mekanisme evolusi
Embed Size (px)
TRANSCRIPT

27 Januari 2015
SEKOLAH MENENGAH ATAS
SMA NEGERI 1 JONGGOL
Jalan Sukasirna Nomor 36 Kecamatan Jonggol Kabupaten Bogor (16830)
Telp/Fax (021) 89931158 www.sman1jonggol.sch.id
2015
Disusun Oleh
Kelompok VI
Alfiandi Ramadhan
Anisa Kusumawardani
Dini Nurislami
Komarudin M Zaelani
Wibie Rivaldi Ramadhan
Zhara Yugnie C
XII IPA 5
Pembimbing
Deddy Junaedi, Sp.d M.M.
MEKANISME EVOLUSI

1 | P a g e
MEKANISME EVOLUSI
Tidak ada makhluk hidup yang sama persis meskipun berada dalam satu spesies.
Keberadaan macam-macam karakteristik yang dimiliki individu berperan sebagai pembeda
antara individu yang satu dengan yang lain. Sifat-sifat yang berbeda yang terdapat pada
individu-individu dalam satu spesies disebut variasi. Individu yang mengalami variasi
disebut varian. Jika satu spesies hidup pada suatu tempat yang berbeda dari asal-
usulnya,keturunan-keturunan berikutnya akan mengalami perubahansehingga spesies
tersebut tidak sama dengan spesies dari asalusulnya,dengan demikian muncul varian.
1. HUKUM HARDY – WEINBERG
Hukum Hardy – Weinberg menyatakan bahwa frekuensi alel atau gen dalam populasi
dapat tetap stabil dan tetap berada dalam keseimbangan dari satu generasi ke generasi
dengan syarat:
a. Jumlah populasi besar
b. Perkawinan secara acak atau random
c. Tidak ada seleksi
d. Tidak ada migrasi.
Frekuensi gen adalah perbandingan antara suatu gen atau genotipe dengan gen atau
genotipe yang lain di dalam suatu populasi. Menurut Hukum Hardy – Weinberg
perbandingan antara alel A dan a di dalam suatu populasi misalnya, tidak akan berubah dari
satu generasi ke generasi. Andaikan frekuensi alel A di dalam populasi di umpamakan p,
sedangkan frekuensi alel a diumpamakan q, maka kemungkinan kombinasi spermatozoa
dan ovum pada perkawinan individu heterozigot Aa x Aa ialah sebagai berikut :
(p+q)2 = 1, maka p+q = 1 sehingga p = 1 – q.
Ovum/sperma A (p) a (q)
A (p)
a (q)
AA (p2)
Aa (pq)
Aa (pq)
Aa (q2)
Jumlah = p2(AA) + 2pq (Aa) + q2 (aa)
Jadi untuk mencari frekuensi dari dua buah alel di dalam suatu populasi dapat digunakan
Hukum Hardy – Weinberg yang rumusnya:
p2(AA) + 2pq (Aa) + q2 (aa)

2 | P a g e
(p + q)2 = 1 sehingga, (p + q) = 1, p = 1-q.
Dari penjelasan rumus tersebut sangat jelas bahwa Hukum Hardy-Weinberg sangat berguna
untuk menghitung frekuensi gen serta frekuensi homozigot maupun heterpzigot di dalam
suatu populasi.
Contoh penerapan Hukum Hardy – Weinberg.
1. Menghitung frekuensi gen kodominan
Dari 1000 orang yang diperiksa golongan darahnya berdasarkan sistem MN,
didapatkan 640 orang bergolongan M, 320 orang MN, dan 40 0rang N. berapakah
frekuensi alel LM dan LN dalam populasi itu?
Penyelesaian :
Misal p = frekuensi alel LM
q = frekuensi alel LN
menurut Hukum Hardy – Weinberg:
(p2 LM LM ) + (2pq LM LN) + (q2 LN LN)
q2 = 40
1000 = 0.04 q = √0.04 = 0.2
p + q = 1 p = 1 – 0.2 = 0.8
Jadi frekuensi alel LM = p = 0.8
frekuensi alel LN = q = 0.2
2. Menghitung frekuensi gen jika ada dominansi
Di dalam populasi, didapatkan 64% perasa PTC dan 36% bukan perasa PTC.
Berapakah rasio frekuensi genotipe yang terdapat dalam populasi tersebut.
Penyelesain :
Genotipe kelompok bukan perasa PTC diberi symbol tt. Genotipe kelompok perasa PTC
diberi symbol TT dan Tt.
Frekuensi genotipe tt = 36% atau 0.36
Jadi frekuensi gen t dalam populasi tersebut √0.36 = 0.6.
Karena T + t = 1, maka T = 1 – 0.6 = 0.4.
Dengan mengetahui frekuensi gen T dan t, maka frekuensi genotipe dapat dihitung sebagai
berikut:
0.4 T 0.6 t
0.4 T 0.16 TT 0.24 Tt
0.6 t 0.24 Tt 0.36 tt

