kelompok mangrove

32
MAKALAH EKOLOGI AKUATIK Ekosistem Mangrove Disusun oleh: Alfa alminiah (091810401032) Narita Ayu Maharani (101810401003) Larasati (101810401006) Ratna Rachmasari D.W (101810401011) Nurul Mufitdhah (101810401018) JURUSAN BIOLOGI

Upload: renamputra

Post on 05-Aug-2015

68 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kelompok Mangrove

MAKALAH EKOLOGI AKUATIKEkosistem Mangrove

Disusun oleh:

Alfa alminiah (091810401032)Narita Ayu Maharani (101810401003)Larasati (101810401006)Ratna Rachmasari D.W (101810401011) Nurul Mufitdhah (101810401018)

JURUSAN BIOLOGIFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS JEMBER2012

Page 2: Kelompok Mangrove

BAB 1. PENDAHULUAN

Indonesia merupakan suatu negara kepulauan yang terdiri dari 13.667 pulau dan mempunyai wilayah pantai sepanjang 54.716 kilometer. Wilayah pantai (pesisir) ini banyak ditumbuhi hutan mangrove. Luas hutan mangrove di Indonesia sekitar 4.251.011,03 hektar dengan penyebaran: 15,46 persen di Sumatera, 2,35 persen di Sulawesi, 2,35 persen di Maluku, 9,02 persen di Kalimantan, 1,03 persen di Jawa, 0,18 Bali dan Nusa Tenggara, dan 69,43 persen di Irian Jaya (FAO/UNDP, 1990 dalam Hainim, 1996).

Hutan mangrove adalah tipe hutan yang khas terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Mangrove tumbuh pada pantai-pantai yang terlindung atau pantai-pantai yang datar, biasanya di sepanjang sisi pulau yang terlindung dari angin atau di belakang terumbu karang di lepas pantai yang terlindung. Sedangkan Ekosistem mangrove sebagai ekosistem peralihan antara darat dan laut yang telah diketahui mempunyai berbagai fungsi, yaitu sebagai penghasil bahan organik, tempat berlindung berbagai jenis binatang, tempat memijah berbagai jenis ikan dan udang, sebagai pelindung pantai, mempercepat pembentukan lahan baru, penghasil kayu bangunan, kayu bakar, kayu arang, dan tanin. Masing-masing kawasan pantai dan ekosistem mangrove memiliki historis perkembangan yang berbeda-beda. Perubahan keadaan kawasan pantai dan ekosistem mangrove sangat dipengaruhi oleh faktor alamiah dan faktor campur tangan manusia(Soedjarwo, 1979).

Pada dasarnya kawasan pantai merupakan wilayah peralihan antara daratan dan perairan laut. Oleh karena itu posisi garis pantai bersifat tidak tetap dan dapat berpindah (walking land atau walking vegetation) sesuai dengan pasang surut air laut dan abrasi serta pengendapan lumpur (Waryono, 1999). Secara umum dapat dimengerti bahwa bentuk dan tipe kawasan pantai, jenis vegetasi, luas dan penyebaran ekosistem mangrove tergantung kepada karakteristik biogeografi dan hidrodinamika setempat. Berdasarkan kemampuan daya dukung (carrying capacity) dan kemampuan alamiah untuk mempengaruhi (assimilative capacity), serta kesesuaian penggunaannya.

Kawasan pantai dan ekosistem mangrove menjadi sasaran kegiatan eksploitasi sumber daya alam dan pencemaran lingkungan akibat tuntutan pembangunan yang masih cenderung menitik beratkan bidang ekonomi. Semakin banyak manfaat dan keuntungan ekonomis yang diperoleh, maka semakin berat pula beban kerusakan lingkungan yang ditimbulkan. Sebaliknya makin sedikit manfaat dan keuntungan ekonomis, makin ringan pula kerusakan lingkungan yang ditimbulkannya. Dampak-dampak lingkungan tersebut dapat diidentifikasi dengan adanya degradasi kawasan pantai dan semakin berkurangnya luas ekosistem mangrove.

Page 3: Kelompok Mangrove

Secara fisik kerusakan-kerusakan lingkungan yang diakibatkannya berupa abrasi, intrusi air laut, menurunnya keanekaragaman hayati dan musnahnya habitat dari jenis flora dan fauna tertentu. Kerusakan kawasan pantai mempunyai pengaruh kondisi sosial ekonomi masyarakat yang hidup di dalam atau di sekitarnya. Kemunduran ekologis mangrove dapat mengakibatkan menurunnya hasil tangkapan ikan dan berkurangnya pendapatan para nelayan kecil di kawasan pantai tersebut. Eksploitasi dan degradasi kawasan mangrove mengakibatkan perubahan ekosistem kawasan pantai seperti tidak terkendalinya pengelolaan terumbu karang, keanekaragaman ikan, hutan mangrove, abrasi pantai, intrusi air laut dan punahnya berbagai jenis flora dan fauna langka, barulah muncul kesadaran pentingnya peran ekosistem mangrove dalam menjaga keseimbangan ekosistem kawasan pantai.

Page 4: Kelompok Mangrove

BAB 2.PEMBAHASAN

2.1 Pengertian mangrove

Hutan mangrove adalah tipe hutan yang khas terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Mangrove tumbuh pada pantai-pantai yang terlindung atau pantai-pantai yang datar, biasanya di sepanjang sisi pulau yang terlindung dari angin atau di belakang terumbu karang di lepas pantai yang terlindung (Nontji, 1987).

