teknik rehabilitasi mangrove

48
TEKNIK REHABILITASI MANGROVE DI KELURAHAN TEKOLABBUA KECAMATAN PANGKAJENE KABUPATEN PANGKEP LAPORAN PRAKTIK LAPANG WEINDRI RIANTO PAYUNG L 111 10 256 JURUSAN ILMU KELAUTAN FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN 1

Upload: wendri-alsi

Post on 06-Aug-2015

288 views

Category:

Documents


12 download

TRANSCRIPT

Page 1: teknik rehabilitasi mangrove

TEKNIK REHABILITASI MANGROVE DI KELURAHAN TEKOLABBUA KECAMATAN PANGKAJENE KABUPATEN PANGKEP

LAPORAN PRAKTIK LAPANG

WEINDRI RIANTO PAYUNG

L 111 10 256

JURUSAN ILMU KELAUTAN

FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2012

1

Page 2: teknik rehabilitasi mangrove

HALAMAN PENGESAHAN

Mata Kuliah : Teknik Rehabilitasi Pesisir dan Laut

Judul laporan : Laporan Lengkap Praktik Lapang Teknik Rehabilitasi Mangrove

di Kelurahan Tekolabbua Kecamatan Pangkajene, Kabupaten

Pangkep

Nama : WEINDRI RIANTO PAYUNG

Stambuk : L 111 10 256

Jurusan : Ilmu Kelautan

Fakultas : Ilmu Kelautan dan Perikanan

Kelompok : I (satu)

Telah Diperiksa dan Disetujui oleh:

Koordinator Praktik Asisten Pembimbing

Prof.Dr.Amran saru. ST. M.Si Nurul AuliyahNIP: 196709241995031001 NIM: P 3300210009

Tanggal Pengesahan,

Makassar, 13 Desember 2012

2

Page 3: teknik rehabilitasi mangrove

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat rahmat

dan hidayahnyalah sehingga saya berhasil menyelesaikan laporan yang berjudul

“PRAKTIK REHABILITASI MANGROVE Di DESA TEKOLA BUANG

KABUPATEN PANGKEP MAKASSAR”.

Dalam kesempatan yang baik ini penulis mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada koordinator dan asisten praktikum yang telah

memberikan bimbingan dan petunjuk dalam penyelesaian laporan ini. Tidak lupa

pula kepada semua pihak yang telah membantu tersusunnya laporan ini dari

pembuatan sampai tahap perampungan, serta tidak lupa pula penulis memohon

maaf atas segala kesalahan dan kekhilafan penulis selama mengikuti praktik ini.

Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa dalam menyusun laporan ini,

penulis dihadapkan dengan banyak kendala dan tantangan, khususnya

terbatasnya waktu yang tersedia dan literatur yang sulit didapatkan serta

keterbatasan-keterbatasan lainnya. Oleh karena itu apabila ada kesalahan pada

laporan ini maka harapan dari penulis agar pembaca memberikan saran dan

kritik yang bersifat membangun untuk perbaikan lebih lanjut.

Semoga Allah SWT selalu memberikan rahmat dan hidayahnya kepada

kita semua, Amin ya Allah

Makassar, 13 Desember 2012

Penulis

3

Page 4: teknik rehabilitasi mangrove

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL.......................................................................................i

HALAMAN PENGESAHAN............................................................................ii

KATA PENGANTAR......................................................................................iii

DAFTAR ISI...................................................................................................iv

DAFTAR GAMBAR........................................................................................vi

I. PENDAHULUAN

A.Latar Belakang............................................................................................1

B.TujuandanKegunaanPraktik.......................................................................2

C. Ruang Lingkup..........................................................................................3

II. TINJAUAN PUSTAKA

A.PengertianRehabilitasi mangrove...............................................................4

B. Fungsidanperananrehabilitasi mangrove...................................................4

C. PemilihanLokasidanpemilihanjenis mangrove...........................................5

D. Cara memilihbibit yang baik......................................................................9

E. Pembibitan/penyemaian...........................................................................10

F. Penanaman...............................................................................................11

G. Pemeliharaan...........................................................................................13

III. METODE PRAKTIK

A. Waktu dan Tempat................................................................................…15

B. Alat dan Bahan..........................................................................................15

C. Prosedur Kerja..........................................................................................15

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil..........................................................................................................17

B. Pembahasan.............................................................................................19

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan...................................................................................................21

B. Saran....................................................................................................….21

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………22

LAMPIRAN............................................................................................... .......23

4

Page 5: teknik rehabilitasi mangrove

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

Gambar 1. Rhizophora sp.................................................................................6

Gambar 2. Ceriops sp.......................................................................................6

Gambar 3. Avicennia sp....................................................................................7

Gambar 4. Bruguiera sp....................................................................................7

Gambar 5. Xylocarpus sp..................................................................................8

Gambar 6. Aegiceras sp.....................................................................................9

Gambar 7. Propagul dan bibit mangrove............................................................9

Gambar 8. Propagul Rhizopora spp..................................................................17

Gambar 9. Penanaman Propagul Rhizopora spp.............................................18

5

Page 6: teknik rehabilitasi mangrove

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kata mangrove berarti tumbuhan dan komunitasnya yang tumbuh di

daerah pasang surut. Daerah pasang surut merupakan daerah yang

mendapatkan pengaruh pasang surut dan terletak di sepanjang garis pantai,

termasuk tepi laut, muara sungai, laguna dan tepi sungai. Beberapa ahli

mendefinisikan istilah mangrove secara berbeda-beda, namun pada dasarnya

merujuk pada hal yang sama.Mangrove juga didefinisikan sebagai formasi

tumbuhan daerah litoral yang khas di pantai daerah tropis dan sub-tropis yang

terlindung (Saenger, 1983).

Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis yang

didominasi oleh beberapa jenis pohon yang mampu tumbuh dan berkembang

pada daerah pasang surut dan pantai berlumpur.Hutan mangrove banyak

ditemui di pantai, teluk yang dangkal, estuaria, delta dan daerah pantai yang

terlindung. Ekosistem mangrove di Indonesia memiliki keragaman hayati yang

tertinggi di dunia dengan jumlah total kurang lebih 89 spesies yang terdiri dari 35

spesies tanaman, 9 spesies perdu, 9 spesies liana, 29 spesies epifit dan 2

spesies parasit (Nontji, 1987).

