manajemen pajak (fix) (2)

48
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perpajakan Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbale (kontraprestasi) yang langsung dapat di tunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Lembaga Pemerintah yang mengelola perpajakan negara di Indonesia adalah Direktorat Jenderal pajak (DJP) yang merupakan salah saru direktorat jenderal yang ada di bawah naungan Departemen Keuangan Republik Indonesia. Dasar hukum ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah Undang-undang No.6 Tahun 1983, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang No.16 Tahun 2009. Perencanaan Pajak Perencanaan pajak merupakan salah satu bentuk dari fungsi manajemen pajak dalam Upaya melakukan penghematan pajak secara legal. DR.Arles.P. Ompusunggu (2011:3),dalam bukunya yang berjudul Cara Legal Siasati Pajak menyatakan bahwa ”tax planning adalah suatu kapasitas wajib pajak untuk mengatur aktivitas keuangan yang dapat meminimalkan pembayaran pajak”. Sedangkan Tax Avoidance & Tax Evasion Page 1

Upload: lucky-gilang-5154

Post on 26-Dec-2015

282 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Manajemen Pajak

TRANSCRIPT

Page 1: manajemen pajak (fix) (2)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perpajakan

Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang (yang

dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbale (kontraprestasi) yang langsung dapat

di tunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Lembaga

Pemerintah yang mengelola perpajakan negara di Indonesia adalah Direktorat Jenderal

pajak (DJP) yang merupakan salah saru direktorat jenderal yang ada di bawah naungan

Departemen Keuangan Republik Indonesia. Dasar hukum ketentuan Umum dan Tata Cara

Perpajakan adalah Undang-undang No.6 Tahun 1983, sebagaimana telah diubah terakhir

dengan Undang-undang No.16 Tahun 2009.

Perencanaan Pajak

Perencanaan pajak merupakan salah satu bentuk dari fungsi manajemen pajak dalam

Upaya melakukan penghematan pajak secara legal. DR.Arles.P. Ompusunggu (2011:3),dalam

bukunya yang berjudul Cara Legal Siasati Pajak menyatakan bahwa ”tax planning adalah suatu

kapasitas wajib pajak untuk mengatur aktivitas keuangan yang dapat meminimalkan pembayaran

pajak”. Sedangkan menurut Erly Suandy (2008:6) ”perencanaan pajak adalah langkah awal

dalam manajemen pajak. Pada tahap ini, dilakukan pengumpulan dan penelitian terhadap

peraturan perpajakan agar dapat diseleksi jenis tindakan penghematan pajak yang akan

dilakukan.” Prof. Moh.Zain dalam buku Manajemen Pajak mendefinisikan perencanaan pajak

sebagai berikut :: ”Perencanaan Pajak adalah merupakan tindakan penstrukturan yang terkait

Dengan konsekuensi potensi pajaknya, yang tekanannya kepada pengendalian Setiap transaksi

yang ada konsekuensi pajaknya. Tujuannya adalah bagaimana Pengendalian tersebut dapat

mengefisiensikan jumlah pajak yang akan ditransfer kepemerintah, melalui apa yang disebut

sebagai penghindaran pajak ( tax avoidance ) dan bukan penyelundupan pajak ( tax evasion )

yang merupakan tindak pidana fiskal yang tidak akan ditoleransi. Walaupun kedua cara tersebut

Tax Avoidance & Tax Evasion Page 1

Page 2: manajemen pajak (fix) (2)

kedengarannya mempunyai konotasi yang sama sebagai tindakan kriminal, namun suatu hal

yang jelas berbeda disini bahwa penghindaran pajak adalah perbuatan legal yang masih dalam

ruang lingkup pemajakan dan tidak melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan

perpajakan. Sementara itu, penyelundupan pajak jelas-jelas merupakan perbuatan ilegal yang

melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.”

Definisi diatas dapat terlihat bahwa usaha penghematan pajak dapat dilakukan melalui

Tax Evasion dan Tax Avoidance. Tax Evasion adalah usaha penghindaran pajak dengan

melanggar ketentuan-ketentuan perpajakan. Seperti memberikan data keuangan palsu atau

menyembunyikan data. Tax Avoidance, secara eufimisme sering disebut sebagai tax planning.

Tax Avoidance adalah upaya penghindaran pajak dengan mematuhi ketentuan perpajakan dan

menggunakan strategi di bidang perpajakan, seperti memanfaatkan pengecualian dan potongan

yang diperkenankan maupun memanfaatkan hal-hal yang belum diatur dalam perundang-

undangan perpajakan yang berlaku (loopholes.) (Mangunsong (1997:45).

Dari pengertian-pengertian tersebut terlihat bahwa perencanaan pajak merupakan satu-

satunya cara legal yang dapat ditempuh oleh wajib pajak dalam rangka mengefisiensikan

pembayaran pajaknya. Ide dasarnya adalah usaha pengaturan terlebih dahulu semua aktivitas

perusahaan guna menghindarkan dampak perpajakan sebanyak mungkin, atau dengan perkataan

lain peluang untuk melakukan perencanaan pajak yang efektif , terdapat lebih besar

kemungkinannya apabila hal tersebut dipertimbangkan sebelum transaksi tersebut dilaksanakan,

dibandingkan dengan apabila pertimbangannya dilakukan setelah terjadi transaksi.

1.2 RumusanMasalah

1. Apa yang dimaksud Tax Avoidance dan Tax Evasion ?

2. Apa hubungan Tax Avoidance dengan biaya penyusutan, Penilaian kembali Aktiva Tetap

(Revaluasi), Sewa Guna Usaha, dan Harga Transfer ?

3. Apa kasus nyata dari Tax Evasion ?

Tax Avoidance & Tax Evasion Page 2

Page 3: manajemen pajak (fix) (2)

1.3 Tujuan

Adapun tujuan dalam pembuatan makalah ini adalah :

1. Untuk mengenal lebih dalam tentang Tax Avoidance dan Tax Evasion

2. Untuk mengetahui hubungan Tax Avoidance dan Tax Evasion dengan biaya

penyusutan, Penilaian kembali Aktiva Tetap (Revaluasi), Sewa Guna Usaha, dan

Harga Transfer

3. Untuk mengetahui kasus nyata dari Tax Evasion

Tax Avoidance & Tax Evasion Page 3

Page 4: manajemen pajak (fix) (2)

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Tax Avoidance dan Tax Evasion menurut Para Ahli

a. Tax Avoidance

Lim (2011) mendefinisikan tax avoidance sebagai penghematan pajak yang timbul

dengan memanfaatkan ketentuan perpajakan yang dilakukan secara legal untuk meminimalkan

kewajiban pajak.Tax avoidance merupakan bagian dari tax planning yang dilakukan dengan

tujuan meminimalkan pembayaran pajak.Tax avoidance secara hukum pajak tidak dilarang

meskipun seringkali mendapat sorotan yang kurang baik dari kantor pajak karena dianggap

memiliki konotasi yang negatif.

Meminimalisasi beban pajak dapat dilakukan dengan berbagai cara, mulai dari yang

masih berada dalam bingkai peraturan perpajakan sampai dengan yang melanggar peraturan

perpajakan. Upaya meminimalkan pajak secara eufimisme sering disebut dengan perencanaan

pajak (tax planning). Umumnya perencanaan pajak merujuk pada proses merekayasa usaha dan

transaksi Wajib Pajak (WP) supaya utang pajak berada dalam jumlah minimal tetapi masih

dalam bingkai peraturan perpajakan (Suandy, 2008).

b. Tax Evasion

Sedangkan menurut Siti Kurnia Rahayu (2010:147), berikut definisidefinisi mengenai

Tax Evasion berdasarkan pendapat para pakar, antara lain:

1. Ernest R. Mortenson mengemukakan bahwa penyelundupan pajak adalah usaha yang

tidak dapat dibenarkan berkenaan dengan kegiatan wajib pajak untuk lari atau

menghindarkan diri dari pengenaan pajak.