Ekosistem hutan mangrove bersifat kompleks dan dinamis, namun labil. Dikatakan kompleks karena ekosistemnya di samping dipenuhi oleh vegetasi mangrove, juga merupakan habitat berbagai satwa dan biota perairan. Jenis tanah yang berada di bawahnya termasuk tanah perkembangan muda (saline young soil) yang mempunyai kandungan liat yang tinggi dengan nilai kejenuhan basa dan kapasitas tukar kation yang tinggi. Kandungan bahan organik, total nitrogen, dan ammonium termasuk kategori sedang pada bagian yang dekat laut dan tinggi pada bagian arah daratan (Kusmana, 1994). Bersifat dinamis karena hutan mangrove dapat tumbuh dan berkembang terus serta mengalami suksesi sesuai dengan perubahan tempat tumbuh alaminya. Dikatakan labil karena mudah sekali rusak dan sulit untuk pulih kembali seperti sediakala.

Sebagai daerah peralihan antara laut dan darat, ekosistem mangrove mempunyai gradien sifat lingkungan yang tajam. Pasang surut air laut menyebabkan terjadinya fluktuasi beberapa faktor lingkungan yang besar, terutama suhu dan salinitas. Oleh karena itu, jenis-jenis tumbuhan dan binatang yang memiliki toleransi yang besar terhadap perubahan ekstrim faktor-faktor tersebutlah yang dapat bertahan dan berkembang. Kenyataan ini menyebabkan keanekaragaman jenis biota mangrove kecil, akan tetapi kepadatan populasi masing-masing umumnya besar (Kartawinata et al., 1979).

Adapun ciri-ciri dari hutan mangrove, terlepas dari habitatnya yang unik, adalah : memiliki jenis pohon yang relatif sedikit; memiliki akar yang unik misalnya seperti jangkar melengkung dan menjulang pada bakau Rhizophora spp., serta akar yang mencuat vertikal seperti pensil pada pidada Sonneratia spp. dan pada api-api Avicennia spp.; memiliki biji (propagul) yang bersifat vivipar atau dapat berkecambah di pohonnya, khususnya pada Rhizophora, memiliki banyak lentisel pada bagian kulit pohon. Sedangkan tempat hidup hutan mangrove merupakan habitat yang unik dan memiliki ciri-ciri khusus, diantaranya adalah : tanahnya tergenang air laut secara berkala, baik setiap hari atau hanya tergenang pada saat pasang; tempat tersebut menerima pasokan air tawar yang cukup dari darat; daerahnya terlindung dari gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat; airnya berkadar garam (bersalinitas) payau (2-22 )(Rismunandar,2000).

Page 5: Kelompok Mangrove

2.1.1 Zonasi dan Formasi Mangrove

Hutan mangrove terdiri atas beberapa lapisan kelompok tumbuhan yang begitu teratur sehingga tidak terkesan tumbuh sembarangan akan tetapi membentuk suatu zonasi. Berdasarkan jenis-jenis pohon penyusun hutan mangrove, umumnya mangrove di indonesia jika dirunut dari arah laut ke arah daratan biasanya dapat di bedakan menjadi 4 zonasi yaitu:

Zona Api-api – Prepat (Avicennia - Sonneratia)

Terletak paling luar/jauh atau terdekat dengan laut ,keadaan tanah berlumpur agak lembek(dangkal), sedikit bahan organik dan kadar garam agak tinggi.

Zona ini biasanya di dominasi oleh jenis api-api (Avicennia spp.) dan prepat (Sonneratia spp.) dan biasanya berasosiasi dengan jenis bakau (Rhizophora spp.)

Zona Bakau (Rhizophora )

Biasanya terletak di belakang api-api dan prepat keadaan tanah berlumpur lembek (dalam).

Pada umumnya di dominasi oleh jenis-jenis bakau (Rhizophora spp.) dan di beberapa tempat dijumpai berasosiasi dengan jenis lain seperti tanjang (Bruguiera spp.), nyirih (Xylocarpus spp.) dan dungun (Heritiera spp.).

Zona Tanjang (Brugueira)

Terletak di belakang zona bakau ,agak jauh dari laut dekat dengan daratan. Keadaan berlumpur agak keras,agak jauh dari garis pantai.

Pada umumnya di tumbuhi jenis tanjang (Brugueira spp.) dan dibeberapa tempat berasosiasi dengan jenis lain seperti tingi (Ceriops spp.) dan duduk (Lumnitzera spp.).

Jenis Brugueira gymnorrizha merupakan jenis pohon penyusun terakhir formasi mangrove.

Zona Nipah (Nypa fructicane)

Terletak paling jauh dari laut atau paling dekat ke arah darat.

Page 6: Kelompok Mangrove

Zona ini mengandung air dengan salinitas sangat rendah dibandingkan zona lainnya, tanahnya keras, kurang dipengaruhi pasang surut, dan kebanyakan berada di tepi-tepi sungai dekat laut.

Pada umumnya ditumbuhi jenis nipah (Nypa fructicane), Deris spp. dan sebagainya.

Menurut Nybakken (1992) pembagian daerah zonasi dapat juga dikarenakan oleh kondisi lokal seperti penguapan air dari tanah yang mengakibatkan terjadinya hipersalinitas. Hipersalinitas cenderung mematikan bakal, membentuk daerah gundul. Perkembangan maksimal hutan bakau ditemukan pada daerah-daerah dengan curah hujan tinggi atau pada daerah-daerah dimana sungai-sungai memberikan air tawar yang cukup untuk mencegah perkembangan kondisi hipersalin.

Zonasi juga dibatasi oleh gerakan pasang surut. Bila kisaran pasang kecil, maka zona intertidal juga terbatas, seperti halnya hutan-hutan bakau. Kebanyakan hutan-hutan yang luas berkembang pada pantai yang mempunyai kisaran pasang surut vertikal yang besar.

