makalah penelitian sekolah inkuiri
DESCRIPTION
BELAJAR DAN PEMBELAJARANTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dalam UUD 1945 pasal 31 ayat 1 dan UU No. 2 tahun 1989 tentang
Sistem Pendidikan Nasional bab III ayat 5, menyatakan bahwa setiap warganegara
mempunyai kesempatan yang sama memperoleh pendidikan. Hal ini
menunjukkan bahwa anak berkebutuhan khusus berhak pula memperoleh
kesempatan yang sama dengan anak lainnya (anak normal) dalam pendidikan.
Dalam rangka menyukseskan wajib belajar pendidikan dasar, pemerintah perlu
meningkatkan perhatian terhadap anak-anak berkebutuhan khusus, baik yang telah
memasuki sekolah umum tetapi belum mendapatkan pelayanan pendidikan khusus
maupun anak-anak berkelainan yang belum sempat mengenyam pendidikan di
sekolah umum.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional memberikan warna lain dalam penyediaan pendidikan bagi
anak berkebutuhan khusus. Pada penjelasan pasal 15 tentang pendidikan khusus
disebutkan bahwa pendidikan khusus merupakan pendidikan untuk peserta didik
yang berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang
diselenggarakan secara inklusif atau berupa satuan pendidikan khusus pada
tingkat pendidikan dasar dan menengah. Pasal inilah yang memungkinkan
terobosan bentuk pelayanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus berupa
penyelenggaraan pendidikan inklusif. Secara lebih operasional, hal ini diperkuat
dengan Peraturan Pemerintah Nomor Tahun tentang Pendidikan Khusus dan
Pendidikan Layanan Khusus.
Pendidikan inklusi termasuk jenis pendidikan yang baru di Indonesia. Ada
beberapa pengertian mengenai pendidikan inklusi, diantaranya adalah pendidikan
inklusi merupakan sebuah pendekatan yang berusaha mentransformasi sistem
pendidikan dengan meniadakan hambatan-hambatan yang dapat menghalangi
1
setiap siswa untuk berpartisipasi penuh dalam pendidikan. Hambatan yang ada
bisa terkait dengan masalah etnik, gender, status sosial, kemiskinan dan lain-lain.
Dengan kata lain pendidikan inklusi adalah pelayanan pendidikan anak
berkebutuhan khusus yang dididik bersama-sama anak lainnya (normal) untuk
mengoptimalkan potensi yang dimilikinya.
Melalui pendidikan inklusif, anak berkebutuhan khusus dididik bersama-
sama anak lainnya (normal) untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya. Hal
ini dilandasi oleh kenyataan bahwa di dalam masyarakat terdapat anak normal dan
anak berkelainan (berkelainan) yang tidak dapat dipisahkan sebagai suatu
komunitas. Anak-anak berkebutuhan khusus adalah anak-anak yang memiliki
keunikan tersendiri dalam jenis dan karakteristiknya, yang membedakan mereka
dari anak-anak normal pada umumnya. Mereka memiliki berbagai keterbatasan
baik secara fisik maupun psikis. Terdapat kelainan dari dalam diri mereka sendiri
sehingga mereka membutuhkan bantuan dan pendampingan orang lain dalam
menjalani kehidupannya. Ada 20 kriteria anak yang tergolong Anak Berkebutuhan
Khusus (ABK) di antaranya yaitu tunanetra, tunarungu, tunawicara, tunagrahita,
tuna daksa, tuna laras (anak dengan gangguan emosi, sosial dan perilaku), tuna
ganda, lamban belajar, autis, dan termasuk pula anak dengan potensi kecerdasan
luar biasa (genius). Mereka memerlukan penanganan khusus yang berbeda satu
sama lain. Keadaan inilah yang menuntut pemahaman terhadap hakikat anak
berkebutuhan khusus. Keragaman anak berkebutuhan khusus terkadang
menyulitkan guru dalam upaya menemu kenali jenis dan pemberian layanan
pendidikan yang sesuai. Namun apabila guru telah memiliki pengetahuan dan
pemahaman mengenai hakikat anak berkebutuhan khusus, maka mereka akan
dapat memenuhi kebutuhan anak yang sesuai.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa saja jenis Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) yang ada di SMP
Laboratorium Universitas Negeri Malang ?