Pada wilayah pesisir yang terbuka, jenis pohon yang dominan dan

merupakan pohon perintis umumnya adalah Avicennia sp (Api-api) dan

Sonneratia sp (Pidada).Api-api lebih senang hidup pada tanah berpasir agak

keras, sedangkan Pidada pada tanah yang berlumpur lembut.Pada daerah yang

terlindung dari hempasan ombak, komunitas mangrove biasanya didominasi oleh

Rhizophorasp (Bakau).Lebih ke arah daratan (hulu), pada tanah lempung yang

agak pejal, biasanya tumbuh komunitas Bruguiera sp (Tanjang).

6

Page 7: teknik rehabilitasi mangrove

Ekosistem hutan mangrove merupakan komunitas tumbuhan pesisir yang

memiliki manfaat sangat besar, antara lain sebagai daerah pemijahan jenis ikan

tertentu, daerah asuhan ikan-ikan ekonomis, penyedia nutrien dan zat hara serta

fungsi fisik seperti menjaga daerah pesisir dari abrasi. Secara umum,

Kerusakan–kerusakan yang terjadi di mangrove pada dasarnya disebabkan

ketidakpedulian sebagian masyarakat akan pentingnya ekosistem mangrove

yang merupakan sumberdaya daerah pesisir.

Pada umumnya, sebagian masyarakat yang tidak bertanggungjawab lebih

mementingkan keuntungan sesaat tanpa memikirkan kelangsungan kelestarian

alam.Selain itu, kerusakan pesisir adalah juga dampak dari pembangunan

industri di pantai.Reklamasi pantai yang belum terpadu secara menyeluruh,

mengakibatkan hilangnya areal tambak dan hutan mangrove.Hal ini

mengakibatkan produksi ikan menipis karena berkurangnya benih ikan.

Kondisi ekosistem hutan mangrove saat ini sangat memprihatinkan dan

pada umumnya disebabkan oleh konversi lahan secara tidak terkendali.

Selanjutnya, hutan magrove tersebut akhirnya berubah menjadi pemukiman,

lahan pertanian dan tambak karena selama ini hutan mangrove selalu dianggap

lahan yang tidak penting. Selain itu, hutan mangrove selalu pada posisi yang

kalah atau dikorbankan apabila ada kepentingan ekonomi yang lebih

menjanjikan. Konversi lahan ekosistem hutan mangrove terjadi karena ilmu

pengetahuan dan teknologi mengenai pemanfaatan hutan mangrove masih

sangat minim, padahal hutan mangrove apabila dikelola secara lestari dan

berkelanjutan akan memberikan multipler efek yang cukup diandalkan ( Anonim,

2010).

Berdasarkan uraian tersebut diatas serta mengetahui pentingnya teknik

rehabilitasi mangrove maka diadakanlah praktik lapang ini.

7

Page 8: teknik rehabilitasi mangrove

B. Tujuan dan Kegunaan

Adapun tujuan dari pelaksanaan praktik lapang rehabilitasi mangrove

adalah:

1. Memotivasi masyarakat untuk terlibat dalam gerakan nasional rehabilitasi

hutan dan lingkungan dengan memberikan pemahaman dan skill kepada

masyarakat untuk pengembangan rehabilitasi mangrove mulai dari

pembenihan, pembibitan dan penanaman.

2. Mengetahui tahapan dalam melakukan rehabilitasi mangrove.

3. Untuk memulihkan fungsi hutan mangrove dalam menjaga ekosistem pantai

dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Sedangkan yang menjadi kegunaan dan pelaksanaan praktik ini adalah

memulihkan kondisi lingkungan yang telah mengalami degradasi melalui

rehabilitasi mangrove. Memahami cara melakukan rehabilitasi mangrove yang

sebelumnya tidak pernah dilakukan oleh praktikan dan memahami pentingnya

rehabilitasi terhadap mangrove.

8

Page 9: teknik rehabilitasi mangrove

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian

Secara umum Rehabilitasi adalah tindakan untuk menempatkan kembali

sebagian atau, terkadang, seluruh struktur ataukarakteristik fungsional dari suatu

ekosistem yang telah hilang, atau substitusi dari alternatif yang berkualitas atau

berkarakteristik lebih baik dengan yang saat ini ada dengan pandangan bahwa

mereka memiliki nilai sosial,ekonomi atau ekologi dibandingkan kondisi

sebelumnyayang rusak atau terdegradasi (MENHUT, 2004).

Rehabilitasi hutan mangrove adalah upaya mengembalikan fungsi hutan

mangrove yang mengalami degradasi, kepada kondisi yang dianggap baik dan

mampu mengemban fungsi ekologis dan ekonomis.Hutan mangrove yang biasa

tumbuh disepanjang pesisir pantai atau muara sungai adalah suatu ekosistem

yang memiliki peranan penting dari sisi ekologi, biologi dan ekonomi (MENHUT,

2004).

B. Fungsi dan Peranan Rehabilitasi Mangrove

Secara fisik, hutan mangrove mempunyai fungsi unuk melindungi pantai

dari abrasi dan intrusi gelombang laut, melindungi daratan dari gelombang angin

laut, menahan sedimentasi sehingga membentuk tanah baru, memperlambat

kecepatan arus, serta sebagai penyangga antara komunitas karang dan

lamun.Secara biologis, hutan mangrove mempunyai fungsi sebagai sumber

bahan organic, sebagai tempat pemijah (nursery ground) beberapa jenis udang

dan ikan.Tempat berlindung dan mencari makan ikan, udang, berbagai jenis

burung dan satwa lain, sebagai habitat alam berbagai biota darat dan laut,

sebagai sumber plasma nutfah da genetika, sumber madu, sumber makanan

ternak, serta sebagai sarana pendidikan dan konservasi. Secara ekonomis,

9

Page 10: teknik rehabilitasi mangrove

mangrove mempunyai fungsi sebagai penghasil kayu baker, bahan baku arang,

furniture dan kayu bangunan, sebagai bahan baku kertas, tekstil, obat-obatan

dan kosmetik, sebagai zat pewarna, sebagai penghasil bibit ikan, udang dan

kepiting bakau, serta sebagai sarana pariwisata (Kasim, 2010).