Menurut struktur ekosistemnya, secara garis besar dikenal 3 tipe formasi mangrove :

Mangrove Pantai

Pada tipe ini pengaruh air laut lebih dominan dari air sungai. Struktur horizontal formasi ini dari arah laut ke darat adalah mulai dari tumbuhan pionir (Sonneratia alba), diikuti oleh komunitas campuran S. Alba, Avicennia spp., Rhizophora apiculata, selanjutnya komunitas murni Rhizophora spp. dan akhirnya komunitas campuran Rhizophora-Bruguiera. Bila genangan berlanjut, akan ditemui komunitas murni Nypa fructicane di belakang komunitas campuran yang terakhir.

Mangrove Muara

Pada tipe ini pengaruh air laut sama kuat dengan pengaruh air sungai. Mangrove muara dicirikan oleh mintakat tipis Rhizophora spp.. Ditepian alur, diikuti komunitas campuran Rhizophora-Bruguiera dan akhiri komunitas murni Nypa spp.

Mangrove Sungai

Page 7: Kelompok Mangrove

Pada tipe ini pengaruh air sungai lebih dominan daripada air laut dan berkembang pada tepian sungai yang relatif jauh dari muara. Mangrove banyak berasosiasi dengan komunitas tumbuhan daratan (purbanobasuki,2005).

2.2 Komponen Penyusun Ekosistem Mangrove

Komponen ekosistem mangrove tersusun atas dua komponen yaitu komponen abiotik dan komponen biotik.

2.2.1. Komponen abiotik

a. Fisiografi pantai

Fisiografi pantai dapat mempengaruhi komposisi, distribusi spesies dan lebar hutan mangrove. Pada pantai yang landai,komposisi hutan mangrove lebih beragam jika dibandingkan pantai yang terjal. Hal ini disebabkan karena pantai landai menyediakan ruang yang lebih luas untuk tumbuhnya mangrove sehingga distribusi spesies menjadi lebih luas dan lebar. Pada pantai yang terjal komposisi, distribusi dan lebar hutan mangrove lebih kecil karena kontur yang terjal menyulitkan pohon mangrove untuk tumbuh .

b. Pasang surut

Pasang yang terjadi di kawasan mangrove sangat menentukan zonasi tumbuhan dan komunikasi hewan yang berasosiasi dengan ekosistem mangrove. Secara rinci pengaruh pasang terhadap pertumbuhan mangrove dijelaskan sebagai berikut:

Lama pasang

Lama terjadinya pasang di kawasan mangrove dapat mempengaruhi perubahan salinitas air dimana salinitas akan meningkat pada saat pasang dan sebaliknya akan menurun pada saat air laut surut. Perubahan salinitas yang terjadi sebagai akibat lama terjadinya pasang merupakan faktor pembatas yang mempengaruhi distribusi spesies secara horizontal. Perpindahan massa air antara air tawar dengan air laut mempengaruhi distribusi vertikal organisme.

Durasi pasang

Struktur dan kesuburan mangrove di suatu kawasan yang memiliki jenis pasang diurnal, semi diurnal, dan campuran akan berbeda. Komposisi

Page 8: Kelompok Mangrove

spesies dan distribusi areal yang digenangi berbeda menurut durasi pasang atau frekuensi penggenangan. Misalnya: penggenangan sepanjang waktu maka jenis yang dominan adalah Rhizophora mucronata dan jenis Bruguiera serta Xylocarpus kadang-kadang ada.

Rentang pasang (tinggi pasang)

Akar tunjang yang dimiliki Rhizophora mucronata menjadi lebih tinggi pada lokasi yang memiliki pasang yang tinggi dan sebaliknya pneumatophora Sonneratia sp. menjadi lebih kuat dan panjang pada lokasi yang memiliki pasang yang tinggi.

c. Drainase atau Aerasi

Aerasi tanah dalam lingkungan mangrove merupakan faktor yang selalu berubah, mempunyai kaitan erat dengan masukan oksigen untuk respirasi akar dan dipengaruhi langsung oleh drainase. Aerasi juga berkaitan erat dengan elevasi dan topografi. Selain itu struktural tegakan mangrove seperti akar tunjang ,akar banir dan pneumanofor (akar nafas) mempunyai peranan penting dalam aerasi dan membantu respirasi mangrove pada kondisi anaerob (tanpa oksigen).

d. Angin dan Evaporasi

Angin mempengaruhi mangrove dalam beberapa cara secara terpisah. Arah dan kecepatan angin dapat memodifikasi arus air laut, hal ini akan memengaruhi gerakan materi dalam air laut sehingga hal ini berpengaruh pada pengambilan materi oleh mangrove. Gerakan gelombang juga dapat ditimbulkan oleh angin, angin juga merupakan penyebab utama atas meningkatnya evapotranspirasi dan meningkatkan salinitas.

e. Temparatur (suhu)

Temperatur mempunyai pengaruh kritis terhadap proses hidup esensial mangrove seperti fotosintesis, respirasi dan mengatur sejumlah besar proses-proses penggunaan energi internal. Boleh jadi pengaruh yang paling kuat adalah ekskresi,pengaturan garam,dan respirasi akar. Temperatur yang terlalu tinggi akan meningkatkan penguapan air dari tumbuhan mangrove.

Temperatur antara 3-48°C merupakan kondisi yang baik untuk pembentukan klorofil pada kebanyakan tumbuhan, akan tetapi yang paling baik dan optimum adalah antara 26-30°C. Hal ini tentunya juga disesuaikan dengan habitat tempat tumbuh mangrove tersebut (Purbanobasuki,2005).

