makalah stroke
DESCRIPTION
makalah strokeTRANSCRIPT
Proses Keperawatan pada Pasien dengan Stroke
Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas sistem neurobehaviour I
Disusun Oleh:
Yayat Fajar Hidayat 220110130113
Yuanita Wulansari 220110130135
Maya Atikasuri 220110130147
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Penyakit stroke merupakan salah satu penyakit yang menjadi momok menakutkan di
dunia, bayangkan saja hampir setiap tahunnya terjaadi peningkatan terkait terjadinya
serangan stroke di dunia. Di Amerika Serikat, stroke menjadi penyebab kematian yang
ketiga setelah penyakit jantung dan kanker. Diperkirakan ada 700.000 kasus stroke di
Amerika Serikat setiap tahunnya, dan 200.000 diantaranya dengan serangan berulang.
Menurut WHO, ada 15 juta populasi terserang stroke setiap tahun di seluruh dunia dan
terbanyak adalah usia tua dengan kematian rata-rata setiap 10 tahun antara 55 dan 85
tahun. (Goldstein,dkk 2006; Kollen,dkk 2006; Lyoyd-Jones dkk,2009).
Sementara itu, jumlah penderita stroke di Indonesia kini kian meningkat dari tahun ke
tahun. Sama halnya dengan di Amerika Serikat, stroke merupakan penyakit nomor tiga
yang mematikan setelah jantung dan kanker. Disamping itu, stroke juga merupakan
penyebab kecatatan. Sehingga keadaan tersebut menempatkan stroke sebagai masalah
kesehatan yang serius.
Rendahnya kesadaran akan faktor risiko stroke, kurang dikenalinya gejala stroke,
belum optimalnya pelayanan stroke dan ketaatan terhadap program terapi untuk
pencegahan stroke ulang yang rendah merupakan permasalahan yang muncul pada
pelayanan stroke di Indonesia. Keempat hal tersebut berkontribusi terhadap peningkatan
kejadian stroke baru, tingginya angka kematian akibat stroke, dan tingginya kejadian
stroke ulang di Indonesia (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2008).
1.2. Tujuan Penulisan
1.2.1. Tujuan Umum
Setelah diberikan peer teaching secara umum mahasiswa mampu menjelaskan
kembali proses keperawatan pada klien stroke.
1
1.2.2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu menjelaskan kembali definisi Stroke
b. Mahasiswa mampu menjelaskan kembali insidensiStroke
c. Mahasiswa mampu menjelaskan kembali etiologi Stroke
d. Mahasiswa mampu menjelaskan kembali manifestasi Stroke
e. Mahasiswa mampu menjelaskan kembali klasifikasi Stroke
f. Mahasiswa mampu menjelaskan kembali patofisiologi Stroke
g. Mahasiswa mampu menjelaskan kembali pemeriksaan penunjang Stroke
h. Mahasiswa mampu menjelaskan kembali penatalaksanaan Stroke
i. Mahasiswa mampu menjelaskan kembali komplikasiStroke
j. Mahasiswa mampu menjelaskan kembali asuhan keperawatan pada pasien
Stroke
2
BAB II
TINJAUAN TEORI
1.1. Definisi
Gangguan peredaran darah diotak (GPDO) atau dikenal dengan CVA (Cerebro
Vaskular Accident) adalah gangguan fungsi syaraf yang disebabkan oleh gangguan aliran
darah dalam otak yang dapat timbul secara mendadak (dalam beberapa detik) atau secara
cepat (dalam beberapa jam) dengan gejala atau tanda yang sesuai dengan daerah yang
terganggu.(Harsono,1996).
Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan
oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak sering ini adalah kulminasi penyakit
serebrovaskuler selama beberapa tahun. (Smeltzer C. Suzanne, 2002).
Stroke merupakan cedera otak yang berkaitan obstruksi aliran darah otak. Stroke
dapat menjadi akibat pembentukan trombus ke otak/ di suatu arteri serebrum, akibat
embolus yang mengalir ke otak dari tempat lain ke tubuh atau akibat perdarahan ke otak.
(Corwin,2001).
Stroke merupakan gangguan suplai oksigen ke sel-sel syaraf yang dapat disebabkan
oleh pecahnya atau lebih pembuluh darah yang memperdarahi otak dengan tiba-tiba
(Brunner dan Sudart, 2002).
1.2. Insidensi
WHO memperkirakan sekitar 15 juta orang terserang stroke setiap tahunnya. Stroke
merupakan penyebab kematian utama urutan kedua pada kelompok usia di atas 60 tahun,
dan urutan kelima penyebab kematian pada kelompok usia 15-59 tahun.
Di negara-negara maju, insidensi stroke cenderung mengalami penurunan setiap
tahunnya. Kondisi ini antara lain disebabkan oleh pembatasan peredaran rokok melalui
peningkatan bea cukai rokok, serta peningkatan kepatuhan penderita hipertensi
pengontrol tekanan darahnya. Meskipun demikian, prevalensi penderita stroke terus
bertambah seiring meningkatnya usia harapan hidup di negara maju.
Sementara itu di negara-negara miskin dan berkembang, seperti Indonesia, insidensi
stroke cenderung meningkat setiap tahunnya meskipun sulit mendapatkan data yang
3
akurat. Fenomena peningkatan insidensi stroke di negara miskin dan berkembang
disebabkan oleh beberapa alasan, di antaranya:
1. Minimnya akses dan pemanfaatan jaminan pelayanan kesehatan;
2. Rendahnya kepatuhan berobat secara teratur penderita penyakit kronis seperti
hipertensi, DM tipe 2, penyakit dan kelainan irama jantung, dll;
3. Pola hidup yang tidak sehat, seperti kebiasaan merokok, mongonsumsi alkohol,
maupun makanan cepat saji yang tinggi kadar kalori, garam, dan lemak yang
berdampak buruk bagi kesehatan;
4. Minimnya komunikasi, informasi dan edukasi mengenai stroke yang dilakukan
pemerintah dan institusi kesehatan bagi masyarakat;
5. Lemahnya kontrol pemerintah atas peredaran dan pembatasan usia merokok, yang
tercermindari masih rendahnya bea cukai tembakau.
