasa yang

lugas dan santun 3 7 16

2. Menyampaikan dengan bahasa lugas 2 19 14

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

365

tetapi kurang santun

3. Menyampaikan dengan bahasa yang

kurang lugas dan kurang santun 1 4 -

4. Menyampaikan dengan bahasa yang

tidak lugas dan tidak santun 0 - -

Skor rata-rata 70 81

Kelugasan dan kesantunan saat mengkritik/memuji dari tabel 2 diketahui bahwa dalam

siklus I sebanyak 7 siswa yang dapat menyampaikan kritikan/pujian dengan bahasa yang

lugas dan santun. Menyampaikan kritikan/pujian dengan bahasa lugas tetapi masih kurang

santun sebanyak 19 siswa dan masih ada 4 siswa yang menyampaikan kritikan/pujian dengan

bahasa yang kurang lugas dan kurang santun saat mengkritik/memuji karya seni. Peningkatan

hasil mengkritik/memuji dengan bahasa yang lugas dan santun terhadap karya seni terjadi

pada siklus II sebanyak 16 siswa menyampaikan kritikan/pujian dengan bahasa yang lugas

dan santun dan 14 siswa menyampaikan dengan bahasa yang lugas walaupun masih kurang

santun. Pada aspek ini terjadi peningkatan nilai rata-rata dari siklus I ke siklus II sebesar 11.

Ketiga, aspek kenyaringan suara saat menyampaikan komentar. Kemampuan

mengkritik/memuji dengan suara keras, jelas, dan menguasai situasi berdasarkan gambar

karya seni siswa dapat dilihat pada tebal 3.

Tabel 3. Kenyaringan suara saat memberikan komentar terhadap karya seni

No

. Kriteria

Skor

Perolehan

Siklus

I Siklus II

1. Keras, dan jelas 3 2 16

2. Keras, tetapi kurang jelas 2 24 14

3. Kurang keras dan kurang jelas 1 4 -

4. Kurang keras, tidak jelas 0 - -

Skor rata-rata 69 81

Dari tabel 3 diketahui bahwa dalam siklus I masih ada 2 siswa yang menyampaikan

kritikan/pujian dengan suara keras, tetapi kurang jelas dan kurag menguasai situasi.

Sedangkan pada siklus II sudah tidak ada lagi siswa yang suaranya keras, tetapi kurang jelas

dan kurang menguasai situasi. Peningkatan hasil pada siklus II dari 4 siswa yang dapat

menyampaikan kritikan/pujian dengan keras, jelas, dan menguasai situasi meningkat menjadi

16 siswa.

Keempat, aspek kelancaran saat memberikan komentar. Kemampuan menyampaikan

komentar dengan lancar dan tidak terputus-putus dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Kelancaran saat menyampaikan komentar terhadap karya seni

No

. Kriteria

Skor

Perolehan Siklus I Siklus II

1. Kalimat lancar dan tidak terputus-putus 3 3 11

2. Kalimat lancar, tetapi masih ada bunyi

/e‟/ , /anu/, /eh/, dan lain-lain 2 22 19

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

366

3. Lambat, kurang lancar, dan jeda terlalu

panjang 1 5 -

4. Lambat dan terputus-putus 0 - -

Skor rata-rata 64 77

Dari tabel 4 diketahui bahwa masih ada 5 siswa dalam siklus I yang menyampaikan

kritikan/pujian dengan lambat, kurang lancar, dan jeda terlalu panjang. Sedangkan pada

siklus II sudah tidak ada lagi siswa yang lambat, kurang lancar, dan jeda terlalu panjang.

Peningkatan hasil pada siklus II dari 3 siswa yang dapat menyampaikan kritikan/pujian

dengan lancar dan tidak terputus-putus menjadi 11 siswa dan 19 siswa menyampaikan dengan

lancar, tetapi terkadang masih ada bunyi /e‟/, /eh/ , /eh/.

Kelima, sikap wajar, tenang, dan tidak kaku. Kemampuan menyampaikan komentar

dengan sikap wajar, tenang, dan tidak kau dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 5. Sikap wajar, tenang, dan tidak kaku

No. Kriteria Skor

Perolehan Siklus I Siklus II

1. Bersikap wajar, tenang, dan tidak kaku 3 3 12

2. Bersikap wajar, tenang, tetapi kaku 2 24 18

3. Bersikap wajar, kurang tenang dan kaku 1 3 -

4. Bersikap kurang wajar, kurang tenang,

dan kaku 0 - -

Skor rata-rata 66 78

Dari tabel 5 diketahui bahwa dalam siklus I siswa yang bersikap wajar, tenang, dan

tidak kaku hanya ada 3 siswa dan yang bersikap wajar, tenang tetapi masih kaku sebanyak 24

siswa. Siswa yang bersikap kurang wajar, kurang tenang dan kaku sebanyak masih ada 3

siswa. Jumlah siswa pada siklus II yang dapat bersikap wajar, tenang, tetapi kaku saat

memberikan kritikan/pujian sebanyak 18 siswa. Tidak ada lagi siswa yang bersikap kurang

wajar, kurang tenang dan kaku. Sedangkan jumlah siswa yang bersikap wajar, tenang, dan

tidak kaku meningkat dari 3 siswa menjadi 12 siswa.

Perkembangan hasil belajar mengkritik/memuji karya (seni atau produk) dengan

kalimat yang lugas dan santun dapat dilihat dari hasil tes unjuk kerja pada akhir siklus.

Perkembangan ini meliputi Berikut adalah hasil tes unjuk kerja yang diberikan selama

penelitian ini berlangsung.

Tabel 6. Kenaikan skor rata-rata tindakan siklus I dan siklus II

No Aspek Penilaian Sik

lus I Siklus II

Kenaikan

Skor

1. Kesesuaian isi komentar dengan karya seni 72 94 22

2. Kelugasan dan kesantunan berbahasa 70 81 11

3. Kenyaringan suara 69 81 12

4. Sikap wajar, tenang, dan tidak kaku 64 77 13

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

367

5. Kelancaran 66 78 12

Skor rata-rata 68 82 14

Berdasarkan data yang ditampilkan dalam tabel tersebut diketahui bahwa terjadi

peningkatkan yang cukup signifikan pada siklus II. Skor rata-rata tiap aspek mencapai

kriteria ketuntasan minimal. Kenaikan skor rata-rata dari 68 pada siklus I menjadi 84 pada

siklus II sebanyak 14. Oleh karena itu, dapat disimpulkan setelah tindakan pada siklus II

kemampuan mengkritik/memuji berbagai karya (seni atau produk) dengan bahasa yang lugas

dan santun mengalami peningkatan. Peningkatan rata-rata setiap aspek meliputi aspek-aspek

berikut: aspek kesesuaian isi komentar dengan gambar karya seni dari 72 menjadi 94

mengalami peningkatan sebesar 22; aspek kelugasan dan kesantunan berbahasa dari 70

menjadi 81 mengalami peningkatan sebesar 11; aspek kenyaringan suara dari 69 menjadi 81

mengalami peningkatan sebesar 12; aspek kelancaran berbicara dari 64 menjadi 77

mengalami peningkatan sebesar 13; aspek sikap wajar, tenang, dan tidak kaku dari 66

menjadi 78 mengalami peningkatan sebesar 12. Pada akhir siklus II terjadi peningkatan skor

rata-rata kemampuan mengkritik/memuji karya seni dari 68 menjadi 82 pada setiap aspek

penilaian.

PEMBAHASAN

Pada penelitian ini, pembahasan difokuskan pada (1) deskripsi awal, (2) pelaksanaan

tindakan kelas dengan model pembelajaran Examples Non Examples menggunakan media

gambar karya siswa, dan (3) peningkatan kemampuan mengkritik/memuji karya (seni atau

produk) dengan bahasa yang lugas dan santun.

Skor rata-rata tes awal kemampuan membedakan kalimat kritikan/pujian terhadap karya

(seni atau produk) pada keterampilan berbicara sebesar 65% dan siswa dinyatakan belum

tuntas sehingga perlu ditingkatkan. Selanjutnya, peneliti dan kolaborator menetapkan

alternatif tindakan untuk meningkatkan apresiasi siswa terhadap hasil karya atau produk yang

diamati dalam bentuk keterampilan berbicara. Alternatif yang direncanakan adalah

menggunakan model pembelajaran Examples Non Examples dengan media gambar karya

siswa yang memiliki kedekatan langsung dengan siswa sehingga tujuan belajar dapat dicapai.

Tujuan berupa kemampuan berpikir kritis dan kreatif, sikap terbuka dan demokratis,

menerima pendapat orang lain, dan sebagainya.

Model pembelajaran Examples Non Examples yang terdiri dari 2-3 orang siswa dalam

satu kelompok agar siswa dapat saling membantu untuk menemukan kekurangan/kelebihan

dari karya seni yang dipilih. Melalui diskusi kelompok kecil siswa dapat menyusun kalimat

kritikan/pujian sehingga setiap siswa diberi kesempatan untuk dapat mempresentasikan hasil

kerja kelompok di depan kelas.

Penggunaan media pembelajaran berupa gambar karya siswa bertujuan untuk

mempermudah siswa menemukan kekurangan/kelebihan karya seni. Kegiatan mengamati

gambar merupakan kegiatan pembelajaran langsung. Kegiatan pembelajaran langsung

menurut Suprijono (2016: 69) dirancang untuk penguasaan pengetahuan prosedural,

pengetahuan deklaratif (pengetaahuan faktual) serta berbagai keterampilan.

Kegiatan pembelajaran yang dilakukan dengan pembelajaran langsung dimaksudkan

untuk menuntaskan dua hasil belajar yaitu penguasaan pengetahuan yang distrukturkan

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

368

dengan baik dan penguasaan keterampilan. Hal ini sesuai dengan tujuan pembelajaran

mengkritik/memuji yaitu menemukan kekurangan/kelebihan dari karya seni kemudian

mengkritik/memuji karya seni tersebut.

Peningkatan kualitas hasil pembelajaran mengkritik/memuji karya seni yang dibahas

adalah kesesuain isi kritikan/pujian, kelugasan dan kesantunan berbahasa, kenyaringan suara,

kelancaran berbicara, dan sikap wajar, tenang, dan tidak kaku karena menggunakan gambar

karya seni siswa. Penggunaan gambar karya siswa dimaksudkan untuk mempermudah siswa

menemukan kekurangan/kelebihan dari gambar tersebut sehingga siswa dapat menyusun

kalimat kritikan/pujian.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa terjadi peningkatan dari siklus I ke siklus

II. Siswa telah dapat kritikan/pujian sesuai dengan gambar yang dipilih. Kebebasan dalam

menentukan gambar yang akan dikritik/dipuji membawa hasil yang sangat baik. Sebagaimana

dijelaskan oleh Deni dan Halimah (2008: 86) bahwa membebaskan daya kreatif siswa dengan

membiarkan anak menuangkan imajinasinya. Ketika ia mengembangkan keterampilan

kreatif, anak tersebut akan dapat menghasilkan ide-ide yang inovatif dan jalan keluar dalam

menyelesaikan masalah serta meningkatkan kemampuan dalam mengingat sesuatu. Hal ini

terbukti dengan tidak adanya siswa yang menyampaikan kritikan/pujian kurang sesuai dengan

gambar.

Hasil penelitian menggunakan model pembelajaran Examples Non Examples dengan

media gambar karya siswa menunjukkan adanya peningkatan keterampilan berbicara siswa

khususnya dalam hal mengomentari. Hal tersebut diketahui dari perubahan sikap siswa ke

arah yang lebih baik dan peningkatan skor penilaian pada aspek kebahasaan dan aspek

nonkebahasaan. Data yang ditampilkan dalam tabel diketahui bahwa pada siklus I, jumlah

siswa yang mencapai ketuntasan adalah 9 orang atau 30% dan yang tidak tuntas sebanyak 21

orang atau mencapai 70%. Peningkatan kemampuan siswa pada siklus II, dari 9 siswa yang

tuntas menjadi 26 siswa, dan sebanyak 21 siswa yang tidak tuntas menjadi 4 siswa.

Keberhasilan juga dapat dilihat dari keadaan siswa menjadi lebih aktif dan antusias

selama mengikuti pembelajaran. Kegiatan pembelajaran menjadi lebih berarti dan bervariasi.

Penggunaan media gambar karya siswa membantu siswa untuk berani mengeluarkan

pendapat dan ide secara lebih lancar, lebih percaya diri, dan lebih runtut. Selain itu, siswa

dapat meningkatkan sikap berpikir kritis, logis, sistematis, dan lebih mandiri.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan pada kemampuan mengkritik/memuji

karya seni dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan hasil belajar dalam pembelajaran

menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Examples Non Examples dengan media

gambar karya seni siswa pada materi mengkritik/memuji karya (seni atau produk) dengan

bahasa yang lugas dan santun. Hasil tes unjuk kerja pada akhir siklus I sebanyak 9 siswa atau

30% siswa tuntas dan pada akhir siklus II meningkat menjadi 26 siswa atau 87% siswa tuntas.

Hal ini menunjukkan bahwa indikator keberhasilan belajar yang telah ditentukan pada awal

penelitian ini yaitu ≥ 75 % telah tercapai.

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

369

Saran

Guru hendaknya lebih kreatif dalam merencanakan kegiatan pembelajaran dan dapat

menggunakan model pembelajaran yang sesuai dengan materi yang akan dibelajarkan,

sehingga proses dan hasil pembelajaran dapat meningkat. Salah satu cara yang dapat

dijadikan alternatif bagi guru adalah dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif

tipe Examples Non Examples dengan menggunakan karya siswa berupa gambar.

Guru dapat mengembangkan penggunaan media gambar karya seni siswa sendiri untuk

membelajarkan siswa pada objek yang langsung dapat diamati sehingga menimbulkan

kemudahan dalam menenumakan kekurangan/kelebihan objek dan menumbuhkan keberanian

saat memberikan komentar.

Sekolah dapat memfasilitasi guru untuk menggunakan menggunakan media gambar

dalam kegiatan pembelajaran karena media gambar dapat digunakan untuk mata pelajaran

lain sesuai dengan tujuan pembelajaran.

Daftar Rujukan

Abidin, Yunus. 2013. Pembelajaran Bahasa Berbasis Pendidikan Karakter. Bandung: Refika

Aditama.

Arsyad, Azhar. 2016. Media Pembelajaran. Jakarta: Rajagrafindo Persada.

Depdiknas. 2006. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 22 Tahun 2006 tentang

Standar Isi. Jakarta: Depdiknas.

Depdiknas. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Edisi Keempat. Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama.

Deporter, B, dan Hernacki, M. 2007. Quantum Learning Membiasakan Belajar Nyaman dan

Menyenangkan. Bandung: Mizan Pustaka

Djafar, Nur Asmah (2014) Penerapan Model Pembelajaran Example Non Example untuk

Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Peserta Didik Kelas VIII K SMP Negeri 4

Sungguminasa Kabupaten Gowa. Jurnal Bionature, Volume 15, Nomor 2, Oktober

2014, hlm. 67-80. http://ojs.unm.ac.id/index.php/bionature/article/viewFile/1551/616

diakses tanggal 16 Agustus 2016).

Fathurrohman, Pupuh dan Sutikno, Sobry. 2010. Strategi Belajar Mengajar melalui

Penanaman Konsep Umum &Konsep Islam. Bandung: Refika Aditama.

Imtikhana, Nur Indria Fatmawati. 2012. Peningkatan Ketrampilan Menulis Karangan

Bahasa Indonesia Melalui Metode Example Non Example dengan Media Gambar

Pada Siswa Kelas Iv Sd Negeri Sambon 2 Kecamatan Banyudono Kabupaten Boyolali

Tahun Pelajaran 2011 / 2012. Skripsi naskah publikasi. Surakarta: Universitas

Surakarta.

Herman, Hendry. 2010. Teori Belajar dan Motivasi. Bandung: CV Citra Praya.

Koswara, D Deni & Halimah. 2008. Bagaimana Menjadi Guru Kreatif. Bandung: Pribumi

Mekar.

Roekhan. 2013. Modul Teachers Quality Improvement Program Media Pembelajaran

Bahasa Indonesia. Malang: Penerbit Universitas Malang.

Sadiman, Arief S. 2014. Media Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Permata.

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

370

Suprijono, Agus. 2016. Cooperative Learning: Teori & Aplikasi Paikem. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.

Tarigan, Hendry Guntur. 2015. Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa.

Bandung: Angkasa.

Widoyoko, Eko Putro. 2016. Teknik Penyusunan Instrumen Penelitian. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar.

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

371

PENGGUNAAN MEDIA JARING-JARING SPIDERMAN

UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENGIDENTIFIKASI INFORMASI

DALAM TEKS DESKRIPSI

PADA PESERTA DIDIK KELAS VIIA SMP NEGERI 4 SANGGAU

Yohana L. A. Suyati

SMP Negeri 4 Sanggau, Jalan Embaong 55, Kabupaten Sanggau

[email protected]

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan mengidentifikasi

informasi dalam teks deskripsi dengan menggunakan media Jaring-Jaring Spiderman.

Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas dalam dua siklus ini dengan subjek

penelitian sebanyak 28 orang peserta didik dari kelas VIIA SMP Negeri 4 Sanggau Tahun

Pelajaran 2016/2017. Langkah pembelajaran ini adalah peserta didik menentukan kata-kata

kunci dari tema, gagasan utama, dan gagasan penjelas dari teks deskripsi yang dibaca.

Kata-kata kunci tersebut dihubungkan dengan garis-garis lengkung seperti jaring-jaring

yang dikeluarkan dari tangan tokoh superhero bernama Spiderman. Media ini merupakan

modifikasi dari konsep peta pikiran. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan

kemampuan peserta didik dengan indikator peningkatan ketuntasan belajar menjadi 86%.

Kata Kunci: media jaring-jaring Spiderman, peningkatan kemampuan, mengidentifikasi

informasi teks, teks deskripsi

Salah satu Kompetensi Dasar (KD) dari Kompetensi Inti (KI) Keterampilan

pembelajaran Bahasa Indonesia kelas VII dalam Kurikulum 2013 edisi revisi tahun 2016

adalah KD 3.1 yaitu mengidentifikasi informasi dalam teks deskripsi tentang objek (sekolah,

tempat wisata, tempat bersejarah, dan atau suasana pentas seni daerah) yang didengar dan

dibaca (Kemdikbud, 2016a:1). KD ini menuntut peserta didik untuk dapat memetakan isi teks

deskripsi dari segi topik dan bagian-bagiannya serta menjawab pertanyaan isi teks deskripsi

(Kemdikbud, 2016b:34). Dari rumusan KD dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan

Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2016 tentang Kompetensi Inti dan

Kompetensi Dasar Pelajaran pada Kurikulum 2013 pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan

Menengah dan Lampiran 2, KD ini diharapkan dapat dikuasai oleh peserta didik, baik dari

teks deskripsi yang didengar maupun yang dibaca oleh peserta didik. Dengan demikian, dapat

dikatakan bahwa KD 3.1 merupakan bagian dari keterampilan berbahasa pada aspek

mendengarkan dan membaca.

Dari dua keterampilan berbahasa tersebut, semua kegiatan pembelajaran dalam

penelitian ini difokuskan pada kemampuan membaca. Alasan pemilihan fokus penelitian ini

pada kemampuan membaca adalah mengingat pentingnya peran kemampuan membaca teks

deskripsi dalam kehidupan sehari-hari peserta didik. Sebagaimana diungkapkan oleh Tarigan

(2013:9) tujuan utama membaca adalah untuk mencari serta memperoleh informasi,

mencakup isi, memahami makna bacaan. Hakikat kegiatan membaca adalah memperoleh

makna yang tepat (Zuchdi, 2008:19). Diharapkan dengan menguasai keterampilan membaca

peserta didik dapat memiliki kompetensi untuk memperoleh informasi dan menangkap makna

dari teks deskripsi yang dibacanya. Dengan kekayaan informasi dan kemampuan menangkap

makna dari teks deskripsi yang dibacanya, harapan selanjutnya adalah peserta didik dapat

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

372

menjadi menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,

berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, dan mandiri sebagaimana tujuan pendidikan

nasional yang tertera sebagai dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional.

Sementara itu, fakta bahwa hasil survei internasional (PIRLS 2011, PISA 2009 &

2012) yang mengukur keterampilan membaca peserta didik, Indonesia menduduki peringkat

bawah (Kemdikbud, 2016c:4). Padahal, tuntutan keterampilan membaca pada abad 21 adalah

kemampuan memahami informasi secara analitis, kritis, dan reflektif. Sementara itu,

pembelajaran di sekolah belum mampu mengajarkan kompetensi abad 21, termasuk

kompetensi membaca. Oleh karena itu, peran pembelajaran Bahasa Indonesia sebagai salah

satu kunci keberhasilan peningkatan kemampuan membaca peserta didik sangatlah penting

mengingat kemampuan membaca merupakan bagian dari keterampilan berbahasa.

Di kelas VII, teks deskripsi merupakan teks pertama yang dibelajarkan dalam

pembelajaran Bahasa Indonesia. Menurut Priyatni (2015:72) teks yang memaparkan suatu

objek/hal/keadaan sehingga pembaca seolah-olah mendengar, melihat, atau merasakan hal

yang dipaparkan dikategorikan sebagai teks deskripsi. Teks deskripsi bertujuan menjelaskan

pengalaman yang berhubungan dengan hasil pengamatan pancaindra, seperti bentuknya,

suaranya, rasanya, kelakukannya, atau gerak-geriknya. Dengan memiliki kemampuan

mengidentifikasi informasi dalam teks deskripsi, diharapkan peserta didik dapat memperoleh

data-data berdasarkan hasil pengamatan terhadap objek yang dibahas di dalam teks deskripsi.

Data-data tersebut merupakan informasi yang bermanfaat bagi peserta didik dalam

mengembangkan kompetensi di dalam diri mereka.

Namun, dalam kenyataannya, peserta didik mengalami kesulitan di dalam

mengidentifikasi informasi dalam teks deskripsi. Kesulitan ini dapat dilihat dari rendahnya

kemampuan mereka dalam mengidentifikasi informasi dalam teks deskripsi. Sebagai

perbandingan dalam tes prapenelitian ini diperoleh data bahwa dari dua kelas VII tahun

pelajaran 2016/2017 kemampuan peserta didik dalam mengidentifikasi informasi dalam teks

deskripsi adalah 40% peserta didik tuntas dan 60% peserta didik tidak tuntas pada kelas

VIIA, sedangkan pada kelas VIIB 70% peserta didik tuntas dan 30% peserta didik tidak

tuntas.

Berdasarkan data tersebut, diperlukan perhatian khusus pada kelas VIIA karena dari

Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang telah ditentukan yaitu 70 hanya 40% peserta didik

kelas VIIA yang bisa mencapainya. Permasalahan yang dihadapi oleh peserta didik adalah

mereka mampu membaca, tetapi mereka kurang mampu dalam menangkap informasi-

informasi penting dari teks yang mereka baca. Jika setelah membaca mereka, mereka tidak

dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan terkait bacaan dengan hasil maksimal dan tidak dapat

menyimpulkan isi teks dengan baik. Permasalahan ini akan menghambat mereka dalam

memperoleh informasi-informasi penting dari teks yang seharusnya mereka dapatkan.

Perhatian khusus pada kelas VIIA ini menjadi dasar bagi penulis untuk mencarikan jalan

keluar agar kemampuan peserta didik dalam mengidentifikasi informasi dalam teks deskripsi

dapat meningkat.

Jalan keluar yang direncanakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan

media Jaring-Jaring Spiderman. Media Jaring-Jaring Spiderman sebenarnya merupakan

modifikasi dari konsep Peta Pikiran atau Mind Mapping. Peta Pikiran adalah suatu teknik

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

373

untuk mengorganisasikan suatu konsep atau ide dalam bentuk diagram radial hirarkis

nonlinier. Dalam Peta Pikiran, tema, gagasan utama, dan gagasan penjelas yang dituangkan

dengan kata-kata kunci dihubungkan dengan garis lengkung dan divariasikan dengan gambar

atau simbol yang sesuai dan warna-warna yang menarik. Sistem ini ditemukan dan

dipopulerkan di awal tahun 1970 oleh Dr. Tony Buzan, seorang penulis dan konsultan

pendidikan kelahiran Inggris. Artinya, sistem ini telah teruji cukup lama (Alamsyah,

2009:20).

Penelitian yang relevan pernah dilakukan oleh Setyaningrum (2012) dengan judul

“Penerapan Metode Mind Map untuk Meningkatkan Kemampuan Membaca Pemahaman

Siswa Tunarungu Kelas 3 Di SLB As-Syifa Lombok Timur”. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa terjadi peningkatan kemampuan membaca pemahaman pada peserta didik tuna runggu

setelah mengalami pembelajaran menggunakan metode Mind Map. Selain itu, Setiawan

(2013) juga melakukan penelitian dengan judul Peningkatan Kemampuan Membaca

Permulaan dengan Metode Mind Mapping pada Siswa Kelas II SDN 3 Cibodas. Kemampuan

membaca permulaan pada peserta didik kelas II SDN 3 Cibodas menunjukkan peningkatan

setelah pembelajaran membaca permulaan ini dilakukan dengan metode Mind Mapping ini.

Dari segi peningkatan hasil belajar, penelitian relevan yang pernah dilakukan dalam

pembelajaran menggunakan Metode Mind Mapping adalah penelitian yang dilakukan oleh

Nugraha dan Palekahelu dengan judul penelitian yaitu Penerapan Aplikasi Mind Map untuk

Meningkatkan Hasil Belajar Siswa (2014). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat

peningkatan hasil belajar peserta didik pada kelas yang menerapkan Metode Mind Map.

Spiderman adalah tokoh dalam film yang sering diceritakan memerangi kejahatan.

Tokoh ini menjadi superhero setelah mengalami gigitan laba-laba. Tokoh dengan ciri khas

jaring laba-laba yang bisa ditembakkan keluar dari kedua tangannya ini cukup dikenal oleh

peserta didik. Di dalam media Jaring-Jaring Spiderman, konsep atau ide dasar teks deskripsi

ditulis di bagian paling tengah kertas dengan memunculkan gambar tokoh Spiderman dalam

posisi siap mengeluarkan jaring laba-laba dari tangannya. Konsep atau ide dasar teks tersebut

dirinci ke dalam gagasan-gagasan utama setiap paragraf. Gagasan-gagasan utama setiap

paragraf tersebut dirinci kembali ke dalam gagasan-gagasan penjelas. Konsep atau ide dasar,

gagasan utama, dan gagasan penjelas yang ada di dalam teks diambil dengan menggunakan

kata-kata kunci yang sesuai. Setiap kata kunci dihubungkan dengan garis-garis yang

diupayakan terkait satu sama lain membentuk jaring-jaring laba-laba.

Langkah-langkah yang digunakan dalam pembelajaran menggunakan media Jaring-

Jaring Spiderman adalah sebagai berikut. Pertama, peserta didik membaca teks deskripsi

yang telah ditentukan. Kedua, peserta didik menyeleksi kata-kata kunci dari setiap kalimat

yang dibaca. Ketiga, peserta didik menulis kata-kata kunci tersebut di dalam media Jaring-

Jaring Spiderman yang telah disiapkan. Keempat, peserta didik mengaitkan kata kunci yang

satu dengan yang lainnya menggunakan garis-garis untuk menghubungkan kata-kata kunci

tersebut. Garis-garis tersebut diupayakan membentuk jaring-jaring laba-laba. Kelima, peserta

didik mengidentifikasi informasi dalam teks deskripsi yang telah disimpulkan dalam jaring-

jaring yang mereka buat. Peserta didik mengerjakan soal-soal terkait isi teks deskripsi yang

telah mereka olah ke dalam media Jaring-Jaring Spiderman. Pengerjaan soal ini dilakukan

untuk mengukur pemahaman mereka terhadap isi teks deskripsi yang telah mereka baca.

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

374

Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan kemampuan peserta didik dalam

mengidentifikasi informasi dalam teks deskripsi. Diharapkan media Jaring-Jaring Spiderman

dapat memudahkan peserta didik dalam mengidentifikasi informasi yang terdapat di dalam

teks deskripsi. Dampak lebih jauh dari kemampuan ini adalah peserta didik dapat menjadi

pembaca yang efektif dan dapat meningkatkan wawasan serta pengetahuan mereka dari

keterampilan membaca yang mereka miliki. Selain itu, diharapkan penelitian ini dapat

meningkatkan pemahaman atau wawasan serta memberikan alternatif pemilihan strategi

pembelajaran mengidentifikasi informasi dalam teks deskripsi.

METODE

Penelitian ini menggunakan rancangan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang

dilaksanakan dalam dua siklus. Langkah-langkah yang dilewati dalam setiap siklus adalah (1)

perencanaan (planning), (2) pelaksanaan (acting), (3) pemantauan (observing atau

monitoring), dan (4) refleksi (reflecting atau evaluating). Dalam penelitian ini, siklus

Penelitian Tindakan Kelas yang dilakukan dihentikan setelah siklus kedua selesai

dilaksanakan karena hasil yang diharapkan telah tercapai.

Tempat penelitian dilaksanakan di SMP Negeri 4 Sanggau yang beralamat di Jalan

Embaong 55, Bunut, Kecamatan Kapuas, Kabupaten Sanggau, pada kelas VIIA semester

gasal tahun pelajaran 2016/2017. Penelitian dilakukan pada semester gasal tahun pelajaran

2016/2017. Kelas VIIA tersebut terdiri dari 28 peserta didik dengan rincian 12 peserta didik

perempuan dan 16 peserta didik laki-laki. Guru bertindak sebagai pengajar, pengamat,

penganalisa data, dan sekaligus melaporkan hasil penelitian.

Instrumen penelitian yang digunakan untuk menjaring data dalam penelitian ini

adalah lembar observasi, angket peserta didik, dan tes. Lembar observasi digunakan untuk

menilai aktivitas peserta didik selama penelitian ini dilakukan. Angket peserta didik berisi

pernyataan-pernyataan yang harus diisi oleh peserta didik dalam rangka menjaring data

tanggapan peserta didik terhadap kegiatan pembelajaran. Angket peserta didik diberikan dan

diisi oleh peserta didik pada akhir siklus kedua. Tes digunakan untuk mengetahui

peningkatan hasil belajar peserta didik dalam pembelajaran menemukan informasi dari tabel

atau diagram yang dibaca. Tes diberikan pada setiap akhir pertemuan dan akhir siklus. Tes

diberikan dalam bentuk soal-soal pilihan ganda yang berhubungan dengan teks deskripsi

yang telah dibaca oleh peserta didik.

Teknik analisis data dilakukan dengan mereduksi data, menyajikan data, dan menarik

kesimpulan. Reduksi data dilakukan melalui pemisahan data yang diperlukan dengan data

yang tidak diperlukan dengan menyederhanakan, mengklasifikasi, dan mengabstraksi data.

Dalam penelitian ini reduksi data dilakukan melalui penyeleksian data, pemfokusan data

mentah menjadi informasi yang bermakna. Untuk menentukan hasil belajar peserta didik,

hasil tes dikoreksi berdasarkan rubrik penskoran yang telah ditetapkan. Penyajian data

dilakukan agar data lebih mudah dipahami oleh orang lain. Dalam penelitian ini

pengkategorian data dilakukan dengan cara memaparkan rencana tindakan dan perlakuan

tindakan serta kendalanya, memaparkan hasil observasi, hasil angket yang diperoleh selama

proses pembelajaran serta menyajikan data hasil tes kemampuan peserta didik dalam

menyelesaikan soal tes ke dalam bentuk tabel. Penarikan kesimpulan merupakan proses

penyimpulan data yang telah dihasilkan sehingga diperoleh pernyataan mengenai dampak

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

375

tindakan. Penarikan kesimpulan dilakukan untuk mencari jawaban akhir permasalahan

penelitian berdasarkan data yang disajikan. Sementara itu, indikator untuk mengukur

keberhasilan dalam penelitian ini adalah jika dari 28 peserta didik yang mendapat nilai tuntas

≥ 70, persentasenya ≥ 75 %.

HASIL

Siklus I

Perencanaan, tahap yang dilakukan dalam perencanaan siklus I adalah menyusun

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), menyusun instrumen penilaian hasil belajar,

menyiapkan media pembelajaran berupa teks deskripsi berjudul Parangtritis nan Indah dan

Pesona Pantai Senggigi serta lembaran Jaring-Jaring Spiderman, dan menyiapkan instrumen

penelitian berupa soal tes dan catatan lapangan. Teks perlu dipersiapkan karena saat

penelitian ini berlangsung, buku paket Kurikulum 2013 mata pelajaran Bahasa Indonesia

masih dalam proses pemesanan, sehingga tidak bisa digunakan dalam kegiatan belajar-

mengajar. Kedua teks tersebut diambil dari buku paket terbitan Kementerian Pendidikan dan

Kebudayaan RI edisi revisi tahun 2016.

Pelaksanaan dan Pengamatan, tahap yang dilakukan dalam pelaksanaan dan

pengamatan siklus I terdiri dari pertemuan I dan pertemuan II. Dalam pertemuan I, siswa

diperkenalkan dengan Jaring-Jaring Spiderman dan cara penggunaannya dalam

mengidentifikasi informasi dalam teks deskripsi. Pengenalan media Jaring-Jaring Spiderman

dilakukan secara klasikal dengan cara peserta didik mengidentifikasi bersama-sama informasi

dalam teks deskripsi yang disiapkan oleh guru sebagai contoh dan dengan panduan guru,

peserta didik secara bergantian mencoba menulis kata-kata kunci dan pengelompokannya di

papan tulis. Setelah itu, peserta didik melakukan hal yang sama secara berkelompok pada

teks yang telah ditentukan. Perwakilan kelompok menyajikan hasil diskusi di depan kelas dan

kelompok lain menanggapi. Di akhir pertemuan, peserta didik menjawab pertanyaan

berdasarkan teks deskripsi yang telah dibaca.

Dalam siklus I, penekanan kegiatan dilakukan pada kegiatan mengidentifikasi

informasi dari teks deskripsi secara berkelompok. Selain itu, informasi-informasi pokok dari

teks deskripsi yang dipilih telah ditentukan oleh guru. Tugas peserta didik dalam kelompok

adalah mengidentifikasi informasi-informasi pokok tersebut ke dalam kategori yang benar

berdasarkan isi setiap paragraf dalam teks. Tujuan kegiatan ini adalah untuk memberi

gambaran kepada peserta didik tentang cara menentukan informasi penting dari teks

deskripsi, sehingga diharapkan pada siklus II mereka dapat menemukan sendiri informasi-

informasi pokok dari teks deskripsi.

Berdasarkan pengamatan hasil kerja kelompok pada pertemuan, enam kelompok dapat

menentukan pengelompokan sebagian besar informasi-informasi pokok teks deskripsi ke

dalam kategori yang benar. Sementara itu, satu kelompok tidak dapat melakukannya sama

sekali. Kelompok tersebut justru menulis kata atau kalimat di luar informasi-informasi pokok

yang telah ditentukan oleh guru. Setelah peneliti dekati, mereka mengaku tidak memahami

langkah kerja yang seharusnya mereka lakukan. Pada saat kegiatan pembelajaran dilakukan,

kelompok ini duduk paling belakang dan empat orang peserta didik yang ada di dalam

kelompok ini, pada pertemuan pertama sering terlihat sibuk berbicara di dalam kelompoknya

saat guru memberi penjelasan, meskipun sudah diingatkan oleh guru. Namun, pada saat

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

376

presentasi, kelompok ini dengan antusias mengajukan diri untuk tampil dan karena jawaban

mereka tidak sesuai, penampilan mereka diganti dengan kelompok lain yang langkah

kerjanya benar.

Dalam pertemuan kedua, kelompok tujuh sudah melakukan tugas dengan langkah kerja

yang benar. Teguran guru dan penampilan mereka dengan seluruh jawaban tidak tepat telah

membuat mereka menjadi lebih serius dalam pertemuan kedua. Hanya sayangnya, pada

pertemuan kedua ini, kelompok tujuh menjadi kelompok dengan jawaban salah paling

banyak. Sementara itu, kelompok lain sudah mampu mengelompokkan sebagian besar

informasi-informasi pokok ke dalam kategori yang benar.

Dari siklus I, perkembangan kemampuan mengidentifikasi informasi-informasi dalam

teks deskripsi dapat dilihat dari tes setiap akhir pertemuan dan tes akhir setiap siklus. Berikut

adalah hasil jawaban peserta didik atas soal-soal yang diberikan pada akhir setiap pertemuan

siklus I.

Grafik 1. Persentase Ketuntasan Peserta Didik dalam Menjawab Soal pada Akhir Setiap

Pertemuan Siklus I.

Sumber: Data Hasil Penelitian Siklus I

Berdasarkan data yang ditampilkan dalam Grafik 1 diketahui bahwa pada pertemuan I

siklus I, jumlah peserta didik yang mencapai ketuntasan adalah 75% dan yang tidak tuntas

mencapai 25%. Jumlah peserta didik yang tuntas mengalami penurunan pada pertemuan II

siklus I yaitu hanya menjadi 54% dan yang tidak tuntas meningkat menjadi 46%.

Kemunduran ini diperkirakan karena peserta didik mengalami kesulitan dalam menangkap isi

teks deskripsi yang dibaca. Tingkat kesulitan teks deskripsi yang digunakan dalam pertemuan

II ini lebih tinggi dibandingkan dengan pertemuan terdahulu. Sementara itu, nilai rata-rata

yang diperoleh peserta didik dalam tes setiap akhir pertemuan pada siklus I adalah sama yaitu

74 sebagaimana data dalam Grafik 2 berikut.

Grafik 2. Nilai Rata-Rata Peserta Didik dalam Menjawab Soal Tes Akhir Setiap Pertemuan Siklus I

Sumber: Data Hasil Penelitian Siklus I

0%

20%

40%

60%

80%

Pertemuan I Siklus II Pertemuan II Siklus I

75%

54%

25%

46%

Tuntas

Tidak Tuntas

0

100

Pertemuan I

Siklus II

Pertemuan II

Siklus I

74 74

Rata-Rata

Rata-Rata

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

377

Sementara itu, untuk mengevaluasi peningkatan hasil belajar, diberikan sejumlah soal

yang berhubungan dengan materi-materi yang telah dipelajari. Soal-soal itu diberikan kepada

peserta didik pada akhir setiap siklus. Soal-soal yang diberikan berbentuk pilihan ganda

dengan fokus pada kemampuan mengidentifikasi informasi dalam teks deskripsi yang telah

dibaca. Peningkatan hasil belajar tersebut dapat dilihat dalam tabel berikut ini.

Tabel 2. Hasil Tes Akhir Siklus I

No. Aspek Hasil

1. Nilai Rata-Rata 77

2. Jumlah Peserta Didik yang Tuntas 22

3. Persentase Ketuntasan Peserta Didik 79%

4. Jumlah Peserta Didik yang Tidak Tuntas 6

5. Persentase Ketidaktuntasan Peserta Didik 21%

Sumber: Data Hasil Penelitian Siklus I

Dari Tabel 2 diperoleh data bahwa terjadi peningkatan ketuntasan dalam dua siklus

penelitian yang dijalankan. Pada akhir siklus I jumlah peserta didik yang tuntas baru

mencapai 79% dan masih 21% peserta didik tidak tuntas. Nilai rata-rata akhir siklus I adalah

77.

Refleksi, tahap refleksi dilakukan dengan mengumpulkan data-data yang diperoleh dari

hasil dua pertemuan dalam siklus I, baik data kuantitatif maupun data kualitatif. Beberapa hal

yang perlu dilakukan dalam siklus II berdasarkan pengalaman dalam siklus I adalah sebagai

berikut. Pertama, hendaknya dipastikan bahwa semua peserta didik memahami perintah

langkah-langkah kerja yang harus mereka lakukan agar tidak ada peserta didik yang salah

dalam pengerjaan tugas dalam proses kegiatan pembelajaran. Kedua, pemilihan teks

hendaknya diatur dari yang tingkat keterbacaan rendah menuju tingkat keterbacaan tinggi.

Faktor yang memengaruhi tingkat keterbacaan antara lain adalah kosakata. Teks dengan

banyak kosakata sulit akan sulit juga dipahami. Berikut salah satu kutipan dialog tentang hal

tersebut.

Guru : Adakah pertanyaan tentang teks yang berjudul Parangtritis nan Indah?

Peserta Didik : Ada, Bu?

Guru : Ya, silakan. Bagaimana pertanyaanmu?

Peserta Didik : Apa arti kata bergradasi, Bu?

Guru : Adakah yang tahu arti kata bergradasi?

Peserta Didik : (diam, tidak ada yang angkat tangan)

Guru : Apakah semua tidak tahu arti kata bergradasi?

Peserta Didik : Tidak tahu, Bu.

Sumber: Data Hasil Penelitian Siklus I

Kemudian, guru meminta peserta didik untuk mendata kata-kata sulit sebelum mereka

ditugaskan mengidentifikasi informasi dari teks deskripsi yang telah disiapkan. Berikut

adalah contoh kegiatan tersebut.

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

378

Foto 1. Peserta didik mendata kata-kata sulit dari teks

deskripsi yang akan dibahas.

Foto 2. Daftar kata-kata sulit dari

teks berjudul Parangtritis nan Indah.

Sumber: Data Hasil Penelitian Siklus I

Setelah kata-kata sulit terdata, langkah berikut yang harus dilakukan adalah

menemukan arti kata-kata sulit tersebut agar peserta didik lebih mudah dalam

mengidentifikasi informasi dari teks deskripsi yang dibaca. Kegiatan ini dapat dilakukan

dengan panduan dari guru dalam penemuan arti kata dan juga dengan menggunakan Kamus

Besar Bahasa Indonesia (KBBI).

Siklus II

Perencanaan, tahap perencanaan pada siklus II dilakukan dengan memperbaiki

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yaitu pada aspek langkah-langkah pembelajaran.

Sementara itu, instrumen penilaian, media pembelajaran, dan instrumen penelitian masih

menggunakan instrumen dan media yang sama seperti yang digunakan dalam siklus I. Selain

itu, disiapkan juga media pembelajaran berupa teks deskripsi yang akan digunakan peserta

didik dalam siklus II. Teks deskripsi yang disiapkan berjudul Tari Saman, Pasar Beringharjo,

dan Rumah Tongkonan.

Pelaksanaan dan Pengamatan, fokus utama kegiatan pembelajaran pada siklus II

adalah peserta didik mampu secara mandiri mengidentifikasi informasi-informasi dari teks

deskripsi yang disiapkan oleh guru. Langkah awal yang dilakukan adalah peserta didik secara

berkelompok mengidentifikasi informasi tanpa bantuan kalimat atau kelompok kata dari

guru. Mereka diminta untuk merumuskan sendiri kelompok kata atau kalimat yang

merupakan informasi penting dari setiap paragraf dan mengelompokkannya berdasarkan

paragraf dalam teks deskripsi. Setelah itu, peserta didik melakukan hal yang sama, tetapi

secara mandiri (tidak berkelompok lagi). Berikut adalah contoh tahapan kegiatan

pembelajaran mengidentifikasi informasi dari teks deskripsi menggunakan Jaring-Jaring

Spiderman.

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

379

Foto 3. Peserta didik secara berkelompok

mengidentifikasi informasi dari teks

deskripsi menggunakan Jaring-Jaring

Spiderman.

Foto 4. Peserta didik secara mandiri

mengidentifikasi informasi dari teks

deskripsi menggunakan Jaring-Jaring

Spiderman.

Sumber: Data Hasil Penelitian Siklus II

Setelah mengidentifikasi informasi dari teks deskripsi yang dibaca langkah selanjutnya

adalah menyajikan hasil kerja, baik melakukan dengan melakukan presentasi maupun

memamerkan hasil kerja (display). Tujuan tahapan ini adalah untuk memonitor benar

salahnya hasil kerja peserta didik dan untuk memotivasi peserta didik agar mengidentifikasi

informasi dengan sebaik dan sebenar mungkin. Tahapan ini sebenarnya telah dilakukan sejak

siklua I dan dilanjutkan pada siklus II. Melalui kegiatan ini berdasarkan pengamatan, peserta

didik terlihat antusias dan penuh semangant untuk membuat Jaring-Jaring Spiderman terbaik

dan terlihat upaya mereka untuk menjawab sebanyak mungkin dengan benar pertanyaan-

pertanyaan tentang isi teks deskripsi. Berikut adalah contoh tahapan kegiatan tersebut.

Foto 5. Peserta didik melakukan presentasi

hasil kerja dalam mengidentifikasi

informasi dari teks deskripsi menggunakan

Jaring-Jaring Spiderman.

Foto 6. Hasil kerja peserta didik berupa

Jaring-Jaring Spiderman yang digunakan

untuk mengidentifikasi informasi dari teks

deskripsi yang telah dibaca.

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

380

Sumber: Data Hasil Penelitian Siklus I dan II

Dalam siklus II, perkembangan kemampuan mengidentifikasi informasi-informasi

dalam teks deskripsi tetap dilihat juga dari tes setiap akhir pertemuan dan tes akhir setiap

siklus. Berikut adalah hasil jawaban peserta didik atas soal-soal yang diberikan pada akhir

setiap pertemuan siklus II.

Grafik 3. Persentase Ketuntasan Peserta Didik dalam Menjawab Soal pada Akhir Setiap

Pertemuan Siklus II.

Sumber: Data Hasil Penelitian Siklus II

Berdasarkan data yang ditampilkan dalam Grafik 3, dalam pertemuan pertama siklus

kedua persentase ketuntasan mencapai 64% dan ketidaktuntasan menjadi 36%. Pencapaian

ini semakin bertambah pada pertemuan kedua siklus kedua yaitu peserta didik yang tuntas

dalam menjawab pertanyaan adalah 79%, sedangkan yang tidak tuntas 21%. Peningkatan ini

terjadi karena teks deskripsi yang dibaca peserta didik pada pertemuan pertama dan kedua

dalam siklus kedua ini dapat dipahami dengan baik oleh peserta didik. Sementara itu, nilai

rata-rata yang diperoleh peserta didik dalam tes setiap akhir pertemuan pada siklus II

mengalami peningkatan dari 74 menjadi 84 sebagaimana data dalam Grafik 4 berikut.

Grafik 4. Nilai Rata-Rata Peserta Didik dalam Menjawab Soal Tes Akhir Setiap Pertemuan

Siklus II

Sumber: Data Hasil Penelitian Siklus II

Sementara itu, untuk mengevaluasi peningkatan hasil belajar, diberikan sejumlah soal

yang berhubungan dengan materi-materi yang telah dipelajari. Soal-soal itu diberikan kepada

0%

20%

40%

60%

80%

Pertemuan I Siklus II Pertemuan II Siklus II

64% 79%

36%

21% Tuntas

Tidak Tuntas

70

75

80

85

Pertemuan I Siklus II Pertemuan II Siklus II

74

81

Rata-Rata

Rata-Rata

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

381

peserta didik pada akhir setiap siklus. Soal-soal yang diberikan berbentuk pilihan ganda

dengan fokus pada kemampuan mengidentifikasi informasi dalam teks deskripsi yang telah

dibaca. Peningkatan hasil belajar tersebut dapat dilihat dalam tabel berikut ini.

Tabel 2. Hasil Tes Akhir Siklus II

No. Aspek Hasil

1. Nilai Rata-Rata 85

2. Jumlah Peserta Didik yang Tuntas 24

3. Persentase Ketuntasan Peserta Didik 86%

4. Jumlah Peserta Didik yang Tidak Tuntas 4

5. Persentase Ketidaktuntasan Peserta Didik 14%

Sumber: Data Hasil Penelitian Siklus II

Setelah melalui siklus II diperoleh hasil yaitu jumlah peserta didik yang telah tuntas

mencapai 86% dan yang tidak tuntas menjadi 14%. Dari nilai rata-rata juga terjadi

peningkatan. Pada akhir siklus I nilai rata-rata baru mencapai 77 dan pada akhir siklus II nilai

rata-rata mencapai 85.

Refleksi, hal yang perlu dicermati dalam kegiatan pembelajaran menggunakan media

Jaring-Jaring Spiderman adalah kesulitan peserta didik dalam menentukan sendiri kelompok

kata atau kalimat penting dalam teks deskripsi yang telah dibaca. Peserta didik cenderung

menuliskan semua kalimat. Artinya, peserta didik sulit menentukan mana informasi penting,

kurang penting, dan tidak penting. Solusi yang dilakukan guru untuk mengatasi masalah ini

adalah dengan memberikan contoh cara menentukan informasi penting dari satu paragraf teks

deskripsi yang kemudian akan ditulis di media Jaring-Jaring Spiderman. Setelah itu, ketika

peserta didik mengerjakan media Jaring-Jaring Spiderman, guru berkeliling melakukan

pengecekan apakah peserta didik telah melakukan pekerjaan dengan benar atau belum. Hal

ini akan membantu peserta didik sehingga hasil kerja mereka lebih terarah, terutama

pemilihan kelompok kata atau kalimat yang berisi informasi penting dari teks dapat dilakukan

dengan benar oleh peserta didik.

Dalam siklus II, pemilihan informasi secara mandiri oleh peserta didik. Pada awal

siklus II, informasi tidak penting masih mewarnai Jaring-Jaring Spiderman yang dibuat oleh

peserta didik. Pada akhir siklus II, kualiatas media Jaring-Jaring Spiderman yang dihasilkan

oleh peserta didik mengalami peningkatan. Hal ini ditandai dengan semakin banyaknya

informasi penting dari teks deskripsi yang dijaring peserta didik dalam media yang mereka

buat. Peserta didik mulai dapat menyeleksi hal-hal penting dari teks deskripsi yang merreka

baca. Berikut adalah contoh Jaring-Jaring Spiderman yang dihasilkan peserta didik setelah

membaca teks deskripsi yang berjudul Rumah Tongkonan.

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

382

Sumber: Data Hasil Penelitian Siklus II

Di awal penelitian telah ditetapkan indikator keberhasilan belajar peserta didik yaitu

jika dari 28 peserta didik yang mendapat nilai tuntas ≥ 70, persentasenya ≥ 75 %. Pada akhir

siklus I 79% peserta didik telah mencapai ketuntasan dan hal ini diperkuat kembali pada akhir

siklus II yaitu 86% peserta didik telah mencapai ketuntasan, sehingga indikator keberhasilan

yang ditentukan sebelum penelitian ini dilaksanakan berarti telah tercapai. Dengan demikian,

penelitian ini tidak dilanjutkan ke dalam siklus III karena indikator keberhasilan penelitian

telah tercapai. Sementara itu, empat orang peserta didik yang belum tuntas diberikan remidial

berupa mengerjakan tugas membaca teks deskripsi dan mengerjakan soal-soal berdasarkan

teks deskripsi yang telah dibacanya tersebut.

PEMBAHASAN

Berdasarkan data dalam Tabel 2 diketahui bahwa pada akhir siklus II pembelajaran

mengidentifikasi informasi dalam teks deskripsi menggunakan menggunakan media Jaring-

Jaring Spiderman ini, jumlah peserta didik yang tuntas belajar adalah 86%. Jumlah ini

melebihi indikator keberhasilan penelitian yang ditetapkan yaitu ≥ 75 % peserta didik

mencapai nilai tuntas. Ada beberapa faktor yang mendukung keberhasilan tersebut. Faktor-

faktor tersebut adalah sebagai berikut.

Pertama, peserta didik berlatih mendalami materi secara berkelompok. Dalam setiap

siklus, kegiatan menjaring informasi dari teks deskripsi yang dibaca oleh peserta didik

dilakukan secara berkelompok terlebih dahulu. Sebagaimana yang dikatakan oleh Slavin

(2005:8) dalam pembelajaran kooperatif, para peserta didik akan duduk bersama dalam

kelompok yang beranggotakaan empat orang untuk menguasai materi yang disampaikan oleh

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

383

guru. Langkah ini memberikan keuntungan bagi peserta didik. Rasa malu, takut, atau

canggung mereka dapat dikurangi karena mereka terbiasa dengan interaksi di dalam atau di

antara kelompok.

Seringkali, para peserta didik mampu melakukan pekerjaan luar biasa dalam

menjelaskan gagasan-gagasan yang sulit satu sama lain dengan menerjemahkan bahasa yang

digunakan guru ke dalam bahasa anak-anak (Slavin, 2005:9). Oleh karena itu, materi yang

dirasakan sulit oleh peserta didik yang kurang mampu memahami bahasa guru yang terlalu

tinggi, dapat dimudahkan oleh sesama anggota kelompok. Seiring dengan peningkatan

kemampuan penguasaan materi karena faktor ini, peningkatan hasil belajar dalam penelitian

ini juga terjadi.

Kedua, suasana pembelajaran yang menyenangkan. DePorter (2007:14) menyatakan

bahwa pembelajaran yang menggembirakan akan menghasilkan pengalaman belajar yang

efektif. Kondisi yang menyenangkan merupakan dasar yang baik untuk menciptakan

pembelajaran yang efektif. Tanpa adanya kesenangan dalam belajar, para peserta cenderung

akan merasa tertekan. Jika suasana belajar dalam keadaan tertekan, pembelajaran yang

berkualitas akan sulit dicapai. Selama kegiatan pembelajaran dalam penelitian ini dilakukan,

suasana pembelajaran dapat dilihat selama kegiatan diskusi dan juga selama kegiatan

mandiri. Pemilihan kata-kata kunci dari setiap kalimat yang dibaca yang dilanjutkan dengan

penuangan kata-kata kunci tersebut di dalam media Jaring-Jaring Spiderman membuat

peserta didik merasa tertantang untuk menghasilkan Jaring-Jaring Spiderman sekreatif

mungkin dengan kata-kata kunci setepat mungkin. Selain itu, kegiatan menggambar dan

mewarnai menjadi satu daya tarik tersendiri bagi peserta didik karena biasanya pembelajaran

bahasa yang berkutat dengan kata-kata dan kalimat-kalimat dapat dipadukan dengan kegiatan

menggambar dan mewarnai yang menyenangkan bagi peserta didik.

Ketiga, kegiatan pembelajaran berpusat pada peserta didik. Selama kegiatan

pembelajaran dalam penelitian ini, para peserta didik melakukan aktivitas diskusi kelompok

dan presentasi yang berpusat pada peserta didik. Belajar dilakukan melalui berbagai kegiatan

seperti mengalami, mengerjakan, dan memahami belajar melalui proses, sehingga seluruh

peserta didik menjadi aktif. Seperti yang dikatakan oleh Sumiati & Asra (2007:84), hasil

belajar dapat diperoleh jika peserta didik aktif. Karena semua peserta didik melakukan

aktivitas pembelajaran, mereka mengalami pemahaman materi pembelajaran, sehingga ketika

mendapatkan soal dengan materi yang sama, mereka dapat mengerjakannya.

Keempat, sebagaimana konsep dasar Peta Pikiran, Jaring-Jaring Spiderman membantu

peserta didik dalam memahami teks deskripsi yang mereka baca. Hal ini sejalan dengan

pendapat Hyerle dan Alper (2011:11) yang menyatakan bahwa Peta Pikiran dapat digunakan

untuk alur analisis dalam pemahaman bacaan. Penentuan kata-kata kunci yang terhubung

antara satu dan lainnya akan membantu memudahkan peserta didik dalam memahami isi teks

deskripsi yang telah mereka baca.

Kelima, adanya penghargaan hasil belajar. Penghargaan diberikan jika peserta didik

berhasil melampaui kriteria yang telah ditetapkan (Slavin, 2005:10). Penghargaan yang

diberikan dalam penelitian ini diberikan secara berkelompok dan secara individu. Pemberian

penghargaan secara berkelompok dilakukan dengan memilih Jaring-Jaring Spiderman terbaik

dengan kriteria Jaring-Jaring Spiderman yang paling menarik dan paling lengkap

informasinya. Sementara itu, penghargaan secara individu diberikan dalam bentuk

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

384

penyebutan nilai tertinggi atau pencapaian terbaik di depan kelas, pemberian pujian oleh

guru, dan tepuk tangan oleh para peserta didik yang lain. Penghargaan yang diberikan,

meskipun dengan cara yang sederhana, telah mampu memacu para peserta didik untuk

meraih pencapaian terbaik. Faktor ini akhirnya juga menjadi penentu dalam peningkatan hasil

belajar para peserta didik. Hal ini sejalan dengan pendapat Wardoyo (2013:53) bahwa

penghargaan atau hadiah atau pengakuan akan dapat memotivasi peserta didik untuk terus

meningkatkan prestasinya dalam kegiatan pembelajaran.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan hasil belajar dapat disimpulkan

bahwa terjadi peningkatan hasil belajar dalam pembelajaran menggunakan media Jaring-

Jaring Spiderman pada materi mengidentifikasi informasi dalam teks deskripsi yang telah

dibaca. Dari hasil tes akhir siklus penelitian, diketahui bahwa 86% peserta didik tuntas

belajar. Hal ini menunjukkan bahwa indikator keberhasilan belajar yang telah ditentukan

pada awal penelitian ini yaitu ≥ 75 % peserta didik tuntas belajar. Dengan demikian, dapat

disimpulkan bahwa media Jaring-Jaring Spiderman merupakan media yang baik untuk

digunakan dalam pembelajaran mengidentifikasi informasi dalam teks deskripsi yang dibaca.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini, media Jaring-Jaring Spiderman dapat digunakan

untuk pembelajaran keterampilan membaca. Peneliti berikutnya yang ingin melakukan

penelitian sejenis atau guru yang ingin menerapkan media ini dalam pembelajaran dapat

mengembangkan penelitian ini dengan mempertimbangkan hal-hal berikut ini.

Pertama, guru hendaknya memperhatikan pengaturan waktu. Penyeleksian kata-kata

kunci dan penuangannya di atas media Jaring-Jaring Spiderman memang dapat menciptakan

konsentrasi kerja peserta didik. Mereka bekerja dengan serius karena tertantang untuk

menghasilkan Jaring-Jaring Spiderman terbaik. Namun, keseriusan mereka untuk

menghasilkan Jaring-Jaring Spiderman terbaik ini sering menyebabkan mereka lupa waktu.

Oleh karena itu, guru sangat perlu untuk mengatur waktu, sehingga peserta didik dapat

menyelesaikan tugas mereka sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.

Kedua, guru hendaknya memperhatikan tingkat kesukaran materi pembelajaran

berbentuk teks deskripsi yang dipilih. Indikator tingkat kesulitan materi dalam teks deskripsi

antara lain adalah tema atau topik, kosakata yang digunakan dalam teks, serta panjang

pendeknya teks deskripsi yang dipilih. Semakin tinggi tingkat kesulitan teks deskripsi,

semakin lama waktu yang diperlukan peserta didik untuk menyelesaikan Jaring-Jaring

Spiderman mereka. Penyajian materi sebaiknya dilakukan mulai dari materi yang paling

mudah hingga materi yang paling sulit.

Daftar Rujukan

Alamsyah, M. 2009. Kiat Jitu Meningkatkan Prestasi dengan Mind Mapping. Yogyakarta:

Mitra Pelajar.

Buzan, Tony. 2008. Buku Pintar Mind Map. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.

David N. Hyerle & Larry Alper. 2011. Peta Pemikiran Edisi Kedua. Jakarta: PT Indeks.

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

385

Depdiknas. 2006. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 22 Tahun 2006 tentang

Standar Isi. Jakarta: Depdiknas.

Depdiknas. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Edisi Keempat. Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama.

DePorter, B. 2007. Quantum Learning Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan.

Bandung: Mizan Pustaka

Djamarah, S.B, dan Zain, A. 2010. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Kemdikbud. 2016a. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia

Nomor 24 Tahun 2016 tentang Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Pelajaran

pada Kurikulum 2013 pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Lampiran

Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Bahasa Indonesia SMP/MTs. Jakarta:

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Kemdikbud. 2016b. Buku Guru Bahasa Indonesia SMP/MTs Kelas VII Edisi Revisi 2016.

Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Kemdikbud. 2016c. Buku Saku Gerakan Literasi Sekolah. Jakarta: Kementerian Pendidikan

dan Kebudayaan.

Nugraha, I.S dan Palekahelu, D.T. 2014. Penerapan Aplikasi Mind Map untuk Meningkatkan

Hasil Belajar Siswa. Skripsi tidak diterbitkan. Salatiga: Universitass Kristen

Satyawacana.

Priyatni, E.T. 2015. Desain Pembelajaran Bahasa Indonesia dalam Kurikulum 2013. Jakarta:

PT Bumi Aksara.

Setiawan, N.E. 2013. Peningkatan Kemampuan Membaca Permulaan dengan Metode Mind

Mapping pada Siswa Kelas II SDN 3 Cibodas. Skripsi tidak diterbitkan. Bandung:

Universitas Pendidikan Indonesia

Setyaningrum, N.T, 2012. Penerapan Metode Mind Map untuk Meningkatkan Kemampuan

Membaca Pemahaman Siswa Tunarungu Kelas 3 Di SLB As-Syifa Lombok Timur.

Skripsi tidak diterbitkan. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.

Slavin, R.E. 2005. Cooperative Learning: Teori, Riset, dan Praktik. Bandung: Penerbit Nusa

Media.

Sumiati & Asra. 2007. Metode Pembelajaran. Bandung: CV Wacana Prima.

Tarigan, H.G. 2013. Membaca Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.

Wardhana, Y. 2010. Teori Belajar dan Mengajar. Bandung: PT Pribumi Mekar.

Wardoyo, S.M. 2013. Pembelajaran Konstruktivisme. Bandung: Penerbit Alfabeta.

Zuchdi, D. 2008. Strategi Meningkatkan Kemampuan Membaca. Yogyakarta: UNY Press.

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

386

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENGGALI INFORMASI

DARI HASIL LAPORAN PENGAMATAN MENGGUNAKAN METODE SQ4R

BAGI SISWA KELAS IV SD NEGERI 003 BELAKANG PADANG KOTA BATAM

Yulinda,SP.d

[email protected]

Abstrak: Berdasarkan pengamatan diketahui bahwa kemampuan memahami isi bacaan

pada KD menggali informasi dari hasil laporan pada siswa kelas IV SD Negeri 003

Belakang Padang masih belum maksimal. Tujuan penelitian ini adalag meningkatkan

kemampuan siswa dalam menggali informasi dari hasil laporan pengamatan dengan

menggunakan metode SQ4R. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan

kelas dalam 2 siklus. Subjek penelitian adalah siswa kelas IV SD Negeri 003 Belakang

Padang. Setelah melakukan penelitian dalam 2 siklus dengan metode SQ4R diperoleh hasil

belajar yang maksimal.

Kata kunci: Menggali informasi dengan metode SQ4R

Membaca adalah kegiatan meresapi,menganalisa dan menginterpretansi yang dilakukan

dengan tujuan untuk memperoleh informasi atau pesan yang ingin disampaikan oleh penulis.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia definisi membaca yaitu melihat dan paham isinya,

bisa dengan melisankan atau dalam hati saja. Menurut Mr.Lado( 1976:132) definisi membaca

adalah memahami pola-pola atau tata bahasa dari sebuah gambaran yang tertulis .Membaca

dapat dikategorika dalam dua bagian yaitu 1. Membaca nyaring. Membaca nyaring adalah

kegiatan membaca dengan suara yang lantang atau kuat. 2. Membaca dalam hati. Membaca

dalam hati adalah teknik atau cara membaca tanpa suara dan memerlukan konsentrasi untuk

memahami isi dari bacaan.

Membaca dalam hati dapat dibedakan menjadi membaca sekilas dan membaca cermat.

Membaca ekstensif (extensive reading) atau scanning disebut juga membaca memindai atau

membaca sekilas. Sedangkan membaca cermat (insentive/skimming)disebut juga membaca

pemahaman atau membaca kritis. Kedua jenis membaca tersebut diajarkan kepada siswa

jenjang sekolah dasar.

Dalam Dictionary of Reading (1983:160 ) disebutkan membaca insentif merupakan

kegiatan membaca yang dilakukan secara seksama. Menurut Brook, sebagaimana yang

dikutip oleh Tarigan (dalam Awak Badan 2013 ), intensive reading merupakan studi

seksama, telaah teliti, penanganan terperinci terhadap suatu tugas yang pendeknya kira-kira

2-4 halaman setiap harinya.

Pada jejang SD kelas 3 dan 4 membaca intensif bagi siswa dikenal sebagai membaca

memindai atau membaca sekilas. Pembelajaran membaca memindai diwadahi dalam KI 3.1

menggali informasi dari teks laporan hasil laporan pengamatan tentang gaya, gerak, energi

panas, bunyi, cahaya dengan bantuan guru dan teman dalam Bahasa Indonesia lisan dan tulis

dengan memilih dan memilah kosa kata baku.

KD tersebut diajarkan juga kepada siswa kelas IV SDN 003 Belakang Padang Kota

Batam. Berdasarkan hasil identifikasi masalah yang dilakukan pada siswa kelas 4 SDN 003

Belakang Padang Kota Batam, dalam pembelajaran Bahasa Indonesia khususnya materi

menggali informasi dari hasil laporan pengamatan masih rendah. Hal ini disebabkan oleh

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

387

kurangnya minat siswa dalam membaca khususnya membaca intensif dan metode ceramah

plus yang digunakan guru belum efektif. Oleh sebab itu perlu mengubah metode yang

digunakan dalam pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menggali

informasi dari hasil pengamatan.

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan, kiranya metode membaca SQ4R

merupakan metode yang efektif dalam mengatasi masalah yang dihadapi. Menurut Mitra

Ikhtiar ( 2013 ) metode SQ4R adalah metode membaca yang digunakan untuk meningkatkan

kemampuan siswa dalam memahami sebuah bacaan.Metode SQ4R memiliki 5 tahapan, yaitu

survey,question,read,recite,record,dan review.

Survey atau membaca sekilas dilakukan untuk mengetahui poin-point penting dari

bacaan. Question adalah tahapan menghasilkan pertanyaan setelah melakukan langkah

survey. pertanyaan yang dihasilkan akan dijadikan acuan untuk langkah selanjutnya.

Read adalah membaca dilakukan untuk memahami isi bacaan baik yang tekstual

maupun yang tersirat. Recite atau menuturkan kembali isi dari bacaan yang sudah didapat

dengan menggunakan bahasa sendiri.

Record atau menandai hal-hal yang penting atau ide-ide pokok dari bacaan untuk

menjadi acuan. Setelah melakukan tahapan survey,question,read,recite dan record

selanjutnya siswa akan mengulang kembali. Menurut Albert ( dari Tarigan dalam Mahasiswa

Jenius 2012 ) secara singkat dalam tahap review dilakukan pengujian kembali terhadap

kelengkapan pada tahap recite.

Model pembelajaran SQ4R memiliki kelebihan, karna tahapan-tahapan yang dilakukan

dalam metode SQ4R saling berkaitan sehingga pembaca akan mendapatkan pahaman yang

baik tentang isi dari bacaan tersebut. Melalui metode SQ4R ini siswa bukan hanya sekedar

membaca tapi siswa akan dapat menyimpan atau mengingat isi bacaan dalam jangka waktu

yang lama dan juga dapat menghubungkan dengan konteks kehidupan sehari-hari. Selain

memiliki kelebihan metode SQ4R tentu saja memiliki kekurangan, bagi siswa yang malas

tahapan yang tardapat pada metode ini akan dianggap terlalu banyak,sehingga menjadi tugas

guru untuk membimbing siswa dalam proses pembelajaran agar siswa menjadi lebih tertarik

sehingga hasil yang dicapai dapat maksimal.

Sesuai dengan latar belakang masalah maka diharapkan dengan merubah metode yang

digunakan akan meningkatkan kemampuan siswa dalam menggali informasi dari hasil

laporan pengamatan pada siswa kela 4 SDN 003 Belakang Padang Kota Batam, karna tujuan

dari penilitian yang dilakukan adalah (1) mendiskripsikan peningkatan proses pembelajaran

dalam materi menggali informasi dari hasil laporan pengamatan menggunakan metode

SQ4R,dan (2) mendiskripsidari hasil laporan peningkatan hasil pembelajaran menggali

informasi dari hasil laporan pengamatan dengan menggunakan metode SQ4R.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami isi

bacaan baik yang konstektual maupun yang tersirat.Tahap-tahap penelitian merupakan siklus

yang terbagi beberapa tahap yaitu, (1) perencanaan (2) tindakan (3) observasi (4) refleksi.

Penelitian ini dilaksanakan di kelas IV SDN 003 Belakang Padang Kota Batam.

Penelitian dilakukan dengan mempersiapkan perangkat pembelajaran. Skenario

pembelajaran dilakukan sesuai yang telah disusun dalam RPP. Setelah guru membagikan teks

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

388

hasil laporan kepada siswa selanjutnya siswa mulai melakukan tahapan-tahapan dalam

melakukan SQ4R. Peneliti tindakan kelas adalah penulis yang merupakan guru kelas IV

SDN 003 Belakang Padang Kota Batam. Penelitian ini dilakukan dalam 2 siklus dan setiap

siklus dilaksanakan dalam 2 kali pertermuan. Waktu tiap pertemuan 2 X 35 menit. Pada

tahapan pelaksanaan sekaligus juga dilakukan observasi. Observer adalah teman sejawat.

