makalah merancang sekolah inklusi

30
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sekolah inklusi adalah sekolah yang menggabungkan layanan pendidikan khusus dan regular dalam satu sistem persekolahan, dimana siswa berkebutuhan khusus mendapatkan pendidikan khusus sesuai dengan potensinya masing-masing dan siswa regular mendapatkan layanan khusus untuk mengembangkan potensi mereka sehingga baik siswa yang berkebutuhan khusus ataupun siswa regular dapat bersama- sama mengembangkan potensi masing-masing dan mampu hidup eksis dan harmonis dalam masyarakat. Dan di dalam membangun sekolah inklusi kita juga harus memperhatikan berbagai konsep mulai dari konsep manajemen sekolah hingga konsep infrastruktur sekolah. Upaya peningkatan mutu pendidikan di sekolah perlu didukung kemampuan manajerial Kepala Sekolah. Kepala Sekolah hendaknya berupaya untuk mendayagunakan sumber-sumber, baik personal maupun material, secara efektif dan efisien guna menunjang tercapainya tujuan pendidikan di sekolah secara optimal. Manajemen sekolah akan efektif dan efisien apabila didukung oleh sumber daya manusia yang professional untuk mengoperasikan sekolah, kurikulum yang sesuai dengan tingkat perkembangan dan karakteristik siswa, kemampuan dan commitment (tanggung jawab terhadap tugas) tenaga kependidikan yang handal, sarana-prasarana yang memadai untuk mendukung kegiatan belajar-mengajar, dana yang cukup untuk menggaji staf sesuai dengan fungsinya, serta partisipasi masyarakat yang tinggi. Bila salah satu hal di atas tidak sesuai dengan yang diharapkan dan/atau tidak berfungsi sebagaimana mestinya, maka efektivitas dan efisiensi pengelolaan sekolah kurang optimal. 1 | Page

Upload: ryan-djatmoko

Post on 04-Oct-2015

219 views

Category:

Documents


42 download

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar BelakangSekolah inklusi adalah sekolah yang menggabungkan layanan pendidikan khusus dan regular dalam satu sistem persekolahan, dimana siswa berkebutuhan khusus mendapatkan pendidikan khusus sesuai dengan potensinya masing-masing dan siswa regular mendapatkan layanan khusus untuk mengembangkan potensi mereka sehingga baik siswa yang berkebutuhan khusus ataupun siswa regular dapat bersama-sama mengembangkan potensi masing-masing dan mampu hidup eksis dan harmonis dalam masyarakat.Dan di dalam membangun sekolah inklusi kita juga harus memperhatikan berbagai konsep mulai dari konsep manajemen sekolah hingga konsep infrastruktur sekolah. Upaya peningkatan mutu pendidikan di sekolah perlu didukung kemampuan manajerial Kepala Sekolah. Kepala Sekolah hendaknya berupaya untuk mendayagunakan sumber-sumber, baik personal maupun material, secara efektif dan efisien guna menunjang tercapainya tujuan pendidikan di sekolah secara optimal.Manajemen sekolah akan efektif dan efisien apabila didukung oleh sumber daya manusia yang professional untuk mengoperasikan sekolah, kurikulum yang sesuai dengan tingkat perkembangan dan karakteristik siswa, kemampuan dan commitment (tanggung jawab terhadap tugas) tenaga kependidikan yang handal, sarana-prasarana yang memadai untuk mendukung kegiatan belajar-mengajar, dana yang cukup untuk menggaji staf sesuai dengan fungsinya, serta partisipasi masyarakat yang tinggi. Bila salah satu hal di atas tidak sesuai dengan yang diharapkan dan/atau tidak berfungsi sebagaimana mestinya, maka efektivitas dan efisiensi pengelolaan sekolah kurang optimal.

2. TujuanTujuan pendidikan inklusi menurut Raschake dan Bronson (Lay Kekeh Marthan, 2007: 189-190), terbagi menjadi 3 yakni bagi anak berkebutuhan khusus, bagi pihak sekolah, bagi guru, dan bagi masyarakat, lebih jelasnya adalah sebagai berikut:

1. Bagi anak berkebutuhan khususa.Anak akan merasa menjadi bagian dari masyarakat pada umumnya.b.Anak akan memperoleh bermacam-macam sumber untuk belajar dan bertumbuh.c.Meningkatkan harga diri anak.d.Anak memperoleh kesempatan untuk belajar dan menjalin persahabatan bersama teman yang sebaya.2. Bagi pihak sekolaha.Memperoleh pengalaman untuk mengelola berbagai perbedaan dalam satu kelas.b.Mengembangkan apresiasi bahwa setiap orang memiliki keunikan dan kemampuan yang berbeda satu dengan lainnya.c.Meningkatkan kepekaan terhadap keterbatasan orang lain dan rasa empati pada keterbatasan anak.d.Meningkatkan kemampuan untuk menolong dan mengajar semua anak dalam kelas

3. Bagi gurua.Membantu guru untuk menghargai perbedaan pada setiap anak dan mengakui bahwa anak berkebutuhan khusus juga memiliki kemampuanb.Menciptakan kepedulian bagi setiap guru terhadap pentingnya pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus.c.Guru akan merasa tertantang untuk menciptakan metode-metode baru dalam pembelajaran dan mengembangkan kerjasama dalam memecahkan masalah.d.Meredam kejenuhan guru dalam mengajar.

4. Bagi masyarakata.Meningkatkan kesetaraan sosial dan kedamaian dalam masyarakat.b.Mengajarkan kerjasama dalam masyarakat dan mengajarkan setiap anggota masyarakat tentang proses demokrasi.c.Membangun rasa saling mendukung dan saling membutuhkan antar anggota masyarakat.

