makalah perpajakan

Download Makalah perpajakan

If you can't read please download the document

Upload: iffa-tabahati

Post on 12-Jun-2015

3.303 views

Category:

Documents


18 download

TRANSCRIPT

1. PENDAHULUAN Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) merupakan jenis pajak objektif yang mulai berlaku sejak Januari 1986 berdasarkan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1994. Jenis pajak ini bukanlah tergolong jenis pajak baru karena pada dasarnya terdapat jenis pajak yang memiliki kesesuaian dengan PBB yang telah lama dikenal dan dikenakan jauh sebelum diundangkannya Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985. Secara umum latar belakang sejarah ke-PBB-an terbagi menjadi tiga bagian yaitu masa sebelum penjajahan, masa penjajahan, dan masa kemerdekaan. Pada masa sebelum penjajahan, pajak atas tanah telah dikenal sejak zaman kerajaan-kerajaan Hindu berkuasa di Nusantara dengan nama drwyahaji. Salah satu kerajaan besar di masa lalu, Mataram, dalam sejarah disebutkan telah menerapkan tanah pertanian sebagai objek pajak. Saat itu pajaknya dipungut berdasarkan luas tanah. Selain di Jawa, di kerajaan Aceh dikenal pula pungutan atas tanah ladang yang dikenal dengan istilah wase tanah disamping pungutan-pungutan lainnya. Pada masa penjajahan, dikenal adanya jenis pajak bumi yang disebut Land Rent. Jenis pajak ini diperkenalkan oleh Sir Stanford Rafles, seorang Gubernur Jenderal Inggris di Indonesia pada tahun 1811 sampai dengan tahun 1816. Land Rent dikenakan terhadap semua jenis tanah produktif dan wajib pajaknya adalah desa (kepala desa) bukan perseorangan, karena para kepala desa dianggap sebagai penyewa yang harus membayar sewa tanah. Besarnya tarif Land Rent bervariasi antara 20% hingga 50% dari hasil produksi pertanian tergantung pada jenis produksinya. Pada masa penjajahan Belanda (1816) pemungutan Land Rent tetap dipertahankan dengan mengganti namanya menjadi Landrente dan besarnya tarif juga diubah menjadi 20% dari produksi pertanian. Selanjutnya pada masa pemerintahan Jepang di Indonesia (1942-1945), nama Land Rent atau Landrente diubah menjadi 1 2. Land Tax. Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, nama Land Tax atau pajak tanah disebut dengan Pajak Bumi dan pada tahun 1951 sampai dengan 1959 nama jawatan pengelola Pajak Bumi tersebut adalah Jawatan Pendaftaran Tanah Milik Indonesia (PTMI) yang mempunyai tugas mendaftar dan mengeluarkan surat pendaftaran sementara bagi tanah-tanah milik yang terdaftar. Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 11 Prp Tahun 1959 tentang Pajak Hasil Bumi, terhadap tanah yang tunduk kepada hukum adat dipungut pajak yang dikenal sebagai Iuran Pembangunan Daerah (Ipeda). Selain Ipeda, pada masa itu dipungut pula 6 (enam) pajak kekayaan dan pungutan lain atas tanah dan bangunan yang menimbulkan tumpan tindih antara satu pajak dengan pajak lainnya dan menyebabkan adanya beban pajak berganda bagi masyarakat. Dengan adanya reformasi perpajakan pertama yang dimulai pada tahun 1983, antara lain dengan penyederhanaan jumlah dan jenis pajak atas tanah dan bangunan melalui pengundangan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985, maka 7 (tujuh) jenis pajak kebendaan dan kekayaan atas tanah dan bangunan disederhanakan mejadi Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). 2 3. PEMBAHASAN A. Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah Pajak Negara yang dikenakan terhadap bumi dan atau bangunan berdasarkan Undang-undang nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang nomor 12 Tahun 1994. