makalah susu (1)

22
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Susu merupakan bahan makanan yang bergizi tinggi karena mengandung zat-zat yang lengkap dan seimbang seperti protein, lemak, karbohidrat, mineral dan vitamin yang sangat dibutuhkan oleh manusia. Susu mudah mengalami kerusakan karena bernilai gizi tinggi sehingga mikroorganisme dapat dan berkembang apabila susu tidak diolah dengan baik. Mikroorganisme kontaminasi yang ada pada susu dapat mempengaruhi kesehatan konsumen. Susu yang tidak diolah dengan baik dapat mengakibatkan masa simpan yang singkat sehingga menyebabkan penurunan harga jual susu yang mempengaruhi pendapatan peternak. Kerusakan pada susu disebabkan oleh terbentuknya asam laktat sebagai hasil fermentasi lakosa oleh bakteri coli. Fermentasi bakteri ini juga dapat menyebabkan penyimpangan aroma. Cara yang dapat dilakukan untuk mencegah kontaminasi leh mikroorganisme dan menghambat pertumbuhan bakteri pada susu sehingga dapat disimpan lebih lama adalah dengan melakukan pemanasan (pasteurisasi) pada suhu tinggi maupun suhu rendah.

Upload: venitha-dwi-hertanti

Post on 17-Sep-2015

247 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Susu merupakan bahan makanan yang bergizi tinggi karena mengandung zat-zat yang lengkap dan seimbang seperti protein, lemak, karbohidrat, mineral dan vitamin yang sangat dibutuhkan oleh manusia. Susu mudah mengalami kerusakan karena bernilai gizi tinggi sehingga mikroorganisme dapat dan berkembang apabila susu tidak diolah dengan baik. Mikroorganisme kontaminasi yang ada pada susu dapat mempengaruhi kesehatan konsumen.

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Susu merupakan bahan makanan yang bergizi tinggi karena mengandung zat-zat yang lengkap dan seimbang seperti protein, lemak, karbohidrat, mineral dan vitamin yang sangat dibutuhkan oleh manusia. Susu mudah mengalami kerusakan karena bernilai gizi tinggi sehingga mikroorganisme dapat dan berkembang apabila susu tidak diolah dengan baik. Mikroorganisme kontaminasi yang ada pada susu dapat mempengaruhi kesehatan konsumen.

Susu yang tidak diolah dengan baik dapat mengakibatkan masa simpan yang singkat sehingga menyebabkan penurunan harga jual susu yang mempengaruhi pendapatan peternak. Kerusakan pada susu disebabkan oleh terbentuknya asam laktat sebagai hasil fermentasi lakosa oleh bakteri coli. Fermentasi bakteri ini juga dapat menyebabkan penyimpangan aroma. Cara yang dapat dilakukan untuk mencegah kontaminasi leh mikroorganisme dan menghambat pertumbuhan bakteri pada susu sehingga dapat disimpan lebih lama adalah dengan melakukan pemanasan (pasteurisasi) pada suhu tinggi maupun suhu rendah. Pemanasan dilakukan denga tujuan untuk membunuh bakteri pathogen dan meminimalisasi perkembangan bakteri lain.

Makalah ini bertujuan untuk mengetahui mengetahui pengaruh suhu dan lama pasteurisasi terhadap daya simpan dan kualitas air susu Friesian Holstein serta mengetahui suhu dan lama pasteurisasi untuk memperpanjang daya simpan dan mempertahankan kualitas air susu Friesian Holstein paling lama.1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana pengaruh lama pasteurisasi dan lama penyimpanan terhadap kualitas air susu sapi perah friesian holstein dan mengapa dapat mempengaruhi ?

1.3 Tujuan

Mengetahui pengaruh lama pasteurisasi dan lama penyimpanan terhadap kualitas air susu sapi perah friesian holstein.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penanganan Susu Pasca Pemerahan

Cara penanganan air susu sesudah pemerahan adalah sebagai berikut:1. Air susu hasil pemerahan harus segera dikeluarkan dari kandang untuk menjaga jangan sampai susu tersebut berbau sapi atau kandang. Keadaan ini penting terutama jika keadaan ventilasi kandang tidak baik.

