mangrove

29
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan mangrove sering disebut hutan bakau atau hutan payau. Dinamakan hutan bakau oleh karena sebagian besar vegetasinya didominasi oleh jenis bakau, dan disebut hutan payau karena hutannya tumbuh di atas tanah yang selalu tergenang oleh air payau. Arti mangrove dalam ekologi tumbuhan digunakan untuk semak dan pohon yang tumbuh di daerah intertidal dan subtidal dangkal di rawa pasang tropika dan subtropika. Tumbuhan ini selalu hijau dan terdiri dari bermacam-macam campuran yang mempunyai nilai ekonomis baik untuk kepentingan rumah tangga (rumah, perabot) dan industri (pakan ternak, kertas, arang). Hutan-hutan bakau menyebar luas di bagian yang cukup panas di permukaan bumi, terutama di sekeliling khatulistiwa pada wilayah tropika dan sedikit di subtropika. Luas hutan bakau Indonesia antara 2,5 hingga 4,5 juta hektar, merupakan mangrove yang terluas di dunia. Melebihi Brazil (1,3 juta ha), Nigeria (1,1 juta ha) dan Australia (0,97 ha) (Spalding dkk, 1997 dalam Noor dkk, 1999). Menurut Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial (RLPS) tahun 1999 luas potensial hutan mangrove Indonesia adalah 8,6 juta ha yang terdiri atas 3,8 juta ha terdapat di kawasan hutan dan 4,8 juta ha terdapat di luar kawasan hutan. 1

Upload: glucklich-lucky-manafe

Post on 27-Oct-2015

141 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Deskripsi mangrove

TRANSCRIPT

Page 1: Mangrove

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hutan mangrove sering disebut hutan bakau atau hutan payau. Dinamakan hutan

bakau oleh karena sebagian besar vegetasinya didominasi oleh jenis bakau, dan disebut hutan

payau karena hutannya tumbuh di atas tanah yang selalu tergenang oleh air payau. Arti

mangrove dalam ekologi tumbuhan digunakan untuk semak dan pohon yang tumbuh di

daerah intertidal dan subtidal dangkal di rawa pasang tropika dan subtropika. Tumbuhan ini

selalu hijau dan terdiri dari bermacam-macam campuran yang mempunyai nilai ekonomis

baik untuk kepentingan rumah tangga (rumah, perabot) dan industri (pakan ternak, kertas,

arang). 

Hutan-hutan bakau menyebar luas di bagian yang cukup panas di permukaan bumi,

terutama di sekeliling khatulistiwa pada wilayah tropika dan sedikit di subtropika. Luas hutan

bakau Indonesia antara 2,5 hingga 4,5 juta hektar, merupakan mangrove yang terluas di

dunia. Melebihi Brazil (1,3 juta ha), Nigeria (1,1 juta ha) dan Australia (0,97 ha) (Spalding

dkk, 1997 dalam Noor dkk, 1999). Menurut Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan

Perhutanan Sosial (RLPS) tahun 1999 luas potensial hutan mangrove Indonesia adalah

8,6 juta ha yang terdiri atas 3,8 juta ha terdapat di kawasan hutan dan 4,8 juta ha

terdapat di luar kawasan hutan. Sementara itu berdasarkan kondisinya diperkirakan

bahwa 1,7 juta (44,73 %) hutan mengrove di dalam kawasan hutan dan 4,2 juta ha (87,50

%) hutan mangrove di luar kawasan hutan dalam keadaan rusak (Saparinto, 2007).

Mangrove mempunyai kecenderungan membentuk kerapatan dan keragaman struktur

tegakan yang berperan penting sebagai perangkap endapan dan perlindungan terhadap erosi

pantai. Sedimen dan biomassa tumbuhan mempunyai kaitan erat dalam memelihara efisiensi

dan berperan sebagai penyangga antara laut dan daratan, bertanggung jawab atas

kapasitasnya sebagai penyerap energi gelombang dan menghambat intrusi air laut ke daratan.

Selain itu, mangrove menghasilkan habitat untuk perlindungan bagi hewan-hewan muda dan

permukaannya bermanfaat sebagai substrat perlekatan dan pertumbuhan dari banyak

organisme epifit (Nybakken et al, 1986).

1

Page 2: Mangrove

Hutan ini tumbuh khususnya di tempat-tempat di mana terjadi pelumpuran dan

akumulasi bahan organik. Baik di teluk-teluk yang terlindung dari gempuran ombak, maupun

di sekitar muara sungai di mana air melambat dan mengendapkan lumpur yang dibawanya

dari hulu.

Ekosistem hutan bakau bersifat khas, baik karena adanya pelumpuran yang

mengakibatkan kurangnya aerasi tanah; salinitas tanahnya yang tinggi; serta mengalami daur

penggenangan oleh pasang-surut air laut. Hanya sedikit jenis tumbuhan yang bertahan hidup

di tempat semacam ini, dan jenis-jenis ini kebanyakan bersifat khas hutan bakau karena telah

melewati proses adaptasi dan evolusi.

