evolusi bintang

31
MAKALAH EVOLUSI BINTANG Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Astrofisika Disusun oleh : RAHMI (0708839) PROGRAM STUDI FISIKA JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG 1

Upload: mee-arrayan

Post on 23-Jun-2015

648 views

Category:

Documents


34 download

TRANSCRIPT

Page 1: evolusi bintang

MAKALAH

EVOLUSI BINTANGDiajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Astrofisika

Disusun oleh :

RAHMI (0708839)

PROGRAM STUDI FISIKA

JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA

FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG

2010

1

Page 2: evolusi bintang

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya

kepada tim penulis, sehingga makalah berjudul “Evolusi Bintang” dapat diselesaikan

tepat pada waktunya.

Dalam penyusunan makalah ini, penulis mendapat bantuan tenaga, pikiran, ide dan

waktu dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu

tim penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak/Ibu dosen mata kuliah

Astrofisika, orang tua kami yang tercinta sebagai sumber motivasi kami, dan rekan-

rekan yang telah ikut membantu proses penyusunan makalah ini yang tidak dapat

kami sebutkan satu persatu.

Semoga dengan membaca makalah ini dapat menambah pengetahuan kita tentang

Evolusi Bintang. Penulis menyadari bahwa makalah ini belum sempurna, maka dari

itu saran dan kritik yang membangun dari pembaca sangat diharapkan guna perbaikan

makalah selanjutnya.

Bandung, Juni 2010

Tim Penyusun

2

Page 3: evolusi bintang

D A F T A R I S I

Kata Pengantar........................................................................................................................ii

Daftar Isi................................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang................................................................................................1

B. Rumusan Masalah...........................................................................................1

C. Tujuan.............................................................................................................1

D. Sistematika Penulisan.....................................................................................1

E. Metodologi Penulisan.....................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

A. Pembentukan Bintang ......................................................................................3

B. Jejak Evolusi Pra Deret Utama.........................................................................7

C. Evolusi di Deret Utama..................................................................................10

D. Evolusi Lewat Deret Utama...........................................................................14

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN..............................................................................................17

B. SARAN..........................................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA

3

Page 4: evolusi bintang

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Bila kita menengadah ke langit, tampak seolah-olah bumi kita dinaungi ‘atap’

setengah bola yang disebut bola langit. Bintang dan bola langit lainnya nampak seolah-

olah menempel pada bola langit itu. Tanpa menggunakan teleskop, bintang yang dapat

kita lihat berjumlah sekitar 5000. Semua bintang yang dapat kita lihat dengan mata bugil,

termasuk matahari hanyalah sebagian kecil bintang dalam galaksi kita. Jika kita

merenungkan hal ini, akan timbul banyak pertanyaan dalam benak kita “kenapa bintang

bersinar, dari mana asal bintang, bagaimana proses terbentuknya bintang dan seperti apa

akhir kehidupan bintang itu”. Oleh karena itu, dalam makalah ini akan dibahas gambaran

bintang sebenarnya.

B. Rumusan masalah

Rumusan masalah dalam makalah ini yaitu

a. Bagaimana pembentukan bintang pra deret utama.

b. Bagaimana pembentukan bintang deret utama.

c. Bagaimana pembentukan bintang pasca deret utama.

d. Bagaimana akhir riwayat.

C. Tujuan

Tujuan pembuatan makalah yaitu,

a. Mengetahui pembentukan bintang pra deret utama.

b. Mengetahui pembentukan bintang deret utama.

c. Mengetahui pembentukan bintang pasca deret utama.

d. Mengetahui akhir riwayat.

D. Sistematika penulisan

BAB I PENDAHULUAN : Latar belakang ; Rumusan massalah; Tujuan; Manfaat

penulisan; Metode penulisan.

BAB II PEMBAHASAN : Pembentuan Bintang, Jejak Evolusi Praderet Utama, Evolusi

di Deret Utama, Evolusi Lewat Deret Utama

BAB III PENUTUP : Kesimpulan dan Saran

4

Page 5: evolusi bintang

E. Metodologi Penulisan

1. Metode Penulisan

Metode penulisan yang penulis gunakan dalam karya tulis ini adalah metode kajian

pustaka atau literatur.

2. Tahapan Penulisan

Adapun tahapan metode penulisan, antara lain :

Tahap Persiapan

Meliputi penetapan judul makalah, mengkaji latar belakang, mengidentifikasi

permasalahan.

Merumuskan masalah yang akan dikaji.

Menetapkan tujuan, manfaat.

Tahap Pengumpulan Data

Studi Literatur

Tahap Pembahasan

Melakukan pembahasan kajian pustaka

Tahap Akhir

Menarik kesimpulan dan saran.