BAB II PEMBAHASAN

A. MANAJEMEN SEKOLAH

a. Manajemen Komponen-Komponen Pendidikan

1. Manajemen KesiswaanPenerimaan siswa baru pada sekolah inklusi hendaknya memberi kesempatan dan peluang kepada anak luar biasa untuk dapat diterima dan mengikuti pendidikan di sekolah inklusi terdekat. Untuk tahap awal, agar memudahkan pengelolaan kelas, seyogianya setiap kelas inklusi dibatasi tidak lebih dari 2 (dua) jenis anak luar biasa, dan jumlah keduanya tidak lebih dari 5 (lima) anak.Manajemen Kesiswaan bertujuan untuk mengatur berbagai kegiatan kesiswaan agar kegiatan belajar-mengajar di sekolah dapat berjalan lencar, tertib, dan teratur, serta mencapai tujuan yang diinginkan. Manajemen Kesiswaan meliputi antara lain: (1) Penerimaan Siswa Baru; (2) Program Bimbingan dan Penyuluhan; (3) Pengelompokan Belajar Siswa; (4) Kehadiran Siswa; (5) Mutasi Siswa; (6) Papan Statistik Siswa; (7) Buku Induk Siswa.

2. Manajemen KurikulumKurikulum mencakup kurikulum nasional dan kurikulum muatan local. Kurikulum nasional merupakan standar nasional yang dikembangkan oleh Departemen Pendidikan Nasional. Sedangkan kurikulum muatan local merupakan kurikulum yang disesuaikan dengan keadaan dan kebutuhan lingkungan, yang disusun oleh Dinas Pendidikan Propinsi dan/atau Kabupaten/Kota.Kurikulum yang digunakan di kelas inklusi adalah kurikulum anak normal (reguler) yang disesuaikan (dimodifikasi sesuai) dengan kemampuan awal dan karakteristik siswa. Modifikasi dapat dilakukan dengan cara: (1) Modifikasi alokasi waktu, (2) Modifikasi isi/materi, (3) Modifikasi proses belajar-mengajar, (4) Modifikasi sarana-prasarana, (5) Modifikasi lingkungan belajar, dan (6) Modifikasi pengelolaan kelas. Manajemen Kurikulum (program pengajaran) Sekolah Inklusi antara lain meliputi: (1) Modifikasi kurikulum nasional sesuai dengan kemampuan awal dan karakteristik siswa (anak luar biasa); (2) Menjabarkan kalender pendidikan; (3) Menyusun jadwal pelajaran dan pembagian tugas mengajar; (4) Mengatur pelaksanaan penyusunan program pengajaran persemester dan persiapan pelajaran; (5) Mengatur pelaksanaan penyusunan program kurikuler dan ekstrakurikuler; (6) Mengatur pelaksanaan penilaian; (7) Mengatur pelaksanaan kenaikan kelas; (8) Membuat laporan kemajuan belajar siswa; (9) Mengatur usaha perbaikan dan pengayaan pengajaran.

3. Manajemen Tenaga KependidikanTenaga kependidikan bertugas menyelenggarakan kegiatan mengajar, melatih, meneliti, mengembangkan, mengelola, dan/atau memberikan pelayanan teknis dalam bidang pendidikan.Tenaga kependidikan di sekolah meliputi Tenaga Pendidik (Guru), Pengelola Satuan Pendidikan, Pustakawan, Laboran, dan Teknisi sumber belajar.Guru yang terlibat di sekolah inklusi yaitu Guru Kelas, Guru Mata Pelajaran (Pendidikan Agama serta Pendidikan Jasmani dan Kesehatan), dan Guru Pembimbing Khusus.Manajemen tenaga kependidikan antara lain meliputi: (1) Inventarisasi pegawai; (2) Pengusulan formasi pegawai; (3) Pengusulan pengangkatan, kenaikan tingkat, kenaikan berkala, dan mutasi; (4) Mengatur usaha kesejahteraan; (5) Mengatur pembagian tugas.

4. Manajemen Sarana-PrasaranaDi samping menggunakan sarana-prasarana seperti halnya anak normal, anak luar biasa perlu pula menggunakan sarana-prasarana khusus sesuai dengan jenis kelainan dan kebutuhan anak.Manajemen sarana-prasarana sekolah bertugas merencanakan, mengorganisasikan, mengarahkan, mengkoordinasikan, mengawasi, dan mengevaluasi kebutuhan dan penggunaan sarana-prasarana agar dapat memberikan sumbangan secara optimal pada kegiatan belajar-mengajar.

5. Manajemen Keuangan/DanaKomponen keuangan sekolah merupakan komponen produksi yang menentukan terlaksananya kegiatan belajar-mengajar bersama komponen-komponen lain. Dengan kata lain, setiap kegiatan yang dilakukan sekolah memerlukan biaya. Dalam rangka penyelenggaraan pendidikan inklusi, perlu dialokasikan dana khusus, yang antara lain untuk keperluan: (1) Kegiatan identifikasi input siswa, (2) Modifikasi kurikulum, (3) Insentif bagi tenaga kependidikan yang terlibat, (4) Pengadaan sarana-prasarana, (5) Pemberdayaan peranserta masyarakat, dan (6) Pelaksanaan kegiatan belajar-mengajar. Pada tahap perintisan sekolah inklusi, diperlukan dana bantuan sebagai stimulasi, baik dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Namun untuk penyelenggaraan program selanjutnya, diusahakan agar sekolah bersama-sama orang tua siswa dan masyarakat (Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah), serta pemerintah daerah dapat menanggulanginya. Dalam pelaksanaannya, manajemen keuangan menganut asas pemisahan tugas antara fungsi : (1) Otorisator; (2) Ordonator; dan (3) Bendaharawan. Otorisator adalah pejabat yang diberi wewenang untuk mengambil tindakan yang mengakibatkan penerimaan dan pengeluaran anggaran. Ordonator adalah pejabat yang berwenang melakukan pengujian dan memerintahkan pembayaran atas segala tindakan yang dilakukan berdasarkan otorisasi yang telah ditetapkan. Bendaharawan adalah pejabat yang berwenang melakukan penerimaan, penyimpanan, dan pengeluaran uang serta diwajibkan membuat perhitungan dan pertanggungjawaban. Kepala Sekolah, sebagai manajer, berfungsi sebagai Otorisator dan dilimpahi fungsi Ordonator untuk memerintahkan pembayaran. Namun, tidak dibenarkan melaksanakan fungsi Bendaharawan karena berkewajiban melakukan pengawasan ke dalam. Sedangkan Bendaharawan, di samping mempunyai fungsi-fungsi Bendaharawan, juga dilimpahi fungsi Ordonator untuk menguji hak atas pembayaran.