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah pajak yang bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak terutang ditentukan oleh keadaan objek yaitu bumi, tanah dan atau bangunan. Keadaan subyek (siapa yang membayar) tidak ikut menentukan besarnya pajak. B. Obyek Pajak Bumi dan Bangunan Sebagaimana tercantum dalam UU PBB yang menjadi obyek pajak bumi dan bangunan adalah bumi dan bangunan (pasal 2). Bumi adalah permukaan bumi yang ada dibawahnya (pasal 1 ayat 1), meliputi tanah dan perairan pedalaman serta laut wilayah Indonesia. Sedangkan, bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau diletakkan secara tetap pada tanah atau perairan (pasal 1 ayat 2). Contoh dari bangunan adalah rumah tempat tinggal, bangunan tempat usaha, gedung bertingkat, pusat perbelanjaan, emplasemen, pagar mewah, dermaga, taman mewah, fasilitas lain yang memberi manfaat, jalan tol, kolam renang, anjungan minyak lepas pantai, dan lain-lain. Objek pajak yang dikecualikan dan tidak dikenakan PBB menurut pasal 3 UU PBB adalah sebagai berikut: a) Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum dibidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan, seperti mesjid, gereja, rumah sakit pemerintah, sekolah, panti asuhan, candi, dan lain-lain, 3 4. b) Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala atau yang sejenis dengan itu. c) Merupakan hutan lindung, suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum dibebani suatu hak. d) Digunakan oleh perwakilan diplomatik berdasarkan asas perlakuan timbal balik. e) Digunakan oleh badan dan perwakilan organisasi internasional yang ditentukan oleh Menteri Keuangan. Klasifikasi bumi dan bangunan adalah pengelompokan bumi dan bangunan menurut nilai jualnya dan digunakan sebagai pedoman serta untuk memudahkan penghitungan pajak terhutang. Dalam menentukan klasifikasi bumi atau tanah diperhatikan faktor-faktor sebagai berikut: 1 . letak; 2 . peruntukan; 3 . pemanfaatan; 4 . kondisi lingkungan dan lain- lain. Dalam menentukan klasifikasi bangunan diperhatikan faktor-faktor sebagai berikut: 1 . bahan yang digunakan; 2 . rekayasa; 3 . letak; 4 . kondisi lingkungan dan lain- lain. C. Subyek Pajak Bumi dan Bangunan 4 5. Pada dasarnya yang menjadi subyek pajak yang sekaligus dikenakan kewajiban membayar pajak adalah orang atau badan yang mempunyai hak atau memperoleh manfaat dari obyek pajak (pasal 4 ayat 1). Subyek pajak adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata: mempunyai suatu hak atas bumi, dan atau; memperoleh manfaat atas bumi, dan atau; memiliki bangunan, dan atau; menguasai bangunan, dan atau; memperoleh manfaat atas bangunan. Sedangkan wajib pajak adalah Subyek Pajak yang dikenakan kewajiban untuk membayar pajak. Jika dari suatu obyek pajak baik berupa tanah atau bangunan, belum diketahui dengan pasti siapa yang harus membayar pajaknya, umpama karena yang mempunyai hak atau pemiliknya tidak diketahui tetapi ada orang lain yang memperoleh manfaat dari obyek itu. Maka direktur jenderal pajak oleh undang-undang diberi wewenang untuk menunjuk dan menetapkan subyak pajak, seperti dimaksudkan dalam (pasal 4 ayat 1) UU PBB sebagai wajib pajak. Namun apabila subyak pajak yang oleh direktur pajak ditetapkan sebagai wajib pajak, dan ia merasa bahwa hal ini tidak tepat, dapat mengajukan keberatan dengan memberi keterangan secara tertulis, bahwa ia bukan wajib pajak dari obyek yang bersangkutan, maka ia akan membatalkan penetapan orang itu sebagai wajib pajak dalam jangka waktu satu bulan, terhitung sejak diterimanya surat keterangan yang dimaksudkan (pasal 4 ayat 5). Tetapi apabila keterangan tersebut tidak disetujui oleh direktur jenderal pajak maka ia akan mengeluarkan surat keputusan penolakan dengan disertai alasan-alasannya (pasal 4 ayat 6). Apabila direktur jenderal pajak, dalam jangka waktu satu bulan tidak memberi keputusan maka surat keterangan yang diajukan itu dianggap disetujui (pasal 4 ayat 7). 5 6. D. Cara Mendaftarkan Objek Pajak Bumi dan Bangunan Orang atau Badan yang menjadi Subjek PBB harus mendaftarkan Objek Pajaknya ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama, Kantor Pelayanan PBB (KP PBB), Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) atau Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan (KP4) yang wilayah kerjanya meliputi letak objek tersebut, dengan menggunakan formulir Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) yang tersedia gratis di KPP Pratama, KP PBB, KP2KP atau KP4 setempat. Pendaftaran objek PBB juga melampirkan bukti pendukung, seperti: 1. sket/denah objek pajak 2. foto copy KTP dan NPWP 3. foto copy sertifikat tanah 4. foto copy akte jual beli 5. bukti pendukung lainnya. D. Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Dasar pengenaan PBB adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). NJOP ditetapkan perwilayah berdasarkan keputusan Menteri Keuangan dengan mendengar pertimbangan gubernur serta memperhatikan: a) Harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar; b) Perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis yang letaknya berdekatan dan fungsinya sama dan telah diketahui harga jualnya; c) Nilai perolehan baru; d) Penentuan Nilai Jual Objek Pajak pengganti. E. Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) 6 7. Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) adalah batas Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) atas bumi dan atau bangunan yang tidak kena pajak. Besarnya NJOPTKP untuk setiap daerah Kabupaten/Kota setinggi-tingginya Rp 12.000.000,- dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Setiap Wajib Pajak memperoleh pengurangan NJOPTKP sebanyak satu kali dalam satu Tahun Pajak. 2) Apabila Wajib Pajak mempunyai beberapa Objek Pajak, maka yang mendapatkan pengurangan NJOPTKP hanya satu Objek Pajak yang nilainya terbesar dan tidak bisa digabungkan dengan Objek Pajak lainnya. F. Tarif dan Dasar Penghitungan Pajak Bumi dan Bangunan Tarif pajak yang berlaku pada pajak bumi dan bangunan adalah tarif sebanding yaitu dengan prosentase tertentu, sehingga besar kecilnya pajak terutang akan tergantung dengan besar kecilnya obyek pajak. Pada pasal 5 UU PBB dijelaskan tarif pajak bumi dan bangunan adalah 0,5 % (lima per sepuluh persen). Pada pasal 19 UU PBB ditentukan bahwa menteri keuangan dapat memberikan pajak yang terutang: a. Karena kondisi tertentu objek pajak yang ada hubungannya dengan subyek pajak atau karena sebab-sebab tertentu lainnya. b. Dalam hal obyek pajak terkena bencana alam atau sebab yang lainnya. Maksud dari kondisi tertentu obyek pajak yang ada hubungannya dengan subyek pajak dan sebab-sebab tertentu lainnya yaitu berupa lahan pertanian yang sangat terbatas, bangunan yang ditempati sendiri (yang tidak mengeluarkan hasil) yang dimiliki oleh golongan wajib pajak. Adapun yang dimaksud dengan bencana alam antara lain: gempa bumi, banjir, tanah longsor, dan yang dimaksud dengan sebab lain yang luar biasa adalah seperti kebakaran, kekeringan, wabah penyakit tanaman, hama tanaman dan lain-lain. 7 8. Dasar penghitungan PBB adalah Nilai Jual Kena Pajak (NJKP), Sedangkan untuk menghitung NJKP dihitung berdasarkan prosentase dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Sedangkan untuk menghitung NJOP adalah NJOP Bumi ditambah dengan NJOP Bangunan dikurangi dengan Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP). Prosentase untuk menghitung NJKP berdasarkan PP No. 25 Tahun 2002, adalah sebagai berikut : 1. Objek Pajak Perkebunan adalah 40% 2. Objek Pajak Kehutanan adalah 40% 3. Objek Pajak Pertambangan adalah 40% 4. Objek pajak lainnya (perdesaan dan perkotaan) : apabila Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)-nya Rp. 1.000.000.000,00 ke atas adalah 40% apabila Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)-nya kurang dari Rp. 1.000.000.000,00 adalah 20% Sedangkan untuk NJOPTKP berdasarkan Surat Edaran No. 43/PJ.6/2003 memutuskan bahwa NJOPTKP untuk setiap daerah berbeda. G. Tempat Pembayaran PBB Wajib Pajak yang telah menerima Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT), Surat Ketetapan Pajak (SKP) dan Surat Tagihan Pajak (STP) dari Kantor Pelayanan PBB atau disampaikan lewat Pemerintah Daerah harus melunasinya tepat waktu pada tempat pembayaran yang telah ditunjuk. Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) saat ini dapat dilakukan melalui : 1. Bank atau Kantor Pos dan Giro Tempat pembayaran yang tercantum dalam SPPT 2. Petugas Pemungut PBB Kelurahan/Desa yang ditunjuk resmi 3. Fasilitas elektronik yang disediakan oleh Bank, seperti : Mesin ATM, SMS Banking, Phone Banking, Internet Banking 8 9. Resi atau struk ATM, Print out internet banking ataupun bukti pembayaran (melalui teller) diperlakukan sebagai pengganti Surat Tanda Terima Setoran (STTS). Apabila tanda terima pembayaran tersebut rusak atau hilang, Wajib Pajak dapat meminta surat keterangan lunas ke KPPBB/KPP Pratama. H. Kelebihan Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan Terjadinya kelebihan pembayaran PBB, dapat terjadi karena: 1. Perubahan peraturan 2. Surat Keputusan Pemberian Pengurangan 3. Surat Keputusan Penyelesaian Keberatan 4. Kekeliruaan Pembayaran 5. Keputusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap Atas kelebihan pembayaran PBB tersebut, wajib pajak dapat mengjukan permohonan dengan ketentuan pengajuan permohonan sebagai berikut: 1. Mengajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia yang jelas kepada Direktur Jenderal Pajak c.q Kepala KP PBB atau Kepala KPP Pratama yang menerbitkan SPPT/SKP/STP 2. Disampaikan langsung atau dikirim melalui pos tercatat 3. Dilampiri dengan dokumen yang berkaitan dengan objek pajak yang dimohonkan berupa : Fotokopi SPPT/SKP/STP dan Surat Keputusan tentang Keberatan/Banding dan atau Surat Keputusan tentang Pemberian Pengurangan atau Surat Keputusan Pengadilan; Asli Surat Tanda Terima Setoran (STTS) PBB 4. Meminta tanda bukti penerimaan surat permohonan (yang sudah lengkap) dari pejabat KP PBB yang ditunjuk. 9 10. I. Keberatan atas Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan atas pengenaan Pajak bumi dan Bangunan dengan alasan: 1. Wajib pajak merasa SPPT/SKP tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya, mengenai: Luas objek pajak Klasifikasi objek pajak Penetapan/pengenaan 2. Perbedaan penafsiran undang-undang antara wajib pajak dan fiskus, antara lain: penetapan subjek pajak sebagai wajib pajak objek pajak yang seharusnya tidak dikenakan PBB penetapan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP), Standar Investasi Tanaman (SIT), Run of Mine (ROM), Free On Board (FOB), Fre On Rail (FOR) penentuan saat pajak terutang tanggal jatuh tempo Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak pelaksanaan penagihan pajak. Atas Surat Keberatan atas SPPT/SKP oleh wajib pajak, KP PBB dapat memutuskan untuk menolak, menerima seluruhnya atau sebagian, tidak dapat diterima, atau menambah besarnya pajak yang terutang. Untuk persyaratan pengajuan keberatan meliputi: 1. Syarat formal, meliputi : Jangka waktu tidak lebih dari 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterimanya SPPT/SKP oleh wajib pajak Dalam keadaan terpaksa (force majeur) wajib pajak harus dapat memberikan dan membuktikan alasan jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi. 2. Syarat materiil, meliputi : Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia 10 11. Diajukan kepada Kepala KPP Pratama, Kantor Pelayanan PBB yang menerbitkan SPPT/SKP Bila dikuasakan harus melampirkan surat kuasa Diajukan masing-masing dalam satu Surat Keberatan kecuali yang diajukan secara kolektif melalui Kurah/Kepala Desa untuk setiap SPPT/SKP per tahun pajak Alasan harus jelas dan mencantumkan besarnya PBB menurut perhitungan wajib pajak Keberatan terhadap SPPT dan atau SKP dengan ketetapan sampai dengan Rp. 100.000,00 dapat diajukan secara perorangan ataupun kolektif melalui Kepala Desa/Lurah yang bersangkutan, dan untuk ketetapan diatas Rp. 100.000,00 harus diajukan oleh wajib pajak secara perorangan. KP PBB setelah menerima Surat Keberatan dari wajib pajak memberikan tanda terima. Tanda terima dari KP PBB atau tanda pengiriman Surat Keberatan melaui pos tercatat/sejenisnya merupakan tanda bukti bagi kepentingan wajib pajak. J. Pengajuan dan Penyelesaian Banding Pajak Bumi dan Bangunan Apabila wajib pajak masih tidak sependapat dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak atas keberatannya dapat mengajukan banding kepada Pengadilan Pajak (PP). Pengajuan banding oleh wajib pajak dilakukan dengan : 1. Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan memuat alasan yang jelas 2. Permohonan diajukan dalam jangka waktu 3 (tida) bulan sejak tanggal diterimanya Surat Keputusan atas Keberatan oleh wajib pajak 3. Dilampiri fotokopi Surat Keputusan atas Keberatan. Bentuk putusan banding yang diajukan oleh wajib pajak dapat berupa: menolak mengabulkan sebagian atau seluruhnya menambah jumlah PBB yang harus dibayar 11 12. tidak dapat diterima membetulkan kesalahan tertulis dan atau kesalahan hitung, dan atau membatalkan Keputusan banding oleh Pengadilan Pajak merupakan putusan akhir dan bersifat tetap serta bukan merupakan Tata Usaha Negara. Apabila diterima permohonan banding diterima sebagian atau seluruhnya, maka kelebihan pembayaran (bila ada) dikembalikan dengan tambahan imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dihitung sejak pembayaran dilakukan sampai dengan tanggal diterbitkannya (diucapkan dimuka umum) Putusan untuk selama-lamanya 24 bulan. Pengajuan permohonan banding tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak. K. Ketentuan Pidana Dalam tindakan administrasi perpajakan jika terjadi adanya pelanggaran maka yang dilakukan oleh wajib pajak, maka ia akan dikenai sanksi administrasi. Sedangkan yang menyangkut tindak pidana tersebut adalah: 1. Barang siapa karena kealpaannya: a. Tidak mengembalikan/menyampaikan Surat Pemberitahuan Obyek Pajak kepada Direktorat Jenderal Pajak; b. Menyampaikan Surat Pemberitahuan Obyek Pajak, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap dan/atau melampirkan keterangan yang tidak benar; sehingga menimbulkan kerugian Negara, dipidanadengan pidana kurungan selama- lamanya 6 (enam) bulan atau dendasetinggi-tingginya sebesar 2 (dua) kali pajak yang terutang. 2. Barang siapa dengan sengaja: a. Tidak mengembalikan/menyampaikan Surat Pemberitahuan Obyek Pajak kepada Direktorat Jenderal Pajak; b. Menyampaikan SuratPemberitahuan Obyek Pajak, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkapdan/atau melampirkan keterangan yang tidak benar; c. Memperlihatkan surat palsu atau dipalsukan atau dokumen lain yang palsu atau dipalsukan seolah-olah benar; d. Tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan surat atau dokumen lainnya; 12 13. e. Tidak menunjukkan data atau tidak menyampaikan keterangan yang diperlukan; sehingga menimbulkan kerugian pada Negara, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 2 (dua) tahun atau denda setinggi-tingginya sebesar 5 (lima) kali pajak yang terhutang. 3. Terhadap bukan wajib pajak yang bersangkutan yang melakukan tindak pidana berupa tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan surat atau dokumen kain, dan atau menunjukkan data atau tidak menyampaikan keterangan yang diperlukan, dipidana dengan pidana kurungan selama-lamanya 1 (satu) tahun atau denda setinggi-tingginya Rp. 2.000.000,- (dua jutarupiah). Bukan wajib pajak yang dimaksud yaitu pejabat yang tugas pekerjaannya berkaitan langsung atau ada hubungan dengan objek pajak atau pihak lainnya. 4. Tindak pidana sebagaimana telah tersebut di atas tidak dapat dituntut setelah lampau waktu 10 (sepuluh) tahun sejak berakhirnya tahun pajak yang bersangkutan. KESIMPULAN Pajak bumi dan bangunan (PBB) adalah pajak yang dipungut atas tanah dan bangunan karena adanya keuntungan dan atau kedudukan sosial ekonomi yang lebih baik bagi orang atau badan yang mempunyai suatu hak atasnya atau memperoleh manfaat dari padanya. Dasar pengenaan pajak dalam PBB adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). NJOP ditentukan berdasarkan harga pasar per wilayah dan ditetapkan setiap tahun oleh menteri keuangan. Besarnya PBB yang terutang diperoleh dari perkalian tarif (0,5%) dengan NJOP. Nilai Jual Kena Pajak ditetapkan sebesar 20% dari NJOP (jika NJOP kurang dari 1 milyar rupiah) atau 40% dari NJOP (jika NJOP senilai 1 milyar rupiah atau lebih). Besaran PBB yang terutang dalam satu tahun pajak diinformasikan dalam Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT). Wajib pajak PBB adalah orang pribadi atau badan yang memiliki hak dan/atau memperoleh manfaat atas tanah dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh 13 14. manfaat atas bangunan. Wajib pajak memiliki kewajiban membayar PBB yang terutang setiap tahunnya. PBB harus dilunasi paling lambat 6 (enam) bulan sejak tanggal diterimanya SPPT oleh wajib pajak. Pembayaran PBB dapat dilakukan melalui bank persepsi, bank yang tercantum dalam SPPT PBB tersebut, atau melalui ATM, melalui petugas pemungut dari pemerintah daerah serta dapat juga melalui kantor pos. DAFTAR PUSTAKA Muyassarotussolichah, Hukum Pajak, Yogyakarta: Bidang Akademik UIN Sunan Kalijaga, 2008. http://www.pajak.go.id/ http://sharing-pajak.blogspot.com/ http://id.wikipedia.org/wiki/Pajak_bumi_dan_bangunan 14 15. 15