2
2. Bagaimana penyelenggaraan pendidikan inklusif di SMP Laboratorium
Universitas Negeri Malang ?
3. Apa hambatan guru dalam mendidik Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)
tersebut ?
4. Aspek-aspek apa saja yang harus diperhatikan dalam menyelenggarakan
sekolah inklusif ?
5. Apa manfaat pendidikan inklusif di SMP Laboratorium Universitas Negeri
Malang untuk anak berkebutuhan khusus ?
C. TUJUAN
1. Mengetahui jenis Anak Berkebutuhan Khusus di SMP Laboratorium
Universitas Negeri Malang.
2. Mengetahui penyelenggaraan pendidikan iklusif di SMP Laboratorium
Universitas Negeri Malang.
3. Mengetahui hambatan guru dalam mendidik Anak Berkebutuhan Khusus
(ABK) di SMP Laboratorium Universitas Negeri Malang.
4. Mengetahui aspek-aspek yang yang harus diperhatikan dalam
menyelenggarakan sekolah inklusif.
5. Mengetahui manfaat pendidikan inklusif di SMP Laboratorium
Universitas Negeri Malang untuk anak berkebutuhan khusus
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. PELAKSANAAN PENELITIAN
Penelitian pendidikan inklusif ini dilakukan secara berkelompok dengan anggota
kelompok yaitu Vindyastika Inke Rohana, Annafi Rhomadiyana, Gita Ayu
Septyana, Lugu Tirayu, Merry Christiani dan Wahyu Agus Selvianty. Penelitian
dilakukan di SMP Laboratorium Universitas Negeri Malang pada hari Rabu, 3
Desember 2014 pukul 07.00-11.00. Berikut merupakan data sekolah SMP
Laboratorium Universitas Negeri Malang.
1. Nama Sekolah : SMP Laboratorium Universitas Negeri Malang.
2. Identitas Sekolah : NSS : 204056104114
NPSN : 20533731
3. Status : Swasta
4. Alamat : Jl. Simpang Bogor T-7 (Kompleks Universitas Negeri
Malang), Kelurahan Sumbersari, Kecamatan Lowokwaru, Malang, Jawa Timur
Visi Sekolah
Unggul dalam Prestasi, Kemandirian, Iman, Sosial dan Budi Pekerti
Misi Sekolah
Menyelenggarakan Pembelajaran Berbasis Modul untuk Menghasilkan Lulusan
yang Cerdas, Terampil, Beriman dan Bertaqwa, Berjiwa Sosial, Mandiri,
Bertanggung Jawab, Disiplin dan Santun. Penjabaran :
1. Melaksanakan pembelajaran dan bimbingan secara efektif sehingga setiap
siswa berkembang secara optimal, sesuai dengan potensi yang dimiliki;
4
2. Menumbuhkan semangat keunggulan secara intensif kepada seluruh warga
sekolah;
3. Mendorong dan membantu setiap siswa untuk mengenali potensi dirinya,
sehingga dapat berkembang secara optimal;
4. Menumbuhkan dan mendorong keunggulan dalam penerapan ilmu
pengetahuan, teknologi dan seni;
5. Menumbuhkan penghayatan terhadap ajaran agama yang dianut dan
budaya bangsa sehingga terbangun siswa yang kompeten dan berakhlak
mulia;
6. Mendorong lulusan yang berkualitas, berprestasi, berakhlak tinggi, dan
bertaqwa pada Tuhan Yang Maha Esa.