B. Rumusan Masalah

1. Apa definisi dari Hutan Mangrove?

2. Apa saja fungsi dari Hutan Mangrove?

3. Permasalahan apa saja yang terjadi pada Hutan Mangrove?

4. Apa saja dampak yang di timbulkan dari permasalahan tersebut ?

C. Tujuan

Untuk menjelaskan definisi dari Hutan Mangrove, fungsi dari Hutan Mangrove tersebut,

keanekaragaman yang berada dalam ekosistem Hutan Mangrove, permasalahan yang di

alami, dan dampak yang di timbulkan.

2

Page 3: Mangrove

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Mangrove

Hutan Mangrove adalah suatu komunitas tumbuhan atau suatu individu jenis

tumbuhan yang membentuk komunitas tersebut di daerah pasang surut. Hutan mangrove

adalah tipe hutan yang secara alami dipengaruhi oleh pasang surut air laut, tergenang pada

saat pasang naik dan bebas dari genangan pada saat pasang rendah. Ekosistem mangrove

adalah suatu sistem yang terdiri atas lingkungan biotik dan abiotik yang saling berinteraksi di

dalam suatu habitat mangrove.

Istilah mangrove merujuk pada dua konsep yang berbeda. Pertama mangrove

dideskripsikan sebagai kelompok spesies tumbuhan halofit, yang hidup disepanjang areal

pantai yang dipengaruhi oleh pasang tertinggi sampai daerah mendekati ketinggian rata-rata

air laut yang tumbuh di daerah tropis dan sub-tropis, yang dikelompokkan dalam 8 famili dan

di 12 genus (Wisel 1972 dalam Lugo dan Snedaker, 1974) seperti dibawah ini :

Avicenniaceae Myrsinaceae Avicennia sp. Aegiceras sp. Chenopodiaceae Plumbaginaceae Suaeda monoica Aegialitis sp. Combretaceae Rhizophoraceae Laguncularia sp. Rhizophora sp. Lumnitzera sp. Bruguiera sp. Meliaceae Ceriops sp. Conocarpus sp. Sonneratiaceae Xylocarpus sp. Sonneratia sp.

Rujukan yang kedua, mangrove merupakan komunitas tumbuhan yang kompleks

dan bertumbuh pada sepanjang garis pantai tropis sampai sub tropis (Lugo dan Snedaker,

1974). Schimper (1903) dalam Lugo dan Snedaker (1974) mendefinisikan mangrove

sebagai formasi yang berada dibawah pasang tertinggi. Kosekuensinya Schimper dan

banyak ilmuwan lainnya banyak menggunakan istilah hutan tidal sebagai sinomin dari

hutan mangrove. Namun mangrove yang “sebenarnya” mungkin hanya tumbuh pada

sebagian zona tidal, mangrove mungkin dapat tumbuh jauh dibawah surut terendah dan

3

Page 4: Mangrove

pasang tertinggi, atau bahkan pada lautan yang tidak mempunyai pasang surut sekalipun

(Lugo dan Snedaker, 1974)

Vegetasi mangrove terbesar di Asia Tenggara terdapat pada Indonesia yaitu

sekitar 60% dari total keseluruhan hutan mangrove di Asia Tenggara (Giesen dkk, 2007),

mangrove di Asia Tenggara adalah mangrove dengan tingkat perkembangan dan

diversitas spesies yang paling baik di dunia (Giesen & Wulffraat, 1998 dalam Giesen

dkk, 2007). Total keseluruhan mangrove di Asia Tenggara ada 268 spesies yang berhasil

di indetifikasi, termasuk 129 spesies pohon dan semak, 50 spesies darat (termasuk 27

spesies rumput, dan rumput yang berpenampilan seperti pohon), 28 spesies yang climber,

28 spesies epifit, 24 spesies pakis/paku-pakuan, 7 spesies palem, 1 spesies pandan, dan

satu spesies cycad, termasuk 52 spesies yang hanya dapat di temukan pada habitat

mangrove, kelompok ini disebut sebagai “spesies mangrove sejati” termasuk didalamnya

42 jenis pohon dan semak (Annex 1) dan sekitar 18 % spesies tersebut bersifat endemic

(Giesen, 2007). Saenger et al (1983) mencacat ada 60 spesies ekslusif pada habitat

mangrove, dari hasil catatan tersebut terlihat bahwa Asia Tenggara mempunyai bagian

dari “spesies mangrove sejati” terbanyak di dunia. Samudra Hindia bagian utara dan

bagian pasifik utara-barat (merentang dari Laut Merah ke Jepang dan Indonesia)

merupakan wilayah dibumi dengan tingkat diversitas mangore tertinggi. (Giesen dkk,

2007).