C. Pemilihan lokasi dan pemilihan jenis mangrove

Lokasi penanaman mangrove dapat dilakukan di kawasan hutan lindung,

hutan produksi dan kawasan budidaya. Mangrove dapat juga ditanam di daerah

pantai dengan lebar sebesar 120 kali rata-rata perbedaan air pasang tertinggi

dan rendah yang diukur dari garis air surut terendah ke arah pantai. Bila

mangrove akan ditanam di tepian sungai, maka bisa ditanam di areal yang

memiliki lebar 50 m ke arah kiri dan kanan tepian sungai, yang masih

terpengaruh air laut. Mangrove dapat juga ditanam di tanggul, pelataran dan

pinggiran saluran air tambak.

Lahan yang digunakan untuk meananm mangrove harus bersih dari rumput

liar.Sebelum mangrove ditanam dibuat terlebih dahulu jalur tanam.Jalur tanam

dapat dibuat dengan menggunakan tali rafia dengan dibuat simpul-simpul, jarak

simpul satu dengan yang lainnya adalah satu meter. Pada setiap simpul

dipasang ajir-ajir dengan menggunakan patok dari bambu yang panjangnya 75

cm dan berdiameter ± 1 cm. Ajir ditancapkan ke lahan dengan tegak sedalam ±

50 cm. Pemasangan ajir ini bertujuan untuk: (1) mempermudah mengetahui

tempat bibit akan ditanam, (2) tanda adanya tanaman baru, (3) menyeragamkan

jarak dan (4) membuat bibit mangrove tegak dan tidak mudah rebah bila sedang

terjadi air pasang. Untuk mempermudah pekerjaan, baik pada saat persiapan

lahan, penanaman maupun perawatan pada lahan dibuat jalan atau jembatan

yang mengitari lahan selebar satu meter.

Pemilihan jenis mangrove yang dapat ditanam untuk rehabilitasi mangrove

seperti :

10

Page 11: teknik rehabilitasi mangrove

1. Rhizophora sp.

Pohon dengan ketinggian mencapai 27 m, jarang melebihi 30 m. Batang

memiliki diameter hingga 70 cm dengan kulit kayu berwarna gelap hingga hitam

dan terdapat celah horizontal. Akar tunjang dan akar udara yang tumbuh dari

percabangan bagian bawah.

2. Ceripos sp.

Pohon kecil atau semak dengan ketinggian mencapai 25 m. Kulit kayu

berwarna abu-abu, kadang-kadang coklat, halus dan pangkalnya

menggelembung. Pohon seringkali memiliki akar tunjang yang kecil.

11

Gambar 1. Mangrove dari jenis Rhizophora sp.

Gambar 2. Mangrove dari jenis Ceriops sp.

Page 12: teknik rehabilitasi mangrove

3. Avicennia sp.

Belukar atau pohon yang tumbuh menyebar dengan ketinggian mencapai

25 m. Kumpulan pohon membentuk sistem perakaran horizontal dan akar nafas

yang rumit. Akar nafas biasanya tipis, berbentuk jari (atau seperti asparagus)

yang ditutupi oleh lentisel. Kulit kayu luar berwarna keabu-abuan atau gelap

kecoklatan, beberapa ditumbuhi tonjolan kecil, sementara yang lain

kadangkadang memiliki permukaan yang halus. Pada bagian batang yang tua,

kadangkadang ditemukan serbuk tipis.

4. Bruguiera sp.

Berupa semak atau pohon kecil yang selalu hijau, tinggi (meskipun jarang)

dapat mencapai 20 m. Kulit kayu burik, berwarna abu-abu hingga coklat tua,

bercelah dan agak membengkak di bagian pangkal pohon. Akar lutut dapat

mencapai 30 cm tingginya.

12

Gambar 3. Mangrove dari jenis Avicennia sp.

Page 13: teknik rehabilitasi mangrove

5. Xylocarpus sp.

Pohon dapat mencapai ketinggian 10-20 m. Memiliki akar papan yang

melebar ke samping, meliuk-liuk dan membentuk celahan-celahan. Batang

seringkali berlubang, khususnya pada pohon yang lebih tua. Kulit kayu berwarna

coklat muda-kekuningan, tipis dan mengelupas, sementara pada cabang yang

muda, kulit kayu berkeriput.

13

Gambar 4. Mangrove dari jenis Bruguiera sp..

Gambar 5. Mangrove dari jenis Xylocarpus sp.

Page 14: teknik rehabilitasi mangrove

6. Aegiceras sp.

Semak atau pohon kecil yang selalu hijau dan tumbuh lurus dengan

ketinggian pohon mencapai 6 m. Akar menjalar di permukaan tanah. Kulit kayu

bagian luar abu-abu hingga coklat kemerahan, bercelah, serta memiliki sejumlah

lentisel.

D. Cara memilih bibit yang baik

Hal yang perlu di perhatikan dalam pemilihan propagul sebagai bahan

program rehabilitasi yaitu :

14

Gambar 6. Mangrove dari jenis Aegiceras sp.

Gambar 7. Propagul dan bibit mangrove

Page 15: teknik rehabilitasi mangrove

1. Propagul mangrove, bagi sebagian masyarakat pesisir, dianggap memiliki

daya adaptasi terhadap lingkungan barunya yang lebih besar jika dibandingkan

dengan bibit mangrove. Hal ini dikarenakan, propagul tidak melalui fase

pembibitan terlebih dahulu. Jadi, begitu ditanam di lokasi penanaman, maka

lokasi penanaman itulah lingkungan awalnya. Dengan demikian, propagul akan

bisa cepat beradaptasi di lokasi penanaman.

2. Namun demikian, dari sisi ketahanan terhadap gelombang, tentu saja

propagul kalah jauh dengan bibit mangrove. Propagul yang “hanya berupa”

kecambah saja tanpa akar, batang dan daun, rentan sekali roboh begitu tersapu

gelombang. Untuk itulah, dalam program penanaman mangrove, khususnya

untuk daerah terabrasi, propagul tidak disarankan.

