makalah ph
DESCRIPTION
azscdfvdfvdTRANSCRIPT
MAKALAH
EPIDEMIOLOGI KLINIK : TERAPI
ii
iii
Pembimbing:
dr. Yuki Yunanda, M.Kes
Disusun Oleh:
Archanaa Samanthan
100100201
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
ILMU KEDOKTERAN PENCEGAHAN
ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS
FAKULTAS KEDOKTERAN USU
MEDAN
2015
i
Kata Pengantar
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa atas
berkat dan hidayah-Nya sehingga makalah ini dapat penulis selesaikan tepat pada
waktunya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada dr. Yuki Yunanda,
M.Kes selaku pembimbing atas masukan yang telah diberikan.
Pada kesempatan ini, penulis menyajikan makalah mengenai “Epidemiologi
Klinik: Terapi”. Adapun tujuan dari pembuatan tulisan ini adalah untuk
memenuhi persyaratan dalam mengikuti kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior di
Departemen IKM/IKP/IKK Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih belum sempurna, baik
dari segi materi maupun tata cara penulisannya. Oleh karena itu, dengan segala
kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi
perbaikan makalah ini. Atas bantuan dan segala dukungan dari berbagai pihak,
baik secara moral maupun spiritual, penulis ucapkan terima kasih. Semoga
makalah ini dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan
khususnya dalam bidang kesehatan.
Medan, 04 Mei 2015
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................. i
DAFTAR ISI ................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................ 1
1.1. Latar Belakang................................................................... 1
1.2. Tujuan................................................................................ 2
1.3. Manfaat.............................................................................. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................... 3
2.1 Epidemiologi Klinik........................................................... 3
2.2. Terapi ................................................................................ 3
BAB III KESIMPULAN............................................................................ 14
DAFTAR PUSTAKA
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Menurut WHO, epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari distribusi dan
penentuan status kesehatan atau kejadian pada populasi spesifik, dan aplikasi studi ini
untuk mencegah dan mengontrol masalah kesehatan.1
Epidemiologi klinik adalah ilmu yang mempelajari tentang prediksi seorang pasien
dengan menghitung peristiwa klinis pada pasien yang sama, menggunakan metode
ilmiah yang kuat pada studi sekelompok pasien untuk memastikan bahwa prediksi
adalah akurat. Tujuan epidemiologi klinik adalah untuk mengembangkan dan
mengaplikasi metode pengamatan klinik yang memberi kesimpulan yang valid
dengan mencegah kejadian systematic error dan peluang. Ini merupakan satu
pendekatan yang penting kepada klinisi dalam mendapatkan informasi untuk
membuat keputusan baik dalam pelayanan pasien.2
Terapi adalah apa yang dokter resepkan atau berikan kepada pasien yang
didiagnosa dengan sesuatu penyakit: tindakan bedah, medikamentosa, diet dan
olahraga.2
Setelah penyakit pasien telah ditetapkan, tentu saja yang diharapkan adalah
pertanyaan, "Apa yang bisa dilakukan tentang hal itu? Apakah ada pengobatan yang
dapat menyembuhkan penyakit?" maka dari itu diperlukan bukti yang digunakan
untuk memutuskan apakah terapi tersebut adalah efektif. 2
Biasanya jenis obat atau cara pengobatan akan diuji menggunakan suatu uji klinis.
Diharapkan hasilnya adalah pengobatan yang akan diuji memberikan hasil yang lebih
baik dibandingkan dengan pengobatan yang ada.3
1.2. Tujuan
2
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk lebih mengerti dan memahami
tentang epidemiologi klinik terutama terapi dan untuk memenuhi persyaratan dalam
mengikuti kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di Departemen Ilmu
Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera Utara.
