makalah pbl blok 16 n

20
Tinjauan Pustaka Keluhan Nyeri Ulu Hati yang Hilang Timbul Terkait dengan Dispepsia Tania Angela* 10-2011-234 Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta *Alamat Korespendensi: Tania Angela Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta 11510 No. Telp (021) 5694-2061, e-mail: [email protected] Pendahuluan Sistem pencernaan merupakan sistem terpenting dalam tubuh manusia. Sistem ini berfungsi untuk melakukan pemecahan makanan yang masuk ke dalam tubuh manusia dari yang kompleks menjadi bagian-bagian kecil, yang dapat diserap tubuh dan berguna untuk kelangsungan hidup manusia sendiri. 1

Upload: notageek

Post on 29-Oct-2015

102 views

Category:

Documents


15 download

DESCRIPTION

Makalah Pbl Blok 1

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Pbl Blok 16 n

Tinjauan Pustaka

Keluhan Nyeri Ulu Hati yang Hilang Timbul Terkait dengan

Dispepsia

Tania Angela*

10-2011-234

Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta

*Alamat Korespendensi:

Tania Angela

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta 11510

No. Telp (021) 5694-2061, e-mail: [email protected]

Pendahuluan

Sistem pencernaan merupakan sistem terpenting dalam tubuh manusia. Sistem ini berfungsi

untuk melakukan pemecahan makanan yang masuk ke dalam tubuh manusia dari yang

kompleks menjadi bagian-bagian kecil, yang dapat diserap tubuh dan berguna untuk

kelangsungan hidup manusia sendiri.

Sistem pencernaan terdiri dari beberapa organ penting seperti, esofagus, lambung, usus, dan

lain sebagainya yang. Akan tetapi sistem pencernaan tersebut sangat rentan terkena gangguan-

gangguan yang ada, salah satunya adalah dispepsia. Oleh sebab itu, tinjauan pustaka ini dibuat

untuk memberikan informasi tentang arti dispepsia, jenis dispepsia, penanganan, dan masih

banyak lagi.

1

Page 2: Makalah Pbl Blok 16 n

Anamnesis

Anamnesis adalah pengambilan data yang dilakukan oleh seorang dokter dengan cara

melakukan serangkaian wawancara dengan pasien (autoanamnesis) dan dengan keluarga

pasien atau dalam keadaan tertentu dengan penolong pasien (aloanamnesis). Berbeda dengan

wawancara biasa, anamnesis dilakukan dengan cara yang khas, yaitu berdasarkan

pengetahuan tentang penyakit dan dasar-dasar pengetahuan yang ada di balik terjadinya suatu

penyakit serta bertolak dari masalah yang dikeluhkan oleh pasien. Berdasarkan anamnesis

yang baik dokter akan menentukan beberapa hal mengenai hal-hal berikut.1

1. Penyakit atau kondisi yang paling mungkin mendasari keluhan pasien (kemungkinan

diagnosis)

2. Penyakit atau kondisi lain yang menjadi kemungkinan lain penyebab munculnya keluhan

pasien (diagnosis banding)

3. Faktor-faktor yang meningkatkan kemungkinan terjadinya penyakit tersebut (faktor

predisposisi dan faktor risiko)

4. Kemungkinan penyebab penyakit (kausa/etiologi)

5. Faktor-faktor yang dapat memperbaiki dan yang memperburuk keluhan pasien (faktor

prognostik, termasuk upaya pengobatan)

6. Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang medis yang diperlukan untuk menentukan

diagnosisnya

Selain pengetahuan kedokterannya, seorang dokter diharapkan juga mempunyai kemampuan

untuk menciptakan dan membina komunikasi dengan pasien dan keluarganya untuk

mendapatkan data yang lengkap dan akurat dalam anamnesis. Lengkap artinya mencakup

semua data yang diperlukan untuk memperkuat ketelitian diagnosis, sedangkan akurat

berhubungan dengan ketepatan atau tingkat kebenaran informasi yang diperoleh. Pada kasus

dispepsia anamnesis dangat dibutuhkan untuk membantu menegakkan diagnosis. Data yang

dikumpulkan dalam mengenai anamnesis berupa identitas seperti nama, umur, pekerjaan,

alamat, agama, suku, pendidikan terakhir, status pernikahan, jenis kelamin, dan lain

sebagainya. Selanjutnya, dikumpulkan data-data lain sebagai berikut.1,2

2

Page 3: Makalah Pbl Blok 16 n

1. Keluhan utama dan sejak kapan keluhan tersebut

Berisi hal tentang apa yang membuat pasien datang kepada dokter.

2. Riwayat penyakit sekarang

a. Menanyakan karakter keluhan utama

- Menanyakan lokasi nyeri, sifat dari nyeri (kualitas).

- Menanyakan apakah nyeri yang dirasakan meluas apa hanya di daerah itu saja?

- Menanyakan apakah ada rasa mual, ada muntah, kembung, ada sendawa, rasa

terbakar, rasa penuh dan rasa cepat kenyang?

b. Menanyakan perkembangan atau perburukan keluhan utama

- Apakah selama mulai sakit sampai pergi ke dokter makin membaik atau memburuk?

c. Menanyakan kemungkinan adanya faktor pencetus keluhan utama

- Menanyakan apakah rasa nyeri timbul akibat makan makanan tertentu, seperti makan

pedas, cokelat, keju?

d. Menanyakan keluhan-keluhan penyerta

- Menanyakan apakah ada rasa lelah dan penurunan berat badan?

- Menanyakan bagaimana keadaan pada waktu buang air besar, apakah ada lendir atau

darah, atau encer?

3. Riwayat penyakit dahulu

- Dahulu apakah pernah mengalami sakit yang serupa seperti ini?

- Menanyakan apakah ada riwayat operasi lambung?

- Apakah ada alergi terhadap obat, makanan dan lain-lain?

- Menanyakan apakah ada konsumsi obat untuk menghilangkan nyeri, berapa lama

mengkonsumsi obat tersebut?

3

Page 4: Makalah Pbl Blok 16 n

4. Riwayat pribadi

- Menanyakan riwayat kebersihan pada diri sendiri.

- Menanyakan kebiasaan merokok atau minum alkohol.

- Menanyakan apakah pernah ada konsumsi obat-obatan terlarang secara halus.

5. Riwayat sosial

- Menanyakan lingkungan tempat tinggal, bersih atau tidak, padat atau tidak.

6. Riwayat Keluarga

- Apakah dalam anggota keluarga juga ada yang mengalami kejadian yang serupa?

Pemeriksaaan Fisik

Pemeriksaan fisik merupakan hal yang harus dilakukan ketika pasien dateng menemui dokter.

Pemeriksaan fisik ini meliputi pemeriksaan tanda-tanda vital (suhu, denyut nadi, tekanan

darah, frekuensi pernapasan), inspeksi (melihat), palpasi (meraba), perkusi (mengetuk), serta

auskultasi (mendengarkan).3

Pada kasus yang berhubungan dengan gastroenterologi, pemeriksaan fisik dilakukan secara

lengkap. Pemeriksaan fisik dilakukan secara umum mengenai nyeri abdomen (nyeri pada

bagian rongga perut dan sekitarnya). Pertama dari pemeriksaan tanda-tanda vital tubuh. Lalu,

dilanjutkan dengan inpeksi pada saat pasien pertama kali masuk pada ruang periksa dilihat

keadaannya apakah tampak lemas, menahan rasa sakit, dan dilihat apakah ada tanda anemia.