6. Manajemen Lingkungan (Hubungan Sekolah dengan Masyarakat)Sekolah sebagai suatu system social merupakan bagian integral dari system social yang lebih besar, yaitu masyarakat. Maju mundurnya sumber daya manusia (SDM) pada suatu daerah, tidak hanya bergantung pada upaya-upaya yang dilakukan sekolah, namun sangat bergantung kepada tingkat partisipasi masyarakat terhadap pendidikan. Semakin tinggi tingkat partisipasi masyarakat terhadap pendidikan di suatu daerah, akan semakin maju pula sumber daya manusia pada daerah tersebut. Sebaliknya, semakin rendah tingkat partisipasi masyarakat terhadap pendidikan di suatu daerah, akan semakin mundur pula sumber daya manusia pada daerah tersebut. Oleh karena itu, masyarakat hendaknya selalu dilibatkan dalam pembangunan pendidikan di daerah. Masyarakat hendaknya ditumbuhkan rasa ikut memiliki sekolah di daerah sekitarnya. Maju-mundurnya sekolah di lingkungannya juga merupakan tanggungjawab bersama masyarakat setempat. Sehingga bukan hanya Kepala Sekolah dan Dewan Guru yang memikirkan maju mundurnya sekolah, tetapi masyarakat setempat terlibat pula memikirkannya.Untuk menarik simpati masyarakat agar mereka bersedia berpartisipasi memajukan sekolah, perlu dilakukan berbagai hal, antara lain dengan cara memberitahu masyarakat mengenai program-program sekolah, baik program yang telah dilaksanakan, yang sedang dilaksanakan, maupun yang akan dilaksanakan sehingga masyarakat mendapat gambaran yang jelas tentang sekolah yang bersangkutan.

7. Manajemen Layanan KhususOleh karena para siswa sekolah inklusi terdiri atas anak-anak normal dan anak-anak luar biasa, agar anak-anak luar biasa tidak sampai terabaikan, dapat dilakukan manajemen layanan khusus.Manajemen layanan khusus ini mencakup manajemen kesiswaan, kurikulum, tenaga kependidikan, sarana-prasarana, pendanaan, dan lingkungan.Kepala sekolah dapat menunjuk stafnya, terutama yang memahami ke-PLB-an, untuk melaksanakan manajemen layanan khusus ini.

b. Struktur sekolah inklusi

Struktur Organisasi SekolahAgar semua komponen di atas dapat dilaksanakan sebaik mungkin, struktur organisasiSekolah Inklusi dapat dibuat seperti alternatif di bawah ini.

c. Pembagian Tugas Pimpinan Sekolah1. Kepala SekolahKepala Sekolah berfungsi dan bertugas sebagai manajer, administrator, educator, dan supervisor.Kepala Sekolah adalah penanggung jawab pelaksanaan pendidikan sekolah, termasuk di dalamnya adalah penanggung jawab pelaksanaan administrasi sekolah.Kepala Sekolah mempunyai tugas merencanakan, mengorganisasikan, mengawasi, dan mengevaluasi seluruh proses pendidikan di sekolah, meliputi aspek edukatif dan administratif, yaitu pengaturan:1) administrasi kesiswaan2) administrasi kurikulum3) administrasi ketenagaan4) administrasi sarana-prasarana5) administrasi keuangan6) administrasi hubungan dengan masyarakat7) administrasi kegiatan belajar-mengajar.Agar tugas dan fungsi Kepala Sekolah berjalan baik dan dapat mencapai sasaran perlu adanya jadwal kerja Kepala Sekolah yang mencakup:1) kegiatan harian2) kegiatan mingguan3) kegiatan bulanan4) kegiatan semesteran5) kegiatan akhir tahun pelajaran, dan6) kegiatan awal tahun pelajaran.2. Tata UsahaKepala Tata Usaha adalah penanggung jawab pelayanan pendidikan di sekolah. Ruang lingkup tugasnya adalah membantu Kepala Sekolah dalam menangani pengaturan:a. administrasi kesiswaanb. administrasi kurikulumc. administrasi ketenagaand. administrasi sarana-prasaranae. administrasi keuanganf. administrasi hubungan dengan masyarakatg. administrasi kegiatan belajar-mengajar.3. Wakil Kepala SekolahTugas Wakil Kepala Sekolah adalah membantu tugas Kepala Sekolah dan dalam hal tertentu mewakili Kepala Sekolah baik ke dalam maupun keluar, bila Kepala Sekolah berhalangan. Sesuai dengan banyaknya cakupan tugas, 7 (tujuh) urusan yang perlu penanganan terarah di sekolah, yaitu:Urusan Kesiswaan, Ruang lingkupnya mencakup:1) Pengarahan dan pengendalian siswa dalam rangka menegakkan disiplin dan tata tertib sekolah;2) Pembinaan dan pelaksanaan koordinasi keamanan, kebersihan, ketertiban, keindahan, kekeluargaan, dan kerindangan (6K);3) Pengabdian masyarakat.Urusan Kurikulum, Ruang lingkupnya meliputi pengurusan kegiatan belajar-mengajar, baik kurikuler, ekstra kurikuler, maupun kegiatan pengembangan kemampuan guru melalui Kelompok Kerja Guru (KKG) atau pendidikan dan pelatihan (diklat), serta pelaksanaan penilaian kegiatan sekolah.Urusan Ketenagaan, Ruang lingkupnya mencakup merencanakan (planning), mengorganisasikan (organizing), mengarahkan (directing), mengkoordinasikan (coordinating), mengawasi (controlling), dan mengevaluasi (evaluation), hal-hal yang berkaitan dengan ketenagaan.Urusan sarana-prasarana, Ruang lingkupnya mencakup merencanakan (planning), mengorganisasikan (organizing), mengarahkan (directing), mengkoordinasikan (coordinating), mengawasi (controlling), dan mengevaluasi (evaluation), hal-hal yang berkaitan sarana-prasarana sekolah.Urusan Keuangan, Ruang lingkupnya mencakup merencanakan (planning), mengorganisasikan (organizing), mengarahkan (directing), mengkoordinasikan (coordinating), mengawasi (controlling), dan mengevaluasi (evaluation), hal-hal yang berkaitan dengan keuangan/pendanaan sekolah.Urusan Hubungan dengan Masyarakat (Humas), ruang lingkupnya mencakup:1) Memberikan penjelasan tentang kebijaksanaan sekolah, situasi, dan perkembangan sekolah sesuai dengan pendelegasian Kepala Sekolah;2) Menampung saran-saran dan pendapat masyarakat untuk memajukan sekolah;3) Membantu mewujudkan kerjasama dengan lembaga-lembaga yang berhubungan dengan usaha dan kegiatan pengabdian masyarakat.Urusan Kegiatan Belajar Mengajar, Ruang lingkupnya mencakup mengorganisasikan (organizing), mengarahkan (directing), mengkoordinasikan (coordinating), mengawasi (controlling), dan mengevaluasi (evaluation), hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan belajar-mengajar yang dilaksanakan oleh guru