2. Air susu tersebut disaring dengan saringan yang terbuat dari kapas atau kain putih dan bersih, susu tersebut disaring langsung dalam milk can. Segera setalah selesai penyaringan milk can tersebut ditutup rapat. Kain penyaring harus dicuci bersih dan digodok kemudian dijemur. Bila kain penyaring tersebut hendak dipakai kembali sebaiknya disetrika terlebih dahulu.

3. Tanpa menghiraukan banyaknya kuman yang telah ada, air susu perlu didinginkan secepat mungkin sesudah pemerahan dan penyaringan sekurang-kurangnya pada suhu 4C7C selama 2 atau 3 jam. Hal ini dilakukan untuk mencegah berkembangnya kuman yang terdapat didalam air susu.bila tidak mempunyai alat pendingin maka pendinginan tersebut dilakukan dengan menggunakan balok es, dalam hal ini milk can yang telah berisi susu dimasukkan kedalam bak yang berisi es balok dan ditutup rapat. Tanpa perlakuan penanganan, susu tidak dapat disimpan lebih dari 12 jam. Berdasarkan uji reduktase, penambahan H2O2 0,06%, air susu dapat disimpan selama 48 jam, sedangkan berdasarkan uji alkohol, susu dapat disimpan selama 24 jam. Susu masak dan susu kukus dapat disimpan selama 24 jam berdasarkan uji reduktase dan 12 jam berdasarkan uji alkohol (Ernawati, et al., 1986).

2.2 Cara Memperpanjang Masa Simpan Susu

Pengolahan susu secara sederhana merupakan salah satu penanganan lepas panen yang perlu dikembangkan karena untuk memperluas pemasaran susu sebagai usaha perbaikan gizi masyarakat disamping para peternak tidak terlalu tergantung pada Industri Pengolahan Susu. Penganekaragaman produk olahan susu sebagai salah satu upaya untuk mendapat nilai tambah produk susu. Produk susu olahan secara sederhana yang sudah dikembangkan diantaranya adalah susu pasteurisasi, yoghurt dan kefir.

2.2.1 Pasteurisasi

Pengolahan susu dengan cara pemanasan untuk mempertahankan mutu dan keamanan susu. Usaha ini adalah proses pembasmian bakteri patogen yang mungkin masih terdapat dalam air susu. Susu pasteurisasi merupakan bentuk lain dari susu segar dan sebagai usaha untuk memperpanjang daya tahannya. Pasteurisasi susu perlu dilakukan untuk mencegah pemindahan penyakit dan mencegah kerusakan selama enzimatis. Selama proses pasteurisasi, susu akan terus mengalami kontaminasi baik langsung maupun tidak langsung. Organisme dapat masuk pada saat pengemasan susu dengan daya virulensinya. Pembuatan susu pasteurisasi dapat dilakukan secara sederhana dengan memanaskan susu dalam kemasan plastik polyethylene (PE) dengan menggunakan dandang yang diisi air pada suhu 75C (Resnawati, 2012).

Pasteurisasi cara ini ternyata mampu menekan perkembangan jumlah bakteri hingga dapat mempertahankan kualitas sekaligus daya simpan susu sampai 8 hari dengan penyimpanan dalam lemari pendingin. UMIYASIH dan WIJONO (1990) melaporkan bahwa sterilisasi sederhana mampu mempertahankan kualitas susu sampai 48 jam dengan penyimpanan pada suhu kamar. Lama pemanasan berpengaruh nyata terhadap kadar kasein dan angka keasaman. Semakin lama proses penyimpanan kadar kasein cenderung menurun, tapi angka keasaman cenderung meningkat tinggi rendahnya angka keasaman susu antara lain disebabkan oleh banyak sedikitnya asam laktat yang merupakan hasil penguraian laktosa oleh bakteri dan aktivitas enzim yang terdapat dalam susu.2.3 Protein

Protein susu terdiri dari casein, laktalbumin dan laktoglobulin. Casein merupakan komponen terbesar dari protein susu yaitu sekitar 80 % dan bukan merupakan protein tunggal. Casein terdiri dari bermacam-macam protein yang dapat dipisahkan dan mempunyai sifat yang berbeda. Laktalbumin terdapat dalam jumlah yang sedikit lebih tinggi dari laktoglobulin dan sangat stabil terhadap panas (Sumuditha, 1989).