3 | P a g e
Jadi rasio frekuensi genotipe yang terdapat di dalam populasi adalah
TT : Tt : tt = 16 : 48 : 36
= 4 : 12 : 9
3. Menghitung frekuensi alel ganda
Persamaan (p+q) = 1 hanya berlaku apabila terdapat dua alel pada lokus dalam
autosomal. Apabila lebih banyak alel ikut mengabil peranan, maka dalam persamaan
harus digunakan lebih banyak symbol, misalnya pada golongan darah sistem ABO
dikenal juga tiga alel yaitu, IAIBIO.
Misal : p = frekuensi alel IA
q = frekuensi alel IB
r = frekuensi alel IO
maka persamaannya menjadi (p+q+r) = 1
berdasarkan Hukum keseimbangan Hardy – Weinberg untuk golongan darah sistem ABO,
maka rumusnya :
(p2 IA IA) + (2pr IA IO) + (q2 IB IB) + (2qr IB IO) + (2pq IA IB) + (r2 IO IO)
Contoh :
1000 orang siswa di salah satu SMA diperiksa golongan darahnya menurut sistem ABO, dan
diperoleh 320 siswa golongan A, 150 golongan B, 40 golongan AB dan 490 golongan O.
a. Berapakah frekuensi alel IA, IB, dan IO?
b. Berapakah jumlah siswa golongan darah A homozigot?
c. Berapakah jumlah siswa golongan darah B heterozigot?
Jawab :
Misal : p = frekuensi alel IA
q = frekuensi alel IB
r = frekuensi alel IO
Menurut Hukum Hardy – Weinberg
a. (p2 IA IA) + (2pr IA IO) + (q2 IB IB) + (2qr IB IO) + (2pq IA IB) + (r2 IO IO)
r2 = frekuensi golongan darah O
= 𝟒𝟗𝟎
𝟏𝟎𝟎𝟎= 0.49
r = √0.49 = 0.7
(p+q)2 = frekuensi golongan A dan O
= 𝟑𝟐𝟎+𝟒𝟗𝟎
𝟏𝟎𝟎𝟎 = 0.81
(p+q) = √0.81 = 0.9
p = 0.9 – 0.7 = 0.2

4 | P a g e
oleh karena (p + q + r) = 1, maka
q = 1 – (p + r)
= 1 – (0.2 + 0.7)
= 0.1
Jadi, frekuensi alel IA = p = 0.2
frekuensi alel IB = q = 0.1
frekuensi alel IO = r = 0.7
b. Frekuensi genotipe IA IA = p2 = (0.2)2 = 0.04.
Jadi, dari 320 orang siswa golongan darah A diperkirakan yang homozigot
IA IA = 0.04 x 1000 = 40 siswa.
c. Frekuensi genotipe IB IO = 2qr = 2 (0.1 x 0.7) = 0.14
Jadi, dari 150 siswa yang bergolognan darah B diperkirakan yang heterozigot
IB IO = 0.14 x 1000 = 140 siswa
4. Menghitung frekuensi gen terangkai –X
Lelaki hanya mempunyai sebuah kromosom X, maka tidak dapat menunjukan distribusi
binomium untuk kombinasi secara random dari sepasang gen terangkai X seperti pada seorang
perempuan.
Untuk laki-laki = p + q, karena genotipe laki laki XAY dan XaY
Untuk perempuan = p2 + 2pq + q2, karena genotipenya XAXA, XAXa dan XaXa
Contoh :
Diketahui 6% dari laki-laki di suatu daerah menderita penyakit buta warna merah hijau.
a. Berapakah frekuensi dari perempuan di daerah itu yang diduga normal?
b. Berapakah frekuensi dari perempuan yang diduga buta warna?
Penyelesaian:
Menurut Hukum Hardy-Weinberg, untuk menghitung frekuensi gen yang terangkai pada
kromosom –X
Frekuensi buta warna (c) = q = 0.06
Frekuensi gen normal (C) = p = 1 – 0.06 = 0.94
a. Frekuensi dari perempuan di daerah itu yang diduga normal adalah (CC dan Cc)
= p2 + 2pq + q2
= (0.94)2 + 2(0.94 x 0.06) + (0.06)2
= 0.9964
b. Frekuensi dari perempuan yang diduga buta warna (cc)
= q2
= (0.06)2 = 0.0036
2. SELEKSI ALAM DAN ADAPTASI
Pelapukan maupun penambahan unsur hara mengakibatkan terjadinya perubahan
kondisi fisik lingkungan. Perubahan itu memungkinkan hidupnya spesies-spesies baru yang
lebih cocok untuk adaptasi terhadap lingkungan tersebut. Sama halnya dengan evolusi,

