penerapan model pembelajaran k ooperatif jigsaw dan...
TRANSCRIPT
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
423
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF JIGSAW
DAN PEMANFAATAN MEDIA MANIPULATIF
PADA MATERI SEGIEMPAT KELAS VII
Anita Windarini
SMP Negeri 1 Sanggau
Abstrak: Tujuan dalam penelitian ini adalah mendeskripsikan penerapan model
pembelajaran kooperatif jigsaw dan pemanfaatan media manipulatif pada materi segiempat
pada siswa di kelas VIIC SMP Negeri 1 Sanggau. Teknik pengumpul data yang digunakan
oleh peneliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Pengamatan langsung yang
dilakukan oleh observer dengan menggunakan lembar observasi aktivitas siswa. (2)
Pengukuran hasil belajar siswa dengan lembar tes tertulis setelah para siswa mengerjakan
soal tes pada akhir pembelajaran. Hasil penelitian adalah sebagai berikut: (1) Melalui
penerapkan model pembelajaran kooperatif jigsaw dan pemanfaatan media manipulatif
segiempat dalam kegiatan pembelajaran pada materi segiempat siswa kelas VIIC SMPN 1
Sanggau Kabupaten Sanggau ternyata mampu meningkatkan aktivitas siswa ini dapat
dilihat pada hasil peningkatan persentase siswa yang aktif pada pertemuan 1 yaitu 62,50%,
pertemuan 2 sebesar 75,00%, dan pertemuan ke 3 sebesar 83,33%, (2) Hasil belajar siswa
meningkat setelah menerapkan model pembelajaran kooperatif jigsaw dan pemanfaatan
media manipulatif segiempat sebagai media pembelajaran. Hal tersebut dapat dilihat pada
peningkatan persentase pada siswa yang tuntas terdapat 26 siswa yag tuntas dengan
persentase 81,25%.
Kata Kunci: Aktivitas, Model Pembelajaran Kooperatif Jigsaw, Media Manipulatif
Mata pelajaran matematika sudah diberikan sejak dari kelas satu SD, mata pelajaran ini menjadi mata
pelajaran pokok di setiap satuan pendidikan. Berbagai metode pembelajaran yang sudah digunakan
oleh guru dengan tujuan agar proses pembelajaran lebih mudah dipahami oleh siswa. Tetapi pada
kenyataannya bagi para pelajar matematika masih menjadi mata pelajaran yang dianggap sulit,
sehingga membuat mata pelajaran ini beserta gurunya ditakuti oleh para siswa. Untuk itu guru perlu
melakukan inovasi dalam mengelola pembelajaran di kelas sehingga dapat tercipta situasi belajar
yang menyenangkan yang dampaknya pada siswa dapat memahami materi pelajaran sehingga hasil
belajarpun meningkat.
Dari hasil refleksi pada kegiatan pembelajaran segitiga melalui tulisan di kertas kecil didapat
19 orang siswa menyatakan pelajaran matematika merupakan pelajaran yang sulit ini disebabkan sulit
berkonsentrasi karena suasana belajar yang tidak menyenangkan (ribut, tegang), 5 orang menyatakan
guru menjelaskan terlalu cepat sehingga sulit untuk memahami materi, dan 8 orang menyatakan tidak
ada masalah belajar matematika.
Saat supervisi kepala sekolah tanggal 5 Nopember 2015 guru diberikan masukan tentang
proses pembelajaran dalam kelas. Kepala sekolah menyarankan sebaiknya: (1) suasana pada saat
pembelajaran tidak tegang sehingga siswa mau berkomunikasi. , (2) usahakan melibatkan seluruh
siswa pada setiap kegiatan pembelajaran berlangsung, dan (3) gunakan media untuk memudahkan
siswa memahami konsep. Memperhatikan saran tersebut, peneliti tertarik untuk menerapkan model
pembelajaran kooperative jigsaw dengan pemanfaatan media manipulative bangun segiempat untuk
meningkatkan aktivitas belajar siswa pada materi segiempat di kelas VIIC SMP Negeri 1 Sanggau
Terkait dengan penerapan model Jigsaw untuk meningkatkan aktivitas belajar siswa pada
materi segiempat, Jigsaw adalah pembelajaran kooperatif yang dikembangkan oleh Elliot Aronson‟s
(dalam Bistari, 2015: 316) model pembelajaran ini didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
424
siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya
mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka harus siap memberikan dan mengajarkan materi
tersebut kepada kelompoknya. Oleh karena itu dalam penelitian ini peneliti menggunakan media
manipulatif segiempat yang dapat digunakan siswa untuk memudahkan dalam memahami konsep
yang akan dipelajari pada proses pembelajaran materi segiempat.
Kata media mempunyai arti perantara atau pengantar. Heinich, dkk (Azhar Arsyad, 2009: 4),
mengatakan apabila media itu membawa pesan-pesan atau informasi yang bertujuan intruksional atau
mengandung maksud-maksud pengajaran maka media itu disebut media pembelajaran. Sedangkan
menurut Gatot Muhsetyo (2008: 2.3), media pembelajaran Matematika adalah alat bantu
pembelajaran yang secara sengaja dan terencana disiapkan atau disediakan guru untuk
mempersentasekan dan/atau menjelaskan bahan pelajaran, serta digunakan siswa untuk terlibat
langsung dengan pembelajaran Matematika.
Media manipulatif dalam penelitian ini adalah model bangun-bangun segiempat yang terbuat
dari styrofoam yang dapat digunakan untuk membuat definisi, mengidentifikasi unsur-unsur, dan
menemukan sifat-sifat segiempat.
Slameto (2010: 35) menyatakan bahwa aktivitas adalah keterlibatan dalam bentuk sikap,
pikiran, perhatian, dan aktivitas dalam kegiatan pembelajaran guna menunjang keberhasilan proses
belajar mengajar dan memperoleh manfaat dari kegiatan tersebut (dalam Bistari, 2015: 31)
Paul B.Diedrich (Sardiman, 2004:101) membuat suatu daftar yang berisi 177 macam kegiatan
siswa yang digolongkan ke dalam 8 kelompok diantaranya:(1) Visual Activities, meliputi kegiatan
seperti membaca, memperhatikan (gambar, demonstrasi, percobaan dan pekerjaan). (2) Oral
Activities, seperti: menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat,
mengadakan wawancara, diskusi dan interupsi. (3) Listening Activities, seperti: mendengarkan uraian,
percakapan diskusi, musik dan pidato. (4) Writting Activities, seperti: menulis cerita, karangan,
laporan, angket, menyalin dan rangkuman. (5) Drawing Activities, seperti: menggambar, membuat
grafik, peta, diagram. (6) Motor Activities, seperti: melakukan percobaan, konstruksi, model,
mereparasi, bermain dan berternak. (7) Mental Activities, seperti: menanggapi, mengingat,
memecahkan soal, menganalisa, melihat hubungan dan mengambil keputusan. (8) Emotional
Activities, seperti: menaruh minat, merasa bosan, bergairah, berani, tenang dan gugub.
Yang dimaksud aktivitas dalam penelitian ini adalah aktivitas siswa yang merupakan kegiatan
atau prilaku yang terjadi selama proses belajar mengajar. Aktivitas yang dimaksud meliputi: 1.
Memperhatikan apa yang disampaikan guru. 2. Melakukan diskusi aktif dalam kelompok 3. Mencoba
mengemukakan pendapat sendiri mengenai apa yang dipikirkannya, juga mencatat segala sesuatu
dalam diskusi. 4. Saling berbagi dan bekerja sama dalam kelompok. 5. Mempertanggungjawabkan
secara individu, materi yang ditangani dalam kelompok. 6. Merespon jawaban teman.
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
425
METODE
Penelitian ini dilakukan pada siswa kelas VIIC SMP Negeri 1 Sanggau yang berjumlah 32
anak, yang terdiri dari 16 orang putra dan 16 orang putri. Adapun latar belakang kelas ini dipilih
sebagai subjek pembelajaran adalah:
1. Berdasarkan hasil ulangan tengah semester, di kelas VIIC paling banyak terdapat siswa yang
tidak tuntas yaitu 22 orang yang tidak tuntas dari 32 orang di kelas VIIC.
2. Peneliti adalah guru matematika kelas VIIC SMP Negeri 1 Sanggau, sehingga mudah untuk
melaksanakan kegiatan pembelajaran
3. Berdasarkan teori, bahwa melalui penerapan Model pembelajaran kooperatif Jigsaw dan
penggunaan media manipulative dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa pada materi
segiempat di kelas VIIC SMP Negeri 1 Sanggau.
Teknik pengumpul data yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut: (1) Pengamatan langsung yang dilakukan oleh observer dengan menggunakan lembar
observasi aktivitas siswa. (2) Pengukuran hasil belajar siswa dengan lembar tes tertulis setelah para
siswa mengerjakan soal tes pada akhir pembelajaran.
Tahapan Perencanaan:
(1) Guru menyiapkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), materi pembelajaran ”mengiden-
tifikasi sifat-sifat persegi, persegi panjang, jajargenjang, belah ketupat, layang-layang, dan trape-
sium”. (2) Guru menyiapkan Lembar Kerja Siswa (LKS) yang berisi materi yang akan dibahas dalam
kelompok dan langkah-langkah menyajikan materi yang harus dikerjakan siswa secara berkelompok,
dengan tujuan pembelajaran siswa mengidentifikasi sifat-sifat persegi, persegi panjang, jajargenjang,
belah ketupat, layang-layang, dan trapesium. (3) Guru menyiapkan lembar observasi guru untuk
menilai proses pembelajaran yang disampaikan oleh guru (4) Guru menyiapkan lembar observasi
aktivitas siswa.
Tahap Pelaksanaan
Langkah-langkah pada kegiatan inti, yaitu:
Membagi 6 atau 7 siswa menjadi satu kelompok jigsaw.
Siswa kelas VIIC berjumlah 32 orang, karena materi ada 6 bagian, maka dalam membagi
kelompok terdiri dari 6 – 7 orang.
Menetapkan satu siswa dalam kelompok menjadi pemimpin, yang tujuannya untuk
mengkoordinasi membagi materi pada masing-masing anggota kelompok jigsaw dan pembahasan
materi.
Membagi pelajaran menjadi 6 bagian (persegi, persegi panjang, jajargenjang, belah ketupat,
layang-layang, trapesium) dan setiap siswa dalam kelompok mempelajari satu bagian pelajaran.
Siswa dari kelompok jigsaw bergabung dalam kelompok ahli yang mempunyai materi yang sama,
dan berdiskusi untuk mempelajari bagian materi pelajaran yang telah ditugaskan kepadanya.
Kembali ke kelompok jigsaw, jika dikelompok ahli materi sudah selesai dibahas oleh masing-
masing tim ahli, maka siswa kembali ke kelompok jigsaw.
Siswa mempresentasikan bagian yang dipelajari pada kelompoknya masing-masing. Kelompok
jigsaw mempresentasikan hasil diskusi dari kelompok ahli kepada kelompok jigsaw.
Kelompok jigsaw mempresentasikan hasil diskusi kelompok di depan kelas, dengan cara
menerapkan game. Pada setiap kelompok diberikan game yaitu guru memberikan soal lisan yang
berhubungan dengan jenis-jenis bilangan yang harus dijawab setiap anggota kelompok, yang
terakhir menjawab benar yang mendapat sangsi untuk mempresentasikan hasil diskusinya.
Diakhir kegiatan siswa diberikan soal untuk dikerjakan mengenai materi.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
426
Evaluasi dilakukan selama 10 - 15 menit secara mandiri untuk menunjukkan apa yang telah siswa
pelajari selama bekerja dalam kelompok. Setelah kegiatan presentasi guru dan kegiatan kelom-
pok, siswa diberikan tes secara individual. Dalam menjawab tes, siswa tidak diperkenankan saling
membantu.
Analisa Data
Proses analisa data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber,
yaitu hasil wawancara dan pengamatan, yang sudah ditulis dalam catatan dilapangan, dokumen
pribadi, dokumen resmi. Adapun langkah-langkah analisa data meliputi: Pelaksanaan reduksi data
dalam penelitian ini adalah menyeleksi data-data yang sudah ada serta menitik beratkan data
yang belum sempurna menjadi data yang lebih akurat. Selanjutnya data-data tersebut mencakup data
pengamatan aktivitas siswa selama mengikuti kegiatan pembelajaran yang berbentuk lembar
observasi aktivitas belajar siswa. Untuk perincian reduksi data meliputi:
1. Aktivitas Belajar Siswa. (-) Mengukur skor aktivitas belajar siswa secara klasikal. (-) Pedoman
penskoran disesuaikan dengan tingkat kesukaran aktivitas dan alokasi waktu. (-) Mengubah skor
menjadi persentasi aktivitas dengan menggunakan rumus:
% Keaktifan (PK) =
x 100%
Menurut Sudjiono dalam Rosmaini 2004 dengan kriteria presentasi aktivitas:
75% ≤ PK ≤ 100% Tergolong sangat aktif
65% ≤ PK < 75% Tergolong aktif
55% ≤ PK < 65% Tergolong cukup aktif
0% ≤ PK < 55% Tergolong kurang aktif
Keterangan:
Rumus tersebut di atas serta kriteria persentasi diberlakukan juga untuk mengetahui tingkat kinerja
guru.
2. Tes Akhir. (-) Menghitung skor dari setiap soal tes. (-) Mengubah skor menjadi nilai dengan
menggunakan rumus:
Nilai Siswa =
x 100%
Indikator Kinerja
Indikator kinerja ini berfungsi untuk mengukur keberhasilan siswa didalam prosedur
pelaksanaan penelitian, yang kegiatan pembelajarannya menerapkan model pembelajaran kooperatif
jigsaw dan pemanfaatan media manipulatif segiempat dengan indikatornya sebagai berikut: (1) Apa-
bila siswa beraktivitas dalam kegiatan pembelajaran ini mencapai lebih dari atau sama dengan 70 % .
(2) Apabila lebih dari atau sama dengan 75% dari jumlah siswa telah berhasil mencapai skor nilai
KKM 68 atau lebih.
PEMBAHASAN
1. Pendahuluan
Kegiatan pembelajaran materi segiempat di kelas VIIC. Kegiatan diawali dengan guru
menyampaikan tujuan pembelajaran yaitu mengidentifikasi sifat-sifat persegi, persegi panjang,
jajargenjang, belah ketupat, layang-layang, dan trapesium. Pada awal pembelajaran, siswa sudah
mulai tertarik karena guru membawa banyak media (alat peraga) berupa model-model bangun
ruang sisi lengkung. Media yang dibawa berupa model persegi, persegi panjang, jajargenjang,
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
427
belah ketupat, layang-layang, dan trapesium dengan berbagai ukuran. Selanjutnya guru
memberikan apersepsi dengan bertanya kepada beberapa siswa mengenai nama-nama dari model
bangun segiempat dan contohnya yang ada di sekitar kelas .
2. Kegiatan inti
Pada kegiatan inti, dimulai dengan guru menunjukkan satu per satu bangun segiempat dan
menanyakan bagian unsur-unsurnya. Selanjutnya guru membagikan materi (persegi, persegi
panjang, jajargenjang, belah ketupat, layang-layang, dan trapesium) yang sudah diberikan
petunjuk kerja dalam bentuk lembar kerja siswa, kepada masing-masing anggota kelompok.
Setiap siswa dari kelompok jigsaw yang mendapat materi ang sama bergabung dalam kelompok
ahli, dan berdiskusi untuk mempelajari bagian materi pelajaran yang telah ditugaskan
kepadanya.
Setiap kelompok ahli membahas tentang definisi bangun yang diperoleh masing-masing
kelompok dan selanjutnya mengidentifikasi unsur-unsur dan sifat-sifatnya. Selain membahas
materi, masing-masing kelompok membuat model bangun datar (media manipulatif) segiempat
dari styrofoam yang bisa digunakan untuk menjelaskan pengertian, unsur-unsur, dan sifat-sifat
bangun datar serta menuliskan pengertian, unsur-unsur, dan sifat-sifat bangun datar dalam
selembar kertas manila. Membuat model bangun datar (media manipulatif) segiempat dari
styrofoam dan menuliskan pengertian, unsur-unsur, dan sifat-sifat bangun datar yang tujuannya
adalah untuk mempermudah tim ahli menjelaskan materi saat kembali pada kelompok jigsaw.
Materi yang akan dibahas dalam tim ahli adalah seperti berikut:
Persegi
Persegi adalah bangun segi empat yang memiliki empat sisi
sama panjang dan empat sudut siku-siku dan dapat menempati
bingkainya dengan delapan cara.
Unsur-unsur Persegi:
a. Sisi ada 4: AB, BC, CD, DA
b. Sudut ada 4: sudut A, B, C, dan D
c. Diagonal ada 2: AC dan BD
Sifat-sifat persegi:
a. Sisi-sisi persegi ABCD sama panjang, yaitu AB = BC = CD = AD;
b. Sisi-sisi berhadapan sejajar, AB//CD dan AD//BC
c. Sudut-sudut persegi ABCD sama besar, yaitu sudut ABC = sudut BCD = sudut CDA = sudut
DAB = 90°.
d. Diagonal-diagonal persegi saling berpotongan tegak lurus dan saling membagi dua sama
panjang AO = CO, BO = DO
e. Sudut-sudut suatu persegi dibagi dua sama besar oleh diagonal- diagonalnya, sudut
BAC=DAC, sudut ABD = CBD, sudut BCA = DCA, sudut CDB = ADB
f. Mempunyai empat simetri lipat AC, BD, EF, GH
g. Mempunya simetri putar tingkat empat diputar pada sudut 90o, 180
o, 270
o, 360
o,
h. Suatu persegi dapat menempati bingkainya dengan delapan cara, empat kali dengan sumbu
simetri dan empat kali diputar.
B
D C
O E
A
F
H
G
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
428
Persegi Panjang
Persegi panjang adalah bangun segi empat yang
memiliki dua pasang sisi sejajar dengan keempat sudut-
nya siku-siku.
Unsur-unsur Persegi Panjang:
a. Sisi ada 4: AB, BC, CD, DA
b. Sudut ada 4: sudut A, B, C, dan D
c. Diagonal ada 2: AC dan BD
Sifat-sifat persegi panjang:
a. Sisi-sisi persegi ABCD sama panjang, yaitu AB = BC = CD = AD;
b. Sisi-sisi berhadapan sejajar, AB//CD dan AB=CD, AD//BC dan AD=CD
c. Sudut-sudut persegi ABCD sama besar, yaitu sudut ABC = sudut BCD = sudut CDA = sudut
DAB = 90°.
d. Diagonal-diagonal persegi panjang sama panjang dan saling membagi dua sama panjang AO
= CO, BO = DO
e. Mempunyai dua simetri lipat EF dan GH
f. Mempunyai simetri putar tingkat dua diputar pada sudut 180o dan 360
o,
g. Suatu persegi dapat menempati bingkainya dengan empat cara, dua kali dengan sumbu
simetri dan dua kali diputar.
Jajargenjang
Jajargenjang adalah bangun segi empat yang dibentuk dari
sebuah segitigadan bayangannya yang diputar setengah
putaran(180o) pada titik tengah salah satu sisinya.
Unsur-unsur Persegi Panjang:
a. Sisi ada 4: PQ, RS, ST, SP
b. Sudut ada 4: sudut P, Q, R, dan S
c. Diagonal ada 2: PR dan SQ
Sifat-sifat jajargenjang:
a. Sisi-sisi berhadapan sejajar, PQ//SR dan PQ=SR, PS//QR dan PS=QR
b. Sudut yang berhadapan sama besar sudut P = R, sudut Q = R
c. Jumlah besar sudut-sudut yang berdekatan sama dengan 180o
d. Diagonal-diagonal saling membagi dua sama panjang PO = RO, QO = SO
Belah Ketupat
Belah ketupat adalah bangun segi empat yang dibentuk dari
gabungan segitiga samakaki dan bayangannya setelah
dicerminkan terhadap alasnya.
Q
O
P
S R
K
N
O M
L
B
D C
O E
A
F
H
G
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
429
Unsur-unsur belah ketupat:
a. Sisi ada 4: KL, LM, MN, NK
b. Sudut ada 4: sudut K, L, M, dan N
c. Diagonal ada 2: KM dan LN
Sifat-sifat belah ketupat:
a. Semua ukuran sisi-sisinya sama panjang KL = LM = MN = NK
b. Sudut-sudut yang berhadapan besarnya sama sudut K = sudut M dan sudut L = sudut N, dan
di bagi dua sama besar oleh diagonal-diagonalnya,
c. Kedua diagonalnya saling membagi dua sama panjang dan saling tegak lurus satu sama
lainnya.
d. Mempunyai dua buah sumbu simetri.
e. Kedua diagonalnya merupakan sumbu simetri dari bangun belah ketupat.
f. Memiliki dua simetri lipat.
g. Memiliki dua buah simetri putar.
Layang-layang
pengertian layang-layang adalah segi empat yang dibentuk dari gabungan
dua buah segitiga sama kaki yang alasnya sama panjang dan berimpit.
Sifat-sifat layang-layang
a. Terdapatnya dua pasang sisi yang sama panjang.
b. Terdapatnya sepasang sudut berhadapan yang sama besar.
c. Terdapatnya satu sumbu simetri yang merupakan diagonal terpanjang.
d. Salah satu dari diagonalnya membagi dua sama panjang diagonal lainnya secara tegak lurus.
e. Diagonal-diagonal yang dimiliki oleh bangun layang-layang saling tegak lurus.
f. Diagonal yang menghubungkan sudut puncak membagi dua bagian sudut-sudut puncak dan
layang-layang menjadi dua buah bagian yang besarnya sama.
Trapesium
Pengertian trapesium adalah bangun segi empat yang mempunyai tepat sepasang sisi yang
berhadapan sejajar.
Jenis-jenis trapesium
Secara umum ada tiga jenis trapesium sebagai berikut.
P
Q
S
R O
A B
D C
A B
C D
A B
C D
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
430
(i) Trapesium sebarang
Trapesium sebarang adalah trapesium yang keempat sisinya tidak
sama panjang. Pada gambar di samping, AB // DC, sedangkan
masing-masing sisi yang membentuknya, yaitu AB, BC, CD, dan
AD tidak sama panjang.
(ii) Trapesium sama kaki
Trapesium sama kaki adalah trapesium yang mempunyai sepasang
sisi yang sama panjang, di samping mempunyai sepasang sisi yang
sejajar. Pada gambar di samping, AB // DC dan AD = BC.
(iii) Trapesium siku-siku
Trapesium siku-siku adalah trapesium yang salah satu sudutnya
merupakan sudut siku-siku (90°). Pada gambar di samping, selain
AB // DC, juga tampak bahwa besar sudut DAB = 90° (siku-siku).
Sifat-sifat trapesium
Secara umum dapat dikatakan bahwa jumlah sudut yang berdekatan di antara dua sisi sejajar
pada trapesium adalah 180°.
Setelah setiap tim ahli selesai menjelaskan pada kelompok jigsaw, akan ditunjuk satu
orang untuk mempresentasikan hasil kerjanya, setiap kelompok memilih satu bangun segiempat
dan tidak boleh sama dengan kelompok lain. Cara yang digunakan untuk menunjuk yang
presentasi adalah pada setiap kelompok diberikan game yaitu guru memberikan soal lisan yang
berhubungan dengan jenis-jenis bilangan yang harus dijawab setiap anggota kelompok, yang
terakhir menjawab benar yang mendapat sangsi untuk mempresentasikan hasil diskusinya.
3. Kegiatan Akhir
a. Game refleksi, setiap peserta didik duduk dikursinya masing-masing, dan untuk mengecek
pemahaman peserta didik diadakan games, yaitu guru memberikan soal lisan yang
berhubungan dengan jenis-jenis bilangan yang harus dijawab setiap anggota kelompok, yang
terakhir menjawab benar yang mendapat mendapat hukuman yaitu membuat kesimpulan.
b. Pada kegiatan akhir, guru memberikan kuis secara individu. Nilai tersebut diakumulasi dalam
kelompok untuk menentukan mana kelompok terbaik untuk mendapatkan reward kelompok
terbaik.
Hasil
Hasil Observasi Aktivitas Siswa
Keaktifan siswa sudah bisa dikatakan memuaskan guru sebagai peneliti. Hal ini terbukti dari
sebagaian besar siswa sudah berperan aktif di dalam kegiatan pembelajaran dan penuh semangat
memperhatikan penjelasan dari guru. Siswa tidak merasa canggung atau malu-malu dalam
menjelaskan materi dalam kelompok dengan memperagakan media manipulatif, berlomba-lomba
menjawab pertanyaan dari guru, bertanya hal-hal yang dirasa kurang jelas dan mengerjakan LKS atau
A B
C D
A B
C D
A B
D C
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
431
soal dengan teliti. Hal ini berdasarkan dari hasil pantauan observer yang telah memberikan penilaian
pada lembar aktivitas siswa
Tabel 4.5 Rekapitulasi Aktivitas Siswa Kelas VIIC
Skor
Pertemuan 1
Skor
Pertemuan 2
Skor
Pertemuan 3
Memperhatikan apa yang disampaikan
guru.
3 4 4
Melakukan diskusi aktif dalam kelompok 2 3 3
Mencoba mengemukakan pendapat sendiri
mengenai apa yang dipikirkannya, juga
mencatat segala sesuatu dalam diskusi.
2 2 2
Saling berbagi dan bekerjasama dalam
kelompok
4 4 4
Mempertanggungjawabkan secara individu
materi yang ditangani dalam kelompok
kooperatif.
2 3 4
Merespon jawaban teman 2 2 2
Persentase 62,50% 75,00% 83,33%
Berdasarkan hal tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa usaha untuk meningkatkan
aktivitas siswa sudah dianggap berhasil karena sudah melampaui indikator yang ditentukan yaitu ≥
70%.
Terjadinya peningkatan aktivitas siswa dalam proses pembelajaran tidak terlepas dari
penerapan model pembelajaran kooperatif jigsaw dan pemanfaatan media manipulatif segiempat.
Siswa dapat merespon objek kongkrit melalui media manipulatif yang diperagakan oleh guru pada
saat penyampaian materi pelajaran dan digunakan oleh siswa untuk menjelaskan materi masing-
masing dikelompok jigsaw, sehingga terjadi proses tanya jawab yang efektif. Siswa juga secara aktif
dapat memperagakan media manipulaif yang sudah disiapkan.
Hasil Tes
Setelah seluruh siswa selesai mengikuti kegiatan pembelajaran, siswa akan diuji kemampuan
belajarnya dengan mengikuti tes. Hasil tes yang diperoleh seperti yang terlihat pada tabel berikut:
Tabel 4.4 Rekapitulasi Hasil Belajar Siswa Kelas VIIC
Jumlah Nilai 2385
Nilai Rata-rata Kelas 74,53
Ketercapaian Jumlah Siswa Persentase
Tuntas Belajar 26 81,25%
Tidak Tuntas Belajar 6 18,75%
Tindakan guru yang sangat berpengaruh terhadap aktivitas dan hasil belajar siswa dalam
penelitian ini adalah guru telah menerapkan model pembelajaran kooperatif jigsaw dengan
memanfaatkan media manipulatif segiempat dalam proses pembelajarannya, selalu memberi
penguatan pada siswa, serta membantu siswa yang mengalami kesulitan secara individu. Dapat
disimpulkan bahwa terjadi peningkatan hasil belajar siswa yang mencapai KKM 68 atau lebih sebesar
81,25%. Dari hasil yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa indikator kinerja pada penelitian ini telah
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
432
tercapai, karena sudah melampaui indikator yang ditentukan yaitu ≥ 75% dari jumlah siswa telah
berhasil mencapai skor nilai KKM 68 atau lebih.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Setelah dilaksanakan pembalajaran dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif
jigsaw dan pemanfaatan media manipulatif dalam kegiatan pembelajaran, maka dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut: (1) Melalui penerapkan model pembelajaran kooperatif jigsaw dan
pemanfaatan media manipulatif segiempat dalam kegiatan pembelajaran pada materi segiempat siswa
kelas VIIC SMPN 1 Sanggau Kabupaten Sanggau ternyata mampu meningkatkan aktivitas siswa ini
dapat dilihat pada hasil peningkatan persentase siswa yang aktif pada pertemuan 1 yaitu 62,50%,
pertemuan 2 sebesar 75,00%, dan pertemuan ke 3 sebesar 83,33% jadi peningkatan antara pertemuan
1 dengan pertemuan 3 sebesar 20,83%. (2). Hasil belajar siswa meningkat setelah menerapkan model
pembelajaran kooperatif jigsaw dan pemanfaatan media manipulatif segiempat sebagai media
pembelajaran. Hal tersebut dapat dilihat pada peningkatan persentase pada siswa yang tuntas terdapat
26 siswa yag tuntas dengan persentase 81,25%.
Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan peneliti, ditemukan beberapa kelebihan dan
kelemahan dalam menerapkan model pembelajaran kooperatif jigsaw dan pemanfaatan media
manipulatif untuk meningkatkan aktivitas serta hasil belajar siswa, peneliti menyarankan beberpa hal
antara lain: (1) Hendaknya ketika guru menjelaskan materi, siswalah yang harusnya lebih banyak
berperan aktif di dalamnya.(2) Gurulah yang merancang dan menggunkan media pembelajaran sesuai
dengan materi yang disampaikan.(3) Hendaknya siswa diberikan kesempatan lebih banyak dalam
menerapkan model pembelajaran kooperatif jigsaw dan pemanfaatan media manipulatif segiempat.
DAFTAR RUJUKAN
Arsyad, Azhar, 2009. Media Pembelajaran. PT Rajagravindo Persada. Jakarta.
Bistari, 2015. Mewujudkan Penelitian Tindakan Kelas. PT. Ekadaya Multi Inovasi. Pontianak.
Bistari, 2012. Strategi Belajar Mengajar Matematika Aktif & Kretatif. Universitas Tanjungpura
Pontianak.
Depdikbud, 1998. Kamus Besar Bahasa Indonesia . Jakarta: Depdikbud
Gatot, Muhsetyo, 2008. Pembelajaran Matematika. Universitas Terbuka. Jakarta
Arikunto, Suharsimi, 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. PT Rineka Cipta.
Jakarta
Sardiman, 2004. Interaksi dan Motivasi Belajar. PT. Raja Grafindo Persada.Jakarta.
Subanji, 2013. Pembelajaran Matematika Kreatif dan Inovatif. Malang: Universitas Negeri Malang
(UM PREES).
Sudjiono, Rosmaini, 2004. Metode Statistik. Tarsito. Bandung
Wahyuni. T dan Nurharini. D, 2008. Matematika Konsep dan Aplikasinya Untuk Kelas VII
SMP/MTs. Klaten: Cempaka Putih.
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
433
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN POHON MATEMATIKA UNTUK
MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA
KELAS VIII A SMPN 6 PADA POKOK BAHASAN LINGKARAN
Siti Fatikhatun Fatkhiyah
SMPN 6 Batu
siti_khiyah @yahoo.com
Abstrak: Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan pembelajaran perbandingan sudut pusat, panjang
busur, luas juring menggunakan metode pohon matematika yang dapat meningkatkan kemampuan
pemecahan masalah matematika siswa kelas VIII-A SMPN 6 Batu. Penelitian ini merupakan penelitian
tindakan kelas, dilakukan dalam 2 siklus, masing- masing siklus dilakukan dalam 3 pertemuan. Hasil
penelitian bahwa pembelajaran pohon matematika yang dilakukan dengan langkah-langkah: menya-
jikan materi,memberikan masalah dan menyelesaikan bersama, memberikan pohon matematika, mem-
bangun masalah yang diketahui jawabannya, mengoreksi dan menilai masalah, mendiskusikan masalah
yang sulit dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Peningkatan hasil belajar dari rata –rata pada siklus
1 adalah 50 menjadi 72 (siklus 2). Ketuntasan belajar siswa juga mengalami peningkatan dari 36%
Menjadi 76%
Kata Kunci: pembelajaran pohon matematika, pemecahan masalah
Perkembangan peradaban yang cepat membutuhkan adaptasi proses pembelajaran. Subanji
(2011) menjelaskan perkembangan yang sangat dinamis membutuhkan kemampuan untuk beradaptasi
secara cepat dan pola pikir yang baik . Karena perubahan pola pembelajaran merupakan hal utama
untuk bisa menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam pembelajaran peran
guru juga mengalami perubahan dari yang semula memberi pengetahuan kepada siswa “menjadi”
memfasilitasi untuk belajar (fasilitator) . Karena hakekat pembelajaran adalah mengembangkan
berfikir siswa, sehingga mampu memecahkan masalah-masalah dalam kehidupannya yang cukup
dinamis, Untuk itu perlu upaya meningkatkan kualitas pendidikan matematika.
Menurut NCTM (2000) ada 6 (enam) prinsip dasar untuk mencapai pendidikan matematika
yang berkualitas tinggi meliputi: (1) kesetaraan /keadilan/pemerataan (2) kurikulum (3) pengajaran /
pembelajaran (5) penilaian (6) teknologi. Prinsip pembelajaran menekankan bahwa tugas guru adalah
mendorong siswanya untuk berfikir/ bertanya menyelesaikan masalah, mendiskusikan ide-ide, strategi
dan hasil penyelesaian masalah dari siswa
Prinsip belajar yamg menekankan pada siswa harus belajar matematikanya dengan
pemahaman, secara aktif, membangun pengetahuan baru,dari pengalaman dan pengetahuan
sebelumnya. Belajar matematika tidak hanya berkaitan dengan keterampilan berhitung tetapi perlu
kecakapan berfikir dan bernalar secara matematis dalam menyelesaikan soal-soal baru dan
mempelajari ide-ide baru yang akan dihadapi. Karena itu pembelajaran akan lebih baik bila
menekankan pemahaman relasional dari pada pemahaman instrumental.
Lebih lanjut, Subanji (2015) menyatakan bahwa ada tiga faktor yang digunakan dalam
pengembangan pembelajaran dikelas diantaranya: (1) mengondisikan berfikir reflektif siswa (2)
menciptakan interaksi social antar siswa dan siswa guru (3) menggunakan model atau alat-alat untuk
belajar. Berfikir reflektif adalah kegiatan aktif untuk menjelaskan sesuatu atau mencoba
menghubungkan ide –ide yang terkait. Berfikir reflektif terjadi ketika siswa mencoba memahami
penjelasan dari orang lain, ketika mereka bertanya, ketika mereka menjelaskan atau menyelidiki
kebenaran ide mereka sendiri.
Dalam matematika, soal matematika belum tentu menjadi masalah bagi siswa karena soal
matematika bisa rutin dan bisa tidak rutin. Masalah yang dimaksudkan dalam problem solving adalah
masalah non rutin. Masalah non rutin memiliki karakteristik khusus yakni untuk menyelesaikannya,
membutuhkan berfikir tingkat tinggi, atau berfikir lain dari yang biasa dilakukan. Kepada siswa perlu
dikembangkan kemampuan berfikir logis, analistis, sistematis, kritis, dan kreatif. Sehingga siswa
dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan
hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti dan kompetetif. Dari berbagai penelitian
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
434
direkomendasikan bahwa untuk meningkatkan kemampuan problem solving diperlukan pendekatan
pembelajaran yang sesuai dengan mengubah pembelajaran ke arah yang lebih amalitik dan bermakna.
Dalam hal ini penulis menyajikan salah satu proses dalam pemecahan masalah dengan menggunakan
pohon matematika.
Subanji (2013) menyatakan bahwa pohon matematika merupakan suatu media yang dapat
digunakan untuk mengembangkan penalaran siswa. Pembelajaran dengan pohon matematika
merupakan balikan dan pembelajaran yang biasa dilakukan dikelas, terutama dalam latihan-latihan
soal yang dibutuhkan. Selama ini soal-soal yang diberikan kepada peserta didik dapat dikatagorikan
(1) menentukan nilai / menhitung (2) menyederhanakan, menggambar dan membuktikan (meskipun
sangat jarang) . Dalam pembelajaran pohon matematika justru jawaban sudah diberikan dan siswa
diminta untuk mengkontruksikan soalnya atau soal yang jawabannya tidak tunggal dan siswa diminta
untuk mencari semua jawaban yang mungkin
Dalam pembelajaran matematika dengan pohon matematika ini, semakin banyak masalah
yang dibuat, maka pohon tersebut semakin memiliki banyak daun berarti semakin “RINDANG”.
Sebaliknya bila daun yang dibuat salah maka daun tersebut menjadi “BENALU” yang mengurangi
kesuburan pohon, dari kerindangan pohon matematika ini dapat dilihat kreatif siswa.
Dalam pelaksanaannya pembelajaran dengan pohon matematika dapat dilakukan dengan
sistem individu dan sistem kelompok . Pada tahap awal guru membuatkan ranting dan siswa
melengkapi daunnya pada tahap berikutnya ranting bisa dibuat oleh siswa sehingga dalam proses
pembelajaran guru benar-benar hanya menjadi fasilitator.
Berdasarkan latar belakang di atas penulis mengangkat penelitian dengan judul “Penerapan
model pembelajaran pohon matematika untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah
matematika kelas VIII A SMPN 6 pada pokok bahasan lingkaran“
METODE PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pembelajaran pohon matematika yang dapat
meningkatkan hasil belajar siswa. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas dengan tahapan
perencanaan, pelaksanaan dan observasi, serta refleksi. Penelitian tindakan kalas ini dilakukan dalam
dua siklus. Masing-masing siklus terdiri dari tiga pertemuan.
Penelitian dilakukan di SMPN 6 Batu dikelas VIII-A dengan jumlah siswa 33 orang. Tahap
perencanaan dilakukan kegiatan penyusunan RPP, media dan penilaian. Tahap pelaksanaan dan
observasi dilakukan dengan mempraktikkan pembelajaran pohon matematika sekaligus diobservasi
oleh teman sejawat sebanyak dua orang. Tahap refleksi dilakukan dengan mendiskusikan kelebihan
dan kekurangan dari praktik pembelajaran bersama dengan observer. Dari hasil observasi, kekurangan
diperbaiki untuk dipraktikan di siklus kedua.
HASIL PENELITIAN
Penelitian ini mendeskripsikan pembelajaran pohon matematika yang dilakukan dalam 2 siklus,
masing- masing siklus dilakukan dalam 3 pertemuan. Masing-masing pertemuan menggunakan
tahapan pembelajaran dengan metode pohon matematika antara lain: menyajikan materi,memberikan
masalah dan menyelesaikan bersama, memberikan pohon matematika, membangun masalah yang
diketahui jawabnya atau menetukan penyelesaian masalah open ended dalam pohon matematika,
mengoreksi dan menilai masalah atau jawaban yang disusun dan mendiskusikan masalah yang sulit
SIKLUS 1 pertemuan kesatu
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
435
Pembelajaran diawali dengan memberikan apersepsi dan motivasi melalui dialog sebagai berikut
G: anak-anak coba lihat gambar yang ibu bawa kemudian bertanya Apa yang ada di benak kalian
tentang gambar tersebut ?
S1: gambar pizza ibu,
S2: pizzanya bentuknya seperti lingkaran
S3: pizzanya di potong bentuknya seperti juring
G: kalau pizza tadi dipotong membentuk juring dengan sudut 600berapa perbandingannya dengan
pizza yang masih utuh
S4: 600 dibanding 360
0
Berdasarkan dialog tersebut, nampak bahwa siswa sudah memiliki pengetahuan prasarat
untuk pembelajaran pertemuan pertama dimana siswa sudah memahami perbandingan sudut pusat.
Pada tahap ini guru menyajikan materi tentang menentukan perbandingan sudut-sudut pusat
lingkaran,perbandingan panjang busur dan perbandingan luas juring lingkaran,
Selanjutnya guru memberi contoh pohon matematika dan cara mengisi daunnya serta menjelaskan
aturan main dalam pembelajaran dengan pohon matematika
kemudaian guru membagikan LK pada setiap kelompok
G: anak-anak hari ini kita belajar perbandingan sudut pusat, panjang busur dan luas juring dengan
memakai pohon matematika untuk kelompok mat 1 dan 2 mengisi daun daun pomat yang
memiliki perbandingan tertentu kalian yang menentukan luas juring yang memiliki perbandingan
tersebut, kelompok mat3 mengisi daun-daun pomat dengan panjang busur yang memiliki
perbandingan tertentu,,kelompok 4 mengisi daun-daun pomat dengan sudut pusat yang memiliki
perbandingan tertentu. sudah faham anak-anak?
S:sudah bu,
G: ok,kita mulai sekarang dengan mengisi daun-daun tersebut yang sesuai,
Kegiatan dilanjutkan dengan mengerjakan soal yang ada dalam pohon matematika. Pada kegiatan itu
ditemukan hal yang unik yaitu siswa pada kelompok mat 3 mengerjakan perbandingan sudut dengan
cara membagi kedua sudut dengan bilangan yang berbeda, sehingga diperoleh hasil yang salah.
Seharusnya pembilang dan penyebut di bagi dengan bilangan yang sama. Kegiatan selanjutnya, hasil
kerja masing-masing kelompok ditukar dengan kelompok lain untuk memperoleh informasi yang
berbeda
Pada tahap berikutnya guru memberikan penguatan terhadap hasil kerja kelompok Guru
mengajak sqiswa untuk membuat kesimpulan tentang hubungan sudut pusat dan luas juring bahwa
perbandingan sudut pusat sama dengan perbandingan panjang busur sama dengan perbandingan luas
juring. kemudian memberikan soal kepada siswa secara individu. Dari tes tersebut diperoleh hasil
nilai tertinggi 80 dan nilai terendah 30 dan rata-ratanya 50 dibawah KKM
SIKLUS 1 pertemuan kedua
Pembelajaran diawali dengan memberikan apersepsi dengan dialog sebagai berikut
G: anak-anak apa yang sudah kalian pelajari tentang minggu lalu ?
S1 Hubungan sudut pusat dan panjang busur
S2: hubungan sudut pusat dan luas juring
Berdasarkan dialog tersebut, Nampak siswa sudah memiliki pengetahuan prasyarat pembelajaran
kedua, dimana siswa memahami tentang hubungan sudut pusat, panjang busur dan luas juring.
Pada tahap ini guru memberikan materi tentang menentukan panjang busur dan luas juring
dengan menggunakan hubungan tersebut.
Kegiatan dilanjutkan dengan membentuk kelompok menjadi 4 kelompok yang terdiri dari 8 siswa
Setiap kelompok menerima LK untuk didiskusikan dengan kelompoknya tentang menyelesaikan
masalah menggunakan hubungan yang berkaitan dengan panjang busur dan luas juring
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
436
Pada saat guru memantau pekerjaan kelompok siswa guru menemukan hal yang unik tentang cara
penyelesaian masalah soal oleh siswa. Keunikan tersebut terdapat pada gambar dibawah ini
Dari gambar diatas menggambarkan bahwa ada siswa yang masih kurang teliti pada saat melakukan
operasi hitungan.Kemungkinan Hal ini terjadi karena siswa sudah mengalami penurunan daya
konsentrasi dalam belajar. Atau kemungkinan yang lain hal ini disebabkan karena faktor terburu-buru
ingin cepat selesai
Untuk kelompok mat 2 cara menyelesaikannya, daun dalam pohon matematika terdapat tiga
cabang untuk mengisinya, ketua kelompok membagi ketemannya supaya mengerjakan juringjuring
sudut yang ada di dalam pilihan untuk di selesaikan, satu siswa menyelesaikan dua sudut juring untuk
di selesaikan dengan memakai rumus luas juring jika dimasukkan nilainya sudut beserta jari-jarinya
akan memiliki luas juringnya 6 , mereka berdiskusi bgmn caranya menyelesaikan soal tersebut
Foto kel mat 1
Kegiatan siswa saat berdiskusi menentukan nilai sudut
dan jari-jari
S1: langsung saja di masukkan nilai dan sudutnya sehingga nanti akan ketemu nilai yang
sama dengan luasnya
S2: dimasukkan saja nilai sudut dan jari-jarinya, tidak usah diganti dengan 3,14 karena luasnya
masih terdapat
S3: (ketua kelompok) mengajak temannya untuk menyelesaikan dengan cara temen S2
Dari dialog tersebut kelompok mat 2 ingin menyelesaikan soal tersebut dengan memasukkan nilai
sudut dan jari-jari ke dalam rumus luas juring kemudian dilihat yang mempunyai jawaban 6 .
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
437
Setelah masing-masing kelompok menyelesaikan soal yang ada didalam ranting-ranting
pohon matematika dan dilanjutkan saling tukar jawaban antar kelompok yang mempunyai ranting
yang sama. Ditemukan pekerjaan siswa yang unik dalam pengisian daun daun di pohon matematika
Dari gambar diatas Nampak bahwa siswa sudah benar dalam mengisi perbandingan sudutnya tapi
dalam menggambar yang sesuai dengan sudutnya masih salah, hal ini dikarenakan pemahaman sudut
yang masih kurang, siswa masih menggambar sesuai dengan kehendaknya. misalnya sudut 2400
gambarnya melebihi dari setengah lingkaran .
Guru memberikan penguatan atas kerja kelompok dan mengajak untuk membuat kesimpulan
Diakhir pembelajaran guru mengakhiri dengan dialog
G: anak-anak bagaimana pembelajaran hari ini ?
S1: sangat menyenangkan ibu
S2: saya suka dengan pohon matematika
Selanjutnya guru menginformasikan materi pertemuan yang akan datang dan anak menyimak
dengan baik.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
438
SIKLUS 1 pertemuan 3
Pada siklus ini diadakan evaluasi secara tertulis. Siswa diberi soal tes dengan menggunakan pohon
matematika. Cabang pohon memuat pertanyaan berkaitan dengan sudut pusat, panjang busur dan luas
juring.Siswa diminta untuk mencari jawaban sebanyak-banyaknya dengan dikonstruksi dalam bentuk
daun. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa skor rata-rata siswa mencapai 50 dengan ketuntasan
mencapai 36%.
Refleksi
Refleksi dilakukan setelah pelaksanaan pembelajaran dengan mengaji hal-hal yang masih
menjadi kendala dalam pembelajaran . Hasil refleksi digunakan untuk memperbaiki pembelajaran .
Ringkasan refleksi disajikan dalam table berikut.
Kendala dalam
pembelajaran
Penyebabnya Alternatif penyelesaian
Ada siswa yang kurang
aktif
Jumlah anggota dalam
kelompok yang terlalu
banyak
Jumlah anggota kelompok
di kurangi
Siswa lambat mengerjakan, Belum faham akan soal yang
dimaksud
Penjelasan guru diawal
lebih terperinci
Informasi di LK kurang
Ada siswa kesulitan dalam
menyelesaikan soal
Kurang memahami materi Guru menjelaskan lagi
tentang materi
SIKLUS II
Pembelajaran ini mendiskripsikan pembelajaran menggunakan pohon matematika yang dilakukan
dalam 3kali pertemuan sebagai berikut:
Siklus II pertemuan 1
Pembelajaran diawali dengan memberikan apersepsi melalui dialog seperti berikut:
G: Anak-anak, coba amati gambar di depan ?, Apa yang ada di benak kalian tentang gambar
diatas (Guru menampilkan gambar sepeda pada LCD)
S1: sepeda federal
S2:ger belakang lebih dari satu dan bertumpuk
G: apa lagi ?
S3ger depan dan ger belakang dihubungkan dengan rante:
G: bagus anak-anak jawaban kalian benar semua,kemudian guru menanyakan lagi
G: anak-anak ada yang masih ingat dengan Theorema Pythagoras ?
S4: masih ibu segitiganya siku-siku
S5: kuadratsisi terpanjang sama dengan jumlah kuadrat sisi siku-sikunya
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
439
Dari dialog diatas, Nampak bahwa siswa sudah memiliki materi prasarat. Kemudian guru
menyampaikan tujuan pembelajarana hari ini tentang Garis singgung lingkaran dan garis singgung
persekutuan dua lingkaran, kemudian dilanjutkan guru menjelaskan materi tentang garis singgung
lingkaran dan garis singgung persekutuan dua lingkaran. selanjutnya siswa dibagi beberapa
kelompok setiap kelompok terdiri dari 5 orang . kegiatan selanjutnya guru membagikan LK pada
setiap kelompok, Pada saat diskusi kelompok, guru berkeliling untuk memantau proses siswa
berdiskusi dan membantu siswa pada kelompok yang mengalami kesulitan, salah satu kasus bantuan
guru kepada siswa dilakukan dengan dialog berikut:
G: gambar garis singgung yang kalian buat mengapa tidak tegak lurus dengan jari-jari ?
S: karena itu sisi miring bu
G: coba kalian baca lagi tentang sifat-sifat garis singing, cob abaca sifat pertama, bagaimana
bunyinya ?
S: garis singgung tegak lurus dengan jari-jari yang melalui titik singgungnya
G: sekarang lihat gambarmu lagi, dimana kesalahannya
S: garis singgung yang saya buat tidak tegak lurus dengan jari-jari
G: sekarang betulkan gambarmu sehingga menjadi benar
Kegiatan selanjutnya siswa diajak membuat kesimpulan tentang materi tersebut.
SIKLUS II pertemuan 2
Pembelajaran diawali dengan memberikan apersepsi dengan dialog sebagai berikut
G: anak-anak apa yang sudah kalian pelajari pada pertemuan yang lalu ?
S1: garis singgung lingkarann bu
S2: garis singgung persekutuan
G: baik anak-anak, berarti kalian masih ingat, karena materi hari ini masih melanjutkan materi
yang lalu
Selanjutnya guru menyampaikan tujuan pembelajaran hari ini yaitu menentukan panjang garis
singgung persekutuan dalam dan persekutuan luar dua lingkaran dengan menggunakan pohon
matematika, kegiatan diawali dengan membentuk 6 kelompok dengan setiap kelompok
beranggotakan 5 orang, selanjutnya guru membagikan LKS, siswa berdiskusi dengan kelompoknya
untuk menentukan jari-jari dari garis singgung persekutuan dalam dan garis singgung persekutuan
luar dengan pohon matematika, dalam memantau kegiatan siswa guru menemukan hal unik seperti
berikut:
Siswa dalam menentukan jari-jari pada garis singgung persekutuan dalam melakukan kesalahan yaitu
jari-jari lingkaran besar dikurangi dengan jari-jari lingkaran kecil, seharusnya jari-jari lingkaran besar
dan jari-jari lingkaran kecil dijumlahkan .guru membimbing siswa sehingga siswa memahami
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
440
Kegiatan diakhiri dengan membuat kesimpulan bersama-sam siswa dan melakukan refleksi tentang
pembelajaran hari ini, sebagai penutup guru menyampaikan tentang kegiatan yang akan dilakukan
pada pertemuan selanjutnya yaitu evaluasi
SIKLUS II Pertemuan 3.
Pada siklus ini diadakan evaluasi secara tertulis. Siswa diberi soal tes dengan menggunakan
pohon matematika. Cabang pohon memuat pertanyaan berkaitan dengan garis singgung lingkaran dan
garis singgung persekutuan dalam dan luar lingkaran.Siswa diminta untuk mencari jawaban sebanyak-
banyaknya dengan dikonstruksi dalam bentuk daun. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa skor rata-rata
siswa mencapai 50 dengan ketuntasan mencapai 76%.
SIMPULAN
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan pohon matematika
dengan langkah-langkah: menyajikan materi,memberikan masalah dan menyelesaikan bersama,
memberikan pohon matematika,membangun masalah yang diketahui jawabannya, mengoreksi dan
menilai masalah, mendiskusikan masalah yang suli, dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas
VIII-A SMPN 6 Batu. Peningkatan hasil belajar rata –rata pada siklus 1 adalah 50 menjadi 72 pada
siklus 2. Ketuntasan belajar siswa juga mengalami peningkatan dari 36% Menjadi 76%
SARAN
Berdasarkan simpulan tersebut, penulis mengajukan beberapa saran khususnya bagi guru
sejawat agar perlu mengembangkan pembelajaran yang menyenangkan, untuk meningkatkan prestasi
belajar siswa, pada Kompetensi Dasar garis singgung lingkaran maka metode pohon matematika
dapat digumnakan khususnya mata pelajaran matematika.
Daftar Rujukan
Marlina, 2014. Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada materi Operasi Hitung Campuran Melalui
Model Pembelajaran Kooperatif. J-TEQIP, Tahun V, Nomor 2, 2014 Jurnal Peningkatan
kualitas Guru
Subanji, 2011, Matematika Sekolah dan Pembelajarannya, Jurnal peningkatan kualitas guru, J-
TEQIP Tahun II nomer 2, 2011
Subanji,2012, Pengembangan Aktivitas Matematika Problem Solving mengacu pada meaning based
approach, Jurnal Peningkatan kualitas Guru, J-TEQIP, Tahun III, Nomor 2, Nopember 2012
Subanji,2013, Revitalisasi Pembelajaran Bermakna dan Penerapannya dalam pembelajaran
Matematika Sekolah. Proseding seminar Nasional J-TEQIP 2011.
Subanji,2013, Pembelajaran Matematika Kreatif dan Inovatif, UM Press
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
441
PENGGUNAAN MEDIA MANIPULATIF UNTUK MENINGKATKAN
PEMAHAMAN SISWA TENTANG UNSUR-UNSUR BANGUN RUANG SISI DATAR
DI SMP RADEN FATAH
Surtini
SMP Raden Fatah Batu
icunsurtini @ gmail.com
Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah meningkatkan pemahaman siswa tentang unsur-
unsur bangun ruang sisi datar, dan juga untuk meningkatkan aktivitas belajar siswa. Jenis
penelitian adalah PTK dengan dua siklus, masing-masing siklus diawali dengan
Perencanaan, Tindakan, Pengamatan, dan Refleksi. Siklus satu terdiri dari dua kali
pertemuan dan siklus dua terdiri dari dua pertemuan. Subyek penelitian adalah 32 siswa
terdiri dari 16 siswa laki-laki dan 16 siswa perempuan klas VIII A SMP Raden Fatah Batu,
Pemilihan subyek didasarkan pada mereka masih belum mampu membedakan jenis-jenis
unsur dari bangun ruang sisi datar. Pembelajaran yang digunakan berbasis media mani-
pulatif. Media manipulatif yang digunakan benda kerangka dan benda bentuk kubus, balok,
prisma dan limas.. Pembelajaran dilaksanakan melalui diskusi kelompok, yang dikelom-
pokkan secara heterogen. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa pembelajaran dengan
menggunakan media manipulatif dapat meningkatkan pemahaman siswa tentang unsur-
unsur bangun ruang sisi datar dan meningkatkan aktivitas belajar siswa. Ketuntasan jumlah
siswa meningkat dari 14 orang pada siklus I menjadi 26 pada siklus II dan nilai rata-rata
juga meningkat dari 64,3 pada siklus I menjadi 81,2 pada siklus II.
Kata Kunci: Media Manipulatif, Unsur, Bangun Ruang Sisi Datar .
Pendidikan sangat penting bagi manusia, karena dengan pendidikan manusia dapat mereali-
sasikan dirinya baik fisik, emosional, mental sosial dan etika. Pendidikan adalah suatu aktivitas dan
usaha manusia untuk meningkatkan kepribadiannya dengan jalan membina potensi-potensi yang ada
pada dirinya. Manusia sangat membutuhkan pendidikan untuk menggali dan mengembangkan potensi
dirinya melalui proses pengajaran maupun dengan cara lain yang telah diakui oleh masyarakat.
Muhibbin Syah (2003) mengatakan bahwa pendidikan adalah” Proses pengubahan sikap dan tingkah
laku seseorang, atau sekelompok orang dalam mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan
pelatihan.
UU no 20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional tahun 2006 menjelaskan bahwa
salah satu jalur pendidikan yang ada dilingkungan kita adalah pendidikan formal yang pelak-
sanaannya telah diatur oleh pemerintah. Pendidikan formal itu adalah kegiatan belajar mengajar yang
ada di sekolah. Pendidikan adalah sesuatu yang dinamis yang dituntut adanya suatu perubahan, atau
perbaikan secara terus menerus. Perubahan itu dapat dilakukan dari segi strategi pembelajaran,
metode pembelajaran, media pembelajaran, buku-buku pelajaran, alat-alat laboratorium, maupun
materi-materi pembelajaran. Komponen yang tidak kalah penting yang ada dalam proses
pembelajaran adalah guru, peserta didik, kurikulum dan sarana prasarana yang menunjang dalam
proses pendidikan. Peserta didik merupakan komponen utama dari komponen lainnya, karena peserta
didik merupakan obyek yang akan dididik dan dibimbing untuk menjadi manusia-manusia yang
berkualitas dan tangguh dalam menghadapi tantangan kehidupan yang semakin maju sesuai
perkembangan jaman. Dan salah satu tempat untuk memperoleh pendidikan formal adalah sekolah.
Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang harus dipelajari. Matematika salah satu mata
pelajaran yang dianggap penting dalam pendidikan. Hal ini dapat dilihat dari pembagian waktu dalam
satu minggu lebih banyak dibanding dengan mata pelajaran yang lain. Selain itu mata pelajaran
matematika dalam pelaksanaannya diberikan disemua jenjang pendidikan dari taman kanak-kanak
sampai perguruan tinggi.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
442
Pemahaman konsep secara tepat dan optimal akan membentuk seseorang lebih trampil dalam
menjalankan kehidupannya sehari-hari. Seseorang akan tahu nilai perasaan, lebih besar, lebih kecil,
bentuk, ukuran jumlah, bentuk bangun datar, bangun ruang, nilai uang, itu semua adalah manfaat
matematika dalam kehidupan sehari-hari.
Proses pembelajaran juga akan menentukan hasil belajar peserta didik. Untuk memperoleh
hasil belajar yang maksimal maka perlu proses pembelajaran yang maksimal pula. Proses
pembelajaran inilah yang biasa disebut dengan pendidikan. Pemahaman sangatlah penting dicapai
oleh peserta didik dalam proses pembelajaran, karena bila peserta didik belum bisa faham saat
pembelajaran, maka peserta didik akan kesulitan dan tidak dapat menyelesaikan soal- soal yang
berhubungan dengan materi yamg diajarkan. Oleh karena itu pemahaman konsep perlu ditanamkan
sejak dini. Sejak siswa duduk di sekolah dasar maupun sekolah Menengah Pertama, disitu siswa
dituntut untuk mengerti tentang definisi, pengertian dan pemecahan masalah.
Matematika di SMP sebagian besar yang dipelajari adalah konsep-konsep dan rumus yang
mendukung konsep tersebut. Dan materi yang diajarkan sebagian juga bersifat abstrak, sehingga
dituntut kemampuan guru untuk kreatif berupaya memilih metode yang tepat sesuai tingkat
perkembangan psikologis siswa. Untuk itu diperlukan model dan media yang tepat sesuai tujuan
pembelajaran. Pemilihan media yang tepat juga sangat diperlukan dalam proses pembelajaran yang
juga bisa menarik perhatian dan memotivasi siswa untuk belajar .
Fungsi media dalam pembelajaran matematika diantaranya untuk membangkitkan minat dan
motivasi belajar siswa. Untuk matematika yang abstrak dapat disajikan dalam bentuk konkrit
sehingga lebih mudah difahami, dimengerti sesuai tingkatan berfikir peserta didik. Namun
matematika sampai saat ini masih dianggap pelajaran yang sulit dan susah untuk difahami dan telah
menjadi anggapan umum dalam masyarakat Indonesia.
Penggunaan media akan sangat membantu keefektifan proses pembelajaran. Bahkan Arsyad
mengatakan bahwa “ Selain dapat membangkitkan motivasi dan minat siswa, media pembelajaran
juga dapat membantu siswa meningkatkan pemahaman, penyajian data dengan menarik dan
memudahkan penafsiran dan memadatkan informasi“. Penggunaan media sangat penting dalam
proses pembelajaran, oleh karena itu seorang guru dituntut dapat membuat media semenarik mungkin,
sehingga memudahkan peserta didik memahami materi pelajaran dengan baik. Pengembangan strategi
yang tepat pada pembelajaran matematika permulaan bagi peserta didik SD yang masih dalam tahap
pemahaman matematika secara konkrit dapat menggunakan media yang sederhana dan mudah
didapat, seperti media manipulatif. Media manipulatif adalah segala benda yang dilihat, dipegang,
diatur, dipotong, dimainkan dengan tangan (dimanipulasikan).
Guru juga harus pandai memilih media yang tepat sesuai tujuan pembelajaran. Dalam
pelajaran matematika salah satu materi klas VIII semester genap adalah bangun ruang sisi datar. Pada
materi ini peserta didik dituntut untuk memiliki kemampuan menggambar, kemampuan dasar
menghitung, serta menghafal rumus-rumus untuk menyelesaikan soal-soal.
Kenyataannya hasil belajar matematika yang diperoleh peserta didik saat ini masih rendah.
Hal ini menjadi bahan pembicaraan dalam berbagai diskusi di sekolah. Salah satu indikator hasil
belajar yang rendah yang di tandai dengan rendahnya nilai rata-rata ujian nasional matematika peserta
didik di sekolah, lebih rendah jika dibanding dengan nilai ujian nasional pelajaran yang lain. Selain
itu rendahnya hasil belajar matematika salah satunya kurangnya sarana prasarana disekolah, misalnya
media sebagai alat bantu dalam pembelajaran. Kenyataannya masih banyak guru yang mengajar tanpa
menggunakan media pembelajaran. Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan ,maka
penulis ingin melakukan penelitian untuk mengatasi masalah tersebut dengan judul : “ Penggunaan
Media Manipulatif untuk meningkatkan Pemahaman siswa tentang Unsur-unsur bangun ruang sisi
datar di SMP Raden Fatah Batu.”
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
443
KAJIAN TEORI
Media Manipulatif
Benda asli/manipulative adalah benda yang sebenarnya, yang dapat diamati secara langsung
oleh panca indra dengan cara melihat, mengamati, atau memegangnya secara langsung tanpa melalui
alat bantu (Martiningsih,2011). Media manipulative merupakan salah satu media pembelajaran yang
dapat dipakai dalam proses pembelajaran matematika. Penggunaan media manipulative ini pada
proses pembelajaran matematika akan sangat membantu siswa dalam memahami konsep, sesuai
dengan tingkat kognitif siswa.
Media manipulative (konkrit) adalah segala benda yang dilihat, disentuh, didengar, dirasakan,
dan dimanipulasikan (penyimpangan dari fungsi yang sebenarnya). Hal ini menunjukkan bahwa
segala sesuatu yang bisa di temukan oleh siswa dalam kesehariannya dapat dijadikan media
matematika, seperti batang korek api, kotak kue, bola, balok, jam dinding, papan tulis, meja, lemari,
dan masih banyak lagi media lain yang bisa digunakan dalam kegiatan pembelajaran dan stimulasi
matematika.
Pengertian media Manipulatif menurut Gatot Muhsetyo, dkk (2007) mendefinisikan bahwa
“Bahan manipulatif adalah bahan yang dapat dimanipulasikan dengan tangan, diputar, dipegang,
dibalik, dipindah, diatur, atau ditata atau dipotong-potong“. Dari pendapat tersebut dapat dipahami
bahwa bahan manipulatif yaitu bahan yang dapat dimain-mainkan dengan tangan. Fungsi dari bahan
manipulative untuk menyederhanakan konsep-konsep yang sulit, menyajikan bahan yang relative
abstrak menjadi lebih nyata, menjelaskan pengertian atau konsep secara lebih konkrit, menjelaskan
sifat-sifat tertentu yang terkait dengan pengertian hitung dan sifat-sifat bangun geometri serta
memperlihatkan fakta-fakta. Contoh bahan manipulatif, jenisnya kertas, karton, kelereng, kerikil,
manik-manik, buku, pensil, butiran, kayu, kawat, lidi, atau bungkus makanan (Gatot Muhsetyo, dkk,
2007).
Unsur-unsur bangun ruang sisi datar
1) Sisi/bidang
Bidang sisi atau sisi pada bangun ruang adalah bidang yang membatasi bagian dalam atau
bagian luar suatu bangun ruang. Sisi bangun ruang dapat berbentuk bidang datar atau bidang
lengkung.
Gambar 1. Bidang/Sisi Kubus
(ABCD = EFGH = ABFE = CDHG = ADHE = BCGF)
Keterangan:
1. Sisi alas = ABCD
2. Sisi atas = EFGH
3. Sisi depan = ABFE
4. Sisi belakang = CDHG
5. Sisi kiri = ADHE
6. Sisi kanan = BCGF
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
444
2) Rusuk
Rusuk adalah ruas garis yang dibentuk oleh perpotongan dua bidang sisi yang bertemu.
Rusuk pada bangun ruang dapat berupa garis lurus atau garis lengkung. Rusuk terletak pada
satu bidang dan tidak berpotongan dinamakan rusuk-rusuk yang sejajar. Rusuk – rusuk yang
berpotongan tetapi tidak terletak dalam satu bidang disebut rusuk-rusuk yang bersilangan.
Gambar 2. 12 Rusuk kubus yang sama panjang
Keterangan:
Rusuk Alas : AB, BC, CD, AD
Rusuk Tegak : AE, BF, CG, DH
Rusuk Atas : EF, FG, GH, EH
3) Titik Sudut
Titik sudut adalah titik pertemuan 3 atau lebih rusuk pada bangun ruang.
Gambar 3. Titik Sudut a, b, c, d, e, f, g, dan h
4) Diagonal Sisi
Diagonal sisi adalah ruas garis yang menghubungkan dua titik sudut yang terletak pada rusuk
– rusuk berbeda pada satu sisi biadang.
Gambar 4. Diagonal Bidang/Sisi Kubus
5) Diagonal Ruang
Diagonal ruang adalah ruas garis yang menghubungkan dua titik sudut yang masing- masing
terletak pada sisi atas dan sisi alas yang tidak terletak pada satu sisi kubus atau balok.
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
445
Gambar 5. Diagonal Ruang Kubus
6) Bidang Diagonal
Bidang yang dibatasi oleh dua buah diagonal sisi yang behadapan pada kubus atau balok.
Gambar 6. Diagonal Bidang Kubus
METODE PENELITIAN Penelitian yang dilakukan adalah penelitian tindakan kelas, yang bertujuan untuk memperbaiki
proses pembelajaran. Dalam pelaksanaannya dengan menggunakan media manipulatif berupa kawat
kerangka kubus, balok, prisma dan limas serta benda bentuk bangun ruang sisi datar kubus, balok,
prisma, limas. Materi yang diajarkan adalah “Unsur-unsur bangun ruang sisi datar“ (kubus, balok,
prisma, dan limas). Untuk memahami apa yang disebut titik sudut, rusuk, bidang/sisi, diagonal ruang,
diagonal bidang, dan bidang diagonal. Penelitian dilaksanakan di SMP Raden Fatah, Sidomulyo Batu
.Subyeknya adalah peserta didik klas VIII A sejumlah 32, yang terdiri dari 16 laki-laki dan 16
perempuan. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan dua siklus, yang masing-masing siklus terdiri
dari dua kali pertemuan. Masing-masing siklus diawali dengan perencanaan, tindakan, pengamatan
dan refleksi. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Tes Hasil
Belajar. Tes hasil belajar diberikan dalam bentuk tes uraian. Pemberian tes dilakukan sebanyak dua
kali yaitu tes hasil belajar I diakhir Siklus I. Teknik ini untuk mengetahui sejauh mana pembelajaran
dengan menggunakan media manipulatif ini dapat meningkatkan pemahaman terhadap unsur-unsur
bangun ruang sisi datar. Dan tes hasil belajar II diakhir siklus II.
Observasi yang dilakukan merupakan pengamatan terhadap keaktifan dan respon siswa pada
saat pembelajaran. Observasi dilakukan oleh guru matematika disekolah (teman sejawat). Observasi
dilakukan dengan menggunakan lembar observasi yang disediakan.
Kegiatan analisis data meliputi ketuntasan hasil belajar peserta didik dan observasi. Untuk
mengetahui persentasi hasil belajar peserta didik, dapat digunakan rumus:
PHB = A / B x 100% (1)
Keterangan:
PHB = Penilaian Hasil Belajar
A = Skor yang diperoleh siswa
B = Skor maksimal
Dengan kreteria : 0% < PHB < 75% Belum tuntas belajar
PHB 75% Telah tuntas belajar
Secara individu seorang siswa dikatakan tuntas dalam belajar jika PHB siswa tersebut telah mencapai
75. Ketuntasan belajar ini berdasarkan KKM yang tercantum dalam KTSP SMP Raden Fatah Tahun
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
446
Pelajarann 2015/2016, dikatakan tuntas jika PHB peserta didik mencapai 75 %. Selanjutnya
persentase peserta didik yang telah tuntas dalam belajar secara klasikal dapat dirumuskan sebagai
berikut:
PKK = X/N x 100% ................................................... (2)
Keterangan : PKK = Persentase Ketuntasan Klasikal
X = Jumlah peserta didik yang telah tuntas belajar
N = Jumlah peserta didik
Kriteria ketuntasan belajar secara klasikal akan diperoleh jika didalam kelas tersebut terdapat 80%
siswa yang telah mencapai nilai ≥ 75.
Sedang aktifitas belajar siswa indikator keberhasilannya 71 % (kategori belajar aktif dari Akhmad
Sudrajar “ Pembelajaran tuntas ( Mastery Learning) dalam KTSP”.
HASIL PEMBAHASAN
Silkus I pertemuan 1
Pembelajaran pada siklus 1 dilaksanakan tanggal 15 Maret 2016 dengan materi unsur-unsur
bangun ruang sisi datar.
Pembelajaran diawali dengan menyampaikan materi unsur-unsur bangun ruang sisi datar yang
berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Dengan memberi apersepsi melalui dialog sebagai
berikut:
Guru: Anak-anak, tolong sebutkan benda-benda di kelas ini yang menyerupai bentuk persegi
panjang dan persegi !
Peserta didik : Papan tulis bu, dan beberapa peserta didik yang lain menjawab papan absen, papan
pajang, kusen jendela, kaca jendela, taplak meja,
Guru : Pinter, Siapa yang bisa menyebutkan benda –benda disekitar kita yang menyerupai bentuk
persegi
Peserta didik : saya bu, keramik lantai, itu kotak-kotak di bukunya Santi, bentuknya persegi.
Guru : Bagus ! Mengapa johan, Jelaskan!. Johan menjawab : karena panjang sisinya sama. Tepat
sekali
Guru: Masih ingatkah rumus mencari luas persegi dan persegi panjang?
Peserta didik ( Wanda) : Untuk rumus luas persegi sisi kali sisi bu , dan untuk luas persegi panjang
adalah panjang kali lebar.
Guru: Luar biasa . Wanda masih mengingatnya pelajaran di sekolah dasar dahulu.
Dari hasil Tanya jawab tersebut menunjukkan bahwa siswa sudah memiliki bekal pengetahuan
prasyarat untuk mengikuti pembelajaran se lanjutnya. Dimana siswa sudah memahami bangun datar ,
oleh karena itu guru melanjutkan kegiatan inti.
Gambar 1. Media yang digunakan, pembagian kelompok.
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
447
Pada kegiatan inti siswa dibagi menjadi 8 kelompok secara heterogen berdasarkan, tiap kelompok
beranggotakan 4 orang .hal ini bertujuan untuk lebih mengaktifkan siswa dalam bekerja kelompok,
juga memudahkan pengawasan guru.
Siswa mendiskusikan LK (Kegiatan 1 dengan menggunakan kerangka dan bentuk bangun ruang
siswa mengidentifikasi rusuk, titik sudut, bidang/sisi).
Pada saat siswa berdiskusi, guru berkeliling dan membimbing siswa pada kelompok yang mengalami
kesulitan. Terlihat pada kelompok 1 siswa kurang aktif dalam melakukan diskusi , sehingga terjadi
dialog sebagai berikut :
Guru : Sonny, kenapa kamu tidak mengikuti diskusi seperti temanmu ?
Siswa: Capek bu, tadi saya sudah ikut mengisi tabel I
Guru : Iya , tapi seharusnya kamu ikuti supaya lebih faham.
Gambar 2. Aktivitas dalam berdiskusi Gambar 3. Hasil kerja kelompok siswa
Dari hasil pantauan observer dan peneliti ditemukan beberapa siswa masih belum benar dalam
menentukan jumlah sisi dan titik sudut. Di kelompok 3 masih terlihat siswa mendominasi saat
melakukan kerja kelompok, hal ini disebabkan waktu yang digunakan sudah mau habis ,sehingga
siswa yang mendominasi saat diskusi merasa bertanggung jawab dan hasil diskusi mau di
presentasikan . Presentasi dari 8 kelompok masih terlaksana 2 kelompok, waktu pembelajaran sudah
habis dengan ditandainya bel berbunyi tanda sholat dhuhur berjamaah. Akhirnya peneliti mengakhiri
dengan berpesan dilanjutkan pada pertemuan yang akan datang.
Gambar 4. Siswa mempresentasikan Gambar 5. Hasil kerja kelompok
Juga masih terlihat siswa belum aktif mengikuti diskusi hal ini disebabkan karena kebiasaan siswa
hilangnya tanggung jawab individu karena pengaruh tanggung jawab kelompok. Alternatif penyele-
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
448
saiannya adalah meyakinkan siswa tersebut sebagai siswa yang bisa dan bersedia membantu anggota
kelompok mencapai tujuan pembelajaran..
Siklus I pertemuan 2
Pembelajaran silkus I pertemuan ke2, dilaksanakan pada tanggal 17 Maret 2016 pada jam
pelajaran ke3 dan 4, Pertemuan ini akhir pertemuan siklus I yang akan diisi dengan diskusi kelompok
tentang tabel 2 , kemudian melaksanakan tes hasil belajar siklus 1 Hasil yang diperoleh sebagai
berikut :
Nilai tertinggi yaitu 90 dan nilai terendah 20,sedang rata-rata kelasnya adalah 64,3. Dari 32 peserta
didik, hasil tes peserta didik yang tuntas berdasarkan KKM yang ditetapkan di SMP Raden Fatah
yaitu 75, adalah 14 peserta didik dengan nilai lebih besar sama dengan 75. Sedang yang belum tuntas
sebanyak 18 peserta didik, dengan nilai lebih kecil dari 75. Secara klasikal persentase ketuntasannya
hanya 44% . Ini menunjukkan bahwa pelaksanaan pembelajaran pada siklus I belum berhasil, karena
indicator keherhasilan secara klasikal adalah 80 %.Untuk itu perlu dilanjutkan ke siklus II.
Refleksi
Refleksi dilakukan setelah pelaksanaan pembelajaran dengan mengkaji hal-hal yang masih
menjadi kendala dalam pembelajaran. Hasil refleksi ini digunakan untuk memperbaiki proses
pembelajaran.
Kelebihan pelaksanaan siklus I adalah penggunaan media pembelajaran dapat memudahkan
siswa dalam memahami materi unsur-unsur bangun ruang sisi datar ( kubus, balok, prisma dan limas).