5

Page 6: evolusi bintang

BAB II

PEMBAHASAN

Sejak jaman dulu, orang mencoba menerka-nerka apa sebenarnya bintang itu, si

bintik-bintik cahaya kecil di langit. Bahwa bintang sebenarnya adalah matahari-matahari

lain yang letaknya sangat jauh, sudah dipostulatkan oleh filsuf-filsuf Yunani Kuno,

Demokritus dan Epikurus, dan dipertegas pada 1584 oleh Giordano Bruno, seorang filsuf

Italia, hingga akhirnya mencapai konsensus di kalangan astronom seabad kemudian. Satu-

satunya penghubung antara Matahari/bintang dan pengamat hanyalah cahayanya. Untuk

dapat menjawab apakah sebenarnya bintang itu, cahaya inilah yang dikumpulkan,

disebarkan lagi, dipilah-pilah dan sebagainya. Joseph von Fraunhofer pada 1814,

melewatkan cahaya Matahari pada sebuah prisma. Dia mencatat dan memetakan sejumlah

garis-garis gelap dalam spektrum Matahari, yang kemudian disebut sebagai garis-garis

Fraunhofer. Gustav Robert Kirchhoff dan Robert Bunsen kemudian menemukan bahwa

garis-garis tersebut berasal dari gas bertekanan rendah dan berhubungan dengan suatu

elemen kimia yang berada di lapisan atas matahari. Fraunhofer juga kemudian

menemukan bahwa bintang-bintang lain juga memiliki spektrum seperti Matahari, tetapi

dengan pola garis-garis gelap yang berbeda. Jadi dari sini kemudian astronom

berkesimpulan bahwa bintang sebenarnya adalah sebuah bola gas.

Penelitian spektrum bintang dapat mengungkap elemen apa saja yang ada di bintang,

namun seberapa besar kelimpahan elemen ini baru bisa ditentukan pada 1925 setelah

Cecilia Payne-Gaposchkin, dengan menggunakan teori ionisasi dari Meghnad Saha,

berhasil mengungkapkan bahwa hidrogen adalah elemen kimia paling berlimpah. Jadi

bintang adalah sebuah bola gas yang berpijar dengan hidrogen sebagai elemen paling

berlimpah.

A. Pembentukan bintang

Ruang di antara bintang-bintang tidak kosong. Disitu terdapat materi berupa

gas dan debu yang disebut materi antar bintang. Di beberapa tempat materi antar

bintang dapat dilihat sebagai awan antar bintang yang tampak terang bila disinari oleh

6

Page 7: evolusi bintang

bintang-bintang panas di sekitarnya, atau bisa juga tampak gelap bila awan itu

menghalangi cahaya bintang atau awan di belakangnya. Kerapatan awan antar bintang

sangat kecil, jauh lebih kecil daripada udara di sekeliling kita. Walaupun demikian

suatu awan antar bintang mempunyai volume yang sangat besar, sehingga materi di

situ cukup banyak untuk membentuk ribuan bintang. Dan memang materi antar

bintang merupakan bahan mentah pembentukan bintang awan antar bintang disebut

nebula contohnya Nebula Orion dan Nebula Cakar Kucing.

Cat’s paw nebula atau nebula cakar kucing, NGC 6334 merupakan tempat

yang sangat besar dimana bayi-bayi bintang berada. Area kelahiran ratusan bintang

masif. Dalam citra yang sangat indah yang dipotret Visible and Infrared Survey

Telescope for Astronomy (VISTA) milik ESO di observatorium Paranal di Chile,

awan debu dan gas yang bersinar yang selama ini menutup pandangan ditembusi sinar

inframerah sehingga sebagian bintang muda yang ada di balik cadar debu dan gas

itupun tampak.

Mengarah pada jantung Bima Sakti atau pada jarak 5500 tahun cahaya dari

Bumi di rasi Scorpius, nebula cakar kucing merentang sepanjang 50 tahun cahaya.

Pada cahaya tampak, gas dan debu diterangi oleh bintang muda nan panas sehingga

tercipta bentuk kemerah-merahan yang aneh sehingga obyek ini tampak seperti cakar

kucing. Citra yang baru dipotret  Wide Field Imager (WFI) milik ESO di

observatorium La Silla memberikan gambaran mendetil dari cahaya tampak tersebut.

Dan yang terlihat adalah NGC 6334 sebagai area berisi bayi bintang masif yang

paling aktif di galaksi Bima Sakti.

Gas-gas antar bintang ini terbentang dalam ruang sebesar beberapa parsec dan

massanya bisa ribuan kali massa matahari. Karena gas-gas ini kerapatannya tinggi dan

bermassa besar, gravitasi mendominasi dinamika internal awan-awan gas sehingga

7

Page 8: evolusi bintang

awan dapat runtuh ke arah pusat dan memulai proses pembentukan bintang. Gaya

gravitasi memegang peranan sangat penting dalam proses pembentukan bintang.

