meningkatkan aktifitas dan prestasi belajar pai...
TRANSCRIPT
-
ISBN: 978-602-1150-17-7
1421
MENINGKATKAN AKTIFITAS DAN PRESTASI BELAJAR PAI PADA
MATERI AKHLAK HIDUP SEDERHANA DENGAN MENGGUNAKAN
METODE ROLE PLAYING UNTUK SISWA KELAS V SDN MOJOREJO 01
TAHUN PELAJARAN : 2015/2016
Maimunah
SDN Mojorejo 01 Kec. Junrejo Kota Batu
Abstrak : Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan penerapan strategi role
playing dalam meningkatan aktivitas dan prestasi belajar siswa. Penelitian ini
mengunakan model tindakan kelas deskriptif kwantitatif . Penelitian ini berlangsung
selama 2 bulan mulai bulan Februari tahun 2016 sampai dengan bulan maret tahun
2016. Dilaksanakan terdiri dari dua siklus. Dengan metode Role Playing prestasi
belajar siswa dapat meningkat, dilihat dari hasil siklus I sampai siklus II berturut-
turut adalah pada siklus I, 6 siswa ( 30% ) yang diatas KKM, sedang pada siklus II
ada, 16 siswa ( 80% ) diatas KKM hal ini menunjukkan metode Role Playing yang
penulis gunakan mampu meningkatkan prestasi belajar siswa dalam mata pelajaran
PAI, khususnya materi akhlak hidup sederhana.
Kata kunci : Aktifitas, PAI, Akhlak, Role Playing
Pendidikan agama merupakan fondasi dasar untuk kehidupan anak selanjutnya, peran
orang tua sangatlah penting untuk menanamkan nilai-nilai dasar keagamaan itu. Orang tua
tidak akan dapat memberikan pendidikan itu kepada putra-putrinya tanpa bantuan dari suatu
lembanga, agar nantinya anak-anak dapat menjadi anak yang mempunyai akhlak terpuji.
Lembaga yang dapat memberikan wadah untuk mengembangkan diri agar anak
memperoleh kepandaian dan ilmu adalah sekolah. Disekolah Guru mempunyai peran penting
yang sangat besar, disamping sebagai fasilitator dalam pembelajaran siswa, juga sebagai
pembimbing dan mengarahkan peserta didiknya sehingga menjadi manusia yang mempunyai
pengetahuan luas baik pengetahuan agama, kecerdasan, kecakapan hidup, keterampilan, budi
pekerti luhur dan kepribadian baik ataupun bisa membangun dirinya untuk lebih baik dari
sebelumnya serta memiliki tanggung jawab besar dalam pembangunan bangsa.Karena tujuan
pendidikan adalah untuk mengubah tingkah laku menjadi lebih baik
Arti penting pendidikan disadari oleh para praktisi di dunia pendidikan.Kesadaran
tersebut tertuang dalam sebuah perangkat peraturan perundang-undangan yang mengatur
tentang sistem pendidikan di Indonesia. Undang-Undang No. 20 Tahun 2003, tentang Sistem
Pendidikan Nasional sebagai produk regulasi di dalam dunia pendidikan, menyatakan bahwa
fungsi dan tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Agama yaitu peraturan-peraturan yang terdiri dari pada kepercayaan-kepercayaan
dan pekerjaan-pekerjaan yang berat dengan keadaan yang suci , artinya yang membedakan
mana yang halal dan mana yang dilarang (haram) yang dapat membawa atau mendorong umat
yang menganutnya untuk menjadi suatu umat yang mempunyai kesatuan rohani yang kuat.
(Anshari.1991).
-
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh
APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
1422
Dari difinisi tersebut dapatlah dimengerti bahwa agama islam adalah merupakan suatu
tuntutan yang datang dari Allah.SWT ditujukan kepada manusia untuk mengatur pola
hidupnya agar memperoleh ketentraman hidup.
Dasar pendidikan agama islam adalah : Firman Allah dan Sunnah Rasulullah.
( Marimba.1974) . Yang sesuai dengan Firman Allah dalam Al-Quran Surah Al-Ahzab 71
Niscaya Allah akan memperbaiki amal-amalmu dan mengampuni dosa-dosa-mu. Dan
barangsiapa menaati Allah dan Rasul-Nya, maka sungguh, dia menang dengan kemenangan
yang agung.
Salah satu problematika pelaksanaan pendidikan agama islam adalah pada metodologi
pembelajaran, guru masih bersifat normatif dan kognitif. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian
dari Furchan(1993) menjelaskan bahwa "Penggunaan metode pembelajaran PAI di sekolah
kebanyakan masih menggunakan cara-cara pembelajaran tradisional, yaitu ceramah monoton
dan statis a-kontekstual, cenderung normatif, monolitik, lepas dari sejarah, dan semakin
akademis."
Belajar diartikan sebagai proses perubahan tingkah laku pada diri individu berkat adanya
interaksi antara individu dengan lingkungannya. Hal ini sesuai dengan yang diutarakan Burton
bahwa seseorang setelah mengalami proses belajar akan mengalami perubahan tingkah laku,
baik aspek pengetahuannya, keterampilannya, maupun aspek sikapnya. Misalnya dari tidak bisa
menjadi bisa, dari tidak mengerti menjadi mengerti.
Hambatan lain yang dihadapi siswa dalam pembelajaran adalah kurangnya semangat
dan minat mereka dalam belajar. Hal itu disebabkan model pembelajaran yang digunakan guru
kurang menarik bagi siswa. Guru hanya menerapkan metode ceramah saja dalam
menyampaikan materi pembelajaran di kelas.
Disamping itu proses KBM yang berjalan di kelas kurang efektif memberikan
pemahaman dan motivasi untuk mengamalkan apa yang diperoleh oleh siswa. Masih kurangnya
pemahaman siswa, terlihat dari nilai evaluasi yang masih rendah.
Berkaitan dengan hal tersebut di atas, peneliti menemukan permasalahan yang menarik
untuk dikaji lebih lanjut dalam dunia pendidikan agama Islam. Masalah tersebut adalah
rendahnya prestasi belajar siswa kelas V dalam mata pelajaran Pendidikan Agama Islam materi
akhlak hidup sederhana. Dari 20 orang siswa di kelas V, tercatat baru sekitar 20% yang
memperoleh hasil yang maksimal atau mencapai batas ketuntasan belajar minimal mereka.
Sedangkan sisanya (80%) atau sekitar 16 siswa memperoleh rata-rata nilai di bawah 70, terdapat
beberapa siswa yang masih belum memiliki kompetensi yang diharapkan mengenai materi
Akhlak Hidup Sederhana.
METODE
Metode bermain peran adalah metode pembelajaran yang di dalamnya menampakkan
adanya perilaku pura-pura dari siswa yang terlihat dan atau peniruan situasi dari tokoh-tokoh
sejarah sedemikian rupa. Dengan demikian metode bermain peran adalah metode yang
melibatkan siswa untuk pura-pura memainkan peran tokoh yang terlibat dalam proses sejarah
role playing ada 3 yaitu :
-
ISBN: 978-602-1150-17-7
1423
(1) permainan simulasi (simulation games) yakni suatu permainan di mana para pemainnya
berperan sebagai tempat pembuat keputusan, bertindak seperti ini jika mereka benar-benar
terlibat dalam suatu situasi yang sebenarnya, dan / atau berkompetisi untuk mencapai tujuan
tertentu sesuai dengan peran yang ditentukan untuk mereka
(2) bermain peran (role playing) yakni memainkan peranan dari peran-peran yang sudah pasti
berdasarkan kejadian terdahulu, yang dimaksudkan untuk menciptakan kembali situasi
sejarah/peristiwa masa lalu, menciptakan kemungkinan-kemungkinan kejadian masa yang
akan datang, menciptakan peristiwa mutakhir yang dapat diperkaya atau mengkhayal situasi
pada suatu tempat dan/ atau waktu tertentu, dan
(3) sosiodrama (sociodrama) yakni suatu pembuatan pemecahan masalah kelompok yang
dipusatkan pada suatu masalah yang berhubungan dengan relasi kemanusiaan. Sosiodrama
memberikan kesempatan kepada siswa untuk menentukan alternatif pemecahan masalah
yang timbul dan menjadi perhatian kelompok. Metode demonstrasi adalah suatu metode
mengajar yang dilakukan oleh guru dengan memperlihatkan kepada seluruh siswa tentang
suatu proses atau suatu cara melakukan sesuatu.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini dilakukan dalam dua siklus guna meningkatkan Aktifitas dan Prestasi
Belajar siswa SDN Mojorejo 01 dalam memerankan drama melalui penggunaan metode Role
Playing. Gambaran tentang proses dan hasil pelaksanaan tindakan dalam penelitian ini akan
peneliti sajikan dibawah ini
Hasil Penelitian Siklus I
Kegiatan Apersepsi
Kegiatan pembelajaran pendahuluan diawali dengan doa dan salam yang kemudian
dilanjutkan menyapa peserta didik dengan memberikan yel-yel dan nyanyian bersama-sama.
Suasana semakin hidup, antusias peserta didik semakin kelihatan menyenangkan.
Guru melanjutkan pembelajaran dengan menghafalkan surat-surat pendek Q.S At-Tin
dengan artinya, ternyata ada sebagian peserta didik yang tidak hafal. Guru menuntunnya
kembali sampai bisa, ternyata dari kegiatan pembelajaran ini, ada satu peserta didik yang tidak
mengikuti jalannya pembelajaran, bahkan dia enak-enak duduk bersandar dan sibuk dengan
permainannya serta khayalannya sendiri. Guru menyapanya dan memberikan nasehat-nasehat
agar siswa tersebut menyadari kesalahan serta kekhilafannya, dan apa yang dia lakukan tidak
akan dicontoh oleh siswa yang lain.
Guru memeriksa kehadiran peserta didik, ternyata ada beberapa peserta didik yang tidak
hadir dalam pembelajaran karena sedang mengikuti pembinaan, gurupun memberi pengertian
bahwa mencari ilmu itu adalah sangat penting.
Guru memberikan pre tes yang berupa beberapa pertanyaan secara komonikatif yang
berhubungan dengan materi yang lalu, ternyata ada beberapa anak yang tidak dapat menjawab
pertanyaan yang telah disampaikan oleh guru. Ternyata setelah ditanya sebagian peserta didik
merasa lupa dengan yang apa pelajari. Gurupun memberikan motivasi agar peserta didik tidak
mudah melupakan yang pernah mereka pelajarinya.
Kelaspun diatur dan dikondisikan yang sesuai dengan kegiatan pembelajaran
yang akan dilaksanakan . Guru membagi peserta didik menjadi beberapa kelompok. Setelah
selesai membagi beberapa kelompok, guru melanjutkan dengan menyampaikan beberapa
pertanyaan kebeberapa peserta didik. Dan pertanyaan pertanyaan yang disampaikan guru
dikaitkan dengan pembelajaran yang akan dilaksanakan untuk pertanyaan berikutnya. Peserta
-
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh
APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
1424
didikpun sebagian besar dapat menjawab pertanyaan yang disampaikan oleh guru dan sebagian
kecil dari peserta didik masih belum dapat menjawabnya.
Dengan demikian gurupun memberikan pemahaman bahwa tujuan dari pembelajaran
ini, adalah untuk meningkatkan Aktifitas dan Prestasi Belajar siswa pada materi akhlak hidup
sederhana.
