manajemen rantai pasok (supply chain...

24
58 MANAJEMEN RANTAI PASOK (SUPPLY CHAIN MANAGEMENT) PADA KOMODITAS CABAI MERAH BESAR DI JAWA TENGAH Supply Chain Management of Red Chili in Central Java Saptana Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Jl. A. Yani No. 70 Bogor 16161 ABSTRACT This paper aims to assess the supply chain management of red chili from producing centers to main market destinations. There are two supply chain management patterns of red chili, namely common marketing and integration with the processing industry. Integrated supply chain management has some advantages, such as more efficient in collecting, handling, and distribution. This pattern also guarantees more stable farmers’ selling price because it is carried out through a contract agreement and based on predicted market price fluctuation. It also encourages farmers’ production with better quality and continuous supply. It is expected that through a supply chain management there will be efficiency improvement of red chili and its processed products. Key words: management, supply chain, red chili, efficiency, competitiveness ABSTRAK Tujuan makalah adalah mengkaji manajemen rantai pasok ( supply chain management) cabai merah besar dari daerah-daerah sentra produksi ke tujuan pasar utama. Secara empiris terdapat dua pola manajemen rantai pasok pada komoditas cabai merah besar yaitu pola dagang umum dan manajemen rantai pasok yang terintegrasi dengan industri pengolahan dan super market. Keunggulan manajemen rantai pasok yang terintegrasi adalah efisiensi yang lebih tinggi baik dalam pengumpulan, penanganan, maupun dalam distribusinya. Pola manajemen rantai pasok juga dapat menjamin harga relatif stabil karena harga ditetapkan dengan sistem kontrak yang didasarkan perkiraan perkembangan harga pasar. Pola manajemen rantai pasok yang terintegratif dapat mendorong petani untuk menghasilkan produk cabai merah besar yang dapat memenuhi dari dimensi jumlah, kualitas, serta kontinyuitas pasokan. Srategi manajemen rantai pasok diharapkan mampu meningkatkan efisiensi komoditas cabai merah dan produk olahannya dalam keseluruhan lini rantai pasok sehingga mampu meningkatkan daya saing di pasar. Kata kunci : manajemen, rantai pasok, cabai merah besar, efisiensi, daya saing PENDAHULUAN Komoditas hortikultura merupakan komoditas potensial yang mempunyai nilai ekonomi tinggi dan memiliki potensi untuk terus dikembangkan. Dari sisi penawaran atau produksi, luas wilayah Indonesia dengan keragaman agroklimatnya memungkinkan pengembangan berbagai jenis tanaman hortikultura, yang mencakup 323 jenis komoditas terdiri atas 60 jenis komoditas buah-buahan, 80 jenis komoditas sayuran, 66 jenis komoditas biofarmaka dan 117 jenis komoditas tanaman hias (Ditjen Hortikultura, 2008). Salah satu komoditas hortikultura potensial untuk dikembangkan adalah komoditas cabai merah, terutama cabai merah besar. Beberapa alasan penting melakukan penelitian pada komoditas cabai merah besar adalah: (1) Tergolong sebagai komoditas bernilai ekonomi tinggi (high economic value commodity) sehingga sangat potensial sebagai sumber pendapatan petani; (2) Adanya gejala pergeseran permintaan konsumen dari komoditas bernilai rendah (padi, palawija) ke arah komoditas bernilai ekonomi tinggi (hortikultura

Upload: trandang

Post on 02-Mar-2019

240 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: MANAJEMEN RANTAI PASOK (SUPPLY CHAIN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/7-tematik-scm-cabai.pdf · pelaku ekonomi agribisnis cabai merah besar. Manajemen rantai pasok pada

58

MANAJEMEN RANTAI PASOK (SUPPLY CHAIN MANAGEMENT) PADA KOMODITAS CABAI MERAH BESAR DI JAWA TENGAH

Supply Chain Management of Red Chili in Central Java

Saptana

Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Jl. A. Yani No. 70 Bogor 16161

ABSTRACT

This paper aims to assess the supply chain management of red chili from producing centers to main market destinations. There are two supply chain management patterns of red chili, namely common marketing and integration with the processing industry. Integrated supply chain management has some advantages, such as more efficient in collecting, handling, and distribution. This pattern also guarantees more stable farmers’ selling price because it is carried out through a contract agreement and based on predicted market price fluctuation. It also encourages farmers’ production with better quality and continuous supply. It is expected that through a supply chain management there will be efficiency improvement of red chili and its processed products. Key words: management, supply chain, red chili, efficiency, competitiveness

ABSTRAK

Tujuan makalah adalah mengkaji manajemen rantai pasok (supply chain management) cabai merah besar dari daerah-daerah sentra produksi ke tujuan pasar utama. Secara empiris terdapat dua pola manajemen rantai pasok pada komoditas cabai merah besar yaitu pola dagang umum dan manajemen rantai pasok yang terintegrasi dengan industri pengolahan dan super market. Keunggulan manajemen rantai pasok yang terintegrasi adalah efisiensi yang lebih tinggi baik dalam pengumpulan, penanganan, maupun dalam distribusinya. Pola manajemen rantai pasok juga dapat menjamin harga relatif stabil karena harga ditetapkan dengan sistem kontrak yang didasarkan perkiraan perkembangan harga pasar. Pola manajemen rantai pasok yang terintegratif dapat mendorong petani untuk menghasilkan produk cabai merah besar yang dapat memenuhi dari dimensi jumlah, kualitas, serta kontinyuitas pasokan. Srategi manajemen rantai pasok diharapkan mampu meningkatkan efisiensi komoditas cabai merah dan produk olahannya dalam keseluruhan lini rantai pasok sehingga mampu meningkatkan daya saing di pasar. Kata kunci : manajemen, rantai pasok, cabai merah besar, efisiensi, daya saing

PENDAHULUAN

Komoditas hortikultura merupakan komoditas potensial yang mempunyai nilai ekonomi tinggi dan memiliki potensi untuk terus dikembangkan. Dari sisi penawaran atau produksi, luas wilayah Indonesia dengan keragaman agroklimatnya memungkinkan pengembangan berbagai jenis tanaman hortikultura, yang mencakup 323 jenis komoditas terdiri atas 60 jenis komoditas buah-buahan, 80 jenis komoditas sayuran, 66 jenis komoditas biofarmaka dan 117 jenis komoditas tanaman hias (Ditjen Hortikultura, 2008).

Salah satu komoditas hortikultura potensial untuk dikembangkan adalah komoditas cabai merah, terutama cabai merah besar. Beberapa alasan penting melakukan penelitian pada komoditas cabai merah besar adalah: (1) Tergolong sebagai komoditas bernilai ekonomi tinggi (high economic value commodity) sehingga sangat potensial sebagai sumber

pendapatan petani; (2) Adanya gejala pergeseran permintaan konsumen dari komoditas bernilai rendah (padi, palawija) ke arah komoditas bernilai ekonomi tinggi (hortikultura

Page 2: MANAJEMEN RANTAI PASOK (SUPPLY CHAIN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/7-tematik-scm-cabai.pdf · pelaku ekonomi agribisnis cabai merah besar. Manajemen rantai pasok pada

59

semusim) dalam literatur dinamakan “value ladder” atau struktur peningkatan nilai tambah pertanian (Daryanto, 2011); (3) Merupakan salah komoditas sayuran unggulan nasional dan daerah, sehingga berpotensi sebagai sumber pertumbuhan ekonomi; (4) Usaha tani cabai merah besar bersifat intensif tenaga kerja, sehingga berpotensi untuk memecahkan masalah pengangguran dan kemiskinan di perdesaan; (5) Menduduki posisi penting dalam menu pangan penduduk sebab walaupun diperlukannya dalam jumlah kecil (4 kg/kapita/tahun) namun hampir seluruh menu masakan di Indonesia menggunakan cabai merah, posisi cabai merah tidak dapat disubstitusi oleh komoditas lain; (6) Merupakan komoditas subtitusi impor dan promosi ekspor, sehingga dapat memperbaiki neraca perdagangan; (7) Gejolak harga komoditas cabai merah besar memiliki pengaruh yang cukup nyata terhadap tingkat inflasi; (8) Mempunyai daya adaptasi yang luas, dari lahan sawah dataran rendah hingga lahan kering dataran tinggi; (9) Kegiatan usaha tani cabai merah besar melibatkan tenaga kerja muda terampil di perdesaan yang selama ini tidak tertarik untuk terjun di sektor pertanian; (10) Mempunyai manfaat yang cukup beragam baik penyedap makanan, bahan baku industri, bahan obat tradisional dan manfaat kesehatan; dan (11) Memiliki beragam tujuan pasar, baik untuk pasar tradisional, pasar modern (supermarket), maupun untuk industri pengolahan.

Komoditas cabai merah besar banyak dibudidayakan oleh petani baik secara tradisional maupun intensif baik pada agroekosistem lahan sawah dataran rendah maupun lahan kering dataran tinggi. Komoditas ini termasuk ke dalam kelompok rempah tidak bersubtitusi yang berfungsi sebagai bumbu penyedap makanan, kaya akan vitamin dan mineral, serta sebagai bahan obat tradisional. Komoditas cabai merah besar dalam bentuk segar mengandung (Setiadi, 2008): kalori 31 kal, protein 1 gram, lemak 0.30 gram, karbohidrat 7.30 gram, kalsium 29 mg, fosfor 24 mg, besi 0.50 mg, Vitamin A 470 Sl, Vitamin B1 0.05 mg, Vitamin C 18 mg, Niacin, Capsaicin, Pektin, Pentosan, Pati, dan air.

Prajnanta (2002) mengidentifikasi beberapa manfaat cabai merah, yaitu : (a) Rasa pedas pada cabai ditimbulkan oleh zat capsaicin bermanfaat untuk memperlancar peredaran

darah, memperkuat jantung, nadi, dan saraf; mencegah flu dan demam; membangkitkan semangat dalam tubuh (tanpa efek narkotik); (b) Mengkonsumsi cabai merah secara teratur dapat menunda kerentaan tubuh; (c) Zat capsaicin ini juga mampu merangsang burung ocehan dan dapat merangsang ayam atau itik untuk bertelur; (d) Penderita penyakit tulang dapat disembuhkan setelah menggunakan krim capsaicin empat kali sehari; (e) Capsaicin juga mengandung zat ekspektoran yang aktif meredakan batuk, mengencerkan lendir, serta meringankan penyakit asma dan bronkitis.

Walaupun komoditas cabai merah besar tergolong mempunyai nilai ekonomi yang tinggi, namun komoditas cabai merah besar menuntut pengelolaan usaha tani secara intensif, memiliki risiko gagal panen tinggi dan produktivitas jatuh, dan memiliki karakteristik mudah rusak (perishable) baik dalam penanganan pasca panen serta dalam distribusi dan pemasarannya, sehingga perlu penanganan dalam keseluruhan rantai pasokannya secara baik.

Pengembangan manajemen rantai pasok komoditas cabai merah menghadapi tantangan dan sekaligus peluang. Tantangan pengembangan manajemen rantai pasok pada komoditas cabai merah besar adalah budaya wirausaha masih lemah, mutu sangat bervariasi, ketersediaan teknologi unggul spesifik lokasi masih terbatas, produktivitas masih rendah, penanganan pascapanen masih kurang memadai, harga berfluktuasi, serta belum efisiennya sistem distribusi dan pemasaran komoditas cabai merah besar. Prospek dan peluang pengembangan manajemen rantai pasok komoditas cabai merah besar direfleksikan oleh potensi lahan cukup tersedia, kesenjangan produktivitas antar lokasi masih tinggi, bernilai ekonomi tinggi, permintaan pasar terus meningkat, dukungan kelembagaan profesi cukup baik, permintaan untuk pasokan bahan baku untuk industri pengolahan cukup tinggi, serta adanya dukungan program pemerintah.

Page 3: MANAJEMEN RANTAI PASOK (SUPPLY CHAIN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/7-tematik-scm-cabai.pdf · pelaku ekonomi agribisnis cabai merah besar. Manajemen rantai pasok pada

60

Berdasarkan permasalahan pokok tersebut di atas, maka tujuan penulisan makalah ini secara umum adalah untuk mengkaji rantai pasok pada komoditas cabai merah besar. Secara khusus, studi ini bertujuan untuk : (1) Melakukan identifikasi pola-pola manajemen rantai pasokan pada komoditas cabai merah besar; (2) Analisis kinerja implementasi manajemen rantai pasok melalui kemitraan usaha (contract farming) pada komoditas cabai merah besar; (3) Analisis sistem distribusi dan pemasaran komoditas cabai merah besar; dan (4) Upaya peningkatan daya saing melalui manajemen ratai pasok secara terpadu.

POLA-POLA MANAJEMEN RANTAI PASOK USAHA AGRIBISNIS HORTIKULTURA

Kegiatan distribusi dan pemasaran merupakan aspek penting dalam pengembangan hortikultura. Karakteristik intrinsik yang melekat pada produk hortikultura, seperti cabai merah besar bersifat lekas membusuk (perishable), meruah (bulky), dan sulit diangkut melalui jarak jauh tanpa menimbulkan kerusakan dan susut yang besar. Kondisi tersebut menuntut penanganan manajemen rantai pasok yang cepat dan tepat di semua tingkatan pelaku ekonomi agribisnis cabai merah besar. Manajemen rantai pasok pada komoditas cabai merah besar dilakukan melalui berbagai pola, antara lain : pola dagang umum, kemitraan inti plasma, pola pertanian kontrak (contract farming).