4

Page 5: Mangrove

Tabel 1. Spesies mangrove yang endemic di Asia Tenggara

Jenis-jenis mangrove di Indonesia merupakan yang tertinggi di dunia, seluruhnya

tercatat 89 spesies yang terbagi menjadi 35 jenis pohon, 5 jenis terna, 9 jenis perdu, 9

jenis liana, 29 jenis efifit dan 2 jenis parasit (Nontji, 1987). Beberapa jenis mangrove

yang dijumpai di pesisir Indonesia adalah bakau (Rhizophora spp), api-api (Avicennia

spp), bogem (Sonneratia spp), tancang (Bruguiera spp), nyirih (Xylocarpus spp), tengar

(Ceriops spp), dan buta-buta (Excoecaria spp).

Menurut Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial (RLPS)

Tahun 1999 luas potensial hutan mangrove Indonesia adalah 8,6 juta ha yang terdiri atas

3,8 juta ha terdapat di kawasan hutan dan 4,8 juta ha terdapat di luar kawasan hutan.

Sementara itu berdasarkan kondisinya diperkirakan bahwa 1,7 juta (44,73%) hutan

mangrove di dalam kawasan hutan dan 4,2 juta ha (87,50%) hutan mangrove di luar

kawasan hutan dalam keadaan rusak. Menurunnya ekosistem mangrove di wilayah pesisir

dapat dilihat dari luas hutan mangrove Indonesia yang diperkirakan 4,25 juta ha saat ini

hanya tinggal 2,5 juta ha (Therik, 2008) dan luas hutan mangrove di NTT adalah 1.830 ha

atau hanya 0.04% dari luas hutan mangrove di Indonesia (Atmawidjaja et al, 1986).

5

Page 6: Mangrove

Mangrove pada wilayah Nusa Tenggara mempunyai luas 3000 ha yang sekarang

ini termasuk pada area yang terlindung seperti pada Taman Nasional Komodo di Flores

dan Taman Marga Satwa Pulau Menipo di Amarasi (Giesen dkk, 2007).

Berikut adalah data distribusi hutan mangrove dan tingkat kerusakannya yang disadur

dari Therik, 2006

Tabel 2. Data Distribusi Hutran Mangrove dan Tingkat Kerusakan

Sumber : Therik, 2008

Menurut Istomo et al (1992), ciri khusus habitat vegetasi mangrove adalah

keadaan tanah yang berlumpur atau berpasir, salinitas, penggenangan, pasang surut, dan

kandungan oksigen tanah. Untuk itu vegetasi mangrove akan beradaptasi melalui

perubahan dan ciri khusus fisiologi, morfologis, fenologi, fisiognomi, dan komposisi

struktur vegetasinya. Ekosistem hutan mangrove dengan sifatnya yang khas dan

kompleks menyebabkan hanya organisme tertentu saja yang mampu bertahan dan

berkembang. Kenyataan ini menunjukkan keanekaragaman jenis fauna hutan mangrove

6

Page 7: Mangrove

yang berafinitas lautkecil, tetapi kepadatan masing-masing jenis umunya besar

(Kartawinata et al, 1979).

Adaptasi pohon mangrove terhadap keadaan tanah (lumpur) dan kekurangan

oksigen dalam tanah adalah pembentukan morfologi sistem perakaran yang berfungsi

sebagai akar nafas (Pneumatofora) dan penunjang tegaknya pohon. Menurut Bengen et al

(2004), ada empat bentuk sistem perakaran pada hutan mangrove, yaitu; Akar lutut,

seperti yang terdapat pada Bruguiera spp; Akar cakar ayam, seperti yang terdapat pada

Sonneratia spp, Avicennia spp, dan kadang-kadang Xylocarpus moluccensis; Akar

tongkat/penyangga, seperti yang terdapat pada Rhizophora spp; dan Akar papan seperti

yang terdapat pada Ceriops spp.

Vegetasi mangrove mempunyai tampilan zonasi seperti gerombol (seperti pada

gambar 1 dan 2), yang berhubungan dengan tipe tanah (lumpur, pasir atau peat (tanah

gemuk)), terekspos terhadap gelombang, salinitas, aliran air tawar. Lebar zona mangrove

biasanya tidak lebih dari 4 km (Giesen dkk, 2007). Pada daerah pantai yang longsor atau

curam lebar vegetasi mungkin bisa mencapai 50 km karena keberadaan mangrove yang

jarang, sementara pada beberapa daerah eustaria dan tempat-tempat ternaung, lebar teluk

yang dangkal dapat mencapai 18 km seperti pada suangai Sembilan di Sumatra Selatan

(Danielsen & Verheugt et al, 1990) atau bahkan bisa mencapai 30 km seperti pada teluk

Bintuni, Papua (Erftemeijer et al., 1989)

