penerapan model pembelajaran k ooperatif jigsaw dan...

194
ISBN: 978 602 1150 17 7 423 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF JIGSAW DAN PEMANFAATAN MEDIA MANIPULATIF PADA MATERI SEGIEMPAT KELAS VII Anita Windarini SMP Negeri 1 Sanggau [email protected] Abstrak: Tujuan dalam penelitian ini adalah mendeskripsikan penerapan model pembelajaran kooperatif jigsaw dan pemanfaatan media manipulatif pada materi segiempat pada siswa di kelas VIIC SMP Negeri 1 Sanggau. Teknik pengumpul data yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Pengamatan langsung yang dilakukan oleh observer dengan menggunakan lembar observasi aktivitas siswa. (2) Pengukuran hasil belajar siswa dengan lembar tes tertulis setelah para siswa mengerjakan soal tes pada akhir pembelajaran. Hasil penelitian adalah sebagai berikut: (1) Melalui penerapkan model pembelajaran kooperatif jigsaw dan pemanfaatan media manipulatif segiempat dalam kegiatan pembelajaran pada materi segiempat siswa kelas VIIC SMPN 1 Sanggau Kabupaten Sanggau ternyata mampu meningkatkan aktivitas siswa ini dapat dilihat pada hasil peningkatan persentase siswa yang aktif pada pertemuan 1 yaitu 62,50%, pertemuan 2 sebesar 75,00%, dan pertemuan ke 3 sebesar 83,33%, (2) Hasil belajar siswa meningkat setelah menerapkan model pembelajaran kooperatif jigsaw dan pemanfaatan media manipulatif segiempat sebagai media pembelajaran. Hal tersebut dapat dilihat pada peningkatan persentase pada siswa yang tuntas terdapat 26 siswa yag tuntas dengan persentase 81,25%. Kata Kunci: Aktivitas, Model Pembelajaran Kooperatif Jigsaw, Media Manipulatif Mata pelajaran matematika sudah diberikan sejak dari kelas satu SD, mata pelajaran ini menjadi mata pelajaran pokok di setiap satuan pendidikan. Berbagai metode pembelajaran yang sudah digunakan oleh guru dengan tujuan agar proses pembelajaran lebih mudah dipahami oleh siswa. Tetapi pada kenyataannya bagi para pelajar matematika masih menjadi mata pelajaran yang dianggap sulit, sehingga membuat mata pelajaran ini beserta gurunya ditakuti oleh para siswa. Untuk itu guru perlu melakukan inovasi dalam mengelola pembelajaran di kelas sehingga dapat tercipta situasi belajar yang menyenangkan yang dampaknya pada siswa dapat memahami materi pelajaran sehingga hasil belajarpun meningkat. Dari hasil refleksi pada kegiatan pembelajaran segitiga melalui tulisan di kertas kecil didapat 19 orang siswa menyatakan pelajaran matematika merupakan pelajaran yang sulit ini disebabkan sulit berkonsentrasi karena suasana belajar yang tidak menyenangkan (ribut, tegang), 5 orang menyatakan guru menjelaskan terlalu cepat sehingga sulit untuk memahami materi, dan 8 orang menyatakan tidak ada masalah belajar matematika. Saat supervisi kepala sekolah tanggal 5 Nopember 2015 guru diberikan masukan tentang proses pembelajaran dalam kelas. Kepala sekolah menyarankan sebaiknya: (1) suasana pada saat pembelajaran tidak tegang sehingga siswa mau berkomunikasi. , (2) usahakan melibatkan seluruh siswa pada setiap kegiatan pembelajaran berlangsung, dan (3) gunakan media untuk memudahkan siswa memahami konsep. Memperhatikan saran tersebut, peneliti tertarik untuk menerapkan model pembelajaran kooperative jigsaw dengan pemanfaatan media manipulative bangun segiempat untuk meningkatkan aktivitas belajar siswa pada materi segiempat di kelas VIIC SMP Negeri 1 Sanggau Terkait dengan penerapan model Jigsaw untuk meningkatkan aktivitas belajar siswa pada materi segiempat, Jigsaw adalah pembelajaran kooperatif yang dikembangkan oleh Elliot Aronson‟s (dalam Bistari, 2015: 316) model pembelajaran ini didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab

Upload: duongliem

Post on 01-Feb-2018

358 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7

423

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF JIGSAW

DAN PEMANFAATAN MEDIA MANIPULATIF

PADA MATERI SEGIEMPAT KELAS VII

Anita Windarini

SMP Negeri 1 Sanggau

[email protected]

Abstrak: Tujuan dalam penelitian ini adalah mendeskripsikan penerapan model

pembelajaran kooperatif jigsaw dan pemanfaatan media manipulatif pada materi segiempat

pada siswa di kelas VIIC SMP Negeri 1 Sanggau. Teknik pengumpul data yang digunakan

oleh peneliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Pengamatan langsung yang

dilakukan oleh observer dengan menggunakan lembar observasi aktivitas siswa. (2)

Pengukuran hasil belajar siswa dengan lembar tes tertulis setelah para siswa mengerjakan

soal tes pada akhir pembelajaran. Hasil penelitian adalah sebagai berikut: (1) Melalui

penerapkan model pembelajaran kooperatif jigsaw dan pemanfaatan media manipulatif

segiempat dalam kegiatan pembelajaran pada materi segiempat siswa kelas VIIC SMPN 1

Sanggau Kabupaten Sanggau ternyata mampu meningkatkan aktivitas siswa ini dapat

dilihat pada hasil peningkatan persentase siswa yang aktif pada pertemuan 1 yaitu 62,50%,

pertemuan 2 sebesar 75,00%, dan pertemuan ke 3 sebesar 83,33%, (2) Hasil belajar siswa

meningkat setelah menerapkan model pembelajaran kooperatif jigsaw dan pemanfaatan

media manipulatif segiempat sebagai media pembelajaran. Hal tersebut dapat dilihat pada

peningkatan persentase pada siswa yang tuntas terdapat 26 siswa yag tuntas dengan

persentase 81,25%.

Kata Kunci: Aktivitas, Model Pembelajaran Kooperatif Jigsaw, Media Manipulatif

Mata pelajaran matematika sudah diberikan sejak dari kelas satu SD, mata pelajaran ini menjadi mata

pelajaran pokok di setiap satuan pendidikan. Berbagai metode pembelajaran yang sudah digunakan

oleh guru dengan tujuan agar proses pembelajaran lebih mudah dipahami oleh siswa. Tetapi pada

kenyataannya bagi para pelajar matematika masih menjadi mata pelajaran yang dianggap sulit,

sehingga membuat mata pelajaran ini beserta gurunya ditakuti oleh para siswa. Untuk itu guru perlu

melakukan inovasi dalam mengelola pembelajaran di kelas sehingga dapat tercipta situasi belajar

yang menyenangkan yang dampaknya pada siswa dapat memahami materi pelajaran sehingga hasil

belajarpun meningkat.

Dari hasil refleksi pada kegiatan pembelajaran segitiga melalui tulisan di kertas kecil didapat

19 orang siswa menyatakan pelajaran matematika merupakan pelajaran yang sulit ini disebabkan sulit

berkonsentrasi karena suasana belajar yang tidak menyenangkan (ribut, tegang), 5 orang menyatakan

guru menjelaskan terlalu cepat sehingga sulit untuk memahami materi, dan 8 orang menyatakan tidak

ada masalah belajar matematika.

Saat supervisi kepala sekolah tanggal 5 Nopember 2015 guru diberikan masukan tentang

proses pembelajaran dalam kelas. Kepala sekolah menyarankan sebaiknya: (1) suasana pada saat

pembelajaran tidak tegang sehingga siswa mau berkomunikasi. , (2) usahakan melibatkan seluruh

siswa pada setiap kegiatan pembelajaran berlangsung, dan (3) gunakan media untuk memudahkan

siswa memahami konsep. Memperhatikan saran tersebut, peneliti tertarik untuk menerapkan model

pembelajaran kooperative jigsaw dengan pemanfaatan media manipulative bangun segiempat untuk

meningkatkan aktivitas belajar siswa pada materi segiempat di kelas VIIC SMP Negeri 1 Sanggau

Terkait dengan penerapan model Jigsaw untuk meningkatkan aktivitas belajar siswa pada

materi segiempat, Jigsaw adalah pembelajaran kooperatif yang dikembangkan oleh Elliot Aronson‟s

(dalam Bistari, 2015: 316) model pembelajaran ini didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,

Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

424

siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya

mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka harus siap memberikan dan mengajarkan materi

tersebut kepada kelompoknya. Oleh karena itu dalam penelitian ini peneliti menggunakan media

manipulatif segiempat yang dapat digunakan siswa untuk memudahkan dalam memahami konsep

yang akan dipelajari pada proses pembelajaran materi segiempat.

Kata media mempunyai arti perantara atau pengantar. Heinich, dkk (Azhar Arsyad, 2009: 4),

mengatakan apabila media itu membawa pesan-pesan atau informasi yang bertujuan intruksional atau

mengandung maksud-maksud pengajaran maka media itu disebut media pembelajaran. Sedangkan

menurut Gatot Muhsetyo (2008: 2.3), media pembelajaran Matematika adalah alat bantu

pembelajaran yang secara sengaja dan terencana disiapkan atau disediakan guru untuk

mempersentasekan dan/atau menjelaskan bahan pelajaran, serta digunakan siswa untuk terlibat

langsung dengan pembelajaran Matematika.

Media manipulatif dalam penelitian ini adalah model bangun-bangun segiempat yang terbuat

dari styrofoam yang dapat digunakan untuk membuat definisi, mengidentifikasi unsur-unsur, dan

menemukan sifat-sifat segiempat.

Slameto (2010: 35) menyatakan bahwa aktivitas adalah keterlibatan dalam bentuk sikap,

pikiran, perhatian, dan aktivitas dalam kegiatan pembelajaran guna menunjang keberhasilan proses

belajar mengajar dan memperoleh manfaat dari kegiatan tersebut (dalam Bistari, 2015: 31)

Paul B.Diedrich (Sardiman, 2004:101) membuat suatu daftar yang berisi 177 macam kegiatan

siswa yang digolongkan ke dalam 8 kelompok diantaranya:(1) Visual Activities, meliputi kegiatan

seperti membaca, memperhatikan (gambar, demonstrasi, percobaan dan pekerjaan). (2) Oral

Activities, seperti: menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat,

mengadakan wawancara, diskusi dan interupsi. (3) Listening Activities, seperti: mendengarkan uraian,

percakapan diskusi, musik dan pidato. (4) Writting Activities, seperti: menulis cerita, karangan,

laporan, angket, menyalin dan rangkuman. (5) Drawing Activities, seperti: menggambar, membuat

grafik, peta, diagram. (6) Motor Activities, seperti: melakukan percobaan, konstruksi, model,

mereparasi, bermain dan berternak. (7) Mental Activities, seperti: menanggapi, mengingat,

memecahkan soal, menganalisa, melihat hubungan dan mengambil keputusan. (8) Emotional

Activities, seperti: menaruh minat, merasa bosan, bergairah, berani, tenang dan gugub.

Yang dimaksud aktivitas dalam penelitian ini adalah aktivitas siswa yang merupakan kegiatan

atau prilaku yang terjadi selama proses belajar mengajar. Aktivitas yang dimaksud meliputi: 1.

Memperhatikan apa yang disampaikan guru. 2. Melakukan diskusi aktif dalam kelompok 3. Mencoba

mengemukakan pendapat sendiri mengenai apa yang dipikirkannya, juga mencatat segala sesuatu

dalam diskusi. 4. Saling berbagi dan bekerja sama dalam kelompok. 5. Mempertanggungjawabkan

secara individu, materi yang ditangani dalam kelompok. 6. Merespon jawaban teman.

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7

425

METODE

Penelitian ini dilakukan pada siswa kelas VIIC SMP Negeri 1 Sanggau yang berjumlah 32

anak, yang terdiri dari 16 orang putra dan 16 orang putri. Adapun latar belakang kelas ini dipilih

sebagai subjek pembelajaran adalah:

1. Berdasarkan hasil ulangan tengah semester, di kelas VIIC paling banyak terdapat siswa yang

tidak tuntas yaitu 22 orang yang tidak tuntas dari 32 orang di kelas VIIC.

2. Peneliti adalah guru matematika kelas VIIC SMP Negeri 1 Sanggau, sehingga mudah untuk

melaksanakan kegiatan pembelajaran

3. Berdasarkan teori, bahwa melalui penerapan Model pembelajaran kooperatif Jigsaw dan

penggunaan media manipulative dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa pada materi

segiempat di kelas VIIC SMP Negeri 1 Sanggau.

Teknik pengumpul data yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut: (1) Pengamatan langsung yang dilakukan oleh observer dengan menggunakan lembar

observasi aktivitas siswa. (2) Pengukuran hasil belajar siswa dengan lembar tes tertulis setelah para

siswa mengerjakan soal tes pada akhir pembelajaran.

Tahapan Perencanaan:

(1) Guru menyiapkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), materi pembelajaran ”mengiden-

tifikasi sifat-sifat persegi, persegi panjang, jajargenjang, belah ketupat, layang-layang, dan trape-

sium”. (2) Guru menyiapkan Lembar Kerja Siswa (LKS) yang berisi materi yang akan dibahas dalam

kelompok dan langkah-langkah menyajikan materi yang harus dikerjakan siswa secara berkelompok,

dengan tujuan pembelajaran siswa mengidentifikasi sifat-sifat persegi, persegi panjang, jajargenjang,

belah ketupat, layang-layang, dan trapesium. (3) Guru menyiapkan lembar observasi guru untuk

menilai proses pembelajaran yang disampaikan oleh guru (4) Guru menyiapkan lembar observasi

aktivitas siswa.

Tahap Pelaksanaan

Langkah-langkah pada kegiatan inti, yaitu:

Membagi 6 atau 7 siswa menjadi satu kelompok jigsaw.

Siswa kelas VIIC berjumlah 32 orang, karena materi ada 6 bagian, maka dalam membagi

kelompok terdiri dari 6 – 7 orang.

Menetapkan satu siswa dalam kelompok menjadi pemimpin, yang tujuannya untuk

mengkoordinasi membagi materi pada masing-masing anggota kelompok jigsaw dan pembahasan

materi.

Membagi pelajaran menjadi 6 bagian (persegi, persegi panjang, jajargenjang, belah ketupat,

layang-layang, trapesium) dan setiap siswa dalam kelompok mempelajari satu bagian pelajaran.

Siswa dari kelompok jigsaw bergabung dalam kelompok ahli yang mempunyai materi yang sama,

dan berdiskusi untuk mempelajari bagian materi pelajaran yang telah ditugaskan kepadanya.

Kembali ke kelompok jigsaw, jika dikelompok ahli materi sudah selesai dibahas oleh masing-

masing tim ahli, maka siswa kembali ke kelompok jigsaw.

Siswa mempresentasikan bagian yang dipelajari pada kelompoknya masing-masing. Kelompok

jigsaw mempresentasikan hasil diskusi dari kelompok ahli kepada kelompok jigsaw.

Kelompok jigsaw mempresentasikan hasil diskusi kelompok di depan kelas, dengan cara

menerapkan game. Pada setiap kelompok diberikan game yaitu guru memberikan soal lisan yang

berhubungan dengan jenis-jenis bilangan yang harus dijawab setiap anggota kelompok, yang

terakhir menjawab benar yang mendapat sangsi untuk mempresentasikan hasil diskusinya.

Diakhir kegiatan siswa diberikan soal untuk dikerjakan mengenai materi.

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,

Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

426

Evaluasi dilakukan selama 10 - 15 menit secara mandiri untuk menunjukkan apa yang telah siswa

pelajari selama bekerja dalam kelompok. Setelah kegiatan presentasi guru dan kegiatan kelom-

pok, siswa diberikan tes secara individual. Dalam menjawab tes, siswa tidak diperkenankan saling

membantu.

Analisa Data

Proses analisa data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber,

yaitu hasil wawancara dan pengamatan, yang sudah ditulis dalam catatan dilapangan, dokumen

pribadi, dokumen resmi. Adapun langkah-langkah analisa data meliputi: Pelaksanaan reduksi data

dalam penelitian ini adalah menyeleksi data-data yang sudah ada serta menitik beratkan data

yang belum sempurna menjadi data yang lebih akurat. Selanjutnya data-data tersebut mencakup data

pengamatan aktivitas siswa selama mengikuti kegiatan pembelajaran yang berbentuk lembar

observasi aktivitas belajar siswa. Untuk perincian reduksi data meliputi:

1. Aktivitas Belajar Siswa. (-) Mengukur skor aktivitas belajar siswa secara klasikal. (-) Pedoman

penskoran disesuaikan dengan tingkat kesukaran aktivitas dan alokasi waktu. (-) Mengubah skor

menjadi persentasi aktivitas dengan menggunakan rumus:

% Keaktifan (PK) =

x 100%

Menurut Sudjiono dalam Rosmaini 2004 dengan kriteria presentasi aktivitas:

75% ≤ PK ≤ 100% Tergolong sangat aktif

65% ≤ PK < 75% Tergolong aktif

55% ≤ PK < 65% Tergolong cukup aktif

0% ≤ PK < 55% Tergolong kurang aktif

Keterangan:

Rumus tersebut di atas serta kriteria persentasi diberlakukan juga untuk mengetahui tingkat kinerja

guru.

2. Tes Akhir. (-) Menghitung skor dari setiap soal tes. (-) Mengubah skor menjadi nilai dengan

menggunakan rumus:

Nilai Siswa =

x 100%

Indikator Kinerja

Indikator kinerja ini berfungsi untuk mengukur keberhasilan siswa didalam prosedur

pelaksanaan penelitian, yang kegiatan pembelajarannya menerapkan model pembelajaran kooperatif

jigsaw dan pemanfaatan media manipulatif segiempat dengan indikatornya sebagai berikut: (1) Apa-

bila siswa beraktivitas dalam kegiatan pembelajaran ini mencapai lebih dari atau sama dengan 70 % .

(2) Apabila lebih dari atau sama dengan 75% dari jumlah siswa telah berhasil mencapai skor nilai

KKM 68 atau lebih.

PEMBAHASAN

1. Pendahuluan

Kegiatan pembelajaran materi segiempat di kelas VIIC. Kegiatan diawali dengan guru

menyampaikan tujuan pembelajaran yaitu mengidentifikasi sifat-sifat persegi, persegi panjang,

jajargenjang, belah ketupat, layang-layang, dan trapesium. Pada awal pembelajaran, siswa sudah

mulai tertarik karena guru membawa banyak media (alat peraga) berupa model-model bangun

ruang sisi lengkung. Media yang dibawa berupa model persegi, persegi panjang, jajargenjang,

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7

427

belah ketupat, layang-layang, dan trapesium dengan berbagai ukuran. Selanjutnya guru

memberikan apersepsi dengan bertanya kepada beberapa siswa mengenai nama-nama dari model

bangun segiempat dan contohnya yang ada di sekitar kelas .

2. Kegiatan inti

Pada kegiatan inti, dimulai dengan guru menunjukkan satu per satu bangun segiempat dan

menanyakan bagian unsur-unsurnya. Selanjutnya guru membagikan materi (persegi, persegi

panjang, jajargenjang, belah ketupat, layang-layang, dan trapesium) yang sudah diberikan

petunjuk kerja dalam bentuk lembar kerja siswa, kepada masing-masing anggota kelompok.

Setiap siswa dari kelompok jigsaw yang mendapat materi ang sama bergabung dalam kelompok

ahli, dan berdiskusi untuk mempelajari bagian materi pelajaran yang telah ditugaskan

kepadanya.

Setiap kelompok ahli membahas tentang definisi bangun yang diperoleh masing-masing

kelompok dan selanjutnya mengidentifikasi unsur-unsur dan sifat-sifatnya. Selain membahas

materi, masing-masing kelompok membuat model bangun datar (media manipulatif) segiempat

dari styrofoam yang bisa digunakan untuk menjelaskan pengertian, unsur-unsur, dan sifat-sifat

bangun datar serta menuliskan pengertian, unsur-unsur, dan sifat-sifat bangun datar dalam

selembar kertas manila. Membuat model bangun datar (media manipulatif) segiempat dari

styrofoam dan menuliskan pengertian, unsur-unsur, dan sifat-sifat bangun datar yang tujuannya

adalah untuk mempermudah tim ahli menjelaskan materi saat kembali pada kelompok jigsaw.

Materi yang akan dibahas dalam tim ahli adalah seperti berikut:

Persegi

Persegi adalah bangun segi empat yang memiliki empat sisi

sama panjang dan empat sudut siku-siku dan dapat menempati

bingkainya dengan delapan cara.

Unsur-unsur Persegi:

a. Sisi ada 4: AB, BC, CD, DA

b. Sudut ada 4: sudut A, B, C, dan D

c. Diagonal ada 2: AC dan BD

Sifat-sifat persegi:

a. Sisi-sisi persegi ABCD sama panjang, yaitu AB = BC = CD = AD;

b. Sisi-sisi berhadapan sejajar, AB//CD dan AD//BC

c. Sudut-sudut persegi ABCD sama besar, yaitu sudut ABC = sudut BCD = sudut CDA = sudut

DAB = 90°.

d. Diagonal-diagonal persegi saling berpotongan tegak lurus dan saling membagi dua sama

panjang AO = CO, BO = DO

e. Sudut-sudut suatu persegi dibagi dua sama besar oleh diagonal- diagonalnya, sudut

BAC=DAC, sudut ABD = CBD, sudut BCA = DCA, sudut CDB = ADB

f. Mempunyai empat simetri lipat AC, BD, EF, GH

g. Mempunya simetri putar tingkat empat diputar pada sudut 90o, 180

o, 270

o, 360

o,

h. Suatu persegi dapat menempati bingkainya dengan delapan cara, empat kali dengan sumbu

simetri dan empat kali diputar.

B

D C

O E

A

F

H

G

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,

Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

428

Persegi Panjang

Persegi panjang adalah bangun segi empat yang

memiliki dua pasang sisi sejajar dengan keempat sudut-

nya siku-siku.

Unsur-unsur Persegi Panjang:

a. Sisi ada 4: AB, BC, CD, DA

b. Sudut ada 4: sudut A, B, C, dan D

c. Diagonal ada 2: AC dan BD

Sifat-sifat persegi panjang:

a. Sisi-sisi persegi ABCD sama panjang, yaitu AB = BC = CD = AD;

b. Sisi-sisi berhadapan sejajar, AB//CD dan AB=CD, AD//BC dan AD=CD

c. Sudut-sudut persegi ABCD sama besar, yaitu sudut ABC = sudut BCD = sudut CDA = sudut

DAB = 90°.

d. Diagonal-diagonal persegi panjang sama panjang dan saling membagi dua sama panjang AO

= CO, BO = DO

e. Mempunyai dua simetri lipat EF dan GH

f. Mempunyai simetri putar tingkat dua diputar pada sudut 180o dan 360

o,

g. Suatu persegi dapat menempati bingkainya dengan empat cara, dua kali dengan sumbu

simetri dan dua kali diputar.

Jajargenjang

Jajargenjang adalah bangun segi empat yang dibentuk dari

sebuah segitigadan bayangannya yang diputar setengah

putaran(180o) pada titik tengah salah satu sisinya.

Unsur-unsur Persegi Panjang:

a. Sisi ada 4: PQ, RS, ST, SP

b. Sudut ada 4: sudut P, Q, R, dan S

c. Diagonal ada 2: PR dan SQ

Sifat-sifat jajargenjang:

a. Sisi-sisi berhadapan sejajar, PQ//SR dan PQ=SR, PS//QR dan PS=QR

b. Sudut yang berhadapan sama besar sudut P = R, sudut Q = R

c. Jumlah besar sudut-sudut yang berdekatan sama dengan 180o

d. Diagonal-diagonal saling membagi dua sama panjang PO = RO, QO = SO

Belah Ketupat

Belah ketupat adalah bangun segi empat yang dibentuk dari

gabungan segitiga samakaki dan bayangannya setelah

dicerminkan terhadap alasnya.

Q

O

P

S R

K

N

O M

L

B

D C

O E

A

F

H

G

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7

429

Unsur-unsur belah ketupat:

a. Sisi ada 4: KL, LM, MN, NK

b. Sudut ada 4: sudut K, L, M, dan N

c. Diagonal ada 2: KM dan LN

Sifat-sifat belah ketupat:

a. Semua ukuran sisi-sisinya sama panjang KL = LM = MN = NK

b. Sudut-sudut yang berhadapan besarnya sama sudut K = sudut M dan sudut L = sudut N, dan

di bagi dua sama besar oleh diagonal-diagonalnya,

c. Kedua diagonalnya saling membagi dua sama panjang dan saling tegak lurus satu sama

lainnya.

d. Mempunyai dua buah sumbu simetri.

e. Kedua diagonalnya merupakan sumbu simetri dari bangun belah ketupat.

f. Memiliki dua simetri lipat.

g. Memiliki dua buah simetri putar.

Layang-layang

pengertian layang-layang adalah segi empat yang dibentuk dari gabungan

dua buah segitiga sama kaki yang alasnya sama panjang dan berimpit.

Sifat-sifat layang-layang

a. Terdapatnya dua pasang sisi yang sama panjang.

b. Terdapatnya sepasang sudut berhadapan yang sama besar.

c. Terdapatnya satu sumbu simetri yang merupakan diagonal terpanjang.

d. Salah satu dari diagonalnya membagi dua sama panjang diagonal lainnya secara tegak lurus.

e. Diagonal-diagonal yang dimiliki oleh bangun layang-layang saling tegak lurus.

f. Diagonal yang menghubungkan sudut puncak membagi dua bagian sudut-sudut puncak dan

layang-layang menjadi dua buah bagian yang besarnya sama.

Trapesium

Pengertian trapesium adalah bangun segi empat yang mempunyai tepat sepasang sisi yang

berhadapan sejajar.

Jenis-jenis trapesium

Secara umum ada tiga jenis trapesium sebagai berikut.

P

Q

S

R O

A B

D C

A B

C D

A B

C D

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,

Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

430

(i) Trapesium sebarang

Trapesium sebarang adalah trapesium yang keempat sisinya tidak

sama panjang. Pada gambar di samping, AB // DC, sedangkan

masing-masing sisi yang membentuknya, yaitu AB, BC, CD, dan

AD tidak sama panjang.

(ii) Trapesium sama kaki

Trapesium sama kaki adalah trapesium yang mempunyai sepasang

sisi yang sama panjang, di samping mempunyai sepasang sisi yang

sejajar. Pada gambar di samping, AB // DC dan AD = BC.

(iii) Trapesium siku-siku

Trapesium siku-siku adalah trapesium yang salah satu sudutnya

merupakan sudut siku-siku (90°). Pada gambar di samping, selain

AB // DC, juga tampak bahwa besar sudut DAB = 90° (siku-siku).

Sifat-sifat trapesium

Secara umum dapat dikatakan bahwa jumlah sudut yang berdekatan di antara dua sisi sejajar

pada trapesium adalah 180°.

Setelah setiap tim ahli selesai menjelaskan pada kelompok jigsaw, akan ditunjuk satu

orang untuk mempresentasikan hasil kerjanya, setiap kelompok memilih satu bangun segiempat

dan tidak boleh sama dengan kelompok lain. Cara yang digunakan untuk menunjuk yang

presentasi adalah pada setiap kelompok diberikan game yaitu guru memberikan soal lisan yang

berhubungan dengan jenis-jenis bilangan yang harus dijawab setiap anggota kelompok, yang

terakhir menjawab benar yang mendapat sangsi untuk mempresentasikan hasil diskusinya.

3. Kegiatan Akhir

a. Game refleksi, setiap peserta didik duduk dikursinya masing-masing, dan untuk mengecek

pemahaman peserta didik diadakan games, yaitu guru memberikan soal lisan yang

berhubungan dengan jenis-jenis bilangan yang harus dijawab setiap anggota kelompok, yang

terakhir menjawab benar yang mendapat mendapat hukuman yaitu membuat kesimpulan.

b. Pada kegiatan akhir, guru memberikan kuis secara individu. Nilai tersebut diakumulasi dalam

kelompok untuk menentukan mana kelompok terbaik untuk mendapatkan reward kelompok

terbaik.

Hasil

Hasil Observasi Aktivitas Siswa

Keaktifan siswa sudah bisa dikatakan memuaskan guru sebagai peneliti. Hal ini terbukti dari

sebagaian besar siswa sudah berperan aktif di dalam kegiatan pembelajaran dan penuh semangat

memperhatikan penjelasan dari guru. Siswa tidak merasa canggung atau malu-malu dalam

menjelaskan materi dalam kelompok dengan memperagakan media manipulatif, berlomba-lomba

menjawab pertanyaan dari guru, bertanya hal-hal yang dirasa kurang jelas dan mengerjakan LKS atau

A B

C D

A B

C D

A B

D C

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7

431

soal dengan teliti. Hal ini berdasarkan dari hasil pantauan observer yang telah memberikan penilaian

pada lembar aktivitas siswa

Tabel 4.5 Rekapitulasi Aktivitas Siswa Kelas VIIC

Skor

Pertemuan 1

Skor

Pertemuan 2

Skor

Pertemuan 3

Memperhatikan apa yang disampaikan

guru.

3 4 4

Melakukan diskusi aktif dalam kelompok 2 3 3

Mencoba mengemukakan pendapat sendiri

mengenai apa yang dipikirkannya, juga

mencatat segala sesuatu dalam diskusi.

2 2 2

Saling berbagi dan bekerjasama dalam

kelompok

4 4 4

Mempertanggungjawabkan secara individu

materi yang ditangani dalam kelompok

kooperatif.

2 3 4

Merespon jawaban teman 2 2 2

Persentase 62,50% 75,00% 83,33%

Berdasarkan hal tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa usaha untuk meningkatkan

aktivitas siswa sudah dianggap berhasil karena sudah melampaui indikator yang ditentukan yaitu ≥

70%.

Terjadinya peningkatan aktivitas siswa dalam proses pembelajaran tidak terlepas dari

penerapan model pembelajaran kooperatif jigsaw dan pemanfaatan media manipulatif segiempat.

Siswa dapat merespon objek kongkrit melalui media manipulatif yang diperagakan oleh guru pada

saat penyampaian materi pelajaran dan digunakan oleh siswa untuk menjelaskan materi masing-

masing dikelompok jigsaw, sehingga terjadi proses tanya jawab yang efektif. Siswa juga secara aktif

dapat memperagakan media manipulaif yang sudah disiapkan.

Hasil Tes

Setelah seluruh siswa selesai mengikuti kegiatan pembelajaran, siswa akan diuji kemampuan

belajarnya dengan mengikuti tes. Hasil tes yang diperoleh seperti yang terlihat pada tabel berikut:

Tabel 4.4 Rekapitulasi Hasil Belajar Siswa Kelas VIIC

Jumlah Nilai 2385

Nilai Rata-rata Kelas 74,53

Ketercapaian Jumlah Siswa Persentase

Tuntas Belajar 26 81,25%

Tidak Tuntas Belajar 6 18,75%

Tindakan guru yang sangat berpengaruh terhadap aktivitas dan hasil belajar siswa dalam

penelitian ini adalah guru telah menerapkan model pembelajaran kooperatif jigsaw dengan

memanfaatkan media manipulatif segiempat dalam proses pembelajarannya, selalu memberi

penguatan pada siswa, serta membantu siswa yang mengalami kesulitan secara individu. Dapat

disimpulkan bahwa terjadi peningkatan hasil belajar siswa yang mencapai KKM 68 atau lebih sebesar

81,25%. Dari hasil yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa indikator kinerja pada penelitian ini telah

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,

Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

432

tercapai, karena sudah melampaui indikator yang ditentukan yaitu ≥ 75% dari jumlah siswa telah

berhasil mencapai skor nilai KKM 68 atau lebih.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Setelah dilaksanakan pembalajaran dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif

jigsaw dan pemanfaatan media manipulatif dalam kegiatan pembelajaran, maka dapat diambil

kesimpulan sebagai berikut: (1) Melalui penerapkan model pembelajaran kooperatif jigsaw dan

pemanfaatan media manipulatif segiempat dalam kegiatan pembelajaran pada materi segiempat siswa

kelas VIIC SMPN 1 Sanggau Kabupaten Sanggau ternyata mampu meningkatkan aktivitas siswa ini

dapat dilihat pada hasil peningkatan persentase siswa yang aktif pada pertemuan 1 yaitu 62,50%,

pertemuan 2 sebesar 75,00%, dan pertemuan ke 3 sebesar 83,33% jadi peningkatan antara pertemuan

1 dengan pertemuan 3 sebesar 20,83%. (2). Hasil belajar siswa meningkat setelah menerapkan model

pembelajaran kooperatif jigsaw dan pemanfaatan media manipulatif segiempat sebagai media

pembelajaran. Hal tersebut dapat dilihat pada peningkatan persentase pada siswa yang tuntas terdapat

26 siswa yag tuntas dengan persentase 81,25%.

Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan peneliti, ditemukan beberapa kelebihan dan

kelemahan dalam menerapkan model pembelajaran kooperatif jigsaw dan pemanfaatan media

manipulatif untuk meningkatkan aktivitas serta hasil belajar siswa, peneliti menyarankan beberpa hal

antara lain: (1) Hendaknya ketika guru menjelaskan materi, siswalah yang harusnya lebih banyak

berperan aktif di dalamnya.(2) Gurulah yang merancang dan menggunkan media pembelajaran sesuai

dengan materi yang disampaikan.(3) Hendaknya siswa diberikan kesempatan lebih banyak dalam

menerapkan model pembelajaran kooperatif jigsaw dan pemanfaatan media manipulatif segiempat.

DAFTAR RUJUKAN

Arsyad, Azhar, 2009. Media Pembelajaran. PT Rajagravindo Persada. Jakarta.

Bistari, 2015. Mewujudkan Penelitian Tindakan Kelas. PT. Ekadaya Multi Inovasi. Pontianak.

Bistari, 2012. Strategi Belajar Mengajar Matematika Aktif & Kretatif. Universitas Tanjungpura

Pontianak.

Depdikbud, 1998. Kamus Besar Bahasa Indonesia . Jakarta: Depdikbud

Gatot, Muhsetyo, 2008. Pembelajaran Matematika. Universitas Terbuka. Jakarta

Arikunto, Suharsimi, 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. PT Rineka Cipta.

Jakarta

Sardiman, 2004. Interaksi dan Motivasi Belajar. PT. Raja Grafindo Persada.Jakarta.

Subanji, 2013. Pembelajaran Matematika Kreatif dan Inovatif. Malang: Universitas Negeri Malang

(UM PREES).

Sudjiono, Rosmaini, 2004. Metode Statistik. Tarsito. Bandung

Wahyuni. T dan Nurharini. D, 2008. Matematika Konsep dan Aplikasinya Untuk Kelas VII

SMP/MTs. Klaten: Cempaka Putih.

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7

433

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN POHON MATEMATIKA UNTUK

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA

KELAS VIII A SMPN 6 PADA POKOK BAHASAN LINGKARAN

Siti Fatikhatun Fatkhiyah

SMPN 6 Batu

siti_khiyah @yahoo.com

Abstrak: Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan pembelajaran perbandingan sudut pusat, panjang

busur, luas juring menggunakan metode pohon matematika yang dapat meningkatkan kemampuan

pemecahan masalah matematika siswa kelas VIII-A SMPN 6 Batu. Penelitian ini merupakan penelitian

tindakan kelas, dilakukan dalam 2 siklus, masing- masing siklus dilakukan dalam 3 pertemuan. Hasil

penelitian bahwa pembelajaran pohon matematika yang dilakukan dengan langkah-langkah: menya-

jikan materi,memberikan masalah dan menyelesaikan bersama, memberikan pohon matematika, mem-

bangun masalah yang diketahui jawabannya, mengoreksi dan menilai masalah, mendiskusikan masalah

yang sulit dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Peningkatan hasil belajar dari rata –rata pada siklus

1 adalah 50 menjadi 72 (siklus 2). Ketuntasan belajar siswa juga mengalami peningkatan dari 36%

Menjadi 76%

Kata Kunci: pembelajaran pohon matematika, pemecahan masalah

Perkembangan peradaban yang cepat membutuhkan adaptasi proses pembelajaran. Subanji

(2011) menjelaskan perkembangan yang sangat dinamis membutuhkan kemampuan untuk beradaptasi

secara cepat dan pola pikir yang baik . Karena perubahan pola pembelajaran merupakan hal utama

untuk bisa menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam pembelajaran peran

guru juga mengalami perubahan dari yang semula memberi pengetahuan kepada siswa “menjadi”

memfasilitasi untuk belajar (fasilitator) . Karena hakekat pembelajaran adalah mengembangkan

berfikir siswa, sehingga mampu memecahkan masalah-masalah dalam kehidupannya yang cukup

dinamis, Untuk itu perlu upaya meningkatkan kualitas pendidikan matematika.

Menurut NCTM (2000) ada 6 (enam) prinsip dasar untuk mencapai pendidikan matematika

yang berkualitas tinggi meliputi: (1) kesetaraan /keadilan/pemerataan (2) kurikulum (3) pengajaran /

pembelajaran (5) penilaian (6) teknologi. Prinsip pembelajaran menekankan bahwa tugas guru adalah

mendorong siswanya untuk berfikir/ bertanya menyelesaikan masalah, mendiskusikan ide-ide, strategi

dan hasil penyelesaian masalah dari siswa

Prinsip belajar yamg menekankan pada siswa harus belajar matematikanya dengan

pemahaman, secara aktif, membangun pengetahuan baru,dari pengalaman dan pengetahuan

sebelumnya. Belajar matematika tidak hanya berkaitan dengan keterampilan berhitung tetapi perlu

kecakapan berfikir dan bernalar secara matematis dalam menyelesaikan soal-soal baru dan

mempelajari ide-ide baru yang akan dihadapi. Karena itu pembelajaran akan lebih baik bila

menekankan pemahaman relasional dari pada pemahaman instrumental.

Lebih lanjut, Subanji (2015) menyatakan bahwa ada tiga faktor yang digunakan dalam

pengembangan pembelajaran dikelas diantaranya: (1) mengondisikan berfikir reflektif siswa (2)

menciptakan interaksi social antar siswa dan siswa guru (3) menggunakan model atau alat-alat untuk

belajar. Berfikir reflektif adalah kegiatan aktif untuk menjelaskan sesuatu atau mencoba

menghubungkan ide –ide yang terkait. Berfikir reflektif terjadi ketika siswa mencoba memahami

penjelasan dari orang lain, ketika mereka bertanya, ketika mereka menjelaskan atau menyelidiki

kebenaran ide mereka sendiri.

Dalam matematika, soal matematika belum tentu menjadi masalah bagi siswa karena soal

matematika bisa rutin dan bisa tidak rutin. Masalah yang dimaksudkan dalam problem solving adalah

masalah non rutin. Masalah non rutin memiliki karakteristik khusus yakni untuk menyelesaikannya,

membutuhkan berfikir tingkat tinggi, atau berfikir lain dari yang biasa dilakukan. Kepada siswa perlu

dikembangkan kemampuan berfikir logis, analistis, sistematis, kritis, dan kreatif. Sehingga siswa

dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan

hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti dan kompetetif. Dari berbagai penelitian

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,

Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

434

direkomendasikan bahwa untuk meningkatkan kemampuan problem solving diperlukan pendekatan

pembelajaran yang sesuai dengan mengubah pembelajaran ke arah yang lebih amalitik dan bermakna.

Dalam hal ini penulis menyajikan salah satu proses dalam pemecahan masalah dengan menggunakan

pohon matematika.

Subanji (2013) menyatakan bahwa pohon matematika merupakan suatu media yang dapat

digunakan untuk mengembangkan penalaran siswa. Pembelajaran dengan pohon matematika

merupakan balikan dan pembelajaran yang biasa dilakukan dikelas, terutama dalam latihan-latihan

soal yang dibutuhkan. Selama ini soal-soal yang diberikan kepada peserta didik dapat dikatagorikan

(1) menentukan nilai / menhitung (2) menyederhanakan, menggambar dan membuktikan (meskipun

sangat jarang) . Dalam pembelajaran pohon matematika justru jawaban sudah diberikan dan siswa

diminta untuk mengkontruksikan soalnya atau soal yang jawabannya tidak tunggal dan siswa diminta

untuk mencari semua jawaban yang mungkin

Dalam pembelajaran matematika dengan pohon matematika ini, semakin banyak masalah

yang dibuat, maka pohon tersebut semakin memiliki banyak daun berarti semakin “RINDANG”.

Sebaliknya bila daun yang dibuat salah maka daun tersebut menjadi “BENALU” yang mengurangi

kesuburan pohon, dari kerindangan pohon matematika ini dapat dilihat kreatif siswa.

Dalam pelaksanaannya pembelajaran dengan pohon matematika dapat dilakukan dengan

sistem individu dan sistem kelompok . Pada tahap awal guru membuatkan ranting dan siswa

melengkapi daunnya pada tahap berikutnya ranting bisa dibuat oleh siswa sehingga dalam proses

pembelajaran guru benar-benar hanya menjadi fasilitator.

Berdasarkan latar belakang di atas penulis mengangkat penelitian dengan judul “Penerapan

model pembelajaran pohon matematika untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah

matematika kelas VIII A SMPN 6 pada pokok bahasan lingkaran“

METODE PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pembelajaran pohon matematika yang dapat

meningkatkan hasil belajar siswa. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas dengan tahapan

perencanaan, pelaksanaan dan observasi, serta refleksi. Penelitian tindakan kalas ini dilakukan dalam

dua siklus. Masing-masing siklus terdiri dari tiga pertemuan.

Penelitian dilakukan di SMPN 6 Batu dikelas VIII-A dengan jumlah siswa 33 orang. Tahap

perencanaan dilakukan kegiatan penyusunan RPP, media dan penilaian. Tahap pelaksanaan dan

observasi dilakukan dengan mempraktikkan pembelajaran pohon matematika sekaligus diobservasi

oleh teman sejawat sebanyak dua orang. Tahap refleksi dilakukan dengan mendiskusikan kelebihan

dan kekurangan dari praktik pembelajaran bersama dengan observer. Dari hasil observasi, kekurangan

diperbaiki untuk dipraktikan di siklus kedua.

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini mendeskripsikan pembelajaran pohon matematika yang dilakukan dalam 2 siklus,

masing- masing siklus dilakukan dalam 3 pertemuan. Masing-masing pertemuan menggunakan

tahapan pembelajaran dengan metode pohon matematika antara lain: menyajikan materi,memberikan

masalah dan menyelesaikan bersama, memberikan pohon matematika, membangun masalah yang

diketahui jawabnya atau menetukan penyelesaian masalah open ended dalam pohon matematika,

mengoreksi dan menilai masalah atau jawaban yang disusun dan mendiskusikan masalah yang sulit

SIKLUS 1 pertemuan kesatu

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7

435

Pembelajaran diawali dengan memberikan apersepsi dan motivasi melalui dialog sebagai berikut

G: anak-anak coba lihat gambar yang ibu bawa kemudian bertanya Apa yang ada di benak kalian

tentang gambar tersebut ?

S1: gambar pizza ibu,

S2: pizzanya bentuknya seperti lingkaran

S3: pizzanya di potong bentuknya seperti juring

G: kalau pizza tadi dipotong membentuk juring dengan sudut 600berapa perbandingannya dengan

pizza yang masih utuh

S4: 600 dibanding 360

0

Berdasarkan dialog tersebut, nampak bahwa siswa sudah memiliki pengetahuan prasarat

untuk pembelajaran pertemuan pertama dimana siswa sudah memahami perbandingan sudut pusat.

Pada tahap ini guru menyajikan materi tentang menentukan perbandingan sudut-sudut pusat

lingkaran,perbandingan panjang busur dan perbandingan luas juring lingkaran,

Selanjutnya guru memberi contoh pohon matematika dan cara mengisi daunnya serta menjelaskan

aturan main dalam pembelajaran dengan pohon matematika

kemudaian guru membagikan LK pada setiap kelompok

G: anak-anak hari ini kita belajar perbandingan sudut pusat, panjang busur dan luas juring dengan

memakai pohon matematika untuk kelompok mat 1 dan 2 mengisi daun daun pomat yang

memiliki perbandingan tertentu kalian yang menentukan luas juring yang memiliki perbandingan

tersebut, kelompok mat3 mengisi daun-daun pomat dengan panjang busur yang memiliki

perbandingan tertentu,,kelompok 4 mengisi daun-daun pomat dengan sudut pusat yang memiliki

perbandingan tertentu. sudah faham anak-anak?

S:sudah bu,

G: ok,kita mulai sekarang dengan mengisi daun-daun tersebut yang sesuai,

Kegiatan dilanjutkan dengan mengerjakan soal yang ada dalam pohon matematika. Pada kegiatan itu

ditemukan hal yang unik yaitu siswa pada kelompok mat 3 mengerjakan perbandingan sudut dengan

cara membagi kedua sudut dengan bilangan yang berbeda, sehingga diperoleh hasil yang salah.

Seharusnya pembilang dan penyebut di bagi dengan bilangan yang sama. Kegiatan selanjutnya, hasil

kerja masing-masing kelompok ditukar dengan kelompok lain untuk memperoleh informasi yang

berbeda

Pada tahap berikutnya guru memberikan penguatan terhadap hasil kerja kelompok Guru

mengajak sqiswa untuk membuat kesimpulan tentang hubungan sudut pusat dan luas juring bahwa

perbandingan sudut pusat sama dengan perbandingan panjang busur sama dengan perbandingan luas

juring. kemudian memberikan soal kepada siswa secara individu. Dari tes tersebut diperoleh hasil

nilai tertinggi 80 dan nilai terendah 30 dan rata-ratanya 50 dibawah KKM

SIKLUS 1 pertemuan kedua

Pembelajaran diawali dengan memberikan apersepsi dengan dialog sebagai berikut

G: anak-anak apa yang sudah kalian pelajari tentang minggu lalu ?

S1 Hubungan sudut pusat dan panjang busur

S2: hubungan sudut pusat dan luas juring

Berdasarkan dialog tersebut, Nampak siswa sudah memiliki pengetahuan prasyarat pembelajaran

kedua, dimana siswa memahami tentang hubungan sudut pusat, panjang busur dan luas juring.

Pada tahap ini guru memberikan materi tentang menentukan panjang busur dan luas juring

dengan menggunakan hubungan tersebut.

Kegiatan dilanjutkan dengan membentuk kelompok menjadi 4 kelompok yang terdiri dari 8 siswa

Setiap kelompok menerima LK untuk didiskusikan dengan kelompoknya tentang menyelesaikan

masalah menggunakan hubungan yang berkaitan dengan panjang busur dan luas juring

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,

Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

436

Pada saat guru memantau pekerjaan kelompok siswa guru menemukan hal yang unik tentang cara

penyelesaian masalah soal oleh siswa. Keunikan tersebut terdapat pada gambar dibawah ini

Dari gambar diatas menggambarkan bahwa ada siswa yang masih kurang teliti pada saat melakukan

operasi hitungan.Kemungkinan Hal ini terjadi karena siswa sudah mengalami penurunan daya

konsentrasi dalam belajar. Atau kemungkinan yang lain hal ini disebabkan karena faktor terburu-buru

ingin cepat selesai

Untuk kelompok mat 2 cara menyelesaikannya, daun dalam pohon matematika terdapat tiga

cabang untuk mengisinya, ketua kelompok membagi ketemannya supaya mengerjakan juringjuring

sudut yang ada di dalam pilihan untuk di selesaikan, satu siswa menyelesaikan dua sudut juring untuk

di selesaikan dengan memakai rumus luas juring jika dimasukkan nilainya sudut beserta jari-jarinya

akan memiliki luas juringnya 6 , mereka berdiskusi bgmn caranya menyelesaikan soal tersebut

Foto kel mat 1

Kegiatan siswa saat berdiskusi menentukan nilai sudut

dan jari-jari

S1: langsung saja di masukkan nilai dan sudutnya sehingga nanti akan ketemu nilai yang

sama dengan luasnya

S2: dimasukkan saja nilai sudut dan jari-jarinya, tidak usah diganti dengan 3,14 karena luasnya

masih terdapat

S3: (ketua kelompok) mengajak temannya untuk menyelesaikan dengan cara temen S2

Dari dialog tersebut kelompok mat 2 ingin menyelesaikan soal tersebut dengan memasukkan nilai

sudut dan jari-jari ke dalam rumus luas juring kemudian dilihat yang mempunyai jawaban 6 .

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7

437

Setelah masing-masing kelompok menyelesaikan soal yang ada didalam ranting-ranting

pohon matematika dan dilanjutkan saling tukar jawaban antar kelompok yang mempunyai ranting

yang sama. Ditemukan pekerjaan siswa yang unik dalam pengisian daun daun di pohon matematika

Dari gambar diatas Nampak bahwa siswa sudah benar dalam mengisi perbandingan sudutnya tapi

dalam menggambar yang sesuai dengan sudutnya masih salah, hal ini dikarenakan pemahaman sudut

yang masih kurang, siswa masih menggambar sesuai dengan kehendaknya. misalnya sudut 2400

gambarnya melebihi dari setengah lingkaran .

Guru memberikan penguatan atas kerja kelompok dan mengajak untuk membuat kesimpulan

Diakhir pembelajaran guru mengakhiri dengan dialog

G: anak-anak bagaimana pembelajaran hari ini ?

S1: sangat menyenangkan ibu

S2: saya suka dengan pohon matematika

Selanjutnya guru menginformasikan materi pertemuan yang akan datang dan anak menyimak

dengan baik.

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,

Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

438

SIKLUS 1 pertemuan 3

Pada siklus ini diadakan evaluasi secara tertulis. Siswa diberi soal tes dengan menggunakan pohon

matematika. Cabang pohon memuat pertanyaan berkaitan dengan sudut pusat, panjang busur dan luas

juring.Siswa diminta untuk mencari jawaban sebanyak-banyaknya dengan dikonstruksi dalam bentuk

daun. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa skor rata-rata siswa mencapai 50 dengan ketuntasan

mencapai 36%.

Refleksi

Refleksi dilakukan setelah pelaksanaan pembelajaran dengan mengaji hal-hal yang masih

menjadi kendala dalam pembelajaran . Hasil refleksi digunakan untuk memperbaiki pembelajaran .

Ringkasan refleksi disajikan dalam table berikut.

Kendala dalam

pembelajaran

Penyebabnya Alternatif penyelesaian

Ada siswa yang kurang

aktif

Jumlah anggota dalam

kelompok yang terlalu

banyak

Jumlah anggota kelompok

di kurangi

Siswa lambat mengerjakan, Belum faham akan soal yang

dimaksud

Penjelasan guru diawal

lebih terperinci

Informasi di LK kurang

Ada siswa kesulitan dalam

menyelesaikan soal

Kurang memahami materi Guru menjelaskan lagi

tentang materi

SIKLUS II

Pembelajaran ini mendiskripsikan pembelajaran menggunakan pohon matematika yang dilakukan

dalam 3kali pertemuan sebagai berikut:

Siklus II pertemuan 1

Pembelajaran diawali dengan memberikan apersepsi melalui dialog seperti berikut:

G: Anak-anak, coba amati gambar di depan ?, Apa yang ada di benak kalian tentang gambar

diatas (Guru menampilkan gambar sepeda pada LCD)

S1: sepeda federal

S2:ger belakang lebih dari satu dan bertumpuk

G: apa lagi ?

S3ger depan dan ger belakang dihubungkan dengan rante:

G: bagus anak-anak jawaban kalian benar semua,kemudian guru menanyakan lagi

G: anak-anak ada yang masih ingat dengan Theorema Pythagoras ?

S4: masih ibu segitiganya siku-siku

S5: kuadratsisi terpanjang sama dengan jumlah kuadrat sisi siku-sikunya

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7

439

Dari dialog diatas, Nampak bahwa siswa sudah memiliki materi prasarat. Kemudian guru

menyampaikan tujuan pembelajarana hari ini tentang Garis singgung lingkaran dan garis singgung

persekutuan dua lingkaran, kemudian dilanjutkan guru menjelaskan materi tentang garis singgung

lingkaran dan garis singgung persekutuan dua lingkaran. selanjutnya siswa dibagi beberapa

kelompok setiap kelompok terdiri dari 5 orang . kegiatan selanjutnya guru membagikan LK pada

setiap kelompok, Pada saat diskusi kelompok, guru berkeliling untuk memantau proses siswa

berdiskusi dan membantu siswa pada kelompok yang mengalami kesulitan, salah satu kasus bantuan

guru kepada siswa dilakukan dengan dialog berikut:

G: gambar garis singgung yang kalian buat mengapa tidak tegak lurus dengan jari-jari ?

S: karena itu sisi miring bu

G: coba kalian baca lagi tentang sifat-sifat garis singing, cob abaca sifat pertama, bagaimana

bunyinya ?

S: garis singgung tegak lurus dengan jari-jari yang melalui titik singgungnya

G: sekarang lihat gambarmu lagi, dimana kesalahannya

S: garis singgung yang saya buat tidak tegak lurus dengan jari-jari

G: sekarang betulkan gambarmu sehingga menjadi benar

Kegiatan selanjutnya siswa diajak membuat kesimpulan tentang materi tersebut.

SIKLUS II pertemuan 2

Pembelajaran diawali dengan memberikan apersepsi dengan dialog sebagai berikut

G: anak-anak apa yang sudah kalian pelajari pada pertemuan yang lalu ?

S1: garis singgung lingkarann bu

S2: garis singgung persekutuan

G: baik anak-anak, berarti kalian masih ingat, karena materi hari ini masih melanjutkan materi

yang lalu

Selanjutnya guru menyampaikan tujuan pembelajaran hari ini yaitu menentukan panjang garis

singgung persekutuan dalam dan persekutuan luar dua lingkaran dengan menggunakan pohon

matematika, kegiatan diawali dengan membentuk 6 kelompok dengan setiap kelompok

beranggotakan 5 orang, selanjutnya guru membagikan LKS, siswa berdiskusi dengan kelompoknya

untuk menentukan jari-jari dari garis singgung persekutuan dalam dan garis singgung persekutuan

luar dengan pohon matematika, dalam memantau kegiatan siswa guru menemukan hal unik seperti

berikut:

Siswa dalam menentukan jari-jari pada garis singgung persekutuan dalam melakukan kesalahan yaitu

jari-jari lingkaran besar dikurangi dengan jari-jari lingkaran kecil, seharusnya jari-jari lingkaran besar

dan jari-jari lingkaran kecil dijumlahkan .guru membimbing siswa sehingga siswa memahami

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,

Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

440

Kegiatan diakhiri dengan membuat kesimpulan bersama-sam siswa dan melakukan refleksi tentang

pembelajaran hari ini, sebagai penutup guru menyampaikan tentang kegiatan yang akan dilakukan

pada pertemuan selanjutnya yaitu evaluasi

SIKLUS II Pertemuan 3.

Pada siklus ini diadakan evaluasi secara tertulis. Siswa diberi soal tes dengan menggunakan

pohon matematika. Cabang pohon memuat pertanyaan berkaitan dengan garis singgung lingkaran dan

garis singgung persekutuan dalam dan luar lingkaran.Siswa diminta untuk mencari jawaban sebanyak-

banyaknya dengan dikonstruksi dalam bentuk daun. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa skor rata-rata

siswa mencapai 50 dengan ketuntasan mencapai 76%.

SIMPULAN

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan pohon matematika

dengan langkah-langkah: menyajikan materi,memberikan masalah dan menyelesaikan bersama,

memberikan pohon matematika,membangun masalah yang diketahui jawabannya, mengoreksi dan

menilai masalah, mendiskusikan masalah yang suli, dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas

VIII-A SMPN 6 Batu. Peningkatan hasil belajar rata –rata pada siklus 1 adalah 50 menjadi 72 pada

siklus 2. Ketuntasan belajar siswa juga mengalami peningkatan dari 36% Menjadi 76%

SARAN

Berdasarkan simpulan tersebut, penulis mengajukan beberapa saran khususnya bagi guru

sejawat agar perlu mengembangkan pembelajaran yang menyenangkan, untuk meningkatkan prestasi

belajar siswa, pada Kompetensi Dasar garis singgung lingkaran maka metode pohon matematika

dapat digumnakan khususnya mata pelajaran matematika.

Daftar Rujukan

Marlina, 2014. Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada materi Operasi Hitung Campuran Melalui

Model Pembelajaran Kooperatif. J-TEQIP, Tahun V, Nomor 2, 2014 Jurnal Peningkatan

kualitas Guru

Subanji, 2011, Matematika Sekolah dan Pembelajarannya, Jurnal peningkatan kualitas guru, J-

TEQIP Tahun II nomer 2, 2011

Subanji,2012, Pengembangan Aktivitas Matematika Problem Solving mengacu pada meaning based

approach, Jurnal Peningkatan kualitas Guru, J-TEQIP, Tahun III, Nomor 2, Nopember 2012

Subanji,2013, Revitalisasi Pembelajaran Bermakna dan Penerapannya dalam pembelajaran

Matematika Sekolah. Proseding seminar Nasional J-TEQIP 2011.

Subanji,2013, Pembelajaran Matematika Kreatif dan Inovatif, UM Press

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7

441

PENGGUNAAN MEDIA MANIPULATIF UNTUK MENINGKATKAN

PEMAHAMAN SISWA TENTANG UNSUR-UNSUR BANGUN RUANG SISI DATAR

DI SMP RADEN FATAH

Surtini

SMP Raden Fatah Batu

icunsurtini @ gmail.com

Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah meningkatkan pemahaman siswa tentang unsur-

unsur bangun ruang sisi datar, dan juga untuk meningkatkan aktivitas belajar siswa. Jenis

penelitian adalah PTK dengan dua siklus, masing-masing siklus diawali dengan

Perencanaan, Tindakan, Pengamatan, dan Refleksi. Siklus satu terdiri dari dua kali

pertemuan dan siklus dua terdiri dari dua pertemuan. Subyek penelitian adalah 32 siswa

terdiri dari 16 siswa laki-laki dan 16 siswa perempuan klas VIII A SMP Raden Fatah Batu,

Pemilihan subyek didasarkan pada mereka masih belum mampu membedakan jenis-jenis

unsur dari bangun ruang sisi datar. Pembelajaran yang digunakan berbasis media mani-

pulatif. Media manipulatif yang digunakan benda kerangka dan benda bentuk kubus, balok,

prisma dan limas.. Pembelajaran dilaksanakan melalui diskusi kelompok, yang dikelom-

pokkan secara heterogen. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa pembelajaran dengan

menggunakan media manipulatif dapat meningkatkan pemahaman siswa tentang unsur-

unsur bangun ruang sisi datar dan meningkatkan aktivitas belajar siswa. Ketuntasan jumlah

siswa meningkat dari 14 orang pada siklus I menjadi 26 pada siklus II dan nilai rata-rata

juga meningkat dari 64,3 pada siklus I menjadi 81,2 pada siklus II.

Kata Kunci: Media Manipulatif, Unsur, Bangun Ruang Sisi Datar .

Pendidikan sangat penting bagi manusia, karena dengan pendidikan manusia dapat mereali-

sasikan dirinya baik fisik, emosional, mental sosial dan etika. Pendidikan adalah suatu aktivitas dan

usaha manusia untuk meningkatkan kepribadiannya dengan jalan membina potensi-potensi yang ada

pada dirinya. Manusia sangat membutuhkan pendidikan untuk menggali dan mengembangkan potensi

dirinya melalui proses pengajaran maupun dengan cara lain yang telah diakui oleh masyarakat.

Muhibbin Syah (2003) mengatakan bahwa pendidikan adalah” Proses pengubahan sikap dan tingkah

laku seseorang, atau sekelompok orang dalam mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan

pelatihan.

UU no 20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional tahun 2006 menjelaskan bahwa

salah satu jalur pendidikan yang ada dilingkungan kita adalah pendidikan formal yang pelak-

sanaannya telah diatur oleh pemerintah. Pendidikan formal itu adalah kegiatan belajar mengajar yang

ada di sekolah. Pendidikan adalah sesuatu yang dinamis yang dituntut adanya suatu perubahan, atau

perbaikan secara terus menerus. Perubahan itu dapat dilakukan dari segi strategi pembelajaran,

metode pembelajaran, media pembelajaran, buku-buku pelajaran, alat-alat laboratorium, maupun

materi-materi pembelajaran. Komponen yang tidak kalah penting yang ada dalam proses

pembelajaran adalah guru, peserta didik, kurikulum dan sarana prasarana yang menunjang dalam

proses pendidikan. Peserta didik merupakan komponen utama dari komponen lainnya, karena peserta

didik merupakan obyek yang akan dididik dan dibimbing untuk menjadi manusia-manusia yang

berkualitas dan tangguh dalam menghadapi tantangan kehidupan yang semakin maju sesuai

perkembangan jaman. Dan salah satu tempat untuk memperoleh pendidikan formal adalah sekolah.

Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang harus dipelajari. Matematika salah satu mata

pelajaran yang dianggap penting dalam pendidikan. Hal ini dapat dilihat dari pembagian waktu dalam

satu minggu lebih banyak dibanding dengan mata pelajaran yang lain. Selain itu mata pelajaran

matematika dalam pelaksanaannya diberikan disemua jenjang pendidikan dari taman kanak-kanak

sampai perguruan tinggi.

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,

Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

442

Pemahaman konsep secara tepat dan optimal akan membentuk seseorang lebih trampil dalam

menjalankan kehidupannya sehari-hari. Seseorang akan tahu nilai perasaan, lebih besar, lebih kecil,

bentuk, ukuran jumlah, bentuk bangun datar, bangun ruang, nilai uang, itu semua adalah manfaat

matematika dalam kehidupan sehari-hari.

Proses pembelajaran juga akan menentukan hasil belajar peserta didik. Untuk memperoleh

hasil belajar yang maksimal maka perlu proses pembelajaran yang maksimal pula. Proses

pembelajaran inilah yang biasa disebut dengan pendidikan. Pemahaman sangatlah penting dicapai

oleh peserta didik dalam proses pembelajaran, karena bila peserta didik belum bisa faham saat

pembelajaran, maka peserta didik akan kesulitan dan tidak dapat menyelesaikan soal- soal yang

berhubungan dengan materi yamg diajarkan. Oleh karena itu pemahaman konsep perlu ditanamkan

sejak dini. Sejak siswa duduk di sekolah dasar maupun sekolah Menengah Pertama, disitu siswa

dituntut untuk mengerti tentang definisi, pengertian dan pemecahan masalah.

Matematika di SMP sebagian besar yang dipelajari adalah konsep-konsep dan rumus yang

mendukung konsep tersebut. Dan materi yang diajarkan sebagian juga bersifat abstrak, sehingga

dituntut kemampuan guru untuk kreatif berupaya memilih metode yang tepat sesuai tingkat

perkembangan psikologis siswa. Untuk itu diperlukan model dan media yang tepat sesuai tujuan

pembelajaran. Pemilihan media yang tepat juga sangat diperlukan dalam proses pembelajaran yang

juga bisa menarik perhatian dan memotivasi siswa untuk belajar .

Fungsi media dalam pembelajaran matematika diantaranya untuk membangkitkan minat dan

motivasi belajar siswa. Untuk matematika yang abstrak dapat disajikan dalam bentuk konkrit

sehingga lebih mudah difahami, dimengerti sesuai tingkatan berfikir peserta didik. Namun

matematika sampai saat ini masih dianggap pelajaran yang sulit dan susah untuk difahami dan telah

menjadi anggapan umum dalam masyarakat Indonesia.

Penggunaan media akan sangat membantu keefektifan proses pembelajaran. Bahkan Arsyad

mengatakan bahwa “ Selain dapat membangkitkan motivasi dan minat siswa, media pembelajaran

juga dapat membantu siswa meningkatkan pemahaman, penyajian data dengan menarik dan

memudahkan penafsiran dan memadatkan informasi“. Penggunaan media sangat penting dalam

proses pembelajaran, oleh karena itu seorang guru dituntut dapat membuat media semenarik mungkin,

sehingga memudahkan peserta didik memahami materi pelajaran dengan baik. Pengembangan strategi

yang tepat pada pembelajaran matematika permulaan bagi peserta didik SD yang masih dalam tahap

pemahaman matematika secara konkrit dapat menggunakan media yang sederhana dan mudah

didapat, seperti media manipulatif. Media manipulatif adalah segala benda yang dilihat, dipegang,

diatur, dipotong, dimainkan dengan tangan (dimanipulasikan).

Guru juga harus pandai memilih media yang tepat sesuai tujuan pembelajaran. Dalam

pelajaran matematika salah satu materi klas VIII semester genap adalah bangun ruang sisi datar. Pada

materi ini peserta didik dituntut untuk memiliki kemampuan menggambar, kemampuan dasar

menghitung, serta menghafal rumus-rumus untuk menyelesaikan soal-soal.

Kenyataannya hasil belajar matematika yang diperoleh peserta didik saat ini masih rendah.

Hal ini menjadi bahan pembicaraan dalam berbagai diskusi di sekolah. Salah satu indikator hasil

belajar yang rendah yang di tandai dengan rendahnya nilai rata-rata ujian nasional matematika peserta

didik di sekolah, lebih rendah jika dibanding dengan nilai ujian nasional pelajaran yang lain. Selain

itu rendahnya hasil belajar matematika salah satunya kurangnya sarana prasarana disekolah, misalnya

media sebagai alat bantu dalam pembelajaran. Kenyataannya masih banyak guru yang mengajar tanpa

menggunakan media pembelajaran. Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan ,maka

penulis ingin melakukan penelitian untuk mengatasi masalah tersebut dengan judul : “ Penggunaan

Media Manipulatif untuk meningkatkan Pemahaman siswa tentang Unsur-unsur bangun ruang sisi

datar di SMP Raden Fatah Batu.”

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7

443

KAJIAN TEORI

Media Manipulatif

Benda asli/manipulative adalah benda yang sebenarnya, yang dapat diamati secara langsung

oleh panca indra dengan cara melihat, mengamati, atau memegangnya secara langsung tanpa melalui

alat bantu (Martiningsih,2011). Media manipulative merupakan salah satu media pembelajaran yang

dapat dipakai dalam proses pembelajaran matematika. Penggunaan media manipulative ini pada

proses pembelajaran matematika akan sangat membantu siswa dalam memahami konsep, sesuai

dengan tingkat kognitif siswa.

Media manipulative (konkrit) adalah segala benda yang dilihat, disentuh, didengar, dirasakan,

dan dimanipulasikan (penyimpangan dari fungsi yang sebenarnya). Hal ini menunjukkan bahwa

segala sesuatu yang bisa di temukan oleh siswa dalam kesehariannya dapat dijadikan media

matematika, seperti batang korek api, kotak kue, bola, balok, jam dinding, papan tulis, meja, lemari,

dan masih banyak lagi media lain yang bisa digunakan dalam kegiatan pembelajaran dan stimulasi

matematika.

Pengertian media Manipulatif menurut Gatot Muhsetyo, dkk (2007) mendefinisikan bahwa

“Bahan manipulatif adalah bahan yang dapat dimanipulasikan dengan tangan, diputar, dipegang,

dibalik, dipindah, diatur, atau ditata atau dipotong-potong“. Dari pendapat tersebut dapat dipahami

bahwa bahan manipulatif yaitu bahan yang dapat dimain-mainkan dengan tangan. Fungsi dari bahan

manipulative untuk menyederhanakan konsep-konsep yang sulit, menyajikan bahan yang relative

abstrak menjadi lebih nyata, menjelaskan pengertian atau konsep secara lebih konkrit, menjelaskan

sifat-sifat tertentu yang terkait dengan pengertian hitung dan sifat-sifat bangun geometri serta

memperlihatkan fakta-fakta. Contoh bahan manipulatif, jenisnya kertas, karton, kelereng, kerikil,

manik-manik, buku, pensil, butiran, kayu, kawat, lidi, atau bungkus makanan (Gatot Muhsetyo, dkk,

2007).

Unsur-unsur bangun ruang sisi datar

1) Sisi/bidang

Bidang sisi atau sisi pada bangun ruang adalah bidang yang membatasi bagian dalam atau

bagian luar suatu bangun ruang. Sisi bangun ruang dapat berbentuk bidang datar atau bidang

lengkung.

Gambar 1. Bidang/Sisi Kubus

(ABCD = EFGH = ABFE = CDHG = ADHE = BCGF)

Keterangan:

1. Sisi alas = ABCD

2. Sisi atas = EFGH

3. Sisi depan = ABFE

4. Sisi belakang = CDHG

5. Sisi kiri = ADHE

6. Sisi kanan = BCGF

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,

Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

444

2) Rusuk

Rusuk adalah ruas garis yang dibentuk oleh perpotongan dua bidang sisi yang bertemu.

Rusuk pada bangun ruang dapat berupa garis lurus atau garis lengkung. Rusuk terletak pada

satu bidang dan tidak berpotongan dinamakan rusuk-rusuk yang sejajar. Rusuk – rusuk yang

berpotongan tetapi tidak terletak dalam satu bidang disebut rusuk-rusuk yang bersilangan.

Gambar 2. 12 Rusuk kubus yang sama panjang

Keterangan:

Rusuk Alas : AB, BC, CD, AD

Rusuk Tegak : AE, BF, CG, DH

Rusuk Atas : EF, FG, GH, EH

3) Titik Sudut

Titik sudut adalah titik pertemuan 3 atau lebih rusuk pada bangun ruang.

Gambar 3. Titik Sudut a, b, c, d, e, f, g, dan h

4) Diagonal Sisi

Diagonal sisi adalah ruas garis yang menghubungkan dua titik sudut yang terletak pada rusuk

– rusuk berbeda pada satu sisi biadang.

Gambar 4. Diagonal Bidang/Sisi Kubus

5) Diagonal Ruang

Diagonal ruang adalah ruas garis yang menghubungkan dua titik sudut yang masing- masing

terletak pada sisi atas dan sisi alas yang tidak terletak pada satu sisi kubus atau balok.

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7

445

Gambar 5. Diagonal Ruang Kubus

6) Bidang Diagonal

Bidang yang dibatasi oleh dua buah diagonal sisi yang behadapan pada kubus atau balok.

Gambar 6. Diagonal Bidang Kubus

METODE PENELITIAN Penelitian yang dilakukan adalah penelitian tindakan kelas, yang bertujuan untuk memperbaiki

proses pembelajaran. Dalam pelaksanaannya dengan menggunakan media manipulatif berupa kawat

kerangka kubus, balok, prisma dan limas serta benda bentuk bangun ruang sisi datar kubus, balok,

prisma, limas. Materi yang diajarkan adalah “Unsur-unsur bangun ruang sisi datar“ (kubus, balok,

prisma, dan limas). Untuk memahami apa yang disebut titik sudut, rusuk, bidang/sisi, diagonal ruang,

diagonal bidang, dan bidang diagonal. Penelitian dilaksanakan di SMP Raden Fatah, Sidomulyo Batu

.Subyeknya adalah peserta didik klas VIII A sejumlah 32, yang terdiri dari 16 laki-laki dan 16

perempuan. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan dua siklus, yang masing-masing siklus terdiri

dari dua kali pertemuan. Masing-masing siklus diawali dengan perencanaan, tindakan, pengamatan

dan refleksi. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Tes Hasil

Belajar. Tes hasil belajar diberikan dalam bentuk tes uraian. Pemberian tes dilakukan sebanyak dua

kali yaitu tes hasil belajar I diakhir Siklus I. Teknik ini untuk mengetahui sejauh mana pembelajaran

dengan menggunakan media manipulatif ini dapat meningkatkan pemahaman terhadap unsur-unsur

bangun ruang sisi datar. Dan tes hasil belajar II diakhir siklus II.

Observasi yang dilakukan merupakan pengamatan terhadap keaktifan dan respon siswa pada

saat pembelajaran. Observasi dilakukan oleh guru matematika disekolah (teman sejawat). Observasi

dilakukan dengan menggunakan lembar observasi yang disediakan.

Kegiatan analisis data meliputi ketuntasan hasil belajar peserta didik dan observasi. Untuk

mengetahui persentasi hasil belajar peserta didik, dapat digunakan rumus:

PHB = A / B x 100% (1)

Keterangan:

PHB = Penilaian Hasil Belajar

A = Skor yang diperoleh siswa

B = Skor maksimal

Dengan kreteria : 0% < PHB < 75% Belum tuntas belajar

PHB 75% Telah tuntas belajar

Secara individu seorang siswa dikatakan tuntas dalam belajar jika PHB siswa tersebut telah mencapai

75. Ketuntasan belajar ini berdasarkan KKM yang tercantum dalam KTSP SMP Raden Fatah Tahun

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,

Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

446

Pelajarann 2015/2016, dikatakan tuntas jika PHB peserta didik mencapai 75 %. Selanjutnya

persentase peserta didik yang telah tuntas dalam belajar secara klasikal dapat dirumuskan sebagai

berikut:

PKK = X/N x 100% ................................................... (2)

Keterangan : PKK = Persentase Ketuntasan Klasikal

X = Jumlah peserta didik yang telah tuntas belajar

N = Jumlah peserta didik

Kriteria ketuntasan belajar secara klasikal akan diperoleh jika didalam kelas tersebut terdapat 80%

siswa yang telah mencapai nilai ≥ 75.

Sedang aktifitas belajar siswa indikator keberhasilannya 71 % (kategori belajar aktif dari Akhmad

Sudrajar “ Pembelajaran tuntas ( Mastery Learning) dalam KTSP”.

HASIL PEMBAHASAN

Silkus I pertemuan 1

Pembelajaran pada siklus 1 dilaksanakan tanggal 15 Maret 2016 dengan materi unsur-unsur

bangun ruang sisi datar.

Pembelajaran diawali dengan menyampaikan materi unsur-unsur bangun ruang sisi datar yang

berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Dengan memberi apersepsi melalui dialog sebagai

berikut:

Guru: Anak-anak, tolong sebutkan benda-benda di kelas ini yang menyerupai bentuk persegi

panjang dan persegi !

Peserta didik : Papan tulis bu, dan beberapa peserta didik yang lain menjawab papan absen, papan

pajang, kusen jendela, kaca jendela, taplak meja,

Guru : Pinter, Siapa yang bisa menyebutkan benda –benda disekitar kita yang menyerupai bentuk

persegi

Peserta didik : saya bu, keramik lantai, itu kotak-kotak di bukunya Santi, bentuknya persegi.

Guru : Bagus ! Mengapa johan, Jelaskan!. Johan menjawab : karena panjang sisinya sama. Tepat

sekali

Guru: Masih ingatkah rumus mencari luas persegi dan persegi panjang?

Peserta didik ( Wanda) : Untuk rumus luas persegi sisi kali sisi bu , dan untuk luas persegi panjang

adalah panjang kali lebar.

Guru: Luar biasa . Wanda masih mengingatnya pelajaran di sekolah dasar dahulu.

Dari hasil Tanya jawab tersebut menunjukkan bahwa siswa sudah memiliki bekal pengetahuan

prasyarat untuk mengikuti pembelajaran se lanjutnya. Dimana siswa sudah memahami bangun datar ,

oleh karena itu guru melanjutkan kegiatan inti.

Gambar 1. Media yang digunakan, pembagian kelompok.

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7

447

Pada kegiatan inti siswa dibagi menjadi 8 kelompok secara heterogen berdasarkan, tiap kelompok

beranggotakan 4 orang .hal ini bertujuan untuk lebih mengaktifkan siswa dalam bekerja kelompok,

juga memudahkan pengawasan guru.

Siswa mendiskusikan LK (Kegiatan 1 dengan menggunakan kerangka dan bentuk bangun ruang

siswa mengidentifikasi rusuk, titik sudut, bidang/sisi).