Kegiatan inti
Agar peserta didik semua lebih mengerti dan faham, maka kali ini guru akan
mempraktekkan cara pembelajaran dengan menggunakan metode bermain drama yang kali ini
akan dipraktekkan oleh beberapa kelompok yang ada dikelas ini.
Akan tetapi tidak semua kelompok disuruh untuk menampilkan dramanya,cukup
diwakili oleh kelompok satu dan dua saja, sedang kelompok yang lain menanggapi bagaimana
penampilan dari kelompok yang lainnya. Diharapkan dari kelompok yang menjadi komentator
akan lebih jeli dan teliti dalam memberikan tanggapannya.
Guru membagikan tugas kepada peserta didik yang akan melakukan drama bersama
temanya, disesuaikan dengan pembelajaran yang akan dibahas yaitu hidup sederhana. Beberapa
aturan yang nantinya akan dapat dijadikan pedoman bagi peserta didik.
Kelompok yang pertama menceritakan tentang satu keluarga yang terdiri dari bapak,
ibu, 2anak, dan seorang pembantu. Anak yang pertama seorang laki-laki yang mempunyai gaya
hidup mewah, suka boros, uang saku tidak mau kalau Cuma sedikit, sedang satunya anak
perempuan yang gaya hidupnya sederhana diantar kesekolah tidak mau dengan mobil akan
tetapi menggunakan sepeda motor.
Kelompok yang kedua menceritakan tentang sekelompok anak-anak yang sedang
kumpul-kumpul dengan teman, kemudian yang lainnya mengajak salah satu dari temannya
untuk bermain Game. Yang satunya menegur kenapa harus bermain game ? apakah kamu
mempunyai uang banyak ? jawabnya dia masih mempunyai kelebihan uang saku dan bisa dibuat
untuk main game lebih dari 2orang. Satunya lagi bertanya kenapa gak ditabung? Jawabnya aku
gak biasa menabung, kenapa harus nabung, satunya memberikan pengertian bahwa dengan
menabung maka kita punya tabungan dan jika sewaktu-waktu kita membutuhkan maka bisa kita
ambil dan kita tidak akan merepotkan orang tua.
Selama pementasan guru mengamati dan memberikan umpan balik dan penguatan
dengan kata-kata bagus, baik sekali, indah sekali dan lain-lain. Akhir dari pementasan itu guru
memberikan motivasi dengan mengacungkan ibu jari serta tepuk tangan yang diikuti oleh
peserta didik.
Selesai dari pementasan drama peserta didik diajak keluar dari peran mereka dengan
bertepuk tangan tanda keberhasilan mereka yang telah mereka capai dan mengucapkan yel-yel
agar peserta didik menjadi lebih bersemangat.
Guru menyuruh peserta didik secara individu menanggapi hasil pementasan drama dan
dapat dibuat kesimpulan bahwa dari kelompok yang pertama yaitu kurang dapat dimengerti,
ceritanya agak kacau, sedang hasil pementasan dari kelompok yang kedua yaitu lebih dapat
dimengerti walaupun ceritanya juga masih sedikit acak-acakan. Akan tetapi masih ada ceritanya
yang dapat diambil kesimpulan yaitu manfaat hidup sederhana.
Refleksi Siklus I
Dari hasil Kegiatan pembelajaran yang telah guru lakukan terhadap peserta didik ada beberapa
kelemahan yang harus dicarikan solusinya
-
ISBN: 978-602-1150-17-7
1425
1. Kegiatan pendahuluan
Dalam kegiatan ini sebagian peserta didik ada yang tidak hafal arti dari surah At-tiin,
jika ditanya, mereka menjawab karena udah lama tidak dihafalkan, guru memberikan
solusi dengan memberikan drill setiap ada pembelajaran pendidikan agama .
sewaktu menghafalkan surah-surah pendek ada salah satu siswa yang tidak mengikuti
hafalan dan bahkan duduknyapun menjauh dari teman-temannya, kelihatan sekali jika
anak tersebut mempunyai beban, gurupun memberikan nasehat agar teman-teman yang
lain mengajaknya untuk bersama anak tersebut, dan berusaha untuk mengajaknya
bermain, serta ngobrol bersama.(untuk pembelajaran berikutnya guru mengajak peserta
didik memutar video yang ada hubungannya dengan perilaku hidup sederhana )
Setelah guru memberi bantuan pada siswa yang tidak konsentrasi, maka semua siswa
sudah siap untuk menerima pelajaran
2. Kegiatan Inti
Pada pementasan drama yang pertama Siswa dalam bermain peran kurang dapat
memahami karakter yang dibawakan, pada waktu bermain peran dimuka kelas kelihatan
masih malu-malu. Suara dari para sebagian pemain drama kurang keras, yang membuat
peserta didik lainnya tidak mendengar dialog dari pementasan drama tersebut.Setelah
ditanya oleh guru ternyata sebagian dari peserta didik timbul rasa grogi dan belum hafal
dengan kata-kata yang akan disampaikan. Dan hambatan yang paling menonjol adalah
karena peserta didik selama ini belum pernah mempraktekkan pembelajaran dengan
menggunakan metode bermain peran (Role Playing )
Kalau diamati kendala yang dialami dari hasil kegiatan inti di atas, guru harus
memberikan motivasi peserta didik , agar rasa grogi yang timbul dapat hilang, membuat
cerita drama yang lebih singkat dan sederhana, dengan kalimat-kalimat yang mudah
dihafalkan oleh peserta didik.
Pada pementasan yang kedua satu kelompok terdiri dari 4 siswa, dengan
menampilkan cerita yang lebih singkat dan sederhana. Akan tetapi ada satu siswa yang
kurang dapat memainkan perannya, suara begitu amat pelannya, selalu membelakangi
penonton, dan kalimat-klimat yang diucapkan tidak begitu hafal. Kalau dilihat dari
pementasan kedua inipun peserta didik yang tidak dapat memainkan perannya, karena
peserta didik tersebut tidak pernah tampil didepan kelas. Maka guru memberikan solusi
dengan mengulang lagi pementasan drama dan memberikan motivasi agar peserta didik
belajar menghafalkan naskah. Dan naskahnyapun dibuat kalimat-kalimat yang
sesederhana mungkin.
Hasil Penelitian Siklus II
1. Kegiatan Apersepsi
Kegiatan apersepsi diawali dengan doa dan salam, yang dijawab dengan
antusias oleh para siswa, sepertinya mereka menginginkan untuk cepat-cepat memulai
kegiatan pembelajaran yang sudah mereka persiapkan dua minggu yang lalu. Guru
menanyakan bagaimana khabar mereka hari ini? apakah ada diantara mereka yang tidak
hadir dalam kegiatan pelaksanaan pembelajaran ? dan ternyata semua siswa dapat hadir
untuk mengikuti kegiatan pembelajaran hari ini.
Pembelajaran dilanjutkan dengan membaca surat At-Tin ayat 1-8 dengan
artinya, hafalan siswapun tidak seperti pada siklus I semua siswa dapat mengikuti
hafalan dengan lancar. Dan tidak ada siswa yang tidak hafal Q.S.At-Tin dengan artinya.
Agar kelihatan hidup dan bersemangat, maka guru memberikan yel-yel dan
nyanyian bersama-sama. Setelah itu memberikan pertanyaan yang ada hubungan dengan
-
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh
APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
1426
pembelajaran meteri yang lalu dan materi yang akan datang secara lisan, selesai dengan
beberapa pertanyaan, siswa diputarkan film pendek tentang hidup sederhana. Akan
tetapi sebelum pemutaran film, guru memberikan penjelasan bahwa seusai pemutaran
film ini, siswa diharapkan dapat menjawab pertanyaan yang diutarakan oleh guru, atau
siswa dapat memberikan tanggapan serta saran dari isi cerita film tersebut. Dengan
tujuan agar siswa lebih memperhatikan tayangan drama tentang akhlak terpuji hidup
sederhana.
2. Kegiatan Inti
Dalam kegiatan inti ini guru memberikan pengarahan dan petunjuk segaimana
tugas-tugas yang telah diberikan oleh guru pada minggu yang lalu, yang ada
hubungannya dengan pementasan drama tentang materi akhlak hidup sederhana yang
akan ditampilkan dihadapan teman-temannya.
Tindakan selanjutnya adalah guru membagi beberapa kelompok menurut
tugasnya, yaitu terdiri dari kelompok yang akan memainkan drama tentang materi
akhlak hidup sederhana dan kelompok yang akan memberikan pendapat dan penilaian
tentang pelaksanaan permainan drama yang dimainkan oleh kelompok lainnya.
Agar pelaksanaan drama dapat berjalan dengan lancar dan tertib, maka guru
memberikan tugas kepada salah satu pimpinan kelompok untuk mengadakan undian,
kelompok mana yang akan tampil terlebih dahulu. Ternyata yang dapat giliran terlebih
dahulu adalah kelompok kelinci. Kelompok kelinci bercerita tentang satu keluarga
pengusaha yang mempunyai dua orang anak, dua pembantu. Akan tetapi salah satu dari
anaknya (yang laki-laki) tidak pernah mau untuk makan dirumah, maunya ke Danking
atau Restauran. Berbeda dengan anak yang perempuan kesekolah minta diantar dengan
sepeda motor, sarapan pagi bersama keluarga dan pembantu, sisa uang jajan ditabung,
disekolahpun mempunyai banyak teman.
Guru memberikan semangat dan acungan jempol serta tepuk semangat, yang
kemudian dilanjutkan dengan penampilan kelompok yang kedua. Kelompok kedua
yang tampil adalah dari kelompok Landak. Epilog kelompok ini membuka drama
dengan mengucapkan salam, dan menceritakan jika ada sekelompok anak-anak sekolah
yang akan pergi kekantin, salah satu dari mereka ada yang jadi bos untuk mentraktir
teman-temannya. Kelompok landak disini menceritakan tentang sekelompok anak-anak
yang suka berfoya-foya untuk menghabiskan uangnya dengan mentraktir teman untuk
makan-makan, bermain PS, jika akan mengerjakan PR (pekerjaan rumah) tinggal
menyuruh teman untuk mengerjakan dengan mengasih imbalan uang, akhirnya apa
yang dia peroleh hanya kebodohan dan tidak pernah mempunyai tabungan, tetapi
akhirnya salah dari teman ada yang dapat menyadarkannya, bahwa hidup boros tidak
disukai Allah dan menjadi teman syaiton. akhir dari cerita ini epilog menutup dengan
salam dan memberi pengertian bahwa sederhana itu banyak manfaatnya diantaranya
adalah mempunyai tabungan untuk masa depan, mempunyai banyak teman serta tidak
menyusahkan orang tua.
Selesai dari pementasan guru memberikan penguatan dengan kata-kata bagus
sekali, memberikan acungan jempol dan memuji dengan kalimat hampir seperti artis
drama yang ada ditelevisi, maka semua siswa memberikan tepuk tangan tanda puas
dengan drama yang ditampilkan oleh kelompok landak.
-
ISBN: 978-602-1150-17-7
1427
Refleksi Siklus II
A. Kegiatan Pendahuluan
Pada siklus kedua ini dikegiatan pendahuluan tidak ada yang perlu mendapat
kritikan, karena mulai dari membuka salam sampai dengan guru memberikan
pertanyaan yang ada hubungannya dengan penayangan film, siswa dapat menjawab
dengan benar.
B. Kegiatan Inti
Pada Pementasan drama yang dilakukan kelompok kelinci suara epilognya
kurang keras dan lupa memberi salam, beberapa para pemain kurang dapat mendalami
karakternya. Akan tetapi untuk menghafalkan dialognya para pemain drama sangat
lancar.