B. MODEL PENDIDIKAN INKLUSIFPendidikan inklusif pada dasarnya memiliki dua model.Pertamayaitumodel inklusi penuh (full inclusion). Model ini menyertakan peserta didik berkebutuhan khusus untuk menerima pembelajaran individual dalam kelas reguler.Keduayaitumodel inklusif parsial (partial inclusion). Model parsial ini mengikutsertakan peserta didik berkebutuhan khusus dalam sebagian pembelajaran yang berlangsung di kelas reguler dan sebagian lagi dalam kelas-kelaspull outdengan bantuan guru pendamping khusus.Model lain misalnya dikemukakan olehBrent HardindanMarie Hardin.Brent dan Maria mengemukakan model pendidikan inklusif yang mereka sebut inklusif terbalik (reverse inclusive). Dalam model ini, peserta didik normal dimasukkan ke dalam kelas yang berisi peserta didik berkebutuhan khusus. Model ini berkebalikan dengan model yang pada umumnya memasukkan peserta didik berkebutuhan khusus ke dalam kelas yang berisi peserta didik normal.Model inklusif terbalik agaknya menjadi model yang kurang lazim dilaksanakan. Model ini mengandaikan peserta didik berkebutuhan khusus sebagai peserta didik dengan jumlah yang lebih banyak dari peserta didik normal. Dengan pengandaian demikian seolah sekolah untuk anak berkebutuhan khusus secara kuantitas lebih banyak dari sekolah untuk peserta didik normal, atau bisa juga tidak. Model pendidikan inklusif seperti apapun tampaknya tidak menjadi persoalan berarti sepanjang mengacu kepada konsep dasar pendidikan inklusif.Model pendidikan inklusif yang diselenggarakan pemerintah Indonesia yaitu model pendidikan inklusif moderat. Pendidikan inklusif moderat yang dimaksud yaitu:1. Pendidikan inklusif yang memadukan antara terpadu dan inklusi penuh2. Model moderat ini dikenal dengan modelmainstreamingModel pendidikanmainstreamingmerupakan model yang memadukan antara pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus (Sekolah Luar Biasa) dengan pendidikan reguler. Peserta didik berkebutuhan khusus digabungkan ke dalam kelas reguler hanya untuk beberapa waktu saja.Filosofinya tetap pendidikan inklusif, tetapi dalam praktiknya anak berkebutuhan khusus disediakan berbagai alternatif layanan sesuai dengan kemampuan dan kebutuhannya. Anak berkebutuhan khusus dapat berpindah dari satu bentuk layanan ke bentuk layanan yang lain, seperti:

1) Bentuk kelas reguler penuhAnak berkebutuhan khusus belajar bersama anak lain (normal) sepanjang hari di kelas reguler dengan menggunakan kurikulum yang sama.