Pada saat siswa berdiskusi, guru berkeliling dan membimbing siswa pada kelompok yang mengalami

kesulitan. Terlihat pada kelompok 1 siswa kurang aktif dalam melakukan diskusi , sehingga terjadi

dialog sebagai berikut :

Guru : Sonny, kenapa kamu tidak mengikuti diskusi seperti temanmu ?

Siswa: Capek bu, tadi saya sudah ikut mengisi tabel I

Guru : Iya , tapi seharusnya kamu ikuti supaya lebih faham.

Gambar 2. Aktivitas dalam berdiskusi Gambar 3. Hasil kerja kelompok siswa

Dari hasil pantauan observer dan peneliti ditemukan beberapa siswa masih belum benar dalam

menentukan jumlah sisi dan titik sudut. Di kelompok 3 masih terlihat siswa mendominasi saat

melakukan kerja kelompok, hal ini disebabkan waktu yang digunakan sudah mau habis ,sehingga

siswa yang mendominasi saat diskusi merasa bertanggung jawab dan hasil diskusi mau di

presentasikan . Presentasi dari 8 kelompok masih terlaksana 2 kelompok, waktu pembelajaran sudah

habis dengan ditandainya bel berbunyi tanda sholat dhuhur berjamaah. Akhirnya peneliti mengakhiri

dengan berpesan dilanjutkan pada pertemuan yang akan datang.

Gambar 4. Siswa mempresentasikan Gambar 5. Hasil kerja kelompok

Juga masih terlihat siswa belum aktif mengikuti diskusi hal ini disebabkan karena kebiasaan siswa

hilangnya tanggung jawab individu karena pengaruh tanggung jawab kelompok. Alternatif penyele-

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,

Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

448

saiannya adalah meyakinkan siswa tersebut sebagai siswa yang bisa dan bersedia membantu anggota

kelompok mencapai tujuan pembelajaran..

Siklus I pertemuan 2

Pembelajaran silkus I pertemuan ke2, dilaksanakan pada tanggal 17 Maret 2016 pada jam

pelajaran ke3 dan 4, Pertemuan ini akhir pertemuan siklus I yang akan diisi dengan diskusi kelompok

tentang tabel 2 , kemudian melaksanakan tes hasil belajar siklus 1 Hasil yang diperoleh sebagai

berikut :

Nilai tertinggi yaitu 90 dan nilai terendah 20,sedang rata-rata kelasnya adalah 64,3. Dari 32 peserta

didik, hasil tes peserta didik yang tuntas berdasarkan KKM yang ditetapkan di SMP Raden Fatah

yaitu 75, adalah 14 peserta didik dengan nilai lebih besar sama dengan 75. Sedang yang belum tuntas

sebanyak 18 peserta didik, dengan nilai lebih kecil dari 75. Secara klasikal persentase ketuntasannya

hanya 44% . Ini menunjukkan bahwa pelaksanaan pembelajaran pada siklus I belum berhasil, karena

indicator keherhasilan secara klasikal adalah 80 %.Untuk itu perlu dilanjutkan ke siklus II.

Refleksi

Refleksi dilakukan setelah pelaksanaan pembelajaran dengan mengkaji hal-hal yang masih

menjadi kendala dalam pembelajaran. Hasil refleksi ini digunakan untuk memperbaiki proses

pembelajaran.

Kelebihan pelaksanaan siklus I adalah penggunaan media pembelajaran dapat memudahkan

siswa dalam memahami materi unsur-unsur bangun ruang sisi datar ( kubus, balok, prisma dan limas).

Kekurangan pelaksanaan di siklus I diantaranya adalah aktivitas diskusi kelompok belum

maksimal. Hal ini disebabkan karena (1) tidak adanya tugas individu, disamping tugas kelompok. (2)

Beberapa siswa masih belum bisa menghitung diagonal ruang dan diagonal bidang. (3) Beberapa anak

yang berkemampuan tinggi masih mendominasi dalam berdiskusi.

Dari kekurangan tersebut, maka perlu adanya perbaikan- perbaikan tindakan untuk siklus II,

diantaranya adalah (1) Setiap kelompok diberi soal individu yang hasilnya di diskusikan dan ditulis

pada kelompok. (2) Guru menjelaskan lagi dengan media perbedaan diagonal ruang dan diagonal

bidang. (3) Melatih siswa yang berkemampuan tinggi untuk bisa menjelaskan pada temannya.(4)

Memberikan reward pada siswa yang aktif menjadi tutor sebaya.

Siklus II pertemuan 1

Dengan memperhatikan hasil siklus I, maka peneliti akan menindaklanjuti ke siklus II dengan

berbagai tahapan yaitu mulai membuat perencanaan untuk pelaksanaan, menyiapkan media

manipulative, membuat LK, membuat soal tes, menyiapkan bahan observasi berupa format

pengamatan. Kemudian membentuk kelompok baru.

Pada siklus II pembentukan kelompok tidak ditetapkan sesuai dengan siklus I, tetapi dikelompokkan

lagi secara heterogen. Jadi kelompok pada siklus I tidak sama dengan siklus II.

Tahap pelaksanaan tindakan : Guru memotivasi siswa dengan penggunaan media manipulative dan

menyampaikan tujuan pembelajaran.

Pada kegiatan inti (1) pembelajaran diulang mengacu pada LK siklus I, yang didalamnya terdapat 2

tugas yang harus diselesaikan yaitu tugas individu dan tugas kelompok dengan adanya tugas individu

siswa tidak ada yang mendominasi dalam pelaksanaan diskusi. (2) Teman yang sudah faham

mendampingi teman yang belum menguasai materi. (3) Guru menjelaskan cara kerja kelompok.

Awalnya kerjakan dulu tugas individu dengan membagi 4 bentuk bangun dibagikan ke anggota

masing-masing kelompok jadi satu siswa medapat satu bangun. (4) Siswa mempresentasikan kerja

individu ke kelompoknya masing-masing. (5) Perwakilan dari masing-masing kelompok untuk

mempresentasikan secara klasikal. (6) Presentasi dari 8 kelompok masih terlaksana 2 kelompok , bel

tanda ganti pelajaran sudah berbunyi. (7) Guru dan siswa menyimpulkan hasil diskusi dengan

menggunakan media manipulative yang ada.

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7

449

Gambar 6. Diskusi Kelompok

Siklus II Pertemuan 2.

Kegiatan pertemuan ke dua, kita lanjutkan presentasi kelompok yang kemarin belum tampil . Setelah

selesai presentasi dilanjutkan pelaksanaan tes diakhir siklus II.Sebelum pelaksanaan tes diadakan

dialog dengan siswa.

Guru : Apa yang sudah kamu fahami tentang unsur –unsur bangun ruang sisi datar?

Peserta didik : Rusuk,titik sudut,bidang/sisi, diagonal bidang, diagonal ruang..

Guru : Apakah ada kesulitan dalam belajar materi ini? Sudah faham?

Peserta didik : Sudah bu

Guru : Bagus…Ibu mau memberikan hadiah untuk temanmu yang mau memberikan penjelasan

kepada teman lain yang membutuhkan karena belum faham dalam pelaksanaan diskusi

kelompok.

Peserta didik : Assyik…

Guru : Santi, Johan dan Wanda… Silahkan menerimanya ..Mudah-mudahan diskusi berikutnya lebih

banyak lagi yang bisa menjadi tutor sebaya.

Guru : Sekarang semua buku dimasukkan dalam tas, dan keluarkan kertas untuk mengerjakan tes.

Gambar 7. Presentasi Hasil Diskusi

Dari hasil tes diperoleh hasil nilai tertinggi 100 dan nilai terendah 40 dan nilai rata-rata siklus II 79,5

jumlah siswa yang tuntas belajar 26 dari 32 siswa dan prosentase ketuntasan secara klasikal 81,2%

KESIMPULAN

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,

Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

450

Berdasarkan hasil penelitian, penulis menyimpulkan sebagai berikut: Pembelajaran dengan

menggunakan media manipulative ( kerangka dan benda bentuk balok, kubus, prisma dan limas) dapat

meningkatkan pemahaman siswa terhadap unsur-unsur bangun ruang sisi datar. Hal ini dapat dilihat

dari peningkatan ketuntasan jumlah siswa dari 14 pada siklusi I menjadi 26 pada siklus II.dan nilai

rata-rata juga meningkat dari 64,3 menjadi 79,5 serta terlihat pada ketuntasan klasikal dari 44%

menjadi 81,2%. Pembelajaran matematika dengan menggunakan media manipulative dapat

meningkatkan aktifitas belajar siswa . Hal ini bisa dilihat dari hasil lembar penilaian aktivitas yang

diisi oleh peneliti dan observer, bahwa indicator yang ada hamper semua terisi / termasuk kategori

aktif yaitu 71 %.

DAFTAR RUJUKAN Arsyad, Azhar. 2007. Media Pembelajaran. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Asnawir dan M. Basyiruddin. 2002. Media Pembelajran. Jakarta: Ciputra Pres.

Martiningsih. Penelitian Tindakan Kelas SMP Kelas IX. Dari http://www.martiningsih.co.cc (diakses

1 April 2016).

Muhsetyo, Gatot dkk. 2007. Pengertian Bahan Manipulatif. Universitas Negeri Malang: Malang.

Sadiman, Arief, S, et al. 2007. Media Pendidikan Pengertian, Pengembangan, dan Pemanfaatannya.

Jakarta: PT. Grafindo Persada.

Sudjana, Nana, dan Ahmad Rivai. 2011. Media Pengajaran. Sinar Baru Algesindo: Bandung.

Sudrajar, Akhmad. Pembelajaran Tuntas (Mastery Learning) dalam KTSP. Dari http://Akhmad

Sudrajat.wordpress.com. (diakses 28 Maret 2016).

Suharjono dan Supardi. 2008 . Penelitian Tindakan Kelas . Jakarta: PT Bumi Aksara.

Syah, Muhibbin. 2003. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT. Remaja Rosda-

karya.

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7

451

PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TEAMS GAMES TURNAMEN

(TGT) BERBANTUAN MEDIA KARTU DOMINO UNTUK MENINGKATKAN

HASIL BELAJAR MATERI AKAR PANGKAT TIGA PADA SISWA KELAS VI SDN

SUMBERGONDO 01 KOTA BATU

Kasiyar

SD Sumbergondo 01

Abstrak: Penelitihan ini bertujuan menerapkan pembelajaran kooperatif Teams Games

Turnamen (TGT) berbantuan media kartu domino yang dapat meningkatkan hasil belajar

siswa kelas VI SDN Sumbergondo 01 pada materi akar pangkat tiga. Metode penelitian

yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas yang diterapkan pada 35 siswa kelas VI

SDN Sumbergondo 01 Bumiaji Kota Batu. Pembelajaran kooperatif TGT berbantuan kartu

domino yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa meliputi: 1) penyajian materi 2)

diskusi kelompok dengan media kartu domino 3) turnamen games, dan 4) penilaian terdapat

peningkatan hasil belajar sebesar 8,19% dari dua siklus 1 sebesar 73,00 % menjadi 81,19 %

pada siklus 2.

Kata kunci: Pembelajaran kooperatif TGT, Media Kartu domino, Hasil belajar

Pendidikan merupakan tanggung jawab pemerintah, masyarakat, dan orang tua. Kerja sama

antara ketiga pihak diharapkan dapat menunjang tercapainya tujuan pendidikan nasional, yaitu untuk

mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya. Dalam Undang-

undang RI Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, tercantum pengertian

pendidikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses

pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta

keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Melalui pembelajaran matematika diharapkan siswa memiliki kemampuan dalam

memecahkan masalah dalam kehidupan sehari – hari. Adapun tujuan pembelajaran matematika di

Sekolah Dasar sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2006 adalah

agar peserta didik memiliki kemampuan: (1) memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan

antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat dan efisien, serta tepat

dalam pemecahan masalah; (2) menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi

matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan

matematika; (3) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang

model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh; (4)

mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas

keadaan atau masalah.

Hasil belajar siswa sangat dipengaruhi oleh strategi dan perencanaan yang dilakukan oleh guru.

Strategi dan perencanaan yang dimaksud adalah bagaimana guru memikirkan strategi dalam mencapai

hasil belajar yang sesuai dengan program yang direncanakan. Untuk itu, guru perlu membuat model

pembelajaran yang dapat menjadikan suasana belajar siswa yang menyenangkan dan lebih efektif.

Harapannya adalah siswa aktif dalam kegiatan belajar dan tujuan pembelajaran tercapai berupa hasil

belajar siswa lebih meningkat. Purnomo, J.P (2013) menemukan bahwa untuk meningkatkan hasil

belajar siswa pada mata pelajaran matematika, dapat dilakukan memberikan motivasi kepada siswa,

bahwa matematika itu bukan pembelajaran yang menakutkan. Lebih lanjut Purnomo, J.P (2013)

menjelaskan bahwa pemilihan alat peraga untuk menunjang proses belajar dan mengajar sangat

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,

Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

452

penting. Karena itu dalam pembelajaran patut menggunakan media. Penggunaan alat peraga yang

tepat akan dapat meningkatkan hasil belajar dan membuat proses belajar menjadi aktif, inovatif ,

efektif, menarik dan menyenangkan. Pembelajaran juga akan menjadi lebih efektif ketika dilakukan

secara berkelompok.

Pendidikan di Sekolah Dasar dititikberatkan pada aspek membaca, menulis, dan berhitung.

Ketiga aspek tersebut merupakan modal dasar untuk proses belajar berkelanjutan. Kenyataanya untuk

mata pelajaran matematika di kelas VI siswa SDN Sumbergondo 01 khususnya materi operasi hitung,

siswa yang menguasai hanya 20%. Sehingga untuk melanjutkan ke materi berikutnya, guru perlu

mengulang menekankan kembali tentang materi operasi hitung khususnya penjumlahan dan

pengurangan. Pengulangan materi dimaksudkan agar pembelajaran lebih bermakna.Selain itu

pembelajaran perlu diarahkan untuk terbentuknya interaksi antar siswa, agar siswa yang memiliki

kemampuan tinggi dapat membatu temanya yang berkemampuan rendah. Dalam pembelajaran ini

pembelajaran dapat diatur secara kooperatif.

Kajian terkait dengan pembelajaran kooperatif TGT sudah dilakukan oleh AlHafis Fajri

(2015). Al Hafis Fajri mengatakan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe TGT menggunakan

turnamen akademik dimana para siswa berlomba sebagai wakil tim dengan anggota tim lain yang

kinerja akademik sebelumnya setara seperti mereka. Untuk meningkatkan pemahaman konsep

serta menambah minat dan motivasi siswa dalam pembelajaran, model pembelajaran ini

menjadi salah satu pilihan yang bisa diterapkan di kelas karena kondisi belajar lebih

menyenangkan dimana setiap siswa dilibatkan aktif dalam kegiatan permainan turnamen tim.

Peran media dalam pembelajaran matematika sangat penting, karena dengan adanya media

pembelajaran membuat siswa merasa tidak bosan dan bersemangat dalam mengikuti pembelajaran

matematika. Penelitihan terkait dengan pembelajaran kooperatif berbantuan media sudah banyak

dilakukan Halisan Siti (2015) mengatakan bahwa matematika akan lebih mudah jika menggunakan

alat bantu yang disebut media pembelajaran. Salah satu media pembelajaran yang dapat digunakan

untuk memudahkan siswa memahami matematika adalah kartu bilangan.

Berdasarkan hal-hal tersebut, dalam penelitihan ini dikaji penerapan pembelajaran kooperatif

TGT berbantuan media kartu domino yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini mendeskripsikan pembelajaran kooperatif TGT materi operasi bilangan bulat

khususnya bilangan pangkat tiga dan akar pangkat tiga berbantuan “media kartu domino” yang dapat

meningkatkan hasil belajar siswa, karena itu penelitian ini tergolong pada penelitian kualitatif. Jenis

penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas dengan tahapan perencanaan tindakan,

pelaksanaan tindakan, observasi dan refleksi. Tahap perencanaan dilakukan dengan menyusun

rencana pelaksanaan pembelajaran yang mengacu pada sintak TGT dan dilanjutkan dengan

mengembangkan media kartu domino untuk membantu siswa mengonstruksi materi operasi bilangan

akar pangkat tiga. Tahap pelaksanaan pembelajaran dilakukan di kelas VI SDN Sumbergondo 01

Kecamatan Bumiaji Kota Batu dengan jumlah siswa 35 orang, yang terdiri dari 20 laki-laki dan 15

perempuan mulai bulan Februari sampai Maret 2016. Dalam pelaksanaan pembelajaran sekaligus

dilakukan observasi yang dibantu oleh taman sejawat.

Penelitian tindakan kelas ini dilakukan dalam dua siklus, setiap siklus terdiri dari 3 pertemuan

(@2 jam pelajaran). Siklus pertama dilakukan pada tanggal 7 – 9 September 2015 dan siklus kedua

dilaksanakan pada tanggal 14 – 16 - 21 September 2015. Setiap akhir siklus dilakukan refleksi, untuk

mengevaluasi pelaksanaan pembelajaran dan memperbaikinya untuk siklus berikutnya.

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7

453

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian dipaparkan berdasarkan tahapan pelaksanaan pembelajaran kooperatif TGT. Dalam

hal ini dilakukan dalam dua siklus.

Siklus 1 pertemuan 1

Siklus pertama terdiri dari 2 kali pembelajaran dan 1 kali tes. Pelaksanaan pembelajaran

dideskripsikan sebagai berikut.

Pembelajaran diawali denganTanya jawab tentang bilangan antara guru dan siswa untuk menggali

pengetahuan awal dan menelusuri kesiapan siswa dalam belajar.

Guru : Dari kelas IV sampai kelas VI kamu telah belajar bilangan. Ada berapa

macam bilangan itu?

Siswa : Bilangan cacah, bilangan asli, bilangan bulat, dan bilangan pecahan Pak.

Guru : Bagus! ..itu nama-nama bilangan yang sudah kamu kenal.

tapi masih ada satu lagi jenis bilangan dan akan kita pelajari pada saat ini.

Siswa : Bilangan apakah itu Pak?

Guru : Namanya bilangan “pangkat tiga dan akar pangkat tiga.” Kalian di kelas

V sudah belajar bilangan pangkat dua dan akar kuadrat anak-anak?

Siswa : sudah Pak.

Guru : Hampir sama cara belajar menemukan bilangan tersebut, yaitu dengan

mengalikan 3 kali berturut-turut suatu bilangan itu. Kalian siap?

Siswa : Siap Pak.

Dari dialog tersebut menunjukkan bahwa siswa telah siap belajar matematika khusunya

materi bilanganirasional. Kegiatan pembelajaran masuk pada kegiatan inti, dilakukan dengan

penyajian materi perkalian tiga kali dengan power poin games. Sambil menayangkan power poin

tentang perkalian “tiga kali” pada bilangan yang sama, guru melakukan tanya jawab dengan siswa.

Guru: Tulislah bilangan mulai dari 1 dan seterusnya, kemudian kalikan sampai

tiga kali berturut-turut bilangan itu kemudian tulis hasilnya di bukumu!

Contoh: 1 x 1 x 1 = ….

2 x2 x 2 = …dst

Guru : “Sudah bias anak-anak?”

Siswa : “Bisa Pak.”

Dari dialog tersebut,terlihat bahwa siswa sudah memahami secara bermakna tentang perkalian.

Namun masih ditemukan adanya kesalahan siswa dalam menyelesaikan masalah, khususnya pada

kelompok Mars dan Uranus.Seorang siswa dikelompok Mars menuliskan jawaban13 x13 = 169.169 x

13= 2.198 Jadi13³ = 2.198. Kesalahan tersebut terjadi pada saat menjumlahkan perkalian 169 kali 13.

Perkalian tersebut menghasilkan 507 + 169 = Seharusnya perkalian satuan 9 x 3 = 27, satuanya

semestinya 7 namun yang ditulis siswa adalah 8. Peneliti melacak perolehan bilangan 8 ternyata siswa

dalam mengalikan 9 x 3 menggunakan penjumlahan tourus dan salah menghitung ditemukan 28.

Demikian juga satu siswa lagi pada kelompok Mars melakukan kesalahan yang sama.

Kesalahan yang dibuat pada kelompok Uranus menuliskan jawaban 13³ = 13x13 x13 = 1.197.

Kesalahan tersebut terbukti dari hasil 169 x 13 dalam penjumlahanya 507 + 1690 = 1.197. Seharusnya

hasil 5 + 6 pada ratusandan hasilnya 11 ditulis 1 menyimpan 1 nilai tempat ribuan. Kesalahan yang

fatal terletak pada menyimpan kemudian tidak dikembalikan pada nilai tempat ribuan. Sehingga 507 +

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,

Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

454

1690 = 1.197. Seharusnya yang benar 2.197. Demikian juga satu siswa lagi pada kelompok Uranus

melakukan kesalahan yang sama. Kegiatan pembelajaran dilanjutkan dengan menukar pekerjanya

untuk saling mengoreksi dalam satu kelompok. Ditemukan oleh kelompok Bumi bahwa jawaban

kelompok Mars dari pangkat:13, 7, 8,dan 14salah. Akhirnya terjadi interaksi antara kelompok Bumi

dan kelompok Mars. Kelompok Mars menjadi lebih paham dan memahami akan kesalahannya dan

memperbaiki jawabannya.

Di akhir kegiatan kelompok dilakukan evaluasi, yakni setelah siswa menyelesaikan 10 soal

dalam waktu 20 menit. Dari hasil evaluasi diperoleh bahwa kelompok Merkurius, Venus, Bumi,

danYupiter mendapatkan skor 100, kelompok Saturnus dan Neptunus mendapat skor 90, kelompok

Uranus mendapat 80,dan Mars mendapat skor 70.

Kegiatan selanjutnya untuk memahami penjumlahan dan pengurangan bilangan rasional siswa

diberikan media kartu kubik dasar, dimana kartu tersebut terdiri dari dua bagian. Bagian depan berisi

lambang bilangan, sedangkan bagian belakang berisi bilangankubik dari lambang bilangan yang

tertulis di depan. Kemudian diperagakan masing-masing kelompok dengan antusias sekali, ada yang

meniru di kertas, ada yang menyalin di buku tulis.

Guru : “Anak-anak bisa menjumlah dan mengurangi bil pangakat tiga?”

Siswa : “ Bisa Pak.”

Selanjutnya memberikan 10 soal untuk dikerjakan secara individu. Hasil evaluasi individu diperoleh

hasil 1 siswa mendapat skor 100, 3 siswa mendapat skor 90, 6 siswa mendapat skor 80, 16 siswa

mendapat skor 70, 4 siswa mendapat skor 60, 3 siswa mendapat skor50, dan 2 siswa mendapatkan

skor 40.

secara klasikal hasil pembelajaran belum tuntas terlihat dari 9 siswa mendapatkan nilai

dibawah KKM. Hasil tes dari seorang siswa sebagai berikut:

Dari hasil tes tampak bahwa pembelajaran belum berhasil sesuai dengan harapan karena KKM 70

(belum mencapai ketuntasan minimal yang diharapkan), dan setelah direfleksikan ada beberapa

langkah pembelajaran yang perlu diperbaiki, antara lain: 1) cara menjumlahkan dan atau mengurangi

kebanyakan siswa tahu menyimpan tetapi lupa mengembalikan. 2) bilangan yang dikurangi lebih kecil

pada nilai tempat tertentu dipinjam tetapi tidak dikembalikan untuk langkah selanjutnya. (lembar kerja

perlu dimodifikasi, penjelasan penggunaan media yang mudah dipahami, perlu membimbing anak-

anak yang kemampuannya di bawah rata-rata, kelompok khusus perlu pendampingan maksimal.

Siklus 1 pertemuan 2

Pembelajaran diawali dengan tanya jawab tentang bilangan kubik antara guru dan siswa untuk

menggali pengetahuan awal dan menelusuri kesiapan siswa dalam belajar.

= 746

9

729

3

27

9³ + 3³ = . ...

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7

455

G: anak-anak kemarin kita sudah belajar bilangan pangkat tiga, dan Pak guru sudah meminta kalian

untuk belajar bilangan kubik. Jadi hari ini akan belajar apa anak-anak?

S: Belajar bilangan kubik pak? …

Dari dialog tersebut menunjukkan bahwa siswa telah siap belajar matematika khusunya materi

bilangan kubik.

Kegiatan pembelajaran masuk pada kegiatan inti, dilakukan dengan penyajian materi akar pangkat

tiga dengan power poin games. Sambil menayangkan power poin games, guru melakukan tanya jawab

dengan siswa.

G: Kalau kita ingin mencari akar pangkat tiga, apa yang harus kita hafalkan?

S: Nilai tempat satuan dan hasil dari nilai tempat satuan itu Pak.

G: Apakah kalian sudah hafal? Bagaimana kalau kita hafalkan sekarang?

Sebagain besarsiswa sudah hafal dan sebagian kecil masih kurang. Akhirnya guru menegaskan

kepada siswa bahwa nilai tempat satuan pada bilangan kubik harus dihafalkan untuk mencari akar

pangkat tiga. Selanjutnya guru memberikan permasalahan terkait dengan penarikan akar pangkat tiga

sebagai berikut.

Dari masalah tersebut guru mengajak siswa berdialog seperti berikut.

Guru : Apa nama angka 0 s/d 9 itu?

Siawa : Lambang bilangan.

Guru : bagus kalian pintar-pintar. Kemudian bukalah kartu kubik dasar yang

kalian buat kemarin. Sudah anak-anak?

Siswa : Sudah Pak.

Guru : Perhatikan satuan dari bilangan kubik tersebut kemudian nilai tempat

satuan tuliskan dibagian belakangnya. Contoh nilai tempat satuan 0 = 0,

nilai tempat satuan 2 = 8 dan seterusnya. Faham anak-anak?

Siswa : Faham pak?

Guru : Bagus, ayo lakukan! … Sudah selesai anak-anak?

Siswa : Sudah pak.

Guru : Bolak-baliklah apa yang kamu ketahui dari kartu yang kamu buat?

Guru : Membimbing mulai dari angka 0 – 9 dibolak-baliknya.

Siswa : Semua siswa membolak-balik kartu yang baru dibuatnya

Guru : Siapa yang sudah menemukan kesimpulan dari kartu tersebut?

Siswa : simbul lambang bilangan/ satuan 0, 1, 4, 5, 6, dan 9 hasilnya sama/tetap,

Sedangkan simbul lambang bilangan/ satuan dari 2 = 8, dan 3 = 7 atau

Sebaliknya

Guru : Mengapa satuan 2 =8 dan satuan 3 = 7 dan atau sebaliknya? Coba kalian lakukan

perkalianya. 2 x 2 = .... , .... x 2 = ..... .

Siswa : 2 x 2 = 4, dan 4 x 2 = 8 pak dst.

Berapa nilai tempat satuan dan hasil nilai tempat dari satuan berikut?

Nilai tempat satuan kubik hasil nilai satuan

0 1 8 7 4 5 6 3 2 9

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,

Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

456

Dari dialog tersebut terlihat bahwa siswa sudah memahami secara bermakna tentang nilai tempat

satuan pada bilangan kubik dan hasilnya. Dengan mengetahui bahwa siswa sudah memahami konsep

proses dalam menemukan hasil nilai satuan pada bilangan kubik, guru memutuskan untuk

melanjutkan dengan memberikan masukan cara penarikan akar pangkat tiga dengan menggunakan

dua kartu. Yakni pertama: kartu domino bagian muka berisi simbul lambing bilangan dari 0 s/d 9

merupakan wakil satuan dari bilangan kubik yang dicari, sedangkan bagian belakang adalah hasilnya.

Kedua: Kartu kubik dasar bagian muka berisi bilangan kubik dasar1 – 8- 27- 64- 125- 216- 343- 512-

dan729, sedangkan bagian belakang berisi lambang bilangan 0 s/d 9. Kartu ini berguna untuk menarik

akar setelah satuan dari bilangan kubik ditemukan kemudian melompat dua angka pada nilai tempat

puluhan dan ratusan sisanya pada kartu kubik dasar, dengan catatan kartu kubik dasarl ebih kecil/

sama dari sisa bilan gani tu. Pemberian masalah di kelompok, berpasangan, dan selanjutnya

dikompetisikan antar kelompok.

1. ³V 3.375 2. ³V 195.112 3. ³V 91.125 4. ³V 32.768 5. ³V 6.859

6. ³V 12.167 7. ³V 262.144 8. ³V 4.096 9. ³V 373.248 10. ³V 456.533

Ditemukan dari kelompok Mars soal no 10 sebagai berikut:

10. ³V 456. 53 3 Seharusnya

Salah satu kelompok merespon pertanyaan no 10 yang diberikan guru dengan mencari kartu domino

satuan 3 yang hasilnya = 7 , ini benar langkah pertama. Kemudian melompati dua angka juga benar

langkah kedua. Namun pada langkah ketiga sisa dari lompatan dua angka sebenarnya sisanya 456,

ternyata sisanya tinggal 45, jika dicari pada kartu kubik dasar lebih kecil dari sisa tersebut maka

ditemukan 27 lebih kecil atau sama dengan 45. Maka hasilnya = 3. Maka jawaban kelompok Mars 37

dan salah. Seharusnya jawaban satuanya 7 dan sisanya pada kartu kubik dasar 343 lebih kecil dari

456, dan hasil dari 343 adalah 7, sehingga jawaban yang benar 77.

³V 456. 53 3

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7

457

Kegiatan pembelajaran dilanjutkan dengan tukar jawaban ke kelompok lain untuk saling

mengoreksi. Ditemukan oleh kelompok Bumi bahwa jawaban kelompok Mars no 10 salah. Akhirnya

terjadi interaksi antara kelompok Bumi dan kelompok Mars. Kelompok Mars menjadi mengerti akan

kesalahannya dan memperbaiki jawabannya.Di akhir kegiatan kelompok dilakukan evaluasi, yakni

setelah siswa menyelesaikan 10 soal dalam waktu 20 menit. Dari hasil evaluasi diperoleh bahwa

kelompok Merkurius, Venus, Bumi, danYupiter mendapatkan skor 100, kelompok Saturnus dan

Neptunus mendapat skor 90, kelompok Uranus mendapat 80,dan Mars mendapat skor 70.Kegiatan

akhir dilakukan dengan memberikan 5 soal untuk dikerjakan secara individu. Hasil evaluasi individu

diperoleh hasil 3 siswa mendapat skor 100, 5 siswa mendapat skor 90, 10 siswa mendapat skor 80, 12

siswa mendapat skor 70, 3 siswa mendapat skor 60, dan 2 siswa mendapatkan skor 50.

Dari hasil tes terlihat bahwa pembelajaran belum berhasil sesuai dengan harapan karena tugas

individu nilai rata-rata 76,29 dan setelah direfleksikan ada beberapa langkah pembelajaran yang perlu

diperbaiki, antara lain: (lembar kerja perlu dimodifikasi, menggunakan bahasa yang mudah dipahami

anak, perlu pembimbingan khusus pada anak-anak yang kemampuannya di bawah rata-rata,

pendampingan pada siswa yang masih perlu mendapatkan perhatian khusus.

Keunikan mengerjakan soal individu

Dalam mengerjakan operasi hitung pada bilangan irasional semua bilangan yang dioperasikanya harus

diubah. Bilangan kubik diubah menjadi bilangan pangkat tiga, sedangkan bilangan pangkat tiga harus

diubah menjadi bilangan kubik

Siklus 2 pertemuan ke 1

Diawali pembelajaran diadakantanya jawab tentang bilangan kubik antara guru dan siswa untuk

menggali pengetahuan yang sudah dimiliki serta menelusuri kesiapan siswa dalam belajar.

G: Anak-anak, dirumah mempelajari operasi hitung bilangan akar pangkat tiga, “Berapakah akar

pangkat tiga dari 729?”

S: “Bilangan akar pangkat tiga dari 729 adalah 9.”

G: “Bagus sekali, bagaimana cara mengoperasikan bilangan akar pangkat tiga?”

S: “Semua bilangan yang dijadikan permasalahan dirubah dulu menjadi jelas.”

G: “ Ya, murid pak guru pintar-pintar, ( di kelas 5 kamu sudah belajar pangkat dua dan akar

kuadrat). Lalu bagaimana jika kita akan mengoperasikan bilangan akar tiga dengan pangkat

dua/ akar kuadrat anak-anak?”

S: Sebagian menjawab “sama saja pak,” dan sebagian juga bertanya-tanya karena sudah hampir

lupa.

G: “Nah anak-anak, marilah kita belajar mengoperasikan bilangan akar dengan bilangan pangkat

dua dan akar kuadrat.” Kalian siap?

S: Siap pak;

Kesalahan siswa terjadi

ketika mengurangi 500

dengan 100. Siswa lupa

bahwa 500 sudah dipinjam

100 untuk puluhan.

Seharusnya 400 -100 yang

dipikir siswa 500-100

sehingga hasilnya 4 pada

nilai tempat ratusan.

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,

Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

458

2² = 2 x 2 = 4 bilangan 4 adalah bilangan kuadrat

3² = 3 x 3 = 9 bilangan 9 adalah bilangan kuadrat …dst

G: “Kamu masih ingat cara mencari akar kuadrat?”

S: “Sebagian ingat,dan sebagian besar lupa.”

G: “ Nah anak-anak cara mencari akar kuadrat ada beberapa cara.

Contoh:

625 = … Cara 1 = 625

…x … ≤ 6 turun dua angka 25

2 x 2 = 4 -

2..

Kemudia turun 2 angka sisa dari nilai tempat ratusan = 225

Kemudian 2 x 2 di atas ditambah 2 + 2 = 4 … x … = 225

Jawabanya 45 x 4 = 225

Jadi jawabanya adalah 2 dan 5 dibaca 25

Cara lain dengan kartu domino yang kemarin kamu pelajari.

G: “Kalian paham anak-anak?”

S: “Paham pak.”

Dari Tanya jawab tersbut tersirat bahwa siswa telah siap belajar tentang materi selanjutnya, maka

guru menganggap pembelajaran ini akan lebih bermakna dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi

siswa. Sehingga guru sebagai peneliti akan memberikan permasalahan yang harus diselesaikan siswa.

Siapkan kartu domino.

1. 4² + 6² = … 6. ³V 729 - 8² = …

2. 9² - 3² = … 7. 7³ + V 256 = …

3. 5² x 6² = … 8. 16² - 5³ = …

4. V 144 : 2² = … 9. 4² x V 64 = …

5. 3³ + 3² = … 10. 8³ : 8² = …

Pada kelompok Mars dua siswa karena kurang hati-hati dan jeli terhadap permasalahan no 10. 8³: 8² =

… 512 : 512 = 1. Dua siswa tersebut beranggapan bahwa soal tersebut delapan pangkat tiga kali

delapan pangkat tiga. Sehingga jawabanya 512 : 512 = 1. Seharusnya delapan pangkat tiga = 512 :

delapan pangkat dua = 64. Kemudian 512 : 64 = 8.

Kegiatan pembelajaran dilanjutkan dengan tukar jawaban ke kelompok lain untuk saling

mengoreksi. Ditemukan oleh kelompok Bumi bahwa jawaban kelompok Mars no 10 salah. Akhirnya

terjadi interaksi antara kelompok Bumi dan kelompok Mars. Kelompok Mars menyadari dirinya

kurang hati-hati dan akan memperbaiki jawabannya.Di akhir kegiatan kelompok dilakukan evaluasi,

yakni setelah siswa menyelesaikan 10 soal dalam waktu 20 menit. Dari hasil evaluasi diperoleh bahwa

kelompok Merkurius, Venus, Bumi, danYupiter mendapatkan skor 100, kelompok Saturnus dan

Neptunusmendapat skor 90, kelompok Uranus mendapat 80,dan Mars mendapat skor 70.Kegiatan

akhir dilakukan dengan memberikan 5 soal untuk dikerjakan secara individu. Hasil evaluasi individu

diperoleh hasil 7 siswa mendapat skor 100, 6 siswa mendapat skor 90, 11 siswa mendapat skor 80, 7

siswamendapat skor 70, 4 siswa mendapat skor 60.

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7

459

Dari hasil tes terlihat bahwa pembelajaran secara klasikal belum berhasil secara maksimal, karena

masih terdapat 4 siswa yang mencapai KKM, setelah direfleksikan ada beberapa langkah

pembelajaran yang perlu diperbaiki, antara lain: (mengingatkan siswa harus teliti dan jeli terhadap

masalah, menggunakan tulisan yang agak besar sehingga mudah dilihat anak, perlu pembimbingan

khusus pada anak-anak yang kemampuannya di bawah rata-rata, pendampingan pada individu perlu

perhatian khusus.

Siklus 2 pertemuan ke 2

Pembelajaran diawali dengan tanya jawab tentangbilangankubikantara guru dan siswa untuk

menggali pengetahuan awal dan menelusuri kesiapan siswa dalam belajar.

G: anak-anak pada pertemuan yang lalu kita sudah belajar membuat kartu domino

dan kartu kubik dasar, apa kegunaan kedua kartu tersebut?

S; Kartu domino untuk

Sedangkan kartu kubik dasar untuk

G: Bagaimana kesimpulan dari kartu domino untuk mencari satuan pada bilangan kubik?

S: Pada satuan bilangan kubik: 0, 1, 4, 5, 6, dan 9 hasilnya tetap/ sama, sedangkan pada satuan

bilangan kuibik 2 dan 3 adalah 8 dan 7 atau sebaliknya.

G: Bagaimana cara mengoperasikan bilangan kubik dengan bilangan bulat?

S: Semua bilangan yang dioperasikan diubah/ diselesaikan dahulu baru dioperasikan

G: Bagus-bagus, marilah sekarang kita lanjutkan dengan memecahkan masalah sehari-hari disekitar

kita yang berhubungan dengan bilangan pangkat dan akar pangkat tiga. Kalian siap?

S: Siap pak;

Di rumahku terdapat kamar mandi berukuran panjang 2,5 meter dan lebar 2 meter. Di dalam kamar

mandi ayah akan membuat bak mandi berbentuk kubus volumenya 1.000 liter. Bak mandi tersebut

akan ditempatkan dipojok kanan agak jauh dari pintu nkamar mandi. Berapa meter sisa panjangnya

tempat tersebut setelah bak mandi selesai dibuat?

Jawab.

³ 1.000 liter

1 liter = 1 dm³ dengan cara kartu domino dan kartu kubik dasar sbb.

³ 1. / 00 / 0 satuan dari 0 hasil pada katu domino = 0

Dilompati dua angka pada nilai tempat puluhan dan

ratusan 0 dan 0

Sisanya adalah 1 pada nilai tempat ribuan. Dicari pada kartu kubik dasar

yang nilainya lebih kecil atau sama dengan 1 adalah 1

1.000

liter

Diketahui

1. Kamar mandi berukuran 3 meter x 2 meter

2. Bak mandi berbetuk kubus

3. Volume bak mandi 1.000 liter

4. Ditanyakan sisa panjang dari 3 meter/ 2 meter setelah bak

mandi selesai

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,

Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

460

1 0

³

1. 00 0 satuanya

Sisa setelah diambil satuan 1

Hasilnya 10 berarti sisi bak mandi 10 dm = 1 meter

Jadi Sisa panjang kamar mandi adalah :

a). Panjang 3 meter – 1 meter = 2 meter

b). Lebar 2 meter – 1 meter = 1 meter

Cara 2:

Volume bak mandi 1.000 liter berarti 1.000 liter = 1.000 dm³, dan dari dm³ ke m³ naik 1 tangga

dibagi 1.000. = 1m³

Jadi Sisa panjang kamar mandi adalah :

a). Panjang 3 meter – 1 meter = 2 meter

b). Lebar 2 meter – 1 meter = 1 meter

Dari kesiapan seluruh siswa terhadap materi peneliti memberikan tugas pasangan dalam kelompok.

Dari kerja kelompok tersebut ditemukan pada satu anak pada operasi hitung pemecahan masalah

jumlah dua bak mandi yang sudah diketahui volumenya. Tetapai siswa tersebut menarik akar volume

tersebut. Jadi jawaban siswa salah. 64 dm³ + 27 m³ = … liter. Jawaban siswa 64 dm³ ditarik akar = 4,

dan 27 m³ ditrik akar = 3 m³ dijadikan dm³ = 3 x 1.000 = 3.000 dm³. Jadi jawaban siswa tersebut = 4

dm³ + 3.000 dm³ = 3.004. Padahal jawaban tersebut 64 dm³ + 27 m³ = …. , 64 dm³ + 27.000 dm³ =

27.064 dm³.

Kegiatan pembelajaran dilanjutkan dengan tukar jawaban ke kelompok lain untuk saling

mengoreksi. Ditemukan oleh kelompok Bumi bahwa jawaban kelompok Mars no 3 salah. Akhirnya

terjadi interaksi antara kelompok Bumi dan kelompok Mars. Kelompok Mars menerima, karena

kurang hati-hati dan akan memperbaiki jawabannya.Di akhir kegiatan kelompok dilakukan evaluasi,

yakni setelah siswa menyelesaikan 4 soal dalam waktu 12 menit. Dari hasil evaluasi diperoleh bahwa

kelompok Merkurius, Venus, Bumi, danYupiter mendapatkan skor 100, kelompok Saturnus dan

Neptunusmendapat skor 90, kelompok Uranus mendapat 80,dan Mars mendapat skor 70.Kegiatan

akhir dilakukan dengan memberikan 4 soal untuk dikerjakan secara individu. Hasil evaluasi individu

diperoleh hasil 9 siswa mendapat skor 100, 10 siswa mendapat skor 90, 8 siswa mendapat skor 80, 6

siswa mendapat nilai 70, dan 2 siswa medapatkan nilai 60. Dari hasil tes terlihat bahwa pembelajaran

secara klasikal telah berhasil, karena rata-rata mencapai 85,14%..

Siklus 2 pertemua 3

Pada siklus 2 peremuan ke 3 ini guru mengadakan tanya jawab tentang materi bilangan bulat

khususnya operasi hitung bilangan pangkat tiga dan akar pangkat tiga serta dalam pemecahan

masalah. Kegiatan pembelajaran dilanjutkan dengan memberikan soal tes yang beragam untuk

mengukur sejauh mana tingkat keberhasilan belajar siswa dari siklus 1 sampai selesai. Jumlah soal tes

10 nomor dengan bentuk soal yang fariatif.

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7

461

Pembelajaran dilanjutkan dengan tukar jawaban antar individu untuk saling mengoreksi.

Setelah selasai ternyata tes terkumpul data sebagai berikut: 11 siwa mendapatkan skor 100, 9 siswa

mendapat skor 90, 7 siswa mendapatkan skor 80, 6 siswa mendapatkan skor 70, dan 2 siswa masing-

masing mendapatkan skor 60 dan 50. Dari hasil tes terlihat bahwa pembelajaran secara klasikal telah

berhasil rata-rata mencapai 86,00% . Dengan demikian Pembelajaran penerapan kosep dasar akar

pangkat tiga untuk meningkatkan hasil belajar kooperatif Team Games Turnamen bebrbantuan

dengan media Kartu Domino pada pelajaran matematika telah berhasil. Pada siklus petama rata-rata

mencapai 73,00% dan pada siklus ke dua rata-rata mencapai 81,19%. Jadi perbandingan siklus 1

dengan siklus 2 terdapat peningkatan rata-rata 8,19%

KESIMPULAN

Pembelajaran kooperatif TGT berbantuan media kartu domino yang dapat meningkatkan hasil belajar

siswa dilakukan dengan langkah-langkah: 1) penyajian materi. 2) diskusi kelompok dengan media

kartu domino, 3) games turnamen 4) penilaian. Penerapan pembelajaran kooperatif TGT berbantuan

kartu domino dapat meningkatkan hasil belajar siswa sebesar 8,19 % yaitu dari siklus 1 sebesar 73,00

% menjadi 81,19 % pada siklus 2.

DAFTAR RUJUKAN

Edy Syarifudin dan Sugiyarni, 2011. Pembelajaran Bermakna Faktorisasi Prima melalui Model

Kooperatif STAD pada Siswa Kelas IV SDN 08 Curup. J-TEQIP, Tahun IV, Nomor 1, Mei

2011, 89-93

Fajri, A. 2015. Penggunaan Speed Test pada Pembelajaran Team-Game Tournament Pokok Bahasan

Gerak Kelas X SMK Negeri Batam. Prosiding Seminar Nasional TEQIP. 31 Oktober 2015

Halisan, Siti. 2015. Penggunaan Media Kartu Bilangan Dalam Pembelajaran Konsep Nilai Tempat

Pada Siswa Kelas Iv Sekolah Dasar Negeri 17 Baruga Kendari. Prosiding seminar nasional

Excange of Experiences TEQIP 2015: 166-170

Latuheru,D.J.1988. Media pembelejaran dalam Proses Belajar Mengajar Masa Kini. Depdikbud

Dirjen Dikti, Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga kependidikan.

Ningsih, C. D., Husni Dzakirul, Halisan Siti.2015. Pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share

(TPS) berbantuan media Kartu Positif Negatif dapat meningkatkan hasil belajar. Prosiding

seminar nasional Excange of Experiences TEQIP

Peraturan Mentri Pendidikan Nasional No. 24 Tahun 2006, Pembelajaran Matematika: Jakarta.

Cemerlang

Purnomo, JP 2013. Meningkatkan Hasil Belajar Siswa : Jakarta. Cemerlang

Subanji. 2013. Pembelajaran Matematika Kreatif dan Inovatif, Teachers Quality Improvement

Program (TEQIP),Peningkatan Kualitas Guru SD/MI“ dari Sabang sampai Merauke:.

Subanji, 2013. Pembelajaran Matematika Kreatif dan Inovatif. Malang: Universitas Negeri Malang.

UU RI No. 20 T ahun 2003, Sistem Pendidikan Nasional: Jakarta. Pendidikan Nasional

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,

Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

462

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN MAKE A MATCH UNTUK

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS II

PADA MATERI SATUAN BERAT BENDA

Eni Lambang Sari

SD Katolik Sang Timur, Jl Panglima Sudirman No 59 A Batu

[email protected]

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan proses belajar matematika dengan

menggunakan model pembelajaran Make a Match dan mendeskripsikan hasil belajar siswa

pada materi satuan berat benda. Media yang digunakan adalah pasangan kartu soal dan

kartu jawaban yang dibagikan kepada setiap siswa secara acak. Penelitian ini menggunakan

pendekatan kualitatif dengan rancangan penelitian tindakan kelas yang terdiri dari 2 siklus.

Subjek penelitian ini siswa kelas II B SD Katolik Sang Timur Batu tahun ajaran 2015-2016

dengan jumlah siswa sebanyak 31 siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses

pembelajaran dengan model pembelajaran Make a Match dapat meningkatkan hasil belajar

siswa dengan persentase ketuntasan dari 45,16% menjadi 87,09%.

Kata kunci: Make a Match dan hasil belajar siswa.

Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,

mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini,

pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Guru memegang peranan penting dalam dunia

pendidikan. Guru harus memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, setifikat pendidik, sehat jasmani

dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan nasional. Baik tidaknya mutu

pendidikan ditentukan oleh baik tidaknya guru dalam mengajarkan atau menyampaikan materi

pelajaran (UU RI No. 14 Tahun 2005 Pasal 8). Salah satu bentuk keberhasilan guru dalam

menyampaikan materi ditentukan oleh proses belajar mengajar yang berlangsung di kelas. Hasil

belajar siswa juga dapat dijadikan bukti baik tidaknya guru dalam meyampaikan suatu materi

pelajaran. Jika sebagian besar siswa telah mampu mencapai nilai di atas standar Kriteria Ketuntasan

Minimal (KKM), maka guru dapat dikatakan berhasil dalam mengajar. Oleh karena itu kreatifitas

guru sangatlah diperlukan untuk menarik perhatian siswa agar proses belajar mengajar tidak

membosankan.

Pembelajaran tematik terpadu merupakan pendekatan pembelajaran yang secara sengaja

mengaitkan beberapa aspek antar mata pelajaran. Dengan adanya pemaduan tersebut, siswa akan

memperoleh pengetahuan dan keterampilan secara utuh sehingga pembelajaran akan menjadi

bermakna. Namun dalam pelaksanaannya siswa masih menemui kesulitan dalam memahami materi

pembelajaran terlebih pada muatan pelajaran matematika.

Pembelajaran matematika adalah proses pemberian pengalaman belajar kepada siswa melalui

serangkaian kegiatan yang terencana sehingga siswa memperoleh kompetensi yang dipelajari.

Menurut Hudoyo (1998:54), matematika berfungsi mengembangkan kemampuan berkomunikasi

dengan menggunakan bilangan dan simbol-simbol yang memerlukan penalaran untuk menyelesaikan

permasalahan sehari-hari. Sehingga dengan belajar matematika dapat membentuk pola pikir siswa

dalam menalar dan memecahkan sebuah permasalahan dengan bepikir secara logis, rasional, dan

operasional.

Hasil observasi yang dilakukan peneliti di kelas II B SD Katolik Sang Timur Batu diketahui

keadaan siswa ketika proses pembelajaran adalah sebagai berikut: 1) Sebagian besar siswa kurang

kritis untuk bertanya, 2) Sebagian besar siswa kurang memperhatikan proses pembelajaran sehingga

siswa kurang dapat memahami materi pembelajaran yang disampaikan oleh guru. Dari hasil tes tulis

yang diberikan oleh guru hanya 7 siswa yang dapat memperoleh nilai di atas KKM sedangkan 24

siswa yang lainnya mendapat nilai di bawah KKM pada materi perbandingan berat benda. Hal ini

disebabkan karena siswa masih belum familiar dengan satuan berat ton, kuintal, ons, dan pon

sehingga siswa masih merasa kebingungan dalam mengerjakan soal yang diberikan oleh guru. Siswa

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7

463

juga merasa bosan dengan kegiatan pembelajaran sehingga sebagian besar dari mereka tidak

memperhatikan penjelasan guru di kelas.

Dalam interaksi belajar mengajar terdapat berbagai macam model pembelajaran yang

bertujuan agar proses belajar mengajar dapat berjalan baik. Hal ini juga bertujuan untuk menciptakan

proses belajar mengajar aktif serta memungkinkan timbulnya sikap keterkaitan siswa untuk mengikuti

kegiatan belajar mengajar secara menyeluruh. Pembelajaran yang efektif tersebut harus diimbangi

dengan kemampuan guru dalam menguasai model pembelajaran dan materi yang akan diajarkan

sehingga dapat menciptakan pembelajaran yang efektif dan tercipta komunikasi dua arah antara guru

dengan peserta didik yang menekan pada bagaimana ia harus belajar.

Salah satu alternatif untuk pengajaran tersebut adalah menggunakan model pembelajaran

Make-A Match (Mencari Pasangan). Menurut Wahab (2007:59) dalam http://wbungs.blogspot.co.id,

model pembelajaran Make a Match adalah sistem pembelajaran yang mengutamakan kemampuan

berpikir cepat melalui permainan mencari pasangan dengan dibantu kartu. Siswa yang aktif dalam

proses belajar mengajar kemungkinan besar prestasi belajar yang dicapai akan memuaskan.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Harianja (2014) adalah model pembelajaran Make a

Match dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika. Dalam

penelitian tersebut didapatkan peningkatan hasil belajar siswa dari 35,2% menjadi 76,4% sehingga

model pembelajaran ini dapat digunakan sebagai alternatif dalam pembelajaran matematika.

Berdasakan permasalahan di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan

judul “Penerapan Model Pembelajaran Make A Match Untuk Meningkatkan Hasil Belajar

Siswa Kelas II Pada Materi Satuan Berat Benda”.

METODE

Penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan hasil belajar siswa setelah belajar dengan

menggunakan model pembelajaran Make a Match. Data yang akan dikumpulkan dalam penelitian

bersifat deskriptif, yaitu uraian-uraian mengenai kegiatan pembelajaran siswa tentang materi pada

tema 7 “Merawat Hewan dan Tumbuhan”. Dalam mengumpulkan data yang diperlukan, peneliti

bertindak sebagai instrumen utama karena peneliti yang merencanakan, melaksanakan,

mengumpulkan, menganalisis, dan melaporkan hasil penelitian. Data yang diperoleh selanjutnya

dipaparkan sesuai dengan kejadian yang terjadi pada pelaksanaan penelitian dan selanjutnya dianalisis

secara induktif. Oleh karena itu, pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif.

Penelitian dilakukan pada siswa kelas II B SD Katolik Sang Timur Batu yang berjumlah 18

siswa laki-laki dan 13 siswa perempuan.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Siklus I

Perencanaan

Guru membuat rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) secara mandiri dengan menetapkan

materi, kompetensi dasar, dan indikator yang akan digunakan dalam penelitian. Guru juga

menyiapkan lembar kerja siswa sebanyak 31 lembar. Lembar kerja tersebut digunakan untuk

mengukur tingkat pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran secara individu. Guru menyiapkan

lembar pengamatan (lembar observasi) kegiatan guru dan siswa yang akan digunakan oleh teman

sejawat yang akan bertindak sebagai observer selama penelitian berlangsung. Selain itu guru

menyiapkan 32 kartu soal serta 64 kartu jawaban yang berbeda. Hal ini diharapkan agar siswa dapat

fokus pada kartu soal yang diperoleh. Kartu soal dan jawaban sudah dilengkapi dengan selotip bolak-

balik agar siswa dapat dengan mudah menempel kartu soal dan kartu jawaban pada lembar kertas

yang tersedia.

Pelaksanaan

Guru melaksanakan kegiatan pembelajaran sesuai dengan rencana pelaksanaan pembelajaran

yang telah disusun. Dalam kegiatan eksplorasi, guru mengajak siswa menyanyikan lagu tentang

satuan berat benda untuk memberi motivasi lalu meminta salah beberapa siswa untuk menyebutkan

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,

Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

464

berat badan mereka dalam satuan kg, ons, dan gram. Kemudian guru menyampaikan tujuan

pembelajaran yang akan dilaksanakan pada kegiatan belajar kali ini. Berikut ini adalah ilustrasi

pembelajarannya:

Guru : “Anak-anak, apakah kalian masih ingat dengan lagu

satuan berat benda?”

Siswa : “Masih bu…” (Seluruh siswa menyanyikan lagu dengan

penuh semangat.)

Guru : “Nah, bu guru ingin bertanya kepada Albert. Berapa

berat badan Albert?”

Albert : “38 kilogram, Bu.”

Guru : “Berapa ons berat badan Albert?”

Siswa : “380 ons, Bu.” (Jawab siswa dengan serentak)

Berdasarkan ilustrasi di atas terlihat bahwa guru membangkitkan semangat belajar siswa

dengan mengajak mereka menyanyi bersama serta menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan

dilaksanan. Guru juga mengilustrasikan penjumlahan berat benda dengan meminta 2 orang siswa

untuk maju ke depan kelas lalu menyebutkan berat badan mereka masing-masing. Guru meminta

siswa yang lain untuk menjumlah berat badan kedua siswa tersebut. Siswa sangat bersemangat untuk

mengikuti kegiatan pembelajaran. Hal ini terlihat ketika semua siswa menghitung berat badan teman

serta berebut untuk menjawab beberapa pertanyaan yang diberikan oleh guru.

Pada langkah pembelajaran selanjutnya guru memberikan pejelasan tentang model

pembelajaran Make a Match dan memberikan kesempatan kepada beberapa siswa untuk menanyakan

hal-hal yang belum mereka pahami terkait dengan model pembelajaran yang akan dilaksanakan. Guru

mulai membagikan kartu jawaban kepada siswa dan tiap-tiap siswa memperoleh 2 kartu jawaban.

Siswa meletakkan kartu jawaban tersebut di atas meja mereka kemudian guru mulai membagikan

kartu soal kepada masing-masing siswa. Siswa mulai mengerjakan kartu soal sesuai dengan instruksi

yang diberikan oleh guru. Siswa berkeliling mencari pasangan kartu jawaban di meja siswa di kelas

tersebut. Guru memberikan batasan waktu bagi siswa ketika mencari pasangan kartu jawaban.

Batasan waktu yang diberikan oleh guru adalah 5 menit. Setelah batas waktu yang diberikan oleh guru

habis, siswa menempel kartu soal dan kartu jawaban pada kertas yang telah disediakan oleh guru.

Sedangkan siswa yang tidak menemukan pasangan kartu jawaban diberi sanksi. Siswa yang mendapat

sanksi dalam kegiatan tersebut sebanyak 7 anak. Sanksi yang diberikan adalah menyanyikan lagu

Potong Bebek Angsa serta menirukan gerakan bebek. Guru kemudian memeriksa hasil pekerjaan 7

anak yang tidak menemukan pasangan kartu jawaban tersebut. Sebagian besar dari mereka adalah

kesalahan dalam menghitung sehingga jawaban mereka tidak tersedia dalam kartu jawaban yang

disediakan oleh guru. Namun ada pula siswa yang benar dalam menghitung namun tidak menemukan

pasangan kartu jawaban.

Guru membahas beberapa soal dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menanyakan

hal-hal yang belum dipahami. Setelah guru memberikan penjelasan sebagai penguatan materi, guru

memberikan tes akhir untuk mengukur tingkat pemahaman siswa. Siswa bersama dengan guru

menyimpulkan hasil pembelajaran serta menyampaikan kesan pembelajaran yang telah dilaksanakan.

Pengamatan

Aktivitas Guru

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan guru dan observer pada saat kegiatan belajar

mengajar berlangsung terlihat bahwa siswa begitu berantusias dalam mengikuti kegiatan

pembelajaran. Selain itu, siswa juga sangat tertarik untuk mempelajari materi yang disampaikan guru

dengan bantuan kartu soal dan kartu jawaban sebagai media. Guru juga terlihat bersemangat dalam

kegiatan pembelajaran. Hal ini terlihat ketika guru menyampaikan materi pembelajaran hingga

memberikan pendampingan kepada beberapa siswa yang belum dapat membuat tangga satuan berat

benda dengan benar.

Pengamatan dilakukan dengan menggunakan pedoman lembar observasi dan catatan lapangan

yang dilakukan oleh bantuan teman sejawat sebagai observer. Hasil observasi pengamat terhadap

kegiatan guru pada siklus I disajikan pada tabel di bawah ini.

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7

465

Tabel 1: Hasil observasi pengamat terhadap kegiatan guru pada siklus I.

No Indikator Pengamat Keterangan

1 Awal

Melaksanakan aktivitas keseharian

Menyampaikan tujuan pembelajaran

Memotivasi siswa

Mendiskusikan pengetahuan awal siswa

4

3

3

3

Sangat Baik

Baik

Baik

Baik

2 Inti

Menjelaskan tugas dan tanggung jawab

kelompok

Menyediakan sarana yang dibutuhkan

Meminta siswa memahami lembar kerja (kartu

soal)

Meminta siswa bekerja sesuai dengan instruksi

guru.

Membantu dalam kelancaran kegiatan diskusi

Membimbing dan mengarahkan dalam kegiatan

pembelajaran.

3

4

3

3

3

2

Baik

Sangat Baik

Baik

Baik

Baik

Cukup Baik

3 Akhir

Menyimpulkan materi pembelajaran

Mengakhiri pembelajaran

3

3

Baik

Baik

Skor 37 Baik

Berdasarkan tabel di atas, jumlah skor yang diperoleh dari pengamat adalah 37 dari 48 skor

maksimal. Jadi persentase perolehan skor adalah 77,08 %. Dengan demikian dapat diketahui bahwa

aktivitas peneliti sudah sesuai dengan rencana yang telah disiapkan dan kegiatan guru dalam

pelaksanaan pembelajaran dapat digolongkan dalam kategori baik.

Aktivitas Siswa

Aktivitas siswa dalam kegiatan pembelajaran juga terlihat baik. Siswa terlihat aktif selama

kegiatan pembelajaran berlangsung. Siswa juga berantusias untuk mengajukan pertanyaan ketika guru

memberikan kesempatan untuk menanya. Siswa juga terlihat lebih tertarik mengerjakan lembar kerja

yang berupa kartu soal daripada harus mengerjakan soal dari buku siswa. Siswa juga sangat

bersemangat ketika mengikuti kegiatan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran

Make a Match. Hal ini terlihat katika mereka mengerjakan kartu soal dengan cepat dan mencari

pasangan kartu jawaban yang tepat. Hasil observasi pengamat terhadap aktivitas siswa dapat dilihat

pada tabel di bawah ini.

Tabel 2: Hasil observasi pengamat terhadap aktivitas siswa pada siklus I.

No Indikator Pengamat Keterangan

1 Awal

Melaksanakan aktivitas keseharian

Memperhatikan tujuan pembelajaran

4

3

Sangat Baik

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,

Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

466

Keaktifan dalam diskusi pengetahuan awal 3 Baik

Baik

2 Inti

Aktif dalam kegiatan pembelajaran (menanya

hal-hal yang belum dipahami, menjawab

pertanyaan lisan guru, dll)

Memahami tugas yang diberikan

Memanfaatkan sarana yang disediakan oleh

guru dengan baik.

Memahami lembar kerja (tes akhir)

Keaktifan siswa dalam mengerjakan soal pada

saat kegiatan pembelajaan berlangsung

(mencari pasangan kartu jawaban).

3

2

4

3

3

Baik

Cukup Baik

Sangat Baik

Baik

Baik

3 Akhir

Bersama dengan guru menyimpulkan materi

pembelajaran

2

Cukup Baik

Skor 27 Baik

Berdasarkan tabel di atas, jumlah skor yang diperoleh dari pengamat adalah 27 dari 36 skor

maksimal. Jadi persentase perolehan skor adalah 75%. Dengan demikian dapat diketahui bahwa

aktivitas siswa sudah sesuai dengan rencana yang telah disiapkan dan kegiatan guru dalam

pelaksanaan pembelajaran dapat digolongkan dalam kategori baik.

Tabel 3: Catatan Lapangan siklus I

Observasi Keterangan

Aktivitas Peneliti Guru sudah dapat menguasai kelas sehingga

suasana kelas dapat terkendali.

Sebelum kegiatan Make a Match guru memberi

penjelasan materi kepada siswa. Selain itu guru juga

menjelaskan kepada siswa tentang aturan Make a

Match yang akan dilaksanakan.

Guru membantu beberapa siswa membuat tangga

satuan berat.

Guru kurang dapat memanfaatkan waktu dengan

baik sehingga siswa kekurangan waktu untuk

mengerjakan tes akhir.

Aktivitas Siswa Siswa terlihat masih kurang percaya diri dalam

mengerjakan kartu soal karena ada bebrapa siswa

yang bertanya kepada teman sebangkunya.

Ada beberapa siswa yang belum dapat membuat

tangga satuan berat dengan benar.

Siswa kurang teliti dalam mengerjakan kartu soal

sehingga ada beberapa siswa yang tidak

menemukan pasangan kartu jawaban yang

disediakan oleh guru.

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7

467

Pelaksanaan Pembelajaran Pada tahap pendahuluan, siswa sudah bersemangat

untuk menyanyikan lagu tentang satuan berat

benda.

Pada saat kegiatan inti berlangsung siswa penuh

semangat menghitung dan mencari pasangan kartu

jawaban.

Pada tahap penutup siswa kurang dapat

mengerjakan tes akhir dengan baik karena bel

istirahat berbunyi. Sehingga mereka cepat-cepat

mengerjakan soal karena ingin segera beristirahat.

Refleksi

Siklus I Refleksi dilakukan untuk mentukan apakah siklus I sudah berhasil atau belum. Berdasarkan

pengamatan yang dilakukan oleh diperoleh hasil refleksi sebagai berikut: Aktivitas guru oleh

pengamat sudah termasuk dalam kategori baik dengan persentase keberhasilan 77,08 %. Aktivitas

siswa dalam kegiatan termasuk dalam kategori baik dengan persentase keberhasilan 75%. Hasil tes

akhir siswa belum menunjukkan hasil yang baik karena dari 31 siswa yang mengikuti tes akhir hanya

ada 14 anak atau sekitar 45,16% yang memperoleh nilai di atas KKM. Ada beberapa siswa yang

belum menyelesaikan tes akhir sehingga nilai yang diperoleh kurang maksimal. Hal ini dikarenakan

terbatasnya waktu dalam mengerjakan tes akhir sehingga siswa tidak dapat mengerjakan seluruh soal

dengan baik. Pada kegiatan pembelajaran dengan menggunakan metode Make a Match ada beberapa

siswa yang tidak menemukan kartu jawaban. Hal ini dikarenakan siswa tersebut belum memahami

materi pembelajaran sehingga salah dalam menghitung dan menentukan jawaban. Namun ada pula

siswa yang sudah dapat menghitung jawaban dengan benar namun tidak menemukan pasangan kartu

jawaban. Hal ini terjadi karena siswa tersebut tergesa-gesa (tidak fokus) dalam mencari pasangan

kartu jawaban. Suasana kelas juga menjadi tidak kondusif karena semua siswa berkeliling mencari

kartu jawaban dan ada pula siswa yang membantu temannya mencarikan pasangan kartu jawaban.

Siklus II

Perencanaan

Guru menetapkan kompetensi dasar dan indikator pembelajaran untuk menyusun RPP secara

mandiri. Selain itu guru juga menyiapkan 3 model kartu soal yang berbeda untuk 31 siswa. Kartu-

kartu tersebut telah diberi isolasi bolak balik untuk memudahkan siswa dalam menempelkan kartu

jawaban pada kartu soal. Sehingga setiap anak memperoleh 3 kartu soal. Guru juga menyiapkan 31

kantong plastik yang masing-masing berisi 9 kartu jawaban. Tak lupa guru juga menyiapkan lembar

observasi untuk guru san siswa yang akan diisi oleh teman sejawat ketika pelaksanaan pembelajaran

pada siklus II.

Pelaksanaan

Pelaksanaan pembelajaran siklus II ini dilaksanakan dengan bantuan teman sejawat untuk

membantu guru dalam mengamati aktivitas guru dan siswa. Pada kegiatan ini siswa terlihat

bersemangat dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Pada kegiatan awal guru mengajak siswa untuk

menyanyikan lagu “Kelinciku” dan “Potong Bebek Angsa”. Hal ini bertujuan untuk membangkitkan

semangat siswa untuk belajar. Kemudian guru membagikan 3 kartu soal dan 9 kartu jawaban kepada

tiap-tiap siswa. Siswa diminta untuk mengerjakan kartu soal yang telah dibagikan oleh guru dengan

batasan waktu yang telah ditentukan kemudian mencari pasangan kartu jawaban dari kartu soal

tersebut. Setelah siswa menemukan pasangan kartu jawaban, guru membagikan lembar evaluasi untuk

mengukur tingkat pemahaman siswa pada materi satuan berat benda. Guru melaksanakan kegiatan

pembelajaran secara baik. Hal ini dapat dilihat dari hasil observasi aktivitas guru di bawah ini.

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,

Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

468

Tabel 4: Hasil observasi pengamat terhadap kegiatan guru pada siklus II.

No Indikator Pengamat Keterangan

1 Awal

Melaksanakan aktivitas keseharian

Menyampaikan tujuan pembelajaran

Memotivasi siswa

Mendiskusikan pengetahuan awal siswa

4

3

3

3

Sangat Baik

Baik

Baik

Baik

2 Inti

Menjelaskan tugas dan tanggung jawab

kelompok

Menyediakan sarana yang dibutuhkan

Meminta siswa memahami lembar kerja (kartu

soal)

Meminta siswa bekerja sesuai dengan instruksi

guru.

Membantu dalam kelancaran kegiatan diskusi

Membimbing dan mengarahkan dalam kegiatan

pembelajaran.

4

4

3

3

3

4

Sangat Baik

Sangat Baik

Baik

Baik

Baik

Sangat Baik

3 Akhir

Menyimpulkan materi pembelajaran

Mengakhiri pembelajaran

3

4

Baik

Sangat Baik

Skor 41 Baik

Berdasarkan tabel di atas, jumlah skor yang diperoleh dari pengamat adalah 41 dari 48 skor maksimal.

Jadi persentase perolehan skor adalah 85,41% Dengan demikian dapat diketahui bahwa aktivitas

peneliti sudah sesuai dengan rencana yang telah disiapkan dan kegiatan guru dalam pelaksanaan

pembelajaran dapat digolongkan dalam kategori baik. Observer juga mengamati aktivitas siswa

selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Hasil observer terhadap aktivitas siswa dapat dilihat pada

tabel di bawah ini.

Tabel 5: Hasil observasi pengamat terhadap aktivitas siswa pada siklus II.

No Indikator Pengamat Keterangan

1 Awal

Melaksanakan aktivitas keseharian

Memperhatikan tujuan pembelajaran

Keaktifan dalam diskusi pengetahuan awal

4

3

3

Sangat Baik

Baik

Baik

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7

469

2 Inti

Aktif dalam kegiatan pembelajaran (menanya

hal-hal yang belum dipahami, menjawab

pertanyaan lisan guru, dll)

Memahami tugas yang diberikan

Memanfaatkan sarana yang disediakan oleh

guru dengan baik.

Memahami lembar kerja (tes akhir)

Keaktifan siswa dalam mengerjakan soal pada

saat kegiatan pembelajaan berlangsung

(mencari pasangan kartu jawaban).

3

4

4

3

4

Baik

SangatBaik

Sangat Baik

Baik

Sangat Baik

3 Akhir

Bersama dengan guru menyimpulkan materi

pembelajaran

3

Baik

Skor 31 Baik

Berdasarkan tabel di atas, jumlah skor yang diperoleh dari pengamat adalah 31 dari 36 skor

maksimal. Jadi persentase perolehan skor adalah 86,11% Dengan demikian dapat diketahui bahwa

aktivitas siswa sudah sesuai dengan rencana yang telah disiapkan dan kegiatan guru dalam

pelaksanaan pembelajaran dapat digolongkan dalam kategori baik.

Tabel 6: Catatan Lapangan siklus II

Observasi Keterangan

Aktivitas Peneliti Guru sudah dapat menguasai kelas sehingga

suasana kelas dapat terkendali.

Sebelum kegiatan Make a Match guru memberi

penjelasan materi kepada siswa. Selain itu guru juga

menjelaskan kepada siswa tentang aturan Make a

Match yang akan dilaksanakan.

Guru sudah dapat memanfaatkan waktu dengan

baik sehingga siswa dapat mengerjakan tes akhir

dengan waktu yang cukup.

Aktivitas Siswa Siswa sudah terlihat percaya diri dalam

mengerjakan kartu soal dan bersungguh-sungguh

dalam mengerjakan tes akhir.

Ada beberapa siswa yang kurang teliti dalam

menghitung sehingga menempel kartu jawaban

yang salah.

Pelaksanaan Pembelajaran Pada tahap pendahuluan, siswa sudah bersemangat

untuk mengikuti kegiatan pembelajaran.

Pada saat kegiatan inti berlangsung siswa penuh

semangat menghitung dan mencari pasangan kartu

jawaban.

Pada tahap penutup siswa sudah dapat mengerjakan

tes akhir dengan baik karena waktu yang tersedia

cukup untuk mengerjakan tes akhir .

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,

Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

470

Refleksi Siklus II

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh diperoleh hasil refleksi sebagai berikut:

Aktivitas guru oleh pengamat sudah termasuk dalam kategori baik dengan persentase keberhasilan

85,41 %. Aktivitas siswa dalam kegiatan termasuk dalam kategori baik dengan persentase

keberhasilan 86,11%. Hasil tes akhir siswa sudah menunjukkan hasil yang baik karena dari 31 siswa

yang mengikuti tes akhir hanya ada 4 anak atau sekitar 87,09% yang memperoleh nilai di atas KKM.

Sebagian besar siswa sudah dapat menghitung berat benda dengan benar sehingga sebagian besar

siswa dapat menemukan pasangan kartu soal dan kartu jawaban dengan benar.

Berdasarkn hasil siklus II diperoleh data bahwa ketuntasan hasil belajar siswa mengalami

peningkatan dari 45,16% pada siklus I menjadi 87,09% pada siklus II sehingga siklus penelitian ini

dapat dihentikan.

Pembahasan

Pembelajaran satuan berat benda dengan model pembelajaran Make a Match menuntut siswa

untuk aktif dalam kegiatan pembelajaran. Penggunaan lembar kerja dalam materi satuan berat benda

ini bertujuan untuk menyampaikan materi pembelajaran yang menarik bagi siswa sehingga

diharapkan mereka tertarik untuk membaca, mempelajari, dan mengerjakan soal-soal yang ada di

dalamnya. Hal ini sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh DePorter, Reardon, dan Nourie (2000)

bahwa penyajian lembar kerja membawa siswa ke dalam suasana yang penuh kegembiraan, sehingga

menciptakan kegembiraan pula dalam belajar. Kegembiraan dalam belajar merupakan luapan emosi

yang mengaktifkan saraf otak untuk dapat merekam pelajaran dengan lebih mudah.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan oleh peneliti diketahui bahwa

sebagian besar siswa masih sulit memahami materi berat benda. Sehingga penelitian ini dirancang

untuk membantu sisiwa untuk dapat memahami materi satuan berat benda. Pada tahap awal guru

menyiapkan rencana pelaksanaan pembelajaran, lembar observasi, serta media pembelajaran yang

berupa kartu soal dan kartu jawaban sejumlah siswa yang ada di kelas. Guru juga mengajak siswa

untuk bernyanyi untuk membangkitkan semangat belajar siswa. Guru membagikan kartu soal dan

kartu jawaban kepada masing-masing siswa dan meminta siswa untuk mengerjakan soal dalam

batasan waktu yang telah disepakati. Hal ini dimaksudkan agar semua siswa dapat memanfaatkan

waktu yang tersedia dengan sungguh-sungguh.

Pada siklus I guru meminta siswa berkeliling kelas untuk mencari pasangan kartu jawaban

dari soal yang diterima dari guru. Namun suasana kelas menjadi tidak terkendali karena beberapa

siswa berlari mencari kartu jawaban sebelum batas waktu yang ditentukan habis. Pada siklus II guru

melakukan perbaikan dengan memberikan 9 kartu jawaban pada masing-masing siswa sehingga siswa

tidak perlu berpindah tempat untuk mencari pasangan kartu jawaban. Siswa yang telah menemukan

pasangan kartu jawaban diminta untuk menempel kartu jawaban pada kartu soal kemudian

menyerahkan kepada guru untuk diperiksa. Setelah batasan waktu yang telah disepakati habis guru

membagikan lembar evaluasi kepada masing-masing siswa. Evaluasi ini bertujuan untuk mengukur

tingkat pemahaman siswa terhadap materi pembalajaran yang telah dilaksanakan. Pada akhir

pembelajaran siswa bersama dengan guru menyimpulan materi pembelajaran dan meminta beberapa

siswa untuk menyampaikan kesan terhadap kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan.

Pembelajaran satuan berat benda dengan model pembelajaran Make a Match bertujuan untuk

meningkatkan hasil belajar siswa. Hasil belajar siswa dapat dilihat dari perbandingan nilai dari tes

awal sebelum diadakannya pembelajaran Make a Match sampai dengan hasil tes akhir pada

pembelajaran siklus II. Persentasi ketuntasan hasil belajar siswa pada tes awal sebesar 22,58 % atau

sebanyak 7 dari 31 siswa yang mendapat nilai di atas KKM. Pada tes akhir pelaksanaan pembelajaran

siklus I diperoleh hasil 45,16 % atau 14 dari 31 siswa yang mendapat nilai di atas KKM. Sedangkan

hasil tes akhir siklus II diperoleh hasil 87,09% atau 27 dari 31 siswa yang mendapat nilai di atas

KKM. Ini berarti bahwa kemampuan siswa dalam ranah kognitif meningkat. Hal tersebut sesuai

dengan pendapat Bloom (1996:7) dalam www.eurekapendidikan.com yang membedakan hasil belajar

menjadi 3 ranah yaitu kognitif (pengetahuan), afektif (sikap), dan psikomotor. Hasil di atas

menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif Make a Match yang dilakukan pada siklus I dan II

sudah berhasil meningkatkan hasil belajar siswa.

