mekanisme

4
Bintil merah pada kulit Patomekanisme terjadinya bintul merah pada kulit dapat dijelaskan dengan respon imun yang melibatkan peranan limfosit, langerhans epidermal, eosinofil, dan IgE secara global. Leung (1996) menyatakan mekanisme timbulnya reaksi radang tergantung pada IgE sudah terpapar dengan alergen, sel mast yang permuakaannya mengandung IgE akan mengeluarkan beberapa mediator, sitokin, dan faktor kemotaktik leukosit (immediate reaction) setelah itu timbul late cphase reaction (LPR) yang juga dipengaruhi oleh IgE dan ditandai dengan timbulnya beberapa molekul adhesi pada endotel pembuluh darah sehingga menimbulkan infiltrat sel eosinofil, netrofil, sel mononuklear ke jaringan setempat yang akan menimbulkan reaksi radang IL-1 dan TNF-a berperan timbulnya molekul ELAM-1, ICAM-1, dan VCAM-1 sehingga terjadinya infiltrasi sel leukosit ke jaringan yang meradang tersebur, sehingga mengakibatkan bertambahnya sel radang di tempat tersebut. Selain itu, didapatkan pula adanya korelasi peningkatan jumlah VCAM-1 dengan jumlah sel eosinofil termasuk MBP, EPO, ECP dan disimpulkan bahwa ekspresi VCAM-1 akan meningkatkan pengumpulan dan infiltrat sel-sel eosinofil ke tempat radang , sehingga memperburuk lesi dermatitis atopik. Ekspresi molekul adhesi ini dapat dihambat oleh antibodi IL-1 dan TNF-a akan meningkatkan jumlah sel-sel radang ke tempat terjadinya radang. Terjadinya kelainan kulit pada dermatitis atopik juga ditentukan oleh adanya trauma pada kulit. Trauma makanis pada keratinosit menyebabkan dikeluarkannya sitokin yang dapat

Upload: ahmad-syafaat-sp

Post on 15-Feb-2016

216 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

scsc

TRANSCRIPT

Page 1: mekanisme

Bintil merah pada kulit

Patomekanisme terjadinya bintul merah pada kulit dapat dijelaskan dengan respon

imun yang melibatkan peranan limfosit, langerhans epidermal, eosinofil, dan IgE secara global.

Leung (1996) menyatakan mekanisme timbulnya reaksi radang tergantung pada IgE sudah

terpapar dengan alergen, sel mast yang permuakaannya mengandung IgE akan mengeluarkan

beberapa mediator, sitokin, dan faktor kemotaktik leukosit (immediate reaction) setelah itu

timbul late cphase reaction (LPR) yang juga dipengaruhi oleh IgE dan ditandai dengan timbulnya

beberapa molekul adhesi pada endotel pembuluh darah sehingga menimbulkan infiltrat sel

eosinofil, netrofil, sel mononuklear ke jaringan setempat yang akan menimbulkan reaksi

radang IL-1 dan TNF-a berperan timbulnya molekul ELAM-1, ICAM-1, dan VCAM-1 sehingga

terjadinya infiltrasi sel leukosit ke jaringan yang meradang tersebur, sehingga mengakibatkan

bertambahnya sel radang di tempat tersebut. Selain itu, didapatkan pula adanya korelasi

peningkatan jumlah VCAM-1 dengan jumlah sel eosinofil termasuk MBP, EPO, ECP dan

disimpulkan bahwa ekspresi VCAM-1 akan meningkatkan pengumpulan dan infiltrat sel-sel

eosinofil ke tempat radang , sehingga memperburuk lesi dermatitis atopik. Ekspresi molekul

adhesi ini dapat dihambat oleh antibodi IL-1 dan TNF-a akan meningkatkan jumlah sel-sel

radang ke tempat terjadinya radang.

Terjadinya kelainan kulit pada dermatitis atopik juga ditentukan oleh adanya trauma

pada kulit. Trauma makanis pada keratinosit menyebabkan dikeluarkannya sitokin yang dapat

menginduksi peradangan melalui pelepasan IL-1, TNF-a, dan IL-4. Sitokin tersebut selanjutnya

menginduksi molekul adhesi (misalnya ELAM-1, ICAM-1 dan VCAM-1) yang menyebabkan

limfosit, makrofag, dan eosinofil masuk ke dalam peradangan kulit.