Pada bagian abdomen dilihat apakah ada distensi, benjolan, lesi kulit, asites dan vena

kolateral.2,3

Setelah inpeksi, dilakukan palpasi pada bagian perut dirasakan apakah ada massa, nyeri tekan

pada bagian abdomen dan sekitarnya, dan pembesaran organ. Lalu, dilakukan perkusi untuk

mendengar perubahan bunyi yang terjadi pada bagian abdomen. Perkusi juga dapat

menentukan adanya asites atau pembesaran organ hati. Pada bagian akhir dilakukan auskultasi

untuk mendengarkan bunyi bising usus (normal atau abnormal).2,4

4

Page 5: Makalah Pbl Blok 16 n

Pada kasus dispepsia terutama bagian gastritis, pemeriksaan fisik tidak terlalu memberikan

gambaran yang khas untuk menegakkan diagnosis.4

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan penyakit traktus gastrointestinal adalah sebagai

berikut.4

- Pemeriksaan laboratorium : darah perifer lengkap, analisa feses, dan lain lain.

- Endoskopi.

- Radiologi : foto OMD.

- USG abdomen.

- Histopatologi.

- Tes fungsi usus: manometri, elektrogastrografi.

Pada kasus dispepsia, pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah tes darah berupa

penghitungan darah lengkap dan LED normal untuk membantu menyingkirkan kelainan

serius. Selain itu, tes darah juga dapat menentukan adanya anemia dan jenis anemia.

Selanjutnya adalah endoskopi SCBA dan biopsi histopatologi. Terkadang digunakan juga

pemeriksaan radiologi dan menggunakan kontras barium, namun pemeriksaan ini tidak terlalu

menunjukan hasil spesifik.3,4

Diagnosis

Diagnosis dibagi menjadi dua, yaitu diagnosis kerja dan diagnosis banding. Diagnosis kerja

adalah diagnosis penyakit yang memiliki tanda-tanda klinis sesuai dengan suatu penyakit.

Diagnosis banding adalah kemungkinan diagnosis penyakit lain yang memiliki gejala klinis

yang mirip dengan diagnosis kerja. Dalam menentukan diagnosis, teori sangat diperlukan

untuk memahami pembuatan diagnosis. Bisa saja, diagnosis kerja yang ditentukan ternyata

salah melainkan salah satu diagnosis banding merupakan penyakit yang tepat. Pada akhirnya

diagnosis banding itulah yang akan menjadi diagnosis kerja.5

5

Page 6: Makalah Pbl Blok 16 n

Pada kasus pasien 55 tahun dengan keluhan nyeri ulu hati yang hilang timbul selama satu

tahun, dengan riwayat penggunaan obat penahan rasa sakit selama dua tahun, serta didapatkan

tanda anemia dan riwayat tinja hitam disangkal memiliki diagnosis yaitu dispepsia. Dispepsia

merupakan kumpulan gejala atau perasaan tidak nyaman yang terdiri dari rasa nyeri di

epigastrium, mual, muntah, kembung, cepat kenyang, rasa penuh, sendawa, regurgitasi, dan

rasa panas yang menjalar di dada.4,6

Jika hanya membahas dispepsia, tentu hal ini sangat luas. Dispepsia yang belum diinvestigasi

dinamakan uninvestigated dyspepsia (UD). Keluhan keluhan yang ada disertai dengan

pemeriksaan penunjang akan membawa UD menjadi jenis dispepsia lain seperti dispepsia

organik dan dispepsia fungsional. Bila didapatkan tanda-tanda alarm, yaitu mual muntah yang

tidak sembuh dengan terapi lazim, terapi empiris gagal, anemia, melena, hematemesis,

penurunan berat badan yang signifikan, maka investigasi berupa pemeriksaan laboratorium,

radiologi, dan endoskopi harus dijalankan. Namun, bila tidak ditemukan tanda alarm, maka

tidak perlu melakukan pemeriksaan penunjang. Pasien dapat diterapi secara empiris terlebih

dahulu. Akan tetapi, jika terapi empiris gagal dan pasien tidak merasakan perbaikan itu sudah

merupakan tanda alarm dan investigasi lanjut harus dilakukan.4

Setelah investigasi dilakukan dan ternyata ditemukan kelainan organik dalam tubuh seperti

gastritis, ulkus peptikum, karsinoma gaster, penyakit hepato-pankreato-bilier, infark jantung,

diabetes, gagal ginjal, dan efek samping obat seperti Obat Anti Inflamasi non Steroid

(OAINS), teofilin, antibiotik, aspirin, maka UD dapat berubah menjadi dispepsia organik.