Kenyataannya, ada gaya lain selain gravitasi yang juga mempengaruhi

kelahiran bintang. Setidaknya itulah yang jadi hasil penelitian terbaru dari Harvard-

Smithsonian Center for Astrophysics. Penelitian ini menunjukkan keberadaan medan

magnet kosmik memainkan peran yang lebih penting dalam pembentukan bintang.

Dalam pembentukan bintang, gravitasi menyokong prosesnya dengan menarik seluruh

materi menjadi satu, untuk itu harus ada gaya tambahan yang menghalangi proses

tersebut. Medan magnetik dan turbulensi menjadi dua kandidat utama. Medan

magetik ini diproduksi oleh muatan listrik yang bergerak. Bintang dan sebagian besar

planet (termasuk Bumi), menunjukkan keberadaan medan magnet tersebut. Saluran

medan magnet dalam pembentukan bintang akan mengalirkan gas dan membuatnya

jadi lebih sulit untuk menarik gas dari semua arah, sementara turbulensi

mengendalikan gas dan menyebabkan tekanan kearah luar yang menentang gravitasi.

Hua-bai Lo dari Harvard-Smithsonian Center for Astrophysics menyatakan kalau

debat mengenai medan magnet versus turbulensi ini sudah cukup lama terjadi. Namun

bukti akan keberadaannya baru ditemukan oleh mereka lewat pengamatan.

Li dan timnya mempelajari 25 potongan rapat atau inti awan yang masing-

masing berukuran satu tahun cahaya. Inti ini bertindak sebagai benih dari bintang

yang akan dibentuk, berada di dalam awan molekul pada jarak 6500 tahun cahaya dari

Bumi. Para peneliti ini mempelajari cahaya yang terpolarisasi yang memiliki

komponen listrik dan magnetik yang sudah sejajar pada arah tertentu. Cara kerja

polarisasi bisa ditemukan pada beberapa kacamata matahari yang menghalangi cahaya

dengan polarisasi tertentu. Nah pada kasus pengamatan ini, dari polarisasi kemudian

dilakukan pengukuran medan magnetik pada setiap inti awan dan dibandingkan

dengan medan di sekelilingnya, yakni nebula yang renggang. Medan magnetik

cenderung membentuk barisan pada arah yang sama, meskipun skala ukurannya

relatif (inti yang 1 tahun cahaya vs nebula 1000 tahun cahaya) dan kerapatan yang

berbeda berdasarkan skala magnitud. Turbulensi di sini pun cenderung mengaduk

nebula dan mengacaukan arah medan magnetik. Hasilnya, medan magnetik

mendominasi turbulensi dalam mempengaruhi kelahiran bintang.

Pengamatan tersebut menunjukan inti awan molekul yang berada dekat satu

sama lain, terhubung bukan hanya oleh gravitasi namun juga oleh medan magnetik.

8

Page 9: evolusi bintang

Dengan demikian pemodelan yang dilakukan untuk pembentukan bintang harus

menyertakan medan magnetik yang kuat.

Kombinasi antara turbulensi dalam awan dan energi magnetik dalam awan

menghambat proses keruntuhan ini dengan cukup efektif, namun di titik-titik paling

rapat dalam awan gas tersebut dapat terjadi pelemahan medan magnetik dan jabang

bayi bintang (protobintang) dapat terbentuk. Oleh suatu peristiwa hebat, misalkan

ledakan bintang atau pelontaran massa oleh bintang, di suatu tempat sekelompok

materi antar bintang menjadi lebih mampat dari pada di sekitarnya. Bagian luar awan

ini akan tertarik oleh gaya gravitasi materi di bagian dalam. Akibatnya awan ini

mengerut dan menjadi makin mampat. Peristiwa seperti ini kita sebut sebagai

kondensasi.

Agar terjadi kondensasi, massa yang diperlukan tidak usah terlalu besar.,

beberapa ratus massa matahari sudah cukup. Jadi, di dalam awan yang bermassa

beberapa ratus massa matahari ini akan terjadi kondensasi yang lebih kecil. Pada

setiap kondensasi kerapatan awan dalam gas bertambah besar. Riwayat gumpalan

awan induk akan terulang lagi di dalam kelompok awan yang lebih kecil itu. Di situ

akan terjadi kondensasi yang lebih kecil lagi. Demikian seterusnya. Peristiwa ini

disebut fragmentasi. Awan yang tadinya satu terpecah menjadi ratusan bahkan ribuan

awan dan setiap awan mengalami pengeruatan gravitasi. Pada akhirnya suhu menjadi

cukup tinggi sehingga awan-awan itu akan memijar dan menjadi ‘embrio’ atau

‘jabang bayi suatu bintang dan disebut protobintang.