Sedangkan drama yang dimainkan kelompok landak sangat bagus sampai-
sampai para penonton melihatnya sangat terpesona dan sekali-kali memberikan tepukan
serta yel-yel agar para memainnya bertambah semangat, apalagi epilognya
membawakan dengan suara lantang dan tanpa ragu-ragu, sayangnya intonasi suara agak
terlalu kecepatan. Dari pementasan kedua ini para siswa dapat memberi kesimpulan
bahwa hidup sederhana banyak manfaatnya untuk kehidupan yang akan datang.
KESIMPULAN
Dari pembelajaran yang telah peneliti gunakan ternyata metode Role Playing dapat
meningkatkan kemampuan belajar siswa SDN Mojorejo 01 dengan materi akhlak hidup
sederhana, terbukti pada siklus II ada, 16 siswa (80%) diatas KKM dan yang dibawah KKM
hanya ada 4 siswa (20%). Dan penggunaan metode Role Playing memiliki pengaruh yang
positif yaitu siswa lebih aktif , lebih menarik, sehingga kelas menjadi dinamis dan antusias.
Dalam ingatan siswa, siswa lebih berkesan dan merupakan pengalaman yang tidak mudah
dilupakan serta sangat menyenangkan dalam pembelajaran.
DAFTAR RUJUKAN
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional
Anshari, Hafi, Dasar-dasar Ilmu Jiwa Agama, Usaha Nasional, Surabaya, 1991
Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya, Surya Cipta Aksara. Surabaya, 1998
Sujana, Nana & Ahmad, Rivai. 2002. Media Pengajaranl. Bandung: Sinar Bar
Algensindonesiao
Alipandie, I. 1986. Didaktik dan Metodik. Bandung : Tarsito.
Seniawan dan Conny R. 2002. Belajar dan Pengembangan Prasekolah dan Sekolah Dasar.
Jakarta: PT Indeks
Sholeh, Asrorun Niam. 2006. Reorientasi Pendidikan Islam. Jakarta: eLSAS
-
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh
APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
1428
MENINGKATKAN KUALITAS MENGHORMAT, ANJALI DAN NAMASKAR
SISWA DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA BUDDHA
DENGAN METODE DEMONSTRASI DI SEKOLAH DASAR NEGERI
JUNREJO 01KOTA-BATU
Rakyan Sahasra Padma Dewi
SD Negeri Junrejo 01 Kec. Junrejo-Batu
Email: [email protected]
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas Namaskara siswa
dalam pembelajaran Pendidikan Agama Buddha dengan menggunakan metode
demonstrasi, pada Sekolah Dasar Negeri Junrejo 01, kelas 1 Tahun Pelajaran 2015-
2016. Penelitian ini merupakan penelitian deskripsi yang dilakukan dalam 2 kali
pertemuan (tatapmuka). Tahapan pertama perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan
mendeskripsikan. Obyek penelitian adalah siswa kelas 1. Pengumpulan data dari
pengamatan yang dilakukan oleh guru. Hasil pengamatan kemudian dianlisis untuk
mengetahui keberhasilan penerapan metode pembelajaran. Hasil pengamatan
menunjukkan peningkatan dari pertemuan ke satu hingga pertemuan ke 2. Yaitu dari
posisi tangan, kaki dan pantat yang masih salah menjadi posisi tangan, kaki, dan
pantat yang benar setelah diberikan contoh.
Kata Kunci : Menghormat, Anjali, Namaskara, demonstrasi, altar
Indonesia merupakan Negara merdeka, seluruh warga Negara Indonesia berhak
mendapatkan pendidikan yang layak sesuai dengan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia
Tahun 1945 Pasal 31 yang mengatur tentang pendidikan yaitu setiap warga Negara berhak
mendapatkan pendidikan (naskah UUD 1945 amandemen ke-empat, 2002: 17). Pemerintah
juga mencanangkan 9 tahun wajib belajar yang saat ini setiap sekolah di Indonesia tidak
diperbolehkan untuk memungut biaya kepada wali murid. Hal ini juga dijelaskan di Undang
Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) No 20 Tahun 2003 yakni program
pendidikan minimal yang harus diikuti oleh warga negara Indonesia atas tanggung jawab
pemerintah dan pemerintah daerah. (http://www.gurupantura.com/ 2015/05/pendidikan-
formal-nonformal-informal.html diakses tanggal 6 Februari 2016 pukul 9.36 WIB) Ini dilakukan
agar semua warga negara Indonesia mendapatkan pendidikan sehingga diharapakan mampu
menjadi Warga Negara yang cerdas, kreatif dan trampil.
Pada Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
dijelaskan pula bahwa Tujuan pendidikan adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, serta
mensejahterakan kehidupan rakyat (naskah UUD 1945 amandemen ke-empat, 2002: 2). Dengan
demikian masyarakat yang cerdas diharapkan mendapatkan kehidupan yang layak. Namun
untuk mendapatkan masyarakat yang cerdas diperlukan peranan guru yang berkompetensi.
Dengan demikian tujuan pendidikan dapat terlaksana.
Selain itu, setiap sekolah juga memiliki Visi, Misi dan Tujuan. Visi, Misi dan Tujuan
digunakan untuk meningkatkan kwalitas sekolah. Karena di dalam Visi, Misi terdapat indikator-
indikator yang akan dicapai seperti di SD Negeri Junrejo 01. Di SD Negeri Junrejo 01 ini
memiliki Visi sebagai berikut: Bermutu, berpijak pada potensi lokal, bersahabat dengan
lingkungan dan berwawasan global (Wahyuni, 2013: 15). Visi, Misi dan Tujuan Sekolah yang
jelas dan terarah serta peranan guru yang berkompetensi, maka pendidikan dapat terealisasikan
dengan baik.
-
ISBN: 978-602-1150-17-7
1429
Pendidikan memiliki dua jenis yakni pendidikan formal dan non formal
(http://www.bpbatam.go.id/ini/livingInBatam/edu_overview.jsp diakses tanggal 6 Februari 2016
pukul 9.21 WIB). Peraturan pemerintah nomor 17 tahun 2010 pasal 60 ayat 1 menjelaskan
bahwa penyelenggaraan pendidikan formal meliputi Sekolah Dasar, Sekolah Menengah
Pertama, Sekolah Menengah Atas, dan Pendidikan Tinggi (http://www.bpbatam.go.id/ini/
livingInBatam/edu_overview.jsp diakses tanggal 6 Februari 2016 pukul 9.21 WIB). Sedangkan
pendidikan non formal merupakan pendidikan yang diselenggarakan bagi warga masyarakat
yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau
pelengkap pendidikan formal.
Pendidikan formal di sebuah Sekolah Dasar memiliki kurikulum yang wajib
dilaksanakan. Pembelajaran pendidikan formal mengacu pada kurikulum yang berlaku dalam
lembaga pendidikan tersebut. Pendidikan dalam arti luas adalah proses yang berkaitan dengan
upaya untuk mengembangkan diri seseorang pada tiga aspek, yakni pandangan hidup, sikap
hidup, dan ketrampilan hidup. Upaya untuk mengembangkan ketiga aspek tersebut bisa
dilaksanakan di sekolah, luar sekolah, dan keluarga (Zamroni,2000: 81).
Pada pendidikan formal di tingkat Sekolah Dasar setidaknya terdapat Pembelajaran
tentang mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial, Ilmu Pengetahuan Alam, Pendidikan Bahasa
Indonesia serta pendidikan Agama. Hal ini juga dijelaskan oleh Direktur Jenderal Pendidikan
Dasar, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tahun 2013(http://www.sekolahdasar.net/
2012/10/7-mata-pelajaran-untuk-sd-di kurikulum. html#ixzz3zOqn3RSj Diakses tanggal 6
Februari 2016 pukul 21.55 WIB) bahwa terdapat tujuh mata pelajaran yang diajarkan pada
Sekolah Dasar meliputi Pendidikan Agama, Bahasa Indonesia, PPKN, Matematika, Kesenian,
pendidikan jasmani dan kesehatan, serta pengetahuan umum. Pendidikan agama pada Sekolah
Dasar merupakan materi pembelajaran wajib bagi semua siswa (http://www.sekolahdasar.
net/2012/10/7-mata-pelajaran-untuk-sd-di kurikulum.html#ixzz3zOqn3RSj Diakses tanggal 6
Februari 2016 pukul 21.55 WIB) . begitu pula untuk mata pelajaran pendidikan Agama Buddha.
Materi tentang Pendidikan Agama Buddha yang diajarkan pada Sekolah Dasar tidak hanya
berupa materi mengenai konsep pendidikan agama Buddha namun juga meliputi sikap serta tata
cara yang berlaku pada ajaran agama Buddha. Sehingga terdapat kesatuan yang menyeluruh
(holistik) antara konsep serta sikap yang dapat dipelajari oleh siswa tersebut.
Hasil pengamanatan yang dilakukan oleh peneliti pada Sekolah Dasar Junrejo 01
menunjukkan bahwa terdapat kesenjangan yakni belum maksimalnya kesatuan antara konsep
dengan sikap pada siswa beragama Buddha. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya sikap yang
cenderung mengikuti sikap teman lainnya. Namun demikian siswa masih kurang memahami
makna dari sikap tersebut. Salah satu contohnya adalah ketika melaksanakan sikap namaskara.
Namaskara secara harfiah menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ialah istilah arkeologi
berupa sikap tangan yang dipersatukan di depan dada, menggambarkan orang sedang memberi
hormat (http://kamus.cektkp.com/namaskara/ diakses tanggal 6 Februari 2016 pukul 22.17
WIB) sedangkan dalam pendidikan agama Buddha, namaskara merupakan salah satu wujud
dari penghormatan dan rasa terima kasih kita, atas jasa jasa luhur Sang Buddha
(http://cahayakebahagiaan.tripod.com/kebaktian_dan_manfaatnya.html diakses tanggal 6
Februari 2016 pukul 22.31 WIB).
Berdasarkan pengamatan yang ada, sikap namaskara yang ditunjukkan oleh siswa
masih belum memperlihatkan sikap yang sesuai dengan konsep namaskara yang telah diajarkan
pada pendidikan agama Buddha. Hal tersebut menunjukkan bahwa masih terdapat kelemahan
pemahaman siswa antara konsep dengan sikap. Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan
Kelemahan pemahaman siswa dalam sebuah pembelajaran. Misalnya guru yang belum
memahami materi atau konsep yang ada, kurangnya media pembelajaran sebagai instrumen
-
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh
APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
1430
untuk mengajarkan kepada siswa, serta kurangnya pemahaman tentang metode pembelajaran
yang dapat digunakan untuk memberikan pemahaman materi.
Salah satu usaha untuk mengatasi kelemahan siswa dalam memahami konsep dan sikap,
dapat ditempuh melalui penggunaan metode pembelajaran yang mampu mengembangkan cara
belajar siswa aktif. Dengan demikian, guru harus menguasai berbagai bentuk metode mengajar
dan menggunakan metode yang sesuai untuk setiap materi yang akan diajarkannya (Jamil, 2011:
28).