Page 9: Kelompok Mangrove

f. Insolasi (intensitas cahaya)

Pengaruh radiasi sinar matahari terhadap tumbuhan khususnya mangrove terutama pada orientasi arah dan biomassa daun serta fotosintesis. Daun yang ternaungi jika di bandingkan dengan yang terkena sinar matahari secara penuh, memperlihatkan beberapa perbedaan antara lain ukuran lebih besar, lebih lebar, mempunyai rasio volume/luas permukaan lebih besar, mempunyai jumlah stomata per mm2 lebih banyak (pada permukaan bawah), serta epidermis dan kutikula lebih tipis.

h. Salinitas Salinitas merupakan berat garam dalam gram per kilogram air laut.

Salinitas ditentukan dengan mengukur klor yang takarannya adalah klorinitas. Salinitas dapat juga diukur melalui konduktivitas air laut. Alat-alat elektronik canggih menggunakan prinsip konduktivitas ini untuk menentukan salinitas Salinitas optimum yang dibutuhkan mangrove untuk tumbuh berkisar antara 10- 30 ppt (Romimohtarto dan Juwana, 2001).

Kondisi salinitas sangat mempengaruhi komposisi mangrove. Berbagai jenis mangrove mengatasi kadar salinitas dengan cara yang berbeda-beda. Beberapa diantaranya selektif mampu menghindari penyerapan garam dari media tumbuhnya, sementara beberapa jenis yang lainnya mampu mengeluarkan garam dari kelenjar khusus pada daunnya (Hutching,1987).

2.2.2 Komponen Biotik

a. Flora mangrove

Flora mangrove terdiri atas pohon, epipit, liana, alga, bakteri dan fungi. Menurut Hutching dan Saenger (1987) telah diketahui lebih dari 20 famili flora mangrove dunia yang terdiri dari 30 genus dan lebih kurang 80 spesies. Sedangkan jenis-jenis tumbuhan yang ditemukan di hutan mangrove Indonesia adalah sekitar 89 jenis, yang terdiri atas 35 jenis pohon, 5 jenis terna, 9 jenis perdu, 9 jenis liana, 29 jenis epifit dan 2 jenis parasit. Akan tetapi beberapa ahli membagi flora mangrove menjadi tiga kelompok,yakni:

1. Flora mangrove mayor (flora mangrove sebenarnya), yakni flora yang menunjukkan kesetiaan terhadap habitat mangrove, berkemampuan membentuk tegakan murni dan secara dominan mencirikan struktur komunitas,secara morfologi mempunyai bentuk-bentuk adaptif khusus (bentuk

Page 10: Kelompok Mangrove

akar dan viviparitas) terhadap lingkungan mangrove, dan mempunyai mekanisme fisiologis dalam mengontrol garam.Contohnya adalahAvicennia, Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Kandelia, Sonneratia,Lumnitzera, Laguncularia dan Nypa.

2. Flora mangrove minor, yakni flora mangrove yang tidak mampu membentuk tegakan murni, sehingga secara morfologis tidak berperan dominan dalam struktur komunitas, contoh :Excoecaria, Xylocarpus, Heritiera, Aegiceras. Aegialitis, Acrostichum, Camptostemon, Scyphiphora, Pemphis, Osbornia dan Pelliciera.

3. Asosiasi mangrove, contohnya adalah Cerbera, Acanthus, Derris,Hibiscus, Calamus, danlain-lain.

b. Fauna Mangrove

Anwar et al. (1984) membagi fauna hutan mangrove menjadi dua bagian, yaitu: komponen yang mutlak hidup bergantung pada air (fauna akuatik) seperti: kepiting, siput. Kerang, cacing dan ikan; dan yang hidup di daratan atau tidak langsung tergantung pada air laut, antara lain serangga, laba-laba, ular, kadal, tikus, monyet dan burung.

Mac Nae (1968) dalam Arief (2007), telah menyelidiki secara intensif hewan yang ada di hutan mangrove dan menyimpulkan bahwa hutan mengrove dapat dibagi menjadi enam macam habitat yaitu:

1. Tajuk pohon pada pokoknya dihuni oleh burung, mamalia, dan insekta yang datang dari hutan/tempat sekitarnya.

2. Lubang pada cabang busuk dan air pada celah retakan antara batang dan ranting (habitat yang sangat baik bagi larva nyamuk).

3. Permukaan tanah dan di bawah tanah hidup berbagai jenis siput dan kepiting. Selanjutnya ditambahkan oleh Hutching and Saenger (1987), bahwa selain yang telah disebutkan, di atas permukaan tanah juga hidup berbagai jenis semut.

4. Bagian batang dan akar nafas (tempat hidup bangsa kerang dan mollusca). Akar mangrove merupakan substrat yang baik untuk berbagai jenis binatang yang menempel, selain itu ikan dan berbagai jenis moluska dan krustasea yang hidup bebas juga menemukan tempat berlindung di antara akar mangrove (Sikong,1978).

5. Pohon kecil dihuni oleh jenis-jenis kepiting, larva nyamuk, dan katak.6. Bagian yang berair dihuni oleh ikan, buaya, dan jenis-jenis biawak.

Page 11: Kelompok Mangrove

Fauna mangrove memiliki banyak peran, antara lain :

1. Sumber protein hewani. Jenis-jenis yang umum dikonsumsi penduduk adalah ikan, moluska, dan kepiting.

2. Bahan produksi, seperti kulit yang dihasilkan oleh kelompok reptilia, yaitu ular. Supriyatna (1984 dalam Suhardjono dan Adisoemarto, 1998), melaporkan bahwa sedikitnya diketahui delapan jenis ular yang dapat ditemukan di hutan mangrove, beberapa jenis di antaranya yang potensial sebagai penghasil kulit yang dapat dikembangkan.