Kekurangan pelaksanaan di siklus I diantaranya adalah aktivitas diskusi kelompok belum
maksimal. Hal ini disebabkan karena (1) tidak adanya tugas individu, disamping tugas kelompok. (2)
Beberapa siswa masih belum bisa menghitung diagonal ruang dan diagonal bidang. (3) Beberapa anak
yang berkemampuan tinggi masih mendominasi dalam berdiskusi.
Dari kekurangan tersebut, maka perlu adanya perbaikan- perbaikan tindakan untuk siklus II,
diantaranya adalah (1) Setiap kelompok diberi soal individu yang hasilnya di diskusikan dan ditulis
pada kelompok. (2) Guru menjelaskan lagi dengan media perbedaan diagonal ruang dan diagonal
bidang. (3) Melatih siswa yang berkemampuan tinggi untuk bisa menjelaskan pada temannya.(4)
Memberikan reward pada siswa yang aktif menjadi tutor sebaya.
Siklus II pertemuan 1
Dengan memperhatikan hasil siklus I, maka peneliti akan menindaklanjuti ke siklus II dengan
berbagai tahapan yaitu mulai membuat perencanaan untuk pelaksanaan, menyiapkan media
manipulative, membuat LK, membuat soal tes, menyiapkan bahan observasi berupa format
pengamatan. Kemudian membentuk kelompok baru.
Pada siklus II pembentukan kelompok tidak ditetapkan sesuai dengan siklus I, tetapi dikelompokkan
lagi secara heterogen. Jadi kelompok pada siklus I tidak sama dengan siklus II.
Tahap pelaksanaan tindakan : Guru memotivasi siswa dengan penggunaan media manipulative dan
menyampaikan tujuan pembelajaran.
Pada kegiatan inti (1) pembelajaran diulang mengacu pada LK siklus I, yang didalamnya terdapat 2
tugas yang harus diselesaikan yaitu tugas individu dan tugas kelompok dengan adanya tugas individu
siswa tidak ada yang mendominasi dalam pelaksanaan diskusi. (2) Teman yang sudah faham
mendampingi teman yang belum menguasai materi. (3) Guru menjelaskan cara kerja kelompok.
Awalnya kerjakan dulu tugas individu dengan membagi 4 bentuk bangun dibagikan ke anggota
masing-masing kelompok jadi satu siswa medapat satu bangun. (4) Siswa mempresentasikan kerja
individu ke kelompoknya masing-masing. (5) Perwakilan dari masing-masing kelompok untuk
mempresentasikan secara klasikal. (6) Presentasi dari 8 kelompok masih terlaksana 2 kelompok , bel
tanda ganti pelajaran sudah berbunyi. (7) Guru dan siswa menyimpulkan hasil diskusi dengan
menggunakan media manipulative yang ada.
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
449
Gambar 6. Diskusi Kelompok
Siklus II Pertemuan 2.
Kegiatan pertemuan ke dua, kita lanjutkan presentasi kelompok yang kemarin belum tampil . Setelah
selesai presentasi dilanjutkan pelaksanaan tes diakhir siklus II.Sebelum pelaksanaan tes diadakan
dialog dengan siswa.
Guru : Apa yang sudah kamu fahami tentang unsur –unsur bangun ruang sisi datar?
Peserta didik : Rusuk,titik sudut,bidang/sisi, diagonal bidang, diagonal ruang..
Guru : Apakah ada kesulitan dalam belajar materi ini? Sudah faham?
Peserta didik : Sudah bu
Guru : Bagus…Ibu mau memberikan hadiah untuk temanmu yang mau memberikan penjelasan
kepada teman lain yang membutuhkan karena belum faham dalam pelaksanaan diskusi
kelompok.
Peserta didik : Assyik…
Guru : Santi, Johan dan Wanda… Silahkan menerimanya ..Mudah-mudahan diskusi berikutnya lebih
banyak lagi yang bisa menjadi tutor sebaya.
Guru : Sekarang semua buku dimasukkan dalam tas, dan keluarkan kertas untuk mengerjakan tes.
Gambar 7. Presentasi Hasil Diskusi
Dari hasil tes diperoleh hasil nilai tertinggi 100 dan nilai terendah 40 dan nilai rata-rata siklus II 79,5
jumlah siswa yang tuntas belajar 26 dari 32 siswa dan prosentase ketuntasan secara klasikal 81,2%
KESIMPULAN
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
450
Berdasarkan hasil penelitian, penulis menyimpulkan sebagai berikut: Pembelajaran dengan
menggunakan media manipulative ( kerangka dan benda bentuk balok, kubus, prisma dan limas) dapat
meningkatkan pemahaman siswa terhadap unsur-unsur bangun ruang sisi datar. Hal ini dapat dilihat
dari peningkatan ketuntasan jumlah siswa dari 14 pada siklusi I menjadi 26 pada siklus II.dan nilai
rata-rata juga meningkat dari 64,3 menjadi 79,5 serta terlihat pada ketuntasan klasikal dari 44%
menjadi 81,2%. Pembelajaran matematika dengan menggunakan media manipulative dapat
meningkatkan aktifitas belajar siswa . Hal ini bisa dilihat dari hasil lembar penilaian aktivitas yang
diisi oleh peneliti dan observer, bahwa indicator yang ada hamper semua terisi / termasuk kategori
aktif yaitu 71 %.
DAFTAR RUJUKAN Arsyad, Azhar. 2007. Media Pembelajaran. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Asnawir dan M. Basyiruddin. 2002. Media Pembelajran. Jakarta: Ciputra Pres.
Martiningsih. Penelitian Tindakan Kelas SMP Kelas IX. Dari http://www.martiningsih.co.cc (diakses
1 April 2016).
Muhsetyo, Gatot dkk. 2007. Pengertian Bahan Manipulatif. Universitas Negeri Malang: Malang.
Sadiman, Arief, S, et al. 2007. Media Pendidikan Pengertian, Pengembangan, dan Pemanfaatannya.
Jakarta: PT. Grafindo Persada.
Sudjana, Nana, dan Ahmad Rivai. 2011. Media Pengajaran. Sinar Baru Algesindo: Bandung.
Sudrajar, Akhmad. Pembelajaran Tuntas (Mastery Learning) dalam KTSP. Dari http://Akhmad
Sudrajat.wordpress.com. (diakses 28 Maret 2016).
Suharjono dan Supardi. 2008 . Penelitian Tindakan Kelas . Jakarta: PT Bumi Aksara.
Syah, Muhibbin. 2003. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT. Remaja Rosda-
karya.
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
451
PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TEAMS GAMES TURNAMEN
(TGT) BERBANTUAN MEDIA KARTU DOMINO UNTUK MENINGKATKAN
HASIL BELAJAR MATERI AKAR PANGKAT TIGA PADA SISWA KELAS VI SDN
SUMBERGONDO 01 KOTA BATU
Kasiyar
SD Sumbergondo 01
Abstrak: Penelitihan ini bertujuan menerapkan pembelajaran kooperatif Teams Games
Turnamen (TGT) berbantuan media kartu domino yang dapat meningkatkan hasil belajar
siswa kelas VI SDN Sumbergondo 01 pada materi akar pangkat tiga. Metode penelitian
yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas yang diterapkan pada 35 siswa kelas VI
SDN Sumbergondo 01 Bumiaji Kota Batu. Pembelajaran kooperatif TGT berbantuan kartu
domino yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa meliputi: 1) penyajian materi 2)
diskusi kelompok dengan media kartu domino 3) turnamen games, dan 4) penilaian terdapat
peningkatan hasil belajar sebesar 8,19% dari dua siklus 1 sebesar 73,00 % menjadi 81,19 %
pada siklus 2.
Kata kunci: Pembelajaran kooperatif TGT, Media Kartu domino, Hasil belajar
Pendidikan merupakan tanggung jawab pemerintah, masyarakat, dan orang tua. Kerja sama
antara ketiga pihak diharapkan dapat menunjang tercapainya tujuan pendidikan nasional, yaitu untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya. Dalam Undang-
undang RI Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, tercantum pengertian
pendidikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Melalui pembelajaran matematika diharapkan siswa memiliki kemampuan dalam
memecahkan masalah dalam kehidupan sehari – hari. Adapun tujuan pembelajaran matematika di
Sekolah Dasar sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2006 adalah
agar peserta didik memiliki kemampuan: (1) memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan
antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat dan efisien, serta tepat
dalam pemecahan masalah; (2) menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi
matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan
matematika; (3) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang
model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh; (4)
mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas
keadaan atau masalah.
Hasil belajar siswa sangat dipengaruhi oleh strategi dan perencanaan yang dilakukan oleh guru.
Strategi dan perencanaan yang dimaksud adalah bagaimana guru memikirkan strategi dalam mencapai
hasil belajar yang sesuai dengan program yang direncanakan. Untuk itu, guru perlu membuat model
pembelajaran yang dapat menjadikan suasana belajar siswa yang menyenangkan dan lebih efektif.
Harapannya adalah siswa aktif dalam kegiatan belajar dan tujuan pembelajaran tercapai berupa hasil
belajar siswa lebih meningkat. Purnomo, J.P (2013) menemukan bahwa untuk meningkatkan hasil
belajar siswa pada mata pelajaran matematika, dapat dilakukan memberikan motivasi kepada siswa,
bahwa matematika itu bukan pembelajaran yang menakutkan. Lebih lanjut Purnomo, J.P (2013)
menjelaskan bahwa pemilihan alat peraga untuk menunjang proses belajar dan mengajar sangat
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
452
penting. Karena itu dalam pembelajaran patut menggunakan media. Penggunaan alat peraga yang
tepat akan dapat meningkatkan hasil belajar dan membuat proses belajar menjadi aktif, inovatif ,
efektif, menarik dan menyenangkan. Pembelajaran juga akan menjadi lebih efektif ketika dilakukan
secara berkelompok.
Pendidikan di Sekolah Dasar dititikberatkan pada aspek membaca, menulis, dan berhitung.
Ketiga aspek tersebut merupakan modal dasar untuk proses belajar berkelanjutan. Kenyataanya untuk
mata pelajaran matematika di kelas VI siswa SDN Sumbergondo 01 khususnya materi operasi hitung,
siswa yang menguasai hanya 20%. Sehingga untuk melanjutkan ke materi berikutnya, guru perlu
mengulang menekankan kembali tentang materi operasi hitung khususnya penjumlahan dan
pengurangan. Pengulangan materi dimaksudkan agar pembelajaran lebih bermakna.Selain itu
pembelajaran perlu diarahkan untuk terbentuknya interaksi antar siswa, agar siswa yang memiliki
kemampuan tinggi dapat membatu temanya yang berkemampuan rendah. Dalam pembelajaran ini
pembelajaran dapat diatur secara kooperatif.
Kajian terkait dengan pembelajaran kooperatif TGT sudah dilakukan oleh AlHafis Fajri
(2015). Al Hafis Fajri mengatakan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe TGT menggunakan
turnamen akademik dimana para siswa berlomba sebagai wakil tim dengan anggota tim lain yang
kinerja akademik sebelumnya setara seperti mereka. Untuk meningkatkan pemahaman konsep
serta menambah minat dan motivasi siswa dalam pembelajaran, model pembelajaran ini
menjadi salah satu pilihan yang bisa diterapkan di kelas karena kondisi belajar lebih
menyenangkan dimana setiap siswa dilibatkan aktif dalam kegiatan permainan turnamen tim.
Peran media dalam pembelajaran matematika sangat penting, karena dengan adanya media
pembelajaran membuat siswa merasa tidak bosan dan bersemangat dalam mengikuti pembelajaran
matematika. Penelitihan terkait dengan pembelajaran kooperatif berbantuan media sudah banyak
dilakukan Halisan Siti (2015) mengatakan bahwa matematika akan lebih mudah jika menggunakan
alat bantu yang disebut media pembelajaran. Salah satu media pembelajaran yang dapat digunakan
untuk memudahkan siswa memahami matematika adalah kartu bilangan.
Berdasarkan hal-hal tersebut, dalam penelitihan ini dikaji penerapan pembelajaran kooperatif
TGT berbantuan media kartu domino yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini mendeskripsikan pembelajaran kooperatif TGT materi operasi bilangan bulat
khususnya bilangan pangkat tiga dan akar pangkat tiga berbantuan “media kartu domino” yang dapat
meningkatkan hasil belajar siswa, karena itu penelitian ini tergolong pada penelitian kualitatif. Jenis
penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas dengan tahapan perencanaan tindakan,
pelaksanaan tindakan, observasi dan refleksi. Tahap perencanaan dilakukan dengan menyusun
rencana pelaksanaan pembelajaran yang mengacu pada sintak TGT dan dilanjutkan dengan
mengembangkan media kartu domino untuk membantu siswa mengonstruksi materi operasi bilangan
akar pangkat tiga. Tahap pelaksanaan pembelajaran dilakukan di kelas VI SDN Sumbergondo 01
Kecamatan Bumiaji Kota Batu dengan jumlah siswa 35 orang, yang terdiri dari 20 laki-laki dan 15
perempuan mulai bulan Februari sampai Maret 2016. Dalam pelaksanaan pembelajaran sekaligus
dilakukan observasi yang dibantu oleh taman sejawat.
Penelitian tindakan kelas ini dilakukan dalam dua siklus, setiap siklus terdiri dari 3 pertemuan
(@2 jam pelajaran). Siklus pertama dilakukan pada tanggal 7 – 9 September 2015 dan siklus kedua
dilaksanakan pada tanggal 14 – 16 - 21 September 2015. Setiap akhir siklus dilakukan refleksi, untuk
mengevaluasi pelaksanaan pembelajaran dan memperbaikinya untuk siklus berikutnya.
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
453
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian dipaparkan berdasarkan tahapan pelaksanaan pembelajaran kooperatif TGT. Dalam
hal ini dilakukan dalam dua siklus.
Siklus 1 pertemuan 1
Siklus pertama terdiri dari 2 kali pembelajaran dan 1 kali tes. Pelaksanaan pembelajaran
dideskripsikan sebagai berikut.
Pembelajaran diawali denganTanya jawab tentang bilangan antara guru dan siswa untuk menggali
pengetahuan awal dan menelusuri kesiapan siswa dalam belajar.
Guru : Dari kelas IV sampai kelas VI kamu telah belajar bilangan. Ada berapa
macam bilangan itu?
Siswa : Bilangan cacah, bilangan asli, bilangan bulat, dan bilangan pecahan Pak.
Guru : Bagus! ..itu nama-nama bilangan yang sudah kamu kenal.
tapi masih ada satu lagi jenis bilangan dan akan kita pelajari pada saat ini.
Siswa : Bilangan apakah itu Pak?
Guru : Namanya bilangan “pangkat tiga dan akar pangkat tiga.” Kalian di kelas
V sudah belajar bilangan pangkat dua dan akar kuadrat anak-anak?
Siswa : sudah Pak.
Guru : Hampir sama cara belajar menemukan bilangan tersebut, yaitu dengan
mengalikan 3 kali berturut-turut suatu bilangan itu. Kalian siap?
Siswa : Siap Pak.
Dari dialog tersebut menunjukkan bahwa siswa telah siap belajar matematika khusunya
materi bilanganirasional. Kegiatan pembelajaran masuk pada kegiatan inti, dilakukan dengan
penyajian materi perkalian tiga kali dengan power poin games. Sambil menayangkan power poin
tentang perkalian “tiga kali” pada bilangan yang sama, guru melakukan tanya jawab dengan siswa.
Guru: Tulislah bilangan mulai dari 1 dan seterusnya, kemudian kalikan sampai
tiga kali berturut-turut bilangan itu kemudian tulis hasilnya di bukumu!
Contoh: 1 x 1 x 1 = ….
2 x2 x 2 = …dst
Guru : “Sudah bias anak-anak?”
Siswa : “Bisa Pak.”
Dari dialog tersebut,terlihat bahwa siswa sudah memahami secara bermakna tentang perkalian.
Namun masih ditemukan adanya kesalahan siswa dalam menyelesaikan masalah, khususnya pada
kelompok Mars dan Uranus.Seorang siswa dikelompok Mars menuliskan jawaban13 x13 = 169.169 x
13= 2.198 Jadi13³ = 2.198. Kesalahan tersebut terjadi pada saat menjumlahkan perkalian 169 kali 13.
Perkalian tersebut menghasilkan 507 + 169 = Seharusnya perkalian satuan 9 x 3 = 27, satuanya
semestinya 7 namun yang ditulis siswa adalah 8. Peneliti melacak perolehan bilangan 8 ternyata siswa
dalam mengalikan 9 x 3 menggunakan penjumlahan tourus dan salah menghitung ditemukan 28.
Demikian juga satu siswa lagi pada kelompok Mars melakukan kesalahan yang sama.
Kesalahan yang dibuat pada kelompok Uranus menuliskan jawaban 13³ = 13x13 x13 = 1.197.
Kesalahan tersebut terbukti dari hasil 169 x 13 dalam penjumlahanya 507 + 1690 = 1.197. Seharusnya
hasil 5 + 6 pada ratusandan hasilnya 11 ditulis 1 menyimpan 1 nilai tempat ribuan. Kesalahan yang
fatal terletak pada menyimpan kemudian tidak dikembalikan pada nilai tempat ribuan. Sehingga 507 +
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
454
1690 = 1.197. Seharusnya yang benar 2.197. Demikian juga satu siswa lagi pada kelompok Uranus
melakukan kesalahan yang sama. Kegiatan pembelajaran dilanjutkan dengan menukar pekerjanya
untuk saling mengoreksi dalam satu kelompok. Ditemukan oleh kelompok Bumi bahwa jawaban
kelompok Mars dari pangkat:13, 7, 8,dan 14salah. Akhirnya terjadi interaksi antara kelompok Bumi
dan kelompok Mars. Kelompok Mars menjadi lebih paham dan memahami akan kesalahannya dan
memperbaiki jawabannya.
Di akhir kegiatan kelompok dilakukan evaluasi, yakni setelah siswa menyelesaikan 10 soal
dalam waktu 20 menit. Dari hasil evaluasi diperoleh bahwa kelompok Merkurius, Venus, Bumi,
danYupiter mendapatkan skor 100, kelompok Saturnus dan Neptunus mendapat skor 90, kelompok
Uranus mendapat 80,dan Mars mendapat skor 70.
Kegiatan selanjutnya untuk memahami penjumlahan dan pengurangan bilangan rasional siswa
diberikan media kartu kubik dasar, dimana kartu tersebut terdiri dari dua bagian. Bagian depan berisi
lambang bilangan, sedangkan bagian belakang berisi bilangankubik dari lambang bilangan yang
tertulis di depan. Kemudian diperagakan masing-masing kelompok dengan antusias sekali, ada yang
meniru di kertas, ada yang menyalin di buku tulis.
Guru : “Anak-anak bisa menjumlah dan mengurangi bil pangakat tiga?”
Siswa : “ Bisa Pak.”
Selanjutnya memberikan 10 soal untuk dikerjakan secara individu. Hasil evaluasi individu diperoleh
hasil 1 siswa mendapat skor 100, 3 siswa mendapat skor 90, 6 siswa mendapat skor 80, 16 siswa
mendapat skor 70, 4 siswa mendapat skor 60, 3 siswa mendapat skor50, dan 2 siswa mendapatkan
skor 40.
secara klasikal hasil pembelajaran belum tuntas terlihat dari 9 siswa mendapatkan nilai
dibawah KKM. Hasil tes dari seorang siswa sebagai berikut:
Dari hasil tes tampak bahwa pembelajaran belum berhasil sesuai dengan harapan karena KKM 70
(belum mencapai ketuntasan minimal yang diharapkan), dan setelah direfleksikan ada beberapa
langkah pembelajaran yang perlu diperbaiki, antara lain: 1) cara menjumlahkan dan atau mengurangi
kebanyakan siswa tahu menyimpan tetapi lupa mengembalikan. 2) bilangan yang dikurangi lebih kecil
pada nilai tempat tertentu dipinjam tetapi tidak dikembalikan untuk langkah selanjutnya. (lembar kerja
perlu dimodifikasi, penjelasan penggunaan media yang mudah dipahami, perlu membimbing anak-
anak yang kemampuannya di bawah rata-rata, kelompok khusus perlu pendampingan maksimal.
Siklus 1 pertemuan 2
Pembelajaran diawali dengan tanya jawab tentang bilangan kubik antara guru dan siswa untuk
menggali pengetahuan awal dan menelusuri kesiapan siswa dalam belajar.
= 746
9
729
3
27
9³ + 3³ = . ...
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
455
G: anak-anak kemarin kita sudah belajar bilangan pangkat tiga, dan Pak guru sudah meminta kalian
untuk belajar bilangan kubik. Jadi hari ini akan belajar apa anak-anak?
S: Belajar bilangan kubik pak? …
Dari dialog tersebut menunjukkan bahwa siswa telah siap belajar matematika khusunya materi
bilangan kubik.
Kegiatan pembelajaran masuk pada kegiatan inti, dilakukan dengan penyajian materi akar pangkat
tiga dengan power poin games. Sambil menayangkan power poin games, guru melakukan tanya jawab
dengan siswa.
G: Kalau kita ingin mencari akar pangkat tiga, apa yang harus kita hafalkan?
S: Nilai tempat satuan dan hasil dari nilai tempat satuan itu Pak.
G: Apakah kalian sudah hafal? Bagaimana kalau kita hafalkan sekarang?
Sebagain besarsiswa sudah hafal dan sebagian kecil masih kurang. Akhirnya guru menegaskan
kepada siswa bahwa nilai tempat satuan pada bilangan kubik harus dihafalkan untuk mencari akar
pangkat tiga. Selanjutnya guru memberikan permasalahan terkait dengan penarikan akar pangkat tiga
sebagai berikut.
Dari masalah tersebut guru mengajak siswa berdialog seperti berikut.
Guru : Apa nama angka 0 s/d 9 itu?
Siawa : Lambang bilangan.
Guru : bagus kalian pintar-pintar. Kemudian bukalah kartu kubik dasar yang
kalian buat kemarin. Sudah anak-anak?
Siswa : Sudah Pak.
Guru : Perhatikan satuan dari bilangan kubik tersebut kemudian nilai tempat
satuan tuliskan dibagian belakangnya. Contoh nilai tempat satuan 0 = 0,
nilai tempat satuan 2 = 8 dan seterusnya. Faham anak-anak?
Siswa : Faham pak?
Guru : Bagus, ayo lakukan! … Sudah selesai anak-anak?
Siswa : Sudah pak.
Guru : Bolak-baliklah apa yang kamu ketahui dari kartu yang kamu buat?
Guru : Membimbing mulai dari angka 0 – 9 dibolak-baliknya.
Siswa : Semua siswa membolak-balik kartu yang baru dibuatnya
Guru : Siapa yang sudah menemukan kesimpulan dari kartu tersebut?
Siswa : simbul lambang bilangan/ satuan 0, 1, 4, 5, 6, dan 9 hasilnya sama/tetap,
Sedangkan simbul lambang bilangan/ satuan dari 2 = 8, dan 3 = 7 atau
Sebaliknya
Guru : Mengapa satuan 2 =8 dan satuan 3 = 7 dan atau sebaliknya? Coba kalian lakukan
perkalianya. 2 x 2 = .... , .... x 2 = ..... .
Siswa : 2 x 2 = 4, dan 4 x 2 = 8 pak dst.
Berapa nilai tempat satuan dan hasil nilai tempat dari satuan berikut?
Nilai tempat satuan kubik hasil nilai satuan
0 1 8 7 4 5 6 3 2 9
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
456
Dari dialog tersebut terlihat bahwa siswa sudah memahami secara bermakna tentang nilai tempat
satuan pada bilangan kubik dan hasilnya. Dengan mengetahui bahwa siswa sudah memahami konsep
proses dalam menemukan hasil nilai satuan pada bilangan kubik, guru memutuskan untuk
melanjutkan dengan memberikan masukan cara penarikan akar pangkat tiga dengan menggunakan
dua kartu. Yakni pertama: kartu domino bagian muka berisi simbul lambing bilangan dari 0 s/d 9
merupakan wakil satuan dari bilangan kubik yang dicari, sedangkan bagian belakang adalah hasilnya.
Kedua: Kartu kubik dasar bagian muka berisi bilangan kubik dasar1 – 8- 27- 64- 125- 216- 343- 512-
dan729, sedangkan bagian belakang berisi lambang bilangan 0 s/d 9. Kartu ini berguna untuk menarik
akar setelah satuan dari bilangan kubik ditemukan kemudian melompat dua angka pada nilai tempat
puluhan dan ratusan sisanya pada kartu kubik dasar, dengan catatan kartu kubik dasarl ebih kecil/
sama dari sisa bilan gani tu. Pemberian masalah di kelompok, berpasangan, dan selanjutnya
dikompetisikan antar kelompok.
1. ³V 3.375 2. ³V 195.112 3. ³V 91.125 4. ³V 32.768 5. ³V 6.859
6. ³V 12.167 7. ³V 262.144 8. ³V 4.096 9. ³V 373.248 10. ³V 456.533
Ditemukan dari kelompok Mars soal no 10 sebagai berikut:
10. ³V 456. 53 3 Seharusnya
Salah satu kelompok merespon pertanyaan no 10 yang diberikan guru dengan mencari kartu domino
satuan 3 yang hasilnya = 7 , ini benar langkah pertama. Kemudian melompati dua angka juga benar
langkah kedua. Namun pada langkah ketiga sisa dari lompatan dua angka sebenarnya sisanya 456,
ternyata sisanya tinggal 45, jika dicari pada kartu kubik dasar lebih kecil dari sisa tersebut maka
ditemukan 27 lebih kecil atau sama dengan 45. Maka hasilnya = 3. Maka jawaban kelompok Mars 37
dan salah. Seharusnya jawaban satuanya 7 dan sisanya pada kartu kubik dasar 343 lebih kecil dari
456, dan hasil dari 343 adalah 7, sehingga jawaban yang benar 77.
³V 456. 53 3
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
457
Kegiatan pembelajaran dilanjutkan dengan tukar jawaban ke kelompok lain untuk saling
mengoreksi. Ditemukan oleh kelompok Bumi bahwa jawaban kelompok Mars no 10 salah. Akhirnya
terjadi interaksi antara kelompok Bumi dan kelompok Mars. Kelompok Mars menjadi mengerti akan
kesalahannya dan memperbaiki jawabannya.Di akhir kegiatan kelompok dilakukan evaluasi, yakni
setelah siswa menyelesaikan 10 soal dalam waktu 20 menit. Dari hasil evaluasi diperoleh bahwa
kelompok Merkurius, Venus, Bumi, danYupiter mendapatkan skor 100, kelompok Saturnus dan
Neptunus mendapat skor 90, kelompok Uranus mendapat 80,dan Mars mendapat skor 70.Kegiatan
akhir dilakukan dengan memberikan 5 soal untuk dikerjakan secara individu. Hasil evaluasi individu
diperoleh hasil 3 siswa mendapat skor 100, 5 siswa mendapat skor 90, 10 siswa mendapat skor 80, 12
siswa mendapat skor 70, 3 siswa mendapat skor 60, dan 2 siswa mendapatkan skor 50.
Dari hasil tes terlihat bahwa pembelajaran belum berhasil sesuai dengan harapan karena tugas
individu nilai rata-rata 76,29 dan setelah direfleksikan ada beberapa langkah pembelajaran yang perlu
diperbaiki, antara lain: (lembar kerja perlu dimodifikasi, menggunakan bahasa yang mudah dipahami
anak, perlu pembimbingan khusus pada anak-anak yang kemampuannya di bawah rata-rata,
pendampingan pada siswa yang masih perlu mendapatkan perhatian khusus.
Keunikan mengerjakan soal individu
Dalam mengerjakan operasi hitung pada bilangan irasional semua bilangan yang dioperasikanya harus
diubah. Bilangan kubik diubah menjadi bilangan pangkat tiga, sedangkan bilangan pangkat tiga harus
diubah menjadi bilangan kubik
Siklus 2 pertemuan ke 1
Diawali pembelajaran diadakantanya jawab tentang bilangan kubik antara guru dan siswa untuk
menggali pengetahuan yang sudah dimiliki serta menelusuri kesiapan siswa dalam belajar.
G: Anak-anak, dirumah mempelajari operasi hitung bilangan akar pangkat tiga, “Berapakah akar
pangkat tiga dari 729?”
S: “Bilangan akar pangkat tiga dari 729 adalah 9.”
G: “Bagus sekali, bagaimana cara mengoperasikan bilangan akar pangkat tiga?”
S: “Semua bilangan yang dijadikan permasalahan dirubah dulu menjadi jelas.”
G: “ Ya, murid pak guru pintar-pintar, ( di kelas 5 kamu sudah belajar pangkat dua dan akar
kuadrat). Lalu bagaimana jika kita akan mengoperasikan bilangan akar tiga dengan pangkat
dua/ akar kuadrat anak-anak?”
S: Sebagian menjawab “sama saja pak,” dan sebagian juga bertanya-tanya karena sudah hampir
lupa.
G: “Nah anak-anak, marilah kita belajar mengoperasikan bilangan akar dengan bilangan pangkat
dua dan akar kuadrat.” Kalian siap?
S: Siap pak;
Kesalahan siswa terjadi
ketika mengurangi 500
dengan 100. Siswa lupa
bahwa 500 sudah dipinjam
100 untuk puluhan.
Seharusnya 400 -100 yang
dipikir siswa 500-100
sehingga hasilnya 4 pada
nilai tempat ratusan.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
458
2² = 2 x 2 = 4 bilangan 4 adalah bilangan kuadrat
3² = 3 x 3 = 9 bilangan 9 adalah bilangan kuadrat …dst
G: “Kamu masih ingat cara mencari akar kuadrat?”
S: “Sebagian ingat,dan sebagian besar lupa.”
G: “ Nah anak-anak cara mencari akar kuadrat ada beberapa cara.
Contoh:
625 = … Cara 1 = 625
…x … ≤ 6 turun dua angka 25
2 x 2 = 4 -
2..
Kemudia turun 2 angka sisa dari nilai tempat ratusan = 225
Kemudian 2 x 2 di atas ditambah 2 + 2 = 4 … x … = 225
Jawabanya 45 x 4 = 225
Jadi jawabanya adalah 2 dan 5 dibaca 25
Cara lain dengan kartu domino yang kemarin kamu pelajari.
G: “Kalian paham anak-anak?”
S: “Paham pak.”
Dari Tanya jawab tersbut tersirat bahwa siswa telah siap belajar tentang materi selanjutnya, maka
guru menganggap pembelajaran ini akan lebih bermakna dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi
siswa. Sehingga guru sebagai peneliti akan memberikan permasalahan yang harus diselesaikan siswa.
Siapkan kartu domino.
1. 4² + 6² = … 6. ³V 729 - 8² = …
2. 9² - 3² = … 7. 7³ + V 256 = …
3. 5² x 6² = … 8. 16² - 5³ = …
4. V 144 : 2² = … 9. 4² x V 64 = …
5. 3³ + 3² = … 10. 8³ : 8² = …
Pada kelompok Mars dua siswa karena kurang hati-hati dan jeli terhadap permasalahan no 10. 8³: 8² =
… 512 : 512 = 1. Dua siswa tersebut beranggapan bahwa soal tersebut delapan pangkat tiga kali
delapan pangkat tiga. Sehingga jawabanya 512 : 512 = 1. Seharusnya delapan pangkat tiga = 512 :
delapan pangkat dua = 64. Kemudian 512 : 64 = 8.
Kegiatan pembelajaran dilanjutkan dengan tukar jawaban ke kelompok lain untuk saling
mengoreksi. Ditemukan oleh kelompok Bumi bahwa jawaban kelompok Mars no 10 salah. Akhirnya
terjadi interaksi antara kelompok Bumi dan kelompok Mars. Kelompok Mars menyadari dirinya
kurang hati-hati dan akan memperbaiki jawabannya.Di akhir kegiatan kelompok dilakukan evaluasi,
yakni setelah siswa menyelesaikan 10 soal dalam waktu 20 menit. Dari hasil evaluasi diperoleh bahwa
kelompok Merkurius, Venus, Bumi, danYupiter mendapatkan skor 100, kelompok Saturnus dan
Neptunusmendapat skor 90, kelompok Uranus mendapat 80,dan Mars mendapat skor 70.Kegiatan
akhir dilakukan dengan memberikan 5 soal untuk dikerjakan secara individu. Hasil evaluasi individu
diperoleh hasil 7 siswa mendapat skor 100, 6 siswa mendapat skor 90, 11 siswa mendapat skor 80, 7
siswamendapat skor 70, 4 siswa mendapat skor 60.
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
459
Dari hasil tes terlihat bahwa pembelajaran secara klasikal belum berhasil secara maksimal, karena
masih terdapat 4 siswa yang mencapai KKM, setelah direfleksikan ada beberapa langkah
pembelajaran yang perlu diperbaiki, antara lain: (mengingatkan siswa harus teliti dan jeli terhadap
masalah, menggunakan tulisan yang agak besar sehingga mudah dilihat anak, perlu pembimbingan
khusus pada anak-anak yang kemampuannya di bawah rata-rata, pendampingan pada individu perlu
perhatian khusus.
Siklus 2 pertemuan ke 2
Pembelajaran diawali dengan tanya jawab tentangbilangankubikantara guru dan siswa untuk
menggali pengetahuan awal dan menelusuri kesiapan siswa dalam belajar.
G: anak-anak pada pertemuan yang lalu kita sudah belajar membuat kartu domino
dan kartu kubik dasar, apa kegunaan kedua kartu tersebut?
S; Kartu domino untuk
Sedangkan kartu kubik dasar untuk
G: Bagaimana kesimpulan dari kartu domino untuk mencari satuan pada bilangan kubik?
S: Pada satuan bilangan kubik: 0, 1, 4, 5, 6, dan 9 hasilnya tetap/ sama, sedangkan pada satuan
bilangan kuibik 2 dan 3 adalah 8 dan 7 atau sebaliknya.
G: Bagaimana cara mengoperasikan bilangan kubik dengan bilangan bulat?
S: Semua bilangan yang dioperasikan diubah/ diselesaikan dahulu baru dioperasikan
G: Bagus-bagus, marilah sekarang kita lanjutkan dengan memecahkan masalah sehari-hari disekitar
kita yang berhubungan dengan bilangan pangkat dan akar pangkat tiga. Kalian siap?
S: Siap pak;
Di rumahku terdapat kamar mandi berukuran panjang 2,5 meter dan lebar 2 meter. Di dalam kamar
mandi ayah akan membuat bak mandi berbentuk kubus volumenya 1.000 liter. Bak mandi tersebut
akan ditempatkan dipojok kanan agak jauh dari pintu nkamar mandi. Berapa meter sisa panjangnya
tempat tersebut setelah bak mandi selesai dibuat?
Jawab.
³ 1.000 liter
1 liter = 1 dm³ dengan cara kartu domino dan kartu kubik dasar sbb.
³ 1. / 00 / 0 satuan dari 0 hasil pada katu domino = 0
Dilompati dua angka pada nilai tempat puluhan dan
ratusan 0 dan 0
Sisanya adalah 1 pada nilai tempat ribuan. Dicari pada kartu kubik dasar
yang nilainya lebih kecil atau sama dengan 1 adalah 1
1.000
liter
Diketahui
1. Kamar mandi berukuran 3 meter x 2 meter
2. Bak mandi berbetuk kubus
3. Volume bak mandi 1.000 liter
4. Ditanyakan sisa panjang dari 3 meter/ 2 meter setelah bak
mandi selesai
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
460
1 0
³
1. 00 0 satuanya
Sisa setelah diambil satuan 1
Hasilnya 10 berarti sisi bak mandi 10 dm = 1 meter
Jadi Sisa panjang kamar mandi adalah :
a). Panjang 3 meter – 1 meter = 2 meter
b). Lebar 2 meter – 1 meter = 1 meter
Cara 2:
Volume bak mandi 1.000 liter berarti 1.000 liter = 1.000 dm³, dan dari dm³ ke m³ naik 1 tangga
dibagi 1.000. = 1m³
Jadi Sisa panjang kamar mandi adalah :
a). Panjang 3 meter – 1 meter = 2 meter
b). Lebar 2 meter – 1 meter = 1 meter
Dari kesiapan seluruh siswa terhadap materi peneliti memberikan tugas pasangan dalam kelompok.
Dari kerja kelompok tersebut ditemukan pada satu anak pada operasi hitung pemecahan masalah
jumlah dua bak mandi yang sudah diketahui volumenya. Tetapai siswa tersebut menarik akar volume
tersebut. Jadi jawaban siswa salah. 64 dm³ + 27 m³ = … liter. Jawaban siswa 64 dm³ ditarik akar = 4,
dan 27 m³ ditrik akar = 3 m³ dijadikan dm³ = 3 x 1.000 = 3.000 dm³. Jadi jawaban siswa tersebut = 4
dm³ + 3.000 dm³ = 3.004. Padahal jawaban tersebut 64 dm³ + 27 m³ = …. , 64 dm³ + 27.000 dm³ =
27.064 dm³.
Kegiatan pembelajaran dilanjutkan dengan tukar jawaban ke kelompok lain untuk saling
mengoreksi. Ditemukan oleh kelompok Bumi bahwa jawaban kelompok Mars no 3 salah. Akhirnya
terjadi interaksi antara kelompok Bumi dan kelompok Mars. Kelompok Mars menerima, karena
kurang hati-hati dan akan memperbaiki jawabannya.Di akhir kegiatan kelompok dilakukan evaluasi,
yakni setelah siswa menyelesaikan 4 soal dalam waktu 12 menit. Dari hasil evaluasi diperoleh bahwa
kelompok Merkurius, Venus, Bumi, danYupiter mendapatkan skor 100, kelompok Saturnus dan
Neptunusmendapat skor 90, kelompok Uranus mendapat 80,dan Mars mendapat skor 70.Kegiatan
akhir dilakukan dengan memberikan 4 soal untuk dikerjakan secara individu. Hasil evaluasi individu
diperoleh hasil 9 siswa mendapat skor 100, 10 siswa mendapat skor 90, 8 siswa mendapat skor 80, 6
siswa mendapat nilai 70, dan 2 siswa medapatkan nilai 60. Dari hasil tes terlihat bahwa pembelajaran
secara klasikal telah berhasil, karena rata-rata mencapai 85,14%..
Siklus 2 pertemua 3
Pada siklus 2 peremuan ke 3 ini guru mengadakan tanya jawab tentang materi bilangan bulat
khususnya operasi hitung bilangan pangkat tiga dan akar pangkat tiga serta dalam pemecahan
masalah. Kegiatan pembelajaran dilanjutkan dengan memberikan soal tes yang beragam untuk
mengukur sejauh mana tingkat keberhasilan belajar siswa dari siklus 1 sampai selesai. Jumlah soal tes
10 nomor dengan bentuk soal yang fariatif.
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
461
Pembelajaran dilanjutkan dengan tukar jawaban antar individu untuk saling mengoreksi.
Setelah selasai ternyata tes terkumpul data sebagai berikut: 11 siwa mendapatkan skor 100, 9 siswa
mendapat skor 90, 7 siswa mendapatkan skor 80, 6 siswa mendapatkan skor 70, dan 2 siswa masing-
masing mendapatkan skor 60 dan 50. Dari hasil tes terlihat bahwa pembelajaran secara klasikal telah
berhasil rata-rata mencapai 86,00% . Dengan demikian Pembelajaran penerapan kosep dasar akar
pangkat tiga untuk meningkatkan hasil belajar kooperatif Team Games Turnamen bebrbantuan
dengan media Kartu Domino pada pelajaran matematika telah berhasil. Pada siklus petama rata-rata
mencapai 73,00% dan pada siklus ke dua rata-rata mencapai 81,19%. Jadi perbandingan siklus 1
dengan siklus 2 terdapat peningkatan rata-rata 8,19%
KESIMPULAN
Pembelajaran kooperatif TGT berbantuan media kartu domino yang dapat meningkatkan hasil belajar
siswa dilakukan dengan langkah-langkah: 1) penyajian materi. 2) diskusi kelompok dengan media
kartu domino, 3) games turnamen 4) penilaian. Penerapan pembelajaran kooperatif TGT berbantuan
kartu domino dapat meningkatkan hasil belajar siswa sebesar 8,19 % yaitu dari siklus 1 sebesar 73,00
% menjadi 81,19 % pada siklus 2.
DAFTAR RUJUKAN
Edy Syarifudin dan Sugiyarni, 2011. Pembelajaran Bermakna Faktorisasi Prima melalui Model
Kooperatif STAD pada Siswa Kelas IV SDN 08 Curup. J-TEQIP, Tahun IV, Nomor 1, Mei
2011, 89-93
Fajri, A. 2015. Penggunaan Speed Test pada Pembelajaran Team-Game Tournament Pokok Bahasan
Gerak Kelas X SMK Negeri Batam. Prosiding Seminar Nasional TEQIP. 31 Oktober 2015
Halisan, Siti. 2015. Penggunaan Media Kartu Bilangan Dalam Pembelajaran Konsep Nilai Tempat
Pada Siswa Kelas Iv Sekolah Dasar Negeri 17 Baruga Kendari. Prosiding seminar nasional
Excange of Experiences TEQIP 2015: 166-170
Latuheru,D.J.1988. Media pembelejaran dalam Proses Belajar Mengajar Masa Kini. Depdikbud
Dirjen Dikti, Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga kependidikan.
Ningsih, C. D., Husni Dzakirul, Halisan Siti.2015. Pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share
(TPS) berbantuan media Kartu Positif Negatif dapat meningkatkan hasil belajar. Prosiding
seminar nasional Excange of Experiences TEQIP
Peraturan Mentri Pendidikan Nasional No. 24 Tahun 2006, Pembelajaran Matematika: Jakarta.
Cemerlang
Purnomo, JP 2013. Meningkatkan Hasil Belajar Siswa : Jakarta. Cemerlang
Subanji. 2013. Pembelajaran Matematika Kreatif dan Inovatif, Teachers Quality Improvement
Program (TEQIP),Peningkatan Kualitas Guru SD/MI“ dari Sabang sampai Merauke:.
Subanji, 2013. Pembelajaran Matematika Kreatif dan Inovatif. Malang: Universitas Negeri Malang.
UU RI No. 20 T ahun 2003, Sistem Pendidikan Nasional: Jakarta. Pendidikan Nasional
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
462
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN MAKE A MATCH UNTUK
MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS II
PADA MATERI SATUAN BERAT BENDA
Eni Lambang Sari
SD Katolik Sang Timur, Jl Panglima Sudirman No 59 A Batu
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan proses belajar matematika dengan
menggunakan model pembelajaran Make a Match dan mendeskripsikan hasil belajar siswa
pada materi satuan berat benda. Media yang digunakan adalah pasangan kartu soal dan
kartu jawaban yang dibagikan kepada setiap siswa secara acak. Penelitian ini menggunakan
pendekatan kualitatif dengan rancangan penelitian tindakan kelas yang terdiri dari 2 siklus.
Subjek penelitian ini siswa kelas II B SD Katolik Sang Timur Batu tahun ajaran 2015-2016
dengan jumlah siswa sebanyak 31 siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses
pembelajaran dengan model pembelajaran Make a Match dapat meningkatkan hasil belajar
siswa dengan persentase ketuntasan dari 45,16% menjadi 87,09%.
Kata kunci: Make a Match dan hasil belajar siswa.
Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini,
pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Guru memegang peranan penting dalam dunia
pendidikan. Guru harus memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, setifikat pendidik, sehat jasmani
dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan nasional. Baik tidaknya mutu
pendidikan ditentukan oleh baik tidaknya guru dalam mengajarkan atau menyampaikan materi
pelajaran (UU RI No. 14 Tahun 2005 Pasal 8). Salah satu bentuk keberhasilan guru dalam
menyampaikan materi ditentukan oleh proses belajar mengajar yang berlangsung di kelas. Hasil
belajar siswa juga dapat dijadikan bukti baik tidaknya guru dalam meyampaikan suatu materi
pelajaran. Jika sebagian besar siswa telah mampu mencapai nilai di atas standar Kriteria Ketuntasan
Minimal (KKM), maka guru dapat dikatakan berhasil dalam mengajar. Oleh karena itu kreatifitas
guru sangatlah diperlukan untuk menarik perhatian siswa agar proses belajar mengajar tidak
membosankan.
Pembelajaran tematik terpadu merupakan pendekatan pembelajaran yang secara sengaja
mengaitkan beberapa aspek antar mata pelajaran. Dengan adanya pemaduan tersebut, siswa akan
memperoleh pengetahuan dan keterampilan secara utuh sehingga pembelajaran akan menjadi
bermakna. Namun dalam pelaksanaannya siswa masih menemui kesulitan dalam memahami materi
pembelajaran terlebih pada muatan pelajaran matematika.
Pembelajaran matematika adalah proses pemberian pengalaman belajar kepada siswa melalui
serangkaian kegiatan yang terencana sehingga siswa memperoleh kompetensi yang dipelajari.
Menurut Hudoyo (1998:54), matematika berfungsi mengembangkan kemampuan berkomunikasi
dengan menggunakan bilangan dan simbol-simbol yang memerlukan penalaran untuk menyelesaikan
permasalahan sehari-hari. Sehingga dengan belajar matematika dapat membentuk pola pikir siswa
dalam menalar dan memecahkan sebuah permasalahan dengan bepikir secara logis, rasional, dan
operasional.
Hasil observasi yang dilakukan peneliti di kelas II B SD Katolik Sang Timur Batu diketahui
keadaan siswa ketika proses pembelajaran adalah sebagai berikut: 1) Sebagian besar siswa kurang
kritis untuk bertanya, 2) Sebagian besar siswa kurang memperhatikan proses pembelajaran sehingga
siswa kurang dapat memahami materi pembelajaran yang disampaikan oleh guru. Dari hasil tes tulis
yang diberikan oleh guru hanya 7 siswa yang dapat memperoleh nilai di atas KKM sedangkan 24
siswa yang lainnya mendapat nilai di bawah KKM pada materi perbandingan berat benda. Hal ini
disebabkan karena siswa masih belum familiar dengan satuan berat ton, kuintal, ons, dan pon
sehingga siswa masih merasa kebingungan dalam mengerjakan soal yang diberikan oleh guru. Siswa
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
463
juga merasa bosan dengan kegiatan pembelajaran sehingga sebagian besar dari mereka tidak
memperhatikan penjelasan guru di kelas.
Dalam interaksi belajar mengajar terdapat berbagai macam model pembelajaran yang
bertujuan agar proses belajar mengajar dapat berjalan baik. Hal ini juga bertujuan untuk menciptakan
proses belajar mengajar aktif serta memungkinkan timbulnya sikap keterkaitan siswa untuk mengikuti
kegiatan belajar mengajar secara menyeluruh. Pembelajaran yang efektif tersebut harus diimbangi
dengan kemampuan guru dalam menguasai model pembelajaran dan materi yang akan diajarkan
sehingga dapat menciptakan pembelajaran yang efektif dan tercipta komunikasi dua arah antara guru
dengan peserta didik yang menekan pada bagaimana ia harus belajar.
Salah satu alternatif untuk pengajaran tersebut adalah menggunakan model pembelajaran
Make-A Match (Mencari Pasangan). Menurut Wahab (2007:59) dalam http://wbungs.blogspot.co.id,
model pembelajaran Make a Match adalah sistem pembelajaran yang mengutamakan kemampuan
berpikir cepat melalui permainan mencari pasangan dengan dibantu kartu. Siswa yang aktif dalam
proses belajar mengajar kemungkinan besar prestasi belajar yang dicapai akan memuaskan.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Harianja (2014) adalah model pembelajaran Make a
Match dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika. Dalam
penelitian tersebut didapatkan peningkatan hasil belajar siswa dari 35,2% menjadi 76,4% sehingga
model pembelajaran ini dapat digunakan sebagai alternatif dalam pembelajaran matematika.
Berdasakan permasalahan di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan
judul “Penerapan Model Pembelajaran Make A Match Untuk Meningkatkan Hasil Belajar
Siswa Kelas II Pada Materi Satuan Berat Benda”.
METODE
Penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan hasil belajar siswa setelah belajar dengan
menggunakan model pembelajaran Make a Match. Data yang akan dikumpulkan dalam penelitian
bersifat deskriptif, yaitu uraian-uraian mengenai kegiatan pembelajaran siswa tentang materi pada
tema 7 “Merawat Hewan dan Tumbuhan”. Dalam mengumpulkan data yang diperlukan, peneliti
bertindak sebagai instrumen utama karena peneliti yang merencanakan, melaksanakan,
mengumpulkan, menganalisis, dan melaporkan hasil penelitian. Data yang diperoleh selanjutnya
dipaparkan sesuai dengan kejadian yang terjadi pada pelaksanaan penelitian dan selanjutnya dianalisis
secara induktif. Oleh karena itu, pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif.
Penelitian dilakukan pada siswa kelas II B SD Katolik Sang Timur Batu yang berjumlah 18
siswa laki-laki dan 13 siswa perempuan.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Siklus I
Perencanaan
Guru membuat rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) secara mandiri dengan menetapkan
materi, kompetensi dasar, dan indikator yang akan digunakan dalam penelitian. Guru juga
menyiapkan lembar kerja siswa sebanyak 31 lembar. Lembar kerja tersebut digunakan untuk
mengukur tingkat pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran secara individu. Guru menyiapkan
lembar pengamatan (lembar observasi) kegiatan guru dan siswa yang akan digunakan oleh teman
sejawat yang akan bertindak sebagai observer selama penelitian berlangsung. Selain itu guru
menyiapkan 32 kartu soal serta 64 kartu jawaban yang berbeda. Hal ini diharapkan agar siswa dapat
fokus pada kartu soal yang diperoleh. Kartu soal dan jawaban sudah dilengkapi dengan selotip bolak-
balik agar siswa dapat dengan mudah menempel kartu soal dan kartu jawaban pada lembar kertas
yang tersedia.
Pelaksanaan
Guru melaksanakan kegiatan pembelajaran sesuai dengan rencana pelaksanaan pembelajaran
yang telah disusun. Dalam kegiatan eksplorasi, guru mengajak siswa menyanyikan lagu tentang
satuan berat benda untuk memberi motivasi lalu meminta salah beberapa siswa untuk menyebutkan
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
464
berat badan mereka dalam satuan kg, ons, dan gram. Kemudian guru menyampaikan tujuan
pembelajaran yang akan dilaksanakan pada kegiatan belajar kali ini. Berikut ini adalah ilustrasi
pembelajarannya:
Guru : “Anak-anak, apakah kalian masih ingat dengan lagu
satuan berat benda?”
Siswa : “Masih bu…” (Seluruh siswa menyanyikan lagu dengan
penuh semangat.)
Guru : “Nah, bu guru ingin bertanya kepada Albert. Berapa
berat badan Albert?”
Albert : “38 kilogram, Bu.”
Guru : “Berapa ons berat badan Albert?”
Siswa : “380 ons, Bu.” (Jawab siswa dengan serentak)
Berdasarkan ilustrasi di atas terlihat bahwa guru membangkitkan semangat belajar siswa
dengan mengajak mereka menyanyi bersama serta menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan
dilaksanan. Guru juga mengilustrasikan penjumlahan berat benda dengan meminta 2 orang siswa
untuk maju ke depan kelas lalu menyebutkan berat badan mereka masing-masing. Guru meminta
siswa yang lain untuk menjumlah berat badan kedua siswa tersebut. Siswa sangat bersemangat untuk
mengikuti kegiatan pembelajaran. Hal ini terlihat ketika semua siswa menghitung berat badan teman
serta berebut untuk menjawab beberapa pertanyaan yang diberikan oleh guru.
Pada langkah pembelajaran selanjutnya guru memberikan pejelasan tentang model
pembelajaran Make a Match dan memberikan kesempatan kepada beberapa siswa untuk menanyakan
hal-hal yang belum mereka pahami terkait dengan model pembelajaran yang akan dilaksanakan. Guru
mulai membagikan kartu jawaban kepada siswa dan tiap-tiap siswa memperoleh 2 kartu jawaban.
Siswa meletakkan kartu jawaban tersebut di atas meja mereka kemudian guru mulai membagikan
kartu soal kepada masing-masing siswa. Siswa mulai mengerjakan kartu soal sesuai dengan instruksi
yang diberikan oleh guru. Siswa berkeliling mencari pasangan kartu jawaban di meja siswa di kelas
tersebut. Guru memberikan batasan waktu bagi siswa ketika mencari pasangan kartu jawaban.
Batasan waktu yang diberikan oleh guru adalah 5 menit. Setelah batas waktu yang diberikan oleh guru
habis, siswa menempel kartu soal dan kartu jawaban pada kertas yang telah disediakan oleh guru.
Sedangkan siswa yang tidak menemukan pasangan kartu jawaban diberi sanksi. Siswa yang mendapat
sanksi dalam kegiatan tersebut sebanyak 7 anak. Sanksi yang diberikan adalah menyanyikan lagu
Potong Bebek Angsa serta menirukan gerakan bebek. Guru kemudian memeriksa hasil pekerjaan 7
anak yang tidak menemukan pasangan kartu jawaban tersebut. Sebagian besar dari mereka adalah
kesalahan dalam menghitung sehingga jawaban mereka tidak tersedia dalam kartu jawaban yang
disediakan oleh guru. Namun ada pula siswa yang benar dalam menghitung namun tidak menemukan
pasangan kartu jawaban.
Guru membahas beberapa soal dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menanyakan
hal-hal yang belum dipahami. Setelah guru memberikan penjelasan sebagai penguatan materi, guru
memberikan tes akhir untuk mengukur tingkat pemahaman siswa. Siswa bersama dengan guru
menyimpulkan hasil pembelajaran serta menyampaikan kesan pembelajaran yang telah dilaksanakan.
Pengamatan
Aktivitas Guru
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan guru dan observer pada saat kegiatan belajar
mengajar berlangsung terlihat bahwa siswa begitu berantusias dalam mengikuti kegiatan
pembelajaran. Selain itu, siswa juga sangat tertarik untuk mempelajari materi yang disampaikan guru
dengan bantuan kartu soal dan kartu jawaban sebagai media. Guru juga terlihat bersemangat dalam
kegiatan pembelajaran. Hal ini terlihat ketika guru menyampaikan materi pembelajaran hingga
memberikan pendampingan kepada beberapa siswa yang belum dapat membuat tangga satuan berat
benda dengan benar.
Pengamatan dilakukan dengan menggunakan pedoman lembar observasi dan catatan lapangan
yang dilakukan oleh bantuan teman sejawat sebagai observer. Hasil observasi pengamat terhadap
kegiatan guru pada siklus I disajikan pada tabel di bawah ini.
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
465
Tabel 1: Hasil observasi pengamat terhadap kegiatan guru pada siklus I.
No Indikator Pengamat Keterangan
1 Awal
Melaksanakan aktivitas keseharian
Menyampaikan tujuan pembelajaran
Memotivasi siswa
Mendiskusikan pengetahuan awal siswa
4
3
3
3
Sangat Baik
Baik
Baik
Baik
2 Inti
Menjelaskan tugas dan tanggung jawab
kelompok
Menyediakan sarana yang dibutuhkan
Meminta siswa memahami lembar kerja (kartu
soal)
Meminta siswa bekerja sesuai dengan instruksi
guru.
Membantu dalam kelancaran kegiatan diskusi
Membimbing dan mengarahkan dalam kegiatan
pembelajaran.
3
4
3
3
3
2
Baik
Sangat Baik
Baik
Baik
Baik
Cukup Baik
3 Akhir
Menyimpulkan materi pembelajaran
Mengakhiri pembelajaran
3
3
Baik
Baik
Skor 37 Baik
Berdasarkan tabel di atas, jumlah skor yang diperoleh dari pengamat adalah 37 dari 48 skor
maksimal. Jadi persentase perolehan skor adalah 77,08 %. Dengan demikian dapat diketahui bahwa
aktivitas peneliti sudah sesuai dengan rencana yang telah disiapkan dan kegiatan guru dalam
pelaksanaan pembelajaran dapat digolongkan dalam kategori baik.
Aktivitas Siswa
Aktivitas siswa dalam kegiatan pembelajaran juga terlihat baik. Siswa terlihat aktif selama
kegiatan pembelajaran berlangsung. Siswa juga berantusias untuk mengajukan pertanyaan ketika guru
memberikan kesempatan untuk menanya. Siswa juga terlihat lebih tertarik mengerjakan lembar kerja
yang berupa kartu soal daripada harus mengerjakan soal dari buku siswa. Siswa juga sangat
bersemangat ketika mengikuti kegiatan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran
Make a Match. Hal ini terlihat katika mereka mengerjakan kartu soal dengan cepat dan mencari
pasangan kartu jawaban yang tepat. Hasil observasi pengamat terhadap aktivitas siswa dapat dilihat
pada tabel di bawah ini.
Tabel 2: Hasil observasi pengamat terhadap aktivitas siswa pada siklus I.
No Indikator Pengamat Keterangan
1 Awal
Melaksanakan aktivitas keseharian
Memperhatikan tujuan pembelajaran
4
3
Sangat Baik
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
466
Keaktifan dalam diskusi pengetahuan awal 3 Baik
Baik
2 Inti
Aktif dalam kegiatan pembelajaran (menanya
hal-hal yang belum dipahami, menjawab
pertanyaan lisan guru, dll)
Memahami tugas yang diberikan
Memanfaatkan sarana yang disediakan oleh
guru dengan baik.
Memahami lembar kerja (tes akhir)
Keaktifan siswa dalam mengerjakan soal pada
saat kegiatan pembelajaan berlangsung
(mencari pasangan kartu jawaban).
3
2
4
3
3
Baik
Cukup Baik
Sangat Baik
Baik
Baik
3 Akhir
Bersama dengan guru menyimpulkan materi
pembelajaran
2
Cukup Baik
Skor 27 Baik
Berdasarkan tabel di atas, jumlah skor yang diperoleh dari pengamat adalah 27 dari 36 skor
maksimal. Jadi persentase perolehan skor adalah 75%. Dengan demikian dapat diketahui bahwa
aktivitas siswa sudah sesuai dengan rencana yang telah disiapkan dan kegiatan guru dalam
pelaksanaan pembelajaran dapat digolongkan dalam kategori baik.
Tabel 3: Catatan Lapangan siklus I
Observasi Keterangan
Aktivitas Peneliti Guru sudah dapat menguasai kelas sehingga
suasana kelas dapat terkendali.
Sebelum kegiatan Make a Match guru memberi
penjelasan materi kepada siswa. Selain itu guru juga
menjelaskan kepada siswa tentang aturan Make a
Match yang akan dilaksanakan.
Guru membantu beberapa siswa membuat tangga
satuan berat.
Guru kurang dapat memanfaatkan waktu dengan
baik sehingga siswa kekurangan waktu untuk
mengerjakan tes akhir.
Aktivitas Siswa Siswa terlihat masih kurang percaya diri dalam
mengerjakan kartu soal karena ada bebrapa siswa
yang bertanya kepada teman sebangkunya.
Ada beberapa siswa yang belum dapat membuat
tangga satuan berat dengan benar.
Siswa kurang teliti dalam mengerjakan kartu soal
sehingga ada beberapa siswa yang tidak
menemukan pasangan kartu jawaban yang
disediakan oleh guru.
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
467
Pelaksanaan Pembelajaran Pada tahap pendahuluan, siswa sudah bersemangat
untuk menyanyikan lagu tentang satuan berat
benda.
Pada saat kegiatan inti berlangsung siswa penuh
semangat menghitung dan mencari pasangan kartu
jawaban.
Pada tahap penutup siswa kurang dapat
mengerjakan tes akhir dengan baik karena bel
istirahat berbunyi. Sehingga mereka cepat-cepat
mengerjakan soal karena ingin segera beristirahat.
Refleksi
Siklus I Refleksi dilakukan untuk mentukan apakah siklus I sudah berhasil atau belum. Berdasarkan
pengamatan yang dilakukan oleh diperoleh hasil refleksi sebagai berikut: Aktivitas guru oleh
pengamat sudah termasuk dalam kategori baik dengan persentase keberhasilan 77,08 %. Aktivitas
siswa dalam kegiatan termasuk dalam kategori baik dengan persentase keberhasilan 75%. Hasil tes
akhir siswa belum menunjukkan hasil yang baik karena dari 31 siswa yang mengikuti tes akhir hanya
ada 14 anak atau sekitar 45,16% yang memperoleh nilai di atas KKM. Ada beberapa siswa yang
belum menyelesaikan tes akhir sehingga nilai yang diperoleh kurang maksimal. Hal ini dikarenakan
terbatasnya waktu dalam mengerjakan tes akhir sehingga siswa tidak dapat mengerjakan seluruh soal
dengan baik. Pada kegiatan pembelajaran dengan menggunakan metode Make a Match ada beberapa
siswa yang tidak menemukan kartu jawaban. Hal ini dikarenakan siswa tersebut belum memahami
materi pembelajaran sehingga salah dalam menghitung dan menentukan jawaban. Namun ada pula
siswa yang sudah dapat menghitung jawaban dengan benar namun tidak menemukan pasangan kartu
jawaban. Hal ini terjadi karena siswa tersebut tergesa-gesa (tidak fokus) dalam mencari pasangan
kartu jawaban. Suasana kelas juga menjadi tidak kondusif karena semua siswa berkeliling mencari
kartu jawaban dan ada pula siswa yang membantu temannya mencarikan pasangan kartu jawaban.
Siklus II
Perencanaan
Guru menetapkan kompetensi dasar dan indikator pembelajaran untuk menyusun RPP secara
mandiri. Selain itu guru juga menyiapkan 3 model kartu soal yang berbeda untuk 31 siswa. Kartu-
kartu tersebut telah diberi isolasi bolak balik untuk memudahkan siswa dalam menempelkan kartu
jawaban pada kartu soal. Sehingga setiap anak memperoleh 3 kartu soal. Guru juga menyiapkan 31
kantong plastik yang masing-masing berisi 9 kartu jawaban. Tak lupa guru juga menyiapkan lembar
observasi untuk guru san siswa yang akan diisi oleh teman sejawat ketika pelaksanaan pembelajaran
pada siklus II.
Pelaksanaan
Pelaksanaan pembelajaran siklus II ini dilaksanakan dengan bantuan teman sejawat untuk
membantu guru dalam mengamati aktivitas guru dan siswa. Pada kegiatan ini siswa terlihat
bersemangat dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Pada kegiatan awal guru mengajak siswa untuk
menyanyikan lagu “Kelinciku” dan “Potong Bebek Angsa”. Hal ini bertujuan untuk membangkitkan
semangat siswa untuk belajar. Kemudian guru membagikan 3 kartu soal dan 9 kartu jawaban kepada
tiap-tiap siswa. Siswa diminta untuk mengerjakan kartu soal yang telah dibagikan oleh guru dengan
batasan waktu yang telah ditentukan kemudian mencari pasangan kartu jawaban dari kartu soal
tersebut. Setelah siswa menemukan pasangan kartu jawaban, guru membagikan lembar evaluasi untuk
mengukur tingkat pemahaman siswa pada materi satuan berat benda. Guru melaksanakan kegiatan
pembelajaran secara baik. Hal ini dapat dilihat dari hasil observasi aktivitas guru di bawah ini.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
468
Tabel 4: Hasil observasi pengamat terhadap kegiatan guru pada siklus II.
No Indikator Pengamat Keterangan
1 Awal
Melaksanakan aktivitas keseharian
Menyampaikan tujuan pembelajaran
Memotivasi siswa
Mendiskusikan pengetahuan awal siswa
4
3
3
3
Sangat Baik
Baik
Baik
Baik
2 Inti
Menjelaskan tugas dan tanggung jawab
kelompok
Menyediakan sarana yang dibutuhkan
Meminta siswa memahami lembar kerja (kartu
soal)
Meminta siswa bekerja sesuai dengan instruksi
guru.
Membantu dalam kelancaran kegiatan diskusi
Membimbing dan mengarahkan dalam kegiatan
pembelajaran.
4
4
3
3
3
4
Sangat Baik
Sangat Baik
Baik
Baik
Baik
Sangat Baik
3 Akhir
Menyimpulkan materi pembelajaran
Mengakhiri pembelajaran
3
4
Baik
Sangat Baik
Skor 41 Baik
Berdasarkan tabel di atas, jumlah skor yang diperoleh dari pengamat adalah 41 dari 48 skor maksimal.
Jadi persentase perolehan skor adalah 85,41% Dengan demikian dapat diketahui bahwa aktivitas
peneliti sudah sesuai dengan rencana yang telah disiapkan dan kegiatan guru dalam pelaksanaan
pembelajaran dapat digolongkan dalam kategori baik. Observer juga mengamati aktivitas siswa
selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Hasil observer terhadap aktivitas siswa dapat dilihat pada
tabel di bawah ini.
Tabel 5: Hasil observasi pengamat terhadap aktivitas siswa pada siklus II.
No Indikator Pengamat Keterangan
1 Awal
Melaksanakan aktivitas keseharian
Memperhatikan tujuan pembelajaran
Keaktifan dalam diskusi pengetahuan awal
4
3
3
Sangat Baik
Baik
Baik
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
469
2 Inti
Aktif dalam kegiatan pembelajaran (menanya
hal-hal yang belum dipahami, menjawab
pertanyaan lisan guru, dll)
Memahami tugas yang diberikan
Memanfaatkan sarana yang disediakan oleh
guru dengan baik.
Memahami lembar kerja (tes akhir)
Keaktifan siswa dalam mengerjakan soal pada
saat kegiatan pembelajaan berlangsung
(mencari pasangan kartu jawaban).
3
4
4
3
4
Baik
SangatBaik
Sangat Baik
Baik
Sangat Baik
3 Akhir
Bersama dengan guru menyimpulkan materi
pembelajaran
3
Baik
Skor 31 Baik
Berdasarkan tabel di atas, jumlah skor yang diperoleh dari pengamat adalah 31 dari 36 skor
maksimal. Jadi persentase perolehan skor adalah 86,11% Dengan demikian dapat diketahui bahwa
aktivitas siswa sudah sesuai dengan rencana yang telah disiapkan dan kegiatan guru dalam
pelaksanaan pembelajaran dapat digolongkan dalam kategori baik.
Tabel 6: Catatan Lapangan siklus II
Observasi Keterangan
Aktivitas Peneliti Guru sudah dapat menguasai kelas sehingga
suasana kelas dapat terkendali.
Sebelum kegiatan Make a Match guru memberi
penjelasan materi kepada siswa. Selain itu guru juga
menjelaskan kepada siswa tentang aturan Make a
Match yang akan dilaksanakan.
Guru sudah dapat memanfaatkan waktu dengan
baik sehingga siswa dapat mengerjakan tes akhir
dengan waktu yang cukup.
Aktivitas Siswa Siswa sudah terlihat percaya diri dalam
mengerjakan kartu soal dan bersungguh-sungguh
dalam mengerjakan tes akhir.
Ada beberapa siswa yang kurang teliti dalam
menghitung sehingga menempel kartu jawaban
yang salah.
Pelaksanaan Pembelajaran Pada tahap pendahuluan, siswa sudah bersemangat
untuk mengikuti kegiatan pembelajaran.
Pada saat kegiatan inti berlangsung siswa penuh
semangat menghitung dan mencari pasangan kartu
jawaban.
Pada tahap penutup siswa sudah dapat mengerjakan
tes akhir dengan baik karena waktu yang tersedia
cukup untuk mengerjakan tes akhir .
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
470
Refleksi Siklus II
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh diperoleh hasil refleksi sebagai berikut:
Aktivitas guru oleh pengamat sudah termasuk dalam kategori baik dengan persentase keberhasilan
85,41 %. Aktivitas siswa dalam kegiatan termasuk dalam kategori baik dengan persentase
keberhasilan 86,11%. Hasil tes akhir siswa sudah menunjukkan hasil yang baik karena dari 31 siswa
yang mengikuti tes akhir hanya ada 4 anak atau sekitar 87,09% yang memperoleh nilai di atas KKM.
Sebagian besar siswa sudah dapat menghitung berat benda dengan benar sehingga sebagian besar
siswa dapat menemukan pasangan kartu soal dan kartu jawaban dengan benar.
Berdasarkn hasil siklus II diperoleh data bahwa ketuntasan hasil belajar siswa mengalami
peningkatan dari 45,16% pada siklus I menjadi 87,09% pada siklus II sehingga siklus penelitian ini
dapat dihentikan.
Pembahasan
Pembelajaran satuan berat benda dengan model pembelajaran Make a Match menuntut siswa
untuk aktif dalam kegiatan pembelajaran. Penggunaan lembar kerja dalam materi satuan berat benda
ini bertujuan untuk menyampaikan materi pembelajaran yang menarik bagi siswa sehingga
diharapkan mereka tertarik untuk membaca, mempelajari, dan mengerjakan soal-soal yang ada di
dalamnya. Hal ini sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh DePorter, Reardon, dan Nourie (2000)
bahwa penyajian lembar kerja membawa siswa ke dalam suasana yang penuh kegembiraan, sehingga
menciptakan kegembiraan pula dalam belajar. Kegembiraan dalam belajar merupakan luapan emosi
yang mengaktifkan saraf otak untuk dapat merekam pelajaran dengan lebih mudah.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan oleh peneliti diketahui bahwa
sebagian besar siswa masih sulit memahami materi berat benda. Sehingga penelitian ini dirancang
untuk membantu sisiwa untuk dapat memahami materi satuan berat benda. Pada tahap awal guru
menyiapkan rencana pelaksanaan pembelajaran, lembar observasi, serta media pembelajaran yang
berupa kartu soal dan kartu jawaban sejumlah siswa yang ada di kelas. Guru juga mengajak siswa
untuk bernyanyi untuk membangkitkan semangat belajar siswa. Guru membagikan kartu soal dan
kartu jawaban kepada masing-masing siswa dan meminta siswa untuk mengerjakan soal dalam
batasan waktu yang telah disepakati. Hal ini dimaksudkan agar semua siswa dapat memanfaatkan
waktu yang tersedia dengan sungguh-sungguh.
Pada siklus I guru meminta siswa berkeliling kelas untuk mencari pasangan kartu jawaban
dari soal yang diterima dari guru. Namun suasana kelas menjadi tidak terkendali karena beberapa
siswa berlari mencari kartu jawaban sebelum batas waktu yang ditentukan habis. Pada siklus II guru
melakukan perbaikan dengan memberikan 9 kartu jawaban pada masing-masing siswa sehingga siswa
tidak perlu berpindah tempat untuk mencari pasangan kartu jawaban. Siswa yang telah menemukan
pasangan kartu jawaban diminta untuk menempel kartu jawaban pada kartu soal kemudian
menyerahkan kepada guru untuk diperiksa. Setelah batasan waktu yang telah disepakati habis guru
membagikan lembar evaluasi kepada masing-masing siswa. Evaluasi ini bertujuan untuk mengukur
tingkat pemahaman siswa terhadap materi pembalajaran yang telah dilaksanakan. Pada akhir
pembelajaran siswa bersama dengan guru menyimpulan materi pembelajaran dan meminta beberapa
siswa untuk menyampaikan kesan terhadap kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan.
Pembelajaran satuan berat benda dengan model pembelajaran Make a Match bertujuan untuk
meningkatkan hasil belajar siswa. Hasil belajar siswa dapat dilihat dari perbandingan nilai dari tes
awal sebelum diadakannya pembelajaran Make a Match sampai dengan hasil tes akhir pada
pembelajaran siklus II. Persentasi ketuntasan hasil belajar siswa pada tes awal sebesar 22,58 % atau
sebanyak 7 dari 31 siswa yang mendapat nilai di atas KKM. Pada tes akhir pelaksanaan pembelajaran
siklus I diperoleh hasil 45,16 % atau 14 dari 31 siswa yang mendapat nilai di atas KKM. Sedangkan
hasil tes akhir siklus II diperoleh hasil 87,09% atau 27 dari 31 siswa yang mendapat nilai di atas
KKM. Ini berarti bahwa kemampuan siswa dalam ranah kognitif meningkat. Hal tersebut sesuai
dengan pendapat Bloom (1996:7) dalam www.eurekapendidikan.com yang membedakan hasil belajar
menjadi 3 ranah yaitu kognitif (pengetahuan), afektif (sikap), dan psikomotor. Hasil di atas
menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif Make a Match yang dilakukan pada siklus I dan II
sudah berhasil meningkatkan hasil belajar siswa.
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
471
PENUTUP
Simpulan dan Saran
Dari hasil penelitian yang dilakukan pada siswa kelas II B SD Katolik Sang Timur Batu dapat
disimpulkan bahwa model pembelajaran Make a Match dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hal
ini terlihat dari hasil tes siswa pada akhir siklus kedua menunjukkan peningkatan hasil belajar siswa
dengan persentase ketuntasan dari 45,16% menjadi 87,09%. Selain itu model pembelajaran ini juga
dapat meningkatkan keaktifan siswa di dalam kelas. Siswa tertarik dengan model pembelajaran Make
a Match sehingga mereka terlihat sangat antusias selama kegiatan pembelajaran berlangsung.
Berdasarkan hasil penelitian ini, terdapat beberapa saran yang perlu disampaikan antara lain
penggunaan model pembelajaran kooperatif Make a Match dapat dijadikan alternatif untuk
mengembangkan pembelajaran. Selain itu penggunaan lembar kerja sebagai media dalam model
pembelajaran ini dapat menarik perhatian siswa. Dengan demikian guru dapat mengembangkan model
pembelajaran Make a Match ini untuk materi yang lain. Guru diharapkan dapat mengendalikan kelas
karena pada dasarnya siswa menyukai permainan sehingga model pembelajaran Make a Match ini
berpotensi untuk membuat kegaduhan di dalam kelas.
Daftar Rujukan
Dahlan, Ahmad. 2014. Pengertian hasil Belajar. URL http:// www.eurekapendidikan.com (diakses
tanggal 30 Maret 2016)
DePorter, B., Reardon, M., dan Nourie, S. 2000. Quantum Teaching: Mempraktikan Quantum
Learning di Ruang-ruang Kelas. Bandung: Kaifa.
Harianja, Rusmaida. 2014. Penerapan Model Make A Match untuk Meningkatkan Aktivitas Belajar
Siswa dalam Mata Pelajaran Matematika di Kelas IV SD Negeri 158/V Lampisi. URL
http://www.e-campus.fkip.unja.ac.id (diunduh 2 April 2016)
Hudojo, Herman. 1998. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. Malang:
Universitas Negeri Malang
_______. Undang-Undang Republik Indonesia no.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. URL
http://kepri.kemenag.go.id (diunduh tanggal 27 Februari 2016)
_______. URL http://wbungs.blogspot.co.id (diakses tanggal 27 Februari 2016)
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
472
UPAYA PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS VII B
SMP RADEN FATAH BATU MATERI LUAS DAERAH SEGIEMPAT DENGAN
METODE KOOPERATIF STAD BERBANTUAN MEDIA KARTON
Puji Lestari
SMP Raden Fatah Batu
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan penerapan pembelajaran
kooperatif STAD dengan bantun media karton yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa
kelasVII B SMP Raden Fatah Batu materi luas daerah segiempat. Penelitian ini merupakan
penelitian tindakan kelas yang dilakukan dalam dua siklus, dengan masing-masing siklus 3
kali pertemuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran yang dilakukan dengan
langkah-langkah: (1) menyajikan materi luas daerah segiempat, (2) diskusi kelompok
dengan lembar kerja, ( 3) presentasi hasil kerja dan, (4) kuis dapat meningkatkan hasil
belajar siswa. Peningkatan hasil belajar dari siklus 1 rata-rata 68 menjadi rata-rata 80
(siklus 2).