2)Bentuk kelas reguler denganclusterAnak berkebutuhan khusus belajar bersama anak lain (normal) di kelas reguler dalam kelompok khusus.3) Bentuk kelas reguler denganpull outAnak berkebutuhan khusus belajar bersama anak lain (normal) di kelas reguler namun dalam waktu-waktu tertentu ditarik dari kelas reguler ke ruang sumber untuk belajar dengan guru pembimbing khusus.4) Bentuk kelas reguler denganclusterdanpull outAnak berkebutuhan khusus belajar bersama anak lain (normal) di kelas reguler dalam kelompok khusus, dan dalam waktu-waktu tertentu ditarik dari kelas reguler ke ruang sumber untuk belajar bersama dengan guru pembimbing khusus.5) Bentuk kelas khusus dengan berbagai pengintegrasianAnak berkebutuhan khusus belajar di kelas khusus pada sekolah reguler, namun dalam bidang-bidang tertentu dapat belajar bersama anak lain (normal) di kelas reguler.6) Bentuk kelas khusus penuh di sekolah regulerAnak berkebutuhan khusus belajar di dalam kelas khusus pada sekolah reguler. Dengan demikian, pendidikan inklusif seperti pada model di atas tidak mengharuskan semua anak berkebutuhan khusus berada di kelas reguler setiap saat dengan semua mata pelajarannya (inklusi penuh). Hal ini dikarenakan sebagian anak berkebutuhan khusus dapat berada di kelas khusus atau ruang terapi dengan gradasi kelainannya yang cukup berat. Bahkan bagi anak berkebutuhan khusus yang gradasi kelainannya berat, mungkin akan lebih banyak waktunya berada di kelas khusus pada sekolah reguler (inklusi lokasi). Kemudian, bagi yang gradasi kelainannya sangat berat, dan tidak memungkinkan di sekolah reguler (sekolah biasa), dapat disalurkan ke sekolah khusus (SLB) atau tempat khusus (rumah sakit).1. Model kurikulum pada pendidikan inklusi dapat dibagi tiga, yaitu :a) Model kurikulum regular penuhb) Model kurikulum regular dengan modifikasic) Model kurikulum PPI

Pengertian

a. Model kurikulum regularyaitu kurikulum yang mengikutsertakan peserta didik berkebutuhan khusus untuk mengikuti kurikulum reguler sama seperti kawan-kawan lainnya di dalam kelas yang sama.

b. Model kurikulum reguler dengan modifikasi, yaitu kurikulum yang dimodifikasi oleh guru pada strategi pembelajaran, jenis penilaian, maupun pada program tambahan lainnya dengan tetap mengacu pada kebutuhan peserta didik berkebutuhan khusus. Di dalam model ini bisa terdapat siswa berkebutuhan khusus yang memiliki PPI.c. Model kurikulum PPIyaitu kurikulum yang dipersiapkan guru program PPI yang dikembangkan bersama tim pengembang yang melibatkan guru kelas, guru pendidikan khusus, kepala sekolah, orang tua, dan tenaga ahli lain yang terkait.Kurikulum PPI atau dalam bahasa InggrisIndividualized Education Program(IEP) merupakan karakteristik paling kentara dari pendidikan inklusif. Konsep pendidikan inklusif yang berprinsip adanya persamaan mensyaratkan adanya penyesuaian model pembelajaran yang tanggap terhadap perbedaan individu. Maka PPI atau IEP menjadi hal yang perlu mendapat penekanan lebih. Thomas M. Stephens menyatakan bahwa IEP merupakan pengelolaan yang melayani kebutuhan unik peserta didik dan merupakan layanan yang disediakan dalam rangka pencapaian tujuan yang diinginkan serta bagaimana efektivitas program tersebut akan ditentukan. PerbedaanPerbedaan dari ketiganya sudah nampak pada pengertiannya, yakni :a.Model kurikulum regular penuh, Peserta didik yang berkebutuhan khusus mengikuti kurikulum reguler ,sama seperti teman-teman lainnya di dalam kelas yang sama. Program layanan khususnya lebih diarahkan kepada proses pembimbingan belajar, motivasi dan ketekunan belajar.b.Model kurikulum regular dengan modifikasi,kurikulum regular dimodifikasi oleh guru dengan mengacu pada kebutuhan siswa berkebutuhan khusus.c.Model kurikulum PPI,kurikulum disesuaikan dengan kondisi peserta didik yang melibatkan berbagai pihak. Guru mempersiapkan Program Pembelajaran Individual (PPI) yang dikembangkan bersama tim pengembang Kurikulum Sekolah. Model ini diperuntukan bagi siswa yang tidak memungkinkan mengikuti kurikulum reguler. Keunggulan dan kelemahana.Model kurikulum regular penuhKeunggulan:Peserta didik berkebutuhan khusus dapat mengoptimalkan potensi yang dimilikinya. (Freiberg, 1995)Kelemahan:Peserta didik berkebutuhan khusus harus menyesuaikan diri dengan metode pengajaran dan kurikulum yang ada. Pada saat-saat tertentu, kondisi ini dapat menyulitkan mereka. Misalnya, saat siswa diwajibkan mengikuti mata pelajaran menggambar. Karena memiliki hambatan penglihatan, tentu saja siswa disability tidak bisa menggambar. Tapi, karena mata pelajaran ini wajib dengan kurikulum yang ketat, tidak fleksibel, tidaklah dimungkinkan bagi guru maupun siswa disability untuk melakukan adaptasi atau subsitusi untuk mata pelajaran menggambar tersebut.b.Model kurikulum regular dengan modifikasiKeunggulan:Peserta didik berkebutuhan khusus dapat diberi pendidikan yang sesuai dengan kebutuhannya.Kelemahannya:Tidak semua guru di sekolah regular paham tentang ABK. Untuk itu perlu adanya sosialisasi mengenai ABK dan kebutuhannya.c.Model kurikulum PPIKeunggulan:Peserta didik mendapatkan layanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan.Kelemahan:Guru kesulitan dalam menyusun IEP dan sangat membutuhkan waktu yang banyak.