Observer mencatat semua aktivitas siswa selama proses penelitian.

Tahap yang penting dari penelitian adalah refleksi,yang dilakukan langsung setelah

penelitian.peneliti dan observer mendiskusikan hasil temuan observer selama tahap

penelitian.observer menyampaikan beberapa hal penting yang ditemui selama

pembelajaran.Peneliti mencatat masukan dari observer yang akan dijadikan perbaikan pada

siklus 2.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian dibedakan atas proses pembelajaran dan hasil pembelajaran membaca

dengan metode SQ4R pada mata pelajaran Bahasa Indonesia KD menggali informasi dari

hasil laporan pengamatan siswa kelas IV SD Negeri 003 Belakang Padang Kota Batam

Proses Pembelajaran

Membaca dengan menggunakan metode SQ4R merupakan hal baru bagi siswa kelas 4

SDN 003 Belakang Padang. Hal ini membuat peneliti harus penjelasan yang jelas kepada

siswa. Maka langkah pertama yang dilakukan guru (peneliti) adalah memberikan penjelasan

tentang metode SQ4R dan menjelaskan langkah-langkah mebaca dengan menggunakan

metode SQ4R kepada siswa. Penerapan metode membaca SQ4R dalam penelitian ini meliputi

langkah-langkah berikut.

Siklus 1

Guru membagikan teks hasil laporan kepada siswam. Siswa mengambil danmembuka

teks hasil laporan dan mulai membaca sekilas. Membaca sekilas dilakukan untuk mengetahui

poin-point penting dari bacaan.Setelah membaca sekilas, siswa membuat pertanyaan sebagai

acuan untuk langkah selanjutnya

Setelah membuat pertanyaan dari hasil membaca sekilas,siswa membaca kembali

untuk mengetahui isi bacaan baik yang tekstual maupun tersirat.Langkah selanjutnya siswa

menuturkan kembali isi dari bacaan yang sudah didapat dengan menggunakan bahasa

sendiri.

Siswa menandai hal-hal penting yang dijumpai dalam teks Sebagai langkah akhir

siswa menguji kembali pekerjaan yang sudah mereka lakukaniswa dengan bantuan guru

membuat kesimpulan dan penutup pembelajaran.

Setelah guru menjelaskan langkah-langkah dalam metode SQ4R, guru membagikan

teks dan meminta siswa untuk membaca sekilas teks tersebut. Setelah membaca beberapa

siswa siswa mulai mengerjakan langkah selanjutnya yaitu membuat pertanyaan dari teks.

Namun ada juga beberapa siswa yang kesulitan dalam membuat pertanyaan. Nampak ada

siswa yang tidak bersemangat dan tidur-tiduran.

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

389

Gambar 1 siswa nampak masih belum semangat dalam belajar

Guru bertanya kepada siswa yang kesulitan.

Guru : “Ada yang belum bisa membuat pertanyaannya?”

Siswa A : “Ya bu…. Kami tak bisa, buat pertanyaan macam mana?”

Guru : “Ayo.. ada yang mau menjelaskan bagaimana cara membuat pertanyaan?”

Siswa B : “Saya bu…..”

Guru : “silahkan…”

Siswa B :”Dengan menggunakan kata tanya yang kemarin ibu dah

jelaskan..siapa,dimana,bagaimana,apa,kapan…”

Guru : “ Bagus, ada yang mau menambahkan?”

Siswa C :”…Saya bu…mengapa..”

Guru : “ Ya..bagus anak-anak semuanya sudah mengerti cara membuat

pertanyaan,seperti penjelasan dari teman mu tadi membuat pertanyaan harus menggunakan

kata tanya yang sesuai. Sekarang bagaimana apakah kalian sudah mengerti?”

Siswa A :”Sudah bu…”

Guru :”Bagus, karena semuanya sudah mengerti silahkan dikerjakan ya anak-

anak”.

Setelah dialog antara siswa yang belum mengerti dan siswa yang sudah mengerti,guru

memberikan sedikit penguatan terhadap pertanyaan siswa.Setelah mendengarkan penjelasan

dari guru siswa sudah mulai mengerjakan dengan bersemangat.

Setelah itu siswa mulai melanjutkan kelangkah-langkah selanjutnya. Membaca

dengan menggunakan metode SQ4R melatih siswa untuk meningkatkan kemampuan siswa

dalam memahami sebuah bacaan. Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukan Mitra

Ikhtiar (2013) metode SQ4R adalah metode yang digunakan untuk meningkatkan

kemampuan siswa dalam memahami sebuah bacaan. Hal ini terbukti di kelas yang menjadi

objek penelitian, siswa tampak bersemangat dan serius dalam mengerjakan tugas.

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

390

Gambar 2 siswa serius dalam belajar

Kemampuan siswa dalam memahami dengan menggunakan metode SQ4R sesuai

dengan pendapat Nurhadi (1987:129) membaca SQ4R ini digunakan dalam membaca untuk

studi, dimana membaca untuk memahami isi buku atau isi bacaan sehingga pemahanan yang

komperhensif (mendalam dan padat) , ini juga sejalan dengan pendapat Mitra Ikhtiar ( 2013 )

metode SQ4R adalah metode membaca yang digunakan untuk meningkatkan kemampuan

siswa dalam memahami sebuah bacaan.

Dengan metode SQ4R siswa mampu mengembangkan kemampuannya dalam

memahami isi bacaan, membuat pertanyaan, dan menguji kembali tentang apa yang sudah

dipahami.

Dari hasil refleksi siklus 1 diperoleh informasi bahwa guru memiliki kelemahan

dalam mengajak siswa berinteraksi. Guru kurang mendampingi siswa yang kesulitan

melakukan tahapan yang dilakukan dalam metode SQ4R ini. Guru hanya membiarkan siswa

yang menjelaskan tentang hal yang tidak dipahami oleh siswa lain tanpa memberikan

penguatan. Dari hasil refleksi ini,sebaiknya pada siklus 2 guru dapat lebih memperhatikan

siswa yang belum mampu.

Masukan lain yang perlu diperhatikan guru untuk siklus 2 adalah memberikan

kesimpulan pada akhir pembelajaran.

Siklus 2

Pelaksanaan pada siklus 2 ini sangat dipengaruhi dari hasil siklus 1. Beberapa

modifikasi sudah dilakukan pada RPP. Pada siklus 2 sudah nampak guru mulai membimbing

siswa yang masih belum bisa, dan guru juga sudah mulai memberikan tanggapan siswa.

Keadaan kelas semakin kondusif siswa sudah banyak yang dapat melakukan tahapan-tahapan

metode SQ4R. Beberapa anak yang pada siklus 1 belum mengerti, pada siklus 2 ini sudah

bisa melakukan tanpa bertanya kepada guru dan teman yang lain. Masalah yang muncul pada

siklus 1 sudah tidak dijumpai lagi pada siklus 2.

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

391

Gambar 3 Siswa sudah mulai terbiasa melakukan tahapan dalam metode SQ4R

Para siswa mulai terbiasa membaca dengan menggunakan metode SQ4R walaupun

masih perlu bimbingan guru.Siswa dapat melakukan langkah-langkah metode SQ4R hampir

maksimal. Hasil yang diharapkan pada silkus 2 sudah lebih baik dari siklus 1. Guru

memberikan penguatan kepada siswa untuk lebih rajin lagi membaca karena dengan

membaca siswa akan mendapat ilmu dan wawasan yang dapat menunjang pengetahuan.

Membaca dengan menggunakan metode SQ4R tidak hanya berguna bagi guru tapi

juga bagi siswa hal ini terbukti siswa semakin memahami isi dari teks yang dibaca. Hal ini

nampak ketika pada siklus 1 masih ada siswa yang belum memahami tapi di siklus 2 hampir

semua siswa dapat melakukan tahapan demi tahapan dengan maksimal, sehingga proses

pembelajaran berjalan dengan lebih baik.

Nilai rata-rata pemahaman siswa pada siklus 1 adalah 45 dengan presentasi 22% yang

termasuk dalam kategori kurang.Pada siklus 2 nilai rata-rata pemahaman siswa adalah 65

dengan presentasi 40% termasuk dalam kategori cukup.

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

392

GRAFIK 1 Rata-rata Pemahaman Siswa

Pada siklus 1 Pada Siklus I persentase rata-rata keaktifan siswa adalah 22%,

sedangkan pada Siklus II persentase rata-rata keaktifan siswa adalah 40%. Berarti pada Sikus

II telah terjadi peningkatan 18% dari Siklus

Hasil Belajar Siswa

Data hasil belajar (nilai akhir), diketahui dari hasil tes tertulis menjawab soal yang

terkait dengan teks yang sudah dibaca.Perkembangan siswa dapat dilihat dari kemampuan

siswa memahami isi bacaan, dan menjawab soal. Data hasil belajar siswa dapat dilihat pada

table berikut:

Tabel 1 Hasil belajar siswa

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa pada prasiklus 15 (62%) siswa yang

mengalami ketuntasan belajar dengan perolehan nilai 63 atau lebih dari 63 sesuai dengan

KKM kelas yaitu siswa mengalami ketuntasan belajar jika mencapai nilai 63, rata-rata kelas

pada prasiklus adalah 65,25.Pada Siklus I mengalami peningkatan, yaitu terdapat 18(75%)

siswa yang mengalami ketuntasan belajar dengan rata-rata kelas 76,45. Selanjutnya, pada

Siklus II terdapat 21 (88%) siswa yang mengalami ketuntasan belajar dengan rata-rata kelas

82,34.Hal ini menunjukkan adanya peningkatan dalam hasil pembelajaran siswa.

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

35%

40%

45%

Siklus I Siklus II

1 2

hasil

hasil

PRESTASI PRASIKLUS SIKLUS I SIKLUS II KET.

SISWA JUM.

SISWA

Prosen

(%)

JUM.

SISWA

prosesn

(%)

JUM.

SISWA

prosen

(%) JUM.

Nilai < 63 9 38 6 25 3 12 Belum Tuntas

Belajar

Nilai ≥ 63 15 62 18 75 21 88 Tuntas Belajar

Jumlah 24 100 24 100 24 100

Nilai Rata-

rata 65,25 76,45 82,34

Ketuntasan

Klasikal

BELUM

TUNTAS TUNTAS TUNTAS

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

393

PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan dari hasil penelitian ini, dapat dirumuskan beberapa kesimpulan sebagai

berikut.

1. Kemampuan guru dalam merencanakan pembelajaran melalui metode SQ4R

(survei,question,read,recite dan record) pada KD Kemampuan Menggali Informasi dari

Hasil Laporan Pengamatan dapat meningkatkan pemahaman siswa tentang isi bacaan

dan hasil belajar siswa.

2. Kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran melalui dengan metode SQ4R pada

KD kemampuan menggali inormasi dari hasil laporan dapat meningkatkan hasil belajar

siswa.

3. Pemahaman siswa dalam membaca dengan menggunakan metode SQ4R lebih

maksimal.

Saran

Berdasarkan pada hasil penelitian ini, peneliti menuliskan beberapa saran sebagai

berikut.

1. Untuk meningkatkan pemahaman siswa terhadap isi teks bacaan baik yang konstektual

maupun yang tersirat dan meningkatkan hasil belajar yang maksimal diperlukan

perencanaan pembelajaran dan metode yang sesuai.

2. Untuk melaksanakan metode SQ4R terlebih dahulu harus mempersiapkan perangkat

pembelajaran dan menjelaskan kepada siswa langkah-langkah dalam metode SQ4R.

3. Untuk melaksanakan pembelajaran dengan metode SQ4R ini memang diperlukan

persiapan terutama menyangkut keahlian guru dan siswa. membaca dengan metode

SQ4R memang dapat meningkatkan pemahaman siswa tentang isi dari teks bacaan

tetapi peran guru juga sangat diperlukan untuk mendampingi siswa yang kurang bisa.

Daftar Rujukan

Mahasiswa jenius. 2012. (online) (Mahasiswajenius.blogspot.co.id/2012/06/metode-

membaca-sq4r.html, diakses 15 September 2016).

Ikhtiar, Mitra.2013. (online) (mitraihtiar.blogspot.co.id/2013/06/metode-pembelajaran-

sq4r-survey.html, diakses 20 Agustus 2016).

Tarigan.2013.Awak Badan.

Nurhadi.1987. Membaca Cepat dan efektif. Bandung: Sinar Baru

Lado, Mr. 1976. (online) (http : / / www. Informasi-pendidikan.com/2015/01/berbagi-

definisi-membaca-menurut-para.html, diakses 16 September 2016).

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

394

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF PAIR CHECK UNTUK

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATERI FUNGSI PESERTA DIDIK

KELAS VIII B SMP

Anita Windarini

SMP Negeri 1 Sanggau

[email protected]

Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan penerapan model pembelajaran

kooperatif Pair Check untuk meningkatkan hasil belajar materi fungsi di kelas VIII B SMP

Negeri 1 Sanggau. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

tes tertulis setelah akhir pembelajaran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan

model pembelajaran kooperatif Pair Check ternyata mampu meningkatkan hasil belajar

peserta didik dan meningkatkan persentase ketuntasan peserta didik, ini dapat dilihat pada

hasil peningkatan nilai rata-rata kelas yang berada diatas nilai KKM yakni pada siklus 1

pertemuan 1: 76,44 dengan % ketuntasan 84,4%, siklus 1 pertemuan 2: 78,72 dengan %

ketuntasan 87,5%, siklus 2 pertemuan 1: 76,25 dengan % ketuntasan 78,13%, dan siklus 2

pertemuan 2: 75,65 dengan % ketuntasan 75,65%.

Kata Kunci: Hasil belajar, Model Pembelajaran Kooperatif Pair Check

Dalam buku standar isi SMP disebutkan bahwa mata pelajaran matematika bertujuan

agar peserta didik memiliki kemampuan (1) memahami konsep matematika, menjelaskan

keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat,

efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah, (2) menggunakan penalaran pada pola dan

sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau

menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika, (3) memecahkan masalah yang meliputi

kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan

menafsirkan solusi yang diperoleh, (4) mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel,

diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah, dan (5) memiliki sikap

menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu,

perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam

pemecahan masalah.

Namun kenyataannya, masih banyak peserta didik yang belum memiliki sikap

menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu,

perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam

pemecahan masalah. Salah satu standar kompetensi pada kelas VIII adalah memahami bentuk

aljabar, relasi, fungsi, dan persamaan garis lurus. Berdasarkan pengalaman peneliti selama

bertugas menjadi guru ditemukan kelas yang minat dalam mempelajari matematika masih

rendah. Hal tersebut dapat dilihat dari temuan guru dari hasil refleksi yang didapat dengan

cara menuliskan dikertas kecil setelah pembelajaran, terungkap bahwa (a) peserta didik

perwakilan kelompok atas menyatakan: (1) senang dengan pelajaran matematika, (2) bisa

menyelesaikan soal atau tugas yang berikan guru, dan (3) sulit berkonsentrasi karena kelas

ribut dan suasana belajar yang tidak menyenangkan, (b) peserta didik perwakilan kelompok

tengah mengungkapkapkan bahwa: (1) senang belajar matematika tapi kadang ada rasa takut

kalau tidak paham materi, (2) kadang bisa menyelasaikan soal atau tugas yang diberikan guru

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

395

kadang juga tidak bisa, dan (3) kadang sulit berkonsentrasi karena suasana belajar yang tidak

menyenangkan (tegang), dan (c) peserta didik perwakilan kelompok bawah mengungkapkan

bahwa: (1) tidak senang dengan pelajaran matematika sehingga tidak mengerti pada saat

proses pembelajaran, (2) tidak bisa menyelesaikan soal atau tugas yang diberikan guru, (3)

walaupun sudah berkonsentrasi tetapi tetap tidak mengerti, dan (4) teman yang pintar

matematika tidak mau membantunya.

Akhir dari proses pembelajaran adalah hasil belajar. Hasil belajar matematika yang

diharapkan setiap sekolah adalah hasil belajar yang mencapai ketuntasan belajar matematika

peserta didik. Peserta didik dikatakan tuntas dalam belajar matematika apabila nilai hasil

belajar matematika peserta didik telah mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang

ditetapkan oleh sekolah (BSNP, 2006). Berdasarkan data nilai ulangan harian yang diperoleh

siswa kelas VIII B SMP Negeri 1 Sanggau bahwa masih banyak peserta didik yang

memperoleh nilai harian ulangan matematika dibawah KKM yang telah ditetapkan oleh

sekolah yaitu 70. Hal ini dapat dilihat dari ketercapaian KKM ulangan harian 32 peserta didik

kelas VIII B SMP Negeri 1 Sanggau pada materi sebelumnya memiliki rata-rata kelas 61,19

dan terdapat 10 orang yang tuntas dari 32 orang yang ada di kelas VIII B.

Permasalahan lain adalah ketika guru memberi kesempatan kepada peserta didik untuk

tampil ke depan kelas untuk menyelesaikan soal, mereka tidak terlalu berminat sehingga

mereka akan tampil kalau sudah disuruh oleh guru. Tanggapan atau umpan balik peserta

didik terhadap apa yang sudah dijelaskan guru masih kurang, mereka kurang kreatif dalam

menganalisa soal-soal latihan yang diberikan oleh guru. Serta jika soal yang diberikan tidak

mirip dengan contoh soal sebelumnya peserta didik cenderung tidak bisa menyelesaikan

sendiri, maka guru dan peserta didik bersama-sama menjawab soal tersebut.

Dari permasalahan yang sudah dipaparkan diatas peneliti tertarik untuk menerapkan

model pembelajaran kooperatif Pair Check untuk meningkatkan aktivitas belajar peserta

didik pada materi Fungsi di kelas VIII B SMP Negeri 1 Sanggau. Kelas VIII B dijadikan

kelas penelitian karena di kelas ini pada saat proses pembelajaran berlangsung ditahap

menyelesaikan LKS, peserta didik yang pintar tidak mau bekerjasama dengan yang tidak

paham dengan materi. Sehingga di kelas ini rentangan nilai terendah dengan tertinggi terlalu

jauh.

Terkait dengan pembelajaran Kooperatif dengan Pendekatan Pair Check, untuk

meningkatkan hasil belajar siswa pada materi Fungsi, Pair check (pasangan mengecek)

adalah model pembelajaran berkelompok atau berpasangan yang dipopulerkan oleh Spencer

Kagen tahun 1993. Model ini menerapkan pembelajaran berkelompok yang menuntut

kemandirian dan kemampuan peserta didik dalam menyelesaikan persoalan yang diberikan.

Pembelajaran matematika secara kooperatif dapat meningkatkan keterampilan berbagi

terhadap masing-masing peserta didik. Salah satu pembelajaran Kooperatif yang erat

kaitannya dengan keterampilan berbagi menurut Muslimin Ibrahim (2000) yaitu

pembelajaran Kooperatif Pendekatan Pair Check. Pada Pendekatan Pair Check peserta didik

tidak hanya bekerja dalam kelompok tetapi juga saling berbagi tugas dan pengetahuan

sehingga peserta didik dapat termotivasi untuk menemukan konsep, mencari jawaban yang

benar, mencari informasi untuk menuntaskan masalah dan mencari cara untuk menuntaskan

kegiatan pembelajaran. Dalam pembelajaran Kooperatif dengan Pendekatan Pair Check,

peserta didik diorganisasikan ke dalam kelompok belajar menjadi berpasang-pasangan,

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

396

sehingga setiap kelompok terdiri dari kelompok-kelompok kecil. Tiap peserta didik dalam

kelompok kecil akan berbagi tugas kemudian bekerja dan mengecek secara bergantian.

Dengan demikian peserta didik dapat bekerjasama dengan baik dan peserta didik tidak

mengalami kesulitan berbagi dalam kelompok ataupun ikut berpartisipasi dalam kelompok

karena seluruh peserta didik akan ikut bekerja dan berfikir.

Aris Shoimin (2014) menyatakan sintak dari model pembelajaran kooperatif Pair

Check adalah (1) guru menjelaskan konsep, (2) peserta didik dibagi beberapa tim, setiap tim

terdiri dari 4 orang, dalam satu tim ada 2 pasangan, setiap pasangan dalam satu tim ada yang

menjadi pelatih dan ada yang patner, (3) guru membagikan soal kepada si patner, (4) patner

menjawab soal , dan si pelatih bertugas mengecek jawaban. setiap soal yang benar pelatih

memberi kupon, (5) bertukar peran. si pelatih menjadi patner dan si patner menjadi pelatih,

(6) guru membagikan soal kepada si patner, (7) patner menjawab soal, dan si pelatih bertugas

mengecek jawaban, setiap soal yang benar pelatih memberi kupon, (8) setiap pasangan

kembali ke tim awal dan mencocokkan jawaban satu sama lain, (9) guru membimbing dan

memberikan arahan atas jawaban dari berbagai soal dan tim mengecek jawabannya, dan (10)

tim yang paling banyak mendapat kupon diberi hadiah.

Pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif telah

diteliti oleh beberapa peneliti Mariani (2016), Mistiah. (2016). Hikmah. N. H. (2015)

Ningsih. C. D. (2013), Wasi‟ah. A. (2013), Nurhazannah. Y. (2015), dan Windarini. A.

(2016), bahwa menerapkan model pembelajaran kooperatif dalam proses pembelajaran dapat

meningkatkan hasil belajar peserta didik.

Dalam kamus bahasa Indonesia disebutkan arti kata prestasi adalah hasil yang dicapai.

Hasil berkaitan dengan suatu tindakan yang dikerjakan manusia. Jadi prestasi adalah hasil

yang dicapai dari suatu tindakan yang dilakukan manusia. Dalam hal ini tindakan yang

dilakukan tersebut adalah belajar.

Beberapa teori yang mengungkapkan pengertian belajar dengan meninjau dari

bermacam-macam sudut, diantaranya menurut Moh. Uzer Usman dan Lilis Setiawati

(1993:5) mengemukakan belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku atau kecakapan

manusia. Perubahan yang terjadi karena belajar dapat berupa perubahan dalam kebiasaan,

kecakapan atau dalam ketiga aspek yaitu kognitif, afektif dan psikomotor.

Menurut Slameto (1987:17), belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan

seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan,

sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (dalam Bistari,

2015: 85)

Belajar adalah suatu proses yang datandai adanya perubahan pada diri seseorang.

Perubahan ini ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti perubahan sikap, tingkah laku,

pemahaman, ketrampilan, kecakapan dan aspek-aspek lain yang ada pada diri individu yang

sedang belajar. Seperti yang dikemukakan oleh Herman Hudoyo (1988:107) "Belajar

merupakan suatu proses aktif dalam memperoleh pengalaman atau pengetahuan baru

sehingga menyebabkan perubahan tingkah laku". Dari pengertian belajar diatas, peneliti

berpendapat bahwa belajar pada dasarnya adalah suatu proses perubahan tingkah laku berkat

adanya pengalaman.

Dari beberapa pendapat oleh para ahli tentang pengertian belajar yang telah

dikemukakan diatas dapat dipahami bahwa belajar merupakan suatu kegiatan atau aktifitas

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

397

seseorang melalui proses pendidikan dan latihan, sehingga menimbulkan terjadinya beberapa

perubahan dan perkembangan pada dirinya baik pengetahuan, tingkah laku, dan keterampilan

untuk menuju kearah yang lebih baik.

Berdasarkan arti kata hasil dan pengertian belajar tersebut, peneliti berkesimpulan

bahwa hasil belajar adalah hasil perubahan dan perkembangan tingkah laku, pengetahuan,

dan ketrampilan seseorang yang dapat dicapai berkat adanya proses pendidikan dan latihan

menuju kearah yang lebih baik.

Hasil belajar yang dimaksud dalam penelitian ini adalah nilai tes peserta didik yang

telah dicapai setelah selesai proses pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran

Phair Check. Jika nilai rata-rata kelas sudah memenuhi nilai KKM atau lebih maka penelitian

dengan menerapkan model pembelajaran Phair Check dikatakan telah berhasil meningkatkan

hasil belajar.

METODE

Jenis penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian ini

dilaksanakan secara kolaboratif antara pengamat dan peneliti. Dalam proses penelitian,

peneliti bertindak sebagai guru dan dibantu oleh seorang pengamat. Suharsimi Arikunto

(2011) menyatakan bahwa secara garis besar PTK dilaksanakan melalui empat tahap yang

lazim dilalui, yaitu (1) perencanaan; (2) pelaksanaan; (3) pengamatan; dan (4) refleksi.

Penelitian ini terdiri dari beberapa siklus dan dilaksanakan dengan menggunakan model

pembelajaran kooperatif Pair Check berbantuan LKPD yang bertujuan untuk meningkatkan

hasil belajar matematika.

Teknik pengumpul data yang digunakan oleh peneliti dalam Penelitian Tindakan

Kelas ini adalah sebagai berikut : (1) Pengamatan langsung yang dilakukan oleh observer

dengan menggunakan lembar observasi aktivitas peserta didik. (2) Pengukuran hasil belajar

peserta didik dengan lembar tes tertulis setelah para peserta didik mengerjakan soal tes pada

akhir pembelajaran. Penelitian ini dilakukan pada peserta didik kelas VIII B SMP Negeri 1

Sanggau yang berjumlah 32 anak, yang terdiri dari 16 orang putra dan 16 orang putri.

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

398

Model Penelitian Tindakan Kelas

(Kutipan dari Suharsimi Arikunto, 2002 : 8)

Tahapan Perencanaan:

a. Guru menyiapkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dengan materi

pembelajaran ” relasi, menyatakan suatu fungsi , menghitung nilai fungsi, menentukan

bentuk fungsi”.

b. Guru menyiapkan Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) yang berisi materi yang akan

dibahas dalam kelompok dan langkah-langkah menyajikan materi yang harus dikerjakan

peserta didik secara berkelompok, dengan tujuan pembelajaran sebagai berikut:

Menyatakan suatu relasi yang terkait dengan kejadian sehari–hari.

Menyatakan relasi dengan tiga cara yaitu diagram panah, diagram cartesius, dan

himpunan pasangan berurutan.

Menentukan nilai fungsi

Menentukan bentuk fungsi jika nilai dan data fungsi diketahui

c. Guru menyiapkan lembar aktivitas guru untuk menilai proses pembelajaran yang

disampaikan oleh guru.

Perencanaan

SIKLUS I Refleksi Pelaksanaan

Pengamatan

Perencanaan

SIKLUS II

Pengamatan

Refleksi Pelaksanaan

Dilanjutkan kesiklus

berikutnya?

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

399

Tahap Pelaksanaan

Langkah-langkah pada kegiatan inti, yaitu:

1. Bekerja Berpasangan

Guru membentuk tim berpasangan berjumlah 2 pasang yang terdiri dari 4 orang peserta

didik. Setiap pasangan mengerjakan soal yang sesuai karena hal ini akan membantu

melatih peserta didik dalam menilai.

2. Pelatih Mengecek

Apabila patner benar pelatih memberi kupon.

3. Bertukar Peran

Seluruh patner bertukar peran dan mengulangi langkah 1 – 3.

4. Pasangan Mengecek

Seluruh pasangan tim kembali bersama dan membandingkan jawaban.

5. Penegasan Guru

Guru mengarahkan jawaban /ide sesuai konsep.

6. Diakhir kegiatan siswa diberikan soal untuk dikerjakan mengenai materi.

Evaluasi dilakukan selama 10 - 15 menit secara mandiri untuk menunjukkan hasil peserta

didik yang telah peserta didik pelajari selama bekerja dalam kelompok. Setelah kegiatan

penegasan guru dan kegiatan kelompok, siswa diberikan tes secara individual. Dalam

menjawab tes, siswa tidak diperkenankan saling membantu.

Analisa Data

Proses analisa data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai

sumber, yaitu hasil wawancara dan pengamatan, yang sudah ditulis dalam catatan dilapangan,

dokumen pribadi, dokumen resmi. Adapun langkah-langkah analisa data meliputi :

Pelaksanaan reduksi data dalam penelitian ini adalah menyeleksi data-data yang sudah

ada serta menitik beratkan data yang belum sempurna menjadi data yang lebih akurat.

Selanjutnya data-data tersebut mencakup hasil tes peserta didik pada akhir siklus I dan siklus

II dan lembar aktivitas guru untuk mengecek ketercapaian dalam proses pembelajaran. Untuk

perincian reduksi data meliputi :

1. Menghitung skor dari setiap soal tes.

2. Mengubah skor menjadi nilai dengan menggunakan rumus :

Nilai Siswa =

x 100%

Indikator Kinerja

Indikator kinerja ini berfungsi untuk mengukur keberhasilan peserta didik didalam

prosedur pelaksanaan penelitian, yang kegiatan pembelajarannya menerapkan model

pembelajaran kooperatif Pair Check dengan indikatornya sebagai berikut : (1) Apabila hasil

tes pada akhir siklus nilai rata-rata kelasnya menunjukkan sudah mencapai KKM atau lebih

dari setiap siklusnya, (2) Apabila lebih dari atau sama dengan 70% dari jumlah peserta didik

telah berhasil mencapai nilai KKM 70 atau lebih.

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

400

PEMBAHASAN

1. Siklus 1 pertemuan 1:

Pendahuluan

Kegiatan pembelajaran diawali dengan guru menyampaikan tujuan pembelajaran yaitu

menyatakan suatu relasi yang terkait dengan kejadian sehari–hari. Selanjutnya guru

menyampaikan apersepsi dan motivasi peserta didik mulai tertarik karena guru

menyampaikan apersepsi menghubungkan relasi yang merupakan kejadian dalam

kehidupan sehari-hari.

Kegiatan inti

a. Guru bertanya jawab dengan siswa tentang relasi dalam kehidupan sehari-hari.

b. Peserta didik bekerja dalam kelompok berpasangan yang telah dibentuk oleh guru yaitu

berjumlah 2 pasang yang terdiri dari 4 orang peserta didik. Setiap pasangan

mengerjakan soal yang ada di dalam LKPD yang terdiri dari empat soal , masing

masing pasangan mendapat dua soal dan masing-masing peserta didik menyelesaikan

satu soal, yakni soal tentang relasi.

c. Kemudian peserta didik yang bertindak sebagai pelatih mengecek jawaban patnernya,

apabila patner benar pelatih memberi kupon.

d. Seluruh patner bertukar peran dan mengulangi langkah c.

e. Seluruh pasangan tim kembali bersama dan membandingkan jawaban yang telah dibuat

masing-masing pasangan.

f. Guru memberikan penegaasan dengan mengarahkan jawaban /ide sesuai konsep yang

benar.

Kegiatan Akhir.

Pada kegiatan akhir, guru memberikan kuis secara individu. Nilai tersebut diakumulasi

dalam kelompok untuk menentukan mana kelompok terbaik untuk mendapatkan reward

kelompok terbaik. LKPD yang telah dikerjakan peserta didik seperti gambar berikut:

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

401

2. Siklus 1 pertemuan 2:

Pendahuluan

Kegiatan pembelajaran diawali dengan guru menyampaikan tujuan pembelajaran yaitu

menyatakan relasi dengan tiga cara. Selanjutnya guru menyampaikan apersepsi dan

motivasi yaitu menghubungkan relasi dengan kehidupan sehari-hari.

Kegiatan inti

a. Guru bertanya jawab dengan siswa tentang relasi dalam kehidupan sehari-hari dan

menyatakannya dengan tiga cara yaitu diagram panah, diagram cartesius, dan himpunan

pasangan berurutan.

b. Peserta didik bekerja dalam kelompok berpasangan yang telah dibentuk oleh guru yaitu

berjumlah 2 pasang yang terdiri dari 4 orang peserta didik. Setiap pasangan

mengerjakan soal yang ada di dalam LKPD yang terdiri dari empat soal, masing-

masing pasangan mendapat dua soal dan masing-masing peserta didik menyelesaikan

satu soal, yakni terdiri dari soal tentang menyatakan relasi dengan tiga cara.

c. Kemudian peserta didik yang bertindak sebagai pelatih mengecek jawaban patnernya,

apabila patner benar pelatih memberi kupon.

d. Seluruh patner bertukar peran dan mengulangi langkah c.

e. Seluruh pasangan tim kembali bersama dan membandingkan jawaban yang telah dibuat

masing-masing pasangan.

f. Guru memberikan penegasan dengan mengarahkan jawaban/ide sesuai konsep yang

benar.

Kegiatan Akhir.

Pada kegiatan akhir, guru memberikan kuis secara individu. Nilai tersebut diakumulasi

dalam kelompok untuk menentukan mana kelompok terbaik untuk mendapatkan reward

kelompok terbaik. LKPD yang telah dikerjakan peserta didik seperti gambar berikut:

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

402

3. Siklus 2 pertemuan 1:

Pendahuluan

Kegiatan pembelajaran diawali dengan guru menyampaikan tujuan pembelajaran yaitu

menghitung nilai fungsi Selanjutnya guru menyampaikan apersepsi dan motivasi yaitu

menghubungkan fungsi dengan kehidupan sehari-hari.

Kegiatan inti

a. Sebelum masuk pada kegiatan kelompok, guru menyajikan materi tentang fungsi dan

notasinya, daerah asal, daerah kawan, daerah hasil, peta atau bayangan, dan

menjelaskan bagaimana cara menentukan nilai fungsi.

b. Peserta didik bekerja dalam kelompok berpasangan yang telah dibentuk oleh guru yaitu

berjumlah 2 pasang yang terdiri dari 4 orang peserta didik. Setiap pasangan

mengerjakan soal yang ada di dalam LKPD yang terdiri dari empat soal, masing-

masing pasangan mendapat dua soal dan masing-masing peserta didik menyelesaikan

satu soal, yakni terdiri dari soal menentukan nilai fungsi dengan rumus fungsi yang

berbeda.

c. Kemudian peserta didik yang bertindak sebagai pelatih mengecek jawaban patnernya,

apabila patner benar pelatih memberi kupon.

d. Seluruh patner bertukar peran dan mengulangi langkah c.

e. Seluruh pasangan tim kembali bersama dan membandingkan jawaban yang telah dibuat

masing-masing pasangan.

f. Guru memberikan penegasan dengan mengarahkan jawaban/ide sesuai konsep yang

benar.

Kegiatan Akhir.

Pada kegiatan akhir, guru memberikan kuis secara individu. Nilai tersebut diakumulasi

dalam kelompok untuk menentukan mana kelompok terbaik untuk mendapatkan reward

kelompok terbaik. LKPD yang telah dikerjakan peserta didik seperti gambar berikut:

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

403

4. Siklus 2 pertemuan 2:

Pendahuluan

Kegiatan pembelajaran diawali dengan guru menyampaikan tujuan pembelajaran yaitu

menentukan bentuk fungsi jika nilai dan data fungsi diketahui, dengan apersepsi tentang

domain, daerah hasil (range) yang disebut juga sebagai peta (bayangan).

Kegiatan inti

a. Sebelum masuk pada kegiatan kelompok, guru menyajikan materi tentang menentukan

bentuk fungsi jika nilai dan data fungsi diketahui.

b. Peserta didik bekerja dalam kelompok berpasangan yang telah dibentuk oleh guru yaitu

berjumlah 2 pasang yang terdiri dari 4 orang peserta didik. Setiap pasangan

mengerjakan soal yang ada di dalam LKPD yang terdiri dari empat soal, masing-

masing pasangan mendapat dua soal dan masing-masing peserta didik menyelesaikan

satu soal, yakni soal menentukan bentuk fungsi jika nilai fungsi diketahui.

c. Kemudian peserta didik yang bertindak sebagai pelatih mengecek jawaban patnernya,

apabila patner benar pelatih memberi kupon.

d. Seluruh patner bertukar peran dan mengulangi langkah c.

e. Seluruh pasangan tim kembali bersama dan membandingkan jawaban yang telah dibuat

masing-masing pasangan.

f. Guru memberikan penegasan dengan mengarahkan jawaban/ide sesuai konsep yang

benar.

Kegiatan Akhir.

Pada kegiatan akhir, guru memberikan kuis secara individu. Nilai tersebut diakumulasi

dalam kelompok untuk menentukan mana kelompok terbaik untuk mendapatkan reward

kelompok terbaik. LKPD yang telah dikerjakan peserta didik seperti gambar berikut:

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

404

Hasil

Hasil belajar yang yang telah dicapai peserta didik pada setiap akhir pertemuan adalah

seperti yang terlihat pada tabel berikut:

Tabel 1. Rekapitulasi Hasil Belajar Peserta Didik Kelas VIII B

(peserta didik berjumlah 32 orang)

Jenis nilai Siklus 1 Pertemuan 1

Siklus 1 Pertemuan 1

Siklus 2 Pertemuan 2

Siklus 2 Pertemuan 2

Rata-rata nilai tes 76,44 78,72 76,25 75,65 Peserta didik yang tuntas

27 28 25 24

% Peserta didik yang tuntas

84,4% 87,50% 78,13% 75,00%

Berdasarkan hal tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa walaupun pada

siklus 2 rata-rata nilai dan persentase ketuntasan menurun tetapi masih memenuhi indikator

keberhasilan, sehingga usaha untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik sudah dianggap

berhasil karena sudah melampaui indikator yang ditentukan.

Terjadinya peningkatan hasil belajar siswa dalam proses pembelajaran tidak terlepas

dari penerapan model pembelajaran kooperatif Pair Check. Peserta didik dapat bekerjasama

dan berbagi dengan teman dalam satu kelompok, sehingga terjadi proses pembelajaran yang

efektif. Peserta didik juga berlomba-lomba untuk dapat mrnjadi kelompok terbaik.

Selain keberhasilan dalam penelitian ini, ada juga beberapa kendala yang dialami oleh

peneliti, diantaranya yang dapat dideskripsikan adalah seperti yang terlihat pada tabel berikut

ini:

Tabel 2: Kendala dalam Proses Pembelajaran

Kendala Dalam

Pembelajaran

Penyebab Alternatif Perbaikan

Ada siswa yang kurang aktif Karena tidak bisa

mengerjakan soal di LKPD

Guru menyajikan materi yang

lebih jelas lagi

Terlalu lama dalam

pengerjaan tugas dalam

LKPD

Masih ada peserta didik

yang bermain-main.

Membuat aturan yang tegas

dalam mengerjakan LKPD

Tidak semua pasangan dapat

menjadi patner dan pelatih

yang baik

Ada pasangan yang tidak

paham materi, karena

memang tidak tahu apa

yang harus dilakukan.

Guru melakukan bimbingan

yang lebih kepada pasangan

yang bermasalah.

Terjadi penurunan nilai rata-

rata dan % ketercapaian

ketuntasan

Materi pada siklus 2 bagi

peserta didik lebih sulit

dibandingkan dengan

materi pada siklus 1

Meningkatkan ketrampilan

berhitung peserta didik.

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

405

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Setelah dilaksanakan pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran

kooperatif Pair Check, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: Melalui penerapkan

model pembelajaran kooperatif Pair Check dalam kegiatan pembelajaran pada materi Fungsi

peserta didik kelas VIIB SMPN 1 Sanggau Kabupaten Sanggau ternyata mampu

meningkatkan hasil belajar peserta didik dan meningkatkan persentase ketercapaian peserta

didik yang tuntas, ini dapat dilihat pada hasil peningkatan nilai rata-rata kelas yang berada

diatas nilai KKM yakni pada siklus 1 pertemuan 1: 76,44 dengan % ketuntasan 84,4%, siklus

1 pertemuan 2: 78,72 dengan % ketuntasan 87,5%, siklus 2 pertemuan 1: 76,25 dengan %

ketuntasan 78,13%, dan siklus 2 pertemuan 2: 75,65 dengan % ketuntasan 75,65%.

Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan peneliti, ditemukan beberapa

kelebihan dan kelemahan dalam menerapkan model pembelajaran kooperatif Pair Check

untuk meningkatkan aktivitas serta hasil belajar siswa, peneliti menyarankan beberpa hal

antara lain : (1) Hendaknya ketika guru menjelaskan materi, siswalah yang harusnya lebih

banyak berperan aktif di dalamnya.(2) Gurulah yang merancang dan menggunkan media

pembelajaran sesuai dengan materi yang disampaikan.(3) Hendaknya peserta didik diberikan

kesempatan lebih banyak dalam menerapkan model pembelajaran kooperatif Pair Check.

Daftar Rujukan

Aris, Shoimin, 2014. 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013. Yogyakarta:

Ar – Ruzz Media.

Arsyad, Azhar, 2009. Media Pembelajaran. Jakarta: PT Rajagravindo Persada.

Bistari, 2015. Mewujudkan Penelitian Tindakan Kelas. Pontianak: PT. Ekadaya Multi

Inovasi.

Bistari, 2012. Strategi Belajar Mengajar Matematika Aktif & Kretatif. Pontiamak:

Universitas Tanjungpura.

Depdikbud, 1998. Kamus Besar Bahasa Indonesia . Jakarta : Depdikbud

Gatot, Muhsetyo, 2008. Pembelajaran Matematika. Jakarta: Universitas Terbuka.

Arikunto, Suharsimi, 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarya: PT

Rineka Cipta.

Sardiman, 2004. Interaksi dan Motivasi Belajar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Subanji, 2013. Pembelajaran Matematika Kreatif dan Inovatif. Malang : Universitas Negeri

Malang (UM PREES).

Sudjiono, Rosmaini, 2004. Metode Statistik. Bandung: Tarsito.

Wahyuni. T dan Nurharini. D, 2008. Matematika Konsep dan Aplikasinya Untuk Kelas VIII

SMP/MTs. Klaten: Cempaka Putih.

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

406

IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TUTOR SEBAYA

UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PERSAMAAN KUADRAT

BAGI SISWA KELAS XII JASA BOGA 1 TAHUN PELAJARAN 2016-2017

SMKN 1 BATU

Nunuk Setyorini

SMK Negeri 1 Batu

[email protected]

Abstrak : Hasil belajar siswa tentang persamaan kuadrat masih rendah, terutama dalam

menyelesaikan soal-soal persamaan kuadrat. Tujuan penelitian ini adalah meningkatkan

hasil belajar siswa tentang persamaan kuadrat di kelas XII Jasa Boga dengan metode tutor

sebaya. Jenis penelitian adalah penelitian tindakan kelas dengan dua siklus, setiap siklus

meliputi dua kali pertemuan. Subyek penelitian adalah 34 orang siswa kelas XII Jasa Boga

yang terdiri dari 11 laki-laki dan 23 perempuan. Pelaksanaan tindakan dilaksanakan pada

minggu kedua dan ketiga bulan Oktober 2016 untuk siklus 1 dan minggu pertama dan

kedua bulan November 2016 untuk siklus 2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

penjelasan materi persamaan kuadrat metode tutor sebaya dapat meningkatkan hasil belajar

siswa. Pada siklus 1 terdapat 17,65 % (6 orang) yang tuntas sedangkan pada siklus 2

terdapat 64,71 % (22 orang). Dengan demikian terdapat peningkatan ketuntasan hasil

belajar 47,06%.

Kata kunci : tutor sebaya, persamaan kuadrat, ptk

Keberhasilan proses pembelajaran dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satu faktor

yang mempengaruhi keberhasilan pembelajaran adalah model pembelajaran. Model

pembelajaran yang dilakukan oleh guru di kelas XII Jasa Boga 1 SMK Negeri 1 Batu adalah

pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran tradisional. Berawal dari anggapan

bahwa siswa itu seperti gelas kosong yang harus diisi atau kertas yang harus ditulisi dan

siswa tetap pasif seperti dikatakan oleh B.F Scinner dan Thorndike yang disebut

behaviorisme. Dengan model pembelajaran seperti ini, guru mendominasi pembelajaran dan

siswa cenderung tidak aktif serta malu bertanya kepada guru. Siswa hanya meniru atau

mengerjakan apa yang dicontohkan guru. Sebagai akibat model pembelajaran tersebut, pada

materi persamaan kuadrat, dari 34 siswa, yang nilainya di atas atau sama dengan KKM (pada

skor 75 ) hanya sebanyak 5 siswa dan 29 siswa mempunyai nilai di bawah KKM.

Untuk mengatasi masalah tersebut, guru perlu menerapkan suatu model pembelajaran

yang membuat siswa aktif dan tidak malu untuk bertanya. Salah satu model yang dapat

diterapkan adalah model pembelajaran kooperatif tutor sebaya. Menurut Tarwel (2011),

dalam pembelajaran kooperatif, nasalah matematika dapat disituasikan dalam konteks

kehidupan nyata sehingga dapat diselesaikan dengan cara yang berbeda. Dalam model

pembelajaran tutor sebaya, pembelajaran yang dirancang menjadikan satu siswa menjadi

tutor bagi siswaa lainnya (Karim, 2015). Kelebihan tutor sebaya adalah jika siswa mengalami

kesulitan dalam belajarnya, maka siswa dapat langsung bertanya kepada temannya. Siswa

lebih nyaman bertanya kepada teman daripada kepada guru, dan juga siswa lebih leluasa

bertanya kepada teman dibanding kepada guru.

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

407

Pembelajaran menggunakan model tutor sebaya sudah banyak dilakukan oleh

beberapa peneliti (Karim, 2015;Lizawati, 2015; Delpi Yandi, 2015). Menurut Karim (2015)

pembelajaran tutor sebaya dapat meningkatkan hasil belajar faktor persekutuan terbesar

(FPB) dan Kelipatan Persekutuan Terkecil (KPK) pada kelas VI SDI Ternate. Lizawati

(2015) pembelajaran tutor sebaya dapat meningkatkan hasil belajar matematika tentang

pengolahan data pada siswa kelas VI SD Negeri 3 Singkawang Timur. Delpi Yandi (2015)

menyatakan bahwa pembelajaran tutor sebaya dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas

XI IPA 2 SMAN 1 Batam.

Artikel ini mendeskripsikan hasil penelitian tindakan kelas tentang implementasi

pembelajaran kooperatif tutor sebaya untuk meningkatkan hasil belajar persamaan

kuadrat bagi siswa kelas XII SMK Negeri 1 Batu yang dilaksanakan dalam dua siklus dan

dilaksanakan pada bulan Oktober sampai dengan bulan November 2016.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas. Penelitian dilaksanakan di SMK

Negeri 1 Batu Jln. Bromo No 11 Batu selama 2 (dua) bulan mulai bulan Oktober minggu

ketiga sampai bulan November minggu ketiga tahun 2016. Dalam tiap siklusnya meliputi 4

(empat) kegiatan (1) perencanaan; (2) tindakan; (3) pengamatan; dan (4) refleksi. Sesuai

dengan desain penelitian tindakan kelas yang dikembangkan oleh Kemmis dan Tagart. Tiap-

tiap siklus dilaksanakan sesuai dengan tujuan pembelajaran yang dicapai.

Subyek penelitian adalah siswa kelas XII Jasa Boga tahun pelajaran 2016-2017

sebanyak 34 orang siswa. Subjek 34 orang terdiri dari 11 siswa laki-laki dan 23 siswa

perempuan. Pelaksanaan tindakan dilakukan di kelas peneliti sendiri dengan peneliti sebagai

guru model.

Kegiatan perencanaan meliputi (1) penyusunan RPP dan perangkatnya didasarkan

atas metode tutor sebaya dan materi yang diajarkan dikembangkan dari KD 2.3 tentang

persamaan kuadrat; (2) menyiapkan tutor sebaya dengan memilih siswa yang berprestasi

akademik; (3) menyusun dan mempersiapkan lembar pengamatan mengenai partisipasi

siswa; (4) menyiapkan media pembelajaran (lembar soal) sebagai alat diskusi kelompok; dan

(5) menyusun soal tes untuk siswa. Setiap akhir siklus dilaksanakan tes sesuai instrumen

yang dikembangkan pada RPP.

Pengamatan didasarkan atas instrument observasi. Hal-hal yang diobservasi dalam

pembelajaran meliputi keterlaksanan pembelajaran dan keaktifan siswa. Observer penelitian

ini adalah teman sejawat peneliti sebanyak 2 orang guru. Selain observervasi, pengamatan

juga dilakukan dengan dokumentasi foto selama pembelajaran berlangsung.

Indikator keberhasilan dalam penelitian ini apabila penguasaan materi siswa mencapai

75% dari tujuan yang seharusnya dicapai, dengan nilai Kriteria Ketuntasan Minimal 75.

Refleksi dilaksanakan setiap akhir siklus. Bahan refleksi meliputi: catatan-catatan

observer, pengamatan guru, dan hasil tes tiap akhir siklus. Untuk semua bahan refleksi

dilakukan triangulasi data untuk menghasilkan kesimpulan penelitian.

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

408

HASIL DAN PEMBAHASAN

Siklus I

Pelaksanaan siklus I dilakukan pada tanggal 14 Oktober untuk Pertemuan 1 dan 21 Oktober

untuk Pertemuan 2.

Pertemuan 1

Pada tahap perencanaan guru selaku peneliti melakukan kegiatan yaitu (1)

penyusunan RPP dan perangkatnya didasarkan atas metode tutor sebaya dan materi yang

diajarkan dikembangkan dari KD 2.3 tentang persamaan kuadrat; (2) memilih 7 siswa yang

mempunyai prestasi akademik baik yang bertindak sebagai tutor. Berikutnya guru memberi

latihan singkat mengenai hal-hal yang akan dilakukan tutor. ; (3) menyusun dan

mempersiapkan lembar pengamatan mengenai partisipasi siswa; (4) menyiapkan media

pembelajaran (lembar soal); dan (5) menyusun soal tes evaluasi.

Gambar 1. Kegiatan mempersiapkan tutor

Pada pertemuan ke-1 rincian kegiatan yang dilakukan oleh guru antara lain: pertama

guru membuka pelajaran dengan mengucap salam dan berdoa bersama dengan semua siswa

kelas. Setelah kegiatan berdoa guru mengajak siswa untuk menyanyikan lagu Indonesia Raya

bersama-sama yang dipimpin oleh salah satu siswa bernomor absen 14. Setelah selesai

menyanyikan lagu Kebangsaan dilanjutkan dengan mengabsen siswa. Kegiatan kedua guru

menyampaikan materi yang akan dipelajari hari ini.

G : “Hari ini kita akan mempelajari materi persamaan kuadrat, materi ini sudah

pernah kalian dapatkan di kelas X dulu, apakah kalian bisa menyebutkan contoh

persamaan kuadrat ?” (guru menampilkan tayangan melalui slide beberapa

contoh soal, siswa diminta untuk memilih salah satu yang bukan bentuk

persamaan kuadrat)

S : “Dari contoh itu, no 4 yang bukan persamaan kuadrat, Bu…

G : “Apa alasannya ?”

S : “Karena tidak ada tanda sama dengannya, Bu…

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

409

Terlihat dari dialog yang dilakukan oleh guru dan siswa bahwa siswa sudah memiliki

kesiapan untuk mempelajari persamaan kuadrat. Mereka sudah mampu membedakan antara

persamaan kuadrat dan yang bukan persamaan kuadrat.

Kegiatan dilanjutkan dengan guru menjelaskan konsep dasar persamaan kuadrat

dengan mengulas contoh yang telah didiskusikan dan memberikan penekanan pada makna

persamaan dan bentuk umum persamaan kuadrat.

G : “Perhatikan bahwa dari contoh yang ibu tayangkan sebelumnya, pernyataan

0752 2 xx menyatakan persamaan kuadrat, kenapa?

S : “ada bentuk kuadratnya bu...yaitu 22x ..”

G: “bagaimana yang lain..”

S : “ benar bu karena memuat bentuk kuadrat”

G : “benar, terus yang kedua...kenapa disebut persamaan?”

S : “karena memuat 0 bu..”

G : “ kenapa dengan 0?”

S : “ maksudnya ruas kanan 0”

G: “ bukan masalah 0 nya... tetapi lebih pada tanda = anak-anak...“

S : “ jadi persamaan harus memuat tanda = bu?

Setelah siswa memahami tentang persamaan kuadrat, guru melanjutkan dengan

kegiatan membagi siswa menjadi 7 kelompok yang heterogen, siswa-siswa yang pandai

disebar dalam setiap kelompok dan bertindak sebagai tutor sebaya. Masing-masing kelompok

diberi tugas mempelajari materi persamaan kuadrat.

Pada saat diskusi peneliti memantau dari satu kelompok ke kelompok yang lain.

Deskripsi hasil pengamatan peneliti sebagai berikut, pada kelompok satu suasana diskusi

masih didominasi oleh dua orang anggota saja sedang anggota yang lain hanya

mengandalkan temannya, pada kelompok dua semua anggota sudah aktif meskipun satu

anggotanya masih suka jalan-jalan di kelas, untuk kelompok tiga semua siswa aktif

mengerjakan soal dengan dibantu tutornya namun cenderung kurang komunikatif dengan

temannya, kelompok empat sudah cukup aktif cuma ada satu siswa ( nama Hanif) pada saat

diskusi sambil tiduran sehingga mengganggu suasana diskusi menjadi malas-malasan, pada

kelompok lima aktif berdiskusi tetapi di tengah-tengah kegiatan diskusi ada satu siswa (nama

Aula) bertanya kepada guru sehingga kurang memanfaatkan tutornya, di kelompok enam

hanya satu siswa yang aktif sehingga pada saat diskusi menjadi kurang paling lambat dalam

penyelesaian soal, dan untuk kelompok tujuh siswa dalam satu kelompok terlalu banyak

omong membicarakan hal-hal di luar mata pelajaran. Setiap kelompok dipandu oleh siswa

yang pandai sebagai tutor sebaya. Setiap kelompok melalui wakilnya menyampaikan hasil

diskusi, guru bertindak sebagai nara sumber utama. Setelah kelompok menyampaikan

tugasnya secara berurutan, guru memberi kesimpulan dan klarifikasi terhadap pemahaman

siswa yang perlu dibenahi.

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

410

Gambar 3. Siswa belajar dengan tutor sebaya

Pada kegiatan penutup, guru melakukan evaluasi secara lisan kepada siswa dan

mengevaluasi proses kegiatan pembelajaran tutorial. Guru menginformasikan mengenai

materi yang akan dipelajari pada pertemuan yang akan datang. Guru menutup pelajaran dan

berdoa bersama-sama untuk mengakhiri pembelajaran hari ini dan mengucap salam.

Pertemuan 2

Inti pertemuan kedua, guru melanjutkan pembelajaran seperti pada pertemuan pertama, dan

diakhiri dengan evaluasi. Pada tahap kegiatan inti, guru menjelaskan sepitas tentang materi

persamaan kuadrat yang telah dipelajari pada pertemuan pertama, setelah siswa memahami

apa yang sudah dijelaskan oleh guru, selanjutnya guru membagikan lembar evaluasi untuk

dikerjakan siswa. Evaluasi dilaksanakan dalam waktu 60 menit, siswa mengerjakan 10 soal

essay tentang persamaan kuadrat. Dalam proses pengerjaan evaluasi, guru memantau siswa

untuk mengetahui apa ada yang merasa kesulitan dalam mengerjakan soal. Ternyata mereka

dapat mengerjakan soal tanpa kesulitan yang berarti dan setelah 60 menit waktu yang

diberikan guru mengingatkan siswa untuk segera mengumpulkan hasil pekerjaannya dan

mengkomunikasikan materi yang akan dibahas pada pertemuan berikutnya.

Berdasarkan hasil evaluasi diperoleh bahwa siswa memperoleh skor terendah 25 dan skor

tertinggi 92,5. Sehingga nilai yang diperoleh rata-rata adalah 56,23 dengan perincian sebagai

berikut: terdapat 5 siswa yang mendapat nilai diatas KKM, Afika 92.5; Ananda Suci Amalia

85; Astrid Alvinia 80; Astyd Juliandry 85; dan Azizah Khoirun Nisa 90, serta 27 siswa

memperoleh nilai di bawah KKM.

Pengamatan

Kegiatan penelitian ini dibantu oleh 2 teman sejawat untuk membantu melakukan observasi.

Kegiatan observasi yang dilakukan berkaitan dengan observasi keaktifan siswa,

keterlaksanaan pembelajaran berdasarkan RPP yang sudah dirancang. Untuk mempermudah

pengamatan maka peneliti menggunakan pedoman observasi untuk mempermudah kegiatan

pengamatan yang dilakukan oleh observer.

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

411

Berdasarkan hasil dari observasi siswa, pengamatan dalam siklus ini dapat dilihat bahwa

secara umum kegiatan sudah sesuai dengan harapan yang dicapai meskipun masih ada

beberapa hal yang tidak muncul dalam aktivitas siswa selama pembelajaran.

Hasil observasi yang terkait dengan keaktifan siswa adalah sebagai berikut : (1) masih

ada kelompok yang anggotanya bertanya kepada guru dan tidak memanfaatkan tutornya, (2)

beberapa siswa saja yang berani bertanya dan menyampaikan pendapatnya sehingga lebih

dominan dibandingkan dengan kelompok yang lain, sehingga masih saja ada siswa yang

belum tau peranannya sebagai tutor, (3) ada siswa yang tidur selama kegiatan pembelajaran

metode tutor sebaya.

Refleksi

Hasil refleksi terhadap guru adalah (1) pada langkah persiapan guru tidak

memberikan materi prasyarat sehingga siswa tidak berkonsentrasi pada awal pembelajaran;

(2) dalam menyampaikan materi persamaan kuadrat guru menyampaikannya terlalu cepat

sehingga masih ada siswa yang bertanya karena kurang jelas; (3) pada saat diskusi masih ada

siswa yang tidak bertanya kepada tutor tetapi bertanya kepada guru; (4) pada saat diskusi ada

satu siswa nomor absen 1 atas nama Hanif tidur. Penyelesaiannya adalah (1) guru

memberikan apersepsi; (2) guru memperlambat penyampaian materi kepada siswa; (3) pada

saat diskusi guru harus lebih seringg mengingatkan supaya masing-masing kelompok

memaksimalkan tutor sebaya; (4) pada saat diskusi guru harus lebih memperhatikan kerja

kelompok dan pada pembentukan kelompok ditentukan oleh guru dengan melihat karakter

anak. Hasil evaluasi pada siklus I sebagai berikut : didapatkan 5 orang tuntas dari 34 siswa

dengan rentang nilai 0-100, tertinggi 92,5 dan terendah 25 dengan KKM 75.

Hasil refleksi ini akan dipergunakan untuk perbaikan penyempurnaan RPP yang akan

dipergunakan pada siklus II.

Siklus II

Pertemuan 1

Melihat hasil dari siklus yang pertama maka pada siklus yang kedua ini tahapan yang

dilakukan oleh peneliti adalah guru menyampaikan rencana pembelajaran terkait tujuan yang

hendak dicapai dalam pembelajaran yang akan disampaikan kepada siswa. Guru menyiapkan

materi pembelajaran yang diajarkan kepada siswa sub materi pertidaksamaan kuadrat. Guru

menyusun instrumen pengumpulan data baik itu berupa observasi dan juga catatan lapangan

yang nantinya akan diberikan kepada observer.Menyiapkan lembar kerja kelompok dan tes

akhir siklus II.

Tahap pelaksanaan ini dilakukan pada tanggal 5 November 2016 dalam satu kali

pertemuan yang terdiri dari dua jam pelajaran. Pertemuan pertama ini digunakan untuk

memberikan materi mata pelajaran Matematika sub materi pertidaksamaan kuadrat .

Pertemuan 2

Proses pembelajaran pada siklus II ini hampir sama dengan tahapan-tahapan siklus I.

Tidak ada perubahan dalam kelompok-kelompok siswa, dan yang membedakan hanyalah

perbaikan-perbaikan tindakan agar dalam pelaksanaan siklus II dapat lebih optimal.

Pertemuan kedua digunakan untuk tes evalusi akhir siklus II (Tanggal 12 November 2016).

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

412

Kegiatan Awal dengan kegiatan awal guru membuka pelajaran dengan mengucap salam dan

berdoa bersama-sama dengan siswa. Guru mengecek kehadiran siswa dengan mengabsen

siswa, sementara siswa menjawab absensi siswa sesuai namanya. Guru menyampaikan

pentingnya mempelajari materi dalam kehidupan sehari-hari, sementara siswa

memperhatikan penjelasan guru. Setelah membangun pemahaman dari siswa tentang materi

yang akan dibahas, guru menanyakan kembali materi mata pelajaran persamaan kuadrat yang

telah disampaikan pada pertemuan beberapa waktu yang lalu.

Pada kegiatan inti guru menjelaskan pokok-pokok materi mata pelajaran

pertidaksamaan kuadrat. Guru membagi siswa menjadi tujuh kelompok. Setiap kelompok

ada tutor sebaya yang betugas menjelaskan kepada temannya dalam satu kelompok. Setelah

semua kelompok siswa mendapatkan soal, semua siswa secara kooperatif dalam kelompok

mengadakan ekplorasi dan asosisasi tentang pertidasamaan kuadrat, setelah itu semua siswa

dalam kelompok secara kooperatif bergantian mempresentasikan (mengkomunikasikan) di

depan kelas. Guru menanyakan kepada siswa-siswa lain apakah jawaban temannya di papan

tulis tersebut sudah benar. Apabila jawaban siswa benar maka guru memberikan

apresiasi.Guru menjelaskan kembali setiap jawaban yang telah diberikan oleh siswa melalui

beberapa poin penting dalam materi mata pelajaran pertidaksamaan kuadrat. Dalam kegiatan

penutup guru memberikan evaluasi secara tertulis kepada siswa. Siswa mengerjakan soal post

tes dengan waktu yang telah ditentukan.Setelah siswa selesai mengerjakan, siswa

mengumpulkan jawaban kepada guru. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk

bertanya jawab tentang materi yang telah dibahas, kemudian membuat kesimpulan materi

yang telah dibahas bersama-sama siswa. Guru menanyakan apakah ada siswa yang masih

belum paham tentang materi yang telah dibahas. Guru menutup pelajaran dan berdo‟a

bersama dengan untuk mengakhiri pelajaran serta mengucap salam penutup.

Pengamatan atau observasi yang dilakukan seperti pada observasi ketika siklus I

berlangsung. Pengamatan dilakukan dengan mengisi lembar observasi yang telah

dipersiapkan oleh peneliti. Pengamat bertugas mengamati aktifitas peneliti dan siswa selama

proses pembelajaran berlangsung.

Berdasarkan data di atas, ada beberapa hal yang tidak sempat dilakukan oleh peneliti.

Namun secara umum kegiatan peneliti sudah sesuai dengan rencana yang ditetapkan. Maka

nilai yang diperoleh dari pengamatan tentang hasil evaluasi siswa adalah sebagai berikut ......

Berdasarkan kegiatan refleksi terhadap siklus II hasil tes akhir pengamatan dan

hasil catatan lapangan, maka dapat diperoleh dalam beberapa hal yaitu:

a) Melalui pembelajaran tutor sebaya siswa lebih bersemangat belajar karena sambil

berdiskusi dengan teman sebayanya siswa yang malu bertanya kepada guru bisa

bertanya kepada teman sebayanya dan belajar bertanggung jawab serta tidak canggung

lagi bertanya jika ada hal yang belum dimengerti.

b) Kegiatan pembelajaran menunjukkan penggunaan waktu yang sudah sesuai dengan

rencana.

c) Penggunaan pembelajaran tutor sebaya dalam pembelajaran sudah sesuai dengan

langkah-langkah pembelajaran.

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

413

d) Hasil belajar siswa pada siklus I yakni sebesar 14,7 % (5 orang) yang tuntas sehingga

perlu siklus II. Pada siklus II terdapat . Dengan demikian terdapat peningkatan

ketuntasan hasil belajar 64,7%.

Berdasarkan hasil refleksi dapat disimpulkan bahwa setelah pelaksanaan tindakan

pada siklus II ini tidak diperlukan adanya pengulangan siklus. Karena pembelajaran sudah

berjalan sesuai rencana dan siswa bisa memahami dan mengerti penjelasan guru atau peneliti,

yakni dalam pembelajaran persamaan kuadrat yang sudah disampaikan secara baik.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, akhirnya peneliti menyimpulkan

beberapa hasil temuan penelitian yang terjadi selama penelitian berlangsung, sebagai berikut:

Siswa lebih memahami materi dengan adanya penggunaan pembelajaran tutor sebaya untuk

meningkatkan hasil belajar matematika materi persamaan kuadrat . Dengan menggunakan

pembelajaran tutor sebaya siswa lebih aktif dalam berkelompok dan siswa bisa belajar

bertanggung jawab. Pembelajaran tutor sebaya memungkinkan untuk dijadikan model

alternatif dalam pembelajaran di kelas, terutama pada mata pelajaran matematika.

Pembelajaran tutor sebaya diterapkan di Kelas XII dengan jumlah siswa sebanyak 34

siswa. Tahapan dalam penelitian ini meliputi: persiapan tutor, pembentukan kelompok,

mencari jawaban yang benar, dan tes akhir. Sebelum proses pembelajaran siswa dibagi

menjadi tujuh kelompok. Pembentukan kelompok dilakukan oleh peneliti sebagai guru. Hal

ini dilakukan untuk menjamin tingkat heterogen dalam setiap kelompok, supaya setiap

pasangan siswa menjadi rata tingkat intelegensinya.

PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan deskripsi dan pembahasan di atas serta berdasarkan perumusan masalah

yang telah peneliti tentukan pada tahap awal penelitian, maka dapat diambil kesimpulan

sebagai berikut:

1) Proses pembelajaran tutor sebaya pada mata pelajaran matematika pokok bahasan

persamaan kuadrat pada siswa Kelas XII SMKN 1 Batu dilaksanakan dengan cara:

a) Guru menyiapkan materi mata pelajaran persamaan kuadrat.

b) Dengan pendekatan saintific Guru menjelaskan secara garis besar materi mata

pelajaran matematika.

c) Guru menyiapkan tutor dan lembar soal sebagai media pembelajaran sebagai bahan

diskusi kelompok.

d) Masing-masing siswa dalam kelompok secara kooperatif menyelesaikan soal tersebut

secara bersama-sama dan mempresentasikan di depan kelas sesuai jawaban masing-

masing kelompok.

e) Setelah secara kooperatif siswa mengerjakan tugas dengan baik, guru melakukan

evaluasi terhadap hasil kerja siswa dan menjelaskan kekurangan-kekurangan apabila

ada.

Pembelajaran tutor sebaya pada pembelajaran matematika Pokok bahasan persamaan kuadrat

dapat meningkatkan hasil belajar siswa SMKN 1 Batu. Hal ini dapat diketahui dari indicator

keberhasilan yang berupa nilai hasil belajar siswa dan proses pembelajaran. Proses

pembelajaran akan menentukan tingkat hasil belajar siswa. Nilai ketuntasan belajar siswa

pada siklus I yakni sebesar 14,7% (5 orang) dan selanjutnya pada siklus II meningkat menjadi

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

414

79,4% (27 orang). Nilai hasil belajar ini berada pada tingkat keberhasilannya berada pada

kriteria yang baik. Hal ini menunjukkan siswa telah mampu menguasai materi mata pelajaran

matematika pokok bahasan persamaan kuadrat dengan baik.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan peneliti, ada beberapa saran yang

diharapkan dapat bermanfaat, membangun dan mendukung peningkatan kualitas

pembelajaran matematika di SMKN 1 Batu khususnya dan pada seluruh lembaga pendidikan

pada umumnya, di antaranya adalah:

1) Bagi Kepala SMKN 1 Batu

a) Disarankan hendaknya memberikan rekomendasi bagi para guru agar dapat

mengembangkan pelaksanaan sistem pembelajaran yang telah ada melalui penerapan

pembelajaran tutor sebya sebagai model pembelajaran alternatif dalam upaya

meningkatkan mutu sekolah yang lebih berkualitas sesuai dengan visi dan misi sekolah

yang telah ada.

b) Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu sumber masukan untuk

kepentingan pengembangan kurikulum dan hasil belajar matematika, sekaligus sebagai

motivasi untuk menyediakan sarana dan prasarana sekolah untuk terciptannya

pembelajaran yang optimal.

2) Bagi Guru SMKN 1 Batu

a) Dengan diterapkannya pembelajaran tutor sebaya dalam poses belajar mengajar

diharapkan dapat menghantarkan pada kualitas pembelajaran yang sesuai dengan yang

diharapkan serta dapat meningkatkan kreatifitas guru dalam proses belajar mengajar.

b) Hendaknya lebih terampil dalam mencermati karakteristik siswa dan mampu

mengenali kriteria pokok bahasan pada setiap mata pelajaran yang sesuai dengan

pembelajaran tutor sebaya sehingga proses pembelajaran lebih efektif, kreatif, inovatif

serta menyenangkan pada mata pelajaran matematika dan juga pada mata pelajaran

yang lainnya.

3) Bagi Siswa SMKN 1 Batu

a) Diharapkan untuk siswa dan siswi bersungguh-sungguh dalam belajar dan semoga

dengan penerapan pembelajaran tutor sebaya dapat memberikan kemudahan bagi

siswa untuk meningkatkan pemahaman dan hasil belajar pada mata pelajaran

matematika pokok bhasan persamaan kuadrat.

b) Setelah dilakukan penelitian ini diharapkan mampu memberikan motivasi dalam

belajar dikelas dan diluar kelas, maupun dalam hal meningkatkan hasil belajar.