2. Robert H.Anderson mengatakan bahwa penyelundupan pajak adalah penyulundupan

pajak yang melanggar undang-undang.

Tax Avoidance & Tax Evasion Page 4

Page 5: manajemen pajak (fix) (2)

Dari definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa Tax Evasion merupakan cara ilegal untuk

tidak membayar pajak dengan melakukan tindakan menyimpang (irregular acts) dalam berbagai

bentuk kecurangan (frauds) yang dilakukan dengan sengaja dan dalam keadaan sadar.

Penyebab Tax Evasion

Menurut Siti Kurnia Rahayu (2010:149), “selain faktor psikologis wajib pajak kurang

sadar terhadap kepatuhan pajak, hal lain yang membuat wajib pajak berusaha menghindar dari

pajak diantaranya kondisi lingkungan, pelayanan fiskus yang mengecewakan, tingginya tarif

pajak dan sistem administrasi yang buruk”.

Kondisi lingkungan

Lingkungan sosial masyarakat menjadi hal yang tak terpisahkan dari manusia sebagai

makhluk sosial, manusia akan selalu saling bergantung satu sama lain. Hampir tidak

ditemukan manusia di dunia ini yang hidupnya hanya bergantung pada diri sendiri tanpa

memperdulikan keberadaan orang lain. Begitu juga dalam dunia perpajakan, manusia akan

melihat lingkungan sekitar yang seharusnya mematuhi aturan perpajakan. Mereka saling

mengamati terhadap pemenuhan kewajiban perpajakan. Jika kondisi lingkungannya baik

(taat aturan), masing-masing individu akan termotivasi untuk mematuhi peraturan

perpajakan dengan membayar pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Sebaliknya jika

lingkungan sekitar kerap melanggar peraturan. Masyarakat menjadi saling meniru untuk

tidak mematuhi peraturan karena dengan membayar pajak, mereka merasa rugi telah

membayarnya sementara yang lain tidak.

Pelayanan fiskus yang mengecewakan

Pelayanan aparat pemungut pajak terhadap masyarakat cukup menentukan dalam

pengambilan keputusan wajib pajak untuk membayar pajak. Hal tersebut disebabkan oleh

perasaan wajib pajak yang merasa dirinya telah memberikan kontribusi pada negara

dengan membayar pajak. Jika pelayanan yang diberikan telah memuaskan wajib pajak,

mereka tentunya merasa telah diapresiasi oleh fiskus. Mereka menganggap bahwa

kontribusinya telah dihargai meskipun hanya sekedar dengan pelayanan yang ramah saja.

Tapi jika yang dilakukan tidak menunjukkan penghormatan atas usaha wajib pajak,

masyarakat merasa malas untuk membayar pajak kembali.

Tax Avoidance & Tax Evasion Page 5

Page 6: manajemen pajak (fix) (2)

Tingginya tarif pajak

Pemberlakuan tarif pajak mempengaruhi wajib pajak dalam hal pembayaran pajak.

Pembebanan pajak yang rendah membuat masyarakat tidak terlalu keberatan untuk

memenuhi kewajibannya. Meskipun masih ingin berkelit dari pajak, mereka tidak akan

terlalu membangkang terhadap aturan perpajakan karena harta yang berkurang hanyalah

sebagian kecilnya. Dengan pembebanan tarif yang tinggi, masyarakat semakin serius

berusaha untuk terlepas dari jeratan pajak yang menghantuinya. Wajib pajak ingin

mengamankan hartanya sebanyak mungkin dengan berbagai cara karena mereka tengah

berusaha untuk mencukupi berbagai kebutuhan hidupnya. Masyarakat tidak ingin apa yang

telah diperoleh dengan kerja keras harus hilang begitu saja hanya karena pajak yang tinggi.

Sistem administrasi perpajakan yang buruk

Penerapan sistem administrasi pajak mempunyai peranan penting dalam proses

pemungutan pajak suatu negara. Dengan sistem administrasi yang bagus, pengelolaan

perpajakan akan berjalan lancar dan tidak akan terlalu banyak menemui hambatan yang

berarti. Sistem yang baik akan menciptakan manajemen pajak yang profesional, prosedur

berlangsung sistematis dan tidak semrawut. Ini membuat masyarakat menjadi terbantu

karena pengelolaan pajak yang tidak membingungkan dan transparan. Seandainya sistem

yang diterapkan berjalan jauh dari harapan, masyarakat menjadi berkeinginan untuk

menghindari pajak. Mereka bertanya-tanya apakah pajak yang telah dibayarnya akan

dikelola dengan baik atau tidak. Setelah timbul pemikiran yang menyangsikan kinerja

fiskus seperti itu, kemungkinan besar banyak wajib pajak yang benar-benar `lari` dari

kewajiban membayar pajak.

Akibat melakukan Tax Evasion

Dalam bidang keuangan

Pengelakan pajak merupakan pos kerugian bagi kas negara karena dapat menyebabkan

ketidakseimbangan antara anggaran dan konsekuensi-konsekuensi lain yang berhubungan

dengan itu, seperti kenaikan tarif pajak, keadaan inflasi, dll.

Tax Avoidance & Tax Evasion Page 6

Page 7: manajemen pajak (fix) (2)

Dalam bidang ekonomi

Pengelakan pajak sangat memengaruhi persaingan sehat di antara para pengusaha.

Maksudnya, pengusaha yang melakukan pengelakan pajak dengan cara menekan

biayanya secara tidak wajar. Sehingga, perusahaan yang mengelakkan pajak memperoleh

keuntungan yang lebih besar dibandingkan pengusaha yang jujur. Walaupun dengan

usaha dan produktifitas yang sama, si pengelak pajak mendapat keuntungan yang lebih

besar dibandingkan dengan pengusaha yang jujur.

Pengelakan pajak menyebabkan stagnasi (macetnya) pertumbuhan ekonomi atau

perputaran roda ekonomi. Jika mereka terbiasa melakukan pengelakan pajak, mereka

tidak akan meningkatkan produktifitas mereka. Untuk memperoleh laba yang lebih besar,

mereka akan melakukan pengelakan pajak.

Langkanya modal karena wajib pajak berusaha menyembunyikan penghasilannya agar

tidak diketahui fiscus.Sehingga mereka tidak berani menawarkan uang hasil penggelapan

pajak tersebut ke pasar modal.

Dalam bidang psikologi

Jika wajib pajak terbiasa melakukan penggelapan pajak, itu sama saja membiasakan

untuk selalu melanggar undang-undang. Jika wajib pajak menggelapkan pajak, maka

wajib pajak mendapatkan keuntungan bersih yang lebih besar. Jika perbuatannya

melangggar undang-undang tidak diketahui oleh fiscus, maka dia akan senang karena

tidak terkena sangsi dan menimbulkan keinginan untuk mengulangi perbuatannya itu lagi

pada tahun-tahun berikutnya dan diperluas lagi tidak hanya pada pelanggaran undang-

undang pajak, tetapi juga undang-undang yang lainnya.

Tax Avoidance & Tax Evasion Page 7

Page 8: manajemen pajak (fix) (2)

2.2 Hubungan Tax Avoidance dengan Biaya Penyusutan, Penilaian

Kembali Aktiva Tetap (Revaluasi), Sewa Guna Usaha, dan

Harga Transfer

Biaya Penyusutan

Penyusutan adalah alokasi jumlah suatu aset yang dapat disusutkan sepanjang masa

manfaat yang diestimasi (PSAK 17). Penyusutan perlu dilakukan karena manfaat yang diberikan

dan nilai dari aset tersebut semakin berkurang. Pengurangan nilai aset dibebankan secara

bertahap.