(wahyu,2010)
1.3. Etiologi
Penyebab stroke antara lain:
1. Trombhosis cerebral (bekuan cairan darah di dalam pembuluh darah otak)
Trombosis akan menyebabkan iskemi pada jaringan otak yang dapat
menimbulkan oedema dan kongesti di sekitarnya. Trombosis biasanya terjadi pada
saat orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena
penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat
menyebabkan iskemi cerebral.
2. Embolisme cerebral ( bekuan darah atau material lain )
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan
darah, lemak, dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari trombus di jantung
yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral.
Keadaan yang dapat menyebabkan emboli:
a. Katup-katup jantung yang rusak akibat reumatik heart disease (RHD)
b. Myokard infark
c. Fibrilasi, keadaan aritema menyebabkan berbagai bentuk pengosongan
ventrikel sehingga darah terbentuk gumpalan kecil dan sewaktu-waktu
kosong sama sekali dengan mengeluarkan embolus-embolus kecil.
4
d. Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan terbentuknya
gumpalan-gumpalan pada endocardium.
3. Haemorhargi (perdarahan akibat pecahnya pembuluh darah otak)
Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam ruang
subarachnoid atau ke dalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi
karena atherosklerosis dan hypertensi. Akibat pecahnya pembuluh darah otak
menyebabkan perembesan darah ke dalam parenkim otak yang dapat
mengakibatkan penekanan, pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang
berdekatan, sehingga otak akan membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga
terjadi infark otak, oedema, dan mungkin herniasi otak
4. Iskemia (Penurunan aliran darah ke area otak)
1.4. Manifestasi Klinis
Gejala - gejala CVA muncul akibat daerah tertentu tak berfungsi yang disebabkan
oleh terganggunya aliran darah ke tempat tersebut. Gejala itu muncul bervariasi,
bergantung bagian otak yang terganggu.
1. Kehilangan motorik
Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan
kehilangan control volunteer terhadap gerakan motorik, karena neuron motor
atas melintas, gangguan control motor volunter pada salah satu sisi tubuh
dapat menunjukan kerusakan pada neuron motor atas pada sisi yang
berlawanan otak.
2. Kehilangan komukasi
Stroke adalah penyebab afasia paling umum;
a. Disartria (kesulitan berbicara)
b. Difasia/ Afasia (bicara defektif atau kehilangan bicara)
c. Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang
dipelajari sebelumnya)
3. Gangguan Persepsi
Ketidakmampuan untuk meninterpretasikan sensasi, stroke dapat
mengakibatkan disfungsi persepsi visual, gangguan dalam hubungan visual-
spasial dan kehilangan sensori.
4. Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologik
5
Bila kerusakan telah terjadi pada lobus frontal, mempelajari kapasitas,
memori atau fungsi intelektual kartikal yang lebih tinggi mungkin rusak.
5. Disfungsi Kandung kemih
Setelah stroke mungkin pasien mengalami inkontenesia urinarius sementara
karena konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan, dan
ketidakmampuan untuk menggunakan urinal karena kerusakan control
motorik dan postural. Kadang setelah stroke kandung kemih menjadi atonik
(Brunner dan Sudart, 2002).
Gejala-gejala tersebut antara lain bersifat:
1) Sementara
Timbul hanya sebentar selama beberapa menit sampai beberapa jam dan
hilang sendiri dengan atau tanpa pengobatan. Hal ini disebut Transient
ischemic attack (TIA). Serangan bisa muncul lagi dalam wujud sama,
memperberat atau malah menetap.
2) Sementara,namun lebih dari 24 jam
Gejala timbul lebih dari 24 jam dan ini dissebut reversible ischemic
neurologic defisit (RIND)
3) Gejala makin lama makin berat (progresif)
Hal ini desebabkan gangguan aliran darah makin lama makin berat yang
disebut progressing stroke atau stroke inevolution
4) Sudah menetap/permanent
(Harsono,1996)
1.5. Faktor Risiko
Ada beberapa faktor risiko stroke yang sering teridentifikasi, yaitu:
A. Hipertensi
Dapat menyebabkan oleh aterosklerosis atau sebaliknya. Proses ini dapat
menimbulkan pecahnya pembuluh darah atau timbulnya thrombus sehingga dapat
mengganggu aliran darah ke serebral.
B. Aneurisma pembuluh darah cerebral
Adanya kelainan pembuluh darah yakni berupa penebalan pada satu tempat
yang diikuti oleh penipisan dengan maneuver tertentu dapat menimbulkan
perdarahan.
6
C. Kelainan/ Penyakit jantung
Paling banyak dijumpai pada pasien post MCI, atrial fibrilasi dan endokarditis.
Kerusakan kerja jantung akan menurunkan cardiac output dan menurunkan aliran
darah ke otak. Disamping itudapat terjadi proses embolisasi yang bersumber pada
kelainan jantung dan pembuluh darah.
D. Diabetes Mellitus (DM)
Penderita DM berpotensi mengalami stroke karena 2 alasan, yaitu terjadinya
peningkatan viskositas darah sehingga memperlambat aliran darah khususnya
serebral dan adanya kelainan microvaskular sehingga berdampak juga terhadap
kelainan yang terjadi pada pembuluh darah serebral.
E. Usia lanjut
Pada usia lanjut terjadi proses klasifikasi pembuluh darah, termasuk pembuluh
darah otak.
F. Policitemia
Pada policitemia viskositas darah meningkat dan aliran darah menjadi lambat
sehingga perfusi otak menurun.
G. Peningkatan kolesterol (lipid total)
Kolesterol tubuh yang tinggi dapat menyebutkan aterosklerosis dan
terbentuknya embolus dari lemak
H. Obesitas
Pada obesitas dapat terjadi hipertensi dan peningkatan kadar kolesterol
sehingga dapat mengakibatkan gangguan pada pembuluh darah, salah satunya
pembuluh darah otak.
I. Perokok
Pada perokok akan timbul plaque pada pembuluh darah oleh nikotin sehingga
terjadi aterosklerosis
J. Kurang aktivitas fisik
Kurang aktivitas fisik dapat juga mengurangi kelenturan fisik termasuk
pembuluh darah otak.