Terdapat berbagai macam metode pembelajaran yang ada. Salah satu metode
pembelajaran yang sesuai dengan materi namaskara ialah metode demonstrasi. Menurut
Sanjaya, 2006 (dalam Jamil 2011: 29) Metode demonstrasi merupakan metode penyajian
pelajaran dengan memperagakan dan mempertunjukkan kepada siswa ten-tang suatu proses,
situasi atau benda tertentu, baik sebenarnya atau hanya sekadar tiruan. Metode demonstrasi
dianggap efektif karena membantu siswa untuk mencari jawaban dengan usaha sendiri
berdasarkan fakta atau data yang benar. Maksudnya adalah siswa mempraktekan pembelajaran
tersebut setelah mendapatkan demonstrasi dari guru. Metode demonstrasi ini efektif digunakan
sebagai metode pembelajaran sikap namaskara karena pada pembelajaran tersebut siswa
diharuskan untuk mempraktekan secara langsung.
Oleh sebab itu, penelitian ini penting dilakukan untuk meningkatkatan kualitas
Namaskara Siswa Dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Buddha dengan menggunakan
metode Demontrasi di SD Negeri Junrejo 01.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini adalah penelitian diskriptif kualitatif , dengan subyek penelitian siswa
kelas 1 pada Sekolah Dasar Negeri Junrejo 01 yang dilaksanakan pada tanggal 16 Pebruari dan
tanggal 23 Pebruari tahun 2016. Tehnik observasinya dilaksanakan secara langsung oleh peneliti
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kegiatan Awal (Pertemuan Pertama)
Ketika guru akan memasuki ke kelas 1, guru melaksanakan persiapan perangkat
pebelajaran yang akan diajarkan kepada siswa. Salah satu perangkat pembelajarannya adalah
RPP. Setelah memasuki kelas, Kegiatan awal yang dilakukan guru adalah menanyakan keadaan
siswa. Setelah itu guru mengucapkan salam Namo Buddhaya dengan sikap anjali. Siswa pun
membalas salam guru dengan sikap anjali sambil mengucapkan Namo Buddhaya . Kemudian
guru memberitahukan kepada siswa tentang materi yang akan dibahas adalah tentang
menghormat dan sikap anjali.
Guru :Sebelum pelajaran dimulai mari kita bersama-sama memanjatkan parita
namaskharaghata. Arahang sammasambuddho bhagava Buddhang bhagavantang
abhivademi, Swakkhato bhagavata dhammo dhammang namasami. Supatipanno
bhagavato savakasangho sanghang namami. Sabbhesattabhavantu sukkhitata, semoga
semua makhluk hidup berbahagia. Sadhu, sadhu, sadhu. Pada pembelajaran
pendidikan agama Buddha ini, kita akan membahas tentang menghormat kepada orang-
orang yang patut kita hormati dan cara menghormat dengan sikap anjali.
Kegiatan inti
Pada kegiatan inti terjadi tanya jawab antara guru dengan siswa tentang materi
pembelajaran. Untuk mengetahui kecakapan siswa maka guru menanyakan beberapa hal yang
perlu diketahui oleh guru tentang materi pembelajaran menghormat dan anjali kepada siswa
apabila sedang berada di rumah, di sekolah, maupun di vihara. Apabila di dalam percakapan
-
ISBN: 978-602-1150-17-7
1431
terjadi jawaban siswa yang kurang benar maka guru secara langsung memberikan arahan atau
jawaban yang benar kepada siswa . Percakapan itu terjadi sebagai berikut :
Guru : Siapakah kira-kira yang patut kita hormati bila sedang ada di rumah ?
Siswa : Ayah, Ibu, kakak, adek, kakek dan nenek
Guru : Iya, bagus, semua warga yang ada di rumah wajib kita hormati. Coba,
selain dirumah kita juga harus menghormati warga yang ada disekolah.
Siapa saja yang harus kita hormatiketika berada di sekolah ?
Siswa : Kepala sekolah, guru, penjaga sekolah, pak kebun, teman-teman, orang
jualan di sekolah.
Guru : Iya, pintar kamu ya. Kemudian sebagai umat Buddha kita juga wajib
menghormati mereka yang patut dihormati di Vihara. Kira-kira siapa sajakah yang
harus dihormati di Vihara?
Siswa :Bhikkhu, Bu.
Guru :Selain Bhikkhu, siapa lagi ayo, coba diingat-ingat.
(Siswa diam saja karena lupa nama-nama mereka yang hidup di
Lingkungan vihara,sehingga guru mengingatkan kembali kalau selain
Bikkhu di Vihara juga terdapat Sila carini, Samanera, Silacaro.Mereka
semua adalah orang orang yang patut kita hormati.Mengapa kita juga
menghormati orang tua ?
Siswa :Karena yang memberi makan saya, Bu
Guru : Iya orang tua kita adalah orang yang sudah memberi makan, merawat
Kita mulai dari kita kecil sampai kita menjadi besar. Ketika kita sakit,
di bawa kedokter dan dibelikan obat, ketika kita berangkat sekolah
diberi uang saku, coba apa lagi...?
Siswa : Dibelikan mainan dan sepedah.
Guru : Pintar, coba sekarang kamu lihat, gambar apa ini?
Siswa : Orang anjali Bu.
Guru :Iya ini adalah gambar orang yang sedang bersikap anjali. Kamu
perhatikan tangannya ya ? Kedua telapak tangan ditelangkupkan di
depan dada. Ibu kira hal ini tidak asing lagi bagi kamu. Bisakah kamu
memberikan warna pada gambar orang yang besikap anjali dengan baik?
Siswa : Bisa Bu
Guru :Ya, mulai sekarang kamu mewarnai gambar orang yang sedang bersikap
anjali sambil kamu perhatikan tangannya dengan benar. Supaya nanti
kalau disuruh bersikap anjali biar benar. (Siswa diberi gambar orang
yang bersikap anjali dan siswa mulai asyik memberi warna pada gamba)
Ketika siswa telah selesai melaksanakan tugannya, maka guru
memberikan penilaian pada hasil kerja siswa sambil mengucapkan
pujian, siswa merasa sangat senang .
-
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh
APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
1432
Gambar 1Mewarnai gambar seorang siswa yang bersikap Anjali
Kegiatan Akhir
Pada kegiatan akhir guru membantu siswa untuk membuat kesimpulan dari hasil
pembelajaran, dan memberikan penekanan kembali tentang materi menghormat, dan harus
dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu pula guru memberikan penilaian tentang
mewarnai gambar yang ditugaskan oleh guru kepada siswa. Setelah itu pembelajaran pendidikan
agama Buddha ditutup dengan namaskara:
Guru :Sebelum pelajaran diakhiri mari kita bersama-sama memanjatkan parita
namaskharaghata. Arahang sammasambuddho bhagava Buddhang bhagavantang
abhivademi, Swakkhato bhagavata dhammo dhammang namasami. Supatipanno
bhagavato savakasangho sanghang namami. Sabbhesattabhavantu sukkhitata, semoga
semua makhluk hidup berbahagia. Sadhu, sadhu, sadhu.
Siswa+Guru : Namo Buddhaya
Kegiatan Awal (Pertemuan 2)
Ketika guru akan memasuki ke kelas 1, guru melaksanakan persiapan perangkat
pebelajaran yang akan diajarkan kepada siswa. Salah satu perangkat pembelajarannya adalah
RPP. Setelah memasuki kelas, Kegiatan awal yang dilakukan guru adalah menanyakan keadaan
siswa. Setelah itu guru mengucapkan salam Namo Buddhaya dengan sikap anjali. Siswa pun
membalas salam guru dengan sikap anjali sambil mengucapkan Namo Buddhaya .
Guru :Sebelum pelajaran dimulai mari kita bersama-sama memanjatkan parita
namaskharaghata. Arahang sammasambuddho bhagava Buddhang bhagavantang
abhivademi, Swakkhato bhagavata dhammo dhammang namasami. Supatipanno
bhagavato savakasangho sanghang namami. Sabbhesattabhavantu sukkhitata, semoga
semua makhluk hidup berbahagia. Sadhu, sadhu, sadhu. Pada pembelajaran
pendidikan agama Buddha ini, ibu akan melanjutkan pembahasan pembelajaran minggu
lalu yaitu tentang menghormat dan namaskara.
Kegiatan Inti
Pada kegiatan inti terjadi tanya jawab antara guru dengan siswa tentang materi
pembelajaran. Untuk mengetahui kecakapan siswa maka guru menanyakan beberapa hal yang
perlu diketahui yaitu, tentang materi pembelajaran menghormat dan namaskara kepada siswa
apabila sedang berada di di vihara atau di rumah. Apabila di dalam percakapan terjadi jawaban
siswa yang kurang benar maka guru secara langsung memberikan arahan atau jawaban yang
benar kepada siswa .
-
ISBN: 978-602-1150-17-7
1433
Selanjutnya, siswa diminta mempraktekkan namaskara sesuai dengan kemampuannya dan guru
mengamati kegiatan tersebut.
Guru : Apakah kamu pernah melaksanakan namaskara ?
Siswa : Pernah Bu.
Guru :Coba, ibu pingin tau bagaimana cara kamu bernamaskara.
(Siswa melaksanakan namaskara sesuai dengan kemampuan yang
dimiliki).
Gambar 2. Sikap namaskara yang diperlihatkan oleh siswa melalui posisi tangan, kaki, dan pantat
yang masih salah.
Sementara guru mengamati siswa ketika siswa melaksanakan namaskara. Mulai dari
posisi tangan ketika bersikap anjali, posisi kaki, posisi siku, dan posisi pantat ketika badan
dibungkukkan hingga dahi menyentuh lantai. Pada gerakan namaskara inilah siswa masih
terdapat kesalahan yang perlu dibenahi oleh guru. Ketika siswa selesai melaksanakan
namaskara, guru tetap memberikan pujian dengan kata-kata pintar, walaupun siswa
melaksanakannya masih ada kesalahan. Siswa menanggapi pujian guru hanya dengan
tersenyum. Perlahan-lahan guru mengatakan, kamu sudah pintar namaskara tetapi masih ada
yang perlu dibenahi ndhuk, yaitu pada saat bersikap anjali, jari-jari tangan kamu dirapatkan
dan lurus ke atas, ibu jari juga lurus, tidak perlu disilangkan, seperti kuncup bunga teratai.
Kemudian guru mendemonstrasikan sikap anjali yang benar. Sementara siswa mengamati jari-
jari tangan guru. Kemudian siswa menirukan yang dicontohkan oleh guru. Guru memberikan
pujian lagi dengan kata-kata yes !! kamu pinter. Dengan demikian siswa menjadi senang dan
bersemangat untuk mengikuti pembelajaran.
Gambar 3. Sikap namaskara yang diperlihatkan melalui posisi tangan yang benar
-
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh
APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
1434
Kedua adalah posisi kaki ketika akan bernamaskara. Kita duduk berlutut, kemudian
posisi jari-jari kaki kita luruskan ke belakang (bagi perempuan), jari-jari kaki ditekuk ke dalam
(bila laki-laki), posisi pantat kita letakkan di antara tungkai kaki. Guru memberikan contoh cara
duduk berlutut dengan posisi kaki yang benar. Siswa menirukan cara duduk berlutut dengan
posisi kaki yang dicontohkan oleh guru. Setelah siswa benar cara menirukannya maka guru
melanjutkan pada tahapan berikutnya.