3. Perombak bahan organik. Penelitian mengenai dekomposisi serasah hutanmangrove sering dilakukan, namun belum pernah melibatkan peran faunamangrove dalam proses perombakan. Pada umumnya Arthropoda ini berperan sebagai pemotong dan pencerna, agar sisa bahan organik menjadi

potongan atau bagian lebih kecil dan lunak, sehingga jasad renik dengan mudah melanjutkan proses perombakannya (Kevan, 1965 dalam Adianto 1993).

4. Penyerbukan. Beberapa jenis serangga seperti kelompok lebah madu (Apis spp.), tawon endas (Xylocopa spp.) dan kumbang mudah ditemukan di antara bunga –bunga mangrove. Besar kemungkinan kelompok lain seperti kelelawar dan burung juga berperan sebagai penyerbuk mangrove atau anggota vegetasi lain (Suhardjono dan Adisoemarto, 1998). Whitten, et al. (1987) melaporkan bahwa disepanjang pantai Sulawesi terdapat 34 jenis burung laut yang digolongkan sebagai jenis yang bermigrasi dan menghabiskan sebagian waktunya di mangrove.

Page 12: Kelompok Mangrove

Gambar fauna yang hidup diperairan mangrove (Bengen,2002)

2.3. Fungsi komponen ekosistem mangroveFungsi ekologis ekosistem mangrove adalah sangat khas dan

kedudukannya tidak tergantikan oleh ekosistem lainnya (Anwar et al., 1984). Hutan mangrove memiliki banyak fungsi, di antaranya:

a. Fungsi biologis

Ekosistem mangrove berfungsi sebagai sumber nutrien untuk kelangsungan proses ekologis dan biologi. Hutan mangrove mempertahankan fungsi dan kekhasan ekosistem pantai, termasuk kehidupan biotanya, misalnya sebagai tempat pencarian pakan, pemijahan, asuhan berbagai jenis ikan, udang, dan biota air lainnya, tempat bersarang berbagai jenis burung, dan habitat berbagai jenis fauna ( Genisa, 1994). Selain itu juga merupakan suatu habitat yang kaya akan keanekaragaman hayati. Oleh sebab itu, hutan mangrove merupakan habitat yang sangat disukai sebagai tempat mencari makan (feeding ground), bersarang (nesting ground) dan berkembang biak (nursery ground) oleh banyak satwa (Sumarhani, 1994). Diana dkk. (1994) menyatakan bahwa, fungsi biologi yang diperoleh dari hutan mangrove adalah: a) sebagai produsen primer energi makhluk hidup melalui serasah yang menjadi basis rantai makanan yang kompleks, b) sebagai tempat bertelur, memijah dan mencari makan benih-benih udang, ikan,

Page 13: Kelompok Mangrove

dan kerangkerangan, c) sebagai tempat bersarang burung, kepiting, reptil, ular, dan satwa lainnya, dan d) sebagai habitat alami bagi banyak jenis biota.

b. Fungsi fisik

Hutan mangrove berfungsi menjaga garis pantai agar tetap stabil, melindungi pantai dan tebing sungai, serta penyerap bahan pencemar (Anwar et al., 1984). Peranan sebagai fungsi lindung ditunjukkan oleh hutan mangrove di sepanjang pantai, yaitu sebagai penangkis gelombang laut, sehingga melindungi pantai dari hempasan gelombang, pelindung alami yang paling kuat terhadap erosi pantai (abrasi), dan mencegah terjadinya intrusi air laut ke daratan (Widatra dan Hamada, 1994). Selain itu, hutan mangrove juga berkemampuan memperbaiki tanah dengan bentuk sistem perakarannya.Manfaat perakaran mangrove adalah untuk menenangkan gerakan air yang berkelanjutan, menahan kembalinya atau terhanyutnya bahan organik dan lumpur dari sungai ke laut, dan menguatkan garis-garis pantai (Hardjosentono, 1994 dalam Rahmawaty, 2000).

c. Fungsi ekonomis

Hutan mangrove mempunyai fungsi potensial sebagai tambak, tempat pembuatan garam, tempat rekreasi, penyedia bahan bakar, bahan bangunan, dan bahan baku industri (chips, pulp, dan kertas) (Sumarhani, 1994). Menurut Wibawa dkk. (1994), mangrove merupakan sumberdaya modal (capital resource) yang dapat memberi pelayanan ekonomi, antara lain: memberikan kesempatan kerja, peluang berusaha sebagai sumber pendapatan dan pelayanan dalam perlindungan sumberdaya alam lainnya (misalnya kerusakan pantai, karang,dan kemusnahan flora dan fauna).

2.4 Produktivitas

Ekosistem Mangrove merupakan sumber daya alam yang banyak memberikan keuntungan bagi manusia, karena produktivitasnya yang cukup tinggi. Berdasarkan hal tersebut, hutan mangrove memegang peranan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan biota air dalam kesatuan fungsi ekosistem. Dengan bertambah luasnya hutan mangrove, cenderung semakin tinggi produktivitasnya. Tinggi rendahnya produktivitas tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor yang di kelompokkan dalam dua kelompok utama, yaitu:a. Fluktuasi pasang, terdiri dari

- Transport oksigen sistem perakaran

Page 14: Kelompok Mangrove

- Air tanah dan jumlah pertukaran air yang digunakan untuk menghalau zat racun sulfit