3. Propagul disarankan untuk dipergunakan di daerah rehabilitasi yang memiliki

tipe daerah terlindung dengan kondisi gelombang yang minimal. Propagul juga

bisa diperuntukkan bagi program pemeliharaan mangrove untuk mem-backup,

bibit-bibit mangrove yang mati, di tiga bulan setelah penanaman.

4. Dalam skala proyek mangrove, propagul kurang begitu disukai karena

pertumbuhannya yang “lebih lambat,” daripada bibit mangrove. Program

monitoring dan evaluasi proyek yang biasanya dilakukan selama tiga bulan,

terkadang tidak begitu memuaskan hasilnya, karena propagul belum juga

“tumbuh” dan tidak menampakkan adanya daun.

Selanjutnya, untuk bibit mangrove, beberapa hal yang perlu diperhatikan

apabila kita memilihnya sebagai bahan program rehabilitasi mangrove kita,

adalah sebagai berikut:

1. Bibit mangrove, bagi sebagian masyarakat pesisir, dianggap memiliki daya

adaptasi terhadap lingkungan barunya yang lebih kecil, apabila dibandingkan

dengan propagul. Tentunya, hal ini disebabkan dirinya yang telah memiliki

lingkungan awalnya terlebih dahulu (yaitu kebun persemaian tempat dirinya

15

Page 16: teknik rehabilitasi mangrove

disemaikan), sebelum kemudian dipindahkan ke lingkungan barunya, yaitu lokasi

penanaman kita. Hal ini, menyebabkan sebuah kekhawatiran akan

kelulushidupannya di masa mendatang.

2. Namun demikian, walaupun daya adaptasi terhadap lingkungan barunya

dianggap lebih rendah daripada propagul, bibit mangrove memiliki daya

ketahanan terhadap lingkungannya yang lebih tinggi. Bibit mangrove yang

memang telah memiliki struktur tubuh yang lengkap, yaitu daun, batang dan

akar, diduga memiliki daya tangkal terhadap gelombang yang lebih baik jika

dibandingkan dengan propagul.

3. Berkaitan dengan poin kedua maka bibit mangrove memang lebih disukai dan

dipilih oleh para pelaksana program dan proyek mangrove di Indonesia. Bibit

mangrove yang dibentengi dengan pemecah

gelombang dan ajir, umumnya bisa ditanam di lokasi terabrasi dengan

gelombang yang lumayan tinggi.

4.Selain itu, bibit mangrove juga disukai karena apabila para pelaksana proyek

mangrove melakukan program monitoring dan evaluasi, maka bibit mangrove

telah “terlihat tumbuh,”duluan.

E. Pembibitn/penyemaian

Pengumpulan bibit sebaiknya dilakukan oleh kelompok yang dibentuk

didesa.  Jenis bibit yang akan di jadikan bibit adalah yang dominan berada di

sekitar areal rehabilitasi.  Pertimbangan yang lain adalah dengan melihat struktur

tanah dan ekologi kawasan rehabilitasi.   Jenis Rhizophora mucronata adalah

jenis bibit yang mempunyai toleransi yang cukup tinggi terhadap tekanan

ekologi.  Untuk meningkatkan presentase kelangsungan hidup penanaman

mangrove, dilakukan upaya persemaian untuk bibit yang akan di tanam. 

Persemaian di lakukan disekitar areal penanaman. Ini untuk memudahkan akses

penanaman. 

16

Page 17: teknik rehabilitasi mangrove

Upaya pembibitan dilakukan dengan memasukkan bibit kedalam polibag

dan setelah di isi didalam polibag diletakkan di dalam areal pembibitan.  Untuk

menghindari terhadap gangguan babi hutan yang sering mencari makan dan

menggali makanan disekitar areal persemaian dan pembibitan, tempat

pembibitan dilindungi dengan waring yang menghalang aktivitas babi hutan

masuk kedalam areal pembibitan.

Upaya persemaian dan pembibitan dilakukan 1 – 3 bulan sebelum

penanaman.  Ini dilakukan agar bibit dapat berkecambah dulu untuk kemudian di

lakukan penanaman.  Upaya ini diharapkan akan meminimalisasi kematian bibit

dan meningkatkan persentase bibit yang hidup.

F. Penanaman. 

Setelah bibit mulai tumbuh didalam areal pembibitan, dilakukan upaya

penanaman pada areal rehabilitasi.  Upaya ini melibatkan seluruh anggota

kelompok yang memobilisasi anggota masyarakat yang peduli tentang

pentingnya upaya rehabilitasi mangrove.  Upaya penanaman dilakukan dengan

sangat hati-hati.  Bibit yang telah tumbuh di areal pembibitan dibawa ke areal

penanaman.  Setelah sampai pada daerah dekat tempat penanaman, polibagnya

disobek kemudian dilakukan penggalian lubang pada areal penanaman dan

dimasukkan bibit beserta tanah/lumpur kedalam lubang penanaman mangrove. 

Untuk menghindari tumbangnya bibit karena tekanan arus pasang dan atau

pengaruh ombak/gelombang, tiap bibit mangrove diikat pada ajir yang dipatok

didekat mangrove.  Ajir ini sengaja diletakkan di samping setiap bibit yang

ditanam mengingat tiap bibit yang akan ditanam belum terlalu kuat untuk

menopang dirinya dan atau untuk tetap berdiri karena belum mempunyai akar

yang kuat.

17

Page 18: teknik rehabilitasi mangrove

Pada daerah yang mempunyai potensi gelombang yang cukup tinggi,

sebaiknya dilakukan pemasangan peredam ombak sehingga pengaruhnya tidak

dapat mempengaruhi bibit mangrove.

1. Pola penanaman bibit mangrove dilakukan dengan jarak satu meter antara

bibit yang satu dengan yang lainnya. Penanaman bibit dilakukan serempak

dengan melibatkan seluruh anggota kelompok.  Sedapat mungkin melibatkan

anak sekolah agar terjadi pembelajaran yang mendasar tentang pola

merehabilitasi kawasan mangrove yang rusak. Pelajaran yang paling berharga

dalam upaya rehabilitasi bagi pelajar jika pelibatan langsung kepada mereka. Ini

akan membekas dalam pikiran dan hati mereka untuk mengetahui pola

rehabilitasi mangrove. Dan tidak menutup kemungkinan mereka akan melakukan

sendiri pada kawasan yang lain sebagai bagian dari upaya kokurikuler mereka. 