Tujuan Sekolah
Tujuan SMP Laboratorium Universitas Ngeri Malang merupakan jabaran dari visi
dan misi sekolah agar komunikatif dan bisa diukur sebagai berikut:
1. Unggul dalam kegiatan keagamaan dan kepedulian sekolah;
2. Unggul dalam perolehan nilai UAN;
3. Unggul dalam persaingan masuk ke jenjang SMA Negeri;
4. Unggul dalam penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama
bidang sains dan matematika;
5. Unggul dalam lomba olahraga, kesenian, PMR, Paskibraka, dan Pramuka;
6. Unggul dalam kebersihan dan penghijauan sekolah.
B. HASIL WAWANCARA
Sekolah SMP Laboratorium Universitas Negeri Malang memberikan kami
kesempatan untuk mewawancari Ibu Imraatul Mufidah, S.Si., M.Pd. selaku guru
5
mata pelajaran IPA kelas X, XI, dan XII di SMP Laboratorium Universitas Negeri
Malang. Sebagai guru IPA, Ibu Imraatul Mufidah, S.Si., M.Pd. juga mengajar
siswa berkebutuhan khusus yang tersebar di beberapa kelas dan bergabung dengan
siswa normal lainnya.
Berdasarkan hasil wawancara, kami mendapatkan beberapa informasi
penting tentang pendidikan inkuiri yang ada di SMP Laboratorium Universitas
Negeri Malang tersebut. Terdapat beberapa jenis siswa berkebutuhan khusus yang
ada di SMP Laboraturium UM, yaitu tuna rungu, Down Syndrome dan Autisme.
Tetapi, sebelum menjelaskan tentang ketiga keterbatasan siswa di SMP
Laboratorium UM tersebut, Imraatul Mufidah, S.Si., M.Pd. menjelaskan tentang
sistem yang digunakan dalam penerimaan siswa baru berkebutuhun khusus.
SMP Laboratorium UM menerapkan beberapa ketentuan bagi siswa
berkebutuhan khusus yang ingin masuk di SMP Laboratorium UM dan
mendapatkan pendidikan secara inklusif di sekolah. Kriteria ini dimaksudkan agar
guru dan tenaaga pendidikan lainnya dapat tetap memberikan materi sekolah
kepada siswa berkebutuhan khusus tersebut sesuai porsinya, dalam artian siswa
berkebutuhan khusus tersebut masih bisa disetarakan dengan anak normal maupun
masih bisa ditangani oleh guru dalam proses belajar dikelas. Selain itu, sekolah
juga tidak dapat menerima semua jenis kelainan siswa karena sekolah SMP
Laboratorium UM sendiri bukan sekolah khusus untuk anak luar biasa (SLB),
melainkan sekolah untuk anak normal yang juga menerapkan pendidikan inklusif
untuk beberapa jenis anak berkebutuhan khusus. Orang tua siswa ABK
menyekolahkan anaknya di sekolah reguler (bukan SLB) agar anaknya
mendapatkan motivasi dari anak-anak lain yang normal karena jika disekolahkan
di SLB, anak berkebutuhan khusus akan cenderung melihan orang lain atau anak
lain yang sama dengan dirinya sehingga tidak dapat membantu proses
penyembuhan dari keterbatasannya.
Gambaran umum tentang kriteria penerimaan siswa baru untuk siswa
berkebutuhan khusus yaitu terdapat beberapa tes yang harus dijalani oleh Anak
Berkebutuhan Khusus (ABK) tersebut. Serangkaian tes yang dijalani ABK lebih
banyak daripada tes yang dijalani siswa normal lainnya. Salah satu tes yang
dilakukan berupa kemampuan ABK dalam mengenali lingkungannya. Mulanya
6
ABK diajak berkeliling di sekolah SMP Laboratorium UM, hal tersebut
digunakan sebagai informasi apakah keterbatasan ABK ini masih bisa dikontrol
oleh guru. Siswa ABK akan ditanya atau dipancing tentang hal-hal atau benda
yang terdapat di sekitar mereka. Selain itu, terdapat beberapa tes untuk siswa
dengan Down Syndrome dan Autisme berupa tes batas ambang keterbatasan yang
dilakukan oleh sekolah SMP Laboratorium UM dibantu dengan pendidik khusus
ABK dari luar sekolah.