7

Page 8: Mangrove

Watson (1928) dalam Kusmana et al (1995) berpendapat bahwa hutan mangrove

dapat dibagi menjadi lima bagian berdasarkan frekuensi air pasang, yaitu; zonasi yang

terdekat dengan laut, akan didominasi oleh Avicennia spp dan Sonneratia spp, tumbuh

pada lumpur lunak dengan kandungan organik yang tinggi. Avicennia spp tumbuh pada

substrat yang agak keras, sedangkan Avicennia alba tumbuh pada substrat yang agak

lunak; zonasi yang tumbuh pada tanah kuat dan cukup keras serta dicapai oleh beberapa

air pasang. Zonasi ini sedikit lebih tinggi dan biasanya didominasi oleh Bruguiera

cylindrica; ke arah daratan lagi, zonasi yang didominasi oleh Rhyzophora mucronata dan

Rhyzophora apiculata. Jenis Rhyzophora mucronata lebih banyak dijumpai pada kondisi

yang agak basah dan lumpur yang agak dalam. Pohon-pohon yang dapat tumbuh setinggi

35-40 m. Pohon lain yang juga terdapat pada hutan ini mencakup Bruguiera parviflora

dan Xylocarpus granatum; hutan yang didominasi oleh Bruguiera parviflora kadang-

kadang dijumpai tanpa jenis pohon lainnya; hutan mangrove di belakang didominasi oleh

Bruguiera gymnorrhiza.

Menurut Bengen dan Dutton et al (2004) dalam Northcote dan Hartman (2004)

zonasi mangrove dipengaruhi oleh salinitas, toleransi terhadap ombak dan angin,

toleransi terhadap lumpur (keadaan tanah), frekuensi tergenang oleh air laut. Zonasi yang

menggambarkan tahapan suksesi yang sejalan dengan perubahan tempat tumbuh.

Perubahan tempat tumbuh sangat bersifat dinamis yang disebabkan oleh laju

pengendapan atau pengikisan. Daya adaptasi tiap jenis akan menentukan komposisi jenis

tiap zonasi.

8

Page 9: Mangrove

Gambar 2. Schematic cross-section of a small mangrove island near Kimbe, West New Britain province, Papua New Guinea

Gambar 3. Schematic cross-section of a coastal area on Bintan Island, Riau province, Indonesia

9

Page 10: Mangrove

Mangrove merupakan vegetasi spesifik di wilayah pantai sehingga

keberadaannya mempunyai karakteristik tersendiri. Chapman et al (1984)

mengelompokkan mangrove menjadi dua kategori yaitu :

1. Vegetasi mangrove inti yaitu mangrove yang mempunyai peran ekologi utama

dalam formasi mangrove, seperti Rhizophora, Bruguiera, Ceriops,Sonneratia,

Avicennia, Lumnitzera, Nypa dan Derris.

2. Vegetasi mangrove pinggiran (peripheral) yaitu mang-rove yag secara ekologi

berperan dalam formasi mang-rove tetapijuga berperan penting dalam formasi

hutan lain, seperti Cerbera, Acrostichum, Hibiscus, Heritlera, dan sebagainya.

Pengelompokan lain yang dilakukan Tomlinson (1984) dalam Saparinto (2007)

membagi flora mangrove menjadi tiga kelompok

1. Flora mangrove mayor (mangrove sebenarnya) yaitu flora yang mempunyai

kemampuan membentuk tegakan murni dan secara dominan mencirikan struktur

komunitas, secara morfologi mempunyai bentuk adaptif khusus terhadap

lingkungan dan mempunyai mekanisme fisiologis dalam mengontrol kadar garam.

Contohnya Avicennis, Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, dan Nypa.

2. Flora mangrove minor; yaitu flora yang tidak mampu membentuk tegakan murni,

sehingga secara mofologis tidak berperan dominan dalam struktur komunitas.

Contohnya : Excoecaria, Xylocarpusl Heritiera, Aegiceras, Aegialitis, Pemphis,

dan lainnya.

3. Asosiasi mangrove, contohnya Cerbera, Acanthus, Der-ris, Calamus, dan

lainnya

B. Fungsi Hutan Mangrove

Hutan mangrove mempunyai tiga fungsi utama bagi kelestarian sumber daya, yakni :

(1) Fungsi fisik, hutan mangrove secara fisik menjaga dan menstabilkan garis pantai serta

tepian sungai, pelindung terhadap hempasan gelombang dan arus, mempercepat

pembentukan lahan baru serta melindungi pantai dari erosi laut/abrasi (green belt). (2) Fungsi

biologis adalah sebagai tempat asuhan (nursery ground), tempat mencari makanan (feeding

10

Page 11: Mangrove

ground) ) untuk berbagai organisme yang bernilai ekonomis khususnya ikan dan udang,

tempat berkembang biak (spawning ground), sebagai penghasil serasah/zat hara yang cukup

tinggi produktivitsnya, dan habitat berbagai satwa liar antara lain, reptilia, mamalia, hurting

dan lain-lain. Selain itu, hutan mangrove juga merupakan sumber plasma nutfah. (3) Fungsi

ekonomi yakni kawasan hutan mangrove berpotensi sebagai tempat rekreasi (ecotourism),

lahan pertambakan, dan penghasil devisa dengan produk bahan baku industri. ( Saparinto,

2007).