Manajemen Rantai Pasok Pola Dagang Umum

Manajemen rantai pasok pola dagang umum, yaitu hubungan bisnis antara kelompok tani dengan pedagang pengumpul atau pedagang besar, di mana kelompok tani atau petani memasok kebutuhan pedagang pengumpul atau pedagang besar sesuai dengan persyaratan dan kesepakatan melalui proses tawar-menawar. Dalam model ini, pedagang pengumpul atau pedagang besar yang juga sering disebut sebagai bandar atau pengepul memasarkan hasil produksi kelompok tani atau petani individu untuk memasok kebutuhan yang diperlukan oleh pedagang pengepul atau pedagang besar yang akan memasarkan hasil. Pola ini dapat dijumpai pada pola manajemen rantai pasok pola dagang umum ini dapat ditemukan : (1) hubungan bisnis petani-petani cabai merah mandiri dengan Pedagang Pengumpul, Pedagang Besar, serta Super Market dan Hiper Market; dan (2) hubungan bisnis antara petani cabai merah disekitar Pasar Induk Cabai Merah di Sengon, Kecamatan Tanjung, Kabupaten Brebes yang menjual cabai besar ke Pedagang Besar/Supplier melalui mediasi pedagang komisioner.

Manajemen Rantai Pasok Pola Kemitraan Inti Plasma

Dalam model ini pengusaha–pengusaha besar, pengusaha industri pengolahan hasil (PT Henz ABC, PT Indofood Fritolay Makmur), pedagang besar/eksportir cabai merah (bertindak sebagai perusahaan mitra/inti) melakukan manajemen rantai pasok melalui kemitraan dengan kelompok tani/petani melalui kesepakatan harga dan kualitas pembelian produk cabai merah besar. Manajemen rantai pasok melalui kemitraan inti plasma, memungkinkan kegiatan produksi dapat dilakukan secara lebih terkoordinir dalam satu hamparan dengan skala usaha tertentu (5-10 Ha). Perusahaan inti berkewajiban antara lain : (a) Menyediakan input produksi (benih unggul, pupuk, obat-obatan, serta mulsa), yang banyak dijumpai adalah perusahaan inti menyediakan bibit cabai merah unggul hibrida, sedangkan input produksi sangat tergantung kebutuhan petani; (b) Memberikan bimbingan teknis budidaya, penanganan pasca panen, serta manajemen rantai pasok; (c) Menyediakan biaya pengolahan lahan dan pemanenan. Sementara itu, petani plasma melakukan budidaya sesuai anjuran serta menyerahkan hasil kepada perusahaan mitra (inti) sesuai kesepakatan-kesepakatan yang ditetapkan dalam kontrak.

Page 4: MANAJEMEN RANTAI PASOK (SUPPLY CHAIN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/7-tematik-scm-cabai.pdf · pelaku ekonomi agribisnis cabai merah besar. Manajemen rantai pasok pada

61

Manajemen Rantai Pasok Pola Contract Farming

Baumann (2000) yang juga diacu oleh Strohm dan Hoeffler (2006) mendefinisikan kontrak sebagai suatu sistem di mana unit pusat pengolahan atau pengekspor membeli hasil panen petani secara bebas dan dalam hal pembelian tersebut dituangkan melalui kontrak yang ditetapkan dimuka. Pada sebagian besar kontrak, pihak-pihak yang melakukan transaksi membuat kesepakatan-kesepakatan. Dalam kebanyakan yurisdiksi, pengadilan akan bersedia menegakkan kontrak jika pihak-pihak yang melakukan kontrak telah menyepakati empat persyaratan dasar (Shippey, 2004): (1) Deskripsi barang dalam hal jenis, kuantitas, dan kualitas; (2) Waktu pengiriman (ketepatan waktu pengiriman); (3) Harga (penetapan harga harus jelas); dan (4) Waktu dan cara pembayaran. Kontrak dapat dibedakan : (1) Kontrak pesanan pembelian; (2) Kontrak penjualan kondisional; (3) Kontrak konsultasi; (4) Kontrak wakil penjualan; (5) Perjanjian franchise; (6) Perjanjian distribusi; (7) Perjanjian Konsinyasi; dan (8) Kontrak lisensi; serta (9) Kontrak hubungan kerja industrial-buruh.

Pada kegiatan usaha agribisnis contract farming nampaknya menjadi alternatif yang

menarik bagi perusahaan-perusahaan industri pengolahan, seperti PT Indofood Fritolay Makmur dan PT Henz ABC. Contrat farming adalah suatu cara mengatur produksi pertanian di mana petani-petani kecil atau “outgrowers” diberikan kontrak untuk menyediakan produk-produk pertanian untuk sebuah usaha sentral sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditentukan dalam sebuah perjanjian (contract). Badan sentral yang membeli hasil tersebut dapat menyediakan bimbingan teknis, manajerial, kredit sarana produksi, serta menampung hasil dan melakukan pengolahan dan pemasaran. (Kirk, 1987 dalam White, 1990).

Contract farming dapat dipilah menjadi tiga jenis contract farming menurut sampai

sejauhmana “inti” melibatkan dirinya dalam keputusan-keputusan produksi di tingkat petani-petani “satelitnya”nya (White, 1990) : (1) Kontrak pemasaran (marketing contract), di dalam kontrak pemasaran terkandung bagaimana menentukan jenis dan atau jumlah produk pertanian (cabai merah) yang akan diserahkan, tetapi jarang menyebut kegiatan-kegiatan atau metode-metode khusus mana yang harus diikuti dalam proses produksi, juga tidak mengharuskan pihak inti (pengolah) untuk menyediakan masukan-masukan tertentu, model ini cukup banyak dijumpai pada agribisnis cabai merah besar di Jawa Tengah; (2) Kontrak produksi (production contract), yaitu perjanjian antara petani dan perusahaan (pengolah)

yang menentukan jenis serta jumlah produk pertanian (cabai merah besar) yang akan dihasilkan, dan juga dapat menetapkan varietas bibit (pada kasus cabai merah besar: Varietas Biola, Hot Beuty, Hot Chili, Gada, Laras) kegiatan-kegiatan dalam proses produksi, serta masukan-masukan atau bantuan teknis mana yang harus disediakan oleh si pemberi kontrak, model ini juga cukup banyak dijumpai pada agribisnis cabai merah besar di Jawa Tengah; dan (3) Integrasi vertikal (vertical integration), di mana semua tahapan produksi dirangkul dalam satu perusahaan, sedangkan pasar tidak berperan dalam pengkoordinasian berbagai tahapan produksi, model terakhir ini tidak ditemukan pada agribisnis cabai merah di Jawa Tengah.

MANAJEMEN RANTAI PASOK KOMODITAS CABAI MERAH BESAR MELALUI KEMITRAAN USAHA

Kelembagaan kemitraan usaha yang ada pada komoditas cabai merah di Jawa Tengah terdapat tiga pola, yaitu : (1) Pola dagang umum; (2) Pola Kemitraan Usaha antara Petani dengan Sub Terminal Agribisnis; dan (3) Pola kemitraan Usaha antara Perusahaan Industri Pengolah yaitu PT. Henz ABC dengan Petani Mitra.

Page 5: MANAJEMEN RANTAI PASOK (SUPPLY CHAIN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/7-tematik-scm-cabai.pdf · pelaku ekonomi agribisnis cabai merah besar. Manajemen rantai pasok pada

62

Pola Kemitraan Dagang Umum

Umumnya kelembagaan kemitraan dagang umum tumbuh secara alamiah sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan pelakunya. Pelaku yang terlibat dalam kelembagaan kemitraan usaha komoditas cabai merah adalah petani, pedagang input, pedagang output (berbagai tingkatan, dari dalam dan luar desa), jasa angkutan, lembaga keuangan informal dan formal, dan instansi pemerintah, pengusaha pengolahan cabai. Dalam kelembagaan tersebut, petani berperan sebagai produsen cabai merah, yang bertanggungjawab terhadap proses produksi cabai merah.

Pedagang, dalam hal ini pedagang menengah (Midle Man), selain berperan sebagai pembeli hasil cabai merah yang dihasilkan petani seringkali juga menjalankan peran sebagai penyedia modal (lembaga pembiayaan informal) bagi petani dan pedagang pengumpul yang menjadi anak buahnya. Namun tidak semua pedagang kecil memiliki ikatan yang tetap dengan pedagang menengah atau pedagang besar. Pinjaman modal pada petani dapat berbentuk uang atau natura (pupuk dan obat-obatan).

Saat ini Dinas Pertanian di Kabupaten Contoh (Kabupaten Brebes, Klaten, Boyolali, dan Kabupaten Purbalingga) juga sedang giat melakukan pembinaan terhadap kelompok tani cabai merah dan di beberapa kelompok telah diberikan Standar Prosedur Operasional (SPO) Budidaya Cabai Merah. Pendalaman kasus tentang kelompok tani telah dilakukan pada antara lain adalah Gabungan Kelompok Tani Sumber Jaya, Desa Limbangan, Kecamatan Kersana, Kabupaten Brebes dan Kelompok Tani Tirtajaya di Desa Kemukten, Kecamatan Kersana. Kelompok Tani Jujur dan Makmur, Desa Demakijo, Kecamatan Karangnongko, Kabupaten Klaten, Kelompok Tani Ngudi Makmur di Desa Gatak, Kecamatan Ngawen, Kabupaten Klaten, serta Kelompok Tani Kusuma I dan Kusuma II, Desa Solodiran, Kecamatan Manisrenggo, Kabupaten Klaten. Kelompok Tani Makmur, Desa Tlogolele, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali dan Gapoktan Sumber Rejeki, Desa Tarubatang, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali, serta Gapoktan Sumber Lestari, Desa Sudimoro, Kecamatan Teras, Kabupaten Boyolali. Kelompok Tani Berkah Cabe, Desa Kuta Bawah, Kecamatan Karangreja, Kabupaten Purbalingga. Sebagian besar anggota kelompok tani memasarkan hasil produksi cabai merahnya melalui pola dagang umum, meskipun beberapa kelompok telah menjalin kemitraan usaha denga PT Henz ABC. Peran kelompok dalam hal pemasaran cabai merah dirasakan masih belum optimal, sebagian besar petani menjual secara individu kepada pedagang pengumpul, selanjutnya pedagang pengumpul menyalurkan ke pedagang menengah dan besar.

Aturan main yang berlaku pada kelembagaan untuk komoditas cabai merah relatif tidak berbeda antar lokasi penelitian. Pada kelembagaan yang tumbuh secara alamiah untuk komoditas cabai merah, petani ada yang bermitra secara tetap dengan pedagang dan ada pula yang tidak terikat. Pada kasus petani yang bermitra, pedagang berkewajiban memberi pinjaman modal dalam bentuk uang maupun natura (dalam bentuk benih, pupuk, pestisida, atau mulsa) pada petani. Sebaliknya petani harus menjual hasil panennya pada pedagang tersebut. Keterikatan petani kepada pedagang, seringkali menjadikan penetapan harga lebih dominan oleh pedagang, sehingga petani ini sering menerima harga sedikit lebih rendah dibandingkan harga pasar. Ada kalanya kesepakatan dibuat secara lebih jelas dan spesifik, misalnya menyangkut hasil panen dari persil tertentu yang “harus” dijual kepada pedagang tertentu, sehingga hasil dari persil sisanya masih bisa dijual pada pedagang lain jika memang terdapat selisih harga yang dinilai cukup signifikan (selisih lebih dari Rp 500/kg).

Sebagian petani tidak terikat pada pedagang mana pun, baik yang berasal dari kampungnya atau dari luar desa, karena mereka tidak terikat hutang piutang pada pedagang. Pada kasus seperti ini, yang berlaku adalah aturan main dagang umum sesuai dengan mekanisme pasar. Hal serupa juga berlaku antara pedagang dengan pedagang.

Page 6: MANAJEMEN RANTAI PASOK (SUPPLY CHAIN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/7-tematik-scm-cabai.pdf · pelaku ekonomi agribisnis cabai merah besar. Manajemen rantai pasok pada

63

Untuk memahami interaksi antara petani dengan pedagang dan pedagang dengan pedagang, berikut ini akan dikemukakan hasil kasus, hampir dalam setiap daerah sentra produksi terdapat seorang pedagang cabai merah yang telah berpengalaman lebih dari 10 tahun, dia adalah juga seorang petani maju, juga aktif sebagai pengurus kelompok tani, umumnya juga akses terhadap pasar dan program-program pemerintah, pedagang ini bermitra dengan petani dan juga dengan pedagang besar, supermarket/hiper market serta dengan perusahaan mitra. Pola kemitraan dibangun atas kebutuhan bersama atas dasar kepercayaan. Tidak ada perjanjian tertulis di antara pihak-pihak yang bermitra. Interaksi personal lebih diutamakan. Pola interaksi ini ditemukan baik di daerah sentra produksi lahan sawah dataran rendah maupun daerah sentra produksi lahan kering dataran tinggi. Secara umum terdapat tiga-empat orang pedagang pengumpul di tingkat desa dan beberapa pedagang menengah-besar di tingkat kecamatan. Barang dagangan diperoleh dari petani yang menjadi mitranya sekitar 25-30 orang atau petani nonmitra, sedangkan untuk memasarkan hasil cabai merahnya seorang pedagang menengah-besar memiliki jaringan yang cukup luas baik dengan pedagang pasar kecamatan (Pasar Induk Tanjung) untuk kasus pedagang cabai merah di Brebes, (Pasar Cepogo, Pasar Induk Ampel/STA Ampel, Boyolali; dan Pasar Dukun/STA Sewukan, Magelang) untuk kasus Boyolali, serta (Pasar Kuta Bawah/STA Kuta Bawah, Kecamatan Karangreja) untuk kasus di Purbalingga. Sementara itu, untuk pedagang mencegah di Klaten sebagian besar langsung memasok kepada Pedagang Besar di Magelang untuk selanjutnya dipasarkan ke Jabotabek.