2. Pada beberapa daerah yang sangat ekstrim dengan pola pasang surut yang

sangat lebar, sebaiknya jangan dilakukan pola penanaman yang konvensional. 

Pola penanaman konvensional biasanya hanya penancapan bibit yang

dibarengai dengan pengikatan pada ajir.  Namun sebaiknya menggunakan

modifikasi pada sistem persemaian.  Modifikasi persemaian dapat dilakukan

pada polibag bambu dan atau pot yang didisain khusus.  Bentuk polibag dapay

dilakukan dengan panajaman pada bagian bawah yang juga berfungsi sebagai

pasak untuk tiap bibit. Modifikasi juga dapat dipadu dengan pengikatan pada ajir

berlapis untuk memperkokoh dudukan bibit.

3. Yang perlu mendapat perhatian adalah bukan seberapa banyak bibit yang kita

dapat tanam tapi seberapa banyak bibit yang bisa bertahan hidup dengan kondisi

lokasi yang kadang bersifat ekstrim.

G. Pemeliharaan

Pola pemeliharaan sebaiknya melibatkan seluruh anggota kelompok

dengan menjaga tiap kaplingan areal penanaman. Tiap anggota masyarakat

18

Page 19: teknik rehabilitasi mangrove

dipercayakan untuk menyulam tiap bibit mangrove yang kebetulan rusak atau

tercabut oleh aktivitas arus dan gelombang. Untuk mengontrol kelangsungan

hidup tiap bibit dan anakan mangrove, sebaiknya dilakukan pengontrolan setiap

3-4 hari sekali sampai pada saat bibit mangrove yang ditanam berusia 3 – 5

bulan. Selanjutnya dilakukan pengontrolan seminggi sekali selama 10 -12 bulan. 

Setelah diatas satu tahun dapat dilakukan pengontrolan selama 1 – 2 kali

sebulan.

Pemeliharaan mangrove adalah hal penting yang perlu dilakukan untuk

menjaga agar mangrove tetap hidup dan bertahan dengan baik.Komplesitasnya

kondisi fisik dan ekologis lingkungan serta kadang adanya hama dan gangguan

lain membuat mangrove kadang mengalami kematian walaupun umur mangrove

telah berusia diatas 8 – 12 bulan,  namun jika dilakukan pengontrolan yang rutin

maka akan dapat meminimalisasi kegagalan yang ada.

19

Page 20: teknik rehabilitasi mangrove

BAB III

METODE PRAKTIK LAPANGA. Waktu dan Tempat

Praktik lapang Teknik Rehabilitasi Ekosistem Pesisir dan Laut

dilaksanakan pada hari sabtu, tanggal 3 November 2012, di kelurahan

Tekolabua, Kecamatan Pangkajene, Kabupaten Pangkep, Provinsi

Sulawesi Selatan.

B. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada praktik lapang Teknik Rehabilitas

Ekosistem Pesisir dan Laut adalah alat tulis menulis yang berfungsi untuk

mencatat data yang didaapatkan di lapangan, GPS (Global Poisitioning

System) berfungsi untuk menentukan titik koordiant lokasi praktik, kamera

berfungsi untuk mengambil gambar di lokasi praktik, dan transportasi

darat dan air untuk menuju lokasi berupa kapal dan mobil.

Bahan yang digunakan yaitu, propagul mangrove yang siap ditanam.

C. Prosedur Kerja

Prosedur kerja dalam penanaman mangrove adalah :

1. Menuju kelokasi praktik rehabilitasi mangrove.

2. Menyiapkan propagul mangrove yang akan ditanam baik dengan cara

memetik buahnya atau dengan memungut buah yang telah jatuh,

sebaiknya propagul berasal dari lokasi terdekat tempat penanaman.

Dalam hal ini, propagul dari mangrove jenis Rhizophora spp.

3. Pemilihan lokasi penanaman yang cocok untuk ditanami sesuai

dengan jenis propagul yang telah disiapkan.

20

Page 21: teknik rehabilitasi mangrove

4. Mengangkut propagul Rhizophora spp yang telah siap ditanam

kelokasi yang telah dipilih.

5. Setelah sampai kelokasi, kemudian melakukan penanaman propagul

Rhizophora spp secara bersamaan dan teraturdengan cara

menancapkan propagul mangrove kedalam substrat dengan jarak ±

1 m.

21

Page 22: teknik rehabilitasi mangrove

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASANA. Hasil

Dari praktik lapang Teknik Rehabilitasi Ekosistem Pesisir dan Laut

yang telah dilakukan belum ada hasil secara langsung yang bisa

didapatkan, hal ini karena belum dilakukan pengontrolan terhadap bibit

mangrove yang telah ditanam. Namun secara tidak langsung, praktikan

telah memahami bagaimana cara melakukan penanaman bibit mangrove

yang baik.

Di lokasi DPM (Daerah Perlindungan Mangrove) yang kami temukan

adalah 3 jenis mangrove meliputi, Rhizophora sp, Avicennia sp., dan

Sonneratia sp. Namun jenis yang terbanyak yang terdapat dilokasi DPM

adalah jenis Rhizophora spp. Hal ini dikarenakan substrat sedimen

berlumpur yang memang cocok untuk pertumbuhan mangrove jenis

Rhizophora spp. Menurut Wighman (1989), jarak tanam yang baik adalah

1mx1m yang digunakan dalam penanaman bibitnya, diharapkan agar bibit

22

Gambar 8. Propagul Rhizopora spp.

Page 23: teknik rehabilitasi mangrove

tersebut akan tumbuh berdekatan (terutama akarnya) sehingga bisa

meredam ombak.

Dalam kegiatan penanaman mangrove, jumlah propagul yang

disediakan adalah sebanyak 500 buah propagul yang masing-masing

kelompok diberi tugas untuk menanam propagul tersebut secara bersama-

sama.