Akan tetapi, jika tidak ditemukan kelainan maka dispepsia fungsional dapat ditegakkan.4

Beberapa diagnosis banding yang sesuai dengan keluhan yang sudah disebutkan di atas adalah

sebagai berikut.4

a. Dispepsia Organik et causa Gastritis (Gastropati OAINS).

Gastritis merupakan inflamasi pada mukosa lambung. Klasifikasi gastritis dibuat

berdasarkan manifestasi klinis (akut atau kronik) dan gambaran histopatologi. Gastritis

akut sering disebabkan oleh infeksi. Baik infeksi bakteri Haemophilus pylori akut,

bakteri-bakteri lain selain Haemophilus pylori, virus, fungi, alkohol,dan penyakit

seperti HIV-AIDS. Gambaran histopatologi ditemukan adanya infiltrasi neutrofil

dengan edema dan hiperemia.

6

Page 7: Makalah Pbl Blok 16 n

Gastritis kronis menunjukkan adanya dominasi limfosit dan sel plasma pada gambaran

histopatologinya. Progres dari gastritis kronis adalah atrofi dan metaplasia. Penyebab

tersering adalah bakteri Haemophilus pylori kronik dan OAINS. Obat seperti aspirin

(analgetik antipiretik) dan OAINS memiliki efek toksik langsung terhadap mukosa

gaster dan memiliki efek samping menurunkan prostaglandin endogen mukosa yang

bersifat proteksi mukosa lambung. Gejala klinik biasanya asimptomatik akan tetapi

bermanifestasi sebagai sindrom dispepsia, terutama rasa nyeri pada ulu hati. Gastritis

kronik akibat OAINS disebut sebagai gastropati OAINS.

b. Dispepsia Organik et causa Ulkus Peptik.

Ulkus peptik merupakan defek berukuran diatas 5mm, kedalaman mencapai lapisan

submukosa. Ulkus peptik berbatas tegas, dapat menembus muskularis mukosa sampai

lapisan serosa sehingga dapat terjadi perforasi. Ulkus peptik terdiri dari ulkus lambung

dan ulkus duodenum. Ulkus peptik dipengaruhi oleh faktor agresif dan faktor defensif.

Faktor agresif yang utama adalah Haemophilus pylori dan OAINS. Selain itu,

pengaruh rokok, stres, malnutrisi, diet tinggi garam, defisiensi vitamin, genetik juga

berperan. Sedangkan faktor defensif terdiri dari preepitel, epitel, dan subepitel. Gejala

klinis yang didapatkan juga sesuai dengan sindrom dispepsia akan tetapi pada ulkus

peptik keluhan nyeri ulu hati dan muntah lebih menonjol. Nyeri epigastrik pada tukak

duodeni biasanya menghilang setelah makan atau pemberian antasida. Pada tukak

gaster, nyeri biasanya tidak hilang setelah makan. Tukak akibat OAINS biasanya

asimptomatik.

c. Dispepsia Fungsional.

Kriteria diagnostik yang mendefinisikan sebagai dispepsia fungsional adalah

setidaknya selama tiga bulan, mulainya paling tidak sudah enam bulan, dengan salah

satu atau lebih gejala nyeri epigastrik, cepat kenyang, rasa perih, dan rasa terbakar di

epigastrium, serta tidak ditemukan kelainan struktural-biokimiawi, termasuk setelah

dilakukan pemeriksaan penunjang. Keluhan klinis utama adalah nyeri epigastrik, cepat

kenyang, rasa penuh, dan rasa terbakar di epigastrium. Penyebab dispepsia fungsional

hingga kini belum jelas. Beberapa negara menyebutkan bahwa faktor diet berpengaruh

akan tetapi beberapa negara lainnya tidak menemukan relavansinya.