9

Page 10: evolusi bintang

Pada saat itu materi awan yang tadinya tembus pancaran menjadi kedap

terhadap aliran pancaran. Energi yang dihasilkan pengerutan yang tadinya dengan

bebas dipancarkan keluar sekarang terhambat. Akibatnya tekanan dan temperatur

bertambah besar sehingga proses pengerutan menjadi lambat dan proses fragmentasi

akan terhenti.

Namun jabang bayi bintang-bintang ini diamati tidak terbentuk sendirian,

namun terbentuk bersama-sama jabang-jabang bintang lainnya. Jadi sebuah awan gas

raksasa ini dapat membentuk banyak jabang-jabang bintang yang akhirnya saling

terikat secara gravitasional membentuk gugus bintang. Bila gugus bintang sudah

terbentuk, angin bintang yang mereka hembuskan akan meniup sisa-sisa gas antar

bintang yang masih ada. Gugus Pleiades adalah salah satu gugus bintang-bintang

muda yang masih menyisakan awan antar bintang yang membentuk gugus tersebut.

Bintang muda yang panas memancarkan energi dan mengionisasikan gas di

sekitar bintang. Akibatnya bintang dilingkungi oleh daerah yang mengandung ion

hydrogen (disebut daerah HII) yang mengembang dengan cepat. Pemuaian selubung

ion hidrogen ini dapat berlangsung secara supersonik (lebih cepat dari kecepatan

rambat gelombang bunyi di situ) hingga menimbulkan gelombang kejut. Gas dingin di

sekitarnya akan mengalami pemampatan hingga terbentuk kondensasi dan

terbentuklah bintang baru. Bintang baru ini akhirnya juga akan dilingkungi oleh

daerah HII yang mengembang cepat. Bintang lebih baru akan terbentuk lagi sebagai

akibat dorongan gas yang memuai ini. Begitu seterusnya, pembentukan bintang

berlangsung secara berantai. Hal ini sesuai dengan pengamatan Blaaw. Di beberapa

daerah asosiasi OB terlihat adanya sederetan subkelompok bintang muda.

Subkelompok yang bintang-bintangnya paling tua tersebar berada di salah satu ujung

deretan, sedang subkelompok yang paling muda berada di ujung lainnya. Jadi proses

pembentukan bintang merupakan reaksi berantai. Pembentukan bintang di suatu

tempat akan memacu pembentukan bintang di tempat lain.

B. Jejak evolusi pra deret utama.

Tahap evolusi sebelum mencapai deret utama itu disebut tahap pra deret

utama. Suatu protobintang yang telah mengakhiri proses fragmentasinya akan terus

mengerut akibat gravitasinya.

Pada awalnya temperatur dan luminositas bintang masih rendah, dalam

diagram HR letaknya di kanan bawah. Hayashi menunjukkan bahwa bintang dengan

10

Page 11: evolusi bintang

temperatur efektif terlalu rendah tidak mungkin berada dalam kesetimbangan

hidrostatik. Dalam diagram HR diagram ini disebut ‘daerah terlarang Hayashi’.

Protobintang ada di daerah itu. Pada mulanya kerapatan materi protobintang seragam,

tetapi kemudian materi makin rapat ke arah pusat. Materi protobintang sebagian besar

adalah hydrogen. Pada temperatur yang rendah hydrogen kebanyakan berupa molekul

H2. Dengan meningkatnya temperatur tumbukan antara molekul menjadi makin sering

dan makin hebat. Pada temperatur sekitar 1500 K terjadi pengerutan (disosiasi)

molekul hydrogen menjadi atom hydrogen. Untuk menyediakan energi cukup besar

bagi berlangsungnya disosiasi itu protobintang mengerut lebih cepat. Pada temperatur

yang makin tinggi akan terjadi proses ionisasi pada atom hydrogen dan helium. Proses

ini menyerap energi sehingga pengerutan yang cepat berlangsung terus. Pengerutan

dengan laju besar ini berakhir bila semua hydrogen dan helium dalam telah terionisasi

semua.

Evolusi protobintang ditandai dengan keruntuhan cepat (hampir seperti jatuh

bebas). Pada akhirnya protobintang menyeberang daerah terlarang Hayashi. Kita

sebut protobintang itu dengan bintang praderet utama. Luminositas bintang sangat

tinggi karena materi masih renggang sehingga energi bebas terpancar keluar. Diduga

dahulu luminositas matahari pernah beberapa ratus kali lebih terang dari sekarang.

Bintang akan mengerut dengan lebih lambat menyusuri pinggir luar daerah terlarang

Hayashi. Jejak evolusinya hampir vertikal (Te hampir tak berubah) jejak ini dikenal

sebagai jejak Hayashi. Karena temperatur efektifnya yang rendah, hampir seluruh

bintang berada dalam keadaan konveksi. Bintang mengerut dengan jejarinya

mempunyai harga terbesar yang dibolehkan oleh kesetimbangan hidrostatik.