Alan P. Murray (1971) mendefinisikan pengertian penyusutan sebagai berikut.

The nature of depreciation has been described as follows:

....... a reasonable allowance for the exhaustion, wear and tear, and

obsolescence of property used in the trade or business or of property held by the

taxpater for the production of income shall be allowed as a depreciation

deduction.

The depreciation deduction.... applies only to that part of the property which is

subject to wear and tear, to decay or decline from natural causes, to exhaustion,

and to obsolescence. The allowance does not apply to inventories or stock in

trade, or to land..... no deduction for depreciation shall be allowed on..... vehicles

use solely for pleasure, on a building used by the tax prayer solely as his

residence, or on furniture or furnishing therein, personal effects or clothing,....

Berdasarkan penjelasan pasal 11 ayat (1 dan 2) Undang Undang nomor 7 tahun 1983

stdtd Undang Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh) dikatakan

bahwa metode penyusutan yang dibolehkan berdasarkan ketentuan ini dilakukan:

a. Metode garis lurus (straight line method)

Tax Avoidance & Tax Evasion Page 8

Page 9: manajemen pajak (fix) (2)

Metode ini dasar penyusutannya adalah harga perolehan dengan menganggap

aktiva tetap akan memberikan kontribusi yang merata (tanpa fluktuasi)

disepanjang masa penggunaannya, sehingga aktiva tetap akan mengalami tingkat

penurunan fungsi yang sama dari periode ke periode hingga aktiva ditarik dari

penggunaannya.

Metode ini termasuk yang paling luas dipakai. Untuk penerapan “Matching Cost

Principle”, metode garis lurus dipergunakan untuk menyusutkan aktiva-aktiva

yang fungsionalnya tidak terpengaruh oleh besar kecilnya volume produk/jasa

yang dihasilkan. Misalnya : bangunan, peralatan kantor.

b. Metode saldo menurun (declining balance method)

Metode ini dasar penyusutannya adalah nilai sisa buku fiskal, aktiva tetap

dianggap akan memberikan kontribusi terbesar pada periode diawal-awal masa

penggunaanya, dan akan mengalami tingkat penurunan fungsi yang semakin besar

di periode berikutnya seiring dengan semakin berkurangnya umur ekonomis atas

aktiva tersebut.

Metode ini sesuai jika dipergunakan untuk jenis aktiva tetap yang tingkat

kehausannya tergantung dari volume produk yang dihasilkan, yaitu jenis aktiva

mesin produksi.

Cara perlakuan nilai sisa buku suatu aktiva tetap pada akhir masa manfaat yang

disusutkan dengan metode saldo menurun adalah nilai sisa buku suatu aktiva pada

akhir masa manfaat yang disusutkan dengan metode saldo menurun harus

disusutkan sekaligus.

Tax Avoidance & Tax Evasion Page 9

Page 10: manajemen pajak (fix) (2)

Tujuan penyusutan adalah untuk mengalokasikan nilai perolehan ke masa manfaat aktiva

tetap dan harta tak berwujud tersebut untuk dapat dibebankan sebagai biaya dalam

menghitung laba neto. Sehingga dapat menghemat atau memperkecil PPh yang terutang.

Kebijakan pajak untuk penyusutan harus mempertimbangkan tiga hal yaitu, keadilan pajak,

kebijakan pajak, dan administrasi pajak, penjelasannya sebagai berikut.

1. Keadilan Pajak (tax equity)

Untuk keadilan pajak perlu diperhatikan jenis kegiatan dari Wajib Pajak, apakah

perusahaan manufaktur atau perusahaan jasa, bagaimana struktur modalnya, padat modal

(capital intensive) atau padat karya (labour intensive). Dengan adanya penyusutan maka

kegiatan usaha manufaktur dan jenis usaha yang padat modal akan lebih diuntungkan

dibanding dengan yang lainnya.

2. Kebijakan Ekonomi

Dengan adanya penyusutan membawa akibat pada peningkatan modal (capital growth).

Jika penyusutan besar maka laba setelah pajak juga besar, pengembalian atas investasi

(return on investment-ROI) besar, sehingga arus kas menjadi tinggi. Menurut ketentuan

perpajakan, perhitungan penyusutan dimulai pada tahun perolehan. Secara ekonomis

dapat diatur dengan peraturan tertentu secara selektif, untuk mendorong atau

menghambat suatu peningkatan modal. Penyusutan secara selektif dapat dibedakan

menjadi :

a. Penyusutan untuk barang baru atau barang bekas

b. Penyusutan berdasarkan jenis industri tertentu

c. Penyusutan berdasarkan jenis aset

d. Penyusutan berdasarkan lokasi (terpencil)

3. Administrasi

Secara administrasi penyusutan dapat dibedakan menjadi dua yaitu sederhana dan

kompleks. Pemilihan jenis penyusutan, baik yang sederhana ataupun yang kompleks,

bergantung pada beberapa hal, seperti besarnya biaya administrasi, sumber daya manusia,

dan kepatuhan dari Wajib Pajak.

Tax Avoidance & Tax Evasion Page 10

Page 11: manajemen pajak (fix) (2)

Karakterisitik Aset Yang Dapat Disusutkan

1. Digunakan dalam kegiatan usaha

Aset yang boleh disusutkan adalah aset yang dipakai dalam usaha atau menjalankan

usaha. Aset ini dapat dibedakan menjadi aset bisnis, aset campuran dan aset pribadi.

Untuk aset bisnis dapat disusutkan semuanya, sedangkan untuk aset campuran boleh

disusutkan sebagian sesuai dengan yang digunakan dalam kegiatan usaha.

2. Nilainya menurun secara bertahap

Nilai aset yang disusutkan harus menurun secara bertahap, baik karena semakin buruknya

fisiknya atau karena faktor kualitas. Kalau nilainya tidak menurun secara bertahap maka

tidak dapat disusutkan tetapi langsung dibiayakan. Adapun aset yang tidak dapat

disusutkan adalah tanah, aset pendanaan, barang dagangan, dan aset persediaan.

3. Aset berwujud dan aset tidak berwujud

Aset berwujud maupun aset tidak berwujud yang mempunyai manfaat lebih dari satu

periode dapat disusutkan. Untuk aset tidak berwujud penyusutannya disebut dengan

amortisasi.

4. Pihak yang berhak melakukan penyusutan

Pihak yang berhak melakukan penyusutan adalah:

a. Pihak yang menggunakan aset tersebut dalam kegiatan usaha

b. Pemilik, dapat dibagi menjadi legal owner dan benefit owner.

5. Saat dilakukan penyusutan

Secara umum saat dilakukan penyusutan adalah saat digunakan, tetapi adakalanya pada

tahun perolehan.

6. Dasar untuk melakukan penyusutan

Pada umumnya dapat dibedakan menjadi tiga sebagai berikut:

a. Harga perolehan (historical cost)

Termasuk didalamnya adalah harga, ongkos, dan pajak. Pajak yang dapat

dikreditkan, seperti Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang dapat dikreditkan

dengan pajak keluaran tidak termasuk dalam harga perolehan.

b. Harga penggantian (replacement cost)

Pada prinsipnya harga penggantian tidak diperkenankan, karena untuk

kepentingan pencatatan menggunakan harga perolehan.

Tax Avoidance & Tax Evasion Page 11

Page 12: manajemen pajak (fix) (2)

c. Revaluasi (revaluation)

Suatu aset yang telah direvaluasi biasanya disusutkan berdasarkan nilai

revaluasinya. hanya berfungsi mempertemukan calon lease dengan lessor.

Revaluasi (Penilaian Kembali)

Penilaian kembali aset tetap atau sering disebut dengan revaluasi aset tetap adalah

penilaian kembali aset tetap perusahaan, yang diakibatkan adanya kenaikan nilai aset tetap

tersebut dipasaran atau karena rendahnya nilai aset tetap dalam laporan keuangan perusahaan

yang disebabkan oleh devaluasi atau sebab lain, sehingga nilai aset tetap dalam laporan

keuangan tidak lagi mencerminkan nilai yang wajar.