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7

471

PENUTUP

Simpulan dan Saran

Dari hasil penelitian yang dilakukan pada siswa kelas II B SD Katolik Sang Timur Batu dapat

disimpulkan bahwa model pembelajaran Make a Match dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hal

ini terlihat dari hasil tes siswa pada akhir siklus kedua menunjukkan peningkatan hasil belajar siswa

dengan persentase ketuntasan dari 45,16% menjadi 87,09%. Selain itu model pembelajaran ini juga

dapat meningkatkan keaktifan siswa di dalam kelas. Siswa tertarik dengan model pembelajaran Make

a Match sehingga mereka terlihat sangat antusias selama kegiatan pembelajaran berlangsung.

Berdasarkan hasil penelitian ini, terdapat beberapa saran yang perlu disampaikan antara lain

penggunaan model pembelajaran kooperatif Make a Match dapat dijadikan alternatif untuk

mengembangkan pembelajaran. Selain itu penggunaan lembar kerja sebagai media dalam model

pembelajaran ini dapat menarik perhatian siswa. Dengan demikian guru dapat mengembangkan model

pembelajaran Make a Match ini untuk materi yang lain. Guru diharapkan dapat mengendalikan kelas

karena pada dasarnya siswa menyukai permainan sehingga model pembelajaran Make a Match ini

berpotensi untuk membuat kegaduhan di dalam kelas.

Daftar Rujukan

Dahlan, Ahmad. 2014. Pengertian hasil Belajar. URL http:// www.eurekapendidikan.com (diakses

tanggal 30 Maret 2016)

DePorter, B., Reardon, M., dan Nourie, S. 2000. Quantum Teaching: Mempraktikan Quantum

Learning di Ruang-ruang Kelas. Bandung: Kaifa.

Harianja, Rusmaida. 2014. Penerapan Model Make A Match untuk Meningkatkan Aktivitas Belajar

Siswa dalam Mata Pelajaran Matematika di Kelas IV SD Negeri 158/V Lampisi. URL

http://www.e-campus.fkip.unja.ac.id (diunduh 2 April 2016)

Hudojo, Herman. 1998. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. Malang:

Universitas Negeri Malang

_______. Undang-Undang Republik Indonesia no.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. URL

http://kepri.kemenag.go.id (diunduh tanggal 27 Februari 2016)

_______. URL http://wbungs.blogspot.co.id (diakses tanggal 27 Februari 2016)

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,

Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

472

UPAYA PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS VII B

SMP RADEN FATAH BATU MATERI LUAS DAERAH SEGIEMPAT DENGAN

METODE KOOPERATIF STAD BERBANTUAN MEDIA KARTON

Puji Lestari

SMP Raden Fatah Batu

[email protected]

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan penerapan pembelajaran

kooperatif STAD dengan bantun media karton yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa

kelasVII B SMP Raden Fatah Batu materi luas daerah segiempat. Penelitian ini merupakan

penelitian tindakan kelas yang dilakukan dalam dua siklus, dengan masing-masing siklus 3

kali pertemuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran yang dilakukan dengan

langkah-langkah: (1) menyajikan materi luas daerah segiempat, (2) diskusi kelompok

dengan lembar kerja, ( 3) presentasi hasil kerja dan, (4) kuis dapat meningkatkan hasil

belajar siswa. Peningkatan hasil belajar dari siklus 1 rata-rata 68 menjadi rata-rata 80

(siklus 2).

Kata kunci: Kooperatif STAD, Hasil belajar, Segiempat.

Materi luas daerah segiempat merupakan materi yang sulit bagi siswa kelas VII, karena siswa

masih belum memahami tentang keliling dan luas. Padahal waktu pembelajaran di SD materi

tersebut juga pernah dipelajari. Kesulitan siswa dalam belajar menentukan luas daerah persegi

panjang antara lain terjadi pada menentukan keliling persegi panjang dan luas daerah persegi

panjang. Ketika guru memberikan pertanyaan berapakah keliling persegi panjang jika panjang 5 cm

dan lebar 4 cm? Siswa menjawab 20 cm. Kesalahan ini terjadi karena siswa berpikir keliling persegi

panjang adalah panjang kali lebar. Hal ini menunjukkan bahwa siswa tidak memahami konsep luas

daerah persegi panjang.

Kesalahan siswa juga terjadi pada luas daerah belah ketupat. Ketika guru memberi soal

hitunglah luas daerah belah ketupat jika panjang sisinya 10 cm dan salah satu panjang diagonalnya 12

cm, siswa menjawab 120 cm2. Jawaban siswa tersebut terjadi karena siswa berpikir bahwa luas sama

dengan panjang sisi kali diagonal. Dalam hal ini siswa mengalami kesalahan konsep, diagonal dan sisi

yang mestinya tidak dapat dikalikan tetapi oleh siswa dikalikan. Kesalahan-kesalahan tersebut perlu

diperbaiki melalui pembelajaran yang sesuai.

Salah satu pembelajaran matematika yang dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan

tersebut adalah kooperatif tipe STAD. Beberapa penelitian yang terkait dengan penerapan

pembelajaran kooperatif STAD antara lain Liunsanda (2015) dan Ida Fitriyanti (2013). Liusanda

(2015) menemukan bahwa pembelajaran kooperatif STAD memiliki keunggulan yang dapat

mengatasi masalah yang ada. Dalam kooperatif STAD akan terjadi peningkatan fungsi mental

melalui percakapan dan interaksi lainnya, serta kerjasama antar siswa yang memiliki kemampuan

yang heterogen. Interaksi siswa dalam proses pembelajaran merupakan bagian penting untuk

mencapai keberhasilan belajar siswa.

Selama ini prestasi siswa pada pelajaran matematika masih rendah, hal ini terjadi

dikarenakan kurangnya variasi dalam menggunakan metode pembelajaran. Dalam pembelajaran luas

daerah segiempat guru hanya menggunakan prosedur, misalnya luas daerah jajargenjang adalah alas

kali tinggi. Akibatnya siswa hanya menghafal prosedur yang sudah ditetapkan, jika ada soal yang

sejenis siswa masih tidak bisa mengerjakan. Hal ini menunjukkan pembelajaran kurang bermakna.

Oleh karena itu, dalam pembelajaran akan lebih baik bila banyak menekankan pemahaman relasional

dari pada pemahaman instrumental (Subanji, 2011).

Dalam pembelajaran, guru tidak cukup hanya menjadi pengajar atau penyampai informasi

saja, tetapi pembelajaran perlu mendorong siswa untuk berpikir mengontruksi pengetahuan sendiri

atau sering disebut konstruksi sendiri. Konstrutivisme merupakan sebuah teori yang mempelajari

bagaimana seorang belajar. Teori ini lebih memandang bagaimana belajar itu berlangsung.

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7

473

Subanji (2011) menyatakan bahwa siswa tidak bisa diibaratkan kertas putih yang akan

ditulisi oleh guru. Tetapi siswa secara hakiki/pribadi merupakan individu unik yang memiliki potensi

untuk mengembangkan pola pikirnya. Oleh karena itu, guru dalam mengajar harus dapat berubah dari

yang semula “memberi” pengetahuan kepada siswa menjadi “memfasilitasi” siswa untuk belajar

(fasilitator). Supaya siswa mampu belajar secara mandiri dalam mengembangkan berpikirnya,

sehingga mampu memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari.

Salah satu bentuk memfasilitasi siswa dalam belajar adalah mengkondisikan siswa dalam

belajar kooperatif. Pembelajaran kooperatif sudah dikaji oleh beberapa peneliti (Sunaryatin, 2013;

Permadi, 2013; Khairani, 2013). Sunaryatin (2013) menemukan bahwa pembelajaran kooperatif

merupakan suatu metode di mana siswa belajar bersama-sama dalam kelompok dan anggota dalam

kelompok tersebut saling bertanggung-jawab satu dengan yang lain. Permadi (2013) menemukan

dalam model pembelajaran kooperatif memang ada celah siswa kehilangan kesempatan untuk

berinteraksi multiarah (interaksi dengan teman satu kelompok, teman antar kelompok, interaksi

dengan sumber belajar, dan interaksi dengan guru). Menurut Khairani (2013), belajar kooperatif di

mana siswa belajar bersama dalam kelompok dan anggota kelompok bertanggung-jawab terhadap

satu dengan yang lain.

Seperti yang telah diketahui bersama bahwa salah satu karakteristik matematika adalah

mempunyai objek yang bersifat abstrak, sehingga menjadi anggapan matematika itu sulit. Sifat

abstrak ini menyebabkan banyak siswa mengalami kesulitan dalam mempelajari konsep dan meng-

aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Lebih lanjut Subanji (2012) menyatakan bahwa dalam pembelajaran matematika juga sangat

penting untuk menekankan konsep dengan menggunakan media (peraga) untuk mengembangkan

pemahaman siswa. Dengan menggunakan benda-benda fisik atau manipulatif untuk memodelkan

konsep matematika dalam membantu belajar siswa. Model pembelajaran sebuah konsep matematika

dapat berupa benda atau gambar yang menyatakan hubungan konsep yang dapat dikaitkan. Pada

konsep luas daerah persegi panjang ini memuat hubungan perbandingan bidang dengan bidang lain.

Contohnya luas daerah persegi panjang dengan panjang 4 meter dan lebar 3 meter. Daerah persegi

panjang tersebut dapat ditutup dengan bangun persegi satuan atau bangun lain, jika bangun tersebut

ditutup dengan persegi satuan maka luasnya dapat ditutupi sebanyak 12 persegi satuan.

Dalam pembelajaran kooperatif STAD, guru sebagai fasilitator, membimbing, mengarahkan

dan memberi semangat dengan memotivasi. Ida Fitriyati, (2013) mengatakan bahwa pembelajaran

dengan model kooperatif STAD menjadikan siswa lebih aktif dalam pembelajaran, menimbulkan rasa

percaya diri siswa dalam menyampaikan hasil diskusinya di depan kelas dan hasil pembelajarannya

mengalami peningkatan.

Menurut Subanji (2013) kooperatif STAD memiliki sintaks: (1) membentuk kelompok yang

beranggota 3-4 orang, (2) guru menyajikan materi, (3) guru memberikan tugas kelompok, (4) guru

memberikan kuis, (5) mengoreksi hasil kuis, dan (6) kesimpulan. Dalam pembelajaran kooperatif

siswa belajar dalam kelompok saling bertukar pendapat, sehingga siswa dapat menyelesaikan

tugasnya dengan cepat. Karena apabila terdapat siswa yang tidak bisa mengerjakan akan dibantu

teman sekelompoknya. Secara tidak langsung dapat mendorong siswa untuk belajar matematika

menjadi lebih semangat.

Pembelajaran kooperatif STAD dengan bantuan media karton untuk meningkatkan hasil

belajar siswa dengan memotivasi siswa dalam memahami konsep luas daerah segiempat. Sehingga

tercipta suasana pembelajaran yang menyenangkan dan tidak membosankan.

Keberhasilan belajar siswa sangat bergantung pada guru, oleh karena itu guru harus kreatif,

inovatif dalam menggunakan metode pembelajaran, agar siswa lebih senang dan tidak bosan.

Mengingat hal tersebut, maka guru melakukan pembelajaran dengan model kooperatif STAD dengan

bantuan media karton. Pembelajaran kooperatif STAD merupakan hal yang tepat. Oleh karena itu,

peneliti tertarik melakukan penelitian yang berjudul “Upaya Peningkatan Hasil Belajar Siswa

Kelas VII B SMP Raden Fatah Batu Materi Luas Segiempat dengan Metode Kooperatif STAD

Berbantuan Media Karton”

METODE PENELITIAN

Penelitian ini mendiskripsikan pembelajaran kooperatif STAD pada materi luas daerah

segiempat serta menggunakannya dalam pemecahan masalah. Penelitian dilakukan pada kelasVII B

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,

Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

474

SMP Raden Fatah Batu. Subjek Penelitian ini adalah 31 siswa yang terdiri dari 16 laki-laki dan 15

siswa perempuan. Penelitian ini dilakukan dalam 2 siklus; masing masing siklus terdiri dari

perencanaan, pelaksanakan, observasi, dan refleksi. Pada Siklus 1 dilakukan dalam tiga pertemuan,

pertemuan pertama membahas materi tentang luas daerah persegi. Pertemuan kedua membahas

tentang luas daerah persegipanjang dan pertemuan ketiga membahas tentang pemecahan masalah

yang berkaitan dengan luas daerah persegi dan persegi panjang serta mengadakan kuis.

Pada siklus II dilakukan tiga pertemuan, untuk pertemuan pertama membahas tentang luas

daerah jajar genjang. Pertemuan kedua membahas tentang luas daerah belah ketupat dan pertemuan

ketiga mengerjakan soal tentang pemecahan masalah yang berkaitan dengan luas daerah jajar genjang

dan belah ketupat serta mengadakan kuis. Data yang diperoleh berupa praktik pembelajaran yang

selanjutnya dianalisis secara kualitatif. Data yang terkumpul berupa dokumen aktivitas dan hasil tes

siswa yang diperoleh selama kegiatan pembelajaran berlangsung.

Kegiatan refleksi dilaksanakan dengan mengadakan evaluasi pelaksanaan pembelajaran,

merumuskan dan mengidentifikasi masalah pada pelaksanaan dan respon siswa pada tindakan yang

dilaksanakan serta memperbaiki pelaksanaan tindakan sesuai hasil evaluasi untuk siklus berikutnya.

Hasil refleksi bertujuan untuk mengetahui apakah masih ada kekurangan yang bisa diperbaiki untuk

siklus 2.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Sintak pembelajaran dilakukan dengan: penyajian materi yang berupa kegiatan meminta

siswa menempel kertas manila persegi satuan ke bangun segiempat, diskusi kelompok sesuai dengan

lembar kerja, mempresentasikan hasil kerja kelompok, dilanjutkan dengan kegiatan guru memberikan

penguatan, dan dikahiri dengan kuis.

Penelitian ini mendiskripsikan pembelajaran kooperatif STAD yang dilakukan dalam dua

siklus, masing-masing siklus dilakukan 3 kali pertemuan sebagai berikut.

Siklus I Pertemuan 1

Pembelajaran diawali dengan menyampaikan materi luas daerah persegi dan tujuan

pembelajaran siswa dapat menghitung luas daerah persegi yang berkaitan dengan masalah sehari-hari.

Memberikan apersepsi melalui pertanyaan/dialog seperti berikut:

G: “Masih ingatkah kalian, apa yang kita pelajari kemarin nak”?

S: “keliling persegi dan persegi panjang”.

G: “Berapakah panjang sisi persegi jika kelilingnya 20 cm”?

S: “Siswa menjawab 5 cm bu”.

G: “Iya pinter, bagaimana caranya bisa mendapatkan 5cm”?

S: “20 dibagi 4, karena keempat sisinya sama”.

G: “oke, coba sekarang kalian melihat ke atas”! Apakah kalian dapat menghitung panjang dan

lebar ruang kelas ini? Dengan melihat satu esbes itu 1m.

S: “Bisa bu”! “Panjang 7m dan lebar 7m”.

G: “Berapa lembar banyaknya esbes yang terpasang”?

S: “49 lembar”.

G: “Sekarang liahatlah kebawah, ubin berbentuk seperti apa”?

S: “Persegi”.

G: “Dapatkah kalian menghitung banyaknya ubin tersebut”?

S: “Tidak bisa bu”!

G: “Iya nak, nanti akan kita pelajari caranya menghitung banyaknya ubin.

Berdasarkan dialog tersebut nampak bahwa siswa sudah memiliki pengetahuan prasyarat

untuk pembelajaran pertemuan 2, di mana siswa sudah memahami keliling persegi dan panjang sisi

persegi. Oleh karena itu guru melanjutkan kegiatan inti dengan membentuk kelompok menjadi 7

kelompok masing-masing terdiri atas 4 anak. Guru menjelaskan aturan permainan dalam belajar

kelompok dengan metode kooperatif STAD. Kutipan dialog guru sebagai berikut:

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7

475

G: “Anak-anak hari ini kita belajar tentang luas persegi dengan menggunakan media karton yang

berbentuk persegi besar dan persegi kecil terbuat dari kertas manila, persegi kecil dinamakan

persegi satuan. Setiap kelompok mendapatkan 3 persegi besar yang diberi nama (Persegi 1,

persegi 2 dan persegi 3) dan 54 lembar persegi kecil. Persegi satuan ditempel pada persegi (1),

(2), dan (3). Apakah kalian sudah paham”?

S: “Sudah bu”!

G. “Nah sekarang ketua kelompok silakan mengambil LKS dan media karton, kerjakan pada LKS

kegiatan 1, 2, dan 3 secara kelompok”!

Siswa mendiskusikan LKS (kegiatan 1, dengan cara menempel persegi satuan ke persegi pada

karton, untuk menentukan rumus luas daerah persegi dan melanjutkan kegiatan 2 dengan

mendiskusikan cara menjawab pertanyaan). Pada saat siswa berdiskusi guru berkeliling dan

membimbing siswa pada kelompok-kelompok yang kesulitan. Pada kelompok 1 diskusi cukup serius,

awalnya kelompok 1 mempunyai gagasan untuk mengerjakan yang mudah dulu supaya cepat selesai.

Ada beberapa anggota kelompok yang kurang setuju, karena mereka merasa bisa mengerjakan,

akhirnya mereka berdiskusi untuk mengerjakan LKS 1.

Gambar 1: Kegiatan siswa menempel persegi satuan Gambar 2: Aktivitas Kerja

Kelompok Siswa

Pada kelompok IV terdapat siswa yang kurang aktif dalam berdiskusi, guru mendekati dan

menanyakan, sehingga terjadi dialog seperti berikut.

G: “Kenapa tidak ikut diskusi nak”?

S4.1. “Males bu, la tadi kan sudah ikut mengerjakan menempel pada karton”.

G. “Iya seharusnya kamu ikut mengerjakan juga, supaya bisa dan cepat selesai”!

S. “Iya bu”.

Guru membimbing kelompok V tentang soal no. 3 kegiatan 3. Pada kegiatan ini siswa

mengalami kesalahan pahaman/tidak mengerti maksud perintah soal. Seharusnya yang ditanyakan

panjang sisi tetapi yang dikerjakan siswa tentang luas, sehingga hasil jawabannya tidak tepat. Kutipan

dialognya sebagai berikut:

G: “Dari mana hasilnya ini 390.625”?

S: “625 x 625”.

G: “Yang ditanyakan ini bukan luas tapi panjang sisi”.

S: “Oh ya bu”.

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,

Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

476

Gambar 3: Hasil Kerja Kelompok Siswa

Berdasarkan gambar dan hasil kerja siswa di atas, dapat diketahui bahwa siswa masih belum

paham tentang cara menentukan luas bangun persegi yang terpotong, kemudian terjadi dialog antar

guru dengan siswa seperti berikut.

G: “Dari mana kamu mendapatkan hasil seperti itu”?

S: “Panjang sisinya kan 10 cm, 5cm dan 5 cm.jadi luas= s x s x s”.

G: “Menjelaskan cara menghitung luas bangun tersebut bisa dengan cara memotong menjadin3

persegi yang sama, jadi luas bangun 5cm x 5cm x 3 = 75 cm2 (5cm x 5cm) itu luas persegi dan

dikalikan 3 banyaknya persegi ada 3 atau dengan cara luas persegi utuh dipotong sebuah persegi.

Jadi luas bangun adalah 10 cm x 10 cm = 100cm2dikurangi dengan 25cm

2(luas satu persegi)”.

S: “Iya bu”!

G: “Anak-anak sudah selesai semua”?

S. “Sudah bu”.

Setelah masing-masing kelompok selesai mengerjakan LKS. Perwakilan kelompok 1

mempresentasikan hasil kerjanya. Kelompok yang lain menanggapinya. Guru memberi pujian pada

kelompok yang telah melakukan presentasi, serta memberi penguatan luas daerah persegi adalah sisi

kali sisi (s2) dan sebaliknya jika luas persegi diketahui maka panjang sisinya adalah akar dari luas

tersebut.

Selanjutnya guru memberikan quis dengan soal seperti berikut.

Gambar 4: Hasil kerja siswa

Gambar 4. Hasil Kerja Siswa

Ruang kelas 7E berukuran 8m x 8m, lantainya dipasang

ubin dengan ukuran 20cm x 20cm, berapa banyaknya

ubin yang dipasang diruang tersebut sampai penuh?

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7

477

Berdasarkan hasil kuis tersebut diperoleh nilai tertinggi adalah 75 dan nilai terendah 25, dan

rata-ratanya 64. Ternyata nilai yang diperoleh siswa masih belum memenuhi ketuntasan minimal

(KKM).

Siklus I pertemuan 2

Kegiatan pembelajaran diawali dengan memberikan apersepsi melalui kutipan dialog seperti

berikut:

G: “Apakah kalian masih ingat yang kita pelajari kemarin nak”?

S: “Masih bu, Luas persegi”.

G: “Bagaimana rumus untuk menentukan luas persegi”?

S: “Sisi kali sisi”.

G: “Berikan contoh benda di lingkungan kelas yang berbentuk model persegi panjang”!

S: “Papan tulis, kaca, papan pajang, pintu, dan meja”.

G: “Oke, apa perbedaan antara persegi dengan persegi panjang”?

S: “Panjangnya tidak sama”.

G: “Bukan panjangnya, tetapi panjang sisinya yang berbeda, kalau persegi sisinya sama panjang,

kalau persegi panjang panjang dan lebarnya berbeda”.

S: “Oke”.

G: “Berapa panjang sisi persegi yang luasnya 81cm2”?

S: “9 cm”.

G: “Benar, bagaimana untuk mendapatkan 9cm”?

S: “9 x 9 = 81”.

G: “Untuk mendapat hasil 9 cm itu dari sxs =81, s2 = 81, jadi sisinya adaalah akar dari 81 yaitu 9

cm”.

Berdasarkan dialog tersebut nampak bahwa siswa sudah memiliki pengetahuan prasyarat

untuk pembelajaran pertemuan 2. Terbukti siswa sudah memahami luas persegi dan panjang sisi

persegi. Oleh karena itu, guru melanjutkan kegiatan inti dengan membentuk kelompok menjadi 7

kelompok masing-masing terdiri 4 anak. Dilanjutkan dengan kegiatan guru menjelaskan aturan

permainan dalam belajar kelompok dengan menggunakan metode STAD seperti pada pertemuan

minggu lalu.

G: “Anak-anak hari ini kita belajar tentang luas persegi panjang melanjutkan pelajaran minggu yang

lalu dengan menggunakan media karton yang berbentuk persegi panjang besar dan

persegipanjang kecil terbuat dari kertas manila. Seperti kemarin, persegi kecil dinamakan

persegi satuan. Setiap kelompok mendapatkan 3 persegi besar yang diberi nama (Persegi

panjang 1, persegi panjang 2 dan persegi panjang 3) dan 64 lembar kertas manila persegi

satuan. Persegi satuan ditempel pada persegi panjang (1), (2), dan (3)”. “Apakah sudah paham

nak”?

S: ”Sudah bu”!

G: “Bagus, membagikan LKS dan Media karton, kerjakan LKS kegiatan 1, 2, dan 3 secara

kelompok”.

S: “Mendiskusikan LKS ( kegiatan 1,2, dan 3) dengan menempelkan persegi satuan ke lembar persegi

panjang serta ngerjakan LKS”.

G: Membimbing dengan mendatangi setiap kelompok untuk membantu kelompok yang kesulitan. “Apa

ada kesulitan kelompok 3 ini”?

S: “Ada bu, bagaimana cara menggambarkan persegi panjang”?

G: “Terserah yang penting luasnya sama dengan persegi panjang itu”.

S: “Gimana sih bu, gak bisa”?

G:”Ya udah tak kasih contoh, kamu gambar panjangnya 16 cm dan lebarnya 6 cm, bauatlah dua

gambar lagi ya”!

S: “Iya bu terima kasih”.

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,

Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

478

Gambar 5: Hasil Kerja Siswa

Kegiatan yang dilakukan oleh siswa ini belum sesuai dengan perintah guru. Pada akhirnya

guru melakukan pembimbingan kepada siswa dengan melakukan dialog sebagai berikut.

G: “Tadi kan sudah tak kasih contoh panjangnya 16 cm dan lebarnya 6 cm, coba berapa luasnya”?

S: “Oh ya bu 16cm x 6cm = 96 cm2”.

G:” lya pinter, kenapa membuat persegi panjang lagi panjang 14cm dan lebar 8cm”? “Coba

dihitung lagi berapa luasnya”?

S: “Iya bu keliru”.

G: “Tolong dibenarkan lagi ya”!

S: “Iya bu”.

Sekarang perwakilan kelompok untuk mempresentasikan hasilnya dan kelompok yang lain

menanggapi dan memberi masukan. “Silahkan kelompok 6 mempresentasikan hasil kerja kelom-

poknya di depan kelas”!

Pada kegiatan ini guru ikut memberikan penegasan terhadap hasil kerja siswa pada semua

siswa di dalam kelas. Demikian proses menyajikan hasil kerja kelompok 6. Guru mengadakan dialog

terhadap jawaban siswa tersebut.

G: “Bagaimana dengan jawaban kelompok 6”? “Apakah menurut kalian sudah benar”?

S: “Sudah benar bu (jawaban siswa secara serentak)”.

G: “Oke, bagus tepok tangan anak-anak, apakah ada yang kurang jelas”?

S: “Sudah jelas bu”.

Kegiatan selanjutnya guru memberikan quis.

Berdasarkan hasil kuis tersebut diperoleh nilai tertinggi adalah 85 dan nilai terendah 30, dan rata-

ratanya 70. Jadi hasil tes siswa masih belum memenuhi ketuntasan minimal (KKM).

Siklus I pertemuan 3

Pada pertemuan 3 dilakukan tes tulis sebanyak 4 soal. Tes tulis digunakan untuk mengukur

penguasaan siswa terhadap materi luas daerah segiempat. Dari hasil tes diperoleh bahwa rata-rata

skor tes siswa adalah 68.

Refleksi

Refleksi dilakukan setelah pelaksanaan pembelajaran dengan mengkaji hal-hal yang masih

menjadi kendala dalam pembelajaran. Hasil refleksi ini digunakan untuk memperbaiki proses

pembelajaran. Ringkasan hasil refleksi disajikan sebagai berikut:

Kendala dalam

pembelajaran Penyebab kendala Alternative perbaikan

Terdapat siswa yang kurang

aktif dalam kerja kelompok

Mengerjakan LKS dengan

kelompok, siswa tidak

mendapat soal sendiri

Setiap kelompok siswa diberi

soal sendiri dan hasilnya

didiskusikan dan ditulis pada

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7

479

kelompok

terdapat kesalah pemahaman

konsep keliling dengan luas

Belum bisa membedakan

keliling dan luas

Guru menjelaskan lagi

perbedaan keliling dan luas

Terdapat kesalah pahaman

konsep luas bangun yang

berkaitan dengan persegi

Belum bisa menganalisa

gambar

Guru menjelaskan bangun itu

sebenarnya terbuat dari 3

persegi yang digabungkan

menjadi satu.

Selain mengaji kendala pembelajaran juga dilakukan evaluasi keberhasilan pembelajaran

melalui tes. Berdasarkan hasil tes diperoleh rata-rata nilai siswa 68, dengan nilai tertinggi 80 dan niali

terendah 25, dari 31 siswa yang tuntas 20 siswa (64,52%) dan yang belum tuntas ada 11 siswa

(35,48%). Hal ini menunjukkan bahwa tujuan pembelajaran belum tercapai secara maksimal.

Siklus II pertemuan 1.

Penelitian ini mendiskripsikan pembelajaran kooperatif STAD dalan siklus 2, yang terdiri dari

3 kali pertemuan seperti berikut:

Pertemuan I

Prosedur pelaksanaan siklus II antara lain berdasarkan hasil kuis pada pertemuan III untuk

mengetahui aspek pengetahuan dasar siswa, penjelasan media pembelajaran diawali dengan

menyampaikan materi luas jajargenjang dan tujuan pembelajaran siswa dapat menghitung luas

jajargenjang yang berkaitan dengan masalah sehari-hari. Guru memberikan apersepsi melalui

pertanyaan/ kutipan dialog seperti berikut.

G: “Masih ingatkah kalian, apa yang kita pelajari kemarin nak”?

S: “Luas persegi dan persegi panjang”.

G. “Berapakah panjang sisi persegi jika luasnya 225 cm2”

?

S: “15cm bu”.

G: “Bagus, sekarang membentuk kelompok, menggunakan metode STAD seperti kemarin”!

Kutipan dialog tersebut menunjukkan bahwa siswa bisa menentukan luas persegi dan persegi

panjang. Untuk menyambungkan dengan materi yang akan diberikan, guru melanjutkan dialog

dengan siswa, sebagai berikut.

G: “Ayo siapa yang bisa memberi contoh benda dilingkungan yang merupakan model jajar

genjang”?

S: “Saya bu (seorang siswa menjawab irisanya tempe bu)”.

G: “Bagus, tepuk tangan anak-anak”. Memang kebanyakan tempe diiris seperti model jajar genjang.

Guru melanjutkan kegiatan dengan meminta siswa untuk menyebutkan benda yang lain.

Sehingga kegiatan dilanjutkan dengan menginformasikan bahwa siswa akan diajak belajar

menghitung luas jajargenjang. Selanjutnya guru membagikan lembar kerja siswa (LKS 1) dan media

pembelajaran. Awalnya siswa menggambar jajargenjang kemudian dengan memotong jajargenjang

pada bagian tepi (kiri) yang merupakan model segitiga dan menempelkan pada bagian kanan,

sehingga bentuknya merupakan persegipanjang. Kemudian mengkaitkan hasil luas persegi panjang

dengan luas persegi untuk menemukan rumus luas jajar genjang. Kemudian secara kelompok

mengaplikasikan rumus ke soal latihan LKS.

Guru berkeliling dan menemukan kesalahan siswa dalam memahami maksud dari LKS yang

diberikan. Pada kegiatan ini siswa memperhatikannya dan akhirnya siswa memahami bahwa yang

diinginkan adalah menentukan luas jajargenjang, Tetapi hasilnya masih belum maksimal. Masih ada

siswa yang kurang jelas dalam menggunakan rumus jajar genjang. Seperti hasil kerja siswa sebagai

berikut,

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,

Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

480

Gambar 1: Hasil Kerja Siswa

Berdasarkan hasil kerja siswa, guru membimbing dengan kutipan dialog sebagai berikut:

G: “Bagaimana rumus luas daerah jajar genjang ”?

S: “Alas kali tinggi”.

G: “Ya benar”. “ tapi itu kok tertulis panjang x alas x tinggi, ”?panjang itu ya alasnya!.

S: “ La sisi yang miring itu bu”.

G: “ itu gak usah dihitung, rumusnya kan alas x tinggi.

S; “ ya bu “.

G: “Baik, lanjutkan lagi ya”!

Dengan bimbingan guru tersebut, siswa bisa melanjutkan mengerjakan LKS Apakah sudah

selesai anak-anak? Siswa menjawab sudah bu. Setelah selesai mengerjakan lembar kegiatan siswa,

dilanjutkan dengan memberikan kesempatan kepada masing-masing kelompok untuk menyajikan

hasil kerjanya di depan kelas. Siswa nampak berebut untuk menunjukkan hasil kerjanya di depan

kelas. Dalam hal ini guru ikut menegaskan hasil kerja siswa kepada semua siswa di dalam kelas.

Berikut proses menyajikan hasil kerja siswa salah satu kelompok. Guru mengadakan dialog terhadap

jawaban siswa ini:

G: “Bagaimana dengan jawaban kelompok 2, apakah menurut kalian sudah benar”?

S: “Sudah benar bu (jawaban siswa secara serentak)”

G: “ Bagus, tepuk tangan anak-anak!.

Gambar 2: Aktivitas Presetasi Siswa

Siklus II pertemuan 2.

Kegiatan pembelajaran diawali dengan memberikan apersepsi melalui kutipan dialog seperti

berikut.

G: “Apakah kalian masih ingat yang kita pelajari kemarin nak”?

S: “Masih bu, Luas daerah jajar genjang”.

G: “Bagaimana rumus luas daerah jajar genjang”?

S: “Alas kali tinggi”

G:” Bagus sekali, berarti materi kita lanjutkan Luas daerah belah ketupat”.

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7

481

Coba sebutkan benda dilingkungan yang berbentuk m,odel belah ketupat, ayo Adam”

S1: ” layang-layang bu”!

G: “ bangun layang-layang ada sendiri nak!, coba Yogi, berilah contoh benda yang berbentuk model

Belah ketupat,”

S: “ Ketupat bu”

G: “ Oke, bagus”.Bagaimana sifat-sifat belah ketupat dilihat dari sudutnya”?

S: “Sepasang sudut yang berhadapan sama besar”.

G: “ ya, Benar”

Berdasarkan dialog tersebut nampak bahwa siswa sudah memiliki pengetahuan prasyarat

untuk pembelajaran pertemuan 2, di mana siswa sudah memahami luas daerah jajar genjang. Oleh

karena itu guru melanjutkan kegiatan inti dengan membentuk kelompok menjadi 7 kelompok masing-

masing terdiri atas 4 anak. Guru menjelaskan aturan permainan dalam belajar kelompok dengan

metode kooperatif STAD seperti minggu yang lalu. Kutipan dialog guru sebagai berikut:

G: “Anak-anak hari ini kita belajar tentang luas belah ketupat, tujuan pembelajaran adalah

siswa dapat menghitung luas daerah belah ketupat. Apakah kalian sudah paham”?

S: “Sudah bu”!

G. “Nah sekarangibu membagi LKS, kerjakan secara kelompok”!

S: “ Ya bu”

Secara kelompok siswa berdiskusi untuk menentukan rumus luas daerah belah ketupat dengan

cara menggunting kedua diagonalnya dan ditempel kembali sehingga membentuk persegi. Guru

berkeliling untuk membantu siswa yang kesulitan dalam menurunkan rumus luas daerah persegi

menjadi luas daerah belah ketupat. Setelah selesai melanjutkan mengerjakan latihan soal yang ada di

LKS 2. Masih ada kesalahan siswa dalam mengerjakan soal

Gambar 3. Hasil Kerja Siswa

Berdasarkan hasil kerja siswa, guru membimbing dengan kutipan dialog sebagai berikut:

G: “Bagaimana rumus luas daerah belah ketupat ”?

S: “1/2 x diagonal x diagoanal”.

G: “Ya benar, tapi itu kok tertulis 8cm x 6 cm, ”?berapa panjang diagonal diagonalnya”?.

S: “ 8cm dan 6 cm”.

G: “ coba dilihat lagi diagonalnya kan AE bukan AO”.

S: “ oh iya bu”.

Perwakilan kelompok untuk mempresentasikan hasil kerjanya ke depan, dan kelompok siswa

yang lain menanggapinya. Guru memberi penguatan dan bersama siswa membuat rangkuman.

Siklus II pertemuan 3

Kegiatan dilanjutkan dengan memecahkan masalah yang berkaitan dengan luas jajargenjang

dan belah ketupat dan diakhiri dengan kuis. Berdasarkan hasil tes diperoleh rata-rata nilai siswa 80,

dengan nilai tertinggi 100 dan niali terendah 45, dari 31 siswa yang tuntas 25 siswa (80,65%) dan

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,

Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

482

yang belum tuntas ada 6 siswa (19,35%). Hal ini menunjukkan bahwa tujuan pembelajaran ada

peningkatan.

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan kooperatif model

STAD, dengan langkah-langkah menyampaikan materi, diskusi, presentasi dan diakhiri dengan kuis

dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas VIIB SMP Raden Fatah Batu pada materi luas daerah

segiempat. Peningkatan hasil belajar dari siklus I dengan rata-rata 68, menjadi rata-rata 80 pada siklus

2. Ketuntasan belajar siswa juga mengalami peningkatan, pada siklus1 64,52% pada siklus 2 menjadi

80,65%

DAFTAR RUJUKAN

Bambang H. P. L. Liunsanda, 2015. Model Kooperatif STAD dan Kuis dapat Meningkatkan Proses

Pembelajaran Tentang Luas Bangun Pada Siswa Kelas VI SDK Viktor Bulude. Prosiding

Seminar Nasional TEQIP 2015

Herniwati. 2015. Peningkatan Hasil Belajar Siswa SD Kelas V Dalam Pembelajaran Kooperatif Tipe

STAD Berbantuan Media Kreatif. Prosiding seminar nasional TEQIP 2015

Khairani, 2013. Penerapan Kooperatif STAD Dalam Menemukan Rumus Luas Trapezium Siswa

kelas V SD 071 Tanjong Mompang. Proseding Seminar Nasional TEQIP 2013

Subanji, 2012. Pengembangan Aktivitas Matematika Problem Solvingmengacu Padameaning Based

Approach. Jurnal Peningkatan Kualitas Guru. J- TEQIP. Tahun III No 2 Nopember 2012.

Subanji, 2013. Revitalisasi Pembelajaran Bermakna dan Penerapanya dalam pembelajaran

matematika sekolah. Proseding seminar Nasional TEQIP 2012

Subanji, 2013. Pembelajaran Matematika Kreatif dan Inovatif. Malang: Universitas Negeri Malang.

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7

483

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR

SISWA KELAS IV.B SDN GIRIPURNO 02 KOTA BATU

MATERI PECAHAN MELALUI PEMBELAJARAN PENEMUAN BERBANTUAN

BAHAN MANIPULATIF STRIP

Irma Anggraini Yuniar

SDN Giripurno 02 Kecamatan Bumiaji Kota Batu

[email protected]

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa materi

pecahan khususnya materi penjumlahan dan pengurangan pecahan melalui

pembelajaran penemuan berbantuan bahan manipulatif strip. Penelitian ini

dilakukan dengan pendekatan penelitian tindakan kelas dan dilakukan 2 siklus.

Penelitian ini di laksanakan di SDN Giripurno 02 Kecamatan Bumiaji Kota Batu

pada kelas IV.B dengan jumlah siswa sebanyak 22 anak. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa pembelajaran yang dapat meningkatkan hasil belajar

dilakukan dengan langkah (1) guru menjelaskan materi pecahan berbantuan media,

(2) memberikan lembar aktifitas siswa untuk didiskusikan dalam kelompok, (3)

guru memberikan penguatan, (4) guru memberikan tes evaluasi dapat

meningkatkan hasil belajar siswa. Siklus 1 dengan rata-rata nilai 73 meningkat

pada siklus 2 menjadi 89 Ketuntasan hasil belajar dari siklus 1 sebesar 59,09%

meningkat pada siklus 2 menjadi 95,45%.

Kata kunci: hasil belajar, pecahan, penemuan, bahan manipulatif

Pendidikan merupakan faktor penting dalam menjawab tantangan kehidupan pada era

globalisasi yang menuju ke Masyarakat Ekonomi Asia (MEA). Untuk menjawab tantangan

pendidikan di era MEA ini maka sumber daya manusia harus di tingkatkan. Dengan sumber daya

manusia tinggi terutama dalam bidang pendidikan akan mampu menghadapi persaingan di era global.

Untuk itu kualitas guru atau pendidik sebagai ujung tombak dari proses pendidikan perlu

ditingkatkan. Dengan kualitas pendidik yang tinggi akan menghasilkan sumber daya manusia (SDM)

yang unggul pula. Sehingga dengan SDM yang unggul akan dapat menjadikan negara lebih maju dan

mampu bersaing dengan negara-negara lain dalam segala bidang terutama antar negara Asean. Seperti

yang dikatakan oleh Subanji & Isnandar (2010) dalam artikelnya yang berjudul “Meningkatkan

Profesionalisme Guru Sekolah Dasar Melalui Teachers Quality Improvement Program (TEQIP)

Berbasis Lesson Study” bahwa salah satu faktor yang menentukan keberhasilan suatu Negara menjadi

Negara maju dan mampu mengatasi permasalahan yang timbul adalah kualitas berfikir masyarakat.

Kualitas berfikir hanya dapat ditingkatkan melalui pendidikan. Karena itu peningkatan kualitas

pendidikan sangat penting dan mendesak untuk dilakukan.

Idealnya untuk menghadapi MEA guru perlu kreatif dan inovatif dalam melaksanakan

pembelajaran. Guru harus bisa berperan sebagai inspirator, motivator, dan fasilitator bagi muridnya

(Subanji & Isnandar, 2010). Sebagai inspirator guru perlu melakukan pembelajaran yang mampu

membangkitkan siswa untuk kreatif dan mandiri. Sebagai motivator guru perlu untuk selalu memberi

motivasi kepada siswa dalam proses pembelajaran. Sebagai fasilitator guru perlu menyiapkan

perangkat ajar dan melaksanakan pembelajaran dengan memfasilitasi siswa untuk belajar secara

maksimal. Sebagaimana ditetapkan dalam UU No. 14/2015 tentang Guru dan Dosen. “guru adalah

pendidik professional yang bertugas mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih,

menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur formal, pendidikan dasar,

dan pendidikan menengah”.

Berdasarkan pengamatan peneliti di SDN Giripurno 02 kota Batu pembelajaran yang

dilakukan oleh guru mengikuti langkah-langkah: (1) guru menjelaskan materi, (2) guru memberikan

contoh soal dan penyeleseiannya, (3) guru memberikan soal latihan yang mirip-mirip, (4) guru

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,

Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

484

meminta siswa mengerjakan soal di buku, (5) guru memberikan tes kepada siswa. Strategi

pembelajaran yang diterapkan oleh guru tersebut masih terlalu monoton sehingga siswa yang tidak

termotivasi dalam belajar, di dalam kelas bermalas-malasan dan mengantuk. Banyak siswa tidak

memperhatikan penjelasan guru mereka bermain sendiri bahkan bertengkar dengan temannya yang

lain. Kebanyakan siswa tidak suka membaca sehingga kurang bisa memahami soal dan ketika

menjawab soal asal menjawab. Terutama dalam pembelajaran matematika siswa selalu mengeluh sulit

dan tidak bisa. Siswa selalu merasa takut dan tidak senang pada pembelajaran matematika, sehingga

siswa tidak berminat mengikuti dan kurang dapat memahami pembelajaran matematikan dengan baik.

Hal ini berdampak pada hasil prestasi belajar siswa yang tidak memenuhi KKM. Selain itu siswa juga

kesulitan dalam belajar matematika khususnya materi pecahan.

Ketika guru memberikan soal penjumlahan pecahan

siswa menjawab soal tersebut

menjadi

Dalam hal ini siswa mengalami kesalahan menjumlahkan pecahan dengan menjumlahkan

pembilang dan penyebut dengan penyebut. Siswa mengalami kesalahan konsep penjumlahan pecahan.

Kesalahan tersebut akan berdampak pada kesalahan dalam mengerjakan soal-soal berikutnya. Karena

itu perlu ada upaya untuk mengatasinya agar tidak terjadi kesalahan berikutnya. Salah satu cara yang

dapat digunakan adalah mengarjakan pecahan dengan bantuan media.

Penelitian yang terkait dengan materi pecahan sudah banyak dilakukan (Denny. 2015,

Nenoliu. 2015, Jauhari. 2015). Menurut Denny (2015) Dengan pembelajaran bermakana akan

membuat siswa: berani menyampaikan ide atau gagasan dalam menyeleseikan masalah matematika,

konsep perkalian dua pecahan biasa dapat ditanamkan dengan baik pada peserta didik, dapat

mengkonstruksi pengetahuan siswa dengan baik. Nenoliu (2015) dalam pnelitiannya menyimpulkan

bahwa penerapan metode STAD pada materi penjumlahan pecahan dapat membuat siswa dapat

melaksanakan aktivitas pembelajaran dengan baik, ketrampilan kooperatif siswa berkembang dengan

baik. Siswa merasa senang dan lebih berminat untuk mengikuti pembelajaran berikutnya sehingga

hasil belajar siswa dapat meningkat lebih baik. Selain itu pengelolaan pembelajaran oleh guru dapat

berjalan dengan baik. Jauhari (2015) pendekatan saintifik berbasis metode Problem Base Learning

yang menyuguhkan permasalahan nyata dapat membantu siswa dalam memahami materi pecahan

senilai dan kemampuan siswa dalam menyeleseikan masalah meningkat

Penelitian yang tekait dengan pembelajaran materi pecahan berbantuan media sudah di

lakukan Muhsetyo 2014 dan Lizawati 2015. Muhsetyo (2014) menyatakan bahwa pecahan bisa

direpresentasikan dengan menyatakan bilangan mana yang lebih kecil dan mana yang lebih besar

tanpa harus belajar KPK terlebih dahulu dengan menggunakan teknik benchmark yang di bantu

dengan bahan manipulatif strip. Sedangkan menurut Lizawati (2015) pembelajaran seru dengan

menggunakan media kongrit yaitu roti tawar dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata

pelajaran matematika materi pecahan. Siswa juga semakin bersemangat, aktif, berani dan dapat

bekerja sama dalam belajar dan membuat pembelajaran lebih bermakana dan menyenangkan.

Dalam rangka meningkatkan proses pembelajaran materi pecahan maka peneliti mengikuti

pelatihan guru berbasis karya ilmiah yang di selenggarakan oleh Dinas Pendidikan Kota Batu kerja

sama dengan Asosiasi pendidik dan Penggembang Pendidikan Indonesia (APPPI). Dengan adanya

pelatihan tersebut menjadikan guru lebih kreatif, aktif dan professional dalam melaksanakan proses

belajar mengajar di kelas. Jika guru yang kreatif, aktif, dan professional maka dapat membuat siswa

lebih termotivasi dalam belajar. Siswa akan selalu menanti-nanti untuk bersekolah sehingga mereka

tidak lagi suka membolos. Siswa bisa mengikuti semua pelajaran dengan baik tanpa terkecuali, juga

selalu mengerjakan PR yang diberikan. Dengan demikian semua siswa dapat belajar dengan senang,

aktif, kreatif dan berminat dalam mengikuti semua pembelajaran yang dapat berdampak pada

peningkatan hasil belajar siswa.

Berdasarkan hal tersebut perlu dilakukan penelitian untuk mengupayakan peningkatan hasil

belajar siswa kelas IV.B SDN Giripurno 02 Kota Batu materi pecahan melalui pembelajaran

penemuan berbantuan bahan manipulatif strip.

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7

485

METODE PENELITIAN

Penelitian ini mendiskripsikan upaya meningkatkan hasil belajar siswa materi pecahaan

melalui pembelajaran penemuan berbantuan bahan manipulatif strip. Penelitian ini menggunakan

penelitian kualitatif, jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas. Penelitian ini

dilakukan secara bertahap, tahap penelitian ini antara lain perencanaan tindakan, pelaksanaan

tindakan, observasi dan refleksi. Tahap perencanaan dilakukan dengan rencana pembelajaran yang

mengacu pada sintak pembelajaran penemuan berbantuan bahan manipulatif strip dengan

mengembangkan bahan manipulatif strip untuk membatu siswa mengkonstruksi materi pecahan.

Tahap pelaksanaan pembelajaran dilakukan di kelas IV.B SDN Giripurno 02 Kecamatan Bumiaji

Kota Batu dengan jumlah siswa 22 anak, yang terdiri 9 laki-laki dan 13 perempuan mulai bulan

Februari sampai Maret 2016. Dalam pelaksanaan pembelajaran sekaligus dilakukan observasi yang di

bantu oleh teman sejawat.

Penelitian tindakan kelas ini dilakukan dalam dua siklus, masing-masing siklus terdiri dari 3

pertemuan (@ 3 jam pelajaran). Siklus pertama dilakukan pada tanggal 9-19 Februari 2016 dan siklus

kedua dilaksanakan pada tanggal 22 Februari – 7 Maret 2016. Setiap akhir pembelajaran pada tiap

siklus dilakukan refleksi untuk mengevaluasi pelaksanaan pembelajaran dan memperbaiki untuk

siklus berikutnya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Siklus pertama terdiri dari 3 kali pembelajaran dan satu kali tes. Pelaksanaan pembelajaran

dideskripsikan sebagai berikut:

Siklus 1 pertemuan 1

Pembelajaran diawali dengan tanya jawab antara guru dan siswa untuk menggali pengetahuan

awal dan menelusuri kesiapan siswa dalam belajar.

G: ”dulu waktu kelas tiga kita sudah belajar tentang pecahan, waktu itu sudah diajari tentang

penjumlahan pecahan dengan penyebut yang sama, masih ingat kalian bagaimana untuk

mengerjakan pecahan dengan penjumlahan dengan penyebut yang sama.”

S: ”ingat.”

G: ”bagaimana caranya?”

Siswa tidak ada yang menjawab pertanyaan guru, siswa masih terlihat kebingungan mereka

takut jika salah dalam menjawab. Selanjutnya guru menuliskan contoh pecahan, dari contoh pecahan

tersebut dapat diketahui jika siswa telah mengetahui mana yang disebut pembilang dan mana yang

penyebut. Namun pada saat guru menanyakan kembali tentang cara pengerjaan penjumlahan pecahan

semua siswa masih belum berani menjawab.

Kegiatan pembelajaran masuk pada kegiatan inti. Salah satu siswa di minta guru untuk

membaca materi yang telah di tulis di papan tulis.

Gambar 1. Materi pecahan

G: ”jadi menjumlahkan pecahan dengan penyebut sama dilakukan dengan menjumlahkan

pembilang-pembilangnya penyebutnya tidak perlu dijumlahkan, kalau begitu jawaban kalian

tadi benar apa salah?”

S: ”salah bu”

G: ”kenapa kok salah”

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,

Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

486

S: ”karena dijumlahkan pembilang dan penyebutnya.”

G: ”yang benar bagaimana?”

S: ”dijumlahkan pembilangnya saja.”

Dari percakapan di atas dapat diketahui jika siswa belum memahami konsep operasi penjumlahan dan

pengurangan pecahan berpenyebut sama. Selanjutnya guru menjelaskan bagaimana cara mengerjakan

operasi penjumlahan pecahan berbantuan bahan manipulatif strip.

Gambar 2. Bahan manipulatif strip

Selanjutnya guru menawarkan kepada siswa siapa yang ingin mengerjakan ke depan. Namun

tidak ada siswa yang bersedia untuk mengerjakan ke depan demikian pula ketika guru menunjuk salah

satu siswa, siswa tersebut juga tidak bersedia. Mereka merasa tidak bisa mengerjakan soal dan takut

juga malu ditertawakan teman-temannya jika salah mengerjakan. Namun akhirnya siswa tersebut

mau maju mengerjakan soal ke depan meskipun dengan terpaksa. Dengan bimbingan guru siswa

tersebut mengerjakan soal penjumlahan pecahan dengan menggunakan bahan manipulatif strip.

Kegiatan dilanjutkan dengan guru membagi siswa dalam lima kelompok yang masing-masing

kelompok terdiri dari 4-5 anak. Guru memberikan lembar kerja kelompok pada masing-masing

kelompok untuk dikerjakan secara berkelompok dengan berbantuan bahan manipulatif strip. Pada

awal mengerjakan masih banyak siswa yang bingung menggunakan bahan manipulatif strip, bahkan

salah satu kelompok salah mengartikan pembilang sebagai penyebut sehingga dalam mengerjakan

juga memakai strip yang salah. Siswa masih banyak yang keluyuran, bersenda gurau dengan yang

lain, mengganggu temannya yang lain. Masih banyak siswa yang tidak ikut mengerjakan tugas

kelompok, mereka hanya diam saja memperhatikan temannya sedang mengerjakan. Bahkan tak

sedikit pula yang keluyuran mengganggu temannya yang lain. Sehingga waktu yang dibutuhkan untuk

mengerjakan tugas kelompok menjadi sangat lama.

Setelah selesei mengerjakan tugas kelompok siswa bersama guru membahas hasil kerja

kelompok. Hasil dari kerja kelompok di peroleh data bahwa 2 kelompok memperoleh hasil yang

sempurna sedangkan 3 kelompok masih belum sempurna masih ada yang salah dalam mengerjakan.

Langkah pembelajaran berikutnya guru bersama siswa tanya jawab tentang cara mengerjakan operasi

penjumlahan berpenyebut sama.

G: ”dari hasil kerja kelompok kalian tadi bagaimana cara langkah-langnkah mengerjakan

penjumlahan pecahan dengan berpenyebut sama?”

S: ”dengan menjumlahkan pembilangnya bu”.

G: ”penyebutnya bagaimana apakah juga di jumlahkan”

S: ”tidak.”

Dari tanya jawab di atas dapat di lihat bahwa siswa mulai memahami cara mengerjakan

penjumlahan pecahan berpenyebut sama meskipun masih perlu bimbingan guru. Kemudian guru

memberikan penguatan kepada siswa dengan menjelaskan bahwa:

Setelah guru memberikan penguatan guru membagikan lembar kerja siswa sebanyak 5 soal untuk

dikerjakan siswa secara individu. Hasilnya diperoleh bahwa 21 anak memperoleh nilai diatas KKM,

ini menunjukkan bahwa siswa sudah memahami konsep operasi hitung pecahan khususnya

penjumlahan pecahan berpenyebut sama.

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7

487

Setelah selesei pembelajaran dilakukan refleksi, hasil refleksi yang dilakukan ada langkah

langkah pembelajaran yang perlu di perbaiki.

Gambar 3. Contoh pengerjaan penjumlahan pecahan menggunakan bahan manipulatif

strip

Pada gambar di atas terlihat guru masih salah dalam memberikan penjelasan langkah-langkah

penggunaan bahan manipulatif strip sehingga perlu memperjelas langkah-langkah cara penggunaan

bahan manipulatif strip pada pertemuan berikutnya. Perlu memberikan batas waktu pada siswa saat

mengerjakan tugas kelompok, bahan manipulatif strip kurang dan membingungkan siswa karena strip

polos sehingga bahan manipulatif strip perlu ditambah dan diperbaiki, perlu bimbingan khusus pada

siswa yang kurang mampu, memanfaatkan waktu dengan efektif dan efisien.

Siklus 1 pertemuan 2

Pada pertemuan kedua ini pembelajaran dia awal dengan tanya tentang materi pecahan yang

sudah di pelajari pada pertemuan sebelumnya.

G: ”untuk mengerjakan penjumlahan berpenyebut sama bagaimana caranya?”

S: ”menambahkan pembilangnya.”

G: ”penyebutnya bagaimana?”

S: ”tetap.”

Dari percakapan diatas menunjukkan bahwa siswa telah siap untuk mempelajari materi

berikutnya yaitu tentang pecahan berpenyebut tidak sama. Guru meminta salah satu siswa membaca

materi operasi penjumlahan dan pengurangan pecahan dengan berpenyebut tidak sama yang telah

dicatat pada pertemuan sebelumnya. Selanjutnya guru dan siswa tanya jawab tentang materi yang

akan dipelajari.

G: ”dari materi yang dibaca temanmu tadi bagaimana cara mengerjakan penjumlahan pecahan

dengan berpenyebut berbeda?”

S: ”menyamakan penyebutnya.”

G: ”setelah penyebutnya sama pembilangnya diapakan?”

S: ”ditambahkan.”

G: ”bagaimana cara menyamakan penyebut?”

Siswa kebingungan untuk menjawab pertanyaan tersebut. Selanjutnya guru menjelaskan

bagaimana cara mengerjakan penjumlahan pecahan berpenyebut berbeda dengan menggunakan bahan

manipulatif strip.

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,

Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

488

Gambar 4. Contoh soal penjumlahan pecahan peyebut beda

Guru menjelaskan kembali langkah-langkah pemakaian bahan manipulatif strip untuk

mengerjakan penjumlahan pecahan dengan penyebut berbeda. Kemudian beberapa siswa di minta

untuk maju ke depan mengerjakan contoh soal. Siswa masih belum antusias ketika guru meminta

salah satu anak mengerjakan soal di depan. Mereka menunjukkan sikap ragu-ragu dan tidak berani

untuk maju ke depan meskipun ada keinginan untuk mencoba. Kegiatan dilanjutkan dengan kegiatan

kelompok dan anggota kelompok masih seperti pertemuan sebelumnya. Dalam pertemuan kali ini

guru memberikan batas waktu pengerjaan sebanyak 40 menit.

Pada waktu kerja kelompok berlangsung salah satu siswa merespon strip perdua belasan

dengan pernyataan

S: ”bu ini perdua belasan kok hanya 12 kotak.”

G: ”seharusnya berapa?”

S: ”per duabelas bu.”

G: ”trus bagaimana.”

S: ”oh iya bu ini strip perdua belasan ya 12 kotak.”

Dari percakapan di atas menunjukkan bahwa siswa kurang konsentrasi dalam mengerjakan tugas

kelompok. Selain percakapan diatas banyak juga siswa yang kurang konsentrasi hal ini dapat di lihat

dari perilaku siswa yang hanya melamun saja tidak mengerjakan bersama-sama kelompoknya,

kebingungan menentukan bahan manipulatif strip yang benar sesuai dengan soal. Namun karena

waktu terbatas maka masing-masing kelompok berusaha cepat menyeleseikan tugas kelompok

masing-masing.

Dari hasil tugas kelompok diperoleh hasil satu kelompok dapat mengerjakan tugas

kelompoknya dengan sempurna dan kelompok yang lain masih ada kesalahan. Guru menanyakan

kemabali kepada siswa, dan dari percakapan dibawah diketahui siswa mulai memahami konsep

operasi penjumlahan pecahan berpenyebut tidak sama.

G: ”dari hasil kerja kelompok kalian tadi bagaimana cara menyamakan penyebut.”

S: ”dengan dikalikan bu penyebutnya.”

Kemudian guru memperkuat pemahaman siswa dengan menjelaskan:

Pada akhir pembelajaran guru membagikan lembar kerja siswa untuk di kerjakan siswa secara

individu sebanyak 5 soal. Hasilnya yaitu sebanyak 10 anak mendapat nilai di atas 70, sebanyak 12

anak mendapatkan nilai 60 kebawah bahkan ada yang memperoleh nilai 0. Kebanyakan siswa yang

memperoleh nilai di bawah tujuh masih menjumlahkan pecahan tersebut tanpa menyamakan penyebut

terlebuh dahulu. Kegiatan dilanjutkan dengan refleksi proses pembelajaran, dari hasil releksi yang

telah dilakukan diperoleh beberapa hal yang harus diperbaiki yaitu: langkah-langkah pembelajaran

perlu diperbaiki lagi, bahan manipulatif strip kurang sehingga menghambat siswa dalam mengerjakan

tugas kelompoknya, kurang teliti dalam membuat bahan manipulatif strip.

Siklus 1 pertemuan 3

Kegitan awal dilakukan tanya jawab tentang pembelajaran sebelumnya.

G: ”kemarin kita sudah belajar apa?”

S: ”pecahan yang berbeda.”

G: ”apanya yang berbeda?”

S: ”penyebutnya.”

G: ”bagaimana cara mengerjakan pecahan berpenyebut sama?”

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7

489

S: ”pembilangnya ditambah.”

G: ”kemudian untuk penyebutnya?”

S: ”tetap.”

G: ”kenapa kok tetap.”

S: ”karena penyebutnya sudah sama.”

G: ”sedangkan untuk penjumlahan pecahan berpenyebut berbeda bagaiamana

cara mengerjakannya?”

S: ”disamakan penyebut dahulu kemudian di jumlahkan.”

G: ”caranya bagaimana menyamakannya?”

S: ”dikalikan.”

Dengan tanya jawab di atas terlihat siswa sudah memahami konsep operasi penjumlahan

pecahan berpenyebut sama maupun berpenyebut berbeda. Pada pembelajaran berikutnya di lanjutkan

dengan pengulangan penjelasan guru tentang cara penggunaan bahan manipulatif strip untuk

mengerjakan operasi hitung penjumlahan pecahan.

Setelah siswa memahami penjelasan guru kegiatan dilanjutkan dengan kerja kelompok selama

40 menit. Pada pertemuan tiga ini masih banyak siswa yang kurang aktif dan tidak mengerti proses

pengerjaan soal penjumlahan dengan penyebut tidak sama. Siswa masih belum mempunyai rasa

tanggung jawab untuk bekerja sama menyeleseikan tugas kelompoknya. Banyaknya siswa yang

belum mengerti ini di karenakan jumlah siswa dalam satu kelompok terlalu banyak sehingga yang

mengerjakan tugas kelompok hanya beberapa anak saja. Siswa yang tidak ikut mengerjakan tugas

kelompok tersebut menjadi tidak mengerti langkah-langkah mengerjakan soal tersebut. Pada hasil

evaluasi siswa 13 anak memperoleh nilai di atas KKM atau sebesar 59,09% anak sudah memenuhi

KKM, sedangkan 9 anak belum memenuhi KKM atau sebesar 40,90%. Mereka masih menjumlahkan

secara langsung tanpa menyamakan penyebutnya terlebih dahulu. Hal ini terjadi karena siswa terburu-

buru dan merasa grogi melihat teman-temanya sudah selesei mengerjakan. Selain itu mereka kurang

memahami konsep pengerjaan operasi hitung pecahan. Siswa tidak telibat penuh dalam kerja

kelompok. Sehingga pada waktu guru menerangkan konsep penjumlahan pecahan berpenyebut

berbeda mereka kurang bisa memahami Perkalian juga menjadi kendala bagi siswa karena masih

banyak siswa yang salah dalam mengalikan.

Dari hasil pembelajaran pada siklus satu ini dapat di lihat bahwa semua siswa belum bisa

memenuhi KKM yang di harapkan. Untuk itu maka perlu dilakukan perbaikan-perbaikan proses

pembelajaran pada siklus dua.

Siklus 2

Pada siklus 2 ini dilakukan perbaikan-perbaikan pada proses pembelajaran untuk

meningkatkan hasil belajar siswa yang mengacu pada proses pembelajaran pada siklus 1. Sehingga

pada siklus 2 ini diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa yang masih kurang memenuhi

KKM pada proses pembelajaran siklus 1.

Siklus 2 Pertemuan 1

Kegiatan diawali dengan tanya jawab tentang materi pecahan yang telah dipelajari

sebelumnya. Dari tanya jawab pada awal kegiatan proses belajar mengajar diketahui siswa sudah siap

untuk melanjutkan kegiatan pembelajaran. Pertemuan kali ini membahas materi tentang pengurangan

pecahan berpenyebut sama. Setelah guru memberikan contoh cara pengerjaan pengurangan pecahan

dengan menggunakan bahan manipulatif strip. Dalam pembelajaran kali ini keberanian siswa sudah

mulai terlihat, hal ini dapat dilihat dari sikap siswa yang mempunyai keinginan untuk mengerjakan

contoh soal di depan tanpa harus di tunjuk dan dipaksa.

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,

Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

490

Gambar 5. Aktifitas siswa di depan kelas

Pada kegiatan kelompok guru membagi siawa menjadi 11 kelompok satu kelompok menjadi 2

orang dan batas waktu pengerjaan selama 30 menit. Dalam kerja kelompok ini siswa sudah terlihat

lebih aktif dibandingkan pada siklus 1. Dengan jumlah kelompok menjadi 2 anak membuat siswa mau

tidak mau harus bersama-sama menyeleseikan tugas kelompoknya.

Gambar 6. Aktifitas siswa kerja kelompok

Hasil dari kerja kelompok di bahas secara bersama-sama. Sikap berani siswa sudah mulai muncul

ketika guru meminta siswa untuk mengerjakan soal kerja kelompok ke depan tanpa bantuan bahan

manipulatif strip, respon siswa sangat positif. Hampir semua siswa ingin maju ke depan.

Gambar 7. Sikap siswa yang aktif

Secara keseluruhan hasil kerja kelompok yang telah diseleseikan semua kelompok, menunjukkan

bahwa semua kelompok memperoleh hasil yang sempurna.

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7

491

Gambar 8. Hasil kerja kelompok

Sedangkan untuk hasil kerja siswa secara individu diperoleh hasil bahwa 1 anak belum memenuhi

KKM sedangkan yang lain sudah memenuhi KKM.

Siklus 2 Pertemuan 2

Pertemuan 2 pada siklus 2 ini siswa sudah tidak asing lagi dengan proses pembelajaran yang

akan dilaksanakan. Siswa sangat antusias ketika pembelajaran akan dimulai ini ditunjukkan dengan

sikap siswa yang bersemangat untuk mengikuti proses pembelajaran. Dalam pertemuan 2 ini masing-

masing siswa sudah merasa siap untuk melaksanakan proses pembelajaran hal ini ditunjukkan dengan

sigapnya para siswa menjawab pertanyaan mengenai penjumlahan dan pengurangan pecahan yang di

lontarkan oleh guru. Masing-masing siswa sudah mempunyai keberanian dan rasa percaya diri yang

baik, mereka menawarkan diri untuk mengerjakan contoh soal dengan berbantuan bahan manipulatif

strip ke depan kelas tanpa merasa canggung dan malu.

Gambar 9. Aktifitas siswa mengerjakan contoh soal

Dari gambar di atas dapat di ketahui bahwa siswa sudah memahami konsep operasi hitung

pengurangan pecahan. Siswa tidak lagi tergantung pada bahan manipulatif strip untuk mengetahui

jawaban dari soal yang dikerjakan namun mereka menghitungnya terlebih dahulu menggunakan

konsep operasi penjumlahan pecahan berpenyebut berbeda.

Siswa antusias dalam bekerja kelompok, kerja sama antar kelompok menuju kearah yang

lebih baik dari pertemuan sebelumnya. Siswa perempuan sudah tidak lagi merasa canggung dengan

teman sekelompoknya yang berjenis kelamin laki-laki. Ini membuat tugas kelompok menjadi menjadi

tertangani dengan baik, antar sesama anggota kelompok saling mengingatkan jika terjadi kesalahan

dalam mengerjakan tugas kelompoknya. Mereka saling berbagi tugas dan bertanggung jawab pada

tugas masing-masing. Sehingga tugas kelompok menjadi cepat selesei sebelum batas waktu yang

diberikan habis. Untuk hasil tugas siswa secara individu dari 22 siswa 2 anak memperoleh nilai di

bawah KKM yaitu sebesar 9% hasil belajar siswa belum memenuhi KKM, sedangkan 20 anak atau

91% hasil belajar siswa sudah memenuhi KKM.

Siklus 2 Pertemuan 3

Pada pertemuan terakhir di siklus 3 ini siswa sudah sangat antusias dan aktif dalam mengikuti

proses pembelajaran. Mereka menanti-nanti untuk mengikuti proses pembelajaran. Semua siswa

berani untuk unjuk kerja di depan kelas untuk mengerjakan contoh soal yang diberikan oleh guru.

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,

Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

492

Pada saat guru memberikan contoh soal semua siswa yang tidak maju ke depan menjawab soal

tersebut meskipun tanpa berbantuan bahan manipulatif strip.

Gambar 10. Sikap siswa sudah aktif dan berani tampil di depan

Saat beberapa siswa mengerjakan ke depan kelas siswa yang lain juga ikut mengerjakan

contoh soal yang diberikan. Pada kegiatan kerja kelompok siswa sudah tidak tergantung lagi pada

bahan manipulatif strip mereka langsung mengalikan penyebutnya jika penyebutnya tidak sama tanpa

mencoba strip mana yang cocok. Semua siswa aktif dalam bekerja kelompok, mereka bertanggung

jawab pada tugas masing-masing dan berlomba-lomba cepat menyeleseikan tugas kelompoknya

dengan benar. Hasil dari kerja kelompok menunjukkan bahwa semua kelompok mendapatkan nilai

yang sempurna. Pada waktu pembahasan dari tugas kelompok semua siswa sangat antusias dan tidak

malu lagi untuk mengerjakan soal-soal tersebut di depan tanpa berbantuan bahan manipulatif strip.

Hasil evaluasi akhir siklus 2 menunjukkan bahwa sebanyak 21 anak mendapatkan nilai di atas KKM

yaitu sebesar 95,45% hasil belajar siswa sudah memenuhi KKM, sedangkan untuk 4,54% atau 1 anak

tidak memenuhi KKM dikarenakan sakit tidak masuk sekolah.

Pada akhir pembelajaran siswa mengungkapkan bahwa siswa merasa senang belajar

matematika materi pecahan menggunakan bahan manipulatif strip. Mereka merasa mudah memahami

konsep operasi penjumlahan dan pengurangan pecahan dengan berbantuan bahan manipulatif strip.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Muhsetyo (2014) yang meneliti kegunaan

bahan manipulatif strip untuk membandingkan pecahan.

SIMPULAN

Pembelajaran penemuan berbantuan bahan manipulatif strip pada siswa kelas IV.B materi

pecahan dengan jumlah siswa 22 anak dapat meningkatkan hasil belajar siswa yang dilakukan dengan

langkah-langkah (1) guru menjelaskan materi operasi penjumlahan dan pengurangan pecahan

berbantuan bahan manipualatif strip dilanjutkan dengan perwakilan siswa mengerjakan contoh soal

operasi penjumlahan dan pengurangan di depan menggunakan bahan manipulatif strip, (2) Siswa

dibagi dalam 11 kelompok yang masing-masing kelompok beranggotakan 2 anak, (3) Siswa bekerja

kelompok menyeleseikan tugas kelompok dengan berbantuan bahan manipulatif strip untuk

mengerjakan operasi penjumlahan dan pengurangan pecahan, (4) guru memberikan penguatan tentang

konsep operasi hitung penjumlahan dan pengurangan pecahan, (5) guru memberikan tes evaluasi pada

siswa.

Pembelajaran berbantuan bahan manipulatif strip dapat meningkatkan hasil belajar siswa

untuk operasi penjumlahan dan pengurangan pecahan. Meningkatnya hasil belajar ini dapat dilihat

dari hasil evaluasi siswa di siklus 1 s59,09% meningkat di siklus 2 95,45%. Pada evaluasi siklus 1

hasil belajar siswa antara 70-100 memenuhi KKM , hasil belajar siswa antara 30-60 tidak memenuhi

KKM. Pada evaluasi siklus 2 hasil belajar siswa naik antara 80-100, hal ini menunjukkan ada

peningkatan hasil belajar siswa untuk materi pecahan khususnya operasi penjumlahan dan

pengurangan pecahan dari pembelajaran siklus 1 meningkat pada pembelajaran siklus 2. Penggunaan

media bahan manipulatif strip dapat membuat siswa lebih bersemangat dan aktif untuk mengikuti

pembelajaran dari awal hingga akhir. Siswa lebih bertanggung jawab dan dapat bekerja sama dengan

baik tidak hanya dengan teman sesama jenis. Selain itu dengan penggunaan media manipulatif strip

siswa menjadi lebih berani untuk tampil di hadapan teman sekelasnya.

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7

493

DAFTAR RUJUKAN Denny, Welhelmus. 2015.Pembelajaran Bermakna pada Perkalian Pecahan Kelas V SD Loce Tahun

Pelajaran 2014/2015. J-TEQIP, Tahun VI, Nomor 1, Mei 2015:81 – 86.

Jauhari, Mohamad, 2015. Menemukan Pecahan Senilai dengan Pendekatan Saintifik melalui Metode

Problem Based Learning. Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement

Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna”

pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu:327-334.

Lizawati. 2015. Penerapam Pembelajaran Seru Dengan Media Roti Tawar Untuk Meningkatkan Hasil

Belajar Matematika Tentang Pecahan Pada Siswa Kelas VI SD Negeri 3 Singkawang Timur. J-

TEQIP, Tahun VI, Nomor 1, Mei 2015:48-59.

Muhsetyo, Gatot. 2014. Membandingkan Pecahan Dengan Menggunakan Bahan Manipulatif

Strip Dan Menggunakan BENCHMARK. J-TEQIP, Tahun V, Nomor 1, Mei 2014:1-8. Nenoliu, Ema Thabita. 2015. Penerapan Metode STAD (Student Teams Achievemen Division) pada

Materi Penjumlahan Pecahan untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas V SDK LEOB.

Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema

“Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di

Hotel Purnama, Batu:271-278.

Subanji, Isnandar. 2010. Meningkatkan Profesinalisme Guru Sekolah Dasar Melalui Teachers Quality

Improvement Program (TEQIP) Berbasis Lesson Study. J-TEQIP, Tahun 1, Nomor 1,

November 2010:1-11.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2015 tentang Guru dan Dosen. Jakarta:

Departemen Pendidikan Nasional.

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,

Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

494

PENERAPAN PEMBELAJARAN “POHON MATEMATIK” SETTING

KOOPERATIF STAD UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERHITUNG

SISWA KELAS 1 SDN BUMIAJI 02 KOTA BATU

Muliati

SDN Bumiaji 02 Kecamatan Bumiaji Kota Batu

[email protected]

Abstrak: Tingkat berpikir siswa kelas 1 SD masih bersifat operasional kongkrit,. Agar

pembelajaran di SD kelas 1 sesuai dengan harapan yang diinginkan, diperlukan media dan

metode yang sesuai dalam pelaksanaan pembelajaran tersebut. Penelitian ini bertujuan

untuk menigkatkan keterampilan berhitung siswa melalui pembelajaran pohon matematika

setting Kooperatif STAD. Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan kelas dan

dilakukan di SDN Bumiaji 02 Kota Batu yang dilakukan dalam 2 siklus. Hasil pada siklus

1 menunjukkan bahwa rata-rata skor keterampilan berhitung siswa adalah 72, dan 60%

yang mencapai ketuntasan minimal . Sedangkan hasil pada siklus 2 menunjukkan bahwa

rata-rata skor keterampilan berhitung siswa adalah 90,5 dan 9,5% yang mencapai

ketuntasan minimal. Berdasarkan data menunjukkan bahwa dengan penggunaan pohon

matematik setting Kooperatif STAD dapat meningkatkan keterampilan berhitung siswa.

Kata kunci: Pohon matematika, kooperatif STAD, ketrampilan berhitung

Menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, menjelaskan bahwa pendidikan

diselenggarakan melalui jalur formal dan non formal. Pendidikan merupakan tanggung jawab dari

semua pihak, baik orang tua, sekolah dan masyarakat. Untuk itu pendidikan di sekolah merupakan

sepenuhnya tanggung jawab para pendidik yang berada di sekolah di mana anak belajar. Untuk itu

peningkatan kualitas guru sangat diperlukan guna menunjang tercapainya pendidikan di sekolah yang

maksimal, sehingga bisa meningkatkan perkembangan pendidikan di tingkat nasional.

Dalam kegiatan pembelajaran, guru memegang peranan yang sangat penting untuk

keberhasilan pembelajaran, karena di dalam pembelajaran guru yang membuat segala kebijakan di

kelas, seperti merencanakan bagaimana guru mengimplementasikan kurikulum di dalam kelas. Atas

dasar itu, perlu adanya seorang guru yang berkualitas dan professional didalam mengelola kegiatan

pembelajaran di kelas sehingga bila tuntutan itu dipenuhi, maka keberhasilan belajar siswa akan

menjadi optimal sesuai dengan yang diharapkan. (Dwiyana:2016)

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut guru untuk selalu meng„upgrade„

kemampuan mereka dalam rangka terus berinovasi di bidang perbaikan pembelajaran. Oleh karena

itu, guru senantiasa merancang suatu pembelajaran yang mengharuskan peserta didik memiliki

kemampuan memperoleh, memilih dan mengelola informasi untuk bertahan pada keadaan yang selalu

berubah. Kemampuan ini membutuhkan pemikiran yang kritis, sistematis, logis, kreatif dan

kemampuan bekerja sama yang efektif. Dengan demikian, maka seorang guru harus terus mengikuti

perkembangan matematika dan selalu berusaha agar kreatif dalam pembelajaran yang dilakukan

sehingga dapat membawa siswa ke arah yang diinginkan (Suyanto, 2005)

Hal utama yang menjadi tugas guru adalah melaksanakan pembelajaran, yakni

mengondisikan proses interaksi antara siswa dan guru serta siswa dengan siswa dan sumber belajar

pada suatu lingkungan. Guru juga berperan memberikan bantuan kepada siswa agar dapat terjadi

proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan

sikap dan kepercayaan. Dengan kata lain peran guru dalam pembelajaran adalah membantu peserta

didik agar berlajar dengan baik.