Siswa dengan keterbatasan berupa tuna rungu sudah dapat diatasi melalui
alat bantu pendengaran yang mendukung keterbatasannya dalam proses belajar di
sekolah. Tetapi, meskipun sudah mendapat bantuan melalui alat bantu
pendengaran, siswa ini terkadang masih merasa kurang jelas dalam mendengarkan
guru ketika mengajar atau ketika mendengarkan teman lainnya memanggil
dirinya. Bu Vivi menjelaskan bahwa guru yang mengajar dirinya harus
menjelaskan materi pelajaran dengan cukup keras agar semua materi yang
disampaikan dapat mencapai target kepada semua siswa, termasuk siswa dengan
keterbatasan tuna rungu. Selain itu, guru juga memberikan beberapa inovasi
pembelajaran agar siswa dengan keterbatasn tuna rungu ini bisa tetap
mendapatkan materi sekolah, salah satunya dengan metode visual melalui gambar.
Untuk beberapa materi pelajaran yang bisa dijelaskan melalui gambar, guru sebisa
mungkin mengkomunikasikan materi pelajaran tersebut melalui gambar kepada
siswa dengan keterbatasan tuna rungu. Selain itu, guru juga memberikan metode
pengajaran membaca pada siswa tunarungu dengan lebih menarik, interaktif dan
mudah serta akan meningkatkan kualitas belajar siswa tunarungu. Sehingga para
siswa dengan keterbatsan tuna rungu dapat memahami materi yang diberikan guru
di sekolah.
Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) yang ada di SMP Laboratorium UM
lainnya adalah siswa dengan keterbatasan berupa Down Syndrome. Perlu
diketahui, Down syndrome merupakan suatu kondisi keterbelakangan mental dan
perkembangan fisik saat bayi masih berada dalam kandungan. Disebabkan adanya
abnormalitas pada perkembangan kromosom, di mana pada saat pembuahan ada
kromosom yang menyimpang atau adanya mutasi gen dari orangtua janin. Padahal
seharusnya kromosom ibu dan ayah terbelah menjadi dua, dan saling menempel.
7
Anak yang terkena Down Syndrome memiliki ciri-ciri fisik dengan spesifikasi
bentuk wajah yang sama baik dari mata, hidung serta mulut. Ciri-ciri ini
memungkinkan kita untuk mudah mengenali seorang anak yang mengalami Down
Syndrome. Selain itu, anak Down Syndrome juga akan mengalami kesulitan
dalam berkomunikasi, berinteraksi dengan orang lain, bermain benda atau mainan
dengan tidak wajar, sampai tidak mengucapkan sepatah kata hingga usia 16 bulan.
Secara fisik, kita akan kesulitan membedakan anak dengan keterbatasan
Down Syndrome dan Autis, tetapi setelah mengetahui ciri-cirinya kita akan lebih
mudah membedakannya melalui ciri fisik dan psikologinya. Bu Vivi menjelaskan
bahwa ABK dengan keterbatasan Down Syndrome di SMP Laboratorium
memang dapat menerima pelajaran di sekolah, tetapi sedikit lambat dan kurang
berkembang. Hal ini tentu saja akan menimbulkan gangguan belajar oleh anak
tersebut. Artinya, butuh waktu yang lama untuk memrposes informasi dan
mempelajari keterampilan baru. Guru tidak dapat mengkhususkan pada ABK
dalam proses pembelajaran, karena pada kenyataannya guru masih kesulitan
dalam memberikan pelajaran kepada siswa normal. Oleh karena keterbatasan ini,
orang tua ABK Down Syndrome sudah menyiapkan seorang shadow atau
pendamping yang dapat mengomunikasikan penjelasan materi dari guru kepada
siswa. Shadow adalah orang yang mendampingi siswa ABK agar dapat
mengomunikasikan lingkungannya dengan siswa ABK itu sendiri. Sekolah SMP
Laboratorium UM memberikan rekomendasi kepada orang tua siswa ABK untuk
menggunakan shadow untuk menunjang proses belajar siswa disekolah, tentu saja
rekomendasi ini berdasarkan hasil beberapa tes yang dilakukan oleh ABK.
Shadow juga harus memiliki chemistry yang kuat dengan ABK untuk
memperlancar pengkomunikasian materi pelajaran. Shadow biasanya ikut masuk
ke kelas dan mendampingi ABK dalam menjalani proses pembelajaran dikelas.