Menurut Ressang dan Nasution (1989) casein merupakan protein terpenting dalam susu yang terdapat dalam bentuk calsium caseinat. Casein mengandung semua asam-asam amino essensial, karena itu casein baik dalam susu maupun dalam produk olahan susu merupakan komponen yang penting. Lebih lanjut Buckle dkk. (1985), menambahkan bahwa protein susu terbagi atas dua kelompok utama yaitu; a) Casein yang dapat diendapkan oleh asam dan enzim renin; b) Protein whey yang dapat mengalami denaturasi oleh panas pada suhu 65 oC.

Casein merupakan bagian protein yang terbanyak dalam susu yang mempunyai sifat sangat peka terhadap perubahan keasaman sehingga dengan menurunnya pH susu sampai 4,8 akan menyebabkan casein tidak stabil dan terkoagulasi dan padatan yang terbentuk disebut susu asam (Sirait, 1984). Pengendapan casein mencerminkan adanya pengaruh asam terhadap protein. Perubahan keasaman pada produk fermentasi umumnya disebabkan adanya pengaruh laktosa sehingga terjadi penguraian protein. Casein sangat peka terhadap perubahan keasaman, sehingga semakin tinggi keasaman maka pH akan menurun (Murti dan Ciptadi, 1988).

Secara umum fermentasi susu asam dapat meningkatkan nilai biologis protein susu. Selanjutnya Purwadi (1995) mengatakan bahwa bakteri asam laktat mampu mendegradasi protein dalam fermentasi susu sehingga menghasilkan aroma yang spesifik.

Kemampuan memecah molekul protein dalam bahan pangan terbatas hanya pada beberapa spesies mikrobia yang dapat menghasilkan enzim proteolitik ekstraseluler. Akan tetapi, jenis-jenis mikrobia tersebut tidak selalu merupakan mikrobia yang dominan pada bahan pangan berprotein tinggi seperti daging dan ikan. Umumnya, spesies proteolitik ini yang berperan, kemudian dikalahkan oleh spesies lain yang tumbuh pada produk yang telah terdegradasi. Dengan demikian, tahap akhir kerusakan bahan pangan berprotein tinggi menjadi cukup kompleks, karena sebagian spesies mikrobia akan menggunakan produk hasil degradasi yang berbeda, misalnya berbagai macam asam amino yang dihasilkan (Supardi dan Sukamto, 1999).

2.4 Lemak

Lemak susu secara umum merupakan senyawa kimia yang masuk dalam kelompok ester yang tersusun atas asam-asam lemak dan gliserol. Sembilan puluh persen dari komponen lemak susu adalah asam-asam lemak yang terbagi atas asam-asam lemak tidak jenuh dan asam lemak jenuh. Asam lemak jenuh yang dominan dalam lemak susu secara berurutan adalah asam miristat, palmitat dan stearat dengan kisaran 7-11 persen, 25-29 persen dan 7-13 persen dari total asam lemak (Adnan, 1984).

Lemak di dalam susu dalam bentuk jutaan bola kecil yang bergaris tengah rata-rata 3 mikron (Buckle et al., 1987). Noor (2002) dan Rahman dkk. (1992) menjelaskan bahwa butiran-butiran atau yang disebut juga globula tersebar merata didalam susu sebagai emulsi lemak dalam air, dimana globula lemak berada dalam fase terdispersi. Setiap globula lemak dilapisi oleh lapisan tipis yang terdiri dari protein dan fosfolopida, terutama lesitin yang terdapat dalam jumlah kecil di dalam susu. Adanya lapisan ini yang menyebabkan globula lemak tidak dapat bergabung satu sama lain sehingga emulsi susu menjadi stabil. Kandungan lemak dalam susu nantinya dapat berpengaruh dalam pembentukan asam lemak dan pada akhirnya akan menciptakan citarasa yang khas (Legowo, 2002).