Terhadap petani mitra, pedagang midle man tersebut sering memberi pinjaman namun dia sendiri tidak pernah meminjam uang pada pedagang mitranya, karena akan mengurangi kebebasannya untuk menjual barang dagangan kepada pedagang yang lain. Hasil produksi cabai merah yang dihasilkan oleh petani petani di lahan sawah dataran rendah di Kabupaten Brebes adalah cabai merah besar, sedangkan di Kecamatan Teras, Boyolali dan di Kabupaten Klaten dominan adalah Cabai Merah Keriting. Sementara itu, untuk daerah sentra produksi lahan kering dataran tinggi di Kecamatan Selo didominasi cabai merah keriting dan untuk lahan kering dataran tinggi di Kecamatan Karangreja, Kabupaten Purbalingga adalah cabai merah besar. Untuk keperluan bisnis cabai tersebut disiapkan modal kurang lebih Rp 25-50 juta. Pinjaman dapat berkisar antara 1- 5 juta tergantung keperluan, yang akan dipotong pada saat panen.

Besarnya volume pembelian dapat mencapai 2,5-5 Kw/hari untuk pedagang pengumpul dan 1,5-2,5 ton untuk pedagang menengah (Midle Man). Dalam satu kali pengiriman dapat mencapai volume 1,5-2,5 ton/hari. Untuk transportasi memiliki mobil sendiri atau menyewa dari pemilik mobil pick up/truk. Selain kepada petani mitra juga mencari pasokan barang kepada petani nonmitra, dengan cara memberikan panjar sebelum panen. Peran bandar dinilai sangat penting karena tidak semua orang mampu melakukan hal tersebut. Kepandaian berkomunikasi dan berinteraksi serta membuat kesepakatan bersama dengan para mitra dibangun mulai dari berdagang kecil-kecilan. Dari pengalaman tersebut terjadilah integrasi yang cukup mapan dalam berbisnis cabai. Hubungan dengan para mitra cukup dengan kepercayaan dan interaksi personal untuk melakukan kontrol. Pengenalan alamat mitra juga sangat diperlukan (meskipun terakhir banyak melakukan kontak bisnis melalui telefon/HP), sehingga kalau terjadi pelanggaran kesepakan dapat langsung dibicarakan dan dipecahkan.

Pola Kemitraan Usaha antara Petani dengan Pasar Induk Cabai Merah

Untuk komoditas cabai merah telah tersedia infrastruktur pasar, yaitu berupa Pasar Induk Cabai Merah di Desa Sengon, Kecamatan Tanjung. Pelaku yang yang terlibat dalam kelembagaan kemitraan pada komoditas cabai merah di Pasar Induk ini adalah petani secara individu, pedagang pengumpul desa/antar desa, pedagang kaki tangan/komisioner, pedagang besar antar daerah, serta pemasok industri pengolahan (PT Henz ABC dan PT Indofood Fritolay Makmur).

Page 7: MANAJEMEN RANTAI PASOK (SUPPLY CHAIN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/7-tematik-scm-cabai.pdf · pelaku ekonomi agribisnis cabai merah besar. Manajemen rantai pasok pada

64

Sampai sejauh ini belum ada kemitraan formal antara kelompok petani dengan industri pengolahan (PT Henz ABC dan PT Indofood Fritolay Makmur), karena beberapa alasan : (1) menurunnya produktivitas cabai merah di daerah-daerah sentra produksi cabai merah; (2) secara umum kualitas cabai merah di lahan sawah dataran rendah di Kabupaten Brebes kalah dibandingkan dengan cabai merah yang dihasilkan di dataran-dataran tinggi; (3) adanya pasar induk cabai merah telah cukup memberikan kemudahan baik bagi petani untuk memasarkan hasil produksinya maupun industri pengolahan untuk mendapatkan pasokan cabai merah; dan (4) belum mampu membangun saling kepercayaan antar pihak-pihak yang akan bermitra.

Dalam kelembagaan tersebut, petani berperan sebagai produsen cabai merah, yang bertanggungjawab terhadap proses produksi cabai merah, menjualnya ke pedagang pengumpul atau langsung ke pedagang komisioner di Pasar Induk. Pedagang pengumpul berperan dalam mengumpulkan hasil dan memasok ke pedagang besar antar daerah melalui pedagang kaki tangan/komisioner. Kelembagaan pemasaran yang berlaku antara petani melalui Pasar Induk Cabai Merah umumnya dimediasi oleh pedagang kaki tangan/komisioner dari pedagang besar antar daerah dan perusahaan industri pengolahan PT Henz ABC dan PT Indofood Fritolay Makmur. Besarnya komisi yang diterima bervariasi tergantung kekuatan penawaran dan permintaan serta harga yang terjadi di pasar, yang kurang lebih antara Rp 5000,-/Karung atau Rp 50-60/Kg. Selanjutnya pedagang besar antar daerah memasarkan hasil ke berbagai tujuan pasar terutama wilayah Bandung dan Jabotabek, serta Cirebon. Sementara itu, pemasok (supplier) mengirimkan ke pabrik PT. Henz ABC berdasarkan order yang telah disepakati.

Aturan main yang berlaku pada kelembagaan kemitraan usaha antara berbagai pelaku usaha melalui Pasar Induk, adalah sebagai berikut : (a) Petani yang menjual melalui pasar induk ini dikenakan biaya timbang, yang besarnya Rp 2000/karung (setara 80-100 Kg atau Rp 20-25/Kg); (b) Pedagang Kaki Tangan/Komisioner mencarikan barang cabai merah dengan sistem kupon, besarnya komisi adalah Rp 5000,-/Karung atau Rp 50-60/Kg; (c) Pedagang besar atau pedagang pemasok (supplier) industri pengolahan (PT Henz ABC dan PT Indofood Fritolay Makmur) membayar retribusi sebesar Rp 100/karung (Rp 10,-/Kg), biaya parkir Rp 5.000/muatan, serta biaya muat Rp 2.000,-/karung (Rp 20-25,-/Kg); dan (d) Besarnya biaya angkut sepenuhnya menjadi tanggungan pedagang besar antar daerah atau pemasok ke industri pengolahan, di mana untuk tujuan pasar Bandung sebesar Rp 20.000/karung, Bogor Rp 30.000/karung, Jakarta Rp 25.000/karung, Cirebon Rp 10.000/karung, dan Jatibarang Rp 15.000,-/Kg.

Beberapa faktor yang mendorong beberapa pedagang (pedagang pengumpul, pedagang kaki tangan/komisioner, pedagang besar antar daerah, serta pedagang pemasok industri pengolahan/supplier) yang melakukan transaksi di Pasar Induk Sengon, Kecamatan Tanjung, antara lain adalah : (a) Memperoleh kemudahan atau jaminan pasokan komoditas cabai merah; (b) Mencapai skala ekonomi yang efisien dalam pengangkutan; (c) Memperoleh jaminan pemasaran dengan harga yang bersaing; dan (d) Stabilitas keuntungan terjamin; serta (e) Bagi pedagang komisioner untuk mendapatkan komisi atau fee.

Strategi atau kiat yang digunakan pedagang untuk melakukan transaksi di Pasar Induk Cabai Merah, antara lain adalah : (a) Pentingnya saling menjaga komitmen; (b) Saling percaya mempercayai; (c) Saling menghargai peran masing-masing pihak; dan (d) Dalam batas-batas tertentu saling terbuka (transparancy) dalam hal harga; serta (e) Tindakan masing-masing pihak dapat dipertanggungjawabkan.

Beberapa kendala dalam melakukan transaksi antar pelaku dalam wadah Pasar Induk Cabai Merah, antara lain adalah : (a) Volume produksi cabai merah besar di daerah sentra produksi Brebes stagnan dan ada indikasi penurunan; (b) Terjadinya penurunan frekuensi panen, sehingga kontinyuitas pasokan sedikit terganggu; (c) Jumlah pedagang

Page 8: MANAJEMEN RANTAI PASOK (SUPPLY CHAIN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/7-tematik-scm-cabai.pdf · pelaku ekonomi agribisnis cabai merah besar. Manajemen rantai pasok pada

65

terlalu banyak, terutama pedagang komisioner; dan (d) Harga sangat berfluktuasi; serta (e) Pengelolaan Pasar Induk belum optimal.

Beberapa masukan dan saran dari beberapa pelaku ekonomi di Pasar Induk, antara lain adalah : (a) Meningkatkan produktivitas cabai merah, melaui perbaikan dan adopsi teknologi budidaya; (b) Menjaga kontinyuitas produksi/pasokan, melaui perbaikan varietas dan penataan pola tanam; (c) menjaga kualitas cabai merah besar yang dihasilkan melalui penanganan pasca panen yang prima; (d) Memperbaiki akses pasar melalui pembangunan fasilitas pasar, prasarana jalan, dan fasilitasi informasi pasar; (e) Pengelolaan pasar yang baik terutama dalam penanganan bongkar-muat, penimbangan, serta pengangkutan.

Pola Kemitraan Usaha antara Petani/Kelompok Tani dan Pedagang dengan Sub Terminal Agribisnis (STA)

Pengembangan infrastruktur pasar berupa Sub Terminal Agribisnis (STA) di Provinsi Jawa Tengah terutama di Kabupaten Boyolali dan Magelang sesungguhnya terkait dengan pengembangan Kawasan Agropolitan Merapi dan Merbabu. Kawasan Agropolitan adalah kawasan yang terdiri atas satu atau lebih pusat kegiatan pada wilayah perdesaan sebagai sistem produksi pertanian dan pengelolaan sumber daya alam tertentu yang ditunjukkan oleh adanya keterkaitan fungsional dan hierarki keruangan satuan sistem pemukiman dan sistem agribisnis (UU No. 26/2007). Hanya sayangnya pengembangan STA dan agropolitan di Kabupaten Boyolali di pusatkan di Kecamatan Ngampel yang lokasinya agak jauh dari Kawasan Merapi-Merbabu, sehingga banyak petani cabai merah keriting di daerah sentra produksi lahan kering dataran tinggi di Kecamatan Selo lebih akses ke STA Sewukan, Kecamatan Dukun dan ke Pasar Cepogo. Pembahasan kelembagaan pasar melalui STA akan difokuskan di STA Sewukan, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang.

Pelaku yang yang terlibat dalam kelembagaan kemitraan pada komoditas hortikultura dataran tinggi (cabai merah) di STA Sewukan adalah petani secara individu atau kelompok tani/Gapoktan, pedagang pengumpul desa/antar desa, pedagang kaki tangan/komisioner, dan pedagang besar antar daerah. Dalam kelembagaan tersebut, petani atau kelompok tani/Gapoktan berperan sebagai produsen komoditas hortikultura dataran tinggi (termasuk cabai merah), yang bertanggungjawab terhadap proses produksi cabai merah, menjualnya ke pedagang pengumpul atau langsung ke pedagang komisioner di STA Sewukan dengan menggunakan tempat STA. Kelompok Tani/Gapoktan sama perannya dengan pedagang pengumpul yang berperan dalam mengumpulkan hasil dan memasok ke pedagang besar antar daerah melalui pedagang kaki tangan/komisioner. Kelembagaan pemasaran yang berlaku antara petani/kelompok tani dengan STA di Desa Sewukan, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang (berbatasan lokasi penelitian Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali) dapat melakukan transaksi langsung dengan pedagang besar antar daerah atau melalui mediasi pedagang kaki tangan/komisioner. Selanjutnya pedagang besar antar daerah memasarkan hasil ke berbagai tujuan pasar terutama Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi, Bandung, serta Luar Jawa (Bitung dan Palangkaraya).