1.3. Manfaat
Makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada penulis dan pembaca
khususnya yang terlibat dalam bidang medis dan masyarakat secara umumnya agar
dapat lebih mengetahui dan memahami lebih dalam mengenai epidemiologi klinik
terutama terapi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
2.1. Epidemiologi klinik
Epidemiologi adalah studi tentang distribusi penyakit dan determinan yang
mempengaruhi frekuensi penyakit pada kelompok manusia.4
Epidemiologi klinik merupakan ilmu yang berasal dari dua disiplin induk
kedokteran klinis dan epidemiologi. Disebut kedokteran klinis karena epidemiologi
klinik bertujuan membantu klinisi untuk membuat keputusan klinis dengan lebih baik
untuk pelayanan pasien, menyangkut diagnosis, kausa, prognosis, terapi, maupun
pencegahan. Epidemiologi klinik disebut epidemiologi karena semua prinsip, konsep,
dan metode yang digunakan untuk membuat keputusan klinis pasien diadopsi dari
prinsip, konsep dan metode kuantitatif epidemiologi populasi.5
Pusat perhatian dari epidemiologi klinis adalah:2
Definisi dari normalitas dan abnormalitas
Akurasi dari uji diagnosis
Perjalanan alami dan prognosis dari penyakit
Efektivitas dari pengobatan
Prevensi pada praktik klinis
2.2. Terapi
Terapi adalah apa yang dokter resepkan atau berikan kepada pasien yang
didiagnosa dengan sesuatu penyakit: tindakan bedah, medikamentosa, diet dan
olahraga. Ketika penyakit seorang pasien telah diketahui dan akan diharapkan apa
yang dapat dilakukan terhadap hal itu, apakah ada terapi yang dapat meningkatkan
hasil pengobatan. Penemuan terapi baru didapatkan dari adanya ide dan juga bukti
bahwa terapi itu dapat berguna.2
Ide atau hipotesis mengenai terapi dapat muncul dari hampir semua aktivitas
medis. Ide dapat berasal dari mekanisme seluler, pengamatan yang dilakukan oleh
klinisi, dan dari trial and error. Ide mengenai terapi, yang sering berkaitan dengan
pencegahan, berasal dari studi epidemiologi pada populasi.2
4
Uji hipotesis dilakukan dengan tujuan untuk membantu pengambilan keputusan
tentang suatu hipotesis yang diajukan dan untuk menentukan apakah ditolak atau
tidak ditolak suatu hubungan. Namun, berbagai kondisi seperti kebetulan
(coincidence), perbandingan salah (faulty comparisons), perubahan alamiah dalam
perjalanan penyakit dapat mengaburkan hubungan yang sebenarnya antara terapi dan
efek yang muncul.2
2.2.1. Studi Efek Terapi
Desain penelitian merupakan rancangan penelitian yang disusun sedemikian rupa
sehingga dapat menuntun peneliti untuk dapat memperoleh jawaban terhadap
pertanyaan penelitian. Terdapat 2 cara untuk menentukan efek dari suatu terapi, yaitu
dengan studi observasional dan studi eksperimental.2,3
Studi observasional adalah penelitian dimana peneliti hanya melakukan observasi
faktor prognostik yang merupakan hasil dari suatu terapi tanpa memberikan
intervensi pada variabel yang akan diteliti. Studi eksperimental adalah penelitian
dimana peneliti melakukan intervensi pada variabel sebab yang akan diteliti. Yang
dimaksud dalam intervensi dalam konteks ini adalah perlakuan yang dilaksanakan
oleh peneliti terhadap subyek penelitian, dan hasil perlakuan tersebut diamati, diukur,
dan dianalisis.2
Perlu dikemukakan bahwa desain penelitian yang satu tidak lebih unggul
daripada yang lain, karena desain yang dipilih berhubungan erat dengan tujuan dan
pertanyaan penelitian. Dengan kata lain, pemilihan desain bertujuan untuk
memperoleh jawaban atas pertanyaan penelitian dengan cara yang paling efisien dan
dengan hasil yang memuaskan.2,3
2.2.2. Uji Klinis Acak Terkontrol
Uji klinis merupakan penelitian eksperimental terencana yang dilakukan pada
manusia. Pada uji klinis dikenal uji klinis acak terkontrol yang merupakan baku emas
uji klinis.3 Uji klinis acak terkontrol adalah suatu disain studi dimana subyek
5
dialokasikan secara random dalam memperoleh perlakuan. Sebagai prinsipnya adalah
membandingkan antara kelompok perlakuan dengan kelompok pembanding.2
Gambar 2.1. Struktur Uji Klinis
Dalam arti sempit uji klinis merupakan proses pengembangan pengobatan baru.
Biasanya jenis obat dan cara pengobatan yang akan diuji diharapkan memberikan
hasil yang lebih baik dari pengobatan yang ada. Dalam hal ini ada 2 tahapan, yaitu:2,3
1. Tahapan 1:
Dilakukan penelitian laboratorium, yang disebut sebagai pra-klinis, yang
dilakukan in-vitro dengan menggunakan hewan coba. Hal ini bertujuan untuk
mengumpulkan informasi tentang aspek farmakologi dan toksikologi obat dalam
rangka mempersiapkan tahapan selanjutnya.