Tabel 3. Quantitative list of plant products in Southeast Asia

Selain itu, secara khusus hutan mangrove juga berguna sebagai perangkap zat-zat

pencemar dan limbah, mempercepat perluasan lahan, mengolah limbah organik, dan

sebagainya. Setiap saat pantai terancam abrasi akibat arus dan gelombang laut yang

selalu bergerak. Tanpa keberadaan hutan mangrove dan hutan pantai, sangat besar

peluang pinggir pantai tergerus oleh arus dan gelombang yang terus menerpanya.

Beberapa contoh hasil penelitian juga menunjukkan fungsi hutan mangrove dan

hutan pantai dalam meredam energi arus gelombang laut, seperti tergambar dari hasil

penelitian Pratikto et al. (2002) dan Instiyanto dkk et al (2003). Pratikto melaporkan

bahwa hutan mangrove di Teluk Grajagan - Banyuwangi mampu mereduksi atau

mengurangi energi gelombang yang menerpa kawasan pantai tersebut. Istiyanto dkk

11

Page 12: Mangrove

melalui pengujian laboratorium juga menyimpulkan bahwa rumpun bakau (Rhizophora)

memantulkan, meneruskan, dan menyerap energi gelombang tsunami yang diwujudkan

dalam perubahan tinggi gelombang tsunami ketika menjalar melalui rumpun tersebut.

Disamping itu Hutan Mangrove juga memiliki manfaat yang lain, yaitu

menyediakan buffer, bakau juga berinteraksi dengan laut. Sedimen terperangkap oleh

akar mencegah pendangkalan habitat laut yang berdekatan di mana air keruh mungkin

dapat membunuh karang atau padang rumput melimpahi lamun. Selain itu, tanaman

bakau dan sedimen telah terbukti untuk menyerap polusi, termasuk logam berat.

Mangrove juga sangat efektif dalam menyimpan karbon.

Vegetasi mangrove juga dapat menyerap dan mengurangi pencemaran (polutan). 

Jaringan anatomi tumbuhan mangrove mampu menyerap bahan polutan, misalnya

penelitian Darmiyati et al dkk tahun 1995 menemukan jenis Rhizophora mucronata dapat

menyerap 300 ppm Mn, 20 ppm Zn, 15 ppm Cu dan penelitian Saefullah et al, 1995

menginformasikan pada daun Avicennia marina terdapat akumulasi Pb ³ 15 ppm, Cd ³ 0,5

ppm,   Ni ³ 2,4 ppm. Unsur-unsur tersebut merupakan pulutan berupa logam berat jika

berada dilingkungan akan berbahaya bagi flora lain dan fauna, termasuk bagi manusia.

Dengan demikian hutan mampu mereduksi polutan dari lingkungan.

Ekosistem hutan mangrove memiliki produktivitas yang tinggi. Seorang peneliti,

White et al (1987) melaporkan produktivitas primer ekosistem mangrove ini sekitar 400-

500 gram karbon/m2/tahun adalah tujuh kali lebih produktif dari ekosistem perairan

pantai lainnya. Oleh karenanya, ekosistem mangrove mampu menopang keanekaragaman

jenis yang tinggi.

12

Page 13: Mangrove

Tabel 4. Economic value of various mangrove products

C. Masalah yang dihadapi oleh hutan mangrove

Bila diamati dan dipahami dengan baik, Hutan Mangrove mempunyai banyak

manfaat yang mendukung kelangsungan kehidupan manusia. Namun, manusia selalu merasa

belum puas dan ingin mendapatkan lebih banyak keuntungan, sehingga menggunakan segala

upaya untuk memperoleh keuntungan yang besar walaupun harus merusak ekosistem Hutan

Mangrove.

Kerusakan hutan mangrove di Indonesia mencapai 70% dari total potensi mangrove

yang ada seluas 8.6 juta hectare, yaitu 48% atau seluas 4,51 juta hektare rusak sedang dan

23% atau 2,15 juta hektare dalam kondisi rusak berat. Seperti yang telah diutarakan oleh

Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad dalam keterangannya ketika membuka

Jambore Mangrove di Pantai Depok, Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah, Ia mengatakan

bahwa kerusakan sebagian besar hutan mangrove di Indonesia diakibatkan oleh ulah

manusia, baik berupa konversi mangrove menjadi pemanfaatan lain seperti pemukiman,

industeri, rekreasi dan lain sebagainya

Seperti contoh kasus yang terjadi di daerah Sumatera Utara yaitu adanya pengalihan

fungsi lahan hutan mangrove menjadi tambak masyarakat dan dikonversi lagi menjadi lahan

kelapa sawit. Seperti yang sudah kita ketahui hutan mangrove atau bakau adalah hutan yang

tumbuh di atas rawa-rawa berair payau, terletak pada garis pantai dan dipengaruhi pasang-

13

Page 14: Mangrove

surut air laut. Hutan ini tumbuh khususnya di tempat-tempat di mana terjadi pelumpuran dan

akumulasi bahan organik baik di teluk-teluk yang terlindung dari gempuran ombak, maupun

di sekitar muara sungai di mana air melambat dan mengendapkan lumpur yang dibawanya

dari hulu.

