mekanisme
DESCRIPTION
scscTRANSCRIPT
Bintil merah pada kulit
Patomekanisme terjadinya bintul merah pada kulit dapat dijelaskan dengan respon
imun yang melibatkan peranan limfosit, langerhans epidermal, eosinofil, dan IgE secara global.
Leung (1996) menyatakan mekanisme timbulnya reaksi radang tergantung pada IgE sudah
terpapar dengan alergen, sel mast yang permuakaannya mengandung IgE akan mengeluarkan
beberapa mediator, sitokin, dan faktor kemotaktik leukosit (immediate reaction) setelah itu
timbul late cphase reaction (LPR) yang juga dipengaruhi oleh IgE dan ditandai dengan timbulnya
beberapa molekul adhesi pada endotel pembuluh darah sehingga menimbulkan infiltrat sel
eosinofil, netrofil, sel mononuklear ke jaringan setempat yang akan menimbulkan reaksi
radang IL-1 dan TNF-a berperan timbulnya molekul ELAM-1, ICAM-1, dan VCAM-1 sehingga
terjadinya infiltrasi sel leukosit ke jaringan yang meradang tersebur, sehingga mengakibatkan
bertambahnya sel radang di tempat tersebut. Selain itu, didapatkan pula adanya korelasi
peningkatan jumlah VCAM-1 dengan jumlah sel eosinofil termasuk MBP, EPO, ECP dan
disimpulkan bahwa ekspresi VCAM-1 akan meningkatkan pengumpulan dan infiltrat sel-sel
eosinofil ke tempat radang , sehingga memperburuk lesi dermatitis atopik. Ekspresi molekul
adhesi ini dapat dihambat oleh antibodi IL-1 dan TNF-a akan meningkatkan jumlah sel-sel
radang ke tempat terjadinya radang.
Terjadinya kelainan kulit pada dermatitis atopik juga ditentukan oleh adanya trauma
pada kulit. Trauma makanis pada keratinosit menyebabkan dikeluarkannya sitokin yang dapat
menginduksi peradangan melalui pelepasan IL-1, TNF-a, dan IL-4. Sitokin tersebut selanjutnya
menginduksi molekul adhesi (misalnya ELAM-1, ICAM-1 dan VCAM-1) yang menyebabkan
limfosit, makrofag, dan eosinofil masuk ke dalam peradangan kulit.
Faktor pelepasan histamin ditemukan untuk mengaktivasi basofil melalui peningkatan
IgE. Jadi penderita yang hipersensitif terhadap makanan dan terpajan untuk memproduksi
antigen sitokin (faktor pelepasan histamin) interaksi dengan IgE akan mengikat pada
permukaan basofil dan menyebabkan terjadinya pelepasan histamin. Proses inflamasi terjadi
saat mediator histamin dilepaskan ketika antigen memasuki area kulit yang spesifik. Secara
lokal, histamin yang dilepaskan akan menimbulkan vasodilatasi yang menginduksi timbulnya
kemerahan dan peningkatan permeabilitas kapiler setempat sehingga dalam beberapa menit
kemudian akan terjadi pembengkakan pada area yang berbatas jelas.
Histamine yang ada dalam tubuh berasal dari mastosit dan basofil. Aktifitas histamine
terjadi bila histamine berikatan dengan reseptor pada target cell. Histamine dapat
menyebabkan sel endothel memproduksi relaksan otot polos seperti prostasiklin dan oxida
nitrat yang mengakibatkan vasodilatasi. Aktivitas histamine ini juga menimbulkan edema,
flushing, dan pruritus sebagai triple response of lewis. Histamine juga menarik eosinofil dan
neutrofil ke arah tertentu (chemotaksis). Pelepasan neutrofil yang keluar dari pembuluh darah
menuju ke jaringan yang mengalami inflamasi mengakibatkan terjadinya edema oleh neutrofil
yang dipusatkan pada lokasi inflamasi. Histamine ini juga bersifat gatal sehingga bercak merah
yang dialami penderita juga diiringi oleh sensasi pruritus. Histamin tersebut merangsang sel-sel
saraf pada kulit sehingga menimbulkan rasa gatal.
Gatal
Di kulit terdapat sel-sel langerhans dan keratinosit (APC) ketika sel-sel ini tersensitisasi
antigen seperti zat kimia, protein, fungus ( factor endogen/eksogen ). Sel langerhans kemudian
akan membawa antigen sel T ke sel mast. Sel mast yang berikatan dengan antigen melalui IgE
mengalami degranulasi, melepaskan cytokine – cytokine atau kemokin - kemokin pruritogenik
seperti bradikinin, triptase, prostaglandin, histamin, leukotrien, endotelin, & TNF-α. Sementara
itu, sel T juga melepaskan cytokine – cytokine atau kemokin - kemokin pruritogenik seperti IL-3,
IL-2, dan IL-6. Reseptor – reseptor yang berafinitas tinggi terhadap mediator – mediator
pruritogenik (pruriseptor) di neuron afferen primer (A delta fibers & C fibers) menghantarkan
stimulus tersebut melalui ‘intracellular signaling’ dari perifer ke Ganglia Basalis Dorsalis
kemudian sinyal diteruskan ke Lamina I Kornu Dorsalis dari medula spinalis, setelah melewati
sisi kontralateral, sinyal dihantarkan ke CNS, tepatnya di thalamus. Dari thalamus stimulus
diteruskan ke anterior cingulate cortex (ACC), insular cortex (Insula), and primary and
secondary somatosensory cortices (SI, SII). Menghasilkan persepsi gatal. Respon motoris
diterima di SMA, supplementary motor area; PMA, premotor area; PF, prefrontal cortex;
OrbitoF, orbitofrontal cortex; PAG, periaqueductal gray. Sehingga, menyebabkan respon
menggaruk (di kulit).
Cytokine – cytokine atau kemokin – kemokin pruritogenik seperti bradikinin, triptase,
prostaglandin, histamin, leukotrien, endotelin, dan TNF-α, mediator-mediator ini memiliki
kemampuan untuk meningktakan permebailitas pembuluh darah dan vasodilatasi pembuluh
darah. Sementara sel T juga melepaskan cytokine – cytokine atau kemokin - kemokin
pruritogenik seperti IL-31, IL-2, dan IL-6, sitok\in-sitokin ini berfungsi dalam perekrutan sel-sel
radang. Sehingga meneyebabkan eritema pada kulit.