Pemecahan lemak (lipolisis) telah diyakini merupakan reaksi kimia penting dalam pengembangan cita rasa dalam pembuatan yogurt. Walaupun telah diketahui bahwa lipolisis dianggap reaksi biokimia penting dalam pengembangan rasa, tidak banyak publikasi yang menyangkut pemecahan lemak selama proses fermentasi. Lipolisis selama proses fermentasi susu diduga berpengaruh terhadap citarasa produk akhir karena akan menghasilkan asam lemak mudah terbang atau Volatile Fatty Acid (VFA). Menurut Simanjuntak dan Silalahi (2003) yang termasuk golongan VFA antara lain asam kaproat, asam kaprilat dan asam kaprat. Menurut Soeparno (1992) asam lemak tersebut termasuk golongan asam lemak mudah larut, sehingga berperan penting dalam pembentukan cita rasa produk olahan susu.

Ressang dan Nasution (1989) menambahkan lemak yang terdiri fosfolipit dan sterol, terdapat sekitar 3,7 persen dalam susu, dan dapat dipecah oleh bakteri menjadi asam lemak yang mudah menguap. Ansori dkk. (1992) menyatakan bahwa susu dengan kandungan lemak susu akan merangsang pertumbuhan bakteri dan pembentukan asam dibandingkan dengan susu yang kandungan lemaknya rendah. Hal ini disebabkan karena susu dengan kandungan lemak tinggi mengandung lebih banyak laktosa, protein dan mineral.

Buckle (1985) menambahkan bahwa kerusakan yang terjadi pada lemak susu menyebabkan adanya flavor yang menyimpang dalam produk-produk susu. Daulay (1990) berpendapat bahwa lemak pada susu berada sebagai suspensi encer dalam globula-globula kecil. Tabbada (1982) menambahkan bahwa lemak susu merupakan komponen yang paling penting pada susu. Lemak susu berbentuk butiran, tersebar di dalam susu sebagai emulsi lemak dalam medium air.

Lemak didefinisikan sebagai komponen bahan pangan yang tidak larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut-pelarut organik (Dedi dkk., 1991). Menurut Hadiwiyoto (1994) Lemak merupakan komponen susu yang penting, karena lemak dapat memberikan energi yang lebih besar dari pada protein maupun karbohidrat. Menurut Rahman dkk. (1992) Kadar lemak susu dalam yogurt berkisar 1,0 3,25 persen. Berdasarkan kandungan lemak dalam yogurt, maka yogurt dapat dibedakan dalam tiga kategori yaitu yogurt yang mengandung maksimum 3,25 persen lemak susu, yogurt dengan kadar lemak rendah bila mengandung lemak susu 0,5 2,0 persen dan yogurt tanpa lemak bila mengandung lemak susu kurang dari 0,5 persen. Susu dengan kandungan lemak tinggi akan merangsang pertumbuhan bakteri dan pembentukan asam dibandingkan dengan susu dengan kandungan lemaknya rendah. Hal ini disebabkan susu dengan kandungan lemak tinggi mengandung lebih banyak laktosa, protein dan mineral. Winarno (1993) menyatakan bahwa lemak susu khususnya trigliserida mengandung asam lemak jenuh yang tinggi kadarnya serta rendah dalam konsentrasi asam lemak tidak jenuh terutama linoleat dan linolenat.

Adanya lemak dalam bahan pangan memberi kesempatan bagi jasad renik lipolitik untuk tumbuh secara dominan. Keadaan ini mengakibatkan kerusakan lemak oleh mikroorganisme dan menghasilkan zat-zat yang disebut asam lemak bebas yang mempunyai bau dan rasa yang tengik. Ketengikan pada susu pada umumnya disebabkan secara dominan oleh Pseudomonas fragii dan P. Fluorensis dan khamir sejenis Candida lipolytica. Jenis-jenis mikroorganisme ini merusak lemak susu dan membebaskan asam-asam mudah menguap (volatil) seperti asam kaproat dan butirat. Candida lipolytica dapat tumbuh dipermukaan mentega (Supardi dan Sukanto, 1999).