Tujuan penilaian kembali aset tetap perusahaan dimaksudkan agar perusahaan dapat

melakukan penghitungan penghasilan dan biaya lebih wajar sehingga mencerminkan

kemampuan dan nilai perusahaan yang sebenarnya. Tindakan penilaian kembali ini dilakukan

karena aktiva tetap yang didasarkan pada harga perolehan (historical cost), sehingga

dianggap kurang mencerminkan nilai atau potensi nyata yang dimiliki oleh perusahaan,

sebagai akibat adanya fluktuasi harga atau nilai tukar yang cukup tinggi.

Penilaian kembali terhadap aktiva tetap perusahaan hanya dapat dilakukan oleh

lembaga penilai, yaitu perusahaan jasa penilai atau ahli penilai yang diakui atau memperoleh

izin pemerintah, supaya dapat dilakukan secara objektif dan lebih profesional dan sekaligus

terjadi check and balance.

Revaluasi (Penilaian Kembali) Aktiva Tetap Menurut Peraturan Perpajakan

Beberapa ketentuan umum revaluasi menurut aturan perpajakan dapat diringkaskan

berikut ini :

1. Revaluasi dilakukan atas seluruh aktiva tetap perusahaan termasuk tanah dengan status hak

milik atau hak guna bangunan.

2. Revaluasi dilakukan berdasarkan nilai pasar atau nilai wajar aktiva tetap yang ditetapkan

oleh perusahaan jasa penilai atau ahli penilai yang memperoleh izin dari Pemerintah. Jika hasil

revaluasi tidak mencerminkan keadaan yang sebenarnya dapat ditetapkan oleh DJP.

3. Selisih revaluasi dikenakan pajak final sebesar 10%.

Tax Avoidance & Tax Evasion Page 12

Page 13: manajemen pajak (fix) (2)

4. Penilaian kembali aktiva tetap tidak dapat dilakukan sebelum lewat jangka waktu lima tahun

terhitung dari revaluasi terakhir.

5. Hasil revaluasi akan memperbaruhi nilai tercatat aset dan menjadi dasar penyusutan fiskal.

6. Revaluasi yang tidak memperoleh persetujuan DJP untuk penilaian kembali aktiva tetap,

maka nilai revaluasi yang ditetapkan tidak dapat digunakan sebagai dasar melakukan penyusutan

fiskal.

7. Perusahaan yang menjual aset yang telah direvaluasi sebelum masa penyusutan berakhir

(kelompok 1 dan 2) atau sebelum 10 tahun dari tanggal revaluasi (kelompok lainnya), maka akan

dikenakan tambahan pajak final sebesar selisih tarif terakhir dikurangi 10% (25% - 10% = 15%)

dikalikan dengan keuntungan revaluasi aset.

Dasar Hukum Revaluasi (Penilaian Kembali) Aktiva Tetap Di Indonesia

Yang menjadi dasar hukum revaluasi aktiva tetap di Indonesia adalah sebagai berikut:

1. Keputusan Menteri Keuangan RI No.486/KMK.03/2002 Tanggal 28 November

2002 tentang Tata Cara penilaian kembali aktiva tetap perusahaan untuk tujuan

perpajakan.

2. Undang-Undang Pajak Penghasilan No. 36 Tahun 2008

Sewa Guna Usaha

Pengertian sewa guna usaha menurut Keputusan Menteri Keuangan No.

1169/KMK.01/1991 tanggal 21 Nopember 1991 tentang Kegiatan Sewa Guna Usaha. Sewa guna

usaha adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara guna

usaha dengan hak opsi (finance lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating

lease), untuk digunakan oleh lessee selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran

secara berkala.

Sewa Guna Usaha (Leassing) menurut Perpres No.9 Tahun 2009 tentang Lembaga

Pembiayaan adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara

sewa guna usaha dengan hak opsi (finance lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi

(operating lease) untuk digunakan oleh penyewa guna usaha (lessee) selama jangka waktu

tertentu berdasarkan pembayaran secara angsuran.

Tax Avoidance & Tax Evasion Page 13

Page 14: manajemen pajak (fix) (2)

Selanjutnya yang dimaksud dengan finance lease adalah kegiatan sewa guna usaha

dimana lessee pada akhir masa kontrak mempunyai hak opsi untuk membeli objek sewa guna

usaha berdasarkan nilai sisa yang disepakati. Sebaliknya operating lease tidak mempunyai hak

opsi untuk membeli objek sewa guna usaha. Dari defenisi tersebut di atas dapat ditarik

kesimpulan bahwa sewa guna usaha merupakan suatu kontrak atau persetujuan sewa-menyewa.

Objek sewa guna usaha adalah barang modal dan pihak lessee memiliki hak opsi dengan harga

berdasarkan nilai sisa.

Dilihat dari segi pandangan hokum kegiatan Leasing mempunyai 4 tahap yang utama yaitu :

a. Perjanjian antara pihak Lessor dengan pihak Lessee

b. Berdasarkan perjanjian sewa guna usaha. Lessor mengalihkan hak penggunaan barang

pada pihak Lessee

c. Lessee membayar kepada Lessor uang sewa atas penggunaan barang (asset)

d. Lesse mengembalikan barang tersebut pada Lessor pada akhir periode yang ditetapkan

lebih dahulu dan jangka waktunya kurang dari umur ekonomi barang tersebut.

Dalam setiap transaksi leasing di dalamnya selalu melibatkan 3 pihak utama,yaitu:

a. Lessor adalah perusahaan sewa guna usaha atau di dalam hal ini pihak yang

memiliki hak kepemilikan atas barang

b. Lessee adalah peruahaan atau pihak pemakai barang yang bisa memiliki hak opsi

pada akhir perjanjian

c. Supplier adalah pihak penjual barang yang disewagunausahakan.

Masa sewa-guna-usaha ditetapkan sekurang-kurangnya :

- 2 (dua) tahun untuk barang modal Golongan I,

- 3 (tiga) tahun untuk barang modal Golongan II dan III, 

- 7 (tujuh) tahun untuk Golongan bangunan.

Tax Avoidance & Tax Evasion Page 14

Page 15: manajemen pajak (fix) (2)

Permodalan Leasing

Sesuai dengan PMK No. 84/PMK.012/2006 tanggal 29 September 2009 tentang Perusahaan

Pembiayaan. Jumlah modal disetor atau simpanan pokok dan simpanan wajib dalam rangka

pendirian perusahaan pembiayaan adalah :

a. Perusahaan swasta nasional atau perusahaan patungan sekurang-kurangnya sebesar Rp.

100 milyar

b. Koperasi sekurang-kurangnya sebesar Rp.50 milyar

Jenis-jenis Leasing

Dalam menjalankan kegiatan usahanya Perusahaan Leasing dapat digolongkan menjadi 3

jenis kelompok leasing yaitu :

a. Independent Leasing Company

Adalah jenis pembiayaan leasing dimana Lessor bebas menentukan pembelian barang

dari berbagai supplier yang kemudian di lease kepada pemakai.

b. Captive Lessor

Adalah jenis pembiayaan leasing dimana lessor memiliki supplier tersendiri yang

berperan sebagai perusahaan induk.Pihak pertama terdiri dari perusahaan induk dan anak

perusahaan dan pihak keduannya lesse sebagai pemakai barang.

c. Lesse Broker atau Packager

Adalah jenis pembiayaan leasing dimana Broker yang biasanya tidak memiliki

barang/peralatan

Harga Transfer

Istilah harga transfer berkaitan erat dengan harga transaksi barang, jasa, atau harta tak

berwujud antar perusahaan dalam suatu perusahaan multinasional. Harga transfer secara

pejoratif diartikan sebagai harga yang ditetapkan oleh perusahaan multinasional dengan maksud

untuk mengalokasikan penghasilan dari suatu perusahaan ke perusahaan lainnya pada negara

yang berbeda dalam perusahaan multinasional tersebut dengan tujuan menurunkan laba kena

pajak dinegara yang mempunyai tarif pajak tinggi dan mengalihkan labanya di negara lain yang

Tax Avoidance & Tax Evasion Page 15

Page 16: manajemen pajak (fix) (2)

tarif pajaknya rendah atau bahkan nol. Dampak dari harga transfer adalah harga yang terlalu

tinggi ataupun harga yang terlalu rendah.