4) Bagi Peneliti lain atau pembaca

Bagi penulis yang mengadakan penelitian sejenis, hasil penelitian ini diharapkan dapat

digunakan untuk menambah wawasan tentang penerapan pembelajaran tutor sebaya

dalam pembelajaran di dunia pendidikan.

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

415

Daftar Rujukan

Delpi Yandi. 2015. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tutor Sebaya Berbantuan

Web untuk MeningkatkanHasil Belajar Siswa Kelas XI IPA 2 SMAN 8 Batam. Malang:

TEQIP

Lizawati. 2015. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tutor Sebaya Berbintang untuk

Meningkatkan HasilBelajar Matematika tentang Pengolahan Data pada SiswaKelas VI

SD Negeri 3 Singkawang Timur. Malang: TEQIP

Muhammad Karim. 2015. Peningkatan Hasil Belajar tentang Faktor Persekutuan Terbesar

(FPB) dan KelipatanPersekutuan Terkecil (KPK) melalui Model Pembelajaran Tutor

Sebaya pada SiswaKelas VI SD Islamiyah 3 Kota Ternate Tahun Ajaran 2015/2016 .

Malang: TEQIP

Tarwel, J. 2011. Cooperative Learning and Mathematics Education: a happy marriage?

Paris: OECD

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

416

PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF NHT BERBASIS

MASALAH UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DIFERENSIAL

SISWA KELAS XII SMKN 2 BATU

Umi Kulsum Agus Setiyorini

SMK Negeri 2 Batu Jawa Timur

[email protected]

Abstrak :Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar siswa tentang

diferensial menggunakan model pembelajaran kooperatif NHT berbasis masalah. Jenis

penelitian adalah PTKdengan dua siklus, setiap siklus 2 kali pertemuan.Subjek penelitian

adalah 30 orang siswa kelas XII Teknik Kimia SMKN 2 Batu, 26 Perempuan dan 4 laki-

laki. Hasil Penelitian menunjukan bahwaada peningkatan hasil belajar siswa dari siklus I ke

siklus II sebesar 33,34 persen.Dari siklus I rata – rata hasil belajar siswa 68,28 meningkat

menjadi 76,13 pada siklus II. Selain itu ada peningkatan ketuntasan dari siklus I sebesar

53,33 % meningkat pada siklus II sebesar 86,67%

Kata kunci: NHT, berbasis masalah, diferensial, PTK

Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang diwajibkan di setiap jenjang

pendidikan, mulai dari tingkat dasar (SD/MI), menengah (SMP/MTs) dan atas

(SMA/MA/SMK). Namun demikian dalam mempelajari matematika siswa sering mengalami

kesulitan bahkan menjadikan matematika sebagai pelajaran yang menakutkan. Hal ini

disebabkan oleh dua hal yang menjadi kendala yaitu pelajaran matematika dirasakan tidak

tampak hubungannya dengan kehidupan sehari-hari dan keterbatasan waktu (karena setiap

siswa SMK sebagian waktunya digunakan untuk PSG), sehingga menyebabkan pengajaran

beberapa konsep matematika mengacu pada transfer pengetahuan guna mengejar target

kurikulum.Bila transfer konsep-konsep matematika terus berlangsung, maka pemahaman

siswa terhadap konsep matematika terbatas pada ranah kognitif saja. Bila pembelajaran

matematika didominasi dengan metode ceramah maka matematika menjadi pelajaran yang

sangat membosankan dan menakutkan bagi siswa karena banyak rumus-rumus yang harus

dihafalkan. Siswa tidak akan dapat menyadari bahwa matematika sangat penting untuk

difahami sebagai pengetahuan dasar guna memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari.

Kualitas proses pembelajaran dapat diamati dari bagaimana aktivitas siswa, interaksi

guru dan siswa, interaksi antar siswa dan motivasi belajar siswa. Sedangkan kualitas hasil

belajar siswa dapat diamati dengan melihat dari prestasi belajar dan ketuntasan belajar siswa.

Hal ini juga terjadi di kelas XII Teknik Kimia di SMK Negeri 2 Batu. Sebagian besarsiswa

belum tuntas menguasai materi yang diajarkan. Dalam belajar matematika,siswa masih

bersikap pasif dan hanya berpusat pada guru.Hal ini dikarenakan proses pembelajaran yang

masih didominasi dengan metode ceramah.

Untuk memperbaiki kualitas pembelajaran matematika di Kelas XII SMK Negeri 2

Batu maka perlu diterapkan metode pembelajaran yang inovatifdan kooperatif yaitu metode

pembelajaran yang memberi peluang pada siswa untuk belajar lebih banyak di kelasnya.

Salah satu metode yang dapat diterapkan adalah metode pembelajaran kooperatif (Attle and

Bakker, 2007).Menurut Ruslah (2015) pembelajaran kooperatif adalah strategi pembelajaran

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

417

yang mengutamakan adanya kerjasama, yakni kerjasama antar siswa dalam kelompoknya

untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Menurut Purwanto (2011) tujuan belajar kooperatif adalah untuk menciptakan suatu

situasi di mana keberhasilan dapat tercapai bila siswa lain juga mencapai tujuan tersebut.

Konsep implementasi pembelajaran model Cooperative learning (CL) mempunyai lima

prinsip yang mendasar yaitu positive interdependence, face to face interaction, individual

accountability, use of collaborative/social skills,dan grup processing.Prinsip yang pertama

positive interdependence yaitu saling tergantung secara positif, anggota kelompok menyadari

bahwa mereka perlu bekerja sama untuk mencapai tujuan. Prinsip yang kedua face to face

interaction yaitu semua anggota berinteraksi dengan saling berhadapan. Prinsip yang ketiga

individual accountability yaitu setiap anggota harus belajar dan menyumbang demi pekerjaan

dan keberhasilan kelompok. Prinsip yang ke empat us of collaborative/social skills yaitu

ketrampilan bekerja sama dan bersosialisasi diperlukan, untuk itu diperlukan bimbingan guru

agar siswa dapat berkolaborasi. Prinsip yang kelima group processing yaitu siswa perlu

menilai bagai-mana mereka bekerja secara efektif.

Salah satu metode CL yang dapat digunakan adalah.NHT (Numbered Head Together).

Beberapa peneliti telah melakukan penelitian dengan menerapkan model NHT (Susantri,

2015; Risliana, 2013; Melati, 2012; Wasi‟ah, 2015). Menurut Susantri (2015) pendekatan

NHT yang dilaksanakan dalam 2 siklus mengalami peningkatan.Hal ini ditunjukkan dengan

keaktifan belajar siswa yang meningkat dari siklus I kesiklus II. Karena metode NHT

(Numbered Head Together)memberikan kesempatan pada siswa untuk saling membagikan

ide - ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat.Selain itu teknik ini juga

mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerjasama mereka dalam memecahkan

permasalahan diferensial.Menurut Risliana (2013) NHT merupakan sebuah variasi diskusi

kelompok yang ciri khasnya adalah guru hanya menunjuk seorang siswa yang mewakili

kelompoknya tanpa memberitahu terlebih dahulu siapa yang akan mewakili kelompok

tersebut yaitu dengan cara pengundian. Cara ini dapat meningkatkan tanggungjawab

individual dalam diskusi kelompok, dengan adanya keterlibatan semua anggota kelompok

tentunya akan berdampak positif terhadap minat belajar siswa.

Menurut Melati (2012)kooperatif learning dengan tipe NHT (Numbered Head

Together) dengan menggunakan kuantitatif dengan bentuk pendekatan deskriptif

menggunakan teknik persentase untuk melihat peningkatan aktivitas dan hasil belajar siswa

dari siklus I sampai siklus II.Lembar observasi dan tes hasil belajar digunakan untuk melihat

aktivitas dan hasil belajar siswa.Setelah diadakan penelitian dengan 2 siklus maka terjadi

peningkatan terhadap aktivitas hasil belajar siswa yang telah mencapai indikator keberhasilan

pada siklus dua.Sedangkan menurut Wasi‟ah (2015) Model pembelajaran NHT ini secara

tidak langsung melatih siswa untuk saling berbagi informasi,mendengarkan dengan cermat

serta berbicara dengan penuh perhitungan, menuntut keseriusan siswa sehingga siswa lebih

produktif dalam pembelajaran. Pada pelaksanaanya guru akan melakukan evaluasi secara

acara acak dengan memilih siswa yang memakai nomor dikepala yang telah diberikan

sebelumnya dan memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik / prestasi belajar

yang lebih baik.Berdasarkan hasil – hasil penelitian yang telah dilakukan meyakinkan bahwa

metode NHT (Numbered Head Together)akan mampu menjawab permasalahan diatas. Oleh

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

418

karena itu peneliti bermaksud menggunakan model pembelajaran kooperatif NHT berbasis

masalah untuk meningkatkan hasil belajar siswa tentang diferensial.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas

(PTK). Menurut Hopkins (dalam Trianto, 2010:15) bahwa penelitian tindakan kelas adalah

penelitian yang mengkombinasikan prosedur penelitian dengan tindakan substansif, suatu

tindakan yang dilakukan dalam disiplin inkuri,atau suatu usaha seseorang untuk memahami

apa yang sedang terjadi, sambil memperhatikan dalam sebuah proses perbaikan dan

perubahan yang terjadi pada siswa. Subjek penelitian ini adalah 30 siswa yaitu kelas XII

Teknik Kimia SMK Negeri 2 Batu Jawa Timur Indonesia.

Model rancangan penelitian tindakan kelas yang digunakan dalam penelitian ini adalah

model rancangan yang dikembangkan oleh Kemmis dan Mc Taggart (1992).Model ini terdiri

dari 4 komponen pokok, yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi.

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 2 teknik

yaitu teknik observasi dan teknik tes. Teknik Observasi dilakukan saat pembelajaran

berlangsung dengan menggunakan lembar observasi yang digunakan sebagai sumber data

diperoleh dari pengamatan Guru dan Siswa dalam proses pembelajaran. Teknik tes dilakukan

pada akhir kegiatan pembelajaran dengan menggunakan lembar kerja siswa dalam bentuk

soal dan LKS dengan NHT

HASIL DAN PEMBAHASAN

Siklus I

Perencanaan

Siklus I diawali dengan perencanaan melalui kegiatan sebagai berikut: 1)

Merencanakan pembagian siswa dalam kelompok kooperatif berdasarkan data yang dimiliki

oleh guru yaitu berdasarkan nilai tes awal, perbedaan jenis kelamin serta perbedaan suku,

2)Membuaat nomor 1 sampai 5 dengan menggunakan kertas yang berwarna – warrni untuk

diberikan kepada semua siswa yang dibagi dalam kelompok kooperatif yang setiap kelompok

terdiri dari 4-5 orang, 3) Membuat lembar observasi untuk melihat kondisi belajar mengajar

di kelas pada waktu pengajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT. 4)

Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dalam dua kali pertemuan,5) Membuat

Lembar Kerja Siswa ( LKS ) dengan NHT, dan 6) Membuat soal tugas (pekerjaan rumah)

langsung pada materi turunan fungsi aljabar sederhana, penjumlahan dan perkalian, 7)

Membuat alat evaluasi hasil belajar matematika siswa pada materi turunan fungsi aljabar

sederhana, penjumlahan dan perkalian yang dilaksanakan pada akhir siklus. Kegiatan

menyusun RPP diawali dengan 1) Menentukan Kompetensi Dasar (KD) yaitu KD

16.3.Menggunakan konsep dan aturan turunan dalam perhitungan turunan fungsiyang sub

topiknya adalah menentukan berbagai turunan fungsi aljabar dan trigonometri, berikutnya

peneliti menyusun skenario pembelajaran dengan menentukan kegiatan pendahuluan,

kegiatan inti dan kegiatan penutup.

Adapun kegiatan pendahuluan sebagai berikut: a)Guru menyiapkan peserta didik

secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran dengan memberi salam, berdoa,

dan mengabsen peserta didik, b) Guru memberi motivasi belajar peserta didik dengan cara

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

419

mengingatkan kembali materi sebelumnya yaitu materi limit, c) Guru mengajukan

pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkan pengetahuan sebelumnya dengan materi turunan, d)

Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.

Kegiatan Inti sebagai berikut: a) Guru mengorganisasikan peserta didik dalam

beberapa kelompok dengan kemampuan heterogen yang terdiri dari 4-5 orang, b) Guru

memberi nomor kepada masing – masing siswa dalam setiap kelompok dan serta memberikan

nama kelompok yang berlainan, c) Guru memastikan setiap kelompok memiliki sumber

informasi yang relevan seperti buku paket, modul dan lainnya sehingga dapat memberi

kemudahan kepada siswa dalam menyelesaikan tugas yang diberikan guru d) Guru

membagikan Lembar Kegiatan Siswa dan masing – masing kelompok mengerjakannya, e)

Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap anggota kelompok dapat

mengerjakannya atau mengetahui jawabannya, f) Guru memanggil salah satu nomor siswa

dengan cara pengundian dan bagi siswa yang nomornya disebut dari setiap kelompok

mengangkat tangan dan melaporkan hasil kerjasama kelompoknya kepada seluruh siswa

dikelas, g) Siswa yang nomornya tidak disebut memberikan tanggapan atas jawaban dari

siswa yang menyampaikan hasil kerja kelompoknya, Jika sudah selesai guru bisa menunjuk

nomor berikutnya.

Sedangkan kegiatan penutup sebagai berikut: a) Guru bersama siswa menyimpulkan

bahwa sifat – sifat turunan bisa didapatkan dari limit, b) Guru menanyakan kepada peserta

didik kesan belajar turunan yang menggunakan metode NHT, c) Siswa diberikan tugas soal –

soal turunan aljabar yang menggunakan rumus sederhana dan diberikan tugas untuk

mempelajari turunan operasi fungsi aljabar untuk dipakai pada pertemuan berikutnya, d)

Guru mengakhiri kegiatan belajar dengan pesan untuk tetap semangat belajar dan salam.

Langkah berikutnya yang dilakukan peneliti adalah memilih media yang akan

digunakan pada pembelajaran, adapun media yang dipilih dan yang akan digunakan yaitu:

Lembar Kerja Siswa (LKS) untuk kelompok dan individu, dan juga menyusun lembar

pedoman observasi. Observasi yang akan dilakukan oleh observer diperlukan untuk

mengamati keterlaksanaan proses pembelajaran berlangsung baik yang dilakukan oleh guru

sebagai peneliti dalam menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan untuk

mengamati perkembangan aktivitas belajar peserta didik.

Pelaksanaan Tindakan

Pertemuan I

Pembelajaran diawali guru dengan memeriksa kehadiran siswa sambil

mempersiapkan mereka mengikuti pembelajaran.

Guru : Anak-anak hari ini kita akan belajar turunan fungsi, masih ingatkah kalian apa itu

limit fungsi?

Siswa : Masih bu...

Guru : Adakah yang bisa mengerjakan

?

Siswa :Anggik bu yang bisa mengerjakannya.

Guru : Kenapa harus Anggik,Kenapa enggak kamu aja yang kedepan untuk

mengerjakannya.

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

420

Siswa : Baik bu,

Dari dialog di atas dapat disimpulkan bahwa siswa telah siap mengikuti pembelajaran

berikutnya.

Berikutnya guru membagi kelas menjadi 5 kelompok dengan masing-masing diberi nomor

dari angka 1 – 5 tiap anggotanya. Nama kelompok sesuai dengan warna yang tertera di nomor

yang dibagikan oleh guru

Guru : Baik anak-anak, setelah kelompok dibagi, saya bagikan LKS, masing – masing

kelompok satu LKS. Apakah masing – masing kelompok sudah dapat LKS semua?

Siswa : Sudah bu...

Guru : Baik anak – anak, dalam LKS tersebut tiap kelompok ditugasi untuk mengerjakan

tiga soal turunan yang sederhana dan waktunya 15 menit, apakah kalian sudah

pahamsemua?

Siswa : Sudah bu, yang soal no 3 saya masih bingung bu?

Gambar 1.Guru membantu siswa yang mengalami kesulitan pada Lembar Kegiatan Siswa

Kegiatan dilanjutnya dengan masing-masing kelompok bekerja secara mandiri.

Selama kegiatan pembelajan guru berkeliling untuk memantau perkembangan kerja siswa.

Teramati bahwa dalam kegiatan diskusi ternyata masih banyak ditemukan siswa yang main

sendiri dan tidak mau ikut untuk menyelesaikannya, mungkin karena LKS yang saya bagikan

setiap kelompok hanya satu lembar. Dan dalam kesempatan mengelilingi setiap kelompok

terjadi dialog siswa dan guru :

Siswa : Gimana bu cara menyelesaikan turunan yang bentuknya akar ?

Guru : Jika kalian menemukan soal yang bentuknya akar,kalian rubah dulu menjadi

bilangan yang berpangkat.

Siswa : Oh begitu ya bu, terimaksih bu atas bantuannya.

Guru : Sekarang kalau tugas kalian sudah selesai, apakah teman kelompok kalian juga

sudah paham semua? Berarti kalian sudah siap utk mempresentasikan didepan kelas

Siswa : Insyaallah siap bu

Setelah 15 menit maka diskusi siswa pun selesai dan guru bersiap siap untuk pemanggilan

siswa kedepan untuk mempresentasikan tugasnya.Biar adil guru memanggil nomor untuk

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

421

mempresentasikan tugasnya didepan kelas dengan cara pengundian,Tibalah waktunya untuk

pengundian ternyata yang terpanggil adalah nomor dua untuk kelompok biru,dan siswa yang

mempunyai nomor dua dengan warna biru maju didepan kelas untuk mempresentasikan

tugasnya dan bagi siswa yang nomornya tidak terpanggil memberi tanggapan terhadap hasil

tugas diskusi teman yang didepan kelas. Dan Siswa yang mempresentasikan hasil tugasnya

didepan juga menerima dengan baik tanggapan dari siswa yang nomornya tidak dipanggil.

Setelah selesai mempresentasikan hasil tugasnya siswa dan guru bersama- sama

menyimpulkan materi turunan fungsi aljabar sederhana, untuk meyakinkan bahwa siswa

sudah paham maka guru bertanya kepada siswa

Guru : Anak anak apakah kalian sudah paham dan dengan materi hari ini?

Siswa : Sudah Bu Guru...

Guru : Baiklah jika kalian sudah paham dan jelas maka bu guru ingin tahu seberapa jauh

kalian sudah paham dengan materi hari ini dengan memberikan tugas soal latihan tentang

turunan dan harus kalian kerjakan secara individu

Siswa : Soal latihannya jangan banyak - banyak ya bu?

Guru : Tidak, Bu Guru hanya akan memberikan 2 soal saja cukup, yang penting disini

kalian sudah paham dengan materi hari ini

Kegiatan selanjutnya siswa menulis soal latihan dan mengerjakannya secara individu dalam

waktu 15 menit.Dengan tenang semua siswa mengerjakan soal latihan yang diberikan oleh

guru.

Setelah 15 menit berlalu kemudian guru bertanya kepada siswa:

Guru : Anak anak apakah latihannya sudah selesai

Siswa : Sudah Bu Guru

Guru : Baik anak – anak, kalau begitu sekarang tugasnya kalian kumpulkan

Siswa : Baik Bu Guru

Setelah selesai mengumpulkan soal latihan, guru menutup pertemuan pada hari ini. Tetapi

sebelum menutup pertemuannya guru memberikan tugas untuk dikerjakan dirumahnya

masing masing dan besuk pada pertemuan selanjutnya akan dibahas bersama sama didepan

kelas

Berakhirlah kegiatan pada pertemuan hari ini dan ditutupoleh guru dengan bacaan salam dan

siswa secara serentak membalas salam dari guru

Dari kegiatan pembelajaran pertemuan pertama, siswa sudah mulai antusias, aktif

dan senang dalam mengikuti proses pembelajaran tetapi masih belum bisa diketahui dampak

dari pembelajaran dengan metode NHT terhadap hasil belajar.Untuk itu penilaian hasil

belajar (evaluasi) akan dilaksanakan pada siklus pertama pertemuan kedua

Pertemuan II

Pembelajaran pada pertemuan kedua ini diawali guru dengan memeriksa kehadiran siswa

sambil mempersiapkan mereka untuk mengikuti pembelajaran dan selanjutnya terjadi dialog

antara siswa dan guru

Guru : Anak - anak apakah tugas kemarin yang ibu berikan sudah selesai.

Siswa : Sudah bu...

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

422

Guru : Baik, Kalau begitu mari kita koreksi bersama –sama dengan cara tugasnya kalian

tukar dengan teman sebangku.

Siswa : Baik bu.

Semua siswa secara serentak menukarkan tugasnya dengan teman sebangkunya dan

selanjutnya mulailah pengoreksian tugas dengan cara siswa yang bisa mengerjakan soal

disuruh mengerjakan jawabannya didepan kelas dan kalau benar maka siswa tersebut akan

diberi nilai tambahan, karena mendapatkan nilai tambah maka siswa berebut angkat tangan

untuk maju kedepan.

Guru : Sekarang siapa yang bisa mengerjakan tugas boleh angkat tangan,nanti akan ibu

beri nilai tambah.

Siswa 1 : Saya bu untuk nomor1

Siswa 2 : Saya bu nomor 2

Siswa 3 : Saya bu nomor 3

Guru :Baik, kalau begitu Anggik nomor 1, Ilvernia nomor 2 dan Anisa Febrianti nomor 3,

silahkan kalian maju kedepan dan tuliskan jawabannya dipapan tulis.

Ketiga siswa tersebut maju didepan kelas untuk mengerjakan jawabannya dipapan

tulis.Setelah selesai menuliskan jawabannya didepan kelas guru bersama - sama siswa yang

lain mengoreksinya. Selanjutnya jika jawaban sudah dikoreksi guru dan ternyata jawabannya

sudah benar maka semua siswa mulai mengoreksi jawaban teman sebangkunya,setelah

selesai mengoreksi dan diberi nilai maka semua tugas tadi dikumpulkan dan diberikan guru

untuk dimasukkan didaftar nilai.Setelah selesai mengoreksi tugas, guru dan siswa

melanjutkan materi selanjutnya yaitu tentang “Turunan Hasil Operasi Fungsi Aljabar”

Guru : Pertemuan kemarin kita sudah membahas tentang rumus turunan fungsi aljabar

yang sederhana dan selanjutnya hari ini bu guru akan melanjutkan dengan materi turunan

hasil operasi fungsi aljabar, apakah dirumah kalian sudah membacanya

Siswa : Belum bu

Guru : Kok belum kenapa?

Siswa :Karena lagi mengerjakan PR bu, Jadi tidak sempat membaca materi selanjutnya

karena sudah capek bu

Guru : PRnya khan hanya sedikit masak sudah capek, kalian saja yang malas

belajar,padahal kalian sudah kelas tiga dan sebentar lagi sudah mau ujian nasional jadi

jangan suka malas belajar.

Siswa : Baik bu,insyallah tidak akan saya ulangi lagi dan saya akan berusaha untuk

merubah sifat malas saya

Guru : Baiklah kalau begitu sekarang kalian buka buku paketnya halaman 153 tentang

turunan hasil operasi fungsi aljabar,Apakah sudah kalian buka semua buku paketnya

Siswa : Sudah bu

Guru : Berarti kalian sudah siap untuk melanjutkan materi selanjutnya.

Siswa : Sudah bu

Guru : Apakah kalian masih ingat rumus rumus fungsi aljabar yang sudah kalian pelajari

kemarin, karena materi hari ini masih berkaitan dengan materi kemarin hanya materi hari

inidiperluas rumusnya yaitu membahas tentang operasi turunan fungsi aljabar yaitu tentang

perkalian turunan fungsi aljabar

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

423

Siswa : Insyallah masih ingat bu, karena tadi kita juga barusan mengingat rumus turunan

fungsi aljabar dari tugas yang ibu berikan kemarin

Guru : Alhamdulillah bagus kalau begitu, sebelum ibu bagikan LKSnya sekarang kalian

kembali kekelompoknya masing – masing seperti pertemuan kemarin

Kegiatan selanjutnya semua siswa berdiri dan mencari kelompoknya masing – masing dan

guru membagikan nomor 1 – 5 kepada setiap kelompok dan memberi nama kelompoknya

sesuai dengan warna nomor yang diterimanya. Selanjutnya guru membagikan LKS kepada

setiap kelompok

Guru : Apakah semua kelompok sudah mendapatkan LKS semua?

Siswa : Sudah bu...

Guru : Baik, sekarang kalian diskusikan tiga soal yang ada di LKS dengan kelompoknya

masing masing, Nanti kalau ada pertanyaan boleh angkat tangan.

Siswa : Baik bu...

Kegiatan dilanjutkan dengan masing-masing kelompok bekerja secara mandiri. Selama

kegiatan pembelajaran guru berkeliling untuk memantau perkembangan kerja siswa. Teramati

bahwa dalam kegiatan diskusi ternyata masih banyak ditemukan siswa yang main sendiri dan

tidak mau ikut untuk menyelesaikannya, mungkin karena LKS yang dibagikan setiap

kelompok hanya satu Lembar. Dan dalam kesempatan mengelilingi setiap kelompok terjadi

dialog siswa dan guru :

Siswa : Bu, bagaimana cara mengerjakan soal turunan dari ( ) ( )(

)

Guru : Jika kalian menemukan soal perkalian seperti itu maka kalian harus memisalkan

dulu yaitu persamaan yang pertama kamu anggap ( ) dan persamaan yang kedua

dianggap ( ) setelah itu kedua persamaan itu cari turunannya terlebih dahulu,setelah

diturunkan semua baru kalian masukkan kedalam rumus operasi fungsi aljabar yang ada

pada buku paket hal 135.

Siswa : Terimakasih bu.

Setelah memberi pengarahan kepada salah satu siswa selanjutnya guru bertanya kepada

semua siswa

Guru : Apakah ada yang mau bertanya lagi?

Siswa : Tidak bu...

Guru : Kalau tidak ada pertanyaan lagi berarti kalian sudah paham semua, saya kasih

waktu 10 menit lagi dan kalian presentasikan jawaban hasil diskusi kelompok didepan kelas.

Setelah 10 menit maka diskusi telah selesai dan guru bersiap siap untuk pemanggilan siswa

kedepan untuk mempresentasikan tugasnya.Biar adil guru memanggil nomor untuk

mempresentasikan tugasnya didepan kelas dengan cara pengundian,Tibalah waktunya untuk

pengundian ternyata yang terpanggil adalah nomor empat untuk kelompok merah. Dan siswa

yang mempunyai nomor empat dengan warna merah maju didepan kelas untuk

mempresentasikan tugasnya dan bagi siswa yang nomornya tidak terpanggil memberi

tanggapan terhadap hasil tugas diskusi teman yang didepan kelas. Dan Siswa yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

424

mempresentasikan hasil tugasnya didepan juga menerima dengan baik tanggapan dari siswa

yang nomornya tidak dipanggil. Setelah selesai mempresentasikan hasil tugasnya siswa dan

guru bersama- sama menyimpulkan materi pada hari itu, untuk meyakinkan bahwa siswa

sudah paham maka gurupun bertanya kepada siswa

Guru : Anak anak apakah kalian sudah paham dengan materi hari ini?

Siswa : Sudah Bu Guru...

Guru : Baiklah karena kalian sudah paham semua dengan materi hari ini,maka ibu akan

memberikan tes evaluasi siklus Iyang berkaitan dengan materi pertemuan turunan rumus

sedehana dan materi turunan operasi fungsi aljabar yang barusan kalian dapatkan hari ini

untuk mengetahui seberapa jauh kalian sudah paham dengan materi turunan tersebut

Sebelum membagikan tes evaluasi siklus I guru menyuruh siswa untuk duduk seperti semula

dan tidak berkelompok. Siswa langsung berdiri dan kembali ketempat duduknya masing –

masing seperti semula.Selanjutnya guru membagikan soal kepada semua siswa satu persatu

dan secara individu siswa mengerjakan tes evaluasi yang diberikan oleh guru.Setelah berjalan

15 menit tes evaluasi siklus I pun selesai dan dikumpulkan oleh guru untuk mengetahui

seberapa berhasilnya siswa mengikuti kegiatan pembelajaran pada siklus I

Observasi

Observasi dilakukan untuk mengetahui perkembangan aktivitas siswa (meliputi

perhatian, partisipasi, pemahaman, dan kerjasama siswa) dan aktivitas guru (meliputi

penyajian materi, kemampuan memotivasi siswa, pengelolaan kelas, dan pembimbingan guru

terhadap siswa). Tahap pengamatan peneliti sebagai guru, sedangkan untuk mengobservasi

tindakan yang dilaksanakan oleh guru dilakukan oleh duateman sejawat peneliti dengan

menggunakan pedoman observasi. Pada waktu obervasi ternyata masih ditemukan siswa

yang masih kurang aktif dalam mengerjakan LKS.

Observasi hasil belajar siswa dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan nilai tugas

dan tes pada akhir kegiatan pembelajaran. Jadi, pada tahap obeservasi ini data penelitian yang

diambil adalah: (1) Nilai tugas dan nilai tes (2) Hasil pengamatan tindakan yang dilakukan

guru dan aktivitas siswa di kelas.

Refleksi

Pada tahap refleksi, peneliti bersama observer mendiskusikan hasil tindakan yang

telah dilakukan berdasarkan data yang telah terkumpul. Hasil refleksi ini akan digunakan

sebagai acuan untuk merencanakan siklus berikutnya, apakah perlu dilanjutkan atau tidak.

Dari kegiatan observasi masih ditemukan siswa yang masih ngomong sendiri, siswa masih

kesulitan memahami maksud soal, terdapat siswa yang tidak nyaman dengan kelompoknya,

dan kerjasama siswa dalam kerja kelompok masih belum optimal. Penyebab siswa masih

ngomong sendiri dan kerjasama kurang optimal diduga karena LKS yang dibagikan setiap

kelompok hanya satu lembar dan siswa yang lain tidak memegang

LKSnya.Ketidaknyamanan siswa dalam kelompok diduga karena siswa tidak satu kelompok

dengan teman karibnya.

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

425

Proses pelaksanaan pembelajaran pada siklus I masih dinilai cukup, belum baik. Hal

ini dikarenakan siswa dan guru masih dalam penyesuaian proses pembelajaran kooperatif tipe

NHT. Nilai hasil belajar siswa pada siklus I adalah 68,28, padahal nilai KKM adalah 75.

Nilai hasil belajar siswa belum mencapai indikator keberhasilan sehingga perlu dilanjutkan

ke siklus II. Peneliti harus melakukan beberapa perbaikan pada siklus II agar dapat

meningkatkan hasil belajar siswa.

Siklus II

Berdasarkan refleksi siklus I ditemukan beberapa kekurangan dalam pelaksanaan

pembelajaran serta target yang diharapkan dalam penelitian belum tercapai. Upaya perbaikan

siklus I pada siklus II diperlukan untuk mengatasi kekurangan pada siklus I, yaitu dengan

memperbaiki RPP dengan memperjelas langkah – langkah penyampaian materi dan

mempertegas informasi pelaksanaan evaluasi kepada siswa diakhir pembelajaran. Siklus

kedua terdiri dari 2 pertemuan (Satu kali pembelajaran dan satu kali tes).Pelaksanaan

pembelajaran dideskripsikan sebagai berikut :

Perencanaan

Siklus II diawali dengan perencanaan seperti pada siklus I yaitu melalui kegiatan

sebagai berikut: 1) Merencanakan pembagian siswa dalam kelompok kooperatif berdasarkan

data yang dimiliki oleh guru yaitu berdasarkan nilai tes awal, perbedaan jenis kelamin serta

perbedaan suku, 2) Membuaat nomor 1 sampai 5 dengan menggunakan kertas yang berwarna

– warni untuk diberikan kepada semua siswa yang dibagi dalam kelompok kooperatif yang

setiap kelompok terdiri dari 4-5 orang, 3) Membuat lembar observasi untuk melihat kondisi

belajar mengajar di kelas pada waktu pengajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe

NHT. 4) Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dalam dua kali pertemuan,5)

Membuat Lembar Kerja Siswa ( LKS ) dengan NHT, dan 6) Membuat soal tugas (pekerjaan

rumah) langsung pada materi turunan operasi fungsi aljabarpembagian dan fungsi

trigonometri, 7) Membuat alat evaluasi hasil belajar matematika siswa pada materi turunan

operasi fungsi aljabarpembagian dan fungsi trigonometriyang dilaksanakan pada akhir siklus.

Kegiatan menyusun RPP diawali dengan 1) Menentukan Kompetensi Dasar (KD) yaitu KD

16.3.Menggunakan konsep dan aturan turunan dalam perhitungan turunan fungsi yang sub

topiknya adalah menentukan berbagai turunan fungsi aljabar dan trigonometri, berikutnya

peneliti menyusun skenario pembelajaran dengan menentukan kegiatan pendahuluan,

kegiatan inti dan kegiatan penutup.

Adapun kegiatan pendahuluan sebagai berikut: a) Guru menyiapkan peserta didik

secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran dengan memberi salam, berdoa,

dan mengabsen peserta didik, b) Guru memberi motivasi belajar peserta didik dengan cara

mengingatkan kembali materi sebelumnya yaitu materi rumus turunan fungsi aljabar yang

sederhana, c) Guru mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang turunan fungsi aljabar, d)

Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.

Kegiatan Inti sebagai berikut: a) Guru mengorganisasikan peserta didik dalam

beberapa kelompok dengan kemampuan heterogen yang terdiri dari 4-5 orang, b) Guru

memberi nomor kepada masing – masing siswa dalam setiap kelompok dan serta memberikan

nama kelompok yang berlainan, c) Guru memastikan setiap kelompok memiliki sumber

informasi yang relevan seperti buku paket, modul dan lainnya sehingga dapat memberi

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

426

kemudahan kepada siswa dalam menyelesaikan tugas yang diberikan guru d) Guru

membagikan Lembar Kegiatan Siswa sejumlah siswa dan masing – masing kelompok

mengerjakannya, e) Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap

anggota kelompok dapat mengerjakannya atau mengetahui jawabannya, f) Guru memanggil

salah satu nomor siswa dengan cara pengundian terlebih dahulu dan bagi siswa yang

nomornya disebut dari setiap kelompok mengangkat tangan dan melaporkan hasil kerjasama

kelompoknya kepada seluruh siswa didepan kelas, g) Siswa yang nomornya tidak disebut

memberikan tanggapan atas jawaban dari siswa yang menyampaikan hasil kerja

kelompoknya, Jika sudah selesai guru bisa menunjuk nomor berikutnya.

Sedangkan kegiatan penutup sebagai berikut: a) Guru bersama siswa menyimpulkan

bahwa turunan operasi fungsi aljabar pembagian didapat dengan menggunakan rumus

( ) ( )

( ) ( )

( ) ( ) ( ) ( )

( ( )) , b) Guru menanyakan kepada peserta didik

kesan belajar turunan operasi fungsi aljabar pembagian dan fungsi trigonometri yang

menggunakan metode NHT, c) Siswa diberikan tugas soal – soal turunan operasi fungsi

aljabarpembagian dan fungsi trigonometridan diberikan tugas untuk mempelajari materi

berikutnya, d) Guru mengakhiri kegiatan belajar dengan pesan untuk tetap semangat belajar

dan salam.

Langkah berikutnya yang dilakukan peneliti adalah memilih media yang akan digunakan pada

pembelajaran, adapun media yang dipilih dan yang akan digunakan yaitu: Lembar Kerja Siswa (LKS)

untuk kelompok dan individu sejumlah siswa yang ada dikelas, dan juga menyusun lembar pedoman

observasi. Observasi yang akan dilakukan oleh observer diperlukan untuk mengamati keterlaksanaan

proses pembelajaran berlangsung baik yang dilakukan oleh guru sebagai peneliti dalam menerapkan

model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan untuk mengamati perkembangan aktivitas belajar

peserta didik.

Pelaksanaan Tindakan

Pertemuan I

Pembelajaran diawali guru dengan memeriksa kehadiran siswa sambil

mempersiapkan mereka mengikuti pembelajaran pada siklus ke II

Guru : Anak anak bagaimana kabarnya hari ini,apakah sehat sehat semua

Siswa : Sehat bu....

Guru : Untuk pertemuan hari ini ibu akan melanjutkan materi pada pertemuan kemarin

yaitu turunan operasi fungsi aljabar pembagian, Apakah kalian masih ingat turunan operasi

fungsi aljabar perkalian

Siswa : Masih bu...

Guru : Karena materi turunan operasi fungsi aljabar pembagian masih berkaitan dengan

operasi fungsi aljabar perkalian hanya pada pembagian ada penyebutnya

Guru menuliskan Rumus operasi fungsi aljabar pembagian

rumus ( ) ( )

( ) ( )

( ) ( ) ( ) ( )

( ( ))

Guru : Coba kalian perhatikan rumus yang ada dipapan ini Siapa yang bisa membedakan

rumus operasi fungsi aljabar perkalian dan pembagian

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

427

Siswa : Saya bu...

Guru : Iya kamu anggik, Apa yang bisa kalian bedakan rumus operasi fungsi aljabar

perkalian dan pembagian

Siswa : Kalau perkalian menggunakan lambang penjumlahan “+” sedangkan kalau

pembagian menggunakan lambang pegurangan “ – “ dan ada penyebutnya.

Guru : Betul sekali untuk Anggik, Beri tepuk tangan untuk anggik

Semua siswa memberikan tepuk tangan untuk anggik sebagai penghargaan kalau jawaban

Anggik sudah benar. Dari dialog di atas dapat disimpulkan bahwa siswa telah siap mengikuti

pembelajaran berikutnya.

Berikutnya guru membagi kelas menjadi 5 kelompok dengan masing-masing diberi

nomor dari angka 1 – 5 tiap anggotanya. Nama kelompok sesuai dengan warna yang tertera di

nomor yang dibagikan oleh guru

Guru : Baik anak-anak, setelah kelompok dibagi, ibu akan membagikan LKS dan semua

siswa akan mendapatkan satu persatu karena supaya semua bisa memecahkan soal yang ada

diLKS tersebut dan tidak hanya satu orang yang berfikir untuk memecahkan soalnya, Apakah

semuanya sudah dapat LKS

Siswa : sudah bu...

Guru : Baik anak – anak, dalam LKS tersebut tiap kelompok ditugasi untuk mengerjakan

tiga soal turunan operasi fungsi aljabar pembagian dan waktunya 15 menit, apakah kalian

sudah paham semua?

Siswa : Sudah bu...

Kegiatan dilanjutkan dengan masing-masing kelompok bekerja secara mandiri sesuai dengan

gambar 2.

Gambar 2. Masing – masing kelompok bekerja secara mandiri

Selama kegiatan pembelajaran guru berkeliling untuk memantau perkembangan kerja siswa.

Karena semua siswa sudah mendapatkan LKSnya masing masing maka tidak ada siswa yang

main sendiri dan semuanya ikut berpikir untuk menyelesaikannya. Dalam kesempatan

mengelilingi setiap kelompok terjadi dialog siswa dan guru :

Siswa : Apakah penyebut pada operasi fungsi aljabar pembagian yang ada pangkat duanya

diselesaikan atau dibiarkan saja.

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

428

Guru : Untuk turunan operasi fungsi aljabar pada pembagian penyebutnya jangan

dioperasikan dan cukup dibiarkan saja seperti itu.

Siswa : Oh begitu ya bu, terimaksih bu atas bantuannya.

Setelah 15 menit berlalu diskusi kelompok telah selesai dan guru bertanya kepada siswa:

Guru : Apakah diskusinya sudah selesai dan apakah teman kelompok kalian juga sudah

paham semua? Kalau sudah selesai berarti kalian sudah siap utk mempresentasikan jawaban

didepan kelas

Siswa : Insyaallah siap bu

Setelah 15 menit maka diskusi siswa telah selesai dan guru bersiap siap untuk pemanggilan

siswa kedepan untuk mempresentasikan tugasnya.Biar adil guru memanggil nomor untuk

mempresentasikan tugasnya didepan kelas dengan cara pengundian,Tibalah waktunya untuk

pengundian ternyata yang terpanggil adalah nomor tiga untuk kelompok orange, dan siswa

yang mempunyai nomor tiga dengan warna orange maju didepan kelas untuk

mempresentasikan tugasnya dan bagi siswa yang nomornya tidak terpanggil memberi

tanggapan terhadap hasil tugas diskusi teman yang didepan kelas. Dan Siswa yang

mempresentasikan hasil tugasnya didepan juga menerima dengan baik tanggapan dari siswa

yang nomornya tidak dipanggil. Setelah selesai mempresentasikan hasil tugasnya siswa dan

guru bersama- sama menyimpulkan materi pada hari itu, untuk meyakinkan bahwa siswa

sudah paham maka gurupun bertanya kepada siswa

Guru : Anak anak apakah kalian sudah paham dan dengan materi hari ini?

Siswa : Sudah Bu Guru...

Guru : Baiklah jika kalian sudah paham dan jelas maka bu guru ingin tahu seberapa jauh

kalian sudah paham dengan materi hari ini dengan memberikan tugas soal latihan tentang

turunan operasi fungsi aljabar pembagian dan harus kalian kerjakan secara individu dan

tidak boleh dikerjakan lagi secara kelompok

Kegiatan selanjutnya siswapun menulis soal latihan dan mengerjakannya secara individu

dengan diberi waktu 15 menit. Dengan disiplin siswa mengerjakan latihan yang diberikan

oleh guru.selanjutnya terjadilah dialog

Guru : Anak anak apakah latihannya sudah selesai

Siswa : Sudah Bu Guru

Guru : Baik anak – anak, kalau begitu sekarang tugasnya kalian kumpulkan

Siswa : Baik Bu Guru

Setelah selesai mengumpulkan tugas latihan, guru menutup pertemuan pada hari itu tetapi

sebelum menutup pertemuannya. Guru memberikan tugas untuk dikerjakan dirumahnya

masing masing dan besuk pada pertemuan selanjutnya akan dibahas bersama sama didepan

kelas.

Berakhirlah kegiatan pada pertemuan hari ini dan ditutup dengan oleh guru dengan bacaan

Assalamualaikum warohmatullahiwabarokatu dan siswapun menjawab dengan waalaikum

salam warohmatullahi wabarokatuh.

Dari kegiatan pembelajaran pertemuan pertama, siswa sudah mulai antusias, aktif

dan senang dalam mengikuti proses pembelajaran tetapi masih belum bisa diketahui dampak

dari pembelajaran dengan metode NHT terhadap hasil belajar.Untuk itu penilaian hasil

belajar (evaluasi) akan dilaksanakan pada siklus kedua pertemuan kedua

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

429

Pertemuan II

Pembelajaran pada siklus kedua pada pertemuan kedua ini diawali guru dengan

memeriksa kehadiran siswa dengan cara mengabsen satu persatu sambil mempersiapkan

mereka untuk mengikuti pembelajaran selanjutnya kemudian terjadi dialog antara siswa dan

guru

Guru : Anak – anak, apakah tugas yang ibu berikan kemarin sudah selesai?

Siswa : Sudah bu...

Guru : Kalau begitu mari kita koreksi bersama –sama, dan sekarang tugas kalian tukarkan

dengan teman sebangku

Siswa : Baik bu.

Semua siswa memulai dengan menukarkan tugasnya dengan teman sebangkunya dan

selanjutnya mulailah pengoreksian tugas dengan cara siswa yang bisa mengerjakan soal

disuruh mengerjakan jawabannya didepan kelas dan kalau benar maka siswa tersebut akan

diberi nilai tambahan, maka terjadilah perebutan angkat tangan untuk maju kedepan.

Selanjutnya terjadi dialog:

Guru : Siapa yang bisa mengerjakan tugas didepan kelas boleh angkat tangan karena akan

ibu beri nilai tambah.

Siswa 1 : Saya bu untuk nomor 1

Siswa 2 : Saya bu nomor 2

Siswa 3 : Saya bu nomor 3

Guru : Tolong yang angkat tangan jangan anak itu saja,yang lainnya mana? karena nanti

kalau tidak ada yang akan tangan berarti ibu yang akan menunjuk kalian untuk maju

didepan kelas

Siswa yang didalam kelas menjadi tegang karena takut nanti namanya disebut untuk maju

didepan kelas, tetapi setelah mendengarkan motivasi dari guru anak – anak tidak tegang lagi.

Guru : Anak – anak kalian jangan takut maju didepan kelas karena nanti kalau jawaban

kalian salah ibu tidak akan marah dan nanti kalau ada kesulitan akan ibu bantu

Setelah mendengar gurunya berbicara seperti itu anak – anak yang lainpun menjadi berani

untuk angkat tangan

Siswa 4 : Saya bu nomor 1

Siswa 5 : Saya bu nomor 2

Siswa 6 : Saya bu nomor 3

Guru : Baik, Jadi yang mengerjakan nomor 1yaitu Firdatul, nomor 2 yaitu Inda dan yang

terakhir yaitu Pinky, silahkan kalian maju kedepan dan tuliskan jawaban kalian dipapan

tulis

Ketiga siswa tersebut maju didepan kelas untuk mengerjakan jawaban tugas yang diberikan

kemarin. Setelah selesai menuliskan jawabannya didepan kelas guru bersama sama siswa

yang lain langsung mengoreksi apakah jawabanya sudah benar atau belum. Selanjutnya jika

jawaban sudah dikoreksi oleh guru dan ternyata jawabnya sudah benar maka semua siswa

mulai mengoreksi jawaban temannya yang sudah ditukarkan tadi, setelah selesai mengoreksi

dan diberi skor maka semua tugas dikumpulkan dan diberikan guru supaya nilainya bisa

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

430

dimasukan kebuku nilai oleh guru.Setelah selesai mengoreksi tugas, guru dan siswa

melanjutkan materi selanjutnya yaitu tentang “ Turunan Trigonometri “

Guru : Pertemuan kemarin kita sudah membahas tentang rumus turunan Fungsi Aljabar

yang Sederhana dan Turunan Operasi Fungsi Aljabar, Selanjutnya hari ini bu guru akan

melanjutkan dengan materi Turunan Trigonometri, Tetapi sebelumnya seperti biasa kalian

duduk dengan kelompoknya masing - masing yang sudah ibu bagi kemarin.

Kegiatan selanjutnya semua siswa berdiri dan mencari kelompoknya masing – masing dan

guru membagikan nomor 1 – 5 kepada setiap kelompok dan memberi nama kelompoknya

sesuai dengan warna nomor yang diterimanya. Selanjutnya guru membagikan LKS kepada

semua siswa yang ada disetiap kelompok.dan terjadi dialog

Guru : Sekarang kalian buka buku paket halaman 155. Apakah sudah dibuka semua

bukunya?

Siswa : Sudah bu

Guru : Kalian perhatikan rumus – rumus yang ada dibuku paket itu dan kemudian soal

yang ada diLKS diskusikan dengan kelompok masing – masing dan jangan lupa seperti biasa

teman didalam kelompok harus bisa memahami semua jawaban yang sudah kalian

diskusikan supaya nanti waktu presentasi didepan kelas tidak bingung.

Kegiatan dilanjutkan dengan masing-masing kelompok bekerja secara mandiri. Selama

kegiatan pembelajan guru berkeliling untuk memantau perkembangan kerja siswa. Teramati

bahwa dalam kegiatan diskusi ternyata sudah tidak ditemukan siswa yang main sendiri dan

semua ikut memikirkan Lembar Kegiatan Siswa yang diberikan oleh guru. Karena semua

siswa dalam kelompok sudah mendapatkan Lembar Kegiatan Siswa masing – masing. Jadi

tidak ada alasan lagi anak – anak untuk main sendiri

Setelah 15 menit berlalu diskusipun telah selesai

Guru : Baik anak – anak karena waktu diskusi kalian sudah selesai maka selanjutnya

waktunya presentasi jawaban didepan kelas

Guru bersiap siap untuk pemanggilan siswa kedepan untuk mempresentasikan

tugasnya.Seperti biasa biar adil guru memanggil nomor untuk mempresentasikan tugasnya

didepan kelas dengan cara pengundian,Tibalah waktunya untuk pengundian ternyata yang

terpanggil adalah nomor satu untuk kelompok hijau, dan siswa yang mempunyai nomor satu

dengan warna hijau maju didepan kelas untuk mempresentasikan tugasnya dan bagi siswa

yang nomornya tidak terpanggil memberi tanggapan terhadap hasil tugas diskusi teman yang

didepan kelas. Dan Siswa yang mempresentasikan hasil tugasnya didepan juga menerima

dengan baik tanggapan dari siswa yang nomornya tidak dipanggil. Setelah selesai

mempresentasikan hasil tugasnya siswa dan gurupun bersama- sama menyimpulkan materi

pada hari itu, untuk meyakinkan bahwa siswa sudah paham maka gurupun bertanya kepada

siswa

Guru : Anak anak apakah kalian sudah paham dengan materi hari ini?

Siswa : Sudah Bu Guru...

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

431

Guru : Baiklah karena kalian sudah paham semua dengan materi hari ini,maka ibu akan

memberikan tes evaluasi yang berkaitan dengan materi pertemuan kemarin dan materi yang

barusan kalian dapatkan hari ini untuk mengetahui seberapa jauh kalian sudah paham

dengan materi turunan tersebut

Sebelum membagikan tes evaluasi guru menyuruh siswa untuk duduk seperti semula dan

tidak berkelompok.Siswapun langsung berdiri dan kembali ketempat duduknya masing –

masing seperti semula.

Selanjutnya guru membagikan soal tes evaluasi kepada semua siswa satu persatu dan secara

individu siswa mengerjakan tes evaluasi dengan tenang yang diberikan oleh guru.

Setelah berjalan 15 menit tes evaluasi telah selesai dan dikumpulkan oleh guru untuk

mengetahui seberapa berhasilnya siswa mengikuti kegiatan pembelajaran pada siklus II

Observasi

Observasi dilakukan untuk mengetahui perkembangan aktivitas siswa (meliputi

perhatian, partisipasi, pemahaman, dan kerjasama siswa) dan aktivitas guru (meliputi

penyajian materi, kemampuan memotivasi siswa, pengelolaan kelas, dan pembimbingan guru

terhadap siswa). Tahap pengamatan peneliti sebagai guru, sedangkan untuk mengobservasi

tindakan yang dilaksanakan oleh guru dilakukan oleh duateman sejawat peneliti dengan

menggunakan pedoman observasi.pada waktu obervasi pada siklus kedua ternyata sudah

tidak ditemukan siswa yang masih kurang aktif dalam mengerjakan LKS.

Observasi hasil belajar siswa dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan nilai tugas

dan tes pada akhir kegiatan pembelajaran. Jadi, pada tahap obeservasi ini data penelitian yang

diambil adalah: (1) Nilai tugas dan nilai tes (2) Hasil pengamatan tindakan yang dilakukan

guru dan aktivitas siswa di kelas.

Refleksi

Pada tahap refleksi, peneliti bersama observer mendiskusikan hasil tindakan yang telah

dilakukan berdasarkan data yang telah terkumpul. Hasilrefleksi ini akan digunakan sebagai

acuan untuk melihat keberhasilan siswa pada siklus ke II, apakah perlu dilanjutkan atau tidak.

Dari kegiatan observasi sudah tidak ditemukan siswa yang masih ngomong sendiri, siswa

sudah dapat memahami maksud soal, siswa yang semula tidak nyaman dengan kelompoknya

sekarang sudah bisa beradaptasi dengan kelompoknya, dan kerjasama siswa dalam kerja

kelompok sudah optimal. Penyebab siswa tidak ngomong sendiri dan kerjasama sudah

optimal diduga karena LKS yang dibagikan setiap kelompok tidak hanya satu lembar lagi

karena masing – masing siswa sudah bisa memegang LKSnya.Siswa yang semula tidak

nyaman dengan kelompoknya sekarang sudah merasa nyaman dengan kelompoknya karena

sudah bisa beradaptasi dengan siswa yang lain dalam kelompoknya.

Proses pelaksanaan pembelajaran pada siklus II sudah baik. Hal ini dikarenakan siswa

dan guru sudah bisa menyesuaikan proses pembelajaran kooperatif tipe NHT.Nilai rata-rata

hasil belajar matematika siswa mengalami 68,28 pada siklus I menjadi 76,13 pada siklus II.

Persentase siswa yang mencapai ketuntasan juga mengalami peningkatan yaitu pada siklus I

hanya sebesar 53,33% sedangkan pada siklus II siswa yang mencapai ketuntasan sebesar

86,67%.

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

432

Proses pelaksanaan pembelajaran pada siklus II dinilai sudah baik. Pada siklus II ini

siswa telah terbiasa untuk melaksanakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan siswa

sudah aktif dalam kelompoknya masing-masing. Sedangkan untuk guru juga mengalami

peningkatan terutama dalam penguasaan pengelolaan kelas dan membimbing siswa pada saat

proses pembelajaran serta pada saat kerja kelompok.Berdasarkan banyaknya siswa yang telah

tuntas pada siklus II, maka ketuntasan belajar siswa pada siklus II 86,67% artinya telah

mengalami peningkatan hasil belajar, maka tidak dilakukan lagi pada siklus selanjutnya.

Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa pembelajaran matematika melalui model

pembelajaran kooperatif NHT dapat meningkatkan nilai rata-rata hasil belajar siswa

mencapai 76,13 dan memenuhi semua indikator pembelajaran dengan baik pada siklus II,

sehingga peneliti bersama observer memutuskan untuk menghentikan pembelajaran sampai

siklus II.

Pelaksanaan pembelajaran pada siklus II mengalami perubahan menjadi lebih baik

dibandingkan siklus I. Hal ini dapat dilihat dari adanya peningkatan rata-rata hasil belajar

matematika siswa pada siklus I sebesar 68,28 naik menjadi 76,13 pada siklus II dan besar

persentase selisih rata-rata hasil belajar siswa dari siklus I ke siklus II sebesar 33,34 %. Grafik peningkatan menggambarkan peningkatan nilai hasil belajar matematika siswa

mulai dari nilai dasar, nilai hasil belajar siklus I dan nilai hasil belajar siklus II. Grafik

peningkatan hasil belajar matematika siswa setelah pembelajaran kooperatif dengan tipe

Numbered Head Together (NHT) dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 1: Grafik Peningkatan Hasil Belajar Matematika Siswa

(Sumber: Hasil Penelitian, 2016)

Berdasarkan grafik tersebut dapat diketahui bahwa banyaknya siswa yang hasil

belajarnya telah tuntas pada siklus I adalah 16 orang dan yang belum tuntas 14 orang,

sedangkan pada siklus II siswa yang tuntas telah mencapai 26 orang dan hanya 4 orang siswa

yang belum tuntas. Dengan demikian, tujuan pembelajaran telah tercapai secara maksimal.

Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa data yang dikumpulkan adalah hasil

observasi aktivitas guru dan siswa selama berlangsungnya proses pembelajaran dengan

menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe NHT .

Sebelum melaksanakan pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together pada

siklus I terlebih dahulu pembelajaran ini diperkenalkan kepada siswa, bahwa pembelajaran

0

5

10

15

20

25

30

Prasiklus Siklus I Siklus II

Tuntas

Belum Tuntas

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

433

yang akan dilaksanakan berbeda dengan pembelajaran yang biasa dilaksanakan.

Pembelajaran kooperatif tipe NHT dimulai dengan penyajian materi singkat, pengerjaan LKS

secara berkelompok, menuliskan jawaban di papan tulis, kemudian pemberian tugas rumah

yang dikerjakan secara individu oleh siswa.

Penelitian ini dilakukan selama II siklus. Setelah dilakukan tindakan sebanyak dua

siklus, terjadi peningkatan hasil belajar matematika siswa yang dapat dilihat dari peningkatan

nilai hasil belajar siswa atau rata-rata kelas. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan

oleh Dimyati dan Mudjiono (1999:37), yang menyatakan bahwa peningkatan hasil belajar

berarti perubahan kemampuan ke arah yang lebih baik dan bermutu. Pembelajaran yang

berlangsung selama penelitian berhasil meningkatkan hasil belajar siswa, jika telah terjadi

peningkatan nilai rata-rata siswa pada akhir setiap siklus. Pada penelitian ini untuk melihat

peningkatan siswa pada siklus 1 dan 2 dengan menggunakan nilai prosentase pada siswa yang

tuntas sesuai dengan pendapat peneliti Melati ( 2012)

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa penerapan model

pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) dapat meningkatkan hasil

belajar siswa kelas XII SMKN 2 Batu tahun ajaran 2016/2017 pada materi diferensial.

Sebelum diadakan penelitian siswa banyak yang pasif Hasil Penelitian menunjukan bahwaada

peningkatan hasil belajar siswa dari siklus I ke siklus II sebesar 33,34 persen.Dari siklus I rata

– rata hasil belajar siswa 68,28 meningkat menjadi 76,13 pada siklus II. Selain itu ada

peningkatan ketuntasan dari siklus I sebesar 53,33 % meningkat pada siklus II sebesar 86,67%

Kegiatan aktivitas guru dan siswa dalam kegiatan pembelajaran dapat meningkatkan

minat dan kreatifitas belajar siswa semakin baik di setiap pertemuan. Hal tersebut

ditunjukkan dari hasil observasi, pada siklus I aktivitas siswa secara keseluruhan dinilai

cukup. Pada siklus II aktivitas siswa secara keseluruhan dinilai baik, yang pada akhirnya

dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

Pada pembelajaran matematika hendaknya seorang guru menggunakan berbagai model

pembelajaran salah satunya adalah kooperatif tipe NHT (Numbered Head Together) sebagai

salah satu alternatif untuk meningkatkan efektifitas proses pembelajaran di kelas dan untuk

meningkatkan hasil belajar matematika siswa. Agar siswa lebih aktif dan kreatif dalam

belajar dengan membiasakan diri bekerjasama dalam kelompok belajar.

Daftar Rujukan

Attle,S.& Baker,B.2007. Cooperative Learningin a Competitive Environment:Classroom

Applications.International Journal of Teaching and Learning in Higher

Education.Volume 19,Number 1,77-83 http://www.isetl.org/ijtlhe/ISSN 1812-9129

Melati, H.,A.,2012 Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa SMAN 1 Sungai

Ambawang Melalui Pembelajaran model Advance Organizer Berlatar Numbered

Heads Together ( NHT ) Pada Materi Kelarutan Dan Hasil Kali Kelarutan.Journal

Visi Ilmu Pendidikan (J-VIP).Hal 619 – 630

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

434

Purwanto.2011. Pembelajaran Model Cooperatif Learning Pada Siswa Kelas VI SDN 007

Waru Kabupaten Penajam Paser Utara: Implementasi Lesson Study.J-TEQIP,edisi

Tahun II, Nomor 1, Mei 2011. Hal 56 – 62

Risliana, 2013. Meningkatkan Hasil Belajar Matematika pada Materi Bangun Ruang melalui

Model Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT) Siswa Kelas IV SDN 001

Kuaro Kab. Paser Tahun Pelajaran 2012/2013.Prosiding2 TEQIP2013.Hal.741-747

Ruslah, 2015. Upaya Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa dalm Menentukan

KPK dan FPB melalui Pembelajaran Kooperatif dengan Bantuan Media Miscin pada

Siswa Kelas VII. Prosiding Seminar Nasional TEQIP 2015. Hal 83 – 91

Susantri, Hidayah,2015. Penerapan model Pembelajaran Tipe NHT ( Numbered Head

Together ) untuk Meningkatkan Keaktifan pada Pembelajaran Matematika di Kelas

VIIA SMP Negeri 1 Ampel Gading. Prosiding Seminar Nasional TEQIP 2015. Hal

384 – 391

Wasi‟ah, Aah,2015. Peningkatan Hasil Belajar Matematika Siswa pada Materi Perbandingan

dengan Menggunakan Pendekatan Cooperative Learning Tipe NHT dan Media Kotak

Kelas V SD Negeri 007 Ranai.Prosiding Seminar Nasional TEQIP 2015.Hal.216-

222)

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

435

USING RECIPROCAL TEACHING TO IMPROVE THE ABILITY OF

IX-A GRADERS’ READING COMPREHENSION

AT SMPN 1 SANGGAU

Ernawati

SMP Negeri 1 Sanggau, West Kalimantan

[email protected]

Abstract: This study aims to find out whether using reciprocal teaching can improve

students‟ ability in reading comprehension and also to see the students‟ activities while the

strategy of reciprocal teaching was applied in reading comprehension. The subjects of this

research were Grade IX-A students of SMP Negeri 1 Sanggau in the academic year

2016/17. This study was a Classroom Action Research (CAR), consisting of four phases,

planning, acting, observing and reflecting. The study was conducted in two cycles and each

cycle consisted of two meetings. The finding showed that using reciprocal teaching could

improve the students‟ ability in reading comprehension. In the pre-test before the treatment

was given, only 26% students reached the MPL and the mean score for the pre-test was only

57.26. In Cycle I, it increased into 65% and the mean score was 68.70, while the result of

Cycle II increased into 87% and 75.45 for the mean score. Meanwhile the students‟

activities when the strategy of reciprocal teaching applied was categorized as active in

Cycle I and very active in Cycle II.

Key words: reciprocal teaching, reading comprehension.

In the English language teaching, there are four language skills which should be

mastered by students, namely: listening, speaking, reading and writing. Reading is a process

of transferring any kind of information from the author to the reader. Through the

information transferred someone learns to get some advantages from the reading text.

Among the four language skills, the skill of reading is a skill to be mastered by the

EFL students, especially reading comprehension. To learn a foreign language, reading ability

should be included. Although reading is sometimes difficult, it is important for the junior

high school students to learn. The Curriculum of Standard Competencies states that the aim

of learning English at the junior high school is: “To express the meanings of transactional

and interpersonal conversations using very simple, accurate, and fluent language for the

interactions about the nearest environment”

In reading comprehension, a reader needs comprehension to catch the content of

message or information from the text. According to Snow (2002:11), reading comprehension

is defined as the process of simultaneously extracting and constructing meanings through

interaction and involvement of written language. A reader is expected to be actively engaged

with the text to construct the meaning of the whole text. The reader should also know what

the author wants to tell about. In addition, the organization and style of text writing also

influence someone‟s comprehension.

Meanwhile, Grabe & Stoller (2002:9) state that reading is the ability to draw meaning

from printed pages and interpret this information appropriately. It means that understanding

the information of the text is important to get the message from the text. It also means that

there are many advantages that we can get through the activity of reading. However, the

ability of Grade IX-A students of SMPN 1 Sanggau in English reading especially reading

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

436

comprehension is still unsatisfactory. The result of their daily exercises indicated that their

ability in reading comprehension is still low. Some students did not pass the MPL (Minimum

Passing Level) for reading comprehension. Most of the students still found many difficulties

in comprehending the reading texts taught.

The way to understand English text is not simple for EFL students, because they

usually do not have sufficient language background for the task of acquiring literacy as do

first language learners. Thus, the activity of reading comprehension is not an interesting

activity for most of the students. This condition also happened to Grade IX-A students of

SMPN 1 Sanggau. They sometimes know how to pronounce the words but they get

difficulties in catching the meaning. Some students who can read the words of a text fluently

still have difficulties in understanding of the text they have read. This condition makes some

of the students perceive that reading comprehension is not an interesting activity.

Consequently, teachers should pay attention and be more creative in teaching reading

comprehension, by finding and using a new alternative in how to make reading

comprehension activity more interesting for them. Joubert (2001:21) states that creative

teaching is an art. One cannot teach teachers didactically how to be creative; there is no fail-

safe recipe or routine. He also adds that some strategies may help to promote creative

thinking, but teachers need to develop a full repertoire of skills which they can adapt to

different situations. It means that the creativity of a teacher is really needed to get the goal of

teaching learning itself.

Considering the condition of Grade IX-A students of SMPN 1 Sanggau who need an

alternative way that can help them improve their reading comprehension, the researcher

implemented Reciprocal Teaching as a strategy. Reciprocal teaching is a kind of technique in

reading comprehension. It was firstly developed by Palinscar and Brown (1984), who

describe reciprocal teaching as an interactive reading strategy to enhance the student‟s

comprehension. In this study, reciprocal teaching was used to teach expository texts by

integrating the processes of predicting, questioning, clarifying, and summarizing during

reading.

Reciprocal teaching starts as an oral dialogue among teacher, students, and text. At the

center of reciprocal teaching area, group discussion in which teacher and students take turns

as leader in discussing the text. Biggs (in Cooper & Greive, 2009:47) also mentions some

reasons for using reciprocal teaching. It is said that reciprocal teaching makes the basis of

effective reading comprehension visible to all students.

Reciprocal teaching is used by teachers to solve the students‟ difficulties in reading

comprehension by attracting the students in discussion about confusing segments of text with

the purpose of gaining meaning from the text and self-monitoring. Marzano (in Omari and

Weshah, 2010:30) also declares the reasons for using reciprocal teaching. They are: “(1)

reciprocal teaching encourages cooperation, responsibility and leadership, (2) reciprocal

teaching raises students' motivation for learning, (3) reciprocal teaching develops their social

relations, (4) reciprocal teaching decreases undesirable behaviors in the classroom”.

The reasons above make the researcher convinced that reciprocal teaching can be a

good strategy to be applied to improve students‟ reading comprehension, because it involves

both teacher and students in learning activity and it will be fun for both of them. Some

previous studies have proved the success of using reciprocal teaching to improve reading

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

437

comprehension. Cooper & Greive (2009) and Badri & Badri (2016) carried out experimental

studies using reciprocal teaching. These studies indicated that the use of reciprocal teaching

strategy improved the experimental group‟s reading comprehension. Other studies (Frances

& Eckart, 1992; Yang, 2002; Anastasiou & Griva, 2009; Tsai, 2010; Ya, 2010; Su, 2010; all

are cited in Hou, 2015) also proved that the use of reciprocal teaching improved students‟

reading strategies and metacognitive awareness. The study conducted by Izadi & Nowrouzi

(2016) applied reciprocal teaching in reading comprehension to high and low level students‟

emotional intelligence. One of the results showed that reciprocal instructions significantly

improved learner‟s reading comprehension. Davidson (2015) also conducted a study using

reciprocal teaching in reading comprehension and the results showed that students increased

their reading comprehension. However, all the studies above generally reported the

improvement of students‟ reading comprehension using the strategy of reciprocal teaching.

The students‟ activities while applying the strategy were not discussed. Therefore, in this

study, the aims do not only focus on the students‟ improvements in reading comprehension,

but also on the students‟ activities in the classroom while the reciprocal teaching was applied.

The students‟ activities in teaching learning process mean the process of teaching and

learning in the classroom. The activities of the students when the strategy was applied also

showed how far the strategy motivates the students to be active learners in teaching learning

process. Schwartz (2010) claims that in-class activities are usually techniques that involve all

of the students in the class, either working in groups or alone, to solve a problem or puzzle.

Peters (in Fitzsimons, 2014) highlights that active learning strategies are considered the most

effective for deep learning. Reciprocal teaching is considered as an active learning strategy

because the strategy or steps in the reciprocal teaching give students opportunities to be

active learners. Schwartz (2010) also claims that for learning to be active, students must do

more than listen; they must read, write, discuss, or be engaged in solving problems. Most

important, to be actively involved, students must engage in such higher order thinking tasks

as analysis, synthesis, and evaluation. It can be very helpful for a teacher to vary the teaching

and learning activities employed in the classroom.

METHOD

The research design of this study was classroom action research (CAR) consisting of

four stages: planning, acting, observing and reflecting. The study was conducted in SMP

Negeri 1 Sanggau, West Kalimantan, at the first semester in the academic year 2016/2017.

The subjects of this research were Grade IX-A students consisting of 31 students. Before the

research was done, a pre-test was administred to identify the problem. After the problem was

identified, a plan to take an action to solve the problem was prepared. The Pre-test was done

because the researcher would like to get more authentic information about the teaching and

learning problem in the classroom during the English class, in this case reading

comprehension. In conducting this research, the researcher was helped by an English teacher

as an observer. The observer is also an English teacher at SMPN 1 Sanggau.

Two kinds of data were collected in this research. They were qualitative and

quantitative data. The research instruments for the qualitative data were observation chcklist

and field-note, and the instrument for the quantitative data was a test. The observation

checklist was used by the observer to observe the teaching and learning process as well as

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

438

students‟ participation in the classroom. The observer also observed the process of the

implementation of the reciprocal teaching. The aspects being observed were the objective

condition of the English class, including the activities of the students when the strategy of

reciprocal teaching was applied. The field-note was used by the researcher to record any

difficulties or obstacles during the teaching learning process to complete the data. The test

was used as the post-test and it was administered at the end of each cycle after the students

were given treatment using reciprocal teaching. The test was a reading achievement test to

find out the result of the action. The students‟ scores in the post-test and the observation

record were used to determine whether or not the students‟ reading comprehension improved

after the implementation of reciprocal teaching.

RESEARCH FINDINGS

Before the reciprocal teaching was implemented, the researcher conducted a pre-test by

giving two reading texts with twenty multiple-choice questions. The total number of the

students who reached the MPL in the pre-test was 26% (8 out of 31 students) and the total

number of the students who did not reach the MPL was 74% (23 students). The result of the

pre-test indicated that Grade IX-A students had low ability in reading comprehension. The

students also got difficulties in understanding and comprehending the texts given. Most of

them were confused about the vocabulary in the text because they did not know the meanings

of the words.