7

Page 8: Makalah Pbl Blok 16 n

Berdasarkan beberapa diagnosis banding yang sebelumnya sudah disebutkan, menurut kasus

yang ada. Diagnosis kerjanya adalah dispepsia organik et causa gastropati OAINS. Karena,

pasien memiliki tanda alarm yaitu anemia. Lalu, terdapat riwayat penggunaan obat penghilang

rasa sakit dua tahun yang lalu yang diminum hampir tiap hari. Obat tersebut menyebabkan

inflamasi pada mukosa karena menurunkan prostaglandin endogen yang berfungsi sebagai

proteksi mukosa lambung. OAINS memiliki efek samping mengiritasi saluran cerna. Selain

gastropati OAINS pasien juga menderita anemia. Jenis anemia yang di derita adalah anemia

defisiensi besi (anemia mikrositik hipokromik). Anemia ini merupakan anemia dengan ciri

ukuran sel darah merah lebih kecil dari ukuran normal dan bewarna coklat, yang disebabkan

kekurangan ion Fe (besi) sebagai komponen hemoglobin dan merupakan anemia yang paling

sering ditemukan karena tidak disebabkan kehilangan darah yang nyata dan akut. Manifestasi

anemia defisiensi besi terjadi secara perlahan-lahan, dan penderita memperlihatkan gejala-

gejala gangguan primer dan bukan gejala dari anemia itu sendiri. Pada pemeriksaan yang teliti

yang berhubungan dengan gejala dispepsia, dapat ditemukan anemia defisiensi besi.7

Pemilihan diagnosis banding dispepsia fungsional didasarkan pada pemeriksaan bahwa

riwayat buang air besar hitam disangkal (kemungkinan tidak ditemukan kelainan organik pada

tubuh pasien). Selain itu, belum ada hasil pemeriksaan penunjang yang membuktikan adanya

kelainan organik pada organ pasien tersebut. Selanjutnya, mengenai diagnosis ulkus peptik

juga dapat dipakai karena OAINS juga dapat menyebabkan ulkus peptik. Akan tetapi, belum

juga ada hasil pemeriksaan penunjang yang menunjukan adanya ulkus pada gaster atau

duodenum dari pasien.

Etiologi

Penyebab gastropati OAINS adalah obat-obatan penahan rasa sakit seperti aspirin yang

merupakan analgesik antipiretik dan juga OAINS itu sendiri. Karena, kedua obat ini memiliki

efek toksik langsung terhadap mukosa gaster, dan memiliki efek menurunkan prostaglandin

endogen mukosa yang bersifat protektif.4

Beberapa penyebab dispepsia secara umum (bukan gastropati OAINS) adalah sebagai berikut.

1.Menelan udara (aerofagi)

2. Regurgitasi (alir balik, refluks) asam dari lambung

8

Page 9: Makalah Pbl Blok 16 n

3.Iritasi lambung (gastritis)

4.Ulkus gastrikum atau ulkus duodenalis

5.Kanker lambung

6.Peradangan kandung empedu (kolesistitis)

7.Intoleransi laktosa (ketidakmampuan mencerna susu dan produknya)

8.Kelainan gerakan usus

9.Stress psikologis, kecemasan, atau depresi

10.Infeksi Helicobacter pylori

Epidemiologi

Dispepsia dialami sekitar 20-30 persen populasi didunia setiap tahunnya. Data depkes tahun

2004 menempatkan dispepsia di urutan ke 15 dari daftar 50 penyakit dengan pasien rawat

inap terbanyak di Indonesia dengan proporsi 1,3 persen, Dispepsia yang oleh orang awam

sering disebut dengan sakit maag merupakan keluhan yang sangat sering kita jumpai sehari-

hari. Sebagai contoh dalam masyarakat di negara barat, dispesia dialami sedikitnya oleh 25

persen populasi. Di negara Asia belum banyak data mengenai dispepsia, tetapi diperkirakan

dialami sedikitnya 20 persen dalam populasi umum.