5 | P a g e
munculnya mutasi gen yang menguntungkan akan muncul pula individu-individu baru
dengan daya adaptasi yang tinggi terhadap perubahan lingkungan yang terjadi. Adanya
perubahan lingkungan yang terjadi dari masa ke masa, mengakibatkan individu-individu
yang hidup pada masamasa tersebut mengalami perubahan pula. Berdasarkan uraian di atas
dapat disimpulkan bahwa spesies-spesies yang hidup dari masa ke masa mengalami
perubahan-perubahan. Demikianlah yang menjadi dasar terjadinya evolusi. Proses adaptasi
akan diikuti dengan proses seleksi. Individu yang memiliki adaptasi yang baik akan dapat
mempertahankan hidupnya, memiliki resistensi yang tinggi dan dapat melanjutkan
keturunannya. Sedangkan individu yang tidak dapat beradaptasi akan mati selanjutnya
akan punah. Terjadinya perubahan pada suatu lingkungan hidup menyebabkan terjadinya
dua hal:
a. Organisme yang dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya yang baru akan
mendapat mempertahankan kelangsungan hidupnya.
b. Organisme yang tidak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya yang baru
akan mati atau pindah ke daerah lain yang tidak mengalami perubahan
lingkungan.
Suatu organisme dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya jika memiliki fenotipe
yang sesuai untuk melangsungkan proses kehidupannya dengan lancar dan aman. Contoh
adaptasi terjadi pada populasi ngengat malam Biston betularia di Inggris sebelum terjadi
revolusi industri dan sesudah terjadi revolusi industri.
Adaptasi Biston betularia di Inggris
Periode Biston betularia bersayap
cerah
Biston betularia bersayap
gelap
Sebelum Revolusi Industri Populasi besar Populasi kecil
Sesudah Revolusi Industri Populasi kecil Populasi besar
Menurut dugaan hal tersebut terjadi karena sebelum revolusi industri, lingkungan masih
bersih sehingga ngengat bersayap cerah lebih adaptif (tidak mudah tampak oleh predator)
daripada ngengat bersayap gelap. Sebaliknya, setelah revolusi industry, lingkungan lebih
gelap oleh jelaga sehingga ngengat bersayap gelap lebih adaptif dengan lingkungannya.
Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa adaptasi terhadap lingkungan
merupakan salah satu mekanisme seleksi alam. Seleksi alam jiga dapat berlangsung melalui