Perusahaan Multinasional

Perusahaan multinasional adalah perusahaan yang beroperasi melewati lintas batas

antarnegara, yang terikat hubungan istimewa, baik karena penyertaan modal saham,

pengendalian manajemen atau penggunaan teknologi; dapat berupa anak perusahaan,cabang

perusahaan, agen, dan sebagainya, dengan berbagai tujuan, antara lain untuk memaksimalkan

laba setelah pajak.

Hubungan Istimewa

Di Indonesia, hubungan istimewa antarperusahaan diatur dalam pasal 18 ayat (3), (3a),

dan (4) Undang-Undang Pajak Penghasilan, yang menyatakan sebagai berikut:

a. Direktur Jenderal Pajak berwenang menentukan kembali besarnya penghasilan dan

pengurangan serta menentukan utang sebagai modal untuk menghitung besarnya

Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa

dengan Wajib Pajak lainnya sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak

dipengaruhi oleh hubungan istimewa.

b. Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan perjanjian dengan Wajib Pajak dan

bekerja sama dengan otoritas pajak negara lain untuk menentukan harga transaksi

antar pihka-pihak yang mempunyai hubungan istimewa, sebagaimana dimaksud

dalam ayat (4), yang berlaku selama suatu periode tertentu dan mengawasi

pelaksanaannya serta melakukan renegosiasi setelah periode tertentu tersebut

berakhir.

c. Hubungan istimewa sebagaimana dianggap ada, apabila:

1) Wajib Pajak mempunyai penyertaan modal baik langsung maupun tidak langsung

paling rendah 25% pada wajib pajak lain, atau hubungan antara wajib pajak

dengan penyertaan paling rendah 25 % pada dua wajib pajak atau lebih, demikian

pula hubungan antara dua wajib pajak atau lebih yang disebut terakhir.

2) Wajib pajak menguasai wajib pajak lainnya, antara dua atau lebih wajib pajak

berada dibawah penguasaan yang sama baik langsung maupun tidak langsung.

Tax Avoidance & Tax Evasion Page 16

Page 17: manajemen pajak (fix) (2)

3) Terdapat hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis

keturunan lurus dan/atau ke samping satu derajat.

Pengertian Harga Transfer dapat dibedakan menjadi dua, yaitu pengertian yang bersifat

netral dan pengertian yang bersifat pejoratif.

Beberapa pengertian yang bersifat netral yang dikemukakan oleh beberapa ahli:

a. Harga transfer adalah penentuan harga atau imbalan sehubungan dengan penyerahan

barang, jasa, atau pengalihan teknologi antarperusahaan yang mempunyai hubungan

istimewa. (Dr. Gunadi, M.Sc., Ak.)

b. Harga transfer adalah penentuan harga balas jasa suatu transaksi antar unit dalam

suatu perusahaan atau antarunit dalam suatu perusahaan atau antarperusahaan dalam

suatu grup.( Sophar Lumbantoruan)

Beberapa pengertian yang bersifat pejoratif yang dikemukakan oleh beberapa ahli:

a. Harga transfer adalah suatu rekayasa manipulasi harga secara sistematis dengan

maksud mengurangi laba artifisial, membuat seolah-olah perusahaan rugi,

menghindari pajak atau bea disuatu negara.( Dr. Gunadi, M.Sc., Ak.)

b. Harga transfer adalah suatu perbuatan pemberian harga faktur pada barang-barang

yang diserahkan antarbagian / cabang suatu perusahaan multinasional. (Prof. Dr.

Rochmat Soemitro, S.H.)

Tujuan Harga Transfer

a. Memaksimalkan penghasilan global.

b. Mengamankan posisi kompetitif anak/cabang perusahaan dan penetrasi pasar.

c. Mengevaluasi kinerja anak/cabang perusahaan mancanegara.

d. Menghindarkan pengendalian devisa.

e. Mengatrol kredibilitas asosiasi.

f. Mengurang risiko moneter.

g. Mengatur arus kas anak/cabang perusahaan yang memedai.

h. Membina hubungan baik dengan administrasi setempat.

i. Mengurangi beban pengenaan pajak dan bea masuk.

j. Mengurangi risiko pengambilalihan oleh pemerintah.

Tax Avoidance & Tax Evasion Page 17

Page 18: manajemen pajak (fix) (2)

Penentuan Harga Transfer

Menurut Matz dan Usry (Gunadi: 1994), ada empat dasar untuk penentuan harga transfer

yaitu:

1. Penentuan Harga Transfer Berdasarkan Biaya

Digunakan pada transfer antarperusahaan yang menggunakan konsep pusat

pertanggungjawaban biaya. Kinerja manajer diukur melalui pertanggungjawaban

mengenai pengendalian biaya. Sesuai dengan jenis perusahaan, transfer dapat

dilakukan secara vertical maupun horizontal. Pada transfer horizontal digunakan basis

biaya, sedangkan pada transfer vertikal manajer divisi bertanggung jawab atas

penghasilan, maka harga transfer termasuk elemen laba, dan akan mendekati harga

pasar. Harga transfer basis biaya dianut apabila harga pasar tak tersedia atau kurang

tepat.

2. Penentuan Harga Transfer Berdasarkan Harga Pasar

Dapat mengukur kinerja divisi serta sekaligus dapat merefleksikan keuntungan stiap

produk dan menstimulasi divisi untuk bekerja berbasis kompetisi. Basis ini baik untuk

digunakan bila pasar perantara cukup bersaing dan saling ketergantungan antarunit

adalah minimal.

3. Penentuan Harga Transfer Berdasarkan Negosiasi

Pengendalian keuntungan dan pemberian otoritas kepad unit dalam grup secara

memadai menghendaki adanya harga transfer secara negosiasi, dengan asumsi bahwa

kedudukan divisi-divisi tersebut berada dalam posisi tawar menawar yang sama.

4. Penentuan Harga Transfer Berdasarkan Arbitrase

Harga transfer berdasarkan interaksi kedua divisi dan pada tingkat yang dianggap

terbaik bagi kepentingan perusahaan tanpa adanya pemaksaan oleh salah satu divisi

mengenai keputusan akhir

Tax Avoidance & Tax Evasion Page 18

Page 19: manajemen pajak (fix) (2)

2.3 Hubungan Tax Avoidance dengan Perhitungan Biaya Penyusutan, Revaluasi, Sewa

Guna Usaha, dan Harga Transfer

Biaya Penyusutan

Aset Tetap Pt Mustika Ratu Tbk Dan Anak Perusahaan

Aktiva Tetap Harga Perolehan Umur Bangunan dan Prasarana Rp 29.089.783.322 20 Kendaraan Rp 16.260.205.636 8 Peralatan dan Perabot Kantor Rp 26.938.949.554 4 Mesin dan Peralatan pabrik Rp 12.376.131.909 4

Aset Tetap Pt Mustika Ratu Tbk Dan Anak Perusahaan

Non Bangunan : Metode Garis Lurus

Tahun PenyusutanFV Tingkat Bunga

7,5%Beban

PenyusutanAkum.