(Brunner dan Sudart, 2002)
7
1.6. Patofisiologi
(Terlampir)
1.7. Klasifikasi
Berdasarkankan proses patologi dan gejala klinisnyastroke dapat diklasifikasikan
menjadi:
A. Stroke haemoragik
Terjadi perdarahan serebral dan mungkin juga perdarahan subarachnoid yang
disebabkan pecahnnya pembuluh darah otak. Umumnya terjadi pada saat
melakukan aktifitas, namun juga dapat terjadi pada saat istirahat. Keadaan
umumnya menurun dan penyebab yang paling banyak adalah akibat hipertensi
yang tidak terkontrol.
B. Stroke non haemoragik
Dapat berupa iskemia, emboli, spasme ataupun thrombus pembuluh darah
otak. Umumnya terjadi setelah beristirahat cukup lama atau bangun tidur. Tidak
terjadi perdarahan, kesadaran umum baik, dan terjado edema otak karena hipoksia
jaringan otak
Stroke non haemoragik dapat juga diklasifikasikan berdasarkan perjalanan
penyakitnya, yaitu:
a. TIA ( Trans Ischemic Attack)
Yaitu, gangguan neurologis sesaat, beberapa menit atau beberapa jam
saja gejala akan hilang sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.
b. RIND (Reversible Ischemic Neurologic)
Gangguan neurologis setempat yang akan hilang secara sempurna
dalam waktu 1 minggu dan maksimal 3 minggu.
c. Stroke in Evolution
Stroke yang masih terus berkembang dimana gangguan yang muncul
semakin berat dan bertambah buruk. Proses ini biasanya berjalan dalam
beberapa jam atau beberapa hari.
d. Complete Stroke
Gangguan neurologis yang timbul bersifat menetap atau permanen.
(Mahar marjono dan Priguna Sidharta,2006)
8
1.8. Pemeriksaan Penunjang
1. CT Scan : Memperlihatkan adanya edema , hematoma, iskemia dan adanya infark
2. Angiografi serebral : Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik
seperti perdarahan atau obstruksi arteri
3. Pungsi Lumbal
a. menunjukan adanya tekanan normal
b. tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukan adanya
perdarahan
4. MRI : Menunjukan daerah yang mengalami infark, hemoragik.
5. EEG : Memperlihatkan daerah lesi yang spesifik
6. Ultrasonografi Dopler : Mengidentifikasi penyakit arteriovena
7. Sinar X Tengkorak : Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal
(DoengesE, Marilynn,2000)
1.9. Penatalaksanaan
1. Diuretika : untuk menurunkan edema serebral.
2. Anti koagulan: Mencegah memberatnya trombosis dan embolisasi
(Smeltzer C. suzanne, 2002)
Penderita yang mengalami stroke dengan infark yang luas melibatkan
sebagian besar hemisfer dan disertai adanya hemiplagia kontra lateral
hemianopsia, selama stadium akut memerlukan penanganan terhadap ischemia
serebri adalah
1) Penanganan suportif imun
a. Pemeliharaan jalan nafas dan ventilasi yang adekuat.
b. Pemeliharaan volumme dan tekanan darah yang kuat.
c. Koreksi kelainan gangguan antara lain payah jantung atau aritmia.
2) Meningkatkan darah cerebral
a. Elevasi tekanan darah.
b. Intervensi bedah.
c. Ekspansi volume intra vaskuler.
d. Anti koagulan.
e. Pengontrolan tekanan intrakranial.
f. Obat anti edema serebri steroid.
9
g. Proteksi cerebral (barbitura)
Macam-macam obat yang digunakan:
a. Obat anti agregrasi trombosit (aspirasi)
b. Obat anti koagulasi: heparin
c. Obat trombolik(menghancurkan trombus)
d. Obat untuk edema otak (larutan manitol 20%, obat dexametason)
1.10. Komplikasi
1. Hipoksia serebral
Diminimalkan dengan memberi oksigenasi darah adekuat ke otak.
2. Penurunan darah serebral
Bergantungg pada tekanan darah, curah jantung, dan integritas pembuluh
darah serebral. Hidrasi adekuat (cairan intravena) harus menjamin viskositas dan
memperbaiki aliran darah serebral. Hipertensi atau hipotensi ekstrem perlu
dihindari untuk mencegah perubahan pada aliran darah serebral.
3. Luasnya area cedera
Hipertensi atau hippotensi ekstrem dapat mengabitkan perluasan area cedera.
1.11. Asuhan Keperawatan
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN STROKE
I. Identitas Pasien
Nama :
Nama merupakan identitas yang paling penting dalam pengkajian, agar tidak
terjadi kesalahan tindakan pada klien yang salah.
Umur :
Pada kasus stroke usia merupakan salah satu faktor risiko. Pada usia lanjut
terjadi proses klasifikasi pembuluh darah, termasuk pembuluh darah otak.
Alamat :
Alamat merupakan pengkajian yang dapat membantu kita untuk mengetahui
asal-usul klien.
10
Agama :
Dengan mengetahui agama kita dapat mengetahui kebiasaan dan batasan-
batasan yang dapat kita lakukan kepada klien.
Suku Bangsa :
Suku bangsa dapat dilkukan sebagai salah satu cara yang paling baik.
Diagnosa Penyakit :
Dengan mengetahui diagnosa penyakit maka kita akan mengetahui tindakan
apa yang akan diberikan kepada klien.
Tanggal Masuk :
Penting bagi kita untuk mengetahui kapan klien mulai dirawat di rumah skait
agar kita dapat mengukur sejauh mana kemajuan yang terjadi pada klien.
Tanggal Pengkajian :
Agar dapat diketahui apakah ada perkembangan hasil dari pengkajian yang
dilakukan sekarang dan yang akan dilakukan mendatang.