Cycle I

The planning stage in this first cycle covered the determination of the teaching topic,

the steps of action and the instruments used to collect the data. In this stage, the researcher

prepared observation sheets, lesson plans for the material which was going to be taught based

on the students‟ problems found in the pre-test. The researcher also prepared some reading

texts and made some comprehension questions for the post-test.

The instruments for collecting data were also prepared. They were scoring rubric,

observation checklist, and field-note. The criteria of success were also decided to determine

the success of this research. For this research, it was expected that at least 75% students got

the MPL in reading comprehension. The school has determined that the minimum score for

English subject for IX graders was 70.

The acting stage or the implementation of the reciprocal teaching in this first cycle was

held on 7th

and 9th

of September 2016. In teaching reading comprehension using reciprocal

teaching, the researcher used the four steps, as proposed by Oczkus (2003:14), namely:

predicting, clarifying, questioning and summarizing. The steps were applied as follows.

The first meeting of this cycle was held on 7th

September 2016. At first, the researcher

explained the four steps of reciprocal teaching to the students, and after the students got the

points, then, the researcher modeled the steps starting from predicting, clarifying, questioning

and summarizing and how to apply them. The researcher acted as the leader of the classroom

discussion. The reading text which was used in this meeting was a report text with the title

“Laboratory”. In predicting step, the researcher gave students some clues related to the text.

The researcher led the students to guess what the text was about through the clues given. In

clarifying step, the researcher distributed the reading texts to all the students and asked them

to read silently and find the difficult words or phrases. The discussion was held to find the

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

439

word meanings. The questioning step, led the students to generate questions related to the text

and discuss the answers. In summarizing step some students performed in front of the

classroom to read their summaries. All the steps were done by the students with the

researcher‟s assistance.

The second meeting was held on Friday, 9th

September 2016. The researcher gave the

students opportunities to apply all the steps of reciprocal teaching by themselves in groups,

and each group was led by a leader for the discussion, like what the researcher did in the first

meeting. A report text entitled “Library” was used for this meeting.

Observing stage was done by observing the students‟ activity during the teaching

learning process. It was done by the observer and also the researcher herself. The observer

filled out the observation sheets by observing the teaching learning process as well as

students‟ participation in the classroom and also observed the process of implementing the

reciprocal teaching. The aspects being observed were the real condition of the English class,

including the activities of the students. The observer and the researcher also made field-notes

about the problems or obstacles which occurred during the teaching learning process.

The observation checklist and field-notes showed that the students‟ participations and

activities in the first meeting of Cycle I were 66.66%, which was categorized as active; while

in the second meeting the participations and activities were 75%, and it was also categorized

as active. They enjoyed the class and did the researcher‟s instructions well, but there were

several students who were still confused of what they should do in the first meeting. Some of

the students did not get involved in the discussion. They just kept silent and did not know

what to do.

The reflecting stage discusses the results of the implementation of the first cycle. In

this cycle, the result of the post-test showed that the total number of the students who passed

the MPL increased into 65% and the total number of the students who did not pass the MPL

was 35%. This result indicated an improvement from the result of the pre-test, but the

improvement was still not satisfactory, because there were still many students who did not

reach the MPL. The researcher decided to conduct the second cycle to hope that the result

would be better than the first cycle.

Cycle II

Revised plan was made based on the observation and reflection of the first cycle. The

researcher decided to use simpler a reading text for the students to make them easier to

understand the text especially about the vocabulary. The reading material for this cycle was

still report texts, as in the first cycle. The titles of the texts “Newspaper” and “Hotel”.

This second cycle was conducted on 21st and 23

rd September 2016. At the first meeting

the researcher explained more about the strategy and modeled it. She gave more explanation

of all the steps or strategy of reciprocal teaching. At the second meeting, when the students

do all the steps by themselves in groups, the researcher gave more helps to all the groups. The

researcher came to each group to ask about their difficulties and help them until they could do

all the tasks well.

The researcher found that the teaching learning process ran better than that in the first

cycle. Most of the students got involved in the class discussion and also in the group

discussion. The results of observation and field-note showed that the students‟ participations

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

440

and activities in the first meeting of Cycle II was 88%, which was categorized as very active,

while in the second meeting it was 87.5%, and it was also categorized as very active.

The result of the students‟ post-test in Cycle II also showed higher improvement from

the Cycle I. There were 87% of students who reached the MPL, while 13% of the students

did not reach the MPL. Most of the students have reached and passd the minimum passing

grade (which was 70). This means that the results of this research has met the criteria of

success, i.e. more than 75% students should reach the MPL. It can be seen in Graph 1 below.

Graph 1 The Total Number of Students Who Can Reach the MPL

The mean score for the pre-test was 57.26. There were only 8 students who reached

the MPL and 23 other students did not reach the MPL. In Cycle I, 21 students were able to

reach the MPL, and there were still 10 students who did not reach the MPL, and the mean

score for this cycle was 68.7. Meanwhile, the mean score in Cycle II was 75.45, there were

27 students who reached the MPL, and 4 students still did not reach the MPL. It can be seen

in Graph 2 below.

Graph 2 The Achievement Progress in Reading Comprehension of Pre-cycle, Cycle I and

Cycle II

DISCUSSION

Based on the findings presented above, it shows that in the pre-test the students had

low ability in reading comprehension. Most of the students got low scores and did not pass

the MPL. The students got difficulties in answering the questions based on the texts given.

26%

65%

87%

74%

35%

13%

0%

20%

40%

60%

80%

100%

PRE-TEST CYCLE I CYCLE II

PASSED THE KKM

BELOW THE KKM

57,26

68,7 75,45

0

20

40

60

80

Pre-test Cycle I Cycle II

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

441

They had to open the dictionaries many times just to find the meanings of one word or

phrase. Some of the students even did not care about the reading texts; they just answered the

questions without reading the whole texts. They looked bored with the reading activity and

did not care about the scores they would get. But, when the reciprocal teaching as a strategy

to improve the students‟ reading comprehension was applied, there were better improvements

in the first cycle and also in the second cycle. The students‟ activities also increased when the

strategy of reciprocal teaching was applied. The activities of the students indicated that they

were active learners.

The study found the reasons why there was better improvement for each cycle. First,

the students were given new atmosphere in their learning reading. A new atmosphere can

lead students to be curious to know the thing that they had never known before. Cremin et al.

(2006) state that creative teachers demonstrate curiosity and genuine desire to learn. Such

teachers are likely to have a wide range of personal interests and passions and knowledge of

the wider world and are likely to share their enquiring stance with the learners. In this cycle,

the researcher applied a new strategy by using reciprocal teaching in teaching reading

comprehension to her students. This strategy was new for the students and led them to a new

atmosphere, where they were curious to know and wanted to involve in the new activity.

Second, the reciprocal teaching with the four steps: predicting, clarifying, questioning

and summarizing, aroused students‟ interest in reading activity. The predicting step led the

students to be creative thinkers because they had to think to predict about what the reading

text was about. The students also became more creative to find ideas to guess using the clues

given by the teacher or their group leader. This step also encouraged the students to actively

think ahead. They anticipated what would come next in the text, based on their prior

knowledge and the content of the text. This helped the students easier to see what information

is new to them and what they had already known, as they read the passage.

In clarifying step, the students looked serious and enthusiastic when they were asked

to read silently and find the difficult words or phrases that they did not understand, because

before doing this step, they already had the basic knowledge about the text they read in the

predicting step; thus, they looked to enjoy doing that. Besides that, the meanings of the

difficult words or phrases that they did not understand could be discussed with their friends in

the class or in their groups, as stated by Hackathorn et al. (2011), a classroom discussion is an

active teaching technique because it enables students to explore issues of interest, opinions,

and ideas. Meanwhile, Hadjioannou (in Hackathorn et al., 2011) claims that classroom

discussion also leads to higher levels of learning because in order to build on each other‟s

ideas, the students must first listen and understand the contributions of other students in order

to respond or add to it.

While doing the discussion, the students could share and discuss what they thought and

what they were going to do with their friends in group, they also felt easy when they wanted

to ask their teacher, because they were supported by other friends in their group, until finally

they had done all the steps by him-/herself. Discussion provides opportunities for interaction

between tutor and students and among students. This step gave the students opportunities to

find any ways to tackle their problems in dealing with the text. Communication among them

occurred and hence, they became active thinkers.

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

442

The next step is questioning. This strategy gave the learner an opportunity to identify

the kind of information that provides the substance for an appropriate question and to frame

questions before, during, and after reading. The students generated questions, after doing

discussions about the reading text, with their friends in group. They did not generate the

questions independently; thus, it made them more confident in delivering the questions to

other groups. Meanwhile, the students in other groups who answered the questions given to

them also became more confident, because in answering the questions they had done a

discussion with their friends in their group. This condition created opportunities for the

students to speak and deliver their ideas. They can receive feedback from teachers and peers.

The last step of reciprocal teaching is summarizing. In this step, the students were

firstly in group and then by him-/herself identifying and integrating important information

presented in the text. They also looked to enjoy when they were asked to summarize the

reading text, because they had done the three steps of reciprocal teaching before they came to

this step. They could express their understanding of the reading that they had discussed

through the three steps before, by making the main focus of the text with their own style or

writing. Oczkus (2003:35) states that during reciprocal teaching lessons, students summarize

texts in varied ways; thus, each of the four steps helps students to meet common core

expectations.

In short, the four steps of reciprocal teaching gave the students opportunities to

comprehend the reading text in interesting ways, because the steps lead the students to get

involved in group discussion to solve their difficulties. They also share their understanding

and thinking with the group. In this stage, the students‟ thoughts are shaped through group

discussion. Oczkus (2003:35) explains that during reciprocal teaching student discussions run

through the strategies with partners or group members, sometimes specifically taking on the

roles of predictor, clarifier, questioner, and summarizer. The four steps of reciprocal teaching

for the students are described by Oczkus (2003:36) as follows:

For predicting, students pretend to rub a crystal ball. When they

question, they make a fist for a microphone, and for clarify they make

circles with their fingers for “glasses” to clarify. When students

summarize, they pretend to wield a lasso around above their heads as

they round up the main idea.

The next reason for the improvement after the strategy of reciprocal teaching was

applied was that the focus of the teaching and learning process was no longer only on the

teacher. The students also took the process more than the teacher. In each group, the students

got his/her turn to be the leader; thus, it encouraged their confidence firstly in their group

before they became independent to do all the steps of reciprocal teaching in reading

comprehension. All the strategies gave students great opportunities to be more active in

teaching learning process.

CONCLUSIONS AND SUGGESTIONS

The results of this study showed that reciprocal teaching can improve the students‟

achievement in reading comprehension. It can be seen from the progress from the pre-test and

then Cycle I and Cycle II. The result of the last cycle has met the criteria of success, that is

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

443

75%; so, it can be said that the reciprocal teaching can improve the reading comprehension of

Grade IX-A students.

Based on the conclusions, teachers are suggested to be more creative in finding

suitable method or technique as a strategy to improve their teaching and learning process.

Teacher should also be able to create a conducive atmosphere in their class, because it will

lead students to comfortable feeling when they are doing the activity in teaching and learning

process. In teaching reading, the use of reciprocal teaching is really recommended for

teachers in order to improve their students‟ reading comprehension. The four steps of

reciprocal teaching--predicting, clarifying, questioning and also summarizing--can arouse

students‟ creativities and interests in reading comprehension; thus, this strategy can improve

the students‟ reading comprehension.

References

Badri, A. and Badri, A. 2016. The Effect of Reciprocal Teaching on Reading

Comprehension, with a Focus on Low Terms. International Journal of Education

Investigations -. (Online). Retrieved from http://www.ijeionline.com. on 20th

August

2016.

Cooper, T. and Greive, C. 2009. The Effectiveness of the Methods of Reciprocal Teaching.

ResearchOnline@Avondale -, 45-47. research.avondale.edu.au/. Accessed on 29th

March 2016.

Cremin, T,; Burnard, P.; and Craft, A. 2006. Pedagogies of Possibility Thinking.

International Journal of Thinking Skills and Creativity. Retrieved from https://ore.

exeter.ac.uk/repository/ accessed on 15th

March 2016

Davidson, J. 2015. Improving Reading Comprehension Through Reciprocal Teaching. -

Fitzsimons, M. 2014. Engaging Students' Learning Through Active Learning. Irish Journal

of Academic Practice 3(1), -. Retrieved from http://arrow.dit.ie/ijap/vol3/iss1/ on 20th

August 2016

Grabe, W. & Stoller, F.L. 2002. Teaching and Researching Reading. Harlow: Pearson

Education.

Hackathorn, J.; Solomon, E. D.; and Blankmeyer, K.L. 2011. Learning by Doing: An

Empirical Study of Active Teaching Techniques. The Journal of Effective Teaching

11(2), 40-54. An online journal devoted to teaching excellence. Retrieved from

http://uncw.edu/jet/articles/Vol11_2/. on 15th

August 2016.

Hou, Y.J. 2015. Reciprocal Teaching, Metacognitive Awareness, and Academic Performance

in Taiwanese Junior College Students. International Journal of Teaching and

Education 3(4), -. Retrieved from http://www.iises.net/international-journal-of-

teaching-education.html. on 15th August 2016.

Izadi, M. and Nowrouzi, H. 2016. Reciprocal Teaching and Emotional Intelligence: A Study

of Iranian EFL Learners‟ Reading Comprehension. The Reading Matrix: An

International Online Journal 16(1), -. Retrieved from http://www.

readingmatrix.com/archive. on 14th August 2016.

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

444

Joubert, M.M. 2001. The Art of Creative Teaching: NACCCE and beyond. In Craft, A.;

Jeffrey, B.; and Liebling, M. (Eds), Creativity in Education. London: Continuum.

Oczkus, L.D. 2005. Reciprocal Teaching Strategies at Work. New York: International

Reading Association.

Omari, H.A. and Weshah, H.A. 2010. Using the Reciprocal Teaching Method by Teachers at

Jordanian Schools. European Journal of Social Sciences 15(1), - Retrieved from

www.eurojournals.com/. on 29th

March 2012

Palincsar, A.S. and Brown, A.L. 1984. Reciprocal Teaching of Comprehension Fostering and

Comprehension-Monitoring Activities. Cognition and Instruction 1, 117-175.

Schwartz, M. 2010 Research Associate for the Learning & Teaching Office (Online).

Retrieved from http://www.ryerson.ca/lt/taga/index.htm on 4th October 2016.

Snow, C. 2002. Reading for Understanding: Toward an R&D Program in Reading

Comprehension. Washington, D.C.: Rand.

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

445

MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBICARA BAHASA INGGRIS DENGAN

MENGGUNAKAN TALKING-STICK PADA SISWA KELAS X

JURUSAN AKUNTANSI SMK17 AGUSTUS BATU

Abdul Mutolib

SMK 17 Agustus Batu

[email protected]

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk menerapkan penggunaan talking-stick dengan

standard yang ditetapkan siswa untuk meningkatkan kemampuan berbicara bahasa Inggris

siswa kelas X jurusan Akuntansi SMK 17 Agustus Batu. Penelitian ini merupakan

penelitian tindakan kelas yang dilakukan sebanyak dua siklus. Penelitian ini dilaksanakan

di satu kelas dengan 16 siswa. Hasil penelitian pembelajaran yang dilakukan dengan

langkah-langkah perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi dan refleksi,

menunjukkan terjadi peningkatkan hasil belajar. Setelah Siklus 1, nilai rata-rata 65 pada

pre-test meningkat menjadi 68. Peningkatan yang belum signifikan ini sebagai alasan untuk

di melakukan Siklus 2. Hasil Siklus 2 dengan rata-rata nilai 75, menunjukkan peningkatan

yang signifikan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penggunaan talking-stick

dapat meningkatkan kemampuan berbicara bahasa Inggris siswa.

Kata kunci: talking-stick, kemampuan bicara

Bahasa memiliki peran penting dalam perkembangan komunikasi sosial dan

emosional siswa dan merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari berbagai bidang

studi, karena itu pembelajaran bahasa diharapkan bisa membantu siswa mengenal dirinya,

budayanya dan budaya masyarakat lain. Selain itu pembelajaran bahasa juga membantu siswa

untuk mampu mengemukakan gagasan dan perasaan, berpartisipasi dalam masyarakat, dan

bahkan menemukan serta menggunakan kemampuan analitis dan imaginatif yang ada dalam

dirinya.

Bahasa juga merupakan alat berkomunikasi secara lisan dan tulis, untuk memahami

dan mengungkapkan informasi, pikiran, perasaan serta sebagai sarana pengembangan ilmu

pengetahuan, teknologi dan seni budaya. Kemampuan berkomunikasi yang berupa

kemampuan berwacana, yakni kemampuan memahami atau menghasilkan kalimat lisan dan

tulis setidaknya meliputi mendengarkan, berbicara, membaca dan menulis, yang dapat

digunakan untuk menanggapi atau menciptakan wacana dalam kehidupan bermasyarakat.

Mata pelajaran Bahasa Inggris merupakan mata pelajaran adaptif yang bertujuan

membekali peserta didik dengan kemampuan berkomunikasi bahasa Inggris dalam konteks

materi komunikasi yang diperlukan bagi program keahliannya, baik yang bersifat lisan

maupun tulis.

Pengajaran Bahasa Inggris di kelas X SMK bertujuan agar siswa memiliki

kemampuan: (1) menguasai pengetahuan dan ketrampilan dasar bahasa Inggris untuk

mendukung tercapainya kompetensi program keahlian, dan (2) menerapkan penguasaan

kemampuan dan ketrampilan bahasa Inggris untuk berkomunikasi, baik lisan maupun tulis

pada Novice level, Elementary level, dan Intermediate level, sebagaimana yang dikemukakan

dalam Model Silabus KTSP maupun Kurikulum tahun 2013 SMK. Disamping itu, mata

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

446

pelajaran Bahasa Inggris diharapkan dapat berkontribusi membekali peserta didik dengan

kemampuan berkomunikasi dalam kehidupan sehari-hari.

Pada saat ini peneliti mengajar siswa SMK 17 Agustus Batu di kelas X, XI, dan XII

Jurusan Akuntansi. Saat ini kelas XI semua jurusan (Akuntansi dan Perbankan) sedang

melaksanakan kegiatan Praktek Kerja Lapangan di dunia usaha dan dunia industri, sedangkan

kelas XII semua jurusan sedang mempersiapkan diri menghadapi Ujian Nasional Berbasis

Komputer, sehingga yang paling memungkinkan untuk dijadikan subyek penelitian adalah

kelas X jurusan Akuntansi tahun pelajaran 2016-2017, dimana kemampuan berbicaranya

dapat dikategorikan rendah. Penyebabnya adalah guru belum maksimal dalam melaksanakan

pembelajaran, cenderung terpaku pada buku-buku pelajaran/LKS yang ada, kurang

kreatifnya guru dalam menggunakan metode pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran

masih menggunakan cara-cara konvensional, yaitu menjelaskan materi, memberi contoh soal,

memberi latihan/tugas dan melakukan penilaian.

Salah satu dampak dari pembelajaran konvensional adalah siswa lebih cenderung

mengejar nilai tinggi dibidang tatabahasa tetapi motivasi berbicara rendah, siswa takut

melakukan kesalahan dalam berbicara bahasa Inggris, siswa takut mencoba untuk memulai

berbicara dengan bahasa Inggris, siswa kurang berlatih berbicara bersama dengan siswa

lainnya, siswa tidak tertantang untuk berbicara bahasa Inggris dalam belajar. Permasalahan

lain, misalnya pada reading, siswa kesulitan menemukan ide pokok bacaan; pada listening,

siswa kesulitan membedakan kosakata yang mirip cara bacanya; pada writing; siswa sering

membuat kalimat yang tidak terarah atau tidak sesuai dengan yang diinginkan, juga grammar-

nya yang tidak benar. Dari permasalahan tersebut penulis memilih kemampuan berbicara

untuk dijadikan obyek penelitian. Penyebab munculnya permasalahan rendahnya kemampuan

berbicara siswa adalah guru belum maksimal dalam mengembangkan proses pembelajaran,

siswa takut melakukan kesalahan dalam berbicara bahasa Inggris, takut mencoba untuk

memulai berbicara dengan bahasa Inggris, kurang berlatih berbicara bersama dengan siswa

lainnya, dan tidak tertantang untuk berbicara bahasa Inggris.

Disisi lain hasil belajar siswa sangat dipengaruhi oleh strategi dan perencanaan yang

tepat, serta menerapkan strategi tersebut dalam upaya meningkatkan hasil belajar yang sesuai

dengan program yang direncanakan, kemampuan dasar siswa untuk berkomunikasi akan

mempengaruhi proses dan hasil belajar siswa.

Untuk itu, guru perlu membuat model pembelajaran yang menyenangkan, memotivasi

dan lebih efektif. Harapannya adalah siswa aktif dalam kegiatan belajar dan tujuan

pembelajaran tercapai, berupa hasil belajar siswa lebih meningkat. Purnomo (2013:15)

menemukan bahwa untuk meningkatkan hasil belajar siswa, dapat dilakukan pemberian

motivasi kepada siswa, bahwa matematika itu bukan pelajaran yang sulit. Karena itu dalam

pembelajaran patut menggunakan media. Penggunaan alat peraga yang tepat akan dapat

meningkatkan hasil belajar dan membuat proses belajar menjadi aktif, inovatif, efektif,

menarik dan menyenangkan.

Ada beberapa cara yang bisa digunakan untuk meningkatkan ketrampilan berbicara

siswa misalnya role-play, TS-TS, talking-stick, namun penulis lebih tertarik untuk

menggunakan talking-stick dengan komitmen khusus untuk membantu menyelesaikan

masalah tersebut diatas. Solusi ini dianggap tepat karena materi pelajaran yang disampaikan

dengan mnggunakan talking-stick dapat mendukung tercapainya tujuan pengajaran, bisa

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

447

mendorong siswa untuk berupaya meningkatkan ketrampilan dirinya, dan aktif mengikuti

proses pembelajaran. Eggan & Kauchak (1996:279) menyatakan bahwa pembelajaran

kooperatif, termasuk pembelajaran dengan talking-stick bertujuan untuk meningkatkan

partisipasi siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan

kelompok, memberikan kesempatan siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama-sama

siswa yang berbeda latar belakangnya.

Sehubungan dengan metode pembelajaran dengan talking-stick ini, Winingsih

(2012), dalam penelitian mereka yang berjudul „Penerapan Metode Pembelajaran Talking-

stick Disertai dengan Konsep Map untuk Meningkatkan Hasil Belajar Biologi pada Materi

Sistem Pencernaan Siswa Kelas XI IPA-1 SMA Negeri 2 Sukoharjo Tahun Pelajaran

2011/2012‟, menyimpulkan bahwa penerapan metode pembelajaran talking-stick disertai

dengan konsep map dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada aspek kognitif dan afektif.

Berdasarkan pendapat tersebut, dalam penelitian ini akan dikaji penerapan

pembelajaran talking-stick untuk meningkatkan ketrampilan berbicara siswa Kelas X Jurusan

Akuntansi di SMK 17 Agustus Batu tahun pelajaran 2016-2017.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan jenis Penelitian Tindakan Kelas (PTK), yang dilakukan

dalam dua siklus, masing-masing siklus terdiri dari 2 pertemuan, dan setiap pertemuan

berdurasi 2 x 40 menit. Siklus 1 dilakukan pada tanggal 19 Oktober dan Siklus 2 dilakukan

pada tanggal 16 Nopember 2016. Alur Penelitian Tindakan Kelas ini adalah: (a) perencanaan

tindakan, (b) pelaksanaan tindakan, (c) observasi, dan (d) refleksi, sebagaimana disajikan

pada Gambar 1 berikut.

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

448

Untuk penggunaan talking-stick, ada beberapa langkah atau sintaks yang harus

dilakukan (Suyatno, 2009:124), yaitu mempersiapkan sebuah tongkat, guru menyampaikan

materi pokok yang akan dipelajari, kemudian memberikan kesempatan kepada peserta didik

untuk membaca dan mempelajari materi yang disediakan atau pada buku. Setelah selesai

membaca buku dan mempelajarinya, guru mempersilahkan siswa untuk menutup bukunya.

Guru mengambil tongkat dan memberikan kepada seorang siswa, dan siswa yang memegang

tongkat tersebut harus menjawab pertanyaan. Demikian seterusnya, sampai sejumlah siswa

mendapat bagian untuk menjawab pertanyaan. Selanjutnya, guru memberikan kesimpulan.

Tahapan PTK dengan penerapan talking-stick ini dirancang sebagai berikut.

Pada Tahap Perencanaan, dalam pelaksanaan Siklus I, ada beberapa persiapan yang

dilakukan, yaitu menyusun Rencana Persiapan Pembelajaran (RPP) yang sesuai dengan

silabus, menyiapkan topik dan langkah-langkah yang sesuai dengan pembelajaran dengan

talking-stick. Peneliti juga menyiapkan media pembelajaran yang diperlukan, yaitu 2 buah

sticks (tongkat). Tongkat ini dibuat dari pipa paralon ukuran satu setengah dim dengan

panjang 30 cm, kemudian dibungkus kertas warna merah untuk tongkat pertama dan warna

putih untuk tongkat kedua. Pipa paralon ini dipilih karena ringan dan mudah dicari dan tidak

berbahaya apabila mengenai tubuh siswa. Selanjutnya, peneliti juga menyiapkan lembar kerja

siswa yang sesuai dengan model pembelajaran. Peneliti juga menyiapkan pedoman observasi

beserta lembar atau alat evaluasi untuk mendukung terlaksananya penelitian ini.

Pada Tahap Pelaksanaan, guru memulai pelajaran dengan meminta siswa

menuliskan standard peningkatan ketrampilan yang ingin dicapai saat belajar dengan bantuan

talking-stick (lihat Gambar 4). Selanjutnya siswa diminta untuk duduk membentuk huruf „U‟

Choosing

the Object

Identifying problems

& Suggestion strategy

Solving the problems

(Preliminary)

Reflecting

Planning

(Strategy)

Observing

Implementing

(Strategy)

Succeed

S t o p

Gambar 1. The Spiral of Classroom Action Research

(Adapted from lecture‟s handout Graduate Program

Unisma)

Fail

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

449

dan membuka buku „Get Along‟ halaman 40, yang membahas tentang Adjectives; lalu

membaca Text Activity 12, mempelajari dan memahami topik, selama 20 menit. Selanjutnya

siswa diminta untuk menutup buku. Kemudian guru menjelaskan tatacara belajar dengan

talking-stick (tongkat) (lihat Gambar 1). Guru mengambil tongkat dan menyampaikan bahwa

tongkat digerakkan searah jarum jam, dan siswa yang memegang tongkat diharapkan

menyampaikan idenya (secara lisan). Setelah selesai memberikan pendapatnya, tongkat

dipindahkan kepada teman terdekatnya. Tongkat diberikan kepada siswa secara bergantian

kepada siswa lainnya, dan seterusnya sampai seluruh siswa memiliki kesempatan untuk

mengungkapkan pendapatnya secara lisan. Selama siswa pemegang tongkat berbicara jika

ada pertanyaan yang ada kaitannya dengan materi harus seijin siswa tersebut. Jika ada

pertanyaan lain yang tidak ada kaitannya dengan materi maka penanya tersebut harus

menunggu sampai siswa pembicara selesai bicara. Sementara itu, guru bebas menyampaikan

pendapat, komentar, klarifikasi atau pertanyaan. Setelah satu putaran selesai maka talking-

stick akan diambil kembali oleh guru. Kegiatan ini berlangsung selama 40 menit. Setelah

sebagian besar siswa mendapatkan giliran untuk memegang talking-stick, kegiatan belajar

dihentikan.

Untuk membuat siswa lebih mengenal „talking-stick‟ (tongkat) ini, pertama-tama

siswa diajak untuk melakukan permainan dengan alat bantu belajar tersebut dengan

permainan angka, yaitu siswa pertama menyebutkan „one‟, siswa kedua menyebutkan „one–

two‟, siswa ketiga menyebutkan „one–two–three, dan seterusnya sampai semua siswa

mempunyai kesempatan untuk memegang tongkat. Selanjutnya guru menanyakan apakah

siswa sudah siap untuk belajar dengan tongkat. Untuk lebih melatih siswa terbiasa

menggunakan tongkat guru meminta siswa untuk melakukannya sekali lagi, akan tetapi

dengan cara menceritakan keluarga masing-masing siswa. Dalam hal ini siswa diminta untuk

menyebutkan minimal tujuh poin: alamat siswa tinggal, nama orang tua beserta pekerjaan

mereka, jumlah saudara, nama saudara, dimana mereka belajar, kelas berapa, dan apa saja

hobi masing-masing anggota keluarga. Dalam kesempatan ini siswa yang pada percobaan

pertama mendapat giliran terakhir sekarang mendapatkan giliran pertama, misalnya

mengatakan: My name is A-an, my mother is Endang, she is a house-wife, my father is Nur

Rachman, he is a farmer. I have two brothers, my older brother‟s name is Anton, he is second

grade student of senior high school, his hobby is playing football, my younger brother is

Sutrisno, he is in the first grade of senior high school, his hobby is playing football too, and

in a free time we usually play football together. Setelah itu talking-stick diberikan kepada

teman terdekatya, dan seterusnya.

Setelah para siswa dianggap sudah terbiasa dengan tongkat, mereka diajak untuk

kembali lagi ke buku pelajaran „Get Along‟ halaman 40, khususnya pada reading text.

Disampaikan bahwa siswa memiliki waktu 20 menit untuk mencoba memahami sekaligus

menghafal text tersebut untuk selanjutnya akan dipakai dalam permainan dengan

menggunnakan tongkat (lihat Gambar 2). Setelah dua puluh menit siswa diminta untuk

menutup buku dan dimulailah permainan dengan menggunakan tongkat. Pada kali ini siswa

yang mendapat giliran terakhir di percobaan ke dua mendapat giliran pertama (lihat Gambar

5-6). Guru bertanya, 1. Who is Rina?, 2. How does she look like?, 3. Does she help her

friend?, 4. When does she help her friend?, 5. Is Rina a nice person?, 6. Does Rina prefer

science?, 7. Does the writer prefer math?, 8. Who is Edo?, 9. Is he a good boy?, 10. Is he a

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

450

clever boy?, 11. Is he a diligent boy?, 12. How does he look like?, 13. How does the writer

feel to Edo?, 14. How does Edo’s classmate feel to him?, 15. How does the writer feel to

Rina?. Diharapkan siswa menjawab dengan jawaban: 1. Rina is the writer’s classmate, 2. She

is beautiful, 3. Yes, she does, 4. When her friends have problems doing their homework, 5.

Yes, she is, 6. No, she prefers math, 7. No, the writer prefers science, 8. Edo is the writer’s

friend / Rina’s friend, 9. Yes, he is, 10. No, he is not, 11. No, he is not / he is a lazy boy, 12.

He is cute, 13. The writer feels sorry to him, 14. They feel sorry to him, 15. The writer feels

proud to be Rina’s friend.

Tugas siswa yang memegang tongkat adalah menjawab secara lisan; siswa lain

menunggu giliran tongkat kemudian menjawab pertanyaan guru sampai seluruh siswa

mendapat giliran memegang tongkat dan menjawab pertanyaan guru. Sebagian siswa

menjawab dengan singkat dan ada kesalahan, seperti: 1. The writer’s classmate, 2. Beautiful,

3. Yes, 4. When their friend have problem, 5. Yes, she is, 6. No, she prefer to math, 7. No, the

writer prefer to science, 8. Rina’s friend, 9. Yes, 10. No, he is not, 11. Lazy boy, 12. He is

cute, 13. The writer feel sorry to him, 14. They feel sorry to him, 15. Proud to be Rina’s

friend. Sebagai langkah terakhir, guru bersama-sama siswa membuat kesimpulan terhadap

materi yang telah dipelajari.

Hasil dari Tahap Observasi menunjukkan bahwa pada kegiatan awal pembelajaran

masih terdapat beberapa (6) siswa yang masih belum berkonsentrasi terhadap pelajaran. Hal

ini dikarenakan penggunaan tongkat tampaknya tidak menarik, sehingga siswa enggan

bertanya dengan talking-stick. Sementara itu, siswa yang lain sudah pada posisi siap belajar.

Percakapan yang mereka lakukan adalah seputar materi pembelajaran, ada pula siswa yang

tidak bertanya kepada guru, tapi bertanya kepada temannya. Dalam kegiatan inti ada 4 siswa

yang belum konsentrasi dan 3 siswa tidak mengerjakan tugas.

Gambar 1. Penjelasan penggunaan talking-stick Gambar 2. Siswa membaca buku paket

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

451

Gambar 3. LCD sebagai alat bantu tambahan Gambar 4. Siswa menuliskan standar

Gambar 5-6. Belajar dengan bantuan talking-stick

Dari Tahap Refleksi, peneliti menyimpulkan bahwa kemampuan siswa berbicara

bahasa Inggris dan minat siswa untuk belajar dan berani berbicara bisa ditumbuhkan, dan

perhatian siswa bisa dipacu untuk satu titik fokus. Aspek pembelajaran yang masih perlu

diefektifkan kegunannnya adalah keberadaan dua tongkat. Akan sangat bermanfaat apabila

tongkat yang kedua dipergunakan untuk menentukan lawan dialog dengan tongkat pertama.

Perolehan nilai rata-rata pre-test dari semua (16) siswa adalah 65; sedangkan pada

post-test Siklus 1, didapatkan nilai rata-rata 68, dan masih terdapat 9 dari 16 siswa yang

belum memenuhi kriteria ketuntasan 75. Sedangkan dari hasil wawancara dan observasi

ditemukan kelemahan-kelemahan, antara lain siswa belum siap untuk menyampaikan ide

secara lisan. Hal ini dikarenakan siswa tidak mengerjakan tugas yang diberikan sebelumnya.

Kendala yang kedua adalah siswa tidak bisa mengucapkan dengan benar kata-kata tertentu.

Waktu 20 menit untuk mengingat kembali kemudian mengucapkannya dirasa masih kurang.

Berdasarkan temuan pada Siklus 1 di atas maka penelitian dirasa perlu dilanjutkan ke Siklus

2.

Untuk Tahap Perencanaan Siklus 2, sebagaimana pada Siklus 1, peneliti

menyiapkan RPP sebagai perbaikan dari siklus 1, menyiapkan topik yang sesuai dengan

pembelajaran yang didalamnya disertakan metode pembelajaran yang menggunakan talking-

stick dengan langkah-langkah dan ketentuan metode tersebut. Peneliti juga menyiapkan

media pembelajaran berupa 2 buah stick (tongkat) sebagaimana pada siklus 1, kertas tugas,

power-point dengan materi seputar Adjective order yang ditayangkan di LCD (lihat Gambar

3). Peneliti juga menambah jenis lembar kerja siswa yang pernah dipergunakan pada siklus

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

452

sebelumnya yang sesuai dengan model pembelajaran. Peneliti juga menyiapkan pedoman

observasi beserta lembar atau alat evaluasi untuk mendukung terlaksananya penelitian ini.

Pada Tahap Pelaksanaan, seperti pada Siklus 1, untuk memulai pelajaran guru

meminta siswa menuliskan kembali standard peningkatan ketrampilan yang ingin dicapai,

dan duduk membentuk huruf „U‟. Kemudian guru meminta siswa untuk membuka buku „Get

Along‟ halaman 40 yang membahas tentang Adjectives dan membaca Text Activity 12,

mempelajari dan mengingat kembali cara membaca pada bacaan yang telah dipelajari diakhir

pelajaran sebelumnya selama 25 menit. Selanjutnya siswa dimohon untuk menutup buku.

Kemudian guru mengulang kembali tata cara belajar dengan talking-stick. Guru mengambil

tongkat dan menyampaikan bahwa tongkat dipindahkan searah jarum jam, siswa yang

memegang tongkat diharapkan menyampaikan idenya (secara lisan). Setelah selesai

memberikan pendapatnya, tongkat disrahkan kepada teman terdekatnya. Tongkat diberikan

kepada siswa secara bergantian kepada siswa lainnya, dan seterusnya, sampai seluruh siswa

memiliki kesempatan untuk mengungkapkan pendapatnya scara lisan. Selama siswa

pemegang tongkat berbicara, jika ada pertanyaan yang ada kaitannya dengan materi harus

seijin pembicara, dan jika ada pertanyaan lain yang tidak ada kaitannya dengan materi maka

siswa tersebut harus menunggu sampai selesai bicara. Sementara itu guru bebas

menyampaikan pendapat, komentar, klarifikasi atau pertanyaan. Setelah satu putaran selesai

maka talking-stick akan diambil kembali oleh guru. Setelah sebagian besar siswa

mendapatkan giliran untuk memegang talking-stick, kegiatan belajar dihentikan.

Untuk membuat siswa lebih terlatih berbicara dengan alat bantu talking-stick ini

pertama-tama siswa diajak untuk melakukan permainan dengan alat bantu belajar tersebut.

Pada Siklus 2 ini siswa diminta untuk menyebutkan minimal sepuluh poin, tiga poin lebih

banyak daripada yang di Siklus 1; alamat siswa tinggal, nama orang-tua, pekerjaan mereka,

jumlah saudara, nama saudara, dimana mereka belajar, kelas berapa, dan apa saja hobi

masing-masing anggota keluarga, keinginan bekerja dimana, atau ingin melanjutkan belajar

dimana. Dalam kesempatan ini siswa yang pada percobaan latihan mendapat giliran terakhir

sekarang mendapatkan giliran pertama. Kemudian tongkat diberikan kepada teman

terdekatya, dan seterusnya.

Setelah siswa dianggap sudah cukup berlatih atau terbiasa dengan tongkat,

selanjutnya disampaikan bahwa siswa memiliki waktu 25 menit untuk mencoba mengingat

kembali cara membaca, sekaligus menghafal text yang sudah dipelajari sebelumnya, yang

akan dipakai dalam permainan dengan menggunnakan tongkat. Setelah 25 menit, siswa

diminta untuk menutup buku dan dimulailah permainan dengan menggunakan tongkat. Pada

kali ini siswa yang mendapat giliran terakhir di percobaan kedua mendapat giliran pertama.

Guru yang memegang tongkat menanyakan pertanyaan seperti pada Siklus 1, yaitu Who is

Rina?, sambil memberikan tongkat kepada siswa pertama. Setelah menjawab pertanyaan

siswa menanya kepada siswa disebelahnya How does she look like?, sambil memberikan

tongkat, dan seterusnya.

Kegiatan siswa dilanjutkan dengan kegiatan percakapan. Untuk menentukan lawan

bicara, siswa yang memegang tongkat merah berbicara dengan siswa yang memegang

tongkat putih. Pemegang tongkat merah memulai bertanya pertanyaan yang sama dengan

yang digunakan pada latihan sebelumnya. Dalam kesempatan ini siswa pemegang tongkat

warna merah bertanya dengan pertanyaan nomor ganjil dan pemegang tongkat warna putih

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

453

bertanya dengan pertanyaan nomor genap, dan seterusnya sampai semua siswa melakukan

percakapan. Sebagai kegiatan akhir, guru mengajak siswa untuk membuat kesimpulan

terhadap materi yang telah dipelajari.

Hasil dari Tahap Observasi menunjukkan bahwa pada kegiatan awal pembelajaran,

tinggal dua siswa yang masih belum konsentrasi penuh terhadap pelajaran. Hal ini

dikarenakan kegiatan pembelajaran dengan tongkat sudah menjadi daya tarik sendiri, siswa

sudah tidak lagi bertanya tentang talking-stick. Percakapan yang mereka lakukan adalah

seputar materi pembelajaran, ada siswa yang bertanya kepada teman disbelahnya tentang cara

mengucapkan beberapa kata yang ada dalam bacaan. Sedangkan dalam kegiatan inti, dapat

disimpulkan bahwa semua siswa memperhatikan demontrasi, dan semua siswa melakukan

tugas seperti yang diharapkan.

Hasil Refleksi menunjukkan bahwa kegiatan pembelajaran dengan menggunakan

tongkat ini bisa meningkatkan kemampuan siswa berbicara bahasa Inggris dan minat siswa

untuk belajar berbicara. Demkian pula, keberanian berbicara bisa ditumbuhkan, perhatian

siswa bisa diarahkanp untuk satu titik fokus, sambil menunggu giliran berbicara. Penggunaan

tongkat kedua untuk menentukan lawan dialog dari pemegang tongkat pertama, pada Siklus 2

ini tampak kegunaannya untuk kegiatan percakapan.

Berdasarkan perolehan nilai post-test Siklus 2 didapatkan nilai rata-rata 75, dan masih

terdapat 5 siswa yang belum memenuhi kriteria ketuntasan 75. Sedangkan hasil wawancara

dan observasi tidak ditemukan kelemahan-kelemahan; siswa tampak sudah siap untuk

menyampaikan ide secara lisan. Hal ini dikarenakan siswa telah belajar dan berlatih berbicara

tentang materi yang akan dijadikan materi berbicara dan mengerjakan tugas yang diberikan

sebelumnya. Waktu 25 menit untuk menghafalkan yang akan disampaikan siswa, dirasa

sudah cukup. Berdasarkan temuan pada Siklus 2 disimpulkan bahwa ada peningkatan hasil

belajar siswa.

PEMBAHASAN

Penggunaan talking-stick pada pembelajaran Siklus 1, dengan kegiatan yang dimulai

dengan pengenalan talking-stick, dilanjutkan dengan dua kali latihan berbicara dengan

talking-stick, pertama dengan menyebut angka one, one-two, one-two-three, dan seterusnya,

dan kedua dengan memperkenalkan diri anggota keluarga, kemudian masuk ke materi utama,

siswa diberi kesempatan selama ±20 menit untuk mempelajari materi pada buku paket,

sekaligus mempersiapkan diri untuk berbicara dengan materi tersebut, ternyata dari hasil

post-test menunjukkan nilai rata-rata siswa yang masih belum banyak meningkat. Karena itu

pada Siklus 2, langkah pengenalan talking-stick dengan menyebutkan angka dihilangkan.

Penyebutan anggota keluarga tetap dilakukan untuk persiapan menuju materi bacaan. Dalam

Siklus 2 siswa diberi kesempatan selama ±25 menit untuk mempelajari materi pada buku

paket, sekaligus mempersiapkan diri untuk berbicara dengan materi tersebut. Hasil nilai post-

test menunjukkan peningkatan nilai rata-rata siswa. Data nilai rata-rata siswa dan jumlah

siswa yang tuntas dan belum tuntas, dapat dilihat pada tabel berikut.

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

454

Tabel 1. Hasil belajar siswa pada siklus I dan siklus II

Siklus Prosentase/jumlah

siswa yang tuntas

Prosentase/jumlah

siswa yang belum

tuntas

Nilai rata-rata

Siklus I 56,25% (9 siswa) 47,35% (7 siswa) 68,12

Siklus II 68,75% (11 siswa) 31,25% (5 siswa) 75,00

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan temuan penelitian dengan penggunaan talking-stick dalam proses belajar-

mengajar dalam 2 siklus, peneliti bisa mengambil kesimpulan: pertama, penggunaan talking-

Stick dalam proses belajar-mengajar telah menunjukkan peningkatan nilai rata-rata siswa dari

pre-test ke post-test Siklus 1 dan post-test Siklus 2. Kedua, penerapan talking-stick bisa

memotivasi siswa untuk terlibat secara aktif berbicara bahasa Inggris. Peningkatan nilai rata-

rata siswa ini didapat dengan menerapkan langkah-langkah penggunaan talking-stick sebagai

berikut: pertama, materi yang akan dijadikan ajar, dipelajari pada pertemuan sebelumnya,

untuk memberi kesempatan kepada siswa menyiapkan speaking. Kedua, dalam pelaksanaan

pembelajaran, peneliti melakukannya dengan bervariasi. Ketiga, alat bantu power-point

dengan LCD digunakan untuk membantu siswa memahami materi. Sebagai kesimpulan,

penggunaan talking-stick dapat meningkatkan kemampuan berbicara siswa.

Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian diatas, disarankan kepada guru-guru Bahasa

Inggris lain yang memiliki masalah yang sama, untuk menggunakan talking-stick dalam

pelaksanan pembelajaran. Untuk kepala sekolah disarankan agar hasil penelitian ini bisa

digunakan sebagai pertimbangan dalam mengambil kebijakan sekolah. Sedangkan untuk

peneliti yang akan datang, hasil penelitian ini bisa digunakan sebagai bahan referensi.

Daftar Rujukan

Eggan, P. and Kauchak, D. 2012. Strategi dan Model Pembelajaran Mengajarkan Konten

dan Ketrampilan Berfikir. Jakarta: Permata Puri Media Kembangan.

Purnama, W. 2013. Peningkatan Aktifitas dan Hasil Belajar Tipe Talking Stick pada Mata

Pelajaran PKn Kelas V-A SDN 7 Metro Barat pada Tahun Ajaran 2012/2013.

Skripsi. Bandar Lampung: Universitas Lampung.

Suyatno. 2009. Menjelajah Pembelajaran Inovatif. Sidoarjo: Masmedia Buana Pustaka.

Winingsih, E. 2013. Penerapan Metode Talking Stick Disertai dengan Konsep MAP untuk

Meningkatkan Hasil Belajar Biologi pada Materi Sistem Pencernaan Siswa Kelas XI

IPA-1 SMAN 2 Sukoharjo Tahun Pelajaran 2011/2012. Skripsi. Surakarta: UMS.

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

455

TEACHING SIMPLE PRESENT TENSE

BY USING GUESSING SENTENCE GAME

AT GRADE XI MULTI-MEDIA C OF SMKN 3 BATU

Anastasia Sri Yusetiawati

[email protected]

Abstract: This study aims to use „guessing sentence game‟ to improve the students‟

mastery of English simple present tense at Grade XI Multi-media C of SMKN 3 Batu,

academic year 2015-2016. This research is categorized as a classroom action research,

which was conducted in two cycles. Each cycle consisted of planning, acting, observing

and reflecting. The data were gathered in the forms of qualitative and quantitative data. The

qualitative data were gained through observation, while the quantitative data were obtained

from the students‟ test scores. The finding of this research showed that there was

improvement on the students‟ mastery of simple present tense. It can be seen from the

scores of their test. In Cycle 1 there were 12 (44.4%) students who passed MPL, whereas in

Cycle 2 there were 21 (77.7%) students who passed MPL. So the criteria of success, which

were 75% students should get the score 80, was achieved. The result of observation showed

that the students were motivated in the teaching and learning process after the

implementation of guessing sentence game. Besides, their difficulties in learning simple

present tense were overcome by using the game. Therefore, it can be concluded that the

students‟ mastery of simple present tense has improved satisfactorily and also the students

were motivated in learning simple present tense.

Key words: simple present tense, guessing sentence game

Grammar may be roughly defined as the way a language manipulates and combines

words (or bits of words) in order to form longer units of meaning (Ur, 1988). In other words,

grammar can be defined as the way how the words are combined together to make

meaningful and understandable utterances, either in spoken or written forms. The way of how

grammatical rules should be taught might be one of the issues among the linguists and the

experts in language teaching. The issues centered in such questions as: whether grammatical

rules are best taught inductively or deductively, or whether they are best taught using

traditional method or communicative method. Despite the questions, nowadays grammar

teaching is still playing in the circle of teacher-centered, i.e. teaching grammar means giving

and explaining grammatical rules and their usage from one source (i.e. teacher), and learning

grammar means analyzing the forms and the structure of the sentences.

Simple present tense has been taught in the first grade of junior high school. However,

although English has been taught since elementary level, there are many students of

vocational high school, especially the eleventh grade, who have difficulties to learn it.

Based on the writer‟s experience when she taught simple present tense at SMK, it was

found that students faced many difficulties in learning simple present tense. First, there were

many students who were still confused when they should put –s or –es ending in the verb.

The problem may appear because they did not understand that the third singular person goes

with “verb + s / es”. Second, many students tend to use “verb-ing” in the simple present

tense. It happened because the students have learned about present continuous tense when

they were in junior high school. These two tenses distracted each other. Third, the writer used

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

456

monotonous technique in teaching simple present tense, she explained the rules and their use,

and then asked the students to memorize the rules. After that she asked the students to do

some exercises or make some sentences using simple present tense.

This strategy influences the teaching of grammar which causes many problems. First, it

relates to the condition of the students who just memorized the rules of the simple present

tense in the classroom, and forgot it outside the class. That is because the strategy did not

support the students to memorize the rules for a long-term memory. Second, most of the

students were unable to apply the rule because the exercises given to them were not enjoyable

and interesting. From these facts, it can be concluded that teaching grammar by using the

traditional strategy does not facilitate an effective teaching and learning process.

In line with this problem, the writer attempts to give a solution for the teacher to

implement an English teaching strategy which can make language teaching and learning more

efective and provide an enjoyable atmosphere for the students to master the simple present

tense. In fact, the techniques for teaching grammatical rules are various, such as

demonstration, illustration, TPR activities, role-play, and problem-solving activities. But in

this article, the writer would like to propose a game (sentence guessing game) as an

alternative way to solve the problems that arise in learning simple present tense.

By using a game, the students can learn grammatical rules in an interesting and

enjoyable atmosphere, ang they would not be bored in completing the tasks because they feel

fun and happy.

To apply this strategy in teaching simple present tense, an action research was carried

out in Grade XI Multi-media C of SMKN 3 Batu. The class is considered as the middle class

students. Most of them had difficulties in learning English. To make the study clearly

understood, the problem in this study is formulated as follows: „How can the sentence

guessing game overcome the students‟ difficulties in learning the simple present tense at

Grade XI Multimedia C of SMKN 3 Batu?‟

The results of this study are expected to give the English teachers a new information

about an alternative strategy in teaching simple present tense. For the class teacher, it helps

her to solve their students‟ problem in learning simple present tense. For the school

headmaster, it gives him/her useful information about English teaching strategy, so that

he/she can motivate the teachers to develop other strategies and techniques in teaching

English.

THEORETICAL FRAMEWORK

When someone learns another language, in addition to his/her mother tongue or first

language, he/she needs to learn the rules about that language. Also when someone wants to

learn or to teach English language, he/she should learn or teach the rules of English grammar.

As a consequence, mastering grammatical rules is urgent for language learners besides

mastering the four skills (Listening, Speaking, Reading, and Writing). For this case, Ur

(1988) says in her book Grammar Practice Activities, that the grammatical rules are essential

for the mastery of a language; we cannot use words unless we know how they should be put

together.

There are many definitions of grammar, Veit (1986) points out:

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

457

A grammar is a person‟s subconscious language knowledge. You use your English

grammar whenever you speak or write English or understand someone else‟s speech

or writing. A grammar consists of principles or rules that allow you to create an

unfinite number of possible sentences out of finite number of words.

From this definition, it can be concluded that grammar is knowledge about the rules of

language. It explains how to combine words or bits of words in order to make meaningful

sentences both written and spoken.

Simple present tense is taught in Grade XI of vocational high school as one of the

grammatical rules of English lesson. Simple present tense is used when: the action is a

general truth, the action happens at the present time, or it is a habitual action. The patterns of

the sentence are: positive sentence: subject + verb + object + modifier, negative sentence:

subject + do/does + not + verb1 + object + modifier, interrogative sentence: do/does + subject

+ verb1 + object + modifier. Note: if the subject is the third person singular (he/she/it/John),

we must add -s/-es ending after the verb (e.g. runs, walks, watches, goes).

Games for Language Teaching

Everyone likes playing a game. A game is a fun activity which can be played by children

and adults (Wright et al., 1979). There are many definitions about game, one of them is stated

by Savignon & Margie (1978) in their book Initiatives in Language Teaching. They say that

game is defined as an activity carried out by cooperating or competing to achieve, within a

set of rules, their own objectives.

According to Wright et al. (1979), a game for language teaching means a game as an

activity which is entertaining and engaging, often challenging, and an activity in which the

learners play and usually interact with others. This means that games for language teaching

and learning should be the activities that provide students to interact and communicate with

others during the activities. It should also give the challenge to them but not make them

bored.

Teaching Simple Present Tense by Using “Sentence Guessing Game”

In this research, the writer proposed the use of “Sentence Guessing Game” in teaching

simple present tense. The materials for the teaching are a set of cards or slips of paper, each

of which has a simple present tense sentence, for example: She reads a book in the library.

The teaching procedure includes: (1) the teacher divides the class into three groups, (2) each

group chooses one student as the leader, (3) the teacher explains the procedure of the game,

i.e. each leader of the group in turns comes before the class, the teacher shows a simple

present sentence, which is written in a piece of paper/card. Then, the leader of the group

draws pictures or makes body movements to invite the members of the group to guess the

sentence. The time given to guessing the sentence is 3 minutes. If the group can guess the

sentence, then they will get a point.

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

458

RESEARCH METHOD

This research was conducted at Grade XI Multi-media C of SMKN 3 Batu, academic

year 2015-2016. This class contains 27 students. The method that was used in this research is

classroom action research (CAR) method. In this CAR, the writer conducted two cycles, each

of which consisted of planning, acting, observing, and reflecting. The action procedure for

Cycle 1 is as follows.

In the planning step, the researcher prepared: (a) the lesson plan as the guide to

implement the action in the process of teaching and learning, (b) the observation sheet for

taking notes about the students‟ activities during the process of teaching and learning, (c) the

questionnaire for the students for both before and after the implementation of the action, to

know how far the sentence guessing game influenced their process of learning, (d) the pre-

test and the post-test to measure how far the game can improve students achievement of

learning simple present tense, (e) the media in the form of a set of cards or slips of paper,

which has a simple present tense sentence on it, and (f) the camera to take the picture of

students while they were playing the game. The pictures are used for documentation.

In the acting step, the researcher did the action according to the lesson plan that had

been prepared before. The details are as follows: (a) the researcher divided the class into three

groups, i.e. Group A, Group B, and Group C, and arranged the chairs as comfortable as

possible so that the students can do the game freely, (b) the researcher asked each of the

groups to choose one of the members to be the leader of the group, (d) the reseacher

explained about the game to the students. Every leader of the group will come to the front of

the class in turns. Group A got the first turn. The reseacher showed a simple present sentence

in a card, then the leader of Group A drew a picture or make body movement to invite the

member of the group to guess the sentence. The time provided is 3 minutes at the most. The

group which can guess the sentence will get one point, (d) 20 minutes before the end of the

process of teaching and learning, the researcher explained about simple present tense, namely

its sentence formula, (e) at the end of the cycle, the researcher gave a post-test to know the

development of the students‟ mastery of simple present tense. The results of this post-test

were used as the data to evaluate the action for the next cycle, and (f) the researcher also gave

a questionnaire to know how far the game has influenced the students‟ achievement in

learning the simple present tense.

In the observing step, the observation was done at the time when the action was being

implemented. In this observing step, the researcher asked another English teacher as the

observer to observe the teaching and learning process.

Finally, in the reflecting step, the result of the observation and the questionnaire were

discussed and analyzed by the researcher. The observer wrote down the problems that arose

in the first cycle. The result of this analysis was used as an evaluation and input to make the

action plan for the next cycle.

In this classroom action research, the data analysis is divided into two kinds, they are

quantitative analysis and qualitative analysis. The indicator of success in this classroom

action research (CAR) was determined that the research was successful, if 75% of students

can achieve the target score of 80 (MPL).

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

459

RESEARCH FINDING AND DISCUSSION

This research was conducted in two cycles. The findings of each cycle are presented

below.

Cycle 1.

In the planning of this first cycle, the researcher made a preparation in the form of

lesson plan, based on those explained in the research method stated above, which includes:

the teaching materials, the teaching and learning activities, and the learning aids that would

be used during teaching and learning. In the first meeting of the action step, the researcher

taught using the prepared lesson plan. Before she began to teach, she gave a pre-test to

students to measure students‟ prior knowledge about simple present tense. After that she

explained about the rules of the game to the students, divided the class into three groups, and

arranged the tables and the chairs, all as designed in the research method stated above. After

playing the game, the teacher distributed a handout about simple present tense material to the

students, and she explained it inductively. At the end of learning, the teacher asked the

students to write simple present tense sentences.

When the teacher was teaching in the classroom, the observer made an observation on

the students activities. The observer gave some inputs to the teacher about the teaching

learning process. In the first meeting, the teacher saw that almost 60% of students were still

confused about how to play the game. Besides, the teacher also saw that most of the students

lacked English vocabulary, so when they tried to guess the sentence they got stuck due to the

limited vocabulary. When the researcher checked the students writing task, she found that

many students wrote incorrect sentences, such as: She go to school everyday, They eating

three times a day, My sister watchs television every night, He do not play football in the field,

Does you walk to school?

From the reflection, it can be said that the teaching and learning process of the first

cycle still needed to be improved. The result of the post-test showed that only 12 (44.4%) out

of 27 students who passd the MPL. To overcome the students‟ lack of vocabulary, in the

next Cycle 2 the students are allowed to bring a handphone. The mobile phone may be used

to look for the difficult words. The students‟ problems in compossing simple present tense

sentence was because they did not remember the pattern of simple present tense and were not

able to distinguish between regular and irregular verbs.

Cycle 2

In this cycle, the researcher modified the action. She re-planned the lesson plan by

adding the regular and irregular verb material. Mobile phone may be used during teaching

and learning process. To ease the students‟ understanding about regular and irregular verbs,

the researcher made regular and irregular verb cards. These cards were designed attractively

and used bright colours of yellow and red. Yellow cards are used for regular verbs, while red

cards are used for irregular verbs. In the first meeting of the action, the researcher used three

groups again for doing the game.

In the second meeting they played the game again, and the researcher let the students

bring their mobile phone to help them for looking for the difficult words when they were

guessing the sentence. Before they started playing the game, the researcher displayed the

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

460

cards of a sentence which uses a regular verb and an irregular verb. The teacher explained to

them that yellow cards was for a sentence which uses regular verb while red cards for a

sentence which uses irregular verb. The researcher prepared 15 cards, each group had to

guess 5 sentences in turns. If one group could not guess the sentence, then it would be given

to the other group, but the time given was only 90 seconds. When they had guessed the

sentence, the teacher asked all the students to write on their notebook, so that when the game

was over they already had some examples of simple present tense sentence. Twenty minutes

before the process of teaching and learning was over the teacher asked them to make 10

simple present tense sentences in positive, negative and interrogative forms.

While the researcher was implementing the action, the observer filled in the

observation sheet and took the pictures of the students who were playing the game. In the

second meeting, the students were more motivated and interested in the teaching-learning

process. They were not confused anymore to play the game. Most of them understood the

rules of the game and knew how to play the game. The leader of the group drew a picture and

moved the body in such away that the members of the group could guess the sentence easily.

The mobile phone and the colourful cards also helped them to guess the sentence. They

seemed to enjoy playing the game and have fun while playing the game.

From the reflection, it can be concluded that the teaching and learning process was

much better than that in the first cycle, because the students are allowed to bring a mobile

phone. It helped students to look for difficult words which were found in the guessing

sentence game. Moreover, the use of different colours for the cards of regular and irregular

verbs also made them easier to guess the sentences. Besides, the writing of all the sentences

which had been guessed by the group, helped them to memorize the patterns of simple

present tense in the forms of positive, negative and interrogative. It can be said that Cycle 2

was sucsessful to increase the students‟ mastery about simple present tense. The result of the

post-test showed that 21 (77.7%) out of 27 students passed the MPL. There is an increase of

students‟ mastery, from only 44.4% of students in the first cycle.

CONCLUSIONS AND SUGGESTIONS

After conducting the classroom action research at Grade XI Multimedia C of SMKN 3

Batu in the academic year 2015-2016, it can be concluded that the guessing sentence game

can improve students‟ mastery of the simple present tense. Guessing sentence game was a

suitable technique for teaching simple present tense because besides it can improve students‟

mastery of the tense, it can also make students happy and more motivated to learn simple

present tense. In addition to the procedure of playing the game, it should be noted that in

playing the game, the students should be facilitated with mobile phones, and the cards should

be designed attractively, such as using colours.

Based on the conclusions, it is suggested for other English teachers who face the same

problem, to use the guessing sentence game. English teachers may also modify the game to

suit the real context, when it is implemented at the other school levels. The result of this

research can also be used as a reference for future researchers.

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

461

References

Savignon, S.J. & Margie, S.B. 1978. Initiatives in Communicative Language Teaching II.

New York: Addison Wesley.

Ur, P. 1988. Grammar Practice Activities: A Practical Guide for Teacher. Cambridge:

Cambridge University Press.

Veit, R. 1986. Discocering English Grammar, Boston: Houghton Mifflin.

Wright, A.; David Butteridge, D.; and Buckby, M. 1979. Games for Language Learning,

Cambridge: Cambridge University Press.

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

462

IMPROVING THE READING COMPREHENSION ACHIEVEMENT

OF THE TWELFTH YEAR STUDENTS OF SMK NEGERI 3 BATU

THROUGH THINK-PAIR-SHARE

Budin Indrawati

SMKN 3 Batu, East Java, Indonesia

[email protected]

Abstract: This study aims to improve the students comprehension ahievement of the

twelfth students of SMK Negeri 3 Batu through Think-Pair-Share. This study employed the

type of collaborative classroom action research between the researcher and the the class

teacher. Thinking is the first step of Think-Pair-Share strategy in which the students think

of a response. The second step of the strategy is pairing, in which the students work

together with their neighbour to discuss their responses to the questions. The last step of

Think-Pair-Share strategy is sharing, in which the students share their responses to the

whole class. The finding shows that the strategy can be used to improve the students‟

reading comprehension achievements (word, sentence, paragraph and text comprehension

achievement) of the twelfth year students of SMK Negeri 3 Batu.

Keywords: reading comprehension, think-pair-share.

The goal of learning English at vocational high school is mastering English

communication skill on Novice to Intermediate level, to support their special competence

program achievement. The communication skill is reached through the development of the

four major skills, namely: Listening, Speaking, Reading and Writing, which are presented in

an integrated way (Depdiknas, 2007).

The problem in reading comprehension was experienced by the students of SMKN 3

Batu. Most of them got difficulties in comprehending the text because they have no prior

knowledge about the text as well as lack vocabulary. It could be seen from the result of the

test in the preliminary study that the mean score of their reading comprehension test was only

58.42.

From the observation, the questionnaire, and the result of the test, it can be seen that

the students got difficulties in the following aspects: (1) determining the general idea of the

text; (2) finding the main idea of the text; (3) identifying implicit information of the text; (4)

grasping the meaning of words, phrases or sentences in the text; and (5) determining the

reference marker.

The students' difficulties in reading were also caused by some factors that might come

from the students and the teacher. Most of the students admitted that they often felt bored

when they had to read a text, especially a long and uninteresting text. When they read a long

text, they were not so interested because they often did not understand the meaning of the

words used in the text. It was difficult for them to understand the content of the text. It

happened because they had no prior knowledge about the text. In the class, some students

were sometimes seen to lean over their head on the table and talk to each other during the

reading lesson. Moreover, the students did not respond to the teacher‟s command; they did

not pay attention to the teacher‟s explanation and they were lazy to do the assigments given

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

463

by the teacher. They were also reluctant to bring the dictionary. They just waited until the

teacher explained it for them or asked them about the difficult words.

The external factors were also the causes of the students‟ problems. The strategies

used in teaching reading were unvaried and uninteresting. The teacher never gave model or

taught strategies to comprehend the text. Sometimes, the teacher also dominated the

classroom activities. These conditions make them reluctant to pay more attention during the

reading class. Besides, in reading class the teacher usually used the text-book or LKS

(worksheet) to present a topic and asked the students to do some exercises that follow. It

made the reading lesson so monotonous and boring for them. They want something different

in reading lesson that will make reading more interesting and enjoyable. Consequently, they

need appropriate instruction and strategies from the teacher to improve their reading ability. It

means that the teacher should give a new strategy to the students to comprehend the reading

text during English teaching in the classroom. In English teaching, reading is one of the

communication skills that need to be developed in the classroom. It needs to be developed

because reading dominates all activities in English teaching, and writing is usually taught

integratedly with reading comprehension. In other words, reading must be involved during

the time of the teaching and learning activities in the classroom. In line with reading, Rivers

(1981:259) states that the most important activity in any language class is reading. It is not

only as a source of information and a pleasure activity but also as a means of consolidating

and extending one‟s knowledge of language. It means that the activity of reading brings many

benefits for students such as to get information, pleasure, and knowledge. Wood (1990:5)

also states that reading will become a valuable source of information when it is learned to get

meaning from different types of materials and to read for a variety of purposes. Thus, it can

be concluded that reading is an important way of gaining various kinds of knowledge and

information.

Models of the reading process often depict the act of reading as a communication

event between a sender (the writer) and a receiver of information (the reader) (Vacca and

Vacca, 1991:19). In general, language information flows from the writer to the reader in the

sense that the writer has a message to send, and transmit it through print to the reader who

then must interpret its meaning. Reading models have been developed to describe the way the

reader uses language information to construct meaning from print. Most models may be

placed in one of the three categories: bottom-up, top-down, or interactive model. The brief

explanation of each type of reading models is as follows.

Understanding word meaning is basically important in reading comprehension,

because it is impossible to comprehend a text without understanding the meaning of its

words. According to Burns and Roe (1984:161), understanding printed materials depends

upon knowledge of word meanings. In line with this idea, Pretty and Jensen (1975:222) say

that students may use word recognition or decoding skills to analyze unfamiliar written

symbols for clues to their meaning. Further, they explain that word recognition skills cover

structural and phonetic analysis as well as the context itself. From these statements, it can be

concluded that comprehending word meaning is the basic step and the success key for

reading comprehension. In this research, one aspect to measure the students‟ reading

comprehension is word comprehension test.

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

464

According to McWorther (1989:86), every sentence expresses at least one key idea, or

basic message. This key idea involves a subject (noun), that identifies a person or object of

the sentence is about. This key idea also involves a predicate, that tells what the person or

object is doing or has done. There are two questions which should be considered in order to

find the key ideas in a sentence: (1) who or what the sentence is about, and (2) what is

happening in the sentence. In other words, these questions ask for the subject and the

predicate in a sentence.

A topic sentence is a term used to identify the main idea (Wingersky et al., 1999:25).

McWorther (1989:106) states that the most general sentence in the paragraph expresses the

main idea called the topic sentence. So, a topic sentence introduces the main idea or attitude

of the paragraph (Wood, 1990:125). In this case, a good topic sentence states the idea about

the topic as well. The idea or attitude is called the controlling idea. According to Bram

(1995:16), a topic sentence must have a subject and an attitude. The subject tells us what the

writer writes about, while the attitude gives an explanation that implies why he writes.

The KTSP (School-based Curriculum) for vocational high schools (Depdiknas,

2007:13), targets the twelfth grade of vocational high school students to be able to

comprehend all sorts of meanings (interpersonal, ideational, and textual) from various written

texts (literary or factual) and monolog, especially in the genre of recount, response,

discussion, information report, exposition, explanation and procedure.

To overcome the problems of reading comprehension as stated above, this study

attempted to use Think-Pair-Share (TPS) strategy. According to Rasinkski and Padak (1996,

as quoted in Juanita et al., 2006) TPS strategy is a strategy that can be used with any genre or

kind of reading text. TPS has three steps. „Thinking‟ is the first step of TPS strategy, in which

the students think of a response of a question provided in a text. The second step of

the strategy is „pairing‟, in which the students work together with their partners to discuss

their responses to the questions. The last step of TPS strategy is „sharing‟, in which the

students share their responses to the whole class.

For the choice of text in this research, the researcher focused on a factual text. It was

because in the KTSP English curriculum used in SMK Negeri 3 Batu, the twelfth grade of

Broadcasting reading text is factual type, especially Recount, Information Report, and

Procedure. They should be taught to the second semester of the twelfth grade of vocational

high school, where this research was conducted. Besides, the researcher and the English

teacher as the collaborator decided to use factual texts in this research.

METHOD

The setting of the research is SMK Negeri 3 Kota Batu, which is located on

JalanTerusan Metro Santrea Sumberejo, Batu, 4 kilometers to north of town-center of Batu.

This school has 32 classes, and the twelfth grade has 8 classes in the 2016/2017 academic

year, consisting of Multimedia Department (three classes), Broadcasting Department (three

classes), Computer Network Department (two classes), and Animation Department (one

class). The subjects of this research are the twelfth grade students of Multimedia-A class.

This class consists of 26 students. The test of reading comprehension for the three classes of

Multimedia was done by the researcher before the implementation of the actions. The result

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

465

of reading comprehension test showed that the lowest mean score is Multimedia-A so that

this class was chosen as the subjects of this research.

In conducting the research, the researcher followed a series of steps. The steps

included preliminary study to analyze and identify problems as the preparation, followed by

(1) Planning of the action, (2) Implementation of the action, (3) Observation and evaluation

of the action, and (4) Analysis and reflection (see Figure 1 below).

This study was motivated by the general ideas of how the students‟ reading

comprehension could be improved by the use of Think-Pair-Share strategy. Thus, a

preliminary study was designed based on the general plan above. This general plan was then

implemented and observed. Finally, the reflection was conducted in order to identify all

findings, including the success and the failure as the implementation effects.