Penyusutan

2008Rp 2.032.525.705

Rp 3.372.060.022

Rp 421.507.503

Rp 421.507.503

2009Rp 2.032.525.705

Rp 3.136.800.021

Rp 392.100.003

Rp 813.607.505

2010Rp 2.032.525.705

Rp 2.917.953.508

Rp 364.744.188

Rp 1.178.351.694

2011Rp 2.032.525.705

Rp 2.714.375.356

Rp 339.296.919

Rp 1.517.648.613

2012Rp 2.032.525.705

Rp 2.525.000.331

Rp 315.625.041

Rp 1.833.273.655

2013Rp 2.032.525.705

Rp 2.348.837.517

Rp 293.604.690

Rp 2.126.878.344

2014Rp 2.032.525.705

Rp 2.184.965.132

Rp 273.120.642

Rp 2.399.998.986

2015Rp 2.032.525.705

Rp 2.032.525.705

Rp 254.065.713

Rp 2.654.064.699

Kendaraan (Garis Lurus), dengan harga Perolehan Rp 16.260.205.636

Tahun PenyusutanFV Tingkat Bunga

7,5%Beban

PenyusutanAkum.

Penyusutan

Tax Avoidance & Tax Evasion Page 19

Page 20: manajemen pajak (fix) (2)

2008Rp 3.367.368.694

Rp 4.183.271.606

Rp 1.045.817.901

Rp 1.045.817.901

2009Rp 3.367.368.694

Rp 3.891.415.447

Rp 972.853.862

Rp 2.018.671.763

2010Rp 3.367.368.694

Rp 3.619.921.246

Rp 904.980.337

Rp 2.923.652.100

2011Rp 3.367.368.694

Rp 3.367.368.694

Rp 841.842.174

Rp 3.765.494.273

Peralatan dan Perabot Kantor (Garis Lurus), dengan harga perolehan Rp 26.938.949.554

Tahun PenyusutanFV Tingkat Bunga

7,5%Beban

PenyusutanAkum.

Penyusutan

2008Rp

1.547.016.489Rp

1.921.853.749Rp

480.463.437Rp

480.463.437

2009Rp

1.547.016.489Rp

1.787.770.930Rp

446.942.732Rp

927.406.170

2010Rp

1.547.016.489Rp

1.663.042.725Rp

415.760.681Rp

1.343.166.851

2011Rp

1.547.016.489Rp

1.547.016.489Rp

841.842.174Rp

1.729.920.973Mesin dan Peralatan Pabrik (Garis Lurus), dengan harga Perolehan Rp 12.376.131.909

Aktiva Tetap Akumulasi PenyusutanKendaraan (Garis Lurus) Rp 2.654.064.699Peralatan dan Perabot Kantor (Garis Lurus) Rp 3.765.494.273Mesin dan Peralatan Pabrik (Garis Lurus) Rp 1.729.920.973Total Akumulasi Rp 8.149.479.946

Non Bangunan : Metode Saldo Menurun

Tahun PenyusutanFV Tingkat Bunga

7,5%Beban

PenyusutanAkum.

Penyusutan

2008Rp 8.130.102.818

Rp 13.488.240.089

Rp 3.372.060.022

Rp 3.372.060.022

2009Rp 4.065.051.409

Rp 6.273.600.041

Rp 1.568.400.010

Rp 4.940.460.033

2010 Rp Rp Rp Rp

Tax Avoidance & Tax Evasion Page 20

Page 21: manajemen pajak (fix) (2)

2.032.525.705 2.917.953.508 729.488.377 5.669.948.409

2011Rp 1.016.262.852

Rp 1.357.187.678

Rp 339.296.919

Rp 6.009.245.329

2012Rp 508.131.426

Rp 631.250.083

Rp 157.812.521

Rp 6.167.057.850

2013Rp 254.065.713

Rp 293.604.690

Rp 73.401.172

Rp 6.240.459.022

2014Rp 127.032.857

Rp 136.560.321

Rp 34.140.080

Rp 6.274.599.102

2015Rp 127.032.857

Rp 136.560.321

Rp 34.140.080

Rp 6.308.739.182

Kendaraan (Saldo Menurun), dengan harga Perolehan Rp 16.260.205.636

Tahun PenyusutanFV Tingkat Bunga

7,5%Beban

PenyusutanAkum.

Penyusutan

2008Rp 13.469.474.777

Rp 16.733.086.423

Rp 8.366.543.212

Rp 8.366.543.212

2009Rp 6.734.737.389

Rp 7.782.830.895

Rp 3.891.415.447

Rp 12.257.958.659

2010Rp 3.367.368.694

Rp 3.619.921.346

Rp 1.809.960.673

Rp 14.067.919.332

2011Rp 3.367.368.694

Rp 3.367.368.694

Rp 1.809.960.673

Rp 15.751.603.679

Peralatan dan Perabot Kantor (Saldo Menurun), dengan harga perolehan Rp 26.938.949.554

Mesin dan Peralatan Pabrik (Saldo Menurun), dengan harga Perolehan Rp 12.376.131.909

Tahun PenyusutanFV Tingkat Bunga

7,5%Beban

PenyusutanAkum.

Penyusutan

2008Rp 6.188.065.955

Rp 7.687.414.998

Rp 3.843.707.499

Rp 3.843.707.499

2009Rp 3.094.032.977

Rp 3.575.541.859

Rp 1.787.770.930

Rp 5.631.478.428

2010Rp 1.547.016.489

Rp 1.663.042.725

Rp 831.521.363

Rp 6.462.999.791

2011Rp 1.547.016.489

Rp 1.547.016.489

Rp 773.508.245

Rp 7.236.508.036

Tax Avoidance & Tax Evasion Page 21

Page 22: manajemen pajak (fix) (2)

Aktiva Tetap Akumulasi PenyusutanKendaraan (Saldo Menurun) Rp 6.308.739.182Peralatan dan Perabot Kantor (Saldo Menurun) Rp 15.751.603.679Mesin dan Peralatan Pabrik (Saldo Menurun) Rp 7.236.508.036Total Akumulasi Rp 29.296.850.897

Perbandingan Metode Saldo Menurun dan Garis LurusNon Bangunan : Metode Garis Lurus Non Bangunan : Metode Saldo Menurun Pengurangan PPh

Rp 8.149.479.946 Rp 29.296.850.897 Rp 21.147.370.952

Dilihat dari tabel di atas, secara FV tingkat bunga 7,5%, maka penggunaan metode saldo

menurun akan lebih menghemat pajak sebesar Rp 21.147.370.952,-

REVALUASI AKTIVA TETAP

Laba Perushaan Sebelum Revaluasi adalah dengan pengenaan tarif pajak Badan sebesar 28%.

Dengan demikian besarnya PPh Terhutang PT. Mustika Ratu sesuai dengan tarif pajak Pasal 17

ayat 1b adalah sebagai berikut :

PPh Terutang :

Rp 22,290,067,707 x 28% = Rp 6,241,218,958

Perencanaan pajak melalui revaluasi atau penilaian kembali aktiva tetap perusahaan, yang sesuai

dengan Surat Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor No. 79/PMK.03/2008

tentang Penilaian Kembali Aktiva Tetap Perusahaan untuk tujuan Perpajakan. Aktiva tetap

PT. Mustika Ratu.Tbk adalah berupa Bangunan, Kendaraan, Peralatan dan perabotan kanto,

Mesin dan peralatan pabrik.

Tabel Selisih Lebih Revaluasi Bangunan, Kendaraan, Peralatan dan perabotan kanto, Mesin dan

peralatan pabrik:

Aktiva

Tetap

Nilai Perolehan Akum.Penyusutan Nilai Buku Nilai Pasar Selisih Revaluasi PPh Final 10%

Bangunan Rp.29.089.783.322 (3.162.027.595) 25.927.755.727 31.230.790.590 Rp. 5.303.034.863 Rp. 530.303.486

Tax Avoidance & Tax Evasion Page 22

Page 23: manajemen pajak (fix) (2)

Tabel diatas menunjukkan selisih lebih revaluasi aktiva tetap atas Bangunan sebesar Rp.