Kata kunci: Kooperatif STAD, Hasil belajar, Segiempat.
Materi luas daerah segiempat merupakan materi yang sulit bagi siswa kelas VII, karena siswa
masih belum memahami tentang keliling dan luas. Padahal waktu pembelajaran di SD materi
tersebut juga pernah dipelajari. Kesulitan siswa dalam belajar menentukan luas daerah persegi
panjang antara lain terjadi pada menentukan keliling persegi panjang dan luas daerah persegi
panjang. Ketika guru memberikan pertanyaan berapakah keliling persegi panjang jika panjang 5 cm
dan lebar 4 cm? Siswa menjawab 20 cm. Kesalahan ini terjadi karena siswa berpikir keliling persegi
panjang adalah panjang kali lebar. Hal ini menunjukkan bahwa siswa tidak memahami konsep luas
daerah persegi panjang.
Kesalahan siswa juga terjadi pada luas daerah belah ketupat. Ketika guru memberi soal
hitunglah luas daerah belah ketupat jika panjang sisinya 10 cm dan salah satu panjang diagonalnya 12
cm, siswa menjawab 120 cm2. Jawaban siswa tersebut terjadi karena siswa berpikir bahwa luas sama
dengan panjang sisi kali diagonal. Dalam hal ini siswa mengalami kesalahan konsep, diagonal dan sisi
yang mestinya tidak dapat dikalikan tetapi oleh siswa dikalikan. Kesalahan-kesalahan tersebut perlu
diperbaiki melalui pembelajaran yang sesuai.
Salah satu pembelajaran matematika yang dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan
tersebut adalah kooperatif tipe STAD. Beberapa penelitian yang terkait dengan penerapan
pembelajaran kooperatif STAD antara lain Liunsanda (2015) dan Ida Fitriyanti (2013). Liusanda
(2015) menemukan bahwa pembelajaran kooperatif STAD memiliki keunggulan yang dapat
mengatasi masalah yang ada. Dalam kooperatif STAD akan terjadi peningkatan fungsi mental
melalui percakapan dan interaksi lainnya, serta kerjasama antar siswa yang memiliki kemampuan
yang heterogen. Interaksi siswa dalam proses pembelajaran merupakan bagian penting untuk
mencapai keberhasilan belajar siswa.
Selama ini prestasi siswa pada pelajaran matematika masih rendah, hal ini terjadi
dikarenakan kurangnya variasi dalam menggunakan metode pembelajaran. Dalam pembelajaran luas
daerah segiempat guru hanya menggunakan prosedur, misalnya luas daerah jajargenjang adalah alas
kali tinggi. Akibatnya siswa hanya menghafal prosedur yang sudah ditetapkan, jika ada soal yang
sejenis siswa masih tidak bisa mengerjakan. Hal ini menunjukkan pembelajaran kurang bermakna.
Oleh karena itu, dalam pembelajaran akan lebih baik bila banyak menekankan pemahaman relasional
dari pada pemahaman instrumental (Subanji, 2011).
Dalam pembelajaran, guru tidak cukup hanya menjadi pengajar atau penyampai informasi
saja, tetapi pembelajaran perlu mendorong siswa untuk berpikir mengontruksi pengetahuan sendiri
atau sering disebut konstruksi sendiri. Konstrutivisme merupakan sebuah teori yang mempelajari
bagaimana seorang belajar. Teori ini lebih memandang bagaimana belajar itu berlangsung.
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
473
Subanji (2011) menyatakan bahwa siswa tidak bisa diibaratkan kertas putih yang akan
ditulisi oleh guru. Tetapi siswa secara hakiki/pribadi merupakan individu unik yang memiliki potensi
untuk mengembangkan pola pikirnya. Oleh karena itu, guru dalam mengajar harus dapat berubah dari
yang semula “memberi” pengetahuan kepada siswa menjadi “memfasilitasi” siswa untuk belajar
(fasilitator). Supaya siswa mampu belajar secara mandiri dalam mengembangkan berpikirnya,
sehingga mampu memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari.
Salah satu bentuk memfasilitasi siswa dalam belajar adalah mengkondisikan siswa dalam
belajar kooperatif. Pembelajaran kooperatif sudah dikaji oleh beberapa peneliti (Sunaryatin, 2013;
Permadi, 2013; Khairani, 2013). Sunaryatin (2013) menemukan bahwa pembelajaran kooperatif
merupakan suatu metode di mana siswa belajar bersama-sama dalam kelompok dan anggota dalam
kelompok tersebut saling bertanggung-jawab satu dengan yang lain. Permadi (2013) menemukan
dalam model pembelajaran kooperatif memang ada celah siswa kehilangan kesempatan untuk
berinteraksi multiarah (interaksi dengan teman satu kelompok, teman antar kelompok, interaksi
dengan sumber belajar, dan interaksi dengan guru). Menurut Khairani (2013), belajar kooperatif di
mana siswa belajar bersama dalam kelompok dan anggota kelompok bertanggung-jawab terhadap
satu dengan yang lain.
Seperti yang telah diketahui bersama bahwa salah satu karakteristik matematika adalah
mempunyai objek yang bersifat abstrak, sehingga menjadi anggapan matematika itu sulit. Sifat
abstrak ini menyebabkan banyak siswa mengalami kesulitan dalam mempelajari konsep dan meng-
aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Lebih lanjut Subanji (2012) menyatakan bahwa dalam pembelajaran matematika juga sangat
penting untuk menekankan konsep dengan menggunakan media (peraga) untuk mengembangkan
pemahaman siswa. Dengan menggunakan benda-benda fisik atau manipulatif untuk memodelkan
konsep matematika dalam membantu belajar siswa. Model pembelajaran sebuah konsep matematika
dapat berupa benda atau gambar yang menyatakan hubungan konsep yang dapat dikaitkan. Pada
konsep luas daerah persegi panjang ini memuat hubungan perbandingan bidang dengan bidang lain.
Contohnya luas daerah persegi panjang dengan panjang 4 meter dan lebar 3 meter. Daerah persegi
panjang tersebut dapat ditutup dengan bangun persegi satuan atau bangun lain, jika bangun tersebut
ditutup dengan persegi satuan maka luasnya dapat ditutupi sebanyak 12 persegi satuan.
Dalam pembelajaran kooperatif STAD, guru sebagai fasilitator, membimbing, mengarahkan
dan memberi semangat dengan memotivasi. Ida Fitriyati, (2013) mengatakan bahwa pembelajaran
dengan model kooperatif STAD menjadikan siswa lebih aktif dalam pembelajaran, menimbulkan rasa
percaya diri siswa dalam menyampaikan hasil diskusinya di depan kelas dan hasil pembelajarannya
mengalami peningkatan.
Menurut Subanji (2013) kooperatif STAD memiliki sintaks: (1) membentuk kelompok yang
beranggota 3-4 orang, (2) guru menyajikan materi, (3) guru memberikan tugas kelompok, (4) guru
memberikan kuis, (5) mengoreksi hasil kuis, dan (6) kesimpulan. Dalam pembelajaran kooperatif
siswa belajar dalam kelompok saling bertukar pendapat, sehingga siswa dapat menyelesaikan
tugasnya dengan cepat. Karena apabila terdapat siswa yang tidak bisa mengerjakan akan dibantu
teman sekelompoknya. Secara tidak langsung dapat mendorong siswa untuk belajar matematika
menjadi lebih semangat.
Pembelajaran kooperatif STAD dengan bantuan media karton untuk meningkatkan hasil
belajar siswa dengan memotivasi siswa dalam memahami konsep luas daerah segiempat. Sehingga
tercipta suasana pembelajaran yang menyenangkan dan tidak membosankan.
Keberhasilan belajar siswa sangat bergantung pada guru, oleh karena itu guru harus kreatif,
inovatif dalam menggunakan metode pembelajaran, agar siswa lebih senang dan tidak bosan.
Mengingat hal tersebut, maka guru melakukan pembelajaran dengan model kooperatif STAD dengan
bantuan media karton. Pembelajaran kooperatif STAD merupakan hal yang tepat. Oleh karena itu,
peneliti tertarik melakukan penelitian yang berjudul “Upaya Peningkatan Hasil Belajar Siswa
Kelas VII B SMP Raden Fatah Batu Materi Luas Segiempat dengan Metode Kooperatif STAD
Berbantuan Media Karton”
METODE PENELITIAN
Penelitian ini mendiskripsikan pembelajaran kooperatif STAD pada materi luas daerah
segiempat serta menggunakannya dalam pemecahan masalah. Penelitian dilakukan pada kelasVII B
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
474
SMP Raden Fatah Batu. Subjek Penelitian ini adalah 31 siswa yang terdiri dari 16 laki-laki dan 15
siswa perempuan. Penelitian ini dilakukan dalam 2 siklus; masing masing siklus terdiri dari
perencanaan, pelaksanakan, observasi, dan refleksi. Pada Siklus 1 dilakukan dalam tiga pertemuan,
pertemuan pertama membahas materi tentang luas daerah persegi. Pertemuan kedua membahas
tentang luas daerah persegipanjang dan pertemuan ketiga membahas tentang pemecahan masalah
yang berkaitan dengan luas daerah persegi dan persegi panjang serta mengadakan kuis.
Pada siklus II dilakukan tiga pertemuan, untuk pertemuan pertama membahas tentang luas
daerah jajar genjang. Pertemuan kedua membahas tentang luas daerah belah ketupat dan pertemuan
ketiga mengerjakan soal tentang pemecahan masalah yang berkaitan dengan luas daerah jajar genjang
dan belah ketupat serta mengadakan kuis. Data yang diperoleh berupa praktik pembelajaran yang
selanjutnya dianalisis secara kualitatif. Data yang terkumpul berupa dokumen aktivitas dan hasil tes
siswa yang diperoleh selama kegiatan pembelajaran berlangsung.
Kegiatan refleksi dilaksanakan dengan mengadakan evaluasi pelaksanaan pembelajaran,
merumuskan dan mengidentifikasi masalah pada pelaksanaan dan respon siswa pada tindakan yang
dilaksanakan serta memperbaiki pelaksanaan tindakan sesuai hasil evaluasi untuk siklus berikutnya.
Hasil refleksi bertujuan untuk mengetahui apakah masih ada kekurangan yang bisa diperbaiki untuk
siklus 2.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Sintak pembelajaran dilakukan dengan: penyajian materi yang berupa kegiatan meminta
siswa menempel kertas manila persegi satuan ke bangun segiempat, diskusi kelompok sesuai dengan
lembar kerja, mempresentasikan hasil kerja kelompok, dilanjutkan dengan kegiatan guru memberikan
penguatan, dan dikahiri dengan kuis.
Penelitian ini mendiskripsikan pembelajaran kooperatif STAD yang dilakukan dalam dua
siklus, masing-masing siklus dilakukan 3 kali pertemuan sebagai berikut.
Siklus I Pertemuan 1
Pembelajaran diawali dengan menyampaikan materi luas daerah persegi dan tujuan
pembelajaran siswa dapat menghitung luas daerah persegi yang berkaitan dengan masalah sehari-hari.
Memberikan apersepsi melalui pertanyaan/dialog seperti berikut:
G: “Masih ingatkah kalian, apa yang kita pelajari kemarin nak”?
S: “keliling persegi dan persegi panjang”.
G: “Berapakah panjang sisi persegi jika kelilingnya 20 cm”?
S: “Siswa menjawab 5 cm bu”.
G: “Iya pinter, bagaimana caranya bisa mendapatkan 5cm”?
S: “20 dibagi 4, karena keempat sisinya sama”.
G: “oke, coba sekarang kalian melihat ke atas”! Apakah kalian dapat menghitung panjang dan
lebar ruang kelas ini? Dengan melihat satu esbes itu 1m.
S: “Bisa bu”! “Panjang 7m dan lebar 7m”.
G: “Berapa lembar banyaknya esbes yang terpasang”?
S: “49 lembar”.
G: “Sekarang liahatlah kebawah, ubin berbentuk seperti apa”?
S: “Persegi”.
G: “Dapatkah kalian menghitung banyaknya ubin tersebut”?
S: “Tidak bisa bu”!
G: “Iya nak, nanti akan kita pelajari caranya menghitung banyaknya ubin.
Berdasarkan dialog tersebut nampak bahwa siswa sudah memiliki pengetahuan prasyarat
untuk pembelajaran pertemuan 2, di mana siswa sudah memahami keliling persegi dan panjang sisi
persegi. Oleh karena itu guru melanjutkan kegiatan inti dengan membentuk kelompok menjadi 7
kelompok masing-masing terdiri atas 4 anak. Guru menjelaskan aturan permainan dalam belajar
kelompok dengan metode kooperatif STAD. Kutipan dialog guru sebagai berikut:
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
475
G: “Anak-anak hari ini kita belajar tentang luas persegi dengan menggunakan media karton yang
berbentuk persegi besar dan persegi kecil terbuat dari kertas manila, persegi kecil dinamakan
persegi satuan. Setiap kelompok mendapatkan 3 persegi besar yang diberi nama (Persegi 1,
persegi 2 dan persegi 3) dan 54 lembar persegi kecil. Persegi satuan ditempel pada persegi (1),
(2), dan (3). Apakah kalian sudah paham”?
S: “Sudah bu”!
G. “Nah sekarang ketua kelompok silakan mengambil LKS dan media karton, kerjakan pada LKS
kegiatan 1, 2, dan 3 secara kelompok”!
Siswa mendiskusikan LKS (kegiatan 1, dengan cara menempel persegi satuan ke persegi pada
karton, untuk menentukan rumus luas daerah persegi dan melanjutkan kegiatan 2 dengan
mendiskusikan cara menjawab pertanyaan). Pada saat siswa berdiskusi guru berkeliling dan
membimbing siswa pada kelompok-kelompok yang kesulitan. Pada kelompok 1 diskusi cukup serius,
awalnya kelompok 1 mempunyai gagasan untuk mengerjakan yang mudah dulu supaya cepat selesai.
Ada beberapa anggota kelompok yang kurang setuju, karena mereka merasa bisa mengerjakan,
akhirnya mereka berdiskusi untuk mengerjakan LKS 1.
Gambar 1: Kegiatan siswa menempel persegi satuan Gambar 2: Aktivitas Kerja
Kelompok Siswa
Pada kelompok IV terdapat siswa yang kurang aktif dalam berdiskusi, guru mendekati dan
menanyakan, sehingga terjadi dialog seperti berikut.
G: “Kenapa tidak ikut diskusi nak”?
S4.1. “Males bu, la tadi kan sudah ikut mengerjakan menempel pada karton”.
G. “Iya seharusnya kamu ikut mengerjakan juga, supaya bisa dan cepat selesai”!
S. “Iya bu”.
Guru membimbing kelompok V tentang soal no. 3 kegiatan 3. Pada kegiatan ini siswa
mengalami kesalahan pahaman/tidak mengerti maksud perintah soal. Seharusnya yang ditanyakan
panjang sisi tetapi yang dikerjakan siswa tentang luas, sehingga hasil jawabannya tidak tepat. Kutipan
dialognya sebagai berikut:
G: “Dari mana hasilnya ini 390.625”?
S: “625 x 625”.
G: “Yang ditanyakan ini bukan luas tapi panjang sisi”.
S: “Oh ya bu”.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
476
Gambar 3: Hasil Kerja Kelompok Siswa
Berdasarkan gambar dan hasil kerja siswa di atas, dapat diketahui bahwa siswa masih belum
paham tentang cara menentukan luas bangun persegi yang terpotong, kemudian terjadi dialog antar
guru dengan siswa seperti berikut.
G: “Dari mana kamu mendapatkan hasil seperti itu”?
S: “Panjang sisinya kan 10 cm, 5cm dan 5 cm.jadi luas= s x s x s”.
G: “Menjelaskan cara menghitung luas bangun tersebut bisa dengan cara memotong menjadin3
persegi yang sama, jadi luas bangun 5cm x 5cm x 3 = 75 cm2 (5cm x 5cm) itu luas persegi dan
dikalikan 3 banyaknya persegi ada 3 atau dengan cara luas persegi utuh dipotong sebuah persegi.
Jadi luas bangun adalah 10 cm x 10 cm = 100cm2dikurangi dengan 25cm
2(luas satu persegi)”.
S: “Iya bu”!
G: “Anak-anak sudah selesai semua”?
S. “Sudah bu”.
Setelah masing-masing kelompok selesai mengerjakan LKS. Perwakilan kelompok 1
mempresentasikan hasil kerjanya. Kelompok yang lain menanggapinya. Guru memberi pujian pada
kelompok yang telah melakukan presentasi, serta memberi penguatan luas daerah persegi adalah sisi
kali sisi (s2) dan sebaliknya jika luas persegi diketahui maka panjang sisinya adalah akar dari luas
tersebut.
Selanjutnya guru memberikan quis dengan soal seperti berikut.
Gambar 4: Hasil kerja siswa
Gambar 4. Hasil Kerja Siswa
Ruang kelas 7E berukuran 8m x 8m, lantainya dipasang
ubin dengan ukuran 20cm x 20cm, berapa banyaknya
ubin yang dipasang diruang tersebut sampai penuh?
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
477
Berdasarkan hasil kuis tersebut diperoleh nilai tertinggi adalah 75 dan nilai terendah 25, dan
rata-ratanya 64. Ternyata nilai yang diperoleh siswa masih belum memenuhi ketuntasan minimal
(KKM).
Siklus I pertemuan 2
Kegiatan pembelajaran diawali dengan memberikan apersepsi melalui kutipan dialog seperti
berikut:
G: “Apakah kalian masih ingat yang kita pelajari kemarin nak”?
S: “Masih bu, Luas persegi”.
G: “Bagaimana rumus untuk menentukan luas persegi”?
S: “Sisi kali sisi”.
G: “Berikan contoh benda di lingkungan kelas yang berbentuk model persegi panjang”!
S: “Papan tulis, kaca, papan pajang, pintu, dan meja”.
G: “Oke, apa perbedaan antara persegi dengan persegi panjang”?
S: “Panjangnya tidak sama”.
G: “Bukan panjangnya, tetapi panjang sisinya yang berbeda, kalau persegi sisinya sama panjang,
kalau persegi panjang panjang dan lebarnya berbeda”.
S: “Oke”.
G: “Berapa panjang sisi persegi yang luasnya 81cm2”?
S: “9 cm”.
G: “Benar, bagaimana untuk mendapatkan 9cm”?
S: “9 x 9 = 81”.
G: “Untuk mendapat hasil 9 cm itu dari sxs =81, s2 = 81, jadi sisinya adaalah akar dari 81 yaitu 9
cm”.
Berdasarkan dialog tersebut nampak bahwa siswa sudah memiliki pengetahuan prasyarat
untuk pembelajaran pertemuan 2. Terbukti siswa sudah memahami luas persegi dan panjang sisi
persegi. Oleh karena itu, guru melanjutkan kegiatan inti dengan membentuk kelompok menjadi 7
kelompok masing-masing terdiri 4 anak. Dilanjutkan dengan kegiatan guru menjelaskan aturan
permainan dalam belajar kelompok dengan menggunakan metode STAD seperti pada pertemuan
minggu lalu.
G: “Anak-anak hari ini kita belajar tentang luas persegi panjang melanjutkan pelajaran minggu yang
lalu dengan menggunakan media karton yang berbentuk persegi panjang besar dan
persegipanjang kecil terbuat dari kertas manila. Seperti kemarin, persegi kecil dinamakan
persegi satuan. Setiap kelompok mendapatkan 3 persegi besar yang diberi nama (Persegi
panjang 1, persegi panjang 2 dan persegi panjang 3) dan 64 lembar kertas manila persegi
satuan. Persegi satuan ditempel pada persegi panjang (1), (2), dan (3)”. “Apakah sudah paham
nak”?
S: ”Sudah bu”!
G: “Bagus, membagikan LKS dan Media karton, kerjakan LKS kegiatan 1, 2, dan 3 secara
kelompok”.
S: “Mendiskusikan LKS ( kegiatan 1,2, dan 3) dengan menempelkan persegi satuan ke lembar persegi
panjang serta ngerjakan LKS”.
G: Membimbing dengan mendatangi setiap kelompok untuk membantu kelompok yang kesulitan. “Apa
ada kesulitan kelompok 3 ini”?
S: “Ada bu, bagaimana cara menggambarkan persegi panjang”?
G: “Terserah yang penting luasnya sama dengan persegi panjang itu”.
S: “Gimana sih bu, gak bisa”?
G:”Ya udah tak kasih contoh, kamu gambar panjangnya 16 cm dan lebarnya 6 cm, bauatlah dua
gambar lagi ya”!
S: “Iya bu terima kasih”.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
478
Gambar 5: Hasil Kerja Siswa
Kegiatan yang dilakukan oleh siswa ini belum sesuai dengan perintah guru. Pada akhirnya
guru melakukan pembimbingan kepada siswa dengan melakukan dialog sebagai berikut.
G: “Tadi kan sudah tak kasih contoh panjangnya 16 cm dan lebarnya 6 cm, coba berapa luasnya”?
S: “Oh ya bu 16cm x 6cm = 96 cm2”.
G:” lya pinter, kenapa membuat persegi panjang lagi panjang 14cm dan lebar 8cm”? “Coba
dihitung lagi berapa luasnya”?
S: “Iya bu keliru”.
G: “Tolong dibenarkan lagi ya”!
S: “Iya bu”.
Sekarang perwakilan kelompok untuk mempresentasikan hasilnya dan kelompok yang lain
menanggapi dan memberi masukan. “Silahkan kelompok 6 mempresentasikan hasil kerja kelom-
poknya di depan kelas”!
Pada kegiatan ini guru ikut memberikan penegasan terhadap hasil kerja siswa pada semua
siswa di dalam kelas. Demikian proses menyajikan hasil kerja kelompok 6. Guru mengadakan dialog
terhadap jawaban siswa tersebut.
G: “Bagaimana dengan jawaban kelompok 6”? “Apakah menurut kalian sudah benar”?
S: “Sudah benar bu (jawaban siswa secara serentak)”.
G: “Oke, bagus tepok tangan anak-anak, apakah ada yang kurang jelas”?
S: “Sudah jelas bu”.
Kegiatan selanjutnya guru memberikan quis.
Berdasarkan hasil kuis tersebut diperoleh nilai tertinggi adalah 85 dan nilai terendah 30, dan rata-
ratanya 70. Jadi hasil tes siswa masih belum memenuhi ketuntasan minimal (KKM).
Siklus I pertemuan 3
Pada pertemuan 3 dilakukan tes tulis sebanyak 4 soal. Tes tulis digunakan untuk mengukur
penguasaan siswa terhadap materi luas daerah segiempat. Dari hasil tes diperoleh bahwa rata-rata
skor tes siswa adalah 68.
Refleksi
Refleksi dilakukan setelah pelaksanaan pembelajaran dengan mengkaji hal-hal yang masih
menjadi kendala dalam pembelajaran. Hasil refleksi ini digunakan untuk memperbaiki proses
pembelajaran. Ringkasan hasil refleksi disajikan sebagai berikut:
Kendala dalam
pembelajaran Penyebab kendala Alternative perbaikan
Terdapat siswa yang kurang
aktif dalam kerja kelompok
Mengerjakan LKS dengan
kelompok, siswa tidak
mendapat soal sendiri
Setiap kelompok siswa diberi
soal sendiri dan hasilnya
didiskusikan dan ditulis pada
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
479
kelompok
terdapat kesalah pemahaman
konsep keliling dengan luas
Belum bisa membedakan
keliling dan luas
Guru menjelaskan lagi
perbedaan keliling dan luas
Terdapat kesalah pahaman
konsep luas bangun yang
berkaitan dengan persegi
Belum bisa menganalisa
gambar
Guru menjelaskan bangun itu
sebenarnya terbuat dari 3
persegi yang digabungkan
menjadi satu.
Selain mengaji kendala pembelajaran juga dilakukan evaluasi keberhasilan pembelajaran
melalui tes. Berdasarkan hasil tes diperoleh rata-rata nilai siswa 68, dengan nilai tertinggi 80 dan niali
terendah 25, dari 31 siswa yang tuntas 20 siswa (64,52%) dan yang belum tuntas ada 11 siswa
(35,48%). Hal ini menunjukkan bahwa tujuan pembelajaran belum tercapai secara maksimal.
Siklus II pertemuan 1.
Penelitian ini mendiskripsikan pembelajaran kooperatif STAD dalan siklus 2, yang terdiri dari
3 kali pertemuan seperti berikut:
Pertemuan I
Prosedur pelaksanaan siklus II antara lain berdasarkan hasil kuis pada pertemuan III untuk
mengetahui aspek pengetahuan dasar siswa, penjelasan media pembelajaran diawali dengan
menyampaikan materi luas jajargenjang dan tujuan pembelajaran siswa dapat menghitung luas
jajargenjang yang berkaitan dengan masalah sehari-hari. Guru memberikan apersepsi melalui
pertanyaan/ kutipan dialog seperti berikut.
G: “Masih ingatkah kalian, apa yang kita pelajari kemarin nak”?
S: “Luas persegi dan persegi panjang”.
G. “Berapakah panjang sisi persegi jika luasnya 225 cm2”
?
S: “15cm bu”.
G: “Bagus, sekarang membentuk kelompok, menggunakan metode STAD seperti kemarin”!
Kutipan dialog tersebut menunjukkan bahwa siswa bisa menentukan luas persegi dan persegi
panjang. Untuk menyambungkan dengan materi yang akan diberikan, guru melanjutkan dialog
dengan siswa, sebagai berikut.
G: “Ayo siapa yang bisa memberi contoh benda dilingkungan yang merupakan model jajar
genjang”?
S: “Saya bu (seorang siswa menjawab irisanya tempe bu)”.
G: “Bagus, tepuk tangan anak-anak”. Memang kebanyakan tempe diiris seperti model jajar genjang.
Guru melanjutkan kegiatan dengan meminta siswa untuk menyebutkan benda yang lain.
Sehingga kegiatan dilanjutkan dengan menginformasikan bahwa siswa akan diajak belajar
menghitung luas jajargenjang. Selanjutnya guru membagikan lembar kerja siswa (LKS 1) dan media
pembelajaran. Awalnya siswa menggambar jajargenjang kemudian dengan memotong jajargenjang
pada bagian tepi (kiri) yang merupakan model segitiga dan menempelkan pada bagian kanan,
sehingga bentuknya merupakan persegipanjang. Kemudian mengkaitkan hasil luas persegi panjang
dengan luas persegi untuk menemukan rumus luas jajar genjang. Kemudian secara kelompok
mengaplikasikan rumus ke soal latihan LKS.
Guru berkeliling dan menemukan kesalahan siswa dalam memahami maksud dari LKS yang
diberikan. Pada kegiatan ini siswa memperhatikannya dan akhirnya siswa memahami bahwa yang
diinginkan adalah menentukan luas jajargenjang, Tetapi hasilnya masih belum maksimal. Masih ada
siswa yang kurang jelas dalam menggunakan rumus jajar genjang. Seperti hasil kerja siswa sebagai
berikut,
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
480
Gambar 1: Hasil Kerja Siswa
Berdasarkan hasil kerja siswa, guru membimbing dengan kutipan dialog sebagai berikut:
G: “Bagaimana rumus luas daerah jajar genjang ”?
S: “Alas kali tinggi”.
G: “Ya benar”. “ tapi itu kok tertulis panjang x alas x tinggi, ”?panjang itu ya alasnya!.
S: “ La sisi yang miring itu bu”.
G: “ itu gak usah dihitung, rumusnya kan alas x tinggi.
S; “ ya bu “.
G: “Baik, lanjutkan lagi ya”!
Dengan bimbingan guru tersebut, siswa bisa melanjutkan mengerjakan LKS Apakah sudah
selesai anak-anak? Siswa menjawab sudah bu. Setelah selesai mengerjakan lembar kegiatan siswa,
dilanjutkan dengan memberikan kesempatan kepada masing-masing kelompok untuk menyajikan
hasil kerjanya di depan kelas. Siswa nampak berebut untuk menunjukkan hasil kerjanya di depan
kelas. Dalam hal ini guru ikut menegaskan hasil kerja siswa kepada semua siswa di dalam kelas.
Berikut proses menyajikan hasil kerja siswa salah satu kelompok. Guru mengadakan dialog terhadap
jawaban siswa ini:
G: “Bagaimana dengan jawaban kelompok 2, apakah menurut kalian sudah benar”?
S: “Sudah benar bu (jawaban siswa secara serentak)”
G: “ Bagus, tepuk tangan anak-anak!.
Gambar 2: Aktivitas Presetasi Siswa
Siklus II pertemuan 2.
Kegiatan pembelajaran diawali dengan memberikan apersepsi melalui kutipan dialog seperti
berikut.
G: “Apakah kalian masih ingat yang kita pelajari kemarin nak”?
S: “Masih bu, Luas daerah jajar genjang”.
G: “Bagaimana rumus luas daerah jajar genjang”?
S: “Alas kali tinggi”
G:” Bagus sekali, berarti materi kita lanjutkan Luas daerah belah ketupat”.
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
481
Coba sebutkan benda dilingkungan yang berbentuk m,odel belah ketupat, ayo Adam”
S1: ” layang-layang bu”!
G: “ bangun layang-layang ada sendiri nak!, coba Yogi, berilah contoh benda yang berbentuk model
Belah ketupat,”
S: “ Ketupat bu”
G: “ Oke, bagus”.Bagaimana sifat-sifat belah ketupat dilihat dari sudutnya”?
S: “Sepasang sudut yang berhadapan sama besar”.
G: “ ya, Benar”
Berdasarkan dialog tersebut nampak bahwa siswa sudah memiliki pengetahuan prasyarat
untuk pembelajaran pertemuan 2, di mana siswa sudah memahami luas daerah jajar genjang. Oleh
karena itu guru melanjutkan kegiatan inti dengan membentuk kelompok menjadi 7 kelompok masing-
masing terdiri atas 4 anak. Guru menjelaskan aturan permainan dalam belajar kelompok dengan
metode kooperatif STAD seperti minggu yang lalu. Kutipan dialog guru sebagai berikut:
G: “Anak-anak hari ini kita belajar tentang luas belah ketupat, tujuan pembelajaran adalah
siswa dapat menghitung luas daerah belah ketupat. Apakah kalian sudah paham”?
S: “Sudah bu”!
G. “Nah sekarangibu membagi LKS, kerjakan secara kelompok”!
S: “ Ya bu”
Secara kelompok siswa berdiskusi untuk menentukan rumus luas daerah belah ketupat dengan
cara menggunting kedua diagonalnya dan ditempel kembali sehingga membentuk persegi. Guru
berkeliling untuk membantu siswa yang kesulitan dalam menurunkan rumus luas daerah persegi
menjadi luas daerah belah ketupat. Setelah selesai melanjutkan mengerjakan latihan soal yang ada di
LKS 2. Masih ada kesalahan siswa dalam mengerjakan soal
Gambar 3. Hasil Kerja Siswa
Berdasarkan hasil kerja siswa, guru membimbing dengan kutipan dialog sebagai berikut:
G: “Bagaimana rumus luas daerah belah ketupat ”?
S: “1/2 x diagonal x diagoanal”.
G: “Ya benar, tapi itu kok tertulis 8cm x 6 cm, ”?berapa panjang diagonal diagonalnya”?.
S: “ 8cm dan 6 cm”.
G: “ coba dilihat lagi diagonalnya kan AE bukan AO”.
S: “ oh iya bu”.
Perwakilan kelompok untuk mempresentasikan hasil kerjanya ke depan, dan kelompok siswa
yang lain menanggapinya. Guru memberi penguatan dan bersama siswa membuat rangkuman.
Siklus II pertemuan 3
Kegiatan dilanjutkan dengan memecahkan masalah yang berkaitan dengan luas jajargenjang
dan belah ketupat dan diakhiri dengan kuis. Berdasarkan hasil tes diperoleh rata-rata nilai siswa 80,
dengan nilai tertinggi 100 dan niali terendah 45, dari 31 siswa yang tuntas 25 siswa (80,65%) dan
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
482
yang belum tuntas ada 6 siswa (19,35%). Hal ini menunjukkan bahwa tujuan pembelajaran ada
peningkatan.
KESIMPULAN
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan kooperatif model
STAD, dengan langkah-langkah menyampaikan materi, diskusi, presentasi dan diakhiri dengan kuis
dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas VIIB SMP Raden Fatah Batu pada materi luas daerah
segiempat. Peningkatan hasil belajar dari siklus I dengan rata-rata 68, menjadi rata-rata 80 pada siklus
2. Ketuntasan belajar siswa juga mengalami peningkatan, pada siklus1 64,52% pada siklus 2 menjadi
80,65%
DAFTAR RUJUKAN
Bambang H. P. L. Liunsanda, 2015. Model Kooperatif STAD dan Kuis dapat Meningkatkan Proses
Pembelajaran Tentang Luas Bangun Pada Siswa Kelas VI SDK Viktor Bulude. Prosiding
Seminar Nasional TEQIP 2015
Herniwati. 2015. Peningkatan Hasil Belajar Siswa SD Kelas V Dalam Pembelajaran Kooperatif Tipe
STAD Berbantuan Media Kreatif. Prosiding seminar nasional TEQIP 2015
Khairani, 2013. Penerapan Kooperatif STAD Dalam Menemukan Rumus Luas Trapezium Siswa
kelas V SD 071 Tanjong Mompang. Proseding Seminar Nasional TEQIP 2013
Subanji, 2012. Pengembangan Aktivitas Matematika Problem Solvingmengacu Padameaning Based
Approach. Jurnal Peningkatan Kualitas Guru. J- TEQIP. Tahun III No 2 Nopember 2012.
Subanji, 2013. Revitalisasi Pembelajaran Bermakna dan Penerapanya dalam pembelajaran
matematika sekolah. Proseding seminar Nasional TEQIP 2012
Subanji, 2013. Pembelajaran Matematika Kreatif dan Inovatif. Malang: Universitas Negeri Malang.
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
483
UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR
SISWA KELAS IV.B SDN GIRIPURNO 02 KOTA BATU
MATERI PECAHAN MELALUI PEMBELAJARAN PENEMUAN BERBANTUAN
BAHAN MANIPULATIF STRIP
Irma Anggraini Yuniar
SDN Giripurno 02 Kecamatan Bumiaji Kota Batu
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa materi
pecahan khususnya materi penjumlahan dan pengurangan pecahan melalui
pembelajaran penemuan berbantuan bahan manipulatif strip. Penelitian ini
dilakukan dengan pendekatan penelitian tindakan kelas dan dilakukan 2 siklus.
Penelitian ini di laksanakan di SDN Giripurno 02 Kecamatan Bumiaji Kota Batu
pada kelas IV.B dengan jumlah siswa sebanyak 22 anak. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pembelajaran yang dapat meningkatkan hasil belajar
dilakukan dengan langkah (1) guru menjelaskan materi pecahan berbantuan media,
(2) memberikan lembar aktifitas siswa untuk didiskusikan dalam kelompok, (3)
guru memberikan penguatan, (4) guru memberikan tes evaluasi dapat
meningkatkan hasil belajar siswa. Siklus 1 dengan rata-rata nilai 73 meningkat
pada siklus 2 menjadi 89 Ketuntasan hasil belajar dari siklus 1 sebesar 59,09%
meningkat pada siklus 2 menjadi 95,45%.
Kata kunci: hasil belajar, pecahan, penemuan, bahan manipulatif
Pendidikan merupakan faktor penting dalam menjawab tantangan kehidupan pada era
globalisasi yang menuju ke Masyarakat Ekonomi Asia (MEA). Untuk menjawab tantangan
pendidikan di era MEA ini maka sumber daya manusia harus di tingkatkan. Dengan sumber daya
manusia tinggi terutama dalam bidang pendidikan akan mampu menghadapi persaingan di era global.
Untuk itu kualitas guru atau pendidik sebagai ujung tombak dari proses pendidikan perlu
ditingkatkan. Dengan kualitas pendidik yang tinggi akan menghasilkan sumber daya manusia (SDM)
yang unggul pula. Sehingga dengan SDM yang unggul akan dapat menjadikan negara lebih maju dan
mampu bersaing dengan negara-negara lain dalam segala bidang terutama antar negara Asean. Seperti
yang dikatakan oleh Subanji & Isnandar (2010) dalam artikelnya yang berjudul “Meningkatkan
Profesionalisme Guru Sekolah Dasar Melalui Teachers Quality Improvement Program (TEQIP)
Berbasis Lesson Study” bahwa salah satu faktor yang menentukan keberhasilan suatu Negara menjadi
Negara maju dan mampu mengatasi permasalahan yang timbul adalah kualitas berfikir masyarakat.
Kualitas berfikir hanya dapat ditingkatkan melalui pendidikan. Karena itu peningkatan kualitas
pendidikan sangat penting dan mendesak untuk dilakukan.
Idealnya untuk menghadapi MEA guru perlu kreatif dan inovatif dalam melaksanakan
pembelajaran. Guru harus bisa berperan sebagai inspirator, motivator, dan fasilitator bagi muridnya
(Subanji & Isnandar, 2010). Sebagai inspirator guru perlu melakukan pembelajaran yang mampu
membangkitkan siswa untuk kreatif dan mandiri. Sebagai motivator guru perlu untuk selalu memberi
motivasi kepada siswa dalam proses pembelajaran. Sebagai fasilitator guru perlu menyiapkan
perangkat ajar dan melaksanakan pembelajaran dengan memfasilitasi siswa untuk belajar secara
maksimal. Sebagaimana ditetapkan dalam UU No. 14/2015 tentang Guru dan Dosen. “guru adalah
pendidik professional yang bertugas mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih,
menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur formal, pendidikan dasar,
dan pendidikan menengah”.
Berdasarkan pengamatan peneliti di SDN Giripurno 02 kota Batu pembelajaran yang
dilakukan oleh guru mengikuti langkah-langkah: (1) guru menjelaskan materi, (2) guru memberikan
contoh soal dan penyeleseiannya, (3) guru memberikan soal latihan yang mirip-mirip, (4) guru
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
484
meminta siswa mengerjakan soal di buku, (5) guru memberikan tes kepada siswa. Strategi
pembelajaran yang diterapkan oleh guru tersebut masih terlalu monoton sehingga siswa yang tidak
termotivasi dalam belajar, di dalam kelas bermalas-malasan dan mengantuk. Banyak siswa tidak
memperhatikan penjelasan guru mereka bermain sendiri bahkan bertengkar dengan temannya yang
lain. Kebanyakan siswa tidak suka membaca sehingga kurang bisa memahami soal dan ketika
menjawab soal asal menjawab. Terutama dalam pembelajaran matematika siswa selalu mengeluh sulit
dan tidak bisa. Siswa selalu merasa takut dan tidak senang pada pembelajaran matematika, sehingga
siswa tidak berminat mengikuti dan kurang dapat memahami pembelajaran matematikan dengan baik.
Hal ini berdampak pada hasil prestasi belajar siswa yang tidak memenuhi KKM. Selain itu siswa juga
kesulitan dalam belajar matematika khususnya materi pecahan.
Ketika guru memberikan soal penjumlahan pecahan
siswa menjawab soal tersebut
menjadi
Dalam hal ini siswa mengalami kesalahan menjumlahkan pecahan dengan menjumlahkan
pembilang dan penyebut dengan penyebut. Siswa mengalami kesalahan konsep penjumlahan pecahan.
Kesalahan tersebut akan berdampak pada kesalahan dalam mengerjakan soal-soal berikutnya. Karena
itu perlu ada upaya untuk mengatasinya agar tidak terjadi kesalahan berikutnya. Salah satu cara yang
dapat digunakan adalah mengarjakan pecahan dengan bantuan media.
Penelitian yang terkait dengan materi pecahan sudah banyak dilakukan (Denny. 2015,
Nenoliu. 2015, Jauhari. 2015). Menurut Denny (2015) Dengan pembelajaran bermakana akan
membuat siswa: berani menyampaikan ide atau gagasan dalam menyeleseikan masalah matematika,
konsep perkalian dua pecahan biasa dapat ditanamkan dengan baik pada peserta didik, dapat
mengkonstruksi pengetahuan siswa dengan baik. Nenoliu (2015) dalam pnelitiannya menyimpulkan
bahwa penerapan metode STAD pada materi penjumlahan pecahan dapat membuat siswa dapat
melaksanakan aktivitas pembelajaran dengan baik, ketrampilan kooperatif siswa berkembang dengan
baik. Siswa merasa senang dan lebih berminat untuk mengikuti pembelajaran berikutnya sehingga
hasil belajar siswa dapat meningkat lebih baik. Selain itu pengelolaan pembelajaran oleh guru dapat
berjalan dengan baik. Jauhari (2015) pendekatan saintifik berbasis metode Problem Base Learning
yang menyuguhkan permasalahan nyata dapat membantu siswa dalam memahami materi pecahan
senilai dan kemampuan siswa dalam menyeleseikan masalah meningkat
Penelitian yang tekait dengan pembelajaran materi pecahan berbantuan media sudah di
lakukan Muhsetyo 2014 dan Lizawati 2015. Muhsetyo (2014) menyatakan bahwa pecahan bisa
direpresentasikan dengan menyatakan bilangan mana yang lebih kecil dan mana yang lebih besar
tanpa harus belajar KPK terlebih dahulu dengan menggunakan teknik benchmark yang di bantu
dengan bahan manipulatif strip. Sedangkan menurut Lizawati (2015) pembelajaran seru dengan
menggunakan media kongrit yaitu roti tawar dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata
pelajaran matematika materi pecahan. Siswa juga semakin bersemangat, aktif, berani dan dapat
bekerja sama dalam belajar dan membuat pembelajaran lebih bermakana dan menyenangkan.
Dalam rangka meningkatkan proses pembelajaran materi pecahan maka peneliti mengikuti
pelatihan guru berbasis karya ilmiah yang di selenggarakan oleh Dinas Pendidikan Kota Batu kerja
sama dengan Asosiasi pendidik dan Penggembang Pendidikan Indonesia (APPPI). Dengan adanya
pelatihan tersebut menjadikan guru lebih kreatif, aktif dan professional dalam melaksanakan proses
belajar mengajar di kelas. Jika guru yang kreatif, aktif, dan professional maka dapat membuat siswa
lebih termotivasi dalam belajar. Siswa akan selalu menanti-nanti untuk bersekolah sehingga mereka
tidak lagi suka membolos. Siswa bisa mengikuti semua pelajaran dengan baik tanpa terkecuali, juga
selalu mengerjakan PR yang diberikan. Dengan demikian semua siswa dapat belajar dengan senang,
aktif, kreatif dan berminat dalam mengikuti semua pembelajaran yang dapat berdampak pada
peningkatan hasil belajar siswa.
Berdasarkan hal tersebut perlu dilakukan penelitian untuk mengupayakan peningkatan hasil
belajar siswa kelas IV.B SDN Giripurno 02 Kota Batu materi pecahan melalui pembelajaran
penemuan berbantuan bahan manipulatif strip.
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
485
METODE PENELITIAN
Penelitian ini mendiskripsikan upaya meningkatkan hasil belajar siswa materi pecahaan
melalui pembelajaran penemuan berbantuan bahan manipulatif strip. Penelitian ini menggunakan
penelitian kualitatif, jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas. Penelitian ini
dilakukan secara bertahap, tahap penelitian ini antara lain perencanaan tindakan, pelaksanaan
tindakan, observasi dan refleksi. Tahap perencanaan dilakukan dengan rencana pembelajaran yang
mengacu pada sintak pembelajaran penemuan berbantuan bahan manipulatif strip dengan
mengembangkan bahan manipulatif strip untuk membatu siswa mengkonstruksi materi pecahan.
Tahap pelaksanaan pembelajaran dilakukan di kelas IV.B SDN Giripurno 02 Kecamatan Bumiaji
Kota Batu dengan jumlah siswa 22 anak, yang terdiri 9 laki-laki dan 13 perempuan mulai bulan
Februari sampai Maret 2016. Dalam pelaksanaan pembelajaran sekaligus dilakukan observasi yang di
bantu oleh teman sejawat.
Penelitian tindakan kelas ini dilakukan dalam dua siklus, masing-masing siklus terdiri dari 3
pertemuan (@ 3 jam pelajaran). Siklus pertama dilakukan pada tanggal 9-19 Februari 2016 dan siklus
kedua dilaksanakan pada tanggal 22 Februari – 7 Maret 2016. Setiap akhir pembelajaran pada tiap
siklus dilakukan refleksi untuk mengevaluasi pelaksanaan pembelajaran dan memperbaiki untuk
siklus berikutnya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Siklus pertama terdiri dari 3 kali pembelajaran dan satu kali tes. Pelaksanaan pembelajaran
dideskripsikan sebagai berikut:
Siklus 1 pertemuan 1
Pembelajaran diawali dengan tanya jawab antara guru dan siswa untuk menggali pengetahuan
awal dan menelusuri kesiapan siswa dalam belajar.
G: ”dulu waktu kelas tiga kita sudah belajar tentang pecahan, waktu itu sudah diajari tentang
penjumlahan pecahan dengan penyebut yang sama, masih ingat kalian bagaimana untuk
mengerjakan pecahan dengan penjumlahan dengan penyebut yang sama.”
S: ”ingat.”
G: ”bagaimana caranya?”
Siswa tidak ada yang menjawab pertanyaan guru, siswa masih terlihat kebingungan mereka
takut jika salah dalam menjawab. Selanjutnya guru menuliskan contoh pecahan, dari contoh pecahan
tersebut dapat diketahui jika siswa telah mengetahui mana yang disebut pembilang dan mana yang
penyebut. Namun pada saat guru menanyakan kembali tentang cara pengerjaan penjumlahan pecahan
semua siswa masih belum berani menjawab.
Kegiatan pembelajaran masuk pada kegiatan inti. Salah satu siswa di minta guru untuk
membaca materi yang telah di tulis di papan tulis.
Gambar 1. Materi pecahan
G: ”jadi menjumlahkan pecahan dengan penyebut sama dilakukan dengan menjumlahkan
pembilang-pembilangnya penyebutnya tidak perlu dijumlahkan, kalau begitu jawaban kalian
tadi benar apa salah?”
S: ”salah bu”
G: ”kenapa kok salah”
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
486
S: ”karena dijumlahkan pembilang dan penyebutnya.”
G: ”yang benar bagaimana?”
S: ”dijumlahkan pembilangnya saja.”
Dari percakapan di atas dapat diketahui jika siswa belum memahami konsep operasi penjumlahan dan
pengurangan pecahan berpenyebut sama. Selanjutnya guru menjelaskan bagaimana cara mengerjakan
operasi penjumlahan pecahan berbantuan bahan manipulatif strip.
Gambar 2. Bahan manipulatif strip
Selanjutnya guru menawarkan kepada siswa siapa yang ingin mengerjakan ke depan. Namun
tidak ada siswa yang bersedia untuk mengerjakan ke depan demikian pula ketika guru menunjuk salah
satu siswa, siswa tersebut juga tidak bersedia. Mereka merasa tidak bisa mengerjakan soal dan takut
juga malu ditertawakan teman-temannya jika salah mengerjakan. Namun akhirnya siswa tersebut
mau maju mengerjakan soal ke depan meskipun dengan terpaksa. Dengan bimbingan guru siswa
tersebut mengerjakan soal penjumlahan pecahan dengan menggunakan bahan manipulatif strip.
Kegiatan dilanjutkan dengan guru membagi siswa dalam lima kelompok yang masing-masing
kelompok terdiri dari 4-5 anak. Guru memberikan lembar kerja kelompok pada masing-masing
kelompok untuk dikerjakan secara berkelompok dengan berbantuan bahan manipulatif strip. Pada
awal mengerjakan masih banyak siswa yang bingung menggunakan bahan manipulatif strip, bahkan
salah satu kelompok salah mengartikan pembilang sebagai penyebut sehingga dalam mengerjakan
juga memakai strip yang salah. Siswa masih banyak yang keluyuran, bersenda gurau dengan yang
lain, mengganggu temannya yang lain. Masih banyak siswa yang tidak ikut mengerjakan tugas
kelompok, mereka hanya diam saja memperhatikan temannya sedang mengerjakan. Bahkan tak
sedikit pula yang keluyuran mengganggu temannya yang lain. Sehingga waktu yang dibutuhkan untuk
mengerjakan tugas kelompok menjadi sangat lama.
Setelah selesei mengerjakan tugas kelompok siswa bersama guru membahas hasil kerja
kelompok. Hasil dari kerja kelompok di peroleh data bahwa 2 kelompok memperoleh hasil yang
sempurna sedangkan 3 kelompok masih belum sempurna masih ada yang salah dalam mengerjakan.
Langkah pembelajaran berikutnya guru bersama siswa tanya jawab tentang cara mengerjakan operasi
penjumlahan berpenyebut sama.
G: ”dari hasil kerja kelompok kalian tadi bagaimana cara langkah-langnkah mengerjakan
penjumlahan pecahan dengan berpenyebut sama?”
S: ”dengan menjumlahkan pembilangnya bu”.
G: ”penyebutnya bagaimana apakah juga di jumlahkan”
S: ”tidak.”
Dari tanya jawab di atas dapat di lihat bahwa siswa mulai memahami cara mengerjakan
penjumlahan pecahan berpenyebut sama meskipun masih perlu bimbingan guru. Kemudian guru
memberikan penguatan kepada siswa dengan menjelaskan bahwa:
Setelah guru memberikan penguatan guru membagikan lembar kerja siswa sebanyak 5 soal untuk
dikerjakan siswa secara individu. Hasilnya diperoleh bahwa 21 anak memperoleh nilai diatas KKM,
ini menunjukkan bahwa siswa sudah memahami konsep operasi hitung pecahan khususnya
penjumlahan pecahan berpenyebut sama.
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
487
Setelah selesei pembelajaran dilakukan refleksi, hasil refleksi yang dilakukan ada langkah
langkah pembelajaran yang perlu di perbaiki.
Gambar 3. Contoh pengerjaan penjumlahan pecahan menggunakan bahan manipulatif
strip
Pada gambar di atas terlihat guru masih salah dalam memberikan penjelasan langkah-langkah
penggunaan bahan manipulatif strip sehingga perlu memperjelas langkah-langkah cara penggunaan
bahan manipulatif strip pada pertemuan berikutnya. Perlu memberikan batas waktu pada siswa saat
mengerjakan tugas kelompok, bahan manipulatif strip kurang dan membingungkan siswa karena strip
polos sehingga bahan manipulatif strip perlu ditambah dan diperbaiki, perlu bimbingan khusus pada
siswa yang kurang mampu, memanfaatkan waktu dengan efektif dan efisien.
Siklus 1 pertemuan 2
Pada pertemuan kedua ini pembelajaran dia awal dengan tanya tentang materi pecahan yang
sudah di pelajari pada pertemuan sebelumnya.
G: ”untuk mengerjakan penjumlahan berpenyebut sama bagaimana caranya?”
S: ”menambahkan pembilangnya.”
G: ”penyebutnya bagaimana?”
S: ”tetap.”
Dari percakapan diatas menunjukkan bahwa siswa telah siap untuk mempelajari materi
berikutnya yaitu tentang pecahan berpenyebut tidak sama. Guru meminta salah satu siswa membaca
materi operasi penjumlahan dan pengurangan pecahan dengan berpenyebut tidak sama yang telah
dicatat pada pertemuan sebelumnya. Selanjutnya guru dan siswa tanya jawab tentang materi yang
akan dipelajari.
G: ”dari materi yang dibaca temanmu tadi bagaimana cara mengerjakan penjumlahan pecahan
dengan berpenyebut berbeda?”
S: ”menyamakan penyebutnya.”
G: ”setelah penyebutnya sama pembilangnya diapakan?”
S: ”ditambahkan.”
G: ”bagaimana cara menyamakan penyebut?”
Siswa kebingungan untuk menjawab pertanyaan tersebut. Selanjutnya guru menjelaskan
bagaimana cara mengerjakan penjumlahan pecahan berpenyebut berbeda dengan menggunakan bahan
manipulatif strip.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
488
Gambar 4. Contoh soal penjumlahan pecahan peyebut beda
Guru menjelaskan kembali langkah-langkah pemakaian bahan manipulatif strip untuk
mengerjakan penjumlahan pecahan dengan penyebut berbeda. Kemudian beberapa siswa di minta
untuk maju ke depan mengerjakan contoh soal. Siswa masih belum antusias ketika guru meminta
salah satu anak mengerjakan soal di depan. Mereka menunjukkan sikap ragu-ragu dan tidak berani
untuk maju ke depan meskipun ada keinginan untuk mencoba. Kegiatan dilanjutkan dengan kegiatan
kelompok dan anggota kelompok masih seperti pertemuan sebelumnya. Dalam pertemuan kali ini
guru memberikan batas waktu pengerjaan sebanyak 40 menit.
Pada waktu kerja kelompok berlangsung salah satu siswa merespon strip perdua belasan
dengan pernyataan
S: ”bu ini perdua belasan kok hanya 12 kotak.”
G: ”seharusnya berapa?”
S: ”per duabelas bu.”
G: ”trus bagaimana.”
S: ”oh iya bu ini strip perdua belasan ya 12 kotak.”
Dari percakapan di atas menunjukkan bahwa siswa kurang konsentrasi dalam mengerjakan tugas
kelompok. Selain percakapan diatas banyak juga siswa yang kurang konsentrasi hal ini dapat di lihat
dari perilaku siswa yang hanya melamun saja tidak mengerjakan bersama-sama kelompoknya,
kebingungan menentukan bahan manipulatif strip yang benar sesuai dengan soal. Namun karena
waktu terbatas maka masing-masing kelompok berusaha cepat menyeleseikan tugas kelompok
masing-masing.
Dari hasil tugas kelompok diperoleh hasil satu kelompok dapat mengerjakan tugas
kelompoknya dengan sempurna dan kelompok yang lain masih ada kesalahan. Guru menanyakan
kemabali kepada siswa, dan dari percakapan dibawah diketahui siswa mulai memahami konsep
operasi penjumlahan pecahan berpenyebut tidak sama.
G: ”dari hasil kerja kelompok kalian tadi bagaimana cara menyamakan penyebut.”
S: ”dengan dikalikan bu penyebutnya.”
Kemudian guru memperkuat pemahaman siswa dengan menjelaskan:
Pada akhir pembelajaran guru membagikan lembar kerja siswa untuk di kerjakan siswa secara
individu sebanyak 5 soal. Hasilnya yaitu sebanyak 10 anak mendapat nilai di atas 70, sebanyak 12
anak mendapatkan nilai 60 kebawah bahkan ada yang memperoleh nilai 0. Kebanyakan siswa yang
memperoleh nilai di bawah tujuh masih menjumlahkan pecahan tersebut tanpa menyamakan penyebut
terlebuh dahulu. Kegiatan dilanjutkan dengan refleksi proses pembelajaran, dari hasil releksi yang
telah dilakukan diperoleh beberapa hal yang harus diperbaiki yaitu: langkah-langkah pembelajaran
perlu diperbaiki lagi, bahan manipulatif strip kurang sehingga menghambat siswa dalam mengerjakan
tugas kelompoknya, kurang teliti dalam membuat bahan manipulatif strip.
Siklus 1 pertemuan 3
Kegitan awal dilakukan tanya jawab tentang pembelajaran sebelumnya.
G: ”kemarin kita sudah belajar apa?”
S: ”pecahan yang berbeda.”
G: ”apanya yang berbeda?”
S: ”penyebutnya.”
G: ”bagaimana cara mengerjakan pecahan berpenyebut sama?”
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
489
S: ”pembilangnya ditambah.”
G: ”kemudian untuk penyebutnya?”
S: ”tetap.”
G: ”kenapa kok tetap.”
S: ”karena penyebutnya sudah sama.”
G: ”sedangkan untuk penjumlahan pecahan berpenyebut berbeda bagaiamana
cara mengerjakannya?”
S: ”disamakan penyebut dahulu kemudian di jumlahkan.”
G: ”caranya bagaimana menyamakannya?”
S: ”dikalikan.”
Dengan tanya jawab di atas terlihat siswa sudah memahami konsep operasi penjumlahan
pecahan berpenyebut sama maupun berpenyebut berbeda. Pada pembelajaran berikutnya di lanjutkan
dengan pengulangan penjelasan guru tentang cara penggunaan bahan manipulatif strip untuk
mengerjakan operasi hitung penjumlahan pecahan.
Setelah siswa memahami penjelasan guru kegiatan dilanjutkan dengan kerja kelompok selama
40 menit. Pada pertemuan tiga ini masih banyak siswa yang kurang aktif dan tidak mengerti proses
pengerjaan soal penjumlahan dengan penyebut tidak sama. Siswa masih belum mempunyai rasa
tanggung jawab untuk bekerja sama menyeleseikan tugas kelompoknya. Banyaknya siswa yang
belum mengerti ini di karenakan jumlah siswa dalam satu kelompok terlalu banyak sehingga yang
mengerjakan tugas kelompok hanya beberapa anak saja. Siswa yang tidak ikut mengerjakan tugas
kelompok tersebut menjadi tidak mengerti langkah-langkah mengerjakan soal tersebut. Pada hasil
evaluasi siswa 13 anak memperoleh nilai di atas KKM atau sebesar 59,09% anak sudah memenuhi
KKM, sedangkan 9 anak belum memenuhi KKM atau sebesar 40,90%. Mereka masih menjumlahkan
secara langsung tanpa menyamakan penyebutnya terlebih dahulu. Hal ini terjadi karena siswa terburu-
buru dan merasa grogi melihat teman-temanya sudah selesei mengerjakan. Selain itu mereka kurang
memahami konsep pengerjaan operasi hitung pecahan. Siswa tidak telibat penuh dalam kerja
kelompok. Sehingga pada waktu guru menerangkan konsep penjumlahan pecahan berpenyebut
berbeda mereka kurang bisa memahami Perkalian juga menjadi kendala bagi siswa karena masih
banyak siswa yang salah dalam mengalikan.
Dari hasil pembelajaran pada siklus satu ini dapat di lihat bahwa semua siswa belum bisa
memenuhi KKM yang di harapkan. Untuk itu maka perlu dilakukan perbaikan-perbaikan proses
pembelajaran pada siklus dua.
Siklus 2
Pada siklus 2 ini dilakukan perbaikan-perbaikan pada proses pembelajaran untuk
meningkatkan hasil belajar siswa yang mengacu pada proses pembelajaran pada siklus 1. Sehingga
pada siklus 2 ini diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa yang masih kurang memenuhi
KKM pada proses pembelajaran siklus 1.
Siklus 2 Pertemuan 1
Kegiatan diawali dengan tanya jawab tentang materi pecahan yang telah dipelajari
sebelumnya. Dari tanya jawab pada awal kegiatan proses belajar mengajar diketahui siswa sudah siap
untuk melanjutkan kegiatan pembelajaran. Pertemuan kali ini membahas materi tentang pengurangan
pecahan berpenyebut sama. Setelah guru memberikan contoh cara pengerjaan pengurangan pecahan
dengan menggunakan bahan manipulatif strip. Dalam pembelajaran kali ini keberanian siswa sudah
mulai terlihat, hal ini dapat dilihat dari sikap siswa yang mempunyai keinginan untuk mengerjakan
contoh soal di depan tanpa harus di tunjuk dan dipaksa.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
490
Gambar 5. Aktifitas siswa di depan kelas
Pada kegiatan kelompok guru membagi siawa menjadi 11 kelompok satu kelompok menjadi 2
orang dan batas waktu pengerjaan selama 30 menit. Dalam kerja kelompok ini siswa sudah terlihat
lebih aktif dibandingkan pada siklus 1. Dengan jumlah kelompok menjadi 2 anak membuat siswa mau
tidak mau harus bersama-sama menyeleseikan tugas kelompoknya.
Gambar 6. Aktifitas siswa kerja kelompok
Hasil dari kerja kelompok di bahas secara bersama-sama. Sikap berani siswa sudah mulai muncul
ketika guru meminta siswa untuk mengerjakan soal kerja kelompok ke depan tanpa bantuan bahan
manipulatif strip, respon siswa sangat positif. Hampir semua siswa ingin maju ke depan.
Gambar 7. Sikap siswa yang aktif
Secara keseluruhan hasil kerja kelompok yang telah diseleseikan semua kelompok, menunjukkan
bahwa semua kelompok memperoleh hasil yang sempurna.
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
491
Gambar 8. Hasil kerja kelompok
Sedangkan untuk hasil kerja siswa secara individu diperoleh hasil bahwa 1 anak belum memenuhi
KKM sedangkan yang lain sudah memenuhi KKM.
Siklus 2 Pertemuan 2
Pertemuan 2 pada siklus 2 ini siswa sudah tidak asing lagi dengan proses pembelajaran yang
akan dilaksanakan. Siswa sangat antusias ketika pembelajaran akan dimulai ini ditunjukkan dengan
sikap siswa yang bersemangat untuk mengikuti proses pembelajaran. Dalam pertemuan 2 ini masing-
masing siswa sudah merasa siap untuk melaksanakan proses pembelajaran hal ini ditunjukkan dengan
sigapnya para siswa menjawab pertanyaan mengenai penjumlahan dan pengurangan pecahan yang di
lontarkan oleh guru. Masing-masing siswa sudah mempunyai keberanian dan rasa percaya diri yang
baik, mereka menawarkan diri untuk mengerjakan contoh soal dengan berbantuan bahan manipulatif
strip ke depan kelas tanpa merasa canggung dan malu.
Gambar 9. Aktifitas siswa mengerjakan contoh soal
Dari gambar di atas dapat di ketahui bahwa siswa sudah memahami konsep operasi hitung
pengurangan pecahan. Siswa tidak lagi tergantung pada bahan manipulatif strip untuk mengetahui
jawaban dari soal yang dikerjakan namun mereka menghitungnya terlebih dahulu menggunakan
konsep operasi penjumlahan pecahan berpenyebut berbeda.
Siswa antusias dalam bekerja kelompok, kerja sama antar kelompok menuju kearah yang
lebih baik dari pertemuan sebelumnya. Siswa perempuan sudah tidak lagi merasa canggung dengan
teman sekelompoknya yang berjenis kelamin laki-laki. Ini membuat tugas kelompok menjadi menjadi
tertangani dengan baik, antar sesama anggota kelompok saling mengingatkan jika terjadi kesalahan
dalam mengerjakan tugas kelompoknya. Mereka saling berbagi tugas dan bertanggung jawab pada
tugas masing-masing. Sehingga tugas kelompok menjadi cepat selesei sebelum batas waktu yang
diberikan habis. Untuk hasil tugas siswa secara individu dari 22 siswa 2 anak memperoleh nilai di
bawah KKM yaitu sebesar 9% hasil belajar siswa belum memenuhi KKM, sedangkan 20 anak atau
91% hasil belajar siswa sudah memenuhi KKM.
Siklus 2 Pertemuan 3
Pada pertemuan terakhir di siklus 3 ini siswa sudah sangat antusias dan aktif dalam mengikuti
proses pembelajaran. Mereka menanti-nanti untuk mengikuti proses pembelajaran. Semua siswa
berani untuk unjuk kerja di depan kelas untuk mengerjakan contoh soal yang diberikan oleh guru.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
492
Pada saat guru memberikan contoh soal semua siswa yang tidak maju ke depan menjawab soal
tersebut meskipun tanpa berbantuan bahan manipulatif strip.
Gambar 10. Sikap siswa sudah aktif dan berani tampil di depan
Saat beberapa siswa mengerjakan ke depan kelas siswa yang lain juga ikut mengerjakan
contoh soal yang diberikan. Pada kegiatan kerja kelompok siswa sudah tidak tergantung lagi pada
bahan manipulatif strip mereka langsung mengalikan penyebutnya jika penyebutnya tidak sama tanpa
mencoba strip mana yang cocok. Semua siswa aktif dalam bekerja kelompok, mereka bertanggung
jawab pada tugas masing-masing dan berlomba-lomba cepat menyeleseikan tugas kelompoknya
dengan benar. Hasil dari kerja kelompok menunjukkan bahwa semua kelompok mendapatkan nilai
yang sempurna. Pada waktu pembahasan dari tugas kelompok semua siswa sangat antusias dan tidak
malu lagi untuk mengerjakan soal-soal tersebut di depan tanpa berbantuan bahan manipulatif strip.
Hasil evaluasi akhir siklus 2 menunjukkan bahwa sebanyak 21 anak mendapatkan nilai di atas KKM
yaitu sebesar 95,45% hasil belajar siswa sudah memenuhi KKM, sedangkan untuk 4,54% atau 1 anak
tidak memenuhi KKM dikarenakan sakit tidak masuk sekolah.
Pada akhir pembelajaran siswa mengungkapkan bahwa siswa merasa senang belajar
matematika materi pecahan menggunakan bahan manipulatif strip. Mereka merasa mudah memahami
konsep operasi penjumlahan dan pengurangan pecahan dengan berbantuan bahan manipulatif strip.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Muhsetyo (2014) yang meneliti kegunaan
bahan manipulatif strip untuk membandingkan pecahan.
SIMPULAN
Pembelajaran penemuan berbantuan bahan manipulatif strip pada siswa kelas IV.B materi
pecahan dengan jumlah siswa 22 anak dapat meningkatkan hasil belajar siswa yang dilakukan dengan
langkah-langkah (1) guru menjelaskan materi operasi penjumlahan dan pengurangan pecahan
berbantuan bahan manipualatif strip dilanjutkan dengan perwakilan siswa mengerjakan contoh soal
operasi penjumlahan dan pengurangan di depan menggunakan bahan manipulatif strip, (2) Siswa
dibagi dalam 11 kelompok yang masing-masing kelompok beranggotakan 2 anak, (3) Siswa bekerja
kelompok menyeleseikan tugas kelompok dengan berbantuan bahan manipulatif strip untuk
mengerjakan operasi penjumlahan dan pengurangan pecahan, (4) guru memberikan penguatan tentang
konsep operasi hitung penjumlahan dan pengurangan pecahan, (5) guru memberikan tes evaluasi pada
siswa.
Pembelajaran berbantuan bahan manipulatif strip dapat meningkatkan hasil belajar siswa
untuk operasi penjumlahan dan pengurangan pecahan. Meningkatnya hasil belajar ini dapat dilihat
dari hasil evaluasi siswa di siklus 1 s59,09% meningkat di siklus 2 95,45%. Pada evaluasi siklus 1
hasil belajar siswa antara 70-100 memenuhi KKM , hasil belajar siswa antara 30-60 tidak memenuhi
KKM. Pada evaluasi siklus 2 hasil belajar siswa naik antara 80-100, hal ini menunjukkan ada
peningkatan hasil belajar siswa untuk materi pecahan khususnya operasi penjumlahan dan
pengurangan pecahan dari pembelajaran siklus 1 meningkat pada pembelajaran siklus 2. Penggunaan
media bahan manipulatif strip dapat membuat siswa lebih bersemangat dan aktif untuk mengikuti
pembelajaran dari awal hingga akhir. Siswa lebih bertanggung jawab dan dapat bekerja sama dengan
baik tidak hanya dengan teman sesama jenis. Selain itu dengan penggunaan media manipulatif strip
siswa menjadi lebih berani untuk tampil di hadapan teman sekelasnya.
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
493
DAFTAR RUJUKAN Denny, Welhelmus. 2015.Pembelajaran Bermakna pada Perkalian Pecahan Kelas V SD Loce Tahun
Pelajaran 2014/2015. J-TEQIP, Tahun VI, Nomor 1, Mei 2015:81 – 86.
Jauhari, Mohamad, 2015. Menemukan Pecahan Senilai dengan Pendekatan Saintifik melalui Metode
Problem Based Learning. Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement
Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna”
pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu:327-334.
Lizawati. 2015. Penerapam Pembelajaran Seru Dengan Media Roti Tawar Untuk Meningkatkan Hasil
Belajar Matematika Tentang Pecahan Pada Siswa Kelas VI SD Negeri 3 Singkawang Timur. J-
TEQIP, Tahun VI, Nomor 1, Mei 2015:48-59.
Muhsetyo, Gatot. 2014. Membandingkan Pecahan Dengan Menggunakan Bahan Manipulatif
Strip Dan Menggunakan BENCHMARK. J-TEQIP, Tahun V, Nomor 1, Mei 2014:1-8. Nenoliu, Ema Thabita. 2015. Penerapan Metode STAD (Student Teams Achievemen Division) pada
Materi Penjumlahan Pecahan untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas V SDK LEOB.
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema
“Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di
Hotel Purnama, Batu:271-278.
Subanji, Isnandar. 2010. Meningkatkan Profesinalisme Guru Sekolah Dasar Melalui Teachers Quality
Improvement Program (TEQIP) Berbasis Lesson Study. J-TEQIP, Tahun 1, Nomor 1,
November 2010:1-11.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2015 tentang Guru dan Dosen. Jakarta:
Departemen Pendidikan Nasional.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
494
PENERAPAN PEMBELAJARAN “POHON MATEMATIK” SETTING
KOOPERATIF STAD UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERHITUNG
SISWA KELAS 1 SDN BUMIAJI 02 KOTA BATU
Muliati
SDN Bumiaji 02 Kecamatan Bumiaji Kota Batu
Abstrak: Tingkat berpikir siswa kelas 1 SD masih bersifat operasional kongkrit,. Agar
pembelajaran di SD kelas 1 sesuai dengan harapan yang diinginkan, diperlukan media dan
metode yang sesuai dalam pelaksanaan pembelajaran tersebut. Penelitian ini bertujuan
untuk menigkatkan keterampilan berhitung siswa melalui pembelajaran pohon matematika
setting Kooperatif STAD. Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan kelas dan
dilakukan di SDN Bumiaji 02 Kota Batu yang dilakukan dalam 2 siklus. Hasil pada siklus
1 menunjukkan bahwa rata-rata skor keterampilan berhitung siswa adalah 72, dan 60%
yang mencapai ketuntasan minimal . Sedangkan hasil pada siklus 2 menunjukkan bahwa
rata-rata skor keterampilan berhitung siswa adalah 90,5 dan 9,5% yang mencapai
ketuntasan minimal. Berdasarkan data menunjukkan bahwa dengan penggunaan pohon
matematik setting Kooperatif STAD dapat meningkatkan keterampilan berhitung siswa.
Kata kunci: Pohon matematika, kooperatif STAD, ketrampilan berhitung
Menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, menjelaskan bahwa pendidikan
diselenggarakan melalui jalur formal dan non formal. Pendidikan merupakan tanggung jawab dari
semua pihak, baik orang tua, sekolah dan masyarakat. Untuk itu pendidikan di sekolah merupakan
sepenuhnya tanggung jawab para pendidik yang berada di sekolah di mana anak belajar. Untuk itu
peningkatan kualitas guru sangat diperlukan guna menunjang tercapainya pendidikan di sekolah yang
maksimal, sehingga bisa meningkatkan perkembangan pendidikan di tingkat nasional.
Dalam kegiatan pembelajaran, guru memegang peranan yang sangat penting untuk
keberhasilan pembelajaran, karena di dalam pembelajaran guru yang membuat segala kebijakan di
kelas, seperti merencanakan bagaimana guru mengimplementasikan kurikulum di dalam kelas. Atas
dasar itu, perlu adanya seorang guru yang berkualitas dan professional didalam mengelola kegiatan
pembelajaran di kelas sehingga bila tuntutan itu dipenuhi, maka keberhasilan belajar siswa akan
menjadi optimal sesuai dengan yang diharapkan. (Dwiyana:2016)
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut guru untuk selalu meng„upgrade„
kemampuan mereka dalam rangka terus berinovasi di bidang perbaikan pembelajaran. Oleh karena
itu, guru senantiasa merancang suatu pembelajaran yang mengharuskan peserta didik memiliki
kemampuan memperoleh, memilih dan mengelola informasi untuk bertahan pada keadaan yang selalu
berubah. Kemampuan ini membutuhkan pemikiran yang kritis, sistematis, logis, kreatif dan
kemampuan bekerja sama yang efektif. Dengan demikian, maka seorang guru harus terus mengikuti
perkembangan matematika dan selalu berusaha agar kreatif dalam pembelajaran yang dilakukan
sehingga dapat membawa siswa ke arah yang diinginkan (Suyanto, 2005)
Hal utama yang menjadi tugas guru adalah melaksanakan pembelajaran, yakni
mengondisikan proses interaksi antara siswa dan guru serta siswa dengan siswa dan sumber belajar
pada suatu lingkungan. Guru juga berperan memberikan bantuan kepada siswa agar dapat terjadi
proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan
sikap dan kepercayaan. Dengan kata lain peran guru dalam pembelajaran adalah membantu peserta
didik agar berlajar dengan baik.
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
495
Peran guru di sekolah tidak hanya sebagai pemberi informasi. Guru hendaknya juga
berperan sebagai fasilitator yang dapat memberi kesempatan para siswa untuk berkembang secara
kreatif dan mandiri. Siswa juga perlu memiliki keterampilan bekerjasama dengan siswa lainnya.
Karena itu dalam pembelajaran matematika perlu membiasakan siswa belajar secara berkelompok
Belajar akan efektif jika dilakukan dalam suasana yang menyenangkan. Agar dapat
memenuhi kebutuhan untuk dapat belajar matematika khususnya pada keterampilan berhitung yang
menyenangkan, maka guru harus mengupayakan adanya situasi dan kondisi yang menyenangkan
untuk dipelajari, maupun trik-trik yang menjadikan anak didik senang dan tidak bosan belajar
matematika. Bentuk pembelajaran yang menyenangkan lain adalah dengan berbantuan media, karena
media dapat mempermudah siswa untuk mengonstruksi konsep matematika.
Matematika sangat penting untuk menopang kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Karena matematika memberikan landasan perkembangan berpikir yang berdampak pada
perkembangan peradaban di era global. Karena itu penguasaan terhadap matematika perlu senantiasa
ditingkatkan untuk dapat bersaing dalam era global.
Realita di lapangan yang terjadi di Sekolah Dasar Negeri Bumiaji 02 Kota Batu, siswa
menganggap matematika adalah mata pelajaran yang sulit, menakutkan bahkan angker. Anggapan ini
menyebabkan mereka semakin takut untuk belajar matematika. Sikap ini tentu saja mengakibatkan
hasil belajar semakin rendah. Akibat lebih lanjut mereka menjadi semakin tidak suka terhadap
pembelajaran matematika. Hal ini perlu mendapat perhatian khusus dari para guru untuk berupaya
meningkatkan prestasi belajar anak didik.
Dalam upaya tersebut siswa memerlukan guru sebagai pengarah dan pembimbing. Tugas
guru adalah membantu siswa mencapai tujuan. Maksudnya guru lebih banyak berurusan dengan
strategi dan metode yang dikenal siswa di lingkungan sekitarnya. Kelas 1 Sekolah Dasar masih dalam
ranah berfikir kongkrit, karena itu metode yang memanfaatkan media-media nyata sangat membantu
proses pembelajaran siswa.