Aturan main yang berlaku pada kelembagaan kemitraan usaha antara berbagai pelaku usaha dalam kelembagaan STA Sewukan adalah sebagai berikut : (a) Pengelolaan STA yang menggunakan tanah bengkok kepala desa diatur melalui Peraturan Desa yang mengacu pada Peraturan Daerah; (b) Pengelola terdiri dari Ketua dan Wakil Pengelola, Sekretaris dua personil, Bendahara dua personil, Seksi Jaga Malam tiga personil, Seksi Kebersihan satu personil, Seksi Perlengkapan tiga personil, Seksi Humas tiga personil; (c) Untuk pelaku ekonomi yang menggunakan kios dan Los dikenakan sewa yang nilainya pada tahun 2001 sebesar (3x3 m2 Rp 6 juta; 3x4 m2 Rp 8 juta; 3x5 m2; 3x5 m2 Rp 12 juta; 3x6 m2 Rp 15 juta; 4x7 m2 Rp 24 juta), sementara itu untuk nilai sewa saat ini telah mencapai (3x3 m2 Rp 20 juta; 3x4 m2 Rp 23 juta; 3x5 m2 Rp 30 juta; 3x6 m2 Rp 35 juta; 4x7 m2 Rp 50 juta)

Page 9: MANAJEMEN RANTAI PASOK (SUPPLY CHAIN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/7-tematik-scm-cabai.pdf · pelaku ekonomi agribisnis cabai merah besar. Manajemen rantai pasok pada

66

dan biaya bulanan untuk kebersihan dan keamanan sebesar Rp 10.000/bulan; (d) Untuk pedagang gendongan dan pedagang kaki lima dikenakan biaya retribusi Rp 500/hari; (e) Petani yang menjual melalui STA ini dikenakan biaya timbang, yang besarnya Rp 1000/karung (setara Rp 1000/Kw atau Rp 10/Kg); (f) Pedagang Kaki Tangan/Komisioner mencarikan barang (cabai merah) ditentukan berdasarkan kesepakatan antara pedagang besar dengan pedagang kaki tangan, besarnya komisi adalah Rp 2500,-/Karung atau Rp 25/Kg; (g) Pedagang besar antar daerah membayar retribusi sebesar Rp 100/karung (Rp 10,-/Kg), biaya parkir Rp 3.000/muatan untuk truk dan Rp 4000/muatan untuk truk, serta biaya muat Rp 2.000,-/karung (Rp 20/Kg); dan (h) Besarnya biaya angkut sepenuhnya menjadi tanggungan pedagang besar antar daerah, di mana untuk tujuan pasar Bandung sebesar Rp 30.000/karung, Bogor Rp 45.000/karung, Jakarta Rp 35.000/karung, Semarang Rp 10.000/karung; Magetan Rp 20.000/karung.

Beberapa faktor yang mendorong petani/kelompok tani/Gapoktan dan beberapa pedagang (pedagang pengumpul, pedagang kaki tangan/komisioner, pedagang besar antar daerah) melakukan transaksi di STA Sewukan, antara lain adalah : (a) Memperoleh kemudahan atau jaminan pasokan berbagai komoditas sayuran dataran tinggi termasuk cabai merah, di mana volume perdagangan untuk cabai merah keriting saja mencapai 3 ton/hari, sehingga pasokan terjamin; (b) Mencapai skala ekonomi yang efisien terutama dalam pengangkutan, karena pedagang dapat membeli berbagai komoditas hortikultura dataran tinggi (kurang lebih ada 31 jenis komoditas yang diperdagangkan dengan volume masing-masing 0,5 Kw-20 ton/komoditas); (c) Memperoleh jaminan pemasaran dan harga yang bersaing; dan (d) Stabilitas keuntungan terjamin; serta (e) Bagi pedagang komisioner untuk mendapatkan komisi atau fee dari pedagang besar.

Strategi atau kiat yang digunakan Pengelola dalam melakukan pengelolaan STA Sewukan, antara lain adalah : (a) Berdasarkan Peraturan Desa yang didasarkan Peraturan Daerah; (b) Pengembangan STA dan pengelolaannya ditujukan untuk pemberdayaan masyarakat petani dan pelaku ekonomi lain; (c) Pentingnya saling menjaga komitmen terhadap tugas dan fungsi yang harus dijalankan masing-masing bagian; (d) Adanya kompatibilitas antar struktur yang dibangun dengan tugas atau fungsi yang dijalankan; (e) Melakukan koordinasi yang harmonis secara internal (antar bagian kelembagaan pengelola) dan koordinasi secara eksternal dengan pihak-pihak lain (pelaku ekonomi, pemerintah desa dan pemerintah daerah); (f) Saling menghargai peran masing-masing bagian; dan (g) Dalam batas-batas tertentu saling terbuka (transparancy) dalam hal manajemen administrasi dan keuangan; serta (h) Memberikan informasi yang akurat dan cepat terutama informasi barang yang masuk (jenis dan jumlahnya), permintaan pasar, dan informasi harga.

Beberapa kendala atau permasalahan pokok dalam melakukan pengelolaan STA, antara lain adalah : (a) Beberapa bagian bangunan STA belum tertutup, sehingga kalau kondisi hujan dan panas berpengaruh buruk terhadap kualitas sayuran; (b) Kurangnya peralatan perkantoran bagi pengelola STA terutama Laptop dan LCD; (c) Kurangnya armada angkutan untuk sampah dan mobil kantor; (d) Kurang kualitas SDM pengelola terutama dari aspek manajemen, kepemimpinan dan kandungan kewirausahaannya; (e) Volume produksi beberapa komoditas sayuran masih harus didatangkan dari daerah sentra produksi lain; (f) Penanganan pasca panen dilakukan oleh pedagang pengumpul sehingga nilai tambah jatuh ke pedagang; (g) Harga sayuran terutama cabai merah sangat berfluktuasi; serta (h) Pengelolaan STA yang belum sepenuhnya optimal.

Beberapa masukan dan saran dari beberapa pengelola STA Sewukan, antara lain adalah : (a) Meningkatkan produktivitas komoditas sayuran unggulan di Kawasan Agropolitan Merapi-Merbabu, melalui perbaikan dan adopsi teknologi budidaya; (b) Menjaga kontinyuitas produksi/pasokan, melalui perbaikan varietas dan penataan pola tanam; (c) menjaga kualitas sayuran (cabai merah keriting) yang dihasilkan melalui penanganan pasca panen yang prima; (d) Memperbaiki akses pasar melalui pembangunan fasilitas STA, prasarana jalan, dan fasilitasi informasi pasar; (e) Pengelolaan STA yang lebih baik

Page 10: MANAJEMEN RANTAI PASOK (SUPPLY CHAIN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/7-tematik-scm-cabai.pdf · pelaku ekonomi agribisnis cabai merah besar. Manajemen rantai pasok pada

67

terutama dalam penanganan bongkar-muat, penimbangan, pengangkutan, serta penanganan sampah.

Pola kemitraan Usaha antara PT. Henz ABC dengan Petani Mitra.

PT. Henz ABC-Indonesia memiliki usaha divisi agro processing dengan produk seperti sambal, saos, dan kecap. Untuk menyuplai bahan produksi ditangani oleh bagian procurement (pengadaan), bukan purchasing (pembelian). Dalam pemenuhan bahan baku

dilakukan kemitraan dengan para petani maupun suplier (pemasok). Pengadaan barang PT ABC dilakukan dengan 4 cara, yaitu: (1) Impor, (2) Kontrak dengan suplier, (3) Kontrak dengan grower, dan (4) Kontrak dengan farmer/kelompok tani/Gapoktan. Komposisi pengadaan pada saat ini masih didominasi oleh suplier (70%), farmer/grower (20%) dan impor (10%). Di masa mendatang PT ABC memiliki target pengadaan dari grower/farmer bisa mencapai 40 persen. Dengan demikian kemungkinan dilakukan kontrak/kemitraan dengan petani masih sangat terbuka.

Mekanisme kerjasama kemitraan yang ditempuh selama ini adalah langsung ke pelaku usaha pertanian (farmer/grower/suplier). Pola kemitraan usaha yang dijalankan selama ini bermacam-macam bentuknya, diantaranya: (1) PT ABC melakukan kontrak langsung dengan kelompok tani/Gapoktan/Paguyupan Kelompok Tani (PKT); (2) PT. Henz ABC menandatangani kontrak dengan grower, selanjutnya grower bermitra dengan petani; (3) PT. Henz ABC kontrak dengan kelompok tani/Gapoktan dan ada investor yang kontrak dengan PT. ABC serta ke Gapoktan/Kelompok tani.

Kemitraan Usaha antara PT Henz ABC dengan Petani Mitra di Daerah Sentra Produksi Lahan Sawah Dataran Rendah

Pada daerah sentra produksi lahan sawah dataran rendah ditemukan di Desa Sidomoro, Kecamatan Teras, Kabupaten Boyolali serta di Desa Demak Ijo, Kecamatan Karangnongko dan Desa Gatak, Kecamatan Ngawen, Kabupaten Klaten. Pola kemitraan antara PT. Henz ABC dengan petani mitra hanya untuk komoditas cabai merah besar dengan varietas yang telah ditentukan, yaitu Varietas Biola, Hot Beuty, dan Hot Chili. Pelaku yang yang terlibat adalah Gapoktan/Kelompok Tani, Petani peserta/Petani Mitra, pemasok saprodi (benih cabai merah besar PT Surya Mentari), Grower yang juga bertindak sebagai pemasok/supplier (Ibu Hajah Astuti, dari Duyungan, Sragen) dan PT Henz ABC.

Gapoktan Sumber Lestari merupakan wadah daripada kelompok-kelompok tani di sekitarnya, seperti Kelompok Tani Dewi Murni I, II dan III. Gapoktan ini terbentuk karena adanya Program Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP). Selain tergabung dalam kelembagaan Gapoktan, masing-masing Kelompok Tani juga memiliki Koperasi Kelompok Tani (KKT) Sumber Lestari. Koperasi ini diharapkan dapat berperan dalam penyediaan saprodi, mengembangkan komoditas yang berorientasi pasar (cabai merah), serta memasarkan hasil. Sementara itu, di Kabupaten Klaten kemitraan serupa juga dibangun, seperti antara PT. Henz ABC dengan Kelompok Tani Jujur dan Makmur di Desa Demak Ijo, Kecamatan Karangnongko dan Kelompok Tani Ngudi Makmur di Desa Gatak, Kecamatan Ngawen, Kabupaten Klaten.

Aturan main yang berlaku pada kelembagaan kemitraan usaha antara PT. Henz ABC dengan Gapoktan/Kelompok Tani dituangkan dalam kontrak kerjasama. Kewajiban Gapoktan/Kelompok Tani : (1) menyediakan lahan minimal 5 hektar untuk budidaya cabai merah besar, dalam pelaksanaannya KT dapat menyediakan 10 hektar lahan; (2) Menanam varietas cabai yang telah ditentukan mitra, yaitu Varietas Biola, Hot Beauty, atau Hot Chili, dalam pelaksanaannya sebagian besar petani memilih Varietas Biola, karena dipandang lebih unggul; (3) Dalam 1 hektar, jumlah tanaman cabe sekitar 15.000 batang, dengan produktivitas sekitar 1,5 kg/batang, PT Henz ABC sesuai dengan syarat-syarat kualitas yang

Page 11: MANAJEMEN RANTAI PASOK (SUPPLY CHAIN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/7-tematik-scm-cabai.pdf · pelaku ekonomi agribisnis cabai merah besar. Manajemen rantai pasok pada

68

ditetapkan menetapkan produktivitas 0,8 kg/batang, untuk cabai merah besar yang tidak sesuai dengan persyaratan kualitas dapat dijual di pasar bebas; (4) Dalam pemasaran hasil, Gapoktan/Kelompok Tani tidak diperkenankan menjual produk di luar PT Henz ABC, sebelum memenuhi kewajiban ke pihak mitra; (5) Standar kualitas cabai merah besar harus memenuhi beberapa kriteria sebagai berikut: (a) Warna merah mulus; (b) Panjang buah : 9,5-14,50 cm; (c) Maksimal cacat fisik, seperti busuk atau pecah maksimal 1,5 persen; (d) Maksimal cacat warna buah maksimal 1,5 persen; (e) Tingkat kepedasan: terdeteksi di atas 400 x pengenceran; (f) Penampilan: segar, tanpa tangkai dan batang; (g) Rasa: Pedas cabe, tidak pahit; (h) Pengepakan: Dengan plastik kapasitas 50 kg; (5) Jumlah cabai merah besar yang dikirim, dengan produksi 0,80 kg/tanaman, dengan jadwal pengiriman berlaku selama musim tanam (empat bulan masa tunggu panen dan tiga bulan masa panen), dengan waktu pengirman 3 hari sekali.

Kewajiban PT Henz ABC sebagai perusahaan mitra adalah: (a) Menyediakan sarana produksi terutama benih cabai merah dengan varietas yang telah disepakati, sedangkan sarana produksi lain tergantung kesepakatan, penyediaan dapat dilakukan pihak ketiga; (b) Melakukan bimbingan teknis budidaya dan penanganan pasca panen; (c) PT Henz ABC akan melakukan penampungan/pembelian cabai merah besar, bisa secara langsung maupun melalui supplier/pemasok dengan harga yang sudah ditetapkan dan pembayaran dilakukan paling lama tiga minggu setelah barang diterima.

Kelembagaan Gapoktan/Kelompok Tani baik di Desa Sidomoro, Kecamatan Teras, Kabupaten Boyolali serta di Desa Demak Ijo, Kecamatan Karangnongko dan Desa Gatak, Kecamatan Ngawen, Kabupaten Klaten pernah menjalin kemitraan usaha komoditas cabai merah besar dengan PT Henz ABC, pada tahun 2006, 2007 dan 2008. Pada tahun 2007, kemitraan usaha pada daerah sentra produksi lahan sawah dataran rendah di Klaten kurang berhasil dan tidak dilanjutkan, kemudian menyusul pada Tahun 2008 kemitraan usaha yang sama di Boyolali juga mengalami kegagalan dan tidak dilanjutkan lagi.