Hal-hal utama yang menjadi permasalahan dan penyebabnya antara lain, (1)    

Tekanan penduduk untuk kebutuhan ekonomi yang tinggi sehingga permintaan konversi

mangrove juga semakin tinggi. Penduduk disini lebih mementingkan kebutuhannya sendiri-

sendiri dibandingkan kepentingan ekologis dan kepedulian akan dampak lingkungan hidup.

Banyaknya pihak yang tidak bertanggung jawab juga dengan meminta untuk mengkonversi

lahan mangrove tapi setelah dikonversi lahan tersebut mereka tidak menindak lanjutinya.

Mereka lebih paham bahwa manfaat dengan dikonversinya hutan mangrove menjadi tambak

dan lahan kelapa sawit akan lebih menguntungkan padahal kalau ditinjau secara keuntungan

jangka panjang hutan mangrove akan lebih bermanfaat. (2) Perencanaan dan pengelolaan

sumber daya pesisir di masa lalu bersifat sangat sektoral. Dari sini kita mengetahui bahwa

pengelolaan yang sektoral ini akan mengakibatkan terjadinya perusakan hutan mangrove

berat yang akan berdampak pada masa yang akan datang. Kemudian rendahnya kesadaran

masyarakat tentang konversi dan fungsi ekosistem mangrove. (3)     Hutan rawa dalam

lingkungan yang asin dan anaerob di daerah pesisir selalu dianggap daerah yang yang

marginal atau sama sekali tidak cocok untuk pertanian dan akuakultur. Namun karena

kebutuhan lahan pertanian dan perikanan yang semakin meningkat maka hutan mangrove

dianggap sebagai lahan alternative. Reklamasi seperti itu telah memusnakan ekosistem

mangrove dan juga mengakibatkan efek – efek yang negatif teradap perikanan di perairan

pantai sekitarnya.

Rusminarto et al. (1984) dalam pengamatannya di areal hutan mangrove di Tanjung

Karawang menjumpai 9 jenis nyamuk yang berada di areal tersebut. Dilaporkan bahwa

nyamuk Anopheles sp., nyamuk jenis vektor penyakit malaria, ternyata makin meningkat

populasinya seiring dengan makin terbukanya pertambakan dalam areal mangrove. Ini

mengindikasikan kemungkinan meningkatnya penularan malaria dengan makin terbukanya

areal-areal pertambakan perikanan. Kajian lain yang berkaitan dengan polutan, dilaporkan

oleh Gunawan dan Anwar (2005) yang menemukan bahwa tambak tanpa mangrove

14

Page 15: Mangrove

mengandung bahan pencemar berbahaya merkuri (Hg) 16 kali lebih tinggi dari perairan hutan

mangrove alami dan 14 kali lebih tinggi dari tambak yang masih bermangrove (silvofishery).

Saat ini sedang diteliti, di mana kandungan merkuri diserap (pohon mangrove, biota dasar

perairan, atau pun ikan).

D. Dampak permaslahan yang terjadi

Dampak ekologis secara umum akibat berkurang dan rusaknya ekosistem mangrove

adalah hilangnya berbagai spesies flora dan fauna yang berasosiasi dengan ekosistem

mangrove, yang dalam jangka panjang akan mengganggu keseimbangan ekosistem mangrove

khususnya dan ekosistem pesisir umumnya. Selain itu, menurunnya kualitas dan kuantitas

hutan mangrove telah mengakibatkan dampak yang sangat mengkhawatirkan, seperti abrasi

yang selalu meningkat, penurunan tangkapan perikanan pantai, intrusi air laut yang semakin

jauh ke arah darat, malaria dan lainnya.

Pada ekosistem mangrove, rantai makanan yang  terjadi adalah rantai makanan 

detritus. Sumber utama detritus adalah hasil penguraian guguran daun mangrove yang  jatuh

ke perairan oleh bakteri dan fungi (Romimohtarto dan Juwana et al, 1999).

Gambar Rantai Makanan

15

Page 16: Mangrove

Rantai  makanan detritus dimulai  dari proses penghancuran  luruhan dan ranting

mangrove oleh bakteri dan fungi (detritivor) menghasilkan detritus.  Hancuran bahan organic

(detritus) ini kemudian menjadi bahan makanan penting (nutrien) bagi  cacing, crustacea,

moluska, dan hewan lainnya (Nontji, et al 1993). Setyawan et al dkk (2002) menyatakan

nutrient di dalam ekosistem mangrove dapat   juga berasal dari luar ekosistem, dari sungai

atau laut. Lalu ditambahkan oleh Romimohtarto dan Juwana et al (1999) yang menyatakan

bahwa bakteri dan fungi tadi dimakan oleh sebagian  protozoa dan avertebrata.