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7

495

Peran guru di sekolah tidak hanya sebagai pemberi informasi. Guru hendaknya juga

berperan sebagai fasilitator yang dapat memberi kesempatan para siswa untuk berkembang secara

kreatif dan mandiri. Siswa juga perlu memiliki keterampilan bekerjasama dengan siswa lainnya.

Karena itu dalam pembelajaran matematika perlu membiasakan siswa belajar secara berkelompok

Belajar akan efektif jika dilakukan dalam suasana yang menyenangkan. Agar dapat

memenuhi kebutuhan untuk dapat belajar matematika khususnya pada keterampilan berhitung yang

menyenangkan, maka guru harus mengupayakan adanya situasi dan kondisi yang menyenangkan

untuk dipelajari, maupun trik-trik yang menjadikan anak didik senang dan tidak bosan belajar

matematika. Bentuk pembelajaran yang menyenangkan lain adalah dengan berbantuan media, karena

media dapat mempermudah siswa untuk mengonstruksi konsep matematika.

Matematika sangat penting untuk menopang kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Karena matematika memberikan landasan perkembangan berpikir yang berdampak pada

perkembangan peradaban di era global. Karena itu penguasaan terhadap matematika perlu senantiasa

ditingkatkan untuk dapat bersaing dalam era global.

Realita di lapangan yang terjadi di Sekolah Dasar Negeri Bumiaji 02 Kota Batu, siswa

menganggap matematika adalah mata pelajaran yang sulit, menakutkan bahkan angker. Anggapan ini

menyebabkan mereka semakin takut untuk belajar matematika. Sikap ini tentu saja mengakibatkan

hasil belajar semakin rendah. Akibat lebih lanjut mereka menjadi semakin tidak suka terhadap

pembelajaran matematika. Hal ini perlu mendapat perhatian khusus dari para guru untuk berupaya

meningkatkan prestasi belajar anak didik.

Dalam upaya tersebut siswa memerlukan guru sebagai pengarah dan pembimbing. Tugas

guru adalah membantu siswa mencapai tujuan. Maksudnya guru lebih banyak berurusan dengan

strategi dan metode yang dikenal siswa di lingkungan sekitarnya. Kelas 1 Sekolah Dasar masih dalam

ranah berfikir kongkrit, karena itu metode yang memanfaatkan media-media nyata sangat membantu

proses pembelajaran siswa.

Pembelajaran dengan menggunakan metode dan media yang melibatkan siswa untuk aktif

dan kreatif dalam proses pembelajaran sifatnya lebih mampu memberikan pengalaman riil kepada

siswa, karena siswa dapat melihat, merasakan, dan meraba bahan-bahan alat peraga yang digunakan

dalam metode yang diterapkan oleh guru. Pengalaman belajar yang lebih kongkrit atau kegiatan yang

secara langsung dilaksanakan oleh siswa akan lebih tepat bagi anak usia sekolah dasar.

Pembelajaran pohon matematika setting Kooperatif STAD sangat tepat untuk meningkatkan

ketrampilan berhitung di kelas 1 Sekolah Dasar. Karena dengan metode dan media yang digunakan

akan memberi peluang siswa untuk belajar lebih efektif serta dapat miningkatkan penalaran siswa

dalam pengajuan dan penyelesaian soal yang tidak tunggal, maksudnya mengarahkan siswa untuk

menyelesaikan masalah dengan beberapa jawaban, dalam hal ini siswa bebas untuk menentukan cara

penyelesaian atau mendapatkan jawaban yang penting prosedur penyelesaian atau jawaban yang

diperoleh logis dan rasional.

Penelitian terkait media pembelajaran telah dilakukan oleh Darmin (2015). Hasil dari

penelitian tersebut adalah media pohon matematika merupakan salah satu media sederhana yang

dapat digunakan untuk meningkatkan penalaran siswa dalam bentuk pengajuan soal (problem possing

) dan open ended, yang keduanya memiliki karakteristik memberikan kebebasan berfikir kepada

siswa. Problem possing mengarahkan siswa untuk mengajukan masalah, sedangkan open ended

mengarahkan siswa untuk menyelesaikan soal yang memiliki jawaban atau cara penyelesaian yang

tidak tunggal, atau didefinisikan sebagai tugas yang memiliki beberapa penyelesaian atau beberapa

jawaban.

Dengan menggunakan pohon matematik sebagai media diharapkan dapat

meningkatkan keterampilan berhitung siswa. Karena dengan media pohon matematik tersebut anak

akan merasa lebih senang untuk mengikuti pembelajaran sehingga motivasi belajar anak juga akan

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,

Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

496

lebih baik. Dalam hal anak usia kelas satu SD menyukai bentuk-bentuk gambar yang menarik,

sehingga media yang digunakan perlu menyesuaikan dengan karakteristik anak tersebut.

Media pohon matematik merupakan media yang mudah dibuat oleh guru, dan mudah untuk

memperbarui apabila mengalami kerusakan dan memberikan pengalaman langsung bagi siswa karena

anak bisa langsung mengamati dan memegang media tersebut. Dari gambar pohon matematik yang

disediakan siswa menuliskan dan membuat macam-macam daun operasi hitung yang sesuai dengan

jumlah bilangan yang diminta sehingga anak akan belajar lebih aktif dan kreatif dalam pembelajaran

sekaligus menyenangkan. Dengan menggunakan pohon matematik tersebut dan melakukan tugasnya

sesuai dengan langkah-langkah yang ditentukan, siswa benar-benar mampu membuat berbagai macam

operasi hitung penjumlahan sehingga keterampilan berhitung siswa semakin meningkat sesuai yang

diharapkan.

Untuk menggunakan media pohon matematik guru perlu menggunakan model pembelajaran

yang dapat memunculkan keaktifan, kreatifitas dan antusias siswa pada pembelajaran matematik.

Salah satu model yang dapat meningkatkan antusias siswa terhadap pembelajaran matematika adalah

model pembelajaran kooperatif. Karena pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran

yang melibatkan siswa untuk bekerja secara kolaboratif dalam mencapai tujuan. Pembelajaran

kooperatif merupakan suatu metode dimana siswa belajar bersama-sama dalam kelompok dan anggota

dalam kelompok tersebut saling bertanggung jawab satu dengan yang lain (Slavin, 1997). Senada juga

dengan pendapat Subanji (2013), bahwa siswa akan bisa mencapai potensi optimal belajarnya apabila

mendapat bantuan dari temannya yang memiliki pengetahuan yang lebih. Dalam pembelajaran

kooperatif peran guru berubah dari mengajar menjadi fasilitator, pendiagnosis, pendorong, pengarah,

dan pembentuk inisiator. Guru juga menjadi pembangkit belajar dan pemicu berpikir. Hal ini sesuai

dengan penjelasan Ticha & Alena dalam (subanji 2013). Pembelajaran kooperatif merupakan suatu

metode dimana siswa belajar bersama-sama dalam kelompok dimana anggota dalam kelompok

tersebut saling bertanggung jawab satu dengan yang lain

Pembelajaran kooperatif STAD digunakan dalam penelitian ini karena dengan

pembelajaran STAD dapat ditingkatkan sikap kerjasama, tanggung jawab, saling menghargai dan

sikap persaingan yang sehat sehingga anak lebih antusias dalam mengikuti pembelajaran. Menurut

Johnson & Johnson (1994) dalam pembelajaran kooperatif: (1) siswa dapat belajar lebih banyak, (2)

siswa lebih menyenangi lingkungan sekolah, (3) siswa saling menyukai satu sama yang lain, (4) siswa

mempunyai penghargaan yang lebih besar terhadap diri sendiri, dan (5) siswa belajar keterampilan

sosial secara efektif. Menurut Slavin (1995), Student Team Achievement Division (STAD) merupakan

salah satu dari bentuk pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Kooperatif tipe STAD

memiliki sintaks: presentasi kelas, belajar dalam kelompok, kuis, skor-skor peningkatan individual,

dan penghargaan kelompok. Thabita (2015) mengatakan bahwa prestasi belajar siswa yang diajarkan

dengan penerapan belajar kooperatif model STAD lebih baik dari pada prestasi siswa yang diajarkan

dengan metode konvensional. Kooperatif STAD juga berpengaruh positif terhadap aktifitas siswa.

Karena itu dalam penelitian ini akan dikaji penerapan pembelajaran kooperatif STAD pada materi

berhitung.

Keterampilan berhitung merupakan suatu bagian dari matematika yang meliputi

penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian. Pembelajaran keterampilan berhitung sangat

diperlukan karena merupakan landasan bagi anak dalam belajar berhitung. Namun kenyataannya

siswa kelas 1 SDN Bumiaji 02 Kota Batu masih mengalami masalah dalam berhitung. Sebagai contoh

ketika guru memberikan masalah pada siswa (1) 34 + 25 = ..., (2) ... + 36 = 57, (3) ... + ... = 45. Untuk

soal nomor satu siswa dapat menyelesaikan dengan lancar, karena siswa sudah mengerti cara untuk

menjumlahkan yaitu 4+5=9 menjadi satuan dan 3+2=5 sebagai puluhan sehingga 34+25=59. Untuk

soal nomor 2 dan 3 siswa mengalami kesulitan, karena tidak ada prosedur yang langsung bisa

digunakan. Padahal penalaran siswa akan terbangun dengan baik jika masalah yang diberikan seperti

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7

497

soal nomor 2 dan 3. Karena itu perlu ada terobosan pembelajaran yang mengarah kepada penguatan

penalaran siswa. Salah satu yang dapat dilakukan adalah pembelajaran dengan media pohon

matematika.

Berdasarkan hal tersebut maka penulis melakukan penelitian dengan judul “Penerapan

Pembelajaran Pohon Matematik Seting Kooperatif STAD untuk meningkatkan Keterampilan

Berhitung Siswa Kelas 1 SDN Bumiaji 02 Kota Batu”.

METODE

Penelitian ini mendiskripsikan pembelajaran berbantuan media pohon tematik

setting kooperatif STAD yang dapat meningkatkan keterampilan berhitung siswa, karena itu

penelitian ini tergolong pada penelitian kualitatif. Jenis penelitian yang digunakan adalah

penelitian tindakan kelas dengan tahapan perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan,

observasi dan refleksi. Tahap perencanaan dilakukan dengan menyusun rencana pelaksanaan

pembelajaran yang mengacu pada pembuatan pohon matematik setting kooperatif STAD.

Tahap pelaksanaan pembelajaran dilakukan di kelas 1 SDN Bumiaji 02 Kota Batu dengan

jumlah siswa 20 orang, yang terdiri dari 11 laki-laki dan 9 perempuan mulai bulan Februari

sampai Maret 2016. Dalam pelaksanaan pembelajaran sekaligus dilakukan observasi yang

dibantu oleh teman sejawat.

Penelitian tindakan kelas ini dilakukan dalam dua siklus, masing-masing

siklus terdiri dari dua pertemuan ( @ 2 jam pelajaran ). Siklus pertama dilakukan pada 9-19

Februari 2016 dan siklus kedua dilaksanakan pada tanggal 22 Februari-7 Maret 2016. Setiap

akhir siklus dilakukan tes dan kegiatan refleksi, untuk mengevaluasi pelaksanaan

pembelajaran dan memperbaikinya untuk siklus berikutnya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian dipaparkan berdasarkan pelaksanaan pembelajaran

penggunaan pohon tematik setting kooperatif STAD.

Siklus 1

Siklus pertama terdiri dari 2 pertemuan 1 kali tes. Pelaksanaan pembelajaran dideskripsikan

sebagai berikut :

Siklus 1 pertemuan 1

Pembelajaran diawali dengan berdoa, presensi siswa dan menyanyikan lagu “ Satu Tambah

Satu “ setelah menyanyikan lagu diadakan tanya jawab tentang lagu yang berkaitan dengan

materi yang akan dibahas.

G : “apa judul lagu tadi anak-anak?”

S : “satu tambah satu”

G : “dalam syair lagu tadi ada kalimat, satu tambah satu, dua tambah satu

sampai empat ditambah satu jadi semua kalimat tersebut menunjukkan

kalimat tentang operasi hitung apa anak-anak ?”

S : “penjumlahan, tambah-tambahan.”

G : “yang pada intinya pembelajaran hari ini bertujuan agar kalian bisa

membuat, menulis beberapa operasi hitung penjumlahan.”

Untuk masuk kegiatan inti guru menjelaskan materi yang akan dibahas :

G : “Anak-anak untuk materi hari yaitu kita mengulang materi semester 1,

Yaitu materi penjumlahan. Tetapi untuk pembelajaran hari ini kalian tidak

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,

Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

498

hanya sekedar menjumlahkan 2 bilangan untuk mendapatkan hasil tetapi

kalian diharapkan dapat menemukan bilangan ketiga sehingga soal

tersebut merupakan bentuk operasi hitung penjumlahan yang benar.

Yang kemudian disajikan dalam bentuk pohon matematik.

Misalkan:

Gambar 1 : guru menjelaskan materi yang akan dibahas

dari penjelasan ini siapa yang belum mengerti?”

S : “Sudah Bu”.

G : “sungguh! Bisa mengerjakannya sesuai langkah-langkah tersebut?

S :”bisa, bu”

Kemudian guru membagi siswa menjadi 5 kelompok.

G : “anak-anak apakah kalian hafal nomor absen ?

S : “hafal, Bu“ . ( hanya beberapa siswa yang menjawab )

G : “baiklah kalau begitu sekarang bentuk kelompok dengan anggota

masing- masing kelompok 4 orang sesuai dengan urutan nomer absen

kalian.”

Guru membantu siswa untuk menempatkan siswa pada kelompok yang tidak hafal nomor

absennya.

G : “anak-anak akan saya bagikan LKS ini yang harus kalian diskusikan dan

dikerjakan secara kelompok, sesuai dengan langkah-langkah sebagai

berikut : (1) amati gambar pohon matematik yang kalian terima. (2)

lengkapi operasi hitung penjumlahan dengan sehingga menjadi operasi

hitung penjumlahan yang benar.(3)selesai mengerjakan wakil kelompok

membacakan hasil kerja kelompoknya. (4)Kelompok lain menanggapi,

apabila jawaban kelompok salah wakil kelompok memberi tanda yang

salah tersebut dengan tanda silang”.

Guru diam untuk melihat reaksi siswanya.

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7

499

G :Apakah ada pertanyaan sebelum kalian bekerja ?”

S :”tidak, Bu “ (hanya beberapa siswa yang menjawab)”

G :”baiklah silahkan dimulai diskusinya”.

Guru membimbing kelompok-kelompok yang mengalami kesulitan, secara bergantian. Sikap

mendominasi dari siswa yang pandai masih terjadi.

Gambar 2 : siswa melakukan diskusi kelompok

G :”bagaimana anak-anak bisa ?

S :”sulit, Bu”.

G :”mana yang sulit?”

S :”untuk mengisi bilangannya.”

G :”baiklah yang bingung kelompok mana?”

Guru mendekati kelompok yang memerlukan bantuan dan membimbing kelompok untuk

menentukan bilangan yang dimaksud.

S :”untuk mencari bilangan yang ke 3 bu.”

G :”untuk menentukan bilangan yang ke tiga(jawaban), kalian bisa dengan

cara mengurangi jumlah bilangan (bilangan yang besar) dengan bilangan

yang kecil (bilangan ke 2)”

G :“ada yang sudah selesai, yang sudah tolong langsung tuliskan di papan

tulis.”

K3 :”sudah bu.”

Perwakilan kelompok 3 menuliskan hasil kerjanya pada pohon matematik di depan. Ternyata

kelompok yang lain juga menyusul untuk menulis hasil kerjanya.

G :”karena selesainya hampir bersamaan maka, kelompok yang selesai terlebih

dahulu yang membacakan hasil kerjanya. Kelompok lain boleh menanggapi hasil

kelompok yang presentasi. Dan apabila pekerjaan kelompok ada yang salah, wakil

kelompok bisa memberi tanda silang pada hasil tersebut.”

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,

Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

500

Secara bergantian perwakilan kelompok membacakan hasil diskusinya. Dari hasil kelompok

ternyata masih banyak jawaban-jawaban yang kurang benar. Anak belum paham langkah-

langkah yang seharusnya dilakukan untuk menentukan bilangan yang ditanyakan. sehingga

bentuk operasi hitung bilangan penjumlahannya masih kurang tepat. Dalam hal ini guru

memberi penjelasan bahwa bilangan ke tiga diperoleh dengan cara mengurangi bilangan yang

besar dengan bilangan yang lebih kecil dan hasilnya merupakan jawaban untuk melengkapi

pohon matematik

G :”Anak-anak agar bu guru mengetahui keterampilan berhitung kalian

secara individu, saya bagikan lembar soal (kuiz) yang harus

kalian kerjakan secara individu. Siap untuk mengerjakan ?”

S :”Siap, Bu.” ( siswa menjawab secara serentak)

Gambar 3 : siswa mengerjakan soal kuis

Dari hasil kuis individu, ternyata hanya 1 anak yang mendapat nilai 100, yang dapat nilai 90

hanya 3 anak, yang mendapat nilai 80, 2 anak, yang mendapat nilai 70, 5 anak dan 3 anak

mendapat nilai 60, 4 nilainya 50, 1 anak nilainya 20. dan 1 anak yang belum bisa

mengerjakan. Kesalahan tersebut karena siswa belum paham langkah-langkah yang harus

dilakukan. Guru belum menekankan apa yang harus dilakukan siswa.

G :”anak-anak setelah kita skor dari hasil kelompok dan individu,

walaupun hasilnya belum maksimal setelah saya rata-rata ternyata

kelompok 3 yang mendapat penghargaan, tepuk tangan untuk

kelompok. 3 semoga dipertemuan yang akan datang akan bisa

meningkatkan skornya lebih baik”.

G : “untuk mengakhiri pembelajaran hari ini apa ada yang ditanyakan

anak-anak ?”

S :”tidak bu”

G :”apakah pembelajaran hari ini menyenangkan”

S :”senang bu”.

Guru dan siswa menyimpulkan pembelajaran yang telah dilaksanakan.

G :”baiklah agar kalian lebih pintar maka ada tugas yang harus kalian

kerjakan di rumah.

Hasil setelah direfleksi langkah pembelajaran yang perlu diperbaiki, antara lain :

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7

501

No. Masalah yang terjadi Penyebab Pemecahan

1. Anak tidak aktif dalam berdiskusi - Guru jarang

menggunakan

metode diskusi

- Guru

menjelaskan

cara berdiskusi

2. Anak kesulitan membuat operasi hitung

penjumlahan yang bervariasi

- Kebiasaan

guru memberi

materi operasi

hitung

penjumlahan

yang tertutup

(hanya satu

jawaban.

- Memberi

penjelasan

cara membuat

operasi hitung

yang

bervariasi dan

menggunakan

media yang

menarik yaitu

pohon

matematik.

3. Dominasi anak yang pintar - LKS terbatas

satu kelompok

hanya diberi 1

- Pemberian

LKS yang

cukup

4. Siswa hanya bisa membuat variasi operasi

hitung yang terbatas, seperti gambar di

bawah ini

- Pembuatan

LKS (pohon

tematik) yang

hanya

membutuhkan

1-2 operasi

hitung

penjumlahan.

- Pembuatan

media pohon

tematik yang

dapat

membuat

siswa

menuliskan

berbagai

macam operasi

hitung

penjumlahan.

Siklus 1 Pertemuan 2

Pembelajaran diawali dengan tanya jawab tentang hal-hal yang berhubungan dengan materi

yang sudah dibahas sebelumnya.

G : “anak-anak masih ingat pembelajaran kemarin lusa ?”

S : “ masih bu “.

Siswa menjawab secara serentak.

G : “ coba yang tahu angkat tangan “

Hanya beberapa siswa yang berani angkat tangan. Kemudian guru menunjuk salah satu siswa

S1 : “pohon matematik bu”

G : “pinter, ternyata kamu memang benar-benar ingat, bagaimana yang

lain juga ingat “

S : “oooooo”. ( jawaban siswa secara serentak )

G :” selain pohon tematik apa yang kalian ingat ?”

S2 : “ tambah-tambahan bu “

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,

Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

502

G : “ bagus, istilah lain tambah-tambahan itu apa anak-anak?”

S3 : “ penjumlahan bu”

G : “ wah hebat sekali, anak-anak pembelajaran hari ini tidak jauh

berbeda dengan pembelajaran kemarin lusa, yaitu penulisan

operasi bilangan penjumlahan. Langkah-langkahnya masih ingat

anak-anak?”

S : “ masih bu,

Untuk menuju kegiatan inti guru mengulangi penjelasan mengenai langkah-langkah yang

harus dilakukan kelompok untuk melengkapi pohon matematik yang yang ditunjukkan.

Dalam pembelajaran pohon matematik yang digunakan lebih menuntut siswa membuat

operasi hitung lebih dari satu.

.

Gambar 4: gambar pohon matematik yang memuat 3 operasi hitung penjumlahan

G :”anak-anak tidak berbeda jauh langkah-langkah yang harus kalian

lakukan untuk melengkapi pohon tematik, namun untuk lebih

jelasnya akan saya jelaskan lagi. (1) amati gambar pohon

matematik yang kalian terima. (2) lengkapi daun-daun itu dengan

operasi hitung penjumlahan dengan bilangan yang bervariasi

namun hasilnya sesuai dengan bilangan yang sudah ditentukan

yang terdapat pada dahan pohon.

Kalau sudah daun-daun tersebut sudah terisi semua, perwakilan

Kelompok membacakan hasil kerjanya. Kelompok yang dapat

mengerjakan dengan cepat dan benar nanti akan ada penghargaan. Apakah

ada pertanyaan sebelum kalian bekerja ?”

S :”tidak, Bu “ (hanya beberapa siswa yang menjawab)”

G :“baiklah kalau kalian masih ingat apa yang harus kalian lakukan,

tolong diskusikan permasalahan berikut ini”.

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7

503

Sewaktu kegiatan diskusi guru berusaha membimbing kelompok yang mengalami

kesulitan.Ternyata dominasi anak yang pandai juga masih berlangsung. Dari hasil diskusi

kelompok LKS dapat dikerjakan siswa cukup baik, dan untuk mengetahui kemapuan setiap

siswa guru memberikan soal yang berbentuk kuis yang harus dikerjakan secara individu.

Tetapi hasil kuiz yang dilakukan secara individu hasilnya masih belum mencapai maksimal.

Dari hasil yang didapat ternyata hanya 4 anak yang mendapat nilai 100, yang dapat nilai 80

hanya 4 anak, yang mendapat nilai 75, 1 anak, yang mendapat nilai 60, ada 4 anak, yang

nilainya 50, 1 anak, yang nilainya 40, 2 anak, yang nilainya 20, 2 anak dan yang belum bisa

mengerjakan 2 anak.. Sebelum pembelajaran diakhiri guru mengadakan tes individu untuk

mengetahui seberapa jauh siswa menguasai materi operasi hitung penjumlahan yang

diberikan selama 2 pertemuan.

Dan ternyata dari hasil tes diperoleh nilai tes anak sebagai berikut :

Tabel 1 : Hasil Tes Siklus 1

No. Nilai yang

diperoleh

Jumlah Siswa %

1. 100 2 10

2. 90 4 20

3. 80 4 20

4. 70 2 10

5. 60 4 20

6. 50 2 10

7. 40 1 5

8, 0 1 5

Jumlah 20 100

Contoh sebagian hasil tes pada siklus 1

Siswa menjawab bilangan yang jumlahnya 79 adalah: 50+29, 47+32, 44+35, 61+18, siswa

juga bisa menjawab bilangan yang jumlahnya 66 adalah : 56+10, 21+45, 33+33, 5+61,

26+40. Dengan ini menunjukkan bahwa siswa sudah paham dan mengerti mengenai operasi

hitung penjumlahan.

Siswa belum bisa menjawab soal karena kemampuan siswa masih rendah, untuk

menyelesaikan persoalan siswa perlu bimbingan khusus.

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,

Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

504

No. Masalah yang terjadi Penyebab Pemecahan

1. Siswa kesulitan membuat

operasi bilangan penjumlahan

yang bervariasi terutama untuk

menentukan bilangan yang

ketiga.

- Penjelasan guru

tentang langkah-

langkah menulis

operasi hitung

penjumlahan belum

bisa dipahami

siswa

- Guru menjelaskan

satu persatu

langkah untuk

menulis operasi

bilangan

penjumlahan.

2. Ada beberapa kelompok yang

kurang aktif,

- Pembagian

kelompok yang

tidak mendukung

(karena ada

kelompok yang

kebetulan terdiri

dari anak yang

kurang mampu

dalam mengikuti

semua

pembelajaran

- Pembagian

kelompok yang

variatif.

3. Penggantian jawaban ketika

kelompok lain presentasi

(membaca hasil kerja)

- Pemberian soal

yang sama

- Pemberian soal

yang berbeda

4. Salah menempatkan bilangan - Siswa menghitung

dengan cara

bersusun, misalkan:

38

12 -

26

Anak menuliskan

(memindahkan)

terbalik, yang

seharusnya

jawabannya 26,

anak menuliskan

62.

- Bimbingan agar

anak lebih teliti dan

hati-hati, karena

salah tulis

menyebabkan

jawaban salah.

Untuk pematapan materi pembelajaran di akhiri dengan menyimpulkan pembelajaran yang

sudah dilakukan.

Siklus 2 Pertemuan 1

Pembelajaran diawali dengan tanya jawab tentang hal-hal yang berhubungan dengan materi

yang sudah dibahas sebelumnya.

G : “siapa yang sudah membuat pohon matematik di rumah?

S : “ saya, bu “. ( semua siswa menjawab serentak dengan senang )

Kemudian guru menjelaskan pembelajaran yang akan dilakukan.

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7

505

Untuk memasuki kegiatan inti guru menjelaskan tentang operasi hitung penjumlahan dan

langkah-langkah untuk membuat operasi hitung penjumlahan tersebut sampai siswa benar-

benar paham. Untuk menghindari kerja kelompok yang tidak aktif, guru membagi siswa

menjadi 10 kelompok .

G : “anak-anak agar kalian bisa bekerja dengan baik kali ini kalian bekerja

secara berpasangan dengan teman sebelah kalian, mengerti anak-anak.”

S : “mengerti, bu.”

Secara berpasangan siswa berdiskusi untuk melengkapi daun-daun pada pohon matematik.

Media pohon matematik yang digunakan guru memuat operasi hitung penjumlahan yang

lebih banyak.

Gambar 5 : gambar pohon matematik yang memuat 4 operasi hitung penjumlahan

Setiap kelompok berusaha untuk menyelesaikan tugasnya agar mendapatkan penghargaan.

Kelompok yang selesai mengerjakan tugasnya, kemudian membacakan hasil kerjanya

kelompok lain menanggapinya. Dari hasil kelompok sudah menunjukkan hasil yang baik, dan

ternyata dari hasil kuis masih ada beberapa anak yang kesulitan mengerjakan soal kuisnya

dengan alasan waktu kurang lama. Dan hasil refleksi dari pertemuan silkus 2 ternyata masih

ada hal-hal yang perlu perbaikan. Antara lain sebagai berikut :

No. Masalah yang terjadi Penyebab Pemecahan

1. Masih ada beberapa siswa

yang belum lengkap dalam

menjawab soal kuis karena

waktunya kurang.

- Alokasi waktu

kurang bagi siswa

yang

kemampuannya

kurang.

- Penambahan waktu

bagi siswa yang

kemampuannya

kurang..

2. Bentuk operasi bilangan yang

dibuat siswa masih diulang-

ulang atau hanya bertukar

tempat.

Contoh :

- Penjelasan guru

tidak menekankan

bahwa bentuk

operasi hitungnya

tidak boleh

mengulang-ulang

bilangan yang sama.

- Penekanan

penjelasan bahwa

untuk membuat

operasi hitung

penjumlahannya

tidak diperbolehkan

mengulang bilangan

yang sama, guru

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,

Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

506

39

..14.. .25..

..28 .11.

. 14 .25..

20 19

25 14

memberi contoh

yang jelas.

Untuk pematapan materi pembelajaran di akhiri dengan menyimpulkan pembelajaran yang

sudah dilakukan

SIKLUS 2 PERTEMUAN 2

Pembelajaran diawali dengan tanya jawab tentang hal-hal yang berhubungan dengan materi

yang sudah dibahas sebelumnya

G : “apakah kalian masih suka belajar dengan pohon matematik?”

S : “suka sekali bu.”

S1 : “sekarang mau belajar pohon matematik lagi ya bu.”

G : “ya, hari ini yang akan kita lakukan tidak berbeda dengan pembelajaran

yang kita laksanakan lusa namun ada perbedaan cara kita bekerja.”

Semua siswa kelihatan sangat senang.

Guru menjelaskan tujuan pembelajaran dan menyediakan media pembelajaran yang akan

digunakan.

Untuk memasuki kegiatan inti guru mengulangi penjelasan langkah-langkah penulisan

operasi hitung penjumlahan .

G : “anak-anak yang penting dalam pembelajaran kali ini kalian tidak lupa

langkah-langkah untuk membuat operasi hitung penjumlahan..Dan

kalian bisa bekerja secara berpasangan .”

Siswa mengamati media yang ditunjukkan guru yang berbeda dengan media pohon

matematik sebelumnya.

Gambar 6 : Media pohon matematik pada siklus 2 pertemuan 2

Kemudian siswa menerima guntingan macam-macam buah-bua

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7

507

Gambar 7 : potongan-potongan buah yang berisi operasi hitung penjumlahan

S : “ini untuk apa bu ?

G :”ya, tolong diamati gambar yang kalian terima dan gambar yang ada di

papan! Siapa yang paham maksudnya sebelum ibu jelaskan langkah-

langkah yang harus kalian lakukan.?

S :”buah ini ditempelkan ke pohon yang didepan ya, bu.”

G :”ya, bagus ternyata kalian paham sekali, namun sebelum potongan kertas

kalian tempelkan ke pohonnya, kalian buat dulu operasi hitung

penjumlahan seperti yang sudah kalian lakukan pada pembelajaran

sebelumnya.”

Kemudian guru menjelaskan langkah-langkah yang harus dilakukan.kemudian siswa

berdiskusi dengan pasangannya. Kemudian setiap kelompok menempelkan hasil diskusinya

pada pohon matematik. Perwakilan kelompok membacakan hasil diskusinya, kelompok lain

menanggapinya. Hasil dari kerja kelompok sangat baik semua kelompok dapat

menyelesaikan tugasnya. Dan ada satu kelompok yang mendapatkan hasil yang maksimal

karena bisa menuliskan lebih banyak operasi hitung penjumlahan dibandingkan kelompok

lain, yaitu kelompok jeruk.

Gambar 8 : hasil kerja kelompok yang terbaik, yaitu kelompok jeruk

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,

Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

508

Dan untuk mengetahui keterampilan siswa secara individu guru membagikan soal kuis.

Hasilnya pun juga sangat bagus. Kelompok jeruk juga yang memperoleh skor tinggi,

sehingga kelompok jeruk yang berhasil mendapat penghargaan.

Untuk mengetahui keberhasilan pembelajaran yang dilaksanakan dalam siklus 2 guru

memberikan soal-soal evaluasi yang harus dikerjakan siswa. Dan hasil yang diperoleh sangat

memuaskan. Media pohon matematik ternyata sangat membantu untuk meningkatkan

ketrampilan siswa operasi hitung penjumlahan.

Hasil tes individu adalah sebagai berikut :

Tabel 2 : Hasil Tes Siklus 2

No. Nilai yang diperoleh Jumlah Siswa frekuensi

1. 100 13 65

2. 90 4 20

3. 75 2 10

4. 50 1 5

Jumlah 20 100

Contoh sebagian hasil tes siswa pada siklus 2

Siswa sudah bisa menjawab bilangan yang jumlahnya 98 adalah: 11+87, 10+88, 12+86,

13+88, 14+84. Siswa juga bisa menjawab bilangan yang jumlahnya 66 adalah: 15+51, 16+50,

12+54, 13+53, 14+52. Kesimpulannya anak sudah paham dengan materi operasi hitung

penjumlahan karena 90% anak sudah bisa menjawab soal.

Untuk pematapan materi pembelajaran di akhiri dengan menyimpulkan pembelajaran yang

sudah dilakukan.

SIMPULAN

Pembelajaran pohon matematik setting kooperatif STAD yang dapat meningkatkan

keterampilan hitung siswa dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: (a) Guru

menjelaskan langkah-langkah membuat operasi hitung penjumlahan.(b) Guru membagi siswa

dalam beberapa kelompok, untuk berdiskusi dan mengerjakan LKS kelompok.(c) Guru

membagikan LKS yang berupa pohon matematik,hasil diskusi dipresentasikan.(d) Secara

individu siswa mengerjakan soal kuis, hasil skor kuis individu digabungkan dengan skor

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7

509

kelompok sebagai nilai kelompok untuk menetukan kelompok yang mendapat penghargaan.

Dengan pembelajaran tersebut terjadi peningkatan keterampilan berhitung siswa kelas 1 SD.

Berdasarkan hasil penelitian pembelajaran matematika dengan pohon matematik

setting kooperatif STAD meningkatkan keterampilan berhitung siswa kelas 1 SD, yaitu pada

siklus I dengan nilai rata-rata 72 mengalami peningkatan pada siklus II dengan nilai rata-rata

90,5. Prosentase peningkatan 30,5%. Selain itu tingkat keaktifan, tanggung jawab, motivasi

dan semangat siswa menjadi meningkat dengan diterapkannya kombinasi antara metode

STAD dengan media pohon matematik. Karena pembelajaran yang dilakukan sesuai dengan

tingkat berfikir anak kelas 1SD.

DAFTAR RUJUKAN

Akinmola, E. A. 2014. Developing Mathematical Problem Solving Ability: A Panacea For A

Sustainable Development In The 21st Century. International Journal of Education and

Research. Vol. 2 No. 2.

Darmin, Hipolitus. 2015. Meningkatkan Penalaran dan Hasil Belajar Siswa melaluI Media

Pohon Matematika pada materi Penjumlahan Bilangan Bulat Siswa Kelas IV SDI Pela

Kabupaten Manggarai Barat. Prosiding Seminar Nasional 2015 : 278-283

Dwiyana, Lesson Studi Untuk Meningkatkan Kualitas Guru Dalam Pembelajaran Matematika.

Prosiding Seminar Nasional 2015 : 28-35

Husna, Raudhatul, dkk. 2013. Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi

Matematik Melalui Pendekatan Matematika Realistik Pada Siswa SMP Kelas VII Langsa.

PARADIKMA. Vol 6 Nomor 2. Hal 175-186

Johnson & Johnson. 1994. Learning Togetter and Alone, Coopertaif, Competitive and Individualistic

Learning. Fort Edition Massachusets. Allyn and Bacon Publisher

Nenoliu, Ema Thabita, Penerapan Metode Stad ( Student Teams Achievemen Devision ) Pada Materi

Penjumlahan Pecahan Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas V SDK LEOB.

Prosiding Seminar Nasional 2015:271-277

Slavin. 1997. “Synthesis of research on cooperative learning” dalam “Educational Learning” dalam

Educational Leadership,Tahun XL(5):71-82

Subanji. 2013. Pembelajaran MatematikaKreatif dan Inovatif. Penerbit Universitas Negeri Malang

(UM Press)

Suyanto, M. (2005). Multimedia Alat Untuk Meningkatkan Keunggulan Bersaing. Yogyakarta: Andi

Offset

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,

Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

510

PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF STAD

BERBANTUAN MEDIA MANIPULATIF STRIP

UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS V

SD MUHAMMADIYAH 05 KOTA BATU MATERI PECAHAN

Akhmad Syahruddin

Guru SD Muhammadiyah 05 Bumiaji Kota Batu

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pembelajaran Kooperatif STAD

berbantuan media manipulatif STRIP yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa dan

motivasi siswa. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang dilakukan dalam 2

siklus di SD Muhammadiyah 05 kelas V materi pecahan. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa pembelajaran Kooperatif STAD berbantuan media manipulatif STRIP yang dapat

meningkatkan hasil belajar siswa dan motivasi siswa.

Kata kunci : Konsep Pecahan, Kooperatif STAD, Media Manipulatif STRIP

Pembelajaran matematika di Sekolah Dasar mempunyai kedudukan yang sangat

penting dalam upaya mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Tujuan

pembelajaran matematika adalah untuk (1) menumbuhkan dan mengembangkan ketrampilan

berhitung, (2) menumbuhkan kemampuan berhitung siswa yang dapat dialihgunakan melalui

kegiatan matematika, (3) mengembangkan pengetahuan dasar matematika sebagai bekal

melanjutkan ke SLTP, dan (4) membentuk sikap logis, kritis, cermat, dan disiplin. Kesulitan

belajar masih banyak dijumpai, terutama pada mata pelajaran matematika yang kebanyakan

siswa menyebutnya sebagai momok. Kesulitan belajar yang timbul tidak semata-mata karena

materi yang sulit diterima siswa namun juga berkaitan dengan guru. Guru perlu

memperhatikan proses pembelajaran agar berlangsung dengan baik. Guru hendaknya memilih

dan menggunakan strategi, pendekatan dan metode yang banyak melibatkan siswa secara

aktif dalam belajar baik secara mental, fisik dan sosial. Salah satu model pembelajaran yang

melibatkan siswa secara aktif adalah pembelajaran kooperatif.

Motode pembelajaran sangatlah mendukung dalam penyampaian materi matematika

sehingga menarik bagi siswa, dan mempermudahkan siswa dalam menyelesaikan

permasalahan matematika, oleh karena itu diperlukan peranan guru matematika bagaimana

mengubah mata pelajaran matematika menjadi mata pelajaran yang menyenangkan, penuh

tantang dan tidak perlu ditakuti. Salah satu pembelajaran yang digunakan untuk mengaktifkan

siswa dalam belajar adalah pembelajaran koperatif STAD berbantuan media manipulatif

STRIP. Pendekatan kooperatif model STAD berbantuan media manipulatif STRIP

merupakan salah satu model pembelajaran yang dapat memberikan kesempatan kepada siswa

untuk berpikir secara aktif, kreatif dan menyenangkan dalam menyelesaikan masalah

matematika terutama menentukan pembagian pecahan sehingga bermanfaat untuk

meningkatkan pemahaman konsep pada siswa. Pembelajaran dengan kooperatif STAD

berbantuan media manipulatif STRIP memiliki keunggulan yang dapat mengatasi masalah

yang ada. Karena dalam kooperatif STAD berbantuan media manipulatif STRIP akan terjadi

meningkatnya fungsi mental melalui percakapandan interaksi lainnya, serta kerjasama antar

siswa yang memiliki kemampuan yang heterogen.

Penelitian yang terkait dengan kooperatif STAD sudah dilakukan oleh Edy Syarifudin

dan Sugiyarni (2011) mengatakan bahwa penerapan model pembelajaran cooperative tipe

STAD dalam kegiatan on-going menunjukkan bahwa adanya interaksi yang baik antara siswa

dengan siswa dan siswa dengan guru. Guru sebagai fasilitator dan motivator selalu berupaya

mendampingi siswa agar tetap menggunakan kelompok dalam belajar. Siswa juga sudah

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7

511

merasakan manfaat untuk senantiasa memberikan bantuan kepada teman dalam satu kelom-

pok jika memerlukan bantuan dalam belajar.

Slavin (dalam Zubaidah, dkk, 2013) mengatakan bahwa menyatakan bahwa dalam

pembelajaran kooperatif siswa belajar bersama, saling menyumbangkan pikiran dan

bertanggungjawab terhadap pencapaian hasil belajar, baik secara individu maupun kelompok.

Guru berperan sebagai fasilitator dalam membimbing siswa menyelesaikan tugasnya.

Penelitian ini mengkaji bagaimana penerapan pembelajaran kooperatif model STAD

berbantuan media manipulatif STRIP yang dapat meningkatkan pemahaman konsep

pembagian pecahan. Untuk menjawab masalah ini, penelitian ini dirancang dengan rancangan

Penelitian Tindakan Kelas yang dilaksanakan pada siswa kelas V SD Muhammadiyah 05

Kota Batu. Penelitian ini menggunakan hasil kerja kelompok dan hasil tes belajar siswa

sebagai instrumen pengumpulan data.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini mendeskripsikan pembelajaran Kooperatif STAD bernatuan media

Manipulatif STRIP materi pembagian pada pecahan yang dapat meningkatkan hasil belajar

siswa, karena itu penelitian ini tergolong pada penelitian kulitatif. Jenis penelitian yang

digunakan adalah penelitian tindakan kelas dengan tahapan perencanaan tindakan,

pelaksanaan tindakan, observasi dan refleksi.

Penelitian ini dilakukan di SD Muhammadiyah 05 Kota Batu. SD Muhammadiyah 05

memiliki jumlah murid 85 orang yang tersebar Dari kelas I sampai kelas VI. Kelas I, II, III,

IV, V, dan VI masing-masing terdiri dari satu kelas. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas

V SD Muhammadiyah 05 Kota Batu dengan jumlah siswa 15 orang tersebar laki-laki

sebanyak 10 dan perempuan sebanyak 5 orang. Karena penelitian ini tergolong penelitian

kualitatif, maka Istrumen utama dalam dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri Dalam hal

ini peneliti berperan sebagai perencana, pelaksana, dan pengendali utama dalam proses

pembelajaran. Selanjutnya instrumen pendukung yang digunakan adalah Rencana

Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Media pembelajaran, instrumen pengamatan, dan

instrumen penilaian.

Penelitian tindakan kelas dilakukan dalam tahapan perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan

refleksi.

Tahap Perencanaan

Tahap perencanaan dilakukan dengan menyusun rencana pembelajaran yang mengacu pada

sintak STAD/STRIP , adapun perencanaan pembelajaran terdapat di dalam

Tahap Pelaksanaan dan observasi

Pelaksanaan pembelajaran siklus 1 terdiri dari 3 pertemuan dengan rincian 2 pertemuan

pembelajaran dan satu pertemuan tes. pembelajaran siklus 1 mencakup materi pembagian

bilangan asli dengan pecahan pertemuan (1) dan pembagian Pecahan dengan pecahan

pertemuan (2). Pelaksanaan pembelajaran sekaligus dilakukan observasi oleh teman sejawat

dan direkam menggunakan kamera digital. Observasi dan perekaman pembelajaran

dimaksudkan untuk menangkap data secara utuh terkait proses pembelajaran

Tahap Refleksi

Kegiatan refleksi dilakukan setelah selesai pelaksanaan pembelajaran dengan mencermati

keterlaksanaan pembelajaran sesuai dengan sintak pembelajaran yang meliputi (1) penjelasan

materi, (2) pemberian tugas kelompok, (3) diskusi kelompok, (4) presentasi (5) kuis

Dari kekurangan dalam pembelajaran siklus 1 dilakukan perbaikan untuk pembelajaran siklus

2

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,

Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

512

Data yang terkumpul terdiri dari hasil observasi, rekaman pembelajaran, hasil

pengerjaan lembar kerja, dan tes. Data-data tersebut diolah/dianalisis secara kualitatif dengan

mendeskripsikan pelaksanaan pembelajaran yang didukung oleh hasil kerja da hasil tes siswa.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian dipaparkan berdasarkan tahapan pelaksanaan pembelajaran

Siklus I

Siklus I terdiri dari 3 pertemuan ( 2 kali pembelajaran dan 1 kali tes).

Pelaksanaan pembelajaran dideskripsikan sebagai berikut :

Siklus I pertemuan 1

Dalam kegiatan pendahuluan guru melakukan aktivitas menanyakan kembali kepada

siswa tentang pembagian yang pernah diajarkan pada kelas V semester 1.

Guru mengajak siswa untuk mencari hasil pembagian bilangan asli dengan bilangan pecahan.

Menyampaikan tujuan pembelajaran hari ini, yaitu melakukan pembagian bilangan asli

dengan pecahan menerapkan pembelajaran kooperatif STAD berbantuan media Manipulatif

STRIP.

Contoh soal

(1) 1 : ½ = ........

1 : ½ artinya ada berapa perduaan dalam 1

Ada 2 perduaan dalam 1, 1 : ½ = 2

(2) 4 : ¼ = ......

Ada 16 perempatan dalam 4, 4 : ¼ = 16

Dari gambar ilustrasi di atas guru mengajak siswa menghitung pada soal nomor (1) ada

berapa perduaan dalam 1, melalui dialog berikut :

Guru : “Ada berapa kotak perduaan pada soal nomor (1), anak-anak?”

Siswa : “Dua, Pak ...”

Guru : “Iya ... betul.”

Guru : “Sekarang coba perhatikan contoh soal nomor (2).”

Siswa : “Baik Pak ....”

Setelah guru menjelaskan contoh soal nomor (2), siswa dibagi menjadi 3 kelompok yang

masing-masing kelompok beranggotakan 5 anak. Masing-masing kelompok diberi lembar

kerja. Beberapa kelompok antusias untuk menyelesaikan tugas yang diberikan, karena

masing-masing kelompok ingin menyelesaikan tugas lebih dahulu dari kelompok lainnya.

Setelah masing-masing kelompok menyelesaikan tugasnya, kemudian masing-masing

kelompok diwakili oleh salah-satu temannya maju ke depan kelas untuk mempresentasikan

hasil tugasnya.

Dari pembelajaran siklus I pertemuan 1 siswa sudah mulai antusias, aktif dan senang

dalam mengikuti proses pembelajaran, walaupun demikian masih ada siswa yang kurang aktif

karena siswa tersebut pendiam dan siswa yang belum terlibat langsung dalam pembelajaran

Kooperatif STAD berbantuan Manipulatif STRIP.

1/2 1/2

1

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7

513

Siklus I pertemuan 2

Pembelajaran diawali dengan tanya jawab antara guru dan siswa untuk menggali

pengetahuan awal dan menelusuri kesiapan siswa dalam belajar.

Guru : “Pada pertemuan ini, kita akan belajar tentang pembagian

pecahan dengan pecahan. Jadi hari ini kita akan belajar apa

anak-anak?”

Siswa : “Pembagian pecahan dengan pecahan Pak ...”

Dari dialog tersebut menunjukkan bahwa siswa telah siap belajar matematika khususnya

materi pembagian pecahan dengan pecahan.

Contoh soal

(1) 3/2 : ½ = ......

2 perduaan 1 perduaan 2 perduaan + 1 perduaan = 3

Guru mengajak dialog siswa sebagai berikut :

Guru : “Pada soal nomor (1) ada berapa perduaan, kalau begitu anak-

anak?”

Siswa : “Ada tiga Pak ...

Guru : “Ok, sekarang kita coba mengerjakan bersama kelompok kalian

masing-masing.”

Kegiatan pembelajaran dilanjutkan dengan tugas kelompok. Masing-masing kelompok

mengerjakan tugas 4 soal pembagian pecahan dengan pecahan. Dari hasil evaluasi yang

diperoleh kelompok Anggrek mendapatkan skor 75, kelompok Mawar mendapat skor 50 dan

kelompok Gladiol mendapat skor 100.

Dari kegiatan pembelajaran terlihat bahwa pembelajaran belum sesuai dengan harapan

karena ada satu kelompok yang mendapat skor dibawah KKM.

Langkah pembelajaran yang perlu diperbaiki yaitu perlu bimbingan khusus terhadap

anak yang kemampuannya di bawah KKM.

Siklus I pertemuan 3

Pertemuan ketiga ini merupakan kegiatan akhir pada siklus I yaitu dengan memberikan

evaluasi kepada siswa berupa 4 soal pilihan ganda dan 4 soal essay, kemudian guru

memberikan tindak lanjut berupa penjelasan tentang soal yang tidak dipahami siswa.

Kegiatan akhir pada pertemuan ini diakhiri dengan refleksi. Berdasarkan pada hasil evaluasi,

nilai rata-rata 69. Siswa yang tuntas belajar sejumlah 11 anak (73%) dan siswa yang tidak

tuntas 4 anak (27%) Hasil belajar siswa sudah cukup baik tetapi masih perlu ditingkatkan

agar lebih baik. Siswa yang tidak tuntas disebabkan karena kurang memahami konsep

pecahan.

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,

Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

514

Siklus II

Berdasarkan refleksi siklus I ditemukan beberapa kekurangan dalam pelaksanaan

pembelajaran serta target yang diharapkan dalam penelitian belum tercapai. Upaya perbaikan

siklus I pada siklus II diperlukan untuk mengatasi kekurangan pada siklus I, yaitu dengan

mengubah jumlah kelompok yang awalnya berjumlah 3 kelompok menjadi 5 kelompok agar

siswa terlihat aktif sepenuhnya dalam proses pembelajaran.

Siklus II terdiri dari 3 pertemuan (2 kali pembelajaran dan 1 kali tes)

Pelaksanaan pembelajaran dideskripsikan sebagai berikut :

Siklus II pertemuan 1

Dalam kegiatan pendahuluan guru melakukan aktivitas menanyakan kembali kepapada siswa

materi pembelajaran yang telah dipelajari pada pertemuan sebelumnya. Menyampaikan

tujuan pembelajaran hari ini, yaitu pembagian bilangan dengan kooperatif STAD berbantuan

media manipulatif STRIP.

Guru menuliskan contoh soal di papan tulis dan menjelaskan kembali agar siswa memahami

konsep pecahan dengan benar. Kegiatan pembelajaran dilanjutkan dengan tugas kelompok.

Masing-masing kelompok mengerjakan tugas sebanyak 10 soal dalam waktu 45 menit secara

berkompetisi. Kelompok yang menyelesaikan tugas terlebih dahulu mendapat penghargaan.

Dari kegiatan Siklus II pertemuan 1 siswa sangat antusias, aktif dan senang dalam mengikuti

proses pembelajaran.

Siklus II pertemuan 2

Pembelajaran diawali dengan tanya jawab antara guru dan siswa menggali pengetahuan siswa

tentang pembelajaran sebelumnya.

Kegiatan pembelajaran masuk pada kegiatan inti, dilakukan dengan mengajak siswa

memperhatikan pembagian yang telah disusun pada siklus I. Kegiatan pembelajaran

dilanjutkan dengan penjelasan aturan kompetisi, masing-masing kelompok berkompetisi

mengerjakan soal pembagian dalam waktu 45 menit. Kelompok yang selesai mengerjakan

terlebih dahulu akan mendapatkan penghargaan. Dari hasil evaluasi diperoleh urutan pertama

yang menyelesaikan tugas ada 3 kelompok, urutan kedua ada 1 kelompok dan urutan ketiga

ada 1 kelompok. Kegitan akhir dilakukan dengan membuat kesimpulan pembelajaran

bersama siswa.

Hasil refleksi pembelajaran 2 ini menunjukkan hasil bahwa dalam pelaksanaan pembelajaran

dengan kelompok para siswa tertang untuk bisa menguasai materi dengan cepat, siswa yang

mempunyai kemampuan lebih dituntut dapat mengajarkan kepada siswa yang belum

memahami pada kelompoknya.

Siklus II pertemuan 3

Pertemuan ketiga dilakukan dengan memberikan evaluasi kepada siswa berupa 4 soal

pilihan ganda dan 4 soal essay, dikerjakan dalam waktu 30 menit kemudian guru memberikan

tindak lanjut berupa penjelasan tentang soal yang tidak dipahami.

Siklus II pertemuan 3 ini diakhiri dengan refleksi. Dari hasil evaluasi yang diperoleh

siswa pada siklus II didapat nilai rata-rata 82. Siswa yang tuntang belajar sebanyak 13 anak

(87%) dan siswa yang tidak tuntas belajar sebanyak 2 anak (13%). Secara umum siswa telah

mampu memahami konsep pembagian, namun masih perlu ditingkatkan agar hasil yang

didapat lebih baik lagi.

Tabel 1. Hasil belajar siswa pada siklus I dan siklus II

Siklus Prosentase siswa

yang tuntas

Prosentase siswa

yang tidak tuntas Nilai Rata-rata

Siklus 1 73% 27% 69

Siklus 2 87% 13% 82

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7

515

Perbandingan hasil belajar siswa antara siklus I dan siklus II dideskripsikan sebagai

berikut : Pada siklus I nilai rata-rata kelas 69 dan pada siklus II adalah 82. Hal ini berarti

terjadi peningkatan nilai rata-rata kelas sebesar 15,9%. Dengan melihat prosentase hasil

belajar, pada siklus I prosentase siswa yang tuntas 73% dan prosentasi siswa yang tidak

tuntas 27%, sedangkan pada siklus II prosentase siswa yang tuntas 87% dan prosentase siswa

yang tidak tuntas 13%. Terjadi peningkatan prosentase siswa yang tuntas sebesar 14 %

Proses Pembelajaran meningkat dari siklus I ke siklus II

PENUTUP

Pembelajaran kooperatif STAD berbantuan media manipulatif STRIP yang dapat

meningkatkan hasil belajar siswa dilakukan dengan langkah-langkah : (1) penjelasan materi,

(2) pemberian tugas kelompok, (3) diskusi kelompok, (4) presentasi (5) kuis. Dengan

pembelajaran tersebut terjadi peningkatan hasil belajar siswa siklus I yakni 69 dan siklus II

yakni 82. Jadi terjadi peningkatan kelas rata 13 (15,9%)

Dari hasil penelitian ini ditemukan bahwa penerapan kooperatif model STAD

berbantuan media manipulatif STRIP dalam pembelajaran matematika dapat membantu siswa

memahami materi pembagian pecahan. Hal ini dapat dilihat pada (1) hasil kerja sama

kelompok, diketahui bahwa semua anggota kelompok sudah dapat menentukan pembagian

pecahan dengan menggunakan bahan manipulatif, (2) hasil tes siswa, diperoleh bahwa siswa

sudah dapat menentukan pembagian pecahan yang ada dalam LKS, walaupun masih ada

diantara siswa yang menjawab salah pada saat kuis, tetapi setelah diwawancarai subyek

tersebut dapat memahami dengan baik, hasil skor tes dari seluruh siswa setiap tindakan

mengalami kemajuan, seperti pada siklus I adalah 69, pada siklus II adalah 82 Adanya

peningkatan skor tes ini dapat diinterpretasikan bahwa siswa sudah mengalami peningkatan

terhadap materi pembagian pecahan yang disajikan dengan pembelajaran kooperatif model

STAD berbantuan media manipulatif STRIP.

Berdasarkan temuan ini, maka ada beberapa saran yang dapat disampaikan kepada

guru matematika SD sebagai berikut: (1) membantu siswa dalam menggunakan bahan

manipulatif untuk memahami konsep matematika karena siswa langsung terlibat secara fisik

dan mental (2) memberikan penghargaan berupa pujian atau bentuk penghargaan lainnya, (3)

mencoba pembelajaran kooperatif model STAD berbantuan manipulatif STRIP sebagai suatu

alternatif pembelajaran, secara khusus pada Pokok Bahasan Pecahan.

DAFTAR RUJUKAN

Edy Syarifudin dan Sugiyarni. 2011. Pembelajaran Bermakna Faktorisasi Prima melalui

Model Kooperatif STAD pada Siswa Kelas IV SDN 08 Curup. J-TEQIP, Tahun IV,

Nomor 1, Mei 2011, 89-93

Izzati, Naila,2015. Penerapan Pembelajaran Cooperative Learning STAD

Berbantuan Card Short dalam Permainan Sandi pada Materi Matriks

Kelas XI MIPA SMA Negeri 11 Batam. 2015

Latuheru,D.J.1988. Media pembelejaran dalam Proses Belajar Mengajar Masa

Kini. Depdikbud Dirjen Dikti, Proyek Pengembangan Lembaga

Pendidikan Tenaga kependidikan.

LEOB.2015 T.E Nenoliu, Penerapan Metode STAD ( Student Teams Achievemen

Division) pada Materi Penjumlahan Pecahan untuk Meningkatkan Hasil

Belajar Siswa Kelas V SDK LEOB.2015

Liunsanda, L.,2015. Melalui Model Kooperatif Stad dan Kuis dapat

Meningkatkan Proses Pembelajaran tentang Luas Bangun pada Siswa

Kelas VI SDK Viktor Bulude. Prosiding Seminar Nasional TEQIP2015:

232-249

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,

Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

516

Mardiatun dan Rosnah. 2013,Model ini dipilih dengan pertimbangan karena

STAD merupakan pendekatan kooperatif yang sangat sederhana. Selain

itu model ini sangat baik digunakan guru yang baru pertama kali

menggunakan pembelajaran kooperatif

Mardiatun dan Rosnah. 2013. Penerapan Cooperative STAD dalam Pembelajaran IPA di

Kelas V SDN 012 Tanjung Pinang Barat: Pengalaman Lesson Study pada

Kegiatan Ongoing TEQIP 2012. J-Teqip.Tahun IV. Nomor.1. Mei 2013, HAL.

39-43.

Nenoliu, T,E,2015. Penerapan Metode STAD ( Student Teams Achievemen Division)

pada Materi Penjumlahan Pecahan untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa

Kelas V SDK LEOB. Prosiding Seminar Nasional TEQIP2015: 271-278

Siswanti ,2015. Peningkatan Pembelajaran Matematika Materi Operasi Hitung

Penjumlahan Pecahan melalui Metode Demontrasi dan Latihan Siswa Kelas IV

SDN 008 Kecamatan Tanah Grogot Kabupaten Paser Tahun 2015

Slavin, R.E. 2000. Educational Psychology: Theory and Practice. Sixth Edition.Boston:

Allyn and Bacon

Subanji, 2013. Pembelajaran Matematika Kreatif dan Inovatif. Malang: Universitas Negeri

Malang.

Subanji. 2013. Pembelajaran Matematika Kreatif dan Inovatif, Teachers Quality

Improvement Program (TEQIP),Peningkatan Kualitas Guru SD/MI“ dari Sabang

sampai Merauke:.

Zubaidah, Siti, dkk.2013. Model dan Metode Pembelajaran SMP IPA. Malang:

Universitas Negeri Malang

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7

517

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF BERBANTUAN MEDIA

LINGKUNGAN SEKITAR UNTUK MENINGKATKAN MINAT DAN PRESTASI

BELAJAR SISWA PADA METERI PENCEMARAN LINGKUNGAN

Risa Agus Prasetyo

SMP Negeri 06 Batu

[email protected]

Abstrak: Penelitian bertujuan untuk mendeskripsikan penggunaan media lingkungan

sekitar dalam meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran. Masalah

yang dijadikan fokus dalam penelitian ini adalah rendahnya motivasi dan hasil belajar

siswa. Selama proses pembelajaran sebelum penelitian, guru menggunakan cara

konvensional tanpa menggunakan media, sehingga siswa kurang termotivasi dan hasil

belajarnya rendah. Oleh karena itu dilakukan tindakan dengan penerapa model

pembelajaran kooperatif berbantuan media lingkungan sekitar untuk meningkatkan minat

dan prestasi belajar siswa pada materi pencemaran lingkungan. Penelitian ini merupakan

penelitian tindakan dengan dua siklus. Hasil penelitian pada siklus I diperoleh hasil belajar

dengan nilai rata-rata 55,50 dan siswa yang mencapai ketuntasan sebanyak 45%. Kondisi

ini masih belum memenuhi harapan, kemudian dilakukan tindakan berikutnya, yaitu

pelaksanaan pada siklus II. Hasil pada siklus II diperoleh peningkatan nilai rata-rata

menjadi 80,00 dan siswa yang mencapai ketuntasan 85%. Dengan demikian penerapan

model pembelajaran kooperatif berbantuan media lingkungan sekitar dapat meningkatkan

motivasi dan hasil belajar siswa.

Kata kunci: minat, hasil belajar, prestasi, media lingkungan sekitar

Pendidikan lingkungan harus mampu mendorong terjadinya integrasi kearifan sikap dan

perilaku dalam menghadapi masalah yang timbul karena tatanan alam, dengan kerusakan atau

kerugian karena perilaku jenis makhluk hidup termasuk manusia (Yusran, 2010). Dalam pembelajaran

lingkungan hidup, lebih menekankan pada konteks pemahaman dan tindak lanjut permasalahan

lingkungan agar siswa memahami materi-materi esensial yang terjadi dimasa sekarang dan masa yang

akan datang.

Menurut peraturan bersama Menteri Negara Lingkungan Hidup dengan Menteri Pendidikan

Nasional Nomor: KEP 07/Men LH/06/2005, dan Nomor: 05/VI KEP/2005, tanggal 3 Juni 2005,

dijelaskan bahwa pendidikan lingkungan dikembangkan berdasarkan konsep dasar tentang lingkungan

hidup, yang diterapkan dalam keseluruhan jenis dan jalur pendidikan ilmu pengetahuan di segenap

jenjang dari Sekolah Dasar sampai di perguruan Tinggi. Hal ini mendorong agar materi pembelajaran

lingkungan hidup yang kurang menarik bagi siswa ketika belajar di kelas, menjadi pembelajaran yang

menarik dan diminati bagi siswa.

Pendidikan lingkungan secara berkesinambungan perlu dimasukkan ke semua jenjang

pendidikan (Sutrisno, 2012: 12). Berdasarkan hal tersebut, untuk menjaga keberlangsungan

pendidikan lingkungan, maka perlu kerjasama dengan kelompok mata pelajaran agama dan akhlak

mulia, ilmu sains dan teknologi, ilmu sosial dan budaya, serta pendidikan jasmani dan kesehatan.

Dunia pendidikan juga merintis kepedulian pendidikan lingkungan hidup mulai dari tahun

1975. Pada saat itu pendidikan lingkungan dikaitkan dengan Pendidikan Kependudukan dan

Lingkungan Hidup (Sutrisno, 2012:18). Mengacu pada uraian itulah, maka pendidikan lingkungan

perlu dijadikan satuan mata pelajaran yang berdiri sendiri, dengan tujuan untuk mempengaruhi siswa

agar mereka peduli terhadap kelestarian lingkungan (Sukistono, 2008).

Tujuan pendidikan lingkungan hidup adalah untuk meningkatkan kesadaran dan keterlibatan

siswa secara aktif dalam memecahkan masalah lingkungan hidup mulai dari pengetahuan,

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,

Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

518

keterampilan, sikap, motivasi, dan rasa keterpanggilan untuk bekerja secara individual dan kolektif

menuju ke pemecahan dan pencegahan timbulnya masalah lingkungan (Wiyono, 2012: 29). Hal ini

dimaksudkan agar dalam pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup di sekolah dapat berkembang dan

berjalan secara efektif, maka faktor-faktor pendukung baik langsung maupun tidak langsung perlu

diperhatikan.

Faktor-faktor yang dimaksud antara lain: (1). pemahaman guru terhadap materi lingkungan

yang akan diajarkan; (2). pemahaman terhadap bagaimana cara mengajar lingkungan hidup; (3).

media pembelajaran yang akan digunakan; dan (4). kreatifitas guru untuk menciptakan model-model

pembelajaran lingkungan hidup sesuai dengan kebutuhan siswa di sekolah (Wiyono, 2012: 33).

Selama ini di lapangan ditemukan pembelajaran lingkungan hidup yang terkesan hanya

mengacu pada buku panduan, lebih banyak teoritis daripada praktik di lapangan (Sutrisno, 2012).

Padahal, apabila guru mampu dan memiliki kreatifitas untuk mengembangkan model-model

pembelajaran lingkungan hidup yang mampu menarik minat siswa, maka pembelajaran lingkungan

hidup akan bermakna bagi pembelajar yaitu siswa (Wiyono, 2012).

Berdasarkan pengalaman guru di lapangan ditemukan bahwa ketika pembelajaran lingkungan

hidup berlangsung, dari 33 siswa di kelas VIII-E hanya 2 siswa yang mengajukan pertanyaan. Contoh

lain dalam diskusi dengan tema ekosistem sungai, terlihat hanya 20% saja siswa yang antusias, serta

dari 33 siswa dikelas VIII-E hanya 12 siswa yang memiliki buku modul lingkungan hidup. Keadaan

tersebut menunjukkan bahwa minat belajar siswa dalam pembelajaran lingkungan hidup masih

kurang, sehingga perlu dicarikan cara atau strategi pembelajaran yang dapat meningkatkan minat

belajar siswa. Pola pembelajaran yang menarik minat siswa perlu dikembangkan untuk meningkatkan

hasil belajar yang lebih baik.

Minat merupakan suatu sifat yang relatif menetap pada diri seseorang. Minat ini besar sekali

pengaruhnya terhadap hasil belajar, sebab dengan minat yang tinggi seseorang akan melakukan

sesuatu dengan sungguh-sungguh untuk mencapai hasil yang maksimal (Winarto, 2011: 9). Menurut

Arief, 1986 (dalam Winarto, 2011: 9), pembelajaran yang efektif harus dimulai dengan memberikan

atau mengungkap pengalaman langsung atau pengalaman konkret menuju kepada pengalaman yang

lebih abstrak. Pengalaman langsung dapat dilakukan dengan cara mengajak siswa berinteraksi dengan

lingkungan atau menghadirkan alat bantu media pembelajaran yang sesuai ke dalam kelas.

Alat bantu atau media pembelajaran yang tepat dan menarik guna membantu siswa dalam

mengembangkan pengalaman konkretnya sesuai materi yang sedang dipelajari. Bermacam peralatan

atau media pembelajaran yang dapat digunakan oleh guru untuk menyampaikan pesan pada siswa

melalui peragaan dan rekayasa untuk menghindarai verbalisme yang masih mungkin terjadi kalau

hanya menggunakan alat bantu visual semata (Hariani, 2015: 590).

Guru sebagai fasilitator dan media pembelajaran hendaknya dapat menyediakan berbagai

kemudahan bagi siswa sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai. Fasilitas belajar bagi siswa untuk

mendukung pembelajaran diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang,

memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa,

keatifitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis

peserta didik (PP No. 19 Tahun 2005 Bab IV Pasal 19 ayat 1). Peranan guru ini berkaitan dengan

interaksi langsung guru dengan siswa yang diwujudkan dalam suatu pembelajaran (Depdiknas, 2003:

9).

Menurut Efendi (dalam Purwoto, 2010), minat adalah variabel penting yang berpengaruh

terhadap tercapainya prestasi atau cita-cita yang diharapkan, seperti yang dikemukakan bahwa belajar

dengan minat akan lebih baik daripada belajar tanpa minat. Pada sisi lain, mengajar pada hakekatnya

adalah suatu proses yaitu proses mengatur, mengorganisasi lingkungan yang ada disekitar siswa,

sehingga dapat menumbuhkan dan mendorong anak didik melakukan proses belajar. Pada tahap

berikutnya, mengajar adalah proses memberikan bantuan atau bimbingan kepada siswa dalam

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7

519

melakukan proses belajar. Pada proses belajar mengajar, guru mempunyai tugas untuk mendorong,

dan memberi fasilitas belajar bagi siswa untuk mencapai tujuan.

Guru mempunyai tanggung jawab untuk melihat segala sesuatu yang terjadi dalam kelas

untuk membantu proses perkembangan siswa (Slameto, dalam Purwoto 2010). Pada dasarnya,

pembelajaran tidak selalu sesuai dengan rencana dan harapan. Pembelajaran seringkali memunculkan

masalah, baik dalam proses maupun hasilnya. Begitu pula yang penulis alami pada waktu proses

pembelajaran di kelas.

Akibat dari proses belajar mengajar yang tidak menarik minat siswa, tidak bermakna, dan

membuat jenuh siswa akan berpengaruh pada hasil belajar siswa (Hariani, 2015). Kondisi tersebut

memacu penulis untuk mencari solusi dalam melakukan perubahan metode belajar untuk meng-

upayakan peningkatan minat dan hasil belajar siswa. Beberapa model pembelajaran yang diung-

kapkan oleh para ahli untuk meningkatkan minat dan prestasi belajar siswa, diantara adalah model

pembelajaran kooperatif dan model pembelajaran kolaboratif. Model pembelajaran kooperatif mene-

kankan pada pentingnya kerjasama antar siswa untuk menyatukan pendapatnya dalam memecahkan

masalah, sedangkan pembelajaran kooperatif lebih menekankan pada sharing pendapat untuk

memperkuat pendapat yang telah dimiliki siswa. Model pembelajaran kooperatif lebih banyak

digunakan dalam pembelajaran di kelas, karena sangat sederhana dan dapat melibatkan semua siswa,

baik siswa yang berkemampuan tinggi maupun siswa yang berkemampuan rendah.

Menurut Kauchak dan Slavin (dalam Prihatiningsih, 2003) pembelajaran kooperatif siswa

bekerjasama dalam kelompok kecil yang merupakan gabungan siswa-siswa yang berbeda

kemampuan, menggunakan berbagai macam aktivitas pembelajaran guna meningkatkan pemahaman

mereka terhadap suatu subjek. Setiap anggota tim tidak hanya bertanggung jawab untuk mempelajari

apa yang diajarkan, tetapi juga membantu teman setimnya untuk terlibat dalam proses belajar.

Pembelajaran kooperatif merupakan suatu metode dimana siswa belajar bersama-sama dalam

kelompok dan anggota kelompok tersebut saling bertanggung jawab satu dengan siswa yang lain

(Wahyudi dalam Hariani 2015: 590). Setelah berakhirnya proses pembelajaran, biasanya diperoleh

hasil belajar yang merupakan hasil dari suatu interaksi pembelajaran. Dari sisi guru, proses

pembelajaran diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar (Dimyati Dalam Purwanto, 2010).

Hasil belajar yang diharapkan melalui pemanfaatan media lingkungan sekitar mampu

mendorong minat belajar siswa untuk mempelajari pendidikan lingkungan hidup, merubah tingkah

laku atau keterampilan yang berupa pengetahuan, pemahaman, sikap, dan aspek lain lewat

serangkaian kegiatan mengamati, mendiskusikan, berbuat, dan menulis hasil pengamatan yang telah

dilakukan (Sudjana Dalam Hariani, 2015).

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas dengan 2 siklus. Penelitian tindakan kelas

yang digunakan mengacu pada model Kemmis dan Tagges. Masing-masing siklus terdiri dari 4

tahapan, yaitu: perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi. Hasil pengamatan siklus 1

digunakan sebagai bahan untuk perbaikan pada siklus 2. Model penelitian tindakan kelas Kemmis

dan Taggard digambarkan sebagai berikut:

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,

Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

520

Gambar 1: Model penelitian tindakan kelas Kemmis dan Taggard

Penelitian dilakukan pada siswa kelas VIII-E SMP Negeri 06 Batu dengan jumlah siswa 33

anak, terdiri dari 17 siswa laki-laki dan 16 siswa perempuan. Penelitian dilakukan selama 2 bulan

pada semester genap tahun pelajaran 2015/2016, dimulai pada bulan Maret sampai dengan bulan

April 2016, dimana penelitian dilakukan sebanyak 2 siklus dengan 4 kali pertemuan. Model pembe-

lajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah model pembelajaran koopertatif tipe STAD

(student team achivement) berbantuan media lingkungan sekitar. Siswa di kelas akan dibagi menjadi 8

kelompok, masing-masing kelompok beranggotakan 4 sampai 5 siswa.

Siswa dalam kelompok akan secara bersama-sama dengan kelompoknya membagi diri sesuai

petunjuk yang diberikan oleh guru. Masing-masing kelompok akan dibagi menjadi 2 kelompok besar,

4 kelompok mengamati sungai sekitar sekolah, dan 4 kelompok lagi mengamati lahan persawahan

sekitar sekolah. Materi pembelajaran yang akan ditekankan adalah pencemaran lingkungan. Materi ini

sesuai dengan kompetensi dasar 3.1. Mengidentifikasi masalah pencemaran lingkungan dan tindakan

perusakan kelestarian lingkungan hidup, dan kompetensi dasar 3.2. Merumuskan masalah terkait

dengan pencemaran dan perusakan kelestarian lingkungan hidup pada siswa kelas VIII semester

genap.

Instrumen penelitian yang digunakan adalah lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran,

lembar observasi minat siswa, dan lembar kerja siswa. Lembar obersevasi digunakan untuk menjaring

data keterlaksanaan proses pembelajaran, lembar observasi minat digunakan untuk mengetahui tingkat

minat siswa dalam belajar, sedangkan LKS digunakan untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa.

Hasil pengamatan pelaksanaan pembelajaran dengan daftar pertanyaan atau tabel pengamatan.

Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi dan pengamatan

lingkungan sekitar sekolah yang mengalami pencemaran lingkungan, serta akibat yang ditimbulkan

dari pencemaran itu. Objek yang akan diobservasi oleh siswa adalah sungai yang melalui depan

sekolah dan lahan persawahan yang berada di belakang sekolah. Data yang diperoleh, kemudian

diolah secara deskriptif kuantitatif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil pembelajaran pada siklus I, diperoleh data dan hasil pembelajaran sebagai

berikut:

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7

521

Pembelajran pada siklus I:

a. Kegiatan awal

Guru mengawali pembelajaran dengan memberikan motivasi dan apersepsi kepada siswa

tentang pencemaran daerah aliran sungai Brantas, guru bercerita tentang pencemaran sungai Brantas

dengan membuat gambar penampang sungai. Selain itu guru juga membawa contoh gambar

pencemaran sungai dalam bentuk print out kepada siswa di kelas. Siswa memberikan tanggapan dan

antusias pada saat guru memberikan penjelasan tentang pencemaran sungai. Guru menyampaikan

materi pokok pembelajaran jenis-jenis pencemaran dan upaya penanggulangannya. Tema yang

diambil saat guru menjelaskan adalah perjalanan air sungai dan pencemaran sungai Brantas mulai dari

hulu, tengah, dan hilir.

Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan disampaikan pada pembelajaran siklus

pertama. Topik pembelajaran yang akan disampaikan adalah Jenis pencemaran sungai Brantas dari

hulu, tengah, dan hilir. Guru memberikan gambaran tentang penampang daerah aliran sungai Brantas,

dimulai dari hulunya yaitu di Desa Sumber Brantas, Desa Tulungrejo, Desa Punten, Desa Gunungsari,

hingga di Desa Sidomulyo. Hal apa yang dapat dilihat oleh siswa berdasarkan pemaparan dari guru,

terkait dengan pencemaran sungai Brantas di bagian hulu.

Langkah berikutnya, guru melanjutkan menjelaskan kondisi sungai di bagian tengah, yaitu di

daerah aliran sungai perkotaan padat penduduk di Kelurahan Sisir, hingga di daerah Dinoyo, Kota

Malang. Hal apa yang dapat diperoleh dari penjelasan guru tentang kondisi pencemaran sungai di

daerah tengah tersebut.

Pemaparan berikutnya, guru memberikan penjelasan tentang kondisi pencemaran sungai di

bagian hilir, dimulai dari daerah-daerah yang dilalui sungai Brantas, misalnya di Kota Surabaya

hingga sungai Brantas itu bermuara ke laut. Pencemaran apa saja yang terjadi di dalamnya, dijelaskan

semua oleh guru dengan bantuan media gambar penampang daerah aliran sungai Brantas.

b. Kegiatan inti

Dalam tahap inti, guru mengajukan pertanyaan terkait dengan topik pencemaran sungai

Brantas yang telah dijelaskan dengan berbantuan gambar penampang daerah aliran sungai. Hal ini

mendorong siswa untuk berfikir kritis dan mengajukan berbagai pertanyaan. Adapun proses tanya

jawab adalah:

G: Dari penjelasan Bapak tadi, hal apasajakah yang dapat kalian pelajari mulai dari hulu,

tengah, hingga hilir daerah aliran sungai Brantas?

S: Banyak pak, terutama di bagian tengah dan hilir, banyak terjadi pencemaran sungai.