Konveksi terjadi ketika terdapat perbedaan temperatur yang cukup besar

antara dua lapisan fluida. Gas dan plasma, dua wujud zat di dalam bintang, berlaku

11

Page 12: evolusi bintang

sebagai fluida. Dalam konveksi, energi dibawa oleh materi yang bergerak dari lapisan

yang bertemperatur tinggi ke rendah.

Karena kekedapan (atau koefisien absorpsi κ) menurun dengan naiknya

temperatur (Hukum Kramers), gradien temperatur di pusat bintang juga menurun

hingga berlakulah keadaan setimbang pancaran di pusat bintang. Terbentuklah pusat

yang energinya diangkut secara pancaran di dalam bintang (disebut pusat pancaran).

Dengan makin besarnya pusat pancaran, yang kekedapannya kecil, maka bintang pun

makin berkurang kekedapannya. Lebih banyak energi yang mengalir secara pancaran.

Hal ini ditandai dengan naiknya luminositas. Karena bintang tetap mengerut selama

luminositasnya meningkat, permukaannya menjadi lebih panas, bintang bergerak ke

atas dan ke kiri dalam diagram HR.

Laju evolusi pada tahap ini jauh lebih lambat daripada sebelumnya. Pada

akhirnya temperatur di pusat bintang cukup tinggi untuk berlangsungnya pembakaran

hydrogen. Pada saat itu tekanan di dalam bintang menjadi besar dan pengerutan pun

terhenti. Bintang menjadi bintang deret utama.

Waktu yang diperlukan sebuah bintang berevolusi dari awan antar bintang

menjadi bintang deret utama bergantung pada massa bintang itu. Makin besar massa

suatu bintang, makin singkat waktu yang diperlukan untuk mencapai deret utama.

12

Page 13: evolusi bintang

Massa (Mʘ) Waktu (tahun)

15,0 6,2 x 104

9,0 1,5 x 105

5,0 5,8 x 105

2,25 5,9 x 106

1,0 5,0 x 107

Bila massa bintang terlalu kecil, suhu di pusat bintang tak pernah cukup tinggi untuk

berlangsungnya reaksi pembakaran hidrogen. Batas massa untuk ini bergantung pada

komposisi kimia, umumnya sekitar 0,1 Mʘ. bintang dengan massa lebih kecil dari

batas massa ini akan mengerut dan luminositasnya menurun. Bintang akhirnya

mendingin menjadi bintang katai gelap tanpa mengalami reaksi inti yang berarti.

C. Evolusi di deret utama.

Akibat pengerutan gravitasi, temperatur di pusat bintang menjadi makin

tinggi. Pada temperatur sekitar 10 juta derajat, inti hydrogen mulai bereaksi

membentuk helium. Energi yang dibangkitkan oleh reaksi ini menyebabkan tekanan

di dalam bintang menahan pengerutan bintang dan bintang menjadi mantap. Pada saat

itu bintang mencapai deret utama berumur nol (atau zero age main-sequence,

disingkat ZAMS). Komposisi kimia bintang pada saat itu masih homogen (sama dari

pusat hingga ke permukaan) dan masih mencerminkan komposisi awan antar bintang

yang membentuknya. Deret utama merupakan kesdudukan bintang dengan reaksi inti

di pusatnya yang komposisi kimianya masih homogen.

Akibat berlangsungnya reaksi inti di pusat bintang, hidrogen di pusat

berkurang sedang helium bertambah. Jadi dengan perlahan terjadi perubahan

komposisi kimia di pusat bintang. Sedikit demi sedikit bintang tidak homogen lagi

komposisi kimianya. Hal ini berakibat perubahan struktur bintang dengan perlahan.

Bintang menjadi lebih terang, jejari bertambah besar dan temperatur efektifnya

berkurang, namun belum bergeser terlalu jauh dari deret utama. Tahap evolusi ini

disebut tahap deret utama yang bermula dari deret utama berumur nol.

Pembangkitan energi di dalam bintang

Di pertengahan abad ke-19, Lord Kelvin dan Hermann von Helmholtz, dengan

menggunakan teori konservasi energi mempostulatkan bahwa energi yang dihasilkan

Matahari berasal dari pengerutan gravitasi. Proses pengerutan mengubah energi

gravitasi menjadi energi panas dan meningkatkan suhu di inti Matahari.