Nomor medikal record:
II. Riwayat Kesehatan
Keluhan Utama :
Dengan mengetahui keluhan utama klien maka kita sebagai tenaga kesehatan
dapat memutuskan tindakan pertama yang akan lebih dahulu dilakukan.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Selain keluhan utama kita juga perlu mengkaji keluhan-ke3luhan lain yang
dirasakan klien karena dengan mengathui itu semua kita akan mendapatkan diagnosa
dan tindakan apa yang akan dilakukan.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Penting bagi kita untuk mengetahui riwayat dahulu klien karena beberpa
penyakit merupakan faktor risiko dari penyakit stroke ini, seperti hipertensi, Diabetes
Melitus, Kelainan Jantung, Kolesterol, dan lain-lain.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Perlu juga dikaji apakah keluarga memiliki keluhan yang sama, apakah
terdapat keluarga yang juga mengidap penyakit yang merupakan faktor risiko bagi
penyakit stroke ini.
11
III. Aspek Biologis
Nutrisi
Lakukan pengkajian mengenai kebiasaan makan klien, karena kebiasaan
makan klien dapat menjadi salah satu faktor risiko pada penyakit stroke ini, misalnya :
kebiasaan memakan masakan yang mengandung banyak garam, santan, goreng-
gorengan, jeroan. Makanan-makanan tersebut dapat menyebabkan hipertensi, dan
lemak berlebih dalam darah. Selanjutnya perlu juga dikaji bagaimana nafsu makan
klien, agar kita dapat mengetahui kebiasaan klien sebelum dan sesudah klien sakit.
Cairan
Apakah klien memiliki ketergantungan pada obat-obat tertentu, riwayat
menggunakan narkoba, riwayat meminum minuman keras. Pada klien stroke biasanya
terdapat gangguan mobilisasi sehingga klien mengalami kesulitan dalam melakukan
kegiatan minum sendiri, oleh karena itu harus dipastikan klien cukup minum agar
tidak terjadi dehidrasi
Eliminasi
Biasanya pada klien stroke haemoragik terjadi konstipasi, karena adanya
gangguan dalam mobilisasi. Perlu dikaji juga bagaimana pola eliminasi BAK, mulai
dari warna, bau, jumlah, karena pada klien stroke mungkin mengalami inkotinensia
urine sementara. Pada klien stroke dapat terjadi ketidakmampuan
mengkomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk mengendalikan kandung
kemih karena kerusakan kontrol motorik dan postural.
IV. Keadaan Umum
Kesadaran
Nilai GCS
Tanda-tanda vital
Tekanan darah
Nadi
Respirasi rate
Berat Badan
Tinggi Badan
12
Pemeriksaan Fisik
Kepala : Terdapat trauma kepala, adanya hemato atau riwayat operasi.
Mata : Terdapat kekaburan (nervus II), gangguan mengangkat bola
mata (nervus III), gangguan dalam memutar bola mata (nervus
IV).
Hidung : Adanya gangguan pada penciuman akibat dari terganggunya
nurvus olfaktori (nervus I).
Dada : Inspeksi bentuk, Palpasi terdapat benjolan atau tidak, Perkusi
nyeri dan bunyi jantung lup-dup, Auskultasi nafas cepat dalam,
terdapat ronchi, suara jantung, murmur atau gallop.
Abdomen : Inspeksi bentuk tidak terdapat pembesaran, Auskultasi bising
usus, Perkusi apakah terdapat nyeri tekan
Ekstremitas : Pada pasien stroke haemoragik biasanya ditemukan hemiplegi
paralisa atau hemiparase, mengalami kelemahan otot dan perlu
juga dilakukan pengukuran kekuatan otot.
V. Analisa Data
tabel 1
No Data Etiologi Masalah Keperawatan
1. DS : Klien mengatakan
sulit bernapas, sesak
napas
DO :
a. Gangguan visual
b. Penurunan CO2
c. Takikardia
d. Gangguan Istirahat
e. Penurunan
kesadaran
f. Somnolen
g. Irritabilitas
h. Bingung
i. Dispnea, Perubahan
warna kulit
Penimbunan lemak dalam
darah
Lemak yang sudah
nekrotik menjadi kapur
Pembuluh darah menjadi
kaku
Pembuluh darah pecah
Kompresi jaringan otak
Herniasi
PTIK
Penekanan saluran
pernafasan
Gangguan pertukaran Gas
13
j. Hipoksemia dan
hiperkarbia
k. frekuensi, irama,
dan kedalaman
pernapasan
abnormal
l. sakit kepala saat
bangun tidur
m. diaforesis
n. pH darah arteri
abnormal
o. Mengorok/stridor
2. DS : Keluarga
mengatakan klien tidak
sadar
DO :
a. Perubahan tingkat
kesadaran
b. Gangguan atau
kehilangan memori
c. Defisit sensorik
d. Perubahan tanda
vital
e. Perubahan pola
istirahat
f. Kandung kemih
penuh
g. Gangguan berkemih
h. Nyeri akut atau
kronis
i. Demam
j. Mual
Penimbunan lemak dalam
darah
Lemak yang sudah
nekrotik menjadi kapur
Pembuluh darah menjadi
kaku
Pembuluh darah pecah
Proses metabolisme di
otak terganggu
Penurunan suplai darah
dan O2 ke otak
Ketidakefektifan Perfusi
Jaringan Serebral
14
k. Batuk
l. Perubahan refleks
m. Perubahan kekuatan
otot
n. Perubahan visual
o. Kejang
p. Pergerakan tidak
terkontrol
3. DS : Klien mengatakan
sulit bergerak
DO :
a. Kelemahan
b. Parestesia
c. Paralisis
d. Tidak mampu
e. Kerusakan
koordinasi
f. Keterbatasan
rentang gerak
g. Penurunan kekuatan
otot
Disfungsi N.XI
Penurunan fungsi motorik:
anggota gerak, dan
muskuloskeletal
Kelemahan pada satu atau
empat anggota gerak
Gangguan Mobilitas Fisik