Gambar 4. Sikap namaskara yang diperlihatkan melalui posisi kaki yang benar
Gambar 5. Sikap namaskara yang diperlihatkan melalui posisi pantat yang benar
Coba perhatikan ibu, ibu sekarang mengangkat tangan yang sedang bersikap anjali dari
depan dada dan meletakkan ibu jari di antara kedua alis kemudian menariknya lagi kebawah,
setelah sampai pada paha kaki, tangan kita buka dan kita gerakkan lurus sesuai dengan paha
kaki, kemudian telapak tangan menyentuh lantai selebar kepala, bersamaan dengan itu diikuti
gerakan siku yang juga menyentuh lantai, posisi siku berada di depan lutut (bila laki-laki),
disebelah lutut kanan dan kiri (bila perempuan) dan badan dibungkukkan hingga dahi
menyentuh lantai. Ketika badan dibungkukkan posisi pantat tetap pada tempatnya ( pantat tidak
terangkat). Bersujud atau namaskara kepada mereka yang patut kita hormati merupakan salah
satu berkah utama. Halini sesuai dengan Sabda Sang Buddha (Dhammadiro, 2005: 33)
-
ISBN: 978-602-1150-17-7
1435
Guru melakukan demontrasi gerakan ini setahap demi setahap dan berulang-ulang,
Siswa juga mengikuti gerakan guru setahap demi setahap dan berulang ulang hingga siswa
lancar dalam melakukan gerakan namaskara ini.
Setelah mempraktekkan namaskara, guru memberikan penjelasan arti dari
namakara. Namaskara adalah penghormatan dengan cara bersujud. Biasanya namaskara
kita lakukan dihadapan Buddha rupang (patung Buddha) tetapi bisa juga dilakukan dihadapan
orang tua, Bhikkhu, Samanera atau kepada siapa saja yang memang patut kita hormati. Oleh
sebab itu biasakanlah melakukan namaskara di hadapan altar Sang Buddha ketika sedang berada
di Vihara. Namaskara dihadapan ayah dan ibu bila sedang di rumah. Ayah dan ibu merupakan
pengganti Sang Buddha. Bila menghormat ayah dan ibu berarti kita juga sudah menghormat
kepada Buddha.Siswa mendengarkan penjelasan guru dengan sungguh-sungguh.
Selesai penjelasan pengertian namaskara guru menawarkan kepada siswa mugkin ada
yang perlu ditanyakan, siswa menanyakan, mengapa bernamaskara di depan patung Buddha?.
Dari pertanyaan tersebut guru memberikan penjelasan, Bernamaskara di depan patung Buddha
itu bukan berarti umat Buddha menyembah patung.
Tetapi umat Buddha mengingat dan mengucapkan terima kasih kepada Sang Buddha yang dulu
ketika Beliau masih hidup telah memberikan ajaran kebenaran kepada kita semua, sehingga kita
semua mengerti perbuatan baik yang harus dilakukan dan perbuatan buruk yang harus dihindari.
Buddha mengajarkan ajaran kebenaran tidak hanya pada manusia saja tetapi beliau juga
mengajarkan kepada para Dewa (Dhammadiro, 2005: 95)
Apabila melaksanakan perbuatan baik sebagai pahalanya akan hidup bahagia atau
masuk surga tetapi apabila melakukan perbuatan buruk sebagai akibatnya akan hidup menderita
atau masuk neraka. Penghormatan terhadap patung Buddha itu artinya sama saja dengan
penghormatan terhadap bendera merah putih ketika sedang upacara bendera. Pada saat
mengangkat tangan bersikap hormat pada bendera, yang dihormati bukan kainnya yang
berwarna merah dan putih, tetapi jasa dari pengorbanan jiwa raga pahlawan yang dulu ikut
berjuang mempertahankan kemerdekaan hingga Indonesia bisa lepas dari penjajahan bangsa
asing yaitu Belanda, Jepang, Inggris dan lain-lain.
Ajaran Buddha yang perlu diingat dan dilaksanakan, adalah ; Jangan berbuat jahat,
Tambahlah kebajikan, Sucikan hati dan pikiran, (Widya, 2015: 72). Dengan ingat ajaran Sang
Buddha maka umat Buddha akan mengerti manfaat kebenaran, Bila mengerti manfaat
kebenaran, kita akan melaksanakan kebenaran itu. Karena melaksanakan kebenaran maka hidup
kita bahagia. Bisa bahagia karena ajaran Sang Buddha maka itu kita menghormat atau bersujud
atau bernamaskara di hadapan altar Buddha sebagai ucapan terima kasih. Begitu pula bila kita
bersujud atau bernamaskara dihadapan orang tua, kita mengucapkan terima kasih kepada orang
tua karena mereka telah merawat dan membesarkan kita. Oleh sebaab itu sudah merupakan
kewjiban anak menghormat dan bernamaskara dihadapan orang tua .
Orang tua mencegah anaknya berbuat kejahatan. Menganjurkan anaknya melakukan
kebajikan. Memberikan pendidikan yang sesuai untuk anaknya. Mencarikan pasangan
yang sesuai untuk anaknya. Jika tiba saatnya menyerahkan warisan kepada anaknya.
(Widyadharma, 2007:272)
Setelah mendemonstrasikan namaskara, memberi penjelasan materi dan menjelaskan
pertanyaan dari siwa, guru memberikan gambar seorang siswa yang sedang bernamaskara dan
dibuatlah sebuah parzzel. Gambar tersebut digunting-gunting oleh siswa sesuai dengan garis-
garis yang ada dan kemudian ditempelkan kembali oleh siswa seperti semula pada kertas yang
berbeda.
-
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh
APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
1436
Gambar 6. Puzzle sebagai media pembelajaran namaskara
Untuk menunjang pembelajaran. peserta didik mendapat tugas melaksanakan
namaskara setiap hari di depan altar di rumah masing-masing . Peserta didik mendapat lembar
tugas yang harus diisi oleh peserta didik sesuai dengan yang dilaksanakan. Lembar tugas
ditandatangani oleh orang tua murid sebagai pantauan bagi peserta didik apabila sedang
melaksanakan namaskara. Jika peserta didik bernamaskara di rumah sudah benar orang tua
sudah tidak memberikan pembetulan, tetapi apabila peserta didik masih melakukan kesalahan
maka orang tua memberikan pembetulan. Dengan demikian ada kerja sama antara pendidik
dengan wali murid untuk mendapatkan hasil yang maksimal bagi peserta didik.
Tindak lanjut untuk materi pembelajaran ini, pendidik akan melaksanakan kegiatan
pembiasaan bagi peserta didik untuk melaksanakan namaskara sebelum pembelajaran
pendidikan agama Buddha dimulai, supaya peserta didik terbiasa melaksanakan namaskara di
depan altar Buddha dengan benar .Dengan pelaksanaan pembiasaan ini diharapkan peserta didik
tidak lagi mengalami kesalahan dalam tata cara dan langkah-langkah melaksanakan namaskara.
Kegiatan Akhir
Pada kegiatan akhir guru membantu siswa untuk membuat kesimpulan dari hasil
pembelajaran, dan memberikan penekanan kembali tentang materi menghormat dan namaskara,
dan harus dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu pula guru memberikan penilaian
tentang pembuatan pazzel yang ditugaskan oleh guru kepada siswa. Setelah itu pembelajaran
pendidikan agama Buddha ditutup dengan namaskara:
Guru :Sebelum pelajaran diakhiri mari kita bersama-sama memanjatkan parita
namaskharaghata. Arahang sammasambuddho bhagava Buddhang bhagavantang
abhivademi, Swakkhato bhagavata dhammo dhammang namasami. Supatipanno
bhagavato savakasangho sanghang namami. Sabbhesattabhavantu sukkhitata, semoga
semua makhluk hidup berbahagia. Sadhu, sadhu, sadhu.
Siswa+Guru : Namo Buddhaya
KESIMPULAN
Pembelajaran pendidikan Agama Buddha tentang cara-cara menghormat kususnya
namaskara bila diajarkan dengan menggunakan metode demonstrasi sangat menyenangkan, baik
bagi siswa maupun guru. Karena dengan contoh-contoh atau demonstrasi siswa dapat lebih
mudah mengerti dan memahami pembelajaran yang diberikan. Sedangkan bagi guru lebih
-
ISBN: 978-602-1150-17-7
1437
mudah untuk menyampaikannya kepada siswa. Kesalahan-kesalahan yang terdapat pada posisi
namaskara akan segera diketahui oleh guru. Sehingga guru dapat dengan mudah memberikan
pembetulan kepada siswa. Supaya siswa dapat melanjutkan pembelajaran dari guru maka guru
melakukan pembiasaan namaskara di sekolah sambil membaca doa pembukaan pendidikan
agama Buddha. Sementara di rumah guru juga tetap memberikan tugas namaskara yang benar
bila sedang melakukan kebaktian bersama keluarga.
Hal yang mendasar dalam pendidikan agama Buddha memang perlu disampaikan sejak
usia dini. Orang tua, beserta guru agama bertindak sebagai fasilitas siswa untuk mengarahkan.
Seorang guru, harus lebih kreatif dan menumbuhkan rasa ingin tahu dari siswa sehingga siswa
memiliki keaktifan untuk bertanya dan menjawab pertanyaan dari guru atau teman yang lain.
Seorang guru juga harus sabar membimbing dan mengarahkan siswanya sehingga siswa dapat
mengerti dan memahami apa yang diajarkan oleh guru. Dengan demikian maka siswa dapat
mempraktikan dalam kehidupan sehari-hari.
DAFTAR RUJUKAN
Dhammadiro. 2005. Paritta Suci. Yayasan Sangha Theravada Indonesia: Jakarta.
Jamil, MHD, Sutarni. 2011. Peningkatan Hasil Belajar Dan Sikap Siswa Kelas VI SDN 135/V
Makmur Jaya Dengan Menggunakan Metode Demonstrasi.
Naskah UUD 1945 amandemen ke-empat, 2002: 17.
Wahyuni, Sri. 2013. RencanaPengembangan Sekolah. Surabaya.
Widya, Surya, Sasanadhaja. 2015. Dhammapada (Kitab Suci Agama Buddha) Khudakka
Nikaya. Yayasan Abdi Dhamma Indonesia: Jakarta Utara.
Widyadharma, Maha Pandita S. 2007. Riwayat Hidup Buddha Gautama. Magabudhi: Jakarta.
www.jdih.kemenkeu.go.id/fullText/2003/20TAHUN2003UU.htm diakses tanggal 6 Februari
2016 pukul 9.17 WIB
http://www.bpbatam.go.id/ini/livingInBatam/edu_overview.jsp diakses tanggal 6 Februari
2016 pukul 9.17 WIB
http://www.gurupantura.com/2015/05/pendidikan-formal-nonformal-informal.html diakses
tanggal 6 Februari 2016 pukul 9.36 WIB
http://www.sekolahdasar.net/2012/10/7-mata-pelajaran-untuk-sd-
dikurikulum.html#ixzz3zOqn3RSj Diakses tanggal 6 Februari 2016 pukul 21.55 WIB
http://kamus.cektkp.com/namaskara/ diakses tanggal 6 Februari 2016 pukul 22.17 WIB
http://cahayakebahagiaan.tripod.com/kebaktian_dan_manfaatnya.html diakses tanggal 6
Februari 2016 pukul 22.31 WIB.
-
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh
APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
1438
MENINGKATKAN KONSENTRASI SISWA DENGAN MEMBIASAKAN
MEDITASI SEBELUM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA BUDDHA
DI SDN MOJOREJO 01 KECAMATAN JUNREJO KOTA BATU
Supar
SDN Mojorejo 01 Kecamatan Junrejo Kota Batu
Abstrak: Membiasakan meditasi sebelum belajar sangat penting dalam meningkatkan
konsentrasi siswa dalam proses pembelajaran. Konsentrasi siswa dalam belajar sangat
diperlukan agar materi pelajaran yang dipelajari dapat dipahami. Guru perlu
membiasakan mengawali pembelajaran Pendidikan Agama Buddha dengan meditasi.