13

Page 14: evolusi bintang

Perkembangan fisika kuantum,

menelurkan teori baru akan pembangkitan

energi di dalam bintang. Adalah Sir Arthur

Eddington pada 1920 yang

mengemukakannya untuk pertama kali,

melibatkan dua proton yang bergabung

untuk membentuk satu inti helium dikuti

dengan pelepasan energi. Pada 1939, Hans

Bethe mengemukakan mekanisme daur

proton-proton untuk pembangkitan energi di dalam bintang sekelas matahari,

melengkapi teori mekanisme daur karbon-nitrogen-oksigen yang dikemukakan

sebelumnya pada 1938 oleh Carl Friedrich von Weizsäcker.

Ketika Eddington mengungkapkan usulannya untuk pertama kali, didapati

bahwa tekanan dan temperatur Matahari tidak cukup tinggi untuk melangsungkan

pembakaran fusi hidrogen. Bethe melihat bahwa efek terowong dalam fisika kuantum

dapat mengatasi masalah ini, sehingga reaksi fusi dapat terjadi dalam lingkungan

dengan temperatur dan tekanan yang tidak terlalu tinggi. Daur proton-proton yang

diusulkan oleh Hans Bethe adalah reaksi fusi yang tidak terlalu peka terhadap suhu

dan berlangsung dengan lambat. Daur ini juga yang membuat bintang-bintang sekelas

matahari dan yang lebih kecil dapat berumur jauh lebih panjang.

Di lain pihak, daur karbon-nitrogen-oksigen berlangsung pada temperatur dan

tekanan yang tinggi yaitu saat energi

kinetik mampu mengatasi penghalang

gaya Coulomb. Daur karbon-nitrogen-

oksigen berlangsung dengan laju cepat,

sehingga sekali bintang memiliki cukup

tekanan dan temperatur, daur ini akan

lebih dominan ketimbang rantai proton-

proton. Dengan daur CNO, terjadi

semacam siklus melingkar, semakin tinggi

temperatur, semakin cepat reaksi

berlangsung, dan semakin cepat reaksi berlangsung, semakin tinggi temperatur. Daur

ini yang dominan terjadi pada bintang-bintang yang lebih masif daripada matahari.

14

Page 15: evolusi bintang

Perbedaan mekanisme fusi nuklir di dalam bintang ini akan membuat

perbedaan struktur bintang antara yang bermassa lebih kecil dari matahari dan yang

lebih besar.

Bintang yang temperatur pusatnya dua kali lebih tinggi daripada matahari

menghasilkan energi dari daur karbon seribu kali lebih besar daripada matahari,

sedangkan energi dari reaksi proton-proton hanya sekitar lima kali lebih besar.

Bintang di deret utama bagian atas mempunyai temperatur pusat lebih tinggi daripada

yang di deret utama bagian bawah. Jadi untuk bintang deret utama bagian atas

pembangkitan energi terutama berasal dari reaksi daur karbon, sedangkan di bagian

bawah (seperti matahari) terutama dari reaksi proton-proton. Tak ada batas tajam

untuk deret utama bagian atas dan bagian bawah, batasnya berkisar antara massa 2,5

dan 1,5 Mʘ.

Pembangkitan energi pada bintang-bintang sekelas matahari atau yang lebih

kecil, terutama ditempuh melalui mekanisme rantai proton-proton yang tidak terlalu

peka terhadap suhu. Hal ini menyebabkan temperatur pada lapisan-lapisan di bagian

inti tidak terlalu jauh berbeda sehingga konveksi tidak terjadi. Energi di bagian inti

diangkut keluar dengan cara radiasi.

Sebaliknya di bagian luar bintang, temperatur cukup rendah sehingga

mengijinkan atom hidrogen berada dalam keadaan netral. Pada satu titik di dalam

bintang antara inti dan permukaan, foton-foton berenergi tinggi dalam panjang

gelombang ultra violet yang diradiasikan dari inti kemudian diserap oleh hidrogen-

hidrogen netral untuk mengionisasi diri, sehingga seolah-olah lapisan ini menjadi

tidak tembus cahaya ultra violet. Dari titik ini penghantaran dengan cara radiasi

berhenti dan energi kemudian diangkut secara konveksi.

15

Page 16: evolusi bintang

Jadi untuk bintang-bintang sekelas matahari atau yang lebih kecil, lapisan

radiasi dominan di bagian inti sementara lapisan konveksi dominan di bagian luar.

Struktur bintang yang lebih masif dari matahari

Pada bintang-bintang bermassa lebih besar daripada matahari, reaksi CNO

yang sangat peka pada temperatur membuat gradien temperatur di inti sangat besar.