Faktor pelepasan histamin ditemukan untuk mengaktivasi basofil melalui peningkatan

IgE. Jadi penderita yang hipersensitif terhadap makanan dan terpajan untuk memproduksi

antigen sitokin (faktor pelepasan histamin) interaksi dengan IgE akan mengikat pada

permukaan basofil dan menyebabkan terjadinya pelepasan histamin. Proses inflamasi terjadi

saat mediator histamin dilepaskan ketika antigen memasuki area kulit yang spesifik. Secara

lokal, histamin yang dilepaskan akan menimbulkan vasodilatasi yang menginduksi timbulnya

Page 2: mekanisme

kemerahan dan peningkatan permeabilitas kapiler setempat sehingga dalam beberapa menit

kemudian akan terjadi pembengkakan pada area yang berbatas jelas.

Histamine yang ada dalam tubuh berasal dari mastosit dan basofil. Aktifitas histamine

terjadi bila histamine berikatan dengan reseptor pada target cell. Histamine dapat

menyebabkan sel endothel memproduksi relaksan otot polos seperti prostasiklin dan oxida

nitrat yang mengakibatkan vasodilatasi. Aktivitas histamine ini juga menimbulkan edema,

flushing, dan pruritus sebagai triple response of lewis. Histamine juga menarik eosinofil dan

neutrofil ke arah tertentu (chemotaksis). Pelepasan neutrofil yang keluar dari pembuluh darah

menuju ke jaringan yang mengalami inflamasi mengakibatkan terjadinya edema oleh neutrofil

yang dipusatkan pada lokasi inflamasi. Histamine ini juga bersifat gatal sehingga bercak merah

yang dialami penderita juga diiringi oleh sensasi pruritus. Histamin tersebut merangsang sel-sel

saraf pada kulit sehingga menimbulkan rasa gatal.

Gatal

Di kulit terdapat sel-sel langerhans dan keratinosit (APC) ketika sel-sel ini tersensitisasi

antigen seperti zat kimia, protein, fungus ( factor endogen/eksogen ). Sel langerhans kemudian

akan membawa antigen sel T ke sel mast. Sel mast yang berikatan dengan antigen melalui IgE

mengalami degranulasi, melepaskan cytokine – cytokine atau kemokin - kemokin pruritogenik

seperti bradikinin, triptase, prostaglandin, histamin, leukotrien, endotelin, & TNF-α. Sementara

itu, sel T juga melepaskan cytokine – cytokine atau kemokin - kemokin pruritogenik seperti IL-3,

IL-2, dan IL-6. Reseptor – reseptor yang berafinitas tinggi terhadap mediator – mediator

pruritogenik (pruriseptor) di neuron afferen primer (A delta fibers & C fibers) menghantarkan

stimulus tersebut melalui ‘intracellular signaling’ dari perifer ke Ganglia Basalis Dorsalis

kemudian sinyal diteruskan ke Lamina I Kornu Dorsalis dari medula spinalis, setelah melewati

sisi kontralateral, sinyal dihantarkan ke CNS, tepatnya di thalamus. Dari thalamus stimulus

diteruskan ke anterior cingulate cortex (ACC), insular cortex (Insula), and primary and

secondary somatosensory cortices (SI, SII). Menghasilkan persepsi gatal. Respon motoris

diterima di SMA, supplementary motor area; PMA, premotor area; PF, prefrontal cortex;

Page 3: mekanisme

OrbitoF, orbitofrontal cortex; PAG, periaqueductal gray. Sehingga, menyebabkan respon

menggaruk (di kulit).

Cytokine – cytokine atau kemokin – kemokin pruritogenik seperti bradikinin, triptase,

prostaglandin, histamin, leukotrien, endotelin, dan TNF-α, mediator-mediator ini memiliki

kemampuan untuk meningktakan permebailitas pembuluh darah dan vasodilatasi pembuluh

darah. Sementara sel T juga melepaskan cytokine – cytokine atau kemokin - kemokin

pruritogenik seperti IL-31, IL-2, dan IL-6, sitok\in-sitokin ini berfungsi dalam perekrutan sel-sel

radang. Sehingga meneyebabkan eritema pada kulit.