A preliminary study was conducted previously to a real classroom activity to verify

the data about the students‟ problems in reading comprehension. The data were gathered by

observing the students‟ reading comprehension achievement. The result of this preliminary

study was then used to set up a lesson plan for the first cycle. It can be seen from the results

of the students‟ reading comprehension test which showed that the students‟ average score of

reading comprehension test was 26.92 (out of 100). The observation of students showed that

not all students were active in the teaching and learning process, only 12 students (46.15%)

were active, the other 14 (53.857%) students were not active. Some students sometimes asked

the teacher or their friends some unfamiliar words they found in the text or in the exercises,

11 students (42.31%) discussed the text and answered the questions, 7 students (26.92%)

tried to answer the questions, 4 students (15.38%) could give correct answers, but 4 students

(15.38%) just kept silent.

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

466

The criteria of success of the research included two aspects, namely: (1) the students‟

mean score of reading comprehension test was greater than or equal to 75, and (2) the

students were active during the learning-teaching process. The students were considered

active during the learning-teaching process if their activeness in following the instruction

reached the score of 75-90 or achieved good qualification. The activeness of the students was

evaluated by using the checklist of the students‟ observation sheets used in the study.

In order to collect data related to the second success criteria, the students reading

scores were taken from the reading test. The reading test was given at the end of the learning

in every meeting, then analyzed descriptively. The mean score of the pre-cycle test was

compared with the mean score of the test (twice quizzes of each cycle) for the purpose of

knowing the effectiveness of the action. The post-test covered 40 items, consisting of 5 items

for finding main idea, 10 items for finding specific information, 10 items for identifying

textual reference, and 15 items for understanding words meaning. Each item of the test was

scored one. After the result gained, then it was changed into a standard score (1-10). The

calculation for each student‟s score was as follows: for finding Main Idea (MI), MI= ∑ items

answered correctly, for finding Specific Information (SI), SI= ∑ items answered correctly, for

finding Textual Reference (TR), TR= ∑ items answered correctly, and for understanding

Words Meaning (WM), WM= ∑ items answered correctly.

For the students‟ score in comprehending the reading text, the researcher could

formulate the total score as follows: for comprehending the reading text (RC),

RC = MI + SI + TR + WM

Choosing

the Object

Identifying problems&

Suggestion strategy

Solving the problems

(Preliminary)

Reflecting

Planning

(Strategy)

Observing

Implementing

(Strategy)

Succeed

S t o p

Figure 1. The cycle in the Classroom Action Research (Adapted from

lecture‟s handout Graduate Program Unisma)

Fail

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

467

FINDINGS AND DISCUSSION

The result of the TPS strategy application was analyzed to determine whether the

action need to be continued to the next cycle or not. This section presents the findings from

each cycle.

Cycle 1

The first meeting of Cycle 1 was held on Monday, 17 October 2016. The class started

at 15.00 and ended at 16.30 a.m. The researcher and the collaborator entered Class XII

Multimedia A, and the students had been on their chairs. The researcher opened the lesson by

saying “Good afternoon students. How are you today?” and the students replied “Good

afternoon, ma‟am. I‟m fine, and how about you?. The researcher replied “I‟m fine, too, thank

you”. Then, the researcher checked the attendance, all the students were present that day.

Then, the researcher told the students that they would learn a recount text. After that

the researcher began to orient the students to the teaching material. The researcher asked the

students about their understanding of recount text. The students were noisy to answer that

question. Then, the researcher explained all about recount text. Not only the definition of

recount text, but also the purpose of the text, and the structure of recount text (orientation,

sequence, and reorientation) were explained.

Next, the researcher distributed a recount text to the students with the title “Earning

Extra Income”. Then the researcher asked the students five questions one by one orally: (1)

What is the topic of the paragraph? (2) What does the writer tell in the text? (3) What is the

orientation part of the text? (4) What is the sequence of events of the text? (5) Which is

reorientation? The students answered all the questions enthusiastically, even though some of

them were still passive.

Next, the researcher asked the students to identify the new words in the text. Then the

researcher asked the students to find the detailed information in the text. After that the

researcher asked the students to find the topic and main idea of the text. Next the researcher

asked the students to share the new words, the topic, and the main idea. Furthermore, the

researcher asked the students to present the generic structure of the text. Finally, the

researcher led the students to make a conclusion.

The second meeting was held on Thursday 20 October 2016. The researcher and the

collaborator entered the class at 15.15 p.m until 16.45 p.m. In this meeting, the researcher

gave a test for Cycle 1 to the students. The test aimed to know the students‟ reading

conprehension after the implementation of Think-Pair-Share in the first cycle.

After all the students took their seats, the reseacher greeted them, asked the students‟

feeling and checked the students‟ attendance. All the students attended the class. They

seemed ready to have the test that day because they had been informed before.

After the researcher distributed the questions and the anwer sheets, the students did

the test individually. Some students asked whether they were permitted to open the dictionary

or not. The researcher told them that it was a test, so no-one was permitted to open the

dictionary. They should do the test by themselves.

During the test, the researcher monitored the students and asked them about the test.

They said that the test was quite difficult for them. After they finished doing the test, the

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

468

researcher discussed the test with the students. Then, the researcher closed the lesson by

saying good bye and the researcher left the class.

The result of the test showed improvement in the students‟ mean score and in the

percentage of students who got score ≥ 75. The mean score increased from 58.81 in the

preliminary test to 64.04 in this first cycle.

From the results of the observation and field-note, it could be concluded that the

process of teaching and learning by implementing TPS on reading class generally ran well.

There were some improvements in the students‟ involvement in the teaching-learning process

as well as in class situation in every meeting.

Although the result of the test showed improvement in comprehension, it seemed that

the students still got little difficulty in finding the main idea and implicit information. Their

ability to derive word meaning was still low. It could be said that the Cycle 1 was still

unsatisfactory. The students‟ mean score was still low and the criteria of success had not been

achieved, only 50% students who got the score equal or above 75 (the criteria of success

requires 75% students). It meant that the research should be continued to Cycle 2.

Cycle 2

Based on the findings in Cycle 1, the researcher and collaborator made some changes

in the process of teaching-learning activities in reading class using TPS; however, the action

plan in Cycle 2 was not totally different from that in Cycle 1. The researcher changed the

type of students‟ activity in TPS.

There were two meetings in this cycle. One meeting was for delivering the teaching

material and another meeting was for giving the test of Cycle 2. In the first meeting of the

second cycle, which was held on Monday 24th

October 2016, all the students were present.

The researcher distributed a recount text entitled “Busy Day” including the exercise. Before

teaching the students with the material, the researcher reviewed the material that had been

discussed in the previous meeting in the first cycle. The researcher also asked for their

opinion about comprehending text using TPS. They said that it was an interesting technique

and they became familiar with this technique. Then, the researcher told that the students

would study making a map individually, not in group anymore. The students agreed to do it.

Then, the teaching-learning process began with the „thinking‟ stage, in which the

researcher asked the students to read the text and answer the exercises given individually.

Then, in „pairing‟ stage the researcher asked the students to discuss their answers with

another student (in pairs); after that, the researcher asked the pairs of the students to regroup

into four for further discussion. In „sharing‟ stage the researcher asked the students to present

their answers to the whole class, and correct or revise their incorrect answers. In this stage

some students debated their opinion. Finally, the researcher led students to make a conclusion

(Picture 1 shows the students‟ activities).

In the second meeting, the researcher gave a test of Cycle 2, to know the students‟

reading comprehension achivement after the implementation of the action. The test consisted

of 40 items in multiple-choice form, consisting of 5 items for finding main idea, 10 items for

finding specific information, 10 items for identifying textual reference. It was not quite

different from the test in Cycle 1, i.e. to measure the students‟ ability in finding general idea,

main idea, implicit information, reference marker and deriving word meaning.

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

469

The result of the test showed improvement in the students‟ mean score and in the

percentage of students who got score ≥75 compared with the result of Cycle 1. The mean

score increased from 64.4 in the test of Cycle 1 to 76.50 in Cycle 2.

At the end of Cycle 2, the researcher also gave a questionnaire, to find the students‟

response about the implementation of TPS in reading class. The result of the questionnaire

showed that the students‟ ability in reading, students‟ interest, and students‟ motivation in

reading class improved after the reseacher used TPS in teaching-learning process. From the

questionnaire, the students agreed that TPS technique help them in finding general idea, main

idea, implicit information, word reference and word meaning.

Picture 1. The ativities of Think-Pair-Share

Based on the result of observation in Cycle 2, it was found that 80.77% students

participated actively in the teaching-learning activities.

Knowing the improvement of the test score, the improvement of interest and

motivation, and high participation of students in the second cycle, it can be concluded that the

research was successful because the target of the research was accomplished. Accordingly,

the research could be stopped.

CONCLUSIONS AND SUGGESTIONS

Based on the research findings from teaching-learning process in the two cycles, the

researcher can draw some final conclusions. First, the implementation of TPS was

appropriate using the following steps: (1) involving students in brainstorming activity before

they read the text, (2) directing students to read the text individually, (3) monitoring students

in reading the text, (4) asking the students to look up their dictionary whenever find difficult

words, (5) asking the students to share their ideas with their own partner make sure no one

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

470

dominate the discussion, (6) ask the students to regrouping into four to share their pair ideas,

(7) assigning students to work in groups to discuss their ideas, and (8) having the students to

share their idea to their friend and the teacher in front of the class.

Second, the process of Think-Pair-Share strategy has proved effective to help the

teacher and the students in teaching and learning reading. This was proved by the results of

the observations checklist, field-notes and the average scores obtained by the students in the

two cycles which raised. And finally, the finding shows that TPS has successfully improved

the students reading comprehension.

Based on the conclusions it is suggested that the English teacher socialize this

approach through teachers‟ forums such as in-service training, workshop like MGMP

(Musyawarah Guru Mata Pelajaran), or seminars. For the use of TPS, the English teachers

should consider some aspects in implementing the strategy. First, set the time effectively by

considering the length of time allotted in every activity. Second, deliver explanation using

clear voice, not too slowly nor too quickly. Third, use Indonesian language if the students

find it hard to understand the explanation. Fourth, give a model or an example in every stage

so that the students can easily follow the activity. Fifth, provide the students with lists of

vocabulary or ask them to always bring dictionary since they still have poor vocabulary.

Sixth, approach and guide students when they work on their task. Seventh, in sharing with

pairs, make the students relaxed and comfortable so that they can share their idea. And

finally, be patient since this strategy needs a lot of students‟ courage to do, especially sharing

idea in front of their friends.

For future researchers, they are suggested to use the result of the research as an input

to conduct further research dealing with other reading strategy or the same strategy. The

application of TPS may need to be developed and modified in order to come to the most

effective and efficient teaching model.

References

Bram, P. 1995. Write well: Improving writing skill. Yogyakarta: Kanisius.

Burns, P.C, and Roe, B.D. 1984. Teaching reading in today’s elementary school. - :

Houghton Miflin.

Depdiknas. 2007. Kurikulum KTSP mata pelajaran bahasa Inggris SMA dan MA. Jakarta:

Badan Standar Nasional Pendidikan.

Juanita, R.; Tyra, J.; and Molly, K. 2006. The Indiana reading academy project at Indiana

university (http://www.Indiana.edu/-irap/phase2/exampla2.html).

McWorther, K.T. 1989. Guide to college reading. New York: Harper-Collins

Pretty, W.T. and Jensen, M.J. 1975. Developing children language. Boston: Allyn and

Bacon.

Rivers, W.M. 1981. Teaching skills. Chicago: The University of Chicago Press.

Vacca, L.J. and Vacca, T.R. 1991. Reading and learning to read. Boston: Allyn and Bacon.

Wingersky, J.; Boerner, -; and Horguin-Balogh, -. 1999.Writing paragraph and essay:

Integrating reading, writing, and grammar skills (3rd

edition). Belmonth: Wadsward.

Wood, N.V. 1990. Strategy for college reading and thinking. New York: McGraw-Hill.

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

471

MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBICARA

MELALUI RETELLING TEKS RECOUNT TENTANG BIOGRAFI TOKOH PADA

SISWA KELAS X BAHASA DI MAN BATU

TAHUN PELAJARAN 2016-2017

Khalimatus Sa‟diyah

Bahasa Inggris MAN Batu

[email protected]

Abstrak: Penelitian ini dirancang dengan menggunakan metode Retelling untuk

meningkatkan kemampuan berbicara siswa Kelas X Bahasa MAN Batu tahun pelajaran

2016-2017, pada teks Recount tentang biografi tokoh terkenal. Penelitian ini merupakan

penelitian tindakan kelas dengan menggunakan 4 tahap penelitian. Melalui langkah-langkah

pembelajaran yang dimodifikasi, diharapkan penerapan metode Retelling dapat

menyelesaikan masalah yang dihadapi siswa dalam mempresentasikan teks Recount tentang

biografi tokoh. Penelitian ini dilaksanakan dalam 2 siklus, dan masing-masing siklus ada 2

pertemuan, dan setiap pertemuan ada 3 jam pelajaran. Hasil penilaian di siklus 1 tampak

mulai ada peningkatan, meskipun belum mencapai KKM. Peningkatan yang signifikan

dapat dilihat pada hasil penilaian di siklus 2. Nilai rata-rata siswa sebelum tindakan 70,250

meningkat menjadi 71,875 pada siklus 1, dan menjadi 76,041 pada siklus 2.

Kata Kunci: kemampuan berbicara, retelling, teks recount.

Pendidikan merupakan salah satu kunci pembentukan sumber daya manusia yang

berkualitas, baik dari aspek pengetahuan, aspek sikap maupun aspek psikomotorik.

Pendidikan dapat dikatakan berhasil jika ketiga aspek tersebut dapat dicapai. Pencapaian

tujuan pendidikan ini berawal dari pencapaian tujuan pengajaran. Demikian juga dengan

pengajaran bahasa Inggris. Pengajaran bahasa Inggris ditingkat SMA/MA, berfokus pada

peningkatan kompetensi siswa supaya mampu menggunakan bahasa tersebut untuk mencapai

tujuan komunikasi dalam berbagai konteks, baik lisan maupun tulis, dengan menggunakan

pendekatan berbasis teks, yang tertuang pada kompetensi inti dan kompetensi dasar

(Kemdikbud, 2016).

Merujuk pada rumusan kompetensi inti SMA/MA, pembelajaran Bahasa Inggris

dirancang untuk memberikan pengalaman dalam menggunakan teks-teks berbahasa Inggris

dalam memahami dan menerapkan pengetahuan faktual, konseptual, dan prosedural terkait

fenomena dan kejadian tampak mata, melalui kegiatan berbicara, menyimak, membaca, dan

menulis dalam ranah konkret dan abstrak. Pembelajaran bahasa Inggris berbasis teks

bertujuan untuk menumbuhkan sikap menghargai dan menghayati nilai-nilai agama dan

sosial, termasuk perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli (toleransi, gotong royong),

santun, percaya diri, dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam

dalam jangkauan pergaulan dan keberadaannya.

Namun demikian, kebanyakan siswa masih mengalami banyak kesulitan dalam

mengungkapkan dan menyusun makna dalam teks, termasuk dalam memilih dan

menggunakan kosakata, pengucapan, tekanan kata, tatabahasa dan unsur kebahasaan lainnya.

Kesulitan-kesulitan dalam belajar bahasa Inggris ini juga dialami oleh siswa Kelas X-Bahasa

MAN Batu tahun pelajaran 2016-2017, yang berjumlah 30 siswa (24 perempuan dan 6 laki-

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

472

laki), khususnya dalam mempresentasikan teks Recount tentang biografi tokoh terkenal.

Kesulitan ini disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya: kurangnya kosakata yang

dimiliki, penguasaan grammar yang minim, rasa malu dan takut salah dalam berbicara bahasa

Inggris, dan kurang terbiasa dalam mengungkapkan makna kata dan kalimat dengan bahasa

Inggris, serta kurang adanya persiapan yang matang dalam mempresentasikan pemahaman isi

teks.

Berdasarkan faktor kesulitan tersebut diatas, penelitian ini menekankan pada

ketrampilan berbicara (speaking skill). “Speaking” (berbicara) merupakan kegiatan berbahasa

yang aktif dari seorang pemakai bahasa, yang menuntut prakarsa nyata dalam penggunaan

bahasa untuk mengungkapkan diri secara lisan (Djiwandono, 1996: 68). Ketrampilan

berbicara (speaking) tidak dapat dipisahkan dengan ketrampilan mendengarkan (listening).

Jika seseorang tidak memahami apa yang dikatakan orang lain, maka ia tidak akan

meresponnya (Richards dan Renandya, 2002: 205). Menurut Chaney (1998:13, dalam

Febriyanti, 2006), Speaking (berbicara) adalah “proses membangun dan berbagi makna

melalui penggunaan simbol-simbol verbal dan non-verbal, dalam berbagai konteks”.

Speaking merupakan bagian penting dalam proses belajar-mengajar bahasa Inggris

sebagai bahasa asing. Dunia saat ini mensyaratkan bahwa tujuan pengajaran berbicara harus

meningkatkan kemampuan komunikatif siswa. Karena hanya dengan cara itu, siswa dapat

mengekspresikan diri mereka dan belajar mengikuti aturan-aturan sosial budaya yang tepat

dalam setiap berkomunikasi. Namun demikian, meskipun penting, selama bertahun-tahun

pengajaran speaking masih sangat banyak kendalanya. Pembelajaran speaking masih terbatas

pada pengulangan latihan atau menghafal dialog.

Untuk meningkatkan kemampuan berbicara siswa, dalam penelitian ini akan dikaji

penerapan pembelajaran melalui strategi retelling. Kalmback (1986, dalam Defrioka,

2016:10) menyatakan bahwa retelling adalah suatu proses mengingat kembali apa yang

dibaca dan didengar. Disamping retelling itu mudah dilakukan, dengan retelling diharapkan

siswa dapat secara singkat meringkas isi teks yang mereka baca sebelumnya, sehingga

mereka dapat membuat teks sederhana untuk dipresentasikan kepada teman-teman sekelas

mereka. Retelling menumbuhkan pemikiran kreatif siswa.

Penerapan strategi retelling pernah dilakukan oleh Suryanti dan Widyahening (2014),

yang hasil penelitiannya menunjukkan adanya peningkatan yang signifikan pada hasil belajar

siswa, perilaku dan situasi ketika mereka belajar di kelas menunjukkan perilaku yang aktif

dan situasi yang kondusif. Lebih lanjut Defrioka (2016) dalam penelitiannya menyimpulkan

bahwa retelling strategi mampu meningkatkan kemampuan siswa dalam menginterpretasikan

makna dari suatu teks, dengan kata-kata mereka sendiri serta mengungkapkan isi teks itu

kembali kepada pihak lain.

Manfaat dari penggunaan retelling strategi ini telah dikaji oleh beberapa ahli

diantaranya Koskinen (1988, dalam Defrioka, 2016:12), yang menyatakan bahwa retelling

strategi memiliki beberapa manfaat, antara lain: (1) menghendaki pembaca/pendengar

memahami makna teks, (2) mengidentifikasi struktur teks seperti karakter, setting, dan plot,

(3) menghendaki pembaca/pendengar membedakan pokok pikiran dan pikiran penjelas, dan

(4) merangsang siswa untuk berkomunikasi lisan. Ghiabi (2014) mengungkapkan bahwa

retelling merupakan strategi yang sangat efektif dalam pengajaran karena strategi ini

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

473

membuat pembaca dan pendengar memahami struktur dari sebuah teks, terutama teks cerita.

Retelling juga membantu siswa merespon ide dari cerita itu.

Dengan demikian dalam penelitian ini diharapkan retelling dapat memberikan efek

positif terhadap pembelajaran bahasa Inggris karena memberikan kesempatan pada siswa

untuk meningkatkan kemampuan dalam menyusun informasi yang didapatkan dari teks yang

dibaca dan didengar. Selama proses belajar-mengajar, siswa mengaplikasikan dan

meningkatkan pengetahuan berbahasa melalui internalisasi struktur teks.

Yang dimaksud dengan strategi retelling pada penelitian ini adalah menceritakan

kembali isi teks recount tentang biografi tokoh yang disusun oleh siswa dengan membuat

teks recount sederhana berdasarkan guided questions. Untuk membiasakan siswa dalam

menggunakan bahasa Inggris, pada tahap presentasi, siswa diharapkan mampu

menyampaikan Yes-No questions, yang ditanggapi oleh group presenter. Dengan menerapkan

Yes-No questions diharapkan motivasi dan kepercayaan diri siswa dapat tumbuh.

Dengan demikian, masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

Bagaimana penerapan strategi retelling dapat meningkatkan kemampuan berbicara siswa

Kelas X Bahasa MAN Batu tahun pelajaran 2016-2017 pada pembelajaran teks recount

tentang biografi tokoh?

METODE PENELITIAN

Penelitian yang menerapkan strategi retelling pada materi teks recount tentang

biografi tokoh ini diawali dengan langkah-langkah pembelajaran untuk meningkatkan

kemampuan berbicara siswa Kelas X-Bahasa MAN Batu tahun pelajaran 2016-2017.

Penelitian ini termasuk penelitian kualitatif yang berbasis kelas, maka penelitian ini tergolong

penelitian tindakan kelas (PTK). Guru, selaku pelaksana proses pembelajaran di kelas,

sekaligus merencanakan dan melaksanakan serta melakukan refleksi terhadap proses

pembelajarannya guna mencapai hasil belajar siswa yang diharapkan (Mills, 2003: 14).

Adapun tahapan penelitian tindakan kelas adalah perencanaan (planning), pelaksanaan

tindakan (implementing), observasi (observing), dan refleksi (reflecting). Model tahapan ini

mengambil dari model Kemmis & McTaggart (1992:11). Tahapan penelitian yang

ditawarkan oleh Kemmis & McTaggart ini (lihat Gambar 1) memberikan kesempatan kepada

peneliti untuk dapat memahami masalah yang telah diidentifikasi secara detail sehingga dapat

menentukan penyelesaian masalahnya secara tepat (Koshy, 2005:5).

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

474

SIKLUS 1

SIKLUS 2

Gambar 1 Siklus dalam PTK

Penelitian ini dilaksanakan dalam 2 siklus dan masing-masing siklus ada 2 kali

pertemuan, dimana setiap pertemuan ada 3 jam pelajaran, yang dimulai pada hari Senin

tanggal 17 Oktober 2016 jam ke-2 sampai dengan jam ke-4 (pukul 07.30 s/d 10.00, dengan

istirahat 15 menit setelah pukul 09.00). Pada pertemuan pertama ini diharapkan dapat

terkumpul data yang akan dilanjutkan dengan pertemuan ke-2 pada hari Senin tanggal 24

Oktober 2016 dengan jam yang sama. Data yang terkumpul dari pertemuan pertama dan

kedua digunakan sebagai bahan pertimbangan pembelajaran pada siklus berikutnya.

Siklus yang pertama dari penelitian ini diawali dengan identifikasi masalah yang

dihadapi siswa Kelas X Bahasa dalam mempelajari bahasa Inggris. Kemudian, dilanjutkan

dengan tahap berikutnya yaitu tahapan perencanaan. Pada tahap perencanaan, peneliti

mempersiapkan segala sesuatu yang terkait dengan pelaksanaan tindakan di kelas, seperti: (1)

membuat RPP, (2) menyiapkan teks recount tentang biografi tokoh, (3) menyusun guided

Perencanaan 1 Permasalahan

awal Pelaksanaan

tindakan 1

Refleksi 1 Pengamatan 1

PERMASALAHAN

DARI REFLEKSI 1

PERENCANAAN 2 PELAKSANAAN

TINDAKAN 2

REFLEKSI 2 PENGAMATAN 2

MASALAH

TERSELESAIKAN/TIDAK ADA

SIKLUS BERIKUTNYA

JIKA ADA MASALAH DI

REFLEKSI 2, MAKA

DILANJUTKAN KE SIKLUS

BERIKUTNYA

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

475

questions berdasarkan isi teks recount tentang biografi tokoh, (4) menyusun lembar observasi

tindakan kelas, (5) menyusun rubrik penilaian kemampuan berbicara, (6) menyiapkan

gambar-gambar tokoh terkenal, dan (7) menyiapkan lembar kerja siswa untuk menyusun teks

recount sederhana tentang biografi tokoh.

Sedangkan dalam tahap tindakan, peneliti melaksanakan implementasi tindakan kelas dengan

melaksanakan langkah-langkah pembelajaran sebagaimana tersusun dalam RPP. Pada tahap tindakan

ini juga dilakukan observasi, artinya dalam waktu yang bersamaan, penelitian ini juga diobservasi

untuk memastikan apakah langkah-langkah pembelajaran yang disusun dalam RPP sudah dapat

dilaksanakan dengan tepat atau belum. Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam tahap tindakan

ini adalah: kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup.

Tahap berikutnya adalah observasi (observing). Kegiatan pada tahap observasi dilakukan

bersamaan dengan tahap tindakan (implementing). Ketika peneliti melaksanakan tindakan di kelas,

beberapa observer melakukan observasi terhadap pelaksanaan tindakan tersebut. Dari hasil observasi

inilah data dapat dikumpulkan untuk dianalisis sebagai bahan melaksanakan tindakan berikutnya.

Refleksi merupakan tahapan yang terakhir dari pelaksanaan PTK. Di tahap refleksi ini,

peneliti menerima masukan dari para observer yang sudah melakukan pengamatan tindakan kelas,

dengan menyampaikan hasil pengamatan mereka sesuai dengan panduan lembar observasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil dan pembahasan dari penelitian ini disajikan sesuai dengan urutan siklus.

Siklus 1 (Pertemuan 1)

Pertemuan pertama dari Siklus 1 dimulai dengan kegiatan pendahuluan, yaitu guru membuka

pelajaran dengan menyampaikan salam, mengecek kehadiran siswa, dan melakukan brainstorming

dengan menayangkan video yang sesuai dengan materi, menyampaikan beberapa pertanyaan

sederhana terkait dengan materi, menyampaikan tujuan pembelajaran dengan topik “Teks Recount

tentang Biografi Tokoh”. Kegiatan ini berlangsung sekitar 10 menit.

Kemudian dilanjutkan dengan kegiatan inti yang diawali dengan mengamati (observing).

Pada sesi ini siswa diminta untuk mengamati beberapa gambar tokoh nasional melalui slide power-

point, selanjutnya guru membagi siswa menjadi 6 kelompok dan masing-masing kelompok ada 5

siswa, dan dilanjutkan dengan membagi materi ke masing-masing siswa dalam kelompok. Karena

pada saat itu bertepatan dengan acara di PEMKOT Batu, maka ada 6 siswa yang tidak hadir karena

ikut acara tersebut. Karena siswa yang hadir ada 24, maka satu kelompok ada 4 siswa. Pada sesi

questioning, siswa diberi kesempatan untuk berdiskusi bersama anggota kelompoknya, menanyakan

hal-hal yang kurang dipahami tentang isi bacaan, mencari makna kata dan kalimat dalam teks,

disamping mereka mengidentifikasi struktur teks dan ciri kebahasaan yang digunakan dalam teks

recount tentang tokoh terkenal, dan disertai dengan penjelasan guru melalui tayangan power-point.

Sesi berikutnya adalah mengeksplorasi (exploring) dan mengasosiasi (associating). Pada sesi

ini siswa diberi kesempatan untuk menjawab pertanyaan tentang isi bacaan dan menyusun kalimat

singkat untuk membuat teks recount dengan kalimat mereka sendiri, yang akan dipresentasikan,

disamping harus memperhatikan grammar yang digunakan pada teks recount. Pada kegiatan ini, siswa

mulai tampak ada kesulitan yang mereka hadapi. Beberapa siswa menanyakan makna kata tertentu

dari teks. Sementara yang lain juga tampak sibuk untuk memahami isi bacaan. Guru menyarankan

siswa untuk mencari makna kata dalam kamus atau menggunakan handphone mereka yang ada

aplikasi kamusnya. Sambil mengawasi kegiatan siswa di masing-masing kelompok, guru memberikan

pengarahan untuk menemukan topik bacaan. Selama kurang lebih 10 menit kegiatan kelompok

berjalan, ternyata siswa masih tampak mengalami kesulitan dalam memahami isi bacaan, maka guru

memberikan saran kepada kelompok untuk membagi tugas kepada masing-masing siswa dalam setiap

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

476

kelompoknya (satu siswa satu paragraf), untuk menemukan ide pokok di masing-masing paragrah

tersebut.

Setelah siswa dapat menemukan isi bacaan di masing-masing kelompoknya, langkah

berikutnya adalah siswa diminta untuk menyusun kalimat singkat berdasarkan isi bacaan dengan

bahasa mereka sendiri. Masing-masing siswa akan diminta untuk mempresentasikan hasil ringkasan

mereka sendiri tentang biografi tokoh yang sudah mereka diskusikan. Saat menyusun kalimat, siswa

juga masih mengalami kesulitan. Untuk mengatasi hal ini, guru memberikan guided questions yang

dipaparkan di tayangan power-point, disamping itu guru juga mengingatkan siswa tentang pola

kalimat yang menggunakan formulasi simple past. Akhirnya siswa mulai menyusun kalimat mereka

sendiri dengan mengikuti langkah pada guided questions. Setiap siswa menyususn paling sedikit 8

kalimat.

Kegiatan inti yang terakhir adalah mengkomunikasikan (communicating). Pada sesi ini, siswa

diminta untuk mempresentasikan hasil yang sudah mereka buat sendiri berdasarkan diskusi kelompok.

Presenter pertama dari masing-masing kelompok akan mendapatkan reward, yang dilakukan untuk

menumbuhkan rasa percaya diri siswa. Setelah diterapkan pemberian reward, ternyata siswa tampak

lebih antusias untuk presentasi lebih awal. Dan untuk mengaktifkan siswa dalam berbicara, siswa

diminta saling bertanya dengan menggunakan pertanyaan Yes-No questions yang akan direspon oleh

presenter (siswa yang akan mempresentasikan hasil diskusinya). Siswa yang mengajukan pertanyaan

juga akan mendapatkan reward point plus dari guru. Pembelajaran terasa lebih semangat. Setelah

menjawab sekitar 10 pertanyaan dari temannya, presenter segera mempresentasikan hasil

ringkasannya. Presentasi pertama berlangsung sekitar 45 menit, yang diberikan kepada 6 siswa dari

perwakilan masing-masing kelompok. Kelompok 1 diwakili oleh siswa nomor urut 17, Kelompok 2

oleh siswa nomor urut 12, Kelompok 3 oleh siswa nomor urut 24, Kelompok 4 oleh siswa nomor urut

8, Kelompok 5 oleh siswa nomor urut 22, dan Kelompok 6 oleh siswa nomor urut 14. Kemudian

siswa istirahat selama 15 menit.

Pembelajaran dilanjutkan pada pukul 09.15 WIB hingga jam 10.00 WIB. Sebelum dilanjutkan

dengan presentasi lanjutan, guru memberikan saran kepada siswa untuk lebih aktif dalam

menyampaikan pertanyaan kepada presenter. Semakin banyak pertanyaan yang diberikan kepada

presenter, semakin banyak nilai plus yang akan dikumpulkan siswa, maka nilai keaktifan siswa

tersebut akan lebih baik. Presentasi dimulai dengan Kelompok 6 oleh siswa nomor urut 1.

Sebagaimana presenter sebelumnya, siswa diberi kesempatan untuk menyampaikan beberapa

pertanyaan dengan pola Yes-No questions. Siswa lebih antusias dalam mengajukan pertanyaan,

meskipun kadang-kadang masih dijumpai pertanyaan yang sama dengan siswa yang lain. Selama

sekitar 35 menit berlangsung, ada 5 siswa yang mempresentasikan hasil diskusi dengan kelompoknya.

Setiap presenter rata-rata menerima pertanyaan lebih dari 10 pertanyaan. Siswa menunjukkan

semangat belajar yang lebih tinggi dari pembelajaran sebelumnya.

Kegiatan penutup pada tahap tindakan diawali dengan meminta siswa untuk menyampaikan

pendapatnya tentang pembelajaran yang sudah mereka lakukan saat itu. Tanggapan yang positif

diberikan oleh siswa. Dan guru mengajak siswa untuk selalu bersyukur atas keadaan yang kita terima

saat ini, selalu mengingat jasa-jasa para tokoh terkenal yang biografinya sudah dipelajari bersama.

Dilanjutkan dengan menyampaikan penugasan terstruktur kepada siswa untuk persiapan pertemuan

berikutnya, dengan meminta siswa untuk berlatih terus membuat pertanyaan dengan pola Yes-No

questions. Pembelajaran diakhiri dengan salam.

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

477

Siklus 1 (Pertemuan 2)

Pertemuan yang ke-2 dilaksanakan pada hari Senin tanggal 24 Oktober 2016 dengan

jam yang sama. Pembelajaran dimulai pada jam 07.30 s/d jam 09.00 WIB, istirahat selama 15

menit, dan dilanjutkan 1 jam pelajaran lagi hingga jam 10.00 WIB. Pembelajaran dimulai

dengan salam dan do‟a. Guru melakukan pengecekan kehadiran siswa, semua siswa masuk,

lengkap ada 30 siswa.

Dalam pembelajaran ini, guru melakukan apersepsi dengan menayangkan video untuk

menumbuhkan motivasi siswa apabila menghadapi kesulitan. Langkah pembelajaran pada

pertemuan ke-2 ini melanjutkan pembelajaran pada pertemuan ke-1, disebabkan pada

pertemuan ke-1 ada 6 siswa yang tidak hadir. Maka di pertemuan ke-2 ini siswa tersebut

dikumpulkan dalam 1 kelompok, sedangkan 24 siswa yang lainnya dibagi menjadi 4

kelompok. Sehingga dalam pertemuan ini semuanya ada 5 kelompok. Masing-masing

kelompok mendapatkan teks yang sama tentang biografi tokoh terkenal. Langkah-langkah

pembelajaran di pertemuan ke-2 ini sama dengan langkah-langkah pembelajaran pertemuan

ke-1.

Sebagaimana langkah terakhir dari pertemuan sebelumnya adalah presentasi, maka

setelah diskusi secara kelompok dalam memahami isi teks, siswa diminta untuk

mempresentasikan hasil telaah mereka. Presentasi diutamakan bagi siswa yang belum

presentasi pada pertemuan ke-1. Sampai dengan jam 09.00 ada 15 siswa yang sudah

melakukan presentasi. Setelah 15 menit istirahat, pembelajaran dilanjutkan kembali. Pada

sesi ini hanya ada 4 siswa yang harus presentasi. Setelah semua siswa melakukan presentasi,

guru melakukan refleksi terhadap pembelajaran ini dengan meminta respon terhadap siswa.

Pertanyaan guru direspon positif oleh siswa. Guru memberikan apresiasi kepada semua siswa

atas kemampuan mereka dalam mempresentasikan isi teks tentang biografi tokoh terkenal.

Pembelajaran ditutup dengan bacaan hamdalah dan salam penutup.

Hasil penilaian kemampuan berbicara siswa pada siklus 1 dapat dikatakan lebih baik

dari penilaian pada saat siswa menyampaikan pengalaman mereka saat liburan, meskipun

masih belum mencapai KKM. Semula nilai rata-rata siswa 70, 25. Pada proses pembelajaran

di Siklus 1, nilai rata-rata siswa meningkat menjadi 71,875, dari 30 siswa ada 15 siswa yang

telah tuntas mencapai nilai KKM. Sedangkan KKM untuk mata pelajaran bahasa Inggris –

Peminatan di Kelas X Bahasa adalah 75.

Setelah tahapan pelaksanaan tindakan dan pengamatan pada Siklus 1 selesai, maka

tahapan berikutnya adalah refleksi. Kegiatan refleksi digunakan untuk memberikan saran dan

pendapat dalam rangka menindak lanjuti hasil pengamatan berdasarkan lembar observasi

yang sudah disediakan oleh peneliti sebagai dasar untuk menentukan apakah masalah yang

dihadapi siswa sudah terjawab atau masih perlu dilakukan tindakan berikutnya.

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan oleh 8 observer dalam tahap

pelaksanaan tindakan, dapat disimpulkan bahwa walaupun secara umum proses pembelajaran

dapat berjalan dengan lancar, akan tetapi masih perlu adanya perbaikan pada beberapa hal,

diantaranya: teks yang terkait dengan materi agar diusahakan tidak terlalu panjang, teks

disesuaikan dengan tingkat jenjang pendidikan siswa, ketika siswa menemukan kata sulit

sebaiknya ditulis di papan-tulis dan dilatih untuk mengucapkannya, dan sesekali siswa juga

perlu diminta untuk mengucapkan spellin- nya dari kosakata tertentu. Dari hasil refleksi ini,

peneliti menyimpulkan untuk meneruskan penelitian ke Siklus 2.

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

478

Siklus 2 (Pertemuan 1)

Pertemuan ke-1 pada Siklus 2 dilaksanakan pada hari Senin tanggal 31 Oktober 2016.

Pembelajaran berlangsung selama 3 jam pelajaran, yang dimulai jam 07.30 sampai jam 10.00

WIB. Materi pembelajaran adalah teks recount tentang biografi tokoh, namun ada perubahan

materinya yang disesuaikan dengan level siswa Kelas X dan merujuk pada buku ajar yang

digunakan (Wijayanti, 2016: 71-84). Langkah-langkah pembelajaran pada Siklus 2 ini

disusun berdasarkan hasil refleksi pada Siklus 1.

Pembelajaran dimulai dengan salam dan do‟a, dilanjutkan dengan pengecekan

kehadiran siswa, dan melakukan apersepsi dengan meminta siswa untuk menyampaikan

pendapatnya tentang hari besar nasional tanggal 28 Oktober--Hari Sumpah Pemuda.

Beberapa siswa menyampaikan pengetahuan mereka tentang Hari Sumpah Pemuda yang baru

saja mereka peringati. Selanjutnya siswa dibagi menjadi 6 kelompok secara acak, artinya

kelompok siswa berbeda dengan kelompok sebelumnya. Pada masing-masing kelompok

diberikan lembar kerja siswa untuk memahami isi teks. Pada saat siswa menemukan kata-kata

sulit, guru menuliskan kata-kata tersebut di papan-tulis. Latihan pelafalan kata-kata sulit

dicontohkan oleh guru dan ditirukan siswa.

Setelah semua kelompok memahami isi teks terkait dengan biografi tokoh, siswa

diminta untuk mempresentasikan hasil kerjanya. Selama sekitar 40 menit, ada 8 siswa yang

sudah presentasi. Pembelajaran terhenti pada saat bel istirahat berbunyi. Presentasi siswa

yang lain, dilakukan pada jam berikutnya. Selama 30 menit ada 7 siswa yang melakukan

presentasi. Dengan demikian di Siklus 2 pertemuan ke-1, ada 15 siswa yang sudah dapat

dinilai kemampuan berbicara mereka dalam mempresentasikan teks recount tentang biografi

tokoh.

Siklus 2 (Pertemuan 2)

Pertemuan ke-2 pada Siklus 2 dilakukan pada hari Senin tanggal 7 Nopember 2016

dengan jam yang sama seperti pertemuan pertama. Pembelajaran diawali dengan salam dan

do‟a serta menyapa siswa dengan beberapa pertanyaan sederhana dan dilanjutka dengan

mengecek kehadiran siswa. Ada 1 siswa yang tidak hadir karena sakit. Guru memotivasi

siswa dengan menayangkan cuplikan video perjuangan pahlawan. Kegiatan awal berlangsung

sekitar 15 menit.

Pada kegiatan inti, siswa yang belum melakukan presentasi diberi kesempatan untuk

mempresentasikan hasil diskusinya yang sudah mereka lakukan di pertemuan sebelumnya.

Presentasi berlangsung selama kurang lebih 60 menit untuk 15 siswa. Setelah semua siswa

melakukan presentasi, maka penilaian kemampuan berbicara siswa di Kelas X Bahasa sudah

selesai. Selama 15 menit, guru meminta siswa untuk mengisi angket tentang materi dan

metode yang digunakan. Pada jam 09.00 WIB siswa istirahat selama 15 menit. Dan

pembelajaran dilanjutkan pada jam ke-4, jam 09.15 sampai jam 10.00. Selama 1 jam

pelajaran, guru menginterview siswa terkait dengan penerapan metode retelling dalam

menyampaikan teks recount tentang biografi tokoh. Pembelajaran diakhiri dengan salam dan

do‟a.

Hasil penilaian kemampuan berbicara siswa pada Siklus 2 mengalami peningkatan.

Nilai siswa yang memenuhi target KKM ada 26 siswa dari 30 siswa. Dan rata-rata nilai

kemampuan berbicara siswa mencapai 76,041.

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

479

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan paparan data dan hasil penilaian kemampuan berbicara siswa

sebagaimana disebutkan di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut.

1. Kemampuan berbicara siswa dalam pengajaran teks recount tentang biografi tokoh

dengan menggunakan metode retelling pada siswa Kelas X Bahasa MAN Batu tahun

pelajaran 2016-2017, mengalami peningkatan.

2. Penerapan metode retelling untuk meningkatkan kemampuan berbicara siswa dalam

pembelajaran bahasa Inggris harus ditopang dengan langkah-langkah pembelajaran

yang mendukung, seperti latihan pelafalan kosakata, mengembangkan pertanyaan

Yes-No questions, dan guided questions.

Terkait dengan hasil refleksi terhadap tindakan di kelas, maka dalam menerapkan

metode retelling untuk meningkatkan kemampuan berbicara siswa perlu diperhatikan

beberapa hal, diantaranya:

1. Siswa perlu dimotivasi sebelum pembelajaran dimulai. Kondisi kelas yang

mendukung siswa untuk lebih aktif perlu diupayakan sedapat mungkin.

2. Materi yang akan diberika harus disesuaikan dengan level siswa, jangan sampai

terkesan terlalu sulit, atau sebaliknya terkesan terlalu mudah.

3. Sebelum siswa melakukan presentasi, siswa perlu dilatih pelafalan kosa kata,

menyampaikan pertanyaan singkat dengan Yes-No questions, serta dilatih untuk

menyusun kalimat dengan menjawab guided questions.

DAFTAR RUJUKAN

Defrioka, A. 2016. Upaya Meningkatkan Kemampuan Berbicara Bahasa Inggris Siswa

Menggunakan “Retelling Strategy”. Naskah Lomba Inovasi Pembelajaran Guru

dilaksanakan di Padang.

Djiwandono, M. S. 1996. Tes Bahasa dalam Pengajaran. Bandung: Penerbit ITB.

Febriyanti, E. R. 2006. Teaching Speaking of English as a Foreign Language: Problems and

Solutions. Banjarmasin: -

Ghiabi, S. 2014.Investigating the Effects of Story Retelling Technique as a Closed Task vs.

Story Completion as an Open Task on EFL Learners‟ Speaking. International

Journal of English and Education 3(3): 7-25

Kemdikbud. 2016. Silabus Mata Pelajaran Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah

(SMA/MA) Mata Pelajaran Bahasa Inggris (Peminatan). Jakarta: Kementrian

Pendidikan dan Kebudayaan.

Kemmis, S. & McTaggart, R. 1992. The Action Research Planner (3rd

edition). Geelong:

Deakin University Press.

Koshy, V. 2006. Action Research for Improving Practice: A Practical Guide. London: Paul

Chapman.

Mills, G.E. 2003. Action Research: A Guide for the Teacher Researcher (3rd

edition). Upper

Saddle River, NJ: Pearson Education.

Richards, J.C. & Renandya, W.A. 2002. Methodology in Language Teaching: An Anthology

of Current Practice. Cambridge: Cambridge University Press.

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

480

Suryanti, N.D. & Widyahening, Ch. E.T. 2015. Meningkatkan Kemampuan Berbicara Siswa

Melalui Story Retelling: Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa Kelas VIII SMPN

17 Surakarta pada Tahun Pelajaran 2014/2015. Surakarta: -

Wijayanti, I. 2016. Be Smart in English 1 for Grade X of Senior High Schools Linguistics and

Cultural Studies (edisi revisi). Solo: Wangsa Jatra Lestari.

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

481

PENERAPAN MODEL FLYING PAPER UNTUK MENINGKATKAN

KEMAMPUAN BERBICARA BAHASA INGGRIS PESERTA DIDIK

KELAS X IPS 1 DI SMAN 1 BATU TAHUN PELAJARAN 2016-2017

Achmad Sulton

SMAN 1 Batu

[email protected]

Abstract: Penelitian ini bertujuan untuk menerapkan model Flying Paper untuk

meningkatkan kemampuan berbicara dalam Bahasa Inggris. Penelitian ini merupakan

penelitian tindakan kelas yang dilakukan 2 siklus. Penelitian ini dilakukan di kelas X IPS-1

SMA Negeri 1 dengan jumlah peserta didik sebanyak 29 orang. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran Flying Paper dapat meningkatkan

kemampuan berbicara peserta didik.

Kata Kunci: Model Flying Paper, kemampuan berbicara

Pendidikan memiliki peran sentral bagi upaya pengembangan sumber daya manusia.

Adanya peran yang demikian menuntut agar isi dan proses pendidikan perlu dimutakhirkan

sesuai dengan kemajuan ilmu dan kebutuhan masyarakat. Implikasinya, jika pada saat ini

masyarakat Indonesia dan dunia menghendaki tersedianya sumber daya manusia yang

memiliki seperangkat kompetensi yang berstandar Nasional dan Internasional maka isi dan

proses pendidikannya perlu diarahkan pada pencapaian kompetensi tersebut.

Bahasa Inggris merupakan alat untuk berkomunikasi secara lisan dan tulis.

Berkomunikasi diartikan sebagai upaya untuk memahami dan mengungkapkan informasi,

pikiran, dan perasaan. Tujuan mata pelajaran Bahasa Inggris di sekolah menengah adalah

untuk mengembangkan potensi peserta didik agar memiliki kompetensi komunikatif dalam

wacana interpersonal, transaksional, dan fungsional dengan menggunakan berbagai teks

berbahasa Inggris lisan dan tulis, secara runtut dengan menggunakan unsur kebahasaan yang

akurat dan berterima, tentang berbagai pengetahuan factual dan procedural, serta

menanamkan nilai-nilai luhur karakter bangsa, dalam konteks kehidupan di lingkungan

rumah, sekolah, dan masyarakat.

Untuk itu semua aspek pembelajaran (tujuan, materi, proses belajar-mengajar, media,

sumber, dan penilaian) diupayakan untuk mendekati penggunaan bahasa Inggris di dunia

nyata di luar kelas. Dalam konteks tersebut, unsur kebahasaan (tatabahasa dan kosakata,

termasuk pengucapan dan penulisannya) lebih tepat dilihat sebagai alat, bukan sebagai

tujuan: alat untuk melaksanakan tindakan berbahasa secara benar, strategis, sesuai tujuan dan

konteksnya. Langsung „melakukan‟ tindakan yang ingin dikuasai adalah cara yang lebih

alami. Belajar berterimakasih dengan cara membiasakan diri berterimakasih, belajar bertanya

dengan cara bertanya, belajar memuji dengan cara memuji, belajar membaca cerita dengan

cara membacakan cerita, belajar menyunting surat dengan cara menyunting surat, dst.

merupakan “learning by doing”, dan terpusat pada peserta didik.

Kesempatan seperti ini tentunya tidak mungkin muncul jika pola pembelajaran masih

dilaksanakan sebagaimana lazimnya saat ini: terpusat pada guru, berbasis buku teks, dan

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

482

didominasi bahasa tulis. Proses pembelajaran perlu memberikan kesempatan bagi peserta

didik untuk melakukan proses belajar yang lebih alami. Proses belajar di luar sekolah

biasanya dimulai dengan cara melihat, mendengar dan mengamati orang lain melakukan

tindakan yang ingin dikuasai. Pada saat mengamati akan timbul keinginan untuk bertanya dan

mempertanyakan hal-hal baru, yang asing atau berbeda dengan yang diketahui selama ini.

Setelah itu akan timbul keinginan untuk mencoba atau berpengalaman sendiri melakukan

tindakan atau perilaku yang dituju. Dalam upaya untuk menyempurnakan penguasaannya,

akan dirasakan perlunya meningkatkan penalarannya tentang yang dipelajari dengan

mengasosiasikan dengan sumber dan konteks lain. Langkah terakhir adalah melakukan

tindakan yang sudah dikuasai dalam konteks pergaulan di dunia nyata.

Seperti yang disebutkan sebelumnya bahwa kemampuan berkomunikasi merupakan

tujuan pembelajaran bahasa Inggris. Menurut model kompetensi yang dikembangkan Celce-

Murcia, Dornyei, dan Thurrell (1995), kompetensi atau kemampuan berkomunikasi ini pada

hakekatnya adalah kemampuan berwacana, yaitu kemampuan seseorang dalam pemahaman

dan penciptaan wacana. Wacana secara sederhana diartikan sebagai teks, baik tulis maupun

lisan, dalam konteks bermakna yang dipengaruhi oleh situasi dan budaya.

Kompetensi wacana di atas hanya akan dikuasai jika didukung penguasaan

kompetensi-kompetensi lain yang meliputi kompetensi pembentuk wacana, kompetensi

kebahasaan (linguistic competence), kompetensi tindak bahasa (actional competence),

kompetensi sosio-budaya (socio-cultural competence) dan kompetensi strategi (strategic

competence).

Kompetensi pembentuk wacana mengacu pada kemampuan menerapkan berbagai

unsur pembentuk wacana seperti piranti kohesi, piranti koherensi, piranti penunjuk konteks

situasi. Kompetensi kebahasaan (linguistic competence) mengacu pada pemahaman dan

kemampuan menerapkan unsur-unsur tatabahasa, kosakata, lafal, dan ejaan dalam teks

dengan benar. Kompetensi tindak bahasa (actional competence) mengacu pada kemampuan

menggunakan bahasa untuk mengungkapkan fungsi komunikatif. Kompetensi sosio-budaya

(socio-cultural competence) mengacu pada kemampuan menyatakan pesan dengan benar dan

berterima menurut konteks sosial budaya. Kompetensi strategi (strategic competence) adalah

kemampuan dan keterampilan menerapkan berbagai strategi berkomunikasi. Disamping

kompetensi-kompetensi itu, ada sikap yang perlu ditanamkan pada diri peserta didik. Sikap

ini sebagai bentuk respon positif terhadap bahasa Inggris dan pembelajaran bahasa Inggris.

Pada saat ini peneliti mengajar di kelas X IPS 1. Peneliti menemukan bahwa peserta

didik kelas X IPS 1 mengalami hambatan kemampuan berbicara. Hambatan ini disebabkan

oleh: guru yang kurang banyak melakukan variasi pembelajaran, peserta didik mengalami

kesulitan dalam berkomunikasi bahasa Inggris sehingga memerlukan model pembelajaran

yang bisa memotivasi peserta didik dalam berbicara bahasa Inggris.

Untuk itu pembelajaran yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah penerapan

model Flying Paper untuk meningkatkan kompetensi berbicara bahasa Inggri peserta didik

kelas X IPS 1 di SMA Negeri 1 Batu. Penerapan model ini merupakan inisiatif dari peneliti

untuk mengembangkan potensi berbicara peserta didik. Disamping itu model ini diharapkan

dapat meningkatkan motivasi peserta didik untuk berbicara bahasa Inggris dengan baik.

Dalam model ini dimasukkan penanaman konsep sebelum pembelajaran, untuk mendapatkan

ide sebanyak mungkin tentang topic pembahasan didalam kelas. Pemberian kosakata kunci

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

483

dilakukan sebagai pedoman peserta didik dalam merancang pertanyaan. Penulisan pertanyaan

pada sisi Flying Paper berfungsi untuk mengunci konsep peserta didik terhadap gambar yang

diamati; sedangkan jawaban yang ditulis disisi kiri Flying Paper berfungsi untuk menangkap

ide dari perserta didik terhadap pertanyaan yang ada disisi kanan Flying Paper. Pertanyaan

dan jawaban itu untuk melatih kemampuan berbicara bahasa Inggris peserta didik. Sedangkan

untuk mengetahui kemampuan peserta didik dalam berbicara bahasa Inggris adalah dengan

cara penilaian yang menggunakan rubric penilaian speaking/berbicara. Apabila hasil dari

penilaian speaking atau berbicara menunjukkan prosentase yang tinggi, maka penggunaan

Flying Paper dapat dijadikan model pembelajaran speaking/berbicara bahasa Inggris. Gradasi

penilaian speaking atau berbicara adalah 85-100 (= sangat berhasil), 74-84 (= berhasil), 55-

73 (= cukup berhasil), 0-54 (= tidak berhasil). Sejauh ini peneliti belum menemukan

penerapan model Flying Paper dalam pembelajaran bahasa Inggris.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menerapkan model pembelajaran Flying Paper untuk meningkatkan

kemampuan berbicara bahasa Inggris peserta didik, karena itu penelitian ini tergolong pada

penelitian kualitatif. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas dengan

tahapan perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi dan refleksi (Arikunto,

2004). Tahap perencanaan dilakukan dengan menyusun rencana pembelajaran yang mengacu

pada penerapan model Flying Paper untuk meningkatkan kemampuan peserta didik dalam

bahasa Inggris. Tahap pelaksanaan pembelajaran dilakukan pada kelas X IPS 1 dengan

jumlah peserta didik 29 orang, yang terdiri dari 8 laki-laki dan 21 perempuan. Penelitian ini

dilakukan dari bulan Oktober sampai November 2016. Dalam pelaksanaan pembelajaran

sekaligus dilakukan observasi oleh 2 orang teman sejawat untuk mengetahui kelemahan dan

kelebihan model pembelajaran Flying Paper.

Penelitian tindakan kelas ini dilakukan dalam 2 siklus. Siklus pertama, terdiri dari 1

pertemuan (2 jam pelajaran x 45 menit), dilakukan pada tanggal 11 Oktober 2016, dan siklus

kedua dilakukan pada tanggal 18 Oktober 2016. Setiap akhir siklus dilakukan refleksi, untuk

mengevaluasi pelaksanaan pembelajaran dan memperbaikinya untuk siklus berikutnya. Alur

penelitian tindakan kelas yang digunakan disini diambil dari Lewin(1946) yang terdiri dari:

perencanaan, aksi atau tindakan, observasi dan refleksi, seprti tercantum dalam gambar

berikut ini:

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

484

SIKLUS 1

SIKLUS 2

SIKLUS 2

Dalam tahap perencanaan, guru/peneliti membuat RPP, menyiapkan kertas origami dan

materi pembelajaran dalam bentuk power-point, membentuk 6 kelompok (setiap kelompok

terdiri dari 4-5 orang), menyiapkan rubric penilaian dan lembar observasi. Dalam tahap

tindakan/aksi, guru melakukan pembelajaran di kelas X IPS 1sesuai dengan langkah-langkah

pembelajaran atau lesson plan dengan Model Flying Paper, yatu: (1) membagi kelompok

kelas menjadi 6 kelompok, masing-masing beranggotakan 4-5 peserta didik, (2) memberikan

tugas kepada masing-masing kelompok untuk mencari artikel tentang tempat wisata dikota

Batu, seperti Secret Zoo, Batu Night Spectacular, Museum Angkot, Eco Green, Wisata Petik

Apel, dan Museum Bagong, dua hari sebelum pelaksanaan pembelajaran di dalam kelas, (3)

memberikan kata kunci berupa kosakata yang berhubungan dengan tempat wisata di kota

Batu, seperti letak wahana wisata dan sasaran wahana wisata, (4) membagikan kertas origami

berwarna pada masing-masing kelompok, setiap kelompok mempunyai kertas yang sewarna,

misalnya, kelompok A masing-masing peserta didik mendapatkan kertas asturo berwarna

merah, kelompok B masing-masing peserta didik mendapatkan kertas asturo berwarna hijau,

dan seterusnya, (5) peserta didik melipat kertas menjadi pesawat terbang, (6) guru

menyajikan materi pelajaran, (7) peserta didik mengamati pembelajaran yang disampaikan

guru, (8) guru menyuruh peserta didik membuat pertanyaan pada sisi sayap pesawat sebelah

kanan, (9) pesawat diterbangkan kearah kelompok yang berbeda, misalnya group A ke group

B, group B ke Group A, Group C ke group D, Group D ke group C, dan seterusnya, (10) guru

menyuruh peserta didik menjawab pertanyaan pada sisi sayap pesawat sebelah kanan dan

menjawabnya secara oral, dan setelah selesai menjawab peserta didik menuliskan

jawabannya di sisi sayap pesawat sebelah kiri, (11) guru menyuruh peserta didik memberikan

pertanyaan pada pesawat yang dipegangnya kepada peserta didik yang lain dalam satu

kelompok dan peserta didik tersebut menjawab pertanyaan yang diajukan temannya, begitu

seterusnya bergantian, (12) guru menyuruh peserta didik membuat pertanyaan dan

menuliskan pada sisi sayap pesawat sebelah kanan dan menerbangkan kembali pesawat

kepada kelompok yang lain, dan peserta didik pada kelompok yang lain menjawab

pertanyaan tersebut secara oral dan menuliskannya pada sisi sayap pesawat sebelah kiri, dan

sambil memegang pesawatnya, peserta didik menanyakan pertanyaan ke satu dan kedua dan

PERENCANAAN PELAKSANAAN

TINDAKAN

OBSERVASI

REFLEKSI PERENCANAAN

PELAKSANAAN

TINDAKAN

GAGAL

OBSERVASI REFLEKSI

SUKSES

BERHENTI

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

485

peserta didik disebelahnya menjawab, begitu seterusnya secara bergiliran, (13) guru

menyuruh peserta didik membuat pertanyaan dan jawaban sesuai dengan jumlah peserta didik

dalam kelompok tersebut, (14) guru menyuruh peserta didik secara interaktif menjawab 4-5

pertanyaan yang terkumpul di sisi kanan sayap pesawat, selanjutnya peserta didik menjawab

pertanyaan secara bergiliran, (15) guru menyuruh peserta didik dalam satu kelompok untuk

menceritakan kembali hasil jawaban kepada peserta didik yang lain dalam satu kelompok

secara bergiliran dalam bentuk paragraph, (16) guru menyuruh peserta didik untuk berdiskusi

dan mendaftar pertanyaan dan jawaban yang mengarah pada topic pembahasan, dan terakhir

(17) guru menyuruh perwakilan peserta didik dalam satu kelompok secara bergantian

mempresentasikan dengan cara bercerita tentang gambar/topic pembahasan di depan kelas.

Sedangkan dalam tahap observasi, dua teman sejawat mengobservasi jalannya

pembelajaran dengan menggunakan model Flying Paper. Dalam hal ini pengamat mencatat

pembelajaran dari kegiatan awal sampai akhir untuk proses refleksi pada Siklus 1. Apabila

Siklus ke 1 gagal/tidak berhasil meningkatkan kemampuan peserta didik dalam berbicara

bahasa Inggris dengan menggunakan model Flying Paper, maka dilaksanakan siklus yang ke-

2.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian ini dipaparkan berdasarkan tahapan pelaksanaan pembelajaran

speaking melalui Flying paper, yang dilakukan dalam dua siklus.

Perencanaan pada Siklus 1

Dalam tahap perencanaan, guru mempersiapkan RPP sesuai dengan penelitian tindakan

kelas yang diteliti oleh guru. Setelah pembuatan RPP selesai, guru membuat persiapan

berupa power-point untuk menayangkan tentang tujuan pembelajaran, kosakata yang terkait

dengan objek/tempat wisata dan mencari gambar tentang tempat wisata yang ada di kota

Batu. Guru juga mempersiapkan kertas warna origami untuk membedakan 6 kelompok yang

akan dibentuk oleh peserta didik. Sebagai bahan pendukung lainnya guru juga

mempersiapkan penilaian speaking dan lembar observasi bagi pengamat pembelajaran di

dalam kelas. Selain itu guru mengumumkan kepada peserta didik untuk membaca/

mendapatkan konsep tentang objek/tempat wisata di Kota Batu, sehingga mereka memiliki

pengalaman membaca dari sumber-sumber pendukung untuk membuat pertanyaan dan

menjawab pada saat proses pembelajaran berlangsung.

Pelaksanaan Tindakan dan Observasi

Pembelajaran dilakukan dalam waktu 2x45 menit. Dalam kegiatan pendahuluan guru

melakukan aktivitas menanyakan kepada peserta didik tentang objek wisata yang pernah

mereka kunjungi di kota Batu.

Teacher: Do you remember the first time you visit tourism place in Batu?

Which tourism place have you ever visited?

Student: Yes, I do. I have visited „Pasir Putih‟ beach, Sir.

Teacher: Ok, that‟s good. How about tourism place in Batu?

Student: Bagong Museum, Songgoriti, Selecta.

Teacher: All right. What did you see in Bagong Museum?

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

486

Student: I saw parts of human body, Sir”.

Teacher: Do you think that it is beneficial for you?

Student: Of course, Sir. It gives us some advantages especially

understanding about parts of human body.

Selanjutnya guru menjelaskan tentang tujuan pembelajaran sebelum proses

pembelajaran berlangsung.

Teacher: The purposes of our study today are….

a. the students know about the social function of the Descriptive Text

b. the students know about the structure of the Descriptive Text

c. the students know about the language feature of the Descriptive Text

d. the students can make questions and answer them orally

e. the students can retell a descriptive text well

f. the students can tell a descriptive text when someone asks about it

Setelah tujuan pembelajaran disampaikan kepada peserta didik, selanjutnya guru

menyampaikan proses pembelajaran melalui Flying Paper, dengan cara membagi peserta

didik menjadi 6 kelompok, tiap-tiap kelompok terdiri atas 4-5 orang, kemudian guru

membagikan kertas origami berwarna kepada masing-masing kelompok, untuk selanjutnya

melipat kertas menjadi Flying Paper (lihat Gambar 1 dan 2)

Gambar 1. Flying Paper

Gambar 2. Peserta didik melipat kertas menjadi Flying Paper

Pada kegiatan inti guru menayangkan power-point tentang sejumlah object/tempat

wisata di Kota Batu. Peserta didik mengamati gambar dengan seksama, untuk kemudian

merancang konsep pertanyaan yang akan diajukan ke kelompok lain. Kelompok F

mendapatkan gambar ke-1, kelompok E mendapatkan gambar ke-2, kelompok D

mendapatkan gambar ke-3, kelompok C mendapatkan gambar ke-4, kelompok B

mendapatkan gambar ke-5, kelompok A mendapatkan gambar ke-6.

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

487

Selanjutnya guru menayangkan kosakata yang berhubungan dengan tempat wisata untuk

menambah kemampuan peserta didik membuat pertanyaan. Setelah itu, peserta didik

membuat pertanyaan secara oral dan ditulis di sisi pesawat sebelah kanan. Selanjutnya

peserta didik menerbangkan ke kelompok lain, misalnya kelompok A ke B, kelompok B ke

C, C ke D, D ke E, E ke F dan F ke A (lihat Gambar 3).

Gambar 3. Peserta didik pada saat menerbangkan kertasnya

Kelompok yang mendapatkan Flying Paper dari kelompok lain, menjawab pertanyaan

secara oral, setelah itu menuliskan jawabannya di sisi pesawat sebelah kiri.

Pada kegiatan akhir setelah peserta didik bertanya bergantian dan menjawab secara

bergantian pula, peserta didik menceritakan kembali 4-5 jawaban yang sudah tertulis di sisi

sayap Flying Paper sebelah kiri dalam bentuk paragraph (Gambar 4). Kegiatan ini dinilai

oleh guru.

Gambar 4.Peserta didik menceritakan kembali jawaban pada Flying Paper

Selanjutnya peserta didik berdiskusi untuk menentukan perwakilan yang tampil dalam

menceritakan gambar objek wisata didepan kelas (lihat Gambar 5).

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

488

Gambar 5. Perwakilan dari kelompok A menceritakan kembali gambar tentang tempat wisata.

Pada bagian akhir, guru bersama peserta didik menyimpulkan hasil pembelajaran

menggunakan Flying Paper dalam teks Descriptive.

Refleksi

Hasil pengamatan di Siklus 1 menunjukkan bahwa pembelajaran menggunakan

Flying Paper menyenangkan karena disamping belajar, juga mengajak peserta didik bermain,

dan suasana kelas menjadi tidak membosankan. Berdasarkan penilaian berbicara yang

dilakukan oleh guru didapatkan bahwa 69% (20 orang) peserta didik kurang berhasil

mencapai KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal = 75), sedangkan 31% (9 orang) peserta didik

menunjukkan sangat berhasil mencapai KKM. Rata-rata nilai speaking dengan menggunakan

model Flying Paper adalah 72,9

Hasil temuan lain menunjukkan bahwa penggunaan Flying Paper dapat meningkatkan

berbicara Bahasa Inggris Peserta didik, akan tetapi proses penerbangan Flying Paper menjadi

rumit dan menyebabkan kurang focus. Begitu pula ketika peserta didik menjawab pertanyaan,

guru sulit focus pada individu peserta didik, sehingga kurang bisa mengukur kemampuan

berbicara mereka. Sedangkan hasil pemberian kesan pada saat proses pembelajaran

menggunakan Flying Paper kepada peserta didik menunjukkan peserta didik bersemangat

dan senang dalam mengikuti pembelajaran dan suasana kelas menjadi tidak

membosankan/monoton, akan tetapi terdapat kekurangan pada saat menerbangkan Flying

Paper, situasi kelas menjadi rumit.

Permasalahan belum tercapainya KKM tampaknya disebabkan oleh pemberiaan

materi pembelajaran berupa gambar sehingga peserta didik kurang mendapatkan ide-ide

dalam membuat pertanyaan.

Berdasarkan hasil refleksi tersebut di atas, guru menyimpulkan perlu melakukan

pembelajaran di siklus yang ke-2 dengan tambahan pemberian listening/mendengarkan,

sebelum peserta didik membuat dan menjawab pertanyaan. Dibagian akhir, guru memberikan

gambar untuk diceritakan kembali secara individu.

Perencanaan pada Siklus 2

Dalam tahap perencanaan guru mempersiapkan RPP sesuai dengan penelitian tindakan

kelas yang diteliti oleh guru. Secara umum perencanaan pada Siklus 2 sama dengan pada

Siklus 1, kecuali ada tambahan menayangkan video yang menceritakan tentang Pulau

Lombok dan tempat-tempat wisata yang ada di Pulau Lombok, serta guru mempersiapkan 6

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

489

gambar tempat wisata yang ada di Pulau Lombok. Selain itu, guru juga mempersiapkan

kertas warna origami untuk membedakan 6 kelompok yang akan dibentuk oleh peserta didik.

Pada saat sebelum pembelajaran, guru mengumumkan kepada peserta didik untuk

membaca/mendapatkan konsep tentang objek/tempat wisata di Pulau Lombok, sehingga

mereka memiliki pengalaman membaca dan sumber-sumber pendukung untuk membuat dan

menjawab pertanyaan pada saat proses pembelajaran berlangsung.

Pelaksanaan Tindakan dan Observasi

Pembelajaran dilakukan dalam waktu 2x45 menit. Dalam kegiatan pendahuluan guru

melakukan aktivitas menanyakan kepada peserta didik tentang objek wisata yang pernah

mereka kunjungi, yaitu sebagai berikut.

Teacher: Do you like going to the beach?

Student : Yes, I do.

Teacher: What beach did you visit?

Student : Pasir Putih beach.

Teacher : What did you do there?

Student : I played with the sand, swam and surfed.

Selanjutnya guru menjelaskan tentang tujuan pembelajaran kepada peserta didik, yaitu

sama dengan tujuan pada Siklus 1. Kemudian, pserta didik diminta untuk membentuk

kelompok, juga seperti pada Siklus 1 (lihat Gambar 6).

Setelah tujuan pembelajaran disampaikan, selanjutnya guru menjelaskan tentang

proses pembelajaran dengan menggunakan model Flying Paper. Setelah proses ini dilalui,

guru menayangkan kosakata yang berhubungan dengan teks lisan yang akan diperdengarkan

tentang Pulau Lombok.

Gambar 6. Kelompok pembelajaran dengan model Flying Paper

Selanjutnya guru menyuruh peserta didik untuk mendengarkan dan menonton video

tentang Pulau Lombok. Guru mengatakan kurang lebih sebagai berikut:

Teacher : You have a concept about Lombok Island, next you may listen

to and watch the video about Lombok Island. If you have finished, you

may write a question in the right wing of your Flying Paper.

Then, you may fly it to another group. If you receive the Flying Paper,

you have to answer the question orally and write your answer on the left wing

of the Flying Paper (lihat Gambar 7).

Students : OK, Sir

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

490

Gambar 7. Peserta didik menjawab pertanyaan secara oral

Selanjutnya guru menyuruh peserta didik untuk menerbangkan kembali ke kelompok

yang lain, begitu seterusnya sampai menjawab 4-5 pertanyaan. Setelah itu, peserta didik

perkelompok menceritakan kembali 4-5 jawaban yang tersedia di sisi kiri Flying Paper

menjadi suatu cerita teks berbentuk Descriptive. Guru mengatakan:

Teacher : Now you may retell the text based on the five answers that you have written in your

own group.Then, you find out the social function, structure and

language feature of the text.

Students : Yes, Sir.