4. DS : Kelurga
mengatakan klien sulit
berbicara
DO :
a. Disatria
b. Afasia
c. Kata-kata tidak
dimengerti
d. Tidak mampu
memahami bahasa
lisan dan tulisan
Kerusakan
neuroserebrospinal, N.VII,
N.IX, N.XII
Kontrol otot fasial dan oral
menjadi lemah
Kehilangan fungsi tonus
otot fasial dan oral
Ketidakmampuan
menyebut kata-kata atau
berbicara
Gangguan Komunikasi
Verbal
15
5. DS : Klien mengatakan
badan lumpuh sebagian
atau seluruhnya
DO :
a. Klien bedrest
b. Perubahan tanda
vital
c. Penurunan tingkat
kesadaran
d. Kerusakan anggota-
anggota gerak
Disfungsi N.XI
Penurunan fungsi motorik,
anggota gerak, dan
muskuloskeletal
Kegagalan emnggerakan
anggota tubuh
Defisit Perawatan Diri
6. DS : Klien mengatakan
mengalami kelumpuhan
anggota gerak
DO :
a. Hemiplegia
b. Klien dengan
bantuan atau
menggunakan alat
bantu
c. Berjalan lamban
Disfungsi N.VII, dan
disfungsi N.II
Penurunan fungsi
pendengaran dan
keseimbangan tubuh serta
penurunan penglihatan
Resiko Cedera
7. DS : Klien/keluarga
mengatakan klien sulit
menelan
DO :
a. Batuk saat menelan
b. Dispnea
c. Bingung
d. Penurunan PaCO2
Disfungsi N.X dan N.IX
Proses menelan tidak
efektif
refluks
Resiko Aspirasi
8. DS : Klien/Keluarga
mengatakan sulit
menelan
DO :
Disfungsi N.X dan N.IX
Proses menelan tidak
efektif
refluks
Gangguan Pemenuhan
Nutrisi Kurang Dari
Kebutuhan Tubuh
16
a. Klien menunjukan
ketidakadekuatan
nutrisi
b. Terjadi penurunan
BB 20% atau lebih
dari berat badan
ideal
c. Konjungtiva anemis
d. Hb abnormal
e. Sulit menelan
f. Lidah sulit
digerakan
disfagia
anoreksia
VI. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan perfusi
ventilasi dan perubahan membran alveolar-kapiler.
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan
tekanan intrakranial.
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neurovaskular.
4. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan sirkulasi.
5. Defisit perawatan diri berhubungan dengan paralisis, hemiparesis,
quadriplegia
VII. Rencana Tindakan Keperawatan
Tabel 2
No
.Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
1. Gangguan
atau
kerusakan
pertukaran
gas
berhubunga
Setelah dilakukan
intervensi selama
1x24 jam gangguan
pertukaran gas
teratasi, dengan
kriteria:
Istirahatkan klien dalam
posisi semifowler.
Posisi semifowler
membantu dalam
ekspansi otot-otot
pernapasan dengan
pengaruh gravitasi.
17
n dengan
ketidakseim
bangan
perfusi
ventilasi
dan
perubahan
membran
alveolar
kapiler
1. Klien akan
merasa nyaman
2. Klien
mengatakan
sesak berkurang
dan dapat
membandingka
n dengan
keadaan sesak
pada saat
serangan pada
waktu yang
berbeda
3. TD dalam batas
normal
4. Nadi dalam
batas normal
5. AGD dalam
batas normal
Pertahankan oksigenasi
NRM 8-10 menit
Obesrvasi tanda vital
tiap jam atau
melindungi respons
klien
Oksigen sangat
penting untuk reaksi
yang memelihara
suplai ATP.
kekurangan o2 pada
jaringan akan
menyebabkan lintasan
metabolisme yang
normal dengan akibat
terbentuknya asam
laktat (asidosis
metabolik) ini akan
bersama dengan
asidosis respiratorik
akan mengehentikan
metabolisme,
regenarisasi ATP akan
berhenti sehingga
tidak ada lagi sumber
energi yang terisi dan
terjadi kematian.
Normalnya tekanan
akan sama pada
berbagai posisi. Nadi
menandakan tekanan
dinding arteri,
Nadi>50x/mnt
menunjukkan
penurunan elastisitas
arteri,yang akan
menyebabkan
berkurangnya aliran
darah arteri dan
18
transport O2. tekanan
nadi 30x/menit
menandakan
insufisiensi sirkulasi
volume darah yang
mengakibatkan
kekurangan oksigen
ringan.
Suhu aksila normalnya
36,7oC.
Suhu tubuh
abnormal disebabkan
oleh mekanisme
pertahanan tubuh
yang menandakan
tubuh kehilangan
daya tahan atau
mekanisme
pengaturan suhu
tubuh yang buruk.
Sesak napas
merupakan suatu
bukti bahw tubuh
melakukan
mekanisme
kompensasi guna
mencoba membawa
O2 lebih banyak ke
jaringan. Sesak napas
pada penyakit paru
dan jantung
mengkhawatirkan
karena dapat timbul
19
Kolaborasi pemeriksaan
AGD
hipoksia
2. Ketidakefek
tifan perfusi
jaringan
serebral
berhubunga
n dengan
peningkatan
intrakranial
Setelah dilakukan
intervensi
keperawatan, klien
tidak menunjukan
peningkatan TIK
dengan kriteria:
1. Klien akan
mengatakan
tidak sakit
kepala dan
merasa nyaman
2. Mencegah
cedera
3. Peningkatan
Pengetahuan
pupil membaik
4. Tanda vital
dalam batas
normal GCS
dalam batas
normal
(E4,V5,M6)
Ubah posisi klien
secara bertahap
Atur posisi klien bedrest
Klien dengan
paraplegia berisiko
mengalami luka tekan
(dekubitus).
perubahan posisi
setiap 2 jam dan
melindungi respons
klien dapat mencegah
terjadinya luka tekan
akibat tekanan yang
lama karena jaringan
tersebut akan
kekurangan nutrisi dan
O2 yang dibawa oleh
darah
Bedrest bertujuan
mengurangi kerja fisik,
beban kerja jantung;
mengatasi keadaan
high output, yang
disebabkasn oleh
tiroksin, anemia, ber-
beri, dan lainnya.