Beberapa penyebab kurang berhasilnya kemitraan usaha pada daerah sentra produksi lahan sawah dataran rendah, antara lain adalah : (1) Sebagian besar petani yang bermitra (60-70%) kurang berhasil, yang terutama disebabkan kurang bagusnya kualitas benih cabai merah besar yang di sediakan PT. Surya Mentari dan adanya serangan hama penyakit; (2) Banyak petani (50%) yang mengalami kerugian secara ekonomi; (3) Penyediaan benih yang agak terlambat; (3) Standar kualitas yang ditetapkan sangat tinggi dan banyak kriteria yang harus dipenuhi; dan (4) Harga kontrak yang ditetapkan jauh di bawah harga pasar (pada tahun 2007 harga kontrak Rp 4000./Kg dengan tangkai atau Rp 4.150 tanpa tangkai VS harga pasar Rp 6000/Kg).

Beberapa masukan dan saran dari Gapoktan/Kelompok Tani, antara lain adalah : (a) Meningkatkan kualitas benih cabai merah yang disediakan oleh perusahaan pembibitan mitra PT. ABC dan dengan pilihan jenis varietas yang lebih beragam; (b) Meningkatkan produktivitas dan kontinyuitas produksi/pasokan melaui perbaikan teknologi budidaya; (c) menjaga kualitas cabai merah besar yang dihasilkan melalui penanganan pasca panen yang prima; (d) Memperbaiki kesepakatan harga kontrak dengan mempertimbangkan perkembangan biaya produksi dan harga cabai merah besar di pasar, diperkirakan Rp 5.500/Kg dengan tangkai dan Rp 6.000,-/Kg tanpa tangkai; (e) Membangun kelembagaan kemitraan usaha yang dapat saling membutuhkan, memperkuat dan saling menguntungkan, sehingga tingkat, stabilitas, dan kontinyuitas pendapatan terjamin.

Kemitraan Usaha antara PT Henz ABC dengan Petani Mitra di Daerah Sentra Produksi Lahan Kering Dataran Tinggi

Pada daerah sentra produksi lahan kering dataran tinggi kemitraan usaha antara PT Henz ABC ditemukan antara Paguyupan Kelompok Tani/Kelompok Tani ditemukan di Desa Tarubatang, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali dan di Desa Kuta Bawah, Kecamatan

Page 12: MANAJEMEN RANTAI PASOK (SUPPLY CHAIN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/7-tematik-scm-cabai.pdf · pelaku ekonomi agribisnis cabai merah besar. Manajemen rantai pasok pada

69

Karangreja, Kabupaten Purbalingga. Paguyupan Kelompok Tani (PKT) Setyo Tunggal dibentuk pada tahun 2003, membawahi 12 kelompok tani (KT) yaitu : Kelompok Tani Manunggal, Usaha Mandiri, Cabe Rawit, Ngudi Makmur, Sedyo Makmur, Mekar Sari, Anggun Merbabu (Kelompok Wanita Tani/KWT), Karya Makmur, Sido Asih, Harapan Makmur, Asri Merapi dan Sarana Tani. Dari keduabelas kelompok tersebut terdapat lima kelompok tani yang merupakan binaan perusahaan PT ABC, yaitu : Kelompok Tani Usaha Mandiri, Manunggal, Ngudi Makmur, Sido Asih, dan Sarana Tani. Struktur organisasi PKT Setyo Tunggal terdiri atas: Ketua Pengurus, Ketua Pelaksana, Seksi Pertanian, Seksi Ekonomi, Seksi Pendidikan dan Seksi Pemberdayaan Perempuan. Sementara itu, struktur organisasi untuk Kelompok Tani Berkah Cabe terdiri dari Ketua, Sekretaris, Bendahara, serta Seksi Produksi, Seksi Pemasaran, dan Seksi Humas.

Pelaku yang terlibat dalam kelembagaan kemitraan pada komoditas cabai merah besar pada lahan kering dataran tinggi adalah Petani mitra/Kelompok Tani/Paguyupan Kelompok Tani (PKT), pemasok saprodi (benih cabai merah besar PT Surya Mentari), dan PT Henz ABC. Kemitraan usaha dengan PKT Setyonunggal baru di mulai pada Tahun2007, sedangkan dengan Kelompok Tani Berkah Cabe sudah dimulai sejak tahun 2004.

Aturan main yang berlaku pada kelembagaan kemitraan usaha antara PT. Henz ABC dengan PKT/Kelompok Tani Binaan di Desa Tarubatang, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali dan Kelompok Tani Berkah Cabe pada daerah sentra produksi lahan kering di dituangkan dalam kontrak kerjasama. Dalam menjalin kemitraan dengan PT ABC, dilakukan secara berjenjang, sebagai ilustrasi aturan main antara PKT Setyo Tunggal yang bertindak atas nama supplier cabai merah dengan kelompok tani dituangkan dalam surat perjanjian No: PPST/12/15-04/2007. Adapun isi dari surat perjanjian tersebut adalah bahwa kedua belah pihak sepakat untuk menjalin kemitraan usaha pengadaan jual beli cabe merah varietas biola di Desa Tarubatang, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali. Berbeda halnya dengan kemitraan usaha dengan Kelompok Tani Berkah Cabe di Desa Kuta Bawah, Kecamatan Karangreja, Kabupaten Purbalingga kesepakatan kontrak dilakukan langsung antara PT. Henz ABC dengan Kelompok Tani.

Kewajiban PT Henz ABC sebagai mitra, antara lain adalah: (a) Menyediakan sarana produksi terutama benih cabai merah dengan varietas yang telah disepakati, sedangkan sarana produksi lain tergantung kesepakatan, penyediaan dapat dilakukan pihak ketiga (perusahaan pembibitan, PKT); (b) Melakukan bimbingan teknis budidaya dan penanganan pasca panen, yang disertai dengan pendampingan dari Technical Services dari PT. Henz ABC; (c) PT Henz ABC akan melakukan penampungan atau pembelian cabai merah besar, bisa secara langsung maupun melalui supplier/pemasok; (c) PT. Henz ABC berkewajiban membeli semua produksi (yang memenuhi kriteria) yang dihasilkan anggota PKT/Gapoktan/Kelompok Tani dengan harga yang sudah ditetapkan dan pembayaran dilakukan paling lama tiga minggu setelah barang diterima.

Dalam melakukan kemitraan, harga jual cabe yang telah ditetapkan yaitu Rp 3.750 dengan sistem bagi hasil keuntungan. Keuntungan dibagi dua 50 persen untuk pihak Paguyuban dan 50 persen lagi untuk kelompok tani, setelah dikurangi modal. Harga kontrak cabai besar terima di Pabrik (franco pabric) dari tahun ke tahun selalu mengalami perkembangan, harga kontrak (frangko pabrik) selama ini adalah sebagai berikut: tahun 2005 (Rp 5200/kg); 2006 (Rp. Rp 5500/kg); 2007 (Rp 5750/kg) dan tahun 2008 (Rp 6500).

Dalam perjanjian tersebut beberapa kewajiban PKT sebagai supplier kepada kelompok tani/petani mitra, yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut : (1) Memberi pinjaman modal sebesar Rp. 42.238.000,- kepada kelompok tani, untuk penanaman cabai merah besar varietas Biola; (2) Melakukan pembelian cabe besar, dan secara bersama-sama mengirim ke pabrik yang telah ditunjuk. Sementara itu, PKT berhak mendapatkan bagi hasil keuntungan sesuai kesepakatan (50% : 50%).

Page 13: MANAJEMEN RANTAI PASOK (SUPPLY CHAIN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/7-tematik-scm-cabai.pdf · pelaku ekonomi agribisnis cabai merah besar. Manajemen rantai pasok pada

70

Adapun kewajiban kelompok tani/petani mitra adalah: (1) Menanam cabe merah besar sesuai spesifikasi dalam jangka waktu perjanjian selama satu musim tanam (April s/d September); (2) Tidak diperbolehkan melakukan transaksi jual beli cabe merah besar dengan pihak lain tanpa persetujuan secara tertulis sebelum memenuhi kewajiban yang telah ditentukan; (3) Cabe yang dapat dibeli oleh Paguyuban adalah yang sesuai dengan spesifikasi sebagai berikut: (a) Warna: merah mulus; (b) Panjang: 9,5-14,5 mm; (c) Tingkat kebusukan/ bercak maksimal 1,5%; (d) color defek: max 1,5% (kelopak, bening, Petek); (e) Hotnes level: Detectable on 400 x dilution (diatas 400 kali pengenceran); (f) Tampilan: segar, tanpa tangka dan batang; (g) Rasa: pedas tidak pahit; (h) Kemasan plastik container kapasitas 25 kg; (4) Jumlah cabe yang dikirim adalah 0,7 kg per tanaman pada masa panen. Sedang kelebihannya dapat dijual ke paguyuban dengan harga berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak.

Kerjasama kemitraan yang dilakukan oleh PKT Setyo Tunggal dengan Grower PT. Henz ABC Indonesia dilakukan melalui surat perjanjian kerja No 3/02/07, bahwasanya kedua belah sepakat untuk pengikatan pengadaan jual beli cabai merah besar (Casium annum var. Grossum) kultivar Biola, di Desa Tarubatang, kecamatan Selo, kabupaten Boyolali dengan luas 6 hektar. Demikian juga halnya antara Kelompok Tani Berkah Cabe dengan Grower juga dituangkan dalam surat perjanjian. Harga jual cabe yang ditetapkan Rp 4000 per kilogram. Pembayaran oleh PT ABC kepada Pihak kelompok tani Setyo Tunggal dan Kelompok Berkah Cabe dilakukan setiap minggu setelah barang diterima dengan sistem cek mundur atau transfer.

Beberapa kendala dan permasalahan pokok yang dihadapi dalam membangun kemitraan usaha antara PT. Henz ABC dengan PKT/Kelompok Tani, antara lain adalah : (1) Target produksi seringkali tidak tercapai, karena masih rendahnya produktivitas yang dicapai petani mitra; (2) Standar kualitas yang belum sepenuhnya bisa dipenuhi, karena teknologi budidaya yang belum mengikuti anjuran dan penanganan pasca panen yang belum prima; (3) Kurangnya permodalan petani, sementara itu usaha tani cabai adalah padat modal dan sekaligus padat tenaga kerja; (4) Harga kontrak yang dipandang rendah dan selalu dibawah harga pasar; (5) Standar kualitas yang ditetapkan terlalu ketat, sehingga seringkali petani mendapatkan rafaksi (potongan harga); dan (6) masalah kurangnya komitmen petani, terutama jika terjadi harga di pasar lebih tinggi dari harga kontrak.

Saran untuk mendapat prioritas utama untuk meningkatkan kualitas produk petani adalah perlu adanya perbaikan mutu benih dan teknologi budidaya. Selain itu pendanaan juga menjadi faktor kunci. Modal ini masih jadi kendala, terutama bagi petani kecil. Penetapan harga kontrak perlu mempertimbangkan biaya produksi dan perkembangan harga pasar. Khusus untuk pemerintah hendaknya memperhatikan masalah permodalan, meningkatkan kegiatan penelitian dan pengembangan, serta kegiatan penyuluhan untuk budidaya cabai merah secara baik. Standar kualitas diharapkan moderat dengan pembedaan harga yang tidak tajam. Perlu meningkatkan komitmen petani dalam membangun kemitraan usaha yang saling membutuhkan, memperkuat, dan saling menguntungkan.

SISTEM DISTRIBUSI DAN PEMASARAN KOMODITAS CABAI MERAH BESAR

Alokasi Produksi Cabai Merah Petani

Pola alokasi penggunaan hasil panen cabai merah besar oleh petani di daerah-daerah sentra produksi cabai merah besar di Jawa Tengah adalah sebagai berikut : (a) Langsung dijual segera setelah panen (93,5%); (b) Disimpan untuk memenuhi konsumsi keluarga (2,5%); (c) Disimpan untuk keperluan keluarga lainnya (1,5%); dan (d) Disimpan untuk kemudian dijual pada saat harga tinggi (2,5%). Proporsi alokasi penggunaan cabai merah besar langsung di jual dengan sistem timbang setelah panen ditemukan di hampir

Page 14: MANAJEMEN RANTAI PASOK (SUPPLY CHAIN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/7-tematik-scm-cabai.pdf · pelaku ekonomi agribisnis cabai merah besar. Manajemen rantai pasok pada

71

seluruh lokasi sentra produksi di Jawa Tengah. Pola penjualan langsung dijual segera setelah panen banyak ditemukan baik pada sentra produksi lahan sawah dataran rendah maupun pada lahan kering dataran tinggi. Hal ini sesungguhnya sangat terkait dengan karakteristik dan intrinsik komoditas cabai merah yang tidak dapat disimpan lama tanpa alat pendingin dan keterbatasan alat penyimpan oleh petani baik secara individu maupun kelompok.

Saluran Distribusi dan Pemasaran Cabai merah

Kegiatan distribusi merupakan aspek penting dalam pengembangan manajemen rantai pasok komoditas cabai merah besar. Ditinjau dari sistem distribusi dan pemasaran yang tercakup di dalam tataniaga cabai merah besar, terdapat keragaman menurut daerah sentra produksi dan tujuan pasarnya. Rantai tataniaga komoditas cabai merah besar sebagian besar masih ditujukan untuk memenuhi tujuan pasar lokal, pasar kabupaten dan pasar provinsi, dan pasar Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek), serta pasar Bandung. Pelaku tataniaga yang terlibat dalam distribusi cabai merah besar adalah pedagang pengumpul, pedagang besar atau grosir termasuk supplier industri pengolahan, dan pedagang pengecer baik pengecer pasar tradisional maupun pasar modern (supermarket, hypermarket, dan swalayan).