2. Tahapan 2:
Pada tahap ini manusia merupakan subyek penelitian. Tahap ini dibagi kedalam 4
fase, yaitu:
- Fase I : Bertujuan untuk meneliti keamanan serta toleransi pengobatan, biasanya
menyertakan 20-100 subyek penelitian. Dosis yang digunakan adalah dosis aman dan
tidak ada kontrol.
- Fase II : Bertujuan untuk menilai keamanan serta toleransi pengobatan yang paling
efektif, biasanya dilaksanakan dengan 100-200 subyek penelitian.
6
- Fase III : Bertujuan untuk mengevaluasi obat atau cara pengobatan baru dibanding
dengan pengobatan yang telah ada.
- Fase IV : Bertujuan untuk mengevaluasi obat yang telah dipakai dalam masyarakat
untuk jangka waktu yang relatif lama (5 tahun atau lebih). Fase ini penting untuk
mendeteksi efek samping obat yang timbul setelah lebih banyak pemakai.
a. Sampel
Sampel yang dimasukkan adalah pasien yang dapat menentukan sejauh mana hasil
dapat digeneralisasikan untuk pasien lain. Ada 3 jenis yang tidak dapat dijadikan
sampel yaitu mereka yang tidak memenuhi kriteria tertentu, mereka yang menolak
untuk berpartisipasi, dan mereka yang tidak berkooperasi dengan pelaksanaan
percobaan.2
7
Gambar 2.2. Sampel
b. Intervensi
Intervensi ini sendiri dapat dideskripsikan sebagai hubungan dari 3 karakteristik,
yaitu generalisasi, kompleksiti, dan kekuatan. Dalam hal ini generalisasi adalah dapat
digunakan dan diterapkan di praktek biasa. Kompleksiti adalah multifaktorial di
berbagai elemen. Dan kekuatan adalah terapi tersebut memiliki efektifisitas yang
tinggi .2
8
c. Grup pembanding
Nilai dari sebuah terapi hanya dapat diputuskan dengan membandingkan hasilnya
dengan kontrol. Pada penelitian ini kontrol dapat tidak diintervensi, observasi,
diberikan plasebo, dan menggunakan obat yang sudah digunakan.2
d. Pemberian terapi
Salah satu aspek yang sangat penting dalam uji klinis adalah randomisasi.
Randomisasi adalah proses menentukan subyek penelitian mana yang akan mendapat
perlakuan dan subyek mana yang merupakan kontrol, berdasarkan peluang. Tujuan
utama randomisasi adalah untuk mengurangi bias seleksi dan perancu, dengan
terbaginya secara seimbang variabel-variabel yang tidak diteliti pada kedua
kelompok.2,3
e. Pemantauan selama penelitian
Tidak semua pasien berpartisipasi sesuai dengan yang diharapkan. Banyak kendala
yang akan terjadi seperti kepatuhan pasien, kointervensi, dan juga pasien yang non-
responder. Banyak faktor yang mempengaruhi kepatuhan pasien, antara lain lamanya
observasi, sifat obat, biaya, penjelasan sebelum penelitian, sikap dan cara pendekatan
peneliti terhadap subyek, tingkat pendidikan, dan lain-lain. Maka dari itu diperlukan
penjelasan mengenai tujuan dan cara penelitian.2,3
Setelah dilakukan randomisasi, pasien dapat menerima beberapa intervensi selain
dari apa yang diberikan untuk penelitian, hal ini harus diberikan terhadap kedua
kelompok untuk menghidari terjadinya bias.