Mengatasi keadaan
yang dapat
menyebabkan
demam, takikardia; 20
Jaga suasana tenang
Kurangi cahaya
ruangan
Tinggikan kepala
Hindari rangsangan oral
Angkat Kepala dengan
hati-hati
memperbaiki shunt
arterioventrikuler,
fistula AV, paten
duktus arteriolus, dan
yang merupakan
beban kerja jantung
Suasana tenang akan
memberikan rasa
nyaman pada klien
dan mencegah
ketegangan.
Cahaya merupakan
salah satu
rangsangan yang
berisiko terhadap
peningkatan TK
Membantu drainase
vena untuk
mengurangi,
kongesti
serebrovaskular
Rangsangan oral
beresiko
meningkatkan TIK
Tindakan yang kasar
beresiko terhadap
peniningkatan TIK
21
Awasi kecepatan tetesn
infus
Berikan makanan
menggunakan sonde
sesuai jadwal
Pasang pagar tempat
tidur
Hindari prosedur non-
esensial yang berulang
Pantau tanda dan gejala
peningkatan TIK
dengan cara:
a. Kaji respon
membuka mata
4 = spontan
3 = dengan perintah
2 = dengan nyeri
1 = tidak berespon
b. Kaji respon verbal
5 = bicara normal
4 = kalimat tidak
mengandung arti
Mencegah risiko
ketidakseimbangan
cairan
Mencegah
ketidakseimbngan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh dan
mempercepat proses
penyembuhan
Mencegah risiko
cedera jatuh dari
tempat tidur akibat
tidak sadar
Meminimalkan
peningkatan TIK
Fungsi kortikal dapat
dikaji dengan
mengevaluasi
pembukaan mata dan
respons motorik.
Tidak ada respons
menunjukkan
kerusakan
mesenfalon
22
*ransang nyeri
3 = hanya kata-kata
saja
2 = hanya bersuara
saja
1 = tidak ada suara
c. Kaji respon motorik
6 = dapat melakukan
semua perintah
*ransang nyeri
5 = melokalisasi
nyeri
4 = menghindari
nyeri
3 = fleksi
2 = ekstensi
1 = tidak berespon
Kaji respon pupil:
Pergerakan mata
konjugasi diatur oleh
saraf bagian korteks
dan batang
Periksa pupil dengan
senter
Kaji perubahan tanda
vital
Perubahan pupil
menunjukan tekanan
pada saraf
okulomotonus atau
optikus
Saraf kranial VI atau
saraf berhubungan
dengan abdusen,
mengatur dan
berhubungan dengan
abduksi mata. Saraf
kranial V atau saraf
trigeminus, juga
mengatur pergerakan
mata
23
Catat muntah, sakit
kepala (konstan,
letargi), gelisah
pernapasan yang kuat,
gerakan yang tidak
bertujuan, dan
perubahan fungsi
Perubahan tanda
vital menandakan
peningkatan TIK.
Perubahan nadi
dapat menunjukan
tekanan batang otak.
pada awalnya
melambat kemudian
untuk
mengompensasi
hipoksia pola
pernafasan beragam
melindungi
gangguan pada
berbagai lokasi.
Pernapasan Cheyne-
Stokes ( bertahap
diikuti bertahap,
periode apnea)
menunjukan
kerusakan kedua
hemisfer serebri,
mensaflon, dan pons
atas.
Pernapasan ataksia
(tidak teratur dengan
pernapasan dalam
dan dangkal)
menandakan
disfungsi medular.
Ketidakteraturan
pernapasan:
24
frekuensi melambat
dengan pemanjangan
periode apnea TD
dan pelebaran
tekanan nadi
merupakan tanda
awal yang
menunjukan
hipoksia
Muntah akibat dari
tekanan pada
medula. Perubahan
yang jelas (contoh
latergi, gelisah,
pernapasan yang
kuat, gerakan yang
tak bertujuan dan
perubahan fungsi
mental). Kompresi
pergerakan saraf,
TIK , dan nyeri.
Perubahan ini
merupakan indikasi
awal perubahan TIK
merangsang pusat
muntah diotak dan
mengejan yang dapat
mengakibatkan
manuver valsava.
3. Gangguan
atau
kerusakan
Klien akan
memiliki mobilitas
fisik maksimal
Kaji fungsi motorik dan
sensorik dengan
mengobservasi setiap
Lobus frontal dan
parietal berisi saraf-
saraf yang mengatur
25
mobilitas
fisik
berhubunga
n dengan
gangguan
neurovaskul
ar
yang dengan
kriteria:
1. Tidak ada
kontraktur otot
2. Tidak ada
ankilosis pada
sendi
3. Tidak terjadi
penyusutan otot
4. Efektif
pemakaian alat
ekstremitas secara
terpisah terhadap
kekuatan dan gerakan
normal, respon terhadap
rangsang
Ubah posisi klien setiap
2 jam
Lakukan latihan secara
teratur dan letakan
telapak kaki klien di
lantai saat duduk di
kursi atau papan
penyangga saat tidur di
tempat tidur
fungsi motorik dan
sensorik dan dapat
dipengaruhi oleh
iskemia atau
perubahan tekanan.
Mencegah terjadinya
luka tekan akibat tidur
terlalu lama pada satu
sisi sehingga jaringan
yang tertekan akan
kekurangan nutrisi
yang dibawa darah
melalui O2.
Jangan gunakan
bantal di bawah lutut
saat klien posisi
telentang karena
risiko terjadinya
hiperekstensi pada
lutut. Tetapi letakan
gulungan handuk
dalam jangka waktu
singkat.
Mencegah
deformitas dan
komplikasi seperti
footdrop.
26
Topang kaki saat
mengubah posisi
dengan meletakan
bantal di satu sisi
mebalikkan klien
Pada saat klien di tempat
tidur letakkan bantal di
ketiak di antara lengan
atas dan dinding dada
untuk mencegah abduksi
bahu dan letakan lengan
posisi berhubungan
dengan abduksi sekitar
60o
Jaga lengan dalam
posisi sedikit fleksi.