Pembelajaran dengan menggunakan metode dan media yang melibatkan siswa untuk aktif
dan kreatif dalam proses pembelajaran sifatnya lebih mampu memberikan pengalaman riil kepada
siswa, karena siswa dapat melihat, merasakan, dan meraba bahan-bahan alat peraga yang digunakan
dalam metode yang diterapkan oleh guru. Pengalaman belajar yang lebih kongkrit atau kegiatan yang
secara langsung dilaksanakan oleh siswa akan lebih tepat bagi anak usia sekolah dasar.
Pembelajaran pohon matematika setting Kooperatif STAD sangat tepat untuk meningkatkan
ketrampilan berhitung di kelas 1 Sekolah Dasar. Karena dengan metode dan media yang digunakan
akan memberi peluang siswa untuk belajar lebih efektif serta dapat miningkatkan penalaran siswa
dalam pengajuan dan penyelesaian soal yang tidak tunggal, maksudnya mengarahkan siswa untuk
menyelesaikan masalah dengan beberapa jawaban, dalam hal ini siswa bebas untuk menentukan cara
penyelesaian atau mendapatkan jawaban yang penting prosedur penyelesaian atau jawaban yang
diperoleh logis dan rasional.
Penelitian terkait media pembelajaran telah dilakukan oleh Darmin (2015). Hasil dari
penelitian tersebut adalah media pohon matematika merupakan salah satu media sederhana yang
dapat digunakan untuk meningkatkan penalaran siswa dalam bentuk pengajuan soal (problem possing
) dan open ended, yang keduanya memiliki karakteristik memberikan kebebasan berfikir kepada
siswa. Problem possing mengarahkan siswa untuk mengajukan masalah, sedangkan open ended
mengarahkan siswa untuk menyelesaikan soal yang memiliki jawaban atau cara penyelesaian yang
tidak tunggal, atau didefinisikan sebagai tugas yang memiliki beberapa penyelesaian atau beberapa
jawaban.
Dengan menggunakan pohon matematik sebagai media diharapkan dapat
meningkatkan keterampilan berhitung siswa. Karena dengan media pohon matematik tersebut anak
akan merasa lebih senang untuk mengikuti pembelajaran sehingga motivasi belajar anak juga akan
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
496
lebih baik. Dalam hal anak usia kelas satu SD menyukai bentuk-bentuk gambar yang menarik,
sehingga media yang digunakan perlu menyesuaikan dengan karakteristik anak tersebut.
Media pohon matematik merupakan media yang mudah dibuat oleh guru, dan mudah untuk
memperbarui apabila mengalami kerusakan dan memberikan pengalaman langsung bagi siswa karena
anak bisa langsung mengamati dan memegang media tersebut. Dari gambar pohon matematik yang
disediakan siswa menuliskan dan membuat macam-macam daun operasi hitung yang sesuai dengan
jumlah bilangan yang diminta sehingga anak akan belajar lebih aktif dan kreatif dalam pembelajaran
sekaligus menyenangkan. Dengan menggunakan pohon matematik tersebut dan melakukan tugasnya
sesuai dengan langkah-langkah yang ditentukan, siswa benar-benar mampu membuat berbagai macam
operasi hitung penjumlahan sehingga keterampilan berhitung siswa semakin meningkat sesuai yang
diharapkan.
Untuk menggunakan media pohon matematik guru perlu menggunakan model pembelajaran
yang dapat memunculkan keaktifan, kreatifitas dan antusias siswa pada pembelajaran matematik.
Salah satu model yang dapat meningkatkan antusias siswa terhadap pembelajaran matematika adalah
model pembelajaran kooperatif. Karena pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran
yang melibatkan siswa untuk bekerja secara kolaboratif dalam mencapai tujuan. Pembelajaran
kooperatif merupakan suatu metode dimana siswa belajar bersama-sama dalam kelompok dan anggota
dalam kelompok tersebut saling bertanggung jawab satu dengan yang lain (Slavin, 1997). Senada juga
dengan pendapat Subanji (2013), bahwa siswa akan bisa mencapai potensi optimal belajarnya apabila
mendapat bantuan dari temannya yang memiliki pengetahuan yang lebih. Dalam pembelajaran
kooperatif peran guru berubah dari mengajar menjadi fasilitator, pendiagnosis, pendorong, pengarah,
dan pembentuk inisiator. Guru juga menjadi pembangkit belajar dan pemicu berpikir. Hal ini sesuai
dengan penjelasan Ticha & Alena dalam (subanji 2013). Pembelajaran kooperatif merupakan suatu
metode dimana siswa belajar bersama-sama dalam kelompok dimana anggota dalam kelompok
tersebut saling bertanggung jawab satu dengan yang lain
Pembelajaran kooperatif STAD digunakan dalam penelitian ini karena dengan
pembelajaran STAD dapat ditingkatkan sikap kerjasama, tanggung jawab, saling menghargai dan
sikap persaingan yang sehat sehingga anak lebih antusias dalam mengikuti pembelajaran. Menurut
Johnson & Johnson (1994) dalam pembelajaran kooperatif: (1) siswa dapat belajar lebih banyak, (2)
siswa lebih menyenangi lingkungan sekolah, (3) siswa saling menyukai satu sama yang lain, (4) siswa
mempunyai penghargaan yang lebih besar terhadap diri sendiri, dan (5) siswa belajar keterampilan
sosial secara efektif. Menurut Slavin (1995), Student Team Achievement Division (STAD) merupakan
salah satu dari bentuk pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Kooperatif tipe STAD
memiliki sintaks: presentasi kelas, belajar dalam kelompok, kuis, skor-skor peningkatan individual,
dan penghargaan kelompok. Thabita (2015) mengatakan bahwa prestasi belajar siswa yang diajarkan
dengan penerapan belajar kooperatif model STAD lebih baik dari pada prestasi siswa yang diajarkan
dengan metode konvensional. Kooperatif STAD juga berpengaruh positif terhadap aktifitas siswa.
Karena itu dalam penelitian ini akan dikaji penerapan pembelajaran kooperatif STAD pada materi
berhitung.
Keterampilan berhitung merupakan suatu bagian dari matematika yang meliputi
penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian. Pembelajaran keterampilan berhitung sangat
diperlukan karena merupakan landasan bagi anak dalam belajar berhitung. Namun kenyataannya
siswa kelas 1 SDN Bumiaji 02 Kota Batu masih mengalami masalah dalam berhitung. Sebagai contoh
ketika guru memberikan masalah pada siswa (1) 34 + 25 = ..., (2) ... + 36 = 57, (3) ... + ... = 45. Untuk
soal nomor satu siswa dapat menyelesaikan dengan lancar, karena siswa sudah mengerti cara untuk
menjumlahkan yaitu 4+5=9 menjadi satuan dan 3+2=5 sebagai puluhan sehingga 34+25=59. Untuk
soal nomor 2 dan 3 siswa mengalami kesulitan, karena tidak ada prosedur yang langsung bisa
digunakan. Padahal penalaran siswa akan terbangun dengan baik jika masalah yang diberikan seperti
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
497
soal nomor 2 dan 3. Karena itu perlu ada terobosan pembelajaran yang mengarah kepada penguatan
penalaran siswa. Salah satu yang dapat dilakukan adalah pembelajaran dengan media pohon
matematika.
Berdasarkan hal tersebut maka penulis melakukan penelitian dengan judul “Penerapan
Pembelajaran Pohon Matematik Seting Kooperatif STAD untuk meningkatkan Keterampilan
Berhitung Siswa Kelas 1 SDN Bumiaji 02 Kota Batu”.
METODE
Penelitian ini mendiskripsikan pembelajaran berbantuan media pohon tematik
setting kooperatif STAD yang dapat meningkatkan keterampilan berhitung siswa, karena itu
penelitian ini tergolong pada penelitian kualitatif. Jenis penelitian yang digunakan adalah
penelitian tindakan kelas dengan tahapan perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan,
observasi dan refleksi. Tahap perencanaan dilakukan dengan menyusun rencana pelaksanaan
pembelajaran yang mengacu pada pembuatan pohon matematik setting kooperatif STAD.
Tahap pelaksanaan pembelajaran dilakukan di kelas 1 SDN Bumiaji 02 Kota Batu dengan
jumlah siswa 20 orang, yang terdiri dari 11 laki-laki dan 9 perempuan mulai bulan Februari
sampai Maret 2016. Dalam pelaksanaan pembelajaran sekaligus dilakukan observasi yang
dibantu oleh teman sejawat.
Penelitian tindakan kelas ini dilakukan dalam dua siklus, masing-masing
siklus terdiri dari dua pertemuan ( @ 2 jam pelajaran ). Siklus pertama dilakukan pada 9-19
Februari 2016 dan siklus kedua dilaksanakan pada tanggal 22 Februari-7 Maret 2016. Setiap
akhir siklus dilakukan tes dan kegiatan refleksi, untuk mengevaluasi pelaksanaan
pembelajaran dan memperbaikinya untuk siklus berikutnya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian dipaparkan berdasarkan pelaksanaan pembelajaran
penggunaan pohon tematik setting kooperatif STAD.
Siklus 1
Siklus pertama terdiri dari 2 pertemuan 1 kali tes. Pelaksanaan pembelajaran dideskripsikan
sebagai berikut :
Siklus 1 pertemuan 1
Pembelajaran diawali dengan berdoa, presensi siswa dan menyanyikan lagu “ Satu Tambah
Satu “ setelah menyanyikan lagu diadakan tanya jawab tentang lagu yang berkaitan dengan
materi yang akan dibahas.
G : “apa judul lagu tadi anak-anak?”
S : “satu tambah satu”
G : “dalam syair lagu tadi ada kalimat, satu tambah satu, dua tambah satu
sampai empat ditambah satu jadi semua kalimat tersebut menunjukkan
kalimat tentang operasi hitung apa anak-anak ?”
S : “penjumlahan, tambah-tambahan.”
G : “yang pada intinya pembelajaran hari ini bertujuan agar kalian bisa
membuat, menulis beberapa operasi hitung penjumlahan.”
Untuk masuk kegiatan inti guru menjelaskan materi yang akan dibahas :
G : “Anak-anak untuk materi hari yaitu kita mengulang materi semester 1,
Yaitu materi penjumlahan. Tetapi untuk pembelajaran hari ini kalian tidak
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
498
hanya sekedar menjumlahkan 2 bilangan untuk mendapatkan hasil tetapi
kalian diharapkan dapat menemukan bilangan ketiga sehingga soal
tersebut merupakan bentuk operasi hitung penjumlahan yang benar.
Yang kemudian disajikan dalam bentuk pohon matematik.
Misalkan:
Gambar 1 : guru menjelaskan materi yang akan dibahas
dari penjelasan ini siapa yang belum mengerti?”
S : “Sudah Bu”.
G : “sungguh! Bisa mengerjakannya sesuai langkah-langkah tersebut?
S :”bisa, bu”
Kemudian guru membagi siswa menjadi 5 kelompok.
G : “anak-anak apakah kalian hafal nomor absen ?
S : “hafal, Bu“ . ( hanya beberapa siswa yang menjawab )
G : “baiklah kalau begitu sekarang bentuk kelompok dengan anggota
masing- masing kelompok 4 orang sesuai dengan urutan nomer absen
kalian.”
Guru membantu siswa untuk menempatkan siswa pada kelompok yang tidak hafal nomor
absennya.
G : “anak-anak akan saya bagikan LKS ini yang harus kalian diskusikan dan
dikerjakan secara kelompok, sesuai dengan langkah-langkah sebagai
berikut : (1) amati gambar pohon matematik yang kalian terima. (2)
lengkapi operasi hitung penjumlahan dengan sehingga menjadi operasi
hitung penjumlahan yang benar.(3)selesai mengerjakan wakil kelompok
membacakan hasil kerja kelompoknya. (4)Kelompok lain menanggapi,
apabila jawaban kelompok salah wakil kelompok memberi tanda yang
salah tersebut dengan tanda silang”.
Guru diam untuk melihat reaksi siswanya.
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
499
G :Apakah ada pertanyaan sebelum kalian bekerja ?”
S :”tidak, Bu “ (hanya beberapa siswa yang menjawab)”
G :”baiklah silahkan dimulai diskusinya”.
Guru membimbing kelompok-kelompok yang mengalami kesulitan, secara bergantian. Sikap
mendominasi dari siswa yang pandai masih terjadi.
Gambar 2 : siswa melakukan diskusi kelompok
G :”bagaimana anak-anak bisa ?
S :”sulit, Bu”.
G :”mana yang sulit?”
S :”untuk mengisi bilangannya.”
G :”baiklah yang bingung kelompok mana?”
Guru mendekati kelompok yang memerlukan bantuan dan membimbing kelompok untuk
menentukan bilangan yang dimaksud.
S :”untuk mencari bilangan yang ke 3 bu.”
G :”untuk menentukan bilangan yang ke tiga(jawaban), kalian bisa dengan
cara mengurangi jumlah bilangan (bilangan yang besar) dengan bilangan
yang kecil (bilangan ke 2)”
G :“ada yang sudah selesai, yang sudah tolong langsung tuliskan di papan
tulis.”
K3 :”sudah bu.”
Perwakilan kelompok 3 menuliskan hasil kerjanya pada pohon matematik di depan. Ternyata
kelompok yang lain juga menyusul untuk menulis hasil kerjanya.
G :”karena selesainya hampir bersamaan maka, kelompok yang selesai terlebih
dahulu yang membacakan hasil kerjanya. Kelompok lain boleh menanggapi hasil
kelompok yang presentasi. Dan apabila pekerjaan kelompok ada yang salah, wakil
kelompok bisa memberi tanda silang pada hasil tersebut.”
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
500
Secara bergantian perwakilan kelompok membacakan hasil diskusinya. Dari hasil kelompok
ternyata masih banyak jawaban-jawaban yang kurang benar. Anak belum paham langkah-
langkah yang seharusnya dilakukan untuk menentukan bilangan yang ditanyakan. sehingga
bentuk operasi hitung bilangan penjumlahannya masih kurang tepat. Dalam hal ini guru
memberi penjelasan bahwa bilangan ke tiga diperoleh dengan cara mengurangi bilangan yang
besar dengan bilangan yang lebih kecil dan hasilnya merupakan jawaban untuk melengkapi
pohon matematik
G :”Anak-anak agar bu guru mengetahui keterampilan berhitung kalian
secara individu, saya bagikan lembar soal (kuiz) yang harus
kalian kerjakan secara individu. Siap untuk mengerjakan ?”
S :”Siap, Bu.” ( siswa menjawab secara serentak)
Gambar 3 : siswa mengerjakan soal kuis
Dari hasil kuis individu, ternyata hanya 1 anak yang mendapat nilai 100, yang dapat nilai 90
hanya 3 anak, yang mendapat nilai 80, 2 anak, yang mendapat nilai 70, 5 anak dan 3 anak
mendapat nilai 60, 4 nilainya 50, 1 anak nilainya 20. dan 1 anak yang belum bisa
mengerjakan. Kesalahan tersebut karena siswa belum paham langkah-langkah yang harus
dilakukan. Guru belum menekankan apa yang harus dilakukan siswa.
G :”anak-anak setelah kita skor dari hasil kelompok dan individu,
walaupun hasilnya belum maksimal setelah saya rata-rata ternyata
kelompok 3 yang mendapat penghargaan, tepuk tangan untuk
kelompok. 3 semoga dipertemuan yang akan datang akan bisa
meningkatkan skornya lebih baik”.
G : “untuk mengakhiri pembelajaran hari ini apa ada yang ditanyakan
anak-anak ?”
S :”tidak bu”
G :”apakah pembelajaran hari ini menyenangkan”
S :”senang bu”.
Guru dan siswa menyimpulkan pembelajaran yang telah dilaksanakan.
G :”baiklah agar kalian lebih pintar maka ada tugas yang harus kalian
kerjakan di rumah.
Hasil setelah direfleksi langkah pembelajaran yang perlu diperbaiki, antara lain :
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
501
No. Masalah yang terjadi Penyebab Pemecahan
1. Anak tidak aktif dalam berdiskusi - Guru jarang
menggunakan
metode diskusi
- Guru
menjelaskan
cara berdiskusi
2. Anak kesulitan membuat operasi hitung
penjumlahan yang bervariasi
- Kebiasaan
guru memberi
materi operasi
hitung
penjumlahan
yang tertutup
(hanya satu
jawaban.
- Memberi
penjelasan
cara membuat
operasi hitung
yang
bervariasi dan
menggunakan
media yang
menarik yaitu
pohon
matematik.
3. Dominasi anak yang pintar - LKS terbatas
satu kelompok
hanya diberi 1
- Pemberian
LKS yang
cukup
4. Siswa hanya bisa membuat variasi operasi
hitung yang terbatas, seperti gambar di
bawah ini
- Pembuatan
LKS (pohon
tematik) yang
hanya
membutuhkan
1-2 operasi
hitung
penjumlahan.
- Pembuatan
media pohon
tematik yang
dapat
membuat
siswa
menuliskan
berbagai
macam operasi
hitung
penjumlahan.
Siklus 1 Pertemuan 2
Pembelajaran diawali dengan tanya jawab tentang hal-hal yang berhubungan dengan materi
yang sudah dibahas sebelumnya.
G : “anak-anak masih ingat pembelajaran kemarin lusa ?”
S : “ masih bu “.
Siswa menjawab secara serentak.
G : “ coba yang tahu angkat tangan “
Hanya beberapa siswa yang berani angkat tangan. Kemudian guru menunjuk salah satu siswa
S1 : “pohon matematik bu”
G : “pinter, ternyata kamu memang benar-benar ingat, bagaimana yang
lain juga ingat “
S : “oooooo”. ( jawaban siswa secara serentak )
G :” selain pohon tematik apa yang kalian ingat ?”
S2 : “ tambah-tambahan bu “
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
502
G : “ bagus, istilah lain tambah-tambahan itu apa anak-anak?”
S3 : “ penjumlahan bu”
G : “ wah hebat sekali, anak-anak pembelajaran hari ini tidak jauh
berbeda dengan pembelajaran kemarin lusa, yaitu penulisan
operasi bilangan penjumlahan. Langkah-langkahnya masih ingat
anak-anak?”
S : “ masih bu,
Untuk menuju kegiatan inti guru mengulangi penjelasan mengenai langkah-langkah yang
harus dilakukan kelompok untuk melengkapi pohon matematik yang yang ditunjukkan.
Dalam pembelajaran pohon matematik yang digunakan lebih menuntut siswa membuat
operasi hitung lebih dari satu.
.
Gambar 4: gambar pohon matematik yang memuat 3 operasi hitung penjumlahan
G :”anak-anak tidak berbeda jauh langkah-langkah yang harus kalian
lakukan untuk melengkapi pohon tematik, namun untuk lebih
jelasnya akan saya jelaskan lagi. (1) amati gambar pohon
matematik yang kalian terima. (2) lengkapi daun-daun itu dengan
operasi hitung penjumlahan dengan bilangan yang bervariasi
namun hasilnya sesuai dengan bilangan yang sudah ditentukan
yang terdapat pada dahan pohon.
Kalau sudah daun-daun tersebut sudah terisi semua, perwakilan
Kelompok membacakan hasil kerjanya. Kelompok yang dapat
mengerjakan dengan cepat dan benar nanti akan ada penghargaan. Apakah
ada pertanyaan sebelum kalian bekerja ?”
S :”tidak, Bu “ (hanya beberapa siswa yang menjawab)”
G :“baiklah kalau kalian masih ingat apa yang harus kalian lakukan,
tolong diskusikan permasalahan berikut ini”.
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
503
Sewaktu kegiatan diskusi guru berusaha membimbing kelompok yang mengalami
kesulitan.Ternyata dominasi anak yang pandai juga masih berlangsung. Dari hasil diskusi
kelompok LKS dapat dikerjakan siswa cukup baik, dan untuk mengetahui kemapuan setiap
siswa guru memberikan soal yang berbentuk kuis yang harus dikerjakan secara individu.
Tetapi hasil kuiz yang dilakukan secara individu hasilnya masih belum mencapai maksimal.
Dari hasil yang didapat ternyata hanya 4 anak yang mendapat nilai 100, yang dapat nilai 80
hanya 4 anak, yang mendapat nilai 75, 1 anak, yang mendapat nilai 60, ada 4 anak, yang
nilainya 50, 1 anak, yang nilainya 40, 2 anak, yang nilainya 20, 2 anak dan yang belum bisa
mengerjakan 2 anak.. Sebelum pembelajaran diakhiri guru mengadakan tes individu untuk
mengetahui seberapa jauh siswa menguasai materi operasi hitung penjumlahan yang
diberikan selama 2 pertemuan.
Dan ternyata dari hasil tes diperoleh nilai tes anak sebagai berikut :
Tabel 1 : Hasil Tes Siklus 1
No. Nilai yang
diperoleh
Jumlah Siswa %
1. 100 2 10
2. 90 4 20
3. 80 4 20
4. 70 2 10
5. 60 4 20
6. 50 2 10
7. 40 1 5
8, 0 1 5
Jumlah 20 100
Contoh sebagian hasil tes pada siklus 1
Siswa menjawab bilangan yang jumlahnya 79 adalah: 50+29, 47+32, 44+35, 61+18, siswa
juga bisa menjawab bilangan yang jumlahnya 66 adalah : 56+10, 21+45, 33+33, 5+61,
26+40. Dengan ini menunjukkan bahwa siswa sudah paham dan mengerti mengenai operasi
hitung penjumlahan.
Siswa belum bisa menjawab soal karena kemampuan siswa masih rendah, untuk
menyelesaikan persoalan siswa perlu bimbingan khusus.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
504
No. Masalah yang terjadi Penyebab Pemecahan
1. Siswa kesulitan membuat
operasi bilangan penjumlahan
yang bervariasi terutama untuk
menentukan bilangan yang
ketiga.
- Penjelasan guru
tentang langkah-
langkah menulis
operasi hitung
penjumlahan belum
bisa dipahami
siswa
- Guru menjelaskan
satu persatu
langkah untuk
menulis operasi
bilangan
penjumlahan.
2. Ada beberapa kelompok yang
kurang aktif,
- Pembagian
kelompok yang
tidak mendukung
(karena ada
kelompok yang
kebetulan terdiri
dari anak yang
kurang mampu
dalam mengikuti
semua
pembelajaran
- Pembagian
kelompok yang
variatif.
3. Penggantian jawaban ketika
kelompok lain presentasi
(membaca hasil kerja)
- Pemberian soal
yang sama
- Pemberian soal
yang berbeda
4. Salah menempatkan bilangan - Siswa menghitung
dengan cara
bersusun, misalkan:
38
12 -
26
Anak menuliskan
(memindahkan)
terbalik, yang
seharusnya
jawabannya 26,
anak menuliskan
62.
- Bimbingan agar
anak lebih teliti dan
hati-hati, karena
salah tulis
menyebabkan
jawaban salah.
Untuk pematapan materi pembelajaran di akhiri dengan menyimpulkan pembelajaran yang
sudah dilakukan.
Siklus 2 Pertemuan 1
Pembelajaran diawali dengan tanya jawab tentang hal-hal yang berhubungan dengan materi
yang sudah dibahas sebelumnya.
G : “siapa yang sudah membuat pohon matematik di rumah?
S : “ saya, bu “. ( semua siswa menjawab serentak dengan senang )
Kemudian guru menjelaskan pembelajaran yang akan dilakukan.
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
505
Untuk memasuki kegiatan inti guru menjelaskan tentang operasi hitung penjumlahan dan
langkah-langkah untuk membuat operasi hitung penjumlahan tersebut sampai siswa benar-
benar paham. Untuk menghindari kerja kelompok yang tidak aktif, guru membagi siswa
menjadi 10 kelompok .
G : “anak-anak agar kalian bisa bekerja dengan baik kali ini kalian bekerja
secara berpasangan dengan teman sebelah kalian, mengerti anak-anak.”
S : “mengerti, bu.”
Secara berpasangan siswa berdiskusi untuk melengkapi daun-daun pada pohon matematik.
Media pohon matematik yang digunakan guru memuat operasi hitung penjumlahan yang
lebih banyak.
Gambar 5 : gambar pohon matematik yang memuat 4 operasi hitung penjumlahan
Setiap kelompok berusaha untuk menyelesaikan tugasnya agar mendapatkan penghargaan.
Kelompok yang selesai mengerjakan tugasnya, kemudian membacakan hasil kerjanya
kelompok lain menanggapinya. Dari hasil kelompok sudah menunjukkan hasil yang baik, dan
ternyata dari hasil kuis masih ada beberapa anak yang kesulitan mengerjakan soal kuisnya
dengan alasan waktu kurang lama. Dan hasil refleksi dari pertemuan silkus 2 ternyata masih
ada hal-hal yang perlu perbaikan. Antara lain sebagai berikut :
No. Masalah yang terjadi Penyebab Pemecahan
1. Masih ada beberapa siswa
yang belum lengkap dalam
menjawab soal kuis karena
waktunya kurang.
- Alokasi waktu
kurang bagi siswa
yang
kemampuannya
kurang.
- Penambahan waktu
bagi siswa yang
kemampuannya
kurang..
2. Bentuk operasi bilangan yang
dibuat siswa masih diulang-
ulang atau hanya bertukar
tempat.
Contoh :
- Penjelasan guru
tidak menekankan
bahwa bentuk
operasi hitungnya
tidak boleh
mengulang-ulang
bilangan yang sama.
- Penekanan
penjelasan bahwa
untuk membuat
operasi hitung
penjumlahannya
tidak diperbolehkan
mengulang bilangan
yang sama, guru
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
506
39
..14.. .25..
..28 .11.
. 14 .25..
20 19
25 14
memberi contoh
yang jelas.
Untuk pematapan materi pembelajaran di akhiri dengan menyimpulkan pembelajaran yang
sudah dilakukan
SIKLUS 2 PERTEMUAN 2
Pembelajaran diawali dengan tanya jawab tentang hal-hal yang berhubungan dengan materi
yang sudah dibahas sebelumnya
G : “apakah kalian masih suka belajar dengan pohon matematik?”
S : “suka sekali bu.”
S1 : “sekarang mau belajar pohon matematik lagi ya bu.”
G : “ya, hari ini yang akan kita lakukan tidak berbeda dengan pembelajaran
yang kita laksanakan lusa namun ada perbedaan cara kita bekerja.”
Semua siswa kelihatan sangat senang.
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran dan menyediakan media pembelajaran yang akan
digunakan.
Untuk memasuki kegiatan inti guru mengulangi penjelasan langkah-langkah penulisan
operasi hitung penjumlahan .
G : “anak-anak yang penting dalam pembelajaran kali ini kalian tidak lupa
langkah-langkah untuk membuat operasi hitung penjumlahan..Dan
kalian bisa bekerja secara berpasangan .”
Siswa mengamati media yang ditunjukkan guru yang berbeda dengan media pohon
matematik sebelumnya.
Gambar 6 : Media pohon matematik pada siklus 2 pertemuan 2
Kemudian siswa menerima guntingan macam-macam buah-bua
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
507
Gambar 7 : potongan-potongan buah yang berisi operasi hitung penjumlahan
S : “ini untuk apa bu ?
G :”ya, tolong diamati gambar yang kalian terima dan gambar yang ada di
papan! Siapa yang paham maksudnya sebelum ibu jelaskan langkah-
langkah yang harus kalian lakukan.?
S :”buah ini ditempelkan ke pohon yang didepan ya, bu.”
G :”ya, bagus ternyata kalian paham sekali, namun sebelum potongan kertas
kalian tempelkan ke pohonnya, kalian buat dulu operasi hitung
penjumlahan seperti yang sudah kalian lakukan pada pembelajaran
sebelumnya.”
Kemudian guru menjelaskan langkah-langkah yang harus dilakukan.kemudian siswa
berdiskusi dengan pasangannya. Kemudian setiap kelompok menempelkan hasil diskusinya
pada pohon matematik. Perwakilan kelompok membacakan hasil diskusinya, kelompok lain
menanggapinya. Hasil dari kerja kelompok sangat baik semua kelompok dapat
menyelesaikan tugasnya. Dan ada satu kelompok yang mendapatkan hasil yang maksimal
karena bisa menuliskan lebih banyak operasi hitung penjumlahan dibandingkan kelompok
lain, yaitu kelompok jeruk.
Gambar 8 : hasil kerja kelompok yang terbaik, yaitu kelompok jeruk
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
508
Dan untuk mengetahui keterampilan siswa secara individu guru membagikan soal kuis.
Hasilnya pun juga sangat bagus. Kelompok jeruk juga yang memperoleh skor tinggi,
sehingga kelompok jeruk yang berhasil mendapat penghargaan.
Untuk mengetahui keberhasilan pembelajaran yang dilaksanakan dalam siklus 2 guru
memberikan soal-soal evaluasi yang harus dikerjakan siswa. Dan hasil yang diperoleh sangat
memuaskan. Media pohon matematik ternyata sangat membantu untuk meningkatkan
ketrampilan siswa operasi hitung penjumlahan.
Hasil tes individu adalah sebagai berikut :
Tabel 2 : Hasil Tes Siklus 2
No. Nilai yang diperoleh Jumlah Siswa frekuensi
1. 100 13 65
2. 90 4 20
3. 75 2 10
4. 50 1 5
Jumlah 20 100
Contoh sebagian hasil tes siswa pada siklus 2
Siswa sudah bisa menjawab bilangan yang jumlahnya 98 adalah: 11+87, 10+88, 12+86,
13+88, 14+84. Siswa juga bisa menjawab bilangan yang jumlahnya 66 adalah: 15+51, 16+50,
12+54, 13+53, 14+52. Kesimpulannya anak sudah paham dengan materi operasi hitung
penjumlahan karena 90% anak sudah bisa menjawab soal.
Untuk pematapan materi pembelajaran di akhiri dengan menyimpulkan pembelajaran yang
sudah dilakukan.
SIMPULAN
Pembelajaran pohon matematik setting kooperatif STAD yang dapat meningkatkan
keterampilan hitung siswa dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: (a) Guru
menjelaskan langkah-langkah membuat operasi hitung penjumlahan.(b) Guru membagi siswa
dalam beberapa kelompok, untuk berdiskusi dan mengerjakan LKS kelompok.(c) Guru
membagikan LKS yang berupa pohon matematik,hasil diskusi dipresentasikan.(d) Secara
individu siswa mengerjakan soal kuis, hasil skor kuis individu digabungkan dengan skor
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
509
kelompok sebagai nilai kelompok untuk menetukan kelompok yang mendapat penghargaan.
Dengan pembelajaran tersebut terjadi peningkatan keterampilan berhitung siswa kelas 1 SD.
Berdasarkan hasil penelitian pembelajaran matematika dengan pohon matematik
setting kooperatif STAD meningkatkan keterampilan berhitung siswa kelas 1 SD, yaitu pada
siklus I dengan nilai rata-rata 72 mengalami peningkatan pada siklus II dengan nilai rata-rata
90,5. Prosentase peningkatan 30,5%. Selain itu tingkat keaktifan, tanggung jawab, motivasi
dan semangat siswa menjadi meningkat dengan diterapkannya kombinasi antara metode
STAD dengan media pohon matematik. Karena pembelajaran yang dilakukan sesuai dengan
tingkat berfikir anak kelas 1SD.
DAFTAR RUJUKAN
Akinmola, E. A. 2014. Developing Mathematical Problem Solving Ability: A Panacea For A
Sustainable Development In The 21st Century. International Journal of Education and
Research. Vol. 2 No. 2.
Darmin, Hipolitus. 2015. Meningkatkan Penalaran dan Hasil Belajar Siswa melaluI Media
Pohon Matematika pada materi Penjumlahan Bilangan Bulat Siswa Kelas IV SDI Pela
Kabupaten Manggarai Barat. Prosiding Seminar Nasional 2015 : 278-283
Dwiyana, Lesson Studi Untuk Meningkatkan Kualitas Guru Dalam Pembelajaran Matematika.
Prosiding Seminar Nasional 2015 : 28-35
Husna, Raudhatul, dkk. 2013. Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi
Matematik Melalui Pendekatan Matematika Realistik Pada Siswa SMP Kelas VII Langsa.
PARADIKMA. Vol 6 Nomor 2. Hal 175-186
Johnson & Johnson. 1994. Learning Togetter and Alone, Coopertaif, Competitive and Individualistic
Learning. Fort Edition Massachusets. Allyn and Bacon Publisher
Nenoliu, Ema Thabita, Penerapan Metode Stad ( Student Teams Achievemen Devision ) Pada Materi
Penjumlahan Pecahan Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas V SDK LEOB.
Prosiding Seminar Nasional 2015:271-277
Slavin. 1997. “Synthesis of research on cooperative learning” dalam “Educational Learning” dalam
Educational Leadership,Tahun XL(5):71-82
Subanji. 2013. Pembelajaran MatematikaKreatif dan Inovatif. Penerbit Universitas Negeri Malang
(UM Press)
Suyanto, M. (2005). Multimedia Alat Untuk Meningkatkan Keunggulan Bersaing. Yogyakarta: Andi
Offset
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
510
PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF STAD
BERBANTUAN MEDIA MANIPULATIF STRIP
UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS V
SD MUHAMMADIYAH 05 KOTA BATU MATERI PECAHAN
Akhmad Syahruddin
Guru SD Muhammadiyah 05 Bumiaji Kota Batu
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pembelajaran Kooperatif STAD
berbantuan media manipulatif STRIP yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa dan
motivasi siswa. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang dilakukan dalam 2
siklus di SD Muhammadiyah 05 kelas V materi pecahan. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa pembelajaran Kooperatif STAD berbantuan media manipulatif STRIP yang dapat
meningkatkan hasil belajar siswa dan motivasi siswa.
Kata kunci : Konsep Pecahan, Kooperatif STAD, Media Manipulatif STRIP
Pembelajaran matematika di Sekolah Dasar mempunyai kedudukan yang sangat
penting dalam upaya mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Tujuan
pembelajaran matematika adalah untuk (1) menumbuhkan dan mengembangkan ketrampilan
berhitung, (2) menumbuhkan kemampuan berhitung siswa yang dapat dialihgunakan melalui
kegiatan matematika, (3) mengembangkan pengetahuan dasar matematika sebagai bekal
melanjutkan ke SLTP, dan (4) membentuk sikap logis, kritis, cermat, dan disiplin. Kesulitan
belajar masih banyak dijumpai, terutama pada mata pelajaran matematika yang kebanyakan
siswa menyebutnya sebagai momok. Kesulitan belajar yang timbul tidak semata-mata karena
materi yang sulit diterima siswa namun juga berkaitan dengan guru. Guru perlu
memperhatikan proses pembelajaran agar berlangsung dengan baik. Guru hendaknya memilih
dan menggunakan strategi, pendekatan dan metode yang banyak melibatkan siswa secara
aktif dalam belajar baik secara mental, fisik dan sosial. Salah satu model pembelajaran yang
melibatkan siswa secara aktif adalah pembelajaran kooperatif.
Motode pembelajaran sangatlah mendukung dalam penyampaian materi matematika
sehingga menarik bagi siswa, dan mempermudahkan siswa dalam menyelesaikan
permasalahan matematika, oleh karena itu diperlukan peranan guru matematika bagaimana
mengubah mata pelajaran matematika menjadi mata pelajaran yang menyenangkan, penuh
tantang dan tidak perlu ditakuti. Salah satu pembelajaran yang digunakan untuk mengaktifkan
siswa dalam belajar adalah pembelajaran koperatif STAD berbantuan media manipulatif
STRIP. Pendekatan kooperatif model STAD berbantuan media manipulatif STRIP
merupakan salah satu model pembelajaran yang dapat memberikan kesempatan kepada siswa
untuk berpikir secara aktif, kreatif dan menyenangkan dalam menyelesaikan masalah
matematika terutama menentukan pembagian pecahan sehingga bermanfaat untuk
meningkatkan pemahaman konsep pada siswa. Pembelajaran dengan kooperatif STAD
berbantuan media manipulatif STRIP memiliki keunggulan yang dapat mengatasi masalah
yang ada. Karena dalam kooperatif STAD berbantuan media manipulatif STRIP akan terjadi
meningkatnya fungsi mental melalui percakapandan interaksi lainnya, serta kerjasama antar
siswa yang memiliki kemampuan yang heterogen.
Penelitian yang terkait dengan kooperatif STAD sudah dilakukan oleh Edy Syarifudin
dan Sugiyarni (2011) mengatakan bahwa penerapan model pembelajaran cooperative tipe
STAD dalam kegiatan on-going menunjukkan bahwa adanya interaksi yang baik antara siswa
dengan siswa dan siswa dengan guru. Guru sebagai fasilitator dan motivator selalu berupaya
mendampingi siswa agar tetap menggunakan kelompok dalam belajar. Siswa juga sudah
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
511
merasakan manfaat untuk senantiasa memberikan bantuan kepada teman dalam satu kelom-
pok jika memerlukan bantuan dalam belajar.
Slavin (dalam Zubaidah, dkk, 2013) mengatakan bahwa menyatakan bahwa dalam
pembelajaran kooperatif siswa belajar bersama, saling menyumbangkan pikiran dan
bertanggungjawab terhadap pencapaian hasil belajar, baik secara individu maupun kelompok.
Guru berperan sebagai fasilitator dalam membimbing siswa menyelesaikan tugasnya.
Penelitian ini mengkaji bagaimana penerapan pembelajaran kooperatif model STAD
berbantuan media manipulatif STRIP yang dapat meningkatkan pemahaman konsep
pembagian pecahan. Untuk menjawab masalah ini, penelitian ini dirancang dengan rancangan
Penelitian Tindakan Kelas yang dilaksanakan pada siswa kelas V SD Muhammadiyah 05
Kota Batu. Penelitian ini menggunakan hasil kerja kelompok dan hasil tes belajar siswa
sebagai instrumen pengumpulan data.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini mendeskripsikan pembelajaran Kooperatif STAD bernatuan media
Manipulatif STRIP materi pembagian pada pecahan yang dapat meningkatkan hasil belajar
siswa, karena itu penelitian ini tergolong pada penelitian kulitatif. Jenis penelitian yang
digunakan adalah penelitian tindakan kelas dengan tahapan perencanaan tindakan,
pelaksanaan tindakan, observasi dan refleksi.
Penelitian ini dilakukan di SD Muhammadiyah 05 Kota Batu. SD Muhammadiyah 05
memiliki jumlah murid 85 orang yang tersebar Dari kelas I sampai kelas VI. Kelas I, II, III,
IV, V, dan VI masing-masing terdiri dari satu kelas. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas
V SD Muhammadiyah 05 Kota Batu dengan jumlah siswa 15 orang tersebar laki-laki
sebanyak 10 dan perempuan sebanyak 5 orang. Karena penelitian ini tergolong penelitian
kualitatif, maka Istrumen utama dalam dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri Dalam hal
ini peneliti berperan sebagai perencana, pelaksana, dan pengendali utama dalam proses
pembelajaran. Selanjutnya instrumen pendukung yang digunakan adalah Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Media pembelajaran, instrumen pengamatan, dan
instrumen penilaian.
Penelitian tindakan kelas dilakukan dalam tahapan perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan
refleksi.
Tahap Perencanaan
Tahap perencanaan dilakukan dengan menyusun rencana pembelajaran yang mengacu pada
sintak STAD/STRIP , adapun perencanaan pembelajaran terdapat di dalam
Tahap Pelaksanaan dan observasi
Pelaksanaan pembelajaran siklus 1 terdiri dari 3 pertemuan dengan rincian 2 pertemuan
pembelajaran dan satu pertemuan tes. pembelajaran siklus 1 mencakup materi pembagian
bilangan asli dengan pecahan pertemuan (1) dan pembagian Pecahan dengan pecahan
pertemuan (2). Pelaksanaan pembelajaran sekaligus dilakukan observasi oleh teman sejawat
dan direkam menggunakan kamera digital. Observasi dan perekaman pembelajaran
dimaksudkan untuk menangkap data secara utuh terkait proses pembelajaran
Tahap Refleksi
Kegiatan refleksi dilakukan setelah selesai pelaksanaan pembelajaran dengan mencermati
keterlaksanaan pembelajaran sesuai dengan sintak pembelajaran yang meliputi (1) penjelasan
materi, (2) pemberian tugas kelompok, (3) diskusi kelompok, (4) presentasi (5) kuis
Dari kekurangan dalam pembelajaran siklus 1 dilakukan perbaikan untuk pembelajaran siklus
2
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
512
Data yang terkumpul terdiri dari hasil observasi, rekaman pembelajaran, hasil
pengerjaan lembar kerja, dan tes. Data-data tersebut diolah/dianalisis secara kualitatif dengan
mendeskripsikan pelaksanaan pembelajaran yang didukung oleh hasil kerja da hasil tes siswa.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian dipaparkan berdasarkan tahapan pelaksanaan pembelajaran
Siklus I
Siklus I terdiri dari 3 pertemuan ( 2 kali pembelajaran dan 1 kali tes).
Pelaksanaan pembelajaran dideskripsikan sebagai berikut :
Siklus I pertemuan 1
Dalam kegiatan pendahuluan guru melakukan aktivitas menanyakan kembali kepada
siswa tentang pembagian yang pernah diajarkan pada kelas V semester 1.
Guru mengajak siswa untuk mencari hasil pembagian bilangan asli dengan bilangan pecahan.
Menyampaikan tujuan pembelajaran hari ini, yaitu melakukan pembagian bilangan asli
dengan pecahan menerapkan pembelajaran kooperatif STAD berbantuan media Manipulatif
STRIP.
Contoh soal
(1) 1 : ½ = ........
1 : ½ artinya ada berapa perduaan dalam 1
Ada 2 perduaan dalam 1, 1 : ½ = 2
(2) 4 : ¼ = ......
Ada 16 perempatan dalam 4, 4 : ¼ = 16
Dari gambar ilustrasi di atas guru mengajak siswa menghitung pada soal nomor (1) ada
berapa perduaan dalam 1, melalui dialog berikut :
Guru : “Ada berapa kotak perduaan pada soal nomor (1), anak-anak?”
Siswa : “Dua, Pak ...”
Guru : “Iya ... betul.”
Guru : “Sekarang coba perhatikan contoh soal nomor (2).”
Siswa : “Baik Pak ....”
Setelah guru menjelaskan contoh soal nomor (2), siswa dibagi menjadi 3 kelompok yang
masing-masing kelompok beranggotakan 5 anak. Masing-masing kelompok diberi lembar
kerja. Beberapa kelompok antusias untuk menyelesaikan tugas yang diberikan, karena
masing-masing kelompok ingin menyelesaikan tugas lebih dahulu dari kelompok lainnya.
Setelah masing-masing kelompok menyelesaikan tugasnya, kemudian masing-masing
kelompok diwakili oleh salah-satu temannya maju ke depan kelas untuk mempresentasikan
hasil tugasnya.
Dari pembelajaran siklus I pertemuan 1 siswa sudah mulai antusias, aktif dan senang
dalam mengikuti proses pembelajaran, walaupun demikian masih ada siswa yang kurang aktif
karena siswa tersebut pendiam dan siswa yang belum terlibat langsung dalam pembelajaran
Kooperatif STAD berbantuan Manipulatif STRIP.
1/2 1/2
1
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
513
Siklus I pertemuan 2
Pembelajaran diawali dengan tanya jawab antara guru dan siswa untuk menggali
pengetahuan awal dan menelusuri kesiapan siswa dalam belajar.
Guru : “Pada pertemuan ini, kita akan belajar tentang pembagian
pecahan dengan pecahan. Jadi hari ini kita akan belajar apa
anak-anak?”
Siswa : “Pembagian pecahan dengan pecahan Pak ...”
Dari dialog tersebut menunjukkan bahwa siswa telah siap belajar matematika khususnya
materi pembagian pecahan dengan pecahan.
Contoh soal
(1) 3/2 : ½ = ......
2 perduaan 1 perduaan 2 perduaan + 1 perduaan = 3
Guru mengajak dialog siswa sebagai berikut :
Guru : “Pada soal nomor (1) ada berapa perduaan, kalau begitu anak-
anak?”
Siswa : “Ada tiga Pak ...
Guru : “Ok, sekarang kita coba mengerjakan bersama kelompok kalian
masing-masing.”
Kegiatan pembelajaran dilanjutkan dengan tugas kelompok. Masing-masing kelompok
mengerjakan tugas 4 soal pembagian pecahan dengan pecahan. Dari hasil evaluasi yang
diperoleh kelompok Anggrek mendapatkan skor 75, kelompok Mawar mendapat skor 50 dan
kelompok Gladiol mendapat skor 100.
Dari kegiatan pembelajaran terlihat bahwa pembelajaran belum sesuai dengan harapan
karena ada satu kelompok yang mendapat skor dibawah KKM.
Langkah pembelajaran yang perlu diperbaiki yaitu perlu bimbingan khusus terhadap
anak yang kemampuannya di bawah KKM.
Siklus I pertemuan 3
Pertemuan ketiga ini merupakan kegiatan akhir pada siklus I yaitu dengan memberikan
evaluasi kepada siswa berupa 4 soal pilihan ganda dan 4 soal essay, kemudian guru
memberikan tindak lanjut berupa penjelasan tentang soal yang tidak dipahami siswa.
Kegiatan akhir pada pertemuan ini diakhiri dengan refleksi. Berdasarkan pada hasil evaluasi,
nilai rata-rata 69. Siswa yang tuntas belajar sejumlah 11 anak (73%) dan siswa yang tidak
tuntas 4 anak (27%) Hasil belajar siswa sudah cukup baik tetapi masih perlu ditingkatkan
agar lebih baik. Siswa yang tidak tuntas disebabkan karena kurang memahami konsep
pecahan.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
514
Siklus II
Berdasarkan refleksi siklus I ditemukan beberapa kekurangan dalam pelaksanaan
pembelajaran serta target yang diharapkan dalam penelitian belum tercapai. Upaya perbaikan
siklus I pada siklus II diperlukan untuk mengatasi kekurangan pada siklus I, yaitu dengan
mengubah jumlah kelompok yang awalnya berjumlah 3 kelompok menjadi 5 kelompok agar
siswa terlihat aktif sepenuhnya dalam proses pembelajaran.
Siklus II terdiri dari 3 pertemuan (2 kali pembelajaran dan 1 kali tes)
Pelaksanaan pembelajaran dideskripsikan sebagai berikut :
Siklus II pertemuan 1
Dalam kegiatan pendahuluan guru melakukan aktivitas menanyakan kembali kepapada siswa
materi pembelajaran yang telah dipelajari pada pertemuan sebelumnya. Menyampaikan
tujuan pembelajaran hari ini, yaitu pembagian bilangan dengan kooperatif STAD berbantuan
media manipulatif STRIP.
Guru menuliskan contoh soal di papan tulis dan menjelaskan kembali agar siswa memahami
konsep pecahan dengan benar. Kegiatan pembelajaran dilanjutkan dengan tugas kelompok.
Masing-masing kelompok mengerjakan tugas sebanyak 10 soal dalam waktu 45 menit secara
berkompetisi. Kelompok yang menyelesaikan tugas terlebih dahulu mendapat penghargaan.
Dari kegiatan Siklus II pertemuan 1 siswa sangat antusias, aktif dan senang dalam mengikuti
proses pembelajaran.
Siklus II pertemuan 2
Pembelajaran diawali dengan tanya jawab antara guru dan siswa menggali pengetahuan siswa
tentang pembelajaran sebelumnya.
Kegiatan pembelajaran masuk pada kegiatan inti, dilakukan dengan mengajak siswa
memperhatikan pembagian yang telah disusun pada siklus I. Kegiatan pembelajaran
dilanjutkan dengan penjelasan aturan kompetisi, masing-masing kelompok berkompetisi
mengerjakan soal pembagian dalam waktu 45 menit. Kelompok yang selesai mengerjakan
terlebih dahulu akan mendapatkan penghargaan. Dari hasil evaluasi diperoleh urutan pertama
yang menyelesaikan tugas ada 3 kelompok, urutan kedua ada 1 kelompok dan urutan ketiga
ada 1 kelompok. Kegitan akhir dilakukan dengan membuat kesimpulan pembelajaran
bersama siswa.
Hasil refleksi pembelajaran 2 ini menunjukkan hasil bahwa dalam pelaksanaan pembelajaran
dengan kelompok para siswa tertang untuk bisa menguasai materi dengan cepat, siswa yang
mempunyai kemampuan lebih dituntut dapat mengajarkan kepada siswa yang belum
memahami pada kelompoknya.
Siklus II pertemuan 3
Pertemuan ketiga dilakukan dengan memberikan evaluasi kepada siswa berupa 4 soal
pilihan ganda dan 4 soal essay, dikerjakan dalam waktu 30 menit kemudian guru memberikan
tindak lanjut berupa penjelasan tentang soal yang tidak dipahami.
Siklus II pertemuan 3 ini diakhiri dengan refleksi. Dari hasil evaluasi yang diperoleh
siswa pada siklus II didapat nilai rata-rata 82. Siswa yang tuntang belajar sebanyak 13 anak
(87%) dan siswa yang tidak tuntas belajar sebanyak 2 anak (13%). Secara umum siswa telah
mampu memahami konsep pembagian, namun masih perlu ditingkatkan agar hasil yang
didapat lebih baik lagi.
Tabel 1. Hasil belajar siswa pada siklus I dan siklus II
Siklus Prosentase siswa
yang tuntas
Prosentase siswa
yang tidak tuntas Nilai Rata-rata
Siklus 1 73% 27% 69
Siklus 2 87% 13% 82
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
515
Perbandingan hasil belajar siswa antara siklus I dan siklus II dideskripsikan sebagai
berikut : Pada siklus I nilai rata-rata kelas 69 dan pada siklus II adalah 82. Hal ini berarti
terjadi peningkatan nilai rata-rata kelas sebesar 15,9%. Dengan melihat prosentase hasil
belajar, pada siklus I prosentase siswa yang tuntas 73% dan prosentasi siswa yang tidak
tuntas 27%, sedangkan pada siklus II prosentase siswa yang tuntas 87% dan prosentase siswa
yang tidak tuntas 13%. Terjadi peningkatan prosentase siswa yang tuntas sebesar 14 %
Proses Pembelajaran meningkat dari siklus I ke siklus II
PENUTUP
Pembelajaran kooperatif STAD berbantuan media manipulatif STRIP yang dapat
meningkatkan hasil belajar siswa dilakukan dengan langkah-langkah : (1) penjelasan materi,
(2) pemberian tugas kelompok, (3) diskusi kelompok, (4) presentasi (5) kuis. Dengan
pembelajaran tersebut terjadi peningkatan hasil belajar siswa siklus I yakni 69 dan siklus II
yakni 82. Jadi terjadi peningkatan kelas rata 13 (15,9%)
Dari hasil penelitian ini ditemukan bahwa penerapan kooperatif model STAD
berbantuan media manipulatif STRIP dalam pembelajaran matematika dapat membantu siswa
memahami materi pembagian pecahan. Hal ini dapat dilihat pada (1) hasil kerja sama
kelompok, diketahui bahwa semua anggota kelompok sudah dapat menentukan pembagian
pecahan dengan menggunakan bahan manipulatif, (2) hasil tes siswa, diperoleh bahwa siswa
sudah dapat menentukan pembagian pecahan yang ada dalam LKS, walaupun masih ada
diantara siswa yang menjawab salah pada saat kuis, tetapi setelah diwawancarai subyek
tersebut dapat memahami dengan baik, hasil skor tes dari seluruh siswa setiap tindakan
mengalami kemajuan, seperti pada siklus I adalah 69, pada siklus II adalah 82 Adanya
peningkatan skor tes ini dapat diinterpretasikan bahwa siswa sudah mengalami peningkatan
terhadap materi pembagian pecahan yang disajikan dengan pembelajaran kooperatif model
STAD berbantuan media manipulatif STRIP.
Berdasarkan temuan ini, maka ada beberapa saran yang dapat disampaikan kepada
guru matematika SD sebagai berikut: (1) membantu siswa dalam menggunakan bahan
manipulatif untuk memahami konsep matematika karena siswa langsung terlibat secara fisik
dan mental (2) memberikan penghargaan berupa pujian atau bentuk penghargaan lainnya, (3)
mencoba pembelajaran kooperatif model STAD berbantuan manipulatif STRIP sebagai suatu
alternatif pembelajaran, secara khusus pada Pokok Bahasan Pecahan.
DAFTAR RUJUKAN
Edy Syarifudin dan Sugiyarni. 2011. Pembelajaran Bermakna Faktorisasi Prima melalui
Model Kooperatif STAD pada Siswa Kelas IV SDN 08 Curup. J-TEQIP, Tahun IV,
Nomor 1, Mei 2011, 89-93
Izzati, Naila,2015. Penerapan Pembelajaran Cooperative Learning STAD
Berbantuan Card Short dalam Permainan Sandi pada Materi Matriks
Kelas XI MIPA SMA Negeri 11 Batam. 2015
Latuheru,D.J.1988. Media pembelejaran dalam Proses Belajar Mengajar Masa
Kini. Depdikbud Dirjen Dikti, Proyek Pengembangan Lembaga
Pendidikan Tenaga kependidikan.
LEOB.2015 T.E Nenoliu, Penerapan Metode STAD ( Student Teams Achievemen
Division) pada Materi Penjumlahan Pecahan untuk Meningkatkan Hasil
Belajar Siswa Kelas V SDK LEOB.2015
Liunsanda, L.,2015. Melalui Model Kooperatif Stad dan Kuis dapat
Meningkatkan Proses Pembelajaran tentang Luas Bangun pada Siswa
Kelas VI SDK Viktor Bulude. Prosiding Seminar Nasional TEQIP2015:
232-249
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
516
Mardiatun dan Rosnah. 2013,Model ini dipilih dengan pertimbangan karena
STAD merupakan pendekatan kooperatif yang sangat sederhana. Selain
itu model ini sangat baik digunakan guru yang baru pertama kali
menggunakan pembelajaran kooperatif
Mardiatun dan Rosnah. 2013. Penerapan Cooperative STAD dalam Pembelajaran IPA di
Kelas V SDN 012 Tanjung Pinang Barat: Pengalaman Lesson Study pada
Kegiatan Ongoing TEQIP 2012. J-Teqip.Tahun IV. Nomor.1. Mei 2013, HAL.
39-43.
Nenoliu, T,E,2015. Penerapan Metode STAD ( Student Teams Achievemen Division)
pada Materi Penjumlahan Pecahan untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa
Kelas V SDK LEOB. Prosiding Seminar Nasional TEQIP2015: 271-278
Siswanti ,2015. Peningkatan Pembelajaran Matematika Materi Operasi Hitung
Penjumlahan Pecahan melalui Metode Demontrasi dan Latihan Siswa Kelas IV
SDN 008 Kecamatan Tanah Grogot Kabupaten Paser Tahun 2015
Slavin, R.E. 2000. Educational Psychology: Theory and Practice. Sixth Edition.Boston:
Allyn and Bacon
Subanji, 2013. Pembelajaran Matematika Kreatif dan Inovatif. Malang: Universitas Negeri
Malang.
Subanji. 2013. Pembelajaran Matematika Kreatif dan Inovatif, Teachers Quality
Improvement Program (TEQIP),Peningkatan Kualitas Guru SD/MI“ dari Sabang
sampai Merauke:.
Zubaidah, Siti, dkk.2013. Model dan Metode Pembelajaran SMP IPA. Malang:
Universitas Negeri Malang
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
517
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF BERBANTUAN MEDIA
LINGKUNGAN SEKITAR UNTUK MENINGKATKAN MINAT DAN PRESTASI
BELAJAR SISWA PADA METERI PENCEMARAN LINGKUNGAN
Risa Agus Prasetyo
SMP Negeri 06 Batu
Abstrak: Penelitian bertujuan untuk mendeskripsikan penggunaan media lingkungan
sekitar dalam meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran. Masalah
yang dijadikan fokus dalam penelitian ini adalah rendahnya motivasi dan hasil belajar
siswa. Selama proses pembelajaran sebelum penelitian, guru menggunakan cara
konvensional tanpa menggunakan media, sehingga siswa kurang termotivasi dan hasil
belajarnya rendah. Oleh karena itu dilakukan tindakan dengan penerapa model
pembelajaran kooperatif berbantuan media lingkungan sekitar untuk meningkatkan minat
dan prestasi belajar siswa pada materi pencemaran lingkungan. Penelitian ini merupakan
penelitian tindakan dengan dua siklus. Hasil penelitian pada siklus I diperoleh hasil belajar
dengan nilai rata-rata 55,50 dan siswa yang mencapai ketuntasan sebanyak 45%. Kondisi
ini masih belum memenuhi harapan, kemudian dilakukan tindakan berikutnya, yaitu
pelaksanaan pada siklus II. Hasil pada siklus II diperoleh peningkatan nilai rata-rata
menjadi 80,00 dan siswa yang mencapai ketuntasan 85%. Dengan demikian penerapan
model pembelajaran kooperatif berbantuan media lingkungan sekitar dapat meningkatkan
motivasi dan hasil belajar siswa.
Kata kunci: minat, hasil belajar, prestasi, media lingkungan sekitar
Pendidikan lingkungan harus mampu mendorong terjadinya integrasi kearifan sikap dan
perilaku dalam menghadapi masalah yang timbul karena tatanan alam, dengan kerusakan atau
kerugian karena perilaku jenis makhluk hidup termasuk manusia (Yusran, 2010). Dalam pembelajaran
lingkungan hidup, lebih menekankan pada konteks pemahaman dan tindak lanjut permasalahan
lingkungan agar siswa memahami materi-materi esensial yang terjadi dimasa sekarang dan masa yang
akan datang.
Menurut peraturan bersama Menteri Negara Lingkungan Hidup dengan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor: KEP 07/Men LH/06/2005, dan Nomor: 05/VI KEP/2005, tanggal 3 Juni 2005,
dijelaskan bahwa pendidikan lingkungan dikembangkan berdasarkan konsep dasar tentang lingkungan
hidup, yang diterapkan dalam keseluruhan jenis dan jalur pendidikan ilmu pengetahuan di segenap
jenjang dari Sekolah Dasar sampai di perguruan Tinggi. Hal ini mendorong agar materi pembelajaran
lingkungan hidup yang kurang menarik bagi siswa ketika belajar di kelas, menjadi pembelajaran yang
menarik dan diminati bagi siswa.
Pendidikan lingkungan secara berkesinambungan perlu dimasukkan ke semua jenjang
pendidikan (Sutrisno, 2012: 12). Berdasarkan hal tersebut, untuk menjaga keberlangsungan
pendidikan lingkungan, maka perlu kerjasama dengan kelompok mata pelajaran agama dan akhlak
mulia, ilmu sains dan teknologi, ilmu sosial dan budaya, serta pendidikan jasmani dan kesehatan.
Dunia pendidikan juga merintis kepedulian pendidikan lingkungan hidup mulai dari tahun
1975. Pada saat itu pendidikan lingkungan dikaitkan dengan Pendidikan Kependudukan dan
Lingkungan Hidup (Sutrisno, 2012:18). Mengacu pada uraian itulah, maka pendidikan lingkungan
perlu dijadikan satuan mata pelajaran yang berdiri sendiri, dengan tujuan untuk mempengaruhi siswa
agar mereka peduli terhadap kelestarian lingkungan (Sukistono, 2008).
Tujuan pendidikan lingkungan hidup adalah untuk meningkatkan kesadaran dan keterlibatan
siswa secara aktif dalam memecahkan masalah lingkungan hidup mulai dari pengetahuan,
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
518
keterampilan, sikap, motivasi, dan rasa keterpanggilan untuk bekerja secara individual dan kolektif
menuju ke pemecahan dan pencegahan timbulnya masalah lingkungan (Wiyono, 2012: 29). Hal ini
dimaksudkan agar dalam pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup di sekolah dapat berkembang dan
berjalan secara efektif, maka faktor-faktor pendukung baik langsung maupun tidak langsung perlu
diperhatikan.
Faktor-faktor yang dimaksud antara lain: (1). pemahaman guru terhadap materi lingkungan
yang akan diajarkan; (2). pemahaman terhadap bagaimana cara mengajar lingkungan hidup; (3).
media pembelajaran yang akan digunakan; dan (4). kreatifitas guru untuk menciptakan model-model
pembelajaran lingkungan hidup sesuai dengan kebutuhan siswa di sekolah (Wiyono, 2012: 33).
Selama ini di lapangan ditemukan pembelajaran lingkungan hidup yang terkesan hanya
mengacu pada buku panduan, lebih banyak teoritis daripada praktik di lapangan (Sutrisno, 2012).
Padahal, apabila guru mampu dan memiliki kreatifitas untuk mengembangkan model-model
pembelajaran lingkungan hidup yang mampu menarik minat siswa, maka pembelajaran lingkungan
hidup akan bermakna bagi pembelajar yaitu siswa (Wiyono, 2012).
Berdasarkan pengalaman guru di lapangan ditemukan bahwa ketika pembelajaran lingkungan
hidup berlangsung, dari 33 siswa di kelas VIII-E hanya 2 siswa yang mengajukan pertanyaan. Contoh
lain dalam diskusi dengan tema ekosistem sungai, terlihat hanya 20% saja siswa yang antusias, serta
dari 33 siswa dikelas VIII-E hanya 12 siswa yang memiliki buku modul lingkungan hidup. Keadaan
tersebut menunjukkan bahwa minat belajar siswa dalam pembelajaran lingkungan hidup masih
kurang, sehingga perlu dicarikan cara atau strategi pembelajaran yang dapat meningkatkan minat
belajar siswa. Pola pembelajaran yang menarik minat siswa perlu dikembangkan untuk meningkatkan
hasil belajar yang lebih baik.
Minat merupakan suatu sifat yang relatif menetap pada diri seseorang. Minat ini besar sekali
pengaruhnya terhadap hasil belajar, sebab dengan minat yang tinggi seseorang akan melakukan
sesuatu dengan sungguh-sungguh untuk mencapai hasil yang maksimal (Winarto, 2011: 9). Menurut
Arief, 1986 (dalam Winarto, 2011: 9), pembelajaran yang efektif harus dimulai dengan memberikan
atau mengungkap pengalaman langsung atau pengalaman konkret menuju kepada pengalaman yang
lebih abstrak. Pengalaman langsung dapat dilakukan dengan cara mengajak siswa berinteraksi dengan
lingkungan atau menghadirkan alat bantu media pembelajaran yang sesuai ke dalam kelas.
Alat bantu atau media pembelajaran yang tepat dan menarik guna membantu siswa dalam
mengembangkan pengalaman konkretnya sesuai materi yang sedang dipelajari. Bermacam peralatan
atau media pembelajaran yang dapat digunakan oleh guru untuk menyampaikan pesan pada siswa
melalui peragaan dan rekayasa untuk menghindarai verbalisme yang masih mungkin terjadi kalau
hanya menggunakan alat bantu visual semata (Hariani, 2015: 590).
Guru sebagai fasilitator dan media pembelajaran hendaknya dapat menyediakan berbagai
kemudahan bagi siswa sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai. Fasilitas belajar bagi siswa untuk
mendukung pembelajaran diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang,
memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa,
keatifitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis
peserta didik (PP No. 19 Tahun 2005 Bab IV Pasal 19 ayat 1). Peranan guru ini berkaitan dengan
interaksi langsung guru dengan siswa yang diwujudkan dalam suatu pembelajaran (Depdiknas, 2003:
9).
Menurut Efendi (dalam Purwoto, 2010), minat adalah variabel penting yang berpengaruh
terhadap tercapainya prestasi atau cita-cita yang diharapkan, seperti yang dikemukakan bahwa belajar
dengan minat akan lebih baik daripada belajar tanpa minat. Pada sisi lain, mengajar pada hakekatnya
adalah suatu proses yaitu proses mengatur, mengorganisasi lingkungan yang ada disekitar siswa,
sehingga dapat menumbuhkan dan mendorong anak didik melakukan proses belajar. Pada tahap
berikutnya, mengajar adalah proses memberikan bantuan atau bimbingan kepada siswa dalam
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
519
melakukan proses belajar. Pada proses belajar mengajar, guru mempunyai tugas untuk mendorong,
dan memberi fasilitas belajar bagi siswa untuk mencapai tujuan.
Guru mempunyai tanggung jawab untuk melihat segala sesuatu yang terjadi dalam kelas
untuk membantu proses perkembangan siswa (Slameto, dalam Purwoto 2010). Pada dasarnya,
pembelajaran tidak selalu sesuai dengan rencana dan harapan. Pembelajaran seringkali memunculkan
masalah, baik dalam proses maupun hasilnya. Begitu pula yang penulis alami pada waktu proses
pembelajaran di kelas.
Akibat dari proses belajar mengajar yang tidak menarik minat siswa, tidak bermakna, dan
membuat jenuh siswa akan berpengaruh pada hasil belajar siswa (Hariani, 2015). Kondisi tersebut
memacu penulis untuk mencari solusi dalam melakukan perubahan metode belajar untuk meng-
upayakan peningkatan minat dan hasil belajar siswa. Beberapa model pembelajaran yang diung-
kapkan oleh para ahli untuk meningkatkan minat dan prestasi belajar siswa, diantara adalah model
pembelajaran kooperatif dan model pembelajaran kolaboratif. Model pembelajaran kooperatif mene-
kankan pada pentingnya kerjasama antar siswa untuk menyatukan pendapatnya dalam memecahkan
masalah, sedangkan pembelajaran kooperatif lebih menekankan pada sharing pendapat untuk
memperkuat pendapat yang telah dimiliki siswa. Model pembelajaran kooperatif lebih banyak
digunakan dalam pembelajaran di kelas, karena sangat sederhana dan dapat melibatkan semua siswa,
baik siswa yang berkemampuan tinggi maupun siswa yang berkemampuan rendah.
Menurut Kauchak dan Slavin (dalam Prihatiningsih, 2003) pembelajaran kooperatif siswa
bekerjasama dalam kelompok kecil yang merupakan gabungan siswa-siswa yang berbeda
kemampuan, menggunakan berbagai macam aktivitas pembelajaran guna meningkatkan pemahaman
mereka terhadap suatu subjek. Setiap anggota tim tidak hanya bertanggung jawab untuk mempelajari
apa yang diajarkan, tetapi juga membantu teman setimnya untuk terlibat dalam proses belajar.
Pembelajaran kooperatif merupakan suatu metode dimana siswa belajar bersama-sama dalam
kelompok dan anggota kelompok tersebut saling bertanggung jawab satu dengan siswa yang lain
(Wahyudi dalam Hariani 2015: 590). Setelah berakhirnya proses pembelajaran, biasanya diperoleh
hasil belajar yang merupakan hasil dari suatu interaksi pembelajaran. Dari sisi guru, proses
pembelajaran diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar (Dimyati Dalam Purwanto, 2010).
Hasil belajar yang diharapkan melalui pemanfaatan media lingkungan sekitar mampu
mendorong minat belajar siswa untuk mempelajari pendidikan lingkungan hidup, merubah tingkah
laku atau keterampilan yang berupa pengetahuan, pemahaman, sikap, dan aspek lain lewat
serangkaian kegiatan mengamati, mendiskusikan, berbuat, dan menulis hasil pengamatan yang telah
dilakukan (Sudjana Dalam Hariani, 2015).
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas dengan 2 siklus. Penelitian tindakan kelas
yang digunakan mengacu pada model Kemmis dan Tagges. Masing-masing siklus terdiri dari 4
tahapan, yaitu: perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi. Hasil pengamatan siklus 1
digunakan sebagai bahan untuk perbaikan pada siklus 2. Model penelitian tindakan kelas Kemmis
dan Taggard digambarkan sebagai berikut:
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
520
Gambar 1: Model penelitian tindakan kelas Kemmis dan Taggard
Penelitian dilakukan pada siswa kelas VIII-E SMP Negeri 06 Batu dengan jumlah siswa 33
anak, terdiri dari 17 siswa laki-laki dan 16 siswa perempuan. Penelitian dilakukan selama 2 bulan
pada semester genap tahun pelajaran 2015/2016, dimulai pada bulan Maret sampai dengan bulan
April 2016, dimana penelitian dilakukan sebanyak 2 siklus dengan 4 kali pertemuan. Model pembe-
lajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah model pembelajaran koopertatif tipe STAD
(student team achivement) berbantuan media lingkungan sekitar. Siswa di kelas akan dibagi menjadi 8
kelompok, masing-masing kelompok beranggotakan 4 sampai 5 siswa.
Siswa dalam kelompok akan secara bersama-sama dengan kelompoknya membagi diri sesuai
petunjuk yang diberikan oleh guru. Masing-masing kelompok akan dibagi menjadi 2 kelompok besar,
4 kelompok mengamati sungai sekitar sekolah, dan 4 kelompok lagi mengamati lahan persawahan
sekitar sekolah. Materi pembelajaran yang akan ditekankan adalah pencemaran lingkungan. Materi ini
sesuai dengan kompetensi dasar 3.1. Mengidentifikasi masalah pencemaran lingkungan dan tindakan
perusakan kelestarian lingkungan hidup, dan kompetensi dasar 3.2. Merumuskan masalah terkait
dengan pencemaran dan perusakan kelestarian lingkungan hidup pada siswa kelas VIII semester
genap.
Instrumen penelitian yang digunakan adalah lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran,
lembar observasi minat siswa, dan lembar kerja siswa. Lembar obersevasi digunakan untuk menjaring
data keterlaksanaan proses pembelajaran, lembar observasi minat digunakan untuk mengetahui tingkat
minat siswa dalam belajar, sedangkan LKS digunakan untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa.
Hasil pengamatan pelaksanaan pembelajaran dengan daftar pertanyaan atau tabel pengamatan.
Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi dan pengamatan
lingkungan sekitar sekolah yang mengalami pencemaran lingkungan, serta akibat yang ditimbulkan
dari pencemaran itu. Objek yang akan diobservasi oleh siswa adalah sungai yang melalui depan
sekolah dan lahan persawahan yang berada di belakang sekolah. Data yang diperoleh, kemudian
diolah secara deskriptif kuantitatif.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil pembelajaran pada siklus I, diperoleh data dan hasil pembelajaran sebagai
berikut:
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
521
Pembelajran pada siklus I:
a. Kegiatan awal
Guru mengawali pembelajaran dengan memberikan motivasi dan apersepsi kepada siswa
tentang pencemaran daerah aliran sungai Brantas, guru bercerita tentang pencemaran sungai Brantas
dengan membuat gambar penampang sungai. Selain itu guru juga membawa contoh gambar
pencemaran sungai dalam bentuk print out kepada siswa di kelas. Siswa memberikan tanggapan dan
antusias pada saat guru memberikan penjelasan tentang pencemaran sungai. Guru menyampaikan
materi pokok pembelajaran jenis-jenis pencemaran dan upaya penanggulangannya. Tema yang
diambil saat guru menjelaskan adalah perjalanan air sungai dan pencemaran sungai Brantas mulai dari
hulu, tengah, dan hilir.
Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan disampaikan pada pembelajaran siklus
pertama. Topik pembelajaran yang akan disampaikan adalah Jenis pencemaran sungai Brantas dari
hulu, tengah, dan hilir. Guru memberikan gambaran tentang penampang daerah aliran sungai Brantas,
dimulai dari hulunya yaitu di Desa Sumber Brantas, Desa Tulungrejo, Desa Punten, Desa Gunungsari,
hingga di Desa Sidomulyo. Hal apa yang dapat dilihat oleh siswa berdasarkan pemaparan dari guru,
terkait dengan pencemaran sungai Brantas di bagian hulu.
Langkah berikutnya, guru melanjutkan menjelaskan kondisi sungai di bagian tengah, yaitu di
daerah aliran sungai perkotaan padat penduduk di Kelurahan Sisir, hingga di daerah Dinoyo, Kota
Malang. Hal apa yang dapat diperoleh dari penjelasan guru tentang kondisi pencemaran sungai di
daerah tengah tersebut.
Pemaparan berikutnya, guru memberikan penjelasan tentang kondisi pencemaran sungai di
bagian hilir, dimulai dari daerah-daerah yang dilalui sungai Brantas, misalnya di Kota Surabaya
hingga sungai Brantas itu bermuara ke laut. Pencemaran apa saja yang terjadi di dalamnya, dijelaskan
semua oleh guru dengan bantuan media gambar penampang daerah aliran sungai Brantas.
b. Kegiatan inti
Dalam tahap inti, guru mengajukan pertanyaan terkait dengan topik pencemaran sungai
Brantas yang telah dijelaskan dengan berbantuan gambar penampang daerah aliran sungai. Hal ini
mendorong siswa untuk berfikir kritis dan mengajukan berbagai pertanyaan. Adapun proses tanya
jawab adalah:
G: Dari penjelasan Bapak tadi, hal apasajakah yang dapat kalian pelajari mulai dari hulu,
tengah, hingga hilir daerah aliran sungai Brantas?
S: Banyak pak, terutama di bagian tengah dan hilir, banyak terjadi pencemaran sungai.
G: Bisa dijelaskan bagaimana pola pencemaran sungainya?
(sambil berebut, mereka kemudian memberikan argumentasi atas pertanyaan yang
diajukan oleh guru), guru mempersilahkan perwakilan dari masing-masing kelompok
untuk menyampaikan argumentasinya dengan kalimat yang santun.
S: Saya pak, dari kelompok 2; saya menemukan sampah anorganik dan limbah rumah
tangga yang langsung di buang ke sungai Brantas, kebetulan rumah saya di Desa
Punten pak, di bagian hulu daerah aliran sungai Brantas.
S: Saya pak, dari kelompok 1; saya menemukan pencemaran sungai di bagian tengah,
kebetulan rumah saya di Kaliputih Kelurahan Sisir, disana masyarakat membuang
bekas pampes dan bangkai binantang yang mati langsung ke sungai Brantas, jika
musim hujan menimbulkan bau yang busuk, dan jika musim kemarau membuat
pemandangan sungai menjadi kumuh pak.
Berdasarkan hasil tanya jawab sesuai dengan penjelasan guru, terjadilah interaksi dan tanya
jawab antara guru dan siswa dalam proses pembelajaran. Siswa mulai berfikir kritis menanggapai apa
yang diuraikan oleh guru dalam tanya jawab tersebut. Siswa satu persatu mulai dapat menuebutkan
daerah-daerah yang terdampak pencemaran lingkungan. Sambil diselingi dengan bergurau, siswa
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
522
berani mengemukakan pendapatnya untuk berargumentasi berdasarkan hasil temuannya. Dalam tanya
jawab pada siklus I masih ditemukan tata bahasa dan sopan santun siswa dalam berargumentasi yang
kurang baik, mereka masih bergurau dan berargumentasi yang kadang kurang sesuai dengan tema
pembelajaran yang sedang berlangsung. Setelah proses tanya jawab selesai, guru memberikan tugas
kepada siswa melengkapi tabel pencemaran sungai Brantas berdasarkan kelompok, dan mengerjakan
lembar kegiatan siswa (LKS) berupa latihan soal bentuk pilihan ganda.
c. Kegiatan Penutup
Dalam kegiatan penutup, guru memberikan refleksi proses pembelajaran yang telah
dilaksanakan. Bersama-sama siswa dalam kelompok membuat kesimpulan tentang materi
pembelajaran dalam siklus pertama. Selanjutnya guru memberikan tugas untuk belajar persiapan
materi dalam pertemuan siklus ke II.