G: Bisa dijelaskan bagaimana pola pencemaran sungainya?

(sambil berebut, mereka kemudian memberikan argumentasi atas pertanyaan yang

diajukan oleh guru), guru mempersilahkan perwakilan dari masing-masing kelompok

untuk menyampaikan argumentasinya dengan kalimat yang santun.

S: Saya pak, dari kelompok 2; saya menemukan sampah anorganik dan limbah rumah

tangga yang langsung di buang ke sungai Brantas, kebetulan rumah saya di Desa

Punten pak, di bagian hulu daerah aliran sungai Brantas.

S: Saya pak, dari kelompok 1; saya menemukan pencemaran sungai di bagian tengah,

kebetulan rumah saya di Kaliputih Kelurahan Sisir, disana masyarakat membuang

bekas pampes dan bangkai binantang yang mati langsung ke sungai Brantas, jika

musim hujan menimbulkan bau yang busuk, dan jika musim kemarau membuat

pemandangan sungai menjadi kumuh pak.

Berdasarkan hasil tanya jawab sesuai dengan penjelasan guru, terjadilah interaksi dan tanya

jawab antara guru dan siswa dalam proses pembelajaran. Siswa mulai berfikir kritis menanggapai apa

yang diuraikan oleh guru dalam tanya jawab tersebut. Siswa satu persatu mulai dapat menuebutkan

daerah-daerah yang terdampak pencemaran lingkungan. Sambil diselingi dengan bergurau, siswa

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,

Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

522

berani mengemukakan pendapatnya untuk berargumentasi berdasarkan hasil temuannya. Dalam tanya

jawab pada siklus I masih ditemukan tata bahasa dan sopan santun siswa dalam berargumentasi yang

kurang baik, mereka masih bergurau dan berargumentasi yang kadang kurang sesuai dengan tema

pembelajaran yang sedang berlangsung. Setelah proses tanya jawab selesai, guru memberikan tugas

kepada siswa melengkapi tabel pencemaran sungai Brantas berdasarkan kelompok, dan mengerjakan

lembar kegiatan siswa (LKS) berupa latihan soal bentuk pilihan ganda.

c. Kegiatan Penutup

Dalam kegiatan penutup, guru memberikan refleksi proses pembelajaran yang telah

dilaksanakan. Bersama-sama siswa dalam kelompok membuat kesimpulan tentang materi

pembelajaran dalam siklus pertama. Selanjutnya guru memberikan tugas untuk belajar persiapan

materi dalam pertemuan siklus ke II.

Perolehan nilai hasil belajar dengan akhir pada siklus I, diperoleh nilai rata-rata 55,50, dengan jumlah

siswa yang tuntas sebanyak 15 siswa sementara jumlah siswa yang belum tuntas sebanyak 18 siswa,

dengan persentase ketuntasan 45%.

Hal tersebut membuktikan bahwa pada siklus I masih jauh dari harapan, dimana ketuntasan

belajar siswa diharapkan mampu mencapai 80%, sehingga guru perlu memberikan evaluasi terhadap

semua kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan.

Beberapa hal sebagai temuan setelah dilakukan tanya jawab dengan berkelompok dan

berdiskusi sebagai bentuk refleksi dari semua kegiatan pembelajaran, maka disimpulkan

permasalahan bahwa (1). Siswa banyak yang bingung dengan model pembelajaran yang telah

dilakukan, (2). Siswa terlalu banyak berbicara dengan kelompoknya pada saat siswa lain sibuk dengan

mengerjakan tugas, (3). Proses pembelajaran terlalu memakan waktu yang banyak dari proses

penjelasan dari guru/ceramah guru, sehingga setiap kelompok banyak yang tidak berhasil

mengerjakan tugas yang telah diberikan oleh guru. Selain itu pula secara keseluruhan apa yang

dilakukan guru belum maksimal memberikan motivasi kepada siswa dan belum maksimal pula dalam

memberikan petunjuk pelaksanaan dalam mengerjakan tugas. Hal ini memunculkan banyak

pertanyaan bagi siswa tentang apa yang harus dikerjakan selama proses pembelajaran pada pertemuan

ini. Guru juga belum mengatur waktunya sedemikian rupa sehingga waktu banyak terbuang sia-sia.

Setelah melalui tanya jawab dan penugasan LKS mengerjakan soal bentuk pilihan ganda,

maka dapat disimpulkan bahwa (1). Guru harus lebih jelas dalam memberikan perintah dan petunjuk

yang jelas terhadap kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa, (2). Guru harus bisa meminimalisir

terbuangnya waktu yang sia-sia agar pemanfaatan waktu lebih maksimal dan efisien, (3). Guru harus

lebih memperhatikan agar siswa tidak terlalu banyak bermain dengan lebih fokus pada kegiatan

pembelajaran, (4). Guru harus lebih bisa mengatur waktu agar efisien dan efektif.

Selain itu, hal yang ditemui dalam proses pembelajaran siklus I dapat disimpulkan bahwa (1).

Siswa kurang antusias dalam mengikuti pembelajaran, (2). Sebagian siswa masih ramai dan gaduh

ketika guru menjelaskan di depan kelas, (3). Ada beberapa siswa yang tidak mau duduk berkelompok

berdasarkan pembagian kelompok di kelas, dan (4). Siswa dalam menjawab soal di LKS terkesan asal

menjawab, tanpa memikir terlebih dahulu.

Berdasarkan uraian di atas, maka hasil belajar pada pertemuan siklus I, diperoleh hasil belajar

seperti pada tabel 1 berikut ini

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7

523

Tabel 1: Hasil belajar pada siklus 1

No Uraian Hasil Siklus 1

1

2

3

4

Nilai rata-rata tes formatif

Jumlah siswa yang tuntas belajar

Jumlah siswa yang belum tuntas

Persentase ketuntasan belajar

55,50

15

18

45%

Berdasarkan tabel hasil belajar pada siklus I, dapat ditarik kesimpulan kelemahan dalam

pembelajaran siklus I adalah (1). Pembelajaran terpusat pada guru, (2). Siswa kurang antusias dalam

mengikuti pembelajaran di kelas, (3). Pola pembelajaran di dalam kelas kurang diminati oleh siswa,

dan (4). Lembar kegiatan siswa yang diberikan oleh guru bersifat hafalan.

Tes formatif dalam siklus 1 adalah siswa mengerjakan soal pengetahuan dengan tujuan

mengetahui sejauhmana suatu proses pembelajaran yang telah direncanakan (Winkel, 2013). Dari

siklus 1 terlihat bahwa hasil belajar yang telah diperoleh 48% ketuntasan siswa. Hal ini mendorong

untuk guru memberikan motivasi dan refleksi pembelajaran pada tahap berikutnya, yaitu di siklus II

yang lebih baik.

Berdasarkan hasil pembelajaran pada siklus II, diperoleh data dan hasil pembelajaran sebagai

berikut:

Pembelajaran pada siklus II:

a. Kegiatan awal

Guru mengawali pembelajaran dengan memberikan motivasi dan apersepsi kepada siswa

tentang proses terjadinya pencemaran lingkungan di sekitar lingkungan sekolah. Guru menyampaikan

materi pokok pembelajaran tentang pentingnya menjaga kelestarian lingkungan dari pencemaran,

sebelum siswa diajak pengamatan ke luar sekolah.

Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan disampaikan pada pembelajaran di

siklus II. Tujuan pembelajaran yang akan dicapai adalah setelah melakukan pengamatan, siswa dapat

mengetahui jenis pencemaran, faktor yang mempengaruhi terjadinya pencemaran, dan upaya dalam

menanggulangi terjadinya pencemaran.

Langkah berikutnya guru mempersipakan siswa berdasarkan kelompoknya untuk persiapan

kegiatan pengamatan ke luar sekolah. Secara tertib dan terbimbing, siswa bersama kelompoknya

keluar untuk melakukan pengamatan lingkungan yang mengalami pencemaran. Guru membimbing

siswa dan mendampingi siswa ketika keluar lingkungan sekolah.

b. Kegiatan inti

Dalam tahap inti, guru mengamati siswa yang melakukan pengamatan lingkungan sesuai

dengan tugas yang telah diberikan. Kelompok 1 sampai dengan kelompok 4 mengamati sungai, dan

kelompok 5 sampai dengan kelompok 8 mengamati lahan persawahan.Secara antusias siswa

melakukan pengamatan dan mengisi tabel pengamatan lingkungan yang telah dibagikan oleh guru

ketika tahap awal pembelajaran pada siklus II.

Tahap selanjutnya siswa kembali ke dalam kelas untuk mengkaji hasil temuannya ketika

pengamatan pencemaran lingkungan. Secara tertib siswa kembali ke dalam kelas dan duduk sesuai

dengan kelompoknya masing-masing. Guru mengawali kegiatan diskusi dengan melakukan tanya

jawab secara singkat terlebih dahulu kepada siswa, yaitu

G : Bagaimana anak-anak dengan pengamatan kalian tadi bersama kelompok?

S : Bagus pak, tapi sayang waktunya dibatasi, jadi kurang lama tadi saat pengamatan

sungai.

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,

Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

524

G : Apa yang kalian temukan tadi saat pengamatan sungai? silahkan kelompok yang

mengamati sungai untuk menyampaikan argumentasinya secara singkat.

S : Saya pak! saya dari perwakilan kelompok sungai tadi menemukan sampah botol air

mineral yang terhanyut di sungai, dan kelompok kami menemukan belut hidup di

sungai itu, tetapi belut itu tidak bergerak karena tempatnya hidup terhimpit oleh

tumpukan sampah ranting pohon dan busa diterjen.

G : Bagus sekali, itu menandakan bahwa lingkungan sungai di depan sekolah kita sudah

mengalami pencemaran, padahal disitu ada habitat belut yang masih bisa bertahan

hidup.

G : Bagaimana dengan kelompok sawah? ada yang ingin berpendapat, silahkan.

S : Saya pak, tadi kami menemukan pecahan kaca dan sisa makanan yang dibuang ke

lahan sawah dengan tanaman padi yang subur. Pemandangan ini merusak ekosistem

sawah pak, kelompok kami sangat prihatin.

G : Oke anak-anak, beri tepuk tangan untuk kalian semua.

(Siswa dan guru memberikan tepuk tangan atas hasil yang telah mereka dapatkan, hal

ini untuk memberikan motivasi dan semangat kepada siswa ketika pembelajaran).

G : Sekarang kalian lanjutkan diskusinya dengan cara bertukar pikiran dengan kunjung

karya ke kelompok lain untuk saling melengkapi.

S : (perwakilan siswa mengunjungi kelompok lain yang berbeda tempat pengamatannya).

Kelompok 1 mengunjungi kelompok 5, kelompok 2 mengunjungi kelompok 6, kelompok 3

mengunjungi kelompok 7, dan kelompok 4 mengunjungi kelompok 8. Hal ini dilakukan dengan

tujuan agar siswa dapat menggali informasi dari kelompok lain yang beda objek pengamatan. Guru

keliling pada masing-masing kelompok untuk melakukan penilaian diskusi kelompok. Setelah diskusi

kelompok selesai guru mempersilahkan perwakilan siswa untuk kembali ke kelompok asal, guru

memberikan arahan untuk persiapan presentasi di kelas. Secara acak, kelompok melakukan presentasi

di depan kelas didampingi oleh anggota kelompoknya. Dari kegiatan presentasi ini akhirnya timbul

tanya jawab antar kelompok. Guru memandu jalanya presentasi dan sekaligus memberikan penilaian

kegiatan presentasi kelompok.

c. Kegiatan penutup

Dalam kegiatan penutup, guru memberikan refleksi proses pembelajaran yang telah

dilaksanakan. Bersama-sama siswa dalam kelompok, guru memberikan kesimpulan hasil diskusi

kelompok yang telah dilakukan. Guru memberikan refleksi hasil pembelajaran dan pesan moral dalam

rangka pencegahan tindakan pencemaran lingkungan.

Berdasarkan pelaksanaan tanya jawab dengan siswa, dapat ditarik kesimpulan bahwa telah

terjadi interaksi dan pembelajaran aktif di kelas. Hal ini dapat dilihat dari antusias siswa saat

pengamatan lingkungan, tanya jawab, dan diskusi untuk berbagi dengan kelompok lain. Pembelajaran

pada siklus II ini dapat dijadikan perbaikan pada siklus I, perbedaannya adalah pada siklus I

pembelajaran terpusat pada siswa, guru sebagai satu-satunya sumber belajar, dan pembelajaran di

dalam kelas terkesan membosankan siswa. Sedangkan pada pembelajaran pada siklus II siswa aktif,

siswa dapat menyampaikan argumentasinya, pembelajaran dibagi menjadi dua yaitu di luar kelas

dengan pengamatan, dan di dalam kelas dengan metode tanya jawab dan diskusi.

Hal ini menjadi perbaikan proses pembelajaran, dari pembelajaran pada siklus I yang

berorientasi pada LKS dan penjelasan guru, menjadi pembelajaran kreatif, inovatif, dan bermakna

pada siklus II.

Berdasarkan hasil pembelajaran pada siklus II, maka dapat diambil kesimpulan seperti pada

tabel 2 berikut

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7

525

Tabel 2: Hasil belajar pada aktivitas pengamatan, diskusi, dan presentasi

No Uraian Hasil

1

2

3

4

Nilai rata-rata pengamatan

Nilai rata-rata diskusi

Nilai rata-rata presentasi

Persentase ketuntasan belajar

80,00

75,55

75,55

85%

Berdasarkan tabel 2 di atas, dapat dijelaskan bahwa perolehan nilai hasil belajar menunjukkan

peningkatan ke arah yang lebih baik. Hal ini disadari walaupun peningkatan hasil belajar tidak

signifikan, namun demikian usaha guru menunjukkan hasil yang lebih baik dari sebelumnya.

Pada pertemuan siklus II, guru lebih fokus dengan kegiatan dan lebih memperjelas penugasan

kelompok yang telah diberikan ketika proses pembelajaran di kelas. Aktivitas kerja kelompok

semakin baik sehingga guru tidak perlu repot dengan pertanyaan-pertanyaan atau ceramah seperti

halnya pada pertemuan sebelumnya. Siswa lebih mandiri dan sangat aktif dengan pekerjaannya.

Beberapa hal yang menjadi catatan bahwa pemberian materi di luar ruangan tentu sangat

melelahkan, namun ketika peneliti melihat siswa lebih semangat dan termotivasi dalam belajar, maka

hilanglah rasa lelah tersebut. Setelah melakukan kegiatan pada siklus II memperlihatkan peningkatan

hasil belajar serta motivasi siswa yang tinggi. Hal ini terlihat dari semangat siswa dalam belajar

dengan memperlihatkan hasil belajarnya yang lebih baik dari pada pertemuan siklus I sebelumnya.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pembelajaran pada siklus I, dapat ditarik kesimpulan bahwa, (1).

Pembelajaran terpusat pada guru, (2). Guru sebagai satu-satunya sumber belajar, (3). Siswa kurang

antusias dalam mengikuti pembelajaran, dikarenakan pembelajaran di dalam kelas saja dan terkesan

mendengarkan ceramah dari guru saja, dan (4). LKS yang diberikan oleh guru terkesan materi

hafalan. Hasil belajar pada siklus I didapatkan jumlah siswa yang tuntas belajar 15 siswa, dan jumlah

siswa yang belum tuntas belajar 18 siswa dengan persentase ketuntasan 45%.

Hasil pembelajaran pada siklus II, dapat ditarik kesimpulan bahwa, (1). Guru mulai

mengembangkan dan mengubah pola mengajarnya dengan belajar di luar kelas berupa pengamatan

lingkungan, (2). Guru membimbing siswa dengan tanya jawab dan diskusi terbimbing, (3). Penilaian

yang diberikan oleh guru tidak pada LKS, tetapi dengan penilaian pengamatan, diskusi, tanya jawab,

dan presentasi, dan (4). Siswa antusias serta berani menyampaikan argumentasinya ketika proses

pembelajaran berlangsung. Hasil belajar pada siklus II didapatkan jumlah siswa yang tuntas 28 siswa,

dan jumlah siswa yang belum tuntas belajar 5 siswa dengan persentase ketuntasan 85%.

Hasil ini dapat dibandingkan antara siklus I dan siklus II ada perbaikan bahwa temuan-temuan

di lapangan menunjukkan pembelajaran yang memanfaatkan lingkungan sekitar, dapat memberikan

warna tersendiri dalam proses pembelajaran, tetapi harus paham bahwa seorang peneliti atau guru

harus mampu mengatur waktu secara efektif dan efisien. Hal ini karena ketika peneliti atau guru salah

dalam mengatur waktu akan menjadi bumerang bagi guru itu sendiri. Selain itu, guru dapat mengubah

pola pembelajaran yang inovatif dengan berbantuan media lingkungan sekitar sekolah memberikan

kreatifitas siswa untuk belajar yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

----. 2005. Kumpulan Lembar Negara Tanggal 3 Juni 2005. Jakarta: Kementrian Lingkungan Hidup.

----. 2003. Kumpulan Permendiknas. Jakarta: Kementrian Pendidikan Nasional.

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,

Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

526

Depdiknas. 2007. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) SMP/MTs. Jakarta: BP Cipta Jaya.

Hariani, Siti. 2011. Penggunaan Media Lingkungan Alam Sekitar Untuk Meningkatkan

Motivasi dan Hasil Belajar Siswa. Jurnal TEQIP tidak diterbitkan.

Kapludin, Yusran. 2010. Petingnya Pendidikan Lingkungan Bagi generasi Bangsa. Jurnal Hijaulah

Negeriku. Jurnal tidak diterbitkan.

Prihatiningsih, Tuti. 2003. Pembelajaran Inovatif III. Makalah Workshop Pengembangan Profesi

Guru tidak diterbitkan.

Purwoto, dkk. 2010. Jurnal Peningkatan Kualitas Guru J-TEQIP. Malang: Universitas Negeri

Malang (UM).

Sukistono, dkk. 2008. Kurikulum Mulok Pendidikan Lingkungan Hidup. Batu: Dinas Pendidikan Kota

Batu.

Sutrisno, dkk. 2012. Modul Pengembangan Materi Lingkungan Hidup. Malang: UM Press.

Wiyono, dkk. 2012. Modul Pengembangan Materi Lingkungan Hidup. Malang: UM Press.

Winarto, 2011. Membangun Kreatifitas dan Peningkatan Kualitas Pembelajaran Melalui Media IPA.

Jurnal TEQIP tidak diterbitkan.

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7

527

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA MELALUI METODE

EKSPERIMEN dan TWO STAY - TWO STRAY (TSTS) TENTANG SIFAT BENDA

BAGI SISWA KELAS III SD NEGERI PANDANREJO 01

Theresia Magdalena Ninik Hariyanti

SDN Pandanrejo 01 Bumiaji - Kota Batu

[email protected]

Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah upaya meningkatkan hasil belajar IPA melalui

metode eksperimen dalam model pembelajaran two stay two stray. Jenis penelitian yang

digunakan adalah penelitian tindakan kelas. Subyek penelitian adalah siswa kelas III SD

Negeri Pandanrejo 01 sebanyak 24 anak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil belajar

siswa meningkat. Rata-rata hasil belajar pada siklus I sebesar 64,79% sedangkan siklus II

sebesar 80,62%. Disimpulkan bahwa metode eskperimen dalam model two stay-two stray

dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi sifat benda.

Kata kunci : Hasil belajar, metode eksperimen dan model two stay - two stray

Pada dasarnya Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan cara mencari tahu tentang alam

secara sistematis untuk menguasai kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep,

prinsip-prinsip, proses penemuan dan memiliki sikap ilmiah. Hal ini tentu saja berimplikasi terhadap

kegiatan pembelajaran IPA. Pembelajaran IPA tidak hanya sekedar pengetahuan yang bersifat ilmiah

saja, melainkan terdapat dimensi-dimensi ilmiah penting yang menjadi bagian dari IPA, yaitu muatan

IPA (content of science), keterampilan proses (science process skills), dan dimensi yang terfokus pada

karakteristik sikap dan watak ilmiah.

Akan tetapi pada kenyataannya, pendidikan kita tidaklah demikian. Hal ini ditemukan oleh

hasil penelitian yang dilakukan oleh Blazelly (Sudrajat, 2004) bahwa pembelajaran IPA di Indonesia

cenderung teoritik dan tidak terkait dengan lingkungan di mana siswa berada. Akibatnya peserta didik

tidak mampu menerapkan apa yang dipelajarinya di sekolah, guna memecahkan masalah yang

dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan permasalahan yang terjadi di Sekolah Dasar Negeri

Pandanrejo 01 Kota Batu. Beberapa masalah yang ditemukan antara lain: (1) siswa belum menguasai

materi, (2) siswa kurang perhatian selama pembelajaran berlangsung, dan (3) hasil yang diperoleh di

bawah KKM 13 siswa, yang di atas KKM siswa 11 siswa. Berkaitan dengan hal tersebut , metode

eksperimen dan TSTS dapat meningkatkan penguasaan materi IPA dan meningkatkan perhatian siswa

dalam pembelajaran.

Salah satu model pembelajaran TSTS, “dua tinggal dua tamu” yang dikembangkan - two

stray. Salah satu model pembelajaran eksperimen adalah TSTS. “dua tinggal dua tamu” yang di

kembangkan oleh Spencer Kagan (1992) dan biasa digunakan bersama dengan model Kepala

Bernomor (Numbered Heads). Struktur TSTS yaitu salah satu tipe pembelajaran koperatif yang

memberikan kesempatan kepada kelompok membagikan hasil dan informasi kepada kelompok lain.

Hal ini dilakukan karena banyak kegiatan belajar mengajar yang di warnai dengan kegiatan-kegiatan

individu. Siswa bekerja sendiri dan tidak diperbolehkan melihat pekerjaan siswa yang lain. Padahal

dalam kenyataan hidup di luar sekolah, kehidupan dan kerja manusia saling bergantung satu sama

lainnya.

Pengertian metode eksperimen menurut Syaiful Bahri Djamarah (1995) metode eksperimen

adalah cara penyajian pelajaran dimana siswa melakukan percobaan dengan mengalami dan

membuktikan sendiri sesuatu yang dipelajari. Kemudian Mulyani Sumantri dkk (1999) mengatakan

bahwa metode eksperimen di artikan sebagai cara belajar mengajar yang melibatkan siswa dengan

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,

Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

528

mengalami dan membuktikan sendiri proses dan hasil percobaan. Menurut Roestiyah (2001:80)

metode eksperimen adalah suatu cara mengajar , dimana siswa melakukan percobaan tentang suatu

hal, mengamati prosesnya serta menuliskan hasil percobaannya, kemudian hasil pengamatan itu

disampaikan ke kelas dan dievaluasi oleh guru. Menurut Schoenherr (1996) yang dikutip oleh

Palendeng (2003:81) metode eksperimen adalah metode yang sesuai untuk pembelajaran sains, karena

metode eksperimen mampu memberikan kondisi belajar yang dapat mengembangkan kemampuan

berfikir dan kreativitas secara optimal. Siswa diberi kesempatan untuk menyusun sendiri konsep-

konsep dalam struktur kognitifnya, selanjutnya dapat diaplikasikan dalam kehidupannya. Metode

eksperimen menurut Al-Farisi (2005:2) adalah metode yang bertitik tolak dari suatu masalah yang

hendak dipecahkan dan dalam prosedur kerjanya berpegang pada prinsip metode ilmiah. Berkaitan

dengan penerapan metode eksperimen dan metode two stay - two stray dalam pembelajaran dapat

menggali potensi siswa dalam pembelajaran sifat benda.

Metode

Jenis penelitian yang akan digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas dengan 2 siklus.

Penelitian tindakan kelas dilakukan secara bertahap yaitu perencanaan, pelaksanaan tindakan,

pengamatan tindakan dan refleksi. Hasil refleksi terhadap tindakan yang dilakukan akan digunakan

kembali untuk revisi rencana jika ternyata tindakan yang dilakukan belum berhasil memperbaiki

praktek atau belum memecahkan masalah. Dalam penelitian tindakan kelas menggunakan tahapan

seperti pada Gambar 1 .

Perencanaan Pelaksanaan Tindakan

Rencana Tindakan Siklus I

Refleksi Observasi

Perencanaan Pelaksanaan Tindakan

Rencana Tindakan Siklus II

Refleksi Observasi

Indikator Tercapai

Selesai

Gambar 1. Siklus-siklus dalam pembelajaran

Dalam tahap perencanaan tindakan pada siklus ini, kegiatan yang dilakukan adalah (1)

Penyusunan Silabus dan RPP yang berkaitan dengan materi sifat benda, (2) Penelitian merancang

skenario pembelajaran yang dapat mengaktivitaskan siswa dalam kelas, (3) Merancang alat

pengumpul data berapa tes yang digunakan untuk mengetahui pemahaman kemampuan siswa.

Dalam pelaksanaannya guru membagi kelompok yang berjumlah 4 (empat) siswa.

Dilanjutkan dengan guru menjelaskan tugas yang akan dikerjakan dalam kelompok yaitu (1) Setelah

selesai mengerjakan LKS, dua siswa dari masing-masing kelompok menjadi tamu kedua kelompok

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7

529

yang lain, (2) Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan

informasi ke tamu yang datang, (3) Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan

melaporkan temuan mereka dari kelompok lain, (4) Kelompok mencocokkan dan membahas kerja

mereka. Dan langkah terakhir guru membagikan LKS dan masing-masing kelompok mendiskusikan.

Guru mengamati dan mencatat semua kejadian yang terjadi pada saat siswa mengikuti

pembelajaran dan menanyakan pada siswa yang kurang aktif dalam pembelajaran tentang kesulitan-

kesulitan yang dihadapinya.

Guru menganalisa hasil pekerjaan siswa dan hasil observasi yang dilakukan pada siswa guna

menentukan langkah berikutnya.

Guru membuat penilaian siswa, berdasarkan pada hasil yang didapatkan siswa pada evaluasi

yang dilakukan pada refleksi ternyata nilai ketuntasan klasikal siswa belum memenuhi syarat, maka

dilanjutkan ke Siklus II.

Hasil Dan Pembahasan

Gambar I Gambar II

Siswa mendengarkan penjelasan pratikum. Siswa melaksanakan presentasi.

SIKLUS I

Pelaksanaan pembelajaran siklus I, guru memberikan penjelasan secara klasikal tentang

materi yang akan dipelajari menurut Speancer Kagan (1992) tentang pembelajaran TSTS 2 tinggal 2

tamu yaitu dua siswa yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi ke

tamu yang datang. Tamu kembali ke kelompoknya sendiri lagi dan melaporkan temuannya pada dua

siswa yang tinggal. Setelah itu guru membagikan tugas LKS yang akan dikerjakan siswa dengan

mengalami dan membuktikan sendiri proses hasil percobaan menurut Mulyani Sumatri dkk (1999).

Setelah itu setiap kelompok mempresentasikan hasilnya.

Hasil penelitian siklus I ditinjau dari proses pelaksanaan pembelajaran dapat digambarkan

sebagai berikut : (1) siswa belum menguasai materi, (2) siswa kurang memperhatikan selama

pembelajaran berlangsung, (3) siswa kurang nampak menyimpulkan materi.

Perilaku siswa tersebut menyebabkan siswa sangat sulit untuk menerima dan mencerna materi

pembelajaran. Dampak dari hal tersebut adalah tingkat kesukaran siswa dalam memahami materi

sangat rendah yang menyebabkan prestasi hasil belajar siswa kurang memuaskan setelah diadakan

evaluasi.

Hasil penelitian siklus I ditinjau dari proses pelaksanaan pembelajaran dapat digambarkan

sebagai berikut :

Hasil belajar siswa pada siklus I dengan melakukan tes kepada 24 siswa hasilnya dapat

dilihat pada Tabel 1.

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,

Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

530

TABEL 1. Nilai Hasil Belajar Siswa Siklus I

TIDAK TIDAK

TUNTAS TUNTAS

1 Martono 60 √ 13 Triwahyuni 80 √

2 Hariyono 55 √ 14 Darmaji 85 √

3 Sukoyo 25 √ 15 Bambang Sulistya 65 √

4 Pariyono 40 √ 16 Puji Astutik 95 √

5 Mukhamad 95 √ 17 Amelia 80 √

6 Tarmuji 55 √ 18 Kurniawati 85 √

7 Anisah 75 √ 19 Yuri Susanto 75 √

8 Gunawan 85 √ 20 Amanda 95 √

9 Agustino 40 √ 21 Yunita 60 √

10 Rahayu 75 √ 22 Kurniawan 55 √

11 Puspita 50 √ 23 Bagas Prasetyo 70 √

12 Yuliana 20 √ 24 Hariyanti 70 √

Jumlah = 1555

Rata-rata= 64,79%

NILAITUNTAS TUNTASNO NAMA SISWA NILAI NO NAMA SISWA

TABEL 1. HASIL KETUNTASAN KELAS

1 TUNTAS 11 45,83%

2 TIDAK TUNTAS 13 54,17%

NO KATAGORI JUMLAH SISWA PERSENTASE

Berdasarkan Tabel 1 di atas dapat dijelaskan bahwa dengan KKM yang ditetapkan sebesar 70,

maka hasil belajar siswa yang di bawah KKM berjumlah 13 siswa, sedangkan yang berada di atas

KKM berjumlah 11 siswa, sehingga perlu dilakukan perbaikan-perbaikan yang akan digunakan pada

pembelajaran melalui siklus II. Rendahnya hasil belajar siswa yang sebagian besar masih di bawah

KKM dimungkinkan adanya faktor-faktor sebagai berikut: (1) guru menyajikan materi pembelajaran

kurang dimengerti siswa, (2) alat pembelajaran demontrasi hanya dilakukan oleh guru saja, (3) guru

hanya memberi kesempatan pada sebagian siswa untuk melakukan demonstrasi.

Pada pembahasan siklus I kekurangan aktifitas sebelumnya tidak muncul dalam pembelajaran

dimungkinkan karena metode eksperimen dan TSTS yang digunakan guru baru saja dikenal oleh

siswa, maka siswa masih bingung dan belum paham. Jadi pembelajaran pada siklus I belum mencapai

nilai yang di inginkan dan belum maksimal sehingga perlu peneliti melanjutkan ke siklus II.

Dari hasil pembelajaran yang telah dilaksanakan pada siklus I dapat disimpulkan bahwa siswa

baru mengenal dan mengetahui tentang metode eksperimen dan TSTS atas dasar data tabel 1.

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7

531

Gambar I Gambar II

Siswa mendengarkan penjelasan pratikum. Siswa melaksanakan presentasi.

SIKLUS II

Pelaksanaan pembelajaran siklus II, guru memberikan penjelasan secara klasikal tentang

materi yang akan dipelajari menurut Speancer Kagan (1992) tentang pembelajaran TSTS 2 tinggal 2

tamu yaitu dua siswa yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi ke

tamu yang datang. Tamu kembali ke kelompoknya sendiri lagi dan melaporkan temuannya pada dua

siswa yang tinggal. Setelah itu guru membagikan tugas LKS yang akan dikerjakan siswa di Gambar I

dengan mengalami dan membuktikan sendiri proses hasil percobaan menurut Mulyani Sumatri dkk

(1999). Setelah itu setiap kelompok memprestasikan hasilnya Gambar II.

Hasil penelitian siklus II ditinjau dari proses pelaksanaan pembelajaran dapat digambarkan

bahwa (1) siswa sudah memahami materi selama pembelajaran berlangsung, (2) Siswa

memperhatikan dan aktif, (3) sehingga siswa dapat menyimpulkan tentang materi. Setelah diadakan

evaluasi, maka hasil belajar siswa pada siklus II, dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

TABEL 2. Nilai Hasil Belajar Siswa Siklus Ii

TIDAK TIDAK

TUNTAS TUNTAS

1 Martono 75 √ 13 Triwahyuni 95 √

2 Hariyono 90 √ 14 Darmaji 90 √

3 Sukoyo 45 √ 15 Bambang Sulistya 75 √

4 Pariyono 65 √ 16 Puji Astutik 100 √

5 Mukhamad 95 √ 17 Amelia 100 √

6 Tarmuji 80 √ 18 Kurniawati 100 √

7 Anisah 100 √ 19 Yuri Susanto 85 √

8 Gunawan 95 √ 20 Amanda 100 √

9 Agustino 70 √ 21 Yunita 95 √

10 Rahayu 80 √ 22 Kurniawan 60 √

11 Puspita 90 √ 23 Bagas Prasetyo 85 √

12 Yuliana 25 √ 24 Hariyanti 100 √

Jumlah = 1935

Rata-rata= 80,62%

NILAITUNTAS TUNTASNO NAMA SISWA NILAI NO NAMA SISWA

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,

Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

532

TABEL 2. Hasil Ketuntasan Kelas

1 TUNTAS 19 79,17%

2 TIDAK TUNTAS 5 20,83%

NO KATAGORI JUMLAH SISWA PERSENTASE

Setelah diadakan perbaikan pembelajaran pada siklus I tentang metode eksperimen dan TSTS

maka pada siklus II ada peningkatan hasil belajar siswa, Siklus I siswa yang mendapat nilai di bawah

KKM 13 siswa, siswa yang di atas KKM 11 siswa. Siklus II siswa yang nilainya di bawah KKM 5

siswa, dan siswa yang di atas KKM 19 siswa.

Pada siklus II yang dilakukan untuk menjelaskan materi guru aktif bertanya selama proses

belajar mengajar berlangsung, sehingga siswa paham dan aktif merespon pertanyaan guru serta

menimbulkan minat siswa sehingga siswa dapat menyimpulkan sifat benda.

Peneliti tindakan kelas penulis telah menunjukan peningkatan kualitas pada hasil belajar siswa

pada tabel 2. Dengan demikian tujuan pembelajaran yang di inginkan oleh guru tercapai.

Pada hasil pembelajaran yang telah dilaksanakan pada siklus II dapat disimpulkan bahwa

metode eksperimen dan TSTS dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

Kesimpulan

Melalui metode eksperimen dan metode two stay - two stray pada mata pelajaran IPA dapat

meningkatkan prestasi belajar siswa, pemahaman siswa terhadap materi lebih baik, teliti dalam

mengerjakan tugas, berani dalam mengambil keputusan (mengambil kesimpulan), dan meningkatkan

kerja sama antar siswa.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian sebagai respon dan kesimpulan di atas, guru dianjurkan untuk

menerapkan metode eksperimen dan TSTS “two stay - two stray” dalam meningkatkan pelajaran

IPA.

Daftar Rujukan

Al-Farisi. 2005:2. Metode Eksperimen.

Depdiknas. 2006. KTSP : Standar Kompetensi Mata Pelajaran IPA Sekolah Dasar dan Madrasah

Ibtidayah. Jakarta, Pusat Kurikulum Pendidikan Dasar dan Menengah.

Mulyani Sumantri dkk. 1999. Metode Eksperimen.

Roestiyah. 2001:80. Metode Eksperimen.

Schoenherr. 1996. Dikutip oleh Palendeng. 2003:81. Metode Eksperimen.

Spencer Kagan. 1992. Pembelajaran TSTS “two stay – two stray” ” ( dua tinggal dua tamu).

Syaiful Bahri Djamarah. 1995. Metode Eksperimen.

Zubaidah, S, Mahamal S, Yuliatif, L. 2015. Ragam Model Pembelajaran IPA Sekolah Dasar.

Malang : Kerjasama PT. Pertamina (Persero) dengan Universitas Negeri Malang.

Zubaidah dkk. 2013. Pembelajaran IPA Menjadi Pembelajaran Bermakna. Depdiknas.

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7

533

PENGGUNAAN MEDIA BENDA KONKRIT UNTUK MENINGKATKAN HASIL

BELAJAR IPA TENTANG GAYA BAGI SISWA KELAS IV

SDN MOJOREJO 02 BATU

Nanik Mahmuda

SDN Mojorejo 02 Batu

[email protected]

Abstrak : Proses belajar mengajar yang kurang melibatkan siswa secara langsung misalnya

metode ceramah membuat siswa pasif, bosan, dan tidak tertarik dengan kegiatan belajar ,

akibatnya sebagian besar siswa sulit mencapai KKM. Tujuan dari penelitian ini adalah

meningkatkan prestasi belajar IPA tentang gaya dengan penggunaan media benda konkrit.

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang terdiri dari 2 siklus, dan setiap

siklusnya terdiri dari perencanaan, pelakaksanaan, observasi dan refleksi. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa penggunakan media benda konkrit pada pembelajaran IPA dapat

meningkatkan hasil belajar siswa. Pada siklus I hasil belajar mencapai KKM 47.05 % dan

pada siklus II 82.35%, pada sub materi tentang gaya di kelas IV SDN Mojorejo 02 Batu

.Penggunakan media konkrit dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa.

Kata Kunci : media benda konkrit, hasil belajar, gaya

Pelajaran IPA sangat erat sekali hubungannya dengan kehidupan sehari-hari. Dengan

mempelajari IPA dapat menumbuhkan kemampuan berfikir, bekerja, berperilaku kreatif dan inofatif

pada anak. Untuk mencapai hal di atas maka perlu dilakukan berbagai upaya diantaranya, melalui

penerapan media pembelajaran, peningkatan kemampuan guru, penerapan metode pembelajaran yang

bervariasi, dan upaya lainya melalui pengembangan keprofesionalan guru berkelanjutan.

Proses pembelajaran IPA di SDN Mojorejo 02 masih sering menggunakan metode ceramah

dan tanya jawab saja. Pada kenyataannya penerapan pembelajaran menggunakan metode ceramah

dan tanya jawab yang dilakukan di dalam proses pembelajaran, mempunyai kelemahan sebagai

berikut : (1) Siswa tidak tertarik dan tidak aktif pada saat proses pembelajaran berlangsung, dan (2)

Nilai siswa masih belum dapat mencapai target Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). (3) Pada saat

pembelajaran berlangsung siswa bosan sehingga kelas menjadi gaduh. (4) pemahaman siswa tentang

materi yang diajarkan kurang maksimal.

Ketidak aktifan siswa memang sangat berpengaruh terhadap pemahaman materi yang

diberikan oleh guru. Ini terbukti hasil pelaksanaan pembelajaran yang menggunakan metode

ceramah dan tanya jawab saja khususnya pada siswa klas IV SDN Mojorejo 02 Batu, pada materi

tentang gaya hasil belajar siswa masih belum dapat memenuhi KKM yang sudah ditetapkan. KKM

mata pelajaran IPA yaitu 7.00, namun dari hasil tes formatif pada mata pelajaran IPA tentang gaya

dari jumlah siswa sebanyak 34 anak yang belum mencapai KKM ada 27 siswa atau 79.21%.

Sedangkan siswa yang telah mencapai KKM 7 siswa atau 20.58%. Hal ini menunjukkan bahwa hasil

belajar siswa tentang gaya masih rendah. Untuk itu dirancang metode yang tepat bagi siswa demi

terwujudnya tujuan pembelajaran yang diharapkan. Untuk meningkatkan hasil belajar IPA tentang

gaya, khususnya pada siswa kelas IV SDN Mojorejo 02 Batu, penerapan pembelajaran dengan

penggunaan media benda konkrit diyakini tepat untuk mengatasi problem kurang pemahaman siswa

tentang gaya. Karena dengan menggunakan media pembelajaran benda konkrit mempunyai

keuntungan sebagai berikut : Bagi siswa : (a) siswa termotivasi untuk ikut aktif dalam mengikuti

proses pembelajaran, (b) siswa memperoleh pengalaman belajar yang menarik, (c) siswa lebih

memahami konsep gaya, (d) meningkatkan hasil belajar siswa. Bagi guru : (a) guru lebih mudah

mengajarkan konsep gaya, (b) membantu guru dalam melakukan perbaikan-perbaikan proses

pembelajaran yang dikelolanya, (c) meningkatkan kreatifitas guru, (d) membuat guru lebih

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,

Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

534

percaya diri dalam memnyampaikan materi yang diajarkan, (e) membantu guru dalam

mengembangkan pembelajaran secara professional.

Media konkrit adalah metode pembelajaran yang menggunakan benda langsung. Hal ini

sejalan dengan pendapat Wiranata putra (2005), media konkrit adalah segala sesuatu yang nyata dapat

digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran,

perasaan, perhatian, dan minat siswa sehingga proses pembelajaran dapat berjalan lebih efektif dan

efisien menuju kepada tercapainya tujuan yang diharapkan.

Mulyani Sumantri (2004;178) mengemukakan bahwa secara umum media konkrit berfungsi

sebagai : (a) Alat bantu untuk mewujudkan situasi belajar mengajar yang efektif, (b) bagian intergral

dari keseluruhan situasi mengajar, (c) meletakkan dasar-dasar yang konkrit dan konsep yang abstrak

sehingga dapat mengurangi pemahaman yang bersifat verbalisme, (d) mengembangkan motifasi

belajar peserta didik, (e) mempertinggi mutu belajar mengajar.

Setyosari (1997;53) juga berpendapat bahwa, guru harus menyediakan dan memberikan

kesempatan sebanyak mungkin kepada siswa untuk belajar secara aktif sedemikian rupa sehingga

para siswa dapat menciptakan, membangun, mendiskusikan, membandingkan, bekerja sama, dan

melakukan eksperimentasi dalam kegiatan belajarnya

Menurut Mulyani Sumantri dan Johar Pernama (1999:202) menyatakan bahwa “media benda

asli merupakan benda yang sebenarnya membantu pengalaman nyata peserta didik dan menarik

minat dan semamgat belajar siswa“ dengan menggunakan benda asli akan memberikan rangsangan

yang amat penting bagi siswa untuk mempelajari berbagai hal terutama menyangkut pengembangan

ketrampilan tertentu. Melalui penelitian tindakan kelas ini diharapkan dapat memotivasi siswa untuk

aktif dalam proses pembelajaran, sehingga ada peningkatan pemahaman terhadap mata pelajaran IPA

terutama tentang gaya. Peningkatan pemahaman ditunjukkan dengan meningkatnya hasil akhir belajar

siswa menjadi tinggi.

Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas. Penelitian tindakan

kelas ini dilaksanakan di SDN Mojorejo 02 Batu. Subyek penelitian adalah siswa kelas IV yang

berjumlah 34 siswa, dengan rincian 21 laki-laki dan 13 siswa perempuan. Penelitian dilaksanakan

secara berkolalaborasi dengan teman sejawat.

Peneliti bertindak sebagai pelaksana tindakan perbaikan pembelajaran sedangkan teman

sejawat selaku pengamat pembelajaran. Kolaborasi tersebut bertujuan untuk memeperbaiki dan

meningkatkan proses pembelajaran dikelas secara professional.

Dalam penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus, setiap siklus dilaksanakan dua kali

pertemuan, setiap pertemuan dilaksanakan 2 x 35 menit. Setiap iklus ada beberapa tahap, antara lain :

perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi.

Tahapan pelaksanaan penelitian ini dibagi dalam tiga tahap yaitu : tahap pra penelitian, tahap

perencanaan, dan tahap pelaksanaan. Dalam tahap pra penelitian, peneliti mengidentifikasi masalah

yang timbul dalam pelaksanaan proses pembelajaran. Dari hasil identifikasi tersebut ditentukan suatu

masalah yang nantinya akan dijadikan rumusan masalah yang akan diteliti. Untuk menentukan cara

mengatasi masalah tersebut. Selanjutnya adalah tahap perencanaan, dalam tahap ini penulis

mempersiapkan segala sesuatu yang akan digunakan dalam siklus I. Dalam persiapan ini penulis juga

berdiskusi dengan teman sejawat dalam membuat RPP dan juga metode yang akan digunakan dalam

pelaksanaanya nanti.

Selanjutnya adalah tahap pelaksanaan yang dilakukan sesuai dengan rencana yang sudah

dipersiapkan. Dalam pelaksanaan teman sejawat selaku observer mengamati jalannya proses

pembelajaran dan mencatat segala sesuatu yang terjadi selama proses pembelajaran berlangsung yang

nantinya akan dijadikan untuk menentukan langkah pada siklus II.

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7

535

Hasil Dan Pembahasan

Siklus I

Pelaksanaan proses pembelajaran pada siklus I menggunakan metode penggunaan media

benda konkrit dapat berjalan dengan baik, walaupun masih ada siswa yang masih kurang

berpartisipasi aktif saat proses pembelajaran berlangsung, Namun guru segera mendekati dan

memotivasi siswa untuk mengembalikan perhatian siswa fokus pada pembelajaran. Prosentase hasil

belajar siswa dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel I. Presentase hasil belajar siswa siklus I

No. Rentang

skor

Jumlah

siswa Presentase Keterangan

1. 0 -39 1 2,94% Belum

Tuntas

2. 40 -59 5 14.70% Belum

Tuntas

3. 60 - 69 12 35.29% Belum

Tuntas

4. 70 -79 9 26.47% Tuntas

5. 80 - 100 7 20.58% Tuntas

Jumlah 34 100%

Seperti pada tabel 1 dapat dilihat bahwa dari 34 anak yang mendapat nilai 0–39=1 siswa atau

2. 94%, yang mendapat nilai 40-59 ada 5 siswa, atau 14.70%, yang mendapat nilai 60-69 ada 12 siswa

35.29%, yang mendapat nilai 70-79ada 9 siswa atau 26.47%,dan yang mendapat nilai 80-100 ada 7

siswa atau 20.58%. Dilihat dari prosentase hasil belajar siswa pada siklus I terlihat bahwa penggunaan

media benda konkrit dalam pembelajaran dapat memotivasi siswa mulai mau aktif dalam mengikuti

proses pembelajaran.

Gambar 1: Siswa terlihat aktif mengikuti proses pembelajaran

Siklus II

Palaksanan pembelajarn siklus II ini pada dasarnya untuk memastikan dan memantapkan

bahwa pembelajaran IPA tentang gaya dengan menggunakan media pembelajaran benda konkrit

dapat memotivasi dan mengaktifkan belajar siswa kelas IV SDN Mojorejo 02 Batu. Berdasarkan

hasil belajar yang di peroleh siswa pada siklus I sudah menunjukkan keningkatan. Maka dari itu

materi yang diajarkan pada siklus II ini tetap materi yang sama dengan siklus I. Dengan anggapan

bahwa jika terjadi peningkatan yang drastis pada hasil belajar siswa maka pembelajaran tersebut

dianggap sudah berhasil.

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,

Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

536

Pelaksanaan pembelajaran pada siklus II ini guru memulai pembelajaran dengan apresepsi

yang dikaitkan dengan materi gaya, dan kemudian dilanjutkan penyampaian tujuan pembelajaran

yang akan dicapai setelah proses pembelajaran berlangsung. Siswa mendengarkan penjelasan guru

tentang materi gaya. Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok, yang terdiri atas 5-6 orang. Siswa

mendengarkan penjelasan guru tentang langkah – langkah yang akan dilakukan dalam melakukan

percobaan ( sudah dituliskan dilembar LKS yang dibagikan ke semua kelompok ) Guru menugaskan

siswa untuk memulai percobaan dan mendiskusikan hasilnya yang kemudian hasil diskusikan ditulis

pada lembar yang sudah disiapkan. Guru mengunjungi tiap kelompok untuk memastikan semua siswa

ikut aktif dalam melakukan percobaan dan berdiskusi. Siswa perwakilan dari kelompok maju ke

depan kelas mempresentasikan hasil diskusinya secara bergantian, sedangkan kelompok yang lain

menanggapinya. Guru bersama – sama siswa membuat kesimpulan hasil diskusi. Siswa mengerjakan

soal tes evaluasi individu. Guru menganalisis hasil evaluasi siswa yang nantinya akan didiskusikan

dengan observer.

Pelaksanaan proses pembelajaran pada siklus II dengan menggunakan media pembelajaran

benda konkrit dapat berjalan lebih baik, dan siswa semakin aktif dan bersemangat dalam mengikuti

proses pembelajaran, walaupun pada awal – awal mulainya pembelajaran masih ada siswa yang tidak

aktif namun guru segera memotivasinya akhirnya siswa tersebut menjadi semangat dan antusias.

Gambar I:. siswa terlihat sangat antusias mengikuti proses proses pembelajaran.

Prosentase ketercapaian hasil belajar siswa pada siklus II dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2.Presentase nilai tes evaluasi siklus II

No. Rentang

skor

Jumlah

siswa Presentase Keterangan

1. 0 - 39 - - Belum

Tuntas

2. 40 - 59 1 2.94% Belum

Tuntas

3. 60 -69 5 14.7% Belum

Tuntas

4. 70 - 79 9 26.47% Tuntas

5. 80 - 100 19 55.88% Tuntas

Jumlah 34 100%

Dari tabel II terlihat bahwa hasil belajar IPA siswa SDN Mojorejo 02 pada siklus II naik

sangat dratis dan banyak siswa yang nilainya sudah di atas KKM pencapaian nilai 40–59 dan 60-69

sebanyak 6 siswa (nilai ini masih dibawah KKM ) atau 17.64 % dan nilai 70 –79 dicapai 9 siswa

atau 26.47 % sedangkan yang mencapai nilai 80–100 ada 19 anak atau 55. 88%.dari tabel II

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7

537

tergambar bahwa dengan menggunakan media belajar benda konkrit dapat membuat siswa aktif dan

semangat dalam mengikuti proses belajar yang berdampak pada kenaikan prestasi yang dicapai oleh

siswa. Maka dapat ditentukan bahawa siswa yang sudah dapat mencapai KKM 7,00 berjumlah 28

siwa atau 83,35 %. Untuk itu penulis mendiskuskannya dengan observer dan memutuskan untuk

tidak melanjutkan pembelajaran pada siklus berikutnya, karena apa yang diharapkan peneliti bahwa

siswa aktif dan terlibat langsung dalam proses pembelajaran dapat terlaksana dengan baik dan

berdampak pada makin meningkatnya pemahaman siswa pada materi IPA kelas IV SDN Mojorejo

02 tentang materi gaya, sehingga nilai siswa dapat mencapai sesuai dengan yang ditargetkan.

Simpulan

Menggunakan media benda konkrit dapat membuat siswa ikut aktif dalam proses

pembelajaran berlangsung sehingga siswa lebih mudah memahami dan meningkatkan hasil belajar

IPA pada materi gaya di kelas IV SDN Mojorejo 02 Batu,yang ditunjukkan pada siklus I mencapai

KKM 47,05% dan pada siklus II mencapai 82,35%.

Saran

Guru harus selalu mencari media yang cocok untuk meningkatkan hasil belajar siswa.

DAFTAR RUJUKAN

Udin S. Wiranat putra, 2005. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Universitas Tulaka, (halaman 5.9-

5.11).

Nazifah, Sugiono, Abdulssamad PGSD, FKIP Universitas Tanjung pura, Pontianak. “Penggunakan

Media Konkrit Meningkatkan Aktifitas Siswa Matematika Kelas I SDN 07 Sungai Sungai

Soga Bengkayang”. (Online), (http://modelpembelajaransd.blogspot.co.id/2013

http://nasirpembebasan.blogspot.co.id/2014-0301archive.html Konstruktivisme Dalam

Pembelajaran

http://Susilofy.wordpress.com2011/02/18 Susilofys Blog. Penerapan Metode Demonstrasi Dengan

Media Benda Asli Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Ilmu Pengetahuan Alam Siswa kelas V

semesterI.

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,

Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

538

PENERAPAN METODE KOOPERATIF STAD UNTUK MENINGKATKAN

HASIL BELAJAR PADA MATERI SUMBER ENERGI BAGI SISWA KELAS II

DI SDN GUNUNGSARI 03 BUMIAJI BATU

Imelda Dian Wuriyaningtyas

SDN Gunungsari 03

[email protected]

Abstrak: Upaya menciptakan proses pembelajaran yang menyenangkan, mengasyikan,

dan dapat meningkatkan hasil belajar, maka perlu adanya perubahan pembelajaran yang

lebih menarik yaitu menerapkan pembelajaran klasikal dan kelompok sebagai upaya

meningkatkan proses pembelajaran IPA materi tentang sumber energi dengan menggu-

nakan alat peraga pohon konsep di kelas II SDN Gunungsari 03 Bumiaji Batu. Pembe-

lajaran dilakukan dengan menggunakan model kooperatif tipe STAD, yaitu membagi siswa

dalam beberapa kelompok untuk mengerjakan tugas yang diberikan guru. Berdasarkan

hasil refleksi pembelajaran yang diikuti oleh 1 orang guru model dan tiga observer,

ditemuan bahwa selama proses pembelajaran, siswa sangat antusias dan penuh percaya

diri dalam mempresentasikan hasil kerja kelompoknya, yang berupa pembuatan pohon

konsep. Hasil pemahaman siswa diketahui juga meningkat pada pembelajaran siklus II dari

50% menjadi 82,14%.

Kata kunci: metode Kooperatif STAD, hasil belajar, sumber energi

Hakikat pembelajaran IPA adalah kumpulan dari pengetahuan yang mengandung fakta-fakta,

konsep atau prinsip-prinsip dalam proses penemuan. Dengan tujuan pembelajaran IPA mengacu

kepada KTSP bahwa seorang guru harus menumbuhkan sikap peserta didik untuk bersyukur kepada

ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, menerapkan pembelajaran IPA dalam kehidupan sehari-hari,

mengembangkan rasa ingin tahu terhadap sains, teknologi, dan masyarakat, memelihara serta

menjaga kelestarian lingkungan. Jadi pembelajaran IPA di SD/MI menekankan pada pemberian

pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan

sikap ilmiah.

Berdasarkan pengamatan hasil belajar siswa yang dilakukan di SDN Gunungsari 03

Kecamatan Bumiaji Kota Batu pada hari Rabu tanggal 3 Februari 2016, dari 28 siswa Kelas II yang

mendapatkan nilai dibawah KKM sebesar 50%. Saat pembelajaran berlangsung tidak dapat

menguasai materi secara konkrit dan mengeluarkan pendapatnya. Dari permasalahan di atas

ditemukan beberapa penyebab siswa merasa kesulitan dalam pembelajaran IPA, pertama guru hanya

menggunakan satu metode pembelajaran yaitu ceramah. Kedua guru tidak menggunakan media

pembelajaran, sehingga siswa tidak bisa membayangkan konsep sumber energi dalam

kehidupan sehari-hari. Ketiga guru tidak menggunakan variasi dalam mengajar. Keempat guru hanya

memberikan konsep tanpa memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan sendiri. Kelima

guru memberikan banyak materi pelajaran, sehingga banyak siswa yang tidak tuntas. Beberapa

kelemahan metode ceramah yang menyebabkan sebagian besar siswa belum mencapai KKM

diantaranya (1) siswa pasif, (2) siswa banyak yang ramai, (3) siswa menjadi jenuh, dan (4) siswa

melakukan aktivitas lain.

Peneliti melakukan diskusi dengan guru kelas lain dan dihasilkan bahwa pembelajaran yang

akan diteliti ialah tentang sumber energi, sedangkan solusi untuk mengatasi permasalahan dan

penyebab yang timbul dalam pembelajaran IPA tentang sumber energi pertama adalah menggunakan

media gambar, dengan menggunakan gambar peserta didik dapat melihat gambar sebagai ilustrasi

sumber energi. Kedua picture and picture, dalam pembelajaran ini siswa mengelompokkan gambar-

gambar yang merupakan sumber energi dengan energi yang berbeda. Ketiga dengan menggunakan

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7

539

model Kooperatif STAD sebagai proses pembelajaran berkelompok, agar siswa dapat memecahkan

masalah bersama-sama sehingga dapat menemukan konsep sumber energi sendiri.

Menurut Zubaidah (2012) metode ini merupakan salah satu cara termudah yang dipilih

karena sangat sederhana hingga cukup baik bagi guru yang baru mengenal model kooperatif STAD

di sekolah. Hal tersebut di atas sesuai dengan teori Sudjana (2002) yang menyatakan bahwa metode

diskusi adalah suatu cara penyajian materi dengan penjelasan lisan disertai dengan contoh perbuatan

atau memperlihatkan suatu proses tertentu yang kemudian diikuti atau dicoba oleh siswa untuk

melakukannya.

Slavin (2005) menyatakan bahwa STAD dapat digunakan untuk berbagai macam kajian

seperti pelajaran bahasa Inggris, ilmu sosial, matematika, geografi, sains, dan berbagai kajian lain.

STAD dapat digunakan untuk berbagai tingkat pendidikan, dari sekolah dasar sampai perguruan

tinggi (Armstrong dan Palmer, 1998). Arends (2004) menjelaskan bahwa STAD merupakan

pembelajaran yang pada mulanya dikembangkan oleh Robert Slavin dan para koleganya di John

Hopkins University dan dipublikasikan pada tahun 90-an. Pembelajaan kooperatif STAD merupakan

pembelajaran yang paling sederhana diantara pembelajaran kooperatif lain yang dikembankan oleh

Slavin, sehingga cukup baik digunakan oleh guru yang pertama kali menggunakan pembelajaran

kooperatif.

Dalam pembelajaran kooperatif STAD siswa didorong lebih bertanggung jawab terhadap

proses belajarnya sehingga siswa terlibat aktif dan memiliki usaha yang besar untuk belajar

(Johnson dan Johnson, 1999 )

Tujuan dan manfaat dari metode Kooperatif STAD ini. (1) Untuk memberikan gambaran

yang nyata dan lebih jelas daripada sekedar penjelasan lisan. (2) Untuk memberikan kesempatan

kepada siswa dalam melakukan pengamatan secara cermat. (3) Untuk menghindari adanya

verbalisme, karena dalam metode Kooperatif STAD setelah siswa melihat peragaan dan contoh siswa

dapat mencoba melakukannya. Sebagai upaya untuk lebih memaksimalkan berfikir konkrit dalam

menemukan tentang sumber energi maka metode Kooperatif STAD dikolaborasikan dengan

menggunakan media pohon konsep. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis melakukan Penelitian

tindakan Kelas (PTK) dalam rangka meningkatkan kemampuan proses dan konsep terhadap

pembelajaran IPA tentang sumber energi di SDN Gunungsari 03 Kecamatan Bumiaji dengan judul:

“Penerapan Metode Kooperatif STAD Pada Pembelajaran IPA Materi Sumber Energi Untuk

Meningkatkan Hasil Belajar Pada Siswa Kelas II di SDN Gunungsari 03 Bumiaji Batu”. „Hasil

belajar adalah suatu akibat dari proses belajar dengan menggunakan alat pengukuran, yaitu berupa

tes yang disusun secara terencana, baik tes tertulis, tes lisan maupun tes perbuatan‟ Sudjana

(Kunandar, 2008: 76). Untuk mengukur dan mengevaluasi tingkat keberhasilan belajar dapat

dilakukan melalui alat penilaian post tes diakhir pembelajaran.

Penelitian ini bertujuan (1) untuk mendeskripsikan pelaksanaan pembelajaran IPA tentang

sumber energi melalui penggunaan media pohon konsep dengan metode Kooperatif STAD di kelas II

SDN Gunungsari 03 Kecamatan Bumiaji, (2) untuk mendeskripsikan hasil belajar peserta didik dalam

pembelajaran IPA tentang sumber energi penggunaan media pohon konsep dengan metode Kooperatif

STAD di kelas II SDN Gunungsari 03 Kecamatan Bumiaji.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang akan dilakukan adalah Penelitian Tindakan Kelas dimulai dari

perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Dalam penelitian ini dilakukan dengan dua siklus.

Pra Siklus

Hasil belajar siswa Kelas II SDN Gunungsari 03 pada pembelajaran IPA materi Sumber

Energi belum bisa mencapai KKM. Hal tersebut disebabkan guru masih menggunakan metode

ceramah saja. Akibatnya, (1) siswa menjadi pasif, (2) siswa banyak yang ramai, (3) siswa menjadi

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,

Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

540

jenuh, dan (4) siswa melakukan aktivitas lain. Berdasarkan hal tersebut maka, penulis melakukan

perbaikan yang direalisasikan pada tahap-tahap PTK melalui siklus pembelajaran. Menurut Kasbollah

(1998) tahapan siklus PTK dapat dilihat dalam Gambar 1

Gambar 1. Alur Pelaksanaan dalam Penelitian Tindakan Kelas

Dalam penelitian tindakan kelas ini, yang menjadi subjeknya adalah siswa kelas II semester II

pada SDN Gunungsari 03 dengan jumlah siswa sebanyak 28 orang yang terdiri dari 11 laki laki

dan 17 perempuan. Adapun proses pengumpulan data sesuai dengan tujuan penelitian, diperoleh

melalui: evaluasi, observasi dan dokumentasi. Untuk evaluasi pembelajaran dilakukan dengan cara

pertama, post tes di akhir pembelajaran. Tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes essay.

Menurut Purwanto (1984:35) “tes essay adalah tes yang berbentuk pertanyaan tulisan, yang

jawabannya merupakan karangan atau kalimat yang panjang-panjang”. Kedua observasi yang

dilakukan oleh peneliti melalui pengamatan dan mencatat kejadian penting dalam proses

pembelajaran IPA tentang sumber energi. Observer I dan II merupakan guru SDN Gunungsari 03.

Saat pelaksanaan pembelajaran meminta bantuan observer untuk mengamati proses pembelajaran dan

menuliskan temuan-temuannya ke dalam lembar observasi. Setelah selesai observasi kemudian

hasilnya dikumpulkan kemudian dilakukan refleksi. Ketiga dokumentasi yang dilakukan oleh

Refleksi I

Tindakan

Pelaksanaan

Rencana

Tindakan Siklus I

Refleksi Pelaksanaan

Observasi Tindakan

Rencana

Tindakan Siklus I

Indikator Tercapai

SELESAI

Observasi

Perencanaan

Perencanaan Refleksi I

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7

541

peneliti ialah dengan mengidentifikasi data sekolah dan subjek yang akan dijadikan penelitian,

kemudian mengambil foto saat proses pembelajaran yang berlangsung, setelah itu menganalisis hasil

foto guna memperkuat hasil penelitian.

Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan pengolahan data kualitatif dan kuantitatif.

Data kualitatif merupakan data berupa deskripsi kejadian yang bersumber dari data observasi dan

dokumentasi. Sedangkan data kuantitatif merupakan data dalam bentuk angka-angka yang diambil

dari data hasil evaluasi dengan cara post tes setelah pembelajaran berlangsung. Data kuantitatif

diperoleh dengan menggunakan cara penskoran diambil dari nilai individu siswa, rata-rata nilai subjek

penelitian, dan daya serap klasikal (DSK).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada proses pembelajaran terjadi kendala-kendala diantaranya (1) siswa masih banyak yang

ramai, (2) siswa bermain sendiri. Hal ini dimungkinkkan disebabkan (1) beberapa siswa yang kurang

pandai berkumpul sendiri, (2) menyerahkan tugas pada siswa yang pandai (3) ada siswa yang tidak

diberi kesempatan mengerjakan tugas (4) pada fase pembagian kelompok, kelompok ribut saat

berkumpul bersama temannya, (5) posisi duduk tempat diskusi tidak beraturan sehingga kelas terlihat

tidak rapi, (6) pada fase menjawab, guru meminta siswa untuk mempresentasikan hasil diskusinya.

Kemudian banyak peserta didik saling tunjuk-tunjukan, sehingga tiba-tiba guru memanggil ketua

kelompok masing-masing dan (7) pada fase evaluasi, siswa diminta kembali ke tempat duduknya

semula, saat itu ada yang membereskan meja, membalikkan kursi, lari-lari dan ada yang berdiam diri

saja. Hasil jawaban lembar evaluasi banyak yang salah dalam soal energi yang paling banyak

digunakan . Berdasarkan data tentang hasil observasi bahwa refleksi pelaksanaan pembelajaran siklus

I dengan menggunakan metode kooperatif STAD berjalan lancar, siswa senang saat mengumpulkan

gambar, pembagian kelompok belum tertib, dalam diskusi kelompok saling mengandalkan, ketika

mempresentasikan hasil diskusi saling tuduh dan akhirnya tidak ada yang mau ke depan, sehingga

guru berinisiatif untuk presentasi hasil kerja dengan cara memanggil ketua kelompok.

Sedangkan siswa belum mencapai KKM sebanyak 14 orang dari 28 orang.

Sedangkan tujuan metode kooperatif yang diharapkan adalah (1) Untuk memberikan

gambaran yang nyata dan lebih jelas daripada sekedar penjelasan lisan. (2) Untuk memberikan

kesempatan kepada siswa dalam melakukan pengamatan secara cermat. (3) Untuk menghindari

adanya verbalisme, karena dalam metode diskusi setelah siswa melihat peragaan dan contoh siswa

dapat mencoba melakukannya (Sudjana 2002)

Berdasarkan data yang diperoleh pada siklus I diketahui siswa kelas II yang belum

mencapai ketuntasan belajar minimum (KKM) dari 28 orang untuk materi sumber energi sebanyak

14 orang (50%) sedangkan yang telah mencapai ketuntasan 14 orang (50%). Adapun perolehan hasil

belajar dari jumlah siswa 28 orang, siswa yang mendapat nilai 50 sebanyak 4 orang, nilai 60

sebanyak 10 orang, nilai 70 sebanyak 9 orang, nilai 80 sebanyak 5 orang. Dapat ditarik kesimpulan

bahwa peserta didik yang mendapatkan nilai tertinggi meningkat menjadi 14 dan nilai terendah

meningkat menjadi 14, dengan jumlah nilai seluruh siswa sebesar 1830 dengan nilai rata-rata 65.

Nilai hasil belajar siklus I digambarkan pada tabel 1. Hal ini menunjukan bahwa kelas masih belum

tuntas, karena hasil belajar siswa dilihat dari DSK (daya serap klasikal) mencapai 85%. Menurut

Hamalik ( dalam http://www.sarjanaku.com ) menyatakan bahwa “hasil belajar menunjukkan kepada

prestasi belajar, sedangkan prestasi belajar itu merupakan indikator adanya derajat perubahan tingkah

laku siswa”. Sudjana (2004:22) menambahkan bahwa “Hasil belajar adalah kemampuan-

kemampuan yang dimilki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya”. Terdapat tiga macam

hasil belajar menurut Howart Kingsley (dalam Sudjana, 2004:22): (1). Keterampilan dan kebiasaan,

(2). Pengetahuan dan pengarahan, (3). Sikap dan cita-cita.

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,

Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

542

Tabel 1. Nilai Hasil Belajar Siklus I

No Keterangan Nilai

1 Nilai Tertinggi 80

2 Nilai Terendah 50

3 Jumlah Nilai 1830

4 Nilai Rata-rata 65

Langkah perbaikannya ialah memperbaiki proses pembelajaran, sehingga meningkatkan hasil

belajar. Kedua belum tertib saat duduk dengan kelompok, langkah perbaikan agar siswa tertib saat

menempati posisi duduk perkelompok. Melakukan pembagian kelompok dilakukan di awal

pembelajaran setelah berdo‟a, kemudian pemberian tugas dengan cara dua orang bertugas

membalikkan meja, dan dua orang membalikkan kursi serta merapihkan posisi duduk. Ketiga soal LK

dikerjakan oleh sebagian orang, Agar tidak ada saling mengandalkan pekerjaan. Keempat, siswa tidak

mau ke depan. Langkah perbaikannya dengan memanggil ketua kelompoknya saja. Kelima siswa

ribut saat kembali ke tempat semula, langkah perbaikannya dengan cara memberikan pengarahan

kepada siswa sebelum pengerjaan lembar evaluasi. Keenam, soal yang banyak salah tentang konsep

sumber energi, jadi guru harus lebih menanamkan konsep tentang sumber energi.

Kesimpulannya langkah perbaikan pada siklus II ditambahkan model pemanfaatan media

pohon konsep supaya siswa termotivasi. Namun tidak merubah fase pembelajaran yang disusun.

Dilihat dari hasil siklus I yang kurang optimal, guru perlu mengadakan siklus II agar nilai yang

dihasilkan dapat tercapai secara optimal. Proses pelaksanaan siklus II sama halnya dengan siklus

I. Pada tahap perencanaan ini peneliti melakukan persiapan-persiapan untuk melaksanakan tindakan

siklus II. Persiapan yang dilakukan diantaranya: mencari berbagai gambar benda yang termasuk

sumber energi, setelah itu merumuskan LK yang dapat menggali pengetahuan siswa tentang sumber

energi secara konkrit, selanjutnya menyusun RPP dengan langkah pembelajaran dengan penggunaan

media pohon konsep, langkah terakhir membuat soal evaluasi yang dapat mencapai tujuan

pembelajaran.

Pelaksanaan penelitian siklus II dilaksanakan hari Rabu, 2 Maret 2016. Pada tahap

perencanaan, guru mengajukan beberapa pertanyaan untuk mengetahui daya ingat siswa tentang

sumber energi pada pertemuan sebelumnya. Selanjutnya guru menyampaikan tujuan pembelajaran

yang akan dicapai.

Pada kegiatan inti siswa menyimak petunjuk pengerjaan LK dengan bimbingan guru dan soal

yang akan dijawab berkaitan dengan pengelompokan sumber energi. Selanjutnya siswa mengamati

berbagai gambar sumber energi kemudian mengelompokkannya. Setelah itu siswa menempelkan

gambar-gambar tersebut pada pohon konsep, guru membimbing masing-masing kelompok. Kegiatan

selanjutnya, masing-masing ketua kelompok mempresentasikan hasil kerja kelompoknya. Kelompok

lain menambahkan contoh-contoh sumber energi lain yang mereka ketahui. Tahap selanjutnya

pemajangan hasil karya dan dilanjutkan post test. Hasil pembelajaran siklus II diperoleh data dari 28

siswa, 23 siswa mendapat nilai 75 ke atas (82,14%), dan 5 siswa mendapat nilai dibawah 70 (17,85%)

dengan KKM 65.

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7

543

Tabel 2. Nilai Hasil Belajar Siklus II

No Nilai Jumlah No. Nilai Jumlah

1 100 3 6 75 8

2 95 - 7 70 -

3 90 2 8 65 5

4 85 5 9 60 -

5 80 5 10 55 -

Jumlah Nilai 2.230

Rata-rata 79,6

Berdasarkan table 2 di atas perolehan hasil post test mengalami peningkatan dibandingkan

siklus I. Pada kegiatan penutup guru membimbing siswa membuat kesimpulan tentang sumber-

sumber energi, dan melakukan refleksi. Guru memberikan arahan untuk menghemat sumber-sumber

energi. Guru bersama siswa menutup pembelajaran dengan mengucapkan rasa syukur. Adapun hasil

perolehan nilai siklus I dan siklus II dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Perolehan Nilai Siklus I dan II

No Nilai Siklus I Siklus II

1 50 4 -

2 60 10 -

3 65 - 5

4 70 9 -

5 75 - 8

6 80 5 5

7 85 - 5

8 90 - 2

9 95 - -

10 100 - 3

11 Jumlah 1830 2230

12 Rata-rata 65 79,6

Berdasarkan gambar 3 dapat kita lihat adanya peningkatan ketuntasan di siklus II yang

mulanya rata-rata 65 menjadi 79,6. Hal ini menunjukan bahwa penggunaan metode kooperatif STAD

dengan model pohon konsep pada pembelajara IPA tentang sumber energi dapat meningkatkan

hasil belajar siswa.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, maka dapat disimpulkan hasil penelitian bahwa

pelaksanaan pembelajaran menggunakan metode Kooperatif STAD meningkat yang awalnya siswa

tidak menguasai konsep secara konkrit meningkat menjadi mampu menguasai materi secara konkrit.

Siswa yang tadinya malu untuk maju ke depan menjadi berani maju ke depan. Kerja kelompok pada

siklus I dilakukan oleh sebagian anggota kelompok, meningkat pada siklus II sudah ada tanggung

jawab memecahkan masalah bersama, siswa lebih bersemangat . Penumbuhan karakter yang terjadi

yaitu : kerjasama, organisasi, rasa ingin tahu, berani, tangggung jawab, jujur, dan aktif dalam

pembelajaran IPA materi Sumber energi. Sedangkan hasil belajar peserta didik pada siklus I

mendapatkan nilai dibawah KKM dari 28 siswa hanya 14 yang lulus dan memperoleh DSK sebesar

50% dengan rata-rata 65. Terjadi peningkatan pada siklus II DSK (Daya Serap Klasikal) menjadi

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,

Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

544

82,14% dengan rata-rata 79,6. Berdasarkan kesimpulan di atas dapat diketahui bahwa metode

Kooperatif STAD dalam pembelajaran IPA tentang sumber energi dapat meningkatkan hasil belajar.

DAFTAR RUJUKAN

Zubaidah, Siti., Mahanal, Susriyati., dan Yuliati, Lia. 2013. Ragam Model Pembelajaran IPA Sekolah

Dasar. Malang: Universitas Negeri Malang.

Sujana. 2002, Metode Demokrasi Cara Penyajian Materi dengan Penjelasan Lisan dengan

Lisan.

Johnson, D.W. and Johnson, R.T.1999. Learning Together and Alone. 3td Ed.Boston: Allyn and

Bacon.

Sudjana (Kusnandar, 2008:76) Pengertian Hasil Belajar

Kasbollah, Kasihani. 1998. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Bagian Proyek Penataan

Guru SLTP setara DIII

Mc. Keachie. 2006. Student-centered versus intructor centered instructions. (Online) tersedia

dihttp/www.Koperindo.com. (3 juni 1985) Purwanto,

Hamalik (dalam http://www sarjanaku.com) Pengertian Hasil Belajar

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7

545

PENGEMBANGAN MEDIA SEDERHANA CAKRAM WARNA

PADA MATERI SPECTRUM (PERUBAH WARNA)

PADA SISWA KELAS 5 MI BAHRUL ULUM BUMIAJI

Muchamad Suwito

Mi Bahrul Ulum Kecamatan Bumiaji Kota Batu

Abstrak: Penelitian ini bertujuan mengembangkan media Cakram warna pada materi

Spectrum ( perubah warna ) untuk kelas V SD/MI Pengembangan media melalui tahap

studi teori, pembuatan dan ujicoba. Aspek yang ambil adalah kevalidan media, kepraktisan

dan keefektifan. Hasil validasi kontruksi dan materi/isi masing-masing memperoleh skor

akhir 3,71 dan 4,17 sehingga dapat disimpulkan media telah valid. Berdasarkan hasil uji

kepraktisan yang memperoleh skor 3,86, media ini memenuhi kriteria praktis. Tingkat

ketuntasan klasikal yang menunjukkan keefektifan mencapai 90 % pada indikator 7.2.5 dan

80% pada indikator 7.2.6 berarti media ini efektif.

Kata Kunci: Media, Cakram Warna, Perubahan Warna

Proses pembelajaran dapat dianalogkan dengan suatu proses ilmiah. Metode ilmiah merujuk

pada teknik-teknik penelitian terhadap sesuatu fenomena atau gejala, memperoleh pengetahuan baru,

memadukan dengan pengetahuan sebelumnya. Relevansi dengan metode ilmiah pada pembelajaran IPA kelas V

pada materi Spectrum adalah keharusan menemukan konsep melalui praktek dan diskusi.

Ketuntasan klasikal pada materi pokok Spectrum pada tahun pelajaran tahun 2014/2015

menunjukkan untuk indikator 7.2.5 Mendeskripsikan Cakram warna ( perubahan warna ) hasil praktek

berturut-turut hanya 46% dan 57%. Sebagian besar siswa masih kesulitan dalam sub indikator

mendeskripsikan variabel yang mempengaruhi berdasarkan hasil praktek.

Hasil refleksi terhadap pelaksanaan pembelajaran selama ini, menunjukkan bahwa salah satu

penyebab ketidak tuntasan adalah siswa belum memperoleh pengalaman secara langsung dalam

mengidentifikasi variabel Cakram warna dan perubahan warna. Percobaan atau praktek dilaksanakan

melalui demonstrasi oleh guru dilanjutkan dengan diskusi. Keterbatasan media menyebabkan tidak

semua siswa melakukan praktek sendiri.