Pedagang pengumpul berperan sebagai pengumpul dan pembeli produksi cabai merah besar dari petani. Pedagang pengepul atau pedagang besar, selain berperan sebagai pembeli hasil dari pedagang pengumpul dan petani, seringkali juga menjalankan peran sebagai penyedia modal (lembaga pembiayaan informal) bagi petani dan pedagang pengumpul yang menjadi kaki tangannya. Pinjaman modal pada petani dapat berbentuk uang atau natura (benih, pupuk, dan obat-obatan). Sistem distribusi dan pemasaran cabai merah besar dari daerah sentra produksi ke berbagai tujuan pasar dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Sistem Distribusi dan Pemasaran Komoditas Cabai Merah dari Daerah

Sentra Produksi di Jawa Tengah.

Dalam kelembagaan rantai pasok tersebut, petani berperan sebagai produsen cabai merah besar, yang bertanggungjawab terhadap proses produksi cabai merah besar. Pedagang pengumpul berperan sebagai pengumpul dan pembeli produksi cabai merah dari

Petani Peda-

gang

pengu-

mpul

Pedagang di

Luar

Wilayah/

Luar Pulau

Konsumen

Supermark

et/Hyper

market

Pedagang

Besar

Bandung,

Jabode-

tabek

Pedagang

Besar/

Supplier

Pedagang

pengecer

Pedagang Pengecer

di pasar kabupaten Perusahaan

Industri

Pengolahan

57%

%%

44%

56%

60%

10% 30%

15%

85%

87.5%

12.5%

13%

87%

Keltan 16%

%%

Lainnya

5%

%%

30 %

Page 15: MANAJEMEN RANTAI PASOK (SUPPLY CHAIN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/7-tematik-scm-cabai.pdf · pelaku ekonomi agribisnis cabai merah besar. Manajemen rantai pasok pada

72

petani. Pedagang pengepul/pedagang besar, selain berperan sebagai pembeli hasil dari pedagang pengumpul seringkali juga menjalankan peran sebagai penyedia modal (lembaga pembiayaan informal) bagi petani dan pedagang pengumpul yang menjadi anak buahnya. Pedagang antar wilayah/antar pulau berperan dalam mendistribusikan komoditas cabai merah antar wilayah, pelaku ini biasanya memiliki armada angkutan terutama truk dan mobil pick up. Pengecer pasar berperan menjual langsung ke konsumen di pasar-pasar tradisional dan pasar-pasar modern (Supermarket, Hypermarket, dan Swalayan) yang menjual cabai merah ke konsumen langsung di daerah-daerah pusat konsumsi.

Faktor-faktor yang menentukan sistem distribusi komoditas cabai merah adalah : (1) Karakteristik produk seperti sifat mudah rusak (perishability), kemeruahan (bulkyness), kemampuan untuk berubah bentuk (transformability); (2) Lokasi produksi (dataran tinggi dan

dataran rendah) serta jarak dengan tujuan pasar atau pusat-pusat konsumsi; dan (3) Fasilitas sarana dan prasarana transportasi.

Biaya Distribusi dan Pemasaran

Rata-rata biaya pemasaran pada tingkat pedagang pengumpul adalah sebesar Rp 78,90,-/Kg terdiri atas biaya transportasi sebesar Rp 43,93,-/Kg, biaya bongkar-muat Rp 12,30,-/Kg, biaya handling Rp 10,00-/Kg, dan biaya lainnya Rp 5,44,-Kg. Biaya pemasaran cabai merah besar pada pedagang pengumpul terbesar ditemukan di Kabupaten Klaten, yaitu sebesar 85,90/Kg, karena lokasi petani yang terpencar sehingga memerlukan biaya pengumpulan yang tinggi. Sementara itu, biaya pemasaran terendah di Kabupaten Brebes karena petani mengusahakan cabai merah besar pada hamparan yang relatif terkonsentrasi, yaitu sebesar Rp 60,00/Kg. Informasi secara terperinci tentang biaya pemasaran pedagang pengumpul desa menurut kabupaten dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Biaya Distribusi dan Pemasaran Cabai Merah Besar pada Pedagang Pengumpul Desa menurut Kabupaten di Jawa Tengah, Tahun 2008

Kabupaten

Biaya distribusi Cabai Merah (Rp/Kg)

Biaya transportasi

Biaya bongkar

muat

Biaya handling

Biaya lainnya

Biaya distribusi Total

1. Brebes 37,50 10,00 7,50 5,00 60,00

2. Klaten 51,50 16,95 11,45 6,00 85,90

3. Boyolali 45,29 10,81 10,16 5,16 71,42

4. Purbalingga 41,41 11,44 10,90 5,60 69,35

Rata-Rata 43,93 12,30 10,00 5,44 71,67

Rata-rata biaya pemasaran cabai merah besar di tingkat pedagang besar adalah sebesar Rp 155,51,-/Kg terdiri atas biaya transportasi sebesar Rp 98,63,-/Kg, biaya bongkar-muat Rp 38,73,-/Kg, biaya handling Rp 12,50,-/Kg, dan biaya lainnya Rp 5,66,-/Kg. Biaya pemasaran cabai merah besar tertinggi ditemukan di Kabupaten Klaten, yaitu sebesar Rp 180,70,-/Kg. Hal ini disebabkan lokasinya yang jauh dari tujuan pasar utama dan kurang memadainya kondisi infrastruktur fisik dan ekonomi. Sementara itu, biaya pemasaran terendah di Kabupaten Brebes, yaitu hanya sebesar Rp 135,-00/Kg. Hal ini disebabkan jarak lokasi yang cukup dekat dengan tujuan pasar utama Jabodetabek dan Bandung dan didukung kondisi infrastruktur yang memadai. Hal tersebut sangat dipengaruhi konfigurasi wilayah dan kondisi infrastruktur, serta ketersediaan sarana dan prasarana angkutan. Informasi secara lebih terperinci tentang biaya distribusi dan tataniaga yang ditanggung pedagang besar/grosir menurut kabupaten di Provinsi Jawa Tengah dapat dilihat pada Tabel 2.

Page 16: MANAJEMEN RANTAI PASOK (SUPPLY CHAIN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/7-tematik-scm-cabai.pdf · pelaku ekonomi agribisnis cabai merah besar. Manajemen rantai pasok pada

73

Tabel 2. Biaya Distribusi dan Pemasaran Cabai Merah Besar pada Pedagang Besar/Grosir menurut kabupaten di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2008

Kabupaten

Biaya rata-rata distribusi Cabai Merah Besar (Rp/Kg)

Biaya transportasi

Biaya bongkar-muat

Biaya handling

Biaya lainnya

Biaya rata-rata total

1. Brebes 90,15 27,20 12,40 5,25 135,00

2. Klaten 109,50 52,70 12,65 5,85 180,70

5. Boyolali 100,00 50,00 12,50 5,80 168,30

6. Purbalingga 94,85 25,00 12,45 5,75 138,05

Rata-Rata 98,63 38,73 12,50 5,66 155,51

Rata-rata biaya pemasaran pada tingkat pedagang pengecer pasar adalah sebesar Rp 67,67,-/Kg terdiri atas biaya transportasi sebesar Rp 53,92,-/Kg, biaya bongkar-muat Rp 8,18/Kg, biaya handling Rp 2,36,-/Kg, dan biaya lainnya Rp 3,21,-Kg. Biaya pemasaran cabai merah besar tertinggi ditemukan di Kabupaten Klaten, karena produksi cabai yang relatif kecil dan kurang memadainya infrastruktur pasar. Sementara itu, biaya pemasaran terendah di Kabupaten Purbalingga karena didukung kondisi infrastruktur pasar, seperti STA dan pasar kabupaten yang cukup baik. Informasi secara terperinci tentang biaya tataniaga pedagang pengecer pasar menurut kabupaten di Provinsi Jawa Tengah dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Biaya Distribusi dan Pemasaran Cabai Merah pada Pedagang Pengecer Pasar menurut Kabupaten di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2008

Kabupaten

Biaya distribusi Cabai Merah (Rp/Kg)

Biaya transportasi

Biaya bongkar

muat

Biaya handling

Biaya lainnya

Biaya distribusi Total

1. Brebes 48,65 8,95 2,45 2,05 62,10

2. Klaten 60,25 8,80 2,15 3,15 74,35

3. Boyolali 56,76 7,97 2,45 5,20 72,38

4. Purbalingga 50,00 7,00 2,40 2,45 61,85

Rata-Rata 53,92 8,18 2,36 3,21 67,67

Rata-rata biaya distribusi atau pemasaran untuk pengelola supermarket di Provinsi Jawa Tengah relatif kecil yaitu hanya sebesar Rp 31,81,-/Kg terdiri atas biaya transportasi sebesar Rp 27,72,-/Kg, biaya handling Rp 0,00,-/Kg (masuk di Super Market sudah dalam kemasan), dan biaya lainnya Rp 1,74,-/Kg. Biaya distribusi atau pemasaran cabai merah terbesar ditemukan di Kabupaten Klaten, sedangkan biaya distribusi atau pemasaran terendah di Kabupaten Brebes. Hal tersebut sangat dipengaruhi oleh jumlah produksi dan jarak dengan Supermarket di kota-kota tersebut. Informasi secara terperinci tentang struktur biaya distribusi komoditas cabai merah menurut wilayah dan provinsi dapat disimak Tabel 4.

Page 17: MANAJEMEN RANTAI PASOK (SUPPLY CHAIN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/7-tematik-scm-cabai.pdf · pelaku ekonomi agribisnis cabai merah besar. Manajemen rantai pasok pada

74

Tabel 4. Biaya Distribusi dan Pemasaran Cabai Merah pada Supermarket menurut Kabupaten di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2008

Kabupaten

Biaya distribusi Cabai Merah (Rp/Kg)

Biaya transportasi

Biaya bongkar

muat

Biaya handling

Biaya lainnya

Biaya distribusi Total

1. Brebes 25,90 0,00 2,30 1,50 29,7

2. Klaten 30,11 0,00 2,51 1,17 33,79

3. Boyolali 28,18 0,00 2,36 1,50 32,04

4. Purbalingga 26,67 0,00 2,25 2,78 31,7

Rata-Rata 27,72 0,00 2,36 1,74 31,81

Struktur Pasar dan Permasalahan Rantai Pasok

Struktur pasar yang dihadapi oleh petani cabai merah besar sangat ditentukan oleh kondisi musim panen, dinamika permintaan pasar, serta jumlah pedagang yang beroperasi. Struktur pasar cabai merah besar di daerah-daerah sentra produksi Jawa Tengah menunjukkan bahwa : (1) Petani mempunyai cukup pilihan dalam menjual hasil cabai merah besar yang ditentukan masuknya beberapa pedagang luar wilayah, sebagai ilustrasi di Pasar Induk Tanjung, Kabupaten Brebes terdapat pedagang luar daerah (Pedagang Besar asal Bandung, Pedagang Besar Jakarta, Pedagang Besar Cirebon, Supplier PT Indofood dan PT Henz ABC) yang melakukan transaksi; (2) Pada musim panen raya petani cenderung menghadapi struktur pasar yang cenderung oligopsonistik, sedangkan pada bukan panen raya petani cenderung menghadapi struktur pasar yang mendekati persaingan sempurna; (3) Jumlah pedagang cukup banyak, dan beberapa pedagang pengumpul desa dan antar desa beroperasi sampai datang ke kebun petani; (4) Tujuan pasar cabai merah besar asal daerah sentra produksi di Jawa Tengah terutama untuk tujuan pasar Jabodetabek dan Bandung; (4) Segmen pasarnya juga luas baik konsumen rumah tangga, hotel, restoran/rumah makan, dan industri pengolahan; (5) Meskipun demikian posisi petani cabai merah dalam bargaining potition masih lemah terutama pada musim panen raya, karena penguasaan lahan yang kecil dan tersebar, permodalan yang lemah, dan lemahnya konsolidasi kelembagaan petani.

Beberapa masalah dalam distribusi dan pemasaran komoditas cabai merah besar adalah: (1) Jumlah pelaku tata niaga terutama pedagang besar dan pedagang besar antar wilayah masih relatif terbatas, sehingga pada musim panen raya mengarah ke struktur pasar yang oligopsonistik; (2) Petani cabai merah besar di daerah sentra produksi di Jawa Tengah cenderung menghadapi struktur pasar yang oligopolistik pada pasar input (bibit, pupuk, obat-obatan) dan oligopsonistik di pasar output dapat menyebabkan posisi rebut tawar pertani menjadi lemah; (3) Kurangnya ketersediaan fasilitas sarana dan prasarana penanganan pasca panen dan pemasaran (cold storage, STA/TA, dan pasar pertanian); (4) Belum terbangunnya sistem informasi pasar antar daerah sentra produksi dan antar daerah sentra produksi dengan daerah pusat konsumsi; (5) Pelaku tataniaga cabai merah belum profesional dan belum siap menghadapi masuknya cabai merah impor; (6) Belum berkembangnya industri pengolahan berbahan baku cabai merah besar di daerah sentra produksi, seperti saus cabai merah, tepung cabai merah, dan sambal jadi, padahal berkembangnya agroindustri berbahan baku ini akan dapat membantu menstabilkan harga; dan (7) Sangat berfluktuasinya harga komoditas cabai merah besar sebagai akibat panen yang bersifat musiman, struktur pasar yang bersifat oligopsonistik, dan belum adanya pola pengaturan produksi di daerah-daerah sentra produksi.