C. KONSEP DESAIN INFRASTRUKTURa) Tema Perancangan User sekolah inklusi adalah anak normal dan anak difabel. Hal ini merupakan masalah yang harus diperhatikan dalam perancangan interior bangunan sekolah Inklusi. Anak normal dan anak difabel memiliki karakteristik yang berbeda, anak difabel cenderung lebih tertutup dibandingkan dengan anak yang lainnya. Pendidikan merupakan tujuan utama dari sebuah lembaga sekolah, maka dari itu tema perancangan sekolah inklusi ini adalah Unity In Diversity. Tema tersebut diterapkan karena pengguna bangunan sekolah ini adalah anak difabel dan anak normal, yang masing-masing anak memiliki kebutuhan yang berbeda pula. Namun tujuan utama mereka sama, yaitu untuk mendapatkan pendidikan yang layak, hal tersebut sesuai dengan tujuan diciptakannya sebuah sekolah inklusi, agar anak normal dan akan difabel dapat belajar bersama dalam satu ruangan, tanpa ada diskriminasi.Maka fasilitas-fasilitas baik fisik maupun non fisik harus dapat digunakan oleh semua anak baik difabel maupun normal, sehingga tercapainya sebuah tujuan pendidikan.b) Gaya Perancangan Penggayaan yang diterapkan pada sekolah inklusi ini adalah Art Deco Retro. Art Deco adalah sebuah gerakan seni yang melibatkan campuran unsur dekoratif modern, Art Deco ini dikenal luas sekitar tahun 1920-1930an, dimana mempunyai ciri khas yang didapat dari para pelopor pelukis sekitar awal tahun 1900an. Art deco adalah sebuah pekerjaan yang menunjukan aspek cubism, Russian constructivism dan Italian futurism, dengan ciri abstrak, distorsi, dan simple, terutama bentuk-bentuk geometris dan memakai banyak warna, yang dipakai untuk menunjukan tingginya tingkat perdagangan, teknologi dan kecepatan. Penggayaan Art Deco yang akan diterapkan, adalah gaya Art Deco yang ada di kota Bandung, hal itu dikarenakan lokasi sekolah inklusi terletak di kota Bandung, selain itu Bandung merupakan kota di dunia yang memiliki bangunan Art Deco yang signifikan. Penggayaan Art Deco di kota Bandung lebih didominasi oleh bangunan-bangunan dengan gaya Streamline Deco, seperti: Hotel Savoy Homan, Hotel Grand Preanger, Villa Isola, dan Villa Tiga Warna. Elemen Art Deco yang ada Bangunan tersebut akan dijadikan sebagai acuan atau dasar perancangan Interior sekolah inklusi.A. Konsep Ruang a) Konsep Pembagian Ruang (Zona) Pembagian Ruang dalam sekolah Inklusi ini didasarkan pada sifat dari ruang tersebut, yaitu: a. Area Privat: Ruang yang termasuk ke dalam area privat di sekolah inklusi ini adalah ruang rapat, ruang Kepala Sekolah, ruang wakil Kepala Sekolah, ruang staff non kependidikan. Penerapan konsep pada area ini tidak terlalu detail seperti pada area publik. b. Area Semi Privat: Ruang yang termasuk kedalam area semi privat di sekolah inklusi ini adalah ruang pembelajaran, dan ruang penunjang pembelajaran. Area semi privat sifatnya lebih fleksibel, pengunjung dapat memasuki area ini, tetapi dengan ketentuan tertentu. c. Area Publik: Area yang dikhususkan bagi pengunjung, sehingga dibutuhkan konsentrasi penerapan penggayaan yang cukup signifikan dalam area ini, sehingga identitas dan karakter sebuah interior bangunan dapat dirasakan oleh pengujung.

b) Konsep Bentukan Ruang Bentuk organisasi ruang yang akan diterapkan pada bangunan sekolah inklusi ini adalah organisasi terpusat. Organisasi terpusat merupakan merupakan komposisi terpusat dan stabil yang terdiri dari sejumlah ruang sekunder, dikelompokan mengelilingi sebuah ruang terpusat yang luas dan dominan. (Wiryawan, 2004:33) Bentuk organisasi terpusat cocok untuk diterapkan pada sekolah inklusi ini, dikarenakan dilihat dari tujuan sekolah inklusi yang menggabungkan anak-anak normal dan anak difabel, sehingga dapat terciptannya sebuah kebersamaan dan sifat saling menghargai antara satu sama lain. Dalam hal ini ruang terpusat dari sekolah inklusi adalah Lobby dan aksesbilitas. Dikarenakan konsep programatik dari sekolah inklusi adalah aksesbilitas fisiknnya. Aksesibilitas tersebut harus sesuai dengan ketentuan yang ada agar memudahkan untuk di akses oleh anak difabel, khususnya difabel ortopedi. Letak dari aksesbilitas bangunan sekolah inklusi ini harus mudah didapat dan hubungannya dekat dengan ruangan yang bersifat utama, dalam hal ini yaitu ruangan kelas, dan ruang guru.B. Konsep Elemen Interior a) Konsep Bentuk Sekolah inklusi adalah sekolah yang menanamkan sifat koorperatif atau kerjasama hal itu sesuai dengan tema yang diterapkan yaitu Unity In Diversity. Oleh karena itu pemilihan bentuk yang akan diterapkan pada sekolah inklusi ini adalah bentuk lingkaran agar terciptanya sebuah kerjasama, atau suasana kebersamaan dapat lebih terasa. Secara Psikologi bentuk lingkaran adalah koneksi, komunitas, keseluruhan, ketahanan, pergerakan, keamanan. Selain itu bentuk yang akan diterapan adalah bentuk-bentuk geometris (ciri bentuk dari gaya Art Deco) dan di olah lebih dinamis (meminimalkan sudut-sudut tajam) agar aman bagi siswa.Konsep bentuk ini mencakup pada:

Bentuk Furnitur ( Meja Belajar Anak, Kursi, dll)

Gambar 30.Fasilitas Duduk Gambar 31.Fasilitas Duduk Sumber: www.designrumahku.com Sumber:www.apartmenttherapy.comA. Bentuk ceiling

Gambar 32. Ceiling Design Gambar 33. Ceiling Design Sumber: www.auspollceiling.com Sumber: www.noexpectations.comB. Bentuk Pola Lantai