5.303.034.863 merupakan selisih antara nilai pasar wajar aktiva tetap atas Bangunan,

sebesar Rp 31.230.790.590 dengan Nilai Buku Bangunan sebesar Rp. 25.927.755.727.

Selisih lebih revaluasi aktiva tetap tersebut dikenakan PPh Final sebesar 10 %, sehingga

perhitungan PPh Final atas revaluasi sebesar Rp. 3.861.261.093

Tabel Perbandingan Penyusutan sebelum dan sesudah revaluasi :

Dari tabel diatas terdapat kenaikan penyusutan sebesar Rp. 219.070.991. Kenaikan tersebut

mengurangi laba sebesar Rp 179.070.991 .

Jadi laba Perushaan Setelah Revaluasi adalah dengan pengenaan tarif pajak Badan sebesar

28% adalah sebagai berikut :

PPh Terutang :

Rp 22.110.996.716 x 28% = Rp 6.191.079.080

Tarif PPh Final :

10% x Rp. 5.303.034.863 = Rp. 530.303.486

Sehingga total pajak yang harus dibayar oleh perusahaan karena merevaluasi aktiva tetapnya yaitu sebesar PPh Final ditambah dengan PPh badan yaitu sebesar Rp 6,721,382,567

Tabel Perbandingan Pengenaan Pajak Sebelum Melakukan Dan Melakukan Revaluasi Aktiva

Tetap

Sebelum Melakukan Revaluasi Melakukan Revaluasi

Biaya PPh Final Revaluasi - Rp. 530.303.486

Laba Kena Pajak Rp 22,290,067,707 Rp 22.110.996.716

Beban Pajak Rp 6,241,218,958 Rp 6.191.079.080

Perbandingan tersebut menunjukkan akibat melakukan revaluasi aktiva tetap perusahaan

dikenakan PPh Final sebesar 10%. Besarnya biaya PPh Final Revaluasi aktiva tetap sebesar

Tax Avoidance & Tax Evasion Page 23

Page 24: manajemen pajak (fix) (2)

Rp. 530.303.486 dan laba operasi perusahaan mengalami penurunan sebesar Rp 179.070.991

serta terjadi penghematan beban pajak sebesar Rp 50,139,877 . Perusahaan melakukan

revaluasi terhadap aktivanya baru satu tahun, sebenarnya masih banyak penghematan pajak yang

bisa dinikmati perusahaan di tahun-tahun berikutnya sampai batas maksimal 5 tahun, serta total

pajak yang harus dibayar perusahaan dapat dikompensasikan di tahun berikutnya.

Sewa Guna Usaha

Tax Avoidance & Tax Evasion Page 24

Page 25: manajemen pajak (fix) (2)

Skedul Pembayaran Sewa Guna Usaha dan Nilai Tunai

Periode Angsuran Angsuran Bunga Angsuran Pokok Sisa Pinjaman Tingkat Diskon (%)

Nilai Tunai Biaya Sewa Guna Usaha

Rp. 2.611.786.746

Rp.1.432.828.591

Rp.1.178.958.155

Rp.5.333.899.078 1 Rp. 2.611.786.746

Rp. 2.611.786.746 Rp. 1.173.457.797

Rp. 1.438.328.949

Rp. 3.895.570.129 0,83 Rp. 2.167.782.999

Rp. 2.611.786.746 Rp. 857.025.428

Rp. 1.754.761.318

Rp. 2.140.808.811 0,694 Rp. 1.812.580.002

Rp. 2.611.786.746 Rp. 470.977.938

Rp.2.140.808.808 Rp. 3 0,58 Rp. 1.514.836.313

Rp. 10.447.146.984

Rp.3.934.289.755

Rp.6.512.857.229

Rp.8.106.986.059,58

Tax Avoidance & Tax Evasion Page 25

Page 26: manajemen pajak (fix) (2)

Harga Transfer

Perusahaan Uraian Normal Opsi 1 Opsi 2 Normal Opsi 1 Opsi 2

Tax Avoidance & Tax Evasion Page 26

Page 27: manajemen pajak (fix) (2)

Mustika Ratu IndonesiaPenjualan 10000 11000 8000 10000 11000 8000HPP 6000 6000 6000 6000 6000 6000Ph Neto 4000 5000 4000 4000 5000 2000PPh 20% 800 1000 400PPh 40% 1600 2000 800

Perusahaan Singapore (Independent) Uraian Normal Opsi 1 Opsi 2 Normal Opsi 1 Opsi 2

Penjualan 12000 12000 12000 12000 12000 12000HPP 10000 11000 8000 10000 11000 8000Ph Neto 2000 1000 4000 2000 1000 4000PPh 28% 560 280 1120 560 280 1120

Total Pajak 1360 1280 1520 2160 2280 1920

Berdasarkan Tabel ada dua kemungkinan yang bisa terjadi, yaitu:1. Jika tarif PPh Badan di Indonesia < di Singapore, harga jual ke anak perusahaan diupayakan

lebih mahal (Opsi A1) agar penghematan pajak bisa dioptimalkan.2. Jika tarif PPh Badan di Indonesia > di Singapore, harga jual ke anak perusahaan diupayakan

lebih murah (Opsi B2) agar penghematan pajak bisa dioptimalkan

Diasumsikan PT Mustika Ratu Melakukan Praktik Transfer Pricing pada perusahaan Multinasional (anak perusahaan)

Transfer Pricing melalui anak perusahaan

Perusahaan Induk di Indonesia

Anak Perusahaan di China

Anak Perusahaan Korea

Perusahaan Singapore (Independent)

Penjualan Rp11.507 $2 $4 $6Harga Pokok Penjualan Rp11.507 $1 $2 $4Laba 0 $1 $2 $2Tarif Pajak 30% 0% 0% 28%

Pajak Terhutang 0 0 $0 0,56

Pajak Terhutang senilai $0,56 x Rp 11.507= Rp6.443,92

Tax Avoidance & Tax Evasion Page 27

Page 28: manajemen pajak (fix) (2)

Tabel perbandingan Transfer Pricing langsung ke Perusahaan Independent.

Perusahaan Induk di Indonesia Tanpa Melakukan Transfer Pricing

Penjualan Rp11.507 $6

Harga Pokok Penjualan Rp11.507 $1

Laba 0 $5

Tarif Pajak 30% 30%

Pajak Terhutang 0 $1,5

Pajak Terhutang senilai $1,5 x Rp 11.507= Rp17.261

PPh yang dapat dihemat sebesar Rp 17.261-Rp6.443,92= Rp10.617,08

2.4 Kasus Tax Evasion

1.Penggelapan Pajak Provider IM3

 Contoh kasus yang kali ini akan dibahas adalah dugaan penggelapan pajak provider IM3,

Dengan cara memanipulasi Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai ( SPT Masa

PPN) ke kantor pajak untuk tahun buku Desember 2001 dan Desember 2002. Jika pajak masukan

lebih besar dari pajak keluaran, dapat direstitusi atau ditarik kembali. Karena itu, IM3 melakukan

restitusi sebesar Rp 65,7 miliar. 750 penanam modal asing (PMA) terindikasi tidak membayar

pajak dengan cara melaporkan rugi selama lima tahun terakhir secara berturut-turut. Dalam kasus

ini terungkap bahwa pihak manajemen berkonspirasi dengan para pejabat tinggi negara dan

otoritas terkait dalam melakukan penipuan akuntansi. Manajemen juga melakukan konspirasi

dengan auditor dari kantor akuntan publik dalam melakukan manipulasi laba yang

menguntungkan dirinya dan korporasi, sehingga merugikan banyak pihak dan pemerintah.