Page 18: MANAJEMEN RANTAI PASOK (SUPPLY CHAIN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/7-tematik-scm-cabai.pdf · pelaku ekonomi agribisnis cabai merah besar. Manajemen rantai pasok pada

75

PENINGKATAN DAYA SAING KOMODITAS CABAI MERAH MELALUI MANAJEMEN RANTAI PASOK CABAI MERAH

Manajemen Rantai Pasok dan Sumber Pertumbuhan Baru

Secara empiris pemasaran produk-produk pertanian bernilai ekonomi tinggi, seperti cabai merah besar di daerah sentra produksi Provinsi Jawa Tengah mengalami transformasi yang cepat sebagai respons adanya globalisasi ekonomi, peningkatan pendapatan, berkembangnya industri pengolahan, serta perkembangan pasar modern dan pasar tradisional. Globalisasi dan industrialisasi yang tumbuh demikian cepat telah menciptakan ”segmen pasar dan konsumen baru” dengan tuntutan yang semakin lengkap dan rinci terkait dengan produk-produk pertanian komersial. Konsumen tidak hanya menilai suatu produk dari aspek jumlah (kuantitas) dan harga produk semata, tetapi konsumen telah menuntut atribut produk yang lengkap dan rinci, seperti atribut keamanan pangan, kandungan nutrisi, nilai, kemasan/pengepakan, lingkungan (ecolabelling), ketelusuran produk (tracebility). Pada intinya, konsumen menuntut produk yang murah, cepat dan berkualitas.

Globalisasi dan liberalisasi perdagangan juga merubah peta perdagangan produk-produk pertanian di dunia. Peranan perusahaan-perusahaan multinasional semakin besar dalam pasar domestik melalui outlet-outlet supermarket dan hypermarket yang mereka kembangkan. Keberadaan supermarket dan hypermarket menuntut adanya standardisasi dan manajemen mutu produk yang diterima secara global. Akibat perkembangan teknologi transportasi, informasi dan komunikasi yang demikian cepat, aliran transaksi dan informasi pasar diantara para pelaku pasar berjalan dengan sangat pesat, dimana hambatan lokasi dan waktu dapat ditekan.

Sumber-sumber pertumbuhan utama agribisnis cabai merah kini dan ke depan adalah perubahan teknologi benih, terknologi budidaya, teknologi pengolahan hasil, serta revolusi supermarket. Sumber pertumbuhan utama tersebut tidak dapat terealisasikan dengan baik jika tidak didukung keterpaduan produk dan pelaku agribisnis. Daya saing produk cabai merah erat kaitan dengan peningkatan nilai tambah (value added) yang sangat tergantung oleh integrasi sistem, mulai dari sub sistem hulu sampai dengan sub sistem hilir. Daya saing produk cabai merah tidak hanya ditentukan oleh kinerja pada sub sistem usaha tani (on farm), akan tetapi ditentukan pula oleh kinerja keseluruhan rantai agribisnis (”on farm and off farm activities”). Pendekatan Supply Chain Management (SCM) diyakini oleh para pakar dan kalangan bisnis yang mampu mengintegrasikan setiap rantai distribusi dari produsen, pedagang pengumpul, pedagang besar dan eceran, serta industri pengolahan, yang dapat menjamin dimensi kualitas, kuantitas, dan kontinyuitas pasokan, serta ketepatan waktu dalam pengiriman dengan menganut prinsip minimisasi biaya dalam operasionalisasinya.

Manajemen Rantai Pasok dan Daya saing Produk Peternakan

Brown (2002) mendefinisikan Supply Chain Management (SCM) sebagai “a combination of different arrangements occurring between various business entities involved in the production, procurement, processing, and marketing of a product or products. The arrangements include aspects of marketing, economics, logistics and organizational behaviour”. Penerapan manajemen rantai pasok menuntut pelaku usaha agribisnis untuk menerapkan prinsip-prinsip : (1) memenuhi kepuasan konsumen sebagai pelanggan; (2) mengembangkan produk tepat waktu, (c) mengeluarkan biaya yang rendah dalam bidang persediaan dan penyerahan produk, dan (d) mengelola industri secara cermat dan fleksibel (Daryanto, 2009). Manajemen rantai pasok merupakan salah satu strategi untuk meningkatkan daya saing (competitiveness) bagi pelaku agribisnis secara keseluruhan melalui pelayanan yang cepat, variasi produk pertanian yang tinggi dan biaya yang rendah,

Page 19: MANAJEMEN RANTAI PASOK (SUPPLY CHAIN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/7-tematik-scm-cabai.pdf · pelaku ekonomi agribisnis cabai merah besar. Manajemen rantai pasok pada

76

sehingga usaha agribisnis dapat tetap bertahan di tengah persaingan yang semakin kompetitif.

Urgensi penerapan SCM pada komoditas cabai merah didasarkan argumen bahwa selama ini keterkaitan antar sub sistem dalam jaringan agribinis secara keseluruhan pada umumnya masih tersekat-sekat, sehingga sulit untuk dapat bersaing di pasar baik pasar domestik maupun ekspor. Hal ini dapat dilihat dari terpisahnya operasionalisasi kegiatan sub sistem abgribisnis hulu (benih, pupuk, obat-obatan, serta alsintan), budidaya (on-farm),

hingga hilir (pemasaran dan pengolahan hasil). Sub sistem budidaya banyak diperankan oleh petani skala usaha kecil dengan sistem usatani tradisional hingga semi intensif, meskipun beberapa petani maju telah mengusahakan secara intensif. Sementara itu, pada sub sistem hulu seperti benih cabai merah hibrida banyak dilakukan oleh perusahaan multinasional. Demikian juga halnya pada kegiatan industri pengolahan berbahan baku cabai didominasi oleh industri pengolahan skala besar, yaitu PT. Henz ABC dan PT. Indofood Fritolay Makmur.

Manajemen rantai pasok pada sistem dan usaha agribisnis cabai merah dapat diterapkan secara maksimal dengan memperbaiki beberapa kekurangan yang menghambat sistem ini, yaitu dengan mentransformasikan struktur agribisnis yang tersekat-sekat tersebut kepada struktur agribisnis terintegrasi secara vertikal. Hal tersebut dimaksudkan untuk memadukan sub sistem hulu sampai dengan hilir dalam satu-kesatuan manajemen pengambilan keputusan, sehingga dapat menjamin keterpaduan proses dan antar pelaku usaha. Namun demikian, upaya tersebut harus dikembangkan melalui pola-pola yang mampu mengakomodasi semua pelaku usaha dalam sistem agribisnis cabai merah secara keseluruhan.

Dengan penerapan manajemen rantai pasok, koordinasi dan integrasi antar sub sistem dalam jaringan agribinis secara keseluruhan dapat ditangani secara lebih komprehensif sehingga dapat memberikan insentif bagi para pelaku usaha dalam satu kesatuan rantai pasok untuk bekerjasama. Manajemen rantai pasok yang terintegrasi akan meningkatkan efisiensi dalam keseluruhan rantai nilai yang dihasilkan. Penerapan manajemen rantai pasok pada komoditas cabai merah besar dapat memberikan beberapa manfaat sebagai berikut : (1) Manajemen rantai pasok secara fisik dapat mengkonversi bahan baku cabai merah menjadi produk jadi (saus cabai, sambal jadi, tepung cabai) dan mengantarkannya kepada konsumen, baik konsumen rumah tangga maupun konsumen institusi; (2) Manajemen rantai pasok berfungsi sebagai mediasi pasar, yaitu memastikan apa yang dipasok oleh suplier mencerminkan preferensi konsumen akhir; (3) Manajemen rantai pasok dapat dijadikan sarana alih teknologi dari perusahaan-perusahaan yang menguasai teknologi modern kepada petani-petani kecil sebagai mitra kerjanya, sehingga berdampak pada peningkatan kualitas dan pemenuhan preferensi konsumen; dan (4) Manajemen rantai pasok dapat meningkatkan efisiensi dan daya saing produk dalam suatu rantai pasok terhadap produk-produk lainnya, karena adanya keterpaduan proses produk dan keterpaduan antar pelaku usaha agribisnis.

Manajemen Rantai Pasok melalui Strategi Kemitraan Usaha (Contract Farming)

Pengembangan bisnis dalam agribisnis cabai merah besar dari hulu sampai ke hilir dalam kenyataannya lebih banyak digerakkan oleh sektor swasta dan pasar. Sebagai implikasinya di bagian hilir, peranan industri pengolahan dan supermarket yang mengandalkan manajemen rantai pasok yang baik merupakan suatu keniscayaan. Kualitas dan standar yang ditetapkan sering kali mempersulit para petani skala kecil yang bertindak sendiri-sendiri untuk mengambil bagian di pasar ini, sehingga perlu pertanian kontrak (contract farming) dan tindakan kolektif dari berbagai organisasi produsen yang ada. Di samping itu, kinerja pasar cabai merah sering kali terganggu oleh infrastruktur yang buruk,

Page 20: MANAJEMEN RANTAI PASOK (SUPPLY CHAIN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/7-tematik-scm-cabai.pdf · pelaku ekonomi agribisnis cabai merah besar. Manajemen rantai pasok pada

77

jasa pendukung yang tidak memadai, dan kelembagaan yang lemah sehingga meningkatkan biaya transaksi dan volatilitas harga.

Kemitraan usaha (contract farming) dapat dipilah menjadi tiga jenis contract farming

menurut sampai sejauhmana “inti” melibatkan dirinya dalam keputusan-keputusan produksi di tingkat petani-petani “satelitnya”nya (White, 1990) : Pertama, kontrak pemasaran (marketing contract), di dalam kontrak pemasaran terkandung bagaimana menentukan jenis dan jumlah produk pertanian yang akan diserahkan, tetapi jarang menyebut metode produksi apa yang harus diikuti dalam kegiatan usaha tani, juga tidak mengharuskan pihak inti (perusahaan pengolah) untuk menyediakan masukan-masukan tertentu. Dengan demikian, kontrak pemasaran hanya merupakan semacam perjanjian untuk membeli kelak. Pola kontrak pemasaran cukup banyak ditemukan pada komoditas cabai merah di daerah-daerah sentra produksi Jawa Tengah, yaitu antara PT Henz ABC dengan petani atau kelompok tani dan antara petani atau kelompok tani dengan Super Market.

Kedua, kontrak produksi (production contract), yaitu perjanjian antara petani dan perusahaan (perusahaan pengolah) yang menentukan jenis, jumlah produk, menetapkan varietas bibit, metode produksi dalam kegiatan usaha tani, serta masukan-masukan atau bantuan teknis apa yang harus disediakan oleh pemberi kontrak. Pola kontrak produksi sedikit ditemukan pada komoditas cabai merah di daerah-daerah sentra produksi Jawa Tengah, yaitu antara petani atau kelompok tani dengan PT. Indofood Fritolay Makmur.

Ketiga, integrasi vertikal (vertical integration) di mana semua tahapan dari hulu hingga hilir dari pengadaan sarana produksi, kegiatan produksi, pemasaran, dan pengolahan dirangkul dalam satu perusahaan atau satu manajemen pengambilan keputusan, sedangkan pasar tidak berperan dalam pengkoordinasian berbagai tahapan tersebut. Dalam kasus ini, perusahaan (perusahaan pengolah) memiliki baik bahan-bahan baku, sarana-sarana produksi, sarana-sarana pasca panen dan pengolahan, dan hasil produksi. Dalam pola ini, “petani” mejadi ekuivalen dengan seorang manager atau pengawas sewaan, ataupun hanya seorang pekerja borongan (Wilson, 1986). Pola integrasi vertikal tidak ditemukan pada komoditas cabai merah di daerah-daerah sentra produksi Jawa Tengah.

Hasil kajian yang dilakukan Birthal et al. (2005) tentang koordinasi vertikal pada komoditas pangan bernilai ekonomi tinggi yang salah satunya adalah komoditas sayuran di India memberikan hasil bahwa : (1) dari sisi keuntungan usaha tani sayuran dengan sistem kontrak mampu memberikan tingkat keuntungan sebesar Rp 1.791,-/ton dibandingkan dengan usaha tani sayuran non kontrak yang hanya memberikan keuntungan sebesar 1.007,-/ton; dan (2) dari sisi biaya memberikan gambaran usaha tani sayuran dengan sistem kontrak besarnya biaya transaksi sebesar 2,30 persen dibandingkan dengan usaha tani sayuran non kontrak yang mencapai sebesar 21,40 persen dari total biaya.

Kemitraan usaha dalam manajemen rantai pasok menjadi sesuatu yang penting dilakukan untuk meningkatkan dan efisiensi dalam keseluruhan rantai pasok. Dengan adanya kemitraan usaha mempermudah tercapainya kesepakatan antar pelaku untuk melakukan tindakan yang memiliki nilai ekonomi kepada pihak lain. Hal ini akan mengurangi terjadinya pelanggaran-pelanggaran dalam sistem manajemen, meningkatkan koordinasi antar level, dan mengurangi biaya transaksi. Kemitraan usaha cabai merah dapat terjalin secara baik bila terdapat saling membutuhkan, memperkuat, dan saling menguntungkan. Adanya kemitraan usaha dapat membangun spesialisasi kerja secara organik sehingga mampu meningkatkan produktivitas, mengurangi biaya transaksi yang akan meningkatkan efisiensi usaha, pembagian risiko (sharing risk), serta adanya jaminan pemasaran hasil dan mendekatkan akses terhadap program-program pemerintah.