Setelah kegiatan menceritakan kembali selesai, selanjutnya guru menerbangkan 6

Flying Paper yang berisi gambar tempat wisata yang ada di pulau Lombok. Kelompok yang

menerima Flying Paper melihat gambar yang ada didalamnya, dan mendeskripsikannya (lihat

Gambar 8 dan 9).

Dalam kegiatan ini guru mulai menilai kemampuan berbicara bahasa Inggris yang

meliputi ucapan, tekanan, intonasi, kelancaran dan content/isi.

Gambar 8. Peserta didik membuka gambar pada Flying paper.

Gambar 9. Peserta didik pada saat bercerita melalui gambar

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

491

Pada bagian akhir, guru bersama peserta didik menyimpulkan hasil pembelajaran

yang menggunakan Flying Paper untuk teks Descriptive.

Refleksi

Hasil pengamatan di Siklus 2 yang dilakukan oleh guru dan observer, dari kegiatan

pendahuluan, inti dan penutup, menunjukkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan

Flying Paper dapat meningkatkan kemampuan peserta didik dalam berbicara bahasa Inggris.

Hal ini dapat dibuktikan dari hasil penilaian berbicara bahasa Inggris yang menunjukkan

keberhasilan dalam belajar, yaitu sebanyak 29 peserta didik (100 %) dinyatakan sangat

berhasil dalam meningkatkan kemampuan berbicara bahasa Inggris dan mencapai nilai diatas

KKM (75), sedangkan nilai rata-rata kemampuan berbicara bahasa Inggris peserta didik

adalah 87,7.

Hasil temuan lain menunjukkan bahwa penggunaan Flying Paper masih ada sedikit

kekurangan, yaitu pada saat Flying Paper diterbangkan ke kelompok tertentu, peserta didik

pada kelompok yang lain cenderung kurang memperhatikan dan asyik dengan kegiatan yang

lain, sehingga tujuan pembelajaran bagi peserta didik dalam meningkatkan kemampuan

berbahasa Inggris kurang bisa diperbaiki oleh peserta didik yang lain.

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pembelajaran Bahasa

Inggris dengan menggunakan model pembelajaran Flying Paper dapat meningkatkan

kemampuan berbicara bahasa Inggris peserta didik kelas X IPS semester 1 di SMA Negeri 1

Batu. Hasl Siklus 1 menunjukkan bahwa sebagian besar peserta didik masih belum berhasil

dalam meningkatkan kemampuan berbicara bahasa Inggris, yang terlihat dari nilai rata-rata

speaking masih dibawah KKM. Hanya sebagian kecil peserta didik yang sangat berhasil.

Sedangkan pada siklus yang ke dua terlihat adanya peningkatan yang besar terhadap

kemampuan berbicara bahasa Inggris, sehingga semua peseta didik mencapai nilai sama atau

lebih tinggi dari KKM. Hal ini tampaknya disebabkan peserta didik mulai menikmati

kegiatan pembelajaran berbicara bahasa Inggris dengan menggunakan model Flying Paper.

Sebagai penutup, peneliti menyampaikan saran-saran, sebagai berikut:

a. Adanya kelemahan pada Siklus 2, yaitu pada saat pelemparan Flying Paper dari

kelompok A ke B, masih ada peserta didik yang cenderung kurang memperhatikan,

maka guru yang bersangkutan perlu mencarikan solusinya dalam kegiatan belajar

berikutnya.

b. Dengan keberhasilan penggunaan model Flying Paper, maka kepada guru bahasa

Inggris lain yang memiliki masalah yang sama dalam kemampuan berbicara bahasa

Inggris peserta didik, disarankan untuk menggunakan model Flying paper.

c. Untuk peneliti lain, hasil penelitian pembelajaran speaking dengan menggunakan

Flying Paper ini dapat dijadikan sebagai bahan rujukan.

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

492

DAFTAR RUJUKAN

Arikunto, S. 1997. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:

Rineka Cipta

Celce-Murcia, M.; Dornyei, Z.; and Thurrell, S.1995. Communicative Competence: A

Pedagogically Motivated Model with Content Specifications. Applied Linguistics

6(2): 5-35.

Lewin, K. 1946. Action Research and Minority Problem. Journal of Social

Issues 2:34-46.

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

493

USING FLIP CARD TO IMPROVE THE VOCABULARY

OF GRADE VII-D OF SMPN 3 SANGGAU,

WEST KALIMANTAN

Suryanti

SMP N 3 Sanggau, Kalimantan Barat

yanti.suryanti2011@g mail.com

Abstract: The aim of this study is to describe how the flip card media can improve

students‟ vocabulary. This is a classroom action research with two cycles. Each cycle has

four phases: study and plan, take action, collect and analyze evidence, and reflect ion. The

participants were students at Grade VII-D of SMPN 3 Sanggau, they were 28 students. The

data were from qualitative and quantitative analysis. The result of observation showed that

the students were active and interested in the learning process. From the quantitative data,

the reswult of vocabulary test in the first cycle showed only 8 (28.57%) students reached

the minimum passing level. In the second cycle the students who passed the test are 21

(75%). The improvement in the first cycle to the second cycle is 46.5%. The data from the

questionnaire showed that the students have positive attittude toward using flip card to

improve their vocabulary.

Keywords: flip card, vocabulary

English is taught as a compulsory subject since junior high school in Indonesia.

However, English has also been introduced to a number of primary schools as a local content

subject. It means that in the primary school English is not a compulsory subject. Therefore,

not all primary schools prepare English subject in their curriculum. Based on the preliminary

observation most of the students (80%) in Grade VII-D in SMPN 3 Sanggau did not learn

English when they were in primary school.

Based on the Content Standard of Curriculum (Kemendikbud, 2006:123), English in

junior high school is taught at the level of functional literacy, which means that the students

are able to use the language for the daily needs, such as reading newspapers, manuals, or

instructions. Therefore, the students need to communicate using the English language. To

acquire the literacy level, the students need the linguistic competency, namely: grammar,

vocabulary, and pronunciation.

Vocabulary has an important and distinctive role in learning a language. Regarding this

importance, using effective strategies can facilitate vocabulary learning, In communication

with a new language, it is necessary for the learners to expand their vocabulary knowledge.

Learning vocabulary is not only memorizing words. The students will understand more if the

teacher brings them to concrete situations. Gordon (2007:68) mentions that we understand the

meanings of words when we form in our minds mental representation of word meaning. Very

often, these mental representations are formed in concrete situations.

A concrete situation here can be a picture. A picture as media can help the teacher to

motivate the students in the classroom. As Maria (2012:16) claims it is remarkable that media

can help teachers to motivate students because it brings the real life into the classroom and

the language is represented in a more complete communicative context. Therefore, in

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

494

teaching the students in Grade VII in SMPN 3 Sanggau, the teacher used flip card as media to

enhance the students‟ vocabulary mastery, and it is hoped to achieve the required vocabulariy

that the students have to master. As stated in the English syllabus (Kemendikbud, 2006), the

students of Grade VII have to master the vocabulary in their surroundings, and be able to

write simple short paragraphs.

The previous experimental research using flash-cards which was conducted by

Dinarvand and Sheikh (2015) reveals that teaching using pictorial strategy was more effective

both in learning and long-term retention of EFL vocabulary that word list learning strategy.

In this study, the researcher used different media, i.e. flip card, to improve students‟

vocabulary. The flip card is also picture media. Flip card is a folded card in the shape of

rectangle in which there is a hole or small window in one side (front side of the card), the

other side is used to place pictures. The teacher used this media to teach vocabulary by

introducing names of objects, fruits, animals, and also to familiarize the concepts of

singularity and plurality to the students (Rachmajanti, et al., 2013:29-30). The research

problem for this study is „How can the flip card improve the students‟ vocabulary of singular

and plural in writing sentences?‟

LITERATURE REVIEW

Vocabulary is very fundamental in any language. To produce and understand the new

language, the students need sufficient number of words in order to produce sentences

appropriately. Joklova (2009:7) states that the word “Vocabulary” generally represents a list

of words and their combinations in a particular language. Teaching startegy has a strong

effect on vocabulary learning. Teachers should help students to build and advance the

knowledge of lexicon so that the students have the ability to produce the words when needed.

Therefore, the teaching strategies influence the students‟ vocabulary acquisition.

Seal (cited in Takac, 2008:19) mentions about planned vocabulary teaching and

unplanned vocabulary teaching. Unplanned teaching strategies relate to teachers‟ spontaneous

reactions with the aim to help learners when the need arises. In planned vocabulary teaching,

teachers deliberately, explicitly, clearly define and direct vocabulary teaching. Teachers

determine the use of teaching strategies, use pre-selected vocabulary, and make a choice how

to teach them in systematic ways. Joklova (2009:11) claims that vocabulary is generally a

problem of remembering, unlike learning grammar, which is a system based mainly on rules.

Thornburry (cited in Joklova, 2009:11) clarifies that to be able to teach as effectively as

possible, it is important to know how words are remembered and stored in students‟ minds

and how long-term memory is organized.

The teacher should present both the meaning and form of the lexical items in order to be

effective for long-term retention. Takac (2008:20) recommends the teacher‟s presentations as

follows:

- Connecting an L2 item with its equivalent in L1. This teaching strategy is mostly

used when checking comprehension, but also can be used when it is necessary to

point out the similarities or differences between L2 and L1.

- Defining the meaning. Definitions can take many forms: synonym, antonym, analytic

definition, taxonomic definition (Autumn is a season), giving examples (furniture –

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

495

something like a chair, sofa, etc.), definition by classification (family – a group of

people), grammatical definition.

- Presentation through context. The teacher creates a situation in which he or she

clearly contextualizes the lexical item. The context can be given in one sentence

only. Learners then guess the meaning on the basis of the cumulative effect of the

sentences.

- Directly connecting the meaning to real objects or phenomena. This strategy is

widely used with beginners or young learners. It includes procedures such as

demonstration, realia and visual aids. These presentations are more effective if

supplemented by a verbal definition, so the result in dual encoding the linguistic and

visual storing of information.

- The teacher continually encourages and motivates the learners to discover the word‟s

meaning from its parts or by elicitation.

To sum up, to teach vocabulary effectively, many strategies can be used by the teacher.

Using visual aids or pictures are widely used to beginners or young learners in achieving the

mastery of lexical items.

Imagery or picture is one of the teaching media that has been used by teachers in the

classroom. It is very valuable in helping students learn the foreign language. The pictures can

be: drawings, photographs, posters, slides, cartoons, diagrams, tables, charts, or cards.

Raimes (1983:27) mentions that pictures provide a shared experience for students in the class,

a common base that leads to a variety of language activities. In the classroom a picture can

represent the outside world and through the picture students can discuss appropriate

vocabulary, idioms and sentences from what they see. Krashen (cited in Chinh, 2009: 218)

points out that in EFL teaching, pictures are considered an efficient tool for limited English

proficiency learners to increase their comprehension. Paivio et al. (cited in Dinarvand and

Sheikh, 2015:118) mention that verbal codes along with imagery are better than a verbal code

alone. Images produce better recall than repeating target words. Pictures have an advantage

over words because they are processed through two separate channels (i.e. image and verbal

code), while words are processed only by a verbal pathway. Therefore, through pictures

students can stimulate their ability through verbalizing or writing from visual ones.

Flip card is a medium that facilitates the pictures. Flip card is a folded card in the shape

of rectangle in which there is a hole or small window in one side (front side of the card). The

window functions to see the picture in it. (Rachmajanti ea al., 2013:30). This medium has

functions: first, to teach vocabulary by introducing names of objects, e.g. fruits or animals;

second, to introduce the concept of sizes, colours, shapes, singularity and plurality; third. to

help the learners construct simple sentences which later leads to the making of a short

descriptive story. This card is attractive because there is a small window to view the pictures.

To familiarize the concept of singularity and plurality to the students, the teacher can put an

object such as a book, and make sure that the book is placed right in the middle of the

circular. And put the plural forms under the singular one.

The procedure for operating the flip card for teaching singular-plural is as follows

(Rachmajanti et al., 2013:32-33): (1) hold the card in such a way that there appears only a

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

496

picture of a single object on the window of the flip card. The students can see first the single

picture to learn the concept of singular form; (2) ask questions about the picture, and let the

students respond based on the picture; (3) if they have already got the concept of

“singularity”, explain the concept “plurality” using the picture under the singular one; (4)

then, look at the other picture on the other side of the card; (5) repeat the previous steps.

When a noun (person, animal, place, thing, or idea) indicates one only, it is a singular

noun. When a noun indicates more than one, it is plural. Most plural forms usually use the

same words, by adding –s/-es ending. There are a few exceptions to this rule. Here are some

rules of plural forms (Azar, 1993:198).

1. A final –s is added to a noun to make a noun plural, e.g.:

d. student = a singular noun, students = a plural noun

2. A final –es is added to words that end in –sh, -ch, -s, -z, and –x, e.g.

bush – bushes

watch – watches

class- classes

buzz – buzzes

box – boxes

3. For words that end in –y:

If –y is preceded by a vowel, only –s is added, e.g.

toy - toys

If –y is preceded by a consonant, the –y is changed to –i and –es is added, e.g.

baby – babies.

4. Some nouns have irregular plural forms, e.g.

child – children

mouse – mice

tooth – teeth

man – men

Learning to write in a foreign language is mainly focused on coherent arrangement of

words, clauses, sentences, and grammatical rules. Hyland (2003:3) states that writing is seen

as a product constructed from the writer‟s command of grammatical and lexical knowledge,

and writing development is considered to be the result of imitating and manipulating models

provided by the teacher. Therefore, for foreign language learners, learning grammar and

vocabulary is a basic knowledge to develop ideas in writing. Rahmanzadeh et al. (2015)

conducted an experimental research on the effect of sentence reading versus sentence writing

on vocabulary acquisition among Iranian intermediate EFL learners. The result revealed more

significant progress in sentence writing than in sentence reading. So it was proved that

writing tasks help the students acquire new words more quickly and more efficiently.

The curriculum of SMP Negeri 3 Sanggau is based on the 2006 curriculum (KTSP).

Writing subject in the first semester of grade seventh is about writing simple functional

subject in the forms of instruction, list of things, greeting card, and announcement

(Kemendikbud, 2006). Writing is not taught separately but is integrated to the language skills,

such as listening, speaking and reading. Writing lists of things in the classroom as a teaching

material deals with singular and plural forms.

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

497

METHOD

The type of this study is Classroom Action Research (CAR). Latief (2009:5) defines

CAR as a part of activities of professional English classroom teachers. Through CAR,

English teachers can improve the quality of their instructional performance, by developing

innovative instructional strategies to solve their classroom problems. Riel (cited in Mertler,

2009:16) mentions a model of action research, which typically involves four phases in

cyclical nature. The phases are: study and plan, take an action, collect and analyze the

evidence, and reflect (see the figure below).

The teacher was also the researcher in this study. This CAR used two cycles, and each

cycle has two meetings. The study began in the end of July and ended in September 2016 (see

Table 1 below).

The place of this research is SMPN 3 Sanggau, West Kalimantan. The school is located

in a suburban area of Sanggau Regency. It is about 3 km from downtown. The school has

fifteen classes. Each grade has five classes, and the subject of the research is Class VII-D,

containing 28 students, 8 females and 20 males. The class had been chosen because most of

the students (80%) did not study English when they were in primary school.

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

498

Table 1. The Schedule of the Study

Cycle 1 e. Activities f. Day/date

Study and

plan

Identifying problem,

issue, planning the lesson

plan, prepares the media

and instrument

25 July – 15 august 2016

Take action

-Implementation of

lesson plan.

-Post test

18 and 22 august 2016

Collect and

analyze the

evident

Observe, recorded

collecting, analyze data

and documenting

18 and 22 august 2016

Reflection Evaluate, reflect, give

input about action phase.

If the result is

unsatisfactory continue

the next cycle.

23 august 2016

Cycle 2 Activities

Day/date

Study and

plan

Revised the lesson plan,

prepares the media and

instrument

30 and 31 august 2016

Take action -Implementation of

lesson plan.

-Post test.

-Distributing the

questionnaire

5, 8 and 15 September 2016

Collect and

analyze the

evident

Observe, recorded,

collecting, analyze data

and documenting

5,8 and 15 September 2016

Reflection Evaluate, reflect, give

input about action phase.

The result is satisfactory,

the action stop in this

cycle.

The teacher also prepared the criteria of success for this study. According to Latief

(2009:6), the success of class action research is not only measured with the achievement in

learning English skills as indicated by the scores, but also the strategy that creates classroom

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

499

atmosphere that gives students joyful learning and motivate students‟ life-long learning. In

this research the criteria of success were determined as follows:

1. The students actively involve in the teaching and learning process, indicated by more

than 50%.

2. The result of writing test increases significantly after treatments. It was indicated by

70% of students pass the minimum passing level (MPL), which was 70.

3. The questionnaire shows positive response of the students toward the using of flip card

media.

This study used qualitative and quantitative data. The qualitative data were taken from

the observation. The teacher and the collaborator observed the students‟ behaviors during the

treatments, and the students‟ involvement during the learning process using flip card media.

Quantitative data are numerical, anything that can be quantified, including surveys,

questionnaires, checklist, rating scales, as well as tests and other more formal types of

measurement instruments (Mertler, 2009:116-117). The quantitative data in this study were

from questionnaire and writing test. There are six questions in the questionnaire. The form of

questionnaire is closed-ended questions with „yes‟ and „no‟ options provided. The researcher

analyzed the questionnaire to know the students‟ perception after the treatments. The second

quantitative datum was writing test. There were ten pictures about things in the classroom,

and the students had to write simple descriptive based on the pictures. It was analyzed to get

the students‟ scores, to know whether they achieve the MPL or not.

FINDINGS

After discussing the problem found in Grade VII-D with the collaborator, the teacher

prepared the lesson plan, material, media and instruments. In the first meeting of Cycle 1, the

teacher introduced the learning objectives and the steps of activities. The students looked

curious and interested when the teacher showed the flip card (see Picture 1). The teacher

introduced the pictures of things in the classroom. The teacher asked the students about the

picture, and some students answered the questions. The teacher continued to the next picture

at the back of the card. After the students were familiar with some lexical items in the

singular form, the teacher opened the flip card and the students saw the pictures in the plural

forms. The teacher explained to the students about the list of vocabulary and simple short

sentences, the forms of „there is‟ and „there are‟. At the end of Cycle 1, the teacher gave a

writing test. The result of writing test was only 8 (28.57%) students passed and 20 (71.43%)

students did not reach the MPL or failed. Based on the reflection, the students‟ vocabulary

was still limited, i.e. when they did the test they could not mention certain names of the

things and most of them did not add suffix –s or -es for the plural forms. Since the result was

unsatisfactory, the teacher continued to the next cycle. In Cycle 2, the teacher revised the

lesson plan. The teacher reviewed the previous material. She rehearsed the English lesson

step by step. First, drilling the students with vocabulary, the teacher held the flipcard media

and asked the students one by one about the name of the objects. The teacher also pointed out

the names of some objects in the flip card.

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

500

Picture 1. The Flipcard: Front Side and Inside Card.

To elicit more about the students‟ vocabulary, the teacher also distributed the worksheet

about things in the classroom. In this exercise, the students matched the vocabulary lists with

the pictures available. The students did it in fifteen minutes; after that, the teacher checked

the students‟ answers. At last, the teacher asked the students to practice writing a short simple

paragraph about things in the classroom. At the end of the cycle, the teacher gave a test to see

the students‟ improvement. The result showed that 21 (75%) students passed the test, and 7

(25%) students did not reach the MPL. So, the students‟ improvement increased 46.5% from

Cycle 1 to Cycle2. The students‟ scores are listed in Table 2 below.

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

501

Table 2. The Students‟ Scores in Each Cycle

Students‟

Number

Score

Students‟

number

Score

Cycle1 Cycle2 Cycle1 Cycle2

1. 88 83 15 33 83

2. 88 83 16. 44 75

3. 0 33 17 33 41

4. 33 75 18. 44 75

5. 77 83 19 77 83

6. 44 83 20 55 66

7. 88 83 21 33 83

8. 55 75 22 44 75

9. 0 58 23 77 83

10. 66 75 24. 55 66

11 66 83 25 66 91

12 33 33 26. 88 83

13 66 83 27 33 0

14. 66 83 28. 88 91

Figure 1. The Total Number of Students Who Passed and Failed in Cycles 1 and 2

20

7

0

5

10

15

20

25

Cycle 1 Cycle 2

Passed

Failed

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

502

At the end of Cycle 2 the teacher distributed a questionnaire, to know the students‟

perceptions about the use of flip card. There are 6 questions and the total number of students

was 27 (one student was absent).

From the result of the questionnaire, most of the students answered “yes”, and only

some of them answered “No”, which indicated that the students were interested and

motivated to use the flip card.

DISCUSSION

Acquiring vocabulary is very important when learning a foreign language. One cannot

produce the language without mastering vocabulary items. Regarding this importance, the

students have to use effective strategy in learning process. Using picture is one appropriate

strategy to expand and retain students‟ vocabulary. This is in line with Wardani (2015:4) who

states that picture facilitates students to learn vocabulary. Besides that, pictures often make

learning process more attractive and enjoyable for students to acquire a new language.

Dinarvand and Sheikh (2015:118) also mention that pictures have an advantage over words

because they are processed through two separate channels (i.e image and verbal code), while

words are processed only by a verbal pathway. That is, when processing a picture, people

consider the picture and verbalize it internally.

In teaching English vocabulary, the students not only know the meaning of single word form but

also the words formation, such as, the forms of regular and irregular verbs, the singular forms, the

position of adjectives, etc. Therefore, when using the flip card the teacher may know the forms of

singular and plural nouns. Rachmajanti et al. (2013:32-33) suggest that if the students have already

digested the concept of “singularity”, go on with the concept “plurality” under the singular one in

the flip card.

In the above flip card the teacher put the single object, so the students learnt about the

concept of singularity. Meanwhile, under it there were two or three objects to show the forms

of plural. Flip card has been used by teachers to motivate the students‟ learning a foreign

language. The most important thing is the student himself to keep studying hard. Donyei

0

5

10

15

20

25

30

Question1 Question2

Question3

Question4

Question5

Answer (yes)

Answer (No)

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

503

(2001:5) suggests that during the lengthy and often the tedious process of mastering a

foreign/second language, the learners‟ enthusiasm, commitment and persistence are the key

determinants of success or failure.

CONCLUSIONS AND SUGGESTIONS

Based on the findings and discussion of this study, it can be concluded that: (1) based on

the observation, the students showed their motivation and enthusiasm during the learning

process using the flip card, and (2) the use of flip card media can improve the students‟

achievement in acquiring the vocabulary, which can be seen from the result of the test. In

Cycle 1 the total number of the students who passed the test was 8 (28.57%) and did not pass

was 21 (71.43%). In the second cycle, the total number of the students who passed the test

was 21 (75%) and the students who did not pass the test were 7 (25%). Therefore, the

percentage of the students who passed the test increased 46.5% in Cycle 2. The students‟

response to the questionnaire, showed that they had positive attitude toward the use the flip

card media.

Since the picture in the form of flip card can help the EFL students in learning the

English vocabulary easily than verbal alone, it is suggested to the teachers that they should

often use the media in the classroom, and to use varieties of picture. To other researchers it is

suggested that they conduct studies using pictures in different language skills.

References

Azar, S.B. 1993. Fundamentals of English Grammar (2nd

edition). - : Prentice-Hall.

Chinh, H.S. 2009. EFL Children‟s Views on English Picture Story Books. Asian EFL

Journal 11(4), 215-234.

Dinarvand, Z., and Sheikh, S. 2015. The Effect of Pictorial Strategy on EFL Vocabulary

Learning and Retention. The Iranian EFL Journal 11(4), 114-135.

Dorney, Z. 2001. Motivational Strategies in the Language Classroom. Cambridge:

Cambridge University Press.

Gordon, T. 2007. Teaching Young Childrena a Second Language. London: Wesiport.

Hyland, K. 2003. Second Language Writing. - : Cambridge University Press.

Joklova, K. 2009. Using Pictures in Teaching Vocabulary. Bachelor‟s thesis. Faculty of

Education, Masaryk University.

Kemendikbud. 2006. Standar Kompetensi dan Kompetesnsi Dasar untuk Pendidikan Dasar

dan Menengah. Jakarta: BSNP.

Latief, M.A. 2009. Classroom Action Research in Language Learning. Malang: UM Press.

Maria, G.M. 2012. Usage of Multimedia Visual Aids in the English Language Classroom: A

Case Study at Margarita Sales Secondary School (Majadahonda). Unpublished thesis.

Mertler, C.A. 2009. Action Research: Teachers as Researcher in the Classroom (2nd

edition).

- : Sage.

Rachmajanti, S., Laksmi, D.E., and Muniroh, S. 2013. Media Pembelajaran Bahasa Inggris.

Malang: UM Press.

Raimes, A. 1983. Technique in Teaching Writing. New York: Oxford University Press.

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

504

Rahmanzadeh, M., Mohseni, A., and Jabbarpoor, S. 2015. The Effect of Sentence Reading

Versus Sentence Writing on Vocabulary Acquisition among Iranian Intermediate EFL

Learners. The Iranian EFL Journal 11(2), 223-231.

Takac, P.V. 2008. Vocabulary Learning Strategies and Foreign Language Acquisition. - :

Multilingual Matters.

Wardani, M.N. 2013. Teaching Vocabulary to Young Learners Using FlashCard at BA

Aisyiyah Kadilungu in Academic Year 2014/2015. Bachelor Thesis. Universitas

Muhammadiyah Surakarta.

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

505

PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF STAD

MENGGUNAKAN MASALAH KONTEKSTUAL UNTUK

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PAI PADA SISWA KELAS XII

SMK MA’ARIF BATU

Chusnul Walid

Smk Ma‟arif Batu

[email protected]

Abstrak : Penelitian ini mendeskripsikan penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD

menggunakan masalah kontekstual yang dapat meningkatkan hasil belajar PAI pada siswa

kelas XII SMK Ma‟arif Batu. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang

dilakukan 2 siklus dengan tahapan: perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi.

Penelitian di lakukan pada siswa kelas XII SMK Ma‟arif Batu pada bulan oktober sampai

nopember. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada siklus I (Satu) siswa yang mendapat

nilai di bawah KKM (75) sebesar 60 % dengan rata-rata nilai 72, Sedangkan pada siklus II)

terlihat peningkatan hasil belajar siswa yaitu siswa yang mendapat nilai di atas KKM (75)

sebesar 75 %, dengan rata-rata nilai 80.

Kata kunci : kooperatif STAD, masalah kontekstual, hasil belajar

PENDAHULUAN

Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) sering dilakukan dengan langkah-

langkah: guru menjelaskan materi yang ada di buku, meminta siswa untuk menyelesaikan

soal-soal yang ada di buku, dan kuis. Proses pembelajaran tersebut dilakukan secara terus

menerus dari waktu ke waktu, sehingga siswa mudah bosan mengikuti pembelajaran PAI.

Siswa hanya bisa menghafal materi dan tidak menjadi bagian dari perilakunya dalam

kehidupan sehari-hari. Perilaku siswa masih belum menampakkan penguasaan terhadap

materi agama yang sudah dipelajari.

Atas dasar itulah, perlu upaya perbaikan dalam pembelajaran yang dilakukan oleh

guru. Supaya siswa menjadi aktif dalam mengikuti pembelajaran, dalam arti siswa melakukan

tindakan dengan kesadaran sendiri dalam mengikuti proses belajar di dalam kelas. Karena

kesadaran itu akan memberi dampak yang baik bagi siswa. Karena siswa akan berusaha

memahami materi yang di ajarkan oleh seorang guru dengan melakukan upayanya sendiri

menggali dari sumber-sumber yang relevan.

Di samping itu siswa secara otomatis akan meningkat hasil belajarnya. Siswa yang

aktif juga sangat mempengaruhi kreatifitas siswa dalam belajar. Hal ini sangat diharapkan

dalam proses pembelajaran di dalam kelas. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah

penerapan pembelajaran kooperatif STAD dengan menggunakan masalah kontekstual untuk

meningkatkan hasil belajar pada siswa kelas XII smk maarif Batu.

Pembelajaran kooperatif STAD.sudah dikaji oleh beberapa peneliti (Izzati, 2015;

Liunsanda, 2015; Nenoliu, 2015; Herniwati, 2015; Wahyudansah, 2015; Rosnidar, 2015).

Izzati (2015) mempraktikkan pembelajaran STAD berbantuan Card Short dalam permainan

sandi dan hasilnya dapat meningkatkan hasil belajar siswa SMA. Liunsanda (2015)

menggunakan pembelajaran kooperatif STAD dan kuis untuk meningkatkan hasil belajar

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

506

siswa. Nenoliu (2015) menggunakan metode STAD untuk meningkatkan hasil belajar siswa.

Herniwati (2015) menerapkan pembelajaran kooperatif Tipe STAD berbantuan media kreatif

dan penerapan pembelajaran STAD dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam proses

pembelajaran. Wahyudansyah (2015) menggunakan pembelajaran kooperatif Tipe STAD

untuk meningkatkan hasil belajar. Rosnidar (2015) menggunakan pembelajaran kooperatif

Tipe STAD untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Hudaya (2015) menggunakan media

gambar gerak dalam pembelajaran Model STAD untuk meningkatkan keaktifan dan hasil

belajar siswa.

Berdasarkan berbagai hasil penelitian tersebut, menunjukkan bahwa pendekatan

kooperatif STAD efektif untuk meningkatkan proses dan hasil belajar siswa. Karena itu

penelitian ini mengimplementasikan pembelajaran kooperatif STAD dengan menggunakan

masalah kontekstual sebagai masalah yang didiskusikan oleh siswa. Pemberian masalah

kontekstual diharapkan dapat membentuk perilaku kritis terhadap masalah sekaligus

membentuk perilaku baik untuk bertindak dalam kehidupan. Sehingga penelitian ini

mengambil judul Penerapan Pembelajaran Kooperatif STAD Menggunakan Masalah

Kontekstual Untuk Meningkatkan Hasil Belajar PAI Pada Siswa Kelas XII Jurusan

keperawatan dan jurusan Rekayasa perangkat lunak ( RPL ) SMK Ma‟arif Batu

METODE

Jenis Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK) yang dilakukan dalam

dua siklus. Masing masing siklus dilakukan dengan tahapan perencanaan, pelaksanaan

tindakan, observasi dan refleksi. Pada tahap perencanaan dikembangkan Rencana

Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), media, Lembar Kerja Siswa (LKS), dan Instrumen

Penilaian. Pelaksanaan tindakan dilakukan sesuai dengan langkah-langkah pembelajaran

STAD dan sekaligus diobservasi. Kegiatan refleksi dilakukan dengan mengevaluasi kegiatan

pembelajaran terutama berkaitan dengan kendala-kendala yang di hadapi dalam

pembelajaran. Hasil refleksi digunakan untuk perbaikan pembelajaran dalam siklus ke dua.

Penelitian dilakukan di SMK Ma‟arif dengan subjek penelitian sebanyak 30 siswa

kelas XII jurusan keperawatan dan XII RPL, dengan sebaran laki laki 15 dan perempuan 15.

Siklus satu dilaksanakan dalam 2 pertemuan pembelajaran pada tanggal 10 – 22 oktober

2016. Siklus dua dilaksaksanakan dalam 2 pertemuan , yaitu pada tanggal 24 oktober - 5

nopember 2016.

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes. Teknik

Observasi dilakukan saat pembelajaran berlangsung dengan menggunakan lembar observasi

yang digunakan sebagai sumber data. Tahapan penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

507

Gambar 1. Alur penelitian tindakan kelas

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian tindakan kelas dengan judul penerapan pembelajaran kooperatif stad

menggunakan masalah kontekstual untuk meningkatkan hasil belajar pai pada siswa kelas xii

smk ma‟arif batu, terdiri dari dua siklus. Hasil penelitian dipaparkan berdasarkan tahapan

pelaksanaan pembelajaran kooperatif STAD dan uraian setiap siklusnya adalah sebagai

berikut:.

Siklus 1

Siklus pertama terdiri dari 2 pertemuan (2 kali pembelajaran dan satu kali tes). Pelaksanaan

pembelajaran dideskripsikan sebagai berikut :

Perencanaan

Pada tahap perencanaan terdapat lima kegiatan diantaranya (1) mengembangkan

Rencana Pelaksanaan pembelajaran (RPP) perbaikan, (2) mengembangkan media

pembelajaran, (3) menyusun lembar kegiatan siswa (LKS), (4) mengembangkan pedoman

observasi, dan (5) mengembangkan alat evaluasi

Dalam menyusun RPP guru mengembangkan kompetensi dasar (28.1) Menampilkan

perilaku yg mencerminkan iman kepada hari akhir pembelajaran kooperatif STAD dengan

metode pembelajaran diskusin kelompok dan penugasan, pada langkah–langkah

pembelajaran meliputi : kegiatan awal, kegiatan inti dan kegiatan penutup, dengan

menggunakan cooperative STAD ini siswa dituntut mampu mengkomunikasikan hasil

belajarnya sendiri dengan teman sekelompok guna untuk menyimpulkan materi tersebut.

Pembuatan media, guru menggunakan modul / buku tentang masalah-masalah kontekstual

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

508

untuk memberikan penguatan kepada siswa tentang materi iman kepada hari akhir ( fungsi

iman kepada hari akhir)

Untuk Lembar kegiatan siswa, guru menyiapkan 4 soal yang harus di jawab oleh

masing masing siswa sebelum di diskusikan dengan kelompoknya.

Untuk lembar pengamatan guru terdapat kolom kolom situasi pelaksanaan

pembelajaran, temuan kegiatan pembelajaran pada kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan

kegiatan akhir, masalah yang muncul pada pembelajaran.

Alat evaluasi yang dipersiapkan oleh guru meliputi : kisi-kisi soal, kartu soal, rubrik

penilaian baik untuk soal uraian maupun rubrik untuk penilaian diskusi dan presentasi. Kisi-

kisi soal memuat kompetensi dasar, indicator mata pelajaran, indicator soal, soal, dan kunci

jawaban. rubrik penilaian berisi kriteria dan skor nilai

Pelaksanaan

Pada tahap pelaksanaan tindakan ini sekaligus dilakukan pengamatan oleh observer. Guru

melaksanakan proses pembelajaran dengan materi Fungsi iman kepada hari akhir pada jam ke

5 – 6 yang dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 22 Oktober 2016 dengan langkah-langkah

kegiatan awal, kegiatan inti dan kegiatan penutup. Pada kegiatan pendahuluan diawali dengan

salam, melakukan presensi, kemudian menanyakan kabar siswa, serta mengkondisikan siswa

untuk siap melaksanakan pembelajaran, guru kemudian menuliskan tujuan pembelajaran

yaitu siswa diharapkan memahami tentang fungsi iman pada hari akhir. Guru menggali

pengetahuan awal siswa dengan melontarkan beberapa pertanyaan, contoh Tanya jawab guru

dengan siswa sebagai berikut:

G: “anak-anak masih ingatkah kamu ,minggu kemarin materinya tentang apa?. “

S: “masih pak, tentang perilaku terpuji.”

G: “Bagus. “. Apa saja yang termasuk perilaku terpuji ?.

S: “Adilo, ridho dan amal sholeh.”

G: “ Ya benar, kamu masih ingat. “.

Dari dialog tersebut, nampak bahwa siswa sudah mengetahui bahwa siswa masih ingat

tentang materi perilaku terpuji, selanjutnya guru menjelaskan bahwa hari ini pembelajaran

yang akan dilakukan adalah menggunakan kooperatif STAD, guru menjelaskan langkah-

langkah pembelajaran kooperatif STAD, yaitu (1) membagi siswa menjadi beberapa

kelompok, (2) masing masing anggota kelompok mencari, membaca masalah masalah

kontekstual, (3) masingmasing anggota menjawab pertanyaan yang sudah ada di lks, (4)

mendiskusikan hasil jawaban dengan kelompoknya , (5) menyimpulkan materi pada diskusi

tersebut, (6) ketua kelompok mempresentasikan di hadapan kelompik lain secara bergantian,

(7) masing masing kelompok menyiapkan pertanyaan pada kelompok lain yang sedang

melakukan presentasi., Selesai menjelaskan tentang pembelajaran kooperatif STAD guru

melanjutkan pada kegiatan inti.

Pada kegiatan inti untuk pembelajaran fungsi iman kepada hari akhir dengan

pendekatan kooperatif STAD diawali dengan membagi siswa menjadi 6 kelompok, guru

membagikan LKS pada setiap siswa dan lembaran kesimpulan pada masing2

kelompok.selanjutnya guru menyajikan materi secara singkat tentang iman kepada hari akhir

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

509

dan menyuruh masing-masing siswa untuk membaca, memahami masalah masalah

kontekstual yang sudah ada pada LKS dan pada literatur lain yang mendukung, seperti pada

Gambar 2 . dan 3

Gambar 2. Siswa mencari masalah2 kontekstual dari literature

Gambar 3. Siswa mempersiapkan LKS

Seperti terlihat pada Gambar 1 siswa membaca literatur .selanjutnya guru menyuruh

siswa untuk menjawab pertanyaan pertanyaan yang ada pada LKS, Dilanjutkan diskusi

kelompok atas permasalahan yang berhubungan dengan iman kepada hari akhir ( seperti pada

gambar 2 dan 3). Dalam diskusi tersebut tiap kelompok menyimpulkan hasil diskusi, setelah

itu menyampaikan hasilnya kepada kelompok lain dengan cara pemaparan yang dilakukan

oleh ketua kelompok. Pada kegiatan akhir guru bersama siswa coba merefleksikan

pembelajaran dan pemberian lembar evaluasi untuk dikerjakan oleh masing-masing siswa.

kegiatan pembelajaran siklus I siswa sudah mulai antusias, aktif dan senang dalam mengikuti

proses pembelajaran, walau demikian masih ada siswa yang kurang aktif karena siswa

tersebut memang berkarakter pendiam dan siswa yang belum memahami materi yang sedang

didiskusikan.

Setelah siswa memahami tentang materi ini, guru memberikan pos tes pada siswa

untuk mengetahui pemahaman siswa, dari hasil pos tes tersebut didapat Hasil penelitian pada

siklus satu dapat dilihat pada

pada hasilnya yaitu :

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

510

Siswa yang mendapat nilai di bawah KKM (75) sebesar 60 % sedangkan siswa yang

mendapat nilai di atas KKM sebesar 40 %. Dengan rata-rata nilai 72, Seperti terlihat pada

hasil tersebut nampak bahwa nilai hasil evaluasi masih besar prosentase yang mendapat nilai

berada di bawah KKM

Pengamatan

Hasil observasi dan catatan lapangan yang dilakukan oleh 2 observer selama

pembelajaran berlangsung dan hasil analisis data yang dilakukan guru diperoleh data

penelitian sebagai berikut: Berdasarkan data hasil pengamatan terhadap aktifitas siswa pada

pertemuan 1 siklus I, masih banyak siswa yang tidak membawa literature sehingga bergurau

mengganggu siswa lain, penyampaian kesimpulan dalam pemaparan kurang menarik perlu di

carikan alternative lain dalam penyampaiannya. Belum adanya umpan balik dari kelompok

lain.

Dari hasil wawancara dengan beberapa siswa diperoleh penjelasan bahwa ada siswa

yang tidak suka pembelajaran kooperatif atau bekerja sama karena ada salah satu anggota

kelompok yang tidak mau bekerja sama, Hasil yang diperoleh dalam pengamatan selama

proses pembelajaran, hasil evaluasi proses dan hasil analisis data, maka pelaksanaan tindakan

pada siklus I perlu dilakukan perbaikan. Keputusan ini didasarkan pada hasil refleksi

menunjukkan hasil belajar secara klasikal kurang memenuhi kriteria ketuntasan. Dengan

demikian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif STAD setting kooperatif perlu

ditingkatkan lagi supaya diperoleh hasil optimal. Untuk itu diperlukan rencana perbaikan

tindakan. Rencana perbaikan tersebut adalah sebagai berikut: (1) Pengaturan waktu yang

lebih baik sehingga lebih efektif dan efisien, (2) Lembar kegiatan siswa yang dibuat lebih

jelas, sehingga siswa bisa membuat pertanyaan dengan baik, kemudian menyampaikan dalam

bentuk lisan. Hal ini dimaksudkan agar hasilnya dapat dibaca oleh kelompok lain yang akan

melakukan koreksi terhadap hasil diskusi tersebut, (3) guru hendaknya lebih memperhatikan

siswa yang berkemampuan rendah dengan memotivasi untuk aktif diskusi, (4) Berdasarkan

observasi oleh dua orang pengamat terhadap kegiatan guru, proses pembelajaran telah

berjalan dengan baik, dan hanya perlu ditingkatkan lagi.

Refleksi

Di akhir siklus I dilakukan refleksi, hasil refleksi digunakan untuk memperpaiki

pembelajaran siklus II. adapun hasil refleksi pada siklus I dapat dirangkum seperti pada Tabel

1.

Tabel 1. hasil refleksi siklus I tentang pembelajaran Fungsi iman kepada hari akhir

Kekurangan Penyebab Alternatif perbaikan

Masih banyak siswa

yang tidak serius

melaksanakan diskusi

kelompok

Ada siswa yang tidak

membawa buku sumber

untuk dibaca

Setiap siswa harus membawa

buku sumber.

Dalam kelompok Masing masing kelompok Setiap kelompok diberikan

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

511

masih ada anggota

kelompok yang tidak

aktif

hanya mendapat 1 lembar

kegiatan siswa

lembar kegiatan siswa sesuai

jumlah anggota kelompoknya

Penyampaian

/presentasi hasil

kurang menarik,

sehingga kurang

mengeksplore

kelompok lain dalam

bertanya/ menanggapi

Karena penunjukan ketua

kelompok yang harus

presentasi

Mencari anggota kelompok

yang lebih mampu

Dari Tabel 1, diperoleh hasil refleksi yaitu masih ada kekurangan yang harus diperbaiki

dalam pelaksanaan pembelajaran selanjutnya guna meningkatkan hasil belajar siswa.

SIKLUS II

Uraian kegiatan pada siklus dua adalah sebagai berikut:

Perencanaan

Pada tahap perencanaan peneliti melakukan persiapan proses pembelajaran yang

meliputi (1)pengembangan RPP , (2) pengembangan media pembelajaran dengan

menggunakan power point, (3) pengembangan LKS, (4) pengembangan rubrik penilaian

sikap dan(5)dan pengembangan alat evaluasi. Pengembangan tersebut dilakukan dengan

teman sejawat guru pengajar di SMK Ma‟arif Batu.

Pada perbaikan RPP, peneliti mengembangkan kompetensi dasar (28.2) “ Hikmah

beriman kepada hari akhir, Proses perbaikan RPP peneliti menganalisis kedalaman materi

dengan alokasi waktu yang disediakan. Pada pengembangan media pembelajaran peneliti

menggunakan media power point dan LKS, peneliti menyajikan masalah masalah kontekstual

untuk dipahami oleh siswa. mendapatkan gambaran tentang bentuk molekulnya. Pada

pengembangan LKS, peneliti membuat pertanyaan-pertayaan atau soal yang berkaitan dengan

hikmah beriman kepada hari akhir. Pada pengembangan rubrik penilaian sikap peneliti

mengembangan rubrik penilaian sikap yang akan diambil selama kegiatan peelitian yang

meliputi sikap santun, kerjasama, tanggung jawab dan keaktifan dalam berdiskusi. Pada

pengembangan evaluasi peneliti membuat soal-soal pretest, postest dan soal evaluasi hasil

belajar.

Pelaksanaan

Pembelajaran dilakukan dalam waktu 2 x 40 menit jam ke 5-6. Pada hari sabtu tanggal 5

nopember 2016. Dalam kegiatan pendahuluan guru melakukan aktivitas menanyakan

kembali kepada siswa tentang materi sebelumnya ( fungsi iman kepada hari akhir).

Memotivasi siswa dengan cara mendengarkan cerita tentang hari akhir. Pada fase

pembentukan kelompok, siswa aktif terlibat dalam kegiatan kelompok. Lembar tugas

yang diberikan membantu siswa untuk aktif bekerja mencobakan pembelajaran yang

baru diterimanya. Beberapa kelompok antusias untuk menyelesaikan tugas yang

diberikan. Antusias tersebut bisa juga terjadi karena kelompok ingin menyelesaikan

tugas lebih dulu dari kelompok lainnya. Guru membagi siswa menjadi 6 kelompok masing

masing kelompok 5 siswa. Guru Menyampaikan tujuan pembelajaran hari ini, yaitu siswa

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

512

mampu memahami fungsi keimanan terhadap hari akhir. Dalam kegiatan inti guru

membagikan lembar kerja siswa (LKS) dan menjelaskan inti materi yang ada di dalam lks.

Seperti pada Gambar 4

Gambar 4. Guru menjelaskan materi Hikmahiman kepada hari akhir

Dalam tindakan pendahuluan guru mengucapkan salam, berdoa, mengabsen siswa,

menanyakan kembali kepada siswa tentang materi kemarin :

G: “anak-anak masih ingatkah kamu ,minggu kemarin materinya tentang apa?. “

S: “masih pak, fungsi iman kepada hari akhir.”

G: “Bagus. “. Coba sebutkan satu saja ?.

S: “Hidup optimis dan selalu sabar.”

G: “ Ya benar, berarti kamu masih ingat. “.

Setelah Tanya jawab guru dengan siswa, guru menyajikan materi secara singkat tentang iman

kepada hari akhir, dan membagikan lembar kerja siswa yang berisi masalah masalah

kontekstual yang berhubungan dengan keimanan kepada hari akhir ( hikmah iman kepada

hari akhir ). Siswa membaca dan memahami masalah-masalah tersebut dan menjawab

pertanyaan yang sudah disediakan. Dilanjutkan diskusi kelompok atas permasalahan yang

berhubungan dengan iman kepada hari akhir ( seperti pada gambar 2). Dalam diskusi tersebut

tiap kelompok menyimpulkan hasil diskusi, setelah itu menyampaikan hasilnya kepada

kelompok lain dengan cara pemaparan yang dilakukan oleh ketua kelompok. Pada kegiatan

akhir guru bersama siswa coba merefleksikan pembelajaran dan pemberian lembar evaluasi

untuk dikerjakan oleh masing-masing siswa. kegiatan pembelajaran siklus II siswa sudah

mulai antusias, aktif dan senang dalam mengikuti proses pembelajaran, walau demikian

masih ada siswa yang kurang aktif karena siswa tersebut memang berkarakter pendiam dan

siswa yang belum memahami materi yang sedang didiskusikan.

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

513

Gambar. 5. Siswa sedang melaksanakan diskusi

Pengamatan

Hasil observasi dan catatan lapangan yang dilakukan oleh 2 observer selama

pembelajaran berlangsung dan hasil analisis data yang dilakukan guru diperoleh data

penelitian sebagai berikut: Berdasarkan data hasil pengamatan terhadap aktifitas siswa pada

siklus II, Siswa sudah banyak kemajuan dalam mengikuti proses kegiatan pembelajaran

Kooperatif STAD, hal ini ditunjukkan siswa dengan membawa literature penunjang tentang

Hikmah ber5iman kepada hari akhir. Dari segi pemap-aran hasil diskusi siwa lebih siap dari

pada siklus satu. Ditunjukkan adanya pertanyaan2 dari kelompok lain sehingga diskusi

menjadi sangat dinamis.

Dari hasil wawancara dengan beberapa siswa diperoleh penjelasan bahwa siswa mulai

menyukai model pembelajaran kooperatif STAD. Pada tingkat kelompok siswa sudah mulai

berani berpendapat dalam merumuskan kesimpulan pada kelompoknya. Sehingga dianggap

pelaksanaan pembelajaran kooperatf STAD siklus II ini lebih baik dari siklus I. sehingga

siklus II tersebut bisa di rumuskan sebagai berikut.: (1) Pengaturan waktu yang lebih dari

siklus I. sehingga lebih efektif dan efisien, (2) Lembar kegiatan siswa yang dibuat lebih jelas,

sehingga siswa cepat memahami isi dan uraian masalah kontekstual yang disajikan dalam

LKS. kemudian menyampaikan dalam bentuk lisan. Hal ini dimaksudkan agar hasilnya dapat

dibaca oleh kelompok lain yang akan melakukan koreksi terhadap hasil diskusi tersebut,

(3)Pembagian kelompok sudah di dasarkan keseimbangan antara siswa yang pandai dan yang

berkemampuan rendah, (4) Berdasarkan observasi oleh dua orang pengamat terhadap

kegiatan guru, proses pembelajaran telah berjalan lebih baik dari siklus I.

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

514

Gambar 6. Keaktifan siswa dlm berdiskusi Gambar 7. Kegiatan presentasi kelompok

Refleksi

Di akhir siklus II dilakukan refleksi, hasil refleksi dapat dirangkum seperti pada Tabel

2 di bawah ini.

Tabel 2. hasil refleksi siklus I tentang pembelajaran Hikmah iman kepada hari akhir

Hasil temuan Indikator catatan

Siswa aktif dalam

mengikuti

pembelajaran

Siswa sibuk menelaah

pelajaran dan

menyampaikan hasil telaah

pada temen

sekelompoknya

Masih ada siswa yang kurang

aktif

Siswa kurang focus

pada materi pokok.

Paparan terlalu melebar

materinya

Pembatasan literature yang di

baca

Penyampaian

/presentasi hasil

Sudah menarik,

sehingga memicu

kelompok lain untuk

tampil lebih baik

Paparan siswa sudah

menggunakan media.

Tidak hanya lisan.

Dari Tabel 2, diperoleh hasil refleksi yaitu sudah ada kemajuan pada siswa dalam belajar

dengan kooperatif STAD dan hasil belajarnya, terutama keaktifan siswa mulai terlihat

terutama dalam berinteraksi dalam kelompok maupun dengan kelompok lain.

Berdasarkan pada hasil evaluasi, nilai yang di dapat siswa pada akhir siklus II yaitu 75 %

siswa berhasil tuntas sedangkan 25 % siswa tidak tuntas dalam belajarnya. Dengan rata-rata

nilai 80.

PENUTUP

Beradsarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan bahwa

penerapan pembelajaran kooperatif STAD menggunakan masalah kontekstual untuk

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

515

meningkatkan hasil belajar pai pada siswa kelas XII SMK Ma‟arif Batu dengan hasil

penelitian pada siklus I (Satu) siswa yang mendapat nilai di bawah KKM (75) sebesar 60 %

dengan rata-rata nilai 72, sedangkan pada siklus II) terlihat peningkatan hasil belajar siswa

yaitu siswa yang mendapat nilai di atas KKM (75) sebesar 75 %, dengan rata-rata nilai 80.

Daftar Rujukan

Herniwati. 2015. Peningkatan Hasil Belajar Siswa SD Kelas V Dalam Pembelajaran

Kooperatif Tipe STAD Berbantuan Media Kreatif. Prosiding Seminar Nasional

Exchane of Experiences TEQIP 2015. Malang (halaman 425-431).

Hudaya. 2015. Penggunaan Media Gambar Gerak dalam Pembelajaran Menyampaikan

Kembali Isi Pesan Melalui Model STAD Siswa Kelas VI SDN 17 Baruga Kendari,

Prosiding Seminar Nasional Exchane of Experiences TEQIP 2015. Malang (halaman

670-675).

Liunsanda. 2015. Melalui Model Kooperatif Stad dan Kuis dapat Meningkatkan Proses

Pembelajaran tentang Luas Bangun pada Siswa Kelas VI SDK Viktor Bulude

Bambang H. P. L. Prosiding Seminar nasional Exchane of Experiences TEQIP

2015. Malang (halaman 232-249).

Izzati, Naila. 2015. Penerapan Pembelajaran Cooperative Learning STAD Berbantuan Card

Short dalam Permainan Sandi pada Materi Matriks Kelas XI MIPA SMA Negeri 11

Batam. Prosiding Seminar nasional Exchane of Experiences TEQIP 2015. Malang

(halaman 126-136).

Nenoliu. 2015. Penerapan Metode STAD (Student Teams Achievemen Division) pada

Materi Penjumlahan Pecahan untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas V SDK

LEOB Ema Thabita. Prosiding Seminar Nasional Exchane of Experiences TEQIP

2015. Malang (halaman 271-278).

Wahyudansyah. 2015. Peningkatan Hasil Belajar Siswa Kelas VI SD Materi Ciri – Ciri

Khusus Tumbuhan melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD. Prosiding Seminar

Nasional Exchane of Experiences TEQIP 2015. Malang (halaman 432-437).

Rosnidar. 2015. Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Materi Ciri-Ciri Khusus

Tumbuhan pada Siswa Kelas VI SDN 16 Nan Sabaris Kabupaten Padang Pariaman.

Prosiding Seminar Nasional Exchane of Experiences TEQIP 2015. Malang (halaman

460-465).

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

516

PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA HURUF KANA

MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF

TPS BERBANTUAN MEDIA GOI OBOE KAADO

KELAS XI SMA NEGERI 02 BATU

Wahju Tri Andajani

[email protected],id

Abstrak: Berdasarkan pengamatan awal diketahui bahwa kemampuan membaca huruf

kana pada mata pelajaran Bahasa Jepang Siswa Kelas XI SMA Negeri 02 Batu masih

rendah. Tujuan penelitian ini adalah meningkatkan kemampuan membaca huruf kana

dengan model pembelajaran Kooperatif Think, Pair and Share (TPS) Tipe3 Berbantuan

Media Goi Oboe Kaado. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan

kelas yang dilaksanakan dalam dua siklus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model

pembelajaran Kooperatif TPS Berbantuan Media Goi Oboe Kaado dapat meningkatkan

rata-rata kemampuan siswa membaca huruf kana dari 44% siswa menjadi 70% di siklus 1

menjadi 81% di siklus 2.

Kata kunci: kemampuan membaca, Huruf Kana,Kooperatif, TPS Tipe 3, Media Goi Oboe

Kaado

Membaca huruf kana (hiragana dan katakana) merupakan keterampilan dasar yang

harus dikuasai siswa pembelajar Bahasa Jepang di tingkat SMA. . Keterampilan ini diajarkan

sejak siswa belajar Bahasa Jepang dasar. Guru bidang studi Bahasa Jepang harus

berkesinambungan dalam mengajarkan keterampilan membaca kepada siswa sehingga siswa

memiliki kemampuan membaca yang baik.

Salah satu materi membaca yang diajarkan di jenjang SMA adalah membaca teks

dalam huruf kana. Kana (仮名?) adalah sebutan untuk aksara silabik Jepang yang terdiri

dari katakana, hiragana, dan man'yōgana. Ketiganya merupakan penyederhanaan dari aksara

Tionghoa yang dikenal di Jepang sebagai kanji. Huruf Kana terdiri dari Huruf Hiragana dan

Katakana yang masing-masing mempuyai jumlah 46 karakter, jadi jika dijumlahkan sebanyak

82 karakter. Kedua Jenis huruf ini harus dikuasai siswa di kelas X dalam waktu 2 semester.

Namun, pada kenyataannya hingga kelas XI banyak siswa yang belum lancar membaca.

Tentu saja hal ini sangat berpengaruh terhadap pemahaman materi di kelas XI yang semua

teks tertulis dalam huruf kana yang pada akhirnya mempengaruhi ketutasan belajar.

Kondisi yang terjadi di kelas XI Ilmu Bahasa dan Budaya (IBB) SMAN 2 Batu adalah

sebagian besar siswa mengalami kesulitan untuk membaca huruf kana. Berdasarkan

pengamatan peneliti terhadap pembelajaran Bahasa Jepang di SMA Negeri 02 Batu

khususnya materi membaca teks Bahasa Jepang tergolong rendah, diketahui bahwa nilai yang

tuntas yang dicapai hanya 44 % siswa yang mampu membaca teks dalam huruf kana dengan

baik. Hal itu mungkin dikarenakan dalam pembelajaran yang dilakukan guru selama ini

masih belum menggunakan model model pembelajaran yang membuat siswa dapat terlibat

secara aktif dalam pembelajaran maupun berinteraksi dengan teman-temannya. Pembelajaran

masih terlalu mandiri tanpa beriteraksi dengan temannya. Selain itu guru juga belum

menggunakan suatu media yang dapat membuat siswa mudah membaca huruf Kana. Untuk

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

517

mengatasi masalah tersebut, peneliti mencoba menggunakan model pembelajaran kooperatif

yaitu pembelajaran yang memberi kesempatan kepada peserta didik untuk bekerja sama

dengan sesama peserta didik dalam tugas-tugas terstruktur (Chotimah dan Dwitasari, 2009).

Peneliti juga menggunakan media goi oboe kaado (kartu pengingat kata) yang dibuat

oleh peneliti dengan mengadopsi dari Classroom Resources (dalam Japan Foundation, 2016).

Peneliti memilih media karena media dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari

pengirim ke penerima sehingga merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat serta

kemauan siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi dalam rangka mencapai

tujuan pembelajaran secara efektif. Media pembelajaran juga dapat membantu mempermudah

mencapai tujuan pembelajaran (Sukiman, 2012).

Penelitian tentang penerapan model pembelajaran yang menggunakan media kartu

sudah banyak dilakukan orang (Dewi, 2015; Serkadifat, 2015; Gusnilla , 2015; Hamdan,

2015). Dewi (2015) menerapkan Pembelajaran Menulis Pantun Menggunakan Kartu

Rumpang dengan Model Think Pair Share di Kelas XI IPS 2 SMA Negeri 15 Batam.

Serkadifat (2015) Menerapkan Media Kartu Berbantu Gambar pada Pembelajaran Bahasa

Inggris pada Siswa Kelas V SD YPK Klawana. Gusnilia (2015) menerapkan Media Gambar

dan Kartu Huruf dalam Pembelajaran Menulis Permulaan dengan Metode Picture And

Picture Melalui Lesson Study pada Siswa Kelas I SD, dan Hamdan (2015) menerapkan

Media Kartu Kata untuk Meningkatkan Keterampilan Membaca Nyaring pada Siswa Kelas I

SD Negeri 4 Mekarsari Kecamatan Gunungsari Kabupaten Lombok Barat.

Berdasarkan permasalahan di atas dan berbagai pendapat maupun penelitian-

penelitian yang sudah dilakukan maka peneliti mengadakan penelitian yang bertujuan untuk

meningkatkan kemampuan membaca huruf kana dengan model pembelajaran Kooperatif

Think Pair Share(TPS) Berbantuan Media Goi Oboe-Kaado.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan jenis penelitian tindakan kelas. Tahap-tahap penelitian

tindakan berupa siklus, meliputi (1) perencanaan, (2) tindakan, (3) observasi, dan (4) refleksi.

Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di kelas XI IBB SMA Negeri 02 Batu

dengan alamat Jl. MT. Hasanudin Kecamatan Junrejo Kota Batu. Teknik pengumpulan data

yang digunakan adalah observasi, tes, dan dokumentasi. Pengumpulan data dilakukan

menggunakan instrumen penelitian berupa panduan observasi, soal tes, serta panduan studi

dokumentasi. Observasi dilakukan terhadap proses penyusunan perangkat pembelajaran,

proses pembelajaran, serta proses penilaian. Tes dilakukan untuk mengumpulkan skor guna

Perencanaa

Pelaksanaan Refleksi Siklus I

Pengamatan

Siklus II Refleksi

Perencanaa

Pelaksanaan

?

Pengamatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

518

mengetahui tingkat pemahaman siswa terhadap materi yang sudah disampaikan.

Dokumentasi dilakukan terhadap dokumen perangkat pembelajaran yang disiapkan guru.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Siklus I

Perencanaan Tindakan

Hal-hal yang dipersiapkan pada tahap perncanaan adalah yaitu menyusun RPP,

membuat lembar kerja siswa (LKS), dan menyusun perangkat evaluasi. Dalam menyusun

RPP penulis merencanakan KD 3.3 yaitu Kehidupan Sehari-hari dengan indikator (1)

Menjelaskan karakteristik golongan dalam Kata kerja (DOUSHI), (2) Menggolongkan kata

kerja (3) mengubah kata kerja (DOUSHI) bentuk kamus menjadi bentuk MASU,

(4)Menerapkan kata kerja bentuk MASU dalam kalimat.

Peneliti juga menyiapkan 1 lembar kerja yang harus dikerjakan siswa. Lembar kerja

berisi instruksi dan tata cara menggunakan kartu kalimat serta beberapa soal. Media yang

dipakai untuk kegiatan ini adalah kartu kalimat dicetak dengan kertas yang berwarna-warni

untuk menarik perhatian peserta didik.

Bentuk penilaian yang digunakan adalah tes lisan dan tertulis dan penilaian proses.

Tes lisan dan tes tertulis yang diberikan berupa post test. Sedangkan penilaian proses

menggunakan lembar observasi (pengamatan) ketika pembelajaran berlangsung.

Pelaksanaan Tindakan

Terdapat tiga kegiatan dalam pelaksanaan tindakan, yaitu (1) kegiatan pendahuluan,

(2) kegiatan inti, dan (3) kegiatan penutup. Kegiatan ini dilakukan dalam waktu 2 x 40 menit.

Dalam pendahuluan, pembelajaran diawali dengan salam pembuka, presensi,

apersepsi dan penyampaian tujuan pembelajaran. Pada kegiatan apersepsi yang dilakukan

selama 5 menit siswa diajak untuk mengingat kembali materi pada pertemuan sebelumnya.

Guru : “Masih ingat materi minggu lalu?”

Siswa : “Ingat.”

Guru : “Tentang apa?”

Siswa : “Karakteristik Golongan Kata Kerja Sensei.”

Guru : “Ada yang bisa menyebutkan karakteristik golongan kata

kerja? Coba Faza.”

Faza : “Hai Sensei. Kata kerja dibagi menjadi 4 golongan menurut

Karakteristiknya, Sensei.”

Guru : “Hai, tadashi desu. Bagus! Terus apa ciri-ciri kata kerja

golongan 1, 2 ,3 dan 4?”

Siswa : “Saya Sensei, ciri-ciri Kata kerja Golongan 1 adalah …..”

Guru : “Hai, jouzu desu?”

(guru mengacungkan jempol untuk memuji Faza)

Dari dialog tersebut dapat diketahui bahwa siswa sudah siap mengikuti pelajaran.

Dalam kegiatan inti, guru membagi siswa dalam tujuh kelompok dan masing masing 4 orang

yang heterogen menurut jenis kelamin maupun kemampuan mata pelajarannya.Setelah

mereka duduk dalam kelompok masing-masing maka untuk setiap kelompok diberikan satu

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

519

lembar kerja berupa kertas berisi perintah yang harus dikerjakan siswa, serta satu set kartu

kalimat yang meliputi tiga warna sehingga lebih menarik. Kemudian siswa melakukan tugas

pertama yaitu mencoba membaca kartu secara individu dalam kelompok selama 10 menit

seperti tampak pada gambar 1 berikut.

Gambar 1: Siswa Melakukan Kegiatan Membaca Ssecara Individu

Pada awal kegiatan ini tampak bahwa banyak siswa tidak lancar dalam membaca.

Kegiatan selanjutnya adalah membaca secara berpasangan dalam kelompok selama 20 menit.

Gambar 2. Siswa Membaca secara Berpasangan

Pada kegiatan ini masing masing pasangan dapat mengecek kebenaran bacaan

pasangannya dengan melihat pada sisi kartu yang tertulis dalam abjad latin secara bergantian.

Dua kegiatan diatas dimaksudkan agar siswa cukup lancar membaca dan cukup beradaptasi

dengan teks dalam kartu tersebut. Guru sebagai fasilitator berkeliling mengamati proses

membaca tersebut sambil memberikan petunjuk jika siswa memerlukan. Tampak pada

gambar 2 berikut guru berkeliling mendatangi kelompok siswa.

Keadaan kelas memang cukup gaduh tetapi masih dalam koridor kegiatan membaca.

Seperti pada dialog peserta didik dan guru berikut.

Guru : “Bagaimana minnasan, sudah bisa membaca kartu?”

Siswa : “Ya Sensei, saya mulai lancar membacanya, dua teman saya juga mulai

bisa membaca agak cepat” (sambil menunjukkan kartu perolehannya)

Guru : “Ya, itu bagus sekali, semakin banyak kartu yang kalian Baca maka semakin

mudah kalian nantinya memahami materi berikutnya ”Dialog tersebut

menunjukkan bahwa siswa sudah mampu membaca kartu kana lebih baik

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

520

dari pada sebelumnya. Berikutnya guru melanjutkan kegiatan meng-

kategorikan kata kerja

Guru : “Ja minnasan mari kita lanjutkan dengan mengkategorikan kata kerja dalam

teks tersebut dalam golongan masing- masing dengan cara

mengelompokkan kartu-kartu yang sama golongannya dan berikan

alasannya dimasukkan dalam kategori tersebut, saya beri waktu 5 menit.

Bisa?”

Siswa : “Bisa Sensei.”

(5 menit berlalu dengan antusias siswa dalam diskusi untuk mengelompokkan kata

kerja)

Guru : “Ya cukup, Sensei akan memeriksa hasil kerja kelompok masing-masing”

Dari hasil kerja kelompok dapat simpulan bahwa sebagian besar kelompok mampu

menyelesaikan dengan sedikit kesalahan dan mampu menjelaskan alasannya sehingga penulis

mendapat simpulan bahwa kompetensi siswa secara berkelompok sudah tuntas.

Setelah kegiatan tersebut dilanjutkan dengan kegiatan ketiga, yaitu mengubah bentuk

kata kerja kamus menjadi bentuk MASU. Siswa membaca petunjuk cara mengubah bentuk

dengan membaca LKS, lalu mencoba menerapkannya pada teks dalam kartu kalimat dengan

durasi waktu yang ditentukan 10 menit.

Pada kegiatan mengubah bentuk kata kerja kamus menjadi bentuk MASU secara

lisan, kelas kembali gaduh. Tetapi hal ini dapat diatasi oleh guru dengan cara guru berkeliling

mengamati dan memberi tebakan kartu yang harus dijawab secara individu dalam

kelompok.

Gambar 3. Guru Memberi Tebakan dengan Goi Oboe Kaado

Pada kegiatan ini anggota kelompok bisa menilai benar atau salah jawaban dari

temannya dan dapat memberi alasannya. Kemudian menuliskan hasilnya dalam LKS untuk

dipresentasikan dalam diskusi kelas. Diskusi kelas dipimpin oleh guru sebagai moderator dan

fasilitator.

Guru :“Ya, cukup. Silahkan masing-masing kelompok mempresentasikan hasil diskusinya.

Tolong kelompok yang lain mencermati benar-salahnya dan berikan alasannya.”

Guru :“Baiklah silahkan Kelompok 1 untuk membacakan hasil diskusinya.“

Kelompok 1 : “Minnasan, konnichi wa. Saya akan membacakan hasil diskusi kami

sebagai berikut.

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

521

1. Uchi e kaeru Uchi e kaerimasu

2. Yama ni noboru Yama ni noborimasu

3. (dst.)

Guru : “Bagaimana kelompok yang lain? Apa sudah benar jawaban dari Kelompok 1?

Atau ada yang punya pendapat lain?“

(Siswa setuju dengan jawaban Kelompok 1. Kemudian presentasi dilanjutkan oleh

kelompok-kelompok berikutnya).

Dari hasil presentasi tersebut didapat simpulan bahwa sebagian besar kelompok mampu

menyelesikan soal dengan baik. Memang terdapat beberapa beberapa kesalahan yang

disebabkan kurang teliti, tetapi secara umum dapat dikatakan bahwa pembelajaran telah

mengalami peningkatan.

Sebelum menutup pertemuan ke-1 guru bersama siswa merefleksi kegiatan belajar

dengan mengulas materi yang telah dipelajari pada hari tersebut. Guru juga memberi tahu

siswa agar mempersiapkan diri untuk tes pada pertemuan berikutnya.

Pengamatan

Pengamat yang terlibat dalam penelitian ini terdiri atas 2 orang guru. Mereka memberikan

catatan-catatan pengamatan terhadap kegiatan yang dilakukan guru dan siswa selama

pembelajaran berlangsung. Hasil pengamatan diperoleh bahwa diskusi kelompok dan diskusi

kelas cukup berjalan lancar dan terkontrol meskipun pada awal membaca kartu secara

individu banyak siswa yang merasa tidak mampu. Namun, ketika dilakukan berpasangan

timbul usaha yang sungguh-sungguh untuk bisa membaca. Kelompok yang cukup heterogen

membuat proses diskusi menjadi hidup sebab terlihat terjadi interaksi yang baik dan aktif di

dalam kelompok dalam kegiatan membaca kartu kalimat.