6 | P a g e
resistensi (daya tahan) suatu organisme terhadap faktor tertentu. Penggunaan obat-obatan
antibiotic dan insektisida yang semakin meningkat menimbulkan dampak negatif yaitu
kenaikan resistensi organisme. Jika resistensi organisme meningkat terus, maka penggunaan
obat-obatan akan meningkat pula. Koloni bakteri merupakan salah satu contoh terjadinya
seleksi alam berdasarkan resistensi, secara alamiah ada bakteri yang resisten (bersifat resesif)
dan ada yang tidak resisten (bersifat dominan) sehingga populasi yang tidak resisten
mendesak yang resisten. Dengan pemberian antibiotic, populasi bakteri yang tidak resisten
menurun, sedangkan bakteri yang resisten tetap hidup dan menghasilkan keturunan yang
resistensinya lebih tinggi.
Pengaruh antibiotic pada resistensi bakteri.
Perlakuan Koloni bakteri resisten Koloni bakteri tidak resisten
Sebelum pemberian antibiotik Jumlah populasi kecil Jumlah populasi besar
Setelah pemberian antibiotik Tetep hidup, keturunannya
lebih resisten.
Jumlah populasi berkurang
Untuk memperoleh gambaran bagaimana seleksi alam mempengaruhi keseimbangan
frekuensi dalam populasi, seperti contoh berikut, suatu populasi melakukan perkawinan
secara acak, 50% dari individu memiliki sifat resesif. Distribusi fenotipe, genotipe dan
frekuensi sebagai berikut:
Fenotipe AA dan Aa
Frekuensi fenotipe 0.5
Genotipe AA Aa aa
Frekuensi genotipe ±0.09 ±0.42 ±0.5
Missal:
p = frekuensi gen A
q = frekuensi gen a, maka
q2 = 0.5, sehingga q = √0.5 ≈ 0.7
p = 1 – q = 1 – 0.7 = 0.3.
Misalkan individu-individu dari genotipe aa tidak dapat memperbanyak diri di
dalam lingkungan tertentu, maka individu yang dapat memperbanyak diri akan terdiri dari
dua genotipe yaitu AA dan Aa. Rasio genotipe yang dapat memperbanyak diri adalah 0.09
AA : 0.42 Aa. Frekuensi di dalam populasi yang dapat memperbanyak diri ialah :

7 | P a g e
Untuk AA = 0.09
0.09 +0.42 = 18
Untuk Aa = 0.42
0.09 +0.42 = 0.82
Apabila terjadi perkawinan antara individu-individu tersebut, distribusinya seperti berikut
Frekuensi keturunan dari perkawinan individu-individu AA dan Aa
Perkawinan Frekuensi Frekuensi
keturunan
Frekuensi
keturunan
Frekuensi
keturunan
AA Aa Aa
AA X AA (0.18)2 = 0.03 0.03
AA X Aa 2(0.18)(0.82) = 0.30 0.15 0.15
Aa X Aa (0.82)2 = 0.67 0.17 0.34 0.17
Jumlah = 1.00 0.35 0.49 0.17
Dapat dilihat bahwa distribusi genotipe generasi baru ini mendekati dan seolah-olah
seimbang dengan distribusi genotipe perkawinan secara acak. Akan tetapi sesungguhnya
terdapat perubahan fundamental di dalam populasi ini, yaitu frekuensi gen a berkurang dari
0.7 dalam generasi sebelumnya menjadi 0.4 dalam generasi ini (q2 = 0.17, sehingga q = √0.17
= 0.4123). frekuensi gen A bertambah dari 0.3 dalam generasi sebelumnya menjadi menjadi
±0.6 dalam generasi ini (p = 1 – q = 1 – 0.4 = 0.6). karena frekuensi gen berubah, maka frekuensi
fenotipe mengalami perubahan.
3. MUTASI
Sifat dan karakteristik yang dimiliki suatu individu ditentukan oleh gen. Perubahan
yang terjadi pada gen menyebabkan terjadinya perubahan sifat pada individu. Perubahan
gen disebabkan adanya mutasi gen dan rekombinasi gen. Mutasi gen adalah perubahan
susunan kimia dari suatu gen. Mutasi gen merupakan mekanisme evolusi yang sangat
penting. Pewarisan sifat dari induk ke generasi berikutnya terjadi melalui gamet induk.
Kenyataan itu menyebabkan setiap gamet mengandung beribu-ribu gen, setiap individu
menghasilkan beribu-ribu gamet, sehingga jumlah generasi yang terjadi sedemikian banyak
selama masih adanya spesies tersebut. Berdasarkan kenyataan tersebut, dapat diprediksi
jumlah mutasi gen melalui laju mutasi gen dari suatu spesies.
Pemunculan mutasi gen seakan-akan terjadi secara spontan, misalnya di antara
seribu biji yang normal ditemukan satu biji yang tidak normal. Biji yang tidak normal