Gambar 34. Flooring Design (Sumber: www.annahape.com)Dengan penerapan bentuk diatas baik pada elemen interior (ceiling, dinding, lantai) maupun pada furnitur, secara tidak langsung pengunjung dikondisikan untuk dapat berkumpul bersama. Dikarenakan ciri dari sekolah inklusi adalah kekeluargaan dan kebersamaan. b) Konsep Warna Warna memiliki peranan penting dalam sebuah interior sekolah. Para psikolog telah melakukan beberapa eksperimen yang telah dapat dibuktikan bahwa penggunaan warna yang tepat untuk sekolah dapat meningkatkan proses belajar mengajar, baik bagi siswa maupun gurunya. Suatu lingkungan yang dirancang dengan baik, bukan hanya memberi kemudahan belajar, tetapi juga dapat mengurangi masalah-masalah perilaku yang negatif. (Darmaprawira., 2002:133). Warna yang akan diterapkan pada interior sekolah Inklusi ini adalah warna Analogus. Analog sering juga disebut dengan warna senada, yaitu yang penggunaan warna-warna yang berdekatan atau terletak bersebelahan pada lingkaran warna. (Harry Mary, 2008:18).Warna yang diterapkan adalah warna yang dapat memunculkan mood atau perasaan menyenangkan, segar dan cerah. Selain itu warna dari sekolah inklusi ini harus dapat mengambarkan karakteristik dari anak-anak yang bersifat ceria. Warna ceria tersebut identik dengan warna-warna yang terang. Hal itu sesuai dengan ciri dari penggayaan Art Deco yang menerapkan warna mencolok. Berikut ini adalah karakteristik warna yang akan diterapkan pada sekolah inklusi:Warna orange melambangkan sosialisasi, penuh harapan dan percaya diri, membangkitkan semangan vitalitas dan kreatifitas. Warna ini sesuai untuk diterapkan pada ruang pembelajaran, sehingga dapat memberikan motivasi.Kuning merupakan warna cerah dapat membangkitkan energi dan mood, warna yang penuh semangat dan vitalitas, komunikatif dan mendorong ekspresi diri, serta memberikan inspirasi, memudahkan berfikir secara logis dan merangsang kemampuan intelektual.Hijau selalu dikaitkan dengan warna alam yang menyegarkan, membangkitkan energi dan juga mampu memberi efek menenangkan emosi. Nuansa hijau dapat meredakan stress memberi rasa aman.

Pemilihan warna cream yang lembut pada dinding dan lantai menciptakan kesan luas ringan dan terbuka.

Berikut adalah persentase penggunaan warna pada interior sekolah inklusi

Dari diagram diatas dapat disimpulkan bahwa penerapan warna orange dan hijau memiliki perbandingan yang sama, warna kuning dijadikan sebagai aksentuasi ruang. Warna cream merupakan warna dominan yang diterapkan pada dinding dan lantai, agar ruang lebih terkesan ringan dan luas.c) Konsep Material & Tekstur Konsep pemilihan bahan yang akan diterapkan pada sekolah ini adalah material yang aman, dan tidak membahayakan user atau pengguna bangunan ini. hal tersebut dikarenakan pada bangunan sekolah ini terdapat anak difabel ortopedi yang memiliki kebutuhan khusus atau memiliki cara yang berbeda dalam beradaptasi pada lingkungan, dikarenakan anak difabel ortopedi membutuhkan alat bantu untuk ambulasi atau pergerakannya.a. Material Lantai Material lantai yang akan diterapkan pada sekolah ini adalah material yang tidak licin, dan tidak bersifat keras, hal itu dilakukan agar tidak terlalu membahayakan ketika anak difabel terjatuh. Material tersebut seperti: - Karpet Loop Pile Material ini hanya diterapkan pada ruang-ruang yang membutuhkan peredaman suara yang cukup tinggi, seperti ruang auditorium, ruang rapat, dan laboratoriumbahasa.

- Lantai Vinyl Lantai vinyl diterapkan hampir pada semua ruangan. Hal itu dikarenakan anak memiliki karakter yang aktif oleh karena itu diterapkan material vinyl yang bersifat lunak, sehingga aman untuk anak-anak. Berikut adalah spesifikasi vinyl yang diterapkan pada elemen Lantai interior sekolah inklusi:

Gambar 35. Marsden Flooring FN 8905 Gambar 36. Marsden Flooring FN 8903 Sumber. www.marsdenflooring.com Sumber.www.marsdenflooring.com

Gambar 37. Marsden Flooring Woods Equinax BambooGambar 38. Marsden Flooring FN 8904 Sumber. www.marsdenflooring.com Sumber. www.marsdenflooring.com- Lantai Keramik Lantai keramik diterapkan pada ruang laboratorium ipa, indoorswimming pool, greenhouse school, dan ruang kesenian, yang memiliki tingkat kekotoran yang cukup tinggi, sehingga dapat lebih mudah untuk dibersihkan.Berikut adalah persentase penggunaan material lantai di atasb. Material Ceiling Material yang akan diterapkan pada ceiling adalah material gypsum dengan rangka metal furing hollow 4/4 cm. Finishing ceiling gypsum ini menggunakan cat dan lapisan HPL (High Pressure Laminated) atau PVC (Poly Vinyl Chloride) c. Material Dinding Sama dengan konsep material lantai, material dinding pun harus memerhatikan kenyamanan dan keamanan dari user bangunan. Material yang akan dipilih untuk dinding adalah: - Gypsum - HPL (High Pressure Laminated) - Multipleks - MDF (Medium Destiny Board) d) Konsep Furnitur Galt Furnitur (1999) mengemukakan 6 konsep perancangan desain bangku dan kursi, yaitu folding, stacking, portable, knock down, adjustable, dan combination. Berikut ini dipaparkan 6 konsep tersebut. (Martadi, 2006:73).

a. Folding yaitu suatu konsep desain bangku dan kursi yang dapat dilipat. Konsep ini lebih menekankan kepada upaya untuk meningkatkan efesiensi dalam hal pengangkutan atau penyimpanan.