Kemungkinan telah terjadi mekanisme penyuapan (bribery) dalam kasus tersebut. Pihak

pemerintah dan DPR perlu segera membentuk tim auditor independen yang kompeten dan

kredibel untuk melakukan audit investigatif atau audit forensik untuk membedah laporan

keuangan dari 750 PMA yang tidak membayar pajak. Korporasi multinasional yang secara

Tax Avoidance & Tax Evasion Page 28

Page 29: manajemen pajak (fix) (2)

sengaja terbukti tidak memenuhi kewajiban ekonomi, hukum, dan sosialnya bisa dicabut izin

operasinya dan dilarang beroperasi di negara berkembang.

 Seperti hal-nya yang kita tahu bahwa provider seperti IM3 merupakan provider yang sangat

terkenal dan ternama, hingga saat ini meskipun sudah pernah terungkap masalah dugaan

penggelapan dana pajak provider tersebut masih menjadi provider favorit bagi beberapa

kalangan, seperti khalayak muda tentunya. Dalam kasus diatas IM3 menggelapkan pajak, dengan

cara para investor melakukan penipuan berupa pemalsuan laporan laba rugi dengan menyebutkan

bahwa perusahaan mengalami kerugian selama 5 tahun, dan seperti kita ketahui perusahaan yang

rugi tidak perlu membayar pajak pendapatan. Hal ini bisa terjadi karena adanya konspirasi

dengan para pejabat tinggi, dan mereka mau membantu tentu saja dengan adanya timbal balik

berupa jabatan di kursi pemerintahan, oleh karena itu kasus ini merupakan pelanggaran terhadap

etika politik, karena menggunakan kekuasaannya untuk melakukan penipuan.

2. Contoh kasus penunggakan pajak pada kelompok perusahaan Bakrie:

Saturday, 12 December 2009

JAKARTA-Di tengah adanya ketegangan hubungan antara Menkeu Sri Mulyani dan Aburizal

Bakrie, Dirjen Pajak menemukan dugaan pidana pajak di tiga perusahaan kelompok Bakrie. Tak

tanggung-tanggung, dugaan penyelewengan pajak lebih dari Rp2triliun.

Menurut Dirjen Pajak Mochamad Tjiptardjo, pengungkapan kasus ini sama sekali tidak terkait

perseteruan antara Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dengan bekas Menteri Koordinator

Kesejahteraan Sosial, Aburizal Bakrie, dalam kasus Bank Century. “Kami profesional di sini,

pisahkan dengan politik. Saya masuk duluan lho menangani wajib pajak ini. Saya masuk duluan

sebelum masalah ribut-ribut. Cuma saya aja orang baik, selama ini enggak ngomong-ngomong,

diam-diam. Lha, wong tidak ditanya,” kata Tjiptardjo usai solat Jumat di kantornya, Jumat

(11/12). Dia memastikan tak ada perintah khusus dari Menteri Keuangan dalam menangani kasus

pajak Grup Bakrie. “Jadi DJP (Direktorat Jenderal Pajak) itu bukan alat politik. DJP itu bekerja

secara professional melaksanakan undang-undang,”katanya. 

Seperti diketahui, Direktorat Jenderal Pajak mengungkapkan penelusuran dugaan pidana pajak

tiga perusahaan tambang batubara di bawah payung bisnis Grup Bakrie senilai kurang lebih Rp 2

Tax Avoidance & Tax Evasion Page 29

Page 30: manajemen pajak (fix) (2)

triliun. Tiga perusahaan tambang itu antara lain PT Kaltim Prima Coal (KPC), PT Bumi

Resource Tbk.,(BR) dan PT Aruitmin Indonesia. 

Ketiganya diduga melanggar pasal 39 Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan atau

terindikasi tak melaporkan Surat Pemberitahuan Tahunan secara benar. “Tekniknya bermacam-

macam, intinya tidak melaporkan penjualan sebenarnya, biayanya. Itu kan modusnya,” kata

Tjiptardjo.

Hingga saat ini Direktorat telah menetapkan status penyidikan pada kasus pajak KPC sejak

Maret 2009. Pada kasus Bumi, Direktorat baru menerbitkan Surat Perintah Penyidikan dan

segera akan melayangkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan kepada Kejaksaan

Agung. Adapun terhadap kasus Arutmin, Direktorat baru melakukan pemeriksaan bukti

permulaan. 

Sumber di Direktorat Jenderal Pajak mengungkapkan total kewajiban pajak tiga perusahaan

tambang milik Grup Bakrie yang kini sedang dalam penelusuran tim penyidik mencapai Rp 2,1

triliun. 

Sumber juga memaparkan, PT Kaltim Prima Coal diduga kurang membayar pajak Rp 1,5 triliun,

PT Bumi Resources Tbk sebesar Rp 376 miliar, dan PT Arutmin Indonesia sebesar US$ 30,9 juta

atau ekuivalen kurang lebih Rp 300 miliar. Hingga 30 November 2009, Direktorat Pajak telah

menerima pembayaran pajak dari KPC sebesar Rp 800 miliar dan dari Arutmin sebesar US$ 27,5

juta atau sekitar Rp 250 miliar. 

Tax Avoidance & Tax Evasion Page 30

Page 31: manajemen pajak (fix) (2)

BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Biaya Penyusutan

Perbandingan Metode Saldo Menurun dan Garis LurusNon Bangunan : Metode Garis Lurus Non Bangunan : Metode Saldo Menurun Pengurangan PPh

Rp 8.149.479.946 Rp 29.296.850.897 Rp 21.147.370.952

Jadi beban pajak yang bisa di hemat dari metode penyusutan adalah sebesar Rp. 21.147.370.952

Revaluasi Aktiva Tetap

Tabel Perbandingan Pengenaan Pajak Sebelum Melakukan Dan Melakukan Revaluasi Aktiva

Tetap

Sebelum Melakukan Revaluasi Melakukan Revaluasi

Biaya PPh Final Revaluasi - Rp. 530.303.486

Laba Kena Pajak Rp 22,290,067,707 Rp 22.110.996.716

Beban Pajak Rp 6,241,218,958 Rp 6.191.079.080

Tax Avoidance & Tax Evasion Page 31

Page 32: manajemen pajak (fix) (2)

Perbandingan tersebut menunjukkan akibat melakukan revaluasi aktiva tetap perusahaan

dikenakan PPh Final sebesar 10%. Besarnya biaya PPh Final Revaluasi aktiva tetap sebesar

Rp. 530.303.486 dan laba operasi perusahaan mengalami penurunan sebesar Rp

179.070.991serta terjadi penghematan beban pajak sebesar Rp 50,139,877

Sewa Guna Usaha

dari sewa guna usaha Rp.856.799.864 dan dari harga transfer sebesar Rp. Rp10.617,08 (dalam

jutaan) Jadi Total Penghematan pajak adalah Rp. 22.064.927.781

Metode yang digunakan untuk melakukan penghematan pajak termasuk kedalam tax avoidance

karena tidak terjadi pelanggaran dalam melakukan perhitungannya.

Tax Avoidance & Tax Evasion Page 32

Page 33: manajemen pajak (fix) (2)

DAFTAR PUSTAKA

Suandy, Erly.2011.Perecanaan Pajak.Jakarta: Salemba Empat.

Jurnal ISSN 2303-1174 PERENCANAAN PAJAK MELALUI METODE PENYUSUTAN

AKTIVA TETAP UNTUK MENGHITUNG PPH BADAN PADA PT. BANK SULUT

Oleh: Giantino A. Ratag Tahun 2013

http://aditarmizi.blogspot.com/2013/11/contoh-kasus-etika-profesional-topik.html

http://imahido-rochimawati.blogspot.com/2010/11/kasus-penyelewengan-pajak.html

Tax Avoidance & Tax Evasion Page 33