- Arus pasang surut dan pengaruhnya terhadap deposisi dan erosi substrat dasar

- Fluktuasi air yang berkaitan dengan keberadaan unsur hara di daerah hutan mangrove

b. Kimia air, terdiri dari:- Kandungan garam (salinitas) pada substrat dasar dan kemampuan

daun-daun bertahan- Kandungan unsur hara makro (macronutrients) dalam tanah

- Jumlah aliran permukaan (surface run-off) yang membawa unsur hara makro dari tanah

Menurut Snedaker (1978), Meskipun produktivitas primer hutan mangrove cukup tinggi yaitu dapat mencapai 5.000 gr C/m2/th., Namun dari total produksi tersebut hanya 5% yang dikonsumsi langsung oleh hewan-hewan terestrial pemakannya sedangkan 95% masuk ke lingkungan perairan sebagai debris serasah. Karena itulah hutan mangrove mempunyai kandungan bahan organic yang sangat tinggi. Kondisi ini sering dimanfaatkan oleh petani tambak untuk budi daya perikanan. Produksi primer bersih merupakan bagian dari produksi primer fotosintesis tumbuhan yang tersisa setelah beberapa bagian digunakan untuk respirasi tumbuhan yang bersangkutan Komponen-komponen produksi primer bersih adalah keseluruhan dari organ utama tumbuhan meliputi daun, batang dan akar. Selain itu, tumbuhan epifit seperti alga pada pneumatofor,dasar pohon dan permukaan tanah juga memberikan sumbangan kepada produksi primer bersih.

Wibawa (1994) menyatakan produksi primer bersih mangrove berupa materi yang tergabung dalam biomassa tumbuhan yang selanjutnya akan lepas sebagai serasah atau dikonsumsi oleh organisme heterotrof atau dapat juga dinyatakan sebagai akumulasi materi organik dalam jaringan tumbuhan sebagai kelebihan dari respirasi yang biasanya dinyatakan dalam berat kering materi organik.

Tingginya bahan organik di perairan mangrove memungkinkan sebagai tempat pemijahan (spawning ground), pengasuhan (nursery ground), dan daerah pencari makan (feeding ground) dari beberapa ikan atau hewan-hewan air tertentu. Sehingga di dalam hutan mangrove terdapat sejumlah besar hewan-hewan air seperti kepiting, moluska dan invertebrate lainnya yang hidup menetap dikawasan hutan. Namun ada pula hewan-hewan tertentu seperti udang – udangan

Page 15: Kelompok Mangrove

dan ikan yang hidupnya keluar masuk hutan mangrove bersama arus pasang surut. Di samping hewan – hewan air, dikanopi bagian atas hidup hewan-hewan darat seperti serangga, burung pemakan ikan, yang hidup dikawasan hutan mangrove, yang semuanya memiliki manfaat bagi kesejahteraan manusia.

Sebagai produsen primer, mangrove memberikan sumbangan berarti terhadap produktivitas pada ekosistem estuari dan perairan pantai melalui siklus materi yang berdasarkan pada detritus atau serasah. Produktivitas merupakan faktor penting dari ekosistem mangrove dan produksi daun mangrove sebagai serasah dapat digunakan untuk menggambarkan produktivitas (Chapman, 1977).

2.5 Rantai Makanan

Semua organisme hidup akan selalu membutuhkan organisme lain dan lingkungan hidupnya. Hubungan yang terjadi antara individu dengan lingkungannya sangat kompleks, bersifat saling mempengaruhi atau timbal balik. Hubungan timbal balik antara unsur-unsur hayati dengan non hayati membentuk sistem ekologi didalam ekosistem. Didalam ekosistem terjadi rantai makanan/ aliran energy dan siklus biogeokimia. Rantai makanan dapat dikategorikan sebagai interaksi antar organisme dalam bentuk predasi.

Rantai makanan merupakan proses pemindahan energi makanan dari sumbernya melalui serangkaian jasad-jasad dengan cara makan-dimakan yang berulang kali (Romimohtarto dan Juwana, 1999). Terdapat tiga macam rantai pokok yaitu:

1.Rantai Pemangsa

Rantai pemangsa adalah landasan utamanya adalah tumbuhan hijau sebagai produsen. Rantai pemangsa dimulai dari hewan yang bersifat herbivore sebagai konsumen I, dilanjutkan dengan hewan karnivora yang memangsa herbivore sebagai konsumen ke 2 dan berakhir pada hewan pemangsa karnivora maupun herbivora sebagai konsumen ke-3.

2. Rantai Parasit

Rantai parasit dimulai dari organisme besar hingga organisme yang hidup sebagai parasit. Contoh cacing, bakteri dan benalu.

3.Rantai Saprofit

Dimulai dari organisme mati ke jasad pengurai. Misalnya jamur dan bakteri. Rantai tersebut tidak berdiri sendiri akan tetapi saling

Page 16: Kelompok Mangrove

berkaitan satu dengan yang lainnya sehingga membentuk jaring-jaring makanan.

Sedangkan secara umum di perairan, terdapat 2 tipe rantai makanan yaitu :

1. Rantai Makanan Langsung.Rantai makanan langsung adalah peristiwa makan memakan mulai dari

tingkatan trofik terendah yaitu fitoplankton sampai ke tingkatan trofik tertinggi yaitu ikan karnivora berukuran besar, mamalia, burung dan reptil . Hal ini dapat dilihat pada ilustrasi berikut :

Dari gambar diatas nampak bahwa rantai makanan langsung,bukanlah sebuah proses ekologi yang dominan terjadi di dalam ekosistem mangrove. Oleh karena spesies ikan yang terdapat dalam ekosistem mangrove, utamanya konsumer trofik tertinggi, kebanyakan adalah ikan pengunjung pada periode tertentu atau musim tertentu.

2.Rantai Makanan Detritus.