Perolehan nilai hasil belajar dengan akhir pada siklus I, diperoleh nilai rata-rata 55,50, dengan jumlah
siswa yang tuntas sebanyak 15 siswa sementara jumlah siswa yang belum tuntas sebanyak 18 siswa,
dengan persentase ketuntasan 45%.
Hal tersebut membuktikan bahwa pada siklus I masih jauh dari harapan, dimana ketuntasan
belajar siswa diharapkan mampu mencapai 80%, sehingga guru perlu memberikan evaluasi terhadap
semua kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan.
Beberapa hal sebagai temuan setelah dilakukan tanya jawab dengan berkelompok dan
berdiskusi sebagai bentuk refleksi dari semua kegiatan pembelajaran, maka disimpulkan
permasalahan bahwa (1). Siswa banyak yang bingung dengan model pembelajaran yang telah
dilakukan, (2). Siswa terlalu banyak berbicara dengan kelompoknya pada saat siswa lain sibuk dengan
mengerjakan tugas, (3). Proses pembelajaran terlalu memakan waktu yang banyak dari proses
penjelasan dari guru/ceramah guru, sehingga setiap kelompok banyak yang tidak berhasil
mengerjakan tugas yang telah diberikan oleh guru. Selain itu pula secara keseluruhan apa yang
dilakukan guru belum maksimal memberikan motivasi kepada siswa dan belum maksimal pula dalam
memberikan petunjuk pelaksanaan dalam mengerjakan tugas. Hal ini memunculkan banyak
pertanyaan bagi siswa tentang apa yang harus dikerjakan selama proses pembelajaran pada pertemuan
ini. Guru juga belum mengatur waktunya sedemikian rupa sehingga waktu banyak terbuang sia-sia.
Setelah melalui tanya jawab dan penugasan LKS mengerjakan soal bentuk pilihan ganda,
maka dapat disimpulkan bahwa (1). Guru harus lebih jelas dalam memberikan perintah dan petunjuk
yang jelas terhadap kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa, (2). Guru harus bisa meminimalisir
terbuangnya waktu yang sia-sia agar pemanfaatan waktu lebih maksimal dan efisien, (3). Guru harus
lebih memperhatikan agar siswa tidak terlalu banyak bermain dengan lebih fokus pada kegiatan
pembelajaran, (4). Guru harus lebih bisa mengatur waktu agar efisien dan efektif.
Selain itu, hal yang ditemui dalam proses pembelajaran siklus I dapat disimpulkan bahwa (1).
Siswa kurang antusias dalam mengikuti pembelajaran, (2). Sebagian siswa masih ramai dan gaduh
ketika guru menjelaskan di depan kelas, (3). Ada beberapa siswa yang tidak mau duduk berkelompok
berdasarkan pembagian kelompok di kelas, dan (4). Siswa dalam menjawab soal di LKS terkesan asal
menjawab, tanpa memikir terlebih dahulu.
Berdasarkan uraian di atas, maka hasil belajar pada pertemuan siklus I, diperoleh hasil belajar
seperti pada tabel 1 berikut ini
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
523
Tabel 1: Hasil belajar pada siklus 1
No Uraian Hasil Siklus 1
1
2
3
4
Nilai rata-rata tes formatif
Jumlah siswa yang tuntas belajar
Jumlah siswa yang belum tuntas
Persentase ketuntasan belajar
55,50
15
18
45%
Berdasarkan tabel hasil belajar pada siklus I, dapat ditarik kesimpulan kelemahan dalam
pembelajaran siklus I adalah (1). Pembelajaran terpusat pada guru, (2). Siswa kurang antusias dalam
mengikuti pembelajaran di kelas, (3). Pola pembelajaran di dalam kelas kurang diminati oleh siswa,
dan (4). Lembar kegiatan siswa yang diberikan oleh guru bersifat hafalan.
Tes formatif dalam siklus 1 adalah siswa mengerjakan soal pengetahuan dengan tujuan
mengetahui sejauhmana suatu proses pembelajaran yang telah direncanakan (Winkel, 2013). Dari
siklus 1 terlihat bahwa hasil belajar yang telah diperoleh 48% ketuntasan siswa. Hal ini mendorong
untuk guru memberikan motivasi dan refleksi pembelajaran pada tahap berikutnya, yaitu di siklus II
yang lebih baik.
Berdasarkan hasil pembelajaran pada siklus II, diperoleh data dan hasil pembelajaran sebagai
berikut:
Pembelajaran pada siklus II:
a. Kegiatan awal
Guru mengawali pembelajaran dengan memberikan motivasi dan apersepsi kepada siswa
tentang proses terjadinya pencemaran lingkungan di sekitar lingkungan sekolah. Guru menyampaikan
materi pokok pembelajaran tentang pentingnya menjaga kelestarian lingkungan dari pencemaran,
sebelum siswa diajak pengamatan ke luar sekolah.
Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan disampaikan pada pembelajaran di
siklus II. Tujuan pembelajaran yang akan dicapai adalah setelah melakukan pengamatan, siswa dapat
mengetahui jenis pencemaran, faktor yang mempengaruhi terjadinya pencemaran, dan upaya dalam
menanggulangi terjadinya pencemaran.
Langkah berikutnya guru mempersipakan siswa berdasarkan kelompoknya untuk persiapan
kegiatan pengamatan ke luar sekolah. Secara tertib dan terbimbing, siswa bersama kelompoknya
keluar untuk melakukan pengamatan lingkungan yang mengalami pencemaran. Guru membimbing
siswa dan mendampingi siswa ketika keluar lingkungan sekolah.
b. Kegiatan inti
Dalam tahap inti, guru mengamati siswa yang melakukan pengamatan lingkungan sesuai
dengan tugas yang telah diberikan. Kelompok 1 sampai dengan kelompok 4 mengamati sungai, dan
kelompok 5 sampai dengan kelompok 8 mengamati lahan persawahan.Secara antusias siswa
melakukan pengamatan dan mengisi tabel pengamatan lingkungan yang telah dibagikan oleh guru
ketika tahap awal pembelajaran pada siklus II.
Tahap selanjutnya siswa kembali ke dalam kelas untuk mengkaji hasil temuannya ketika
pengamatan pencemaran lingkungan. Secara tertib siswa kembali ke dalam kelas dan duduk sesuai
dengan kelompoknya masing-masing. Guru mengawali kegiatan diskusi dengan melakukan tanya
jawab secara singkat terlebih dahulu kepada siswa, yaitu
G : Bagaimana anak-anak dengan pengamatan kalian tadi bersama kelompok?
S : Bagus pak, tapi sayang waktunya dibatasi, jadi kurang lama tadi saat pengamatan
sungai.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
524
G : Apa yang kalian temukan tadi saat pengamatan sungai? silahkan kelompok yang
mengamati sungai untuk menyampaikan argumentasinya secara singkat.
S : Saya pak! saya dari perwakilan kelompok sungai tadi menemukan sampah botol air
mineral yang terhanyut di sungai, dan kelompok kami menemukan belut hidup di
sungai itu, tetapi belut itu tidak bergerak karena tempatnya hidup terhimpit oleh
tumpukan sampah ranting pohon dan busa diterjen.
G : Bagus sekali, itu menandakan bahwa lingkungan sungai di depan sekolah kita sudah
mengalami pencemaran, padahal disitu ada habitat belut yang masih bisa bertahan
hidup.
G : Bagaimana dengan kelompok sawah? ada yang ingin berpendapat, silahkan.
S : Saya pak, tadi kami menemukan pecahan kaca dan sisa makanan yang dibuang ke
lahan sawah dengan tanaman padi yang subur. Pemandangan ini merusak ekosistem
sawah pak, kelompok kami sangat prihatin.
G : Oke anak-anak, beri tepuk tangan untuk kalian semua.
(Siswa dan guru memberikan tepuk tangan atas hasil yang telah mereka dapatkan, hal
ini untuk memberikan motivasi dan semangat kepada siswa ketika pembelajaran).
G : Sekarang kalian lanjutkan diskusinya dengan cara bertukar pikiran dengan kunjung
karya ke kelompok lain untuk saling melengkapi.
S : (perwakilan siswa mengunjungi kelompok lain yang berbeda tempat pengamatannya).
Kelompok 1 mengunjungi kelompok 5, kelompok 2 mengunjungi kelompok 6, kelompok 3
mengunjungi kelompok 7, dan kelompok 4 mengunjungi kelompok 8. Hal ini dilakukan dengan
tujuan agar siswa dapat menggali informasi dari kelompok lain yang beda objek pengamatan. Guru
keliling pada masing-masing kelompok untuk melakukan penilaian diskusi kelompok. Setelah diskusi
kelompok selesai guru mempersilahkan perwakilan siswa untuk kembali ke kelompok asal, guru
memberikan arahan untuk persiapan presentasi di kelas. Secara acak, kelompok melakukan presentasi
di depan kelas didampingi oleh anggota kelompoknya. Dari kegiatan presentasi ini akhirnya timbul
tanya jawab antar kelompok. Guru memandu jalanya presentasi dan sekaligus memberikan penilaian
kegiatan presentasi kelompok.
c. Kegiatan penutup
Dalam kegiatan penutup, guru memberikan refleksi proses pembelajaran yang telah
dilaksanakan. Bersama-sama siswa dalam kelompok, guru memberikan kesimpulan hasil diskusi
kelompok yang telah dilakukan. Guru memberikan refleksi hasil pembelajaran dan pesan moral dalam
rangka pencegahan tindakan pencemaran lingkungan.
Berdasarkan pelaksanaan tanya jawab dengan siswa, dapat ditarik kesimpulan bahwa telah
terjadi interaksi dan pembelajaran aktif di kelas. Hal ini dapat dilihat dari antusias siswa saat
pengamatan lingkungan, tanya jawab, dan diskusi untuk berbagi dengan kelompok lain. Pembelajaran
pada siklus II ini dapat dijadikan perbaikan pada siklus I, perbedaannya adalah pada siklus I
pembelajaran terpusat pada siswa, guru sebagai satu-satunya sumber belajar, dan pembelajaran di
dalam kelas terkesan membosankan siswa. Sedangkan pada pembelajaran pada siklus II siswa aktif,
siswa dapat menyampaikan argumentasinya, pembelajaran dibagi menjadi dua yaitu di luar kelas
dengan pengamatan, dan di dalam kelas dengan metode tanya jawab dan diskusi.
Hal ini menjadi perbaikan proses pembelajaran, dari pembelajaran pada siklus I yang
berorientasi pada LKS dan penjelasan guru, menjadi pembelajaran kreatif, inovatif, dan bermakna
pada siklus II.
Berdasarkan hasil pembelajaran pada siklus II, maka dapat diambil kesimpulan seperti pada
tabel 2 berikut
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
525
Tabel 2: Hasil belajar pada aktivitas pengamatan, diskusi, dan presentasi
No Uraian Hasil
1
2
3
4
Nilai rata-rata pengamatan
Nilai rata-rata diskusi
Nilai rata-rata presentasi
Persentase ketuntasan belajar
80,00
75,55
75,55
85%
Berdasarkan tabel 2 di atas, dapat dijelaskan bahwa perolehan nilai hasil belajar menunjukkan
peningkatan ke arah yang lebih baik. Hal ini disadari walaupun peningkatan hasil belajar tidak
signifikan, namun demikian usaha guru menunjukkan hasil yang lebih baik dari sebelumnya.
Pada pertemuan siklus II, guru lebih fokus dengan kegiatan dan lebih memperjelas penugasan
kelompok yang telah diberikan ketika proses pembelajaran di kelas. Aktivitas kerja kelompok
semakin baik sehingga guru tidak perlu repot dengan pertanyaan-pertanyaan atau ceramah seperti
halnya pada pertemuan sebelumnya. Siswa lebih mandiri dan sangat aktif dengan pekerjaannya.
Beberapa hal yang menjadi catatan bahwa pemberian materi di luar ruangan tentu sangat
melelahkan, namun ketika peneliti melihat siswa lebih semangat dan termotivasi dalam belajar, maka
hilanglah rasa lelah tersebut. Setelah melakukan kegiatan pada siklus II memperlihatkan peningkatan
hasil belajar serta motivasi siswa yang tinggi. Hal ini terlihat dari semangat siswa dalam belajar
dengan memperlihatkan hasil belajarnya yang lebih baik dari pada pertemuan siklus I sebelumnya.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pembelajaran pada siklus I, dapat ditarik kesimpulan bahwa, (1).
Pembelajaran terpusat pada guru, (2). Guru sebagai satu-satunya sumber belajar, (3). Siswa kurang
antusias dalam mengikuti pembelajaran, dikarenakan pembelajaran di dalam kelas saja dan terkesan
mendengarkan ceramah dari guru saja, dan (4). LKS yang diberikan oleh guru terkesan materi
hafalan. Hasil belajar pada siklus I didapatkan jumlah siswa yang tuntas belajar 15 siswa, dan jumlah
siswa yang belum tuntas belajar 18 siswa dengan persentase ketuntasan 45%.
Hasil pembelajaran pada siklus II, dapat ditarik kesimpulan bahwa, (1). Guru mulai
mengembangkan dan mengubah pola mengajarnya dengan belajar di luar kelas berupa pengamatan
lingkungan, (2). Guru membimbing siswa dengan tanya jawab dan diskusi terbimbing, (3). Penilaian
yang diberikan oleh guru tidak pada LKS, tetapi dengan penilaian pengamatan, diskusi, tanya jawab,
dan presentasi, dan (4). Siswa antusias serta berani menyampaikan argumentasinya ketika proses
pembelajaran berlangsung. Hasil belajar pada siklus II didapatkan jumlah siswa yang tuntas 28 siswa,
dan jumlah siswa yang belum tuntas belajar 5 siswa dengan persentase ketuntasan 85%.
Hasil ini dapat dibandingkan antara siklus I dan siklus II ada perbaikan bahwa temuan-temuan
di lapangan menunjukkan pembelajaran yang memanfaatkan lingkungan sekitar, dapat memberikan
warna tersendiri dalam proses pembelajaran, tetapi harus paham bahwa seorang peneliti atau guru
harus mampu mengatur waktu secara efektif dan efisien. Hal ini karena ketika peneliti atau guru salah
dalam mengatur waktu akan menjadi bumerang bagi guru itu sendiri. Selain itu, guru dapat mengubah
pola pembelajaran yang inovatif dengan berbantuan media lingkungan sekitar sekolah memberikan
kreatifitas siswa untuk belajar yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
----. 2005. Kumpulan Lembar Negara Tanggal 3 Juni 2005. Jakarta: Kementrian Lingkungan Hidup.
----. 2003. Kumpulan Permendiknas. Jakarta: Kementrian Pendidikan Nasional.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
526
Depdiknas. 2007. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) SMP/MTs. Jakarta: BP Cipta Jaya.
Hariani, Siti. 2011. Penggunaan Media Lingkungan Alam Sekitar Untuk Meningkatkan
Motivasi dan Hasil Belajar Siswa. Jurnal TEQIP tidak diterbitkan.
Kapludin, Yusran. 2010. Petingnya Pendidikan Lingkungan Bagi generasi Bangsa. Jurnal Hijaulah
Negeriku. Jurnal tidak diterbitkan.
Prihatiningsih, Tuti. 2003. Pembelajaran Inovatif III. Makalah Workshop Pengembangan Profesi
Guru tidak diterbitkan.
Purwoto, dkk. 2010. Jurnal Peningkatan Kualitas Guru J-TEQIP. Malang: Universitas Negeri
Malang (UM).
Sukistono, dkk. 2008. Kurikulum Mulok Pendidikan Lingkungan Hidup. Batu: Dinas Pendidikan Kota
Batu.
Sutrisno, dkk. 2012. Modul Pengembangan Materi Lingkungan Hidup. Malang: UM Press.
Wiyono, dkk. 2012. Modul Pengembangan Materi Lingkungan Hidup. Malang: UM Press.
Winarto, 2011. Membangun Kreatifitas dan Peningkatan Kualitas Pembelajaran Melalui Media IPA.
Jurnal TEQIP tidak diterbitkan.
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
527
UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA MELALUI METODE
EKSPERIMEN dan TWO STAY - TWO STRAY (TSTS) TENTANG SIFAT BENDA
BAGI SISWA KELAS III SD NEGERI PANDANREJO 01
Theresia Magdalena Ninik Hariyanti
SDN Pandanrejo 01 Bumiaji - Kota Batu
Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah upaya meningkatkan hasil belajar IPA melalui
metode eksperimen dalam model pembelajaran two stay two stray. Jenis penelitian yang
digunakan adalah penelitian tindakan kelas. Subyek penelitian adalah siswa kelas III SD
Negeri Pandanrejo 01 sebanyak 24 anak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil belajar
siswa meningkat. Rata-rata hasil belajar pada siklus I sebesar 64,79% sedangkan siklus II
sebesar 80,62%. Disimpulkan bahwa metode eskperimen dalam model two stay-two stray
dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi sifat benda.
Kata kunci : Hasil belajar, metode eksperimen dan model two stay - two stray
Pada dasarnya Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan cara mencari tahu tentang alam
secara sistematis untuk menguasai kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep,
prinsip-prinsip, proses penemuan dan memiliki sikap ilmiah. Hal ini tentu saja berimplikasi terhadap
kegiatan pembelajaran IPA. Pembelajaran IPA tidak hanya sekedar pengetahuan yang bersifat ilmiah
saja, melainkan terdapat dimensi-dimensi ilmiah penting yang menjadi bagian dari IPA, yaitu muatan
IPA (content of science), keterampilan proses (science process skills), dan dimensi yang terfokus pada
karakteristik sikap dan watak ilmiah.
Akan tetapi pada kenyataannya, pendidikan kita tidaklah demikian. Hal ini ditemukan oleh
hasil penelitian yang dilakukan oleh Blazelly (Sudrajat, 2004) bahwa pembelajaran IPA di Indonesia
cenderung teoritik dan tidak terkait dengan lingkungan di mana siswa berada. Akibatnya peserta didik
tidak mampu menerapkan apa yang dipelajarinya di sekolah, guna memecahkan masalah yang
dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan permasalahan yang terjadi di Sekolah Dasar Negeri
Pandanrejo 01 Kota Batu. Beberapa masalah yang ditemukan antara lain: (1) siswa belum menguasai
materi, (2) siswa kurang perhatian selama pembelajaran berlangsung, dan (3) hasil yang diperoleh di
bawah KKM 13 siswa, yang di atas KKM siswa 11 siswa. Berkaitan dengan hal tersebut , metode
eksperimen dan TSTS dapat meningkatkan penguasaan materi IPA dan meningkatkan perhatian siswa
dalam pembelajaran.
Salah satu model pembelajaran TSTS, “dua tinggal dua tamu” yang dikembangkan - two
stray. Salah satu model pembelajaran eksperimen adalah TSTS. “dua tinggal dua tamu” yang di
kembangkan oleh Spencer Kagan (1992) dan biasa digunakan bersama dengan model Kepala
Bernomor (Numbered Heads). Struktur TSTS yaitu salah satu tipe pembelajaran koperatif yang
memberikan kesempatan kepada kelompok membagikan hasil dan informasi kepada kelompok lain.
Hal ini dilakukan karena banyak kegiatan belajar mengajar yang di warnai dengan kegiatan-kegiatan
individu. Siswa bekerja sendiri dan tidak diperbolehkan melihat pekerjaan siswa yang lain. Padahal
dalam kenyataan hidup di luar sekolah, kehidupan dan kerja manusia saling bergantung satu sama
lainnya.
Pengertian metode eksperimen menurut Syaiful Bahri Djamarah (1995) metode eksperimen
adalah cara penyajian pelajaran dimana siswa melakukan percobaan dengan mengalami dan
membuktikan sendiri sesuatu yang dipelajari. Kemudian Mulyani Sumantri dkk (1999) mengatakan
bahwa metode eksperimen di artikan sebagai cara belajar mengajar yang melibatkan siswa dengan
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
528
mengalami dan membuktikan sendiri proses dan hasil percobaan. Menurut Roestiyah (2001:80)
metode eksperimen adalah suatu cara mengajar , dimana siswa melakukan percobaan tentang suatu
hal, mengamati prosesnya serta menuliskan hasil percobaannya, kemudian hasil pengamatan itu
disampaikan ke kelas dan dievaluasi oleh guru. Menurut Schoenherr (1996) yang dikutip oleh
Palendeng (2003:81) metode eksperimen adalah metode yang sesuai untuk pembelajaran sains, karena
metode eksperimen mampu memberikan kondisi belajar yang dapat mengembangkan kemampuan
berfikir dan kreativitas secara optimal. Siswa diberi kesempatan untuk menyusun sendiri konsep-
konsep dalam struktur kognitifnya, selanjutnya dapat diaplikasikan dalam kehidupannya. Metode
eksperimen menurut Al-Farisi (2005:2) adalah metode yang bertitik tolak dari suatu masalah yang
hendak dipecahkan dan dalam prosedur kerjanya berpegang pada prinsip metode ilmiah. Berkaitan
dengan penerapan metode eksperimen dan metode two stay - two stray dalam pembelajaran dapat
menggali potensi siswa dalam pembelajaran sifat benda.
Metode
Jenis penelitian yang akan digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas dengan 2 siklus.
Penelitian tindakan kelas dilakukan secara bertahap yaitu perencanaan, pelaksanaan tindakan,
pengamatan tindakan dan refleksi. Hasil refleksi terhadap tindakan yang dilakukan akan digunakan
kembali untuk revisi rencana jika ternyata tindakan yang dilakukan belum berhasil memperbaiki
praktek atau belum memecahkan masalah. Dalam penelitian tindakan kelas menggunakan tahapan
seperti pada Gambar 1 .
Perencanaan Pelaksanaan Tindakan
Rencana Tindakan Siklus I
Refleksi Observasi
Perencanaan Pelaksanaan Tindakan
Rencana Tindakan Siklus II
Refleksi Observasi
Indikator Tercapai
Selesai
Gambar 1. Siklus-siklus dalam pembelajaran
Dalam tahap perencanaan tindakan pada siklus ini, kegiatan yang dilakukan adalah (1)
Penyusunan Silabus dan RPP yang berkaitan dengan materi sifat benda, (2) Penelitian merancang
skenario pembelajaran yang dapat mengaktivitaskan siswa dalam kelas, (3) Merancang alat
pengumpul data berapa tes yang digunakan untuk mengetahui pemahaman kemampuan siswa.
Dalam pelaksanaannya guru membagi kelompok yang berjumlah 4 (empat) siswa.
Dilanjutkan dengan guru menjelaskan tugas yang akan dikerjakan dalam kelompok yaitu (1) Setelah
selesai mengerjakan LKS, dua siswa dari masing-masing kelompok menjadi tamu kedua kelompok
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
529
yang lain, (2) Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan
informasi ke tamu yang datang, (3) Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan
melaporkan temuan mereka dari kelompok lain, (4) Kelompok mencocokkan dan membahas kerja
mereka. Dan langkah terakhir guru membagikan LKS dan masing-masing kelompok mendiskusikan.
Guru mengamati dan mencatat semua kejadian yang terjadi pada saat siswa mengikuti
pembelajaran dan menanyakan pada siswa yang kurang aktif dalam pembelajaran tentang kesulitan-
kesulitan yang dihadapinya.
Guru menganalisa hasil pekerjaan siswa dan hasil observasi yang dilakukan pada siswa guna
menentukan langkah berikutnya.
Guru membuat penilaian siswa, berdasarkan pada hasil yang didapatkan siswa pada evaluasi
yang dilakukan pada refleksi ternyata nilai ketuntasan klasikal siswa belum memenuhi syarat, maka
dilanjutkan ke Siklus II.
Hasil Dan Pembahasan
Gambar I Gambar II
Siswa mendengarkan penjelasan pratikum. Siswa melaksanakan presentasi.
SIKLUS I
Pelaksanaan pembelajaran siklus I, guru memberikan penjelasan secara klasikal tentang
materi yang akan dipelajari menurut Speancer Kagan (1992) tentang pembelajaran TSTS 2 tinggal 2
tamu yaitu dua siswa yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi ke
tamu yang datang. Tamu kembali ke kelompoknya sendiri lagi dan melaporkan temuannya pada dua
siswa yang tinggal. Setelah itu guru membagikan tugas LKS yang akan dikerjakan siswa dengan
mengalami dan membuktikan sendiri proses hasil percobaan menurut Mulyani Sumatri dkk (1999).
Setelah itu setiap kelompok mempresentasikan hasilnya.
Hasil penelitian siklus I ditinjau dari proses pelaksanaan pembelajaran dapat digambarkan
sebagai berikut : (1) siswa belum menguasai materi, (2) siswa kurang memperhatikan selama
pembelajaran berlangsung, (3) siswa kurang nampak menyimpulkan materi.
Perilaku siswa tersebut menyebabkan siswa sangat sulit untuk menerima dan mencerna materi
pembelajaran. Dampak dari hal tersebut adalah tingkat kesukaran siswa dalam memahami materi
sangat rendah yang menyebabkan prestasi hasil belajar siswa kurang memuaskan setelah diadakan
evaluasi.
Hasil penelitian siklus I ditinjau dari proses pelaksanaan pembelajaran dapat digambarkan
sebagai berikut :
Hasil belajar siswa pada siklus I dengan melakukan tes kepada 24 siswa hasilnya dapat
dilihat pada Tabel 1.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
530
TABEL 1. Nilai Hasil Belajar Siswa Siklus I
TIDAK TIDAK
TUNTAS TUNTAS
1 Martono 60 √ 13 Triwahyuni 80 √
2 Hariyono 55 √ 14 Darmaji 85 √
3 Sukoyo 25 √ 15 Bambang Sulistya 65 √
4 Pariyono 40 √ 16 Puji Astutik 95 √
5 Mukhamad 95 √ 17 Amelia 80 √
6 Tarmuji 55 √ 18 Kurniawati 85 √
7 Anisah 75 √ 19 Yuri Susanto 75 √
8 Gunawan 85 √ 20 Amanda 95 √
9 Agustino 40 √ 21 Yunita 60 √
10 Rahayu 75 √ 22 Kurniawan 55 √
11 Puspita 50 √ 23 Bagas Prasetyo 70 √
12 Yuliana 20 √ 24 Hariyanti 70 √
Jumlah = 1555
Rata-rata= 64,79%
NILAITUNTAS TUNTASNO NAMA SISWA NILAI NO NAMA SISWA
TABEL 1. HASIL KETUNTASAN KELAS
1 TUNTAS 11 45,83%
2 TIDAK TUNTAS 13 54,17%
NO KATAGORI JUMLAH SISWA PERSENTASE
Berdasarkan Tabel 1 di atas dapat dijelaskan bahwa dengan KKM yang ditetapkan sebesar 70,
maka hasil belajar siswa yang di bawah KKM berjumlah 13 siswa, sedangkan yang berada di atas
KKM berjumlah 11 siswa, sehingga perlu dilakukan perbaikan-perbaikan yang akan digunakan pada
pembelajaran melalui siklus II. Rendahnya hasil belajar siswa yang sebagian besar masih di bawah
KKM dimungkinkan adanya faktor-faktor sebagai berikut: (1) guru menyajikan materi pembelajaran
kurang dimengerti siswa, (2) alat pembelajaran demontrasi hanya dilakukan oleh guru saja, (3) guru
hanya memberi kesempatan pada sebagian siswa untuk melakukan demonstrasi.
Pada pembahasan siklus I kekurangan aktifitas sebelumnya tidak muncul dalam pembelajaran
dimungkinkan karena metode eksperimen dan TSTS yang digunakan guru baru saja dikenal oleh
siswa, maka siswa masih bingung dan belum paham. Jadi pembelajaran pada siklus I belum mencapai
nilai yang di inginkan dan belum maksimal sehingga perlu peneliti melanjutkan ke siklus II.
Dari hasil pembelajaran yang telah dilaksanakan pada siklus I dapat disimpulkan bahwa siswa
baru mengenal dan mengetahui tentang metode eksperimen dan TSTS atas dasar data tabel 1.
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
531
Gambar I Gambar II
Siswa mendengarkan penjelasan pratikum. Siswa melaksanakan presentasi.
SIKLUS II
Pelaksanaan pembelajaran siklus II, guru memberikan penjelasan secara klasikal tentang
materi yang akan dipelajari menurut Speancer Kagan (1992) tentang pembelajaran TSTS 2 tinggal 2
tamu yaitu dua siswa yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi ke
tamu yang datang. Tamu kembali ke kelompoknya sendiri lagi dan melaporkan temuannya pada dua
siswa yang tinggal. Setelah itu guru membagikan tugas LKS yang akan dikerjakan siswa di Gambar I
dengan mengalami dan membuktikan sendiri proses hasil percobaan menurut Mulyani Sumatri dkk
(1999). Setelah itu setiap kelompok memprestasikan hasilnya Gambar II.
Hasil penelitian siklus II ditinjau dari proses pelaksanaan pembelajaran dapat digambarkan
bahwa (1) siswa sudah memahami materi selama pembelajaran berlangsung, (2) Siswa
memperhatikan dan aktif, (3) sehingga siswa dapat menyimpulkan tentang materi. Setelah diadakan
evaluasi, maka hasil belajar siswa pada siklus II, dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
TABEL 2. Nilai Hasil Belajar Siswa Siklus Ii
TIDAK TIDAK
TUNTAS TUNTAS
1 Martono 75 √ 13 Triwahyuni 95 √
2 Hariyono 90 √ 14 Darmaji 90 √
3 Sukoyo 45 √ 15 Bambang Sulistya 75 √
4 Pariyono 65 √ 16 Puji Astutik 100 √
5 Mukhamad 95 √ 17 Amelia 100 √
6 Tarmuji 80 √ 18 Kurniawati 100 √
7 Anisah 100 √ 19 Yuri Susanto 85 √
8 Gunawan 95 √ 20 Amanda 100 √
9 Agustino 70 √ 21 Yunita 95 √
10 Rahayu 80 √ 22 Kurniawan 60 √
11 Puspita 90 √ 23 Bagas Prasetyo 85 √
12 Yuliana 25 √ 24 Hariyanti 100 √
Jumlah = 1935
Rata-rata= 80,62%
NILAITUNTAS TUNTASNO NAMA SISWA NILAI NO NAMA SISWA
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
532
TABEL 2. Hasil Ketuntasan Kelas
1 TUNTAS 19 79,17%
2 TIDAK TUNTAS 5 20,83%
NO KATAGORI JUMLAH SISWA PERSENTASE
Setelah diadakan perbaikan pembelajaran pada siklus I tentang metode eksperimen dan TSTS
maka pada siklus II ada peningkatan hasil belajar siswa, Siklus I siswa yang mendapat nilai di bawah
KKM 13 siswa, siswa yang di atas KKM 11 siswa. Siklus II siswa yang nilainya di bawah KKM 5
siswa, dan siswa yang di atas KKM 19 siswa.
Pada siklus II yang dilakukan untuk menjelaskan materi guru aktif bertanya selama proses
belajar mengajar berlangsung, sehingga siswa paham dan aktif merespon pertanyaan guru serta
menimbulkan minat siswa sehingga siswa dapat menyimpulkan sifat benda.
Peneliti tindakan kelas penulis telah menunjukan peningkatan kualitas pada hasil belajar siswa
pada tabel 2. Dengan demikian tujuan pembelajaran yang di inginkan oleh guru tercapai.
Pada hasil pembelajaran yang telah dilaksanakan pada siklus II dapat disimpulkan bahwa
metode eksperimen dan TSTS dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
Kesimpulan
Melalui metode eksperimen dan metode two stay - two stray pada mata pelajaran IPA dapat
meningkatkan prestasi belajar siswa, pemahaman siswa terhadap materi lebih baik, teliti dalam
mengerjakan tugas, berani dalam mengambil keputusan (mengambil kesimpulan), dan meningkatkan
kerja sama antar siswa.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian sebagai respon dan kesimpulan di atas, guru dianjurkan untuk
menerapkan metode eksperimen dan TSTS “two stay - two stray” dalam meningkatkan pelajaran
IPA.
Daftar Rujukan
Al-Farisi. 2005:2. Metode Eksperimen.
Depdiknas. 2006. KTSP : Standar Kompetensi Mata Pelajaran IPA Sekolah Dasar dan Madrasah
Ibtidayah. Jakarta, Pusat Kurikulum Pendidikan Dasar dan Menengah.
Mulyani Sumantri dkk. 1999. Metode Eksperimen.
Roestiyah. 2001:80. Metode Eksperimen.
Schoenherr. 1996. Dikutip oleh Palendeng. 2003:81. Metode Eksperimen.
Spencer Kagan. 1992. Pembelajaran TSTS “two stay – two stray” ” ( dua tinggal dua tamu).
Syaiful Bahri Djamarah. 1995. Metode Eksperimen.
Zubaidah, S, Mahamal S, Yuliatif, L. 2015. Ragam Model Pembelajaran IPA Sekolah Dasar.
Malang : Kerjasama PT. Pertamina (Persero) dengan Universitas Negeri Malang.
Zubaidah dkk. 2013. Pembelajaran IPA Menjadi Pembelajaran Bermakna. Depdiknas.
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
533
PENGGUNAAN MEDIA BENDA KONKRIT UNTUK MENINGKATKAN HASIL
BELAJAR IPA TENTANG GAYA BAGI SISWA KELAS IV
SDN MOJOREJO 02 BATU
Nanik Mahmuda
SDN Mojorejo 02 Batu
Abstrak : Proses belajar mengajar yang kurang melibatkan siswa secara langsung misalnya
metode ceramah membuat siswa pasif, bosan, dan tidak tertarik dengan kegiatan belajar ,
akibatnya sebagian besar siswa sulit mencapai KKM. Tujuan dari penelitian ini adalah
meningkatkan prestasi belajar IPA tentang gaya dengan penggunaan media benda konkrit.
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang terdiri dari 2 siklus, dan setiap
siklusnya terdiri dari perencanaan, pelakaksanaan, observasi dan refleksi. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa penggunakan media benda konkrit pada pembelajaran IPA dapat
meningkatkan hasil belajar siswa. Pada siklus I hasil belajar mencapai KKM 47.05 % dan
pada siklus II 82.35%, pada sub materi tentang gaya di kelas IV SDN Mojorejo 02 Batu
.Penggunakan media konkrit dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa.
Kata Kunci : media benda konkrit, hasil belajar, gaya
Pelajaran IPA sangat erat sekali hubungannya dengan kehidupan sehari-hari. Dengan
mempelajari IPA dapat menumbuhkan kemampuan berfikir, bekerja, berperilaku kreatif dan inofatif
pada anak. Untuk mencapai hal di atas maka perlu dilakukan berbagai upaya diantaranya, melalui
penerapan media pembelajaran, peningkatan kemampuan guru, penerapan metode pembelajaran yang
bervariasi, dan upaya lainya melalui pengembangan keprofesionalan guru berkelanjutan.
Proses pembelajaran IPA di SDN Mojorejo 02 masih sering menggunakan metode ceramah
dan tanya jawab saja. Pada kenyataannya penerapan pembelajaran menggunakan metode ceramah
dan tanya jawab yang dilakukan di dalam proses pembelajaran, mempunyai kelemahan sebagai
berikut : (1) Siswa tidak tertarik dan tidak aktif pada saat proses pembelajaran berlangsung, dan (2)
Nilai siswa masih belum dapat mencapai target Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). (3) Pada saat
pembelajaran berlangsung siswa bosan sehingga kelas menjadi gaduh. (4) pemahaman siswa tentang
materi yang diajarkan kurang maksimal.
Ketidak aktifan siswa memang sangat berpengaruh terhadap pemahaman materi yang
diberikan oleh guru. Ini terbukti hasil pelaksanaan pembelajaran yang menggunakan metode
ceramah dan tanya jawab saja khususnya pada siswa klas IV SDN Mojorejo 02 Batu, pada materi
tentang gaya hasil belajar siswa masih belum dapat memenuhi KKM yang sudah ditetapkan. KKM
mata pelajaran IPA yaitu 7.00, namun dari hasil tes formatif pada mata pelajaran IPA tentang gaya
dari jumlah siswa sebanyak 34 anak yang belum mencapai KKM ada 27 siswa atau 79.21%.
Sedangkan siswa yang telah mencapai KKM 7 siswa atau 20.58%. Hal ini menunjukkan bahwa hasil
belajar siswa tentang gaya masih rendah. Untuk itu dirancang metode yang tepat bagi siswa demi
terwujudnya tujuan pembelajaran yang diharapkan. Untuk meningkatkan hasil belajar IPA tentang
gaya, khususnya pada siswa kelas IV SDN Mojorejo 02 Batu, penerapan pembelajaran dengan
penggunaan media benda konkrit diyakini tepat untuk mengatasi problem kurang pemahaman siswa
tentang gaya. Karena dengan menggunakan media pembelajaran benda konkrit mempunyai
keuntungan sebagai berikut : Bagi siswa : (a) siswa termotivasi untuk ikut aktif dalam mengikuti
proses pembelajaran, (b) siswa memperoleh pengalaman belajar yang menarik, (c) siswa lebih
memahami konsep gaya, (d) meningkatkan hasil belajar siswa. Bagi guru : (a) guru lebih mudah
mengajarkan konsep gaya, (b) membantu guru dalam melakukan perbaikan-perbaikan proses
pembelajaran yang dikelolanya, (c) meningkatkan kreatifitas guru, (d) membuat guru lebih
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
534
percaya diri dalam memnyampaikan materi yang diajarkan, (e) membantu guru dalam
mengembangkan pembelajaran secara professional.
Media konkrit adalah metode pembelajaran yang menggunakan benda langsung. Hal ini
sejalan dengan pendapat Wiranata putra (2005), media konkrit adalah segala sesuatu yang nyata dapat
digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran,
perasaan, perhatian, dan minat siswa sehingga proses pembelajaran dapat berjalan lebih efektif dan
efisien menuju kepada tercapainya tujuan yang diharapkan.
Mulyani Sumantri (2004;178) mengemukakan bahwa secara umum media konkrit berfungsi
sebagai : (a) Alat bantu untuk mewujudkan situasi belajar mengajar yang efektif, (b) bagian intergral
dari keseluruhan situasi mengajar, (c) meletakkan dasar-dasar yang konkrit dan konsep yang abstrak
sehingga dapat mengurangi pemahaman yang bersifat verbalisme, (d) mengembangkan motifasi
belajar peserta didik, (e) mempertinggi mutu belajar mengajar.
Setyosari (1997;53) juga berpendapat bahwa, guru harus menyediakan dan memberikan
kesempatan sebanyak mungkin kepada siswa untuk belajar secara aktif sedemikian rupa sehingga
para siswa dapat menciptakan, membangun, mendiskusikan, membandingkan, bekerja sama, dan
melakukan eksperimentasi dalam kegiatan belajarnya
Menurut Mulyani Sumantri dan Johar Pernama (1999:202) menyatakan bahwa “media benda
asli merupakan benda yang sebenarnya membantu pengalaman nyata peserta didik dan menarik
minat dan semamgat belajar siswa“ dengan menggunakan benda asli akan memberikan rangsangan
yang amat penting bagi siswa untuk mempelajari berbagai hal terutama menyangkut pengembangan
ketrampilan tertentu. Melalui penelitian tindakan kelas ini diharapkan dapat memotivasi siswa untuk
aktif dalam proses pembelajaran, sehingga ada peningkatan pemahaman terhadap mata pelajaran IPA
terutama tentang gaya. Peningkatan pemahaman ditunjukkan dengan meningkatnya hasil akhir belajar
siswa menjadi tinggi.
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas. Penelitian tindakan
kelas ini dilaksanakan di SDN Mojorejo 02 Batu. Subyek penelitian adalah siswa kelas IV yang
berjumlah 34 siswa, dengan rincian 21 laki-laki dan 13 siswa perempuan. Penelitian dilaksanakan
secara berkolalaborasi dengan teman sejawat.
Peneliti bertindak sebagai pelaksana tindakan perbaikan pembelajaran sedangkan teman
sejawat selaku pengamat pembelajaran. Kolaborasi tersebut bertujuan untuk memeperbaiki dan
meningkatkan proses pembelajaran dikelas secara professional.
Dalam penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus, setiap siklus dilaksanakan dua kali
pertemuan, setiap pertemuan dilaksanakan 2 x 35 menit. Setiap iklus ada beberapa tahap, antara lain :
perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi.
Tahapan pelaksanaan penelitian ini dibagi dalam tiga tahap yaitu : tahap pra penelitian, tahap
perencanaan, dan tahap pelaksanaan. Dalam tahap pra penelitian, peneliti mengidentifikasi masalah
yang timbul dalam pelaksanaan proses pembelajaran. Dari hasil identifikasi tersebut ditentukan suatu
masalah yang nantinya akan dijadikan rumusan masalah yang akan diteliti. Untuk menentukan cara
mengatasi masalah tersebut. Selanjutnya adalah tahap perencanaan, dalam tahap ini penulis
mempersiapkan segala sesuatu yang akan digunakan dalam siklus I. Dalam persiapan ini penulis juga
berdiskusi dengan teman sejawat dalam membuat RPP dan juga metode yang akan digunakan dalam
pelaksanaanya nanti.
Selanjutnya adalah tahap pelaksanaan yang dilakukan sesuai dengan rencana yang sudah
dipersiapkan. Dalam pelaksanaan teman sejawat selaku observer mengamati jalannya proses
pembelajaran dan mencatat segala sesuatu yang terjadi selama proses pembelajaran berlangsung yang
nantinya akan dijadikan untuk menentukan langkah pada siklus II.
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
535
Hasil Dan Pembahasan
Siklus I
Pelaksanaan proses pembelajaran pada siklus I menggunakan metode penggunaan media
benda konkrit dapat berjalan dengan baik, walaupun masih ada siswa yang masih kurang
berpartisipasi aktif saat proses pembelajaran berlangsung, Namun guru segera mendekati dan
memotivasi siswa untuk mengembalikan perhatian siswa fokus pada pembelajaran. Prosentase hasil
belajar siswa dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel I. Presentase hasil belajar siswa siklus I
No. Rentang
skor
Jumlah
siswa Presentase Keterangan
1. 0 -39 1 2,94% Belum
Tuntas
2. 40 -59 5 14.70% Belum
Tuntas
3. 60 - 69 12 35.29% Belum
Tuntas
4. 70 -79 9 26.47% Tuntas
5. 80 - 100 7 20.58% Tuntas
Jumlah 34 100%
Seperti pada tabel 1 dapat dilihat bahwa dari 34 anak yang mendapat nilai 0–39=1 siswa atau
2. 94%, yang mendapat nilai 40-59 ada 5 siswa, atau 14.70%, yang mendapat nilai 60-69 ada 12 siswa
35.29%, yang mendapat nilai 70-79ada 9 siswa atau 26.47%,dan yang mendapat nilai 80-100 ada 7
siswa atau 20.58%. Dilihat dari prosentase hasil belajar siswa pada siklus I terlihat bahwa penggunaan
media benda konkrit dalam pembelajaran dapat memotivasi siswa mulai mau aktif dalam mengikuti
proses pembelajaran.
Gambar 1: Siswa terlihat aktif mengikuti proses pembelajaran
Siklus II
Palaksanan pembelajarn siklus II ini pada dasarnya untuk memastikan dan memantapkan
bahwa pembelajaran IPA tentang gaya dengan menggunakan media pembelajaran benda konkrit
dapat memotivasi dan mengaktifkan belajar siswa kelas IV SDN Mojorejo 02 Batu. Berdasarkan
hasil belajar yang di peroleh siswa pada siklus I sudah menunjukkan keningkatan. Maka dari itu
materi yang diajarkan pada siklus II ini tetap materi yang sama dengan siklus I. Dengan anggapan
bahwa jika terjadi peningkatan yang drastis pada hasil belajar siswa maka pembelajaran tersebut
dianggap sudah berhasil.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
536
Pelaksanaan pembelajaran pada siklus II ini guru memulai pembelajaran dengan apresepsi
yang dikaitkan dengan materi gaya, dan kemudian dilanjutkan penyampaian tujuan pembelajaran
yang akan dicapai setelah proses pembelajaran berlangsung. Siswa mendengarkan penjelasan guru
tentang materi gaya. Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok, yang terdiri atas 5-6 orang. Siswa
mendengarkan penjelasan guru tentang langkah – langkah yang akan dilakukan dalam melakukan
percobaan ( sudah dituliskan dilembar LKS yang dibagikan ke semua kelompok ) Guru menugaskan
siswa untuk memulai percobaan dan mendiskusikan hasilnya yang kemudian hasil diskusikan ditulis
pada lembar yang sudah disiapkan. Guru mengunjungi tiap kelompok untuk memastikan semua siswa
ikut aktif dalam melakukan percobaan dan berdiskusi. Siswa perwakilan dari kelompok maju ke
depan kelas mempresentasikan hasil diskusinya secara bergantian, sedangkan kelompok yang lain
menanggapinya. Guru bersama – sama siswa membuat kesimpulan hasil diskusi. Siswa mengerjakan
soal tes evaluasi individu. Guru menganalisis hasil evaluasi siswa yang nantinya akan didiskusikan
dengan observer.
Pelaksanaan proses pembelajaran pada siklus II dengan menggunakan media pembelajaran
benda konkrit dapat berjalan lebih baik, dan siswa semakin aktif dan bersemangat dalam mengikuti
proses pembelajaran, walaupun pada awal – awal mulainya pembelajaran masih ada siswa yang tidak
aktif namun guru segera memotivasinya akhirnya siswa tersebut menjadi semangat dan antusias.
Gambar I:. siswa terlihat sangat antusias mengikuti proses proses pembelajaran.
Prosentase ketercapaian hasil belajar siswa pada siklus II dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 2.Presentase nilai tes evaluasi siklus II
No. Rentang
skor
Jumlah
siswa Presentase Keterangan
1. 0 - 39 - - Belum
Tuntas
2. 40 - 59 1 2.94% Belum
Tuntas
3. 60 -69 5 14.7% Belum
Tuntas
4. 70 - 79 9 26.47% Tuntas
5. 80 - 100 19 55.88% Tuntas
Jumlah 34 100%
Dari tabel II terlihat bahwa hasil belajar IPA siswa SDN Mojorejo 02 pada siklus II naik
sangat dratis dan banyak siswa yang nilainya sudah di atas KKM pencapaian nilai 40–59 dan 60-69
sebanyak 6 siswa (nilai ini masih dibawah KKM ) atau 17.64 % dan nilai 70 –79 dicapai 9 siswa
atau 26.47 % sedangkan yang mencapai nilai 80–100 ada 19 anak atau 55. 88%.dari tabel II
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
537
tergambar bahwa dengan menggunakan media belajar benda konkrit dapat membuat siswa aktif dan
semangat dalam mengikuti proses belajar yang berdampak pada kenaikan prestasi yang dicapai oleh
siswa. Maka dapat ditentukan bahawa siswa yang sudah dapat mencapai KKM 7,00 berjumlah 28
siwa atau 83,35 %. Untuk itu penulis mendiskuskannya dengan observer dan memutuskan untuk
tidak melanjutkan pembelajaran pada siklus berikutnya, karena apa yang diharapkan peneliti bahwa
siswa aktif dan terlibat langsung dalam proses pembelajaran dapat terlaksana dengan baik dan
berdampak pada makin meningkatnya pemahaman siswa pada materi IPA kelas IV SDN Mojorejo
02 tentang materi gaya, sehingga nilai siswa dapat mencapai sesuai dengan yang ditargetkan.
Simpulan
Menggunakan media benda konkrit dapat membuat siswa ikut aktif dalam proses
pembelajaran berlangsung sehingga siswa lebih mudah memahami dan meningkatkan hasil belajar
IPA pada materi gaya di kelas IV SDN Mojorejo 02 Batu,yang ditunjukkan pada siklus I mencapai
KKM 47,05% dan pada siklus II mencapai 82,35%.
Saran
Guru harus selalu mencari media yang cocok untuk meningkatkan hasil belajar siswa.
DAFTAR RUJUKAN
Udin S. Wiranat putra, 2005. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Universitas Tulaka, (halaman 5.9-
5.11).
Nazifah, Sugiono, Abdulssamad PGSD, FKIP Universitas Tanjung pura, Pontianak. “Penggunakan
Media Konkrit Meningkatkan Aktifitas Siswa Matematika Kelas I SDN 07 Sungai Sungai
Soga Bengkayang”. (Online), (http://modelpembelajaransd.blogspot.co.id/2013
http://nasirpembebasan.blogspot.co.id/2014-0301archive.html Konstruktivisme Dalam
Pembelajaran
http://Susilofy.wordpress.com2011/02/18 Susilofys Blog. Penerapan Metode Demonstrasi Dengan
Media Benda Asli Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Ilmu Pengetahuan Alam Siswa kelas V
semesterI.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
538
PENERAPAN METODE KOOPERATIF STAD UNTUK MENINGKATKAN
HASIL BELAJAR PADA MATERI SUMBER ENERGI BAGI SISWA KELAS II
DI SDN GUNUNGSARI 03 BUMIAJI BATU
Imelda Dian Wuriyaningtyas
SDN Gunungsari 03
Abstrak: Upaya menciptakan proses pembelajaran yang menyenangkan, mengasyikan,
dan dapat meningkatkan hasil belajar, maka perlu adanya perubahan pembelajaran yang
lebih menarik yaitu menerapkan pembelajaran klasikal dan kelompok sebagai upaya
meningkatkan proses pembelajaran IPA materi tentang sumber energi dengan menggu-
nakan alat peraga pohon konsep di kelas II SDN Gunungsari 03 Bumiaji Batu. Pembe-
lajaran dilakukan dengan menggunakan model kooperatif tipe STAD, yaitu membagi siswa
dalam beberapa kelompok untuk mengerjakan tugas yang diberikan guru. Berdasarkan
hasil refleksi pembelajaran yang diikuti oleh 1 orang guru model dan tiga observer,
ditemuan bahwa selama proses pembelajaran, siswa sangat antusias dan penuh percaya
diri dalam mempresentasikan hasil kerja kelompoknya, yang berupa pembuatan pohon
konsep. Hasil pemahaman siswa diketahui juga meningkat pada pembelajaran siklus II dari
50% menjadi 82,14%.
Kata kunci: metode Kooperatif STAD, hasil belajar, sumber energi
Hakikat pembelajaran IPA adalah kumpulan dari pengetahuan yang mengandung fakta-fakta,
konsep atau prinsip-prinsip dalam proses penemuan. Dengan tujuan pembelajaran IPA mengacu
kepada KTSP bahwa seorang guru harus menumbuhkan sikap peserta didik untuk bersyukur kepada
ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, menerapkan pembelajaran IPA dalam kehidupan sehari-hari,
mengembangkan rasa ingin tahu terhadap sains, teknologi, dan masyarakat, memelihara serta
menjaga kelestarian lingkungan. Jadi pembelajaran IPA di SD/MI menekankan pada pemberian
pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan
sikap ilmiah.
Berdasarkan pengamatan hasil belajar siswa yang dilakukan di SDN Gunungsari 03
Kecamatan Bumiaji Kota Batu pada hari Rabu tanggal 3 Februari 2016, dari 28 siswa Kelas II yang
mendapatkan nilai dibawah KKM sebesar 50%. Saat pembelajaran berlangsung tidak dapat
menguasai materi secara konkrit dan mengeluarkan pendapatnya. Dari permasalahan di atas
ditemukan beberapa penyebab siswa merasa kesulitan dalam pembelajaran IPA, pertama guru hanya
menggunakan satu metode pembelajaran yaitu ceramah. Kedua guru tidak menggunakan media
pembelajaran, sehingga siswa tidak bisa membayangkan konsep sumber energi dalam
kehidupan sehari-hari. Ketiga guru tidak menggunakan variasi dalam mengajar. Keempat guru hanya
memberikan konsep tanpa memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan sendiri. Kelima
guru memberikan banyak materi pelajaran, sehingga banyak siswa yang tidak tuntas. Beberapa
kelemahan metode ceramah yang menyebabkan sebagian besar siswa belum mencapai KKM
diantaranya (1) siswa pasif, (2) siswa banyak yang ramai, (3) siswa menjadi jenuh, dan (4) siswa
melakukan aktivitas lain.
Peneliti melakukan diskusi dengan guru kelas lain dan dihasilkan bahwa pembelajaran yang
akan diteliti ialah tentang sumber energi, sedangkan solusi untuk mengatasi permasalahan dan
penyebab yang timbul dalam pembelajaran IPA tentang sumber energi pertama adalah menggunakan
media gambar, dengan menggunakan gambar peserta didik dapat melihat gambar sebagai ilustrasi
sumber energi. Kedua picture and picture, dalam pembelajaran ini siswa mengelompokkan gambar-
gambar yang merupakan sumber energi dengan energi yang berbeda. Ketiga dengan menggunakan
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
539
model Kooperatif STAD sebagai proses pembelajaran berkelompok, agar siswa dapat memecahkan
masalah bersama-sama sehingga dapat menemukan konsep sumber energi sendiri.
Menurut Zubaidah (2012) metode ini merupakan salah satu cara termudah yang dipilih
karena sangat sederhana hingga cukup baik bagi guru yang baru mengenal model kooperatif STAD
di sekolah. Hal tersebut di atas sesuai dengan teori Sudjana (2002) yang menyatakan bahwa metode
diskusi adalah suatu cara penyajian materi dengan penjelasan lisan disertai dengan contoh perbuatan
atau memperlihatkan suatu proses tertentu yang kemudian diikuti atau dicoba oleh siswa untuk
melakukannya.
Slavin (2005) menyatakan bahwa STAD dapat digunakan untuk berbagai macam kajian
seperti pelajaran bahasa Inggris, ilmu sosial, matematika, geografi, sains, dan berbagai kajian lain.
STAD dapat digunakan untuk berbagai tingkat pendidikan, dari sekolah dasar sampai perguruan
tinggi (Armstrong dan Palmer, 1998). Arends (2004) menjelaskan bahwa STAD merupakan
pembelajaran yang pada mulanya dikembangkan oleh Robert Slavin dan para koleganya di John
Hopkins University dan dipublikasikan pada tahun 90-an. Pembelajaan kooperatif STAD merupakan
pembelajaran yang paling sederhana diantara pembelajaran kooperatif lain yang dikembankan oleh
Slavin, sehingga cukup baik digunakan oleh guru yang pertama kali menggunakan pembelajaran
kooperatif.
Dalam pembelajaran kooperatif STAD siswa didorong lebih bertanggung jawab terhadap
proses belajarnya sehingga siswa terlibat aktif dan memiliki usaha yang besar untuk belajar
(Johnson dan Johnson, 1999 )
Tujuan dan manfaat dari metode Kooperatif STAD ini. (1) Untuk memberikan gambaran
yang nyata dan lebih jelas daripada sekedar penjelasan lisan. (2) Untuk memberikan kesempatan
kepada siswa dalam melakukan pengamatan secara cermat. (3) Untuk menghindari adanya
verbalisme, karena dalam metode Kooperatif STAD setelah siswa melihat peragaan dan contoh siswa
dapat mencoba melakukannya. Sebagai upaya untuk lebih memaksimalkan berfikir konkrit dalam
menemukan tentang sumber energi maka metode Kooperatif STAD dikolaborasikan dengan
menggunakan media pohon konsep. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis melakukan Penelitian
tindakan Kelas (PTK) dalam rangka meningkatkan kemampuan proses dan konsep terhadap
pembelajaran IPA tentang sumber energi di SDN Gunungsari 03 Kecamatan Bumiaji dengan judul:
“Penerapan Metode Kooperatif STAD Pada Pembelajaran IPA Materi Sumber Energi Untuk
Meningkatkan Hasil Belajar Pada Siswa Kelas II di SDN Gunungsari 03 Bumiaji Batu”. „Hasil
belajar adalah suatu akibat dari proses belajar dengan menggunakan alat pengukuran, yaitu berupa
tes yang disusun secara terencana, baik tes tertulis, tes lisan maupun tes perbuatan‟ Sudjana
(Kunandar, 2008: 76). Untuk mengukur dan mengevaluasi tingkat keberhasilan belajar dapat
dilakukan melalui alat penilaian post tes diakhir pembelajaran.
Penelitian ini bertujuan (1) untuk mendeskripsikan pelaksanaan pembelajaran IPA tentang
sumber energi melalui penggunaan media pohon konsep dengan metode Kooperatif STAD di kelas II
SDN Gunungsari 03 Kecamatan Bumiaji, (2) untuk mendeskripsikan hasil belajar peserta didik dalam
pembelajaran IPA tentang sumber energi penggunaan media pohon konsep dengan metode Kooperatif
STAD di kelas II SDN Gunungsari 03 Kecamatan Bumiaji.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang akan dilakukan adalah Penelitian Tindakan Kelas dimulai dari
perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Dalam penelitian ini dilakukan dengan dua siklus.
Pra Siklus
Hasil belajar siswa Kelas II SDN Gunungsari 03 pada pembelajaran IPA materi Sumber
Energi belum bisa mencapai KKM. Hal tersebut disebabkan guru masih menggunakan metode
ceramah saja. Akibatnya, (1) siswa menjadi pasif, (2) siswa banyak yang ramai, (3) siswa menjadi
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
540
jenuh, dan (4) siswa melakukan aktivitas lain. Berdasarkan hal tersebut maka, penulis melakukan
perbaikan yang direalisasikan pada tahap-tahap PTK melalui siklus pembelajaran. Menurut Kasbollah
(1998) tahapan siklus PTK dapat dilihat dalam Gambar 1
Gambar 1. Alur Pelaksanaan dalam Penelitian Tindakan Kelas
Dalam penelitian tindakan kelas ini, yang menjadi subjeknya adalah siswa kelas II semester II
pada SDN Gunungsari 03 dengan jumlah siswa sebanyak 28 orang yang terdiri dari 11 laki laki
dan 17 perempuan. Adapun proses pengumpulan data sesuai dengan tujuan penelitian, diperoleh
melalui: evaluasi, observasi dan dokumentasi. Untuk evaluasi pembelajaran dilakukan dengan cara
pertama, post tes di akhir pembelajaran. Tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes essay.
Menurut Purwanto (1984:35) “tes essay adalah tes yang berbentuk pertanyaan tulisan, yang
jawabannya merupakan karangan atau kalimat yang panjang-panjang”. Kedua observasi yang
dilakukan oleh peneliti melalui pengamatan dan mencatat kejadian penting dalam proses
pembelajaran IPA tentang sumber energi. Observer I dan II merupakan guru SDN Gunungsari 03.
Saat pelaksanaan pembelajaran meminta bantuan observer untuk mengamati proses pembelajaran dan
menuliskan temuan-temuannya ke dalam lembar observasi. Setelah selesai observasi kemudian
hasilnya dikumpulkan kemudian dilakukan refleksi. Ketiga dokumentasi yang dilakukan oleh
Refleksi I
Tindakan
Pelaksanaan
Rencana
Tindakan Siklus I
Refleksi Pelaksanaan
Observasi Tindakan
Rencana
Tindakan Siklus I
Indikator Tercapai
SELESAI
Observasi
Perencanaan
Perencanaan Refleksi I
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
541
peneliti ialah dengan mengidentifikasi data sekolah dan subjek yang akan dijadikan penelitian,
kemudian mengambil foto saat proses pembelajaran yang berlangsung, setelah itu menganalisis hasil
foto guna memperkuat hasil penelitian.
Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan pengolahan data kualitatif dan kuantitatif.
Data kualitatif merupakan data berupa deskripsi kejadian yang bersumber dari data observasi dan
dokumentasi. Sedangkan data kuantitatif merupakan data dalam bentuk angka-angka yang diambil
dari data hasil evaluasi dengan cara post tes setelah pembelajaran berlangsung. Data kuantitatif
diperoleh dengan menggunakan cara penskoran diambil dari nilai individu siswa, rata-rata nilai subjek
penelitian, dan daya serap klasikal (DSK).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada proses pembelajaran terjadi kendala-kendala diantaranya (1) siswa masih banyak yang
ramai, (2) siswa bermain sendiri. Hal ini dimungkinkkan disebabkan (1) beberapa siswa yang kurang
pandai berkumpul sendiri, (2) menyerahkan tugas pada siswa yang pandai (3) ada siswa yang tidak
diberi kesempatan mengerjakan tugas (4) pada fase pembagian kelompok, kelompok ribut saat
berkumpul bersama temannya, (5) posisi duduk tempat diskusi tidak beraturan sehingga kelas terlihat
tidak rapi, (6) pada fase menjawab, guru meminta siswa untuk mempresentasikan hasil diskusinya.
Kemudian banyak peserta didik saling tunjuk-tunjukan, sehingga tiba-tiba guru memanggil ketua
kelompok masing-masing dan (7) pada fase evaluasi, siswa diminta kembali ke tempat duduknya
semula, saat itu ada yang membereskan meja, membalikkan kursi, lari-lari dan ada yang berdiam diri
saja. Hasil jawaban lembar evaluasi banyak yang salah dalam soal energi yang paling banyak
digunakan . Berdasarkan data tentang hasil observasi bahwa refleksi pelaksanaan pembelajaran siklus
I dengan menggunakan metode kooperatif STAD berjalan lancar, siswa senang saat mengumpulkan
gambar, pembagian kelompok belum tertib, dalam diskusi kelompok saling mengandalkan, ketika
mempresentasikan hasil diskusi saling tuduh dan akhirnya tidak ada yang mau ke depan, sehingga
guru berinisiatif untuk presentasi hasil kerja dengan cara memanggil ketua kelompok.
Sedangkan siswa belum mencapai KKM sebanyak 14 orang dari 28 orang.
Sedangkan tujuan metode kooperatif yang diharapkan adalah (1) Untuk memberikan
gambaran yang nyata dan lebih jelas daripada sekedar penjelasan lisan. (2) Untuk memberikan
kesempatan kepada siswa dalam melakukan pengamatan secara cermat. (3) Untuk menghindari
adanya verbalisme, karena dalam metode diskusi setelah siswa melihat peragaan dan contoh siswa
dapat mencoba melakukannya (Sudjana 2002)
Berdasarkan data yang diperoleh pada siklus I diketahui siswa kelas II yang belum
mencapai ketuntasan belajar minimum (KKM) dari 28 orang untuk materi sumber energi sebanyak
14 orang (50%) sedangkan yang telah mencapai ketuntasan 14 orang (50%). Adapun perolehan hasil
belajar dari jumlah siswa 28 orang, siswa yang mendapat nilai 50 sebanyak 4 orang, nilai 60
sebanyak 10 orang, nilai 70 sebanyak 9 orang, nilai 80 sebanyak 5 orang. Dapat ditarik kesimpulan
bahwa peserta didik yang mendapatkan nilai tertinggi meningkat menjadi 14 dan nilai terendah
meningkat menjadi 14, dengan jumlah nilai seluruh siswa sebesar 1830 dengan nilai rata-rata 65.
Nilai hasil belajar siklus I digambarkan pada tabel 1. Hal ini menunjukan bahwa kelas masih belum
tuntas, karena hasil belajar siswa dilihat dari DSK (daya serap klasikal) mencapai 85%. Menurut
Hamalik ( dalam http://www.sarjanaku.com ) menyatakan bahwa “hasil belajar menunjukkan kepada
prestasi belajar, sedangkan prestasi belajar itu merupakan indikator adanya derajat perubahan tingkah
laku siswa”. Sudjana (2004:22) menambahkan bahwa “Hasil belajar adalah kemampuan-
kemampuan yang dimilki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya”. Terdapat tiga macam
hasil belajar menurut Howart Kingsley (dalam Sudjana, 2004:22): (1). Keterampilan dan kebiasaan,
(2). Pengetahuan dan pengarahan, (3). Sikap dan cita-cita.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
542
Tabel 1. Nilai Hasil Belajar Siklus I
No Keterangan Nilai
1 Nilai Tertinggi 80
2 Nilai Terendah 50
3 Jumlah Nilai 1830
4 Nilai Rata-rata 65
Langkah perbaikannya ialah memperbaiki proses pembelajaran, sehingga meningkatkan hasil
belajar. Kedua belum tertib saat duduk dengan kelompok, langkah perbaikan agar siswa tertib saat
menempati posisi duduk perkelompok. Melakukan pembagian kelompok dilakukan di awal
pembelajaran setelah berdo‟a, kemudian pemberian tugas dengan cara dua orang bertugas
membalikkan meja, dan dua orang membalikkan kursi serta merapihkan posisi duduk. Ketiga soal LK
dikerjakan oleh sebagian orang, Agar tidak ada saling mengandalkan pekerjaan. Keempat, siswa tidak
mau ke depan. Langkah perbaikannya dengan memanggil ketua kelompoknya saja. Kelima siswa
ribut saat kembali ke tempat semula, langkah perbaikannya dengan cara memberikan pengarahan
kepada siswa sebelum pengerjaan lembar evaluasi. Keenam, soal yang banyak salah tentang konsep
sumber energi, jadi guru harus lebih menanamkan konsep tentang sumber energi.
Kesimpulannya langkah perbaikan pada siklus II ditambahkan model pemanfaatan media
pohon konsep supaya siswa termotivasi. Namun tidak merubah fase pembelajaran yang disusun.
Dilihat dari hasil siklus I yang kurang optimal, guru perlu mengadakan siklus II agar nilai yang
dihasilkan dapat tercapai secara optimal. Proses pelaksanaan siklus II sama halnya dengan siklus
I. Pada tahap perencanaan ini peneliti melakukan persiapan-persiapan untuk melaksanakan tindakan
siklus II. Persiapan yang dilakukan diantaranya: mencari berbagai gambar benda yang termasuk
sumber energi, setelah itu merumuskan LK yang dapat menggali pengetahuan siswa tentang sumber
energi secara konkrit, selanjutnya menyusun RPP dengan langkah pembelajaran dengan penggunaan
media pohon konsep, langkah terakhir membuat soal evaluasi yang dapat mencapai tujuan
pembelajaran.
Pelaksanaan penelitian siklus II dilaksanakan hari Rabu, 2 Maret 2016. Pada tahap
perencanaan, guru mengajukan beberapa pertanyaan untuk mengetahui daya ingat siswa tentang
sumber energi pada pertemuan sebelumnya. Selanjutnya guru menyampaikan tujuan pembelajaran
yang akan dicapai.
Pada kegiatan inti siswa menyimak petunjuk pengerjaan LK dengan bimbingan guru dan soal
yang akan dijawab berkaitan dengan pengelompokan sumber energi. Selanjutnya siswa mengamati
berbagai gambar sumber energi kemudian mengelompokkannya. Setelah itu siswa menempelkan
gambar-gambar tersebut pada pohon konsep, guru membimbing masing-masing kelompok. Kegiatan
selanjutnya, masing-masing ketua kelompok mempresentasikan hasil kerja kelompoknya. Kelompok
lain menambahkan contoh-contoh sumber energi lain yang mereka ketahui. Tahap selanjutnya
pemajangan hasil karya dan dilanjutkan post test. Hasil pembelajaran siklus II diperoleh data dari 28
siswa, 23 siswa mendapat nilai 75 ke atas (82,14%), dan 5 siswa mendapat nilai dibawah 70 (17,85%)
dengan KKM 65.
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
543
Tabel 2. Nilai Hasil Belajar Siklus II
No Nilai Jumlah No. Nilai Jumlah
1 100 3 6 75 8
2 95 - 7 70 -
3 90 2 8 65 5
4 85 5 9 60 -
5 80 5 10 55 -
Jumlah Nilai 2.230
Rata-rata 79,6
Berdasarkan table 2 di atas perolehan hasil post test mengalami peningkatan dibandingkan
siklus I. Pada kegiatan penutup guru membimbing siswa membuat kesimpulan tentang sumber-
sumber energi, dan melakukan refleksi. Guru memberikan arahan untuk menghemat sumber-sumber
energi. Guru bersama siswa menutup pembelajaran dengan mengucapkan rasa syukur. Adapun hasil
perolehan nilai siklus I dan siklus II dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Perolehan Nilai Siklus I dan II
No Nilai Siklus I Siklus II
1 50 4 -
2 60 10 -
3 65 - 5
4 70 9 -
5 75 - 8
6 80 5 5
7 85 - 5
8 90 - 2
9 95 - -
10 100 - 3
11 Jumlah 1830 2230
12 Rata-rata 65 79,6
Berdasarkan gambar 3 dapat kita lihat adanya peningkatan ketuntasan di siklus II yang
mulanya rata-rata 65 menjadi 79,6. Hal ini menunjukan bahwa penggunaan metode kooperatif STAD
dengan model pohon konsep pada pembelajara IPA tentang sumber energi dapat meningkatkan
hasil belajar siswa.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, maka dapat disimpulkan hasil penelitian bahwa
pelaksanaan pembelajaran menggunakan metode Kooperatif STAD meningkat yang awalnya siswa
tidak menguasai konsep secara konkrit meningkat menjadi mampu menguasai materi secara konkrit.
Siswa yang tadinya malu untuk maju ke depan menjadi berani maju ke depan. Kerja kelompok pada
siklus I dilakukan oleh sebagian anggota kelompok, meningkat pada siklus II sudah ada tanggung
jawab memecahkan masalah bersama, siswa lebih bersemangat . Penumbuhan karakter yang terjadi
yaitu : kerjasama, organisasi, rasa ingin tahu, berani, tangggung jawab, jujur, dan aktif dalam
pembelajaran IPA materi Sumber energi. Sedangkan hasil belajar peserta didik pada siklus I
mendapatkan nilai dibawah KKM dari 28 siswa hanya 14 yang lulus dan memperoleh DSK sebesar
50% dengan rata-rata 65. Terjadi peningkatan pada siklus II DSK (Daya Serap Klasikal) menjadi
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
544
82,14% dengan rata-rata 79,6. Berdasarkan kesimpulan di atas dapat diketahui bahwa metode
Kooperatif STAD dalam pembelajaran IPA tentang sumber energi dapat meningkatkan hasil belajar.
DAFTAR RUJUKAN
Zubaidah, Siti., Mahanal, Susriyati., dan Yuliati, Lia. 2013. Ragam Model Pembelajaran IPA Sekolah
Dasar. Malang: Universitas Negeri Malang.
Sujana. 2002, Metode Demokrasi Cara Penyajian Materi dengan Penjelasan Lisan dengan
Lisan.
Johnson, D.W. and Johnson, R.T.1999. Learning Together and Alone. 3td Ed.Boston: Allyn and
Bacon.
Sudjana (Kusnandar, 2008:76) Pengertian Hasil Belajar
Kasbollah, Kasihani. 1998. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Bagian Proyek Penataan
Guru SLTP setara DIII
Mc. Keachie. 2006. Student-centered versus intructor centered instructions. (Online) tersedia
dihttp/www.Koperindo.com. (3 juni 1985) Purwanto,
Hamalik (dalam http://www sarjanaku.com) Pengertian Hasil Belajar
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
545
PENGEMBANGAN MEDIA SEDERHANA CAKRAM WARNA
PADA MATERI SPECTRUM (PERUBAH WARNA)
PADA SISWA KELAS 5 MI BAHRUL ULUM BUMIAJI
Muchamad Suwito
Mi Bahrul Ulum Kecamatan Bumiaji Kota Batu
Abstrak: Penelitian ini bertujuan mengembangkan media Cakram warna pada materi
Spectrum ( perubah warna ) untuk kelas V SD/MI Pengembangan media melalui tahap
studi teori, pembuatan dan ujicoba. Aspek yang ambil adalah kevalidan media, kepraktisan
dan keefektifan. Hasil validasi kontruksi dan materi/isi masing-masing memperoleh skor
akhir 3,71 dan 4,17 sehingga dapat disimpulkan media telah valid. Berdasarkan hasil uji
kepraktisan yang memperoleh skor 3,86, media ini memenuhi kriteria praktis. Tingkat
ketuntasan klasikal yang menunjukkan keefektifan mencapai 90 % pada indikator 7.2.5 dan
80% pada indikator 7.2.6 berarti media ini efektif.
Kata Kunci: Media, Cakram Warna, Perubahan Warna
Proses pembelajaran dapat dianalogkan dengan suatu proses ilmiah. Metode ilmiah merujuk
pada teknik-teknik penelitian terhadap sesuatu fenomena atau gejala, memperoleh pengetahuan baru,
memadukan dengan pengetahuan sebelumnya. Relevansi dengan metode ilmiah pada pembelajaran IPA kelas V
pada materi Spectrum adalah keharusan menemukan konsep melalui praktek dan diskusi.
Ketuntasan klasikal pada materi pokok Spectrum pada tahun pelajaran tahun 2014/2015
menunjukkan untuk indikator 7.2.5 Mendeskripsikan Cakram warna ( perubahan warna ) hasil praktek
berturut-turut hanya 46% dan 57%. Sebagian besar siswa masih kesulitan dalam sub indikator
mendeskripsikan variabel yang mempengaruhi berdasarkan hasil praktek.
Hasil refleksi terhadap pelaksanaan pembelajaran selama ini, menunjukkan bahwa salah satu
penyebab ketidak tuntasan adalah siswa belum memperoleh pengalaman secara langsung dalam
mengidentifikasi variabel Cakram warna dan perubahan warna. Percobaan atau praktek dilaksanakan
melalui demonstrasi oleh guru dilanjutkan dengan diskusi. Keterbatasan media menyebabkan tidak
semua siswa melakukan praktek sendiri.
Pengalaman nyata dalam pembelajaran materi Cakram warna ( perubahan warna), dapat
diperoleh siswa dengan mempraktekan materi sesuai dengan KD Penggunaan bahan-bahan
praktek tersebut akan menambahkan kreatifitas siswa bahwa pemahaman materi tidak harus dengan
alat yang canggih, mahal dan bagus Siswa akan termotivasi untuk mengadakan praktek sendiri di
rumah. Dengan menggunakan bahan-bahan bekas yang sederhana
Perakitan media sederhana yang dapat memadukan serangkaian langkah kerja dalam
identifikasi variabel yang mempengaruhi Cakram warna (perubahan warna), diharapkan mampu
memberikan solusi kesulitan siswa akan materi Cakram warna ( Perubahan warna ). Aspek yang harus
diperhatikan dalam perakitan media adalah kesesuaian media terhadap tujuan pembelajaran,
karakteristik siswa, materi pembelajaran, gaya belajar siswa, kondisi lingkungan dan ketersediaan
waktu . Pemberian nama media dengan istilah yang unik yaitu “Cakram Warna” diharapkan dapat
memotivasi siswa untuk lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran.
Media pembelajaran berperan menjadikan konkrit konsep-konsep yang abstrak, menghadirkan
objek yang berbahaya atau sukar ke dalam lingkungan belajar, menampilkan objek yang terlalu besar
atau terlalu kecil dan memperlihatkan gerakan yang terlalu cepat atau lambat. Pembelajaran dengan
menggunakan media pembelajaran kongkrit mampu menjadikan proses belajar mengajar di kelas
lebih aktif. (Yulaelawati,2004:34).