Dalam beberapa percobaan uji klinis, akan didapati pasien yang respon dan pasien
yang tidak respon (non-responder). Hal ini dapat diakibatkan oleh beberapa faktor
seperti karakteristik dari tingkat penyakit, dosis dan efek samping dari suatu obat,
ataupun adanya penyakit lain.2
f. Blinding
9
Selain bliding, istilah “masking” merupakan metafor yang lebih sesuai. Tujuan
dilakukannya blinding adalah menghindarkan bias, baik yang berasal dari peneliti,
subyek, atau evaluator. Karena bias dapat terjadi di berbagai bagian uji klinis, maka
ketersamaran juga harus diupayakan pada berbagai tahapan uji klinis, yakni waktu
randomisasi, pelaksanaan, pengukuran, dan evaluasi hasil.3
Salah satu teknik blinding yang sering dipakai adalah penggunan plasebo. Fungsi
dari plasebo ini adalah untuk menyingkirkan atau mengurangi bias, baik dari peneliti
ataupun subyek. Efek dari plasebo ini adalah perasaan mengalami suatu efek padahal
efek tersebut tidak ada.2,3
Ada 4 jenis blinding, yaitu :
- Uji klinis terbuka (open trial) dimana semua mengetahui obat yang diberikan,
desain ini dilakukan pada studi pendahuluan, yang akan dilanjutkan dengan uji klinis
acak tersamar ganda. Desain ini juga dipergunakan bila blinding tidak
memungkinkan.
- Single-blind artinya terdapat satu pihak yang tidak mengehatui terapi yang
diberikan. Biasanya subyek penelitian, tetapi dapat juga dokter yang mengobati,
walaupun ini lebih jarang. Bila dokter mengetahui obat yang diberikan, seperti halnya
pada uji klinis terbuka, dapat terjadi bias oleh karena peneliti cenderung memberikan
perhatian dan penilaian yang lebih baik pada kelompok perlakuan.
- Double-blind artinya baik subyek maupun peneliti tidak mengetahui pengobatan
yang diberikan. Prosedur ini akan mengurangi terjadinya berbagai bias, dan dianggap
sebagai baku emas untuk uji klinis.
- Triple-blind artinya ketiga pihak tidak menngetahui, yaitu subyek, peneliti, maupun
penilai. Tetapi biasanya dapat disebutkan dengan double-blind.
g. Penilaian outcomes
Ada beberapa pilihan dalam menentukan efek relatif dari 2 buah terapi, tetapi
menurut penelitian number needed to treat adalah yang paling relevan secara klinis.
Number needed to treat (NNT) adalah jumlah orang yang harus dirawat selama satu
10
periode untuk mencapai suatu hasil (pengobatan) atau untuk mencegah suatu
peristiwa atau suatu ukuran epidemiologis yang menandakan berapa pasien yang akan
memerlukan perawatan dengan suatu pengobatan untuk mengurangi jumlah kasus
yang digambarkan dengan satu titik akhir. NNT merupakan inversi dari Absolute Risk
Reduction (ARR). NNT merupakan rata-rata dari jumlah pasien yang dapat diterapi
dengan intervensi spesifik dengan satu hasil positif. Nilai sempurna yang diharapkan
adalah 1, dan nilai untuk pengobatan paling efektif adalah 2-4.
ARR adalah perbedaan resiko dari grup kontrol dan grup yang di terapi. ARR
merupakan salah satu cara untuk menentukan besarnya efek terapi yang diberikan.
RRR adalah merupakan persentase berkurangnya resiko pada yang diobati
dibandingkan dengan kontrol. RRR digunakan untuk mengukur bagaimana terapi
yang diberikan dapat mengurangi efek samping.
Gambar 2.3. Rumus NNR
h. Manajemen dan Eksplanatori Trial
Bergantung kepada tujuan akhir uji klinis, jenis penelitian ini dibagi menjadi 2,
yaitu:
- Uji klinis pragmatik : Pada uji ini peneliti semata-mata hanya ingin memperlihatkan
apakah terdapat perbedaan efek (tanpa ingin tahu sebabnya), dengan tujuan untuk
menerapkan hasil penelitan dalam tatalaksana pasien sehari-hari.
- Uji klinis eksplenatori : Pada uji ini ingin diketahui mengapa terjadi perbedaan efek.
Karenanya penelitian dilakukan dalam keadaan ideal. Peneliti harus berupaya
mencegah drop out, karena subyek yang keluar dari penelitian tidak diikut sertakan
dalam analisis. Cara ini lebih sering digunakan dalam srudi farmakodinamik, studi
hewan coba, atau studi laboratorium, yang mensyaratkan bahwa penelitian harus
dilaksanakan dalam keadaan yang dibuat ideal, bukan keadaan keseharian.
11
Gambar 2.4. Manajemen dan Eksplanatori Trial
i. Effikasi dan Efektifitas
Sebuah hasil penelitian dinilai dengan dua buah pertanyaan, apakah suatu terapi itu
dapat bekerja secara optimal pada keadaan sehari-hari, jawaban yang paling tepat
untuk menilainya adalah effikasi dan efektifitas.