Pada ekosistem mangrove, rantai makanan yang terjadi adalah rantai makanan detritus. Sumber utama detritus adalah hasil penguraian guguran daun

Page 17: Kelompok Mangrove

mangrove yang jatuh ke perairan oleh bakteri dan fungi (Romimohtarto dan Juwana 1999).

Gambar rantai makanan detritus

Rantai makanan detritus dimulai dari proses penghancuran luruhan dan ranting mangrove oleh bakteri dan fungi (detritivor) menghasilkan detritus. Hancuran bahan organik (detritus) ini kemudian menjadi bahan makanan penting (nutrien) bagi cacing, crustacea, moluska,dan hewan lainnya (Nontji, 1993). Setyawan dkk (2002) menyatakan nutrien di dalam ekosistem mangrove dapat juga berasal dari luar ekosistem, dari sungai atau laut . Lalu ditambahkan oleh Romimohtarto dan Juwana (1999) yang menyatakan bahwa bakteri dan fungi tadi dimakan oleh sebagian protozoa dan avertebrata. Kemudian protozoa dan avertebrata dimakan oleh karnivor sedang, yang selanjutnya dimakan oleh karnivor tingkat tinggi.

2.6 Jaring- jaring makanan di ekosistem mangrove.

Rantai makanan dimulai dengan produksi karbohidrat dan karbon oleh tumbuhan melalui proses Fotosintesis. Sampah daun kemudian dihancurkan oleh amphipoda dan kepiting. Proses dekomposisi berlanjut melalui pembusukan daun detritus secara mikrobial dan jamur dan penggunaan ulang partikel detrital (dalam wujud feses) oleh bermacam-macam detritivor diawali dengan invertebrata

Page 18: Kelompok Mangrove

meiofauna dan diakhiri dengan suatu spesies semacam cacing, moluska, udang-udangan dan kepiting yang selanjutnya dalam siklus dimangsa oleh karnivora tingkat rendah. Rantai makanan diakhiri dengan karnivora tingkat tinggi seperti ikan besar, burung pemangsa, kucing liar atau manusia.

Sumber energi lain yang juga diketahui adalah karbon yang di konsumsi ekosistem mangrove. Dalam siklus ini dimasukan input fitoplankton, alga bentik dan padang lamun, dan epifit akar. Sebagai contoh fitoplankton mungkin berguna sebagai sebuah sumber energi dalam mangrove dengan ukuran yang besar dari perairan dalam yang relatif bersih. Akar mangrove penyangga epifit juga memiliki produksi yang tinggi. Secara umum jaring makanan di ekosistem mangrove disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Jaring makanan di ekosistem mangrove

2.7 Transformasi Energi

Karena terjadi proses makan memakan, maka di dalam rantai makanan juga terjadi pengalihan energi, yang berasal dari satu organisme yang dimakan, ke organisme pemakan. Sumber asal energi dalam rantai makanan adalah matahari. Tumbuhan hijau menghasilkan molekul bahan bakar lewat proses fotosintesis hanya dengan menangkap energi matahari untuk sintesis molekul-molekul organik kaya energi dari prekursor H2O dan CO2 dan udara.

Proses fotosintesis CO2 + H2O----------> (CH2O) + O2

Menurut Rismunandar (2001), di dalam ekosistem mangrove yang juga termasuk kategori tumbuhan adalah tanaman mangrove itu sendiri dan

Page 19: Kelompok Mangrove

fitoplankton. Selanjutnya secara berantai tumbuhan itu dimakan oleh organisme tingkatan trofik yang lebih tinggi, yang secara tidak langsung terjadi poses pengalihan energi didalamnya. Struktur tropik pada ekosistem dapat disajikan dalam bentuk piramida ekologi. Terdapat tiga jenis piramida ekologi, yaitu

1.Piramida jumlah

Pada piramida ini organisme pada tingkat tropik masing-masing dapat disajikan dalam piramida jumlah, seperti organisme tingkat pertama biasanya paling melimpah atau banyak, sedangkan organisme tingkat tropik kedua, ketiga dan selanjunya semakin berkurang. Piramida ini didasarkan pada jumlah organisme tiap tingkat tropik.

2. Piramida biomassa

Piramida biomassa adalah ukuran berat materi hidup diwaktu tertentu, dengan cara mengukur berat rata-rata organisme ditiap tingkat, kemudian barulah jumlah organisme di tiap tingkat diperkirakan.Piramida energi

3. Piramida energi

Piramida energi yang dibuat berdasarkan observasi yang dilakukan dalam waktu yang lama, dan dapat memberikan gambaran akurat tentang aliran energi dalam ekosistem.

Page 20: Kelompok Mangrove

Kesimpulan

Hutan mangrove adalah tipe hutan yang khas terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut dan Ekosistem hutan mangrove mempunyai sifat kompleks dan dinamis, namun labil. Dikatakan kompleks karena ekosistemnya di samping dipenuhi oleh vegetasi mangrove, juga merupakan habitat berbagai satwa dan biota perairan. Bersifat dinamis karena hutan mangrove dapat tumbuh dan berkembang terus serta mengalami suksesi sesuai dengan perubahan tempat tumbuh alaminya. Dan dikatakan labil karena mudah sekali rusak dan sulit untuk pulih kembali seperti sediakala.

Ekosistem Mangrove merupakan sumber daya alam yang banyak memberikan keuntungan bagi manusia, karena produktivitasnya yang cukup tinggi sehingga hutan mangrove memegang peranan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan biota air dalam kesatuan fungsi ekosistem. Fungsi ekologis ekosistem mangrove sangat khas dan kedudukannya tidak tergantikan oleh ekosistem lainnya, antara lain : fungsi biologis, fungsi fisik, dan fungsi ekonomis.