Pembelajaran yang bermakna bagi siswa bila pembelajaran itu bermanfaat bagi siswa
untuk mengubah perilaku baik pengetahuan, sikap maupun ketrampilan. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan diketahui bahwa membiasakan meditasi sebelum
pembelajaran dapat meningkatkan konsentrasi siswa sehingga siswa mampu memahami
materi pelajaran yang dipelajari.
Kata kunci; meningkatkan konsentrasi, pembelajaran dan meditasi
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat, bangsa dan negara (UU No
20 tahun 2003)
Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 pasal 3 menyebutkan, Pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara
yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mencapai tujuan tersebut dibutuhkan banyak
faktor yang harus dipenuhi, salah satunya proses pembelajaran yang bermakna bagi siswa.
Pembelajaran dapat diartikan suatu kegiatan yang bernilai edukatif. Nilai edukatif
mewarnai interaksi yang terjadi antara guru dan peserta didik. Interaksi yang bernilai edukatif
dikarenakan kegiatan belajar mengajar yang dilakukan diarahkan untuk mencapai tujuan
tertentu yang telah dirumuskan. Pembelajaran dapat dilaksanakan apabila adanya subjek
pembelajaran yaitu guru dan siswa.
Guru sebagai pendidik memainkan peran yang strategis dalam meningkatkan
pendidikan yang berkualitas. Peran profesional guru dalam keseluruhan program pendidikan
terdiri dari tiga bidang layanan yaitu; layanan instruksional, layanan administrasi dan layanan
bimbingan (Soetjipto dan Kosasi, 2004: 2). Guru harus berusaha melakukan berbagai cara
dalam proses belajar mengajar agar siswa berhasil. Guru harus selalu mengembangkan
kompetensi mereka setiap waktu. Persiapan mengajar yang baik dan media yang tepat
merupakan hal yang penting bagi seorang pengajar di sekolah.
Guru tidak hanya mentransfer ilmu pengetahuan pada siswa tapi juga menjadi contoh
atau teladan dan model yang baik bagi siswanya. Guru adalah pendidik yang menjadi tokoh,
panutan dan identifikasi bagi para peserta didik dan linkungannya. Oleh karena itu guru harus
memiliki standar kualitas pribadi tertentu yang mencakup tanggung jawab, wibawa, mandiri,
-
ISBN: 978-602-1150-17-7
1439
dan disiplin (Mulyasa, 2005: 27). Dengan demikian kompetensi guru akan berkembang secara
efektif apabila guru tersebut berhasil membantu siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran.
Dalam pembelajaran sangat diperlukan konsentrasi agar materi yang dipelajari dapat
dipahami secara maksimal. Konsentrasi dapat dilatih dengan memusatkan pikiran, karena
pikiran itu merupakan pelopor, pemimpin dan pembentuk (Dhammadhiro. 2008: 1, 2). Pada
kenyataannya ada sebagian siswa yang masih sulit untuk memusatkan perhatian saat belajar,
masih sering melamun dan cepat merasa bosan. Kondisi siswa tersebut disebabkan karena guru
tidak selalu membiasakan meditasi sebelum pembelajaran dan guru juga belum menerapkan
metode pembelajaran yang bervariasi..
Pembelajaran yang demikian akan berdampak buruk bagi siswa misalnya, siswa tidak
bisa membiasakan diri untuk berlatih bermeditasi, siswa tidak paham tentang materi yang
dipelajari sehingga nilai yang diperoleh tidak maksimal. Selain itu siswa tidak termotivasi untuk
belajar, sehingga sangat diperlukan seorang guru yang memiliki beberbagai keterampilan
mengajar.
Untuk itu guru perlu membiasakan untuk mengawali pembelajaran Pendidikan Agama
Buddha dengan meditasi agar siswa lebih tenang dan konsentrasi. Selain itu guru harus
menggunakan metode pembelajaran yang bervariasi agar siswa aktif, kreatif dan
menyenangkan, sehingga materi yang dipelajari mudah dipahami. Menggunakan berbagai
metode dalam pembelajaran akan lebih bermakna bagi siswa dan menunjukkan keprofesionalan
guru dalam pembelajaran.
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka penulis menganggap perlu untuk melakukan
penelitian dengan judul Meningkatkan Konsentrasi Siswa Dengan Membiasakan Meditasi
Sebelum Pembelajaran Pendidikan Agama Buddha di SDN Mojorejo 01 Kecamatan Junrejo
Kota Batu.
METODE
Penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif kualitatif dengan tahapan
perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, observasi dan refleksi. Pada tahap
perencanaan guru menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang Kompetensi Dasar
dan materi. Tahap pelaksanaan pembelajaran dilakukan di kelas 6 SDN Mojorejo Kecamatan
Junrejo Kota Batu dengan jumlah siswa 2 orang, yang terdiri dari 1 laki-laki dan 1 perempuan
mulai bulan Februari sampai Maret 2016. Dalam pelaksanaan pembelajaran sekaligus
dilakukan observasi langsung. Untuk melakukan observasi peneliti menggunakan lembar
observasi yang dilakukan peneliti dan siswa.
Penelitian ini dilakukan dalam dua kali pertemuan, setiap pertemuan selama 4 jam
pelajaran (4 x 35 menit). Pertemuan pertama dilakukan pada tanggal 10 Februari 2016 dan
Pertemuan kedua dilakukan pada tanggal 2 Maret 2016. Setiap akhir pembelajaran dilakukan
refleksi, untuk mengevaluasi pelaksanaan pembelajaran dan memperbaikinya untuk
pembelajaran berikutnya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pembelajaran Pertama
Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif kualitatif, yang terdiri dari;
perencanaan, pelaksanaan dan refleksi. Perencanaan; Sebelum melakukan pembelajaran
peneliti menggunakan analisa konteks, kemudian menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP) dengan menggunakan metode demonstrasi.Pelaksanaan pembelajaran ini terdiri dari tiga
tahap yaitu; kegiatan awal, kegiatan inti dan kegiatan akhir
-
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh
APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
1440
Kegiatan Awal
Pada pembelajaran ini dimulai dengan mengucapkan salam Buddhis Namo
Buddhaya, kemudian dilanjutkan berdoa dengan membacakan Namakkara Patha. Sebelum
pembelajaran guru mengajak siswa untuk latihan konsentrasi kira-kira lima menit. Saat latihan
konsentrsi guru mengamati masih ada siswa yang kurang tepat dalam posisi duduk, sikap
tangan dan kaki serta posisi badannya. Melihat posisi siswa yang masih kurang sempurna,
guru melakukan tindakan membenarkan posisi meditasi yang kurang tepat secara bergiliran.
Setelah selesai latihan konsentrasi guru menyampaikan apersepsi dengan cerita ada
seseorang yang naik sepeda motor terjatuh masuk got karena pikirannya kacau, kurang
konsentrasi. Orang tersebut pikirannya kacau karena habis bertengkar dengan temannya. Setelah
mendengarkan cerita tersebut siswa mulai tertarik untuk mempelajari materi meditasi, sehingga
guru baru mulai masuk pada materi tentang meditasi dan menyampaikan tujuan pembelajaran
serta memotivasi siswa agar semangat belajar.
Kegiatan Inti
Pada kegiatan inti terdiri dari lima langkah yaitu; mengamati, menanya,
mengeksplorasi, menganalisis, dan mengomunikasikan. Pada awal materi, guru menyediakan
gambar empat posisi meditasi yang biasa dilakukan dalam melatih konsentrasi yaitu posisi
duduk, berdiri, berjalan dan berbaring. Guru mengajak siswa mengamati berbagai gambar
orang meditasi yang telah ditempelkan di papan tulis. Lalu guru memberikan kesempatan
siswa untuk membaca materi tentang meditasi yang ada di buku siswa.
Setelah mengamati gambar dan membaca buku, guru memberi kesempatan kepada
siswa untuk bertanya tentang gambar yang dilihat dan materi yang sudah dibaca. Saat itu ada
siswa yang bertanya. Berikut dialog antara guru dan siswa;
Siswa : Pak yang paling mudah konsentrasi itu posisi meditasi yang mana?
Guru : Keberhasilan meditasi tidak terletak pada posisinya, tetapi bergantung pada tekad dan kemauan
berlatih meditasi. Semua posisi meditasi baik duduk, berdiri, berjalan maupun berbaring bisa
dilakukan sesuai dengan kemauan seseorang.
Siswa : Tujuan kita berlatih meditasi itu apa Pak?
Guru : Baik anak-anak untuk pertanyaan Mitta, coba dicari jawabannya di buku cetak Pendidkan
Agama Buddha dan Budi Pekerti kelas 6 dan nanti kalau sudah ketemu silahkan dijawab.
Siswa : Baik Pak.
Siswa mencari jawaban di buku siswa dengan penuh semangat dan rasa ingin tahu.
Dari kedua pertanyaan siswa itu, guru dapat mengambil kesimpulan bahwa siswa telah mampu
mengamati dan tertarik untuk menanyakan hal-hal yang belum dimengerti dan juga tertarik
untuk belajar lebih lanjut. Pertanyaan yang kedua tidak langsung dijawab oleh guru, karena guru
ingin mengarahkan siswa untuk mencari jawaban sendiri dengan cara eksplorasi.
Pada kegiatan mengeksplorasi guru memberikan tugas kepada siswa untuk menggali
lebih dalam materi meditasi untuk mencari jawaban dari pertanyaan siswa yang belum dijawab
guru. Berikutnya guru juga menyampaikan dua pertanyaan yang harus dikerjakan. Berikut
dialog antara guru dan siswa;
Guru : 1. Bagaimanakan posisi tubuh yang benar saat meditasi duduk?
2. Mengapa meditasi dengan posisi duduk sering dilakukan seseorang untuk melatih
konsentrasi?
Kedua jawaban itu silakan mencari jawaban di buku sumber/buku siswa dan berdiskusi !
Siswa : Baik Pak.
Siswa mencari jawabannya dengan membaca referensi lain dan berdiskusi.
Siswa : 1. posisi duduk bersila, badan tegak lurus, kedua tangan dipangkuan, dan mata dipejamkan.
-
ISBN: 978-602-1150-17-7
1441
Guru : Jawabanmu sudah benar, namun akan lebih lengkap kalau ditambah pada posisi duduk badan
harus tegak dan rileks, tidak boleh tegang dan tangan kanan diletakkan diatas tangan kiri.
Siswa : 2. (a) Karena Petapa Siddharta Gotama mencapai penerangan sempurna dengan meditasi
posisi duduk. (b) Karena meditasi posisi duduk lebih mudah dilakukan.
Guru : Bagus, jawaban kalian benar semua.
Guru : Anak-anak sekarang bapak berikan contoh empat posisi meditasi, setelah itu anak- anak
peragakan didepan kelas!.
Siswa : Baik Pak. (Guru mendemonstrasikan sikap meditasi yang benar, kemudian siswa
memeragakan) Berikut empat posisi meditasi yang diperagakan siswa
Gambar 1: meditasi duduk Gambar 2: meditasi berdiri
Gambar 3: meditasi berjalan Gambar 4: meditasi berbaring
Pada gambar 1 ada siswa yang posisi meditasi duduk, badanya agak membungkuk dan agak
tegang sebenarnya harus tegak dan rileks. Pada gambar 4 meditasi berbaring posisi kaki kurang
tepat sebenarnya kaki kiri berada diatas kaki kanan.