Mengenai jenis kelamin, ternyata baik lelaki maupun perempuan bisa terkena penyakit

dispepsia. Penyakit dispepsia ini tidak mengenal batasan usia, muda maupun tua sama saja. Di

Indonesia sendiri survei mengatakan bahwa pada tahun 2001, dispepsia terdapat kurang lebih

50 persen dari 93 persen pasien yang diteliti. Cenderung banyak orang tidak peduli dengan

dispepsia. Banyak orang yang sudah merasakan perasaan yang tidak nyaman pada daerah

lambung tetapi hal itu tidak membuat mereka merasa perlu untuk segera pergi berkonsultasi

ke dokter.

Untuk gastropati OAINS faktor resiko adalah orang-orang yang usianya diatas 60 tahun,

memiliki riwayat pernah menderita tukak, digunakan OAINS bersama dengan steroid,

memiliki riwayat penggunaan OAINS dosis tinggi, menderita penyakit sistemik berat,

merokok, dan meminum alkohol.9

Page 10: Makalah Pbl Blok 16 n

Patofisiologi

Efek samping obat anti inflamasi non steroid (OAINS) pada saluran cerna tidak terbatas pada

lambung. Efek samping pada lambung memang paling sering terjadi. OAINS merusak

mukosa lambung melalui dua mekanisme, yaitu topikal dan sistemik. Kerusakan mukosa

secara topikal terjadi karena OAINS bersifat asam dan lipofilik, sehingga mempermudah

trapping ion hydrogen masuk mukosa dan menimbulkan kerusakan. (buku ipd. Papdi)

Efek sistemik OAINS tampaknya lebih penting yaitu kerusakan mukosa terjadi akibat

produksi prostaglandin menurun, OAINS secara bermakna menekan pembentukan

prostaglandin. Prostaglandin diproduksi melalui dua jalur yaitu jalur Cox1 dan jalur Cox2.

Seperti yang diketahui, prostaglandin merupakan substansi sitoprotektif (yang berasal dari

Cox1) yang amat penting bagi mukosa lambung. Efek sitoprotektif itu dilakukan dengan cara

menjaga aliran darah mukosa, meningkatkan sekresi mukosa dan ion bikarbonat, dan

meningkatkan ephitelial defense. Prostaglandin yang dibentuk dari jalur Cox2 menimbulkan

inflamasi, nyeri, dan demam, sehingga OAINS yang selektif menghambat Cox2 relatif lebih

aman digunakan. Aliran darah mukosa yang menurun menimbulkan adhesi netrolit pada

endotel pembuluh darah mukosa dan memacu lebih jauh proses imunologis. Radikal bebas

dan protease yang dilepaskan akibat proses imunologis tersebut akan merusak mukosa

lambung.

Komplikasi

Komplikasi yang sering terjadi akibat dari gastropati OAINS adalah perdarahan akibat dari

deskuamasi mukosa gaster yang berujung pada pembentukan ulkus (luka) pada gaster.

Komplikasi akibat ulkus tersebut juga dapat mengakibatkan perforasi dengan peritonitis.

Komplikasi paling berat adalah terjadi degenerasi sel-sel mukosa gaster menjadi suatu tumor

ganas yang berujung menjadi karsinoma.