Sebagai produsen primer, Ekosistem hutan mangrove memberikan sumbangan berarti terhadap produktivitas pada ekosistem estuari dan perairan pantai melalui siklus materi yang khususnya pada rantai mkanan dan jaring-jaring makanan. Di dalam rantai makanan dan jaring-jaring makanan juga terjadi pengalihan energi, yang berasal dari satu organisme yang dimakan ke organisme pemakan. Energi pada rantai makanan dan jaring-jaring makanan diperoleh dari matahari. Selain itu, sumber energi lain yang di konsumsi pada ekosistem mangrove adalah karbon.

Page 21: Kelompok Mangrove

DAFTAR PUSTAKA

Adianto. 1993. Pupuk Kandang, Pupuk Organik Nabati, dan Insektisida. BiologiPertanian.Bandung: Penerbit Alumni.

Anwar, I., S.J. Damanik, N. Hisyam, dan A.J. Anthony.1984.Ekologi Ekosistem Sumatera.Yogyakarta : Gadjah Mada University Pers.

Arief, A.2007.Hutan Mangrove, Fungsi dan Manfaatnya.Yogyakarta : Kanisius.

Bengen, D.G. 2002. Sinopsis Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut serta Prinsip Pengelolaannya. PKSPL-IPB. Bogor.

Chapman, V.J. 1977. Introduction. In: Wet Coastal Ecosystems: Ecosystems of the World I.Chapman, V.J. (ed). Elsevier Scientific Publishing Company, Amsterdam. pp 1-29.

Diana, E., Widarjanto, dan R. Ahmad. 1994. Lahan Mangrove untuk Pembangunan Transmigrasi. Prosiding Seminar V Ekosistem Mangrove: 266 - 271.

Genisa, A.S. 1994. Komunitas Ikan di Daerah Mangrove Muara Sungai Musi Banyuasin, Palembang. Prosiding Seminar V Ekosistem Mangrove: 168-174.

Hutchings, P., dan P. Saenger. 1987. Ecology of Mangroves. Australia: University of Queensland Press.

Kartawinata, K., S. Adisoemarto, S. Soemodihardjo, dan I. G. M. Tantra. 1979.Status Pengetahuan Hutan Bakau di Indonesia. Prosiding Seminar Ekosistem Mangrove. LIPI-MAB: 21-39., Jakarta.

Kusmana, C., S. Takeda, and H. Watanabe. 1994. Litter Production of a Mangrove Forest in East Sumatera, Indonesia. Prosidings Seminar V: Ekosistem Mangrove, Jember, 3-6 Agustus 1994: 247-265. KontribusiMAB Indonesia No. 72-LIPI, Jakarta.

Nontji, A. 1993. Laut Nusantara. Jakarta :Djambatan

Nybakken, James W.1992.Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologi.Jakarta: PT.gramedia.

Page 22: Kelompok Mangrove

Purbanobasuki, Hery.2005.Tinjauan Perspektif Hutan Mangrove.Surabaya: Airlangga University Pers.

Rahmawaty, C. Kusmana, dan Y.R. Suhardjono. 2000. Keanekaragaman Serangga Tanah dan Perannya pada Komunitas Rhizhophora spp. dan Ceriops tagal di Hutan Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai-Sulawesi Tenggara. Prosiding Simposium Keanekaragaman Hayati Arthropoda pada Sistem Produksi Pertanian, Cipayung 16-18 Oktober 2000. Perhimpunan Entomologi Indonesia dan Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia. Bogor: 61-67.

Romimohtarto, K dan S. Juwana. 2001. Biologi Laut. Jakarta: Djambatan.

Sikong. M. 1978. Peranan Hutan Mangrove sebagai Tempat Asuhan (Nursery Ground) Berbagai Jenis Ikan dan Crustacea. Prosiding Seminar I Ekosistem Hutan Mangrove: 106 - 113.

Snedaker, S.C., 1978. Mangroves: their value and perpetution. Nature and Resources 14: 6-13.

Soedjarwo, 1979. Mengoptimalkan fungsi-fungsi hutan mangrove untuk menjaga kelestariannya demi kesejahteraan manusia. Prosiding Seminar Ekosistem Ekosistem Mangrove : 8-9.

Suhardjono,Y.R.dan S.Adisoemarto.1998. Pengembangan Rancangan Pendaya- gunaan Fauna Mangrove Indonesia: Kendala dan Peluang yang Tersedia. Prosiding Seminar VI Ekosistem Mangrove: 114-126.

Sumarhani. 1994. Rehabilitasi Hutan Mangrove Terdegradasi dengan SistemPerhutanan Sosial. Prosiding Seminar V Ekosistem Mangrove: 110-116.

Waryono., Tarsoen, 1973. Studi Permudaan Alam Bruguiera ginorrizha Lamk. Di Segara Anakan Cilacap. Publikasi Dinas Kehutanan Propinsi Jawa Barat. Bandung.

Wibawa, M.S., A. Luthfi, and A. Sutardi. 1994. Dimensi Ekonomi PengelolaanEkosistem Mangrove. Prosiding Seminar V Ekosistem Mangrove: 150 -154.

Widatra, I.G.M., dan S. Hamada. 1994. Uji Coba Penanaman Pohon Mangrove diGili Petangan. Prosiding Seminar V Ekosistem Mangrove: 86 - 93.

Whitten, A.J., M. Mustafa, and G.S. Henderson. 1987. The Ecology of Sulawesi.

Page 23: Kelompok Mangrove

Gadjah Mada University Press. Yogyakarta: 792 pp.