medication error

2
MEDICATION ERROR (DEFINISI dari beberapa SUMBER) 3 Komentar Medication error adalah suatu kesalahan dalam proses pengobatan yang masih berada dalam pengawasan dan tanggung jawab profesi kesehatan, pasien atau konsumen, dan seharusnya dapat dicegah (Cohen, 1991, Basse & Myers, 1998). Dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 disebutkan bahwa pengertian medication error adalah kejadian yang merugikan pasien, akibat pemakaian obat selama dalam penanganan tenaga kesehatan, yang sebetulnya dapat dicegah. Kejadian medication error dibagi dalam 4 fase, yaitu fase prescribing, fase transcribing, fase dispensing dan fase administration oleh pasien.Medication error pada fase prescribing adalah error yang terjadi pada fase penulisan resep. Fase ini meliputi: obat yang diresepkan tidak tepat indikasi, tidak tepat pasien atau kontraindikasi, tidak tepat obat atau ada obat yang tidak ada indikasinya, tidak tepat dosis dan aturan pakai. Pada fase transcribing, error terjadi pada saat pembacaan resep untuk prosesdispensing. Error pada fase dispensing terjadi pada saat penyiapan hingga penyerahan resep oleh petugas apotek. Sedangkan error pada fase administration adalah error yang terjadi pada proses penggunaan obat. Fase ini dapat melibatkan petugas apotek dan pasien atau keluarganya. Menurut Cohen (1991) dari fase-fase medication error di atas, dapat dikemukakan bahwa faktor penyebabnya dapat berupa: 1) Komunikasi yang buruk, baik secara tertulis (dalam resep) maupun secara lisan (antar pasien, dokter dan apoteker). 2) Sistem distribusi obat yang kurang mendukung (sistem komputerisasi, sistem penyimpanan obat, dan lain sebagainya). 3) Sumber daya manusia (kurang pengetahuan, pekerjaan yang berlebihan). 4) Edukasi kepada pasien kurang. 5) Peran pasien dan keluarganya kurang. Hasil cohort study oleh Kozer, et al (2005) melibatkan 1532 peresepan pasien anak-anak di ICU 12 Rumah Sakit di Amerika yang disampling secara random, sekitar 10% di antaranya mengalami medication error yang

Upload: evelinaadeliayunus

Post on 02-Dec-2015

8 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

medication

TRANSCRIPT

Page 1: Medication Error

MEDICATION ERROR (DEFINISI dari beberapa SUMBER)

3 Komentar

Medication error adalah suatu kesalahan dalam proses pengobatan yang masih

berada dalam pengawasan dan tanggung jawab profesi kesehatan, pasien atau

konsumen, dan seharusnya dapat dicegah (Cohen, 1991, Basse & Myers, 1998).

Dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004

disebutkan bahwa pengertian medication error adalah kejadian yang merugikan

pasien, akibat pemakaian obat selama dalam penanganan tenaga kesehatan,

yang sebetulnya dapat dicegah. Kejadian medication error dibagi dalam 4 fase,

yaitu fase prescribing, fase transcribing, fase dispensing dan

fase administration oleh pasien.Medication error pada

fase prescribing adalah error yang terjadi pada fase penulisan resep. Fase ini

meliputi: obat yang diresepkan tidak tepat indikasi, tidak tepat pasien atau

kontraindikasi, tidak tepat obat atau ada obat yang tidak ada indikasinya, tidak

tepat dosis dan aturan pakai. Pada fase transcribing, error terjadi pada saat

pembacaan resep untuk prosesdispensing. Error pada fase dispensing terjadi

pada saat penyiapan hingga penyerahan resep oleh petugas apotek.

Sedangkan error pada fase administration adalah error yang terjadi pada proses

penggunaan obat. Fase ini dapat melibatkan petugas apotek dan pasien atau

keluarganya.

Menurut Cohen (1991) dari fase-fase medication error di atas, dapat

dikemukakan bahwa faktor penyebabnya dapat berupa: 1) Komunikasi yang

buruk, baik secara tertulis (dalam resep) maupun secara lisan (antar pasien,

dokter dan apoteker). 2) Sistem distribusi obat yang kurang mendukung (sistem

komputerisasi, sistem penyimpanan obat, dan lain sebagainya). 3) Sumber daya

manusia (kurang pengetahuan, pekerjaan yang berlebihan). 4) Edukasi kepada

pasien kurang. 5) Peran pasien dan keluarganya kurang.

Hasil cohort study oleh Kozer, et al (2005) melibatkan 1532 peresepan pasien

anak-anak di ICU 12 Rumah Sakit di Amerika yang disampling secara random,

sekitar 10% di antaranya mengalami medication error yang terinci

menjadi prescribing error (10.1%) dan drug administration

error (3,9%). Medication error pada anak-anak merupakan kejadian yang

penting, jika dibandingkan dengan kejadian pada dewasa maka potensi

merugikannya tiga kali lipat. Dari studi terhadap 10788 peresepan pediatri, 616

Page 2: Medication Error

potensial untuk terjadi error. Sejumlah 120 (19,5%) termasuk kategori sangat

membahayakan, 115 (18,7%) potensial terjadi ADR(Adverse Drug Reaction), 5

kasus (0,8%) adalah ADR yang dapat dicegah. Sehubungan dengan hal tsb., ada

tiga cara yang dinyatakan dapat mencegah medication error yaitu: 1) Penulisan

resep oleh dokter secara komputerisasi (76%). 2) Ward clinical

pharmacist (81%). 3) Peningkatan komunikasi antar dokter, apoteker/perawat

dan pasien (86%) (Fortescue et al, 2003).

Berdasarkan laporan dari USP Medication Error Reporting Program, beberapa hal

berikut dapat dilakukan ketika dokter menulis resep untuk mencegah salah

interpretasi terhadap penulisan resep, yaitu: 1) Mencantumkan identitas dokter

yang tercetak dalam kertas resep. 2) Menuliskan nama lengkap obat (dianjurkan

dalam nama generik), kekuatan, dosis dan bentuk sediaan. 3) Nama pasien,

umur dan alamat, juga berat badan dan nama orang tua untuk pasien anak

(Katzung and Lofholm, 1997).

Dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004

disebutkan bahwa Apoteker harus memahami dan menyadari kemungkinan

terjadinya kesalahan pengobatan (medication error) dalam proses pengobatan.

Dalam pelayanan resep Apoteker harus melakukan skrining resep yang meliputi:

1) Persyaratan administratif (a. nama, SIP dan alamat dokter, b. tanggal

penulisan resep, c. tanda tangan / paraf dokter penulis resep, d. nama, alamat,

umur jenis kelamin dan berat badan pasien, e. nama obat, potensi, dosis dan

jumlah yang diminta, f. cara pemakaian yang jelas, g. informasi lainnya). 2)

Kesesuaian farmasetika (a. bentuk sediaan, b. dosis, c. potensi, d. stabilitas, e.

inkompatibilitas, f. cara dan lama pemberian). 3) Pertimbangan klinis (a. efek

samping, b. alergi, c. interaksi, d. kesesuaian indikasi, dosis, pasien, dan lain-

lain).