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
546
Metode
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian pengembangan media pembelajaran yang
dilaksanakan oleh guru untuk menguji kevalidan, kepraktisan dan keefektifan.
Uji coba media “Cakram warna“ ini dilaksanakan di MI Bahrul Ulum Bumiaji Kota Batu.
Subjek uji coba penelitian adalah siswa kelas V tahun pelajaran 2015/2016 ini berjumlah 21 terdiri
dari 13 siswa dan 8 siswi.
Aspek yang diteliti meliputi kevalidan, kepraktisan dan keefektifan. media ”Cakram warna”.
Uji validitas menggunakan validitas ahli, kepraktisan menggunakan kuisioner kepada pengguna media
dan uji keefektifan hasil belajar siswa tentang konsep Cakram warna.
Bentuk data yang diperoleh berupa data kuantitatif yaitu hasil belajar siswa melalui post test
dan data kualitatif berupa hasil kuisoner tentang kevalidan dan kepraktisan.
Indikator keberhasilan penelitian untuk aspek kevalidan apabila kriteria validitas media
sekurang-kurangnya cukup valid dalam skala likert 1-5 yaitu 2,6 ≤ ̅ <3,4 (Arikunto, 2002). Aspek
kepraktisan berhasil jika nilai rata-rata kuisioner penelitian ini sekurang-kurangnya cukup valid yaitu
2,6 ≤ ̅ < 3,4. Sedangkan aspek keefektifan apabila hasil belajar siswa mencapai ketuntasan klasikal
mencapai 70% pada KKM =70.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Deskripsi Pembuatan Media
a. Studi Teori
Dasar kontruksi media Cakram warna adalah untuk mempermudah di dalam menerima materi
pembelajaran yang di sampaikan oleh guru
b. Perancangan/Proses
Dalam proses pembuatan “ MEDIA PEMBELAJARAN SEDERHANA” ini membutuhkan
ketelitian,kerapian,kreatifitas.Karena bermacam-macam komponen baik dari bahan-bahan
bekas atau dari komponen elaktronika dengan menggunakan arus AC atau arus DC
C. Alat dan Bahan yang di gunakan
1. Tang buaya
2. Tang biasa
3. Gergaji
4. Palu
5. Paku dan obeng
6. Palu dan kertas gosok.
D. Bahan.
1. Papan harbot/triplek 8. Kertas lipat
2. Kayu pigora 9. Dinamo 9 V
3. Paralon 10.Bohlam kecil
4. Keni paralon 11.Bohlam besar
5. Te paralon 12.Lem
6. Feting kecil 13.Cermin
7. Feting besar 14.Saklar On Of
Berdasarkan teori, dapat ditentukan besaran yang dapat diukur yaitu berat dan volume. Alat
yang butuhkan . Alat dan bahan yang diupayakan sudah dikenal dan mudah digunakan oleh siswa
SD/MI.
2. Pengujian/Penggunaan Media dalam Pembelajaran
Langkah-langkah penggunaan media ini bertujuan untuk mempermudah dalam mengama-
ti,mendengarkan,menyimak dari metode pembelajaran yang di sampaikan oleh guru adapun kegiatan
inti di awali dengan atraksi dan kerja kelompok.Adapun kegiatan inti di awali dengan :
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
547
a. Pertama guru memberikan penjelasan dan pengarahan cara penggunaan media
Pembelajaran sederhana cakram warna kepada peserta didik.
b. Guru memberikan penjelasan kepada peserta didik di mana arus bisa masuk pada modulasi
komponen dengan menekan saklar possisi On
c. Cakram warna akan berputar sekuat mungkin dengan putaran tersebut akan kelihatan warna
Mejikuhibiniu menjadi warna putih
Kegiatan inti untuk memusatkan perhatian siswa. Selanjutnya guru membuktikan terjadinya
spectrum yang sebenarnya untuk menjawab lebih lengkap guru mengajak siswa untuk melakukan
percobaan secara berkelompok dimana masing-masing kelompok terdiri dari 5-6 anak.
Sebelum melakukan percobaan, siswa diminta mempelajari LK-1 terlebih dulu. Selanjutnya
secara bergantian masing-masing kelompok melakukan praktikum LK-1 tentang identifikasi adanya
Cakram warna
Setelah siswa berhasil merumuskan konsep dan menuliskan konsep temuannya dan
kesimpulannya guru memberikan penguatan dengan meminta perwakilan siswa untuk menjelaskan
terjadinya spectrum. Akhir pembelajaran dilaksanakan dengan memberikan kesempatan siswa untuk
menanyakan hal-hal yang belum jelas dan memberikan soal post test berupa draft hand out yang
berupa paragraf dimana pada bagian tertentu berisi titik-titik yang harus diisi siswa.
a. Uji kevalidan
Uji kevalidan dilaksanakan menggunakan validasi ahli yang bertujuan untuk mengukur
keterpenuhan kebutuhan dan ketercapaian tujuan pembelajaran dari sudut pandang ahli di bidang
tertentu. Penilai validitas ahli dalam penelitian ini adalah dua orang guru sejawat dari sekolah yang
sama dengan pengalaman mengajar materi IPA SD/MI lebih dari 10 tahun. Aspek yang dinilai dalam
validasi ahli ini adalah validitas konstruk dan validitas materi. Validitas konstruk terdiri sub aspek
kesesuaian media dengan karakteristik siswa dan kesesuaian dengan kondisi lingkungan. Validitas
materi terdiri sub aspek kesesuaian dengan tujuan pembelajaran dan materi pembelajaran.
Penilaian validitas ahli dilaksanakan sebelum dan sesudah pembelajaran tanggal 12 Februari
2016 diperoleh skor validasi sebagai berikut:
Tabel 1. Uji Kevalidan
Konstruksi Materi Media
Observer 1 2.57 2.1 2.335
Observer 2 2.85 2.1 2.475
2.71 2.1 2.405
ValiditasNo
Indikator keberhasilan penelitian untuk aspek kevalidan apabila kriteria validitas media
sekurang-kurangnya cukup valid dalam skala likert 1-5 yaitu 2,6 ≤ ̅ <3,4 (Arikunto, 2002).
Berdasarkan hasil uji kevalidan didapatkan hasil bahwa media Cakram warna belum memenuhi
indikator keberhasilan.
Hasil diskusi peneliti dengan observer merekomendasikan perbaikan sub aspek validitas
materi. Prosedur penggunaan media dipandang terlalu panjang dan rumit, sehingga perlu perbaikan
kontruksi atau rangkaian media sehingga prosedur lebih sederhana dan dapat mengamati secara
langsung.
b. Uji Kepraktisan
Uji kepraktisan dilaksanakan menggunakan kuisioner yang bertujuan untuk mengukur
tingkat kemudahan, daya tarik dan efesiensi waktu dari sudut pandang siswa sebagai pengguna media.
Kuisioner diberikan kepada siswa setelah mengikuti pembelajaran.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
548
Hasil kuisioner uji kepraktisan sesudah pembelajaran tanggal 12 Februari 2016 diperoleh
skor sebagai berikut:
Tabel 2. Uji Kepraktisan
KemudahanDaya
Tarik
Efesiensi
Waktu
Skor 4.09 3.82 2.41 3.44
AspekKeprakti
sanRerata
Mengacu kepada indikator keberhasilan kepraktisan, didapatkan bahwa secara umum media
telah memenuhi kriteria kepraktisan. Sub aspek yang perlu diperbaiki adalah efesiensi waktu.
c. Uji Keefektifan
Keefektifan dinyatakan oleh serapan konsep gaya angkat cairan indikator pembelajaran
adalah 7.2.5 Mendeskripsikan keberadaan Cakram warna berdasarkan hasil percobaan. 7.2.6
Mendeskripsikan variabel yang mempengaruhi Cakram warna berdasarkan hasil percobaan.
Berdasarkan hasil koreksi lembar jawaban soal postes untuk mengetahui pemahaman konsep
dapat diketahui bahwa masing-masing siswa memiliki pemahaman konsep yang berbeda-beda. Sesuai
dengan indikator peningkatannya siswa dikatakan memiliki pemahaman konsep yang baik atau
meningkat apabila rata-rata skor postes dari 8 siswa yang diperoleh siswa ≥ kriteria ketuntasan
minimal (KKM) yaitu 70. Ketercapaian indikator dinyatakan dalam tabel berikut:
Tabel 3. Uji Keefektifan
Prestasi Siswa
Ketercapaian
Indikator
7.2.5 7.2.6
Jumlah Siswa
dengan
Ketuntasan > 70
8
2
% Ketuntasan
secara Klasikal
72,73% 18,18
%
Rata-rata 90,91 41,82
Kriteria keberhasilan aspek keefektifan adalah hasil belajar siswa mencapai ketuntasan
klasikal mencapai 70% pada KKM =70, sehingga indikator yang belum tuntas adalah 7.2.6
Mendeskripsikan variabel yang mempengaruhi gaya angkat cairan berdasarkan hasil percobaan.
3. Perbaikkan Media
Memperhatikan hasil dari pengujian media maka dilakukan perbaikan pada aspek kevalidan
adalah validitas materi, pada aspek kepraktisan adalah efesiensi waktu dan keefektifan pada indikator
7.2.6.
Pengujian media perbaikkan dilaksanakan melalui pengamatan dalam pembelajaran tanggal
12 Februari 2016 dengan indikator pembelajaran 7.2.2 Mendeskripsikan variabel yang mempengaruhi
Cakram warna berdasarkan hasil percobaan.
Pembelajaran dimulai dengan dengan apersepsi dengan meminta siswa mengamati bentuk
cakram warna Selanjutnya, siswa menyampaikan pendapatnya tentang spectrum, Guru memotivasi
siswa dengan menyampaikan bahwa banyak alat yang bisa di gunakan untuk membuat cakram warna
baik dari CD bekas atau vahan yang lain.. Kegiatan awal diakhiri dengan guru menyampaikan
indikator pembelajaran secara sekilas dan ragam kegiatan yang akan dilakukan. .
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
549
Berdasarkan rekomendasi hasil perbaikan, sebelum melakukan percobaan, siswa diminta
mempelajari LK-1 terlebih dulu dan guru mendemonstrasi langkah-langkah praktikum . Selanjutnya
secara bergantian masing-masing kelompok melakukan praktikum LK-1 tentang identifikasi adanya
cakram warna
Setelah siswa berhasil merumuskan konsep dan menuliskan konsep temuannya dan
kesimpulannya dipapan tulis, guru memberikan penguatan dengan meminta perwakilan siswa untuk
menjelaskan penerapan Cakram warna dalam kehidupan sehari-hari. Akhir pembelajaran
dilaksanakan dengan memberikan kesempatan siswa untuk menanyakan hal-hal yang belum jelas dan
memberikan soal post test dan kuisioner.
a. Uji Kevalidan Perbaikan
Penilaian validitas ahli dilaksanakan sebelum dan sesudah pembelajaran tanggal 16 Februari
2016 diperoleh skor validasi sebagai berikut:
Tabel 4. Uji Kevalidan Perbaikan
Konstruksi Materi Media
Observer 1 3.71 4.13 3.92
Observer 2 3.71 4.25 3.98
3.71 4.19 3.95
ValiditasNo
Indikator keberhasilan penelitian untuk aspek kevalidan apabila kriteria validitas media sekurang-
kurangnya cukup valid dalam skala likert 1-5 yaitu 2,6 ≤ ̅ <3,4 (Arikunto, 2002). Berdasarkan hasil
uji kevalidan didapatkan hasil bahwa media cakram warna telah memenuhi indikator keberhasilan.
b. Uji Kepraktisan Perbaikan
Hasil kuisioner uji kepraktisan sesudah pembelajaran tanggal 18 Februari 2016 diperoleh skor
sebagai berikut:
Tabel 5. Uji Kepraktisan Perbaikan
KemudahanDaya
Tarik
Efesiensi
Waktu
Skor 3.98 3.97 3.64 3.86
AspekKeprakti
sanRerata
Mengacu kepada indikator keberhasilan kepraktisan, didapatkan bahwa secara umum media telah
memenuhi kriteria kepraktisan.
c. Uji Keefektifan Perbaikan
Berdasarkan hasil koreksi lembar jawaban soal postes dari 10 siswa dapat diketahui
Ketercapaian indikator dinyatakan dalam tabel berikut:
Tabel 6. Uji Keefektifan Perbaikan
Prestasi Siswa
Ketercapaian
Indikator
7.2.5 7.2.6
Jumlah Siswa
dengan
Ketuntasan > 70
9
8
% Ketuntasan
secara Klasikal
90% 80%
Rata-rata 96,67 76
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
550
Sesuai dengan indikator peningkatannya siswa dikatakan memiliki pemahaman konsep yang
baik atau meningkat apabila rata-rata skor postes yang diperoleh siswa ≥ kriteria ketuntasan minimal
(KKM) yaitu 70 maka semua indikator telah tuntas.
Hasilnya terjadi peningkatan kevalidan, kepraktisan dan keefektifan sebagaimana grafik dibawah ini:
Grafik 1. Peningkatan Aspek Kevalidan dan Kepraktisan
Grafik 2. Peningkatan Aspek Keefektifan Pembelajaran
Simpulan
Media Cakram warna dapat dikategorikan sebagai media yang dirancang (by design) untuk
mendukung pembelajaran IPA materi Spectrum. Penggunaan media ini menunjang siswa dalam
menemukan keberadaan sekolah berdasarkan praktek/ percobaan sekaligus mengidentifikasi variabel
yang mempengaruhi cakram warna.
Saran
Pengembangan media cakram warna ini masih memerlukan pengembangan agar tercapai
media yang lebih efektif dan efesiean.
Biaya perancangan dapat ditekan apabila menggunakan barang bekas layak pakai.
Penggandaan media ini terkendala harga KIT IPA yang tersedia di toko Media. Masukan para ahli
sangat diperlukan agar siswa terbatas analisis kualitatif saat pengamatan spectrum atau media yang
lain sehingga biaya pengadaan dapat ditekan.
Daftar Pustaka
Arikunto, S., 1995. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi). Jakarta: Bumi Aksara
Susilana, R., 2007. Media Pembelajaran Hakikat, Pengembangan, Pemanfaatan, dan Penilaian.
Bandung: CV Wacana Prima
Yulaelawati, 2004. Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung: Pakar Raya
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
551
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PICTURE AND PICTURE UNTUK
MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA PADA MATERI KLASIFIKASI
MAKHLUK HIDUP SISWA KELAS VII SMP ARJUNO BATU TAHUN
PELAJARAN 2015 / 2016
Isnaini
SMP Arjuno Batu
Abstrak: Prestasi belajar IPA di SMP Arjuno masih rendah. Oleh karena itu perlu
dilakukan perbaikan pembelajaran melalui penelitian. Tujuan penelitian ini adalah untuk
meningkatkan hasil belajar IPA khususnya pada materi klasifikasi makhluk hidup.Upaya
peningkatan prestasi belajar siswa kelas VII dalam mempelajari klasifikasi makhluk hidup
dengan penerapan model pembelajaran Picture and picture dilaksanakan melalui Penelitian
Tindakan Kelas ( PTK ). Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus. Hasil dari kedua
siklus tersebut menunjukkan bahwa model pembelajaran Picture and picture dapat
meningkatkan hasil belajar siswa, walaupun rata-rata hasilnya masih rendah terutama pada
siklus I, dan ada peningkatan pada siklus II.
Kata Kunci: Model Pembelajaran Picture and Picture, Hasil belajar.
Ilmu Pengetahuan Alam ( IPA ) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara
sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta,
konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan
dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta
prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari.
Keberhasilan proses pembelajaran sebagai proses pendidikan di suatu sekolah dipengaruhi
oleh banyak faktor. Faktor-faktor yang dimaksud misalnya guru, peserta didik, kurikulum, lingkungan
sosial, sarana pembelajaran, dan lain-lain. Namun dari faktor-faktor itu, guru dan peserta didik
merupakan faktor terpenting. Pentingnya faktor guru dan peserta didik tersebut dapat dirunut melalui
pemahaman hakikat pembelajaran, yakni sebagai usaha sadar guru untuk membantu peserta didik agar
dapat belajar dengan baik.
Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk
mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan
IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh
pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar. Proses pembelajaran merupakan salah satu
kegiatan yang sangat berperan dalam meningkatkan mutu hasil belajar. Guru sebagai pengelola
pembelajaran di kelas bertanggung jawab atas keberhasilan pembelajaran yang pada akhirnya
berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Dalam proses pembelajaran sebaiknya guru senantiasa
berupaya meningkatkan kualitas pembelajaran menjadi lebih aktif.
Dalam proses belajar mengajar sangat diharapkan terjadi komunikasi timbal balik, dan pada
umumnya dalam komunikasi dibutuhkan adanya media khusus dalam komunikasi interaktif, edukatif.
Media pembelajaran mempunyai arti yang sangat penting terutama dalam upaya meningkatkan mutu
pendidikan secara kualitatif maupun kuantitatif.
Kenyataannya masih banyak peserta didik yang malas belajar, hal ini dikarenakan rendahnya
atau dapat dikatakan tidak adanya motivasi belajar, sehingga peserta didik tidak siap dalam menerima
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
552
pelajaran, mereka acuh terhadap pelajaran. Dengan demikian dampaknya adalah prestasi belajar yang
rendah, yang tidak sesuai dengan KKM yang telah ditetapkan pada masing-masing mata pelajaran.
Kenyataan inilah yang terjadi di SMP Arjuno Batu yang menjadi kendala keberhasilan peserta
didik sehingga diperoleh prestasi belajar yang rendah yang tidak sesuai dengan KKM yang telah
ditetapkan di SMP Arjuno khususnya pada mata pelajaran IPA.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh peneliti pada SMP Arjuno Batu dapat
ditemukan hal-hal antara lain tidak adanya motivasi belajar, hal ini dapat dilihat dari tidak ada
kesiapan sama sekali terhadap pelajaran, mereka acuh terhadap pelajaran dan bermain sendiri serta
keluar masuk kelas.
Berdasarkan hasil pengamatan tersebut di atas dapat dikatakan bahwa proses pembelajaran di
SMP Arjuno Batu tidak kondusif, sehingga menyebabkan rendahnya prestasi pelajaran, khususnya
mata pelajaran IPA pada kelas VII semester genap.
Dari permasalahan di atas untuk meningkatan hasil belajar siswa pada materi klasifikasi
makhluk hidup, model pembelajaran yang sesuai adalah model pembelajaran picture and picture.
Model pembelajaran picture and picture adalah salah satu model pembelajaran kelompok dengan
menggunakan bantuan gambar-gambar yang menarik. Dan selanjutnya siswa memasangkan urutan
gambar-gambar tersebut dengan tepat.
Dengan model pembelajaran ini diharapkan siswa dapat meningkatkan minat belajarnya
sehingga hasil belajar siswa juga akan meningkat, karena dalam suasana permainan siswa dapat
belajar tanpa beban, dan guru juga dapat menyampaikan materi sesuai sesuai dengan tujuan yang
ingin dicapai.
Untuk menghindari pemaknaan yang kurang sesuai terhadap istilah-istilah yang digunakan
dalam penelitian ini, maka perlu didefinisikan beberapa istilah sebagai berikut:
1. Picture and Picture adalah salah satu model pembelajaran kelompok dengan menggunakan
bantuan gambar-gambar yang menarik. Dan selanjutnya siswa memasangkan urutan sesuai dengan
gambar yang ada.
2. Hasil belajar adalah semua efek yang dapat dijadikan sebagai indikator tentang nilai dari
penggunaan strategi pembelajaran dibawah kondisi berbeda (Wena, 2010).
3. Model pembelajaran adalah seluruh rangkaian penyajian materi ajar yang meliputi segala aspek
sebelum, sedang dan sesudah pembelajaran yang dilakukan guru serta segala fasilitas yang terkait
yang digunakan secara langsung atau tidak langsung dalam proses belajar mengajar (Istarani,
2011).
METODE PENELITIAN
Rancangan penelitian meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi.
Sebelum dilaksanakan penelitian, maka peneliti menyusun tahapan-tahapan kegiatan dalam
penelitian yaitu berupa penyusunan perangkat pembelajaran, di antaranya yaitu pembuatan rencana
pelaksanaan pembelajaran (RPP ) dan lembar kerja siswa ( LKS ), dan selanjutnya menyusun
instrument pembelajaran yang berupa lembar observasi dan pembuatan soal uji kompetensi.
Penelitian dilaksanakan di SMP Arjuno Batu yang berlokasi di dusun Wonorejo, desa
Tulungrejo, kecamatan Bumiaji, berjarak kurang lebih 10 km dari pusat kota wisata Batu. Adapun
subyek penelitian ini adalah siswa kelas VII SMP Arjuno Batu tahun pelajaran 2015 -2016 yang
berjumlah 12 orang siswa, terdiri dari laki-laki 8 orang dan perempuan sebanyak 4 orang siswa.
Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap ( semester 2 ), yakni pada bulan Maret minggu
pertama dan kedua untuk siklus I dan bulan Maret minggu keempat untuk siklus II. Penelitian ini
merupakan penelitian tindakan kelas ( Classroom action research ) dan variable yang diamati dalam
penelitian ini adalah penggunaan media gambar ( picture and picture ) sebagai variabel bebas sedang
variabel terikat adalah hasil belajar siswa.
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
553
Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus, di mana siklus satu dan siklus dua merupakan
rangkaian kegiatan yang saling berkaitan. Pelaksanaan siklus dua merupakan kelanjutan dan
perbaikan dari pelaksanaan siklus satu.
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah skor tes siswa dan hasil observasi
mengenai aktivitas belajar siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Sedangkan sumber data
dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII SMP Arjuno Batu semester genap tahun pelajaran 2015-
2016 yang berjumlah 12 siswa.
Tahapan terakhir adalah refleksi. Pada tahapan ini, peneliti bersama guru bidang studi PLH
selaku observer melakukan refleksi serta evaluasi dengan cara menganalisis keterlaksanaan model
pembelajaran Picture and Picture dan ketercapaian indikator pada siklus I, apakah sesuai dengan
rencana yang telah dibuat atau masih perlu perbaikan-perbaikan sebagai pelengkap untuk kriteria
yang ditentukan. Data analisis pada siklus I, dipergunakan sebagai acuan untuk merencanakan siklus
selanjutnya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Tahap tindakan siklus I berupa penerapan kegiatan pembelajaran yang telah disusun dalam
perencanaan siklus I, yaitu menerapkan pembelajaran Picture and Picture.
Pembelajaran pertemuan pertama
Pokok-pokok kegiatan pembelajarannya dideskripsikan sebagai berikut.
Kegiatan diawali dengan memberikan pertanyaan kepada siswa mengapa makhluk hidup
perlu diklasifikasikan dan bagaimana cara mengklasifikasikan makhluk hidup. Berikut beberapa
contoh jawaban siswa “supaya mudah dipelajari”, “supaya mudah dihafal” . Secara berkelompok
siswa mempelajari ciri-ciri kingdom monera,protista, dan fungi yang ada di buku siswa (IPA BSE,
pengarang Teguh Sugiyarto dan Eny Ismawati, tahun 2008). Selanjutnya siswa diminta menuliskan
hasil kerjanya (sesuai kreasi siswa), dan mendiskusikan serta mempresentasikan hasilnya.
Guru membagi lembar kerja pada setiap kelompok sebagai bahan diskusi dan meminta
perwakilan kelompok menyampaikan hasil diskusi. Pada kegiatan diskusi masih ada beberapa siswa
yang tampak malas dan tidak mengeluarakan pendapat sama sekali, hanya siswa tertentu saja dan
menuliskan hasil diskusi dalam lembar kerja.Guru menegaskan bahwa dalam mengelompokkan
makhluk hidup besar kemungkinan akan berbeda, sesuai pendekatan yang dipakai masing-masing
ahli, serta penegasan dengan memfokuskan bahwa mengelompokkan tumbuhan dan hewan itu
berdasarkan ciri- ciri utama yang dimiliki anggota makhluk hidup tersebut.
Pada pembelajaran pertemuan kedua guru menampilkan gambar-gambar tentang monera,
protista dan fungi. Tampak pada kegiatan tersebut siswa lebih antusias dibanding pada pertemuan
pertama, terbukti siswa langsung bertanya gambar apa, termasuk dalam kelompok apa dan guru
menyampaikan inilah yang akan kalian pelajari. Guru meminta siswa untuk berkumpul sesuai dengan
kelompoknya pada pertemuan sebelumnya. Guru membagikan gambar-gambar spesies monera,
protista dan fungi pada tiap-tiap kelompok, siswa secara kerja kelompok diminta untuk memasang
atau menempelkan gambar-gambar tersebut pada kertas gambar dan menggolongkan sesuai dengan
ciri-ciri yang dimilikinya. Seperti tampak pada gambar di bawah ini :
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
554
Kelompok 1. Sedang asyik menempel gambar sesuai urutan tertentu
Kelompok 2. Sedang asyik menempel gambar sesuai urutan tertentu
Dari kegiatan siswa di atas diperoleh hasil sebagai berikut :
Kelompok 1 : hasil pemasangan gambar antara kingdom monera, protista, dan fungi semuanya telah
dipasangkan dengan benar.
Kelompok 2 : masih ada satu gambar yang tertukar antara kingdom monera dengan kingdom protista.
Sedangkan kingdom fungi semua telah dipasangkan dengan benar.
Kelompok 3 : salah dalam memasangkan gambar kingdom protista, yaitu protista yang dapat dilihat
dengan mikroskop dengan protista yang dapat dilihat tanpa bantuan mikroskop.
Selanjutnya siswa menuliskan ciri-ciri dari Monera, Protista dan Fungi sesuai dengan yang te-
lah diamati secara berkelompok. Pembelajaran diakhiri dengan memberikan test evaluasi ( post test )
untuk dikerjakan secara individu dan dikumpulkan.
Adapun hasil post test pada siklus I adalah sebagaimana tercantum pada tabel 1.
Tabel 1. Distribusi Frekuensi, Persentase dan Kategori Hasil Belajar Siklus I
Interval Nilai Kategori Frekuensi Persentase
90 – 100
75 – 89
55 – 74
40 – 54
0 – 53
Sangat tinggi
Tinggi
Sedang
Rendah
Sangat rendah
0
0
7
3
2
0 %
0 %
58,33 %
25 %
16,67 %
Data Tabel 1 di atas menunjukkan bahwa secara umum penguasaan siswa terhadap konsep
klasifikasi makhluk hidup yang disajikan dengan menggunakan model pembelajaran picture and
picture belum maksimal. Hal ini terlihat pada skor yang berada pada kategori sangat tinggi dan tinggi
belum ada ( 0 % ), sedang yang berada pada kategori sedang mencapai 58,33 %, kategori rendah
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
555
mencapai 25 % dan pada kategori sangat rendah 16,67 % dengan demikian menunjukkan bahwa hasil
belajar pada siklus I belum maksimal karena nilai yang diperoleh masih di bawah standar. Hal ini
menjadi salah satu bahan refleksi untuk pelaksanaan siklus II.
Hasil pembelajaran pada siklus II
Pada pembelajaran siklus II pembelajaran diawali dengan menayangkan gambar-gambar dari
kingdom plantae dan animalia melalui LCD, dan siswa memperhatikan dengan sungguh-
sungguh.Selanjtnya guru membagi siswa dalam kelompok-kelompok sesuai pembagian kelompok
pada pertemuan sebelumnya. Guru memberikan penjelasan tentang kegiatan yang akan dilaksanakan
siswa, serta membagikan gambar berbagai species dari kingdom plantae dan animalia dan siswa
secara berkelompok memasangkan gambar-gambar sesuai urutannya pada kertas gambar yang telah
disediakan.
Selama kegiatan kelompok berlangsung guru membimbing kelompok atau siswa yang kurang
mampu menyelesaikan tugas-tugas kelompok. Guru juga mengingatkan agar masing-masing
kelompok bersedia dan mau bekerjasama sesama anggota kelompok. Kemudian setelah sampai batas
waktu yang ditentukan , masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kegiatan kelompok ke
depan kelas, dan kelompok lain memberi tanggapan.
Kegiatan diakhiri dengan mengerjakan soal-soal test evaluasi ( post test ) secara individu dan
tidak boleh bekerja sama dalam menyelesaikannya.
Berdasarkan hasil pengamatan seorang observer ditemukan bahwa masih ada seorang siswa
yang tidak belajar disaat pembelajaran berlangsung, seperti anak bernomor absen 3. Ada
kemungkinan penyebab anak ini tidak belajar adalah faktor dari rumah ( keluarga ), kurang diajak
bergaul, dan kurang diajak berdiskusi oleh temannya. Dalam hal ini guru berupaya untuk mengatasi
dengan mendekatinya dan memberikan motivasi agar bisa mengikuti proses pembelajaran dengan
baik.
Adapun hasil yang diperoleh pada kegiatan pembelajaran siklus II adalah sebagai berikut :
Kelompok 1 : untuk kingdom plantae semua gambar telah dipasangkan dengan benar. Sedang untuk
kingdom Animalia pada kelompok avertebrata ada kesalahan pada pemasangan
gambar yang mestinya ada pada filum protozoa dipasangkan pada filum arthropoda (
hewan berbuku-buku ).Untuk kelompok vertebrata semuanya telah dipasangkan
dengan benar, mulai dari kelas Pisces ( ikan ), Amphibia ( amfibi ), Reptilia ( reptile ),
Aves ( burung ) sampai dengan Mamalia ( hewan menyusui ).
Kelompok 2 : untuk kingdom plantae semua gambar telah dipasangkan dengan benar. Sedang untuk
kingdom Animalia pada kelompok avertebrata ada kesalahan pada pemasangan gambar
yang mestinya ada pada filum colenterata dimasukkan dalam filum porifera, dan yang
mestinya filum arthropoda dipasangkan pada filum mollusca. Untuk kelompok
vertebrata semuanya telah dipasangkan dengan benar, mulai dari kelas Pisces ( ikan ),
Amphibia ( amfibi ), Reptilia ( reptile ), Aves ( burung ) sampai dengan Mamalia (
hewan menyusui ).
Kelompok 3 : untuk kingdom plantae salah dalam memasangkan gambar tumbuhan monokotil
terbalik dengan tumbuhan dikotil. Untuk kingdom Animalia pada kelompok avertebrata
ada kesalahan pada pemasangan gambar yang mestinya ada pada filum arthropoda
dipasangkan pada filum mollusca. Untuk kelompok vertebrata semuanya telah
dipasangkan dengan benar, mulai dari kelas Pisces ( ikan ), Amphibia ( amfibi ),
Reptilia ( reptile ), Aves ( burung ) sampai dengan Mamalia ( hewan menyusui ).
Sedangkan hasil post test pada siklus II sebagaimana tertera pada tabel 2.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
556
Tabel 2. Distribusi Frekuensi, Persentase dan Kategori Hasil Belajar Siklus II
Interval Nilai Kategori Frekuensi Persentase
90 – 100
75 – 89
55 – 74
40 – 54
0 – 53
Sangat tinggi
Tinggi
Sedang
Rendah
Sangat rendah
2
5
4
0
1
16,67 %
41,67 %
33,33 %
0 %
8,33 %
Data Tabel 2 di atas menunjukkan bahwa secara umum penguasaan siswa terhadap konsep
klasifikasi makhluk hidup yang disajikan dengan menggunakan model pembelajaran picture and
picture sudah ada peningkatan walaupun belum maksimal. Hal ini terlihat pada skor yang berada pada
kategori sangat tinggi ada 2 orang ( 16,67 % ) pada kategori tinggi 5 orang ( 41,67 % ), dan pada
kategori sedang mencapai 4 orang ( 58,33 % ), kategori rendah tidak ada, namun pada kategori sangat
rendah ada I orang ( 8,33 % ) dengan demikian menunjukkan bahwa hasil belajar pada siklus II sudah
ada peningkatan walaupun belum maksimal.
Prestasi siswa dalam mempelajari klasifikasi makhluk hidup pada siklus II terjadi
peningkatan. Hal ini dapat dibuktikan dari hasil yang diperoleh dari hasil post test.
Dari hasil pengamatan guru peneliti dikelas, diperoleh kesan bahwa siswa lebih
mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya. Dari pengamatan juga diperoleh kesan bahwa siswa
merasa tertarik karena materi yang dipelajari sering dijumpai dalam kehidupan siswa sehari-hari.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas seperti yang telah dilakukan maka dapat ditarik
kesimpulan, bahwa pembelajaran IPA dengan model pembelajaran picture and picture dapat
mendorong siswa untuk lebih berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran. Sehingga hasil
pembelajaran juga meningkat.
Dalam penelitian ini juga tampak bahwa dengan menggunakan model pembelajaran picture
and picture suasana belajar jadi lebih menyenangkan, karena dengan menggunakan media gambar
siswa menganggap belajar sambil bermain dan tidak menegangkan.
Daftar Pustaka
Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. 2005. Ilmu Pengetahuan Alam. Jakarta ;
Departemen Pendidikan Nasional.
Hadi Suwono, M.Si, 2012. Ilmu Pengetahuan Alam. Malang : Universitas Negeri Malang.
Irwan Nugraha, 2013. Model Pembelajaran Picture And Picture. ( Online ). Irwan6084.blogspot.com,
2013/04.
Ras Eko Budi Santoso, 2011. Model Pembelajaran Picture And Picture. (Online). http://ras-
eko.blogspot.com/2011/05/model-pembelajaran-picture-and-picture.html.
Teguh Sugiarta, Eny Ismawati, 2008. Ilmu Pengetahuan Alam Untuk SMP/MTs Kelas VII. Jakarta :
Departemen Pendidikan Nasional.
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
557
PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR SISWA PADA MATERI CAHAYA
DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA POWER POINT DI KELAS VIII-F
MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI BATU
Akhmad Sugiarto
MTs Negeri Batu
Abstrak: Penelitian bertujuan untuk mendriskipsikan penerapan pembelajaran dengan media
power point pada siswa kelas VIII MTs Negeri Batu pada bab cahaya optik untuk
menyelesaikan masalah yang dihadapi siswa. Penelitian ini menggunakan 2 siklus, dengan
langkah-langkah 1. penjelasan dengan media film 2. animasi menggunakan power point
3.pratikum sederhana 4. Evaluasi tulis. Peningkatan motivasi belajar dan hasil belajar siswa
mencapai 10,81%.
Kata Kunci: Media, Power Point, motivasi belajar, hasil belajar
Rendahnya prestasi belajar dalam mata pelajaran IPA-Fisika sudah bukan rahasia umum lagi,
Hal ini disebabkan banyak hal. Data dari hasil wawancara secara tidak langsung kepada siswadan para
guru Madrasah Tsanawiyah Negeri Batu tentang alasan hambatan dalam mempelajari IPA-Fisika
didapatkan data sebagai berikut : Siswa sulit memahami dikarenakan jarang praktik, terkesan tidak
aplikatif, banyak rumus sehingga menakutkan, pokoknya bisa menjawab soal ketika ujian.
Rendahnya prestasi siswa banyak dipengaruhi oleh intake siswa, daya dukung sarana
prasarana pembelajaran di sekolah, tingkat kesulitanmateri pembelajaran, kebijakan pemerintah dalam
hal evaluasi akhir siswa dalam pembelajaran dan sumber daya guru. Peningkatan prestasi belajar
siswa sangat ditentukan oleh profil seorang guru dalam menyikapi berbagai faktor tersebut. Seperti di
madrasah kami, adakala penulis berfikiran materi terlalu banyak sedang waktu tidak cukup melakukan
praktik, dalam penentuan siswa kelulusan ditentukan oleh nilai UN yang hanya berupa pilhan ganda
dan alat praktikum yang minimal.
Berbagai kendala di atas tidak mungkin langsung bisa diatasi sekaligus bersama-sama. Maka
penulis berusaha untuk memecahkan salah satu permasalahan yakni keterbatasan media, dan alat
praktikum. Penulis mencoba memvisualisasikan berbagai teori yang dipraktikan kedalam
pembelajaran yang berbasis power point. Pembelajaran berbasis power point sangat praktis, murah,
bisa di pakai berulang-ulang dan mudah untuk di sebarluaskan. Pembelajaran menggunakan media
power point memerlukan peralatan seperti sebuah Personal Computer (PC) atau LAPTOP, LCD
Proyektor, Program pembelajaran atau animasi pembelajaran dan layar. Pada program ini siswa
mendapatkan informasi baik Visual (gambar) ataupun Audio (suara). Program pembelajaran dapat
kita dapatkan dengan cara me “down load “ dari internet, situs yang dapat diakses misalnya:
Depdiknas, physic.co.id. Dari situs tersebut kita pilih materi ajar IPA-Fisika dan pokok bahasan
cahaya. Jenis / bentuk pola pengajaran ada beberapa macam, misalnya: fenomena kejadian alam,
kegiatan praktek di laboratorium, animasi, latihan soal, kuis dan sebagainya. Layar dapat kita
gunakan white board yang sudah ada di masing-masing kelas, tembok dan sebagainya.Untuk
mendukung proses kegiatan ini setiap guru harus mampu mengoprasikan program komputer dan
masing-masing memiliki sebuah laptop. Inofokus dapat disediakan oleh pihak sekolah.
Beberapa keunggulan menggunakan program ini dibanding metode ceramah diantaranya:
guru dapat memilih jenis model pembelajaran yang diberikan. Misalnya percobaan pemantulan, guru
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
558
tinggal memasukan program tersebut ke dalam komputer selanjutnya mengoperasikan. Tanpa harus
menyediakan alat,bahan praktek, utamanya bagi sekolah yang belum mempunyai peralatan, bahan
dan tempat, kegiatan demonstrasi sudah dapat berlangsung. Siswa dapat menyaksikan secara langsung
kegiatan tersebut, juga mengulanginya kalau belum jelas. Kegiatan praktek yang dilaksanakan sudah
pasti akurat berbeda jika kita sendiri yang melakukan kadang kadang kurang tepat, berbeda kalau kita
mengajar dengan papan tulis biasa yang harus menggambar, maka waktu habis untuk menggambar,
visualisasi kurang jelas.
Jenis fenomena kejadian alam dapat diberikan untuk menunjukan aplikasi dari hal sedang
dipelajari. Kadang-kadang untuk masalah ini kita hanya sering bercerita pada siswa saja. Tentunya
daya imajinasi siswa berbeda beda. Kadang-kadang informasi yang kita sampaikan kurang lengkap
atau daya tangkap siswa tidak dapat menangkap maksud guru secara penuh. Proses kejadian waktunya
dapat dipercepat dan diulang.
Animasi dapat diberikan untuk penyampaian materi teori, kuis atau bahasan soal. Dalam
penulisan data pembuatan grafik atau bagan, skema terasa lebih akurat dibanding kalau seorang guru
harus membuatnya di papan tulis. Selain butuh waktu lebih lama kualitas gambar kurang baik.
Pembuatan grafik atau bagan dapat diulang-ulang dan diperlambat sehingga siswa lebih jelas.
Demikian juga dalam penyelesaian soal-soal latihan dapat dikemas mirip permainan atau kuis,
sehingga siswa tidak bosan
Yang tidak kalah pentingnya, siswa tidak selalu harus mencatat, meskipun dengan mencatat
kata-kata kunci itu lebh baik. Dengan penggunaan power point siswa cukup mengkopi data dari guru
pada akhir pelajaran. Dirumah siswa dapat mengulang dengan cara memasukan data kekomputer, HP
android yang telah di instal program office dan mengoperasikannya. Guru juga terbantukan sehingga
sebelum menyampaikan materi pembelajaran dapat belajar dahulu sebelumnya. Materi atau bahan ajar
yang tersampaikan selalu up to date dan standart secara nasional.
Dengan menggunakan program ini seolah masalah masalah diatas dapat terselesaikan.
Penerapan program pembelajaran dengan media power point jika direncanakan secara sistematik dan
diintegrasikan dalam proses pembelajaran diharapkan dapat menggairahkan suasana belajar siswa,
sehingga prestasi belajar siswa dapat meningkat.
METODE
Penelitian ini dilakukan pada siswa kelas VIIIE MTsN Batu yang berjumlah 37 siswa.
Penelitian ini dengan judul Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa Pada Materi Cahaya
Dengan Menggunakan MediaPower Pointdi Kelas VIIIE Madrasah Tsanawiyah Negeri Batu,
merupakan Penelitian Tindakan Kelas (action research classroom) menggunakan 2 siklus,
masing-masing siklus terdiri atas perencanaan, pelaksanaan, obeservasi dan refleksi. Siklus I
terdiri dari 2 kali pertemuan meliputi pengamatanr percobaan pada sub pengertian cahaya,
sifat cahaya, hukum pemantulan, sifat bayangan pada cermin datar dan jumlah bayangan
yang terbentuk. Sedangkan pada siklus 2 terdiri dari 2 kali pertemuan meliputi pengamatan,
percobaan menggambar banyangan pada cermin lengkung. Data yang diperoleh berupa hasil
diskusi, praktik sederhana, ulangan harian yang dianalisis secara kualitatif.
HASIL dan PEMBAHASAN
Diskripsi Pembelajaran Siklus I
Proses pembelajaran pada siklus I terdiri dari 2 pertemuan. Masing-masing pertemuan 2 jam
pelajaran. Pertemuan I membahas definisi cahaya, sifat cahaya, hukum pemantulan, sifat cermin datar,
pembentukan bayangan pada 2 cermin datar yang membentuk sudut.
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
559
Pertemuan I
Setelah anak-anakberdoa, maka guru meminta anak-anak untuk melakukan senam yang akan
menambah semangat pada anak. Setelah itu anak-anak ditanyakan tentang materi-materi sebelumnya
tetang gelombang.
G : ”Anak-anak apa sudah belajar?”
S : ”sudah pak”.
G : ”Sekarang hari yang cukup cerah, dengan cahaya yang begitu terang?”
G : Menanyakan salah satu siswa, ”Atia, penampilanmu kok hari ini begitu rapi, dan kelihatan
cantik”.
S1 : ”Ya pak, karena sudah mandi dan bercermin”
G : ”Bercermin, kenapa bercermin?”
S2 : ”Biar kelihatan Cantik, pak”.
G : Guru menanyakan ke semua siswa ”mengapa ani bisa melihat banyangannya di cermin”
S : ”Karena ada cahaya pak”
G : ”Lah, pas dong dengan materi kita hari ini, belajar cahaya dan optik”
Guru membuka korden jendela, kemudian menanyakan kenapa cahaya bisa masuk ke dalam ke kelas,
kemudian beberapa siswa menjawab “termasuk gelombang elektromagnetik dan masuk melewati kaca
jendela pak”.
G : “apa itu gelombang elektromagnetik”
S : “Gelombang yang tidak memerlukan medium dalam merambat pak”
Kemudian guru menghidupkan LCD Proyektor yang penutupnya belum di buka, setalah itu
penutupnya di buka.
Guru bertanya, “mengapa cahaya tidak kelihatan keluar dari LCD Proyektor, setelah di buka cahaya
kelihatan memancar dari LCD Proyektor.
S :“Karena ada penutupnya pak”
Guru membagikan lembar kerja tentang cahaya untuk mengetahui pengetahuan dasar yang telah
dipelajarinya waktu SD dan dari percakapan di awal pertemuan.
G : “Ok, Sekarang amati film berikut.
Gambar 1. Film tentang cahaya dan Hantu
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
560
Siswa memperhatikan film yang ditampilkan oleh guru!guru meminta hal-hal penting
agar dicatat, sehingga siswa mengamati dengan seksama. Selama dalam pengamatan film ada
siswa yang serius mengamati, ada siswa yang cuek. Sehingga guru perlu keliling kelas untuk
mengingatkan siswa agar mencatat hal-hal penting dalam pandangan mereka. Setelah Film
selesai maka guru membagikan LK 1ke masing-masing kelompok dan dijawab dengan
diskusi yang berkaiatan dengan film dan pengetahuan tentang cahaya.
Selama kerjasama didalam kelompok masih ditemukan siswa yang tidak serius dalam
bekerjasama menyelesaikan tugas LK. Sehingga guru harus berulangkali mengingatkan agar
mereka mengerjakan LK secara berkelompok.
Gambar 2. Suasana Diskusi Kelompok
Hasil kerja kelompok dalam mengerjakan Lk, guru memintamasing-masing kelompok
membacakan kesimpulan dan hikmah apa dari film yang di lihatnya sedang siswa yang lain
mendengarkan serta diperbolehkan berkomentar.Dengan adanya saling mengkritik dan
memberi masukan antar kelompok membuat suasa kelas hidup sehingga terlihat keseriusan
siswa dalam menyampaikan hasil diskusi kelompok.
Hasil dari presentasi antar kelompok, guru memberikan penguatan dan evaluasi
pembelajaran yang telah dilakukan pada saat itu. Setelah penguatan dari guru maka diakhiri
dengan salam.
Pertemuan 2
Pembelajaran pertemuan ke 2 diawali dengan mengingatkan kembali materi dengan sub
tema cahaya. Pertemuan yang ke 2 ini guru memberikan motivasi, dan memberitahukan
tujuan pembelajaran yaitu siswa dapat melakukan praktik sifat cahaya LK 2 dan menghitung
jumlah banyanga pada 2 cermin datar yang membentuk sudut LK 3.
Guru meminta siswa berkumpul sesuai kelompok pada pertemuan sebelumnya dan
masing-masing kelompok di beri LK 2 dan LK 3.
Guru menjelaskan prosedur praktikum sifat cahaya dan pembentukan bayangan.
Selama proses pembelajaran siswa begitu antusias melaksanakan praktik, terbukti kelas
begitu ramai dan ingin mencoba.
Tabel pengamatan jumlah bayangan
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
561
Tabel 1. Praktikum Jumlah Bayangan
Kelomp
ok
Jumlah Bayangan
Sudut 300 Sudut 60
0 Sudut 90
0 Sudut 120
0
I 11 5 3 3
II 12 5 4 3
III 11,5 5 3 3
IV 11 5 3 3
V 11 5 3 3
VI 12 5 3 3
VII 11 5 3,5 3
VIII 11 5 3 3
IX 11,5 5 3 3
Refleksi Siklus 1
Berdasarkan pengamatan selama proses pembelajaran pada siklus I ini dapat disimpulkan
Kendalanya Penyebab Alternatif Pemecahan
1. Media Film
-Suara kurang jelas
Sound menggunakan
portabledan Kelas di
sebelah ramai
-Sound menggunakan
speaker aktiv
- Kerjasama dengan
guru lain/kelas sebelah
2. Menjawab Soal kurang
optimal
Waktu sempit Waktu ditambah atau
konsentrasi anak dalam
diskusi dioptimalkan
3. Praktik sederhana 1. Tidak terbiasa Pratik
2. Tidak teliti
Siswa dibiasakan
melakukan pratikum
sehingga ketelitian anak
optimal
Pembelajaran pada siklus I ini diperoleh skor rata-rata setiap kelompoknya………..
Perolehan nilai ini melebihi /kurang dari kkm secara umum yakni 75. Hasil ini membuktikan
bahwa proses pembelajaran pada siklus I masih jauh dari harapan dan kesempurnaan
sehingga diperlukan perbaikan pada proses pembelajaran berikutnya. Hasil refleksi pada
siklus ini dapat disimpulakan 1. Pada saat pengamatan film dan power point kurang
konsentrasi 2. Fasilitas sarana yang dioptimalkan 3.Pembiasaan pratikum untuk ketelitian.
Deskripsi Pembelajaran Siklus 2
Pertemua Proses pembelajaran pada siklus II terdiri dari 2 pertemuan selama 2 x 40 menit.
Pertemuan 1
Pertemuan ini membahas tentang pembentukan bayangan pada cermin lengkup, aplikasi dalam soal.
Pembelajaran dimulai dengan guru menanyakan materi tentang sifat-sifat cahaya. Guru mencoba
mengulang pertanyaan yang pada pertemuansebelumnya yang telah dibahas. Setelah itu guru
memulai pembelajaran dengan menggunakan media power point. Guru menanyangkan proses
pembentukan bayangan pada cermin cekung, dengan menggunakan 3 sinar istimewa. Dari percobaan
menggunakan media power point ini guru menjelas makna-makna yang ada pada cermin seperti pusat
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
562
kelengkungan atau jari-jari, focus jarak benda, dan jarak banyangan. Setelah itu guru menjelaskan
pembagian ruang pada cermin lengkung. Setelah penjelasan :
Gambar 3. Simulasi 3 sinar istimewa di power point
Setelah menjelaskan cara menggambar pembentukan bayangan siswa diminta
mempraktikkan dengan pedoman sebagaimana LK 4. Selama proses praktik menggambar
siswa begitu senangnya tapi kesulitan dalam menggambar. Di ujung pertemuan guru
memotivasi untuk menggambar dan menerapkan dalam soal-soal sehingga dibutuhkan
banyak latihan. Di ujung pertemuan guru meminta siswa untuk belajar lebih giat lagi karena
pertemuan berikutnya ulangan sub bab cahaya sampai soal pembentukan banyangan.
Pertemuan 2
Proses pembelajaran pada sub mengmbar bayangan pada cermin lengkung sudah
dilakukan pada pertemuan seblumnya maka untuk mengukur kemampuan masing-masing
siswa dapat dilakukan dengan ulangan harian model esai sebanyak 10 soal.
Berdasarkan hasil ulangan
Tabel 2: Hasil Ulangan
no Perolehan
nilai
Jumlah Presentase
1 N<55 1 2.70
2 55≤N<75 4 10.81
3 75≤N<85 12 32.43
4 85≤N≤100 20 54.05
Pembelajaran pada siklus II ini diperoleh skor rata-rata 84,14 Perolehan nilai ini
melebihi dari kkm secara umum yakni 75. Hasil ini membuktikan bahwa proses pembelajaran
pada siklus II masih jauh dari harapan dan kesempurnaan sehingga diperlukan perbaikan pada
proses pembelajaran berikutnya. Hasil refleksi pada siklus ini dapat disimpulakan 1. Pada
saat pengamatan film dan power point kurang konsentrasi 2. Fasilitas sarana yang
dioptimalkan 3.Pembiasaan pratikum untuk ketelitian.
Kesimpulan
Proses pembelajaran IPA- Fisika selama ini yang kurang menyenangkan sehingga
mengakibatkan motivasi siswa kurang optimal dan hasil yang kurang memuaskan dikarenakan
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
563
pembelajaran yang menutun, kurang pratik dapat diatasi dengan pembelajaran menggunakan Power
Point. Pembelajaran menggunakan power point mampu menambah daya kreatifitas guru, dan siswa
merasa senang. Pembelajaran yang menyenang dapat memotivasi siswa untuk belajar lebih giat
sehingga menghasilkan hasil belajar yang optimal, ini dapat dilihat dari rata-rata nilai pada siklus I
adalah 75,95 sedang pada siklus II adalah 85,14 sehingga mengalami peningkatan 10,81 %
Kesimpulan ini di dapat dari hasil wawancara dan hasil evaluasi siswa yang lebih tinggi,
sehingga penggunaan media power point bisa ditingkatkan untuk proses pembelajaran berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. dkk. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : Bumi Aksara.
Chandra. 2005. Menu Interaktif Flah MX-5 2004. Palembang : MaX-5iikom.
Anam Ch 2000. Kebijaksanan Depdiknas dan Mutu Pendidikan, Makalah disajikan dalam rangka
seminar dan lokakarya FMIPA Unesa HFI cabang Surabaya.
Fathoni, A.R. 1993. Pengembangan Komputer Pembelajaran (Unit II CIA). Surabaya University Press
IKIP Surabaya.
Hamalik, Oemar. 2001. Proses Belajar Mengajar. Jakarta : Bumi Aksara.
Karim, Saeful. dkk. 2008. Belajar IPA Membuka Cakrawala Alam Sekitar. Jakarta: Pusat Perbukuan
Nasional Departemen Pendidikan Nasional.
Kurniawan, Yahya. 2006. Belajar Sendiri Macromedia Flash 8. Jakarta : PT EleX-5 Media
Komputindo.
Madya, Suwarsih. 2006. Teori dan Praktik : Penelitian Tindakan. Bandung : Alfabeta.
Mudhoffir. 2001. Prinsip-prinsip Pengelolaan Pusat Sumber Belajar. Bandung : PT Remaja
Rosdakarya.
Mukminan. 2001. Desain Pembelajaran. Yogyakarta : Universitas Negeri Yogyakarta Press.
Pramono, Andi. 2001. Presentasi Multimedia dengan Macromedia Flash 8. Yogyakarta : CV Andi
Offset.
Prayitno, E. 1989. Motivasi dalam Belajar. Jakarta. Depdikbud.
Sardiman, Arief S. dkk. 2006. Media Pendidikan. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
564
PENERAPAN MODEL TW0 STAY TWO STRAY
UNTUK PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR SISWA
MATA PELAJARAN IPA SIFAT BENDA KELAS IV SDN TLEKUNG 02
Iik Suyanti
SDN Tlekung 02 Kota – Batu
Abstrak: Penelitian tindakan kelas (PTK) ini dilaksanakan untuk mengatasi rendahnya
prestasi belajar siswa dalam belajar IPA siswa kelas IV SDN Tlekung 02 Kota – Batu,
pada materi mengidentifikasi sifat – sifat benda cair, padat, dan gas. PTK dilakukan dalam
2 siklus dengan model pembelajaran kooperatif type “ two stay two stray “. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa terdapat peningkatan hasil belajar dari pra penelitian ke siklus I
kenaikannya sebesar 8%, dari siklus I ke siklus II kenaikannya sebesar 16%. Kriteria
ketuntasan belajar klasikal tercapai pada siklus II, yaitu 76% siswa mencapai ketuntasan.
Hal ini dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran “ two stay two stray “ dapat
meningkatkan hasil prestasi belajar siswa.
Kata Kunci : Two Stay Two Stray, prestasi belajar
Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam merupakan salah satu mata pelajaran yang mengharapkan
siswa – siswinya menjadi aktif, kreatif dan menenyenangkan dalam proses pembelajaran. Hal ini
sesuai dengan kurikulum 2006 yang tertera dalam Permendiknas no 22 tahun 2006 tentang standart isi
yang bertujuan: (1) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya
hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat; (2)
Mengembangkanketerampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan
membuat keputusan. Oleh karena itulah mata pelajaran IPA sangatlah penting untuk dilaksanakan di
setiap jenjang pendidikan.
Proses pembelajaran di SDN Tlekung 02 semester I pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan
Alam dengan KD: mengidentifikasi sifat – sifat benda cair, padat, dan gas , dan KKM (Kriteria
Ketuntasan minimal) yang ditetapkan adalah 7. Hasil pengamatan pembelajaran di kelas menujukan
bahwa: (1) prestasi belajar siswa tidak mencapai standart yang diharapkan, (2) siswa kurang aktif
dalam proses pembelajaran, (3) siswa tidak bersemangat dalam mengikuti proses pembelajaran, ( 4)
siswa selalu ramai dalam mengikuti proses pembelajaran, (5) kurang terciptanya komunikasi antar
individu dengan baik.
Penerapan model two stay two stray dapat meningkatkan: (1) prestasi belajar siswa, (2)
meningkatkan keaktifan siswa, (3) meningkatkan semangat siswa, (4) meningkatkan komunikasi antar
individu dalam kelompok belajar, (5) meningkatkan kosentrasi siswa. Hal ini sejalan dengan Lie
(2004) 1. adanya elemen – elemen yang saling ketergantungan secara positif, 2.adanya interaksi tatap
muka, 3.akutanbilitas individual, 4.ketrampilan menjalin hubungan pribadi. Sunal dan kaus dalam
Isjoni (2009:15) bahwa pembelajaran kooperatif merupakan suatu cara pendekatan atau serangkaian
strategi yang khusus dirancang untuk memberi dorongan belajar siswa agar bekerjasama dalam
kelompok selama proses pembelajaran. (Sugiyanto,2010:37) mengemukakan bahwa pembelajaran
kooperatif adalah pembelajaran yang berfokus pada kelompok kecil untuk bekerja sama dalam
memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar. Menurut Agus Supriono (2012:93)
bahwa model pembelajaran “ two stay two stray “dapat mendorong anggota kelompok untuk
memperoleh konsep secara mendalam melaui memberi dan menerima .
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
565
Berdasarkan hal tersebut di atas maka diperlukan penerapan model two stay two stray untuk
peningkatan prestasi belajar siswa dan keaktifan siswa pada mata pelajaran IPA tentang sifat – sifat
benda padat, cair, dan gas di SDN Tlekung 02 Kota – Batu.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan adalah pnelitian tindakan kelas (PTK). Penelitian tindakan
kelas pada hakikatnya adalah merupakan sarana untuk memperbaiki dan meningkatkan
profesionalisme pendidik dan prestasi belajar siswa. Hal ini didukung oleh pendapat Akbar, (2009:83)
yang mengungkapkan bahwa PTK adalah penelitian yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas
proses dan hasil pembelajaran di kelas, atau memecahkan masalah dalam pembelajaran kelas.
Penelitian ini dilakukan secara kolaborasi antara penulis sebagai pelaksana tindakan perbaikan dan
observer sebagai pengamat penelitian. Penelitan tindakan kelas dilakukan secara bertahap yaitu
perencanaan, pelaksanaan tindakan, pengamatan tindakan dan refleksi. Hasil refleksi terhadap
tindakan yang dilakukan akan digunakan kembali untuk revisi rencana. Jika ternyata tindakan yang
dilakukan belum berhasil, maka perlu adanya perbaikan rencana pembelajaran untuk bisa
memecahkan masalah. Metode penelitian ini bisa digambarkan seperti pada (gambar 1) di bawah ini.
Gambar1. Siklus PTK( Kasbollah, 1998)
PRA PENELITIAN
MenentukanPermasalahan
Mengumpulkan data awal tentang hasil belajar
kognitif dan psikomotorik siswa sebagai study
awal
PERENCANAAN PELAKSANAAN
RPP TINDAKAN
REFLEKSI OBSERVASI
PERENCANAAN PELAKSANAAN
RPP TINDAKAN
REFLEKSI OBSERVASI
TINDAKAN
SIKLUS 1
TINDAKAN
SIKLUS 2
Indikator Tercapai
Selesai
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
566
Secara teknis tahap – tahap kegiatan penelitian dalam siklus I dapat dijelaskan sebagai berikut :
Siklus I
a. Rencana Tindakan
Dalam tahap perencanaan tindakan pada siklus I, kegiatan yang dilakukan peneliti adalah
sebagai berikut: (1) Menyusun silabus dan RPP yang berkaitan dengan materi sifat – sifat benda
padat, cair dan gas kelas IV, (2) Merancang skenario pembelajaran yang dapat merangsang semangat
siswa dalam belajar, (3) Merancang alat pengumpul data berupa tes tulis yang digunakan untuk
mengetahui hasil prestasi siswa.
b. Pelaksanaan tindakan.
1. Dalam penelitian ini, guru pengajar sebagai peneliti melaksanakan skenario pembelajaran,
sedangkan observer (yang melakukan pengamatan) dilakukan oleh seorang teman sejawat.
Adapun langkah-langkah yang akan dilakukan antara lain: (a) penjelasan secara umum
tentang tujuan pembelajaran, (b) penjelaskan tentang model pembelajaran yang akan
diterapkan, (c) penjelaskan langkah – langkah kegiatan dalam melakukan percobaan, (d)
pengumpulkan hasil diskusi kelompok serta hasil evaluasi yang diperoleh siswa dalam
mengerjakan soal evaluasi, dan (e) menganalisa hasil tes tulis dari materi yang telah
diajarkan.
2. Penulis mengajar sesuai dengan skenario pembelajaran yang telah dirancang dan mencatat
kegiatan – kegiatan yang telah dilakukan oleh masing – masing siswa dalam proses
pembelajaran.
3. Penulis memberi soal evaluasi untuk mengetahui tingkat pemahaman dan sejauh mana materi
yang diserap oleh siswa.
c. Obesevasi
Pada waktu observasi observer menggunakan lembar observasi untu mengamati dan mencatat
kejadian yang terjadi pada saat proses pembelajaran berlangsung dan bertanya pada siswa tentang
kesulitan yang mereka hadapi
d. Refleksi
Peneliti menganalisa hasil tes soal evalusi siswa, dan hasil observasi pada siswa, supaya bisa
menetukan langkah langkah selanjutnya. Peneliti membuat penilaian.Berdasarkan apa yang didapat
siswa pada evaluasi yang telah dilakukan. Jika ternyata hasilnya kurang bisa memenuhi target KKM,
maka akan dilakukan perbaikan – perbaikan yang akan dilanjutkan ke siklus ke II.
SIKLUS II
a. Rencana Tindakan
Dalam tahap perencanaan tindakan pada siklus I, kegiatan yang dilakukan peneliti adalah
sebagai berikut: (1) Menyusun silabus dan RPP yang berkaitan dengan materi perubahan wujud benda
padat, cair dan gas kelas I, (2) Merancang skenario pembelajaran yang dapat merangsang semangat
siswa dalam belajar, (3) Merancang alat pengumpul data berupa tes tulis yang digunakan untuk
mengetahui hasil prestasi siswa.
b. Pelaksanaan Tindakan
Guru memulai pembelajaran dengan melakukan apersepsi dengan menyanyi judul “ Benda
Padat “ dan tanya jawab kepada siswa tentang es. Guru memberi penjelasan tentang tujuan
pembelajaran.Guru memberi penjelasan tentang materi. Guru menjelaskan langkah – langkah model
pembelajaran type “ two stay two stray “ sebagai tersebut: (1) guru membagi siswa menjadi 6
kelompok, masing – masing kelompok terdiri dari 1-4 siswa, (2) Guru menjelaskan langkah – langkah
dalam melakukan percobaan (3) guru membimbing siswa dalam melakukan percobaan, (4) Siswa
berdiskusi kelompok dan guru berkeliling untuk memastikan setiap anggota kelompok yang
berpartisipasi aktif dalam diskusi, (5) Guru mendatangi masing – masing kelompok untuk
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
567
membetulkan kesimpulan, (6) guru menunjuk 1 siswa sebagai tuan rumah, dan 3 siswa lainya sebagai
pengunjung untuk mendapatkan materi yang berbeda, (7) guru membimbing siswa dalam setiap
kelompok untuk bisa memberi penjelasan kepada pengunjung dari kelompok lain, (8) Guru bersama
siswa menyimpulkan hasil diskusi tentang percobaan, Sebelum LKS dikerjakan. Guru menjelaskan
prosedur pengisian jawaban soal sehingga siswa tidak kebingungan dalam mengerjakan soal.
c. Obesevasi
Pada waktu observasi observer menggunakan lembar observasi untuk mengamati dan
mencatat kejadian yang terjadi pada saat proses pembelajaran berlangsung dan bertanya pada siswa
tentang kesulitan yang mereka hadapi
d. Refleksi
Peneliti menganalisa hasil tes soal evalusi siswa, dan hasil observasi pada siswa, supaya bisa
menetukan langkah langkah selanjutnya. Peneliti membuat penilaian berdasarkan apa yang didapat
siswa pada evaluasi yang telah dilakukan. Jika ternyata hasilnya kurang bisa memenuhi target KKM,
maka akan dilakukan perbaikan – perbaikan yang akan dilaksanakan dalam pembelajaran selanjutnya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian dilakukan di SDN Tlekung 02 desa Tlekung Kecamatan Junrejo, Kota – Batu,
dengan subyek penelitian siswa kelas IV yang berjumlah 25 siswa, laki – laki berjumlah 13 siswa dan
perempuan 12 siswa. Pada saat kegiatan proses pembelajaran berlangsung banyak ditemukan kejadian
– kejadian yang dialami siswa diantaranya: (1) siswa tidak ada yang mengajukan pertanyaan, (2)
diskusi kelompok belum aktif benar masih ada beberapa siswa yang diam dan bergurau sendiri, (3)
siswa belum bisa menyimpulkan hasil percobaan.
Berdasarkan masalah tersebut di atas dimungkinkan ada faktor- faktor penyebabnya. Salah
satu penyebab dari masalah siswa yang enggan bertanya adalah kurang konsentrasi dalam belajar
.Menurut Slameto (2010:87) seseorang mengalami kesulitan konsentrasi belajar disebabkan oleh: (a)
kurang berminat terhadap mata pelajaran yang dipelajari, (b) keadaan lingkungan ( bising, hiruk –
pikuk,dan ramai), (c) pikiran kacau /masalah kesehatan terganggu.Untuk mengatasi siswa yang
kurang konsentrasi dalam belajar maka guru harus mempunyai strategi untuk meningkatkan daya
konsentrasi siswa dalam belajar. Strategi yang harus dilakukan menyajikan percobaan yang berbeda
alat dan bahannya.
Terjadinya diskusi kelompok yang belum aktif dimungkinkan adanya faktor penyebab
diantaranya: (a) jumlah dalam kelompok yang terlalu banyak, (b) sebagian besar siswa daya serapnya
rendah, (c) siswa kurang mengerti dalam menjalankan tugasnya untuk melakukan percobaan.Sejalan
dengan Eggen dan Kauchak (1993:319) mendefinisikan pembelajaran kooperatif sebagai sekumpulan
strategi mengajar yang digunakan guru agar siswa saling -membantu dalam mempelajari sesuatu,
Slavin (1997), pembelajaran kooperatif, merupakan metode pembelajaran dengan siswa bekerja dalam
kelompok yang memiliki kemampuan heterogen. Untuk meningkatan keaktifan siswa dalam diskusi
kelompok perlu dilakukan kiat – kiat sebagai berikut : (a) jumlah anggota dalam kelompok dikecilkan
menjadi 1-4 siswa, (b) guru membagi kelompok secara merata ada yang tinggi, sedang, dan rendah
daya serapnya, (c) penjelasan tentang langkah – langkah untuk melakukan percobaan secara rinci dan
detail dengan menggunakan bahasa yang mudah dipahami siswa
Beranjak dari siswa yang belum bisa menyimpulkan hasil percobaan maka peneliti dan
observer mendiskusikan hal tersebut untuk mencari faktor – faktor penyebab, maka ditemukan
kendala sebagai berikut: (a) siswa belum memahami materi, (b) siswa salah dalam melakukan
percobaan. Berdasarkan kendala tersebut maka guru melakukan kegiatan memberi contoh cara
menyimpulakan hasil diskusi dan siswa perlu mendapat bimbingan dan belajar pendampingan untuk
menyimpulkan hasil percobaan .
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
568
Gambar 1.Pengambilan simpulan didampingi penulis
Pelaksanaan pembelajaran siklus I dengan penerapan model two stay two stray hasil belajar
siswa dapat digambarkan bahwa dari 25 siswa yang memenuhi target KKM ada 15, sedangkan 10
siswa di bawah KKM. Walaupun masih ada siswa yang masih pasif. Prosentase tingkat ketercapaian
hasil belajar siswa bisa dilihat pada Tabel 2.
Tabel 1.Prosentase Nilai Tes Pra Siklus.
NO Rentang Nilai Jumlah Siswa Prosentase ketuntasan
1 0 - 49 5 20% Belum tuntas
2 50 - 59 4 16% Belum tuntas
3 60- 69 3 12% Belum tuntas
4 70 - 79 7 28% Tuntas
5 80 - 100 6 24% tuntas
jumlah 25 100%
jumlah nilai : 1510
Rata – rata : 60,4
Tabel 2. Prosentase Nilai Tes Siklus I.
NO Rentang Nilai Jumlah Siswa Prosentase ketuntasan
1 0 - 49 5 20% Belum tuntas
2 50 - 59 4 16% Belum tuntas
3 60- 69 1 4% Belum tuntas
4 70 - 79 7 28% Tuntas
5 80 - 100 8 32% tuntas
jumlah 25 100%
jumlah nilai : 1580
Rata – rata : 62,3
Sumber observasi : Batu, 2016
Dari tabel di atas bisa diketahui bahwa dari 25 siswa, yang mendapat nilai 0 – 49 = 5 siswa
atau 20 %, yang mendapat nilai 50 – 59 = 4 siswa atau 16 %, yang mendapat nilai 60 – 60 = 1 siswa
atau 4%, yang mendapat nilai 70 – 79 = 7 siswa atau 28%, yang mendapat nilai 80 – 100 = 8 siswa
atau 32%. Hasil pengamatan yang terjadi di siklus 1 siswa mulai aktif dan prestasi belajar ada
kenaikan 8%.
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
569
Gambar 2. Siswa ktif dalam melakukan percobaan
Pelaksanaan pembelajaran siklus II dengan penerapan model two stay two stray hasil belajar
siswa dapat digambarkan bahwa dari 25 siswa yang memenuhi target KKM ada 19 siswa atau 76%,
sedangkan siswa di bawah KKM ada 6 siswa atau 24%. Walaupun masih ada siswa yang masih pasif.
Prosentase tingkat ketercapaian hasil belajar siswa bisa dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3.Prosentase Nilai Tes Siklus II.
NO Rentang Nilai Jumlah Siswa Prosentase ketuntasan
1 0 - 49 2 8% Belum tuntas
2 50 - 59 1 4% Belum tuntas
3 60- 69 3 12% Belum tuntas
4 70 - 79 11 44% tuntas
5 80 - 100 8 32% tuntas
jumlah 25 100%
jumlah nilai : 1765
Rata – rata : 70,6
Sumber observasi : Batu, 2016
Dari tabel di atas bisa diketahui bahwa dari 25 siswa, yang mendapat nilai 0 – 49 = 2 siswa
atau 8%, yang mendapat nilai 50 – 59 = 1 siswa atau 4 %, yang mendapat nilai 60 - 69 = 3 siswa atau
12%, yang mendapat nilai 70 – 79 = 11 siswa atau 44%, yang mendapat nilai 80 – 100 = 8 siswa
atau 32%. Hasil pengamatan yang terjadi di siklus II siswa mulai aktif dan prestasi belajar ada
kenaikan 16%. Sehingga dapat di jelaskan bahwa penggunaan model pembelajaran two stay two stray
diputus pada siklus II atau berhasil dikarenakan nilai rata-rata kelas telah mencapai ketuntasan.
Prosentase kenaikan bisa dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4.Prosentase Nilai Tes Pra siklus – siklus 2
No Rentang
Nilai
Pra Siklus Siklus 1 Siklus 2
Jml siswa % Jml
siswa % Jml siswa %
1 0 - 49 5 20% 5 20% 2 8%
2 50 - 59 4 16% 4 16% 1 4%
3 60- 69 3 12% 1 4% 3 12%
4 70 - 79 7 28% 7 28% 11 44%
5 80 - 100 6 24% 8 32% 8 32%
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
570
Berdasarkan tabel di atas pada pra siklus dapat dilihat bahwa siswa yang mempunyai nilai >
70 sebesar 13 siswa atau 52%, sedangkan siswa yang mendapat nilai < 70 sebesar 12. Hasil belajar
pada siklus I dapat dilihat siswa yang mempunyai nilai >70 sebesar 15 siswa atau 60% sedangkan
siswa yang mendapat nilai <70 sebesar 10 siswa atau sebesar 40%. Hasil belajar pada siklus II dapat
dilihat bahwa siswa yang mempunyai nilai > 70 sebesar 19 siswa atau 76 % sedangkan siswa yang
mendapat nilai <70 sebesar 6 siswa atau sebesar 34%. Aktifitas siswa juga meningkat, jadi dengan
penerapan model two stay two stray dapat meningkatkan hasil belajar dan aktivitas siswa pada mata
pelajaran IPA di kelas IV SDN Tlekung 02.
Guru yang profesional senantiasa berusaha untuk mencari penyelesaian setiap permasalahan
yang di hadapi dikelasnya. Dengan menggunakan model belajar yang kreatif dan menyenangkan bagi
siswa sangat membantu untuk memahami setiap materi pelajaran yang di pelajarinya.
Setiap model pembelajaran pasti mempunyai kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dari two
stay two stray antara lain : (1) Dapat diterapkan pada semua kelas/tingkatan, (2) Kecenderungan
belajar siswa menjadi lebih bermakna, (3) Lebih berorientasi pada keaktifan, (4) Diharapkan siswa
akan berani mengungkapkan pendapatnya, (5) Menambah kekompakan dan rasa percaya diri siswa,
(6) Kemampuan berbicara siswa dapat ditingkatkan, (7) Membantu meningkatkan minat dan prestasi
belajar. Adapun kekurangan dari model ini antara lain : (1) Membutuhkan waktu yang lama, (2)
Siswa cenderung ramai, (3) Bagi guru, membutuhkan banyak persiapan (materi, dana dan tenaga), (4)
Guru cenderung kesulitan dalam pengelolaan kelas. Kelebihan dan kekurangan model pembelajaran
tersebut didukung oleh Spencer Kagan 1992.
PENUTUP
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas dengan dua siklus, dapat diambil ke-simpulan
bahwa hasil belajar siswa kelas IV SDN Tlekung 02 Kota – Batu, mengalami peningkatan dengan
penerapan model pembelajaran two stay two stray. Nilai setiap siklus adalah sebagai berikut pada
siklus I nilai rata – rata adalah 62,3 dan pada siklus II nilai rata – rata adalah 70,6.
Saran
Hendaknya guru menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray untuk
bisa meningkatkan prestasi belajar siswa baik di kelas rendah maupun di kelas yang tinggi dalam
proses pembelajaran.
DAFTAR RUJUKAN
Depdiknas. 2006, KTSP: Standar Kompetensi Mata Pelajarn IPA Sekolah Dasar dan Madrasah Ibti-
daiyah. Jakarta: Pusat Kurikulum. Pendidikan Dasar dan Menengah
Zubaidah, Siti., Mahanal, Susriyati, dan Yuliati, Lia. 2013. Ragam Model Pembelajaran IPA Sekolah
Dasar. Malang: Universitas Negeri Malang.
http//.jurnal.untac.ac.id/jurnal/index.php/JEPMT/article/view/3216/0. Penerapan Model Pembelaja-
ran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada
Materi Logika
http://jurnal – online.um.ac.id / artikel / artikel EEAIFOOCF 37BDA5639F 120B94IC8A8508.pdf.
Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Two Stay Two Stray Untuk Meningkatkan
Komunikasi Matematis Tertulis Siswa Kelas XI IPA SMAN I Purwosari Pasuruan
http://repo.iain-tulungagung.ac.id /1740/ Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay
Two Stray Untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V MIN Mergayu Bandung.
Tulungagung.