2.5 Derajat Keasaman (pH)

Susu segar mempunyai pH 6,6 6,7 dan bila terjadi fermentasi spontan akibat aktivitas bakteri, pH susu dapat turun secara nyata sekitar 4 5. Sebaliknya pH susu dapat naik diatas 6,7 bila sapi menderita penyakit mastitis (Hadiwiyoto, 1994).

Gaman dan Sherington (1992) menyatakan bahwa jika susu menjadi asam karena menghasilkan asam laktat, maka pH susu menurun sehingga protein susu yaitu kasein akan terkoagulasi menjadi gumpalan-gumpalan koagulan yang makin lama makin banyak. Selama penyimpanan susu yang telah terfermentasi akan mengalami penurunan pH secara terus menerus.

Penyimpanan susu pada suhu yang lebih tinggi akan mempercepat penurunan pH susu (Rahman dkk., 1992). Buckle dkk. (1985) menyatakan bahwa suhu adalah salah satu faktor lingkungan terpenting yang mempengaruhi kehidupan dan pertumbuhan organisme. Suhu dapat mempengaruhi mikroorganisme dalam dua cara yang berlawanan apabila suhu naik, kecepatan akan metabolisme naik dan pertumbuhan dipercepat. Sebaliknya apabila suhu turun, kecepatan metabolisme juga turun dan pertumbuhan juga terhambat. Dan apabila suhu naik atau turun, tingkat pertumbuhan mungkin terhenti, komponen sel menjadi tidak aktif dan sel-sel dapat mati. (Felix)2.2Pembahasana.Uji Alkohol dan Uji Organoleptik

Prinsip dasar pada uji alkohol merupakan kestabilan sifat koloidal protein susu tergantung pada selubung atau mantel air yang menyelimuti butir-butir protein terutama kasein. Apabila susu dicampur dengan alkohol yang memiliki daya dehidratasi, maka protein akan berkoagulasi. Semakin tinggi derajat keasaman susu, semakin berkurang jumlah alkohol dengan kepekatan yang sama dibutuhkan untuk memecahkan susu yang sama banyaknya. Menurut Buckel et al. (1987) susu yang mengandung keasaman 0,21 % akan koagulasi dengan 70 % alkohol, sehingga apabila susu terkoagulasi dengan penambahan alcohol 70 % menunjukkan hasil positif. Alkohol mempunyai sifat menarik air sehingga apabila dicampur maka selubung air akan menyelimuti protein susu tidak stabil atau tidak stabilnya sifat koloidal tersebut, akibatnya protein akan terkoagulasi membentuk gumpalan gumpalan dan alkohol dinyatakan positif (Ressang & Nasution ; Foster et al . 1961). Uji alkohol dilakukan untuk mengetahui layak tidaknya susu untuk dikonsumsi.

Tabel 1. Pengaruh lama pasteurisasi dan lama simpan terhadap uji alkohol

Lama PasteurisasiLama SimpanPengulangan

123

10 menit0negatifnegatifnegatif

3negatifnegatifnegatif

6negatifnegatifnegatif

9negatifnegatifnegatif

12negatifnegatifnegatif

20 menit0negatifnegatifnegatif

3negatifnegatifnegatif

6negatifnegatifnegatif

9positifnegatifnegatif

12positifnegatifnegatif

30 menit0negatifnegatifnegatif

3negatifnegatifnegatif

6negatifnegatifnegatif

9positifpositifpositif

12positifpositifpositif

Hasil uji alkohol terhadap susu pada masing-masing perlakuan menunjukkan hasil yang negatif sampai pada penyimpanan hari ke 6. Pada pengamatan hari ke 9 sebagian perlakuan telah menunjukkan hasil positif. Keadaan ini menunjukkan bahwa susu telah mengalami penurunan pH akibat terjadinya perkembangan jumlah bakteri sehingga menyebabkan susu mulai asam yang akhirnya menjadi rusak. Hasil uji alkohol ini sejalan dengan hasil pengamatan organoleptik susu pada semua perlakuan menunjukkan hasil yang tidak berbeda dengan sifat organileptik susu segar, mempunyai bau spesifik susu segar dengan warna putih kekuningan sampai penyimpanan 6 hari, pada penyimpanan sampai 9 hari telah mulai terjadi perubahan rasa (pahit masam) dan bau (masam) dengan warna menjadi kuning keputihan. (Rexy)b.Uji Didih