B. Pembahasan

Dari praktik lapang ini, pembahasan yang didapatkan adalah

penanaman lima ratus bibit mangrove di muara sungai di Kelurahan

Tekolabua Kecamatan Pangkajene Kabupaten Pangkep. Bibit yang

ditanam pada penanman mangrove telah disiapkan oleh warga setempat

kemudian praktikan yang melakukan penanaman di muara sungai dengan

jarak satu meter dari bibit satu ke bibit yang lain dan membentuk persegi

panjang.

23

Gambar 9. Penanaman Propagul Rhizopora spp.

Page 24: teknik rehabilitasi mangrove

Saat menuju kelokasi penanaman, praktikan mengalami kesulitan

dalam mengakses ke lokasi DPM (Daerah Perlindungan Mangrove) yang

disebabkan oleh adanya tiram dalam susbtrat berlumpur. Hal ini tentu

saja menghambat proses penanaman bibit mangrove karena praktikan

kesulitan melangkahkan kaki karena substrat yang cenderung sangat

berlumpur hingga menenggelamkan kaki sampai di lutut praktika dan juga

banyaknya tiram yang melimpah didalam substrat sehingga dapat melukai

kaki praktikan.

Sesampainya di lokasi penanaman bibit mangrove, praktikan mulai

melakukan penanaman yang dibantu dengan para pekerja. Bibit ditanam

dengan bagian radikula ditancapkan pada substrat yang berlumpur.

Karena tidak memungkinkan untuk memakai tali rafia sebagai pengukur

jarak antar bibit mangrove yang ditanam, maka kami hanya memperikaran

saja jarak 1mx1m (tentu saja dibantu dengan para pekerja yang ada di

lokasi penanaman). Jarak 1mx1m digunakan dalam teknik penanaman ini

agar kelak bibit mangrove Rhizophora sp. yang tumbuh, akarnya dapat

berfungsi sebagai peremdam ombak dan sediment trap. Dimana kita

ketahui bahwa jenis akar mangrove Rhizophora sp. adalah akar tunjang.

Menurut Wighman (1989), jarak tanam yang baik adalah 1mx1m yang

digunakan dalam penanaman bibitnya, diharapkan agar bibit tersebut

akan tumbuh berdekatan (terutama akarnya) sehingga bisa meredam

ombak.

Adapun sebelum menanam, sebaiknya perlu dilakukan pemilihan

terhadap bibit mangrove yang unggul agar kelak bisa tumbuh dengan baik

24

Page 25: teknik rehabilitasi mangrove

pula. Menurut (Monk, dkk, 2000) untuk jenis Rhizopora spp. buah yang

digunakan untuk pembibitan adalah buah yang dipilih dari pohon

mangrove yang berusia diatas 10 tahun atau memungut buah yang telah

jatuh. Buah yang baik, dicirikan oleh hampir lepasnya hipokotil dari

buahnya. Di lokasi DPM (Daerah Perlindungan Mangrove) yang kami

temukan adalah 3 jenis mangrove meliputi, Rhizophora sp, Avicennia sp.,

dan Sonneratia sp. Namun jenis yang terbanyak yang terdapat dilokasi

DPM adalah jenis Rhizophora spp. Hal ini dikarenakan substrat sedimen

berlumpur yang memang cocok untuk pertumbuhan jenis Rhizophora spp.

Jenis Rhizophora spp. memiliki akar tunjang. Hal ini jelas berguna dalam

meredam ombak dan menangkap sedimen sehingga banyak ditanam

dipinggiran pantai atau di lokasi praktik (Kint,1934).

Di sekitar lokas DPM tidak terlihat satu pun APO atau Alat Peredam

Ombak. Hal ini sangat mengkhawatirkan karena jika tidak ada

pemasangan APO, bibit-bibit baru tanaman mangrove dapat dihempas

ombak dan justru hancur. Sebaiknya pemasangan APO harus

dilaksanakan guna melindungi bibit-bibit mangrove agar terjaga fungsinya

sebagai peredam ombak dan penangkap sedimen. Perlu diketahui, bibit

mangrove dapat berguna sebagai penahan abrasi setelah berumur 5

tahun. Oleh sebab itu, perlunya pemeliharaan bibit mangrove sampai

tumbuh dengan layak (Wighman, 1989).

Penanaman mangrove di pinggir sungai atau muara sungai

dilakukan untuk mengembalikan kondisi ekosistem mangrove yang telah

25

Page 26: teknik rehabilitasi mangrove

terdegradasi yang disebabkan oleh kegiatan manusia atau antropogenik

dan kerusakan yang disebabkan oleh alam (Wighman, 1989).

26

Page 27: teknik rehabilitasi mangrove

BAB V

SIMPULAN DAN SARANA. Simpulan

Dari hasil praktik lapang yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa

dalam melakukan penanaman bibit mangrove meliputi tiga tahapan yaitu,

Penentuan lokasi tanam, Penataan lokasi tanam, dan penanaman bibit.

Substrat yang ada pada lokasi penanaman yaitu berlumpur, dimana

kedalamannya dapat mencapai 45 cm. Jarak tanam setiap propagul yang

ditanam yaitu sekitar satu meter. Jenis tanaman mangrove yang

ditemukan di lokasi praktik ada tiga jenis, yaitu Rhizophora sp., Avicennia

sp., dan Sonneratia sp.

B. Saran

Sebaiknya asisten tiap kelompok mendampingi praktikan dalam

melakukan proses penanaman dari awal hingga akhir sehingga apabila

ada hal-hal yang tidak diketahui oleh praktikan bias bertanya pada

asisten.