Tetapi ketika ABK ini dirasa mampu menerima pelajaran tanpa shadow, shadow
akan menunggu di ruang khusus ABK dan melatih siswa ABK-nya untuk
menerima materi pelajaran tanpa bantuannya. Biasanya, siswa ABK tidak perlu
didampingi oleh shadow ketika proses pembelajaran dikelas dalam bentuk
evaluasi pelajaran ketika memasuki persiapan ujian, itu pun dengan persetujuan
ABK mau atau tidak didampingi oleh shadow
8
Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) lainnya yang ada di SMP
Laboratorium UM adalah anak dengan keterbatasan berupa autis. Secara garis
besar, Autis adalah gangguan perkembangan khususnya terjadi pada masa anak-
anak, yang membuat seseorang tidak mampu mengadakan interaksi sosial dan
seolah-olah hidup dalam dunianya sendiri. Pada anak-anak biasa disebut dengan
Autis Infantil. Schizophrenia juga merupakan gangguan yang membuat seseorang
menarik diri dari dunia luar dan menciptakan dunia fantasinya sendiri. Umumnya,
anak-anak autis sebelum berusia 3 tahun sudah menunjukkan ketidaknormalan
atau keterlambatan perkembangan dalam berinteraksi sosial, berbicara dan
bermain menggunakan imajinasi. Tetapi, tidak selamanya kondisi autisme akan
memburuk seiring dengan bertambahnya usia. Intervensi dini semenjak anak di
bawah usia 3 tahun, merupakan salah satu cara agar kondisi autis tidak
memburuk. Gejala yang dimiliki oleh ABK Autis di SMP Laboratorium UM
adalah : berbicara, tertawa, menangis, dan marah-marah sendiri. Terdapat
beberapa tingkatan autis di SMP Laboratorium UM, mulai dari autis tetapi masih
bisa dikendalikan dan menerima pelajaran meskipun dengan bantuan shadow,
hingga autis yang sama sekali tidak dapat menerima pelajaran sehingga dia hanya
duduk dikelas didampingi shadow dan mendengarkan guru tetapi tidak bisa
mencerna informasi yang diberikan guru. Salah satu siswa dengan keterbatasan
autis yang cukup parah bernama Mutia kelas 7B. Siswi ini sama sekali tidak bisa
menerima proses pembelajaran dikelas, dia hanya bisa mendengarkan tetapi tidak
bisa mencerna informasi yang diberikan guru. Ia juga hanya hafal namanya
sendiri, keluarga dirumah dan nama shadow-nya, sedangkan nama guru dan
teman-temannya sendiri ia tak hafal. Yang ia daptkan ketika dikelas adalah
interaksi sosial antara dirinya dengan teman dan gurunya. Interaksi tersebut
sebenarnya sangat membantu dasar pemulihan siswa autis dengan cara interaksi
dengan orang lain. Tetapi ditinjau dari proses pembelajaran, anak autis memang
tidak bisa ditargetkan untuk mencapai taraf pemahaman yang sama dengan siswa
normal lainnya. Banyak keterbatasan yang menghambat siswa autis dalam
menerima materi pelajaran di sekolah. Siswa autis disekolahkan di sekolah regular
agar memiliki semangat dan kepercayaan bahwa tiap anak mampu belajar
(presume intellect). Selain bersekolah di sekolah regular seperti SMP
9
Laboratorium UM, penyandang autis juga biasanya mendapatkan terapi di
yayasan lain untuk mempercepat proses penyembuhannya.
Hambatan yang terdapat di sekolah regular yang menerapkan pendidikan
inklusif :
1. Sekolah inklusi belum bisa menyediakan sarana dan prasarana secara optimal.
2. Kompetensi guru kelas dalam menangani ABK.
3. Sebagiaan masyarakat malu mempunyai ABK.
4. Masyarakat dan/anak-anak belum bisa menerima kehadiran ABK.
Sekolah reguler dengan orientasi inklusif tersebut merupakan alat yang
paling efektif untuk memerangi sikap diskriminasi, menciptakan masyarakat yang
ramah, membangun masyarakat yang inklusif dan mencapai Pendidikan bagi
semua oang. Sekolah hendaknya mengakomodasi semua anak tanpa memandang
kondisi fisik, intelektual, sosial, emosi, bahasa, ataupun kondisi-kondisi lainnya.