Refleksi

Refleksi yang dilakukan oleh peneliti bersama dengan pengamat diperoleh hasil sebagai

berikut. (1) Berdasarkan hasil pengamatan, pembelajaran yang dilakukan peneliti sudah

efektif. (2) Meskipun 10 menit pertama masih ada beberapa siswa yang tidak konsentrasi

terhadap kegiatan. Beberapa siswa tersebut masih sibuk mempersiapkan diri karena terlambat

masuk. (3) Ada keluhan siswa tentang teks terlalu kecil sehingga agak sulit dibaca siswa. (4)

Ruang belajar yang berada di dalam aula yang disekat menjadi dua kelas sehingga menjadi

kurang sinar dan kontaminasi suara dari kelas yang berada di sebelah kelas XI cukup

mengganggu konsentrasi siswa. (5) Siswa aktif dan antusias melakukan kegiatan demi

kegiatan sehingga dapat disimpulkan bahwa kegiatan belajar hari itu cukup menarik dan

berhasil. (6) Pemberian kartu kalimat dengan kertas berwarna yang berbeda-beda juga

dianggap sebagai pemberian motivasi untuk siswa sebab mereka sering menyebutkan warna-

warna yang dia sukai untuk dicoba sendiri atau untuk menantang anggota kelompoknya.

Hasil tes membaca kartu 10 kartu didapatkan data seperti pada Tabel 1 sebagai berikut.

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

522

Tabel 1. Jumlah perolehan kartu

Tahap

Jumlah orang yang

memperoleh kartu

7 s/d 10 n< 7

Pra-siklus 12 44 % 15 56%

Siklus1 19 70% 8 30%

Setelah melakukan kegiatan siklus 1 pada pertemuan berikutnya diadakan ulangan harian

materi siklus 1 berupa tes tulis dengan 30 butir soal dalam waktu 60 menit. Hasil ini untuk

dibandingkan dengan hasil belajar pada pra-siklus. Hasil jumlah siswa yang tuntas dan tidak

tuntas pada siklus ini terlihat pada tabel 2 berikut.

Tabel 2. Ketuntasan belajar

Tahap Tuntas Tidak tuntas

Pra-siklus 11 41% 16 59%

Siklus1 17 63% 10 37%

Dari hasil di atas tersebut maka dapat disimpulkan bahwa masih diperlukan tindakan pada

siklus berikutnya, yaitu siklus 2. Harapannya, pada siklus 2 akan diperoleh hasil yang lebih

baik dan tuntas.

Siklus 2

Perencanaan Tindakan

Seperti langkah-langkah pada siklus 1 maka siklus 2 juga dilakukan dengan

mempersiapkan RPP, membuat lembar kerja siswa (LKS), dan menyusun perangkat evaluasi.

Menyiapkan media goi oboe kaado yang lebih bagus dan mudah dibaca oleh siswa sesuai

dengan saran pada refleksi siklus 1.

Materi yang diajarkan tetap pada KD 3.3 Kegiatan Sehari-hari pada tema kegiatan

yang berurutan dengan indikator sebagai berikut. (1) Menjelaskan kegunaan bentuk TE atau

bentuk sambung. (2) Menjelaskan cara mengubah kata kerja bentuk kamus menjadi kata kerja

bentuk TE. (3) Menerapkan bentuk TE dalam kalimat. (4) Mengubah bentuk kamus menjadi

bentuk TE.

Bentuk penilaian yang digunakan adalah tes lisan dan tertulis dan penilaian proses.

Tes lisan adalah dengan membaca kartu yang dipilih acak oleh pasangan masing-masing. Tes

tertulis yang diberikan berupa pos tes. Sedangkan penilaian proses menggunakan lembar

observasi (pengamatan) ketika pembelajaran berlangsung.

Pelaksanaan Tindakan

Terdapat tiga kegiatan dalam pelaksanaan tindakan: (1) kegiatan pendahuluan, (2)

kegiatan inti, dan (3) kegiatan penutup. Dalam pendahuluan, pembelajaran diawali dengan

salam pembuka, presensi, apersepsi dan penyampaian tujuan pembelajaran.

Pada kegiatan apersepsi peserta didik diajak untuk mengingat kembali materi pada

pertemuan sebelumnya.

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

523

Guru : “Pada pertemuan minggu lalu kita sudah belajar apa?”

Siswa 1 : “Bentuk kata kerja TE, Sensei”

Siswa 2 : “Kita menyanyikan rumus kata kerja bentuk TE, Sensei”

Guru : “Oh ya, apa kita nyanyikan lagi?”

Siswa : “Setuju!”

Kegiatan pendahuluan dimulai dengan penuh semangat sambil bertepuk tangan

menyanyikan rumus bentuk TE sebanyak 3 x diakhiri dengan tepukan panjang.

Ketika diperkirakan siswa cukup siap memulai kegiatan inti maka peneliti memulai

materi pelajaran dengan menjelaskan tujuan belajar hari ini. kemudian siswa dibagi menjadi

tujuh kelompok seperti pada siklus 1. Setelah mereka duduk dalam kelompok masing-masing

maka untuk setiap kelompok diberikan satu lembar kerja berupa kertas berisi perintah yang

harus dikerjakan siswa, serta satu set kartu kalimat warna-warni yang sudah diperbaiki

dengan ukuran tulisan lebih besar sehingga lebih lebih mudah dibaca sebagaimana saran dari

observer pada siklus 1.

Guru :“Ja, Minna-san. Silahkan kalian mencoba mengubah sendiri tanpa batuan pasangan

kalian. Saya beri waktu 10 menit, bisa? Jangan lupa memisahkan kartu-kartu yang

menurut kamu sulit dan kartu yang berhasil kamu ubah.”

Dwi :“Hai Sensei.“

Kemudian siswa secara individu mencoba mengubah kata kerja kamus menjadi

bentuk TE dengan penuh semangat. Kali ini kelas tidak terganggu oleh kegiatan di kelas

sebelah seperti pada siklus 1, sebab kelas tersebut sedang melakukan aktivitas di luar

ruangan. Keadaan kelaspun cukup terang karena hari sedang cerah. Ketika kegiatan

berlangsung guru memantau sambil sesekali mendekati siswa yang meminta penjelasan.

Siswa : “Sensei, saya sudah dapat 7 kartu…..”

Guru : “Hai, jouzu desu.”

Guru mengacungkan jempol 2 untuk memuji siswa Aisyah). Kemudian siswa yang lain pun

ikut memamerkan kartu perolehannya. Ada yang memperoleh 11 kartu, 6 kartu, tetapi ada

pula yang baru 2 kartu.

Dari dialog tersebut dapat disimpulkan bahwa siswa sudah siap melakukan langkah

berikutnya yaitu berpasangan membaca dalam kelompok selama 30 menit. Pada kegiatan ini

masing masing pasangan dapat mengecek kebenaran bacaan maupun perubahan bentuk kata

kerja kamus menjadi bentuk TE dengan goi oboe kaado sebagaimana pada siklus 1. Guru

sebagai fasilitator berkeliling mengamati proses membaca tersebut sambil mengecek

kemampuan pasangan dengan beberapa kartu yang dipilih secara acak. Terlihat bahwa

sebagian besar siswa lebih lancar dalam membaca kalimat dalam kartu, beberapa siswa

belum lancar tetap mencoba meskipun terbata-bata dibantu oleh pasangannya. Guru mencatat

jumlah kartu yang diperoleh siswa.

Guru : “Bagaimana minnasan, saya kira sudah cukup ?”

Siswa : “Ya Sensei”

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

524

Guru : “Ya, itu bagus sekali mari kita lanjutkan dengan diskusi kelompok untuk memilih 5

kartu yang akan diubah oleh kelompok lain, kelompok tujuan masing-masing sudah

tertulis pada LKS ”

Dialog tersebut menunjukkan bahwa siswa telah siap melakukan kegiatan diskusi kelompok

untuk memilih kartu tebakan untuk kelompok lain yang telah ditentukan.

Setelah kartu siap masing-masing kelompok menyerahkan kartu pilihannya untuk

diubah oleh kelompok lain. Kemudian dikerjakan secara berkelompok dalam bentuk tulisan.

Hasil dari diskusi tersebut diserahkan kembali kepada kelompok sumber untuk dikoreksi.

Guru : “Ja minnasan. Mari kita dengarkan kelompok 1 yang akan membahas pekerjaan dari

kelompok 2.”

Siswa :“Kami dari kelompok 1 akan membacakan hasil pekerjaan kelompok 2 sebagai

berikut.

uchi kaeru – oinori o suru – hiru gohan o taberu – oinori suru – shimbun o yomu

menjadi:

uchi kaete – oinori o shite – hiru gohan o tabete – oinori shite – shimbun o yonde”

Ada kesalahan pada kaete yang seharusnya kaette karena kaeru masuk dalam

golongan 4”

Guru :“Bagaimana kelompok yang lain? Setuju? Atau ada pendapat yang lain?”

Di sini terjadi perbedaan persepsi tentang perubahan kata kaeru. Dari kelompok 2, 3,

dan 5 memberikan pendapatnya. Pada akhirnya guru menengahi perdebatan dengan

mempersilahkan mengecek daftar kata kerja golongan 4. Setelah yakin siswa mengerti maka

guru memberikan penguatan.

Diskusi dilanjutkan dengan kelompok-kelompok berikutnya. Pada akhir diskusi dapat

diketahui bahwa Kelompok 5 mengerjakan tanpa kesalahan sehingga menjadi pemenang.

Guru memberikan pujian untuk kelompok 5.

Dari hasil presentasi tersebut didapat simpulan bahwa sebagian besar kelompok

mampu menyelesaikan soal dengan baik. Kelompok 1, 3, 4, 6, dan 7 hanya salah 1 dan

kelompok 2 salah 2.

Sebelum menutup pertemuan guru bersama siswa merefleksi kegiatan belajar dengan

mengulas materi yang telah dipelajari. Guru juga memberi tahu siswa agar mempersiapkan

diri untuk tes di pertemuan berikutnya.

Pengamatan

Pengamat yang terlibat dalam penelitian ini terdiri atas 2 orang guru. Mereka

memberikan catatan-catatan pengamatan terhadap kegiatan yang dilakukan guru dan siswa

selama pembelajaran berlangsung pada lembar observasi.

Refleksi

Refleksi yang dilakukan oleh peneliti bersama dengan observer diperoleh hasil

sebagai berikut. (1) Berdasarkan hasil pengamatan, pembelajaran kooperatif TPS sudah

efektif dengan melihat kesungguhan kerjasama antar siswa maupun kegiatan dalam kegiatan

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

525

diskusi kelas. (2) Siswa sudah terbiasa menggunakan media Goi Oboe Kaado.(3) Setelah

diperbaiki sudah tidak ada keluhan siswa tentang teks pada media Goi Oboe Kaado. (4)

Ruang belajar cukup kondusif meskipun tetap di ruang aula sebab tidak terganggu oleh

kegiatan belajar dari kelas sebelah. (5) Siswa aktif dan antusias melakukan kegiatan demi

kegiatan sehingga dapat disimpulkan bahwa kegiatan belajar hari itu cukup menarik dan

berhasil. Dari hasil refleksi dan hasil tes tersebut maka dapat diketahui bahwa sudah tidak

diperlukan tindakan berikutnya sehingga siklus sudah dapat dihentikan.

Hasil tes membaca 10 kartu oleh setiap siswa pada siklus 1 dan siklus 2 dapat dilihat

pada tabel 3 berikut.

Tabel 3. Jumlah Peroleh Kartu

Tahap

Jumlah orang yang

memperoleh kartu

7 s/d 10 n< 7

Siklus 1 19 70 % 8 30%

Siklus 2 22 81% 5 19%

Hasil ketuntasan belajar pada siklus 2 dibandingkan dengan siklus 1 menunjukkan

bahwa jumlah siswa yang mencapai nilai tuntas dan tidak tuntas seperti terlihat pada tabel 4

berikut.

Tabel 4. Ketuntasan Belajar

Tahap Tuntas Tidak tuntas

Siklus 1 17 63% 10 37%

Siklus 2 22 81% 5 19%

Dari tabel 4 di atas dapat dilihat telah terjadi peningkatan ketuntasan belajar siswa

dalam membaca huruf kana. Hasil tes lisan dan tulis pada siklus 1 ketuntasan hasil belajar

63% yang belum tuntas 37 %, sedangkan pada siklus 2 ketuntasan hasil belajar 81% yang

belum tuntas 19 %. Dengan demikian terjadi peningkatan hasil belajar dengan menggunakan

metode Kooperatif TPS berbantuan media Goi oboe kaado. Hal itu dilakukan setelah peneliti

menerapkan model pembelajaran kooperatif yang menggunakan media kartu Goi Oboe

Kaado. Hal itu sejalan dengan penelitiannya Chotimah dan Dwitasari (2009) yang

menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif memberi kesempatan kepada peserta didik untuk

bekerja sama dengan sesama peserta didik dalam tugas-tugas terstruktur. Hal tersebut juga

sejalan dengan Classroom Resources (dalam Japan Foundation, 2016) bahwa media kartu

dampak meningkatkan kemampuan siswa untuk mengingat huruf kana. Juga sesuai dengan

pendapat Sukiman (2012: 29) bahwa media pembelajaran berfungsi sebagai alat bantu yang

dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga merangsang

pikiran, perasaan, perhatian dan minat serta kemauan siswa sedemikian rupa sehingga proses

belajar terjadi dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran secara efektif.

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

526

PENUTUP

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pembelajaran Bahasa

Jepang dengan model pembelajaran kooperatif Think, Pair Share (TPS) berbantuan Goi Oboe

Kaado dapat meningkatkan kemampuan membaca huruf kana siswa kelas XI IBBu SMA

Negeri 02 Batu. Peningkatan tersebut dapat dilihat pada peningkatan jumlah siswa yang

memperoleh kartu dan ketuntasan belajar. Jumlah siswa yang memperoleh kartu meningkat

dari 19 siswa pada siklus 1 menjadi 22 pada siklus 2. Sedangkan pada ketuntasan belajar

diperoleh peningkatan dari 63% dari siklus 1 siswa menjadi 81% pada siklus 2.

Saran

Model pembelajaran kooperatif Think Pair Share (TPS) berbantuan media Goi Oboe

Kaado bagi guru dapat dijadikan alternatif model pembelajaran yang dapat meningkatkan

kemampuan membaca huruf kana. Sedangkan bagi peneliti lain yang tertarik dengan

penelitian semacam dapat mengembangkannya dengan media lain ataupun model lain.

DAFTAR RUJUKAN

Chotimah, Husnul dan Dwitasari, Yuyun.2009. Strategi-Strategi Pembelajaran untuk

Penelitian Tindakan Kelas. Malang: Surya Pena Gemilang.

Dewi, Annis Wahyu Karina. 2015. Pembelajaran Menulis Pantun Menggunakan Kartu

Rumpang dengan Model Think PairShare di Kelas XI IPS 2 SMA Negeri 15 Batam.

Prosiding Seminar Nasional Exchange of Experiences. Malang: UM.

Gusnilla, Sri. 2015. Pemanfaatan Media Gambar dan Kartu Huruf dalam

Pembelajaran Menulis Permulaan dengan Metode Picture and Picture

Melalui Lesson Study pada Siswa Kelas I SD. Prosiding Seminar

Nasional

Exchange of Experiences. Malang: UM.

The Japan Foundation.2016. Classroom Resources. Journal Online (diakses

tanggal 3 oktober 2016).

Serkadifat, Ferdinanda..2015. Penerapan Media Kartu Berbantu Gambar pada

Pembelajaran Bahasa Inngris pada Siswa Kelas V SD YPK Klawana.

Prosiding Seminar Nasional Exchange of Experiences. Malang: UM.

Hamdan, Lalu. 2015. Penggunaan Media Kartu Kata untuk Meningkatkan

Keterampilan Membaca Nyaring pada Siswa Kelas I SD Negeri 4

Mekarsari Kecamatan Gunungsari Kabupaten Lombok Barat, Prosiding

Seminar Nasional Exchange of Experiences. Malang: UM.

Nagano, Tadashi (1994). Nihongo hyōgenhō (日本語表現法). Tamagawa

University Press. ISBN 4-4721-0431-8.

Sukiman. 2012. Pengembangan Media Pembelajaran. Yogyakarta: Pedagogia.

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

527

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENGENAL HURUF

MENGGUNAKAN MEDIA KARTU

PADA PEMBELAJARAN MENGENAL TUBUH MANUSIA

SISWA KELAS I B SD NEGERI 018 GALANG BATAM

Kuswoyo

SD Negeri 018 Galang Batam

[email protected]

Abstrak: Pembelajaran menggunakan media kartu huruf dilakukan berdasarkan pengamatan

bahwa kemampuan mengenal huruf pada mata pelajaran Bahasa Indonesia siswa kelas I B SD

Negeri 018 Galang Batam masih rendah. Tujuan penelitian ini adalah meningkatkan

kemampuan siswa mengenal huruf pada pembelajaran mengenal anggota tubuh manusia.

Menggunakan model pembelajaran menggunakan kartu huruf. Metode penelitian yang

digunakan adalah penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dalam dua siklus. Subjek

penelitian adalah siswa kelas I B SD Negeri 018 Galang Batam. Setelah melakukan penelitian

dalam dua siklus, diperoleh hasil penelitian yang menunjukkan bahwa model pembelajaran

menggunakan kartu huruf dapat meningkatkan hasil belajar.

Kata Kunci: mengenal huruf, media kartu gambar, mengenal tubuh manusia

Belajar membaca merupakan keterampilan dasar yang harus dikuasai oleh setiap siswa.

Keterampilan ini diajarkan sejak siswa belajar di jenjang SD. Guru SD harus berkesinambungan

dalam mengajarkan membaca kepada siswa sehingga siswa memiliki kemampuan membaca

yang baik.

Keberhasilan bidang pendidikan sangat membutuhkan usaha ekstra keras. Serta

membutuhkan kerja sama dari beberapa pihak, tampa ada kerja sama maka keberhasilan

dibidang pendidikan tidak akan terwujud. Oleh sebab itu semua pihak harus dilibatkan

diantaranya adalah pihak keluarga, pihak sekolah dan pihak masyarakat terutama untuk sekolah

dasar.

Kemampuan membaca adalah merupakan modal pertama atau modal dasar, khususnya

untuk siswa yang berada sekolah dasar. Sebab kemampuan membaca, sangat menunjang bagi

siswa agar siswa dapat mempelajari dan menguasai ilmu pengetahuan di jenjang kelas

berikutnya.

Simbol sekunder bagi anak adalah huruf, kehadiran huruf memiliki makna tersendiri

untuk menunjang kepandaian berbahasa. Anak-anak sangat perlu mengenal huruf sebab di usia

mereka rasa ingin tahu sangat tinggi, seperti mengenal nama-nama benda-benda di sekitar

mereka atau mengenal cerita bergambar. Para siswa juga tertarik ingin bisa menulis identitasnya

atau pun hal-hal lain yang mereka sukai.

Terkadang guru menemui siswa yang masih kesulitan mengenal huruf dan menyebutnya

sehingga berdampak siswa kesulitan dalam membaca. Misalnya, dalam membedakan huruf „b‟

dan „d‟, „a‟ dan „e‟, „p‟ dan „d‟. Terkait dari hal diatas mengacu dari pemikira Wardani ( ttg : 57

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

528

) yang menyatakan jenis-jenis kesulitan dalam membaca yang salah satunya adalah siswa tidak

dapat membedakan bentuk huruf „b‟, „h‟, dan „k‟, „d‟ dan „p‟. Jika demikian, maka anak akan

kesulitan membaca sesuai dengan bunyinya.

Untuk mengatasi masalah di atas maka sangat diperlukan suatu alat peraga yang

cocok dan tepat. Salah satunya alat peraga yang dapat dipakai adalah Kartu Huruf. Kartu huruf

termasuk dalam golongan kartu berseri (Flash Card). Menurut Rose and Roe (1990), kartu

tersebut digunakan sebgai media dalam permainan menemukan kata. Siswa diajak bermain

dengan menyusun huruf-huruf menjadi kata-kata yang berdasarka teka- teki atau soal yang

dibuat oleh guru. Titik berat latihan menyusun huruf ini adalah keterampilan dalam mengeja

suatu kata.

Pada jenjang pendidikan sekolah dasar, mengenalkan huruf menjadi sangat penting,

keterampilan mengenalkan huruf dikenalkan pada siswa sejak duduk di kelas I SD. Berdasarkan

pengamatan penelitian terhadap pembelajaran Bahasa Indonesia di SD 018 Galang, Khusus anak

kelas I belum banyak mengenal huruf abjad. Diketahui bahwa rata-rata yang dicapai 50. Padahal

standar minimal yang harus dicapai setiap siswa adalah 65.

Hasil pengamatan menunjukan bahwa hal ini disebabkan kurangnya variasi pendekatan

dan metode pada penyampaian proses belajar dan pembelajaran kurang tepat dan monoton

sehingga para siswa kurang termotivasi dalam kegiatan pembelajaran. Penjelasan guru yang

kurang jelas dan kurang maksimal serta penampilan guru yang kurang menyenangkan sangat

berpengaruh dengan hasil pembelajaran yang diharapkan.

Salah satu cara yang harus dilakukan agar anak-anak dapat membedakan karakter salah satu

huruf dengan huruf yang, yaitu dengan cara memperkenalkan huruf abjad menggunakan kartu

huruf. Tujuan utama menggunakan kartu huruf abjad adalah agar siswa mengenal huruf yang

mereka baca. Menurut Meckey (dalam Rofi‟uddin, 2003:44) guru dapat menggunakan cara

permainan membaca dengan mengggunakan kartu, misalnya (1) cocokkan kartu itu, (2) ucapkan

kata itu, (3) temukan kata itu sebagainya.

Kelebihan media kartu huruf dijelaskan sebagai berikut. (1) Sebagai media permainan.

(2) Dapat digunakan latihan menyusun huruf. (3) Siswa dapat menyusun namanya, nama-nama

buah-buahan. (4) Siswa termotivasi pada hasil penyusunan kartu huruf. (5) Siswa dapat

mengucapkan huruf-huruf yang diberikan oleh guru. (6) Anak-anak ceria. (7) Dapat membantu

dan meningkatkandaya imajinasi anak melalui prosesbelajar yang disesuaikan dengan kebutuhan

perkembangan anak. (8) Dapat membantu dan meningkatkan daya imajinasi anak melalui proses

belajar yang disesuaikan dengankebutuhan perkembangan anak. (9) Dengan bermain kartu huruf

anak dapat berbuat agak santai. Sel-sel otak anak dapat berkembang akhirnya anak dapat

menyerap informasi dan memperoleh kesan yang mendalam terhadap materi pelajaran.

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk mengadakan

penelitian tindakan kelas dengan menggunakan metode permainan kartu huruf yang dapat dipilih

dalam proses pembelajaran di kelas. Tujuan dilakukan penelitian ini untuk (1) mendeskripsikan

peningkatan kemampuan untuk mengenal huruf dengan menggunakan kartu huruf. (2)

mendeskripsikan peningkatan mengenal huruif siswa kelas I B SD Negeri 018 Galang Batam

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

529

melalui media kartu huruf. Adapun judul penelitian ini adalah “Peningkatan Kemampuan Siswa

Mengenal Huruf pada Pembelajaran Mengenal Anggota Tubuh Manusia dengan Metode

Permainan Kartu Huruf pada Siswa Kelas I B SD Negeri 018 Galang Kota Batam”.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan jenis penelitian tindakan. Tahap-tahap penelitian tindakan

berupa siklus, meliputi (1) perencanaan, (2) tindakan, (3) observasi, dan (4) refleksi.

Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di kelas I B SD Negeri 018 Galang Kota

Batam. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, tes, dan dokumentasi.

Pengumpulan data dilakukan menggunakan instrumen penelitian berupa panduan observasi, tes,

serta panduan studi dokumentasi.

Data yang dianalisis berupa informasi tentang aktivitas guru saat merencanakan

pembelajaran, aktivitas guru saat mengelola pembelajaran, aktivitas siswa selama mengikuti

kegiatan pembelajaran, serta informasi hasil belajar siswa.

Pelaku tindakan adalah penulis (sekaligus guru di Kelas I B SD Negeri 018 Galang

Batam). Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan dalam dua siklus, yang mana tiap siklus

dilaksanakan dalam dua pertemuan. Pada pertemuan pertama dilaksanakan kegiatan memengenal

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

530

huruf abjad menggunakan media kartu huruf. Pada pertemuan kedua siswa menerima kembali

kartu huruf yan g dibagikan guru untuk disusun secara rapi dan menyusun nama mereka sendiri

kemudian menuliskan nama mereka dipapan tulis. Waktu yang dibutuhkan setiap pertemuan 2 x

35 menit.

Tahap observasi dilakukan bersamaan dengan tahap pelaksanaan. Observasi dilakukan

oleh teman sejawat sebanyak 1 orang. Mereka mencatat aktivitas proses pembelajaran dengan

berfokus pada siswa. Observasi didasarkan pada panduan observasi dan ditulis pada lembar

observasi yang telah disediakan sebelumnya. Temuan-temuan persoalan yang ditemukan menjadi

dasar untuk melakukan revisi RPP dan perangkat pembelajaran lainnya yang akan dilaksanakan

pada siklus 2.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian dibedakan atas proses pembelajaran dan hasil pembelajaran mengenal

huruf abjad menggunakan media kartu huruf pada pembelajaran mengenal anggota tubuh, pada

mata pelajaran Bahasa Indonesia siswa kelas I B SD Negeri 018 Galang Batam.

Proses Pembelajaran

Keaktifan siswa dan hasil nilai pembelajaran siswa dapat diamati pada saat

berlangsungnya proses belajar mengajar. Pengamatan keaktifan siswa dilakukan sejak siklus I,

dilanjutkan dengan pengamatan dalam siklus II yang ditujukan untuk mencapai peningkatan

kemampuan siswa mengenal huruf menggunakan media kartu huruf dipaparkan sebagai berikut.

Siklus 1

Pembelajaran Menggunakan media kartu huruf merupakan hal baru bagi siswa kelas I B

SD Negeri 018 Galang Batam. Hal pertama yang harus dilakukan guru (peneliti) adalah

memberikan penjelasan dan langkah-langkah mengenai model pembelajara pembelajaran

menggunakan media kartu huruf kepada siswa dan memberikan pengertian kepada mereka

bahwa siswa harus dapat memperhatikan dengan seksama terhadap kartu huruf yang telah

diterima.

Penerapan model pembelajaran menggunakan metode kartu huruf dalam penelitian ini

meliputi langkah-langkah berikut. Siswa mendengarkan penjelasan guru tentang tujuan

pembelajaran dan langkah-langkah yang akan ditempuh dalam pembelajaran. Siswa pun

mendengarkan penjelaskan guru dengan serius. Siswa memperhatikan guru yang menunjukkan

beberapa kartu huruf secara bergantian di depan kelas sambil mengucapkan nama huruf tersebut.

Kemudian siswa menirukannya dengan serempak.

Guru membagikan beberapa kartu huruf. Siswa kelihatan sangat senag sekali, kemudian

mereka berlatih sendiri mengucapkannya dengan suara nyaring. Guru berkeliling dari satu siswa

ke siswa lain dan mendampingi mereka saat siswa berlatih mengenali huruf. Secara bergilir

siswa mengucapkan kartu-kartu huruf yang ditunjukkan oleh guru di depan kelas. Guru memberi

penguatan tentang pengenalan huruf kepada siswa.

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

531

Setelah guru menjelaskan langkah-langkah dalam penggunaan media kartu gambar, siswa

memperhatikan guru yang menunjukkan beberapa kartu huruf secara bergantian di depan kelas

sambil mengucapkan nama huruf tersebut. Kemudian siswa menirukannya. Siswa menerima

beberapa pembagian kartu huruf dari guru. Kemudian mereka berlatih sendiri mengucapkannya

dengan suara nyaring. Guru berkeliling dari satu siswa ke siswa lain dan mendampingi siswa

yang kesulitan dalam berlatih mengenali huruf. Secara bergilir siswa mengucapkan kartu-kartu

huruf yang ditunjukkan oleh guru di depan kelas.

Guru memberi penguatan tentang pengenalan huruf kepada siswa. Suasana kelas sempat

ramai disebabkan anak yang tidak sabar menunggu temanya yang belum selesai menyusun kartu

huruf. Tetapi keributan itu tidak berlangsung lama karena guru telah menegurnya. Selesai

mengamati kartu huruf siswa menyebutka nama huruf yang pegang oleh guru. Secara umum

siswa tampak antusias belajar sambil menggunakan kartu huruf beberapa siswa memang masih

ada mengalami kesulitan dalam menyebutkan huruf. Mereka berjalan-jalan sambil melihat kartu

huruf yang diterima temannya. Melihat adanya keributan kecil di dalam kelas, guru pun

mengajukan tawaran bagi siswa yang ingin bertanya.

Guru : Anak-anak, Siapa yang yang sudah tahu huruf abjad A- Z?

Siswa : Saya Pak… (jawab Zira, dengan semangat sambil mengacungkan tangan)

Guru : Baik. Coba kalian sebutkan satu persatu dengan kuat ya?

Anak-anak tolong diam kita sama-sama dengarkan

Siswa : (A,B,C,D,E,F,G,H,I,J,K,L,M,N,O,P,Q,R,S,T,U,V,W,X,Y,Z)

Guru : Berikan tepuk tangan kepada Zira

Guru : Iya. Bagus. Selain Zira, apakah ada lagi yang mau maju ke depan?

Siswa : Saya Pak... (Alfin mengacungkan jari)

Guru : Iya, silahkan Alfin

Guru : (mengulangi penyebutan huruf abjad yang diikuti oleh seluruh siswa)

Guru : Anak-anak apakah kalian pernah mendengar lagu A,B,C,D.

Siswa : Pernah, Pak… (siswa menjawab serentak)

Guru : Kalau begitu mari kita menyanyi bersama sambil bertepuk tangan

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

532

Gambar 1. Siswa Sangat Semangat Menyusun Kartu Huruf yang Diberikan oleh Guru

Beberapa siswa mulai mengerti setelah mengamati kartun huruf yang diterimanya dan

mulai mengerjakan sesuai dengan langkah-langkah dalam penggunaan kartu huruf.

Guru : (mengulangi penyebutan huruf abjad yang diikuti oleh seluruh siswa)

Guru : Anak-anak apakah kalian pernah mendengar lagu A,B,C,D.

Siswa : Pernah Pak... (siswa menjawab serentak)

Guru : Kalau begitu mari kita bernyanyi bersama sambil bertepuk tangan

Siswa kelihatan senang dan gembira setelah bernyanyi kemudian siswa pun melanjutkan

pekerjaanya menyusun kartu huruf. Sebagaimana menurut Hidayat dkk, (1980:5), pengucapan

kata-kata tersebut dapat diperluas dalam bentuk pelafalan kalimat bahasa Indonesia, yang

penting melatih anak mengucapkan bunyi-bunyi huruf sesuai dengan artikulasinya.

Gambar 2. Sambil Bermain Siswa yang Belum Selesai dan Guru Mendamping Menyusun Kartu

Huruf

Keaktifan siswa di atas sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Anderson

(1972:209) membaca permulaan dalam teori keterampilan, Maksudnya menekankan pada

proses penyandian membaca secara mekanikal. Membaca permulaan yang menjadi acuan

adalah membaca merupakan proses recording dan decording. Tujuan membaca permulaan di

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

533

kelas 1 SD adalah agar siswa dapat membaca kata-kata dan kalimat sderhana dengan lancar

dan tepat.

Gambar 3. Guru Memberi Bimbing Siswa yang Masih Mengalami Kesulitan dalam Mengenal

Huruf Menggunakan Metode Kartu Huruf

Dari hasil refleksi siklus 1 diperoleh informasi bahwa guru memiliki kelemahan terkait

penggunaan kartu huruf , kerena terlalu banyak kartu huruf yang diberikan kepada siswa.

Sehinga anak agak kesulitan disebabkan banyaknya kartu huruf yang sama. Akibatnya, banyak

siswa belum memahami metode penggunaan kartu huruf karena penjelasan lisan melalui

ceramah guru sulit dipahami. Siswa baru merasa jelas dan paham setelah guru menyuruh untuk

mencari huruf-huruf berkaitan dengan namanya sendiri. Dari hasil refleksi ini, hal yang harus

diperbaiki dalam pembelajaran pada siklus 2 adalah penggunaan Bahasa Indonesia yang baik dan

benar oleh guru yang disesuaikan dengan perkembangan psikologi siswa.

Masukan lainnya, persiapan dalam proses belajas mengajar yang belum matang dan

terkesan berlangsung buru-buru, maka perlu dilakukan tambahan alokasi waktu pelaksanaan

pembelajaran. Penambahan itu perlu direncanakan dalam RPP. Terkait aktivitas kelompok, dari

hasil diskusi refleksi diusulkan penghargaan tepuk tangan bagi anak yang sudah berani tampil

didepan kelas untuk tujuan meningkatkan semangat belajar mereka. Selain itu, untuk

meningkatkan kualitas kerja mereka agar dapat diperoleh hasil kerja yang terbaik.

Siklus 2

Pelaksanaan pembelajaran pada siklus 2 sangat dipengaruhi oleh hasil refleksi

pembelajaran pada siklus 1. Sejumlah revisi telah dilakukan pada RPP, yaitu penambahan

alokasi waktu bekerjasama dalam menentukan ide pokok dari semula 15 menit menjadi 20 menit,

pengurangan alokasi waktu presentasi dari semula 20 menit menjadi 30 menit, dan pengurangan

alokasi waktu pembukaan dari 10 menit menjadi 5 menit. Selain itu, pada langkah penegasan

kembali materi oleh guru ditambahkan aktivitas pemberian penghargaan untuk siswa terbaik.

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

534

Pada pelaksanaan pembelajaran dalam siklus 2 guru tampak telah berupaya memperbaiki

bahasa dalam menyampaikan tujuan pembelajaran menggunakan metode kartu huruf yang

digunakan untuk penyampaian materi pembelajaran. Pembagian kartu huruf tidak terlalu banyak

dan disesuaikan tingkat kemampuan siswa. Cara menyusun kartu huruf pun tampak dapat

dinikmati oleh setiap siswa. Dampaknya, tidak banyak pertanyaan siswa terkait prosedur

pembelajaran dalam model pembelajaran menggunakan media kartu huruf.

Gambar 4. Guru Berkeliling Mengecek Hasil Kerja Siswa serta Mendampingi Siswa yang Belum

Selesai Menyusun Kartu Huruf

Pembelajaran di kelas pada siklus berlangsung lebih tertib dan lancar. Beberapa siswa

yang pada saat pembelajaran siklus 1 tampak sering bergurau, tidur-tiduran, dan berjalan-jalan.

Pada siklus 2 mereka telah semangat mengikuti pembelajaran sehingga tidak merelakan ada

teman yang tidak mengikuti pembelajaran dengan serius.

Gambar 4. Guru Menunjukan Media Kartu Huruf Berwarna yang Digunakan untuk pembelajaran

di Kelas I B

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

535

Gambar 5. Secara Bergantian Anak Menulis di Papan Tulis

Gambar 6. Hasil Tulisan dari Beberapa Siswa

Para siswa mulai terbiasa dengan model pembelajaran yang demikian walau masih perlu

penjelasan, guru memberi penguatan agar setiap siswa untuk mempresentasikan atau menuliskan

nama mereka di depan papan tulis, tapi seperti siklus sebelumnya siswa malu untuk maju ke

depan. Guru memberikan penjelasan bahwah berani tampil ke depan adalah awal yang baik.

Guru pun mulai aktif mendekati para siswa yang kesulitan dalam mengerjakan tugas, menyusun

kartu huruf dan mencari huruf yang berkaitan dengan namanya, dan menegur siswa yang terlihat

melamun, bahkan mengantuk hasilnya nilai siswa pada siklus II meningkat.

Penyampaian materi pembelajaran sudah sesuai dengan perkembangan pola pikir siswa

dan tak terlalu terburu-buru, penerapan model pembelajarannya mulai bisa dimengerti. Sehingga

terbukti pada saat guru meminta anak untuk maju secara bergilir, siswa mengucapkan kartu-kartu

huruf yang ditunjukkan oleh guru di depan kelas.

Respon siswa satu persatu, tidak bersama-sama, sehingga dalam melafatkan huruf-huruf

yang ditunjukan guru pun terdengar sangat jelas dan sungguh-sungguh. Langkah-langkah dalam

RPP sudah dibarengi dengan alokasi waktu sehingga guru pada saat melaksanakan proses

pembelajaran sudah mempunyai acuan waktu yang jelas. Guru memberi penguatan agar siswa

termotivasi pada siswa untuk menuliskan namanya di papan tulis dan sudah dilaksanakan oleh

semua siswa. Pada saat ini guru menjelaskan bagaimana cara mendapatkan skor penilaian agar

siswa lebih aktif lagi agar memperoleh nilai yang maksimal, yaitu individu harus aktif dan

berusaha mendapat nilai terbaik pada tes individu. Hasil tes individu yang diperoleh akan

mempengaruhi nilai mereka dalam memperoleh penghargaan.

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

536

Pembelajaran Bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan mengenal huruf dengan

menggunakan model pembelajaran menggunakan kartu huruf tidak hanya berdampak bagi guru,

tetapi siswa justru merasakan dampak yang sangat besar. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan

keaktifan siswa secara klasikal yaitu pada siklus 1 sebagian besar siswa kurang aktif dalam

pembelajaran, serta siklus 2 sebagian besar siswa memiliki keaktifan yang baik dalam

pembelajaran.

Hasil Belajar Siswa

Telah diketahui tabel hasil belajar (Nilai Akhir), tes individu, skor individual.

Peningkatan belajar siswa dapat dilihat dari poin kemajuan yang dinilai adalah aspek

menentukan menyebutkan huruf dengan benar dan menulis huruf abjad sesuai namanya. Data

hasil belajar siswa diperoleh dari nilai LKS siswa dan nilai tes akhir siklus. Adapun analisis data

hasil belajar siswa dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 1. Analisis Hasil Belajar Siswa

Pada Siklus I diketahui ketuntasan dalam pembelajaran, yaitu terdapat 11(62%) siswa

yang mengalami ketuntasan belajar dengan rata-rata kelas 72,94. Selanjutnya, pada Siklus II

terdapat 14 (92%) siswa yang mengalami ketuntasan belajar dengan rata-rata kelas 75,76. Untuk

mengetahui peningkatan hasil belajar atau ketuntasan belajar secara klasikal dapat dilihat pada

grafik berikut.

Presentasi

Siswa

Siklus I SIKLUS II

Keterangan Jumlah

Siswa

prosen

(%)

Jumlah

Siswa

prosen

(%)

Nilai < 65 6 38 3 18 Belum Tuntas Belajar

Nilai ≥ 65 11 62 14 92 Tuntas Belajar

Jumlah 17 100 17 100

Nilai Rata-rata 72,94 75,76

Ketuntasan

Klasikal Tuntas Tuntas

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

537

Grafik 2. Peningkatan Ketuntasan Belajar Secara Klasikal

Pada tahap Siklus I terdapat 62% siswa yang mengalami ketuntasan belajar secara

klasikal. Pada Siklus II terdapat 92% siswa yang mengalami ketuntasan belajar, terjadi

peningkatan ketuntasan 30% dari Siklus II. Pada Siklus II sudah terjadi ketuntasan belajar secara

klasikal.

Keberhasilan penggunaan media kartu huruf dalam proses pembelajaran akan menjadi

penunjang bagi siswa untuk berbahasa yang meliputi ketrampilan membaca, menulis, menyimak,

dan berbicara. Hal ini sesuai dengan pengertian kartu huruf yang dikemukakan oleh Latuheru

(dalam Nuryati, 2003) bahwa media kartu huruf bergambar adalah media visual yang merupakan

bagian dari media sederhana. Pengertian kartu adalah kertas tebal berbentuk persegi panjang

dengan ditempeli huruf, dan pada punggung kartu di warnai, dan diberi gambar (untuk berbagai

keperluan). Melalui permainan kartu huruf sangat cocok dengan karakteristik anak usia dini yang

notabene masih anak-anak.

PENUTUP

Kesimpulan

Dalam pembelajaran kelas rendah mungkin akan menemui siswa bermasalah dalam

belajar, salah satunya adalah anak berkesulitan membaca permulaan. Hal ini dapat menggaanggu

prestasi berlajar siswa adalam mengatasi masalah tersebut. Penggunaan media kartu huruf

khususnya pada mata pelajaran Bahasa Indonesia akan memudahkan siswa berkesulitan

membaca permulaan untuk meningkatkan kamampuan membaca, dan secara otomatis

kemampuan dalam bidang lain juga akan berkembang dengan baik.

Saran

Dalam proses belajar mengajar sebaiknya guru melakukan suatu tindakan untuk

mengetahui kemampuan membaca anak didiknya kemudian membuat pemetaan terhadap anak-

anak yang berkesulitan membaca. Untuk mengatasi kesulitan siswa dalam mengenal huruf,

penggunaan Kartu Huruf Berwarna terbukti dapat meningkatkan kemampuan siswa kelas II SD

dalam belajar membaca dan menulis.

Siklus I Siklus II

Ketuntasan 62% 92%

0%

20%

40%

60%

80%

100%P

erse

nta

se

Ketuntasan Belajar Siswa Secara Klasikal

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

538

DAFTAR RUJUKAN

Akatdianti, Amin .2009. Belajar Membaca Permulaan (online) (pustaka-dwipena.com/

pendidikan/pengertian-media-kartu-huruf-menurut-latuheru-john-d/, diakses tanggal 28

Agustus 2016).

A.S.Broto dan M. Abdurahman. 1995. Membaca Merupakan Kemampuan yang Sangat

Diperlukan (online) (pustaka dwipena.com/pendidikan/pengertian-media-kartu-huruf-

menurut-latuheru-john-d/diakses tanggal 29 agustus 2016).

Hidayat dkk. 1980. Pengucapan Kata-kata dan Huruf (online) (pustaka dwipena.com/

pendidikan/pengertian-media-kartu-huruf-menurut-latuheru-john-d/, diakses tanggal 29

Agustus 2016).

Nurhayati, S. 2003. Media Kartu Huruf (online) (pustaka-dwipena.com/pendidikan/ pengertian-

media-kartu-huruf-menurut-latuheru-john-d/, diakses tanggal 21 Agustus 2016).

Udin, Rafi. 2003. Permainan Kartu Huruf (online) (https://amin 127.wordpress.com/about/

belajar membaca-permulaan-menggunakan-kartu-huruf-berwarna, diakses tanggal 15

September 2016).

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

539

UPAYA PENINGKATAN PRESTASI SISWA DALAM MATERI TEKS

EKSPLANASI ILMIAH DENGAN MENGGUNAKAN MODEL MIND

MAPPING PADA SISWA KELAS VI SDN 007 NONGSA

Rismah Dalimunte

[email protected]

Abstrak: Berdasarkan pengamatan awal diketahui bahwa kemampuan memahami teks

eksplanasi pada siswa kelas VI A SD Negeri 007 Nongsa sangat rendah. Tujuan penelitian ini

adalah meningkatkan prestasi siswa dalam materi Teks Eksplanasi dengan menggunakan

model pembelajaran Mind Mapping. Metode penelitian yang digunakan adalah Penelitian

Tindakan Kelas yang dilaksanakan dalam 2 siklus. Subjek penelitian adalah siswa kelas VI A

SD Negeri 007 Nongsa. Setelah melakukan penelitian dalam 2 siklus diperoleh hasil penelitian

yang menunjukkan bahwa model pembelajaran Mind Mapping dapat meningkatkan hasil

belajar dan keaktifan siswa dalam materi teks eksplanasi.

Kata Kunci: kemampuan, menulis, teks eksplanasi, model pembelajaran mind mapping

Sesuai dengan materi pembelajaran yang ada di SD khususnya kelas VI semester 1 teks

eksplanasi merupakan salah satu materi yang harus dikuasai oleh peserta didik, selain materi-

materi lain seperti teks laporan investigasi dan pidato persuasif serta keterampilan menulis

lainnya. Di samping itu, Kompetensi Dasar yang berbunyi “Menyajikan Teks Eksplanasi Ilmiah

tentang Perubahan dan Sifat Benda, Hantaran Panas, Energi Listrik dan Perubahannya serta Tata

Surya” juga merupakan dasar bagi penulis untuk meneliti siswa dalam ketuntasan menguasai

materi tersebut.

Menurut Maulana (2015), teks ekspalanasi adalah teks yang berisi penjelasan-penjelasan

tentang proses mengapa, dan bagaimana dari suatu topik yang berhubungan dengan fenomena-

fenomena alam maupun sosial yang terjadi di kehidupan sehari-hari. Semua fenomena tersebut

memiliki hubungan sebab akibat dan memiliki proses. Semua fenomena tersebut tidak hanya

dirasakan dan nikmati saja, tapi harus kita pelajari mengapa dan bagaimana fenomena tersebut

bisa terjadi. Suatu teks dikatakan sebagai teks eksplanasi jika memenuhi beberapa ciri berikut.

(1) Informasi-informasi yang termuat di dalamnya berdasarkan fakta. (2) Hal yang dibahas

berdasarkan fenomena yang bersifat keilmuan. (3) Sifatnya informatif dan tidak berusaha untuk

memengaruhi untuk percaya terhadap hal yang dibahas. Serta (4) terdiri dari pernyataan umum,

urutan sebab akibat dan interpretasi.

Selain dari ciri-ciri di atas, teks eksplanasi juga memiliki struktur sebagai berikut. (1)

Pernyataan Umum (General Statement) merupakan bagian pertama dari teks eksplanasi yang

isinya mengenai penyampaian topik atau permasalahan yang akan dibahas. Bagian ini berisi

gambaran mengenai apa dan mengapa fenomena tersebut bisa terjadi. Penulisan dari pernyataan

umum ini harus menarik agar pembaca mau membaca teks eksplanasi tersebut hingga selesai. (2)

Deretan Penjelas, bagian yang sering juga disebut sebagai urutan sebab akibat dari suatu

fenomena yang dibahas secara mendalam berdasarkan urutan waktu. (3) Interpretasi, merupakan

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

540

bagian akhir atau penutup dari teks eksplanasi berisi intisari atau kesimpulan dari topik atau

kesimpulan yang dibahas.

Selain Kompetensi Dasar, yang menjadi latar belakang penulis memilih judul tersebut

adalah, melihat hasil evaluasi siswa menunjukkan kemampuan yang sangat rendah dalam

menguasai materi tentang Teks Eksplanasi. Hal ini mungkin disebabkan berbagai hal seperti: (1)

kurangnya pemahaman tentang teks eksplenasi yang dimiliki siswa, (2) kurang berminatnya

siswa dalam mempelajarai materi tentang teks eksplanasi tersebut, (3) kurangnya variasi metode

atau model yang digunakan guru dalam mengajarkan materi teks eksplanasi tersebut, serta (4)

keterbatasan waktu yang tersedia, mengingat materi teks eksplanasi ini harus memiliki urutan-

urutan yang logis dan merupakan suatu fenomena yang perlu pengamatan panjang.

Berdasarkan hal tersebut guru perlu memberikan sebuah terobosan dalam hal mengajar.

Variasi metode yang selama ini monoton perlu diubah atau dikebangkan. Kebanyakan guru

hanya menggunakan metode tradisional seperti cramah, tanya jawab penugasan dalam

menyampaikan pembelajaran sehingga siswa kurang tertarik dengan pembelajaran yang monoton

tersebut.

Penggunaan model pembelajaran Mind Mapping dianggap tepat untuk meningkatkan

prestasi siswa dalam materi pembelajaran menulis teks eksplanasi. Mengapa dipilih model

tersebut, alasannya adalah karena melibatkan siswa secara langsung dalam proses

pelaksanaannya, juga menyenangkan bagi siswa karena model mind mapping ini dilakukan

secara bersama-sama dengan teman sebangku.

Menurut Buzon (2008:4), Mind Mapping adalah cara mengembangkan kegiatan berfikir

ke segala arah dan menangkap berbagai fikiran dalam berbagai sudut. Mind Mapping

mengembangkan cara berfikir divergen dan berfikir kreatif. Mind Mapping yang sering kita

sebut dengan peta konsep adalah alat berfikir organisasional yang sangat hebat yang juga

merupakan cara termudah untuk menempatkan informasi ke dalam otak dan mengambil

informasi itu ketika dibutuhkan.

Mind Mapping dapat membantu untuk banyak hal seperti merencanakan berkomunikasi,

menjadi lebih kreatif, menyelesaikan masalah, memusatkan perhatian, menyusun dan

menjelaskan fikiran-fikiran, mengingat dengan baik, belajar lebih cepat dan efisien serta melatih

gambar keseluruhan.

Adapun kelebihan model pembelajaran Mind Mapping menurut Duzan (2006:5) adalah

(1) memberi pandangan menyeluruh pada pokok masalah atau area yang luas, (2)

memungkinkan menentukan rute atau membuat pilihan-pilihan dan mengetahui kemana

seseorang akan pergi dan dimana ia berada, (3) menghemat waktu, (4) mengingat dengan baik,

(5) menyusun dan menjelaskan fikiran-fikiran, serta (6) mampu melihat gambar keseluruhan.

Sedangkan kekurangan dari model pembelajaran Mind Mapping adalah (1) hanya siswa

yang aktif yang terlibat, (2) tidak sepenuhnya murid yang belajar, serta (3) jumlah detail

informasi tidak dapat dimasukkan.

Langkah-langkah yang dilakukan dalam model pembelajaran Mind Mapping menurut

Buzan dan Barry (2004) sebagai berikut. (1) Guru menyampaikan kompetensi yang ingin

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

541

dicapai. (2) Guru menyajikan materi sebagaimana biasa (3) Untuk mengetahui daya serap siswa,

siswa membentuk kelompok berpasangan 2 orang. (4) Salah satu siswa dari pasangan

menceritakan materi yang diterima dari guru dan pasangannya mendengar sambil membuat

catatan-catatan kecil, kemudian berganti peran. Begitu juga dengan kelompok-kelompok lainnya.

(5) Siswa secara bergiliran/diacak menyampaikan hasil wawancaranya dengan teman

pasangannya sampai sebagian siswa sudah menyampaikan hasil wawancaranya. (6) Guru

mengulangi dan menjelaskan kembali materi yang kiranya belum dipahami siswa. (7)

Kesimpulan / penutup.

Sejalan dengan latar belakang di atas, dilakukan penelitian yang dimaksud untuk

meningkatkan kualitas keaktifan dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran menulis Teks

Eksplanasi. Karenanya, tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk (1) mendeskripsikan

peningkatan keaktifan siswa dalam pembelajaran menulis teks eksplanasi dengan media

pembelajaran Mind Mupping dan (2) mendeskripsikan peningkatan prestasi dalam materi teks

eksplanasi siswa kelas VI A SD Negeri 007 Nongsa melalui media pembelajaran Mind

Mapping.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan jenis penelitian tindakan kelas. Tahap-tahap penelitian tindakan

kelas berupa siklus, meliputi (1) perencanaan (2) tindakan (3) observasi dan (4) refleksi.

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

542

Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di kelas VI A SD Negeri 007 Nongsa Batam,

dengan alamat jalan Simpang PTK Kampung Panau Kabil. Teknik pengumpulan data yang

digunakan adalah observasi, tes dan dokumentasi. Pengumpulan data dilakukan menggunakan

instrumen penelitian berupa panduan observasi, soal test serta panduan studi dokumentasi.

Observasi dilakukan terhadap penyusunan perangkat pembelajaran, proses berlangsungnya

pembelajaran serta proses evaluasi atau penilaian. Tes dilakukan untuk mengetahui sejauh mana

keberhasilan siswa dalam menguasai materi pembelajaran teks eksplanasi. Dokumentasi

dilakukan terhadap dokumen perangkat pembelajaran yang telah dipersiapkan guru, serta

dokumen-dokumen berlangsungnya proses belajar mengajar.

Data yang dianalisis berupa aktivitas guru saat membuat perencanaan pembelajaran,

aktivitas guru saat mengelola atau berlangsungnya proses pembelajaran, aktifitas siswa selama

proses belajar mengajar, informasi hasil belajar siswa yang berbentuk penilaian. Selain itu

dianalisis pula data informasi hasil refleksi.

Tahap-tahap penelitian dipaparkan sebagai berikut. (1) Perencanaan pelaksanaan

observasi dan refleksi. Pada tahap perencanaan dilakukan pengembangan RPP, perangkat

pembelajaran serta langkah-langkah atau skenario tindakan yang digunakan dalam model

pembelajaran Mind Mapping. (2) Penyiapan lembar panduan dan lembar observasi pengelolaan

kelas menggunakan model pembelajaran mind mapping untuk guru, dan lembar observasi

keaktifan siswa dalam mengikuti pembelajaran. (3) Penyiapan media pembelajaran, meliputi

buku ajar Bahasa Indonesia dan lembar kerja siswa. (4) Penyiapan fasilitas dan sarana

pendukung yang diperlukan di kelas. (6) Penyiapan instrumen tes hasil belajar berupa tes essay.

Serta, (7) pengembangan alat evaluasi pada setiap siklus yang meliputi penilaian proses dan

penilaian hasil belajar siswa, baik secara individu maupun kelompok.

Tahap pelaksanaan pembelajaran dilakukan sesuai dengan skenario atau langkah-langkah

yang telah direncanakan menggunakan model pembelajaran Mind Mapping. Setelah guru

menjelaskan skenario atau langkah-langkah yang akan dilakukan siswa, guru menyampaikan

kompetensi yang ingin dicapai secara klasikal, kemudian menyajikan materi sebagaimana biasa

dengan menggunakan metode ceramah dengan sedikit tanya jawab antara guru dan siswa, lalu

guru memberitahukan siswa membentuk kelompok berpasangan dengan teman sebangku guna

mengetahui daya serapnya, kemudian memberi tugas pada salah satu siswa dalam pasangannya

untuk menceritakan materi yang telah disampaikan oleh guru tadi. Setelah itu siswa secara

bergiliran di acak menyampaikan hasil wawancara dengan temannya di depan kelas, lalu guru

mengulangi kembali materi yang telah dijelaskan tadi kiranya masih ada siswa yang belum

paham.

Pelaku tindakan adalah penulis sekaligus guru kelas VI A SD Negeri 007 Nongsa.

Penelitian tindakan kelas ini dilakukan dalam 2 siklus setiap siklus dilaksanakan dalam 2 jam

pelajaran atau 2 x 35 menit. Pada siklus pertama siswa melakukan kegiatan dengan berdiskusi

dan menulis eksplanasi dari hasil diskusinya atau wawancaranya dengan pasangannya,

sedangkan pada siklus 2 siswa menulis eksplanasi berdasarkan paparan dari berbagai sumber,

atau bukan hanya pasangannya tetapi dari apa yang dia dengarkan dari siswa-siswa yang maju ke

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

543

depan dari pasangan lain serta berdasarkan pengalaman belajarnya tentang teks eksplanasi dari

pembelajaran sebelumnya.

Tahap observasi dilakukan bersamaan dengan pelaksan. Observasi dilakukan teman

sejawat sesama guru sebanyak 2 orang. Mereka melakukan observasi kepada siswa, tanpa

mengganggu dan tidak berkomentar saat melakukan observasi, yang diobservasi adalah tentang

bagaimana aktivitas siswa selama proses pembelajaran. Observasi dilakukan berdasarkan

petunjuk atau lembar observasi yang telah disediakan sebelumnya.

Tahap refleksi dilakukan langsung setelah pembelajaran selesai, dilakukan di ruang guru

bersama dengan observer yang 2 orang. Terlebih dahulu peneliti atau penulis menceritakan

pengalamannya dalam pembelajaran tadi. Kemudian secara bergantian observer mengemukakan

hasil pengamatannya masing-masing. Selanjutnya guru bersama observer berdiskusi tentang

beberapa hal penting yang berkaitan dengan siswa selama proses pembelajaran. Berbagai solusi

yang diperoleh dari hasil diskusi tersebut akan didokumenkan sebagai bahan perbaikan untuk

siklus selanjutnya dan menjadi dokumen penelitian. Sedangkan temuan-temuan persoalan

menjadi dasar untuk perbaikan pada perangkat pembelajaran, seperti RPP dan perangkat lainnya

pada siklus 2.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian dibedakan atas proses berlangsungnya pembelajaran dan hasil

pencapaian yang diperoleh siswa setelah mempelajarai materi Teks Eksplanasi pada siswa kelas

VI SD Negeri 007 Nongsa.

Proses Pembelajaran

Pengamatan terhadap keaktifan siswa dilakukan saat berlangsungnya proses

pembelajaran. Pengamatan ini dilakukan sejak pra siklus, dilanjutkan dengan pengamatan dalam

siklus-siklus yang ditujukan untuk mencapai peningkatan kemampuan menulis teks eksplanasi

dengan menggunakan media pembelajaran Mind Mapping.

Siklus 1

Model pembelajaran Mind Mapping adalah hal yang baru pertama kali penulis lakukan

pada pembelajaran Bahasa Indonesia khususnya dalam materi teks eksplanasi. Hal pertama yang

dilakukan guru adalah menjelaskan langkah-langkah atau skenario model pembelajaran Mind

Mapping agar siswa benar-benar memahami dan melaksanakan langkah-langkah tersebut tahap

demi tahap untuk hasil yang lebih baik. Adapun langkah-langkah atau skenario dari model

pembelajaran Mind Mapping yang dilakukan oleh guru di dalam kelas dipaparkan sebagai

berikut.

Dalam kegiatan pendahuluan atau apersepsi, guru mempersiapkan siswa dalam kondisi

yang siap menerima pelajaran, dengan mengawali dengan berdoa dan mempersiapkan tempat

duduk dengan rapi. Setelah itu guru memberikan materi prasyarat dengan mengadakan tanya

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

544

jawab tentang pembelajaran yang lalu dan kaitannya dengan pembelajaran hari ini.

Menyampaikan alternatif kegiatan belajar yang akan ditempuh.

Guru : “Selamat pagi anak-anak sekalian, bagaimana kabar anak-anak hari ini, apakah

telah sip memulai pembelajaran?”

Siswa : “Siap, Bu!”

Guru : “Pada pembelajaran yang lalu kita telah mempelajari teks eksplanasi, apakah

anak-anak masih ingat apa yang dimaksud dengan teks eksplanasi?”

Siswa I : “Teks yang berisikan tentang fenomena alam atau sosial, Bu.”

Siswa II : “Teks yang berisi tentang sebab akibat terjadinya suatu fenomena alam dan sosial

Bu, seperti banjir, pengangguran dan lain-lain.”

Guru : “Bagus anak-anak, jawaban kalian benar semua, yang paling lengkap beri tepuk

tangan sebagai hadiah.”

Guru memberi penguatan kepada jawaban siswa dengan mengulang kembali defenisi dari

pada teks eksplanasi tersebut dan mengaitkan dengan pembelajaran kita yang sekarang tentang

ciri-ciri serta struktur dan contoh teks eksplanasi tentang fenomena alam.

Guru membagi siswa dalam kelompok yang terdiri dari teman sebangkunya, lalu

menunjuk salah seorang dari siswa berdasarkan urutan tempat duduk yang menjadi penyampai

informasi. Guru menjelaskan tentang materi yang akan dipelajari saat ini adalah teks eksplanasi

tentang fenomena alam banjir. Banjir adalah satu fenomena alam sehingga disebut juga dengan

bencana alam.

Lalu siswa yang memberi informasi menceritakan kepada temannya tentang penyebab

terjadinya banjir, serta cara mengatasinya. Dan siswa yang mendengarkan membuat catatan-

catatan kecil tentang informasi yang didengarkannya.

Gambar 1. Siswa berdiskusi dengan teman sebangkunya sesuai dengan model pembelajaran

Mind Mupping

Terlihat siswa banyak yang aktif bercerita dan menulis, sekali-kali menimpali

pembicaraan temannya. Namun banyak pula siswa yang hanya diam tidak berbicara serta

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

545

kelihatan bingung tidak tau apa yang ingin dia bicarakan sementara teman lainnya terdiam juga

menanti apa yang ingin dikatakan temannya.

Guru kemudian memberi kesempatan kepada siswa pencatat untuk menceritakan hal-hal

yang didapat dari temannya berdasarkan wawancara tadi untuk menceritakan di depan kelas.

Secara antusias siswa yang aktif langsung maju ke depan untuk menyampaikan catatan-catatan

kecil yang dibuat. Terlihat di sini siswa sangat bersemangat menyampaikan apa yang dia dapat

meski tujuan pembelajaran belum sepenuhnya tercapai.

Gambar 2. Siswa membacakan hasil catatan dari pembicaraan temannya, dalam model

pembelajaran Mind Mapping

Salah seorang siswa maju ke depan, dengan membawa catatan hasil pembicaraan

temannya. ”Banjir disebabkan oleh hujan yang deras, got tak bisa menampung air hujan,

akibatnya jalan becek gak bisa sekolah, banjir juga dapat disebabkan oleh aliran air got yang

tersumbat karena tumpukan sampah yang dibuang sembarangan. Aliran air yang tidak mengalir

dengan baik dengan mudah menajdikan luapan air. Banjir berakibat kerugian yang sangat banyak

bagi kehidupan manusia.”

Guru memberi pujian kepada siswa yang maju setelah selesai membacakan hasil

tulisannya, seiring dengan tepuk tangan siswa lainnya, terdengar suara riuh rendah di dalam

kelas. Penguatan atau pujian yang diberikan guru membuat siswa bersemangat.

Terlihat model pembelajaran mind mupping di sini dapat merangsang otak siswa untuk

mencatat hal-hal kecil tentang materi yang dibicarakan temannya sesuai dengan pendapat Buzan

dan Barry (2004) yang menyatakan bahwa Mind Mapp adalah suatu teknik mencatat yang

menonjolkan sisi kreativitas sehingga efektif dalam memetakan fikiran. Teknik mencatat melalui

peta fikiran ini dikembangkan berdasarkan bagaimana cara otak bekerja selama memproses suatu

informasi. Selama informasi disampaikan otak akan mengambil berbagai tanda dalam bentuk

beragam, mulai dari gambar, bunyi hingga perasaan. Dengan demikian, siswa mampu

meningkatkan daya ingatnya.

Setelah semuamya selesai guru memberikan tugas menuliskan sebuah teks eksplanasi

terjadinya banjir berdasarkan presentase yang telah dilakukan teman-temannya di depan kelas

tadi. Guru mengumpulkan hasil kerja siswa. Ditemukan masih banyak siswa yang belum mampu

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

546

menulis teks eksplanasi dengan benar, namun sudah ada sedikit kemajuan dari pra siklus yang

dilakukan hanya dengan menggunakan metode tradisional, ceramah, tanya jawab dan penugasan.

Dari hasil refleksi siklus 1 diperolah kesimpilan bahwa guru masih belum mampu

menggunakan dengan baik model pembelajaran Mind Mapping tersebut. Penjelasan tentang

penggunaan media tersebut belum sepenuhnya dikuasai oleh siswa. Tahapan demi tahapan belum

mampu dipahami, karena terkesan buru-buru. Penggunaan waktu juga dirasa kurang efisien,

karena lebih banyak digunakan untuk menunggu siswa yang tidak mau maju ke depan, dari pada

menulis teks yang merupakan penilaian atau hasil akhir yang menilai kemampuan menulis teks

eksplanasi. Namun, jika dilihat dari proses keaktifan siswa sudah mengalami kemajuan

dibanding dengan pra siklus. Sekitar 35 persen siswa berperan aktif mengikuti pelajaran dan

mampu memahami tentang materi yang diberikan oleh guru. Dalam perencanaan pembelajaran

perlu ada penambahan sedikit di kegiatan inti, agar dirancang kembali yang dapat mempermudah

siswa memahami materi tersebut. Siswa yang menulis dengan baik dan benar diberi umpan balik

berupa pemberian hadiah dan tepuk tangan, guna membangkitkan semangatnya dan merangsang

teman-temannya untuk lebih berkonsentrasi mengikuti pembelajaran. Penilaian tes dilakukan

secara individual dan kelompok.

Siklus 2

Pelaksanaan siklus 2 didasarkan pada hasil refleksi siklus 1. Perubahan sedikit pada

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran khususnya kegiatan inti sudah dilakukan. Langkah pertama

di siklus 1 langsung memberi tugas untuk bercerita setelah mendapat informasi dari guru pada

siklus 2 ini dimodifikasi dengan menggunakan kertas. Guru mempersiapkan selembar kertas

kosong, kemudian menuliskan topik yang akan dibahas ditengah kertas tersebut. Proses

selanjutnya siswa menarik beberapa garis kearah luar, disetiap ujung garis siswa menuliskan

sebuah kata tengtang hal-hal yang berhubungan sebab akibat dengan kata kuncinya yaitu banjir.

Setiap kertas diisi oleh 2 orang anak yang berpasangan dalam sebangku. Terlihat antusiasme

anak dalam menulis pada garis-garis yang mereka buat. Siswa yang pada siklus 1 pasif kini

sudah aktif dan mulai ikut menulis. Materi lanjutan terlihat lebih mudah dicerna siswa. Mereka

akrab bekerjasama dengan pasangannya masing-masing. Setelah itu guru menyediakan waktu

untuk beberapa orang siswa maju ke depan untuk mempresentasekan hasil kelompok kecilnya

sebelum memulai menulis teks eksplanasi. Siswa dengan semangat dan rebutan ingin maju ke

depan. Dari hasil kerja siswa guru memberikan kesimpulan dan mempersilahkan siswa untuk

menulis teks eksplanasi tentang banjir berdasarkan hal yang dibuatnya dan hal-hal yang

didengarnya. Terlihat jelas di sini pada proses sangat banyak kemajuan dibanding dengan siklus

1. Siswa hampir semua telah aktif dan mulai memahami model pembelajaran Mind Mapping

yang dilaksanakan. Guru juga sudah kelihatan mampu menerapkan model pembelajaran Mind

Mapping dengan baik. Guru memberi umpan balik kepada siswa yang hasil diskusinya paling

baik.

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

547

Gambar 3. Guru memberi hadiah bagi siswa yang hasil karyanya paling baik sebagai hasil dari

model pembelajaran Mind Mapping

Gambar 4. Siswa mulai terbiasa dengan model pembelajaran Mind Mapping

Hal ini sesuai dengan pendapat Buzon (2008: 4) yang mengatakan bahwa dalam model

pembelajaran Mind Mapping tema utama terdefenisi sangat jelas karena ditempatkan di tengah.

Level keutamaan informasi teridentifikasi secara lebih baik. Mempercepat proses pencatatan

karena menggunakan kata kunci.

Adapun menurut Mike Hernacky (2003: 153) Mind Mapping adalah suatu teknik

mencatat yang dapat memetakan fikiran yang kreatif dan efektif serta memadukan dan

mengembangkan potensi kerja otak baik dibelahan otak kanan maupun otak kiri yang terdapat di

dalam diri seseorang

Nilai rata-rata keaktifan siswa pada siklus 1 adalah 35 persen yang termasuk dalam

kategori sangat kurang. Sedangkan pada siklus 2 nilai rata-rata keaktifan siswa adalah 44 persen

yang termasuk dalam kategori cukup.

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

548

Grafik 1. Rata-rata Peningkatan Ketuntasan Belajar Siswa

Hasil Belajar Siswa

Data hasil belajar siswa yang dilakukan pada akhir pembelajaran dan dilakukan secara

individual menunjukkan hasil peningkatan. Tes yang dilakukan tentang menjelaskan pengertian

eksplanasi, menyebutkan ciri-ciri teks ekplanasi, dan menulis sebuah teks eksplanasi dengan

tema “Banjir”. Data hasil belajar siswa diperoleh dari nilai tes akhir.

Adapun analisis data hasil belajar siswa dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 1. Analisis hasil Belajar Siswa

PRESTASI

SISWA

PRASIKLUS SIKLUS I SIKLUS II

KET JML

SISWA

PERSEN

(%)

JML

SISWA

PERSEN

(%)

JML

SISWA

PERSE

N (%)

Nilai > 65 20 50 10 25 4 10 Belum

Tuntas

Nilai ≥ 65 20 50 30 75 36 90 Tuntas

Jumlah 40 100 40 100 40 100

Nilai

Rata-rata 57,5 86,25 94,77

Ketuntasan

Klasikal Belum Tuntas Tuntas Tuntas

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa pada prasiklus 20 (50%) siswa yang

mengalami ketuntasan belajar dengan perolehan nilai 65 atau lebih dari 65. Sesuai dengan KKM

kelas yaitu siswa mengalami ketuntaan belajar jika mencapai nilai rata-rata 65, rata-rata kelas

pada pra siklus adalah 58, pada siklus 1 mengalami peningkatan yaitu 30 (75%) siswa yang

mengalami ketuntasan. Sedangkan pada siklus 2 siswa yang tuntas sebanyak 32 (94%).

Siklus I Siklus II

Keaktifan siswa 35% 44%

0%

20%

40%

60%

Per

sen

tase

Keaktifan Belajar Siswa Secara Klasikal

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

549

Grafik 2. Peningkatan ketuntasan belajar secara klasikal

Dapat dilihat pada tahap prasiklus terdapat 58% siswa mengalami ketuntasan belajar.

Menunjukkan bahwa, pada tahap Prasiklus belum terjadi ketuntasan belajar secara klasikal,

karena ketuntasan secara klasikal terjadi apabila 75% siswa telah mengalami ketuntasan belajar

atau telah mencapai nilai 65 sesuai dengan KKM. Pada Siklus I terdapat 75% siswa sudah

mengalami ketuntasan belajar, berarti telah terjadi peningkatan 17% dari tahap prasiklus. Pada

Siklus I sudah hampirtercapai ketuntasan secara klasikal. Pada Siklus II terdapat 94% siswa yang

mengalami ketuntasan belajar, terjadi peningkatan ketuntasan 19% dari Siklus I. Pada Siklus II

sudah terjadi ketuntasan belajar secara klasikal.