10

Page 11: Makalah Pbl Blok 16 n

Penatalaksaan

Penatalaksanaan Non Medika Mentosa

Pada penatalakasanaan non medika mentosa, Pasien dapat diberikan edukasi dan pengarahan

agar sebisa mungkin menghindari makanan-makanan yang dapat meningkatkan asam

lambung. Kemudian, selain menghindari makanan merangsang asam lambung yang terutama

dan terpenting adalah pasien harus menghindari faktor resiko terjadinya dispepsia seperti

alkohol, makanan-makanan yang pedas, obat-obatan yang berlebihan terutama golongan

OAINS (jika memang harus mengkonsumsi OAINS pilih jenis Cox2), nikotin pada rokok,

dan stres fisik dan mental. Selain itu dapat juga di edukasi pada pasien seputar pola makan

yang teratur dan pasien harus mengatur porsi dan pola makan dari makanan yang dimakannya

sehari-hari.

Penatalaksanaan Medika Mentosa

Pengobatan gastropati OAINS dapat diberikan obat golongan sebagai berikut.

Antasida

Golongan obat ini mudah didapat dan murah. Antasi akan menetralisir sekresi asam lambung.

Antasid biasanya mengandung Na-bikarbonat, Al(OH)3, Mg (OH)2, dan magnesium triksilat.

Pemberian antasid jangan terus menerus, sifatnya hanya simptomatis untuk mengurangi rasa

nyeri

Anatgonis reseptor H2

Golongan obat ini banyak digunakan untuk mengobati dispepsia organik atau esensial seperti

tukak peptik, obat yang termasuk golongan antagonis reseptor H2 antara lain simetidin,

famotidin, roksatidin, ranitidin, dan sebagainya.

Pengahambat pompa asam (PPI)

Golongan obat ini mengatur sekresi asam lambung pada stadium akhir dari proses sekresi

asam lambung. Obat-obat yang termasuk dalam golongan PPI adalah omeprazol, lansoprazol,

pantoprazol, misoprostol, dan sebagainya.

11

Page 12: Makalah Pbl Blok 16 n

Prognosis

Penyakit gastropati OAINS memiliki prognosis yang baik jika ditangani secara cepat dan

tepat, sebelum terjadinya komplikasi yang berbahaya.

Kesimpulan

Sistem pencernaan merupakan sistem penting yang rentan mengalami gangguan, salah

satunya adalah dispepsia. Sesuai dengan kasus yang ada yaitu pasien 55 tahun yang

mengalami keluhan nyeri ulu hati, hilang timbul selama satu tahun dengan riwayat penyakit

dahulu konsumsi obat penahan rasa sakit selama dua tahun, ditemukan ada tanda anemia dan

riwayat buang air besar hitam disangkal, pasien ini mengalami dispepsia et causa gastropati

Obat Anti Inflamasi non Steroid (OAINS).

12

Page 13: Makalah Pbl Blok 16 n

Daftar Pustaka

1. Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Penerbit

Erlangga; 2007.h.10-1,66-7.

2. Swartz MH. Buku ajar diagnostik fisik. Jakarta: EGC; 2003.h.263-277.

3. Davey P. At a glance medicine. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2003.h.42-5.

4. Ndraha S. Bahan ajar gastroenterohepatologi. Jakarta: Biro Publikasi Fakultas

Kedokteran UKRIDA; 2013.h.25-33.

5. Hardjodisastro D. Menuju seni ilmu kedokteran. Edisi ke-6. Jakarta: PT Gramedia

Pustaka Utama; 2006.h.55.

6. Grace PA, Borley NR. At a glance ilmu bedah. Jakarta: Penerbit Erlangga;

2006.h.24-5.

7. Delp, Manning. Major diagnostik fisik. Jakarta: EGC; 2006.h.282.

8.

Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibirata M, Setiati S. Ilmu penyakit dalam.

Edisi ke-4. Jakarta: Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2011.h.509-

12. (diagnosis )

Hirmawan S. Kumpulan kuliah patologi. Jakarta: Penerbit Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia; 2011.h.200. (komplikasi)

13