Kemudian protozoa dan avertebrata dimakan oleh karnivor sedang, yang selanjutnya

dimakan oleh karnivor tingkat tinggi. Karena dengan adanya lahan hutan mangrove yang

dikonversi ini fauna-fauna baik itu pemangsa maupun yang dimangsa akan berpindah ke

lahan yang belum mengalami kerusakan. Contohnya saja spesies monyet dan bangau

mungkin tidak aka ada lagi karena spesies ikan yang ada akan berkurang dan habitat mereka

telah rusak. Pengaruh bahan-bahan kimia dari pupuk pertanian juga. Secara tidak langsung

akan mengubah siklus biogeokimianya karena unsur-unsur yang ada akan berubah dan

berkurang.

Ternyata dengan adanya lahan perkebunan kelapa sawit ini tentu saja akan

menurunkan tingkat kualitas tanah sebagai salah satu indikator dan pemegang peranan

penting didalam ekosistem apalagi dengan semua aspek fungsi ekologis yang dimilikinya.

Juga akan terjadi pendangkalan perairan pantai karena pengendapan sedimen yang sebelum

hutan mangrove dikonversi mengendap dihutan mangrove. Dengan begitu hutan mangrove

yang asalnya tempat pemijahan ikan dan udang secara alami akan beralih fungsi dan bahkan

tidak berfungsi lagi sebagai tempat pemijahan. Sebagaimana kita ketahui bahwa lahan

tersebut secara struktur akan berubah dan mungkin tercemar oleh bahan-bahan kimia yang

berasal dari pupuk pertanian untuk lahan kelapa sawit. Sehingga dengan melihat tingkat

degradasi dan konversi pada areal hutan mangrove tersebut maka harus direncanakan suatu

penelitian untuk mengetahui dan mengkaji kualitas tanah sebagai akibat dari konversi

mangrove yang telah dilakukan. (Anonim, 2009)

16

Page 17: Mangrove

Dari situ kita tahu bahwa dengan adanya lahan konversi baik itu menjadi tambak atau

pun lahan perkebunan kelapa sawit. Ternyata akan merusak ekositem mangrove dan akan

mengubah struktur kimia fisika dan fungsi ekologisnya yaitu rantai makanan, rantai energy

dan siklus biogeokimianya. Seharusnya kita menyadari dan menyadarkan masyarakat akan

fungsi dan peranan masing-masing ekosistem karena untuk ke depannya alam ini akan

merugikan kita apabila kita merusaknya. Mungkin secara waktu dekat lahan kelapa sawit

akan menguntungkan tapi untuk jangka panjang dan dampak yang ditimbulkan akan

merugikan.  persepsi yang menganggap mangrove  merupakan sumber daya yang kurang

berguna yang hanya cocok untuk pembuangan sampah atau dikonversi untuk keperluan lain

harus diluruskan. Karena apabila persepsi keliru tersebut tidak dikoreksi, maka masa depan

hutan mangrove Indonesia dan juga hutan mangrove dunia akan menjadi sangat suram.

Oleh karena itu, diperlukan solusi yang dapat menolong ekosistem Hutan Mangrove

tersebut dari segala ancaman. Berikut adalah beberapa solusinya: Pertama,

Keterlibatan/partisipasi Masyarakat. Peran serta atau keterlibatan masyarakat dalam upaya

pengembangan wilayah, khususnya rehabilitasi hutan mangrove sangan penting dan perlu

dilakukan. Pemerintah baik pusat maupun daerah harus memberikan kesempatan pada

masyarakat untuk ikut serta terlibat dalam pengelolaan dan pelestarian hutan mangrove.

Selanjutnya masyarakat perlu diberikan bimbingan dan penyuluhan tentang arti pentingnya

hutan mangrove pada kehidupan ini terutama kehidupan di masa yang akan datang.

Masyarakat harus tahu bahwa keberhasilan merehabilitasi hutan mangrove akan

berdampak pada adanya peningkatan pembangunan ekonomi- khususnya dalam bidang

perikanan, pertambakan, industri, pemukiman, rekreasi dan lain-lain. Kayu tumbuhan

mangrove dapat dimanfaatkan sebagai bahan bangunan dan kayu bakar, bahan tekstil dan

penghasil tanin, bahan dasar kertas, keperluan rumah tangga, obat dan minuman, dan masih

banyak lagi lainnya. Hutan mangrove juga berfungsi untuk menopang kehidupan manusia,

baik dari sudut ekologi, fisik, maupun sosial ekonomi misalnya untuk menahan ombak,

menahan intrusi air laut ke darat, dan sebagai habitat bagi biota laut tertentu untuk bertelur

dan pemijahannya. Hutan mangrove dapat pula dikembangkan sebagai wilayah baru dan

untuk menambah penghasilan petani tambak dan nelayan, khususnya di bidang perikanan dan

garam.