Letakan telapak tangan
di atas bantal lainnya
seperti posisi patung
Liberty dengan siku di
atas bahu dan
pergelangan tangan di
atas siku
Letakkan tangan dalam
posisi berfungsi dengan
jari-jari sedikit fleksi
dan ibu jari dalam
posisi berhubungan
Dapat terjadi
dislokasi panggul
jika meletakkan kaki
terkulai dan jatuh
serta mencegah
fleksi
Posisi ini
membidangi bahu
dalam berputar dan
mencegah edema
dan akibat fibrosis
Mencegah
kontraktur fleksi
Membantu kllien
hemiplegia latihan di
tempat tidur berarti
memberikan harapan
dan mempersiapkan
27
dengan abduksi.
Gunakan pegangan
berbentuk roll. lakukan
latihan pasif, jika jari
dan pergelangan
spastik, gunakan splint.
Lakukan latihan di
tempat tidur lakukan
latihan kaki sebanyak 5
kali kemudian
ditingkatkan secara
perlahan sebanyak 20
kali setiap kali latihan
Lakukan latihan
pergerakan sendi
(ROM) 4xsehari setelah
24 jam serangan stroke
jika sudah tidak
mendapat terapi
Bantu kllien duduk atau
turun dari tempat tidur
Gunakan kursi roda
bagi klien hemiplegia
aktivitas di
kemudian hari akan
perasaan optimis
sembuh
Klien hemiplegia
dapat belajar
menggunakan
kakinya yang
mengalami
kelumpuhan
Lengan dapat
menyebabkan nyeri
dan keterbatasan
pergerakan
berhubungan dengan
fibrosis sendi atau
subluduksasi
Klien hemiplegia
mempunyai
ketidakseimbangan
sehingga perlu
dibantu untuk
keselamatan dan
keamanan
Klien hemiplegia
perlu latihan untuk
28
belajar berpindah
tempat dengan cara
aman dari kursi
toilet, dan kursi roda
4. Kurang
perawatan
diri (mandi,
gigi,
berpakaian)
berhubunga
n dengan
paralisis
Setelah dilakukan
intervensi selama
1x24jam,
pemenuhan
kebersihan diri
mandi, gigi dan
mulut, berpakaian,
menyisir rambut
terpenuhi, dengan
kriteria:
1. Klien tampak
bersih dan rapi
2. Napas tidak
berbau
3. Kebutuhan
terpenuhi
Lakukan oral higine
Bantu klien mandi
Membersihkan
mulut dan gigi klien,
perawat dapat
menemukan
berbagai kelainan
seperti adanya gigi
palsu, karies gigi,
krusta, gusi
berdarah, bau aseton
sebagai ciri khas
penderita DM, serta
adanya tumor.
Temuan ini harus
dilaporkan perawat.
Kolonalisasi bakteri
pada kulit segera
dimulai setelah lahir,
walaupun
mikroorganisme
tersebut tidak
patogen, namun
berproduksi selama
20 menit, dan
menjadi ancaman
jika kulit tidak utuh.
Memandikan klien
merupakan salah
satu cara
29
Bantu klien mengganti
dan berpakaian
memperkecil infeksi
nasokomial, dengan
memandikan klien,
perawat akan
menemukan berbgai
kelainan pada kullit
seperti tanda lahir,
luka memar, kalus,
kulit pucat karena
dingin, kutil, bentuk
kuku, dekubitus,
ruam kulit, ulkus,
atau borok
Beberapa rumah
sakit menyediakan
pakaian khusus
untuk klien. Namun
ada yang tidak.
Klien harus
mengenakan pakaian
rumah sakit karena
dirawat dalam
keadaan emergensi,
tidak ada keluarga
yang mengurus
cucian pakaian,
menderita penyakit
menular, menderita
inkontinensia urine
atau akan
melaksanakan
tindakan
30
Bantu klien menyisir
rambut
Bantu klien mengganti
pengalas tempat tidur
pembedahan
Menyisir rambut
merupakan bentuk
fisioterapi, perlu
dilakukan perawatan
terutama pada klien
yang tidak berdaya
Merupakan salah
satu kebuutuhn
fisiologis manusia.
Klien yang tak
berdaya dapat
mengalami
inkontenansia BAB
dan BAK, sehingga
menimbulkan bau di
sekitarnya dan
infeksi kulit,
sehingga perawat
perlu memberikan
bantuan. Pengalas
tempat tidur yang
kotor merupakan
tempat berkembang
biaknya kuman
5. Gangguan
Komunikasi
verbal
berhubunga
n dengan
gangguan
Setelah dilakukan
intervensi
keperawatan, klien
akan dapat
berkomunikasi
secara efektif
Lakukan terapi bicara.
Kolaborasi dengan ahli
terapi bicara.
Gunakan petunjuk
terapi bicara(jika klien
tidak memahami bahasa
Komunikasi
membantu
meningkatkan proses
penyampaian dan
penerimaan bahasa.
Beberapa klien
31
sirkulasi
serebral
dengan kriteria
1. Klien
memahami dan
membutuhkan
komunikasi
2. Klien
menunjukkan
memahami
komunikasi
dengan orang
lain
3.
lisan, ulangi petunjuk
sederhana sampai
mereka mengerti) Klien
akan mendengar, bicara
pelan, dan jelas.
Gunakan komunikasi
nonverbal.
Jika klien tidak dapat
mengenal objek dengan
menyebut namanya,
berikan latihan
menerima imajinasi
kata.
Jika klien sulit mengerti
ekspresi verbal, berikan
latihan dengan
mengulangi kata 'kamu'
mulai dengan kata
sederhana dan
pemahaman.
Jika berjalan dengan
klien afasia, latihan
kalimat (lambat), dan
jarak (berikan waktu
klien merespon).
Bentuk klien afasia
berkomunikasi.
Berikan model seperti
berkomunikasi.
Dengarkan dan amati
secara saksam saat
berkomunikasi dengan
klien afasia. Coba
afasia perlu terapi
bicra sehingga perlu
dilakukan sedini
mungkin komunikasi
akan efektif. Klien
yang memahami
bahasa akan
merespon bahasa
atau pesan dari
komunikasi.
32
memahami untuk
mencegah.
Antisipasi kebutuhan
klien afasia, untuk
memahami perasaan tak
mampu berkomunikasi.