27

Page 28: teknik rehabilitasi mangrove

DAFTAR PUSTAKAAnonim. 2010 [online] http://poltekipb.wordpress.com/2009/09/13,

(Diakses pada hari Sabtu, tanggal 28 November 2012, Pukul 22.00 WITA)

http://balurannationalpark.web.id/wp-content/uploads/2011/04/2010-monitoringmangrove.pdf (Diakses pada hari sabtu, 24 November 2012, Pukul 22.10)

http://kesemat.blogspot.com/2008/03/tahapan-rehabilitasi-mangrove.html (Diakses pada hari sabtu, 28 November 2012, Pukul 22.15)

http://mahasiswamudaindonesia.blogspot.com/2011/03/rehabilitasi-hutan-mangrove.html (Diakses pada hari sabtu, 24 November 2012, Pukul 22.21)

http://www.mangrovesforthefuture.org/assets/Repository/Documents/KeSEMaTBook-June2012.pdf (Diakses pada hari sabtu, 24 November 2012, Pukul 22.11)

http://www.wetlands.org/LinkClick.aspx?fileticket=44agCUP6g6M%3D&tabid=56 (Diakses pada hari sabtu, 28 November 2012, Pukul 22.06)

MENHUT 2004 [online]http://www.dephutgo.id/INFORMASI/skep/skmenhut/424_04. Htm , (Diakses  pada hari rabu  3 november 2010  Pukul 16.11 WITA)

MENHUT 2004 [online]http://www.dephutgo.id/INFORMASI/skep/skmenhut/424_04. Htm , (Diakses  pada hari rabu  3 november 2010  Pukul 16.11 WITA)

Nontji, A. 1987. Laut Nusantara (Marine Nusantara). Djambatan. Jakarta,  Indonesia.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22094/4/Chapter%20II.pdf (Diakses pada hari sabtu 8 Desember 2012)

Saenger, P., E. J. Hegerl & J. D. S. Davie. 1983. Global Status of Mangroves Ecosystems. IUCN Commission on Ecology Papers No. 3.

BAB III

METODE PRAKTIK LAPANGD. Waktu dan Tempat

Praktik lapang Teknik Rehabilitasi Ekosistem Pesisir dan Laut

dilaksanakan pada hari sabtu, tanggal 3 November 2012, di kelurahan

28

Page 29: teknik rehabilitasi mangrove

Tekolabua, Kecamatan Pangkajene, Kabupaten Pangkep, Provinsi

Sulawesi Selatan.

E. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada praktik lapang Teknik Rehabilitas

Ekosistem Pesisir dan Laut adalah alat tulis menulis yang berfungsi untuk

mencatat data yang didaapatkan di lapangan, GPS (Global Poisitioning

System) berfungsi untuk menentukan titik koordiant lokasi praktik, kamera

berfungsi untuk mengambil gambar di lokasi praktik, dan transportasi

darat dan air untuk menuju lokasi berupa kapal dan mobil.

Bahan yang digunakan yaitu, propagul mangrove yang siap ditanam.

F. Prosedur Kerja

Prosedur kerja dalam penanaman mangrove adalah :

6. Menuju kelokasi praktik rehabilitasi mangrove.

7. Menyiapkan propagul mangrove yang akan ditanam baik dengan cara

memetik buahnya atau dengan memungut buah yang telah jatuh,

sebaiknya propagul berasal dari lokasi terdekat tempat penanaman.

Dalam hal ini, propagul dari mangrove jenis Rhizophora spp.

8. Pemilihan lokasi penanaman yang cocok untuk ditanami sesuai

dengan jenis propagul yang telah disiapkan.

9. Mengangkut propagul Rhizophora spp yang telah siap ditanam

kelokasi yang telah dipilih.

10. Setelah sampai kelokasi, kemudian melakukan penanaman propagul

Rhizophora spp secara bersamaan dan teraturdengan cara

29

Page 30: teknik rehabilitasi mangrove

menancapkan propagul mangrove kedalam substrat dengan jarak ±

1 m.

30

Page 31: teknik rehabilitasi mangrove

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASANC. Hasil

Dari praktik lapang Teknik Rehabilitasi Ekosistem Pesisir dan Laut

yang telah dilakukan belum ada hasil secara langsung yang bisa

didapatkan, hal ini karena belum dilakukan pengontrolan terhadap bibit

mangrove yang telah ditanam. Namun secara tidak langsung, praktikan

telah memahami bagaimana cara melakukan penanaman bibit mangrove

yang baik.

Di lokasi DPM (Daerah Perlindungan Mangrove) yang kami temukan

adalah 3 jenis mangrove meliputi, Rhizophora sp, Avicennia sp., dan

Sonneratia sp. Namun jenis yang terbanyak yang terdapat dilokasi DPM

adalah jenis Rhizophora spp. Hal ini dikarenakan substrat sedimen

berlumpur yang memang cocok untuk pertumbuhan mangrove jenis

Rhizophora spp. Menurut Wighman (1989), jarak tanam yang baik adalah

1mx1m yang digunakan dalam penanaman bibitnya, diharapkan agar bibit

31

Gambar 8. Propagul Rhizopora spp.

Page 32: teknik rehabilitasi mangrove

tersebut akan tumbuh berdekatan (terutama akarnya) sehingga bisa

meredam ombak.

Dalam kegiatan penanaman mangrove, jumlah propagul yang

disediakan adalah sebanyak 500 buah propagul yang masing-masing

kelompok diberi tugas untuk menanam propagul tersebut secara bersama-

sama.

D. Pembahasan

Dari praktik lapang ini, pembahasan yang didapatkan adalah

penanaman lima ratus bibit mangrove di muara sungai di Kelurahan

Tekolabua Kecamatan Pangkajene Kabupaten Pangkep. Bibit yang

ditanam pada penanman mangrove telah disiapkan oleh warga setempat

kemudian praktikan yang melakukan penanaman di muara sungai dengan

jarak satu meter dari bibit satu ke bibit yang lain dan membentuk persegi

panjang.

32

Gambar 9. Penanaman Propagul Rhizopora spp.

Page 33: teknik rehabilitasi mangrove

Saat menuju kelokasi penanaman, praktikan mengalami kesulitan

dalam mengakses ke lokasi DPM (Daerah Perlindungan Mangrove) yang

disebabkan oleh adanya tiram dalam susbtrat berlumpur. Hal ini tentu

saja menghambat proses penanaman bibit mangrove karena praktikan

kesulitan melangkahkan kaki karena substrat yang cenderung sangat

berlumpur hingga menenggelamkan kaki sampai di lutut praktika dan juga

banyaknya tiram yang melimpah didalam substrat sehingga dapat melukai

kaki praktikan.

Sesampainya di lokasi penanaman bibit mangrove, praktikan mulai

melakukan penanaman yang dibantu dengan para pekerja. Bibit ditanam

dengan bagian radikula ditancapkan pada substrat yang berlumpur.