b. Stacking, yaitu konsep desain bangku dan kursi yang dapat ditumpuk. Seperti pada konsep folding konsep ini berupaya memudahkan dan menghemat ruang dalam hal penyimpanannya.

c. Portable, yaitu konsep desain bangku dan kursi yang menekankan kemudahan untuk dipindahkan atau mobilitas produk tersebut. Desain dengan konsep ini biasanya cukup ringan atau diberi roda pada bagian dasarnya sehingga mudah dipindahkan.

d. Knock down yaitu suatu konsep desain bangku dan kursi yang dapat dibongkar-pasang. Konsep desain ini biasanya berupa komponen-komponen secara terpisah yang bisa di bongkar pasang secara mudah dan cepat. Konsep ini lebih menekankan pertimbangan efesiensi untuk penyimpanan maupun pengangkutan.

e. Adjustable yaitu suatu konsep desain bangku dan kursi yang dapat disetel atau disesuaikan dengan kebutuhan pemakai. Konsep ini banyak diterapkan pada kursi kantor yang bisa diatur sedemikian rupa, untuk mendapat posisi duduk yang nyaman sesuai aktivitas yang dilakukan.

f. Combination (modular) yaitu suatu konsep desain bangku dan kursi yang terdiri dari modul-modul (bagian-bagian) yang bisa dirangkai atau disusun sesuai dengan kebutuhan pemakai.

Berdasarkan data diatas, konsep furnitur yang sesuai untuk diterapkan pada sekolah inklusi ini adalah konsep adjustable. Konsep furnitur ini lebih dapat dikondisikan dan dapat disesuaikan dengan kebutuhan siswa, yang pada dasarnya ukuran dari furnitur bagi anak difabel dan anak normal berbeda. Dikarenakan ada beberapa anak difabel ortopedi yang bergerak dengan kursi roda, dan furnitur yang digunakan harus disesuaikan dengan kebutuhan siswa pengguna kursi roda tersebut.e) Konsep pencahayaan Secara umum pencahayaan yang digunakan adalah pencahayaan alami dan buatan. Pencahayaan yang akan diterapkan pada sekolah ini adalah pencahayaan general dan pencahayaan khusus. Pencahayaan general akan diterapkan pada ruangan yang tidak terlalu memerlukan sebuah efek visual yang khusus, seperti: Toilet,Dapur,Gudang. Pencahayaan khusus akan diterapkan pada ruangan yang bersifat public, dan membutuhkan kualitas visual yang baik, seperti: Lobby, Ruang Kelas, Aula/ Tuang Serbaguna, Ruang Kantor, Ruang Terapi, Ruang Assesment, Perpustakaan, Ruang bermain Anak. Jenis-jenis lampu yang digunakan adalah: - Lampu Fluorescent tipe SL dengan arah pencahayaan downlight. - Lampu Pijar (Incandescent/ Bohlam). - Click strip continuous lighting.

BABPENUTUP

A. KesimpulanDi dalam membangun sekolah inklusi kita haru mengerti tentang manajemen sekolah, selain itu juga harus mengetahui tentang model pendidikan inklusif, dan juga konsep desain infratruktur jadi di dalam membangun sekolah inklusi kita harus memperhatikan ketiga hal tersebut. Manajemen sekolah, Manajemen (berbasis) sekolah, memberikan kewenangan penuh kepada pihak sekolah untuk merencanakan, mengorganisasikan, mengarahkan, mengkoordinasikan, mengawasi, dan mengevaluasi komponen-komponen pendidikan sekolah yang bersangkutan.Komponen-komponen tersebut meliputi:1. input siswa (kesiswaan),2. kurikulum,3. tenaga kependidikan,4. sarana-prasarana,5. dana,6. lingkungan (hubungan sekolah dengan masyarakat), dan7. kegiatan belajar-mengajar Model pendidikan inklusif pada dasarnya memiliki dua model.Pertamayaitumodel inklusi penuh (full inclusion). Model ini menyertakan peserta didik berkebutuhan khusus untuk menerima pembelajaran individual dalam kelas reguler.Keduayaitumodel inklusif parsial (partial inclusion). Model parsial ini mengikutsertakan peserta didik berkebutuhan khusus dalam sebagian pembelajaran yang berlangsung di kelas reguler dan sebagian lagi dalam kelas-kelaspull outdengan bantuan guru pendamping khusus.Siswa sekolah inklusi adalah anak normal dan anak difabel. Hal ini merupakan masalah yang harus diperhatikan dalam perancangan interior bangunan sekolah Inklusi. Anak normal dan anak difabel memiliki karakteristik yang berbeda, anak difabel cenderung lebih tertutup dibandingkan dengan anak yang lainnya. Pendidikan merupakan tujuan utama dari sebuah lembaga sekolah, maka dari itu tema perancangan sekolah inklusi ini adalah Unity In Diversity. Tema tersebut diterapkan karena pengguna bangunan sekolah ini adalah anak difabel dan anak normal, yang masing-masing anak memiliki kebutuhan yang berbeda pula. Namun tujuan utama mereka sama, yaitu untuk mendapatkan pendidikan yang layak, hal tersebut sesuai dengan tujuan diciptakannya sebuah sekolah inklusi, agar anak normal dan akan difabel dapat belajar bersama dalam satu ruangan, tanpa ada diskriminasi.Maka fasilitas-fasilitas baik fisik maupun non fisik harus dapat digunakan oleh semua anak baik difabel maupun normal, sehingga tercapainya sebuah tujuan pendidikan.Daftar isihttps://asrulywulandari.wordpress.com/tag/pendidikan/http://aqilfaro.blogspot.com/2010/05/manajemen-sekolah-dalam-pendidikan.htmlhttp://elib.unikom.ac.id/download.php?id=147561

23 | Page