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
571
PENERAPAN METODE EKSPERIMEN PADA MATERI RANGKAIAN LISTRIK
SEDERHANA ( SERI DAN PARALEL) UNTUK MENINGKATKAN KEAKTIFAN
SISWA DAN HASIL BELAJAR IPA KELAS VI DI SDN SUMBERGONDO 02
Trihananingtyas
SDN Sumbergondo 02
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan keaktifan siswa dan hasil belajar
siswa melalui penerapan metode eksperimen pada mata pelajaran IPA dalam materi
rangkaian listrik sederhana (seri dan paralel). Metode penelitian yang digunakan adalah
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan 2 siklus, masing-masing siklus terdiri 4 tahap,
yaitu tahap perencanaan, tahap tindakan, observasi, refleksi. Setiap siklus terdiri dari 2
kali pertemuan. Pada setiap akhir pertemuan siswa diberi tes uraian. Subjek penelitian
adalah siswa kelas VI SDN Sumbergondo 02 yang berjumlah 19 siswa. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa metode eksperimen dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar
siswa. Keaktifan siswa sebesar 66,4% dan hasil belajar siklus I sebesar 47% dengan rerata
nilai 68 pada pertemuan I, keaktifan siswa sebesar 58% dan hasil belajar siklus I dengan
rerata nilai 69,4 pada pertemuan II. Pada siklus II keaktifan siswa sebesar 72,4% dengan
rerata hasil belajar 73 pada pertemuan pertama sebesar 68% dan keaktifan siswa sebesar
79% dan rerata nilai 78 sebesar 74% hasil belajar pada pertemuan II. Hal ini menunjukkan
ada peningkatan pada keaktifan siswa dan hasil belajar akibat dari metode eksperimen.
Kata Kunci: metode eksperimen, keaktifan siswa, hasil belajar IPA
Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak terlepas dari gejala kelistrikan,karena untuk
memenuhi kebutuhan hidup,manusia sangat memerlukan listrik. Oleh karena itu, materi ini penting
untuk diajarkan di tingkat Sekolah Dasar, tentunya dengan kompleksitas yang sesuai dengan siswa
SD. Pada Mata Pelajaran IPA SD ada materi tentang rangkaian listrik sederhana yaitu seri dan paralel
terutama di kelas VI semester II. Dua aspek yang diperhatikan dalam pembelajaran ini diantaranya
aspek ketrampilan yang mengajak siswa untuk mengeksplorasi percobaan dan mengajak siswa untuk
kreatif serta aspek proses untuk mengetahui siswa aktif melaksanakan percobaan.
Berdasarkan penjelasan di atas, di SDN Sumbergondo 02 masih terdapat kendala dalam
pemahaman konsep rangkaian listrik sederhana dengan menggunakan metode ceramah dan penugasan
diantaranya: (1) siswa kurang aktif dalam mengikuti pembelajaran, (2) siswa kurang kreativitas dalam
pembelajaran, (3) siswa belum bisa merangkai rangkaian listrik sederhana,dan (4) hasil belajar siswa
sebagian besar dibawah KKM. Jika permasalahan ini tidak segera dilakukan perbaikan pembelajaran
maka, akan terjadi penurunan prestasi siswa secara terus menerus. Untuk mengatasi hal tersebut
diperlukan penerapan pendekatan metode eksperimen pada rangkaian listrik sederhana (seri dan
paralel).
Metode eksperimen adalah metode pembelajaran yang berfokus pada percobaan yang
menekankan partisipasi siswa untuk aktif. Menurut Arindawati dan Huda (2004), metode eksperimen
adalah cara penyajian pelajaran di mana siswa melakukan percobaan dengan mengalami dan
membuktikan sendiri sesuatu yang dipelajari, dan menurut Roestiyah (2001:80) metode eksperimen
juga merupakan suatu cara mengajar, dimana siswa melakukan suatu percobaan tentang sesuatu hal,
mengamati prosesnya serta menuliskan hasil percobaannya, kemudian hasil pengamatan itu
disampaikan ke kelas dan di evaluasi oleh guru. Hal tersebut juga sejalan dengan Kartikasari (2011)
kegiatan eksperimen merupakan kegiatan ilmiah yang dalam menemukan konsep yang dilakukan
melalui percobaan dan penelitian ilmiah. Metode eksperimen memberi kesempatan siswa untuk
berpikir sendiri, mengikuti suatu proses, mengamati suatu obyek, keadaan atau proses sesuatu.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
572
Dengan begitu, siswa dituntut untuk mengalami sendiri, mencari suatu kebenaran, mencoba mencari
data baru, mengolah sendiri, membuktikan suatu hukum atau dalil dan menarik kesimpulan atas
proses yang dialaminya. Proses penemuan konsep yang melibatkan keterampilan-keterampilan yang
mendasar melalui percobaan ilmiah dapat dilaksanakan dan ditingkatkan melalui kegiatan
laboratorium maupun di alam terbuka.
Berdasarkan pengamatan pada saat guru melakukan pembelajaran dengan metode ceramah
dan penugasan, terlihat bahwa siswa mengalami kesulitan untuk memahami konsep-konsep
rangkaian listrik sederhana, siswa menjadi kurang aktif sehingga hasil belajar siswa kurang
memuaskan. Melalui penerapan metode eksperimen pada materi rangkaian listrik sederhana
diharapkan terjadi perbaikan proses pembelajaran yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas
VI SDN Sumbergondo 02 dapat berpartisipasi aktif dan dapat mengembangkan kreatifitasnya,
kejemuan-kejemuan dalam proses pembelajaran bisa ditekan semaksimal mungkin sehingga hasil
pembelajaran lebih meningkat
METODE PENELITIAN
Metode dalam penelitian ini menggunakan pendekatan Penelitian Tindakan Kelas
( PTK ) melalui dua siklus. Model penelitian merujuk pada proses pelaksanaan penelitian yang
dikemukakan oleh Kemmis & Taggart (1988) yang meliputi menyusun perencanaan (planning),
pelaksanaan tindakan (acting), pengamatan (observing), dan refleksi (reflecting). Setiap eksperimen
yang dilakukan oleh siswa akan dilaporkan sesuai dengan hasil yang diperoleh saat pengamatan
dilakukan. Hal-hal yang perlu diperhatikan agar penerapan metode eksperimen menjadi efisien dan
efektif, antara lain sebagai berikut: (1) Dalam eksperimen setiap siswa harus mengadakan percobaan,
maka jumlah alat dan bahan harus cukup bagi tiap siswa, (2) kondisi alat dan mutu bahan percobaan
yang digunakan harus baik dan bersih, dan (3) Pelaksanaan percobaan dilengkapi dengan petunjuk
yang jelas (Roestiyah, 2001)
Dari penjelasan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa sebelum melakukan eksperimen, guru harus
mengkomunikasikan tujuan eksperimen terlebih dahulu, memeriksa alat dan bahan praktikum
(eksperimen), mengawasi jalannya praktikum, dan mengumpulkan laporan hasil pengamatan siswa
sebagai pelaksana eksperimen agar tujuan pembelajaran dengan menggunakan metode eksperimen
dapat tercapai dengan baik. Kerangka siklus penelitian tindakan kelas dapat dilihat pada Gambar 1.
PERENCANAAN SIKLUS I
PELAKSANAAN TINDAKAN
REFLEKSI
OBSERVASI
SIKLUS SELANJUTNYA
IDENTIFIKASI MASALAH
PERENCANAAN
PELAKSANAAN TINDAKAN OBSERVASI
SIKLUS II REFLEKSI
Gambar 1: Alur Siklus ( Sumber Kemmis & Taggart (1988)
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
573
Penelitian ini dilaksanakan di SDN Sumbergondo 02 dengan subyek penelitian adalah siswa
kelas VI dengan jumlah 19 siswa terdiri 7 anak laki-laki dan 12 anak perempuan. Penelitian dilakukan
dalam dua kali pertemuan dalam setiap siklus. Masing-masing pertemuan melalui tahapan
perencanaan, tindakan, obsevasi dan refleksi. Penelitian ini dilaksanakan di SDN Sumbergondo 02.
Siklus I
Tahap perencanaan yaitu pembuatan skenario pembelajaran, rencana pembelajaran dan pembuatan
alat evaluasi serta membuat soal dalam lembar observasi.
Tahap tindakan yaitu Langkah -langkah pada saat pelaksanaan adalah: (a) guru membagi siswa
dalam kelompok heterogen masing-masing terdiri 5 kelompok (b) guru menginformasikan tujuan dan
kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan (c) siswa mendergarkan penjelasan guru dan diadakannya
tanya jawab tentang materi antara guru dan siswa (d) guru membagikan lembar tugas siswa kepada
masing-masing kelompok dan membimbing mereka mengerjakan soal. (e) guru memperhatikan setiap
kelompok pada saat mengerjakan soal. (f) diadakan tes secara individual diakhir setiap siklus untuk
melihat hasil pembelajaran. (g) guru membuat nilai tes dan nilai rata-rata kelas.
Tahap observasi yaitu peneliti bersama teman sejawat melakukan observasi tindakan yang
dilakukan dilapangan. Catatan dilapangan digunakan untuk mengobservasi guru dan siswa selama
proses pembelajaran berlangsung. Sedangkan analisis dokumen digunakan untuk mengobservasi hasil
belajar siswa yang diperoleh dari siklus antar kelompok dan tes untuk setiap siklus.
Tahap refleksi yaitu guru dan peneliti melakukan diskusi mengenai hasil perubahan yang
diperoleh setelah tindakan dan hasilnya digunakan sebagai revisi dan acuan untuk merencanakan
siklus berikutnya.
Siklus: II
Berdasarkan hasil temuan siklus I, ada beberapa hal yang perlu diperbaiki pada siklus II yaitu (1)
sebagian siswa masih kurang aktif dalam mengikuti pembelajaran,(2) sebagian siswa kurang
kreativitas dalam pembelajaran dan ( 3) sebagian siswa belum bisa merangkai rangkaian listrik
sederhana, maka dari itu dilakukan tahap –tahap:
Tahap perencanaan yaitu pembuatan skenario pembelajaran, rencana pembelajaran dan pembuatan
alat evaluasi serta membuat soal dalam lembar observasi.
Tahap tindakan yaitu Langkah -langkah pada saat pelaksanaan adalah
(a) guru membagi siswa dalam kelompok heterogen masing-masing terdiri 5 kelompok (b) guru
menginformasikan tujuan dan kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan (c) siswa mendengarkan
penjelasan guru tentang petunjuk cara pembuatan rangkaian seri dan paralel dan (d) siswa
melakukan percobaan membuat rangkaian listrik sederhana yaitu rangkaian seri atau rangkaian
paralel ( e) guru membagikan lembar tugas siswa kepada masing-masing kelompok dan menjelaskan
petunjuk dalam lembar kerja kelompok (f) guru mengadakan penilaian proses pada saat siswa
melakukan percobaan (g) perwakilan kelompok mempresentasikan hasil lembar kerja kelompok (h)
diadakan tes secara individual diakhir setiap siklus untuk melihat hasil pembelajaran (i) Guru
membuat nilai tes dan nilai rata-rata kelas.
Tahap observasi yaitu peneliti bersama teman sejawat melakukan observasi tindakan yang
dilakukan dilapangan. Catatan dilapangan digunakan untuk mengobservasi guru dan siswa selama
proses pembelajaran berlangsung. Sedangkan analisis dokumen digunakan untuk mengobservasi hasil
belajar siswa yang diperoleh dari siklus antar kelompok dan tes untuk setiap siklus.
Tahap refleksi yaitu guru dan peneliti melakukan diskusi mengenai hasil perubahan yang
diperoleh setelah tindakan dan hasilnya digunakan sebagai revisi dan acuan untuk merencanakan
siklus berikutnya.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
574
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan pelaksanaan siklus I dan siklus II diperoleh hasil sebagai berikut:
Siklus I
Pelaksanaan penelitian dilakukan di SDN Sumbergondo 02 dengan subyek 19 siswa terdiri
dari 7 siswa laki-laki dan 12 siswa perempuan. Siklus I dilaksanakan hari Sabtu, pada tanggal 13
Februari 2016 pukul 08.00 – 10.00 WIB dengan materi rangkaian listrik sederhana (seri dan paralel).
Kegiatan yang telah dilakukan pada siklus I ditinjau dari proses pembelajaran berjalan dengan baik.
Namun demikian masih terdapat beberapa kekurangan sebagai berikut:
(1) sebagian siswa masih kurang aktif dalam mengikuti pembelajaran, (2) sebagian siswa kurang
kreativitas dalam pembelajaran, (3) sebagian siswa belum bisa merangkai rangkaian listrik sederhana,
dan (4) hasil belajar siswa sebagian besar dibawah KKM .
Kekurang aktifan siswa dalam pembelajaran dimungkinkan karena metode yang digunakan
guru banyak berpusat pada guru tidak banyak melibatkan siswa sehingga menimbulkan perasaan
bosan pada siswa. Hal ini sejalan denganTransita Pawartani (2013) menjelaskan bahwa selama ini
keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar dirasakan sangat kurang karena selama aktifitas belajar
siswa di dalam kelas tidak memicu keaktifan siswa, guru cenderung mengajar dengan metode
ceramah. Hal ini ditegaskan Henri Donan (2013) bahwa permasalahan yang muncul terkait dengan
metode adalah penggunaan metode ceramah secara terus menerus tanpa diselingi dengan metode lain
akan membuat siswa merasa bosan sehingga hilang konsentrasinya dalam mengikuti pelajaran. Dalam
hal ini guru banyak melakukan aktifitas ceramah .
Kreativitas pembelajaran pada siswa berkurang dimungkinkan karena tidak ada pendorong /
motivasi yang kuat untuk berkreasi, menurut kamus Webster dalam Anik Pamilu
(2007:9) kreativitas adalah kemampuan seseorang untuk mencipta yang ditandai dengan orisinilitas
dalam berekspresi yang bersifat imajinatif. Hairul Nur Fadillah (2013) juga mengatakan bahwa pada
umumnya yang melatarbelakangi rendahnya ketrampilan dan penguasaan materi pembelajaran secara
praktis salah satunya adalah kurangnya motivasi siswa dalam menyerap materi pelajaran dan
informasi dari berbagai sumber termasuk guru dan kurangnya media,guru sangat monoton dan kurang
variatif.
Pemahaman konsep siswa dalam merangkai rangkaian listrik sederhana belum dipahami
disebabkan siswa belum mengerti konsep-konsep rangkaian listrik sederhana.Hal tersebut
dimungkinkan siswa belum siap menerima pelajaran yang akan disampaikan guru dan belum ada
keberanian untuk bertanya. Pemahaman konsep sangat penting untuk memudahkan siswa menerima
materi pelajaraan yang berlangsung.Menurut Natawidjaya (1984: 29) bahwa: ”Guru dalam proses
pembelajaran diharapkan mampu untuk: (a) mengenal dan memahami setiap siswa baik secara
individual maupun kelompok (b) memberikan penerangan kepada siswa mengenai hal-hal yang
diperlukan dalam proses belajar (c) memberikan kesempatan yang memadai agar setiap siswa dapat
belajar sesuai dengan kemampuan pribadinya (d) membantu setiap siswa dalam mengatasi masalah-
masalah pribadi yang dihadapinya (e) menilai keberhasilannya setiap langkah kegiatan yang telah
dilakukan olehnya. Salah satu penyebab siswa kurang berani bertanya dalam proses pembelajaran
dimungkinkan karena guru tidak memberikan kesempatan untuk bertanya. Pembelajaran banyak
terpusat pada guru ( Teacher Centre Learning ). Hal ini sejalan dengan penjelasan Winasih (2009)
mengatakan bahwa siswa kurang berani mengemukakan gagasan dalam kegiatan belajar dan kurang
peduli di kelas karena metode dan media pengajaran yang digunakan oleh guru dinilai sangat
monoton dan membosankan.
Pelaksanaan Siklus I
Pada pelaksanaan siklus I, peneliti membuat rancangan pembelajaran dengan mem-
persiapkan rencana pelaksanaan pembelajaran ( RPP) dan lembar kerja kelompok (LKK) dan soal
evaluasi individu.
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
575
Pada tahap pelaksanaan tindakan, peneliti melaksanakan siklus I terdiri dari dua kali pertemuan
dengan menggunakan metode ceramah, demontrasi dan penugasan. Untuk tahap awal, guru membagi
siswa dalam kelompok heterogen masing-masing terdiri 5 kelompok, siswa mendengarkan penjelasan
guru dan diadakannya tanya jawab tentang materi, guru membagikan lembar tugas siswa kepada
masing-masing kelompok dan membimbing mereka mengerjakan soal. Perwakilan kelompok
mempresentasikan hasil kelompok. Kegiatan akhir pada pertemuan pertama siklus 1 yaitu dengan
memberikan soal evaluasi individu, kemudian guru dan siswa menyimpulkan materi.
Pada pertemuan kedua siklus I, siswa diberikan Lembar Kerja Kelompok,siswa berdiskusi
dalam kelompoknya, dilanjutkan dengan persentasi perwakilan kelompok dan kelompok lain
menanggapi. Guru memberikan sekilas penjelasan tentang materi yang telah dipresentasikan untuk
lebih meningkatkan pemahaman siswa tentang konsep rangkaian listrik sederhana. Kegiatan
pembelajaran diakhiri dengan memberikan soal evaluasi individu dan refleksi.
Berdasarkan hasil pengamatan guru terhadap sikap siswa menunjukkan masih ada beberapa
siswa yang kurang aktif,tidak kreatif dan masih terlihat bingung pada saat mengerjakan soal evaluasi
individu, kemungkinan belum bisa memahami konsep rangkaian listrik sederhana. Ketidak aktifan
siswa dan hasil belajar siswa pada siklus I, ini dapat dilihat pada gambar 1.
b
a
Gambar 1. a dan b merupakan gambar ketidak aktifan siswa dan hasil belajar pada proses
pembelajaran pada siklus I
Pada akhir siklus I, keaktifan siswa sebesar 66,4% dan hasil belajar siklus I sebesar 47%
dengan rerata nilai 68 pada pertemuan I, keaktifan siswa sebesar 58% dan hasil belajar siklus I dengan
rerata nilai 69,4 pada pertemuan II.Hasil belajar siswa belum mencapai KKM yang diharapkan. Dari
hasil tes dapat dilihat bahwa rata-rata siswa kurang memahami penerapan konsep rangkaian listrik
sederhana.Hal ini disebabkan oleh kurangnya keseriusan siswa pada saat pembelajaran.
Siklus II
Berdasarkan refleksi siklus I ditemukan beberapa kekurangan dalam pelaksanaan pembelajaran serta
target yang diharapkan dalam penelitian belum dicapai. Upaya perbaikan siklus I pada siklus II
diperlukan untuk mengatasi kekurangan pada siklus I yaitu, dengan menpergunakan metode
eksperimen agar para siswa dapat terlibat aktif sepenuhnya dalam proses pembelajaran. Pelaksanaan
tindakan siklus II ini dilaksanakan dalam dua pertemuan. Pertemuan pertama, guru membagi siswa
dalam kelompok heterogen masing-masing terdiri 5 kelompok, guru menginformasikan tujuan dan
kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan dan siswa mendengarkan penjelasan guru tentang
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
576
petunjuk cara pembuatan rangkaian seri dan paralel, siswa melakukan percobaan membuat rangkaian
listrik sederhana yaitu rangkaian seri atau rangkaian paralel kemudian guru membagikan lembar
tugas siswa kepada masing-masing kelompok dan menjelaskan petunjuk dalam lembar kerja,
perwakilan kelompok mempresentasikan hasil percobaannya. Guru mengadakan penilaian proses
pada saat siswa melakukan percobaan. Diadakan tes secara individual diakhir setiap siklus untuk
melihat hasil pembelajaran. Pertemuan kedua,siswa diajak menyanyi “ Sumber Energi “ sebagai
motivasi belajar pada awal kegiatan pembelajaran kemudian guru membagi siswa dalam kelompok
heterogen masing-masing terdiri 5 kelompok, guru menginformasikan tujuan dan kegiatan
pembelajaran yang akan dilakukan. Siswa melakukan percobaan membuat rangkaian listrik sederhana
yaitu rangkaian seri atau rangkaian paralel berdasarkan petunjuk lembar kerja kelompok. Guru
mengadakan penilaian proses pada saat siswa melakukan percobaan. Perwakilan kelompok
mempresentasikan hasil lembar kerja kelompok dan diadakan tes secara individual diakhir setiap
siklus untuk melihat hasil pembelajaran. Guru membuat nilai tes dan nilai rata-rata kelas. Pada siklus
II ini dengan metode eksperimen, membuktikan bahwa siswa benar –benar aktif dalam proses
pembelajaran. Keaktifan siswa pada kegiatan pembelajaran dapat dilihat pada gambar. 2
c
a b
Gambar 2. a, b dan c merupakan gambar ke aktifan siswa dan hasil belajar pada proses
pembelajaran pada siklus II
Ditinjau dari keaktifan dan hasil belajar,siswa sudah mencapai KKM yang telah ditetapkan.
Hasil belajar siswa didapat dari tugas kelompok (portofolio) dan tes akhir yang dilakukan secara
individu. Pada tugas kelompok, skor yang didapat siswa berdasarkan skor perolehan kelompok
masing-masing. Pada akhir pembelajaran, guru juga memberikan tes individu untuk menguji sampai
dimana tingkat pemahaman siswa terhadap materi yang telah dipelajari. Hasil belajar siswa pada
pada siklus I dan II, ini dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1.Hasil Belajar dan Aktifitas Belajar pada Siklus 1 dan Siklus 2
Uraian Pelaksanaan Siklus I Siklus II
Rerata Prosentase Rerata Prosentase
Jumlah siswa 19
7,0
19
7,0 KKM
Hasil Belajar Pertemuan I 68 47% 73 68%
Pertemuan II 69,4 58% 78 74%
Keaktifan
siswa
Pertemuan I 66,4% 72%
Pertemuan II 71% 79%
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
577
Berdasar tabel 1, Perbandingan keaktifan siswa dan hasil belajar siswa antara siklus 1 dan siklus 2
dideskripsikan sebagai berikut. Keaktifan siswa sebesar dan hasil belajar siklus I sebesar 47%
dengan rerata nilai 68 pada pertemuan I, keaktifan siswa sebesar 58% dan hasil belajar siklus I
dengan rerata nilai 69,4 pada pertemuan II. Pada siklus II keaktifan siswa sebesar 72,4% dengan
rerata hasil belajar 73 pada pertemuan pertama sebesar 68% dan keaktifan siswa sebesar 79% dan
rerata nilai 78 sebesar 74% hasil belajar pada pertemuan II. Dengan melihat standar K KM yang
ingin dicapai pada siklus I menunjukkan bahwa kemampuan siswa sangat bervariasi . Pembelajaran
dengan metode eksperimen adalah siswa mendapatkan pengalaman langsung untuk mempelajari
benda konkrit sehingga lebih bermakna. Sejalan dengan pendapat Edgar Dale (1946) pemahaman
siswa yang diperoleh dengan cara mengerjakan hal nyata dapat mencapai 90% sehingga lebih
bermakna. Suleiman ( 1981:13-14) juga menyatakan bahwa tidak seperti kata – kata, pengalaman
nyata sangat efektif untuk mendapatkan suatu pengertian.
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka, dapat disimpulkan bahwa melalui
penerapan metode eksperimen dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa kelas VI SDN
Sumbergondo 02, tentang materi “ Rangkaian listrik sederhana. Penerapan metode eksperimen
dapat meningkatkan kreativitas, motivasi dan pemahaman konsep siswa lebih baik,karena siswa
memperoleh pengalaman belajar yang lebih bermakna.
Saran
Berdasarkan hasil kesimpulan di atas maka, saran yang diberikan adalah dengan menerapkan
metode eksperimen dapat meningkatkan keaktifan siswa dan hasil belajar IPA, Sebaiknya guru
menggunakan metode yang bervariasi dan media yang sesuai dalam proses pembelajaran.
DAFTAR RUJUKAN
Irmayanti, 2015. Penerapan Metode Eksperimen untuk meningkatkan hasil belajar fisika siswa kelas
XII SMA NEGERI 5 BATAM.
Meilinda, 2012. Upaya Peningkatan Hasil Belajar dengan Penerapan Metode Eksperimen pada
pembelajaran IPA di kelas V SD Negeri Bermani ilir ,hal 70-71,J –TEQIP,Tahun III,Nomor
1, Mei 2012
Prosiding Seminar Nasional TEQIP ( Teacher Quality Improvement Program) dengan tema “
Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna “ pada tanggal 31 Oktober
2015 di Hotel Purnama Batu
Meningkatkan Hasil Belajar pada Pembelajaran IPA Kelas IV SDN 030 Long Ikis Kabupaten Paser.
Prosiding Seminar Nasional TEQIP 2013. Universitas Negeri Malang
Suharsimi Arikunto,Suhardjono, dan Supardi. (2006). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta. Bumi
Aksara
Wa Ode Ida Farida, 2015. Penerapan Metode Bervariasi dengan bantuan Media Kartu Berpasangan
pada materi alat pencernan pada manusai Siswa SDN 17 Baruga
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
578
PENERAPAN METODE DEMONTRASI DENGAN BENDA KONKRIT UNTUK
MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA (VEGETATIF BUATAN) KELAS VI SDN
PUNTEN O2 BATU
LILIS INDAHYANI
SDN PUNTEN 02 KOTA BATU
Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar pada pembelajaran
IPA dengan topik vegetatif buatan siswa kelas VI SDN Punten 02 Batu. Metode penelitian
yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas (PTK). Penelitian dilaksanakan melalui 2
siklus tindakan. Siklus pertama dilaksanakan dua kali pertemuan masing-masing 2jam
pelajaran 70 menit, siklus II dilaksanakan 1 kali pertemuan selama 3 jam pelajaran 105
menit. Hasil penelitian menunjukkan nilai hasil belajar siklus I dengan KKM yang
ditetapkan 70, siswa yang memperoleh nilai mencapai KKM 53,2%. Sedangkan pada siklus
II siswa yang memperoleh nilai mencapai KKM ada 81%. Hal ini menunjukkan adanya
peningkatan hasil belajar siklus I dan siklus II. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
penerapan metode demontrasi dengan benda kongkrit dapat meningkatkan hasil belajar
pada materi perkembangbiakan tumbuhan secara vegetatif.
Kata Kunci: metode demonstrasi , media kongkrit, vegetatif, dan hasil belajar
Tujuan pembelajaran pada mata pelajaran IPA atau sains adalah agar siswa mampu
memahami dan menguasai konsep konsep IPA serta keterkaitan dengan kehidupan nyata siswa juga
mampu menggunakan strategi pembelajaran ilmiah untuk memecahkan masalah yang dihadapinya,
sehingga lebih menyadari dan mencintai kebesaran dan kekuasaan penciptanya (Sumaji,20013:1).
Menurut Abraham Teniwut (2015,1), pada dasarnya, pendidikan mempunyai tujuan untuk
menghantarkan siswa pada perubahan tingkah laku baik moral maupun intelektual yang dapat
dijadikan bekal hidup sebagai makhluk individu maupun makhluk sosial. Untuk mencapai tujuan
tersebut, siswa berinteraksi dengan lingkungan belajar yang telah dibimbing oleh guru melalui suatu
proses yaitu kegiatan belajar mengajar. Namun, akhir-akhir ini gejala kejenuhan siswa dalam kegiatan
pembelajaran sudah banyak muncul, dapat dilihat pada sikap siswa yang terlihat kurang bersemangat
dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Hal ini disebabkan masih banyak sekolah yang hanya
memberikan teori-teori dibandingkan praktek atau pelaksanaan dalam kehidupan sehari-hari.
Terutama pembelajaran tentang alam atau yang lebih dikenal dengan pembelajaran Ilmu Pengetahuan
Alam (IPA).
Pada pembelajaran IPA kelas VI SDN Punten 02 Batu pada materi perkembangbiakan
tumbuhan secara vegetatif hasil belajar dari tahun sebelumnya banyak siswa yang belum mencapai
KKM, siswa kurang bersemangat dalam proses belajar, kurang dapat menerima materi yang
disampaikan oleh guru. Jika hal tersebut dibiarkan maka akan terjadi ketidakpahaman siswa yang
berakibat prestasinya rendah. Untuk mengatasi masalah di atas diperlukan penerapan metode
demontrasi dengan benda kongkrit pada materi vegetatif buatan.
Kolb (1984) untuk mempelajari konsep-konsep atau prinsip-prinsip IPA, juga berdampak baik
sebab peserta didik semakin memahami permasalahan IPA dalam kehidupan sehari-hari. Menurut
Sudjana (2002), metode demontrasi adalah suatu cara penyajian materi dengan penjelasan lisan
disertai dengan contoh perbuatan atau memperlihatkan suatu proses.
Johana Fuakubun (2012) dengan metode demonstrasi aktifitas siswa pada saat pembelajaran
IPA lebih efektif dan hasil belajar yang dicapai siswa lebih baik dari sebelumnya juga hampir semua
siswa memenuhi KKM. Mulyani Sumantri, (2004:178) mengemukakan bahwa secara umum media
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
579
konkret berfungsi .sebagai (a) Alat bantu untuk mewujudkan situasi bejar mengajar yang efektif, (b)
bagian integral dari keseluruhan situasi mengajar, (c) Meletakkan dasar-dasar yang konkret dan
konsep yang abstrak sehingga dapat mengurangi pemahaman yang bersifat verbalisme, (d)
Mengembangkan motivasi belajar peserta didik, (e). Mempertinggi mutu belajar mengajar.
Perkembangbiakan secara vegetatif artinya tumbuhan berkembang biak tidak melalui proses
perkawinan tetapi melalui penanaman bagian-bagian tumbuhan yang ada,baik bagian akar
,batang,maupun daun. Perbanyakan vegetatif menghasilkan keturunan yang disebut klon. Karena itu,
perbanyakan vegetatif dapat dikatakan sebagai suatu bentuk kloning ("pembuatan klon"). Klon
sebenarnya adalah salinan penuh dari individu induknya karena mewariskan semua karakteristik
genetik maupun fenotipik dari induknya. Fenotipe dapat berbeda pada beberapa teknik perbanyakan
vegetatif tertentu yang merupakan gabungan dua individu.Pada tumbuhan, klon seringkali telah
mencapai tingkat kedewasaan tertentu sewaktu ditanam sehingga biasanya disukai oleh petani karena
waktu tunggu untuk dimulainya produksi dapat dipersingkat. Tanaman buah-buahan dapat mulai
menghasilkan dalam dua atau tiga tahun dengan kloning, sementara melalui biji petani harus
menunggu paling cepat empat tahun ditambah risiko perubahan sifat akibat penggabungan dua sifat
induk jantan dan betinanya.
Dalam pertanian, pencangkokan adalah suatu cara perbanyakan vegetatif tanaman dengan
membiarkan suatu bagian tanaman menumbuhkan akar sewaktu bagian tersebut masih tersambung
dengan tanaman induk. Dalam pengertian teknis di Indonesia, pencangkokan di literatur bahasa
Inggris sebagai air layering. Jenis layering lain dikenal di Indonesia sebagai perundukan (ground
layering).Teknik perkembangbiakan dengan cara cangkok memungkinkan tanaman agar cepat
berbuah dan mempunyai sifat-sifat yang sama dengan induknya. Jika tanaman induknya berbuah
manis, maka cangkokannya menghasilkan buah yang manis pula. Selain itu, mencangkok lebih cepat
memberikan hasil jika dibandingkan dengan menanam bijinya. Tanaman yang dapat dicangkok adalah
tanaman yang mempunyai batang kayu dan berkambium, seperti jambu, rambutan, dan mangga.
Namun tanaman hasil cangkokan memiliki beberapa kelemahan. Tanaman hasil cangkokan hanya
memiliki akar serabut, sehingga mudah tumbang/roboh dan umur tanaman lebih pendek dibandingkan
tumbuhan yang di tanam dari biji.
Berikut adalah cara mencangkok tanaman. Sediakan Alat dan bahan yang digunakan dalam
mencangkok, antara lain : tali pengikat/rafia, pisau yang tajam, serabut kelapa atau plastik, gunting,
tanah yang subur , dan cabang/ranting yang akan kita cangkok.
Langkah - langkah mencangkok adalah sebagai berikut berikut: (1) pilih cabang atau ranting yang
tidak terlalu tua ataupun terlalu muda, (2) kuliti hingga bersih cabang atau ranting tersebut sepanjang
5-10 cm, (3) kerat kambiumnya hingga bersih, dan angin-anginkan, (4) tutup dengan humus atau
sabut kelapa, kemudian dibungkus dengan plastik, (5) ikat pada kedua ujungnya seperti membungkus
permen. Bila menggunakan plastik,lubangi plastiknya terlebih dahulu agar air siraman bisa keluar dan
tanah tidak terlalu basah, (6) jaga kelembaban tanah dengan cara menyiramnya setiap hari (jika
musim kemarau), dan (7) setelah banyak akar yang tumbuh, potong cabang atau ranting tersebut,
kemudian tanam di pot. Setelah tumbuh dengan baik baru ditanam di tanah.
METODE .
Rancangan penelitian yang digunakan berdasarkan Penelitian Tindakan Kelas dengan
menggunakan empat (4) tahapan, yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Kegiatan
penelitian dapat dilihat dalam Gambar 1.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
580
Gambar 1: Alur Siklus ( Sumber: Kemmis dan Taggard, 1988)
Penelitian ini dilaksanakan di kelas VI SDN Punten 02 dengan menggunakan metode diskusi
dengan jumlah 21 orang. Adapun pelaksanaan perbaikan pembelajaran ini dilakukan sebanyak dua
siklus yang dilaksanakan pada bulan Februari 2016.
Siklus I
Rencana tindakan
Pada kegiatan perencanaan peneliti akan menyusun RPP yang sesuai dengan materi
perkembangbiakan tumbuhan secara vegetatif. Peneliti menyusun skenario pembelajaran dengan
menggunakan gambar bermacam-macam tumbuhan yang ada di sekitar siswa. Untuk alat
pengumpulan data berupa LKS dan lembar penilaian. Sebagai bukti pengamatan peneliti menyediakan
lembar pengamatan dan kamera sebagai dokumentasi.
Tahap Pelaksanaan
Peneliti melakukan kegiatan pembelajaran di kelas VI SDN Punten 02 dengan materi
perkembangbiakan tumbuhan secara vegetatif dalam dua kali pertemuan dengan kegiatan sebagai
berikut.Pertemuan pertama dua jam pelajaran (70 menit) kegiatannya meliputi (1) apersepsi guru
mengajak siswa menyanyi kebunku dan menyampaikan tujuan pembelajaran, (2) kegiatan inti guru
membagi LKS untuk menjelaskan cara perkembangbiakan tumbuhan yang ada digambar 12 macam
tumbuhan anak menyelesaikan secara berpasangan, presentasi hasil kerja siswa, (3) kegiatan
penutup kesimpulan dan penguatan oleh guru tentang manfaat perkembangbiakan tumbuhan bagi
manusia.
Gambar 2. Siswa menyelesaikan tugas individu, kelompok, dan guru mengamati juga
membantu siswa yang kesulitan menyelesaikan tugas.
Gambar 2 Kegiatan Pembelajaran Siklus I
PERENCANAAN SIKLUS I
PELAKSANAAN TINDAKAN
REFLEKSI
OBSERVASI
SIKLUS SELANJUTNYA
IDENTIFIKASI MASALAH
PERENCANAAN
PELAKSANAAN TINDAKAN OBSERVASI
SIKLUS II
REFLEKSI
IDENTIFIKASI MASALAH
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
581
Pada pertemuan kedua kegiatan pembelajaran yang peneliti lakukan adalah (1) apersepsi dan
penyampaian tujuan pembelajaran yang ingin dicapai (2) kegiatan inti meliputi penjelasan guru
tentang cara perkembangbiakan tumbuhan dengan vegetatif buatan dengan gambar, guru membagikan
lembar kerja berupa tugas menggambar langkah-langkah kegiatan mencangkok, okulasi, stek batang,
dan stek daun dengan penjelasannya secara kelompok, presentasi hasil kerja kelompok, (3) kegiatan
penutup kesimpulan dan penguatan, mengerjakan soal evaluasi secara individu, dan refleksi.
Tahap Observasi
Kegiatan observasi terdiri atas observasi kegiatan yang dilakukan guru saat proses
pembelajaran, interaksi guru dan siswa, interaksi siswa dengan siswa, dan aktifitas siswa dalam
mengikuti kegiatan pembelajaran, hal itulah yang akan dilakukan oleh observer yang telah ditunjuk
sebagai teman sejawat. Kegiatan observasi ini berlangsung selama proses pembelajaran pada 2
pertemuan tanpa campur tangan peneliti, sehingga hasil observasi dapat menghasilkan data yang
benar – benar akurat.
Tahap Refleksi
Peneliti dan teman sejawat sebagai observer melakukan diskusi tentang kelemahan dan
kelebihan selama pelaksanaan siklus I. Refleksi untuk hasil belajar dan observasi keaktifan siswa
dilakukan setelah pelaksanaan proses pembelajaran pada tiap pertemuan pembelajaran. Hasil dari
refleksi siklus I akan digunakan untuk menentukan perbaikan siskus II agar mendapat hasil lebih baik
Hasil Dan Pembahasan
Pelaksanaan siklus I yang dilakukan tanggal 7 Februari 2016 pada kelas VI SD .N Punten 02,
yang diikuti 21 siswa terdiri dari 12 siswa laki-laki dan 9 siswa perempuan. Pelaksanaan pembelajaran
berlangsung dengan baik, namun masih ada kekurangannya antara lain, (1) ada 2 anak yang diam
baru bekerja jika ditegur temannya, (2) 2 anak dalam satu pasangan tidak mengerjakan tugas malah
bergurau, (3) ditinjau dari hasil belajar siswa masih banyak siswa yang memperoleh nilai di bawah
KKM yang telah ditetapkan yaitu 70.
Tindakan guru selama kegiatan pembelajaran cukup baik, sehingga anak yang semula malas
menjadi aktif kembali dan yang bergurau akhirnya mengerjakan tugasnya kembali sampai selesai
walau hasilnya kurang memuaskan, dan guru selalu memberi motivasi dan mencatat kegiatan siswa
pada lembar pengamatan.
Dari hasil analisis penyebab dari banyaknya anak yang memperoleh nilai di bawah KKM
karena tingkat kesulitan soal uraian misalnya (1) Apa yang dimaksud perkembangbiakan tumbuhan
secara vegetatif ? (2) Apa yang kamu ketahui tentang perkembangbiakan tumbuhan secara vegetatif?
Melalui tes yang dilakukan pada tes pertama dapat terukur bahwa soal yang sulit dapat menjadi
refleksi untuk perbaikan tingkat kesulitan soal dengan melakukan tes yang kedua.
Pada tahap refleksi awal peneliti menggali informasi dari berbagai sumber agar dapat
mengidentifikasi masalah yang ada dalam pembelajaran IPA dengan materi “Perkembangbiakan
tumbuhan secara vegetatif ” ini. Peneliti juga mengumpulkan dokumen pembelajaran yang telah
melalui tes tulis hasilnya sebagai berikut:
Tabel 1. Nilai siswa siklus I
NO RENTANG SKOR JUMLAH SISWA PRESENTASE (%)
1 25 – 40 3 14,3
2. 41 – 55 5 23,8
3. 56 – 69 1 4,8
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
582
4. 70 – 84 8 38,1
5. 85 – 100 4 19,0
JUMLAH 21 100
Dari kegiatan tersebut, peneliti dapat mengambil kesimpulan bahwa rendahnya ketuntasan
belajar pada siswa kelas VI disebabkan oleh kurang tepatnya pemilihan model pembelajaran oleh
guru, sehingga peneliti berkeinginan untuk mencoba menerapkan model pembelajaran yang lain yaitu
dengan menggunakan metode demontrasi dengan benda kongkrit untuk meningkatkan aktifitas dan
hasil belajar IPA tentang “Perkembangbiakan tumbuhan secara vegetatif”.Pada siklus II,
Siklus II
Rencana tindakan
Pada kegiatan perencanaan peneliti akan menyusun RPP yang sesuai dengan materi
perkembangbiakan tumbuhan secara vegetatif. Peneliti menyusun skenario pembelajaran dengan
menggunakan tumbuhan yang ada di taman sekolah dengan menerapkan metode demontrasi dengan
benda kongkrit (melalui mencangkok). Untuk alat pengumpulan data berupa pengamatan, LKS, dan
lembar penilaian. Sebagai bukti pengamatan peneliti menyediakan lembar pengamatan dan kamera
sebagai dokumentasi.
Tahap Pelaksanaan
Peneliti melakukan kegiatan pembelajaran di kelas VI SDN Punten 02 dengan materi
perkembangbiakan tumbuhan secara vegetatif dalam satu kali pertemuan 3 jam pelajaran (105 menit)
dengan kegiatan sebagai berikut: (1) apersepsi guru mengajak siswa menyanyi lagu “Menanam
Jagung” dan menyampaikan tujuan pembelajaran, (2) kegiatan inti guru menjelaskan cara
perkembangbiakan tumbuhan dengan mencangkok, (a) guru membagikan LKS dan alat-alat untuk
mencangkok (pisau, plastik, rafia, tanah humus, dan alkohol), (b) siswa melakukan kegiatan
mencangkok secara berkelompok, (c) siswa kembali ke dalam kelas menyelesaikan lembar kerja yaitu
menuliskan langkah- langkah mencangkok dan tujuan dari mencangkok (d) presentasi hasil kerja
kelompok, (3) kegiatan penutup (a) kesimpulan guru tanya jawab dengan siswa, (b) penguatan tentang
manfaat mencangkok bagi kehidupan petani buah dan bunga,(c) refleksi, (d) mengerjakan soal tes
tulis.
Gambar 3 Kegiatan Pembelajaran Siklus II
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
583
Tahap Observasi
Kegiatan observasi terdiri atas observasi kegiatan yang dilakukan guru saat proses
pembelajaran, interaksi guru dan siswa, interaksi siswa dengan siswa, dan aktifitas siswa dalam
mengikuti kegiatan pembelajaran, hal itulah yang akan dilakukan oleh observer yang telah ditunjuk
sebagai teman sejawat. Kegiatan observasi ini berlangsung selama proses pembelajaran pada 1 kali
pertemuan tanpa campur tangan peneliti, sehingga hasil observasi dapat menghasilkan data yang
benar – benar akurat.
Tahap Refleksi
Peneliti dan teman sejawat sebagai observer melakukan diskusi tentang kelemahan dan
kelebihan selama pelaksanaan siklus II. Refleksi untuk hasil belajar dan observasi keaktifan siswa
dilakukan setelah pelaksanaan proses pembelajaran pada pertemuan pembelajaran. Hasil dari refleksi
siklus II akan digunakan untuk menentukan perbaikan pada proses pembelajaran agar mendapat hasil
lebih baik.
Hasil Dan Pembahasan
Pelaksanaan siklus II yang dilakukan tanggal 2 Maret 2016 pada kelas VI SDN Punten 02,
yang diikuti 21 siswa terdiri dari 12 siswa laki-laki dan 9 siswa perempuan. Dalam hal ini siswa akan
membuktikan perkembangbiakan tumbuhan secara vegetatif buatan contohnya mencangkok. Untuk
pembuktian tersebut,pembelajaran dilaksanakan dengan kooperatif. Menurut Yacob, dkk (1997):
pembelajaran kooperatif adalah pengaturan kerja kelompok yang didalam nya siswa bekerjasama
dalam kelompok kecil untuk mencapai tujuan akademik,efektif dan sosial. Guru membentuk 5
kelompok belajar ,masing-masing 4 kelompok beranggotakan 4 orang dan 1 kelompok
beranggotakan 5 orang. yang kecerdasannya bervariasi. Pelaksanaan pembelajaran berlangsung
dengan baik, namun masih ada kekurangannya antara lain, (1) ada anak yang diam sambil mengawasi
temannya bekerja, (2)ada satu kelompok yang anggotanya secara tertulis nilainya bagus namun terlalu
berhati-hati sehingga waktu habis belum selesai mencangkoknya (mereka sangat kecewa), (4) secara
keseluruhan siswanya merasa senang dan bersemangat akan praktek mencangkok malah ada yang
ingin mencangkok seluruh batang yang ada tapi bisa dinasehati, (5) berdasarkan hasil tes tulis masih
ada 4 anak yang belum mencapai KKM yang ditetapkan.
Tindakan guru selama kegiatan pembelajaran cukup baik, sehingga anak yang semula malas
menjadi aktif kembali dan akhirnya mengerjakan tugasnya kembali sampai selesai, dan guru selalu
memberi motivasi dan mencatat kegiatan siswa pada lembar pengamatan.
Hasil tes tulis kami sajikan dalam tabel 2 sebagai berikut:
Tabel 2. Nilai siswa siklus II
NO RENTANG SKOR JUMLAH SISWA PRESENTASE (%)
1 25 – 40 0 0
2. 41 – 55 2 9,6
3. 56 – 69 2 9,6
4. 70 – 84 12 57,0
5. 85 – 100 5 23,8
JUMLAH 21 21
Berdasarkan hasil analisis penyebab dari anak yang memperoleh nilai di bawah KKM
disebabkan oleh tingkat kesulitan soal uraian misalnya (1) Apa yang dimaksud perkembangbiakan
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
584
tumbuhan secara vegetatif ? (2).apa kelebihan dan keuntungan mencangkok? Karena siswa kurang
dapat memahami kalimat pertanyaan sehingga mereka menjawab salah dan perlu bimbingan khusus
agar lebih gemar membaca untuk menambah wawasan dan pengetahuannya.
Melalui hasil tes yang dilakukan guru maka tujuan pembelajaran yang diperloleh dapat dan
mencapai hasil yang baik. Pelaksanaan perbaikan pembelajaran dengan menggunakan metode
demontrasi pada siklus kedua menunjukkan kemajuan terhadap prestasi belajar siswa. Hal ini
ditunjukan dari hasil nilai siswa yang mengalami peningkatan dibanding dengan hasil nilai siswa
sebelum perbaikan. Di mana nilai yang diperoleh siswa sebelum perbaikan hanya 12 siswa (56,2%)
saja yang memperoleh nilai mencapai KKM, akan tetapi pada perbaikan pembelajaran siklus kedua
mengalami peningkatan nilai pada siswa, jadi jumlah siswa yang memperoleh nilai mencapai KKM
sebanyak 17 siswa (81%).
Dengan demikian perbaikan pembelajaran yang dilakukan guru berhasil sesuai dengan tujuan
pembelajaran yang diinginkan. Melalui hasil tes yang dilakukan secara tertulis hasil yang diperloleh
dapat meningkat anak yang nilai mencapai KKM lebih banyak. Pelaksanaan perbaikan pembelajaran
dengan menggunakan metode demontrasi dengan benda kongkrit pada siklus kedua menunjukkan
kemajuan terhadap prestasi belajar siswa.
Penelitian yang telah dilakukan menunjukan hasil belajar siswa yang menggambarkan dari
21 siswa. Yang tuntas dalam pembelajaran sebanyak 17 orang yaitu sekitar 81 % . Yang belum tuntas
ada 4 orang, sekitar 19 %. Menurut Winataputra (2005 ) , kelebihan penggunaan media konkrit
adalah (1 )dapat memberikan pengalaman langsung kepada siswa, (2 )dapat menerjemahkan ide atau
gagasan yang sifatnya abstrak menjadi realistik, ( 3 ) banyak tersedia dilingkungan sekitar.
Keuntungan penggunaan media konkrit dalam pembelajaran adalah : (1) membangkitkan ide-ide atau
gagasan gagasan yang bersifat konseptual, sehingga mengurangi kesalah pahaman siswa dalam
mempelajarinya, (2) meningkatkan minat siswa untuk materi pelajaran, (3) memberi pengalaman
pengalaman nyata yang merangsang aktivitas diri sendiri untuk belajar, (4) dapat mengembangkan
jalan pikiran yang berkelanjutan, dan (5) menyediakan pengalaman- pengalaman yang tidak mudah
didapat melalui materi-materi yang lain dan menjadikan proses belajar mendalam dan beragam.
Kesimpulan
Pembelajaran IPA pada kompetensi dasar mengidentifikasi cara perkembangbiakan
tumbuhan dapat ditingkatkan melalui media konkrit. Dalam kegiatan ini terlebih dahulu disiapkan
perencanaan pembelajaran , kemudian dilaksanakan. Pembelajaran tersebut dilakukan dengan
penerapan metode demontrasi dengan media konkrit dan kooperatif. Siswa lebih bisa berfikir secara
kreatif setelah melakukan pencangkokan pada tumbuhan secara langsung . Hasil keseluruhan
disimpulkan bahwa hampir semua siswa ikut aktif dalam pembelajaran dengan baik dan dapat
mencapai target KKM 81%, yang sebelumnya hanya 56,2%. Jadi ada peningkatan 24,8%.
Saran
Saran yang diharapkan kepada guru yang mengajar IPA dapat menggunakan media kongkrit
dalam melaksanakan pembelajaran agar dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam belajar dan dapat
meningkatkan kompetensi dalam mencapai KKM. Semoga Kepala Sekolah memberi dukungan, agar
guru dapat membuat media dan menggunakan media kongkrit yang ada dalam melaksanakan
pembelajaran.
Daftar Pustaka
Depdiknas. 2006. KTSP: Standar Kompetensi Mata Pelajaran IPA Sekolah Dasar dan Madrasah
Ibtidayah. Jakarta: Pusat Kurikulum. Pendidikan Dasar dan Menengah.
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
585
Herniwati. 2015. Peningkatan Hasil Belajar Siswa Sd Kelas VI Dalam Pembelajaran Kooperatif Tipe
Stad Berbantuan Media Kreatif. Kotawaringin: Kalimantan Tengah.
Teniwut, Abraham. 2015. Peningkatan Hasil Belajar Siswa Kelas Iv Sd Naskat Mathias Ii Langgur-
A Pada Materi Hubungan Antara Struktur Bagian Tumbuhan Dengan Fungsinya Melalui
Contoh Konkrit.
Sumaji. 2013 .Peningkatan pembelajaran koperatif dengan model pembelajaran MPK pada siswa
kelas VI SD.
Tim wikipedia. 2015. Pencangkokan (Pertanian). Di akses pada 11 Februari 2016 di
https://id.wikipedia.org/wiki/Pencangkokan_(pertanian)
Thok, Tugino. 2014. Perkembangbiakan Tumbuhan Secara Vegetatif. Di akses pada 11 Februari 2016
di http://www.masjal.web.id/2015/08/perkembangbiakan-generatif-dan-vegetatif.html
Marniwati. 2015. Pembelajaran Ipa Materi Perkembang Biakan Tumbuhan Dengan Penyelidikan
Media Konkrit Pada Siswa Kelas V Sd Di Kabupaten Padang Pariaman. SDN Padang
Pariaman.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
586
UPAYA MENINGKATKAN AKTIFITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA
MELALUI PEMANFAATAN ALAM SEKITAR SEBAGAI
SUMBER BELAJAR PADA MATA PELAJARAN IPA
( PENGGOLONGAN TUMBUHAN) KELAS III DI SDN GUNUNGSARI 01 BUMIAJI
BATU
Elita Denny
SDN Gunungsari 01 Kec.Bumiaji Kota Batu
Abstrak: Penelitian Tindakan Kelas ini bertujuan meningkatkan hasil belajar dan keaktifan
siswa pada pembelajaran IPA untuk meteri pokok Penggolongan Tumbuhan Kelas III di
SDN Gunungsari 0 . Penelitian ini menggunakan Model penelitian PTK (Penelitian
Tindakan Kelas ) yang merujuk pada proses pelaksanaan penelitian yang dikemukakan oleh
Kemmis & Taggart (1988) yang berlangsung sebanyak 2 siklus dan tiap siklus terdiri atas 2
pertemuan. Setelah penelitian yang menerapan alam sekitar sebagai sumber belajar
diperoleh peningkatan hasil belajar dan keaktifan belajar siswa. Hasil belajar siswa
mengalami peningkatan dari 65% dengan rerata 65.2 menjadi 72.7% rerata 70.9 di
pertemuan 1 dan 68,1 % rerata 71,8 di pertemuan 2 ,aktifitas siswa juga meningkat dari
56% menjadi 66,8% dipertemuan 1 dan 70,4% dipertemuan 2 pada siklus 1. Pada siklus 2
mengalami peningkatan kembali jika dibandikan dengan siklus 1 yaitu hasil belajar siswa
mengalami peningkatan menjadi 81% rerata 75,4 untuk pertemuan 1 dan 2 , aktifitas siswa
meningkat menjadi 76,1% dipertemuan 1 dan 77,8% dipertemuan 2. Hal ini menunjukkan
bahwa dengan menggunakan alam sekitar sebagai sumber belajar dapat meningkatkan
hasil belajar siswa pada materi yang dipelajari.
Kata Kunci : Alam Sekitar, hasil belajar,aktifitas belajar
Pembelajaran IPA untuk meteri pokok Penggolongan Tumbuhan Kelas III di SDN
Gunungsari 01 pada tahun sebelumnya dari segi hasil maupun aktifitas belajar siswa ,mendapatkan
hasil yang kurang memuaskan. Saat itu proses pembelajaran menggunakan Model Picture And
Picture, dengan gambar sebagai media pembelajaran. Dengan media yang disediakan diharapkan
dapat menarik perhatian siswa dan mencapai hasil yang maksimal baik dari segi hasil belajar maupun
aktifitas siswa. Pemanfataan media gambar memang sering dirasa efektif untuk meningkatkan hasil
belajar sebagaimana diungkapkan oleh Winataputra (2005:55) yang menyatakan bahwa penglihatan
visual memiliki komposisi paling besar (75%) dalam hal rata – rata jumlah informasi yang didapat
oleh seseorang.
Hasil belajar penggunaan metode di atas menunjukkan hasil sebagai berikut : (l) KKM
(Kriteria Ketuntasan minimal) yang ditetapkan hanya mencapai 65% dari siswa sebanyak 23 orang
dan (2) keaktifan siswa (mengeluarkan pendapat,bertanya,mengangkat tangan,aktif mengerjakan
tugas) belum maksimal. Tentunya ini belum cukup optimal untuk mengatakan bahwa pembelajaran
yang dilaksanakan telah berhasil. Berangkat dari hal tersebut, dalam penelitian ini akan dilakukan
perbaikan pembelajaran ,khususnya berkenaan dengan penggunaan media kongkrit alam sekitar.
Lingkungan adalah sumber belajar riil/konkrit, bukan tiruan atau model. Tentunya dengan
sumber belajar yang riil/konrit siswa dapat lebih mendapat pembelajaran yang akurat. Lingkungan
sekitar anak merupakan salah satu sumber belajar yang tidak terbatas dan dapat dioptimalkan untuk
pencapaian proses belajar. Selain itu pemanfaatan media konkrit alam sekitar sebagai sumber belajar
bagi siswa SD sangatlah tepat. Sejalan dengan Piaget (1972) yang menyatakan bahwa siswa SD masih
berada pada tahab praoperasional hingga operasional konkrit. Penelitian tentang pemanfaatan benda
konkrit berupa alam sekitar sebagai sumber belajar yang efektif telah banyak dilakukan .Mulyadi
(2011) menyatakan bahwa pemanfaatan lingkungan akan menghasilkan proses dan hasil belajar
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
587
yang lebih bermakna dan bernilai, sebab siswa dihadapkan dengan peristiwa dan keadaan yang
sebenarnya, keadaan yang dialami, sehingga lebih nyata, lebih faktual, lebih bermakna, dan
kebenarannya lebih dapat dipertanggungjawabkan. Sumber belajar adalah segala sesuatu yang dapat
dimanfaatkan untuk memfasilitasi belajar seseorang (Dale,1946). Selain itu pemilihan jenis
keterlibatan siswa dalam proses pembelajran juga berpengaruh terhadap hasil belajar.
Metode Penelitian
Model penelitian pada penelitian ini adalah PTK (Penelitian Tindakan Kelas ) yang merujuk
pada proses pelaksanaan penelitian yang dikemukakan oleh 1Kemmis & Taggart (1988) yang melipu-
ti menyusun perencanaan (planning), pelaksanaan tindakan (acting), pengamatan (observing), dan
refleksi (reflecing). Kegiatan tersebut dapat dilihat dalam Gambar 2
.
Gambar 2: Alur Siklus PTK ( Sumber : Kemmis & Taggart, Suharsimi Arikunto (2007:16-
19)
Penelitian ini dilaksanakan di kelas III SDN Gunungsari 01 Kecamatan Bumiaji Kota Batu
dengan jumlah s i s w a 22 a n a k , terdiri dari 9 laki-laki dan 13 perempuan. Adapun pelaksanaan
perbaikan pembelajaran ini dilakukan sebanyak dua siklus yang dilaksanakan pada bulan Pebru-
ari sampai Maret 2016. Secara keseluruhan kegiatan penelitian terlihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Jadwal Penelitian Keseluruhan
N
o Kegiatan
Waktu Pelaksanaan
Mgg 1
Peb’1
6
Mgg 2
Peb’1
6
Mgg 3
Peb’1
6
Mgg 4
Peb’1
6
Mgg 1
Maret’1
6
Mgg
2
Mar
et’16
1 Perencanaan
2 Siklus 1(Observasi)
3 Refleksi Siklus 1
4 Perencanaan Siklus
2
IDENTIFIKASI MASALAH
SIKLUS I REFLEKSI PERENCANAAN
OBSERVASI PELAKSANAAN TINDAKAN
IDENTIFIKASI MASALAH
REFLEKSI SIKLUS II PERENCANAAN
PELAKSANAAN TINDAKAN OBSERVASI
SIKLUS SELANJUTNYA
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
588
Secara teknis tahap-tahap kegiatan penelitian dalam setiap siklus dapat dijelaskan berikut ini:
Siklus I
a. Rencana Tindakan
Dalam tahap perencanaan tindakan pada siklus ini, kegiatan yang dilakukan adalah peneliti
menyusun RPP yang berkaitan dengan materi Penggolongan tumbuhan yang terdiri atas 2 pertemuan di
siklus I. Di pertemuan I akan dibahas submateri Penggolongan Tumbuhan berdasar Tulang Daun dan
pertemuan 2 membahas submateri Penggolongan Tumbuhan berdasar bentuk batang. Peneliti
merancang skenario pembelajaran yang memanfaatkan alam sekitar sebagai sumber belajar.
Merancang alat pengumpul data yang berupa lembar kerja individu dan kelompok beserta
lembar penilaian yang digunakan untuk mengetahui pemahaman siswa . Selain itu juga dipersiapkan
lembar observasi untuk siswa dan guru guna mengetahui tingkat keberhasilan peningkatan aktifitas
belajar. Penulis juga mempersiapkan kamera yang dipergunakan sebagai dokumentasi kegiatan atau
bukti fisik pelaksanaan tindakan
b. Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan Tindakan berlangsung sebanyak 2 pertemuan dengan pelaksanaan tindakan yang
sama. Kegiatan dalam penelitian tindakan kelas ini meliputi: (a) memberikan penjelasan secara
umum tentang pokok bahasan dan tanya jawab untuk menggalih pengetahuan siswa (b)
pembentukan kelompok kerja siswa dan penjelasan tugas belajar kepada kelompok (c) pemanfatan
alam sekitar sebagai sumber/media belajar siswa secara berkelompok.Pada pertemuan 1 siswa mengamati
daun tumbuhan sekitar sedang pada pertemuan 2 siswa melakukan kegiatan jelajah alam sekitar untuk
mengamati bentuk batang tumbuhan (d) presentasi oleh siswa pada tiap kelompok (e) Pemberian tugas
individu untuk lebih mengetahui penguasaan konsep setiap individu. Peneliti mengajar sesuai dengan
skenario pembelajaran yang telah dirancang dengan memasukkah alam sekitar sebagai sumber
belajardan mencatat kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh masing-masing siswa.
c. Observasi
Kegiatan observasi terdiri atas observasi aktifitas siswa dan guru ,yang akan dilakukan oleh
observer yang telah ditunjuk sebagai teman sejawat. Kegiatan observasi ini berlangsung selama proses
pembelajaran pada 2 pertemuan tanpa campur tangan peneliti,sehingga hasil observasi dapat
menghasilkan data yang benar – benar akurat.
d. Refleksi
Peneliti dan teman sejawat sebagai observer melakukan diskusi tentang kelemahan dan
kelebihan selama pelaksanaan siklus I. Refleksi untuk hasil belajar dan observasi keaktifan siswa
dilakukan setelah pelaksanaan proses pembelajaran pada tiap pertemuan permbelajaran. Hasil dari
refleksi ini digunakan untuk menentukan pelaksanaan dan memperbaiki pelaksanaan siklus II agar
mendapatkan hasil yang diharapkan .
Siklus II
Dari berbagai faktor penyebab kelemahan-kelemahan yang terjadi pada proses pembelajaran
siklus I, peneliti melakukan identifikasi penyebab yang paling utama dalam proses pembelajaran.
Kelemahan tersebut diperbaiki dalam siklus II.Sebagaimana tahaban pada siklus I ,di siklus II ini
tahab – tahab penelitian yang dilakukan adalah :
a. Rencana Tindakan
Dalam tahap perencanaan tindakan pada siklus II tidak jauh berbeda dengan tahab
perencana tindakan pada siklus I, kegiatan yang dilakukan adalah peneliti menyusun RPP yang
berkaitan dengan materi Penggolongan tumbuhan yang terdiri atas 2 pertemuan di siklus I. Di
5 Siklus 2(Observasi)
6 Refleksi Siklus 2
7 Penyusunan Laporan
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
589
pertemuan I akan dibahas submateri Penggolongan Tumbuhan berdasar bentuk akar dan pertemuan 2
membahas submateri Penggolongan Tumbuhan berdasar keping biji. Peneliti merancang skenario
pembelajaran yang memanfaatkan alam sekitar sebagai sumber belajar. Merancang alat pengumpul
data yang berupa lembar kerja individu dan kelompok beserta lembar penilaian yang digunakan
untuk mengetahui pemahaman siswa . Selain itu juga dipersiapkan lembar observasi untuk siswa dan
guru guna mengetahui tingkat keberhasilan peningkatan aktifitas belajar. Penulis juga mempersiapkan
kamera yang dipergunakan sebagai dokumentasi kegiatan atau bukti fisik pelaksanaan tindakan
b. Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan Tindakan berlangsung sebanyak 2 pertemuan dengan pelaksanaan tindakan yang
serupa. Kegiatan dalam penelitian tindakan kelas ini meliputi: (a) memberikan penjelasan secara
umum tentang pokok bahasan, (b) pembentukan kelompok kerja siswa dan penjelasan tugas belajar
kepada kelompok (c) pemanfatan alam sekitar sebagai sumber/media belajar siswa secara berkelompok.
Pada pertemuan I siswa diajak untuk melakukan pengamatan tentang berbagaimacam bentuk akar
tumbuhan yang dibawa siswa,sedang pada pertemuan 2 siswa diajak mengamati berbagai biji-bijian yang
mereka bawa dan mengelompokkan berdasar keping bijinya(d) presentasi oleh siswa pada tiap kelompok
(e) Pemberian tugas individu untuk lebih mengetahui penguasaan konsep setiap individu. Peneliti
mengajar sesuai dengan skenario pembelajaran yang telah dirancang dengan memasukkah alam
sekitar sebagai sumber belajardan mencatat kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh masing-masing
siswa.
c. Observasi
Kegiatan observasi terdiri atas observasi aktifitas siswa dan guru ,yang akan dilakukan oleh
observer yang telah ditunjuk sebagai teman sejawat. Kegiatan observasi ini berlangsung selama proses
pembelajaran pada 2 pertemuan,tanpa campur tangan peneliti,sehingga hasil observasi dapat
menghasilkan data yang benar – benar akurat.
d. Refleksi
Peneliti dan teman sejawat sebagai observer melakukan diskusi tentang kelemahan dan
kelebihan selama pelaksanaan siklus II. Refleksi untuk hasil belajar dan observasi keaktifan siswa
dilakukan setelah pelaksanaan proses pembelajaran pada tiap pertemuan permbelajaran. Hasil dari
refleksi ini digunakan untuk menentukan langkah selanjutnya . Apakah perlu dilakukan siklus
selanjutnya ataukah berhenti karena telah memperoleh hasil yang diharapkan.
Hasil Dan Pembahasan
Bedasarkan pelaksanaan siklus I dan siklus II diperoleh hasil sebagai berikut:
SIKLUS I
Pelaksanaan Siklus I pada hari Kamis tanggal 11 dan 18 Pebruari 2016 siswa kelas III SDN
Gunungsari 01 dengan jumlah siswa 22 orang 9 laki-laki 13 perempuan. Hasil proses pelaksanaan
siklus I yang dilakukan dalam 2 pertemuan dapat didiskripsikan sebagai berikut: (1) alokasi waktu
yang disediakan kurang untuk melakukan pengamatan berbagai macam tumbuhan, ( 2) siswa
mengalami kesulitan dalam mengelompokkan tumbuhan berdasar bentuk batang dan tulang daun. (3)
siswa kurang aktif selama pelaksanaan diskusi.
Alokasi waktu yang disediakan kurang untuk melakukan pengamatan berbagai macam
tumbuhan, dimungkinkan terjadi karena lingkungan adalah sumber belajar yang tak terbatas.
Sebagaimana diungkapkan oleh Surakhmad (1982:116 ) bahwa anak – anak dapat mengamati
kenyataan – kenyataan yang beraneka ragam . Pada kegiatan ini sebaiknya ada pembatasan jumlah
tanaman atau daerah pengamatan karena tiap kelompok akhirnya akan saling melengkapi hasil
kelompok lain. Siswa mengalami kesulitan dalam memanfaatkan sumber belajar tampak pada
gambar 2.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
590
Gambar 2. Siswa kesulitan dalam memanfaatkan sumber belajar yang berlimpah
Siswa mengalami kesulitan dalam mengelompokkan tumbuhan berdasar bentuk batang dan
tulang daun, dimungkinkan karena Pemberian materi tentang konsep Penggolongan Tumbuhan
Berdasar Bentuk batang dan Tulang Daun kurang mendalam atau siswa yang kurang memperhatikan
penjelasan guru. Siswa kurang memahami konsep. Hal tersebut sejalan dengan teori belajar Edgar
Dale (1946) bahwa anak belajar melalui mendengar hanya akan 20% yang terserap oleh anak.
Siswa kurang aktif selama pelaksanaan diskusi, dimungkinkan karena siswa malu, kurang
percaya diri, kurang memahami konsep, dan tidak bisa mengikuti kegiatan diskusi. Hal ini sejalan
dengan Iskandarwassid dan Suhendar ( 2011: 241 ) bahwa ketrampilan berbicara didasari oleh
kepercayaan diri dengan menghilangkan rasa malu , rendah diri , ketegangan, dan lain- lain. Tetapi
untuk kegiatan pengamatan , keterlibatan dalam mengerjakan tugas kelompok , dan mengerjakan
tugas belajar individu , mereka tampak aktif . Sehingga untuk mengatasi keaktifan siswa dalam
kegiatan diskusi , perlu ada pemberian materi lebih mendalam , menyertakan kegiatan tanya jawab
terlebih dahulu dan menuntut guru peran serta guru lebih aktif untuk mendorong agar siswa lebih
aktif berbicara.
Ditinjau dari pelaksanaan siklus I, diperoleh temuan bahwa hasil belajar siswa dan aktifitas
belajar siswa mengalami peningkatan apabila dibandingkan dengan hasil pra-siklus . Hasil belajar
penelitian pada siklus I diperoleh melalui kegiatan test tulis individu . Prosentase keaktifan siswa
diperoleh melalui kegiatan observasi keaktifan siswa oleh observer, hasilnya dapat dilihat pada tabel
2.
Tabel 2.Hasil Belajar dan Aktifitas Belajar
Uraian Pelaksanaan Pra –Siklus Siklus I
Rerata Prosentase Rerata Prosentase
Jumlah
Siswa 23 22
KKM 7,00 7,00
Hasil Belajar Pertemuan
1 65.2 65 %
70,9 72.7 %
Pertemuan
2 71,8 68,1%
Aktifitas
Belajar
Pertemuan
1 - 56%
- 66,8%
Pertemuan
2 - 70,4%
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
591
Beradasar tabel 2, dapat dilihat bahwa setelah pelaksanaan Siklus I , hasil belajar siswa
mengalami peningkatan dibandingkan dengan pra-siklus yaitu dari 65% rata – rata 65,2 siswa yang
memenuhi KKM menjadi 72,7% rata- rata 70,9 di pertemuan 1 dan 68,1% rata –rata 71,8 pada
pertemuan 2. Hal tersebut dimungkinkan karena penguasaan konsep siswa lebih baik karena
penggunaan media konkrit alam sekitar dibandingkan dengan media 2 dimensi atau gambar pada
pembelajaran pra siklus . Pembelajaran dengan alam sekitar sebagai sumber belajar, siswa
mendapatkan pengalaman langsung untuk mempelajari benda konkrit sehingga lebih bermakna.
Sejalan dengan pendapat Edgar Dale (1946) pemahaman siswa yang diperoleh dengan cara
mengerjakan hal nyata dapat mencapai 90% sehingga lebih bermakna. Suleiman ( 1981:13-14) juga
menyatakan bahwa tidak seperti kata – kata , pengalaman nyata sangat efektif untuk mendapatkan
suatu pengertian.
Ditinjau dari aktifitas belajar berdasarkan Tabel 2 diatas, dapat disimpulkan bahwa aktifitas
siswa mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan pelaksanaan pra-siklus dari 56 % siswa
yang aktif menjadi 68,1 % pada pertemuan 1 dan 2 di siklus 1.Hal tersebut dimungkinkan karena
ketertarikan siswa terhadap proses pembelajaran yang mempelajari benda konkrit alam sekitar, bukan
model atau tiruan ,sejalan dengan pendapat Gagne ( Abdul Majid, 2008:69) menyatakan bahwa fase
dalam kegiatan pembelajaran adalah memotivasi, fase menaruh perhatian (attention, alertness), fase
pengolahan, fase umpan balik (feedback, reinforcement ).
Ditinjau dari temuan hasil proses dan hasil belajar pada siklus I ,dapat direkomendasikan
perbaikan untuk pelaksanaan siklus II.
SIKLUS II
Berdasarkan hasil refleksi pada Siklus I terdapat temuan – temuan dan prediksi perbaikan
yang bisa dilakukan untuk pelaksanaan Siklus II. Siklus II dilaksanakan 2 pertemuan yaitu pada hari
Kamis tanggal 25 Pebruari 2016 dan 3 Maret 2016 siswa kelas III SDN Gunungsari 01 dengan
jumlah siswa 22 orang 9 laki-laki 13 perempuan. Hasil proses pelaksanaan siklus II yang dilakukan
dalam 2 pertemuan memperoleh hasil bahwa siswa terlihat masih kurang aktif selama pelaksanaan
diskusi.Temuan tersebut juga ditemukan pada siklus I dan belum mengalami perubahan. Hal tersebut
dimungkinkan karena siswa kurang terbiasa dan berani untuk berbicara di muka umum , kurangnya
kemampuan kebahasaan, dan penguasaan konsep yang kurang karena kemampuan siswa yang
kurang. Sejalan dengan pendapat Suyoto ( 2003:32 ) bahwa seseorang yang terampil berbicara
cenderung berani tampil di masyarakat. Agar dapat menyampaikan informasi dengan efektif,
sebaiknya pembicara betul – betul memahami isi pembicaraannya dan dapat mengevaluasi efek
komunikasi terhadap pendengar ( Arsyad dan Mukti, 1988:17)
Ditinjau dari pelaksanaan siklus II, diperoleh temuan bahwa hasil belajar siswa dan aktifitas
belajar siswa mengalami peningkatan apabila dibandingkan dengan hasil siklus II . Hasil belajar
penelitian pada siklus II diperoleh melalui kegiatan test tulis individu . Prosentase keaktifan siswa
diperoleh melalui kegiatan observasi keaktifan siswa oleh observer, hasilnya dapat dilihat pada tabel
3.
Tabel 3.Hasil Belajar dan Aktifitas Belajar
Uraian Pelaksan
aan
Pra –Siklus Siklus I Siklus II
Rerat
a
Prosent
ase
Rerat
a
Prosent
ase
Rerat
a
Prosent
ase
Jumlah
Siswa 23 22
22
KKM 7,00 7,00 7,00
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
592
Hasil
Belajar
Pertemua
n 1 65.2 65 %
70,9 72.7 % 75,4 81%
Pertemua
n 2 71,8 68,1%
75,4 81%
Aktifitas
Belajar
Pertemua
n 1 - 56%
- 66,8% - 76,1%
Pertemua
n 2 - 70,4%
- 77,8%
Beradasar tabel 3, dapat dilihat bahwa setelah pelaksanaan Siklus II , hasil belajar siswa
mengalami peningkatan dibandingkan dengan Siklus I yaitu dari 72,7% rata- rata 70,9 di pertemuan
1 dan 68,1% rata –rata 71,8 pada pertemuan 2 siswa yang memenuhi KKM menjadi 81% rata- rata
75,4 di pertemuan 1 pada pertemuan 2. Hal tersebut dimungkinkan karena penguasaan konsep siswa
lebih baik karena penggunaan alam sekitar sebagai sumber belajar membuat pembelajaran lebih
menarik dan bermakna . Sebagaimana pendapat Azhar Arsyad ( 2009 :16 ) bahwa selain
membangkitkan motivasi dan minat siswa ,media pembelajaran juga dapat membantu siswa
meningkatkan pemahaman.
Ditinjau dari aktifitas belajar berdasarkan Tabel 3 diatas, dapat disimpulkan bahwa aktifitas
siswa mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan pelaksanaan Siklus II dari 68,1 % pada
pertemuan 1 dan 2 di siklus 1 siswa yang aktif menjadi 76,2 % pada pertemuan 1 dan 77,8 % di
pertemuan 2 pada Siklus II. Hal tersebut dimungkinkan karena pemanfaatan alam sekitar sebagai
sumber belajar lebih meningkatkan motivasi belajar siswa. Sebagaimana pendapat Hamalik ( Azhar
arsyad, 2009;15 ) bahwa pemakaian media pembelajaran yang tepat pada proses pembelajaran dapat
membangkitkan minat dan keinginanyang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan
belajar , dan bahkan pengaruh – pengaruh psikologis terhadap siswa. Keaktifan siswa dalam
mengikuti proses pembelajaran tampak pada gambar 3.
Gambar 3. Keaktifan siswa selama proses pembelajaran
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa, melalui
pemanfaatan alam sekitar sebagai sumber belajar pada proses pembelajaran dapat meningkatkan hasil
belajar dan aktifitas belajar siswa pada pembelajaran IPA untuk meteri pokok Penggolongan
Tumbuhan Kelas III di SDN Gunungsari 01 . Terlihat dari hasil belajar dan aktivitas belajar siswa
yang mengalami peningkatan pada pelaksanaan Siklus 1 dan Siklus 2 jika dibandingkan dengan Pra-
Siklus. Dengan memanfaatkan alam sekitar sebagai sumber belajar siswa dapat termotivasi untuk
mengikuti proses pembelajaran dan pemahaman konsep siswa lebih meningkat karena menggunakan
benda konkrit sebagai media pembelajaran. Hal ini menunjukkan bahwa dengan menggunakan alam
sekitar sebagai sumber belajar dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi yang dipelajari.