Karena tidak memungkinkan untuk memakai tali rafia sebagai pengukur

jarak antar bibit mangrove yang ditanam, maka kami hanya memperikaran

saja jarak 1mx1m (tentu saja dibantu dengan para pekerja yang ada di

lokasi penanaman). Jarak 1mx1m digunakan dalam teknik penanaman ini

agar kelak bibit mangrove Rhizophora sp. yang tumbuh, akarnya dapat

berfungsi sebagai peremdam ombak dan sediment trap. Dimana kita

ketahui bahwa jenis akar mangrove Rhizophora sp. adalah akar tunjang.

Menurut Wighman (1989), jarak tanam yang baik adalah 1mx1m yang

digunakan dalam penanaman bibitnya, diharapkan agar bibit tersebut

akan tumbuh berdekatan (terutama akarnya) sehingga bisa meredam

ombak.

Adapun sebelum menanam, sebaiknya perlu dilakukan pemilihan

terhadap bibit mangrove yang unggul agar kelak bisa tumbuh dengan baik

33

Page 34: teknik rehabilitasi mangrove

pula. Menurut (Monk, dkk, 2000) untuk jenis Rhizopora spp. buah yang

digunakan untuk pembibitan adalah buah yang dipilih dari pohon

mangrove yang berusia diatas 10 tahun atau memungut buah yang telah

jatuh. Buah yang baik, dicirikan oleh hampir lepasnya hipokotil dari

buahnya. Di lokasi DPM (Daerah Perlindungan Mangrove) yang kami

temukan adalah 3 jenis mangrove meliputi, Rhizophora sp, Avicennia sp.,

dan Sonneratia sp. Namun jenis yang terbanyak yang terdapat dilokasi

DPM adalah jenis Rhizophora spp. Hal ini dikarenakan substrat sedimen

berlumpur yang memang cocok untuk pertumbuhan jenis Rhizophora spp.

Jenis Rhizophora spp. memiliki akar tunjang. Hal ini jelas berguna dalam

meredam ombak dan menangkap sedimen sehingga banyak ditanam

dipinggiran pantai atau di lokasi praktik (Kint,1934).

Di sekitar lokas DPM tidak terlihat satu pun APO atau Alat Peredam

Ombak. Hal ini sangat mengkhawatirkan karena jika tidak ada

pemasangan APO, bibit-bibit baru tanaman mangrove dapat dihempas

ombak dan justru hancur. Sebaiknya pemasangan APO harus

dilaksanakan guna melindungi bibit-bibit mangrove agar terjaga fungsinya

sebagai peredam ombak dan penangkap sedimen. Perlu diketahui, bibit

mangrove dapat berguna sebagai penahan abrasi setelah berumur 5

tahun. Oleh sebab itu, perlunya pemeliharaan bibit mangrove sampai

tumbuh dengan layak (Wighman, 1989).

Penanaman mangrove di pinggir sungai atau muara sungai

dilakukan untuk mengembalikan kondisi ekosistem mangrove yang telah

34

Page 35: teknik rehabilitasi mangrove

terdegradasi yang disebabkan oleh kegiatan manusia atau antropogenik

dan kerusakan yang disebabkan oleh alam (Wighman, 1989).

35

Page 36: teknik rehabilitasi mangrove

BAB V

SIMPULAN DAN SARANC. Simpulan

Dari hasil praktik lapang yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa

dalam melakukan penanaman bibit mangrove meliputi tiga tahapan yaitu,

Penentuan lokasi tanam, Penataan lokasi tanam, dan penanaman bibit.

Substrat yang ada pada lokasi penanaman yaitu berlumpur, dimana

kedalamannya dapat mencapai 45 cm. Jarak tanam setiap propagul yang

ditanam yaitu sekitar satu meter. Jenis tanaman mangrove yang

ditemukan di lokasi praktik ada tiga jenis, yaitu Rhizophora sp., Avicennia

sp., dan Sonneratia sp.

D. Saran

Sebaiknya asisten tiap kelompok mendampingi praktikan dalam

melakukan proses penanaman dari awal hingga akhir sehingga apabila

ada hal-hal yang tidak diketahui oleh praktikan bias bertanya pada

asisten.

36

Page 37: teknik rehabilitasi mangrove

DAFTAR PUSTAKAAnonim. 2010 [online] http://poltekipb.wordpress.com/2009/09/13,

(Diakses pada hari Sabtu, tanggal 28 November 2012, Pukul 22.00 WITA)

http://balurannationalpark.web.id/wp-content/uploads/2011/04/2010-monitoringmangrove.pdf (Diakses pada hari sabtu, 24 November 2012, Pukul 22.10)

http://kesemat.blogspot.com/2008/03/tahapan-rehabilitasi-mangrove.html (Diakses pada hari sabtu, 28 November 2012, Pukul 22.15)

http://mahasiswamudaindonesia.blogspot.com/2011/03/rehabilitasi-hutan-mangrove.html (Diakses pada hari sabtu, 24 November 2012, Pukul 22.21)

http://www.mangrovesforthefuture.org/assets/Repository/Documents/KeSEMaTBook-June2012.pdf (Diakses pada hari sabtu, 24 November 2012, Pukul 22.11)

http://www.wetlands.org/LinkClick.aspx?fileticket=44agCUP6g6M%3D&tabid=56 (Diakses pada hari sabtu, 28 November 2012, Pukul 22.06)

MENHUT 2004 [online]http://www.dephutgo.id/INFORMASI/skep/skmenhut/424_04. Htm , (Diakses  pada hari rabu  3 november 2010  Pukul 16.11 WITA)

MENHUT 2004 [online]http://www.dephutgo.id/INFORMASI/skep/skmenhut/424_04. Htm , (Diakses  pada hari rabu  3 november 2010  Pukul 16.11 WITA)

Nontji, A. 1987. Laut Nusantara (Marine Nusantara). Djambatan. Jakarta,  Indonesia.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22094/4/Chapter%20II.pdf (Diakses pada hari sabtu 8 Desember 2012)

Saenger, P., E. J. Hegerl & J. D. S. Davie. 1983. Global Status of Mangroves Ecosystems. IUCN Commission on Ecology Papers No. 3.

37