Jawaban siswa untuk pertanyaan kedua ada dua jawaban sehingga dapat dikategorikan
bahwa; untuk jawaban pertama memang benar Petapa Siddharta Gotama mencapai penerangan
sempurna dalam posisi meditasi duduk, namun tidak ada hubungannya dengan petanyaan.
Untuk jawaban kedua sangat tepat, karena meditasi dengan posisi duduk mudah dilakukan dan
lebih mudah untuk mengontrol anggota tubuh saat meditasi. Untuk itu guru menegaskan
jawaban yang paling tepat adalah jawaban yang kedua. Siswa mampu menjawab pertanyaan
yang disampaikan guru tersebut berdasarkan pemahaman materi yang dipelajari dan
pengalaman yang diperolehnya. Untuk itu guru mengajak siswa menganalisis kedalaman materi
dari berbagai sumber yang dipelajari.
Pada kegiatan menganalisis ini, guru memberikan kesempatan siswa untuk menganalisa
dengan pertanyaan yang bersifat penalaran, yaitu; Mengapa umat Buddha harus berlatih
meditasi? Apakah hanya umat Buddha saja yang perlu konsentasi? Guru memberikan
kesempatan siswa untuk berpikir. Untuk pertanyaan pertama salah satu siswa menjawab; karena
semua umat Buddha harus melatih konsentrasi. Siswa yang lain menjawab; karena meditasi
adalah ajaran Sang Buddha. Untuk pertanyaan kedua, dua siswa menjawab; tidak karena semua
orang membutuhkan konsentrasi dalam setiap kegiatan. Setelah mengetahui jawaban siswa,
guru memberikan apresiasi dan penguatan kepada siswa yang jawabannya tepat dengan acungan
jempol dan kata-kata bagus!. Guru juga melengkapi jawaban siswa yang kurang tepat, bahwa
-
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh
APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
1442
umat Buddha itu perlu meditasi bukan sekedar mengikuti ajaran Buddha, tetapi karena
konsentrasi memang sangat penting dalam setiap melakukan kegiatan.
Selanjutnya guru mempersilakan siswa untuk membacakan atau mempresentasikan hasil
kerja kelompok di depan kelas. Guru memberikan penegasan dan mengapresiasi keberanian
siswa dalam menyampaikan pendapatnya di depan kelas.
Kegiatan Penutup
Dalam kegiatan penutup guru melakukan refleksi. Adakah hal yang menyenangkan dan
tidak menyenangkan pada pembelajaran ini. guru mengajak siswa untuk mengingat kembali
materi-materi penting yang telah dipelajari dengan beberapa pertanyaan, siswa juga disuruh
memeragakan kembali posisi meditasi duduk, berdiri, berjalan dan berbaring . Guru dan siswa
menyimpulkan materi yang telah pelajari. Hasil kesimpulan adalah sebagai berikut;
(1) Meditasi adalah pemusatan pikiran pada satu objek. (2) Posisi meditasi ada empat yaitu;
duduk, berdiri, berjalan dan berbaring. (3) Objek meditasi ketenangan/ samatha bhavana terdiri
dari 40 objek. Manfaat meditasi bagi pelajar yaitu dapat menguatkan daya ingat, sehingga ilmu
yang dipelajari lebih dipahami.
Penilaian pada pembelajarn ini ada tiga aspek yaitu penilaian sikap, pengetahuan dan
keterampilan. Untuk mengukur keberhasilan proses belajar siswa dilakukan evaluasi yang
mencakup tiga aspek yaitu; (1) aspek sikap, (2) aspek keterampilan dan (3) aspek pengetahuan.
Setelah dilaksanakan penilaian guru memberikan tugas siswa untuk membuat kliping tentang
empat posisi meditasi. Pembelajaran ini diakhiri Namakkara Patha dan doa yang dipimpin guru.
Refleksi
Pada saat apersepsi siswa kurang tertarik mendengarkan cerita tentang akibat seseorang
yang naik sepeda motor yang terjatuh karena kurang konsentrasi, karena tidak ada pertanyaan
yang disampaikan siswa. Tindakan selanjutnya yang akan dilakukan adalah menyampaikan
beberapa pertanyaan berkenaan dengan cerita itu yang dihubungkan dengan materi, untuk
menjajagi kemampuan awal siswa tentang materi yang akan dipelajari.
Dalam kegiatan inti, siswa kurang memahami posisi meditasi yang benar, karena hanya
mengamati empat gambar posisi meditasi. Pembelajaran berikutnya yang akan dilakukan yaitu
menambah media pembelajaran berupa gambar posisi meditasi dalam power point, agar siswa
lebih memahami dan tertarik untuk belajar. Berikutnya juga masih ada siswa yang belum bisa
memeragakan posisi meditasi duduk, berdiri, berjalan dan berbaring yang benar. Pembelajaran
berikutnya yang akan dilakukan dengan mendemonstrasikan posisi meditasi duduk yang benar.
Siswa juga kurang konsentrasi dalam belajar, sehingga tindakan yang akan dilakukan
membiasakan meditasi sebelum pembelajaran dan menggunakan berbagai metode agar siswa
tidak cepat bosan.
Pembelajaran berikutnya
Kegiatan Awal
Pada pembelajaran ini dimulai dengan mengucapkan salam Buddhis Namo
Buddhaya, kemudian dilanjutkan berdoa dengan membacakan Namakkara Patha. Sebelum
pembelajaran guru mengajak siswa untuk latihan konsentrasi kira-kira lima menit. Saat latihan
konsentrsi guru mengamati dan semua siswa sudah tepat dalam posisi duduk, sikap tangan dan
kaki serta posisi badannya..
Setelah selesai latihan konsentrasi guru menyampaikan apersepsi dengan
menyampaikan beberapa pertanyaan tentang materi yang sudah dipelajari pertemuan minggu
lalu. Setelah bertanya jawab, siswa merasa tertarik untuk memperdalam materi meditasi,
sehingga guru baru mulai masuk pada materi tentang meditasi dan menyampaikan tujuan
pembelajaran serta memberikan motivasi kepada siswa agar semangat belajar.
-
ISBN: 978-602-1150-17-7
1443
Kegiatan Inti
Pada kegiatan inti terdiri dari lima langkah yaitu; mengamati, menanya,
mengeksplorasi, menganalisis, dan mengomunikasikan. Pada awal materi, guru menyediakan
gambar empat posisi meditasi yang biasa dilakukan dalam melatih konsentrasi yaitu posisi
duduk, berdiri, berjalan dan berbaring dalam bentuk power point agar lebih menarik siswa. Guru
mengajak siswa mengamati berbagai gambar orang meditasi yang telah disiapkan, lalu
memberikan kesempatan siswa untuk membaca materi tentang meditasi yang ada di buku
siswa.
Setelah mengamati gambar dan membaca buku, guru memberi kesempatan kepada
siswa untuk bertanya tentang gambar yang dilihat dan materi yang sudah dibaca. Pada
pembelajaran ini hanya satu siswa yang bertanya. Berikut dialog antara guru dan siswa:
Siswa : Pak apa syarat meditasi itu bisa berhasil?
Guru : Ada lima syarat keberhasilan meditasi yaitu; memiliki sila yang baik, tekad yang membaja,
objek yang sesuai dengan caritanya, waktu yang tepat dan dilakukan secara kontinu.
Kemudian guru mengajak siswa untuk menggali lebih dalam materi yang dipelajari pada
kegiatan eksplorasi. Pada kegiatan mengeksplorasi guru memberikan tugas kepada siswa untuk
menggali lebih dalam materi meditasi untuk menjawab pertanyaan secara kelompok.
Guru : Mengapa meditasi harus dilakukan secara berkesinambungan?.
Siswa : Agar meditasi cepat berhasil, agar pikiran terlatih untuk konsentrasi.
Jawaban siswa tersebut sudah benar, sehingga, guru mempersilakan siswa memeragakan empat
posisi meditasi untuk kedua kalinya.
Guru : Anak-anak coba peragakan sekali lagi empat posisi meditasi !
Siswa : Baik Pak. Siapa dulu Pak?
Guru : Mitta dulu kemudian Pratama.
Berikut empat posisi meditasi yang diperagakan siswa pada pertemuan kedua;
Gambar 1: Meditasi duduk Gambar 2: Meditasi berdiri
Gambar 3: Meditasi berjalan Gambar 4: Meditasi berbaring
Dari empat posisi meditasi pada yang diperagakan pada pertemun kedua ini sikapnya
lebih sempurna, sehingga guru hanya menegaskan untuk sering melakukan meditasi setiap saat.
Selanjutnya guru mengajak siswa menganalisis kedalaman materi dari berbagai sumber
yang dipelajari.
-
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh
APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
1444
Pada kegiatan menganalisis ini, guru memberikan kesempatan siswa untuk menganalisa
pentingnya materi meditasi dan untuk dipraktikkan setiap saat dan secara berkesinambungan.
Selanjutnya guru mempersilakan siswa untuk mempresentasikan pengalaman pribadi yang
diperoleh saat praktik meditasi baik di rumah, di sekolah maupun di vihara. Guru memberikan
penegasan bahwa yang disampaikan adalah pengalamannya bukan perkiraan dan mengapresiasi
keberanian siswa dalam menyampaikan pengalamannya di depan kelas.
Kegiatan Penutup
Dalam kegiatan penutup guru mengajak siswa untuk mengingat kembali materi penting
yang telah dipelajari dengan beberapa pertanyaan, siswa juga disuruh memeragakan kembali
posisi meditasi duduk . Guru dan siswa menyimpulkan materi yang telah pelajari. Hasil
kesimpulan adalah sebagai berikut;
(1) Meditasi adalah pemusatan pikiran pada satu objek. (2) Posisi meditasi ada empat yaitu;
duduk, berdiri, berjalan dan berbaring. (3) Objek meditasi ketenangan/ samatha bhavana terdiri
dari 40 objek. Manfaat meditasi bagi pelajar yaitu dapat menguatkan daya ingat, sehingga ilmu
yang dipelajari lebih dipahami. (4) Syarat meditasi agar berhasil adalah memiliki sila yang baik,
tekad yang membaja, objek yang sesuai dengan carita, waktu dan tempat yang sesuai serta
dilaksanakan secara berkesinambungan.
Penilaian pada pembelajarn ini ada tiga aspek yaitu penilaian sikap, pengetahuan dan
keterampilan. Untuk mengukur keberhasilan proses belajar siswa dilakukan evaluasi yang
mencakup tiga aspek yaitu; (1) aspek sikap, (2) aspek keterampilan dan (3) aspek pengetahuan.
Setelah dilaksanakan penilaian guru memberikan tugas siswa untuk membuat kliping tentang
empat posisi meditasi. Pembelajaran ini diakhiri Namakkara Patha dan doa yang dipimpin guru.
Refleksi
Pada saat apersepsi siswa lebih tertarik dan senang untuk mengingat cerita dan materi
yang telah dipelajari pada pertemuan berikutnya. Dalam kegiatan inti, siswa lebih memahami
posisi meditasi yang benar, karena sudah mengamati empat gambar posisi meditasi yang
disajikan melalui power poit. Pembelajaran yang kedua ini lebih menarik siswa untuk mencari
tahu tentang materi meditasi dan mempraktikkannya. Pada pembelajaran ini kedua siswa sudah
bisa memeragakan posisi meditasi duduk, berdiri, berjalan dan berbaring yang benar. Selama
pembelajaran ini siswa sudah lebih konsentrasi , sehingga pembiasaan meditasi sebelum
pembelajaran harus terus dilakukan.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian bahwa pembiasaan meditasi sebelum pembelajaran dapat
meningkatkan konsentrasi siswa saat belajar. Pada pertemuan kedua ada peningkatan
dibangdingkan dengan pertemuan pertama, yang dapat dilihat dari peragaan meditasi baik posisi
duduk, berdiri, berjalan dan berbaring. Keempat posisi meditasi dapat diperagakan secara benar
pada pertemuan kedua.