8 | P a g e
tersebut menghasilkan embrio yang abnormal. Hal ini terjadi melalui mutasi gen sehingga
laju mutasi spontan pada biji tersebut dikatakan 1 : 1.000 atau 10–3. Laju mutasi suatu spesies
adalah angka-angka yang menunjukkan jumlah gen-gen yang bermutasi di antara seluruh
gamet yang dihasilkan oleh satu individu dari suatu spesies. Angka laju mutasi gen yang
menguntungkan sangat kecil, yaitu sekitar 1 : 1.000. Akan tetapi, karena jumlah generasi
selama spesies tersebut hidup cukup besar, maka jumlah mutasi yang menguntungkan
mencapai angka yang cukup besar pula. Misalnya terdapat data sebagai berikut.
1) Angka laju mutasi per gen adalah 1 : 200.000.
2) Jumlah gen dalam individu yang mampu bermutasi sebesar 1.000.
3) Rasio antara mutasi gen yang menguntungkan dengan mutasi yang terjadi adalah 1 : 1.000.
4) Jumlah populasi spesies 100.000.000. Jumlah generasi selama spesies itu ada sebesar 5.000.
Untuk mengetahui mutasi gen yang menguntungkan selama spesies itu masih ada adalah
sebagai berikut.
1) Jumlah gen yang bermutasi = 1
200.00 x 1.000 =
1
200 gen
Jumlah mutasi yang menguntungkan dari gen yang bermutasi = 1
200 x
1
1.000 =
1
200.000
2) Dalam setiap generasi mutasi gen yang menguntungkan = 1
200.000 x 100.000.000 = 500 gen
3) Selama spesies itu ada (5.000 generasi) akan terjadi mutasi gen yang menguntungkan
sebesar = 500 x 5.000 = 2.500.000 gen.
Contoh mutasi yang merugikan yaitu penyakit molekuler Hb yang paling umum adalah
penyakit anemia sel sabit, penyakit ini ditentukan oleh gen resesif autosomal yang dapat
menyebabkan kelainan darah yang fata jika dalam keadaan homozigot. Hb normal (HbA)
sementara Hb abnormal (HbS), HbA terdiri atas 4 rantai polipeptida, yaitu 2 rantai
polipeptida a dan 2 rantai polipeptida b disingkat (a2b2). Susunan kedua rantai polipeptida a
selalu sama, juga b. Hb mengandung 574 asam amino.
Hbs terbentuk jika asam amino dan pada urutan ke-6, yaitu asam glutamat diganti
dengan valin pada kedua rantai polipeptida b.

9 | P a g e
Jika diruntut dalam sintesis protein, asam amino glutamat merupakan translasi dari kodon
GAA, GAG, dan asam amino valin dari kodon GUA, GUG, GUU, GUC, jika kita ambil kodon
untuk asam glutamat GAA dan kodon untuk valin GUA, maka DNA sense HbA adalah CTT
dan HbS adalah CAT. Apabila mutasi yang menguntungkan cukup besar, hal ini memberi
peluang munculnya spesies yang adaptif menjadi besar pula. Adanya peristiwa mutasi gen
yang menguntungkan, memunculkan spesies dengan sifat:
a. lebih adaptif;
b. daya fertilitas dan daya ketahanan spesies meningkat;
c. sifat baru yang menguntungkan.
Evolusi terjadi lebih berpeluang disebabkan adanya mutasi gen yang menguntungkan pada
individu setiap spesies. Seperti halnya suksesi (persebaran kronologi makhluk dalam suatu
daerah), evolusi memunculkan individu-individu (spesies-spesies) yang berbeda pada
setiap masanya. Awal mula suksesi, spesies yang hidup pada suatu tempat dan waktu
tertentu hanya dihuni oleh beberapa spesies yang mampu beradaptasi terhadap lingkungan
awalnya. Pada tahap berikutnya, spesies-spesies yang lama akan mati meninggalkan materi-
materi fisik tertentu.