Jika berkomunikasi
dengan klien afasia
yang sulit dipahami,
berdiri dengan jarak 6
kki dan langsung
berhadapan dengan
klien. Langsung ke
topik pembicaraan dan
katakan ketika kamu
akan mengganti topik.
Jika kata-kata klien
kurang jelas, berikan
petunjuk sederhana dan
ulangi hingga klien
mengerti.
Jika klien menderita
afasia, sering lakukan
latihan dengan
menggunakan objek
untuk memudahkan
ingatan.
Jika klien menderita
afasia motorik, bantu
latihan dalam mencoba
mengulangi kata-kata
dan suara sesudah
perawat.
33
6. Ketidaksei
mbangan
nutrisi
kurang dari
kebutuhan
tubuh
berhubunga
n dengan
ketidakmam
puan
menelan
sekunder
terhadap
paralisis
Setelah dilakukan
intervensi
keperawatan nutrisi
terpenuhi
melindungi
kebutuhan tubuh,
dengan kriteria:
1. Klien
mengatakan
keinginan untuk
makan
2. Makanan yang
disediakan
sesuai
kebutuhan
nutrisi habis
3. Berat badan
dalam batas
maksimal
Kaji kebiasaan makan
klien
Catat jumlah makanan
yang dimakan
Kolaborasi dengan tim
gizi dan dokter untuk
penentuan kalori. Diet
melindungi dengan
penyebab stroke seperti
hipertensi, DM, dan
penyakit lainnya
Kebiasaan makan
klien akan
memengaruhi
keadaan nutrisinya
Makanan yang telah
disediakan
disesuaikan dengan
kebutuhan klien
Pemberian makanan
pada klien
disesuaikan dengan
kebutuhan nutrisi
dan diagnosis
penyakit.
Pemberian makan
disesuaikan usia,
jenis kelamin, BB
dan TB, aktivits,
suhu tubuh,
metabolik.
Kebutuhan
karbohidrat
disesuaikan dengan
kesanggupan tubuh
untuk
menggunakannya.
7. Risiko
aspirasi
berhubunga
n dengan
kehilangan
Setelah dilakukan
intervensi
keperawatan
selama 1x24jam
klien tidak
Kaji tanda aspirasi seperti
demam, bunyi crackles,
bunyi ronkhi, bingung,
penurunan PaO2 pada
AGD, memberikan makan
Klien dengan
hemiplegia
mengalami
kelemahan menelan
sehingga risiko
34
kemampuan
untuk
menelan
menunjukkan
tanda-tanda
aspirasi, dengan
kriteria:
1. Tidak tersedak
ketika makan
2. Tidak batuk
ketika makan
3. Tidak demam
4. Tidak ada
ronchi
5. Tidak ada
perubahan
warna kulit
dengan oral atau NGT
dengan senter pada
bagian pipi dengan
spatel, lemaskan otot,
lidah, ggunakan tisu
lembut di bawah
mandibula dan angkat
ujung idah dari belakang
Kaji perubahan warna
kulit seperti sianosis,
pucat
aspirasi
Jika terjadi aspirasi
klien akan
mengalami kesulitan
bernapas sehingga
terjadi gangguan
pertukaran gas yang
ditandai dengan
sesak napas,
sianosis, pucat.
8. Risiko
cedera atau
trauma
berhubunga
n dnegan
paralisis
Setelah dilakukan
intervensi
keperawatan
selama 7x24jam
klien tidak akan
mengalami trauma,
dengan kriteria:
1. Tidak jatuh
2. Tidak terdapat
luka bakar atau
luka lecet
Pasang pagar tempat
tidur
Gunakan cahaya yang
cukup
Pagar tempat tidur
melindungi klien
dengan hemiplegia
terjatuh dari tempat
tidur. Klien dengan
gangguan sensasi
risiko trauma
Gangguan visual
meningkatkan risiko
klien dengan
hemiplegia
mengalami trauma
35
Anjurkan klien berjalan
perlahan
Anjurkan periode
istirahat saat berjalan
Kaji adanya tanda
trauma pada kulit
BAB III
PENUTUP
36
3.1 Kesimpulan
Pada dasarnya, penyakit stroke biasanya tidak berdiri sendiri, biasanya ada penyakit
lain yang menyertai seperti gagal jantung, irama jantung yang tidak teratur, dan tekanan
darah tinggi. Setelah serangan stroke juga biasanya terjadi perubahan suasana hati
(terutama depresi), yang bisa diatasi dengan obat-obatan atau terapi psikis. Perawatan
pada pasien stroke tidak selamanya hanya dapat dilakukan dirumah sakit, karena
perawatan pada pasien stroke itu sendiri dapat dilakukan dirumah dengan pengetahuan
yang telah kita miliki dari pembelajaran tenaga kesehatan selama pasien dirumah sakit.
Pengetahuan akan perawatan yang benar itu juga sebagau factor keberhasilan seseorang
melatih pasien agar dapat kembali melakukan aktivitas secara mandiri. Penelitian
terakhir menunjukan bahwa diagnosa keperawatan utama pada pasien stroke
kemungkinan besar adalah gangguan pertukaran gas berhubungan dengan
ketidakseimbangan perfusi ventilasi dan perubahan membran alveolar-kapiler dengan
intervensi seperti: Istirahatkan klien dalam posisi semifowler, obesrvasi tanda vital tiap
jam atau melindungi respons klien, kolaborasi pemeriksaan AGD.
DAFTAR PUSTAKA
37
Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta:
EGC, 2002
Brunner & Suddarth, 2001, Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta: EGC
Carwin, J,E, 2001, Buku Saku Patofisiologi, Jakarta: EGC
Marilynn E, Doengoes, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Jakarta: EGC
Mardjono Mahar, Sidharta Priguna, 2006, Neurologi Klinis Dasar, Jakarta: PT. Dian Rakyat
Wahyu, Genis Ginanjar, 2010, Stroke Hanya Menyerang Orang Tua?, Yogyakarta: PT.
Bentang Pustaka
Batticaca, Fransisca B, 2008, Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan, Jakarta: Salemba Medika
38