Semakin dalam kita masuk ke lapisan-lapisan di bagian inti maka semakin tinggi

temperatur, sehingga semakin cepat reaksi berlangsung. Semakin cepat reaksi

berlangsung, berakibat pada semakin tingginya temperatur, begitu seterusnya,

sehingga perbedaan temperatur antar lapisan di bagian inti menjadi begitu besar yang

membuat pengangkutan energi di pusat diangkut dengan cara konveksi. Tempat

terjadinya konveksi ini di sebut pusat konveksi. Karena laju raksi yang cepat ini,

hidrogen di pusat bintang akan habis dalam waktu yang relatif singkat. Tetapi akibat

adanya aliran konveksi, bagian pusat akan diisi kembali oleh hidrogen bagian luar

yang reaksinya lebih lambat, sedang materi di pusat akan terbawa keluar. Pengadukan

yang berlangsung terus menerus ini menyebabkan komposisi kimia di dalam pusat

konveksi seragam. Dengan begitu hidrogen akan habis secara serentak dalam seluruh

pusat konveksi itu.

Energi yang begitu besar yang dibangkitkan dari reaksi CNO membuat bagian

luar bintang juga memiliki temperatur yang tinggi sehingga hampir semua atom

hidrogen berada dalam keadaan terionisasi. Hal ini menyebabkan foton-foton ultra

violet tidak menemui ’halangan’ dan lolos begitu saja, sehingga penghantaran energi

dengan cara radiasi lebih dominan di bagian kulit bintang.

Jadi untuk bintang-bintang yang lebih masif daripada matahari, lapisan radiasi

dominan di bagian kulit/luar sementara lapisan konveksi dominan di bagian inti.

Akibat reaksi pembakaran hidrogen, jumlah helium di pusat bintang

bertambah. Timbunana helium di pusat bintang ini disebut pusat helium. Terjadi

pengerutan gravitasi secara perlahan pada pusat helium itu. Energi yang dibangkitkan

akibat pengerutan itu kecil sekali hingga gradien temperatur di situ kecil. Dengan kata

16

Page 17: evolusi bintang

lain pusat helium ini bersifat isoterm (suhunya sama di semua tempat). Schonberg dan

Chandrasekhar mendapatkan bila massa pusat helium ini mencapai 10 hingga 20%

massa bintang, gradien tekanan tak dapat mengimbangi berat bagian luar bintang.

Pusat helium tidak lagi mengerut dengan perlahan tetapi runtuh dengan cepat. Massa

kritis pusat helium agar hal ini terjadi disebut batas Schonberg Chandrasekhar. Saat

itu struktur bintang berubah secara hebat. Bagian luar bintang akan memuai dengan

cepat. Bintang berevolusi menjadi bintang raksasa merah.

D. Evolusi lewat deret utama

Struktur dalam bintang pada tahap deret utama bergantung pada massa

bintang. Begitu pula evolusi lanjut bintang dimulai dan ditentukan oleh massa awan

pembentuk bintang dan massa bintang. Makin besar massanya maka evolusinya

makin cepat untuk meninggalkan tahap deret utama.

Diawali oleh reaksi termonuklir yang mengubah empat isotop atom Hidrogen

(H) menjadi satu atom helium (He). Ketika H di pusat habis terjadi pembakaran He di

pusat dengan cara berbeda dengan pembakaran H. Sedangkan pembakaran H

berlangsung di kulit bintang. Akibatnya gaya gravitasi memanaskan inti, memanaskan

H yang menyelubungi dan lebih lanjut mengembangkan selubung bintang. Bintang

berubah menjadi raksasa merah, berukuran 100 kali Matahari, namun lebih dingin.

Bergeser di kanan atas diagram HR.

17

Page 18: evolusi bintang

Inti semakin panas He berubah menjadi karbon ( C ) dengan sangat cepat dan

eksplosif hingga memunculkan “kilatan helium”. Bintang raksasa mengerut dengan

kondisi di pusat terjadi pembakaran He menjadi C, dan di kulit terjadi pembakaran H

menjadi He. Inti C terbentuk, bintang mengembang lagi menjadi maha raksasa merah,

dimana sebagian materi terlempar keluar membentuk selubung dan menjadi kabut

planet (planetary nebula) (lihat gambar). Inti bintang mengerut. Evolusi lebih lanjut

ditentukan oleh massa bintang dengan batas massa sebesar 1,44 massa Matahari yang

disebut batas Chandrasekhar.

Jika bintang semenjak dari deret utama bermassa kurang dari 4 kali massa

Matahari maka reaksi pembakaran C tidak terjadi. Bintang ini akan menjadi bintang

katai putih berkerapatan 20 miliar gram/cm3. Berada di bagian kiri diagram HR.

Matahari akan menjadi katai putih seukuran Bumi 5 miliar tahun lagi.

Selama bermiliar tahun katai putih tetap memancarkan radiasi sebelum berubah

menjadi katai gelap. Kadang katai putih meledak menjadi nova, atau supernova tipe I

bila meledak dan hancur sama sekali.