Jika dilihat dari pihak perusahaan pengolah (inti), terdapat beberapa manfaat dengan adanya sistem contract farming dengan petani atau growers. Manfaat yang paling penting bagi perusahaan adalah: (1) Mudah mendapatkan tenaga kerja (buruh); (2) Mengurangi

Page 21: MANAJEMEN RANTAI PASOK (SUPPLY CHAIN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/7-tematik-scm-cabai.pdf · pelaku ekonomi agribisnis cabai merah besar. Manajemen rantai pasok pada

78

biaya untuk investasi pembelian lahan; (3) Mudah memasarkan sarana produksi pertanian; (4) Mudah mendapatkan hasil cabai merah besar; (5) Perusahaan memiliki kendali terhadap kuantitas, kualitas, kontinyuitas pasokan, dan ketepatan waktu penyaluran (delivery) untuk

berbagai tujuan atau segmen pasar. Kemitraan usaha mampu memberikan manfaat dalam konteks resiko yang lebih rendah dan harapan yang lebih baik dari sisi penerimaan (pendapatan).

Kontrak antara peternak dengan perusahaan industri pengolahan akan mendorong petani untuk menghasilkan cabai merah besar dengan tingkat produktivitas dan kualitas hasil yang lebih baik, karena petani diharuskan untuk menerapkan metode atau teknik produksi serta panen dan pasca panen yang telah direkomendasikan. Selain itu, peningkatan produktivitas melalui kemitraan usaha dilakukan dengan menerapkan bimbingan teknis dan manajemen serta pengaturan perencanaan produksi sesuai dengan dinamika permintaan pasar. Adanya kemitraan usaha berarti mampu memperluas tujuan pasar (pasar tradisional maupun pasar modern) dan dapat memperdalam industri pengolahan hasil dengan berbagai produk berbasis cabai merah (saus cabai, cabai bubuk, dan sambal jadi), serta mampu menjamin pemasaran dan kepastian harga, terutama pada sistem kontrak harga.

Langkah Operasional Peningkatan Daya Saing melalui Manajemen Rantai Pasok

Perapan manajemen rantai pasok sebagai salah satu strategi peningkatan daya saing komoditas cabai merah memerlukan langkah-langkah operasional yang menjadi perhatian bagi para pelaku usaha agribisnis antara lain : pertama, menciptakan hubungan antar rantai dalam keseluruhan jaringan agribisnis cabai merah secara terpadu, sehingga terbangun keterpaduan produk dan keterpaduan antar pelaku. Kedua, harus ada dukungan teknis dan manajemen profesional. Kapasitas SDM yang memiliki keterampilan teknis pada semua level dalam rantai pasok akan menentukan efisiensi dan produktivitas. Manajemen semua level dari yang bersifat strategis sampai operasional harus memberikan dukungan mulai dari proses perencanaan, pengorganisasian, koordinasi, pelaksanaan, sampai pengendalian dalam kelancaran aliran produk dan informasi. Ketiga, membangun kemitraan usaha terpadu dalam suatu kesepakatan pada keseluruhan rantai pasok. Dengan membangun suatu kemitraan usaha yang handal maka akan terbangun komitmen yang kuat sehingga terbangun saling kepercayaan (mutual trust) di antara pihak-pihak yang bermitra, sehingga pengontrolan terhadap persediaan pasokan dapat dilakukan secara efisien dalam biaya. Keempat, membangun sistem informasi yang terintegrasi di setiap rantai pasok yang terlibat sehingga akan mendukung kinerja dan produktivitas dari masing-masing bagian dari rantai pasokan tersebut. Diharapkan dengan langkah-langkah diatas, penerapan manajemen rantai pasok pada komoditas cabai merah di daerah-daerah sentra produksi Jawa Tengah mampu meningkatkan nilai tambah dan daya saing komoditas cabai merah dan produk-produk olahannya.

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

Secara empiris terdapat tiga pola kelembagaan kemitraan usaha pada komoditas cabai merah yaitu : (a) Pola dagang umum dengan berbagai variasinya (termasuk kelembagaan pasar melalui pasar induk komoditas); (b) Kemitraan usaha pola inti-plasma; dan (c) Kelembagaan kemitraan usaha contrac farming dengan berbagai variasinya, seperti yang dikembangkan PT. Henz ABC sebagai perusahaan mitra. Beberapa keunggulan pola dagang umum, antara lain adalah : (a) lebih fleksibel, karena didasarkan atas ikatan-ikatan informal (berupa ikatan langganan, modal tanpa bunga, komisi, serta ikatan sosial lainnya); (b) pedagang memiliki jaringan pasar yang luas dan tidak mengikat; (c) Memiliki fleksibilitas keluar masuk pasar; dan (d) Dapat menampung hasil produksi cabai merah pada hampir

Page 22: MANAJEMEN RANTAI PASOK (SUPPLY CHAIN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/7-tematik-scm-cabai.pdf · pelaku ekonomi agribisnis cabai merah besar. Manajemen rantai pasok pada

79

semua kelas kualitas. Beberapa kelemahan pola dagang umum ini adalah : (a) efisiensi dalam pengumpulan hasil rendah karena produksi cabai merah tersebar secara luas; (b) efisiensi dalam pengangkutan rendah karena seringkali tidak mencapai skala angkut maksimal; (c) fluktuasi harga tajam karena mengikuti mekanisme pasar; dan (d) Kurang mendorong petani untuk peningkatan kualitas hasil karena sistem pembelian dari pedagang seringkali dilakukan dengan sistem borongan, tebasan, dan ijon, meskipun ada yang memasarkan dengan sistem timbang.

Keunggulan pada pola kemitraan usaha inti plasma dan pertanian kontrak (contrac farming) adalah : (a) Efisiensi dalam pengumpulan, penanganan (handling), manajemen stok, dan distribusi produk; (b) Harga relatif stabil karena harga ditetapkan dengan sistem kontrak di mana harga ditetapkan saat sebelum tanam; (c) Mampu mendorong petani untuk menghasilkan produk cabai merah berkualitas; (d) Adanya pembagian risiko (sharing risk) di antara pihak-pihak yang bermitra; dan (e) Adanya jaminan kontinyuitas pasokan bagi perusahaan mitra, melalui perencanaan produksi. Beberapa kelemahan pola kemitraan usaha inti plasma dan pertanian kontrak (contract farming) adalah : (a) Kelembagaan

kemitraan usaha umumnya bersifat rigid karena didasarkan atas ikatan-ikatan formal yang mengikat, dengan sistem insentif dan sangsi (reward and punishment) yang jelas; (b) Biasanya perusahaan mitra (inti) memiliki jaringan pasar yang bersifat khusus (supermarket, industri pengolahan, restaurant dan hotel, serta ekspor) dengan persyaratan standar mutu yang ketat; (c) Tidak adanya fleksibilitas keluar masuk pasar secara bebas, karena sudah terikat kontrak pemasaran; dan (d) Hanya dapat menampung hasil produksi produk cabai merah yang memenuhi standar kualitas yang telah ditentukan oleh ke dua belah pihak

Pola alokasi penggunaan hasil panen cabai merah oleh petani di daerah sentra produksi Jawa Tengah secara berturut-turut adalah : (a) Langsung dijual segera setelah panen (93,5%); (b) Disimpan untuk memenuhi konsumsi keluarga (2,5%); (c) Disimpan untuk keperluan keluarga lainnya (1,5%); dan (d) Disimpan untuk kemudian dijual pada saat harga tinggi (2,5%).

Berdasarkan kajian pada aspek distribusi dan pemasaran cabai merah besar dapat disimpulkan belum sepenuhnya efisien yang ditunjukkan masih tingginya biaya distribusi atau pemasaran, struktur pasar cenderung oligopsonistik, belum terbangunnya kelembagaan manajemen rantai pasok secara terpadu dari daerah sentra produksi ke pusat-pusat pasar, dan dihadapkan pada fluktuasi harga yang cukup tinggi. Implikasinya adalah perlu dikembangkan manajemen rantai pasok yang saling membutuhkan, memperkuat, dan saling menguntungkan.

Langkah-langkah operasional dalam meningkatkan manajemen rantai pasok melalui strategi kemitraan usaha secara terpadu adalah : (1) Menciptakan hubungan antar rantai pasok dalam keseluruhan jaringan agribisnis cabai merah secara terpadu, sehingga terbangun keterpaduan produk dan keterpaduan antar pelaku; (2) Harus ada dukungan teknis dan manajemen profesional dengan kapasitas SDM yang memiliki keterampilan teknis dan kapabilitas menejerial pada semua level dalam rantai pasok; (3) Membangun kemitraan usaha terpadu dalam suatu kesepakatan pada keseluruhan rantai pasok, sehingga terbangun komitmen yang kuat serta terbangun saling kepercayaan (mutual trust) di antara pihak-pihak yang bermitra; (4) Membangun sistem informasi yang terintegrasi di setiap rantai pasok yang terlibat sehingga akan mendukung kinerja dan produktivitas dari masing-masing bagian dari rantai pasok tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Baumann. 200. Equity and Efficiency in Contract Farming Schemes. The Experience of Agricultural Tree Crops. Working Paper 139, ODI, London, UK.

Page 23: MANAJEMEN RANTAI PASOK (SUPPLY CHAIN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/7-tematik-scm-cabai.pdf · pelaku ekonomi agribisnis cabai merah besar. Manajemen rantai pasok pada

80

Birthal, P. S., P. K. Joshi, and A. Gulati. 2005. Vertical Coordination in High-Value Commodities : Implications for Smallholders. MTID Discussion Paper No. 85. International Food Policy Research Institute. Washington DC.

Brown, W. J. 2002. Agribusiness Cases in Supply Chain Management

Paper prepared for presentation at the 13th International Farm Management Congress,

Wageningen, The Netherlands, July 7-12, 2002.

Daryanto, A. 2009. Dinamika Daya Saing Industri Peternakan. IPB Press. Bogor.

Ditjenhort. 2008. Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Kawasan Agribisnis Sayuran Sumatera. Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura. Departemen Pertanian. Jakarta.

Pragnanta. 2002. Agribisnis Cabai Hibrida. Penebar Swadaya. Jakarta.

Setiadi. 2008. Bertanam Cabai. Edisi Revisi. Penerbar Swadaya. Jakarta.

Shippey, K. C. 2004. Kontrak Bisnis Internasional : Panduan Menyusun Draft Kontrak Bisnis Internasional. Penerbit PPM, Jakarta.

White, B. 1990. Agroindustri, Industrialisasi Pedesaan dan Transformasi Pedesaan. Industrialisasi Pedesaan Dilengkapi Dengan Memorandum Bersama Tentang Indutrialisasi Pedesaan. Editor Sayogyo dan Mangara Tambunan. Kerjasama antara Pusat Studi Pembangunan Lembaga Penelitian Institut Pertanian Bogor dan Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia, Cabang Jakarta.

Wilson, J. 1986. The Political Economy of Contract Farming. Review of Radical Political Economics 18 no 4 : 47-70.

Page 24: MANAJEMEN RANTAI PASOK (SUPPLY CHAIN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/7-tematik-scm-cabai.pdf · pelaku ekonomi agribisnis cabai merah besar. Manajemen rantai pasok pada

81

Lampiran 1. Perkembangan Harga Cabai Merah Besar Tingkat Produsen, di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2008

No Kabupaten Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agus-tus Septem-

ber Okto- ber

Nopem- ber

Desem- ber

Standar deviasi

Rata-rata

Koefisien variasi

1 Brebes 6 275 7 063 8 213 6 228 6 948 7 817 8 308 6 097 2 293 3 145 4 994 9 550 2 114 6 411 32.98

2 Magelang 7 438 9 375 8 438 6 031 7 031 9 813 10 110 9 333 4 250 3 313 5 875 8 938 2 238 7 495 29.86

3 Pemalang 9 100 22 177 12 583 12 256 11 683 11 944 10 600 9 792 5 288 5 708 7 969 14 350 4 436 11 121 39.89

4 Kota Surakarta 6 638 8 775 8 566 12 413 11 865 10 454 11 123 11 113 3 993 5 063 4 806 9 760 2 931 8 714 33.64

5 Kota Semarang 7 264 10 658 8 781 7 450 9 500 9 542 9 790 8 417 7 308 6 354 8 542 12 854 1 770 8 872 19.95

6 Salatiga 7 545 13 296 8 831 6 313 11 567 9 250 10 758 11 917 5 375 5 167 5 675 8 583 2 763 8 690 31.80

7 Tegal 5 642 11 238 8 831 6 313 6 378 7 500 7 722 5 750 2 950 5 383 4 992 10 235 2 331 6 911 33.73

8 Purbalingga 7 250 10 208 8 363 10 896 10 815 7 000 11 250 10 730 4 483 6 150 6 000 7 000 2 340 8 345 28.05

9 Kebumen 9 263 16 058 15 269 15 396 15 250 13 875 14 767 15 708 6 500 5 865 7 236 14 215 3 985 12 450 32.01

10 Klaten 6 273 12 083 12 208 13 000 11 104 9 979 10 033 12 389 4 208 3 875 3 729 9 400 3 546 9 023 39.30

Rata-rata Jateng 7 269 12 093 10 008 9 629 10 147 9 717 10 446 10 057 4 665 5 002 5 982 10 489 2 423 8 792 27.56

Sumber : Dinas Pertanian Provinsi Jateng, Tahun 2008