17

Page 18: Mangrove

Kedua, Penegakan Hukum. Setelah masyarakat dilibatkan dalam pengelolaan,

pengembangan hutan mangrove dan diberi penyuluhan atau wawasan mengenai arti

pentingan lingkungan hutan mangrove, maka pemerintah harus menindaklanjuti dengan

menegakkan hukum sesuai dengan ketetapan undang-undang yang berlaku. Masyarakat baik

perorangan maupun berkelompok atau perseroan harus ditindak tegas bilamana melakukan

pelanggaran. Selama ini yang terjadi adalah di samping pemerintah kurang dalam

memberikan bimbingan dan penyuluhan terhadap masyarakat, aspek penegakan hukum pun

sangat lemah. Apalagi jika yang melanggar seorang pejabat atau pengusaha kaya. Sering kali

si pelanggar dapat dengan mudah terbebas dari jeratan hukum.

18

Page 19: Mangrove

BAB III

PENUTUP

A. Simpulan

Ekosistem Hutan Mangrove sangat berperan penting terhadap kehidupan makhluk

hidup. Bila keseimbangan ekosistem Hutan Mangrove terganggu ataupun dengan sengaja

dirusak, maka secara langsung hal tersebut akan berdampak pada kelangsungan hidup

makhluk hidup, baik manusia, tumbuhan maupun hewan, sebab beberapa makhluk hidup

bergantung pada ekosistem Hutan Mangrove.

Selain itu, bila Hutan Mangrove di alih fungsikan menjadi tambak, lalu dialih

fungsikan lagi menjadi perkebunan kelapa sawit, hal itu tidak dapat memberikan investasi

yang lama disebabkan salinitas diwilayah tersebut sangat tinggi, dan juga jenis tanah yang

digunakan sebagai perekebunan tersebut kurang cocok untuk mendukung pertumbuhan dan

perkembangan tanaman kelapa sawit,serta hal itu hanya akan menurunkan kualitas tanah.

Dan juga, bila ekosistem Hutan Mangrove terusik, secara tidak langsung akan

berdampak pada ekosistem yang lain, karena ekosistem yang satu dengan yang lain saling

memiliki keterkaitan atau hubungan. Disamping itu, flora fauna yang hidup dalam ekosistem

tersebut dapat terganggu pertumbuhan dan perkembangannya, dan yang paling parah flora

fauna tersebut punah. Bila hal itu terjadi, maka manusia pun akan merasakan dampaknya

sendiri.

B. Saran

Ada beberpa saran atau solusi yang dapat membantu menjaga dan memlihara ataupun

membudidayakn Hutan Mangrove, yaitu : 1) Mengharidi pertemuan kota dan menyambaikan

suara keberatan atas pembangunan mengganggu habitat satwa liar maupun suatu ekosistem,

2) Pelajari semua tetang pentinganya Rawa Mangrove, dan membuat orang lain terkesan

mengenai pentingnya Rawa Mangrove terhadap keanekaragaman hayati di Bumi, 3) gunakan

produk yang ramah lingkungan untuk mengurangi polusi air.

19

Page 20: Mangrove

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2011. Hutan Mangrove. Di unduh dari

http://www.mediaindonesia.com/webtorial/klh/index.php?ar_id=NjkxOQ

Anwar, Chairil dan Hendra Gunawan. 2011. Departermen Kehutanan. di unduh dari

www.dephut.go.id/files/Chairil_Hendra.pdf

Saparinto C, 2007. Pendayagunaan Ekosistem Mangrove. Edisi Pertama, Cetakan Kesatu. Dahara Prize. Semarang

Giesen W, Wulffraat S, Zieren M and Scholten L, 2007. Mangrove Guidebook For Southeast Asia. FAO and Wetlands International.

Lugo A. E and Snedaker S. C, 1974. The Ecology of Mangroves. Department of Natural Resources, Commonwealth of Puerto Rico and Resource Management Systems Program, School of Forest Resources and Conservation, University of Florida.

Soeroyo, 1988. Hutan Mangrove di Pantai Paradiso, Kupang Nusa Tenggara Timur. LIPI. Jakarta

Talib M F, 2008. Struktur dan Pola Zonasi (Sebaran) Mangrove Serta Makrozoobenthos yang Berkoeksistensi, dI Desa Tanah Merah dan Oebelo Kecil Kabupaten Kupang. Skripsi Program Studi Ilmu dan Teknologi Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor

Therik W. M. A, 2008. Mangrove Ku Sayang, Mangrove Ku Malang. Studi Tentang Pelestarian Mangrove dan Kehidupan Masyarakat Petani Garam di Kelurahan Oesapa Barat, Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur. Kertas Diskusi dan Advokasi # 5. Institute of Indonesia Tenggara Timur Studies

20