Prinsip pada uji didih yaitu, susu yang memiliki kualitas yang tidak bagus akan pecah ataupun menggumpal bila melalui proses didih. Bila susu dalam keadaan asam menjadikan kestabilan kasein menurun, koagulasi kasein ini yang akan mengakibatkan pecahnya susu, tetapi apabila susu dalam keadaan baik maka hasil yang dapat dilihat dari uji didih adalah susu masih dalam keadaan homogen atau tidak pecah. . Uji didih menunjukkan hasil yang positif (kualitas susu tidak baik) bila terdapat gumpalan yang menempel pada dinding tabung reaksi, sedangkan hasil yang negatif tidak terlihatnya gumpalan susu pada dinding tabung reaksi. Uji didih merupakan uji lanjutan dari uji alkohol, dimana uji didih berperan dalam menentukan kualitas air susu. Jika uji alkohol positif tetapi uji didih negatif, maka air susu tersebut masih layak untuk di konsumsi.

Tabel 2. Pengaruh lama pasteurisasi dan lama simpan terhadap uji didihLama PasteurisasiLama SimpanPengulangan

123

10 menit0negatifnegatifnegatif

3negatifnegatifnegatif

6negatifnegatifnegatif

9negatifnegatifnegatif

12negatifnegatifnegatif

20 menit0negatifnegatifnegatif

3negatifnegatifnegatif

6negatifnegatifnegatif

9negatifnegatifnegatif

12negatifnegatifnegatif

30 menit0negatifnegatifnegatif

3negatifnegatifnegatif

6negatifnegatifnegatif

9negatifnegatifnegatif

12positifpositifpositif

Hasil penelitian menunjukkan, bahwa semua perlakuan sampai penyimpanan hari ke 9 adalah negatif dan pada penyimpanan hari ke 12 sebagian mulai menunjukkan hasil positif. Artinya susu pasteurisasi aman untuk dikonsumsi sampai penyimpanan hari ke 9. Hal ini didukung oleh data uji reduktase dan pH susu yang menyatakan bahwa setelah penyimpanan 9 hari kualitas air susu sudah mengalami penurunan. (Venitha)c.Uji Reduktase

Uji reduktase dilakukan dengan meneteskan metilen blue kedalam susu yang diuji. Pada saat diteteskan warna susu biasanya menjadi biru. Susu kemudian diinkubasi pada suhu 37C. Amati perubahan warna biru. Semakin cepat warna biru memudar kualitas susu semakin buruk. Susu segar yang masih baik waktu yang diperlukan oleh warna biru untuk memudar adalah lebih dari 30 menit.

Tabel 3. Pengaruh lama pasteurisasi dan lama simpan terhadap angka reduktase susuLama PasteurisasiLama SimpanPengulangantotalrata-rata

123

10 menit099.51028.59.5

38.58.510279

68.58925.58.5

96.577.5217

12455.514.54.833333

20 menit09910289.333333

3889.525.58.5

6888.524.58.166667

97.57.58.523.57.833333

125.57.57.520.56.833333

30 menit01099289.333333

3107.5926.58.833333

687.58.5248

967.58.5227.333333

120.5145.51.833333

total109110.5125344.5114.8333

rata-rata7.2666677.3666678.33333322.966677.655556

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa lama pasteurisasi tidak mempengaruhi kualitas air susu. Hal ini di karenakan bahwa pasteurisasi pada suhu 70 C sudah mampu untuk membunuh bakteri pathogen yang kemungkinan ada dalam susu. Perlakuan lama simpan berpengaruh sangat nyata terhadap kualitas susu (P