DAFTAR RUJUKAN
Dhammadhhiro bhikkhu, 200f8. Kitab Suci Dhammapada, Jakarta: Sangha Theravada
Indonesia.
Kosasi Raflis dan Soetjipto. 2004. Profesi Keguruan. Jakarta: Reneka Cipta.
Mulyasa, 2005, Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rodaskarya.
Undang-Undang No.20 Tahun 2003
-
ISBN: 978-602-1150-17-7
1445
PENINGKATAN PEMBELAJARAN SHOLAT FARDHU SECARA TERTIB
MELALUI PEMBIASAAN SHOLAT DHUHUR BERBASIS MOTIVASI MULTI
ASPEK PADA SISWA KELAS VI SDN BULUKERTO 03 BUMIAJI
KOTA BATU
Leni Amalia Z.S
SDN Bulukerto 03 kecamatan Bumiaji Kota Batu
Abstrak: Latar belakang penelitian ini adalah masih rendahnya pemahaman,
ketrampilan dan kebiasaan shalat fardhu bahkan kurangnya motifasi dari berbagai
pihak, pada siswa kelas IV SDN Bulukerto 03 Bumiaji kota Batu. Oleh karena itu perlu
diadakan penelitian pembiasaan sholat fardhu secara tertib. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui: 1). pelaksanaan pembiasaan shalat fardhu dhuhur di sekolah, 2).
dampak pembiasaan shalat fardhu berbasis motivasi multi aspek terhadap peningkatan
pembelajaran shalat fardhu pada siswa kelas IV SDN Bulukerto 03 kecamatan Bumiaji
Kota Batu tahun 2015/2016. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas, yang
bertujuan memperbaiki pelaksanaan pembelajaran di kelas. Penelitian dilakukan dalam
dua siklus, setiap siklus terdiri dari tahap perencanaan, pelaksanaan tindakan dan
refkleksi hasil pembelajaran. Instrumen yang digunakan untuk mengambil data berupa
lembar observasi siswa. Analisis data menggunakan teknik kuantitatif diadukan dengan
teknik analisis deskriptif kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa prosentase
pembiasaan sholat fardhu secara tertib sebelum siklus adalah 17,78%. Pada siklus I
penilaian diri dan teman sejawat 41,35 %, nilai penugasan 60,77%, unjuk kerja
(praktek) 69,41%, pelaksanaan sholat fardhu secara tertib selama 7 hari 52,31%.
Sedangkan pada siklus II penilaian diri dan sejawat 74,04%, nilai penugasan 80,00%,
unjuk kerja(praktek) 86,71%, pelaksanaan sholat fardhu secara tertib selama 7 hari
79,78%. Dengan demikian terdapat peningkatan pembelajaran dalam melaksanakan
sholat fardhut secara tertib. Berdasarkan hasil tersebut dapat dibuat kesimpulan :
Melalui pembiasaan sholat dhuhur berbasis pemberian motivasi multi aspek dapat
meningkatkan hasil pembelajaran sholat fardhu secara tertib pada siswa kelas IV SDN
Bulukerto 03 Bumiaji Kota Batu.
Kata kunci : sholat fardhu , pembiasaan, motivasi multi aspek
Pendidikan agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan manusia.
Agama menjadi pemandu dalam upaya mewujudkan suatu kehidupan yang bermakna, damai
dan bermartabat. Betapa pentingnya peran agama bagi kehidupan umat manusia maka
internalisasi nilai-nilai agama bagi dalam kehidupan setiap pribadi menjadi sebuah keniscayaan,
yang ditemui melalui pendidikan, baik pendidikan dilingkungan keluarga sekolah, maupun
masyarakat terutama ibadah sholat.
Sholat adalah penghambaan dan pengabdian diri kepada Allah swt. Sesuai dengan
tujuan penciptaan manusia dalam surat Adzariyat : 56
Artinya : Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-
Ku.
Shalat adalah berhadap hati kepada Allah sebagai ibadah, dalam bentuk beberapa
perkataan dan perbuatan, yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam serta menurut
syarat-syarat yang telah ditentukan syara. Shalat merupakan salah satu kewajiban bagi umat
muslim, diantaranya yaitu shalat wajib atau shalat lima waktu merupakan shalat yang wajib
-
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh
APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
1446
dilaksanakan oleh umat muslim apabila telah memenuhi syarat-syarat untuk melaksanakannya.
Tanpa shalat maka kemusliman seseorang dipertanyakan. Bahkan Rasulullah saw. melarang
menyalatkan orang meninggal yang tidak melaksanakan shalat selama hidupnya.
Shalat memiliki keutamaan yang sangat besar. Amal yang paling pertama dihisab di
akhirat adalah shalat. Siapa yang berhasil menegakkan shalat dan memeliharanya dengan
ketepatan waktu, kekhusukan dan berjamaah akan mendapatkan ridha dan surga Allah swt.
Sholat dapat mencegah perbuatan keji dan munkar, hal ini sesuai dengan firman Allah swt.
Q.S Al Ankabuut : 45
Artinya: Sesungguhnya shalat itu dapat mencegah perbuatan keji dan mungkar(QS Al
Ankabuut : 45).
Namun kenapa masih banyaknya perbuatan keji dan mungkar ditengah masyarakat yang
dilakukan orang yang tidak shalat maupun orang yang shalat??.
Materi Sholat fardhu masuk dalam aspek ibadah. Shalat fardhu ada lima, dan masing-
masing mempunyai waktu yang ditentukan. Umat muslim diperintahkan untuk menunaikan
berdasarkan dengan waktunya masing-masing. 1) Zhuhur, Awal waktunya setelah condong
matahari dari pertengahan langit. Akhir waktunya apabila bayang-bayang sesuatu telah sama
panjangnya dengan semua itu. 2) Ashar, Waktunya mulai dari habisnya waktu zhuhur, sampai
terbenamnya matahari. 3) Maghrib, Waktunya dari terbenamnya matahari sampai hilangnya
syafaq (awal senja) merah. 4) Isya, Waktunya mulai dari tebenam syafaq ( awal senja ), hingga
terbit fajar. 5) Subuh, Waktunya dari terbit fajar shidiq, hingga terbit matahari (Sabiq, 2010).
Pada umumnya materi ibadah dipelajari siswa dengan cara mendengarkan ceramah
guru. Pada survey awal diperoleh informasi bahwa hasil belajar siswa dengan model
pembelajaran seperti itu siswa yang hanya melaksanakan hanya 17,78% yang sudah
melaksanakan sholat lima waktu secara tertib lima kali sehari semalam. Bahkan belum punya
kesadaran yang tinggi dalam melaksanakan kewajibannya itu.
Kenyataan di atas menunjukkan kepada kita bahwa pengamalan shalat lima waktu
secara tertib masih perlu mendapat perhatian untuk ditingkatkan agar terbentuk pribadi-pribadi
yang beriman dan bertaqwa kepada Allah swt. secara mantap. Untuk dapat membentuk pribadi
yang berimtaq maka harus dibiasakan sejak dini, baik di rumah maupun di sekolah.
Dalam pembelajaran guru dituntut untuk menguasai berbagai macam strategi dan
metode pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik materi dan kondisi siswa. Mengaktifkan
belajar siswa dalam kegiatan pembelajaran merupakan salah satu cara menghidupkan dan
melatih siswa untuk disiplin dan membiasakan mereka untuk melakukan apa yang telah mereka
pelajari sehingga memori siswa agar bekerja dan berkembang secara optimal (Aqib, 2010).
Salah satu metode pembelajaran yang digunakan disini dalah metode pembiasan dan motivasi
multi aspek dalam materi sholat.
Metode pembiasaan adalah sebuah cara yang dapat dilakukan untuk membiasakan anak
didik berpikir, bersikap dan bertindak sesuai dengan tuntunan ajaran agama Islam (Armai Arief,
2005). Metode pembiasaan adalah sebuah cara yang dipakai pendidik untuk membiasakan anak
didik secara berulang- ulang sehingga menjadi kebiasaan yang sulit ditinggalkan dan akan terus
terbawa sampai di hari tuanya.
Pembiasaan merupakan metode pendidikan yang jitu dan tidakhanya mengenai yang
batiniah, tetapi juga lahiriah. Kadang-kadang ada kritik terhadap pendidikandengan pembiasaan
karena cara ini tidak mendidik siswa untuk menyadari dengan analisis apa yang dilakukannya.
Kelakuannya berlaku secara otomatis tanpa ia mengetahui baik buruknya. Sekalipun demikian,
tetap saja metode pembiasaan sangat baik digunakan karena hal yang kita biasakan biasanya
-
ISBN: 978-602-1150-17-7
1447
adalah benar. Ini perlu disadari oleh guru sebab perilaku guru yang berulang-ulang, sekalipun
hanya dilakukan secara main-main akan mempengaruhi anak didik untuk membiasakan perilaku
itu. Karena pembiasaan berintikan pengulangan, maka metode pembiasaan juga berguna untuk
menguatkan hafalan
(Ahmad Tafsir, 1994 : 114).
Ciri khas metode pembiasaan adalah kegiatan yang berupa pengulangan berkali-kali
dari suatu hal yang sama (Armai Arief, 2005). Pengulangan ini sengaja dilakukan berkali-kali
supaya asosiasi antara stimulus dengan suatu respon menjadi sangat kuat. Atau dengan kata
lain, tidak mudah dilupakan. Dengan demikian,terbentuklah pengetahuan siap atau keterampilan
siap yang setiap saat siapuntuk dipergunakan oleh yang bersangkutan. Oleh karena itu, sebagai
awal dalam proses pendidikan, pembiasaan merupakan cara yang sangat efektif dalam
menanamkan nilai-nilai moral ke dalam jiwa anak. Nilai-nilai yang tertanam dalam dirinya ini
kemudian akan termanifestasikan
dalam kehidupannya semenjak ia mulai melangkah ke arah dewasa.
Metode pembiasaan tidak akan berhasil maksimal apabila tidak dibarengi dengan
penggunaan media yang menunjang. Penyebabnya adalah 1) Metode ini dapat menghambat
bakat dan inisiatif murid. Hal ini oleh murid lebih banyak dibawa kepada konformitas
(kesesuaian) dan diarahkan kepada uniformitas (keseragaman). 2) Kadang-kadang pelatihan
yang dilaksanakan secara berulang-ulang merupakan hal yang monoton dan mudah
membosankan. 3) Membentuk kebiasaan yang kaku karena murid lebih banyak ditujukan untuk
mendapat kecakapan memberikan respon otomatis, tanpa menggunakan intelegensinya. 4)
Dapat menimbulkan verbalisme (bersifat kabur atau tidak jelas) karena murid lebih banyak
dilatih menghafal soal-soal dan menjawab secara otomatis ( Syaiful, 2003).
Untuk dapat menghadapi kelemahan-kelemahan dari pembiasaan maka diperlukan juga
suatu motivasi yang dapat menggugah kebiasaan siswa. Menurut Mulyasa (2003:112) motivasi
adala