Sekolah harus mencari cara agar berhasil mendidik semua anak, termasuk mereka
yang berkebutuhan pendidikan khusus.
Mengubah sekolah atau kelas tradisional menjadi inklusif, ramah terhadap
pembelajaran merupakan suatu proses dan bukan suatu kejadian tiba-tiba. Proses
ini tidak akan terjadi dalam sehari, karena memerlukan waktu dan kerja
kelompok. Selanjutnya aspek-aspek penting yang harus diperhatikan dalam
menyelenggarakan sekolah yang inklusif adalah:
1. Guru perlu mengetahui bagaimana cara mengajar anak dengan latar belakang
dan kemampuan yang beragam. Peningkatan kemampuan ini dapat kita
lakukan dengan berbagai cara, seperti: pelatihan, tukar pengalaman,
lokakarya, membaca buku, dan mengeksplorasi/menggali sumber lain,
kemudian mempraktekkannya di dalam kelas.
2. Semua anak memiliki hak untuk belajar, tanpa memandang perbedaan fisik,
intelektual, sosial, emosi, bahasa atau kondisi lainnya, seperti yang ditetapkan
dalam Konvensi Hak Anak yang telah ditandatangani semua pemerintah di
dunia.
10
3. Guru menghargai semua anak di kelas, guru berdialog dengan siswanya; guru
mendorong terjadinya interaksi di antara anak-anak; guru mengupayakan agar
sekolah menjadi menyenangkan; guru mempertimbangkan keragaman di
kelasnya; guru menyiapkan tugas yang disesuaikan untuk anak; guru
mendorong terjadinya pembelajaran aktif untuk semua anak.
4. Dalam lingkungan pembelajaran yang inklusif, setiap orang berbagi visi yang
sama tentang bagaimana anak harus belajar, bekerja dan bermain bersama.
Mereka yakin, bahwa pendidikan hendaknya inklusif, adil dan tidak
diskriminatif, sensitif terhadap semua budaya, serta relevan dengan
kehidupan sehari-hari anak.
5. Lingkungan pembelajaran yang inklusif mengajarkan kecakapan hidup dan
gaya hidup sehat, agar peserta didik dapat menggunakan informasi yang
diperoleh untuk melindungi diri dari penyakit dan bahaya. Selain itu, tidak
ada kekerasan terhadap anak, pemukulan atau hukuman fisik.
Menurut laporan UNESCO tahun 2003, ketika Pendidikan Inklusif
diterapkan, penelitian terkini menunjukkan adanya peningkatan prestasi dan
kemajuan pada semua anak. Di banyak daerah di dunia dilaporkan, bahwa
diperoleh manfaat pribadi, sosial, dan ekonomi dengan mendidik anak-anak usia
sekolah dasar yang memiliki kebutuhan khusus di sekolah umum. Kebanyakan
siswa dengan kebutuhan khusus ini berhasil diakomodasi dengan lebih
menyenangkan melalui cara yang ramah dan menghargai keragaman ini.
Adapun manfaat lingkungan pembelajaran yang inklusif adalah sebagai
berikut:
1. Manfaat bagi anak, yaitu: kepercayaan dirinya berkembang; bangga pada diri
sendiri atas prestasi yang diperolehnya; belajar secara mandiri; mencoba
memahami dan mengaplikasikan pelajaran di sekolah dalam kehidupan
sehari-hari; berinteraksi secara aktif bersama teman dan guru; belajar
menerima perbedaan dan beradaptasi terhadap perbedaan; dan anak menjadi
lebih kreatif dalam pembelajaran.
2. Manfaat bagi guru, antara lain: mendapat kesempatan belajar cara mengajar
yang baru dalam melakukukan pembelajaran bagi peserta didik yang
11
memiliki latar belakang dan kondisi yang beragam; mampu mengatasi
tantangan; mampu mengembangkan sikap yang positif terhadap anggota
masyarakat, anak dan situasi yang beragam; memiliki peluang untuk
menggali gagasan-gagasan baru melalui komunikasi dengan orang lain di
dalam dan di luar sekolah; mampu mengaplikasikan gagasan baru dan
mendorong peserta didik lebih proaktif, kreatif, dan kritis; memiliki
keterbukaan terhadap masukan dari orangtua dan anak untuk memperoleh
hasil yang positif.