Pertanyaan apakah suatu terapi dapat bekerja atau suatu terapi yang dapat
menimbulkan hasil yang diinginkan pada yang menerimanya adalah effikasi. Effikasi
dapat didapatkan dengan merestriksi partisipan dari penelitian yang dapat bekerja
sama sepenuhnya dengan saran-saran medis yang diberikan.
Terapi yang efektif didapatkan apabila terapi tersebut lebih banyak menimbulkan
efek yang baik daripada efek yang buruk pada yang menerimanya. Efektifikasi
didapatkan dengan menawarkan suatu terapi pada pasien dan pasien berhak untuk
memilih atau tidak sesuai dengan keadaan mereka. Apabila terapi didapatkan tidak
efektif, itu bisa disebabkan karena rendahnya effikasi atau karena sedikitnya pasien
yang menerima atau keduanya.
12
2.2.2. Kelebihan dan Kekurangan Uji Klinis
Kelebihan dalam uji klinis acak terkontrol:3
1. Dengan dilakukan randomisasi maka faktor bias dapat dikontrol secara efektif,
oleh karena faktor confounding akan terbagi seimbang di antara kedua
kelompok subyek.
2. Kriteria inklusi, intervensi dan outcome telah ditentukan terlebih dahulu.
3. Dari segi statistika akan lebih efektif, oleh karena jumlah kelompok perlakuan
dan kontrol sebanding, dan kekuatan statistika tinggi.
4. Uji klinis secara teori sangat menguntungkan oleh karena banyak metode
statistika harus berdasarkan pemilihan subyek secara random.
5. Kelompok subyek merupakan kelompok sebanding sehingga intervensi dari
luar setelah randomisasi tidak banyak berpengaruh terhadap hasil penelitian
selama intervensi tersebut mengenai kedua kelompok subyek.
Kekurangan dalam uji klinis acak terkontrol:3
1. Desain dan pelaksanaan uji klinis kompleks dan mahal.
2. Uji klinis mungkin harus dilakukan dengan seleksi tertentu hingga tidak
representatif terhadapt populasi terjangkau atau populasi target.
3. Uji klinis paling sering dihadapkan masalah etik, misalnya apakah etis bila kita
memberikan pengobatan pada kelompok perlakuan namun tidak mengobati
kelompok kontrol.
4. Kadang-kadang uji klinis sangat tidak parktis.
13
BAB III
KESIMPULAN
1. Ide-ide mengenai terapi yang baik dan bermanfaat harus diikutsertakan dalam uji
klinis sebelum digunakan sebagai dasar pilihan terapi.
2. Terdapat dua cara untuk mengetahui efek dari suatu terapi, yaitu studi
observasional dan studi eksperimental.
3. Uji klinis acak terkontrol yang merupakan baku emas uji klinis.
4. Kelompok pembanding dapat berupa kelompok tanpa intervensi, hanya
dilakukan observasi, mendapat terapi placebo, dan dengan terapi biasnya.
5. Cara yang paling baik untuk menempatkan pasien-pasien ke kelompok yang
diberikan intervensi adalah dengan cara randomisasiuntuk menyamankan
perjalanan alamiah antara kelompok terapi dan kelompok kontrol.
6. Beberapa kendala yang terjadi terkait dengan kepatuhan pasien, kointervensi, dan
juga penentuan pasien yang non-responder.
7. Blinding pada uji klinis dilakukan untuk meminimalisasi bias.
14
8. Hasil dari uji kontrol acak dapat disimpulkan menggunakan uji manejeman atau
uji klinis eksplanatori.
DAFTAR PUSTAKA
1.Bonita R, Beaglehole R, Kjellstrom T. Basic Epidemiology. 2nd ed.: World Health Organization; 2006.
2. Fletcher RH, Fletcher SW. Clinical Epidemiology: The Essentials. 4th ed. Lippincott: Williams & Wilkins; 2005.
3.Sudigdo Sastroasmoro. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Edisi ke-4. Jakarta, Sagung Seto; 2011.
4.Eko Budiarto. Pengantar Epidemiologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2003.
5.Bhisma Murti. Pengantar Evidence-Based Medicine. Yogyakarta: GadjahMada University Press; 2005.