10 | P a g e
4. ALIRAN GEN (GEN FLOW)
Dengan adanya aliran gen maka akan terjadi perpindahan alel di antara populasi-
populasi melalui migrasi dan individu yang kawin. Individu yang meninggalkan populasi
(emigrasi), akan membawa alel keluar. Sebaliknya individu yang masuk ke dalam populasi
(imigrasi) akan membawa alel yang berpotensi menjadi alel baru. Pergerakan alel antar
populasi ini disebut Aliran Gen atau Arus Gen (Gen Flow). Migrasi menyebabkan
bertambahnya sifat dalam suatu populasi.
Tidak adanya migrasi dapat menyebabkan perbedaan frekuensi gen antarpopulasi.
Species yang terpisah oleh letak geografis atau fisis tertentu, seperti jarak yang berjauhan
atau populasi yang terpisah oleh samudra atau pegunungan tidak mungkin mengadakan
perpindahan secara normal dari daerah yang satu ke daerah lain atau sebaliknya. Species
pada kedua populasi yang terpisah itu saling terisolir. Melalui proses evolusi maka akan
terjadi perubahan frekuensi gen pada kedua populasi tersebut. Perubahan yang terjadi bisa
sama atau berbeda, tergantung pada keadaan lingkungan masing-masing. Jika lingkungan
berbeda, perubahan dapat mengarah pada terbentuknya dua species yang berbeda.
Contoh species yang mengalami perubahan frekuensi gen adalah Xylocopa nobilis
(kumbang kayu). Xylocopa nobilis yang terdapat di pulau Sangihe memiliki ciri-ciri yang
berbeda dengan Xylocopa nobilis di daerah Manado. Apabila kumbang kayu dari Sangihe
bermigrasi ke Manado akan terjadi interhibridasi, maka akan timbul perubahan frekuensi
gen pada generasi berikutnya.
5. PERKAWINAN TIDAK ACAK
Perkawinan tak acak dapat mengakibatkan alel yang membawa sifat lebih disukai
akan menjadi lebih sering dijumpai dalam populasi, sedangkan alel dengan sifat yang tidak
disukai akan berkurang dan mungkin akan hilang dari populasi. Perkawinan yang terjadi
antar keluarga dekat dapat mengakibatkan frekuensi gen abnormal atau gen resesif.
6. HANYUTAN GENETIK (GENETIC DRIFT)
Genetik Drift merupakan perubahan secara acak pada frekuensi gen dari populasi
kecil yang terisolasi. Keadaan ini dapat Anda jumpai pada populasi terisolir kaum Amish di

11 | P a g e
Amerika, ternyata ada yang membawa alel yang menyebabkan sifat cebol satu dari setiap
seribu kelahiran. Jika ada sebagian anggota populasi yang terpisah dari populasi besar atau
kawin hanya antarpopulasi mereka, frekuensi alel akan berubah. Perubahan frekuensi alel
akibat adanya populasi kecil yang memisah dari populasi besar.
Salah satu sebab dari hanyutan genetik adalah founder effect. Founder yang dalam arti
bahasa Inggris berarti penemu atau pendiri mengacu pada sekelompok individu yang
menempati tempat baru dan membentuk koloni tersendiri. Koloni baru ini dapat memiliki
frekuensi alel yang berbeda denga populasi induknya karena mereka menikah dengan
sesama anggota koloninya. Alel tertentu bisa menjadi lebih umum, sedangkan alel yang lain
bisa menjadi berkurang frekuensinya atau bahkan menghilang. Frekuensi gen akibat
hanyutan genetik amat sulit diprediksi karena acak.
Bottleneck effect juga dapat menjadi salah satu penyebab terjadinya hanyutan genetik.
Hal ini terjadi jika banyak anggota populasi yang mati dan sisanya saling kawin hingga
jumlah populasinya kembali seperti semula.
Hanyutan genetic hanya dapat berakibat buruk jika terjadi penurunan variasi gen.
penurunan variasi gen menyebabkan suatu populasi menjadi rentan terhadap kepunahan
apabila terjadi perubahan lingkungan atau gaya hidup.
DAFTAR PUSTAKA
D.A, Pratiwi. Dkk. 2007. Biologi : untuk SMA jilid 3 untuk kelas XII. Erlangga. Jakarta.
Kistinnah, Idun & Sri Lestari, Endang. 2009. Biologi : Makhluk Hidup dan Lingkungannya. Pusat
Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.
Subardi. Nuryani. & Pramono, Shidiq. 2008. Biologi 3 untuk SMA/MA kelas XII. Pusat Perbukuan
Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.
GAMBAR:
Campbell jilid 2 edisi ke-9