Pengalaman nyata dalam pembelajaran materi Cakram warna ( perubahan warna), dapat

diperoleh siswa dengan mempraktekan materi sesuai dengan KD Penggunaan bahan-bahan

praktek tersebut akan menambahkan kreatifitas siswa bahwa pemahaman materi tidak harus dengan

alat yang canggih, mahal dan bagus Siswa akan termotivasi untuk mengadakan praktek sendiri di

rumah. Dengan menggunakan bahan-bahan bekas yang sederhana

Perakitan media sederhana yang dapat memadukan serangkaian langkah kerja dalam

identifikasi variabel yang mempengaruhi Cakram warna (perubahan warna), diharapkan mampu

memberikan solusi kesulitan siswa akan materi Cakram warna ( Perubahan warna ). Aspek yang harus

diperhatikan dalam perakitan media adalah kesesuaian media terhadap tujuan pembelajaran,

karakteristik siswa, materi pembelajaran, gaya belajar siswa, kondisi lingkungan dan ketersediaan

waktu . Pemberian nama media dengan istilah yang unik yaitu “Cakram Warna” diharapkan dapat

memotivasi siswa untuk lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran.

Media pembelajaran berperan menjadikan konkrit konsep-konsep yang abstrak, menghadirkan

objek yang berbahaya atau sukar ke dalam lingkungan belajar, menampilkan objek yang terlalu besar

atau terlalu kecil dan memperlihatkan gerakan yang terlalu cepat atau lambat. Pembelajaran dengan

menggunakan media pembelajaran kongkrit mampu menjadikan proses belajar mengajar di kelas

lebih aktif. (Yulaelawati,2004:34).

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,

Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

546

Metode

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian pengembangan media pembelajaran yang

dilaksanakan oleh guru untuk menguji kevalidan, kepraktisan dan keefektifan.

Uji coba media “Cakram warna“ ini dilaksanakan di MI Bahrul Ulum Bumiaji Kota Batu.

Subjek uji coba penelitian adalah siswa kelas V tahun pelajaran 2015/2016 ini berjumlah 21 terdiri

dari 13 siswa dan 8 siswi.

Aspek yang diteliti meliputi kevalidan, kepraktisan dan keefektifan. media ”Cakram warna”.

Uji validitas menggunakan validitas ahli, kepraktisan menggunakan kuisioner kepada pengguna media

dan uji keefektifan hasil belajar siswa tentang konsep Cakram warna.

Bentuk data yang diperoleh berupa data kuantitatif yaitu hasil belajar siswa melalui post test

dan data kualitatif berupa hasil kuisoner tentang kevalidan dan kepraktisan.

Indikator keberhasilan penelitian untuk aspek kevalidan apabila kriteria validitas media

sekurang-kurangnya cukup valid dalam skala likert 1-5 yaitu 2,6 ≤ ̅ <3,4 (Arikunto, 2002). Aspek

kepraktisan berhasil jika nilai rata-rata kuisioner penelitian ini sekurang-kurangnya cukup valid yaitu

2,6 ≤ ̅ < 3,4. Sedangkan aspek keefektifan apabila hasil belajar siswa mencapai ketuntasan klasikal

mencapai 70% pada KKM =70.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Deskripsi Pembuatan Media

a. Studi Teori

Dasar kontruksi media Cakram warna adalah untuk mempermudah di dalam menerima materi

pembelajaran yang di sampaikan oleh guru

b. Perancangan/Proses

Dalam proses pembuatan “ MEDIA PEMBELAJARAN SEDERHANA” ini membutuhkan

ketelitian,kerapian,kreatifitas.Karena bermacam-macam komponen baik dari bahan-bahan

bekas atau dari komponen elaktronika dengan menggunakan arus AC atau arus DC

C. Alat dan Bahan yang di gunakan

1. Tang buaya

2. Tang biasa

3. Gergaji

4. Palu

5. Paku dan obeng

6. Palu dan kertas gosok.

D. Bahan.

1. Papan harbot/triplek 8. Kertas lipat

2. Kayu pigora 9. Dinamo 9 V

3. Paralon 10.Bohlam kecil

4. Keni paralon 11.Bohlam besar

5. Te paralon 12.Lem

6. Feting kecil 13.Cermin

7. Feting besar 14.Saklar On Of

Berdasarkan teori, dapat ditentukan besaran yang dapat diukur yaitu berat dan volume. Alat

yang butuhkan . Alat dan bahan yang diupayakan sudah dikenal dan mudah digunakan oleh siswa

SD/MI.

2. Pengujian/Penggunaan Media dalam Pembelajaran

Langkah-langkah penggunaan media ini bertujuan untuk mempermudah dalam mengama-

ti,mendengarkan,menyimak dari metode pembelajaran yang di sampaikan oleh guru adapun kegiatan

inti di awali dengan atraksi dan kerja kelompok.Adapun kegiatan inti di awali dengan :

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7

547

a. Pertama guru memberikan penjelasan dan pengarahan cara penggunaan media

Pembelajaran sederhana cakram warna kepada peserta didik.

b. Guru memberikan penjelasan kepada peserta didik di mana arus bisa masuk pada modulasi

komponen dengan menekan saklar possisi On

c. Cakram warna akan berputar sekuat mungkin dengan putaran tersebut akan kelihatan warna

Mejikuhibiniu menjadi warna putih

Kegiatan inti untuk memusatkan perhatian siswa. Selanjutnya guru membuktikan terjadinya

spectrum yang sebenarnya untuk menjawab lebih lengkap guru mengajak siswa untuk melakukan

percobaan secara berkelompok dimana masing-masing kelompok terdiri dari 5-6 anak.

Sebelum melakukan percobaan, siswa diminta mempelajari LK-1 terlebih dulu. Selanjutnya

secara bergantian masing-masing kelompok melakukan praktikum LK-1 tentang identifikasi adanya

Cakram warna

Setelah siswa berhasil merumuskan konsep dan menuliskan konsep temuannya dan

kesimpulannya guru memberikan penguatan dengan meminta perwakilan siswa untuk menjelaskan

terjadinya spectrum. Akhir pembelajaran dilaksanakan dengan memberikan kesempatan siswa untuk

menanyakan hal-hal yang belum jelas dan memberikan soal post test berupa draft hand out yang

berupa paragraf dimana pada bagian tertentu berisi titik-titik yang harus diisi siswa.

a. Uji kevalidan

Uji kevalidan dilaksanakan menggunakan validasi ahli yang bertujuan untuk mengukur

keterpenuhan kebutuhan dan ketercapaian tujuan pembelajaran dari sudut pandang ahli di bidang

tertentu. Penilai validitas ahli dalam penelitian ini adalah dua orang guru sejawat dari sekolah yang

sama dengan pengalaman mengajar materi IPA SD/MI lebih dari 10 tahun. Aspek yang dinilai dalam

validasi ahli ini adalah validitas konstruk dan validitas materi. Validitas konstruk terdiri sub aspek

kesesuaian media dengan karakteristik siswa dan kesesuaian dengan kondisi lingkungan. Validitas

materi terdiri sub aspek kesesuaian dengan tujuan pembelajaran dan materi pembelajaran.

Penilaian validitas ahli dilaksanakan sebelum dan sesudah pembelajaran tanggal 12 Februari

2016 diperoleh skor validasi sebagai berikut:

Tabel 1. Uji Kevalidan

Konstruksi Materi Media

Observer 1 2.57 2.1 2.335

Observer 2 2.85 2.1 2.475

2.71 2.1 2.405

ValiditasNo

Indikator keberhasilan penelitian untuk aspek kevalidan apabila kriteria validitas media

sekurang-kurangnya cukup valid dalam skala likert 1-5 yaitu 2,6 ≤ ̅ <3,4 (Arikunto, 2002).

Berdasarkan hasil uji kevalidan didapatkan hasil bahwa media Cakram warna belum memenuhi

indikator keberhasilan.

Hasil diskusi peneliti dengan observer merekomendasikan perbaikan sub aspek validitas

materi. Prosedur penggunaan media dipandang terlalu panjang dan rumit, sehingga perlu perbaikan

kontruksi atau rangkaian media sehingga prosedur lebih sederhana dan dapat mengamati secara

langsung.

b. Uji Kepraktisan

Uji kepraktisan dilaksanakan menggunakan kuisioner yang bertujuan untuk mengukur

tingkat kemudahan, daya tarik dan efesiensi waktu dari sudut pandang siswa sebagai pengguna media.

Kuisioner diberikan kepada siswa setelah mengikuti pembelajaran.

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,

Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

548

Hasil kuisioner uji kepraktisan sesudah pembelajaran tanggal 12 Februari 2016 diperoleh

skor sebagai berikut:

Tabel 2. Uji Kepraktisan

KemudahanDaya

Tarik

Efesiensi

Waktu

Skor 4.09 3.82 2.41 3.44

AspekKeprakti

sanRerata

Mengacu kepada indikator keberhasilan kepraktisan, didapatkan bahwa secara umum media

telah memenuhi kriteria kepraktisan. Sub aspek yang perlu diperbaiki adalah efesiensi waktu.

c. Uji Keefektifan

Keefektifan dinyatakan oleh serapan konsep gaya angkat cairan indikator pembelajaran

adalah 7.2.5 Mendeskripsikan keberadaan Cakram warna berdasarkan hasil percobaan. 7.2.6

Mendeskripsikan variabel yang mempengaruhi Cakram warna berdasarkan hasil percobaan.

Berdasarkan hasil koreksi lembar jawaban soal postes untuk mengetahui pemahaman konsep

dapat diketahui bahwa masing-masing siswa memiliki pemahaman konsep yang berbeda-beda. Sesuai

dengan indikator peningkatannya siswa dikatakan memiliki pemahaman konsep yang baik atau

meningkat apabila rata-rata skor postes dari 8 siswa yang diperoleh siswa ≥ kriteria ketuntasan

minimal (KKM) yaitu 70. Ketercapaian indikator dinyatakan dalam tabel berikut:

Tabel 3. Uji Keefektifan

Prestasi Siswa

Ketercapaian

Indikator

7.2.5 7.2.6

Jumlah Siswa

dengan

Ketuntasan > 70

8

2

% Ketuntasan

secara Klasikal

72,73% 18,18

%

Rata-rata 90,91 41,82

Kriteria keberhasilan aspek keefektifan adalah hasil belajar siswa mencapai ketuntasan

klasikal mencapai 70% pada KKM =70, sehingga indikator yang belum tuntas adalah 7.2.6

Mendeskripsikan variabel yang mempengaruhi gaya angkat cairan berdasarkan hasil percobaan.

3. Perbaikkan Media

Memperhatikan hasil dari pengujian media maka dilakukan perbaikan pada aspek kevalidan

adalah validitas materi, pada aspek kepraktisan adalah efesiensi waktu dan keefektifan pada indikator

7.2.6.

Pengujian media perbaikkan dilaksanakan melalui pengamatan dalam pembelajaran tanggal

12 Februari 2016 dengan indikator pembelajaran 7.2.2 Mendeskripsikan variabel yang mempengaruhi

Cakram warna berdasarkan hasil percobaan.

Pembelajaran dimulai dengan dengan apersepsi dengan meminta siswa mengamati bentuk

cakram warna Selanjutnya, siswa menyampaikan pendapatnya tentang spectrum, Guru memotivasi

siswa dengan menyampaikan bahwa banyak alat yang bisa di gunakan untuk membuat cakram warna

baik dari CD bekas atau vahan yang lain.. Kegiatan awal diakhiri dengan guru menyampaikan

indikator pembelajaran secara sekilas dan ragam kegiatan yang akan dilakukan. .

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7

549

Berdasarkan rekomendasi hasil perbaikan, sebelum melakukan percobaan, siswa diminta

mempelajari LK-1 terlebih dulu dan guru mendemonstrasi langkah-langkah praktikum . Selanjutnya

secara bergantian masing-masing kelompok melakukan praktikum LK-1 tentang identifikasi adanya

cakram warna

Setelah siswa berhasil merumuskan konsep dan menuliskan konsep temuannya dan

kesimpulannya dipapan tulis, guru memberikan penguatan dengan meminta perwakilan siswa untuk

menjelaskan penerapan Cakram warna dalam kehidupan sehari-hari. Akhir pembelajaran

dilaksanakan dengan memberikan kesempatan siswa untuk menanyakan hal-hal yang belum jelas dan

memberikan soal post test dan kuisioner.

a. Uji Kevalidan Perbaikan

Penilaian validitas ahli dilaksanakan sebelum dan sesudah pembelajaran tanggal 16 Februari

2016 diperoleh skor validasi sebagai berikut:

Tabel 4. Uji Kevalidan Perbaikan

Konstruksi Materi Media

Observer 1 3.71 4.13 3.92

Observer 2 3.71 4.25 3.98

3.71 4.19 3.95

ValiditasNo

Indikator keberhasilan penelitian untuk aspek kevalidan apabila kriteria validitas media sekurang-

kurangnya cukup valid dalam skala likert 1-5 yaitu 2,6 ≤ ̅ <3,4 (Arikunto, 2002). Berdasarkan hasil

uji kevalidan didapatkan hasil bahwa media cakram warna telah memenuhi indikator keberhasilan.

b. Uji Kepraktisan Perbaikan

Hasil kuisioner uji kepraktisan sesudah pembelajaran tanggal 18 Februari 2016 diperoleh skor

sebagai berikut:

Tabel 5. Uji Kepraktisan Perbaikan

KemudahanDaya

Tarik

Efesiensi

Waktu

Skor 3.98 3.97 3.64 3.86

AspekKeprakti

sanRerata

Mengacu kepada indikator keberhasilan kepraktisan, didapatkan bahwa secara umum media telah

memenuhi kriteria kepraktisan.

c. Uji Keefektifan Perbaikan

Berdasarkan hasil koreksi lembar jawaban soal postes dari 10 siswa dapat diketahui

Ketercapaian indikator dinyatakan dalam tabel berikut:

Tabel 6. Uji Keefektifan Perbaikan

Prestasi Siswa

Ketercapaian

Indikator

7.2.5 7.2.6

Jumlah Siswa

dengan

Ketuntasan > 70

9

8

% Ketuntasan

secara Klasikal

90% 80%

Rata-rata 96,67 76

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,

Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

550

Sesuai dengan indikator peningkatannya siswa dikatakan memiliki pemahaman konsep yang

baik atau meningkat apabila rata-rata skor postes yang diperoleh siswa ≥ kriteria ketuntasan minimal

(KKM) yaitu 70 maka semua indikator telah tuntas.

Hasilnya terjadi peningkatan kevalidan, kepraktisan dan keefektifan sebagaimana grafik dibawah ini:

Grafik 1. Peningkatan Aspek Kevalidan dan Kepraktisan

Grafik 2. Peningkatan Aspek Keefektifan Pembelajaran

Simpulan

Media Cakram warna dapat dikategorikan sebagai media yang dirancang (by design) untuk

mendukung pembelajaran IPA materi Spectrum. Penggunaan media ini menunjang siswa dalam

menemukan keberadaan sekolah berdasarkan praktek/ percobaan sekaligus mengidentifikasi variabel

yang mempengaruhi cakram warna.

Saran

Pengembangan media cakram warna ini masih memerlukan pengembangan agar tercapai

media yang lebih efektif dan efesiean.

Biaya perancangan dapat ditekan apabila menggunakan barang bekas layak pakai.

Penggandaan media ini terkendala harga KIT IPA yang tersedia di toko Media. Masukan para ahli

sangat diperlukan agar siswa terbatas analisis kualitatif saat pengamatan spectrum atau media yang

lain sehingga biaya pengadaan dapat ditekan.

Daftar Pustaka

Arikunto, S., 1995. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi). Jakarta: Bumi Aksara

Susilana, R., 2007. Media Pembelajaran Hakikat, Pengembangan, Pemanfaatan, dan Penilaian.

Bandung: CV Wacana Prima

Yulaelawati, 2004. Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung: Pakar Raya

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7

551

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PICTURE AND PICTURE UNTUK

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA PADA MATERI KLASIFIKASI

MAKHLUK HIDUP SISWA KELAS VII SMP ARJUNO BATU TAHUN

PELAJARAN 2015 / 2016

Isnaini

SMP Arjuno Batu

[email protected]

Abstrak: Prestasi belajar IPA di SMP Arjuno masih rendah. Oleh karena itu perlu

dilakukan perbaikan pembelajaran melalui penelitian. Tujuan penelitian ini adalah untuk

meningkatkan hasil belajar IPA khususnya pada materi klasifikasi makhluk hidup.Upaya

peningkatan prestasi belajar siswa kelas VII dalam mempelajari klasifikasi makhluk hidup

dengan penerapan model pembelajaran Picture and picture dilaksanakan melalui Penelitian

Tindakan Kelas ( PTK ). Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus. Hasil dari kedua

siklus tersebut menunjukkan bahwa model pembelajaran Picture and picture dapat

meningkatkan hasil belajar siswa, walaupun rata-rata hasilnya masih rendah terutama pada

siklus I, dan ada peningkatan pada siklus II.

Kata Kunci: Model Pembelajaran Picture and Picture, Hasil belajar.

Ilmu Pengetahuan Alam ( IPA ) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara

sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta,

konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan

dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta

prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari.

Keberhasilan proses pembelajaran sebagai proses pendidikan di suatu sekolah dipengaruhi

oleh banyak faktor. Faktor-faktor yang dimaksud misalnya guru, peserta didik, kurikulum, lingkungan

sosial, sarana pembelajaran, dan lain-lain. Namun dari faktor-faktor itu, guru dan peserta didik

merupakan faktor terpenting. Pentingnya faktor guru dan peserta didik tersebut dapat dirunut melalui

pemahaman hakikat pembelajaran, yakni sebagai usaha sadar guru untuk membantu peserta didik agar

dapat belajar dengan baik.

Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk

mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan

IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh

pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar. Proses pembelajaran merupakan salah satu

kegiatan yang sangat berperan dalam meningkatkan mutu hasil belajar. Guru sebagai pengelola

pembelajaran di kelas bertanggung jawab atas keberhasilan pembelajaran yang pada akhirnya

berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Dalam proses pembelajaran sebaiknya guru senantiasa

berupaya meningkatkan kualitas pembelajaran menjadi lebih aktif.

Dalam proses belajar mengajar sangat diharapkan terjadi komunikasi timbal balik, dan pada

umumnya dalam komunikasi dibutuhkan adanya media khusus dalam komunikasi interaktif, edukatif.

Media pembelajaran mempunyai arti yang sangat penting terutama dalam upaya meningkatkan mutu

pendidikan secara kualitatif maupun kuantitatif.

Kenyataannya masih banyak peserta didik yang malas belajar, hal ini dikarenakan rendahnya

atau dapat dikatakan tidak adanya motivasi belajar, sehingga peserta didik tidak siap dalam menerima

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,

Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

552

pelajaran, mereka acuh terhadap pelajaran. Dengan demikian dampaknya adalah prestasi belajar yang

rendah, yang tidak sesuai dengan KKM yang telah ditetapkan pada masing-masing mata pelajaran.

Kenyataan inilah yang terjadi di SMP Arjuno Batu yang menjadi kendala keberhasilan peserta

didik sehingga diperoleh prestasi belajar yang rendah yang tidak sesuai dengan KKM yang telah

ditetapkan di SMP Arjuno khususnya pada mata pelajaran IPA.

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh peneliti pada SMP Arjuno Batu dapat

ditemukan hal-hal antara lain tidak adanya motivasi belajar, hal ini dapat dilihat dari tidak ada

kesiapan sama sekali terhadap pelajaran, mereka acuh terhadap pelajaran dan bermain sendiri serta

keluar masuk kelas.

Berdasarkan hasil pengamatan tersebut di atas dapat dikatakan bahwa proses pembelajaran di

SMP Arjuno Batu tidak kondusif, sehingga menyebabkan rendahnya prestasi pelajaran, khususnya

mata pelajaran IPA pada kelas VII semester genap.

Dari permasalahan di atas untuk meningkatan hasil belajar siswa pada materi klasifikasi

makhluk hidup, model pembelajaran yang sesuai adalah model pembelajaran picture and picture.

Model pembelajaran picture and picture adalah salah satu model pembelajaran kelompok dengan

menggunakan bantuan gambar-gambar yang menarik. Dan selanjutnya siswa memasangkan urutan

gambar-gambar tersebut dengan tepat.

Dengan model pembelajaran ini diharapkan siswa dapat meningkatkan minat belajarnya

sehingga hasil belajar siswa juga akan meningkat, karena dalam suasana permainan siswa dapat

belajar tanpa beban, dan guru juga dapat menyampaikan materi sesuai sesuai dengan tujuan yang

ingin dicapai.

Untuk menghindari pemaknaan yang kurang sesuai terhadap istilah-istilah yang digunakan

dalam penelitian ini, maka perlu didefinisikan beberapa istilah sebagai berikut:

1. Picture and Picture adalah salah satu model pembelajaran kelompok dengan menggunakan

bantuan gambar-gambar yang menarik. Dan selanjutnya siswa memasangkan urutan sesuai dengan

gambar yang ada.

2. Hasil belajar adalah semua efek yang dapat dijadikan sebagai indikator tentang nilai dari

penggunaan strategi pembelajaran dibawah kondisi berbeda (Wena, 2010).

3. Model pembelajaran adalah seluruh rangkaian penyajian materi ajar yang meliputi segala aspek

sebelum, sedang dan sesudah pembelajaran yang dilakukan guru serta segala fasilitas yang terkait

yang digunakan secara langsung atau tidak langsung dalam proses belajar mengajar (Istarani,

2011).

METODE PENELITIAN

Rancangan penelitian meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi.

Sebelum dilaksanakan penelitian, maka peneliti menyusun tahapan-tahapan kegiatan dalam

penelitian yaitu berupa penyusunan perangkat pembelajaran, di antaranya yaitu pembuatan rencana

pelaksanaan pembelajaran (RPP ) dan lembar kerja siswa ( LKS ), dan selanjutnya menyusun

instrument pembelajaran yang berupa lembar observasi dan pembuatan soal uji kompetensi.

Penelitian dilaksanakan di SMP Arjuno Batu yang berlokasi di dusun Wonorejo, desa

Tulungrejo, kecamatan Bumiaji, berjarak kurang lebih 10 km dari pusat kota wisata Batu. Adapun

subyek penelitian ini adalah siswa kelas VII SMP Arjuno Batu tahun pelajaran 2015 -2016 yang

berjumlah 12 orang siswa, terdiri dari laki-laki 8 orang dan perempuan sebanyak 4 orang siswa.

Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap ( semester 2 ), yakni pada bulan Maret minggu

pertama dan kedua untuk siklus I dan bulan Maret minggu keempat untuk siklus II. Penelitian ini

merupakan penelitian tindakan kelas ( Classroom action research ) dan variable yang diamati dalam

penelitian ini adalah penggunaan media gambar ( picture and picture ) sebagai variabel bebas sedang

variabel terikat adalah hasil belajar siswa.

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7

553

Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus, di mana siklus satu dan siklus dua merupakan

rangkaian kegiatan yang saling berkaitan. Pelaksanaan siklus dua merupakan kelanjutan dan

perbaikan dari pelaksanaan siklus satu.

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah skor tes siswa dan hasil observasi

mengenai aktivitas belajar siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Sedangkan sumber data

dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII SMP Arjuno Batu semester genap tahun pelajaran 2015-

2016 yang berjumlah 12 siswa.

Tahapan terakhir adalah refleksi. Pada tahapan ini, peneliti bersama guru bidang studi PLH

selaku observer melakukan refleksi serta evaluasi dengan cara menganalisis keterlaksanaan model

pembelajaran Picture and Picture dan ketercapaian indikator pada siklus I, apakah sesuai dengan

rencana yang telah dibuat atau masih perlu perbaikan-perbaikan sebagai pelengkap untuk kriteria

yang ditentukan. Data analisis pada siklus I, dipergunakan sebagai acuan untuk merencanakan siklus

selanjutnya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian

Tahap tindakan siklus I berupa penerapan kegiatan pembelajaran yang telah disusun dalam

perencanaan siklus I, yaitu menerapkan pembelajaran Picture and Picture.

Pembelajaran pertemuan pertama

Pokok-pokok kegiatan pembelajarannya dideskripsikan sebagai berikut.

Kegiatan diawali dengan memberikan pertanyaan kepada siswa mengapa makhluk hidup

perlu diklasifikasikan dan bagaimana cara mengklasifikasikan makhluk hidup. Berikut beberapa

contoh jawaban siswa “supaya mudah dipelajari”, “supaya mudah dihafal” . Secara berkelompok

siswa mempelajari ciri-ciri kingdom monera,protista, dan fungi yang ada di buku siswa (IPA BSE,

pengarang Teguh Sugiyarto dan Eny Ismawati, tahun 2008). Selanjutnya siswa diminta menuliskan

hasil kerjanya (sesuai kreasi siswa), dan mendiskusikan serta mempresentasikan hasilnya.

Guru membagi lembar kerja pada setiap kelompok sebagai bahan diskusi dan meminta

perwakilan kelompok menyampaikan hasil diskusi. Pada kegiatan diskusi masih ada beberapa siswa

yang tampak malas dan tidak mengeluarakan pendapat sama sekali, hanya siswa tertentu saja dan

menuliskan hasil diskusi dalam lembar kerja.Guru menegaskan bahwa dalam mengelompokkan

makhluk hidup besar kemungkinan akan berbeda, sesuai pendekatan yang dipakai masing-masing

ahli, serta penegasan dengan memfokuskan bahwa mengelompokkan tumbuhan dan hewan itu

berdasarkan ciri- ciri utama yang dimiliki anggota makhluk hidup tersebut.

Pada pembelajaran pertemuan kedua guru menampilkan gambar-gambar tentang monera,

protista dan fungi. Tampak pada kegiatan tersebut siswa lebih antusias dibanding pada pertemuan

pertama, terbukti siswa langsung bertanya gambar apa, termasuk dalam kelompok apa dan guru

menyampaikan inilah yang akan kalian pelajari. Guru meminta siswa untuk berkumpul sesuai dengan

kelompoknya pada pertemuan sebelumnya. Guru membagikan gambar-gambar spesies monera,

protista dan fungi pada tiap-tiap kelompok, siswa secara kerja kelompok diminta untuk memasang

atau menempelkan gambar-gambar tersebut pada kertas gambar dan menggolongkan sesuai dengan

ciri-ciri yang dimilikinya. Seperti tampak pada gambar di bawah ini :

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,

Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

554

Kelompok 1. Sedang asyik menempel gambar sesuai urutan tertentu

Kelompok 2. Sedang asyik menempel gambar sesuai urutan tertentu

Dari kegiatan siswa di atas diperoleh hasil sebagai berikut :

Kelompok 1 : hasil pemasangan gambar antara kingdom monera, protista, dan fungi semuanya telah

dipasangkan dengan benar.

Kelompok 2 : masih ada satu gambar yang tertukar antara kingdom monera dengan kingdom protista.

Sedangkan kingdom fungi semua telah dipasangkan dengan benar.

Kelompok 3 : salah dalam memasangkan gambar kingdom protista, yaitu protista yang dapat dilihat

dengan mikroskop dengan protista yang dapat dilihat tanpa bantuan mikroskop.

Selanjutnya siswa menuliskan ciri-ciri dari Monera, Protista dan Fungi sesuai dengan yang te-

lah diamati secara berkelompok. Pembelajaran diakhiri dengan memberikan test evaluasi ( post test )

untuk dikerjakan secara individu dan dikumpulkan.

Adapun hasil post test pada siklus I adalah sebagaimana tercantum pada tabel 1.

Tabel 1. Distribusi Frekuensi, Persentase dan Kategori Hasil Belajar Siklus I

Interval Nilai Kategori Frekuensi Persentase

90 – 100

75 – 89

55 – 74

40 – 54

0 – 53

Sangat tinggi

Tinggi

Sedang

Rendah

Sangat rendah

0

0

7

3

2

0 %

0 %

58,33 %

25 %

16,67 %

Data Tabel 1 di atas menunjukkan bahwa secara umum penguasaan siswa terhadap konsep

klasifikasi makhluk hidup yang disajikan dengan menggunakan model pembelajaran picture and

picture belum maksimal. Hal ini terlihat pada skor yang berada pada kategori sangat tinggi dan tinggi

belum ada ( 0 % ), sedang yang berada pada kategori sedang mencapai 58,33 %, kategori rendah

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7

555

mencapai 25 % dan pada kategori sangat rendah 16,67 % dengan demikian menunjukkan bahwa hasil

belajar pada siklus I belum maksimal karena nilai yang diperoleh masih di bawah standar. Hal ini

menjadi salah satu bahan refleksi untuk pelaksanaan siklus II.

Hasil pembelajaran pada siklus II

Pada pembelajaran siklus II pembelajaran diawali dengan menayangkan gambar-gambar dari

kingdom plantae dan animalia melalui LCD, dan siswa memperhatikan dengan sungguh-

sungguh.Selanjtnya guru membagi siswa dalam kelompok-kelompok sesuai pembagian kelompok

pada pertemuan sebelumnya. Guru memberikan penjelasan tentang kegiatan yang akan dilaksanakan

siswa, serta membagikan gambar berbagai species dari kingdom plantae dan animalia dan siswa

secara berkelompok memasangkan gambar-gambar sesuai urutannya pada kertas gambar yang telah

disediakan.

Selama kegiatan kelompok berlangsung guru membimbing kelompok atau siswa yang kurang

mampu menyelesaikan tugas-tugas kelompok. Guru juga mengingatkan agar masing-masing

kelompok bersedia dan mau bekerjasama sesama anggota kelompok. Kemudian setelah sampai batas

waktu yang ditentukan , masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kegiatan kelompok ke

depan kelas, dan kelompok lain memberi tanggapan.

Kegiatan diakhiri dengan mengerjakan soal-soal test evaluasi ( post test ) secara individu dan

tidak boleh bekerja sama dalam menyelesaikannya.

Berdasarkan hasil pengamatan seorang observer ditemukan bahwa masih ada seorang siswa

yang tidak belajar disaat pembelajaran berlangsung, seperti anak bernomor absen 3. Ada

kemungkinan penyebab anak ini tidak belajar adalah faktor dari rumah ( keluarga ), kurang diajak

bergaul, dan kurang diajak berdiskusi oleh temannya. Dalam hal ini guru berupaya untuk mengatasi

dengan mendekatinya dan memberikan motivasi agar bisa mengikuti proses pembelajaran dengan

baik.

Adapun hasil yang diperoleh pada kegiatan pembelajaran siklus II adalah sebagai berikut :

Kelompok 1 : untuk kingdom plantae semua gambar telah dipasangkan dengan benar. Sedang untuk

kingdom Animalia pada kelompok avertebrata ada kesalahan pada pemasangan

gambar yang mestinya ada pada filum protozoa dipasangkan pada filum arthropoda (

hewan berbuku-buku ).Untuk kelompok vertebrata semuanya telah dipasangkan

dengan benar, mulai dari kelas Pisces ( ikan ), Amphibia ( amfibi ), Reptilia ( reptile ),

Aves ( burung ) sampai dengan Mamalia ( hewan menyusui ).

Kelompok 2 : untuk kingdom plantae semua gambar telah dipasangkan dengan benar. Sedang untuk

kingdom Animalia pada kelompok avertebrata ada kesalahan pada pemasangan gambar

yang mestinya ada pada filum colenterata dimasukkan dalam filum porifera, dan yang

mestinya filum arthropoda dipasangkan pada filum mollusca. Untuk kelompok

vertebrata semuanya telah dipasangkan dengan benar, mulai dari kelas Pisces ( ikan ),

Amphibia ( amfibi ), Reptilia ( reptile ), Aves ( burung ) sampai dengan Mamalia (

hewan menyusui ).

Kelompok 3 : untuk kingdom plantae salah dalam memasangkan gambar tumbuhan monokotil

terbalik dengan tumbuhan dikotil. Untuk kingdom Animalia pada kelompok avertebrata

ada kesalahan pada pemasangan gambar yang mestinya ada pada filum arthropoda

dipasangkan pada filum mollusca. Untuk kelompok vertebrata semuanya telah

dipasangkan dengan benar, mulai dari kelas Pisces ( ikan ), Amphibia ( amfibi ),

Reptilia ( reptile ), Aves ( burung ) sampai dengan Mamalia ( hewan menyusui ).

Sedangkan hasil post test pada siklus II sebagaimana tertera pada tabel 2.

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,

Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

556

Tabel 2. Distribusi Frekuensi, Persentase dan Kategori Hasil Belajar Siklus II

Interval Nilai Kategori Frekuensi Persentase

90 – 100

75 – 89

55 – 74

40 – 54

0 – 53

Sangat tinggi

Tinggi

Sedang

Rendah

Sangat rendah

2

5

4

0

1

16,67 %

41,67 %

33,33 %

0 %

8,33 %

Data Tabel 2 di atas menunjukkan bahwa secara umum penguasaan siswa terhadap konsep

klasifikasi makhluk hidup yang disajikan dengan menggunakan model pembelajaran picture and

picture sudah ada peningkatan walaupun belum maksimal. Hal ini terlihat pada skor yang berada pada

kategori sangat tinggi ada 2 orang ( 16,67 % ) pada kategori tinggi 5 orang ( 41,67 % ), dan pada

kategori sedang mencapai 4 orang ( 58,33 % ), kategori rendah tidak ada, namun pada kategori sangat

rendah ada I orang ( 8,33 % ) dengan demikian menunjukkan bahwa hasil belajar pada siklus II sudah

ada peningkatan walaupun belum maksimal.

Prestasi siswa dalam mempelajari klasifikasi makhluk hidup pada siklus II terjadi

peningkatan. Hal ini dapat dibuktikan dari hasil yang diperoleh dari hasil post test.

Dari hasil pengamatan guru peneliti dikelas, diperoleh kesan bahwa siswa lebih

mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya. Dari pengamatan juga diperoleh kesan bahwa siswa

merasa tertarik karena materi yang dipelajari sering dijumpai dalam kehidupan siswa sehari-hari.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas seperti yang telah dilakukan maka dapat ditarik

kesimpulan, bahwa pembelajaran IPA dengan model pembelajaran picture and picture dapat

mendorong siswa untuk lebih berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran. Sehingga hasil

pembelajaran juga meningkat.

Dalam penelitian ini juga tampak bahwa dengan menggunakan model pembelajaran picture

and picture suasana belajar jadi lebih menyenangkan, karena dengan menggunakan media gambar

siswa menganggap belajar sambil bermain dan tidak menegangkan.

Daftar Pustaka

Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. 2005. Ilmu Pengetahuan Alam. Jakarta ;

Departemen Pendidikan Nasional.

Hadi Suwono, M.Si, 2012. Ilmu Pengetahuan Alam. Malang : Universitas Negeri Malang.

Irwan Nugraha, 2013. Model Pembelajaran Picture And Picture. ( Online ). Irwan6084.blogspot.com,

2013/04.

Ras Eko Budi Santoso, 2011. Model Pembelajaran Picture And Picture. (Online). http://ras-

eko.blogspot.com/2011/05/model-pembelajaran-picture-and-picture.html.

Teguh Sugiarta, Eny Ismawati, 2008. Ilmu Pengetahuan Alam Untuk SMP/MTs Kelas VII. Jakarta :

Departemen Pendidikan Nasional.

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7

557

PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR SISWA PADA MATERI CAHAYA

DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA POWER POINT DI KELAS VIII-F

MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI BATU

Akhmad Sugiarto

MTs Negeri Batu

[email protected]

Abstrak: Penelitian bertujuan untuk mendriskipsikan penerapan pembelajaran dengan media

power point pada siswa kelas VIII MTs Negeri Batu pada bab cahaya optik untuk

menyelesaikan masalah yang dihadapi siswa. Penelitian ini menggunakan 2 siklus, dengan

langkah-langkah 1. penjelasan dengan media film 2. animasi menggunakan power point

3.pratikum sederhana 4. Evaluasi tulis. Peningkatan motivasi belajar dan hasil belajar siswa

mencapai 10,81%.

Kata Kunci: Media, Power Point, motivasi belajar, hasil belajar

Rendahnya prestasi belajar dalam mata pelajaran IPA-Fisika sudah bukan rahasia umum lagi,

Hal ini disebabkan banyak hal. Data dari hasil wawancara secara tidak langsung kepada siswadan para

guru Madrasah Tsanawiyah Negeri Batu tentang alasan hambatan dalam mempelajari IPA-Fisika

didapatkan data sebagai berikut : Siswa sulit memahami dikarenakan jarang praktik, terkesan tidak

aplikatif, banyak rumus sehingga menakutkan, pokoknya bisa menjawab soal ketika ujian.

Rendahnya prestasi siswa banyak dipengaruhi oleh intake siswa, daya dukung sarana

prasarana pembelajaran di sekolah, tingkat kesulitanmateri pembelajaran, kebijakan pemerintah dalam

hal evaluasi akhir siswa dalam pembelajaran dan sumber daya guru. Peningkatan prestasi belajar

siswa sangat ditentukan oleh profil seorang guru dalam menyikapi berbagai faktor tersebut. Seperti di

madrasah kami, adakala penulis berfikiran materi terlalu banyak sedang waktu tidak cukup melakukan

praktik, dalam penentuan siswa kelulusan ditentukan oleh nilai UN yang hanya berupa pilhan ganda

dan alat praktikum yang minimal.

Berbagai kendala di atas tidak mungkin langsung bisa diatasi sekaligus bersama-sama. Maka

penulis berusaha untuk memecahkan salah satu permasalahan yakni keterbatasan media, dan alat

praktikum. Penulis mencoba memvisualisasikan berbagai teori yang dipraktikan kedalam

pembelajaran yang berbasis power point. Pembelajaran berbasis power point sangat praktis, murah,

bisa di pakai berulang-ulang dan mudah untuk di sebarluaskan. Pembelajaran menggunakan media

power point memerlukan peralatan seperti sebuah Personal Computer (PC) atau LAPTOP, LCD

Proyektor, Program pembelajaran atau animasi pembelajaran dan layar. Pada program ini siswa

mendapatkan informasi baik Visual (gambar) ataupun Audio (suara). Program pembelajaran dapat

kita dapatkan dengan cara me “down load “ dari internet, situs yang dapat diakses misalnya:

Depdiknas, physic.co.id. Dari situs tersebut kita pilih materi ajar IPA-Fisika dan pokok bahasan

cahaya. Jenis / bentuk pola pengajaran ada beberapa macam, misalnya: fenomena kejadian alam,

kegiatan praktek di laboratorium, animasi, latihan soal, kuis dan sebagainya. Layar dapat kita

gunakan white board yang sudah ada di masing-masing kelas, tembok dan sebagainya.Untuk

mendukung proses kegiatan ini setiap guru harus mampu mengoprasikan program komputer dan

masing-masing memiliki sebuah laptop. Inofokus dapat disediakan oleh pihak sekolah.

Beberapa keunggulan menggunakan program ini dibanding metode ceramah diantaranya:

guru dapat memilih jenis model pembelajaran yang diberikan. Misalnya percobaan pemantulan, guru

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,

Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

558

tinggal memasukan program tersebut ke dalam komputer selanjutnya mengoperasikan. Tanpa harus

menyediakan alat,bahan praktek, utamanya bagi sekolah yang belum mempunyai peralatan, bahan

dan tempat, kegiatan demonstrasi sudah dapat berlangsung. Siswa dapat menyaksikan secara langsung

kegiatan tersebut, juga mengulanginya kalau belum jelas. Kegiatan praktek yang dilaksanakan sudah

pasti akurat berbeda jika kita sendiri yang melakukan kadang kadang kurang tepat, berbeda kalau kita

mengajar dengan papan tulis biasa yang harus menggambar, maka waktu habis untuk menggambar,

visualisasi kurang jelas.

Jenis fenomena kejadian alam dapat diberikan untuk menunjukan aplikasi dari hal sedang

dipelajari. Kadang-kadang untuk masalah ini kita hanya sering bercerita pada siswa saja. Tentunya

daya imajinasi siswa berbeda beda. Kadang-kadang informasi yang kita sampaikan kurang lengkap

atau daya tangkap siswa tidak dapat menangkap maksud guru secara penuh. Proses kejadian waktunya

dapat dipercepat dan diulang.

Animasi dapat diberikan untuk penyampaian materi teori, kuis atau bahasan soal. Dalam

penulisan data pembuatan grafik atau bagan, skema terasa lebih akurat dibanding kalau seorang guru

harus membuatnya di papan tulis. Selain butuh waktu lebih lama kualitas gambar kurang baik.

Pembuatan grafik atau bagan dapat diulang-ulang dan diperlambat sehingga siswa lebih jelas.

Demikian juga dalam penyelesaian soal-soal latihan dapat dikemas mirip permainan atau kuis,

sehingga siswa tidak bosan

Yang tidak kalah pentingnya, siswa tidak selalu harus mencatat, meskipun dengan mencatat

kata-kata kunci itu lebh baik. Dengan penggunaan power point siswa cukup mengkopi data dari guru

pada akhir pelajaran. Dirumah siswa dapat mengulang dengan cara memasukan data kekomputer, HP

android yang telah di instal program office dan mengoperasikannya. Guru juga terbantukan sehingga

sebelum menyampaikan materi pembelajaran dapat belajar dahulu sebelumnya. Materi atau bahan ajar

yang tersampaikan selalu up to date dan standart secara nasional.

Dengan menggunakan program ini seolah masalah masalah diatas dapat terselesaikan.

Penerapan program pembelajaran dengan media power point jika direncanakan secara sistematik dan

diintegrasikan dalam proses pembelajaran diharapkan dapat menggairahkan suasana belajar siswa,

sehingga prestasi belajar siswa dapat meningkat.

METODE

Penelitian ini dilakukan pada siswa kelas VIIIE MTsN Batu yang berjumlah 37 siswa.

Penelitian ini dengan judul Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa Pada Materi Cahaya

Dengan Menggunakan MediaPower Pointdi Kelas VIIIE Madrasah Tsanawiyah Negeri Batu,

merupakan Penelitian Tindakan Kelas (action research classroom) menggunakan 2 siklus,

masing-masing siklus terdiri atas perencanaan, pelaksanaan, obeservasi dan refleksi. Siklus I

terdiri dari 2 kali pertemuan meliputi pengamatanr percobaan pada sub pengertian cahaya,

sifat cahaya, hukum pemantulan, sifat bayangan pada cermin datar dan jumlah bayangan

yang terbentuk. Sedangkan pada siklus 2 terdiri dari 2 kali pertemuan meliputi pengamatan,

percobaan menggambar banyangan pada cermin lengkung. Data yang diperoleh berupa hasil

diskusi, praktik sederhana, ulangan harian yang dianalisis secara kualitatif.

HASIL dan PEMBAHASAN

Diskripsi Pembelajaran Siklus I

Proses pembelajaran pada siklus I terdiri dari 2 pertemuan. Masing-masing pertemuan 2 jam

pelajaran. Pertemuan I membahas definisi cahaya, sifat cahaya, hukum pemantulan, sifat cermin datar,

pembentukan bayangan pada 2 cermin datar yang membentuk sudut.

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7

559

Pertemuan I

Setelah anak-anakberdoa, maka guru meminta anak-anak untuk melakukan senam yang akan

menambah semangat pada anak. Setelah itu anak-anak ditanyakan tentang materi-materi sebelumnya

tetang gelombang.

G : ”Anak-anak apa sudah belajar?”

S : ”sudah pak”.

G : ”Sekarang hari yang cukup cerah, dengan cahaya yang begitu terang?”

G : Menanyakan salah satu siswa, ”Atia, penampilanmu kok hari ini begitu rapi, dan kelihatan

cantik”.

S1 : ”Ya pak, karena sudah mandi dan bercermin”

G : ”Bercermin, kenapa bercermin?”

S2 : ”Biar kelihatan Cantik, pak”.

G : Guru menanyakan ke semua siswa ”mengapa ani bisa melihat banyangannya di cermin”

S : ”Karena ada cahaya pak”

G : ”Lah, pas dong dengan materi kita hari ini, belajar cahaya dan optik”

Guru membuka korden jendela, kemudian menanyakan kenapa cahaya bisa masuk ke dalam ke kelas,

kemudian beberapa siswa menjawab “termasuk gelombang elektromagnetik dan masuk melewati kaca

jendela pak”.

G : “apa itu gelombang elektromagnetik”

S : “Gelombang yang tidak memerlukan medium dalam merambat pak”

Kemudian guru menghidupkan LCD Proyektor yang penutupnya belum di buka, setalah itu

penutupnya di buka.

Guru bertanya, “mengapa cahaya tidak kelihatan keluar dari LCD Proyektor, setelah di buka cahaya

kelihatan memancar dari LCD Proyektor.

S :“Karena ada penutupnya pak”

Guru membagikan lembar kerja tentang cahaya untuk mengetahui pengetahuan dasar yang telah

dipelajarinya waktu SD dan dari percakapan di awal pertemuan.

G : “Ok, Sekarang amati film berikut.

Gambar 1. Film tentang cahaya dan Hantu

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,

Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

560

Siswa memperhatikan film yang ditampilkan oleh guru!guru meminta hal-hal penting

agar dicatat, sehingga siswa mengamati dengan seksama. Selama dalam pengamatan film ada

siswa yang serius mengamati, ada siswa yang cuek. Sehingga guru perlu keliling kelas untuk

mengingatkan siswa agar mencatat hal-hal penting dalam pandangan mereka. Setelah Film

selesai maka guru membagikan LK 1ke masing-masing kelompok dan dijawab dengan

diskusi yang berkaiatan dengan film dan pengetahuan tentang cahaya.

Selama kerjasama didalam kelompok masih ditemukan siswa yang tidak serius dalam

bekerjasama menyelesaikan tugas LK. Sehingga guru harus berulangkali mengingatkan agar

mereka mengerjakan LK secara berkelompok.

Gambar 2. Suasana Diskusi Kelompok

Hasil kerja kelompok dalam mengerjakan Lk, guru memintamasing-masing kelompok

membacakan kesimpulan dan hikmah apa dari film yang di lihatnya sedang siswa yang lain

mendengarkan serta diperbolehkan berkomentar.Dengan adanya saling mengkritik dan

memberi masukan antar kelompok membuat suasa kelas hidup sehingga terlihat keseriusan

siswa dalam menyampaikan hasil diskusi kelompok.

Hasil dari presentasi antar kelompok, guru memberikan penguatan dan evaluasi

pembelajaran yang telah dilakukan pada saat itu. Setelah penguatan dari guru maka diakhiri

dengan salam.

Pertemuan 2

Pembelajaran pertemuan ke 2 diawali dengan mengingatkan kembali materi dengan sub

tema cahaya. Pertemuan yang ke 2 ini guru memberikan motivasi, dan memberitahukan

tujuan pembelajaran yaitu siswa dapat melakukan praktik sifat cahaya LK 2 dan menghitung

jumlah banyanga pada 2 cermin datar yang membentuk sudut LK 3.

Guru meminta siswa berkumpul sesuai kelompok pada pertemuan sebelumnya dan

masing-masing kelompok di beri LK 2 dan LK 3.

Guru menjelaskan prosedur praktikum sifat cahaya dan pembentukan bayangan.

Selama proses pembelajaran siswa begitu antusias melaksanakan praktik, terbukti kelas

begitu ramai dan ingin mencoba.

Tabel pengamatan jumlah bayangan

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7

561

Tabel 1. Praktikum Jumlah Bayangan

Kelomp

ok

Jumlah Bayangan

Sudut 300 Sudut 60

0 Sudut 90

0 Sudut 120

0

I 11 5 3 3

II 12 5 4 3

III 11,5 5 3 3

IV 11 5 3 3

V 11 5 3 3

VI 12 5 3 3

VII 11 5 3,5 3

VIII 11 5 3 3

IX 11,5 5 3 3

Refleksi Siklus 1

Berdasarkan pengamatan selama proses pembelajaran pada siklus I ini dapat disimpulkan

Kendalanya Penyebab Alternatif Pemecahan

1. Media Film

-Suara kurang jelas

Sound menggunakan

portabledan Kelas di

sebelah ramai

-Sound menggunakan

speaker aktiv

- Kerjasama dengan

guru lain/kelas sebelah

2. Menjawab Soal kurang

optimal

Waktu sempit Waktu ditambah atau

konsentrasi anak dalam

diskusi dioptimalkan

3. Praktik sederhana 1. Tidak terbiasa Pratik

2. Tidak teliti

Siswa dibiasakan

melakukan pratikum

sehingga ketelitian anak

optimal

Pembelajaran pada siklus I ini diperoleh skor rata-rata setiap kelompoknya………..

Perolehan nilai ini melebihi /kurang dari kkm secara umum yakni 75. Hasil ini membuktikan

bahwa proses pembelajaran pada siklus I masih jauh dari harapan dan kesempurnaan

sehingga diperlukan perbaikan pada proses pembelajaran berikutnya. Hasil refleksi pada

siklus ini dapat disimpulakan 1. Pada saat pengamatan film dan power point kurang

konsentrasi 2. Fasilitas sarana yang dioptimalkan 3.Pembiasaan pratikum untuk ketelitian.

Deskripsi Pembelajaran Siklus 2

Pertemua Proses pembelajaran pada siklus II terdiri dari 2 pertemuan selama 2 x 40 menit.

Pertemuan 1

Pertemuan ini membahas tentang pembentukan bayangan pada cermin lengkup, aplikasi dalam soal.

Pembelajaran dimulai dengan guru menanyakan materi tentang sifat-sifat cahaya. Guru mencoba

mengulang pertanyaan yang pada pertemuansebelumnya yang telah dibahas. Setelah itu guru

memulai pembelajaran dengan menggunakan media power point. Guru menanyangkan proses

pembentukan bayangan pada cermin cekung, dengan menggunakan 3 sinar istimewa. Dari percobaan

menggunakan media power point ini guru menjelas makna-makna yang ada pada cermin seperti pusat

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,

Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

562

kelengkungan atau jari-jari, focus jarak benda, dan jarak banyangan. Setelah itu guru menjelaskan

pembagian ruang pada cermin lengkung. Setelah penjelasan :

Gambar 3. Simulasi 3 sinar istimewa di power point

Setelah menjelaskan cara menggambar pembentukan bayangan siswa diminta

mempraktikkan dengan pedoman sebagaimana LK 4. Selama proses praktik menggambar

siswa begitu senangnya tapi kesulitan dalam menggambar. Di ujung pertemuan guru

memotivasi untuk menggambar dan menerapkan dalam soal-soal sehingga dibutuhkan

banyak latihan. Di ujung pertemuan guru meminta siswa untuk belajar lebih giat lagi karena

pertemuan berikutnya ulangan sub bab cahaya sampai soal pembentukan banyangan.

Pertemuan 2

Proses pembelajaran pada sub mengmbar bayangan pada cermin lengkung sudah

dilakukan pada pertemuan seblumnya maka untuk mengukur kemampuan masing-masing

siswa dapat dilakukan dengan ulangan harian model esai sebanyak 10 soal.

Berdasarkan hasil ulangan

Tabel 2: Hasil Ulangan

no Perolehan

nilai

Jumlah Presentase

1 N<55 1 2.70

2 55≤N<75 4 10.81

3 75≤N<85 12 32.43

4 85≤N≤100 20 54.05

Pembelajaran pada siklus II ini diperoleh skor rata-rata 84,14 Perolehan nilai ini

melebihi dari kkm secara umum yakni 75. Hasil ini membuktikan bahwa proses pembelajaran

pada siklus II masih jauh dari harapan dan kesempurnaan sehingga diperlukan perbaikan pada

proses pembelajaran berikutnya. Hasil refleksi pada siklus ini dapat disimpulakan 1. Pada

saat pengamatan film dan power point kurang konsentrasi 2. Fasilitas sarana yang

dioptimalkan 3.Pembiasaan pratikum untuk ketelitian.

Kesimpulan

Proses pembelajaran IPA- Fisika selama ini yang kurang menyenangkan sehingga

mengakibatkan motivasi siswa kurang optimal dan hasil yang kurang memuaskan dikarenakan

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7

563

pembelajaran yang menutun, kurang pratik dapat diatasi dengan pembelajaran menggunakan Power

Point. Pembelajaran menggunakan power point mampu menambah daya kreatifitas guru, dan siswa

merasa senang. Pembelajaran yang menyenang dapat memotivasi siswa untuk belajar lebih giat

sehingga menghasilkan hasil belajar yang optimal, ini dapat dilihat dari rata-rata nilai pada siklus I

adalah 75,95 sedang pada siklus II adalah 85,14 sehingga mengalami peningkatan 10,81 %

Kesimpulan ini di dapat dari hasil wawancara dan hasil evaluasi siswa yang lebih tinggi,

sehingga penggunaan media power point bisa ditingkatkan untuk proses pembelajaran berikutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. dkk. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : Bumi Aksara.

Chandra. 2005. Menu Interaktif Flah MX-5 2004. Palembang : MaX-5iikom.

Anam Ch 2000. Kebijaksanan Depdiknas dan Mutu Pendidikan, Makalah disajikan dalam rangka

seminar dan lokakarya FMIPA Unesa HFI cabang Surabaya.

Fathoni, A.R. 1993. Pengembangan Komputer Pembelajaran (Unit II CIA). Surabaya University Press

IKIP Surabaya.

Hamalik, Oemar. 2001. Proses Belajar Mengajar. Jakarta : Bumi Aksara.

Karim, Saeful. dkk. 2008. Belajar IPA Membuka Cakrawala Alam Sekitar. Jakarta: Pusat Perbukuan

Nasional Departemen Pendidikan Nasional.

Kurniawan, Yahya. 2006. Belajar Sendiri Macromedia Flash 8. Jakarta : PT EleX-5 Media

Komputindo.

Madya, Suwarsih. 2006. Teori dan Praktik : Penelitian Tindakan. Bandung : Alfabeta.

Mudhoffir. 2001. Prinsip-prinsip Pengelolaan Pusat Sumber Belajar. Bandung : PT Remaja

Rosdakarya.

Mukminan. 2001. Desain Pembelajaran. Yogyakarta : Universitas Negeri Yogyakarta Press.

Pramono, Andi. 2001. Presentasi Multimedia dengan Macromedia Flash 8. Yogyakarta : CV Andi

Offset.

Prayitno, E. 1989. Motivasi dalam Belajar. Jakarta. Depdikbud.

Sardiman, Arief S. dkk. 2006. Media Pendidikan. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,

Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

564

PENERAPAN MODEL TW0 STAY TWO STRAY

UNTUK PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR SISWA

MATA PELAJARAN IPA SIFAT BENDA KELAS IV SDN TLEKUNG 02

Iik Suyanti

SDN Tlekung 02 Kota – Batu

[email protected]

Abstrak: Penelitian tindakan kelas (PTK) ini dilaksanakan untuk mengatasi rendahnya

prestasi belajar siswa dalam belajar IPA siswa kelas IV SDN Tlekung 02 Kota – Batu,

pada materi mengidentifikasi sifat – sifat benda cair, padat, dan gas. PTK dilakukan dalam

2 siklus dengan model pembelajaran kooperatif type “ two stay two stray “. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa terdapat peningkatan hasil belajar dari pra penelitian ke siklus I

kenaikannya sebesar 8%, dari siklus I ke siklus II kenaikannya sebesar 16%. Kriteria

ketuntasan belajar klasikal tercapai pada siklus II, yaitu 76% siswa mencapai ketuntasan.

Hal ini dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran “ two stay two stray “ dapat

meningkatkan hasil prestasi belajar siswa.

Kata Kunci : Two Stay Two Stray, prestasi belajar

Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam merupakan salah satu mata pelajaran yang mengharapkan

siswa – siswinya menjadi aktif, kreatif dan menenyenangkan dalam proses pembelajaran. Hal ini

sesuai dengan kurikulum 2006 yang tertera dalam Permendiknas no 22 tahun 2006 tentang standart isi

yang bertujuan: (1) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya

hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat; (2)

Mengembangkanketerampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan

membuat keputusan. Oleh karena itulah mata pelajaran IPA sangatlah penting untuk dilaksanakan di

setiap jenjang pendidikan.

Proses pembelajaran di SDN Tlekung 02 semester I pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan

Alam dengan KD: mengidentifikasi sifat – sifat benda cair, padat, dan gas , dan KKM (Kriteria

Ketuntasan minimal) yang ditetapkan adalah 7. Hasil pengamatan pembelajaran di kelas menujukan

bahwa: (1) prestasi belajar siswa tidak mencapai standart yang diharapkan, (2) siswa kurang aktif

dalam proses pembelajaran, (3) siswa tidak bersemangat dalam mengikuti proses pembelajaran, ( 4)

siswa selalu ramai dalam mengikuti proses pembelajaran, (5) kurang terciptanya komunikasi antar

individu dengan baik.

Penerapan model two stay two stray dapat meningkatkan: (1) prestasi belajar siswa, (2)

meningkatkan keaktifan siswa, (3) meningkatkan semangat siswa, (4) meningkatkan komunikasi antar

individu dalam kelompok belajar, (5) meningkatkan kosentrasi siswa. Hal ini sejalan dengan Lie

(2004) 1. adanya elemen – elemen yang saling ketergantungan secara positif, 2.adanya interaksi tatap

muka, 3.akutanbilitas individual, 4.ketrampilan menjalin hubungan pribadi. Sunal dan kaus dalam

Isjoni (2009:15) bahwa pembelajaran kooperatif merupakan suatu cara pendekatan atau serangkaian

strategi yang khusus dirancang untuk memberi dorongan belajar siswa agar bekerjasama dalam

kelompok selama proses pembelajaran. (Sugiyanto,2010:37) mengemukakan bahwa pembelajaran

kooperatif adalah pembelajaran yang berfokus pada kelompok kecil untuk bekerja sama dalam

memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar. Menurut Agus Supriono (2012:93)

bahwa model pembelajaran “ two stay two stray “dapat mendorong anggota kelompok untuk

memperoleh konsep secara mendalam melaui memberi dan menerima .

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7

565

Berdasarkan hal tersebut di atas maka diperlukan penerapan model two stay two stray untuk

peningkatan prestasi belajar siswa dan keaktifan siswa pada mata pelajaran IPA tentang sifat – sifat

benda padat, cair, dan gas di SDN Tlekung 02 Kota – Batu.

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan adalah pnelitian tindakan kelas (PTK). Penelitian tindakan

kelas pada hakikatnya adalah merupakan sarana untuk memperbaiki dan meningkatkan

profesionalisme pendidik dan prestasi belajar siswa. Hal ini didukung oleh pendapat Akbar, (2009:83)

yang mengungkapkan bahwa PTK adalah penelitian yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas

proses dan hasil pembelajaran di kelas, atau memecahkan masalah dalam pembelajaran kelas.

Penelitian ini dilakukan secara kolaborasi antara penulis sebagai pelaksana tindakan perbaikan dan

observer sebagai pengamat penelitian. Penelitan tindakan kelas dilakukan secara bertahap yaitu

perencanaan, pelaksanaan tindakan, pengamatan tindakan dan refleksi. Hasil refleksi terhadap

tindakan yang dilakukan akan digunakan kembali untuk revisi rencana. Jika ternyata tindakan yang

dilakukan belum berhasil, maka perlu adanya perbaikan rencana pembelajaran untuk bisa

memecahkan masalah. Metode penelitian ini bisa digambarkan seperti pada (gambar 1) di bawah ini.

Gambar1. Siklus PTK( Kasbollah, 1998)

PRA PENELITIAN

MenentukanPermasalahan

Mengumpulkan data awal tentang hasil belajar

kognitif dan psikomotorik siswa sebagai study

awal

PERENCANAAN PELAKSANAAN

RPP TINDAKAN

REFLEKSI OBSERVASI

PERENCANAAN PELAKSANAAN

RPP TINDAKAN

REFLEKSI OBSERVASI

TINDAKAN

SIKLUS 1

TINDAKAN

SIKLUS 2

Indikator Tercapai

Selesai

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,

Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

566

Secara teknis tahap – tahap kegiatan penelitian dalam siklus I dapat dijelaskan sebagai berikut :

Siklus I

a. Rencana Tindakan

Dalam tahap perencanaan tindakan pada siklus I, kegiatan yang dilakukan peneliti adalah

sebagai berikut: (1) Menyusun silabus dan RPP yang berkaitan dengan materi sifat – sifat benda

padat, cair dan gas kelas IV, (2) Merancang skenario pembelajaran yang dapat merangsang semangat

siswa dalam belajar, (3) Merancang alat pengumpul data berupa tes tulis yang digunakan untuk

mengetahui hasil prestasi siswa.

b. Pelaksanaan tindakan.

1. Dalam penelitian ini, guru pengajar sebagai peneliti melaksanakan skenario pembelajaran,

sedangkan observer (yang melakukan pengamatan) dilakukan oleh seorang teman sejawat.

Adapun langkah-langkah yang akan dilakukan antara lain: (a) penjelasan secara umum

tentang tujuan pembelajaran, (b) penjelaskan tentang model pembelajaran yang akan

diterapkan, (c) penjelaskan langkah – langkah kegiatan dalam melakukan percobaan, (d)

pengumpulkan hasil diskusi kelompok serta hasil evaluasi yang diperoleh siswa dalam

mengerjakan soal evaluasi, dan (e) menganalisa hasil tes tulis dari materi yang telah

diajarkan.

2. Penulis mengajar sesuai dengan skenario pembelajaran yang telah dirancang dan mencatat

kegiatan – kegiatan yang telah dilakukan oleh masing – masing siswa dalam proses

pembelajaran.

3. Penulis memberi soal evaluasi untuk mengetahui tingkat pemahaman dan sejauh mana materi

yang diserap oleh siswa.

c. Obesevasi

Pada waktu observasi observer menggunakan lembar observasi untu mengamati dan mencatat

kejadian yang terjadi pada saat proses pembelajaran berlangsung dan bertanya pada siswa tentang

kesulitan yang mereka hadapi

d. Refleksi

Peneliti menganalisa hasil tes soal evalusi siswa, dan hasil observasi pada siswa, supaya bisa

menetukan langkah langkah selanjutnya. Peneliti membuat penilaian.Berdasarkan apa yang didapat

siswa pada evaluasi yang telah dilakukan. Jika ternyata hasilnya kurang bisa memenuhi target KKM,

maka akan dilakukan perbaikan – perbaikan yang akan dilanjutkan ke siklus ke II.

SIKLUS II

a. Rencana Tindakan

Dalam tahap perencanaan tindakan pada siklus I, kegiatan yang dilakukan peneliti adalah

sebagai berikut: (1) Menyusun silabus dan RPP yang berkaitan dengan materi perubahan wujud benda

padat, cair dan gas kelas I, (2) Merancang skenario pembelajaran yang dapat merangsang semangat

siswa dalam belajar, (3) Merancang alat pengumpul data berupa tes tulis yang digunakan untuk

mengetahui hasil prestasi siswa.

b. Pelaksanaan Tindakan

Guru memulai pembelajaran dengan melakukan apersepsi dengan menyanyi judul “ Benda

Padat “ dan tanya jawab kepada siswa tentang es. Guru memberi penjelasan tentang tujuan

pembelajaran.Guru memberi penjelasan tentang materi. Guru menjelaskan langkah – langkah model

pembelajaran type “ two stay two stray “ sebagai tersebut: (1) guru membagi siswa menjadi 6

kelompok, masing – masing kelompok terdiri dari 1-4 siswa, (2) Guru menjelaskan langkah – langkah

dalam melakukan percobaan (3) guru membimbing siswa dalam melakukan percobaan, (4) Siswa

berdiskusi kelompok dan guru berkeliling untuk memastikan setiap anggota kelompok yang

berpartisipasi aktif dalam diskusi, (5) Guru mendatangi masing – masing kelompok untuk

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7

567

membetulkan kesimpulan, (6) guru menunjuk 1 siswa sebagai tuan rumah, dan 3 siswa lainya sebagai

pengunjung untuk mendapatkan materi yang berbeda, (7) guru membimbing siswa dalam setiap

kelompok untuk bisa memberi penjelasan kepada pengunjung dari kelompok lain, (8) Guru bersama

siswa menyimpulkan hasil diskusi tentang percobaan, Sebelum LKS dikerjakan. Guru menjelaskan

prosedur pengisian jawaban soal sehingga siswa tidak kebingungan dalam mengerjakan soal.

c. Obesevasi

Pada waktu observasi observer menggunakan lembar observasi untuk mengamati dan

mencatat kejadian yang terjadi pada saat proses pembelajaran berlangsung dan bertanya pada siswa

tentang kesulitan yang mereka hadapi

d. Refleksi

Peneliti menganalisa hasil tes soal evalusi siswa, dan hasil observasi pada siswa, supaya bisa

menetukan langkah langkah selanjutnya. Peneliti membuat penilaian berdasarkan apa yang didapat

siswa pada evaluasi yang telah dilakukan. Jika ternyata hasilnya kurang bisa memenuhi target KKM,

maka akan dilakukan perbaikan – perbaikan yang akan dilaksanakan dalam pembelajaran selanjutnya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian dilakukan di SDN Tlekung 02 desa Tlekung Kecamatan Junrejo, Kota – Batu,

dengan subyek penelitian siswa kelas IV yang berjumlah 25 siswa, laki – laki berjumlah 13 siswa dan

perempuan 12 siswa. Pada saat kegiatan proses pembelajaran berlangsung banyak ditemukan kejadian

– kejadian yang dialami siswa diantaranya: (1) siswa tidak ada yang mengajukan pertanyaan, (2)

diskusi kelompok belum aktif benar masih ada beberapa siswa yang diam dan bergurau sendiri, (3)

siswa belum bisa menyimpulkan hasil percobaan.

Berdasarkan masalah tersebut di atas dimungkinkan ada faktor- faktor penyebabnya. Salah

satu penyebab dari masalah siswa yang enggan bertanya adalah kurang konsentrasi dalam belajar

.Menurut Slameto (2010:87) seseorang mengalami kesulitan konsentrasi belajar disebabkan oleh: (a)

kurang berminat terhadap mata pelajaran yang dipelajari, (b) keadaan lingkungan ( bising, hiruk –

pikuk,dan ramai), (c) pikiran kacau /masalah kesehatan terganggu.Untuk mengatasi siswa yang

kurang konsentrasi dalam belajar maka guru harus mempunyai strategi untuk meningkatkan daya

konsentrasi siswa dalam belajar. Strategi yang harus dilakukan menyajikan percobaan yang berbeda

alat dan bahannya.

Terjadinya diskusi kelompok yang belum aktif dimungkinkan adanya faktor penyebab

diantaranya: (a) jumlah dalam kelompok yang terlalu banyak, (b) sebagian besar siswa daya serapnya

rendah, (c) siswa kurang mengerti dalam menjalankan tugasnya untuk melakukan percobaan.Sejalan

dengan Eggen dan Kauchak (1993:319) mendefinisikan pembelajaran kooperatif sebagai sekumpulan

strategi mengajar yang digunakan guru agar siswa saling -membantu dalam mempelajari sesuatu,

Slavin (1997), pembelajaran kooperatif, merupakan metode pembelajaran dengan siswa bekerja dalam

kelompok yang memiliki kemampuan heterogen. Untuk meningkatan keaktifan siswa dalam diskusi

kelompok perlu dilakukan kiat – kiat sebagai berikut : (a) jumlah anggota dalam kelompok dikecilkan

menjadi 1-4 siswa, (b) guru membagi kelompok secara merata ada yang tinggi, sedang, dan rendah

daya serapnya, (c) penjelasan tentang langkah – langkah untuk melakukan percobaan secara rinci dan

detail dengan menggunakan bahasa yang mudah dipahami siswa

Beranjak dari siswa yang belum bisa menyimpulkan hasil percobaan maka peneliti dan

observer mendiskusikan hal tersebut untuk mencari faktor – faktor penyebab, maka ditemukan

kendala sebagai berikut: (a) siswa belum memahami materi, (b) siswa salah dalam melakukan

percobaan. Berdasarkan kendala tersebut maka guru melakukan kegiatan memberi contoh cara

menyimpulakan hasil diskusi dan siswa perlu mendapat bimbingan dan belajar pendampingan untuk

menyimpulkan hasil percobaan .

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,

Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

568

Gambar 1.Pengambilan simpulan didampingi penulis

Pelaksanaan pembelajaran siklus I dengan penerapan model two stay two stray hasil belajar

siswa dapat digambarkan bahwa dari 25 siswa yang memenuhi target KKM ada 15, sedangkan 10

siswa di bawah KKM. Walaupun masih ada siswa yang masih pasif. Prosentase tingkat ketercapaian

hasil belajar siswa bisa dilihat pada Tabel 2.

Tabel 1.Prosentase Nilai Tes Pra Siklus.

NO Rentang Nilai Jumlah Siswa Prosentase ketuntasan

1 0 - 49 5 20% Belum tuntas

2 50 - 59 4 16% Belum tuntas

3 60- 69 3 12% Belum tuntas

4 70 - 79 7 28% Tuntas

5 80 - 100 6 24% tuntas

jumlah 25 100%

jumlah nilai : 1510

Rata – rata : 60,4

Tabel 2. Prosentase Nilai Tes Siklus I.

NO Rentang Nilai Jumlah Siswa Prosentase ketuntasan

1 0 - 49 5 20% Belum tuntas

2 50 - 59 4 16% Belum tuntas

3 60- 69 1 4% Belum tuntas

4 70 - 79 7 28% Tuntas

5 80 - 100 8 32% tuntas

jumlah 25 100%

jumlah nilai : 1580

Rata – rata : 62,3

Sumber observasi : Batu, 2016

Dari tabel di atas bisa diketahui bahwa dari 25 siswa, yang mendapat nilai 0 – 49 = 5 siswa

atau 20 %, yang mendapat nilai 50 – 59 = 4 siswa atau 16 %, yang mendapat nilai 60 – 60 = 1 siswa

atau 4%, yang mendapat nilai 70 – 79 = 7 siswa atau 28%, yang mendapat nilai 80 – 100 = 8 siswa

atau 32%. Hasil pengamatan yang terjadi di siklus 1 siswa mulai aktif dan prestasi belajar ada

kenaikan 8%.

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7

569

Gambar 2. Siswa ktif dalam melakukan percobaan

Pelaksanaan pembelajaran siklus II dengan penerapan model two stay two stray hasil belajar

siswa dapat digambarkan bahwa dari 25 siswa yang memenuhi target KKM ada 19 siswa atau 76%,

sedangkan siswa di bawah KKM ada 6 siswa atau 24%. Walaupun masih ada siswa yang masih pasif.

Prosentase tingkat ketercapaian hasil belajar siswa bisa dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3.Prosentase Nilai Tes Siklus II.

NO Rentang Nilai Jumlah Siswa Prosentase ketuntasan

1 0 - 49 2 8% Belum tuntas

2 50 - 59 1 4% Belum tuntas

3 60- 69 3 12% Belum tuntas

4 70 - 79 11 44% tuntas

5 80 - 100 8 32% tuntas

jumlah 25 100%

jumlah nilai : 1765

Rata – rata : 70,6

Sumber observasi : Batu, 2016

Dari tabel di atas bisa diketahui bahwa dari 25 siswa, yang mendapat nilai 0 – 49 = 2 siswa

atau 8%, yang mendapat nilai 50 – 59 = 1 siswa atau 4 %, yang mendapat nilai 60 - 69 = 3 siswa atau

12%, yang mendapat nilai 70 – 79 = 11 siswa atau 44%, yang mendapat nilai 80 – 100 = 8 siswa

atau 32%. Hasil pengamatan yang terjadi di siklus II siswa mulai aktif dan prestasi belajar ada

kenaikan 16%. Sehingga dapat di jelaskan bahwa penggunaan model pembelajaran two stay two stray

diputus pada siklus II atau berhasil dikarenakan nilai rata-rata kelas telah mencapai ketuntasan.

Prosentase kenaikan bisa dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4.Prosentase Nilai Tes Pra siklus – siklus 2

No Rentang

Nilai

Pra Siklus Siklus 1 Siklus 2

Jml siswa % Jml

siswa % Jml siswa %

1 0 - 49 5 20% 5 20% 2 8%

2 50 - 59 4 16% 4 16% 1 4%

3 60- 69 3 12% 1 4% 3 12%

4 70 - 79 7 28% 7 28% 11 44%

5 80 - 100 6 24% 8 32% 8 32%

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,

Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

570

Berdasarkan tabel di atas pada pra siklus dapat dilihat bahwa siswa yang mempunyai nilai >

70 sebesar 13 siswa atau 52%, sedangkan siswa yang mendapat nilai < 70 sebesar 12. Hasil belajar

pada siklus I dapat dilihat siswa yang mempunyai nilai >70 sebesar 15 siswa atau 60% sedangkan

siswa yang mendapat nilai <70 sebesar 10 siswa atau sebesar 40%. Hasil belajar pada siklus II dapat

dilihat bahwa siswa yang mempunyai nilai > 70 sebesar 19 siswa atau 76 % sedangkan siswa yang

mendapat nilai <70 sebesar 6 siswa atau sebesar 34%. Aktifitas siswa juga meningkat, jadi dengan

penerapan model two stay two stray dapat meningkatkan hasil belajar dan aktivitas siswa pada mata

pelajaran IPA di kelas IV SDN Tlekung 02.

Guru yang profesional senantiasa berusaha untuk mencari penyelesaian setiap permasalahan

yang di hadapi dikelasnya. Dengan menggunakan model belajar yang kreatif dan menyenangkan bagi

siswa sangat membantu untuk memahami setiap materi pelajaran yang di pelajarinya.

Setiap model pembelajaran pasti mempunyai kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dari two

stay two stray antara lain : (1) Dapat diterapkan pada semua kelas/tingkatan, (2) Kecenderungan

belajar siswa menjadi lebih bermakna, (3) Lebih berorientasi pada keaktifan, (4) Diharapkan siswa

akan berani mengungkapkan pendapatnya, (5) Menambah kekompakan dan rasa percaya diri siswa,

(6) Kemampuan berbicara siswa dapat ditingkatkan, (7) Membantu meningkatkan minat dan prestasi

belajar. Adapun kekurangan dari model ini antara lain : (1) Membutuhkan waktu yang lama, (2)

Siswa cenderung ramai, (3) Bagi guru, membutuhkan banyak persiapan (materi, dana dan tenaga), (4)

Guru cenderung kesulitan dalam pengelolaan kelas. Kelebihan dan kekurangan model pembelajaran

tersebut didukung oleh Spencer Kagan 1992.

PENUTUP

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas dengan dua siklus, dapat diambil ke-simpulan

bahwa hasil belajar siswa kelas IV SDN Tlekung 02 Kota – Batu, mengalami peningkatan dengan

penerapan model pembelajaran two stay two stray. Nilai setiap siklus adalah sebagai berikut pada

siklus I nilai rata – rata adalah 62,3 dan pada siklus II nilai rata – rata adalah 70,6.

Saran

Hendaknya guru menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray untuk

bisa meningkatkan prestasi belajar siswa baik di kelas rendah maupun di kelas yang tinggi dalam

proses pembelajaran.

DAFTAR RUJUKAN

Depdiknas. 2006, KTSP: Standar Kompetensi Mata Pelajarn IPA Sekolah Dasar dan Madrasah Ibti-

daiyah. Jakarta: Pusat Kurikulum. Pendidikan Dasar dan Menengah

Zubaidah, Siti., Mahanal, Susriyati, dan Yuliati, Lia. 2013. Ragam Model Pembelajaran IPA Sekolah

Dasar. Malang: Universitas Negeri Malang.

http//.jurnal.untac.ac.id/jurnal/index.php/JEPMT/article/view/3216/0. Penerapan Model Pembelaja-

ran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada

Materi Logika

http://jurnal – online.um.ac.id / artikel / artikel EEAIFOOCF 37BDA5639F 120B94IC8A8508.pdf.