3. Manfaat bagi orangtua, antara lain: orangtua dapat belajar lebih banyak
tentang bagaimana anaknya dididik; mereka secara pribadi terlibat dan
merasa lebih penting untuk membantu anak belajar. Ketika guru bertanya
pendapat mereka tentang anak; orangtua merasa dihargai dan menganggap
dirinya sebagai mitra setara dalam memberikan kesempatan belajar yang
berkualitas untuk anak; orangtua juga dapat belajar bagaimana cara
membimbing anaknya di rumah dengan lebih baik, yaitu dengan menerapkan
teknik yang digunakan guru di sekolah.
4. Manfaat bagi masyarakat, antara lain: masyarakat lebih merasa bangga ketika
lebih banyak anak bersekolah dan mengikuti pembelajaran; masyarakat
menemukan lebih banyak "calon pemimpin masa depan" yang disiapkan
untuk berpartisipasi aktif di masyarakat. Masyarakat melihat bahwa potensi
masalah sosial, seperti: kenakalan dan masalah remaja bisa dikurangi; dan
masyarakat menjadi lebih terlibat di sekolah dalam rangkah menciptakan
hubungan yang lebih baik antara sekolah dan masyarakat.
12
BAB III
KESIMPULAN
1. Semua anak memiliki hak untuk belajar, tanpa memandang perbedaan fisik,
intelektual, sosial, emosi, bahasa atau kondisi lainnya, seperti yang ditetapkan
dalam Konvensi Hak Anak yang telah ditandatangani semua pemerintah di
dunia.
2. Jenis anak berkebutuhan khusus yang terdapat di SMP Laboratorium UM
adalah tuna rungu, Down Syndrome dan autis.
3. Hambatan yang terdapat di sekolah regular yang menerapkan pendidikan
inklusif adalah sekolah inklusi belum bisa menyediakan sarana dan prasarana
secara optimal, kompetensi guru kelas dalam menangani ABK, sebagiaan
masyarakat malu mempunyai ABK serta masyarakat dan/anak-anak belum
bisa menerima kehadiran ABK.
4. Manfaat pendidikan inklusif bagi anak, yaitu: kepercayaan dirinya
berkembang, bangga pada diri sendiri atas prestasi yang diperolehnya, belajar
secara mandiri, mencoba memahami dan mengaplikasikan pelajaran di
sekolah dalam kehidupan sehari-hari, berinteraksi secara aktif bersama teman
dan guru, belajar menerima perbedaan dan beradaptasi terhadap perbedaan,
dan anak menjadi lebih kreatif dalam pembelajaran.
5. Manfaat bagi orangtua anak berkebutuhan khusus, antara lain: orangtua dapat
belajar lebih banyak tentang bagaimana anaknya dididik, mereka secara
pribadi terlibat dan merasa lebih penting untuk membantu anak belajar,
orangtua juga dapat belajar bagaimana cara membimbing anaknya di rumah
dengan lebih baik, yaitu dengan menerapkan teknik yang digunakan guru di
sekolah.
13
DAFTAR PUSTAKA
Bosker, R. J. and Guldemond, H.Interdepending of Performance Indicators
an Empirical Study in a Catarogical School Systems. New York :Academic
Press, Inc., 1991.
Budiyanto. Pengantar Pendidikan Inklusif Berbasis Budaya Lokal. Jakarta:
Depdiknas, 2005.
Delphie, Bandi. Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus: dalam Setting
Pendidikan Inklusi. Bandung: Refika Adiatma, 2006.
Direktorat PLB Dirjendikdasmen Depdiknas. Pedoman Penyelenggaraan
Pendidikan Terpadu/Inklusi: Mengenal Pendidikan Terpadu . vol. 1.Jakarta:
Depdiknas, 2004.
Smith, D. (2006). Inklusi Sekolah Ramah untuk Semua. Bandung : Penerbit
Nuansa.
Tarsidi, D. (2008). Pendidikan Inklusif : Landasan. (online) ( http://d
tarsidi.blogspot.com/2008/06/pendidikan-inklusif-landasan.html) diakses
08 Desember 2014.
14
15