Data skor kemajuan siswa diperoleh dari nilai dasar (nilai prasiklus) dan nilai akhir.

Adapun analisis data hasil belajar siswa dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2. Analisis Hasil Skor Kemajuan Individu

Poin

Kemajuan

Siklus I Siklus II

Jumlah

Siswa

P(%) Jumlah Siswa P(%)

5 4 10 8 20

10 10 25 12 30

20 10 25 12 30

30 16 40 8 20

Jumlah 40 100 40 100

Berdasarkan Tabel 3 diketahui pada Siklus I terdapat 4 siswa (10%) yang mendapat poin

kemajuan 5, terdapat 10 (25%) siswa yang mendapat poin kemajuan 10, terdapat 10 (25%) siswa

yang mendapat poin kemajuan 20, terdapat 16 (40%) siswa yang mendapat poin kemajuan 30.

Pada siklus II terdapat 8 (20%) siswa yang mendapat poin kemajuan 5, terdapat 12 (30%) siswa

yang mendapat poin kemajuan 10, terdapat 12(30%) siswa yang mendapat poin kemajuan 20,

terdapat 8 (20%) siswa yang mendapat poin kemajuan 30.

Prasiklus Siklus I Siklus II

Ketuntasan 58% 75% 94%

0%

50%

100%

Per

sen

tase

Ketuntasan Belajar Siswa Secara Klasikal

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

550

PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan guru, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai

berikut.

1. Kemampuan guru dalam merencanakan pembelajaran menggunakan model Mind Mapping

pada materi Teks Eksplanasi dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas VI A SD Negeri

007 Nongsa.

2. Kemampuan guru menggunakan model Mind Mupping dalam proses pembelajaran pada

materi Teks Eksplanasi dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas VI A SD Negeri 007

Nongsa.

3. Keaktifan siswa dalam mengikuti pelajaran dengan model Mind Mapping pada materi Teks

Eksplanasi dapat meningkatkan hasil belajar siswa SD Negeri 007 Nongsa.

4. Pembelajaran dengan model Mind Mapping pada materi Teks Eksplanasi dapat

meningkatkan hasil belajar siswa kelas VI SD Negeri 007 Nongsa

Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, peneliti memberikan saran sebagai berikut

Untuk mencapai kualitas proses belajar mengajar dan kualitas hasil belajar yang baik dalam

pembelajaran dengan model Mind Mapping pada materi Teks Eksplanasi dapat meningkatkan

hasil belajar siswa diperlukan persiapan perangkat pembelajaran yang cukup memadai, misalnya

RPP, Buku siswa dan Lembar kerja siswa (LKS) yang harus dimiliki oleh setiap siswa dan

instrumen penilaian baik.

1. Untuk melaksanakan Pembelajaran dengan model Mind Mapping terlebih dahulu harus

menyamakan persepsi antara semua pihak khususmya antara guru dan siswa, bahwa Mind

Mapping bukan suatu tujuan belajar melainkan salah satu cara untuk mencapai tujuan

belajar.

2. Untuk melaksanakan pembelajaran dengan model Mind Mapping memang diperlukan

persiapan terutama menyangkut pengetahuan dan keahlian guru dan siswa serta fasilitas

yang mendukung proses belajar mengajar.

DAFTAR RUJUKAN

Buzon, Tony. 2008. Model Pembelajaran Mind Mapping. (online) (www.

Akmapala09.blogspot.com/2012/04 model-pembelajaran-mind mupping, html, diakses tanggal

20 Juli 2016).

De Porter, Bobby. Hernacki, Mike. 2003. Teknik Pembelajaran. (online)

(www.eurekapendidikan.com/2015/02 teknik-pembelajaran, html, diakses tanggal 18

September 2016).

Maulana, Ahmad. 2015. Pengertian Teks Eksplanasi Secara Umum.(online)

(www.duniabaca.com/2015/12 pemgertian-teks-eksplanasi-secara-umum, html, diakses

tanggal 18 September 2016).

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

551

PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR SEJARAH TENTANG PENGARUH

REVOLUSI DUNIA MELALUI METODE STAD DENGAN MEDIA POWER POINT DI

KELAS XI IPS SMA NEGERI 2 BATU TAHUN PELAJARAN 2016/2017

Sujoko

SMA Negeri 2 Batu

[email protected]

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan aktivitas pembelajaran

melalui Penerapan Model Cooperative Learning Tipe Student Teams Achievement Division

(STAD) pada Kompetensi Dasar Pengaruh Revolusi Besar Dunia Kelas XI IPS 2 SMA Negeri

02 Batu Tahun Pelajaran 2016/2017. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang

dilaksanakan selama 2 siklus. Subjek penelitian adalah siswa kelas XI IPS 2 SMA Negeri 02

Batu Tahun Pelajaran 2016/2017 sebanyak 35 siswa. Pengumpulan data dilakukan dengan

observasi partisipasi, dokumentasi dan wawancara. Analisis data dilakukan dengan data

reduction, data display, dan verification. Berdasarkan data yang diperoleh, “aktivitas belajar

siswa” dengan penerapan Model Cooperative Learning Tipe STAD Berbantu Media Power

Point pada Kompetensi Dasar Siklus Revolusi Besar Dunia pada Kelas XI IPS 2 mengalami

peningkatan pada siklus II. Siswa yang memperhatikan apa yang disampaikan guru sebesar

51,42% pada siklus I menjadi 79,90% pada siklus II, siswa yang bertanya dan menyampaikan

pendapat pada saat kegiatan belajar atau diskusi sebesar 14,26% pada siklus I menjadi 28,52%

pada siklus II, siswa yang bekerja sama dengan teman satu kelompok sebesar 51,57% pada

siklus I menjadi 78,43% pada siklus II, siswa yang membuat perencanaan dan pembagian tugas

kelompok sebesar 30,31% pada siklus I menjadi 67,57% pada siklus II, siswa yang

bertanggung jawab terhadap tugas yang telah ditetapkan dalam kelompok sebesar 53.43.%

pada siklus I menjadi 76,43% pada siklus II, siswa yang mendiskusikan masalah yang dihadapi

dalam kegiatan belajar mengajar sebesar 48,43% pada siklus I menjadi 77,57% pada siklus II,

siswa yang bertukar pendapat antar teman dalam kelompok sebesar 43,43% pada siklus I

menjadi 80,43.% pada siklus II, siswa yang memiliki kepedulian terhadap kesulitan sesama

anggota kelompok sebesar 33,57% pada siklus I menjadi 11,43% pada siklus II, siswa yang

mengambil keputusan dari pertimbangan anggota sebesar 14,57% pada siklus I menjadi

22,86% pada siklus II, siswa yang mengerjakan kuis dengan kemampuan sendiri sebesar

28,57% pada siklus I menjadi 51,43% pada siklus II.

Kata Kunci: Cooperative Learning, STAD, aktivitas, hasil belajar, power point

PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan ujung tombak bagi pembangunan peradaban. Sumber daya

manusia yang unggul akan mengantarkan bangsa menjadi maju dan kompetitif di tengah arus

globalisasi, namun Indonesia masih mengalami hambatan dalam menciptakan kualitas

pendidikan yang baik. Salah satu masalah yang dihadapi dalam dunia pendidikan saat ini yaitu

masih lemahnya proses pembelajaran (Rejeki, 2010). Proses pembelajaran yang berhasil apabila

selama kegiatan belajar mengajar siswa menunjukkan aktivitas belajar yang tinggi dan terlihat

secara aktif baik fisik maupun mental.

Guru dalam menyampaikan pelajaran Sejarah dituntut memilih metode yang dapat

melatih siswa belajar mandiri dan lebih optimal. Salah satu model pembelajaran yang melibatkan

peran siswa secara aktif dalam kegiatan belajar mengajar adalah model pembelajaran kooperatif.

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

552

Al-Hafizh (2016) memberikan penjelasan bahwa model pembelajaran kooperatif merupakan

salah satu model pembelajaran yang banyak digunakan untuk mewujudkan kegiatan

pembelajaran yang berpusat pada peserta didik (student oriented), terutama untuk mengatasi

permasalahan dalam proses pembelajaran. Salah satu model pembelajaran kooperatif yang

paling sederhana adalah Tipe Student Teams Achievement Division (STAD) dan merupakan

model yang paling baik untuk permulaan bagi para guru yang baru menggunakan pendekatan

kooperatif. Slavin (2010: 143) mengungkapkan bahwa salah satu model pembelajaran kooperatif

yang paling sederhana adalah Tipe Student Teams Achievement Division (STAD) dan

merupakan model yang paling baik untuk permulaan bagi para guru yang baru menggunakan

pendekatan kooperatif. Isjoni (2010: 74) menyatakan pembelajaran kooperatif tipe STAD

merupakan salah satu tipe kooperatif yang menekankan pembelajaran pada adanya aktivitas dan

interaksi diantara siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi

pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal. Penerapan model pembelajaran Cooperative

Learning Tipe STAD perlu didukung oleh media pembelajaran yang dapat membantu peserta

didik dalam membangkitkan minat dan motivasi siswa yang selanjutnya siswa akan melakukan

aktivitas belajar.

Penelitian sejenis pernah dilakukan oleh oleh beberapa peneliti (Rohmawati, 2016;

Ningsih, 2017, Wahyuningsih; 2016, Muhammad, 2016). Rohmawati (2016) membuktikan

dalam penelitiannya melalui Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dapat

meningkatan persentase ketuntasan hasil Belajar Ekonomi siswa kelas X Ekonomi 3 SMK N 1

Wonosari pada setiap siklus. Ningsih (2017) berjudul Pengaruh Media Audio-Visual Terhadap

Motivasi Belajar Siswa Dalam Pembelajaran Sumber Bunyi Di Kelas IV SD Negeri 145/IX

Muhajirin, hasilnya terdapat pengaruh Media Audio-Visual Terhadap Motivasi pembelajaran

sumber bunyi Siswa di SD Negeri 145/IX Muhajirin. Penelitian ketiga oleh Wahyuningsih

(2016) Efektivitas Penggunaan Media Audio-Visual Dalam Pembelajaran Keterampilan Menulis

Bahasa Prancis Pada Siswa Kelas X Man 1 Yogyakarta disimpulkan bahwa penggunaan media

audio-visual lebih efektif daripada media konvensional dalam pembelajaran keterampilan

menulis bahasa Prancis. Penelitian keempat oleh Muhammad (2016), Pemanfaatan Media Audio-

Visual Dalam Pembelajaran Bahasa Arab Siswa XI IPS 3 MAN 1 Kalibawang TP 2016/2016

dengan hasil dengan pemanfaatan media audio-visual dapat meningkatkan pemahaman siswa XI

IPS 3 terhadap bahasa arab.Dari keempat hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa

dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif Tipe STAD berbantuan media power point

dapat meningkatkan persentase ketuntasan hasil belajar Sejarah.

Artikel ini adalah laporan pelaksanaan penelitian tindakan kelas. Dua rumusan masalah

ditetapkan: (1) bagaimanakan meningkatkan proses pembelajaran Sejarah dengan menggunakan

model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbantuan media power point , (2) bagaimanakan

peningkatan hasil penelitian pembelajaran Sejarah dengan model pembelajaran kooperatif tipe

STAD berbantuan media power point. Proses pembelajaran mata pelajaran Sejarah di kelas XI

IPS 2 SMA Negeri 02 Batu masih bersifat konvensional. Guru masih sering menggunakan

metode ceramah dalam melakukan proses pembelajaran. Guru lebih sering berperan aktif di

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

553

dalam kelas ketika menyampaikan materi sehingga menyebabkan siswa menjadi pasif dan

merasa bosan untuk mengikuti pelajaran yang disampaikan oleh guru. Proses pembelajaran

Sejarah di kelas XI IPS 2 masih terdapat beberapa siswa yang aktivitas belajarnya belum optimal

yang dibuktikan dengan masih adanya beberapa siswa yang lebih suka mengobrol dengan

temannya ketika guru sedang menyampaikan materi. Selain itu siswa juga jarang bertanya atau

berpendapat pada saat proses pembelajaran berlangsung atau pada saat diskusi. Guru dalam

melihat situasi yang demikian, perlu melakukan pemecahan masalah yaitu guru harus mampu

menciptakan suasana belajar yang optimal dengan mengimplentasikan berbagai model

pembelajaran yang berpusat pada siswa. Aktivitas siswa dalam pembelajaran merupakan hal

yang perlu diperhatikan agar siswa mampu menggali pengetahuan sendiri, sedangkan guru hanya

berperan sebagai fasilitator.

Menyikapi situasi ini, salah satu upaya yang digunakan dalam pembelajaran adalah

pengembangan pembelajaran yang menekankan interaksi sosial siswa di kelas. Model

Cooperative Learning Tipe Student Teams Achievement Division (STAD) merupakan salah satu

strategi yang melibatkan interaksi siswa karena pembelajarannya didasarkan atas kerja sama

kelompok dimana masing-masing individu memiliki tanggung jawab yang sama dalam mencapai

tujuan kelompok. Penggunaaan media pembelajaran dapat membangkitkan minat dan motivasi

siswa yang selanjutnya siswa akan melakukan aktivitas belajar. Media pembelajaran yang

dirancang secara baik dapat mendukung proses belajar siswa dalam pembelajaran.

Gambar 1. Skema Kerangka Berpikir Penerapan Model Cooperative Learning Tipe STAD

Berbantu Media Power Point

Pengamatan Evaluasi

Hasil:

Aktivitas

Belajar

Siswa

Meningkat

Evaluasi

Hasil:

Aktivitas

Belajar

Siswa

Cenderung

Rendah

Kondisi Awal:

1. Aktivitas Siswa

Belum optimal

2. Metode Pembelajaran

Masih Bersifat

Konvensional

Solusi Tindakan:

Pelaksanaan Kegiatan

Pembelajaran dengan

Penerapan Model Coope-

rative Learning Tipe Stad

Berbantu Media Power

point

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

554

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang dilakukan secara kolaboratif dan

partisipatif, artinya peneliti tidak melakukan penelitian sendiri, namun berkolaborasi atau bekerja

sama dengan guru Sejarah SMA Negeri 02 Batu yang lain. Secara partisipatif bersama-sama

dengan para observer, peneliti akan melaksanakan penelitian ini langkah demi langkah. Desain

tindakan yang digunakan dalam penelitian ini adalah model Kemmis & Taggart.

Gambar : 1Siklus PTK model Kemmis-Taggart ( Depdiknas : 1999)

Penelitian ini menggunakan subjek penelitian siswa kelas XI IPS 2 SMA Negeri 02 Batu

yang terdiri dari 35 siswa. Pengumpulan data dilakukan dengan beberapa teknik, yaitu pertama,

teknik observasi partisipatif yaitu observasi yang dilakukan apabila observer ikut serta dalam

kegiatan atau situasi yang dilakukan oleh observant. Observasi partisipasi dilakukan untuk

mengetahui unjuk “aktivitas belajar siswa” serta untuk mengetahui kondisi kelas saat

pembelajaran dengan menggunakan model Cooperative Learning Tipe STAD. Observasi

dilaksanakan selama proses pembelajaran berlangsung di kelas oleh peneliti dan dibantu oleh dua

orang observer dari rekan peneliti yang memiliki latar belakang yang sama dengan peneliti. Hal

ini dilakukan agar observasi siswa lebih fokus. Dalam penelitian ini terdapat 3 orang observer

(termasuk peneliti), dan dari 35 siswa dibagi menjadi 7 kelompok yang setiap kelompok terdiri

dari 5 siswa, sehingga 1 observer akan bertanggung jawab mengamati 2 dan 3 kelompok (10 dan

13 siswa). Peneliti dan observer sebelumnya berdiskusi untuk menyamakan pemahaman dan

langkah agar tujuan observasi tercapai. Observasi menggunakan lembar penilaian aktivitas siswa

yang terdapat indikator-indikator aktivitas belajar, berikut juga dengan pedoman penilaian agar

dapat membantu dalam mengamati “aktivitas belajar siswa” untuk pemberian skor kepada setiap

siswa.

Kedua, teknik dokumentasi digunakan untuk memperoleh data mengenai jumlah siswa

sebagai dasar untuk menentukan jumlah serta anggota-anggota kelompok dalam Cooperative

Learning Tipe STAD. Dokumentasi juga berupa data mengenai gambaran profil sekolah, silabus,

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

555

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Lembar Observasi Aktivitas, catatan lapangan, hasil

wawancara, dan foto selama kegiatan di sekolah.

Ketiga, teknik wawancara dilakukan kepada beberapa siswa kelas XI IPS 2 sebelum dan

sesudah kegiatan pembelajaran, berkaitan dengan diimplementasikannya model Cooperative

Learning Tipe STAD. Hasil wawancara digunakan untuk memperkuat hasil observasi selama

kegiatan pembelajaran Sejarah dengan menerapkan model Cooperative Learning Tipe STAD.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Kegiatan Pra-Tindakan

Peneliti (guru) melakukan diskusi dengan observer pada tanggal 15 Oktober 2016 untuk

membahas permasalahan yang dihadapi oleh guru dalam pembelajaran. Dilanjutkan dengan

wawancara kepada beberapa siswa yang telah ditentukan sebelumnya sebagai perwakilan yang

memiliki kemampuan akademik tinggi, sedang dan rendah. Dari data yang dikumpulkan, dapat

dianalisis bahwa siswa kurang berpartisipasi dalam pembelajaran Sejarah, aktivitas siswa dan

pemanfaatan belajar kelompok juga belum optimal. Kurangnya inovasi model pembelajaran dan

pembelajaran yang bersifat konvensional yakni dengan ceramah yang lebih dominan

menyebabkan kurangnya interaksi dalam pembelajaran.

Observasi Awal

Observasi awal dilakukan untuk mengamati “aktivitas belajar siswa” dalam pembelajaran

di kelas dan memperkuat hasil wawancara. Berdasarkan observasi awal pada tanggal 15 Oktober

2016, peneliti berhasil mengidentifikasi permasalahan pembelajaran pada kelas XI IPS 2 yaitu

pembelajaran masih didominasi metode ceramah dan penugasan sehingga siswa kurang aktif

dalam pembelajaran. Hal tersebut dicerminkan dengan data hanya 60% siswa yang secara aktif

melakukan aktivitas belajar konvensional dari 35 siswa di kelas XI IPS 2.

Penerapan STAD

Upaya dalam peningkatan aktivitas belajar Sejarah Siswa kelas XI IPS 2 adalah dengan

menggunakan Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe STAD Berbantu Media Power

Point pada Kompetensi Dasar Revolusi Besar di dunia dengan Indikator Pengaruh Revolusi

Perancis. Pembentukan kelompok dilakukan secara heterogen dilihat dari kemampuan siswa

berdasarkan nilai ulangan harian sebelumnya dan berdasarkan jenis kelamin.

Perencanaan

Rancangan ini disesuaikan dengan komponen pada Tipe STAD sebagai upaya untuk

meningkatkan aktivitas belajar Siswa. Adapun penyusunan rencana tindakan yaitu: a) membuat

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) disesuaikan dengan penerapan Model Cooperative

Learning Tipe STAD Berbantu Media Power Point. b) membuat perangkat Media Power Point

(tentang materi Revolusi Perancis dan pengaruhnya, lembar pertanyaan beserta kunci jawaban,

petunjuk dan aturan lembar). c) membuat lembar kerja siswa d) membuat post-test untuk siklus

pertama e) menyusun lembar observasi untuk pengamatan “aktivitas belajar siswa” disesuaikan

dengan indikator yang akan diamati. f) membuat rancangan catatan lapangan, membagi siswa

secara heterogen ke dalam kelompok, yaitu kelompok 1, 2, 3, 4, 5, 6, dan 7.

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

556

Pelaksanaan

Tindakan siklus I dilaksanakan pada tanggal 18 dan 25 Oktober 2016 pukul 08.30–10.00

di kelas XI IPS 2 SMA Negeri 02 Batu. Siklus I dilakukan sebanyak 2 kali pertemuan (4 x 45

menit) kompetensi dasar Revolusi Besar Dunia dengan indicator Pengaruh Revolusi Perancis

terhadap negra-negara lain yang kegiatan pembelajaran berorientasi pada aktitivas belajar siswa.

Pengamatan “aktivitas belajar siswa” dilakukan oleh peneliti sendiri didampingi oleh dua

observer, dimana mereka juga sama-sama guru Sejarah SMA Negeri 2 Batu.

Pada 10 menit yang pertama (menit ke-1 s.d. ke-10), kegiatan awal pembelajaran dimulai

dengan guru membuka pelajaran dan apersepsi. Guru memberikan beberapa pertanyaan yang

berkaitan dengan materi pelajaran sebelumnya. Guru juga menyampaikan materi yang akan

dipelajari, memberikan motivasi, dan menyampaikan tujuan pembelajaran kepada siswa. Selesai

apersepsi siswa dikondisikan untuk menempati kursi sesuai dengan pembagian kelompok STAD

yang sudah ditentukan sebelumnya.

Pada saat kegiatan inti (menit ke-11 s.d. ke-25), guru mengawali dengan

mempresentasikan media power point materi analisis terjadinya Revolusi Perancis dan

mendiskripsikan tentang revolusi dengan disertai tanya jawab. Beberapa siswa berani menjawab

pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan oleh guru, walaupun jawabannya ada yang belum

benar.

Selanjutnya guru membagikan lembar kerja siswa (LKS) kepada setiap siswa, dilanjutkan

dengan menjelaskan tata cara mengerjakannya. Waktu yang digunakan untuk mengerjakan LKS

ditetapkan 25 menit (menit ke-26 s.d. ke-50). Pada saat siswa kerja kelompok, guru melakukan

pendampingan dengan keliling dari kelompok satu ke kelompok lain secara terus menerus.

Selama kegiatan diskusi seluruh siswa kelihatan sangat aktif dan sangat antusias mengikutinya

dan tidak kelihatan ada siswa yang bermain sendiri atau yang bermalas-malasan. Namun

demikian juga masih ada beberapa siswa yang agak terkendala dalam memahami materi LKS

yang dikerjakan, terutama bagi para siswa yang kategori lower. Juga terdapat beberapa siswa

yang mengajukan pertanyaan berkaitan dengan materi LKS dan langsung di jawab oleh guru

sehingga terjadi dialog, seperti berikut ini:

Siswa Bertanya, bagaimana mengerjakannya, apakah langsung dilembar kegiatan ini ataukah

di lembar kertas tersendiri?

Guru Menjawab, langsung di lembar kegiatan yang dihadapi oleh masing-masing kelompok

Siswa Bertanya, bolehkah mencari sumber selain buku paket

Guru Menjawab, silahkan kalau mencari sumber dari internet harus dituliskan asal sumbernya

Siswa Kelompok I bertanya, latar belakang revolusi Perancis itu meliputi apa saja

Guru Latar belakangnya meliputi kondisi politik, sosial, dan ekonomi masyarakat Perancis

pada saat menjelang meletusnya revolusi Perancis

Siswa Salah satu anggota Kelompok V mengalami masalah dan menanyakan, apakah pengaruh

revolusi Perancis di bidang politik itu hanya untuk Perancis saja ataukah untuk negara-

negara lainnya.

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

557

Guru Dalam hal ini pengaruhnya hanya untuk Perancis saja, sebab sudah ada kelompok lain

yang membahas tentang pengaruh revolusi Perancis untuk negara lainnya

Siswa Kelompok II bertanya tentang sebab-sebab terjadinya revolusi Perancis

Guru Sebab dibagi 2, yaitu sebab umum dan sebab khusus

Setelah diskusi selama 25 menit, kemudian guru memberitahukan bahwa kerja kelompok

dinyatakan selesai, dan selanjutnya kepada setiap kelompok dipersilahkan untuk

mempresentasikan hasil diskusinya, sedangkan kelompok yang lainnya memperhatikan dan

menanggapinya selama 20 menit (menit ke-51 s.d. ke-70). Dengan ditunjuk secara acak, maka

setiap kelompok mempresentasikan hasil diskusinya melalui juru bicaranya. Secara umum

diskusi kelompok mulai awal hingga akhir berjalan dengan tertib dan penuh semangat, namun

demikian masih terdapat satu kelompok yang kurang aktif akibat dua orang anggotanya tidak

hadir, yang kebetulan anggota yang termasuk kategori siswa upper (pandai).

Foto 1: Kegiatan pembelajaran dengan aktifitas siswa diskusi kelompok

Setelah kegiatan presentasi, kemudian guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk

bertanya jika masih ada hal-hal yang belum dimengerti, sebelum dilaksanakannya kuis

individual. Guru memberikan waktu 15 menit kepada siswa untuk mengerjakan kuis individual

sebagai post-test. Jawaban kuis kemudian ditukarkan dengan teman sebelahnya dan langsung

dikoreksi bersama dipandu oleh guru. Guru selanjutnya meminta laporan hasil koreksi dari setiap

siswa dengan menyampaikan kriteria terlebih dahulu, dimana hasilnya siswa yang memperoleh

skor sangat baik 8 siswa, skor baik 9 siswa, skor cukup 8 siswa, dan skor kurang 10 siswa.

Pada kegiatan akhir, guru bersama siswa secara klasikal menyimpulkan materi yang telah

dipelajari. Guru mengakhiri pelajaran dengan menginformasikan materi yang akan dipelajari dan

rencana kegiatan pada pertemuan selanjutnya. Sebagai penutup guru mengucapkan hamdalah

dan salam, yang diikuti dan dijawab oleh semua siswa.

Pengamatan

Observer selama kegiatan pembelajaran berlangsung melakukan pengamatan sambil mengisi

format pengamatan dan mencatat hasil dari yang diamati.

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

558

Refleksi

Penerapan model Cooperative Learning Tipe STAD pada siklus I belum dapat

dilaksanakan secara optimal. Hal ini karena siswa belum terbiasa dengan model pembelajaran

tersebut, sehingga “aktivitas belajar siswa” belum muncul secara utuh.

Berdasarkan hasil tindakan siklus I, beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah: 1) kerja

sama antar siswa dalam kelompok, seperti kepedulian terhadap kesulitan masing-masing anggota

kelompok perlu ditingkatkan, 2) aktivitas lisan (oral) siswa seperti bertanya dan menyampaikan

pendapat pada saat kegiatan pembelajaran, berdiskusi dan bertukar pendapat antar teman dalam

kelompok belum optimal. Aktivitas tersebut masih didominasi oleh beberapa siswa saja, 3)

selama berkelompok siswa cenderung fokus untuk menyelesaikan tugas kelompok secara

individu dan kurang bisa membantu temannya untuk mempelajari materi. 4) masih kurangnya

komunikasi antar anggota kelompok, terutama antar siswa laki-laki dan perempuan. 5) terdapat

satu kelompok yang kurang aktif akibat dua orang anggotanya tidak hadir.

Pembahasan

Pelaksanaan Tindakan pada siklus I belum bisa dikatakan optimal. Dilihat dari “aktivitas

belajar siswa” masih ada yang berbicara dengan temannya pada saat guru mempresentasikan

materi, siswa masih enggan bertanya dan menyatakan pendapat kepada guru ataupun teman

kelompoknya. Pada waktu pelaksanaan diskusi mengerjakan lembar kerja siswa, siswa kurang

bekerja sama, masih mengerjakan tanggung jawab tugas sendiri tanpa mempedulikan kesulitan

antar anggota kelompok, namun pada saat pengerjaan soal post-test terlihat beberapa siswa yang

mendiskusikan jawabannya.

SIKLUS KEDUA

Kegiatan Pra-Tindakan

Peneliti (guru) melakukan diskusi dengan observer pada tanggal 18 Oktober 2016 untuk

membahas permasalahan yang dihadapi oleh guru dalam pembelajaran. Dilanjutkan dengan

wawancara kepada beberapa siswa yang telah ditentukan sebelumnya sebagai perwakilan yang

memiliki kemampuan akademik tinggi, sedang dan rendah. Dari data yang dikumpulkan, dapat

dianalisis bahwa siswa kurang berpartisipasi dalam pembelajaran Sejarah, aktivitas siswa dan

pemanfaatan belajar kelompok juga belum optimal. Kurangnya pemahaman sebagian siswa

dengan model pembelajaran STAD karena mereka sering menerima pembelajaran dengan

ceramah sehingga interaksi dalam pembelajaran masih kurang.

Perencanaan

Rancangan ini disesuaikan dengan komponen pada Tipe STAD sebagai upaya untuk

meningkatkan aktivitas belajar Siswa. Adapun penyusunan rencana tindakan yaitu: a) membuat

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) disesuaikan dengan penerapan Model Cooperative

Learning Tipe STAD Berbantu Media Power Point. b) membuat perangkat Media Power Point

(tentang materi Refolusi Fisik di Indonesia, lembar pertanyaan beserta kunci jawaban, petunjuk

dan aturan lembar). c) membuat lembar kerja siswa d) membuat post-test untuk siklus pertama e)

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

559

menyusun lembar observasi untuk pengamatan “aktivitas belajar siswa” disesuaikan dengan

indikator yang akan diamati. f) membuat rancangan catatan lapangan, membagi siswa secara

heterogen ke dalam kelompok, yaitu kelompok 1, 2, 3, 4, 5, 6, dan 7.

Pelaksanaan

Tindakan siklus II dilaksanakan pada hari Selasa, 1 Nopember 2016 pukul 08.30–10.00 di

kelas XI IPS 2 SMA Negeri 02 Batu. Siklus II dilakukan sebanyak 2 kali pertemuan (4 x 45

menit) dengan kompetensi dasar siklus Revolusi-revolusi besar Dunia dan Pengaruhnya pada

indikator Revolusi Fisik di Indonesia yang kegiatan pembelajaran berorientasi pada aktitivas

belajar siswa.

Pengamatan “aktivitas belajar siswa” dilakukan oleh peneliti sendiri didampingi oleh dua

observer, dimana mereka juga sama-sama guru Sejarah SMA Negeri 2 Batu.

Pada 10 menit yang pertama (menit ke-1 s.d. ke-10), kegiatan awal pembelajaran dimulai

dengan guru membuka pelajaran dan apersepsi. Guru memberikan beberapa pertanyaan yang

berkaitan dengan materi pelajaran sebelumnya. Guru juga menyampaikan materi yang akan

dipelajari, memberikan motivasi, dan menyampaikan tujuan pembelajaran kepada siswa. Selesai

apersepsi siswa dikondisikan untuk menempati kursi sesuai dengan pembagian kelompok STAD

yang sudah ditentukan sebelumnya.

Pada saat kegiatan inti (menit ke-11 s.d. ke-25), guru mengawali dengan

mempresentasikan media power point materi terjadinya Revolusi Fisik di Indonesia

(pertempuran tanggal 10 Nopember 1945). Beberapa siswa berani menjawab pertanyaan-

pertanyaan yang disampaikan oleh guru, walaupun jawabannya ada yang belum benar.

Selanjutnya guru membagikan lembar kerja siswa (LKS) kepada setiap siswa, dilanjutkan

dengan menjelaskan tata cara mengerjakannya. Waktu yang digunakan untuk mengerjakan LKS

ditetapkan 35 menit (menit ke-26 s.d. ke-60). Pada saat siswa kerja kelompok, guru melakukan

pendampingan dengan keliling dari kelompok satu ke kelompok lain secara terus menerus.

Selama kegiatan diskusi seluruh siswa kelihatan sangat aktif dan sangat antusias mengikutinya

dan tidak kelihatan ada siswa yang bermain sendiri atau yang bermalas-malasan. Pada siklus II

hanya ada sebagian kecil siswa yang agak terkendala dalam memahami materi LKS yang

dikerjakan, terutama bagi para siswa yang kategori lower. Juga terdapat beberapa siswa yang

mengajukan pertanyaan berkaitan dengan materi LKS dan langsung di jawab oleh guru sehingga

terjadi dialog, seperti berikut ini:

Siswa Bertanya, mengerjakannya seperti kemarin ya?

Guru Menjawab, ya

Siswa Bertanya, apa diperbolehkah mencari sumber selain buku paket

Guru Menjawab, silahkan kalau mencari sumber dari internet dan harus dituliskan asal

sumbernya

Siswa Salah satu anggota Kelompok IV mengalami masalah dan menanyakan, apakah

pengaruh Pertempuran tanggal 10 Nopember 1945 bagi bangsa Indonesia sehingga

peristiwa tersebut dijadikan sebagai Hari Pahlawan.

Guru Silahkan diingat film Pertempuran yang telah kamu amati tadi

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

560

Setelah diskusi selama 25 menit, kemudian guru memberitahukan bahwa kerja kelompok

dinyatakan selesai, dan selanjutnya kepada setiap kelompok dipersilahkan untuk

mempresentasikan hasil diskusinya, sedangkan kelompok yang lainnya memperhatikan dan

menanggapinya selama 20 menit (menit ke-61 s.d. ke-80). Dengan ditunjuk secara acak, maka

setiap kelompok mempresentasikan hasil diskusinya melalui juru bicaranya. Secara umum

diskusi kelompok mulai awal hingga akhir berjalan dengan tertib dan penuh semangat, semua

kelompok bekerja dengan tekun namun demikian masih terdapat satu kelompok yang kurang

aktif akibat dua orang anggotanya tidak hadir, yang kebetulan anggota yang termasuk kategori

siswa upper (pandai).

Foto 2: Kegiatan pembelajaran dengan aktifitas siswa diskusi kelompok

Setelah kegiatan presentasi, kemudian guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk

bertanya jika masih ada hal-hal yang belum dimengerti, sebelum dilaksanakannya kuis

individual. Guru memberikan waktu 10 menit kepada siswa untuk mengerjakan kuis individual

sebagai post-test. Jawaban kuis kemudian ditukarkan dengan teman sebelahnya dan langsung

dikoreksi bersama dipandu oleh guru. Guru selanjutnya meminta laporan hasil koreksi dari setiap

siswa dengan menyampaikan kriteria terlebih dahulu, dimana hasilnya siswa yang memperoleh

skor sangat baik 20 siswa, skor baik 9 siswa, skor cukup 6 siswa.

Pada kegiatan akhir, guru bersama siswa secara klasikal menyimpulkan materi yang telah

dipelajari. Guru mengakhiri pelajaran dengan menginformasikan materi yang akan dipelajari dan

rencana kegiatan pada pertemuan selanjutnya. Sebagai penutup guru mengucapkan hamdalah

dan salam, yang diikuti dan dijawab oleh semua siswa.

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

561

Pengamatan

Observer selama kegiatan pembelajaran berlangsung melakukan pengamatan sambil

mengisi format pengamatan dan mencatat hasil dari yang diamati.

Refleksi

Penerapan model Cooperative Learning Tipe STAD pada siklus II dapat dilaksanakan

secara optimal. Hal ini karena siswa belum terbiasa dengan model pembelajaran tersebut,

sehingga “aktivitas belajar siswa” belum muncul secara utuh, namun siswa mulai senang belajar

sejarah.

Berdasarkan hasil tindakan siklus II, banyak hal yang sudah meningkat adalah: 1) kerja

sama antar siswa dalam kelompok, seperti kepedulian terhadap kesulitan masing-masing anggota

kelompok perlu ditingkatkan, 2) aktivitas lisan (oral) siswa seperti bertanya dan menyampaikan

pendapat pada saat kegiatan pembelajaran, berdiskusi dan bertukar pendapat antar teman dalam

kelompok sudah optimal. Aktivitas tersebut sudah melibatkan sebagian besar siswa, 3) selama

berkelompok siswa sudah menyelesaikan tugas kelompok dan saling membantu temannya untuk

menyelsaikan LKS, 4) sudah terjalin komunikasi antar anggota kelompok, terutama antar siswa

laki-laki dan perempuan. 5) masih terdapat satu kelompok yang kurang aktif hal ini

dimungkinkan karena ada satu anggoanya yang kurang konsentrasi.

Pembahasan

Pelaksanaan Tindakan pada siklus II sudahbisa dikatakan optimal. Dilihat dari “aktivitas

belajar siswa” siswa yang berbicara dengan temannya pada saat guru mempresentasikan materi

sangat berkurang, siswa mulai tertarik untuk mengajukan pertanyaan dan menyatakan pendapat

kepada guru ataupun teman kelompoknya. Pada waktu pelaksanaan diskusi mengerjakan lembar

kerja siswa, siswa sudah bekerja sama, muncu l tanggung jawab untuk menyelesaikantugas

sendiri tanpa menemui kesulitan dalam anggota kelompok, namun pada saat pengerjaan soal

post-test terlihat beberapa siswa yang mendiskusikan jawabannya.

Evaluasi pada siklus II dilakukan untuk perbaikan pada pelaksanaan pembelajaran yang

lainnya. Perbaikan yang dilakukan adalah memberikan petunjuk yang jelas kepada siswa,

memotivasi siswa untuk lebih berperan aktif dalam mengerjakan tugas kelompok, memberikan

pemahaman orientasi diskusi kelompok, dan mengatur ulang waktu pengerjaan tugas kelompok.

Melalui perbaikan metode pembelajaran, “aktivitas belajar siswa” Kelas XI IPS 2 SMA Negeri

02 Batu mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II sebesar, yaitu 65,71% menjadi

88,57%.

Berdasarkan data yang diperoleh, “aktivitas belajar siswa” dengan penerapan Model

Cooperative Learning Tipe STAD Berbantu Media Power Point pada Kompetensi Dasar Siklus

Revolusi Besar Dunia pada Kelas XI IPS 2 mengalami peningkatan pada siklus II. Siswa yang

memperhatikan apa yang disampaikan guru sebesar 51,42% pada siklus I menjadi 79,90% pada

siklus II, siswa yang bertanya dan menyampaikan pendapat pada saat kegiatan belajar atau

diskusi sebesar 14,26% pada siklus I menjadi 28,52% pada siklus II, siswa yang bekerja sama

dengan teman satu kelompok sebesar 51,57% pada siklus I menjadi 78,43% pada siklus II, siswa

yang membuat perencanaan dan pembagian tugas kelompok sebesar 30,31% pada siklus I

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

562

menjadi 67,57% pada siklus II, siswa yang bertanggung jawab terhadap tugas yang telah

ditetapkan dalam kelompok sebesar 53.43.% pada siklus I menjadi 76,43% pada siklus II, siswa

yang mendiskusikan masalah yang dihadapi dalam kegiatan belajar mengajar sebesar 48,43%

pada siklus I menjadi 77,57% pada siklus II, siswa yang bertukar pendapat antar teman dalam

kelompok sebesar 43,43% pada siklus I menjadi 80,43.% pada siklus II, siswa yang memiliki

kepedulian terhadap kesulitan sesama anggota kelompok sebesar 33,57% pada siklus I menjadi

11,43% pada siklus II, siswa yang mengambil keputusan dari pertimbangan anggota sebesar

14,57% pada siklus I menjadi 22,86% pada siklus II, siswa yang mengerjakan kuis dengan

kemampuan sendiri sebesar 28,57% pada siklus I menjadi 51,43% pada siklus II.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat peningkatan aktivitas belajar dengan

penerapan model Cooperative Learning Tipe STAD Berbantu Media Power Point. Hal ini

ditunjukkan pada Aktivitas siswa sebelum menggunakan model Cooperative Learning Tipe

STAD Berbantu Media Power Point sebesar 39,31%, pada pelaksanaan tindakan siklus I

aktivitas belajar meningkat menjadi 65.57%, dan selanjutnya pada pelaksanaan tindakan siklus II

meningkat menjadi 85.50%. Peningkatan tersebut sudah mencapai indikator keberhasilan yang

diharapkan yaitu 85% dari jumlah siswa dalam satu kelas telah aktif selama pembelajaran

menggunakan model Cooperative Learning Tipe STAD.

Hasil penelitian ini membuktikan hipotesis tindakan bahwa Penerapan Model

Cooperative Learning Tipe Student Teams Achievement Division (STAD) Berbantu Media

Power Point dapat Meningkatkan aktivitas belajar Sejarah Siswa Kelas XI IPS 2 SMA Negeri 02

Batu Tahun Pelajaran 2016/2017. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang disampaikan

Isjoni (2010: 74) bahwa pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan salah satu tipe

kooperatif yang menekankan pembelajaran pada adanya aktivitas dan interaksi diantara siswa

untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran guna mencapai

prestasi yang maksimal.

Model Cooperative Learning Tipe STAD menekankan pengelompokan secara heterogen

sehingga mengupayakan siswa untuk mengajarkan sesuatu dengan baik kepada siswa lainnya

pada waktu yang bersamaan. Adanya diskusi akan tercipta interaksi edukatif, serta dengan

penghargaan dalam metode ini dapat meningkatkan peran serta dan aktivitas siswa karena

masing-masing kelompok termotivasi untuk mendapatkan penghargaan. Dukungan media

pembelajaran power point yang dapat membantu siswa dalam membangkitkan minat dan

motivasi siswa yang selanjutnya siswa akan melakukan aktivitas belajar.

Berdasarkan hasil pengamatan peneliti (guru), bahwa model Cooperative Learning Tipe STAD

Berbantu Media Power Point dapat meningkatkan “aktivitas belajar siswa” karena membuat

siswa lebih dinamis dan lebih semangat dalam pembelajaran. Dari wawancara yang dilakukan

terhadap beberapa siswa setelah tindakan, tanggapan yang disampaikan adalah mereka menjadi

lebih mudah memahami materi yang diberikan, mereka juga merasa lebih senang dan lebih

semangat karena disajikan melalui diskusi kelompok dan diselesaikan bersama teman-teman

kelompoknya yang saling membantu.

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

563

PENUTUP

Penerapan Model Cooperative Learning Tipe Student Teams Achievement Division

(STAD) Berbantu Media Power Point dapat meningkatkan aktivitas belajar Sejarah pada

Kompetensi Dasar Revolusi Besar Dunia indikator Revolusi di Indonesia di Siswa Kelas XI IPS

2 SMA Negeri 02 Batu Tahun Pelajaran 2016/2017. “aktivitas belajar siswa” secara umum

mengalami peningkatan pada siklus I dan siklus II. Sebelum menggunakan Model Cooperative

Learning Tipe Student Teams Achievement Division (STAD) Berbantu Media Power Point,

“aktivitas belajar siswa” hanya 39,31%, setelah menggunakan Model Cooperative Learning Tipe

Student Teams Achievement Division (STAD) Berbantu Media Power Point pada siklus I

“aktivitas belajar siswa” meningkat sebesar 65,71% atau sebanyak 23 siswa dan meningkat lagi

pada siklus II menjadi 88,57% atau sebanyak 31 siswa

DAFTAR RUJUKAN

Al-Hafizh , Mushlihin. (2016). Model Pembelajaran Cooperative Learning. Diakses dari

http://www.surgamakalah.com/2016/07/model-pembelajaran- cooperatif-learning.html

pada tanggal 8 Februari 2016 pukul 23:09 WIB.

Isjoni. (2010). Pembelajaran Kooperatif Meningkatkan Kecerdasan Komunikasi Antar Peserta

Didik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Muhammad FM, Faris. 2013. Pemanfaatan Media Audio-Visual Dalam Pembelajaran Bahasa

Arab Siswa XI IPS 3 MAN 1 Kalibawang TP 2012/2013, Program Pendidikan Bahasa Arab

Fakutas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Suman Kalijaga Yogyakarta.

http://lib.unnes.ac.id/19225/1/1402408177.pdf, diunduh tanggal 8 Oktober 2016 pukul 11.12

WIB.

Ningsih, Eka Satria, 2014. Pengaruh Media Audio-Visual Terhadap Motivasi Belajar Siswa

Dalam Pembelajaran Sumber Bunyi Di Kelas IV SD Negeri 145/IX Muhajirin, Program

Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar FKIP Universitas Jambi.

http://eprints.uny.ac.id/4339/1/Rani.%2006204241038.pdf, diunduh tanggal 8 Oktober 2016

pukul 10.42 WIB.

Rohmawati, Suci. (2016). Peningkatan Hasil Belajar Ekonomi Pada Kompetensi Mengelola

Dana Kas Kecil Melalui Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams

Achievement Divisions Siswa Kelas X Ekonomi 3 SMK Negeri 1 Wonosari. Tahun Ajaran

2010/2016. Skripsi. Yogyakarta: Pendidikan Ekonomi FISE UNY.

Slavin, E. Robert. (2010). Cooperative Learning. Teori, Riset, dan Praktik. Bandung: Nusa

Media.

Wahyuningsih, Rani Anggi. 2016. Efektivitas Penggunaan Media Audio-Visual Dalam

Pembelajaran Keterampilan Menulis Bahasa Prancis Pada Siswa Kelas X Man 1

Yogyakarta, Jurusan Pendidikan Bahasa Prancis Fakultas Bahasa Dan Seni Universitas

Negeri Yogyakarta. http://eprints.uny.ac.id/4339/1/Rani.%2006204241038.pdf. diunduh

tanggal 8 Oktober 2016 pukul 10.56. WIB.

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

564

PENERAPAN MODEL INQUIRI AND QUESTION UNTUK MENINGKATKAN

KEMAMPUAN MENGEVALUASI KARYA SENI 2 DIMENSI SISWA KLAS XI

SMAN 2 BATU

Retno Kaesti

[email protected]

Abstrak: Penelitian ini ditujukan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam

mengevaluasi karya seni 2 dimensi dengan menggunakan media batik asli (bukan gambar,

foto dan reproduksi), pada kelas XI IPS 1 SMAN 2 Batu. Penelitian ini merupakan

penelitian tindakan kelas yang dilakukan dalam 2 siklus. Hasil penelitian menunjukkan

model inkuiri dengan question dapat meningkatkan kemampuan evaluasi karya seni rupa 2

dimensi dari siklus I 33,3 % menjadi 19,4 % pada siklus II.

Kata kunci : inkuiri, question, mengevaluasi karya seni 2 dimensi

PENDAHULUAN

Seni rupa pada dasarnya merupakan karya seni yang erat hubungannya dengan

perkembangan manusia itu sendiri. Seni rupa ada sejak peradaban manusia lahir, dengan

berbagai bukti peninggalam yang ada diberbagai belahan dunia . Karya seni pada dasarnya

merupakan ungkapan atau curahan hati seniman yang disampaikan kepada penikmat seni.

Pada masa itu karya seni diciptakan dengan sangat sederhana sesuai situasi pada masa itu.

Kemudian karya seni sendiri diciptakan mengikuti kemajuan zaman, bahkan kemajuan

tehnologi seperti sekarang ini. Karya seni 2 dimensi, selain digunakan untuk kepentingan

pencipta sebagai ungkapan perasaan, banyak juga yang digunakan dalam kehidupan sehari-

hari sehingga erat hubungannya dengan nilai komersial. Yang jelas untuk berkarya seni

dibutuhkan adanya keindahan dan kegunaan dari benda itu.

Karya seni sendiri ada beberapa jenis baik itu tradisional, modern dan kontemporer.

Karya seni tradisional biasanya berupa karya-karya turun-temurun dan sudah menjadi terdisi

di suatu komunitas masyarakat tertentu. Hal tersebut berbeda dengan karya seni modern yang

keberadaannya tidak dibatasi oleh suku atau budaya setempat. Adapun karya seni

kontemporer merupakan karya seni yang tidak terikat aturan yang ada dalam sebuah karya

seni. Karya seni kontemporer biasanya cenderung untuk kepentingan penciptanya. Karya seni

2 dimensi lebih tidak membutuhkan tempat yang banyak. Karya tersebut pada umumnya

hanya akan menempel di tembok atau pada karya 3 dimensi yang lainya seperti almari,

dinding atau meja dalam suatu ruang.

Banyak teknik yang digunakan untuk menciptakan karya seni. Untuk berkarya seni

rupa 2 dimensi, teknik yang dapat digunakan antara lain plakat, transparan, aquanarel,

pointilis, screet, atau mix media. Selain itu, menjahit, menyulam, makrame, membatik,

mencetak juga merupakan teknik lain yang digunakan untuk menciptakan karya seni 2

dimensi. Pemilihan teknik bergantung pada karya yang akan diciptakan. Begitu juga bahan

dan alat yang digunakan untuk berkarya seni biasanya juga menyesuaikan dengan jenis karya

yang akan diciptakan.

Proses pembelajaran seni budaya, termasuk di antaranya menciptakan karya seni 2

dimensi, pada umumnya merupakan pembelajaran praktik. Karenanya, siswa banyak

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

565

dilibatkan dalam proses pembelajaran nyata, yang diawali dengan proses identifikasi dan

evaluasi terhadap karya seni rupa 2 dimensi. Fakta yang terjadi di kelas XI IPS 1 SMAn 2

Batu, bahwa kegiatan identifikasi terhadap karya seni 2 dimensi masih rendah.Terbukti dari

36 siswa hanya 15 siswa yang dapat mengevaluasi dengan tepat. Hal itu mungkin disebabkan

menurunnya gairah belajar siswa tentang evaluasi terhadap karya seni.

Menurunnya gairah belajar disebabkan oleh ketidaktepatan metode yang digunakan

oleh guru, yang sering menggunakan metode ceramah tanpa diselingi metode lain yang siswa

untuk berkreasi. Akibatnya siswa kurang berpartisipasi, kurang terlibat dalam pembuatan

karya nyata, tidak punya inisiatif, serta tidak berkontribusi baik secara intelektual maupun

emosional. Banyak di antara siswa yang menganggap mengikuti pelajaran Seni Rupa sekedar

rutinitas di dalam sekolah, untuk mengisi daftar hadir, dan untuk mendapatkan nilai raport.

Siswa tidak menyadari bahwa seharusnya kegiatan di kelas merupakan sarana untuk

menambah wawasan dan mengasah ketrampilan dalam menyampaikan pertanyaan, gagasan,

ataupun pendapat. Akhirnya, siswa cenderung menjadi pasif. Hal ini pula yang menjadi salah

satu penyebab kurangnya prestasi siswa di sekolah.

Salah satu penentu prestasi siswa adalah adanya bakat dan ketrampilan yang dimiliki

siswa. Banyak faktor yang menjadi penyebab rendahnya prestasi belajar siswa. Namun,

biasanya guru selalu dianggap sebagai faktor utama penyebabnya. Karenanya, kreativitas

guru dalam menyampaikan materi menjadi hal yang penting untuk diperhatikan. Selain itu

upaya untuk mendapatkan kualitas penyampaian materi yang baik dapat dilakukan dengan

menggunakan alat peraga sebagai media pembelajarannya. Purnomo (2013) menjelaskan

bahwa pemilihan alat peraga untuk menunjang proses belajar dan mengajar sangat penting.

Dalam hal ini alat peraga difungsikan sebagai media. Penggunaan alat peraga yang tepat

dapat meningkatkan hasil belajar dan membuat proses belajar menjadi aktif, menarik, dan

menyenangkan. Pembelajaran juga akan menjadi lebih efektif apabila dilakukan secara

berkelompok (kolaboratif).

Pembelajaran merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menciptakan suasana atau

memberikan pelayanan agar peserta didik dapat belajar dengan tenang dan aman. Untuk itu

setiap guru harus mempunyai keterampilan dalam memberdayakan siswa untuk belajar. Guru

juga harus memiliki keterampilan mengajar dan kemampuan dalam menyampaikan materi

(Munipah, 2015).

Banyak gejala yang ditemukan bahwa motivasi siswa untuk belajar dan

memperlihatkan kemampuan berkreativitas sangat lemah. Keadaan ini tidak dapat dibiarkan

begitu saja. Harus ditemukan upaya untuk dapat meningkatkan motivasi belajar siswa secara

kreatif dari berbagai pihak yang berhubungna institusi sekolah ini. Guru sebagai ujung

tombak pembelajaran dalam hal ini diharapkan proaktif dan lebih terbuka terhadap setiap

saran, kritik, gagasan, dan pemikiran yang dapat meningkatkan pencapaian daya serap dan

peningkatan pencapaian ketuntasan perorangan maupun klasikal. Guru diharapkan terus

menerus melakukan pembelajaran yang lebih baik dan tidak membosankan siswa. Upaya

peningkatan kualitas pendidikan terus dilakukan oleh berbagai pihak. Sebagai pelaksana

pendidikan di lapangan, guru terus berupaya meningkatkan hasil belajar siswa. Keberhasilan

siswa di sekolah akan memberikan kebahagiaan dan kebanggaan tersendiri bagi guru.

Keberhasilan belajar siswa di sekolah menjadi salah satu tujuan guru dalam melaksanakan

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

566

pembelajaran. Segala upaya akan dilakukan guru agar pembelajaran menjadi menarik dan

menyenangkan sehingga akan meningkatkan hasil belajarnya (Ruslah, 2015).

Oleh karena itu untuk mengatasi masalah yang ada di kelas tersebut, penulis

menggunakan metode inkuiri dengan question dalam kegiatan pembelajaran evaluasi

terhadap karya seni rupa 2 dimensi batik. Metode inkuiri merupakan suatu strategi yang

berpusat pada siswa dimana kelompok-kelompok siswa dihadapkan pada suatu persoalan atau

mencari jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan didalam suatu prosedur dan struktur

kelompok yang digariskan secara jelas (Hamalik, 2012: 63).

Penelitian tentang pembelajaran inquiri sudah sering dilaksanakan oleh beberapa

peneliti, antara lain Aprianie (2015), Maryam (2016) dan Kusmiati (2013). Menurut

Aprianie (2015), metode inquiri adalah metode yang menekankan kepada proses mencari dan

menemukan. Materi pelajaran tidak diberikan secara langsung tetapi peserta didik diberikan

peran untuk mencari dan menemukan sendiri. Sedangkan guru berperan sebagai fasilitator

dan pembimbing bagi peserta didik untuk belajar. Proses pembelajaran inquiri dilakukan

melalui tahapan: merumuskan masalah, mengembangkan hipotesis, menguji hipotesis,

menarik kesimpulan. Selain menggunakan model pembelajaran inquiri sebaiknya dilengkapi

dengan penggunaan media pembelajaran yang tepat. Media adalah semua bentuk perantara

yang dipakai untuk memperjelas ide dan gagasan agar sampai kepada penerimanya ( Anwar,

2015 )

Penelitian ini diadakan untuk meningkatkan pemahaman siswa dalam mengevaluasi

karya seni rupa 2 dimensi dalam hal ini karya batik. Karena pada proses evaluasi sebelumnya

banyak yang mengalami kesulitan sehingga dilakukan metode dengan pengamatan langsung

terhadap karya seni, bukan hanya photo atau karya reproduksi, yang mana siswa hanya

membayangkan tidak secara langsung mengamati karya sesungguhnya.

Metode

Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian tindakan kelas dan dilaksanakan

dalam 2 siklus. Masing-masing siklus terdiri atas 4 tahap yaitu perencanaan, pelaksanaan,

pengamatan, dan refleksi. Pada tahap perencanaan dilakukan penyusunan rencana

pelaksanaan pembelajaran (RPP), penyusunan lembar kerja siswa (LKS), penyiapan media,

dan pengembangan alat evaluasi. Pada tahap pelaksanaan pembelajaran guru mengajar

berdasarkan RPP.Subyek dari penelitian ini adalah siswa kelas XI ips 1 SMA N 2 Batu yang

berjumlah 36 siswa terdiri dari 16 siswa laki-laki dan 20 siswa perempuan, beralamat Jln

Hasanudin Junrejo Batu.

SIKLUS1

1

Perencanaan Pelaksanaan Pengamatan Refleksi

Perencanaan Pelaksanaan Pengamatan Refleksi

SIKLUS 2

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

567

Data berupa skor kemampuan siswa, catatan lapangan, dan dokumentasi pelaksanaan

pembelajaran. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah soal tes tulis dan lembar

jawaban, panduan observasi dan lembar observasi, serta catatan lapangan. Catatan lapangan

merupakan catatan selama proses pelaksanaan pembelajaran yang belum dicatat pada lembar

observasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Siklus I

Perencanaan

Kegiatan siklus I diawali dengan penulis menyiapkan diperlukan dokumen-dokumen.

Kegiatan yang dilakukan meliputi menyusun RPP, membuat lembar kerja siswa, serta

menyiapkan media berupa karya seni batik tulis, batik cap, batik celup ikat, dan batik lukis.

Untuk penyusunan RPP, penulis mengacu pada kompetensi inti (KI) 3 yang sesuai dengan

Kurikulum 2013. Dalam penelitian ini penulis mengambil indikator pada KI 3.2.2

menjelaskan tentang medium, bahan, dan teknik pada karya seni 2 dimensi, serta KI 3.2.3

mengidentifikasi nilai estetik pada karya seni rupa 2 dimensi.

Pembelajaran ini menggunakan metode inquiri karena siswa harus mencari dan menemukan

sendiri tentang medium, bahan, teknik, dan nilai estetis pada karya seni batik yang disajikan

guru di dalam kelas (konsep, teori, dan fakta). Peneliti juga menyediakan daftar yang harus

dikerjakan siswa sesuai karya seni rupa batik yang harus diidentifikasi, sekaligus digunakan

untuk lembar penilaian oleh penulis. Bentuk penilaian yang lain berupa test tertulis dan

penilaian proses.

Pelaksanaan

Dalam kegiatan ini terdapat tiga tahapan, yaitu pendahuluan, kegiatan inti, dan penutup.

Dalam kegiatan pendahuluan, pembelajaran diawali dengan salam, presensi, penyampaian

tujuan pembelajaran, dan apersepsi. Pada kegiatan apersepsi siswa diajak untuk mengingat

kembali materi pada pertemuan sebelumnya. Guru menanyakan kepada siswa tentang seni

rupa dan seni rupa 2 dimensi.

Guru : “Anak-anak siapa yang masih ingat apa yang dimaksud dengan seni rupa

dan ada berapa bentuknya ?

Siswa A : ”Saya, Bu.”

Guru :“Ya, silahkan coba apa menurut kamu?”

Siswa B :“Seni rupa adalah karya seni yang bisa dilihat. Berarti ada wujud, ya Bu.

Bentuknya 2 dan tiga dimensi.”

Guru :“Apa perbedaan keduanya?”

Siswa B :“Saya, Bu.”

Guru :“Ya, apa menurutmu?”

Siswa A :“Seni dua dimensi adalah karya seni yang hanya bisa dilihat dari depan

saja.”

Guru :“Ya benar, contohnya apa?”

Siswa B :“Contohnya batik, lukisan, dan gambar, Bu.”

Guru :“Ya, benar sekali. Kali ini kita akan mengevaluasi khusus karya seni 2

dimensi.”

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

568

Kemudian guru menunjukkan beberapa lembar karya batik yang telah disiapkan dari rumah,

antara lain batik tulis, batik cap, batik ikat dan batik lukis. Setelah itu guru membagi kelas

menjadi 8 kelompok besar untuk menilai satu jenis batik tiap 2 kelompok. Dari kelompok

besar tersebut kemudian dibuat lagi kelompok kecil 2 orang. Setelah itu guru memberi lembar

kerja berupa lembar evaluasi kepada siswa untuk dikerjakan berdasar batik yang ada dalam

kelompoknya.Siswa kemudian mengerjakan secara berkelompok 2 orang dengan mengamati

batik untuk mencari bahan alat, langkah-langkah, dan nilai estetis yang terdapat dalam karya

tersebut. Guru mengamati kegiatan siswa.

Gambar 1. Siswa berkelompok besar untuk mengamati karya seni batik yang ditampilkan

guru

Setelah beberapa waktu guru menanyakan kepada siswa tentang hasil pekerjaannya

Guru : “Bagaimana anak-anak, sudah selesai?”

Siswa : “Belum, Bu.”

Guru : “Ada kesulitan?”

Siswa : “Sedikit lagi, Bu.”

Guru : “Diuraikan sesuai yang kalian lihat pada karya itu dengan bahasa yang kalian

anggap paling baik saja. Yang sudah selesai silahkan pekerjaannya dikumpulkan

untuk dipresentasikan”

Guru meminta siswa mengumpulkan hasil kerja kelompoknya, untuk selanjutnya

dipresentasikan pada pertemuan berikutnya.

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

569

Gambar 2. Siswa mempresentasikan hasil identifikasinya

Pengamatan

Penelitian ini melibatkan 4 orang guru teman sejawat sebagai pengamat. Dari hasil

pengamatan terhadap siswa, yang cermat dan teliti dengan diberikan karya asli, siswa dapat

melihat secara langsung dari beberapa karya batik. Pada saat mengamati batik tampak ada

siswa yang tertegun dan berdecak kagum, dan ada pula yang acuh tak acuh saja. Akan tetapi,

secara umum siswa lebih antusias dengan di bawakan karya asli dari pada gambar/ foto.

Antusiasme dapat dilihat dari banyaknya pertanyaan yang diajukan siswa kepada guru.

Mereka menanyakan siapa yang membuat terutama untuk batik tulis dan lukis batik. Ada juga

yang menanyakan proses pembuatannya. Sepertinya mereka merasa asing dengan apa yang

dilihat. Dengan pengamatan langsung siswa tampak lebih fokus pada kelompoknya dan tidak

menunggu teman lain karena karya yang diamati berbeda.

Refleksi

Berdasarkan hasil refleksi diketahui bahwa secara umum siswa lebih serius dalam

pembelajaran yang menghadirkan karya langsung. Media batik yang ditunjukkan guru

berhasil memfokuskan perhatian siswa pada pembelajaran. Namun, ada beberapa siswa laki-

laki yang duduk di belakang tidak memperhatikan media yang ditunjukkan guru. Mungkin

mereka kurang tertarik pada batik, atau memang saat itu sedang enggan belajar. Beberapa

observer menyatakan karya batik yang ditunjukkan guru kurang banyak sehingga aktivitas

menunggu membuat siswa menjadi jenuh. Berdasarkan masukan itu, maka perlu dilakukan

pembelajaran siklus 2. Hal yang perlu direvisi dari perencanaan pembelajaran siklus 1 untuk

perbaikan pada perencanaan pembelajaran siklus 2 meliputi penggunaan media yang lebih

banyak dan di lakukan rolling tempat duduk atau perubahan posisi meja kursi siswa, mungkin

dengan bentuk U atau yang lain.

SIKLUS II

Perencanaan

Dalam siklus II ini diawali dengan menyusun perencanaan pelaksanaan pembelajaran

(RPP) untuk satu kali pertemuan dengan alokasi waktu 2 x 45 menit, penyusunan lembar

kerja siswa (LKS), penyiapan media berupa karya seni grafis/ cetak dan pengembangan alat

evaluasi. Pada tahap pelaksanaan pembelajaran guru mengajar berdasarkan RPP.perbaikan

yang dilkukan adalah adanya penambahan alat peraga yang berupa seni cetak yaitu 1) seni

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

570

cetak datar 2) seni cetak dalam 3) seni cetak tinggi dan 4) seni cetak tembus / sablon dan

perubahan posisi tempat duduk siswa.

Untuk penyusunan RPP, penulis masih mengacu pada kompetensi inti (KI) 3 yang sesuai

dengan Kurikulum 2013, dengan indikator pada KI 3.2.2 menjelaskan tentang medium,

bahan, dan teknik pada karya seni 2 dimensi, serta KI 3.2.3 mengidentifikasi nilai estetik

pada karya seni rupa 2 dimensi. Pada siklus II ini penulis menggunakan karya seni 2 dimensi

berupa karya seni cetak yang terdiri dari 4 karya yaitu 1) seni cetak datar 2) seni cetak dalam

3) seni cetak tinggi dan 4) seni cetak tembus / sablon.

Pelaksanaan

Pada dasarnya pelaksanaan siklus II ini tidak jauh beda dengan siklus I hanya pada

karya yang diidentifikasi yang berbeda yakni kaya seni cetak. Kemudian waktu yang

digunakan pada siklus ini menggunakan waktu 2 x 45 menit. Pada tahap pelaksanaan

pembelajaran dilakukan kegiatan mengajar oleh peneliti beserta teman sejawat sesuai dengan

RPP yang telah dibuat. Sementara, pada tahap pengamatan dilakukan observasi oleh

pengamat dan pembimbing dengan menggunakan lembar pengamatan yang sudah disiapkan

sejak awal sampai akhir pembelajaran. Seperti halnya pada siklus 1, pada siklus II kegiatan

diakhiri dengan kegiatan refleksi

Berdasar hasil refleklsi pada siklus I bahwa terdapat kekurangan yang diperbaiki

dilaksanakan pada siklus II.Kemudian kegiatan ini terdapat tiga tahapan, yaitu pendahuluan,

kegiatan inti, dan penutup. Dalam kegiatan pendahuluan, pembelajaran diawali dengan

salam, presensi, penyampaian tujuan pembelajaran, dan apersepsi. Pada kegiatan apersepsi

siswa diajak untuk mengingat kembali materi pada pertemuan sebelumnya. Guru

menanyakan kepada siswa tentang seni rupa dan seni rupa 2 dimensi dan karya seni batik

yang sudah pernah diidentifikasi dan karya seni grafis/ cetak yang akan diidentifikasi. Guru

membagikan karya seni cetak kepada masing-masing kelompok 2 siswa yang kemudian

siswa mengevaluasi berdasar bahan, alat, tehnik proses kerja dan nilai estetis yang

terkandung didalamnya. Setelah iti kemudian siswa mempresentasikan hasil kerja

kelompoknya di depan kelas, sedangkan guru memperhatikan dan sekaligus menilai siswa

Gambar 3. Siswa berkelompok 2 orang sedang melakukan evaluasi terhadap karya seni cetak

Refleksi

Berdasar hasil refleksi pada siklus II ini pada dasarnya pada pembelajaran ini siswa cukup

aktif dalam mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru, kalaupun ada yang kurang serius

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4

571

hanya pada siswa tertentu, antara lain siswa laki-laki yang duduk paling belakang. Dari

kegiatan ini dapat ditarik kesimpulan bahwa dengan menggunakan banyak media siswa lebih

aktif untuk mengevaluasi dengan kelompoknya dan metode inkuiri dapat meningkatkan

keaktifan siswa serta ketuntasan siswa dalam mengevaluasi karya seni 2 dimensi. Hasil ini

sesuai dengan pendapat Ruslah (2015) bahwa penggunaan metode membuat siswa tertarik

dan menyenangkan.

PENUTUP

Kesimpulan

Meningkatnya keaktifan siswa dalam mengevaluasi karya seni di kelas XI IPS 1

SMAN 2 Batu salah satu faktornya adalah adanya penerapan metode inkuiri dengan question,

dengan menggunakan karya seni yang sesungguhnya bukan berupa karya reproduksi/ foto.

Setelah melakukan penelitian ini, diperoleh hasil penelitian yang menunjukkan bahwa model

pembelajaran inkuirid dengan question ini dapat meningkatkan hasil belajar dan keaktifan

siswa dalam pembelajaran membaca mengevaluasi karya seni 2 dimensi.Peningkatan terakir

yaitu 33,3 % pada siklus I menjadi 19,4 % pada siklus II

Saran

Melalui model pembelajaran inkuiri dengan question dengan menggunakan karya seni

bukan foto / reproduksi ini, ternyata dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk

mengevaluasi karya seni 2 dimensi, sehingga bagi guru seni hal ini bisa dijaikan sebagai

alternative model pembelajaran.

Daftar Rujukan

Anwar, L. 2015. Pengembangan Kemampuan Penalaran Spasial Siswa Melalui Media

Komputer. Prosiding Seminar Nasional Exchangers of Experiences TEQIP 2015. 31

Oktober 2015 .

Aprianie, H. 2015. Penerapan Inquiry Learning Dengan Media Visual Untuk Menigkatkan

Hasil Belajar Geografi Kelas X IPS 3 di SMAN 10 Batam. Prosiding Seminar

Nasional Exchangers of Experiences TEQIP 2015. 31Oktober 2015 .

Hamalik, Oemar.2012.Pendekatan Strategi Belajar Mengajar Berdasar CBSA, Bandung.Sinar

Baru Algesindo Offset

Kusmiati, Ria.2013. Penerapan metode inkuiri untuk meningkatkan hasil belajar siswa dalam

pembelajaran IPA tentang pokok bahasan Pencernaan Manusia. UPI 2013.

Maryam, siti. 2016. Upaya peningkatan hasil belajar materi volume bangun ruang melalui

pembelajaran inquiri berbantuamn metode LCD pada kelas v SDN Junrejo 02 Kota

Batu.

Munipah, S. 2015. Pembelajaran Two Stay Three Stray Pada Materi Jaring-Jaring Balok

Dengan Media Dos Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa kelasIV SD Inpres

Ohojiang. Prosiding Seminar Nasional Exchangers of Experiences TEQIP 2015.

31 Oktober 2015.

Purnomo, 2013. Peningkatan Kemampuan Berfikir Kritis Siswa dengan Penerapan Model

Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS (Think Part Share)

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan

Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

572

Ruslah. 2015. Upaya Meningkatkan Aktifitas Hasil Belajar Siswa Dalam Menentukan KPK

dan FPB Melalui Pembelajaran Kooperatif Dengan Bantuan Media Miscin Pada Kelas

VII. Prosiding Seminar Nasional Exchangers of Experiences TEQIP 2015. 31

Oktober 2015.