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Two Stay Two Stray Untuk Meningkatkan

Komunikasi Matematis Tertulis Siswa Kelas XI IPA SMAN I Purwosari Pasuruan

http://repo.iain-tulungagung.ac.id /1740/ Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay

Two Stray Untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V MIN Mergayu Bandung.

Tulungagung.

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7

571

PENERAPAN METODE EKSPERIMEN PADA MATERI RANGKAIAN LISTRIK

SEDERHANA ( SERI DAN PARALEL) UNTUK MENINGKATKAN KEAKTIFAN

SISWA DAN HASIL BELAJAR IPA KELAS VI DI SDN SUMBERGONDO 02

Trihananingtyas

SDN Sumbergondo 02

[email protected]

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan keaktifan siswa dan hasil belajar

siswa melalui penerapan metode eksperimen pada mata pelajaran IPA dalam materi

rangkaian listrik sederhana (seri dan paralel). Metode penelitian yang digunakan adalah

Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan 2 siklus, masing-masing siklus terdiri 4 tahap,

yaitu tahap perencanaan, tahap tindakan, observasi, refleksi. Setiap siklus terdiri dari 2

kali pertemuan. Pada setiap akhir pertemuan siswa diberi tes uraian. Subjek penelitian

adalah siswa kelas VI SDN Sumbergondo 02 yang berjumlah 19 siswa. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa metode eksperimen dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar

siswa. Keaktifan siswa sebesar 66,4% dan hasil belajar siklus I sebesar 47% dengan rerata

nilai 68 pada pertemuan I, keaktifan siswa sebesar 58% dan hasil belajar siklus I dengan

rerata nilai 69,4 pada pertemuan II. Pada siklus II keaktifan siswa sebesar 72,4% dengan

rerata hasil belajar 73 pada pertemuan pertama sebesar 68% dan keaktifan siswa sebesar

79% dan rerata nilai 78 sebesar 74% hasil belajar pada pertemuan II. Hal ini menunjukkan

ada peningkatan pada keaktifan siswa dan hasil belajar akibat dari metode eksperimen.

Kata Kunci: metode eksperimen, keaktifan siswa, hasil belajar IPA

Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak terlepas dari gejala kelistrikan,karena untuk

memenuhi kebutuhan hidup,manusia sangat memerlukan listrik. Oleh karena itu, materi ini penting

untuk diajarkan di tingkat Sekolah Dasar, tentunya dengan kompleksitas yang sesuai dengan siswa

SD. Pada Mata Pelajaran IPA SD ada materi tentang rangkaian listrik sederhana yaitu seri dan paralel

terutama di kelas VI semester II. Dua aspek yang diperhatikan dalam pembelajaran ini diantaranya

aspek ketrampilan yang mengajak siswa untuk mengeksplorasi percobaan dan mengajak siswa untuk

kreatif serta aspek proses untuk mengetahui siswa aktif melaksanakan percobaan.

Berdasarkan penjelasan di atas, di SDN Sumbergondo 02 masih terdapat kendala dalam

pemahaman konsep rangkaian listrik sederhana dengan menggunakan metode ceramah dan penugasan

diantaranya: (1) siswa kurang aktif dalam mengikuti pembelajaran, (2) siswa kurang kreativitas dalam

pembelajaran, (3) siswa belum bisa merangkai rangkaian listrik sederhana,dan (4) hasil belajar siswa

sebagian besar dibawah KKM. Jika permasalahan ini tidak segera dilakukan perbaikan pembelajaran

maka, akan terjadi penurunan prestasi siswa secara terus menerus. Untuk mengatasi hal tersebut

diperlukan penerapan pendekatan metode eksperimen pada rangkaian listrik sederhana (seri dan

paralel).

Metode eksperimen adalah metode pembelajaran yang berfokus pada percobaan yang

menekankan partisipasi siswa untuk aktif. Menurut Arindawati dan Huda (2004), metode eksperimen

adalah cara penyajian pelajaran di mana siswa melakukan percobaan dengan mengalami dan

membuktikan sendiri sesuatu yang dipelajari, dan menurut Roestiyah (2001:80) metode eksperimen

juga merupakan suatu cara mengajar, dimana siswa melakukan suatu percobaan tentang sesuatu hal,

mengamati prosesnya serta menuliskan hasil percobaannya, kemudian hasil pengamatan itu

disampaikan ke kelas dan di evaluasi oleh guru. Hal tersebut juga sejalan dengan Kartikasari (2011)

kegiatan eksperimen merupakan kegiatan ilmiah yang dalam menemukan konsep yang dilakukan

melalui percobaan dan penelitian ilmiah. Metode eksperimen memberi kesempatan siswa untuk

berpikir sendiri, mengikuti suatu proses, mengamati suatu obyek, keadaan atau proses sesuatu.

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,

Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

572

Dengan begitu, siswa dituntut untuk mengalami sendiri, mencari suatu kebenaran, mencoba mencari

data baru, mengolah sendiri, membuktikan suatu hukum atau dalil dan menarik kesimpulan atas

proses yang dialaminya. Proses penemuan konsep yang melibatkan keterampilan-keterampilan yang

mendasar melalui percobaan ilmiah dapat dilaksanakan dan ditingkatkan melalui kegiatan

laboratorium maupun di alam terbuka.

Berdasarkan pengamatan pada saat guru melakukan pembelajaran dengan metode ceramah

dan penugasan, terlihat bahwa siswa mengalami kesulitan untuk memahami konsep-konsep

rangkaian listrik sederhana, siswa menjadi kurang aktif sehingga hasil belajar siswa kurang

memuaskan. Melalui penerapan metode eksperimen pada materi rangkaian listrik sederhana

diharapkan terjadi perbaikan proses pembelajaran yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas

VI SDN Sumbergondo 02 dapat berpartisipasi aktif dan dapat mengembangkan kreatifitasnya,

kejemuan-kejemuan dalam proses pembelajaran bisa ditekan semaksimal mungkin sehingga hasil

pembelajaran lebih meningkat

METODE PENELITIAN

Metode dalam penelitian ini menggunakan pendekatan Penelitian Tindakan Kelas

( PTK ) melalui dua siklus. Model penelitian merujuk pada proses pelaksanaan penelitian yang

dikemukakan oleh Kemmis & Taggart (1988) yang meliputi menyusun perencanaan (planning),

pelaksanaan tindakan (acting), pengamatan (observing), dan refleksi (reflecting). Setiap eksperimen

yang dilakukan oleh siswa akan dilaporkan sesuai dengan hasil yang diperoleh saat pengamatan

dilakukan. Hal-hal yang perlu diperhatikan agar penerapan metode eksperimen menjadi efisien dan

efektif, antara lain sebagai berikut: (1) Dalam eksperimen setiap siswa harus mengadakan percobaan,

maka jumlah alat dan bahan harus cukup bagi tiap siswa, (2) kondisi alat dan mutu bahan percobaan

yang digunakan harus baik dan bersih, dan (3) Pelaksanaan percobaan dilengkapi dengan petunjuk

yang jelas (Roestiyah, 2001)

Dari penjelasan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa sebelum melakukan eksperimen, guru harus

mengkomunikasikan tujuan eksperimen terlebih dahulu, memeriksa alat dan bahan praktikum

(eksperimen), mengawasi jalannya praktikum, dan mengumpulkan laporan hasil pengamatan siswa

sebagai pelaksana eksperimen agar tujuan pembelajaran dengan menggunakan metode eksperimen

dapat tercapai dengan baik. Kerangka siklus penelitian tindakan kelas dapat dilihat pada Gambar 1.

PERENCANAAN SIKLUS I

PELAKSANAAN TINDAKAN

REFLEKSI

OBSERVASI

SIKLUS SELANJUTNYA

IDENTIFIKASI MASALAH

PERENCANAAN

PELAKSANAAN TINDAKAN OBSERVASI

SIKLUS II REFLEKSI

Gambar 1: Alur Siklus ( Sumber Kemmis & Taggart (1988)

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7

573

Penelitian ini dilaksanakan di SDN Sumbergondo 02 dengan subyek penelitian adalah siswa

kelas VI dengan jumlah 19 siswa terdiri 7 anak laki-laki dan 12 anak perempuan. Penelitian dilakukan

dalam dua kali pertemuan dalam setiap siklus. Masing-masing pertemuan melalui tahapan

perencanaan, tindakan, obsevasi dan refleksi. Penelitian ini dilaksanakan di SDN Sumbergondo 02.

Siklus I

Tahap perencanaan yaitu pembuatan skenario pembelajaran, rencana pembelajaran dan pembuatan

alat evaluasi serta membuat soal dalam lembar observasi.

Tahap tindakan yaitu Langkah -langkah pada saat pelaksanaan adalah: (a) guru membagi siswa

dalam kelompok heterogen masing-masing terdiri 5 kelompok (b) guru menginformasikan tujuan dan

kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan (c) siswa mendergarkan penjelasan guru dan diadakannya

tanya jawab tentang materi antara guru dan siswa (d) guru membagikan lembar tugas siswa kepada

masing-masing kelompok dan membimbing mereka mengerjakan soal. (e) guru memperhatikan setiap

kelompok pada saat mengerjakan soal. (f) diadakan tes secara individual diakhir setiap siklus untuk

melihat hasil pembelajaran. (g) guru membuat nilai tes dan nilai rata-rata kelas.

Tahap observasi yaitu peneliti bersama teman sejawat melakukan observasi tindakan yang

dilakukan dilapangan. Catatan dilapangan digunakan untuk mengobservasi guru dan siswa selama

proses pembelajaran berlangsung. Sedangkan analisis dokumen digunakan untuk mengobservasi hasil

belajar siswa yang diperoleh dari siklus antar kelompok dan tes untuk setiap siklus.

Tahap refleksi yaitu guru dan peneliti melakukan diskusi mengenai hasil perubahan yang

diperoleh setelah tindakan dan hasilnya digunakan sebagai revisi dan acuan untuk merencanakan

siklus berikutnya.

Siklus: II

Berdasarkan hasil temuan siklus I, ada beberapa hal yang perlu diperbaiki pada siklus II yaitu (1)

sebagian siswa masih kurang aktif dalam mengikuti pembelajaran,(2) sebagian siswa kurang

kreativitas dalam pembelajaran dan ( 3) sebagian siswa belum bisa merangkai rangkaian listrik

sederhana, maka dari itu dilakukan tahap –tahap:

Tahap perencanaan yaitu pembuatan skenario pembelajaran, rencana pembelajaran dan pembuatan

alat evaluasi serta membuat soal dalam lembar observasi.

Tahap tindakan yaitu Langkah -langkah pada saat pelaksanaan adalah

(a) guru membagi siswa dalam kelompok heterogen masing-masing terdiri 5 kelompok (b) guru

menginformasikan tujuan dan kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan (c) siswa mendengarkan

penjelasan guru tentang petunjuk cara pembuatan rangkaian seri dan paralel dan (d) siswa

melakukan percobaan membuat rangkaian listrik sederhana yaitu rangkaian seri atau rangkaian

paralel ( e) guru membagikan lembar tugas siswa kepada masing-masing kelompok dan menjelaskan

petunjuk dalam lembar kerja kelompok (f) guru mengadakan penilaian proses pada saat siswa

melakukan percobaan (g) perwakilan kelompok mempresentasikan hasil lembar kerja kelompok (h)

diadakan tes secara individual diakhir setiap siklus untuk melihat hasil pembelajaran (i) Guru

membuat nilai tes dan nilai rata-rata kelas.

Tahap observasi yaitu peneliti bersama teman sejawat melakukan observasi tindakan yang

dilakukan dilapangan. Catatan dilapangan digunakan untuk mengobservasi guru dan siswa selama

proses pembelajaran berlangsung. Sedangkan analisis dokumen digunakan untuk mengobservasi hasil

belajar siswa yang diperoleh dari siklus antar kelompok dan tes untuk setiap siklus.

Tahap refleksi yaitu guru dan peneliti melakukan diskusi mengenai hasil perubahan yang

diperoleh setelah tindakan dan hasilnya digunakan sebagai revisi dan acuan untuk merencanakan

siklus berikutnya.

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,

Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

574

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan pelaksanaan siklus I dan siklus II diperoleh hasil sebagai berikut:

Siklus I

Pelaksanaan penelitian dilakukan di SDN Sumbergondo 02 dengan subyek 19 siswa terdiri

dari 7 siswa laki-laki dan 12 siswa perempuan. Siklus I dilaksanakan hari Sabtu, pada tanggal 13

Februari 2016 pukul 08.00 – 10.00 WIB dengan materi rangkaian listrik sederhana (seri dan paralel).

Kegiatan yang telah dilakukan pada siklus I ditinjau dari proses pembelajaran berjalan dengan baik.

Namun demikian masih terdapat beberapa kekurangan sebagai berikut:

(1) sebagian siswa masih kurang aktif dalam mengikuti pembelajaran, (2) sebagian siswa kurang

kreativitas dalam pembelajaran, (3) sebagian siswa belum bisa merangkai rangkaian listrik sederhana,

dan (4) hasil belajar siswa sebagian besar dibawah KKM .

Kekurang aktifan siswa dalam pembelajaran dimungkinkan karena metode yang digunakan

guru banyak berpusat pada guru tidak banyak melibatkan siswa sehingga menimbulkan perasaan

bosan pada siswa. Hal ini sejalan denganTransita Pawartani (2013) menjelaskan bahwa selama ini

keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar dirasakan sangat kurang karena selama aktifitas belajar

siswa di dalam kelas tidak memicu keaktifan siswa, guru cenderung mengajar dengan metode

ceramah. Hal ini ditegaskan Henri Donan (2013) bahwa permasalahan yang muncul terkait dengan

metode adalah penggunaan metode ceramah secara terus menerus tanpa diselingi dengan metode lain

akan membuat siswa merasa bosan sehingga hilang konsentrasinya dalam mengikuti pelajaran. Dalam

hal ini guru banyak melakukan aktifitas ceramah .

Kreativitas pembelajaran pada siswa berkurang dimungkinkan karena tidak ada pendorong /

motivasi yang kuat untuk berkreasi, menurut kamus Webster dalam Anik Pamilu

(2007:9) kreativitas adalah kemampuan seseorang untuk mencipta yang ditandai dengan orisinilitas

dalam berekspresi yang bersifat imajinatif. Hairul Nur Fadillah (2013) juga mengatakan bahwa pada

umumnya yang melatarbelakangi rendahnya ketrampilan dan penguasaan materi pembelajaran secara

praktis salah satunya adalah kurangnya motivasi siswa dalam menyerap materi pelajaran dan

informasi dari berbagai sumber termasuk guru dan kurangnya media,guru sangat monoton dan kurang

variatif.

Pemahaman konsep siswa dalam merangkai rangkaian listrik sederhana belum dipahami

disebabkan siswa belum mengerti konsep-konsep rangkaian listrik sederhana.Hal tersebut

dimungkinkan siswa belum siap menerima pelajaran yang akan disampaikan guru dan belum ada

keberanian untuk bertanya. Pemahaman konsep sangat penting untuk memudahkan siswa menerima

materi pelajaraan yang berlangsung.Menurut Natawidjaya (1984: 29) bahwa: ”Guru dalam proses

pembelajaran diharapkan mampu untuk: (a) mengenal dan memahami setiap siswa baik secara

individual maupun kelompok (b) memberikan penerangan kepada siswa mengenai hal-hal yang

diperlukan dalam proses belajar (c) memberikan kesempatan yang memadai agar setiap siswa dapat

belajar sesuai dengan kemampuan pribadinya (d) membantu setiap siswa dalam mengatasi masalah-

masalah pribadi yang dihadapinya (e) menilai keberhasilannya setiap langkah kegiatan yang telah

dilakukan olehnya. Salah satu penyebab siswa kurang berani bertanya dalam proses pembelajaran

dimungkinkan karena guru tidak memberikan kesempatan untuk bertanya. Pembelajaran banyak

terpusat pada guru ( Teacher Centre Learning ). Hal ini sejalan dengan penjelasan Winasih (2009)

mengatakan bahwa siswa kurang berani mengemukakan gagasan dalam kegiatan belajar dan kurang

peduli di kelas karena metode dan media pengajaran yang digunakan oleh guru dinilai sangat

monoton dan membosankan.

Pelaksanaan Siklus I

Pada pelaksanaan siklus I, peneliti membuat rancangan pembelajaran dengan mem-

persiapkan rencana pelaksanaan pembelajaran ( RPP) dan lembar kerja kelompok (LKK) dan soal

evaluasi individu.

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7

575

Pada tahap pelaksanaan tindakan, peneliti melaksanakan siklus I terdiri dari dua kali pertemuan

dengan menggunakan metode ceramah, demontrasi dan penugasan. Untuk tahap awal, guru membagi

siswa dalam kelompok heterogen masing-masing terdiri 5 kelompok, siswa mendengarkan penjelasan

guru dan diadakannya tanya jawab tentang materi, guru membagikan lembar tugas siswa kepada

masing-masing kelompok dan membimbing mereka mengerjakan soal. Perwakilan kelompok

mempresentasikan hasil kelompok. Kegiatan akhir pada pertemuan pertama siklus 1 yaitu dengan

memberikan soal evaluasi individu, kemudian guru dan siswa menyimpulkan materi.

Pada pertemuan kedua siklus I, siswa diberikan Lembar Kerja Kelompok,siswa berdiskusi

dalam kelompoknya, dilanjutkan dengan persentasi perwakilan kelompok dan kelompok lain

menanggapi. Guru memberikan sekilas penjelasan tentang materi yang telah dipresentasikan untuk

lebih meningkatkan pemahaman siswa tentang konsep rangkaian listrik sederhana. Kegiatan

pembelajaran diakhiri dengan memberikan soal evaluasi individu dan refleksi.

Berdasarkan hasil pengamatan guru terhadap sikap siswa menunjukkan masih ada beberapa

siswa yang kurang aktif,tidak kreatif dan masih terlihat bingung pada saat mengerjakan soal evaluasi

individu, kemungkinan belum bisa memahami konsep rangkaian listrik sederhana. Ketidak aktifan

siswa dan hasil belajar siswa pada siklus I, ini dapat dilihat pada gambar 1.

b

a

Gambar 1. a dan b merupakan gambar ketidak aktifan siswa dan hasil belajar pada proses

pembelajaran pada siklus I

Pada akhir siklus I, keaktifan siswa sebesar 66,4% dan hasil belajar siklus I sebesar 47%

dengan rerata nilai 68 pada pertemuan I, keaktifan siswa sebesar 58% dan hasil belajar siklus I dengan

rerata nilai 69,4 pada pertemuan II.Hasil belajar siswa belum mencapai KKM yang diharapkan. Dari

hasil tes dapat dilihat bahwa rata-rata siswa kurang memahami penerapan konsep rangkaian listrik

sederhana.Hal ini disebabkan oleh kurangnya keseriusan siswa pada saat pembelajaran.

Siklus II

Berdasarkan refleksi siklus I ditemukan beberapa kekurangan dalam pelaksanaan pembelajaran serta

target yang diharapkan dalam penelitian belum dicapai. Upaya perbaikan siklus I pada siklus II

diperlukan untuk mengatasi kekurangan pada siklus I yaitu, dengan menpergunakan metode

eksperimen agar para siswa dapat terlibat aktif sepenuhnya dalam proses pembelajaran. Pelaksanaan

tindakan siklus II ini dilaksanakan dalam dua pertemuan. Pertemuan pertama, guru membagi siswa

dalam kelompok heterogen masing-masing terdiri 5 kelompok, guru menginformasikan tujuan dan

kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan dan siswa mendengarkan penjelasan guru tentang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,

Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

576

petunjuk cara pembuatan rangkaian seri dan paralel, siswa melakukan percobaan membuat rangkaian

listrik sederhana yaitu rangkaian seri atau rangkaian paralel kemudian guru membagikan lembar

tugas siswa kepada masing-masing kelompok dan menjelaskan petunjuk dalam lembar kerja,

perwakilan kelompok mempresentasikan hasil percobaannya. Guru mengadakan penilaian proses

pada saat siswa melakukan percobaan. Diadakan tes secara individual diakhir setiap siklus untuk

melihat hasil pembelajaran. Pertemuan kedua,siswa diajak menyanyi “ Sumber Energi “ sebagai

motivasi belajar pada awal kegiatan pembelajaran kemudian guru membagi siswa dalam kelompok

heterogen masing-masing terdiri 5 kelompok, guru menginformasikan tujuan dan kegiatan

pembelajaran yang akan dilakukan. Siswa melakukan percobaan membuat rangkaian listrik sederhana

yaitu rangkaian seri atau rangkaian paralel berdasarkan petunjuk lembar kerja kelompok. Guru

mengadakan penilaian proses pada saat siswa melakukan percobaan. Perwakilan kelompok

mempresentasikan hasil lembar kerja kelompok dan diadakan tes secara individual diakhir setiap

siklus untuk melihat hasil pembelajaran. Guru membuat nilai tes dan nilai rata-rata kelas. Pada siklus

II ini dengan metode eksperimen, membuktikan bahwa siswa benar –benar aktif dalam proses

pembelajaran. Keaktifan siswa pada kegiatan pembelajaran dapat dilihat pada gambar. 2

c

a b

Gambar 2. a, b dan c merupakan gambar ke aktifan siswa dan hasil belajar pada proses

pembelajaran pada siklus II

Ditinjau dari keaktifan dan hasil belajar,siswa sudah mencapai KKM yang telah ditetapkan.

Hasil belajar siswa didapat dari tugas kelompok (portofolio) dan tes akhir yang dilakukan secara

individu. Pada tugas kelompok, skor yang didapat siswa berdasarkan skor perolehan kelompok

masing-masing. Pada akhir pembelajaran, guru juga memberikan tes individu untuk menguji sampai

dimana tingkat pemahaman siswa terhadap materi yang telah dipelajari. Hasil belajar siswa pada

pada siklus I dan II, ini dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1.Hasil Belajar dan Aktifitas Belajar pada Siklus 1 dan Siklus 2

Uraian Pelaksanaan Siklus I Siklus II

Rerata Prosentase Rerata Prosentase

Jumlah siswa 19

7,0

19

7,0 KKM

Hasil Belajar Pertemuan I 68 47% 73 68%

Pertemuan II 69,4 58% 78 74%

Keaktifan

siswa

Pertemuan I 66,4% 72%

Pertemuan II 71% 79%

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7

577

Berdasar tabel 1, Perbandingan keaktifan siswa dan hasil belajar siswa antara siklus 1 dan siklus 2

dideskripsikan sebagai berikut. Keaktifan siswa sebesar dan hasil belajar siklus I sebesar 47%

dengan rerata nilai 68 pada pertemuan I, keaktifan siswa sebesar 58% dan hasil belajar siklus I

dengan rerata nilai 69,4 pada pertemuan II. Pada siklus II keaktifan siswa sebesar 72,4% dengan

rerata hasil belajar 73 pada pertemuan pertama sebesar 68% dan keaktifan siswa sebesar 79% dan

rerata nilai 78 sebesar 74% hasil belajar pada pertemuan II. Dengan melihat standar K KM yang

ingin dicapai pada siklus I menunjukkan bahwa kemampuan siswa sangat bervariasi . Pembelajaran

dengan metode eksperimen adalah siswa mendapatkan pengalaman langsung untuk mempelajari

benda konkrit sehingga lebih bermakna. Sejalan dengan pendapat Edgar Dale (1946) pemahaman

siswa yang diperoleh dengan cara mengerjakan hal nyata dapat mencapai 90% sehingga lebih

bermakna. Suleiman ( 1981:13-14) juga menyatakan bahwa tidak seperti kata – kata, pengalaman

nyata sangat efektif untuk mendapatkan suatu pengertian.

PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka, dapat disimpulkan bahwa melalui

penerapan metode eksperimen dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa kelas VI SDN

Sumbergondo 02, tentang materi “ Rangkaian listrik sederhana. Penerapan metode eksperimen

dapat meningkatkan kreativitas, motivasi dan pemahaman konsep siswa lebih baik,karena siswa

memperoleh pengalaman belajar yang lebih bermakna.

Saran

Berdasarkan hasil kesimpulan di atas maka, saran yang diberikan adalah dengan menerapkan

metode eksperimen dapat meningkatkan keaktifan siswa dan hasil belajar IPA, Sebaiknya guru

menggunakan metode yang bervariasi dan media yang sesuai dalam proses pembelajaran.

DAFTAR RUJUKAN

Irmayanti, 2015. Penerapan Metode Eksperimen untuk meningkatkan hasil belajar fisika siswa kelas

XII SMA NEGERI 5 BATAM.

Meilinda, 2012. Upaya Peningkatan Hasil Belajar dengan Penerapan Metode Eksperimen pada

pembelajaran IPA di kelas V SD Negeri Bermani ilir ,hal 70-71,J –TEQIP,Tahun III,Nomor

1, Mei 2012

Prosiding Seminar Nasional TEQIP ( Teacher Quality Improvement Program) dengan tema “

Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna “ pada tanggal 31 Oktober

2015 di Hotel Purnama Batu

Meningkatkan Hasil Belajar pada Pembelajaran IPA Kelas IV SDN 030 Long Ikis Kabupaten Paser.

Prosiding Seminar Nasional TEQIP 2013. Universitas Negeri Malang

Suharsimi Arikunto,Suhardjono, dan Supardi. (2006). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta. Bumi

Aksara

Wa Ode Ida Farida, 2015. Penerapan Metode Bervariasi dengan bantuan Media Kartu Berpasangan

pada materi alat pencernan pada manusai Siswa SDN 17 Baruga

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,

Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

578

PENERAPAN METODE DEMONTRASI DENGAN BENDA KONKRIT UNTUK

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA (VEGETATIF BUATAN) KELAS VI SDN

PUNTEN O2 BATU

LILIS INDAHYANI

SDN PUNTEN 02 KOTA BATU

[email protected]

Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar pada pembelajaran

IPA dengan topik vegetatif buatan siswa kelas VI SDN Punten 02 Batu. Metode penelitian

yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas (PTK). Penelitian dilaksanakan melalui 2

siklus tindakan. Siklus pertama dilaksanakan dua kali pertemuan masing-masing 2jam

pelajaran 70 menit, siklus II dilaksanakan 1 kali pertemuan selama 3 jam pelajaran 105

menit. Hasil penelitian menunjukkan nilai hasil belajar siklus I dengan KKM yang

ditetapkan 70, siswa yang memperoleh nilai mencapai KKM 53,2%. Sedangkan pada siklus

II siswa yang memperoleh nilai mencapai KKM ada 81%. Hal ini menunjukkan adanya

peningkatan hasil belajar siklus I dan siklus II. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa

penerapan metode demontrasi dengan benda kongkrit dapat meningkatkan hasil belajar

pada materi perkembangbiakan tumbuhan secara vegetatif.

Kata Kunci: metode demonstrasi , media kongkrit, vegetatif, dan hasil belajar

Tujuan pembelajaran pada mata pelajaran IPA atau sains adalah agar siswa mampu

memahami dan menguasai konsep konsep IPA serta keterkaitan dengan kehidupan nyata siswa juga

mampu menggunakan strategi pembelajaran ilmiah untuk memecahkan masalah yang dihadapinya,

sehingga lebih menyadari dan mencintai kebesaran dan kekuasaan penciptanya (Sumaji,20013:1).

Menurut Abraham Teniwut (2015,1), pada dasarnya, pendidikan mempunyai tujuan untuk

menghantarkan siswa pada perubahan tingkah laku baik moral maupun intelektual yang dapat

dijadikan bekal hidup sebagai makhluk individu maupun makhluk sosial. Untuk mencapai tujuan

tersebut, siswa berinteraksi dengan lingkungan belajar yang telah dibimbing oleh guru melalui suatu

proses yaitu kegiatan belajar mengajar. Namun, akhir-akhir ini gejala kejenuhan siswa dalam kegiatan

pembelajaran sudah banyak muncul, dapat dilihat pada sikap siswa yang terlihat kurang bersemangat

dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Hal ini disebabkan masih banyak sekolah yang hanya

memberikan teori-teori dibandingkan praktek atau pelaksanaan dalam kehidupan sehari-hari.

Terutama pembelajaran tentang alam atau yang lebih dikenal dengan pembelajaran Ilmu Pengetahuan

Alam (IPA).

Pada pembelajaran IPA kelas VI SDN Punten 02 Batu pada materi perkembangbiakan

tumbuhan secara vegetatif hasil belajar dari tahun sebelumnya banyak siswa yang belum mencapai

KKM, siswa kurang bersemangat dalam proses belajar, kurang dapat menerima materi yang

disampaikan oleh guru. Jika hal tersebut dibiarkan maka akan terjadi ketidakpahaman siswa yang

berakibat prestasinya rendah. Untuk mengatasi masalah di atas diperlukan penerapan metode

demontrasi dengan benda kongkrit pada materi vegetatif buatan.

Kolb (1984) untuk mempelajari konsep-konsep atau prinsip-prinsip IPA, juga berdampak baik

sebab peserta didik semakin memahami permasalahan IPA dalam kehidupan sehari-hari. Menurut

Sudjana (2002), metode demontrasi adalah suatu cara penyajian materi dengan penjelasan lisan

disertai dengan contoh perbuatan atau memperlihatkan suatu proses.

Johana Fuakubun (2012) dengan metode demonstrasi aktifitas siswa pada saat pembelajaran

IPA lebih efektif dan hasil belajar yang dicapai siswa lebih baik dari sebelumnya juga hampir semua

siswa memenuhi KKM. Mulyani Sumantri, (2004:178) mengemukakan bahwa secara umum media

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7

579

konkret berfungsi .sebagai (a) Alat bantu untuk mewujudkan situasi bejar mengajar yang efektif, (b)

bagian integral dari keseluruhan situasi mengajar, (c) Meletakkan dasar-dasar yang konkret dan

konsep yang abstrak sehingga dapat mengurangi pemahaman yang bersifat verbalisme, (d)

Mengembangkan motivasi belajar peserta didik, (e). Mempertinggi mutu belajar mengajar.

Perkembangbiakan secara vegetatif artinya tumbuhan berkembang biak tidak melalui proses

perkawinan tetapi melalui penanaman bagian-bagian tumbuhan yang ada,baik bagian akar

,batang,maupun daun. Perbanyakan vegetatif menghasilkan keturunan yang disebut klon. Karena itu,

perbanyakan vegetatif dapat dikatakan sebagai suatu bentuk kloning ("pembuatan klon"). Klon

sebenarnya adalah salinan penuh dari individu induknya karena mewariskan semua karakteristik

genetik maupun fenotipik dari induknya. Fenotipe dapat berbeda pada beberapa teknik perbanyakan

vegetatif tertentu yang merupakan gabungan dua individu.Pada tumbuhan, klon seringkali telah

mencapai tingkat kedewasaan tertentu sewaktu ditanam sehingga biasanya disukai oleh petani karena

waktu tunggu untuk dimulainya produksi dapat dipersingkat. Tanaman buah-buahan dapat mulai

menghasilkan dalam dua atau tiga tahun dengan kloning, sementara melalui biji petani harus

menunggu paling cepat empat tahun ditambah risiko perubahan sifat akibat penggabungan dua sifat

induk jantan dan betinanya.

Dalam pertanian, pencangkokan adalah suatu cara perbanyakan vegetatif tanaman dengan

membiarkan suatu bagian tanaman menumbuhkan akar sewaktu bagian tersebut masih tersambung

dengan tanaman induk. Dalam pengertian teknis di Indonesia, pencangkokan di literatur bahasa

Inggris sebagai air layering. Jenis layering lain dikenal di Indonesia sebagai perundukan (ground

layering).Teknik perkembangbiakan dengan cara cangkok memungkinkan tanaman agar cepat

berbuah dan mempunyai sifat-sifat yang sama dengan induknya. Jika tanaman induknya berbuah

manis, maka cangkokannya menghasilkan buah yang manis pula. Selain itu, mencangkok lebih cepat

memberikan hasil jika dibandingkan dengan menanam bijinya. Tanaman yang dapat dicangkok adalah

tanaman yang mempunyai batang kayu dan berkambium, seperti jambu, rambutan, dan mangga.

Namun tanaman hasil cangkokan memiliki beberapa kelemahan. Tanaman hasil cangkokan hanya

memiliki akar serabut, sehingga mudah tumbang/roboh dan umur tanaman lebih pendek dibandingkan

tumbuhan yang di tanam dari biji.

Berikut adalah cara mencangkok tanaman. Sediakan Alat dan bahan yang digunakan dalam

mencangkok, antara lain : tali pengikat/rafia, pisau yang tajam, serabut kelapa atau plastik, gunting,

tanah yang subur , dan cabang/ranting yang akan kita cangkok.

Langkah - langkah mencangkok adalah sebagai berikut berikut: (1) pilih cabang atau ranting yang

tidak terlalu tua ataupun terlalu muda, (2) kuliti hingga bersih cabang atau ranting tersebut sepanjang

5-10 cm, (3) kerat kambiumnya hingga bersih, dan angin-anginkan, (4) tutup dengan humus atau

sabut kelapa, kemudian dibungkus dengan plastik, (5) ikat pada kedua ujungnya seperti membungkus

permen. Bila menggunakan plastik,lubangi plastiknya terlebih dahulu agar air siraman bisa keluar dan

tanah tidak terlalu basah, (6) jaga kelembaban tanah dengan cara menyiramnya setiap hari (jika

musim kemarau), dan (7) setelah banyak akar yang tumbuh, potong cabang atau ranting tersebut,

kemudian tanam di pot. Setelah tumbuh dengan baik baru ditanam di tanah.

METODE .

Rancangan penelitian yang digunakan berdasarkan Penelitian Tindakan Kelas dengan

menggunakan empat (4) tahapan, yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Kegiatan

penelitian dapat dilihat dalam Gambar 1.

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,

Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

580

Gambar 1: Alur Siklus ( Sumber: Kemmis dan Taggard, 1988)

Penelitian ini dilaksanakan di kelas VI SDN Punten 02 dengan menggunakan metode diskusi

dengan jumlah 21 orang. Adapun pelaksanaan perbaikan pembelajaran ini dilakukan sebanyak dua

siklus yang dilaksanakan pada bulan Februari 2016.

Siklus I

Rencana tindakan

Pada kegiatan perencanaan peneliti akan menyusun RPP yang sesuai dengan materi

perkembangbiakan tumbuhan secara vegetatif. Peneliti menyusun skenario pembelajaran dengan

menggunakan gambar bermacam-macam tumbuhan yang ada di sekitar siswa. Untuk alat

pengumpulan data berupa LKS dan lembar penilaian. Sebagai bukti pengamatan peneliti menyediakan

lembar pengamatan dan kamera sebagai dokumentasi.

Tahap Pelaksanaan

Peneliti melakukan kegiatan pembelajaran di kelas VI SDN Punten 02 dengan materi

perkembangbiakan tumbuhan secara vegetatif dalam dua kali pertemuan dengan kegiatan sebagai

berikut.Pertemuan pertama dua jam pelajaran (70 menit) kegiatannya meliputi (1) apersepsi guru

mengajak siswa menyanyi kebunku dan menyampaikan tujuan pembelajaran, (2) kegiatan inti guru

membagi LKS untuk menjelaskan cara perkembangbiakan tumbuhan yang ada digambar 12 macam

tumbuhan anak menyelesaikan secara berpasangan, presentasi hasil kerja siswa, (3) kegiatan

penutup kesimpulan dan penguatan oleh guru tentang manfaat perkembangbiakan tumbuhan bagi

manusia.

Gambar 2. Siswa menyelesaikan tugas individu, kelompok, dan guru mengamati juga

membantu siswa yang kesulitan menyelesaikan tugas.

Gambar 2 Kegiatan Pembelajaran Siklus I

PERENCANAAN SIKLUS I

PELAKSANAAN TINDAKAN

REFLEKSI

OBSERVASI

SIKLUS SELANJUTNYA

IDENTIFIKASI MASALAH

PERENCANAAN

PELAKSANAAN TINDAKAN OBSERVASI

SIKLUS II

REFLEKSI

IDENTIFIKASI MASALAH

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7

581

Pada pertemuan kedua kegiatan pembelajaran yang peneliti lakukan adalah (1) apersepsi dan

penyampaian tujuan pembelajaran yang ingin dicapai (2) kegiatan inti meliputi penjelasan guru

tentang cara perkembangbiakan tumbuhan dengan vegetatif buatan dengan gambar, guru membagikan

lembar kerja berupa tugas menggambar langkah-langkah kegiatan mencangkok, okulasi, stek batang,

dan stek daun dengan penjelasannya secara kelompok, presentasi hasil kerja kelompok, (3) kegiatan

penutup kesimpulan dan penguatan, mengerjakan soal evaluasi secara individu, dan refleksi.

Tahap Observasi

Kegiatan observasi terdiri atas observasi kegiatan yang dilakukan guru saat proses

pembelajaran, interaksi guru dan siswa, interaksi siswa dengan siswa, dan aktifitas siswa dalam

mengikuti kegiatan pembelajaran, hal itulah yang akan dilakukan oleh observer yang telah ditunjuk

sebagai teman sejawat. Kegiatan observasi ini berlangsung selama proses pembelajaran pada 2

pertemuan tanpa campur tangan peneliti, sehingga hasil observasi dapat menghasilkan data yang

benar – benar akurat.

Tahap Refleksi

Peneliti dan teman sejawat sebagai observer melakukan diskusi tentang kelemahan dan

kelebihan selama pelaksanaan siklus I. Refleksi untuk hasil belajar dan observasi keaktifan siswa

dilakukan setelah pelaksanaan proses pembelajaran pada tiap pertemuan pembelajaran. Hasil dari

refleksi siklus I akan digunakan untuk menentukan perbaikan siskus II agar mendapat hasil lebih baik

Hasil Dan Pembahasan

Pelaksanaan siklus I yang dilakukan tanggal 7 Februari 2016 pada kelas VI SD .N Punten 02,

yang diikuti 21 siswa terdiri dari 12 siswa laki-laki dan 9 siswa perempuan. Pelaksanaan pembelajaran

berlangsung dengan baik, namun masih ada kekurangannya antara lain, (1) ada 2 anak yang diam

baru bekerja jika ditegur temannya, (2) 2 anak dalam satu pasangan tidak mengerjakan tugas malah

bergurau, (3) ditinjau dari hasil belajar siswa masih banyak siswa yang memperoleh nilai di bawah

KKM yang telah ditetapkan yaitu 70.

Tindakan guru selama kegiatan pembelajaran cukup baik, sehingga anak yang semula malas

menjadi aktif kembali dan yang bergurau akhirnya mengerjakan tugasnya kembali sampai selesai

walau hasilnya kurang memuaskan, dan guru selalu memberi motivasi dan mencatat kegiatan siswa

pada lembar pengamatan.

Dari hasil analisis penyebab dari banyaknya anak yang memperoleh nilai di bawah KKM

karena tingkat kesulitan soal uraian misalnya (1) Apa yang dimaksud perkembangbiakan tumbuhan

secara vegetatif ? (2) Apa yang kamu ketahui tentang perkembangbiakan tumbuhan secara vegetatif?

Melalui tes yang dilakukan pada tes pertama dapat terukur bahwa soal yang sulit dapat menjadi

refleksi untuk perbaikan tingkat kesulitan soal dengan melakukan tes yang kedua.

Pada tahap refleksi awal peneliti menggali informasi dari berbagai sumber agar dapat

mengidentifikasi masalah yang ada dalam pembelajaran IPA dengan materi “Perkembangbiakan

tumbuhan secara vegetatif ” ini. Peneliti juga mengumpulkan dokumen pembelajaran yang telah

melalui tes tulis hasilnya sebagai berikut:

Tabel 1. Nilai siswa siklus I

NO RENTANG SKOR JUMLAH SISWA PRESENTASE (%)

1 25 – 40 3 14,3

2. 41 – 55 5 23,8

3. 56 – 69 1 4,8

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,

Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

582

4. 70 – 84 8 38,1

5. 85 – 100 4 19,0

JUMLAH 21 100

Dari kegiatan tersebut, peneliti dapat mengambil kesimpulan bahwa rendahnya ketuntasan

belajar pada siswa kelas VI disebabkan oleh kurang tepatnya pemilihan model pembelajaran oleh

guru, sehingga peneliti berkeinginan untuk mencoba menerapkan model pembelajaran yang lain yaitu

dengan menggunakan metode demontrasi dengan benda kongkrit untuk meningkatkan aktifitas dan

hasil belajar IPA tentang “Perkembangbiakan tumbuhan secara vegetatif”.Pada siklus II,

Siklus II

Rencana tindakan

Pada kegiatan perencanaan peneliti akan menyusun RPP yang sesuai dengan materi

perkembangbiakan tumbuhan secara vegetatif. Peneliti menyusun skenario pembelajaran dengan

menggunakan tumbuhan yang ada di taman sekolah dengan menerapkan metode demontrasi dengan

benda kongkrit (melalui mencangkok). Untuk alat pengumpulan data berupa pengamatan, LKS, dan

lembar penilaian. Sebagai bukti pengamatan peneliti menyediakan lembar pengamatan dan kamera

sebagai dokumentasi.

Tahap Pelaksanaan

Peneliti melakukan kegiatan pembelajaran di kelas VI SDN Punten 02 dengan materi

perkembangbiakan tumbuhan secara vegetatif dalam satu kali pertemuan 3 jam pelajaran (105 menit)

dengan kegiatan sebagai berikut: (1) apersepsi guru mengajak siswa menyanyi lagu “Menanam

Jagung” dan menyampaikan tujuan pembelajaran, (2) kegiatan inti guru menjelaskan cara

perkembangbiakan tumbuhan dengan mencangkok, (a) guru membagikan LKS dan alat-alat untuk

mencangkok (pisau, plastik, rafia, tanah humus, dan alkohol), (b) siswa melakukan kegiatan

mencangkok secara berkelompok, (c) siswa kembali ke dalam kelas menyelesaikan lembar kerja yaitu

menuliskan langkah- langkah mencangkok dan tujuan dari mencangkok (d) presentasi hasil kerja

kelompok, (3) kegiatan penutup (a) kesimpulan guru tanya jawab dengan siswa, (b) penguatan tentang

manfaat mencangkok bagi kehidupan petani buah dan bunga,(c) refleksi, (d) mengerjakan soal tes

tulis.

Gambar 3 Kegiatan Pembelajaran Siklus II

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7

583

Tahap Observasi

Kegiatan observasi terdiri atas observasi kegiatan yang dilakukan guru saat proses

pembelajaran, interaksi guru dan siswa, interaksi siswa dengan siswa, dan aktifitas siswa dalam

mengikuti kegiatan pembelajaran, hal itulah yang akan dilakukan oleh observer yang telah ditunjuk

sebagai teman sejawat. Kegiatan observasi ini berlangsung selama proses pembelajaran pada 1 kali

pertemuan tanpa campur tangan peneliti, sehingga hasil observasi dapat menghasilkan data yang

benar – benar akurat.

Tahap Refleksi

Peneliti dan teman sejawat sebagai observer melakukan diskusi tentang kelemahan dan

kelebihan selama pelaksanaan siklus II. Refleksi untuk hasil belajar dan observasi keaktifan siswa

dilakukan setelah pelaksanaan proses pembelajaran pada pertemuan pembelajaran. Hasil dari refleksi

siklus II akan digunakan untuk menentukan perbaikan pada proses pembelajaran agar mendapat hasil

lebih baik.

Hasil Dan Pembahasan

Pelaksanaan siklus II yang dilakukan tanggal 2 Maret 2016 pada kelas VI SDN Punten 02,

yang diikuti 21 siswa terdiri dari 12 siswa laki-laki dan 9 siswa perempuan. Dalam hal ini siswa akan

membuktikan perkembangbiakan tumbuhan secara vegetatif buatan contohnya mencangkok. Untuk

pembuktian tersebut,pembelajaran dilaksanakan dengan kooperatif. Menurut Yacob, dkk (1997):

pembelajaran kooperatif adalah pengaturan kerja kelompok yang didalam nya siswa bekerjasama

dalam kelompok kecil untuk mencapai tujuan akademik,efektif dan sosial. Guru membentuk 5

kelompok belajar ,masing-masing 4 kelompok beranggotakan 4 orang dan 1 kelompok

beranggotakan 5 orang. yang kecerdasannya bervariasi. Pelaksanaan pembelajaran berlangsung

dengan baik, namun masih ada kekurangannya antara lain, (1) ada anak yang diam sambil mengawasi

temannya bekerja, (2)ada satu kelompok yang anggotanya secara tertulis nilainya bagus namun terlalu

berhati-hati sehingga waktu habis belum selesai mencangkoknya (mereka sangat kecewa), (4) secara

keseluruhan siswanya merasa senang dan bersemangat akan praktek mencangkok malah ada yang

ingin mencangkok seluruh batang yang ada tapi bisa dinasehati, (5) berdasarkan hasil tes tulis masih

ada 4 anak yang belum mencapai KKM yang ditetapkan.

Tindakan guru selama kegiatan pembelajaran cukup baik, sehingga anak yang semula malas

menjadi aktif kembali dan akhirnya mengerjakan tugasnya kembali sampai selesai, dan guru selalu

memberi motivasi dan mencatat kegiatan siswa pada lembar pengamatan.

Hasil tes tulis kami sajikan dalam tabel 2 sebagai berikut:

Tabel 2. Nilai siswa siklus II

NO RENTANG SKOR JUMLAH SISWA PRESENTASE (%)

1 25 – 40 0 0

2. 41 – 55 2 9,6

3. 56 – 69 2 9,6

4. 70 – 84 12 57,0

5. 85 – 100 5 23,8

JUMLAH 21 21

Berdasarkan hasil analisis penyebab dari anak yang memperoleh nilai di bawah KKM

disebabkan oleh tingkat kesulitan soal uraian misalnya (1) Apa yang dimaksud perkembangbiakan

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,

Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

584

tumbuhan secara vegetatif ? (2).apa kelebihan dan keuntungan mencangkok? Karena siswa kurang

dapat memahami kalimat pertanyaan sehingga mereka menjawab salah dan perlu bimbingan khusus

agar lebih gemar membaca untuk menambah wawasan dan pengetahuannya.

Melalui hasil tes yang dilakukan guru maka tujuan pembelajaran yang diperloleh dapat dan

mencapai hasil yang baik. Pelaksanaan perbaikan pembelajaran dengan menggunakan metode

demontrasi pada siklus kedua menunjukkan kemajuan terhadap prestasi belajar siswa. Hal ini

ditunjukan dari hasil nilai siswa yang mengalami peningkatan dibanding dengan hasil nilai siswa

sebelum perbaikan. Di mana nilai yang diperoleh siswa sebelum perbaikan hanya 12 siswa (56,2%)

saja yang memperoleh nilai mencapai KKM, akan tetapi pada perbaikan pembelajaran siklus kedua

mengalami peningkatan nilai pada siswa, jadi jumlah siswa yang memperoleh nilai mencapai KKM

sebanyak 17 siswa (81%).

Dengan demikian perbaikan pembelajaran yang dilakukan guru berhasil sesuai dengan tujuan

pembelajaran yang diinginkan. Melalui hasil tes yang dilakukan secara tertulis hasil yang diperloleh

dapat meningkat anak yang nilai mencapai KKM lebih banyak. Pelaksanaan perbaikan pembelajaran

dengan menggunakan metode demontrasi dengan benda kongkrit pada siklus kedua menunjukkan

kemajuan terhadap prestasi belajar siswa.

Penelitian yang telah dilakukan menunjukan hasil belajar siswa yang menggambarkan dari

21 siswa. Yang tuntas dalam pembelajaran sebanyak 17 orang yaitu sekitar 81 % . Yang belum tuntas

ada 4 orang, sekitar 19 %. Menurut Winataputra (2005 ) , kelebihan penggunaan media konkrit

adalah (1 )dapat memberikan pengalaman langsung kepada siswa, (2 )dapat menerjemahkan ide atau

gagasan yang sifatnya abstrak menjadi realistik, ( 3 ) banyak tersedia dilingkungan sekitar.

Keuntungan penggunaan media konkrit dalam pembelajaran adalah : (1) membangkitkan ide-ide atau

gagasan gagasan yang bersifat konseptual, sehingga mengurangi kesalah pahaman siswa dalam

mempelajarinya, (2) meningkatkan minat siswa untuk materi pelajaran, (3) memberi pengalaman

pengalaman nyata yang merangsang aktivitas diri sendiri untuk belajar, (4) dapat mengembangkan

jalan pikiran yang berkelanjutan, dan (5) menyediakan pengalaman- pengalaman yang tidak mudah

didapat melalui materi-materi yang lain dan menjadikan proses belajar mendalam dan beragam.

Kesimpulan

Pembelajaran IPA pada kompetensi dasar mengidentifikasi cara perkembangbiakan

tumbuhan dapat ditingkatkan melalui media konkrit. Dalam kegiatan ini terlebih dahulu disiapkan

perencanaan pembelajaran , kemudian dilaksanakan. Pembelajaran tersebut dilakukan dengan

penerapan metode demontrasi dengan media konkrit dan kooperatif. Siswa lebih bisa berfikir secara

kreatif setelah melakukan pencangkokan pada tumbuhan secara langsung . Hasil keseluruhan

disimpulkan bahwa hampir semua siswa ikut aktif dalam pembelajaran dengan baik dan dapat

mencapai target KKM 81%, yang sebelumnya hanya 56,2%. Jadi ada peningkatan 24,8%.

Saran

Saran yang diharapkan kepada guru yang mengajar IPA dapat menggunakan media kongkrit

dalam melaksanakan pembelajaran agar dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam belajar dan dapat

meningkatkan kompetensi dalam mencapai KKM. Semoga Kepala Sekolah memberi dukungan, agar

guru dapat membuat media dan menggunakan media kongkrit yang ada dalam melaksanakan

pembelajaran.

Daftar Pustaka

Depdiknas. 2006. KTSP: Standar Kompetensi Mata Pelajaran IPA Sekolah Dasar dan Madrasah

Ibtidayah. Jakarta: Pusat Kurikulum. Pendidikan Dasar dan Menengah.

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7

585

Herniwati. 2015. Peningkatan Hasil Belajar Siswa Sd Kelas VI Dalam Pembelajaran Kooperatif Tipe

Stad Berbantuan Media Kreatif. Kotawaringin: Kalimantan Tengah.

Teniwut, Abraham. 2015. Peningkatan Hasil Belajar Siswa Kelas Iv Sd Naskat Mathias Ii Langgur-

A Pada Materi Hubungan Antara Struktur Bagian Tumbuhan Dengan Fungsinya Melalui

Contoh Konkrit.

Sumaji. 2013 .Peningkatan pembelajaran koperatif dengan model pembelajaran MPK pada siswa

kelas VI SD.

Tim wikipedia. 2015. Pencangkokan (Pertanian). Di akses pada 11 Februari 2016 di

https://id.wikipedia.org/wiki/Pencangkokan_(pertanian)

Thok, Tugino. 2014. Perkembangbiakan Tumbuhan Secara Vegetatif. Di akses pada 11 Februari 2016

di http://www.masjal.web.id/2015/08/perkembangbiakan-generatif-dan-vegetatif.html

Marniwati. 2015. Pembelajaran Ipa Materi Perkembang Biakan Tumbuhan Dengan Penyelidikan

Media Konkrit Pada Siswa Kelas V Sd Di Kabupaten Padang Pariaman. SDN Padang

Pariaman.

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,

Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

586

UPAYA MENINGKATKAN AKTIFITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA

MELALUI PEMANFAATAN ALAM SEKITAR SEBAGAI

SUMBER BELAJAR PADA MATA PELAJARAN IPA

( PENGGOLONGAN TUMBUHAN) KELAS III DI SDN GUNUNGSARI 01 BUMIAJI

BATU

Elita Denny

SDN Gunungsari 01 Kec.Bumiaji Kota Batu

[email protected]

Abstrak: Penelitian Tindakan Kelas ini bertujuan meningkatkan hasil belajar dan keaktifan

siswa pada pembelajaran IPA untuk meteri pokok Penggolongan Tumbuhan Kelas III di

SDN Gunungsari 0 . Penelitian ini menggunakan Model penelitian PTK (Penelitian

Tindakan Kelas ) yang merujuk pada proses pelaksanaan penelitian yang dikemukakan oleh

Kemmis & Taggart (1988) yang berlangsung sebanyak 2 siklus dan tiap siklus terdiri atas 2

pertemuan. Setelah penelitian yang menerapan alam sekitar sebagai sumber belajar

diperoleh peningkatan hasil belajar dan keaktifan belajar siswa. Hasil belajar siswa

mengalami peningkatan dari 65% dengan rerata 65.2 menjadi 72.7% rerata 70.9 di

pertemuan 1 dan 68,1 % rerata 71,8 di pertemuan 2 ,aktifitas siswa juga meningkat dari

56% menjadi 66,8% dipertemuan 1 dan 70,4% dipertemuan 2 pada siklus 1. Pada siklus 2

mengalami peningkatan kembali jika dibandikan dengan siklus 1 yaitu hasil belajar siswa

mengalami peningkatan menjadi 81% rerata 75,4 untuk pertemuan 1 dan 2 , aktifitas siswa

meningkat menjadi 76,1% dipertemuan 1 dan 77,8% dipertemuan 2. Hal ini menunjukkan

bahwa dengan menggunakan alam sekitar sebagai sumber belajar dapat meningkatkan

hasil belajar siswa pada materi yang dipelajari.

Kata Kunci : Alam Sekitar, hasil belajar,aktifitas belajar

Pembelajaran IPA untuk meteri pokok Penggolongan Tumbuhan Kelas III di SDN

Gunungsari 01 pada tahun sebelumnya dari segi hasil maupun aktifitas belajar siswa ,mendapatkan

hasil yang kurang memuaskan. Saat itu proses pembelajaran menggunakan Model Picture And

Picture, dengan gambar sebagai media pembelajaran. Dengan media yang disediakan diharapkan

dapat menarik perhatian siswa dan mencapai hasil yang maksimal baik dari segi hasil belajar maupun

aktifitas siswa. Pemanfataan media gambar memang sering dirasa efektif untuk meningkatkan hasil

belajar sebagaimana diungkapkan oleh Winataputra (2005:55) yang menyatakan bahwa penglihatan

visual memiliki komposisi paling besar (75%) dalam hal rata – rata jumlah informasi yang didapat

oleh seseorang.

Hasil belajar penggunaan metode di atas menunjukkan hasil sebagai berikut : (l) KKM

(Kriteria Ketuntasan minimal) yang ditetapkan hanya mencapai 65% dari siswa sebanyak 23 orang

dan (2) keaktifan siswa (mengeluarkan pendapat,bertanya,mengangkat tangan,aktif mengerjakan

tugas) belum maksimal. Tentunya ini belum cukup optimal untuk mengatakan bahwa pembelajaran

yang dilaksanakan telah berhasil. Berangkat dari hal tersebut, dalam penelitian ini akan dilakukan

perbaikan pembelajaran ,khususnya berkenaan dengan penggunaan media kongkrit alam sekitar.

Lingkungan adalah sumber belajar riil/konkrit, bukan tiruan atau model. Tentunya dengan

sumber belajar yang riil/konrit siswa dapat lebih mendapat pembelajaran yang akurat. Lingkungan

sekitar anak merupakan salah satu sumber belajar yang tidak terbatas dan dapat dioptimalkan untuk

pencapaian proses belajar. Selain itu pemanfaatan media konkrit alam sekitar sebagai sumber belajar

bagi siswa SD sangatlah tepat. Sejalan dengan Piaget (1972) yang menyatakan bahwa siswa SD masih

berada pada tahab praoperasional hingga operasional konkrit. Penelitian tentang pemanfaatan benda

konkrit berupa alam sekitar sebagai sumber belajar yang efektif telah banyak dilakukan .Mulyadi

(2011) menyatakan bahwa pemanfaatan lingkungan akan menghasilkan proses dan hasil belajar

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7

587

yang lebih bermakna dan bernilai, sebab siswa dihadapkan dengan peristiwa dan keadaan yang

sebenarnya, keadaan yang dialami, sehingga lebih nyata, lebih faktual, lebih bermakna, dan

kebenarannya lebih dapat dipertanggungjawabkan. Sumber belajar adalah segala sesuatu yang dapat

dimanfaatkan untuk memfasilitasi belajar seseorang (Dale,1946). Selain itu pemilihan jenis

keterlibatan siswa dalam proses pembelajran juga berpengaruh terhadap hasil belajar.

Metode Penelitian

Model penelitian pada penelitian ini adalah PTK (Penelitian Tindakan Kelas ) yang merujuk

pada proses pelaksanaan penelitian yang dikemukakan oleh 1Kemmis & Taggart (1988) yang melipu-

ti menyusun perencanaan (planning), pelaksanaan tindakan (acting), pengamatan (observing), dan

refleksi (reflecing). Kegiatan tersebut dapat dilihat dalam Gambar 2

.

Gambar 2: Alur Siklus PTK ( Sumber : Kemmis & Taggart, Suharsimi Arikunto (2007:16-

19)

Penelitian ini dilaksanakan di kelas III SDN Gunungsari 01 Kecamatan Bumiaji Kota Batu

dengan jumlah s i s w a 22 a n a k , terdiri dari 9 laki-laki dan 13 perempuan. Adapun pelaksanaan

perbaikan pembelajaran ini dilakukan sebanyak dua siklus yang dilaksanakan pada bulan Pebru-

ari sampai Maret 2016. Secara keseluruhan kegiatan penelitian terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Jadwal Penelitian Keseluruhan

N

o Kegiatan

Waktu Pelaksanaan

Mgg 1

Peb’1

6

Mgg 2

Peb’1

6

Mgg 3

Peb’1

6

Mgg 4

Peb’1

6

Mgg 1

Maret’1

6

Mgg

2

Mar

et’16

1 Perencanaan

2 Siklus 1(Observasi)

3 Refleksi Siklus 1

4 Perencanaan Siklus

2

IDENTIFIKASI MASALAH

SIKLUS I REFLEKSI PERENCANAAN

OBSERVASI PELAKSANAAN TINDAKAN

IDENTIFIKASI MASALAH

REFLEKSI SIKLUS II PERENCANAAN

PELAKSANAAN TINDAKAN OBSERVASI

SIKLUS SELANJUTNYA

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,

Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

588

Secara teknis tahap-tahap kegiatan penelitian dalam setiap siklus dapat dijelaskan berikut ini:

Siklus I

a. Rencana Tindakan

Dalam tahap perencanaan tindakan pada siklus ini, kegiatan yang dilakukan adalah peneliti

menyusun RPP yang berkaitan dengan materi Penggolongan tumbuhan yang terdiri atas 2 pertemuan di

siklus I. Di pertemuan I akan dibahas submateri Penggolongan Tumbuhan berdasar Tulang Daun dan

pertemuan 2 membahas submateri Penggolongan Tumbuhan berdasar bentuk batang. Peneliti

merancang skenario pembelajaran yang memanfaatkan alam sekitar sebagai sumber belajar.

Merancang alat pengumpul data yang berupa lembar kerja individu dan kelompok beserta

lembar penilaian yang digunakan untuk mengetahui pemahaman siswa . Selain itu juga dipersiapkan

lembar observasi untuk siswa dan guru guna mengetahui tingkat keberhasilan peningkatan aktifitas

belajar. Penulis juga mempersiapkan kamera yang dipergunakan sebagai dokumentasi kegiatan atau

bukti fisik pelaksanaan tindakan

b. Pelaksanaan Tindakan

Pelaksanaan Tindakan berlangsung sebanyak 2 pertemuan dengan pelaksanaan tindakan yang

sama. Kegiatan dalam penelitian tindakan kelas ini meliputi: (a) memberikan penjelasan secara

umum tentang pokok bahasan dan tanya jawab untuk menggalih pengetahuan siswa (b)

pembentukan kelompok kerja siswa dan penjelasan tugas belajar kepada kelompok (c) pemanfatan

alam sekitar sebagai sumber/media belajar siswa secara berkelompok.Pada pertemuan 1 siswa mengamati

daun tumbuhan sekitar sedang pada pertemuan 2 siswa melakukan kegiatan jelajah alam sekitar untuk

mengamati bentuk batang tumbuhan (d) presentasi oleh siswa pada tiap kelompok (e) Pemberian tugas

individu untuk lebih mengetahui penguasaan konsep setiap individu. Peneliti mengajar sesuai dengan

skenario pembelajaran yang telah dirancang dengan memasukkah alam sekitar sebagai sumber

belajardan mencatat kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh masing-masing siswa.

c. Observasi

Kegiatan observasi terdiri atas observasi aktifitas siswa dan guru ,yang akan dilakukan oleh

observer yang telah ditunjuk sebagai teman sejawat. Kegiatan observasi ini berlangsung selama proses

pembelajaran pada 2 pertemuan tanpa campur tangan peneliti,sehingga hasil observasi dapat

menghasilkan data yang benar – benar akurat.

d. Refleksi

Peneliti dan teman sejawat sebagai observer melakukan diskusi tentang kelemahan dan

kelebihan selama pelaksanaan siklus I. Refleksi untuk hasil belajar dan observasi keaktifan siswa

dilakukan setelah pelaksanaan proses pembelajaran pada tiap pertemuan permbelajaran. Hasil dari

refleksi ini digunakan untuk menentukan pelaksanaan dan memperbaiki pelaksanaan siklus II agar

mendapatkan hasil yang diharapkan .

Siklus II

Dari berbagai faktor penyebab kelemahan-kelemahan yang terjadi pada proses pembelajaran

siklus I, peneliti melakukan identifikasi penyebab yang paling utama dalam proses pembelajaran.

Kelemahan tersebut diperbaiki dalam siklus II.Sebagaimana tahaban pada siklus I ,di siklus II ini

tahab – tahab penelitian yang dilakukan adalah :

a. Rencana Tindakan

Dalam tahap perencanaan tindakan pada siklus II tidak jauh berbeda dengan tahab

perencana tindakan pada siklus I, kegiatan yang dilakukan adalah peneliti menyusun RPP yang

berkaitan dengan materi Penggolongan tumbuhan yang terdiri atas 2 pertemuan di siklus I. Di

5 Siklus 2(Observasi)

6 Refleksi Siklus 2

7 Penyusunan Laporan

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7

589

pertemuan I akan dibahas submateri Penggolongan Tumbuhan berdasar bentuk akar dan pertemuan 2

membahas submateri Penggolongan Tumbuhan berdasar keping biji. Peneliti merancang skenario

pembelajaran yang memanfaatkan alam sekitar sebagai sumber belajar. Merancang alat pengumpul

data yang berupa lembar kerja individu dan kelompok beserta lembar penilaian yang digunakan

untuk mengetahui pemahaman siswa . Selain itu juga dipersiapkan lembar observasi untuk siswa dan

guru guna mengetahui tingkat keberhasilan peningkatan aktifitas belajar. Penulis juga mempersiapkan

kamera yang dipergunakan sebagai dokumentasi kegiatan atau bukti fisik pelaksanaan tindakan

b. Pelaksanaan Tindakan

Pelaksanaan Tindakan berlangsung sebanyak 2 pertemuan dengan pelaksanaan tindakan yang

serupa. Kegiatan dalam penelitian tindakan kelas ini meliputi: (a) memberikan penjelasan secara

umum tentang pokok bahasan, (b) pembentukan kelompok kerja siswa dan penjelasan tugas belajar

kepada kelompok (c) pemanfatan alam sekitar sebagai sumber/media belajar siswa secara berkelompok.

Pada pertemuan I siswa diajak untuk melakukan pengamatan tentang berbagaimacam bentuk akar

tumbuhan yang dibawa siswa,sedang pada pertemuan 2 siswa diajak mengamati berbagai biji-bijian yang

mereka bawa dan mengelompokkan berdasar keping bijinya(d) presentasi oleh siswa pada tiap kelompok

(e) Pemberian tugas individu untuk lebih mengetahui penguasaan konsep setiap individu. Peneliti

mengajar sesuai dengan skenario pembelajaran yang telah dirancang dengan memasukkah alam

sekitar sebagai sumber belajardan mencatat kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh masing-masing

siswa.

c. Observasi

Kegiatan observasi terdiri atas observasi aktifitas siswa dan guru ,yang akan dilakukan oleh

observer yang telah ditunjuk sebagai teman sejawat. Kegiatan observasi ini berlangsung selama proses

pembelajaran pada 2 pertemuan,tanpa campur tangan peneliti,sehingga hasil observasi dapat

menghasilkan data yang benar – benar akurat.

d. Refleksi

Peneliti dan teman sejawat sebagai observer melakukan diskusi tentang kelemahan dan

kelebihan selama pelaksanaan siklus II. Refleksi untuk hasil belajar dan observasi keaktifan siswa

dilakukan setelah pelaksanaan proses pembelajaran pada tiap pertemuan permbelajaran. Hasil dari

refleksi ini digunakan untuk menentukan langkah selanjutnya . Apakah perlu dilakukan siklus

selanjutnya ataukah berhenti karena telah memperoleh hasil yang diharapkan.

Hasil Dan Pembahasan

Bedasarkan pelaksanaan siklus I dan siklus II diperoleh hasil sebagai berikut:

SIKLUS I

Pelaksanaan Siklus I pada hari Kamis tanggal 11 dan 18 Pebruari 2016 siswa kelas III SDN

Gunungsari 01 dengan jumlah siswa 22 orang 9 laki-laki 13 perempuan. Hasil proses pelaksanaan

siklus I yang dilakukan dalam 2 pertemuan dapat didiskripsikan sebagai berikut: (1) alokasi waktu

yang disediakan kurang untuk melakukan pengamatan berbagai macam tumbuhan, ( 2) siswa

mengalami kesulitan dalam mengelompokkan tumbuhan berdasar bentuk batang dan tulang daun. (3)

siswa kurang aktif selama pelaksanaan diskusi.

Alokasi waktu yang disediakan kurang untuk melakukan pengamatan berbagai macam

tumbuhan, dimungkinkan terjadi karena lingkungan adalah sumber belajar yang tak terbatas.

Sebagaimana diungkapkan oleh Surakhmad (1982:116 ) bahwa anak – anak dapat mengamati

kenyataan – kenyataan yang beraneka ragam . Pada kegiatan ini sebaiknya ada pembatasan jumlah

tanaman atau daerah pengamatan karena tiap kelompok akhirnya akan saling melengkapi hasil

kelompok lain. Siswa mengalami kesulitan dalam memanfaatkan sumber belajar tampak pada

gambar 2.

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,

Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

590

Gambar 2. Siswa kesulitan dalam memanfaatkan sumber belajar yang berlimpah

Siswa mengalami kesulitan dalam mengelompokkan tumbuhan berdasar bentuk batang dan

tulang daun, dimungkinkan karena Pemberian materi tentang konsep Penggolongan Tumbuhan

Berdasar Bentuk batang dan Tulang Daun kurang mendalam atau siswa yang kurang memperhatikan

penjelasan guru. Siswa kurang memahami konsep. Hal tersebut sejalan dengan teori belajar Edgar

Dale (1946) bahwa anak belajar melalui mendengar hanya akan 20% yang terserap oleh anak.

Siswa kurang aktif selama pelaksanaan diskusi, dimungkinkan karena siswa malu, kurang

percaya diri, kurang memahami konsep, dan tidak bisa mengikuti kegiatan diskusi. Hal ini sejalan

dengan Iskandarwassid dan Suhendar ( 2011: 241 ) bahwa ketrampilan berbicara didasari oleh

kepercayaan diri dengan menghilangkan rasa malu , rendah diri , ketegangan, dan lain- lain. Tetapi

untuk kegiatan pengamatan , keterlibatan dalam mengerjakan tugas kelompok , dan mengerjakan

tugas belajar individu , mereka tampak aktif . Sehingga untuk mengatasi keaktifan siswa dalam

kegiatan diskusi , perlu ada pemberian materi lebih mendalam , menyertakan kegiatan tanya jawab

terlebih dahulu dan menuntut guru peran serta guru lebih aktif untuk mendorong agar siswa lebih

aktif berbicara.

Ditinjau dari pelaksanaan siklus I, diperoleh temuan bahwa hasil belajar siswa dan aktifitas

belajar siswa mengalami peningkatan apabila dibandingkan dengan hasil pra-siklus . Hasil belajar

penelitian pada siklus I diperoleh melalui kegiatan test tulis individu . Prosentase keaktifan siswa

diperoleh melalui kegiatan observasi keaktifan siswa oleh observer, hasilnya dapat dilihat pada tabel

2.

Tabel 2.Hasil Belajar dan Aktifitas Belajar

Uraian Pelaksanaan Pra –Siklus Siklus I

Rerata Prosentase Rerata Prosentase

Jumlah

Siswa 23 22

KKM 7,00 7,00

Hasil Belajar Pertemuan

1 65.2 65 %

70,9 72.7 %

Pertemuan

2 71,8 68,1%

Aktifitas

Belajar

Pertemuan

1 - 56%

- 66,8%

Pertemuan

2 - 70,4%

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7

591

Beradasar tabel 2, dapat dilihat bahwa setelah pelaksanaan Siklus I , hasil belajar siswa

mengalami peningkatan dibandingkan dengan pra-siklus yaitu dari 65% rata – rata 65,2 siswa yang

memenuhi KKM menjadi 72,7% rata- rata 70,9 di pertemuan 1 dan 68,1% rata –rata 71,8 pada

pertemuan 2. Hal tersebut dimungkinkan karena penguasaan konsep siswa lebih baik karena

penggunaan media konkrit alam sekitar dibandingkan dengan media 2 dimensi atau gambar pada

pembelajaran pra siklus . Pembelajaran dengan alam sekitar sebagai sumber belajar, siswa

mendapatkan pengalaman langsung untuk mempelajari benda konkrit sehingga lebih bermakna.

Sejalan dengan pendapat Edgar Dale (1946) pemahaman siswa yang diperoleh dengan cara

mengerjakan hal nyata dapat mencapai 90% sehingga lebih bermakna. Suleiman ( 1981:13-14) juga

menyatakan bahwa tidak seperti kata – kata , pengalaman nyata sangat efektif untuk mendapatkan

suatu pengertian.

Ditinjau dari aktifitas belajar berdasarkan Tabel 2 diatas, dapat disimpulkan bahwa aktifitas

siswa mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan pelaksanaan pra-siklus dari 56 % siswa

yang aktif menjadi 68,1 % pada pertemuan 1 dan 2 di siklus 1.Hal tersebut dimungkinkan karena

ketertarikan siswa terhadap proses pembelajaran yang mempelajari benda konkrit alam sekitar, bukan

model atau tiruan ,sejalan dengan pendapat Gagne ( Abdul Majid, 2008:69) menyatakan bahwa fase

dalam kegiatan pembelajaran adalah memotivasi, fase menaruh perhatian (attention, alertness), fase

pengolahan, fase umpan balik (feedback, reinforcement ).

Ditinjau dari temuan hasil proses dan hasil belajar pada siklus I ,dapat direkomendasikan

perbaikan untuk pelaksanaan siklus II.

SIKLUS II

Berdasarkan hasil refleksi pada Siklus I terdapat temuan – temuan dan prediksi perbaikan

yang bisa dilakukan untuk pelaksanaan Siklus II. Siklus II dilaksanakan 2 pertemuan yaitu pada hari

Kamis tanggal 25 Pebruari 2016 dan 3 Maret 2016 siswa kelas III SDN Gunungsari 01 dengan

jumlah siswa 22 orang 9 laki-laki 13 perempuan. Hasil proses pelaksanaan siklus II yang dilakukan

dalam 2 pertemuan memperoleh hasil bahwa siswa terlihat masih kurang aktif selama pelaksanaan

diskusi.Temuan tersebut juga ditemukan pada siklus I dan belum mengalami perubahan. Hal tersebut

dimungkinkan karena siswa kurang terbiasa dan berani untuk berbicara di muka umum , kurangnya

kemampuan kebahasaan, dan penguasaan konsep yang kurang karena kemampuan siswa yang

kurang. Sejalan dengan pendapat Suyoto ( 2003:32 ) bahwa seseorang yang terampil berbicara

cenderung berani tampil di masyarakat. Agar dapat menyampaikan informasi dengan efektif,

sebaiknya pembicara betul – betul memahami isi pembicaraannya dan dapat mengevaluasi efek

komunikasi terhadap pendengar ( Arsyad dan Mukti, 1988:17)

Ditinjau dari pelaksanaan siklus II, diperoleh temuan bahwa hasil belajar siswa dan aktifitas

belajar siswa mengalami peningkatan apabila dibandingkan dengan hasil siklus II . Hasil belajar

penelitian pada siklus II diperoleh melalui kegiatan test tulis individu . Prosentase keaktifan siswa

diperoleh melalui kegiatan observasi keaktifan siswa oleh observer, hasilnya dapat dilihat pada tabel

3.

Tabel 3.Hasil Belajar dan Aktifitas Belajar

Uraian Pelaksan

aan

Pra –Siklus Siklus I Siklus II

Rerat

a

Prosent

ase

Rerat

a

Prosent

ase

Rerat

a

Prosent

ase

Jumlah

Siswa 23 22

22

KKM 7,00 7,00 7,00

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,

Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

592

Hasil

Belajar

Pertemua

n 1 65.2 65 %

70,9 72.7 % 75,4 81%

Pertemua

n 2 71,8 68,1%

75,4 81%

Aktifitas

Belajar

Pertemua

n 1 - 56%

- 66,8% - 76,1%

Pertemua

n 2 - 70,4%

- 77,8%

Beradasar tabel 3, dapat dilihat bahwa setelah pelaksanaan Siklus II , hasil belajar siswa

mengalami peningkatan dibandingkan dengan Siklus I yaitu dari 72,7% rata- rata 70,9 di pertemuan

1 dan 68,1% rata –rata 71,8 pada pertemuan 2 siswa yang memenuhi KKM menjadi 81% rata- rata

75,4 di pertemuan 1 pada pertemuan 2. Hal tersebut dimungkinkan karena penguasaan konsep siswa

lebih baik karena penggunaan alam sekitar sebagai sumber belajar membuat pembelajaran lebih

menarik dan bermakna . Sebagaimana pendapat Azhar Arsyad ( 2009 :16 ) bahwa selain

membangkitkan motivasi dan minat siswa ,media pembelajaran juga dapat membantu siswa

meningkatkan pemahaman.

Ditinjau dari aktifitas belajar berdasarkan Tabel 3 diatas, dapat disimpulkan bahwa aktifitas

siswa mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan pelaksanaan Siklus II dari 68,1 % pada

pertemuan 1 dan 2 di siklus 1 siswa yang aktif menjadi 76,2 % pada pertemuan 1 dan 77,8 % di

pertemuan 2 pada Siklus II. Hal tersebut dimungkinkan karena pemanfaatan alam sekitar sebagai

sumber belajar lebih meningkatkan motivasi belajar siswa. Sebagaimana pendapat Hamalik ( Azhar

arsyad, 2009;15 ) bahwa pemakaian media pembelajaran yang tepat pada proses pembelajaran dapat

membangkitkan minat dan keinginanyang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan

belajar , dan bahkan pengaruh – pengaruh psikologis terhadap siswa. Keaktifan siswa dalam

mengikuti proses pembelajaran tampak pada gambar 3.

Gambar 3. Keaktifan siswa selama proses pembelajaran

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa, melalui

pemanfaatan alam sekitar sebagai sumber belajar pada proses pembelajaran dapat meningkatkan hasil

belajar dan aktifitas belajar siswa pada pembelajaran IPA untuk meteri pokok Penggolongan

Tumbuhan Kelas III di SDN Gunungsari 01 . Terlihat dari hasil belajar dan aktivitas belajar siswa

yang mengalami peningkatan pada pelaksanaan Siklus 1 dan Siklus 2 jika dibandingkan dengan Pra-

Siklus. Dengan memanfaatkan alam sekitar sebagai sumber belajar siswa dapat termotivasi untuk

mengikuti proses pembelajaran dan pemahaman konsep siswa lebih meningkat karena menggunakan

benda konkrit sebagai media pembelajaran. Hal ini menunjukkan bahwa dengan menggunakan alam

sekitar sebagai sumber belajar dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi yang dipelajari.