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
593
SARAN
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka saran yang dapat diberikan adalah: (1)guru harus dapat
memilih sumber belajar atau media pembelajaran yang tepat , karena pemakaian media pembelajaran
yang tepat pada proses pembelajaran dapat membangkitkan minat dan keinginan yang baru,
membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar , bahkan pengaruh psikologis terhadap
siswa, juga dapat membantu siswa meningkatkan pemahaman dan pembelajaran lebih bermakna,
(2)guru harus dapat memprediksi kemungkinan yang akan terjadi terhadap pemilihan model belajar,
metode pembelajaran dan media/ sumber belajar agar kelemahan dapat diminimalisir, (3)alam sekitar
merupakan sumber belajar yang tidak terbatas, oleh dalam memanfaatkan alam sekitar sebagai
sumber belajar harus menetapkan aturan dam batasan agar mencapai hasil yang diharapkan .
Daftar Pustaka
Fulwati,Erni,2015.Penerapan Pembelajaran Make A –Match Pada Pembelajaran IPA SD Topik
Penyesuaian Makhluk Hidup Dengan Lingkungannya. SDN 06 Lasi Mudo Kecamatan
Canduang Kabupaten Agam . [email protected]
Mustofa,Zaenal,2009.Ilmu Pengetahuan Alam 3 Untuk SD/MI Kelas 3.Jakarta – Pusat Perbukuan
Teniwut, Abraham, 2015. Peningkatan Hasil Belajar Siswa Kelas VI SD Naskat Mathias II Langgur-
A pada Materi Hubungan antara
StrukturBagian Tumbuhan Dengan Fungsinya Melalui Contoh Konkrit. Prosiding Seminar
Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun
Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama,
Batu.
http://eprints.uny.ac.id/8584.bab 2-08108249121.pdf. Diakses pada hari Sabtu, 20 Pebruari 2016
Trimulato, Sigit, 2009.Upaya Peningkatan Keaktifan Berdiskusi Siswa Dalam Pembelajaran Biologi
Dengan Penerapan Metode Number Heads Together (NHT) Disertai Modul. Fakultas
Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret. Surakarta
Arahman, 2012. Melalui Pemanfaatan Alam Sebagai Sumber Belajar IPA Kelas IV SDN 27
Kecamatan Sungai Kakap. Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas
Tanjungpura. Pontianak
Pasya, Gurniwan Kamil.Lingkungan Sebagai Sumber Belajar.http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS.
Diakses pada hari Minggu, 21 Pebruari 2016
Surakhmad, Winarno,1982. Pengantar Interaksi Belajar Mengajar : Dasar dan teknik metodologi
pengajaran. Bandung: Tarsito.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
594
MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA MATERI SIFAT-SIFAT CAHAYA
SISWA SD IMMANUEL BATU MELALUI MODEL STAD DENGAN BANTUAN
MEDIA MANIPULATIF
Hermin Wiyanti
SD Immanuel Batu
Abstrak: Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini dilaksanakan untuk mengatasi rendahnya
hasil belajar IPA siswa kelas V SD Immanuel Batu, pada materi sifat-sifat cahaya di kelas
V SD. PTK dilakukan dalam 2 siklus dengan model pembelajaran Student Teams
Achievement (STAD). Dalam pelaksanaannya melibatkan media pembelajaran manipulatif.
Hasil PTK menunjukkan bahwa terdapat peningkatan hasil belajar dari siklus I
dibandingkan dengan siklus II. Tingkat ketuntasan pada siklus I = 62,5%, dan siklus II =
87,5%. Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa model STAD berbantuan media
manipulatif dapat meningkatkan prestasi belajar siswa secara signifikan.
Kata Kunci: model STAD, hasil belajar
Pembelajaran IPA harus menggambarkan, dijiwai, serta diarahkan untuk mencapai hasil yang
baik. Perangkat pembelajaran, perencanaan pembelajaran, dan kegiatan pembelajaran IPA SD harus
mengacu pada tujuan pembelajaran IPA dan memperhatikan karakteristik siswa SD sebagai pelajar.
Demikian pula keterampilan-keterampilan yang harus dikuasai untuk mencapai tujuan di atas harus
benar-benar dilatihkan di kelas melalui kegiatan pembelajan.
Pada teori belajar Gagne dinyatakan bahwa dalam belajar ada dua obyek yang dapat diperoleh
siswa, obyek langsung dan obyek tak langsung. Obyek tak langsung antara lain kemampuan
menyelidiki dan memecahkan masalah, mandiri (belajar, bekerja dan lain-lain), bersikap positif
terhadap pelajaran dan mengerti bagaimana seharusnya belajar. Obyek langsung adalah sebagai
berikut: (1) fakta: adalah kenyataan yang ada dalam pelajaran yang dapat berupa objek pelajaran; (2)
keterampilan: adalah kemampuan memberikan jawaban yang benar dan cepat; (3) konsep: ide abstrak
yang memungkinkan kita mengelompokkan objek belajar; (4) aturan: digunakan untuk membatasi
pola pikir agar tidak menyimpang dari tujuan belajar.
Menurut teori perkembangan kognitif Piaget, siswa kelas V SD pada taraf berfikir
operasional formal, pola berfikir yang ditunjukkan adalah sistematis dan meliputi proses-proses yang
komplek. Operasionalnya tidak lagi terbatas semata-mata pada penggunaan objek atau benda-benda
yang kongkrit tetapi dapat pula digunakan pada operasional lainnya. Anak telah dapat memecahkan
semua macam problem yang hanya dapat dipecahkan melalui penggunaan operasional logika yang
lebih tinggi tingakatannya. Dari teori perkembangan kognitif Piaget di atas jika guru telah
melaksanakan proses pembelajaran menggunakan metode yang proporsional, tujuan pembelajaran
IPA yang dirinci menjadi tujuan pembelajaran umum dan lebih rinci lagi serta lebih operasional
menjadi tujuan pembelajaranbelajaran khusus lebih mudah dicapai, namun kenyataannya dalam setiap
kali pelaksanaan pembelajaran pencapaian tujuan tersebut masih sangat rendah. Hal itu dapat dilihat
dari hasil belajar siswa sangat rendah atau belum mencapai target ketuntasan. Berdasarkan observasi,
rata-rata siswa dalam proses belajar IPA belum mempunyai nilai ketuntasan minimal yang ditentukan
dan KKM klasikal. Ketuntasan belajar secara klasikal yaitu jika 85% dari sejumlah siswa dalam satu
kelas telah memperoleh nilai 7,5 atau lebih. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sebagian besar
siswa mengalami kesulitan untuk memahami konsep pelajaran. Hal ini diduga karena pendekatan,
model, metode pembelajaran, maupun strategi pembelajaran yang digunakan kurang tepat juga
kemampuan guru serta sarana pembelajaran yang meliputi media, alat peraga, dan buku pegangan
siswa yang terbatas. Hal tersebut berimplikasi pada rendahnya pemahaman siswa terhadap konsep-
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
595
konsep pada mata pelajaran IPA yang dapat dilihat dari belum tercapai ketuntasan belajar siswa
secara klasikal.
Berdasarkan pengalaman mengajar IPA pada tingkat yang sama, proses pembelajaran selalu
berbasis pada penyampaian konsep secara naratif tanpa banyak melibatkan siswa dalam menggali
konsep-konsep tersebut. Hal ini berdampak pada hasil belajar yang kurang memuaskan. Terobosan
yang dilakukan dalam penelitian ini adalah berusaha melibatkan sebanyak mungkin siswa ikut aktif
dalam proses pembelajaran. Model pembelajaran yang digunakan adalah STAD dengan bantuan
media manipulatif. Dengan cara ini diharapkan kegiatan pembelajaran lebih kondusif dan siswa aktif
dalam menyelesaikan masalah melalui diskusi kelompok setelah melakukan percobaan sendiri.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menerapkan model pembelajaran STAD pada siswa kelas
V SD Immanuel Batu . Model STAD adalah model pembelajaran menggunakan pendekatan
pembelajaran kooperatif yang sederhanan dan efektif. Pembelajaran kooperatif STAD terdiri dari lima
komponen utama, yaitu penyajian kelas, belajar kelompok, kuis, skor pengembangan dan
penghargaan kelompok. Sklus kegiatn pembelajaran juga teratur. Siswa SD masih perlu dituntun
untuk melakukan penyelidikan dalam menemukan sesuatu, dan hasilnya sudah dapat diperkirakan
oleh guru (Zubaidah dkk, 2013). Kooperatif adalah pembelajaran yang melatih siswa untuk belajar
menemukan masalah, mengumpulkan, mengorganisasi, dan mengolah data serta memecahkan
masalah. Joyce dan Weil (2000, dalam Zubaidah dkk, 2013) mengemukakan bahwa inti dari
pembelajaran kooperatif adalah melibatkan siswa dalam masalah penyelidikan nyata dalam kelompok
dengan menghadapkan mereka dengan cara penyelidikan (investigasi), membantu mereka
mengidentifikasi masalah konseptual atau metodologis dalam wilayah investigasi, dan meminta
mereka merancang cara mengatasi masalah. Melalui kooperatif siswa belajar memahami makna
bukan hafalan. Selain itu, siswa belajar menghargai ilmu dan mengetahui keterbatasan pengetahuan
dan ketergantungan satu dengan yang lain-nya. Melalui penelitian tindakan kelas ini diharapkan
adanya peningkatan pemahaman siswa kelas V SD Immanuel Batu terhadap mata pelajaran IPA yang
ditunjukkan dengan adanya peningkatan hasil belajar atau meningkatnya ketuntasan belajar siswa
secara klasikal. Adapun target peningkatan yang hendak dicapai sekurang-kurangnya 85% dari jumlah
siswa dalam satu kelas dapat mencapai nilai sekurang-kurangnya 7,5.
Metode Penelitian
Penelitian tindakan kelas pada hakikatnya adalah merupakan sarana untuk memperbaiki dan
meningkatkan profesionalisme pendidik dalam pembelajaran di kelas. Penelitan tindakan kelas
dilakukan secara bertahap yaitu perencanaan, pelaksanaan tindakan, pengamatan tindakan dan
refleksi. Hasil refleksi terhadap tindakan yang dilakukan akan digunakan kembali untuk revisi rencana
jika ternyata tindakan yang dilakukan belum berhasil memperbaiki praktek atau belum memecahkan
masalah. Langkah-langkah metode penelitian ini digambarkan dalam skema berikut: (Gambar 1)
Perencanaan 1
Refleksi 2
Pengamatan 2
Pengamatan 1
Perencanaan 2
Refleksi 1
Pelaksanaan 2
Pelaksanaan 1
Pelaksanaan
selanjutnya
Siklus I
Siklus II
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
596
Rencana Tindakan Siklus I
Siklus I
1. Rencana Tindakan
Dalam tahap perencanaan tindakan pada siklus ini, kegiatan yang dilakukan adalah berikut ini
a. Peneliti menyusun silabus dan RPP yang berkaitan dengan materi organ sifat-sifat cahaya
b. Peneliti merancang skenario pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa dalam kelas.
c. Merancang alat pengumpul data yang berupa tes dan digunakan untuk mengetahui pemahaman
kemampuan siswa.
2. Pelaksanaan Tindakan
a. Kegiatan dalam penelitian tindakan kelas ini meliputi: 1) memberikan penjelasan secara umum
tentang pokok bahasan, 2) mendorong siswa yang belum aktif untuk aktif dalam mengikuti
pembelajaran, 3) mengamati dan mencatat siswa yang berpartisipasi aktif dalam pembela-jaran, 4)
mengumpulkan hasil pengujian yang diperoleh siswa dalam mengerjakan soal evaluasi, dan 5)
menganalisa hasil tes hasil belajar siswa .
b. Peneliti mengajar sesuai dengan skenario pembelajaran klasikal yang telah dirancang dan mencatat
kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh masing-masing siswa.
c. Peneliti memberikan evaluasi pada siswa untuk mengetahui pemahaman siswa berkaitan dengan
materi.
3. Observasi
Peneliti mengamati dan mencatat semua kejadian yang terjadi pada saat siswa mengikuti pengajaran
dan menanyakan pada siswa yang kurang aktif dalam pembelajaran tentang kesulitan-kesulitan yang
dihadapinya.
4. Refleksi
Peneliti menganalisa hasil pekerjaan siswa dan hasil observasi yang dilakukan pada siswa guna
menentukan langkah berikutnya.
Peneliti membuat penilaian siswa berdasarkan pada hasil yang didapatkan siswa pada evaluasi yang
dilakukan. Jika pada refleksi ternyata nilai ketuntasan klasikal siswa belum memenuhi syarat maka
dilanjutkan ke siklus II.
Siklus II
1. Rencana Tindakan
Dalam tahap perencanaan tindakan pada siklus ini, kegiatan yang dilakukan adalah berikut ini.
a. Peneliti menyiapkan alat dan sumber belajar yang diperlukan yang sesuai dengan materi sifat-sifat
cahaya.
b. Peneliti merancang skenario pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa dalam kelas.
c. Merancang alat pengumpul data yang berupa tes dan digunakan untuk mengetahui pemahaman
kemampuan siswa.
2. Pelaksanaan Tindakan
a. Kegiatan dalam penelitian tindakan kelas ini meliputi: 1) memberikan penjelasan secara umum
tentang pokok bahasan, 2) mendorong siswa yang belum aktif untuk aktif dalam mengikuti
pembelajaran, 3) mengamati dan mencatat siswa yang belum berpartisipasi aktif dalam pembelajaran,
4) mengumpulkan hasil pengujian yang diperoleh siswa dalam mengerjakan soal evaluasi, 5)
menganalisa hasil tes hasil belajar siswa .
b. Peneliti mengajar sesuai dengan skenario pembelajaran klasikal yang telah dirancang dan mencatat
kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh masing-masing siswa.
c. Peneliti memberikan evaluasi pada siswa untuk mengetahui pemahaman siswa berkaitan dengan
materi.
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
597
3. Obervasi
Peneliti mengamati dan mencatat semua kejadian yang terjadi pada saat siswa mengikuti
pembelajaran dan menanyakan pada siswa yang kurang aktif dalam pembelajaran tentang kesulitan-
kesulitan yang dihadapinya.
4. Refleksi
Peneliti menganalisa hasil pekerjaan siswa dan hasil observasi yang dilakukan pada siswa guna
menentukan langkah berikutnya. Peneliti membuat penilaian siswa berdasarkan pada hasil yang
didapatkan siswa pada evaluasi yang dilakukan. Siklus dihentikan karena nilai siswa sudah memenuhi
syarat ketuntasan klasikal
Hasil Dan Pembahasan
Siklus I
Guru memulai pembelajaran dengan melakukan apersepsi, menanyakan pada siswa beberapa
pertanyaan
Guru : “Bagaimana cuaca hari ini?”
Siswa : “ Cerah, matahari bersinar terang.”
Guru : “ Betul, Kita dapat melihat benda-benda di sekitar kita karena ada cahaya matahari”
Siswa : “ Bagaimana sinar matahari bisa sampai ke Bumi bu?”
Guru : “ Dengan cara merambat.”
Guru meminta setiap kelompok untuk mengeluarkan alat dan bahan percobaan, lalu guru
menerangkan cara-cara melakukan percobaan serta membagikan Lembar Kerja Kelompok pada
masing-masing kelompok. Guru menugaskan kepada siswa untuk mengamati lembar kerja kelompok.
Guru membimbing setiap kelompok untuk mendiskusikan cara kerja percobaan. Setelah memahami
cara kerja, siswa dalam kelompok melakukan percobaan cahaya merambat lurus, cahaya menembus
benda bening, cahaya dapat dipantulkan dan cahaya dapat dibiaskan. Guru menugaskan setiap
kelompok melalui juru bicara yang ditunjuk mempresentasikan hasil diskusi di forum kelas.
Gambar 1. Siswa melakukan diskusi Gambar 2. Siswa melakukan percobaan
Guru bersama siswa menyimpulkan hasil diskusi. Hasil tes pada siklus I ditunjukan pada tabel 1.
Tabel 1: Hasil Nilai Siswa Siklus 1
No Nama Siswa Nilai Ketuntasan
1. David Hero Fernando 63 Belum Tuntas
2. Agkezia Thea Kristiana 50 Belum Tuntas
3. Andika Havids 65 Belum Tuntas
4. Ardhi Bagas Rangga 75 Tuntas
5. Aveline Evania Veda Gea 100 Tuntas
6. Axelo Matthew Terang Barus 75 Tuntas
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
598
7. Christopher Samuel Ratoe Oedjoe 80 Tuntas
8. Deandra Nathaniel Satrio 75 Tuntas
9. Komang Andreana Widhya 83 Tuntas
10. Natanael Kevin Wijanarko 78 Tuntas
11. Natania Valaradela Ariana 75 Tuntas
12. Rachel Aprilia 75 Tuntas
13. Rafael Devon Christiano 85 Tuntas
14. Reno Putra Firdaus 83 Tuntas
15. Vincent Fadly 63 Belum Tuntas
16. Yehezkiel Chandra Putra 70 Belum Tuntas
17. Shawn Michael Benen 50 Belum Tuntas
18. Sandra Marselina 65 Belum Tuntas
19. Adinda Nazzula Febri O 85 Tuntas
20. Benedictus Pascal Kaligis 75 Tuntas
21 Christian Teofilus Wicaksana 78 Tuntas
22 Victor Juan Marco 80 Tuntas
23 Yohanes Atma Wijaya 63 Belum Tuntas
24 Katarina zita Dewi 60 Belum Tuntas
Jumlah 1.751
Rata-rata 72,96
Ketuntasan 62,5%
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada siklus I diperoleh nilai rata-rata 72,96. Dari 24
siswa, 15 siswa tuntas dan 9 siswa belum tuntas dalam pembelajaran. Hasil penelitian pada siklus I
belum maksimal karena ketuntasan belajar siswa masih rendah, yaitu 62,5%. Aktivitas siswa selama
pembelajaran siklus 1 masih belum semua aktif, hanya beberapa siswa yang pandai dalam kelompok
yang aktif sedangkan yang lain ada yang pasif dan ada yang tidak memperhatikan (bermain sendiri)
siswa bosan karena media percobaan kurang bagi semua anggota kelompok yang berjumlah 6 siswa.
Dari kondisi hasil belajar ini, dapat dianalisis bahwa ternyata pembelajaran yang telah dilakukan
selama ini masih kurang efisien, berpusat pada guru, sedangkan siswa masih banyak yang bingung
tentang apa yg harus dikerjakan. Hal ini terbukti pada hasil ketuntasan belajar yang masih rendah,
yaitu 62,5%.
Berdasarkan refleksi yang dilakukan, terdapat beberapa kelemahan atau masalah penerapan
metode pada proses pembelajaran sehingga pemahaman siswa pada materi pelajaran belum maksimal.
Ada beberapa siswa yang masih kebingungan dalam mengerjakan soal dan belum terbbiasa
menggunakan strategi kooperati Stad dalam pembelajaran. Pembelajaran pada siklus I belum
maksimal. Nilai rata-rata pada siklus I baru mencapai 62,5%, sehingga penelitian dilanjutkan pada
siklus II
Siklus II
Guru memulai pembelajaran dengan melakukan apersepsi, guru membagi siswa dalam 6
kelompok masing-masing terdiri dari 4 siswa, guru menanyakan pada siswa beberapa pertanyaan
Guru : “ Apakah kalian pernah melihat pelangi?”
Siswa : “ Pernah.”
Guru : “ Kapan biasanya kamu melihat pelangi”
Siswa : “ Kalau habis hujan tapi ada sinar matahari?”
Guru : “Betul, nanti kita mau belajar tentang cahaya, termasuk bagaimana terjadinya pelangi.”
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
599
Guru meminta setiap kelompok untuk mengamati alat dan bahan percobaan, lalu guru
menerangkan cara-cara melakukan percobaan serta membagikan Lembar Kerja Kelompok pada
masing-masing kelompok. Guru menugaskan kepada siswa untuk mengamati lembar kerja kelompok.
Guru membimbing setiap kelompok untuk mendiskusikan cara kerja percobaan. Setelah memahami
cara kerja, siswa dalam kelompok melakukan percobaan cahaya putih terdiri dari berbagai warna,
cahaya dapat dibiaskan, cahaya dapat dipantulkan pada cermin datar,cermin cembung dan cermin
cekung .Guru menugaskan setiap kelompok melalui juru bicara yang ditunjuk mempresentasikan hasil
diskusi di forum kelas. Guru bersama siswa menyimpulkan hasil diskusi
Hasil tes pada siklus II ditunjukan pada tabel 2
Tabel 2: Hasil Nilai Siswa Siklus 2
No Nama Siswa Nilai Ketuntasan
1. David Hero Fernando 70 Belum Tuntas
2. Agkezia Thea Kristiana 67 Belum Tuntas
3. Andika Havids 75 Tuntas
4. Ardhi Bagas Rangga 78 Tuntas
5. Aveline Evania Veda Gea 100 Tuntas
6. Axelo Matthew Terang Barus 78 Tuntas
7. Christopher Samuel Ratoe Oedjoe 90 Tuntas
8. Deandra Nathaniel Satrio 75 Tuntas
9. Komang Andreana Widhya 87 Tuntas
10. Natanael Kevin Wijanarko 78 Tuntas
11. Natania Valaradela Ariana 75 Tuntas
12. Rachel Aprilia 75 Tuntas
13. Rafael Devon Christiano 90 Tuntas
14. Reno Putra Firdaus 85 Tuntas
15. Vincent Fadly 63 Belum Tuntas
16. Yehezkiel Chandra Putra 75 Tuntas
17. Shawn Michael Benen 75 Tuntas
18. Sandra Marselina 75 Tuntas
19. Adinda Nazzula Febri O 85 Tuntas
20. Benedictus Pascal Kaligis 78 Tuntas
21 Christian Teofilus Wicaksana 80 Tuntas
22 Victor Juan Marco 85 Tuntas
23 Yohanes Atma Wijaya 75 Tuntas
24 Katarina zita Dewi 75 Tuntas
Jumlah 1.889
Rata-rata 78,71
Ketuntasan 87,5%
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
600
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada siklus I diperoleh nilai rata-rata 78,71. Dari 24
siswa, 15 siswa tuntas dan 9 siswa belum tuntas dalam pembelajaran. Hasil penelitian pada siklus I
belum maksimal karena ketuntasan belajar siswa masih rendah, yaitu 62,5%. Aktivitas siswa selama
pembelajaran siklus 1I sudah nampak semua aktif, hanya ada 3 siswa yang tidak aktif dalam
kelompok. Siswa bersama-sama dapat menyelesaikan tugas kelompok dan dapat mempresentasikan
hasil dengan baik. Dari kondisi hasil belajar ini, dapat dianalisis bahwa siswa belajar dengan antusias,
aktif dan menyenangkan. Hal ini terbukti pada hasil ketuntasan belajar yang mengalami kenaikan ,
yaitu 87,5%. Secara keseluruhan, hasil belajar ditunjukkan pada Tabel 2. Hasil belajar siswa sudah
memuaskan, sehingga peneliti bersama observer memutuskan untuk menghentikan pembelajaran
sampai siklus II
Berdasarkan refleksi yang dilakukan, terdapat beberapa kelemahan atau masalah penerapan
metode pada proses pembelajaran sehingga pemahaman siswa pada materi pelajaran belum maksimal.
Ada beberapa siswa yang masih kebingungan dalam mengerjakan soal dan belum terbbiasa
menggunakan strategi kooperati STAD dalam pembelajaran. Pembelajaran pada siklus I belum
maksimal. Nilai rata-rata pada siklus I baru mencapai 62,5%, sehingga penelitian dilanjutkan pada
siklus II
Hasil nilai rata-rata pada siklus II 78,71%. Dari 24 siswa, 21 siswa tuntas dalam
pembelajaran. Hasil penelitian pada siklus II sudah mencapai ketuntasan karena ketuntasan belajar
siswa telah mencapai 87,5%.
Aktifitas dalam kegiatan pembelajaran tergolong baik karena dapat memahami tujuan
pembelajaran, mendengarkan penjelasan dan pengarahan dari guru. Metode kooperatif STAD yang
terbagi dalam kelompok kecil membuat siswa lebih berpartisipasi aktif dalam kegiatan pembelajaran.
Siklus Prosentase siswa yang
tuntas
Prosentase siswa yang
tidak tuntas
Nilai rata-rata
Siklus I 62,5% 37,5% 72,96
Siklus II 87,5% 12,5% 78,71
Gambar 5. Diagram Prestasi Siswa
Gambar 6. Diagram Ketuntasan Belajar
72
78
68
70
72
74
76
78
80
1 2
Series1
63%
87%
0
20
40
60
80
100
1 2
Series1
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
601
Pelaksanaan pembelajaran pada siklus II mengalami peningkatan yang baik jika dibandingkan
dengan siklus I. Hal ini tercermin pada hasil belajar siswa yang mengalami peningkatan dari rata-
siklus I sebesar 72,96 sedangkan pada siklus II meningkat menjadi 87,5%. Hasil belajar siswa sudah
memuaskan, sehingga peneliti bersama observer memutuskan untuk menghentikan pembelajaran
sampai siklus II
Kooperatif STAD sangat membantu dalam kegiatan aktif di kelas, karena dengan
mendengarkan berbagai pendapat dalam diskusi, siswa akan tertantang untuk membangun pemikiran
yang aktif dan kreatif. Peran guru sebagai pembimbing , membantu bila siswa mengalami kesulitan,
dan memberikan komentar tambahan selama proses pembelajaran.
PENUTUP
Simpulan
Strategi pembelajaran Student Teams Achievement (STAD). Dapat meningkatkan hasil
belajar IPA pada materi sifat-sifat cahaya di kelas V SD Immanuel Batu. Pada siklus I nilai rata-rata
siswa 72,96 dan ketuntasan belajar 62,5%. Pada siklus II nilai rata-rata siswa naik menjadi 78,71 dan
ketuntasan belajar 87,5%
Saran
Untuk meningkatkan hasil belajar siswa, guru dapat mengembangkan berbagai alternatif
model pembelajaran dengan bantuan media media sederhana.
Daftar Rujukan
Haryanto, 2007. Sains untuk SD kelas V. Jakarta : Erlangga
Nafsri,Luluk. 2014. Penerapan Strategi Smaal Group Discussion untuk Meningkatkan Hasil Belajar
IPA siswa Kelas IVB Tanah Grogot j Teqip Tahun V nomer 1, Mei, (hal 55-61)
____________. 2016. Model STAD. Situs pembelajaran berita dan artikel pendidikan www.infodunia
pendidikan.com 2015/01 (online) diakses 04 Maret 2016.
Zubaidah, Siti, Mahanal, Susriyati, dan Yuliati, Lia. 2013. Ragam Model Pembelajaran IPA Sekolah
Dasar. Malang: universitas Negeri Malang
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
602
MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA TENTANG
PERUBAHAN LINGKUNGAN FISIK DAN PENGARUHNYA
DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA MANIPULATIF
DI MI MIFTAHUL ULUM BATU
Ngatiani
MI MIFTAHUL ULUM Kota Batu Jawa Timur
Abstrak: Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas, yang bertujuan untuk
meningkatkan hasil belajar siswa, pada mata pelajaran IPA, materi Perubahan Lingkungan
Fisik dan Pengaruhnya, dengan menggunakan media pembelajaran manipulatif. Penelitian
dilaksanakan dalam dua siklus. Subjek penelitian adalah 40 siswa kelas IV MI Miftahul
Ulum Kota Batu, yang terdiri dari 20 siswa laki-laki dan 20 siswa perempuan. Hasil
penelitian menunjukkan terjadi peningkatan hasil belajar siswa ,yaitu dengan rata-rata kelas
72,88 pada siklus I dengan persentase ketuntasan belajar 72,5 % , menjadi rata-rata kelas
86,15 dengan persentasi ketuntasan belakar 87,5 % pada siklus II. Dengan pembelajaran
menggunakan media manipulatif ini, juga teramati Peningkatan minat belajar siswa yang
terlihat dari partisipasi siswa dalam proses belajar mengajar. Dari hasil penelitian ini
terbukti bahwa pembelajaran dengan media manipulatif dapat meningkatkan hasil belajar
siswa.
Kata Kunci : hasil belajar, media manipulative
Dalam dunia pendidikan sangat dibutuhkan perhatian semua pihak. Pemerintah selaku
pembuat regulasi kependidikan hendaknya selalu memperbaharui peraturan dan kebijakan agar sesuai
dengan kebutuhan. Hal ini sangat diperlukan untuk mewujudkan cita-cita bangsa, seperti yang
tercantum dalam pembukaan UUD 1945 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa.
Upaya peningkatan kualitas pendidikan terus dilakukan pemerintah. Diantaranya, pemerintah
menerbitkan Undang Undang No 20 tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional, dan
pemberlakukan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pada tahun 2006.
KTSP merupakan pengembangan dari kurikulum 2004, KTSP menggunakan
pembelajaran berbasis kompetensi, artinya siswa dituntut menyelesaikan pembelajaran sesuai
kompetensi yang telah ditentukan. KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun,
dikembangkan dan dilaksanakan oleh setiap satuan pendidikan yang sudah siap dan mampu
mengembangkannya dengan memperhatikan Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional pasal 36 (Mulyasa, 2007:12).
Pengembangan KTSP dilakukan oleh sekolah berdasarkan Standar Isi yang sudah
ditetapkan pemerintah. KTSP memberi peluang bagi sekolah untuk mengembangkan
kurikulumnya berdasarkan kebutuhan daerah dan karakteristik siswa. KTSP memberikan
kebebasan pada masing-masing sekolah untuk mengatur dan mengembangkan kurikulum
yang digunakannya. Ciri-ciri KTSP menurut Siskandar (dalam Nurhadi, 2004:5) antara lain:
(1) menekankan pada ketercapaian siswa baik secara individual maupun klasikal, (2)
berorientasi pada hasil dan keberagaman, (3) penyampaian dalam pembelajaran
menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi, (4) sumber belajar bukan hanya guru
tetapi sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif, dan (5) penilaian menekankan
pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan suatu kompetensi.
Dalam proses belajar mengajar, guru mengarahkan bagaimana proses belajar mengajar itu
dilaksanakan dengan baik. Oleh karena itu, guru seharusnya dapat membuat suatu pengajaran
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
603
menjadi lebih efektif dan menarik sehingga bahan pelajaran yang disampaikan akan membuat siswa
merasa senang dan bersemangat dalam belajar.
Dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), guru dituntut lebih kreatif dalam
menggunakan model dan metode pembelajaran inovatif. Model dan metode tersebut diharapkan dapat
membuat siswa lebih bersemangat dalam belajar. Sehingga dapat meningkatkan pemahaman siswa
terhadap materi pembelajaran. Pada akhirnya dapat meningkatkan prestasi siswa.
Pada umumnya media yang digunakan di MI Miftahul Ulum Batu dalam pembelajaran
Perubahan Lingkungan Fisik dan Pengaruhnya, khususnya materi hujan, erosi dan abrasi , hanya
berupa gambar sketsa atau foto saja. Sehingga siswa yang dapat mencapai nilai di atas KKM (Kriteria
Ketuntasan Minimal) belum mecapai 75 %. Sebagai upaya meningkatkan prestasi siswa, maka perlu
dilakukan perbaikan pembelajaran dengan menggunakan media yang sesuai dengan metode yang
sesuai pula.
Beberapa penelitian terdahulu yang telah dilakukan tentang penggunanaan media manipulatif
antara lain oleh Wilujeng (2014) yang menyatakan bahwa IPA berkaitan dengan cara mencari tahu
tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang
berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip.
Sejalan dengan hal diatas ,Edgar Dale (dalam Arief, 1986).mengadakan klasifikasi
pengalaman menurut tingkat dari yang paling konkret ke yang paling abstrak maka tergambarlah
untuk menggunakan media manipulatif agar siswa mendapat gambaran yang lebih kongkrit.
Sementara itu, Muhsetyo, dkk (2007: 2. 31) dalam tulisan Andrean Perdana (2014), mende- finisikan
bahwa “Bahan manipulatif adalah bahan yang dapat dimanipulasikan dengan tangan, diputar,
dipegang, dibalik, dipindah, diatur atau ditata atau dipotong-potong”.
Gambar 1. Kerucut Pengalaman E. Dale
ABSTRAK
KONKRET
verbal
simbol verbal
visual
radio
film
televisi
wisata
partsipasi
demonstrasi
pengalaman langsung
observasi
PENGALAMAN
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
604
Dari berbagai pendapat di atas, maka penulis memutuskan untuk mengadakan perbaikan
pembelajaran dengan menggunakan media yang kongkrit, yang dapat diamati dan diperagakan
langsung. Maka media yang dipergunakan adalah media manipulatif.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, disertai keinginan meningkatkan
hasil belajar siswa, maka masalah yang timbul adalah : Bagaimana proses pembelajaran yang
menggunakan media manipulatif dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi perubahan
lingkungan fisik dan pengaruhnya di kelas IV MI Miftahul Ulum ?
Berkenaan dengan permasalahan di atas, maka diadakan penelitian tindakan kelas yang
bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa dengan menggunakan media manipulatif sehingga
siswa dapat mencapai nilai Kriteria Ketuntasan Minimal ( KKM )
Metode Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan
menggunakan dua siklus tindakan. Model PTK yang digunakan adalah model Kemmis dan Mc
Taggart (1982) dalam Arikunto (2006) seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 1. Penelitian tindakan
dilakukan dalam siklus spiral, yang terdiri dari 4 tahapan yaitu 1) perencanaan (planning), 2) tindakan
(acting), 3) pengamatan (observing), dan 4) refleksi (reflection).
Gambar 2 Siklus PTK Menurut Kemmis dan Mc Taggart
(Arikunto, 2006: 16)
Pada tahap perencanaan, dilakukan kegiatan menyusun silabus dan Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) yang diterapkan di kelas dengan menggunakan media pembelajaran berupa
gambar angin, hujan, kekeringan/ tanah retak-retak dan gelombang air laut untuk diamati siswa. Pada
tahap pelaksanaan, dilakukan penerapan RPP yang sudah disusun pada tahap perencanaan dalam
pembelajaran. Tahap pelaksanaan pembelajaan dilakukan pengamatan oleh observer dengan
menggunakan lembar observasi yang sudah disiapkan. Pada tahap refleksi, peneliti bersama obsever
merinci dan menganalisa permasalahan yang muncul dalam pembelajaran dan mencari solusi
alternatif sebagai upaya penyelesaian masalah. Solusi alternatif tersebut menjadi bahan perbaikan
pembelajaran pada siklus II.
Instrument penelitian adalah butir-butir soal evaluasi untuk mengukur hasil belajar siswa.
Dari butir-butir soal tersebut, diperoleh informasi apakah media yang dipergunakan dalam
pembelajaran dapat meningkatkan hasil belajar siswa atau belum. Untuk evaluasi dilakukan di akhir
pembelajaran. Apabila diperoleh persentase keberhasilan siswa kurang dari 75 % maka akan
Perencanaan
Refleksi Pelaksanaan
Pengamatan
SIKLUS 1
111111111
II1
Perencanaann
Refleksi Pelaksanaan
Pengamatan
SIKLUS 2
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
605
dilaksanakan pembelajaran siklus II. Akan tetapi, penelitian akan dihentikan apabila persentase
keberhasilan siswa telah mencapai 75 % ke atas.
Hasil Dan Pembahasan
Siklus I
Perencanaan
Pada tahap perencanaan, pertama disusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Siklus I,
dengan menggabungkan Kompetensi Dasar (KD) 10.1 dan KD 10.2, karena saling berkaitan KD 10.1
Mendskripsikan penyebab perubahan lingkungan fisikd, sedangkan KD 10.2 Menjelaskan pengaruh
peubahan lingkungan fisik terhadap daratan. Kemudian KD 10.1 dan KD 10.2 dikembangkan
menjadi enam indikator.
Langkah berikutnya disusun langkah-langkah pembelajaran yang sesuai dengan indikator
yang ingin dicapai. Dengan memberikan apersepsi berupa pertanyaan tentang peristiwa alam yang
diketahui siswa, kemudian merencanakan kegiatan inti, dimana siswa diminta mengamati gambar
angin, hujan, terik matahari/kekeringan, dan gelombang laut. Kemudian didiskusi tentang penyebab
perubahan lingkungan fisik dan pengaruhnya.
Selanjutnya disusun Lembar kerja siswa untuk berdiskusi (LKS kelompok ), dan soal-soal
untuk evaluasi, secara individu. Untuk kelompok, direncanakan tiap kelompok terdiri dari empat
orang. Kemudian mempersiapkan gambar yang yang akan digunakan sebagai alat peraga pada siklus I
ini.
Yang terakhir disusun pedoman observasi. Yang pertama lembar pengamatan tentang
keaktifan siswa dalam mengikuti pembelajaran, dan yang ke dua adalah daftar nilai IPA siklus I.
Pelaksanaan
Pada pelaksanaan pembelajaran, di awal kegiatan, 1). Guru mengecek kehadiran siswa, 2).
Guru bertanya tentang apa saja peristiwa alam yang diketahui siswa. 3). Guru meminta satu atau dua
anak menceritakan pengalaman ketika terjadi hujan, atau ketika ada angin, dll. 4). Guru
memberitahukan tentang tujuan pembelajaran pada hari itu. 5). Guru memberitahukan kegiatan yang
akan dilakukan siswa, yaitu mengamati gambar, berdiskusi dan presentasi perwakilan kelompok.
Pada kegiatan inti, guru membagi kelompok dengan meminta siswa berhitung satu sampai
sepuluh. Karena jumlah siswa ada empat puluh anak, maka terbentuk sepuluh kelompok, setiap
kelompok terdiri dari empat anak. Kemudian siswa secara berkelompok mengamati alat peraga dan
berdiskusi untuk mengisi Lembar Kerja Kelompok, tentang penyebab perubahan lingkungan fisik dan
pengaruhnya terhadap daratan.
Gambar 3: Penyebab perubahan lingkungan fisik daratan
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
606
Gambar 4: kegiatan siswa berdiskusi dan mempresentasikan hasil diskusi
Selesai berdiskusi, satu siswa perwakilan kelompok mempresentasikan hasil diskusi
kelompoknya, kelompok yang lain mendengarkan dan mencocokkan dengan hasil diskusi kelompok
masing-masing. Dan melengkapi bila menemukan bagian yang belum dipresentasikan.
Dalam kegiatan penutup, guru bersama siswa menyimpulkan tentang materi yang dipelajari,
bahwa penyebab perubahan lingkungan fisik adalah : angin, hujan, matahari dan gelombang laut.
Angin yang bisa menyebabkan kerusakkan lingkungan adalah angin topan, badai, angin tornado, dll.
Hujan bisa menyebabkan banjir, erosi dan longsor. Matahari bisa mengakibatkan kekeringan, tanah
retak-retak, kekurangan air dan kebakaran. Sedangkan gelombang laut bisa mengakibatkan abrasi,
badai dan tsunami.
Kemudian siswa mengerjakan soal evaluasi secara individu. Kemudian untuk mengakhiri
pembelajaran, guru memberikan pesan moral agar siswa senantiasa menjaga kebesihan lingkungan,
dengan membuang sampah pada tempatnya atau menebang pohon secara liar agar tidak terjadi banjir,
longsor atau bencana alam lainnya.
Pengamatan
Dari hasil pengamatan tentang keaktifan siswa, diperoleh data bahwa sebagian besar siswa
aktif dalam menjawab pertanyaan guru, mencari contoh- contoh peristiwa alam yang mempengaruhi
perubahan lingkungan fisik dan pengaruhnya. Ketika siswa berdiskusi, sebagian terlihat lebih aktif
mengeluarkan pendapat. Ada sebagian kecil siswa tampak masih pasif dan perlu bimbingan dalam
membuat simpulan sendiri. Ada sebagian kecil siswa masih harus memperbaiki tugasnya.Sedangkan
untuk ketrampilan bertanya, siswa masih belum mampu bertanya dengan kemauan sendiri. Guru
masih harus memancing dengan pertanyaan untuk menggali informasi dari siswa.
Dari hasil prestasi siswa pada siklus satu ini,nilai rata-rata kelas 72,88. Jumlah siswa yang
mendapat nilai di atas Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) ada 29 siswa dari 40 siswa, berarti ada 11
siswa masih belum tuntas. Sehingga persentase keberhasilan yang dicapai adalah 72,5 %.
Kemungkinan ketidak tuntasan siswa ini disebabkan karena media yang kurang sesuai dengan minat
mereka dan bentuk soal yang hanya berupa soal uraian.
Refleksi
Dari pengamatan pelaksanaan pembelajaran siklus I, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar
siswa masih belum maksimal, karena persentase keberhasilan belum mencapai 75 %. Maka masih
perlu diadakan lagi pembelajaran siklus II, dengan media yang lebih kongkrit bentuk soal yang
variatif, sehingga dapat meningkatkan persentase keberhasilan belajar siswa.
Siklus II
Perencanaan
Perencanaan pembelajaran IPA pada siklus kedua dilaksanakan setelah kegiatan
refleksi siklus 1. Kegiatan yang dilakukan yang pertama adalah : Penyusunan RPP dilakukan
dengan menetapkan Standar Kompetensi (SK) 10 yaitu Memahami perubahan lingkungan
fisik dan pengaruhnya terhadap daratan. KD yang diharapkan adalah KD 10.2 Menjelaskan
pengaruh perubahan lingkungan fisik terhadap daratan (erosi, abrasi, banjir, dan longsor) dan
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
607
KD 10.3 Mendeskripsikan cara pencegahan kerusakan lingkungan (erosi, abrasi, banjir, dan
longsor). Kemudian KD 10.2 dan KD 10.3 tersebut dikembangkan menjadi empat indikator.
Langkah berikutnya disusun langkah-langkah pembelajaran yang sesuai dengan indikator
yang ingin dicapai. Dengan memberikan apersepsi berupa pertanyaan tentang peristiwa alam dan
pengaruhnya terhadap daratan,yang telah diketahui siswa, kemudian merencanakan kegiatan inti,
dimana siswa diminta mengamati peragaan peristiwa pengikisan oleh air (erosi) dan abrasi dengan
media manipulative. Kemudian berdiskusi untuk mengerjakan lembar kerja siswa secara kelompok.
Selanjutnya disusun Lembar kerja siswa untuk berdiskusi (LKS kelompok ), dan soal-soal
untuk evaluasi, secara individu. Untuk kelompok, direncanakan tiap kelompok terdiri dari empat
orang. Kemudian mempersiapkan alat peraga untuk erosi berupa air dan dua nampan, nampan kesatu
berupa tanah tanpa tumbuhan, nampan kedua berupa tanah dengan tumbuhannya. Sedangkan alat
peraga abrasi berupa tumpukan pasir dan air.
Yang terakhir disusun pedoman observasi. Yang pertama lembar pengamatan tentang
keaktifan siswa dalam mengikuti pembelajaran, dan yang ke dua adalah daftar nilai IPA siklus II
untuk mengukur hasil belajar siswa.
Pelaksanaan
Pada pelaksanaan pembelajaran siklus II ini, di awal kegiatan, pertama guru mengecek
kehadiran siswa, ke dua, guru bertanya tentang apa saja peristiwa alam dan pengaruhnya yang telah
diketahui siswa. Ke tiga, guru memberitahukan tentang tujuan pembelajaran pada hari itu. Ke empat,
guru memberitahukan kegiatan yang akan dilakukan siswa, yaitu mengamati peragaan peristiwa erosi
dan abrasi dengan media manipulatif, kemudian berdiskusi dan presentasi perwakilan kelompok.
Pada kegiatan inti, guru tidak membagi kelompok lagi karena siswa sepakat, kelompoknya
tetap sama dengan pada pembelajaran siklus I. Kemudian siswa secara berkelompok mengamati
peragaan erosi, yaitu ke dua nampan yang berisi tanah tanpa tumbuhan dan nampan tanah dengan
tumbuhan disiram air, airnya dimasukkan ke gelas bening. Siswa diminta membandingkan air dalam
kedua gelas tadi. Kemudian siswa berdiskusi untuk mengisi Lembar Kerja Kelompok, tentang erosi
dan abrasi.
Gambar 5: alat peraga manipulatif erosi dan abrasi
Gambar 6: bukti terjadi erosi/ pengikisan tanah oleh air pada air yang keruh dan abrasi pada
tumpukan pasir yang telah disiram air.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
608
Selesai berdiskusi, satu siswa perwakilan kelompok mempresentasikan hasil diskusi
kelompoknya, kelompok yang lain mendengarkan dan mencocokkan dengan hasil diskusi kelompok
masing-masing. Dan melengkapi bila menemukan bagian yang belum dipresentasikan.
Dalam kegiatan penutup, guru bersama siswa menyimpulkan tentang materi yang dipelajari,
bahwa penyebab perubahan lingkungan fisik adalah : angin, hujan, matahari dan gelombang laut.
Angin yang bisa menyebabkan kerusakkan lingkungan adalah angin topan, badai, angin tornado, dll.
Hujan bisa menyebabkan banjir, erosi dan longsor. Matahari bisa mengakibatkan kekeringan, tanah
retak-retak, kekurangan air dan kebakaran. Sedangkan gelombang laut bisa mengakibatkan abrasi,
badai dan tsunami.
Kemudian siswa mengerjakan soal evaluasi secara individu. Yang terakhir, guru memberikan
pesan moral agar siswa senantiasa menjaga kebersihan lingkungan, dengan membuang sampah pada
tempatnya agar tidak terjadi banjir.
Pengamatan
Dari hasil pengamatan pada pembelajaran siklus II ini ada peningkatan keaktifan siswa,
Sebagian besar siswa lebih aktif dalam menjawab pertanyaan guru, mencari contoh- contoh peristiwa
alam yang mempengaruhi perubahan lingkungan fisik dan pengaruhnya. Ketika siswa berdiskusi,
sebagian besar siswa lebih aktif mengeluarkan pendapat. Sehingga guru tidak terlalu sibuk
membimbing diskusi kelompok.
Dari hasil prestasi siswa, pada siklus II ini, terjadi peningkatan rata-rata kelas menjadi 86,15.
Jumlah siswa yang mendapat nilai di atas Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) ada 35 siswa dari 40
siswa, berarti ada 5 siswa yang masih belum tuntas. Sehingga persentase keberhasilan yang dicapai
adalah 87,5 %.
Refleksi
Dari pengamatan pelaksanaan pembelajaran siklus II, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar
siswa telah dapat mencapai hasil yang diharapkan, karena persentase keberhasilan telah mencapai
lebih 75 %. Dengan demikian maka tidak diperlukan lagi siklus III.
Simpulan
Pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan media manipulatif ternyata dapat
meningkatkan aktifitas belajar siswa, membuat siswa lebih termotivasi dalam mengikuti
pembelajaran. Dengan adanya peningkatan partisipasi siswa, maka hasil belajar siswapun dapat
meningkat, seperti terlihat pada table 1 Hasil Belajar Siswa berikut ini :
Tabel 1 Hasil Belajar IPA Siswa Kelas IV
No
Siklus
HASIL BELAJAR
RATA-RATA KETUNTASAN
1 I 72,88 72,5 %
2 II 86,15 87,5 %
Dari table 1 di atas, hasil belajar siswa dan persentase ketuntasan dapat digambarkan dalam
diagram di bawah ini :
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
609
Gambar 7 : Diagram Hasil Belajar IPA siswa Kelas IV
Dari uraian penelitian di atas maka dapat disimpulkan bahwa : 1. Pemilihan media
pembelajaran sangat mempengaruhi minat siswa untuk ber partisipasi aktif dalam pembelajaran. 2.
Dengan menggunakan media manipulatif dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi
pembelajaran karena dapat memberi gambaran kongkrit tentang materi pembelajaran. 3. Seiring
dengan meningkatnya pemahaman siswa maka akan meningkat pula hasil belajar siswa.
Saran
Saran yang dapat disampaikan adalah agar guru tidak bosan-bosan berinovasi mencoba
berbagai media pembelajaran, terutama dengan menggunakan media yang konkrit, baik berupa benda
asli ataupun benda manipulatif. Agar siswa dapat memahami konsep sesuai dengan fakta-fakta yang
sebenarnya, sehingga dapat menghindari kesalahan konsep pada pemahaman siswa.
Daftar Rujukan
Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT. Rineka Cipta..
Mulyasa, E. 2009. Implementasi KTSP. Jakarta: Bumi Aksara.
Perdana , Andrean. http://hirarkiinside.blogspot.com/2014/08/pengertian-fungsi-dan-contoh-
media.html
Sadiman, Arief, S, dkk. 2002. Media Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Undang – Undang Republik Indonesia, Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Wilujeng, Insih (2014). Kajian IPA-1.Insan Wicaksana.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
610
PEMANFAATAN LIMBAH ANORGANIK MENJADI BENDA KERAJINAN UNTUK
MENINGKATKAN KREATIFITAS MELALUI PROJECT BASED LEARNING PADA
SISWA KELAS VIII-F SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2015 /2016 DI SMP
NEGERI 4 BATU
Sih Dwi Hartuti
SMP Negeri 04 Kota Batu
Abstrak : Permasalahan yang ingin dikaji dalam penelitian ini adalah Bagaimana kreatifitas
siswa dalam memanfaatkan limbah anorganik menjadi benda kerajinan dengan metode Project
Based Learning. Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 4 Batu pada klas 8-F dengan 32 siswa
yang terdiri dari 13 siswa laki-laki dan 19 siswa perempuan pada tahun 2015/2016 Penelitian
ini dilakukan dalam tiga siklus, setiap siklus satu kali pertemuan dengan alokasi waktu 2 kali
40 menit. diharapkan dengan menggunakan metode Preoject Based Learning dapat
meningkatkan kreatifitas siswa
Kata Kunci : kreatifitas belajar siswa, Project Based Learning
Mata Pelajaran Prakarya di SMP/ MTs bertujuan melakukan kemampuan ekspresi kreatif
untuk membentuk kinerja produktif yang diorientasikan pada pengembangan keterampilan, kecekatan,
kecepatan, kerapian dan ketepatan dengan meniru dan merangkai dan membuat karya seni berbasis
pengetahuan dan keterampilan kecakapan hidup seni dan teknologi ( transcience knowledge ) kepada
pemenuhan Prakarya Homeskill sehingga bersumber pada apresiasi teknologi, hasil yang ergonomis
dan aplikatif dalam memanfaatkan lingkungan sekitar dan memperhatikan dampak ekosistem.
Pembelajaran pada mata pelajaran Prakarya menerapkan proses komunikatif interaktif antara
sumber belajar, guru dan siswa untuk saling bertukar informasi. Istilah “Prakarya”adalah suatu
kegiatan yang cenderung memakai pekerjaan tangan, kecakapan melaksanakan dan menyelesaikan
tugas dengan cekat, cepat dan tepat dengan keterampilan tangan. Kata cekat mengandung makna
tanggap terhadap permasalahan yang dihadapi dari sudut pandang karakter, bentuk, sistem dan
perilaku obyek yang diwaspadai. Didalamnya terdapat unsur kreatifitas, keuletan mengubah
kegagalan menjadi keberhasilan ( advercity ) serta kecakapan menanggulangi permasalahan dengan
tuntas. Istilah Cepat merujuk kepada kecakapan mengantisipasi perubahan, mengurangi kesenjangan
kekurangan ( gap ) terhadap masalah, maupun obyek dan memproduksi karya berdasarkan target
waktu terhadap keluasan materi maupun kuantitas sesuai dengan sasaran yang ditentukan. Kata Tepat
menunjukkan kecakapan bertindak secara tepat dan teliti untuk menyamakan bentuk, sistem, kualitas
maupun kuantitas dan perilaku karakteristik obyek atau karya. Prakarya kerajinan berisi kerajinan
tangan membuat ( Creation with innovation ) benda pakai dan atau fungsional berdasarkan asas from
follow function.
Limbah anorganik adalah jenis limbah yang berwujud padat, sangat sulit atau bahkan tidak
bisa untuk diuraikan atau tidak bisa membusuk, limbah anorganik tidak mengandung unsur karbon,
seperti limbah plastik, limbah kemasan makanan/ minuman, limbah kain perca, limbah kaleng dan
limbah kaca ( kemendikbud, 2014 ). Karena sifatnya yang tidak bisa membusuk, tidak bisa terurai
secara alami dan tidak menyerap air sehingga mengakibatkan pencemaran fisik dan beberapa bahan
plastik tertentu juga dapat menyebabkan pencemaran kimiawi.
Limbah anorganik dapat dibedakan menjadi dua, yaitu : 1) limbah anorganik lunak yaitu
limbah yang terdiri atas kandungan bahan yang lentur dan mudah dibentuk atau diolah secara
sederhana, contohnya botol plastik, gelas plastik, kemasan makanan plastik, styrofoam, karet ban dan
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
611
lain-lain; 2) limbah anorganik keras yaitu limbah yang terdiri atas kandungan bahan yang kuat dan
tidak mudah hancur dengan alat biasa, contohnya pelat besi dari logam, pecahan keramik, botol kaca,
kaleng dan lain-lain ( Kemendikbud 2014:6 ).
Farida ( 2009:1 ), menjelaskan bahwa sisa atau bekas barang yang kita pakai biasanya kita
buang ke tong sampah, segala yang telah terpakai atau karena suatu hal lainnya menjadi sesuatu yang
tak punya nilai lagi. Secara umum orang beranggapan bahwa limbah yang disebut juga sampah
merupakan sumber masalah baik sumber penyakit atau sebagai penyebab banjir.
Sedangkan Endang Purwanti ( 2007:1 ), mengemukakan bahwa limbah atau sampah adalah suatu
bahan yang terbuang dari sumber hasil aktivitas manusia maupun alam yang belum memiliki nilai
ekonomis. Berdasarkan sumbernya sampah berasal dari rumah tangga, pertanian, perkantoran,
perusahaan, rumah sakit dan pasar.
Limbah anorganik tersebut merupakan limbah yang tidak asing bagi kita, setiap hari kita
melihat dan menjumpai barang-barang tersebut bertebaran dijalanan yang mengganggu keindahan,
kenyamanan dan kebersihan lingkungan bahkan dapat menjadi sarang penyakit bila hal tersebut
dibiarkan. Begitu banyaknya limbah anorganik atau sampah tersebut kadang kita tidak terpikirkan
akan membahayakan atau berdampak negatif jangka pendek atau panjang bila kita tidak dapat
memanfaatkan dengan benar. Tetapi tidak selamanya limbah anorganik tersebut membahayakan bagi
kita dan sekitarnya ketika ada tangan terampil mengubah limbah yang tidak berguna menjadi sesuatu
yang bermanfaat sebagai contoh berbagai macam jenis kerajinan dan hiasan rumah tangga yang dapat
dibuat dari bahan limbah anorganik selain itu jika limbah digunakan/ dimanfaatkan dengan benar
dapat mengurangi pencemaran lingkungan.
Sehubungan dengan masalah diatas, pada semester genap siswa kelas VIII memperoleh
materi pelajaran tentang pembuatan kerajinan dari limbah anorganik, hal ini sangat mendukung siswa
untuk peduli terhadap lingkungannya, kreatif dalam memanfaatkan limbah anorganik dan dituntut
langsung atau tidak langsung untuk mendayagunakan limbah yang ada disekitarnya. Dengan demikian
siswa sudah berperan aktif dalam mengurangi jumlah limbah anorganik serta menyelamatkan
lingkungan dari bahaya limbah anorganik yang sulit terurai.
Pemanfaatan limbah anorganik bermacam-macam tergantung orang mengolah. Kita mengenal
prinsip pengolahan limbah anorganik yang dikenal dengan istilah 3R yaitu : 1) Mengurangi ( reduce )
yaitu meminimalisir barang atau material yang kita pergunakan, semakin banyak kita menggunakan
material semakin banyak sampah yang dihasilkan. 2) Menggunakan kembali ( reuse ) yaitumemilih
barang-barang yang bisa dipakai kembali, untuk itu hindari pemakaian barang-barang yang sekali
pakai lau buang. 3) Mendaur ulang ( recycle ) yaitu pemrosesan kembali bahan yang pernah dipakai
menjadi produk baru ( Kemendikbud 2014:8 ). Dari limbah anorganik yang ada dapat dimanfaatkan
menjadi bahan dasar pembuatan kerajinan ada juga yang dimanfaatkan menjadi benda
kerajinan. Dalam pembelajaran ini siswa diberi kesempatan untuk berani berkreasi dan kreatif
membuat hiasan dinding dengan menggunakan metode pembelajaran Project Based Learning (PBL)
Project Based Learning adalah Pembelajaran berbasis proyek yang menggunakan masalah
sebagai langkah awal dalam mengumpulkan pengetahuan baru berdasarkan pengalamannya dalam
beraktifitas secara nyata. Dalam pembelajaran berbasis proyek, siswa diberi kesempatan untuk
menggali konten ( materi ) dengan menggunakan berbagai cara yang bermakna bagi dirinya dan
melakukan eksperimen secara kolaborasi, dengan banyak melakukan eksperimen yang dipandu oleh
guru dan siswa terus berani mencoba untuk tidak takut gagal maka kreativitas siswa akan muncul.
Project Based Learning dipilih dalam kegiatan pembelajaran karena didalamnya siswa secara individu
atau kelompok dapat mengembangkan dan meningkatkan kreatifitasnya.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
612
Metode Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Menengah Pertama Negeri 4 Batu yang beralamatkan di
jalan Diponegoro desa Tulungrejo kecamatam Bumiaji kota Batu, Tahun Pelajaran 2015/ 2016
Semester Genap. Penelitian ini dilaksanakan pada pertengahan bulan Maret sampai pertengah bulan
Mei 2016. dengan tiga siklus dengan alokasi waktu 3 kali pertemuan ( setiap kali pertemuan 2 jam
pelajara x 40 menit ).
Sesuai dengan jenis penelitian yang dipilih yaitu penelitian ini menggunakan dua siklus yang
terdiri empat tahap meliputi perencanaan, tindakan, pengamatan dan refleksi. Siklus I melalui media
limbah anorganik yang ditunjukkan guru siswa dapat merancang atau medesain satu produk kerajinan
berupa hiasan dinding. Siklus II dengan rancangan/ desain yang sudah dibuat siswa dilanjutkan
dengan kegiatan proses pembuatan kerajinan, dan siklus ini siswa mulai menunjukkan sikap yang
aktif. Siklus III dengan ditunjukkan berbagai macam limbah anorganik dilingkungan sekolah dan
sekitarnya, siswa menunjukkan sikap aktif, kreatif dan inovatif dalam menciptakan produk kerajinan.
Subyek penelitian adalah seluruh siswa kelas VIII-F yang berjumlah 32 siswa terdiri dari 13
siswa laki-laki dan 19 siswa perempuan.
Hasil Dan Pembahasan
Siklus I
Pada kegiatan siklus 1, Guru menyiapkan perangkat mengajar diantaranya Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP), Lembar Kerja Siswa, lembar penelitian, lembar observasi aktivitas siswa,
catatan lapangan, pedoman pengamatan mengajar guru, angket berupa daftar pertanyaan penjajakan
sebelum siswa menerima materi pelajaran tentang kerajinan dari limbah anorganik. Dari hasil angket
menunjukkan bahwa pengetahuan siswa menunjukkan 90% siswa sudah mengetahui dan mengenal
tentang limbah anorganik, sikap peduli dan sadar lingkungan terhadap limbah disekitarnya masih
menunjukkan 54% sedangkan rasa ingin tahu dan tertarik untuk memanfaatkan limbah anorganik
masih rendah yaitu 56% . Hal ini menunjukkan bahwa siswa perlu mendapatkan motivasi untuk
meningkatkan rasa sadar, rasa peduli dalam berkreasi.
Pada pelaksanaan pembelajaran guru melakukan proses pembelajaran sesuai dengan RPP
yang telah disusun. Secara garis besar pelaksanaan pembelajaran terdiri dari kegiatan awal
(Pendahuluan), kegiatan inti dan kegiatan akhir/ penutup. Kegiatan pembelajaran diawali dengan
pemberian motivasi pada siswa dengan menunjukkan beberapa hasil produk kerajinan dari limbah
anorganik pada siswa diharapkan dapat menambah wawasan untuk berpikir kreatif, untuk
menumbuhkan/membangkitkan kreatifitas siswa yang terpendam, untuk sadar dan peduli terhadap
lingkungan, sehingga siswa mengerti tentang manfaat limbah secara ekonomis jika diolah dengan baik
dan tepat akan dapat meminimalisir tingkat pencemaran. Setelah pemberian motivasi, guru
menanyakan pada siswa yaitu : “siapa yang belum paham tentang manfaat limbah anorganik ?”,
hampir semua siswa tidak ada yang mengacung dan pada saat guru menanyakan:” siapa yang tertarik
tentang materi kerajinan limbah anorganik ?” hampir semua siswa mengacungkan jari, hal ini
menunjukkan rasa ingin tahunya sangat tinggi sebagai bukti siswa ingin melihat secara langsung
benda kerajinan tersebut. Kegiatan dilanjutkan dengan menjelaskan tujuan pembelajaran yang akan
dicapai hari ini, agar siswa tahu atau fokus terhadap pembelajaran yang akan disampaikan guru
selanjutnya siswa membenttuk kelompok untuk mengerjakan tugas selanjutnya
Setelah siswa duduk sesuai kelompoknya, siswa diberi lembar pengamatan. Pada kegiatan inti
diawali dengan meminta siswa untuk mengamati produk kerajinan yang telah diterima secara
berkelompok, yaitu kelompok 1 mendapat benda berupa pesawat terbang, kelompok 2 mendapat
benda berupa tas, kelompok 3 mendapat benda berupa kapal, kelompok 4 mendapat benda berupa
mobil, kelompok 5 mendapat benda berupa robot, kelompok 6 mendapatkan benda berupa perahu,
kelompok 7 mendapat benda berupa dompet dan kelompok 8 mendapat benda berupa kap lampu.
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
613
Siswa diberi tugas untuk mengamati produk kerajinan yang diterimanya kemudian mengidentifikasi
mulai dari bentuk limbah, jenis limbah, jenis kerajinan dan teknik pembuatan kerajinan dari limbah
anorganik.
Hasil Pengamatan yang telah dilakukan siswa menunjukkan bahwa 98% siswa sudah dapat
mengidentifikasi benda kerajinan tersebut dengan benar sedangkan pada pengamatan langlah-langkah
pembuatan kerajinan siswa masih menunjukkan tingkat kesulitan pada saat mendiskripsikannya
demikian juga saat mendesain benda kerajinan tersebut.
Dari hasil identifikasi tersebut dapat digunakan sebagai bahan acuan / sumber inspirasi,
selanjutnya siswa secara individu mulai merancang satu produk kerajinan dari limbah anorganik yang
memiliki nilai guna atau nilai hias dari bahan yang sama atau modifikasinya secara terperinci dan
sistematis.
Desain yang dibuat dari 32 siswa semuanya berbeda-beda dan bervariasi mulai dari yang bernilai hias
sampai bernilai guna, dari yang sederhana sampai yang sulit teknik pembuatannya, hasil desain
produk kerajinan siswa kemudian didiskusikan dalam satu kelompok dengan tujuan mendapatkan
masukan desain yang telah dibuat. Dari 4 desain dalam satu kelompok yang dinilai bagus, unik dan
memiliki nilai seni yang tinggi dipilih untuk dipraktikkan dalam satu kelompok sehingga dalam satu
kelas menghasilkan 8 produk kerajinan.
Desain kelompok 1 berupa robot mainan yang terbuat dari botol plastik air mineral yang
bervariasi bentuk dan ukuran untuk bagian badan, kaki, tangan dan sayap sedangkan kepalanya
berasal dari toples kue dari bahan mika plastik yang dirancang sedemikian rupa dengan assesoris
antena pada bagian kepala dan lampu serta suara, teknik yang digunakan adalah teknik potong
sambung. Keunikan dari desain produk kerajinan kelompok ini adalah ada rangkaian listrik berupa
lampu dan suara diharapkan robot ini seakan bisa hidup. Berikut desain yang dibuat kelompok 1
Keterangan :
1. Bagian kepala terbuat dari bahan toples mika tempat menaruh
rangkaian lisltrik sehingga muncul suara dan lampu.
2. Badan terbuat dari bahan botol plastik yang ditata terbalik
Merekatkan tangan, kaki dan sayap
3. Tangan dan kaki disambung utuh
4. Bagian sayap disambung pada bagian belakang badan dengan
dipotong menjadi dua bagian yang sama
5. Antena dibuat dari kawat yang direkatkan pada kepala robot
Sedangkan desain kelompok 4 berupa baju pesta dari bahan plastik bening yang biasanya digunakan
untuk membungkus camilan bagian luar, plastik ini juga bervariasi ukuran dan teksturnya. Teknik
yang dipakai untuk membuat baju pesta ini adalah teknik jahit dan teknik tempel dengan pemakaian
assesoris manik-manik untuk mempercantik hasil rancangan. Berikut desain kelompok 4 :
Keterangan :
1. Gaun terdiri dari dua bagian yaitu bagian atas terbuat dari kain tile
untuk menguatkan jahitan rok bawah
2. Bagian rok dengan model kerut keliling
3. Untuk menutupi bagian sambungan bahu dan pinggang ditutup
Bunga plastik selain itu sebagai asesoris
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
614
Pada akhir kegiatan inti masing-masing perwakilan kelompok mempresentasikan hasil
desainnya didepan kelas. Dari hasil pengamatan guru menunjukkan bahwa dari 32 siswa dapat
diperoleh hasil sebagai berikut :
Tabel hasil penilaian kreatifitas siswa
No Tingkat Kreatifitas Jumlah Siswa Hasil yang diperoleh
1 Sangat kreatif 5 16 %
2 Kreatif 14 43 %
3 Kurang kreatif 13 41 %
Pada kegiatan penutup guru memberi penghargaan/reward pada siswa yang telah berhasil
mengerjakan tugas dengan harapan siswa secara individu/kelompok memperoleh kebanggaan dari
hasil karya sendiri juga dapat memperbaiki hasil kerjanya bila masih ada perbaikan dan bagi siswa
yang lain dapat memberi masukan untuk memperbaiki pekerjaannya dari hasil pembelajaran yang
diberikan guru menyimpulkan hasil kerja siswa dan kreatifitas rancangan siswa kemudian dilakukan
refleksi yang berkaitan dengan materi hari ini dan materi berikutnya.
Dengan memberi pertanyaan seperti “ Bandingkan hasil desain awalmu dengan hasil desain
setelah didiskusikan !” atau “ Puaskah kalian dengan desain yang kamu buat ?” apabila belum puas
atau kurang puas siswa diperbolehkan untuk memperbaiki desain dirumah untuk pertemuan
berikutnya siswa siap membuat kerajinan sesuai dengan desain yang dibuat. Pada saat kegiatan
pembelajaran berlangsung, guru bersama teman sejawat (observer) melaksanakan pengamatan selama
siswa belajar dan segala sesuatu yang terjadi pada proses pembelajaran untuk memperoleh data
dengan instrumen non tes tentang kreatifitas siswa dan keaktifan siswa.
Data yang terkumpul baik dari instrumen tes maupun non tes diolah, dianalisis dan
disimpulkan. Hasil pengolahan data digunakan untuk dijadikan pengambilan keputusan tentang
kelanjutan penelitian pada siklus 2
Siklus 2
Pada kegiatan siklus 2, Guru menyiapkan perangkat mengajar diantaranya Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) siklus 2, Lembar Kerja Siswa, lembar observasi kreatifitas siswa,
catatan lapangan, pedoman pengamatan mengajar guru. Dari hasil pengamatan siklus 1 menunjukkan
bahwa kreatifitas siswa masih tergolong rendah, hal ini dibuktikan 16% siswa sangat kreatif, 43 %
kreatif sedangkan 41 % kurang kreatif. Oleh sebab itu siswa perlu mendapatkan motivasi terbimbing
untuk dapat mengembangkan kreasifitasnya.
Pada kegiatan pelaksanaan pembelajaran guru melakukan sesuai dengan RPP yang telah
disusun untuk siklus 2. Secara garis besar pelaksanaan pembelajaran terdiri dari kegiatan awal
(Pendahuluan), kegiatan inti dan kegiatan akhir/ penutup
Kegiatan pembelajaran diawali dengan pemberian motivasi pada siswa agar lebih
mengembangkan kreatifitasnya dan berinovasi dalam berkarya untuk mewujudkan desain yang dibuat.
Setelah pemberian motivasi, guru menanyakan pada siswa yaitu : “Siapa yang tidak membawa bahan,
alat dan desainnya ?”, hampir semua siswa tidak ada yang mengacung dan pada saat guru
menanyakan:” Siapa yang membawa limbah anorganik lebih dari satu macam?” hampir semua siswa
mengacungkan jari, hal ini menunjukkan bahwa siswa sudah siap untuk praktik dan berkarya.
Kegiatan dilanjutkan dengan menjelaskan tujuan pembelajaran yang akan dicapai hari ini,
agar siswa tahu atau fokus terhadap pembelajaran yang akan disampaikan guru selanjutnya siswa
mengerjakan tugas seperti desain yang telah dibuatnya, secara berkelompok.
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
615
Pada kegiatan inti, siswa duduk sesuai kelompoknya, siswa bekerja sesuai dengan langkah-
langkah kerja pada lembar kerja yang dibuat, meliputi persiapan, proses dan hasil berupa produk
kerajinan.
Siswa bekerja sesuai dengan tugasnya masing-masing dan dari 8 kelompok ada dua kelompok
yang anggotanya ada yang tidak membawa bahan praktik dengan lengkap yaitu kelompok 2 dan
kelompok 8. Untuk 6 kelompok yang lengkap bahan dan peralatannya dapat bekerja dengan tertib
sesuai dengan langkah-langkah kerja yang dibuatnya dengan semanangat dan penuh keaktifan,
sedangkan dua kelompok yang bahan atau peralatan yang kurang lengkap dapat mempengaruhi
selama kegiatan proses sehingga bekerjanya kurang maksimal.
Selama kegiatan siklus 2 keaktifan siswa mulai nampak dengan baik tetapi kendala yang
dihadapi ialah waktu tatap muka yang kurang sehingga pekerjaan siswa hanya mencapai 75 % dari
desain yang diharapkan. Hal ini dapat dilihat dari presentasi masing-masing kelompok sebagai
laporan hasil kerja selama siklus 2 berlangsung. Pada saat kelompok mempresentasi hasil karyanya
maka kelompok lainnya dapa memberi kritik dan saran untuk langkah penyelesaiannya agar lebih
bagus dan lebih sempurna. Kerja kelompok siswa dapat tercapai dengan sempurna apabila sudah
sesuai dengan kreteria penilaian yang ditentukan oleh guru dan pengamat.
Dari hasil pengamatan guru, menunjukkan bahwa dari 32 siswa dapat diperoleh hasil sebagai
berikut :
Tabel hasil penilaian kreatifitas siswa/kelompok
No Tingkat Kreatifitas Jumlah kelompok Hasil yang diperoleh
1 Sangat kreatif 3 4 %
2 Kreatif 3 4 %
3 Kurang kreatif 2 2 %
Pada kegiatan penutup guru memberi penghargaan/reward pada siswa yang telah berhasil
menyelesaikan pekerjaanya sesuai dengan desain yang dibuat secara tuntas, dengan harapan siswa
secara individu memperoleh kebanggaan dari hasil karya yang dibuatnya juga dapat memperbaiki
hasil kerjanya bila masih ada yang belum selesai dan bagi siswa yang lain dapat menerima masukan
untuk memperbaiki pekerjaannya dari hasil pembelajaran yang diberikan guru menyimpulkan hasil
kerja siswa untuk selanjutnya dilakukan refleksi yang berkaitan dengan materi hari ini dan materi
berikutnya, dengan memberi pertanyaan pada siswa : “Adakah kesulitan dalam mengerjakan benda
kerajinannya ?”, “Siapa yang belum dapat menyelesaikan hasil karyanya ?” atau “ Siapa yang sudah
menyelesaikan pekerjaannya ?” apabila masih ada siswa yang belum menyelesaikan sesuai dengan
desain mereka, maka dapat diselesaikan dirumah dengan tenggang waktu dua hari setelah tatap muka.
Pada saat kegiatan pembelajaran berlangsung, guru bersama teman sejawat (observer)
melaksanakan pengamatan kegiatan selama siswa belajar dan segala sesuatu yang terjadi selama
proses pembelajaran untuk memperoleh data dengan instrumen non tes tentang kreatifitas siswa dan
keaktifannya
Siklus 3
Pada siklus 3, adanya peningkatan yang cukup baik tentang kreatifitas siswa hal ini
ditunjukkan dari hasil pengamatan dari siklus 2 ke siklus 3 dengan presentase dari 66 % menjadi 85
% selain itu ada dampak positif dari siswa yang mengarah pada kepedulian terhadap lingkungan
sekolah diantaranya : 1) limbah anorganik yang berserakan disekitar sekolah semakin berkurang
setiap hari, 2) lingkungan kelas dan sekitarnya menjadi bersih, 3) pencemaran limbah anorganik
disekolah dapat diminimalisir, 4) siswa sudah memiliki kebiasaan hidup bersih dan hidup sehat, 5)
siswa mulai belajar mendisiplinkan diri dengan membuat peraturan kelas yaitu bagi yang membuang
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,
Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
616
sampah tidak pada tempatnya akan dikenai sangsi/ denda, 6) siswa memiliki jiwa kepedulian
terhadap limbah anorganik sekecil apapun untuk dimanfaatkan menjadi sesuatu yang berguna. Hasil
dari proses pembuatan produk kerajinan limbah anorganik
Kesimpulan
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa metode Project Based Learning dapat
meningkatkan kreatifitas siswa dalam memanfaatkan limbah anorganik pada siswa kelas VIII, SMP
Negeri 4 Batu. Dengan demikian SMP Negeri 4 Batu turut menjaga kelestarian alam dan pencemaran
lingkungan dengan sikap peduli siswa dan warga sekolah.
Daftar Rujukan
Anita Van Saan. 2008. 90 Kerajinan Tangan. Solo : PT Tiga Serangkai
Bagas Shinugi. 2009. Aneka Kreasi dari botol. Jakarta : PT Mediantara Semesta
DEPDIKBUD. 2012. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Pusbinbang Bahasa Balai Pustaka
Dewi Agustina. 2012. Kreatif dengan Tas Kresek. Yogjakarta : PT Andi
E Kristin Siregar. 2009. Aneka Kerajinan dari Kain Perca. Bandung : PT Karya Kita
Endang Purwanti. 2007. Sampah menjadi Uang. Klaten : PT Saka Mitra Kompetensi
Farida. 2009. Daur Ulang Limbah. Surabaya : PT Iranti Mitra Utama
Haneda Ananta dan Endah Sudjihati. 2010. Kreasi Trendi Sulaman Perca. Jakarta : PT Kriya Pustaka
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. 2013. Implementasi Kurikulum 2013. Jakarta : Politeknik
Negeri Media Kreatif
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. 2013. Prakarya untuk SMP/MTs kelas VIII Semester 2.
Jakarta : Politeknik Negeri Media Kreatif
Suciati Paresti, dkk. 2014. Prakarya SMP/MTs kelas VIII Semester 2. Jakarta : Kemendikbud RI.