Bila semula massa bintang melebihi 8 kali massa matahari dan setelah

pembentukan inti C dengan massa melebihi batas Chandrasekhar terjadi pembakaran

C maka akan terjadi pembentukan unsur berat di inti secara berlapis yaitu oksigen,

neon, silikon dan besi. Akhirnya bintang meledak dahsyat, hancur sama sekali dalam

peristiwa supernova tipe II.

Ketika bintang meledak, biasanya kejadiannya sangat cepat sehingga astronom

hanya bisa melihat sisa-sisa ledakannya. Namun dalam sebuah keberuntungan, sebuah

satelit berhasil menangkap ledakan sinar X dari sebuah bintang yang tengah

mengakhiri hidupnya saat kejadian ledakan itu sedang terbentang. Penemuan ini

menjadi titik awal untuk kemungkinan pengamatan supernova yang sedang meledak

di masa mendatang.

18Supernova untuk pertama kalinya disaksikan secara langsung. Kredit : NASA / Swift

Science Team/ Stefan Immler

Page 19: evolusi bintang

Dari sisa ledakan, bintang mengerut namun masih bisa menahan tekanan

gravitasinya, inti memanas hingga mencapai 5 miliar derajat C, dan inti besi

membelah. Terbentuklah inti netron dengan kerapatan 270 triliun gram/cm3. Bila

bintang netron ini berotasi maka akan memancarkan gelombang radio, dan dinamakan

sebagai Pulsar (pulsating radio sources). Yang akan berhenti berotasi dalam waktu

sangat lama.

Bila massa bintang lebih besar dari massa pembentuk bintang netron. Maka

ketika bintang mengerut maka gravitasinya tidak bisa ditahan dan terbentuklah

bintang yang legendaris yaitu lubang hitam (bintang hantu). Black Hole atau Lubang

hitam merupakan objek yang sangat massive, memiliki gravitasi yang sangat kuat

sehingga dapat menarik semua benda disekitarnya bahkan cahaya pun tidak dapat

meloloskan diri darinya.

BAB III

19

Page 20: evolusi bintang

PENUTUP

A. Kesimpulan

Proses pembentukan bintang merupakan reaksi berantai. Pembentukan

bintang di suatu tempat akan memacu pembentukan bintang di tempat lain dan

materi antar bintang merupakan bahan mentah pembentukan bintang awan antar

bintang disebut nebula. Dibutuhkan waktu jutaan hingga milyaran tahun untuk

terjadinya proses ini.

Evolusi pra deret utama diawali oleh pembentukan protobintang. Suatu

protobintang yang telah mengakhiri proses fragmentasinya akan terus mengerut

akibat gravitasinya. Waktu yang diperlukan sebuah bintang berevolusi dari awan

antar bintang menjadi bintang deret utama bergantung pada massa bintang itu.

Akibat pengerutan gravitasi, temperatur di pusat bintang menjadi makin

tinggi. Akibat berlangsungnya reaksi inti di pusat bintang, hidrogen di pusat

berkurang sedang helium bertambah. Hal ini berakibat perubahan struktur bintang

dengan perlahan. Bintang menjadi lebih terang, jejari bertambah besar dan

temperatur efektifnya berkurang, namun belum bergeser terlalu jauh dari deret

utama. Tahap evolusi ini disebut tahap deret utama yang bermula dari deret utama

berumur nol.

Evolusi lanjut bintang dimulai dan ditentukan oleh massa awan pembentuk

bintang dan massa bintang. Makin besar massanya maka evolusinya makin cepat

untuk meninggalkan tahap deret utama. Suatu bintang bisa saja berevolusi

menjadi katai putih, meledak membentuk nova, supernova tipe 1 atau tipe 2 dan

hancur, atau bisa juga berevolusi membentuk bintang neutron maupun black hole.

Semua itu tergantung dari massa awal bintang.

Akhirnya, meskipun usia manusia pendek tapi kita bisa memahami akhir

cerita bintang yang berusia milyaran tahun dikarenakan kemampuan manusia di

dalam mengembangkan iptek.

B. Saran

Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,

kemungkinan munculnya hal-hal baru berkaitan dengan evolusi bintang sangatlah

besar. Oleh karena itu, perlu diadakan pembaharuan terhadap teori-teori yang

telah ada saat ini.

20

Page 21: evolusi bintang

Daftar Pustaka

Sutantyo, Winardi. 1984. Astrofisika: Mengenal Bintang. Bandung : Penerbit ITB

http://google.com/StrukturBintang:SejarahdanPengukurannya_langitselatan.com.html

http://google.com/Rahasia Dibalik Nebula Cakar Kucing _ langitselatan.com.htm

http://google.com/LedakanBintangBerhasilDilihatSecaraLangsung_langitselatan.com.htm

http://google.com/akhir riwayat bintang.htm

21