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7

593

SARAN

Berdasarkan kesimpulan di atas, maka saran yang dapat diberikan adalah: (1)guru harus dapat

memilih sumber belajar atau media pembelajaran yang tepat , karena pemakaian media pembelajaran

yang tepat pada proses pembelajaran dapat membangkitkan minat dan keinginan yang baru,

membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar , bahkan pengaruh psikologis terhadap

siswa, juga dapat membantu siswa meningkatkan pemahaman dan pembelajaran lebih bermakna,

(2)guru harus dapat memprediksi kemungkinan yang akan terjadi terhadap pemilihan model belajar,

metode pembelajaran dan media/ sumber belajar agar kelemahan dapat diminimalisir, (3)alam sekitar

merupakan sumber belajar yang tidak terbatas, oleh dalam memanfaatkan alam sekitar sebagai

sumber belajar harus menetapkan aturan dam batasan agar mencapai hasil yang diharapkan .

Daftar Pustaka

Fulwati,Erni,2015.Penerapan Pembelajaran Make A –Match Pada Pembelajaran IPA SD Topik

Penyesuaian Makhluk Hidup Dengan Lingkungannya. SDN 06 Lasi Mudo Kecamatan

Canduang Kabupaten Agam . [email protected]

Mustofa,Zaenal,2009.Ilmu Pengetahuan Alam 3 Untuk SD/MI Kelas 3.Jakarta – Pusat Perbukuan

Teniwut, Abraham, 2015. Peningkatan Hasil Belajar Siswa Kelas VI SD Naskat Mathias II Langgur-

A pada Materi Hubungan antara

StrukturBagian Tumbuhan Dengan Fungsinya Melalui Contoh Konkrit. Prosiding Seminar

Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun

Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama,

Batu.

http://eprints.uny.ac.id/8584.bab 2-08108249121.pdf. Diakses pada hari Sabtu, 20 Pebruari 2016

Trimulato, Sigit, 2009.Upaya Peningkatan Keaktifan Berdiskusi Siswa Dalam Pembelajaran Biologi

Dengan Penerapan Metode Number Heads Together (NHT) Disertai Modul. Fakultas

Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret. Surakarta

Arahman, 2012. Melalui Pemanfaatan Alam Sebagai Sumber Belajar IPA Kelas IV SDN 27

Kecamatan Sungai Kakap. Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas

Tanjungpura. Pontianak

Pasya, Gurniwan Kamil.Lingkungan Sebagai Sumber Belajar.http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS.

Diakses pada hari Minggu, 21 Pebruari 2016

Surakhmad, Winarno,1982. Pengantar Interaksi Belajar Mengajar : Dasar dan teknik metodologi

pengajaran. Bandung: Tarsito.

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,

Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

594

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA MATERI SIFAT-SIFAT CAHAYA

SISWA SD IMMANUEL BATU MELALUI MODEL STAD DENGAN BANTUAN

MEDIA MANIPULATIF

Hermin Wiyanti

SD Immanuel Batu

[email protected]

Abstrak: Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini dilaksanakan untuk mengatasi rendahnya

hasil belajar IPA siswa kelas V SD Immanuel Batu, pada materi sifat-sifat cahaya di kelas

V SD. PTK dilakukan dalam 2 siklus dengan model pembelajaran Student Teams

Achievement (STAD). Dalam pelaksanaannya melibatkan media pembelajaran manipulatif.

Hasil PTK menunjukkan bahwa terdapat peningkatan hasil belajar dari siklus I

dibandingkan dengan siklus II. Tingkat ketuntasan pada siklus I = 62,5%, dan siklus II =

87,5%. Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa model STAD berbantuan media

manipulatif dapat meningkatkan prestasi belajar siswa secara signifikan.

Kata Kunci: model STAD, hasil belajar

Pembelajaran IPA harus menggambarkan, dijiwai, serta diarahkan untuk mencapai hasil yang

baik. Perangkat pembelajaran, perencanaan pembelajaran, dan kegiatan pembelajaran IPA SD harus

mengacu pada tujuan pembelajaran IPA dan memperhatikan karakteristik siswa SD sebagai pelajar.

Demikian pula keterampilan-keterampilan yang harus dikuasai untuk mencapai tujuan di atas harus

benar-benar dilatihkan di kelas melalui kegiatan pembelajan.

Pada teori belajar Gagne dinyatakan bahwa dalam belajar ada dua obyek yang dapat diperoleh

siswa, obyek langsung dan obyek tak langsung. Obyek tak langsung antara lain kemampuan

menyelidiki dan memecahkan masalah, mandiri (belajar, bekerja dan lain-lain), bersikap positif

terhadap pelajaran dan mengerti bagaimana seharusnya belajar. Obyek langsung adalah sebagai

berikut: (1) fakta: adalah kenyataan yang ada dalam pelajaran yang dapat berupa objek pelajaran; (2)

keterampilan: adalah kemampuan memberikan jawaban yang benar dan cepat; (3) konsep: ide abstrak

yang memungkinkan kita mengelompokkan objek belajar; (4) aturan: digunakan untuk membatasi

pola pikir agar tidak menyimpang dari tujuan belajar.

Menurut teori perkembangan kognitif Piaget, siswa kelas V SD pada taraf berfikir

operasional formal, pola berfikir yang ditunjukkan adalah sistematis dan meliputi proses-proses yang

komplek. Operasionalnya tidak lagi terbatas semata-mata pada penggunaan objek atau benda-benda

yang kongkrit tetapi dapat pula digunakan pada operasional lainnya. Anak telah dapat memecahkan

semua macam problem yang hanya dapat dipecahkan melalui penggunaan operasional logika yang

lebih tinggi tingakatannya. Dari teori perkembangan kognitif Piaget di atas jika guru telah

melaksanakan proses pembelajaran menggunakan metode yang proporsional, tujuan pembelajaran

IPA yang dirinci menjadi tujuan pembelajaran umum dan lebih rinci lagi serta lebih operasional

menjadi tujuan pembelajaranbelajaran khusus lebih mudah dicapai, namun kenyataannya dalam setiap

kali pelaksanaan pembelajaran pencapaian tujuan tersebut masih sangat rendah. Hal itu dapat dilihat

dari hasil belajar siswa sangat rendah atau belum mencapai target ketuntasan. Berdasarkan observasi,

rata-rata siswa dalam proses belajar IPA belum mempunyai nilai ketuntasan minimal yang ditentukan

dan KKM klasikal. Ketuntasan belajar secara klasikal yaitu jika 85% dari sejumlah siswa dalam satu

kelas telah memperoleh nilai 7,5 atau lebih. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sebagian besar

siswa mengalami kesulitan untuk memahami konsep pelajaran. Hal ini diduga karena pendekatan,

model, metode pembelajaran, maupun strategi pembelajaran yang digunakan kurang tepat juga

kemampuan guru serta sarana pembelajaran yang meliputi media, alat peraga, dan buku pegangan

siswa yang terbatas. Hal tersebut berimplikasi pada rendahnya pemahaman siswa terhadap konsep-

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7

595

konsep pada mata pelajaran IPA yang dapat dilihat dari belum tercapai ketuntasan belajar siswa

secara klasikal.

Berdasarkan pengalaman mengajar IPA pada tingkat yang sama, proses pembelajaran selalu

berbasis pada penyampaian konsep secara naratif tanpa banyak melibatkan siswa dalam menggali

konsep-konsep tersebut. Hal ini berdampak pada hasil belajar yang kurang memuaskan. Terobosan

yang dilakukan dalam penelitian ini adalah berusaha melibatkan sebanyak mungkin siswa ikut aktif

dalam proses pembelajaran. Model pembelajaran yang digunakan adalah STAD dengan bantuan

media manipulatif. Dengan cara ini diharapkan kegiatan pembelajaran lebih kondusif dan siswa aktif

dalam menyelesaikan masalah melalui diskusi kelompok setelah melakukan percobaan sendiri.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menerapkan model pembelajaran STAD pada siswa kelas

V SD Immanuel Batu . Model STAD adalah model pembelajaran menggunakan pendekatan

pembelajaran kooperatif yang sederhanan dan efektif. Pembelajaran kooperatif STAD terdiri dari lima

komponen utama, yaitu penyajian kelas, belajar kelompok, kuis, skor pengembangan dan

penghargaan kelompok. Sklus kegiatn pembelajaran juga teratur. Siswa SD masih perlu dituntun

untuk melakukan penyelidikan dalam menemukan sesuatu, dan hasilnya sudah dapat diperkirakan

oleh guru (Zubaidah dkk, 2013). Kooperatif adalah pembelajaran yang melatih siswa untuk belajar

menemukan masalah, mengumpulkan, mengorganisasi, dan mengolah data serta memecahkan

masalah. Joyce dan Weil (2000, dalam Zubaidah dkk, 2013) mengemukakan bahwa inti dari

pembelajaran kooperatif adalah melibatkan siswa dalam masalah penyelidikan nyata dalam kelompok

dengan menghadapkan mereka dengan cara penyelidikan (investigasi), membantu mereka

mengidentifikasi masalah konseptual atau metodologis dalam wilayah investigasi, dan meminta

mereka merancang cara mengatasi masalah. Melalui kooperatif siswa belajar memahami makna

bukan hafalan. Selain itu, siswa belajar menghargai ilmu dan mengetahui keterbatasan pengetahuan

dan ketergantungan satu dengan yang lain-nya. Melalui penelitian tindakan kelas ini diharapkan

adanya peningkatan pemahaman siswa kelas V SD Immanuel Batu terhadap mata pelajaran IPA yang

ditunjukkan dengan adanya peningkatan hasil belajar atau meningkatnya ketuntasan belajar siswa

secara klasikal. Adapun target peningkatan yang hendak dicapai sekurang-kurangnya 85% dari jumlah

siswa dalam satu kelas dapat mencapai nilai sekurang-kurangnya 7,5.

Metode Penelitian

Penelitian tindakan kelas pada hakikatnya adalah merupakan sarana untuk memperbaiki dan

meningkatkan profesionalisme pendidik dalam pembelajaran di kelas. Penelitan tindakan kelas

dilakukan secara bertahap yaitu perencanaan, pelaksanaan tindakan, pengamatan tindakan dan

refleksi. Hasil refleksi terhadap tindakan yang dilakukan akan digunakan kembali untuk revisi rencana

jika ternyata tindakan yang dilakukan belum berhasil memperbaiki praktek atau belum memecahkan

masalah. Langkah-langkah metode penelitian ini digambarkan dalam skema berikut: (Gambar 1)

Perencanaan 1

Refleksi 2

Pengamatan 2

Pengamatan 1

Perencanaan 2

Refleksi 1

Pelaksanaan 2

Pelaksanaan 1

Pelaksanaan

selanjutnya

Siklus I

Siklus II

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,

Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

596

Rencana Tindakan Siklus I

Siklus I

1. Rencana Tindakan

Dalam tahap perencanaan tindakan pada siklus ini, kegiatan yang dilakukan adalah berikut ini

a. Peneliti menyusun silabus dan RPP yang berkaitan dengan materi organ sifat-sifat cahaya

b. Peneliti merancang skenario pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa dalam kelas.

c. Merancang alat pengumpul data yang berupa tes dan digunakan untuk mengetahui pemahaman

kemampuan siswa.

2. Pelaksanaan Tindakan

a. Kegiatan dalam penelitian tindakan kelas ini meliputi: 1) memberikan penjelasan secara umum

tentang pokok bahasan, 2) mendorong siswa yang belum aktif untuk aktif dalam mengikuti

pembelajaran, 3) mengamati dan mencatat siswa yang berpartisipasi aktif dalam pembela-jaran, 4)

mengumpulkan hasil pengujian yang diperoleh siswa dalam mengerjakan soal evaluasi, dan 5)

menganalisa hasil tes hasil belajar siswa .

b. Peneliti mengajar sesuai dengan skenario pembelajaran klasikal yang telah dirancang dan mencatat

kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh masing-masing siswa.

c. Peneliti memberikan evaluasi pada siswa untuk mengetahui pemahaman siswa berkaitan dengan

materi.

3. Observasi

Peneliti mengamati dan mencatat semua kejadian yang terjadi pada saat siswa mengikuti pengajaran

dan menanyakan pada siswa yang kurang aktif dalam pembelajaran tentang kesulitan-kesulitan yang

dihadapinya.

4. Refleksi

Peneliti menganalisa hasil pekerjaan siswa dan hasil observasi yang dilakukan pada siswa guna

menentukan langkah berikutnya.

Peneliti membuat penilaian siswa berdasarkan pada hasil yang didapatkan siswa pada evaluasi yang

dilakukan. Jika pada refleksi ternyata nilai ketuntasan klasikal siswa belum memenuhi syarat maka

dilanjutkan ke siklus II.

Siklus II

1. Rencana Tindakan

Dalam tahap perencanaan tindakan pada siklus ini, kegiatan yang dilakukan adalah berikut ini.

a. Peneliti menyiapkan alat dan sumber belajar yang diperlukan yang sesuai dengan materi sifat-sifat

cahaya.

b. Peneliti merancang skenario pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa dalam kelas.

c. Merancang alat pengumpul data yang berupa tes dan digunakan untuk mengetahui pemahaman

kemampuan siswa.

2. Pelaksanaan Tindakan

a. Kegiatan dalam penelitian tindakan kelas ini meliputi: 1) memberikan penjelasan secara umum

tentang pokok bahasan, 2) mendorong siswa yang belum aktif untuk aktif dalam mengikuti

pembelajaran, 3) mengamati dan mencatat siswa yang belum berpartisipasi aktif dalam pembelajaran,

4) mengumpulkan hasil pengujian yang diperoleh siswa dalam mengerjakan soal evaluasi, 5)

menganalisa hasil tes hasil belajar siswa .

b. Peneliti mengajar sesuai dengan skenario pembelajaran klasikal yang telah dirancang dan mencatat

kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh masing-masing siswa.

c. Peneliti memberikan evaluasi pada siswa untuk mengetahui pemahaman siswa berkaitan dengan

materi.

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7

597

3. Obervasi

Peneliti mengamati dan mencatat semua kejadian yang terjadi pada saat siswa mengikuti

pembelajaran dan menanyakan pada siswa yang kurang aktif dalam pembelajaran tentang kesulitan-

kesulitan yang dihadapinya.

4. Refleksi

Peneliti menganalisa hasil pekerjaan siswa dan hasil observasi yang dilakukan pada siswa guna

menentukan langkah berikutnya. Peneliti membuat penilaian siswa berdasarkan pada hasil yang

didapatkan siswa pada evaluasi yang dilakukan. Siklus dihentikan karena nilai siswa sudah memenuhi

syarat ketuntasan klasikal

Hasil Dan Pembahasan

Siklus I

Guru memulai pembelajaran dengan melakukan apersepsi, menanyakan pada siswa beberapa

pertanyaan

Guru : “Bagaimana cuaca hari ini?”

Siswa : “ Cerah, matahari bersinar terang.”

Guru : “ Betul, Kita dapat melihat benda-benda di sekitar kita karena ada cahaya matahari”

Siswa : “ Bagaimana sinar matahari bisa sampai ke Bumi bu?”

Guru : “ Dengan cara merambat.”

Guru meminta setiap kelompok untuk mengeluarkan alat dan bahan percobaan, lalu guru

menerangkan cara-cara melakukan percobaan serta membagikan Lembar Kerja Kelompok pada

masing-masing kelompok. Guru menugaskan kepada siswa untuk mengamati lembar kerja kelompok.

Guru membimbing setiap kelompok untuk mendiskusikan cara kerja percobaan. Setelah memahami

cara kerja, siswa dalam kelompok melakukan percobaan cahaya merambat lurus, cahaya menembus

benda bening, cahaya dapat dipantulkan dan cahaya dapat dibiaskan. Guru menugaskan setiap

kelompok melalui juru bicara yang ditunjuk mempresentasikan hasil diskusi di forum kelas.

Gambar 1. Siswa melakukan diskusi Gambar 2. Siswa melakukan percobaan

Guru bersama siswa menyimpulkan hasil diskusi. Hasil tes pada siklus I ditunjukan pada tabel 1.

Tabel 1: Hasil Nilai Siswa Siklus 1

No Nama Siswa Nilai Ketuntasan

1. David Hero Fernando 63 Belum Tuntas

2. Agkezia Thea Kristiana 50 Belum Tuntas

3. Andika Havids 65 Belum Tuntas

4. Ardhi Bagas Rangga 75 Tuntas

5. Aveline Evania Veda Gea 100 Tuntas

6. Axelo Matthew Terang Barus 75 Tuntas

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,

Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

598

7. Christopher Samuel Ratoe Oedjoe 80 Tuntas

8. Deandra Nathaniel Satrio 75 Tuntas

9. Komang Andreana Widhya 83 Tuntas

10. Natanael Kevin Wijanarko 78 Tuntas

11. Natania Valaradela Ariana 75 Tuntas

12. Rachel Aprilia 75 Tuntas

13. Rafael Devon Christiano 85 Tuntas

14. Reno Putra Firdaus 83 Tuntas

15. Vincent Fadly 63 Belum Tuntas

16. Yehezkiel Chandra Putra 70 Belum Tuntas

17. Shawn Michael Benen 50 Belum Tuntas

18. Sandra Marselina 65 Belum Tuntas

19. Adinda Nazzula Febri O 85 Tuntas

20. Benedictus Pascal Kaligis 75 Tuntas

21 Christian Teofilus Wicaksana 78 Tuntas

22 Victor Juan Marco 80 Tuntas

23 Yohanes Atma Wijaya 63 Belum Tuntas

24 Katarina zita Dewi 60 Belum Tuntas

Jumlah 1.751

Rata-rata 72,96

Ketuntasan 62,5%

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada siklus I diperoleh nilai rata-rata 72,96. Dari 24

siswa, 15 siswa tuntas dan 9 siswa belum tuntas dalam pembelajaran. Hasil penelitian pada siklus I

belum maksimal karena ketuntasan belajar siswa masih rendah, yaitu 62,5%. Aktivitas siswa selama

pembelajaran siklus 1 masih belum semua aktif, hanya beberapa siswa yang pandai dalam kelompok

yang aktif sedangkan yang lain ada yang pasif dan ada yang tidak memperhatikan (bermain sendiri)

siswa bosan karena media percobaan kurang bagi semua anggota kelompok yang berjumlah 6 siswa.

Dari kondisi hasil belajar ini, dapat dianalisis bahwa ternyata pembelajaran yang telah dilakukan

selama ini masih kurang efisien, berpusat pada guru, sedangkan siswa masih banyak yang bingung

tentang apa yg harus dikerjakan. Hal ini terbukti pada hasil ketuntasan belajar yang masih rendah,

yaitu 62,5%.

Berdasarkan refleksi yang dilakukan, terdapat beberapa kelemahan atau masalah penerapan

metode pada proses pembelajaran sehingga pemahaman siswa pada materi pelajaran belum maksimal.

Ada beberapa siswa yang masih kebingungan dalam mengerjakan soal dan belum terbbiasa

menggunakan strategi kooperati Stad dalam pembelajaran. Pembelajaran pada siklus I belum

maksimal. Nilai rata-rata pada siklus I baru mencapai 62,5%, sehingga penelitian dilanjutkan pada

siklus II

Siklus II

Guru memulai pembelajaran dengan melakukan apersepsi, guru membagi siswa dalam 6

kelompok masing-masing terdiri dari 4 siswa, guru menanyakan pada siswa beberapa pertanyaan

Guru : “ Apakah kalian pernah melihat pelangi?”

Siswa : “ Pernah.”

Guru : “ Kapan biasanya kamu melihat pelangi”

Siswa : “ Kalau habis hujan tapi ada sinar matahari?”

Guru : “Betul, nanti kita mau belajar tentang cahaya, termasuk bagaimana terjadinya pelangi.”

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7

599

Guru meminta setiap kelompok untuk mengamati alat dan bahan percobaan, lalu guru

menerangkan cara-cara melakukan percobaan serta membagikan Lembar Kerja Kelompok pada

masing-masing kelompok. Guru menugaskan kepada siswa untuk mengamati lembar kerja kelompok.

Guru membimbing setiap kelompok untuk mendiskusikan cara kerja percobaan. Setelah memahami

cara kerja, siswa dalam kelompok melakukan percobaan cahaya putih terdiri dari berbagai warna,

cahaya dapat dibiaskan, cahaya dapat dipantulkan pada cermin datar,cermin cembung dan cermin

cekung .Guru menugaskan setiap kelompok melalui juru bicara yang ditunjuk mempresentasikan hasil

diskusi di forum kelas. Guru bersama siswa menyimpulkan hasil diskusi

Hasil tes pada siklus II ditunjukan pada tabel 2

Tabel 2: Hasil Nilai Siswa Siklus 2

No Nama Siswa Nilai Ketuntasan

1. David Hero Fernando 70 Belum Tuntas

2. Agkezia Thea Kristiana 67 Belum Tuntas

3. Andika Havids 75 Tuntas

4. Ardhi Bagas Rangga 78 Tuntas

5. Aveline Evania Veda Gea 100 Tuntas

6. Axelo Matthew Terang Barus 78 Tuntas

7. Christopher Samuel Ratoe Oedjoe 90 Tuntas

8. Deandra Nathaniel Satrio 75 Tuntas

9. Komang Andreana Widhya 87 Tuntas

10. Natanael Kevin Wijanarko 78 Tuntas

11. Natania Valaradela Ariana 75 Tuntas

12. Rachel Aprilia 75 Tuntas

13. Rafael Devon Christiano 90 Tuntas

14. Reno Putra Firdaus 85 Tuntas

15. Vincent Fadly 63 Belum Tuntas

16. Yehezkiel Chandra Putra 75 Tuntas

17. Shawn Michael Benen 75 Tuntas

18. Sandra Marselina 75 Tuntas

19. Adinda Nazzula Febri O 85 Tuntas

20. Benedictus Pascal Kaligis 78 Tuntas

21 Christian Teofilus Wicaksana 80 Tuntas

22 Victor Juan Marco 85 Tuntas

23 Yohanes Atma Wijaya 75 Tuntas

24 Katarina zita Dewi 75 Tuntas

Jumlah 1.889

Rata-rata 78,71

Ketuntasan 87,5%

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,

Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

600

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada siklus I diperoleh nilai rata-rata 78,71. Dari 24

siswa, 15 siswa tuntas dan 9 siswa belum tuntas dalam pembelajaran. Hasil penelitian pada siklus I

belum maksimal karena ketuntasan belajar siswa masih rendah, yaitu 62,5%. Aktivitas siswa selama

pembelajaran siklus 1I sudah nampak semua aktif, hanya ada 3 siswa yang tidak aktif dalam

kelompok. Siswa bersama-sama dapat menyelesaikan tugas kelompok dan dapat mempresentasikan

hasil dengan baik. Dari kondisi hasil belajar ini, dapat dianalisis bahwa siswa belajar dengan antusias,

aktif dan menyenangkan. Hal ini terbukti pada hasil ketuntasan belajar yang mengalami kenaikan ,

yaitu 87,5%. Secara keseluruhan, hasil belajar ditunjukkan pada Tabel 2. Hasil belajar siswa sudah

memuaskan, sehingga peneliti bersama observer memutuskan untuk menghentikan pembelajaran

sampai siklus II

Berdasarkan refleksi yang dilakukan, terdapat beberapa kelemahan atau masalah penerapan

metode pada proses pembelajaran sehingga pemahaman siswa pada materi pelajaran belum maksimal.

Ada beberapa siswa yang masih kebingungan dalam mengerjakan soal dan belum terbbiasa

menggunakan strategi kooperati STAD dalam pembelajaran. Pembelajaran pada siklus I belum

maksimal. Nilai rata-rata pada siklus I baru mencapai 62,5%, sehingga penelitian dilanjutkan pada

siklus II

Hasil nilai rata-rata pada siklus II 78,71%. Dari 24 siswa, 21 siswa tuntas dalam

pembelajaran. Hasil penelitian pada siklus II sudah mencapai ketuntasan karena ketuntasan belajar

siswa telah mencapai 87,5%.

Aktifitas dalam kegiatan pembelajaran tergolong baik karena dapat memahami tujuan

pembelajaran, mendengarkan penjelasan dan pengarahan dari guru. Metode kooperatif STAD yang

terbagi dalam kelompok kecil membuat siswa lebih berpartisipasi aktif dalam kegiatan pembelajaran.

Siklus Prosentase siswa yang

tuntas

Prosentase siswa yang

tidak tuntas

Nilai rata-rata

Siklus I 62,5% 37,5% 72,96

Siklus II 87,5% 12,5% 78,71

Gambar 5. Diagram Prestasi Siswa

Gambar 6. Diagram Ketuntasan Belajar

72

78

68

70

72

74

76

78

80

1 2

Series1

63%

87%

0

20

40

60

80

100

1 2

Series1

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7

601

Pelaksanaan pembelajaran pada siklus II mengalami peningkatan yang baik jika dibandingkan

dengan siklus I. Hal ini tercermin pada hasil belajar siswa yang mengalami peningkatan dari rata-

siklus I sebesar 72,96 sedangkan pada siklus II meningkat menjadi 87,5%. Hasil belajar siswa sudah

memuaskan, sehingga peneliti bersama observer memutuskan untuk menghentikan pembelajaran

sampai siklus II

Kooperatif STAD sangat membantu dalam kegiatan aktif di kelas, karena dengan

mendengarkan berbagai pendapat dalam diskusi, siswa akan tertantang untuk membangun pemikiran

yang aktif dan kreatif. Peran guru sebagai pembimbing , membantu bila siswa mengalami kesulitan,

dan memberikan komentar tambahan selama proses pembelajaran.

PENUTUP

Simpulan

Strategi pembelajaran Student Teams Achievement (STAD). Dapat meningkatkan hasil

belajar IPA pada materi sifat-sifat cahaya di kelas V SD Immanuel Batu. Pada siklus I nilai rata-rata

siswa 72,96 dan ketuntasan belajar 62,5%. Pada siklus II nilai rata-rata siswa naik menjadi 78,71 dan

ketuntasan belajar 87,5%

Saran

Untuk meningkatkan hasil belajar siswa, guru dapat mengembangkan berbagai alternatif

model pembelajaran dengan bantuan media media sederhana.

Daftar Rujukan

Haryanto, 2007. Sains untuk SD kelas V. Jakarta : Erlangga

Nafsri,Luluk. 2014. Penerapan Strategi Smaal Group Discussion untuk Meningkatkan Hasil Belajar

IPA siswa Kelas IVB Tanah Grogot j Teqip Tahun V nomer 1, Mei, (hal 55-61)

____________. 2016. Model STAD. Situs pembelajaran berita dan artikel pendidikan www.infodunia

pendidikan.com 2015/01 (online) diakses 04 Maret 2016.

Zubaidah, Siti, Mahanal, Susriyati, dan Yuliati, Lia. 2013. Ragam Model Pembelajaran IPA Sekolah

Dasar. Malang: universitas Negeri Malang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,

Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

602

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA TENTANG

PERUBAHAN LINGKUNGAN FISIK DAN PENGARUHNYA

DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA MANIPULATIF

DI MI MIFTAHUL ULUM BATU

Ngatiani

MI MIFTAHUL ULUM Kota Batu Jawa Timur

[email protected]

Abstrak: Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas, yang bertujuan untuk

meningkatkan hasil belajar siswa, pada mata pelajaran IPA, materi Perubahan Lingkungan

Fisik dan Pengaruhnya, dengan menggunakan media pembelajaran manipulatif. Penelitian

dilaksanakan dalam dua siklus. Subjek penelitian adalah 40 siswa kelas IV MI Miftahul

Ulum Kota Batu, yang terdiri dari 20 siswa laki-laki dan 20 siswa perempuan. Hasil

penelitian menunjukkan terjadi peningkatan hasil belajar siswa ,yaitu dengan rata-rata kelas

72,88 pada siklus I dengan persentase ketuntasan belajar 72,5 % , menjadi rata-rata kelas

86,15 dengan persentasi ketuntasan belakar 87,5 % pada siklus II. Dengan pembelajaran

menggunakan media manipulatif ini, juga teramati Peningkatan minat belajar siswa yang

terlihat dari partisipasi siswa dalam proses belajar mengajar. Dari hasil penelitian ini

terbukti bahwa pembelajaran dengan media manipulatif dapat meningkatkan hasil belajar

siswa.

Kata Kunci : hasil belajar, media manipulative

Dalam dunia pendidikan sangat dibutuhkan perhatian semua pihak. Pemerintah selaku

pembuat regulasi kependidikan hendaknya selalu memperbaharui peraturan dan kebijakan agar sesuai

dengan kebutuhan. Hal ini sangat diperlukan untuk mewujudkan cita-cita bangsa, seperti yang

tercantum dalam pembukaan UUD 1945 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa.

Upaya peningkatan kualitas pendidikan terus dilakukan pemerintah. Diantaranya, pemerintah

menerbitkan Undang Undang No 20 tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional, dan

pemberlakukan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pada tahun 2006.

KTSP merupakan pengembangan dari kurikulum 2004, KTSP menggunakan

pembelajaran berbasis kompetensi, artinya siswa dituntut menyelesaikan pembelajaran sesuai

kompetensi yang telah ditentukan. KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun,

dikembangkan dan dilaksanakan oleh setiap satuan pendidikan yang sudah siap dan mampu

mengembangkannya dengan memperhatikan Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang

Sistem Pendidikan Nasional pasal 36 (Mulyasa, 2007:12).

Pengembangan KTSP dilakukan oleh sekolah berdasarkan Standar Isi yang sudah

ditetapkan pemerintah. KTSP memberi peluang bagi sekolah untuk mengembangkan

kurikulumnya berdasarkan kebutuhan daerah dan karakteristik siswa. KTSP memberikan

kebebasan pada masing-masing sekolah untuk mengatur dan mengembangkan kurikulum

yang digunakannya. Ciri-ciri KTSP menurut Siskandar (dalam Nurhadi, 2004:5) antara lain:

(1) menekankan pada ketercapaian siswa baik secara individual maupun klasikal, (2)

berorientasi pada hasil dan keberagaman, (3) penyampaian dalam pembelajaran

menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi, (4) sumber belajar bukan hanya guru

tetapi sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif, dan (5) penilaian menekankan

pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan suatu kompetensi.

Dalam proses belajar mengajar, guru mengarahkan bagaimana proses belajar mengajar itu

dilaksanakan dengan baik. Oleh karena itu, guru seharusnya dapat membuat suatu pengajaran

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7

603

menjadi lebih efektif dan menarik sehingga bahan pelajaran yang disampaikan akan membuat siswa

merasa senang dan bersemangat dalam belajar.

Dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), guru dituntut lebih kreatif dalam

menggunakan model dan metode pembelajaran inovatif. Model dan metode tersebut diharapkan dapat

membuat siswa lebih bersemangat dalam belajar. Sehingga dapat meningkatkan pemahaman siswa

terhadap materi pembelajaran. Pada akhirnya dapat meningkatkan prestasi siswa.

Pada umumnya media yang digunakan di MI Miftahul Ulum Batu dalam pembelajaran

Perubahan Lingkungan Fisik dan Pengaruhnya, khususnya materi hujan, erosi dan abrasi , hanya

berupa gambar sketsa atau foto saja. Sehingga siswa yang dapat mencapai nilai di atas KKM (Kriteria

Ketuntasan Minimal) belum mecapai 75 %. Sebagai upaya meningkatkan prestasi siswa, maka perlu

dilakukan perbaikan pembelajaran dengan menggunakan media yang sesuai dengan metode yang

sesuai pula.

Beberapa penelitian terdahulu yang telah dilakukan tentang penggunanaan media manipulatif

antara lain oleh Wilujeng (2014) yang menyatakan bahwa IPA berkaitan dengan cara mencari tahu

tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang

berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip.

Sejalan dengan hal diatas ,Edgar Dale (dalam Arief, 1986).mengadakan klasifikasi

pengalaman menurut tingkat dari yang paling konkret ke yang paling abstrak maka tergambarlah

untuk menggunakan media manipulatif agar siswa mendapat gambaran yang lebih kongkrit.

Sementara itu, Muhsetyo, dkk (2007: 2. 31) dalam tulisan Andrean Perdana (2014), mende- finisikan

bahwa “Bahan manipulatif adalah bahan yang dapat dimanipulasikan dengan tangan, diputar,

dipegang, dibalik, dipindah, diatur atau ditata atau dipotong-potong”.

Gambar 1. Kerucut Pengalaman E. Dale

ABSTRAK

KONKRET

verbal

simbol verbal

visual

radio

film

televisi

wisata

partsipasi

demonstrasi

pengalaman langsung

observasi

PENGALAMAN

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,

Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

604

Dari berbagai pendapat di atas, maka penulis memutuskan untuk mengadakan perbaikan

pembelajaran dengan menggunakan media yang kongkrit, yang dapat diamati dan diperagakan

langsung. Maka media yang dipergunakan adalah media manipulatif.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, disertai keinginan meningkatkan

hasil belajar siswa, maka masalah yang timbul adalah : Bagaimana proses pembelajaran yang

menggunakan media manipulatif dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi perubahan

lingkungan fisik dan pengaruhnya di kelas IV MI Miftahul Ulum ?

Berkenaan dengan permasalahan di atas, maka diadakan penelitian tindakan kelas yang

bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa dengan menggunakan media manipulatif sehingga

siswa dapat mencapai nilai Kriteria Ketuntasan Minimal ( KKM )

Metode Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan

menggunakan dua siklus tindakan. Model PTK yang digunakan adalah model Kemmis dan Mc

Taggart (1982) dalam Arikunto (2006) seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 1. Penelitian tindakan

dilakukan dalam siklus spiral, yang terdiri dari 4 tahapan yaitu 1) perencanaan (planning), 2) tindakan

(acting), 3) pengamatan (observing), dan 4) refleksi (reflection).

Gambar 2 Siklus PTK Menurut Kemmis dan Mc Taggart

(Arikunto, 2006: 16)

Pada tahap perencanaan, dilakukan kegiatan menyusun silabus dan Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran (RPP) yang diterapkan di kelas dengan menggunakan media pembelajaran berupa

gambar angin, hujan, kekeringan/ tanah retak-retak dan gelombang air laut untuk diamati siswa. Pada

tahap pelaksanaan, dilakukan penerapan RPP yang sudah disusun pada tahap perencanaan dalam

pembelajaran. Tahap pelaksanaan pembelajaan dilakukan pengamatan oleh observer dengan

menggunakan lembar observasi yang sudah disiapkan. Pada tahap refleksi, peneliti bersama obsever

merinci dan menganalisa permasalahan yang muncul dalam pembelajaran dan mencari solusi

alternatif sebagai upaya penyelesaian masalah. Solusi alternatif tersebut menjadi bahan perbaikan

pembelajaran pada siklus II.

Instrument penelitian adalah butir-butir soal evaluasi untuk mengukur hasil belajar siswa.

Dari butir-butir soal tersebut, diperoleh informasi apakah media yang dipergunakan dalam

pembelajaran dapat meningkatkan hasil belajar siswa atau belum. Untuk evaluasi dilakukan di akhir

pembelajaran. Apabila diperoleh persentase keberhasilan siswa kurang dari 75 % maka akan

Perencanaan

Refleksi Pelaksanaan

Pengamatan

SIKLUS 1

111111111

II1

Perencanaann

Refleksi Pelaksanaan

Pengamatan

SIKLUS 2

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7

605

dilaksanakan pembelajaran siklus II. Akan tetapi, penelitian akan dihentikan apabila persentase

keberhasilan siswa telah mencapai 75 % ke atas.

Hasil Dan Pembahasan

Siklus I

Perencanaan

Pada tahap perencanaan, pertama disusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Siklus I,

dengan menggabungkan Kompetensi Dasar (KD) 10.1 dan KD 10.2, karena saling berkaitan KD 10.1

Mendskripsikan penyebab perubahan lingkungan fisikd, sedangkan KD 10.2 Menjelaskan pengaruh

peubahan lingkungan fisik terhadap daratan. Kemudian KD 10.1 dan KD 10.2 dikembangkan

menjadi enam indikator.

Langkah berikutnya disusun langkah-langkah pembelajaran yang sesuai dengan indikator

yang ingin dicapai. Dengan memberikan apersepsi berupa pertanyaan tentang peristiwa alam yang

diketahui siswa, kemudian merencanakan kegiatan inti, dimana siswa diminta mengamati gambar

angin, hujan, terik matahari/kekeringan, dan gelombang laut. Kemudian didiskusi tentang penyebab

perubahan lingkungan fisik dan pengaruhnya.

Selanjutnya disusun Lembar kerja siswa untuk berdiskusi (LKS kelompok ), dan soal-soal

untuk evaluasi, secara individu. Untuk kelompok, direncanakan tiap kelompok terdiri dari empat

orang. Kemudian mempersiapkan gambar yang yang akan digunakan sebagai alat peraga pada siklus I

ini.

Yang terakhir disusun pedoman observasi. Yang pertama lembar pengamatan tentang

keaktifan siswa dalam mengikuti pembelajaran, dan yang ke dua adalah daftar nilai IPA siklus I.

Pelaksanaan

Pada pelaksanaan pembelajaran, di awal kegiatan, 1). Guru mengecek kehadiran siswa, 2).

Guru bertanya tentang apa saja peristiwa alam yang diketahui siswa. 3). Guru meminta satu atau dua

anak menceritakan pengalaman ketika terjadi hujan, atau ketika ada angin, dll. 4). Guru

memberitahukan tentang tujuan pembelajaran pada hari itu. 5). Guru memberitahukan kegiatan yang

akan dilakukan siswa, yaitu mengamati gambar, berdiskusi dan presentasi perwakilan kelompok.

Pada kegiatan inti, guru membagi kelompok dengan meminta siswa berhitung satu sampai

sepuluh. Karena jumlah siswa ada empat puluh anak, maka terbentuk sepuluh kelompok, setiap

kelompok terdiri dari empat anak. Kemudian siswa secara berkelompok mengamati alat peraga dan

berdiskusi untuk mengisi Lembar Kerja Kelompok, tentang penyebab perubahan lingkungan fisik dan

pengaruhnya terhadap daratan.

Gambar 3: Penyebab perubahan lingkungan fisik daratan

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,

Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

606

Gambar 4: kegiatan siswa berdiskusi dan mempresentasikan hasil diskusi

Selesai berdiskusi, satu siswa perwakilan kelompok mempresentasikan hasil diskusi

kelompoknya, kelompok yang lain mendengarkan dan mencocokkan dengan hasil diskusi kelompok

masing-masing. Dan melengkapi bila menemukan bagian yang belum dipresentasikan.

Dalam kegiatan penutup, guru bersama siswa menyimpulkan tentang materi yang dipelajari,

bahwa penyebab perubahan lingkungan fisik adalah : angin, hujan, matahari dan gelombang laut.

Angin yang bisa menyebabkan kerusakkan lingkungan adalah angin topan, badai, angin tornado, dll.

Hujan bisa menyebabkan banjir, erosi dan longsor. Matahari bisa mengakibatkan kekeringan, tanah

retak-retak, kekurangan air dan kebakaran. Sedangkan gelombang laut bisa mengakibatkan abrasi,

badai dan tsunami.

Kemudian siswa mengerjakan soal evaluasi secara individu. Kemudian untuk mengakhiri

pembelajaran, guru memberikan pesan moral agar siswa senantiasa menjaga kebesihan lingkungan,

dengan membuang sampah pada tempatnya atau menebang pohon secara liar agar tidak terjadi banjir,

longsor atau bencana alam lainnya.

Pengamatan

Dari hasil pengamatan tentang keaktifan siswa, diperoleh data bahwa sebagian besar siswa

aktif dalam menjawab pertanyaan guru, mencari contoh- contoh peristiwa alam yang mempengaruhi

perubahan lingkungan fisik dan pengaruhnya. Ketika siswa berdiskusi, sebagian terlihat lebih aktif

mengeluarkan pendapat. Ada sebagian kecil siswa tampak masih pasif dan perlu bimbingan dalam

membuat simpulan sendiri. Ada sebagian kecil siswa masih harus memperbaiki tugasnya.Sedangkan

untuk ketrampilan bertanya, siswa masih belum mampu bertanya dengan kemauan sendiri. Guru

masih harus memancing dengan pertanyaan untuk menggali informasi dari siswa.

Dari hasil prestasi siswa pada siklus satu ini,nilai rata-rata kelas 72,88. Jumlah siswa yang

mendapat nilai di atas Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) ada 29 siswa dari 40 siswa, berarti ada 11

siswa masih belum tuntas. Sehingga persentase keberhasilan yang dicapai adalah 72,5 %.

Kemungkinan ketidak tuntasan siswa ini disebabkan karena media yang kurang sesuai dengan minat

mereka dan bentuk soal yang hanya berupa soal uraian.

Refleksi

Dari pengamatan pelaksanaan pembelajaran siklus I, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar

siswa masih belum maksimal, karena persentase keberhasilan belum mencapai 75 %. Maka masih

perlu diadakan lagi pembelajaran siklus II, dengan media yang lebih kongkrit bentuk soal yang

variatif, sehingga dapat meningkatkan persentase keberhasilan belajar siswa.

Siklus II

Perencanaan

Perencanaan pembelajaran IPA pada siklus kedua dilaksanakan setelah kegiatan

refleksi siklus 1. Kegiatan yang dilakukan yang pertama adalah : Penyusunan RPP dilakukan

dengan menetapkan Standar Kompetensi (SK) 10 yaitu Memahami perubahan lingkungan

fisik dan pengaruhnya terhadap daratan. KD yang diharapkan adalah KD 10.2 Menjelaskan

pengaruh perubahan lingkungan fisik terhadap daratan (erosi, abrasi, banjir, dan longsor) dan

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7

607

KD 10.3 Mendeskripsikan cara pencegahan kerusakan lingkungan (erosi, abrasi, banjir, dan

longsor). Kemudian KD 10.2 dan KD 10.3 tersebut dikembangkan menjadi empat indikator.

Langkah berikutnya disusun langkah-langkah pembelajaran yang sesuai dengan indikator

yang ingin dicapai. Dengan memberikan apersepsi berupa pertanyaan tentang peristiwa alam dan

pengaruhnya terhadap daratan,yang telah diketahui siswa, kemudian merencanakan kegiatan inti,

dimana siswa diminta mengamati peragaan peristiwa pengikisan oleh air (erosi) dan abrasi dengan

media manipulative. Kemudian berdiskusi untuk mengerjakan lembar kerja siswa secara kelompok.

Selanjutnya disusun Lembar kerja siswa untuk berdiskusi (LKS kelompok ), dan soal-soal

untuk evaluasi, secara individu. Untuk kelompok, direncanakan tiap kelompok terdiri dari empat

orang. Kemudian mempersiapkan alat peraga untuk erosi berupa air dan dua nampan, nampan kesatu

berupa tanah tanpa tumbuhan, nampan kedua berupa tanah dengan tumbuhannya. Sedangkan alat

peraga abrasi berupa tumpukan pasir dan air.

Yang terakhir disusun pedoman observasi. Yang pertama lembar pengamatan tentang

keaktifan siswa dalam mengikuti pembelajaran, dan yang ke dua adalah daftar nilai IPA siklus II

untuk mengukur hasil belajar siswa.

Pelaksanaan

Pada pelaksanaan pembelajaran siklus II ini, di awal kegiatan, pertama guru mengecek

kehadiran siswa, ke dua, guru bertanya tentang apa saja peristiwa alam dan pengaruhnya yang telah

diketahui siswa. Ke tiga, guru memberitahukan tentang tujuan pembelajaran pada hari itu. Ke empat,

guru memberitahukan kegiatan yang akan dilakukan siswa, yaitu mengamati peragaan peristiwa erosi

dan abrasi dengan media manipulatif, kemudian berdiskusi dan presentasi perwakilan kelompok.

Pada kegiatan inti, guru tidak membagi kelompok lagi karena siswa sepakat, kelompoknya

tetap sama dengan pada pembelajaran siklus I. Kemudian siswa secara berkelompok mengamati

peragaan erosi, yaitu ke dua nampan yang berisi tanah tanpa tumbuhan dan nampan tanah dengan

tumbuhan disiram air, airnya dimasukkan ke gelas bening. Siswa diminta membandingkan air dalam

kedua gelas tadi. Kemudian siswa berdiskusi untuk mengisi Lembar Kerja Kelompok, tentang erosi

dan abrasi.

Gambar 5: alat peraga manipulatif erosi dan abrasi

Gambar 6: bukti terjadi erosi/ pengikisan tanah oleh air pada air yang keruh dan abrasi pada

tumpukan pasir yang telah disiram air.

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,

Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

608

Selesai berdiskusi, satu siswa perwakilan kelompok mempresentasikan hasil diskusi

kelompoknya, kelompok yang lain mendengarkan dan mencocokkan dengan hasil diskusi kelompok

masing-masing. Dan melengkapi bila menemukan bagian yang belum dipresentasikan.

Dalam kegiatan penutup, guru bersama siswa menyimpulkan tentang materi yang dipelajari,

bahwa penyebab perubahan lingkungan fisik adalah : angin, hujan, matahari dan gelombang laut.

Angin yang bisa menyebabkan kerusakkan lingkungan adalah angin topan, badai, angin tornado, dll.

Hujan bisa menyebabkan banjir, erosi dan longsor. Matahari bisa mengakibatkan kekeringan, tanah

retak-retak, kekurangan air dan kebakaran. Sedangkan gelombang laut bisa mengakibatkan abrasi,

badai dan tsunami.

Kemudian siswa mengerjakan soal evaluasi secara individu. Yang terakhir, guru memberikan

pesan moral agar siswa senantiasa menjaga kebersihan lingkungan, dengan membuang sampah pada

tempatnya agar tidak terjadi banjir.

Pengamatan

Dari hasil pengamatan pada pembelajaran siklus II ini ada peningkatan keaktifan siswa,

Sebagian besar siswa lebih aktif dalam menjawab pertanyaan guru, mencari contoh- contoh peristiwa

alam yang mempengaruhi perubahan lingkungan fisik dan pengaruhnya. Ketika siswa berdiskusi,

sebagian besar siswa lebih aktif mengeluarkan pendapat. Sehingga guru tidak terlalu sibuk

membimbing diskusi kelompok.

Dari hasil prestasi siswa, pada siklus II ini, terjadi peningkatan rata-rata kelas menjadi 86,15.

Jumlah siswa yang mendapat nilai di atas Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) ada 35 siswa dari 40

siswa, berarti ada 5 siswa yang masih belum tuntas. Sehingga persentase keberhasilan yang dicapai

adalah 87,5 %.

Refleksi

Dari pengamatan pelaksanaan pembelajaran siklus II, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar

siswa telah dapat mencapai hasil yang diharapkan, karena persentase keberhasilan telah mencapai

lebih 75 %. Dengan demikian maka tidak diperlukan lagi siklus III.

Simpulan

Pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan media manipulatif ternyata dapat

meningkatkan aktifitas belajar siswa, membuat siswa lebih termotivasi dalam mengikuti

pembelajaran. Dengan adanya peningkatan partisipasi siswa, maka hasil belajar siswapun dapat

meningkat, seperti terlihat pada table 1 Hasil Belajar Siswa berikut ini :

Tabel 1 Hasil Belajar IPA Siswa Kelas IV

No

Siklus

HASIL BELAJAR

RATA-RATA KETUNTASAN

1 I 72,88 72,5 %

2 II 86,15 87,5 %

Dari table 1 di atas, hasil belajar siswa dan persentase ketuntasan dapat digambarkan dalam

diagram di bawah ini :

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7

609

Gambar 7 : Diagram Hasil Belajar IPA siswa Kelas IV

Dari uraian penelitian di atas maka dapat disimpulkan bahwa : 1. Pemilihan media

pembelajaran sangat mempengaruhi minat siswa untuk ber partisipasi aktif dalam pembelajaran. 2.

Dengan menggunakan media manipulatif dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi

pembelajaran karena dapat memberi gambaran kongkrit tentang materi pembelajaran. 3. Seiring

dengan meningkatnya pemahaman siswa maka akan meningkat pula hasil belajar siswa.

Saran

Saran yang dapat disampaikan adalah agar guru tidak bosan-bosan berinovasi mencoba

berbagai media pembelajaran, terutama dengan menggunakan media yang konkrit, baik berupa benda

asli ataupun benda manipulatif. Agar siswa dapat memahami konsep sesuai dengan fakta-fakta yang

sebenarnya, sehingga dapat menghindari kesalahan konsep pada pemahaman siswa.

Daftar Rujukan

Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT. Rineka Cipta..

Mulyasa, E. 2009. Implementasi KTSP. Jakarta: Bumi Aksara.

Perdana , Andrean. http://hirarkiinside.blogspot.com/2014/08/pengertian-fungsi-dan-contoh-

media.html

Sadiman, Arief, S, dkk. 2002. Media Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Undang – Undang Republik Indonesia, Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

Wilujeng, Insih (2014). Kajian IPA-1.Insan Wicaksana.

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,

Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

610

PEMANFAATAN LIMBAH ANORGANIK MENJADI BENDA KERAJINAN UNTUK

MENINGKATKAN KREATIFITAS MELALUI PROJECT BASED LEARNING PADA

SISWA KELAS VIII-F SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2015 /2016 DI SMP

NEGERI 4 BATU

Sih Dwi Hartuti

SMP Negeri 04 Kota Batu

[email protected]

Abstrak : Permasalahan yang ingin dikaji dalam penelitian ini adalah Bagaimana kreatifitas

siswa dalam memanfaatkan limbah anorganik menjadi benda kerajinan dengan metode Project

Based Learning. Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 4 Batu pada klas 8-F dengan 32 siswa

yang terdiri dari 13 siswa laki-laki dan 19 siswa perempuan pada tahun 2015/2016 Penelitian

ini dilakukan dalam tiga siklus, setiap siklus satu kali pertemuan dengan alokasi waktu 2 kali

40 menit. diharapkan dengan menggunakan metode Preoject Based Learning dapat

meningkatkan kreatifitas siswa

Kata Kunci : kreatifitas belajar siswa, Project Based Learning

Mata Pelajaran Prakarya di SMP/ MTs bertujuan melakukan kemampuan ekspresi kreatif

untuk membentuk kinerja produktif yang diorientasikan pada pengembangan keterampilan, kecekatan,

kecepatan, kerapian dan ketepatan dengan meniru dan merangkai dan membuat karya seni berbasis

pengetahuan dan keterampilan kecakapan hidup seni dan teknologi ( transcience knowledge ) kepada

pemenuhan Prakarya Homeskill sehingga bersumber pada apresiasi teknologi, hasil yang ergonomis

dan aplikatif dalam memanfaatkan lingkungan sekitar dan memperhatikan dampak ekosistem.

Pembelajaran pada mata pelajaran Prakarya menerapkan proses komunikatif interaktif antara

sumber belajar, guru dan siswa untuk saling bertukar informasi. Istilah “Prakarya”adalah suatu

kegiatan yang cenderung memakai pekerjaan tangan, kecakapan melaksanakan dan menyelesaikan

tugas dengan cekat, cepat dan tepat dengan keterampilan tangan. Kata cekat mengandung makna

tanggap terhadap permasalahan yang dihadapi dari sudut pandang karakter, bentuk, sistem dan

perilaku obyek yang diwaspadai. Didalamnya terdapat unsur kreatifitas, keuletan mengubah

kegagalan menjadi keberhasilan ( advercity ) serta kecakapan menanggulangi permasalahan dengan

tuntas. Istilah Cepat merujuk kepada kecakapan mengantisipasi perubahan, mengurangi kesenjangan

kekurangan ( gap ) terhadap masalah, maupun obyek dan memproduksi karya berdasarkan target

waktu terhadap keluasan materi maupun kuantitas sesuai dengan sasaran yang ditentukan. Kata Tepat

menunjukkan kecakapan bertindak secara tepat dan teliti untuk menyamakan bentuk, sistem, kualitas

maupun kuantitas dan perilaku karakteristik obyek atau karya. Prakarya kerajinan berisi kerajinan

tangan membuat ( Creation with innovation ) benda pakai dan atau fungsional berdasarkan asas from

follow function.

Limbah anorganik adalah jenis limbah yang berwujud padat, sangat sulit atau bahkan tidak

bisa untuk diuraikan atau tidak bisa membusuk, limbah anorganik tidak mengandung unsur karbon,

seperti limbah plastik, limbah kemasan makanan/ minuman, limbah kain perca, limbah kaleng dan

limbah kaca ( kemendikbud, 2014 ). Karena sifatnya yang tidak bisa membusuk, tidak bisa terurai

secara alami dan tidak menyerap air sehingga mengakibatkan pencemaran fisik dan beberapa bahan

plastik tertentu juga dapat menyebabkan pencemaran kimiawi.

Limbah anorganik dapat dibedakan menjadi dua, yaitu : 1) limbah anorganik lunak yaitu

limbah yang terdiri atas kandungan bahan yang lentur dan mudah dibentuk atau diolah secara

sederhana, contohnya botol plastik, gelas plastik, kemasan makanan plastik, styrofoam, karet ban dan

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7

611

lain-lain; 2) limbah anorganik keras yaitu limbah yang terdiri atas kandungan bahan yang kuat dan

tidak mudah hancur dengan alat biasa, contohnya pelat besi dari logam, pecahan keramik, botol kaca,

kaleng dan lain-lain ( Kemendikbud 2014:6 ).

Farida ( 2009:1 ), menjelaskan bahwa sisa atau bekas barang yang kita pakai biasanya kita

buang ke tong sampah, segala yang telah terpakai atau karena suatu hal lainnya menjadi sesuatu yang

tak punya nilai lagi. Secara umum orang beranggapan bahwa limbah yang disebut juga sampah

merupakan sumber masalah baik sumber penyakit atau sebagai penyebab banjir.

Sedangkan Endang Purwanti ( 2007:1 ), mengemukakan bahwa limbah atau sampah adalah suatu

bahan yang terbuang dari sumber hasil aktivitas manusia maupun alam yang belum memiliki nilai

ekonomis. Berdasarkan sumbernya sampah berasal dari rumah tangga, pertanian, perkantoran,

perusahaan, rumah sakit dan pasar.

Limbah anorganik tersebut merupakan limbah yang tidak asing bagi kita, setiap hari kita

melihat dan menjumpai barang-barang tersebut bertebaran dijalanan yang mengganggu keindahan,

kenyamanan dan kebersihan lingkungan bahkan dapat menjadi sarang penyakit bila hal tersebut

dibiarkan. Begitu banyaknya limbah anorganik atau sampah tersebut kadang kita tidak terpikirkan

akan membahayakan atau berdampak negatif jangka pendek atau panjang bila kita tidak dapat

memanfaatkan dengan benar. Tetapi tidak selamanya limbah anorganik tersebut membahayakan bagi

kita dan sekitarnya ketika ada tangan terampil mengubah limbah yang tidak berguna menjadi sesuatu

yang bermanfaat sebagai contoh berbagai macam jenis kerajinan dan hiasan rumah tangga yang dapat

dibuat dari bahan limbah anorganik selain itu jika limbah digunakan/ dimanfaatkan dengan benar

dapat mengurangi pencemaran lingkungan.

Sehubungan dengan masalah diatas, pada semester genap siswa kelas VIII memperoleh

materi pelajaran tentang pembuatan kerajinan dari limbah anorganik, hal ini sangat mendukung siswa

untuk peduli terhadap lingkungannya, kreatif dalam memanfaatkan limbah anorganik dan dituntut

langsung atau tidak langsung untuk mendayagunakan limbah yang ada disekitarnya. Dengan demikian

siswa sudah berperan aktif dalam mengurangi jumlah limbah anorganik serta menyelamatkan

lingkungan dari bahaya limbah anorganik yang sulit terurai.

Pemanfaatan limbah anorganik bermacam-macam tergantung orang mengolah. Kita mengenal

prinsip pengolahan limbah anorganik yang dikenal dengan istilah 3R yaitu : 1) Mengurangi ( reduce )

yaitu meminimalisir barang atau material yang kita pergunakan, semakin banyak kita menggunakan

material semakin banyak sampah yang dihasilkan. 2) Menggunakan kembali ( reuse ) yaitumemilih

barang-barang yang bisa dipakai kembali, untuk itu hindari pemakaian barang-barang yang sekali

pakai lau buang. 3) Mendaur ulang ( recycle ) yaitu pemrosesan kembali bahan yang pernah dipakai

menjadi produk baru ( Kemendikbud 2014:8 ). Dari limbah anorganik yang ada dapat dimanfaatkan

menjadi bahan dasar pembuatan kerajinan ada juga yang dimanfaatkan menjadi benda

kerajinan. Dalam pembelajaran ini siswa diberi kesempatan untuk berani berkreasi dan kreatif

membuat hiasan dinding dengan menggunakan metode pembelajaran Project Based Learning (PBL)

Project Based Learning adalah Pembelajaran berbasis proyek yang menggunakan masalah

sebagai langkah awal dalam mengumpulkan pengetahuan baru berdasarkan pengalamannya dalam

beraktifitas secara nyata. Dalam pembelajaran berbasis proyek, siswa diberi kesempatan untuk

menggali konten ( materi ) dengan menggunakan berbagai cara yang bermakna bagi dirinya dan

melakukan eksperimen secara kolaborasi, dengan banyak melakukan eksperimen yang dipandu oleh

guru dan siswa terus berani mencoba untuk tidak takut gagal maka kreativitas siswa akan muncul.

Project Based Learning dipilih dalam kegiatan pembelajaran karena didalamnya siswa secara individu

atau kelompok dapat mengembangkan dan meningkatkan kreatifitasnya.

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,

Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

612

Metode Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Menengah Pertama Negeri 4 Batu yang beralamatkan di

jalan Diponegoro desa Tulungrejo kecamatam Bumiaji kota Batu, Tahun Pelajaran 2015/ 2016

Semester Genap. Penelitian ini dilaksanakan pada pertengahan bulan Maret sampai pertengah bulan

Mei 2016. dengan tiga siklus dengan alokasi waktu 3 kali pertemuan ( setiap kali pertemuan 2 jam

pelajara x 40 menit ).

Sesuai dengan jenis penelitian yang dipilih yaitu penelitian ini menggunakan dua siklus yang

terdiri empat tahap meliputi perencanaan, tindakan, pengamatan dan refleksi. Siklus I melalui media

limbah anorganik yang ditunjukkan guru siswa dapat merancang atau medesain satu produk kerajinan

berupa hiasan dinding. Siklus II dengan rancangan/ desain yang sudah dibuat siswa dilanjutkan

dengan kegiatan proses pembuatan kerajinan, dan siklus ini siswa mulai menunjukkan sikap yang

aktif. Siklus III dengan ditunjukkan berbagai macam limbah anorganik dilingkungan sekolah dan

sekitarnya, siswa menunjukkan sikap aktif, kreatif dan inovatif dalam menciptakan produk kerajinan.

Subyek penelitian adalah seluruh siswa kelas VIII-F yang berjumlah 32 siswa terdiri dari 13

siswa laki-laki dan 19 siswa perempuan.

Hasil Dan Pembahasan

Siklus I

Pada kegiatan siklus 1, Guru menyiapkan perangkat mengajar diantaranya Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran (RPP), Lembar Kerja Siswa, lembar penelitian, lembar observasi aktivitas siswa,

catatan lapangan, pedoman pengamatan mengajar guru, angket berupa daftar pertanyaan penjajakan

sebelum siswa menerima materi pelajaran tentang kerajinan dari limbah anorganik. Dari hasil angket

menunjukkan bahwa pengetahuan siswa menunjukkan 90% siswa sudah mengetahui dan mengenal

tentang limbah anorganik, sikap peduli dan sadar lingkungan terhadap limbah disekitarnya masih

menunjukkan 54% sedangkan rasa ingin tahu dan tertarik untuk memanfaatkan limbah anorganik

masih rendah yaitu 56% . Hal ini menunjukkan bahwa siswa perlu mendapatkan motivasi untuk

meningkatkan rasa sadar, rasa peduli dalam berkreasi.

Pada pelaksanaan pembelajaran guru melakukan proses pembelajaran sesuai dengan RPP

yang telah disusun. Secara garis besar pelaksanaan pembelajaran terdiri dari kegiatan awal

(Pendahuluan), kegiatan inti dan kegiatan akhir/ penutup. Kegiatan pembelajaran diawali dengan

pemberian motivasi pada siswa dengan menunjukkan beberapa hasil produk kerajinan dari limbah

anorganik pada siswa diharapkan dapat menambah wawasan untuk berpikir kreatif, untuk

menumbuhkan/membangkitkan kreatifitas siswa yang terpendam, untuk sadar dan peduli terhadap

lingkungan, sehingga siswa mengerti tentang manfaat limbah secara ekonomis jika diolah dengan baik

dan tepat akan dapat meminimalisir tingkat pencemaran. Setelah pemberian motivasi, guru

menanyakan pada siswa yaitu : “siapa yang belum paham tentang manfaat limbah anorganik ?”,

hampir semua siswa tidak ada yang mengacung dan pada saat guru menanyakan:” siapa yang tertarik

tentang materi kerajinan limbah anorganik ?” hampir semua siswa mengacungkan jari, hal ini

menunjukkan rasa ingin tahunya sangat tinggi sebagai bukti siswa ingin melihat secara langsung

benda kerajinan tersebut. Kegiatan dilanjutkan dengan menjelaskan tujuan pembelajaran yang akan

dicapai hari ini, agar siswa tahu atau fokus terhadap pembelajaran yang akan disampaikan guru

selanjutnya siswa membenttuk kelompok untuk mengerjakan tugas selanjutnya

Setelah siswa duduk sesuai kelompoknya, siswa diberi lembar pengamatan. Pada kegiatan inti

diawali dengan meminta siswa untuk mengamati produk kerajinan yang telah diterima secara

berkelompok, yaitu kelompok 1 mendapat benda berupa pesawat terbang, kelompok 2 mendapat

benda berupa tas, kelompok 3 mendapat benda berupa kapal, kelompok 4 mendapat benda berupa

mobil, kelompok 5 mendapat benda berupa robot, kelompok 6 mendapatkan benda berupa perahu,

kelompok 7 mendapat benda berupa dompet dan kelompok 8 mendapat benda berupa kap lampu.

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7

613

Siswa diberi tugas untuk mengamati produk kerajinan yang diterimanya kemudian mengidentifikasi

mulai dari bentuk limbah, jenis limbah, jenis kerajinan dan teknik pembuatan kerajinan dari limbah

anorganik.

Hasil Pengamatan yang telah dilakukan siswa menunjukkan bahwa 98% siswa sudah dapat

mengidentifikasi benda kerajinan tersebut dengan benar sedangkan pada pengamatan langlah-langkah

pembuatan kerajinan siswa masih menunjukkan tingkat kesulitan pada saat mendiskripsikannya

demikian juga saat mendesain benda kerajinan tersebut.

Dari hasil identifikasi tersebut dapat digunakan sebagai bahan acuan / sumber inspirasi,

selanjutnya siswa secara individu mulai merancang satu produk kerajinan dari limbah anorganik yang

memiliki nilai guna atau nilai hias dari bahan yang sama atau modifikasinya secara terperinci dan

sistematis.

Desain yang dibuat dari 32 siswa semuanya berbeda-beda dan bervariasi mulai dari yang bernilai hias

sampai bernilai guna, dari yang sederhana sampai yang sulit teknik pembuatannya, hasil desain

produk kerajinan siswa kemudian didiskusikan dalam satu kelompok dengan tujuan mendapatkan

masukan desain yang telah dibuat. Dari 4 desain dalam satu kelompok yang dinilai bagus, unik dan

memiliki nilai seni yang tinggi dipilih untuk dipraktikkan dalam satu kelompok sehingga dalam satu

kelas menghasilkan 8 produk kerajinan.

Desain kelompok 1 berupa robot mainan yang terbuat dari botol plastik air mineral yang

bervariasi bentuk dan ukuran untuk bagian badan, kaki, tangan dan sayap sedangkan kepalanya

berasal dari toples kue dari bahan mika plastik yang dirancang sedemikian rupa dengan assesoris

antena pada bagian kepala dan lampu serta suara, teknik yang digunakan adalah teknik potong

sambung. Keunikan dari desain produk kerajinan kelompok ini adalah ada rangkaian listrik berupa

lampu dan suara diharapkan robot ini seakan bisa hidup. Berikut desain yang dibuat kelompok 1

Keterangan :

1. Bagian kepala terbuat dari bahan toples mika tempat menaruh

rangkaian lisltrik sehingga muncul suara dan lampu.

2. Badan terbuat dari bahan botol plastik yang ditata terbalik

Merekatkan tangan, kaki dan sayap

3. Tangan dan kaki disambung utuh

4. Bagian sayap disambung pada bagian belakang badan dengan

dipotong menjadi dua bagian yang sama

5. Antena dibuat dari kawat yang direkatkan pada kepala robot

Sedangkan desain kelompok 4 berupa baju pesta dari bahan plastik bening yang biasanya digunakan

untuk membungkus camilan bagian luar, plastik ini juga bervariasi ukuran dan teksturnya. Teknik

yang dipakai untuk membuat baju pesta ini adalah teknik jahit dan teknik tempel dengan pemakaian

assesoris manik-manik untuk mempercantik hasil rancangan. Berikut desain kelompok 4 :

Keterangan :

1. Gaun terdiri dari dua bagian yaitu bagian atas terbuat dari kain tile

untuk menguatkan jahitan rok bawah

2. Bagian rok dengan model kerut keliling

3. Untuk menutupi bagian sambungan bahu dan pinggang ditutup

Bunga plastik selain itu sebagai asesoris

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,

Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

614

Pada akhir kegiatan inti masing-masing perwakilan kelompok mempresentasikan hasil

desainnya didepan kelas. Dari hasil pengamatan guru menunjukkan bahwa dari 32 siswa dapat

diperoleh hasil sebagai berikut :

Tabel hasil penilaian kreatifitas siswa

No Tingkat Kreatifitas Jumlah Siswa Hasil yang diperoleh

1 Sangat kreatif 5 16 %

2 Kreatif 14 43 %

3 Kurang kreatif 13 41 %

Pada kegiatan penutup guru memberi penghargaan/reward pada siswa yang telah berhasil

mengerjakan tugas dengan harapan siswa secara individu/kelompok memperoleh kebanggaan dari

hasil karya sendiri juga dapat memperbaiki hasil kerjanya bila masih ada perbaikan dan bagi siswa

yang lain dapat memberi masukan untuk memperbaiki pekerjaannya dari hasil pembelajaran yang

diberikan guru menyimpulkan hasil kerja siswa dan kreatifitas rancangan siswa kemudian dilakukan

refleksi yang berkaitan dengan materi hari ini dan materi berikutnya.

Dengan memberi pertanyaan seperti “ Bandingkan hasil desain awalmu dengan hasil desain

setelah didiskusikan !” atau “ Puaskah kalian dengan desain yang kamu buat ?” apabila belum puas

atau kurang puas siswa diperbolehkan untuk memperbaiki desain dirumah untuk pertemuan

berikutnya siswa siap membuat kerajinan sesuai dengan desain yang dibuat. Pada saat kegiatan

pembelajaran berlangsung, guru bersama teman sejawat (observer) melaksanakan pengamatan selama

siswa belajar dan segala sesuatu yang terjadi pada proses pembelajaran untuk memperoleh data

dengan instrumen non tes tentang kreatifitas siswa dan keaktifan siswa.

Data yang terkumpul baik dari instrumen tes maupun non tes diolah, dianalisis dan

disimpulkan. Hasil pengolahan data digunakan untuk dijadikan pengambilan keputusan tentang

kelanjutan penelitian pada siklus 2

Siklus 2

Pada kegiatan siklus 2, Guru menyiapkan perangkat mengajar diantaranya Rencana

Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) siklus 2, Lembar Kerja Siswa, lembar observasi kreatifitas siswa,

catatan lapangan, pedoman pengamatan mengajar guru. Dari hasil pengamatan siklus 1 menunjukkan

bahwa kreatifitas siswa masih tergolong rendah, hal ini dibuktikan 16% siswa sangat kreatif, 43 %

kreatif sedangkan 41 % kurang kreatif. Oleh sebab itu siswa perlu mendapatkan motivasi terbimbing

untuk dapat mengembangkan kreasifitasnya.

Pada kegiatan pelaksanaan pembelajaran guru melakukan sesuai dengan RPP yang telah

disusun untuk siklus 2. Secara garis besar pelaksanaan pembelajaran terdiri dari kegiatan awal

(Pendahuluan), kegiatan inti dan kegiatan akhir/ penutup

Kegiatan pembelajaran diawali dengan pemberian motivasi pada siswa agar lebih

mengembangkan kreatifitasnya dan berinovasi dalam berkarya untuk mewujudkan desain yang dibuat.

Setelah pemberian motivasi, guru menanyakan pada siswa yaitu : “Siapa yang tidak membawa bahan,

alat dan desainnya ?”, hampir semua siswa tidak ada yang mengacung dan pada saat guru

menanyakan:” Siapa yang membawa limbah anorganik lebih dari satu macam?” hampir semua siswa

mengacungkan jari, hal ini menunjukkan bahwa siswa sudah siap untuk praktik dan berkarya.

Kegiatan dilanjutkan dengan menjelaskan tujuan pembelajaran yang akan dicapai hari ini,

agar siswa tahu atau fokus terhadap pembelajaran yang akan disampaikan guru selanjutnya siswa

mengerjakan tugas seperti desain yang telah dibuatnya, secara berkelompok.

ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7

615

Pada kegiatan inti, siswa duduk sesuai kelompoknya, siswa bekerja sesuai dengan langkah-

langkah kerja pada lembar kerja yang dibuat, meliputi persiapan, proses dan hasil berupa produk

kerajinan.

Siswa bekerja sesuai dengan tugasnya masing-masing dan dari 8 kelompok ada dua kelompok

yang anggotanya ada yang tidak membawa bahan praktik dengan lengkap yaitu kelompok 2 dan

kelompok 8. Untuk 6 kelompok yang lengkap bahan dan peralatannya dapat bekerja dengan tertib

sesuai dengan langkah-langkah kerja yang dibuatnya dengan semanangat dan penuh keaktifan,

sedangkan dua kelompok yang bahan atau peralatan yang kurang lengkap dapat mempengaruhi

selama kegiatan proses sehingga bekerjanya kurang maksimal.

Selama kegiatan siklus 2 keaktifan siswa mulai nampak dengan baik tetapi kendala yang

dihadapi ialah waktu tatap muka yang kurang sehingga pekerjaan siswa hanya mencapai 75 % dari

desain yang diharapkan. Hal ini dapat dilihat dari presentasi masing-masing kelompok sebagai

laporan hasil kerja selama siklus 2 berlangsung. Pada saat kelompok mempresentasi hasil karyanya

maka kelompok lainnya dapa memberi kritik dan saran untuk langkah penyelesaiannya agar lebih

bagus dan lebih sempurna. Kerja kelompok siswa dapat tercapai dengan sempurna apabila sudah

sesuai dengan kreteria penilaian yang ditentukan oleh guru dan pengamat.

Dari hasil pengamatan guru, menunjukkan bahwa dari 32 siswa dapat diperoleh hasil sebagai

berikut :

Tabel hasil penilaian kreatifitas siswa/kelompok

No Tingkat Kreatifitas Jumlah kelompok Hasil yang diperoleh

1 Sangat kreatif 3 4 %

2 Kreatif 3 4 %

3 Kurang kreatif 2 2 %

Pada kegiatan penutup guru memberi penghargaan/reward pada siswa yang telah berhasil

menyelesaikan pekerjaanya sesuai dengan desain yang dibuat secara tuntas, dengan harapan siswa

secara individu memperoleh kebanggaan dari hasil karya yang dibuatnya juga dapat memperbaiki

hasil kerjanya bila masih ada yang belum selesai dan bagi siswa yang lain dapat menerima masukan

untuk memperbaiki pekerjaannya dari hasil pembelajaran yang diberikan guru menyimpulkan hasil

kerja siswa untuk selanjutnya dilakukan refleksi yang berkaitan dengan materi hari ini dan materi

berikutnya, dengan memberi pertanyaan pada siswa : “Adakah kesulitan dalam mengerjakan benda

kerajinannya ?”, “Siapa yang belum dapat menyelesaikan hasil karyanya ?” atau “ Siapa yang sudah

menyelesaikan pekerjaannya ?” apabila masih ada siswa yang belum menyelesaikan sesuai dengan

desain mereka, maka dapat diselesaikan dirumah dengan tenggang waktu dua hari setelah tatap muka.

Pada saat kegiatan pembelajaran berlangsung, guru bersama teman sejawat (observer)

melaksanakan pengamatan kegiatan selama siswa belajar dan segala sesuatu yang terjadi selama

proses pembelajaran untuk memperoleh data dengan instrumen non tes tentang kreatifitas siswa dan

keaktifannya

Siklus 3

Pada siklus 3, adanya peningkatan yang cukup baik tentang kreatifitas siswa hal ini

ditunjukkan dari hasil pengamatan dari siklus 2 ke siklus 3 dengan presentase dari 66 % menjadi 85

% selain itu ada dampak positif dari siswa yang mengarah pada kepedulian terhadap lingkungan

sekolah diantaranya : 1) limbah anorganik yang berserakan disekitar sekolah semakin berkurang

setiap hari, 2) lingkungan kelas dan sekitarnya menjadi bersih, 3) pencemaran limbah anorganik

disekolah dapat diminimalisir, 4) siswa sudah memiliki kebiasaan hidup bersih dan hidup sehat, 5)

siswa mulai belajar mendisiplinkan diri dengan membuat peraturan kelas yaitu bagi yang membuang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI,

Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur

616

sampah tidak pada tempatnya akan dikenai sangsi/ denda, 6) siswa memiliki jiwa kepedulian

terhadap limbah anorganik sekecil apapun untuk dimanfaatkan menjadi sesuatu yang berguna. Hasil

dari proses pembuatan produk kerajinan limbah anorganik

Kesimpulan

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa metode Project Based Learning dapat

meningkatkan kreatifitas siswa dalam memanfaatkan limbah anorganik pada siswa kelas VIII, SMP

Negeri 4 Batu. Dengan demikian SMP Negeri 4 Batu turut menjaga kelestarian alam dan pencemaran

lingkungan dengan sikap peduli siswa dan warga sekolah.

Daftar Rujukan

Anita Van Saan. 2008. 90 Kerajinan Tangan. Solo : PT Tiga Serangkai

Bagas Shinugi. 2009. Aneka Kreasi dari botol. Jakarta : PT Mediantara Semesta

DEPDIKBUD. 2012. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Pusbinbang Bahasa Balai Pustaka

Dewi Agustina. 2012. Kreatif dengan Tas Kresek. Yogjakarta : PT Andi

E Kristin Siregar. 2009. Aneka Kerajinan dari Kain Perca. Bandung : PT Karya Kita

Endang Purwanti. 2007. Sampah menjadi Uang. Klaten : PT Saka Mitra Kompetensi

Farida. 2009. Daur Ulang Limbah. Surabaya : PT Iranti Mitra Utama

Haneda Ananta dan Endah Sudjihati. 2010. Kreasi Trendi Sulaman Perca. Jakarta : PT Kriya Pustaka

Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. 2013. Implementasi Kurikulum 2013. Jakarta : Politeknik

Negeri Media Kreatif

Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. 2013. Prakarya untuk SMP/MTs kelas VIII Semester 2.

Jakarta : Politeknik Negeri Media Kreatif

Suciati Paresti, dkk. 2014. Prakarya SMP/MTs kelas VIII Semester 2. Jakarta : Kemendikbud RI.